PENANAMAN MANGROVE BERSAMA MASYARAKAT

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENANAMAN MANGROVE BERSAMA MASYARAKAT"

Transkripsi

1 PANDUAN TEKNIS PENANAMAN MANGROVE BERSAMA MASYARAKAT Oleh: M. Khazali Bogor, April 1999 Indonesia Programme Panduan Teknis Penanaman Mangrove i

2 Panduan ini dibuat bagi para praktisi lapangan yang akan merencanakan dan melaksanakan kegiatan rehabilitasi mangrove dengan melibatkan masyarakat. ii Wetlands International Indonesia Programme

3 TIM PRODUKSI Penulis : M. Khazali Editor : Laksmi A. Savitri Desain & Tata letak : Triana Ilustrasi : Wahyu Gumelar Wetlands International - Indonesia Programme, 1999 Panduan ini dapat diperoleh di: Wetlands International - Indonesia Programme Jl. Arzimar III No. 17 Bogor PO. Box 254/Boo Bogor Ditjen. Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial Gd. Manggala Wanabakti Blok I Lt. 12 Jl. Gatot Subroto, Jakarta Pencetakan buku ini atas kerjasama WI-IP dengan: Ditjen. Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial Canada Fund Pustaka: Khazali, M Panduan Teknis: Penanaman Mangrove bersama Masyarakat. Wetlands International Indonesia Programme, Bogor. Panduan Teknis Penanaman Mangrove iii

4 iv Wetlands International Indonesia Programme

5 KATA PENGANTAR Rehabilitasi mangrove adalah suatu kegiatan yang sudah dilakukan oleh berbagai pihak sejak bertahun-tahun yang lalu. Namun ternyata laju perbaikan tidak pernah bisa mengejar atau bahkan menyejajarkan diri dengan laju kerusakannya. Pertanyaannya kemudian adalah KENAPA? Mangrove sebagai bagian ekosistem dari keseluruhan ekosistem pesisir tidak pernah berdiri sendiri, sebagaimana hakekatnya keberadaan seluruh alam ini. Sering terlupakan bahwa manusia merupakan bagian dari kehadiran suatu bentukan alam, yang justru memiliki pengaruh paling besar. Pada saat berbagai permasalahan lingkungan muncul dalam beberapa dekade terakhir ini, awalnya manusia lupa bahwa sumber permasalahan adalah manusia. Akibatnya penanganan kerusakan lingkungan tidak bertumpu pada akar penyebabnya itu sendiri tapi lebih mencoba mengatasi dampak sampingan saja. Demikian pula halnya dengan upayaupaya pelestarian ataupun penanaman kembali hutan mangrove. Tanpa mendudukkan manusia sebagai fokus perhatian, sebagai pelaku aktif perbaikan (sebagaimana ia pula berperan sebagai pelaku aktif perusakan), usaha untuk mengembalikan jajaran hijau mangrove di pesisir akan sia-sia. Masyarakat pesisir adalah komunitas terpenting yang telah menjadi bagian dari ekosistem mangrove. Bekerja di lapangan tanpa filosofi berpikir seperti ini adalah langkah awal menuju kerja keras tanpa hasil. Dalam jangka waktu 9 tahun ( ) paling tidak sudah hingga hektar hutan mangrove hilang dari bumi Indonesia. Untuk itu buku ini ingin menawarkan suatu teknik melakukan rehabilitasi mangrove dengan memposisikan masyarakat sebagai pelaku dan penerima keuntungan langsung dari penanaman mangrove sebagai aktor penting dari kegiatan, terutama bagi praktisi di lapangan. Panduan Teknis Penanaman Mangrove v

6 vi Wetlands International Indonesia Programme

7 UCAPAN TERIMAKASIH Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Pengasih dan Pemurah atas terselesaikannya buku. Kegiatan yang menjadi sumber inspirasi dari buku ini beserta penulisan dan pencetakannya dapat terwujud karena bantuan berbagai pihak yang memiliki visi yang sama, yaitu bahwa kegiatan rehabilitasi mangrove adalah kegiatan penting yang jadi bermakna karena dilakukan oleh semua pihak dan untuk kepentingan semua pihak, terutama masyarakat pesisir. Oleh karena itu kami mengucapkan terimakasih sedalam-dalamnya bagi Yang Mulia Duta Besar Canada yang telah memberikan bantuan dana untuk kegiatan Silvofishery Ponds in Wetlands Area, Indramayu-West Java melalui Canada Fund; serta seluruh staf Canada Fund yang telah mendukung kami dalam berbagai kegiatan konservasi lahan basah. Ucapan terimakasih yang tulus juga kami sampaikan kepada Bapak Direktur Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial, Departemen Kehutanan dan Perkebunan atas kesediaan beliau untuk mendukung pencetakan buku ini dan khususnya kepada Bapak Ir. Suhardijono, MF yang telah membantu segala proses hingga buku ini dapat tercetak. Buku ini juga adalah hasil kerja keras banyak teman di Wetlands International - Indonesia Programme (WI-IP) yang terlibat mulai dari kegiatan di lapangan, pencetusan ide, proses penulisan dan penataletakan, penyuntingan, pemilihan gambar, serta semua hal yang menyusun seluruh puzzle sehingga buku ini dapat terselesaikan dengan baik. Untuk itu ucapan terimakasih dan penghargaan atas dedikasi semua teman dan manajemen WI-IP kami haturkan sepenuh hati. Semoga buku ini dapat memberikan informasi yang dibutuhkan terutama bagi para praktisi lapangan yang bergelut dengan usaha-usaha konservasi ekosistem mangrove. Panduan Teknis Penanaman Mangrove vii

8 viii Wetlands International Indonesia Programme

9 DAFTAR ISI Kata Pengantar...v Ucapan Terimakasih... vii Daftar Isi...ix Pendahuluan... 1 Pemahaman Kondisi Wilayah... 2 Penentuan Lokasi Penanaman... 4 Pengumpulan Buah... 5 Pembibitan... 7 Penanaman Pemeliharaan Penutup Pustaka Panduan Teknis Penanaman Mangrove ix

10

11 PENDAHULUAN Hutan mangrove biasanya juga disebut hutan payau karena tumbuh di daerah payau atau juga disebut hutan bakau apabila jenis ini dominan di suatu daerah. Namun, istilah hutan bakau kurang tepat untuk hutan mangrove karena bakau merupakan salah satu nama kelompok jenis tumbuhan yang ada di mangrove. Saat ini luas hutan mangrove Indonesia tinggal 3.5 juta ha, dimana kondisi mangrove yang masih baik hanya ada di Irian Jaya saja. Sedangkan di Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Kepulauan Maluku dan Nusa Tenggara menunjukkan sebagian besar mangrove telah mengalami kerusakan, baik karena konversi menjadi tamba, tambak garam, pemukiman, pertanian, industri maupun penebangan secara berlebihan. Hilangnya/rusaknya mangrove ini menimbulkan berbagai permasalahan terutama abrasi yang terjadi hampir di seluruh pantai utara Jawa, pantai timur Sumatera (seperti pantai timur Lampung) dan pantai Sulawesi Selatan. Abrasi ini mengakibatkan beberapa desa terpaksa direlokasi ke daerah yang lebih aman dan juga menyebabkan lahan usaha masyarakat seperti tambak banyak yang hilang menjadi lautan. Selain itu telah terjadi penurunan produksi udang alam di laut seperti yang terjadi di pantai utara Jawa dan juga penurunan produksi ikan seperti yang terjadi di Bagan Siapi-api yang dulunya merupakan penghasil ikan utama di Indonesia. Mengingat besarnya kerugian akibat hilangnya/rusaknya mangrove, maka penting dikembangkan kegiatan penanaman mangrove, terutama diluar kawasan hutan. Agar penanaman ini berjalan dengan baik dan berhasil, masyarakat setempat haruslah terlibat secara penuh mulai dari perencanaan kegiatan sampai pada pemeliharaan tanaman. Keterlibatan masyarakat ini penting karena merekalah yang sehari-hari berada dan berinteraksi dengan tanaman dan lokasi penanaman. Panduan Teknis Penanaman Mangrove 1

12 PEMAHAMAN KONDISI WILAYAH Sebelum rangkaian kegiatan penanaman mangrove bersama masyarakat dilakukan, terutama untuk penanaman mangrove di luar kawasan hutan, kondisi pantai dan kondisi masyarakat harus diketahui terlebih dahulu. Kondisi pantai yang baik untuk ditumbuhi mangrove adalah pantai yang mempunyai sifat-sifat: air tenang/ombak tidak besar air payau mengandung endapan lumpur lereng endapan tidak lebih dari 0.25 % %. Dengan demikian, tempat ideal untuk perkembangan mangrove terdapat di pantai-pantai pada teluk yang dangkal, muara sungai, delta, bagian terlindung dari tanjung, selat yang terlindung dan tempat-tempat yang serupa. Adapun luas mangrove di suatu tempat dipengaruhi oleh tinggi pasang surut yang menentukan jauhnya jangkauan air pasang. Semakin jauh jangkauan air pasang di suatu daerah, semakin luas mangrove yang dapat dikembangkan atau ditanam. Kondisi masyarakat yang perlu diketahui terutama adalah: Pertama, struktur sosial dan bentuk pemanfaatan serta intensitas interaksi wilayah pesisir oleh masyarakat. Dari sini, kelompok target masyarakat yang terlibat dalam kegiatan penanaman, baik prioritas maupun bukan prioritas, dapat ditentukan. Biasanya kelompok target prioritas adalah tokoh masyarakat, petambak, nelayan, dan lain-lain. Kedua, per-sepsi masyarakat terhadap mangrove dan rencana penanaman yang akan dilaksanakan. Jika persepsi masyarakat terhadap mangrove negatif atau tidak mendukung terhadap rencana kegiatan penanaman mangrove, maka pertama sekali yang harus dilakukan adalah membangun kesadaran masyarakat terhadap pentingnya mangrove dan pentingnya manfaat pena-naman mangrove bagi mereka. 2 Wetlands International Indonesia Programme

13 Beberapa hal yang dapat dilakukan dalam membangun kesadaran masyarakat antara lain: diskusi bersama masyarakat untuk memahami kondisi pantai saat ini dan dulu, mengidentifikasi dan menyadari bersama dampak hilang/rusaknya mangrove, menentukan dan menyepakati bersama solusi mengatasi masalah akibat hilang/rusaknya mangrove, studi banding untuk meyakini dan memperluas wawasan tentang manfaat mangrove, perencanaan dan pelaksanaan bersama penanaman mangrove, dan pembentukan kelompok masyarakat pengelola dan pelestari mangrove (upaya membangun kesadaran masyarakat dalam pelestarian mangrove secara rinci dapat dilihat di Pemberdayaan Masyarakat dalam Pengelolaan Wilayah Pesisir: pengalaman pelaksanaan pengembangan tambak ramah lingkungan dan penanaman mangrove di Karangsong, Indramayu ). Gambar 1. Mangrove dengan lingkungannya Panduan Teknis Penanaman Mangrove 3

14 PENENTUAN LOKASI PENANAMAN Lokasi penanaman perlu ditentukan terlebih dahulu terutama untuk penanaman di luar kawasan hutan. Di pantai utara Jawa atau daerah lainnya, dimana sebagian besar mangrove diluar kawasan hutan telah di konversi menjadi tambak udang/ikan, lokasi penanaman dapat dilakukan di pinggir laut, pinggir sungai, di tanggul atau di tengah tambak dan saluran-saluran air ke tambak. Lokasi-lokasi ini bisa merupakan milik negara/pemda, masyarakat atau swasta. Dalam perencanaan dan penentuan lokasi penanaman (dengan difasilitasi), sebaiknya ditentukan oleh masyarakat sendiri. Daerah pinggir laut dan tepi sungai diusahakan menjadi lokasi prioritas utama untuk ditanam agar menjadi jalur hijau pantai dan sungai. Gambar 2. Lokasi penanaman mangrove 4 Wetlands International Indonesia Programme

15 Guna mendapatkan bantuan/dukungan dan untuk menghindari konflik kepentingan, sebaiknya rencana dan lokasi penanaman ini diinformasikan dan dikoordinasikan dengan pemda setempat. Tanggapan positif dari pemda ini akan turut berpengaruh terhadap keberlanjutan dan keberhasilan kegiatan penanaman. PENGUMPULAN BUAH Dalam rangkaian kegiatan penanaman mangrove, masing-masing jenis mangrove memiliki karakter yang berbeda. Jenis mangrove yang dibahas dalam panduan ini adalah jenis-jenis mangrove utama dan yang biasanya ditanam seperti api-api (Avicennia), pedada/prepat (Sonneratia), bakau (Rhizophora), tumu/tanjang/bius (Bruguiera). Pengumpulan buah mangrove akan mudah dan dalam jumlah banyak apabila dilakukan di musim puncaknya. Musim puncak berbuah ini berbeda-beda, tergantung pada jenis dan lokasi. DI Jawa Barat dan Jawa Tengah, puncak musim berbuah Rhizophora sp bulan September sampai November. Buah yang dikumpulkan haruslah buah yang tua dan tidak terkena serangan hama penggerek. Buah bakau dan buah tumu biasanya dipetik dari pohon dengan memanjat atau menggunakan galah. Kedua buah ini apabila dipungut dari yang jatuh biasanya banyak yang sudah terkena serangan hama penggerek. Pohon bakau yang baik sebagai sumber buah berasal dari tegakan berumur 10 tahun keatas, sedangkan pohon tumu/prepat/bius dari tegakan berumur sekitar 8-10 tahun. Ciri-ciri buah bakau besar/ bakau laki (Rhizophora mucronata) yang tua berwarna hijau tua atau kecoklatan dengan kotiledon (cincin) sudah memanjang. Buah bakau kecil/bakau bini (R. apiculata) yang tua berwarna hijau tua dengan kotiledon (cincin) Panduan Teknis Penanaman Mangrove 5

16 sudah memanjang. Buah tumu/tanjang/bius (Bruguiera gymnorrhiza) yang tua berwarna hijau tua. Pohon api-api (Avicennia) dan pedada/prepat (Sonneratia) yang baik sebagai sumber buah berasal dari tegakan 5 tahun lebih. Kedua buah ini biasanya dipungut dari buah yang jatuh dari pohon. Ciri-ciri api-api (Avicennia marina) yang tua berwarna putih kekuningan dengan kulit buah sedikit mulai mengelupas, sedang api-api (A. alba) berwarna coklat kekuningan. Buah prepat (Sonneratia alba) yang tua berwarna hijau tua, sedangkan pedada (S. caseolarist) berwarna kekuningkuningan. Dalam pengumpulan buah, mulai dari mengumpulkan sampai memilah, sebaiknya dilakukan dengan melibatkan masyarakat. Dengan demikian mereka akan mengerti buah seperti apa yang layak untuk ditanam. a d b c e Gambar 3. Beberapa buah mangrove: (a) bakau besar/laki (R. mucronata), (b) tumu/ tanjang/bius (B. gymnorrhiza), (c) bakau kecil/bini (R. apiculata), (d) api-api (Avicennia sp.), (e) pedada (Sonneratia sp.). 6 Wetlands International Indonesia Programme

17 PEMBIBITAN Dalam penanaman mangrove, kegiatan pembibitan dapat dilakukan dan dapat tidak dilakukan. Apabila keberadaan pohon/buah mangrove disekitar lokasi penanaman banyak, kegiatan pembibitan dapat tidak dilakukan. Apabila keberadaan pohon/buah disekitar lokasi penanaman sedikit atau tidak ada, kegiatan pembibitan sebaiknya dilaksanakan. Adanya kebun pembibitan akan menguntungkan terutama bila penanaman dilaksanakan pada saat tidak musim puncak berbuah atau pada saat dilakukan penyulaman tanaman. Selain itu, penanaman melalui buah yang dibibitkan akan menghasilkan persentase tumbuh yang tinggi. Bibit/benih yang akan ditanam harus sudah tersedia satu hari sebelum diadakan penanaman. Buah bakau dan tumu bisa disemaikan terlebih dahulu sebelum ditanam dan bisa ditanam tanpa persemaian. Buah api-api dan prepat sebelum ditanam sebaiknya disemaikan terlebih dahulu. Penanaman secara langsung, terutama di pinggir laut, sulit dilaksanakan karena buah/bijinya terlalu kecil sehingga mudah dibawa arus. Penanaman dengan sistem puteran dari permudaan alam, untuk kedua jenis ini dapat dilakukan dan berhasil dengan baik. 1. Pemilihan lokasi persemaian Lokasi persemaian diusahakan pada tanah lapang dan datar. Selain itu, hindari lokasi persemaian di daerah ketam/kepiting atau mudah dijangkau kambing. Lokasi persemaian diusahakan sedekat mungkin dengan lokasi penanaman dan sebaiknya terendam air pasang lebih kurang 20 kali/bulan agar tidak dilakukan kegiatan penyiraman bibit. Panduan Teknis Penanaman Mangrove 7

18 2. Pembangunan tempat dan bedeng persemaian Dari luas areal yang ditentukan untuk tempat persemaian, sekitar 70 % dipergunakan untuk keperluan bedeng pembibitan, sisanya 30 % digunakan untuk jalan inspeksi, saluran air, gubuk kerja dan bangunan ringan lainnya. Ukuran tempat persemaian tergantung kepada kebutuhan jumlah buah yang akan dibibitkan. Bahan tempat persemaian dapat menggunakan bambu. Atap/naungan dapat menggunakan daun nipah atau alang-alang dengan ketinggian antara 1-2 meter. Apabila disekitar lokasi persemaian terdapat banyak kambing, maka bangunan persemaian harus dirancang agar kambing tidak dapat masuk. Gambar 4. Tempat persemaian Bedeng persemaian dibuat dengan ukuran bervariasi sesuai kebutuhan, tetapi umumnya berukuran 5 x 1 m. Dengan bedeng berukuran 5 x 1 meter dapat memuat kurang lebih 1200 kantong plastik (polybag) ukuran 15 x 20 cm, dimana masing-masing kantong memuat satu benih. Selain kantong plastik (polybag), untuk penghe-matan dapat digunakan botol air mineral bekas. Dalam ukuran bedeng yang sama dapat memuat 1280 botol air mineral bekas ukuran 500 ml, dimana masing-masing botol memuat satu benih. 8 Wetlands International Indonesia Programme

19 Bedeng persemaian dapat dibuat dengan mencangkul tanah dengan kedalaman 5-10 cm atau tanah yang datar diberi batas berupa bambu agar kantong plastik atau botol air mineral bekas tidak jatuh. Antar bedeng sebaiknya ada jalan inspeksi untuk memudahkan peme-riksaan tanaman. a b Gambar 5. Bedeng persemaian: (a) tanah yang didalami, (b) tanah yang diberi batas bambu 3. Pembuatan bibit Dalam pembibitan, terlebih dahulu harus dipersiapkan media tanam yaitu tanah lumpur dari sekitar persemaian. Untuk buah jenis bakau dan tengar, benih dapat langsung di semaikan dan sekaligus disapih pada kantong plastik atau botol air mineral bekas yang telah dilubangi bawah-nya dan diisi media tanam. Jenis api-api dan prepat benih harus disemaikan terlebih dahulu. Buah api-api, benih dapat ditebarkan langsung di bak persemaian atau kulit buah dibelah dua terlebih dahulu sebelum disemaikan di bak persemaian. Untuk buah prepat, dari satu buah dapat berisi lebih dari 150 benih. Namun seringkali ditemukan sebagian benih-benih ini telah diserang hama. Panduan Teknis Penanaman Mangrove 9

20 Untuk mendapatkan benih prepat, buah yang sudah tua direndam di dalam air selama 1-2 hari hingga benihnya benar-benar terpisah. Benih-benih ini kemudian disemaikan di bak semai yang berisi tanah lumpur. Apabila semai kedua jenis ini telah berumur kurang lebih 1 bulan atau ditandai dengan keluarnya daun 5-6 helai, semai dipindahkan ke kantong plastik atau botol air mineral bekas untuk disapih di bedeng persemaian. Penyiraman bibit hanya dilakukan apabila air pasang tidak sampai membasahi bibit. Setelah bibit bakau atau tumu berumur sekitar 3-4 bulan, bibit siap untuk ditanam di lapangan. Sedangkan bibit api-api atau prepat siap ditanam setelah berumur sekitar 5-6 bulan. Gambar 6. Bibit bakau yang siap ditanam Apabila kelompok masyarakat sudah terbentuk, kegiatan pembibitan dapat dilakukan dan dilanjutkan seterusnya oleh kelompok. Selain bermanfaat untuk kegiatan penyu-laman atau penanaman baru, juga dapat menjadi alternatif penghasilan bagi kelompok. Saat ini permintaan terhadap bibit mangrove cukup banyak karena sudah berjalannya beberapa program penanaman mangrove diberbagai tempat. 10 Wetlands International Indonesia Programme

21 PENANAMAN 1. Faktor Penunjang Keberhasilan Sebelum melakukan penanaman, harus diperhatikan beberapa faktor fisik penunjang keberhasilan penanaman: keadaan pasang surut, musim ombak dan kesesuaian jenis tanaman dengan lingkungannya. Selain itu, faktor pelibatan masyarakat (termasuk perempuan dan anak-anak) dalam kegiatan penanaman juga menentukan keberhasilan penanaman. Dengan keterlibatan ini akan timbul rasa memiliki dan keinginan menjaga dan memelihara tanaman. Penanaman sebaiknya dilakukan pada saat air laut surut agar memudahkan penanaman dan jarak antar tanaman dapat segera diketahui apakah seragam atau tidak. Untuk mengetahui kondisi pasang surut air laut ini, beberapa hari sebelum penanaman perlu diamati waktu dan lama pasang dan surut. Informasi dari masyarakat tentang kondisi ini akan sangat bermanfaat. Untuk penanaman dipinggir laut, terutama di daerah pantai yang menghadap laut terbuka, musim ombak besar perlu diketahui agar setelah penanaman bibit/benih tidak hilang diterjang ombak. Untuk daerah-daerah pantai penanaman sebaiknya tidak dilakukan pada musim barat karena saat tersebut ombaknya besar. Penanaman pada musim timur akan lebih baik karena ombaknya relatif kecil sehingga resiko bibit/benih hilang diterjang gelombang laut kecil. Waktu penanaman ini sebaiknya didiskusikan dan disepakati bersama dengan masyarakat karena merekalah yang lebih menguasai kondisi setempat. Kesesuaian jenis tanaman dengan lingkungannya perlu diperhatikan karena akan mempengaruhi tingkat keberhasilan penanaman. Faktor-faktor yang perlu diperhatikan untuk kesesuaian jenis ini adalah salinitas, frekuensi Panduan Teknis Penanaman Mangrove 11

22 penggenangan, tekstur tanah (kandungan pasir dan lumpur), dan kekuatan ombak dan angin (Kusmana dan Onrizal, 1998). Tabel 1. Kesesuaian jenis mangrove dengan faktor-faktor lingkungan No. Jenis Salinitas Toleransi terhadap ombak dan angin Toleransi terhadap kandungan pasir Toleransi terhadap lumpur Frekuensi penggenangan 1 Rhizophora sesuai sedang sesuai 20 hari/bulan mucronata 2 R. apiculata sedang sedang sesuai 20 hari/bulan 3 R. Stylosa sedang sesuai sesuai 20 hari/bulan 4 Bruguiera tidak sesuai sedang sesuai hari/bln parviflora 5 B. gymnorrhiza tidak sesuai tidak sesuai sedang hari/bln 6 B. sexangula tidak sesuai sedang sesuai hari/bln 7 Sonneratia alba sedang sesuai sesuai 20 hari/bulan 8 S. caseolaris sedang sedang sedang 20 hari/bulan 9 Avicennia spp sedang sesuai sesuai 20 hari/bulan Bakau laki/bakau besar (R. mucronata) dapat tumbuh baik pada lumpur yang dalam dan tahan terhadap ombak dan angin. Jenis ini cocok ditanam di bagian depan garis pantai, terutama di pantai yang ombaknya cukup besar. Bakau (R. stylosa) dapat ditanam pada lokasi-lokasi yang banyak mengandung pasir dan pecahan koral. Api-api (Avicennia spp.) dan prepat (S. alba) cocok ditanam di daerah yang didominasi pasir tapi mengandung lumpur dan terkena pasang surut rata-rata 20 hari/bulan. Kedua jenis ini sangat kuat untuk menahan ombak karena sifat akarnya yang muncul dari bawah keatas seperti pasak sehingga keduanya cocok ditanam di bagian terdepan garis pantai. Tumu/tanjang (Bruguiera spp.) dan pedada (S. caseolaris) 12 Wetlands International Indonesia Programme

23 dapat ditanam lebih kearah darat yang tanahnya lebih keras di ekosistem mangrove. 2. Penentuan jarak tanam Jarak tanam tergantung lokasi dan tujuan penanaman. Penanaman di pinggir laut dengan tujuan melindungi pantai dari abrasi atau sebagai jalur hijau, jarak tanamnya adalah 1 x 1 meter. Jumlah baris tanaman tergantung kondisi pantai, namun diusahakan sebanyak mungkin. Dengan semakin banyaknya tegakan tanaman akan semakin besar kemampuannya untuk melindungi pantai dari abrasi, semakin besar kemampuannya menyuburkan pantai, dan semakin banyak ruang untuk perlindungan dan tumbuh bagi biota air seperti ikan dan udang. Penanaman di pinggir sungai atau saluran-saluran air menuju tambak dengan tujuan melindungi tanggul atau jalur hijau, apabila hanya 1 baris, jarak antar tanaman dapat 1 meter atau 1.5 meter. Apabila lebih dari 1 baris, jarak tanam dapat 1 x 1 meter atau 1.5 x 1.5 meter. Apabila dilokasi penanaman banyak penjala, pencari udang atau kepiting, maka jarak antar tanaman sebaiknya diperbesar menjadi 2 meter atau 2 x 2 meter. Hal ini untuk memberi ruang bagi mereka dan alat yang digunakan agar tidak merusak tanaman. Jarak antar tanaman di tambak dengan tujuan untuk melindungi tanggul dapat 1 meter, 1.5 meter atau 2 meter. Setelah tanaman membesar dan dirasakan terlalu rapat, dapat dilakukan penjarangan sehingga jarak antar tanaman menjadi 2 meter atau 3 meter. Penanaman di tengah tambak (terutama tambak bandeng) jarak tanaman dapat 1.5 x 1.5 meter, 2 x 2 meter atau 2 x 3 meter. Setelah tanaman membesar, dapat dijarangkan menjadi 3 x 3 meter, 2 x 4 meter atau 4 x 3 meter. Panduan Teknis Penanaman Mangrove 13

24 3. Persiapan Peralatan Setelah mengetahui kondisi pasang surut, musim ombak dan kesesuaian jenis, serta jarak tanam ditentukan, selanjutnya dipersiapkan beberapa peralatan penanaman, yaitu: a. Tali pengatur jarak tanaman Agar jalur tanaman dan jarak antar tanaman yang diinginkan seragam, maka diperlukan tali tambang ukuran 10 m atau 20 m. Kedua ujung tali ini diikat dengan sepotong bambu atau kayu dan pada jarak tanam yang diinginkan diberi tanda (cat atau tali plastik yang diikat) sebagai titik-titik penanaman. Tali pengatur jarak tanaman ini dapat dibuat satu atau lebih tergantung kepada jumlah orang yang akan ikut menanam. b. Ajir Ajir diperlukan terutama untuk penanaman di pantai yang menghadap laut lepas yang ombaknya cukup besar. Bibit atau benih diikat ke ajir agar tidak hanyut dibawa ombak. Selain itu, ajir juga dapat digunakan untuk penanaman di sungai atau saluran air. Penggunaan ajir ini bertujuan sebagai tanda adanya tanaman baru. Tanda ini diharapkan agar orang-orang yang sering memanfaatkan daerah pantai, sungai atau saluran air tambak seperti penjala ikan, pencari udang, pencari kepiting atau orangorang yang sedang rekreasi/bermain ke daerah pantai, dan lain-lainnya tidak merusak atau mencabut tanaman baik dengan sengaja maupun tidak sengaja. 14 Wetlands International Indonesia Programme

25 c. Tugal Tugal digunakan untuk membuat lubang tanaman dan dibutuhkan sewaktu menanam di tanah lumpur yang agak keras. Tugal dapat terbuat dari sepotong kayu atau bambu bulat. Jumlah tugal yang dibuat tergantung dari jumlah orang yang menanam, idealnya 1 tugal untuk 5-6 orang. d. Ember dan parang Ember digunakan untuk mengangkut bibit atau benih sewaktu diadakan penanaman. Parang digunakan apabila di lokasi penanaman banyak tumbuhan liar atau ranting. Kedua peralatan ini sebaiknya dibawa oleh masing-masing orang yang akan menanam. a c b Gambar 7. (a) tali pengatur jarak tanaman, (b) ajir, (c) tugal Panduan Teknis Penanaman Mangrove 15

26 4. Pembagian Kelompok Sebelum pelaksanaan penanaman sebaiknya diketahui jumlah orang yang akan terlibat dalam penanaman. Pelibatan dan penentuan orang yang akan ikut menanam ini akan lebih baik dan mudah apabila dikoordinir sendiri oleh tokoh-tokoh masyarakatnya. Kemudian dilakukan pembagian kelompok yaitu kelompok penanam dan kelompok pendistribusi bibit/benih. Kelompok penanam dapat berjumlah orang dan dapat terdiri dari 1 atau lebih kelompok, tergantung jumlah bibit/benih yang akan ditanam atau luasnya areal penanaman. Kelompok pendistribusi bibit/benih dapat berjumlah 5-10 orang dan hanya terdiri dari 1 kelompok saja. Setelah kelompok dibagi, selanjutnya dijelaskan teknis penanaman oleh masyarakat yang telah dikader dan berperan sebagai koordinator kelompok. Kemudian setiap orang di kelompok dibagi-bagi tugas, seperti: 2 orang pembawa tali pengatur jarak tanaman, 2 atau 3 orang pembawa tugal, dan selebihnya penanam. Setelah itu, setiap kelompok dibagikan peralatan penanaman dan menuju ke lokasi penanaman dengan membawa bibit/benih di ember masing-masing. Bibit/benih sisanya dibawa oleh kelompok pendistribusi bibit/benih. 5. Pelaksanaan Penanaman Setelah tiba dilokasi, kelompok-kelompok penanam segera disebar. Dimulai dari titik awal penanaman, tali direntang-kan dan ditancapkan di lumpur. Setelah itu, kelompok penanam segera menanam bibit/benih di titik-titik yang sudah ditandai. Apabila lumpurnya cukup keras, maka terlebih dahulu harus dilubangi oleh pembawa tugal. Bila persedian bibit/benih habis, kelompok pendistribusi bibit/benih harus segera mendistribusikan bibit/benih ke masing-masing penanaman. 16 Wetlands International Indonesia Programme

27 Penanaman dapat dilakukan melalui 2 cara yaitu bibit dan benih. a. Penanaman dengan benih Pada lokasi penanaman berlumpur lembek atau dalam, sekitar sepertiga dari panjang buah/benih (terutama bakau dan tumu) ditancapkan ke dalam lumpur secara tegak dengan bakal kecambah menghadap keatas. Pada lokasi penanaman berlumpur agak keras, terlebih dahulu dibuat lubang baru buah/benih dimasukkan kedalam lubang secara tegak. Setelah itu lubang ditutup kembali dengan tangan sehingga benih dapat berdiri tegak dengan baik. Apabila ingin memasang ajir sebagai tanda adanya tanaman baru, maka ajir ditanam disamping buah/benih. Untuk melindungi buah agar tidak hanyut terbawa ombak, sebaiknya buah diikatkan pada ajir. Gambar 8. Penanaman dengan benih yang diikat dengan ajir Panduan Teknis Penanaman Mangrove 17

28 Setelah buah ditanam, terutama di daerah terbuka, sebaiknya dinaungi atau diberi penutup dengan pakispakisan, piyai, daun nipah, ranting atau lainnya. Hal ini untuk menghindari sengatan matahari langsung (sesuai dengan sifatnya yang toleran) dan untuk menghindari serangan ketam/kepiting. Apabila terkena matahari langsung sebagian buah akan kering. Ketam/kepiting biasanya mengganggu tanaman apabila penanaman dilakukan di daerah pertambakan. Penanaman buah tanpa naungan biasanya dilakukan diareal yang tidak terbuka sama sekali. Secara umum terdapat kelebihan dan kekurangan penanaman dengan dan tanpa naungan. Tabel 2. Perbedaan penanaman buah dengan dan tanpa naungan No. Kelebihan dan Kekurangan Penanaman dengan Naungan Penanaman tanpa Naungan 1 Persen tumbuh tinggi rendah 2 Prestasi kerja rendah tinggi 3 Bahan naungan sulit untuk diperoleh tidak diperlukan b. Penanaman dengan bibit Penanaman dengan bibit sebaiknya membuat lubang terlebih dahulu. Kantong plastik atau botol air mineral bekas dilepaskan secara hati-hati agar tidak merusak perakarannya. Kantong plastik atau botol ini dikumpulkan untuk digunakan lagi pada kegiatan pembibitan selanjutnya. Bibit dimasukkan kedalam lubang secara tegak sebatas leher akar dan ditutup kembali dengan lumpur. Bila ingin memasang ajir sebagai tanda adanya tanaman baru, maka ajir ditanam disamping bibit. Bila untuk melindungi bibit agar tidak hanyut dibawa ombak, bibit diikatkan pada ajir. 18 Wetlands International Indonesia Programme

29 Gambar 9. Penanaman dengan bibit, dimana kantong plastik atau botol air mineral bekas dikumpulkan untuk digunakan lagi pada kegiatan pembibitan selanjutnya. Secara umum terdapat kelebihan dan kekurangan penanaman mangrove melaui bibit dan benih. Lebih rinci dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 3. Perbedaan penanaman mangrove dengan bibit dan benih Kelebihan dan Kekurangan No. Faktor Penentu Bibit Buah 1 Persiapan pendahuluan lama pendek 2 Pengangkutan bibit sulit dan sedikit mudah dan banyak 3 Hasil penanaman segera dilihat lama dapat dilihat 4 Persen tumbuh tinggi rendah 5 Kebutuhan tenaga banyak sedikit penanam 6 Waktu penanaman lama singkat 6. Tingkat keberhasilan tumbuh Penanaman melalui bibit umumnya akan menghasilkan tingkat keberhasilan yang tinggi dibandingkan melalui buah. Penanaman melalui buah yang baru dipetik atau dipungut dan Panduan Teknis Penanaman Mangrove 19

30 langsung ditanam umumnya akan menghasilkan tingkat keberhasilan yang lebih tinggi dibandingkan buah yang sudah disimpan lebih dari beberapa hari. Berikut disajikan tingkat persen tumbuh tanaman (Mulia dan Sumardjani dalam Khazali, dkk, 1996). Tabel 4. Persen tumbuh tanaman dengan berbagai cara penanaman di Tembilahan, Riau No. Cara Penanaman Persentase Tumbuh (%) 1 Bibit 85 2 Buah dengan pelindung 70 3 Buah tanpa pelindung 55 PEMELIHARAAN Keberhasilan kegiatan penanaman sangat ditentukan oleh kegiatan pemeliharaan tanaman. Dilain pihak, keberhasilan kegiatan pemeliharaan ditentukan oleh berhasil/tidaknya dalam menimbulkan kesadaran masyarakat untuk terlibat dan melakukannya secara mandiri. 1. Penyiangan dan penyulaman Penyiangan/penebasan dilakukan terhadap tumbuhan pengganggu (gulma). Kegiatan Penyiangan/penebasan gulma ini harus mendapat perhatian khusus dalam pemeliharaan apabila penanaman dilakukan pada daerah terbuka dan lokasinya lebih ke arah darat (kadar lumpurnya tipis). Lokasi seperti ini sangat cepat ditumbuhi piyai (Acanthus ilicifolius) atau paku-pakuan (Acrosthicum aereum). Selain itu, perhatian khusus juga harus 20 Wetlands International Indonesia Programme

31 dilakukan apabila penanaman di lakukan di areal bekas piyai atau paku-pakuan. Piyai atau paku-pakuan akan menjadi pesaing bagi bibit/benih mangrove yang baru ditanam. Pakupakuan atau piyai setelah ditebang dalam waktu yang tidak terlalu lama sekitar 5 bulan akan tumbuh kembali, terutama di musim hujan. Pemeliharaan dilakukan dengan cara penebasan piyai atau pakis-pakisan secara teratur sampai bibit/benih mangrove yang ditanam menjadi besar dan cukup kuat bersaing dengan piyai atau pakis-pakisan ini. Gambar 10. Pemeliharaan tanaman dengan menebang piyai/pakis-pakisan disekitar tanaman Penyulaman dilakukan apabila ada tanaman yang mati. Penyulaman dapat dilakukan dengan benih atau bibit. Penyulaman sebaiknya dilakukan dengan bibit yang umurnya sama dengan tanaman yang mati agar umur tegakan tetap seragam. Cara penyulaman sama dengan cara penanaman. Panduan Teknis Penanaman Mangrove 21

32 2. Perlindungan tanaman a. Ketam/kepiting Penanaman di daerah pertambakan atau bekas tambak biasanya sering diganggu oleh ketam/kepiting. Ketam/ kepiting ini biasanya menyerang tanaman mangrove sampai berumur 1 tahun. Caranya dengan menggigit batang anakan mangrove secara melingkar sehingga suplai makan terputus. Akibatnya lama-kelamaan tanaman akan mati. Ada beberapa cara untuk mengatasi gangguan ini. Pertama, bibit/benih mangrove ditanam lebih banyak atau rapat-rapat di daerah yang sering diganggu ketam/kepiting. Harapannya sebagian dari bibit/benih ini akan lolos dari gangguan dan dapat tumbuh dengan baik. Kedua, benih ditanam sekaligus dua dan rapat dalam satu lubang. Dengan demikian ketam tidak dapat memanjat dan mengigit benih yang rapat ini. Ketiga, membungkus bibit/benih dengan bambu yang telah dilubangi ruas dalamnya dan diperuncing bagian bawahnya. Cara yang ketiga ini akan menambah pekerjaan dan hasilnya belum begitu efektif. a b c Gambar 11. Perlindungan tanaman dari ketam/kepiting: (a) penanaman yang rapat, (b) penanaman dua benih dalam satu lubang, (c) bibit/benih yang dibungkus dengan bambu 22 Wetlands International Indonesia Programme

33 b. Kambing Gangguan lain yang sering merusak tanaman mangrove adalah kambing. Kambing ini biasanya memakan tanaman yang telah berdaun sampai kepangkal daun. Akibatnya tanaman tidak dapat menghasilkan daun kembali dan mati. Cara untuk mengatasi gangguan kambing ini adalah dengan membuat kesepakatan diantara masyarakat apakah kambing dikandangkan atau menentukan daerah penggembalaan dan kambing harus digembala atau diikat diareal tersebut. Cara lain dengan me-nanam bibit/benih di daerah diluar jangkauan kambing, yaitu tempat yang selalu tergenang air atau selalu berlumpur. c. Hama Hama yang sering menyerang tanaman mangrove dikenal dengan scale inset dan kutu lompat (Mealy bug). Ciriciri serangan hama ini daun menjadi kuning dan kemudian rontok kemudian tanaman menjadi mati. Cara mengatasinya dengan pemusnahan tanaman yang terkena serangan hama ini. d. Manusia Dampak kerusakan terhadap tanaman yang diakibatkan oleh manusia dapat lebih besar dan luas dibandingkan dengan ketiga yang disebut diatas. Bentuk-bentuk kegiatan yang dapat merusak tanaman antara lain: Menjala ikan Bibit/benih mangrove tersangkut dan tercabut sewaktu jala diangkat dari air. Selain itu, si penjala secara tidak sengaja dapat menginjak bibit/benih. Panduan Teknis Penanaman Mangrove 23

34 Menyudu udang Alat sudu dapat mencabut benih yang ditanam apabila penyuduan dilakukan disekitar tanaman. Selain itu, si penyudu dapat mencabut bibit/benih apabila merasa terganggu sewaktu melakukan penyuduan atau secara tidak sengaja menginjak bibit/benih apabila penyuduan dilakukan malam hari. Mencari kepiting Kegiatan mencari kepiting pada siang hari dengan membongkar lubang kepiting dapat mencabut bibit/benih, sedangkan kegiatan mencari kepiting pada malam hari dapat mengakibatkan tanaman terinjak secara tidak sengaja oleh pencari kepiting. a c b Gambar 12. Bentuk aktivitas manusia yang dapat merusak tanaman: (a) orang yang menjala ikan, (b) menyudu udang, (c) mencari kepiting 24 Wetlands International Indonesia Programme

35 Mendaratkan perahu Perahu nelayan yang mendarat disekitar penanaman, serta jalan masuk atau keluar yang dibuat menuju perahu dapat merusak tanaman. Selain itu, pada musim barat atau ombak besar, perahu nelayan sering dinaikkan ke darat. Pendaratan ini akan merusak tanaman apabila terletak dilokasi penanaman. Gambar 13. Perahu yang didaratkan dilokasi penanaman Rekreasi/bermain di pantai Orang yang sedang berekreasi atau sedang bermain-main ke pantai dapat merusak tanaman dengan cara mencabut atau menginjak dengan sengaja atau tidak sengaja. Panduan Teknis Penanaman Mangrove 25

36 Untuk melindungi tanaman dari gangguan manusia dapat dilakukan dengan beberapa cara: Pendekatan intensif, dan pembuatan dan penegakan aturan Pertama sekali harus diketahui kepada siapa penyuluhan harus dilakukan. Untuk itu perlu diidentifikasi orang-orang yang memanfaatkan dan sering ke daerah pantai dan ke lokasi penanaman, serta bentuk kegiatannya. Kepada mereka dilakukan pendekatan intensif dan diberi pengertian tentang pentingnya penanaman mangrove dan manfaatnya bagi kelangsungan usaha mereka di masa mendatang. Kemudian mereka diajak serta dan dilibatkan dalam pengawasan dan pemeliharaan tanaman. Bagi para pendatang dari luar, sebaiknya kelompok masyarakat didorong untuk membentuk aturanaturan dan sanksi mulai dari teguran sampai dengan denda, serta dikuatkan oleh desa. Juga kelompok didorong untuk aktif melakukan sistem pengawasan mandiri. Memperlebar jarak tanam Apabila lokasi penanaman merupakan tempat menjala, menyudu udang atau mencari kepiting, maka jarak tanam dapat di lebarkan. Jarak tanam 1 x 1 meter atau 1.5 x 1.5 meter dapat menjadi 2 x 2 meter. Jarak tanam yang lebar akan memberi ruang bagi kegiatan-kegiatan diatas sehingga tidak mengganggu tanaman. Untuk tempat pendaratan perahu, sebaiknya tidak dilakukan penanaman. Untuk itu perlu diidentifikasi terlebih dahulu lokasilokasi pendaratan perahu. 26 Wetlands International Indonesia Programme

37 Gambar 14. Jarak tanam yang diperlebar sehingga tidak mengganggu aktivitas penjala ikan, penyudu udang, dan pencari kepiting Gambar 15. Lokasi pendaratan perahu yang tidak ditanami tanaman Papan pengumuman Papan pengumuman pelarangan perusakan tanaman dapat dibuat dan di tancapkan di daerah-daerah penanaman yang sering dilalui orang. Papan pengumuman ini sebaiknya atas nama masyarakat setempat. Panduan Teknis Penanaman Mangrove 27

38 3. Pemangkasan Pemangkasan tanaman biasanya dilakukan terhadap tanaman yang ditanam di tambak, pinggir sungai atau saluran air. Biasanya dilakukan setelah tanaman berumur 5 tahun keatas. Tujuan pemangkasan ini terutama untuk membuat pohon kelihatan lebih rapi, memudahkan melihat orang di tambak terutama pada malam hari, dan bahanbahan hasil pangkasan seperti daun dapat menjadi makanan kambing, akar dan ranting menjadi kayu bakar. Bagianbagian yang dipangkas adalah ranting daun sebelah bawah dan akar-akar tunjang bakau paling atas. Gambar 17. (atas) bakau yang tidak dipangkas, (sampng) bakau yang dipangkas 28 Wetlands International Indonesia Programme

39 4. Penjarangan Penjarangan dilakukan dengan menebang sebagian pohon untuk memberi ruang tumbuh yang ideal bagi pohon lainnya atau memperpanjang jarak tanam. Penjarangan biasanya dilakukan terhadap tanaman di tambak, teru-tama di bagian tengah, dan biasanya dilakukan setelah tanaman berumur 5 tahun keatas. Penjarangan ditengah tambak ini bertujuan untuk memperluas ruang budidaya ikan dan sekaligus memperkecil resiko pembusukan air tambak apabila sirkulasi airnya tidak lancar. Hasil pen-jarangan ini dapat dimanfaatkan untuk bahan bangunan atau kayu bakar. PENUTUP Dengan berkembangnya kegiatan-kegiatan penanaman mang-rove yang direncanakan dengan baik serta melibatkan masya-rakat mulai dari perencanaan, pelaksanaan dan pemeliharaan, diharapkan akan diperoleh tingkat keberhasilan tumbuh tanaman yang tinggi. Dengan keberhasilan penanaman, maka manfaat dan fungsi mangrove diharapkan dapat berjalan dan diperoleh kembali. Panduan Teknis Penanaman Mangrove 29

40 PUSTAKA Khazali, M. Soemodihardjo, S. Wiroatmodjo, P. Mulia, P Restoration of Mangrove in Indonesia: a case study of Tembilahan, Sumatra. In: Restoration of Mangrove Ecosystems. ITTO and ISME: Kusmana, C dan Onrizal Evaluasi Kerusakan Kawasan Mangrove dan Arahan Teknik Rehabilitasinya di Pulau Jawa. Dalam: Lokakarya Jaringan Kerja Pelestari Mangrove Agustus 1998, Pemalang, Jawa Tengah: Wetlands International Indonesia Programme

Inti dari kegiatan rehabilitasi adalah menanam bibit di lapangan. Apabila penanaman dilakukan dengan

Inti dari kegiatan rehabilitasi adalah menanam bibit di lapangan. Apabila penanaman dilakukan dengan 2 Menanam Bibit di Lapangan Inti dari kegiatan rehabilitasi adalah menanam bibit di lapangan. Apabila penanaman dilakukan dengan cara yang benar dan waktu yang tepat maka peluang tumbuhnya bibit di lapangan

Lebih terperinci

Bibit yang berkualitas merupakan salah satu faktor utama yang mampu menunjang keberhasilan

Bibit yang berkualitas merupakan salah satu faktor utama yang mampu menunjang keberhasilan 1 Mempersiapkan Bibit di Persemaian Bibit yang berkualitas merupakan salah satu faktor utama yang mampu menunjang keberhasilan suatu kegiatan rehabilitasi. Apabila bibit yang digunakan berkualitas tinggi

Lebih terperinci

Teknik Merehabilitasi Hutan Bakau

Teknik Merehabilitasi Hutan Bakau Teknik Merehabilitasi Hutan Bakau Teknik Merehabilitasi Hutan Bakau Teknik Merehabilitasi Hutan Bakau @ 2012 Penyusun: 1. Ian Hilman, Wildlife Conservation Society (WCS), 2. Fransiskus Harum, consultant

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman Mangrove/bakau adalah tanaman alternatif terbaik sebagai

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman Mangrove/bakau adalah tanaman alternatif terbaik sebagai TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Mangrove/bakau adalah tanaman alternatif terbaik sebagai penahan ombak dan penyelamatan hayati pantai. Ada beberapa jenis Mangrove/ bakau yang dibudidayakan di Indonesia. Dua jenis

Lebih terperinci

TINGKAT PENERAPAN SISTEM BUDIDAYA MANGROVE PADA MASYARAKAT PULAU UNTUNG JAWA, KEPULAUAN SERIBU

TINGKAT PENERAPAN SISTEM BUDIDAYA MANGROVE PADA MASYARAKAT PULAU UNTUNG JAWA, KEPULAUAN SERIBU TINGKAT PENERAPAN SISTEM BUDIDAYA MANGROVE PADA MASYARAKAT PULAU UNTUNG JAWA, KEPULAUAN SERIBU Diarsi Eka Yani (diarsi@ut.ac.id) PS Agribisnis, FMIPA, Universitas Terbuka ABSTRAK Abrasi pantai yang terjadi

Lebih terperinci

Kata kunci: rehabilitasi, mangrove, silvofhisery

Kata kunci: rehabilitasi, mangrove, silvofhisery Program : Penelitian dan Pengembangan Produktivitas Hutan Judul RPI : Pengelolaan Hutan Mangrove dan Ekosistem Pantai Koordinator : Judul Kegiatan : Teknologi Penanaman Jenis Mangrove dan Tumbuhan Pantai

Lebih terperinci

KUESIONER. 1. No. :.. 2. Jenis Kelamin :.. 3. Kelas : Umur : Pilihlah jawaban yang tepat dan kemudian beri tanda X

KUESIONER. 1. No. :.. 2. Jenis Kelamin :.. 3. Kelas : Umur : Pilihlah jawaban yang tepat dan kemudian beri tanda X KUESIONER I. IDENTITAS RESPONDEN 1. No. :.. 2. Jenis Kelamin :.. 3. Kelas :... 4. Umur :... 5. Organisasi di sekolah :... II. PETUNJUK PENGISIAN 1. Bacalah setiap pertanyaan dengan teliti 2. Pilihlah jawaban

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. wilayah perbatasan antara daratan dan laut, oleh karena itu wilayah ini

BAB I PENDAHULUAN. wilayah perbatasan antara daratan dan laut, oleh karena itu wilayah ini BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan dengan jumlah pulau sekitar 17.508 pulau dan panjang pantai kurang lebih 81.000 km, memiliki sumberdaya pesisir yang sangat besar,

Lebih terperinci

BAGIAN KEEMPAT PEDOMAN PEMBUATAN TANAMAN REHABILITASI HUTAN MANGROVE GERAKAN REHABILITASI HUTAN DAN LAHAN BAB I PENDAHULUAN

BAGIAN KEEMPAT PEDOMAN PEMBUATAN TANAMAN REHABILITASI HUTAN MANGROVE GERAKAN REHABILITASI HUTAN DAN LAHAN BAB I PENDAHULUAN LAMPIRAN I. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.03/MENHUT-V/2004 TANGGAL : 22 JULI 2004 BAGIAN KEEMPAT PEDOMAN PEMBUATAN TANAMAN REHABILITASI HUTAN MANGROVE GERAKAN REHABILITASI HUTAN DAN LAHAN A. Latar

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Kata mangrove merupakan kombinasi antara bahasa Portugis mangue

TINJAUAN PUSTAKA. Kata mangrove merupakan kombinasi antara bahasa Portugis mangue TINJAUAN PUSTAKA Defenisi Hutan Mangrove Kata mangrove merupakan kombinasi antara bahasa Portugis mangue dan bahasa Inggris grove (Macnae, 1968). Dalam bahasa Inggris kata mangrove digunakan, baik untuk

Lebih terperinci

Teknologi penanaman jenis mangrove dan tumbuhan pantai pada tapak khusus

Teknologi penanaman jenis mangrove dan tumbuhan pantai pada tapak khusus Teknologi penanaman jenis mangrove dan tumbuhan pantai pada tapak khusus TEKNIK PENANAMAN MANGROVE PADA DELTA TERDEGRADASI DI SUMSEL Teknik Penanaman Mangrove Pada Delta Terdegradasi di Sumsel Teknik Penanaman

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Secara keseluruhan daerah tempat penelitian ini didominasi oleh Avicennia

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Secara keseluruhan daerah tempat penelitian ini didominasi oleh Avicennia BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi umum daerah Wonorejo Kawasan mangrove di Desa Wonorejo yang tumbuh secara alami dan juga semi buatan telah diputuskan oleh pemerintah Surabaya sebagai tempat ekowisata.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pantai sekitar Km, memiliki sumberdaya pesisir yang sangat potensial.

BAB I PENDAHULUAN. pantai sekitar Km, memiliki sumberdaya pesisir yang sangat potensial. 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Indonesia sebagai suatu negara kepulauan dengan panjang garis pantai sekitar 81.000 Km, memiliki sumberdaya pesisir yang sangat potensial. Salah satu ekosistem

Lebih terperinci

9. PENGELOLAAN HUTAN MANGROVE

9. PENGELOLAAN HUTAN MANGROVE 9. PENGELOLAAN HUTAN MANGROVE Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis yang didominasi oleh tanaman jenis Avicenia, Sonneratia, Rhizophora, Bruguiriera, Xylocarpus, serta tanaman Nipa.

Lebih terperinci

BAB VI DAMPAK KONVERSI MANGROVE DAN UPAYA REHABILITASINYA

BAB VI DAMPAK KONVERSI MANGROVE DAN UPAYA REHABILITASINYA 48 BAB VI DAMPAK KONVERSI MANGROVE DAN UPAYA REHABILITASINYA 6.1. Dampak Konversi Mangrove Kegiatan konversi mangrove skala besar di Desa Karangsong dikarenakan jumlah permintaan terhadap tambak begitu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Mangrove merupakan ekosistem dengan fungsi yang unik dalam lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Mangrove merupakan ekosistem dengan fungsi yang unik dalam lingkungan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mangrove merupakan ekosistem dengan fungsi yang unik dalam lingkungan hidup. Oleh karena adanya pengaruh laut dan daratan, dikawasan mangrove terjadi interaksi kompleks

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia perkiraan luas mangrove sangat beragam, dengan luas

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia perkiraan luas mangrove sangat beragam, dengan luas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di Indonesia perkiraan luas mangrove sangat beragam, dengan luas garis pantai yang panjang + 81.000 km (Kementerian Negara Lingkungan Hidup, 2007), ada beberapa yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. baik bagi pesisir/daratan maupun lautan. Selain berfungsi secara ekologis,

BAB I PENDAHULUAN. baik bagi pesisir/daratan maupun lautan. Selain berfungsi secara ekologis, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem mangrove merupakan salah satu ekosistem yang sangat vital, baik bagi pesisir/daratan maupun lautan. Selain berfungsi secara ekologis, ekosistem mangrove memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove yang cukup besar. Dari sekitar 15.900 juta ha hutan mangrove yang terdapat di dunia, sekitar

Lebih terperinci

Rehabilitasi dan Restorasi Hutan Mangrove di Kalimantan Selatan. Wawan Halwany Eko Priyanto

Rehabilitasi dan Restorasi Hutan Mangrove di Kalimantan Selatan. Wawan Halwany Eko Priyanto Rehabilitasi dan Restorasi Hutan Mangrove di Kalimantan Selatan Wawan Halwany Eko Priyanto Pendahuluan mangrove : sekelompok tumbuhan yang hidup di daerah pasang surut air laut. Kriteria Mangrove Tanaman

Lebih terperinci

VI. SIMPULAN DAN SARAN

VI. SIMPULAN DAN SARAN 135 VI. SIMPULAN DAN SARAN A. SIMPULAN Komposisi spesies mangrove di Pulau Kaledupa, Derawa, dan Pulau Hoga Taman Nasional Wakatobi sebanyak 20 spesies mangrove sejati dan tersebar tidak merata antar pulau.

Lebih terperinci

Avicenia sp. ( Api-Api ) Rhizophora sp( Bakau ) Nypa sp. ( Nipah ) Bruguiera sp. ( Lacang ) Sonneratia sp. ( Pedada )

Avicenia sp. ( Api-Api ) Rhizophora sp( Bakau ) Nypa sp. ( Nipah ) Bruguiera sp. ( Lacang ) Sonneratia sp. ( Pedada ) Mangal komunitas suatu tumbuhan Hutan Mangrove adalah hutan yang tumbuh di daerah pantai, biasanya terletak didaerah teluk dan muara sungai dengan ciri : tidak dipengaruhi iklim, ada pengaruh pasang surut

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Indonesia memiliki hutan mangrove yang terluas di dunia. Hutan

PENDAHULUAN. Indonesia memiliki hutan mangrove yang terluas di dunia. Hutan PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia memiliki hutan mangrove yang terluas di dunia. Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis, yang didominasi oleh beberapa jenis pohon bakau yang mampu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Ekosistem mangrove adalah tipe ekosistem yang terdapat di daerah pantai dan secara teratur di genangi air laut atau dipengaruhi oleh pasang surut air laut,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karena merupakan gabungan dari ciri-ciri tumbuhan yang hidup di darat dan di

BAB I PENDAHULUAN. karena merupakan gabungan dari ciri-ciri tumbuhan yang hidup di darat dan di 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hutan bakau / mangrove adalah hutan yang tumbuh di muara sungai, daerah pasang surut atau tepi laut (pesisir). Tumbuhan mangrove bersifat unik karena merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Budidaya laut (marinecultur) merupakan bagian dari sektor kelautan dan perikanan yang mempunyai kontribusi penting dalam memenuhi target produksi perikanan. Walaupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis yang didominasi oleh beberapa jenis pohon mangrove yang mampu tumbuh dan berkembang pada daerah pasang-surut

Lebih terperinci

TINJUAN PUSTAKA. Hutan mangrove dikenal juga dengan istilah tidal forest, coastal

TINJUAN PUSTAKA. Hutan mangrove dikenal juga dengan istilah tidal forest, coastal TINJUAN PUSTAKA Ekosistem Mangrove Hutan mangrove dikenal juga dengan istilah tidal forest, coastal woodland, vloedbosschen, dan hutan payau (bahasa Indonesia), selain itu, hutan mangrove oleh masyarakat

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Mangrove. kemudian menjadi pelindung daratan dan gelombang laut yang besar. Sungai

TINJAUAN PUSTAKA. A. Mangrove. kemudian menjadi pelindung daratan dan gelombang laut yang besar. Sungai II. TINJAUAN PUSTAKA A. Mangrove Mangrove adalah tanaman pepohonan atau komunitas tanaman yang hidup di antara laut dan daratan yang dipengaruhi oleh pasang surut. Habitat mangrove seringkali ditemukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atas pulau, dengan garis pantai sepanjang km. Luas laut Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. atas pulau, dengan garis pantai sepanjang km. Luas laut Indonesia BAB I PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Indonesia merupakan Negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari atas 17.508 pulau, dengan garis pantai sepanjang 81.000 km. Luas laut Indonesia sekitar 3,1

Lebih terperinci

Sumber : Manual Pembibitan Tanaman Hutan, BPTH Bali dan Nusa Tenggara.

Sumber : Manual Pembibitan Tanaman Hutan, BPTH Bali dan Nusa Tenggara. Penyulaman Penyulaman dilakukan apabila bibit ada yang mati dan perlu dilakukan dengan segera agar bibit sulaman tidak tertinggal jauh dengan bibit lainnya. Penyiangan Penyiangan terhadap gulma dilakukan

Lebih terperinci

LEMBAR INFORMASI. Analisis dan Rekomendasi Teknis Program Rehabilitasi Mangrove. Pendahuluan. Desa Taat. Edisi 5: Maret 2017

LEMBAR INFORMASI. Analisis dan Rekomendasi Teknis Program Rehabilitasi Mangrove. Pendahuluan. Desa Taat. Edisi 5: Maret 2017 LEMBAR INFORMASI Edisi 5: Maret 2017 Analisis dan Rekomendasi Teknis Program Rehabilitasi Mangrove Pendahuluan Mangrove dikenal memiliki banyak fungsi. Selain mencegah abrasi pantai, menghambat peresapan

Lebih terperinci

PEMANFAATAN PERSEMAIAN BERTINGKAT UNTUK PRODUKSI BIBIT DALAM KERANGKA REHABILITASI HUTAN MANGROVE SPESIFIK LOKASI. Bau Toknok 1 Wardah 1 1

PEMANFAATAN PERSEMAIAN BERTINGKAT UNTUK PRODUKSI BIBIT DALAM KERANGKA REHABILITASI HUTAN MANGROVE SPESIFIK LOKASI. Bau Toknok 1 Wardah 1 1 39 PEMANFAATAN PERSEMAIAN BERTINGKAT UNTUK PRODUKSI BIBIT DALAM KERANGKA REHABILITASI HUTAN MANGROVE SPESIFIK LOKASI Bau Toknok 1 Wardah 1 1 Fakultas Kehutanan Universitas Tadulako Email: bautoknok@gmail.com

Lebih terperinci

Pembuatan Pembibitan Tanaman

Pembuatan Pembibitan Tanaman LEMBAR INFORMASI No. 1 - Agustus 2012 Pembuatan Pembibitan Tanaman Gambar 1. Pembibitan tanaman Pembibitan tanaman adalah tahapan untuk menyiapkan bahan tanam berupa bibit tanaman baru yang berasal dari

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. pulau-nya dan memiliki garis pantai sepanjang km, yang merupakan

BAB I. PENDAHULUAN. pulau-nya dan memiliki garis pantai sepanjang km, yang merupakan BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara tropis berbentuk kepulauan dengan 17.500 pulau-nya dan memiliki garis pantai sepanjang 81.000 km, yang merupakan kawasan tempat tumbuh hutan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekologis yaitu untuk melakukan pemijahan (spawning ground), pengasuhan (nursery

BAB I PENDAHULUAN. ekologis yaitu untuk melakukan pemijahan (spawning ground), pengasuhan (nursery BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem mangrove adalah suatu lingkungan yang memiliki ciri khusus yaitu lantai hutannya selalu digenangi air, dimana air tersebut sangat dipengaruhi oleh pasang

Lebih terperinci

4 KERUSAKAN EKOSISTEM

4 KERUSAKAN EKOSISTEM 4 KERUSAKAN EKOSISTEM 4.1 Hasil Pengamatan Lapangan Ekosistem Mangrove Pulau Weh secara genetik merupakan pulau komposit yang terbentuk karena proses pengangkatan dan vulkanik. Proses pengangkatan ditandai

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Hutan mangrove di DKI Jakarta tersebar di kawasan hutan mangrove Tegal Alur-Angke Kapuk di Pantai Utara DKI Jakarta dan di sekitar Kepulauan Seribu. Berdasarkan SK Menteri

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Kata mangrove diduga berasal dari bahasa Melayu manggi-manggi, yaitu

TINJAUAN PUSTAKA. Kata mangrove diduga berasal dari bahasa Melayu manggi-manggi, yaitu 6 TINJAUAN PUSTAKA Pengetian Mangrove Kata mangrove diduga berasal dari bahasa Melayu manggi-manggi, yaitu nama yang diberikan kepada mangrove merah (Rhizopora spp.). Nama Mangrove diberikan kepada jenis

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem mangrove bagi kelestarian sumberdaya perikanan dan lingkungan hidup memiliki fungsi yang sangat besar, yang meliputi fungsi fisik dan biologi. Secara fisik ekosistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat

BAB I PENDAHULUAN. dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan, pengertian hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. lainnya yang berbahasa Melayu sering disebut dengan hutan bakau. Menurut

TINJAUAN PUSTAKA. lainnya yang berbahasa Melayu sering disebut dengan hutan bakau. Menurut TINJAUAN PUSTAKA Hutan Manggrove Hutan mangrove oleh masyarakat Indonesia dan negara Asia Tenggara lainnya yang berbahasa Melayu sering disebut dengan hutan bakau. Menurut Kusmana dkk (2003) Hutan mangrove

Lebih terperinci

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN CILACAP

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN CILACAP PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR : 17 TAHUN 2001 TENTANG PENGELOLAAN HUTAN MANGROVE DI KAWASAN SEGARA ANAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHAESA BUPATI CILACAP,

Lebih terperinci

PENDAMPINGAN DESA ALO ALO MELALUI KEGIATAN REHABILITASI MANGROVE DAN PENYUSUNAN PERATURAN DESA

PENDAMPINGAN DESA ALO ALO MELALUI KEGIATAN REHABILITASI MANGROVE DAN PENYUSUNAN PERATURAN DESA PENDAMPINGAN DESA ALO ALO MELALUI KEGIATAN REHABILITASI MANGROVE DAN PENYUSUNAN PERATURAN DESA Eddy Hamka 1, Fajriah 2, Laode Mansyur 3 1 Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Muhammadiyah Kendari,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. saling berkolerasi secara timbal balik. Di dalam suatu ekosistem pesisir terjadi

BAB I PENDAHULUAN. saling berkolerasi secara timbal balik. Di dalam suatu ekosistem pesisir terjadi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kawasan pesisir dan laut merupakan sebuah ekosistem yang terpadu dan saling berkolerasi secara timbal balik. Di dalam suatu ekosistem pesisir terjadi pertukaran materi

Lebih terperinci

E U C A L Y P T U S A.

E U C A L Y P T U S A. E U C A L Y P T U S A. Umum Sub jenis Eucalyptus spp, merupakan jenis yang tidak membutuhkan persyaratan yang tinggi terhadap tanah dan tempat tumbuhnya. Kayunya mempunyai nilai ekonomi yang cukup tinggi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan erat. Selain keunikannya, terdapat beragam fungsi yang dapat dihasilkan

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan erat. Selain keunikannya, terdapat beragam fungsi yang dapat dihasilkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan mangrove merupakan ekosistem yang unik karena terdapat pada daerah peralihan (ekoton) antara ekosistem darat dan laut yang keduanya saling berkaitan erat. Selain

Lebih terperinci

Bab III Karakteristik Desa Dabung

Bab III Karakteristik Desa Dabung Bab III Karakteristik Desa Dabung III.1. Kondisi Fisik Wilayah III.1.1. Letak Wilayah Lokasi penelitian berada di Desa Dabung yang merupakan salah satu desa dari 18 desa yang terdapat di Kecamatan Kubu

Lebih terperinci

Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis, yang. berkembang pada daerah pasang surut pantai berlumpur. Komunitas vegetasi ini

Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis, yang. berkembang pada daerah pasang surut pantai berlumpur. Komunitas vegetasi ini II. TINJAIJAN PliSTAKA Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis, yang didominasi oleh beberapa spesies pohon mangrove yang mampu tumbuh dan berkembang pada daerah pasang surut pantai berlumpur.

Lebih terperinci

PEMBUATAN BAHAN TANAM UNGGUL KAKAO HIBRIDA F1

PEMBUATAN BAHAN TANAM UNGGUL KAKAO HIBRIDA F1 PEMBUATAN BAHAN TANAM UNGGUL KAKAO HIBRIDA F1 Wahyu Asrining Cahyowati, A.Md (PBT Terampil Pelaksana) Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan Surabaya I. Pendahuluan Tanaman kakao merupakan

Lebih terperinci

FAKULTAS ILMU SOSIAL UNIVERSITAS NEGERI MEDAN 2010

FAKULTAS ILMU SOSIAL UNIVERSITAS NEGERI MEDAN 2010 PENGARUH AKTIVITAS EKONOMI PENDUDUK TERHADAP KERUSAKAN EKOSISTEM HUTAN MANGROVE DI KELURAHAN BAGAN DELI KECAMATAN MEDAN BELAWAN SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyarataan Memperoleh Gelar Sarjana

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang mempunyai kawasan pesisir yang cukup luas, dan sebagian besar kawasan tersebut ditumbuhi mangrove yang lebarnya dari beberapa

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PENGENDALIAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DAN HUTAN LINDUNG NOMOR : P.8/PDASHL-SET/2015 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PENGENDALIAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DAN HUTAN LINDUNG NOMOR : P.8/PDASHL-SET/2015 TENTANG PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PENGENDALIAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DAN HUTAN LINDUNG NOMOR : P.8/PDASHL-SET/2015 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENANAMAN DAN PEMELIHARAAN POHON OLEH PESERTA DIDIK, PENDIDIK, DAN

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. laut, dengan topografi datar. Penelitian dilakukan mulai bulan Mei 2015 sampai

III. BAHAN DAN METODE. laut, dengan topografi datar. Penelitian dilakukan mulai bulan Mei 2015 sampai 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian III. BAHAN DAN METODE Penelitian dilakukan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas Medan Area yang berlokasi di jalan Kolam No. 1 Medan Estate, Kecamatan Percut

Lebih terperinci

BUDIDAYA SUKUN 1. Benih

BUDIDAYA SUKUN 1. Benih BUDIDAYA SUKUN Sukun merupakan tanaman tropis sehingga hampir disemua daerah di Indonesia ini dapat tumbuh. Sukun dapat tumbuh di dataran rendah (0 m) hingga dataran tinggi (700 m dpl). Pertumbuhan optimal

Lebih terperinci

PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAROS NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PELESTARIAN, PENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN HUTAN MANGROVE

PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAROS NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PELESTARIAN, PENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN HUTAN MANGROVE SALINAN PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAROS NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PELESTARIAN, PENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN HUTAN MANGROVE DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MAROS, Menimbang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian Lokasi penelitian secara umum berada di Kabupaten Indramayu tepatnya di Desa Brondong Kecamatan Pasekan. Wilayah pesisir di sepanjang pantai

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. garis pantai sepanjang kilometer dan pulau. Wilayah pesisir

PENDAHULUAN. garis pantai sepanjang kilometer dan pulau. Wilayah pesisir PENDAHULUAN Latar belakang Wilayah pesisir merupakan peralihan ekosistem perairan tawar dan bahari yang memiliki potensi sumberdaya alam yang cukup kaya. Indonesia mempunyai garis pantai sepanjang 81.000

Lebih terperinci

PERATURAN BERSAMA ANTARA DIREKTUR JENDERAL PENGENDALIAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DAN HUTAN LINDUNG DAN DIREKTUR JENDERAL PENDIDIKAN DASAR

PERATURAN BERSAMA ANTARA DIREKTUR JENDERAL PENGENDALIAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DAN HUTAN LINDUNG DAN DIREKTUR JENDERAL PENDIDIKAN DASAR PERATURAN BERSAMA ANTARA DIREKTUR JENDERAL PENGENDALIAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DAN HUTAN LINDUNG DAN DIREKTUR JENDERAL PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH NOMOR : P.9/PDASHL-SET/2015 NOMOR : 403/D/DN/2015 TENTANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada 8 februari 2010 pukul Data dari diakses

BAB I PENDAHULUAN. pada 8 februari 2010 pukul Data dari  diakses BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Fakta jumlah pulau di Indonesia beserta wilayah laut yang mengelilinginya ternyata menempatkan Indonesia sebagai negara yang memiliki wilayah pesisir yang terpanjang

Lebih terperinci

SUMBERDAYA ALAM WILAYAH PESISIR

SUMBERDAYA ALAM WILAYAH PESISIR SUMBERDAYA ALAM WILAYAH PESISIR EDI RUDI FMIPA UNIVERSITAS SYIAH KUALA Ekosistem Hutan Mangrove komunitas vegetasi pantai tropis yang didominasi oleh beberapa spesies pohon mangrove yang mampu untuk tumbuh

Lebih terperinci

DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian Kecamatan Legonkulon berada di sebelah utara kota Subang dengan jarak ± 50 km, secara geografis terletak pada 107 o 44 BT sampai 107 o 51 BT

Lebih terperinci

Cara Menanam Tomat Dalam Polybag

Cara Menanam Tomat Dalam Polybag Cara Menanam Tomat Dalam Polybag Pendahuluan Tomat dikategorikan sebagai sayuran, meskipun mempunyai struktur buah. Tanaman ini bisa tumbuh baik didataran rendah maupun tinggi mulai dari 0-1500 meter dpl,

Lebih terperinci

KAJIAN PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN EKOSISTEM MANGROVE DI TELUK YOUTEFA KOTA JAYAPURA ABSTRAK

KAJIAN PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN EKOSISTEM MANGROVE DI TELUK YOUTEFA KOTA JAYAPURA ABSTRAK KAJIAN PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN EKOSISTEM MANGROVE DI TELUK YOUTEFA KOTA JAYAPURA Kartini V.A. Sitorus 1, Ralph A.N. Tuhumury 2 dan Annita Sari 3 1 Mahasiswa S1 Program Studi Budidaya Perairan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. batas pasang surut air disebut tumbuhan mangrove.

BAB I PENDAHULUAN. batas pasang surut air disebut tumbuhan mangrove. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kata mangrove dipakai sebagai pengganti istilah kata bakau untuk menghindari salah pengertian dengan hutan yang melulu terdiri atas Rhizophora spp., (Soeroyo.1992:

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kegiatan manusia dalam memanfaatkan sumberdaya alam diduga menjadi faktor penting penyebab kerusakan lingkungan (Gumilar, 2012). Pertambahan jumlah penduduk Indonesia

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil 1. Keragaman Vegetasi Mangrove Dari hasil pengamatan yang dilakukan pada 20 plot yang masing-masing petak ukur 5x5 m, 10x10 m dan 20x20 m diketahui bahwa vegetasi mangrove

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tertentu dan luasan yang terbatas, 2) Peranan ekologis dari ekosistem hutan

BAB I PENDAHULUAN. tertentu dan luasan yang terbatas, 2) Peranan ekologis dari ekosistem hutan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem mangrove memiliki sifat khusus yang berbeda dengan ekosistem hutan lain bila dinilai dari keberadaan dan peranannya dalam ekosistem sumberdaya alam, yaitu

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. pengelolaan kawasan pesisir dan lautan. Namun semakin hari semakin kritis

PENDAHULUAN. pengelolaan kawasan pesisir dan lautan. Namun semakin hari semakin kritis PENDAHULUAN Latar Belakang Mangrove merupakan ekosistem yang memiliki peranan penting dalam pengelolaan kawasan pesisir dan lautan. Namun semakin hari semakin kritis kondisi dan keberadaannya. Beberapa

Lebih terperinci

Ekologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan timbal balik yang terdapat antara organisme berinteraksi dengan alam sekitarnya

Ekologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan timbal balik yang terdapat antara organisme berinteraksi dengan alam sekitarnya Ruang Lingkup Ekologi Laut Tropis Ekologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan timbal balik yang terdapat antara organisme berinteraksi dengan alam sekitarnya Dalam proses interaksi, organisme saling

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan Negara kepulauan yang rentan terhadap dampak perubahan iklim. Provinsi Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang termasuk rawan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistem mangrove adalah suatu sistem yang terdiri atas berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistem mangrove adalah suatu sistem yang terdiri atas berbagai BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Ekosistem mangrove adalah suatu sistem yang terdiri atas berbagai tumbuhan, hewan, dan mikrobia yang berinteraksi dengan lingkungan di habitat mangrove (Strategi Nasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Negara kepulauan dengan garis pantai sepanjang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Negara kepulauan dengan garis pantai sepanjang BAB I PENDAHULUAN 1.1.LatarBelakang Indonesia merupakan Negara kepulauan dengan garis pantai sepanjang 95.181 km terdiri dari sumber daya alam laut dan pantai yang beragam. Dengan kondisi iklim dan substrat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fauna yang hidup di habitat darat dan air laut, antara batas air pasang dan surut.

BAB I PENDAHULUAN. fauna yang hidup di habitat darat dan air laut, antara batas air pasang dan surut. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mangrove merupakan ekosistem yang kompleks terdiri atas flora dan fauna yang hidup di habitat darat dan air laut, antara batas air pasang dan surut. Ekosistem mangrove

Lebih terperinci

Laporan Program (Periode Juni 2012)

Laporan Program (Periode Juni 2012) Laporan Program (Periode Juni 2012) I. Pendahuluan Banyak hal telah kami capai pada bulan ke-7 di tahun ini terkait pada program konservasi mangrove di Krakatoa Nirwana Resort (KNR), Merak Belantung, Lampung

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Tentang Mangrove 2.1.1. Pengertian mangrove Hutan mangrove secara umum didefinisikan sebagai hutan yang terdapat di daerah-daerah yang selalu atau secara teratur tergenang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Hutan mangrove merupakan hutan yang tumbuh pada daerah yang berair payau dan dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Hutan mangrove memiliki ekosistem khas karena

Lebih terperinci

adalah untuk mengendalikan laju erosi (abrasi) pantai maka batas ke arah darat cukup sampai pada lahan pantai yang diperkirakan terkena abrasi,

adalah untuk mengendalikan laju erosi (abrasi) pantai maka batas ke arah darat cukup sampai pada lahan pantai yang diperkirakan terkena abrasi, BAB.I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengelolaan lingkungan hidup yang serasi dan seimbang sangat diperlukan untuk menjaga keberlanjutan. MenurutHadi(2014), menyebutkan bahwa lingkungan adalah tempat manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun terendam air, yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat laut seperti pasang

BAB I PENDAHULUAN. maupun terendam air, yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat laut seperti pasang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pesisir merupakan wilayah peralihan antara ekosistem darat dan laut. Menurut Suprihayono (2007) wilayah pesisir merupakan wilayah pertemuan antara daratan dan laut,

Lebih terperinci

Cara Sukses Menanam dan Budidaya Cabe Dalam Polybag

Cara Sukses Menanam dan Budidaya Cabe Dalam Polybag Cara Sukses Menanam dan Budidaya Cabe Dalam Polybag Oleh : Tatok Hidayatul Rohman Cara Budidaya Cabe Cabe merupakan salah satu jenis tanaman yang saat ini banyak digunakan untuk bumbu masakan. Harga komoditas

Lebih terperinci

BAB III TATALAKSANA TUGAS AKHIR

BAB III TATALAKSANA TUGAS AKHIR 13 BAB III TATALAKSANA TUGAS AKHIR A. Tempat Pelaksanaan Pelaksanaan Tugas Akhir dilaksanakan di Dusun Kwojo Wetan, Desa Jembungan, Kecamatan Banyudono, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah. B. Waktu Pelaksanaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Hutan mangrove yang dikenal sebagai hutan payau merupakan ekosistem hutan

I. PENDAHULUAN. Hutan mangrove yang dikenal sebagai hutan payau merupakan ekosistem hutan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan mangrove yang dikenal sebagai hutan payau merupakan ekosistem hutan yang memiliki ciri khas didominasi pepohonan yang mampu tumbuh di perairan asin. Komunitas pepohonan

Lebih terperinci

Cara Menanam Cabe di Polybag

Cara Menanam Cabe di Polybag Cabe merupakan buah dan tumbuhan berasal dari anggota genus Capsicum. Buahnya dapat digolongkan sebagai sayuran maupun bumbu, tergantung bagaimana digunakan. Sebagai bumbu, buah cabai yang pedas sangat

Lebih terperinci

KERAPATAN HUTAN MANGROVE SEBAGAI DASAR REHABILITASI DAN RESTOCKING KEPITING BAKAU DI KABUPATEN MAMUJU PROVINSI SULAWESI BARAT

KERAPATAN HUTAN MANGROVE SEBAGAI DASAR REHABILITASI DAN RESTOCKING KEPITING BAKAU DI KABUPATEN MAMUJU PROVINSI SULAWESI BARAT 1123 Kerapatan hutan mangrove sebagai dasar rehabilitasi... (Mudian Paena) KERAPATAN HUTAN MANGROVE SEBAGAI DASAR REHABILITASI DAN RESTOCKING KEPITING BAKAU DI KABUPATEN MAMUJU PROVINSI SULAWESI BARAT

Lebih terperinci

ISLAM NOMOR : P.7/PDASHL-SET/2015 NOMOR : DJ:II/555 TAHUN 2015 TENTANG

ISLAM NOMOR : P.7/PDASHL-SET/2015 NOMOR : DJ:II/555 TAHUN 2015 TENTANG PERATURAN BERSAMA DIREKTUR JENDERAL PENGENDALIAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DAN HUTAN LINDUNG DAN DIREKTUR JENDERAL BIMBINGAN MASYARAKAT ISLAM NOMOR : P.7/PDASHL-SET/2015 NOMOR : DJ:II/555 TAHUN 2015 TENTANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membentang dari Sabang sampai Merauke yang kesemuanya itu memiliki potensi

BAB I PENDAHULUAN. membentang dari Sabang sampai Merauke yang kesemuanya itu memiliki potensi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan Negara kepulauan yang memiliki garis pantai yang terpanjang di dunia, lebih dari 81.000 KM garis pantai dan 17.508 pulau yang membentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan suatu negara kepulauan yang terdiri dari 13.667 pulau dan mempunyai wilayah pantai sepanjang 54.716 kilometer. Wilayah pantai (pesisir) ini banyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kaya yang dikenal sebagai negara kepulauan. Negara ini

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kaya yang dikenal sebagai negara kepulauan. Negara ini BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara kaya yang dikenal sebagai negara kepulauan. Negara ini memiliki banyak wilayah pesisir dan lautan yang terdapat beragam sumberdaya alam. Wilayah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bantu yang mampu merangsang pembelajaran secara efektif dan efisien.

BAB I PENDAHULUAN. bantu yang mampu merangsang pembelajaran secara efektif dan efisien. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan proses yang kompleks, namun kompleksitasnya selalu seiring dengan perkembangan manusia. Melalui pendidikan pula berbagai aspek kehidupan

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV HASIL DAN PEMBAHASAN DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... i LEMBAR PENGESAHAN... ii BERITA ACARA... PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH... iv PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI SKRIPSI... v ABSTRAK... vi ABSTRACT... vii RINGKASAN...

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia memiliki mangrove terluas di dunia (Silvus et al, 1987; Primack et al,

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia memiliki mangrove terluas di dunia (Silvus et al, 1987; Primack et al, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Ekosistem mangrove di dunia saat ini diperkirakan tersisa 17 juta ha. Indonesia memiliki mangrove terluas di dunia (Silvus et al, 1987; Primack et al, 1998), yaitu

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dipengaruhi pasang surut air laut. Tumbuhan mangrove memiliki kemampuan

TINJAUAN PUSTAKA. dipengaruhi pasang surut air laut. Tumbuhan mangrove memiliki kemampuan TINJAUAN PUSTAKA Ekosistem Mangrove Mangrove didefinisikan sebagai formasi tumbuhan daerah litoral yang khas di pantai daerah tropis dan sub tropis yang terlindung, hutan yang tumbuh terutama pada tanah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari 13.466 pulau dengan garis pantai sepanjang 99.023 km 2 (Kardono, P., 2013). Berdasarkan UNCLOS

Lebih terperinci

ANALISIS VEGETASI EKOSISTEM HUTAN MANGROVE KPH BANYUMAS BARAT

ANALISIS VEGETASI EKOSISTEM HUTAN MANGROVE KPH BANYUMAS BARAT ANALISIS VEGETASI EKOSISTEM HUTAN MANGROVE KPH BANYUMAS BARAT Ana Dairiana, Nur illiyyina S, Syampadzi Nurroh, dan R Rodlyan Ghufrona Fakultas Kehutanan - Institut Pertanian Bogor ABSTRAK Analisis vegetasi

Lebih terperinci

MUCRONATA LAMK UNTUK MENGATASI

MUCRONATA LAMK UNTUK MENGATASI TEKNOLOGI PENANAMAN RHIZOPHORA MUCRONATA LAMK UNTUK MENGATASI ABRASI PULAU KECIL DAN MITIGASI BENCANA Kampus Kreatif Sahabat Rakyat ady suryawan & nur asmadi suryawanbioconserv@gmail.com Balai Penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tabel 1.1 Luas Hutan Mangrove di Indonesia Tahun 2002 No Wilayah Luas (ha) Persen

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tabel 1.1 Luas Hutan Mangrove di Indonesia Tahun 2002 No Wilayah Luas (ha) Persen BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan Negara kepulauan terbesar di dunia dengan panjang garis pantai sekitar 81.000 km serta lebih dari 17.508 pulau dan luas laut sekitar 3,1 juta km

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kerusakan fisik habitat wilayah pesisir dan lautan di Indonesia mengakibatkan penurunan kualitas ekosistem. Salah satunya terjadi pada ekosistem mangrove. Hutan mangrove

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE. Medan Area yang berlokasi di Jalan Kolam No. 1 Medan Estate, Kecamatan

BAB III BAHAN DAN METODE. Medan Area yang berlokasi di Jalan Kolam No. 1 Medan Estate, Kecamatan BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas Medan Area yang berlokasi di Jalan Kolam No. 1 Medan Estate, Kecamatan Percut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut FAO (2007) Indonesia memiliki kawasan mangrove yang terluas

BAB I PENDAHULUAN. Menurut FAO (2007) Indonesia memiliki kawasan mangrove yang terluas 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Menurut FAO (2007) Indonesia memiliki kawasan mangrove yang terluas di dunia sekitar 19% dari total hutan mangrove dunia, dan terluas se-asia Tenggara sekitar 49%

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia mempunyai perairan laut yang lebih luas dibandingkan daratan, oleh karena itu Indonesia dikenal sebagai negara maritim. Perairan laut Indonesia kaya akan

Lebih terperinci