RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 001/PUU-I/2003

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 001/PUU-I/2003"

Transkripsi

1 RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 001/PUU-I/2003 I. PARA PEMOHON PEMOHON I : APHI (ASOSIASI PENASEHAT HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA INDONESIA ) PEMOHON II : PBHI (PERHIMPUNAN BANTUAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA INDONESIA) PEMOHON III : YAYASAN 324 KUASA HUKUM : HOTMA TIMBUL H.,SH. dkk II. PENGUJIAN UNDANG-UNDANG Undang-undang Nomor 20 Tahun 2002 tentang Ketenagalistrikan Bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 III. ALASAN Pasal 1 huruf 18, Pasal 7, Pasal 15 ayat (2), Pasal 17 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), Pasal 32 ayat (1), Pasal 67 huruf b Undang-undang Nomor 20 Tahun 2002 tentang Ketenagalistrikan bertentangan dengan Pasal-Pasal di dalam Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 karena: 1. Bahwa pemberlakuan UU nomor 20 Tahun 2002 tentang KETENAGALISTRIKAN sebagai pengganti UU Nomor Tahun 1985, pada dasarnya adalah untuk mengikutsertakan pihak swasta, dan penerapan kompetensi dalam usaha penyediaan tenaga listrikan untuk kepentingan umum justru tidaklah beralasan, karena keikutsertakaan pihak swasta dalam usaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum justru telah mengakibatkan keterpurukan sektor ketenagalistrikan. Dengan mengikutsertakan pihak swasta dalam usaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum, berarti : a. Kepentingan umum tidak lagi menjadi sesuatu yang penting dan harus dijaga oleh Negara.

2 b. kepentingan umum ynag dimaksud dalam UU Nomor 20 Tahun 2002 justru bertentangan dengan ketentuan mengenai kepentingan umum dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku lainnya. Dalam Penjelasan Pasal 32 ayat (1) UU Nomor 20 Tahun 2002 disebutkan sebagai berikut : Yang dimaksud dengan kepentingan umum adalah segala kegiatan yang dilakukan oleh pemegang Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik dalam rangka pelayanan kepada masyarakat. 2. Bahwa oleh pemerintah untuk mendukung keberadaan UU Ketenagalistrikan tersebut adalah alasan Indonesia kekurangan suplai tenaga listrik dan diperlukan pembangunan pembangkit-pembangkit baru, yang untuk itu diperlukan investorinvestor dari luar negeri, yang kesemuanya tidak mungkin dilakukan apabila tidak dilakukan perubahan terhadap UU Nomor 15 Tahun 1985 tentang Ketenagalistrikan. Salah satu pokok UU Nomor 20 Tahun 2002 adalah ketentuan mengenai penyelenggaraan usaha penyediaan tenaga listrik, yang menjadikan negara tidak lagi bertanggungjawab terhadap penyelenggaraan usaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum, yang mana semula ditetapkan dalam UU Nomor 15 Tahun 1985, Pasal 7 ayat (1), yang menyebutkan : Usaha penyediaan tenaga listrik dilakukan oleh negara dan diselenggarakan oleh badan usaha milik negara yang didirikan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagai Pemegang Kuasa Usaha Ketenagalistrikan. 3. PEMOHON memandang Bahwa negara tidak lagi bertanggungjawab terhadap penyelenggaraan usaha penyediaan tenaga listrik justru tidaklah beralasan, berdasarkan argumentasi antara lain: a. Listrik merupakan sumber energi yang menyangkut kepentingan hajat hidup orang banyak yang dalam penggunaannya tidak mungkin digantikan oleh sumber energi lain. b. Penyediaan tenaga listrik sebagai infrastruktur pembangunan bangsa dan negara belum menjangkau sebagian besar rakyat yang tersebar di berbagai pelosok tanah air. c. Listrik merupakan kepentingan umum yang ketersediaanya harus dijamin oleh negara.

3 d. Listrik merupakan cabang produksi strategis yang penting untuk dikuasai oleh negara. 4. Bahwa syarat-syarat dalam penetapan wilayah yang menerapkan kompetisi sebagaimana ditentukan dalam UU Nomor 20 Tahun 2002 Pasal 15 ayat (2), tidak mempertimbangkan daya beli atau kondisi sosial ekonomi masyarakat, dan tingkat keekonomian harga jual tenaga listrik yang hendak dicapai adalah untuk menjamin keuntungan pelaku usaha. PENGUJIAN SECARA FORMIL MENURUT PEMOHON Prosedur persetujuan RUU Ketenagalistrikan menjadi UU Nomor 20 Tahun 2002 bertentangan dengan Pasal 20 ayat (1) UUD 1945 jo UU Nomor Pasal 33 ayat (2) huruf a dan ayat (5) UU Nomor 4 Tahun 1999 tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR dan DPRD jo Keputusan DPR RI Nomor 03A/DPR RI/I/ tentang Peraturan Tata Tertib DPR RI. Dengan begitu prosedur persetujuan RUU Ketenagalistrikan menjadi UU oleh DPR mengandung cacat hukum atau tidak sah. PENGUJIAN SECARA MATERIIL MENURUT PEMOHON Bahwa menurut permohonan ini, yang dimohonkan untuk pengujian bukan hanya materi pasal atau bagian tertentu dari UU Nomor 20 Tahun 2002 melainkan secara keseluruhan, karena diantara pasal-pasalnya tidak dapat dipisahkan dengan mengingat filosofis diadakannya UU a quo untuk meliberalisasi sektor ketenagalistrikan di Indonesia, yang dipandang sebagai bertentangan dengan Pasal 33 ayat (2) UUD Menurut PEMOHON dengan demikian cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak harus dikuasai oleh Negara dalam artian diatur dan diselenggarakan oleh pihak-pihak yang diberi wewenang oleh Negara, menurut Prof. DR Mr.Seopomo sebagai arsitek UUD 1945 menulis dalam salah satu bukunya memberi pengertian dikuasai yang tercantum dalam Pasal 33 UUD 1945 sebagai berikut :...termasuk pengertian mengatur dan/atau menyelenggarakan terutama untuk memperbaiki dan mempertimbangkan produksi.... Demikian juga tokoh ekonomi Indonesia, mantan Wakil Presiden I dan salah satu arsitek UUD 1945, menyatakan :...Pemerintah membangun dari atas, melaksanakan yang besar-besar seperti

4 membangun tenaga listrik, persediaan air minum,..., menyelenggarakan berbagai macam produksi yang menguasai hajat hidup orang banyak. 1. Bahwa keberadaan UU Nomor 22 Tahun 2001 aquo bertentangan dengan Pasal 33 ayat (2) dan (3) UUD 1945 berdasarkan alasan-alasan sebagai berikut : 1.1 bahwa tenaga listrik mempunyia peranan penting bagi masyarakat Indoneisa, baik badan-badan usaha, perorangan/rumah tangga, dan lain sebagainya, dalam menjalankan kegiatannya masing-masing, seperti antara lain untuk keperluan penerangan ruangan, menjalankan komputer, Air Conditioning, menjalankan alat pendingin dll. 1.2 penyediaan tenaga listrik bagi masyarakat Indonesia menjadi tanggungjawab dan kewajiban negara cq.pemerintah, sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 33 UUD 1945 di atas. 1.3 dalam melaksanakan peran dan tanggungjawab negara cq pemerintah tersebut dilaksakan oleh PT PLN (Persero), sebagaimana diamanatkan dalam UU Nomor 15 Tahun 1985 Pasal 7 ayat (1), yang menyebutkan : Usaha penyediaan tenaga listrik dilakukan oleh negara dan diselenggarakan oleh badan usaha milik negara yang didirikan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagai Pemegang Kuasa Usaha Ketenagalistrikan. 1.4 Bahwa PT PLN, menyatakan tidak dapat memenuhi keubutuhan penyediaan tenaga listrik di seluruh Indonesia dan oleh karenanya membutuhkan investor asing untuk penyediaan tersebut, yang mana keberadaan investor asing (listrik swasta) tersebut dianggap sulit terwujud karena adanya hambatan dalam UU Nomor 15 Tahun 1985, sehingga dibutuhkan UU Ketenagalistrikan yang baru menggantikan UU Nomor 15 Tahun 1985 tersebut. 1.5 Keberadaan listrik swasta tersebut bukan untuk kepentingan negara dan atau untuk kepentingan kesejahteraan rakyat, akan tetapi telah menjadi ajang untuk mengeruk keuangan negara melalui praktek-praktek korupsi, kolusi dan nepotisme untuk kepentingan pribadi, yang merugikan keuangan negara. 1.6 Bahwa selain itu UU Nomor 20 Tahun 2002 tidak memberikan perlindungan terhadap masyarakat, seperti :

5 1.6.1 tidak ada perlindungan terhadap masyarakat yang belum menjadi pelanggan PLN untuk mendapatkan pelayanan penyediaan tenaga listrikan Dalam syarat-syarat penetapan wilayah yang menerapkan kompetisi tenaga listrik, tidak ada jaminan kepentingan masyarakat untuk mendapatkan jaminan pelayanan apabila Badan Usaha Pembangkitan mengalami keterpurukan seperti yang terjadi dalam kasus ENRON 2. Butir Menimbang b UU Nomor 20 Tahun 2002 bertentangan dengan Pasal 33 UUD Dalam butir Menimbang b disebutkan bahwa penyediaan tenaga listrik perlu diselenggarakan secara efisien melalui kompetisi dan transparasi dalam iklim usaha yang sehat dengan pengaturan yang memberikan perlakuan yang sama kepada semua pelaku usaha dan memberikan manfaat yang adil dan merata kepada konsumen. Hal ini berarti negara tidak lagi bertanggungjawab terhadap usaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum yang semula ditegaskan dalam UU Nomor 15 Tahun Butir Menimbang c UU Nomor 20 Tahun 2002 bertentangan dengan Pasal 33 UUD Dalam butir Menimbang c disebutkan bahwa dalam rangka pemenuhan kebutuhan tenaga listrik nasional dan penciptaan persaingan usaha yang sehat, perlu diberi kesempatan yang sama kepada semua pelaku usaha untuk ikut serta dalam usaha di bidang ketenagalistrikan. Hal ini berarti kedudukan negara yang dalam usaha diwakili oleh BUMN menjadi sama dengan kedudukan pihak swasta dalam usaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum. Dengan demikian, negara tidak lagi menguasai usaha penyediaan tenaga listrik dan tidak ada jaminan yang dapat diberikan oleh negara atas ketersediaan tenaga listrik yang dibutuhkan oleh masyarakat.

6 4. Ketidakpastian hukum terhadap masyarakat sebagai Konsumen dalam ketentuan Pasal 20 ayat (1) UU Nomor 20 Tahun Dalam Pasal 20 ayat (1) UU Nomor 20 Tahun 2002, disebutkan : Usaha Penjualan Tenaga Listrik sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 8 ayat (2) huruf d melakukan penjualan tenaga listrik kepada konsumen yang tersambung pada jaringan tegangan rendah dalam wilayah usaha tertentu. Selanjutnya, dalam penjelasan Pasal 20 ayat (1) paragrap kedua, disebutkan : Konsumen tegangan rendah dapat mempunyai pilihan dari agen penjualan tenaga listrik yang sudah memiliki izin dari Badan Pengawas Pasar Tenaga Listrik untuk memperoleh pasokan tenaga listrik dengan mutu, harga, dan pelayanan yang lebih baik sesuai dengan kebutuhannya. Dengan demikian, konsumen sesungguhnya tidak mempunyai pilihan sebagaimana dimaksud dalam UU Nomor 20 Tahun. Apabila konsumen memang tidak mempunyai pilihan, maka berarti manfaat kompetisi tidak dirasakan oleh masyarakat, melainkan hanya dinikmati oleh pelaku usaha. 5. Ketidakpastian hukum terhadap masyarakat sebagai calon pelanggan dalam ketentuan Pasal 7 UU Nomor 20 Tahun 2002 Dalam Pasal 7 disebutkan : Pemerintah dan pemerintah Daerah menyediakan dana pembangunan sarana penyediaan tenaga listrik untuk membantu kelompok masyarakat tidak mampu, pembangunan sarana penyediaan tenaga listrik di daerah terpencil dan pembangunan listrik perdesaan. Akan tetapi tidak ada ketentuan dalam UU Nomor 20 Tahaun yang mengatur hak masyarakat untuk mendapatkan pelayanan penyediaan tenaga listrik. 6. Ketidakpastian hukum terhadap masyarakat atas harga listrik dalam ketentuan Pasal 7 UU Nomor 20 Tahun Dalam Pasal 34 huruf c disebutkan : konsumen tenaga listrik mempunyai hak untuk memperoleh tenaga listrik dengan harga yang wajar. Istilah harga yang terjangkau sebagaimana tercantum dalam UU Ketenagalistrikan Nomor 15 Tahun 1985 tidak ditekankan lagi dalam UU Nomor 20 Tahun 2002 yang lebih menekankan istilah harga yang wajar. Harga yang wajar adalah harga yang ditentukan oleh pelaku usaha tanpa perlu memperdulikan kondisi keadaan ekonomi rakyat.

7 7. Ketidakpastian hukum berkaitan dengan peraturan perundang-undangan lainnya 7.1 Bertentangan dengan UU PMA Nomor 1 Tahun 1967 yang dalam Pasal 6, disebutkan bahwa bidang-bidang penting bagi negara termasuk produksi, transmisi dan distribusi tenaga listrik untuk umum dinyatakan tertutup bagi modal asing 7.2 Pasal 17 ayat (1) UU Nomor 20 Tahun 2002 bertentangan dengan Pasal 6 UU PMA Nomor 1 Tahun 1967 Dalam Pasal 17 ayat (1) UU Nomor 20 Tahun 2002 disebutkan usaha pembangkitan tenaga listrik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) huruf a dilakukan berdasarkan kompetisi. Usaha yang dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) huruf a adalah usaha pembangkitan tenaga listrik, dengan demikian berarti bahwa ketentuan dalam Pasal 17 ayat (1) UU Nomor 20 Tahun 2002 bertentangan dengan ketentuan dalam UU PMA Nomor 1 Tahun Pasal 67 huruf b UU Nomor 20 Tahun 2002 bertentangan dengan Pasal 6 UU PMA Nomor 1 Tahun Pasal 67 huruf b UU Nomor 20 Tahun 2002 disebutkan : Dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) tahun telah ada wilayah yang menerapkan kompetisi terbatas di sisi pembangkitan. Mengingat UU Nomor 1 Tahun 1967 hingga Semarang masih berlaku, maka kompetisi di bidang usaha Pembangkit Tenaga Listrik mutlak tertutup untuk kompetisi tanpa batas waktu kecuali ketentuan dalam UU Nomor 1 Tahun 1967, Pasal 6 telah dinyatakan tidak berlaku lagi. 7.4 Bertentangan dengan UU Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Sebagai tujuan UU Nomor 5 Tahun 1999 yang pada Pasal disebutkan untuk menjaga kepentingan umum, sedangkan kepentingan umum dalam usaha penyediaan tenaga listrik dalam UU Nomor 20 Tahun 2002 justru dipersaingkan, maka jelas bahwa kepentingan umum yang dimaksud dalam UU Nomor 20 Tahun 2002 berbeda atau bertentangan dengan ketentuan umum yang dimaksud dalam UU Nomor 5 Tahun 1999.

8 7.5 Butir Menimbang b UU Nomor 20 Tahun 2002 bertentangan dengan UU Nomor 5 Tahun Dalam butir Menimbang b disebutkan bahwa penyediaan tenaga listrik perlu diselenggarakan secara efisien melalui kompetisi dan transparasi dalam iklim usaha yang sehat dengan pengaturan yang memberikan perlakuan yang sama kepada semua pelaku usaha dan memberikan manfaat yang adil dan merata kepada konsumen. 7.6 Pasal 1 huruf 18 bertentangan dengan UU Nomor 5 Tahun Pasal 1 huruf 18 UU Nomor 20 Tahun 2002 menyebutkan : izin usaha penyediaan tenaga listrik adalah izin untuk melakukan usaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum. 7.7 UU Nomor 20 Tahun 2002 bertentangan dengan UU Nomor 5 Tahun Berdasarkan UU Nomor 20 Tahun 2002 Pasal 51 ayat (1) untuk mengatur dan mengawasi terselenggaranya kompetisi penyediaan tenaga listrik, dibentuk satu badan yang disebut Badan Pengawas Pasar Tenaga Listrik. Badan ini mempunyai fungsi yang sama, dan akan berbenturan dengan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) yang ditetapkan dalam UU Nomor 5 Tahun 1999 PROVISI Menyatakan dan memerintahkan UU Nomor 20 Tahun 2002 Tentang Ketenagalistrikan untuk sementara dinyatakan tidak berlaku hingga adanya keputusan yang berkekuatan tetap dan final atas perkara ini. PETITUM 1. Menerima dan mengabulkan seluruh permohonan hak uji ini ; 2. Menyatakan UU Nomor 20 Tahun 2002 tentang Ketenagalistrikan bertentangan dengan UUD 1945 ; 3. Menyatakan UU Nomor 20 Tahun 2002 tentang Ketenagalistrikan sebagai tidak sah dan tidak berlaku umum;

9 4. Memerintahkan kepada Pemerintah RI Cq. Presiden RI dan DPR RI untuk mencabut dan menyatakan tidak berlaku UU Nomor 20 Tahun 2002 tentang Ketenagalistrikan dalam Lembararn Negara RI dan Tambahan Lembaran Negara RI. 5. Memerintahakan kepada Pemerintah RI Cq. Presiden RI untuk membayar biaya perkara.

10 RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 001/PUU-I/2003 Perbaikan Tgl, 14 November 2003 II. PARA PEMOHON PEMOHON I : APHI (ASOSIASI PENASEHAT HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA INDONESIA ) PEMOHON II : PBHI (PERHIMPUNAN BANTUAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA INDONESIA) PEMOHON III : YAYASAN 324 KUASA HUKUM : HOTMA TIMBUL H.,SH. dkk II. PENGUJIAN UNDANG-UNDANG Undang-undang Nomor 20 Tahun 2002 tentang Ketenagalistrikan Bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 III. ALASAN Pasal 1 huruf 18, Pasal 7, Pasal 15 ayat (2), Pasal 17 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), Pasal 32 ayat (1), Pasal 67 huruf b Undang-undang Nomor 20 Tahun 2002 tentang Ketenagalistrikan bertentangan dengan Pasal-Pasal di dalam Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 karena: 1. Bahwa pemberlakuan UU nomor 20 Tahun 2002 tentang KETENAGALISTRIKAN sebagai pengganti UU Nomor Tahun 1985, pada dasarnya adalah untuk mengikutsertakan pihak swasta, dan penerapan kompetensi dalam usaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum justru tidaklah beralasan, karena keikutsertakaan pihak swasta dalam usaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum justru telah mengakibatkan keterpurukan sektor ketenagalistrikan. Dengan mengikutsertakan pihak swasta dalam usaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum, berarti : a. Kepentingan umum tidak lagi menjadi sesuatu yang penting dan harus dijaga oleh Negara.

11 b. Kepentingan umum ynag dimaksud dalam UU Nomor 20 Tahun 2002 justru bertentangan dengan ketentuan mengenai kepentingan umum dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku lainnya. Dalam Penjelasan Pasal 32 ayat (1) UU Nomor 20 Tahun 2002 disebutkan sebagai berikut : Yang dimaksud dengan kepentingan umum adalah segala kegiatan yang dilakukan oleh pemegang Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik dalam rangka pelayanan kepada masyarakat. 2. Bahwa oleh pemerintah untuk mendukung keberadaan UU Ketenagalistrikan tersebut adalah alasan Indonesia kekurangan suplai tenaga listrik dan diperlukan pembangunan pembangkit-pembangkit baru, yang untuk itu diperlukan investorinvestor dari luar negari, yang kesemuanya tidak mungkin dilakukan apabila tidak dilakukan perubahan terhadap UU Nomor 15 Tahun 1985 tentang Ketenagalistrikan. Salah satu pokok UU Nomor 20 Tahun 2002 adalah ketentuan mengenai penyelenggaraan usaha penyediaan tenaga listrik, yang menjadikan negara tidak lagi bertanggungjawab terhadap penyelenggaraan usaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum, yang mana semula ditetapkan dalam UU Nomor 15 Tahun 1985, Pasal 7 ayat (1), yang menyebutkan : Usaha penyediaan tenaga listrik dilakukan oleh negara dan diselenggarakan oleh badan usaha milik negara yang didirikan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagai Pemegang Kuasa Usaha Ketenagalistrikan. 3. PEMOHON memandang Bahwa negara tidak lagi bertanggungjawab terhadap penyelenggaraan usaha penyediaan tenaga listrik justru tidaklah beralasan, berdasarkan argumentasi antara lain: a. Listrik merupakan sumber energi yang menyangkut kepentingan hajat hidup orang banyak yang dalam penggunaannya tidak mungkin digantikan oleh sumber energi lain. b. Penyediaan tenaga listrik sebagai infrastruktur pembangunan bangsa dan negara belum menjangkau sebagian besar rakyat yang tersebar di berbagai pelosok tanah air. c. Listrik merupakan kepentingan umum yang ketersediaannya harus dijamin oleh negara.

12 d. Listrik merupakan cabang produksi strategis yang penting untuk dikuasai oleh negara. 4. Bahwa syarat-syarat dalam penetapan wilayah yang menerapkan kompetisi sebagaimana ditentukan dalam UU Nomor 20 Tahun 2002 Pasal 15 ayat (2), tidak mempertimbangkan daya beli atau kondisi sosial ekonomi masyarakat, dan tingkat keekonomian harga jual tenaga listrik yang hendak dicapai adalah untuk menjamin keuntungan pelaku usaha. PENGUJIAN SECARA FORMIL MENURUT PEMOHON Prosedur persetujuan RUU Ketenagalistrikan menjadi UU Nomor 20 Tahun 2002 bertentangan dengan Pasal 20 ayat (1) UUD 1945 jo UU Nomor Pasal 33 ayat (2) huruf a dan ayat (5) UU Nomor 4 Tahun 1999 tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR dan DPRD jo Keputusan DPR RI Nomor 03A/DPR RI/I/ tentang Peraturan Tata Tertib DPR RI. Dengan begitu prosedur persetujuan RUU Ketenagalistrikan menjadi UU oleh DPR mengandung cacat hukum atau tidak sah. PENGUJIAN SECARA MATERIIL MENURUT PEMOHON Bahwa menurut permohonan ini, yang dimohonkan untuk pengujian bukan hanya materi pasal atau bagian tertentu dari UU Nomor 20 Tahun 2002 melainkan secara keseluruhan, karena diantara pasal-pasalnya tidak dapat dipisahkan dengan mengingat filosofis diadakannya UU a quo untuk meliberalisasi sektor ketenagalistrikan di Indonesia, yang dipandang sebagai bertentangan dengan Pasal 33 ayat (2) UUD Menurut PEMOHON dengan demikian cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak harus dikuasai oleh Negara dalam artian diatur dan diselenggarakan oleh pihak-pihak yang diberi wewenang oleh Negara, menurut Prof. DR Mr.Seopomo sebagai arsitek UUD 1945 menulis dalam salah satu bukunya memberi pengertian dikuasai yang tercantum dalam Pasal 33 UUD 1945 sebagai berikut :...termasuk pengertian mengatur dan/atau menyelenggarakan terutama untuk memperbaiki dan mempertimbangkan produksi.... Demikian juga tokoh ekonomi Indonesia, mantan Wakil Presiden I dan salah satu arsitek UUD 1945, menyatakan :...Pemerintah membangun dari atas, melaksanakan yang besar-besar seperti

13 membangun tenaga listrik, persediaan air minum,..., menyelenggarakan berbagai macam produksi yang menguasai hajat hidup orang banyak. 1. Bahwa keberadaan UU Nomor 22 Tahun 2001 a quo bertentangan dengan Pasal 33 ayat (2) dan (3) UUD 1945 berdasarkan alasan-alasan sebagai berikut : 1.1 bahwa tenaga listrik mempunyai peranan penting bagi masyarakat Indonesia, baik badan-badan usaha, perorangan/rumah tangga, dan lain sebagainya, dalam menjalankan kegiatannya masing-masing, seperti antara lain untuk keperluan penerangan ruangan, menjalankan komputer, Air Conditioning, menjalankan alat pendingin dll. 1.2 penyediaan tenaga listrik bagi masyarakat Indonesia menjadi tanggungjawab dan kewajiban negara cq.pemerintah, sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 33 UUD 1945 di atas. 1.3 dalam pelaksanakaan peran dan tanggungjawab negara cq pemerintah tersebut dilaksakan oleh PT PLN (Persero), sebagaimana diamanatkan dalam UU Nomor 15 Tahun 1985 Pasal 7 ayat (1), yang menyebutkan : Usaha penyediaan tenaga listrik dilakukan oleh negara dan diselenggarakan oleh badan usaha milik negara yang didirikan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagai Pemegang Kuasa Usaha Ketenagalistrikan. 1.4 bahwa PT PLN, menyatakan tidak dapat memenuhi kebutuhan penyediaan tenaga listrik di seluruh Indonesia dan oleh karenanya membutuhkan investor asing untuk penyediaan tersebut, yang mana keberadaan investor asing (listrik swasta) tersebut dianggap sulit terwujud karena adanya hamabatan dalam UU Nomor 15 Tahun 1985, sehingga dibutuhkan UU Ketenagalistrikan yang baru menggantikan UU Nomor 15 Tahun 1985 tersebut. 1.5 Keberadaan listrik swasta tersebut bukan untuk kepentingan negara dan atau untuk kepentingan kesejahteraan rakyat, akan tetapi telah menjadi ajang untuk mengeruk keuangan negara melalui praktek-praktek korupsi, kolusi dan nepotisme untuk kepentingan pribadi, yang merugikan keuangan negara. 1.6 Bahwa selain itu UU Nomor 20 Tahun 2002 tidak memberikan perlindungan terhadap masyarakat, seperti :

14 1.6.1 tidak ada perlindungan terhadap masyarakat yang belum menjadi pelanggan PLN untuk mendapatkan pelayanan penyediaan tenaga listrikan Dalam syarat-syarat penetapan wilayah yang menerapkan kompetisi tenaga listrik, tidak ada jaminan kepentingan masyarakat untuk mendapatkan jaminan pelayanan apabila Badan Usaha Pembangkitan mengalami keterpurukan seperti yang terjadi dalam kasus ENRON 2. Butir Menimbang b UU Nomor 20 Tahun 2002 bertentangan dengan Pasal 33 UUD Dalam butir Menimbang b disebutkan bahwa penyediaan tenaga listrik perlu diselenggarakan secara efisien melalui kompetisi dan transparasi dalam iklim usaha yang sehat dengan pengaturan yang memberikan perlakuan yang sama kepada semua pelaku usaha dan memberikan manfaat yang adil dan merata kepada konsumen. Hal ini berarti negara tidak lagi bertanggungjawab terhadap usaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum yang semula ditegaskan dalam UU Nomor 15 Tahun Butir Menimbang c UU Nomor 20 Tahun 2002 bertentangan dengan Pasal 33 UUD Dalam butir Menimbang c disebutkan bahwa dalam rangka pemenuhan kebutuhan tenaga listrik nasional dan penciptaan persaingan usaha yang sehat, perlu diberi kesempatan yang sama kepada semua pelaku usaha untuk ikut serta dalam usaha di bidang ketenagalistrikan. Hal ini berarti kedudukan negara yang dalam usaha diwakili oleh BUMN menjadi sama dengan kedudukan pihak swasta dalam usaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum. Dengan demikian, negara tidak lagi menguasai usaha penyediaan tenaga listrik dan tidak ada jaminan yang dapat diberikan oleh negara atas ketersediaan tenaga listrik yang dibutuhkan oleh masyarakat.

15 4. Ketidakpastian hukum terhadap masyarakat sebagai Konsumen dalam ketentuan Pasal 20 ayat (1) UU Nomor 20 Tahun Dalam Pasal 20 ayat (1) UU Nomor 20 Tahun 2002, disebutkan : Usaha Penjualan Tenaga Listrik sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 8 ayat (2) huruf d melakukan penjualan tenaga listrik kepada konsumen yang tersambung pada jaringan tegangan rendah dalam wilayah usaha tertentu. Selanjutnya, dalam penjelasan Pasal 20 ayat (1) paragrap kedua, disebutkan : Konsumen tegangan rendah dapat mempunyai pilihan dari agen penjualan tenaga listrik yang sudah memiliki izin dari Badan Pengawas Pasar Tenaga Listrik untuk memperoleh pasokan tenaga listrik dengan mutu, harga, dan pelayanan yang lebih baik sesuai dengan kebutuhannya. Dengan demikian, konsumen sesungguhnya tidak mempunyai pilihan sebagaimana dimaksud dalam UU Nomor 20 Tahun. Apabila konsumen memang tidak mempunyai pilihan, maka berarti manfaat kompetisi tidak dirasakan oleh masyarakat, melainkan hanya dinikmati oleh pelaku usaha. 5. Ketidakpastian hukum terhadap masyarakat sebagai calon pelanggan dalam ketentuan Pasal 7 UU Nomor 20 Tahun 2002 Dalam Pasal 7 disebutkan : Pemerintah dan Pemerintah Daerah menyediakan dana pembangunan sarana penyediaan tenaga listrik untuk membantu kelompok masyarakat tidak mampu, pembangunan sarana penyediaan tenaga listrik di daerah terpencil dan pembangunan listrik pedesaan. Akan tetapi tidak ada ketentuan dalam UU Nomor 20 Tahaun yang mengatur hak masyarakat untuk mendapatkan pelayanan penyediaan tenaga listrik. 6. Ketidakpastian hukum terhadap masyarakat atas harga listrik dalam ketentuan Pasal 7 UU Nomor 20 Tahun Dalam Pasal 34 huruf c disebutkan : konsumen tenaga listrik mempunyai hak untuk memperoleh tenaga listrik dengan harga yang wajar. Istilah harga yang terjangkau sebagaimana tercantum dalam UU Ketenagalistrikan Nomor 15 Tahun 1985 tidak ditekankan lagi dalam UU Nomor 20 Tahun 2002 yang lebih menekankan istilah harga yang wajar. Harga yang wajar adalah harga yang ditentukan oleh pelaku usaha tanpa perlu memperdulikan kondisi keadaan ekonomi rakyat.

16 7. Ketidakpastian hukum berkaitan dengan peraturan perundang-undangan lainnya 7.1 Bertentangan dengan UU PMA Nomor 1 Tahun 1967 yang dalam Pasal 6, disebutkan bahwa bidang-bidang penting bagi negara termasuk produksi, transmisi dan distribusi tenaga listrik untuk umum dinyatakan tertutup bagi modal asing 7.2 Pasal 17 ayat (1) UU Nomor 20 Tahun 2002 bertentangan dengan Pasal 6 UU PMA Nomor 1 Tahun 1967 Dalam Pasal 17 ayat (1) UU Nomor 20 Tahun 2002 disebutkan usaha pembangkitan tenaga listrik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) huruf a dilakukan berdasarkan kompetisi. Usaha yang dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) huruf a adalah usaha pembangkitan tenaga listrik, dengan demikian berarti bahwa ketentuan dalam Pasal 17 ayat (1) UU Nomor 20 Tahun 2002 bertentangan dengan ketentuan dalam UU PMA Nomor 1 Tahun Pasal 67 huruf b UU Nomor 20 Tahun 2002 bertentangan dengan Pasal 6 UU PMA Nomor 1 Tahun Pasal 67 huruf b UU Nomor 20 Tahun 2002 disebutkan : Dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) tahun telah ada wilayah yang menerapkan kompetisi terbatas di sisi pembangkitan. Mengingat UU Nomor 1 Tahun 1967 hingga Semarang masih berlaku, maka kompetisi di bidang usaha Pembangkit Tenaga Listrik mutlak tertutup untuk kompetisi tanpa batas waktu kecuali ketentuan dalam UU Nomor 1 Tahun 1967, Pasal 6 telah dinyatakan tidak berlaku lagi. 7.4 Bertentangan dengan UU Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Sebagai tujuan UU Nomor 5 Tahun 1999 yang pada Pasal disebutkan untuk menjaga kepentingan umum, sedangkan kepentingan umum dalam usaha penyediaan tenaga listrik dalam UU Nomor 20 Tahun 2002 justru dipersaingkan, maka jelas bahwa kepentingan umum yang dimaksud dalam UU Nomor 20 Tahun 2002 berbeda atau bertentangan dengan ketentuan umum yang dimaksud dalam UU Nomor 5 Tahun 1999.

17 7.5 Butir Menimbang b UU Nomor 20 Tahun 2002 bertentangan dengan UU Nomor 5 Tahun Dalam butir Menimbang b disebutkan bahwa penyediaan tenaga listrik perlu diselenggarakan secara efisien melalui kompetisi dan transparasi dalam iklim usaha yang sehat dengan pengaturan yang memberikan perlakuan yang sama kepada semua pelaku usaha dan memberikan manfaat yang adil dan merata kepada konsumen. 7.6 Pasal 1 huruf 18 bertentangan dengan UU Nomor 5 Tahun Pasal 1 huruf 18 UU Nomor 20 Tahun 2002 menyebutkan : izin usaha penyediaan tenaga listrik adalah izin untuk melakukan usaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum. 7.7 UU Nomor 20 Tahun 2002 bertentangan dengan UU Nomor 5 Tahun Berdasarkan UU Nomor 20 Tahun 2002 Pasal 51 ayat (1) untuk mengatur dan mengawasi terselenggaranya kompetisi penyediaan tenaga listrik, dibentuk satu badan yang disebut Badan Pengawas Pasar Tenaga Listrik. Badan ini mempunyai fungsi yang sama, dan akan berbenturan dengan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) yang ditetapkan dalam UU Nomor 5 Tahun 1999 PROVISI Menyatakan dan memerintahkan UU Nomor 20 Tahun 2002 Tentang Ketenagalistrikan untuk sementara dinyatakan tidak berlaku hingga adanya keputusan yang berkekuatan tetap dan final atas perkara ini.

18 PETITUM 1. Menerima dan mengabulkan seluruh permohonan hak uji ini ; 2. Menyatakan UU Nomor 20 Tahun 2002 tentang Ketenagalistrikan bertentangan dengan UUD 1945 ; 3. Menyatakan UU Nomor 20 Tahun 2002 tentang Ketenagalistrikan tidak mempunyai kekuatan mengikat; 4. Merintahkan pencabutan pengundangan UU Nomor 20 Tahun 2002 tentang Ketenagalistrikan dalam Lembararn Negara RI dan Tambahan Lembaran Negara RI atau setidak-tidaknya memerintahkan pemuatan petitum ini dalam Lembaran Negara RI dan Tambahan Lembaran Negara RI.

I. PEMOHON Serikat Pekerja PT. PLN, selanjutnya disebut Pemohon

I. PEMOHON Serikat Pekerja PT. PLN, selanjutnya disebut Pemohon RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 149/PUU-VII/2009 Tentang UU Ketenagalistrikan Perusahaan listrik tidak boleh memiliki usaha yang sama dalam satu wilayah I. PEMOHON Serikat Pekerja PT. PLN,

Lebih terperinci

RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 063/PUU-II/2004

RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 063/PUU-II/2004 RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 063/PUU-II/2004 I. PEMOHON Suta Widhya KUASA HUKUM JJ. Amstrong Sembiring, SH. II. PENGUJIAN UNDANG-UNDANG Undang-undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air: Prosedur

Lebih terperinci

RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 059/PUU-II/2004

RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 059/PUU-II/2004 RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 059/PUU-II/2004 I. PARA PEMOHON Longgena Ginting (WALHI), Hendardi (PBHI), Gatot Sulistoni (Somasi NTB), dkk Kuasa Hukum: Johnson Panjaitan, S.H, dkk II. PENGUJIAN UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 060/PUU-II/2004

RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 060/PUU-II/2004 RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 060/PUU-II/2004 I. PARA PEMOHON Zumrotun.dkk Kuasa Hukum : Johnson Panjaitan, SH., dkk II. PENGUJIAN UNDANG-UNDANG UU Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air: A. Formil

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 17/PUU-XIV/2016 Kewenangan Daerah dan Penyediaan Tenaga Listrik

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 17/PUU-XIV/2016 Kewenangan Daerah dan Penyediaan Tenaga Listrik RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 17/PUU-XIV/2016 Kewenangan Daerah dan Penyediaan Tenaga Listrik I. PEMOHON Mohammad Sabar Musman. selanjutnya disebut Pemohon. II. III. IV. OBJEK PERMOHONAN Pengujian

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 12/PUU-XVI/2018 Privatisasi BUMN menyebabkan perubahan kepemilikan perseroan dan PHK

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 12/PUU-XVI/2018 Privatisasi BUMN menyebabkan perubahan kepemilikan perseroan dan PHK RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 12/PUU-XVI/2018 Privatisasi BUMN menyebabkan perubahan kepemilikan perseroan dan PHK I. PEMOHON Yan Herimen, sebagai Pemohon I; Jhoni Boetja, sebagai Pemohon II; Edy

Lebih terperinci

RINGKASAN PUTUSAN. 1. Pemohon : Mohammad Yusuf Hasibuan Reiza Aribowo

RINGKASAN PUTUSAN. 1. Pemohon : Mohammad Yusuf Hasibuan Reiza Aribowo RINGKASAN PUTUSAN Sehubungan dengan sidang pembacaan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 58/PUU-VI/2008 tanggal 30 Januari 2009 atas Undang-undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN),

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 58/PUU-VI/2008 Tentang Privatisasi BUMN

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 58/PUU-VI/2008 Tentang Privatisasi BUMN RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 58/PUU-VI/2008 Tentang Privatisasi BUMN I. PARA PEMOHON Mohamad Yusuf Hasibuan dan Reiza Aribowo, selanjutnya disebut Pemohon II. KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI

Lebih terperinci

RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 003/PUU-I/2003

RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 003/PUU-I/2003 Un RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 003/PUU-I/2003 I. PARA PEMOHON : DORMA H. SINAGA, SH. dkk KUASA HUKUM : HOTMA TIMBUL H., SH. dkk II. PENGUJIAN UNDANG-UNDANG a. Undang-undang Nomor 24 Tahun 2002 tentang

Lebih terperinci

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 111/PUU-XIII/2015 Kekuasaan Negara terhadap Ketenagalistrikan

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 111/PUU-XIII/2015 Kekuasaan Negara terhadap Ketenagalistrikan RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 111/PUU-XIII/2015 Kekuasaan Negara terhadap Ketenagalistrikan I. PARA PEMOHON 1. Adri ----------------------------------------------------------------------------

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 87/PUU-XIII/2015 Kewenangan Pemerintah Kabupaten/Kota Dalam Bidang Ketenagalistrikan

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 87/PUU-XIII/2015 Kewenangan Pemerintah Kabupaten/Kota Dalam Bidang Ketenagalistrikan RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 87/PUU-XIII/2015 Kewenangan Pemerintah Kabupaten/Kota Dalam Bidang Ketenagalistrikan I. PEMOHON 1. Ismail Thomas, SH., M.Si., sebagai Bupati Kabupaten Kutai Barat (Pemohon

Lebih terperinci

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 31/PUU-X/2012 Tentang Kewenangan Lembaga BPKP dan BPK

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 31/PUU-X/2012 Tentang Kewenangan Lembaga BPKP dan BPK RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 31/PUU-X/2012 Tentang Kewenangan Lembaga BPKP dan BPK I. PEMOHON Ir. Eddie Widiono Sowondho,M.Sc., selanjutnya disebut Pemohon. Kuasa Hukum: Dr.

Lebih terperinci

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 65/PUU-X/2012 Tentang Pengelolaan Minyak dan Gas Bumi Oleh Negara

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 65/PUU-X/2012 Tentang Pengelolaan Minyak dan Gas Bumi Oleh Negara RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 65/PUU-X/2012 Tentang Pengelolaan Minyak dan Gas Bumi Oleh Negara I. PEMOHON 1. Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB), diwakili oleh

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 31/PUU-X/2012 Tentang Kewenangan Lembaga BPKP dan BPK

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 31/PUU-X/2012 Tentang Kewenangan Lembaga BPKP dan BPK RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 31/PUU-X/2012 Tentang Kewenangan Lembaga BPKP dan BPK I. PEMOHON Ir. Eddie Widiono Sowondho,M.Sc., selanjutnya disebut Pemohon. Kuasa Hukum: Dr. Maqdir Ismail,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2002 TENTANG KETENAGALISTRIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2002 TENTANG KETENAGALISTRIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2002 TENTANG KETENAGALISTRIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa tenaga listrik

Lebih terperinci

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 87/PUU-XIII/2015 Kewenangan Pemerintah Kabupaten/Kota Dalam Bidang Ketenagalistrikan

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 87/PUU-XIII/2015 Kewenangan Pemerintah Kabupaten/Kota Dalam Bidang Ketenagalistrikan RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 87/PUU-XIII/2015 Kewenangan Pemerintah Kabupaten/Kota Dalam Bidang Ketenagalistrikan I. PEMOHON 1. Ismail Thomas, SH., M.Si., sebagai Bupati Kabupaten Kutai

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 47/PUU-XV/2017 Hak Angket DPR Terhadap KPK

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 47/PUU-XV/2017 Hak Angket DPR Terhadap KPK RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 47/PUU-XV/2017 Hak Angket DPR Terhadap KPK I. PEMOHON 1. DR. Busyro Muqoddas 2. Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia 3. Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia (KPBI)

Lebih terperinci

RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 006/PUU-I/2003

RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 006/PUU-I/2003 RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 006/PUU-I/2003 I. PEMOHON - Para Anggota KPKPN (Pemohon I) - Ir. H. Muchyat, H. Paiman Manansastro, Ph.D dkk (Pemohon II) KUASA HUKUM Amir Syamsuddin, SH., MH. Dkk II. PENGUJIAN

Lebih terperinci

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN KEDUA Perkara Nomor 79/PUU-XII/2014 Tugas dan Wewenang DPD Sebagai Pembentuk Undang-Undang

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN KEDUA Perkara Nomor 79/PUU-XII/2014 Tugas dan Wewenang DPD Sebagai Pembentuk Undang-Undang RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN KEDUA Perkara Nomor 79/PUU-XII/2014 Tugas dan Wewenang DPD Sebagai Pembentuk Undang-Undang I. PEMOHON Dewan Perwakilan Daerah (DPD), dalam hal ini diwakili oleh Irman Gurman,

Lebih terperinci

Nomor 005/PUU-IV/2006 Perbaikan Tgl. 29 Maret 2006

Nomor 005/PUU-IV/2006 Perbaikan Tgl. 29 Maret 2006 RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 005/PUU-IV/2006 Perbaikan Tgl. 29 Maret 2006 I. PARA PIHAK YANG TERKAIT DALAM POKOK PERKARA PEMOHON : Prof Dr. Paulus Effendi Lotulung, SH dkk KUASA HUKUM : Prof. Dr. Indrianto

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2005 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 10 TAHUN 1989 TENTANG PENYEDIAAN DAN PEMANFAATAN TENAGA LISTRIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 70/PUU-XV/2017

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 70/PUU-XV/2017 RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 70/PUU-XV/2017 Ambang Batas Pencalonan Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden (Presidential Threshold) I. PEMOHON Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra, S.H., M.Sc dan Ir.

Lebih terperinci

RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 004/PUU-I/2003

RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 004/PUU-I/2003 RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 004/PUU-I/2003 I. PEMOHON : Machri Hendra (hakim Pengadilan Negeri Padang) II. KUASA PEMOHON : DJUANDA RASUL,SH. Dkk PENGUJIAN UNDANG-UNDANG UU Nomor 14 Tahun 1985 tentang

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 16/PUU-XIV/2016 Subsidi Energi (BBM) dan Subsidi Listrik dalam UU APBN

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 16/PUU-XIV/2016 Subsidi Energi (BBM) dan Subsidi Listrik dalam UU APBN RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 16/PUU-XIV/2016 Subsidi Energi (BBM) dan Subsidi Listrik dalam UU APBN I. PEMOHON Mohamad Sabar Musman II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian Materiil Undang-Undang Nomor 47

Lebih terperinci

KEPUTUSAN KOMISI NO. 89/2009. Tentang Pengaturan Monopoli Badan Usaha Milik Negara

KEPUTUSAN KOMISI NO. 89/2009. Tentang Pengaturan Monopoli Badan Usaha Milik Negara KEPUTUSAN KOMISI NO. 89/2009 Tentang Pengaturan Monopoli Badan Usaha Milik Negara Pedoman Pelaksanaan Ketentuan Pasal 51 tentang Pengaturan Monopoli BUMN Berdasarkan Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 Tentang

Lebih terperinci

Pengaturan Tata Kelola Gas Bumi dalam UU Migas dan Kesesuaiannya dengan Konstitusi

Pengaturan Tata Kelola Gas Bumi dalam UU Migas dan Kesesuaiannya dengan Konstitusi Pengaturan Tata Kelola Gas Bumi dalam UU Migas dan Kesesuaiannya dengan Konstitusi Mailinda Eka Yuniza, S.H., LL.M PSE-UGM Yogyakarta, 25 Agustus 2014 TATARAN PENGELOLAAN ENERGI TATARAN (Domain) KONSTITUSI-LEGISLASI-REGULASI

Lebih terperinci

RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 017/PUU-IV/2006 Perbaikan Tanggal 12 September 2006

RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 017/PUU-IV/2006 Perbaikan Tanggal 12 September 2006 RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 017/PUU-IV/2006 Perbaikan Tanggal 12 September 2006 I. PEMOHON Yandril, S.Sos. dkk KUASA PEMOHON M. Luthfie Hakim. dkk II. PENGUJIAN UNDANG-UNDANG Undang-undang Nomor 32

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 104/PUU-XIV/2016 Keterwakilan Anggota DPD Pada Provinsi Baru Yang Dibentuk Setelah Pemilu 2014

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 104/PUU-XIV/2016 Keterwakilan Anggota DPD Pada Provinsi Baru Yang Dibentuk Setelah Pemilu 2014 RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 104/PUU-XIV/2016 Keterwakilan Anggota DPD Pada Provinsi Baru Yang Dibentuk Setelah Pemilu 2014 I. PEMOHON 1. dr. Naomi Patioran, Sp. M (selanjutnya sebagai Pemohon I);

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 65/PUU-XII/2014 Otonomi Daerah dan Pendapatan Asli Daerah Dari Sub Sektor Kepelabuhan

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 65/PUU-XII/2014 Otonomi Daerah dan Pendapatan Asli Daerah Dari Sub Sektor Kepelabuhan RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 65/PUU-XII/2014 Otonomi Daerah dan Pendapatan Asli Daerah Dari Sub Sektor Kepelabuhan I. PEMOHON Lembaga Swadaya Masyarakat FORKOT (Forum Kota) yang mewakili Warga Kabupaten

Lebih terperinci

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 15/PUU-XIII/2015

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 15/PUU-XIII/2015 RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 15/PUU-XIII/2015 Pembentukan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2014, Jaminan Hak Interplasi, Hak Angket, dan Hak Menyatakan Pendapat DPR, serta Komposisi Wakil Ketua

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1989 TENTANG PENYEDIAAN DAN PEMANFAATAN TENAGA LISTRIK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1989 TENTANG PENYEDIAAN DAN PEMANFAATAN TENAGA LISTRIK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1989 TENTANG PENYEDIAAN DAN PEMANFAATAN TENAGA LISTRIK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa tenaga listrik mempunyai peranan penting dalam

Lebih terperinci

DESAIN TATA KELOLA MIGAS MENURUT PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI 1

DESAIN TATA KELOLA MIGAS MENURUT PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI 1 DESAIN TATA KELOLA MIGAS MENURUT PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI 1 Tanto Lailam, S.H., LL.M. Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Jalan Lingkar Selatan, Tamantirto, Kasihan, Bantul, Yogyakarta,

Lebih terperinci

I. PARA PEMOHON 1. Dr. Andreas Hugo Pareira; 2. H.R. Sunaryo, S.H; 3. Dr. H. Hakim Sorimuda Pohan, selanjutnya disebut Para Pemohon.

I. PARA PEMOHON 1. Dr. Andreas Hugo Pareira; 2. H.R. Sunaryo, S.H; 3. Dr. H. Hakim Sorimuda Pohan, selanjutnya disebut Para Pemohon. RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 131/PUU-VII/2009 Tentang UU Pemilu Anggota DPR, DPD & DPRD Ketidakpastian hukum norma-norma UU Pemilu Legislatif I. PARA PEMOHON 1. Dr. Andreas Hugo Pareira;

Lebih terperinci

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 119/PUU-XII/2014 Pengujian Formil Perppu 1/2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota dan Perppu 2/2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor

Lebih terperinci

PUTUSAN PERKARA NOMOR /PUU-I/2003 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

PUTUSAN PERKARA NOMOR /PUU-I/2003 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA PUTUSAN PERKARA NOMOR 001-021-022/PUU-I/2003 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA Yang memeriksa, mengadili, dan memutus pada tingkat pertama dan terakhir

Lebih terperinci

Kuasa Hukum : - Fathul Hadie Utsman, berdasarkan Surat Kuasa Khusus tertanggal 20 Oktober 2014;

Kuasa Hukum : - Fathul Hadie Utsman, berdasarkan Surat Kuasa Khusus tertanggal 20 Oktober 2014; RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 8/PUU-XIII/2015 Syarat Pengunduran Diri Bagi Calon Anggota Legislatif dan Calon Kepala Daerah Yang Berasal Dari Pegawai Negeri Sipil I. PEMOHON 1. Prof. DR.

Lebih terperinci

KUASA HUKUM Dr. A. Muhammad Asrun, S.H., M.H., dan Vivi Ayunita Kusumandari, S.H., berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 7 Oktober 2014.

KUASA HUKUM Dr. A. Muhammad Asrun, S.H., M.H., dan Vivi Ayunita Kusumandari, S.H., berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 7 Oktober 2014. RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 106/PUU-XII/2014 Larangan Rangkap Jabatan di Lembaga Negara Lain dan Menjadi Anggota Partai Politik bagi Anggota BPK I. PEMOHON 1. Ai Latifah Fardhiyah 2. Riyanti,

Lebih terperinci

2015, No d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Menteri Energi

2015, No d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Menteri Energi No.1812, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-ESDM. Penyediaan Tenaga Listrik Skala Kecil. Percepatan. PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2016 TENTANG

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 72/PUU-XV/2017

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 72/PUU-XV/2017 RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 72/PUU-XV/2017 Presidential Threshold 20% I. PEMOHON 1. Mas Soeroso, SE. (selanjutnya disebut sebagai Pemohon I); 2. Wahyu Naga Pratala, SE. (selanjutnya disebut sebagai

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KETENAGALISTRIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KETENAGALISTRIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG KETENAGALISTRIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan nasional bertujuan untuk

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 51/PUU-XI/2013 Tentang Kewenangan KPU Dalam Menetapkan Partai Politik Peserta Pemilu

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 51/PUU-XI/2013 Tentang Kewenangan KPU Dalam Menetapkan Partai Politik Peserta Pemilu RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 51/PUU-XI/2013 Tentang Kewenangan KPU Dalam Menetapkan Partai Politik Peserta Pemilu I. PEMOHON Partai Serikat Rakyat Independen (Partai SRI), dalam hal ini diwakili

Lebih terperinci

I. PARA PEMOHON 1. Dr. Andreas Hugo Pareira; 2. H.R. Sunaryo, S.H; 3. Dr. H. Hakim Sorimuda Pohan, selanjutnya disebut Para Pemohon.

I. PARA PEMOHON 1. Dr. Andreas Hugo Pareira; 2. H.R. Sunaryo, S.H; 3. Dr. H. Hakim Sorimuda Pohan, selanjutnya disebut Para Pemohon. RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 129/PUU-VII/2009 Tentang UU Kekuasaan Kehakiman, MA & MK Pengujian UU dan peraturan di bawahnya dalam satu atap I. PARA PEMOHON 1. Dr. Andreas Hugo Pareira;

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 36/PUU-XV/2017

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 36/PUU-XV/2017 RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 36/PUU-XV/2017 Hak Angket DPR Terhadap KPK I. PEMOHON 1. Achmad Saifudin Firdaus, SH., (selanjutnya disebut sebagai Pemohon I); 2. Bayu Segara, SH., (selanjutnya disebut

Lebih terperinci

2016, No Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2012 tentang Kegiatan Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

2016, No Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2012 tentang Kegiatan Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.706, 2016 KEMEN-ESDM. Usaha Ketenagalistrikan. Perizinan. Tata Cara. Perubahan. PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2016

Lebih terperinci

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi No. 3/SKLN-X/2012 Tentang Sengketa Kewenangan Penyelenggaraan Pemilu Antara KPU dengan DPRP dan Gubernur Papua I. PEMOHON DAN TERMOHON I.1 Pemohon Husni

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 32/PUU-XIV/2016 Pengajuan Grasi Lebih Dari Satu Kali

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 32/PUU-XIV/2016 Pengajuan Grasi Lebih Dari Satu Kali RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 32/PUU-XIV/2016 Pengajuan Grasi Lebih Dari Satu Kali I. PEMOHON 1. Su ud Rusli, (selanjutnya disebut sebagai Pemohon I); 2. H. Boyamin, (selanjutnya disebut sebagai Pemohon

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 85/PUU-XIV/2016 Kewajiban Yang Harus Ditaati Oleh Pelaku Usaha Dalam Melaksanakan Kerjasama Atas Suatu Pekerjaan

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 85/PUU-XIV/2016 Kewajiban Yang Harus Ditaati Oleh Pelaku Usaha Dalam Melaksanakan Kerjasama Atas Suatu Pekerjaan RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 85/PUU-XIV/2016 Kewajiban Yang Harus Ditaati Oleh Pelaku Usaha Dalam Melaksanakan Kerjasama Atas Suatu Pekerjaan I. PEMOHON PT. Bandung Raya Indah Lestari.... selanjutnya

Lebih terperinci

RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 023/PUU-I/2003

RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 023/PUU-I/2003 RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 023/PUU-I/2003 I. PEMOHON Drs. Ahmad Zainal Abidin,dkk. II. PENGUJIAN UNDANG-UNDANG Pasal 2 ayat (3) huruf d, Pasal 3 ayat (1), (2) dan (3), Pasal 23 Undang-undang Nomor

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 117/PUU-XII/2014 Bukti Permulaan untuk Menetapkan Sebagai Tersangka dan Melakukan Penahanan

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 117/PUU-XII/2014 Bukti Permulaan untuk Menetapkan Sebagai Tersangka dan Melakukan Penahanan RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 117/PUU-XII/2014 Bukti Permulaan untuk Menetapkan Sebagai Tersangka dan Melakukan Penahanan I. PEMOHON Raja Bonaran Situmeang Kuasa Hukum Dr. Teguh Samudera, SH., MH.,

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 39/PUU-XVI/2018 Masa Jabatan Pimpinan MPR dan Kewajiban Badan Anggaran DPR Untuk Mengonsultasikan dan Melaporkan Hasil Pembahasan Rancangan UU APBN Kepada Pimpinan DPR

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 194 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN PRESIDEN

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 194 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN PRESIDEN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 194 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG PENUGASAN KEPADA PT PERUSAHAAN LISTRIK NEGARA (PERSERO) UNTUK MELAKUKAN

Lebih terperinci

RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 064/PUU-II/2004

RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 064/PUU-II/2004 RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 064/PUU-II/2004 I. PEMOHON Asir, SE Kuasa Hukum: Sophian Marthabaya, SH II. PENGUJIAN UNDANG-UNDANG UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi A. Formil Prosedur

Lebih terperinci

RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 072/PUU-II/2004

RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 072/PUU-II/2004 RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 072/PUU-II/2004 I. PEMOHON Smita Notosusanto (CETRO), dkk. Kuasa Hukum : Dr. T. Mulya Lubis, SH., LL.M, dkk. II. PENGUJIAN UNDANG-UNDANG UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan

Lebih terperinci

RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 008/PUU-IV/2006 Perbaikan Tgl. 12 Mei 2006

RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 008/PUU-IV/2006 Perbaikan Tgl. 12 Mei 2006 RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 008/PUU-IV/2006 Perbaikan Tgl. 12 Mei 2006 I. PEMOHON DJOKO EDHI SUTJIPTO ABDURRAHMAN. II. KUASA HUKUM DR.H.TEGUH SAMUDRA, S.H.,MH. Dkk. III. PENGUJIAN UNDANG-UNDANG A.

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 40/PUU-XV/2017 Hak Angket DPR Terhadap KPK

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 40/PUU-XV/2017 Hak Angket DPR Terhadap KPK RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 40/PUU-XV/2017 Hak Angket DPR Terhadap KPK I. PEMOHON 1. Dr. Harun Al Rasyid, S.H., M.Hum sebagai Pemohon I; 2. Hotman Tambunan, S.T., MBA.sebagai Pemohon II; 3. Dr.

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 40/PUU-XIII/2015 Pemberhentian Sementara Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 40/PUU-XIII/2015 Pemberhentian Sementara Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 40/PUU-XIII/2015 Pemberhentian Sementara Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi I. PEMOHON Dr. Bambang Widjojanto, sebagai Pemohon. KUASA HUKUM Nursyahbani Katjasungkana,

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG KETENAGALISTRIKAN DI PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH, Menimbang

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 51/PUU-XIII/2015 Pembentukan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015, Pengusungan Pasangan Calon oleh Partai Politik, Sanksi Pidana Penyalahgunaan Jabatan dalam Penyelenggaraan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kemajuan pembangunan ekonomi. Kemajuan pembangunan ekonomi dibuktikan

I. PENDAHULUAN. kemajuan pembangunan ekonomi. Kemajuan pembangunan ekonomi dibuktikan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu indikator utama keberhasilan pembangunan nasional adalah adanya kemajuan pembangunan ekonomi. Kemajuan pembangunan ekonomi dibuktikan dengan adanya pertumbuhan

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 103/PUU-XIII/2015 Penolakan Pendaftaran Calon Peserta Pemilukada

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 103/PUU-XIII/2015 Penolakan Pendaftaran Calon Peserta Pemilukada RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 103/PUU-XIII/2015 Penolakan Pendaftaran Calon Peserta Pemilukada I. PEMOHON 1. Imran, SH. (Pemohon I); 2. H. Muklisin, S.Pd. (Pemohon II); Secara bersama-sama disebut

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG KEGIATAN USAHA PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG KEGIATAN USAHA PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG KEGIATAN USAHA PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 56/PUU-XI/2013 Parlementary Threshold, Presidential Threshold, Hak dan Kewenangan Partai Politik, serta Keberadaan Lembaga Fraksi di DPR I. PEMOHON Saurip Kadi II. III.

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.3, 2015 KEMEN ESDM. Tenaga Listrik. Jaringan. Pemanfaatan. Penyediaan. Kerjasama. Pencabutan. PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.76, 2010 KORUPSI. KOLUSI. NEPOTISME. Penyelenggaraan Negara. KPK. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5137) UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 2003 TENTANG BADAN PENGAWAS PASAR TENAGA LISTRIK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 2003 TENTANG BADAN PENGAWAS PASAR TENAGA LISTRIK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 2003 TENTANG BADAN PENGAWAS PASAR TENAGA LISTRIK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 51, Pasal 56, dan

Lebih terperinci

RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 012/PUU-I/2003

RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 012/PUU-I/2003 RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 012/PUU-I/2003 I. PARA PEMOHON Saepul Tavip, dkk KUASA HUKUM Surya Tjandra, SH., LL.M. dkk II. PENGUJIAN UNDANG-UNDANG Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan

Lebih terperinci

LIBERALISASI BADAN USAHA MILIK NEGARA.

LIBERALISASI BADAN USAHA MILIK NEGARA. LIBERALISASI BADAN USAHA MILIK NEGARA http://www.forbumn.com Sejumlah kalangan meminta Mahkamah Konstitusi (MK) menolak judicial review i atas kewenangan audit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terhadap

Lebih terperinci

RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 019/PUU-I/2003

RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 019/PUU-I/2003 RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 019/PUU-I/2003 I. PEMOHON/KUASA 1. APHI (Pemohon I) 2. Hotma Timbul H, S.H. (Pemohon II) 3. Saor Siagian (Pemohon III) 4. Mangapul Silalahi (Pemohon IV) 5. Piterson Tanos,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SULA NOMOR 01 TAHUN 2011 TENTANG SUBSIDI LISTRIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEPULAUAN SULA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SULA NOMOR 01 TAHUN 2011 TENTANG SUBSIDI LISTRIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEPULAUAN SULA, PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SULA NOMOR 01 TAHUN 2011 TENTANG SUBSIDI LISTRIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEPULAUAN SULA, Menimbang : a. bahwa tenaga listrik merupakan salah satu faktor

Lebih terperinci

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 51/PUU-XI/2013 Tentang Kewenangan KPU Dalam Menetapkan Partai Politik Peserta Pemilu

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 51/PUU-XI/2013 Tentang Kewenangan KPU Dalam Menetapkan Partai Politik Peserta Pemilu RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 51/PUU-XI/2013 Tentang Kewenangan KPU Dalam Menetapkan Partai Politik Peserta Pemilu I. PEMOHON Partai Serikat Rakyat Independen (Partai SRI), dalam hal ini

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2005 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 10 TAHUN 1989 TENTANG PENYEDIAAN DAN PEMANFAATAN TENAGA LISTRIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2005 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 10 TAHUN 1989 TENTANG PENYEDIAAN DAN PEMANFAATAN TENAGA LISTRIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 193 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS PERATURAN PRESIDEN

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 193 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS PERATURAN PRESIDEN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 193 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 71 TAHUN 2006 TENTANG PENUGASAN KEPADA PT PERUSAHAAN LISTRIK NEGARA (PERSERO) UNTUK MELAKUKAN

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 25/PUU-XVI/2018

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 25/PUU-XVI/2018 RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 25/PUU-XVI/2018 Wewenang Mahkamah Kehormatan Dewan Mengambil Langkah Hukum Terhadap Perseorangan, Kelompok Orang, Atau Badan Hukum yang Merendahkan Kehormatan DPR Dan

Lebih terperinci

I. PEMOHON Indonesian Human Rights Comitee for Social Justice (IHCS) yang diwakilkan oleh Gunawan

I. PEMOHON Indonesian Human Rights Comitee for Social Justice (IHCS) yang diwakilkan oleh Gunawan RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 67/PUU-X/2012 Tentang Surat Pernyataan Mengundurkan Diri Bakal Calon Kepala Daerah yang berasal dari Anggota Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2005 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 10 TAHUN 1989 TENTANG PENYEDIAAN DAN PEMANFAATAN TENAGA LISTRIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 2003 TENTANG BADAN PENGAWAS PASAR TENAGA LISTRIK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 2003 TENTANG BADAN PENGAWAS PASAR TENAGA LISTRIK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 2003 TENTANG BADAN PENGAWAS PASAR TENAGA LISTRIK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 51, Pasal 56, dan

Lebih terperinci

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 68/PUU-XII/2014 Syarat Sahnya Perkawinan (Agama)

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 68/PUU-XII/2014 Syarat Sahnya Perkawinan (Agama) RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 68/PUU-XII/2014 Syarat Sahnya Perkawinan (Agama) I. PEMOHON 1. Damian Agata Yuvens, sebagai Pemohon I; 2. Rangga sujud Widigda, sebagai Pemohon II; 3. Anbar

Lebih terperinci

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 75/PUU-XII/2014 Status Hukum Ketetapan MPR Nomor I/MPR/2003 dan Ketetapan MPRS Nomor XXXIII/MPRS/1967

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 75/PUU-XII/2014 Status Hukum Ketetapan MPR Nomor I/MPR/2003 dan Ketetapan MPRS Nomor XXXIII/MPRS/1967 RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 75/PUU-XII/2014 Status Hukum Ketetapan MPR Nomor I/MPR/2003 dan Ketetapan MPRS Nomor XXXIII/MPRS/1967 I. PEMOHON Yayasan Maharya Pati, diwakili oleh Murnanda

Lebih terperinci

RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 010/PUU-IV/2006 Perbaikan Tgl 13 Juni 2006

RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 010/PUU-IV/2006 Perbaikan Tgl 13 Juni 2006 RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 010/PUU-IV/2006 Perbaikan Tgl 13 Juni 2006 I. PEMOHON AH.Wakil Kamal, SH. KUASA HUKUM Masyarakat Hukum Indonesia (MHI) II. PENGUJIAN UNDANG-UNDANG Menyatakan konsideran

Lebih terperinci

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 70/PUU-XII/2014 Kewenangan Pengelolaan Hutan oleh Pemerintah Pusat

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 70/PUU-XII/2014 Kewenangan Pengelolaan Hutan oleh Pemerintah Pusat RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 70/PUU-XII/2014 Kewenangan Pengelolaan Hutan oleh Pemerintah Pusat I. PEMOHON Assosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (APKASI) yang diwakili oleh Ir.

Lebih terperinci

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 46/PUU-XIII/2015

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 46/PUU-XIII/2015 MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA -------------- RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 46/PUU-XIII/2015 PERIHAL Pengujian Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Perubahan Undang- Undang Nomor 1 Tahun 2015

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 16/PUU-X/2012 Tentang KEWENANGAN KEJAKSAAN DALAM PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 16/PUU-X/2012 Tentang KEWENANGAN KEJAKSAAN DALAM PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 16/PUU-X/2012 Tentang KEWENANGAN KEJAKSAAN DALAM PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI I. Pemohon 1. Iwan Budi Santoso S.H. 2. Muhamad Zainal Arifin S.H. 3. Ardion

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PRESIDEN NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG PENUGASAN KEPADA PT PERUSAHAAN LISTRIK NEGARA (PERSERO) UNTUK MELAKUKAN PERCEPATAN PEMBANGUNAN PEMBANGKIT TENAGA LISTRIK YANG MENGGUNAKAN ENERGI TERBARUKAN,

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 21/PUU-XVI/2018

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 21/PUU-XVI/2018 RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 21/PUU-XVI/2018 Wewenang DPR Memanggil Paksa Setiap Orang Menggunakan Kepolisian Negara Dalam Rapat DPR Dalam Hal Pihak Tersebut Tidak Hadir Meskipun Telah Dipanggil

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2005 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 10 TAHUN 1989 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2005 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 10 TAHUN 1989 TENTANG 1 PRESIDEN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 3 TAHUN 2005 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 10 TAHUN 1989 TENTANG PENYEDIAAN DAN PEMANFAATAN TENAGA LISTRIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN,

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN ENERGI DAN SUMBER DAYA MANUSIA. Gas Bumi. Pipa. Transmisi. Badan Usaha. Wilayah Jaringan. Kegiatan.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN ENERGI DAN SUMBER DAYA MANUSIA. Gas Bumi. Pipa. Transmisi. Badan Usaha. Wilayah Jaringan. Kegiatan. No.274, 2009 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN ENERGI DAN SUMBER DAYA MANUSIA. Gas Bumi. Pipa. Transmisi. Badan Usaha. Wilayah Jaringan. Kegiatan. PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. kajian dalam penelitian ini dan telah diuraikan pada bab sebelumnya, maka dapat

BAB V PENUTUP. kajian dalam penelitian ini dan telah diuraikan pada bab sebelumnya, maka dapat BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan pembahasan dari permasalahan-permasalahan yang menjadi objek kajian dalam penelitian ini dan telah diuraikan pada bab sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai

Lebih terperinci

SOAL CPNS KEBIJAKAN PEMERINTAH

SOAL CPNS KEBIJAKAN PEMERINTAH SOAL CPNS KEBIJAKAN PEMERINTAH Petunjuk! Pilihlah jawaban yang paling tepat! 1. Kerja paksa dan wajib kerja dihapuskan di Indonesia sejak diterimanya konvensi no 29 sebab.. a. Indonesia sebagai anggota

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 21 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN KETENAGALISTRIKAN

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 21 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN KETENAGALISTRIKAN 29 PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 21 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN KETENAGALISTRIKAN I. PENJELASAN UMUM Pembangunan sektor ketenagalistrikan bertujuan untuk memajukan kesejahteraan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG KEGIATAN USAHA PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG KEGIATAN USAHA PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG KEGIATAN USAHA PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KAYONG UTARA

PEMERINTAH KABUPATEN KAYONG UTARA PEMERINTAH KABUPATEN KAYONG UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAYONG UTARA NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG KETENAGALISTRIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KAYONG UTARA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 93/PUU-XIV/2016 Kepengurusan Partai Politik Yang Berselisih Harus Didaftarkan dan Ditetapkan dengan Keputusan Menteri Hukum dan HAM Meskipun Kepengurusan Tersebut Telah

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 75/PUU-XV/2017

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 75/PUU-XV/2017 RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 75/PUU-XV/2017 Kelembagaan Penyelenggara Pemilu di Aceh I. PEMOHON 1. Hendra Fauzi (selanjutnya disebut sebagai Pemohon I); 2. Robby Syahputra (selanjutnya disebut sebagai

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 85/PUU-XV/2017 Akses Informasi Keuangan Untuk Kepentingan Perpajakan

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 85/PUU-XV/2017 Akses Informasi Keuangan Untuk Kepentingan Perpajakan RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 85/PUU-XV/2017 Akses Informasi Keuangan Untuk Kepentingan Perpajakan I. PEMOHON E. Fernando M. Manullang. II. III. OBJEK PERMOHONAN Pengujian formil dan pengujian materil

Lebih terperinci

KUASA HUKUM Munathsir Mustaman, S.H., M.H. dan Habiburokhman, S.H., M.H. berdasarkan surat kuasa hukum tertanggal 18 Desember 2014

KUASA HUKUM Munathsir Mustaman, S.H., M.H. dan Habiburokhman, S.H., M.H. berdasarkan surat kuasa hukum tertanggal 18 Desember 2014 RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 15/PUU-XIII/2015 Hak Interpelasi, Hak Angket, Hak Menyatakan Pendapat, dan komposisi jabatan wakil komisi Dewan Perwakilan Rakyat I. PEMOHON Abu Bakar. KUASA HUKUM Munathsir

Lebih terperinci

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 111/PUU-XIII/2015

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 111/PUU-XIII/2015 MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------- RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 111/PUU-XIII/2015 PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2009 TENTANG KETENAGALISTRIKAN TERHADAP UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 71/PUU-XIII/2015 Penyalahgunaan Wewenang oleh Pejabat

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 71/PUU-XIII/2015 Penyalahgunaan Wewenang oleh Pejabat RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 71/PUU-XIII/2015 Penyalahgunaan Wewenang oleh Pejabat I. PEMOHON 1. Rahadi Puguh Raharjo, SE. (Pemohon I); 2. Ma mun Murod, SH. (Pemohon II); 3. Mutaqin (Pemohon

Lebih terperinci

II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian materiil Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UU 8/1999).

II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian materiil Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UU 8/1999). RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 65/PUU-XIII/2015 Kepastian Hukum Perlindungan Konsumen Terhadap Kewajiban Pelaku Usaha Atas Informasi Badan Hukum Secara Lengkap I. PEMOHON 1. Capt. Samuel

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 2003 TENTANG BADAN PENGAWAS PASAR TENAGA LISTRIK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 2003 TENTANG BADAN PENGAWAS PASAR TENAGA LISTRIK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 2003 TENTANG BADAN PENGAWAS PASAR TENAGA LISTRIK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 51, Pasal 56, dan

Lebih terperinci