KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH KALIMANTAN TIMUR DIREKTORAT RESERSE KRIMINAL KHUSUS STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR ( SOP ) PENGGELEDAHAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH KALIMANTAN TIMUR DIREKTORAT RESERSE KRIMINAL KHUSUS STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR ( SOP ) PENGGELEDAHAN"

Transkripsi

1 KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH KALIMANTAN TIMUR DIREKTORAT RESERSE KRIMINAL KHUSUS STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR ( SOP ) PENGGELEDAHAN BALIKPAPAN, PEBRUARI 2013

2 2 STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR ( SOP ) PENGGELEDAHAN 1. Pengertian a. Penggeledahan Rumah adalah tindakan Penyidik untuk memasuki rumah tempat tinggal dan tempat tempat tertutup lainnya untuk melakukan tindakan pemeriksaan dan atau penyitaan dan atau penangkapan dalam hal hal menurut cara - cara yang diatur dalam KUHAP; b. Penggeledahan Badan adalah tindakan Penyidik untuk mengadakan pemeriksaan badan atau pakaian tersangka untuk mencari benda yang diduga keras ada pada badannya atau dibawanya serta untuk disita. 2. Ketentuan Hukum a. Pasal 1 butir 17 dan 18 KUHAP merupakan penjelasan tentang apa yang dimaksud dengan b. Pasal 5 ayat (1) huruf b, pasal 7 ayat (1) huruf d, pasal 11, pasal 32 dan pasal 37 KUHAP mengatur tentang kewenangan Penyidik/Penyidik Pembantu dalam hal pengeledahan; c. Pasal 33 KUHAP mengatur tentang syarat dan tata cara d. Pasal 34 KUHAP mengatur tentang alasan penggeledahan tanpa izin dari ketua PN serta tindakan yang tidak diperkenankan; e. Pasal 36 KUHAP mengatur tentang pelaksanaan pengeledahan rumah diluar daerah hukum penyidik/penyidik pembantu; f. Pasal 55, 56, 57, 58, 59 Perkap Nomor 14 Tahun 2012 tentang Manajemen penyidikan tindak pidana. 3. Pejabat yang berwenang menggeledah Pejabat yang berwenang melakukan penggeledahan adalah penyidik, baik penyidik Polri maupun penyidik pegawai negeri sipil, penyidik pembantu atas perintah penyidik/atasan penyidik. Pelaksanaan penggeledahan dilakukan : a. Dalam keadaan normal penggeledahan dapat dilakukan penyidik, setelah lebih dulu meminta izin dari Ketua Pengadilan Negeri; b. Dalam keadaan luar biasa dan mendesak, penyidik dapat melakukan penggeledahan tanpa lebih dahuulu mendapat surat izin dari Ketua Pengadilan Negeri, namun segera sesudah penggeledahan, penyidik wajib meminta persetujuan Ketua Pengadilan Negeri Wilayah yang bersangkutan; c. Penggeledahan yang dijalankan tanpa persetujuan penghuni/pemilik harus disaksikan oleh Kepala Desa atau Kepala Lingkungan, ditambah dua orang saksi yang harus ikut menyaksikan jalannya d. Dalam penggeledahan penyidik wajib memberikan salinan berita acara penggeledahan kepada penghuni/pemilik tempat yang digeledah.

3 3 4. Persiapan Persiapan yang harus dilakukan dalam pelaksanaan penggeledahan adalah : a. Penyidik/Penyidik Pembantu yang akan melakukan penggeledahan terlebih dahulu melaporkan kepada atasan penyidik bahwa perlu dilakukan tindakan penggeledahan, kecuali dalam hal tertangkap tangan; b. Mengajukan Permintaan izin kepada Ketua Pengadilan Negeri di wilayah Hukum Obyek yang akan dilakukan penggeledahan untuk melakukan penggeledahan rumah atau tempat tertutup lainnya; c. Mengajukan permintaan izin penggeledahan rumah disertai dengan permintaan izin khusus untuk melakukan tindakan pemeriksaan dan penyitaan surat - surat lainnya apabila dalam penggeledahan rumah atau tempat tertutup lainnya itu diperlukan pula tindakan pemeriksaan dan penyitaan surat-surat lain; d. Menyiapkan personil yang memadai baik kwantitas maupun kwalitas yang disesuaikan dengan obyek yang akan di geledah; e. Membuat surat perintah penggeledahan untuk seluruh personil yang akan melakukan penggeledahan, setelah memperoleh surat ijin/surat ijin khusus dari Pengadilan Negeri di Wilayah Hukumnya; f. Melakukan koordinasi dengan fungsi lain di lingkungan Polri/Instansi lain dengan kelancaran dan keberhasilan pelaksanaan tugas (jika diperlukan) dengan menerbitkan Surat Perintah Penggeledahan, setelah memperoleh Surat Izin/Surat Izin Khusus dari Ketua Pengadilan Negeri didaerah hukumnya (Surat Izin dari Ketua Pengadilan Negeri Dilampirkan pada Surat Perintah penggeledahan); g. Dalam keadaan yang sangat perlu dan mendesak, Surat Perintah Penggeledahan diterbitkan dan diberlakukan tanpa menunggu adanya Surat Izin/Surat Izin Khusus dari Ketua Pengadilan Negeri sedaerah hukum terlebih dahulu; h. Petugas pelaksana harus menguasai keterangan dan data mengenai sasaran penggeledahan baik berupa barang, surat ataupun identitas tersangka yang harus dicari dan ditemukan; i. Mengajukan surat permintaan bantuan kepada pejabat kesehatan (dokter/paramedis), apabila akan dilakukan pemeriksaan bagian dalam badan (dalam hal tersangka diduga menyimpan/menelan barang bukti); j. Melakukan Koordinasi dengan fungsi lain di lingkungan Polri/instansi lain guna kelancaran dan keberhasilan pelaksanaan penggeledahan, apabila akan melakukan penggeledahan terhadap angkutan darat, air atau udara (bus, kereta api, kapal laut, pesawat udara); k. Mempersiapkan alat dokumentasi/identifikasi untuk merekam semua kegiatan yang dilakukan dalam pelaksanaan penggeledahan dari awal sampai akhir; l. Sebelum berangkat dilakukan arahan/breifing oleh atasan penyidik/penyidik/ketua Tim, cek kelengkapan perorangan dan peralatan serta administrasi penyidikan; 5. Tata Cara Penggeledahan Penggeledahan dapat dilakukan terhadap Rumah dan atau tempat tertutup lainnya, Penggeledahan Pakaian, Penggeledahan badan, Penggeledahan Alat Angkutan Darat, Air dan Udara.

4 4 a. Penggeledahan rumah dan atau tempat tertutup lainnya 1) Diluar Hal Tertangkap Tangan dan Wilayah Hukum Penyidik yang melakukan a) Setelah mendapatkan ijin khusus penggeledahan dari Ketua Pengadilan Negeri setempat Penyidik yang akan melakukan penggeledahan koordinasi dengan Polri/Penyidik di Wilayah Hukum Obyek yang akan di geledah; b) Melaporkan kepada Pengadilan Negeri setempat di Wilayah Hukum Obyek yang akan melakukan c) Dilakukan oleh Penyidik/Penyidik Pembantu dan atau Penyelidik atas Perintah Penyidik; d) Memberitahukan Ketua lingkungan setempat tentang kepentingan penggeledahan dan mmeminta untuk mengarsipkan pelaksanaan e) Sampai di sasaran mengetuk pintu dengan sopan dan mengucapkan salam; f) Memberitahukan kepada penghuni tentang maksud dan kepentingan g) menunujukkan surat perintah tugas dan surat perintah h) pembagian tugas meliputi : pelaksana penggeledah dan pengamanan baik di dalam maupun diluar rumah/gedung serta pengawasan terhadap tersangka dan seluruh penghuni rumah; i) Memerintahkan kepada seluruh penghuni rumah untuk berkumpul, tidak melakukan aktifitas dan tidak meninggalkan tempat selama pelaksanaan j) Dilarang mengambil sesuatu apapun yang tidak ada kaitannya dengan tindak pidana; k) Melakukan perintah penggeledahan untuk mendapatkan barang atau orang dengan cara yang teliti, sopan, etis dan simpatik dan harus didampingi oleh penghuni/saksi; l) Melakukan penggeledahan sesuai dengan teknik dan takhnik m) Mengamankan barang bukti/orang hasil penggeledahan di tempat yang aman dan di jaga dengan baik; n) Dalam hal petugas mendapatkan benda/barang/orang yang di cari, tindakan untuk mengamankan barang bukti wajib disaksikan oleh pihak yang di geledah atau saksi dari warga setempat/lingkungan setempat; o) Tidak dibolehkan menyita dan memeriksa surat, buku, tulisan yang tidak merupakan benda yang ada hubungannya dengan kejahatan; p) Dilarang mengikutsertakan pihak lain yang tidak berkaitan dengan proses penyidikan dan tidak memberikan pernyataan tentang proses dan hasil

5 5 q) Bila menemukan barang bukti yang disita, langsung di beri surat terima; r) Setelah melakukan penggeledahan penyidik/penyidik pembantu menyampaikan ucapan terima kasih dan mohon maaf atas penggeledahan yang dilakukan; s) Melaporkan hasil pelaksanaannya kepada atasan penyidik; t) Dalam waktu paling lama 2 (dua) hari setelah memasuki dan atau menggeledah harus dibuat Berita acara dan turunannya di sampaikan kepada seluruh penghuni rumah/tempat lainnnya yang bersangkutan. 2) Diluar Hal Tertangkap Tangan Dalam Wilayah Hukum Penyidik yang akan melakukan penggeledahan. a) Setelah mendapatkan izin khusus dari Ketua Pengadilan Setempat pengggeladahan dapat dilakukan oleh Penyidik/Penyidik Pembantu dan atau Penyelidik atas Perintah Penyidik; b) Memberitahukan Ketua lingkungan setempat tentang kepentingan penggeledahan dan mmeminta untuk mengarsipkan pelaksanaan c) Sampai di sasaran mengetuk pintu dengan sopan dan mengucapkan salam; d) Memberitahukan kepada penghuni tentang maksud dan kepentingan e) Menunujukkan surat perintah tugas dan surat perintah f) Pembagian tugas meliputi : pelaksana penggeledah dan pengamanan baik di dalam maupun diluar rumah/gedung serta pengawasan terhadap tersangka dan seluruh penghuni rumah; g) Memerintahkan kepada seluruh penghuni rumah untuk berkumpul, tidak melakukan aktifitas dan tidak meninggalkan tempat selama pelaksanaan h) Dilarang mengambil sesuatu apapun yang tidak ada kaitannya dengan tindak pidana; i) Melakukan perintah penggeledahan untuk mendapatkan barang atau orang dengan cara yang teliti, sopan, etis dan simpatik dan harus didampingi oleh penghuni/saksi; j) Melakukan penggeledahan sesuai dengan teknik dan takhnik k) Mengamankan barang bukti/orang hasil penggeledahan di tempat yang aman dan di jaga dengan baik; l) Dalam hal petugas mendapatkan benda/barang/orang yang di cari, tindakan untuk mengamankan barang bukti wajib disaksikan oleh pihak yang di geledah atau saksi dari warga setempat/lingkungan setempat;

6 6 m) Tidak dibolehkan menyita dan memeriksa surat, buku, tulisan yang tidak merupakan benda yang ada hubungannya dengan kejahatan; n) Dilarang mengikutsertakan pihak lain yang tidak berkaitan dengan proses penyidikan dan tidak memberikan pernyataan tentang proses dan hasil o) Bila menemukan barang bukti yang disita, langsung di beri surat terima; p) Setelah melakukan penggeledahan penyidik/penyidik pembantu menyampaikan ucapan terima kasih dan mohon maaf atas penggeledahan yang dilakukan; q) Melaporkan hasil pelaksanaannya kepada atasan penyidik r) Dalam waktu paling lama 2 (dua) hari setelah memasuki dan atau menggeledah harus dibuat Berita acara dan turunannya di sampaikan kepada seluruh penghuni rumah/tempat lainnnya yang bersangkutan. 3) Dalam keadaan sangat perlu dan mendesak a) Dalam hal penggeledahan dilakukan dalam keadaan perlu dan mendesak (tanpa surat ijin Ketua Pengadilan Negeri di daerah hukumnya) maka Ketua Pengadilan Negeri tersebut diberitahukan kemudian dengan surat yang dilampiri Berita Acara Penggeledahan, Surat Perintah Penggeledahan guna meminta persetujuannya; b) Dapat dilakukan tanpa surat ijin Pengadilan dari Ketua Pengadilan Negeri; c) Di perlukan surat ijin penggeledahan pelaksanaan penggeledahan tetap dilakukan sebagaimana mestinya dalam penggeladahan rumah/tempat tertutup lainnya; d) Dalam hal pemilik rumah menolak untuk dilakukan penggeledahan rumah, tetap dilaksanakan penggeledahan dengan di saksikan Kepala Desa/Ketua Lingkungan serta minimal 2 (dua) orang saksi. 4) Dalam Hal Tertangkap Tangan a) Tidak diperlukan surat ijin penggeledahan dari Pengadilan Negeri; b) Tidak diperlukan sureat ijin c) Dapat dilekukan oleh Penyidik, Penyidik Pembantu dan Penyelidik tanpa atas Perintah Penyidik; d) Untuk kelancaran, keamanan dan ketertiban, Penyidik yang melakukan penggeledahan dapat memerintahkan setiap orang yang berada di tempat tersebut untuk tidak meninggalkan tempat selama penggeledahan berlangsung; e) Penyidik/Penyidik Pembantu atau Penyelidik yang akan melakukan penggeledahan dengan terlebih dahulu menunjukkan

7 7 tanda pengenal dan melaporkan kepada Pejabat Kepolisian setempat/atasan; f) Setelah dilakukan penggeledahan, Penyidik/Penyelidik dan atau Penyidik Pembantu membuat Berita Acara Penggeledahan dan membuat surat persetujuan penggeledahan kepada Ketua Pengadilan Negeri setempat; g) Penggeledahan dilakukan sesuai prosedur, hati-hati, wajar, sopan serta mengindahkan norma-norma, adat istiadat, hukum dan sopan santun; h) Penggeledahan dilakukan dengan disaksikan oleh 2 (dua) orang saksi; i) Dalam waktu 2 (dua) hari setelah dilakukan penggeledahan harus dibuat Berita Acara Penggeledahan; j) Penggeledahan terhadap tersangka, anggota MPR/DPR/DPD/anggota DPRD Propinsi dan Kabupaten, Gubernur, Bupati/Walikota dilaksanakan sesuai dengan tata cara sebagaimana dimaksud dalam Undang undang. b. Penggeledahan Pakaian Penggeladahan pakaian tersangka dan barang yang dibawanya dapat dilakukan pada waktu menangkapnya dengan cara sebagai berikut : 1) Penyidik/Penyidik Pembantu dan atau Penyelidik menanyakan identitas tersangka; 2) Memberitahukan kepentingan penggeledahan secara jelas dan dilakukan dengan sopan; 3) Meminta kesediaan orang untuk digeledah dan meminta maaf atas terganggu hak privasinya; 4) Menunjukkan surat perintah tugas dan surat perintah 5) Melakukan penggeledahan secara cermat dan teliti untuk mencari/mendapatkan bukti-bukti yang berkaitan dengan tindak pidana; 6) Penggeledahan pakaian tersebut hendaknya dilakukan oleh 2 (dua) orang atau lebih dimana yang seorang melakukan penggeledahan sedangkan yang lain mengawasi; 7) Memperhatikan dan menghargai hak-hak orang yang di geledah; 8) Melaksanakan penggeledahan oleh petugas 9) Melaksanakan penggeledahan dalam waktu secukupnya; 10) Sedapat mungkin penggeledahan pakaian dilakukan tidak di depan umum; 11) Menyampaikan terima kasih atas pelaksanaan 12) Setelah melakukan penggeledahan penyidik segera membuat Berita Acara Penggeledahan.

8 8 c. Penggeladahan Badan Penggeledahan badan tersangka dilakukan oleh Penyidik/Penyidik Pembantu pada waktu tersangka tertangkap atau pada waktu tersangka diserhkan kepada Penyidik/Penyidik Pembantu dengan ketentuan dan cara-cara sebagai berikut : 1) Penggeledahan badan tersangka sedapat mungkin dilakukan di tempat tertutup; 2) Memerintahkan kepada yang akan di geledah untuk menanggalkan seluruh pakaian kecuali pakaian dalam; 3) Untuk kepentingan keamanan, kepada orang yang akan di geledah badannya di perintahkan terlebih dahulu sedemikian rupa sehingga tidak memungkinkan untuk menggadakan perlawanan; 4) Penggeledahan badan harus dilakukan seteliti mungkin mulai dari atas sampai ke bawah dengan mengindahkan norma-norma kesusilaan dan kesopanan; 5) Penggeledahan badan tersebut hendaknya dilakukan oleh 2 (dua) orang atau lebih dimana yang seorang melakukan penggeledahan sedangkan yang lain mengawasi; 6) Penggeldahan badan seorang wanita sedapat mungkin dilakukan oleh Polwan dalam hal tidak ada Polwan pelaksanaannya dilakukan oleh Karyawan Sipil Wanita Polri/Wanita yng ditunjuk petugas di hadapan penyidik/penyidik pembantu yang bersangkutan; 7) Penggeledahan badan apabila dilakukan dengan cara menanggalkan semua pakaian yang dikenakan sehingga dapat diperiksa bagian-bagian badan yang diduga ada hubungannya dengan tindak pidana; 8) Untuk melakukan penggeledahan rongga badan agar meminta bantuan kepada pejabat kesehatan (Dokter/Paramedis); 9) Setelah melakukan penggeledahan badan penyidik/penyidik pembantu wajib membuat Berita Acara Penggeledahan; 10) Berita Acara Penggeledahan badan dapat di gabung dengan penggeledahan pakaian, apabila yang melaksanakan kedua macam penggeledahan adalah Penyidik/Penyidik Pembantu yang sama. d. Penggeledahan Alat Angkutan Darat, Air dan Udara Penggeledahan dapat dilakukan tanpa surat ijin Pengadilan Negeri 1) Penggeledahan Alat Angkutan Darat Pelaksanaan penggeledahan dengan ketentuan dan cara-cara sebagai berikut : a) Perintahkan pengemudi untuk memperhentikan dan menempatkan kendaraannya pada tempat yang aman dan tidak menganggu mkeancaran Lalu Lintas yang lain; b) Salah seorang petugas memerintahkan pada semua penumpang turun dari kendaraan tanpa membawa barang apapun, kalau perlu dengan tangan masing-masing di atas kepala, sedangkan petugas yang lain melakukan pengawasan;

9 9 c) Membawa para penumpang ke tempat yang berjauhan dari kendaraan tersebut dan melakukan penggeledahan pakaian dan badan; d) Setelah selesai melakukan penggeledahan pakian dan badan barulah dilakukan penggeledahan terhhadap kendaraan secara cermat dan teliti; e) Apabila terdapat suatu keyakinan dan barang bukti yang disembunyikan di suatu bagian dari kendaraan yang sulit untuk di capai maka diminta bantuan ahli untuk mengambilnya; f) Jika diperlukan dapat dilakukan pemeriksaan surat yang berhubungan dengan kendaraan dan SIM, STNK; g) Penggeledahan terhadap kendaraan yang berjalan di atas rel supaya terlebih dahulu meminta ijin dan bantuan kepada stasiun setempat supaya gerbong yang di curigai dipindahkan dari rangkaian yang lainnya guna keperluan tersebut diminta bantuan Polsus kereta api kemudian barulah dilakukan penggeledahan secara cermat; h) 2 (dua) hari setelah dilakukan penggeledahan harus dibuat,berita Acara Penggeledahan Alat Angkutan Darat. 2) Penggeledahan Alat Angkut Air dan Udara Penggeledahan alat angkutan air dan udara dilakukan dengan ketentuan dan cara-cara sebagai berikut : a) Adakan koordinasi dan minta bantuan dari Instansi-instansi yang berwenang dalam bidang pengaturan, pengurusan dan penyelenggaraan angkutan air dan udara; b) Penggeledahan terhadap Angkutan Air dan Udara agar mengindahkan ketentuan-ketentuan dan petunjuk-petunjuk tekhnis yang di rumuskan oleh masing-masing fungsi yang bersangkutan; c) Segera setelah dilakukan penggeledahan supaya dibuat Berita Acara. e. Hal-hal yang perlu di perhatikan 1) Meskipun wewenang penggeledahan oleh Penyidik secara yuridis di ataur dan ditentukan oleh KUHAP dan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian namun pada kasus yang menyangkut atau melibatkan diperlukan ketentuan-ketentuan khusus (Lex Spesialis Derogat Lex Generalis); 2) Dalam melakukan penggeledahan terhadap anak, Penyidik wajib mempertimbangkan factor-faktor psikologis bagi anak; 3) Dalam melakukan penggeledahan perlmu memperhatikan factor-faktor keamanan; 4) Penggeledahan badan terhadap wanita harus dilakukan oleh Polwan/seorang wanita yang ditunjuk oleh penyjidik;

10 10 5) Penggeledahan yang menyangkut benda,alat,fasilitas dan tempat-tempat lain yang menyangkut keamanan Negara agar di koordinasikan dengan Instansi terkait. 6. Penutup a. Standar operasional prosedur penggeledahan menjadi acuan bagi penyidik dalam melaksanakan penyidikan tindak pidana; b. Hal-hal yang belum di atur dalam standar operasional prosedur penggeledahan ini akan ditentukan kemudian; c. Standar operasional prosedur penggeledahan ini, berlaku sejak tanggal ditetapkan dengan surat ketentuan Surat Kepala Kepolisian Negara Kalimantan Timur; d. Ketentuan yang belum diatur dalam operasional prosedur ini akan diatur lebih lanjut; e. Ketentuan yang bertentangan dengan standar operasional prosedur ini dinyatakan tidak berlaku lagi. Ditetapkan di Balikpapan Pada tanggal Pebruari 2013 A.n. DIREKTUR RESKRIMSUS POLDA KALTIM KASUBDIT I / INDAGSI JEMMY G P SUATAN, SH AJUN KOMISARIS BESAR POLISI NRP

11 KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH KALIMANTAN TIMUR DIREKTORAT RESERSE KRIMINAL KHUSUS STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR ( SOP ) PENGGELEDAHAN BALIKPAPAN, OKTOBER 2012

12 2 STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR ( SOP ) PENGGELEDAHAN 7. Pengertian c. Penggeledahan Rumah adalah tindakan Penyidik untuk memasuki rumah tempat tinggal dan tempat tempat tertutup lainnya untuk melakukan tindakan pemeriksaan dan atau penyitaan dan atau penangkapan dalam hal hal menurut cara - cara yang diatur dalam KUHAP; d. Penggeledahan Badan adalah tindakan Penyidik untuk mengadakan pemeriksaan badan atau pakaian tersangka untuk mencari benda yang diduga keras ada pada badannya atau dibawanya serta untuk disita. 8. Ketentuan Hukum g. Pasal 1 butir 17 dan 18 KUHAP merupakan penjelasan tentang apa yang dimaksud dengan h. Pasal 5 ayat (1) huruf b, pasal 7 ayat (1) huruf d, pasal 11, pasal 32 dan pasal 37 KUHAP mengatur tentang kewenangan Penyidik/Penyidik Pembantu dalam hal pengeledahan; i. Pasal 33 KUHAP mengatur tentang syarat dan tata cara j. Pasal 34 KUHAP mengatur tentang alasan penggeledahan tanpa izin dari ketua PN serta tindakan yang tidak diperkenankan; k. Pasal 36 KUHAP mengatur tentang pelaksanaan pengeledahan rumah diluar daerah hukum penyidik/penyidik pembantu; l. Pasal 55, 56, 57, 58, 59 Perkap Nomor 14 Tahun 2012 tentang Manajemen penyidikan tindak pidana. 9. Pejabat yang berwenang menggeledah Pejabat yang berwenang melakukan penggeledahan adalah penyidik, baik penyidik Polri maupun penyidik pegawai negeri sipil, penyidik pembantu atas perintah penyidik/atasan penyidik. Pelaksanaan penggeledahan dilakukan : a. Dalam keadaan normal penggeledahan dapat dilakukan penyidik, setelah lebih dulu meminta izin dari Ketua Pengadilan Negeri; b. Dalam keadaan luar biasa dan mendesak, penyidik dapat melakukan penggeledahan tanpa lebih dahuulu mendapat surat izin dari Ketua Pengadilan Negeri, namun segera sesudah penggeledahan, penyidik wajib meminta persetujuan Ketua Pengadilan Negeri Wilayah yang bersangkutan; c. Penggeledahan yang dijalankan tanpa persetujuan penghuni/pemilik harus disaksikan oleh Kepala Desa atau Kepala Lingkungan, ditambah dua orang saksi yang harus ikut menyaksikan jalannya d. Dalam penggeledahan penyidik wajib memberikan salinan berita acara penggeledahan kepada penghuni/pemilik tempat yang digeledah.

13 3 10. Persiapan Persiapan yang harus dilakukan dalam pelaksanaan penggeledahan adalah : m. Penyidik/Penyidik Pembantu yang akan melakukan penggeledahan terlebih dahulu melaporkan kepada atasan penyidik bahwa perlu dilakukan tindakan penggeledahan, kecuali dalam hal tertangkap tangan; n. Mengajukan Permintaan izin kepada Ketua Pengadilan Negeri di wilayah Hukum Obyek yang akan dilakukan penggeledahan untuk melakukan penggeledahan rumah atau tempat tertutup lainnya; o. Mengajukan permintaan izin penggeledahan rumah disertai dengan permintaan izin khusus untuk melakukan tindakan pemeriksaan dan penyitaan surat - surat lainnya apabila dalam penggeledahan rumah atau tempat tertutup lainnya itu diperlukan pula tindakan pemeriksaan dan penyitaan surat-surat lain; p. Menyiapkan personil yang memadai baik kwantitas maupun kwalitas yang disesuaikan dengan obyek yang akan di geledah; q. Membuat surat perintah penggeledahan untuk seluruh personil yang akan melakukan penggeledahan, setelah memperoleh surat ijin/surat ijin khusus dari Pengadilan Negeri di Wilayah Hukumnya; r. Melakukan koordinasi dengan fungsi lain di lingkungan Polri/Instansi lain dengan kelancaran dan keberhasilan pelaksanaan tugas (jika diperlukan) dengan menerbitkan Surat Perintah Penggeledahan, setelah memperoleh Surat Izin/Surat Izin Khusus dari Ketua Pengadilan Negeri didaerah hukumnya (Surat Izin dari Ketua Pengadilan Negeri Dilampirkan pada Surat Perintah penggeledahan); s. Dalam keadaan yang sangat perlu dan mendesak, Surat Perintah Penggeledahan diterbitkan dan diberlakukan tanpa menunggu adanya Surat Izin/Surat Izin Khusus dari Ketua Pengadilan Negeri sedaerah hukum terlebih dahulu; t. Petugas pelaksana harus menguasai keterangan dan data mengenai sasaran penggeledahan baik berupa barang, surat ataupun identitas tersangka yang harus dicari dan ditemukan; u. Mengajukan surat permintaan bantuan kepada pejabat kesehatan (dokter/paramedis), apabila akan dilakukan pemeriksaan bagian dalam badan (dalam hal tersangka diduga menyimpan/menelan barang bukti); v. Melakukan Koordinasi dengan fungsi lain di lingkungan Polri/instansi lain guna kelancaran dan keberhasilan pelaksanaan penggeledahan, apabila akan melakukan penggeledahan terhadap angkutan darat, air atau udara (bus, kereta api, kapal laut, pesawat udara); w. Mempersiapkan alat dokumentasi/identifikasi untuk merekam semua kegiatan yang dilakukan dalam pelaksanaan penggeledahan dari awal sampai akhir; x. Sebelum berangkat dilakukan arahan/breifing oleh atasan penyidik/penyidik/ketua Tim, cek kelengkapan perorangan dan peralatan serta administrasi penyidikan; 11. Tata Cara Penggeledahan Penggeledahan dapat dilakukan terhadap Rumah dan atau tempat tertutup lainnya, Penggeledahan Pakaian, Penggeledahan badan, Penggeledahan Alat Angkutan Darat, Air dan Udara.

14 4 a. Penggeledahan rumah dan atau tempat tertutup lainnya 1) Diluar Hal Tertangkap Tangan dan Wilayah Hukum Penyidik yang melakukan u) Setelah mendapatkan ijin khusus penggeledahan dari Ketua Pengadilan Negeri setempat Penyidik yang akan melakukan penggeledahan koordinasi dengan Polri/Penyidik di Wilayah Hukum Obyek yang akan di geledah; v) Melaporkan kepada Pengadilan Negeri setempat di Wilayah Hukum Obyek yang akan melakukan w) Dilakukan oleh Penyidik/Penyidik Pembantu dan atau Penyelidik atas Perintah Penyidik; x) Memberitahukan Ketua lingkungan setempat tentang kepentingan penggeledahan dan mmeminta untuk mengarsipkan pelaksanaan y) Sampai di sasaran mengetuk pintu dengan sopan dan mengucapkan salam; z) Memberitahukan kepada penghuni tentang maksud dan kepentingan aa) menunujukkan surat perintah tugas dan surat perintah bb) pembagian tugas meliputi : pelaksana penggeledah dan pengamanan baik di dalam maupun diluar rumah/gedung serta pengawasan terhadap tersangka dan seluruh penghuni rumah; cc) Memerintahkan kepada seluruh penghuni rumah untuk berkumpul, tidak melakukan aktifitas dan tidak meninggalkan tempat selama pelaksanaan dd) Dilarang mengambil sesuatu apapun yang tidak ada kaitannya dengan tindak pidana; ee) Melakukan perintah penggeledahan untuk mendapatkan barang atau orang dengan cara yang teliti, sopan, etis dan simpatik dan harus didampingi oleh penghuni/saksi; ff) Melakukan penggeledahan sesuai dengan teknik dan takhnik gg) Mengamankan barang bukti/orang hasil penggeledahan di tempat yang aman dan di jaga dengan baik; hh) Dalam hal petugas mendapatkan benda/barang/orang yang di cari, tindakan untuk mengamankan barang bukti wajib disaksikan oleh pihak yang di geledah atau saksi dari warga setempat/lingkungan setempat; ii) Tidak dibolehkan menyita dan memeriksa surat, buku, tulisan yang tidak merupakan benda yang ada hubungannya dengan kejahatan; jj) Dilarang mengikutsertakan pihak lain yang tidak berkaitan dengan proses penyidikan dan tidak memberikan pernyataan tentang proses dan hasil

15 5 kk) ll) mm) nn) Bila menemukan barang bukti yang disita, langsung di beri surat terima; Setelah melakukan penggeledahan penyidik/penyidik pembantu menyampaikan ucapan terima kasih dan mohon maaf atas penggeledahan yang dilakukan; Melaporkan hasil pelaksanaannya kepada atasan penyidik; Dalam waktu paling lama 2 (dua) hari setelah memasuki dan atau menggeledah harus dibuat Berita acara dan turunannya di sampaikan kepada seluruh penghuni rumah/tempat lainnnya yang bersangkutan. 5) Diluar Hal Tertangkap Tangan Dalam Wilayah Hukum Penyidik yang akan melakukan penggeledahan. s) Setelah mendapatkan izin khusus dari Ketua Pengadilan Setempat pengggeladahan dapat dilakukan oleh Penyidik/Penyidik Pembantu dan atau Penyelidik atas Perintah Penyidik; t) Memberitahukan Ketua lingkungan setempat tentang kepentingan penggeledahan dan mmeminta untuk mengarsipkan pelaksanaan u) Sampai di sasaran mengetuk pintu dengan sopan dan mengucapkan salam; v) Memberitahukan kepada penghuni tentang maksud dan kepentingan w) Menunujukkan surat perintah tugas dan surat perintah x) Pembagian tugas meliputi : pelaksana penggeledah dan pengamanan baik di dalam maupun diluar rumah/gedung serta pengawasan terhadap tersangka dan seluruh penghuni rumah; y) Memerintahkan kepada seluruh penghuni rumah untuk berkumpul, tidak melakukan aktifitas dan tidak meninggalkan tempat selama pelaksanaan z) Dilarang mengambil sesuatu apapun yang tidak ada kaitannya dengan tindak pidana; aa) bb) cc) dd) Melakukan perintah penggeledahan untuk mendapatkan barang atau orang dengan cara yang teliti, sopan, etis dan simpatik dan harus didampingi oleh penghuni/saksi; Melakukan penggeledahan sesuai dengan teknik dan takhnik Mengamankan barang bukti/orang hasil penggeledahan di tempat yang aman dan di jaga dengan baik; Dalam hal petugas mendapatkan benda/barang/orang yang di cari, tindakan untuk mengamankan barang bukti wajib disaksikan oleh pihak yang di geledah atau saksi dari warga setempat/lingkungan setempat;

16 6 ee) ff) gg) hh) ii) jj) Tidak dibolehkan menyita dan memeriksa surat, buku, tulisan yang tidak merupakan benda yang ada hubungannya dengan kejahatan; Dilarang mengikutsertakan pihak lain yang tidak berkaitan dengan proses penyidikan dan tidak memberikan pernyataan tentang proses dan hasil Bila menemukan barang bukti yang disita, langsung di beri surat terima; Setelah melakukan penggeledahan penyidik/penyidik pembantu menyampaikan ucapan terima kasih dan mohon maaf atas penggeledahan yang dilakukan; Melaporkan hasil pelaksanaannya kepada atasan penyidik Dalam waktu paling lama 2 (dua) hari setelah memasuki dan atau menggeledah harus dibuat Berita acara dan turunannya di sampaikan kepada seluruh penghuni rumah/tempat lainnnya yang bersangkutan. 6) Dalam keadaan sangat perlu dan mendesak e) Dalam hal penggeledahan dilakukan dalam keadaan perlu dan mendesak (tanpa surat ijin Ketua Pengadilan Negeri di daerah hukumnya) maka Ketua Pengadilan Negeri tersebut diberitahukan kemudian dengan surat yang dilampiri Berita Acara Penggeledahan, Surat Perintah Penggeledahan guna meminta persetujuannya; f) Dapat dilakukan tanpa surat ijin Pengadilan dari Ketua Pengadilan Negeri; g) Di perlukan surat ijin penggeledahan pelaksanaan penggeledahan tetap dilakukan sebagaimana mestinya dalam penggeladahan rumah/tempat tertutup lainnya; h) Dalam hal pemilik rumah menolak untuk dilakukan penggeledahan rumah, tetap dilaksanakan penggeledahan dengan di saksikan Kepala Desa/Ketua Lingkungan serta minimal 2 (dua) orang saksi. 7) Dalam Hal Tertangkap Tangan k) Tidak diperlukan surat ijin penggeledahan dari Pengadilan Negeri; l) Tidak diperlukan sureat ijin m) Dapat dilekukan oleh Penyidik, Penyidik Pembantu dan Penyelidik tanpa atas Perintah Penyidik; n) Untuk kelancaran, keamanan dan ketertiban, Penyidik yang melakukan penggeledahan dapat memerintahkan setiap orang yang berada di tempat tersebut untuk tidak meninggalkan tempat selama penggeledahan berlangsung; o) Penyidik/Penyidik Pembantu atau Penyelidik yang akan melakukan penggeledahan dengan terlebih dahulu menunjukkan

17 7 tanda pengenal dan melaporkan kepada Pejabat Kepolisian setempat/atasan; p) Setelah dilakukan penggeledahan, Penyidik/Penyelidik dan atau Penyidik Pembantu membuat Berita Acara Penggeledahan dan membuat surat persetujuan penggeledahan kepada Ketua Pengadilan Negeri setempat; q) Penggeledahan dilakukan sesuai prosedur, hati-hati, wajar, sopan serta mengindahkan norma-norma, adat istiadat, hukum dan sopan santun; r) Penggeledahan dilakukan dengan disaksikan oleh 2 (dua) orang saksi; s) Dalam waktu 2 (dua) hari setelah dilakukan penggeledahan harus dibuat Berita Acara Penggeledahan; t) Penggeledahan terhadap tersangka, anggota MPR/DPR/DPD/anggota DPRD Propinsi dan Kabupaten, Gubernur, Bupati/Walikota dilaksanakan sesuai dengan tata cara sebagaimana dimaksud dalam Undang undang. f. Penggeledahan Pakaian Penggeladahan pakaian tersangka dan barang yang dibawanya dapat dilakukan pada waktu menangkapnya dengan cara sebagai berikut : 13) Penyidik/Penyidik Pembantu dan atau Penyelidik menanyakan identitas tersangka; 14) Memberitahukan kepentingan penggeledahan secara jelas dan dilakukan dengan sopan; 15) Meminta kesediaan orang untuk digeledah dan meminta maaf atas terganggu hak privasinya; 16) Menunjukkan surat perintah tugas dan surat perintah 17) Melakukan penggeledahan secara cermat dan teliti untuk mencari/mendapatkan bukti-bukti yang berkaitan dengan tindak pidana; 18) Penggeledahan pakaian tersebut hendaknya dilakukan oleh 2 (dua) orang atau lebih dimana yang seorang melakukan penggeledahan sedangkan yang lain mengawasi; 19) Memperhatikan dan menghargai hak-hak orang yang di geledah; 20) Melaksanakan penggeledahan oleh petugas 21) Melaksanakan penggeledahan dalam waktu secukupnya; 22) Sedapat mungkin penggeledahan pakaian dilakukan tidak di depan umum; 23) Menyampaikan terima kasih atas pelaksanaan 24) Setelah melakukan penggeledahan penyidik segera membuat Berita Acara Penggeledahan.

18 8 g. Penggeladahan Badan Penggeledahan badan tersangka dilakukan oleh Penyidik/Penyidik Pembantu pada waktu tersangka tertangkap atau pada waktu tersangka diserhkan kepada Penyidik/Penyidik Pembantu dengan ketentuan dan cara-cara sebagai berikut : 11) Penggeledahan badan tersangka sedapat mungkin dilakukan di tempat tertutup; 12) Memerintahkan kepada yang akan di geledah untuk menanggalkan seluruh pakaian kecuali pakaian dalam; 13) Untuk kepentingan keamanan, kepada orang yang akan di geledah badannya di perintahkan terlebih dahulu sedemikian rupa sehingga tidak memungkinkan untuk menggadakan perlawanan; 14) Penggeledahan badan harus dilakukan seteliti mungkin mulai dari atas sampai ke bawah dengan mengindahkan norma-norma kesusilaan dan kesopanan; 15) Penggeledahan badan tersebut hendaknya dilakukan oleh 2 (dua) orang atau lebih dimana yang seorang melakukan penggeledahan sedangkan yang lain mengawasi; 16) Penggeldahan badan seorang wanita sedapat mungkin dilakukan oleh Polwan dalam hal tidak ada Polwan pelaksanaannya dilakukan oleh Karyawan Sipil Wanita Polri/Wanita yng ditunjuk petugas di hadapan penyidik/penyidik pembantu yang bersangkutan; 17) Penggeledahan badan apabila dilakukan dengan cara menanggalkan semua pakaian yang dikenakan sehingga dapat diperiksa bagian-bagian badan yang diduga ada hubungannya dengan tindak pidana; 18) Untuk melakukan penggeledahan rongga badan agar meminta bantuan kepada pejabat kesehatan (Dokter/Paramedis); 19) Setelah melakukan penggeledahan badan penyidik/penyidik pembantu wajib membuat Berita Acara Penggeledahan; 20) Berita Acara Penggeledahan badan dapat di gabung dengan penggeledahan pakaian, apabila yang melaksanakan kedua macam penggeledahan adalah Penyidik/Penyidik Pembantu yang sama. h. Penggeledahan Alat Angkutan Darat, Air dan Udara Penggeledahan dapat dilakukan tanpa surat ijin Pengadilan Negeri 3) Penggeledahan Alat Angkutan Darat Pelaksanaan penggeledahan dengan ketentuan dan cara-cara sebagai berikut : a) Perintahkan pengemudi untuk memperhentikan dan menempatkan kendaraannya pada tempat yang aman dan tidak menganggu mkeancaran Lalu Lintas yang lain; b) Salah seorang petugas memerintahkan pada semua penumpang turun dari kendaraan tanpa membawa barang apapun, kalau perlu dengan tangan masing-masing di atas kepala, sedangkan petugas yang lain melakukan pengawasan;

19 9 c) Membawa para penumpang ke tempat yang berjauhan dari kendaraan tersebut dan melakukan penggeledahan pakaian dan badan; d) Setelah selesai melakukan penggeledahan pakian dan badan barulah dilakukan penggeledahan terhhadap kendaraan secara cermat dan teliti; e) Apabila terdapat suatu keyakinan dan barang bukti yang disembunyikan di suatu bagian dari kendaraan yang sulit untuk di capai maka diminta bantuan ahli untuk mengambilnya; f) Jika diperlukan dapat dilakukan pemeriksaan surat yang berhubungan dengan kendaraan dan SIM, STNK; g) Penggeledahan terhadap kendaraan yang berjalan di atas rel supaya terlebih dahulu meminta ijin dan bantuan kepada stasiun setempat supaya gerbong yang di curigai dipindahkan dari rangkaian yang lainnya guna keperluan tersebut diminta bantuan Polsus kereta api kemudian barulah dilakukan penggeledahan secara cermat; h) 2 (dua) hari setelah dilakukan penggeledahan harus dibuat,berita Acara Penggeledahan Alat Angkutan Darat. 4) Penggeledahan Alat Angkut Air dan Udara Penggeledahan alat angkutan air dan udara dilakukan dengan ketentuan dan cara-cara sebagai berikut : a) Adakan koordinasi dan minta bantuan dari Instansi-instansi yang berwenang dalam bidang pengaturan, pengurusan dan penyelenggaraan angkutan air dan udara; b) Penggeledahan terhadap Angkutan Air dan Udara agar mengindahkan ketentuan-ketentuan dan petunjuk-petunjuk tekhnis yang di rumuskan oleh masing-masing fungsi yang bersangkutan; c) Segera setelah dilakukan penggeledahan supaya dibuat Berita Acara. i. Hal-hal yang perlu di perhatikan 6) Meskipun wewenang penggeledahan oleh Penyidik secara yuridis di ataur dan ditentukan oleh KUHAP dan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian namun pada kasus yang menyangkut atau melibatkan diperlukan ketentuan-ketentuan khusus (Lex Spesialis Derogat Lex Generalis); 7) Dalam melakukan penggeledahan terhadap anak, Penyidik wajib mempertimbangkan factor-faktor psikologis bagi anak; 8) Dalam melakukan penggeledahan perlmu memperhatikan factor-faktor keamanan; 9) Penggeledahan badan terhadap wanita harus dilakukan oleh Polwan/seorang wanita yang ditunjuk oleh penyjidik;

20 10 10) Penggeledahan yang menyangkut benda,alat,fasilitas dan tempat-tempat lain yang menyangkut keamanan Negara agar di koordinasikan dengan Instansi terkait. 12. Penutup a. Standar operasional prosedur penggeledahan menjadi acuan bagi penyidik dalam melaksanakan penyidikan tindak pidana; b. Hal-hal yang belum di atur dalam standar operasional prosedur penggeledahan ini akan ditentukan kemudian; c. Standar operasional prosedur penggeledahan ini, berlaku sejak tanggal ditetapkan dengan surat ketentuan Surat Kepala Kepolisian Negara Kalimantan Timur; d. Ketentuan yang belum diatur dalam operasional prosedur ini akan diatur lebih lanjut; e. Ketentuan yang bertentangan dengan standar operasional prosedur ini dinyatakan tidak berlaku lagi. Ditetapkan di Balikpapan Pada tanggal Oktober 2012 DIREKTUR RESKRIMSUS POLDA KALTIM Drs. IMAN SUMANTRI, MSi KOMISARIS BESAR POLISI NRP Disahkan di Balikpapan Pada tanggal Oktober 2012 KEPALA KEPOLISIAN DAERAH KALIMANTAN TIMUR Drs. ANAS YUSUF, SH, MH, MM INSPEKTUR JENDERAL POLISI

BARESKRIM POLRI STANDARD OPERASIONAL PROSEDUR PENGGELEDAHAN MARKAS BESAR KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA BADAN RESERSE KRIMINAL. 1.

BARESKRIM POLRI STANDARD OPERASIONAL PROSEDUR PENGGELEDAHAN MARKAS BESAR KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA BADAN RESERSE KRIMINAL. 1. MARKAS BESAR KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA BADAN RESERSE KRIMINAL BARESKRIM POLRI STANDARD OPERASIONAL PROSEDUR PENGGELEDAHAN 1. Penggeledahan A. Pertimbangan 1. Salah satu kegiatan penindakan upaya

Lebih terperinci

( SOP BALIKPAPAN, PEBRUAR

( SOP BALIKPAPAN, PEBRUAR 1 KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH KALIMANTAN TIMUR DIREKTORATT RESERSEE KRIMINAL KHUSUS STANDAR OPERASIONAL PROSEDURR ( SOP ) PENYITAAN BALIKPAPAN, PEBRUAR RI 2013 2 STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR

Lebih terperinci

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR ( S O P ) TENTANG PEMANGGILAN

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR ( S O P ) TENTANG PEMANGGILAN KEPOLISIAN NEGARAA REPUBLIK INDONESIA DAERAH KALIMANTANN TIMUR DIREKTORATT RESERSE KRIMINAL KHUSUS STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR ( S O P ) PEMANGGILAN BALIKPAPAN, SEPTEMB BER 2012 STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR

Lebih terperinci

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR ( S O P ) TENTANG PENANGKAPAN

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR ( S O P ) TENTANG PENANGKAPAN KEPOLISIAN NEGARAA REPUBLIK INDONESIA DAERAH KALIMANTANN TIMUR DIREKTORATT RESERSE KRIMINAL KHUSUS STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR ( S O P ) PENANGKAPAN BALIKPAPAN, PEBRUARI 2013 STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR

Lebih terperinci

KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH KALIMANTAN TIMUR DIREKTORAT RESERSE KRIMINAL KHUSUS STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR ( S O P ) PENYELIDIKAN

KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH KALIMANTAN TIMUR DIREKTORAT RESERSE KRIMINAL KHUSUS STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR ( S O P ) PENYELIDIKAN KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH KALIMANTAN TIMUR DIREKTORAT RESERSE KRIMINAL KHUSUS STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR ( S O P ) PENYELIDIKAN BALIKPAPAN, SEPTEMBER 2012 STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR

Lebih terperinci

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP)

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH NUSA TENGGARA BARAT RESOR MATARAM STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) PENGGELEDAHAN SATUAN RESERSE KRIMINAL POLRES MATARAM Mataram, 01 Januari 2016 STANDAR OPERASIONAL

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1992 TENTANG KEIMIGRASIAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1992 TENTANG KEIMIGRASIAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1992 TENTANG KEIMIGRASIAN Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan: Bab I KETENTUAN UMUM Pasal 1 1. Keimigrasian adalah hal ihwal lalu lintas orang yang

Lebih terperinci

GUBERNUR BANTEN PERATURAN GUBERNUR BANTEN

GUBERNUR BANTEN PERATURAN GUBERNUR BANTEN GUBERNUR BANTEN PERATURAN GUBERNUR BANTEN NOMOR 21 TAHUN 2010 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENYIDIKAN BAGI PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DAERAH PROVINSI BANTEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANTEN,

Lebih terperinci

BARESKRIM POLRI STANDARD OPERASIONAL PROSEDUR PENYITAAN MARKAS BESAR KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA BADAN RESERSE KRIMINAL

BARESKRIM POLRI STANDARD OPERASIONAL PROSEDUR PENYITAAN MARKAS BESAR KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA BADAN RESERSE KRIMINAL MARKAS BESAR KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA BADAN RESERSE KRIMINAL BARESKRIM POLRI STANDARD OPERASIONAL PROSEDUR PENYITAAN A. Pertimbangan Penyitaan dilakukan dengan pertimbangan : 1. Diperlukannya

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BEKASI

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BEKASI LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BEKASI NO : 7 2000 SERI : C PERATURAN DAERAH KABUPATEN BEKASI NOMOR : 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BEKASI Menimbang

Lebih terperinci

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR ( S O P ) TENTANG PENANGKAPAN

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR ( S O P ) TENTANG PENANGKAPAN STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR ( S O P ) TENTANG PENANGKAPAN KEPO OLISIAN NEGARA N A REPUB BLIK INDO ONESIA DAER RAH KALIMANTAN N TIMUR EKTORAT T RESER RSE KRIM MINAL KH HUSUS DIRE STAN NDAR OP PERASIO

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1992 TENTANG KEIMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1992 TENTANG KEIMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1992 TENTANG KEIMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa pengaturan keimigrasian yang meliputi lalu lintas

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

MEKANISME PENYELESAIAN KASUS KEJAHATAN KEHUTANAN

MEKANISME PENYELESAIAN KASUS KEJAHATAN KEHUTANAN MEKANISME PENYELESAIAN KASUS KEJAHATAN KEHUTANAN POLTABES LOCUSNYA KOTA BESAR KEJAKSAAN NEGERI KOTA PENGADILAN NEGERI PERISTIWA HUKUM PENGADUAN LAPORAN TERTANGKAP TANGAN PENYELIDIKAN, PEYIDIKAN BAP Berdasarkan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA, SALINAN PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG ADMINISTRASI PENYIDIKAN DAN PENINDAKAN TINDAK PIDANA DI BIDANG TEKNOLOGI INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR RESERSE KRIMINALKHUSUS POLDA KALTIM NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PENERIMAAN LAPORAN POLISI

PERATURAN DIREKTUR RESERSE KRIMINALKHUSUS POLDA KALTIM NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PENERIMAAN LAPORAN POLISI KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DIREKTUR RESERSE KRIMINALKHUSUS POLDA KALTIM NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PENERIMAAN LAPORAN POLISI DIREKTORAT

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1996 TENTANG PENINDAKAN DI BIDANG KEPABEANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1996 TENTANG PENINDAKAN DI BIDANG KEPABEANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1996 TENTANG PENINDAKAN DI BIDANG KEPABEANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam Undang-undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 05 TAHUN 2000 TENTANG KARTU KELUARGA DAN KARTU TANDA PENDUDUK DALAM RANGKA PENYELENGGARAAN PENDAFTARAN PENDUDUK

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 05 TAHUN 2000 TENTANG KARTU KELUARGA DAN KARTU TANDA PENDUDUK DALAM RANGKA PENYELENGGARAAN PENDAFTARAN PENDUDUK PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 05 TAHUN 2000 TENTANG KARTU KELUARGA DAN KARTU TANDA PENDUDUK DALAM RANGKA PENYELENGGARAAN PENDAFTARAN PENDUDUK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TARAKAN, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTORAT RESERSE KRIMINAL KHUSUS KEPOLISIAN DAERAH KALIMANTAN TIMUR NOMOR TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN DIREKTORAT RESERSE KRIMINAL KHUSUS KEPOLISIAN DAERAH KALIMANTAN TIMUR NOMOR TAHUN 2013 TENTANG PERATURAN DIREKTORAT RESERSE KRIMINAL KHUSUS KEPOLISIAN DAERAH KALIMANTAN TIMUR NOMOR TAHUN 2013 TENTANG STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR GELAR PERKARA DI LINGKUNGAN DITRESKRIMSUS POLDA KALTIM DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PROBOLINGGO NOMOR : 05 TAHUN 2005 TENTANG PEMBERANTASAN PELACURAN DALAM KABUPATEN PROBOLINGGO BUPATI PROBOLINGGO,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PROBOLINGGO NOMOR : 05 TAHUN 2005 TENTANG PEMBERANTASAN PELACURAN DALAM KABUPATEN PROBOLINGGO BUPATI PROBOLINGGO, PERATURAN DAERAH KABUPATEN PROBOLINGGO NOMOR : 05 TAHUN 2005 TENTANG PEMBERANTASAN PELACURAN DALAM KABUPATEN PROBOLINGGO BUPATI PROBOLINGGO, Menimbang : Bahwa dalam rangka mewujudkan ketertiban umum dan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG PENGATURAN PENGGUNAAN JALAN UMUM DAN JALAN KHUSUS UNTUK ANGKUTAN HASIL TAMBANG DAN HASIL PERUSAHAAN PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

WALIKOTA MADIUN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 25 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PARKIR DI TEPI JALAN UMUM

WALIKOTA MADIUN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 25 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PARKIR DI TEPI JALAN UMUM WALIKOTA MADIUN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 25 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PARKIR DI TEPI JALAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MADIUN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR ( S O P ) TENTANG GELAR PERKARA BIASA

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR ( S O P ) TENTANG GELAR PERKARA BIASA STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR ( S O P ) TENTANG GELAR PERKARA BIASA I. PENDAHULUAN 1. Umum a. Dalam rangka pelayanan pengawasan penyidikan oleh Pengawasan Penyidikan sebagai bagian dari pelayanan penyidikan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 59 2001 SERI C PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 7 TAHUN 2001 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN IZIN BONGKAR MUAT BARANG DENGAN MENGHARAP BERKAT DAN RAHMAT ALLAH SUBHANAHU

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

C. Penggeledahan Definisi Penggeledahan rumah penggeledahan badan Tujuan Pejabat yang berwenang melakukan penggeledahan Tata cara penggeledahan

C. Penggeledahan Definisi Penggeledahan rumah penggeledahan badan Tujuan Pejabat yang berwenang melakukan penggeledahan Tata cara penggeledahan C. Penggeledahan Definisi Menurut M. Yahya Harahap, penggeledahan yaitu adanya seorang atau beberapa orang petugas mendatangi dan menyuruh berdiri seseorang, kemudian petugas memeriksa segala sudut rumah

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MADIUN NOMOR 9 TAHUN 2010 TENTANG PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR

PEMERINTAH KABUPATEN MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MADIUN NOMOR 9 TAHUN 2010 TENTANG PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR PEMERINTAH KABUPATEN MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MADIUN NOMOR 9 TAHUN 2010 TENTANG PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MADIUN, Menimbang : a. bahwa dengan

Lebih terperinci

STANDART OPERATION PROCEDURE (SOP)

STANDART OPERATION PROCEDURE (SOP) KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH NUSA TENGGARAN BARAT RESOR BIMA KOTA STANDART OPERATION PROCEDURE (SOP) Tentang PENGGELEDAHAN TINDAK PIDANA NARKOBA POLRES BIMA KOTA Menimbang : Semakin berkembangnya

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 19 TAHUN 2001 TENTANG IJIN MEMAKAI TANAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TARAKAN,

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 19 TAHUN 2001 TENTANG IJIN MEMAKAI TANAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TARAKAN, PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 19 TAHUN 2001 TENTANG IJIN MEMAKAI TANAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TARAKAN, Menimbang : a. bahwa pada dasarnya setiap penguasaan ataupun memakai

Lebih terperinci

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG SALINAN BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PELAKSANAAN PENINDAKAN TERHADAP PELANGGARAN PERATURAN DAERAH DAN PERATURAN BUPATI OLEH SATUAN POLISI PAMONG PRAJA DAN PENYIDIK PEGAWAI

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR NOMOR 17 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN KEARSIPAN DI PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR NOMOR 17 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN KEARSIPAN DI PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR NOMOR 17 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN KEARSIPAN DI PROVINSI KALIMANTAN TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN TIMUR, Menimbang : a.

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR RESERSE KRIMINAL KHUSUS POLDA KALTIM NOMOR 03 TAHUN 2012 TENTANG STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PEDOMAN DALAM PEMBERIAN SP2HP

PERATURAN DIREKTUR RESERSE KRIMINAL KHUSUS POLDA KALTIM NOMOR 03 TAHUN 2012 TENTANG STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PEDOMAN DALAM PEMBERIAN SP2HP PERATURAN DIREKTUR RESERSE KRIMINAL KHUSUS POLDA KALTIM NOMOR 03 TAHUN 2012 TENTANG STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PEDOMAN DALAM PEMBERIAN SP2HP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DIREKTUR RESERSE KRIMINAL

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG KEIMIGRASIAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG KEIMIGRASIAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG KEIMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.68, 2013 HUKUM. Keimigrasian. Administrasi. Pelaksanaan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5409) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAROS NOMOR 02 TAHUN 2006 TENTANG PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KABUPATEN MAROS

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAROS NOMOR 02 TAHUN 2006 TENTANG PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KABUPATEN MAROS SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAROS NOMOR 02 TAHUN 2006 TENTANG PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KABUPATEN MAROS Menimbang : a. bahwa keberadaan Pedagang Kaki Lima

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA NOMOR 18 TAHUN 2003 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA NOMOR 18 TAHUN 2003 TENTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA NOMOR 18 TAHUN 2003 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PENDAFTARAN DAN PENCATATAN PENDUDUKDALAM WILAYAH KABUPATEN KUTAI KARTA NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SITUBONDO NOMOR 27 TAHUN 2004 TENTANG LARANGAN PELACURAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SITUBONDO,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SITUBONDO NOMOR 27 TAHUN 2004 TENTANG LARANGAN PELACURAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SITUBONDO, PERATURAN DAERAH KABUPATEN SITUBONDO NOMOR 27 TAHUN 2004 TENTANG LARANGAN PELACURAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SITUBONDO, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mewujudkan ketertiban umum dan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 9 TAHUN 2004 TENTANG RETRIBUSI PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 9 TAHUN 2004 TENTANG RETRIBUSI PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 9 TAHUN 2004 TENTANG RETRIBUSI PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BENGKAYANG, Menimbang : a. bahwa Undang-Undang Nomor 22

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO

PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA PROBOLINGGO NOMOR 18 TAHUN 2001 TENTANG PEMAKAIAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PROBOLINGGO Menimbang : a. bahwa dalam upaya

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA BINJAI NOMOR 8 TAHUN 2011 T E N T A N G PENGAWASAN MUATAN ANGKUTAN BARANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BINJAI,

PERATURAN DAERAH KOTA BINJAI NOMOR 8 TAHUN 2011 T E N T A N G PENGAWASAN MUATAN ANGKUTAN BARANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BINJAI, PERATURAN DAERAH KOTA BINJAI NOMOR 8 TAHUN 2011 T E N T A N G PENGAWASAN MUATAN ANGKUTAN BARANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BINJAI, Menimbang : a. bahwa dalam rangka Penertiban Angkutan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PEKALONGAN

PEMERINTAH KABUPATEN PEKALONGAN PEMERINTAH KABUPATEN PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEKALONGAN NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG T E R M I N A L DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PEKALONGAN, Menimbang : a. bahwa penyelenggaraan

Lebih terperinci

BAB II PRAPERADILAN DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA. A. Sejarah Praperadilan dalam Sistem Peradilan Pidana di Indonesia

BAB II PRAPERADILAN DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA. A. Sejarah Praperadilan dalam Sistem Peradilan Pidana di Indonesia BAB II PRAPERADILAN DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA A. Sejarah Praperadilan dalam Sistem Peradilan Pidana di Indonesia Sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BERAU

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BERAU LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BERAU TAHUN : 2005 NOMOR : 7 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BERAU NOMOR 7 TAHUN 2005 TENTANG PENYELENGGARAAN TERMINAL TRANSPORTASI JALAN DALAM DAERAH KABUPATEN BERAU. DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH. c. bahwa untuk maksud tersebut pada huruf a dan b perlu diatur dan ditetapkan dengan Peraturan Daerah Kabupaten Cilacap.

LEMBARAN DAERAH. c. bahwa untuk maksud tersebut pada huruf a dan b perlu diatur dan ditetapkan dengan Peraturan Daerah Kabupaten Cilacap. LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 11 TAHUN 2004 SERI C NOMOR 6 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 11 TAHUN 2004 TENTANG RETRIBUSI PERIZINAN DI BIDANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG KEIMIGRASIAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG KEIMIGRASIAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG KEIMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 10 TAHUN 2005 T E N T A N G PERIZINAN ANGKUTAN DI KABUPATEN BANTUL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pembinaan,

Lebih terperinci

- 1 - GUBERNUR JAWA TIMUR

- 1 - GUBERNUR JAWA TIMUR - 1 - GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 26 TAHUN 2014 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL GUBERNUR

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA MOJOKERTO NOMOR TAHUN 2002 TENTANG RETRIBUSI IZIN TRAYEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MOJOKERTO

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA MOJOKERTO NOMOR TAHUN 2002 TENTANG RETRIBUSI IZIN TRAYEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MOJOKERTO RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA MOJOKERTO NOMOR TAHUN 2002 TENTANG RETRIBUSI IZIN TRAYEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MOJOKERTO Menimbang : a. bahwa dengan ditetapkannya Undang-undang Nomor

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1992 TENTANG KEIMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1992 TENTANG KEIMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NOMOR 9 TAHUN 1992 TENTANG KEIMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa pengaturan keimigrasian yang meliputi lalu lintas orang masuk atau ke luar wilayah

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA MOJOKERTO NOMOR 5 TAHUN 2005 TENTANG PENATAAN DAN PEMBINAAN KEGIATAN PEDAGANG KAKI LIMA

PERATURAN DAERAH KOTA MOJOKERTO NOMOR 5 TAHUN 2005 TENTANG PENATAAN DAN PEMBINAAN KEGIATAN PEDAGANG KAKI LIMA PERATURAN DAERAH KOTA MOJOKERTO NOMOR 5 TAHUN 2005 TENTANG PENATAAN DAN PEMBINAAN KEGIATAN PEDAGANG KAKI LIMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MOJOKERTO Menimbang : a. bahwa pedagang kaki lima

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KAPUAS

PEMERINTAH KABUPATEN KAPUAS SALINAN PEMERINTAH KABUPATEN KAPUAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAPUAS NOMOR 7 TAHUN 2005 T E N T A N G PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAPUAS NOMOR 10 TAHUN 1999 TENTANG RETRIBUSI IZIN TRAYEK

Lebih terperinci

PENEGAKAN HUKUM. Bagian Kelima, Penyidikan Oleh Badan Narkotika Nasional (BNN)

PENEGAKAN HUKUM. Bagian Kelima, Penyidikan Oleh Badan Narkotika Nasional (BNN) Modul E-Learning 3 PENEGAKAN HUKUM Bagian Kelima, Penyidikan Oleh Badan Narkotika Nasional (BNN) 3.5 Penyidikan Oleh Badan Narkotika Nasional (BNN) 3.5.1 Kewenangan Penyidikan oleh BNN Dalam melaksanakan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 9 TAHUN 2003 TENTANG RETRIBUSI PENGUJIAN BERKALA KENDARAAN BERMOTOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 9 TAHUN 2003 TENTANG RETRIBUSI PENGUJIAN BERKALA KENDARAAN BERMOTOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 9 TAHUN 2003 TENTANG RETRIBUSI PENGUJIAN BERKALA KENDARAAN BERMOTOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BONTANG, Menimbang : a. bahwa dalam Peraturan Pemerintah

Lebih terperinci

Bagian Kedua Penyidikan

Bagian Kedua Penyidikan Bagian Kedua Penyidikan Pasal 106 Penyidik yang mengetahui, menerima laporan atau pengaduan tentang terjadinya suatu peristiwa yang patut diduga merupakan tindak pidana wajib segera melakukan tindakan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG KEIMIGRASIAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG KEIMIGRASIAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG KEIMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG MANAJEMEN PENYIDIKAN OLEH PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG MANAJEMEN PENYIDIKAN OLEH PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG MANAJEMEN PENYIDIKAN OLEH PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA PONTIANAK NOMOR 13 TAHUN 2002 TENTANG PERIZINAN USAHA JASA IMPRESARIAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PONTIANAK

PERATURAN DAERAH KOTA PONTIANAK NOMOR 13 TAHUN 2002 TENTANG PERIZINAN USAHA JASA IMPRESARIAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PONTIANAK PERATURAN DAERAH KOTA PONTIANAK NOMOR 13 TAHUN 2002 TENTANG PERIZINAN USAHA JASA IMPRESARIAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PONTIANAK Menimbang : a. bahwa berdasarkan Undang-undang Nomor 22

Lebih terperinci

BUPATI BANYUWANGI PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN USAHA TEMPAT HIBURAN

BUPATI BANYUWANGI PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN USAHA TEMPAT HIBURAN 1 BUPATI BANYUWANGI PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN USAHA TEMPAT HIBURAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUWANGI,

Lebih terperinci

PERLUNYA NOTARIS MEMAHAMI PENYIDIK & PENYIDIKAN. Dr. Widhi Handoko, SH., Sp.N. Disampaikan pada Konferda INI Kota Surakarta, Tanggal, 10 Juni 2014

PERLUNYA NOTARIS MEMAHAMI PENYIDIK & PENYIDIKAN. Dr. Widhi Handoko, SH., Sp.N. Disampaikan pada Konferda INI Kota Surakarta, Tanggal, 10 Juni 2014 PERLUNYA NOTARIS MEMAHAMI PENYIDIK & PENYIDIKAN Dr. Widhi Handoko, SH., Sp.N. Disampaikan pada Konferda INI Kota Surakarta, Tanggal, 10 Juni 2014 Ketentuan Undang-Undang Nomor 8 tahun 1981 tentang Kitab

Lebih terperinci

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) TATA CARA PENGELOLAAN BARANG BUKTI DI LINGKUNGAN DIREKTORAT RESESRE NARKOBA KEPOLISIAN DAERAH NUSA TENGGARA BARAT

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) TATA CARA PENGELOLAAN BARANG BUKTI DI LINGKUNGAN DIREKTORAT RESESRE NARKOBA KEPOLISIAN DAERAH NUSA TENGGARA BARAT KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH NUSA TENGGARA BARAT DIREKTORAT RESERSE NARKOBA STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) TATA CARA PENGELOLAAN BARANG BUKTI DI LINGKUNGAN DIREKTORAT RESESRE NARKOBA

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BOGOR

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BOGOR LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BOGOR NOM0R : 6 TAHUN : 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG RETRIBUSI IZIN ANGKUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BOGOR, Menimbang : a.

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENYELENGGARAAN PERPARKIRAN DALAM WILAYAH KOTA TARAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENYELENGGARAAN PERPARKIRAN DALAM WILAYAH KOTA TARAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENYELENGGARAAN PERPARKIRAN DALAM WILAYAH KOTA TARAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TARAKAN, Menimbang : a. bahwa untuk tertib dan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK NOMOR 30 TAHUN 2000 TENTANG PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR DI KABUPATEN GRESIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK NOMOR 30 TAHUN 2000 TENTANG PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR DI KABUPATEN GRESIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK NOMOR 30 TAHUN 2000 TENTANG PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR DI KABUPATEN GRESIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GRESIK Menimbang : a. Bahwa dalam rangka pelaksanaan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SUKOHARJO

PEMERINTAH KABUPATEN SUKOHARJO PEMERINTAH KABUPATEN SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 1 TAHUN 2007 TENTANG PENGATURAN DAN PEMBINAAN PEDAGANG KAKI LIMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO, Menimbang

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG

LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG TAHUN 2002 NOMOR 1 SERI C NOMOR 1 PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 8 TAHUN 2002 TENTANG RETRIBUSI PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR DI KOTA SEMARANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.56/Menhut-II/2014 TENTANG MASYARAKAT MITRA POLISI KEHUTANAN

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.56/Menhut-II/2014 TENTANG MASYARAKAT MITRA POLISI KEHUTANAN PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.56/Menhut-II/2014 TENTANG MASYARAKAT MITRA POLISI KEHUTANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 10 TAHUN 2006 TENTANG RETRIBUSI IZIN ANGKUTAN UMUM DI JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 10 TAHUN 2006 TENTANG RETRIBUSI IZIN ANGKUTAN UMUM DI JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 10 TAHUN 2006 TENTANG RETRIBUSI IZIN ANGKUTAN UMUM DI JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PENAJAM PASER UTARA, Menimbang : a. bahwa berdasarkan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /PERMEN-KP/2017 TENTANG PENANGANAN TINDAK PIDANA PERIKANAN OLEH PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BUPATI BUTON PROVINSI SULAWESI TENGGARA

BUPATI BUTON PROVINSI SULAWESI TENGGARA BUPATI BUTON PROVINSI SULAWESI TENGGARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BUTON NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DAERAH DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN BUTON DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MUARO JAMBI

PEMERINTAH KABUPATEN MUARO JAMBI PEMERINTAH KABUPATEN MUARO JAMBI PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUARO JAMBI NOMOR 24 TAHUN 2002 TENTANG RETRIBUSI PENGUJIAN BERKALA KENDARAAN BERMOTOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MUARO JAMBI,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1992 TENTANG KEIMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1992 TENTANG KEIMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1992 TENTANG KEIMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pengaturan keimigrasian yang meliputi lalu lintas

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA MALANG NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN TEMPAT PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG,

PERATURAN DAERAH KOTA MALANG NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN TEMPAT PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG, SALINAN NOMOR 2/E, 2009 PERATURAN DAERAH KOTA MALANG NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN TEMPAT PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG, Menimbang : a. bahwa dalam rangka menciptakan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG IZIN TEMPAT USAHA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KOTAWARINGIN BARAT, Menimbang

Lebih terperinci

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) TENTANG PENANGKAPAN DILINGKUNGAN RESKRIM POLRES LOMBOK TIMUR

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) TENTANG PENANGKAPAN DILINGKUNGAN RESKRIM POLRES LOMBOK TIMUR KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH NUSA TENGGARA BARAT RESOR LOMBOK TIMUR 1. Pengertian STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) TENTANG PENANGKAPAN DILINGKUNGAN RESKRIM POLRES LOMBOK TIMUR Penangkapan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 57 2001 SERI C PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 5 TAHUN 2001 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN IZIN TRAYEK ANGKUTAN PENUMPANG UMUM DENGAN MENGHARAP BERKAT DAN RAHMAT

Lebih terperinci

MENTER! HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA

MENTER! HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA MENTER! HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTER! HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR M.HH-Ol.Hl.07.02 TAHUN 2015 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN MANAJEMEN PENYIDIKAN

Lebih terperinci

NOMOR 9 TAHUN 1992 TENTANG KEIMIGRASIAN

NOMOR 9 TAHUN 1992 TENTANG KEIMIGRASIAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1992 TENTANG KEIMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pengaturan keimigrasian yang meliputi lalu lintas

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BERAU

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BERAU LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BERAU TAHUN : 2005 NOMOR : 8 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BERAU NOMOR 8 TAHUN 2005 TENTANG RETRIBUSI TERMINAL TRANSPORTASI JALAN DALAM DAERAH KABUPATEN BERAU DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH PROPINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 19 TAHUN 2001 SERI B NOMOR 3 PERATURAN DAERAH PROPINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 6 TAHUN 2001 TENTANG

LEMBARAN DAERAH PROPINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 19 TAHUN 2001 SERI B NOMOR 3 PERATURAN DAERAH PROPINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 6 TAHUN 2001 TENTANG No. 19, 2001 Seri B No. 3 LEMBARAN DAERAH PROPINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 19 TAHUN 2001 SERI B NOMOR 3 PERATURAN DAERAH PROPINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 6 TAHUN 2001 TENTANG RETRIBUSI PENGUJIAN KENDARAAN

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR : 120 TAHUN 1987 SERI : D

LEMBARAN DAERAH PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR : 120 TAHUN 1987 SERI : D LEMBARAN DAERAH PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR : 120 TAHUN 1987 SERI : D ----------------------------------------------------------- PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA (PERDA

Lebih terperinci

KEJAKSAAN AGUNG REPUBLlK INDONESIA JAKARTA

KEJAKSAAN AGUNG REPUBLlK INDONESIA JAKARTA KEJAKSAAN AGUNG REPUBLlK INDONESIA JAKARTA Nomor Sifat Lampiran Perihal B-58/E/Ejp/01/2004 Biasa Pola Penanganan dan Penyelesaian Perkara Narkotika Jakarta, 19 Januari 2004 Kepada Yth : SDR. KEPALA KEJAKSAAN

Lebih terperinci

PENEGAKAN HUKUM. Bagian Keempat, Penyidikan Oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) 3.4 Penyidikan Oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)

PENEGAKAN HUKUM. Bagian Keempat, Penyidikan Oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) 3.4 Penyidikan Oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Modul E-Learning 3 PENEGAKAN HUKUM Bagian Keempat, Penyidikan Oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) 3.4 Penyidikan Oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) 3.4.1 Kewenangan KPK Segala kewenangan yang

Lebih terperinci

ALUR PERADILAN PIDANA

ALUR PERADILAN PIDANA ALUR PERADILAN PIDANA Rangkaian penyelesaian peradilan pidana terdiri atas beberapa tahapan. Suatu proses penyelesaian peradilan dimulai dari adanya suatu peristiwa hukum, misalnya seorang wanita yang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG RETRIBUSI PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG RETRIBUSI PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG RETRIBUSI PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PENAJAM PASER UTARA, Menimbang Mengingat : a. bahwa

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN TANAH BUMBU

PEMERINTAH KABUPATEN TANAH BUMBU PEMERINTAH KABUPATEN TANAH BUMBU PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR 3 TAHUN 2006 TENTANG PENGENDALIAN MUATAN MOBIL BARANG YANG BEROPERASI DI JALAN KABUPATEN DAN JALAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BARESKRIM POLRI STANDARD OPERASIONAL PROSEDUR PENANGKAPAN MARKAS BESAR KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA BADAN RESERSE KRIMINAL

BARESKRIM POLRI STANDARD OPERASIONAL PROSEDUR PENANGKAPAN MARKAS BESAR KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA BADAN RESERSE KRIMINAL MARKAS BESAR KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA BADAN RESERSE KRIMINAL BARESKRIM POLRI STANDARD OPERASIONAL PROSEDUR PENANGKAPAN 1. Pelaksanaan Penangkapan A. Penangkapan dengan Surat Perintah Penangkapan

Lebih terperinci

WALIKOTA MADIUN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 26 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI TEMPAT KHUSUS PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA MADIUN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 26 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI TEMPAT KHUSUS PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MADIUN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 26 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI TEMPAT KHUSUS PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MADIUN, Menimbang : a. bahwa dengan berlakunya Undang-Undang

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18/PMK.03/2013 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN BUKTI PERMULAAN TINDAK PIDANA DI BIDANG PERPAJAKAN

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18/PMK.03/2013 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN BUKTI PERMULAAN TINDAK PIDANA DI BIDANG PERPAJAKAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18/PMK.03/2013 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN BUKTI PERMULAAN TINDAK PIDANA DI BIDANG PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA MALANG NOMOR 8 TAHUN 2005 TENTANG LARANGAN TEMPAT PELACURAN DAN PERBUATAN CABUL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA MALANG NOMOR 8 TAHUN 2005 TENTANG LARANGAN TEMPAT PELACURAN DAN PERBUATAN CABUL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA S A L I N A N Nomor : 04/E, 2005 PERATURAN DAERAH KOTA MALANG NOMOR 8 TAHUN 2005 TENTANG LARANGAN TEMPAT PELACURAN DAN PERBUATAN CABUL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG, Menimbang : a.

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA TENGAH

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA TENGAH PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA TENGAH SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 17 TAHUN 2007 TENTANG PELARANGAN PELACURAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA TENGAH, Menimbang :

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR : 14 TAHUN 2006 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR : 14 TAHUN 2006 TENTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR : 14 TAHUN 2006 TENTANG RETRIBUSI PENGUKURAN, PENDAFTARAN, PEMBERIAN SURAT TANDA KEBANGSAAN KAPAL (PAS KECIL) KAPAL UKURAN ISI KOTOR LEBIH KECIL DARI GT. 7 DENGAN

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA SOLOK NOMOR: 17 SERI C.17 TAHUN

LEMBARAN DAERAH KOTA SOLOK NOMOR: 17 SERI C.17 TAHUN LEMBARAN DAERAH KOTA SOLOK NOMOR: 17 SERI C.17 TAHUN 2002 ---------------------------------------------------------------- PERATURAN DAERAH KOTA SOLOK NOMOR: 15 TAHUN 2002 TENTANG RETRIBUSI IZIN TRAYEK

Lebih terperinci

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 60 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, URAIAN TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS PERHUBUNGAN KOTA SURABAYA

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG MANAJEMEN PENYIDIKAN OLEH PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG MANAJEMEN PENYIDIKAN OLEH PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG MANAJEMEN PENYIDIKAN OLEH PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR : 636 TAHUN : 2003 SERI : C PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENTUAN PENYELENGGARAAN FASILITAS KESEJAHTERAAN PEKERJA/BURUH PERUSAHAAN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA SAMARINDA NOMOR 20 TAHUN 2002

PERATURAN DAERAH KOTA SAMARINDA NOMOR 20 TAHUN 2002 PERATURAN DAERAH KOTA SAMARINDA NOMOR 20 TAHUN 2002 TENTANG KETENTUAN BERLALU LINTAS DENGAN MENGGUNAKAN KENDARAAN BERMOTOR DI JALAN DALAM WILAYAH KOTA SAMARINDA W A L I K O T A S A M A R I N D A Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18/PMK.03/2013 TENTANG TATA C ARA PEMERIKSAAN BUKTI PERMULAAN TINDAK PIDANA DI BIDANG PERPAJAKAN

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18/PMK.03/2013 TENTANG TATA C ARA PEMERIKSAAN BUKTI PERMULAAN TINDAK PIDANA DI BIDANG PERPAJAKAN Menimbang : PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18/PMK.03/2013 TENTANG TATA C ARA PEMERIKSAAN BUKTI PERMULAAN TINDAK PIDANA DI BIDANG PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

BUPATI GOWA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GOWA NOMOR 03 TAHUN 2014 TENTANG PENERTIBAN PENGGUNAAN DAN PEMANFAATAN TANAH NEGARA

BUPATI GOWA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GOWA NOMOR 03 TAHUN 2014 TENTANG PENERTIBAN PENGGUNAAN DAN PEMANFAATAN TANAH NEGARA BUPATI GOWA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GOWA NOMOR 03 TAHUN 2014 TENTANG PENERTIBAN PENGGUNAAN DAN PEMANFAATAN TANAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GOWA, Menimbang

Lebih terperinci

ORDONANSI UAP 1930 (Stoom Ordonnantie 1930) S , s.d.u. dg. S terakhir s.d.u. dg. S

ORDONANSI UAP 1930 (Stoom Ordonnantie 1930) S , s.d.u. dg. S terakhir s.d.u. dg. S ORDONANSI UAP 1930 (Stoom Ordonnantie 1930) S. 1930-225, s.d.u. dg. S. 1931-168 terakhir s.d.u. dg. S. 1947-208. Pasal I Dengan mencabut Peraturan-peraturan uap yang ditetapkan berdasarkan Ordonansi tanggal

Lebih terperinci