BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Maloklusi Pengertian Maloklusi Pengertian oklusi menurut Dewanto (1993) adalah berkontaknya permukaan oklusal gigi geligi di rahang atas dengan permukaan oklusal gigi geligi di rahang bawah pada saat rahang atas dan rahang bawah menutup. Sedangkan menurut Pambudi (2009), oklusi dalam pengertian yang sederhana adalah penutupan rahang beserta gigi atas dan bawah. Pada kenyataannya oklusi merupakan suatu proses yang kompleks karena melibatkan gigi (termasuk morfologi dan angulasinya), otot, rahang, sendi temporomandibula, dan gerakan fungsional rahang. Oklusi juga melibatkan relasi gigi pada oklusi sentrik, relasi sentrik, dan selama berfungsi. (1,4) Oklusi adalah perubahan hubungan permukaan gigi geligi pada rahang atas (maksila) dan rahang bawah (mandibula) yang terjadi selama pergerakan mandibula dan berakhir dengan kontak penuh dan gigi geligi pada kedua rahang. Oklusi terjadi karena adanya interaksi antara dental system, skeletal system dan muscular system. Oklusi gigi bukan merupakan keadaan yang statis selama mandibula bergerak, sehingga ada bermacam-macam bentuk oklusi misalnya : centrix, excentrix, habitual, supra-infra, mesial, distal, lingual. (5) Dikenal ada 2 macam istilah oklusi yaitu (Dewanto, 1993): a. Oklusi ideal yaitu suatu konsep teoritis oklusi yang sukar atau bahkan yang tak mungkin terjadi pada manuia.

2 b. Oklusi normal yaitu suatu hubungan gigi geligi antara satu rahang terhadap gigi geligi rahang lain apabila kedua rahang tersebut dikatupkan dan condylus mandibularis berada pada fossa glenoidea. Perkembangan oklusi gigi merupakan proses berkesinambungan meskipun pentahapannya dapat dibagi dalam tahap belum bergigi, geligi sulung, geligi pergantian, dan geligi permanen. Hal ini dimaksudkan untuk memudahkan memahami proses perkembangannya. (2) Maloklusi adalah bentuk oklusi yang menyimpang dari bentuk standar yang diterima sebagai bentuk norrnal. Maloklusi juga berarti kelainan ketika gigi-geligi atas dan bawah saling bertemu ketika menggigit atau mengunyah. Maloklusi dapat berupa kondisi "bad bite" atau sebagai kontak gigitan menyilang (crossbite), kontak gigitan yang dalam (overbite), gigi berjejal (crowdeed), gigitan menyilang (scisor bite) atau posisi gigi maju ke depan (protrusi). Hal ini dapat memberikan efek terhadap penampilan estetis, berbicara atau kenyamanan dalam mengunyah makanan (Daniel, 2000). Dalam penelitian ini maloklusi juga dapat diartikan sebagai susunan gigi-geligi yang tidak teratur. (5) Sedangkan pengertian maloklusi menurut Pambudi (2009), adalah penyimpangan letak gigi dan atau malrelasi lengkung geligi (rahang) di luar rentang kewajaran yang dapat diterima. Maloklusi juga bisa merupakan variasi biologi sebagaimana variasi biologi lainnya yang terjadi pada bagian tubuh yang lain, tetapi karena variasi letak gigi mudah diamati dan mengganggu estetis sehingga menarik perhatian dan memunculkan keinginan untuk melakukan perawatan. Meningkatnya letak gigi yang berdesakan mungkin disebabkan tidak adanya atrisi proksimal dan oklusal yang terjadi pada gigi. Maloklusi dapat disebabkan adanya kelainan gigi dan

3 malrelasi lengkung geligi atau rahang. (4) Etiologi Maloklusi, Maloklusi tidak disebabkan oleh satu faktor saja, ada beberapa faktor berbeda yang merupakan penyebabnya yaitu, genetik dan lingkungan. Menurut Proffit (1998), secara umum maloklusi disebabkan karena 2 faktor yaitu : (6,7) a. Faktor keadaan di luar gigi (faktor ekstrinsik) 1. Herediter Pengaruh herediter dapat bermanifestasi dalam dua hal, yaitu disproporsi ukuran gigi dan ukuran rahang yang menghasilkan maloklusi berupa gigi berdesakan atau maloklusi berupa diastema multiple; dan disproporsi ukuran, posisi, dan bentuk rahang atas dan bawah yang menghasilkan relasi rahang yang tidak harmonis. 2. Kelainan kongenital 3. Pertumbuhan dan perkembangan yang salah pada waktu prenatal dan postnatal 4. Penyakit-penyakit sistemik yang menyebabkan adanya kecenderungan ke arah maloklusi seperti: ketidakseimbangan kelenjar endokrin, gangguan metabolisme, penyakit infeksi, dan malnutrisi. 5. Kebiasaan jelek, sikap tubuh yang salah dan trauma. b. Faktor-faktor pada gigi (intrinsik / faktor lokal): 1. Anomali jumlah gigi, terdiri dari adanya gigi berlebih (dens supernumerary teeth) dan tidak adanya gigi (anondontia), 2. Anomali ukuran gigi,

4 3. Anomali bentuk gigi, 4. Frenulum labii yang tidak normal, 5. Kehilangan dini gigi desidui, 6. Persistensi gigi desidui, 7. Terlambatnya erupsi gigi permanen, 8. Jalan erupsi yang abnormal, 9. Ankilosis, 10. Karies gigi, 11. Restorasi gigi tidak baik Akibat Maloklusi dan Kerugiannya Susunan gigi yang baik dan benar tidak hanya berperan terhadap kesehatan rongga mulut tetapi juga berpengaruh terhadap rasa percaya diri dan kepribadian. Koreksi posisi gigi yang tidak normal merupakan suatu faktor penting untuk mendapatkan fungsi dan estetis serta untuk pemeliharaan dan perbaikan kesehatan gigi yang optimal. (5,8) Maloklusi berupa posisi gigi yang tidak baik atau relasi rahang yang tidak normal, tidak saja merugikan kesehatan individu, namun juga dapat menyebabkan fungsi yang tidak baik serta estetis yang kurang menyenangkan. Adapun kerugian dari maloklusi antara lain : a. Penampilan wajah yang kurang menarik. Maloklusi pada keadaan tertentu dapat menyebabkan penampilan wajah menjadi buruk atau kurang menarik, sehingga menimbulkan masalah psikososial.

5 b. Resiko terhadap karies. Susunan gigi yang abnormal selain tidak memiliki efek self cleansing juga menyebabkan pemeliharaan oral hygiene menjadi rumit dan meningkatkan resiko terhadap karies. Keadaan gigi yang berjejal dapat menyebabkan penumpukan plak akibat pembersihan gigi dan mulut yang tidak adekuat sehingga dapat menimbulkan karies. (9) c. Predisposisi penyakit periodontal Hubungan maloklusi dengan oral hygiene yang buruk menyebabkan penyakit periodontal, selain itu gigi yang berada dalam posisi abnormal dapat mengalami traumatik oklusi dengan akibat kerusakan jaringan periodontal dan mengakibatkan kehilangan gigi yang lebih cepat. (11) d. Gangguan psikologis Pada keadaan tertentu maloklusi dapat mempunyai pengaruh buruk terhadap penampilan wajah seseorang yang berakibat gangguan psikologis. Penampilan wajah yang tidak menarik menyebabkan seseorang menjadi sangat rendah diri dan introvert. Sehingga perawatan maloklusi pasien sangat membantu dalam perbaikan mental dan kepercayaan diri. (8) Dibiase (2001) menyatakan beberapa kasus maloklusi pada anak remaja sangat berpengaruh terhadap psikologi dan perkembangan sosial, yang disebabkan karena rasa tidak percaya diri yang berupa ejekan dan hinaan dari lingkungannya. Pengalaman psikis yang tidak menguntungkan sangat menyakitkan hati sehingga remaja korban penindasan tersebut akan menjadi sangat depresi. (10)

6 e. Resiko terhadap trauma Gigi-gigi insisif yang terlalu proklinasi atau protrusi yang parah memiliki resiko tinggi tehadap injuri khususnya selama bermain atau terjatuh karena kecelakaan, demikian juga dengan posisi gigi kaninus yang labio versi sering mengalami trauma. f. Abnormalitas fungsi Banyak keadaan maloklusi menyebabkan abnormalitas fungsional terhadap sistem stomatognatik seperti gangguan penelanan, gangguan bicara, gangguan pernafasan, kesulitan dalam menggerakan rahang (gangguan otot dan nyeri), dan lain-lain. (8) g. Masalah temporo mandibula joint (TMJ) Maloklusi dihubungkan dengan kontak premature yang menyebabkan traumatik oklusi, selain itu dapat menyebabkan masalah sendi TMJ dengan gejala rasa sakit dan disfungsi. (11) Klasifikasi Maloklusi Maloklusi merupakan ketidakteraturan gigi-gigi diluar ambang normal. Maloklusi sendiri dapat meliputi ketidakteraturan lokal dari gigi-gigi malrelasi pada tiap ketiga bidang ruang sagital, vertical atau tranversal, (Houston, 1993). Klasifikasi maloklusi menurut Edward Angle dibagi dalam tiga kelas, yaitu: 1. Klas I Angle (Netroklusi) Pada maloklusi ini patokannya diambil dari hubungan molar pertama atas dengan molar pertama rahang bawah. Bila molar pertama atas atau molar

7 pertama bawah tidak ada maka kadang-kadang dilihat dari hubungan kaninus rahang atas dan rahang bawah. Menurut Dewey, klas I ini dibagi menjadi 5 tipe : a) Klas I tipe 1 : tonjol mesiobukal cusp molar pertama atas terletak pada garis bukal molar pertama bawah dimana gigi anterior dalam keadaan berjejal (crowding dan kaninus terletak lebih ke labial). b) Klas I tipe 2 : hubungan molar pertama atas dan bawah normal dan gigi anterior dalam keadaan protusif. c) Klas I tipe 3 :hubungan pertama molar pertama atas dan bawah normal tetapi terjadi gigitan bersilang anterior. d) Klas I tipe 4 : hubungan pertama molar atas dan bawah normal tetapi terjadi gigitan bersilang posterior. e) Klas I tipe 5 : hubungan molar pertama normal, kemudian pada gigi posterior terjadi migrasi ke arah mesial. 2. Klas II Angle Sehubungan tonjol mesiobukal cusp molar pertama atas lebih anterior dari garis bukal molar pertama bawah. Juga apabila tonjol mesial cusp molar pertama atas bergeser sedikit ke anterior dan tidak pada garis bukal pertama atas melewati tonjol mesiobukal molar pertama bawah. Pada maloklusi ini hubungan kaninusnya bervariasi yaitu kaninus bisa terletak diantara insisif lateral dan kaninus bawah. Pada umumnya kelainan ini disebabkan karena kelainan pada tulang rahang atau maloklusi tipe skeletal. Menurut Dewey, klas II Angle ini dibagi dalam dua divisi, yaitu:

8 1. Divisi I : hubungan antara molar pertama bawah dan molar pertama atas disoklusi dan gigi anterior adalah protusif. Kadang-kadang disebabkan karena kecilnya rahang bawah sehingga profil pasien terlihat seperti paruh burung. 2. Divisi 2 : hubungan antara molar pertama bawah dan molar pertama atas disoklusi dan gigi anterior seolah-olah normal tetapi terjadi deep bite dan profil pasien seolah-olah normal. 3. Klas III Angle (mesioklusi) Disini tonjol mesiobukal cusp molar pertama atas berada lebih ke distal atau melewati tonjol distal molar pertama bawah, atau lebih kedistal sedikit saja dari garis bukal molar pertama bawah. Sedangkan kedudukan kaninus biasanya terletak diantara premolar pertama dan kedua bawah. Klas III ini disebut juga tipe skeletal. Menurut Dewey, klas III Angle ini dibagi dalam tiga tipe, yaitu: a. Klas III tipe 1 : hubungan molar pertama atas dan bawah mesioklusi sedang hubungan anterior insisal dengan insisal (edge to edge). b. Klas III tipe 2 : hubungan molar pertama atas dan bawah mesioklusi,sedang gigi anterior hubungannya normal. c. Klas III tipe 3 : hubungan gigi anterior seluruhnya bersilang (cross bite) sehingga dagu penderita menonjol ke depan. Sedangkan gigi berdesakan atau crowding teeth merupakan akibat maloklusi yang disebabkan oleh tidak proporsionalnya dimensi mesiodistal secara keseluruhan dari gigi geligi dengan ukuran maksila atau mandibula, sehingga akan mengakibatkan perubahan lengkung gigi, (Harty & Oyston, 2002).

9 Gigi berdesakan atau crowding secara umum dapat dikatakan sebagai suatu keadaan dimana terjadi disproporsi antara ukuran gigi dan ukuran rahang dan bentuk lengkung. Tiga keadaan yang memudahkan lengkung gigi menjadi berdesakan adalah lebar gigi yang besar, tulang basal rahang yang kecil atau kombinasi dari gig yang lebar dan rahang yang kecil. Dalam penelitian ditemukan bahwa pada kasus dengan gigi yang lebih kecil, daripada kasus tanpa atau sedikit gigi berdesakan. Usia dimana gigi bertambah berdesakan adalah usia antara tahun, dan kemudian mungkin akan berkurang. Dalam penelitian ditemukan gigi berdesakan terbanyak ditemukan pada usia 9 tahun, sedangkan peneliti lain menemukannya pada usia tahun. Peneliti menghubungkan timbulnya masalah ini dengan adanya perubahan pada individu selama proses perkembangan. Keadaan gigi berdesakan pada akhir masa pertumbuhan dapat terjadi pada individu yang pada mulanya mempunyai lengkung gigi yang baik dan keadaan ini akan bertambah parah jika sejak awal usia pertumbuhan keadaan giginya telah berdesakan. Untuk mencegah gigi berdesakan ataupun maloklusi pada pengertian yang benar, ini akan menjadi suatu hal yang penting untuk memberikan pengetahuan tentang pengertian faktor etiologi dari maloklusi serta crowding teeth tersebut. Selain itu kesadaran, kemampuan yang dimiliki oleh seseorang tentang faktor genetik yang terjadi pada keluarga besar sebelumnya juga dapat dijadikan acuan untuk mengontrol pertumbuhan serta perkembangan dan fungsi-fungsi organ pada saat prenatal, kongenital maupun post natal agar terhindar dari sesuatu yang tidak

10 diinginkan. Dengan kata lain untuk mencegah terjadinya kelainan-kelainan yang tidak diharapkan. Kemudian pengawasan terhadap kebiasaan anak-anak juga penting untuk diamati, khususnya bagi para orang tua harus dapat mengontrol dan mengawasi lingkungan dimana anak-anaknya tumbuh. Kewajiban orangtua untuk memperhatikan anaknya untuk tidak melakukan kebiasaan buruk juga mendukung pencegahan terjadinya maloklusi maupun gigi berdesakan. Karena maloklusi dan gigi berdesakan ini dapat dicegah sebelum terjadi Tujuan Perawatan Ortodonsia Tujuan perawatan dan sasaran terapi ortodonti telah diringkaskan oleh Jackson sebagai Jackson s triad. Tiga sasaran utama dari perawatan ortodonti adalah efisiensi fungsional, keseimbangan struktural, dan estetis yang harmonis. Banyak maloklusi yang mempengaruhi fungsi normal dari sistem stomatognatik. Perawatan ortodonti sebaiknya bertujuan pada perbaikan fungsional dari bagianbagian orofasial. Keseimbangan struktural pada regio orofasial meliputi: sistem dentoalveolar, jaringan skeletal, jaringan lunak & otot. Perawatan ortodonti yang stabil dapat diperoleh hanya dengan mempertahankan suatu keseimbangan antara tiga sistem jaringan tersebut secara harmonis Sementara itu, sebagian besar alasan pasien yang datang mencari perawatan ortodonti adalah untuk memperbaiki penampilan gigi dan wajah. Sebagian besar maloklusi menyebabkan penampilan gigi yang tidak menarik dan karena itu mempengaruhi cerminan diri seseorang, kesejahteraan dan kesuksesan

11 dalam bermasyarakat. Oleh karena itu, perawatan ortodonti bertujuan untuk memperbaiki estetis pada individu Ruang lingkup perawatan dan jenis-jenis perawatan ortodonti Ruang lingkup dalam perawatan ortodonsia meliputi perubahan dalam posisi gigi dan perubahan dalam pola skeletal. Perawatan ortodonti dapat dilakukan dengan kenyataan bahwa gigi dapat digerakkan melalui tulang ke posisi yang diinginkan dengan cara memberikan kekuatan tertentu pada gigi, yang selanjutnya kekuatan tersebut diteruskan ke tulang. Sebagian besar maloklusi yang hanya mengenai susunan gigi atau sistem dental dapat dirawat sempurna untuk mencapai oklusi normal. Maloklusi dapat terjadi akibat disharmoni skeletal yang melibatkan tulang rahang (maksila dan mandibula). Penyimpangan dapat berupa ukuran, posisi dan hubungan antar komponen. Keadaan ini merupakan bidang spesialis ortodonti untuk mengaplikasikan gaya ortopedi yang tepat yang mampu menahan, mendorong atau mengubah pertumbuhan skeletal agar menjadi normal. Spesialis ortodonti dapat memberikan perubahan dalam tiga arah yaitu sagital, transversal dan vertikal. Sedangkan perawatan dalam bidang orthodonti meliputi: ortodonti preventif, ortodonti interseptif, ortodonti korektif, ortodonti bedah. Ortodonti preventif meliputi prosedur dasar sebelum terjadi maloklusi dalam mengantisipasi perkembangan maloklusi. Ortodonti preventif dapat didefenisikan sebagai tindakan untuk mempertahankan integritas suatu keadaan normal pada usia tersebut. Ortodonti interseptif meliputi prosedur atau tindakan yang dilakukan

12 pada awal maloklusi dengan tujuan untuk membatasi atau mengurangi keparahan dari maloklusi. Dengan prosedur interseptif yang tepat, dapat mencegah terbentuknya maloklusi yang lebih parah yang membutuhkan perawatan ortodonti jangka lama serta biaya yang lebih besar pada usia berikutnya. Ortodonti korektif merupakan tindakan perawatan ortodonti yang dilakukan pada maloklusi yang telah nyata terbentuk. Ortodonti bedah adalah tindakan perawatan ortodonti yang disertai pembedahan. Prosedur pembedahan umumnya dilakukan untuk menghilangkan faktor etiologi atau untuk memperbaiki relasi dento-fasial yang sangat parah yang tidak dapat dirawat hanya dengan terapi ortodonti. 2.2 Pertumbuhan dan perkembangan Dokter gigi atau ortodontis harus memiliki 2 (dua) dasar persyaratan yaitu memiliki pengetahuan yang mendalam mengenai anatomi pertumbuhan dan perkembangan kepala, serta menguasai teknik pengaturan posisi gigi. Dahulu, interaksi antara dua dasar informasi tersebut dianggap hanya sebagai informasi yang minimal. Namun sekarang ditetapkan bahwa bentuk pengetahuan mengenai pertumbuhan dan perkembangan adalah penting untuk keberhasilan perawatan ortodonti. Pertumbuhan dan perkembangan meliputi : pertumbuhan, maturasi, deferensiasi, dan perkembangan Definisi Pertumbuhan Tidak terdapat defenisi yang dapat diterima secara umum. Para klinisi memiliki bermacam-macam defenisi mengenai pertumbuhan dalam cara yang berbeda-beda. Pengertian pertumbuhan secara umum dikaitkan dengan

13 pertambahan dalam ukuran, namun beberapa kondisi yang meliputi kemunduran juga dipertimbangkan turut berperan selama pertumbuhan. Sebagai contoh, atrofi kelenjar tymus, atau juga perubahan secara fisiologis sebagai hasil dari proses pematangan fungsi-fungsi fisik yang berlangsung secara normal pada anak yang sehat pada waktu yang normal. Pertumbuhan dapat juga diartikan sebagai proses transmisi dari konstitusi fisik (keadaan tubuh atau keadaan jasmaniah ) yang herediter dalam bentuk proses aktif secara berkesinambungan. Jadi, pertumbuhan berkaitan dengan perubahan kuantitatif yang menyangkut peningkatan ukuran dan struktur biologis Defenisi perkembangan Menurut Moyers (1996), perkembangan berkaitan dengan seluruh perubahan yang terjadi tidak langsung secara alami dalam kehidupan seorang individu berdasarkan peranan sebagai sel tunggal yang berkembang menjadi unit multifungsional hingga berakhir pada kematian. Jadi, perkembangan meliputi rangkaian keadaan normal yang terjadi antara kelahiran dan kematian. Secara umum konsep perkembangan dikemukakan oleh Werner (1997) bahwa perkembangan berjalan dengan prinsip orthogenetis, perkembangan berlangsung dari keadaan global dan kurang berdiferensiasi sampai ke keadaan di mana diferensiasi, artikulasi, dan integrasi meningkat secara bertahap. Proses diferensiasi diartikan sebagai prinsip totalitas pada diri anak. Dari perubahan totalitas itu lambat laun bagian- bagiannya akan menjadi semakin nyata dan bertambah jelas dalam kerangka keseluruhan.

14 Pendapat para ahli biologi tentang arti pertumbuhan dan perkembangan pernah dirangkumkan oleh Arifin (2001), bahwa pertumbuhan diartikan sebagai suatu penambahan dalam ukuran bentuk, berat atau ukuran dimensif tubuh serta bagian-bagiannya. Sedangkan perkembangan menunjuk pada perubahanperubahan dalam bentuk bagian tubuh dan integrasi pelbagai bagiannya ke dalam satu kesatuan fungsional bila pertumbuhan itu berlangsung. Intinya bahwa pertumbuhan dapat diukur sedangkan perkembangan hanya dapat dilihat gejalagejalanya Fakto-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan fisik Beberapa faktor yang mempengaruhi kecepatan, waktu dan karakter dari pertumbuhan, antara lain : a. Herediter Keadaan genetik sangat mempengaruhi terhadap ukuran dari bagian-bagian, kecepatan pertumbuhan dan puncak pertumbuhan. Karena itu gen-gen berperan besar dalam seluruh pertumbuhan seseorang. b. Nutrisi Malnutrisi dapat mempengaruhi seluruh aspek pertumbuhan meliputi ukuran bagian-bagian tubuh, proporsi tubuh, kualitas dan tekstur jaringan dan puncak pertumbuhan. Efek malnutrisi adalah reversibel terhadap suatu perkembangan tertentu seperti pada anak-anak yang mempunyai kemampuan penyembuhan yang baik. Jika efek buruk tersebut tidak terlalu parah, maka proses pertumbuhan lebih cepat saat nutrisi yang tepat diberikan. Keadaan ini dikenal dengan mengejar pertumbuhan.

15 c. Penyakit Umumnya anak-anak kecil mempunyai penyakit yang biasanya tidak dapat ditunjukkan untuk pengaruh yang besar terhadap pertumbuhan. Namun demikian penyakit yang diderita dalam waktu lama dan melemahkan dapat menunjukkan suatu pengaruh pada seluruh aspek pertumbuhan. d. Ras Perbedaan ras antara satu dengan yang lainnya, menunjukkan perbedaan pertumbuhan diantara ras yang berbedapula. Sebagai contoh dalam bangsa Amerika berkulit hitam, kalsifikasi dan erupsi gigi terjadi hampir setahun lebih cepat daripada yang berkulit putih. e. Faktor sosio-ekonomi Anak-anak yang tumbuh dalam kondisi sosioekonomi yang sejahtera dan menguntungkan menunjukkan puncak pertumbuhan yang lebih cepat. Anakanak tersebut juga tumbuh menjadi lebih besar daripada anak-anak dalam lingkungan sosio-ekonomi yang rendah. f. Jumlah keluarga dan urutan kelahiran Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa kelahiran bayi pertama cenderung memiliki berat yang lebih rendah pada saat kelahiran dan tingginya lebih rendah tetapi memiliki IQ yang lebih tinggi. Jumlah keluarga kecil akan memiliki nutrisi yang lebih baik dan kondisi yang menguntungkan. g. Gejala seluler Perubahan ukuran dan maturasi dalam sebuah populasi yang besar dapat ditunjukkan berdasarkan waktu. Sebagai contoh, anak laki-laki berusia lima belas tahun diperkirakan 5 inci lebih tinggi daripada kelompok yang berusia

16 50 tahun. Meskipun tidak terdapat penjelasan yang memuaskan mengenai penemuan ini, kemungkinan dikarenakan perubahan dalam kondisi sosioekonomi dan kebiasaan makan. h. Gangguan psikologis Gangguan psikologis tampak bahwa anak-anak yang memiliki pengalaman dalam kondisi penuh tekanan dapat menghambat sekresi hormon pertumbuhan. Gangguan psikologis pada waktu yang lama dapat menghalangi pertumbuhan. i. Olahraga Selain penting untuk menjaga kesehatan tubuh, olahraga yang teratur dapat mempengaruhi pertumbuhan yang baik. Beberapa aspek pertumbuhan seperti perkembangan serta bertambahnya massa otot dapat dipengaruhi oleh olahraga Beberapa Konsep Pada Pertumbuhan Normal Keadaan normal adalah sesuatu yang umumnya diharapkan, keadaan biasanya atau tipikal. Konsep normal tidak sama dengan ideal. Ideal merupakan kecederungan sentral terhadap kelompok, sedangkan normal berkaitan dengan rentang. Aspek lain konsep normal mengenai pertumbuhan cranio-facial adalah perubahan usia. Sesuatu yang terlihat normal atau merupakan yang diharapkan untuk suatu kelompok usia dapat menjadi tidak normal terhadap kelompok usia yang berbeda.

17 2.2.5 Fase-Fase perumbuhan dan perkembangan Setiap orang tumbuh dan berkembang dengan karakteristik tersendiri. Menurut Hooton (1999), pertumbuhan manusia adalah proses yang tidak tetap dan serentak, tampak ada irama selama proses pertumbuhan. Irama pertumbuhan ini sangat jelas terlihat dalam pertambahan atau tinggi badan. Gelombang pertama pada pertumbuhan tampak dalam kedua jenis kelamin dari lahir sampai usia lima atau enam tahun. Sedangkan menurut Santrok dan Yussen (2002), perkembangan adalah pola gerakan atau perubahan yang dimulai pada saat terjadi pembuahan dan berlangsung terus selama siklus kehidupan. Dalam perkembangan terdapat pertumbuhan. Pola gerakan itu kompleks karena merupakan hasil (produk) dari beberapa proses: proses biologis, proses kognitif dan proses sosial. Untuk memudahkan pemahaman tentang perkembangan maka dilakukan pembagian berdasarkan waktu-waktu yang dilalui manusia dengan sebutan fase. Santrok dan Yussen membaginya atas lima yaitu: fase pranatal (saat dalam kandungan), fase bayi, fase kanak-kanak awal, fase anak akhir dan fase remaja. Perkiraan waktu ditentukan pada setiap fase untuk memperoleh gambaran waktu suatu fase itu dimulai dan berakhir. 1. Fase pra natal (saat dalam kandungan) Adalah waktu antara masa pembuahan dan masa kelahiran. Pada saat ini terjadi pertumbuhan yang luar biasa dari satu sel menjadi satu organisme yang lengkap dengan otak dan kemampuan berperilaku, dihasilkan dalam waktu lebih kurang sembilan bulan. 2. Fase bayi

18 Adalah saat perkembangan yang berlangsung sejak lahir sampai usia 18 atau 24 bulan. Masa ini adalah masa ynng sangat bergantung kepada orang tua. Banyak kegiatan-kegiatan psikologis yang baru dimulai misalnya bahasa, koordinasi sensori motor dan sosialisasi. 3. Fase kanak-kanak awal Adalah fase perkembangan yang berlangsung sejak akhir masa bayi sampai usia 5 atau 6 tahun, kadang-kadang disebut masa pra sekolah. Selama fase ini mereka belajar melakukan sendiri banyak hal dan berkembang keterampilanketerampilan yang berkaitan dengan kesiapan untuk bersekolah dan memanfaatkan waktu selama beberapa jam untuk bermain sendiri ataupun dengan temannya. Memasuki kelas satu SD menandai berakhirnya fase ini. 4. Fase kanak-kanak tengah dan akhir Adalah fase perkembangan yang berlangsung sejak kira-kira umur 6 sampai 11 tahun, sama dengan masa usia sekolah dasar. Anak-anak menguasai keterampilan-keterampilan dasar membaca, menulis dan berhitung. Secara formal mereka mulai memastikan dunia yang lebih luas dengan budayanya. Pencapaian prestasi menjadi arah perhatian pada dunia anak, dan pengendalian diri sendiri bertambah pula. 5. Fase remaja Adalah masa perkembangan yang merupakan transisi dari masa anak-kanak ke masa dewasa awal, yang dimulai kira-kira umur 10 sampai 12 tahun dan berakhir kira-kira umur 18 sampai 22 tahun. Remaja mengalami perubahanperubahan fisik yang sangat cepat, perubahan perbandingan ukuran bagian badan, berkembangnya karakteristik seksual seperti membesarnya payudara,

19 tumbuhnya rambut pada bagian tertentu dan perubahan suara. Pada fase ini dilakukan upaya-upaya untuk mandiri dan pencarian identifas diri. Pemikirannya lebih logis, abstrak dan idealis. Semakin lama banyak waktu dimanfaatkan di luar keluarga. Pada saat ini para ahli tidak lagi berpendapat bahwa perubahan-perubahan akan berakhir pada fase ini. Mereka mengatakan bahwa perkembangan merupakan proses yang terjadi sepanjang hayat. 2.4 Pengetahuan Kognitif Penilaian adalah upaya atau tindakan untuk mengetahui sejauh mana tujuan yang telah ditetapkan itu tercapai atau tidak. Dengan kata lain, penilaian berfungsi sebagai alat untuk mengtahui keberhasilan proses dan hasil sebuah kerja atau program. Secara garis besar terdapat tiga ranah, yakni ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotorik. Pengetahuan kognitif adalah displin ilmu yang mempelajari tentang pikiran dan intelejensia: atensi, pengetahuan, pemrosesan, filosofi yang di anut, pembelajaran, dan perkembangan, memori, psikologi, intelejensia yang didapat, neuroscience, bahasa, persepsi, dan aksi, dan antropologi. Teori kognitif menerangkan bahwa pembelajaran adalah perubahan dalam pengetahuan yang disimpan di dalam memori. Teori kognitif ini bermaksud penambahan pengetahuan ke dalam ingatan jangka panjang atau perubahan pada skema atau struktur pengetahuan. Pengkajian terhadapteori belajar kognitif memerlukan penggambaran tentang perhatian, memori dan elaborasi reheashal, pelacakan kembali, dan pembuatan informasi yang bermakna. Manusia memilih, memperaktekkan, memberi perhatian, menghindar, merenung kembali dan membuat keputusan tentang peristiwa-peristiwa yang terjadi. Pandangan kognitif

20 yang lama mangutamakan perolehan pengetahuan. Pandangan yang baru mengutamakan pembinaan atau pembangunan ilmu pengetahuan. Dalam proses pembelajaran kognitif ini melibatkan dua proses mental yang penting yaitu persepsi dan pembentukan konsep (tanggapan). Ranah kognitif berhubungan dengan kemampuan berfikir, termasuk didalamnya kemampuan menghafal, memahami, mengaplikasi, menganalisis, mensintesis, dan kemampuan mengevaluasi. Dalam ranah kognitif itu terdapat enam aspek atau jenjang proses berfikir, mulai dari jenjang terendah sampai dengan jenjang yang paling tinggi. Keenam jenjang atau aspek yang dimaksud adalah: 1. Pengetahuan/hafalan/ingatan (knowledge) Adalah kemampuan seseorang untuk mengingat kembali (recall) atau mengenali kembali tentang nama, istilah, ide, rumus-rumus, dan sebagainya, tanpa mengharapkan kemampuan untuk menggunakannya. Pengetahuan atau ingatan merupakan proses berfikir yang paling rendah. 2. Pemahaman (comprehension) Adalah kemampuan seseorang untuk mengerti atau memahami sesuatu setelah sesuatu itu diketahui dan diingat. Dengan kata lain, memahami adalah mengetahui tentang sesuatu dan dapat melihatnya dari berbagai segi. Seseorang peserta didik dikatakan memahami sesuatu apabila ia dapat memberikan penjelasan atau memberi uraian yang lebih rinci tentang hal itu dengan menggunakan kata-katanya sendiri. Pemahaman merupakan jenjang kemampuan berfikir yang setingkat lebih tinggi dari ingatan atau hafalan.

21 3. Penerapan (application) Adalah kesanggupan seseorang untuk menerapkan atau menggunakan ide-ide umum, tata cara ataupun metode-metode, prinsip-prinsip, rumus-rumus, teoriteori dan sebagainya, dalam situasi yang baru dan kongkret. Penerapan ini adalah merupakan proses berfikir setingkat lebih tinggi ketimbang pemahaman. 4. Analisis (analysis) Adalah kemampuan seseorang untuk merinci atau menguraikan suatu bahan atau keadaan menurut bagian-bagian yang lebih kecil dan mampu memahami hubungan di antara bagian-bagian atau faktor-faktor yang satu dengan faktorfaktor lainnya. Jenjang analisis adalah setingkat lebih tinggi ketimbang jenjang aplikasi. 5. Sintesis (syntesis) Adalah kemampuan berfikir yang merupakan kebalikan dari proses berfikir analisis. Sisntesis merupakan suatu proses yang memadukan bagian-bagian atau unsur-unsur secara logis, sehingga menjelma menjadi suatu pola yang berstruktur atau berbentuk pola baru. Jenjang sintesis kedudukannya setingkat lebih tinggi daripada jenjang analisis. 6. Penilaian/penghargaan/evaluasi (evaluation) Adalah merupakan jenjang berpikir paling tinggi dalam ranah kognitif. Penilaian/evaluasi merupakan kemampuan seseorang untuk membuat pertimbangan terhadap suatu kondisi, nilai atau ide, misalkan jika seseorang dihadapkan pada beberapa pilihan maka ia akan mampu memilih satu pilihan yang terbaik sesuai dengan patokan-patokan atau kriteria yang ada.

22 2.5 Predentcare (Pregnancy Dental Care Program) Predentcare merupakan suatu program pembentukan kader kesehatan dalam bidang kedokteran gigi. Dalam penelitian ini, pembentukan kader dilakukan dengan pembimbingan kader posyandu (kader yang sudah ada) untuk diberikan materi tambahan tentang kesehatan gigi dan mulut. Kegiatan yang dilakukan oleh kader posyandu di setiap pelayanan adalah meliputi penimbangan berat badan, pengukuran tinggi tubuh, dan pengukuran lingkar kepala pada anakanak, serta memberikan tambahan makanan pada anak-anak dan ibu yang hamil. Kegiatan yang dilakukan tidak cukup memberikan pengetahuan kesehatan gigi dan mulut, sehingga pada penelitian ini diberikan pengetahuan pada kaderkader posyandu, terutama tentang pentingnya kesehatan gigi dan mulut pada ibu hamil sebagai bekal untuk calon bayi dan anak-anak dalam bidang ortodonti sebagai usaha mengurangi keparahan masalah susunan gigi yang lebih parah. Karena pada dua waktu tersebut (ibu hamil dan anak-anak), kesehatan gigi dan mulut sangat penting.

BAB 2 MALOKLUSI KLAS III. hubungan lengkung rahang dari model studi. Menurut Angle, oklusi Klas I terjadi

BAB 2 MALOKLUSI KLAS III. hubungan lengkung rahang dari model studi. Menurut Angle, oklusi Klas I terjadi BAB 2 MALOKLUSI KLAS III 2.1 Pengertian Angle pertama kali mempublikasikan klasifikasi maloklusi berdasarkan hubungan lengkung rahang dari model studi. Menurut Angle, oklusi Klas I terjadi apabila tonjol

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Maloklusi dapat didefinisikan sebagai suatu ketidaksesuaian dari hubungan gigi atau rahang yang menyimpang dari normal. 1 Maloklusi merupakan sebuah penyimpangan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perkembangan Gigi-Geligi dan Oklusi Perkembangan oklusi mengalami perubahan signifikan sejak kelahiran sampai dewasa. Perubahan dari gigi-geligi desidui menjadi gigi-geligi

Lebih terperinci

PERANAN DOKTER GIGI UMUM DI BIDANG ORTODONTI

PERANAN DOKTER GIGI UMUM DI BIDANG ORTODONTI PERANAN DOKTER GIGI UMUM DI BIDANG ORTODONTI SEMINAR WISATA DENTISTRY YOGYAKARTA 6 FEBRUARI 2009 Oleh Endah Mardiati, drg., MS., Sp.Ort 1 PERANAN DOKTER GIGI UMUM DI BIDANG ORTODONTI SEMINAR DENTISTRY

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Maloklusi Klas I Angle Pada tahun 1899, Angle mengklasifikasikan maloklusi berdasarkan relasi molar satu permanen rahang bawah terhadap rahang atas karena menurut Angle, yang

Lebih terperinci

Gambar 1. Anatomi Palatum 12

Gambar 1. Anatomi Palatum 12 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Palatum 2.1.1 Anatomi Palatum Palatum adalah sebuah dinding atau pembatas yang membatasi antara rongga mulut dengan rongga hidung sehingga membentuk atap bagi rongga mulut. Palatum

Lebih terperinci

III. KELAINAN DENTOFASIAL

III. KELAINAN DENTOFASIAL III. KELAINAN DENTOFASIAL PEN DAHULUAN Klasifikasi maloklusi dan oklusi Occlusion = Oklusi Pengertian Oklusi adalah hubungan gigi geligi rahang atas dan rahang bawah bila rahang bawah digerakkan sehingga

Lebih terperinci

BAB 2 PROTRUSI DAN OPEN BITE ANTERIOR. 2.1 Definisi Protrusi dan Open Bite Anterior

BAB 2 PROTRUSI DAN OPEN BITE ANTERIOR. 2.1 Definisi Protrusi dan Open Bite Anterior BAB 2 PROTRUSI DAN OPEN BITE ANTERIOR 2.1 Definisi Protrusi dan Open Bite Anterior Protrusi anterior maksila adalah posisi, dimana gigi-gigi anterior rahang atas lebih ke depan daripada gigi-gigi anterior

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Gigi berjejal merupakan jenis maloklusi yang paling sering ditemukan. Gigi berjejal juga sering dikeluhkan oleh pasien dan merupakan alasan utama pasien datang untuk melakukan perawatan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. oklusi sentrik, relasi sentrik dan selama berfungsi (Rahardjo, 2009).

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. oklusi sentrik, relasi sentrik dan selama berfungsi (Rahardjo, 2009). BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Oklusi Oklusi dalam pengertian yang sederhana adalah penutupan rahang beserta gigi atas dan bawah. Pada kenyataannya oklusi merupakan suatu proses kompleks karena meibatkan gigi

Lebih terperinci

Perawatan ortodonti Optimal * Hasil terbaik * Waktu singkat * Biaya murah * Biologis, psikologis Penting waktu perawatan

Perawatan ortodonti Optimal * Hasil terbaik * Waktu singkat * Biaya murah * Biologis, psikologis Penting waktu perawatan PERAWATAN ORTODONTI Nurhayati Harahap,drg.,Sp.Ort Perawatan ortodonti Optimal * Hasil terbaik * Waktu singkat * Biaya murah * Biologis, psikologis Penting waktu perawatan Empat Fase Perawatan Preventif

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Salah satu jenis maloklusi yang sering dikeluhkan oleh pasien-pasien

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Salah satu jenis maloklusi yang sering dikeluhkan oleh pasien-pasien BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Salah satu jenis maloklusi yang sering dikeluhkan oleh pasien-pasien ortodonti adalah gigi berjejal. 3,7 Gigi berjejal ini merupakan suatu keluhan pasien terutama pada aspek estetik

Lebih terperinci

CROSSBITE ANTERIOR DAN CROSSBITE POSTERIOR

CROSSBITE ANTERIOR DAN CROSSBITE POSTERIOR CROSSBITE ANTERIOR DAN CROSSBITE POSTERIOR 1. Crossbite anterior Crossbite anterior disebut juga gigitan silang, merupakan kelainan posisi gigi anterior rahang atas yang lebih ke lingual daripada gigi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. empat tipe, yaitu atrisi, abrasi, erosi, dan abfraksi. Keempat tipe tersebut memiliki

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. empat tipe, yaitu atrisi, abrasi, erosi, dan abfraksi. Keempat tipe tersebut memiliki I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keausan gigi adalah suatu kondisi yang ditandai dengan hilangnya jaringan keras gigi karena proses fisik maupun kimiawi, bukan proses karies (Oltramari-Navarro

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kebiasaan Buruk Kebiasaan adalah suatu tindakan berulang yang dilakukan secara otomatis atau spontan. Perilaku ini umumnya terjadi pada masa kanak-kanak dan sebagian besar selesai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengukuran Maloklusi Suatu kriteria untuk menetapkan tingkat kesulitan perawatan pada American Board of Orthodontic (ABO) adalah kompleksitas kasus. ABO mengembangkan teknik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ortodontik berasal dari bahasa Yunani orthos yang berarti normal atau

BAB I PENDAHULUAN. Ortodontik berasal dari bahasa Yunani orthos yang berarti normal atau BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ortodontik berasal dari bahasa Yunani orthos yang berarti normal atau benar dan dontos yang berarti gigi. Ortodontik bertujuan untuk memperbaiki posisi gigi dan memperbaiki

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Asimetri Asimetri merupakan komposisi yang sering dikaitkan dalam dunia seni dan kecantikan, tetapi lain halnya dalam keindahan estetika wajah. Estetika wajah dapat diperoleh

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Asimetri Definisi simetri adalah persamaan salah satu sisi dari suatu objek baik dalam segi bentuk, ukuran, dan sebagainya dengan sisi yang berada di belakang median plate.

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Oklusi Oklusi berasal dari kata occlusion, yang terdiri dari dua kata yakni oc yang berarti ke atas (up) dan clusion yang berarti menutup (closing). Jadi occlusion adalah closing

Lebih terperinci

I.PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Nesturkh (1982) mengemukakan, manusia di dunia dibagi menjadi

I.PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Nesturkh (1982) mengemukakan, manusia di dunia dibagi menjadi I.PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nesturkh (1982) mengemukakan, manusia di dunia dibagi menjadi beberapa golongan ras. Masyarakat negara Indonesia termasuk ke dalam golongan ras Mongoloid. Jacob

Lebih terperinci

CROSSBITE ANTERIOR. gigi anterior rahang atas yang lebih ke lingual daripada gigi anterior rahang

CROSSBITE ANTERIOR. gigi anterior rahang atas yang lebih ke lingual daripada gigi anterior rahang CROSSBITE ANTERIOR 1. Crossbite anterior Crossbite anterior disebut juga gigitan silang, merupakan kelainan posisi gigi anterior rahang atas yang lebih ke lingual daripada gigi anterior rahang bawah. Istilah

Lebih terperinci

BAB II KLAS III MANDIBULA. Oklusi dari gigi-geligi dapat diartikan sebagai keadaan dimana gigi-gigi pada rahang atas

BAB II KLAS III MANDIBULA. Oklusi dari gigi-geligi dapat diartikan sebagai keadaan dimana gigi-gigi pada rahang atas BAB II KLAS III MANDIBULA 2.1 Defenisi Oklusi dari gigi-geligi dapat diartikan sebagai keadaan dimana gigi-gigi pada rahang atas dan gigi-gigi pada rahang bawah bertemu, pada waktu rahang atas dan rahang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Maloklusi a. Definisi Oklusi merupakan hubungan gigi rahang atas dan rahang bawah saat berkontak fungsional selama aktivitas mandibula (Newman, 1998). Oklusi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hubungan yang ideal yang dapat menyebabkan ketidakpuasan baik secara estetik

BAB I PENDAHULUAN. hubungan yang ideal yang dapat menyebabkan ketidakpuasan baik secara estetik BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Maloklusi secara umum dapat diartikan sebagai deviasi yang cukup besar dari hubungan yang ideal yang dapat menyebabkan ketidakpuasan baik secara estetik maupun secara

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gigi berperan penting dalam pada proses pengunyahan, berbicara dan estetis. Berbagai penyakit maupun kelainan gigi dan mulut dapat mempengaruhi berbagai fungsi rongga

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 7 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kesimetrisan Diagnosis dalam ilmu ortodonti, sama seperti disiplin ilmu kedokteran gigi dan kesehatan lainnya memerlukan pengumpulan informasi dan data yang adekuat mengenai

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA yaitu: 5 a. Gigi geligi pada tiap lengkung rahang harus memiliki inklinasi mesiodistal 6 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2. Oklusi Oklusi didefinisikan sebagai kontak interkuspal antara gigi geligi rahang atas

Lebih terperinci

II. ORTODONSI INTERSEPTIF

II. ORTODONSI INTERSEPTIF II. ORTODONSI INTERSEPTIF Untuk memahami arti dari ortodonsi interseptif perlu diketahui terlebih dulu pengertian ilmu ortodonsi. Ilmu Ortodonsi adalah gabungan ilmu dan seni yang berhubungan dengan perkembangan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Saluran pernafasan merupakan suatu sistem yang terdiri dari beberapa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Saluran pernafasan merupakan suatu sistem yang terdiri dari beberapa BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi Saluran Pernafasan Saluran pernafasan merupakan suatu sistem yang terdiri dari beberapa komponen yang saling berhubungan. Pada bagian anterior saluran pernafasan terdapat

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Asimetri Dentokraniofasial Simetris berasal dari bahasa Yunani, yaitu symmetria yang berarti ukuran. Simetris dapat didefinisikan sebagai suatu kesesuaian dalam ukuran, bentuk,

Lebih terperinci

PERAWATAN MALOKLUSI KELAS I ANGLE TIPE 2

PERAWATAN MALOKLUSI KELAS I ANGLE TIPE 2 PERAWATAN MALOKLUSI KELAS I ANGLE TIPE 2 MAKALAH Oleh : Yuliawati Zenab, drg.,sp.ort NIP.19580704 199403 2 001 FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS PADJADJARAN BANDUNG 2010 Bandung, Maret 2010 Disetujui

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. displasia dan skeletal displasia. Dental displasia adalah maloklusi yang disebabkan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. displasia dan skeletal displasia. Dental displasia adalah maloklusi yang disebabkan BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pola Skeletal Maloklusi Klas I Maloklusi dibagi dalam tiga golongan yaitu dental displasia, skeleto dental displasia dan skeletal displasia. Dental displasia adalah maloklusi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terdiri dari berbagai macam penyebab dan salah satunya karena hasil dari suatu. pertumbuhan dan perkembangan yang abnormal.

BAB I PENDAHULUAN. terdiri dari berbagai macam penyebab dan salah satunya karena hasil dari suatu. pertumbuhan dan perkembangan yang abnormal. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Maloklusi adalah suatu kondisi yang tidak dapat diwakilkan oleh suatu keadaan yang tunggal tetapi merupakan jumlah atau kumpulan dari sifat oklusi yang multifaktorial.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bagi remaja, salah satu hal yang paling penting adalah penampilan fisik.

BAB I PENDAHULUAN. Bagi remaja, salah satu hal yang paling penting adalah penampilan fisik. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bagi remaja, salah satu hal yang paling penting adalah penampilan fisik. Penampilan fisik terutama dapat dilihat dari penampilan wajah, tidak terlepas dari penampilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Oklusi secara sederhana didefinisikan sebagai hubungan gigi-geligi maksila

BAB I PENDAHULUAN. Oklusi secara sederhana didefinisikan sebagai hubungan gigi-geligi maksila BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Oklusi secara sederhana didefinisikan sebagai hubungan gigi-geligi maksila dan mandibula. Pada kenyataannya, oklusi gigi merupakan hubungan yang kompleks karena melibatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau bergantian (Hamilah, 2004). Pertumbuhan berkaitan dengan perubahan

BAB I PENDAHULUAN. atau bergantian (Hamilah, 2004). Pertumbuhan berkaitan dengan perubahan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Proses tumbuh kembang pada anak bisa disebut masa rentan karena masa kanak-kanak merupakan masa kritis dalam proses tumbuh kembang. Pada umumnya proses tumbuh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbentuk maloklusi primer yang timbul pada gigi-geligi yang sedang

BAB I PENDAHULUAN. berbentuk maloklusi primer yang timbul pada gigi-geligi yang sedang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Maloklusi merupakan penyimpangan hubungan rahang atas dan rahang bawah dari bentuk standar normal. Keadaan tersebut terjadi akibat adanya malrelasi antara pertumbuhan,

Lebih terperinci

III. RENCANA PERAWATAN

III. RENCANA PERAWATAN III. RENCANA PERAWATAN a. PENDAHULUAN Diagnosis ortodonsi dianggap lengkap bila daftar problem pasien diketahui dan antara problem patologi dan perkembangan dipisahkan. Tujuan rencana perawatan adalah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Crossbite posterior adalah relasi transversal yang abnormal dalam arah

BAB 1 PENDAHULUAN. Crossbite posterior adalah relasi transversal yang abnormal dalam arah 17 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Crossbite posterior adalah relasi transversal yang abnormal dalam arah bukolingual atau bukopalatal antara gigi antagonis. Crossbite posterior dapat terjadi bilateral

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengganggu kesehatan gigi, estetik dan fungsional individu.1,2 Perawatan dalam

BAB I PENDAHULUAN. mengganggu kesehatan gigi, estetik dan fungsional individu.1,2 Perawatan dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Maloklusi merupakan suatu keadaan kedudukan gigi geligi yang menyimpang dari oklusi normal.1 Masalah maloklusi ini mendapat perhatian yang besar dari praktisi dan dokter

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian analitik dengan pendekatan cross sectional, yaitu penelitian untuk mencari perbedaan antara variabel bebas (faktor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. wajah yang menarik dan telah menjadi salah satu hal penting di dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. wajah yang menarik dan telah menjadi salah satu hal penting di dalam kehidupan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Estetika wajah adalah suatu konsep yang berhubungan dengan kecantikan atau wajah yang menarik dan telah menjadi salah satu hal penting di dalam kehidupan modern. Faktor-faktor

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Lengkung gigi merupakan suatu garis lengkung imajiner yang menghubungkan sederetan gigi pada rahang atas dan bawah. 7,9 Bentuk lengkung gigi ini berhubungan dengan bentuk kepala

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ortodonti merupakan salah satu cabang ilmu kedokteran gigi yang berhubungan dengan teknik untuk mencegah, mengintervensi dan mengoreksi keberadaan maloklusi dan kondisi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. menunjukkan prevalensi nasional untuk masalah gigi dan mulut di Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. menunjukkan prevalensi nasional untuk masalah gigi dan mulut di Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Susunan gigi yang tidak teratur dan keadaan oklusi yang tidak sesuai dengan keadaan normaltentunya merupakan suatu bentuk masalah kesehatan gigi dan mulut. 1,2,3 Data

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Maloklusi adalah ketidakteraturan letak gigi geligi sehingga menyimpang dari

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Maloklusi adalah ketidakteraturan letak gigi geligi sehingga menyimpang dari I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Maloklusi merupakan salah satu masalah di bidang kedokteran gigi. Maloklusi adalah ketidakteraturan letak gigi geligi sehingga menyimpang dari hubungan antara gigi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. studi. 7 Analisis model studi digunakan untuk mengukur derajat maloklusi,

BAB 1 PENDAHULUAN. studi. 7 Analisis model studi digunakan untuk mengukur derajat maloklusi, studi. 7 Analisis model studi digunakan untuk mengukur derajat maloklusi, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ortodonti adalah cabang ilmu kedokteran gigi yang berkaitan dengan pertumbuhan dan perkembangan,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Maloklusi Menurut Angle, maloklusi merupakan oklusi yang menyimpang dari bidang oklusal gigi normal (cit. Martin RK dkk.,). 10 Menurut Cairns dkk.,, maloklusi terjadi saat

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Kehilangan gigi geligi disebabkan oleh faktor penyakit seperti karies dan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Kehilangan gigi geligi disebabkan oleh faktor penyakit seperti karies dan BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Faktor Penyebab Kehilangan Gigi Kehilangan gigi geligi disebabkan oleh faktor penyakit seperti karies dan penyakit periodontal. Faktor bukan penyakit seperti gaya hidup dan faktor

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lengkung Gigi Lengkung gigi merupakan suatu garis imajiner yang menghubungkan sederetan gigi pada rahang atas dan rahang bawah yang dibentuk oleh mahkota gigigeligi dan merupakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Istilah maloklusi pertama kali diciptakan oleh Guilford. Guilford mengartikan maloklusi sebagai setiap penyimpangan oklusi yang berada diluar rentang kewajaran yang

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Maloklusi Maloklusi merupakan penyimpangan baik dari segi estetis dan/atau fungsional dari oklusi ideal. 10 Maloklusi bukan merupakan penyakit, tapi sebuah disabiliti yang berpotensi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Setiap individu terdapat 20 gigi desidui dan 32 gigi permanen yang. 2.1 Pertumbuhan dan Perkembangan Gigi

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Setiap individu terdapat 20 gigi desidui dan 32 gigi permanen yang. 2.1 Pertumbuhan dan Perkembangan Gigi BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Setiap individu terdapat 20 gigi desidui dan 32 gigi permanen yang berkembang dari interaksi antara sel epitel rongga mulut dan sel bawah mesenkim. Setiap gigi berbeda secara anatomi,

Lebih terperinci

BAB 2 KANINUS IMPAKSI. individu gigi permanen dapat gagal erupsi dan menjadi impaksi di dalam alveolus.

BAB 2 KANINUS IMPAKSI. individu gigi permanen dapat gagal erupsi dan menjadi impaksi di dalam alveolus. BAB 2 KANINUS IMPAKSI Gigi permanen umumnya erupsi ke dalam lengkungnya, tetapi pada beberapa individu gigi permanen dapat gagal erupsi dan menjadi impaksi di dalam alveolus. Salah satunya yaitu gigi kaninus

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lengkung Gigi Menurut DuBRUL (1980), bentuk lengkung gigi sangat bervariasi, akan tetapi secara umum lengkung gigi rahang atas berbentuk elips dan lengkung gigi rahang bawah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Oklusi merupakan fenomena kompleks yang melibatkan gigi, jaringan periodontal, rahang, sendi temporomandibula, otot dan sistem saraf. Oklusi mempunyai dua aspek,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Lengkung gigi terdiri dari superior dan inferior dimana masing-masing

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Lengkung gigi terdiri dari superior dan inferior dimana masing-masing 20 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Lengkung gigi terdiri dari superior dan inferior dimana masing-masing dikenal sebagai maksila dan mandibula. 6 Lengkung gigi adalah berbeda pada setiap individu, tidak ada seorang

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Periode Perkembangan Gigi Geligi Terdapat empat tahap perkembangan gigi geligi manusia, yaitu periode bantalan gusi (gum pads), periode gigi desidui (primary dentition stage),

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Dewasa ini masyarakat semakin menyadari akan kebutuhan pelayanan

BAB 1 PENDAHULUAN. Dewasa ini masyarakat semakin menyadari akan kebutuhan pelayanan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini masyarakat semakin menyadari akan kebutuhan pelayanan kesehatan. Pengetahuan masyarakat tentang arti pentingnya tubuh yang sehat semakin meningkat, tidak

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Maloklusi Istilah maloklusi pertama kali diperkenalkan oleh Guilford, dimana pengertian maloklusi adalah penyimpangan letak gigi atau malrelasi lengkung geligi (rahang) di luar

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perawatan ortodontik bertujuan untuk mengoreksi maloklusi sehingga diperoleh oklusi yang normal. Penatalaksanaan perawatan ortodontik sering dihadapkan kepada permasalahan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. retak), infeksi pada gigi, kecelakaan, penyakit periodontal dan masih banyak

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. retak), infeksi pada gigi, kecelakaan, penyakit periodontal dan masih banyak I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hilangnya gigi bisa terjadi pada siapa saja dengan penyebab yang beragam antara lain karena pencabutan gigi akibat kerusakan gigi (gigi berlubang, patah, retak), infeksi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini banyak pasien datang ke dokter gigi karena kondisi gigi yang kurang rapi. Gigi yang kurang rapi ini disebut juga dengan maloklusi. Maloklusi merupakan penyimpangan

Lebih terperinci

TINGKAT KEPARAHAN MALOKLUSI DAN KEBUTUHAN PERAWATAN ORTODONTI BERDASARKAN INDEX OF COMPLEXITY, OUTCOME, AND NEED (ICON) PADA MURID SMA NEGERI 18 MEDAN

TINGKAT KEPARAHAN MALOKLUSI DAN KEBUTUHAN PERAWATAN ORTODONTI BERDASARKAN INDEX OF COMPLEXITY, OUTCOME, AND NEED (ICON) PADA MURID SMA NEGERI 18 MEDAN TINGKAT KEPARAHAN MALOKLUSI DAN KEBUTUHAN PERAWATAN ORTODONTI BERDASARKAN INDEX OF COMPLEXITY, OUTCOME, AND NEED (ICON) PADA MURID SMA NEGERI 18 MEDAN SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kehilangan gigi merupakan masalah gigi dan mulut yang sering ditemukan. Kehilangan gigi dapat disebabkan oleh dua faktor secara umum yaitu, faktor penyakit seperti

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. wajah dan jaringan lunak yang menutupi. Keseimbangan dan keserasian wajah

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. wajah dan jaringan lunak yang menutupi. Keseimbangan dan keserasian wajah 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jaringan lunak wajah memegang peranan penting dalam pertimbangan perawatan ortodontik. Keseimbangan dan keserasian wajah ditentukan oleh tulang wajah dan jaringan lunak

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Maturitas adalah proses pematangan yang dihasilkan oleh pertumbuhan dan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Maturitas adalah proses pematangan yang dihasilkan oleh pertumbuhan dan BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Maturitas adalah proses pematangan yang dihasilkan oleh pertumbuhan dan perkembangan. 11 Evaluasi status maturitas seseorang berperan penting dalam rencana perawatan ortodonti, khususnya

Lebih terperinci

BAB 2 TI JAUA PUSTAKA

BAB 2 TI JAUA PUSTAKA 6 BAB 2 TI JAUA PUSTAKA Ortodonti adalah salah satu cabang ilmu kedokteran gigi yang berhubungan dengan estetika gigi, wajah, dan kepala. Berdasarkan American Board of Orthodontics (ABO), Ortodonti adalah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dipisahkan, yaitu pertumbuhan dan perkembangan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dipisahkan, yaitu pertumbuhan dan perkembangan. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Telaah Pustaka 1. Tumbuh Kembang Anak Perubahan morfologi, biokimia dan fisiologi merupakan manifestasi kompleks dari tumbuh kembang yang terjadi sejak konsepsi sampai maturitas/dewasa.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. (Alexander,2001). Ortodonsia merupakan bagian dari ilmu Kedokteran Gigi yang

I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. (Alexander,2001). Ortodonsia merupakan bagian dari ilmu Kedokteran Gigi yang I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Perawatan ortodontik semakin berkembang seiring meningkatnya kesadaran masyarakat akan kesehatan dan penampilan fisik yang menarik (Alexander,2001). Ortodonsia merupakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. ortodontik (Shaw, 1981). Tujuan perawatan ortodontik menurut Graber (2012)

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. ortodontik (Shaw, 1981). Tujuan perawatan ortodontik menurut Graber (2012) I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Area dentofasial sangat berpengaruh terhadap penampilan wajah seseorang. Kelainan di sekitar area tersebut akan berdampak pada hilangnya kepercayaan diri sehingga memotivasi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pertumbuhan dan Perkembangan Rahang Tumbuh-kembang adalah suatu proses keseimbangan dinamik antara bentuk dan fungsi. Prinsip dasar tumbuh-kembang antara lain berkesinambungan,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sampai perawatan selesai (Rahardjo, 2009). Hasil perawatan ortodontik

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sampai perawatan selesai (Rahardjo, 2009). Hasil perawatan ortodontik BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Telaah Pustaka. Perawatan ortodontik cekat Perawatan ortodontik cekat adalah alat yang dipasang secara cekat pada elemen gigi pasien sehingga alat tidak bisa dilepas oleh pasien

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. permukaan oklusal gigi geligi rahang bawah pada saat rahang atas dan rahang

BAB I PENDAHULUAN. permukaan oklusal gigi geligi rahang bawah pada saat rahang atas dan rahang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Oklusi adalah berkontaknya permukaan oklusal gigi geligi rahang atas dengan permukaan oklusal gigi geligi rahang bawah pada saat rahang atas dan rahang bawah menutup.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Penelitian tentang hubungan Indeks Massa Tubuh dengan maloklusi menggunakan Handicapping Malocclusion Assessment Index (HMAI) pada anak usia diatas

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Molar Dua Mandibula Fungsi molar dua mandibula permanen adalah melengkapi molar satu mandibula. Seluruh bagian molar dua mandibula lebih kecil sekitar 1mm daripada molar satu.

Lebih terperinci

Analisa Ruang Metode Moyers

Analisa Ruang Metode Moyers ANALISA RUANG I. Analisa Ruang Analisis ruang sangat diperlukan untuk membandingkan ruangan yang tersedia dengan ruangan yang dibutuhkan untuk normalnya keteraturan gigi. Adanya ketidakteraturan atau crowding

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA energi. 4,5 Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Status Gizi Gizi adalah suatu proses organisme menggunakan makanan yang dikonsumsi secara normal

Lebih terperinci

LEMBAR PENJELASAN KEPADA ORANG TUA/ WALI OBJEK PENELITIAN. Kepada Yth, Ibu/ Sdri :... Orang tua/ Wali Ananda :... Alamat :...

LEMBAR PENJELASAN KEPADA ORANG TUA/ WALI OBJEK PENELITIAN. Kepada Yth, Ibu/ Sdri :... Orang tua/ Wali Ananda :... Alamat :... Lampiran 1 LEMBAR PENJELASAN KEPADA ORANG TUA/ WALI OBJEK PENELITIAN Kepada Yth, Ibu/ Sdri :... Orang tua/ Wali Ananda :... Alamat :... Bersama ini saya yang bernama, Nama : Zilda Fahnia NIM : 110600132

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. cepat berkembang. Masyarakat makin menyadari kebutuhan pelayanan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. cepat berkembang. Masyarakat makin menyadari kebutuhan pelayanan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemajuan jaman membuat pemikiran masyarakat semakin maju dan cepat berkembang. Masyarakat makin menyadari kebutuhan pelayanan kesehatan, karena pengetahuan masyarakat tentang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. dari struktur wajah, rahang dan gigi, serta pengaruhnya terhadap oklusi gigi geligi

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. dari struktur wajah, rahang dan gigi, serta pengaruhnya terhadap oklusi gigi geligi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Ortodonti adalah kajian tentang variasi pertumbuhan dan perkembangan dari struktur wajah, rahang dan gigi, serta pengaruhnya terhadap oklusi gigi geligi (Grist,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Ortodonsia menurut American Association of Orthodontists adalah bagian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Ortodonsia menurut American Association of Orthodontists adalah bagian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ortodonsia menurut American Association of Orthodontists adalah bagian Ilmu Kedokteran Gigi yang terkonsentrasi untuk mengawasi, membimbing, dan mengoreksi pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Analisa Profil Jaringan Lunak Wajah Analisa profil jaringan lunak wajah yang tepat akan mendukung diagnosa secara keseluruhan pada analisa radiografi sefalometri lateral. Penegakkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Ortodonsia merupakan bagian dari Ilmu Kedokteran Gigi yang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Ortodonsia merupakan bagian dari Ilmu Kedokteran Gigi yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ortodonsia merupakan bagian dari Ilmu Kedokteran Gigi yang mempelajari pertumbuhan dan perkembangan yang disebabkan oleh pergerakan gigi. Ortodonsia mencakup diagnosis,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Sebagian besar dari penduduk Indonesia termasuk ras Paleomongoloid yang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Sebagian besar dari penduduk Indonesia termasuk ras Paleomongoloid yang BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ras Deutro-Melayu Sebagian besar dari penduduk Indonesia termasuk ras Paleomongoloid yang disebut dengan ras Melayu. Ras Melayu terdiri dari kelompok Proto-Melayu (Melayu tua)

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Maloklusi adalah keadaan yang menyimpang dari oklusi normal dengan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Maloklusi adalah keadaan yang menyimpang dari oklusi normal dengan BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Maloklusi adalah keadaan yang menyimpang dari oklusi normal dengan susunan gigi yang tidak harmonis secara estetik mempengaruhi penampilan seseorang dan mengganggu keseimbangan fungsi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 MALOKLUSI Maloklusi adalah bentuk hubungan rahang atas dan bawah yang menyimpang dari bentuk normal. Menurut Salzman (1957), maloklusi adalah susunan gigi dalam lengkung gigi,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perawatan Ortodontik bertujuan untuk memperbaiki susunan gigi-gigi dan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perawatan Ortodontik bertujuan untuk memperbaiki susunan gigi-gigi dan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perawatan Ortodontik bertujuan untuk memperbaiki susunan gigi-gigi dan ubungan rahang yang tidak normal sehingga tercapai oklusi, fungsi yang normal dan estetis wajah yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gigi berjejal, tidak teratur dan protrusif adalah kondisi yang paling sering terjadi dan memotivasi individu untuk melakukan perawatan ortodontik. Motivasi pasien

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sistem mastikasi merupakan unit fungsional dalam pengunyahan yang mempunyai

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sistem mastikasi merupakan unit fungsional dalam pengunyahan yang mempunyai 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sistem mastikasi merupakan unit fungsional dalam pengunyahan yang mempunyai komponen terdiri dari gigi-geligi, sendi temporomandibula, otot kunyah, dan sistem

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perkembangan Gigi Perkembangan gigi merupakan proses kompleks yang disebut juga morfogenesis gigi atau odontogenesis yang dimulai selama minggu ke-6 perkembangan embrio. Perkembangan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada dasarnya, perawatan ortodonti adalah usaha pengawasan untuk membimbing dan mengoreksi struktur dentofasial yang sedang tumbuh atau yang sudah dewasa. Perawatan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyimpangan dari oklusi normal yang dikenal dengan nama maloklusi merupakan masalah pada gigi yang dapat mempengaruhi estetik, gangguan fungsi pengunyahan, penelanan,

Lebih terperinci

BAB II CELAH PALATUM KOMPLET BILATERAL. Kelainan kongenital berupa celah palatum telah diketahui sejak lama. Pada

BAB II CELAH PALATUM KOMPLET BILATERAL. Kelainan kongenital berupa celah palatum telah diketahui sejak lama. Pada BAB II CELAH PALATUM KOMPLET BILATERAL Kelainan kongenital berupa celah palatum telah diketahui sejak lama. Pada beberapa kasus, celah ini terjadi setiap delapan ratus kelahiran dan kira-kira seperempatnya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. menumbuhkan kepercayaan diri seseorang. Gigi dengan susunan yang rapi dan

BAB 1 PENDAHULUAN. menumbuhkan kepercayaan diri seseorang. Gigi dengan susunan yang rapi dan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penampilan fisik termasuk gigi merupakan aspek yang sangat penting untuk menumbuhkan kepercayaan diri seseorang. Gigi dengan susunan yang rapi dan senyum yang menawan

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. Desain penelitian ini adalah analitik dengan pendekatan retrospective

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. Desain penelitian ini adalah analitik dengan pendekatan retrospective BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian Desain penelitian ini adalah analitik dengan pendekatan retrospective cross-sectional karena pengukuran variabel dilakukan pada satu saat atau setiap subyek

Lebih terperinci

DETEKSI DINI KETIDAKSEIMBANGAN OTOT OROFASIAL PADA ANAK. Risti Saptarini Primarti * Bagian Ilmu Kedokteran Gigi Anak Fakultas Kedokteran Gigi Unpad

DETEKSI DINI KETIDAKSEIMBANGAN OTOT OROFASIAL PADA ANAK. Risti Saptarini Primarti * Bagian Ilmu Kedokteran Gigi Anak Fakultas Kedokteran Gigi Unpad DETEKSI DINI KETIDAKSEIMBANGAN OTOT OROFASIAL PADA ANAK Risti Saptarini Primarti * Bagian Ilmu Kedokteran Gigi Anak Fakultas Kedokteran Gigi Unpad ABSTRAK Fungsi otot orofasial berperan penting dalam pembentukan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Impaksi Kaninus Gigi impaksi dapat didefinisikan sebagai gigi permanen yang terhambat untuk erupsi keposisi fungsional normalnya oleh karena adanya hambatan fisik dalam

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Ukuran lebar mesiodistal gigi setiap individu adalah berbeda, setiap

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Ukuran lebar mesiodistal gigi setiap individu adalah berbeda, setiap BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Ukuran lebar mesiodistal gigi setiap individu adalah berbeda, setiap populasi juga berbeda dengan populasi lainnya. 1 Data lebar mesiodistal gigi penting sebagai informasi sebelum

Lebih terperinci