PERENCANAAN, LOKASI, SURVEI, KONSTRUKSI DAN PEMELIHARAAN UNTUK PEMBUATAN JALAN LOGGING BERDAMPAK RENDAH

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PERENCANAAN, LOKASI, SURVEI, KONSTRUKSI DAN PEMELIHARAAN UNTUK PEMBUATAN JALAN LOGGING BERDAMPAK RENDAH"

Transkripsi

1 PERENCANAAN, LOKASI, SURVEI, KONSTRUKSI DAN PEMELIHARAAN UNTUK PEMBUATAN JALAN LOGGING BERDAMPAK RENDAH Mei, 2006 Ministry of Forestry

2 BUKU KEEMPAT DARI RANGKAIAN PEDOMAN TEKNIS PROJECT ITTO PD 110/01 REV.4 (I) : PROGRAM UNTUK MEMFASILITASI DAN MEMPROMOSIKAN PELAKSANAAN REDUCED IMPACT LOGGING DI INDONESIA DAN WILAYAH ASIA PACIFIC PERENCANAAN, LOKASI, SURVEI, KONSTRUKSI DAN PEMELIHARAAN UNTUK PEMBUATAN JALAN LOGGING BERDAMPAK RENDAH Badan Pelaksanaan : Pusat Pendidikan dan Pelatihan Departmen Kehutanan, Republik Indonesia Jl. Gunung Batu, P.O. Box. 141 Bogor 16610, Indonesia Phone : (0251) / / Fax : (0251) dikhutan@telkom.net Bogor, Mei 2006

3 TROPICAL FOREST FOUNDATION Manggala Wanabakti Build., Block IV, Floor 7, Wing B Jl. Jend. Gatot Subroto, Jakarta 10270, Indonesia Telephone: (62-21) , Fax. (62-21) tff@cn.net.id ISBN : Publikasi ini ditujukan untuk penggunaan dan distribusi secara luas. Seluruh bagian dari dokumen ini dapat direproduksi untuk tujuan peningkatan penerapan praktek-praktek kehutanan dengan menyebutkan sebagai sumber. Salinan dalam bentuk digital dari manual ini dapat diperoleh di dengan membayar biaya penggantian duplikasi dan pengiriman.

4 P E R E N C A N A A N, L O K A S I, S U R V E I, K O N S T R U K S I D A N P E M E L I H A R A A N U N T U K P E M B U ATA N J A L A N L O G G I N G B E R D A M PA K R E N D A H Penulis : Art Klassen Editor : Hasbillah Layout : Mario Ekaroza Mei, 2006 Proyek ITTO PD 110 / 01 Rev. 4 (I) TROPICAL FOREST FOUNDATION Departemen Kehutanan REPUBLIK INDONESIA

5 K ata Pengantar Kata Pengantar Buku ini merupakan yang keempat dari satu seri buku yang bertujuan memberi pedoman teknis yang jelas tentang penerapan strategi pengelolaan dengan menggunakan sistem pembalakan yang berdampak rendah (RIL) di hutan-hutan dipterocarp yang berlokasi di dataran rendah dan dataran tinggi di Indonesia. Secara teknis, buku petunjuk tentang Perencanaan, Lokasi, Survei, Konstruksi dan Pemeliharaan Bagi Pembuatan Jalan Logging Berdampak Rendah (Planning, Location, Survey, Construction & Maintenance for Low-Impact Forest Roads), memang bukan merupakan bagian dari pertimbangan perencanaan serta operasional dari kegiatan pembalakan. Namun demikian mengingat besarnya dampak pembangunan jalan terhadap bentang alam hutan dan pada nilai-nilai yang berkaitan dengan hutan, konsep tentang pembangunan jalan yang berdampak rendah merupakan elemen yang penting guna meningkatkan kinerja unit pengelolaan hutan tropis. Manual ini berdiri sendiri dan diawali dengan pembahasan tentang factor-faktor yang i

6 Kata Pengantar menimbulkan dampak yang sangat besar pada jalan raya hutan. Setelah itu, buku petunjuk ini akan membahas tentang tahaptahap dari rencana pembangunan jalan, lokasi, konstruksi dan memberi petunjuk sederhana tentang cara mengurangi dampak dari factor-faktor ini sehingga dapat memperoleh jaringan jalan di hutan yang berdampak rendah. Beberapa buku petunjuk yang telah diterbitkan sebelum ini antara lain: 1. Prosedur Survei Topografi Hutan dan Pemetaan Pohon. Dalam buku petunjuk pertama ini diberikan langkah-langkah prosedur mengumpulkan data inventarisasi serta kontur sehingga mampu membuat peta posisi pohon dan kontur yang dibutuhkan dalam perencanaan operasional. 2. Pertimbangan dalam Merencanakan Pembalakan Berdampak Rendah. Buku petunjuk ini menjajagi berbagai pertimbangan serta standar yang perlu dipertimbangkan saat membuat rencana kegiatan pembalakan berdasarkan sistem RIL, Buku petunjuk ini memberi pembaca langkah-langkah yang diperlukan untuk mempersiapkan rencana pembalakan yang khas di satu lokasi. 3. Pertimbangan Operasional untuk Pembalakan Berdampak Rendah. Buku petunjuk ini menjelaskan seluruh kegiatan operasional mulai dari pembukaan hutan, penebangan, bucking termasuk proses penyaradan hingga menon-aktifkan jalan sarad. Suatu bagian khusus tentang pemanfaatan akan memusatkan perhatian pada isu limbah pembalakan: penyebab dan saran untuk mengatasinya. Buku pedoman ini disusun oleh (TFF) dengan dana hibah dari the International Tropical Timber Organization (ITTO). Badan pelaksana dana hibah ini adalah Pusa Pendidikan dan Pelatihan (PUSDIKLAT) Departemen Kehutanan RI, dimana pelaksanaan kegiatan dilakukan oleh TFF bekerja sama dengan PUSDIKLAT. Kritik dan saran untuk perbaikan sangat ditunggu. saran serta pendapat Anda ke: Mohon kirim The Regional Director ii

7 Manggala Wanabakti, Blk.IV, Lt. 7, Wing B Jl. Jend. Gatot Subroto, Senayan, Jakarta 10270, Indonesia Tel. (+021) Fax. (+021) tff@cbn.net.id Kata Pengantar Selama persediaan masih ada, hanya dengan mengajukan permohonan, buku-buku petunjuk ini dapat diperoleh tanpa biaya. Buku petunjuk ini juga tersedia dalam bentuk file PDF yang dapat didownload melalui website TFF: iii

8 Daftar Isi Daftar Isi Kata Pengantar... i Daftar Isi... iv Daftar Gambar... vi Daftar Tabel... vii Daftar Foto... viii Prakata...1 BAB I - Pendahuluan Tujuan Buku Petunjuk Keterbatasan Definisi dari berbagai istilah Konteks Pengaturan Beberapa factor yang berpengaruh pada dampak yang berlebihan...10 BAB II - Perencanaan Strategis Perencanaan Perencanaan jalan dan area pembalakan Pertimbangan yang Mendasar...21 BAB III - Penandaan Lokasi Peninjauan Area Membangun Jalur Pembukaan Penandaan Lokasi Terakhir...29 BAB IV - Survei dan Disain Mengapa Melakukan Survey Lokasi Jalan Prosedur Survey dan Pengumpulan Data Rancangan dan Pemrosesan Data...34 BAB V - Konstruksi Jalan Hubungan antara bagian perencanaan dan operasional Pemahaman Biaya Pembuatan badan jalan dasar mendorong atau menggali Pemadatan dan meratakan permukaan Struktur saluran air (drainage)...49 iv

9 5.6 Stabilisasi sisi jalan...58 BAB VI - Pemeliharaan dan Deaktivasi Pemiliharaan Deaktivasi...63 Daftar Isi LAMPIRAN I - Jawaban dari Latihan Kontur LAMPIRAN II - Daftar Pustaka...67 LAMPIRAN III - Istilah Inggris - Indonesia...68 v

10 Daftar Gambar, Tabel dan Foto Daftar Gambar Gambar 1 : Istilah yang digunakan saat menjelaskan suatu jalan, tampilan rencana...5 Gambar 2 : Istilah yang digunakan saat menjelaskan suatu jalan: tampilan melintang...5 Gambar 3 : Rencana jalan utama untuk area seluas 7,250 hektar Gambar 4 : Contoh peta kontur untuk latihan Gambar 5 : Sebuah ilustrasi dua jalur jalan pembukaan dengan beberapa penyesuaian untuk mendapatkan lokasi jalan yang terbaik Gambar 6 : Sketsa patok survei Gambar 7 : Alat untuk plotting secara manual Gambar 8 : Contoh catatan pelintasan jalan. Gambar berwarna hitam merupakan data dasar yang diperlukan, sementara merah merupakan informasi tambaha yang diperlukan untuk mendesain jalan Gambar 9 : Survei lokasi jalan dihubungkan pada peta operasional dari area tebang yang diusulkan...34 Gambar 10 : Unsur dari profil dan perlintasan...35 Gambar 11 : Menampilkan contoh hasil disain dengan menggunakan bantuan komputer Gambar 12 : Biaya per jam satu unit Traktor Caterpillar D7-G...43 Gambar 13 : Perencanaan drainase berdasarkan survei lokasi jalan Gambar 14 : Hindari mengunakan tumpukan kayu gelondongan atau puing kayu untuk membuat gorong-gorong vi

11 Gambar 15 : Sketsa gorong-gorong terbuat dari kayu log Gambar 16 : Komponen pada jembatan kayu log Gambar 17 : Penyangga kayu sederhana dengan fondasi kayu dibawah bendungan lumpur Gambar 18 : Penyangga kayu yang rumit Daftar Gambar, Tabel dan Foto Gambar 19 : Struktur crib sederhana, yang terdiri dari kayu log depan dan belakang yang terkunci dalam bahan isian kerikil dan batu Gambar 20 : Penyangga jembatan yang kompleks Perhatikan bagian ujung yang terbuka dengan beberapa kayu log yang terikat satu sama lain, dan dipendam dibawah material penimbun jalan untuk menstabilkan seluruh struktur jembatan Gambar 21 : Balok pembatas bisa menjadi bagian dari struktur jembatan (diatas) atau menjalani fungsi melindungi (dibawah) Daftar Tabel Tabel 1 : Standar jalan dari Departemen Kehutanan...10 Tabel 2 : Rasio perbandingan stabilitas lereng yang dianjurkan...58 vii

12 Daftar Gambar, Tabel dan Foto Daftar Foto Foto 1 : Biaya konstruksi yang tinggi;dampak yang berlebihan; biaya perawatan yang tinggi!!...2 Foto 2 : Biaya konstruksi rendah; dampak tinggi; biaya pemeliharaan yang tinggi; kegiatan yang disfungsional...2 Foto 3 : Jalan hutan perlu dirancang untuk dilintasi kendaraan berat dimana rata-rata truk bermuatan log yang melintas memiliki 40 x lebih berat dari mobil kijang Foto 4 : Permukaan jalan cabang dengan tingkat kerusakan rendah...24 Foto 5 : Permukaan jalan utama yang terletak pada punggung bukit. Perhatikan lebar koridor yang berlebihan Foto 6 : Regu suvei lapangan Foto 7 : Slope staking secara signifikan mengurangi kegiatan mesin pada punggung bukit Foto 8 : Bahkan pada daerah yang landai excavator sebagai mesin pembuatan jalan utama, bisa mengungguli bulldozer dalam menghasilkan subgrade yang lengkap dengan parit di pingir jalan dan dampak lingkungan yang minimal Foto 9 : Penggunaan Bulldozer pada pembuatan jalan pada daerah curam dengan cara pembuatan teras untuk memperkecil kemungkinan longsoran Foto 10 : Jalan ber balast menyeberangi rawa. Waktu berminggu-minggu dipakai mengunakan bulldozer untuk mengerjakan bagian jalan ini dengan susah payah dan menimbulkan dampak kerusakan besar. Dengan mengunakan excavator pekerjaan ini bisa diselesaikan dalam waktu singkat dengan dampak minimum Foto 11 : Genangan air yang terbentuk oleh gorong-gorong yang salah adalah pemandangan yang lazim di beberapa HPH. Perhatikan knappel yang diperlukan untuk menstabilkan road fill yang dipenuhi oleh genangan air viii

13 Foto 12 : Makin bertambah perusahaan HPH yang menyadari keuntungan yang didapatkan dari pemadatan segera setelah pembentukan dari badan jalan Foto 13 : Jalan yang di balast dan dipadatkan dengan baik. Perhatikan puing kayu yang diletakan di pinggir jalan untuk mengurangi erosi Daftar Gambar, Tabel dan Foto Foto 14 : Contoh jembatan dengan structur penyangga kayu di pinggir dan tengah Foto 15 : Sifat kuat dan tahan lama sering tidak ditemukan pada jenis kayu tropis, akibatnya penggunaan balok kayu yang ditumpuk biasa digunakan pada pembangunan jembatan Foto 16 : Jembatan baja di hutan, Wilayah Bagian Perak, Malaysia. Perhatikan penyangga berada pada posisi jauh di atas titik air tertinggi, memberikan ruangan yang cukup di atas sungai. Pada contoh ini deck dan pagar dari baja adalah bagian dari struktur jembatan Foto 17 : Meratakan jalan menghilangkan lekuk pada permukaan / meratakan jalan yang memungkinkan pengeringan permukaan jalan dengan cepat dan memperbaiki kegunaan jalan secara keseluruhan. Ini berlaku juga untuk jalan sekunder yang lebih kecil Foto 18 : Erosi hebat pada selokan dari jalan sekunder yang tidak dipakai yang disebabkan oleh selokan yang diblokir ix

14 Prakata Pembangunan jalan di hutan merupakan salah satu investasi terbesar yang perlu dilakukan perusahaan konsesi pada saat perusahaan tersebut akan mengembangkan dan mengelola areal konsesinya. Namun demikian, pembangunan jalan hutan ini juga bisa mengakibatkan dampak yang cukup besar pada hutan serta nilai-nilai yang berkaitan dengan hutan tersebut. Kedua hal ini merupakan alasan yang cukup untuk menjajagi topik tentang pembangunan jalan di hutan dengan tujuan memberi bimbingan mengenai cara mengurangi dampak serta biaya dari pembangunan jalan hingga dapat menjamin terwujudnya ekologi hutan yang berkelanjutan serta usaha kehutanan yang lebih berkelanjutan. Prakata Lebih dari dua puluh areal konsesi telah dikunjungi untuk memperoleh pemahaman tentang berbagai faktor yang mempengaruhi seluruh aspek dari pengembangan prasarana pembangunan jalan di hutan. Sejumlah petunjuk dan peraturan dari Departemen Kehutanan telah dipelajari dengan seksama sehubungan dengan tujuan serta penerapannya di lapangan. Di dalam banyak perusahaan konsesi, sejumlah praktek-praktek tertentu telah diikut sertakan dalam cara merencanakan, mencari lokasi serta membangun jalan hutan. Praktek-praktek ini merupakan hasil gabungan antara factor teknis serta merupakan gambaran dari kebijakan Departemen Kehutanan. Salah satu hal yang disadari di sini adalah bahwa praktek-praktek tersebut sering mengakibatkan biaya serta dampak yang tinggi pada sejumlah nilai ekologis. Memang masih ada ruang untuk perbaikan dalam kedua bidang ini sehingga masih bisa memberi manfaat bagi perusahaan konsesi dan pada hutan sebagai sumber daya yang berkelanjutan. Di samping itu juga ada berbagai pendekatan yang digunakan perusahaan saat membangun jalan. Perusahaan konsesi dengan sistem pengelolaan yang baik biasanya akan menyadari pentingnya jaringan jalan yang telah direncanakan, dibangun dan dipelihara dengan baik sehingga akan menginvestasikan sumber daya yang cukup banyak guna memperoleh jaringan jalan yang efisien dan mempunyai daya tahan terhadap berbagai macam cuaca. Sedangkan perusahaan lain biasanya akan mengurangi biaya untuk membangunan dan pemeliharaan jalan tanpa menyadari bahwa penghematan ini justru 1

15 Prakata akan meningkatkan biaya di sisi lain yang mungkin tidak sepenuhnya disadari oleh pimpinan perusahaan, seperti misalnya meningkatnya biaya pemeliharaan truk dan pengangkutan. Dari perspektif ekonomi, dampak yang terjadi akibat pembangunan jalan dapat dilihat sebagai ketidak efisiensienan dalam pelaksanaan proyek. Dampak yang terjadi biasanya merupakan akibat kegiatan mesin yang berlebihan dalam pembangunan jalan dan seperti kita ketahui berjalannya waktu mesin memakan biaya yang cukup tinggi. Buku petunjuk ini akan membahas berbagai factor yang dapat menimbulkan dampak yang berlebihan dan akan memberi bimbingan tentang cara memperbaiki praktek yang dilakukan saat ini hingga dampak yang terjadi menjadi sangat minimum Buku petunjuk ini menelliti faktor yang dapat menimbulkan dampak yang berlebihan dan memberi petunjuk tentang cara memperbaiki praktek-praktek yang dilakukan saat ini hingga dampak dapat dikurangi dan pada saat yang bersamaan juga dapat menghemat biaya. Masih belum yakin kalau buku petunjuk ini bermanfaat bagi Anda??? Bila jaringan jalan yang Anda bangun terlihat seper ti ini... BERARTI ANDA MEMBUTUHKAN BANTUAN!!! Foto 1 : Biaya konstruksi yang tinggi;dampak yang berlebihan; biaya perawatan yang tinggi!! Foto 2 : Biaya konstruksi rendah; dampak tinggi; biaya pemeliharaan yang tinggi; kegiatan yang disfungsional Silahkan baca terus....!! 2

16 1.1 Tujuan Buku Petunjuk BAB I Pendahuluan Pendahuluan Buku petunjuk ini memberi bimbingan teknis tentang cara membuat rencana, menentukan lokasi, melakukan Survei, konstruksi, pemeliharaan serta menon-aktifkan jalan yang dibangun di hutan dengan tujuan mengurangi dampak keseluruhan dari pembangunan jaringan jalan di hutan dengan nilai-nilai yang berkaitan dengan hutan. Dalam beberapa situasi, pengurangan dampak yang signifikan dapat dilakukan bersamaan dengan penghematan biaya, Sedangkan pada situasi lain, pembangunan jalan yang berdampak rendah mungkin justru akan memakan lebih banyak biaya untuk membangunnya, namun akan ada manfaat ekonomisnya di sisi lain, seperti misalnya biaya pengangkutan dengan truk yang lebih rendah atau dapat terhindarnya konflik sosial yang sering kali terjadi karena erosi sebagai akibat pembangunan jalan yang memberi dampak pada mutu air masyarakat yang tinggal di hilir sungai. Apabila membicarakan tentang dampak dari pembangunan jaringan jalan hutan, maka biasanya ada kecendrungan untuk mengartikannya sebagai aspek lingkungan yang negative seperti: Gangguan lapisan tanah yang berlebihan Erosi tanah Sedimentasi pada sungai Terjadinya banjir serta hilangnya situs hutan sebagai akibat struktur saluran air yang tidak memadai. Pembukaan koridor jalan hutan yang berlebihan Kegagalan dalam menggunakan pohon yang telah ditebang untuk pembangunan jalan. Fragmentasi hutan (memberi dampak pada perpindahan habitat satwa liar) Membuka hutan untuk kegiatan perburuan serta ladang berpindah Dalam buku petunjuk ini, pertimbangan tentang dampak juga akan digunakan untuk menunjukkan kerugian biaya bila melakukan BAB I 3

17 Pendahuluan pembangunan jaringan jalan di hutan tanpa membuat rencana yang baik: Waktu kerja mesin yang berlebihan sehingga meningkatkan biaya yang harus dikeluarkan Pembangunan jalan tanpa rencana yang baik akan meningkatkan biaya pemeliharaan/perawatannya Jaringan jalan yang tidak direncanakan dengan baik akan mengakibatkan tingginya biaya pengangkutan dengan truk Jalan utama menjadi tidak berfungsi saat musim hujan tiba. Dampak yang terjadi pada aliran sungai menyebabkan timbulnya konflik dengan masyarakat yang bermukim di hilir sungai yang penyelesaiannya biasanya memakan biaya yang cukup tinggi. 1.2 Keterbatasan Buku ini bukanlah buku petunjuk keahlian teknis, oleh karena itu tidak ada petunjuk yang lengkap tentang seluruh kegiatan serta informasi teknis yang dibutuhkan untuk membangun jaringan jalan di hutan. Fokusnya adalah cara mengurangi dampak pembangunan jaringan jalan di hutan. Hal mana dapat dicapai melalui pembuatan rencana teknik serta konstruksi yang lebih baik. Konteks buku petunjuk ini adalah bahwa sistem konsesi di Indonesia didasarkan pada hak untuk memanen sehingga tanggung jawab untuk membangun pra sarana jalan berada pada perusahaan pemegang HPH. Dalam memberikan rekomendasi biasanya yang menjadi bahan pertimbangan adalah cara memperbaiki keterbatasan-keterbatasan yang ada, seperti misalnya memperbaiki peta yang kurang memadai, menambah tenaga kerja dengan ketrampilan yang diperlukan, memperbaiki keadaan lapisan tanah serta permukaan tanah yang sulit, meningkatkan pengalaman yang terbatas dalam menggunakan berbagai alat konstruksi dan kadang-kadang juga memperbaiki hasil analisis biaya-manfaat yang kurang baik. BAB I 1.3 Definisi dari berbagai istilah Berbagai buku teknis kehutanan menggunakan istilah yang berbeda tergantung apakah buku tersebut berasal dari Australia, Inggris, Amerika atau Negara lain. Biasakanlah diri Anda dengan istilah- 4

18 istilah berikut yang secara konsisten digunakan dalam buku petunjuk ini untuk menjelaskan perencanaan jaringan jalan di hutan, keahlian teknik dan konstruksi. Pendahuluan Alignment istilah umum yang digunakan untuk menjelaskan lokasi fisik dari jalan yang sedang dibangun. Dalam istilah teknis, umumnya dikemukakan sebagai vertical alignment dan horizontal alignment. Angle of repose Suatu sudut di mana keadaan bahan pengisi, potongan atau bahan asli akan tetap. Gambar 1 : Istilah yang digunakan saat menjelaskan suatu jalan, tampilan rencana Gambar 2 : Istilah yang digunakan saat menjelaskan suatu jalan: tampilan melintang BAB I 5

19 Pendahuluan Ballast Bahan untuk menstabilkan atau bahan permukaan yang diletakkan pada timbunan tanah (subgrade) untuk meningkatkan kemampuan serta kapasitas muatannya. Bahan biasanya tidak dibedakan dan berasal dari galian lubang di tepi jalan. Borrow pit Areal di mana dilakukan penggalian untuk konstruksi jalan atau di mana lapisan penutup permukaan diperoleh. Catch basin Penggalian atau konstruksi kolam penampungan yang dibuat pada ceruk gorong-gorong yang digunakan untuk menampung air yang kemudian diarahkan ke gorong-gorong. Center line Umumnya digunakan untuk menunjukkan lokasi lapangan dari jalan yang akan dibangun dan akan digunakan untuk membuat rancangan dan konstruksi jalan yang sebenarnya.. Cross-drain Struktur saluran air yang dibuat seperti goronggorong atau yang khusus digali di jalan yang akan mengalirkan air dari satu sisi jalan ke sisi yang lainnya. Culvert Gorong-gorong yang ditanam dalam struktur cross-drain untuk mengalirkan air dari satu sisi jalan ke sisi satunya. Cut slope (Cut bank) Pemotongan miring pada lapisan tanah atau bahan asli di sepanjang bagian dalam dari jalan. Ditch (Side drain) Pembuatan selokan dangkal di sepanjang lokasi di mana akan dibangun jalan untuk menampung air dari jalan dan lahan yang bersebelahan sehingga dapat dialirkan ke tempat pembuangan yang sesuai. Drainage structure Struktur saluran air yang dibangun untuk membuang atau mengalirkan air ke tempat penampungan yang aman jauh dari lokasi jalan yang akan dibangun. Umumnya struktur saluran air ini berupa gorong-gorong atau jembatan. Erosion Proses habisnya lapisan atas tanah. Sehubungan dengan jaringan jalan di hutan, biasanya hal ini digunakan untuk menunjukkan air hujan atau air yang mengalir di sepanjang jalan. BAB I Ford Cekungan di jalan yang dibuat untuk menampung air yang mengalir di jalan. Cekungan ini bisa digunakan untuk menampung aliran air musiman atau aliran air yang tetap seperti air anak sungai. Ford ini sebaiknya dibuat dari bahan yang tahan erosi seperti batu 6

20 kerikil atau lapisan batu. Fill slope (embankment) Lapisan bahan yang ditimbun untuk membangun jalan dan biasanya berasal dari tepi luar jalan hingga dasar. Full bench cut Metode membangun jalan di mana jalan dibangun dengan memotong derajat kemiringan permukaan dan bahan yang digali diangkut keluar atau ditimbun di tempat lain, Pada full bench cut road, bahan yang digali bukan merupakan bagian atas dari jalan yang sedang dibangun. Pendahuluan Grade (gradient) Derajat kemiringan jalan yang dibangun. Kemiringan permukaan ini biasanya dinyatakan sebagai peningkatan prosentase. Sebagai contoh, peningkatan 10 meter pada elevasi dengan jarak 100m dinyatakan sebagai grade 10%. Grade (adverse) Gradien menaiki bukit (plus) pada arah pengangkutan. Grade (favorable) Gradien menuruni bukit (negatif) menuju arah pengangkutan. Knappel Kayu balok yang telah diatur sedemikian rupa sehingga sesuai dengan pembatasan jalan yang akan dibangun sehingga dapat menghasilkan dasar yang stabil bagi jalan yang akan dibangun. Teknik ini biasa digunakan untuk mengisi bagian-bagian tertentu dengan kemiringan yang sangat curam, atau pada bagian-bagian yang basah di mana sulit untuk memperoleh dasar jalan yang stabil. Lead-off ditch Penggalian yang dilakukan untuk mengarahkan aliran air ke arah luar dari selokan dan arah jalan apabila hal tersebut tidak terjadi secara alami agar dapat mengurangi volume serta kecepatan arus air selokan. Native material Lapisan tanah alami atau lapisan tanah setempat yang terbentuk dengan sendirinya pada lokasi dan bukannya dibawa dari luar menuju tempat tersebut. Overburden Lapisan atas tanah, biasanya mengandung bahan organik atau tanah liat lepas yang tidak memiliki kapasitas untuk menyatu dan biasanya akan dipindahkan dari lokasi pembangunan jalan. BAB I 7

21 Pendahuluan Parent material (native material) Bahan asli yang digunakan untuk membangun jalan. Plan view Diagram vertical lengkap dengan lokasi jalan dengan batas horizontal dan berbagai ciri fisik seperti sungai dan hambatan yang mempengaruhi batas horizontal dari jalan tersebut. Profile Lintang bujur yang digunakan saat mendisain jalan raya dan menghitung gradient dari jalan yang dibangun. Right-of-way (corridor) Lahan yang telah dibersihkan untuk membangun jalan. Hal ini mencakup jalan itu sendiri dan tambahan pembukaan hutan guna memperoleh sinar matahari yang lebih baik. Roadway Luas horizontal lahan yang terkena akibat pembangunan jalan, dari bagian atas lereng yang dipotong hingga bagian dasar dari bagian lereng yang perlu ditimbun. Seepage, (ground water seepage) Aliran air bawah tanah menuruni lereng yang muncul di sepanjang tepi jalan. Running surface (wearing surface) bagian atas dari permukaan jalan yang akan dilewati. Bagian ini harus kuat, memiliki daya tahan terhadap penyaradan, dan tidak terpengaruh oleh air di permukaan. Pada jalan yang dibangun di hutan, permukaan jalan bisa juga mengandung parent material yang dipadatkan atau yang dikenal sebagai ballast yang berasal dari selokan yang sesuai. Sediment (sedimentation) Lapisan tanah yang mengandung tanah liat, pasir dan lumpur yang mengalir ke sungai karena erosi sehingga menurunkan kualitas air sungai tersebut. Shoulder Bahu jalan di sepanjang jalan yang dibangun. Bahu jalan dalam letaknya berdekatan dengan kemiringan yang digusur. Sedangkan bahu luar letaknya disebelah lereng yang akan ditimbun. BAB I Side drain (ditch) Saluran dangkal yang dibuat disepanjang jalan guna menampung air yang mengalir dari jalan raya dan lahan yang berdekatan sehingga dapat dialirkan ke tempat pembuangan yang sesuai. Slope ratio Cara untuk menyatakan kemiringan yang dibuat 8

22 sebagai perbandingan antara jarak horizontal hingga mencapai jurang misalnya seperti 1.5 m: 1 (1.5 m horizontal untuk setiap 1m vertical). Sub-grade Permukaan jalan yang mengandung parent material dan atau bahan penimbun. Pendahuluan Through cut Jalan yang dibangun memotong bukit sehingga menyebabkan pemotongan lereng pada kedua sisi jalan. Turnout Perluasan jalan sehingga memungkinkan dua truk yang berlawanan arah berjalan pada saat yang bersamaan. Vertical alignment elemen vertical dari lokasi jalan atau konstruksi jalan di sini termasuk lekukan vertical. Horizontal alignment elemen horisontal dari lokasi jalan termasuk lekukan horizontal. 1.4 K o n t e k s P e n g a t u r a n Semua aspek dari administrasi hutan, perencanaan dan kegiatan diatur secara ketat dalam sistem konsesi hutan. Kerangka kerja Sistem Tebang pilih Tanam Indonesia (TPTI) 1) terdiri dari 14 langkah dan menjadi pusat perhatian dari sistem adminsitrasi kehutanan di Indonesia. Dalam kerangka kerja administrasi ini langkah ke tiga menangani pengembangan jaringan jalan hutan yang seharusnya dilakukan satu tahun sebelum pemanenan dilakukan. Pada Tabel 1, diberikan standard untuk menjelaskan parameter teknis dari jalan utama serta jalan sekunder. Standar ini mungkin cocok bagi areal konsesi hutan yang memiliki lereng yang landai, namun bagi konsesi yang terletak pada lereng permukaan yang sulit, maka sebagian besar perusahaan konsesi sering kali harus menggunakan standar teknis yang melewati standar yang berhubungan dengan grade dan lekukan. Oleh karena truk yang digunakan dapat beroperasi secara efektif 1) TPTI Tebang Pilih Tanaman Indonesia (Indonesian selective cutting and planting system) revision. BAB I 9

23 Pendahuluan baik pada jalan dengan gradient yang curam, maka keterbatasan yang dikenakan oleh Departemen Kehutanan seringkali tidak diperhatikan. Sebenarnya hal ini tidak menjadi masalah asal beberapa tindakan tertentu benar-benar diperhatikan seperti yang berkaitan dengan kepadatan tanah, pengelolaan air, dll. Buku petunjuk ini akan menjelaskan aspek teknis tentang disain serta konstruksi jalan yang akan membantu dalam meyakinkan bahwa dampak dari pembangunan jalan dapat dikurangi. Tabel 1 : Standar jalan dari Departemen Kehutanan Permukaan Padat JALAN UTAMA Permukaan Tidak Padat JALAN SEKUNDER Permukaan Padat Permukaan Tidak Padat Usia jalan permanen 5 tahun 5 tahun 5 tahun Periode pengunaan sepanjang tahun musim kering sepanjang tahun musim kering Lebar badan jalan 12 meter 12 meter 8 meter 12 meter Permukaan Jalan 6-8 meter - 4 meter - Ketebalan lapisan atas cm cm - Maksimum gradien kecuraman menuruni bukit Maksimum gradien kecuraman menaiki bukit 10% 10% 12% 10% 8% 8% 10% 8% Minimum radius lekukan meter meter 50 meter meter Maksimum kapasitas muatan 60 ton 60 ton 60 ton 60 ton Max. right-of-way / lahan 34 meter 34 meter 34 meter 34 meter yang telah dibersihkan 1) 1.5 Beberapa faktor yang berpengaruh pada dampak yang berlebihan Contoh konstruksi jalan yang buruk, erosi dan sedimentasi pada sungai tidak sulit ditemukan pada areal konsesi di Indonesia. Namun demikian, Indonesia juga memiliki beberapa contoh dari sistem jaringan jalan hutan yang bagus dan dapat bertahan di BAB I 1) Right-of-way tidak dispesifikasikan dalam TPTI. Hal ini telah direvisi dan kini ditetapkan pada 34 meter sesuai dengan instruksi yang terdapat dalam Surat Keputusan Menteri Kehutanan SK.352/Menhut-II/2004. Rincian teknis tambahan diberikan dalam SK Menteri Kehutanan No. 688/Kpts-II/1990 and 590/Kpts-II/

24 segala macam cuaca. Mengapa ada perbedaan yang demikian besar antar perusahaan konsesi sehubungan dengan aspek penting dari pengelolaan hutan? Dalam proses pembukaan lahan hutan, pembangunan jalan merupakan sumber utama dari dampak yang terjadi. Hal ini sangat sulit dihindari, pertanyaannya adalah, bisakah dampak ini dikurangi, dan bila jawabannya ya, apa yang perlu dilakukan untuk memastikan penurunan dampak dari pembangunan jalan di hutan. Pendahuluan Untuk bisa menjawab pertanyaan tersebut, perlu diketahui faktorfaktor yang berpengaruh terhadap terjadinya dampak pada sistem jaringan jalan. Beberapa faktor yang berhubungan dengan penyusunan rencana yang kurang memadai 1. Perencanaan pembangunan sistem jalan yang buruk Peta yang kurang memadai, staf yang kurang mendapat pelatihan, peraturan pemerintah yang tidak fleksibel, serta kurangnya penerimaan dari manajemen tentang perencanaan yang strategis merupakan faktor-faktor yang menyebabkan pengembangan sistem jaringan jalan yang tidak mengoptimalisasikan penetapan batas. Hal ini menyebabkan gradient yang merugikan dan yang akhirnya akan meningkatkan biaya pengangkutan selama penggunaan sistem jalan tersebut. Pada tingkat yang lebih kecil, faktor yang sama bisa menyebabkan dibangunnya jalan pada lokasi yang tidak tepat karena perencanaan yang kurang memadai. Hal ini dapat mengakibatkan biaya konstruksi, perawatan dan pengangkutan yang lebih tinggi karena adanya gradien yang merugikan. 2. Pemahaman yang buruk tentang cara merencanakan pembangunan jalan Rencana pembuatan jalan merupakan awal dari apa yang dikenal sebagai disiplin dari teknik kehutanan. Pengembangan disiplin ini kurang berkembang di Indonesia, baik pada tingkat akademis maupun pada persepsi manajemen perusahaan. Akibatnya tidak banyak penitikberatan tentang program pelatihan yang tepat serta pengembangan ketrampilan professional dalam disiplin ini. Sebagian besar masalah yang berkaitan dengan pembangunan jalan hutan disebabkan oleh ketidakmampuan BAB I 11

25 Pendahuluan untuk menekankan teknik kehutanan, rencana pembangunan jalan hutan dan bagaimana hal tersebut dapat membantu dalam mengembangkan sistem jaringan jalan yang rendah biaya dan dampaknya. Faktor yang berkaitan dengan Teknik Kehutanan 3. Lokasi yang buruk Kurangnya perhatian terhadap pentingnya teknik kehutanan mengakibatkan lokasi jalan yang buruk. Kurangnya perhatian mengenai pentingnya kegiatan penetapan lokasi memperkecil kemungkinan menjajagi berbagai pilihan. Hasilnya seringkali merupakan sistem jaringan jalan yang tidak memberi solusi transportasi terbaik, biaya tinggi, dampak yang berlebihan pada hidrologi hutan atau gabungan dari semua masalah tersebut. Tidak ada yang dapat menggantikan pengenalan lapangan guna memastikan telah memilih lokasi yang terbaik. 4. Tidak adanya kepatuhan terhadap standar yang ditetapkan Berbagai standar dari sistem jalan hutan telah ditetapkan oleh Departemen Kehutanan. Besar kemungkinan hal inilah yang menyebabkan perusahaan konsesi tidak ada yang berusaha mengembangkan standar mereka sendiri, yang mungkin justru bisa lebih merefleksikan secara lebih akurat lingkungan kerja mereka. Tidak adanya standar khusus perusahaan sering mengakibatkan munculnya situasi seolah-olah tidak ada standar. Tidak adanya standar atau penerapan standar yang tidak memadai dapat mengarah pada situasi dimana jalan dibangun di lokasi yang buruk. Ini dapat dilihat pada saat seorang ahli kehutanan yang langsung terjun untuk pencarian lokasi hanya berbekal peta yang tidak memadai, di samping itu juga tidak membawa clinometer. BAB I Apabila jalan dibangun sekadarnya, tanpa saluran air yang baik, atau lokasi jalan di tempat yang terlalu curam, maka dapat dikatakan bahwa tidak ada standar yang diterapkan baik yang berhubungan dengan lokasi maupun dengan pembangunannya. 12

26 5. Tidak ada tindak lanjut tentang lokasi jalan Lokasi jalan di areal konsesi Indonesia jarang dilalui sebelum konstruksi dilakukan. Sebagai akibatnya tidak ada jalan untuk memeriksa apakah penetapan batas jalan sudah sesuai dengan parameter yang ditetapkan standar. Hal ini terutama terlihat pada vertical alignment di mana lokasi yang ditetapkan sangat tidak realistis sehingga mengakibatkan biaya serta dampak yang sangat tinggi. Pendahuluan Kegagalan untuk melakukan survei atas jalan hutan sebelum membangun sistem jalan hutan juga mengurangi kemungkinan untuk membuat disain sistem jalan pada bagian-bagian yang kritis. Disain jalan dapat digunakan sebagai alat untuk memeriksa alignment juga memberi tindak lanjut praktis seperti informasi tentang kemiringan permukaan guna membatasi areal yang dapat digunakan untuk membangun jalan. Faktor-faktor yang berkaitan dengan Konstruksi dan Perawatan/ pemeliharaan 6. Operator gagal menemukan lokasi Setiap orang yang pernah melakukan perjalanan ke areal konsesi pasti telah melihat banyak situasi dimana terlihat usaha untuk menaiki bukit atau menyeberangi kali yang justru mengakibatkan terjadinya perusakan hutan yang sebenarnya tidak perlu. Hal ini bisa merupakan akibat dari usaha mencari lokasi jalan yang tidak memadai atau kasus di mana operator traktor telah melakukan penjelajahan lokasi tanpa diminta. Apapun alasannya, hasilnya adalah pengeluaran uang yang sia-sia (biaya mesin) dan adanya dampak lingkungan yang sebenaryna tidak perlu terjadi. 7. Pengawasan yang buruk Pembangunan sistem jalan hutan yang tidak terkendali tidak sepenuhnya merupakan akibat dari teknik kehutanan yang buruk. Supervisi yang seringkali tidak ketat, sehingga memberi peluang kepada operator untuk melakukan apa yang dikehendaki tanpa bimbingan yang memadai. Di beberapa perusahaan situasi ini diperbesar dengan adanya fakta bahwa pembangunan jaringan jalan di hutan dikontrakkan BAB I 13

27 Pendahuluan keluar atau operator mesin dibayar per meter yang dilalui sehingga akibatnya operator bebas melakukan apa yang diinginkannya. 8. Kurangnya perhatian pada prisnsip-prinsip dasar konstruksi Pembangunan jalan bukanlah merupakan kegiatan yang membutuhkan pengentahuan tinggi. Namun demikian ada beberapa prinsip sederhana yang dipahami oleh setiap mandor pada kegiatan pembangunan jalan. Pembangunan jalan yang berhasil membutuhkan perhatian pada pengelolaan air. Singkirkan air dari jalan! seharusnya menjadi prinsip yang membimbing. Hal ini juga berlaku pada pembangunan jalan yang paling dasar, stabilisasi badan jalan dan perawatan jalan. Kemungkinan besar jawaban terhadap pernyataan ini adalah.secepat mungkin! Di sini perlu diperhatikan hal-hal seperti pemadatan dari lapisan tanah serta pembuatan lapisan atas yang tahan lama, Pelaksanaan prinsip-prinsip ini akan menghasilkan sistem jalan yang bisa bertahan di segala macam cuaca dan memiliki dampak lingkungan yang rendah. 9. Biaya pembangunan yang tidak memadai Alat yang digunakan untuk membangun jalan sangat mahal. Staf yang bertanggung jawab atas alat ini selama pembangunan jalan biasanya kurang memiliki pemahaman tentang biaya operasional atau menjalankan mesin seperti Caterpillar D7-G walaupun alat ini merpakan alat yang sering digunakan pada saat membangun jalan. Kurangnya pemahaman tentang elemen biaya dalam pembangunan jalan bisa mengakibatkan kegagalan untuk menjamin bahwa mesin tersebut telah digunakan secara efisien dan efektif. BAB I Manajer hutan dan supervisor lebih sering menitikberatkan pada pengurangan biaya buruh. Mungkin karena ini adalah hal yang benar-benar hanya mereka pahami. Akibat dari adanya ketidakseimbangan dalam prioritas merupakan kegagalan dalam menjamin terwujudnya lokasi 14

28 jalan yang baik dan supervisi dengan biaya rendah namun pada saat yang bersamaan memberi toleransi pada ketidakefisienan mengenai penggunaan mesin yang mahal untuk membangun jalan. 10. Mesin konstruksi yang tidak tepat Buldozer adalah mesin yang sering digunakan dalam kegiatan pembangunan jalan di Indonesia. Berdasarkan track record, mesin ini sangat kuat dan efisien saat memindah-mindahkan material. Pendahuluan Namun demikian mesin ini sangat berat, kurang praktis dan tidak menunjukkan kinerja yang baik dalam kondisi-kondisi tertentu. Pembangunan sistem jalan hutan di banyak Negara dengan permukaan tanah yang berbukit sering menggunakan alat excavator, Mesin ini memiliki fleksibilitas untuk menggali dan menempatkan materi dengan efisien, dan merupakan kebalikan dari cara kerja buldozer. Excavator juga dapat bekerja dengan baik dipermukaan lahan yang sangat curam. Juga merupakan mesin ideal untuk membangun jembatan dan memasang gorong-gorong. Pada lokasi yang basah yang membutuhkan drainase, mesin ini bekerja lebih baik daripada bulldozer. Banyak perusahaan konsesi yang telah membeli satu atau dua unit excavator dan menggunakannya untuk menggali bahan dari selokan dipinggir jalan. Juga untuk memuat truk. Sedikit sekali perusahaan konsesi yang menyadari potensi dari excavator ini dalam membangun jalan hutan dengan dampak yang rendah. Faktor yang berhubungan dengan sikap manajemen 11. Kurangnya pemahaman Perbaikan pengelolaan hutan dan pengembangan sistem jaringan jalan di hutan sangat bergantung pada sikap manajemen. Masih banyak aspek atau informasi dasar yang belum dipahami oleh manajemen perusahaan konsesi mengenai peluang untuk memperbaiki rencana pembangunan sistem jalan hutan. Kurangnya pemahaman ini seringkali menjadi hambatan untuk membuat perbaikan. BAB I 15

29 Pendahuluan Kegagalan untuk memahami pentingnya perencanaan yang baik atau peluang penghematan biaya yang dapat diperoleh melalui pemilihan mesin konstruksi yang lebih tepat atau teknik konstruksi yang sudah diperbarui perlu diatasi dengan menambah informasi, merencanakan program pelatihan dan memperagakan hal-hal yang praktis. 12. Apatis terhadap perubahan Aspek lain dari sikap manajemen yang umum dilakukan adalah sikap apatis terhadap perubahan. Ada kemungkinan para manajer menyadari adanya cara lain atau teknologi lain yang lebih baik namun tidak memiliki keinginan untuk membuat perubahan. Perubahan sering membutuhkan usaha. Para pemilik perlu diyakinkan tentang pentingnya investasi baru. Sedangkan para staf perlu diberi jabatan baru atau fungsinya diubah. Sering manajemen berpendapat karena perubahan sering menimbulkan gangguan mengapa tidak meneruskan apa yang sudah berlangsung karena hasilnya toh baik?! BAB I 16

30 BAB II Perencanaan Perencanaan 2.1 Strategis Perencanaan Pada system konsesi hutan di Indonesia, perencanaan jaringan jalan hutan maupun jalan itu sendiri sering kali tidak sepenuhnya dimengerti dan terkadang diabaikan. Padahal pada tahap ini, banyak dibuat keputusan-keputusan penting yang akan berdampak pada pembiayaan pemeliharaan jangka panjang dan penggunaan sistem jalan itu sendiri. Idealnya jalan-jalan utama atau strategi pengembangan suatu konsesi hutan secara keseluruhan sebaiknya dirancang sebelum dilakukan kegiatan apapun. Alat paling mendasar dari perencanaan ini adalah peta dengan skala 1: atau Seringkali peta yang tersedia adalah berskala 1: Pada peta berskala semacam ini, detil topografi kurang jelas sehingga perencanaan yang akurat sulit dicapai. Sebagian besar konsesi hutan di Indonesia telah cukup berkembang dalam penerapan masa rotasi tebangan 35 tahun, untuk masa yang akan datang strategi perencanaan yang paling relepan adalah RKL (Rencana Karya Lima tahun). Gambar 3 mengilustrasikan satu contoh perencanaan jalan yang dipersiapkan dari peta berskala 1 : dengan interval kontur 12,5 meter. Peta tersebut menampilkan luas area sekitar hektar atau kurang lebih 3 tahun RKT pada konsesi dengan keluasan sedang. Rencana jalan utama yang akan dibangun telah dibuat dan catatancatatan juga telah dibuat sebagai panduan survey lapangan. Perencanaan jaringan jalan ini sebanyak mungkin menggunakan punggung bukit yang berhubungan satu sama lainnya, menghindari penyeberangan sungai maupun tanah tidak rata dan pada waktu yang sama memperkecil tanjakan yang merugikan. Beberapa jalan cabang tetap diperlukan. Jalan-jalan ini biasanya dirancang seiring dengan perencanaan jalan tahunan. BAB II 17

31 BAB II Perencanaan 18

32 Perencanaan Gambar 3 : Rencana jalan utama untuk area seluas 7,250 hektar. BAB II 19

33 2.2 Perencanaan jalan dan area pembalakan. Perencanaan Perencanaan jalan di blok yang akan dibalak lebih terfokus pada pertimbangan-pertimbangan teknis seperti kondisi kelerengan dan untuk mencapai jarak penyaradan yang optimal. Jika inventori hutan telah dikerjakan dua tahun sebelum pembalakan sebagaimana disebutkan dalam peraturan Departemen Kehutanan, peta yang terperinci harus tersedia dalam skala 1:1.000 sampai 1:5.000 (untuk pedoman bagaimana menghasilkan peta seperti ini, dapat dibaca buku manual Prosedur Teknis Survey Topografi Hutan dan Pemetaan Pohon ). Peta-peta tersebut merupakan alat yang sangat baik untuk merencanakan lokasi jalan di area blok RKT dan petak pembalakan. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam perencanaan jalan di area pembalakan tahunan: 1. Rundingkan /periksa rancangan jalan untuk memastikan bahwa pola jalan utama telah sesuai. 2. Identifikasi titik kontrol atau tanda-tanda utama. Tanda-tanda ini adalah petunjuk dimana jalan harus melintasi, misalnya daerah yang rendah atau punggung bukit. 3. Identifikasi titik kontrol kedua atau tanda-tanda lainnya. Tandatanda ini akan mempengaruhi lokasi dan penempatan jalan baik secara positif maupun negatif. 4. Hindari lereng yang curam atau topografi patah-patah, lokasi dengan rembesan air atau rawa, serta kondisi topografi lainnya yang kemungkinan menimbulkan masalah pada konstruksi jalan maupun posisi jalan yang menyulitkan bagi pembalakan. 5. Cari lokasi penyebarangan sungai yang menguntungkan, punggung bukit yang saling berhubungan, gundukan pada topografi curam dan informasi lain mengenai kontur yang akan memudahkan penentuan lokasi dan pembangunan jalan untuk pembalakan. BAB II 6. Dalam perencanaan lokasi jalan, jumlah jalan menurun sebaiknya dibuat dalam jumlah sedikit dan sedapat mungkin selalu sesuai dengan pedoman desain. Hal ini penting khususnya untuk jalan utama yang akan digunakan selama bertahun-tahun kemudian. 20

34 2.3 Pertimbangan yang Mendasar Menentukan lokasi jalan pada peta kontur pada dasarnya tidak berbeda dengan perencanaan jalan sarad sebagaimana yang diuraikan pada buku pedoman TFF tentang Pertimbangan Dalam Merencanakan Pembalakan Berdampak Rendah Perencanaan Gambar 4 : Contoh peta kontur untuk latihan. BAB II 21

35 Perencanaan Namun, tidak ada salahnya memaparkan kembali tinjuauan singkat tahap-tahap perencanaan peta kontur. Latihan Kontur (Mengacu pada gambar 4) Catatan : Skala peta 1:5,000 Pertanyaan 1 Interval kontur : 10 meter Untuk menaiki saddle pada punggung bukit, jalan cabang harus melintasi lereng curam. Berapakah ah kelerengan e rata-rata dari garis segmen D - E yang melintasi area tersebut berdasarkan sudut yang tepat terhadap kontur? Pertanyaan 2 Berapa kemiringan rata-rata tanjakan yang akan digunakan untuk mencapai saddle pada B dari A pada jalan utama? Pertanyaan 3 Berapa kemiringan rata-rata tanjakan yang akan digunakan an untuk mencapai lokasi jalan dari B ke C? Lihat Lampiran 1 untuk jawabannya. BAB II Gambar 4 Menunjukkan sebuah potongan peta. Dengan rancangan yang berskala besar bahwa sistem jalan cabang harus dikembangkan ke arah barat daya dan timur laut punggung B pada punggung bukit utama. Bagian A pada jalan utama telah diidentifikasi sebagai titik awal jalan cabang. 22

36 Standar untuk perencanaan dan lokasi jalan hutan Standar teknis yang dibuat oleh Departemen Kehutanan (lihat bagian 1.4, Kerangka Peraturan), merupakan awal yang baik untuk mengembangkan standar perusahaan yang spesifik dalam merencanakan, menentukan lokasi, membangun dan deaktivasi jalan hutan. Perencanaan Pengembangan standar jalan hutan semacam ini berkaitan dengan masalah ekonomis. Standar-standar tersebut tidak baku tapi perlu dikembangkan sesuai dengan kondisi khusus tiap perusahaan. Ini akan dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti kondisi tanah secara keseluruhan, volume kayu yang akan diangkut diatas berbagai jenis jalan, jenis truk yang digunakan, peralatan konstruksi dan tenaga kerja terampil yang tersedia. Standar jalan diperlukan sebagai pedoman dalam perencanaan dan pembangunan system jalan yang optimal dimana biaya pembuatan, pengangkutan log dan pemeliharaan ditekan seminimal mungkin. Pengeluaran-pengeluaran tersebut dikategorikan sebagai biaya transportasi. Di banyak situasi hutan di Indonesia, system jalan cenderung memiliki bagian-bagian yang menurun. Hal ini merupakan gambaran dari sebagian besar hutan di Indonesia memiliki topografi yang berbukitbukit dan merupakan kebiasaan dimana sedapat mungkin mengikuti punggung bukit untuk masuk ke hutan. Karena posisi mendaki umumnya memiliki efek lebih besar terhadap biaya pengangkutan dibandingkan posisi mendatar, maka diperlukan studi untuk menghitung jalan lebih singkat tapi lebih curam dibandingkan jalan yang lebih panjang dan kondisi yang sama pada posisi mendatar yang tak teratur. Foto 3 : Jalan hutan perlu dirancang untuk dilintasi kendaraan berat dimana rata-rata truk bermuatan log yang melintas memiliki 40 x lebih berat dari mobil kijang. BAB II 23

37 Perencanaan Dampak lingkungan dari standar jalan hutan terutama adalah terhadap pembukaan koridor. Pembukaan jalan koridor menimbulkan r i n t a n g a n - r i n t a n g a n terhadap pergerakan spesies arboreal, yang pada beberapa spesies menyebabkan dampak negatif yaitu karena mengisolasi populasi dan menghalangi akses menuju sumber makanan tertentu atau untuk reproduksi. Jalan hutan yang ramah lingkungan adalah dimana kera dapat melintasi jalan tanpa harus menyentuh tanah! Persepsi yang umum terdapat di perusahaan konsesi adalah bahwa Foto 4 : Permukaan jalan cabang dengan tingkat kerusakan rendah jalan koridor harus sedapat mungkin lebar agar sinar matahari dapat mengeringkan jalan setelah turun hujan. Walaupun pendapat ini ada benarnya, terlebih pada kondisi tanah liat, sebenarnya yang membuat permukaan tanah tidak stabil adalah pengelolaan air yang buruk, tingkat kepadatan jalan yang tidak tepat, dan pengerasan jalan yang kurang tepat. Mengenai hal ini akan dibahas lebih lanjut pada Bab V mengenai konstruksi jalan. Standar yang ditetapkan Departemen Kehutanan mengenai jalan koridor maximum selebar 34 meter telah mengalami revisi dari lebar semula 50 meter. BAB II Perusahaan harus lebih memperhatikan konstruksi dan kestabilan jalan yang akan lebih berpengaruh daripada pembukaan jalan yang lebih besar untuk mendapatkan sinar matahari. Kenyataan ini harus memperlihatkan standar pembuatan jalan tiap perusahaan, khususnya pada tanah yang berbukit-bukit dimana komposisi dari kondisi tanah umumnya berbatu-batu. 24

38 Perencanaan Foto 5 : Permukaan jalan utama yang terletak pada punggung bukit. Perhatikan lebar koridor yang berlebihan. BAB II 25

39 Penandaan Lokasi 3. 1 P e n i n j a u a n A r e a BAB III Penandaan Lok asi Lokasi jalan sebaiknya tidak dibuat sebelum dilakukan survey lapangan secara menyeluruh. Gunakan titik kontrol atau simbol-simbol yang telah diidentifikasi pada peta perencanaan dan buat catatan mengenai titik kontrol yang akan mempengaruhi pemilihan lokasi jalan. Simbol atau titik kontol antara lain termasuk : Pelintasan sungai yang diinginkan Beberapa saddle pada punggung Lereng atau tanah berbatu yang harus dihindari Tanah lembab atau rawa yang harus dihindari Undakan atau topografi yang baik Akan lebih berguna memberikan tanda pada titik-titik kontrol atau lokasi di lapangan dimana Anda yakin daerah tersebut cocok untuk dibuatkan jalan. Begitu Anda telah memeriksa seluruh area termasuk disekitar jalan koridor yang akan dibangun, Anda dapat memulai dengan membuat jalur jalan pembukaan dengan menghubungkan titik-titik kontrol M e m b a n g u n J a l u r P e m b u k a a n BAB III Menentukan lokasi suatu jalan selalu memerlukan upaya lebih dari satu kali. Survey secara menyeluruh sebenarnya dapat memperkecil pilihan lokasi jalan menjadi satu lokasi saja, kenyataannya sering terjadi lebih dari satu pilihan yang tersedia. Oleh karena itu, disarankan agar upaya awal dalam pembangunan lokasi jalan hutan mengambil bentuk lokasi pendahuluan atau P-line. 26

40 Penandaan Lokasi Gambar 5 : Sebuah ilustrasi dua jalur jalan pembukaan dengan beberapa penyesuaian untuk mendapatkan lokasi jalan yang terbaik. BAB III 27

41 Penandaan Lokasi Pertimbangan utama dalam membangun P-line adalah penggolongan kontrol diantara petunjuk atau symbol kontrol. Regu lokasi lapangan perlu terbiasa untuk menggunakan klinometer untuk memastikan bahwa standar teknis kelerengan tidak berlebihan. Kesalahan prosedural yang biasa terjadi adalah mandor mengirim seorang asisten dan memintanya untuk mengangkat atau menurunkan slope hingga mencapai kemiringan yang diinginkan. Hal ini untuk mencegah lokasi yang dipilih tidak baik dan usaha yang sia-sia. Saat mengembangkan P-line, mandor harus selalu berada di depan dan mengatur asistennya untuk mengembangkan kontrol kelerengan. Dengan menggunakan pendekatan ini, dia dapat mengevaluasi area lebih dulu dan menghindari kesalahan membuat P line. P-line harus ditandai dengan menggunakan pita atau cat berwarna terang supaya mudah dilihat. 3.3 Penandaan Lokasi Terakhir Pendekatan paling umum untuk menentukan lokasi jalan adalah segera melakukan penyesuaian P-line begitu lokasi tersebut dipastikan sebagai pilihan yang terbaik. Penyesuaian kecil mungkin bisa dilakukan terhadap P-line untuk memastikan bahwa jalur lokasi memiliki kelengkungan memadai atau dilokasikan sedekat mungkin dengan lokasi jalan yang akan dibangun. Lokasi jalan yang ditetapkan harus merupakan hasil optimal dengan kalkulasi terbaik demi tercapainya tujuan yaitu memperkecil biaya konstruksi dan dampak lingkungan serta menjadi pilihan yang terbaik untuk pembalakan dan pengangkutan. Lokasi yang dipilih harus dengan jelas diberi tanda sehingga mudah dilihat. BAB III 28

PERTIMBANGAN DALAM MERENCANAKAN PEMBALAKAN BERDAMPAK RENDAH

PERTIMBANGAN DALAM MERENCANAKAN PEMBALAKAN BERDAMPAK RENDAH PERTIMBANGAN DALAM MERENCANAKAN PEMBALAKAN BERDAMPAK RENDAH Agustus, 2005 Departemen Kehutanan Republik Indonesia BUKU KEDUA DARI RANGKAIAN PEDOMAN TEKNIS PROJECT ITTO PD 110/01 REV.4 (I) : PROGRAM UNTUK

Lebih terperinci

TANAH DASAR, BADAN JALAN REL DAN DRAINASI

TANAH DASAR, BADAN JALAN REL DAN DRAINASI Nursyamsu Hidayat, Ph.D. TANAH DASAR, BADAN JALAN REL DAN DRAINASI TANAH DASAR (SUBGRADE) Fungsi tanah dasar: Mendukung beban yang diteruskan balas Meneruskan beban ke lapisan dibawahnya, yaitu badan jalan

Lebih terperinci

REKAYASA JALAN REL. MODUL 6 : Tanah dasar, badan jalan dan Drainase jalan rel PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL

REKAYASA JALAN REL. MODUL 6 : Tanah dasar, badan jalan dan Drainase jalan rel PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL REKAYASA JALAN REL MODUL 6 : Tanah dasar, badan jalan dan Drainase jalan rel OUTPUT : Mahasiswa dapat menjelaskan fungsi tanah dasar, badan jalan dan drainase jalan rel Mahasiswa dapat menjelaskan jenis-jenis

Lebih terperinci

PERTIMBANGAN MANAJEMEN UNTUK PENERAPAN PEMBALAKAN BERDAMPAK RENDAH YANG BERHASIL

PERTIMBANGAN MANAJEMEN UNTUK PENERAPAN PEMBALAKAN BERDAMPAK RENDAH YANG BERHASIL PERTIMBANGAN MANAJEMEN UNTUK PENERAPAN PEMBALAKAN BERDAMPAK RENDAH YANG BERHASIL September, 2006 Ministry of Forestry BUKU KELIMA DARI RANGKAIAN PEDOMAN TEKNIS PROJECT ITTO PD 110/01 REV.4 (I) : PROGRAM

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 27 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Kualitas Pembukaan Wilayah Hutan (PWH) 5.1.1 Kerapatan Jalan (WD) Utama dan Jalan Cabang Berdasarkan pengukuran dari peta jaringan jalan hutan PT. Inhutani I UMH Sambarata

Lebih terperinci

PERTIMBANGAN OPERASIONAL UNTUK PEMBALAKAN BERDAMPAK RENDAH

PERTIMBANGAN OPERASIONAL UNTUK PEMBALAKAN BERDAMPAK RENDAH PERTIMBANGAN OPERASIONAL UNTUK PEMBALAKAN BERDAMPAK RENDAH Maret, 2006 Departemen Kehutanan Republik Indonesia BUKU KETIGA DARI RANGKAIAN PEDOMAN TEKNIS PROJECT ITTO PD 110/01 REV.4 (I) : PROGRAM UNTUK

Lebih terperinci

BAB III METODE PELAKSANAAN

BAB III METODE PELAKSANAAN BAB III METODE PELAKSANAAN 3.1 Pekerjaan Persiapan dan pengumpulan Data 3.1.1 Pekerjaan Persiapan Pekerjaan yang harus dipersiapkan guna memperlancar jalannya pelaksanaan pekerjaan Perencanaan Teknis dan

Lebih terperinci

Latar Belakang. Gambar 1. Lahan gambut yang terbakar. pada lanskap lahan gambut. Di lahan gambut, ini berarti bahwa semua drainase

Latar Belakang. Gambar 1. Lahan gambut yang terbakar. pada lanskap lahan gambut. Di lahan gambut, ini berarti bahwa semua drainase 1 2 Latar Belakang Gambar 1. Lahan gambut yang terbakar. Banyak lahan gambut di Sumatra dan Kalimantan telah terbakar dalam beberapa tahun terakhir ini. Kebakaran gambut sangat mudah menyebar di areaarea

Lebih terperinci

PROSEDUR SURVEI TOPOGRAFI HUTAN DAN PEMETAAN POHON

PROSEDUR SURVEI TOPOGRAFI HUTAN DAN PEMETAAN POHON PROSEDUR SURVEI TOPOGRAFI HUTAN DAN PEMETAAN POHON Januari, 2007 Edisi Ketiga Departemen Kehutanan PROSEDUR SURVEI TOPOGRAFI HUTAN DAN PEMETAAN POHON Penulis : Art Klassen dan Hasbillah Editor : Hasbillah

Lebih terperinci

PENENTUAN LOKASI (Route Location)

PENENTUAN LOKASI (Route Location) PENENTUAN LOKASI (Route Location) Penentuan lokasi jalan merupakan suatu tahapan dalam rekayasa jalan yang dilakukan setelah tahapan perencanaan (planning) dan sebelum tahap perancangan (design) suatu

Lebih terperinci

SISTEM DRAINASE PERMUKAAN

SISTEM DRAINASE PERMUKAAN SISTEM DRAINASE PERMUKAAN Tujuan pekerjaan drainase permukaan jalan raya adalah : a. Mengalirkan air hujan dari permukaan jalan agar tidak terjadi genangan. b. Mengalirkan air permukaan yang terhambat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 2.1 PWH BAB II TINJAUAN PUSTAKA PWH adalah kegiatan penyediaan prasarana wilayah bagi kegiatan produksi kayu, pembinaan hutan, perlindungan hutan, inspeksi kerja, transportasi sarana kerja, dan komunikasi

Lebih terperinci

PEMBUKAAN WILAYAH HUTAN

PEMBUKAAN WILAYAH HUTAN PEMBUKAAN WILAYAH HUTAN A. PENGERTIAN DAN KONSEP Pembukaan wilayah hutan merupakan kegiatan yang merencanakan dan membuat sarana dan prasarana yang diperlukan dalam rangka mengeluarkan kayu. Prasarana

Lebih terperinci

PERANCANGAN SISTEM DRAINASE

PERANCANGAN SISTEM DRAINASE PERANCANGAN SISTEM DRAINASE Perencanaan saluran pembuang harus memberikan pemecahan dengan biaya pelak-sanaan dan pemeliharaan yang minimum. Ruas-ruas saluran harus stabil terhadap erosi dan sedimentasi

Lebih terperinci

MODUL 3 : PERENCANAAN JARINGAN JALAN DAN PERENCANAAN TEKNIS TERKAIT PENGADAAN TANAH

MODUL 3 : PERENCANAAN JARINGAN JALAN DAN PERENCANAAN TEKNIS TERKAIT PENGADAAN TANAH MODUL 3 : PERENCANAAN JARINGAN JALAN DAN PERENCANAAN TEKNIS TERKAIT PENGADAAN TANAH Diklat Perencanaan dan Persiapan Pengadaan Tanah KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT BADAN PENGEMBANGAN SUMBER

Lebih terperinci

PETUNJUK PRAKTIS PEMELIHARAAN RUTIN JALAN

PETUNJUK PRAKTIS PEMELIHARAAN RUTIN JALAN PEMELIHARAAN RUTIN JALAN DAN JEMBATAN PETUNJUK PRAKTIS PEMELIHARAAN RUTIN JALAN UPR. 02 UPR. 02.4 PEMELIHARAAN RUTIN TALUD & DINDING PENAHAN TANAH AGUSTUS 1992 DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 15 3.1 Waktu dan Tempat BAB III METODE PENELITIAN Penelitian ini dilakukan di PT. Inhutani I UMH Sambarata, Berau, Kalimantan Timur pada bulan Mei sampai dengan Juni 2011. 3.2 Alat dan Bahan Bahan yang

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN KONSERVASI LAHAN TERHADAP EROSI PARIT/JURANG (GULLY EROSION) PADA SUB DAS LESTI DI KABUPATEN MALANG

PENGEMBANGAN KONSERVASI LAHAN TERHADAP EROSI PARIT/JURANG (GULLY EROSION) PADA SUB DAS LESTI DI KABUPATEN MALANG Konservasi Lahan Sub DAS Lesti Erni Yulianti PENGEMBANGAN KONSERVASI LAHAN TERHADAP EROSI PARIT/JURANG (GULLY EROSION) PADA SUB DAS LESTI DI KABUPATEN MALANG Erni Yulianti Dosen Teknik Pengairan FTSP ITN

Lebih terperinci

BAB 2 EKSISTING LOKASI PROYEK PERANCANGAN. Proyek perancangan yang ke-enam ini berjudul Model Penataan Fungsi

BAB 2 EKSISTING LOKASI PROYEK PERANCANGAN. Proyek perancangan yang ke-enam ini berjudul Model Penataan Fungsi BAB 2 EKSISTING LOKASI PROYEK PERANCANGAN 2.1 Lokasi Proyek Proyek perancangan yang ke-enam ini berjudul Model Penataan Fungsi Campuran Perumahan Flat Sederhana. Tema besar yang mengikuti judul proyek

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 62 TAHUN 2010 TENTANG

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 62 TAHUN 2010 TENTANG GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 62 TAHUN 2010 TENTANG KRITERIA KERUSAKAN LAHAN PENAMBANGAN SISTEM TAMBANG TERBUKA DI JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang Mengingat : a. bahwa

Lebih terperinci

PEMBELAJARAN PENERAPAN RIL-C DI PERUSAHAAN (PENERAPAN PRAKTEK PENGELOLAAN RENDAH EMISI DI HUTAN PRODUKSI DI AREAL PT. NARKATA RIMBA DAN PT.

PEMBELAJARAN PENERAPAN RIL-C DI PERUSAHAAN (PENERAPAN PRAKTEK PENGELOLAAN RENDAH EMISI DI HUTAN PRODUKSI DI AREAL PT. NARKATA RIMBA DAN PT. PEMBELAJARAN PENERAPAN RIL-C DI PERUSAHAAN (PENERAPAN PRAKTEK PENGELOLAAN RENDAH EMISI DI HUTAN PRODUKSI DI AREAL PT. NARKATA RIMBA DAN PT. BELAYAN RIVER TIMBER) Bogor, Mei 2018 LEGALITAS/PERIZINAN PT.

Lebih terperinci

MODUL 4 DRAINASE JALAN RAYA

MODUL 4 DRAINASE JALAN RAYA MODUL 4 DRAINASE JALAN RAYA TUJUAN PEKERJAAN DRAINASE PERMUKAAN UNTUK JALAN RAYA a) Mengalirkan air hujan dari permukaan jalan agar tidak terjadi genangan. b) Mengalirkan air permukaan yang terhambat oleh

Lebih terperinci

PERENCANAAN SALURAN. Rencana pendahuluan dari saluran irigasi harus menunjukkan antara lain :

PERENCANAAN SALURAN. Rencana pendahuluan dari saluran irigasi harus menunjukkan antara lain : PERENCANAAN SALURAN Perencanaan Pendahuluan. Rencana pendahuluan dari saluran irigasi harus menunjukkan antara lain : - Trase jalur saluran pada peta tata letak pendahuluan. - Ketinggian tanah pada jalar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I-1

BAB I PENDAHULUAN I-1 I-1 BAB I 1.1 Latar Belakang Daerah Aliran Sungai (DAS) Pemali merupakan bagian dari Satuan Wilayah Sungai (SWS) Pemali-Comal yang secara administratif berada di wilayah Kabupaten Brebes Provinsi Jawa

Lebih terperinci

Petunjuk Teknis. Penerapan Pembalakan Berdampak Rendah-Carbon (RIL-C) Pada Ijin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Alam (IUPHHK-HA) Ruslandi

Petunjuk Teknis. Penerapan Pembalakan Berdampak Rendah-Carbon (RIL-C) Pada Ijin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Alam (IUPHHK-HA) Ruslandi Penerapan Pembalakan Berdampak Rendah-Carbon (RIL-C) Ruslandi Petunjuk Teknis Pada Ijin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Alam (IUPHHK-HA) Panduan ini diproduksi oleh The Nature Conservancy dengan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Jakarta, Desember Penyusun

KATA PENGANTAR. Jakarta, Desember Penyusun i KATA PENGANTAR Prinsip pembelajaran kontekstual (contextual learning) yang diharapkan mampu mengubah gaya belajar siswa dalam memahami setiap ilmu dan materi yang dipelajari di sekolah menjadi salah

Lebih terperinci

11/26/2015. Pengendalian Banjir. 1. Fenomena Banjir

11/26/2015. Pengendalian Banjir. 1. Fenomena Banjir Pengendalian Banjir 1. Fenomena Banjir 1 2 3 4 5 6 7 8 Model koordinasi yang ada belum dapat menjadi jembatan di antara kelembagaan batas wilayah administrasi (kab/kota) dengan batas wilayah sungai/das

Lebih terperinci

PERANCANGAN JALAN SAARAD UNTUK MEMINIMALKAN KERUSAKAN LINGKUNGAN MUHDI. Program Ilmu Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara

PERANCANGAN JALAN SAARAD UNTUK MEMINIMALKAN KERUSAKAN LINGKUNGAN MUHDI. Program Ilmu Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara PERANCANGAN JALAN SAARAD UNTUK MEMINIMALKAN KERUSAKAN LINGKUNGAN MUHDI Program Ilmu Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara PENDAHULUAN Pemanenan kayu konvensional merupakan teknik pemanenan

Lebih terperinci

Ekologi Padang Alang-alang

Ekologi Padang Alang-alang Ekologi Padang Alang-alang Bab 2 Ekologi Padang Alang-alang Alang-alang adalah jenis rumput tahunan yang menyukai cahaya matahari, dengan bagian yang mudah terbakar di atas tanah dan akar rimpang (rhizome)

Lebih terperinci

Perencanaan Geometrik & Perkerasan Jalan PENDAHULUAN

Perencanaan Geometrik & Perkerasan Jalan PENDAHULUAN PENDAHULUAN Angkutan jalan merupakan salah satu jenis angkutan, sehingga jaringan jalan semestinya ditinjau sebagai bagian dari sistem angkutan/transportasi secara keseluruhan. Moda jalan merupakan jenis

Lebih terperinci

BAB II KOMPONEN PENAMPANG MELINTANG

BAB II KOMPONEN PENAMPANG MELINTANG BAB II KOMPONEN PENAMPANG MELINTANG Memperhatikan penampang melintang jalan sebagaimana Bab I (gambar 1.6 dan gambar 1.7), maka akan tampak bagian-bagian jalan yang lazim disebut sebagai komponen penampang

Lebih terperinci

BAB 3 PARAMETER PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN

BAB 3 PARAMETER PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN BAB 3 PARAMETER PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN 3.1. Kendaraan Rencana Kendaraan rencana adalah kendaraan yang merupakan wakil dari kelompoknya. Dalam perencanaan geometrik jalan, ukuran lebar kendaraan rencana

Lebih terperinci

BAB 2 PENAMPANG MELINTANG JALAN

BAB 2 PENAMPANG MELINTANG JALAN BAB 2 PENAMPANG MELINTANG JALAN Penampang melintang jalan adalah potongan melintang tegak lurus sumbu jalan, yang memperlihatkan bagian bagian jalan. Penampang melintang jalan yang akan digunakan harus

Lebih terperinci

Persyaratan agar Pondasi Sumuran dapat digunakan adalah sebagai berikut:

Persyaratan agar Pondasi Sumuran dapat digunakan adalah sebagai berikut: Pondasi Caisson atau Pondasi Sumuran Pondasi sumuran adalah suatu bentuk peralihan antara pondasi dangkal dan pondasi tiang dan digunakan apabila tanah dasar (tanah keras) terletak pada kedalaman yang

Lebih terperinci

SNI 7827:2012. Standar Nasional Indonesia. Papan nama sungai. Badan Standardisasi Nasional

SNI 7827:2012. Standar Nasional Indonesia. Papan nama sungai. Badan Standardisasi Nasional Standar Nasional Indonesia Papan nama sungai ICS 93.140 Badan Standardisasi Nasional BSN 2012 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh isi dokumen

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Kondisi Tegakan Sebelum Pemanenan Kegiatan inventarisasi tegakan sebelum penebangan (ITSP) dilakukan untuk mengetahui potensi tegakan berdiameter 20 cm dan pohon layak tebang.

Lebih terperinci

Bab IV DRAINASE BERWAWASAN LINGKUNGAN

Bab IV DRAINASE BERWAWASAN LINGKUNGAN Bab IV DRAINASE BERWAWASAN LINGKUNGAN Novitasari,ST.,MT. TIU & TIK TIU Memberikan pengetahuan mengenai berbagai metode dalam penanganan drainase, dan mampu menerapkannya dalam perencanaan drainase kota:

Lebih terperinci

Orientasi adalah usaha peninjauan untuk menentukan sikap (arah, tempat, dan sebagainya) yang tepat dan benar (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1989).

Orientasi adalah usaha peninjauan untuk menentukan sikap (arah, tempat, dan sebagainya) yang tepat dan benar (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1989). BAB II METODE KAJIAN 2.1. Pengertian Rekonstruksi, dari kata re : kembali, dan konstruksi : susunan, model, atau tata letak suatu bangunan (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1989), dalam hal ini rekonstruksi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kriteria Perencanaan Jaringan Irigasi Teknis Kriteria perencanaan jaringan irigasi teknis berisi instruksi standard dan prosedur bagi perencana dalam merencanakan irigasi teknis.

Lebih terperinci

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Luas Areal Yang Terbuka 5.1.1. Luas areal yang terbuka akibat kegiatan penebangan Dari hasil pengukuran dengan menggunakan contoh pengamatan sebanyak 45 batang pohon pada

Lebih terperinci

TANAH LONGSOR; merupakan salah satu bentuk gerakan tanah, suatu produk dari proses gangguan keseimbangan lereng yang menyebabkan bergeraknya massa

TANAH LONGSOR; merupakan salah satu bentuk gerakan tanah, suatu produk dari proses gangguan keseimbangan lereng yang menyebabkan bergeraknya massa AY 12 TANAH LONGSOR; merupakan salah satu bentuk gerakan tanah, suatu produk dari proses gangguan keseimbangan lereng yang menyebabkan bergeraknya massa tanah ke tempat yang relatif lebih rendah. Longsoran

Lebih terperinci

BAB II TANAH DASAR (SUB GRADE)

BAB II TANAH DASAR (SUB GRADE) BAB II TANAH DASAR (SUB GRADE) MAKSUD Yang dimaksud dengan lapis tanah dasar (sub grade) adalah bagian badna jalan yang terletak di bawah lapis pondasi (sub base) yang merupakan landasan atau dasar konstruksi

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI 3.1 TINJAUAN UMUM

BAB III METODOLOGI 3.1 TINJAUAN UMUM III - 1 BAB III 3.1 TINJAUAN UMUM Di dalam suatu pekerjaan konstruksi diperlukan suatu rancangan yang dimaksudkan untuk menentukan fungsi struktur secara tepat dan bentuk yang sesuai serta mempunyai fungsi

Lebih terperinci

PEKERJAAN PERAKITAN JEMBATAN RANGKA BAJA

PEKERJAAN PERAKITAN JEMBATAN RANGKA BAJA PEKERJAAN PERAKITAN JEMBATAN RANGKA BAJA 1. Umum Secara umum metode perakitan jembatan rangka baja ada empat metode, yaitu metode perancah, metode semi kantilever dan metode kantilever serta metode sistem

Lebih terperinci

BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1 Kesimpulan Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini merupakan hasil temuan dan hasil analisa terhadap kawasan Kampung Sindurejan yang berada di bantaran sungai

Lebih terperinci

1. DEFINISI BENDUNGAN

1. DEFINISI BENDUNGAN 1. DEFINISI BENDUNGAN Bendungan atau Dam adalah konstruksi yang dibangun untuk menahan laju air menjadi waduk, danau, atau tempat rekreasi. Seringkali bendungan juga digunakan untuk mengalirkan air ke

Lebih terperinci

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT SURAT EDARAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT NOMOR: 04/SE/M/2016 TANGGAL 15 MARET 2016 TENTANG PEDOMAN PERANCANGAN PELAKSANAAN PERKERASAN JALAN TELFORD KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2010 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2010 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2010 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk menyimpan air yang berlebih pada

Lebih terperinci

Elias Grahame Applegate Kuswata Kartawinata Machfudh Art Klassen. Pedoman Reduced Impact Logging Indonesia ITTO

Elias Grahame Applegate Kuswata Kartawinata Machfudh Art Klassen. Pedoman Reduced Impact Logging Indonesia ITTO Elias Grahame Applegate Kuswata Kartawinata Machfudh Art Klassen Pedoman Reduced Impact Logging Indonesia ITTO PEDOMAN REDUCED IMPACT LOGGING INDONESIA Elias Grahame Applegate Kuswata Kartawinata Machfudh

Lebih terperinci

USULAN JUDUL. tugas akhir yang akan saya laksanakan, maka dengan ini saya mengajukan. 1. Rancangan Jalan Tambang Pada PT INCO Tbk, Sorowako

USULAN JUDUL. tugas akhir yang akan saya laksanakan, maka dengan ini saya mengajukan. 1. Rancangan Jalan Tambang Pada PT INCO Tbk, Sorowako USULAN JUDUL Kepada Yth Bapak Ketua Jurusan Teknik Petambangan Di,- Makassar Dengan Hormat, Dengan ini saya sampaikan kepada Bapak bahwa kiranya dengan tugas akhir yang akan saya laksanakan, maka dengan

Lebih terperinci

METODE PELAKSANAAN PEMBANGUNAN JEMBATAN PT.GUNUNG MURIA RESOURCES

METODE PELAKSANAAN PEMBANGUNAN JEMBATAN PT.GUNUNG MURIA RESOURCES METODE PELAKSANAAN PEMBANGUNAN JEMBATAN I. RUANG LINGKUP PEKERJAAN PT.GUNUNG MURIA RESOURCES Pekerjaan Pembangunan Jembatan ini terdiri dari beberapa item pekerjaan diantaranya adalah : A. UMUM 1. Mobilisasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemanenan Hutan Pemanenan hutan merupakan serangkaian kegiatan kehutanan yang mengubah pohon atau biomassa lain menjadi bentuk yang bisa dipindahkan ke lokasi lain sehingga

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27/PRT/M/2015 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27/PRT/M/2015 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27/PRT/M/2015 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendahuluan

BAB I PENDAHULUAN. Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Kota Semarang adalah ibukota Provinsi Jawa Tengah, yang terletak di dataran pantai Utara Jawa. Secara topografi mempunyai keunikan yaitu bagian Selatan berupa pegunungan

Lebih terperinci

POTONGAN MELINTANG (CROSS SECTION) Parit tepi (side ditch), atau saluran Jalur lalu-lintas (travel way); drainase jalan; Pemisah luar (separator);

POTONGAN MELINTANG (CROSS SECTION) Parit tepi (side ditch), atau saluran Jalur lalu-lintas (travel way); drainase jalan; Pemisah luar (separator); POTONGAN MELINTANG (CROSS SECTION) Pengertian Umum Potongan melintang jalan (cross section) adalah suatu potongan arah melintang yang tegak lurus terhadap sumbu jalan, sehingga dengan potongan melintang

Lebih terperinci

Bab III PERENCANAAN PEMANENAN HASIL HUTAN

Bab III PERENCANAAN PEMANENAN HASIL HUTAN Bab III PERENCANAAN PEMANENAN HASIL HUTAN Sebelum kegiatan pemanenan kayu dapat dilaksanakan dihutan secara aktual, maka sebelumnya harus disusun perencanaan pemanenan kayu terlebih dahulu. Perencanaan

Lebih terperinci

TUJUAN PEKERJAAN DRAINASE

TUJUAN PEKERJAAN DRAINASE DRAINASE PERKOTAAN TUJUAN PEKERJAAN DRAINASE Sistem drainase perkotaan : adalah prasarana perkotaan yang terdiri dari kumpulan sistem saluran, yang berfungsi mengeringkan lahan dari banjir / genangan akibat

Lebih terperinci

MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 43 Tahun 1996 Tentang : Kriteria Kerusakan Lingkungan Bagi Usaha Atau Kegiatan Penambangan Bahan Galian Golongan C Jenis Lepas Di Dataran MENTERI NEGARA LINGKUNGAN

Lebih terperinci

DRAINASE PERKOTAAN BAB I PENDAHULUAN. Sub Kompetensi

DRAINASE PERKOTAAN BAB I PENDAHULUAN. Sub Kompetensi DRAINASE PERKOTAAN BAB I PENDAHULUAN Sub Kompetensi Mengerti komponen-komponen dasar drainase, meliputi : Pengantar drainase perkotaan Konsep dasar drainase Klasifikasi sistem drainase Sistem drainase

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Perencanaan dan perancangan secara umum adalah kegiatan awal dari rangkaian fungsi manajemen. Inti dari sebuah perencanaan dan perancangan adalah penyatuan pandangan

Lebih terperinci

DIVISI 4 PELEBARAN PERKERASAN DAN BAHU JALAN SEKSI 4.1 PELEBARAN PERKERASAN

DIVISI 4 PELEBARAN PERKERASAN DAN BAHU JALAN SEKSI 4.1 PELEBARAN PERKERASAN DIVISI 4 PELEBARAN PERKERASAN DAN BAHU JALAN SEKSI 4.1 PELEBARAN PERKERASAN 4.1.1 UMUM 1) Uraian a) Pekerjaan ini harus mencakup penambahan lebar perkerasan lama sampai lebar jalur lalu lintas yang diperlukan

Lebih terperinci

PERENCANAAN PEMANENAN KAYU

PERENCANAAN PEMANENAN KAYU PERENCANAAN PEMANENAN KAYU A. PENGERTIAN DAN TUJUAN PERENCANAAN PEMANENAN KAYU Defenisi : Perencanaan pemanenan kayu diartikan sebagai perancangan keterlibatan hutan beserta isinya, manusia/organisasi,

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemanenan Hutan Pemanenan merupakan kegiatan mengeluarkan hasil hutan berupa kayu maupun non kayu dari dalam hutan. Menurut Suparto (1979) pemanenan hasil hutan adalah serangkaian

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI III-1

BAB III METODOLOGI III-1 BAB III METODOLOGI 3.1 Tinjauan Umum Pekerjaan pembangunan embung teknis (waduk kecil), diawali dengan survei dan investigasi secara lengkap, teliti dan aktual di lapangan, sehingga diperoleh data - data

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pulau-pulau : Kalimantan, Sumatera dan Irian Jaya. Gambut adalah tanah lunak,

BAB I PENDAHULUAN. pulau-pulau : Kalimantan, Sumatera dan Irian Jaya. Gambut adalah tanah lunak, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia memiliki lahan gambut seluas 27.000.000 ha yang terpusat di pulau-pulau : Kalimantan, Sumatera dan Irian Jaya. Gambut adalah tanah lunak, organik, sulit

Lebih terperinci

3.2 TAHAP PENYUSUNAN TUGAS AKHIR

3.2 TAHAP PENYUSUNAN TUGAS AKHIR BAB III METODOLOGI 3.1 TINJAUAN UMUM Untuk membantu dalam proses penyelesaian Tugas Akhir maka perlu dibuat suatu pedoman kerja yang matang, sehingga waktu untuk menyelesaikan laporan Tugas Akhir dapat

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi Penelitian 3.2 Objek dan Alat Penelitian

BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi Penelitian 3.2 Objek dan Alat Penelitian 19 BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di IUPHHK-HA PT. Ratah Timber, Kecamatan Long Hubung, Kabupaten Kutai Barat, Provinsi Kalimantan Timur (Lampiran 14). Waktu penelitian

Lebih terperinci

MUHDI, S. Hut., M.Si Fakultas Pertanian Program Ilmu Kehutanan Universitas Sumatera Utara

MUHDI, S. Hut., M.Si Fakultas Pertanian Program Ilmu Kehutanan Universitas Sumatera Utara PENYARADAN KAYU DENGAN SISTEM KUDA-KUDA DI HUTAN RAWA GAMBUT (Studi Kasus di Areal HPH PT Kurnia Musi Plywood Industrial Co. Ltd, Prop. Sumatera Selatan) PENDAHULUAN MUHDI, S. Hut., M.Si Fakultas Pertanian

Lebih terperinci

Pengertian Garis Kontur, Peraturan, & Cara PembuatanDEFINISI, GEOGRAFI, IPS ON FEBRUARY 23, 2016 NO COMMENTS

Pengertian Garis Kontur, Peraturan, & Cara PembuatanDEFINISI, GEOGRAFI, IPS ON FEBRUARY 23, 2016 NO COMMENTS Pengertian Garis Kontur, Peraturan, & Cara PembuatanDEFINISI, GEOGRAFI, IPS ON FEBRUARY 23, 2016 NO COMMENTS Pengertian Garis Kontur, Peraturan, & Cara Pembuatan Peta merupakan gambaran permukaan bumi

Lebih terperinci

GARIS KONTUR SIFAT DAN INTERPOLASINYA

GARIS KONTUR SIFAT DAN INTERPOLASINYA U +1000-2000 1300 1250 1200 1150 1100 1065 0 1050 1000 950 900 BAB XIII GARIS KONTUR SIFAT DAN INTERPOLASINYA Garis kontur (contour-line) adalah garis khayal pada peta yang menghubungkan titik-titik dengan

Lebih terperinci

Kementerian Lingkungan Hidup LINGKUNGAN HIDUP

Kementerian Lingkungan Hidup LINGKUNGAN HIDUP KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR : KEP- 43/MENLH/10/1996 TENTANG KRITERIA KERUSAKAN LINGKUNGAN BAGI USAHA ATAU KEGIATAN PENAMBANGAN BAHAN GALIAN GOLONGAN C JENIS LEPAS DI DATARAN LINGKUNGAN

Lebih terperinci

AISSTABON SOIL STABILIZATION, ROAD CONSTRUCTION & NATURAL LINERS A TRULY CONTRACTOR S BEST PARTNER CUSTOM MADE FOR YOUR OWN SATISFACTION

AISSTABON SOIL STABILIZATION, ROAD CONSTRUCTION & NATURAL LINERS A TRULY CONTRACTOR S BEST PARTNER CUSTOM MADE FOR YOUR OWN SATISFACTION AISSTABON SOIL STABILIZATION, ROAD CONSTRUCTION & NATURAL LINERS A TRULY CONTRACTOR S BEST PARTNER CUSTOM MADE FOR YOUR OWN SATISFACTION DIBUAT KHUSUS UNTUK KEPUASAN PROYEK ANDA AISSTABON STABILISASI TANAH

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) tahun 1997, ruas jalan

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) tahun 1997, ruas jalan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Istilah Jalan 1. Jalan Luar Kota Menurut Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) tahun 1997, ruas jalan merupakan semua bagian dari jalur gerak (termasuk perkerasan),

Lebih terperinci

[ 인도네시아섬유산단조성사업 기본및실시설계공사시방서 - 땅깎기 ( 인도네시아어 )]

[ 인도네시아섬유산단조성사업 기본및실시설계공사시방서 - 땅깎기 ( 인도네시아어 )] Indonesia Industrial Park Construction Project Specification of Basic and Detailed Design Construction Specification - Pemotongan tanah(indonesian) [ 인도네시아섬유산단조성사업 기본및실시설계공사시방서 - 땅깎기 ( 인도네시아어 )] 목차 1.

Lebih terperinci

METODE PELAKSANAAN. Pekerjaan Perbaikan Darurat Bencana Erupsi Gunung Merapi (Paket 2) - Lanjutan 1

METODE PELAKSANAAN. Pekerjaan Perbaikan Darurat Bencana Erupsi Gunung Merapi (Paket 2) - Lanjutan 1 I. INFORMASI / PENDAHULUAN 1. Peta lokasi pekerjaan : (lihat lampiran) a Lokasi pelaksanaan pekerjaan 2. Informasi Pekerjaan & Lapangan a Site : - Luas tempat kerja : memanjang - Topografi : daerah aliran

Lebih terperinci

MITIGASI BENCANA ALAM II. Tujuan Pembelajaran

MITIGASI BENCANA ALAM II. Tujuan Pembelajaran K-13 Kelas X Geografi MITIGASI BENCANA ALAM II Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan mempunyai kemampuan sebagai berikut. 1. Memahami banjir. 2. Memahami gelombang pasang.

Lebih terperinci

2 sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b, perlu membangun bendungan; d. bahwa untuk membangun bendungan sebagaimana dimaksud pada huruf c, yang

2 sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b, perlu membangun bendungan; d. bahwa untuk membangun bendungan sebagaimana dimaksud pada huruf c, yang No.771, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN PU-PR. Bendungan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27/PRT/M/2015 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PERENCANAAN PENGELOLAAN DAS TERPADU. Identifikasi Masalah. Menentukan Sasaran dan Tujuan. Alternatif kegiatan dan implementasi program

PERENCANAAN PENGELOLAAN DAS TERPADU. Identifikasi Masalah. Menentukan Sasaran dan Tujuan. Alternatif kegiatan dan implementasi program Konsep Perencanaan Pengelolaan DAS Terpadu, dengan ciri-ciri sebagai berikut (1) hutan masih dominant, (2) satwa masih baik, (3) lahan pertanian masih kecil, (4) belum ada pencatat hidrometri, dan (5)

Lebih terperinci

TUJUAN INSTRUKSIONAL

TUJUAN INSTRUKSIONAL Pengukuran dan perhitungan hasil PELAKSANAAN PEKERJAAN JALAN TUJUAN INSTRUKSIONAL SETELAH MENGIKUTI PELATIHAN PESERTA DIHARAPKAN MEMAHAMI MATERI PENGUKURAN PADA PEKERJAAN KONSTRUKSI JALAN SERTA MAMPU MELAKSANAKAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. musim hujan, mengingat hampir semua kota di Indonesia mengalami banjir.

BAB I PENDAHULUAN. musim hujan, mengingat hampir semua kota di Indonesia mengalami banjir. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Banjir merupakan kata yang sangat popular di Indonesia, khususnya dalam musim hujan, mengingat hampir semua kota di Indonesia mengalami banjir. Permasalahan banjir

Lebih terperinci

PETUNJUK TEKNIS TATA CARA PEMBANGUNAN IPLT SISTEM KOLAM

PETUNJUK TEKNIS TATA CARA PEMBANGUNAN IPLT SISTEM KOLAM PETUNJUK TEKNIS TATA CARA PEMBANGUNAN IPLT SISTEM KOLAM TATA CARA PEMBANGUNAN IPLT SISTEM KOLAM BAB I DESKRIPSI 1.1 Ruang lingkup Tatacara ini meliputi ketentuan-ketentuan, cara pengerjaan bangunan utama

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2010 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2010 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2010 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk menyimpan air yang berlebih pada

Lebih terperinci

III - 1 BAB III METODOLOGI BAB III METODOLOGI

III - 1 BAB III METODOLOGI BAB III METODOLOGI III - 1 BAB III 3.1 Tinjauan Umum Dalam penulisan laporan Tugas Akhir memerlukan metode atau tahapan/tata cara penulisan untuk mendapatkan hasil yang baik dan optimal mengenai pengendalian banjir sungai

Lebih terperinci

4.17 PERENCANAAN DAN PEMETAAN GARIS SEMPADAN KALI SEMEMI

4.17 PERENCANAAN DAN PEMETAAN GARIS SEMPADAN KALI SEMEMI 83 4.17 PERENCANAAN DAN PEMETAAN GARIS SEMPADAN KALI SEMEMI 4.17.1. UMUM Perencanaan garis sempadan Kali Sememi untuk melindungi dan menjaga kelestarian sungai dengan menciptakan Kali Sememi yang bersih

Lebih terperinci

Penampang Melintang Jalan Tipikal. dilengkapi Trotoar

Penampang Melintang Jalan Tipikal. dilengkapi Trotoar Penampang melintang merupakan bentuk tipikal Potongan jalan yang menggambarkan ukuran bagian bagian jalan seperti perkerasan jalan, bahu jalan dan bagian-bagian lainnya. BAGIAN-BAGIAN DARI PENAMPANG MELINTANG

Lebih terperinci

DAMPAK PEMANENAN KAYU TERHADAP TERJADINYA KETERBUKAAN LANTAI HUTAN MUHDI. Program Ilmu Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara

DAMPAK PEMANENAN KAYU TERHADAP TERJADINYA KETERBUKAAN LANTAI HUTAN MUHDI. Program Ilmu Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara DAMPAK PEMANENAN KAYU TERHADAP TERJADINYA KETERBUKAAN LANTAI HUTAN MUHDI Program Ilmu Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara PENDAHULUAN Agar kayu dapat dimanfaatkan dan bernilai ekonomis

Lebih terperinci

BAB IX JALUR TRANSMISI DAN UTILITAS

BAB IX JALUR TRANSMISI DAN UTILITAS MINGGU KE 15 Diskripsi singkat : Manfaat Learning Outcome BAB IX JALUR TRANSMISI DAN UTILITAS IX.1. Saluran Transmisi (Transmission Lines). Disini pengaruh topografi paling sedikit dan biasa diambil jarak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 TINJAUAN UMUM 1.2 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 TINJAUAN UMUM 1.2 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 TINJAUAN UMUM Kota Semarang adalah ibukota Provinsi Jawa Tengah, yang terletak di dataran pantai Utara Jawa. Secara topografi mempunyai keunikan yaitu bagian Selatan berupa pegunungan

Lebih terperinci

Bab II SISTEM PEMANENAN HASIL HUTAN

Bab II SISTEM PEMANENAN HASIL HUTAN Bab II SISTEM PEMANENAN HASIL HUTAN Pengertian sistem Suatu sistem menyangkut seperangkat komponen yang saling berkaitan atau berhubungan satu sama lainnya dan bekerja bersama-sama untuk dapat mewujudkan

Lebih terperinci

BIDANG KONSTRUKSI SUB BIDANG TUKANG BANGUNAN GEDUNG

BIDANG KONSTRUKSI SUB BIDANG TUKANG BANGUNAN GEDUNG MATERI PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI BIDANG KONSTRUKSI SUB BIDANG TUKANG BANGUNAN GEDUNG PELAKSANAAN PEKERJAAN PONDASI DANGKAL F.45...... 03 BUKU KERJA 2011 K E M E N T E R I AN P E K E R J A AN U M U

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2010 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2010 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2010 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk menyimpan air yang berlebih pada

Lebih terperinci

3.2 Alat. 3.3 Batasan Studi

3.2 Alat. 3.3 Batasan Studi 3.2 Alat Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain alat tulis dan kamera digital. Dalam pengolahan data menggunakan software AutoCAD, Adobe Photoshop, dan ArcView 3.2 serta menggunakan hardware

Lebih terperinci

PENANGANAN DAERAH ALIRAN SUNGAI. Kementerian Pekerjaan Umum

PENANGANAN DAERAH ALIRAN SUNGAI. Kementerian Pekerjaan Umum PENANGANAN DAERAH ALIRAN SUNGAI Kementerian Pekerjaan Umum 1 KERUSAKAN 501 Pengendapan/Pendangkalan Pengendapan atau pendangkalan : Alur sungai menjadi sempit maka dapat mengakibatkan terjadinya afflux

Lebih terperinci

Longsoran translasi adalah ber-geraknya massa tanah dan batuan pada bidang gelincir berbentuk rata atau menggelombang landai.

Longsoran translasi adalah ber-geraknya massa tanah dan batuan pada bidang gelincir berbentuk rata atau menggelombang landai. Tipe-Tipe Tanah Longsor 1. Longsoran Translasi Longsoran translasi adalah ber-geraknya massa tanah dan batuan pada bidang gelincir berbentuk rata atau menggelombang landai. 2. Longsoran Rotasi Longsoran

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang World Commision on Environment and Development (1987) dalam Jaya (2004) mendefinisikan pembangunan berkelanjutan sebagai pembangunan yang memenuhi kebutuhan saat ini

Lebih terperinci

5.1 Peta Topografi. 5.2 Garis kontur & karakteristiknya

5.1 Peta Topografi. 5.2 Garis kontur & karakteristiknya 5. Peta Topografi 5.1 Peta Topografi Peta topografi adalah peta yang menggambarkan bentuk permukaan bumi melalui garis garis ketinggian. Gambaran ini, disamping tinggi rendahnya permukaan dari pandangan

Lebih terperinci

28 antara 20º C 36,2º C, serta kecepatan angin rata-rata 5,5 knot. Persentase penyinaran matahari berkisar antara 21% - 89%. Berdasarkan data yang tec

28 antara 20º C 36,2º C, serta kecepatan angin rata-rata 5,5 knot. Persentase penyinaran matahari berkisar antara 21% - 89%. Berdasarkan data yang tec BAB III KONDISI UMUM LOKASI Lokasi penelitian bertempat di Kabupaten Banjar, Kabupaten Barito Kuala, Kabupaten Kota Banjarbaru, Kabupaten Kota Banjarmasin, dan Kabupaten Tanah Laut, Provinsi Kalimantan

Lebih terperinci

A. Peta 1. Pengertian Peta 2. Syarat Peta

A. Peta 1. Pengertian Peta 2. Syarat Peta A. Peta Dalam kehidupan sehari-hari kamu tentu membutuhkan peta, misalnya saja mencari daerah yang terkena bencana alam setelah kamu mendengar beritanya di televisi, sewaktu mudik untuk memudahkan rute

Lebih terperinci

PERENCANAAN GEOMETRIK DAN PERKERASAN RUAS JALAN ARIMBET-MAJU-UJUNG-BUKIT-IWUR PROVINSI PAPUA

PERENCANAAN GEOMETRIK DAN PERKERASAN RUAS JALAN ARIMBET-MAJU-UJUNG-BUKIT-IWUR PROVINSI PAPUA PERENCANAAN GEOMETRIK DAN PERKERASAN RUAS JALAN ARIMBET-MAJU-UJUNG-BUKIT-IWUR PROVINSI PAPUA Sabar P. T. Pakpahan 3105 100 005 Dosen Pembimbing Catur Arief Prastyanto, ST, M.Eng, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1

Lebih terperinci

GAMBAR KONSTRUKSI JALAN

GAMBAR KONSTRUKSI JALAN 1. GAMBAR KONSTRUKSI JALAN a) Perkerasan lentur (flexible pavement), umumnya terdiri dari beberapa lapis perkerasan dan menggunakan aspal sebagai bahan pengikat. Gambar 6 Jenis Perkerasan Lentur Tanah

Lebih terperinci