Modul Bimbingan Teknis Administrator Simda Substansi Pengelolaan Gaji PNS Daerah

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Modul Bimbingan Teknis Administrator Simda Substansi Pengelolaan Gaji PNS Daerah"

Transkripsi

1 KATA PENGANTAR Sistem Informasi Pengelolaan Keuangan Daerah berbasis komputer yang selama ini dikembangkan oleh BPKP adalah suatu tools yang dibuat dengan tujuan untuk membantu pemerintah daerah dalam pengelolaan keuangan secara efisien dan efektif sesuai dengan peraturan perundang undangan dan menerapkan sistem pengendalian intern yang andal. Sampai dengan saat ini, salah satu produk Sistem Informasi Pengelolaan Keuangan Daerah berbasis komputer yang sedang digunakan oleh pemerintah daerah adalah Aplikasi Simda Gaji yang merupakan aplikasi dukungan Simda Keuangan versi 2.1 khususnya dalam penyusunan dokumen pendukung Belanja Gaji dalam SPP LS dan SPM LS Belanja Pegawai. Berdasarkan pelaksanaan implementasi Aplikasi Simda Gaji di beberapa pemerintah daerah, terdapat kondisi kondisi yang menyebabkan terhambatnya implementasi. Hal ini terjadi sebagian besar disebabkan oleh adanya perbedaan pemahaman dan pengetahuan mengenai aturan kepegawaian dan penggajian yang ada, mengingat banyaknya peraturan kepegawaian dan beberapa diantaranya sudah sangat lama sehingga tidak terdokumentasi dengan baik. Untuk itu dirasa perlu untuk menyusun dokumentasi peraturan peraturan yang berlaku serta best practice yang ada. Kebijakan kebijakan yang diambil dalam Aplikasi Simda Gaji ini didasarkan pada aturan perundangundangan yang ada dan merupakan hal hal yang seharusnya dilakukan dalam implementasi di pemerintah daerah. Modul ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan saran, masukan dan ide ide terbaik dari teman teman Perwakilan BPKP dan Pemerintah Daerah pengguna aplikasi di seluruh Indonesia sehingga Aplikasi Simda Gaji ini menjadi semakin baik dan semakin bermanfaat bagi pemerintah daerah. Kami juga mengucapkan terimakasih kepada seluruh pihak atas kerjasama, dukungan, masukan dan saran yang telah diberikan sehingga kami dapat memberikan sesuatu yang bermanfaat bagi penyempurnaan tata kelola keuangan pemerintah daerah. Jakarta, Oktober 2011 Pengarah Satuan Tugas Pengembangan SIMDA Iman Bastari NIP

2 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR 1 DAFTAR ISI 2 BAB I. PENDAHULUAN 4 A. LATAR BELAKANG 4 B. TUJUAN PEMBUATAN MODUL 4 C. SISTEMATIKA PENYAJIAN MODUL 5 BAB II. STRUKTUR PENGGAJIAN 7 A. GAJI POKOK 7 B. TUNJANGAN KELUARGA 8 C. TUNJANGAN JABATAN STRUKTURAL 10 D. TUNJANGAN FUNGSIONAL 12 E. TUNJANGAN YANG DIPERSAMAKAN DENGAN TUNJANGAN JABATAN 14 F. TUNJANGAN KOMPENSASI KERJA (RISIKO BAHAYA ATAS PEKERJAAN) 15 G. TUNJANGAN BERAS 15 H. TUNJANGAN KHUSUS PPh 16 I. TUNJANGAN KHUSUS IRIAN/PAPUA 20 J. TUNJANGAN PENGABDIAN WILAYAH TERPENCIL 21 K. TUNJANGAN UMUM 22 L. PEMBULATAN 24 M. IURAN PEMDA 24 N. POTONGAN GAJI 24 BAB III. PERHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL A. PENGHITUNGAN MASA ATAU BULANAN SELAIN MASA PAJAK DESEMBER 27 B. PENGHITUNGAN PPH PASAL 21 ATAS GAJI DAN TUNJANGAN KE 13 (KETIGA BELAS) 29 C. PENGHITUNGAN PPH PASAL 21 ATAS PEMBAYARAN RAPEL 31 D. PENGHITUNGAN PPH 21 ATAS PENGHASILAN YANG TERPISAH DARI PEMBAYARAN GAJI 33 E. PENGHITUNGAN PPH PASAL 21 TERUTANG PADA MASA PAJAK DESEMBER 35 BAB IV. PEMBAYARAN BELANJA PEGAWAI 37 A. GAJI INDUK 37 B. GAJI SUSULAN 38 C. KEKURANGAN GAJI/RAPEL 38 D. GAJI UANG DUKA 39 E. GAJI TERUSAN 40 F. GAJI KETIGA BELAS 41 2

3 G. KELENGKAPAN PENGAJUAN SPP GAJI 42 BAB V. PENGELOLAAN GAJI MENGGUNAKAN APLIKASI SIMDA 44 A. PEMAHAMAN PENGELOLAAN SISTIM PENGGAJIAN 44 B. SIMDA GAJI SEBAGAI DASAR PERHITUNGAN PPH PASAL C. PEMBUATAN DAFTAR GAJI 47 D. PEMBUATAN RAPEL/KEKURANGAN GAJI 48 E. KONEKSI SIMDA GAJI DENGAN SIMDA KEUANGAN 49 LAMPIRAN I DAFTAR REFERENSI PERATURAN TERKAIT PENYUSUNAN MODUL PENGELOLAAN GAJI PEGAWAI NEGERI SIPIL DAERAH 51 LAMPIRAN II REFERENSI DAFTAR PERATURAN JABATAN FUNGSIONAL 56 TIM PENYUSUN MODUL PELATIHAN 58 3

4 BAB I. PENDAHULUAN Modul Bimbingan Teknis Administrator Simda A. LATAR BELAKANG Sebagaimana dimaklumi bersama bahwa masalah belanja pegawai merupakan hal yang sangat sensitif dan mempunyai dampak politis yang sangat luas bagi penyelenggaraan pemerintahan. Oleh karena itu masalah belanja pegawai memerlukan penanganan yang baik, tertib, dan teratur pada setiap bagian yang terkait, baik pada bagian kepegawaian sebagai sumber data maupun pada bagian keuangan di lingkungan Satuan Kerja yang bersangkutan sejalan dengan pelimpahan kewenangan Administratif sebagaimana diamanatkan undang undang. Kesalahan dalam melakukan pembayaran belanja pegawai dapat berakibat tuntutan ganti rugi atau perdata oleh pihak pihak yang dirugikan. Program Aplikasi Komputer Simda Gaji, dikembangkan mengacu pada ketentuan perundang undangan, praktik pengelolaan keuangan terbaik dan pengendalian intern yang memadai. Sifat dari pengembangan aplikasi simda adalah ditujukan untuk dapat diimplementasikan oleh seluruh pemerintah daerah sehingga perlu ada penyesuaian sistem dan prosedur pengelolaan keuangan apabila pemerintah daerah akan menggunakan aplikasi simda. Berdasarkan uraian diatas maka dipandang perlu untuk membuat bahan rujukan atau referensi agar dapat membantu pemerintah daerah, yang telah dan akan menggunakan Aplikasi Simda Gaji, dalam membuat dan menetapkan produk hukum pengelolaan daerah agar selaras dengan aplikasi simda. Modul ini akan selalu berubah sesuai dengan perkembangan/ perubahan ketentuan tentang pelaksanaan belanja pegawai. B. TUJUAN PEMBUATAN MODUL Tujuan dari pembuatan modul ini adalah untuk lebih meningkatkan keselarasan antara sistem dan prosedur pengelolaan keuangan daerah yang diterapkan khususnya terkait belanja pegawai dan 4

5 implementasi Aplikasi Simda Gaji yang disesuaikan dengan perubahan ketentuan yang telah diakomodasi dalam Aplikasi. C. SISTEMATIKA PENYAJIAN MODUL Penyajian dalam tulisan ini difokuskan pada peraturan peraturan kepegawaian dan penggajian yang berlaku dalam sistem pengelolaan keuangan daerah yang terkait penyajian belanja pegawai. Penyajian dilakukan dengan mengutip aturan yang berlaku dan disertai contoh dan uraian bagaimana perlakuan yang menjadi dasar pengembangan Aplikasi Simda Gaji. Sistematika penyajian modul ini meliputi : Bab I Pendahuluan Meliputi latar belakang perlunya modul substansi pengelolaan gaji PNS Daerah, tujuan yang hendak dicapai atas penerbitan modul ini, dan sistematika penyajian modul. Bab II Struktur Penggajian Meliputi pembahasan berbagai jenis unsur unsur penghasilan PNS disertai dengan landasan hukumnya meliputi : gaji pokok, tunjangan jabatan struktural, tunjangan jabatan fungsional, tunjangan yang dipersamakan dengan tunjangan jabatan, tunjangan kompensasi kerja, tunjangan beras, tunjangan khusus PPh, tunjangan khusus Irian Jaya/Papua, tunjangan pengabdian wilayah terpencil, tunjangan umum, pembulatan gaji, iuran pemda dan potongan dalam daftar gaji. Bab III Perhitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 Perhitungan PPh pasal 21 atas pembayaran gaji bulanan, pembayaran gaji ke 13, pembayaran rapel, pembayaran tambahan penghasilan yang bersifat tetap dan teratur setiap bulan yang pembayarannya terpisah dari pembayaran gaji, dan pembayaran gaji Desember. Bab IV Pembayaran Belanja Pegawai Terdiri atas pembahasan atas pembayaran gaji induk, gaji susulan, kekurangan gaji/rapel, gaji terusan, gaji uang duka, gaji ketiga belas dan gaji susulan. 5

6 Bab V Pengelolaan gaji menggunakan aplikasi SIMDA Meliputi pembahasan atas pemahaman pengelolaan sistem penggajian, Simda Gaji sebagai dasar perhitungan PPh Pasal 21, pembuatan daftar gaji bulanan, pembuatan daftar rapel/ kekurangan pembayaran gaji, dan koneksi SIMDA Gaji dengan SIMDA Keuangan. 6

7 BAB II. STRUKTUR PENGGAJIAN Modul Bimbingan Teknis Administrator Simda A. GAJI POKOK Dasar Hukum: 1. Undang Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas Undang Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok Pokok Kepegawaian 2. Peraturan Pemerintah Nomor 7 tahun 1977 tentang Peraturan Gaji Pegawai Negeri Sipil. Gaji pokok adalah landasan dalam menghitung besarnya gaji seseorang pegawai negeri sipil. Hal ini disebabkan sebagian komponen perhitungan gaji seperti tunjangan isteri, tunjangan anak, dihitung atas dasar persentase tertentu atau terkait dengan gaji pokok. Besarnya gaji pokok seseorang pegawai negeri sipil tergantung atas golongan ruang penggajian yang ditetapkan untuk pangkat yang dimilikinya, karena itu pangkat berfungsi pula sebagai dasar penggajian. Kepada Pegawai Negeri Sipil yang diangkat dalam suatu pangkat yang lebih tinggi dari pangkat lama, diberikan gaji pokok baru berdasarkan pangkat baru yang segaris dengan gaji pokok dan masa kerja golongan dalam golongan ruang menurut pangkat lama. Kepada Pegawai Negeri Sipil yang diturunkan pangkatnya ke dalam suatu pangkat yang lebih rendah dari pangkat semula, diberikan gaji pokok berdasarkan pangkat baru yang segaris dengan gaji pokok dan masa kerja golongan ruang menurut pangkat lama. Besaran gaji pokok diberikan kepada pegawai sesuai dengan besaran yang tercantum dalam surat keputusan pengangkatan, surat keputusan kenaikan pangkat, surat pemberitahuan kenaikan gaji berkala, atau surat penetapan lainnya. Besaran gaji pokok terakhir diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 11 tahun 2011 tanggal 16 Pebruari 2011 tentang perubahan ke 13 dari PP 7/1977 tentang peraturan Gaji Pegawai Negeri Sipil. 7

8 Seseorang yang diangkat menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) diberikan gaji pokok sebesar 80% (delapan puluh persen) dari gaji pokok yang ditentukan untuk golongan/ruang gaji menurut pangkat yang didudukinya. B. TUNJANGAN KELUARGA Dasar hukum: Peraturan Pemerintah Nomor 51 tahun 1992 tentang perubahan Peraturan Pemerintah Nomor 7 tahun 1977 tentang Peraturan Gaji Pegawai Negeri Sipil. Ketentuan ketentuan yang terkait tunjangan keluarga adalah sebagai berikut : 1. Kepada Pegawai Negeri Sipil yang beristeri/bersuami diberikan tunjangan isteri/suami sebesar 10% (sepuluh persen) dari gaji pokok. 2. Tunjangan isteri/suami diberhentikan pada bulan berikutnya setelah terjadi perceraian atau meninggal dunia; 3. Untuk memperoleh tunjangan isteri/suami harus dibuktikan dengan surat nikah/akta nikah dari Kantor Urusan Agama atau Kantor Catatan Sipil. 4. Kepada Pegawai Negeri Sipil yang mempunyai anak atau anak angkat, yang berumur kurang dari 21 (dua puluh satu) tahun, belum pernah kawin, tidak mempunyai penghasilan sendiri, dan nyata menjadi tanggungannya, diberikan tunjangan anak sebesar 2% (dua persen) dari gaji pokok tiap tiap anak. 5. Ketentuan di atas dapat diperpanjang sampai umur 25 (dua puluh lima) tahun apabila anak tersebut masih bersekolah, dengan ketentuan: a. Menunjukan surat pernyataan dari Kepala Sekolah/Kursus/Perguruan Tinggi bahwa anak tersebut masih sekolah/kursus/kuliah kepada pembuat daftar gaji. b. Masa pelajaran pada Sekolah/Kursus/Perguruan Tinggi tersebut sekurangkurangnya 1 (satu) tahun pelajaran. c. Belum pernah kawin. d. Tidak mempunyai penghasilan sendiri. e. Nyata menjadi tanggungan orang tuanya. f. Tidak menerima beasiswa. 8

9 6. Tunjangan anak diberikan sebanyak banyaknya untuk 3 (tiga) orang anak, termasuk 1 (satu) orang anak angkat. Dalam hal pegawai negeri pada tanggal 1 Maret 1994 telah memperoleh tunjangan anak untuk lebih dari 2 (dua) orang anak, kepadanya tetap diberikan tunjangan anak untuk jumlah menurut keadaan pada tanggal tersebut. Apabila setelah tanggal tersebut jumlah anak yang memperoleh tunjangan anak berkurang karena menjadi dewasa, kawin atau meninggal, pengurangan tersebut tidak dapat digantikan, kecuali jumlah anak menjadi kurang dari dua; Hal ini berbeda dengan peraturan perpajakan yang memperbolehkan jumlah anak 3 orang yang boleh diperhitungkan dalam Penghasilan Tidak Kena pajak, sehingga ada kemungkinan untuk perhitungan gaji jumlah yang dimasukkan dalam tunjangan anak adalah 2 orang sedangkan untuk perhitungan perpajakan jumlah yang diperhitungkan 7. Tunjangan anak diberhentikan pada bulan berikutnya setelah tidak memenuhi ketentuan pemberian tunjangan anak atau meninggal dunia; 8. Pegawai wajib melaporkan bahwa anak yang masuk dalam tanggungan pegawai tersebut telah tidak memenuhi ketentuan pemberian tunjangan anak atau meninggal dunia; 9. Untuk memperoleh tunjangan anak harus dibuktikan dengan: a. Surat Keterangan Kelahiran Anak dari pejabat yang berwenang pada Kantor Catatan Sipil/lurah/camat setempat; b. Surat Keputusan Pengadilan yang memutuskan/mensahkan perceraian dimana anak menjadi tanggungan penuh janda/duda untuk tunjangan anak tiri bagi janda/duda yang bercerai; c. Surat Keterangan dari lurah/camat bahwa anak anak tersebut adalah perlu tanggungan si janda/duda untuk tunjangan anak tiri bagi janda/duda yang suami/isterinya meninggal dunia d. Surat Keputusan Pengadilan Negeri tentang pengangkatan anak (hukum adopsi) untuk tunjangan anak bagi anak angkat (apabila pegawai mengangkat anak lebih dari 1 anak angkat, maka pembayaran tunjangan anak untuk anak angkat maksimal 1 anak) 9

10 10. Untuk tunjangan anak tiri/anak angkat dibayarkan mulai bulan diterimanya surat kelahiran oleh satuan kerja/pejabat administrasi belanja pegawai (pembayaran tunjangan anak tiri/anak angkat tidak berlaku surut) 11. Apabila suami isteri kedua duanya berkedudukan sebagai Pegawai Negeri, maka tunjangan keluarga diberikan kepada yang mempunyai gaji pokok yang lebih tinggi. C. TUNJANGAN JABATAN STRUKTURAL Dasar Hukum: 1. Pasal 3 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 13 tahun 2002 tanggal 17 April 2002 tentang perubahan atas Peraturan Pemerintah No.100 tahun 2000 tentang Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dalam Jabatan Struktural 2. Peraturan Presiden RI Nomor 26 Tahun 2007 tentang Tunjangan Jabatan Struktural 3. Peraturan Kepala BKN Nomor 31 Tahun 2007 tentang Tata Cara Permintaan, Pemberian, Dan Penghentian Tunjangan Jabatan Struktural. Ketentuan ketentuan terkait pemberian Tunjangan Jabatan Struktural adalah sebagai berikut: 1. Kepada Pegawai Negeri Sipil yang diangkat dan ditugaskan secara penuh dalam jabatan struktural diberikan tunjangan jabatan struktural setiap bulan. 2. Tunjangan jabatan struktural sekaligus menentukan perpanjangan batas usia pensiun bagi pegawai yang bersangkutan (eselon I dan II sampai dengan usia 60 tahun, khusus jabatan eselon I tertentu dapat diperpanjang sampai usia 62 tahun); 3. Tunjangan jabatan struktural dibayarkan pada bulan berikutnya setelah tanggal pelantikan. Apabila pelantikan dilaksanakan pada tanggal 1 bulan berkenaan atau tanggal berikutnya (jika tanggal 1 bertepatan pada hari libur) maka tunjangan jabatan struktural dibayarkan pada bulan berkenaan; 4. Pemberian tunjangan jabatan struktural dihentikan apabila Pegawai Negeri Sipil : a. Mengundurkan diri dari jabatannya b. Mencapai batas usia pensiun c. Diberhentikan sebagai PNS d. Diangkat dalam jabatan struktural lainnya atau jabatan fungsional 10

11 Pegawai Negeri Sipil yang menduduki jabatan struktural yang berdasarkan peraturan perundang undangan dapat merangkap jabatan fungsional, kepadanya hanya dibayarkan satu tunjangan jabatan yang lebih besar atau yang lebih menguntungkan e. Cuti diluar tanggungan negara, kecuali cuti diluar tanggungan negara karena persalinan f. Tugas belajar lebih dari enam bulan Pegawai Negeri Sipil yang diberhentikan dari jabatan strukturalnya karena tugas belajar lebih dari 6 (enam) bulan, dihentikan pembayaran tunjangan jabatan strukturalnya terhitung mulai bulan berikutnya setelah yang bersangkutan diberhentikan dari jabatan strukturalnya. Contoh: Seorang Kepala Bagian Mutasi Kepegawaian Biro Kepegawaian pada Departemen Keuangan ditugaskan untuk mengikuti program Magister selama 2 (dua) tahun terhitung mulai tanggal 1 September Dalam hal demikian, maka mulai bulan Oktober 2011 pembayaran tunjangan jabatan g. Adanya perampingan organisasi pemerintah h. Tidak memenuhi persyaratan kesehatan jasmani dan rohani i. Hal lain yang ditetapkan perundangan yang berlaku 5. Besarnya tunjangan jabatan struktural sesuai dengan Peraturan Presiden RI Nomor 26 tahun 2007 adalah sebagai berikut : Eselon Tarif (Rp) Eselon IA ,00 Eselon IB ,00 Eselon IIA ,00 Eselon IIB ,00 Eselon IIIA ,00 Eselon IIIB ,00 11

12 Eselon IVA ,00 Eselon IVB ,00 Eselon V ,00 D. TUNJANGAN FUNGSIONAL Dasar Hukum: 1. Peraturan Pemerintah Nomor 16 tahun 1994 tentang Jabatan Fungsional Pegawai Negeri Sipil selanjutnya diatur lebih lanjut dengan ketentuan tersendiri untuk masing masing jenis tunjangan jabatan fungsional. 2. Peraturan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 39 tahun 2007 tentang Tata Cara Permintaan, Pemberian, dan Penghentian Tunjangan Jabatan Fungsional 3. Ketentuan ketentuan terkait pemberian tunjangan jabatan fungsional adalah sebagai berikut: a. Pegawai Negeri Sipil yang berhak mendapatkan tunjangan jabatan fungsional adalah Pegawai Negeri Sipil yang telah diangkat dan ditugaskan secara penuh dalam jabatan fungsional dengan keputusan pejabat yg berwenang berdasarkan peraturan perundang undangan. b. Besarnya tunjangan jabatan fungsional adalah sebagaimana tersebut dalam peraturan presiden yang mengatur tunjangan jabatan fungsional dimaksud. c. Sama dengan tunjangan jabatan struktural, tidak dimungkinkan untuk mendapatkan tunjangan jabatan fungsional sekaligus tunjangan jabatan struktural, diharuskan memilih salah satu diantaranya. d. Tunjangan jabatan fungsional sekaligus menentukan perpanjangan batas usia pensiun bagi pegawai yang bersangkutan (dapat diperpanjang sampai dengan usia 58 tahun, 60 tahun, dan 65 tahun); e. Persyaratan untuk pengangkatan pertama dalam jabatan fungsional adalah: Berkedudukan sebagai pegawai negeri sipil, 12

13 Memiliki ijazah sesuai dengan tingkat pendidikan dan kualifikasi pendidikan yang ditentukan, Telah menduduki pangkat menurut ketentuan yang berlaku, Telah lulus pendidikan dan pelatihan fungsional yang ditentukan, Setiap unsur penilaian pelaksanaan pekerjaan dalam DP 3 sekurangkurangnya bernilai baik dalam 1 tahun terakhir. f. Pejabat fungsional dibebaskan sementara dari jabatannya apabila : Dijatuhi hukuman disiplin tingkat sedang atau berat berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980, atau Diberhentikan sementara sebagai Pegawai Negeri Sipil berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 1966, Ditugaskan secara penuh di luar jabatan fungsional yang dijabatnya, Tugas belajar lebih dari 6 bulan, Contoh : Seorang pejabat fungsional untuk mengikuti tugas belajar mulai tanggal 1 Nopember 2008 s.d 30 April Pejabat fungsional tersebut dinyatakan bekerja kembali terhitung mulai tanggal 10 Juli Dalam hal ini : tunjangan jabatan fungsional untuk bulan Nopember 2008 s.d April 2009 tetap dibayarkan; tunjangan jabatan fungsional diberhentikan terhitung mulai bulan Mei 2009 sampai Juli 2010; Cuti di luar tanggungan negara, kecuali untuk persalinan keempat dan seterusnya. g. Pejabat fungsional yang dibebaskan sementara dari jabatannya dapat diangkat kembali apabila: Telah berakhir masa berlakunya hukuman disiplin, Telah selesai melaksanakan tugas diluar jabatanfungsional, Telah selesai tugas belajar lebih dari 6 bulan, 13

14 Berdasarkan keputusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap, dinyatakan tidak bersalah atau dijatuhi hukuman percobaan, Telah selesai menjalankan cuti di luar tanggungan negara dan telah melaporkan diri untuk aktif kembali sebagai Pegawai Negeri Sipil. h. tunjangan jabatan fungsional dibayarkan pada bulan berikutnya setelah tanggal melaksanakan tugas. Apabila tanggal melaksanakan tugas terhitung mulai tanggal 1 bulan berkenaan atau tanggal berikutnya apabila tanggal 1 bertepatan pada hari libur maka tunjangan jabatan fungsional dibayarkan pada bulan berkenaan; i. tunjangan jabatan fungsional tidak dapat berlaku surut dari tanggal penetapan keputusan pengangkatan dalam jabatan fungsional. j. Pemberhentian dari jabatan fungsional Pejabat fungsional diberhentikan dari jabatan fungsional apabila: Dijatuhi hukuman disiplin tingkat berat berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 yang telah mempunyai kekuatan tetap. Tidak dapat mengumpulkan angka kredit menurut ketentuan sebagaimana diatur dalam keputusan Menteri yang bertanggung jawab di bidang pendayagunaan aparatur negara. E. TUNJANGAN YANG DIPERSAMAKAN DENGAN TUNJANGAN JABATAN Ketentuan tentang tunjangan yang dipersamakan dengan tunjangan jabatan pada dasarnya sama dengan tunjangan jabatan fungsional, namun karena tunjangan ini memiliki karakteristik tersendiri sehingga tidak dapat dimasukkan sebagai tunjangan jabatan fungsional. Tunjangan yang dipersamakan dengan tunjangan jabatan meliputi Tunjangan Tenaga Kependidikan, Tunjangan Jabatan Anggota dan Sekretaris Pengganti Mahkamah Pelayaran, Tunjangan Jabatan Bagi Pejabat tertentu yang ditugaskan pada Badan Pemeriksa Keuangan, Tunjangan Hakim, Tunjangan Panitera, Tunjangan Juru Sita dan Juru Sita Pengganti, Tunjangan Pengamat Gunungapi bagi Pegawai Negeri Sipil 14

15 Golongan I dan II, Tunjangan Petugas Pemasyarakatan dan tunjangan jabatan lain berdasarkan peraturan perundang undangan. F. TUNJANGAN KOMPENSASI KERJA (RISIKO BAHAYA ATAS PEKERJAAN) Tunjangan Risiko tidak dapat digolongkan ke dalam Tunjangan Struktural maupun Fungsional. Tunjangan ini diberikan kepada Pegawai Negeri Sipil yang dalam melaksanakan tugasnya tidak hanya dituntut tanggungjawab yang tinggi namun senantiasa dihadapkan dengan dampak resiko bahaya kesehatan atas dirinya sehingga kepada pegawai tersebut diberikan kompensasi. Jenis jenis tunjangan kompensasi kerja antara lain Tunjangan Pengelola Arsip Statis bagi PNS di lingkungan Arsip Nasional RI, Tunjangan Bahaya Radiasi bagi PNS di lingkungan BPTN, Tunjangan Bahaya Radiasi bagi Pekerja Radiasi, Tunjangan Resiko Bahaya Keselamatan dan Kesehatan dalam Penyelenggaraan Permasyarakatan, Tunjangan Pengamanan Persandian, Tunjangan Resiko Bahaya Keselamatan dan Kesehatan dalam Penyelenggaraan Pencarian dan Pertolongan bagi Pegawai Negeri di Lingkungan Badan SAR Nasional dan tunjangan lain yang sejenis dengan tunjangan kompensasi/bahaya yang ditetapkan dengan peraturan perundang undangan. G. TUNJANGAN BERAS Yang dimaksud dengan tunjangan beras adalah tunjangan beras yang diberikan kepada pegawai negeri dan anggota keluarganya dalam bentuk natura (beras) atau dalam bentuk inatura (uang) dengan besaran sesuai ketentuan yang berlaku. Ketentuan ketentuan mengenai tunjangan beras diatur sebagai berikut : 1. Tunjangan beras diberikan kepada pegawai negeri dalam bentuk natura (beras) dan inatura (uang) 2. Besaran tunjangan beras kepada pegawai negeri sipil diberikan sebanyak 10 kg/orang/bulan, atau setara itu yang diberikan dalam bentuk uang dengan besaran harga beras per kilogramnya ditetapkan oleh Menteri Keuangan. Ketentuan terakhir untuk penetapan harga beras adalah Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor PER 67/PB/2010 tanggal 28 Desember 2010, mulai berlaku sejak 1 Januari Besarnya tunjangan beras dalam bentuk uang adalah 15

16 Rp per kilogram sedangkan harga pembelian beras dari Pemerintah kepada Perum Bulog adalah sebesar Rp per kilogram. 3. Besaran tunjangan beras kepada anggota keluarga pegawai negeri sipil diberikan sebanyak 10 kg/orang/bulan atau setara itu yang diberikan dalam bentuk uang yang besaran harga beras per kilogramnya ditetapkan oleh Menteri Keuangan. 4. Banyaknya jumlah orang yang dapat diberikan tunjangan beras adalah pegawai yang bersangkutan ditambah jumlah anggota keluarga yang tercantum dalam daftar gaji Apabila suami istri kedua duanya bekerja sebagai pegawai negeri, tunjangan beras diberikan untuk masing masing suami istri menurut haknya sebagai pegawai negeri. Disamping itu, tunjangan beras juga diberikan kepada istri atau suami dan anak anak sebagai anggota keluarga yang dibebankan kepada salah satu pihak. H. TUNJANGAN KHUSUS PPh Yang dimaksud dengan tunjangan khusus PPh adalah tunjangan khusus pajak yang diberikan oleh pemerintah dalam rangka membantu pegawai negeri yang dikenakan pajak penghasilan. Dasar Hukum : 1. Undang Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang Undang Nomor 7 tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan. 2. Peraturan Pemerintah Nomor 80 tahun 2010 tentang Tarif Pemotongan dan Pengenaan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas Penghasilan yang Menjadi Beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. 3. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 262 tahun 2011 tentang tata cara pemotongan pajak penghasilan pasal 21 bagi pejabat negara, PNS, Anggota TNI, anggota polri, dan pensiunannya atas penghasilan yang Menjadi beban APBN atau APBD. 4. Surat Edaran Direktorat Jenderal Perbendaharaan Nomor SE 8/PB/2011 tanggal 3 Maret 2011 tentang Petunjuk Penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 Bagi 16

17 Pejabat Negara, PNS, Anggota TNI, dan Anggota Polri atas Penghasilan Tetap dan Teratur setiap Bulan. 5. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 250/PMK.03/2008 Tentang Besarnya Biaya Jabatan Atau Biaya Pensiun Yang Dapat Dikurangkan Dari Penghasilan Bruto Pegawai Tetap Atau Pensiunan Hal hal yang harus diperhatikan dalam Perhitungan PPh 21 terkait peraturan perundangan yang berlaku di atas adalah sbb: 1. Kepemilikan NPWP Dalam hal PNS tidak memiliki NPWP, atas penghasilan tetap dan teratur setiap bulan yang dibebankan pada APBD dikenai tarif PPH Ps 21 lebih tinggi sebesar 20% daripada tarif yang diterapkan Tambahan Pajak Penghasilan Pasal 21 sebesar 20% tersebut dipotong dari penghasilan yang diterima PNS yang bersangkutan. 2. Anggota keluarga yang menjadi tanggungan dalam PTKP didasarkan atas jumlah anggota keluarga per 1 Januari atau awal tahun pajak/awal bagian tahun pajak. Penambahan anggota keluarga dalam tahun berjalan tidak otomatis menambah nilai PTKP melainkan tetap berpatokan pada posisi awal tahun pajak (Pasal 7 ayat (2) Undang Undang Nomor 36 Tahun 2008) Dalam aturan kepegawaian, adanya penambahan atau pengurangan anggota keluarga akan langsung menyesuaikan jumlah tanggungan PNS tersebut. Penghasilan Tidak Kena Pajak per tahun diberikan paling sedikit sebesar: a. Rp ,00 (lima belas juta delapan ratus empat puluh ribu rupiah) untuk diri Wajib Pajak orang pribadi; b. Rp ,00 (satu juta tiga ratus dua puluh ribu rupiah) tambahan untuk Wajib Pajak yang kawin; c. Rp ,00 (lima belas juta delapan ratus empat puluh ribu rupiah) tambahan untuk seorang isteri yang penghasilannya digabung dengan penghasilan suami; dan d. Rp ,00 (satu juta tiga ratus dua puluh ribu rupiah) tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus serta 17

18 anak angkat, yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3 (tiga) orang untuk setiap keluarga. Besarnya PTKP jika disesuaikan dengan jumlah tanggungan adalah sebagai berikut : Uraian Jumlah Jiwa PTKP Setahun PNS Lajang/Kawin tanpa tanggungan 1 orang PNS Kawin menangung istri 2 orang PNS Kawin dengan 1 orang anak 3 orang PNS Kawin dengan 2 orang anak 4 orang PNS kawin dengan 3 orang anak 5 orang Besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak bagi karyawati berlaku ketentuan sebagai berikut: a. Bagi wanita kawin, besarnya penghasilan tidak kena pajak untuk dirinya sendiri Dalam hal wanita kawin sebagaimana dimaksud di atas dapat menunjukan keterangan tertulis dari pemerintah daerah setempat serendah rendahnya kecamatan yang menyatakan suaminya tidak menerima atau memperoleh penghasilan, besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak adalah Penghasilan Tidak Kena Pajak untuk dirinya sendiri ditambah Penghasilan Tidak Kena Pajak untuk status kawin dan Penghasilan Tidak Kena Pajak untuk keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat, yang menjadi tanggungan sepenuhnya paling banyak 3 (tiga) orang. (WK 0 2, WK 1 3, WK 2 4, WK 3 5) b. Bagi wanita kawin, sebesar Penghasilan Tidak Kena Pajak untuk dirinya sendiri ditambah Penghasilan Tidak Kena Pajak untuk keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat, yang menjadi tanggungan sepenuhnya paling banyak 3 (tiga) orang (WJ 0 1, WJ 1 2, WJ 2 3). Ringkasan penjelasan ini dalam gambar adalah sebagai berikut: 18

19 4. Dalam menghitung pajak maka penghasilan sebulan harus disetahunkan atau penghasilan sebulan dikalikan Tarif pajak menggunakan tarif pajak progresif sesui dengan Pasal 17 ayat (1) UU Nomor 36 Tahun 2008 yaitu sebagai berikut : Lapisan Penghasilan Kena Pajak sampai dengan Rp ,00 (lima puluh juta rupiah) di atas Rp ,00 (lima puluhjuta rupiah) sampai dengan Rp ,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) di atas Rp ,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) sampai dengan Rp ,00 (lima ratus juta rupiah) di atas Rp ,00 (lima ratus juta rupiah) Tarif Pajak 5% (lima persen) 15% (lima belas persen) 25% (dua puluh lima persen) 30% (tiga puluh persen) 6. Biaya jabatan yang dapat dikurangkan dari penghasilan kotor untuk penghitungan pemotongan pajak penghasilan sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan 19

20 Republik Indonesia Nomor 250/PMK.03/2008 tanggal 31 Desember 2008 ditetapkan sebesar 5% dari penghasilan kotor, setinggi tingginya sebesar Rp , (enam juta rupiah) setahun atau Rp ,00 (lima ratus ribu rupiah) sebulan. I. TUNJANGAN KHUSUS IRIAN/PAPUA Dasar Hukum : Keputusan Presiden Nomor 68 tahun 2002 tentang Tunjangan Khusus Provinsi Papua. Yang dimaksud dengan Tunjangan Khusus Papua adalah tunjangan khusus yang diberikan kepada Pegawai Negeri/Calon Pegawai Negeri yang bekerja di Provinsi Papua dan Papua Barat yang besarnya sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Tunjangan Khusus Papua diberikan dengan latar belakang bahwa pegawai yang berkedudukan di suatu daerah yang angka indeks kemahalan lebih besar daripada angka indeks kemahalan daerah tertentu yang ditunjuk sebagai dasar (standar). Ketentuan ketentuan yang terkait dengan tunjangan khusus Papua sebagai berikut : 1. Besaran tunjangan khusus Papua ditetapkan dengan Keputusan Presiden; 2. Diberikan kepada pegawai yang secara nyata berada dan bekerja di Provinsi Papua dan Papua Barat; 3. Tunjangan khusus Papua diberikan pada bulan berkenaan berada dan bekerja di Propinsi Papua dan Papua Barat yang dibuktikan dengan Surat Pernyataan Melaksanakan Tugas; 4. Tunjangan khusus Papua dihentikan pada bulan berikutnya sejak pegawai yang bersangkutan secara nyata tidak berada dan bekerja di Propinsi Papua/Papua Barat; 5. Tunjangan khusus Papua tidak diberikan kepada pegawai negeri yang diberhentikan dengan hak uang tunggu. 6. Pelaksanaan pemberian tunjangan khusus Provinsi Papua bagi Pegawai Negeri Sipil Daerah diserahkan kepada Pemerintah Daerah. 20

21 J. TUNJANGAN PENGABDIAN WILAYAH TERPENCIL Tunjangan pengabdian wilayah terpencil adalah tunjangan yang diberikan kepada pegawai negeri yang bekerja dan bertempat tinggal di wilayah terpencil berdasarkan ketentuan yang berlaku. Latar belakang pemberian tunjangan pengabdian di wilayah terpencil adalah karena pegawai negeri yang ditempatkan di wilayah terpencil cenderung mengalami permasalahan berat jika dibandingkan dengan mereka yang ditugaskan di wilayah lainnya. Wilayah terpencil adalah wilayah yang sulit dalam berbagai aspek, seperti tidak/belum tersedia pelayanan umum, harga kebutuhan pokok yang sangat mahal, tidak/belum tersedia sarana komunikasi yang memadai. Kondisi wilayah terpencil tentu membutuhkan tingkat pengabdian yang tulus dari seorang pegawai negeri untuk ditempatkan/ditugaskan di daerah tersebut. Untuk itu pemerintah wajib memperhatikan kepentingan pegawai negeri dimaksud dalam bentuk pemberian tunjangan pengabdian. Ketentuan ketentuan yang terkait dengan tunjangan pengabdian wilayah terpencil adalah sebagai berikut : 1. Tunjangan pengabdian di wilayah terpencil diberikan setelah suatu daerah ditetapkan sebagai wilayah terpencil oleh Menteri Dalam Negeri setelah mendapat pertimbangan tertulis dari Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara, Menteri Keuangan, dan Menteri Pertahanan dan Keamanan; 2. Tunjangan pengabdian di wilayah terpencil dibuktikan dengan surat keputusan penempatan tugas di wilayah terpencil dan surat penyataan bekerja dan bertempat tinggal di wilayah terpencil yang diterbitkan oleh pejabat yang berwenang; 3. Tunjangan pengabdian di wilayah terpencil diberikan kepada pegawai yang secara nyata berada dan bekerja di wilayah terpencil; 4. Tunjangan pengabdian di wilayah terpencil diberikan pada bulan berkenaan apabila berdasarkan surat pernyataan bekerja dan bertempat tinggal di wilayah terpencil diterbitkan pada tanggal 1 (satu) bulan berkenaan atau tanggal berikutnya apabila tanggal 1 (satu) bertepatan pada hari libur atau bulan berikutnya apabila surat 21

22 pernyataan bekerja dan bertempat tinggal di wilayah terpencil diterbitkan setelah tanggal 1(satu); 5. Tunjangan pengabdian di wilayah terpencil diberhentikan pada bulan berikutnya apabila pegawai yang bersangkutan : a. Pindah tugas keluar dari wilayah terpencil b. Tidak bertempat tinggal lagi di wilayah terpencil c. Berhenti, meninggal dunia atau pensiun, d. Dijatuhi hukuman penjara atau kurungan berdasarkan keputusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap e. Menjalani cuti di luar tanggungan negara f. Dijatuhi hukuman disiplin berat Pemberian tunjangan pengabdian bagi PNS yang bertugas di wilayah terpencil diatur dengan Keputusan Presiden Nomor 34 tahun 1996 tentang Tunjangan Pengabdian bagi Pegawai Negeri yang Bekerja dan Bertempat Tinggal di Wilayah Terpencil. K. TUNJANGAN UMUM Dasar hukum: 1. Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2006 tanggal 11 Mei 2006 tentang Tunjangan Umum bagi Pegawai Negeri Sipil 2. Surat Badan Kepegawaian Negara nomor K.26 30/V/45 3/99 tanggal 4 Oktober 2007 Tunjangan Umum adalah tunjangan yang diberikan dalam rangka meningkatkan mutu, prestasi, pengabdian dan semangat kerja bagi calon pegawai negeri sipil dan pegawai negeri sipil yang tidak menerima tunjangan jabatan struktural atau tunjangan jabatan fungsional atau tunjangan yang dipersamakan dengan tunjangan jabatan dengan ketentuan : 1. Besaran tunjangan umum diatur dalam Peraturan Pemerintah No.12 Tahun 2006 yaitu sebagai berikut : Golongan Tarif (Rp) Golongan I ,00 22

23 Golongan II ,00 Golongan III ,00 Golongan IV ,00 2. Tunjangan umum diberikan terhitung sejak tanggal 1 Januari 2006; 3. Tambahan tunjangan umum diberikan jika calon pegawai negeri sipil dan pegawai negeri sipil menerima penghasilan (gaji pokok, tunjangan keluarga, tunjangan beras dan tunjangan umum) kurang dari Rp , (satu juta rupiah); 4. Bagi PNS yang memiliki Tunjangan Kompensasi Kerja (Tunjangan Bahaya Radiasi bagi Pekerja Radiasi, Tunjangan Kompensasi Kerja bagi Pegawai Negeri yang ditugaskan di Bidang Persandian, Tunjangan bahaya Nuklir bagi PNS di Lingkungan Badan Tenaga Nuklir Nasional, Tunjangan Pengelolaan Arsip Statis bagi PNS di lingkungan Arsip Nasional Republik Indonesia dan tunjangan Bahaya Radiasi bagi PNS di Lingkungan Badan Pengawas badan Tenaga Nuklir) kepadanya tetap diberikan Tunjangan Umum, sepanjang PNS yang bersangkutan tidak menerima tunjangan fungsional ataupun struktural. 5. Pembayaran tunjangan umum dihentikan terhitung mulai bulan berikutnya sejak pegawai negeri yang bersangkutan: a. Menerima tunjangan jabatan struktural atau tunjangan jabatan fungsional atau tunjangan yang dipersamakan dengan tunjangan jabatan; b. Diberhentikan sementara dari jabatan negeri; c. Dijatuhi hukuman disiplin berupa pembebasan dari jabatan berdasarkan Peraturan Peraturan Nomor 30 Tahun 1980; d. Sedang menjalani cuti besar atau cuti diluar tanggungan negara; e. Diberhentikan dari jabatan organik; f. Menjalani masa bebas tugas/mpp; g. Menjalani masa uang tunggu; h. Menjalani tugas belajar lebih dari 6 bulan. 6. Tunjangan umum bagi pegawai negeri yang diperbantukan, dibayarkan oleh instansi tempat pegawai negeri yang bersangkutan bekerja; 23

24 7. Tunjangan umum bagi pegawai negeri yang dipekerjakan tetap dibayarkan oleh instansi induknya. 8. Tunjangan umum akan dihentikan pembayarannya bila PNS tersebut: a. Menerima tunjangan fungsional/ struktural/ dipersamakan b. Cuti besar/cuti di luar tanggungan Negara c. Bebas tugas/mpp d. Tugas belajar lebih dari 6 bulan L. PEMBULATAN Untuk memudahkan penyelesaian administrasi pembayaran gaji pegawai, maka dalam perhitungan pembayaran gaji diadakan pembulatan. Angka pembulatan sebagai salah satu unsur perhitungan penghasilan bruto yang harus dicantumkan pada lajur yang telah tersedia dalam daftar gaji. Angka pembulatan dicantumkan agar gaji yang diterima pegawai jumlah bersihnya menjadi bulat dalam ketipatan ratusan dengan ketentuan sebagai berikut: 1. Unsur penghasilan diadakan pembulatan ke atas menjadi satuan rupiah (Rp 1,00); 2. Unsur potongan diadakan pembulatan ke bawah menjadi nol rupiah (Rp 0,00); 3. Jumlah akhir dibulatkan ke atas menjadi ratusan rupiah (Rp 100,00). 4. Pembulatan menghasilkan angka positif. M. IURAN PEMDA Merupakan kontribusi dana sebesar 2% dari gaji pokok dan tunjangan keluarga PNS Daerah yang diberikan oleh Pemda setiap bulan untuk penyelenggaraan askes. Dasar hukumnya tercantum dalam Peraturan Pemerintah Nomor 28 tahun 2003 tentang Subsidi dan Iuran Pemerintah dalam Penyelenggaraan Askes. Sedangkan aturan teknisnya tercantum dalam Peraturan Direktur Jendral Perbendaharaan nomor 03 PB Besarnya iuran pemda dapat ditambahkan daftar gaji pada kolom penghasilan. N. POTONGAN GAJI Potongan yang termuat dalam daftar gaji terdiri atas : 24

25 1. Potongan Beras Bulog adalah potongan yang dikenakan bagi pegawai negeri yang menerima tunjangan beras dalam bentuk natura yang jumlah potongannya sebesar tunjangan beras tersebut. Jika tunjangan beras diberikan dalam bentuk uang maka tidak terdapat potongan beras. 2. Iuran Wajib Pegawai Negeri (IWP) adalah iuran yang harus dibayar oleh pegawai negeri setiap bulan yang dipotong langsung dari gaji bulanan. Besarnya IWP adalah sebesar 10 % untuk gaji bulanan, dan 2% untuk gaji terusan dihitung dari penghasilan kotor (Gaji Pokok ditambah tunjangan keluarga). Nilai IWP sebesar 10 % tersebut terdiri dari : Asuransi Kesehatan 2% Tabungan Hari Tua (THT) sebesar 3,25% Tabungan asuransi pensiun (Taspen) sebesar 4,75% Sedangkan untuk uang duka, tidak dikenakan potongan Iuran Wajib PNS ini. 3. PPh pasal 21 adalah potongan pajak yang dikenakan terhadap penghasilan pegawai negeri yang melampaui batas Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP). Jika PNS tersebut memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), maka jumlah potongan PPh adalah sebesar Tunjangan PPh yang didapat. Namun bila PNS tersebut tidak memiliki NPWP dan penghasilannya melampau PTKP, maka jumlah potongan adalah sebesar 120% dari Tunjangan PPh yang didapat, dengan demikian nilai selisih 20% antara Tunjangan dan potongan tersebut menjadi tanggungan pegawai yang bersangkutan. (Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2010 tanggal 20 Desember 2010 tentang Tarif Pemotongan dan Pengenaan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas Penghasilan yang Menjadi Beban APBN atau APBD) 4. Tabungan Perumahan adalah potongan yang dikenakan kepada pegawai negeri sipil untuk membiayai usaha usaha peningkatan kesejahteraan pegawai negeri sipil dalam bidang perumahan yang besarannya diatur menurut perundang undangan yang berlaku. Besarnya potongan tabungan perumahan yang berlaku saat ini sesuai dengan Keputusan Presiden RI Nomor 14 tahun 1993 tentang Tabungan Perumahan pegawai Negeri Sipil adalah sebagai berikut : Golongan Tarif (Rp) 25

26 Golongan I 3.000,00 Golongan II 5.000,00 Golongan III 7.000,00 Golongan IV ,00 5. Potongan Asuransi Kesehatan tambahan yang merupakan hasil Iuran Pemerintah Daerah yang besarnya 2% dari Gaji Pokok ditambah dengan Tunjangan Keluarga jika pada kolom penghasilan telah ditambahkan iuran pemda. 6. Potongan lainnya (sewa rumah, angsuran utang pada negara, kelebihan pembayaran gaji dan tunjangan). 26

27 BAB III. PERHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 A. PENGHITUNGAN MASA ATAU BULANAN SELAIN MASA PAJAK DESEMBER Langkah langkah untuk menghitung PPh pasal 21 atas penghasilan tetap dan teratur setiap bulan adalah sebagai berikut: Hitung seluruh penghasilan bruto yang meliputi seluruh gaji dan tunjangan, dalam contoh dibawah adalah Rp Hitung pengurang penghasilan bruto sebagai berikut: o Iuran pensiun sebesar 4,75% dari gaji pokok dan tunjangan keluarga yaitu Rp , sehingga didapat nilai Rp o Biaya jabatan sebesar 5% dari penghasilan kotor yaitu Rp , sehingga didapat nilai Rp Hitung penghasilan neto, yaitu jumlah penghasilan kotor dikurangi dengan pengurang penghasilan, dalam contoh didapat nilai Rp , kemudian hitung penghasilan neto setahun dengan cara mengalikannya dengan angka 12 sehingga didapat sebesar Rp Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) didapat dari : Untuk Wajib Pajak Rp Status WP kawin Rp Tambahan 2 orang tanggungan (2xRp ) Rp Jumlah Rp Hitung Penghasilan Kena Pajak dengan cara mengurangi pengghasilan neto dengan PTKP sehingga didapat Rp , kemudian bulatkan ke bawah dalam ribuan menjadi Rp Hitung PPh 21 setahun sehingga didapat nilai PPh 21 sebesar Rp Untuk mendapatkan nilai PPh 21 sebulan, bagi nilai PPh setahun dengan 12, sehingga didapat nilai tunjangan PPh sebesar Rp

28 Jika Wajib Pajak tidak punya NPWP, maka kalikan nilai pajaknya dengan 120%, sehingga diperoleh nilai Potongan PPh sebesar Rp Contoh perhitungan ada dalam tabel berikut ini. Uraian Perhitungan PPh 21 bulanan Gaji pokok Tunjangan istri/suami Tunjangan anak Tunjangan struktural Tunjangan fungsional Tunjangan Umum Tunjangan Beras Pembulatan 56 Penghasilan bruto Pengurang penghasilan bruto Iuran pensiun biaya jabatan Penghasilan netto sebulan Penghasilan netto setahun PTKP PPH WP punya NPWP PKP PKP dibulatkan %x %x( ) Jumlah PPH 21 setahun PPH pasal 21 sebulan PPh non NPWP

29 B. PENGHITUNGAN PPH PASAL 21 ATAS GAJI DAN TUNJANGAN KE 13 (KETIGA BELAS) Apabila PNS dalam contoh di atas pada bulan Juli 2010 menerima gaji dan tunjangan ke 13, maka perhitungan PPh pasal 21 atas gaji dan tunjangan ke 13 adalah sebagai berikut: Hitung PPh pasal 21 bulanan seperti contoh nomor 1) sampai didapat jumlah PPh setahun sebesar Rp (lihat kolom perhitungan bulanan) Hitung penghasilan bruto gaji ke 13, dalam contoh adalah sebesar Rp , tambahkan dengan penghasilan bruto setahun perhitungan bulanan sebesar Rp , sehingga didapat nilai Rp Hitung pengurang penghasilan bruto sebagai berikut: o Iuran pensiun sebesar 4,75% dari gaji pokok dan tunjangan keluarga yaitu Rp , kemudian kalikan dengan 12 sehingga didapat nilai Rp o Biaya jabatan sebesar 5% dari penghasilan kotor yaitu Rp , sehingga didapat nilai Rp Penghasilan neto setahun diperoleh dengan mengurangkan angka Rp (C) dengan pengurang penghasilan senilai Rp , sehingga didapat Rp , kurangkan dengan nilai PTKP sehingga diperoleh nilai PKP sebesar Rp , bulatkan ke bawah dalam ribuan menjadi Rp Hitung PPh setahun (F), kemudian selisihkan dengan PPh setahun perhitungan bulanan (E), sehingga didapat PPh gaji 13 senilai Rp Jika pegawai tidak memiliki NPWP maka potongan PPh Pasal 21 atas pembayaran gaji ke 13 adalah sebesar Rp (120% x Rp ). Contoh perhitungan dapat dilihat dalam tabel berikut ini. 29

30 Uraian Perhitungan bulanan gaji 13 dan perhitungan tahunan Gaji pokok Tunjangan istri/suami Tunjangan anak Tunjangan struktural Tunjangan fungsional Tunjangan Umum Tunjangan Beras Pembulatan Tunjangan daerah Terpencil Iuran PMD Tunjangan Papua Penghasilan bruto B Penghasilan bruto setahun A C Pengurang penghasilan bruto Iuran pensiun biaya jabatan Penghasilan netto sebulan Penghasilan netto setahun PTKP Tarif baru WP punya NPWP PKP PKP dibulatkan %x %x( ) Jumlah PPH 21 setahun E F PPH pasal 21 sebulan PPH pasal 21 atas gaji 13 F E Tarif baru non NPWP PPH pasal 21 sebulan PPH pasal 21 atas gaji

31 C. PENGHITUNGAN PPH PASAL 21 ATAS PEMBAYARAN RAPEL Pada prinsipnya perhitungan PPh pasal 21 atas rapel sama dengan cara menghitung PPh Pasal 21 atas gaji ke 13. Sebagai contoh apabila seorang PNS menerima kenaikan gaji berkala dengan gaji baru sebesar Rp terhitung mulai bulan November 2010 dan baru dibayarkan pada Januari 2011, sehingga PNS tersebut berhak atas kekurangan gaji selama 2 (dua) bulan. Cara penghitungan PPh 21 terutang atas rapel seperti dalam tabel di bawah adalah sebagai berikut: Hitung PPh 21 atas gaji bulanan dengan tarif lama yaitu dengan gaji pokok Rp Kemudian penghasilan rapel sebesar Rp ditambahkan dengan penghasilan bruto setahun sebesar Rp sehingga didapat nilai Rp Hitung pengurang penghasilan bruto sebagai berikut: o Iuran pensiun 4,75% dari gaji pokok dan tunjangan keluarga gaji lama (Rp ) dikali 12 bulan dan didapat Rp o Biaya jabatan 5% dari penghasilan bruto yaitu Rp dan didapat Rp Hitung PPh pasal 21 sehingga didapat nilai PPh keseluruhan pendapatan Rp (B) Selisih antara PPh keseluruhan pendapatan Rp (B) dengan PPh gaji bulanan lama setahun Rp (A) merupakan PPh 21 terutang atas rapel Rp (C) Jika PNS tersebut tidak memiliki NPWP maka potongan PPh Pasal 21 atas pembayaran rapel adalah 120% x Rp = Rp Contoh perhitungan dapat dilihat dalam tabel berikut ini 31

32 Uraian Perhitungan bulanan biasa atas gaji lama Rapel Gaji pokok Tunjangan istri/suami Tunjangan anak Tunjangan struktural Tunjangan fungsional Tunjangan Umum Tunjangan Beras Pembulatan Penghasilan bruto bulanan Rapel Penghasilan bulanan setahun Penghasilan bruto tahunan Pengurang penghasilan bruto Iuran pensiun biaya jabatan Penghasilan netto Penghasilan netto setahun PTKP Tarif baru WP punya NPWP PKP PKP dibulatkan Jumlah PPH 21 setahun PPH pasal 21 sebulan pph rapel + gaji lama setahun B PPh gaji lama setahun A pph rapel C

33 D. PENGHITUNGAN PPH 21 ATAS PENGHASILAN YANG TERPISAH DARI PEMBAYARAN GAJI Misalnya seorang PNS dengan status kawin dan 2 anak yang semula ditugaskan di kantor A kemudian dipekerjakan di kantor B sehingga tunjangan jabatan tidak lagi dibayarkan di kantor A dan di kantor B dibayarkan tunjangan jabatan sebesar Rp , maka perhitungan PPh pasal 21 adalah sebagai berikut: Penghitungan PPh 21 kantor A adalah sama dengan penghitungan PPh bulanan biasa (tanpa unsur tunjangan struktural), sesuai penghitungan di atas PPh terutang sebulan adalah Rp Untuk kepentingan penghitungan PPh Pasal 21 di kantor B, hitung terlebih dahulu penghasilan bruto sebulan dengan memasukkan semua unsur penghasilan, termasuk tunjangan struktural, sehingga didapat penghasilan bruto sebesar Rp Hitung pengurang penghasilan sebagai berikut : o Iuran pensiun sebesar 4,75% dari gaji pokok dan tunjangan keluarga yaitu Rp , sehingga didapat nilai Rp o Biaya jabatan sebesar 5% dari penghasilan kotor yaitu Rp , sehingga didapat nilai Rp Hitung penghasilan neto sebulan dengan mengurangkan penghasilan kotor dengan pengurang penghasilan kotor sehingga diperoleh nilai Rp , jumlah ini dikalikan dengan 12 sehingga didapat penghasilan neto setahun sebesar Rp Penghasilan Kena Pajak (PKP) didapat dengan mengurangkan PTKP dari penghasilan neto, sehingga diperoleh nilai sebesar Rp , bulatkan ke bawah dalam ribuan menjadi Rp Hitung PPh pasal 21 kantor B selama setahun yaitu Rp Hasil penghitungan PPh setahun kantor B yaitu Rp kemudian diselisihkan dengan penghitungan PPh setahun kantor A yaitu Rp sehingga didapat Rp Jumlah ini kemudian dibagi 12 untuk mendapatkan PPh sebulan kantor B yaitu sebesar Rp

34 Contoh perhitungan dapat dilihat dalam tabel berikut ini. Modul Bimbingan Teknis Administrator Simda Uraian Perhitungan PPH terutang bendaharawan gaji pokok (kantor A) Perhitungan bendaharawan tunj struktural (kantor B) Gaji pokok Tunjangan istri/suami Tunjangan anak Tunjangan struktural Tunjangan fungsional Tunjangan Umum Tunjangan Beras Pembulatan Penghasilan bruto Pengurang penghasilan bruto Iuran pensiun biaya jabatan Penghasilan netto sebulan Penghasilan netto setahun PTKP PPH WP punya NPWP PKP dibulatkan PPH 5% Selisih PPh Kantor B dan A PPh terutang per bulan PPh non NPWP terutang per bulan

35 E. PENGHITUNGAN PPH PASAL 21 TERUTANG PADA MASA PAJAK DESEMBER Penghitungan PPh 21 masa Desember untuk contoh penghitungan nomor 1) di atas, dan pegawai menerima gaji dan tunjangan ke 13 pada bulan Juli seperti contoh nomor 2) serta tidak ada pendapatan rapel dalam tahun tersebut, adalah sebagai berikut: Penghasilan setahun sebesar Rp didapat dari Gaji bulanan dikalikan 12 yaitu Rp , ditambah dengan penghasilan ke 13 sebesar Rp Pengurang penghasilan kotor sebesar Rp terdiri dari : o Biaya jabatan 5% dari Rp yaitu Rp o Iuran pensiun 4,75% dari gaji pokok dan tunjangan keluarga bulanan (Rp ) selama 12 bulan yaitu Rp Penghasilan neto setahun didapat dari mengurangkan pengurang penghasilan kotor sebesar Rp dari penghasilan setahun (Rp ), sehingga diperoleh penghasilan bersih jumlah Rp Kurangkan PTKP (Rp ) terhadap penghasilan bersih sehingga didapat Penghasilan Kena Pajak senilai Rp , bulatkan ke bawah dalam ribuanpenuh menjadi Rp Jumlah PPh setahun hasil penghitungan adalah Rp kemudian diselisihkan dengan PPh 21 yang sudah dipotong atas pembayaran gaji Bulan Januari s.d November sebesar Rp dan PPh pasal 21 atas pembayaran gaji 13 sebesar Rp , sehingga akan didapat PPh 21 terutang untuk bulan Desember sebesar Rp Contoh perhitungan dapat dilihat dalam tabel berikut ini. 35

PERHITUNGAN GAJI PNS

PERHITUNGAN GAJI PNS PERHITUNGAN GAJI PNS PERHITUNGAN GAJI PNS STRUKTUR PENGGAJIAN GAJI POKOK Besaran gaji pokok diberikan kepada pegawai sesuai dengan yang tercantum dalam SK pengangkatan, SK kenaikan pangkat, surat pemberitahuan

Lebih terperinci

PERHITUNGAN GAJI PNS

PERHITUNGAN GAJI PNS PERHITUNGAN GAJI PNS STRUKTUR PENGGAJIAN GAJI POKOK Besaran gaji pokok diberikan kepada pegawai sesuai dengan yang tercantum dalam SK pengangkatan, SK kenaikan pangkat, surat pemberitahuan kenaikan gaji

Lebih terperinci

MODUL PENGELOLAAN ADMINISTRASI BELANJA PEGAWAI PADA SATUAN KERJA KATA PENGANTAR

MODUL PENGELOLAAN ADMINISTRASI BELANJA PEGAWAI PADA SATUAN KERJA KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Kami ucapkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, karena atas limpahan Rahmat dan Hidayah Nya sehingga kami dapat menyusun modul panduan dalam pengelolaan dan penatausahaan keuangan

Lebih terperinci

Peraturan pelaksanaan Pasal 21 ayat (5) Penghasilan yang Dibebankan Kepada Keuangan Negara atau Keuangan Daerah Peraturan Pemerintah

Peraturan pelaksanaan Pasal 21 ayat (5) Penghasilan yang Dibebankan Kepada Keuangan Negara atau Keuangan Daerah Peraturan Pemerintah Peraturan pelaksanaan Pasal 21 ayat (5) Penghasilan yang Dibebankan Kepada Keuangan Negara atau Keuangan Daerah Peraturan Pemerintah Nomor, tanggal 80 Tahun 2010 20 Desember 2010 Mulai berlaku : 1 Januari

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 262/PMK.03/2010 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 262/PMK.03/2010 TENTANG MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 262/PMK.03/2010 TENTANG TATA CARA PEMOTONGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 BAGI PEJABAT NEGARA, PNS, ANGGOTA TNI, ANGGOTA POLRI,

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 262/PMK.03/2010 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 262/PMK.03/2010 TENTANG MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 262/PMK.03/2010 TENTANG TATA CARA PEMOTONGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 BAGI PEJABAT NEGARA, PNS, ANGGOTA TNI, ANGGOTA POLRI,

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 262/PMK.03/2010 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 262/PMK.03/2010 TENTANG Menimbang : PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 262/PMK.03/2010 TENTANG TATA CARA PEMOTONGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 BAGI PEJABAT NEGARA, PNS, ANGGOTA TNI, ANGGOTA POLRI, DAN PENSIUNANNYA

Lebih terperinci

2016, No Mengingat: Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2016 tentang Pemberian Gaji, Pensiun, atau Tunjangan Ketiga Belas kepada Pegawai Negeri

2016, No Mengingat: Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2016 tentang Pemberian Gaji, Pensiun, atau Tunjangan Ketiga Belas kepada Pegawai Negeri No. 899, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKEU. PNS. Prajurit TNI. Anggota POLRI. Pejabat Negara. Penerima Pensiun/Tunjangan. Gaji/Pensiun/Tunjangan ke-13. Pemberian. Juknis. PERATURAN MENTERI

Lebih terperinci

BADAN KEPEGAWAIAN NEGARA

BADAN KEPEGAWAIAN NEGARA BADAN KEPEGAWAIAN NEGARA TATA CARA PERMINTAAN, PEMBERIAN, DAN PENGHENTIAN TUNJANGAN UMUM BAGI PEGAWAI NEGERI SIPIL PERATURAN KEPALA BADAN KEPEGAWAIAN NEGARA NOMOR : 18 TAHUN 2006 TANGGAL : 30 JUNI 2006

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEUANGAN. Pemotongan PPH Pasal 21. Tata Cara Pemotongan.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEUANGAN. Pemotongan PPH Pasal 21. Tata Cara Pemotongan. No.691, 2010 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEUANGAN. Pemotongan PPH Pasal 21. Tata Cara Pemotongan. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 262/PMK.03/2010 TENTANG TATA CARA

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Anastasia Diana dan Lilis Setiawati Perpajakan Indonesia, Andi, Yogyakarta.

DAFTAR PUSTAKA. Anastasia Diana dan Lilis Setiawati Perpajakan Indonesia, Andi, Yogyakarta. DAFTAR PUSTAKA Anastasia Diana dan Lilis Setiawati. 2011. Perpajakan Indonesia, Andi, Yogyakarta. Direktorat Jenderal Pajak. 2009. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER- 57/PJ/2009 tentang Pedoman

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 144/PMK.05/2014 TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 144/PMK.05/2014 TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 144/PMK.05/2014 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PELAKSANAAN PEMBERIAN GAJI/PENSIUN/TUNJANGAN BULAN KETIGA BELAS DALAM

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 262/PMK.03/2010 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 262/PMK.03/2010 TENTANG MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 262/PMK.03/2010 TENTANG TATA CARA PEMOTONGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 BAGI PEJABAT NEGARA, PNS, ANGGOTA TNI, ANGGOTA POLRI,

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 92/PMK.05/2013 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 92/PMK.05/2013 TENTANG MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 92/PMK.05/2013 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PELAKSANAAN PEMBERIAN GAJI/PENSIUN/TUNJANGAN BULAN KETIGA BELAS DALAM

Lebih terperinci

MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR

MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 96/PMK.05/2016 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PELAKSANAAN PEMBERIAN GAJI, PENSIUN, ATAU TUNJANGAN KETIGA BELAS KEPADA

Lebih terperinci

ANALISIS PERHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN (PPh) PASAL 21 UNTUK PEGAWAI NEGERI SIPIL PADA KANTOR DIREKTORAT JENDERAL KEPENDUDUKAN DAN PENCATATAN SIPIL

ANALISIS PERHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN (PPh) PASAL 21 UNTUK PEGAWAI NEGERI SIPIL PADA KANTOR DIREKTORAT JENDERAL KEPENDUDUKAN DAN PENCATATAN SIPIL ANALISIS PERHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN (PPh) PASAL 21 UNTUK PEGAWAI NEGERI SIPIL PADA KANTOR DIREKTORAT JENDERAL KEPENDUDUKAN DAN PENCATATAN SIPIL Nama/NPM Pembimbing : Kanip/24213760 : Widada, SE., MM.

Lebih terperinci

Contoh perhitungan PPh Pasal 21 bagi Pejabat Negara, PNS dan Para Pensiunan.

Contoh perhitungan PPh Pasal 21 bagi Pejabat Negara, PNS dan Para Pensiunan. Lampiran I Surat Edaran Direktur Jenderal Anggaran Nomor : SE-38/A/521/0395 Tanggal : 15 Maret 1995 Contoh perhitungan PPh Pasal 21 bagi Pejabat Negara, PNS dan Para Pensiunan. 1. Penghitungan PPh Pasal

Lebih terperinci

MENTER"! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN.

MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN. MENTER"! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN. PERATURAN MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54/PMK. 05/2018 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PELAKSANAAN PEMBERIAN TUNJANGAN HARI RAYA DALAM TAHUN ANGGARAN

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI KEUANGAN> Gaji. Pensiun. Tunjangan. Bulan Ketiga Belas. TA 2014. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 152) PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

I. PETUNJUK UMUM PENGHITUNGAN PPh PASAL 21 UNTUK PENGHASILAN TETAP DAN TERATUR SETIAP BULAN

I. PETUNJUK UMUM PENGHITUNGAN PPh PASAL 21 UNTUK PENGHASILAN TETAP DAN TERATUR SETIAP BULAN LAMPIRAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR : 262/PMK.03/2010 TENTANG : TATA CARA PEMOTONGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 BAGI PEJABAT NEGARA, PNS, ANGGOTA TNI, ANGGOTA POLRI DAN PENSIUNANNYA ATAS PENGHASILAN

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I KEUANGAN. Gaji. Pensiun. Tunjangan. Bulan Ketiga Belas. Tahun Anggaran 2016. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 115) PENJELASAN ATAS PERATURAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2016 TENTANG PEMBERIAN GAJI, PENSIUN, ATAU TUNJANGAN KETIGA BELAS KEPADA PEGAWAI NEGERI SIPIL, PRAJURIT TENTARA NASIONAL INDONESIA, ANGGOTA KEPOLISIAN

Lebih terperinci

MODUL KEPEGAWAIAN. Jakarta, 18 Juli 2017

MODUL KEPEGAWAIAN. Jakarta, 18 Juli 2017 MODUL KEPEGAWAIAN Jakarta, 18 Juli 2017 PERATURAN DI BIDANG KEPEGAWAIAN MATERI 1. Konsep-konsep dan Istilah-istilah Kepegawaian, Kedudukan, Kewajiban dan Hak PNS 2. Pengadaan PNS 3. Pembinaan dan Kesejahteraan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.75, 2010 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA APBN. Keuangan. PNS. Pejabat Negara. Gaji Ketiga Belas. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5136) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA PERATURAN REKTOR UNIVERSITAS BRAWIJAYA NOMOR 536 TAHUN 2013 TENTANG

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA PERATURAN REKTOR UNIVERSITAS BRAWIJAYA NOMOR 536 TAHUN 2013 TENTANG KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA PERATURAN REKTOR UNIVERSITAS BRAWIJAYA NOMOR TAHUN 0 TENTANG TENAGA KEPENDIDIKAN TETAP NON PNS UNIVERSITAS BRAWIJAYA REKTOR UNIVERSITAS BRAWIJAYA

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN SAR NASIONAL NOMOR : PER. 02 Tahun 2009 TENTANG

PERATURAN KEPALA BADAN SAR NASIONAL NOMOR : PER. 02 Tahun 2009 TENTANG PERATURAN KEPALA BADAN SAR NASIONAL NOMOR : PER. 02 Tahun 2009 TENTANG PENDELEGASIAN WEWENANG DAN PEMBERIAN KUASA BIDANG KEPEGAWAIAN DI LINGKUNGAN BADAN SAR NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA

Lebih terperinci

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK PETUNJUK PENGISIAN SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 PETUNJUK UMUM

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK PETUNJUK PENGISIAN SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 PETUNJUK UMUM DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK PETUNJUK PENGISIAN SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 PETUNJUK UMUM Berdasarkan ketentuan Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan

Lebih terperinci

SPT Masa Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pasal 26

SPT Masa Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pasal 26 SPT Masa Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pasal 26 Formulir ini digunakan untuk melaporkan kewajiban Pemotongan Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pasal 26 SPT rmal SPT Pembetulan Ke- - Tahun Kalender Formulir

Lebih terperinci

MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALIN AN PERATURAN MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA 117 /PMK.05/2015 TENTANG

MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALIN AN PERATURAN MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA 117 /PMK.05/2015 TENTANG MENTERIKEUANGAN SALIN AN PERATURAN MENTER! KEUANGAN NO MOR 117 /PMK.05/2015 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PELAKSANAAN PEMBERIAN GAJI/PENSIUN /TUNJANGAN BULAN KETIGA BELAS DALAM TAHUN ANGGARAN 2015 KEPADA PEGAWAI

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SALINAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERIAN GAJI/PENSIUN/TUNJANGAN BULAN KETIGA BELAS DALAM TAHUN ANGGARAN 2015 KEPADA PEGAWAI NEGERI SIPIL, ANGGOTA TENTARA NASIONAL

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI PAJAK PENGHASILAN. II.1.1. Pengertian dan Pelaksanaan Pajak Penghasilan

BAB II LANDASAN TEORI PAJAK PENGHASILAN. II.1.1. Pengertian dan Pelaksanaan Pajak Penghasilan BAB II LANDASAN TEORI PAJAK PENGHASILAN II.1. Rerangka Teori dan Literatur II.1.1. Pengertian dan Pelaksanaan Pajak Penghasilan Pajak Penghasilan (PPh) menurut Liberti Pandiangan (2010:v) adalah salah

Lebih terperinci

BAGIAN PERTAMA: PETUNJUK UMUM PENGHITUNGAN PPh PASAL 21. I. PETUNJUK UMUM PENGHITUNGAN PPh PASAL 21 UNTUK PENGHASILAN TETAP DAN TERATUR SETIAP BULAN

BAGIAN PERTAMA: PETUNJUK UMUM PENGHITUNGAN PPh PASAL 21. I. PETUNJUK UMUM PENGHITUNGAN PPh PASAL 21 UNTUK PENGHASILAN TETAP DAN TERATUR SETIAP BULAN LAMPIRAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 262/PMK.03/2010 TENTANG TATA CARA PEMOTONGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 BAGI PEJABAT NEGARA, PNS, ANGGOTA TNI, ANGGOTA POLRI DAN PENSIUNANNYA ATAS PENGHASILAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA, MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 41 TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA PENGHITUNGAN DAN PEMBERIAN TUNJANGAN KINERJA PEGAWAI DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2009 TENTANG PEMBERIAN GAJI/PENSIUN/TUNJANGAN BULAN KETIGA BELAS DALAM TAHUN ANGGARAN 2009 KEPADA PEGAWAI NEGERI, PEJABAT NEGARA, DAN PENERIMA PENSIUN/TUNJANGAN

Lebih terperinci

Magdalena Judika Siringoringo. Oloan Simanjuntak

Magdalena Judika Siringoringo. Oloan Simanjuntak ANALISIS PERHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 MENURUT UU NO. 36 TAHUN 2008 SEBUAH KAJIAN INTERPRETIVE PADA KANTOR DINAS KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN KABUPATEN TOBA SAMOSIR Magdalena Judika Siringoringo Oloan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 2014 TENTANG PEMBERIAN GAJI/PENSIUN/TUNJANGAN BULAN KETIGA BELAS DALAM TAHUN ANGGARAN 2014 KEPADA PEGAWAI NEGERI SIPIL, ANGGOTA TENTARA NASIONAL INDONESIA,

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2011 TENTANG PEMBERIAN GAJI/PENSIUN/TUNJANGAN BULAN KETIGA BELAS DALAM TAHUN ANGGARAN 2011 KEPADA PEGAWAI NEGERI, PEJABAT NEGARA, DAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2013

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2013 SALINAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERIAN GAJI/PENSIUN/TUNJANGAN BULAN KETIGA BELAS DALAM TAHUN ANGGARAN 2013 KEPADA PEGAWAI NEGERI, PEJABAT NEGARA, DAN PENERIMA

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2011 TENTANG PEMBERIAN GAJI/PENSIUN/TUNJANGAN BULAN KETIGA BELAS DALAM TAHUN ANGGARAN 2011 KEPADA PEGAWAI NEGERI, PEJABAT NEGARA, DAN PENERIMA PENSIUN/TUNJANGAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERIAN GAJI/PENSIUN/TUNJANGAN BULAN KETIGA BELAS DALAM TAHUN ANGGARAN 2013 KEPADA PEGAWAI NEGERI, PEJABAT NEGARA, DAN PENERIMA PENSIUN/TUNJANGAN

Lebih terperinci

MEMUTUSKAN PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 99 TAHUN 2000 TENTANG KENAIKAN PANGKAT PEGAWAI NEGERI SIPIL.

MEMUTUSKAN PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 99 TAHUN 2000 TENTANG KENAIKAN PANGKAT PEGAWAI NEGERI SIPIL. PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2002 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 99 TAHUN 2000 TENTANG KENAIKAN PANGKAT PEGAWAI NEGERI SIPIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER- 31/PJ/2012

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER- 31/PJ/2012 Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pajak Tahun 2013 PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER- 31/PJ/2012 PEDOMAN TEKNIS TATA CARA PEMOTONGAN, PENYETORAN DAN PELAPORAN PAJAK

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2009 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2009 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2009 TENTANG PEMBERIAN GAJI/PENSIUN/TUNJANGAN BULAN KETIGA BELAS DALAM TAHUN ANGGARAN 2009 KEPADA PEGAWAI NEGERI, PEJABAT NEGARA, DAN PENERIMA PENSIUN/TUNJANGAN

Lebih terperinci

3 Tipe Perhitungan Pajak Penghasilan

3 Tipe Perhitungan Pajak Penghasilan 3 Tipe Perhitungan Mengelola Tim dan Isu Terkait Legal Mengelola Tim HASIL KOLABORASI OLEH TIM: DITULIS & DIADAPTASI OLEH: Vania Utami Gunawan TERINSPIRASI DARI: Online Pajak,(2015), PPh Pasal 21: Perhitungan

Lebih terperinci

BAB III TEORI DAN PRAKTIK

BAB III TEORI DAN PRAKTIK BAB III TEORI DAN PRAKTIK 3.1 Tinjauan Teori 3.1.1 Pengertian Sistem Informasi Akuntansi Pengertian Menurut Mulyadi (2008:3),sistem informasi akuntansi adalah organisasi, formulir, catatan, dan laporan

Lebih terperinci

PEMBERHENTIAN DAN PENSIUN PEGAWAI NEGERI SIPIL

PEMBERHENTIAN DAN PENSIUN PEGAWAI NEGERI SIPIL PEMBERHENTIAN DAN PENSIUN PEGAWAI NEGERI SIPIL BAB II PEMBERHENTIAN DAN PENSIUN PEGAWAI A. PEMBERHENTIAN PEGAWAI 1. Pengertian Pemberhentian Pegawai Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil adalah pemberhentian

Lebih terperinci

2. Pegawai Aparatur Sipil Negara yang selanjutnya disebut Pegawai ASN adalah pegawai negeri sipil dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja yang

2. Pegawai Aparatur Sipil Negara yang selanjutnya disebut Pegawai ASN adalah pegawai negeri sipil dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja yang RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG GAJI, TUNJANGAN, DAN FASILITAS PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.32, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENHUB. Bidang Kepegawaian. Pemberian Kuasa. Pendelegasian Wewenang. Wewenang. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 2 TAHUN

Lebih terperinci

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PERBENDAHARAAN

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PERBENDAHARAAN DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PERBENDAHARAAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERBENDAHARAAN NOMOR PER- 26/PB/26 TENTANG TATA CARA PEMBAYARAN TUNJANGAN UMUM BAGI PEGAWAI NEGERI

Lebih terperinci

MENTEHI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN.. PERATURAN MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52/PMK.05/2018

MENTEHI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN.. PERATURAN MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52/PMK.05/2018 I MENTEHI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN.. PERATURAN MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52/PMK.05/2018 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN MENTER! KEUANGAN NOMOR 96/PMK.05/2016 TENTANG PETUNJUK

Lebih terperinci

PERBANDINGAN MATERI POKOK UU NO. 8 TAHUN 1974 JO UU NO. 43 TAHUN 1999 TENTANG POKOK-POKOK KEPEGAWAIAN DAN RUU TENTANG APARATUR SIPIL NEGARA (RUU ASN)

PERBANDINGAN MATERI POKOK UU NO. 8 TAHUN 1974 JO UU NO. 43 TAHUN 1999 TENTANG POKOK-POKOK KEPEGAWAIAN DAN RUU TENTANG APARATUR SIPIL NEGARA (RUU ASN) PERBANDINGAN MATERI POKOK UU NO. 8 TAHUN 1974 JO UU NO. 43 TAHUN 1999 TENTANG POKOK-POKOK KEPEGAWAIAN DAN RUU TENTANG APARATUR SIPIL NEGARA (RUU ASN) NO. 1. Judul Undang-undang tentang Pokok- Pokok kepegawaian

Lebih terperinci

PRES/DEN REPUBLIK INDONES/i\

PRES/DEN REPUBLIK INDONES/i\ SALINAN PRES/DEN REPUBLIK INDONES/i\ PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 19 TAHUN 2016 TENTANG PEMBERIAN GAJI, PENSIUN, ATAU TUNJANGAN KETIGA BELAS KEPADA PEGAWAI NEGERI SIPIL, PRAJURIT TENTARA NASIONAL INDONESIA,

Lebih terperinci

Perhitungan pajak PP 80-KMK 262 Rapel Beras Warning gpensiun 6 bulan sebelumnya Koneksi Simda keuangan ditambah. Tambahan Status Pegawai Pindah SKPD

Perhitungan pajak PP 80-KMK 262 Rapel Beras Warning gpensiun 6 bulan sebelumnya Koneksi Simda keuangan ditambah. Tambahan Status Pegawai Pindah SKPD SYSTEM REQUIREMENT SIMDA GAJI-R11 SIMDA GAJI -RILIS 11(1) Perhitungan pajak PP 80-KMK 262 Rapel Beras Warning gpensiun 6 bulan sebelumnya Koneksi Simda keuangan ditambah untuk rapel, uang duka/terusan

Lebih terperinci

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-32/PJ/2009 TENTANG

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-32/PJ/2009 TENTANG DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-32/PJ/2009 TENTANG BENTUK FORMULIR SURAT PEMBERITAHUAN MASA PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 DAN/ATAU

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISA HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV ANALISA HASIL DAN PEMBAHASAN A. Analisis Pemotongan dan Pemungutan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 dan Pasal 22 1. Analisis Pemotongan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 Berdasarkan sistem self assessment

Lebih terperinci

1 of 5 21/12/ :03

1 of 5 21/12/ :03 1 of 5 21/12/2015 10:03 MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 89/PMK.05/2012 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PEMBERIAN GAJI/PENSIUN/TUNJANGAN BULAN KETIGA

Lebih terperinci

SPT Masa Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pasal 26

SPT Masa Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pasal 26 Lampiran I Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor : PER-32/PJ/2009 Tanggal : 25 Mei 2009 Departemen Keuangan RI Direktorat Jenderal Pajak Masa Pajak SPT Masa Pajak Pasal 21 dan/atau Pasal 26 Formulir

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2002 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 99 TAHUN 2000 TENTANG KENAIKAN PANGKAT PEGAWAI NEGERI SIPIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK PETUNJUK PENGISIAN SURAT PEMBERITAHUAN TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 (SPT TAHUNAN PPh PASAL 21) (SPT 1721 beserta lampiran-lampirannya)

Lebih terperinci

DAFTAR PERTANYAAN. penyetoran dan pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21?

DAFTAR PERTANYAAN. penyetoran dan pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21? Lampiran 1 DAFTAR PERTANYAAN 1. Peraturan Undang-undang tahun berapa yang dipakai untuk pemotongan, penyetoran dan pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21? 2. Bagaimana proses pemotongan dan penyetoran Pajak

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 99 TAHUN 2000 TENTANG KENAIKAN PANGKAT PEGAWAI NEGERI SIPIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 99 TAHUN 2000 TENTANG KENAIKAN PANGKAT PEGAWAI NEGERI SIPIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 99 TAHUN 2000 TENTANG KENAIKAN PANGKAT PEGAWAI NEGERI SIPIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : bahwa dalam rangka meningkatkan pelaksanaan pembinaan Pegawai

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.158, 2013 KEMENTERIAN PERTAHANAN. Kepegawaian. Kenaikan Pangkat. PNS. PERATURAN MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2012 TENTANG KENAIKAN PANGKAT BAGI

Lebih terperinci

TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN JABATAN FUNGSIONAL PENGHULU DAN ANGKA KREDITNYA MENTERI AGAMA DAN KEPALA BADAN KEPEGAWAIAN NEGARA,

TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN JABATAN FUNGSIONAL PENGHULU DAN ANGKA KREDITNYA MENTERI AGAMA DAN KEPALA BADAN KEPEGAWAIAN NEGARA, PERATURAN BERSAMA MENTERI AGAMA DAN KEPALA BADAN KEPEGAWAIAN NEGARA NOMOR : 20 TAHUN 2005 NOMOR : 14A TAHUN 2005 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN JABATAN FUNGSIONAL PENGHULU DAN ANGKA KREDITNYA MENTERI AGAMA

Lebih terperinci

Fransisca Hanita Rusgowanto S,Kom. M,Ak

Fransisca Hanita Rusgowanto S,Kom. M,Ak Modul ke: Perpajakan I PPh 21 Fransisca Hanita Rusgowanto S,Kom. M,Ak Fakultas Ekonomi dan Bisnis Program Studi S1. Akuntansi Pemotong PPh Pasal 21/26 pemberi kerja yang terdiri dari: a.orang pribadi dan

Lebih terperinci

Analisis Perhitungan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 Untuk Pegawai Negeri Sipil Pada Kantor Imigrasi Kelas II Depok

Analisis Perhitungan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 Untuk Pegawai Negeri Sipil Pada Kantor Imigrasi Kelas II Depok Analisis Perhitungan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 Untuk Pegawai Negeri Sipil Pada Kantor Imigrasi Kelas II Depok Nama : Bakti Ramanda NPM : 21212354 Jurusan : Akuntansi Dosen Pembimbing : Rina Nofiyanti.

Lebih terperinci

TELAAHAN PEMBAYARAN GAJI DAN TUNJANGAN TERKAIT DENGAN STATUS KEPEGAWAIAN BAGI PEGAWAI NEGERI SIPIL

TELAAHAN PEMBAYARAN GAJI DAN TUNJANGAN TERKAIT DENGAN STATUS KEPEGAWAIAN BAGI PEGAWAI NEGERI SIPIL TELAAHAN PEMBAYARAN GAJI DAN TUNJANGAN TERKAIT DENGAN STATUS KEPEGAWAIAN BAGI PEGAWAI NEGERI SIPIL DIREKTORAT GAJI DAN KESEJAHTERAAN BADAN KEPEGAWAIAN NEGARA 2008 1 A. Latar Belakang Berdasarkan Undang-undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sumber penerimaan negara berasal dari dana publik yang harus dikelola

BAB I PENDAHULUAN. Sumber penerimaan negara berasal dari dana publik yang harus dikelola BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sumber penerimaan negara berasal dari dana publik yang harus dikelola secara bertanggung jawab. Pengelolaan keuangan publik pemerintah pusat dilakukan dengan

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH NOMOR 58 TAHUN 2014 T E N T A N G

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH NOMOR 58 TAHUN 2014 T E N T A N G SALINAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH NOMOR 58 TAHUN 2014 T E N T A N G PEMBERIAN TAMBAHAN PENGHASILAN BAGI PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.140, 2010 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA EKONOMI. Pajak Penghasilan. Pasal 21. APBN. APBD. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5174) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

BENDAHARA SEBAGAI PEMOTONG PAJAK PENGHASILAN PASAL 21/26 BAB II

BENDAHARA SEBAGAI PEMOTONG PAJAK PENGHASILAN PASAL 21/26 BAB II BAB II BENDAHARA SEBAGAI PEMOTONG PAJAK PENGHASILAN PASAL 21/26 BAB II BAB II BENDAHARA SEBAGAI PEMOTONG PAJAK PENGHASILAN PASAL 21/26 1. DASAR HUKUM a. Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA NOMOR : PER/ 66 /M.PAN/6/2005 TENTANG JABATAN FUNGSIONAL WIDYAISWARA DAN ANGKA KREDITNYA

PERATURAN MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA NOMOR : PER/ 66 /M.PAN/6/2005 TENTANG JABATAN FUNGSIONAL WIDYAISWARA DAN ANGKA KREDITNYA PERATURAN MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA NOMOR : PER/ 66 /M.PAN/6/2005 TENTANG JABATAN FUNGSIONAL WIDYAISWARA DAN ANGKA KREDITNYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR

Lebih terperinci

MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALIN AN

MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALIN AN MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALIN AN PERATURAN MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 76/PMK.05/2017 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PELAKSANAAN PEMBERIAN TUNJANGAN HARI RAYA DALAM TAHUN ANGGARAN 2017

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1985 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN 1984 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1985 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN 1984 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1985 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN 1984 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk lebih memberikan kemudahan dan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1979 TENTANG PEMBERHENTIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, MEMUTUSKAN :

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1979 TENTANG PEMBERHENTIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, MEMUTUSKAN : PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1979 TENTANG PEMBERHENTIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa ketentuan-ketentuan mengenai pemberhentian Pegawai

Lebih terperinci

INDEKSPERATURANPERUNDANG-UNDANGAN BIDANGKEPEGAWAIAN

INDEKSPERATURANPERUNDANG-UNDANGAN BIDANGKEPEGAWAIAN INDEKSPERATURANPERUNDANG-UNDANGAN BIDANGKEPEGAWAIAN MAHKAMAH AGUNGRI November2015 INDEKS PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN BIDANG KEPEGAWAIAN POKOK BAHASAN URAIAN DASAR HUKUM KETERANGAN 1 2 3 4 FORMASI 1.

Lebih terperinci

MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA

MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA NOMOR : 26B /PER/M. KOMINFO/7/2008 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENGANGKATAN, KENAIKAN JABATAN/PANGKAT, PEMBEBASAN

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN. 1. Bagian-bagian dalam proses perhitungan pajak penghasilan PPh

BAB IV PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN. 1. Bagian-bagian dalam proses perhitungan pajak penghasilan PPh BAB IV PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN A. Hasil dan Pembahasan 1. Bagian-bagian dalam proses perhitungan pajak penghasilan PPh pasal 21. Perhitungan pajak PPh 21 tidak akan terlepas dari bagian-bagian

Lebih terperinci

Kenaikan Pangkat PNS. 1. Juru Muda, Ia. 2. Juru Muda Tingkat 1, Ib. 3. Juru, Ic. 4. Juru Tingkat 1, Id. 5. Pengatur Muda, IIa

Kenaikan Pangkat PNS. 1. Juru Muda, Ia. 2. Juru Muda Tingkat 1, Ib. 3. Juru, Ic. 4. Juru Tingkat 1, Id. 5. Pengatur Muda, IIa Kenaikan Pangkat PNS Pangkat adalah kedudukan yang M menunjukkan tingkatan seseorang Pegawai Negeri Sipil berdasarkan jabatannya dalam rangkaian susunan kepegawaian dan digunakan sebagai dasar penggajian.

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG, SALINAN NOMOR 5, 2014 PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG PEMBERIAN TAMBAHAN PENGHASILAN BERDASARKAN BEBAN KERJA KEPADA PEGAWAI NEGERI SIPIL YANG DIPEKERJAKAN DI LUAR PEMERINTAH KOTA MALANG

Lebih terperinci

2016, No Menetapkan: MEMUTUSKAN: PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PETUNJUK TEKNIS PELAKSANAAN PEMBERIAN TUNJANGAN HARI RAYA DALAM TAHUN ANGGA

2016, No Menetapkan: MEMUTUSKAN: PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PETUNJUK TEKNIS PELAKSANAAN PEMBERIAN TUNJANGAN HARI RAYA DALAM TAHUN ANGGA No.900, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKEU. THR. PNS. Prajurit TNI. Anggota POLRI. Pejabat Negara. Pelmberian. Pelaksanaan. Juknis. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 97/PMK.05/2016

Lebih terperinci

Presiden Republik Indonesia,

Presiden Republik Indonesia, Copyright 2000 BPHN PP 32/1979, PEMBERHENTIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL *28126 Bentuk: PERATURAN PEMERINTAH (PP) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 32 TAHUN 1979 (32/1979) Tanggal: 29 SEPTEMBER 1979 (JAKARTA)

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 99 TAHUN 2000 TENTANG KENAIKAN PANGKAT PEGAWAI NEGERI SIPIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 99 TAHUN 2000 TENTANG KENAIKAN PANGKAT PEGAWAI NEGERI SIPIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 99 TAHUN 2000 TENTANG KENAIKAN PANGKAT PEGAWAI NEGERI SIPIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dalam rangka meningkatkan pelaksanaan pembinaan

Lebih terperinci

2016, No Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 6, Tambahan Le

2016, No Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 6, Tambahan Le BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1776, 2016 BNPB. Tunjangan Kinerja. Pemberian. Pelaksanaan. Pencabutan. PERATURAN KEPALA BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANA NOMOR 01 TAHUN 2016 TENTANG PELAKSANAAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.592, 2012 KEMENTERIAN KEUANGAN. Gaji. Pensiun. Tunjangan Ketiga Belas. Petunjuk Teknis. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 89/PMK.05/2012 TENTANG PETUNJUK

Lebih terperinci

RINGKASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG APARATUR SIPIL NEGARA

RINGKASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG APARATUR SIPIL NEGARA RINGKASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG APARATUR SIPIL NEGARA A. Pendahuluan Alasan/pertimbangan penggantian Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok- Pokok Kepegawaian

Lebih terperinci

PETUNJUK PELAKSANAAN PENANGANAN ADMINISTRASI PEMBERHENTIAN DENGAN HAK PENSIUN PEGAWAI NEGERI SIPIL SEKRETARIAT NEGARA REPUBLIK INDONESIA BAB I

PETUNJUK PELAKSANAAN PENANGANAN ADMINISTRASI PEMBERHENTIAN DENGAN HAK PENSIUN PEGAWAI NEGERI SIPIL SEKRETARIAT NEGARA REPUBLIK INDONESIA BAB I PETUNJUK PELAKSANAAN PENANGANAN ADMINISTRASI PEMBERHENTIAN DENGAN HAK PENSIUN PEGAWAI NEGERI SIPIL SEKRETARIAT NEGARA REPUBLIK INDONESIA BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2015 TENTANG

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2015 TENTANG SALINAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN MUTASI PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN DALAM NEGERI

Lebih terperinci

BUPATI GRESIK PROVINSI JAWA TIMUR

BUPATI GRESIK PROVINSI JAWA TIMUR BUPATI GRESIK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI GRESIK NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG TUGAS BELAJAR BAGI PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN GRESIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2017 TENTANG PENGHASILAN CALON PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN PERTAHANAN DAN TENTARA NASIONAL INDONESIA

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BNPB. Tunjangan Kinerja. Pemberian. Tata Cara.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BNPB. Tunjangan Kinerja. Pemberian. Tata Cara. No.1831, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BNPB. Tunjangan Kinerja. Pemberian. Tata Cara. PERATURAN KEPALA BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANA NOMOR 17 TAHUN 2014 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN TUNJANGAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2002 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2002 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2002 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 99 TAHUN 2000 TENTANG KENAIKAN PANGKAT PEGAWAI NEGERI SIPIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 99 TAHUN 2000 TENTANG KENAIKAN PANGKAT PEGAWAI NEGERI SIPIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 99 TAHUN 2000 TENTANG KENAIKAN PANGKAT PEGAWAI NEGERI SIPIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 99 TAHUN 2000 TENTANG KENAIKAN PANGKAT PEGAWAI NEGERI SIPIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : bahwa dalam rangka meningkatkan pelaksanaan pembinaan Pegawai

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 478/KMK. 06/2002 TENTANG PERSYARATAN DAN BESAR MANFAAT TABUNGAN HARI TUA BAGI PEGAWAI NEGERI SIPIL

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 478/KMK. 06/2002 TENTANG PERSYARATAN DAN BESAR MANFAAT TABUNGAN HARI TUA BAGI PEGAWAI NEGERI SIPIL MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 478/KMK. 06/2002 TENTANG PERSYARATAN DAN BESAR MANFAAT TABUNGAN HARI TUA BAGI PEGAWAI NEGERI SIPIL MENTERI KEUANGAN

Lebih terperinci

-1- REPUBLIK INDONESIA

-1- REPUBLIK INDONESIA -1- MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 04/PRT/M/2016 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PEMBERIAN TUNJANGAN

Lebih terperinci

2015, No Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5601); 4. Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 1975 tentang Sumpah/Janji Pegawai Neger

2015, No Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5601); 4. Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 1975 tentang Sumpah/Janji Pegawai Neger BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.998, 2015 KEMENDAGRI. Mutasi. Pegawai Negeri Sipil. Pedoman. PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN MUTASI PEGAWAI NEGERI

Lebih terperinci

UU 10/1994, PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1991

UU 10/1994, PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1991 Copyright 2002 BPHN UU 10/1994, PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1991 *8679 Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU)

Lebih terperinci

WALIKOTA TEGAL PERATURAN WALIKOTA TEGAL NOMOR 72 TAHUN 2012 TENTANG

WALIKOTA TEGAL PERATURAN WALIKOTA TEGAL NOMOR 72 TAHUN 2012 TENTANG SALINAN WALIKOTA TEGAL PERATURAN WALIKOTA TEGAL NOMOR 72 TAHUN 2012 TENTANG TAMBAHAN PENGHASILAN KEPADA PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KOTA TEGAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30/PERMEN-KP/2013 TENTANG

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30/PERMEN-KP/2013 TENTANG PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30/PERMEN-KP/2013 TENTANG PEMBERIAN, PENAMBAHAN, DAN PENGURANGAN TUNJANGAN KINERJA BAGI PEGAWAI DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN KELAUTAN DAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1500, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN. Tunjangan Kinerja. Pemberian. Penambahan. Pengurangan. PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

BUPATI AGAM PERATURAN BUPATI AGAM NOMOR 05 TAHUN 2012 T E N T A N G

BUPATI AGAM PERATURAN BUPATI AGAM NOMOR 05 TAHUN 2012 T E N T A N G BUPATI AGAM PERATURAN BUPATI AGAM NOMOR 05 TAHUN 2012 T E N T A N G PELAKSANAAN PEMBERIAN TUGAS BELAJAR, TUGAS BELAJAR MANDIRI DAN IZIN BELAJAR BAGI PEGAWAI NEGERI SIPIL DILINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN

Lebih terperinci