Reformasi menghadirkan demokratisasi dan desentralisasi, suatu arah yang kita syukuri.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Reformasi menghadirkan demokratisasi dan desentralisasi, suatu arah yang kita syukuri."

Transkripsi

1 MENGEMBANGKAN KEBERDAYAAN MASYARAKAT BERKELANJUTAN 1 Oleh Bambang Ismawan 2 I. CATATAN AWAL : Reformasi menghadirkan demokratisasi dan desentralisasi, suatu arah yang kita syukuri. Tetapi karena persiapan ke arah itu tidak cukup memadai sehingga perangkatnya belum cukup tersedia maka praktek demokrasi itu terasa lepas kendali. Banyak tekanan pada aspek prosedural dan mengabaikan substansi. Demokrasi cenderung ditafsirkan sebagai kebebasan yang seluas-luasnya, kurang diimbangi aspek tanggung jawab, mengabaikan etika, hukum, serta keadaban yang menjunjung hak-hak asasi manusia. Karena pemahaman demokrasi yang bisa menyebabkan konflik vertikal dan horizontal yang memperburuk keberdayaan masyarakat. Pada sisi lain desentralisasi dan otonomi daerah lebih banyak menghadirkan semangat yang cenderung sempit, seperti meningkatkan penghasilan asli daerah (PAD), kepemimpinan yang memaksakan putra/i asli daerah, serta menafikan nilai-nilai kemajemukan. Sementara misi utama kemerdekaan kita yaitu meningkatkan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan, terabaikan. 1 Disampaikan dalam Seminar Indonesia Tanpa Kemiskinan: Pemberantasan Kemiskinan dan Peningkatan Kesejahteraan, 31 Mei Bambang Ismawan adalah Ketua Pembina Yayasan Bina Swadaya, Sekjen. Gema PKM Indonesia dan Pemimpin Umum Majalah Trubus 1

2 Wajah buram dari praksis demokrasi tersebut berdampak pada ketidakberdayaan masyarakat yang semakin kronis. Beberapa contoh tragedi memilukan antara lain : Penindasan TKI yang tak pernah henti, gagapnya penanganan bencana, hebatnya kerusakan lingkungan, dan praktek KKN yang terus beranak-pinak. Wajarlah kalau masyarakat warga menuntut Pemerintah lebih mengefektifkan fungsinya menghentikan kemerosotan keberdayaan masyarakat dan membaliknya menjadi peningkatan dan pengembangan kenderdayaan itu. Namun mengingat banyak dan kompleknya masalah yang kita hadapi, masyarakat warga (civil society) tidak boleh berhenti disitu, harus secara proaktif mengambil inisiatif, menggalang kerjasama dengan sektor Bisnis, Pemerintah dan Universitas mengembangkan gerakan keberdayaan masyarakat berkelanjutan. II. KETIDAK BERDAYAAN Ketidakberdayaan dalam tulisan ini dimaknai sebagai kemiskinan dan keterbelakangan. Ketidakberdayaan itu ditengarai dengan jumlah anggota masyarakat yang sangat banyak yang tidak terjangkau pelayanan dasar seperti kesehatan, pendidikan dan usaha, sehingga kualitas sumber daya manusia rendah, teknologi rendah, organisasi lemah, permodalan lemah, pendapatan mereka rendah dan rentan terhadap berbagai penyakit. Kalau digali lebih dalam, sebab-sebab ketidakberdayaan masyarakat dapat digambarkan sebagai berikut: 2

3 Warisan Penjajahan Mulanya VOC (pedagang bersenjata) melakukan pendekatan monopolistik, menguras sumber daya alam untuk keuntungan sebesar-besarnya bagi dirinya. Tak dapat dihindari pertempuran terjadi di mana-mana: di Aceh, Sumatera Barat, Jawa, Bali, Maluku dll. Kemudian politik Neraca Saldo Positif (Batigslot Politiek) yang dipelopori oleh Van den Bosch (1830) melalui sistem tanam paksa (Cultur Stelsel) menyebabkan penderitaan yang luar biasa bagi rakyat. Eksploitasi sumberdaya alam oleh negara (Belanda) ini kemudian diikuti dengan masuknya modal asing (kapitalisme) melalui Agrarische wet (1870), memunculkan ondernaming-ondernaming yang berdampingan dengan pertanian dan perkebunan rakyat. Kenyataan ini menghadirkan praktek dualisme ekonomi (Boeke) yaitu adanya strata ekonomi modern dengan kapital besar didukung Pemerintah Hindia Belanda dan strata ekonomi rakyat yang tradisional, tidak terorganisir, lemah tanpa dukungan. Kedua bentuk ekonomi itu hidup berdampingan, kadang-kadang saling mengisi dan bekerjasama tetapi sering berbenturan. Kalau yang terakhir ini terjadi maka strata ekonomi rakyat yang akan tergusur. Masyarakat semakin miskin dan tidak berdaya, akhirnya Amanat Penderitaan Rakyat memicu tuntutan kemerdekaan. Namun, setelah 3

4 kemerdekaan politik tercapai polarisasi dari dualisme ekonomi itu masih terjadi dan rakyat kecil masih menderita. Ketidakstabilan Pemerintahan Penjajahan Belanda tidak meninggalkan sistem pemerintahan seperti penjajahan Inggris, yang tertinggal adalah ketidakpastian sistem pemerintahan pasca kemerdekaan. Kita mengenal demokrasi liberal, demokrasi terpimpin, demokrasi Pancasila, kemudian kita saksikan sistem sentralisasi dan desentralisasi. Pernah juga ada sistem kabinet parlementer dan kemudian sekarang presidensial. Perubahan-perubahan tersebut membuat energi kita terkuras dan tidak fokus untuk upaya kesejahteraan rakyat, sesuatu yang tidak terjadi di Malaysia, India dan negara-negara bekas jajahan Inggris. Jebakan Ketergantungan Pada jaman Orde Lama berlangsungnya sistem partai dan onderbouw membuat masyarakat terkotak-kotak secara ideologi dan kelembagaannya. Seolah orang hanya bernilai kalau masuk dalam sistem yang berlaku dan menjadi anggota organisasi onderbouw sebuah Partai Politik, yaitu organisasi Tani, Buruh, Nelayan, Pemuda, Perempuan, Budaya, dan lain-lain. Kemudian pemerintahan Orde Baru menghentikan sistem organisasi onderbouw, menyederhanakan sistem kepartaian, memperkenalkan masa mengambang. Orde Baru menerapkan sistem sentralisasi, semua pendapatan negara dipusatkan di Jakarta, kemudian dibagikan melalui daftar isian proyek (trickle down). Masyarakat masuk dalam ketergantungan baru yaitu pada proyek-proyek yang disetujui pusat, di luar sistem proyek itu orang tidak berarti. Celakanya jebakan ketergantungan berlanjut dan mungkin lebih 4

5 parah ketika era desentralisasi menguak, kedua sistem di atas saling berinteraksi dan terjadi di daerah. Devaluasi Mata Uang Yang Sangat Besar Kalau kita teliti menghitung, tanpa disadari kita telah mengalami devaluasi sebesar % selama 65 tahun! Th. 50-an : Sanering (Gunting Sjafruddin) 50%, Th : Rp. 1000,- disusut menjadi Rp. 1,- ( %), Th. 1967, US $ 1 = Rp.84 Rp.100, rata-rata Rp.90; Th 2010, US $ 1 = Rp ( %) Bandingkan dengan negara Thailand, 65 tahun lalu, US $ 1 = 20 Bath. Sekarang US $ 1 = sekitar 40 Bath (100%). Keadaan ini jelas merupakan proses pemiskinan yang sistematik. K K N Praktek Korupsi, Kolusi dan Nepotisme telah menggerogoti kekayaan negara, yang adalah kekayaan rakyat. Praktek KKN juga telah menjadikan sejumlah elit ekonomi dan politik kaya raya dalam waktu pendek tanpa perlu bekerja keras, sekaligus mengakibatkan kesenjangan sosial ekonomi yang parah. Hal ini juga menimbulkan ketidak percayaan rakyat kepada lembaga publik Bencana Alam Wilayah Negara Kepulauan Republik Indonesia berada pada lempengan bumi yang rentan bencana, baik karena gempa bumi, letusan gunung berapi, banjir dan tsunami. Tetapi 5

6 menghadapi situasi seperti itu, upaya-upaya startegis dalam pengorganisasian mitigasi bencana, baik di tingkat lokal maupun nasional masih sangat kurang dilakukan. Misalnya, tidak adanya ketentuan tentang bangunan yang tahan gempa di daerah rentan gempa, tiadanya ketentuan membangun areal pemukiman di wilayah yang rawan banjir/tsunami, tiadanya teknologi dan sistem peringatan dini di daerah rentan bencana, serta tiadanya pendidikan dan partisipasi masyarakat dalam upaya mitigasi bencana. Sistem mitigasi bencana perlu dibangun, karena hidup di benua maritim yang rentan bencana menuntut sikap hidup yang berani menghadapi bencana secara cerdas, dengan menggunakan ilmu pengetahuan dan teknologi. Bila hal ini tidak serius dilakukan, maka hasil pembangunan nasional terancam oleh bayang-bayang kehancuran. Hal ini akan mengakibatkan ketidakberdayaan rakyat yang semakin meluas. Kerusakan Lingkungan Kerusakan lingkungan disebabkan oleh kecerobohan manusia yang tidak peduli terhadap kelestarian lingkungan. Penebangan hutan secara liar (illegal logging), diperkirakan 52 juta hektar hutan yang telah rusak, mengalihkan fungsi daerah aliran sungai menjadi daerah pemukiman, membuang limbah pabrik di aliran sungai yang merusak kualitas air bersih, mengekspoitasi alam secara liar, asap pabrik dan kendaraan bermotor, mengakibatkan kualitas hidup manusia (terutama kesehatan) merosot. III. PANGGILAN BAGI MASYARAKAT WARGA Ketidakberdayaan masyarakat yang semakin memburuk jelas tidak sesuai dengan cita-cita kemerdekaan, yaitu meningkatnya kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan. 6

7 Ketidakberdayaan masyarakat bukan fenomena temporer, tetapi telah berakar lama. Ia merupakan unsur yang berproses menjadi Indonesia dan menjadi sekaligus pendorong para pendiri bangsa membebaskan rakyat yang menderita. Generasi pasca kemerdekaan gagal merespon Amanat Penderitaan Rakyat, karena berperilaku mementingkan diri, kelompok, golongan dan partainya dari pada kepentingan masyarakat bangsa dan Negara. Kemiskinan itu kalau diamati secara menyeluruh ditandai oleh faktor-faktor: rendahnya produktivitas, lemahnya organisasi, rendahnya kualitas sumber daya manusia, tiadanya akses terhadap sumberdaya, rendahnya teknologi, rendahnya pendapatan, lemahnya nilai tukar hasil produksi masyarakat, adanya kesenjangan antara kaya dan miskin, minimnya kemampuan berpartisipasi dalam pembangunan nasional dan lemahnya posisi tawar menawar. Kalau kondisi-kondisi tersebut dikaitkan satu dengan yang lain dalam suatu pola hubungan sebab-akibat, maka muncullah diagram sebagai berikut. Walaupun konstitusi mengatakan bahwa, negara bertugas meningkatkan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan, namun usaha ke arah itu semakin kabur efektifitasnya. Ketidakberdayaan masyarakat yang telah berlangsung lama, saat ini tetap tidak jelas prospeknya. Apatisme yang merajalela membahayakan masa depan bangsa. 7

8 Masyarakat warga (civil society) terpanggil untuk memberdayakan masyarakat secara bekelanjutan dan mengembangkan usaha itu dengan cara bermitra dengan dunia usaha, serta mendorong pemerintah mengarahkan kebijakan untuk mendukung upaya-upaya masyarakat warga. Peluang tampilnya peran masyarakat warga semakin besar dan banyak contohnya, antara lain : Gerakan Pengembangan Keuangan Mikro yang dipelopori oleh Prof. Dr. Muhammad Yunus dari Banglades, Sang Penerima Penghargaan Nobel untuk Perdamaian. Untuk melepaskan diri dari jebakan kemiskinan dan keterbelakangan, diperlukan kearifan, komitmen, organisasi, dan sarana yang mendukung. Lebih dari semua itu, diperlukan suatu sikap yang bersumber dari keyakinan bahwa setiap usaha untuk mengatasi kemiskinan tidak boleh memperlakukan orang miskin sebagai obyek, melainkan harus menjadi subjek. Bila potensi yang serba sedikit itu digalang dan dihimpun dengan semangat kebersamaan efektif, maka mereka akan mampu berkembang untuk mengatasi pelbagai masalah yang mereka hadapi dengan kekuatan sendiri secara bersama-sama. Mengutip Prof. Prahalad dalam bukunya The Fortune at the Bottom of the Pyramid (2006) berujar: "Jika kita berhenti menganggap masyarakat miskin sebagai kurban, atau beban, serta mulai memandang mereka sebagai para wirausahawan yang tangguh dan kreatif, serta sebagai konsumen yang peduli nilai, maka seluruh peluang dunia baru akan terbuka". 8

9 IV. GERAKAN KEBERDAYAAN MASYARAKAT BERKELANJUT- AN Berdasarkan pengalaman di Bina Swadaya (44 tahun) dan berbagai kegiatan kerjasama dengan LSM, Pemerintah dan sektor Bisnis dapat direkomendasikan Gerakan Keberdayaan Masyarakat Berkelanjutan. Dalam gerakan ini terdapat sejumlah fungsi yang terkait, yaitu Komunitas Basis yang berfungsi sebagai receiving mechanism, Lembaga Pengembangan Masyarakat berfungsi sebagai delivery mechanism, dan Lembaga Pelayanan Sumberdaya atau service provider. Yang diperlukan adalah suatu fungsi yang mensinergikan berbagai lembaga yang ada, disebut Bina Mitra Sumberdaya. Gerakan ini bekerja dengan dukungan kebijakan Pemerintah, Pusat dan Daerah. Interaksi antar fungsi keberdayaan masyarakat dapat digambarkan sebagai berikut: Komunitas Basis: suatu bentuk kelembagaan lokal yang mengkonstruksi solidaritas anggotanya untuk mengembangkan usaha yang feasible secara lokal, berperan sebagai lembaga penerima dan pengelola program yang dijalankan dengan partisipasi penuh di masyarakat. Lembaga-lembaga tersebut adalah Community Based Organization, 9

10 Kelompok Swadaya Masyarakat, Kelompok Adat, Koperasi Primer, Credit Union, dan lain-lain. Lembaga Pengembangan Masyarakat, merupakan pendamping dan pengembang keberdayaan masyarakat. Mereka adalah Pengurus dan Penggerak Ormas & LSM, yaitu Ormas dan LSM Pertanian, Ormas dan LSM Nelayan dan Kelautan, Ormas dan LSM Perburuhan, Ormas dan LSM Wanita, Ormas dan LSM Kepemudaan dan lain-lain. Lembaga Pelayanan Sumberdaya adalah lembaga yang berfungsi sebagai pendukung dengan menyediakan berbagai pelayanan misalnya Lembaga Pendidikan dan Pelatihan, Lembaga Penelitian dan Pengembangan, Lembaga Perbankan, Lembaga Pelayanan Pemerintah, Lembaga Pemberitaan (Pers) dan lain-lain. Bina Mitra Sumberdaya adalah sebuah badan independen di berbagai tingkatan yang berfungsi mewujudkan sinergisitas, mengembangkan jejaring dan kemitraan antar Komunitas Basis, Lembaga Pengembangan Masyarakat, Lembaga Pelayanan Sumberdaya dan Lembaga-lembaga Pemerintah. Badan ini menyelenggarakan capacity building, mendorong peraturan yang menciptakan iklim kondusif untuk sektor usaha, menggalang kerjasama dengan lembaga-lembaga Pemerintah, Bisnis, serta Filantropi, di dalam dan luar negeri. Saya usulkan Badan ini dibentuk ad hoc antar Universitas diberbagai wilayah bekerja sama dengan potensi setempat yang kompeten. 10

11 Dukungan Pemerintah berupa berbagai peraturan serta bantuan teknis dan keuangan yang memungkinkan Gerakan Keberdayaan Masyarakat Berkelanjutan berfungsi secara efektif dan optimal. V. PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN MASYARAKAT MANDIRI Paparan berikut ini merupakan refleksi Bina Swadaya, suatu lembaga Pengembangan Keberdayaan Masyarakat, yang antara lain bergiat mengembangkan kelembagaan masyarakat mandiri, pelayanan keuangan mikro, serta pengembangan produksi dan usaha rakyat. Didalam masyarakat terdapat lebih banyak lagi pengalaman upaya pengembangan keberdayaan masyarakat melalui pengembangan sumberdaya manusia, teknologi, pelestarian lingkungan, kesadaran hukum dan lainnya yang bias kita jadikan referensi. Warga masyarakat yang tergolong miskin bukan orang-orang yang sama sekali tidak memiliki potensi (the have not), betapa kecilnya potensi itu mereka pasti mempunyai sesuatu (the have little). Kita menyakini bahwa dalam proses pengembangan, kalangan miskin sendirilah yang pertama-tama harus menentukan bagaimana mereka akan berkembang. Merekalah yang paling mengetahui potensi, situasi, dan kebutuhannya sendiri. Pengakuan adanya potensi ini merupakan titik awal yang penting untuk mengembangkan potensi diri melalui proses yang sesuai dengan keadaan yang sebenarnya. Bertitik tolak dari keyakinan tersebut diatas, maka untuk lebih menggali potensi masyarakat, perlu dilakukan pengembangan kelembagaan yang dinamis dan mandiri. Salah 11

12 satunya adalah pendekatan komunitas basis manusiawi (basic human community approach), yaitu prinsip pendekatan yang menghargai martabat orang miskin, serta mendorong keterlibatannya dalam proses pengembangan bersama. Pendekatan ini sekaligus bertransformasi makin memandirikan masyarakat agar mampu menyelesaikan persoalannya. Masyarakat mandiri yang tergabung dalam kesatuan adat, wilayah atau fungsional disebut Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM), berfungsi sebagai: 1. Wahana saling belajar-mengajar (saling asah, asih dan asuh): yaitu terjadinya interaksi dan komunikasi sehingga terjadi pembelajaran bersama diantara anggota, 2. Wahana identifikasi masalah dan pengambilan putusan bersama untuk pemecahan masalah serta pengembangan usaha (bersama), sebagai sarana pencapaian kebaikan bersama (common goods), 3. Wahana mobilisasi sumber daya, baik sumber daya manusia, alam, organisasi, maupun finansial, 4. Wahana penghubung untuk aksesibilitas informasi dan sumber daya eksternal. Penyelenggaraan Kelompok Swadaya Masyarakat mengikuti acuan kerja yang dapat digambarkan dengan diagram berikut ini: 12

13 Pendampingan Pendampingan dimaksudkan untuk memberikan bantuan teknis kepada KSM agar dapat mencapai dan meningkatkan kemandirian. Seorang pendamping berperan sebagai pendorong (motivator) anggota untuk berpartisipasi aktif dalam kegiatan kelompok, sebagai pelancar (fasilitator) usaha kelompok dan penghubung (komunikator) dengan lembaga pemerintah, swasta, dan lainnya. Pendamping sebagai fasilitator membantu dalam pemecahan masalah, juga melakukan bimbingan khusus dalam hal organisasi, administrasi pembukuan, permodalan, usaha dan sebagainya. Pendamping harus mempunyai kompetensi dan komitmen dalam pengembangan swadaya masyarakat, serta bersedia tinggal di lokasi KSM. Agar dapat melaksanakan tugas pendampingan dengan baik, seorang pendamping harus dilatih secara khusus. Selanjutnya, untuk mengatasi masalah-masalah pembiayaan pendamping, telah dikembangkan konsep pendampingan mandiri, yaitu dengan mengkaitkan upaya pemberdayaan yang melibatkan para pendamping sebagai pekerja profesional. Sasaran pendampingan dapat meliputi bidang kegiatan berikut : 13

14 VI. PELAYANAN KEUANGAN MIKRO Saat ini di Indonesia terdapat sekitar 55 juta unit usaha dengan stratifikasi sebagai berikut, yang paling besar adalah usaha mikro sekitar 50,697 juta unit (92, 04%), sementara usaha kecil unit (7,88%), usaha menengah unit (0,072%), dan usaha besar (korporasi) unit (0,008%) 3. Keuangan mikro secara populer dimaknai oleh Tony Fernandez sebagai makhluk baru yang lahir dari Ibu yang berorientasi pada social advancement dengan Ayah yang berorientasi pada business finance. Sementara itu Gert van Maanen melihat bahwa keuangan mikro sebagai development instrument yang efektif untuk menanggulangi kemiskinan dan sound business. Keuangan mikro merupakan mekanisme pelayanan keuangan bagi masyarakat miskin yang mengembangkan usaha produktif, dengan menggunakan mekanisme dan prosedur kontekstual, yaitu non konvensional dan sederhana. Menurut Microcredit Summit (Washington 1997), kegiatan keuangan mikro memuat prinsip-prinsip: menjangkau yang miskin, menjangkau dan memberdayakan perempuan, mengembangkan kelembagaan berkelanjutan secara finansial, dan dampaknya dapat terukur. Di Indonesia pelayanan keuangan mikro dilakukan dengan 4 cara, yaitu: Saving Led Microfinance: Lembaga Keuangan Mikro yang membership based, dimana mobilisasi dana diperoleh dari Usaha Mikro sendiri (anggota). Contoh: Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM), Credit Union (CU), Koperasi Simpan Pinjam (KSP), dll. 3 Data dari Kementerian Negera Koperasi dan UKM tahun

15 Credit Led Microfinance: Lembaga Keuangan Mikro yang sumber dananya terutama diperoleh bukan dari mobilisasi tabungan anggota (usaha mikro), namun sumber lain yaitu investor, Pemerintah, swasta, dan lain-lain. Contoh : Badan Kredit Desa (BKD), Lembaga Dana dan Kredit Pedesaan (LDKP), Grameen Bank model, ASA model (Bangladesh) Micro Banking: Sektor perbankan yang didesain atau punya jendela untuk pelayanan keuangan mikro. Bank tersebut adalah BRI, BPR, Bank Mandiri, Bank Bukopin, Danamon Simpan Pinjam, dan lain-lain. Pola kemitraan: Memanfaatkan kelembagaan yang ada, yaitu KSM & Bank, dalam suatu kebijakan khusus dimana mereka dihubungkan untuk bekerja sama di dalam pelayanan keuangan saling menguntungkan dengan difasilitasi lembaga pendamping (pola hubungan bank dengan kelompok atau PHBK). Pola PHBK ini dapat digambarkan sebagai berikut: PHBK pernah dilakukan melalui task force kerjasama Bank Indonesia, Bank Rakyat Indonesia, dan Bina Swadaya dengan didukung bantuan teknis dari GTZ pada tahun 1987 sampai dengan 2001 telah melibatkan 1000 kantor bank dan sekitar 257 LSM yang tersebar di 23 propinsi. Kelompok Swadaya Masyarakat yang menjadi target program mencapai KSM dengan anggota kepala keluarga (KK). Program ini telah berhasil menghimpun tabungan sekitar Rp. 29,5 miliar, dan kredit yang tersalur Rp. 331 miliar dengan tingkat pengembalian 97,3%. Namun program ini telah terhenti karena 15

16 adanya undang-undang tentang Bank Indonesia yang melarang BI untuk mengelola kredit program. VII. CATATAN PENUTUP : Secara mikro, upaya pengembangan keberdayaan masyarakat bila dilaksanakan secara konsisten maka akan membawa dampak pada perbaikan kehidupan masyarakat, baik dibidang sosial, ekonomi dan kemasyarakat (politik). Bila kondisi itu terjaga, kepercayaan masyarakat untuk membangun wilayahnya sendiri akan terpulihkan. Secara singkat dampak sosial, ekonomi dan kemasyarakatan (politik) mengarah pada hal berikut. Sosial Adanya upaya pengembangan keberdayaan masyarakat yang intens membawa peningkatan pengetahuan dan ketrampilan. Sementara kegiatan berorganisasi akan meningkatkan kemampuan masyarakat untuk mengidentifikasi dan memecahkan masalah-masalah yang mereka hadapi, baik secara individu maupun bersama-sama. Kebersamaan warga masyarakat untuk membangun dirinya akan berdampak pada menguatnya integrasi sosial, 16

17 serta terjadinya transformasi sosial, yaitu perubahan kearah kehidupan bersama yang lebih baik berbasis solidaritas. Ekonomi Adanya kagiatan pemupukan modal secara swadaya oleh masyarakat serta dukungan lembaga keuangan untuk mengembangkan kegiatan usaha produktif akan mendorong perkembangan kegiatan ekonomi masyarakat. Selain itu, bila diversifikasi dan pengembangan usaha produktif dilakukan secara terpola, maka akan muncul wilayah atau daerah-daerah pusat pertumbuhan ekonomi baru. Perkembangan kegiatan ekonomi masyarakat tersebut akan berdampak pada peningkatan pendapatan, pembukaan lapangan kerja, serta peningkatan kesejahteraan. Kemasyarakatan (Politik) Upaya pengembangan keberdayaan masyarakat berkelanjutan tidak hanya membawa dampak sosial dan ekonomi, melainkan juga berdampak politik, yaitu pendewasaan sebagai warga negara. Masyarakat semakin sadar akan hak dan kewajibannya sebagai warga negara. Pada sisi lain, pendidikan demokrasi yang ditanamkan dalam kehidupan berkelompok akan menumbuhkan sikap saling menghormati antar warga masyarakat. Serta, meningkatkan kemandirian dan partisipasi dalam pembangunan masyarakat. Sementara, upaya melakukan kegiatan ekonomi secara konkrit akan meningkatan kesejahteraan masyarakat, serta menurunkan kerentanan konflik sosial. Situasi tersebut menjadi landasan untuk membangun kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang lebih bermartabat. 17

18 Lebih dari itu, kalau GPKM dilakukan dengan melibatkan mahasiswa dan kaum muda akan memberikan mafaat positif bagi perluasan wawasan, pembentukan karakter dan pembangunan komitmen kepada masyarakat kecil. Jakarta, 31 Mei

MEMBERDAYAKAN PEREKONOMIAN RAKYAT. Oleh: Bambang Ismawan

MEMBERDAYAKAN PEREKONOMIAN RAKYAT. Oleh: Bambang Ismawan MEMBERDAYAKAN PEREKONOMIAN RAKYAT Oleh: Bambang Ismawan 1 BERITA GEMBIRA! Ekonomi Indonesia 2011 tumbuh tertinggi di ASEAN: 6,5% Inflasi 2011 sebesar 3,79%, jauh lebih rendah ketimbang 2010 yang mencapai

Lebih terperinci

SAMBUTAN MENTERI NEGARA PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/KEPALA BAPPENAS

SAMBUTAN MENTERI NEGARA PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/KEPALA BAPPENAS REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL SAMBUTAN MENTERI NEGARA PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/KEPALA BAPPENAS Pada Acara Temu Muka dan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia adalah salah satu negara agraris karena dari 186 juta hektar luas daratan Indonesia sekitar 70 persennya lahan tersebut digunakan untuk usaha pertanian. Selain daratan,

Lebih terperinci

PROFESIONALISME DAN PERAN PENYULUH PERIKANAN DALAM PEMBANGUNAN PELAKU UTAMA PERIKANAN YANG BERDAYA

PROFESIONALISME DAN PERAN PENYULUH PERIKANAN DALAM PEMBANGUNAN PELAKU UTAMA PERIKANAN YANG BERDAYA PROFESIONALISME DAN PERAN PENYULUH PERIKANAN DALAM PEMBANGUNAN PELAKU UTAMA PERIKANAN YANG BERDAYA Fahrur Razi Penyuluh Perikanan Muda pada Pusat Penyuluhan Kelautan dan Perikanan email: fahrul.perikanan@gmail.com

Lebih terperinci

- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG

- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG - 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR,

Lebih terperinci

BERSATU MENGATASI KRISIS BANGKIT MEMBANGUN BANGSA

BERSATU MENGATASI KRISIS BANGKIT MEMBANGUN BANGSA BERSATU MENGATASI KRISIS BANGKIT MEMBANGUN BANGSA Oleh : PROF. DR. 1 TERIMA KASIH ATAS UNDANGAN UNTUK MENGIKUTI TEMU NASIONAL ORMAS KARYA KEKARYAAN GAGASAN TENTANG UPAYA MENGATASI KRISIS DAN KEBIJAKAN

Lebih terperinci

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 7.1. Kesimpulan Berkenaan dengan tujuan pertama dari kajian ini yaitu menganalisis keberhasilan dan kelemahan dalam pelaksanaan program pemberdayaan dan pengembangan ekonomi

Lebih terperinci

MELIHAT POTENSI EKONOMI BAWEAN pada acara

MELIHAT POTENSI EKONOMI BAWEAN pada acara MELIHAT POTENSI EKONOMI BAWEAN pada acara PEMBUKAAN PSB KOTA SURABAYA Oleh: Dr. Asmara Indahingwati, S.E., S.Pd., M.M TUJUAN PROGRAM Meningkatkan pendapatan dan Kesejahteraan masyarakat Daerah. Mempertahankan

Lebih terperinci

A. Latar Belakang. C. Tujuan Pembangunan KSM

A. Latar Belakang. C. Tujuan Pembangunan KSM A. Latar Belakang Dalam Strategi intervensi PNPM Mandiri Perkotaan untuk mendorong terjadinya proses transformasi sosial di masyarakat, dari kondisi masyarakat yang tidak berdaya menjadi berdaya, mandiri

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan masyarakat merupakan tanggungjawab semua pihak, baik pemerintah, dunia usaha (swasta dan koperasi), serta masyarakat. Pemerintah dalam hal ini mencakup pemerintah

Lebih terperinci

STRATEGI MEMAJUKAN PERAN & KEBERLANJUTAN ORGANISASI MASYARAKAT SIPIL DI INDONESIA 1

STRATEGI MEMAJUKAN PERAN & KEBERLANJUTAN ORGANISASI MASYARAKAT SIPIL DI INDONESIA 1 STRATEGI MEMAJUKAN PERAN & KEBERLANJUTAN ORGANISASI MASYARAKAT SIPIL DI INDONESIA 1 Handoko Soetomo 2 Peran organisasi masyarakat sipil (OMS) di Indonesia tak dapat dilepaskan dari konteks dan tantangan

Lebih terperinci

Deklarasi Dhaka tentang

Deklarasi Dhaka tentang Pembukaan Konferensi Dhaka tentang Disabilitas & Manajemen Risiko Bencana 12-14 Desember 2015, Dhaka, Bangladesh Deklarasi Dhaka tentang Disabilitas dan Manajemen Risiko Bencana, 14 Desember 2015 diadopsi

Lebih terperinci

BUPATI MOJOKERTO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MOJOKERTO,

BUPATI MOJOKERTO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MOJOKERTO, BUPATI MOJOKERTO PERATURAN BUPATI MOJOKERTO NOMOR 35 TAHUN 2010 TENTANG PENJABARAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN KESATUAN BANGSA, POLITIK DAN PERLINDUNGAN MASYARAKAT KABUPATEN

Lebih terperinci

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN I. VISI Pembangunan di Kabupaten Flores Timur pada tahap kedua RPJPD atau RPJMD tahun 2005-2010 menuntut perhatian lebih, tidak hanya untuk menghadapi permasalahan

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:a.bahwa setiap warga negara berhak untuk

Lebih terperinci

Kebijakan dan Strategi Nasional untuk Pengembangan Keuangan Mikro

Kebijakan dan Strategi Nasional untuk Pengembangan Keuangan Mikro Kebijakan dan Strategi Nasional untuk Pengembangan Keuangan Mikro I Pendahuluan Keuangan mikro merupakan alat yang cukup penting untuk mewujudkan pembangunan oleh Pemerintah Indonesia dalam tiga hal sekaligus,

Lebih terperinci

TABEL 6.1 STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN

TABEL 6.1 STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN TABEL 6.1 STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN Visi : Terwujudnya pemerintahan yang baik dan bersih menuju maju dan sejahtera Misi I : Mewujudkan tata kelola pemerintahan yang profesional, transparan, akuntabel

Lebih terperinci

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN V.5.1 Visi Visi merupakan pandangan jauh ke depan, ke arah mana dan bagaimana Kabupaten Situbondo akan dibawa dan berkarya agar konsisten dan eksis, antisipatif, inovatif

Lebih terperinci

RESUME 21 BUTIR PLATFORM KEBIJAKAN PARTAI KEADILAN SEJAHTERA (1) PEMANTAPAN EKONOMI MAKRO

RESUME 21 BUTIR PLATFORM KEBIJAKAN PARTAI KEADILAN SEJAHTERA (1) PEMANTAPAN EKONOMI MAKRO RESUME 21 BUTIR PLATFORM KEBIJAKAN PARTAI KEADILAN SEJAHTERA (1) PEMANTAPAN EKONOMI MAKRO Membangun kembali fundamental ekonomi yang sehat dan mantap demi meningkatkan pertumbuhan, memperluas pemerataan,

Lebih terperinci

PIAGAM KERJASAMA PARTAI DEMOKRAT DAN PARTAI KEADILAN SEJAHTERA TAHUN

PIAGAM KERJASAMA PARTAI DEMOKRAT DAN PARTAI KEADILAN SEJAHTERA TAHUN PIAGAM KERJASAMA PARTAI DEMOKRAT DAN PARTAI KEADILAN SEJAHTERA TAHUN 2009-2014 Atas berkat Rahmat Allah SWT, Para penandatangan piagam kerjasama telah sepakat untuk membentuk koalisi berbasis platform

Lebih terperinci

Pembangunan Daerah Berbasis Pengelolaan SDA. Nindyantoro

Pembangunan Daerah Berbasis Pengelolaan SDA. Nindyantoro Pembangunan Daerah Berbasis Pengelolaan SDA Nindyantoro Permasalahan sumberdaya di daerah Jawa Barat Rawan Longsor BANDUNG, 24-01-2008 2008 : (PR).- Dalam tahun 2005 terjadi 47 kali musibah tanah longsor

Lebih terperinci

Sejarah AusAID di Indonesia

Sejarah AusAID di Indonesia Apakah AusAID Program bantuan pembangunan luar negeri Pemerintah Australia merupakan program yang dibiayai Pemerintah Federal untuk mengurangi tingkat kemiskinan di negaranegara berkembang. Program ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan pembangunan nasional sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas hidup

BAB I PENDAHULUAN. dan pembangunan nasional sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas hidup BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pedesaan adalah bagian integral dari pembangunan daerah dan pembangunan nasional sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Idealnya, program-program

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sosialisasi yang dilaksanakan di Madrasah Aliyah Sukasari Desa Cibeureum Kecamatan Kertasari Kabupaten Bandung,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sosialisasi yang dilaksanakan di Madrasah Aliyah Sukasari Desa Cibeureum Kecamatan Kertasari Kabupaten Bandung, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sosialisasi yang dilaksanakan di Madrasah Aliyah Sukasari Desa Cibeureum Kecamatan Kertasari Kabupaten Bandung, merupakan sosialisasi disekolah mengenai pemilihan umum

Lebih terperinci

WALIKOTA SEMARANG PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG

WALIKOTA SEMARANG PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG WALIKOTA SEMARANG PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG PROGRAM KEMITRAAN DAN BINA LINGKUNGAN SEBAGAI TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN DI KOTA SEMARANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

Profil. Yayasan Swiss untuk kerjasama Teknis

Profil. Yayasan Swiss untuk kerjasama Teknis Profil Yayasan Swiss untuk kerjasama Teknis Siapa Kami Nilai Nilai Kami Swisscontact adalah sebuah yayasan swasta Swiss dan beroperasi secara independen untuk mempromosikan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan

Lebih terperinci

ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI PEMBANGUNAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DESA

ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI PEMBANGUNAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DESA ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI PEMBANGUNAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DESA SEMINAR INTERNASIONAL TEMU ILMIAH NASIONAL XV FOSSEI JOGJAKARTA, 4 MARET 2015 DR HANIBAL HAMIDI, M.Kes DIREKTUR PELAYANAN SOSIAL

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara yang berkembang saat ini menghadapi banyak

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara yang berkembang saat ini menghadapi banyak 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai negara yang berkembang saat ini menghadapi banyak permasalahan yang terkait dengan hal ekonomi dan pembangunan. Hal ini diakibatkan oleh dampak

Lebih terperinci

Tabel 6.1 Strategi dan Arah Kebijakan Kabupaten Sumenep

Tabel 6.1 Strategi dan Arah Kebijakan Kabupaten Sumenep Tabel 6.1 Strategi dan Kabupaten Sumenep 2016-2021 Visi : Sumenep Makin Sejahtera dengan Pemerintahan yang Mandiri, Agamis, Nasionalis, Transparan, Adil dan Profesional Tujuan Sasaran Strategi Misi I :

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Secara etimologi kata desa berasal dari bahasa Sansekerta, deca yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Secara etimologi kata desa berasal dari bahasa Sansekerta, deca yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Otonomi Desa Secara etimologi kata desa berasal dari bahasa Sansekerta, deca yang berarti tanah air, tanah asal, atau tanah kelahiran. Dari perspektif geografis, desa atau village

Lebih terperinci

PROGRAM KERJA KELOMPOK KONTAK TANI NELAYAN ANDALAN (KELOMPOK KTNA) KOTA BUKITTINGGI TAHUN

PROGRAM KERJA KELOMPOK KONTAK TANI NELAYAN ANDALAN (KELOMPOK KTNA) KOTA BUKITTINGGI TAHUN PROGRAM KERJA KELOMPOK KONTAK TANI NELAYAN ANDALAN (KELOMPOK KTNA) KOTA BUKITTINGGI TAHUN 2013-2018 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kelompok Kontak Tani Nelayan Andalan (Kelompok KTNA) adalah organisasi

Lebih terperinci

26. Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan untuk Sekolah Dasar (SD)/Madrasah Ibtidaiyah (MI)

26. Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan untuk Sekolah Dasar (SD)/Madrasah Ibtidaiyah (MI) 26. Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan untuk Sekolah Dasar (SD)/Madrasah Ibtidaiyah (MI) A. Latar Belakang Pendidikan di Indonesia diharapkan dapat mempersiapkan peserta didik menjadi warga negara

Lebih terperinci

POKOK PIKIRAN TANWIR MUHAMMADIYAH 2012

POKOK PIKIRAN TANWIR MUHAMMADIYAH 2012 POKOK PIKIRAN TANWIR MUHAMMADIYAH 2012 UNTUK PENCERAHAN DAN SOLUSI PERMASALAHAN BANGSA Muhammadiyah merupakan bagian tak terpisahkan dari komponen bangsa. Oleh karena itu, Muhammadiyah sangat peduli atas

Lebih terperinci

ATAS RANCANGAN PERATURAN OTORITAS JASA

ATAS RANCANGAN PERATURAN OTORITAS JASA RANCANGAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.03/2017 TENTANG PENERAPAN KEUANGAN BERKELANJUTAN BAGI LEMBAGA JASA KEUANGAN, EMITEN, DAN PERUSAHAAN PUBLIK BATANG TUBUH RANCANGAN PERATURAN OTORITAS

Lebih terperinci

26. Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP)/Madrasah Tsanawiyah (MTs)

26. Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP)/Madrasah Tsanawiyah (MTs) 26. Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP)/Madrasah Tsanawiyah (MTs) A. Latar Belakang Pendidikan di Indonesia diharapkan dapat mempersiapkan peserta didik menjadi

Lebih terperinci

Terwujudnya Pemerintahan yang Baik dan Bersih Menuju Masyarakat Maju dan Sejahtera

Terwujudnya Pemerintahan yang Baik dan Bersih Menuju Masyarakat Maju dan Sejahtera BAB - V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN Visi Misi Tujuan dan Sasaran Pembangunan Kabupaten Bengkulu Tengah merupakan rangkaian kegiatan pembangunan yang dilaksanakan secara bertahap dan berkesinambungan,

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM. 5.1 Gambaran Umum Mengenai Pasar Modal Indonesia. Bursa Efek merupakan lembaga yang menyelenggarakan kegiatan

V. GAMBARAN UMUM. 5.1 Gambaran Umum Mengenai Pasar Modal Indonesia. Bursa Efek merupakan lembaga yang menyelenggarakan kegiatan V. GAMBARAN UMUM 5.1 Gambaran Umum Mengenai Pasar Modal Indonesia Bursa Efek merupakan lembaga yang menyelenggarakan kegiatan sekuritas di Indonesia. Dahulu terdapat dua bursa efek di Indonesia, yaitu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Badan Keswadayaan Masyarakat ( BKM) dan fungsi BKM Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM) merupakan suatu institusi/ lembaga masyarakat yang berbentuk paguyuban, dengan

Lebih terperinci

11 LEMBARAN DAERAH Oktober KABUPATEN LAMONGAN 6/E 2006 SERI E

11 LEMBARAN DAERAH Oktober KABUPATEN LAMONGAN 6/E 2006 SERI E 11 LEMBARAN DAERAH Oktober KABUPATEN LAMONGAN 6/E 2006 SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 09 TAHUN 2006 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA PEMERINTAHAN DESA DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

26. Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan untuk Sekolah Dasar (SD)/Madrasah Ibtidaiyah (MI)

26. Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan untuk Sekolah Dasar (SD)/Madrasah Ibtidaiyah (MI) 26. Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan untuk Sekolah Dasar (SD)/Madrasah Ibtidaiyah (MI) A. Latar Belakang Pendidikan di Indonesia diharapkan dapat mempersiapkan peserta didik menjadi warga negara

Lebih terperinci

STANDAR KOMPETENSI DAN KOMPETENSI DASAR TINGKAT SMP, MTs, DAN SMPLB

STANDAR KOMPETENSI DAN KOMPETENSI DASAR TINGKAT SMP, MTs, DAN SMPLB STANDAR KOMPETENSI DAN KOMPETENSI DASAR TINGKAT SMP, MTs, DAN SMPLB Mata Pelajaran Pendidikan Kewargaan untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP)/Madrasah Tsanawiyah (MTs) A. Latar Belakang Pendidikan di Indonesia

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sesuai dengan Pembukaan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKALAN

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKALAN PEMERINTAH KABUPATEN BANGKALAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKALAN NOMOR 12 TAHUN 2010 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH KABUPATEN BANGKALAN TAHUN 2005 2025 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG TANGGUNG JAWAB SOSIAL DAN LINGKUNGAN PERUSAHAAN

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG TANGGUNG JAWAB SOSIAL DAN LINGKUNGAN PERUSAHAAN GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG TANGGUNG JAWAB SOSIAL DAN LINGKUNGAN PERUSAHAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA BARAT, Menimbang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sesuai dengan Pembukaan Undang-Undang

Lebih terperinci

KONSOLIDASI DEMOKRASI UNTUK KEMAKMURAN RAKYAT

KONSOLIDASI DEMOKRASI UNTUK KEMAKMURAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL SAMBUTAN MENTERI NEGARA PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/KEPALA BAPPENAS Pada Seminar DEMOKRASI UNTUK

Lebih terperinci

BAB 7 KEBIJAKAN UMUM DAN PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH

BAB 7 KEBIJAKAN UMUM DAN PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH BAB 7 KEBIJAKAN UMUM DAN PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH 7.1 Kebijakan Umum Perumusan arah kebijakan dan program pembangunan daerah bertujuan untuk menggambarkan keterkaitan antara bidang urusan pemerintahan

Lebih terperinci

B. Tujuan C. Ruang Lingkup

B. Tujuan C. Ruang Lingkup 27. Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan untuk Sekolah Menengah Atas (SMA)/ Sekolah Menengah Kejuruan (SMK)/ Madrasah Aliyah (MA)/ Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK) A. Latar Belakang Pendidikan di diharapkan

Lebih terperinci

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kota Palembang Tahun BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kota Palembang Tahun BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN Perumusan visi, misi, tujuan dan sasaran pembangunan menegaskan tentang kondisi Kota Palembang yang diinginkan dan akan dicapai dalam lima tahun mendatang (2013-2018).

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sesuai dengan Pembukaan Undang-Undang

Lebih terperinci

KOPERASI DALAM OTONOM DAERAH

KOPERASI DALAM OTONOM DAERAH 5 KOPERASI DALAM OTONOM DAERAH 5.1. Substansi Otonom Daerah Secara subtantif otonomi daerah mengandung hal-hal desentralisasi dalam hal bidang politik, ekonomi dalam rangka kemandirian ekonomi daerah dan

Lebih terperinci

BAB 4 STRATEGI SEKTOR SANITASI KABUPATEN GUNUNGKIDUL

BAB 4 STRATEGI SEKTOR SANITASI KABUPATEN GUNUNGKIDUL BAB 4 STRATEGI SEKTOR SANITASI KABUPATEN GUNUNGKIDUL 4.1 SASARAN DAN ARAHAN PENAHAPAN PENCAPAIAN Sasaran Sektor Sanitasi yang hendak dicapai oleh Kabupaten Gunungkidul adalah sebagai berikut : - Meningkatkan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KORBAN PERDAGANGAN ANAK DAN PEREMPUAN

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KORBAN PERDAGANGAN ANAK DAN PEREMPUAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KORBAN PERDAGANGAN ANAK DAN PEREMPUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA SELATAN, Menimbang

Lebih terperinci

UPAYA PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MELALUI PENYULUHAN KEHUTANAN

UPAYA PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MELALUI PENYULUHAN KEHUTANAN UPAYA PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MELALUI PENYULUHAN KEHUTANAN Oleh : Pudji Muljono Adanya Undang-undang Nomor 16 Tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan disambut gembira oleh

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Pelacuran dan pornografi merupakan eksploitasi seksual secara komersial

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Pelacuran dan pornografi merupakan eksploitasi seksual secara komersial BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan. Pelacuran dan pornografi merupakan eksploitasi seksual secara komersial atas perempuan yang merendahkan harkat dan martabat perempuan dan merupakan pelanggaran

Lebih terperinci

Bab 2. Kerangka Pendekatan dan Teori

Bab 2. Kerangka Pendekatan dan Teori Bab 2 Kerangka Pendekatan dan Teori 15 II.1. Pengantar Kurikulum 2013 dikembangkan bertujuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa melalui praktik pendidikan nasional agar peserta didik mampu menjadi warga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memahami dan mampu mengelola sumber daya alam secara bertanggung jawab

BAB I PENDAHULUAN. memahami dan mampu mengelola sumber daya alam secara bertanggung jawab BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan pemberdayaan perempuan merupakan bagian integral dari pembangunan nasional, karena sebagai sumber daya manusia, kemampuan perempuan yang berkualitas

Lebih terperinci

5.3. VISI JANGKA MENENGAH KOTA PADANG

5.3. VISI JANGKA MENENGAH KOTA PADANG Misi untuk mewujudkan sumberdaya manusia yang cerdas, sehat, beriman dan berkualitas tinggi merupakan prasyarat mutlak untuk dapat mewujudkan masyarakat yang maju dan sejahtera. Sumberdaya manusia yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu bangsa dan merupakan wahana dalam menerjemahkan pesan-pesan

BAB I PENDAHULUAN. suatu bangsa dan merupakan wahana dalam menerjemahkan pesan-pesan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan memberikan kontribusi yang sangat besar terhadap kemajuan suatu bangsa dan merupakan wahana dalam menerjemahkan pesan-pesan konstitusi serta sarana

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH, Menimbang : a. bahwa Usaha Mikro,

Lebih terperinci

MATERI SISTEM PEREKONOMIAN DI INDONESIA

MATERI SISTEM PEREKONOMIAN DI INDONESIA MATERI SISTEM PEREKONOMIAN DI INDONESIA A. Definisi Sistem ekonomi adalah cara suatu negara mengatur kehidupan ekonominya dalam rangka mencapai kemakmuran. Pelaksanaan sistem ekonomi suatu negara tercermin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan merupakan motor penggerak yang memberikan dasar bagi peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. dan merupakan motor penggerak yang memberikan dasar bagi peningkatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Industrialisasi menempati posisi sentral dalam ekonomi masyarakat modern dan merupakan motor penggerak yang memberikan dasar bagi peningkatan kemakmuran dan

Lebih terperinci

menyiratkan secara jelas tentang perubahan paradigma penanggulangan bencana dari

menyiratkan secara jelas tentang perubahan paradigma penanggulangan bencana dari BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Undang-Undang No 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana telah menyiratkan secara jelas tentang perubahan paradigma penanggulangan bencana dari upaya responsif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan merupakan salah satu masalah sosial yang amat serius. Kemiskinan

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan merupakan salah satu masalah sosial yang amat serius. Kemiskinan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kemiskinan merupakan salah satu masalah sosial yang amat serius. Kemiskinan merupakan sebuah kondisi kehilangan terhadap sumber-sumber pemenuhan kebutuhan dasar

Lebih terperinci

26. Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP)/Madrasah Tsanawiyah (MTs)

26. Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP)/Madrasah Tsanawiyah (MTs) 26. Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP)/Madrasah Tsanawiyah (MTs) A. Latar Belakang Pendidikan di Indonesia diharapkan dapat mempersiapkan peserta didik menjadi

Lebih terperinci

BAPPEDA KAB. LAMONGAN

BAPPEDA KAB. LAMONGAN BAB V ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH 5.1 Sasaran Pokok dan Arah Kebijakan Pembangunan Jangka Panjang Untuk Masing masing Misi Arah pembangunan jangka panjang Kabupaten Lamongan tahun

Lebih terperinci

GUBERNUR PAPUA PERATURAN DAERAH KHUSUS PROVINSI PAPUA NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG PENANGANAN KHUSUS TERHADAP KOMUNITAS ADAT TERPENCIL

GUBERNUR PAPUA PERATURAN DAERAH KHUSUS PROVINSI PAPUA NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG PENANGANAN KHUSUS TERHADAP KOMUNITAS ADAT TERPENCIL GUBERNUR PAPUA PERATURAN DAERAH KHUSUS PROVINSI PAPUA NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG PENANGANAN KHUSUS TERHADAP KOMUNITAS ADAT TERPENCIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR PAPUA, Menimbang Mengingat

Lebih terperinci

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 10 TAHUN 2017 TENTANG

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 10 TAHUN 2017 TENTANG BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 10 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN CADANGAN PANGAN PEMERINTAH DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG ESA BUPATI KOTABARU,

Lebih terperinci

TERWUJUDNYAMASYARAKAT KABUPATEN PASAMAN YANGMAJU DAN BERKEADILAN

TERWUJUDNYAMASYARAKAT KABUPATEN PASAMAN YANGMAJU DAN BERKEADILAN TERWUJUDNYAMASYARAKAT KABUPATEN PASAMAN YANGMAJU DAN BERKEADILAN Untuk memberikan gambaran yang jelas pada visi tersebut, berikut ada 2 (dua) kalimat kunci yang perlu dijelaskan, sebagai berikut : Masyarakat

Lebih terperinci

Rumusan Isu Strategis dalam Draft RAN Kepemudaan PUSKAMUDA

Rumusan Isu Strategis dalam Draft RAN Kepemudaan PUSKAMUDA Rumusan Isu Strategis dalam Draft RAN Kepemudaan 2016 2019 PUSKAMUDA Isu Strategis dalam Kerangka Strategi Kebijakan 1. Penyadaran Pemuda Nasionalisme Bina Mental Spiritual Pelestarian Budaya Partisipasi

Lebih terperinci

BAB IV STRATEGI PEMBANGUNAN DAERAH

BAB IV STRATEGI PEMBANGUNAN DAERAH BAB IV STRATEGI PEMBANGUNAN DAERAH 4.1. Strategi dan Tiga Agenda Utama Strategi pembangunan daerah disusun dengan memperhatikan dua hal yakni permasalahan nyata yang dihadapi oleh Kota Samarinda dan visi

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEMBATA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEMBATA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEMBATA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LEMBATA, Menimbang : a. bahwa usaha mikro, kecil dan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa sesuai dengan Pembukaan Undang-Undang

Lebih terperinci

2016, No Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan L

2016, No Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan L No. 1449, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENPORA. Sentra Pemberdayaan Pemuda. PERATURAN MENTERI PEMUDA DAN OLAHRAGA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2016 TENTANG SENTRA PEMBERDAYAAN PEMUDA DENGAN

Lebih terperinci

6.1. Strategi dan Arah Kebijakan Pembangunan

6.1. Strategi dan Arah Kebijakan Pembangunan BAB - VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN 6.1. Strategi dan Arah Kebijakan Pembangunan Strategi adalah langkah-langkah berisikan program indikatif untuk mewujudkan visi dan misi, yang dirumuskan dengan kriterianya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ada. Fenomena ini tidak bisa lepas dari sistem pendidikan kita yang mengutamakan

BAB I PENDAHULUAN. ada. Fenomena ini tidak bisa lepas dari sistem pendidikan kita yang mengutamakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Saat ini, tingkat pengangguran di Indonesia di antara Negara-negara Asociation of South Asean Nation (ASEAN) paling tinggi. Banyak sarjana di Indonesia berstatus

Lebih terperinci

VISI MISI KABUPATEN KUDUS TAHUN

VISI MISI KABUPATEN KUDUS TAHUN VISI MISI KABUPATEN KUDUS TAHUN 2013 2018 Visi Terwujudnya Kudus Yang Semakin Sejahtera Visi tersebut mengandung kata kunci yang dapat diuraikan sebagai berikut: Semakin sejahtera mengandung makna lebih

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 1. TinjauanPustaka PNPM Mandiri PNPM Mandiri adalah program nasional penanggulangan kemiskinan terutama yang berbasis pemberdayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia telah menyebabkan kerusakan yang parah terhadap sumberdaya hutan.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia telah menyebabkan kerusakan yang parah terhadap sumberdaya hutan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Banyaknya penggunaan hutan dan beragamnya alih fungsi hutan di Indonesia telah menyebabkan kerusakan yang parah terhadap sumberdaya hutan. Sumberdaya hutan di Indonesia

Lebih terperinci

PERAN LEMBAGA KEUANGAN MIKRO DALAM OTONOMI DAERAH

PERAN LEMBAGA KEUANGAN MIKRO DALAM OTONOMI DAERAH [Artikel - Th. II - No. 1 - Maret 2003] Bambang Ismawan PERAN LEMBAGA KEUANGAN MIKRO DALAM OTONOMI DAERAH Pendahuluan Geliat perubahan telah menggoyahkan sendi-sendi nilai dan keyakinan yang sekian lama

Lebih terperinci

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN Kabupaten Blitar adalah suatu daerah yang telah mulai terbentuk sistem kepemerintahannya sejak lebih dari 650 tahun lalu, atau lebih tepatnya sejak 5 Agustus 1324,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kabupaten/kota dapat menata kembali perencanaan pembangunan yang

I. PENDAHULUAN. kabupaten/kota dapat menata kembali perencanaan pembangunan yang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejak diberlakukannya otonomi daerah, pemerintah daerah kabupaten/kota memiliki keleluasaan untuk mengelola daerah dan sumberdaya alam yang ada di daerahnya. Dengan keleluasaan

Lebih terperinci

Perempuan dan Industri Rumahan

Perempuan dan Industri Rumahan A B PEREMPUAN DAN INDUSTRI RUMAHAN PENGEMBANGAN INDUSTRI RUMAHAN DALAM SISTEM EKONOMI RUMAH TANGGA UNTUK PENINGKATAN KUALITAS HIDUP PEREMPUAN DAN ANAK C ...gender equality is critical to the development

Lebih terperinci

LEMBAGA KEUANGAN BERBASIS KOMUNITAS. Profil kelembagaan keuangan berbasis komunitas

LEMBAGA KEUANGAN BERBASIS KOMUNITAS. Profil kelembagaan keuangan berbasis komunitas LEMBAGA KEUANGAN BERBASIS KOMUNITAS Profil kelembagaan keuangan berbasis komunitas Indonesia telah memiliki ragam model pembiayaan termasuk pembiayaan pada usaha mikro. Ragam dan model pembiayaan meliputi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. profesional agar tidak tergeser oleh pesaing di sektor serupa.

BAB I PENDAHULUAN. profesional agar tidak tergeser oleh pesaing di sektor serupa. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Globalisasi menjadikan kebutuhan masyarakat semakin kompleks dan beragam serta mendorong pola pikir masyarakat untuk lebih kritis dan selektif dalam memilih

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL (Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul) Nomor : 4 Tahun : 2006 Seri : E

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL (Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul) Nomor : 4 Tahun : 2006 Seri : E LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL (Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul) Nomor : 4 Tahun : 2006 Seri : E PERATURAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL NOMOR 17 TAHUN 2006 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Republik Indonesia sebagai Negara Kesatuan menganut asas

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Republik Indonesia sebagai Negara Kesatuan menganut asas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Republik Indonesia sebagai Negara Kesatuan menganut asas desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan, dengan memberikan kesempatan dan keleluasaan

Lebih terperinci

2015 STUDI TENTANG PEMBERDAYAAN PARTISIPATIF DALAM MEMBANGUN KEMANDIRIAN EKONOMI DAN PERILAKU WARGA MASYARAKAT

2015 STUDI TENTANG PEMBERDAYAAN PARTISIPATIF DALAM MEMBANGUN KEMANDIRIAN EKONOMI DAN PERILAKU WARGA MASYARAKAT BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pemberdayaan dalam arti luas merupakan suatu tindakan untuk memfasilitasi dan mendorong masyarakat agar mampu menempatkan diri secara proporsional agar secara

Lebih terperinci

PROGRAM KERJA WAKIL REKTOR BIDANG KEMAHASISWAAN PEROIDE

PROGRAM KERJA WAKIL REKTOR BIDANG KEMAHASISWAAN PEROIDE PROGRAM KERJA WAKIL REKTOR BIDANG KEMAHASISWAAN PEROIDE 2015-2019 Tema : REVITALISASI PERAN ORGANISASI KEMAHASISWAAN DALAM MEWUJUDKAN BUDAYA DAN KARAKTER AKA DI LINGKUNGAN KAMPUS Dr. H. Suherna,.M.Si Pendahuluan

Lebih terperinci

: Pendidikan Kewarganegaraan (PKN)

: Pendidikan Kewarganegaraan (PKN) KTSP Perangkat Pembelajaran Sekolah Menengah Pertama (SMP)/Madrasah Tsanawiyah (MTs) PERANGKAT PEMBELAJARAN STANDAR KOMPETENSI DAN KOMPETENSI DASAR Mata Pelajaran Satuan Pendidikan Kelas/Semester : Pendidikan

Lebih terperinci

BUPATI BANYUWANGI PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 31 TAHUN 2016 TENTANG KABUPATEN RAMAH HAK ASASI MANUSIA

BUPATI BANYUWANGI PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 31 TAHUN 2016 TENTANG KABUPATEN RAMAH HAK ASASI MANUSIA BUPATI BANYUWANGI PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 31 TAHUN 2016 TENTANG KABUPATEN RAMAH HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUWANGI, Menimbang :a.

Lebih terperinci

Demokratisasi Pembangunan Ekonomi Nasional dan daerah

Demokratisasi Pembangunan Ekonomi Nasional dan daerah Demokratisasi Pembangunan Ekonomi Nasional dan daerah Oleh : Marsuki Disampaikan dalam diskusi panel Simpul Demokrasi Kab. Jeneponto Sulsel. Tema: Bisnis, Politik, Demokrasi dan Peluang Investasi Daerah.

Lebih terperinci

BAGIAN I. PENDAHULUAN

BAGIAN I. PENDAHULUAN BAGIAN I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1. Kegiatan di sektor ketenagalistrikan sangat berkaitan dengan masyarakat lokal dan Pemerintah Daerah. Selama ini keberadaan industri ketenagalistrikan telah memberikan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ketahanan pangan merupakan hal yang sangat penting dalam rangka pembangunan

Lebih terperinci

VISI MISI TUJUAN DAN SASARAN. Visi dari pemerintahan daerah hendaknya tidak lepas dari

VISI MISI TUJUAN DAN SASARAN. Visi dari pemerintahan daerah hendaknya tidak lepas dari BAB V VISI MISI TUJUAN DAN SASARAN V.1. RUMUSAN VISI Visi dari pemerintahan daerah hendaknya tidak lepas dari kondisi riil dan isu-isu strategis yang ada di daerah. Dalam konteks pembangunan Kota Malang

Lebih terperinci

2.1 RPJMD Kabupaten Bogor Tahun

2.1 RPJMD Kabupaten Bogor Tahun BAB 2 PERENCANAAN KINERJA 2.1 RPJMD Kabupaten Bogor Tahun 2013-2018 Pemerintah Kabupaten Bogor telah menetapkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) berdasarkan amanat dari Peraturan Daerah

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa ketahanan pangan merupakan hal yang sangat penting dalam rangka pembangunan

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN 116 BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN 6.1. Kesimpulan Untuk mengatasi permasalahan kemiskinan yang kompleks dibutuhkan intervensi dari semua pihak secara bersama dan terkoordinasi. Selain peran

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 13 TAHUN 2009 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWOREJO, Menimbang :

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN. NOMOR : 49/Permentan/OT.140/10/2009 TENTANG KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENYULUHAN PERTANIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PERTANIAN. NOMOR : 49/Permentan/OT.140/10/2009 TENTANG KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENYULUHAN PERTANIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 49/Permentan/OT.140/10/2009 TENTANG KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENYULUHAN PERTANIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN, Menimbang : a. bahwa untuk mengoptimalkan

Lebih terperinci