ANALISIS PENAWARAN DAN PERMINTAAN JAGUNG UNTUK PAKAN DI INDONESIA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS PENAWARAN DAN PERMINTAAN JAGUNG UNTUK PAKAN DI INDONESIA"

Transkripsi

1 ANALISIS PENAWARAN DAN PERMINTAAN JAGUNG UNTUK PAKAN DI INDONESIA I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jagung merupakan salah satu komoditas utama tanaman pangan sebagai sumber karbohidrat kedua setelah beras yang sangat berperan dalam menunjang ketahanan pangan. Fungsi demikian menempatkan posisi jagung dalam diversifikasi konsumsi dan mengurangi ketergantungan terhadap makanan pokok beras. Selain sebagai bahan komsumsi, jagung sangat berperan dalam industri pakan dan juga industri pangan yang memerlukan pasokan terbesar dibanding untuk konsumsi langsung. Kebutuhan jagung untuk industri setiap tahun terus meningkat secara signifikant. Dalam kurun lima tahun terakhir, kebutuhan jagung untuk bahan industri pakan ternak, makanan dan minuman terus meningkat sekitar 10%-15% setiap tahun. Sebagai gambaran pada tahun 2004 dibutuhkan bahan baku jagung untuk pakan ternak skala besar sekitar 4,5 juta ton dan pada tahun 2006 dibutuhkan sekitar 7 juta ton bahan baku jagung. Ketersediaan pasokan jagung akan sangat mempengaruhi industri peternakan secara luas. Bila pasokan bahan baku jagung mengalami kelangkaan akan berakibat pada stagnasi ketersediaan pakan ternak. Sebaliknya dengan adanya kecukupan bahan baku jagung akan mendorong kelancaran ketersediaan pakan ternak. Ini berarti jagung sangat berpengaruh terhadap kinerja pembangunan peternakan dan penyediaan protein hewani yang sangat dibutuhkan dalam meningkatkan kualitas sumberdaya manusia. Banyaknya keterkaitan jagung dengan usaha agribisnis yang terkait lainnya akan mendorong peningkatan penyerapan tenaga kerja serta pemerataan pembangunan dan sekaligus pengurangan kemiskinan di pedesaan. Kedepan, peranan tersebut diperkirakan akan makin meningkat seiring dengan makin berkembangnya industri pakan dan industri makanan serta usaha lainnya yang terkait dengan jagung. Mengingat pentingnya peranan jagung, maka bagi Indonesia, dengan jumlah penduduk yang banyak dan industri peternakan dan industri pakan yang berkembang cukup pesat sangat beralasan untuk memprioritaskan pengembangan jagung. Selain untuk mencukupi kebutuhan dalam negeri, juga berpeluang untuk diekspor ke pasar internasional. Pemenuhan kebutuhan jagung bila mengandalkan impor akan berisiko tinggi, dan akan berdampak terhadap indutri peternakan (pakan) dalam negeri. Fluktuasi ketersediaan dan harga pakan ternak yang sering muncul di Indonesia, salah satu penyebabnya adalah kiarena pengaruh fluktuasi pasokan bahan baku jagung. Oleh karena itu, diperlukan upaya terus menerus untuk meningkatkan produksi jagung dalam negeri. Bila dipandang dari sisi produksinya, selama periode waktu , perkembangan produksinya tidaklah terlalu tinggi yaitu sebesar 4,64 persen per tahun, ayitu dari 9.68 juta ton menjadi juta ton. Oleh karena itu, untuk mencukup berbagai kebutuhan (untuk makanan konsumsi langsung, bahan baku industri olahan dan terutama bahan baku pakan ternak), maka impor jagung dilakukan yang besarnya mencapai 1,78 juta ton (1986). Masih rendahnya kinerja produksi disebabkan oleh masih rendahnya produktivitas jagung nasional yaitu sekitar 3.67 ton/ha. Sementara luas areal panen relatif tetap, dimana pada tahun 2007 seluas 273,61 ribu ha. Hal ini sebabkan oleh sebagian besar petani masih menggunakan bibit varietas lokal. Padahal dengan varietas hibrida produkitvitas usahatani jagung dapat mencapai 5-10 ton per hektar (Suryana et al., 1997). Ini berarti petani belum 1

2 memanfaatkan potensi produksi dan tentunya juga potensi pendapatan yang tersedia dalam teknologi jagung hibrida. Keenganan petani untuk memanfaatkan teknologi produksi jagung hibrida ini disebabkan oleh beberapa hal, antara lain (Hadi et al., 1993): (1) harga bibit hibrida mahal dan hanya dapat ditanam sekali, (2) kebutuhan pupuk lebih banyak, sehingga biaya produksinya menjadi tinggi, (3) umurnya lebih panjang, dan (4) menghendaki lahan yang relatif subur. Sementara Bastari (1988) menemukan bahwa keengganan petani menggunkan bibit hibrida disebabkan: (1) lemahnya permodalan petani sehingga tidak tersedia modal untuk membeli benih, pupuk dan obat-oabatan yang dibutuhkan, dan (2) sering terlambatnya suplai benih sehingga tidak tepat waktu tanamnya. Akibatnya produksi jagung yang dihasilkan tidak sesuai dengan yang diharapkan. Selain itu, rendahnya pertumbuhan jagung domestik tidak terlepas dari kurangnya rangsangan produksi yang diberikan oleh pasar kepada petani jagung. Harga jagung yang sering rendah dan cenderung ditentukan sepihak oleh pabrik pakan/pedagang, tidak memberi rangsangan yang cukup kepada petani untuk menggunakan teknologi produksi yang lebih baik, sehingga produktivitasnya sangat rendah. Harga jagung yang rendah juga tidak merangsang petani untuk menanam jagung dalam areal yang lebih luas. Akibatnya secara keseluruhan produksi jagung relatif stagnan, bahkan di beberapa daerah cenderung menurun. Lambatnya produksi jagung secara nasional disatu sisi dan pesatnya pertumbuhan konsumsi jagung disisi lain, akan menyebabkan terjadinya ketimpangan pemenuhan kebutuhan jagung. Keadaan ini akan mendorong terjadinya kenaikan harga jagung di pasar domestik, sehingga perbedaan antara harga domestik dan harga dunia akan semakin besar. Akibatnya impor jagung Indonesia akan cenderung meningkat, guna memenuhi kekurangan produksi atas kebutuhan dalam negeri. Bila peningkatan impor tidak terkendali, maka akan menyebabkan terkurasnya devisa negara yang saat ini cadangannya sangat terbatas, serta dapat menjatuhkan harga jagung domestik yang harganya relatif rendah. Permintaan jagung untuk pemenuhan kebutuhan pangan dan bahan baku pakan semakin meningkat dari tahun ke tahunnya. Sementara itu, poduksi jagung nasional masih belum mampu untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Untuk menutup kekurangan yang jumlahnya cukup besar, maka Indonesia melakukan impor jagung dari negara lain, yang kecenderungannya dari tahun ke tahun semakin meningkat. Jika impor jagung semakin besar, maka akan memboroskan cadangan devisa Indonesia yang jumlahnya sangat terbatas. Selain itu, tidak terkendalinya impor jagung akan dapat mematikan petani jagung Indonesia, karena usahatani jagung Indonesia yang tradisional harus menghadapi usahatani jagung negara maju (seperti negara Amerika Serikat sebagai eksportir utama jagung ) Tujuan Kajian Kajian ini bertujuan untuk : (1) menganalisis kinerja penawaran jagung nasional, (2) menganalisis kinerja permintaan jagung melalui pendekatan populasi ternak dan produksi pabrik pakan, dan (3) memproyeksikan populasi ternak serta kebutuhan jagung untuk pakan ternak. II. KINERJA PENAWARAN JAGUNG NASIONAL 2.1. Pertumbuhan Areal dan Produksi Berdasarkan Propinsi Dalam 10 Tahun Ter- Akhir. Selama kurun waktu , trend perkembangan luas panen, produksi dan produktivitas jagung secara nasional menunjukkan peningkatan masing-masing sebesar 2,59 %/tahun, 7,16 %/tahun dan 4,44 %/tahun. Dengan demikian laju peningkatan produksi jagung 2

3 nasional lebih dominan terpacu karena peningkatan teknologi (produktivitas) dalam budidaya jagung nasional. Pada tahun 2010, luas panen jagung nasional mencapai 4,22 juta hektar dengan tingkat produksi dan produktivitasnya masing-masing mencapai 18,12 juta ton dan 4,29 ton/ha. Sentra produksi jagung di Indonesia yaitu terdapat di Propinsi Jawa Timur, Jawa Tengah, Lampung, Sulawesi Selatan, Jawa Barat, Sumatera Utara dan NTT (Badan Litbang Pertanian, 2005). Bahkan dalam perkembangan, seperti disajikan pada Tabel lampiran 1 bahwa dalam tahun 2009 serta tahun 2010 selain sentra produksi diatas juga terdapat sentra produksi lainnya yang juga dominan yaitu Propinsi Sulawesi Utara dan Gorontalo. Di Pulau Jawa, 2 propinsi yang paling dominan luas panen jagung yaitu Propinsi Jawa Timur (1,3 juta ha) dan Jawa Tengah (681,78 ribu ha), dengan tingkat produksi masing-masing sebesar 5,23 juta ton dan 3,31 juta ton. Adapun di Luar Jawa, 2 propinsi yang paling dominan luas panen jagung adalah Propinsi Lampung (432,76 ribu ha) dan Propinsi Sulawesi Selatan (302,39 ribu ha), dengan tingkat produksinya masing-masing sebesar 2,06 juta ton dan 1,41 juta ton. Produktivitas jagung di Propinsi Jawa Timur dan Jawa Tengah masing-masing sebesar 4,06 dan 4,86 ton/ha, sedangkan Produktivitas jagung di Propinsi Lampung dan Sulawesi Selatan adalah 4,76 dan 4,68 ton/ha. Bila di lihat dari segi produktivitas jagung nasional dan di sentra-sentra pada umumnya tampaknya masih relatif rendah. Hal ini sebabkan oleh sebagian besar petani masih menggunakan bibit varietas lokal. Padahal dengan varietas hibrida produkitvitas usahatani jagung dapat mencapai 5-10 ton per hektar (Suryana et al., 1997). Ini berarti petani belum memanfaatkan potensi produksi dan tentunya juga potensi pendapatan yang tersedia dalam teknologi jagung hibrida. Demikian pulanya menurut Ditjen Tanaman Pangan (Ekonomi dan Bisnis, 2008) diungkapkan bahwa salah satu penyebab rendahnya produksi jagung dalam negeri yakni produktivitas tanaman masih minim hanya sekitar 2-3 ton per hektar karena penggunaan benih hibrida di kalangan petani masih rendah. Produktifitas jagung hibrida bisa mencapai 7-10 ton/ha, sedangkan jagung komposit kurang dari 5 ton/ha bahkan untuk jagung lokal hanya 2-3 ton/ha. Sementara itu, keenganan petani untuk memanfaatkan teknologi produksi jagung hibrida ini disebabkan oleh beberapa hal, antara lain (Hadi et al., 1993): (1) harga bibit hibrida mahal dan hanya dapat ditanam sekali, (2) kebutuhan pupuk lebih banyak, sehingga biaya produksinya menjadi tinggi, (3) umurnya lebih panjang, dan (4) menghendaki lahan yang relatif subur. Sementara Bastari (1988) menemukan bahwa keengganan petani menggunkan bibit hibrida disebabkan: (1) lemahnya permodalan petani sehingga tidak tersedia modal untuk membeli benih, pupuk dan obat-oabatan yang dibutuhkan, dan (2) sering terlambatnya suplai benih sehingga tidak tepat waktu tanamnya. Akibatnya produksi jagung yang dihasilkan tidak sesuai dengan yang diharapkan. 3

4 Tabel 1. Trend Perkembangan Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Jagung, Tahun (Persen). Trend Perkembangan (%/tahun) Propinsi Luas Panen Produksi Produktivitas Indonesia NAD Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Jambi Sumatera Selatan Bengkulu Lampung Bangka Belitung Kepulauan Riau DKI Jakarta Jawa Barat Jawa Tengah DI Yogyakarta Jawa Timur Banten Bali NTB NTT Kalbar Kaltim Kalsel Kaltim Sulut Sulteng Sulsel Sultra Gorontalo Sulawesi Barat Maluku Maluku Utara Papua Barat Papua Sumber: BPS, 2010 (Diolah) 4

5 Tabel. 2. Sebaran Produksi Di Sentra Dominan Jagung di Indonesia, Tahun % 2010 Thd Propinsi Indonesia Sumatera Utara Lampung Jawa Barat Jawa Tengah Jawa Timur NTB NTT Sulsel Gorontalo Sub Total Indonesia Ekspor, Impor dan Stok Jagung Bila dipandang dari aspek produksi, terlihat pada Tabel 3 bahwa selama kurun waktu peningkatan produksi jagung cukup signifikan yaitu 6,30 %/tahun. Keberhasilan peningkatan produksi tentunya pemenuhan kebutuhan domestik semakin dapat terpenuhi dari produksi domestik, dan hal ini tampak konsisten dengan semakin menurunnya impor jagung yang semakin menurun pada periode tersebut (-8,63 %/tahun). Bahkan patut dicatat bahwa ekspor jagung nasional cenderung semakin meningkat dalam periode tersebut (10,88 %/tahun). Pada tahun 2008, produksi jagung nasional telah mencapai 16, 32 juta ton, sedangkan impor menurun drastis menjadi 170 ribu ton dan bahkan Indonesia telah mengekspor jagung hingga mencapai 100 ribu ton. Departemen Pertanian (Deptan) akan menghentikan impor jagung pada tahun 2009 menyusul tercapainya swasembada komoditas pangan tersebut. Upaya yang dilakukan untuk mencapai swasembada jagung dilakukan dengan peningkatan produktivitas, perluasan areal tanam, pengamanan, pemberdayaan kelembagaan pertanian dan dukungan pembiayaan. Peluang terbesar pencapaian sasaran tersebut yakni melalui peningkatan produktivitas, sehingga diperlukan penggunaan benih unggul bermutu terutama benih hibrida serta pemanfaatan pupuk berimbang dan organik. Penggunaan benih jagung hibrida pada 2009 meningkat hingga 10 persen untuk menaikkan produksi jagung nasional. Luas areal tanaman jagung yang memanfaatkan benih hibrida saat ini baru sekitar 40 persen dari total lahan jagung nasional. Dengan peningkatan areal jagung yang memanfaatkan benih hibrida sebesar 10 persen dari saat ini diharapkan produksi nasional pada 2009 naik 20 persen..(ekonomi dan Bisnis, 2008). 5

6 Tabel.3. Perkembangan Impor, Ekspor dan Penawaran Jagung di Indonesia, Tahun Produksi (Ton) Impor (Ton) Stok (Ton) Ekspor (Ton) Penawaran (Ton) ,676, ,935, ,347, ,340, ,654, ,773, ,886, ,214, ,225, ,292, ,523, ,690, ,609, ,411, ,287, ,979, ,317, ,387,252 Trend (%/thn) Sumber: BPS dan FAO (2009). Keterangan: Penawaran= Produksi + net impor Penawaran Jagung Nasional Penawaran jagung merupakan penjumlahan antara produksi domestik dan net impor. Penawaran jagung nasional selama periode meningkat sebesar 5,11 %/tahun yaitu dari 10,94 juta ton ( 2000) menjadi 16,39 juta ton (2008). Peningkatan penawaran domestik merupakan konsekuensi logis karena produksi jagung nasional yang kian meningkat pesat. Dengan semakin meningkatnya penawaran jagung nasional terutama karena dominannya peningkatan produksi domestik diharapkan akan dapat memenuhi kebutuhan akan jagung yang semakin meningkat baik untuk bahan pangan, bahan baku industri maupun bahan baku pakan. III. KINERJA PERMINTAAN JAGUNG UNTUK PAKAN 3.1. Pendekatan Populasi Ternak Populasi Ternak Komponen utama pakan ternak adalah jagung, bungkil dan tepung ikan. Dari tiga komponen ini hanya jagung yang sudah bisa diproduksi dalam jumlah memadai. Kebutuhan jagung untuk bahan baku pakan ternak mencapai 3,6-4 juta ton pertahun (Tempo interaktif, 2008). Jenis ternak yang menggunakan bahan baku pakan dari jagung yang relatif dominan adalah: ternak ungas (ayam ras petelur dan pedaging) dan ternak ruminansia (sapi potong dan babi). Oleh karena itu, sebelum menganalisis berapa kebutuhan jagung sebagai bahan baku pakannya maka perlu diketahui dulu bagaimana keadaan dan perkembangan populasi ternak yang mengkonsumsi pakan yang berbahan baku dominan dari jagung, dan dimana sebaran (lokasi) ternak tersebut yakni apakah lokasi dominasi populasi ternak bersesuaian dengan dominasi (sentra) produksi jagung eksisting. 6

7 Bila di lihat dari perkembangan populasi per jenis ternak di Indonesia ( ) tampaknya semua jenis ternak kecuali ternak ayam buras mengalami peningkatan (Tabel 4). Untuk jenis ternak yang menggunakan pakan dengan bahan baku dominan dari jagung yaitu ayam ras petelur, pedaging, sapi potong dan babi masing-masing peningkatan populasinya sebesar 5,67; 3,96; 4,71 dan 2,63 persen/tahun.. Adapun populasi ternak keempat jenis ternak tersebut masing-masing sebanyak 110,11 juta ekor; 930,32 juta; 12,60 juta dan 7,38 juta ekor. Selanjutnya bila dilihat sebaran populasi ternak per propinsi terutama untuk ternak ayam ras petelur, pedaging, sapi potong dan babi disajikan pada Tabel 5. Populasi ayam ras petelur relatif dominan terdapat di 12 Propinsi Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Banten, Sulsel, Sumsel, Bali, Lampung, Kalbar, dan DIY. Dengan demikian, dapat diketahui bahwa sebaran lokasi dominan ayam ras petelur juga berada pada sentra produksi jagung. Tabel 4. Perkembangan Berbagai Jenis Ternak di Indonesia, (000 ekor). Jenis Ternak Trend (%/th) 1. Sapi Potong , Sapi Perah Babi Kuda Ayam Buras AyamRas Petelur Ayam Ras Pedaging ltik Sumber: Statistik Peternakan, Hal yang sama pada peternakan ayam ras pedaging (Tabel 6), dimana sebaran populasi dominan terdapat di 14 propinsi yaitu di Propinsi: Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, Banten, Sumatera Utara, Riau, Kaltim, Kalsel, Kalbar, Sumsel, Sulsel, Lampung, Kepri, dan Jambi. Dengan demikian, juga dapat diketahui bahwa sebaran lokasi dominan ayam ras pedaging juga berada pada sentra produksi jagung. Sementara itu, ternak sapi potong paling tidak lokasi dominannya populasi terdapat di 8 propinsi (Tabel 7) yaitu di Propinsi: Jawa Timur, Jawa Barat, Bali, NAD, NTB, NTT, Sumbar dan Lampung. Dalam hal ini juga dapat diketahui, bahwa lokasi dominan populasi sapi potong berimpit dengan sentra produksi jagung sebagai bahan baku pakan ternak. Untuk ternak babi, tampaknya populasi ternak paling dominan hanya terdapat di Propinsi NTT, Bali, Sulsel dan Sumut.. Karena itu, lebih kurang separuh populasi dominan populasi babi juga terletak disentra produksi jagung nasional, yaitu Propinsi Sumut, NTT dan Sulsel. 7

8 Tabel 5. Sebaran Jenis Ternak Ras Petelur di Indonesia, (ekor). Tahun Provinsi No NAD Sumut Sumbar Riau Jambi Sumsel Bengkulu Lampung DKlJakarta Jabar Jateng DIY Jatim Bali NTB NTT Kalbar Kalteng Kalsel Kaltim Sulut Sulteng Sulsel Sultra Maluku Papua Babel Banten Gorontalo Malut Kepri PapuaBarat Sulbar Jumlah

9 Tabel 6. Sebaran Jenis Ternak Ras Pedaging di Indonesia, (ekor). No Provinsi Tahun NAD Sumut Sumbar Riau Jambi Sumsel Bengkulu Lampung DKI Jakarta Jabar Jateng DIY Jatim Bali NTB NTT Kalbar Kalteng Kalsel Kaltim Sulut Sulteng Sulsel Sultra Maluku Papua Babel Banten Gorontalo Malut Kepri Papua Barat Sulbar Jumlah

10 Tabel 7. Sebaran Jenis Ternak Sapi Potong di Indonesia, (ekor). No Provinsi Tahun NAD Sumut Sumbar Riau Jambi Sumsel Bengkulu Lampung DKlJakarta Jabar Jateng DIY Jatim Bali NTB NTT Kalbar Kalteng Kalsel Kaltim Sulut Sulteng Sulsel Sultra Maluku Papua Babel Banten Gorontalo Malut Kepri Papua Barat Sulbar Jumlah

11 Tabel 8. Sebaran Jenis Ternak Babi di Indonesia, (ekor). No Provinsi Tahun NAD Sumut Sumbar Riau Jambi Sumsel Bengkulu Lampung DKlJakarta Jabar Jateng DIY Jatim Bali NTB NTT Kalbar Kalteng Kalsel Kaltim Sulut Sulteng Sulsel Sultra Maluku Papua Babel Banten Gorontalo Malut Kepri Papua Barat Sulbar Jumlah Kebutuhan Pakan Dalam analisis ini akan disajikan analisis dan penghitungan kebutuhan pakan untuk ternak yang mengkonsumsi pakan berbahan baku jagung yaitu: ternak ras petelur, ternak ras pedaging, ternak babi dan ternak lainnya. Untuk patokan perhitungan digunakan beberapa 11

12 konsep dan hasil kajian dari Tangenjaya, Y.Yusdja dan N. Ilham (2003). Lebih lanjut hasil kajian tersebut, bahwa kebutuhan pakan seekor ayam dihitung berdasarkan jumlah pakan yang dibutuhkan untuk mencapai bobot atau umur optimal ternak siap dijual.. Untuk ayam petelur, kebutuhan pakan dihitung dari jumlah pakan yang dibutuhkan untuk menghasilkan 1 kg telur. Pada ternak ras broiler, untuk menghasilkan seekor ayam seekor ayam siap potong dengan rataan bobot 1,2 kg dibutuhkan pakan 2,28 kg (1,2 X 1,9) dan untuk ayam petelur dibutuhkan 2,5 kg pakan untuk 1 kg telur. Selanjutnya, rataan kebutuhan pakan ayam ras petelur selama 5 bulan sebelum berproduksi adalah 6,5 kg perekor dan kebutuhan pakan untuk periode ini dapat dihitung. Untuk babi, bobot siap jual yang diminta pasar adalah 90 kg per ekor. Untuk mengahsilkan babi dengan bobot badan tersebut dibutuhkan pakan 315 kg (3,5 X 90). Berdasarkan angka-angka tersebut dapat diketahui kebutuhan pakan lengkap (formula) ayam petelur, pedaging dan babi. Beradasarkan hasil perhitungan diperoleh bahwa kebutuhan pakan ternak ras petelur, pedaging dan babi dalam kurun waktu masing-masing meningkat sebesar 8,31; 6,85 dan 5,20 persen. Pada tahun 2009, kebutuhan pakan ternak masing-masing jenis ternak tersebut sebesar 3,25 juta ton, 1,93 juta ton dan 7,70 juta ton. (Tabel 9). Tabel 9. Kebutuhan Pakan Per jenis Ternak, (Ton) Kebutuhan Pakan Tahun Ras Petelur Broiler Babi Trend (%/thn) Kebutuhan pakan dari setiap propinsi disajikan pada Tabel 10. Kebutuhan pakan ketiga jenis ternak ini tentu sepola dengan dominasi lokasi ternak, dimana untuk ternak ras petelur dominan kebutuhannya di di 12 Propinsi Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Banten, Sulsel, Sumsel, Bali, Lampung, Kalbar, dan DIY (Tabel 10). Kebutuhan pakan untuk ternak ras pedaging dominan di 14 propinsi yaitu di Propinsi: Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, Banten, Sumatera Utara, Riau, Kaltim, Kalsel, Kalbar, Sumsel, Sulsel, Lampung, Kepri, dan Jambi (Tabel 11). Sementara, kebutuhan pakan untuk ternak babi dominan hanya terdapat di Propinsi NTT, Bali, Sulsel dan Sumut.. Karena itu, lebih kurang separuh populasi dominan populasi babi juga terletak disentra produksi jagung nasional, yaitu Propinsi Sumut, NTT dan Sulsel. (Tabel 12). 12

13 Tabel 10. Kebutuhan Pakan Untuk Ternak Ras Petelur, (Ton) No Kebutuhan Pakan (Ton) Provinsi NAD Sumut Sumbar Riau Jambi Sumsel Bengkulu Lampung DKlJakarta Jabar Jateng Dl. Yogya Jatim Bali N TB NTT Kalbar Kalteng Kalsel Kaltim Sulut Sulteng Sulsel Sultra Maluku Papua Babel Banten Gorontalo Malut Kepri Papua Barat Sulbar Indonesia

14 Tabel 11. Kebutuhan Pakan Untuk Ternak Ras Broiler, (Ton) No Provinsi Kebutuhan Pakan (Ton) NAD Sumut Sumbar Riau Jambi Sumsel Bengkulu Lampung DKI Jakarta Jabar Jateng DIY Jatim Bali NTB NTT Kalbar Kalteng Kalsel Kaltim Sulut Sulteng Sulsel Sultra Maluku Papua Babel Banten Gorontalo Malut Kepri Papua Barat Sulbar Jumlah

15 Tabel 12. Kebutuhan Pakan Untuk Ternak Babi, (Ton) No Provinsi Kebutuhan Pakan (Ton) NAD Sumut Sumbar Riau Jambi Sumsel Bengkulu Lampung DKlJakarta Jabar Jateng DIY Jatim Bali NTB NTT Kalbar Kalteng Kalsel Kaltim Sulut Sulteng Sulsel Sultra Maluku Papua Babel Banten Gorontalo Malut Kepri Papua Barat Sulbar Jumlah

16 Peran Jagung Dalam Pakan Konsentrat Komponen utama pakan ternak adalah jagung, bungkil dan tepung ikan. Tingkat penggunaan jagung dalam pakan terutama untuk ternak unggas berkisar antara persen. Dari tiga komponen ini hanya jagung yang sudah bisa diproduksi dalam jumlah memadai. Sementara ketergantungan kita pada bungkil dan tepung ikan masih sangat tinggi. Berdasarkan hasil kajian Tangenjaya, Y.Yusdja dan N. Ilham (2003), bahwa kandungan jagung pada pakan broiler, ayam petelur dan dan babi grower masing-masing adalah 54%, 47,14% dan 49.34%. Penggunaan patokan pakan grower pada babi, karena pakan grower pada babi merupakan rataan dari pakan starter, grower dan finisher. Periode babi mencapai bobot badan 90 kg merupakan periode grower. Berdasarkan kebutuhan pakan dan persentase kandungan jagung pada masing-masing pakan dapat di hitung dan selanjutnya diproyeksikan kebutuhan jagung untuk bahan baku pakan masing-masing ternak tersebut Kebutuhan Jagung Untuk Pakan Berdasarkan uraian 3.1.3, maka diperoleh kebutuhan jagung perjenis ternak seperti disajikan pada Tabel 13. Total kebutuhan jagung tahun 2009 mencapai 3,25 juta ton, dan untuk jenis ternak ras petelur, broiler dan babi masing-masing kebutuhan jagungnya mencapai 1,53 juta ton, 1,04 juta ton dan 0,38 juta ton. Adapun tingkat pertumbuhan kebutuhan jagung secara total periode mencapai 7,38 persen/tahun (Tabel 13). Selanjutnya, kebutuhan jagung per jenis ternak di setiap propinsi disajikan pada Tabel 14, Tabel 15, dan Tabel 16. Sepola dengan dominasi lokasi ternak dalam hal kebutuhan pakan, dominasi kebutuhan jagung untuk jenis ternak ras petelur, ras pedaging, dan babi adalah sebagai berikut: (1) Kebutuhan jagung untuk pakan ternak ras petelur dominannya terdapat di 12 Propinsi Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Banten, Sulsel, Sumsel, Bali, Lampung, Kalbar, dan DIY (Tabel 14). (2) Kebutuhan jagung untuk bahan baku pakan ternak ras pedaging dominan terdapat di 14 propinsi yaitu di Propinsi: Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, Banten, Sumatera Utara, Riau, Kaltim, Kalsel, Kalbar, Sumsel, Sulsel, Lampung, Kepri, dan Jambi (Tabel 15). (3) Kebutuhan jagung untuk bahan baku pakan ternak babi dominan hanya terdapat di Propinsi NTT, Bali, Sulsel dan Sumut.. Karena itu, lebih kurang separuh populasi dominan populasi babi juga terletak disentra produksi jagung nasional, yaitu Propinsi Sumut, NTT dan Sulsel. (Tabel 16). Tabel 13. Kebutuhan Jagung Per Jenis Ternak, (Ton) Kebutuhan Jagung Tahun Ras Petelur Broiler Babi Lainnya Total Trend (%/thn)

17 Tabel 14. Kebutuhan Jagung Untuk Ternak Ras Petelur, (Ton) No Kebutuhan Jagung (Ton) Provinsi NAD Sumut Sumbar Riau Jambi Sumsel Bengkulu Lampung DKlJakarta Jabar Jateng DIY Jatim Bali N TB NTT Kalbar Kalteng Kalsel Kaltim Sulut Sulteng Sulsel Sultra Maluku Papua Babel Banten Gorontalo Malut Kepri Papua Barat Sulbar Indonesia

18 Tabel 15. Kebutuhan Jagung Untuk Ternak Ras Broiler, (Ton) No Provinsi Kebutuhan Jagung (Ton) NAD Sumut Sumbar Riau Jambi Sumsel Bengkulu Lampung DKI Jakarta Jabar Jateng DIY Jatim Bali NTB NTT Kalbar Kalteng Kalsel Kaltim Sulut Sulteng Sulsel Sultra Maluku Papua Babel Banten Gorontalo Malut Kepri Papua Barat Sulbar Jumlah

19 Tabel 16. Kebutuhan Jagung Untuk Ternak Babi, (Ton) No Provinsi Kebutuhan Jagung (Ton) NAD Sumut Sumbar Riau Jambi Sumsel Bengkulu Lampung DKlJakarta Jabar Jateng DIY Jatim Bali NTB NTT Kalbar Kalteng Kalsel Kaltim Sulut Sulteng Sulsel Sultra Maluku Papua Babel Banten Gorontalo Malut Kepri Papua Barat Sulbar Jumlah

20 3.2. Pendekatan Produksi Pakan Produksi Pakan dan Sebarannya Industri pakan ternak di dalam negeri sangat berperan mendukung industri peternakan dalam menyediakan ketersediaan konsumsi daging dan produk turunannya bagi masyarakat sebagai tambahan sumber protein. Pakan memiliki kontribusi 70% dari total biaya produksi peternakan. Menurut Gabungan Pengusaha Makanan Ternak (GPMT) industri pakan ternak nasional rata-rata mampu menyuplai 5 juta ton pakan ternak per tahun dari kebutuhan sekitar 7 juta ton per tahun. Industri pakan ternak juga terpengaruh oleh kasus flu burung tahun lalu, sebab dari total produksi pakan ternak sekitar 90% diserap oleh para peternak ayam petelur dan pedaging yang terkena imbas langsung dan merugi karena permintaan serta harga jual ayam merosot tajam (Datacon, 2008) Menurut data dari GPMT (Datacon, 2008) di Indonesia terdapat 42 pabrik pakan ternak yang masih aktif hingga 2008 (Tabel 17). Sebelumnya terdapat 50 perusahaan, namun 8 diantaranya sudah menghentkan operasionalnya. Sampai saat ini, industri pakan ternak nasional masih didominasi asing seperti Charoen Pokphand, Japfa Comfeed, Sierad Produce, CJ Feed, Gold Coin, dan Sentra Profeed. Produsen besar tersebut umumnya terintegrasi dengan industri peternakan dan pengolahan produk ternak. Dalam periode lima tahun terakhir dari kapasitas produksi industri pakan ternak nasional meningkat dengan pertumbuhan rata-rata 2,5% per tahun. Kapasitasnya tercatat sebesar 10,0 juta ton per tahun pada 2003, kemudian meningkat hingga menjadi 11,0 juta ton pada Dari 2003 hingga 2007 kapasitas produksi stabil dan tak mengalami perkembangan berarti. Meskipun ada penambahan kapasitas dari sejumlah produsen besar seperti Charoen Pokphand, CJ Feed dan lainnya namun sebaliknya ada produsen lain yang terpaksa tutup karena terkena imbas flu burung pada 2005 dan Meningkatnya konsumsi daging oleh masyarakat, memicu meningkatnya produksi peternakan yang pada akhirnya permintaan terhadap pakan ternak juga meningkat. Saat ini sebaran industri pakan ternak berskala besar tersebar di Indonesia terdapat di delapan provinsi. Sumatera Utara memiliki 8 pabrik, Lampung ada 4 pabrik, Banten ada10 pabrik dan DKI Jakarta empat pabrik. Di Jawa Barat terdapat empat pabrik, di Jawa tengah 3 pabrik dan Sulawesi Selatan dua pabrik. Produsen pakan ternak paling banyak terdapat di Jawa Timur mencapai 15 pabrik. Wilayah Jawa Timur merupakan sentra industri pakan ternak dan peternakan terbesar di Indonesia. Lingkup agribisnis Jatim cukup kuat dengan dukungan tak kurang dari 15 pabrik besar pakan ternak, Menurut Destiana (2010) bahwa industri peternakan di dalam negeri masih didominasi oleh investor asing besar, seperti Charoen Pokphand, Japfa Comfeed, Sierad Produce dan Cheil Jedang Feed. Produsen berskala besar tersebut umumnya terintegrasi dengan industri pakan ternak dan pengolahan produk ternak yang tersebar di lima belas provinsi di atas. Sebaran industri pakan ternak di Indonesia masih terfokus di Jawa Timur dengan share sebesar 35.2%. Lingkup agribisnis Jawa Timur memang cukup kuat dengan dukungan 15 pabrik besar pakan ternak, 52 industri rumahan pakan ternak, 4 pabrik pengolah susu, 201 pasar hewan, 99 TPA (Tempat Pemotongan Ayam), 8 RPA (Rumah Pemotongan Ayam-Kelas A), 1 RPH-A (Rumah Pemotongan Hewan-Kelas A), 33 RPH-C dan 49 RPH-D. Diikuti oleh propinsi Banten yang menjadi daerah dengan share hampir mencapai 26% serta menghasilkan produksi pakan 2 juta ton setiap tahunnya. Jawa Barat dengan share 12,2% (total produksi pakan 0,94 ton/tahun) turut serta menjadi daerah sentra peternakan dengan dukungan jumlah produksi pembibit ayam ras pedaging final stock (ayam siap jual) mencapai 429,6 juta ekor pada tahun Sedangkan untuk wilayah luar pulau Jawa, industri ini banyak terdapat di wilayah Sumatera Utara dengan share produksi 12,1%. 20

21 Dari 81 perusahaan pakan yang saat ini ada di Indonesia, PT. Charoen Pokphand Indonesia (CPI) adalah perusahaan utama dalam industri ini dengan market share sebanyak 31,2% dari total industri pakan Indonesia dengan fokus bisnis pada pakan ayam dan ikan. Hal ini dikarenakan CPI adalah perusahaan pakan asing yang paling awal memasuki industri pakan Indonesia dengan struktur permodalan yang kuat yang ditopang oleh grup besarnya di Thailand dengan office area di seluruh dunia. Tetapi market share ini semakin tahun semakin menurun direbut industri pakan lainya seperti Cheil Jedang dan Sierad dengan ekspansi kapasitas produksi yang signifikan serta penambahan pabrik untuk memperluas jangkauan pasar. Tabel 17. Jumlah Pabrik Pakan Berdasarkan Sebaran Lokasinya di Indonesia, No. Propinsi Jumlah Pabrik Pakan Produksi (juta ton) Share (%) Kapasitas Produksi (juta ton) Sumatera Utara Lampung Banten DKI Jakarta Jawa Barat Sulawesi Selatan Jawa Timur ,93 0,25 2,00 0,27 0,94 0,13 2,71 0,48 12,19 3,30 25,90 3,40 12,20 1,60 35,20 6,20 1,33 0,66 2,71 0,60 1,11 0,14 3,64 1,12 Jawa Tengah Total 50 7, ,30 Sumber: Datacon (2008) dan Destiana, M (2010) 21

22 Tabel 18. Sebaran Produksi dari Pabrik Pakan Menurut Propinsi di Indonesia, (Ton). No Tahun Provinsi NAD Sumut Sumbar Riau Jambi Sumsel Bengkulu Lampung DKI Jakarta Jabar Jateng Dl. Yogyakarta Jatim Bali NTB NTT Kalbar Kalteng Kalsel Kaltim Sulut Sulteng Sulsel Sultra Maluku Papua Banten Babel Gorontalo Malut Kepri Papua Barat Sulbar Indonesia Kebutuhan Jagung Untuk Pakan Hingga kini industri pakan ternak nasional masih didominasi pemain asing termasuk Charoen Pokphand, Japfa Comfeed, Sierad Produce, CJ Feed, Gold Coin, dan Sentra Profeed. Produsen besar tersebut masih menggantungkan kebutuhan bahan baku impor. Kebutuhan bahan baku masih tergantung impor, terutama jagung dari Amerika dan Brasil. Tingginya harga bahan baku impor, mengakibatkan harga pakan ternak dipasar domestik melambung. 22

23 Pemerintah dalam jangka pendek akan mendorong pabrik pakan ternak yang selama ini masih menggunakan bahan baku impor sebagai campuran, untuk menggunakan bahan baku lokal guna menurunkan harga pakan ternak di dalam negeri. Berdasarkan hasil kajian Tangenjaya, Y.Yusdja dan N. Ilham (2003), bahwa pada industri pakan, jagung merupakan salah satu bahan baku pakan penting dari sekitar 30 jenis bahan baku yang digunakan. Proporsi jagung dalam pakan rata-rata mencapai 51% terutama untuk pakan ayam broiler dan petelur. Penggunaan jagung yang relatif tinggi ini disebabkan oleh harganya yang relatif murah, mengandung kalori yang tinggi, mempunyai protein dengan kandungan asam amino yang lengkap, mudah diproduksi, dan digemari oleh ternak. Upaya untuk mengantikan jagung dengan biji-bijian lain tampaknya belum berhasil sehingga jagung tetap menjadi bahan baku utama pakan diseluruh dunia. Berdasarkan uraian diatas, maka dari data Tabel 18 dapat dihitung kebutuhan jagung untuk pakan ternak. Secara nasional trend peningkatan konsumsi jagung (periode sebagai bahan baku pada pada pabrik pakan 8,27 persen/tahun (Tabel 19), yaitu meningkat dari 3,05 juta ton dari yang tersebar di 8 propinsi ( Sumut, lampung, DKI Jakarta, Jabar, Jateng, Jatim, Banten dan Sulsel) menjadi 4,16 juta ton tersebar di 10 propinsi (Sumut, lampung, DKI Jakarta, Jabar, Jateng, Jatim, Banten, Sulsel, Sumbar, dan Kalsel). Tabel. 19. Konsumsi Jagung Bahan Baku Pakan Pada Pabrik Pakan Ternak, No Tahun Trend Provinsi %/thn 1 Sumut Sumbar Lampung DKI Jkt Jabar Jateng Jatim Kalsel Sulsel Banten Indonesia Pewilayahan Produksi dan Konsumsi Jagung Untuk Pakan Berdasarkan data produksi jagung, maka dapat dipetakan yaitu terdapat 9 propinsi sentra produksi jagung nasional yaitu: Jatim (30,97%), Jateng (16,42%), Lampung (11,09%), Sulsel (7,33%), Sumut (6,74%), Gorontalo (4,62%), NTT (4,13%), Jawa Barat (3,92%) dan NTB (1,20). Sementara sentra konsumsi jagung adalah terdapat di Propinsi :Sumut, lampung, DKI Jakarta, Jabar, Jateng, Jatim, Banten, Sulsel, Sumbar, dan Kalsel (Tabel 20). Dengan demikian, sesungguhnya sentra konsumsi dan produksi jagung sudah hampir bersesuaian, kecuali untuk Sumatera Barat, DKI Jakarta, Banten dan Kalsel. Dalam hal 23

24 kebutuhan jagung pada pabrik pakan yang letaknya tidak berada di sentra produksi, maka peroleh jagung di ambil dari sentra terdekat. Untuk Pabrik pakan di Jakarta dan Banten maka dapat memperoleh dari Jawa Barat atau Jawa Tengah. Untuk pabrik pakan di Sumbar dapat memperoleh jagung dari Sumut atau Lampung, dan pabrik pakan di Kalsel dapat memperoleh jagung dari sentra jagung dari Sulsel atau Gorontalo. Tabel 20. Pemetaan Sentra Produksi dan Konsumsi Jagung nasional, Sentra Produksi (Ton) Sentra Konsumsi % 2008 (Ton) Propinsi Tahun Thd Indonesia Propinsi 2008 Sumut Sumut Lampung Sumbar Jawa Barat Lampung Jawa Tengah DKI Jakarta Jawa Timur Jabar NTB Jateng NTT Jatim Sulsel Kalsel Gorontalo Sulsel Sub Total Banten Indonesia Indonesia IV. PROYEKSI POPULASI TERNAK SERTA KEBUTUHAN PAKAN DAN KEBUTUHAN JAGUNG UNTUK PAKAN 4.1. Proyeksi Populasi Ternak Pada Tabel 21 disajikan proyeksi populasi ternak ras petelur, ras pedaging dan babi di Indonesia. Pada tahun 2009 populasi ternak ras petelur mencapai 110,11 juta ekor dan diperediksi tahun 2015 mencapai 153,29 juta ekor dan tahun 2020 mencapai 201,97 juta ekor. Selanjutnya untuk ras pedaging pada tahun 2009 populasi ternak ras pedaging mencapai 93,03 juta ekor dan diperediksi tahun 2015 mencapai 117,44 juta ekor dan tahun 2020 mencapai 142,61 juta ekor. Sementara untuk ternak babi, pada tahun 2009 populasinya mencapai 7,38 juta ekor dan diperediksi tahun 2015 mencapai 8,63 juta ekor dan tahun 2020 mencapai 9,82 juta ekor. 24

25 Tabel 21. Proyeksi Ternak Ras Petelur di Indonesia, (ekor) Tahun Ras Petelur Ras Pedaging Babi Trend (%/thn) Proyeksi Kebutuhan Pakan Berdasarkan hasil proyeksi (Tabel 22) diperoleh hasil bahwa total kebutuhan pakan untuk ketiga jenis ternak (ras petelur, pedaging dan babi) misalnya pada tahun 2010 bahwa total kebutuhan pakan dengan pendekatan populasi sebesar 6,39 juta ton dan kebutuhan pakan sesuai hasil pabrik pakan mencapai 8,83 juta ton. Selanjutnya pada tahun 2020 diprediksi, kebutuhan pakan sesuai pendekatan populasi sebesar 13,17 juta ton dan sesuai hasil pabrik pakan mencapai 19,55 juta ton. Tabel 22. Proyeksi Kebutuhan Pakan Per jenis Ternak, (Ton) (Pendekatan Populasi dan Pabrik Pakan) Kebutuhan Pakan Total Pend. Tot. Pend. Tahun Ras Petelur Broiler Babi Populasi Pabrik

I. PENDAHULUAN. Jagung merupakan salah satu komoditas utama tanaman pangan sebagai

I. PENDAHULUAN. Jagung merupakan salah satu komoditas utama tanaman pangan sebagai I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jagung merupakan salah satu komoditas utama tanaman pangan sebagai sumber karbohidrat kedua setelah beras yang sangat berperan dalam menunjang ketahanan pangan, dan kecukupan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Permintaan produk peternakan terus meningkat sebagai konsekuensi. adanya peningkatan jumlah penduduk, bertambahnya proporsi penduduk

I. PENDAHULUAN. Permintaan produk peternakan terus meningkat sebagai konsekuensi. adanya peningkatan jumlah penduduk, bertambahnya proporsi penduduk 13 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permintaan produk peternakan terus meningkat sebagai konsekuensi adanya peningkatan jumlah penduduk, bertambahnya proporsi penduduk perkotaan, pendidikan dan pengetahuan

Lebih terperinci

VIII. PROSPEK PERMINTAAN PRODUK IKAN

VIII. PROSPEK PERMINTAAN PRODUK IKAN 185 VIII. PROSPEK PERMINTAAN PRODUK IKAN Ketersediaan produk perikanan secara berkelanjutan sangat diperlukan dalam usaha mendukung ketahanan pangan. Ketersediaan yang dimaksud adalah kondisi tersedianya

Lebih terperinci

WORKSHOP (MOBILITAS PESERTA DIDIK)

WORKSHOP (MOBILITAS PESERTA DIDIK) WORKSHOP (MOBILITAS PESERTA DIDIK) KONSEP 1 Masyarakat Anak Pendidikan Masyarakat Pendidikan Anak Pendekatan Sektor Multisektoral Multisektoral Peserta Didik Pendidikan Peserta Didik Sektoral Diagram Venn:

Lebih terperinci

INDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN I-2016 DAN PERKIRAAN TRIWULAN II-2016

INDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN I-2016 DAN PERKIRAAN TRIWULAN II-2016 BPS PROVINSI LAMPUNG No. 10/05/18/Th. VI, 4 Mei 2016 INDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN I-2016 DAN PERKIRAAN TRIWULAN II-2016 INDEKS TENDENSI KONSUMEN LAMPUNG TRIWULAN I-2016 SEBESAR 101,55

Lebih terperinci

VI. ARAH PENGEMBANGAN PERTANIAN BEDASARKAN KESESUAIAN LAHAN

VI. ARAH PENGEMBANGAN PERTANIAN BEDASARKAN KESESUAIAN LAHAN VI. ARAH PENGEMBANGAN PERTANIAN BEDASARKAN KESESUAIAN LAHAN Pada bab V telah dibahas potensi dan kesesuaian lahan untuk seluruh komoditas pertanian berdasarkan pewilayahan komoditas secara nasional (Puslitbangtanak,

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN DESEMBER 2015

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN DESEMBER 2015 No. 03/01/63/Th.XX, 4 Januari 2016 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN DESEMBER A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI NILAI TUKAR PETANI (NTP) BULAN DESEMBER TURUN 0,41 PERSEN Pada

Lebih terperinci

Bab 4 P E T E R N A K A N

Bab 4 P E T E R N A K A N Bab 4 P E T E R N A K A N Ternak dan hasil produksinya merupakan sumber bahan pangan protein yang sangat penting untuk peningkatan kualitas sumber daya manusia Indonesia. Perkembangan populasi ternak utama

Lebih terperinci

POTRET PENDIDIKAN PROVINSI JAWA TENGAH (Indikator Makro)

POTRET PENDIDIKAN PROVINSI JAWA TENGAH (Indikator Makro) POTRET PENDIDIKAN PROVINSI JAWA TENGAH (Indikator Makro) Pusat Data dan Statistik Pendidikan - Kebudayaan Setjen, Kemendikbud Jakarta, 2015 DAFTAR ISI A. Dua Konsep Pembahasan B. Potret IPM 2013 1. Nasional

Lebih terperinci

INDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN III-2015 DAN PERKIRAAN TRIWULAN IV-2015

INDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN III-2015 DAN PERKIRAAN TRIWULAN IV-2015 BPS PROVINSI LAMPUNG No. 10/11/18.Th.V, 5 November 2015 INDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN III-2015 DAN PERKIRAAN TRIWULAN IV-2015 INDEKS TENDENSI KONSUMEN LAMPUNG TRIWULAN III-2015 SEBESAR

Lebih terperinci

STATISTIK KETAHANAN PANGAN TAHUN 2013

STATISTIK KETAHANAN PANGAN TAHUN 2013 STATISTIK KETAHANAN PANGAN TAHUN 2013 BADAN KETAHANAN PANGAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2014 1 I. Aspek Ketersediaan dan Kerawanan Pangan Perkembangan Produksi Komoditas Pangan Penting Tahun 2009 2013 Komoditas

Lebih terperinci

MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA

MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA Disampaikan pada: SEMINAR NASIONAL FEED THE WORLD JAKARTA, 28 JANUARI 2010 Pendekatan Pengembangan Wilayah PU Pengembanga n Wilayah SDA BM CK Perkim BG AM AL Sampah

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN APRIL 2015

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN APRIL 2015 No. 27/05/63/Th.XIX, 4 Mei PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN APRIL A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI NILAI TUKAR PETANI (NTP) BULAN APRIL TURUN 1,01 PERSEN Pada April NTP

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN MEI 2015

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN MEI 2015 No. 35/06/63/Th.XIX, 1 Juni PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN MEI A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI NILAI TUKAR PETANI (NTP) BULAN MEI TURUN 0,36 PERSEN Pada Mei NTP Kalimantan

Lebih terperinci

4 GAMBARAN UMUM. No Jenis Penerimaan

4 GAMBARAN UMUM. No Jenis Penerimaan 4 GAMBARAN UMUM 4.1 Kinerja Fiskal Daerah Kinerja fiskal yang dibahas dalam penelitian ini adalah tentang penerimaan dan pengeluaran pemerintah daerah, yang digambarkan dalam APBD Provinsi dan Kabupaten/Kota

Lebih terperinci

INDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK) PROVINSI PAPUA TRIWULAN I-2017

INDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK) PROVINSI PAPUA TRIWULAN I-2017 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI PAPUA INDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK) PROVINSI PAPUA TRIWULAN I-2017 A. Penjelasan Umum 1. Indeks Tendensi Konsumen (ITK) I-2017 No. 27/05/94/Th. VII, 5 Mei 2017 Indeks Tendensi

Lebih terperinci

INDEKS TENDENSI KONSUMEN

INDEKS TENDENSI KONSUMEN No. 10/02/91 Th. VI, 6 Februari 2012 INDEKS TENDENSI KONSUMEN A. Penjelasan Umum Indeks Tendensi Konsumen (ITK) adalah indikator perkembangan ekonomi terkini yang dihasilkan Badan Pusat Statistik melalui

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN JANUARI 2016

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN JANUARI 2016 No. 08/02/63/Th.XX, 1 Februari 2016 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN JANUARI 2016 A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI NILAI TUKAR PETANI (NTP) BULAN JANUARI 2016 NAIK 0,01

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN JANUARI 2015

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN JANUARI 2015 No. 9/02/63/Th.XIX, 2 Februari 2015 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN JANUARI 2015 A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI NILAI TUKAR PETANI (NTP) BULAN JANUARI 2015 NAIK 1,32

Lebih terperinci

NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN JULI 2016 SEBESAR 104,57

NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN JULI 2016 SEBESAR 104,57 No. 42/08/34/Th.XVIII, 1 Agustus 2016 NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN JULI 2016 SEBESAR 104,57 A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI 1. Nilai Tukar Petani (NTP) Pada Juli 2016, NTP Daerah

Lebih terperinci

LAPORAN MINGGUAN DIREKTORAT PERLINDUNGAN TANAMAN PANGAN PERIODE 18 MEI 2018

LAPORAN MINGGUAN DIREKTORAT PERLINDUNGAN TANAMAN PANGAN PERIODE 18 MEI 2018 LAPORAN MINGGUAN DIREKTORAERLINDUNGAN TANAMAN PANGAN PERIODE 18 MEI 2018 LUAS SERANGAN OPT UTAMA PADA TANAMAN PADI 1. LUAS SERANGAN OPT UTAMA PADA TANAMAN PADI MK 2018 2. LUAS SERANGAN OPT UTAMA PADA TANAMAN

Lebih terperinci

INDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN I-2017 DAN PERKIRAAN TRIWULAN II-2017

INDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN I-2017 DAN PERKIRAAN TRIWULAN II-2017 BPS PROVINSI LAMPUNG No. 10/05/18/Th. VII, 5 Mei 2017 INDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN I-2017 DAN PERKIRAAN TRIWULAN II-2017 INDEKS TENDENSI KONSUMEN LAMPUNG TRIWULAN I-2017 SEBESAR 101,81

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN JUNI 2014

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN JUNI 2014 No. 37/07/63/Th.XVIII, 1 Juli PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN JUNI A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI NILAI TUKAR PETANI (NTP) BULAN JUNI TURUN 0,23 PERSEN Pada Juni NTP

Lebih terperinci

POTRET PENDIDIKAN PROVINSI SULAWESI BARAT (Indikator Makro)

POTRET PENDIDIKAN PROVINSI SULAWESI BARAT (Indikator Makro) POTRET PENDIDIKAN PROVINSI SULAWESI BARAT (Indikator Makro) Pusat Data dan Statistik Pendidikan - Kebudayaan Kemendikbud Jakarta, 2015 DAFTAR ISI A. Dua Konsep Pembahasan B. Potret IPM 2013 1. Nasional

Lebih terperinci

Evaluasi Kegiatan TA 2016 dan Rancangan Kegiatan TA 2017 Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian *)

Evaluasi Kegiatan TA 2016 dan Rancangan Kegiatan TA 2017 Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian *) Evaluasi Kegiatan TA 2016 dan Rancangan Kegiatan TA 2017 Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian *) Oleh : Dr. Ir. Sumarjo Gatot Irianto, MS, DAA Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian *) Disampaikan

Lebih terperinci

INDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK) PROVINSI PAPUA TRIWULAN IV-2016

INDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK) PROVINSI PAPUA TRIWULAN IV-2016 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI PAPUA INDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK) PROVINSI PAPUA TRIWULAN A. Penjelasan Umum No. 11/02/94/Th. VII, 6 Februari 2017 Indeks Tendensi Konsumen (ITK) adalah indikator perkembangan

Lebih terperinci

KEBIJAKAN LOKASI PROGRAM PERBAIKAN IRIGASI BERDASARKAN PELUANG PENINGKATAN INDEKS PERTANAMAN (IP) 1

KEBIJAKAN LOKASI PROGRAM PERBAIKAN IRIGASI BERDASARKAN PELUANG PENINGKATAN INDEKS PERTANAMAN (IP) 1 KEBIJAKAN LOKASI PROGRAM PERBAIKAN IRIGASI BERDASARKAN PELUANG PENINGKATAN INDEKS PERTANAMAN (IP) 1 Sudi Mardianto, Ketut Kariyasa, dan Mohamad Maulana Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi

Lebih terperinci

EVIDENCE KAMPANYE GIZI SEIMBANG MEMASUKI 1000 HPK ( SDT- SKMI 2014)

EVIDENCE KAMPANYE GIZI SEIMBANG MEMASUKI 1000 HPK ( SDT- SKMI 2014) EVIDENCE KAMPANYE GIZI SEIMBANG MEMASUKI 1000 HPK ( SDT- SKMI 2014) P R A W I D Y A K A R Y A P A N G A N D A N G I Z I B I D A N G 1 : P E N I N G K A T A N G I Z I M A S Y A R A K A T R I S E T P E N

Lebih terperinci

PANDUAN PENGGUNAAN Aplikasi SIM Persampahan

PANDUAN PENGGUNAAN Aplikasi SIM Persampahan PANDUAN PENGGUNAAN Aplikasi SIM Persampahan Subdit Pengelolaan Persampahan Direktorat Pengembangan PLP DIREKTORAT JENDRAL CIPTA KARYA KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT Aplikasi SIM PERSAMPAHAN...(1)

Lebih terperinci

Info Singkat Kemiskinan dan Penanggulangan Kemiskinan

Info Singkat Kemiskinan dan Penanggulangan Kemiskinan Info Singkat Kemiskinan dan Penanggulangan Kemiskinan http://simpadu-pk.bappenas.go.id 137448.622 1419265.7 148849.838 1548271.878 1614198.418 1784.239 1789143.87 18967.83 199946.591 294358.9 2222986.856

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN JUNI 2016

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN JUNI 2016 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN JUNI A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI No. 36/07/63/Th.XIX, 1 Juli NILAI TUKAR PETANI (NTP) BULAN JUNI TURUN 0,18 PERSEN Pada NTP Kalimantan

Lebih terperinci

INDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN II-2016 DAN PERKIRAAN TRIWULAN III-2016

INDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN II-2016 DAN PERKIRAAN TRIWULAN III-2016 BPS PROVINSI LAMPUNG No. 10/08/18/Th. VI, 5 Agustus 2016 INDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN II-2016 DAN PERKIRAAN TRIWULAN III-2016 INDEKS TENDENSI KONSUMEN LAMPUNG TRIWULAN II-2016 SEBESAR

Lebih terperinci

CEDERA. Website:

CEDERA. Website: CEDERA Definisi Cedera Cedera merupakan kerusakan fisik pada tubuh manusia yang diakibatkan oleh kekuatan yang tidak dapat ditoleransi dan tidak dapat diduga sebelumnya Definisi operasional: Cedera yang

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN MEI 2012

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN MEI 2012 No. 32 /06/63/Th.XV, 1 Juni 2012 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN MEI 2012 A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI NILAI TUKAR PETANI ( NTP) BULAN MEI 2012 SEBESAR 108,29 ATAU

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH No. 05/01/51/Th. IX, 2 Januari 2015 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH A. DESEMBER 2014, NTP BALI TURUN SEBESAR 2,04 PERSEN Nilai Tukar Petani (NTP) Provinsi Bali pada bulan Desember

Lebih terperinci

AKSES PELAYANAN KESEHATAN. Website:

AKSES PELAYANAN KESEHATAN. Website: AKSES PELAYANAN KESEHATAN Tujuan Mengetahui akses pelayanan kesehatan terdekat oleh rumah tangga dilihat dari : 1. Keberadaan fasilitas kesehatan 2. Moda transportasi 3. Waktu tempuh 4. Biaya transportasi

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH JAWA TENGAH BULAN AGUSTUS 2016

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH JAWA TENGAH BULAN AGUSTUS 2016 No. 63/09/33/Th.X, 01 September 2016 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH JAWA TENGAH BULAN AGUSTUS 2016 A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI NILAI TUKAR PETANI (NTP) AGUSTUS 2016 SEBESAR

Lebih terperinci

LAPORAN KINERJA DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN TRIWULAN III TAHUN 2017

LAPORAN KINERJA DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN TRIWULAN III TAHUN 2017 LAPORAN KINERJA DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN TRIWULAN III TAHUN 2017 KEMENTERIAN PERTANIAN-RI DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN OKTOBER 2017 2017 Laporan Kinerja Triwulan III DAFTAR ISI KATA PENGANTAR

Lebih terperinci

INDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN IV-2016 DAN PERKIRAAN TRIWULAN I-2017

INDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN IV-2016 DAN PERKIRAAN TRIWULAN I-2017 BPS PROVINSI LAMPUNG No. 10/02/18 TAHUN VII, 6 Februari 2017 INDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN IV-2016 DAN PERKIRAAN TRIWULAN I-2017 INDEKS TENDENSI KONSUMEN LAMPUNG TRIWULAN IV-2016 SEBESAR

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN AGUSTUS 2014

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN AGUSTUS 2014 No. 53/09/63/Th.XVIII, 1 September PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN AGUSTUS A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI NILAI TUKAR PETANI (NTP) BULAN AGUSTUS TURUN 0,29 PERSEN Pada

Lebih terperinci

POTRET PENDIDIKAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU (Indikator Makro)

POTRET PENDIDIKAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU (Indikator Makro) POTRET PENDIDIKAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU (Indikator Makro) Pusat Data dan Statistik Pendidikan - Kebudayaan Setjen, Kemendikbud Jakarta, 2015 DAFTAR ISI A. Dua Konsep Pembahasan B. Potret IPM 2013 1.

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN MEI 2017

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN MEI 2017 NILAI TUKAR PETANI (NTP) BULAN MEI TURUN 0,06 PERSEN Pada Mei NTP Kalimantan Selatan tercatat 96,67 atau turun 0,06 persen dibanding NTP April yang mencapai 96,73. Turunnya NTP ini disebabkan indeks harga

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN FEBRUARI 2013

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN FEBRUARI 2013 No. 15/02/63/Th.XVII, 1 Maret 2013 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN FEBRUARI 2013 A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI NILAI TUKAR PETANI ( NTP) BULAN FEBRUARI 2013 NAIK 0,35

Lebih terperinci

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT No. 45/08/61/Th. XV, 6 Agustus 2012 INDEKS TENDENSI KONSUMEN KALIMANTAN BARAT TRIWULAN II- 2012 Indeks Tendensi Konsumen (ITK) Kalimantan Barat pada II-2012 sebesar 109,62;

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN JUNI 2017

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN JUNI 2017 NILAI TUKAR PETANI (NTP) BULAN JUNI SEBESAR 96,06 ATAU TURUN 0,64 PERSEN Pada Juni NTP Kalimantan Selatan tercatat 96,06 atau turun 0,64 persen dibanding NTP Mei yang mencapai 96,67. Turunnya NTP ini disebabkan

Lebih terperinci

Assalamu alaikum Wr. Wb.

Assalamu alaikum Wr. Wb. Sambutan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia Assalamu alaikum Wr. Wb. Sebuah kebijakan akan lebih menyentuh pada persoalan yang ada apabila dalam proses penyusunannya

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN FEBRUARI 2016

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN FEBRUARI 2016 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN FEBRUARI A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI No. 15/03/63/Th.XIX, 1 Maret NILAI TUKAR PETANI (NTP) BULAN FEBRUARI TURUN 0,22 PERSEN Pada NTP

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT No. 28/05/52/Th.IX, 2 Mei 2016 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT MENURUT SUB SEKTOR BULAN APRIL 2016 Penghitungan Nilai

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN AGUSTUS 2017

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN AGUSTUS 2017 NILAI TUKAR PETANI (NTP) BULAN AGUSTUS SEBESAR 95,82 ATAU NAIK 0,44 PERSEN No. 51/09/63/Th.XXI, 4 September PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN AGUSTUS A. PERKEMBANGAN NILAI

Lebih terperinci

Subsistem Distribusi (Ketersediaan Pangan) Annis CA Iti R Nadhiroh Dini RA

Subsistem Distribusi (Ketersediaan Pangan) Annis CA Iti R Nadhiroh Dini RA Subsistem Distribusi (Ketersediaan Pangan) Annis CA Iti R Nadhiroh Dini RA Keadaan konsumsi --- Data konsumsi BPS (Susenas 3 th/ kali) Keadaan ketersediaan pngn pd tkt konsumsi --- Data ktsd Deptan + BPS

Lebih terperinci

INDEKS TENDENSI BISNIS DAN INDEKS TENDENSI KONSUMEN TRIWULAN I-2013

INDEKS TENDENSI BISNIS DAN INDEKS TENDENSI KONSUMEN TRIWULAN I-2013 BADAN PUSAT STATISTIK No. 34/05/Th. XVI, 6 Mei 2013 INDEKS TENDENSI BISNIS DAN INDEKS TENDENSI KONSUMEN TRIWULAN I-2013 KONDISI BISNIS DAN EKONOMI KONSUMEN MENINGKAT A. INDEKS TENDENSI BISNIS A. Penjelasan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN MARET 2017

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN MARET 2017 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN MARET A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI NILAI TUKAR PETANI (NTP) BULAN MARET TURUN 1,20 PERSEN No. 20/04/63/Th.XXI, 3 April Pada Maret NTP

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN APRIL 2017

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN APRIL 2017 No. 24/05/63/Th.XXI, 2 Mei PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN APRIL A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI NILAI TUKAR PETANI (NTP) BULAN APRIL TURUN 0,67 PERSEN Pada April NTP

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN AGUSTUS 2011

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN AGUSTUS 2011 No. 46 /09/63/Th.XV, 5 September 2011 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN AGUSTUS 2011 A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI NILAI TUKAR PETANI ( NTP) AGUSTUS 2011 SEBESAR 108,22

Lebih terperinci

ROAD MAP PENCAPAIAN SWASEMBADA DAGING SAPI KERBAU Kegiatan Pokok

ROAD MAP PENCAPAIAN SWASEMBADA DAGING SAPI KERBAU Kegiatan Pokok 33 Propinsi ROAD MAP PENCAPAIAN SWASEMBADA DAGING SAPI KERBAU 2014 5 Kegiatan Pokok Target Pencapaian Swasembada Daging Sapi Kerbau Tahun 2014 20 Propinsi Prioritas Kelompok I Daerah prioritas IB yaitu

Lebih terperinci

INDEK KOMPETENSI SEKOLAH SMA/MA (Daya Serap UN Murni 2014)

INDEK KOMPETENSI SEKOLAH SMA/MA (Daya Serap UN Murni 2014) F INDEK KOMPETENSI SEKOLAH SMA/MA (Daya Serap UN Murni 2014) Kemampuan Siswa dalam Menyerap Mata Pelajaran, dan dapat sebagai pendekatan melihat kompetensi Pendidik dalam menyampaikan mata pelajaran 1

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN AGUSTUS 2015

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN AGUSTUS 2015 No. 53/09/63/Th.XIX, 1 September PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN AGUSTUS A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI NILAI TUKAR PETANI (NTP) BULAN AGUSTUS TURUN 0,03 PERSEN Pada

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor peternakan merupakan bagian integral dari. pembangunan pertanian dan pembangunan nasional. Sektor peternakan di

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor peternakan merupakan bagian integral dari. pembangunan pertanian dan pembangunan nasional. Sektor peternakan di I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan sektor peternakan merupakan bagian integral dari pembangunan pertanian dan pembangunan nasional. Sektor peternakan di beberapa daerah di Indonesia telah memberikan

Lebih terperinci

PEMETAAN DAN KAJIAN CEPAT

PEMETAAN DAN KAJIAN CEPAT Tujuan dari pemetaan dan kajian cepat pemetaan dan kajian cepat prosentase keterwakilan perempuan dan peluang keterpilihan calon perempuan dalam Daftar Caleg Tetap (DCT) Pemilu 2014 adalah: untuk memberikan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN AGUSTUS 2016

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN AGUSTUS 2016 No. 50/09/63/Th.XIX, 1 September 2016 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN AGUSTUS 2016 A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI NILAI TUKAR PETANI (NTP) BULAN AGUSTUS 2016 TURUN 0,49

Lebih terperinci

NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN APRIL 2016 SEBESAR 102,90

NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN APRIL 2016 SEBESAR 102,90 No. 24/05/34/Th.XVIII, 2 Mei 2016 NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN APRIL 2016 SEBESAR 102,90 A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI 1. Nilai Tukar Petani (NTP) Pada April 2016, NTP Daerah

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN APRIL 2016

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN APRIL 2016 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN APRIL A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI No. 24/05/63/Th.XIX, 2 Mei NILAI TUKAR PETANI (NTP) BULAN APRIL TURUN 0,14 PERSEN Pada NTP Kalimantan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI (NTP) PROVINSI PAPUA BULAN FEBRUARI 2014

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI (NTP) PROVINSI PAPUA BULAN FEBRUARI 2014 No. 14 / 03 / 94 / Th. VII, 2 Maret 2015 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI (NTP) PROVINSI PAPUA BULAN FEBRUARI 2014 Nilai Tukar Petani Papua pada Februari 2015 sebesar 97,12 atau mengalami kenaikan 0,32

Lebih terperinci

NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN MARET 2016 SEBESAR 102,57

NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN MARET 2016 SEBESAR 102,57 No. 20/04/34/Th.XVIII, 1 April 2016 NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN MARET 2016 SEBESAR 102,57 A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI 1. Nilai Tukar Petani (NTP) Pada Maret 2016, NTP Daerah

Lebih terperinci

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT No. 28/ 05/ 61/ Th,XVI, 6 Mei 2013 INDEKS TENDENSI KONSUMEN KALIMANTAN BARAT TRIWULAN I- 2013 A. Kondisi Ekonomi Konsumen Triwulan I-2013 Indeks Tendensi Konsumen (ITK) Kalimantan

Lebih terperinci

HASIL Ujian Nasional SMP - Sederajat. Tahun Ajaran 2013/2014

HASIL Ujian Nasional SMP - Sederajat. Tahun Ajaran 2013/2014 HASIL Ujian Nasional SMP - Sederajat Tahun Ajaran 213/21 Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Jakarta, 13 Juni 21 1 Ringkasan Hasil Akhir UN - SMP Tahun 213/21 Peserta UN 3.773.372 3.771.37 (99,9%) ya

Lebih terperinci

STUDI KASUS PERMASALAHAN KOMODITAS KEDELAI DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA

STUDI KASUS PERMASALAHAN KOMODITAS KEDELAI DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA STUDI KASUS PERMASALAHAN KOMODITAS KEDELAI DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA BAB I PENDAHULUAN Indonesia dikenal sebagai negara agraris karena berkah kekayaan alam yang berlimpah, terutama di bidang sumber

Lebih terperinci

PEMBIAYAAN KESEHATAN. Website:

PEMBIAYAAN KESEHATAN. Website: PEMBIAYAAN KESEHATAN Pembiayaan Kesehatan Pembiayaan kesehatan adalah besarnya dana yang harus disediakan untuk menyelenggarakan dan atau memanfaatkan upaya kesehatan/memperbaiki keadaan kesehatan yang

Lebih terperinci

C UN MURNI Tahun

C UN MURNI Tahun C UN MURNI Tahun 2014 1 Nilai UN Murni SMP/MTs Tahun 2014 Nasional 0,23 Prov. Sulbar 1,07 0,84 PETA SEBARAN SEKOLAH HASIL UN MURNI, MENURUT KWADRAN Kwadran 2 Kwadran 3 Kwadran 1 Kwadran 4 PETA SEBARAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jagung merupakan komoditi yang penting bagi perekonomian Indonesia,

BAB I PENDAHULUAN. Jagung merupakan komoditi yang penting bagi perekonomian Indonesia, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jagung merupakan komoditi yang penting bagi perekonomian Indonesia, kebutuhan jagung di Indonesia mengalami peningkatan, yaitu lebih dari 10 juta ton pipilan kering

Lebih terperinci

INDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN III-2016 DAN PERKIRAAN TRIWULAN IV-2016

INDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN III-2016 DAN PERKIRAAN TRIWULAN IV-2016 BPS PROVINSI LAMPUNG No. 10/11/18/Th. VI, 7 November 2016 INDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN III-2016 DAN PERKIRAAN TRIWULAN IV-2016 INDEKS TENDENSI KONSUMEN LAMPUNG TRIWULAN III-2016 SEBESAR

Lebih terperinci

INDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK) PROVINSI PAPUA TRIWULAN I-2016

INDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK) PROVINSI PAPUA TRIWULAN I-2016 No. 25/05/94/Th. VI, 4 Mei 2016 INDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK) PROVINSI PAPUA TRIWULAN A. Penjelasan Umum Indeks Tendensi Konsumen (ITK) adalah indikator perkembangan ekonomi konsumen terkini yang dihasilkan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN APRIL 2014

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN APRIL 2014 No. 25/05/63/Th.XVIII, 2 Mei PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN APRIL A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI NILAI TUKAR PETANI (NTP) BULAN MARET TURUN 0,50 PERSEN Pada April NTP

Lebih terperinci

Rancangan Awal RENCANA KERJA PEMERINTAH (RKP) 2018 Prioritas Nasional Ketahanan Pangan

Rancangan Awal RENCANA KERJA PEMERINTAH (RKP) 2018 Prioritas Nasional Ketahanan Pangan Rancangan Awal RENCANA KERJA PEMERINTAH (RKP) 2018 Prioritas Nasional Ketahanan Pangan Deputi Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya Alam Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/BAPPENAS Disampaikan dalam

Lebih terperinci

KESEHATAN ANAK. Website:

KESEHATAN ANAK. Website: KESEHATAN ANAK Jumlah Sampel dan Indikator Kesehatan Anak Status Kesehatan Anak Proporsi Berat Badan Lahir, 2010 dan 2013 *) *) Berdasarkan 52,6% sampel balita yang punya catatan Proporsi BBLR Menurut

Lebih terperinci

BOKS 2 ANALISIS SINGKAT FAKTOR PENYEBAB VOLATILITAS HARGA DAGING AYAM RAS DI PROPINSI BANTEN DAN ALTERNATIF PEMECAHANNYA

BOKS 2 ANALISIS SINGKAT FAKTOR PENYEBAB VOLATILITAS HARGA DAGING AYAM RAS DI PROPINSI BANTEN DAN ALTERNATIF PEMECAHANNYA BOKS 2 ANALISIS SINGKAT FAKTOR PENYEBAB VOLATILITAS HARGA DAGING AYAM RAS DI PROPINSI BANTEN DAN ALTERNATIF PEMECAHANNYA I. Latar Belakang Inflasi Banten rata-rata relatif lebih tinggi dibandingkan dengan

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK Nilai Tukar Petani Daerah Istimewa Yogyakarta September No. 55/10/34/Th.XIX, 2 Oktober BERITA RESMI STATISTIK BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI D.I YOGYAKARTA Nilai Tukar Petani & Harga Produsen Gabah Daerah

Lebih terperinci

NAMA, LOKASI, ESELONISASI, KEDUDUKAN, DAN WILAYAH KERJA

NAMA, LOKASI, ESELONISASI, KEDUDUKAN, DAN WILAYAH KERJA 2012, No.659 6 LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI NOMOR PER.07/MEN/IV/2011

Lebih terperinci

PEMETAAN DAYA SAING PERTANIAN INDONESIA

PEMETAAN DAYA SAING PERTANIAN INDONESIA Pendahuluan Policy Brief PEMETAAN DAYA SAING PERTANIAN INDONESIA 1. Dinamika perkembangan ekonomi global akhir-akhir ini memberikan sinyal tentang pentingnya peningkatan daya saing pertanian. Di tingkat

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN FEBRUARI 2017

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN FEBRUARI 2017 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN FEBRUARI 2017 A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI NILAI TUKAR PETANI (NTP) BULAN FEBRUARI 2017 NAIK 0,33 PERSEN No. 16/03/63/Th.XXI, 1 Maret

Lebih terperinci

memberikan multiple effect terhadap usaha agribisnis lainnya terutama peternakan. Kenaikan harga pakan ternak akibat bahan baku jagung yang harus

memberikan multiple effect terhadap usaha agribisnis lainnya terutama peternakan. Kenaikan harga pakan ternak akibat bahan baku jagung yang harus I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengembangan agribisnis nasional diarahkan untuk meningkatkan kemandirian perekonomian dan pemantapan struktur industri nasional terutama untuk mendukung berkembangnya

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kontribusi sektor peternakan terhadap produk domestik bruto (PDB) nasional antara tahun 2004-2008 rata-rata mencapai 2 persen. Data tersebut menunjukkan peternakan memiliki

Lebih terperinci

INDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN II-2017 DAN PERKIRAAN TRIWULAN III-2017

INDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN II-2017 DAN PERKIRAAN TRIWULAN III-2017 BPS PROVINSI LAMPUNG No. 10/08/18/Th.VII, 7 Agustus 2017 INDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN II-2017 DAN PERKIRAAN TRIWULAN III-2017 INDEKS TENDENSI KONSUMEN LAMPUNG TRIWULAN II-2017 SEBESAR

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN JANUARI 2017

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN JANUARI 2017 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN JANUARI 2017 A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI NILAI TUKAR PETANI (NTP) BULAN JANUARI 2017 NAIK 0,40 PERSEN No. 08/02/63/Th.XXI, 1 Februari

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH JAWA TENGAH BULAN JULI 2015

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH JAWA TENGAH BULAN JULI 2015 No. 53/08/33/Th.IX, 03 Agustus 2015 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH JAWA TENGAH BULAN JULI 2015 A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI NILAI TUKAR PETANI (NTP) JULI 2015 SEBESAR 98,99

Lebih terperinci

5. PROFIL KINERJA FISKAL, PEREKONOMIAN, DAN KEMISKINAN SEKTORAL DAERAH DI INDONESIA

5. PROFIL KINERJA FISKAL, PEREKONOMIAN, DAN KEMISKINAN SEKTORAL DAERAH DI INDONESIA 86 5. PROFIL KINERJA FISKAL, PEREKONOMIAN, DAN KEMISKINAN SEKTORAL DAERAH DI INDONESIA Profil kinerja fiskal, perekonomian, dan kemiskinan sektoral daerah pada bagian ini dianalisis secara deskriptif berdasarkan

Lebih terperinci

INDEKS TENDENSI BISNIS DAN INDEKS TENDENSI KONSUMEN TRIWULAN I-2015

INDEKS TENDENSI BISNIS DAN INDEKS TENDENSI KONSUMEN TRIWULAN I-2015 BADAN PUSAT STATISTIK No. 46/05/Th. XVIII, 5 Mei 2015 INDEKS TENDENSI BISNIS DAN INDEKS TENDENSI KONSUMEN TRIWULAN I-2015 KONDISI BISNIS MENURUN NAMUN KONDISI EKONOMI KONSUMEN SEDIKIT MENINGKAT A. INDEKS

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN SEPTEMBER 2016

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN SEPTEMBER 2016 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN SEPTEMBER 2016 A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI NILAI TUKAR PETANI (NTP) BULAN SEPTEMBER 2016 NAIK 0,66 PERSEN No. 54/10/63/Th.XIX, 3 Oktober

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PELAKSANAAN PROGRAM DAN KEGIATAN UPSUS PENINGKATAN PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI TAHUN 2015

PERKEMBANGAN PELAKSANAAN PROGRAM DAN KEGIATAN UPSUS PENINGKATAN PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI TAHUN 2015 PERKEMBANGAN PELAKSANAAN PROGRAM DAN KEGIATAN UPSUS PENINGKATAN PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI TAHUN 2015 Bahan Musyawarah Perencanaan Pembangunan Pertanian Nasional 3 4 Juni 2015 KEMENTERIAN PERTANIAN

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH JAWA TENGAH BULAN MEI 2017

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH JAWA TENGAH BULAN MEI 2017 No. 41/06/33/Th.XI, 2 Juni 2017 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH JAWA TENGAH BULAN MEI 2017 A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI NILAI TUKAR PETANI (NTP) MEI 2017 SEBESAR 98,70 ATAU

Lebih terperinci

Perkembangan Nilai Tukar Petani Dan Harga Produsen Gabah Bulan Oktober 2017

Perkembangan Nilai Tukar Petani Dan Harga Produsen Gabah Bulan Oktober 2017 No. 060/11/63/Th. XXI, 01 November 2017 Perkembangan Nilai Tukar Petani Dan Harga Produsen Gabah Bulan Oktober 2017 Nilai Tukar Petani (NTP) bulan Oktober 2017 sebesar 96,56 atau naik 0,49 persen. Pada

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH JAWA TENGAH BULAN JULI 2016

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH JAWA TENGAH BULAN JULI 2016 No. 53/08/33/Th.X, 01 Agustus 2016 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH JAWA TENGAH BULAN JULI 2016 A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI NILAI TUKAR PETANI (NTP) JULI 2016 SEBESAR 99,93

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia.

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peternakan sebagai salah satu sub dari sektor pertanian masih memberikan kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia. Kontribusi peningkatan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN NOPEMBER 2012

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN NOPEMBER 2012 No. 67 /12/63/Th.XV, 3 Desember 2012 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN NOPEMBER 2012 A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI NILAI TUKAR PETANI ( NTP) BULAN NOPEMBER 2012 NAIK 0,19

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH JAWA TENGAH BULAN JUNI 2015

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH JAWA TENGAH BULAN JUNI 2015 No. 47/07/33/Th.IX, 01 Juli 2015 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH JAWA TENGAH BULAN JUNI 2015 A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI NILAI TUKAR PETANI (NTP) JUNI 2015 SEBESAR 98,49

Lebih terperinci

INDONESIA Percentage below / above median

INDONESIA Percentage below / above median National 1987 4.99 28169 35.9 Converted estimate 00421 National JAN-FEB 1989 5.00 14101 7.2 31.0 02371 5.00 498 8.4 38.0 Aceh 5.00 310 2.9 16.1 Bali 5.00 256 4.7 30.9 Bengkulu 5.00 423 5.9 30.0 DKI Jakarta

Lebih terperinci

NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN JUNI 2017 SEBESAR

NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN JUNI 2017 SEBESAR No. 36/07/34/Th.XIX, 3 Juli 2017 NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN JUNI 2017 SEBESAR 102.59 A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI 1. Nilai Tukar Petani (NTP) Pada Juni 2017, NTP Daerah Istimewa

Lebih terperinci

Keragaan Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya

Keragaan Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya Keragaan Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya No Kategori Satuan Aceh Sumut Sumbar Riau Jambi Sumsel Bengkulu Lampung Babel Kepri Potensi Lahan Ha Air 76.7 0 7.9 690.09 0.9 60. 069.66 767.9 79.6. Air

Lebih terperinci

NAMA, LOKASI, ESELONISASI, KEDUDUKAN, DAN WILAYAH KERJA. No Nama UPT Lokasi Eselon Kedudukan Wilayah Kerja. Bandung II.b DITJEN BINA LATTAS

NAMA, LOKASI, ESELONISASI, KEDUDUKAN, DAN WILAYAH KERJA. No Nama UPT Lokasi Eselon Kedudukan Wilayah Kerja. Bandung II.b DITJEN BINA LATTAS 5 LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI NOMOR PER.07/MEN/IV/2011

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH JAWA TENGAH BULAN MARET 2015

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH JAWA TENGAH BULAN MARET 2015 No. 27/04/33/Th.IX, 01 April 2015 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH JAWA TENGAH BULAN MARET 2015 A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI NILAI TUKAR PETANI (NTP) MARET 2015 SEBESAR 99,92

Lebih terperinci