BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang"

Transkripsi

1 BAB I A. Latar Belakang PENDAHULUAN Partisipasi pemilih sejak pemilu 1999 sampai dengan pemilu 2014 bergerak fluktuatif. Pada pemilu legislatif, penurunan partisipasi pemilih sekitar 10 persen konsisten terjadi sampai pada Pemilu Sementara pada pemilu 2014, angka partisipasinya naik sebesar 5%. Pada kasus pilpres, tercatat dalam pemilu 2014 pertama kalinya dalam sejarah angka partisipasinya lebih rendah dibandingkan pemilu legislatif. Hal ini menimbulkan pertanyaan bagaimana dan apa yang menyebabkan angka partisipasi pemilu cenderung fluktuaatif. Oleh karena itu diperlukan sebuah riset pemilu. Riset pemilu merupakan salah satu elemen strategis dalam manajemen pemilu. Riset tidak hanya memberikan rasionalitas akademik mengenai suatu substansi pemilu. Riset lebih jauh memberikan pijakan empirik mengenai persoalan atas hal yang menjadi perdebatan. Hasil riset memastikan program dan kebijakan kepemiluan tidak dibangun atas postulat spekulatif, tetapi dikonstruksi berlandaskan pada argumen empirik dan rasional dengan proses yang dapat dipertanggungjawabkan. Dalam negara demokrasi, partisipasi pemilih menjadi elemen penting demokrasi perwakilan. Ia adalah fondasi praktik demokrasi perwakilan. Persoalannya, terdapat sejumlah masalah menyangkut partisipasi pemilih yang terus menggelayut dalam setiap pelaksanaan pemilu. Sayangnya, persoalan itu tidak banyak diungkap dan sebagian menjadi ruang gelap yang terus menyisakan pertanyaan. Beberapa persoalan terkait dengan partisipasi dalam pemilu diantaranya adalah fluktuasi kehadiran pemilih ke TPS, suara tidak sah yang tinggi, gejala politik uang, misteri derajat melek politik warga, dan langkanya kesukarelaan politik. Masalah tersebut perlu dibedah sedemikian rupa untuk diketahui akar masalah dan dicari jalan keluarnya. Harapannya, partisipasi dalam pemilu berada pada idealitas yang diimajinasikan. Oleh karena itu, program riset menjadi aktivitas yang tidak terhindarkan dalam manajemen pemilu. 1

2 Kota Denpasar sebagai ibu kota Provinsi Bali, pusat pemerintahan yang menyebabkan masyarakatnya dapat memperoleh informasi dengan mudah, aksesbilitas yang sangat memadai, semua daerah dapat dijangkau dengan baik transportasi maupun informasi. Tetapi sayangnya dalam Pemilu 2014 angka partisipasi pemilih di Kota Denpasar tergolong rendah, di mana saat pemilu Legislatif angka partisipasi pemilih hanya sebesar 70,39 persen. Maka hal ini sangat menarik untuk dicermati dan dipertanyakan. B. Permasalahan Adapun pertanyaan permasalahan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Bagaimana tingkat partisipasi pemilu di Kota Denpasar? 2. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi pemilih untuk menggunakan atau tidak menggunakan hak suaranya? 3. Bagaimana perilaku pemilih dan pandangan pemilih terhadap money politik? 4. Bagaimana tingkat kesukarelaan politik di Kota Denpasar? C. Tujuan Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Mengetahui bagaimana kecenderungan partisipasi pemilu masyarakat di Kota Denpasar? b. Mengetahui apa faktor-faktor yang mempengaruhi pemilih untuk menggunakan hak pilihnya atau tidak. c. Mengetahui perilaku pemilih dan pandangannya pada praktik money politic. d. Mengetahui tingkat kesukarelaan politik di Denpasar. D. Manfaat Penelitian: a. Mentradisikan kebijakan berbasis riset atas persoalan-persoalan yang berkaitan dengan manajemen pemilu. b. Bahan penyusunan kebijakan untuk meningkatkan dan memperkuat partisipasi warga dalam pemilu dan setelahnya c. Menemukan akar masalah atas persoalan-persoalan yang terkait dengan partisipasi dalam pemilu d. Terumuskannya rekomendasi kebijakan atas permasalahan yang dihadapi dalam kaitannya dengan partisipasi dalam pemilu 2

3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Studi Literatur Studi perilaku memilih memiliki sejarah yang sangat panjang. Sejarahnya berkaitan dengan keberhasilan gerakan demokrasi pada abad ke-19. Menyebarnya demokrasi juga berarti menyebarnya pemilu ke berbagai negara. Sejak itu juga hasil pemilu dapat dilihat dalam statistik resmi. Statistik resmi hasil pemilu inilah yang menjadi dasar analisa studi pemilu pertama. Beberapa kajian di Jerman yang dianggap sebagai tonggak awal dari studi perilaku memilih, antara lain hasil studi Eugen Wuzburger (1907) yang meneliti secara mendalam alasan-alasan golput (Roth,2008:11). Ia menemukan bahwa penyebab utama golput yaitu pemegang hak suara berhalangan hadir pada saat hari pemilu. Selain itu, ada pula studi Alois Klockner (1913) yang berusaha melihat hubungan antara agama dan kepercayaan dengan para pemilih Partai Sosial Demokrat (SPD) di Jerman. Dari hasil penelitian ini diketahui bahwa pemeluk agama non-katolik jauh lebih sering memilih SPD dibandingkan mereka yang beragama Katolik. Di luar Jerman, studi perilaku memilih juga berkembang. Beberapa ahli mencoba untuk memadukan studi ini dengan menggunakan pendekatan ilmu lain seperti ekonomi dan geografi. Contohnya adalah Andre Sigfried (1949) berusaha untuk mengaitkan antara perilaku pemilu dengan keadaan geografis di Prancis Barat. Menurutnya ada zona geografis yang berkaitan dengan zona politik. Misalnya dataran rendah dan pegunungan membentuk dua ekstrim yang berbeda baik secara geografis maupun politis. Di daerah pegunungan, masyarakatnya terpencar, lebih religius dan hanya sedikit terpengaruh perubahan sosial ekonomi. Karena itu mereka cenderung memilih parta-partai kanan. Sebaliknya, di dataran rendah, kepadatan penduduk lebih tinggi, jalur lalu lintas dan komunikasi lebih berkembang, perubahan sosial ekonomi lebih banyak terjadi, sehingga mereka cenderung memilih partaipartai kiri. Perkembangan studi ini terus terjadi karena adanya ketertarikan banyak ahli terhadap kajian ini. Di Amerika pada dekade 1920-an analisis statistik korelasi yang biasa digunakan sebagai alat dalam studi ekonomi mulai digunakan dalam studi perilaku memilih (Roth,2008:16). Stuart A Rice tercatat sebagai orang pertama yang menggunakan analisis korelasi dalam studi pemilu. Ia melakukan penelitian di 102 conties di negara bagian Illinois dengan memisahkan perhitungan suara laki-laki dan perempuan. Hasil dari studi ini adalah 3

4 pemilih perempuan lebih sering memilih kandidat dari partai Republik dibandingkan laki-laki, dimana selisih yang diamati hampir identis di semua daerah. Di Jerman, studi pemilu masih terus berkembang. Heberle disebut sebagai peneliti yang meneliti pemilu di Jerman dengan menggunakan analisis statistik yang disempurnakan pada masanya. Ia menemukan ada korelasi antara lapisan sosial dengan pilihan partai. Data yang diperolehnya menunjukan bahwa pemilih NADP kebanyakan berasal dari kelas menengah desa ataupun kota, sedangkan pemilih SPD dan KPD mayoritas berasal dari golongan buruh industri. Itulah masa awal munculnya studi pemilu dan beberapa ilmuan yang mengawalinya. Pada masa berikutnya, studi pemilu yang menggunakan data-data statistik resmi hasil pemilu itu dirasa tidak dapat digunakan untuk menarik kesimpulan mengenai perilaku individu, maka muncul terobosan baru dalam studi pemilu yang mulai berkembang pesat pada tahun 1940an sampai 1950-an, yaitu jajak pendapat individu yang masih sering digunakan hingga sekarang. Beberapa studi mengenai perilaku memilih juga dilakukan banyak ilmuan politik di berbagai belahan dunia. Sebagai contoh ada penelitian mengenai perilaku memilih pada pemilihan presiden langsung di Brazil tahun Hasil penelitian tersebut menemukan bahwa partai politik bukanlah prediktor yang baik untuk melihat kemenangan kandidat. Dalam pemilihan presiden langsung, faktor figur menjadi sangat sentral(kinzo,1993:321). Pada dekade 1990an dilakukan sebuah penelitian di Jepang dan New Zeland mengenai perilaku memilih di dua negara yang pada saat itu sedang mengalami perubahan politik tersebut. hasil dari penelitian itu menyebutkan bahwa identifikasi partai politik dan lingkungan politik interpersonal saling mempengaruhi dan berkontribusi pada konsistensi pilihan para pemilih di dua negara itu (Ikeda,2005:521). Sementara perilaku memilih partai politik di Inggris dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya faktor kepemimpinan parpol, perubahan ekonomi dan persepsi masyarakat terhadap isu (Clarke,2004:315). Di Indonesia, tonggak awal studi perilaku memilih dilakukan oleh Cliford Gertz yang melihat pola orientasi sosio religius individu (Gaffar,1992:4). Studi politik aliran yang dikemukakan Geertz itu kemudian menjadi landasan penting bagi studi-studi perilaku memilih berikutnya di Indonesia seperti studi Afan Gaffar yang mengulas tentang perilaku memilih masyarakat pedalaman Jawa pada masa Orde Baru. Gaffar menggunakan hasil penelitian Geertz sebagai kerangka dalam penelitiannya. Hasil penelitian Gaffar menjelaskan perilaku memilih masyarakat Jawa. Berbeda dengan hasil studi perilaku memilih pada masa Orde Baru, studi-studi sejenis pasca Orde Baru yang dilakukan oleh Saiful Mujani dan Liddle memperlihatkan besarnya 4

5 pengaruh Leadership dan identifikasi partai politik terhadap perilaku memilih masyarakat Indonesia pada tahun 1999 dan 2004 (Liddle dan Mujani,2010:37). Tinjauan lain atas perilaku memilih di Indonesia pada pemilu 1999 menemukan bahwa faktor agama dan etnisitas tidak mempengaruhi perilaku memilih di Indonesia (Ananta,2004:376). Perkembangan berikutnya dari studi perilaku memilih di Indonesia cukup menggembirakan, beberapa hasil penelitian mengenai perilaku memilih di luar Jawa kian bermunculan terutama ketika fenomena pilkada atau pimilukada mulai hadir pada tahun 2005 di berbagai wilayah di Indonesia. Fenomena tersebut memang dapat digolongkan baru di Indonesia. Topik ini mendapat perhatian dari berbagai kalangan termasuk akademisi. Hasil dari perhatian para akademisi atau ilmuan politik terhadap fenomena itu adalah lahirnya beberapa studi yang terkait dengan pilkada dan perilaku memilih di beberapa wilayah Indonesia. Misalnya, hasil penelitian Ambo Upe (2008:257) di kabupaten Bombana Sulawesi Utara. Pada kesimpulan penelitiannya Upe menyebutkan bahwa perilaku memilih sangat berkaitan dengan stimulus dan pertimbangan subjektif dalam merespon faktor stimulus yang diperolehnya. Studi lainnya adalah hasil penelitian Jhonsar L. Toruan (2006:155) mengenai perilaku politik pemilih di Sumatra Utara menyertakan faktor primordial, marga sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi pilihan politik masyarakat Sumatra Utara, namun di kesimpulannya disebutkan bahwa marga bukanlah faktor yang paling dominan dalam menentukan pilihan politik masyarakat.penelitian yang juga terkait dengan tema pilkada dan perilaku memilih adalah karya Yudistira Adnyana (2006:104) yang mengkaji perilaku memilih masyarakat Badung saat pilkada Badung tahun Penelitian Adnyana menyebutkan faktor kasta sebagai salah satu variabel bebas, namun hasil penelitian ini menyatakan bahwa masyarakat Badung memilih Anak Agung Gede Agung sebagai bupati bukan karena beliau berasal dari kasta ksatria, melainkan karena faktor kepemimpinan yang dimilikinya. Hasil penelitian lainnya yang dipublikasikan pada tahun 2008 mengenai pilkada langsung adalah hasil penelitian dari Lingkaran Survei Indonesia melalui kajian bulanan yang dikeluarkan lembaga tersebut. Dalam hasil penelitian yang dipublikasikan itu, diperbandingkan dua pilkada provinsi, yaitu pemilihan gubernur Jawa Barat dan Sumatra Utara pada tahun Hasil dari penelitian itu melihat bahwa dua wilayah itu tergolong unik jika dibandingkan dengan wilayah lain yang telah melakukan pilkada yang pada umumnya mengedepankan figur dibandingkan partai. Di dua provinsi tersebut terbukti bahwa mesin partai justru berhasil mengangkat figur yang tidak terlalu populer hingga berhasil 5

6 memenangkan pilkada di daerah itu. Di luar pilkada, studi terbaru mengenai perilaku memilih juga dilakukan dalam konteks masyarakat adat ternate saat pemilu Penelitian tersebut memperlihatkan bahwa faktor sosiologis sangat mempengaruhi perilaku memilih di wilayah itu saat pemilu 2009 dilaksanakan (Agusmawanda,2011:28). Selain studi perilaku memilih dalam pilkada di Indonesia, studi mengenai pemilu dan perilaku memilih di berbagai negara juga harus di lihat karena topik utama dalam penelitian ini adalah perilaku memilih. Perilaku memilih masyarakat di negara-negara yang sedang mengalami transisi menuju demokrasi tidak sepenuhnya dapat dianalisis dengan teori-teori yang dilahirkan di negara-negara maju. Ada kekhasan sosial masyarakat di negara yang sedang mengalami transisi yang harus diperhatikan dalam menganalisis perilaku pemilih di negara yang bersangkutan (Kaspin,1995:595). Penelitian tentang perilaku memilih di negara yang mengalami transisi dilakukan di Philipina, dan di salah satu negara di kawasan Afrika, yaitu Malawi. Dari hasil penelitian yang berbeda tersebut dapat ditarik satu kesimpulan yang memiliki kemiripan. Perilaku memilih di negara yang sedang mengalami transisi tidak dipengaruhi secara signifikan oleh isu kebijakan dan orientasi partai, melainkan lebih banyak dipengaruhi oleh faktor isu yang berhubungan dengan kandidat dan juga ikatan-ikatan seperti etnis, daerah asal dan hubungan clientalistik dalam struktur sosial masyarakatnya. Dalam pemilihan kandidat perorangan di Philipina, seperti pemilihan presiden, faktor yang paling kuat mempengaruhi pilihan politik warganya adalah faktor kandidat. Faktor lain yang harus dilihat adalah etnis dari kandidat yang bersangkutan dan struktur patron klien yang masih kental dalam masyarakatnya. Masyarakat lebih suka memilih kandidat yang berasal dari etnis yang sama dengan mereka dan dapat berkomunikasi dengan bahasa etnis yang bersangkutan (Rood,1991:105). Sedangkan di Malawi ditemukan fakta bahwa masyarakat menentukan pilihan politiknya berdasarkan faktor etnis dan daerah asal mereka karena masyarakat mengidentifikasi diri mereka sesuai dengan kekuatan politik masa lalu yang mereka hadirkan kembali dalam perebutan kekuasaan melalui Pemilu (Kaspin,1995:617). Dengan begitu dapat dikatakan bahwa di negara-negara yang mengalami transisi menuju demokrasi ada faktorfaktor yang dominan mempengaruhi perilaku memilih dalam masyarakat, yaitu faktor ikatan sosial seperti etnis dan daerah asal, serta faktor kandidat. 6

7 B. Teori dan Konsep Sebelum membahas mengenai perilaku memilih, terlebih dahulu harus dipahami mengenai voting itu sendiri.kegiatan voting pada dasarnya tidak jauh berbeda dengan kegiatan memilih yang biasa kita lakukan dalam kehidupan sehari-hari, seperti misalnya memilih barang (Evans,2004:3). Tetapi ada satu hal yang harus dicatat dari pilihan tersebut, Ia tidak hanya berimbas pada individu, melainkan memiliki efek kolektif. Inilah menjadi pembeda dasar antara voting dan choice. Jika kita memilih barang di pasar untuk kita beli dan bawa pulang, lalu kita gunakan untuk memenuhi kebutuhan, maka efeknya akan kita nikmati sendiri. Hal yang demikian tidak terjadi dalam voting. Di dalam teori perilaku memilih terdapat tiga pendekatan yaitu pendekatan sosiologis atau sosial struktural; pendekatan psikologis dan pendekatan pilihan rasional. Penjelasan mengenai masing-masing faktor tersebut akan dijabarkan berikut ini. Pendekatan Sosiologis Pendekatan sosiologis dalam perilaku memilih menyebutkan bahwa faktor yang paling mempengaruhi pilihan masyarakat dalam pemilu adalah karakteristik dan pengelompokan sosial. Perilaku pemilih seseorang berkenaan dengan kelompok sosial dari mana individu itu berasal (Roth,2008:25). Hal itu berarti karakteristik sosial menentukan kecenderungan politik seseorang. Pengelompokan sosial yang dimaksud disini adalah usia, jenis kelamin, agama, pekerjaan, kelas sosial ekonomi, kedaerahan, latar belakang keluarga, kegiatan-kegiatan dalam kelompok-kelompok formal dan informal. Kelompok-kelompok sosial ini dipandang berpengaruh besar dalam keputusan memilih karena kelompok-kelompok tersebut berperan dalam pembentukan sikap, persepsi dan orientasi seseorang. Penerapan pendekatan sosiologis dalam perilaku memilih di Indonesia pernah dilakukan oleh Afan Gaffar. Hasil studinya menekankan pentingnya karakteristik sosial, khususnya orientasi sosio-religius dalam melihat perilaku pemilih di pulau Jawa (Gaffar,1992: ). Penelitian lainnya mengenai perilaku memilih di Indonesia dilakukan dengan melihat pemilu Hasilnya menyebutkan bahwa ikatan sosial terutama faktor etnis penting untuk diperhatikan saat kita ingin mengamati perilaku memilih masyarakat Indonesia (King,2003:149). Pentingnya ikatan sosial seperti etnis dalam mempengaruhi pilihan politik rakyat juga dikemukakan oleh Benny Subianto yang meneliti Pilkada di enam kabupaten di Kalimantan Barat. Faktor ini berpengaruh karena loyalitas masyarakat terhadap etnisnya masih tinggi, dan mereka memandang bahwa etnis yang sama berarti memiliki nilai budaya yang sama, karenanya perilaku sosial politik dipandang sebagai cermin identitas (Erb dan Sulistiono,2009:335). 7

8 Pendekatan Psikologis Pendekatan psikologis dalam teori perilaku memilih dipelopori oleh August Campbell dari Universitas Michigan Amerika Serikat. Pendekatan ini menekankan pada pentingnya identifikasi partai dalam mempengaruhi keputusan memilih masyarakat (Cambell,1966:133). Dengan adanya teori identifikasi partai ini seolah-olah perilaku memilih itu tetap. Pemilih dianggap akan selalu memilih kandidat atau partai yang sama tiap kali pemilu dilaksanakan. Dengan kata lain pemilih memiliki pilihan yang menetap tanpa dipengaruhi oleh sosialisasi dan komunikasi politik. Kavanagh menjelaskan konsep identifikasi partai sebagai semacam kedekatan psikologis seseorang dengan satu partai tertentu. Ia menambahkan, konsep identifikasi partai ini mirip dengan loyalitas partai atau kesetiaan seorang pemilih terhadap partai tertentu (Kavagh,1983:88). Seiring bertambahnya usia, identifikasi partai menjadi bertambah stabil dan intensif. Identifikasi partai merupakan orientasi yang permanen dan tidak berubah dari pemilu ke pemilu. Identifikasi partai hanya dapat berubah jika seseorang mengalami perubahan pribadi yang besar atau situasi politik yang luar biasa (Roth,2008:38). Dari hasil penelitiannya itu, Campbell menemukan bahwa ada hubungan yang erat antara identifikasi partai dengan kehendak untuk memilih kandidat dari partai dimana sang individu mengidentifikasi dirinya. Misalnya kaum Demokrat yang memiliki identifikasi partai yang kuat cenderung memilih calon presiden AS yang diusung partai Demokrat. Demikian juga dengan kaum Republik. Mengenai orientasi isu dan kandidat, logika yang digunakan hampir mirip. Pada orientasi isu, semakin sang pemilih menganggap penting isu-isu tertentu, maka kemungkinan ia akan berpartisipasi dalam pemilu akan lebih besar. Apabila solusi yang diberikan oleh sebuah partai lebih mendekati cara pandang pemilih tersebut, semakin besar pula kemungkinan ia akan memilih partai yang bersangkutan. Dalam orientasi kandidat berlaku hal yang serupa. Semakin sering pemilih mengambil posisi terhadap kandidat-kandidat yang ada, semakin besar pula kemungkinan bahwa ia akan berpartisipasi dalam pemilu. Bila pandangan pemilih semakin dekat dengan kandidat dari partai tertentu, maka semakin besar pula kemungkinan ia akan memilih kandidat tersebut. Kesimpulan dari pendekatan psikologi ini adalah preferensi kandidat dan orientasi isu lebih tergantung pada perubahan dan fluktuasi dibandingkan identifikasi partai. Oleh karena itu, peneliti Michigan (Campbell dkk) sejak tahun 1960 memandang identifikasi partai sebagai ikatan partai psikologis dan stabil, yang tidak lagi dipengaruhi oleh faktor pengaruh jangka pendek. Oleh sebab itu, banyak peneliti berikutnya yang mengidentikan pendekatan psikologis 8

9 dengan identifikasi partai, padahal pada mulanya pendekatan psikologis memuat tiga faktor yaitu identifikasi partai, orientasi kandidat dan isu. Belakangan oleh beberapa penulis dan peneliti, orientasi isu dan kandidat dimasukan ke dalam pendekatan pilihan rasional. Pendekatan Pilihan Rasional Terakhir adalah pendekatan pilihan rasional. Pendekatan pilihan rasional seperti yang telah disinggung di atas, menurut sekelompok ilmuan, pendekatan ini terutama berkaitan dengan dua orientasi utama yaitu orientasi isu dan orientasi kandidat (Nursal,2004:64). Orientasi kandidat mengacu pada sikap seseorang terhadap pribadi kandidat tanpa mempedulikan label partai. Pendekatan rasional berorientasi kandidat bisa didasarkan pada kedudukan, informasi, prestasi, dan popularitas pribadi bersangkutan dalam berbagai bidang kehidupan. Bone dan Ranney mengatakan bahwa orientasi kandidat berarti orang memilih calon pemimpin bedasarkan kualitas instrumental dan kualitas simbolik dari calon yang bersangkutan. Kualitas instrumental adalah keyakinan pemilih terhadap kemampuan pribadi kandidat dalam mewujudkan kebaikan bagi masyarakat yang akan dipimpin. Sedangkan kualitas simbolik mengacu pada kepribadian kandidat yang seharusnya dimiliki oleh seorang pemimpin (Bone dan Ranney,1981:9). Nursal menegaskan, kualitas figur sering kali menentukan keputusan pilihan dibanding isu karena orang lebih mudah terinformasi oleh fakta mengenai manusia dibandingkan fakta tentang isu. Sementara sebagian lagi memandang bahwa dua orientasi tersebut dapat dimasukan kependekatan psikologis. Kelompok ini lebih setuju bahwa titik tekan dalam pendekatan pilihan rasional adalah pada pertimbangan untung rugi dari individu pemilih (Evans,2004:69). Terkait dengan itu, Evans menyebutkan adanya beberapa kriteria seorang pemilih untuk dapat dikatakan sebagai pemilih rasional. Setidaknya ada lima kriteria yang ia kemukakan, seperti di bawah ini: 1. Membuat keputusan jika disodorkan beberapa alternatif 2. Mampu membuat urutan preferensi 3. Urutan preferensi individu tidak selalu sama antara individu satu dengan yang lainnya 4. Menjatuhkan pilihan pada sesuatu yang berada di urutan pertama preferensinya 5. Ketika dihadapkan pada alternatif-alternatif yang sama atau seimbang sehingga ia tak mungkin membuat urutan preferensi, maka individu itu akan cenderung menjatuhkan pilihan pada alternatif yang pernah ia pilih sebelumnya. 9

10 Berdasarkan paparan di atas, orientasi isu dan orientasi kandidat dapat dilihat sebagai bagian dari dua pendekatan berbeda dalam perilaku memilih. Jika pemilih memilih berdasarkan orientasi isu atau kandidat berdasarkan informasi-informasi yang diperolehnya dan kemudian mempertimbangkan untung rugi dari pilihannya maka dalam hal ini orientasi isu dan kandidat dapat dimasukan ke dalam pendekatan pilihan rasional. Jadi perbedaan utama dari pemilih rasional dan yang bukan terletak pada informasi yang dikumpulkan oleh pemilih untuk kemudian dipergunakan sebagai dasar pertimbangan dalam menetukan pilihan. Di akhir dari rangkaian itu, pemilih rasional biasanya mempertimbangkan untung rugi dari pilihannya itu. Dari kriteria tersebut, ada juga penulis yang mengatakan bahwa pemilih rasional itu sejatinya tidak pernah ada karena pemilih cenderung menerima informasi secara pasif dan lebih mudah mencerna informasi mengenai personal kandidat dibandingkan fakta mengenai isu tertentu (Shenkman,2008:43). Sehingga informasi yang dikumpulkan pemilih tidak ada yang sepenuhnya lengkap. Secara singkat, pendekatan-pendekatan dalam teori perilaku memilih dapat digambarkan dengan bagan berikut ini: Gambar 1.1 Pendekatan-Pendekatan dalam Teori Perilaku Memilih 10

11 BAB III METODE PENELITIAN Penelitian ini akan menggunakan metode kuantitatif karena tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui, bagaimana tingkat partisipasi pemilih dan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pemilih menggunakan atau tidak menggunakan haknya untuk memilih. Seperti yang telah dijelaskan di bagian terdahulu, bahwa penelitian tentang perilaku memilih umumnya merupakan riset kuantitatif. Riset politik kuantitatif yang dimaksud adalah penggunaan pengukuran dalam analisis perilaku atau sikap. (Harison, 2009: 15) Pengumpulan data utama dilakukan dengan wawancara terstruktur terhadap responden dengan menggunakan kuesioner. Berdasarkan tujuannya, penelitian ini adalah penelitian eksplanatif. Tipe penelitian eksplanatif bermaksud menjelaskan hubungan kausal dan pengujian hipotesa.(singarimbun dan Efendi, 1989: 4) Penelitian ini mencoba untuk menjelaskan apa yang terjadi di balik fenomena sosial yang ada dalam masyarakat. Dalam penelitian ini akan dijelaskan bagaimana hubungan antar tiga variabel yang penulis buat, anatara faktor sosiologis, faktor kandidat, dan faktor program dengan perilaku memilih masyarakat. A. Lokasi penelitian Lokasi penelitian mencakup seluruh kecamatan yang ada di Kota Denpasar B. Waktu Penelitian Penelitian akan dilakukan efektif selama tiga bulan dari mulai persiapan, proses pengumpulan data, proses pengolahan data, hingga analisa dan persiapan pembuatan laporan dan seminar hasil penelitian. C. Populasi dan Sampel Populasi adalah serumpun atau sekelompok objek yang menjadi sasaran penelitian. (Bungin, 2008: 99)Dalam penelitian ini, populasinya adalah pemilih di Kota Denpasar yang terdaftar dalam daftar pemilih. Dari populasi tersebut akan diambil sampel untuk mewakili populasi dalam penelitian ini dengan menggunakan teknik penarikan sampel yang dijelaskan di bawah ini. Besar sampel dalam penelitian ini adalah 200 responden dengan tingkat kepercayaannya 95% dan Margin of Errornya 7%. (De Vaus, 2006: 81) 11

12 D. Teknik Penarikan Sampel Pada penelitian ini, peneliti menggunakan teknik pencuplikanmultistage Random Sampling, karena populasi yang akan diteliti tidak memiliki sifat homogen. Kerangka sampelnya sangat heterogen, sehingga perbedaan sifat dari populasi menjadi penting untuk diperhatikan. Kota Denpasar memiliki empat kecamatan, dimana masing-masing kecamatan tersebut memiliki jumlah pemilih terdaftar yang beragam. karena itu sampel akan diambil di semua kecamatan, lalu di tiap-tiap kecamatan akan diambil responden sesuai dengan proporsi jumlah pemilih di kecamatan tersebut, dengan cara acak sederhana (SRS), sehingga total akan ada 200 responden terpilih. Untuk lebih jelasnya mengenai tahapan-tahapan dalam Multistage Random Sampling dalam penelitian dapat dilihat dalam gambar berikut Populasi Pemilih Terdaftar Denut Densel... Denbar Dentim Kelur ahan Kelur ahan Kelur ahan Kelur ahan Sampel Sampel Gambar 3.1. Proses Pengambilan Sampel Gambar di atas menjelaskan teknik pengambilan sampel hingga sampai ke responden. Diperlihatkan bahwa semua fakultas diambil sebagai daerah sampel, lalu dari Kecamatan tersebut diambil beberapa Kelurahan secara acak sederhana (SRS). Kemudian di tiap Kelurahan diambil sejumlah responden secara acak sederhana juga. 12

13 E. Teknik Analisis Data Data yang diperoleh dalam penelitian ini akan dianalisis dengan statistik deskriptif yaitu tabel frekuensi dan tabel silang. Tabel frekuensi digunakan untuk mempelajari distribusi frekuensi dari variabel-variabel penelitian.tabel silang berfungsi untuk mencari tahu apakan satu variabel menentukan atau berhubungan dengan variabel lainnya. (Mars dan Stoker, 2010: 269) Analisis ini ditujukan untuk melihat hubungan antar variabel yang telah ditetapkan sebelumnya dalam model analisis. Untuk melihat hubungan antar variabel tersebut digunakan uji SPSS. F. Sumber Data Pada penelitian ini, peneliti menggunakan data primer yaitu data yang langsung berasal dari sumber pertama (responden) di lokasi penelitian atau objek penelitian. Secara teknis, peneliti akan menggunakan metode survei. Untuk melaksanakan metode ini, penulis akan memberikan pertanyaan-pertanyaan yang disusun dalam sebuah kuesioner dijawab oleh responden dengan bantuan pewawancara (face to face interview). Di luar dua sumber data tersebut, dilakukan juga studi literatur dengan mencari sumber skunder berupa buku, jurnal, laporan penelitian, dokumen, dan sumber tertulis lainnya yang berkaitan dengan permasalahan yang dikaji. Studi literatur ini diperlukan untuk memperkuat konsep dan teori yang menunjang penelitian ini. Studi literatur dilakukan sebelum penelitian lapangan dilaksanakan. 13

14 A. Profil Responden BAB IV PEMBAHASAN Responden dalam penelitian ini sebesar 200 responden yang tersebar secara proporsional di empat kecamatan di Denpasar, yakni Denpasar Timur, Denpaasar Selatan, Denpasar Barat, dan Denpasar Utara. Denpasar Selatan sebagai kecamatan terpadat di Denpasar, maka jumlah responden dalam penelitian in pun lebih besar yakni 30 persen dari seluruh jumlah responden di Kota Denpasar. Jumlah responden di Denpasar Utara dan Barat seimbang yakni 25 persen dari 200 responden, sedangkan Denpasar Timur hanya 20 persen dari 200 responden. Hal ini tertuang dalam tabel di bawah ini: Gambar 4.1. Sebaran Responden Berdasarkan Kecamatan Denpasar sebagai ibu kota Provinsi tentu saja memiliki tipe masyarakat yang majemuk di mana penduduk yang bermukim di Denpasar dapat berasal dari daerah mana pun namun telah menjadi penduduk Kota Denpasar. Dari 200 responden dalam penelitian ini, 66,5 persen responden telah bermukim atau menjadi penduduk Kota Denpasar lebih dari 20 tahun. Kemudian 17 persen responden mengaku telah bermukim di Denpasar selama tahun dan hanya lima persen dari 200 responden yang tinggal di Denpasar selama kurang dari 5 tahun. Hal ini terlihat dalam gambar ini bawah ini; 14

15 Gambar 4.2. Tabel Lama Tinggal di Denpasar Responden pun terbagi secara merata berdasarkan jenis kelamin, di mana 50 persen responden adalah laki-laki dan 50 persen responden lainnya adalah perempuan. Usia responden pun beragam, mulai dari rentang 17 tahun hingga di atas 66 tahun lebih. Namun sebagian besar responden berada dalam kisaran usia tahun yakni sebesar 33 persen responden dari 200 responden. Hal ini dapat dilihat dalam gambar berikut ini: Gambar 4.3. Usia Responden Tingkat pendidikan responden pun beragam, namun sebagian besar responden yakni 54 persen responden memiliki tingkat pendidikan tamat SLTA/sederajat. 19,5 persen responden dari 200 responden memiliki tingkat pendidikan S1/D4. Data yang cukup menarik adalah terdapat 1 persen responden di Kota Denpasar yang tidak sekolah. Hal ini terlihat dalam gambar di bawah ini: 15

16 Gambar 4.4 Tingkat Pendidikan Responden Denpasar adalah ibu kota Provinsi Bali di mana memiliki tingkat heterogenitas yang tinggi di bandingkan Kabupaten lainnya di Bali. Data di lapangan menunjukkan angka yang cukup berbeda di bandingkan data yang selama ini diperkirakan. Di mana masyarakat Denpasar yang beragama Hindu berdasarkan data responden yang di dapat yakni sebesar 77 persen saja. Walau masih mendominasi namun angka ini cenderung lebih menurun dibandingkan angka yang selama ini beredar. Prosentase responden yang beragama Islam sebesar 18 persen, Kristen 2,5 persen, Katolik 1,5 persen, dan Budha 1 persen. Hal ini terlihat dalam gambar di bawah ini: Gambar 4.5 Agama Responden Data berikutnya adalah suku responden. Suku Bali masih mendominasi suku responden yakni 78 persen, disusul Suku Jawa yakni 17,5 persen, Tionghoa 1,5 persen. Hal ini terlihat dalam gambar di bawah ini: 16

17 Gambar 4.6 Suku Responden Profil pekerjaan responden pun beragam, yakni karyawan swasta, wiraswasta, ibu rumah tangga, bersekolah, Pegawai Negeri Sipil, Petani hingga guru. Namun sebagian besar responden yakni 27,5 persen responden adalah Karyawan Swasta. Hal ini terlihat dalam gambar di bawah ini: Gambar 4.7 Pekerjaan Responden Penghasilan dari responden pun beragam. Hal yang cukup menarik adalah responden yang memiliki penghasilan kurang dari 500 ribu rupiah dalam sebulan menjadi prosentase yang terbesar yakni sebesar 31 persen dari seluruh responden. Hal ini cukup menarik berarti sebagian besar penghasilan responden masih cukup rendah yakni hanya kurang dari 500 ribu rupiah. Hal ini terlihat dalam gambar di bawah ini: 17

18 Gambar 4.8 Penghasilan Responden B. Informasi Tentang Pemilu 2014 Responden di Kota Denpasar cukup memiliki tingkat pengetahuan akan politik terutama tentang pelaksanaan pemilu Hampir seluruh responden atau 97 persen responden menyatakan mengetahui bahwa pemilu legislatif dilaksanakan pada bulan April Itu karena pemilu 2014 telah dilaksanakan dan merupakan salah satu momentum besar di Indonesia yang disoroti banyak sekali media. Data mengenai hal tersebut terlihat dalam gambar di bawah ini: Gambar 4.9 Pengetahuan Responden akan Pemilu 2014 Responden sebagian besar menggunakan media sebagai sumber responden mencari informasi mengenai politik khususnya pemilihan umum. Media massa bahkan digunakan oleh 69,5 persen responden sebagai sumber informasi. Hal lain yang cukup menarik adalah ternyata tokoh masyarakat atau klian banjar adalah sumber informasi yang menjadi pilihan responden untuk mencari informasi mengenai politik khususnya pemilu. Selain dua media di atas, ternyata peran dari sosialisasi pihak penyelenggara atau KPU pun memiliki peran juga walau rendah. Hal ini terlihat dalam diagram di bawah ini: 18

19 Gambar 4.10 Sumber Informasi yang Digunakan Responden mengenai Politik/ Pemilu C. Voter s Turn Out Dari 200 responden, hampir seluruhnya responden tercatat sebagai pemilih dan hanya 1 persen saja responden yang tidak terdaftar sebagai pemilih dalam pemilu Sebagian besar responden yakni 55,6 persen responden mengatakan mengetahui dirinya terdaftar sebagai pemilih karena mendapatkan surat undangan untuk datang ke Tempat Pemungutan Suara (TPS) dari pihak penyelenggara. Klian banjar kembali menjadi titik penting di mana 34,8 persen responden mengetahui dirinya terdaftar karena informasi yang disampaikan oleh Klian Banjar. Data yang cukup menarik adalah ternyata terdapat 3 persen responden yang cukup aktif untuk melihat apakah dirinya terpilih dari daftar pemilih tetap dan daftar pemilih sementara. Selengkapnya pada gambar di bawah ini: Gambar 4.11 Sumber Informasi Responden Terdaftar dalam DPT Bagi responden yang tidak terdaftar, ternyata peran dari klian banjar kembali menjadi titik penting, di mana 71,9 persen responden yang tidak terdaftar menyatakan mencari klian banjar mereka untuk mendaftarkan diri. Namun terdapat 20,6 persen responden yang tidak 19

20 terdaftar menyatakan tidak melakukan apapun untuk mendaftarkan diri alias diam saja. Kelompok ini adalah kelompok yang pasif sehingga diperlukan pendekatan yang intensif agar kelompok ini tetap tidak kehilangan hak pilihnya. Selengkapnya pada gambar di bawah ini: Gambar 4.12 Tindakan yang Dilakukan Saat Tidak Terdaftar dalam DPT pada Pemilu 2014 Dari 200 responden, 98 persen responden mengaku mendapatkan undangan memilih ke TPS dari pihak penyelenggara. Di mana 97 persen responden mengatakan menggunakan hak pilihnya dalam pemilu legislative 2015 lalu, dan hanya 3 persen responden yang menyatakan tidak menggunakan hak pilihnya. Hal ini menunjukkan tingginya tidak kesadaran dan tingkat partisipasi pemilih dalam pemilu legislatif tahun 2014 lalu di Denpasar. Selengkapnya pada dua gambar di bawah ini: Gambar 4.13 Pemilih yang Mendapatkan Undangan Memilih 20

21 Gambar 4.14 Penggunaan hak pilih dalam Pemilu legislatif 2014 Tingginya tingkat partisipasi pemilih dalam Pileg 2014 lalu merupakan salah satu indikator dari kesadaran responden akan makna dari pemilu itu sendiri. Sebesar 52,3 persen responden yang memilih menyatakan bahwa memilih itu adalah sebuah kewajiban. Kemudian 42,1 persen responden yang memilih menyatakan bahwa memilih itu penting. Namun masih terdapat responden yang ternyata memilih bukan berdasarkan kesadaran namun karena diajak dan mengikuti trend saja. Selengkapnya dalam gambar di bawah ini: Gambar 4.15 Alasan Responden Menggunakan Hak Pilihnya Bagi responden yang tidak menggunakan hak pilih, terdapat beragam alasan, sebagian besar atau 42,3 persen responden yang tidak memilih mengatakan karena pada hari pemilihan mereka harus bekerja. Hal ini menunjukkan bahwa masih terdapat perusahaan yang kurang mendukung agar warga negara menggunakan hak pilihnya. Data yang menarik adalah terdapat 11,5 persen responden yang menyatakan tidak memilih karena bagi mereka golput adalah sebuah pilihan. Selengkapnya dalam grafik di bawah ini: 21

22 Gambar 4.16 Alasan Tidak Menggunakan Hak Pilih Perilaku pemilih pun dapat dilihat pada pola perilakunya pada hari pemilihan. Data yang cukup menarik adalah sebagian besar responden yakni 40,9 persen responden menyatakan datang ke TPS saat hari pencoblosan antara pukul delapan hingga pukul Sembilan pagi. Kemudian 27,8 persen responden lainnya mengatakan akan datang ke TPS antara pukul Sembilan hingga pukul sepuluh pagi. Data ini merupakan masukan bagi pihak penyelenggara bahwa jam tersebut adalah jam-jam di mana TPS akan dibanjiri oleh pemilih. Selengkapnya pada gambar di bawah ini: Gambar 4.17 Waktu Kedatangan Pemilih di TPS pada Pemilu 2014 Data lain yang cukup menarik adalah, dari 200 responden 77 persen responden mengaku datang ke TPS bersama keluarga mereka, dan hanya 22 persen responden yang menyatakan datang ke TPS seorang diri. Data ini menunjukkan bahwa peran ajakan keluarga menjadi sangat penting dalam meningkatkan partisipasi seseorang dalam pemilu. Data selengkapnya pada gambar di bawah ini: 22

23 Gambar 4.18 Dengan Siapa Datang ke TPS Perilaku pemilih pun dapat dilihat dengan indikator yang lainnya pula seperti kapan pemilih menentukan pilihannya. Dari 200 responden di Kota Denpasar, 34 persen responden ternyata baru menentukan pilihannya pada masa kampanye, 26,5 persen responden menentukan pilihannya jauh sebelum hari pemilihan. Bahkan ada 19,5 persen responden yang menyatakan menentukan pilihannya pada hari pemilihan dan 10 persen responden menyatakan menentukan pilihannya pada saat di bilik suara. Data selengkapnya terdapat dalam diagram batang di bawah ini: Gambar 4.19 Waktu Pemilih Menentukan Pilihannya Data di atas sangat menarik bagi banyak pihak. Artinya lebih dari seperempat pemilih di Denpasar yang berkarakteristik perkotaan masih menentukan pilihan politiknya secara impulsif pada hari pemilihan bahkan saat di bilik suara. Artinya ada pemilih yang datang ke TPS tanpa tahu siapa yang akan dipilihnya. Selain itu, kegiatan kampanye juga sangat mempengaruhi pandangan pemilih tentang kandidat. 23

24 Tingginya jumlah pemilih yang menentukan pilihan sebelum hari pemilihan dikarenakan banyak hal. Salah satunya adalah dari 200 responden, 64 persen responden menyatakan mereka mencari informasi terlebih dahulu akan siapa yang akan mereka pilih atau siapa yang mencalonkan diri. Angka ini tergolong tinggi sebagai indikator bahwa responden sudah mulai memiliki kesadaran politik. Selengkapnya pada gambar di bawah ini: Gambar 4.20 Apakah Pemilih Mencari Informasi Mengenai Caleg yang Akan Dipilih Setelah responden mencari informasi mengenai calon, ternyata terdapat beberapa faktor terkait informasi yang dicari tadi yang mempengaruhi dan tidak mempengaruhi pilihan responden. Faktor yang mempengaruhi pilihan responden di antaranya adalah faktor profesi, pendidikan, program kerja dan loyalitas kandidat. Sedangkan faktor yang menurut responden tidak mempengaruhi pilihan mereka adalah usia, wilayah asal, latar belakang puri, partai pengusung dan soroh/dadia. Angka-angka ini mengungkapkan bahwa pemilih di Kota Denpasar termasuk pemiih yang rasional. Selengkapnya pada data dalam tabel di bawah ini: Tabel 4.1 Faktor yang Mempengaruhi Pilihan Pemilih FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PILIHAN YA TIDAK USIA PROFESI WILAYAH ASAL JENIS KELAMIN PENDIDIKAN LATAR BELAKANG PURI PARTAI PENGUSUNG PROGRAM KERJA LOYALITAS KANDIDAT SOROH/DADIA

25 Calon legislatif bagaimana pun harus berangkat dari sebuah partai politik. Namun dari 200 responden, 80 persen responden menyatakan bahwa responden lebih mengutamakan sosok/figur caleg dibandingkan partai pengusungnya. Hanya empat persen responden yang menyatakan mementingkan partai bukan figur calon legislatif. Namun terdapat 15% responden yang menyatakan bahwa keduanya baik partai dan figure adalah hal yang penting untuk dipertimbangkan. Selengkapnya dalam diagram di bawah ini: Gambar 4.21 Apakah yang Hal Terpenting dalam Menentukan Pilihan dalam Pileg 2014 Responden dalam menentukan pilihannya tentu saja dipengaruhi oleh banyak hal namun dari 200 responden, 39 persen responden mengatakan bahwa pihak keluarga adalah pihak yang paling banyak mempengaruhi mereka dalam menentukan pilihannya. Keluarga pun menjadi pihak yang menjadi pendorong dan diajak saat ke TPS. Jadi pihak keluarga bagi sebagian besar responden di Kota Denpasar memiliki peranan yang cukup penting. Selengkapnya pada gambar di bawah ini: Gambar 4.22 Pihak-Pihak yang Mempengaruhi Pilihan Politik Responden 25

26 D. Vote Buying/ Money Politics Praktik vote buying atau money politics adalah praktik-praktik yang dapat menurunkan nilai-nilai demokrasi. Namun praktik ini kerap terjadi dalam pemilu. Dari 200 responden, 9 persen responden menyatakan pernah mendapatkan tawaran uang/bantuan jika memilih caleg tertentu dalam pemilu legislatif 2014 lalu. Kemudian, sebesar 88 persen responden menyatakan tidak pernah mendapatkan tawaran tersebut. Hal ini dapat dilihat dalam gambar di bawah ini: Gambar 4.23 Tabulasi jawaban atas pertanyaan Apakah Anda Pernah Mendapatkan Tawaran Uang/Bantuan dengan Timbal Balik Caleg Tertentu dalam Pemilu 2014? Kesadaran pemilih di Kota Denpasar tercatat cukup tinggi terhadap praktik-praktik vote buying, di mana 53,5 persen responden menyatakan tidak menerima dan tidak akan memilih calon yang menawarkan uang/bantuan. Terdapat 25 persen responden yang menyatakan menerima bantuan/uang namun tidak memilih calon tersebut. Namun masih terdapat 4 persen responden yang menyatakan menerima uang/bantuan tersebut dan memilih caleg yang menjanjikan imbalan uang/bantuan. Hal ini terlihat dalam data di bawah ini: Gambar 4.24 Tanggapan Responden terhadap Money Politics 26

27 Dari 200 responden, terdapat 15 persen responden yang pernah melihat langsung praktik money politic di sekitar lingkungannya, dan 81 persen responden menyatakan tidak pernah melihat praktik money politic di lingkungannya. Sebagian besar bentuk money politic yang pernah dilihat langsung oleh responden adalah pemberian uang tunai. Adapun bentuk lain money politic adalah bantuan sembako, hingga perbaikan balai banjar. data selengkapnya pada dua gambar di bawah ini. Gambar 4.25 Tabulasi jawaban atas pertanyaan Apakah Anda Pernah Melihat Praktik Politik Uang di Lingkungan Tempat Tinggal Ada pada masa Pileg 2014? Gambar 4.26 Tabulasi jawaban atas pertanyaan Apa Bentuk Pembelian Suara yang Terjadi di Lingkungan Anda Saat Pileg 2014? Data di atas menunjukkan walau modus money politic sebagian besar masih tradisional yakni dengan memberikan uang tunai, namun modus ini mulai berkembang dengan ragam bentuk yang berbeda di mana membuat seakan-akan praktik money politic yang dilakukan bukan berupa vote buying. Praktiknya seperti bantuan perbaikan balai banjar. E. Political Literacy Political literasi atau tingkat melek politik menjadi faktor penting untuk terwujudnya iklim demokrasi yang kondusif. Untuk itu tingkat melek politik menjadi sasaran penting pihak pemerintah maupun partai politik. Bentuk sosialisasi kepada masyarakat untuk menunjukkan 27

28 pentingnya politik dan demokrasi menjadi salah satu bentuk kegiatan yang tidak mungkin terpisahkan. Dari 200 responden, 79,4 persennya menyatakan media sosialisasi yang efektif bagi mereka untuk mengerti proses pemilihan adalah media massa. Sedangkan media sosialisasi lainnya yang cukup signifikan adalah sosialisasi di banjar, klian banjar, dan keluarga. Selengkapnya pada gambar di bawah ini: Gambar 4.27 Bentuk Sosialisasi yang Dirasa Efektif dalam Pemilu 2014 Sebagian besar responden sudah memiliki tingkat melek politik yang tinggi. Di mana sebagian besar responden telah menganggap penting proses pemilu, pemilu telah membawa perubahan, dan partisipasi dalam pemilu adalah hal yang penting. Data yang cukup menarik adalah ternyata 32 persen responden menilai bahwa pemilu tidak membawa perubahan bagi para pemilih. Namun demikian, sebagian besar pemilih di kota Denpasar masih percaya bahwa partisipasi dalm pemilu merupakan sesuatu yang penting. Data selengkapnya dalam 3 gambar di bawah ini: Gambar 4.28 Tabulasi Jawaban atas Pertanyaan Menurut Anda, Apakah Pemilu Itu Penting? 28

29 Gambar 4.29 Tabulasi Jawaban atas Pertanyaan Menurut Anda, Apakah Pemilu Akan Membawa Perubahan Bagi Anda dan Masyarakat? Gambar 4.30 Tabulasi Jawaban atas Pertanyaan Menurut Anda, Apakah Berpartisipasi dalam Pemilu Itu Penting? Dari beberapa data mengenai tingkat melek politik diketahui bahwa masyarakat Denpasar memiliki pengetahuan yang cukup baik mengenai pemilu. Kesadaran bahwa pemilu adalah hal penting telah tertanam dalam pemikiran sebagian besar pemilih di kota Denpasar, namun demikian, tak sedikit pemilih yang berpandangan bahwa pemilu tidak mengubah apapun dalam kehidupan masyarakat. Hal ini menjadi sangat penting dan harus mendapat perhatian khusus. Pandangan bahwa pemilu tidak mengubah apapun dalam masyarakat dapat berujung pada apatisme politik warga. Imbasnya pada penurunan angka partisipasi dan kualitas demokrasi. F. Political Voluntary Tolak ukur penting dalam pemilu yang demokratis adalah adanya political voluntary atau kesediaan diri untuk terlibat dalam politik yang tinggi. Beberapa indikator yang dapat mellihat 29

30 tingkat kesediaan diri dalam berpolitik adalah berperan langsung dalam proses pemilu dan kritis selama proses pemilihan umum berlangsung. Adapun keterlibatan responden dalam pemilu di antaranya adalah menjadi saksi calon/partai, menjadi anggota petugas pemungutan suara, ikut berkampanye hingga menjadi tim pemantau independen. Dari ragam keterlibatan politik, responden paling banyak menyatakan pernah menjadi anggota PPS yakni 9,5 persen, menjadi saksi calon/partai 7,5 persen dan ikut berkampanye yakni 6 persen responden. Hal ini dapat dilihat dalam tabel di bawah ini: Tabel 4.2 Keterlibatan Responden dalam Pemilu Keterlibatan Dalam/Menjadi Ya Tidak Saksi calon/partai KPPS PPS PPK Tim sukses Berkampanye Relawan Tim Pemantau Independen Responden cukup peduli dalam melaporkan pelanggaran yang terjadi. Dari 15 persen responden yang menyatakan melihat pelanggaran seperti politik uang, ternyata 10 persen responden menyatakan melaporkan kecurangan-kecurangan yang terjadi selama proses pemilu. Hal ini dapat dilihat dalam tabel di bawah ini. Tabel 4.4. Tabulasi atas pertanyaan apakah Aktif Melaporkan Kecurangan Berikut ini Aktif Melaporkan Bila Melihat Hal-Hal Berikut Ya Tidak Politik uang Perobekan baliho Intimidasi Penyebaran berita bohong

31 Kepedulian terhadap proses demokrasi ini perlu menjadi catatan penting di masa yang akan datang. Jangan sampai angka ini mengalami penurunan. Pekerjaan ruma selanjutnya bagi momentum pemilihan di masa yang akan datang adalah meningkatkan kepedulian publik terhadap proses-proses pemilihan dengan keterlibatan lebih jauh daripada sekadar menggunakan hak pilihnya. Keterlibatan publik dalam pengawasan proses pemilihan akan meningkatkan kualitas demokrasi dari demokrasi prosedural ke substansial. 31

32 A. SIMPULAN BAB V PENUTUP Temuan dalam penelitian ini dapat dikatakan telah menjawab pertanyaan penelitian yang merupakan tujuan dari riset ini. Adapun temuan tersebut memperlihatkan beberapa hal sebagai berikut. Partisipasi pemilih di kota Denpasar tergolong unik jika dibandingkan dengan wilayah lain. Ini disebabkan oleh banyak faktor, namun faktor yang paling menonjol adalah karena Denpasar merupakan kota yang masih mempertahankan budaya dan adat yang cukup kental. Di satu sisi pemilih di Denpasar dapat digolongkan sebgai pemilih yang memiliki informasi yang cukup tentang pemilu 2014, terbukti dari data yang memperlihatkan 97% pemilih mengetahui pelaksanaan pemilu pada April Di sisi lain masyarakat Denpasar masih ada yang mengandalkan sumber-sumber informasi tradisional seperti bertanya langsung pada kelihan banjar. Kelihan banjar menjadi simpul penting dalam proses pemilu di Denpasar karena pemilih masih memiliki kecenderungan menjadikan kelihan banjar sebagai tempat bertanya hal-hal terkait politik, pemerintahan dan administratif. Hal ini terlihat dari tindakan warga yang cenderung menghubungi kelihan banjar jika mereka tidak terdaftar dalam DPS. Hanya sebagian kecil pemilih yang mengaku mengecek langsung secara online apakah mereka terdaftar sebagai pemilih atau tidak, padahal sosialisasi mengenai hal ini sudah cukup gencar dilakukan KPU Kota Denpasar. Untuk keterlibatan publik dalam proses-proses dalam pemilu di kota Denpasar masih dapat dikatakan cukup. Karena umumnya warga enggan terlibat dalam proses pemantauan atau melaporkan jika terjadi pelanggaran, padahal sebagian besar pemilih menyadari bahwa pemilu merupakan sesuatu yang penting. Hanya saja, jumlah pemilih yang enyatakan bahwa pemilu tidak mengubah apapun dalam kehidupan sehar-hari mereka maupun kehidupan masyarakat, memiliki persentase yang cukup tinggi. Inilah yang menjadi tantangan tersendiri bagi semua pihak yang terlibat dalam proses pemilihan ke depannya. B. SARAN/ REKOMENDASI KEBIJAKAN Sebagai masukan untuk pihak penyelenggara, penting dilakukan sosialisasi tentang pengecekan DPT online langsung oleh masyarakat. Metode sosialisasi sebaiknya bekerja 32

33 sama dengan kelihan banjar sebab warga cenderung lebih menerima informasi dari kelihan. Selain itu, penggnaan media massa juga masih cukup efektif. Terkait dengan permasalahan DPT, karena temuan lapangan masih banyaknya data pemilih bermasalah seperti data tidak sesuai; alamat tidak lengkap dan sebagainya, sebaiknya dilakukan pemutahiran data pemilih secara holistik di kota Denpasar. Diperkirakan tingginya angka golput di Denpasar bukan karena masyarakat tidak mau menggunakan hak pilihnya, tetapi karena permasalahan data pemilih. Peningkatan kesadaran politik paling penting di Denpasar bukan pada level menyadarkan masyarakat pada pentingnya memilih, melainkan menyadarkan masyarakat untuk ikut mengambil peran dalam proses pemilihan baik mengawasi hasil ataupun aktif melaporkan pelanggaran pemilu yang kerap dilihat di lingkungan sekitar mereka. 33

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 1: BAB I A. Latar Belakang PENDAHULUAN Partisipasi pemilih sejak pemilu 1999 sampai dengan pemilu 2014 bergerak fluktuatif. Pada pemilu legislatif, penurunan partisipasi pemilih sekitar 10 persen konsisten

Lebih terperinci

SUSUNAN KEANGGOTAAN KELOMPOK KERJA PUSAT PENDIDIKAN PEMILIH PADA KOMISI PEMILIHAN UMUM KOTA DENPASAR 2015

SUSUNAN KEANGGOTAAN KELOMPOK KERJA PUSAT PENDIDIKAN PEMILIH PADA KOMISI PEMILIHAN UMUM KOTA DENPASAR 2015 SUSUNAN KEANGGOTAAN KELOMPOK KERJA PUSAT PENDIDIKAN PEMILIH PADA KOMISI PEMILIHAN UMUM KOTA DENPASAR 2015 I. Pengarah : I Gusti Ngurah Agung Darmayuda, ST., MM II. Penanggung Jawab : I Wayan Arya Arsana,

Lebih terperinci

LAPORAN PENELITIAN PERILAKU MEMILIH PEMILU 2014 DAN PEMILUKADA 2015

LAPORAN PENELITIAN PERILAKU MEMILIH PEMILU 2014 DAN PEMILUKADA 2015 Laporann Riset Perilaku Memilih di Kabupaten Karangasem K LAPORAN PENELITIAN PERILAKU MEMILIH MASYARAKAT KARANGASEM PADA PEMILU 2014 DAN PEMILUKADA 2015 Penelitian ini merupakan bagian dari riset partisipasi

Lebih terperinci

PEDOMAN RISET TENTANG PARTISIPASI DALAM PEMILU KOMISI PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA 2015

PEDOMAN RISET TENTANG PARTISIPASI DALAM PEMILU KOMISI PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA 2015 PEDOMAN RISET TENTANG PARTISIPASI DALAM PEMILU KOMISI PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA 2015 PENDAHULUAN Riset pemilu merupakan salah satu elemen strategis dalam manajemen pemilu. Riset tidak hanya memberikan

Lebih terperinci

LAPORAN HASIL PENELITIAN

LAPORAN HASIL PENELITIAN LAPORAN HASIL PENELITIAN PEMETAAN PERSEPSI ATAS PENYELENGGARAAN SOSIALISASI KEPEMILUAN, PARTISIPASI DAN PERILAKU PEMILIH DI KABUPATEN BANGLI Kerjasama Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Bangli dan Fakultas

Lebih terperinci

MASYARAKAT MUSI BANYUASIN : KECENDERUNGAN SIKAP DAN PERILAKU PEMILIH PADA PEMILU PRESIDEN SERTA PEMILU LEGISLATIF TAHUN 2014.

MASYARAKAT MUSI BANYUASIN : KECENDERUNGAN SIKAP DAN PERILAKU PEMILIH PADA PEMILU PRESIDEN SERTA PEMILU LEGISLATIF TAHUN 2014. MASYARAKAT MUSI BANYUASIN : KECENDERUNGAN SIKAP DAN PERILAKU PEMILIH PADA PEMILU PRESIDEN SERTA PEMILU LEGISLATIF TAHUN 2014. HASIL RISET PARTISIPASI MASYARAKAT OLEH KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN MUSI

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Reformasi politik yang sudah berlangsung sejak berakhirnya pemerintahan Orde Baru di bawah kepemimpinan Presiden Soeharto pada bulan Mei 1998, telah melahirkan perubahan besar

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP 1. Kesimpulan

BAB VI PENUTUP 1. Kesimpulan BAB VI PENUTUP Setelah menjelaskan berbagai hal pada bab 3, 4, dan 5, pada bab akhir ini saya akan menutup tulisan ini dengan merangkum jawaban atas beberapa pertanyaan penelitian. Untuk tujuan itu, saya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. demokrasi, Sekaligus merupakan ciri khas adanya modernisasi politik. Dalam

I. PENDAHULUAN. demokrasi, Sekaligus merupakan ciri khas adanya modernisasi politik. Dalam 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Partisipasi politik merupakan aspek penting dalam sebuah tatanan negara demokrasi, Sekaligus merupakan ciri khas adanya modernisasi politik. Dalam hubungannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pilgub Jabar telah dilaksanakan pada tanggal 24 Pebruari 2013, yang

BAB I PENDAHULUAN. Pilgub Jabar telah dilaksanakan pada tanggal 24 Pebruari 2013, yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pilgub Jabar telah dilaksanakan pada tanggal 24 Pebruari 2013, yang dilaksanakan secara langsung, yang merupakan salah satu bentuk Demokrasi. Bagi sebuah bangsa

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Responden dalam penelitian ini adalah masyarakat Kabupaten Way Kanan

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Responden dalam penelitian ini adalah masyarakat Kabupaten Way Kanan 56 V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Identitas Responden Responden dalam penelitian ini adalah masyarakat Kabupaten Way Kanan yang berjumlah 100 responden. Identitas responden selanjutnya didistribusikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara tersebut (http://www.wikipedia.org). Dalam prakteknya secara teknis yang

BAB I PENDAHULUAN. negara tersebut (http://www.wikipedia.org). Dalam prakteknya secara teknis yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara demokrasi, dimana rakyat sebagai pemegang kekuasaan tertinggi pada suatu negara tersebut. Demokrasi adalah bentuk atau mekanisme sistem

Lebih terperinci

SUSUNAN KEANGGOTAAN KELOMPOK KERJA PUSAT PENDIDIKAN PEMILIH PADA KOMISI PEMILIHAN UMUM KOTA DENPASAR 2015

SUSUNAN KEANGGOTAAN KELOMPOK KERJA PUSAT PENDIDIKAN PEMILIH PADA KOMISI PEMILIHAN UMUM KOTA DENPASAR 2015 SUSUNAN KEANGGOTAAN KELOMPOK KERJA PUSAT PENDIDIKAN PEMILIH PADA KOMISI PEMILIHAN UMUM KOTA DENPASAR 2015 I. Pengarah : I Gusti Ngurah Agung Darmayuda, ST., MM II. Penanggung Jawab : I Wayan Arya Arsana,

Lebih terperinci

PERILAKU POLITIK PEMILIH PEMULA PADA PEMILIHAN KEPALA DAERAH KABUPATEN KONAWE SELATAN TAHUN 2015 DI KECAMATAN MOWILA JURNAL PENELITIAN

PERILAKU POLITIK PEMILIH PEMULA PADA PEMILIHAN KEPALA DAERAH KABUPATEN KONAWE SELATAN TAHUN 2015 DI KECAMATAN MOWILA JURNAL PENELITIAN PERILAKU POLITIK PEMILIH PEMULA PADA PEMILIHAN KEPALA DAERAH KABUPATEN KONAWE SELATAN TAHUN 2015 JURNAL PENELITIAN OLEH: NILUH VITA PRATIWI G2G115106 PROGRAM PASCA SARJANA UNIVERSITAS HALU OLEO KENDARI

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Responden penelitian ini adalah masyarakat adat Lampung Abung Siwo Mego

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Responden penelitian ini adalah masyarakat adat Lampung Abung Siwo Mego V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Identitas Responden Responden penelitian ini adalah masyarakat adat Lampung Abung Siwo Mego Buay Subing di Desa Labuhan Ratu Kecamatan Labuhan Ratu Kabupaten Lampung Timur yang

Lebih terperinci

LAPORAN HASIL PENELITIAN

LAPORAN HASIL PENELITIAN LAPORAN HASIL PENELITIAN PEMETAAN PERSEPSI ATAS PENYELENGGARAAN SOSIALISASI KEPEMILUAN, PARTISIPASI DAN PERILAKU PEMILIH DI KABUPATEN BANGLI Kerjasama Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Bangli dan Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. teknologi baru untuk memuaskan kebutuhan. Untuk dapat beradaptasi dengan perubahan yang

BAB I PENDAHULUAN. teknologi baru untuk memuaskan kebutuhan. Untuk dapat beradaptasi dengan perubahan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perubahan global yang begitu cepat terjadi di masa sekarang disebabkan oleh bertambah tingginya tingkat pendidikan masyarakat, tingkat pendapatan, arus informasi serta

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. aspirasi dan memilih pemimpin dengan diadakannya pemilihan umum.

I. PENDAHULUAN. aspirasi dan memilih pemimpin dengan diadakannya pemilihan umum. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia merupakan suatu negara yang menganut paham demokrasi, dan sebagai salah satu syaratnya adalah adanya sarana untuk menyalurkan aspirasi dan memilih pemimpin

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN DAN DISKUSI HASIL PENELITIAN

BAB V PEMBAHASAN DAN DISKUSI HASIL PENELITIAN BAB V PEMBAHASAN DAN DISKUSI HASIL PENELITIAN A. Tingkat Partisipasi Mahasiswa Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya Pada Pemilu Presiden 2014 Partisipasi merupakan salah satu aspek penting dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada Juni 2005, rakyat Indonesia melakukan sebuah proses politik yang

BAB I PENDAHULUAN. Pada Juni 2005, rakyat Indonesia melakukan sebuah proses politik yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada Juni 2005, rakyat Indonesia melakukan sebuah proses politik yang baru pertama kali dilakukan di dalam perpolitikan di Indonesia, proses politik itu adalah Pemilihan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. dalam data pemilih pada pemilihan Peratin Pekon Rawas Kecamatan Pesisir

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. dalam data pemilih pada pemilihan Peratin Pekon Rawas Kecamatan Pesisir 59 V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Responden Responden dalam penelitian ini adalah para pemilih pemula yang tercatat dalam data pemilih pada pemilihan Peratin Pekon Rawas Kecamatan Pesisir Tengah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan DPRD sebagai penyalur aspirasi politik rakyat serta anggota DPD. sebagai penyalur aspirasi keanekaragaman daerah sebagaimana

BAB I PENDAHULUAN. dan DPRD sebagai penyalur aspirasi politik rakyat serta anggota DPD. sebagai penyalur aspirasi keanekaragaman daerah sebagaimana BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hakekatnya Pemilu legislatif adalah untuk memilih anggota DPR dan DPRD sebagai penyalur aspirasi politik rakyat serta anggota DPD sebagai penyalur aspirasi keanekaragaman

Lebih terperinci

BAB III DATA RESPONDEN

BAB III DATA RESPONDEN BAB III DATA RESPONDEN A. JENIS KELAMIN RESPONDEN Penelitian ini sebagian besar mengambil kelompok laki-laki sebagai responden. Dari 8 responden yang diwawancarai dan yang ikut FGD, terdapat orang responden

Lebih terperinci

SUSUNAN KEANGGOTAAN KELOMPOK KERJA PUSAT PENDIDIKAN PEMILIH PADA KOMISI PEMILIHAN UMUM KOTA DENPASAR 2015

SUSUNAN KEANGGOTAAN KELOMPOK KERJA PUSAT PENDIDIKAN PEMILIH PADA KOMISI PEMILIHAN UMUM KOTA DENPASAR 2015 i: SUSUNAN KEANGGOTAAN KELOMPOK KERJA PUSAT PENDIDIKAN PEMILIH PADA KOMISI PEMILIHAN UMUM KOTA DENPASAR 2015 I. Pengarah : I Gusti Ngurah Agung Darmayuda, ST., MM II. Penanggung Jawab : I Wayan Arya Arsana,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. memberikan kebebasan kepada masyarakat untuk menyatakan pendapat

I. PENDAHULUAN. memberikan kebebasan kepada masyarakat untuk menyatakan pendapat 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada hakekatnya masyarakat memegang peran utama dalam praktik pemilihan umum sebagai perwujudan sistem demokrasi. Demokrasi memberikan kebebasan kepada masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. bertambah. Dari data Komisi Pemilihan Umum (KPU), total jumlah pemilih tetap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. bertambah. Dari data Komisi Pemilihan Umum (KPU), total jumlah pemilih tetap 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemilih kelompok pemula di Indonesia dari pemilu ke pemilu terus bertambah. Dari data Komisi Pemilihan Umum (KPU), total jumlah pemilih tetap yang terdaftar tahun

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. menggunakan metode penelitian kuantitatif. Metode kuantitatif digunakan

III. METODE PENELITIAN. menggunakan metode penelitian kuantitatif. Metode kuantitatif digunakan 32 III. METODE PENELITIAN A. Tipe Penelitian Tipe penelitian yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan metode penelitian kuantitatif. Metode kuantitatif digunakan dengan menggunakan

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN DAN DISKUSI HASIL PENELITIAN. A. Jenis Iklan politik dalam Media Massa yang digunakan oleh pasangan calon

BAB V PEMBAHASAN DAN DISKUSI HASIL PENELITIAN. A. Jenis Iklan politik dalam Media Massa yang digunakan oleh pasangan calon 95 BAB V PEMBAHASAN DAN DISKUSI HASIL PENELITIAN A. Jenis Iklan politik dalam Media Massa yang digunakan oleh pasangan calon Kepala Daerah dalam pilkada Sidoarjo 2010 Pemilihan kepala daerah secara langsung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. antara lain karena Indonesia melaksanakan sejumlah kegiatan politik yang

BAB I PENDAHULUAN. antara lain karena Indonesia melaksanakan sejumlah kegiatan politik yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tahun 2014 merupakan tahun politik bagi Indonesia. Disebut tahun politik antara lain karena Indonesia melaksanakan sejumlah kegiatan politik yang melibatkan setidaknya

Lebih terperinci

IMAGOLOGI POLITIK SKRIPSI. Oleh : WAHYUDI AULIA SIREGAR NIM : : Drs. P. Anthonius Sitepu, MSi

IMAGOLOGI POLITIK SKRIPSI. Oleh : WAHYUDI AULIA SIREGAR NIM : : Drs. P. Anthonius Sitepu, MSi IMAGOLOGI POLITIK (Studi Deskriptif Tentang Opini Publik Terhadap Pencitraan Politik Dalam Meningkatkan Tingkat Elektabilitas Politik Pada Pemilu Presiden 2009 di Kelurahan Sidorame Timur Kecamatan Medan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pilkada beberapa daerah telah berlangsung. Hasilnya menunjukkan bahwa angka Golput semakin meningkat, bahkan pemenang pemiluhan umum adalah golput. Di Medan, angka golput

Lebih terperinci

KESIMPULAN DAN SARAN. Kesimpulan

KESIMPULAN DAN SARAN. Kesimpulan KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Karakteristik demografi pemilih yang mencakup usia antara 20-49 tahun, berpendidikan SLTA dan di atasnya, memiliki status pekerjaan tetap (pegawai negeri sipil, pengusaha/wiraswasta

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. LAPORAN SURVEI PILKADA KAB. Sumedang Temuan Survei : Agustus 2017

PENDAHULUAN. LAPORAN SURVEI PILKADA KAB. Sumedang Temuan Survei : Agustus 2017 2 PENDAHULUAN 3 L A T A R B E L A K A N G Calon kepala daerah yang akan dipilih masyarakat menjadi sangat bergantung pada persepsi dan perilaku politik yang berkembang dan dipengaruhi oleh faktor-faktor

Lebih terperinci

BAB 5 KESIMPULAN. Faktor-faktor kemenangan..., Nilam Nirmala Anggraini, FISIP UI, Universitas 2010 Indonesia

BAB 5 KESIMPULAN. Faktor-faktor kemenangan..., Nilam Nirmala Anggraini, FISIP UI, Universitas 2010 Indonesia 101 BAB 5 KESIMPULAN Bab ini merupakan kesimpulan dari bab-bab sebelumnya. Fokus utama dari bab ini adalah menjawab pertanyaan penelitian. Bab ini berisi jawaban yang dapat ditarik dari pembahasan dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Politik merupakan proses pembentukan dan pembagian kekuasaan dalam masyarakat

I. PENDAHULUAN. Politik merupakan proses pembentukan dan pembagian kekuasaan dalam masyarakat 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Politik merupakan proses pembentukan dan pembagian kekuasaan dalam masyarakat yang antara lain berwujud proses pembuatan keputusan khususnya dalam negara. Sistem politik

Lebih terperinci

Antara Harapan dan Kecemasan Menyusup di Celah Sempit Pemilu 2004

Antara Harapan dan Kecemasan Menyusup di Celah Sempit Pemilu 2004 Antara Harapan dan Kecemasan Menyusup di Celah Sempit Pemilu 2004 Paparan untuk Sidang Para Uskup Konferensi Waligereja Indonesia Jakarta, 4 November 2003 Yanuar Nugroho yanuar-n@unisosdem.org n@unisosdem.org

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sangat penting dalam kehidupan bernegara. Pemilihan umum, rakyat berperan

I. PENDAHULUAN. sangat penting dalam kehidupan bernegara. Pemilihan umum, rakyat berperan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemilihan umum adalah suatu proses dari sistem demokrasi, hal ini juga sangat penting dalam kehidupan bernegara. Pemilihan umum, rakyat berperan penuh untuk memilih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada tahun 2014 ini diselenggarakan Pemilihan Umum (Pemilu) Legislatif (DPR,

BAB I PENDAHULUAN. Pada tahun 2014 ini diselenggarakan Pemilihan Umum (Pemilu) Legislatif (DPR, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada tahun 2014 ini diselenggarakan Pemilihan Umum (Pemilu) Legislatif (DPR, DPRD, dan DPD) dan Gubernur Provinsi Lampung. Sedangkan di bulan Juli 2014, masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pemilihan umum sebagai sarana demokrasi telah digunakan di sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. Pemilihan umum sebagai sarana demokrasi telah digunakan di sebagian besar 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemilihan umum sebagai sarana demokrasi telah digunakan di sebagian besar negara di dunia termasuk Indonesia. Negara Kesatuan Republik Indonesia sejak reformasi telah

Lebih terperinci

Head to Head Jokowi-JK Versus Prabowo Hatta Dan Kampanye Negatif. Mei 2014

Head to Head Jokowi-JK Versus Prabowo Hatta Dan Kampanye Negatif. Mei 2014 Head to Head Jokowi-JK Versus Prabowo Hatta Dan Kampanye Negatif Mei 2014 Head to Head Jokowi-JK Vs Prabowo-Hatta dan Kampanye Negatif Geliat partai politik dan capres menggalang koalisi telah usai. Aneka

Lebih terperinci

LAPORAN SURVEY PERILAKU PEMILIH MENJELANG PILKADA KABUPATEN LAMONGAN

LAPORAN SURVEY PERILAKU PEMILIH MENJELANG PILKADA KABUPATEN LAMONGAN LAPORAN SURVEY PERILAKU PEMILIH MENJELANG PILKADA KABUPATEN LAMONGAN Oleh: PUSAT STUDI DEMOKRASI DAN HAM ( PuSDekHAM ) FISIP UNISDA LAMONGAN 2015 1 DAFTAR ISI DAFTAR ISI....2 PENGANTAR..3 METODE....5 TEMUAN.6

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. memilih sebuah partai politik karena dianggap sebagai representasi dari agama

I. PENDAHULUAN. memilih sebuah partai politik karena dianggap sebagai representasi dari agama I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Isu-isu dan kebijakan politik sangat menentukan perilaku pemilih, tapi terdapat pula sejumlah faktor penting lainnya. Sekelompok orang bisa saja memilih sebuah

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan sebuah negara dengan sistem pemerintahan

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan sebuah negara dengan sistem pemerintahan BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Indonesia merupakan sebuah negara dengan sistem pemerintahan demokrasi. Partisipasi masyarakat diperlukan sebagai penunjang sistem dalam pemilihan presiden setiap periodenya.

Lebih terperinci

Pola Surat Suara Tidak Sah dalam Pemilu Presiden 2014 di Daerah Istimewa Yogyakarta

Pola Surat Suara Tidak Sah dalam Pemilu Presiden 2014 di Daerah Istimewa Yogyakarta Pola Surat Suara Tidak Sah dalam Pemilu Presiden 2014 di Daerah Istimewa Yogyakarta Laporan Akhir Penelitian Pola Surat Suara Tidak Sah dalam Pemilu Presiden 2014 di Daerah Istimewa Yogyakarta kerjasama

Lebih terperinci

Efek Jokowi: Peringatan Penting dari Survei Eksperimental

Efek Jokowi: Peringatan Penting dari Survei Eksperimental Efek Jokowi: Peringatan Penting dari Survei Eksperimental (Adinda Tenriangke Muchtar, Arfianto Purbolaksono The Indonesian Institute, Center for Public Policy Research) http://www.shnews.co/detile-28182-gelombang-efek-jokowi.html

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1. Untuk menghimpun seluruh program dan kegiatan yang dilakukan oleh Komisi

BAB I PENDAHULUAN. 1. Untuk menghimpun seluruh program dan kegiatan yang dilakukan oleh Komisi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Maksud Maksud penyusunan laporan ini adalah : 1. Untuk menghimpun seluruh program dan kegiatan yang dilakukan oleh Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Pohuwato selama Pelaksanaan Pemilihan

Lebih terperinci

FINAL REPORT RISET PERILAKU POLITIK PEMILIH PADA PEMILU KEPALA DAERAH, PEMILU LEGISLATIF DAN PEMILU PRESIDEN DI WILAYAH KABUPATEN MADIUN

FINAL REPORT RISET PERILAKU POLITIK PEMILIH PADA PEMILU KEPALA DAERAH, PEMILU LEGISLATIF DAN PEMILU PRESIDEN DI WILAYAH KABUPATEN MADIUN FINAL REPORT RISET PERILAKU POLITIK PEMILIH PADA PEMILU KEPALA DAERAH, PEMILU LEGISLATIF DAN PEMILU PRESIDEN DI WILAYAH KABUPATEN MADIUN KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN MADIUN Alamat e-mail Website : Jl.Raya

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Tentang Peran Menurut Abdulsyani (1994) peran atau peranan adalah apabila seseorang melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya. Peran merupakan suatu

Lebih terperinci

MATERI TES TERTULIS DAN WAWANCARA PPK Materi test tulis : Pancasila dan UUD

MATERI TES TERTULIS DAN WAWANCARA PPK Materi test tulis : Pancasila dan UUD MATERI TES TERTULIS DAN WAWANCARA PPK Materi test tulis : Pancasila dan UUD 1945 yang diamandemen Hukum, terdiri dari: Pemahaman Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum Pemahaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menghasilkan pemerintahan negara yang demokratis berdasarkan Pancasila dan

BAB I PENDAHULUAN. menghasilkan pemerintahan negara yang demokratis berdasarkan Pancasila dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemilihan Umum (Pemilu) merupakan sarana perwujudan kedaulatan rakyat yang diselenggarkan secara langsung, bebas, rahasia, jujur dan adil guna menghasilkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. oleh Unang Sunardjo yang dikutip oleh Sadu Wasistiono (2006:10) adalah

I. PENDAHULUAN. oleh Unang Sunardjo yang dikutip oleh Sadu Wasistiono (2006:10) adalah 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Desa atau yang disebut dangan nama lainnya sebagaimana yang dikemukakan oleh Unang Sunardjo yang dikutip oleh Sadu Wasistiono (2006:10) adalah suatu kesatuan masyarakat

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Faktor Penyabab Masyarakat Yang Tidak Menggunakan Hak Pilihnya

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Faktor Penyabab Masyarakat Yang Tidak Menggunakan Hak Pilihnya V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Faktor Penyabab Masyarakat Yang Tidak Menggunakan Hak Pilihnya Untuk menganalisis mengapa masyarakat memilih tidak menggunakan hak pilihnya dalam pilkades (golput) diuraikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan Indonesia dari sentralistik menjadi desentralistik sesuai dengan

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan Indonesia dari sentralistik menjadi desentralistik sesuai dengan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Peralihan kekuasaan dari rezim Orde Baru ke Orde Reformasi merubah tata pemerintahan Indonesia dari sentralistik menjadi desentralistik sesuai dengan tuntutan

Lebih terperinci

PARTISIPASI POLITIK PEMILIH PEMULA DALAM PEMILUKADA KUTAI KARTANEGARA TAHUN 2015 DI KECAMATAN SAMBOJA

PARTISIPASI POLITIK PEMILIH PEMULA DALAM PEMILUKADA KUTAI KARTANEGARA TAHUN 2015 DI KECAMATAN SAMBOJA ejournal Ilmu Pemerintahan, 2017, 5 (4): 1693-1704 ISSN 2477-2458 (Online), ISSN 2477-2631 (cetak) ejournal.ip.fisip-unmul.ac.id Copyright 2017 PARTISIPASI POLITIK PEMILIH PEMULA DALAM PEMILUKADA KUTAI

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pemilu merupakan proses pemilihan orang-orang untuk mengisi jabatan-jabatan

I. PENDAHULUAN. Pemilu merupakan proses pemilihan orang-orang untuk mengisi jabatan-jabatan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemilu merupakan proses pemilihan orang-orang untuk mengisi jabatan-jabatan politik tertentu. Jabatan-jabatan tersebut beraneka-ragam, mulai dari presiden, kepala daerah,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORETIK. Kerangka teori dimaksudkan untuk memberikan gambaran atau batasan-batasan tentang

BAB II KAJIAN TEORETIK. Kerangka teori dimaksudkan untuk memberikan gambaran atau batasan-batasan tentang BAB II KAJIAN TEORETIK Kerangka teori dimaksudkan untuk memberikan gambaran atau batasan-batasan tentang teori-teori yang akan dipakai sebagai landasan penelitian ang akan dilakukan, adalah teori mengenai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. demokrasi pada negara yang menganut paham demokrasi seperti Indonesia.

I. PENDAHULUAN. demokrasi pada negara yang menganut paham demokrasi seperti Indonesia. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemilihan umum (pemilu) menjadi bagian terpenting dalam penyelenggaraan demokrasi pada negara yang menganut paham demokrasi seperti Indonesia. Pemilu sering diartikan

Lebih terperinci

BEREBUT DUKUNGAN DI 5 KANTONG SUARA TERBESAR. Lingkaran Survei Indonesia Mei 2014

BEREBUT DUKUNGAN DI 5 KANTONG SUARA TERBESAR. Lingkaran Survei Indonesia Mei 2014 BEREBUT DUKUNGAN DI 5 KANTONG SUARA TERBESAR Lingkaran Survei Indonesia Mei 2014 1 Rebutan dukungan di 5 Kantong Suara Terbesar (NU, Muhammadiyah, Petani, Buruh, dan Ibu Rumah Tangga) Empat puluh hari

Lebih terperinci

DAFTAR ISI DAFTAR ISI...

DAFTAR ISI DAFTAR ISI... DAFTAR ISI DAFTAR ISI... i DAFTAR TABEL... iii DAFTAR GAMBAR... iv LATAR BELAKANG DAN TUJUAN RISET... 1 A. LATAR BELAKANG RISET... 1 B. TUJUAN RISET... 4 C. MANFAAT RISET... 4 METODOLOGI RISET... 5 A.

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian dengan metode kombinasi ( mixed

METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian dengan metode kombinasi ( mixed III. METODE PENELITIAN A. Tipe Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian dengan metode kombinasi ( mixed methods). Metode penelitian kombinasi adalah metode penelitian yang menggabungkan antara metode

Lebih terperinci

BAB IV PERILAKU PEMILIH DALAM PEMILIHAN UMUM PRESIDEN TAHUN Secara umum partai politik adalah suatu kelompok yang terorganisir yang anggotanya

BAB IV PERILAKU PEMILIH DALAM PEMILIHAN UMUM PRESIDEN TAHUN Secara umum partai politik adalah suatu kelompok yang terorganisir yang anggotanya BAB IV PERILAKU PEMILIH DALAM PEMILIHAN UMUM PRESIDEN TAHUN 2014 A. Perilaku Pemilih Dan Pilpres 2014 Secara umum partai politik adalah suatu kelompok yang terorganisir yang anggotanya mempunyai orientasi,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kekuasaan pemerintahannya berasal dari rakyat. Pada pasal 1 ayat 2 Undang-

I. PENDAHULUAN. kekuasaan pemerintahannya berasal dari rakyat. Pada pasal 1 ayat 2 Undang- 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang menganut sistem demokrasi, yang kekuasaan pemerintahannya berasal dari rakyat. Pada pasal 1 ayat 2 Undang- Undang Dasar Tahun 1945 dinyatakan

Lebih terperinci

PENTINGNYA KETERWAKILAN PEREMPUAN DI LEMBAGA PENYELENGGARA PEMILU

PENTINGNYA KETERWAKILAN PEREMPUAN DI LEMBAGA PENYELENGGARA PEMILU PENTINGNYA KETERWAKILAN PEREMPUAN DI LEMBAGA PENYELENGGARA PEMILU DIAN KARTIKASARI, KOALISI PEREMPUAN INDONESIA DISKUSI MEDIA PUSKAPOL, PENTINGNYA KETERWAKILAN PEREMPUAN DALAM KPU DAN BAWASLU, JAKARTA,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Pemilihan umum (Pemilu) adalah salah satu cara dalam sistem demokrasi untuk memilih wakil rakyat yang akan duduk di lembaga perwakilan rakyat. Selain itu pemilu

Lebih terperinci

DUKUNGAN TERHADAP CALON INDEPENDEN

DUKUNGAN TERHADAP CALON INDEPENDEN DUKUNGAN TERHADAP CALON INDEPENDEN Temuan Survei Nasional Juli 2007 LEMBAGA SURVEI INDONESIA (LSI) www.lsi.or.id Tujuan Survei Mendekatkan desain institusional, UU dan UUD, dengan aspirasi publik agar

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. pemilihan umum. Perilaku memilih dapat ditujukan dalam memberikan suara. Kepala Daerah dalam Pemilukada secara langsung.

II. TINJAUAN PUSTAKA. pemilihan umum. Perilaku memilih dapat ditujukan dalam memberikan suara. Kepala Daerah dalam Pemilukada secara langsung. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku Pemilih Keikutsertaan warga negara dalam pemilihan umum merupakan serangkaian kegiatan membuat keputusan, yakni apakah memilih atau tidak memilih dalam pemilihan umum.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang menggunakan sistem

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang menggunakan sistem BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara yang menggunakan sistem demokrasi. Pada sistem demokrasi, rakyat memiliki peran penting di dalam urusan negara atau kekuasaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Reformasi memberikan perubahan mendasar dalam penyelenggaraan Pemilihan Umum (Pemilu) di Indonesia. Perubahan tersebut dapat dilihat pada hasil amandemen ketiga Undang-

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dudih Sutrisman, 2015

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dudih Sutrisman, 2015 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Indonesia sebagai sebuah negara berdaulat telah melalui perjalanan sejarah panjang dalam kepemimpinan nasional sejak kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17

Lebih terperinci

MEMAKNAI ULANG PARTISIPASI POLITIK WARGA: TAHU, MAMPU, AWASI PUSAT KAJIAN POLITIK FISIP UNIVERSITAS INDONESIA 28 JANUARI 2015

MEMAKNAI ULANG PARTISIPASI POLITIK WARGA: TAHU, MAMPU, AWASI PUSAT KAJIAN POLITIK FISIP UNIVERSITAS INDONESIA 28 JANUARI 2015 MEMAKNAI ULANG PARTISIPASI POLITIK WARGA: TAHU, MAMPU, AWASI PUSAT KAJIAN POLITIK FISIP UNIVERSITAS INDONESIA 28 JANUARI 2015 DEFINISI UMUM Partisipasi politik dipahami sebagai berbagai aktivitas warga

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Penelitian hubungan antara karakteristik pemilih, konsumsi media, interaksi peergroup dan

BAB V PENUTUP. Penelitian hubungan antara karakteristik pemilih, konsumsi media, interaksi peergroup dan BAB V PENUTUP 5.1 Simpulan Penelitian hubungan antara karakteristik pemilih, konsumsi media, interaksi peergroup dan perilaku pemilih memiliki signifikansi yang kuat. Terdapat hubungan positif antara konsumsi

Lebih terperinci

BAB I Pastikan Pilihan Anda Adalah Peserta Pemilu dan Calon Yang Memiliki Rekam Jejak Yang Baik

BAB I Pastikan Pilihan Anda Adalah Peserta Pemilu dan Calon Yang Memiliki Rekam Jejak Yang Baik BAB I Pastikan Pilihan Anda Adalah Peserta Pemilu dan Calon Yang Memiliki Rekam Jejak Yang Baik Bab ini menjelaskan tentang: A. Ketahui Visi, Misi dan Program Peserta Pemilu. B. Kenali Riwayat Hidup Calon.

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Responden dalam penelitian ini adalah masyarakat Pekon Kediri berumur 17

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Responden dalam penelitian ini adalah masyarakat Pekon Kediri berumur 17 V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Identitas Responden Responden dalam penelitian ini adalah masyarakat Pekon Kediri berumur 17 tahun ke atas atau telah menikah. Responden tersebut telah memiliki

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kandidat presiden juga memanfaatkan media online termasuk di dalamnya

BAB 1 PENDAHULUAN. kandidat presiden juga memanfaatkan media online termasuk di dalamnya BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Perkembangan teknologi media baru (new media) menghasilkan perubahan besar dalam pengalaman politik masyarakat. Media baru yang dirancang untuk meningkatkan

Lebih terperinci

LAPORAN PELAKSANAAN KEGIATAN RISET PARTISIPASI PEMILIH DALAM PEMILU TAHUN 2015

LAPORAN PELAKSANAAN KEGIATAN RISET PARTISIPASI PEMILIH DALAM PEMILU TAHUN 2015 LAPORAN PELAKSANAAN KEGIATAN RISET PARTISIPASI PEMILIH DALAM PEMILU TAHUN 2015 KOMISI PEMILIHAN UMUM KOTA MADIUN KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas terselenggaranya kegiatan

Lebih terperinci

C. Tujuan Penulisan. Berikut adalah tujuan penulisan makalah pemilukada (Pemilihan Umum Kepala. Daerah).

C. Tujuan Penulisan. Berikut adalah tujuan penulisan makalah pemilukada (Pemilihan Umum Kepala. Daerah). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada masa demokrasi ini, pelaksanaan pemiliham umum secara langsung tidak hanya untuk lembaga legislatif serta presiden dan wakil presiden. Pemilihan umum kepala daerah

Lebih terperinci

Peranan Partai Politik Dalam Meningkatkan Partisipasi Pemilih Dalam Pemilu dan Pilkada. oleh. AA Gde Putra, SH.MH

Peranan Partai Politik Dalam Meningkatkan Partisipasi Pemilih Dalam Pemilu dan Pilkada. oleh. AA Gde Putra, SH.MH Peranan Partai Politik Dalam Meningkatkan Partisipasi Pemilih Dalam Pemilu dan Pilkada oleh AA Gde Putra, SH.MH Demokrasi (pengertian Umum) Bentuk sistem pemerintahan yang setiap warganya memiliki kesetaraan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

Laporan Survei PREFERENSI POLITIK MASYARAKAT Menuju Pemilihan Langsung Gubernur/Wakil Gubernur Provinsi DKI Jakarta 2017

Laporan Survei PREFERENSI POLITIK MASYARAKAT Menuju Pemilihan Langsung Gubernur/Wakil Gubernur Provinsi DKI Jakarta 2017 Laporan Survei PREFERENSI POLITIK MASYARAKAT Menuju Pemilihan Langsung Gubernur/Wakil Gubernur Provinsi DKI Jakarta 2017 Jl. Cisanggiri III No. 11, Kebayoran Baru, Jakarta 12170, Indonesia Phone: +62 21

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Voting Behavior. Perilaku pemilih (voting behavior) merupakan tingkah laku seseorang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Voting Behavior. Perilaku pemilih (voting behavior) merupakan tingkah laku seseorang 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Voting Behavior 1. Definisi Voting Behavior Perilaku pemilih (voting behavior) merupakan tingkah laku seseorang dalam menentukan pilihannya yang dirasa paling disukai atau

Lebih terperinci

Blunder Politik Demokrat???? Kasus Nazaruddin dan Perubahan Dukungan Partai. Analisis Survei Nasional Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Juni 2011

Blunder Politik Demokrat???? Kasus Nazaruddin dan Perubahan Dukungan Partai. Analisis Survei Nasional Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Juni 2011 Blunder Politik Demokrat???? Kasus Nazaruddin dan Perubahan Dukungan Partai Analisis Survei Nasional Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Juni 2011 1 Pengantar Blunder Politik Demokrat? Sebanyak 41% pemilih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Simbol manifestasi negara demokrasi adalah gagasan demokrasi dari

BAB I PENDAHULUAN. Simbol manifestasi negara demokrasi adalah gagasan demokrasi dari 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Simbol manifestasi negara demokrasi adalah gagasan demokrasi dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Pemilihan Umum (Pemilu) menjadi bagian utama dari gagasan

Lebih terperinci

Menuju Pemilu Demokratis yang Partisipatif, Adil, dan Setara. Pusat Kajian Politik (Puskapol) FISIP Universitas Indonesia Jakarta, 16 Desember 2015

Menuju Pemilu Demokratis yang Partisipatif, Adil, dan Setara. Pusat Kajian Politik (Puskapol) FISIP Universitas Indonesia Jakarta, 16 Desember 2015 Menuju Pemilu Demokratis yang Partisipatif, Adil, dan Setara Pusat Kajian Politik (Puskapol) FISIP Universitas Indonesia Jakarta, 16 Desember 2015 1 Konteks Regulasi terkait politik elektoral 2014 UU Pilkada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Indonesia merupakan negara yang menjunjung tinggi demokrasi, terbukti dengan diberikannya kebebasan kepada setiap warga negara untuk bebas menyatakan pendapat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pesat, dibuktikan semenjak paska reformasi terdapat pergeseran yang sangat

BAB 1 PENDAHULUAN. pesat, dibuktikan semenjak paska reformasi terdapat pergeseran yang sangat BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan kajian political marketing mix saat ini sudah cukup pesat, dibuktikan semenjak paska reformasi terdapat pergeseran yang sangat signifikan terhadap

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM TENTANG PEMBENTUKAN DAN TATA KERJA PANITIA PEMILIHAN KECAMATAN, PANITIA PEMUNGUTAN SUARA, DAN KELOMPOK

RANCANGAN PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM TENTANG PEMBENTUKAN DAN TATA KERJA PANITIA PEMILIHAN KECAMATAN, PANITIA PEMUNGUTAN SUARA, DAN KELOMPOK RANCANGAN PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM TENTANG PEMBENTUKAN DAN TATA KERJA PANITIA PEMILIHAN KECAMATAN, PANITIA PEMUNGUTAN SUARA, DAN KELOMPOK PENYELENGGARA PEMUNGUTAN SUARA DALAM PENYELENGGARAAN PEMILIHAN

Lebih terperinci

Rilis Survei PREFERENSI POLITIK MASYARAKAT Menuju Pemilihan Langsung Gubernur/Wakil Gubernur Provinsi Jawa Timur 2018

Rilis Survei PREFERENSI POLITIK MASYARAKAT Menuju Pemilihan Langsung Gubernur/Wakil Gubernur Provinsi Jawa Timur 2018 Rilis Survei PREFERENSI POLITIK MASYARAKAT Menuju Pemilihan Langsung Gubernur/Wakil Gubernur Provinsi Jawa Timur 2018 Jl. Cisanggiri III No. 11, Kebayoran Baru, Jakarta 12170, Indonesia Phone: +62 21 7245875,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jumlah suara yang sebanyak-banyaknya, memikat hati kalangan pemilih maupun

BAB I PENDAHULUAN. jumlah suara yang sebanyak-banyaknya, memikat hati kalangan pemilih maupun BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Masalah Pemilu merupakan salah satu arena ekspresi demokrasi yang dapat berfungsi sebagai medium untuk meraih kekuasaan politik. Karenanya, berbagai partai politik

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa penyelenggaraan pemilihan umum

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PEMILIHAN UMUM PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN [LN 2008/176, TLN 4924]

UNDANG-UNDANG NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PEMILIHAN UMUM PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN [LN 2008/176, TLN 4924] UNDANG-UNDANG NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PEMILIHAN UMUM PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN [LN 2008/176, TLN 4924] BAB XIX KETENTUAN PIDANA Pasal 202 Setiap orang yang dengan sengaja menyebabkan orang lain kehilangan

Lebih terperinci

A. Kesimpulan BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan BAB V PENUTUP BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Riset perilaku memilih dalam konteks patronase pada Pileg 2014 di Padukuhan Imorenggo ini menghasilkan temuan berupa modus-modus baru dalam praktik transaksional dan juga pendekatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Fenomena pemilih pemula selalu menarik untuk didiskusikan pada setiap momen pemilihan umum baik nasional maupun di daerah. Jumlah mereka yang sangat besar bagaikan

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN DAN DISKUSI HASIL PENELITIAN

BAB V PEMBAHASAN DAN DISKUSI HASIL PENELITIAN BAB V PEMBAHASAN DAN DISKUSI HASIL PENELITIAN A. Persepsi Masyarakat Pada Caleg Secara teoritis, pemilihan umum baik itu legislatif maupun eksekutif yang diselenggarakan secara langsung dapat berperan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian juta 66,9 juta (67 juta) Golput atau suara penduduk

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian juta 66,9 juta (67 juta) Golput atau suara penduduk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Partisipasi politik masyarakat merupakan syarat pokok yang harus dilakukan oleh setiap warga negara terutama pada negara yang menganut paham demokrasi. Tingginya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. diperlukan sikap keyakinan dan kepercayaan agar kesulitan yang kita alami. bisa membantu semua aspek dalam kehidupan kita.

I. PENDAHULUAN. diperlukan sikap keyakinan dan kepercayaan agar kesulitan yang kita alami. bisa membantu semua aspek dalam kehidupan kita. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kepercayaan itu adalah kemauan seseorang atau sekelompok orang untuk mau memberi keyakinan pada seseorang yang ditujunya. Kepercayaan adalah suatu keadaan psikologis dimana

Lebih terperinci

PEMILU NASIONAL DAN PEMILU DAERAH

PEMILU NASIONAL DAN PEMILU DAERAH Policy Brief [04] Kodifikasi Undang-undang Pemilu Oleh Sekretariat Bersama Kodifikasi Undang-undang Pemilu MASALAH Sukses-tidaknya pemilu bisa dilihat dari sisi proses dan hasil. Proses pemilu dapat dikatakan

Lebih terperinci

USULAN ASOSIASI ILMU POLITIK INDONESIA (AIPI) TERHADAP RUU PEMILIHAN PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN 1

USULAN ASOSIASI ILMU POLITIK INDONESIA (AIPI) TERHADAP RUU PEMILIHAN PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN 1 USULAN ASOSIASI ILMU POLITIK INDONESIA (AIPI) TERHADAP RUU PEMILIHAN PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN 1 USULAN UMUM: MEMPERKUAT SISTEM PRESIDENSIAL 1. Pilihan politik untuk kembali pada sistem pemerintahan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pemilihan umum (selanjutnya disebut Pemilu) adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat yang

I. PENDAHULUAN. Pemilihan umum (selanjutnya disebut Pemilu) adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemilihan umum (selanjutnya disebut Pemilu) adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat yang diselenggarakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil dalam

Lebih terperinci

Survei Opini Publik Toleransi Sosial Masyarakat Indonesia

Survei Opini Publik Toleransi Sosial Masyarakat Indonesia Survei Opini Publik Toleransi Sosial Masyarakat Indonesia Jakarta, 7 Agustus 2006 METHODOLOGI Populasi survei ini adalah seluruh warga negara Indonesia yang punya hak pilih dalam pemilihan umum, yakni

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. dengan kuesioner (Masri Singarimbun dan Sofian Effendi 1989:4).

BAB III METODE PENELITIAN. dengan kuesioner (Masri Singarimbun dan Sofian Effendi 1989:4). 27 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Pada penelitian kali ini menggunakan metode deskriptif dengan tipe penelitian kuantitatif. Penelitian deskriptif dimaksudkan untuk pengukuran yang cermat

Lebih terperinci