PENJELASAN GUBERNUR BANK INDONESIA PADA RAPAT KERJA DENGAN KOMISI IX DPR RI TANGGAL 5 FEBRUARI 2003

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENJELASAN GUBERNUR BANK INDONESIA PADA RAPAT KERJA DENGAN KOMISI IX DPR RI TANGGAL 5 FEBRUARI 2003"

Transkripsi

1 Rapat Kerja Komisi IX DPR RI dengan Gubernur Tanggal 5 Februari 2003 PENJELASAN GUBERNUR BANK INDONESIA PADA RAPAT KERJA DENGAN KOMISI IX DPR RI TANGGAL 5 FEBRUARI 2003 Pertama-tama, perkenankan saya mengucapkan terima kasih kepada Pimpinan Komisi IX dan yang telah mengundang kami untuk menghadiri Rapat Kerja pada hari ini. Bagi kami, Rapat Kerja kali ini memiliki arti yang sangat penting karena merupakan salah satu bentuk pertanggungjawaban kami kepada publik melalui Dewan Perwakilan Rakyat. Selain itu, Rapat Kerja ini sangat bermanfaat terutama untuk menyampaikan informasi sejauh mana pelaksanaan tugas yang telah diamanatkan oleh undang-undang, sekaligus untuk mendapatkan masukan bagi kami guna terus mengupayakan perbaikan-perbaikan dalam pelaksanaan tugas ke depan. Rapat kerja ini memiliki arti yang khusus bagi karena memberikan kesempatan kepada kami untuk menyampaikan laporan awal tahun kepada Anggota Dewan yang terhormat. Meskipun secara tertulis kami telah menyampaikannya kepada Ketua Dewan yang terhormat, ijinkanlah kami menyampaikan kembali secara singkat perkembangan dan kebijakan di bidang moneter, perbankan, dan sistem pembayaran periode tahun 2002 dengan menyoroti beberapa permasalahan penting dan tantangan yang dihadapi dalam perekonomian Indonesia pada tahun Dalam bagian akhir dari laporan ini, kami juga menyampaikan pandangan tentang rencana penyelesaian BLBI sebagaimana yang telah diajukan oleh Pemerintah kepada Dewan Perwakilan Rakyat dalam rapat kerja hari Jumat tanggal 31 Januari 2003 yang lalu. Kita patut bersyukur bahwa perekonomian Indonesia mulai menunjukkan kembali ketahanannya dalam menghadapi berbagai tekanan, seperti tercermin pada stabilitas ekonomi yang semakin mantap dalam tahun Konsistensi kebijakan moneter dalam mengendalikan berbagai besaran moneter dan kedisiplinan pengelolaan kebijakan fiskal serta didukung oleh beberapa kemajuan yang dicapai 1

2 Rapat Kerja Komisi IX DPR RI dengan Gubernur Tanggal 5 Februari 2003 dalam restrukturisasi ekonomi selama tahun 2002, telah memberikan iklim yang kondusif bagi stabilitas ekonomi. Kestabilan tersebut antara lain tercermin pada tingkat inflasi yang turun cukup tajam dan nilai tukar rupiah yang menguat secara signifikan dengan pergerakan yang stabil. Terkendalinya nilai tukar dan laju inflasi dalam tahun 2002 telah memberikan ruang gerak bagi kebijakan moneter untuk secara bertahap menurunkan suku bunga SBI dalam rangka memberikan sinyal yang positif bagi proses pemulihan ekonomi. Sinyal penurunan suku bunga SBI tersebut juga diikuti dengan penurunan suku bunga simpanan perbankan secara signifikan, meskipun belum sepenuhnya diikuti oleh penurunan suku bunga kredit perbankan. Lambannya penurunan suku bunga kredit perbankan disebabkan oleh faktor internal perbankan dan masih tingginya risiko di sektor riil. Membaiknya stabilitas ekonomi serta berbagai kebijakan perbankan yang telah dilakukan telah mendorong perbaikan kinerja perbankan di tahun Perbaikan perbankan tersebut tercermin dari peningkatan dana pihak ketiga, perbaikan kondisi permodalan (Capital Adequacy Ratio/CAR) serta penurunan rasio Non Performing Loans (NPLs). Pemulihan fungsi intermediasi perbankan juga terus berlangsung. Hal ini tercermin pada peningkatan penyaluran kredit baru, termasuk kredit untuk Usaha Kecil dan Menengah (UKM), peningkatan Loan to Deposit Ratio (LDR), peningkatan pendapatan bunga kredit dan perubahan komposisi aktiva produktif perbankan. Namun kita harus mengakui bahwa peningkatan stabilitas ekonomi dan kinerja perbankan belum berhasil mempercepat proses pemulihan ekonomi pada tahun PDB diperkirakan tumbuh dalam batas bawah perkiraan awal tahun. Hal ini terutama terkait dengan pertumbuhan investasi dan ekspor yang kurang menggembirakan. Dalam kesempatan ini, saya ingin kembali menggarisbawahi permasalahan internal dan eksternal yang menghambat pemulihan kegiatan investasi dan ekspor. Di sisi internal, masih dijumpai permasalahan struktural antara lain menyangkut masalah ketidakpastian di bidang hukum, regulasi investasi dan perburuhan, serta faktor keamanan dalam negeri yang belum kondusif. Sementara itu, di sisi eksternal juga terdapat kendala berupa masih lemahnya perekonomian global dan meningkatnya persaingan di Asia dalam menarik investasi asing. Hambatan-hambatan tersebut bila tidak ditangani dengan sungguh-sungguh dan konsisten dikhawatirkan akan menyebabkan kinerja investasi dan ekspor akan semakin tertekan. 2

3 Rapat Kerja Komisi IX DPR RI dengan Gubernur Tanggal 5 Februari 2003 Secara lebih rinci, evaluasi atas perkembangan dan kebijakan di bidang moneter, perbankan, sistem pembayaran tahun 2002 serta prospek perekonomian dan arah kebijakan tahun 2003 dapat kami laporkan sebagai berikut. Meskipun sedikit meningkat dibandingkan tahun sebelumnya, laju pertumbuhan ekonomi tahun 2002 tidak sebesar yang diharapkan semula. Berdasarkan perhitungan sementara, pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) tahun 2002 hanya mencapai 3,5%, atau berada di batas bawah perkiraan awal tahun sebesar 3,5%-4,0%. Dilihat dari komponennya, konsumsi masih menjadi pendorong utama perekonomian, sedangkan kegiatan investasi, ekspor dan impor masih belum memberikan kontribusi yang optimal. Sumbangan konsumsi terhadap pertumbuhan PDB mencapai 4,7%, terutama didukung oleh meningkatnya pertumbuhan konsumsi di sektor pemerintah. Sementara itu, pertumbuhan pengeluaran konsumsi di sektor rumah tangga sedikit melambat dari 5,4% pada 2001 menjadi 5,2% pada tahun Meskipun demikian, pengeluaran konsumsi rumah tangga masih menempati porsi terbesar terhadap PDB yang hingga triwulan III-2002 mencapai 73%. Kegiatan investasi dalam tahun 2002 diperkirakan mengalami penurunan sebesar 1,6%. Penurunan kegiatan investasi tersebut tidak terlepas dari iklim investasi yang masih belum kondusif. Di sisi lain, kegiatan ekspor dikurangi impor (net ekspor) selama tahun 2002 memberikan kontribusi terbesar kedua terhadap pertumbuhan PDB yaitu sebesar 2,0%. Meskipun demikian, pertumbuhan net ekspor yang terjadi lebih disebabkan karena penurunan impor yang lebih besar daripada penurunan ekspor. Penurunan ekspor dimaksud tidak terlepas dari kondisi perekonomian dunia yang belum pulih, persaingan yang semakin ketat di pasar global, dan adanya berbagai hambatan ekspor seperti proteksi. Pada sisi penawaran, seluruh sektor ekonomi, kecuali sektor pertanian dan keuangan, mengalami pertumbuhan yang lebih rendah dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Pertumbuhan sektor pertanian yang cukup tinggi mengimbangi merosotnya pertumbuhan sektor industri pengolahan dan perdagangan, sehingga secara keseluruhan pertumbuhan PDB dari sisi penawaran tetap meningkat. 3

4 Rapat Kerja Komisi IX DPR RI dengan Gubernur Tanggal 5 Februari 2003 Terkait dengan perkembangan inflasi dan nilai tukar, secara keseluruhan dalam tahun 2002 nilai tukar rupiah secara rata-rata menguat secara signifikan, yaitu sebesar 939 poin (10,1%), dari rata-rata Rp dalam tahun 2001 menjadi Rp9.316 dalam tahun Bahkan secara point to point, rupiah menguat lebih tajam, yaitu sebesar poin (16,2%) dari Rp pada akhir tahun 2001 menjadi Rp8.950 pada akhir tahun Dengan perkembangan tersebut, nilai tukar rupiah menyandang predikat sebagai mata uang berkinerja terbaik di Asia. Setelah menguat tajam hingga menyentuh nilai tertinggi Rp8.425 per dolar AS dalam semester I-2002, nilai tukar rupiah sempat melemah bahkan terpuruk ke nilai terendah Rp9.425 per dolar AS paska tragedi bom di Bali pada bulan Oktober Berbagai upaya yang dilakukan oleh dalam meredam tekanan permintaan valuta asing paska tragedi Bali tersebut cukup berhasil dalam mengurangi gejolak dan pelemahan nilai tukar rupiah lebih lanjut. Penguatan rupiah selama tahun 2002 didorong oleh berbagai faktor, baik faktor fundamental dan sentimen maupunpengaruh positif dari upaya Bank Indonesia dalam menjaga stabilitas nilai tukar. Faktor fundamental yang mempengaruhi penguatan rupiah antara lain berasal dari adanya tambahan pasokan valas di pasar domestik akibat membaiknya surplus transaksi berjalan. Di samping itu, kebutuhan akan valas juga mengalami penurunan seiring dengan berkurangnya defisit transaksi modal yang didukung oleh keberhasilan penjadualan utang luar negeri pemerintah dalam Paris Club III dan London Club. Sementara itu, sentimen positif yang mendorong penguatan rupiah terutama terkait dengan dampak menguatnya mata uang regional, keberhasilan penjadwalan utang luar negeri pemerintah, pencairan pinjaman IMF, perbaikan peringkat utang Indonesia, terlaksananya beberapa program divestasi bank dan privatisasi BUMN, lancarnya pelaksanaan Sidang Tahunan MPR, dan keberhasilan investigasi kasus peledakan bom di Bali. Walaupun nilai tukar nominal mengalami apresiasi dalam tahun 2002, nilai tukar riil yang diukur dengan Real Effective Exchange Rate (REER) menunjukkan bahwa secara umum nilai tukar Rupiah masih cukup kompetitif untuk mendukung daya saing ekspor. Demikian juga apabila diukur dengan indeks Bilateral Real Exchange Rate (BRER), secara umum nilai tukar rupiah masih kompetitif dibanding negara Asia pesaing ekspor lainnya, kecuali Thailand. Seiring dengan perkembangan nilai tukar yang cenderung terapresiasi serta didukung oleh berkurangnya ekspektasi inflasi di kalangan masyarakat, 4

5 Rapat Kerja Komisi IX DPR RI dengan Gubernur Tanggal 5 Februari 2003 perkembangan harga-harga sepanjang tahun 2002 relatif terkendali. Laju inflasi menurun dari 12,55% pada tahun 2001 menjadi 10,03% pada tahun Dengan demikian, laju inflasi tahun 2002 tidak terlalu jauh dari sasaran yang ditetapkan sebesar 9%-10%. Selain didukung oleh perkembangan nilai tukar dan ekspektasi inflasi masyarakat yang terkendali, perkembangan inflasi dalam tahun 2002 juga didukung oleh lebih rendahnya dampak kebijakan pemerintah di bidang harga dan pendapatan dibandingkan tahun Kebijakan pemerintah di bidang harga dan pendapatan yang secara langsung dan tidak langsung telah mempengaruhi perkembangan inflasi tahun 2002, antara lain adalah kenaikan BBM, TDL, tarif telpon dan angkutan, harga jual rokok (HJE), gas elpiji, dan kenaikan upah minimum (UMR dan UMP). Dalam kaitannya dengan upaya untuk menjaga kestabilan harga dan nilai tukar rupiah, dalam tahun 2002 kebijakan moneter diarahkan pada upaya pengendalian jumlah uang primer melalui penyerapan kelebihan likuditas perbankan. Berkaitan dengan hal tersebut, perkembangan uang primer selama tahun 2002 relatif terkendali dan berada di bawah target indikatifnya dengan pertumbuhan yang lebih rendah dari tahun sebelumnya. Terkendalinya perkembangan uang primer terutama disebabkan oleh menurunnya permintaan masyarakat akan uang kartal untuk keperluan berjaga-jaga searah dengan relatif membaiknya kondisi sosial politik dalam tahun Terkendalinya uang primer yang disertai dengan membaiknya berbagai indikator makro ekonomi, telah memberikan ruang bagi untuk memberikan sinyal penurunan suku bunga lebih lanjut guna mempercepat proses pemulihan ekonomi. Upaya pemberian sinyal penurunan suku bunga ini dilakukan dengan menetapkan target lelang SBI yang lebih rendah dibandingkan yang jatuh tempo, penetapan pemenang lelang di bawah jumlah penawaran, serta didukung oleh penurunan suku bunga Fasilitas Simpanan (FASBI ). Upaya ini telah berhasil mendorong penurunan suku bunga SBI sebesar 469 bps dan 451 bps untuk jangka waktu 1 dan 3 bulan hingga masing-masing tercatat pada posisi 12,93% dan 13,12% pada akhir Desember Pada periode yang sama suku bunga FASBI juga turun sebesar 300 bp dibandingkan dengan akhir tahun

6 Rapat Kerja Komisi IX DPR RI dengan Gubernur Tanggal 5 Februari 2003 Arah pergerakan yang sama juga terjadi pada suku bunga di pasar uang dan suku bunga simpanan. Suku bunga Pasar Uang Antar Bank (PUAB) pagi dan sore, yang pergerakannya dipengaruhi oleh pergerakan suku bunga FASBI, masingmasing turun sebesar 348 bp dan 739 bp. Selain itu, suku bunga rata-rata tertimbang deposito 1 dan 3 bulan masing-masing turun sebesar 320 bps dan 348 bps hingga masing-masing berada pada posisi 12,87% dan 13,76% pada bulan November Meskipun demikian, penurunan suku bunga kredit masih relatif lamban dan bergerak dengan arah yang berbeda-beda. Suku bunga kredit modal kerja hanya turun sebesar 75 bps hingga tercatat pada posisi 18,44 di bulan November 2002, sementara suku bunga kredit investasi dan konsumsi masingmasing meningkat sebesar 10 bps dan 32 bps hingga tercatat pada posisi 18,00% dan 20,17%. Meskipun belum optimal, iklim yang positif melalui penurunan suku bunga ini telah dimanfaatkan oleh perbankan untuk melakukan restrukturisasi kredit, memperkuat struktur permodalan, dan meningkatkan penyaluran kredit, terutama yang berjangka waktu relatif pendek. Di sektor riil, kondisi moneter yang stabil telah memberikan kesempatan kepada dunia usaha untuk melakukan restrukturisasi keuangan secara internal serta membantu masyarakat dalam mempertahankan tingkat konsumsinya. Penurunan suku bunga juga telah mendorong perusahaan bereputasi baik untuk mencari alternatif pembiayaan dari pasar keuangan. Terkait dengan upaya pengendalian moneter di atas, mendukung penerbitan Surat Utang Negara yang telah diatur di dalam UU No. 24 tahun Sebagaimana kita ketahui bersama, Pemerintah telah menerbitkan Obligasi Negara sebesar Rp 2 triliun pada bulan Desember 2002 dan pada tahun 2003 merencanakan untuk menerbitkan Surat Piutang Negara (SPN) dan Obligasi Negara masing-masing sebesar Rp2 triliun s.d. Rp2,7 triliun. telah melakukan berbagai upaya untuk mendukung pengembangan pasar SUN, antara lain melalui pengembangan infrastruktur berupa pencatatan SUN tanpa warkat; penggunaan SUN sebagai agunan dalam Fasilitas Likuiditas Intrahari (FLI) dan Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP) serta membuka kemungkinan penggunaan SUN sebagai instrumen Operasi Pasar Terbuka (OPT). Meskipun demikian, secara umum kami berpendapat bahwa penggunaan SUN sebagai piranti moneter memerlukan beberapa persyaratan, yaitu SUN harus diterbitkan dalam jumlah yang memadai dan penerbitan SUN harus dilakukan secara berkesinambungan. Dapat kami sampaikan, sampai saat ini belum memiliki stock SUN. Untuk memupuk stock berarti harus 6

7 Rapat Kerja Komisi IX DPR RI dengan Gubernur Tanggal 5 Februari 2003 melakukan pembelian SUN di pasar sekunder mengingat berdasarkan Undangundang No. 23 Tahun 1999, tidak diperbolehkan melakukan pembelian di pasar perdana, sehingga hal ini memerlukan solusi penyelesaian lebih lanjut. Dalam kaitan ini, ke depan guna mendukung keberhasilan pengembangan SUN sebagai salah satu piranti moneter, akan terus melakukan koordinasi dengan pemerintah. Di bidang perbankan, sebagai kelanjutan kebijakan pada tahun-tahun sebelumnya, kebijakan pada tahun 2002 tetap difokuskan pada kelanjutan program penyehatan perbankan dan program pemantapan ketahanan sistem perbankan. Dalam program penyehatan perbankan, masih tetap mendukung program penjaminan pemerintah, disamping terus memantau perkembangan program rekapitalisasi bank umum dan restrukturisasi kredit perbankan. Sementara dalam program pemantapan sistem perbankan, terus melakukan perbaikan infrastruktur perbankan, meningkatkan mutu tata laksana perbankan (good corporate governance), serta menyempurnakan ketentuan perbankan yang mengacu pada 25 Basel Core Principles for Effective Banking Supervision. Sampai dengan akhir tahun 2002, dari 25 Core Principles (CP) tersebut, Indonesia sudah mematuhi dan melaksanakan 2 principles, yaitu CP-1 mengenai Preconditions for Effective Banking Supervision yang mencakup Objectives, Independence and Resources, Legal Protection, serta CP-2 mengenai Permissible Activities of Banks. Sementara itu, 10 CP lainnya juga hampir seluruhnya telah dapat dipenuhi. Dalam tahun 2002 mengeluarkan beberapa ketentuan kehatihatian, diantaranya adalah penerapan prinsip kehati-hatian dalam rangka pembelian kredit oleh bank dari BPPN. Sementara itu, dalam tahun yang sama juga mengeluarkan ketentuan yang memperingan kriteria penilaian kualitas kredit yang disalurkan oleh perbankan kepada sektor usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di daerah-daerah tertentu, khususnya daerah-daerah yang sedang dilanda konflik. Ketentuan tersebut dimaksudkan untuk lebih mendorong pemulihan fungsi intermediasi perbankan dan mendorong penyaluran kredit kepada sektor UMKM. Dalam kaitan tersebut juga telah melakukan upaya-upaya lain, seperti melanjutkan Proyek Kredit Mikro, memberikan informasi melalui Sistem Informasi Terpadu Pengembangan Usaha Kecil, mengadakan kerjasama dengan Pemerintah dalam rangka pemberdayaan UKM dan pengentasan 7

8 Rapat Kerja Komisi IX DPR RI dengan Gubernur Tanggal 5 Februari 2003 kemiskinan, serta memfasilitasi pertemuan atau dialog antara bank dan pelaku usaha. Berbagai kebijakan perbankan yang didukung oleh perbaikan-perbaikan pada indikator makro, terus mendorong perbaikan kinerja perbankan. Perbaikan tersebut tercermin dari peningkatan dana pihak ketiga yang berhasil dihimpun, peningkatan permodalan (CAR), perbaikan rasio NPLs. Pemulihan fungsi intermediasi perbankan juga terus berlangsung sebagaimana tercermin pada peningkatan penyaluran kredit baru, peningkatan LDR, peningkatan pendapatan bunga kredit, dan perubahan komposisi aktiva produktif perbankan. Secara nominal, dana pihak ketiga perbankan selama tahun 2002 mengalami peningkatan sebesar 2,3% atau sebesar Rp18 triliun menjadi Rp815,4 triliun. Sementara itu, perbaikan dalam intermediasi perbankan tercermin dari meningkatnya posisi kredit yang disalurkan oleh perbankan, yaitu dari Rp316 triliun pada tahun 2001 menjadi Rp363,9 triliun pada tahun 2002 atau mencatat kenaikan sebesar 15,2%. Dilihat dari perkembangan kredit baru, jumlah kredit baru yang disalurkan oleh perbankan selama tahun 2002 (s.d. November 2002) telah mencapai Rp72,17 triliun, meningkat dibandingkan dengan penyaluran kredit baru untuk keseluruhan tahun 2001 yang hanya mencapai Rp56.8 triliun. Dari total kredit baru yang disalurkan selama tahun 2002, sebanyak 41% merupakan penyaluran kredit kepada debitur dengan pagu kredit dibawah Rp5 miliar yaitu berupa kredit mikro, KUK, dan Kredit Usaha Menengah. Jumlah tersebut mengalami peningkatan sebesar Rp6,4 triliun (27,1%) dibandingkan dengan tahun 2001 yang mencapai Rp23,8 triliun. Peningkatan penyaluran kredit baru kepada sektor UKM tersebut sejalan dengan upaya dan pemerintah untuk menanggulangi kemiskinan dan memberdayakan sektor UKM. Sementara itu, berdasarkan jenis penggunaannya, dari jumlah kredit baru yang disalurkan selama tahun 2002, kredit yang disalurkan untuk modal kerja sebesar Rp45,3 triliun, kredit investasi sebesar Rp16,1 triliun, dan kredit konsumsi sebesar Rp10,7 triliun. Dilihat dari rasio NPL netto, beban kredit bermasalah menurun dari 3,6% pada akhir tahun 2001 menjadi 2,9% pada akhir November Sementara itu, permodalan bank secara keseluruhan meningkat sebesar 52,8% menjadi Rp95,1 triliun. Membaiknya kualitas aktiva perbankan yang diiringi dengan peningkatan permodalan bank menyebabkan CAR secara nasional meningkat dari 20,5% menjadi 22,17%. 8

9 Rapat Kerja Komisi IX DPR RI dengan Gubernur Tanggal 5 Februari 2003 Di bidang sistem pembayaran, kebijakan di sektor pembayaran tunai mencakup langkah-langkah untuk meningkatkan pelayanan perkasan kepada perbankan, meningkatkan pendistribusian uang pecahan kecil kepada masyarakat, serta menyempurnakan perhitungan Rencana Distribusi Uang (RDU). Sementara untuk sistem pembayaran non tunai, kebijakan dititikberatkan pada upaya penurunan risiko pembayaran antar bank dan peningkatan efisiensi serta kualitas dan kapasitas layanan sistem pembayaran. Secara umum aktivitas sistem pembayaran pada tahun 2002 mengalami peningkatan yang sesuai dengan peningkatan kebutuhan masyarakat terhadap alat pembayaran. Peningkatan tersebut terjadi baik untuk alat pembayaran tunai maupun non tunai. Dari sisi pembayaran tunai, pada tahun 2002 meningkatkan penyediaan uang untuk memenuhi kenaikan kebutuhan masyarakat akan uang kartal baik untuk kebutuhan rutin maupun untuk kebutuhan menghadapi bulan Ramadhan, Hari Raya Idul Fitri, Hari Natal, dan Tahun Baru Posisi Uang Yang Diedarkan (UYD) pada tahun 2002 mencapai Rp98,41 triliun atau meningkat 7,82 % dibandingkan dengan tahun Dilihat dari jenisnya, komposisi uang kertas dan uang logam tidak banyak mengalami perubahan yakni sebesar 98% untuk uang kertas dan 2% untuk uang logam. Sementara itu, bila dilihat dari pecahannya posisi UYD tersebut didominasi oleh pecahan Rp dan Rp dengan pangsa masing-masing mencapai 39% dan 37% dari total UYD. Selain menyediakan uang dalam jumlah yang cukup, juga menjaga agar uang yang dipegang masyarakat terjaga kualitasnya serta meminimalisasi beredarnya uang palsu. Sementara pada sistem pembayaran non tunai, kebijakan tahun 2002 dititikberatkan pada upaya untuk penurunan risiko dan peningkatan efisiensi sistem pembayaran. Kebijakan ini dilaksanakan antara lain melalui perluasan penerapan sistem Real Time Gross Settlement (BI-RTGS), penurunan batas nominal (capping) nota kredit yang diproses melalui kliring, pembentukan bagian pengawasan sistem pembayaran di dan pembentukan Forum Komunikasi Sistem Pembayaran Nasional (FKSPN). Aktivitas sistem pembayaran pada tahun 2002 mengalami peningkatan dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Hal tersebut tercermin dari meningkatnya nilai nominal dan jumlah transaksi rata-rata harian yang menggunakan RTGS yaitu masing-masing sebesar 28,8 % dan 113 %. Sementara itu, aktivitas pembayaran melalui sistem kliring dilihat dari jumlah transaksi meningkat sebesar 2,76%, sementara dilihat dari nilai nominal menurun sebesar 9

10 Rapat Kerja Komisi IX DPR RI dengan Gubernur Tanggal 5 Februari ,38%. Pada aktivitas alat pembayaran berbasis kartu, aktivitas pemakaian kartu Automatic Teller Machine (ATM) meningkat paling tinggi dibandingkan alat pembayaran berbasis kartu yang lain yaitu tumbuh sebesar 17,12% dibandingkan dengan kartu kredit yang hanya tumbuh sebesar 4,24%. Dalam pada itu, aktivitas pembayaran menggunakan kartu debet justru menurun sebesar 0,96%. Dalam rangka mengakomodasi kebutuhan atas penyelesaian transaksi yang menggunakan cek/bilyet giro antar kota di seluruh wilayah Indonesia, Bank Indonesia telah mengembangkan sistem kliring antar wilayah atau dikenal dengan nama Intercity Clearing. Penyelenggaraan kliring yang semula hanya dapat memproses warkat yang diterbitkan oleh bank di satu wilayah kliring lokal, dengan sistem intercity clearing dapat memproses cek/bilyet Giro dari wilayah kliring lokal manapun. Sistem kliring antar wilayah ini dapat meningkatkan efisiensi waktu dan biaya yang dikeluarkan dalam memproses warkat-warkat inkaso yaitu yang semula diselesaikan dalam jangka waktu berkisar antara 2-7 hari menjadi sama dengan jangka waktu penyelesaian kliring lokal. Sistem kliring antar wilayah (intercity clearing) mulai diimplementasikan pada tanggal 1 November 2002 dan diikuti oleh 35 bank peserta kliring di seluruh wilayah Indonesia. Setelah melihat kondisi dan pencapaian perekonomian di tahun 2002, ijinkanlah kami untuk menyampaikan prospek dan arah kebijakan moneter dan perbankan di tahun Dalam kaitan ini, kami berpendapat bahwa membaiknya indikator makroekonomi, yang diperkirakan masih terus berlangsung pada tahun 2003, akan terus mendorong terciptanya ekspektasi positif di kalangan para pelaku usaha dan mendorong terus pulihnya fungsi intermediasi perbankan. Sementara itu, dorongan stimulus fiskal dan mulai berjalannya proyek-proyek besar yang sementara ini tertunda akan memberikan dampak multiplier di berbagai sektor perekonomian. Namun demikian, berbagai faktor risiko dan ketidakpastian seperti yang dikemukakan sebelumnya menyebabkan sumber-sumber pertumbuhan ekonomi masih terbatas. Dalam situasi demikian, secara keseluruhan, kami memperkirakan bahwa pertumbuhan ekonomi tahun 2003 akan membaik pada kisaran 3.5%-4,0%. Pertumbuhan ekonomi tahun 2003 diperkirakan masih bertumpu pada konsumsi. Penurunan suku bunga dan masih rendahnya tingkat leverage sektor rumah tangga diperkirakan akan terus mendorong meningkatnya penyaluran kredit konsumsi, terutama bagi kelas menengah ke atas. Kenaikan konsumsi juga 10

11 Rapat Kerja Komisi IX DPR RI dengan Gubernur Tanggal 5 Februari 2003 didukung oleh kenaikan gaji pegawai negeri sipil dan Upah Minimum Pekerja. Sementara itu, walaupun tidak terlalu signifikan, investasi diperkirakan mulai tumbuh positif, terutama dengan bertumpu pada investasi pemerintah melalui berbagai proyek besar yang tertunda. Ekspor diperkirakan akan meningkat seiring dengan mulai membaiknya perekonomian mitra dagang dan meningkatnya permintaan komoditi andalan Indonesia, seperti minyak sawit, karet dan produk agribisnis lainnya. Secara sektoral, pertumbuhan ekonomi diperkirakan terjadi di semua sektor ekonomi. Sektor listrik dan sektor angkutan terutama subsektor telekomunikasi dan sektor bangunan diperkirakan akan mencatat pertumbuhan tertinggi. Rencana pemerintah untuk melanjutkan kembali sejumlah proyek infrastruktur seperti pembangunan jalan tol dan proyek-proyek kelistrikan, diperkirakan akan memberikan dampak multiplier yang besar terhadap beberapa sektor usaha lainnya, sehingga dapat meningkatkan penyerapan tenaga kerja dan pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan. Neraca Pembayaran Indonesia pada tahun 2003 diperkirakan akan menunjukkan penurunan surplus dibandingkan tahun sebelumnya menjadi sebesar USD 0,1 miliar. Penurunan surplus neraca pembayaran ini terutama disebabkan oleh penurunan surplus transaksi berjalan. Di sisi neraca perdagangan, ekspor dan impor dalam tahun 2003 diperkirakan akan tumbuh masing-masing sebesar 2,4% dan 2,7% sehingga surplus neraca perdagangan diperkirakan hanya naik sekitar USD 0,4 miliar. Sementara itu, neraca lalu lintas modal pada tahun 2003 diprakirakan akan sedikit membaik yang tercermin dari penurunan defisit dari USD5,6 miliar menjadi USD5,5 miliar. Terkait dengan prospek nilai tukar dan inflasi, rata-rata nilai tukar rupiah tahun 2003 diprakirakan membaik pada kisaran Rp8.800-Rp9.200 per dolar AS. Secara fundamental, prospek nilai tukar tersebut didasarkan pada prakiraan meningkatnya pasokan valas dan berkurangnya permintaan valas. Peningkatan pasokan valas diprakirakan bersumber dari perolehan devisa hasil ekspor serta aliran modal asing, baik dalam bentuk pinjaman luar negeri maupun investasi serta pembelian aset BPPN. Keberhasilan program privatisasi BUMN dan divestasi bankbank rekap, serta aliran modal masuk portfolio juga akan menambah pasokan valas. Keberhasilan restrukturisasi utang luar negeri swasta, baik melalui Prakarsa Jakarta maupun secara bilateral, akan mengurangi tekanan permintaan valas untuk pembayaran utang. Sementara itu, salah satu faktor yang diperkirakan dapat memberikan tekanan pada nilai tukar adalah meningkatnya suhu politik menjelang Sidang Tahunan MPR dan persiapan menjelang Pemilu

12 Rapat Kerja Komisi IX DPR RI dengan Gubernur Tanggal 5 Februari 2003 Tekanan inflasi tahun 2003 diprakirakan lebih rendah dari tekanan inflasi tahun Hal ini didasarkan pada prakiraan masih lemahnya sisi permintaan, relatif menguatnya nilai tukar rupiah dan menurunnya ekspektasi inflasi di kalangan masyarakat. Sumber utama inflasi ke depan diprakiraan bersumber dari dampak penerapan kebijakan pemerintah di bidang harga dan pendapatan yang diperkirakan masih cukup tinggi. Kebijakan pemerintah di bidang harga dan pendapatan (administered prices), yakni TDL, BBM, tarif telpon, dan UMP, pada tahun 2003 diperkirakan memberikan sumbangan terhadap inflasi sebesar 3,02%. Namun, angka ini masih lebih kecil daripada kenaikan administered prices pada tahun 2002 yang mencapai 3,3%, dan diharapkan pada tahun-tahun berikutnya akan semakin menghilang sejalan dengan semakin dekatnya harga barang dan jasa tersebut dengan harga pasar. Dengan mempertimbangkan prospek pertumbuhan ekonomi dan nilai tukar rupiah serta dampak kebijakan Pemerintah di bidang harga dan pendapatan maka menetapkan sasaran inflasi tahun 2003 sebesar 9% dengan deviasi antara 1% s.d. 1%. Untuk mencapai sasaran inflasi tersebut, menetapkan pertumbuhan uang primer rata-rata sekitar 13%-14%. Dengan prospek perkembangan tersebut, memandang masih terdapat peluang untuk membawa suku bunga ke arah yang lebih rendah. Meskipun gambaran prospek perekonomian tahun 2003 menunjukkan suatu harapan positif menuju percepatan pemulihan ekonomi di masa-masa mendatang, di balik itu masih terdapat tantangan dan permasalahan, baik dari sisi eksternal maupun internal, yang perlu diwaspadai dan dihadapi guna mewujudkan harapan tersebut. Dari sisi eksternal, prospek pertumbuhan ekonomi dunia tahun 2003 secara keseluruhan diperkirakan akan membaik. Namun, pertumbuhan yang akan terjadi lebih banyak merupakan kontribusi kinerja ekonomi beberapa negara di kawasan Asia, seperti Cina dan Korea Selatan. Sementara itu, perekonomian sebagian besar negara maju, seperti Amerika Serikat dan Jepang, diperkirakan belum akan tumbuh secara berarti. Situasi ini telah semakin memperketat persaingan antarnegara dan memicu proteksionisme. Situasi yang sama juga telah mendorong berbagai negara untuk mengaktifkan pola perdagangan bilateral, baik dengan sistem imbal beli maupun dengan meratifikasi perjanjian perdagangan bebas secara bilateral. Salah satu 12

13 Rapat Kerja Komisi IX DPR RI dengan Gubernur Tanggal 5 Februari 2003 perjanjian perdagangan bebas yang telah mulai diimplementasikan pada tahun ini adalah Kawasan Perdagangan Bebas ASEAN atau AFTA. Di tengah kondisi perekonomian Indonesia yang masih belum berjalan normal, terdapat kekhawatiran bahwa produk-produk Indonesia tidak dapat bersaing dengan produk-produk dari negara-negara anggota AFTA lainnya. Dari sisi internal, berbagai permasalahan struktural, khususnya yang terkait dengan penegakan hukum, ketenagakerjaan dan otonomi daerah, yang tahun lalu telah menyebabkan sektor riil kurang responsif terhadap perbaikan kondisi makroekonomi dan moneter, tahun ini diperkirakan masih akan menjadi faktor yang akan membatasi pertumbuhan investasi dan ekspor. Selain itu, suhu sosialpolitik menjelang Sidang Tahunan MPR 2003 dan Pemilu 2004 diprediksikan juga akan meningkat. Semua permasalahan ini, apabila tidak diantipasi dengan baik dapat semakin menurunkan kepercayaan dunia usaha terhadap iklim usaha domestik. Tantangan lain yang juga akan menentukan prospek ekonomi ke depan adalah menyangkut upaya optimalisasi fungsi intermediasi perbankan. Ekspansi kredit di tahun 2002 memang relatif membaik namun peningkatannya dirasakan masih jauh dari yang diharapkan oleh sektor riil. Selain berdampak negatif terhadap pertumbuhan ekonomi, keengganan bank untuk menyalurkan kredit juga akan mempengaruhi efektifitas kebijakan moneter akibat tidak optimalnya mekanisme transmisi kebijakan moneter. Dalam kaitan ini, dunia perbankan juga perlu bersiap diri dan berperan serta dalam upaya pencegahan tindak pidana pencucian uang, pencapaian target maksimum NPL netto 5%, persiapan menuju penerapan Basel Accord II, penyusunan Arsitektur Perbankan Indonesia, serta rencana penggantian secara bertahap kebijakan Program Penjaminan (blanket guarantee) melalui pembentukan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Dengan memperhatikan prospek ekonomi-moneter ke depan dan sasaran inflasi yang ditetapkan pada awal tahun serta mencermati berbagai tantangan yang muncul, dalam tahun 2003 ini akan berupaya untuk secara konsisten dan berhati-hati menempuh kebijakan-kebijakan di bidang moneter, perbankan, dan sistem pembayaran. Di bidang moneter, kebijakan moneter secara konsisten akan diarahkan untuk mencapai sasaran inflasi IHK sebesar 9% pada tahun 2003 dalam rangka 13

14 Rapat Kerja Komisi IX DPR RI dengan Gubernur Tanggal 5 Februari 2003 memenuhi komitmen pencapaian sasaran inflasi jangka menengah sebesar 6%-7% pada tahun Dalam kaitan itu, Operasi Pasar Terbuka (OPT) akan diarahkan untuk mencapai sasaran pertumbuhan uang primer rata-rata sekitar 13%-14%, yang sesuai dengan kebutuhan riil perekonomian. Secara operasional, hal ini akan tetap didukung oleh penggunaan instrumen sterilisasi di pasar valuta asing dalam menyerap kelebihan likuditas perbankan serta meminimalkan fluktuasi nilai tukar rupiah. Di bidang perbankan, kebijakan di bidang perbankan masih meneruskan program penyehatan perbankan dan ketahanan sistem perbankan, dengan lebih menekankan pada pengawasan bank berbasis risiko. Disamping itu, akan tetap mendorong pemulihan fungsi intermediasi perbankan dengan tetap memperhatikan ketentuan kehati-hatian serta melanjutkan upaya-upaya pemberdayaan UKM. Di bidang sistem pembayaran tunai, kebijakan diarahkan untuk meningkatkan efektivitas pengedaran uang kepada masyarakat melalui kerjasama dengan pihak ketiga dan upaya untuk meningkatkan penanggulangan peredaran uang palsu. Di bidang sistem pembayaran non tunai, kebijakan di tahun 2003 diarahkan pada upaya untuk mengurangi risiko dan meningkatkan efisiensi sistem pembayaran. Untuk itu, kami akan melanjutkan program implementasi sistem RTGS dan menyusun ketentuan yang terkait dengan masalah penyelenggaraan kegiatan usaha alat pembayaran berbasis kartu serta upaya mengatasi kegagalan peserta kliring dalam penyelesaian akhir pembayaran. Dalam kesempatan ini, kami ingin menyampaikan bahwa berbagai hasil positif yang telah diperoleh, khususnya dalam tahun 2002 yang lalu, bukan sematamata kontribusi dari berbagai kebijakan yang ditempuh di tahun 2002 saja. Dalam konteks lebih luas, hasil menggembirakan itu juga buah dari kedisiplinan langkahlangkah kebijakan yang telah diambil sejak awal krisis ekonomi melanda Indonesia. Hasil-hasil positif tersebut pada dasarnya juga merupakan hasil dari konsistensi para Anggota Dewan yang terhormat dalam memberikan masukan dan mengawasi kebijakan dan kinerja. Terkendalinya indikator moneter dan perbankan dalam tahun 2002, pada dasarnya juga tidak terlepas dari berlangsungnya koordinasi yang baik antara sektor fiskal, riil, dan moneter. Oleh karena itu, ke depan, memandang bahwa jalinan koordinasi yang baik tersebut perlu dipertahankan 14

15 Rapat Kerja Komisi IX DPR RI dengan Gubernur Tanggal 5 Februari 2003 guna meningkatkan efektivitas kebijakan di bidang moneter, perbankan, dan fiskal dalam mendukung pemulihan perekonomian di tahun Selanjutnya, setelah menyampaikan kondisi dan prospek perekonomian, ijinkanlah kami menyampaikan penjelasan atas beberapa permasalahan yang sangat penting dewasa ini, terutama mengenai penyelesaian BLBI. Sebagaimana Bapak dan Ibu Anggota Dewan ketahui, dalam rapat kerja antara Komisi IX-Dewan Perwakilan Rakyat dengan Saudara Menteri Keuangan pada hari Jumat tanggal 31 Januari 2003 yang lalu, Pemerintah secara resmi telah menyampaikan rencana penyelesaian BLBI untuk dipertimbangkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat. Rencana penyelesaian tersebut diajukan dengan menunjuk pada Undang-undang Nomor 24 Tahun 2002 tentang Surat Utang Negara pada penjelasan Pasal 20 yang berbunyi Surat Utang yang telah diterbitkan dalam rangka BLBI dapat ditukar dengan surat utang lainnya dengan ketentuan dan persyaratan (terms and conditions) yang disepakati Pemerintah dan BI setelah mendapat persetujuan DPR. Dalam kesempatan tersebut, Saudara Menteri Keuangan menyatakan Pemerintah dan telah menyepakati bahwa Surat Utang baru yang akan diterbitkan untuk menggantikan Surat Utang lama, dalam rangka BLBI, akan berbentuk Capital Maintenance Notes (CMN). Dalam kaitan ini, kami ingin menyampaikan kembali bahwa selama ini Pemerintah dan telah melakukan koordinasi dan bekerja bersama dalam menyelesaikan, khususnya pada aspek keuangan. Pemerintah dan Bank Indonesia, pada tanggal 17 November 2000 telah mencapai pokok-pokok kesepakatan bahwa sesuai prinsip burden sharing, menanggung Rp 24,5 trilyun dari seluruh surat utang BLBI sebesar Rp 144,5 trilyun. Kesepakatan ini ditindaklanjuti pada tanggal 5 Desember 2000 dengan penyampaian Surat Utang BI sebesar Rp24,5 trilyun kepada Pemerintah. Selanjutnya pada tanggal 2 April 2001, Saudara Menteri Keuangan meminta konfirmasi pendapat Komisi IX DPR mengenai kesepakatan tersebut. Sampai saat ini konfirmasi tersebut belum diperoleh. Dalam koordinasi terakhir yang dilakukan Pemerintah dan, kedua belah pihak telah mencapai Pokok-Pokok Kesepakatan tanggal 11 Juni 2002 sebagaimana yang telah dipaparkan oleh Saudara Menteri Keuangan kepada anggota Dewan yang terhormat. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini, ijinkanlah kami menyampaikan bahwa bagi prinsip atau prioritas yang mendasari penyelesaian BLBI dalam kesepakatan dimaksud adalah : 15

16 Rapat Kerja Komisi IX DPR RI dengan Gubernur Tanggal 5 Februari Memberikan kepastian dan meringankan beban APBN yang dewasa ini masih mengalami kondisi yang perlu memperoleh perhatian. 2. Memperhatikan kondisi keuangan bank sentral yang wajar dan berkelanjutan (sustainable) guna menjamin pelaksanaan tugas yang diembannya. 3. Memperhatikan kesepakatan antara Pemerintah dan tanggal 17 November 2000 sebagai bagian tidak terpisahkan dalam penyelesaian BLBI secara keseluruhan. 4. Memberikan kesempatan baik bagi Pemerintah dan maupun komponen bangsa lainnya agar lebih fokus kepada upaya pemulihan ekonomi di masa kini maupun di masa depan. 5. Memisahkan upaya penyelesaian aspek keuangan BLBI antara Pemerintah dan yang harus secepatnya diselesaikan dengan masalah hukum BLBI yang tetap berjalan sesuai proses hukum yang berlaku. 6. Memperhatikan pandangan Tim Panel Ahli yang dipimpin Mr. Paul Volcker yang telah mempertimbangkan praktek-praktek internasional. Berdasarkan prinsip atau prioritas tersebut, pada prinsipnya sependapat dengan rencana penyelesaian BLBI sebagaimana yang telah diajukan Pemeritah kepada DPR. Dalam kaitan ini, ijinkanlah kami memberikan beberapa catatan tambahan mengenai rencana atau skema dimaksud, yaitu sebagai berikut: 1. Mengenai nama Surat Utang baru yang oleh Pemerintah di sebut Capital Maintenance Note (CMN), kami mengusulkan kiranya perlu menggunakan nama yang mencerminkan substansi yang disepakati atau diperjanjikan oleh kedua belah pihak yaitu adanya surat utang Pemerintah baru dengan persyaratan baru. 2. Pemenuhan standar akuntansi keuangan hendaknya mengikuti kelaziman yang berlaku khususnya di dalam akuntansi bank sentral yang bersifat unik. 3. Rencana penyelesaian BLBI mencakup pula kesepakatan Pemerintah dan Bank Indonesia untuk tidak melakukan verifikasi atas jumlah BLBI yang diselesaikan yaitu sebesar Rp159 trilyun yang terdiri atas BLBI sebesar Rp144,5 trilyun dan BLBI sebesar Rp14,5 trilyun untuk periode setelah Januari Dalam kaitan ini, kami memahami bahwa DPR akan mempelajari dan mempertimbangkan dengan seksama rencana atau skema penyelesaian BLBI dimaksud. Untuk itu, akan selalu siap dan bersedia, apabila diperlukan, guna melakukan pembahasan-pambahasan lanjutan baik yang bersifat umum maupun teknis dengan anggota Dewan yang terhormat. Bagi jajaran Bank Indonesia, komitmen yang selama ini kami yakini dan pegang teguh dalam 16

17 Rapat Kerja Komisi IX DPR RI dengan Gubernur Tanggal 5 Februari 2003 penyelesaian BLBI adalah selalu memprioritas kepada kepentingan bangsa yang lebih luas terutama dalam meringankan beban APBN dengan tetap menjaga sustainaibility kondisi keuangan bank sentral di masa depan. Setelah memaparkan pelaksanaan tugas dan rencana penyelesaian BLBI, ijinkanlah kami menyampaikan secara singkat upaya pembenahan internal di. Dalam kaitan ini, kami menyadari bahwa kualitas dan efektivitas kebijakan di bidang moneter, perbankan, dan sistem pembayaran pada akhirnya sangat ditentukan juga oleh kualitas SDM yang kami miliki serta dukungan organisasi yang solid. Dalam kerangka tersebut, sejalan dengan program Transformasi yang telah dicanangkan sejak tahun 2001, kami terus melakukan proses perubahan pada organisasi menuju suatu organisasi baru yang lebih mampu mengantisipasi dan menyesuaikan diri dengan perubahan global serta memenuhi harapan para stakeholders. Tuntutan perubahan secara mendasar ini antara lain disebabkan adanya Undangundang yang baru No. 23 Tahun Program perubahan internal tersebut terus bergulir dan berhasil kami lakukan hingga sekarang dan telah melewati beberapa tahapan. Beberapa proyek perubahan organisasi yang dilakukan antara lain berupa pelaksanaan suatu sistem Perencanaan, Anggaran, dan Manajeman Kinerja yang baru. Dalam sistem ini, kami menetapkan agar perencanaan dan anggaran bersifat lebih fokus pada tugas pokok. Sementara itu, jajaran pimpinan satuan kerja level Direktorat juga diberikan tanggung jawab dan akuntabilitas yang lebih jelas dalam mengimplementasikan perencanaan dan anggaran dimaksud. Selain itu, program transformasi juga terus melaksanakan revitalisasi beberapa unit pendukung pelaksanaan tugas BI seperti pembentukan unit khusus manajemen informasi serta penyempurnaan fungsi teknologi informasi dan logistik. Dapat kami sampaikan pula sejalan dengan program transformasi, dalam rangka menerapkan prinsip good governance di, pembenahan fungsi pengawasan intern terus dilanjutkan. Hal ini menyangkut baik menyangkut sistem dan implementasi, peningkatan kompetensi sumber daya manusia, peningkatan daya konsultasi maupun penerapan fungsi kemitraan. Untuk meyempurnakan kualitas pengawasan internal serta untuk memperoleh pengakuan mutu secara obyektif dari pihak ekstern yang independen, telah dilaksanakan penyempurnaan pelaksanaan audit sesuai dengan prosedur mutu internasional dengan memenuhi syarat mutu ISO 9001:2000. Dalam kaitan ini, penyerahan ISO tersebut telah dilakukan pada tanggal 30 Januari 2003 oleh lembaga assesor 17

18 Rapat Kerja Komisi IX DPR RI dengan Gubernur Tanggal 5 Februari 2003 internasional yang berkedudukan di Inggris, Lloyd s Registered Quality Assurance, setelah lembaga tersebut melakukan penilaian mengenai pelaksanaan audit di Bank Indonesia secara independen dan obyektif. Anggota Dewan yang terhormat. Sebagai penutup, dari berbagai pemaparan kami tersebut, kami menyadari bahwa beberapa permasalahan struktural dan tantangan perekonomian yang akan dihadapi masa-masa mendatang memang bukanlah merupakan permasalahan yang mudah dan dapat secara cepat dan seketika dipecahkan. Namun demikian, dengan komitmen yang kuat melalui perencanaan kebijakan yang matang, koordinasi yang solid, serta kedisiplinan, kesabaran dan ketekunan dalam melaksanakan langkah-langkah kebijakan yang diambil, maka berbagai tantangan dan permasalahan akan dapat diatasi. Untuk itulah, kami mengharapkan masukan dan dukungan anggota Dewan sekalian agar mampu menjawab permasalahan, tantangan dan agenda perekonomian secara optimal. Jakarta, 5 Februari 2003 GUBERNUR BANK INDONESIA Syahril Sabirin 18

1. Tinjauan Umum

1. Tinjauan Umum 1. Tinjauan Umum Perekonomian Indonesia dalam triwulan III-2005 menunjukkan kinerja yang tidak sebaik perkiraan semula, dengan pertumbuhan ekonomi yang diperkirakan lebih rendah sementara tekanan terhadap

Lebih terperinci

ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III

ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran,Triwulan III - 2005 135 ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III - 2005 Tim Penulis

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN I-2003

PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN I-2003 1 PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN I-2003 Tim Penulis Laporan triwulan I-2003, Bank Indonesia Kondisi moneter selama triwulan I-2003 tetap stabil dan terkendali meskipun belum

Lebih terperinci

ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran

ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran 1 ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran Tim Penulis Laporan Triwulanan, Bank Indonesia I.1

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN III 2003

PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN III 2003 1 PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN III 2003 Tim Penulis Laporan Triwulanan III 2003, Bank Indonesia Sampai dengan triwulan III-2003, kondisi perekonomian Indonesia masih mengindikasikan

Lebih terperinci

INDONESIA PADA GUBERNUR BANK PANITIA ANGGARAN SEMESTER

INDONESIA PADA GUBERNUR BANK PANITIA ANGGARAN SEMESTER PANDANGAN GUBERNUR BANK INDONESIA PADA RAPAT KERJA PANITIA ANGGARAN DPR RI MENGENAI LAPORAN SEMESTER I DAN PROGNOSIS SEMESTER II APBN TA 2006 2006 Anggota Dewan yang terhormat, 1. Pertama-tama perkenankanlah

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN III 2004

PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN III 2004 Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran Triwulan III 2004 185 PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN III 2004 Tim Penulis Laporan Triwulanan III 2004, Bank Indonesia

Lebih terperinci

PENJELASAN DEWAN GUBERNUR BANK INDONESIA PADA RAPAT KERJA DENGAN KOMISI IX DPR RI TANGGAL 10 JUNI 2002 MENGENAI ANGGARAN TAHUNAN BANK INDONESIA

PENJELASAN DEWAN GUBERNUR BANK INDONESIA PADA RAPAT KERJA DENGAN KOMISI IX DPR RI TANGGAL 10 JUNI 2002 MENGENAI ANGGARAN TAHUNAN BANK INDONESIA Rapat Kerja Komisi IX DPR RI dengan Dewan Gubernur Tanggal 10 Juni 2002 PENJELASAN DEWAN GUBERNUR BANK INDONESIA PADA RAPAT KERJA DENGAN KOMISI IX DPR RI TANGGAL 10 JUNI 2002 MENGENAI ANGGARAN TAHUNAN

Lebih terperinci

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III - 2009 127 ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III - 2009 Tim Penulis

Lebih terperinci

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2009 263 ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2009 Tim Penulis

Lebih terperinci

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2010 245 ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2010 Tim Penulis

Lebih terperinci

... BANK INDONESIA I N D O N E S I A B A N K

... BANK INDONESIA I N D O N E S I A B A N K 1 B A N K I N D O N E S I A KINERJA TRIWULAN I-2004 : EVALUASI KEBIJAKAN MONETER, PERBANKAN, DAN SISTEM PEMBAYARAN SERTA ARAH KEBIJAKAN MENDATANG Penyampaian penjelasan ini merupakan salah satu wujud dari

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN IV 2003

PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN IV 2003 Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran Triwulan IV 2003 1 PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN IV 2003 Tim Penulis Laporan Triwulanan IV 2003, Bank Indonesia Sampai

Lebih terperinci

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN I. Ekonomi Dunia Pertumbuhan ekonomi nasional tidak terlepas dari perkembangan ekonomi dunia. Sejak tahun 2004, ekonomi dunia tumbuh tinggi

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN I 2004

PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN I 2004 Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran Triwulan I 2004 1 PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN I 2004 Tim Penulis Laporan Triwulanan I 2004, Bank Indonesia Membaiknya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tantangan yang cukup berat. Kondisi perekonomian global yang kurang

BAB I PENDAHULUAN. tantangan yang cukup berat. Kondisi perekonomian global yang kurang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Secara umum perekonomian Indonesia 2005 menghadapi tantangan yang cukup berat. Kondisi perekonomian global yang kurang menguntungkan, terutama meningkatnya

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN II 2004

PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN II 2004 Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran Triwulan II 2004 1 PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN II 2004 Tim Penulis Laporan Triwulanan II 2004, Bank Indonesia Selama

Lebih terperinci

IV. KINERJA MONETER DAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA Kinerja Moneter dan Perekonomian Indonesia

IV. KINERJA MONETER DAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA Kinerja Moneter dan Perekonomian Indonesia IV. KINERJA MONETER DAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA 4.1. Kinerja Moneter dan Perekonomian Indonesia 4.1.1. Uang Primer dan Jumlah Uang Beredar Uang primer atau disebut juga high powered money menjadi sasaran

Lebih terperinci

BANK INDONESIA. Telepon : (sirkulasi) Fax. : Website :

BANK INDONESIA. Telepon : (sirkulasi) Fax. : Website : Untuk informasi lebih lanjut hubungi: Tim Outlook Jangka Pendek dan Diseminasi Kebijakan Biro Kebijakan Moneter Direktorat Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter Telepon : +62 61 3818189 +62 21 3818206 (sirkulasi)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Perbankan berperan dalam mendorong tingkat pertumbuhan ekonomi dan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Perbankan berperan dalam mendorong tingkat pertumbuhan ekonomi dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perbankan berperan dalam mendorong tingkat pertumbuhan ekonomi dan memperluas kesempatan kerja melalui penyediaan sejumlah dana pembangunan dan memajukan dunia usaha.

Lebih terperinci

ANALISIS Perkembangan Indikator Ekonomi Ma kro Semester I 2007 Dan Prognosisi Semester II 2007

ANALISIS Perkembangan Indikator Ekonomi Ma kro Semester I 2007 Dan Prognosisi Semester II 2007 ANALISIS Perkembangan Indikator Ekonomi Makro Semester I 2007 Dan Prognosisi Semester II 2007 Nomor. 02/ A/B.AN/VII/2007 Perkembangan Ekonomi Tahun 2007 Pada APBN 2007 Pemerintah telah menyampaikan indikator-indikator

Lebih terperinci

BANK INDONESIA. Telepon : (sirkulasi) Fax. : Website :

BANK INDONESIA. Telepon : (sirkulasi) Fax. : Website : Untuk informasi lebih lanjut hubungi: Tim Outlook Jangka Pendek dan Diseminasi Kebijakan Biro Kebijakan Moneter Direktorat Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter Telepon : +62 61 3818189 +62 21 3818206 (sirkulasi)

Lebih terperinci

BANK INDONESIA. Telepon : (sirkulasi) Fax. : Website :

BANK INDONESIA. Telepon : (sirkulasi) Fax. : Website : Untuk informasi lebih lanjut hubungi: Tim Outlook Jangka Pendek dan Diseminasi Kebijakan Biro Kebijakan Moneter Direktorat Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter Telepon : +62 61 3818189 +62 21 3818206 (sirkulasi)

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sistem Perbankan sebagai bagian dari sistem keuangan diharapkan dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. Sistem Perbankan sebagai bagian dari sistem keuangan diharapkan dapat BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem Perbankan sebagai bagian dari sistem keuangan diharapkan dapat meningkatkan perannya secara optimal sebagai lembaga intermediasi didalam momentum recovery setelah

Lebih terperinci

TINJAUAN UMUM. Tim Penulis Analisis Triwulanan Bank Indonesia

TINJAUAN UMUM. Tim Penulis Analisis Triwulanan Bank Indonesia Tinjauan Umum 485 TINJAUAN UMUM Tim Penulis Analisis Triwulanan Bank Indonesia Selama triwulan I-2005, kinerja perekonomian Indonesia masih menunjukkan perkembangan yang membaik. Kestabilan makroekonomi

Lebih terperinci

PENJELASAN DEWAN GUBERNUR BANK INDONESIA PADA RAPAT KERJA DENGAN KOMISI IX DPR RI TANGGAL 20 NOVEMBER 2002

PENJELASAN DEWAN GUBERNUR BANK INDONESIA PADA RAPAT KERJA DENGAN KOMISI IX DPR RI TANGGAL 20 NOVEMBER 2002 Rapat Kerja Komisi IX DPR RI dengan Gubernur Tanggal 20 November 2002 PENJELASAN DEWAN GUBERNUR BANK INDONESIA PADA RAPAT KERJA DENGAN KOMISI IX DPR RI TANGGAL 20 NOVEMBER 2002 Pertama-tama, perkenankan

Lebih terperinci

BANK INDONESIA. Telepon : (sirkulasi) Fax. : Website :

BANK INDONESIA. Telepon : (sirkulasi) Fax. : Website : Untuk informasi lebih lanjut hubungi: Tim Outlook Jangka Pendek dan Diseminasi Kebijakan Biro Kebijakan Moneter Direktorat Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter Telepon : +62 61 3818189 +62 21 3818206 (sirkulasi)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan. dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia.

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan. dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia. Pada satu sisi Indonesia terlalu cepat melakukan

Lebih terperinci

BAB 3 KERANGKA EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB 3 KERANGKA EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN BAB 3 KERANGKA EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN Kerangka Ekonomi Makro dan Pembiayaan Pembangunan pada Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Tahun 2006 disempurnakan untuk memberikan gambaran ekonomi

Lebih terperinci

Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia

Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia Perlambatan pertumbuhan Indonesia terus berlanjut, sementara ketidakpastian lingkungan eksternal semakin membatasi ruang bagi stimulus fiskal dan moneter

Lebih terperinci

SEJARAH BANK INDONESIA : MONETER Periode

SEJARAH BANK INDONESIA : MONETER Periode SEJARAH BANK INDONESIA : MONETER Periode 1999-2005 Cakupan : Halaman 1. Sekilas Sejarah Bank Indonesia di Bidang Moneter Periode 1999-2 2005 2. Arah Kebijakan 1999-2005 3 3. Langkah-Langkah Strategis 1999-2005

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. aspek yang tidak terpisahkan dari perkembangan ekonomi negara terbuka. Keterbukaan ekonomi Indonesia akan membawa konsekuensi pada

I. PENDAHULUAN. aspek yang tidak terpisahkan dari perkembangan ekonomi negara terbuka. Keterbukaan ekonomi Indonesia akan membawa konsekuensi pada I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sebagai negara berkembang menggunakan sistem perekonomian terbuka dalam menjalankan aktivitas perekonomiannya sehingga hal tersebut memungkinkan terjadinya interaksi

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA. negara selain faktor-faktor lainnya seperti PDB per kapita, pertumbuhan ekonomi,

BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA. negara selain faktor-faktor lainnya seperti PDB per kapita, pertumbuhan ekonomi, BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA 4.1 Perkembangan Laju Inflasi di Indonesia Tingkat inflasi merupakan salah satu indikator fundamental ekonomi suatu negara selain faktor-faktor lainnya seperti

Lebih terperinci

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN Sejak pertengahan tahun 2006, kondisi ekonomi membaik dari ketidakstabilan ekonomi tahun 2005 dan penyesuaian kebijakan fiskal dan moneter yang

Lebih terperinci

LAPORAN PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN TRIWULAN II/2001 DAN PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2001

LAPORAN PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN TRIWULAN II/2001 DAN PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2001 REPUBLIK INDONESIA LAPORAN PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN TRIWULAN II/2001 DAN PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2001 Dalam triwulan II/2001 proses pemulihan ekonomi masih diliputi oleh ketidakpastian.

Lebih terperinci

BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD)

BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD) BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD) 3.1. Asumsi Dasar yang Digunakan Dalam APBN Kebijakan-kebijakan yang mendasari APBN 2017 ditujukan

Lebih terperinci

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN Perkembangan ekonomi makro bulan Oktober 2004 hingga bulan Juli 2008 dapat diringkas sebagai berikut. Pertama, stabilitas ekonomi tetap terjaga

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN

BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN A. Perkembangan Inflasi di Indonesia 14 INFLASI 12 10 8 6 4 2 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 Sumber: Hasil Olahan Data Oleh Penulis (2016) GAMBAR 4.1. Perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kali lelang SBI tidak lagi diinterpretasikan oleh stakeholders sebagai sinyal

BAB I PENDAHULUAN. kali lelang SBI tidak lagi diinterpretasikan oleh stakeholders sebagai sinyal BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Respon (stance) kebijakan moneter ditetapkan untuk menjamin agar pergerakan inflasi dan ekonomi ke depan tetap berada pada jalur pencapaian sasaran inflasi

Lebih terperinci

Assalamu alaikum warahmatullahi wabarakatuh, Selamat pagi dan salam sejahtera bagi kita semua,

Assalamu alaikum warahmatullahi wabarakatuh, Selamat pagi dan salam sejahtera bagi kita semua, SAMBUTAN GUBERNUR BANK INDONESIA DR. DARMIN NASUTION PEMBUKAAN RAPAT KOORDINASI NASIONAL TIM PENGENDALIAN INFLASI DAERAH 2011 JAKARTA, 16 MARET 2011 Yang terhormat Wakil Presiden Republik Indonesia, Prof.

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM OBYEK PENELITIAN

BAB IV GAMBARAN UMUM OBYEK PENELITIAN BAB IV GAMBARAN UMUM OBYEK PENELITIAN A. Gambaran Umum 1. Kebijakan Perbankan Pasca Krisis 1998 Krisis keuangan yang terjadi di Asia mulai pertengahan tahun 1997 telah memicu krisis perbankan di beberapa

Lebih terperinci

Menjaga Stabilitas Keuangan di Tengah Berlanjutnya Perlambatan Pertumbuhan Ekonomi

Menjaga Stabilitas Keuangan di Tengah Berlanjutnya Perlambatan Pertumbuhan Ekonomi Sambutan Gubernur Bank Indonesia Menjaga Stabilitas Keuangan di Tengah Berlanjutnya Perlambatan Pertumbuhan Ekonomi Diskusi dan Peluncuran buku Kajian Stabilitas Keuangan Yang kami hormati, Jakarta, 10

Lebih terperinci

BAB II PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO TAHUN

BAB II PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO TAHUN BAB II PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO TAHUN 2004 2006 Bab mengenai perkembangan ekonomi makro tahun 2004 2006 merupakan kerangka ekonomi makro (macroeconomic framework) yang dimaksudkan untuk memberi gambaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Industri perbankan memegang peranan penting dalam menunjang kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. Industri perbankan memegang peranan penting dalam menunjang kegiatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Industri perbankan memegang peranan penting dalam menunjang kegiatan perekonomian. Begitu penting perannya sehingga ada anggapan bahwa bank merupakan "nyawa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengalami krisis yang berkepanjangan. Krisis ekonomi tersebut membuat pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. mengalami krisis yang berkepanjangan. Krisis ekonomi tersebut membuat pemerintah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Krisis ekonomi tahun 1997 di Indonesia telah mengakibatkan perekonomian mengalami krisis yang berkepanjangan. Krisis ekonomi tersebut membuat pemerintah Indonesia terbelit

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2003 TENTANG PAKET KEBIJAKAN EKONOMI MENJELANG DAN SESUDAH BERAKHIRNYA PROGRAM KERJASAMA DENGAN INTERNATIONAL MONETARY FUND PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

ARTIKEL PASAR MODAL MEMBANTU PEREKONOMIAN Purbaya Yudhi Sadewa Senior Economist Danareksa Research Institute

ARTIKEL PASAR MODAL MEMBANTU PEREKONOMIAN Purbaya Yudhi Sadewa Senior Economist Danareksa Research Institute ARTIKEL PASAR MODAL MEMBANTU PEREKONOMIAN Purbaya Yudhi Sadewa Senior Economist Danareksa Research Institute Kinerja dunia perbankan dalam menyalurkan dana ke masyarakat dirasakan masih kurang optimal.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. saat ini. Sekalipun pengaruh aktifitas ekonomi Indonesia tidak besar terhadap

BAB I PENDAHULUAN. saat ini. Sekalipun pengaruh aktifitas ekonomi Indonesia tidak besar terhadap BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Small open economic, merupakan gambaran bagi perekonomian Indonesia saat ini. Sekalipun pengaruh aktifitas ekonomi Indonesia tidak besar terhadap perekonomian dunia,

Lebih terperinci

PROSPEK DUNIA USAHA DAN PEMBIAYAANNYA OLEH PERBANKAN SAMBUTAN GUBERNUR BANK INDONESIA TGL. 7 J J U U N N II

PROSPEK DUNIA USAHA DAN PEMBIAYAANNYA OLEH PERBANKAN SAMBUTAN GUBERNUR BANK INDONESIA TGL. 7 J J U U N N II PROSPEK DUNIA USAHA DAN PEMBIAYAANNYA OLLEH PERBANKAN SAMBUTTAN GUBERNUR BANK INDONESII IA TTGLL.. 77 JJUUNNI II 22000044 Pendahuluan 1. Pagi ini saya sangat berbahagia dapat berkumpul bersama untuk membuka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sebagai negara berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang tidak

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sebagai negara berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai negara berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang tidak sedikit jumlahnya di dalam pembangunan nasional. Dalam konteks pembangunan nasional maupun

Lebih terperinci

Analisis Asumsi Makro Ekonomi RAPBN Nomor. 01/ A/B.AN/VI/2007 BIRO ANALISA ANGGARAN DAN PELAKSANAAN APBN SETJEN DPR RI

Analisis Asumsi Makro Ekonomi RAPBN Nomor. 01/ A/B.AN/VI/2007 BIRO ANALISA ANGGARAN DAN PELAKSANAAN APBN SETJEN DPR RI Analisis Asumsi Makro Ekonomi RAPBN 2008 Nomor. 01/ A/B.AN/VI/2007 Asumsi Dasar dan Kebijakan Fiskal 2008 Sesuai dengan ketentuan UU Nomor 17 Tahun 2003, Pemerintah Pusat diwajibkan untuk menyampaikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Resesi ekonomi dunia pada tahun 1982 dan kebijakan moneter yang kurang

BAB I PENDAHULUAN. Resesi ekonomi dunia pada tahun 1982 dan kebijakan moneter yang kurang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Resesi ekonomi dunia pada tahun 1982 dan kebijakan moneter yang kurang berperan diikuti dengan melemahnya permintaan terhadap komoditas migas dan nonmigas dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kondisi anggaran pendapatan belanja negara (APBN) selalu mengalami budget

BAB I PENDAHULUAN. kondisi anggaran pendapatan belanja negara (APBN) selalu mengalami budget 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai negara sedang berkembang yang tengah menuju tahap kemapanan ekonomi, Indonesia membutuhkan anggaran belanja dalam jumlah besar untuk membiayai berbagai program

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pencerminan tingkat inflasi merupakan persentasi kecepatan naiknya harga-harga

BAB I PENDAHULUAN. Pencerminan tingkat inflasi merupakan persentasi kecepatan naiknya harga-harga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perekonomian suatu negara dapat ditinjau dari variabelvariabel makroekonomi yang mampu melihat perekonomian dalam jangka panjang maupun jangka pendek. Variabelvariabel

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mengambil langkah meningkatkan BI-rate dengan tujuan menarik minat

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mengambil langkah meningkatkan BI-rate dengan tujuan menarik minat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia pernah mengalami krisis pada tahun 1997, ketika itu nilai tukar rupiah merosot tajam, harga-harga meningkat tajam yang mengakibatkan inflasi yang tinggi,

Lebih terperinci

LAPORAN PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN TRIWULAN I/2001 DAN PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2001

LAPORAN PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN TRIWULAN I/2001 DAN PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2001 REPUBLIK INDONESIA LAPORAN PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN TRIWULAN I/2001 DAN PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2001 Dalam tahun 2000 pemulihan ekonomi terus berlangsung. Namun memasuki tahun

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Dunia perbankan saat ini banyak disorot oleh masyarakat banyak karena

BAB 1 PENDAHULUAN. Dunia perbankan saat ini banyak disorot oleh masyarakat banyak karena BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dunia perbankan saat ini banyak disorot oleh masyarakat banyak karena banyak sekali menimbulkan permasalahan yang sulit untuk dipecahkan. Salah satu permasalahan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan tersebut muncul dari faktor internal maupun faktor eksternal. Namun saat ini, permasalahan

Lebih terperinci

BAB III PROSPEK EKONOMI TAHUN 2004

BAB III PROSPEK EKONOMI TAHUN 2004 BAB III PROSPEK EKONOMI TAHUN 2004 Bab ini membahas prospek ekonomi Indonesia tahun 2004 dalam dua skenario, yaitu skenario dasar dan skenario dimana pemulihan ekonomi berjalan lebih lambat. Dalam skenario

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki fungsi intermediasi yaitu menghimpun dana dari masyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN. memiliki fungsi intermediasi yaitu menghimpun dana dari masyarakat yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Menurut UU No.10 tahun 1998 : Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam

Lebih terperinci

International Monetary Fund UNTUK SEGERA th Street, NW 15 Maret 2016 Washington, D. C USA

International Monetary Fund UNTUK SEGERA th Street, NW 15 Maret 2016 Washington, D. C USA Siaran Pers No. 16/104 International Monetary Fund UNTUK SEGERA 700 19 th Street, NW 15 Maret 2016 Washington, D. C. 20431 USA Dewan Eksekutif IMF Menyimpulkan Konsultasi Pasal IV 2015 dengan Indonesia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. harian bank (cash in vaults), dikurangi kewajiban Giro Wajib Minimum (Reserve

I. PENDAHULUAN. harian bank (cash in vaults), dikurangi kewajiban Giro Wajib Minimum (Reserve 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ekses likuiditas merupakan jumlah cadangan bank yang didepositokan di bank sentral ditambah dengan uang kas yang disimpan untuk keperluan operasional harian bank (cash

Lebih terperinci

P D R B 7.24% 8.50% 8.63% 8.60% 6.52% 3.05% -0.89% Sumber : BPS Kepulauan Riau *) angka sementara **) angka sangat sementara

P D R B 7.24% 8.50% 8.63% 8.60% 6.52% 3.05% -0.89% Sumber : BPS Kepulauan Riau *) angka sementara **) angka sangat sementara Ringkasan Eksekutif Asesmen Ekonomi Di awal tahun 2009, imbas krisis finansial global terhadap perekonomian Kepulauan Riau dirasakan semakin intens. Laju pertumbuhan ekonomi memasuki zona negatif dengan

Lebih terperinci

PENJELASAN DEWAN GUBERNUR BANK INDONESIA PADA RAPAT KERJA DENGAN KOMISI IX DPR RI TANGGAL 26 JUNI 2001

PENJELASAN DEWAN GUBERNUR BANK INDONESIA PADA RAPAT KERJA DENGAN KOMISI IX DPR RI TANGGAL 26 JUNI 2001 PENJELASAN DEWAN GUBERNUR BANK INDONESIA PADA RAPAT KERJA DENGAN KOMISI IX DPR RI TANGGAL 26 JUNI 2001 Masa Persidangan : IV Tahun Sidang : 2000-2001 Pertama-tama, perkenankan saya mengucapkan terima kasih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kebijakan fiskal merupakan salah satu kebijakan dalam mengatur kegiatan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kebijakan fiskal merupakan salah satu kebijakan dalam mengatur kegiatan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebijakan fiskal merupakan salah satu kebijakan dalam mengatur kegiatan ekonomi secara makro, di samping kebijakan fiskal juga terdapat kebijakan moneter yang merupakan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN TRIWULAN PEREKONOMIAN INDONESIA Keberlanjutan ditengah gejolak. Juni 2010

PERKEMBANGAN TRIWULAN PEREKONOMIAN INDONESIA Keberlanjutan ditengah gejolak. Juni 2010 PERKEMBANGAN TRIWULAN PEREKONOMIAN INDONESIA Keberlanjutan ditengah gejolak Juni 2010 viii Ringkasan Eksekutif: Keberlanjutan di tengah gejolak Indonesia terus memantapkan kinerja ekonominya yang kuat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fiskal maupun moneter. Pada skala mikro, rumah tangga/masyarakat misalnya,

BAB I PENDAHULUAN. fiskal maupun moneter. Pada skala mikro, rumah tangga/masyarakat misalnya, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Secara umum angka inflasi yang menggambarkan kecenderungan umum tentang perkembangan harga dan perubahan nilai dapat dipakai sebagai informasi dasar dalam pengambilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan perekonomian suatu negara tidak terlepas dari peran perbankan dan

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan perekonomian suatu negara tidak terlepas dari peran perbankan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kegiatan perekonomian suatu negara tidak terlepas dari peran perbankan dan lembaga keuangan lainnya. Bank dan lembaga keuangan lainnya memiliki dua kegiatan utama,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Persaingan yang semakin ketat dalam sektor perbankan menuntut

BAB I PENDAHULUAN. Persaingan yang semakin ketat dalam sektor perbankan menuntut BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Persaingan yang semakin ketat dalam sektor perbankan menuntut optimalisasi peranan perbankan. Fungsi bank sebagai lembaga intermediasi keuangan pun perlu dicermati

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan sektor properti dan real estat yang ditandai dengan kenaikan

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan sektor properti dan real estat yang ditandai dengan kenaikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan sektor properti dan real estat yang ditandai dengan kenaikan harga tanah dan bangunan yang lebih tinggi dari laju inflasi setiap tahunnya menyebabkan semakin

Lebih terperinci

VII. SIMPULAN DAN SARAN

VII. SIMPULAN DAN SARAN VII. SIMPULAN DAN SARAN 7.1. Simpulan Hasil analisis menunjukkan bahwa secara umum dalam perekonomian Indonesia terdapat ketidakseimbangan internal berupa gap yang negatif (defisit) di sektor swasta dan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012 KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012 Januari 2013 Kinerja Ekonomi Daerah Cukup Kuat, Inflasi Daerah Terkendali Ditengah perlambatan perekonomian global, pertumbuhan ekonomi berbagai daerah di Indonesia

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM INDIKATOR FUNDAMENTAL MAKRO EKONOMI NEGARA ASEAN+3

IV. GAMBARAN UMUM INDIKATOR FUNDAMENTAL MAKRO EKONOMI NEGARA ASEAN+3 IV. GAMBARAN UMUM INDIKATOR FUNDAMENTAL MAKRO EKONOMI NEGARA ASEAN+3 4.1 Pertumbuhan Ekonomi Negara ASEAN+3 Potret ekonomi dikawasan ASEAN+3 hingga tahun 199-an secara umum dinilai sangat fenomenal. Hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. makro ekonomi misalnya Produk Domestik Bruto (PDB), tingkat inflasi, Sertifikat

BAB I PENDAHULUAN. makro ekonomi misalnya Produk Domestik Bruto (PDB), tingkat inflasi, Sertifikat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di media massa seringkali kita membaca atau mendengar beberapa indikator makro ekonomi misalnya Produk Domestik Bruto (PDB), tingkat inflasi, Sertifikat Bank Indonesia,

Lebih terperinci

NOTA KEUANGAN DAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2004 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2005

NOTA KEUANGAN DAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2004 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2005 NOTA KEUANGAN DAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2004 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2005 REPUBLIK INDONESIA Daftar Isi DAFTAR ISI DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perbankan yang telah dilaksanakan oleh pemerintah. Indikator perbankan nasional

I. PENDAHULUAN. perbankan yang telah dilaksanakan oleh pemerintah. Indikator perbankan nasional I. PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Pertumbuhan industri perbankan di masa mendatang diramalkan masih akan membaik. Hal tersebut didukung oleh hasil positif program restrukturisasi perbankan yang telah

Lebih terperinci

Q & A TERKAIT DAMPAK SISTEMIK BANK CENTURY

Q & A TERKAIT DAMPAK SISTEMIK BANK CENTURY Q & A TERKAIT DAMPAK SISTEMIK BANK CENTURY 1. Mengapa Bank Century harus diselamatkan pada 20 November 2008? a. Kegagalan Bank Century terjadi di tengah-tengah situasi dan kondisi ekonomi dan sistem perbankan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melalui pengaturan jumlah uang yang beredar dalam perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. melalui pengaturan jumlah uang yang beredar dalam perekonomian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemajuan ekonomi dalam suatu negara tidak terlepas dengan peran perbankan yang mempengaruhi perekonomian negara. Segala aktivitas perbankan yang ada di suatu negara

Lebih terperinci

BAB 34 KERANGKA EKONOMI MAKRO

BAB 34 KERANGKA EKONOMI MAKRO BAB 34 KERANGKA EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN Kerangka ekonomi makro dan pembiayaan pembangunan memberikan gambaran mengenai kemajuan ekonomi yang akan dicapai dalam tahun 2004 2009, berdasarkan

Lebih terperinci

Analisis Asumsi Makro Ekonomi RAPBN 2011

Analisis Asumsi Makro Ekonomi RAPBN 2011 Analisis Asumsi Makro Ekonomi RAPBN 2011 Nomor. 30/AN/B.AN/2010 0 Bagian Analisa Pendapatan Negara dan Belanja Negara Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN SETJEN DPR-RI Analisis Asumsi Makro Ekonomi

Lebih terperinci

L A M P I R A N. Kantor Bank Indonesia Ambon 1 PERTUMBUHAN TAHUNAN (Y.O.Y) PDRB SEKTORAL

L A M P I R A N. Kantor Bank Indonesia Ambon 1 PERTUMBUHAN TAHUNAN (Y.O.Y) PDRB SEKTORAL PERTUMBUHAN TAHUNAN (Y.O.Y) PDRB SEKTORAL No. Sektor 2006 2007 2008. 1 Pertanian 3.90% 4.01% 3.77% 0.31% 2.43% 3.29% 2.57% 8.18% 5.37% 4.23% 2.69% -0.49% 2 Pertambangan dan Penggalian -3.24% 77.11% 8.98%

Lebih terperinci

BAB II DESKRIPSI PERUSAHAAN

BAB II DESKRIPSI PERUSAHAAN BAB II DESKRIPSI PERUSAHAAN 2.1 Gambaran Umum Bank Indonesia 2.1.1 Status dan Kedudukan Bank Indonesia Babak baru dalam sejarah Bank Indonesia sebagai Bank Sentral yang independen dalam melaksanakan tugas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. strategi dalam rangka mengefisienkan dana dari masyarakat seperti dengan

BAB I PENDAHULUAN. strategi dalam rangka mengefisienkan dana dari masyarakat seperti dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bank sebagai lembaga keuangan yang memegang peranan penting dalam perekonomian di setiap negara, merupakan sebuah alat yang dapat mempengaruhi suatu pergerakan pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. motor penggerak perekonomian nasional. Perdagangan internasional dapat

BAB I PENDAHULUAN. motor penggerak perekonomian nasional. Perdagangan internasional dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perdagangan internasional mempunyai peranan sangat penting sebagai motor penggerak perekonomian nasional. Perdagangan internasional dapat didefinisikan sebagai

Lebih terperinci

BAB 5 : SISTEM PEMBAYARAN

BAB 5 : SISTEM PEMBAYARAN BAB 5 SISTEM PEMBAYARAN BAB 5 : SISTEM PEMBAYARAN Transaksi sistem pembayaran tunai di Gorontalo pada triwulan I-2011 diwarnai oleh net inflow dan peningkatan persediaan uang layak edar. Sementara itu,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengalami kemerosotannya. Hal ini terlihat dari nilai tukar yang semakin melemah, inflasi

BAB I PENDAHULUAN. mengalami kemerosotannya. Hal ini terlihat dari nilai tukar yang semakin melemah, inflasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada awal tahun 1998 yakni pada awal masa orde baru perekonomian Indonesia mengalami kemerosotannya. Hal ini terlihat dari nilai tukar yang semakin melemah,

Lebih terperinci

Fokus Negara IMF. Fokus Negara IMF. Ekonomi Asia yang Dinamis Terus Memimpin Pertumbuhan Global

Fokus Negara IMF. Fokus Negara IMF. Ekonomi Asia yang Dinamis Terus Memimpin Pertumbuhan Global Fokus Negara IMF Orang-orang berjalan kaki dan mengendarai sepeda selama hari bebas kendaraan bermotor, diadakan hari Minggu pagi di kawasan bisnis Jakarta di Indonesia. Populasi kaum muda negara berkembang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 2. untuk mencapai tingkat kestabilan harga secara mantap. 3. untuk mengatasi masalah pengangguran.

BAB I PENDAHULUAN. 2. untuk mencapai tingkat kestabilan harga secara mantap. 3. untuk mengatasi masalah pengangguran. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan jangka panjang yang dilaksanakan di Indonesia bertujuan untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur dengan mengacu pada Trilogi Pembangunan (Rochmat Soemitro,

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 12/ 1 /PBI/ 2010 TENTANG PINJAMAN LUAR NEGERI PERUSAHAAN BUKAN BANK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 12/ 1 /PBI/ 2010 TENTANG PINJAMAN LUAR NEGERI PERUSAHAAN BUKAN BANK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 12/ 1 /PBI/ 2010 TENTANG PINJAMAN LUAR NEGERI PERUSAHAAN BUKAN BANK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pinjaman luar negeri

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Negara berkembang yang menggunakan sistem perekonomian terbuka.

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Negara berkembang yang menggunakan sistem perekonomian terbuka. 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan Negara berkembang yang menggunakan sistem perekonomian terbuka. Sistem perekonomian terbuka sangat penting dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi

Lebih terperinci

Pertumbuhan Ekonomi Kepulauan Riau. *)angka sementara **)angka sangat sementara

Pertumbuhan Ekonomi Kepulauan Riau. *)angka sementara **)angka sangat sementara RINGKASAN EKSEKUTIF Asesmen Ekonomi Laju perekonomian provinsi Kepulauan Riau di triwulan III-2008 mengalami koreksi yang cukup signifikan dibanding triwulan II-2008. Pertumbuhan ekonomi tercatat berkontraksi

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2002 TENTANG SURAT UTANG NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2002 TENTANG SURAT UTANG NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2002 TENTANG SURAT UTANG NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa guna mewujudkan masyarakat adil dan

Lebih terperinci

BAB II PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO TAHUN

BAB II PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO TAHUN BAB II PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO TAHUN 2002 2004 Bab perkembangan ekonomi makro tahun 2002 2004 dimaksudkan untuk memberi gambaran menyeluruh mengenai prospek ekonomi tahun 2002 dan dua tahun berikutnya.

Lebih terperinci

4. Outlook Perekonomian

4. Outlook Perekonomian 4. Outlook Perekonomian Pada tahun 2007-2008, ekspansi perekonomian Indonesia diprakirakan terus berlanjut dengan dilandasi oleh stabilitas makroekonomi yang terjaga. Pertumbuhan ekonomi pada 2007 diprakirakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era perdagangan bebas saat ini, telah terjadi perubahan secara

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era perdagangan bebas saat ini, telah terjadi perubahan secara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam era perdagangan bebas saat ini, telah terjadi perubahan secara fundamental, bahwa gerak perdagangan semakin terbuka, dinamis, dan cepat yang menyebabkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Grafik 1.1 Perkembangan NFA periode 1997 s.d 2009 (sumber : International Financial Statistics, IMF, diolah)

BAB 1 PENDAHULUAN. Grafik 1.1 Perkembangan NFA periode 1997 s.d 2009 (sumber : International Financial Statistics, IMF, diolah) BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam beberapa dekade terakhir, perekonomian Indonesia telah menunjukkan integrasi yang semakin kuat dengan perekonomian global. Keterkaitan integrasi ekonomi

Lebih terperinci

Memperkuat Stabilitas Sistem Keuangan di Tengah Dinamika Tantangan Global dan Domestik

Memperkuat Stabilitas Sistem Keuangan di Tengah Dinamika Tantangan Global dan Domestik Sambutan Gubernur Bank Indonesia Memperkuat Stabilitas Sistem Keuangan di Tengah Dinamika Tantangan Global dan Domestik Diskusi dan Peluncuran buku Kajian Stabilitas Keuangan Yang kami hormati, Jakarta,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2002 TENTANG SURAT UTANG NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2002 TENTANG SURAT UTANG NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2002 TENTANG SURAT UTANG NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa guna mewujudkan masyarakat adil dan

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 15/15/PBI/2013 TENTANG GIRO WAJIB MINIMUM BANK UMUM DALAM RUPIAH DAN VALUTA ASING BAGI BANK UMUM KONVENSIONAL

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 15/15/PBI/2013 TENTANG GIRO WAJIB MINIMUM BANK UMUM DALAM RUPIAH DAN VALUTA ASING BAGI BANK UMUM KONVENSIONAL PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 15/15/PBI/2013 TENTANG GIRO WAJIB MINIMUM BANK UMUM DALAM RUPIAH DAN VALUTA ASING BAGI BANK UMUM KONVENSIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA,

Lebih terperinci

Boks.3 MEWUJUDKAN KESEIMBANGAN YANG EFISIEN MENUJU PERTUMBUHAN YANG BERKESINAMBUNGAN

Boks.3 MEWUJUDKAN KESEIMBANGAN YANG EFISIEN MENUJU PERTUMBUHAN YANG BERKESINAMBUNGAN Boks.3 MEWUJUDKAN KESEIMBANGAN YANG EFISIEN MENUJU PERTUMBUHAN YANG BERKESINAMBUNGAN Ekonomi Global 2011 Tahun 2011 merupakan tahun dengan berbagai catatan keberhasilan, namun juga penuh dinamika dan sarat

Lebih terperinci