Haryadi1. Abstract. Keywords: WTO, international trade, GTAP model
|
|
- Fanny Gunawan
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 DAMPAK LIBERALISASI PERDAGANGAN TERHADAP NERACA PERDAGANGAN NEGARA BERKEMBANG (The Impact of Liberalization on Trade Balances of the Developing Countries Economy) Haryadi1 Abstract This research intends to explore the impact of liberalization on trade balances of Developing Countries Economy. The GTAP model was used as the main tool of analysis. The findings show that international trade flow is still dominated by developed countries. The elimination of trade protection results an increase in trade competition and decrease in most of the output experienced domestic support elimination.it also results in a decrease in export of products experiencing elimination of export subsidy, and increase import of countries that applied tariff imports before simulation. Keywords: WTO, international trade, GTAP model I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Liberalisasi perdagangan telah menjadi suatu istilah yang populer sejak dua dasa warsa terakhir. Keberhasilan negara-negara barat terutama Amerika Serikat dan Uni Eropa di dalam meningkat kinerja ekonomi mereka telah mendorong negara berkembang untuk mengikuti dan mencontoh kebijakan liberalisasi yang diterapkan oleh Amerika Serikat dan Uni Eropa. Saat ini hampir semua negara telah menerapkan liberalisasi perdagangan. Kebijakan tersebut dapat dilihat dari rasio ekspor terhadap PDB negara-negara di dunia. Dari 160 negara, hanya dua negara yang memiliki rasio ekspor terhadap PDB dibawah 10 persen (World Bank, 2008). Komitmen negara-negara berkembang untuk melakukan liberalisasi perdagangan ditunjukkan oleh banyaknya negara berkembang yang masuk sebagai anggota organisasi perdagangan dunia atau World Trade Organization (WTO). WTO yang berdiri sejah Januari 1995 saat ini telah memiliki anggota 160 negara. Dari sejumlah tersebut, lebih dari 80 persen diantaranya adalah negara berkembang (WTO,2006). Berdasarkan hasil Konferensi Tingkat Menteri (KTM) WTO ke-enam di Hong Kong, ketiga pilar negosiasi sektor pertanian yaitu: dukungan domestik (domestic support), subsidi ekspor (export subsidy), dan akses pasar (market access) sudah harus dihapuskan pada Hasil yang diharapkan dari pengimplementasian kesepakatan tersebut adalah liberalisasi yang menciptakan suatu kawasan perdagangan bebas dunia. Liberalisasi yang ditandai dengan penghapusan dukungan domestik, subsidi ekspor dan pembukaan akses pasar yang seluas-luasnya dapat memunculkan peluang sekaligus tantangan. Liberalisasi ini diperkirakan akan merubah peta kekuatan perdagangan produk-produk yang terkait di dalamnya. Perubahan ini selanjutnya akan berdampak pada kinerja ekonomi terutama sektor pertanian di setiap negara. Indonesia adalah salah satu negara yang akan terimbas dari dampak ini, mengingat sektor 1 Doktor Dalam bidang ilmu ekonomi dan dosen Fakultas Ekonomi Universitas Jambi
2 pertanian masih menjadi salah satu sektor kunci dalam perekonomian Indonesia. Siapkan negara-negara termasuk Indonesia menerima dampak tersebut? 1.2. Tujuan Penelitian 1. Mengetahui karaktersitik perekonomian Negara maju dan berkembang. 2. Menganalisis dampak penghapusan semua hambatan perdagangan yang dicanangkan WTO terhadap kinerja PDB, ekspor, impor, dan produksi dalam negeri negara-negara maju dan berkembang. 2 II. TINJAUAN PUSTAKA Terdapat beberapa peneliti yang sudah mengkaji dan menganalisis dampak liberalisasi terhadap kinerja perekonomian termasuk di sektor pertanian baik dalam konteks suatu negara maupun dalam konteks yang lebih luas. Secara umum temuantemuan mereka dapat dikelompokkan menjadi dua. Di satu pihak ada yang menemukan bahwa liberalisasi perdagangan berdampak negatif (Heller and Porter, 1978; Lopez, 2003; Paulino, 2004; Sarkar, 2005). Namun di pihak lain ada pula yang menemukan bahwa liberalisasi berdampak positif atau minimal tidak merugikan suatu negara (Oktaviani, 2000; Hakim 2004; McKibbin dan Woo (2003), Morley dan Piñeiro (2004), dan Walsh at.al. (2005). Semua peneliti tersebut sampai pada kesimpulan bahwa liberalisasi perdagangan berdampak positif pada perekonomian negara-negara anggota secara keseluruhan. III. kerangka Teori 3.1. Beberapa Studi Dampak Liberalisasi Perdagangan Teori perdagangan internasional menjelaskan bahwa suatu negara akan cenderung untuk mengekspor produk yang biaya produksinya relatif lebih murah dan selanjutnya akan mengimpor produk yang biaya produksinya relatif lebih mahal ketimbang diproduksi di dalam negeri. Oleh karena itu jika setiap negara dapat mempertukarkan barang atau produk yang berbeda, kedua negara yang berdagang akan memperoleh manfaat berupa gain from trade (Krugman dan Obstfeld, 2000; dan Salvatore, 2000). Analisis tentang perdagangan internasional bisa dilakukan dengan menggunakan dua pendekatan yaitu: Pertama, melalui pendekatan keseimbangan parsial. Kedua, melalui pendekatan keseimbangan umum. Pendekatan keseimbangan parsial menganalisis segala bentuk kebijakan perdagangan yang mendistorsi pasar di suatu pasar tertentu tanpa secara eksplisit memperhitungkan konsekuensi-konsekuaensi terhadap pasar-pasar lainnya. Sementara itu, analisis melalui pendekatan keseimbangan umum melihat pasar sebagai suatu sistem Teori Keseimbangan Umum Formulasi teoretik keseimbangan umum sebenarnya telah dimulai sejak pertengahan abad ke-19, antara lain rumusan yang dilakukan (Gossen, 1854; Jevons, 1871; Walras, 1874 dan Menger, 1871 dalam Soedarsono, 1985). Teori ini melihat perekonomian sebagai suatu sistem yang komplit (Dixon at.al., 1992). Teori keseimbangan umum dinilai lebih unggul dari teori keseimbangan parsial, karena analisisnya didasarkan atas teori ekonomi mikro, namun konstruksi model keseimbangan umum dapat menjembatani ekonomimikro dan ekonomimakro
3 (Oktaviani, 2000). Teori keseimbangan umum menjelaskan pasar sebagai suatu system. Sistem pasar terdiri dari beberapa macam pasar yang saling terkait antara satu pasar dengan pasar lainnya. Keseimbangan umum terjadi jika permintaan dan penawaran pada masing-masing pasar dalam sistem tersebut berada dalam kondisi keseimbangan secara simultan. Apabila dalam kondisi keseimbangan terjadi gangguan yang mengakibatkan ketidakseimbangan (disequilibrium) pada suatu pasar secara parsial, akan segera dikuti oleh penyesuaian di pasar yang bersangkutan dan selanjutnya terjadi proses penyesuaian di pasar lainnya (simultanneous adjusment) yang membawa perekonomian kembali pada kondisi keseimbangan yang baru secara keseluruhan. Model General Trade Analysis Project Model GTAP adalah suatu model yang menggunakan CGE sebagai alat analisis dan secara gamblang dijelaskan oleh Hertel dan Tsigas (1997) dan Oktaviani (2008). Pada dasarnya model GTAP sama saja dengan model CGE nasional. Baik model GTAP ataupun model CGE sama-sama menggunakan konsep-konsep dasar arus pengeluaran dan pembelian antar pelaku ekonomi. Keduanya merupakan model struktural yang dibangun dengan dasar teori-teori mikroekonomi yang menjelaskan lebih detil perilaku-perilaku di masing-masing agen ekonomi (behavioral equations). Perbedaan utama antara model CGE nasional dan model GTAP terletak pada cakupan wilayah. Pada model CGE, interaksi antara agen-agen yang berbeda berlangsung hanya dalam satu negara atau wilayah, sedangkan di dalam model GTAP interaksi antara agen-agen berlangsung antar negara/wilayah. Selain itu, GTAP juga mencakup transportasi global dan mobilitas investasi. Dengan demikian, model GTAP mampu menjelaskan dampak kebijakan antar negara, sementara dalam model CGE terbatas hanya dalam satu wilayah atau negara saja. IV. METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan data sekunder yang sebagian besar berasal dari database General Trade Alayisis Project (GTAP) versi 6.2. Alat analisis utama yang digunakan adalah CGE dengan model multinegara. Keunggulan utama dari model ini adalah karena ia bisa digunakan untuk melihat dampak dari suatu kebijakan terhadap perekonomian banyak negara secara sekaligus dan secara lebih rinci. Untuk menyederhanakan pembahasan dilakukan pengelompokan dan pemisahan terhadap negara/wilayah dan sektor yang dikenal dengan istilah disagregasi dan agregasi. Dalam penelitian ini negara diagregasi menjadi tiga belas, empat wilayah merepresentasikan negara maju yaitu Australia & Selandia Baru, Jepang, Amerika Serikat, dan Uni Eropa dan sembilan wilayah merepresentasikan negara berkembang. Sementara itu, komoditi diagregasi menjadi tujuh bela sektor komoditi. Simulasi kebijakan dilakukan sebagai berikut: : Pertama, dengan cara menghapus segala tarif dan subsidi ekspor serta dukungan domestik yang selama ini diberlakukan oleh negara maju dan berkembang. Kedua Pemberlakuan tarif untuk produk khusus dan berbeda (SP&D) dengan ambang batas tertinggi yang telah disepakati oleh Indonesia dan WTO. 3
4 4 Program GTAP Agg Data GTAP 6.2 Proses agregasi dan disagregasi negara & sektor Data Dasar (.HAR) Studi literatur Main Mode File (.TAB) Experiment (.EXP) Cek Persentase dukungan domestik subsidi ekspor akses pasar Buat Shock Eksekusi RunGTAP Penghapusan semua hambatan perdagangan Hasil Simulasi PDB rill Keragaan output Keragaan impor Keragaan ekspor Gambar 1. Diagram Alur Penelitian V. HASIL PENELITIAN 5.1. Peta Perdagangan Negara-Negara Di Dunia Perekonomian dunia masih dikuasai oleh negara maju dengan tiga pelaku utama yaitu Amerika Serikat, Uni Eropa, dan Jepang. Amerika Serikat adalah pasar potensial bagi sebagian besar negara-negara/wilayah di dunia. Indikasi ini terlihat dari posisi negara itu sebagai negara tujuan utama ekspor oleh 7 dari 13 wilayah penelitian. Negara-negara tersebut adalah Cina, Jepang, Malaysia, Philipina, negara-negara ASEAN diluar ASEAN5, Uni Eropa, dan ROW. Namun demikian ternyata Amerika Serikat bukanlah pemasok utama kebutuhan dunia. Dari 13 agregasi sektor, tujuh negara/wilayah ternyata mengimpor sebagian besar kebutuhan mereka dari Uni Eropa. Negara-negara tersebut adalah Australia & Selandia Baru, Jepang, Cina, Indonesia, Vietnam, G33, dan ROW. Kondisi ini terjadi karena Uni Eropa memiliki pangsa pasar yang besar, penduduk yang banyak, dan merupakan suatu wilayah yang terdiri dari banyak negara. Jika dirinci berdasarkan negara maka pemasok kebutuhan dunia terbesar adalah Jepang yang diindikasikan oleh terdapatnya 6 dari 13 negara yang memasok sebagian besar impornya dari Jepang. Peta aliran pedagangan juga menunjukkan bahwa sebagian besar komoditi pertanian diekspor oleh negara maju. Dua besar negara yang mendominasi perekonomian dunia berturutturut adalah Uni Eropa dan Amerika Serikat. Indikasi ini ternyata bertolak belakang dengan pandangan yang selama ini menyatakan bahwa negara berkembang adalah mengekspor komoditi pertanian. Faktor penyebabnya adalah masih tingginya dukungan domestik dan subsidi oleh negara maju terhadap produk mereka. Tabel 1. Kontribusi Ekspor Negara/wilayah di Dunia Dirinci Berdasarkan Kelompok Komoditi VXMD Pertanian dan Olahan 16 Mnfcs 17 Svces Total ANZ 40503,76 4, ,56 0, ,41 1, ,73 1,32
5 Cina 21247,03 2, ,22 6, ,54 1, ,81 5,50 Jepang 3819,99 0, ,78 8, ,49 3, ,25 6,57 ASEAN 56226,94 6, ,24 6, ,07 5, ,28 6,48 USA 64918,30 7, ,50 12, ,27 17, ,06 12,89 Uni Eropa ,16 24, ,25 37, ,03 40, ,50 36,46 G ,15 4, ,22 5, ,78 3, ,16 4,79 ROW ,52 49, ,75 21, ,13 26, ,38 26,00 Total ,89 100, ,50 100, ,75 100, ,00 100,0 0 Sumber: Database GTAP 6.2 (diolah) Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa hanya Uni Eropa yang melangsungkan sebagian besar aktivitas perdagangannya dalam wilayah regional mereka, sedangkan wilayah lainnya sebagian besar aktivitas perdagangannya berlangsung di luar wilayah regional. Tabel 2. Kontribusi Perdagangan di Dalam dan di Luar Wilayah Negara ASEAN ANZ othnafta EastAsia Jepang 6 USA UE ROW ASEAN 18,29 2,12 2,20 16,01 12,40 19,13 19,06 10,79 ANZ 9,68 5,78 2,91 17,72 17,12 12,24 18,66 15,89 othnafta 1,03 0,45 1,95 2,81 2,43 76,02 8,81 6,51 EastAsia 7,75 1,59 3,18 19,30 11,97 25,72 18,53 11,97 Japan 12,84 2,06 3,27 25,24 0,00 27,49 18,00 11,11 USA 5,81 1,81 26,52 10,32 8,18 0,00 29,32 18,04 EU15 2,48 0,90 2,36 4,30 3,10 11,52 54,49 20,87 ROW 3,36 0,65 2,20 7,02 5,45 16,46 38,31 26,54 Total 5,40 1,24 5,53 9,56 5,78 18,21 35,99 18,28 Sumber: Database GTAP 6.2 (diolah) 5.2. Dampak Penghapusan Hambatan Perdagangan Dampak penghapusan hambatan perdagangan disajikan pada Tabel 3 sampai dengan Tabel 7. Seperti terlihat pada Tabel 3, hampir semua negara yang sebelumnya menerapkan dukungan domestik mengalami penurunan output. Hal yang sama juga terlihat pada negara yang mengenakan subsidi ekspor, setelah subsidi dihapus maka ekspor komoditi tersebut mengalami penurunan. Dampak yang sama juga terlihat pada negara yang sebelumnya mengenakan tarif impor. Semua komoditi yang sebelumnya dikenakan tarif impor mengalami peningkatan setelah tarif tersebut dihapus. Tidak menurunnya produksi jagung dan ternak Amerika Serikat dikarenakan adanya permintaan impor yang cukup besar dari beberapa negara partner dagang utamanya. Peningkatan produksi jagung Amerika Serikat 2,01 persen (Tabel 4) bukan disebabkan oleh adanya peningkatan permintaan di dalam negeri, tapi diperkirakan disebabkan oleh adanya peningkatan impor yang cukup besar dari negara-negara partner dagang seperti EU yang produksi dalam negerinya menurun 6,23 persen sehingga impor mereka meningkat sebesar 0,02 persen, Cina 37,86 persen, Thailand 94,09 persen, Australia dan Selandia Baru 15,84 persen dan permintaan dari negara Asean yang rata-rata meningkat diatas 10 persen. Demikian juga produksi ternak Amerika yang mengalami peningkatan output yang meningkat 1,96 persen, diperkirakan untuk memenuhi permintaan dari Jepang, Cina, dan negara-negara ASEAN. Sementara itu impor gandum Amerika Serikat yang menurun diperkirakan disebabkan oleh karena kebutuhan dalam negerinya dipenuhi dari output dalam negeri dan ekspor mereka juga menurun. Kenaikan ekspor G33 yang terjadi meskipun subsidi ekspornya dihapus, diperkirakan karena subsidi ekspor mereka yang kecil tidak terlalu terlalu berdampak pada komoditi itu, apalagi negara maju mengalami penghapusan subsidi yang jauh lebih besar. 5
6 6 Tabel 3. Dampak Penghapusan Hambatan Perdagangan Terhadap Output, Ekspor, dan Impor Sebelum Kebijakan Setelah Kebijakan Negara Dukungan Domestik Subsidi ekspor Tarif impor Output turun Ekspor turun Impor naik Australia & Gandum Tidak ada Semua naik turun semua Selandia Baru Cina Tidak ada Tidak ada Semua Ya Kecuali padi dan kapas Jepang Padi Tidak ada Semua Ya Kecuali jagung dan horti Indonesia Tidak ada Tidak ada Semua Semua Malaysia Tidak ada Tidak ada Semua Semua Philipina Tidak ada Tidak ada Semua Semua Thailand Tidak ada Tidak ada Semua Semua Vietnam Tidak ada Tdk ada Semua Kecuali gandum ASEAN Tidak ada Tidak ada Semua Semua lainnya Amerika Serikat Ya Semua Uni Eropa Kelompok G33 Negara-negara di luar kelompok diatas Padi, gandum, jagung, horti, kedele, gula, kapas, ternak, susu Gandum, jagung, horti, kedele,gula, kapas, ternak, susu Padi, gandum, jagung, horti, kedele, kapas Padi, gandum, jagung Susu Semua Ya (kecuali jagung dan ternak) Padi, gandum, jagung, horti, gula, ternak, susu Horti, gula, ternak, minyak nabati, dan makanan Semua Ya Padi, jagung, horti, gula, ternak, susu Semua Ya Kecuali kapas Tidak Ya (kecuali gandum) Semua Semua Ya Semua Walau ada sektor yang meningkat meski dukungan domestiknya dihapus, namun peningkatan itu diduga karena dukungan domestik yang diberikan oleh negara nilainya relatif lebih kecil bila dibandingkan dengan dukungan domestik yang dilakukan oleh negara lain. Sebagai contoh, output gandum Australia dan New Zealand tetap meningkat walaupun
7 dukungan domestik terhadap sektor ini dihapus oleh kedua negara ini. Bila dilihat dari nilai dukungan domestik yang diberikan oleh kedua negara ini, nilainya jauh lebih kecil bila dibandingkan yang diberikan oleh negara maju lainnya. Berdasarkan gambaran tersebut maka dapat diduga bahwa meskipun Australia dan New Zealand juga menghapus dukungan domestik, namun penghapusan tersebut tidak menurunkan gairah petani gandum mereka karena negara maju lainnya juga menghapus dukungan domestik dengan nilai yang relatif lebih besar. Kejadian yang sama diduga juga berlaku untuk sektor hortikultura di Jepang yang outputnya tetap meningkat walaupun dukungan domestik untuk sektor ini dihapus, begitu pula yang terjadi di negara/wilayah lain. Pembuktian terhadap dampak negatif dari penghapusan hambatan perdagangan terhadap output domestik dapat juga dilihat pada negara/wilayah Uni Eropa. Dari 8 sektor yang subsidi outputnya dihapus oleh Uni Eropa, semuanya menunjukkan perubahan output yang negatif. Keadaan yang sama juga terjadi pada negara Amerika Serikat (kecuali pada sektor jagung). Secara rinci berikut ini akan diuraikan dampak penghapusan hambatan perdagangan terhadap nilai output domestik di masing-masing negara. Berdasarkan Tabel ini dapat dijelaskan bahwa Uni Eropa merupakan Negara yang nilai outputnya mengalami penurunan hampir di semua sektor. Dari 17 sektor, sebanyak 13 sektor nilai outputnya menurun. Penurunan nilai output terbesar pada Uni Eropa terjadi pada sektor padi 71,35%, diikuti oleh penurunan output pada sektor gula dan sektor kapas masing-masing 36,39% dan 33,65%. Selain sektor diatas, kedelai juga merupakan sektor yang outputnya menurun cukup besar yaitu 2,98%. Dari hasil simulasi dapat dilihat bahwa ada 4 sektor yang menunjukkan peningkatan output meski secara persentase peningkatannya relatif kecil bahkan dibawah 1%. Jepang adalah negara maju terbesar kedua yang mengalami penurunan output baik dilihat dari persentase maupun dari jumlah sektor yang mengalami penurunan. Sektor yang mengalami penurunan terbesar adalah gandumpadi 100,69%, diikuti oleh jagung 29,34%, ternak 24,06%, dan gula 20,06%. Amerika Serikat juga termasuk negara maju yang mengalami penurunan output pada sebagian besar sektor. Dari 17 sektor, 12 diantaranya mengalami penurunan output dengan penurunan terbesar terjadi pada sektor padi 17,35%, Kedele 5,96%, gula 3,07% dan minyak nabati 2,05%. Beberapa sektor lainnya walaupun outputnya menurun namun masih berada dibawah 2%. Dari 17 sektor tersebut, terdapat juga sektor yang mengalami peningkatan output yaitu jagung 2,01%, ternak 1,96% serta perikanan 0,01%. Australia dan New Zealand adalah negara yang paling banyak mengalami peningkatan output setelah penghapusan hambatan perdagangan. Dari 17 sektor agregasi, hanya ada 3 sektor yang outputnya menurun dan itupun bukan produk pertanian. Ketiga sektor yang outputnya menurun tersebut adalah manufaktur, kehutanan, dan sektor primer lainnya, sementara sektor yang outputnya meningkat paling besar adalah susu 39,14%, gula 13,17%, jagung 8,74% serta padi 8,54%. Penurunan output juga terjadi pada negara berkembang. Cina memperlihatkan penurunan output di 14 sektor dan hanya 3 sektor yang menunjukkan peningkatan output yakni padi dan perikanan masing-masing 7,15% dan 1,68%. Penurunan output terbesar terjadi pada sektor kedele 29,62% dan sektor pertanian lainnya 13,01%. Di kawasan Asean, hampir semua negara mengalami penurunan output komoditi pertanian. Indonesia mengalami penurunan output pada sektor padi 3,17% dan gula 2,78%, sektor pertanian lainnya 2,50%, kehutanan 2,25% serta sektor primer lainnya sementara sektor lainnya 2,37%. Namun demikian, penurunan disektor tersebut diatas dimbangi pula oleh kenaikan output di sektor gandum, kedelai, dan minyak nabati. Secara persentase kenaikan output terbesar terjadi pada sektor kedelai 16,94%. Peningkatan ini cukup menguntungkan 7
8 mengingat kedelai adalah bahan utama industri produk makanan dan seringkali langka di pasar karena permintaan yang cenderung meningkat. Sektor kedua yang juga cukup signifinan meningkat outputnya adalah gandum 12,03%, diikuti oleh minyak nabati 11,74%. Peningkatan ini cukup baik mengingat Indonesia adalah salah satu negara yang mengkonsumsi gandum dalam jumlah yang cukup besar untuk kebutuhan industri makanan. Indonesia juga merupakan produsen minyak nabati terbesar di dunia yaitu produk-produk yang berasal dari minyak sawit. Negara Asean yang menunjukkan kenaikan output pada sebagian besar sektornya adalah Malaysia. Dari 17 sektor agregasi, 11 sektor outputnya meningkat dan hanya 6 sektor yang menurun. Sektor yang outputnya meningkat paling besar adalah Gandum 194,93%. Sektor kedua yang meningkat sangat signifikan adalah minyak nabati 84,3%. Sebaliknya, penurunan output di Malaysia tersebar di banyak sektor yang antara lain adalah hortikultura 5,88%, sektor primer lainnya 8,18% dan makanan 7,73% serta selebihnya adalah sektor pertanian lainnya. Thailand adalah negara yang cukup banyak mengalami penurunan output sebagai dampak dari penghapusan hambatan perdagangan yakni sebanyak 9 sektor. Namun demikian, sektor padi yang selama ini juga merupakan sektor yang selalu memberikan kontribusi dari ekspor mengalami peningkatan 16,63%. Sektor lain yang menunjukkan peningkatan adalah sektor susu dan ternak masing-masing sebesar 7,44% dan 0,93%. Dari 9 sektor yang outputnya menurun, sektor gandum dan kapas adalah sektor pertanian yang paling besar persentase penurunannya di Thailand yakni masing-masing 16,11% dan 13,89%. Vietnam adalah negara yang mengalami perubahan nilai output yang cukup beragam sebagai dampak dari penghapusan hambatan perdagangan. Negara ini mengalami penurunan output terbesar pada sektor minyak nabati 32,81%. Penurunan output pada sektor pertanian lainnya terjadi pada, susu 13,48%, kedelai 10,59%, dan selebihnya adalah sektor pertanian lainnya. Tidak jauh berbeda dengan negara/wilayah lain, Output G33 juga menurun pada sebagian sektor ekonominya. Dari 17 agregasi sektor, 9 sektor yang outputnya menurun dan hanya 8 sektor yang meningkat. Namun demikian bila dilihat dari persentase, angka peningkatan output jauh lebih kecil dibanding angka penurunan output. Seperti terlihat pada tabel 5.2, penurunan output terbesar terjadi pada sektor padi 54,95%. Output sektor lainnya yang juga menunjukkan penurunan adalah kedelai 52,44%, minyak nabati 25,50% dan sektor primer lainnya 22,48% Dampak Penghapusan Hambatan Perdagangan Terhadap Ekspor Hasil simulasi (Tabel 5) menjawab pertanyaan tentang dampak penghapusan hambatan perdagangan terhadap keragaan ekspor negara/wilayah. Hampir semua sektor yang mengalami penghapusan hambatan perdagangan berupa subsidi ekspor berdampak pada menurunnya ekspor negara yang bersangkutan. Walau ada sektor yang meningkat meski subsidi ekspornya dihapus, namun subsidi ekspor tersebut nilainya relatif kecil dan bahkan jauh relatif lebih kecil dibandingkan dengan subsidi ekspor yang diberikan oleh negara-negara lainnya. Sebagai contoh ekspor gula oleh G33 tetap saja mengalami peningkatan meski subsidi ekspor ini dihapus oleh negara/wilayah tersebut. Tabel 5. Dampak Penghapusan Hambatan Perdagangan terhadap Ekspor (%) Sektor/Negara ANZ Chn Jpn Idn Mys Phl Tha Vnm Xse USA EU G33 Padi 66, ,1 32,31-246,19 78,33-208,11 91,95 71,19 6,72-18,9-91,2 241,81 Gandum -15,69 2,59-285,52-7,2 508,3 89,17-24,89 28,94 66,02-1,73 20,77 27,96 Jagung 42,74 98,68 62,17 1,82 28,72 3,29-3,65-5,08-10,17 13,92-8,97 7,78 Horti 2,72 78,12 73,31 34,88 8,46 4,44 7,65 22,13 29,4-7,59-8,49 12,05 Kedelai 8,35 582,96-34,13 46,84 24,27 39,86 30,88 70,47 16, ,91 209,54 Gula 111,4 56,02 996,23 40,11-22,65 211,37 131,84 761,98 38,93-0,24-83,51 97,85 8
9 Kapas -0,19 8,4 99,34 16,64 1,25 22,05 27,54 30,01 1,52-0,23-48,64 25,57 Ternak 5,68-12,89 77,98 166,26 65,72 47,61 27,23-5,17 12,79 65,17-22,49 230,13 Susu 156,3 51,68 249,59 86,61 67,6 100,47 188,41 441, ,37 105,26-27,86 189,15 OthAgr -36,86 9,68 123,19-5,43 2,79 60,77-6,78-6,35-6,07 34,75 11,82 69,8 Kehutanan -3,2 6,95 15,98 19,69 2,31 8,73 7,83 23,23 4,87 0,77 1,92 1,29 Perikanan 2,13 7,15 17,59 7,34-0,77 1,2 14,05 11,42 9,82 3,47-0,67 6,77 MykNab 35,25 29,09 9,57 93,1 107,91 15,2 38, ,14-37, ,75 Food 10,73 12,73 29,36 2,41 28,54 17,67 16,05-0,85 40,22 17,46 5,59 34,31 OthPrim 2,08 3,18 22,89 2,01 11,91 15,16 10,33 1,84-0,35-2,49 1,03 35,83 Mnfcs -11,74-2,35 2,02-3,37-4,02 1,81-3,98 0,36-2,35-0,68 1,1 1,54 Svces -6,97-0,68 2,36-1,39-2,18 1,41-2,41 1,28-0,53 0,08 1,41 0,67 Beberapa faktor yang diduga menjadi penyebab tidak terpengaruhnya ekspor G33 antara lain adalah: Pertama, nilai subsidi ekspor yang sebelumnya pernah diberikan oleh negara tersebut relatif lebih kecil dibanding subsidi ekspor yang diberikan oleh negara lain terhadap produk yang sama (Tabel 6), sehingga penghapusan subsidi ekspor oleh G33 tidak terlalu berdampak terhadap penurunan daya saing sektor bersangkutan di pasar internasional. Kedua, G33 adalah wilayah yang terdiri dari banyak negara. Oleh karena itu, penurunan ekspor diantara salah satu anggota G33 ditutupi oleh peningkatan ekspor yang lebih besar dari negara G33 yang lain. Tabel 6. Dampak Penghapusan Hambatan Perdagangan terhadap Ekspor Negara G33 (%) 9 Sektor/Negara turki peru ASEAN Ugan Lka India Madag Korea EU G33 ROW Total 1 Padi , ,35 2 Gandum , ,2 3 Jagung ,1 0 0,02 434,11 4 Horti 4, , ,38 132,81 5 Kedelai Gula 18, ,45 0 0,4 796,54 7 Kapas ,23 3,23 8 Ternak ,68 0 1,23 948,91 9 Unggas 3, ,36 48,18 0 0,42 55,82 10 Susu -3 1, , , ,55 431,11 11 OthAgric ,23 0,23 12 MykNab 27, ,52 13 Food 18, ,22 0 0,9 48,74 14 OthPrim -9,61-28,37-0,1 2,52 65, ,74-3,83 18,11 15 Mnfcs -20,45-23,34-2,57 0,33-39,05-3,98-2,45-1,3 0-4,76-2,9-100,47 16 Svces Total 39,93-50,3-2,67 2,85 32,78-3,98-2,45 98, ,75-12,5 33, ,2 Berikut ini akan diuraikan secara lebih rinci mengenai dampak penghapusan perdagangan terhadap keragaan ekspor di setiap negara/wilayah. Tabel 5 memperlihatkan bahwa semua sektor (kecuali gandum) yang sebelumnya diberikan subsidi ekspor oleh Uni Eropa menunjukkan penurunan ekspor. Sektor-sektor yang mengalami penurunan ekspor di negara/wilayah tersebut masing masing padi 91,2%, jagung 8,97%, horti 8,49%, kedelai 41,91%, gula 83,51%, kapas 48,64%, ternak 22,49%, dan susu 27,86%. Namun demikian kondisi ini tidak terjadi pada Amerika Serikat. Meskipun negara ini sebelumnya mengenakan subsidi ekspor terhadap produk susunya, penghapusan subsdidi ekspor dan hambatan perdagangan lainnya ternyata justru meningkatkan ekspor susunya ke negara lain. Hasil simulasi ini sekaligus mempertegas dugaan bahwa subsidi ekspor yang sebelumnya diberikan oleh suatu negara/wilayah namun bila relatif lebih kecil dibandingkan yang diberikan oleh
10 negara/wilayah lain ternyata tidak selalu berdampak negatif terhadap sektor ekspor yang sebelumnya bersubisidi tersebut. Berdasarkan data, subsidi ekspor yang diberikan oleh Amerika Serikat terhadap sektor susu mereka memang relatif lebih kecil dibandingkan dengan subsidi ekspor yang diberikan oleh Uni Eropa terhadap sektor yang sama. Atas dasar ini maka sektor susu Amerika Serikat tetap meningkat walaupun subsidi ekspornya dihapus Dampak Penghapusan Hambatan Perdagangan Terhadap Impor Hasil simulasi (Tabel 7) menjawab pertanyaan tentang dampak penghapusan hambatan perdagangan berupa penghapusan tarif impor oleh semua negara/wilayah terhadap impor masing-masing negara/wilayah. Sebagaimana ditampilkan pada Tabel 6 bahwa hampir semua sektor yang mengalami penghapusan hambatan perdagangan berupa penghapusan tarif impor (sebagai proksi dari pembukaan akses pasar) mengalami peningkatan volume impor. Hasil simulasi ini membuktikan teori perdagangan yang menyatakan bahwa penghapusan tarif akan berdampak terhadap peningkatan impor oleh negara yang melakukan penghapusan tarif tersebut. Tabel 7. Dampak Penghapusan Hambatan Perdagangan terhadap Impor (%) viwcif ANZ Chn Jpn Idn Mys Phl Tha Vnm Xse USA EU G33 ROW Padi 14,27-14, ,21 94,95 4,55 181,47 147,36 60,77 12,03 122,43 41, ,55 35,35 Gandum 13,48 6,7 6,99 2,41 23,31 3,51 4,55-5,75 6,77 10,31-0,72 40,24 28,49 Jagung 15,84 37,86-2, ,08 26,91 69,35 4,84 8,4 9,36 0,22 84,31 16,6 Horti 10,66 50,23-13,83 9,64 9,42 11,07 94,09 40,95 10,06 5,61 4,51 74,99 15,26 Kedelai 17,53 60,7 8,84 9,86 40,02 8,74 18,38 22,84 9,99 73,86 22,13 742,31 3,67 Gula 28,67 24,79 218,69 46,64 11,99 118,41 107,9 79,44 10,44 74,89 177,07 18,68 68,34 Kapas 9,2-1,24 0,89 0,51 18,75 1,34 1,33 3,65 5,57 7,8 3,7 2,78 1,73 Ternak 7,28 36,03 62,96 17,86 19,09 44,59 16,71 18,41 4,25 5,12 15,81 30,4 39,47 Susu 16,4 52,93 171,53 6,22 15,78 7,85 21, ,54 35,71 13,22 45,81 43,13 OthAgr 12,87 24,5-25,95 15,42 4,67 18,62 91,54 9,31 1,22 8,32 1,07 69,79 31,14 Kehutanan 2,36 0,82 0,65-0,4-3,19 2,09-0,31 2,55 1,04-0,13-0,42 12,75 5,46 Perikanan 5,02 21,49 5,05 4,81 22,1 5,26 64,42-0,94 5,44 0,98-0,07 25,41 3,59 MykNab 9,65 6,11 19,58 19,02 71,29 20,96 61,36 26,02 11,56 30,29 27,23 87,6 38,26 Food 13 38,56 10,05 16,46 17,88 7,17 44,92 51,43 13,65 5,21 1,85 19,34 22,78 OthPrim 11,81-0,87 0,84 0,23 14,33 4,29-3,17 32,06-1,88-0,38 0,66 15,31 6,3 Mnfcs 3,61 0,54-0,8-0,35-0,86 0,93-0,73 0-0,72 0,15-0,2 0,97 0,05 Svces 5,61 0,78-0,58 0,67 1,42-0,1 1,64-0,7 0,8 0,17-0,5 1,88 0,2 Walaupun ada beberapa sektor di beberapa negara yang mengalami penurunan impor, namun penurunan tersebut diduga disebabkan oleh output dalam negerinya meningkat. Contoh sektor yang mengalami penurunan impor adalah padi di Cina. Penurunan impor yang terjadi pada sektor padi di Cina ini karena konsumsi domestik dapat dipenuhi oleh output yang dihasilkan oleh Cina sendiri. Seperti terlihat pada Tabel 4, produksi padi di Cina meningkat sebesar 7,15% sebagai dampak penghapusan perdagangan. Cina bahkan mengekspor sebagian dari padi yang di produksi domestik ke luar negeri yang terlihat dengan peningkatan ekspor padi Cina, demikian juga yang terjadi untuk sektor kapas (Tabel 5). Kasus yang sama juga terjadi untuk sektor gandum yang tidak mengalami peningkatan impor di Vietnam meskipun tarif impor adalah nol. Penurunan impor juga dikarenakan output
11 dalam negerinya yang meningkat sehingga sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Kasus yang berbeda terjadi untuk negara/wilayah Eropa. Seperti ditunjukkan pada Tabel 5 yang impor sektor gandumnya menurun walaupun produksi dalam negeri atau outputnya menurun. Penurunan impor ini dikarenakan Eropa menurunkan ekspor gandumnya untuk mencukupi kebutuhan dalam negeri/domestik. Berikut ini akan diuraikan secara lebih rinci mengenai dampak penghapusan perdagangan terhadap keragaan impor di setiap negara/wilayah. Tabel 7 memperlihatkan bahwa semua sektor (kecuali gandum) yang sebelumnya dikenakan tarif impor mengalami peningkatan impor setelah tarif impornya dihapus. Australia dan New Zealand mengalami peningkatan impor pada seluruh sektor. Peningkatan terbesar terjadi pada sektor gula 28,67%, dikuti oleh kedele, jagung, dan gandum masing-masing 17,53%, 15,84%, dan 13,48%. Sekilas nampak bahwa penghapusan hambatan perdagangan telah menyebabkan pasar domestik negara ini mengalami serbuan impor. Serbuan impor ini setidak-tidaknya bisa terjadi dikarenakan dua faktor. Pertama, produk sejenis yang diproduksi dalam negeri kalah bersaing dengan produk yang masuk dari luar negeri. Kedua, produk yang diimpor tersebut berbeda baik dari segi kualitas, jenis, maupun rasa, sehingga produk tersebut diimpor dari luar negeri. Dengan demikian suatu negara bisa saja menjadi pengimpor sekaligus pengekspor produk yang sama namun dengan motif, bentuk, jenis dan rasa yang berbeda. Berpijak dari argumen tersebut diatas, maka dapat dimaknai bahwa peningkatan impor untuk kasus-kasus tertentu tidak sepenuhnya disebabkan oleh penurunan daya saing produk dalam negeri. Peningkatan impor bisa juga disebabkan oleh karena permintaan dalam negeri yang beraneka ragam dan kebutuhan tersebut bisa didatangkan dari luar negeri Dampak Penghapusan Hambatan Perdagangan Terhadap PDB Dampak penghapusan hambatan perdagangan terhadap PDB dapat dilihat pada Tabel 8. Berdasarkan tabel tersebut terlihat bahwa dari 13 negara/wilayah, hanya Australia & Selandia Baru dan Indonesia yang PDB Riil-nya menurun namun dengan angka yang relatif tidak signifikan (dibawah 0,05 persen). Tabel 8. Dampak Penghapusan Hambatan Perdagangan Terhadap PDB Negara PDB Riil(%) ANZ -0,03 Chn 0,02 Jpn 0,6 Idn -0,03 Mys 0,35 Phl 0,33 Tha 0,16 Vnm 0,46 Xse 0,12 USA 0 EU 0,12 G33 1,76 ROW 0,06 11
12 VI. KESIMPULAN 6.1. Kesimpulan 1. Tingkat ketergantungan negara-negara terhadap tiga negara maju terutama Amerika Serikat, Uni Eropa, dan Jepang masih tinggi yang ditandai oleh sebagian besar negara melakukan aktifitas perdagangan dengan negara/wilayah ini dan relatif kecilnya aktivitas perdagangan dalam wilayah regional masing-masing. 2. Liberalisasi perdagangan dengan cara menghapus semua hambatan perdagangan berdampak kinerja beberapa indikator ekonomi negara anggota. 3. Indonesia adalah satu diantara dua negara yang mengalami penurunan PDB sebagai akibat dari penghapusan semua hambatan perdagangan Saran 1. Diperlukan upaya dan terobosan dari negara berkembang untuk meningkatkan daya saingnya sehingga komoditi negara berkembang juga mampu bersaing dengan negara maju. Kebijakan tersebut bisa dilakukan antara lain dengan menuntut akses pasar yang lebih besar bagi komoditi mereka untuk memasuki pasar negara maju. 2. Mengingat penghapusan hambatan perdagangan dapat berdampak positif kepada hampir semua negara, maka diperlukan upaya untuk mendesak negara maju agar dapat mempercepat proses penghapusan semua dukungan baik itu dukungan domestik maupun subsidi ekspor, sehinga perdagangan internasional bisa berjalan secara fair. 3. Indonesia perlu berkosentrasi pada produk-produk yang memiliki daya saing dan berdampak positif ketika semua hambatan perdagangan dihapuskan. DAFTAR PUSTAKA Hakim, D.B The Implication of the ASEAN Free Trade Area (AFTA) on Agricultural Trade: A Recursive Dynamic General Equilibrium Analysis. PhD Dissertation. Institut fur Agroeconomic Georg-August-Universitat Gottingen, Gottingen. Heller, P.S. and M. Porter Exports and Growth: An Empirical Reinvestigation. Journal of Development Economics, 5 (7): Hertel, T.W. and M.E. Tsigas, Structure of GTAP. In Global Trade Analysis: Modeling and Applications. (Hertel, T.W Edited). Cambridge University Press, Cambridge. Krugman, P. R. and M. Obstfeld International Economics: Theory and Policy. Fifth Edition. Addison-Wesley Publishing Company, Boston. López, C. and P. Penélope The Impact of Trade Liberalisation on Exports, Imports, the Balance of Payments and Growth: the Case of Mexico. Department of Economics, University of Kent, Canterbury. McKibbin, W.J. and W.T. Woo The Consequences of China s WTO Accession on its Neighbors, Working Paper No. 2003/17. Division of Economics. Research School of Pacific and Asian Studies. The Australian National University, Canbera. Oktaviani, R The Impact of Trade Liberalization on Indonesian Economy and Its Agricultural Sector. PhD Thesis. Department of Agricultural Economics, University of Sydney, Sydney., dan E. PuspitaT, Model GTAP dan Aplikasinya, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
13 Paulino A.S. and A.P. Thirlwall The Impact of Trade Liberalisation On Exports, Imports and The Balance of Payments of Developing Countries. The Economic Journal, 114 (02): F50 F72. Salvatore, D International Economics. Fifth Edition, Prentice Hall, New Jersey. Sarkar, P Is There Any Impact of Trade Liberalisation on Growth? Experiences of India and Korea. Economics Department. Jadavpur University, Kolkata. Soedarsono Pengantar Ekonomi Mikro. Lembaga Penelitian Pendidikan dan Penerangan Ekonomi (LP3ES), Jakarta. Walsh, K., M. Brockmeier and A. Matthews Implications of Domestic Support Disciplines for Further Agricultural Trade Liberalization. IIIS Discussion Paper 99 (10) : World Bank World Development Indicator Base, Washington, D.C. 13
Keywords: WTO, international trade, GTAP model
DAMPAK PENGHAPUSAN HAMBATAN PERDAGANGAN SEKTOR PERTANIAN TERHADAP KINERJA EKONOMI NEGARA MAJU DAN BERKEMBANG 1 (The Impact of Agricultural Trade Liberalization on the Developed and Developing Countries
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. mengalami perubahan relatif pesat. Beberapa perubahan tersebut ditandai oleh: (1)
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam dua dasawarsa terakhir perkembangan perekonomian dunia telah mengalami perubahan relatif pesat. Beberapa perubahan tersebut ditandai oleh: (1) mulai bergesernya
Lebih terperinciJr.Ao/l**l*,Wq. v ii DAMPAK PENGHAPUSAN HAM BATAN PERDAGANGAN SEKTOR PERTANIAN TERHADAP KINERJA EKONOMI NEGARA MAIU DAN BERKEMBANG
Jr.Ao/l**l*,Wq DAMPAK PENGHAPUSAN HAM BATAN PERDAGANGAN SEKTOR PERTANIAN TERHADAP KINERJA EKONOMI NEGARA MAIU DAN BERKEMBANG (The Impact of Agricultunl Tmde Libemlizatbn on the Developed and Deve lo pin
Lebih terperinciDAMPAK PENGHAPUSAN TARIF OLEH NEGARA-NEGARA ANGGOTA WTO TERHADAP PERMINTAAN TENAGA KERJA DI INDONESIA
DAMPAK PENGHAPUSAN TARIF OLEH NEGARA-NEGARA ANGGOTA WTO TERHADAP PERMINTAAN TENAGA KERJA DI INDONESIA (The Impact of Tarif Elimination by WTO s Members on the Indonesian Labour) Haryadi Doktor Ilmu Ekonomi,
Lebih terperinciDAMPAK KENAIKAN HARGA MINYAK SAWIT INTERNASIONAL TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA (SUATU MODEL COMPUTABLE GENERAL EQUILIBRIUM) Oleh :
DAMPAK KENAIKAN HARGA MINYAK SAWIT INTERNASIONAL TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA (SUATU MODEL COMPUTABLE GENERAL EQUILIBRIUM) Oleh : Cornelius Tjahjaprijadi 1 Latar Belakang Kelapa sawit merupakan
Lebih terperinciSILABUS. : Perdagangan Pertanian Nomor Kode/SKS : ESL 314 / 3(3-0)2
SILABUS Matakuliah : Pertanian Nomor Kode/SKS : ESL 314 / 3(3-0)2 Semester : 6 (enam) Deskripsi Singkat : Mata kuliah ini membahas konsep, teori, kebijakan dan kajian empiris perdagangan pertanian dan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Era globalisasi menuntut adanya keterbukaan ekonomi yang semakin luas dari setiap negara di dunia, baik keterbukaan dalam perdagangan luar negeri (trade openness) maupun
Lebih terperinciBAB VI DAMPAK ASEAN PLUS THREE FREE TRADE AREA TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA
81 BAB VI DAMPAK ASEAN PLUS THREE FREE TRADE AREA TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA Negara-negara yang tergabung dalam ASEAN bersama dengan Cina, Jepang dan Rep. Korea telah sepakat akan membentuk suatu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Menurut Tinbergen (1954), integrasi ekonomi merupakan penciptaan struktur
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut Tinbergen (1954), integrasi ekonomi merupakan penciptaan struktur perekonomian internasional yang lebih bebas dengan jalan menghapuskan semua hambatanhambatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perubahan sistem ekonomi dari perekonomian tertutup menjadi perekonomian
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Fenomensa globalisasi dalam bidang ekonomi mendorong perkembangan ekonomi yang semakin dinamis antar negara. Dengan adanya globalisasi, terjadi perubahan sistem ekonomi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara agraris karena memiliki kekayaan alam yang berlimpah, terutama di bidang sumber daya pertanian seperti lahan, varietas serta iklim yang
Lebih terperinciDAMPAK LIBERALISASI PERDAGANGAN PERTANIAN TERHADAP PEREKONOMIAN NEGARA MAJU DAN BERKEMBANG DISERTASI HARYADI
DAMPAK LIBERALISASI PERDAGANGAN PERTANIAN TERHADAP PEREKONOMIAN NEGARA MAJU DAN BERKEMBANG DISERTASI HARYADI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 SURAT PERNYATAAN Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. (AEC) merupakan salah satu bentuk realisasi integrasi ekonomi dimana ini
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) / ASEAN Economic Community (AEC) merupakan salah satu bentuk realisasi integrasi ekonomi dimana ini merupakan agenda utama negara
Lebih terperinciDAMPAK LIBERALISASI PERDAGANGAN PERTANIAN TERHADAP PEREKONOMIAN NEGARA MAJU DAN BERKEMBANG DISERTASI HARYADI
DAMPAK LIBERALISASI PERDAGANGAN PERTANIAN TERHADAP PEREKONOMIAN NEGARA MAJU DAN BERKEMBANG DISERTASI HARYADI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 SURAT PERNYATAAN Saya menyatakan dengan sebenarbenarnya
Lebih terperinciAdapun penulis menyadari beberapa kekurangan dari penelitian ini yang diharapkan dapat disempurnakan pada penelitian mendatang :
BAB 5 PENUTUP Berkembangnya regionalisme yang dipicu dari terbentuknya pasar Uni Eropa (UE) yang merupakan salah satu contoh integrasi ekonomi regional yang paling sukses, telah menarik negara-negara lain
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. setiap negara bertujuan agar posisi ekonomi negara tersebut di pasar internasional
BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Penelitian Negara-negara di seluruh dunia saat ini menyadari bahwa integrasi ekonomi memiliki peran penting dalam perdagangan. Integrasi dilakukan oleh setiap negara
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Tabel 1. Pertumbuhan Ekonomi Negara di Dunia Periode (%)
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pertumbuhan ekonomi di kawasan Asia pada periode 24 28 mulai menunjukkan perkembangan yang pesat. Kondisi ini sangat memengaruhi perekonomian dunia. Tabel 1 menunjukkan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Isu globalisasi sering diperbincangkan sejak awal tahun Globalisasi
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Isu globalisasi sering diperbincangkan sejak awal tahun 1980. Globalisasi selain memberikan dampak positif, juga memberikan dampak yang mengkhawatirkan bagi negara yang
Lebih terperinciPoppy Ismalina, M.Ec.Dev., Ph.D., Konsultan ILO
DAMPAK LIBERALISASI PERDAGANGAN PADA HUBUNGAN BILATERAL INDONESIA DAN TIGA NEGARA (CHINA, INDIA, DAN AUSTRALIA) TERHADAP KINERJA EKSPOR-IMPOR, OUTPUT NASIONAL DAN KESEMPATAN KERJA DI INDONESIA: ANALISIS
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. internasional untuk memasarkan produk suatu negara. Ekspor dapat diartikan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ekspor merupakan salah satu bagian penting dalam perdagangan internasional untuk memasarkan produk suatu negara. Ekspor dapat diartikan sebagai total penjualan barang
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Industri TPT merupakan penyumbang terbesar dalam perolehan devisa
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Industri TPT merupakan penyumbang terbesar dalam perolehan devisa Indonesia. Pada kurun tahun 1993-2006, industri TPT menyumbangkan 19.59 persen dari perolehan devisa
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. secara umum oleh tingkat laju pertumbuhan ekonominya. Mankiw (2003)
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan pembangunan ekonomi suatu negara dapat diukur dan digambarkan secara umum oleh tingkat laju pertumbuhan ekonominya. Mankiw (2003) menyatakan bahwa pertumbuhan
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata saat ini telah menjadi salah satu motor penggerak ekonomi dunia terutama dalam penerimaan devisa negara melalui konsumsi yang dilakukan turis asing terhadap
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Globalisasi menjadi sebuah wacana yang menarik untuk didiskusikan
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Globalisasi menjadi sebuah wacana yang menarik untuk didiskusikan dalam berbagai bidang, tak terkecuali dalam bidang ekonomi. Menurut Todaro dan Smith (2006), globalisasi
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. semakin penting sejak tahun 1990-an. Hal tersebut ditandai dengan. meningkatnya jumlah kesepakatan integrasi ekonomi, bersamaan dengan
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Integrasi suatu negara ke dalam kawasan integrasi ekonomi telah menarik perhatian banyak negara, terutama setelah Perang Dunia II dan menjadi semakin penting sejak tahun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pergerakan globalisasi perekonomian yang dewasa ini bergerak begitu
1 BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Masalah Pergerakan globalisasi perekonomian yang dewasa ini bergerak begitu cepat diiringi dengan derasnya arus globalisasi yang semakin berkembang maka hal ini
Lebih terperinciANALISIS EKONOMI DAMPAK MASYARAKAT EKONOMI ASEAN TERHADAP SEKTOR PERTANIAN INDONESIA
ANALISIS EKONOMI DAMPAK MASYARAKAT EKONOMI ASEAN TERHADAP SEKTOR PERTANIAN INDONESIA The Economic Impact Analysis of ASEAN Economic Community on Agricultural Sector in Indonesia Hermanto, Reni Kustiari,
Lebih terperinciSKENARIO USULAN PEMOTONGAN TARIF G-20 DAN DAMPAKNYA TERHADAP KOMODITAS PERTANIAN INDONESIA 2
SKENARIO USULAN PEMOTONGAN TARIF G-20 DAN DAMPAKNYA TERHADAP KOMODITAS PERTANIAN INDONESIA 2 1. Penjenjangan Tarif Bound Sampai saat ini telah banyak usulan tentang banyaknya jenjang dan batas nilai tarif
Lebih terperinciDAMPAK PENGHAPUSAN SUBSIDI EKSPOR PERTANIAN OLEH NEGARA MAJU TERHADAP KERAGAMAN PEREKONOMIAN NEGARA BERKEMBANG. Rahma Nurjanah
Halaman Tulisan Jurnal (Judul dan Abstraksi) DAMPAK PENGHAPUSAN SUBSIDI EKSPOR PERTANIAN OLEH NEGARA MAJU TERHADAP KERAGAMAN PEREKONOMIAN NEGARA BERKEMBANG Rahma Nurjanah Magister Ilmu Ekonomi, Ekonomi
Lebih terperinciBAB V ALIRAN PERDAGANGAN, KONDISI TARIF DAN PERFORMA EKSPOR INDONESIA DI PASAR ASEAN PLUS THREE
BAB V ALIRAN PERDAGANGAN, KONDISI TARIF DAN PERFORMA EKSPOR INDONESIA DI PASAR ASEAN PLUS THREE 5.1. Aliran Perdagangan dan Kondisi Tarif Antar Negara ASEAN Plus Three Sebelum menganalisis kinerja ekspor
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. dalam hal lapangan pekerjaan. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 1.
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian penduduknya bermata pencaharian di sektor pertanian. Menurut data BPS (2010), jumlah penduduk yang bekerja di sektor
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. penyediaan lapangan kerja, pemenuhan kebutuhan konsumsi dalam negeri, bahan
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan sumberdaya alam yang melimpah, terutama pada sektor pertanian. Sektor pertanian sangat berpengaruh bagi perkembangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. seluruh negara sebagian anggota masyarakat internasional masuk dalam blokblok
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Liberalisasi perdagangan kini telah menjadi fenomena dunia. Hampir di seluruh negara sebagian anggota masyarakat internasional masuk dalam blokblok perdagangan bebas
Lebih terperinciMateri Minggu 12. Kerjasama Ekonomi Internasional
E k o n o m i I n t e r n a s i o n a l 101 Materi Minggu 12 Kerjasama Ekonomi Internasional Semua negara di dunia ini tidak dapat berdiri sendiri. Perlu kerjasama dengan negara lain karena adanya saling
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. perekonomian nasional bagi banyak negara di dunia. Semakin terbuka suatu
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perdagangan internasional memiliki peranan penting sebagai motor penggerak perekonomian nasional bagi banyak negara di dunia. Semakin terbuka suatu negara terhadap arus
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. ASEAN sebagai organisasi regional, kerjasama ekonomi dijadikan sebagai salah
17 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ASEAN terbentuk pada tahun 1967 melalui Deklarasi ASEAN atau Deklarasi Bangkok tepatnya pada tanggal 8 Agustus 1967 di Bangkok oleh Wakil Perdana Menteri merangkap
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian saat ini telah mengalami perubahan
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan sektor pertanian saat ini telah mengalami perubahan orientasi yaitu dari orientasi peningkatan produksi ke orientasi peningkatan pendapatan dan kesejahteraan.
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. penting dalam perekonomian nasional. Ditinjau dari kontribusinya terhadap
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian sampai saat ini masih mempunyai peranan yang cukup penting dalam perekonomian nasional. Ditinjau dari kontribusinya terhadap pendapatan nasional, sektor
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perdagangan luar negeri yang mempunyai peranan penting bagi suatu negara,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dalam perjalanan waktu yang penuh dengan persaingan, negara tidaklah dapat memenuhi sendiri seluruh kebutuhan penduduknya tanpa melakukan kerja sama dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia mulai menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) pada awal. ekonomi kawasan ASEAN yang tercermin dalam 4 (empat) hal:
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia mulai menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) pada awal tahun 2016, yang merupakan sebuah integrasi ekonomi yang didasarkan pada kepentingan bersama
Lebih terperinciIV. GAMBARAN UMUM. 4.1 Gambaran Umum Perekonomian di Negara-negara ASEAN+3
IV. GAMBARAN UMUM 4.1 Gambaran Umum Perekonomian di Negara-negara ASEAN+3 4.1.1 Produk Domestik Bruto (PDB) Selama kurun waktu tahun 2001-2010, PDB negara-negara ASEAN+3 terus menunjukkan tren yang meningkat
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. menghadapi tantangan yang sangat kompleks dalam memenuhi kebutuhan pangan
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai negara dengan jumlah penduduk yang besar menghadapi tantangan yang sangat kompleks dalam memenuhi kebutuhan pangan penduduknya. Oleh karena itu, kebijakan
Lebih terperinciBAB. I PENDAHULUAN. akan mengembangkan pasar dan perdagangan, menyebabkan penurunan harga
BAB. I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Integrasi ekonomi, Sesuai dengan tujuan pembentukannya, yaitu untuk menurunkan hambatan perdagangan dan berbagai macam hambatan lainnya diantara satu negara dengan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang tangguh dalam perekonomian dan memiliki peran sebagai penyangga pembangunan nasional. Hal ini terbukti pada saat Indonesia
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. atau pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara lain.
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Perdagangan Internasional Menurut Oktaviani dan Novianti (2009) perdagangan internasional adalah perdagangan yang dilakukan oleh penduduk suatu negara dengan negara lain
Lebih terperinciHUBUNGAN KUALITAS LINGKUNGAN ( EMISI CO 2 ) DENGAN EKSPOR INDONESIA DALAM KERANGKA PERDAGANGAN DENGAN ASEAN5 +CHINA SKRIPSI. Oleh: Ayu Andria Sari
HUBUNGAN KUALITAS LINGKUNGAN ( EMISI CO 2 ) DENGAN EKSPOR INDONESIA DALAM KERANGKA PERDAGANGAN DENGAN ASEAN5 +CHINA SKRIPSI Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar Sarjana Pada Program
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Integrasi ekonomi merupakan kebijakan perdagangan internasional yang dilakukan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Integrasi ekonomi merupakan kebijakan perdagangan internasional yang dilakukan dengan mengurangi atau menghapuskan hambatan perdagangan secara diskriminatif bagi negara-negara
Lebih terperinciANALISIS DAMPAK PERDAGANGAN BEBAS TERHADAP PENGEMBANGAN KOMODITAS PADI, JAGUNG, KEDELAI DI INDONESIA
ANALISIS DAMPAK PERDAGANGAN BEBAS TERHADAP PENGEMBANGAN KOMODITAS PADI, JAGUNG, KEDELAI DI INDONESIA Prof. Dr. Ir. Dwidjono Hadi Darwanto, MS 1), Prof. Dr. Ir. Masyhuri 1), Dr. Ir. Sumaryanto 2), dan Ir.
Lebih terperinciBAB IV GAMBARAN UMUM PERDAGANGAN INDONESIA KE ASEAN PLUS THREE
BAB IV GAMBARAN UMUM PERDAGANGAN INDONESIA KE ASEAN PLUS THREE 4.1. Kerjasama Ekonomi ASEAN Plus Three Kerjasama ASEAN dengan negara-negara besar di Asia Timur atau lebih dikenal dengan istilah Plus Three
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Berdasarkan laporan WTO (World Trade Organization) tahun 2007
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Berdasarkan laporan WTO (World Trade Organization) tahun 2007 (Business&Economic Review Advisor, 2007), saat ini sedang terjadi transisi dalam sistem perdagangan
Lebih terperinciIV. GAMBARAN UMUM HARGA MINYAK DUNIA DAN KONDISI PEREKONOMIAN NEGARA-NEGARA ASEAN+3
IV. GAMBARAN UMUM HARGA MINYAK DUNIA DAN KONDISI PEREKONOMIAN NEGARA-NEGARA ASEAN+3 4.1 Perkembangan Harga Minyak Dunia Pada awal tahun 1998 dan pertengahan tahun 1999 produksi OPEC turun sekitar tiga
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. samping komponen konsumsi (C), investasi (I) dan pengeluaran pemerintah (G).
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam sistem perekonomian terbuka, perdagangan internasional merupakan komponen penting dalam determinasi pendapatan nasional suatu negara atau daerah, di
Lebih terperinciMEDIA BRIEFING Pusat HUMAS Departemen Perdagangan Jl. M.I Ridwan Rais No. 5, Jakarta Tel: /Fax:
KEMENTERIAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA MEDIA BRIEFING Pusat HUMAS Departemen Perdagangan Jl. M.I Ridwan Rais No. 5, Jakarta 10110 Tel: 021-23528446/Fax: 021-23528456 www.depdag.go.id Prospek Ekspor
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan suatu Negara yang mempunyai kekayaan yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan suatu Negara yang mempunyai kekayaan yang berlimpah, dimana banyak Negara yang melakukan perdagangan internasional, Sumberdaya yang melimpah tidak
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. moneter terus mengalami perkembangan. Inisiatif kerjasama mulai dikembangkan
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Proses integrasi di berbagai belahan dunia telah terjadi selama beberapa dekade terakhir, terutama dalam bidang ekonomi. Proses integrasi ini penting dilakukan oleh masing-masing
Lebih terperinciLAPORAN SOSIALISASI HASIL DAN PROSES DIPLOMASI PERDAGANGAN INTERNASIONAL MEDAN, SEPTEMBER 2013
LAPORAN SOSIALISASI HASIL DAN PROSES DIPLOMASI PERDAGANGAN INTERNASIONAL MEDAN, SEPTEMBER 2013 I. PENDAHULUAN Kegiatan Sosialisasi Hasil dan Proses Diplomasi Perdagangan Internasional telah diselenggarakan
Lebih terperinciBAB IV GAMBARAN UMUM NEGARA ASEAN. 4.1 Gambaran Umum Pertumbuhan Ekonomi Negara ASEAN
BAB IV GAMBARAN UMUM NEGARA ASEAN 4.1 Gambaran Umum Pertumbuhan Ekonomi Negara ASEAN Pertumbuhan ekonomi negara ASEAN periode 1980-2009 cenderung fluktuatif (Gambar 4.1). Hal ini disebabkan dominansi pengaruh
Lebih terperinciLAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2006 ANALISIS NOTIFIKASI DAN KERANGKA MODALITAS PERJANJIAN PERTANIAN WTO
LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2006 ANALISIS NOTIFIKASI DAN KERANGKA MODALITAS PERJANJIAN PERTANIAN WTO Oleh : Budiman Hutabarat Saktyanu K. Dermoredjo Frans B.M. Dabukke Erna M. Lokollo Wahida PUSAT ANALISIS
Lebih terperinciSusu : Komoditi Potensial Yang Terabaikan
Susu : Komoditi Potensial Yang Terabaikan Oleh : Feryanto W. K. Sub sektor peternakan merupakan salah satu sumber pertumbuhan baru khususnya bagi sektor pertanian serta bagi perekonomian nasional pada
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan memberikan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap perekonomian Indonesia. Hal ini dilihat dari kontribusi sektor
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. 1 Sambutan Dirjen Hortikultura Kementerian Pertanian, Ahmad Dimyati pada acara ulang tahun
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Buah merupakan salah satu komoditas pangan penting yang perlu dikonsumsi manusia dalam rangka memenuhi pola makan yang seimbang. Keteraturan mengonsumsi buah dapat menjaga
Lebih terperinciPertumbuhan Ekonomi Dunia, (dalam persen)
1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Beberapa tahun belakangan ini pertumbuhan ekonomi dunia mengalami
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting
1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting dalam pembangunan Indonesia. Hal ini didasarkan pada kontribusi sektor pertanian yang tidak hanya
Lebih terperincisimulasi Dampak Liberalisasi Perdagangan Bilateral ri-china terhadap Perekonomian Indonesia: sebuah Pendekatan smart Model
JEKT 6 [2] : 86-97 ISSN : 2301-8968 simulasi Dampak Liberalisasi Perdagangan Bilateral ri-china terhadap Perekonomian Indonesia: sebuah Pendekatan smart Model abstrak dan penurunan the Impact of trade
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perekonomian dunia mulai mengalami liberalisasi perdagangan ditandai dengan munculnya General Agreement on Tariffs and Trade (GATT) pada tahun 1947 yang
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara berkembang tidak dapat menutup diri terhadap
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai negara berkembang tidak dapat menutup diri terhadap hubungan kerjasama antar negara. Hal ini disebabkan oleh sumber daya dan faktor produksi Indonesia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pesat sesuai dengan kemajuan teknologi. Dalam era globalisasi peran transportasi
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Globalisasi dari sisi ekonomi adalah suatu perubahan dunia yang bersifat mendasar atau struktural dan akan berlangsung terus dalam Iaju yang semakin pesat
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Indonesia menurut lapangan usaha pada tahun 2010 menunjukkan bahwa sektor
1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor strategis dalam pembangunan perekonomian nasional seperti dalam hal penyerapan tenaga kerja dan sumber pendapatan bagi masyarakat
Lebih terperinciV. PERKEMBANGAN MAKROEKONOMI INDONESIA. dari waktu ke waktu. Dengan kata lain pertumbuhan ekonomi merupakan proses
115 V. PERKEMBANGAN MAKROEKONOMI INDONESIA 5.1. Pertumbuhan Ekonomi Petumbuhan ekonomi pada dasarnya merupakan proses perubahan PDB dari waktu ke waktu. Dengan kata lain pertumbuhan ekonomi merupakan proses
Lebih terperinci: Determinan Intra-Industry Trade Komoditi Kosmetik Indonesia dengan Mitra Dagang Negara ASEAN-5 : I Putu Kurniawan
Judul Nama : Determinan Intra-Industry Trade Komoditi Kosmetik Indonesia dengan Mitra Dagang Negara ASEAN-5 : I Putu Kurniawan NIM : 1306105127 Abstrak Integrasi ekonomi merupakan hal penting yang perlu
Lebih terperinciKERJASAMA EKONOMI INTERNASIONAL. Bab 3
KERJASAMA EKONOMI INTERNASIONAL Bab 3 1. Pengertian Kerjasama Ekonomi Internasional Hubungan antara suatu negara dengan negara lainnya dalam bidang ekonomi melalui kesepakatan-kesepakatan tertentu, dengan
Lebih terperinciBab 5 Bisnis Global 10/2/2017 1
Bab 5 Bisnis Global 10/2/2017 1 Pengertian Globalisasi Globalisasi: Perekonomian dunia yang menjadi sistem tunggal yang saling bergantung satu dengan yang lainnya Beberapa kekuatan yang digabungkan menyulut
Lebih terperinciPROSPEK TANAMAN PANGAN
PROSPEK TANAMAN PANGAN Krisis Pangan Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang pemenuhannya menjadi hak asasi setiap rakyat Indonesia dalam mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas untuk melaksanakan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang menganut sistem perekonomian terbuka, hal ini
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang menganut sistem perekonomian terbuka, hal ini ditunjukkan dengan hubungan multilateral dengan beberapa negara lain di dunia. Realisasi dari
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Perekonomian Indonesia pernah mengalami goncangan besar akibat krisis
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perekonomian Indonesia pernah mengalami goncangan besar akibat krisis ekonomi yang terjadi tahun 1997 sampai 1998 lalu. Peristiwa ini telah membawa dampak yang merugikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dengan masih besarnya pengaruh Cina terhadap perekonomian dunia, maka
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dengan masih besarnya pengaruh Cina terhadap perekonomian dunia, maka tiga faktor Ukuran ekonomi, Cina sebagai pusat perdagangan dunia, dan pengaruh permintaan domestik
Lebih terperinciBab 5 Bisnis Global P E R T E M U A N 5
Bab 5 Bisnis Global P E R T E M U A N 5 1 PENGERTIAN GLOBALISASI Globalisasi: Perekonomian dunia yang menjadi sistem tunggal yang saling bergantung satu dengan yang lainnya Beberapa kekuatan yang digabungkan
Lebih terperinciIV. GAMBARAN UMUM INDIKATOR FUNDAMENTAL MAKRO EKONOMI NEGARA ASEAN+3
IV. GAMBARAN UMUM INDIKATOR FUNDAMENTAL MAKRO EKONOMI NEGARA ASEAN+3 4.1 Pertumbuhan Ekonomi Negara ASEAN+3 Potret ekonomi dikawasan ASEAN+3 hingga tahun 199-an secara umum dinilai sangat fenomenal. Hal
Lebih terperinciIX. KESIMPULAN DAN SARAN
203 IX. KESIMPULAN DAN SARAN 9.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dikemukakan di atas, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Analisis terhadap faktor-faktor yang
Lebih terperinciVI. SIMPULAN DAN SARAN
VI. SIMPULAN DAN SARAN 6.1 Simpulan Berdasarkan pembahasan sebelumnya maka dapat diambil beberapa kesimpulan antara lain: 1. Selama tahun 1999-2008, rata-rata tahunan harga minyak telah mengalami peningkatan
Lebih terperinciEKSPOR IMPOR KOMODITAS PERTANIAN
Volume V Nomor 2 Tahun 2013 BULETIN TRIWULANAN EKSPOR IMPOR KOMODITAS PERTANIAN PUSAT DATA DAN SISTEM INFORMASI PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2013 Buletin Triwulanan EKSPOR IMPOR KOMODITAS PERTANIAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pertanian dan perkebunan merupakan sektor utama yang membentuk
114 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pertanian dan perkebunan merupakan sektor utama yang membentuk perekonomian bagi masyarakat Indonesia. Salah satu sektor agroindustri yang cendrung berkembang
Lebih terperinciAnalisis Kesepakatan Perdagangan Bebas Indonesia-China dan Kerjasama AFTA serta Dampaknya Terhadap Perdagangan Komoditas Pertanian Indonesia
LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2007 Analisis Kesepakatan Perdagangan Bebas Indonesia-China dan Kerjasama AFTA serta Dampaknya Terhadap Perdagangan Komoditas Pertanian Indonesia Oleh : Budiman Hutabarat M.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Liberalisasi perdagangan mulai berkembang dari pemikiran Adam Smith
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Liberalisasi perdagangan mulai berkembang dari pemikiran Adam Smith yang mengusung perdagangan bebas dan intervensi pemerintah yang seminimal mungkin. Kemudian paham
Lebih terperinciASEAN FREE TRADE AREA (AFTA) Lola Liestiandi & Primadona Dutika B.
ASEAN FREE TRADE AREA (AFTA) Lola Liestiandi & Primadona Dutika B. Outline Sejarah dan Latar Belakang Pembentukan AFTA Tujuan Strategis AFTA Anggota & Administrasi AFTA Peranan & Manfaat ASEAN-AFTA The
Lebih terperinciIII. KERANGKA PEMIKIRAN. ekonomi internasional (ekspor dan impor) yang meliputi perdagangan dan
III. KERANGKA PEMIKIRAN Ekonomi Internasional pada umumnya diartikan sebagai bagian dari ilmu ekonomi yang mempelajari dan menganalisis transaksi dan permasalahan ekonomi internasional (ekspor dan impor)
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. nasional adalah melalui perdagangan internasional. Menurut Mankiw. (2003), pendapatan nasional yang dikategorikan dalam PDB (Produk
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu cara yang bisa dilakukan untuk meningkatkan pendapatan nasional adalah melalui perdagangan internasional. Menurut Mankiw (2003), pendapatan nasional yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Globalisasi adalah suatu fenomena yang tidak bisa dielakkan. Globalisasi
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Globalisasi adalah suatu fenomena yang tidak bisa dielakkan. Globalisasi tidak hanya berelasi dengan bidang ekonomi, tetapi juga di lingkungan politik, sosial, dan
Lebih terperinci5. HASIL DAN PEMBAHASAN
5. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Simulasi Model Pertumbuhan kegiatan kepariwisataan di Indonesia yang dikaitkan dengan adanya liberalisasi perdagangan, dalam penelitian ini, dianalisis dengan menggunakan model
Lebih terperinciPerekonomian Suatu Negara
Menteri Keuangan RI Jakarta, Maret 2010 Perekonomian Suatu Negara Dinamika dilihat dari 4 Komponen= I. Neraca Output Y = C + I + G + (X-M) AS = AD II. Neraca Fiskal => APBN Total Pendapatan Negara (Tax;
Lebih terperinci4. Membentuk komite negara-negara penghasil minyak bumi ASEAN. Badan Kerjasama Regional yang Diikuti Negara Indonesia
Badan Kerjasama Regional yang Diikuti Negara Indonesia 1. ASEAN ( Association of South East Asian Nation Nation) ASEAN adalah organisasi yang bertujuan mengukuhkan kerjasama regional negara-negara di Asia
Lebih terperinciEkspor Nonmigas 2010 Mencapai Rekor Tertinggi
SIARAN PERS Pusat HUMAS Kementerian Perdagangan Gd. I Lt. 2, Jl. M.I Ridwan Rais No. 5, Jakarta 111 Telp: 21-386371/Fax: 21-358711 www.kemendag.go.id Ekspor Nonmigas 21 Mencapai Rekor Tertinggi Jakarta,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tercermin dari kegiatan perdagangan antar negara. Perdagangan antar negara
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini interaksi antar negara merupakan hal yang tidak bisa dihindari dan hampir dilakukan oleh setiap negara di dunia, interaksi tersebut biasanya tercermin dari
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor perikanan Indonesia dalam era perdagangan bebas mempunyai peluang yang cukup besar. Indonesia merupakan negara bahari yang sangat kaya dengan potensi perikananan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi suatu negara sangat ditunjang oleh indikator tabungan dan investasi domestik yang digunakan untuk menentukan tingkat pertumbuhan dan pembangunan ekonomi
Lebih terperinciEKSPOR IMPOR KOMODITAS PERTANIAN
Volume V Nomor 4 Tahun 2013 BULETIN TRIWULANAN EKSPOR IMPOR KOMODITAS PERTANIAN PUSAT DATA DAN SISTEM INFORMASI PERTANIAN SEKRETARIAT JENDERAL KEMENTERIAN PERTANIAN 2013 Buletin Triwulanan EKSPOR IMPOR
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perdagangan internasional. Dalam situasi globalisasi ekonomi, tidak ada satupun
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu aspek penting dalam perekonomian suatu negara adalah perdagangan internasional. Dalam situasi globalisasi ekonomi, tidak ada satupun negara yang tidak
Lebih terperinciAGRITECH : Vol. XVI No. 1 Juni 2014 : ISSN :
AGRITECH : Vol. XVI No. 1 Juni 2014 : 60 66 ISSN : 1411-1063 STRUKTUR PASAR DAN KEDUDUKAN INDONESIA PADA PERDAGANGAN TUNA OLAHAN DI PASAR DUNIA, JEPANG DAN USA Sri Hidayati Akademi Pertanian HKTI Banyumas
Lebih terperinciVIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN. dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan net ekspor baik dalam
219 VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 8.1. Kesimpulan 8.1.1. Berdasarkan pengujian, diperoleh hasil bahwa guncangan ekspor nonagro berpengaruh positip pada kinerja makroekonomi Indonesia, dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era globalisasi ekonomi yang disertai dengan pesatnya perkembangan teknologi, berdampak kepada ketatnya persaingan, dan cepatnya perubahan lingkungan usaha. Perkembangan
Lebih terperinci