Evaluasi Penerapan Cara Produksi Yang Baik (Good Manufacturing Practices) dan Penyusunan SSOP Industri Lidah Buaya di PT. Libe Bumi Abadi.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Evaluasi Penerapan Cara Produksi Yang Baik (Good Manufacturing Practices) dan Penyusunan SSOP Industri Lidah Buaya di PT. Libe Bumi Abadi."

Transkripsi

1 Evaluasi Penerapan Cara Produksi Yang Baik (Good Manufacturing Practices) dan Penyusunan SSOP Industri Lidah Buaya di PT. Libe Bumi Abadi Lisyanti 1, Nurheni Sri Palupi 2 dan Darwin Kadarisman 2 Abstract The shortage of knowledge concerning management, marketing, and production process and especially the lack of quality awareness, cause Small and Medium Enterprises (SMEs) to be generally slow in growth. Once SMEs concern more on the quality, consequently bargaining position in the market will be stronger with higher selling price. One of the methods of improving quality was by implementing Good Manufacturing Practices (GMP), which is a guide to manufacture food by paying attention to various aspects of sanitation, whereas Standard Sanitation Operating Procedure (SSOP) was essential to facilitate the achieving the aims of GMP. The objectives of this study were: (a) carried out the assessment towards the application of GMP by PT. Libe Bumi Abadi (LBA); (2) compiled drafts of Standard Sanitation Operating Procedure (SSOPs) and checklists as the GMP application procedure; and (3) compared inspection form of food processing means based on BPOM-Depkes-1999 and draft revision of the GMP inspection form BPOM In carrying out the aims, the steps taken were: (1) the primary and secondary data collection, (2) the assessment of food means using the inspection form of BPOM, 1999 and the draft revision of GMP inspection form BPOM-2005; (3) the compilation draft of SSOP revision and checklists for PT. LBA; (4) Focus Group Discussion (FGD) to discuss and to finalize the draft of SSOP and CLs that were compiled. The results of the assessment and observation of the GMP application in PT. LBA using the inspection of processing means form BPOM-1999 was in the category 3, resulting K (poor); whilst the outcome of the assessment using draft revision of GMP inspection form BPOM-2005 was categorised in rating III, scoring C (average). Eventhough the aims of the assessment in both forms were basically the same, the observation showed different results. The difference was mainly happened because of different approaches in main aspects, the assessment method and the different calculation method. Draft of SSOPs and the list had been compiled based on four groups: (1) building facilities, covered: maintenance of the building and factory facilities; (2) machine and equipments: the sanitation escort for the production machine and the equipment; (3) personal hygiene, covered the sanitation and the hygienic habit of manpower; and (4) pest control and the management of the waste, covered the pest control in the process and the handling of the waste. The suggestion given were: (1) Improvement of GMP aspects: the design of processing space, factory facilities, production equipment, and supervision action; (2) Usage of the draft revision GMP inspection form BPOM-2005 for the GMP assessment, especially for SMEs, because of the clear assessment point and easily be understood; (3) Revision and the adjustment of draft SSOP and CLs that were compiled could be carried out and be continued in line with the company's expansion in the scale of production, manpower, and technology; (4) Application of internal quality control system in PT. LBA; (5) Carrying out the development of the organisation, that is separating the division of labour to internal affair and external affair to maximise the GMP application. Keywords: SMEs, GMP, SSOP, the inspection of processing, PT. LBA 1. Latar Belakang PENDAHULUAN Keamanan pangan menangani keberadaan unsur bahaya yang terkandung dalam bahan pangan. Menurut Muhandri dan Kadarisman (2006) karakteristik yang harus dipertimbangkan untuk produk olahan pangan yang aman antara lain: mutu bahan baku, metoda proses, kontaminasi pasca proses dan penentuan titik kendali kritis. Unsur-unsur bahaya ini mencakup racun biologis, hasil reaksi kimia serta kontaminasi terhadap fisik pangan, dan dapat diidentifikasi melalui komponen analisis bahaya dari Hazard Analytical Critical Control Point (HACCP). 1 Alumni PS MPI, SPs IPB : The best graduate of the sixth batch alumni of Professional Master Program of IPB, the second graduation ceremony (2007/2008) 2 Staf Pengajar PS MPI, SPs IPB

2 91 HACCP (Analisis Bahaya dan Pengendalian Titik Kritis) adalah sistem yang mengendalikan keamanan pangan mulai dari pertanian sampai menjadi bahan siap santap. Sistem ini menekankan pentingnya pemilihan teknologi yang tepat dan bagaimana cara melakukan validasi terhadap teknologi tersebut. Ditekankan juga bahwa keamanan pangan tidak hanya menjadi tanggung jawab produsen makanan saja, tetapi juga merupakan tanggung jawab petani, peternak, pengusaha transportasi dan penyimpanan, termasuk rantai distribusi makanan seperti toko, supermarket, serta outlet-outlet makanan siap saji. Menurut EU Directive 93/43/EEC/Food Hygiene (1993), semua bagian yang bergerak dalam industri pangan harus meyakinkan adanya identifikasi, dokumentasi, pemeliharaan dan peninjauan prosedur keamanan pangan berdasarkan prinsip HACCP. Kerjasama FAO/WHO Codex Alimentarus Commision mengharuskan adanya program prasyarat yang sudah dijalankan sebelum implementasi sistem HACCP. Program prasyarat dikenal secara umum oleh para profesional di bidang HACCP serta mereka yang berada di bawah pengawasan Badan Pengawas Obat dan Makanan (US-FDA, 1986). Beberapa persyaratan dasar yang perlu dipenuhi oleh organisasi sebelum mengadopsi sistem HACCP disesuaikan dengan tahap pada generasi pertanian (Thaheer, 2005), berikut : - Good Farming Practice (GFP) pada usaha pertanian. - Good Handling Practice (GHP) pada kegiatan pascapanen. - Good Hygienic Practice (GHyP) pada semua penanganan bahan pangan. - Good Manufacturing Practice (GMP) pada kegiatan manufaktur. - Good Distribution Practice (GDP) pada kegiatan distribusi. - Good Retailing Practice (GRP) bagi pengeceran barang. - Good Catering Practice (GCP) sebagai petunjuk pada konsumen. Penerapan GMP atau cara produksi yang baik merupakan salah satu indikator bahwa sanitasi dalam operasional produksi telah dilakukan dengan baik. Penerapan GMP, diikuti dengan dokumentasi dalam bentuk SSOP, merupakan nilai tambah bagi perusahaan pangan untuk dapat menembus pasar ekspor, sesuai dengan peraturan perdagangan negara tujuan. Selain itu GMP yang sudah diterapkan dan disusun secara sistematis dalam bentuk SSOP merupakan sebuah langkah maju untuk menuju pemenuhan persyaratan keamanan pangan karena GMP merupakan salah satu pra-syarat dalam pengaplikasian HACCP. Produk dari lidah buaya sebagai suplemen, makanan atau minuman, maupun bahan baku industri, memiliki potensi yang besar untuk diekspor karena beragam manfaat yang dimiliki. Selain itu, lidah buaya juga memiliki potensi untuk diproduksi secara massal dilihat dari ketersediaan bahan baku yang kontinu. Untuk dapat meningkatkan nilai jual dan kepastian jaminan mutu, maka industri pengolahan lidah buaya, terutama sebagai produk pangan, harus lebih memperhatikan mutu dan cara produksi yang baik. 2. Permasalahan a. Bagaimana cara penilaian dari penerapan CPMB/GMP oleh PT. Libe Bumi Abadi (LBA)? b. Bagaimana penyusunan SSOP dalam mencapai peningkatan mutu dengan penerapan GMP di PT. LBA? c. Bagaimana perbandingan formulir pemeriksaan sarana pengolahan makanan dan minuman sesuai formulir BPOM-Depkes tahun 1999 dan draft revisi formulir pemeriksaan CPMB-BPOM tahun 2005? 3. Tujuan a. Melakukan penilaian terhadap penerapan CPMB/GMP oleh PT. LBA. b. Menyusun SSOP sebagai prosedur untuk mencapai peningkatan mutu dengan penerapan GMP di PT. LBA. c. Membandingkan formulir pemeriksaan sarana pengolahan makanan dan minuman berdasarkan formulir BPOM-Depkes tahun 1999 dan draft revisi formulir pemeriksaan CPMB-BPOM tahun 2005.

3 92 1. Lokasi METODOLOGI Lokasi yang menjadi obyek kajian tugas akhir ini adalah PT. Libe Bumi Abadi dengan lokasi Jl. Langgar Raya No. 7 RT. 12, Rw. 05 Kelurahan Pondok Bambu, Kecamatan Duren Sawit Jakarta Timur. Pengamatan dilakukan pada bulan Mei Juni Metode Kerja a. Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan dengan cara sebagai berikut : 1) Studi kepustakaan (literatur), terutama mengenai pengawasan mutu produk dan penerapan GMP; tahapan penyusunan SSOP, dan peraturan yang berkaitan dengan sanitasi produksi. 2) Wawancara terhadap pemilik usaha dan karyawan yang terlibat dalam proses produksi untuk mengetahui sejauh mana pengertian mengenai produk, proses dan pentingnya pengendalian mutu dalam produksi. 3) Mempelajari berbagai dokumen proses produksi yang ada di perusahaan. 4) Pengamatan langsung di area produksi dengan cara mengamati setiap kegiatan produksi. b. Penilaian Penerapan GMP Pelaksanaan penilaian penerapan GMP baik dengan menggunakan formulir pemeriksaan sarana pengolahan (BPOM, 1999) maupun dengan menggunakan draft revisi formulir pemeriksaan CPMB (BPOM, 2005), dilakukan dengan tahapan seperti terlihat pada Gambar 1. Mulai Pengumpulan data (primer dan sekunder) Mempelajari petunjuk teknis pemeriksaan sarana pengolahan (Depkes dan BPOM) Pedoman pemeriksaan sarana pengolahan (Depkes dan BPOM) Melakukan observasi sarana pengolahan Melakukan penilaian penerapan CPMB pada sarana pengolahan Form pemeriksaan sarana pengolahan (Depkes dan BPOM) Melakukan analisis hasil penilaian penerapan CPMB Petunjuk teknis pemeriksaan sarana pengolahan (Depkes dan BPOM) Hasil penilaian penerapan CPMB pada sarana pengolahan Selesai Gambar 1. Diagram alir pelaksanaan penilaian penerapan GMP

4 93 Ada beberapa perbedaan cara penilaian dengan menggunakan formulir pemeriksaan sarana pengolahan (BPOM, 1999) dan draft revisi formulir pemeriksaan CPMB (BPOM, 2005). Dalam formulir pemeriksaan sarana pengolahan (BPOM, 1999), ada 17 aspek yang perlu mendapatkan perhatian dengan total penilaian 74 butir. Aspek-aspek tersebut dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Tujuh belas aspek pemeriksaan menurut formulir pemeriksaan sarana pengolahan (BPOM, 1999) No. Aspek Keterangan 1 A Manajemen 2 B Lingkungan sarana pengolahan dan pengendaliannya 3 C Hama lingkungan 4 D Kondisi umum sarana pengolahan 5 E Ruang pengolahan 6 F Kelengkapan sarana pengolahan 7 G Penanganan limbah 8 H Sanitasi sarana pengolahan 9 I Hama di dalam sarana pengolahan 10 J Peralatan 11 K Suplai air 12 L Higiene karyawan 13 M Gudang bersuhu kamar 14 N Gudang berpendingin 15 O Gudang bahan kemasan 16 P Tindakan pengendalian 17 Q Pengemasan dan pelabelan Di antara ketujuhbelas aspek yang perlu mendapatkan perhatian seperti disebutkan di atas, ada 5 aspek yang dianggap lebih penting dibandingkan dengan 13 aspek lainnya. Kelima aspek ini dikategorikan sebagai kelompok utama dalam pemeriksaan, antara lain: (1) E: ruang pengolahan; (2) I: hama di dalam sarana pengolahan; (3) J: peralatan; (4) K: suplai air; dan (5) L: higiene karyawan. Daftar pertanyaan dan penilaian dapat dilihat dalam formulir pemeriksaan sarana pengolahan makanan dan minuman. Dalam formulir pemeriksaan, terdapat tiga kolom yang terdiri dari kolom kosong untuk penilaian, butir-butir yang diperiksa, dan daftar pertanyaan yang membantu pengawas makanan dalam memberikan penilaian. Dengan menjawab ya atau tidak dari beberapa pertanyaan yang diajukan, dapat dinilai apakah bagian yang diperiksa tersebut dapat dikategorikan baik, sedang, atau kurang. Jika dikehendaki, pertanyaan lain yang berhubungan dapat diajukan untuk memperkuat hasil penilaian (BPOM, 1999). Contoh penilaian hasil pemeriksaan dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Contoh penilaian sarana pengolahan makanan dan minuman D. KONDISI UMUM SARANA PENGOLAHAN B 1. Kondisi bangunan S 2. Anti binatang pengerat K 3. Anti serangga B 4. Kesesuaian dengan S kegunaan 5. Perawatan HASIL PENILAIAN S KETERANGAN PEMERIKSAAN 1. Apakah kondisi bangunan secara keseluruhan baik? 2. Apakah bangunan dibuat dengan rancangan tidak dimasuki binatang pengerat? 3. Apakah bangunan dibuat dengan rancangan tidak dimasuki serangga? 4. Apakah bangunan cukup luas untuk melakukan kegiatan pengolahan? 5. Apakah bangunan dirawat dengan baik? _

5 94 a. Untuk menilai setiap butir yang diperiksa pada kolom 2, pertanyaan yang terdapat pada kolom keterangan pemeriksaan (kolom 3) dijawab dengan tanda untuk jawaban ya. Jawaban dibiarkan kosong jika ragu-ragu untuk memberikan jawaban ya. b. Jika setiap pertanyaan dijawab dengan ya ( ), maka butir yang diperiksa diberi nilai B (baik). Jika beberapa pertanyaan dibutuhkan untuk menilai satu butir yang diperiksa, maka nilai B jawaban ya. c. Jika butir yang diperiksa tidak mendapatkan jawaban ya ( ), maka butir tersebut dapat diberikan nilai S (sedang) atau K (kurang) tergantung pada pengamatan pengawas. d. Setiap butir yang diperiksa harus diberi nilai B, S, atau K. e. Jika kolom penilaian setiap butir yang diperiksa sudah terisi, maka dibuat rata-rata penilaian dengan memberikan skor 3, 2, dan 1 masing-masing untuk B, S, dan K. Hasil perhitungan dibulatkan untuk mendapatkan hasil penilaian. f. Kotak hasil penilaian diisi dengan B, S, atau K sesuai dengan hasil perhitungan pada butir e. Contoh pada Tabel 2, hasil penilaian rataan dari lima butir yang diperiksa dengan nilai B, S, K, B, dan S adalah: ( )/5= 2.2 (dibulatkan menjadi 2). Dengan demikian hasil penilaian bagian D. Kondisi Umum Sarana Pengolahan adalah S (sedang). Pemberian nilai mutu sarana pengolahan didasarkan atas hasil penilaian ketujuhbelas aspek yang telah disebutkan sebelumnya. Pada prinsipnya, kelompok utama mendapatkan bobot yang lebih tinggi untuk mendapatkan nilai mutu akhir. Cara perhitungan dalam pemberian mutu dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Pemberian mutu terhadap sarana pengolahan Mutu Nilai Kelompok utama Kelompok sekunder (E, I, J, K, L) (A, B, C, D, F, G, H, M, N, O, P, Q, R) 1 Baik Tidak ada perbaikan Maksimun 4-6 perbaikan ringan 2 Sedang Maksimum 1 perbaikan Maksimum 3 perbaikan ringan 3 Kuran Maksimum 2-3 perbaikan Beberapa aspek mendapat nilai kurang Proses penilaian penerapan GMP dengan menggunakan draft revisi formulir pemeriksaan CPMB (BPOM, 2005) dilakukan terhadap 17 aspek pemeriksaan seperti terlihat pada Tabel 4. Ke tujuhbelas aspek tersebut tercantum dalam Petunjuk Teknis Pemeriksaan Sarana Pengolahan BPOM (2005), Masing-masing aspek terdiri dari beberapa sub-aspek penilaian dengan total 162 butir. Tabel 4. Tujuh belas aspek pemeriksaan sarana produksi menurut draft revisi formulir pemeriksaan CPMB (BPOM, 2005) Kelompok No. Aspek Keterangan I Ketentuan umum 1 A Persepsi pimpinan dan manajemen 2 B Sanitasi dan higiene karyawan II III IV Kondisi sanitasi bangunan dan fasilitas Kondisi dan sanitasi peralatan Produksi dan pengendalian proses 3 C Konstruksi dan desain bangunan-umum 4 D Konstruksi dan desain ruang pengolahan 5 E Kondisi gudang biasa (kering) 6 F Kondisi gudang beku, dingin (apabila digunakan) 7 G Kondisi gudang kemasan dan produk 8 H Sanitasi lingkungan lokasi, pembuangan limbah, investasi burung, serangga atau binatang lain 9 I Fasilitas pabrik 10 J Pasokan air 11 K Operasional sanitasi pabrik 12 L Pencegahan binatang pengganggu serangga dalam pabrik 13 M Penggunaan bahan kimia 14 N Peralatan produksi 15 O Penanganan bahan baku dan bahan tambahan 16 P Pengendalian proses produksi 17 Q Tindakan pengawasan

6 Minor Mayor Serius Kritis OK 95 Untuk memudahkan pemeriksaan, daftar pertanyaan dan penilaian berupa pernyataan negatif, telah disiapkan dalam bentuk formulir pemeriksaan CPMB Sarana Produksi Pangan terlampir. Pertanyaan lain yang berhubungan dapat diajukan untuk memperkuat penilaian, juga dilakukan pencatatan atas hal-hal khusus yang ditemukan selama penilaian. Pilihan OK (kondisi yang positif) selalu ada pada setiap aspek penilaian; sedangkan kemungkinan pilihan yang negatif atau penyimpangan terdiri dari 4 kategori yaitu minor, major, serius dan kritis. Kemungkinan pilihan dari keempat tingkat penyimpangan tersebut sudah diberikan di dalam formulir pemeriksaan. Contoh hasil penilaian CPMB sarana produksi pangan dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Contoh penilaian CPMB sarana produksi pangan No. Aspek yang dinilai Keterangan/tanggal perbaikan 7 Pakaian kerja tidak dipakai dengan benar dan tidak bersih (x) a. Apabila kondisi lapangan sesuai dengan pernyataan negatif, maka diberi tanda lingkaran pada X yang tersedia pada kolom Minor, Mayor, Serius, atau Kritis. b. Apabila kondisi lapangan tidak sesuai dengan pernyataan negatif, maka diberi tanda _ pada kolom OK. Kolom OK adalah kondisi yang diinginkan dan sesuai dengan persyaratan CPMB (cara produksi makanan yang baik). c. Apabila pada kenyataannya ada aspek pernyataan yang tidak diberlakukan, maka pada kolom keterangan diberi tanda tb (tidak diberlakukan) dan aspek tersebut tidak dikenakan penilaian. d. Hasil penilaian tersebut dijumlahkan dan digunakan untuk menentukan tingkat (rating) kelayakan sarana produksi pangan berdasarkan penyimpangan (deficiency/ defect) yang ada dengan menggunakan standar seperti yang tercantum pada Tabel 6. Tabel 6. Penilaian mutu sarana pengolahan (BPOM, 2005) Tingkar Jumlah penyimpangan Jumlah (rating) Minor Mayor Serius Kritis frekuensi audit Nilai I kali / 6 bulan A (baik sekali) II > kali / 4 bulan B (baik) III TB > kali / 2 bulan C (cukup) IV TB TB > 21 > 4 1 kali / bulan D (kurang) 3. Penyusunan SSOP (Standard Sanitation Operating Procedure) dan Daftar Isian (checklist) Langkah awal yang dilakukan adalah pengumpulan data mengenai persyaratan umum GMP, peraturan yang berlaku, pelaksanaan proses produksi, dan kegiatan perusahaan. Setelah data terkumpul dan disarikan, dilakukan identifikasi masalah dengan mengacu pada hasil penilaian penerapan GMP pada sarana pengolahan. SSOP dan daftar isian disusun berdasarkan hasil identifikasi tersebut. Diagram alir penyusunan SSOP dapat dilihat pada Gambar 2. SSOP untuk PT. LBA disusun berdasarkan empat aspek yang dikategorikan sebagai kelompok utama dari 17 Aspek yang tercantum pada draft revisi formulir pemeriksaan CPMB (BPOM, 2005), yaitu : (1) gedung dan fasilitas pabrik; (2) mesin dan peralatan; (3) tenaga kerja; dan (4) pengendalian hama dan manajemen limbah/buangan. Prosedur sanitasi gedung dan fasilitas pabrik yang disusun meliputi semua proses perawatan gedung dan fasilitas pabrik, perawatan halaman dan bagian luar pabrik, gedung, pelaksanaan kebersihan, dan fasilitas kebersihan. Prosedur sanitasi mesin dan peralatan yang disusun bertujuan memberikan panduan sanitasi terhadap mesin produksi dan alat-alat bantu di PT. LBA. Prosedur sanitasi tenaga kerja disusun untuk memberikan panduan sanitasi dan kebiasaan tenaga kerja. Prosedur pengendalian hama dan manajemen limbah/buangan disusun untuk memberikan panduan pengendalian hama dan penanganan limbah. Sebagai sarana/ alat untuk verifikasi SSOP, akan disusun checklist/ atau daftar isian yang mencerminkan/ menggambarkan sejauh mana realisasi dari SSOP telah dipatuhi atau dilakukan. Kemudian akan dilakukan Focus Group Discussion (FGD) untuk membahas dan menguji draft SSOP dan daftar isian yang telah disusun. FGD adalah metoda kualitatif dalam

7 96 pengumpulan data; merupakan diskusi kelompok yang beranggotakan 6-10 orang, dengan bimbingan seorang fasilitator, dimana semua anggota dapat berbicara mengenai sebuah topik dengan bebas dan spontan. Hasil FGD akan menjadi acuan untuk perbaikan SSOP. Setelah dilakukan revisi berdasarkan hasil FGD, maka akan dilakukan uji coba penerapan SSOP terhadap proses produksi di PT. LBA. Dari hasil uji coba, dapat dilihat keefektifan dan faktor-faktor kesulitan penerapan SSOP yang telah disusun. Kemudian akan dilakukan penyesuaian dalam SSOP dan atau daftar isian pendukung SSOP agar lebih mudah diterapkan dengan lebih efektif. Mulai Pengumpulan data (primer dan sekunder) Identifikasi masalah Hasil penilaian penetapan CPMB pada sarana pengolahan Penyusunan SSOP dan daftar isian (checklist) penilaian SSOP FGD (Focus Group Dicsussion) Draft SSOP dan daftar isian yang telah disusun untuk PT. LBA Perbaikan SSOP dan daftar isian (checklist) penilaian SSOP Uji coba SSOP terhadap proses produksi tidak Dapat diterapkan ya SSOP dan daftar isian untuk diaplikasikan di PT. LBA Selesai Gambar 2. Diagram alir penyusunan SSOP dan daftar isian

8 97 1. Keadaan Umum HASIL DAN PEMBAHASAN PT. LBA didirikan pada tanggal 28 Oktober 2005 bergerak dalam bidang budidaya, industri pengolahan, pemasaran produk industri siap saji dan produk bahan baku industri lidah buaya untuk pasar domestik dan ekspor. a. Manajemen dan Organisasi PT. LBA merupakan usaha kecil dengan manajemen perusahaan dan struktur organisasi yang masih sederhana, dengan satu orang pemilik merangkap kepala operasional dan manajemen; yang langsung membawahi beberapa operator produksi. Struktur organisasi dapat dilihat pada Gambar 3. Kepala Pabrik (Pemilik Perusahaan) Staf / operator Gambar 3. Struktur organisasi PT. Libe Bumi Abadi Jumlah pekerja adalah 20 oang yang terbagi atas 2 kelompok, yaitu 5 orang pekerja tetap dan 15 pekerja tidak tetap. Hari kerja adalah hari Senin Sabtu dengan jam kerja Jika jam kerja melebihi ketentuan diatas, maka kelebihan jam kerja akan diperhitungkan sebagai lembur dengan ketentuan setiap 4 jam kerja setara dengan upah sebesar 1 hari kerja. Pekerja tetap mendapatkan upah per bulan, sedangkan pekerja tidak tetap mendapatkan upah harian. Upah yang diberikan mengikuti UMR Propinsi DKI Jakarta, sesuai dengan peraturan ketenagakerjaan yang berlaku. b. Jenis Produk Produk produk lidah buaya yang dihasilkan adalah sebagai berikut : 1) Produk industri lidah buaya yang siap saji a) Jus Lidah Buaya merek Libe. Minuman murni 100% dari sari lidah buaya, sebagai suplemen untuk mencegah serta mengatasi berbagai macam penyakit. b) Minuman lidah buaya dan minuman sari lidah buaya Minuman nata dari lidah buaya dalam kemasan gelas plastik yang mengandung nutrisi dapat menyegarkan dan menyehatkan tubuh. Produk ini diberi tambahan perasa (flavor) dan tersedia dalam dua varian yaitu: (1) minuman dengan kandungan daging lidah buaya dalam bentuk nata (kubus); dan (2) minuman jus dengan kandungan daging lidah buaya dalam bentuk yang sudah dihancurkan. Minuman dengan daging lidah buaya dalam bentuk kubus (nata) disebut minuman lidah buaya, sedangkan minuman dengan lidah buaya dalam bentuk yang lebih halus disebut minuman sari lidah buaya. c) Teh hijau dengan lidah buaya : Teh celup yang merupakan perpaduan dari teh hijau dengan buah mahkota dewa dan ekstrak lidah buaya. Teh ini merupakan minuman untuk memperkuat stamina, mencegah serta mengatasi beberapa macam penyakit. 2) Produk Bahan Baku Industri a) Bubuk Lidah Buaya : tepung lidah buaya untuk bahan baku industri suplemen, kosmetik dan obat-obatan. Bubuk ini dibuat dengan menggunakan cara pengeringan beku (freeze drying) dengan menyewa alat di Fakultas Teknologi Pertanian IPB dan di Laboratorium Departemen Pertanian. b) Jus Lidah Buaya : merupakan sari lidah buaya yang dapat digunakan untuk bahan baku dalam industri suplemen, kosmetika dan obat-obatan. c. Peralatan yang Digunakan Peralatan yang digunakan umumnya terbuat dari stainless steel yang aman untuk produk makanan, karena stainless steel memiliki daya korosif yang sangat rendah, mudah dibersihkan

9 98 dan tidak mudah terkelupas sehingga dapat mencegah cemaran fisik pada produk akhir. Pengupasan lidah buaya dilakukan secara manual dengan tenaga manusia memakai pisau dan perlengkapan lainnya. Peralatan lain yang digunakan adalah : 1) Mesin penghancur/blender. Mesin ini digunakan untuk menghancurkan lidah buaya yang telah dikupas dan dibersihkan agar dapat diambil sarinya sehingga dapat diolah lebih lanjut 2) Mesin pemanas yang bisa diatur suhunya, untuk memanaskan lidah buaya yang telah dipotong bentuk nata. 3) Mesin penyaringan kasar sistem sentrifugal, merupakan mesin untuk memisahkan ampas lidah buaya yang telah dihancurkan dengan sari lidah buaya. Mesin ini bekerja dengan sistem sentrifugal. 4) Mesin penyaringan halus sistem tekan, untuk memisahkan ampas lidah buaya yang masih tersisa dari proses penyaringan sebelumnya, ukuran partikel hasil penyaringan ini adalah 0.2 micron 5) Unit ultra violet. Air untuk proses dan pencucian bahan baku dilewatkan melalui mesin ini, untuk mematikan beberapa kuman dan menjaga kualitas air dalam proses. 6) Mesin pembotolan. Mesin ini memiliki pipa dengan beberapa katup untuk memasukkan produk. Jus lidah buaya ke dalam botol secara manual. 7) Mesin pembungkus kemasan/ packaging seal, berfungsi untuk menyegel gelas plastik yang digunakan untuk mengemas minuman sari lidah buaya ukuran 240 ml. 8) Mesin pasteurisasi. Sesuai namanya, mesin ini berfungsi untuk pasteurisasi, yaitu proses pemanasan dengan tujuan membunuh organisme merugikan seperti bakteri, virus, protozoa, cendawan, dan ragi d. Bahan dan Proses Pengolahan Pengadaan bahan baku lidah buaya berasal dari kebun inti (kebun milik pabrik) dan kebun plasma (kebun kerjasama dengan petani). Pasokan bahan baku juga didapat dari Kalimantan (Pontianak). Mutu bahan baku daun lidah buaya ditentukan oleh tiga unsur : (1) umur daun cukup tua (lebih dari 8 bulan); (2) berat daun kg per daun; dan (c) warna daun : hijau tua dalam keadaan segar. 1) Proses pengolahan Teh Hijau dengan Lidah Buaya Teh celup dibuat dengan menggabungkan 3 bahan yang secara umum dipercaya dapat meningkatkan kesehatan, berfungsi sebagai anti oksidan dan menyembuhkan berbagai macam penyakit. Ketiga bahan tersebut adalah teh hijau, buah mahkota dewa dan ekstrak lidah buaya. Teh hijau dan buah mahkota dewa tersebut digiling menjadi partikel yang lebih halus dan homogen. Kemudian kedua bahan tersebut dicampur dengan bubuk aloe vera yang dibuat dengan cara pengeringan beku (freeze drying). Ketiga bahan tersebut dicampur dalam komposisi tertentu dan dengan proses penyinaran UV selama sekitar 10 menit, kemudian dikemas dalam kantong teh celup. Kantong-kantong ini dikemas dalam kemasan kotak berisi 15 buah kantong, lalu dibungkus kembali dengan plastik pengemas (shrinkwrap). 2) Proses Pengolahan Jus Lidah Buaya Proses pengolahan jus lidah buaya diawali dari daun lidah buaya sebagai bahan mentah disortir menurut ukuran dan mutunya. Lalu lidah buaya hasil sortir dicuci sampai bersih. Air yang digunakan dalam proses ini seluruhnya menggunakan air sumur yang telah melewati alat filter dan penyinaran dengan UV. Lidah buaya yang telah dibersihkan kemudian dikupas untuk diambil dagingnya; lalu daging atau jel lidah buaya ini dicuci dan direndam kembali. Dengan menggunakan blender, gel ini kemudian dihancurkan, dalam proses ini ditambahkan pengawet. Ampas dari lidah buaya yang telah menjadi bubur ini kemudian disaring dengan menggunakan penyaringan kasar yang menggunakan sistem sentrifugal. Hasil penyaringan ini adalah jus lidah buaya yang masih harus disaring untuk membuang ampas lidah buaya yang tersisa. Pembuangan sisa-sisa ampas ini menggunakan alat penyaringan halus sistem tekan dengan ukuran mesh 0.2μ. Jus lidah buaya yang dihasilkan kemudian ditambahkan 10% gula sebagai pemberi rasa sekaligus berfungsi sebagai pengawet. Kemudian jus ini dikemas dalam botol-botol yang telah dibilas dengan air hangat; dan dilakukan pasteurisasi setelah proses pembotolan. Botol-botol berisi jus murni lidah buaya kemudian diberi label dan dikemas dalam karton.

10 99 3) Proses Pengolahan Minuman Lidah Buaya dan Minuman Sari Lidah Buaya Bahan mentah minuman dan sari lidah buaya yaitu daun lidah buaya yang disortir menurut ukuran dan mutunya. Setelah disortir, lidah buaya dicuci sampai bersih dengan menggunakan air yang telah melewati penyinaran UV. Daun lidah buaya yang bersih lalu dikupas untuk diambil dagingnya, kemudian dilakukan beberapa kali pencucian kembali daging atau jel lidah buaya tersebut. Setelah proses perendaman, daging lidah buaya dimasak dengan proses perebusan dengan suhu 70 o C selama kurang-lebih 15 menit, seperti proses pasteurisasi. Daging lidah buaya yang telah direbus kemudian dipotong bentuk kubus dengan ukuran 1 cm. Potongan lidah buaya ini ditambahkan larutan gula, perasa dan pengawet dengan komposisi tertentu. Campuran ini lalu dikemas manual dalam kemasan gelas plastik dan disegel dengan menggunakan mesin penyegel. Minuman ini disebut sebagai minuman lidah buaya rasa leci. Sisa-sisa potongan daging lidah buaya yang tidak berbentuk kubus atau yang dalam prosesnya tidak terpotong sesuai spesifikasi, kemudian diblender dalam larutan gula, perasa, dan pengawet dalam mesin penghancur. Campuran ini lalu dikemas juga dalam kemasan gelas plastik dan disegel dengan menggunakan mesin penyegel. Minuman yang berkarakteristik sama dengan jus ini disebut sebagai minuman sari lidah buaya rasa leci. Minuman ini masih mengandung daging lidah buaya, tetapi dalam bentuk yang lebih halus dan lebih mudah diminum. 2. Hal yang Dikaji a. Penilaian Penerapan GMP di PT. Libe Bumi Abadi Hasil penilaian penerapan GMP dengan formulir pemeriksaan sarana pengolahan (BPOM, 1999) dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Hasil penilaian dengan formulir pemeriksaan sarana pengolahan (BPOM, 1999) Aspek Aspek penilaian Nilai Jumlah nilai Hasil ratarata (baik) (sedang) (kurang) B S K penilaian A Manajemen 3,0 B B Lingkungan sarana pengolahan 3,0 B dan pengendaliannya C Hama lingkungan 2,7 B D Kondisi umum sarana pengolahan 2,8 B E Ruang pengolahan 2,7 B F Kelengkapan sarana pengolahan 2,2 S G Penanganan limbah 3,0 B H Sanitasi sarana pengolahan 3,0 B I Hama di dalam sarana pengolahan 2,8 B J Peralatan 3,0 B K Suplai air 3,0 B L Higiene karyawan 3,0 B M Gudang bersuhu kamar 3,0 B N Gudang berpendingin (6 butir) O Gudang bahan kemasan 3,0 B P Tindakan pengendalian 2,6 B Q Pengemasan dan pelabelan 3,0 B Total penilaian Bagian yang dicetak tebal (5 aspek) digolongkan sebagai kelompok utama utama dari 17 aspek pemeriksaan sarana pengolahan. Hasil pemeriksaan menunjukkan adanya 9 pemeriksaan yang mendapatkan nilai S (sedang), 3 diantaranya termasuk dalam kelompok utama, yaitu aspek ruang pengolahan dan aspek hama dalam sarana pengolahan; dan 1 pemeriksaan yang mendapatkan nilai K (kurang). Perbaikan dalam aspek utama (E,I,J,K,L) digolongkan dalam perbaikan sedang dan perbaikan dalam kelompok sekunder dogolongkan sebagai perbaikan ringan, maka total perbaikan yang harus dilakukan adalah 3 perbaikan sedang dan 8 perbaikan ringan. Merujuk kepada Tabel 3, pemberian nilai mutu terhadap sarana pengolahan, maka nilai yang didapat

11 100 oleh PT. Libe Bumi Abadi adalah K (kurang), dengan mutu 3. Tabel 8 menyajikan hasil penilaian penerapan GMP dengan menggunakan draft revisi formulir pemeriksaan CPMB (BPOM, 2005). Tabel 8. Hasil penilaian dengan draft revisi formulir pemeriksaan CPMB (BPOM, 2005) No. Aspek penilaian Jumlah penyimpangan Minor Mayor Serius Kritis 1. Persepsi pimpinan dan manajemen Sanitasi dan higiene karyawan Konstruksi dan desain bangunan umum Konstruksi dan desain ruang pengolahan Kondisi gudang biasa (kering) Kondisi gudang beku, dingin (apabila digunakan) Kondisi gudang kemasan dan produk Sanitasi lingkungan, lokasi, pembuangan limbah, investasi burung, serangga atau binatang lain 9. Fasilitas pabrik Pasokan air Operasional sanitasi pabrik Pencegahan binatang pengganggu/serangga dalam pabrik 13. Penggunaan bahankimia Peralatan produksi Penanganan bahan baku dan bahan tambahan Pengendalian proses produksi Tindakan pengawasan Total penyimpangan Hasil penilaian menunjukkan total 8 penyimpangan minor, 9 penyimpangan mayor, 6 penyimpangan serius dan 1 penyimpangan kritis. Merujuk kepada Tabel 8 mengenai penilaian mutu sarana pengolahan (BPOM, 2005), hasil tersebut dapat dikategorikan dalam rating III, dengan hasil penilaian C (cukup), dimana audit/ penilaian dapat dilakukan setiap 4 bulan. Penyimpangan pada umumnya melibatkan konstruksi bangunan. Pada industri kecil ini, bangunan yang digunakan adalah bangunan yang disewa. Pada bangunan atau lokasi produksi, tidak dilakukan perubahan yang mendasar bagi pemenuhan persyaratan GMP, seperti: (a) dinding tidak dilapisi dengan bahan yang mudah dicuci dan mudah diperbaiki; (b) plavon tidak dimodifikasi agar mudah dibersihkan dan tahan air; (c) tidak adanya penghilangan sudut pada pertemuan antara dinding dan lantai, atau antara dinding dan dinding; (d) ventilasi masih belum mencukupi untuk perputaran udara, kipas angin digunakan untuk membantu penyediaan udara segar; (e) pembuatan katup pada pipa pembuangan, waktu, tenaga dan biaya; dan (f) tidak adanya fasilitas khusus untuk pencucian tangan sebelum masuk ke ruang produksi dan pengolahan. Prosedur pelacakan dan penarikan produk sudah ada dan tertulis, tetapi belum dilakukan atau diterapkan. Hal ini dikarenakan industri ini baru melakukan beberapa kali produksi dan belum adanya komplain/keluhan dari pelanggan atau konsumen, sehingga efektivitas prosedur dan cara penanganan produk bermasalah yang sudah dipasarkan, masih belum dapat dinilai. Didapati juga penyimpangan serius yaitu tidak adanya pelindung/penutup lampu di ruang pengolahan, penyimpanan material dan pengemasan. Karena semua proses dilakukan dalam keadaan mesin/ alat tertutup, kemungkinan kontaminasi terhadap produk dapat diminimalkan. Tetapi bila produk tidak berada dalam keadaan terlindung atau tertutup sewaktu proses produksi, misalnya sewaktu produk dipindahkan ke mesin proses berikut atau sewaktu proses pengemasan; kemungkinan kontaminasi pecahan kaca dari lampu tetap ada. Pemasangan pelindung pada lampu tetap diperlukan untuk menghindarkan kemungkinan kontaminasi dan mutu produk tetap terjamin. Penyimpangan serius lainnya adalah tidak tersedianya gudang yang terkondisi untuk menyimpan produk jadi. Karakteristik produk yang adalah mudah rusak akibat perubahan suhu sehingga kondisi penyimpanan dan pengiriman sangat mempengaruhi ketahanan produk. Penyimpangan minor seperti tidak adanya peringatan pembuangan sampah, peringatan pencucian tangan setelah kembali dari toilet atau sebelum bekerja, dan penanganan sampah, lebih mudah untuk diperbaiki dan dapat segera dilakukan tindak lanjut.

12 101 b. Analisis Perbandingan Cara Penilaian Penerapan GMP Pada dasarnya baik formulir pemeriksaan sarana pengolahan (BPOM, 1999) maupun draft revisi formulir pemeriksaan CPMB (BPOM, 2005) menggunakan pendekatan yang sama dalam penilaian CPMB, walaupun ada beberapa aspek yang berbeda. Dengan membandingkan aspekaspek penilaian yang sama, perbedaan cara dan hasil penilaian bisa dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Perbedaan aspek penilaian pada formulir pemeriksaan sarana pengolahan (BPOM, 1999) dan draft revisi formulir pemeriksaan CPMB (BPOM, 2005) Aspek penilaian formulir pemeriksaan sarana pengolahan (BPOM, 1999) B. Lingkungan sarana pengolahan dan pengendaliannya (tanaman liar, kebersihan, tempat sampah, drainase air permukaan, tanki septik) C. Hama lingkungan (binatang pengerat, serangga, hewan ternak/peliharaan) G. Penanganan limbah penanganan limbah padat, penanganan limbah cair) H. Sanitasi sarana pengolahan (sarana pembersihan pabrik, frekuensi, efektivitas, deterjan dan desinfektan) P. Tindakan pengendalian (bahan mentah, bahan tambahan pangan, proses pengolahan produk akhir, pengiriman) Q. Pengemasan dan pelabelan (jenis kemasan, label pada kemasan, kode pada kemasan, waktu daluwarsa) Aspek penilaian draft revisi formulir pemeriksaan CPMB (BPOM, 2005) G. Sanitasi lingkungan : pembuangan limbah di pabrik (sistem pembuangan limbah dalam pabrik, tempat sampah dalam pabrik, saluran/ pembuatan dalam pabrik) H. Sanitasi lingkungan : investasi burung, serangga atau binatang lain K. Operasional sanitasi di pabrik (program sanitasi) M. Penggunaan bahan kimia (insektisida/rodentisida/peptisida, bahan kimia/ sanitizer/deterjen, dll) A. Penanganan bahan baku dan bahan tambahan lain (bahan baku, bahan tambahan, bahan kemasan) B. Pengendalian proses produksi (pross produksi, pengemasan, penyimpanan produk, penyimpanan barang berbahaya, pengangkutan dan distribusi) Butir-butir penilaian dalam formulir pemeriksaan sarana pengolahan (BPOM, 1999) tidak terdeskripsi secara jelas, pedoman pemeriksaan dan petunjuk teknis pemeriksaan sarana pengolahan harus disimak dengan telita untuk dapat menilai sarana pengolahan sesuai maksud dari butir-butir tersebut. Hal tersebut mempengaruhi persepsi penilai dalam penentuan hasil penilaian. Draft revisi formulir pemeriksaan CPMB (BPOM, 2005) menyatukan 3 aspek yang terpisah dalam formulir pemeriksaan sarana pengolahan (BPOM, 1999), yaitu a) aspek lingkungan sarana pengolahan dan pengendaliannya; b) aspek penanganan limbah; dan c) aspek hama lingkungan menjadi satu aspek penilaian yaitu: sanitasi lingkungan: lokasi, pembuangan limbah, investasi burung, serangga, atau binatang lain. Sebaliknya, draft revisi formulir pemeriksaan CPMB (BPOM, 2005) memisahkan aspek sanitasi sarana pengolahan menjadi 2 aspek yaitu: a) aspek operasional sanitasi pabrik dan b) aspek penggunaan bahan kimia. Ada integrasi dan pembagian aspek dalam formulir pemeriksaan sarana pengolahan (BPOM, 1999) yaitu : a) tindakan pengendalian; dan b) aspek pengemasan dan pelabelan, menjadi 2 aspek yang berbeda dalam draft revisi formulir pemeriksaan CPMB (BPOM, 2005) yaitu: a) aspek penanganan bahan baku dan bahan tambahan; dan b) aspek pengendalian proses produksi. Hasil integrasi ini membedakan penanganan bahan baku dan bahan tambahan dengan penanganan proses produksi. Draft revisi formulir pemeriksaan CPMB (BPOM, 2005) juga menambahkan aspek penilaian, yaitu aspek tindakan pengawasan yaitu prosedur pengendalian dan penarikan produk di pasar. Dari kedua formulir, terdapat perbedaan dalam penentuan kelompok utama atau hal yang dianggap kritikal dalam proses sarana pengolahan pangan. Perbandingan kelompok utama pada kedua formulir dapat dilihat pada Tabel 10.

13 102 Tabel 10. Kelompok utama menurut formulir pemeriksaan sarana pengolahan (BPOM, 1999) dan draft revisi formulir pemeriksaan CPMB (BPOM, 2005) Kelompok utama Formulir pemeriksaan sarana pengolahan (BPOM, 1999) Ruang pengolahan Konstruksi dan kebersihan lantai Konstruksi dan kebersihan dinding Konstruksi langit-langit Hama di dalam sarana pengolahan Tikus, lalat, hewan peliharaan Hama lainnya, pengendalian hama Peralatan Sanitasi, rancangan dan kecanggihan peralatan, peralatan bekas Suplai air Sumber air, perlakuan terhadap air, pengujian air Higiene karyawan Pengertian karyawan tentang higiene, instruksi higiene, pakaian pelindung/ penutup; pencucian tangan, kesehatan karyawan, pelaksanaan praktek higiene Kelompok utama Draft revisi formulir pemeriksaan CPMB (BPOM, 2005) Sanitasi karyawan Pakaian kerja, pengawasan sanitasi; kesehatan karyawan Pengendalian hama Serangga, burung, tikus; hama lainnya; pengendlaian hama Konstruksi dan desain bangunan Perawatan bangunan, fasilitas pencegahan hama, konstruksi lantai, penerangan, penutup lampu, desain dan kebersihan ventilasi Gudang beku Suhu penyimpanan produk Sanitasi lokasi dan lingkungan Letak sarana pengolahan kapasitas dan konstruksi saluran pembangan Pasokan air Perlakuan terhadap air proses, kemungkinan kontaminasi silang, pengujian mutu air Operasional sanitasi Progran sanitasi, kontrol sanitasi, perlakuan terhadap peralatan dan wadah Penggunan bahan kimia Penerimaan dan spesifikasi bahan kimia, snaitizer dan BTP, pelabelan dan penyimpanan dan jenis bahan kimia Peralatan produksi Jenis bahan, rancang bangun, konstruksi dan pemeppatan, perlengkapan monitoring, alat keberisha, sanitasi peralatan Pengendalian proses produksi Pengawasan proses, penanganan produk, proses pengolahan/pengawetan, identifikasi, kondisi dan cara penyimpanan Tindakan pengawasan Sistem jaminan mutu, kontaminasi, deteriorisasi/dekomposisi, pengujian sesuai spesifikasi, ketersediaan laboratorium dan tenaga penguji, monitoring bahan baku, kebersihan peralatan Kelompok utama pada formulir pemeriksaan sarana pengolahan (BPOM, 1999) menitikberatkan pada: (a) fasilitas pabrik seperti konstruksi dan kebersihan ruang pengolahan, sanitasi dan rancangan peralatan; (b) suplai air untuk proses produksi; (c) pengendalian hama; dan (d) sanitasi karyawan. Kelompok utama pada draft revisi formulir pemeriksaan CPMB (BPOM, 2005), selain aspek fasilitas pabrik, suplai air, pengendalian hama dan sanitasi karyawan, juga menitikberatkan pada pengendalian proses produksi dan penggunaan bahan kimia dan BTP. Hasil penilaian dan pengamatan penerapan GMP di PT. LBA dengan menggunakan formulir pemeriksaan sarana pengolahan (BPOM, 1999) dikategorikan dalam mutu 3 dengan nilai K (kurang); sedangkan hasil penilaian dengan menggunakan draft revisi formulir pemeriksaan CPMB (BPOM, 2005) dikategorikan dalam rating III, dengan hasil penilaian C (cukup). Meskipun tujuan penilaian, cara pengamatan dan aspek penilaian dengan menggunakan kedua formulir tersebut pada intinya adalah sama, tetapi hasil pengamatan menunjukkan hasil yang berbeda. Perbedaan hasil penilaian ini terutama terjadi karena cara penilaian dan cara perhitungan yang berbeda. Perbedaan cara penilaian kedua formulir tersebut dapat dilihat pada Tabel 11. Baik formulir pemeriksaan sarana pengolahan (BPOM, 1999) maupun draft revisi formulir pemeriksaan CPMB (BPOM, 2005) mengacu pada 17 aspek penilaian seperti tercantum pada Tabel 3 dan Tabel 6. Tetapi butir penilaian yang terdapat pada formulir pemeriksaan sarana pengolahan (BPOM, 1999) lebih sedikit yaitu hanya 74 buah dibandingkan dengan butir penilaian pada draft revisi formulir pemeriksaan CPMB (BPOM, 2005) yang mencapai 162 buah. Hal ini

14 103 mempengaruhi bobot penilaian, karena dengan jumlah butir yang lebih sedikit, maka bobot penilaian untuk setiap butir akan lebih besar dibandingkan formulir dengan jumlah butir yang lebih banyak. Tabel 11. Perbedaan cara penilaian antara formulir pemeriksaan sarana pengolahan (BPOM, 1999) dengan draft revisi formulir pemeriksaan CPMB (BPOM, 2005) Deskripsi Aspek penilaian Perbedaan bobot penilaian Cara perhitungan nilai mutu Hasil penilaian Subyektifitas penilai Formulir yang digunakan Formulir pemeriksaan sarana pengolahan (BPOM, 1999) Draft revisi formulir pemeriksaan CPMB (BPOM, 2005) - 17 aspek (lihat Tabel 1) - 17 aspek (lihat Tabel 4) - Butir pertanyaan lebih sedikit - Butir penilaian lebih banyak (terdapat 74 buah) (terdapat 162 buah) Kelompok utama mendapatkan bobot yang lebih tinggi dalam menentukan hasil penilaian. Penyimpangan pada kelompok utama memerlukan perbaikan sedang. Penyimpangan pada kelompok sekunder memerlukan perbaikan ringan - 3 kriteria nilai mutu : (1 (baik), 2 (sedang), 3 (kurang) - Kesesuaian hasil pengamatan dengan pernyatan positif pada formulir - Angka mutu setiap aspek didapat dengan menghitung nilai rata-rata yang dibulatkan - Lebih sulit ditentukan karena pernyataan dalam formulir lebih bersifat umum - Nilai baik (B) : tidak ada perbaikan pada kelompok utama dan maksimum 4-6 perbaikan ringan pada kelompok sekunder - Nilai sedang (S) : < 1 perbaikan pada kelompok utama dan < 3 perbaikan ringan pada kelompok sekunder - Nilai kurang (K) : < 3 perbaikan pada kelompok utama dan beberapa perbaikan ringan pada kelompok sekunder Tinggi : karena butir penilaian bersifat umum sehingga dapat ditafsirkan dengan berbagai pandangan Penyimpangan pada kelompok utama digolongkan dalam kriteria temuan kritis dan serius. Penyimpangan pada kelompok sekunder digolongkan dalam kriteria temuan mayor dan minor - 4 kriteria nilai mutu : A (baik sekali, B (baik), C (cukup), D (kurang) - Kesesuaian hasil pengamatan dengan pernyataan negatif pada formulir - Rating hasil penilaian ditentukan dari total jenis penyimpangan yang sesuai dengan pernyataan negatif - Lebih mudah ditentukan karena pernyatan dalam formulir lebih spesifik dan jelas - Nilai baik sekali (A) : tidak terdapat penyimpangan kritis dan serius, < 5 penyimpangan mayor dan < 10 penyimpangan minor - Nilai baik (B) : tidak terdapat penyimpangan kritis, < 10 serius, < 20 mayor dan > 11 minor - Nilai cukup (C) : terdapat < 3 penyimpangan kritis, < 20 serius, > 20 mayor dan beberapa minor - Nilai kurang (D) : terdapat > 4 penyimpangan kritis, > 21 dan beberapa penyimpangan mayor dan minor Rendah : karena butir penilaian lebih spesifik dan terinci Untuk dapat membandingkan hasil penilaian dengan menggunakan kedua formulir tersebut, disarankan untuk pemberian bobot penilaian pada setiap butir, tergantung pada sejauh mana hasil penilaian setiap butir memberi pengaruh terhadap pelaksanaan GMP pada proses produksi. Contohnya bobot yang lebih tinggi diberikan pada pengendalian mutu air proses daripada pemberian label pada alat produksi. Dalam formulir pemeriksaan sarana pengolahan (BPOM, 1999), jika butir yang diperiksa menunjukkan hasil positif, maka butir tersebut mendapatkan nilai B (baik); jika hasilnya tidak sesuai dengan pernyataan, maka butir tersebut dapat diberikan nilai S (sedang) atau K (kurang) tergantung pengamatan penilai. Cara penilaian menggunakan angka mutu untuk setiap hasil dengan memberikan skor 3, 2, dan 1 masing-masing untuk B, S, dan K; kemudian dibuat rata-rata penilaian. Hasil perhitungan dibulatkan untuk mendapatkan hasil penilaian untuk setiap aspek. Cara perhitungan dalam pemberian mutu tercantum pada Tabel 5.

15 104 Berbeda dengan formulir pemeriksaan sarana pengolahan (BPOM, 1999), draft revisi formulir pemeriksaan CPMB (BPOM, 2005) terdiri atas pernyataan negatif, dimana kategori penyimpangan (minor, major, serius dan kritis) sudah terlebih dahulu ditentukan dalam setiap butir pemeriksaan dengan diberikannya tanda X pada kolom yang telah tersedia. Apabila kondisi lapangan sesuai dengan pernyataan negatif, maka diberi tanda pada kolom penyimpangan sesuai tingkat penyimpangan yang diberikan; bila tidak sesuai dengan pernyataan negatif, maka butir pemeriksaan tersebut sesuai dengan persyaratan yang diharapkan dan diberi tanda pada kolom OK atau kondisi positif. Bila ada butir yang tidak diberlakukan, maka diberi tanda tb (tidak diberlakukan) pada kolom keterangan dan butir tersebut tidak termasuk dalam penilaian. Hasil penilaian dijumlahkan dan digunakan untuk menentukan tingkat (rating) kelayakan sarana produksi pangan dengan mengacu pada standar yang tercantum pada Tabel 8. Pembagian kriteria atau rating pada hasil penilaian yang tercantum pada draft revisi formulir pemeriksaan CPMB (BPOM, 2005) juga tergolong terlalu longgar, jika dilihat dari tabel hasil penilaian, jika didapati kurang dari 10 penyimpangan serius, perusahaan masih mendapatkan nilai mutu baik. Hasil akhir penilaian mutu berbeda pada kedua formulir. Hasil penilaian dengan formulir pemeriksaan sarana pengolahan (BPOM, 1999) dibagi atas 3 kriteria nilai mutu yaitu: 1 (baik), 2 (sedang), 3 (kurang). Mutu 1 dengan hasil baik hanya bisa didapat bila tidak terdapat penyimpangan pada kelompok utama. Hasil penilaian dengan draft revisi formulir pemeriksaan CPMB (BPOM, 2005) dibagi atas 4 kriteria nilai mutu yaitu: A (baik sekali), B (baik), C (cukup), D (kurang). Pembagian dalam 4 kriteria menjadikan hasil penilaian dengan draft revisi formulir pemeriksaan CPMB (BPOM, 2005) relatif lebih baik daripada formulir pemeriksaan sarana pengolahan (BPOM, 1999). Penentuan kriteria dalam formulir pemeriksaan sarana pengolahan (BPOM, 1999) dinilai tidak ilmiah karena menyebutkan kriteria maksimum 4-6 perbaikan ringan untuk mendapatkan nilai baik. Kata maksimum seharusnya diikuti oleh hanya satu angka atau kriteria dan tidak berupa rentang penilaian. Dengan menggunakan formulir pemeriksaan sarana pengolahan (BPOM, 1999), jika gagal mendapatkan nilai mutu tertinggi (baik), maka perusahaan pangan akan mendapatkan nilai mutu yang lebih rendah yaitu sedang atau kurang; sedangkan dalam penggunaan draft revisi formulir pemeriksaan CPMB (BPOM, 2005), jika gagal mendapatkan nilai mutu tertinggi (rating 1-baik sekali), maka selain nilai mutu cukup dan kurang, perusahaan pangan masih dapat memperoleh nilai mutu baik (rating 2). Kedua formulir ini membagi aspek penilaian dalan kelompok utama dan kelompok sekunder, kelompok utama mendapatkan bobot penilaian yang lebih tinggi daripada kelompok sekunder. Dalam formulir pemeriksaan sarana pengolahan (BPOM, 1999), nilai mutu yang diperoleh sangat terpengaruh bila didapati hal-hal yang harus diperbaiki pada kelompok utama. Dalam draft revisi formulir pemeriksaan CPMB (BPOM, 2005), penyimpangan pada kelompok utama digolongkan dalam penyimpangan kritis dan serius, dan total jumlah penyimpangan akan menentukan hasil penilaian. Dalam penggunaan formulir pemeriksaan sarana pengolahan (BPOM, 1999), penilaian lebih bersifat subyektif karena persepsi penilai sangat berpengaruh pada hasil pengamatan dan tidak ada standar baku untuk pemberian nilai B, S, atau K. Selain itu, kriteria yang ditetapkan untuk hasil pengamatan dinilai terlalu ketat karena bila didapati 2 atau lebih penyimpangan ada kelompok utama, hasil penilaian adalah kurang (K); nilai baik (B) hanya bisa diperoleh bila tidak didapati penyimpangan pada kelompok utama. Bila formulir penilaian ini diterapkan pada industri kecil atau menengah, maka akan sulit sekali untuk mendapatkan hasil penilaian baik. Setelah meninjau ulang formulir pemeriksaan, beberapa kriteria hanya bisa dipenuhi oleh industri besar, contohnya persyaratan konstruksi bangunan, dan penerapan HACCP dalam proses pengolahan yang dilakukan; bahkan beberapa industri besarpun belum menerapkan HACCP atau memiliki sertifikasi HACCP. Dalam penggunaan draft revisi formulir pemeriksaan CPMB (BPOM, 2005), persepsi penilai tidak terlalu berpengaruh kepada hasil pengamatan atau lebih obyektif, karena cara perhitungan yang lebih baku yaitu criteria penyimpangan (minor, mayor, serius, atau kritis) sudah terlebih dahulu ditentukan dalam formulir penilaian, sehingga lebih mudah bagi penilai untuk menghitung dan menentukan rating hasil pemeriksaan. Hasil penilaian yang terbagi dalam 4 kriteria lebih memberikan toleransi bagi industri kecil dan menengah untuk dapat memenuhi persyaratan CPMB pangan dan memberikan kesempatan untuk perbaikan pada hal-hal yang dinilai kurang. Perbandingan aspek penilaian dan hasil penilaian dengan menggunakan formulir pemeriksaan sarana pengolahan (BPOM, 1999) dan draft revisi formulir pemeriksaan CPMB (BPOM, 2005) dapat dilihat pada Tabel 12. Hasil penilaian dengan kedua formulir tersebut menyatakan tidak ditemukan penyimpangan dalam aspek manajemen, higiene karyawan, gudang bahan kemasan, pasokan air dan pengendalian hama.

III. METODA KAJIAN. Lokasi yang menjadi obyek kajian tugas akhir ini adalah PT. Libe Bumi

III. METODA KAJIAN. Lokasi yang menjadi obyek kajian tugas akhir ini adalah PT. Libe Bumi III. METODA KAJIAN A. Lokasi dan Waktu Kajian Lokasi yang menjadi obyek kajian tugas akhir ini adalah PT. Libe Bumi Abadi dengan lokasi Jl. Langgar Raya No. 7 RT. 12, Rw. 05 Kelurahan Pondok Bambu, Kecamatan

Lebih terperinci

IV. TINJAUAN UMUM PERUSAHAAN

IV. TINJAUAN UMUM PERUSAHAAN IV. TINJAUAN UMUM PERUSAHAAN PT. Libe Bumi Abadi yang didirikan pada tanggal 28 Oktober 2005 adalah perusahaan yang bergerak dalam bidang budi daya, industri pengolahan, pemasaran produk industri siap

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mengharapkan produk pangan yang lebih mudah disiapkan, mengandung nilai

I. PENDAHULUAN. mengharapkan produk pangan yang lebih mudah disiapkan, mengandung nilai I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Konsumen masa kini lebih cerdas dan lebih menuntut, mereka mengharapkan produk pangan yang lebih mudah disiapkan, mengandung nilai gizi yang tinggi, harga terjangkau, rasa

Lebih terperinci

EVALUASI PENERAPAN CARA PRODUKSI YANG BAIK (GOOD MANUFACTURING PRACTICES) DAN PENYUSUNAN SSOP INDUSTRI LIDAH BUAYA DI PT.

EVALUASI PENERAPAN CARA PRODUKSI YANG BAIK (GOOD MANUFACTURING PRACTICES) DAN PENYUSUNAN SSOP INDUSTRI LIDAH BUAYA DI PT. EVALUASI PENERAPAN CARA PRODUKSI YANG BAIK (GOOD MANUFACTURING PRACTICES) DAN PENYUSUNAN SSOP INDUSTRI LIDAH BUAYA DI PT. LIBE BUMI ABADI Lisyanti, SE SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penilaian Penerapan GMP di PT. Libe Bumi Abadi Hasil penilaian penerapan GMP dengan formulir pemeriksaan sarana pengolahan (BPOM, 1999) dapat dilihat pada Tabel 9. Aspek Tabel

Lebih terperinci

EVALUASI PENERAPAN CARA PRODUKSI YANG BAIK (GOOD MANUFACTURING PRACTICES) DAN PENYUSUNAN SSOP INDUSTRI LIDAH BUAYA DI PT.

EVALUASI PENERAPAN CARA PRODUKSI YANG BAIK (GOOD MANUFACTURING PRACTICES) DAN PENYUSUNAN SSOP INDUSTRI LIDAH BUAYA DI PT. EVALUASI PENERAPAN CARA PRODUKSI YANG BAIK (GOOD MANUFACTURING PRACTICES) DAN PENYUSUNAN SSOP INDUSTRI LIDAH BUAYA DI PT. LIBE BUMI ABADI Lisyanti, SE SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Jaminan Mutu dan Keamanan Pangan

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Jaminan Mutu dan Keamanan Pangan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Jaminan Mutu dan Keamanan Pangan 1. Jaminan Mutu Mutu didefinisikan sebagai keseluruhan gabungan karakteristik produk dan jasa dari pemasaran, rekayasa, pembuatan, dan pemeliharaan

Lebih terperinci

Gambaran pentingnya HACCP dapat disimak pada video berikut

Gambaran pentingnya HACCP dapat disimak pada video berikut A. Penerapan Cara Peoduksi Perikanan laut yang Baik (GMP/SSOP/HACCP) HACCP merupakan suatu sistem yang mengidentifikasi, mengevaluasi dan mengontrol setiap tahapan proses yang rawan terhadap risiko bahaya

Lebih terperinci

2 ekspor Hasil Perikanan Indonesia. Meskipun sebenarnya telah diterapkan suatu program manajemen mutu terpadu berdasarkan prinsip hazard analysis crit

2 ekspor Hasil Perikanan Indonesia. Meskipun sebenarnya telah diterapkan suatu program manajemen mutu terpadu berdasarkan prinsip hazard analysis crit TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI LINGKUNGAN HIDUP. Perikanan. Hasil. Jaminan Mutu. Keamanan. Sistem. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 181). PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

TATA CARA PEMERIKSAAN SARANA PRODUKSI PANGAN INDUSTRI RUMAH TANGGA

TATA CARA PEMERIKSAAN SARANA PRODUKSI PANGAN INDUSTRI RUMAH TANGGA 5 LAMPIRAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.03.1.23.04.12.2207 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN SARANA PRODUKSI PANGAN INDUSTRI RUMAH TANGGA TATA CARA

Lebih terperinci

Lampiran 1. Daftar Angka Paling Mungkin Coliform dengan Tiga Tabung

Lampiran 1. Daftar Angka Paling Mungkin Coliform dengan Tiga Tabung LAMPIRAN Lampiran 1. Daftar Angka Paling Mungkin Coliform dengan Tiga Tabung Kombinasi Jumlah Tabung yang Positif 1:10 1:100 1:1000 APM per gram atau ml 0 0 0

Lebih terperinci

FORMULIR PEMERIKSAAN SARANA PRODUKSI PANGAN INDUSTRI RUMAH TANGGA. Kabupaten / Kota Propinsi Nomor P-IRT. Penanggungjawab :

FORMULIR PEMERIKSAAN SARANA PRODUKSI PANGAN INDUSTRI RUMAH TANGGA. Kabupaten / Kota Propinsi Nomor P-IRT. Penanggungjawab : Sub Lampiran 1 FORMULIR PEMERIKSAAN SARANA PRODUKSI PANGAN INDUSTRI RUMAH TANGGA Nama dan alamat fasilitas yang diperiksa Kabupaten / Kota Propinsi Nomor P-IRT Pemilik Fasilitas (Perusahaan atau Perorangan)

Lebih terperinci

TEKNIK PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN

TEKNIK PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN TEKNIK PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN BAB XV PENGENDALIAN MUTU SELAMA PROSES KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL GURU

Lebih terperinci

DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN. 1. A. Latar Belakang 1. B. Perumusan Masalah.. 3. C. Batasan Penelitian 4. D. Tujuan. 4. E. Manfaat...

DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN. 1. A. Latar Belakang 1. B. Perumusan Masalah.. 3. C. Batasan Penelitian 4. D. Tujuan. 4. E. Manfaat... DAFTAR ISI Halaman BAB I PENDAHULUAN. 1 A. Latar Belakang 1 B. Perumusan Masalah.. 3 C. Batasan Penelitian 4 D. Tujuan. 4 E. Manfaat... 4 BAB II LANDASAN TEORI. 7 A. Carica.... 7 B. Manisan Buah. 10 C.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (CPOB). Hal ini didasarkan oleh Keputusan Menteri Kesehatan RI.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (CPOB). Hal ini didasarkan oleh Keputusan Menteri Kesehatan RI. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Industri farmasi diwajibkan menerapkan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB). Hal ini didasarkan oleh Keputusan Menteri Kesehatan RI. No.43/MENKES/SK/II/1988 tentang CPOB dan Keputusan

Lebih terperinci

2 MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA PENINGKATAN NILAI TAMBAH PRODUK HASIL P

2 MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA PENINGKATAN NILAI TAMBAH PRODUK HASIL P LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.181, 2015 LINGKUNGAN HIDUP. Perikanan. Hasil. Jaminan Mutu. Keamanan. Sistem. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5726). PERATURAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2015 TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA PENINGKATAN NILAI TAMBAH PRODUK HASIL PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

GMP (Good Manufacturing Practices) Cara Pengolahan Pangan Yang Baik

GMP (Good Manufacturing Practices) Cara Pengolahan Pangan Yang Baik GMP (Good Manufacturing Practices) Cara Pengolahan Pangan Yang Baik HANDOUT MATA KULIAH : REGULASI PANGAN (KI 531) OLEH : SUSIWI S JURUSAN PENDIDIKAN KIMIA F P M I P A UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Sanitasi Dan Higiene Pada Tahap Penerimaan Bahan Baku.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Sanitasi Dan Higiene Pada Tahap Penerimaan Bahan Baku. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Sanitasi Dan Higiene Pada Tahap Penerimaan Bahan Baku. Penerapan sanitasi dan higiene diruang penerimaan lebih dititik beratkan pada penggunaan alat dan bahan sanitasi.

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR HK.03.1.23.04.12.2207 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN SARANA PRODUKSI PANGAN INDUSTRI RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA

Lebih terperinci

Pujianto, SE DINAS PERINKOP DAN UMKM KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2015

Pujianto, SE DINAS PERINKOP DAN UMKM KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2015 Pujianto, SE DINAS PERINKOP DAN UMKM KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2015 APA ITU CPPOB? adalah cara produksi yang memperhatikan aspek keamanan pangan, antara lain dengan cara : a. mencegah tercemarnya pangan

Lebih terperinci

RAHASIA FORMULIR PENDAFTARAN PRODUK PANGAN

RAHASIA FORMULIR PENDAFTARAN PRODUK PANGAN RAHASIA FORMULIR PENDAFTARAN PRODUK PANGAN B A D A N P E N G A W A S O B A T D A N M A K A N A N R E P U B L I K I N D O N E S I A Jl. Percetakan Negara No. 23 Jakarta Pusat Tel. 4244691 4209221 4263333

Lebih terperinci

TUGAS INDIVIDU PENGANTAR MIKROBIOLOGI. Penerapan HACCP pada Proses Produksi Yoghurt

TUGAS INDIVIDU PENGANTAR MIKROBIOLOGI. Penerapan HACCP pada Proses Produksi Yoghurt TUGAS INDIVIDU PENGANTAR MIKROBIOLOGI Penerapan HACCP pada Proses Produksi Yoghurt Disusun Oleh : Yatin Dwi Rahayu 1006578 JURUSAN PENDIDIKAN TEKNOLOGI AGROINDUSTRI FAKULTAS PENDIDIKAN TEKNOLOGI KEJURUAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1. Kandungan Gizi dan Vitamin pada Ikan Layur

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1. Kandungan Gizi dan Vitamin pada Ikan Layur BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan layur (Trichiurus sp.) adalah salah satu jenis ikan demersal ekonomis penting yang banyak tersebar dan tertangkap di perairan Indonesia terutama di perairan Palabuhanratu.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Industri Farmasi. Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor. 245/Menkes/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. Industri

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PELAKSANAAN A. Tempat dan Waktu Pelaksanaan Kegiatan penyusunan dan penelitian tugas akhir ini dilakukan di Usaha Kecil Menengah

BAB III METODOLOGI PELAKSANAAN A. Tempat dan Waktu Pelaksanaan Kegiatan penyusunan dan penelitian tugas akhir ini dilakukan di Usaha Kecil Menengah 20 BAB III METODOLOGI PELAKSANAAN A. Tempat dan Waktu Pelaksanaan Kegiatan penyusunan dan penelitian tugas akhir ini dilakukan di Usaha Kecil Menengah (UKM) Chrisna Snack, Perumahan Josroyo 19 RT 7 RW

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam beberapa tahun belakangan ini, media di Indonesia sangat gencar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam beberapa tahun belakangan ini, media di Indonesia sangat gencar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam beberapa tahun belakangan ini, media di Indonesia sangat gencar dalam mengulas berita tentang keamanan pangan. Ulasan berita tersebut menjadi tajuk utama, khususnya

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2015 TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA PENINGKATAN NILAI TAMBAH PRODUK HASIL PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

2015, No MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA PENINGKATAN NILAI TAMBAH P

2015, No MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA PENINGKATAN NILAI TAMBAH P LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.181, 2015 LINGKUNGAN HIDUP. Perikanan. Hasil. Jaminan Mutu. Keamanan. Sistem. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5726). PERATURAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2015 TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2015 TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA SALINAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2015 TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA PENINGKATAN NILAI TAMBAH PRODUK HASIL PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

CONTOH SSOP PADA PROSES PENGOLAHAN SOSIS AYAM. Potensi Hazard Tujuan Petunjuk SSOP-nya

CONTOH SSOP PADA PROSES PENGOLAHAN SOSIS AYAM. Potensi Hazard Tujuan Petunjuk SSOP-nya No. unit prosesing CONTOH SSOP PADA PROSES PENGOLAHAN SOSIS AYAM Potensi Hazard Tujuan Petunjuk SSOP-nya 1. Sortasi daging biologis (bakteri pathogen, jamur, serangga dsb.),cemaran kimia (logam berat,

Lebih terperinci

Sosialisasi PENYUSUNAN SOP SAYURAN dan TANAMAN OBAT. oleh: Tim Fakultas Pertanian UNPAD, Bandung, 14 Maret 2012

Sosialisasi PENYUSUNAN SOP SAYURAN dan TANAMAN OBAT. oleh: Tim Fakultas Pertanian UNPAD, Bandung, 14 Maret 2012 Sosialisasi PENYUSUNAN SOP SAYURAN dan TANAMAN OBAT oleh: Tim Fakultas Pertanian UNPAD, Bandung, 14 Maret 2012 Issue : Kemampuan petani didalam menjamin mutu dan keamanan pangan segar yg dihasilkan relatif

Lebih terperinci

Pada waktu panen peralatan dan tempat yang digunakan harus bersih dan bebas dari cemaran dan dalam keadaan kering. Alat yang digunakan dipilih dengan

Pada waktu panen peralatan dan tempat yang digunakan harus bersih dan bebas dari cemaran dan dalam keadaan kering. Alat yang digunakan dipilih dengan Pada waktu panen peralatan dan tempat yang digunakan harus bersih dan bebas dari cemaran dan dalam keadaan kering. Alat yang digunakan dipilih dengan tepat untuk mengurangi terbawanya bahan atau tanah

Lebih terperinci

Keberadaan mikroorganisme patogen pada makanan umumnya tidak menyebabkan perubahan fisik

Keberadaan mikroorganisme patogen pada makanan umumnya tidak menyebabkan perubahan fisik Prerequisite Program #7 Pencegahan Kontaminasi Silang Pencegahan, pengendalian, deteksi kontaminasi; kontaminasi mikrobiologik, fisik, dan kimiawi Bahaya biologis: cacing, protozos, bakteri, cendawan/fungi

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. TEMPAT DAN WAKTU Penelitian terhadap kecukupan Sistem Keamanan Pangan untuk Industri Jasa Boga dilakukan dengan pengambilan data di beberapa instansi terkait yaitu Direktorat

Lebih terperinci

Dokumentasi SSOP (Sanitation Standard Operating Procedures) S P O Sanitasi

Dokumentasi SSOP (Sanitation Standard Operating Procedures) S P O Sanitasi Dokumentasi SSOP (Sanitation Standard Operating Procedures) S P O Sanitasi HANDOUT MATA KULIAH : REGULASI PANGAN (KI 531) OLEH : SUSIWI S JURUSAN PENDIDIKAN KIMIA F P M I P A UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN PROSEDUR DAN LEMBAR KERJA

PENGEMBANGAN PROSEDUR DAN LEMBAR KERJA PENGEMBANGAN PROSEDUR DAN LEMBAR KERJA BAHAYA BIOLOGIS BAHAYA KIMIA AMANKAN PANGAN dan BEBASKAN PRODUK dari BAHAN BERBAHAYA BAHAYA FISIK BEBAS BAHAYA Direktorat Surveilan dan Penyuluhan 1 PROSEDUR Direktorat

Lebih terperinci

2016, No Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 93

2016, No Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 93 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.2154, 2016 KEMEN-KP. Sertifikat Kelayakan Pengolahan. Penerbitan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 72/PERMEN-KP/2016 TENTANG

Lebih terperinci

From Farm to Fork...

From Farm to Fork... TITIS SARI KUSUMA From Farm to Fork... GAP GHP GTP GHP GLP GMP Konsumen Praktek Produksi yang baik (GMP) Merupakan kombinasi dari produksi dan prosedur pengawasan kualitas yang ditujukan untuk memastikan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 965/MENKES/SK/XI/1992 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 965/MENKES/SK/XI/1992 TENTANG KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN NOMOR : 965/MENKES/SK/XI/1992 TENTANG CARA PRODUKSI KOSMETIKA YANG BAIK MENTERI KESEHATAN, Menimbang : a. bahwa langkah utama untuk menjamin keamanan kosmetika adalah penerapan

Lebih terperinci

PENERAPAN CARA BUDIDAYA IKAN YANG BAIK (CBIB) PADA UNIT USAHA BUDIDAYA

PENERAPAN CARA BUDIDAYA IKAN YANG BAIK (CBIB) PADA UNIT USAHA BUDIDAYA PENERAPAN CARA BUDIDAYA IKAN YANG BAIK (CBIB) PADA UNIT USAHA BUDIDAYA Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya Direktorat Produksi 2010 Pendahuluan Dalam rangka menghadapi era globalisasi, maka produk perikanan

Lebih terperinci

Studi Kelayakan Unit Pengolahan Udang Putih Beku Tanpa Kepala di PT. XX Gorontalo

Studi Kelayakan Unit Pengolahan Udang Putih Beku Tanpa Kepala di PT. XX Gorontalo Studi Kelayakan Unit Pengolahan Udang Putih Beku Tanpa Kepala di PT. XX Gorontalo 1,2 Saprin Hayade, 2 Rieny Sulistijowati, 2 Faiza A. Dali 1 saprin_hayade@yahoo.com 2 Jurusan Teknologi Perikanan Fakultas

Lebih terperinci

EVALUASI RISIKO BAHAYA KEAMANAN PANGAN (HACCP) TUNA KALENG DENGAN METODE STATISTICAL PROCESS CONTROL. Oleh: TIMOR MAHENDRA N C

EVALUASI RISIKO BAHAYA KEAMANAN PANGAN (HACCP) TUNA KALENG DENGAN METODE STATISTICAL PROCESS CONTROL. Oleh: TIMOR MAHENDRA N C EVALUASI RISIKO BAHAYA KEAMANAN PANGAN (HACCP) TUNA KALENG DENGAN METODE STATISTICAL PROCESS CONTROL Oleh: TIMOR MAHENDRA N C 34101055 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2015 TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2015 TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA SALINAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2015 TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA PENINGKATAN NILAI TAMBAH PRODUK HASIL PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

EVALUASI PENERAPAN CARA PRODUKSI YANG BAIK (GOOD MANUFACTURING PRACTICES) DAN PENYUSUNAN SSOP INDUSTRI LIDAH BUAYA DI PT.

EVALUASI PENERAPAN CARA PRODUKSI YANG BAIK (GOOD MANUFACTURING PRACTICES) DAN PENYUSUNAN SSOP INDUSTRI LIDAH BUAYA DI PT. EVALUASI PENERAPAN CARA PRODUKSI YANG AIK (GOOD MANUFACTURING PRACTICES) DAN PENYUSUNAN SSOP INDUSTRI LIDAH UAYA DI PT. LIE UMI AADI Lisyanti, SE SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN OGOR OGOR 2008

Lebih terperinci

II. LANDASAN TEORI. yang bersinar. Nama aloe berasal dari bahasa Arab alloeh yang berarti pahit,

II. LANDASAN TEORI. yang bersinar. Nama aloe berasal dari bahasa Arab alloeh yang berarti pahit, II. LANDASAN TEORI A. Lidah Buaya (Aloe Vera) Aloe atau lidah buaya berasal dari Afrika, Aloe berarti senyawa pahit yang bersinar. Nama aloe berasal dari bahasa Arab alloeh yang berarti pahit, karena cairan

Lebih terperinci

Pengolahan, Pengemasan dan Penyimpanan Hasil Pertanian

Pengolahan, Pengemasan dan Penyimpanan Hasil Pertanian Pengolahan, Pengemasan dan Penyimpanan Hasil Pertanian Teknologi Penanganan dan Pengolahan Hasil Pertanian Mas ud Effendi Tahap Awal Proses Pengolahan (1) Kualitas produk olahan yang dihasilkan sangat

Lebih terperinci

Jurnal Perikanan dan Kelautan Vol. 3, No. 4, Desember 2012: 1-5 ISSN :

Jurnal Perikanan dan Kelautan Vol. 3, No. 4, Desember 2012: 1-5 ISSN : Jurnal Perikanan dan Kelautan Vol. 3, No. 4, Desember 2012: 1-5 ISSN : 2088-3137 ANALISIS BAHAYA DAN PENENTUAN TITIK PENGENDALIAN KRITIS PADA PENANGANAN TUNA SEGAR UTUH DI PT. BALI OCEAN ANUGRAH LINGER

Lebih terperinci

Gambar 36. Selai sebagai bahan olesan roti

Gambar 36. Selai sebagai bahan olesan roti MODUL 6 SELAI RUMPUT LAUT Standar Unit Kompetensi: Setelah mempelajari materi ini, mahasiswa mampu mengolah selai rumput laut dengan baik dan benar. Indikator Keberhasilan: Mutu selai rumput laut yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Obat Jadi dan Industri Bahan Baku Obat. Definisi dari obat jadi yaitu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Obat Jadi dan Industri Bahan Baku Obat. Definisi dari obat jadi yaitu BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Industri Farmasi 1. Pengertian Industri Farmasi Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan No. 245/MenKes/SK/V/1990 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Pemberian Izin

Lebih terperinci

- 1 - PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /PERMEN-KP/2017

- 1 - PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /PERMEN-KP/2017 - 1 - PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /PERMEN-KP/2017 TENTANG PERSYARATAN DAN TATA CARA PENERBITAN SERTIFIKAT PENERAPAN PROGRAM MANAJEMEN MUTU TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB VII LAMPIRAN. Perhitungan Neraca Massa pada Proses Pengolahan Sari Buah Jambu Biji Merah:

BAB VII LAMPIRAN. Perhitungan Neraca Massa pada Proses Pengolahan Sari Buah Jambu Biji Merah: BAB VII LAMPIRAN Perhitungan Neraca Massa pada Proses Pengolahan Sari Buah Jambu Biji Merah: Ukuran buah jambu biji merah: - Diameter = + 10 cm - 1kg = 7-8 buah jambu biji merah (berdasarkan hasil pengukuran)

Lebih terperinci

SISTEM PENGAWASAN MUTU dan KEAMANAN PANGAN

SISTEM PENGAWASAN MUTU dan KEAMANAN PANGAN MODUL PELATIHAN SISTEM PENGAWASAN MUTU dan KEAMANAN PANGAN PENGOLAHAN REBUNG BAMBU Prof. Nyoman Semadi Antara, Ph.D. Pusat Studi Ketahanan Pangan, LPPM, Unud 1 DISCLAIMER. This presentation is made possible

Lebih terperinci

PERANAN NOMOR KONTROL VETERINER (NKV) SEBAGAI PERSYARATAN DASAR UNTUK PRODUKSI PANGAN HEWANI YANG AMAN, SEHAT, UTUH DAN HALAL (ASUH)**

PERANAN NOMOR KONTROL VETERINER (NKV) SEBAGAI PERSYARATAN DASAR UNTUK PRODUKSI PANGAN HEWANI YANG AMAN, SEHAT, UTUH DAN HALAL (ASUH)** PERANAN NOMOR KONTROL VETERINER (NKV) SEBAGAI PERSYARATAN DASAR UNTUK PRODUKSI PANGAN HEWANI YANG AMAN, SEHAT, UTUH DAN HALAL (ASUH)** Oleh : Dr.drh. I Wayan Suardana, MSi* *Dosen Bagan Kesmavet Fakultas

Lebih terperinci

Meningkatkan Nilai Tambah Bawang Merah Oleh: Farid R. Abadi

Meningkatkan Nilai Tambah Bawang Merah Oleh: Farid R. Abadi Meningkatkan Nilai Tambah Bawang Merah Oleh: Farid R. Abadi Bawang merah merupakan komoditas hortikultura yang memiliki permintaan yang cukup tinggi dalam bentuk segar. Meskipun demikian, bawang merah

Lebih terperinci

Lampiran 1. Pengukuran tingkat penerapan Good Manufacturing Practice

Lampiran 1. Pengukuran tingkat penerapan Good Manufacturing Practice 113 LAMPIRAN 113 114 Lampiran 1. Pengukuran tingkat penerapan Good Manufacturing Practice 1 Lokasi Lokasi produksi harus jauh dari tempattempat yang menjadi sumber cemaran, seperti: tempat pembuangan sampah,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada proses penggolahan stick singkong, singkong yang digunakan yaitu

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada proses penggolahan stick singkong, singkong yang digunakan yaitu BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN terdiri dari : Tahapan-tahapan proses pengolahan stick singkong di UKM Flamboyan 4.1 Persiapan Bahan Baku Pada proses penggolahan stick singkong, singkong yang digunakan yaitu

Lebih terperinci

NATA DE COCO 1. PENDAHULUAN

NATA DE COCO 1. PENDAHULUAN NATA DE COCO 1. PENDAHULUAN Nata adalah biomassa yang sebagian besar terdiri dari sellulosa, berbentuk agar dan berwarna putih. Massa ini berasal dari pertumbuhan Acetobacter xylinum pada permukaan media

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Industri Farmasi Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.245 /Menkes/VI/1990, industri farmasi adalah industri obat jadi dan industri

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat (Lafi Ditkesad)

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat (Lafi Ditkesad) BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI 2.1 Perkembangan Lafi Ditkesad Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat (Lafi Ditkesad) merupakan lembaga yang telah ada sejak zaman penjajahan Belanda.

Lebih terperinci

NAMA KELOMPOK : PUTRI FEBRIANTANIA M ( ) R

NAMA KELOMPOK : PUTRI FEBRIANTANIA M ( ) R USAHA TELUR ASIN NAMA KELOMPOK : PUTRI FEBRIANTANIA M (0610963043) R. YISKA DEVIARANI S (0610963045) SHANTY MESURINGTYAS (0610963059) WIDIA NUR D (0610963067) YOLANDA KUMALASARI (0610963071) PROGRAM STUDI

Lebih terperinci

Peluang Usaha Budidaya Cabai?

Peluang Usaha Budidaya Cabai? Sambal Aseli Pedasnya Peluang Usaha Budidaya Cabai? Potensinya terbuka, baik pasar bebas maupun industri. Kebutuhan cabai perkapita (2013) adalah 5 Kg/ tahun. Dengan jumlah penduduk 230 juta jiwa, maka

Lebih terperinci

Cara uji kimia- Bagian 2: Penentuan kadar air pada produk perikanan

Cara uji kimia- Bagian 2: Penentuan kadar air pada produk perikanan SNI-01-2354.2-2006 Standar Nasional Indonesia Cara uji kimia- Bagian 2: Penentuan kadar air pada produk perikanan ICS 67.120.30 Badan Standardisasi Nasional SNI-01-2354.2-2006 Daftar isi Daftar isi...

Lebih terperinci

Bgn-2. Penanganan Mutu Produk

Bgn-2. Penanganan Mutu Produk Bgn-2. Penanganan Mutu Produk 1. Proses produksi 2. Pengolahan 3. Teknologi 4. Pemasaran A. Sasaran B. Hazard Analysis Critical Control Point, meliputi 2 aspek : 1. SSOP (Sanitation Standar Operating Procedure)

Lebih terperinci

BAB IV KURSUS HIGIENE SANITASI MAKANAN

BAB IV KURSUS HIGIENE SANITASI MAKANAN - 18 - BAB IV KURSUS HIGIENE SANITASI MAKANAN A. PENYELENGGARAAN 1. Peserta, Penyelenggara, Penanggung Jawab dan Pembina Teknis a. Peserta pelatihan adalah setiap orang dan/atau pengusaha/pemilik/penanggung

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR.../PERMEN-KP/2017 TENTANG PERSYARATAN DAN TATA CARA PENERBITAN SERTIFIKAT CARA PENANGANAN IKAN YANG BAIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB III METODE PELAKSANAAN

BAB III METODE PELAKSANAAN A. Waktu dan Tempat Pelaksanaan BAB III METODE PELAKSANAAN Kegiatan penelitian Tugas Akhir ini dilaksanakan mulai bulan Maret - Juni 2016 di UKM tahu bakso EQ di Perumahan Singkil Rt 02 Rw 05, Singkil,

Lebih terperinci

Filet kakap beku Bagian 3: Penanganan dan pengolahan

Filet kakap beku Bagian 3: Penanganan dan pengolahan Standar Nasional Indonesia Filet kakap beku Bagian 3: Penanganan dan pengolahan ICS 67.120.30 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata... ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif...

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERTANIAN. Jaminan Mutu Pangan.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERTANIAN. Jaminan Mutu Pangan. No.81, 2010 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERTANIAN. Jaminan Mutu Pangan. PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 20/Permentan/OT.140/2/2010 TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU PANGAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 20/Permentan/OT.140/2/2010 TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU PANGAN HASIL PERTANIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 20/Permentan/OT.140/2/2010 TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU PANGAN HASIL PERTANIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 20/Permentan/OT.140/2/2010 TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU PANGAN HASIL PERTANIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan November 2013 di PT. AGB Palabuhanratu Kabupaten Sukabumi-Jawa Barat. 3.2 Alat dan Bahan Penelitian 3.2.1 Alat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi adalah badan usaha yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi adalah badan usaha yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi adalah badan

Lebih terperinci

GOOD MANUFACTURING PRACTICES GOOD MANUFACTURING PRACTICES. Manajemen Mutu 11/17/2011

GOOD MANUFACTURING PRACTICES GOOD MANUFACTURING PRACTICES. Manajemen Mutu 11/17/2011 GOOD MANUFACTURING PRACTICES GOOD MANUFACTURING PRACTICES Manajemen Mutu Definisi: Prosedur dalam perusahaan yang menggaransi keamanan produksi Presenter: Nur Hidayat Manajer Mutu Lab Sentral Ilmu Hayati

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 KUESIONER PENJAMAH MAKANAN DI RUMAH MAKAN

LAMPIRAN 1 KUESIONER PENJAMAH MAKANAN DI RUMAH MAKAN LAMPIRAN 58 LAMPIRAN 1 KUESIONER PENJAMAH MAKANAN DI RUMAH MAKAN KARAKTERISTIK SAMPEL Responden adalah penjamah makanan di rumah makan Jumlah responden adalah seluruh penjamah makanan di rumah makan Lembar

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Dan Metode Pendekatan Jenis penelitian ini adalah eksplanatori research adalah menjelaskan hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat dengan melalui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mutu dan keamanan yang telah ditetapkan oleh pemerintah.

BAB I PENDAHULUAN. mutu dan keamanan yang telah ditetapkan oleh pemerintah. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pangan adalah kebutuhan dasar manusia yang pemenuhannya merupakan hak azasi setiap warga masyarakat sehingga harus tersedia dalam jumlah yang cukup, aman, bermutu,

Lebih terperinci

APLIKASI GOOD MANUFACTURING PRACTICES SANITATION STANDARD OPERATING PROCEDURES DAN PENENTUAN

APLIKASI GOOD MANUFACTURING PRACTICES SANITATION STANDARD OPERATING PROCEDURES DAN PENENTUAN APLIKASI GOOD MANUFACTURING PRACTICES, SANITATION STANDARD OPERATING PROCEDURES DAN PENENTUAN TITIK KENDALI KRITIS PADA PRODUKSI SUSU PASTEURISASI KOPERASI PETERNAK BANDUNG SELATAN SKRIPSI DINNI RAHMI

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1. DAFTAR PERTANYAAN

LAMPIRAN 1. DAFTAR PERTANYAAN 93 LAMPIRAN. DAFTAR PERTANYAAN Pertanyaan yang diberikan kepada responden Unit Usaha Jasa Boga dan Unit Usaha Pengguna Jasa Boga mengenai pengetahuan tentang sertifikat keamanan pangan.. Apakah anda mengetahui

Lebih terperinci

PENGOLAHAN AIR MINUM DALAM KEMASAN (AMDK) PT.ATLANTIC BIRURAYA LAPORAN PRAKTEK KERJA INDUSTRI PENGOLAHAN PANGAN

PENGOLAHAN AIR MINUM DALAM KEMASAN (AMDK) PT.ATLANTIC BIRURAYA LAPORAN PRAKTEK KERJA INDUSTRI PENGOLAHAN PANGAN PENGOLAHAN AIR MINUM DALAM KEMASAN (AMDK) PT.ATLANTIC BIRURAYA LAPORAN PRAKTEK KERJA INDUSTRI PENGOLAHAN PANGAN OLEH : MARCELIA LEMBONO (6103008014) ISABELLA GUNAWAN (6103008024) STEPHANNIE (6103008078)

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 2.1. Sejarah Perusahaan UD. Kreasi Lutvi merupakan sebuah perusahaan yang memproduksi makanan ringan keripik singkong. UD. Kreasi Lutvi berdiri pada tahun 1999. Sejarah

Lebih terperinci

PROSES PEMBUATAN WAFER STICK DI PT. PANCA SEJATI MITRA DINAMIKA (PANCATRADI) SIDOARJO LAPORAN PRAKTEK KERJA INDUSTRI PENGOLAHA PANGAN

PROSES PEMBUATAN WAFER STICK DI PT. PANCA SEJATI MITRA DINAMIKA (PANCATRADI) SIDOARJO LAPORAN PRAKTEK KERJA INDUSTRI PENGOLAHA PANGAN PROSES PEMBUATAN WAFER STICK DI PT. PANCA SEJATI MITRA DINAMIKA (PANCATRADI) SIDOARJO LAPORAN PRAKTEK KERJA INDUSTRI PENGOLAHA PANGAN OLEH : PHEBE MIRACLE (6103009006) NOVITA RIANY (6103009033) MELLYSA

Lebih terperinci

Gambar. Diagram tahapan pengolahan kakao

Gambar. Diagram tahapan pengolahan kakao PENDAHULUAN Pengolahan hasil kakao rakyat, sebagai salah satu sub-sistem agribisnis, perlu diarahkan secara kolektif. Keuntungan penerapan pengolahan secara kolektif adalah kuantum biji kakao mutu tinggi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Waktu penelitian dilaksanakan selama tiga bulan yaitu mulai dari bulan Maret hingga Mei 2011, bertempat di Laboratorium Pilot Plant PAU dan Laboratorium Teknik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Pendahuluan ini berisikan tentang alasan dilakukannya penelitian dan menjelaskan permasalahan yang terjadi di PT Gunung Pulo Sari. Penjelasan yang akan dijabarkan pada pendahuluan ini

Lebih terperinci

Analisis Risiko Pengolahan Hasil Pertanian

Analisis Risiko Pengolahan Hasil Pertanian Analisis Risiko Pengolahan Hasil Pertanian Tekn. Penanganan dan Pengolahan Hasil Pertanian Mas ud Effendi Risiko Risiko merupakan ketidakpastian (risk is uncertainty) dan kemungkinan terjadinya hasil yang

Lebih terperinci

KEPUTUSAN KEPALA BADAN KARANTINA PERTANIAN NOMOR : 416/Kpts/OT.160/L/4/2014 TENTANG

KEPUTUSAN KEPALA BADAN KARANTINA PERTANIAN NOMOR : 416/Kpts/OT.160/L/4/2014 TENTANG KEPUTUSAN KEPALA BADAN KARANTINA PERTANIAN NOMOR : 416/Kpts/OT.160/L/4/2014 TENTANG PEDOMAN PEMERIKSAAN KANDUNGAN NITRIT SARANG WALET UNTUK PENGELUARAN KE NEGARA REPUBLIK RAKYAT TIONGKOK DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

Analisa Mikroorganisme

Analisa Mikroorganisme 19 Analisa Mikroorganisme Pemeriksaan awal terhadap 36 sampel daging ayam dan 24 sampel daging sapi adalah pemeriksaan jumlah mikroorganisme. Hasil yang diperoleh untuk rataan jumlah mikroorganisme daging

Lebih terperinci

RUANG LINGKUP MANAJEMEN MUTU TITIS SARI KUSUMA

RUANG LINGKUP MANAJEMEN MUTU TITIS SARI KUSUMA RUANG LINGKUP MANAJEMEN MUTU TITIS SARI KUSUMA 1 TUJUAN PEMBELAJARAN MAHASISWA MEMAHAMI LATAR BELAKANG KONSEP MUTU MAHASISWA MEMAHAMI MASALAH YANG TERJADI DI MASYARAKAT MAHASISWA MEMAHAMI PENGERTIAN MUTU

Lebih terperinci

RENCANA PEMBELAJARAN SEMESTER (RPS) : Ilmu Kesehatan Masyarakat. Semester : Dosen Pengampuh :

RENCANA PEMBELAJARAN SEMESTER (RPS) : Ilmu Kesehatan Masyarakat. Semester : Dosen Pengampuh : RENCANA PEMBELAJARAN SEMESTER (RPS) Fakultas : Kesehatan Masyarakat Program Studi : Ilmu Kesehatan Masyarakat Mata Kuliah/ Kode : Hygiene Sanitasi Makanan dan Minuman/ KML 1709 Jumlah SKS : 3 SKS Semester

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 20 TAHUN 2009 TENTANG

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 20 TAHUN 2009 TENTANG GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 20 TAHUN 2009 TENTANG PEMBENTUKAN OTORITAS KOMPETEN KEAMANAN PANGAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I-1

BAB I PENDAHULUAN I-1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Sejarah Perusahaan PT. Batara Elok Semesta Terpadu merupakan salah satu perusahaan di Gresik yang bergerak di bidang pengolahan dan pemasaran minyak goreng kelapa sawit. Perusahaan

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PENGUATAN DAYA SAING PRODUK KELAUTAN DAN PERIKANAN

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PENGUATAN DAYA SAING PRODUK KELAUTAN DAN PERIKANAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PENGUATAN DAYA SAING PRODUK KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR 24/PER-DJPDSPKP/2017 TENTANG PEMERINGKATAN SERTIFIKAT KELAYAKAN PENGOLAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DIREKTUR

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri obat jadi dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri obat jadi dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri

Lebih terperinci

METODOLOGI 3.1 Kerangka Pemikiran Penelitian

METODOLOGI 3.1 Kerangka Pemikiran Penelitian 3. METODOLOGI 3.1 Kerangka Pemikiran Penelitian Penelitian ini terdiri dari tiga tahap, yaitu penilaian program kelayakan dasar (pre requisite program), evaluasi penerapan program Hazard Analysis Critical

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri obat jadi dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri obat jadi dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Toko Daging & Swalayan Sari Ecco merupakan salah satu industri

BAB I PENDAHULUAN. Toko Daging & Swalayan Sari Ecco merupakan salah satu industri BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Toko Daging & Swalayan Sari Ecco merupakan salah satu industri berbasis rumah tangga yang bergerak dalam bidang pengolahan bahan pangan asal ternak dan supermarket.

Lebih terperinci

BAB III TATA LAKSANA PELAKSANAAN

BAB III TATA LAKSANA PELAKSANAAN BAB III TATA LAKSANA PELAKSANAAN A. Waktu dan Tempat Pelaksanaan Praktek Produksi Kopi Biji Salak dengan Penambahan Jahe Merah dilaksanakan pada bulan Maret-April 2016 di Laboratorium Rekayasa Proses dan

Lebih terperinci

BAB V PRAKTEK PRODUKSI YANG BAIK

BAB V PRAKTEK PRODUKSI YANG BAIK BAB V PRAKTEK PRODUKSI YANG BAIK Good Manufacturing Practice (GMP) adalah cara berproduksi yang baik dan benar untuk menghasilkan produk yang memenuhi persyaratan mutu dan keamanan. Telah dijelaskan sebelumnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. produk, teknologi, pemasaran, namun juga input yang cukup penting yaitu

BAB I PENDAHULUAN. produk, teknologi, pemasaran, namun juga input yang cukup penting yaitu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berkembangnya generasi menuntut inovasi tidak hanya terhadap produk, teknologi, pemasaran, namun juga input yang cukup penting yaitu sistem keamanan pangan dan sumber

Lebih terperinci

LEMBAR KUESIONER UNTUK PENJAMAH MAKANAN LAPAS KELAS IIA BINJAI. Jenis Kelamin : 1.Laki-laki 2. Perempuan

LEMBAR KUESIONER UNTUK PENJAMAH MAKANAN LAPAS KELAS IIA BINJAI. Jenis Kelamin : 1.Laki-laki 2. Perempuan LAMPIRAN 1 LEMBAR KUESIONER UNTUK PENJAMAH MAKANAN LAPAS KELAS IIA BINJAI A. IDENTITAS PEKERJA Nama Alamat Usia :... :... :. Tahun Jenis Kelamin : 1.Laki-laki 2. Perempuan Status Perkawinan : 1.Kawin 2.

Lebih terperinci