PENJELASAN DEWAN GUBERNUR BANK INDONESIA PADA RAPAT KERJA DENGAN KOMISI IX DPR RI TANGGAL 10 JUNI 2002 MENGENAI ANGGARAN TAHUNAN BANK INDONESIA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENJELASAN DEWAN GUBERNUR BANK INDONESIA PADA RAPAT KERJA DENGAN KOMISI IX DPR RI TANGGAL 10 JUNI 2002 MENGENAI ANGGARAN TAHUNAN BANK INDONESIA"

Transkripsi

1 Rapat Kerja Komisi IX DPR RI dengan Dewan Gubernur Tanggal 10 Juni 2002 PENJELASAN DEWAN GUBERNUR BANK INDONESIA PADA RAPAT KERJA DENGAN KOMISI IX DPR RI TANGGAL 10 JUNI 2002 MENGENAI ANGGARAN TAHUNAN BANK INDONESIA Masa Persidangan : IV Tahun Sidang : Pertama-tama, perkenankan kami mengucapkan terima kasih kepada Pimpinan Komisi IX DPR RI beserta seluruh Anggota Dewan yang telah mengundang kami untuk menghadiri Rapat Kerja pada hari ini. Pertemuan ini memiliki arti yang sangat penting bagi kami, terutama dalam rangka menyampaikan berbagai informasi dan penjelasan mengenai pelaksanaan tugas yang diamanatkan oleh Undang-Undang sekaligus untuk mendapatkan berbagai masukan dari Anggota Dewan yang berguna bagi upaya perbaikan dalam pelaksanaan tugas kami di bidang moneter, perbankan, dan sistem pembayaran ke depan. Lebih dari itu, pertemuan semacam ini pada hakikatnya kami pandang sebagai salah satu bentuk perwujudan dari akuntabilitas Bank Indonesia kepada DPR-RI. Dalam rapat kerja kali ini, sebagaimana undangan dari Anggota Dewan, kami akan memaparkan mengenai anggaran tahun berjalan 2002, pelaksanaan anggaran 2002, dan pembicaraan pendahuluan anggaran tahun Namun demikian, sebagaimana halnya pada Rapat Kerja- Rapat Kerja yang lalu, mengawali penjelasan kami atas pelaksanaan anggaran Bank Indonesia tersebut, perkenankanlah kami dalam kesempatan ini untuk terlebih dahulu secara singkat menyampaikan laporan perkembangan terakhir atas langkah-langkah kebijakan yang telah ditempuh. Sebagaimana telah Anggota Dewan maklumi, pada awal tahun 2002, Bank Indonesia memperkirakan bahwa dalam tahun 2002, apabila ekspor dan investasi dapat ditingkatkan dan program restrukturisasi perbankan berjalan sesuai dengan harapan, pertumbuhan ekonomi tahun 2002 diprakirakan dapat mencapai 3,5% - 4,0%. Bank Indonesia juga menetapkan sasaran laju inflasi IHK sebesar 9%-10% untuk tahun 2002 dengan memperhatikan masih tingginya ekspektasi inflasi dan besarnya dampak kebijakan pemerintah di bidang harga dan pendapatan. Dalam perkembangannya, sampai dengan akhir Mei 2002, secara umum kondisi ekonomi-moneter menunjukkan perkembangan yang positif, khususnya tercermin pada berlanjutnya penguatan nilai tukar rupiah secara signifikan dan menurunnya suku bunga rupiah. Uang primer juga terkendali di bawah target indikatifnya, sementara fungsi 1

2 Rapat Kerja Komisi IX DPR RI dengan Dewan Gubernur Tanggal 10 Juni 2002 intermediasi perbankan mulai menunjukkan perbaikan, seperti terlihat pada meningkatnya dana pihak ketiga dan jumlah pemberian kredit baru perbankan. Laju inflasi secara tahunan juga cenderung menurun meskipun tekanan inflasi pada bulan Mei 2002 terasa kembali setelah selama dua bulan sebelumnya berturut-turut mengalami deflasi. Membaiknya kondisi perekonomian tersebut tidak terlepas dari terdapatnya sejumlah kemajuan dalam proses restrukturisasi ekonomi yang salah satunya tercermin dari kelanjutan proses divestasi aset oleh BPPN seperti dalam proses divestasi BCA dan rencana divestasi lainnya (PT Indosat, PT Telkom, PT Indofarma, dan Bank Niaga). Kemajuan ini juga diiringi dengan dukungan situasi keamanan dalam negeri yang relatif terkendali. Kedua kemajuan yang dicapai baik dari sisi ekonomi dan non ekonomi tersebut pada akhirnya telah turut membentuk sentimen positif pasar yang tercermin dari menurunnya persepsi atas risiko usaha sebagaimana terlihat dari menurunnya premi swap dan premi risiko. Ekspektasi positif atas hasil penjadualan utang Pemerintah dalam Paris Club III juga turut menambah kepercayaan yang ada. Berbagai indikator ini pada gilirannya menyebabkan nilai tukar secara gradual mengalami penguatan dan seiring dengan perkembangan uang primer yang terkendali telah diikuti dengan penurunan suku bunga SBI. Secara umum, pertumbuhan ekonomi Indonesia dalam Triwulan I-2002 meningkat 2,15% (y-t-y) dibandingkan triwulan IV Dalam triwulan I-2002 tersebut, pengeluaran konsumsi rumah tangga meskipun secara riil meningkat sebesar 1,02% dibandingkan triwulan sebelumnya, namun pengeluaran konsumsi pemerintah menurun sebesar 1,03% dan investasi fisik menurun sebesar 2,45%. Demikian pula ekspor dan impor meningkat masing-masing sebesar 2,89% dan 1,82%, namun secara agregat permintaan masih lemah. Sementara itu, sejalan dengan meningkatnya harga minyak dunia, penerimaan ekspor migas menunjukkan peningkatan pada triwulan I/2002 dibanding dengan triwulan sebelumnya. Di sisi moneter, setelah dalam dua bulan sebelumnya mengalami deflasi, intensitas tekanan harga secara umum pada bulan Mei 2002 mulai terasa. Bulan Mei mengalami inflasi sebesar 0,80% (m-t-m) atau lebih tinggi dari bulan sebelumnya yang mengalami deflasi sebesar minus 0,24%. Namun demikian, inflasi secara tahunan (y-oy) mengalami penurunan menjadi 12,93% dibandingkan bulan sebelumnya sebesar 13,30%. Terjadinya inflasi pada bulan Mei 2002 tersebut terutama disebabkan oleh diberlakukannya kebijakan pemerintah di bidang harga, khususnya kenaikan harga BBM dan tarif angkutan, seperti tercermin pada peningkatan harga kelompok transportasi dan komunikasi sebesar 3,40% (m-t-m) serta kelompok perumahan sebesar 0,78% (m-t-m). Kedua kelompok tersebut juga memberikan sumbangan tertinggi terhadap inflasi bulan ini, masing-masing 0,40% dan 0,18%. Dampak kebijakan Pemerintah terhadap inflasi dalam bulan ini relatif tinggi yaitu mencapai sebesar 0,41 %. Sementara itu, tekanan harga dari sisi penawaran khususnya berkaitan dengan ketersediaan pasokan dan distribusi tidak terlihat. Kenaikan harga pada kelompok makanan cenderung lebih terkait dengan meningkatnya biaya pengangkutan akibat 2

3 Rapat Kerja Komisi IX DPR RI dengan Dewan Gubernur Tanggal 10 Juni 2002 naiknya harga BBM, sehingga berdampak pada inflasi kelompok tersebut sebesar 0,58%. Sementara itu, inflasi kelompok makanan mencapai sekitar 0,39% (m-t-m) atau 11,93% (y-o-y), lebih rendah dari kelompok bukan makanan 1,12% (m-t-m) atau 13,85% (y-o-y). Sumbangan kelompok bahan makanan terhadap inflasi bulan ini sebesar 0,17%, sementara kelompok lainnya, di luar kelompok transportasi dan komunikasi serta kelompok perumahan, memberikan sumbangan inflasi relatif kecil. Di sisi nilai tukar, pada bulan Mei 2002, nilai tukar rupiah kembali menguat secara signifikan hingga menembus level di bawah Rp9.000,- per USD. Rupiah ditutup pada level Rp8.830,- atau menguat 500 poin (5,7%) dibandingkan bulan sebelumnya Rp9.330,- per USD. Demikian pula secara rata-rata, rupiah menguat 377 poin (4,1%) menjadi Rp9.118,- dibandingkan bulan lalu Rp9.495,- per USD. Kuatnya sentimen pasar serta tersedianya pasokan valas telah mendorong apresiasi rupiah sampai dengan bulan Mei 2002, yang merupakan level terkuat sejak September Ekspektasi positif terhadap aliran modal masuk ke dalam negeri yang terkait dengan penjualan saham/privatisasi BUMN, antara lain PT. Indosat, PT. Telkom, PT. Indofarma, dan proses divestasi Bank Niaga memberikan andil yang tidak sedikit dalam penguatan nilai tukar rupiah. Demikian pula, keberhasilan Indonesia dalam merestrukturisasi utang luar negeri pemerintah dan swasta, serta proyeksi akan membaiknya ekonomi Indonesia, telah menumbuhkan optimisme yang kuat akan kebangkitan ekonomi Indonesia. Sentimen dari perkembangan mata uang regional yang cenderung menguat terhadap USD juga turut memacu apresiasi kurs rupiah lebih lanjut. Secara fundamental, dari gap analisis antara permintaan dan penawaran valas, diperoleh gambaran bahwa pasar masih memperoleh pasokan yang cukup. Kecukupan pasokan terlihat dari transaksi antar bank yang menunjukkan pihak offshore lebih banyak menjual USD. Sementara itu, pasokan dari dalam negeri diperoleh dari masuknya dana privatisasi BUMN serta membaiknya ekspor dalam beberapa bulan terakhir. Semakin kuatnya sentimen positif yang bekembang di pasar terefleksi pada penurunan premi swap untuk semua tenor. Premi swap 1 bulan dan 3 bulan mengalami penurunan masing-masing dari 14,70% menjadi 13,70 % dan 13,20%. Sementara itu, dari perhitungan Real Effective Exchange Rate (REER) penguatan nilai tukar rupiah tersebut dipandang masih cukup kompetitif. Secara riil, nilai tukar rupiah masih undervalued dengan indeks REER 86,64 dibandingkan bulan sebelumnya 82,94 (indeks dengan tahun dasar 1995). Demikian pula, angka Bilateral Real Exchange Rate (BRER) sebesar 62,17 juga masih kompetitif dibandingkan negara pesaing ekspor seperti Malaysia 67,08, Thailand 63,10 dan China 84,90 (indeks dengan tahun dasar Juni 1997). Sejalan dengan perkembangan inflasi dan nilai tukar tersebut, kebijakan moneter yang kami lakukan diarahkan untuk menjaga momentum keberhasilan yang telah dicapai, terutama untuk menjaga kestabilan ekonomi makro (khususnya inflasi dan nilai tukar) sambil terus memberikan sinyal yang positif bagi pemulihan ekonomi. Pengendalian moneter tetap ditujukan untuk menyerap kelebihan likuiditas agar sesuai dengan kebutuhan riil perekonomian sehingga tidak memberikan tekanan baru terhadap 3

4 Rapat Kerja Komisi IX DPR RI dengan Dewan Gubernur Tanggal 10 Juni 2002 inflasi dan nilai tukar rupiah. Pengendalian moneter tersebut kami lakukan melalui operasi pasar terbuka, intervensi rupiah, dan sterilisasi valas. Dengan kondisi ekonomi moneter yang cukup kondusif, suku bunga SBI 1 bulan telah cenderung menurun dari 17,5% pada awal Januari 2002 menjadi 15,17% pada minggu pertama Juni Suku bunga Intervensi Rupiah juga telah diturunkan 100 bps untuk semua tenor, sehingga menjadi 14,125% - 14,875% untuk jangka waktu overnight sampai 7 hari. Penurunan suku bunga SBI dan Intervensi Rupiah tersebut juga telah diikuti oleh penurunan suku bunga deposito dan kredit perbankan. Dewasa ini suku bunga deposito berada pada 13,73%, sementara suku bunga kredit modal kerja sekitar 19,25%. Di bidang perbankan, pada awal tahun 2002, kinerja perbankan nasional menunjukkan beberapa perbaikan yang tercermin dari peningkatan penghimpunan dana dan pemberian kredit, perbaikan aspek permodalan, perbaikan non performing loan (NPL) serta meningkatnya net interest margin (NIM). Meskipun demikian, perbankan masih menghadapi tantangan berupa fungsi intermediasi yang belum pulih secepat yang diharapkan guna mendukung proses pemulihan ekonomi. Oleh karena itu dalam tahun 2002 ini akan terus melanjutkan langkah kebijakan perbankan yang diarahkan pada kerangka strategi restrukturisasi perbankan yang meliputi dua bagian besar yaitu (i) program penyehatan perbankan yang meliputi penjaminan pemerintah, program rekapitalisasi bank umum, dan restrukturisasi kredit perbankan; (ii) dan program pemantapan ketahanan yang meliputi pengembangan infrastruktur dan peningkatan good corporate governance dan pemantapan sistem pengawasan bank. Dalam tahun 2002, prioritas utama kebijakan diarahkan pada upaya memperkuat ketahanan sistem perbankan melalui pemaksimalan penerapan 25 Basle Core Principles for Effective Banking Supervision yang penjabarannya dituangkan dalam Master Plan Peningkatan Efektivitas Pengawasan Bank. Upaya pemeliharaan CAR bank-bank yang telah mencapai 8% terus dilakukan khususnya terhadap bank-bank yang struktur permodalannya masih rentan terhadap pengaruh kenaikan suku bunga dan melemahnya nilai tukar serta penurunan kredit. Di sisi lain, untuk memulihkan fungsi intermediasi perbankan, kami akan mendorong perbankan untuk lebih banyak lagi menyalurkan kredit kepada sektor-sektor yang telah dianggap siap dan memiliki risiko yang relatif rendah seperti kredit ekspor dan kredit UKM. Untuk itu, juga telah menandatangani kesepakatan dengan Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat tentang Penanggulangan Kemiskinan Melalui Pemberdayaan dan Pengembangan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah. Dalam kesepakatan tersebut, antara lain akan mendorong bank umum dan BPR untuk meningkatkan penyaluran kredit usaha mikro, kecil, dan menengah sesuai dengan business plan masing-masing bank, untuk penanggulangan kemiskinan, dengan tetap memperhatikan prinsip kehati-hatian. 4

5 Rapat Kerja Komisi IX DPR RI dengan Dewan Gubernur Tanggal 10 Juni 2002 Selain itu, upaya untuk meningkatkan kesehatan bank juga didukung dengan upaya-upaya untuk menekan angka non performing loans (NPL) perbankan nasional dengan mewajibkan bank-bank untuk mencapai target NPL sebesar 5% pada akhir tahun Selanjutnya, langkah penguatan infrastruktur perbankan akan terus ditempuh dengan mendorong pengembangan bank syariah dan BPR serta bersamasama pemerintah mempersiapkan pembentukan Lembaga Penjamin Simpanan dan Otoritas Jasa Keuangan. Selain itu, perkenankan pula dalam kesempatan ini kami menyampaikan implementasi dan tindak lanjut ketentuan tentang Prinsip Mengenal Nasabah (Know Your Customer Principles) yang merupakan pelaksanaan anti money laundering di sektor perbankan. Berdasarkan review oleh konsultan independen terdapat bank yang telah menerapkan sepenuhnya (fully comply) terhadap prinsip mengenal nasabah. Namun demikian masih terdapat pula beberapa bank lainnya secara terus menerus berupaya melakukan updating data base nasabah serta pelatihan bagi pegawai yang jumlahnya mencapai ribuan orang. Untuk memperlancar pelaksanaan ketentuan tersebut, terus dilakukan koordinasi yang lebih baik antara dengan sektor perbankan. Guna mendukung efektivitas pelaksanaan kebijakan moneter dan upaya penciptaan sistem perbankan yang sehat, di bidang sistem pembayaran, dalam tahun 2002 masih terus melakukan berbagai upaya penyempurnaan untuk menciptakan sistem pembayaran nasional yang efisien, cepat, aman, dan handal. Di bidang sistem pembayaran tunai, kebijakan diarahkan pada penyediaan uang yang layak edar dan mencukupi kebutuhan masyarakat baik dari sisi nominal maupun jenis pecahannya. Sementara di bidang sistem pembayaran non tunai, langkah kebijakan diarahkan pada pengurangan risiko pembayaran, peningkatan kualitas dan kapasitas pelayanan sistem pembayaran serta pengaturan pengawasan sistem pembayaran guna mendorong terwujudnya sistem pembayaran yang cepat, aman, dan efisien. Sebagaimana diketahui, tujuan adalah mencapai dan memelihara kestabilan rupiah. Untuk mencapai tujuan tersebut, mempunyai tiga tugas sebagaimana telah kami jelaskan satu persatu di atas yaitu menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter, mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran serta mengatur dan mengawasi bank. Agar dapat melaksanakan tugas dan mencapai tujuan yang telah ditetapkan tersebut, kami menyusun rencana kerja tahunan yang disusun dengan mengacu kepada Sasaran strategis Tahunan (STBI) yang telah ditetapkan oleh Dewan Gubernur. Rencana kerja tahunan dimaksud selanjutnya dituangkan dalam bentuk Anggaran Tahunan (ATBI) dan bersama-sama dengan evaluasi 5

6 Rapat Kerja Komisi IX DPR RI dengan Dewan Gubernur Tanggal 10 Juni 2002 pelaksanaan anggaran tahun berjalan, disampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR-RI) sebagai salah satu wujud dari transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan tugas. ATBI tersebut mencerminkan program kerja yang dijabarkan lebih lanjut dalam bentuk anggaran penerimaan dan pengeluaran. Asumsi-asumsi yang digunakan dalam penyusunan ATBI dibuat berdasarkan prinsip yang berhati-hati sejalan dengan proyeksi kondisi dan perkembangan ekonomi yang diharapkan terjadi pada tahun berjalan. Asumsi-asumsi tersebut antara lain adalah pertumbuhan ekonomi, tingkat inflasi, tingkat diskonto SBI, dan nilai tukar rupiah. Kehati-hatian dalam penyusunan ATBI merupakan hal yang sangat penting mengingat sustainability keuangan atau kestabilan keuangan, juga merupakan syarat bagi efektifitas pelaksanaan kebijakan moneter. Selanjutnya, ijinkanlah kami menyampaikan penjelasan atas pertanyaan anggota dewan yang terhormat mengenai; Anggaran tahun 2002, Pelaksanaan Anggaran 2002, dan gambaran umum Anggaran ANGGARAN BANK INDONESIA TAHUN 2002 Sebagaimana anggota dewan maklumi, penyampaian Anggaran Tahunan Bank Indonesia (ATBI) ke DPR merupakan kewajiban sesuai Undang-undang Bank Indonesia, yang antara lain dikemukakan bahwa selambat-lambatnya 15 (lima belas) hari sebelum dimulai tahun anggaran, Dewan Gubernur menetapkan anggaran tahunan yang harus disampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat dan Pemerintah bersamaan dengan evaluasi pelaksanaan anggaran tahun berjalan. Berhubung dengan karakteristik sebagai lembaga Bank Sentral, terutama tugas dan fungsinya menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter, mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran serta mengatur dan mengawasi bank, maka format dan materi Anggaran Tahunan (ATBI) berbeda dengan Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara (APBN). Sebagaimana dilakukan dalam tahun-tahun sebelumnya, asumsi-asumsi yang digunakan dalam penyusunan ATBI tahun 2002 dibuat berdasarkan prinsip yang berhati-hati, sejalan dengan proyeksi kondisi dan perkembangan ekonomi yang masih dalam proses pemulihan. Asumsi yang digunakan dalam penyusunan Anggaran Bank Indonesia Tahun 2002 adalah: Kurs Anggaran Rp9.000/USD, Inflasi sebesar 9%, Diskonto SBI sebesar 14%, dan Pertumbuhan Ekonomi sebesar 4%. Mempertimbangkan adanya beberapa keterbatasan, terutama kemampuan keuangan, maka strategi pengalokasian anggaran pengeluaran diprioritaskan pada pelaksanaan program-program sebagai berikut : a. Menjaga stabilitas moneter yang tercermin dari dari laju inflasi dan nilai tukar rupiah. 6

7 Rapat Kerja Komisi IX DPR RI dengan Dewan Gubernur Tanggal 10 Juni 2002 b. Menyempurnakan sistem pembayaran dalam bentuk perluasan penerapan Real Time Gross Settlement (RTGS), mengembangan sistem kliring di kantor-kantor Bank Indonesia dan menanggulangi peningkatan peredaran uang palsu. c. Mengupayakan pemulihan fungsi intermediasi perbankan nasional melalui percepatan program restrukturisasi perbankan yang meliputi penyehatan lembaga perbankan; pemantapan ketahanan sistem perbankan serta penyempurnaan pengaturan dan pemantapan sistem pengawasan bank. d. Mempercepat program transformasi dalam rangka meningkatkan efektivitas pelaksanaan fungsi guna memenuhi tuntutan stakeholders. e. Menyempurnakan sistem manajemen sumber daya manusia, sistem manajemen keuangan intern, sistem teknologi informasi, dan sistem pengawasan intern. PELAKSANAAN ANGGARAN BANK INDONESIA S/D AKHIR MEI 2002 Sampai dengan 31 Mei 2002, kondisi ekonomi dan moneter relatif membaik, seperti tercermin dari perkembangan nilai tukar rupiah yang mencapai dibawah asumsi kurs yang dipergunakan dalam menetapkan anggaran yaitu Rp9.000 per USD. Sehubungan dengan hal tersebut, maka realisasi anggaran s/d 31 Mei 2002 adalah sebagai berikut : Realisasi penerimaan mendekati 50% dari yang ditargetkan pada tahun 2002 sebesar Rp25,2 trilyun. Realisasi pengeluaran mencapai sekitar 40% dari yang diperkirakan pada tahun 2002 sebesar Rp20,5 trilyun. Adapun penjelasan realisasi anggaran tahun 2002 untuk pos-pos tertentu sampai dengan akhir Mei 2002 adalah sebagai berikut: 1. Penerimaan a. Realisasi penerimaan karena pengelolaan devisa. Penerimaan karena pengelolaan devisa terutama berasal dari coupun dan bunga surat-surat berharga, trading atau perdagangan surat-surat berharga maupun transaksi valuta asing lainnya. Sampai dengan bulan Mei 2002, penerimaan telah mencapai sekitar 70% dari yang ditargetkan sebesar Rp. 17,6 trilyun. Dari jumlah tersebut, sekitar 60% berasal dari hasil selisih kurs dimana rata-rata kurs yang berlaku berada di atas asumsi kurs anggaran sebesar Rp

8 Rapat Kerja Komisi IX DPR RI dengan Dewan Gubernur Tanggal 10 Juni 2002 b. Realisasi penerimaan bunga Penerimaan ini terdiri dari penerimaan bunga atas pemberian kredit sebelum berlakunya Undang-undang tahun 1999 dan penerimaan bunga surat utang pemerintah. Khusus mengenai penerimaan bunga Surat Utang Pemerintah (SUP), dalam tahun 2002 ditargetkan sebesar Rp7,2 trilyun (SUP No.01 s.d. No.06). Namun sampai dengan saat ini penerimaan tersebut belum direalisasikan. 2. Pengeluaran a. Pengeluaran untuk pengendalian moneter Sampai dengan akhir Mei 2002 realisasi pengeluaran untuk operasi pengendalian moneter berupa diskonto SBI telah mencapai Rp7,8 trilyun, sementara itu target sampai dengan akhir tahun 2002 sebesar Rp14,2 trilyun. Realisasi biaya bunga SBI tersebut dipengaruhi oleh realisasi volume SBI, yaitu mencapai sebesar Rp 101 trilyun dari yang ditargetkan Rp 90 trilyun. Disamping itu disebabkan pula masih tingginya tingkat diskonto rata-rata SBI yang sampai dengan akhir Mei 2002 berkisar 16%, sementara target asumsi awal tahun 2002 rata-rata 14%. b. Pengeluaran untuk pembayaran bunga pinjaman luar negeri Sampai dengan akhir bulan Mei 2002, realisasi pembayaran bunga pinjaman luar negeri sebesar Rp 1,3 trilyun, sedangkan target sampai dengan akhir tahun 2002 sebesar Rp.5,1 trilyun. Rendahnya realisasi pembayaran bunga pinjaman luar negeri s/d akhir Mei 2002 ini terutama disebabkan oleh menurunnya tingkat suku bunga internasional. Dalam kesempatan ini, perkenankan pula kami menyampaikan proyeksi realisasi anggaran sampai dengan akhir Desember Memperhatikan perkembangan ekonomi makro dan kebijakan yang melandasi serta perkembangan aspek lainnya yang mempengaruhi kegiatan operasional Bank Indonesia, maka realisasi atas kondisi keuangan, diperkirakan menunjukkan pencapaian penerimaan akan lebih rendah dari realisasi pengeluaran. Hal itu tercermin sebagai berikut : 1. Penerimaan a. Realisasi penerimaan karena pengelolaan devisa Apresiasi rupiah akhir-akhir ini diperkirakan masih akan berlanjut sampai dengan akhir tahun Kondisi ini mempengaruhi penerimaan, sehingga diperkirakan sampai dengan akhir tahun 2002 target penerimaan tidak dapat dicapai. b. Realisasi penerimaan bunga 8

9 Rapat Kerja Komisi IX DPR RI dengan Dewan Gubernur Tanggal 10 Juni 2002 Apabila sampai dengan akhir tahun 2002 penerimaan bunga dari SUP belum dapat direalisasikan, maka hal ini akan mempengaruhi penerimaan. 2. Pengeluaran a. Pengeluaran untuk pengendalian moneter Memperhatikan kondisi ekonomi yang belum dapat menyerap kelebihan likuiditas perbankan, maka, meskipun suku bunga diskonto SBI telah menunjukkan penurunan, diperkirakan volume SBI akan terus meningkat. Dengan demikian secara keseluruhan biaya diskonto SBI yang dianggarkan sebesar Rp14,2 trilyun diperkirakan akan terlampaui. b. Pengeluaran untuk pembayaran bunga pinjaman luar negeri Meskipun terdapat kecenderungan perkembangan suku bunga internasional yang sedikit meningkat, namun apabila dikaitkan dengan perkembangan apresiasi rupiah, diperkirakan realisasi pembayaran bunga pinjaman luar negeri akan sedikit lebih rendah dibandingkan dari rencananya. GAMBARAN UMUM KONDISI KEUANGAN BANK INDONESIA 2003 Sebagaimana kami sampaikan di awal, dalam menyusun anggaran tahunan (ATBI), melakukannya secara berhati-hati, sejalan dengan proyeksi kondisi dan perkembangan ekonomi yang diharapkan terjadi pada tahun berjalan. Untuk penetapan ATBI tahun , asumsi-asumsi yang digunakan untuk tahun 2003 adalah, pertumbuhan ekonomi, tingkat inflasi, tingkat diskonto SBI, nilai tukar rupiah, dan rata-rata uang primer. Dari sisi pertumbuhan ekonomi, dapat kami sampaikan bahwa prospek ekonomi Indonesia tahun 2003 akan dapat tumbuh lebih tinggi dibanding dengan tahun Kemajuan dalam pelaksanaan program-program ekonomi dan keuangan yang ditempuh pemerintah dan diharapkan dapat meningkatkan kepercayaan dunia usaha (business confidence). Hal ini selanjutnya diharapkan dapat menjadi daya tarik masuknya modal asing ke Indonesia. Prospek ekonomi yang lebih baik di tahun 2003 juga didorong oleh kondisi perekonomian dunia yang diperkirakan akan membaik secara signifikan. Ekonomi dunia diperkirakan akan tumbuh sebesar 4,1% pada tahun 2003, jauh lebih tinggi dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang diperkirakan sebesar 2,7%. Ekspor Indonesia diharapkan akan tumbuh lebih tinggi dengan perkembangan di sisi eksternal ini. Dengan berbagai perkiraan membaiknya kondisi di sisi internal dan eksternal tersebut, memprakirakan pertumbuhan ekonomi 2003 dapat mencapai 9

10 Rapat Kerja Komisi IX DPR RI dengan Dewan Gubernur Tanggal 10 Juni 2002 sekitar 4,2-5,2%. Pertumbuhan ekonomi 2003 diprakirakan masih akan berasal dari pertumbuhan konsumsi, walaupun dengan pertumbuhan yang semakin menurun. Sementara itu, investasi diprakirakan akan mengalami pertumbuhan yang lebih tinggi dari tahun 2002 sejalan dengan menurunnya ketidakpastian di bidang politik dan keamanan serta menurunnya suku bunga di dalam negeri. Peran ekspor dalam pertumbuhan ekonomi juga diperkirakan akan meningkat seiring dengan meningkatnya permintaan barang-barang ekspor Indonesia. Dari sisi penawaran, pertumbuhan ekonomi diprakirakan disumbang oleh seluruh sektor ekonomi. Sementara itu, nilai tukar rupiah diprakirakan memiliki potensi untuk terus menguat. Dalam tahun 2003, rata-rata nilai tukar rupiah diperkirakan menguat dalam kisaran Rp Rp Hal ini akan terjadi sepanjang faktor-faktor berikut dapat dipenuhi sehingga pada gilirannya dapat memperbaiki persepsi pelaku pasar, yaitu: kemajuan yang berarti dalam program restrukturisasi ekonomi dan keuangan, perbaikan kondisi dunia usaha, penyaluran kredit ke sector riil telah berjalan dengan baik, peningkatan investasi dari luar negeri, dan kemajuan yang signifikan dalam penjualan aset oleh BPPN dan privatisasi BUMN. Prakiraan ini akan menjadi lebih optimis apabila terdapat harapan terus membaiknya risiko politik, keuangan, dan ekonomi. Sementara itu, terkait dengan proyeksi laju inflasi, dapat kami sampaikan bahwa prospek inflasi pada tahun 2003 diperkirakan akan menurun menjadi sekitar 8%- 10%. Hal ini sejalan dengan perkiraan nilai tukar yang akan menguat sehingga akan menurunkan harga-harga barang impor dan biaya produksi di dalam negeri. Tekanan inflasi juga akan relatif berkurang sejalan dengan cukup tersedianya bahan-bahan kebutuhan pokok, khususnya pangan, yang mempunyai bobot besar dalam inflasi. Sementara itu, tekanan inflasi terutama diperkirakan akan berasal dari dampak penerapan kebijakan pemerintah untuk pengurangan subsidi BBM dan kenaikan TDL serta cukai rokok. Dengan memperhatikan prospek ekonomi dan masih tingginya berbagai tekanan di tahun depan, serta berbagai tantangan yang dihadapi dalam pengendalian moneter, akan berupaya untuk secara konsisten menempuh kebijakan-kebijakan di bidang moneter, perbankan dan sistem pembayaran. Di bidang moneter, kebijakan moneter akan diarahkan pada upaya pengendalian uang primer agar tetap sesuai dengan kebutuhan riil perekonomian. Upaya pengendalian moneter tersebut akan dilakukan dengan pertimbangan suku bunga riil yang positif pada kisaran yang memadai sekitar 4,0%-5,0%. Secara operasional, pengendalian moneter dilakukan dengan mengoptimalkan instrumen-instrumen moneter 10

11 Rapat Kerja Komisi IX DPR RI dengan Dewan Gubernur Tanggal 10 Juni 2002 terutama melalui operasi pasar terbuka dengan lelang SBI. Selain itu, upaya tersebut juga akan didukung dengan melakukan sterilisasi valas. Disamping sebagai upaya penyerapan kelebihan likuiditas, sterilisasi valas juga dimaksudkan untuk mengurangi tekanan terhadap nilai tukar rupiah. Kesemua langkah di bidang moneter tersebut akan dilakukan secara berhati-hati dan terukur agar kestabilan harga tetap terpelihara sehingga mampu mendukung proses pemulihan ekonomi yang sedang berlangsung dan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dalam jangka menengah-panjang. Di bidang perbankan, prioritas utama kebijakan diarahkan untuk memperkuat ketahanan sistem perbankan. Untuk mencapai hal tersebut, akan terus meneruskan memaksimalkan penerapan 25 Basle Core Principles for Effective Banking Supervision yang penjabarannya dituangkan dalam Master Plan Peningkatan Efektivitas Pengawasan Bank. Upaya untuk memelihara CAR bank-bank yang telah mencapai 8% terus dilakukan khususnya terhadap bank-bank yang struktur permodalannya masih rentan terhadap pengaruh kenaikan suku bunga dan melemahnya nilai tukar serta penurunan kualitas kredit. Di samping itu, untuk memperkuat kelembagaan perbankan nasional, saat ini sedang dilakukan pengkajian mengenai pengembangan kelembagaan perbankan nasional yang terintegrasi dengan pengembangan lembaga finansial lainnya. Di sisi lain, upaya-upaya yang saat ini telah dirintis di bidang pelaksanaan PBI Know Your Customer serta pengembangan sistem informasi debitur terpadu juga terus dilanjutkan pada tahun 2003 Sementara itu, untuk memulihkan fungsi intermediasi perbankan, akan mendorong perbankan untuk lebih banyak lagi menyalurkan kredit kepada sektorsektor yang dianggap telah siap dan memiliki risiko yang relatif rendah seperti kredit ekspor dan kredit bagi UKM serta melakukan penyempurnaan terhadap beberapa ketentuan untuk mempercepat intermediasi. Selain itu, usaha untuk meningkatkan kesehatan bank juga didukung oleh upaya-upaya yang terus menerus untuk menekan angka Non Performing Loans (NPLs) perbankan nasional dengan mewajibkan bankbank untuk mencapai target NPLs sebesar 5% pada akhir tahun Sedangkan upaya yang perlu dilakukan untuk memperkuat infrastruktur perbankan nasional dapat dilakukan dengan terus mendorong pengembangan bank syariah dan keberadaan BPR serta bersama-sama dengan pemerintah mempersiapkan pembentukan Lembaga Penjamin Simpanan, dan Lembaga Pengawas Jasa Keuangan. Di bidang sistem pembayaran, kebijakan akan diarahkan untuk mempercepat pengembangan dan pelaksanaan sistem pembayaran nasional yang efisien, akurat, aman, dan handal melalui peningkatan mutu pelayanan sistem pembayaran. Di bidang pengedaran uang akan melakukan penataan kembali jalur distribusi uang dalam rangka lebih menjamin ketersediaan uang diseluruh Kantor (KBI) dan peningkatan pelayanan penarikan uang tunai kepada masyarakat. 11

12 Rapat Kerja Komisi IX DPR RI dengan Dewan Gubernur Tanggal 10 Juni 2002 Di samping itu, senantiasa mengupayakan untuk meningkatkan kualitas uang baru yang diterbitkan dengan cara mengutamakan penggunaan unsur pengaman yang kasat mata dan kasat raba. Sementara itu, dari sisi pembayaran nontunai, kebijakan akan diarahkan pada pengurangan resiko pembayaran, peningkatan kualitas dan kapasitas layanan sistem pembayaran serta pengaturan pengawasan sistem pembayaran yang cepat, aman dan efisien. Selain itu, juga terus melakukan upaya pengaturan mengenai penyelenggaraan jasa system pembayaran dengan menggunakan alat pembayaran non-tunai dan jasa pendukungnya serta melakukan pengaturan yang terkait dengan upaya mengatasi kegagalan peserta kliring dalam penyelesaian kewajiban setelmennya. Memperhatikan prospek ekonomi moneter serta langkah-langkah kebijakan yang akan ditempuh di tahun 2003 seperti yang kami kemukakan di atas, perkenankanlah kami menyampaikan gambaran umum mengenai kondisi keuangan pada tahun Perlu kami sampaikan bahwa gambaran umum dimaksud merupakan bahan pembicaraan awal mengenai beberapa hal penting yang perlu menjadi perhatian dalam penyusunan rancangan Anggaran Tahunan Bank Indonesia tahun 2003, yang pada waktunya nanti akan disampaikan kepada Anggota Dewan sebagai pelaksanaan dari UU No. 23 tahun Pada prinsipnya kondisi keuangan akan dipengaruhi oleh pelaksanaan tugas-tugas sebagaimana yang telah diamanatkan dalam undang-undang. Sebagaimana Anggota Dewan maklumi, tujuan adalah mencapai dan memelihara kestabilan Rupiah, dalam arti mencapai laju inflasi yang cukup rendah dan nilai tukar Rupiah yang stabil. Kestabilan nilai Rupiah tersebut sangat diperlukan dalam mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan dan dengan demikian dapat meningkatkan penyediaan kesempatan kerja. Untuk mencapai tujuan tersebut, menempuh kebijakan moneter dalam rangka mengendalikan peredaran uang sesuai kebutuhan riil perekonomian. Untuk itu, Bank Indonesia mengeluarkan biaya pengendalian moneter yang sebagian besar berupa bunga yang harus dibayarkan atas instrumen moneter SBI. Dapat kami sampaikan juga, bahwa seluruh biaya pengendalian moneter tersebut hingga saat ini menjadi beban. Dalam hubungan ini, dapat kami kemukakan mengenai gambaran umum beban pengeluaran dalam anggaran yang diperkirakan akan timbul dari pelaksanaan pengendalian moneter dalam tahun Di satu sisi, dengan perkiraan akan menurunnya laju inflasi dan menguatnya nilai tukar Rupiah, suku bunga SBI pada 12

13 Rapat Kerja Komisi IX DPR RI dengan Dewan Gubernur Tanggal 10 Juni 2002 tahun 2003 diperkirakan akan menurun dibandingkan dengan tahun Namun di sisi lain, sejalan dengan meningkatnya aktivitas perekonomian, maka diperkirakan uang primer juga akan mengalami peningkatan. Hal ini akan berakibat pada meningkatnya volume SBI yang harus dikeluarkan dalam rangka pengendalian moneter. Dengan demikian, secara keseluruhan beban pengeluaran pengendalian moneter diperkirakan akan mengalami peningkatan pada tahun Sementara itu, dari sisi penerimaan, dapat kami kemukakan bahwa sebagian besar berasal dari hasil penanaman yang dilakukan atas cadangan devisa. Dalam hubungan ini, kecenderungan suku bunga internasional pada tahun 2003, yang akan mempengaruhi penerimaan pengelolaan devisa dalam valuta asing, diperkirakan akan sedikit mengalami peningkatan. Namun di sisi lain, sejalan dengan perkiraan nilai tukar Rupiah yang akan menguat sebagaimana dikemukakan sebelumnya, maka penerimaan pengelolaan devisa jika dikonversi ke Rupiah diperkirakan akan mengalami penurunan. Sementara itu, penerimaan bunga yang diharapkan dari SUP belum dapat direalisasikan. Dengan gambaran penerimaan dan pengeluaran seperti di atas, secara umum dapat kami sampaikan bahwa kondisi keuangan pada tahun 2003 diperkirakan masih akan menghadapi beban yang cukup berat. Hal ini perlu menjadi perhatian kita bersama mengingat pentingnya menjaga kondisi keuangan bank sentral dalam rangka melaksanakan tugasnya untuk menjaga kestabilan nilai Rupiah yang diperlukan bagi kesinambungan proses pemulihan ekonomi nasional. Untuk itu, dipandang perlu untuk meneruskan upaya-upaya mencari alternatif instrumen moneter yang dapat mengurangi biaya pengendalian moneter. Salah satu cara yang dapat ditempuh adalah dengan menggunakan surat utang negara sebagai alternatif instrumen moneter seperti yang dilakukan di banyak negara lain, di samping peran pentingnya sebagai acuan dalam pembentukan struktur suku bunga jangka menengah panjang di pasar. Jakarta, 10 Juni

ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran

ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran 1 ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran Tim Penulis Laporan Triwulanan, Bank Indonesia I.1

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN III 2003

PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN III 2003 1 PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN III 2003 Tim Penulis Laporan Triwulanan III 2003, Bank Indonesia Sampai dengan triwulan III-2003, kondisi perekonomian Indonesia masih mengindikasikan

Lebih terperinci

... BANK INDONESIA I N D O N E S I A B A N K

... BANK INDONESIA I N D O N E S I A B A N K 1 B A N K I N D O N E S I A KINERJA TRIWULAN I-2004 : EVALUASI KEBIJAKAN MONETER, PERBANKAN, DAN SISTEM PEMBAYARAN SERTA ARAH KEBIJAKAN MENDATANG Penyampaian penjelasan ini merupakan salah satu wujud dari

Lebih terperinci

1. Tinjauan Umum

1. Tinjauan Umum 1. Tinjauan Umum Perekonomian Indonesia dalam triwulan III-2005 menunjukkan kinerja yang tidak sebaik perkiraan semula, dengan pertumbuhan ekonomi yang diperkirakan lebih rendah sementara tekanan terhadap

Lebih terperinci

INDONESIA PADA GUBERNUR BANK PANITIA ANGGARAN SEMESTER

INDONESIA PADA GUBERNUR BANK PANITIA ANGGARAN SEMESTER PANDANGAN GUBERNUR BANK INDONESIA PADA RAPAT KERJA PANITIA ANGGARAN DPR RI MENGENAI LAPORAN SEMESTER I DAN PROGNOSIS SEMESTER II APBN TA 2006 2006 Anggota Dewan yang terhormat, 1. Pertama-tama perkenankanlah

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN I-2003

PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN I-2003 1 PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN I-2003 Tim Penulis Laporan triwulan I-2003, Bank Indonesia Kondisi moneter selama triwulan I-2003 tetap stabil dan terkendali meskipun belum

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN III 2004

PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN III 2004 Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran Triwulan III 2004 185 PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN III 2004 Tim Penulis Laporan Triwulanan III 2004, Bank Indonesia

Lebih terperinci

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III - 2009 127 ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III - 2009 Tim Penulis

Lebih terperinci

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2009 263 ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2009 Tim Penulis

Lebih terperinci

ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III

ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran,Triwulan III - 2005 135 ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III - 2005 Tim Penulis

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN I 2004

PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN I 2004 Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran Triwulan I 2004 1 PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN I 2004 Tim Penulis Laporan Triwulanan I 2004, Bank Indonesia Membaiknya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan. dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia.

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan. dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia. Pada satu sisi Indonesia terlalu cepat melakukan

Lebih terperinci

BANK INDONESIA. Telepon : (sirkulasi) Fax. : Website :

BANK INDONESIA. Telepon : (sirkulasi) Fax. : Website : Untuk informasi lebih lanjut hubungi: Tim Outlook Jangka Pendek dan Diseminasi Kebijakan Biro Kebijakan Moneter Direktorat Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter Telepon : +62 61 3818189 +62 21 3818206 (sirkulasi)

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN II 2004

PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN II 2004 Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran Triwulan II 2004 1 PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN II 2004 Tim Penulis Laporan Triwulanan II 2004, Bank Indonesia Selama

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN IV 2003

PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN IV 2003 Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran Triwulan IV 2003 1 PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN IV 2003 Tim Penulis Laporan Triwulanan IV 2003, Bank Indonesia Sampai

Lebih terperinci

BANK INDONESIA. Telepon : (sirkulasi) Fax. : Website :

BANK INDONESIA. Telepon : (sirkulasi) Fax. : Website : Untuk informasi lebih lanjut hubungi: Tim Outlook Jangka Pendek dan Diseminasi Kebijakan Biro Kebijakan Moneter Direktorat Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter Telepon : +62 61 3818189 +62 21 3818206 (sirkulasi)

Lebih terperinci

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2010 245 ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2010 Tim Penulis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Resesi ekonomi dunia pada tahun 1982 dan kebijakan moneter yang kurang

BAB I PENDAHULUAN. Resesi ekonomi dunia pada tahun 1982 dan kebijakan moneter yang kurang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Resesi ekonomi dunia pada tahun 1982 dan kebijakan moneter yang kurang berperan diikuti dengan melemahnya permintaan terhadap komoditas migas dan nonmigas dalam

Lebih terperinci

TINJAUAN UMUM. Tim Penulis Analisis Triwulanan Bank Indonesia

TINJAUAN UMUM. Tim Penulis Analisis Triwulanan Bank Indonesia Tinjauan Umum 485 TINJAUAN UMUM Tim Penulis Analisis Triwulanan Bank Indonesia Selama triwulan I-2005, kinerja perekonomian Indonesia masih menunjukkan perkembangan yang membaik. Kestabilan makroekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tantangan yang cukup berat. Kondisi perekonomian global yang kurang

BAB I PENDAHULUAN. tantangan yang cukup berat. Kondisi perekonomian global yang kurang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Secara umum perekonomian Indonesia 2005 menghadapi tantangan yang cukup berat. Kondisi perekonomian global yang kurang menguntungkan, terutama meningkatnya

Lebih terperinci

SEJARAH BANK INDONESIA : MONETER Periode

SEJARAH BANK INDONESIA : MONETER Periode SEJARAH BANK INDONESIA : MONETER Periode 1999-2005 Cakupan : Halaman 1. Sekilas Sejarah Bank Indonesia di Bidang Moneter Periode 1999-2 2005 2. Arah Kebijakan 1999-2005 3 3. Langkah-Langkah Strategis 1999-2005

Lebih terperinci

PENJELASAN DEWAN GUBERNUR BANK INDONESIA PADA RAPAT KERJA DENGAN KOMISI IX DPR RI TANGGAL 20 NOVEMBER 2002

PENJELASAN DEWAN GUBERNUR BANK INDONESIA PADA RAPAT KERJA DENGAN KOMISI IX DPR RI TANGGAL 20 NOVEMBER 2002 Rapat Kerja Komisi IX DPR RI dengan Gubernur Tanggal 20 November 2002 PENJELASAN DEWAN GUBERNUR BANK INDONESIA PADA RAPAT KERJA DENGAN KOMISI IX DPR RI TANGGAL 20 NOVEMBER 2002 Pertama-tama, perkenankan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Industri perbankan memegang peranan penting dalam menunjang kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. Industri perbankan memegang peranan penting dalam menunjang kegiatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Industri perbankan memegang peranan penting dalam menunjang kegiatan perekonomian. Begitu penting perannya sehingga ada anggapan bahwa bank merupakan "nyawa

Lebih terperinci

BANK INDONESIA. Telepon : (sirkulasi) Fax. : Website :

BANK INDONESIA. Telepon : (sirkulasi) Fax. : Website : Untuk informasi lebih lanjut hubungi: Tim Outlook Jangka Pendek dan Diseminasi Kebijakan Biro Kebijakan Moneter Direktorat Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter Telepon : +62 61 3818189 +62 21 3818206 (sirkulasi)

Lebih terperinci

PENJELASAN DEWAN GUBERNUR BANK INDONESIA PADA RAPAT KERJA DENGAN KOMISI IX DPR RI TANGGAL 26 JUNI 2001

PENJELASAN DEWAN GUBERNUR BANK INDONESIA PADA RAPAT KERJA DENGAN KOMISI IX DPR RI TANGGAL 26 JUNI 2001 PENJELASAN DEWAN GUBERNUR BANK INDONESIA PADA RAPAT KERJA DENGAN KOMISI IX DPR RI TANGGAL 26 JUNI 2001 Masa Persidangan : IV Tahun Sidang : 2000-2001 Pertama-tama, perkenankan saya mengucapkan terima kasih

Lebih terperinci

ANALISIS Perkembangan Indikator Ekonomi Ma kro Semester I 2007 Dan Prognosisi Semester II 2007

ANALISIS Perkembangan Indikator Ekonomi Ma kro Semester I 2007 Dan Prognosisi Semester II 2007 ANALISIS Perkembangan Indikator Ekonomi Makro Semester I 2007 Dan Prognosisi Semester II 2007 Nomor. 02/ A/B.AN/VII/2007 Perkembangan Ekonomi Tahun 2007 Pada APBN 2007 Pemerintah telah menyampaikan indikator-indikator

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Perbankan berperan dalam mendorong tingkat pertumbuhan ekonomi dan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Perbankan berperan dalam mendorong tingkat pertumbuhan ekonomi dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perbankan berperan dalam mendorong tingkat pertumbuhan ekonomi dan memperluas kesempatan kerja melalui penyediaan sejumlah dana pembangunan dan memajukan dunia usaha.

Lebih terperinci

BANK INDONESIA. Telepon : (sirkulasi) Fax. : Website :

BANK INDONESIA. Telepon : (sirkulasi) Fax. : Website : Untuk informasi lebih lanjut hubungi: Tim Outlook Jangka Pendek dan Diseminasi Kebijakan Biro Kebijakan Moneter Direktorat Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter Telepon : +62 61 3818189 +62 21 3818206 (sirkulasi)

Lebih terperinci

Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia

Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia Perlambatan pertumbuhan Indonesia terus berlanjut, sementara ketidakpastian lingkungan eksternal semakin membatasi ruang bagi stimulus fiskal dan moneter

Lebih terperinci

BAB II DESKRIPSI PERUSAHAAN

BAB II DESKRIPSI PERUSAHAAN BAB II DESKRIPSI PERUSAHAAN 2.1 Gambaran Umum Bank Indonesia 2.1.1 Status dan Kedudukan Bank Indonesia Babak baru dalam sejarah Bank Indonesia sebagai Bank Sentral yang independen dalam melaksanakan tugas

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sistem Perbankan sebagai bagian dari sistem keuangan diharapkan dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. Sistem Perbankan sebagai bagian dari sistem keuangan diharapkan dapat BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem Perbankan sebagai bagian dari sistem keuangan diharapkan dapat meningkatkan perannya secara optimal sebagai lembaga intermediasi didalam momentum recovery setelah

Lebih terperinci

LAPORAN PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN TRIWULAN II/2001 DAN PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2001

LAPORAN PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN TRIWULAN II/2001 DAN PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2001 REPUBLIK INDONESIA LAPORAN PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN TRIWULAN II/2001 DAN PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2001 Dalam triwulan II/2001 proses pemulihan ekonomi masih diliputi oleh ketidakpastian.

Lebih terperinci

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN I. Ekonomi Dunia Pertumbuhan ekonomi nasional tidak terlepas dari perkembangan ekonomi dunia. Sejak tahun 2004, ekonomi dunia tumbuh tinggi

Lebih terperinci

Analisis Asumsi Makro Ekonomi RAPBN Nomor. 01/ A/B.AN/VI/2007 BIRO ANALISA ANGGARAN DAN PELAKSANAAN APBN SETJEN DPR RI

Analisis Asumsi Makro Ekonomi RAPBN Nomor. 01/ A/B.AN/VI/2007 BIRO ANALISA ANGGARAN DAN PELAKSANAAN APBN SETJEN DPR RI Analisis Asumsi Makro Ekonomi RAPBN 2008 Nomor. 01/ A/B.AN/VI/2007 Asumsi Dasar dan Kebijakan Fiskal 2008 Sesuai dengan ketentuan UU Nomor 17 Tahun 2003, Pemerintah Pusat diwajibkan untuk menyampaikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pencerminan tingkat inflasi merupakan persentasi kecepatan naiknya harga-harga

BAB I PENDAHULUAN. Pencerminan tingkat inflasi merupakan persentasi kecepatan naiknya harga-harga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perekonomian suatu negara dapat ditinjau dari variabelvariabel makroekonomi yang mampu melihat perekonomian dalam jangka panjang maupun jangka pendek. Variabelvariabel

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan tersebut muncul dari faktor internal maupun faktor eksternal. Namun saat ini, permasalahan

Lebih terperinci

BAB III PROSPEK EKONOMI TAHUN 2004

BAB III PROSPEK EKONOMI TAHUN 2004 BAB III PROSPEK EKONOMI TAHUN 2004 Bab ini membahas prospek ekonomi Indonesia tahun 2004 dalam dua skenario, yaitu skenario dasar dan skenario dimana pemulihan ekonomi berjalan lebih lambat. Dalam skenario

Lebih terperinci

BAB II PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO TAHUN

BAB II PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO TAHUN BAB II PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO TAHUN 2004 2006 Bab mengenai perkembangan ekonomi makro tahun 2004 2006 merupakan kerangka ekonomi makro (macroeconomic framework) yang dimaksudkan untuk memberi gambaran

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN

BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN A. Perkembangan Inflasi di Indonesia 14 INFLASI 12 10 8 6 4 2 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 Sumber: Hasil Olahan Data Oleh Penulis (2016) GAMBAR 4.1. Perkembangan

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2003 TENTANG PAKET KEBIJAKAN EKONOMI MENJELANG DAN SESUDAH BERAKHIRNYA PROGRAM KERJASAMA DENGAN INTERNATIONAL MONETARY FUND PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kali lelang SBI tidak lagi diinterpretasikan oleh stakeholders sebagai sinyal

BAB I PENDAHULUAN. kali lelang SBI tidak lagi diinterpretasikan oleh stakeholders sebagai sinyal BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Respon (stance) kebijakan moneter ditetapkan untuk menjamin agar pergerakan inflasi dan ekonomi ke depan tetap berada pada jalur pencapaian sasaran inflasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengalami kemerosotannya. Hal ini terlihat dari nilai tukar yang semakin melemah, inflasi

BAB I PENDAHULUAN. mengalami kemerosotannya. Hal ini terlihat dari nilai tukar yang semakin melemah, inflasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada awal tahun 1998 yakni pada awal masa orde baru perekonomian Indonesia mengalami kemerosotannya. Hal ini terlihat dari nilai tukar yang semakin melemah,

Lebih terperinci

Tugas Bank Indonesia. Kebijakan Sistem Pembayaran. Kebijakan Moneter. Pengawasan Makroprudensial

Tugas Bank Indonesia. Kebijakan Sistem Pembayaran. Kebijakan Moneter. Pengawasan Makroprudensial Tugas Bank Indonesia 1 Kebijakan Moneter 2 Kebijakan Sistem Pembayaran 3 Pengawasan Makroprudensial 4 Keterkaitan Tugas Bank Sentral dengan Sektor Lain 3 SEKTOR EKSTERNAL Transaksi Berjalan Ekspor Impor

Lebih terperinci

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN Sejak pertengahan tahun 2006, kondisi ekonomi membaik dari ketidakstabilan ekonomi tahun 2005 dan penyesuaian kebijakan fiskal dan moneter yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia sebagai salah satu negara berkembang masih mengalami gejolak-gejolak

BAB I PENDAHULUAN. Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia sebagai salah satu negara berkembang masih mengalami gejolak-gejolak 1 Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai salah satu negara berkembang masih mengalami gejolak-gejolak perekonomian yang mempengaruhi seluruh aspek masyarakat. Salah

Lebih terperinci

PENJELASAN GUBERNUR BANK INDONESIA PADA RAPAT KERJA DENGAN KOMISI IX DPR RI TANGGAL 5 FEBRUARI 2003

PENJELASAN GUBERNUR BANK INDONESIA PADA RAPAT KERJA DENGAN KOMISI IX DPR RI TANGGAL 5 FEBRUARI 2003 Rapat Kerja Komisi IX DPR RI dengan Gubernur Tanggal 5 Februari 2003 PENJELASAN GUBERNUR BANK INDONESIA PADA RAPAT KERJA DENGAN KOMISI IX DPR RI TANGGAL 5 FEBRUARI 2003 Pertama-tama, perkenankan saya mengucapkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peranan uang dalam peradaban manusia hingga saat ini dirasakan sangat

BAB I PENDAHULUAN. Peranan uang dalam peradaban manusia hingga saat ini dirasakan sangat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peranan uang dalam peradaban manusia hingga saat ini dirasakan sangat penting, sehingga dampak jumlah uang beredar dapat mempengaruhi perekonomian. Peningkatan jumlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. moneter akan memberi pengaruh kepada suatu tujuan dalam perekonomian.

BAB I PENDAHULUAN. moneter akan memberi pengaruh kepada suatu tujuan dalam perekonomian. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Transmisi kebijakan moneter merupakan proses, dimana suatu keputusan moneter akan memberi pengaruh kepada suatu tujuan dalam perekonomian. Perencanaan dalam sebuah

Lebih terperinci

LAPORAN PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN TRIWULAN I/2001 DAN PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2001

LAPORAN PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN TRIWULAN I/2001 DAN PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2001 REPUBLIK INDONESIA LAPORAN PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN TRIWULAN I/2001 DAN PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2001 Dalam tahun 2000 pemulihan ekonomi terus berlangsung. Namun memasuki tahun

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. ($'nrxrurruhbrunsr,e. I Dnrrnn lsr I. KATA PENGANTAR DAFTAR tst... DAFTAR TABEL DAFTAR GRAFIK. vii ix BAB 1. TINJAUAN UMUM...

DAFTAR ISI. ($'nrxrurruhbrunsr,e. I Dnrrnn lsr I. KATA PENGANTAR DAFTAR tst... DAFTAR TABEL DAFTAR GRAFIK. vii ix BAB 1. TINJAUAN UMUM... I Dnrrnn lsr I DAFTAR ISI KATA PENGANTAR DAFTAR tst... DAFTAR TABEL DAFTAR GRAFIK I ilt vii ix BAB 1. TINJAUAN UMUM... BAB 2. PERKEMBANGAN MAKROEKONOMI TERKINI 1. Pertumbuhan Ekonomi 2. Kondisi Keseimbangan

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan I 2013 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012 KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012 Januari 2013 Kinerja Ekonomi Daerah Cukup Kuat, Inflasi Daerah Terkendali Ditengah perlambatan perekonomian global, pertumbuhan ekonomi berbagai daerah di Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Masalah. Kebijakan moneter Bank Indonesia dilaksanakan dalam rangka mencapai

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Masalah. Kebijakan moneter Bank Indonesia dilaksanakan dalam rangka mencapai BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Kebijakan moneter Bank Indonesia dilaksanakan dalam rangka mencapai tujuan akhir yaitu stablilitas perekonomian nasional sebagaimana diatur sebagai tugas pokok

Lebih terperinci

BAB II PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO TAHUN

BAB II PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO TAHUN BAB II PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO TAHUN 2002 2004 Bab perkembangan ekonomi makro tahun 2002 2004 dimaksudkan untuk memberi gambaran menyeluruh mengenai prospek ekonomi tahun 2002 dan dua tahun berikutnya.

Lebih terperinci

SAMBUTAN GUBERNUR BANK INDONESIA SOSIALISASI PROGRAM PENGENDALIAN INFLASI BI Jakarta, 25 April 2016

SAMBUTAN GUBERNUR BANK INDONESIA SOSIALISASI PROGRAM PENGENDALIAN INFLASI BI Jakarta, 25 April 2016 SAMBUTAN GUBERNUR BANK INDONESIA SOSIALISASI PROGRAM PENGENDALIAN INFLASI BI Jakarta, 25 April 2016 Yang kami hormati, Gubernur Jawa Tengah, Bapak H. Ganjar Pranowo, Anggota Dewan Gubernur Bank Indonesia,

Lebih terperinci

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN Perkembangan ekonomi makro bulan Oktober 2004 hingga bulan Juli 2008 dapat diringkas sebagai berikut. Pertama, stabilitas ekonomi tetap terjaga

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 12/19/PBI/2010 TENTANG GIRO WAJIB MINIMUM BANK UMUM PADA BANK INDONESIA DALAM RUPIAH DAN VALUTA ASING

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 12/19/PBI/2010 TENTANG GIRO WAJIB MINIMUM BANK UMUM PADA BANK INDONESIA DALAM RUPIAH DAN VALUTA ASING PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 12/19/PBI/2010 TENTANG GIRO WAJIB MINIMUM BANK UMUM PADA BANK INDONESIA DALAM RUPIAH DAN VALUTA ASING DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

BAB II PROSPEK EKONOMI TAHUN 2005

BAB II PROSPEK EKONOMI TAHUN 2005 BAB II PROSPEK EKONOMI TAHUN 2005 A. TANTANGAN DAN UPAYA POKOK TAHUN 2005 Meskipun secara umum pertumbuhan ekonomi semakin meningkat dan stabilitas moneter dalam keseluruhan tahun 2004 relatif terkendali,

Lebih terperinci

PENJELASAN DEWAN GUBERNUR BANK INDONESIA PADA RAPAT KERJA KOMISI IX DPR RI TANGGAL 4 MARET 2002

PENJELASAN DEWAN GUBERNUR BANK INDONESIA PADA RAPAT KERJA KOMISI IX DPR RI TANGGAL 4 MARET 2002 PENJELASAN DEWAN GUBERNUR BANK INDONESIA PADA RAPAT KERJA KOMISI IX DPR RI TANGGAL 4 MARET 2002 Masa Persidangan : III Tahun Sidang : 2001-2002 Pertama-tama, perkenankan kami mengucapkan terima kasih kepada

Lebih terperinci

SEJARAH BANK INDONESIA : MONETER Periode 1997-1999

SEJARAH BANK INDONESIA : MONETER Periode 1997-1999 SEJARAH BANK INDONESIA : MONETER Periode 1997-1999 Cakupan : Halaman 1. Sekilas Sejarah Bank Indonesia di Bidang Moneter Periode 1997-2 1999 2. Arah Kebijakan 1997-1999 3 3. Langkah-Langkah Strategis 1997-1999

Lebih terperinci

BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD)

BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD) BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD) 3.1. Asumsi Dasar yang Digunakan Dalam APBN Kebijakan-kebijakan yang mendasari APBN 2017 ditujukan

Lebih terperinci

Vegitya Ramadhani Putri, SH, S.Ant, MA, LLM

Vegitya Ramadhani Putri, SH, S.Ant, MA, LLM Sistem keuangan adalah suatu sistem yg dibentuk oleh lembaga-2 yg mempunyai kompetensi yg berkaitan dengan seluk-beluk di bidang keuangan. Sistem keuangan (financial system) merupakan satu kesatuan sistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. secara umum diukur dari pertumbuhan ekonomi negara tersebut. Hal ini disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. secara umum diukur dari pertumbuhan ekonomi negara tersebut. Hal ini disebabkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peningkatan perekonomian suatu negara dan tingkat kesejahteraan penduduk secara umum diukur dari pertumbuhan ekonomi negara tersebut. Hal ini disebabkan karena pertumbuhan

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA TRIWULAN II Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA TRIWULAN II Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA TRIWULAN II 2013 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Gorontalo Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

BAB 3 KERANGKA EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB 3 KERANGKA EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN BAB 3 KERANGKA EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN Kerangka Ekonomi Makro dan Pembiayaan Pembangunan pada Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Tahun 2006 disempurnakan untuk memberikan gambaran ekonomi

Lebih terperinci

NOTA KEUANGAN DAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2004 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2005

NOTA KEUANGAN DAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2004 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2005 NOTA KEUANGAN DAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2004 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2005 REPUBLIK INDONESIA Daftar Isi DAFTAR ISI DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL

Lebih terperinci

KETERANGAN PERS. Penguatan Koordinasi Dan Bauran Kebijakan Perekonomian Dan Keberlanjutan Reformasi

KETERANGAN PERS. Penguatan Koordinasi Dan Bauran Kebijakan Perekonomian Dan Keberlanjutan Reformasi KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA KETERANGAN PERS Penguatan Koordinasi Dan Bauran Kebijakan Untuk Menjaga Stabilitas Perekonomian Dan Keberlanjutan Reformasi Jakarta, 28 Mei 2018 Pemerintah, Bank

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. BI Rate yang diumumkan kepada publik mencerminkan stance kebijakan moneter

BAB I PENDAHULUAN. BI Rate yang diumumkan kepada publik mencerminkan stance kebijakan moneter BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BI Rate yang diumumkan kepada publik mencerminkan stance kebijakan moneter Bank Indonesia selaku otoritas moneter. BI Rate merupakan instrumen kebijakan utama untuk

Lebih terperinci

Menjaga Stabilitas Keuangan di Tengah Berlanjutnya Perlambatan Pertumbuhan Ekonomi

Menjaga Stabilitas Keuangan di Tengah Berlanjutnya Perlambatan Pertumbuhan Ekonomi Sambutan Gubernur Bank Indonesia Menjaga Stabilitas Keuangan di Tengah Berlanjutnya Perlambatan Pertumbuhan Ekonomi Diskusi dan Peluncuran buku Kajian Stabilitas Keuangan Yang kami hormati, Jakarta, 10

Lebih terperinci

Tinjauan umum TINJAUAN UMUM

Tinjauan umum TINJAUAN UMUM Tinjauan umum 343 TINJAUAN UMUM Sampai dengan triwulan IV-2004, perekonomian Indonesia menunjukkan perkembangan yang semakin baik. Kestabilan ekonomi makro dapat dipertahankan yang disertai dengan peningkatan

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 15/15/PBI/2013 TENTANG GIRO WAJIB MINIMUM BANK UMUM DALAM RUPIAH DAN VALUTA ASING BAGI BANK UMUM KONVENSIONAL

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 15/15/PBI/2013 TENTANG GIRO WAJIB MINIMUM BANK UMUM DALAM RUPIAH DAN VALUTA ASING BAGI BANK UMUM KONVENSIONAL PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 15/15/PBI/2013 TENTANG GIRO WAJIB MINIMUM BANK UMUM DALAM RUPIAH DAN VALUTA ASING BAGI BANK UMUM KONVENSIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA,

Lebih terperinci

SURVEI PERSEPSI PASAR

SURVEI PERSEPSI PASAR 1 SURVEI PERSEPSI PASAR Triwulan III 2010 Pertumbuhan ekonomi tahun 2010 diperkirakan sebesar 6,1%. Inflasi berada pada kisaran 6,1-6,5% Perkembangan ekonomi global dan domestik yang semakin membaik, kinerja

Lebih terperinci

Boks.3 MEWUJUDKAN KESEIMBANGAN YANG EFISIEN MENUJU PERTUMBUHAN YANG BERKESINAMBUNGAN

Boks.3 MEWUJUDKAN KESEIMBANGAN YANG EFISIEN MENUJU PERTUMBUHAN YANG BERKESINAMBUNGAN Boks.3 MEWUJUDKAN KESEIMBANGAN YANG EFISIEN MENUJU PERTUMBUHAN YANG BERKESINAMBUNGAN Ekonomi Global 2011 Tahun 2011 merupakan tahun dengan berbagai catatan keberhasilan, namun juga penuh dinamika dan sarat

Lebih terperinci

EKONOMI INDONESIA MENGHADAPI REFORMASI, GLOBALISASI DAN ERA PERDAGANGAN BEBAS

EKONOMI INDONESIA MENGHADAPI REFORMASI, GLOBALISASI DAN ERA PERDAGANGAN BEBAS EKONOMI INDONESIA MENGHADAPI REFORMASI, GLOBALISASI DAN ERA PERDAGANGAN BEBAS Oleh: Ginandjar Kartasasmita Menteri Negara Koordinator Bidang Ekonomi, Keuangan dan Industri Bogor, 29 Agustus 1998 I. SITUASI

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN TRIWULAN PEREKONOMIAN INDONESIA Keberlanjutan ditengah gejolak. Juni 2010

PERKEMBANGAN TRIWULAN PEREKONOMIAN INDONESIA Keberlanjutan ditengah gejolak. Juni 2010 PERKEMBANGAN TRIWULAN PEREKONOMIAN INDONESIA Keberlanjutan ditengah gejolak Juni 2010 viii Ringkasan Eksekutif: Keberlanjutan di tengah gejolak Indonesia terus memantapkan kinerja ekonominya yang kuat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebelum krisis bukan tanpa hambatan. Indonesia mengalami beberapa kelemahan

BAB I PENDAHULUAN. sebelum krisis bukan tanpa hambatan. Indonesia mengalami beberapa kelemahan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Kinerja ekonomi Indonesia yang mengesankan dalam 30 tahun terakhir sebelum krisis bukan tanpa hambatan. Indonesia mengalami beberapa kelemahan dan kerentanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fiskal maupun moneter. Pada skala mikro, rumah tangga/masyarakat misalnya,

BAB I PENDAHULUAN. fiskal maupun moneter. Pada skala mikro, rumah tangga/masyarakat misalnya, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Secara umum angka inflasi yang menggambarkan kecenderungan umum tentang perkembangan harga dan perubahan nilai dapat dipakai sebagai informasi dasar dalam pengambilan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kebijakan moneter Bank Indonesia (BI) untuk mencapai tujuannya yaitu

I. PENDAHULUAN. kebijakan moneter Bank Indonesia (BI) untuk mencapai tujuannya yaitu 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian ini dipersiapkan dan dilaksanakan untuk menganalisis penerapan kebijakan moneter berdasarkan dua kerangka perumusan dan pelaksanaan kebijakan moneter Bank

Lebih terperinci

BAB V. Kesimpulan dan Saran. 1. Guncangan harga minyak berpengaruh positif terhadap produk domestik

BAB V. Kesimpulan dan Saran. 1. Guncangan harga minyak berpengaruh positif terhadap produk domestik BAB V Kesimpulan dan Saran 5. 1 Kesimpulan 1. Guncangan harga minyak berpengaruh positif terhadap produk domestik bruto. Indonesia merupakan negara pengekspor energi seperti batu bara dan gas alam. Seiring

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. setelah dua tahun sebelumnya sempat mengalami goncangan akibat krisis ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. setelah dua tahun sebelumnya sempat mengalami goncangan akibat krisis ekonomi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sejak tahun 1999 kondisi perekonomian nasional terlihat berangsur membaik setelah dua tahun sebelumnya sempat mengalami goncangan akibat krisis ekonomi dan moneter

Lebih terperinci

PENJELASAN GUBERNUR BANK INDONESIA PADA RAPAT KERJA DENGAN KOMISI XI DPR RI TANGGAL 20 FEBRUARI 2006

PENJELASAN GUBERNUR BANK INDONESIA PADA RAPAT KERJA DENGAN KOMISI XI DPR RI TANGGAL 20 FEBRUARI 2006 PENJELASAN GUBERNUR BANK INDONESIA PADA RAPAT KERJA DENGAN KOMISI XI DPR RI TANGGAL 20 FEBRUARI 2006 1. Pendahuluan 1. Pertama-tama perkenankanlah kami menyampaikan terima kasih kepada Pimpinan dan Anggota

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH Kerangka ekonomi makro daerah akan memberikan gambaran mengenai kemajuan ekonomi yang telah dicapai pada tahun 2010 dan perkiraan tahun

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Grafik 1.1 Perkembangan NFA periode 1997 s.d 2009 (sumber : International Financial Statistics, IMF, diolah)

BAB 1 PENDAHULUAN. Grafik 1.1 Perkembangan NFA periode 1997 s.d 2009 (sumber : International Financial Statistics, IMF, diolah) BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam beberapa dekade terakhir, perekonomian Indonesia telah menunjukkan integrasi yang semakin kuat dengan perekonomian global. Keterkaitan integrasi ekonomi

Lebih terperinci

Menata dan Memperkuat Perbankan Indonesia, Menyongsong Pemulihan Ekonomi Global

Menata dan Memperkuat Perbankan Indonesia, Menyongsong Pemulihan Ekonomi Global Menata dan Memperkuat Perbankan Indonesia, Menyongsong Pemulihan Ekonomi Global Dr. Darmin Nasution Pjs. Gubernur Bank Indonesia Pertemuan Tahunan Perbankan 2010 22 Januari 2010 Yang saya hormati, Para

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. moneter, bunga itu adalah sebuah pembayaran untuk menggunakan uang. Karena

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. moneter, bunga itu adalah sebuah pembayaran untuk menggunakan uang. Karena BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Umum Suku Bunga Keynes berpendapat bahwa suku bunga itu adalah semata-mata gejala moneter, bunga itu adalah sebuah pembayaran untuk menggunakan uang. Karena tingkat bunga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kebijakan fiskal merupakan salah satu kebijakan dalam mengatur kegiatan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kebijakan fiskal merupakan salah satu kebijakan dalam mengatur kegiatan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebijakan fiskal merupakan salah satu kebijakan dalam mengatur kegiatan ekonomi secara makro, di samping kebijakan fiskal juga terdapat kebijakan moneter yang merupakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kinerja perekonomian secara umum.

BAB 1 PENDAHULUAN. salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kinerja perekonomian secara umum. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai perekonomian terbuka kecil, perkembangan nilai tukar merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kinerja perekonomian secara umum. Pengaruh nilai tukar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melalui pengaturan jumlah uang yang beredar dalam perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. melalui pengaturan jumlah uang yang beredar dalam perekonomian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemajuan ekonomi dalam suatu negara tidak terlepas dengan peran perbankan yang mempengaruhi perekonomian negara. Segala aktivitas perbankan yang ada di suatu negara

Lebih terperinci

IV. KINERJA MONETER DAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA Kinerja Moneter dan Perekonomian Indonesia

IV. KINERJA MONETER DAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA Kinerja Moneter dan Perekonomian Indonesia IV. KINERJA MONETER DAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA 4.1. Kinerja Moneter dan Perekonomian Indonesia 4.1.1. Uang Primer dan Jumlah Uang Beredar Uang primer atau disebut juga high powered money menjadi sasaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pasar modal (capital market) telah terbukti memiliki andil yang cukup. besar dalam perkembangan perekonomian suatu negara.

BAB I PENDAHULUAN. Pasar modal (capital market) telah terbukti memiliki andil yang cukup. besar dalam perkembangan perekonomian suatu negara. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang penelitian Pasar modal (capital market) telah terbukti memiliki andil yang cukup besar dalam perkembangan perekonomian suatu negara. Pasar modal memiliki beberapa daya

Lebih terperinci

SURVEI PERSEPSI PASAR

SURVEI PERSEPSI PASAR 1 SURVEI PERSEPSI PASAR Triwulan I 2010 Inflasi dan pertumbuhan ekonomi pada tahun 2010 diperkirakan berada pada kisaran 5,1-5,5%. Mayoritas responden (58,8%) optimis bahwa pertumbuhan ekonomi pada tahun

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA. negara selain faktor-faktor lainnya seperti PDB per kapita, pertumbuhan ekonomi,

BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA. negara selain faktor-faktor lainnya seperti PDB per kapita, pertumbuhan ekonomi, BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA 4.1 Perkembangan Laju Inflasi di Indonesia Tingkat inflasi merupakan salah satu indikator fundamental ekonomi suatu negara selain faktor-faktor lainnya seperti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tentang Bank Indonesia, dikatakan bahwa untuk memelihara kesinambungan

BAB I PENDAHULUAN. tentang Bank Indonesia, dikatakan bahwa untuk memelihara kesinambungan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia, dikatakan bahwa untuk memelihara kesinambungan pelaksanaan pembangunan nasional,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. jasa. Oleh karena itu, sektor riil ini disebut juga dengan istilah pasar barang. Sisi

I. PENDAHULUAN. jasa. Oleh karena itu, sektor riil ini disebut juga dengan istilah pasar barang. Sisi 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Istilah sektor riil dalam pembahasan mengenai ekonomi makro menggambarkan kondisi perekonomian dipandang dari sisi permintaan dan penawaran barang dan jasa. Oleh karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. makro ekonomi misalnya Produk Domestik Bruto (PDB), tingkat inflasi, Sertifikat

BAB I PENDAHULUAN. makro ekonomi misalnya Produk Domestik Bruto (PDB), tingkat inflasi, Sertifikat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di media massa seringkali kita membaca atau mendengar beberapa indikator makro ekonomi misalnya Produk Domestik Bruto (PDB), tingkat inflasi, Sertifikat Bank Indonesia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sebagai negara berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang tidak

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sebagai negara berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai negara berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang tidak sedikit jumlahnya di dalam pembangunan nasional. Dalam konteks pembangunan nasional maupun

Lebih terperinci

Pertumbuhan Ekonomi Kepulauan Riau

Pertumbuhan Ekonomi Kepulauan Riau Ringkasan Eksekutif Asesmen Ekonomi Kondisi perekonomian provinsi Kepulauan Riau triwulan II- 2008 relatif menurun dibanding triwulan sebelumnya. Data perubahan terakhir Badan Pusat Statistik (BPS) memperlihatkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Hal ini dilakukan karena penerimaan pemerintah yang berasal dari pajak tidak

I. PENDAHULUAN. Hal ini dilakukan karena penerimaan pemerintah yang berasal dari pajak tidak 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemerintah dalam menggunakan pinjaman baik dari dalam maupun dari luar negeri merupakan salah satu cara untuk menutupi defisit anggaran yang terjadi. Hal ini dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. R Serfianto D. Purnomo et al. Buku Pintar Pasar Uang & Pasar Valas (Jakarta, Gramedia 2013), h. 98.

BAB I PENDAHULUAN. R Serfianto D. Purnomo et al. Buku Pintar Pasar Uang & Pasar Valas (Jakarta, Gramedia 2013), h. 98. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nilai Tukar adalah harga mata uang dari suatu negara yang diukur, dibandingkan, dan dinyatakan dalam nilai mata uang negara lainnya. 1 Krisis moneter yang terjadi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. aspek yang tidak terpisahkan dari perkembangan ekonomi negara terbuka. Keterbukaan ekonomi Indonesia akan membawa konsekuensi pada

I. PENDAHULUAN. aspek yang tidak terpisahkan dari perkembangan ekonomi negara terbuka. Keterbukaan ekonomi Indonesia akan membawa konsekuensi pada I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sebagai negara berkembang menggunakan sistem perekonomian terbuka dalam menjalankan aktivitas perekonomiannya sehingga hal tersebut memungkinkan terjadinya interaksi

Lebih terperinci