ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB II

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB II"

Transkripsi

1 BAB II KEKUATAN HUKUM DALAM MELAKUKAN PENGUKURAN TANAH DALAM PENETAPAN BATAS-BATAS BIDANG TANAH YANG BELUM MENDAPAT PERSETUJUAN DARI PEMEGANG HAK ATAS TANAH YANG BERBATASAN 2.1. Penyelenggaraan Pendaftaran Tanah Menurut UUPA dan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah Pendaftaran tanah merupakan bagian yang sangat penting karena pendaftaran tanah merupakan awal dari proses lahirnya sebuah bukti kepemilikan hak atas tanah. Dalam rangka penyelenggaraan pendaftaran tanah dilakukan kegiatan pengukuran sebab tanpa dilakukan pengukuran, maka pendaftaran tanah tersebut tidak akan dapat memberikan penjelasan mengenai obyek tanah yang akan didaftar. Dikarenakan pentingnya bagian pendaftaran tanah, sehingga UUPA memerintahkan kepada pemerintah untuk melakukan pendaftaran tanah di seluruh wilayah Indonesia. Hal ini sesuai dengan ketentuan dalam UUPA Pasal 19 dinyatakan sebagai berikut : 1) Untuk menjamin kepastian hukum oleh Pemerintah diadakan pendaftaran tanah di seluruh wilayah Republik Indonesia menurut ketentuan-ketentuan yang diatur dengan Peraturan Pemerintah 2) Pendaftaran tersebut dalam ayat 1, meliputi : a. Pengukuran, perpetaan, dan pembukuan tanah ; b. Pendaftaran hak-hak atas tanah dan peralihan hak-hak tersebut ; c. Pemberian surat-surat tanda bukti hak, yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat. 3) Pendaftaran tanah diselenggarakan dengan mengingat keadaan Negara dan masyarakat, keperluan lalu lintas sosial ekonomi serta kemungkinan penyelenggaraannya, menurut pertimbangan Menteri Agraria 4) Dalam Peraturan Pemerintah diatur biaya-biaya yang bersangkutan dengan pendaftaran tanah termaksud dalam ayat (1) diatas, dengan ketentuan bahwa rakyat yang tidak mampu dibebaskan dari pembayaran biaya-biaya tersebut.

2 Pelaksanaan pelayanan pertanahan dilaksanakan oleh Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia, Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional, dan Kantor Pertanahan yang diatur dalam Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun 2010 tentang Standar Pelayanan dan Pengaturan Pertanahan. Dalam Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun 2010 Pasal 5 ayat (1) mengatur mengenai kelompok dan jenis pelayanan, Kelompok pelayanan terdiri dari pelayanan : a. Pendaftaran tanah pertama kali ; b. Pemeliharaan data pendaftaran tanah ; c. Pencatatan dan informasi pertanahan ; d. Pengukuran bidang tanah ; e. Pengaturan dan penataan pertanahan, dan ; f. Pengelolaan pengaduan. Pendaftaran tanah untuk pertama kali meliputi beberapa kegiatan yaitu bidang fisik, bidang yuridis, dan penerbitan dokumen tanda-tanda bukti hak. Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Pasal 14, menyatakan bahwa pengumpulan dan pengolahan data fisik dilakukan dengan kegiatan pengukuran dan pemetaan yang meliputi : a. Pembuatan peta dasar pendaftaran ; b. Penetapan batas-batas bidang tanah ; c. Pengukuran dan pemetaan bidang-bidang tanah dan pembuatan peta pendaftaran ; d. Pembuatan daftar tanah ; e. Pembuatan surat ukur ; Kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali salah satunya meliputi kegiatan dibidang fisik mengenai tanahnya. Hal ini diperlukan untuk memperoleh data mengenai letak, batas-batas tanah, luas, dan bangunan-bangunan dan/atau tanaman-tanaman yang ada diatasnya. Setelah dipastikan letak tanah yang akan

3 dikumpulkan data fisiknya, kegiatan dimulai dengan pembuatan peta dasar pendaftaran bidang tanah yang terdaftar sehingga dapat diketahui letaknya dalam kaitan dengan bidang-bidang tanah yang lain. Untuk keperluan pembuatan peta dasar pendaftaran, Badan Pertanahan Nasional menyelenggarakan pemasangan, pengukuran, pemetaan, dan pemeliharaan titik-titik dasar teknik nasional (Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Pasal 16). Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Pasal 17 ayat (1),(2), dan (3) yang isinya mengenai : (1) Untuk memperoleh data fisik yang diperlukan bagi pendaftaran tanah, bidang-bidang tanah yang akan dipetakan diukur terlebih dahulu setelah ditetapkan letak, batas-batas dan menurut keperluannya ditempatkan tandatanda batas disetiap sudut bidang tanah yang bersangkutan. (2) Dalam penetapan batas bidang tanah pada pendaftaran tanah secara sistematik dan pendaftaran tanah secara sporadik diupayakan penetapan batas berdasarkan kesepakatan para pihak yang berkepentingan. (3) Penempatan tanda-tanda batas termasuk pemeliharaannya, wajib dilakukan oleh pemegang hak atas tanah yang bersangkutan. Dengan dilakukannya penataan batas bidang tanah yang diberi patok-patok di tiap sudut tanah yang dimohonkan, sehingga jelas antara satu hak atas tanah tersebut dengan hak atas tanah lainnya. Maka, pemohon dengan pemegang hak atas tanah yang berbatasan harus diperoleh kesepakatan. Dalam hal ini harus diperhatikan penetapan batas bidang tanah yang sudah dipunyai dengan suatu hak yang belum terdaftar dan untuk memperjelas tentang batas-batas tersebut, maka persetujuan penetapan batas dituangkan dalam berita acara yang ditandatangani pemohon dan para pemegang hak atas tanah yang berbatasan (Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Pasal 18).

4 Penetapan batas dilakukan setelah pemberitahuan secara tertulis kepada pemohon dan pemegang hak atas tanah yang berbatasan. Pemberitahuan tersebut dilakukan dengan surat dan selambat-lambatnya 10 (sepuluh) hari sebelum penetapan batas dilakukan. Pada saat dilakukan penetapan batas, jika belum diperoleh kesepakatan antara pemohon dengan salah satu pemegang hak atas tanah yang berbatasan, pengukuran diupayakan untuk sementara dilakukan berdasarkan batas-batas yang menurut kenyataannya merupakan batas-batas bidang tanah yang bersangkutan. Dalam gambar ukur sebagai hasil pengukuran sementara dibubuhkan catatan atau tanda yang menunjukkan bahwa batas-batas bidang tanah tersebut baru merupakan batas-batas sementara dan belum diperolehnya kesepakatan batas atas ketidakhadiran pemegang hak atas tanah yang berbatasan pada saat pengukuran tersebut dilaksanakan, dibuatkan berita acaranya (Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Pasal 19). Bidang tanah yang sudah ditetapkan batasnya dilakukan pengukuran dan selanjutnya dipetakan dalam pembuatan peta dasar pendaftaran. Tugas pengukuran Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah selanjutnya disingkat dengan PMNA/KBPN Nomor 3 Tahun 1997 Pasal 78 adalah sebagai berikut : 1) Menetapkan batas bidang tanah dalam hal petugas pengukuran adalah pegawai Badan Pertanahan Nasional ; 2) Membantu penyelesaian sengketa mengenai batas bidang tanah ; 3) Mengisi daftar isian 201 yang mengenai penetapan batas ; 4) Melaksanakan pengukuran batas bidang tanah ; 5) Membuat gambar ukur.

5 PMNA/KBPN Nomor 3 Tahun 1997 Pasal 79, Setelah petugas ukur menerima perintah pengukuran, maka segera melakukan persiapan sebagai berikut : a. Memeriksa tersedianya sarana peta seperti peta pendaftaran atau peta dasar pendaftaran atau peta lainnya pada lokasi yang dimohon ; b. Merencanakan pengukuran diatas peta pendaftaran atau peta dasar pendaftaran atau peta-peta lainnya yang memenuhi syarat, apabila tanah yang dimohon belum mempunyai gambar situasi/surat ukur ; c. Dalam hal tidak terdapat peta pendaftaran atau peta dasar pendaftaran atau peta lain yang memenuhi syarat, maka segera disiapkan perencanaan pembuatan peta pendaftaran ; d. Memeriksa tersedianya titik dasar teknik di sekitar bidang tanah yang dimohon ; e. Dalam hal tidak terdapat titik-titik dasar teknik di sekitar bidang tanah yang akan diukur, meminta kepada pemohon untuk menyiapkan tugu titik dasar teknik minimal 2 (dua) buah ; f. Apabila kegiatan pengukuran bidang tanah diperlukan mengadakan persiapan-persiapan, seperti menyiapkan formulir-formulir untuk pengukuran, seperti gambar ukur, formulir pengukuran poligon ; g. Memberikan pemberitahuan tertulis kepada pemohon mengenai waktu penetapan batas dan pengukuran. Menurut Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 1997 Pasal 24 ayat (2), prinsip dasar pengukuran bidang tanah dalam rangka penyelenggaraan pendaftaran tanah adalah harus memenuhi kaidah-kaidah teknis pengukuran dan pemetaan, sehingga bidang tanah yang diukur dapat dipetakan dan dapat diketahui letak dan batasnya diatas peta serta dapat direkonstruksi batas-batasnya di lapangan. Setelah pengukuran dilakukan diselenggarakan pemetaan untuk pembuatan peta dasar pendaftaran, dalam hal ini ditindaklanjuti dengan PMNA/KBPN Nomor 3 Tahun 1997 Pasal 13 dan Pasal 14, peta dasar pendaftaran dibuat dengan skala tertentu dan detail yang diukur dalam pembuatan peta dasar pendaftaran meliputi semua

6 atau sebagian unsur geografi, seperti sungai, jalan, bangunan, batas fisik bidang tanah, dan ketinggian. Selanjutnya bidang tanah yang sudah dipetakan pada peta pendaftaran dibukukan dalam daftar tanah. Dengan dibuatnya daftar tanah maka pengumpulan dan pengolahan data fisik dalam proses pendaftaran tanah telah selesai. Bagi bidang tanah yang sudah diukur serta dipetakan dalam peta pendaftaran, dibuatkan surat ukur. Pembuatan surat ukur merupakan salah satu kegiatan pengukuran dan pemetaan, setiap bidang tanah yang telah dipetakan pada peta pendaftaran dibuat surat ukur untuk keperluan pendaftaran haknya (Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Pasal 22). Surat ukur merupakan kutipan atau salinan gambar bidang tanah dari peta pendaftaran atau merupakan hasil penggambaran sesuai dengan data-data hasil ukuran. Surat ukur menurut Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Pasal 1 angka (17), menyebutkan dokumen yang memuat data fisik suatu bidang tanah dalam bentuk peta dan uraian. Dalam rangka pendaftaran tanah untuk pertama kali secara sporadik, surat ukur ditandatangani oleh Kepala Seksi Survei, Pengukuran, dan Pemetaan. Salinan surat ukur yang merupakan bagian dari sertipikat ditandatangani oleh pejabat yang berwenang menandatangani sertipikat (Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun 2011 tentang Pelimpahan Kewenangan Pemberian Atas Tanah dan Kegiatan Pendaftaran Tanah Tertentu Pasal 12). Menurut Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun 2011

7 Pasal 3, Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota berwenang memberi keputusan mengenai : 1) Pemberian Hak milik atas tanah pertanian yang luasnya tidak lebih dari m 2 (dua puluh ribu meter persegi); 2) Pemberian Hak milik atas tanah nonpertanian yang luasnya tidak lebih dari 2000 m 2 (dua ribu meter persegi) ; 3) Pemberian hak milik atas tanah dimaksud dalam rangka pelaksanaan program : a. Transmigrasi ; b. Redistribusi tanah ; c. Konsolidasi tanah ; d. Pendaftaran tanah yang bersifat strategis, massal, dan program lainnya. Kegiatan pendaftaran tanah telah dilakukan oleh Pemerintah dengan sistem yang sudah melembaga sebagaimana yang dilakukan dalam kegiatan pendaftaran tanah selama ini, mulai dari permohonan seseorang, diproses sampai dikeluarkan bukti haknya (sertipikat) dan dipelihara data pendaftarannya dalam buku tanah. Hal ini untuk memberikan jaminan dalam hal kepastian akan haknya dan kepastian pemegang haknya, jaminan kepastian batas-batas fisik bidang tanah, kepastian luas, dan kepastian letaknya serta bangunan yang ada di atas tanah tersebut. Kegiatan pengukuran dan pemetaan bidang-bidang tanah di lingkungan Badan Pertanahan Nasional dilakukan oleh pegawai yang khusus diberi kewenangan sebagai petugas ukur dalam hal pengukuran atas suatu hak atas tanah, hal tersebut dimaksudkan untuk mempertahankan kualitas pengukuran dan pemetaan sesuai dengan prosedur, mekanisme, dan spesifikasi teknis yang sudah dibakukan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 jo. Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun

8 1997. Untuk dapat mewujudkan hal tersebut, diharapkan prosedur pengukuran dan pemetaan bidang tanah untuk keperluan kadastral dapat dibakukan, sehingga dari tahap persiapan sampai pelaksanaan pengukuran beserta pemetaan data hasil ukur dapat dipertanggungjawabkan. Petugas ukur sebagai ujung tombak pelaksana pengukuran dan pemetaan kadastral di Kantor Pertanahan dapat mematuhi dan melaksanakan beberapa ketentuan yang ditetapkan. Dalam persiapan pengukuran, petugas ukur sebelum melaksanakan pengukuran bidang tanah dalam rangka memenuhi permohonan pengukuran di Kantor Pertanahan, sebaiknya mempersiapkan hal-hal yang berkaitan dengan kegiatan pengukuran tersebut dan mengisi formulir checklist yang telah disediakan. Adapun tahapan persiapan pengukuran tersebut meliputi sebagai berikut : 1. Memegang surat tugas Pengukuran bidang tanah dan penetapan batas yang akan dilaksanakan harus didasarkan pada surat tugas yang dibuat oleh Kepala Seksi Pengukuran dan Pendaftaran Tanah atas nama Kepala Kantor Pertanahan. Dengan surat tugas tersebut, pengukuran yang dilaksanakan resmi dilakukan oleh Kantor Pertanahan. Surat tugas tersebut harus diperlihatkan kepada pemohon, perangkat desa, dan pihak lain yang terkait, dan selanjutnya diketahui oleh pemohon sebagai bukti bahwa pengukuran telah dilaksanakan.

9 2. Menyiapkan gambar ukur dan daftar isian Untuk pengukuran bidang tanah baru, periksa gambar ukur yang bersebelahan dengan bidang tanah yang dimohon. Gambar ukur yang dimaksud diperlukan untuk mengontrol atau mengecek batas bidang tanah yang dimohon dan pemilik bidang tanah yang bersebelahan. Kemudian, mempersiapkan gambar ukur baru untuk menuliskan data ukuran bidang tanah yang dimohon. Untuk rekontruksi batas, maka mempersiapkan dan menggunakan gambar ukur bidang tanah yang akan direkontruksi akan data ukuran yang tercantum dijadikan dasar untuk pengembalian batas. Semua data ukur dan isian deskripsi pada gambar ukur harus diisi langsung di lapangan. Siapkan daftar isian yang terkait, seperti Daftar Isian 103 mengenai data dan ukuran poligon/detail, Daftar Isian 102 mengenai sketsa lokasi, dan Daftar Isian 201 mengenai risalah penelitian data yuridis dan penetapan batas. 3. Menerbitkan surat pemberitahuan akan dilaksanakannya penetapan batas Surat pemberitahuan yang dibuat oleh Kepala Seksi Pengukuran dan Pendaftaran Tanah. Menyampaikan surat pemberitahuan tersebut, kepada pihak-pihak yang berbatasan dengan tanah yang dimohonkan sebelum penetapan batas dilaksanakan. Dengan surat pemberitahuan tersebut, diharapkan pemohon dan para pihak yang berbatasan hadir di lapangan untuk menunjukkan batas-batas bidang tanah, sehingga dapat diperoleh kesepakatan untuk memenuhi asas contradictoire delimitatie.

10 4. Melakukan pengukuran dan penetapan batas Penunjukan batas bidang tanah dengan menghadirkan pemohon bidang tanah dan pihak-pihak yang berbatasan di lokasi bidang tanah yang akan diukur. Jika salah satu pihak tidak dapat hadir atau berhalangan, maka sebagai penggantinya dapat hadirkan kuasanya. Kuasa dari pihak yang berhalangan dapat diterima dan diakui sah secara hukum apabila dinyatakan dengan surat kuasa tertulis. Surat kuasa yang dimaksud dilampirkan bersama dengan gambar ukurnya. Dalam penetapan batas-batas bidang tanah yang sebenarnya, pemohon diminta untuk menunjukkan batas-batas bidang tanah yang dimohonkan pengukurannya. Batas-batas bidang tanah tersebut harus mendapat persetujuan dari pihak-pihak yang berbatasan, sehingga diperoleh kesepakatan batas. Untuk menetapkan batas bidang tanah yang dimohon berdasarkan kesepakatan batas oleh para pihak. Dalam pengukuran bidang tanah baru (belum terdaftar), penetapan batas bidang tanah mutlak harus dilakukan. Jika dalam penetapan batas bidang tanah tidak diperoleh kesepakatan antara pemohon bidang tanah yang bersangkutan dengan salah satu pihak yang berbatasan, maka batas bidang tanah yang bersangkutan dinyatakan sebagai batas sementara. Hasil penetapan batas dituangkan dalam Risalah Penelitian Data Yuridis dan Penetapan Batas (Daftar Isian 201). Daftar Isian 201 harus dilengkapi tanda tangan pemohon bidang tanah dan para pihak yang berbatasan pada kolom yang

11 tersedia. Berilah Nomor Identifikasi Bidang tanah (NIB) pada setiap bidang yang telah ditetapkan batas-batasnya. 5. Penempatan tanda batas Setelah itu, dilakukan penempatan tanda-tanda batas termasuk pemeliharaannya, wajib dilakukan oleh pemohon bidang tanah yang bersangkutan. Tanda-tanda batas dipasang pada setiap sudut batas tanah dan apabila dianggap perlu dipasang pada titik-titik tertentu sepanjang garis batas bidang tanah tersebut atas permintaan petugas ukur. 6. Hasil pengukuran bidang tanah untuk keperluan pendaftaran hak atas tanah digambarkan atau dipetakan pada gambar ukur dan peta pendaftaran Setelah dilakukan pengukuran maka hasil pengukuran tersebut digambarkan dalam gambar ukur. Gambar ukur adalah dokumen tempat mencantumkan gambar suatu bidang tanah atau lebih dan situasi sekitarnya, serta data hasil pengukuran bidang tanah baik berupa jarak, sudut, azimuth ataupun sudut jurusan. Gambar ukur merupakan catatan asli lapangan dan dibuat sedemikian rupa, sehingga gambar bidang tanah dan catatannya terbaca dengan jelas. Seluruh data hasil ukuran batas bidang tanah dicatat pada gambar ukur dan harus dapat digunakan untuk pengembalian batas bidang tanah yang bersangkutan apabila diperlukan. Tata cara pengisian gambar ukur, pengisian gambar ukur harus benar-benar dilaksanakan sesuai dengan ketentuan administrasi dan teknis, sehingga apabila diperlukan untuk pengembalian batas maupun sebagai

12 pembuktian jika ada permasalahan di lapangan dapat diselesaikan dengan cepat dan benar. Oleh karena itu, pengisian gambar ukur harus memperhatikan segala kondisi fisik di lapangan baik benda-benda tetap yang akan dijadikan titik ikat maupun situasi di sekitar bidang tanah yang diukur. Beberapa pengisian data dalam gambar ukur mengenai keterangan pemohon diisi dengan nama dan alamat pemohon, tanggal permohonan, dan membubuhkan tanda tangan pemohon. Jika penetapan batas hanya dilakukan oleh pemohon, maka pemohon mempunyai kewajiban untuk memberi pernyataan pada kolom keterangan pemohon dengan menyatakan bahwa penunjukan batas-batas bidang tanah ditunjukkan dengan sebenarbenarnya, apabila dikemudian hari terdapat gugatan, maka saya bertanggung jawab dan bersedia dituntut di Pengadilan, dan ditandatangani diatas materai. Keterangan pengukur diisi dengan nama juru ukur, tanggal pengukuran, dan dibubuhi tanda tangan juru ukur. Persetujuan batas bidang tanah diisi nama para pihak yang berbatasan dan dibubuhi tanda tangan (untuk memenuhi asas contradictoire delimitatie). Apabila di salah satu sisi terdapat lebih dari satu pemilik tanah yang berbatasan, maka seluruh pemilik tanah yang berbatasan tersebut membubuhkan nama beserta tanda tangan di kolom yang sesuai. Tahap selanjutnya dengan dilakukannya pemetaan hasil pengukuran tersebut. Peta pendaftaran menginformasikan mengenai letak, bentuk, batas, dan luas, serta nomor identifikasi bidang dari setiap bidang

13 tanah. Untuk memastikan seluruh hasil ukuran telah terpetakan pada peta pendaftaran, maka petugas ukur menyerahkan seluruh berkas pemetaan kepada Kepala Sub Seksi Pengukuran atau koordinator pemetaan. Kasubsi Pengukuran atau Koordinator Pemetaan berkewajiban untuk memeriksanya dan membubuhi paraf serta keterangan pada gambar ukur dengan bunyi telah terpetakan. Peta bidang tanah adalah peta yang menggambarkan satu bidang tanah atau lebih pada lembaran kertas dengan suatu skala tertentu yang batas-batasnya telah ditetapkan oleh pejabat yang berwenang dan digunakan untuk pengumuman data fisik. Peta bidang tanah yang diterbitkan oleh Kantor Pertanahan berisi gambar, lokasi, nama pemohon Nomor Identifikasi Bidang Tanah (NIB), status tanah, luas tanah, dan keadaan tanah. Gambar lokasi merupakan letak lokasi yang dimohonkan untuk dilakukan pengukuran, Nomor Identifikasi Bidang Tanah (NIB) dari setiap tanah yang dipetakan, yaitu tanda pengenal khusus yang diberikan untuk bidang tanah yang bersifat tunggal untuk setiap bidang tanah di seluruh Indonesia, berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka (7) Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun Status tanah menunjukkan asal tanah tersebut. Luas tanah mencantumkan luas tanah hasil pengukuran. Keadaan tanah mencantumkan kondisi tanah tersebut yaitu merupakan tanah pekarangan kosong atau tanah pekarangan dengan berdirinya rumah diatasnya.

14 Atas dasar Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960, untuk pelaksanaan pendaftaran tanah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997, yang ditindaklanjuti dengan Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997, maka Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 mempunyai kedudukan yang sangat penting karena bukan hanya sebagai pelaksana dari Pasal 19 UUPA, tetapi lebih untuk mendukung berjalannya administrasi pertanahan sebagai salah satu program catur tertib pertanahan dan hukum pertanahan di Indonesia. Dalam rangka penyelenggaraan pendaftaran tanah, kegiatan pengukuran dan pemetaan merupakan bagian yang penting dan harus dilaksanakan, sebab tanpa kegiatan pengukuran dan pemetaan, maka pendaftaran tanah tersebut tidak akan dapat memberikan penjelasan mengenai obyek yang didaftar, hal ini juga ditentukan secara tegas dalam Pasal 19 bahwa pendaftaran tanah meliputi pengukuran dan pemetaan. Kegiatan penyelenggaraan pendaftaran tanah yang mencakup kegiatan pengukuran, perpetaan, dan pembukuan hak terkait dengan aspek teknis, yuridis, dan administratif data bidang tanah. Hal ini terkait dengan pertimbangan untuk memberikan kepastian dan perlindungan hukum terhadap subyek dan obyek hak atas tanah. Peta pendaftaran tanah berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Pasal 1 angka (15), peta pendaftaran adalah peta yang menggambarkan bidang atau bidang-bidang tanah untuk keperluan pembukuan hak. Bahwa bidang-bidang tanah yang sudah terdaftar dan dipetakan pada peta pendaftaran tanah memiliki jaminan kepastian hukum. Jaminan kepastian hukum menyangkut kepastian subyek dan obyek hak atas tanah yang bersangkutan, yang

15 ditimbulkan karena prosedur dan mekanisme baku dalam pembuatan peta pendaftaran tanah. Prosedur dan mekanisme baku yang dimaksudkan dalam pembuatan peta pendaftaran tanah adalah prosedur dan mekanisme yang telah memenuhi kaedah teknis dan kaedah yuridis. Secara kaedah teknis, pengukuran dan pemetaan menjamin akan kepastian obyek hak atas tanah, yaitu bidang tanah yang dipetakan dijamin kepastian bentuk, letak, dan luasnya serta dapat direkonstruksi kembali di lapangan sewaktu-waktu. Sedangkan secara kaedah yuridis, pengukuran dan pemetaan bidang tanah bahwa batas-batas bidang tanah telah dijamin kepastian hukumnya berdasarkan kesepakatan dalam penunjukan batas oleh pemilik dan pemegang hak yang berbatasan, serta ditetapkan oleh pejabat yang berwenang. Penyelenggaraan kegiatan pengukuran harus memenuhi asas-asas untuk menjamin kepastian hukum terhadap hasil pengukuran dan pemetaan. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Pasal 2 dinyatakan bahwa pendaftaran tanah dilaksanakan berdasarkan asas sederhana, aman, terjangkau, mutakhir, dan terbuka. Selain itu, terdapat asas kesepakatan dalam penetapan batas bidang tanah (asas contradictoire delimitatie) yaitu pemasangan dan penetapan batas bidang tanah berdasarkan kesepakatan atau persetujuan batas dengan pihak pemilik bidang tanah yang berbatasan. Hal ini bertujuan untuk memastikan bahwa batas-batas bidang tanah yang diukur adalah batas yang sebenarnya. Dalam hal ini, sebidang tanah yang akan diukur ditetapkan lebih dahulu letak, batas-batas dan penempatan tanda batas. Tujuan penerapan asas

16 contradictoire delimitatie adalah agar bidang tanah yang sudah diukur dan dipetakan tidak terjadi perselisihan atau sengketa mengenai batas-batasnya, sehingga tanah tersebut aman dari sanggahan mengenai batas-batas yang telah ditetapkan. Penerapan asas contradictoire delimitatie dapat terwujud, apabila pada saat pelaksanaan pengukuran batas-batas bidang tanah, pemohon bidang tanah dan pihak-pihak yang berbatasan hadir di lokasi pengukuran dan terjadi kesepakatan antara pemilik bidang tanah yang bersebelahan mengenai batas-batas tanah dan dalam pemasangan tanda batas. Asas contradictoire delimitatie mewajibkan calon pemegang hak untuk memasang tanda batas pada setiap titik sudut batas. Dalam hal ini, para pemilik tanah yang berbatasan secara bersama-sama menyepakati dan menentukan batasbatas bidang tanah sebelum diadakan pengukuran dan penandatanganan gambar ukur atau daftar riwayat tanah yang telah disediakan pada saat pengukuran. Penetapan batas-batas bidang tanah wajib dilakukan berdasarkan penunjukan batas oleh para pemilik atau pemegang hak atas tanah dan diupayakan telah memperoleh kesepakatan dengan pihak yang berbatasan. Setelah asas contradictoire delimitatie terpenuhi, penetapan batas dapat dilaksanakan sebelum dilakukan pengukuran dalam rangka pendaftaran tanah oleh pemerintah yang kewenangannya dilimpahkan kepada Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia dan dilaksanakan oleh Kantor Wilayah atau Kantor Pertanahan yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Hal tersebut dimaksudkan agar penguasaan obyek dapat diketahui secara tepat dan tidak terjadi tumpang

17 tindih batas antara pemilik bidang satu dengan yang lain yang dapat memicu timbulnya sengketa dan konflik atas tanah. Untuk keperluan pendaftaran hak agar memperoleh data fisik bagi pendaftaran tanah, bidang-bidang tanah yang akan dipetakan dilakukan pengukuran bidang tanah dilaksanakan setelah selesai melakukan penetapan batas dan pemasangan tanda-tanda batas pada bidang yang dimohon. Penetapan batas bidang tanah didasarkan pada kesepakatan pihak yang bersangkutan (contradictoire delimitatie), kegiatan tersebut meliputi menentukan batas-batas yang bersebelahan dengan pemilik atas tanah yang bersebelahan, penentuan tanda batas (berupa patok), pengukuran, dan pemetaan bidang tanah. Apabila pada waktu yang telah ditentukan oleh petugas ukur Kantor Pertanahan akan melakukan pengukuran, maka terlebih dahulu dilakukan pemanggilan dengan harapan pemegang hak atas tanah yang berbatasan hadir pada saat pengukuran (Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Pasal 19). Sehubungan dengan adanya permohonan pendaftaran hak atas tanah dilakukan pemberitahuan, jika sesudah tanggal pemberitahuan terdapat salah satu pemegang hak atas tanah yang berbatasan tidak hadir dikarenakan domisilinya tidak diketahui, maka akan tetap dilaksanakan penetapan batas dan pengukuran bidang tanah tanpa kehadiran saudara sebagai pemilik yang berbatasan. Sehingga penetapan batas bidang tanah belum diperoleh persetujuan antara pemohon bidang tanah yang bersangkutan dengan salah satu pemegang hak yang berbatasan. Pengukuran bidang tanah diupayakan untuk sementara dilakukan berdasarkan batas-batas yang menurut kenyataannya merupakan batas-batas

18 bidang tanah yang bersangkutan. Sebelum dilakukan pengukuran, pemohon membuat berita acara persetujuan pemasangan tanda batas bidang tanah yang menyatakan bahwa salah satu tetangga yang berbatasan tidak hadir dikarenakan domisili tidak diketahui sehingga tidak dapat menyaksikan dan belum memperoleh persetujuan pemasangan tanda batas bidang tanah yang dimohon, kemudian ditandatangani diatas materai oleh pemohon dan diketahui oleh Kepala Desa/Lurah setempat. Jika dalam penetapan batas belum diperoleh kesepakatan antara pemegang hak atas tanah dengan pemegang hak atas tanah yang berbatasan, maka pengukuran bidang tanah tersebut untuk sementara dilakukan berdasarkan batas-batas yang menurut kenyataanya merupakan batas-batas bidang tanah yang bersangkutan, seperti tembok, atau tanda lain yang menunjukkan batas penguasaan tanah oleh orang yang bersangkutan. Apabila ada tanda-tanda semacam ini, maka persetujuan dari pemegang hak atas tanah yang berbatasan tidak mutlak diperlukan. Akibat tidak hadirnya salah satu pemegang hak atas tanah yang berbatasan pada waktu diadakan pengukuran, maka mengenai dilakukannya pengukuran sementara dibuatkan berita acara. Dalam gambar ukur sebagai hasil pengukuran sementara dibubuhkan catatan atau tanda yang menunjukkan bahwa bidang tanah tersebut baru merupakan dinyatakan sebagai batas sementara akibat belum diperolehnya kesepakatan batas atas ketidakhadiran salah satu pemegang hak atas tanah yang berbatasan pada saat pengukuran tersebut dilaksanakan.

19 2.2. Keabsahan Produk Sertipikat Sertipikat Tanah yang Dihasilkan Melalui Proses Pendaftaran Tanah Pemerintah berkepentingan untuk memberikan jaminan kepastian hukum atas hak atas tanah. Hal ini dikarenakan dalam pemberian hak atas tanah mengenai subyek yang berhak atas suatu bidang tanah, letak, batas-batas, dan luas bidang tanahnya dan obyek jenis hak yang diberikan. Agar tersedia data hak atas tanah yang benar dan masyarakat dapat memperoleh dengan mudah, maka Pemerintah mengadakan suatu lembaga pengumuman yang disebut dengan pendaftaran tanah. Dengan adanya lembaga pengumuman ini akan terjamin kepastian hukum mengenai hak atas tanah, baik yang menyangkut subyek maupun obyek haknya. Dalam hal penyelenggaraan pendaftaran hak atas tanah harus meliputi 3 (tiga) hal yaitu : 8 1) Pengukuran, perpetaan, dan pembukuan tanah yang menghasilkan peta pendaftaran dan surat ukur. Dari peta pendaftaran dan surat ukur dapat diperoleh kepastian mengenai letak, batas, dan luas tanah yang bersangkutan (specialitiets beginsel). 2) Pendaftaran hak-hak atas tanah dan peralihan hak-hak lain serta bebanbeban terhadap tanah yang bersangkutan. Pendaftaran ini memberikan keterangan tentang status tanah dan siapa yang berhak atas tanah tersebut (openbaarheids beginsel). 3) Pemberian surat-surat tanda bukti hak sebagai alat pembuktian yang kuat (sertipikat). Tugas pendaftaran tanah sebagai tugas administrasi hak yang dilakukan oleh Negara dalam memberikan kepastian hak atas tanah di Indonesia. Negara bertugas untuk melakukan administrasi dibidang pertanahan, dan dengan administrasi ini, Negara memberikan bukti hak atas telah dilakukannya 8 Sri Winarsi, Fungsi Pejabat Pembuat Akta Tanah Dalam Pendaftaran Hak Atas Tanah, Yuridika, Vol.18. No.4, Juli-Agustus, Fakultas Hukum Universitas Airlangga, 2003, h. 364.

20 administrasi tanah tersebut. Negara hanya memberikan jaminan yang kuat atas bukti yang dikeluarkannya berdasarkan bukti formal yang dimohonkan. Bukan memberikan hak atas tanah kepada seseorang tetapi kepada pemohon atas dilakukannya administrasi atas tanah diberikan bukti administrasi berupa sertipikat. Bukti hak tidak memberikan jaminan materiil atas tanah tersebut tetapi hanya sebagai jaminan formal. Kepastian hukum mengenai perlindungan hukum terhadap hak yang bersangkutan, yaitu perlindungan terhadap hubungan hukumnya serta pelaksanaan kewenangan haknya. Dalam hubungan dengan tanahnya, kepastian hukum berkaitan dengan kepastian mengenai letak dan batas-batas tanah yang dilekati hak tersebut. Setiap hak atas tanah dituntut mengenai kepastian akan subyek, obyek, dan pelaksanaan kewenangan haknya. Kualitas kepastian hukum ditentukan dari proses penetapan haknya. Sistem pendaftaran tanah di Indonesia menganut stelsel negatif. Negara tidak menjamin secara mutlak terhadap suatu hak tanah. Jaminan kepastian hukum diberikan kepada pemilik tanah yang sebenarnya bukan semata-mata kepada pemegang hak tanah yang terdaftar didalam buku tanah. Meskipun demikian sebagai bukti hak yang kuat, diterbitkan sertipikat hak tanahnya. Sepanjang tidak dibuktikan sebaliknya, sertipikat hak tanah mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna. Jaminan kepastian hukum hak tanah diberikan sepanjang data fisik, data yuridis, dan data administrasi yang tercantum didalam dokumen pendaftaran tanah sesuai dengan kenyataan yang sebenarnya di lapangan.

21 Dengan stelsel negatif tersebut, penetapan suatu hak tanah tergantung sepenuhnya pada alas yang disampaikan oleh pemohon untuk memenuhi persyaratan penetapan hak tanahnya. Apabila data yang disampaikan tidak sesuai dengan yang sebenarnya, maka hak atas tanah yang diterbitkan akan mengandung cacat hukum, sehingga dikemudian hari hal ini dapat menjadi dasar bagi pembatalan haknya. Alas hak merupakan dasar pertimbangan bagi penetapan suatu hak tanah. Wujudnya dapat berupa data fisik, data yuridis, maupun data administratif. Data fisik adalah data mengenai obyek hak yang menerangkan mengenai letak dan batas-batas tanah serta penguasaannya. Data yuridis adalah data yang menyatakan adanya hubungan yuridis antara pemohon hak dengan tanah yang dimohon haknya, hal ini mencerminkan hubungan kepemilikan tanahnya. Data administratif adalah data yang berupa surat-surat yang membuktikan kebenaran data fisik dan data yuridis. Produk akhir yang dikeluarkan dalam pendaftaran tanah adalah sertipikat, maka sertipikat hak atas tanah adalah Keputusan Tata Usaha Negara (KTUN). Sebagai KTUN, sertipikat memiliki sifat-sifat yaitu : 1. Sertipikat hak atas tanah digunakan sebagai bukti kuat dengan bentuk dokumen yang berisi data diri pemegang hak, jenis hak, dan tanda tangan Kepala Kantor Pertanahan. Jadi, sertipikat memiliki karakteristik yang tertulis. 2. Pihak yang menerbitkan sertipikat adalah Kepala Kantor Pertanahan atau dalam hal ini pejabat yang ditunjuk, yang merupakan bagian dari

22 pemerintah. Jadi, karakteristik sertipikat dikeluarkan oleh Badan Pemerintah. 3. Terdapat kegiatan mengatur dalam proses administrasi sebelum terbitnya sertipikat. Hal ini menunjukkan bahwa kegiatan penerbitan sertipikat merupakan kegiatan administrasi. 4. Sertipikat ditujukan untuk pemegang hak yang bersifat individu, sertipikat memiliki obyek yang jelas berupa tanah sehingga memiliki karakteristik yang konkret, dan sertipikat dikeluarkan oleh Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota yang tidak memerlukan persetujuan dari pihak lainnya sehingga karakteristik dari sertipikat adalah final. Dari keseluruhan karakteristik tersebut, sertipikat adalah suatu Keputusan Tata Usaha Negara (KTUN) sesuai dengan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara jis. Undang-undang Nomor 9 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, Undang-undang Nomor 51 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, selanjutnya disebut dengan UU PTUN Pasal 1 angka (9), keputusan tata usaha negara didefinisikan sebagai : suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang berisi tindakan hukum tata usaha negara yang berisi tindakan hukum tata usaha negara yang berdasarkan peraturan perundangundangan yang berlaku, yang bersifat konkret, individual, dan final, yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata.

23 Rumusan Pasal 1 angka (9) tersebut mengandung elemen-elemen utama sebagai berikut : 9 1. Penetapan tertulis 2. Diterbitkan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara 3. Tindakan hukum Tata Usaha Negara yang konkret, individual, dan final 4. akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata Sebagai Keputusan Tata Usaha Negara (KTUN), maka perlu diuji keabsahannya dengan menggunakan 3 (tiga) parameter, yaitu wewenang, substansi, dan prosedur. Wewenang dalam arti yuridis adalah suatu kemampuan yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku untuk menimbulkan akibat-akibat hukum. Substansi dalam uji keabsahan dilihat dari substansi tindakan pemerintah yang berarti bahwa tindakan pemerintah tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. Prosedur dalam pengujian keabsahan tindakan pemerintah berarti prosedur tindakan pemerintah harus sesuai dengan asas demokrasi, keterbukaan, efisiensi, dan perlindungan hukum Keabsahan Tindakan Pemerintahan dalam Menerbitkan Sertipikat Kewenangan adalah kemampuan dan dasar bagi pemerintah dalam melakukan perbuatan hukum publik yang berkaitan dengan suatu jabatan. Kewenangan diperoleh melalui 2 (dua) cara yaitu dengan atribusi atau dengan pelimpahan wewenang. Bagi pemerintah dasar untuk melakukan perbuatan hukum publik adalah adanya kewenangan yang berkaitan dengan suatu jabatan. Jabatan memperoleh kewenangan melalui 3 (tiga) sumber yaitu atribusi, delegasi, 9 Philipus M.Hadjon, dkk, Pengantar Hukum Administrasi Indonesia (Introduction to the Indonesian Administrative Law), Gajah Mada University Press, Yogyakarta, 1994, h. 138.

24 dan mandat yang akan menghasilkan kewenangan (bevoegdheid, legal power, dan competence). 10 Atribusi adalah wewenang yang melekat pada suatu jabatan. Wewenang yang dimiliki oleh organ pemerintah dalam menjalankan pemerintahannya berdasarkan kewenangan yang dibentuk oleh pembuat undang-undang. Atribusi merupakan kewenangan asli atas dasar peraturan perundang-undangan. Baik wewenang yang diperoleh berdasarkan atribusi dan pelimpahan wewenang haruslah terlebih dahulu dipastikan bahwa yang melimpahkan benar memiliki wewenang tersebut dan berdasarkan peraturan perundang-undangan. Pelimpahan wewenang adalah penyerahan sebagian wewenang pejabat atasan kepada bawahan tersebut membantu dalam melaksanakan tugas-tugas kewajibannya untuk bertindak sendiri. Hal ini dimaksudkan untuk menunjang kelancaran dan ketertiban alur komunikasi yang bertanggungjawab dan sepanjang tidak ditentukan secara khusus oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pelimpahan wewenang yang dapat dilimpahkan kepada pejabat bawahannya adalah wewenang penandatanganan. Prinsip negara hukum adalah asas legalitas (legaliteits beginsel) bahwa setiap tindakan hukum pejabat berdasarkan peraturan perundang-undangan atau wewenang. Tindakan pemerintah tidak sah jika bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Kewenangan pemerintah harus memiliki dasar perundang-undangan dan ditentukan normanya oleh undang-undang. Jika seorang pejabat yang melakukan tindakan hukum tanpa wewenang, maka 10 ibid, h. 139.

25 tindakannya batal demi hukum (nietig van rechtswege). Terdapat 3 (tiga) kemungkinan tidak berwenang (onbevoegd) yaitu tidak berwenang dari segi wilayah (onbevoegdheid ratione loci), tidak berwenang dari segi waktu (onbevoegdheid ratione temporis), dan tidak berwenang dari segi materi (onbevoegdheid ratione materie). Menurut P. De Haan dan kawan-kawan menyebutkan onbevoegdheid mencakup onbevoegdheid absolut (absolute incompetentie) yaitu berkenaan dengan substansi wewenang atau suatu urusan dan onbevoegdheid relatif (relatieve incompetentie) yaitu berkenaan dengan waktu dan tempat. Onbevoegdheid yang berkenaan dengan substansi wewenang atau suatu urusan terkait dengan atribusi, delegasi, dan mandat. Onbevoegdheid yang berkenaan dengan tempat terkait dengan desentralisasi teritorial atau terkait dengan dekonsentrasi dari aparat pegawai pemerintah pusat. Onbevoegdheid yang berkenaan dengan waktu adalah suatu urusan dalam hal pengambilan keputusannya tidak sesuai dengan waktu yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan. 11 Tindakan hukum pemerintah merupakan pernyataan kehendak sepihak dari organ pemerintahan dan membawa akibat pada hubungan hukum yang ada, maka kehendak organ tersebut tidak boleh mengandung cacat, seperti kekhilafan (dwaling), penipuan (bedrog), dan paksaan (dwang) yang menyebabkan akibat hukum tidak sah. Selain itu, setiap tindakan pemerintah harus didasarkan pada peraturan perundang-undangan yang berlaku, maka tindakan tersebut tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, apabila bertentangan hal ini 11 P. De Hann, et.al., dalam Buku Hukum Administrasi Negara, Ridwan HR, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2011, h. 384.

26 yang dapat menyebabkan akibat hukum tersebut dapat dibatalkan (nietigbaar) atau batal (nietig). Pengujian keabsahan tindakan pemerintah dengan melihat kesesuaiannya terhadap peraturan perundang-undangan (rechtsmatigheid) dan kesesuaian terhadap tujuan-tujuan (doelmatigheid). Pengujian rechtsmatigheid menguji keabsahan tentang kewenangan dan prosedur apakah sesuai dengan peraturan yang berlaku. Permasalahannya adalah bahwa penilaian keabsahan harus didasarkan pada tujuan-tujuan yang tidak diatur dalam peraturan perundangundangan. Dalam hal ini pengujian keabsahan dengan melihat substansi tindakan dan Keputusan Tata Usaha Negara (KTUN). Dasar pengujian substansi adalah Asas-Asas Umum Pemerintahan Yang Baik (AAUPB). Selain suatu tindakan atau Keputusan Tata Usaha Negara (KTUN) harus melandaskan peraturan perundang-undangan dan juga dilandasi dengan AAUPB. Menurut Pasal 53 ayat (2) UU PTUN terdapat beberapa asas yaitu : a. asas kepastian hukum, yaitu asas dalam negara hukum yang mengutamakan landasan peraturan perundang-undangan, kepatutan, dan keadilan dalam setiap kebijakan penyelenggara negara. b. asas keterbukaan, yaitu asas yang membuka diri terhadap hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif tentang penyelenggara negara dengan tetap memperhatikan perlindungan atas hak pribadi, golongan, dan rahasia negara.

27 c. asas proporsionalitas, yaitu asas yang mengutamakan keseimbangan antara hak dan kewajiban penyelenggara negara. d. asas profesionalitas, yaitu asas yang mengutamakan keahlian yang berlandaskan kode etik dan ketentuan peraturan perundang-undangan. e. asas akuntabilitas, yaitu asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir dari kegiatan penyelenggara negara harus dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi negara sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sehingga AAUPB dapat menjadi norma pembanding bagi masyarakat dan norma uji bagi hakim dalam memutus apakah suatu tindakan pemerintah dan Keputusan Tata Usaha Negara (KTUN) telah berdaya guna (doelmatigheid) dan berhasil guna (doelreffenheid). Dengan berpatokan kepada AAUPB sebagai asas-asas umum yang dijadikan dasar dan tata cara dalam penyelenggaraan pemerintahan yang baik, dengan demikian penyelenggaraan pemerintahan akan menjadi baik, adil, terhindar dari tindakan penyalahgunaan wewenang dan tindakan sewenangwenang. Aspek prosedur hukum merupakan salah satu syarat penting yang harus dipenuhi oleh suatu keputusan yang diterbitkan oleh badan atau pejabat tata usaha negara. Hal ini yang menjadi dasar putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) untuk membatalkan sertipikat hak atas tanah disebabkan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara telah melakukan perbuatan hukum mengeluarkan keputusan atau ketetapan karena adanya kesalahan yang bersifat prosedur hukum

28 dalam penerbitannya artinya keputusan atau ketetapan tersebut bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dengan ditemukannya kesalahan prosedur menjadikan alasan dasar pengadilan dalam putusannya untuk menyatakan batal (nietig) keputusan tersebut. Prosedur dari sebuah keputusan antara lain berhubungan dengan tata cara atau proses pembentukan ketetapan administrasi dimulai dari persiapan sampai terbentuknya ketetapan administrasi harus sesuai dengan syarat-syarat yang ditentukan. Ketetapan administrasi harus dituangkan dalam bentuk sebagaimana telah ditetapkan dalam peraturan yang menjadi dasar hukum dibentuknya ketetapan administrasi tersebut. Syarat-syarat yang berkaitan dengan pelaksanaan harus dipenuhi. Jangka waktu ditetapkan antara adanya hal-hal atau keadaan yang menyebabkan ketetapan administrasi dan diberikannya ketetapan administrasi tersebut kepada pihak yang mengajukan permohonan untuk mendapatkan ketetapan administrasi tidak boleh dilampaui. Sehingga terdapat 4 (empat) aspek yang harus dipertimbangkan dalam Keputusan Tata Usaha Negara (KTUN) yaitu proses syarat-syarat yang ditentukan peraturan perundang-undangan, bentuk keputusan, syarat pelaksanaan keputusan dan jangka waktu, dan ketentuan pengaturan dalam hukum positif yang bersangkutan. Dengan demikian, apabila suatu keputusan tidak memenuhi prosedur hukum dan cara pembuatannya, maka keputusan tersebut menjadi batal karena tidak memenuhi prosedur hukum atau syarat formal dan bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku (Penjelasan UU PTUN Pasal 53).

29 2.3. Kepastian Hukum Atas Tindakan Pemerintah dalam Proses Pendaftaran Tanah Menurut Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2006 tentang Badan Pertanahan Nasional Pasal 2, bahwa Badan Pertanahan Nasional mempunyai tugas melaksanakan tugas pemerintahan dibidang pertanahan secara nasional, regional, dan sektoral. Kewenangan pelaksanaan pendaftaran tanah dilakukan oleh Badan Pertanahan Nasional. Hal ini berarti sertipikat dibuat oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yaitu Kepala Kantor Pertanahan. Substansi dari tindakan pemerintah mengenai isi dari tindakan atau produk yang dihasilkan berkaitan dengan moral, nilai, dan tata susila. Bahwasannya substansi berkaitan dengan kekuasaan pemerintahan yaitu dalam ruang lingkup hukum administrasi. Kekuasaan yang menjadi ruang lingkup bestuur (pemerintah) adalah diluar regelgeving (pembentukan peraturan) dan rechtspraak (kekuasaan peradilan). Dalam ruang lingkup keabsahan sertipikat mengenai substansi mengatur tentang hubungan hukum antara orang dengan tanah yang kemudian fungsi lainnya mengikuti. Sertipikat yang dikeluarkan melalui cara-cara pendaftaran tanah yang harus dilewati oleh pemohon. Pendaftaran tanah yang dapat memberikan jaminan kepastian hukum mengenai obyek berkaitan erat dengan letak bidang tanah, batas-batas bidang tanah, dan luas bidang tanah. Terdapat syarat bidang tanah yang harus dipenuhi untuk menjamin kepastian hukum, yaitu bidang tanah yang dimohon haknya harus dilakukan kegiatan pengukuran untuk dapat memastikan penetapan batas bidang

30 tanah. Adapun syarat yang dipenuhi agar pendaftaran tanah dapat menjamin kepastian hukum adalah : Tersedianya peta bidang tanah yang merupakan hasil pengukuran secara kadasteral yang dapat dipakai untuk rekonstruksi batas di lapangan dan batas-batasnya merupakan batas yang sah menurut hukum 2. Tersedianya daftar umum bidang-bidang tanah yang dapat membuktikan pemegang hak yang terdaftar sebagai pemegang hak yang sah menurut hukum 3. Terpeliharanya daftar umum pendaftaran tanah yang selalu mutakhir, yakni setiap perubahan data mengenai hak atas tanah peralihan hak tercatat dalam daftar umum. Pemerintah wajib mengusahakan keterbukaan dalam melaksanakan tugas pemerintahannya. Dengan keterbukaan memiliki fungsi sebagai bentuk partisipasi masyarakat sebagai alat bagi warga untuk ikut serta, sebagai pertanggungjawaban umum dan pengawasan bagi pemerintah, dan untuk menjamin kepastian hukum karena pengumuman tersebut dapat diketahui oleh masyarakat. Terhadap peta bidang yang merupakan hasil pengukuran tersebut dapat dikatakan memenuhi kaedah yuridis apabila bidang tanah yang dipetakan batas-batasnya telah dijamin kepastian hukumnya berdasarkan kesepakatan dalam penunjukan batas oleh pemohon dengan tetangga yang berbatasan, ditetapkan oleh pejabat yang berwenang, dan diumumkan secara langsung kepada masyarakat setempat untuk memberikan kesempatan kepada pihak lain menyampaikan keberatan. Dalam ketentuan Pasal 33 ayat (1) Peraturan Pemerintah 24 Tahun 1997 bahwa dalam rangka penyajian data fisik dan data yuridis, Kantor Pertanahan menyelenggarakan tata usaha pendaftaran tanah dalam daftar umum 12 Mhd. Yamin Lubis dan Abd. Rahim Lubis, op.cit, h. 171.

31 yang terdiri dari peta pendaftaran, daftar tanah, surat ukur, buku tanah, dan daftar nama. Pendaftaran hak atas tanah akan menghasilkan peta pendaftaran, surat ukur untuk kepastian tentang letak, batas, dan luas tanah, keterangan dari subyek yang bersangkutan untuk memperoleh kepastian yang berhak atas tanah yang bersangkutan, status daripada haknya serta beban-beban yang berada diatas tanah tersebut dan terakhir menghasilkan sertipikat. Pelaksanaan pendaftaran tanah menurut Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Pasal 1 memberikan jaminan teknis dan jaminan hukum atas haknya. Pelaksanaan pendaftaran tanah meliputi tugas teknis dan tugas administratif. Tugas teknis dikerjakan oleh bagian pengukuran dalam mengolah data teknis yang diukur di lapangan, seperti letak tanah, batas bidang tanah, ketentuan fisik tanah, dan keadaaan bangunan yang ada diatas tanah tersebut. Tugas administrasi termasuk meneliti keabsahan bukti awal, menetapkan, serta memutuskan sebagai alat bukti yang dapat diajukan untuk bukti permulaan. Dan juga memelihara rekaman data pendaftaran dalam suatu daftar yang dapat dipertanggungjawabkan terhadap pihak manapun. Dengan demikian, tujuan ditelitinya alas hak akan memperkokoh keabsahan formalitas data yuridis dan data fisik, sehingga tanah yang dimohon untuk didaftar tersebut baik dan jelas tanpa keraguan untuk memberikan haknya, permohonan tersebut tidak terdapat sengketa kepemilikan, tanah yang dimohon untuk dapat diberikan haknya sesuai yang dimohonkan pemilik tanah, dan tidak ada yang keberatan terhadap kepemilikannya. Hal ini untuk memenuhi ketentuan dalam Pasal 26 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997, diumumkan

32 hasil pengumpulan data fisik dan data yuridis atas bidang tanah tersebut, kemudian dituangkan dalam risalah pemeriksaan data fisik dan data yuridis untuk diumumkan dan disahkan. Pengumuman dilakukan di Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota, Kantor Kepala Desa/Kelurahan atau tempat-tempat lain yang dianggap perlu guna memberikan kesempatan bagi masyarakat yang berkepentingan untuk mengajukan keberatan mengenai data tanah yang telah dikumpulkan dan diumumkan. Pengumuman dilakukan selama 30 (tigapuluh) hari untuk pendaftaran secara sistematik dan 60 (enampuluh hari) untuk pendaftaran tanah secara sporadik. Apabila dalam tenggang waktu yang telah ditentukan tidak ada yang mengajukan keberatan, maka dilakukan pengesahan data fisik dan data yuridis oleh Kepala Kantor Pertanahan. Hal ini sesuai dengan asas publisitas yang dimaksudkan agar pihak-pihak yang berkepentingan mengetahui hasil pengukuran yang telah dilaksanakan dan untuk memberikan kesempatan kepada masyarakat yang dengan itikad baik mengajukan keberatan atas hasil pengukuran tersebut. Pada saat setelah berakhirnya jangka waktu pengumuman tersebut masih terdapat kekuranglengkapan data fisik dilakukan dengan catatan mengenai hal-hal yang belum lengkap karena surat ukurnya masih didasarkan atas batas sementara. Dengan terdaftarnya sesuatu hak berarti sudah terkumpul segala informasi data fisik dan data yuridis atas sesuatu bidang dan dengan telah sempurnanya, maka dibukukan pada buku tanah, meskipun masih ada data yang masih harus dilengkapi. Hal ini bukan merupakan alasan menunda dilakukannya pembuatan berita acara hasil pengumuman data fisik tersebut. Berita acara pengesahan ini dijadikan dasar untuk pembukuan hak atas tanah yang bersangkutan dalam buku

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa peningkatan Pembangunan Nasional yang ber-kelanjutan memerlukan dukungan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa peningkatan Pembangunan Nasional yang berkelanjutan memerlukan dukungan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa peningkatan pembangunan nasional yang berkelanjutan memerlukan dukungan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa peningkatan pembangunan nasional yang berkelanjutan memerlukan dukungan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa peningkatan Pembangunan Nasional yang berkelanjutan memerlukan dukungan

Lebih terperinci

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SALINAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam rangka meningkatkan kualitas

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.292, 2014 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA ADMINISTRASI. Pemerintahan. Penyelengaraan. Kewenangan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5601) UNDANG UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan kualitas penyelenggaraan

Lebih terperinci

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SALINAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pendaftaran Tanah dan Jaminan Kepastian Hukum Hak Atas Tanah Pasal 19 UUPA, mewajibkan pemerintah menyelenggarakan pendaftaran tanah diseluruh wilayah Republik Indonesia menurut

Lebih terperinci

MENTERI NEGARA AGRARIA/KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN MENTERI NEGARA AGRARIA/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG

MENTERI NEGARA AGRARIA/KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN MENTERI NEGARA AGRARIA/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG MENTERI NEGARA AGRARIA/KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN MENTERI NEGARA AGRARIA/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PENYELENGARAAN PENDAFTARAN TANAH SISTEMATIK DI DAERAH

Lebih terperinci

Pdengan Persetujuan Bersama

Pdengan Persetujuan Bersama info kebijakan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang ADMINISTRASI PEMERINTAHAN A. LATAR BELAKANG ada tanggal 17 Oktober 2014 Pdengan Persetujuan Bersama Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia,

Lebih terperinci

Jurnal Cepalo Volume 1, Nomor 1, Desember 2017 LEGALISASI ASET PEMERINTAH DAERAH MELALUI PENDAFTARAN TANAH DI KABUPATEN PRINGSEWU. Oleh.

Jurnal Cepalo Volume 1, Nomor 1, Desember 2017 LEGALISASI ASET PEMERINTAH DAERAH MELALUI PENDAFTARAN TANAH DI KABUPATEN PRINGSEWU. Oleh. Jurnal Cepalo Volume 1, Nomor 1, Desember 2017 113 LEGALISASI ASET PEMERINTAH DAERAH MELALUI PENDAFTARAN TANAH DI KABUPATEN PRINGSEWU Oleh Suhariyono 1 ABSTRAK: Hasil penelitian ini menunjukkan: (1) Legalisasi

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan kualitas

Lebih terperinci

BAB III PRAKTEK PENDAFTARAN TANAH PEMELIHARAAN DATA DENGAN MENGGUNAKAN SURAT KUASA JUAL

BAB III PRAKTEK PENDAFTARAN TANAH PEMELIHARAAN DATA DENGAN MENGGUNAKAN SURAT KUASA JUAL 1 BAB III PRAKTEK PENDAFTARAN TANAH PEMELIHARAAN DATA DENGAN MENGGUNAKAN SURAT KUASA JUAL 3.1. PENGERTIAN PENDAFTARAN TANAH Secara general, pendaftaran tanah adalah suatu kegiatan administrasi yang dilakukan

Lebih terperinci

PENDAFTARAN TANAH. Dosen: Dr. Suryanti T. Arief, SH., MKn., MBA

PENDAFTARAN TANAH. Dosen: Dr. Suryanti T. Arief, SH., MKn., MBA PENDAFTARAN TANAH Dosen: Dr. Suryanti T. Arief, SH., MKn., MBA LATAR BELAKANG PENDAFTARAN TANAH Belum tersedia Hukum Tanah Tertulis yang Lengkap dan Jelas Belum diselenggarakan Pendaftaran Tanah yang Efektif

Lebih terperinci

*35279 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 24 TAHUN 1997 (24/1997) TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

*35279 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 24 TAHUN 1997 (24/1997) TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Copyright (C) 2000 BPHN PP 24/1997, PENDAFTARAN TANAH *35279 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 24 TAHUN 1997 (24/1997) TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

Makalah Peradilan Tata Usaha Negara BAB I PENDAHULUAN

Makalah Peradilan Tata Usaha Negara BAB I PENDAHULUAN Makalah Peradilan Tata Usaha Negara BAB I PENDAHULUAN Peradilan Tata Usaha Negara merupakan salah satu peradilan di Indonesia yang berwenang untuk menangani sengketa Tata Usaha Negara. Berdasarkan Undang-Undang

Lebih terperinci

MENTERI NEGARA AGRARIA/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN MENTERI NEGARA AGRARIA/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 3 TAHUN 1995 TENTANG

MENTERI NEGARA AGRARIA/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN MENTERI NEGARA AGRARIA/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 3 TAHUN 1995 TENTANG MENTERI NEGARA AGRARIA/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN MENTERI NEGARA AGRARIA/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 3 TAHUN 1995 TENTANG PENYELENGARAAN PENDAFTARAN TANAH SECARA SISTEMATIK

Lebih terperinci

PENDAFTARAN TANAH RH

PENDAFTARAN TANAH RH PENDAFTARAN TANAH RH Menurut Boedi Harsono yang dimaksud dengan pendaftaran tanah adalah : Merupakan suatu rangkaian kegiatan yang dilakukan secara teratur, terus menerus untuk mengumpulkan, menghimpun

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa peraturan tentang Perseroan Terbatas sebagaimana diatur dalam Kitab Undangundang

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace dicabut: UU 40-2007 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 13, 1995 ( Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3587) UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENDAFTARAN TANAH. A. Pengertian dan dasar hukum pendaftaran tanah

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENDAFTARAN TANAH. A. Pengertian dan dasar hukum pendaftaran tanah 34 BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENDAFTARAN TANAH A. Pengertian dan dasar hukum pendaftaran tanah Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960 mengatur tentang Pendaftaran Tanah yang terdapat di dalam

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG

PERATURAN KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PERATURAN KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PELIMPAHAN KEWENANGAN PEMBERIAN HAK ATAS TANAH DAN KEGIATAN PENDAFTARAN TANAH TERTENTU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB II LAHIRNYA HAK KEBENDAAN PADA HAK TANGGUNGAN SEBAGAI OBYEK JAMINAN DALAM PERJANJIAN KREDIT

BAB II LAHIRNYA HAK KEBENDAAN PADA HAK TANGGUNGAN SEBAGAI OBYEK JAMINAN DALAM PERJANJIAN KREDIT 56 BAB II LAHIRNYA HAK KEBENDAAN PADA HAK TANGGUNGAN SEBAGAI OBYEK JAMINAN DALAM PERJANJIAN KREDIT 1. Hak Tanggungan sebagai Jaminan atas Pelunasan Suatu Utang Tertentu Suatu perjanjian utang-piutang umumnya

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa peraturan tentang Perseroan Terbatas sebagaimana

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI NEGARA AGRARIA/KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

KEPUTUSAN MENTERI NEGARA AGRARIA/KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL KEPUTUSAN MENTERI NEGARA AGRARIA/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 21 TAHUN 1994 TENTANG TATA CARA PEROLEHAN TANAH BAGI PERUSAHAAN DALAM RANGKA PENANAMAN MODAL MENTERI NEGARA AGRARIA/KEPALA BADAN

Lebih terperinci

MENTERI NEGARA AGRARIA/KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

MENTERI NEGARA AGRARIA/KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL MENTERI NEGARA AGRARIA/KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN METERI NEGARA AGRARIA/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN DAN PEMBATALAN HAK ATAS TANAH NEGARA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa peraturan tentang Perseroan Terbatas sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-undang

Lebih terperinci

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL - 1 - MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENYELESAIAN

Lebih terperinci

RESUME KUTIPAN BUKU LETER C SEBAGAI ALAT BUKTI PERSIL TERHADAP SERTIFIKAT GANDA

RESUME KUTIPAN BUKU LETER C SEBAGAI ALAT BUKTI PERSIL TERHADAP SERTIFIKAT GANDA RESUME KUTIPAN BUKU LETER C SEBAGAI ALAT BUKTI PERSIL TERHADAP SERTIFIKAT GANDA BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Kepemilikan tanah merupakan hak asasi dari setiap warga negara Indonesia yang diatur

Lebih terperinci

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 1 TAHUN 1995 (1/1995) Tanggal: 7 MARET 1995 (JAKARTA)

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 1 TAHUN 1995 (1/1995) Tanggal: 7 MARET 1995 (JAKARTA) Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 1 TAHUN 1995 (1/1995) Tanggal: 7 MARET 1995 (JAKARTA) Sumber: LN 1995/13; TLN NO. 3587 Tentang: PERSEROAN TERBATAS Indeks: PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

Diskresi dalam UU Administrasi Pemerintahan. Prof. Denny Indrayana, S.H., LL.M., Ph.D.

Diskresi dalam UU Administrasi Pemerintahan. Prof. Denny Indrayana, S.H., LL.M., Ph.D. Diskresi dalam UU Administrasi Pemerintahan Prof. Denny Indrayana, S.H., LL.M., Ph.D. Dasar Hukum Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan. Diundangkan 17 Oktober 2014, tiga

Lebih terperinci

KEPASTIAN HUKUM SERTIPIKAT HAK ATAS TANAH BERDASARKAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 24 TAHUN 1997

KEPASTIAN HUKUM SERTIPIKAT HAK ATAS TANAH BERDASARKAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 24 TAHUN 1997 DIH, Jurnal Ilmu Hukum Agustus 2014, Vol. 10, No. 20, Hal. 76-82 KEPASTIAN HUKUM SERTIPIKAT HAK ATAS TANAH BERDASARKAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 24 TAHUN 1997 Bronto Susanto Alumni Fakultas Hukum Untag

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL, PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2016 TENTANG PERCEPATAN PROGRAM NASIONAL AGRARIA MELALUI PENDAFTARAN TANAH SISTEMATIS DENGAN

Lebih terperinci

Agraria Isi dan Pelaksanaannya, Ed. Revisi. Cet.8, (Jakarta, Djambatan, 1999), hal.18.

Agraria Isi dan Pelaksanaannya, Ed. Revisi. Cet.8, (Jakarta, Djambatan, 1999), hal.18. 9 BAB 2 PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEMILIK HAK ATAS TANAH DALAM HAL PENGAJUAN PERMOHONAN HAK ATAS TANAH (Tinjauan Yuridis Terhadap Putusan No. 138/G/2007/PTUN.JKT) 2.1 LANDASAN TEORI 2.1.1 Hak- Hak Atas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sedangkan jumlah luas tanah yang dapat dikuasai oleh manusia terbatas

BAB I PENDAHULUAN. sedangkan jumlah luas tanah yang dapat dikuasai oleh manusia terbatas 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanah sangat erat sekali hubungannya dengan kehidupan manusia. Setiap orang tentu memerlukan tanah. bahkan bukan hanya dalam kehidupannya, untuk mati pun manusia masih

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Tentang Hak Guna Bangunan 1. Pengertian Hak Guna Bangunan Hak Guna Bangunan adalah salah satu hak atas tanah lainnya yang diatur dalam Undang Undang Pokok Agraria.

Lebih terperinci

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 7 TAHUN 2017 TENTANG PENGATURAN DAN TATA CARA PENETAPAN

Lebih terperinci

BAB III KEDUDUKAN HUKUM TANAH OBYEK SENGKETA Sengketa yang Timbul Sebagai Akibat dari Kelalaian dalam Proses Penerbitan Sertifikat Hak Pakai

BAB III KEDUDUKAN HUKUM TANAH OBYEK SENGKETA Sengketa yang Timbul Sebagai Akibat dari Kelalaian dalam Proses Penerbitan Sertifikat Hak Pakai 14 BAB III KEDUDUKAN HUKUM TANAH OBYEK SENGKETA 3.1. Sengketa yang Timbul Sebagai Akibat dari Kelalaian dalam Proses Penerbitan Sertifikat Hak Pakai Pentingnya kegiatan pendaftaran tanah telah dijelaskan

Lebih terperinci

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA BLOKIR

Lebih terperinci

MENTERI NEGARA AGRARIA/KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

MENTERI NEGARA AGRARIA/KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL MENTERI NEGARA AGRARIA/KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN METERI NEGARA AGRARIA/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN DAN PEMBATALAN HAK ATAS TANAH NEGARA

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN PENGKAJIAN DAN PENANGANAN KASUS PERTANAHAN

PERATURAN KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN PENGKAJIAN DAN PENANGANAN KASUS PERTANAHAN Draft 16 Agustus 2010 Jam 08.10 WIB PERATURAN KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN PENGKAJIAN DAN PENANGANAN KASUS PERTANAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

Lex Privatum Vol. V/No. 9/Nov/2017

Lex Privatum Vol. V/No. 9/Nov/2017 PENDAFTARAN TANAH MENGGUNAKAN SISTEM PUBLIKASI NEGATIF YANG MENGANDUNG UNSUR POSITIF MENURUT PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH 1 Oleh: Anastassia Tamara Tandey 2 ABSTRAK

Lebih terperinci

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun No.1112, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-ATR/BPN. Blokir dan Sita. PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2017 TENTANG

Lebih terperinci

TINJAUAN HUKUM TENTANG DISKRESI PEJABAT PEMERINTAHAN, LARANGAN PENYALAHGUNAAN WEWENANG TERKAIT DISKRESI MENURUT UUAP

TINJAUAN HUKUM TENTANG DISKRESI PEJABAT PEMERINTAHAN, LARANGAN PENYALAHGUNAAN WEWENANG TERKAIT DISKRESI MENURUT UUAP TINJAUAN HUKUM TENTANG DISKRESI PEJABAT PEMERINTAHAN, LARANGAN PENYALAHGUNAAN WEWENANG TERKAIT DISKRESI MENURUT UUAP Sumber: http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt57b510afc8b68/bahasa-hukum--diskresi-pejabatpemerintahan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 16 TAHUN 2001 (16/2001) TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 16 TAHUN 2001 (16/2001) TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 16 TAHUN 2001 (16/2001) TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pendirian Yayasan di Indonesia selama

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. menurut ketentuan yang diatur dengan peraturan pemerintah. Peraturan

II. TINJAUAN PUSTAKA. menurut ketentuan yang diatur dengan peraturan pemerintah. Peraturan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Pendaftaran Tanah Pasal 19 ayat (1) UUPA menetapkan bahwa untuk menjamin kepastian hukum hak atas tanah diadakan pendaftaran tanah di seluruh Wilayah Republik Indonesia

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG DESAIN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG DESAIN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG DESAIN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kekayaan budaya dan etnis bangsa

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, 1 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pendirian Yayasan di Indonesia selama ini dilakukan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa pendirian Yayasan di Indonesia selama ini dilakukan berdasarkan kebiasaan dalam masyarakat,

Lebih terperinci

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN BERACARA DALAM SENGKETA PENETAPAN LOKASI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM PADA PERADILAN TATA USAHA NEGARA DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BERITA NEGARA. BADAN PERTANAHAN NASIONAL. Surveyor. Berlisensi. Pengukuran. Pemetaan. Pencabutan. PERATURAN KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

BERITA NEGARA. BADAN PERTANAHAN NASIONAL. Surveyor. Berlisensi. Pengukuran. Pemetaan. Pencabutan. PERATURAN KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL No.1013, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BADAN PERTANAHAN NASIONAL. Surveyor. Berlisensi. Pengukuran. Pemetaan. Pencabutan. PERATURAN KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN

Lebih terperinci

Sumber Berita : Sengketa di Atas Tanah 1,5 Juta Meter Persegi, Forum Keadilan, Edisi 24-30 Agustus 2015. Catatan : Menurut Yahya Harahap dalam Buku Hukum Acara Perdata halaman 418, Eksepsi secara umum

Lebih terperinci

DISUSUN OLEH: FARIDA RIANINGRUM Rombel 05

DISUSUN OLEH: FARIDA RIANINGRUM Rombel 05 MAKALAH ASAS-ASAS UMUM PEMERINTAHAN YANG BAIK Menganalisis pelanggaran AAUPB terhadap Surat Keputusan Gubernur Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 2238 Tahun 2014 tentang Pemberian Izin Pelaksanaan Reklamasi

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA nomor 1 tahun 1995 tentang PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA nomor 1 tahun 1995 tentang PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA nomor 1 tahun 1995 tentang PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa peraturan tentang Perseroan Terbatas sebagaimana

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 24 TAHUN 2009 TENTANG

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 24 TAHUN 2009 TENTANG 1 BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 24 TAHUN 2009 TENTANG MEKANISME PENYELESAIAN SENGKETA PEMILIHAN UMUM KEPALA DAERAH DAN WAKIL KEPALA DAERAH

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SLEMAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 7 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDAFTARAN PENDUDUK DAN PENCATATAN SIPIL

PEMERINTAH KABUPATEN SLEMAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 7 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDAFTARAN PENDUDUK DAN PENCATATAN SIPIL PEMERINTAH KABUPATEN SLEMAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 7 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDAFTARAN PENDUDUK DAN PENCATATAN SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SLEMAN, Menimbang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk memajukan industri yang mampu bersaing

Lebih terperinci

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 T a h u n Tentang Desain Industri

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 T a h u n Tentang Desain Industri Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 T a h u n 2 000 Tentang Desain Industri DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk memajukan industri yang mampu

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.179, 2017 KEMEN-ATR/BPN. Percepatan Pendaftaran Tanah Sistematika Lengkap. Perubahan. PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK

Lebih terperinci

1 / 25 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Y A Y A S A N Diubah Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Yayasan DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2016 TENTANG SURVEYOR KADASTER

Lebih terperinci

PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 25 TAHUN 2009 TENTANG

PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 25 TAHUN 2009 TENTANG 1 PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 25 TAHUN 2009 TENTANG PENGAWASAN PEMUNGUTAN DAN PENGHITUNGAN SUARA DI TEMPAT PEMUNGUTAN SUARA DALAM PEMILIHAN UMUM KEPALA DAERAH DAN WAKIL KEPALA DAERAH

Lebih terperinci

TANGGUNG JAWAB BPN TERHADAP SERTIPIKAT YANG DIBATALKAN PTUN 1 Oleh : Martinus Hadi 2

TANGGUNG JAWAB BPN TERHADAP SERTIPIKAT YANG DIBATALKAN PTUN 1 Oleh : Martinus Hadi 2 TANGGUNG JAWAB BPN TERHADAP SERTIPIKAT YANG DIBATALKAN PTUN 1 Oleh : Martinus Hadi 2 ABSTRAK Secara konstitusional UUD 1945 dalam Pasal 33 ayat (3) yang menyatakan bahwa Bumi, air, ruang angkasa serta

Lebih terperinci

Kompilasi UU No 28 Tahun 2004 dan UU No16 Tahun 2001

Kompilasi UU No 28 Tahun 2004 dan UU No16 Tahun 2001 Kompilasi UU No 28 Tahun 2004 dan UU No16 Tahun 2001 UU Tentang Yayasan BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan : 1. Yayasan adalah badan hukum yang terdiri atas kekayaan

Lebih terperinci

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2016 TENTANG PERCEPATAN PELAKSANAAN

Lebih terperinci

JURNAL KARYA ILMIAH. KEKUATAN HUKUM SERTIPIKAT HAK MILIK SEBAGAI ALAT BUKTI KEPEMILIKAN (STUDI KASUS TANAH DI PENGADILAN NEGERI MATARAM) Cover

JURNAL KARYA ILMIAH. KEKUATAN HUKUM SERTIPIKAT HAK MILIK SEBAGAI ALAT BUKTI KEPEMILIKAN (STUDI KASUS TANAH DI PENGADILAN NEGERI MATARAM) Cover JURNAL KARYA ILMIAH KEKUATAN HUKUM SERTIPIKAT HAK MILIK SEBAGAI ALAT BUKTI KEPEMILIKAN (STUDI KASUS TANAH DI PENGADILAN NEGERI MATARAM) Cover Oleh: I MADE ARIWANGSA WIRYANATHA D1A 111 109 FAKULTAS HUKUM

Lebih terperinci

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL, PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2016 TENTANG PERCEPATAN PROGRAM NASIONAL AGRARIA MELALUI PENDAFTARAN TANAH SISTEMATIS DENGAN

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PERATURAN KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PELIMPAHAN KEWENANGAN PEMBERIAN HAK ATAS TANAH DAN KEGIATAN PENDAFTARAN TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

Praktek Beracara di Pengadilan Tata Usaha Negara

Praktek Beracara di Pengadilan Tata Usaha Negara Praktek Beracara di Pengadilan Tata Usaha Negara Bagian Pertama : Gugatan Oleh Ayi Solehudin Pendahuluan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) merupakan salah satu pilar peradilan dari empat peradilan yang

Lebih terperinci

JURNAL PELAKSANAAN PEMBERIAN HAK MILIK DARI TANAH NEGARA DAN PERLINDUNGAN HUKUMNYA DI KABUPATEN KUTAI TIMUR PROVINSI KALIMANTAN TIMUR.

JURNAL PELAKSANAAN PEMBERIAN HAK MILIK DARI TANAH NEGARA DAN PERLINDUNGAN HUKUMNYA DI KABUPATEN KUTAI TIMUR PROVINSI KALIMANTAN TIMUR. JURNAL PELAKSANAAN PEMBERIAN HAK MILIK DARI TANAH NEGARA DAN PERLINDUNGAN HUKUMNYA DI KABUPATEN KUTAI TIMUR PROVINSI KALIMANTAN TIMUR Diajukan Oleh: Novi Feniyati NPM : 100510447 Program Studi : Ilmu Hukum

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENGAJUAN KEBERATAN DAN PENITIPAN GANTI KERUGIAN KE PENGADILAN NEGERI DALAM PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN

Lebih terperinci

2016, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Agraria dan Tata

2016, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Agraria dan Tata No.1275, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-ATR/BPN. PRONA. Percepatan. PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2016 TENTANG

Lebih terperinci

BAB 2 PEMBAHASAN. 2.1 Pendaftaran Tanah

BAB 2 PEMBAHASAN. 2.1 Pendaftaran Tanah BAB 2 PEMBAHASAN 2.1 Pendaftaran Tanah 2.1.1 Pengertian Pendaftaran Tanah UUPA merupakan peraturan dasar yang mengatur penguasaan, pemilikan, peruntukan, penggunaan, dan pengendalian pemanfaatan tanah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Tanah merupakan salah satu faktor penting yang sangat erat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Tanah merupakan salah satu faktor penting yang sangat erat BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Tanah merupakan salah satu faktor penting yang sangat erat hubungannya dengan kehidupan manusia di jaman modern saat ini. Hal ini terlihat dari ketergantungan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tanah merupakan kebutuhan hidup manusia yang sangat mendasar dan penting dalam kehidupan manusia, sehingga dalam melaksanakan aktivitas dan kegiatannya manusia

Lebih terperinci

BAB III KEWENANGAN HAKIM TATA USAHA NEGARA MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 9 TAHUN 2004

BAB III KEWENANGAN HAKIM TATA USAHA NEGARA MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 9 TAHUN 2004 BAB III KEWENANGAN HAKIM TATA USAHA NEGARA MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 9 TAHUN 2004 A. Kedudukan dan Tanggung Jawab Hakim Pada pasal 12 ayat 1 undang-undang No 9 tahun 2004 disebutkan bahwa hakim pengadilan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA NOMOR : KEP 02/BAPMI/ TENTANG PERATURAN DAN ACARA BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA

KEPUTUSAN BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA NOMOR : KEP 02/BAPMI/ TENTANG PERATURAN DAN ACARA BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA KEPUTUSAN BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA NOMOR : KEP 02/BAPMI/11.2009 TENTANG PERATURAN DAN ACARA BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB IV. A. Analisis Hukum Mengenai Implementasi Undang-Undang Nomor 5. Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria

BAB IV. A. Analisis Hukum Mengenai Implementasi Undang-Undang Nomor 5. Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI PERAN PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH DALAM PERALIHAN HAK ATAS TANAH TERHADAP WARGA NEGARA ASING BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1960 TENTANG PERATURAN DASAR POKOK-POKOK

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEORITIS. Wakaf merupakan perbuatan hukum Wakif untuk memisahkan atau

BAB III TINJAUAN TEORITIS. Wakaf merupakan perbuatan hukum Wakif untuk memisahkan atau 26 BAB III TINJAUAN TEORITIS A. Wakaf dan Tujuannya Wakaf merupakan perbuatan hukum Wakif untuk memisahkan atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penghidupan masyarakat, bukan hanya aspek hubungan sosial-ekonomis, tetapi

BAB I PENDAHULUAN. penghidupan masyarakat, bukan hanya aspek hubungan sosial-ekonomis, tetapi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Sebagian besar masyarakat Indonesia masih berangganggapan bahwa tanah mempunyai peran yang sangat penting dalam kehidupan. Tanah mempunyai fungsi dan

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS TENTANG PENGGUNAAN SURAT KETERANGAN WARIS UNTUK PENDAFTARAN TANAH SILVANA MUKTI DJAYANTI / D ABSTRAK

TINJAUAN YURIDIS TENTANG PENGGUNAAN SURAT KETERANGAN WARIS UNTUK PENDAFTARAN TANAH SILVANA MUKTI DJAYANTI / D ABSTRAK TINJAUAN YURIDIS TENTANG PENGGUNAAN SURAT KETERANGAN WARIS UNTUK PENDAFTARAN TANAH SILVANA MUKTI DJAYANTI / D 101 09 389 ABSTRAK Penulisan yang diberi judul Tinjauan Yuridis tentang Penggunaan Surat Keterangan

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG UNDANG RANCANGAN UNDANG UNDANG

RANCANGAN UNDANG UNDANG RANCANGAN UNDANG UNDANG RUU-AP VERSI NOVEMBER 2007 (SARAN RAPAT RANCANGAN UNDANG UNDANG NOMOR TAHUN TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa sesuai dengan

Lebih terperinci

KODE ETIK P O S B A K U M A D I N

KODE ETIK P O S B A K U M A D I N KODE ETIK P O S B A K U M A D I N PEMBUKAAN Bahwa pemberian bantuan hukum kepada warga negara yang tidak mampu merupakan kewajiban negara (state obligation) untuk menjaminnya dan telah dijabarkan dalam

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA

KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2007 TENTANG PANITIA PEMERIKSAAN TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.3, 2014 HUKUM. Notaris. Jabatan. Jasa Hukum. Perubahan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5491) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan Teks tidak dalam format asli. LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 112, 2001 Kehakiman. Keuangan. Yayasan. Bantuan. Hibah. Wasiat. (Penjelasan dalam Tambahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Pendaftaran tanah sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 19 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria menetapkan Peraturan Pemerintah

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENGENAAN SANKSI ADMINISTRATIF KEPADA PEJABAT PEMERINTAHAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENGENAAN SANKSI ADMINISTRATIF KEPADA PEJABAT PEMERINTAHAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENGENAAN SANKSI ADMINISTRATIF KEPADA PEJABAT PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

PENDAFTARAN TANAH PERTAMA KALI SECARA SPORADIK MELALUI PENGAKUAN HAK. Oleh Bambang Eko Muljono Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Lamongan ABSTRAK

PENDAFTARAN TANAH PERTAMA KALI SECARA SPORADIK MELALUI PENGAKUAN HAK. Oleh Bambang Eko Muljono Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Lamongan ABSTRAK PENDAFTARAN TANAH PERTAMA KALI SECARA SPORADIK MELALUI PENGAKUAN HAK Oleh Bambang Eko Muljono Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Lamongan ABSTRAK Pasal 19 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 17 TAHUN 2009 TENTANG

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 17 TAHUN 2009 TENTANG BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 17 TAHUN 2009 TENTANG TATA TERTIB BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BADAN PENGAWAS

Lebih terperinci

BAB II PROSEDUR PENERBITAN SERTIPIKAT HAK MILIK ATAS TANAH. teknis untuk suatu record (rekaman), menunjukkan kepada luas, nilai dan

BAB II PROSEDUR PENERBITAN SERTIPIKAT HAK MILIK ATAS TANAH. teknis untuk suatu record (rekaman), menunjukkan kepada luas, nilai dan 22 BAB II PROSEDUR PENERBITAN SERTIPIKAT HAK MILIK ATAS TANAH A. Pendaftaran Tanah 1. Pengertian pendaftaran tanah Pendaftaran berasal dari kata cadastre (bahasa Belanda Kadaster) suatu istilah teknis

Lebih terperinci

NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN

NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN Menimbang : DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa pendirian Yayasan di Indonesia selama ini dilakukan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pendirian Yayasan di Indonesia selama ini

Lebih terperinci

KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA

KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2007 TENTANG KETENTUAN PELAKSANAAN PERATURAN PRESIDEN NOMOR 36 TAHUN 2005

Lebih terperinci

KOMPETENSI PENGADILAN TATA USAHA NEGARA DALAM SISTEM PERADILAN DI INDONESIA

KOMPETENSI PENGADILAN TATA USAHA NEGARA DALAM SISTEM PERADILAN DI INDONESIA KOMPETENSI PENGADILAN TATA USAHA NEGARA DALAM SISTEM PERADILAN DI INDONESIA Oleh : H. Yodi Martono Wahyunadi, S.H., MH. I. PENDAHULUAN Dalam Pasal 24 Undang-Undang Dasar 1945 sekarang (hasil amandemen)

Lebih terperinci