LAPORAN PENELITIAN PERILAKU MEMILIH PEMILU 2014 DAN PEMILUKADA 2015

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "LAPORAN PENELITIAN PERILAKU MEMILIH PEMILU 2014 DAN PEMILUKADA 2015"

Transkripsi

1 Laporann Riset Perilaku Memilih di Kabupaten Karangasem K LAPORAN PENELITIAN PERILAKU MEMILIH MASYARAKAT KARANGASEM PADA PEMILU 2014 DAN PEMILUKADA 2015 Penelitian ini merupakan bagian dari riset partisipasi masyarakat dalam pemilu KERJASAMA ANTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS UDAYANA DENGAN KOMISI PEMILIHAN UMUM KARANGASEM DENPASAR 2015

2 DAFTAR ISI Halaman Sampul Susunan Tim Peneliti Daftar Isi Daftar Gambar Daftar Tabel BAB I PENDAHULUAN 1 1. Latar Belakang 1 2. Permasalahan 2 3. Tujuan 2 4. Manfaat Penelitian 2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 1. Studi Literatur 3 2. Landasan Teori 7 Teori Perilaku Memilih 7 BAB III Metode Penelitian Tipe Penelitian Lokasi Penelitian Waktu Penelitian Populasi dan Sampel Teknik Penarikan Sampel Teknik Analisa Data Sumber Data Waktu Pelaksanaan 14 BAB IV PEMBAHASAN Profil Responden Perilaku Pemilih Political Literacy/ Melek Politik Vote Buying/ Money Politics 26 BAB V PENUTUP Simpulan Saran 32 DAFTAR PUSTAKA 34 Lampiran 1 Primary Sampling Unit (Psu) Survei Kab Karangasem 35 Hal i ii iii V Vi Lampiran 2 Foto-Foto Kegiatan Survei Oleh Surveyor 38 2

3 3

4 DAFTAR GAMBAR Hal Gambar 1.1. Pendekatan dalam Teori Perilaku Memilih 10 Gambar 3.1. Proses Pengambilan Sampel 12 Gambar 4.1. Penyebaran Kuesioner per Kecamatan 15 Gambar 4.2. Usia Responden 15 Gambar 4.3. Tingkat Pendidikan Responden 16 Gambar 4.4. Ragam Pekerjaaan Responden 16 Gambar 4.5. Penghasilan responden dalam satu bulan 17 Gambar 4.6. Nilai yang Harus Dimiliki Calon 18 Gambar 4.7. Latar Belakang Kandidat yang Paling Disukai Masyarakat untuk 19 duduk jadi bupati Karangasem Gambar 4.8. Cara kerja yang Disukai Responden 19 Gambar 4.9. Alasan responden dalam memilih calon 20 Gambar Pengetahuan Responden Mengenai Pilkada Desember Gambar Apakah akan memilih dalam pemilukada Desember Gambar 4.12 Sarana sosialisasi pemilkuada yang efektif 22 Gambar 4.13 Cara paling efektif mengenal visi misi calon 23 Gambar Media Cetak yang Dikonsumsi Responden 24 Gambar Radio yang Dikonsumsi Responden 24 Gambar Sumber Mencari Informasi Politik 25 Gambar Stasiun Televisi yang Paling Sering Ditonton 25 Gambar Sikap Terhadap Praktik Money Politics 26 Gambar Dasar Menentukan Pilihan Politik 28 Gambar Tokoh yang paling diikuti anjuran politiknya 28 Gambar Bentuk Bansos yang Diinginkan Warga 29 4

5 DAFTAR TABEL Tabel Hal Tabel 3.1. Waktu Pelaksanaan 14 Tabel 4.1. Keterikatan pada Organisasi 17 Tabel 4.2. Pengetahuan tentang Waktu Pemungutan Suara Pemilukada 21 Karangasem 2015 Tabel 4.3. Tabel Silang Kecamatan dengan Respons terhadap Money Politics 27 Tabel 4.4. Tabel Silang Kecamatan dan Tokoh yang Diikuti Anjuran Politiknya 29 5

6 BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Perilaku memilih terkait dengan keputusan pemilih untuk memilih kandidat atau peserta pemilu tertentu. Kenapa seorang pemilih menjatuhkan pilihannya kepada kandidat atau peserta Pemilu tertentu.tentu terdapat beragam alasan yang dapat dikemukakan oleh setiap pemilih.kadangkala dasar pemilih adalah alasan rasional namun juga kerapkali alasan-alasan atau motivasi lainnya.faktor lainnya di antaranya adalah faktor rekam jejak, program atau janji peserta pemilu. Oleh karena itu diperlukan sebuah riset khusus mengenai perilaku pemilih dalam pemilu untuk meningkatkan angka partisipasi pemilih. Riset pemilu merupakan salah satu elemen strategis dalam manajemen pemilu. Riset tidak hanya memberikan rasionalitas akademik mengenai suatu substansi pemilu.riset lebih jauh memberikan pijakan empirik mengenai persoalan atas hal yang menjadi perdebatan. Hasil riset memastikan program dan kebijakan kepemiluan tidak dibangun atas postulat spekulatif, tetapi dikonstruksi berlandaskan pada argumen empirik dan rasional dengan proses yang dapat dipertanggungjawabkan. Dalam negara demokrasi, partisipasi pemilih menjadi elemen penting demokrasi perwakilan. Ia adalah fondasi praktik demokrasi perwakilan. Persoalannya, terdapat sejumlah masalah menyangkut partisipasi pemilih yang terus menggelayut dalam setiap pelaksanaan pemilu. Sayangnya, persoalan itu tidak banyak diungkap dan sebagian menjadi ruang gelap yang terus menyisakan pertanyaan. Beberapa persoalan terkait dengan partisipasi dalam pemilu diantaranya adalah fluktuasi kehadiran pemilih ke TPS, suara tidak sah yang tinggi, gejala politik uang, misteri derajat melek politik warga, dan langkanya kesukarelaan politik. Masalah tersebut perlu dibedah sedemikian rupa untuk diketahui akar masalah dan dicari jalan keluarnya. Harapannya, partisipasi dalam pemilu berada pada idealitas yang diimajinasikan. Oleh karena itu, program riset menjadi aktivitas yang tidak terhindarkan dalam manajemen pemilu. Kabupaten Karangasem Bali adalah salah satu kabupaten dengan cirri khas yang cukup unik, dimulai dengan kondisi geografis yang spesifik, memiliki wilayah yang luas, dan memiliki karakteristik masyarakat yang khusus pula. Sebagai daerah yang sering kali diidentikkan dengan kekeringandan memiliki APBD yang tergolong kecil dengan jumlah 6

7 penduduk ke-3 terbesar di Bali serta baru beberapa tahun keluar dari kaegori wilayah tertinggal, masyarakat di Kabupaten ini memiliki kecenderungan untuk merantau ke daerah lain untuk mencari penghidupan. Daerah dengan angka kemiskinan yang relatif tinggi dibanding kabupaten lain di Bali ini pun mendorong masyarakatnya memiliki kecenderungan untuk menentukan pilihan berdasarkan alasan-alasan yang pragmatis. Sayangnya dalam Pemilu Presiden 2014 angka partisipasi pemilih di Kabupaten Karangasem tergolong rendah, hanya sebesar 63,64 persen. Maka hal ini sangat menarik untuk dicermati dan dipertanyakan. 2. Permasalahan Adapun pertanyaan permasalahan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Bagaimana perilaku pemilih di Kabupaten Karangasem pada saat pemili 2014 dan menjelang pemilukada 2015? 2. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi pemilihdi Karangasem dalam menentukan pilihannya dalam momentum pemilu dan pemilukada? 3. Tujuan Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Mengetahui bagaimana perilaku pemilih di Kabupaten Karangasempada saat pemili 2014 dan menjelang pemilukada b. MengetahuiFaktor-faktor yang mempengaruhi pemilih di Karangasem dalam menentukan pilihannya dalam momentum pemilu dan pemilukada. 4. Manfaat Penelitian: c. Mentradisikan kebijakan berbasis riset atas persoalan-persoalan yang berkaitan dengan manajemen pemilu. d. Bahan penyusunan kebijakan untuk meningkatkan dan memperkuat partisipasi warga dalam pemilu dan setelahnya e. Menemukan akar masalah atas persoalan-persoalan yang terkait dengan partisipasi dalam pemilu f. Terumuskannya rekomendasi kebijakan atas permasalahan yang dihadapi dalam kaitannya dengan partisipasi dalam pemilu 7

8 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Studi Literatur Studi perilaku memilih memiliki sejarah yang sangat panjang. Sejarahnya berkaitan dengan keberhasilan gerakan demokrasi pada abad ke-19. Menyebarnya demokrasi juga berati menyebarnya pemilu ke berbagai negara. Sejak itu juga hasil pemilu dapat dilihat dalam statistik resmi. Statistik resmi hasil pemilu inilah yang menjadi dasar analisa studi pemilu pertama. Beberapa kajian di Jerman yang dianggap sebagai tonggak awal dari studi perilaku memilih, antara lain hasil studi Eugen Wuzburger (1907) yang meneliti secara mendalam alasan-alasan golput (Roth,2008:11). Ia menemukan bahwa penyebab utama golput yaitu pemegang hak suara yang berhalangan hadir pada saat hari pemilu. Selain itu, ada pula studi Alois Klockner (1913) yang berusaha melihat hubungan antara agama dan kepercayaan dengan para pemilih Partai Sosial Demokrat (SPD) di Jerman. Dari hasil penelitian ini diketahui bahwa pemeluk agama non- Katolik jauh lebih sering memilih SPD dibandingkan mereka yang beragama Katolik. Di luar Jerman, studi perilaku memilih juga berkembang. Beberapa ahli mencoba untuk memadukan studi ini dengan menggunakan pendekatan ilmu lain seperti ekonomi dan geografi. Contohnya adalah Andre Sigfried (1949) berusaha untuk mengaitkan antara perilaku pemilu dengan keadaan geografis di Prancis Barat. Menurutnya ada zona geografis yang berkaitan dengan zona politik. Misalnya dataran rendah dan pegunungan membentuk dua ekstrim yang berbeda baik secara geografis maupun politis. Di daerah pegunungan, masyarakatnya terpencar, lebih religius dan hanya sedikit terpengaruh perubahan sosial ekonomi. Karena itu mereka cenderung memilih parta-partai kanan. Sebaliknya, di dataran rendah, kepadatan penduduk lebih tinggi, jalur lalu lintas dan komunikasi lebih berkembang, perubahan sosial ekonomi lebih banyak terjadi, sehingga mereka cenderung memilih partai-partai kiri. Perkembangan studi ini terus terjadi karena adanya ketertarikan banyak ahli terhadap kajian ini. Di Amerika pada dekade 1920-an analisis statistik korelasi yang biasa digunakan sebagai alat dalam studi ekonomi mulai digunakan dalam studi perilaku memilih (Roth,2008:16). Stuart A Rice tercatat sebagai orang pertama yang menggunakan analisis korelasi dalam studi pemilu. Ia melakukan penelitian di 102 conties di negara bagian Illinois dengan memisahkan perhitungan suara laki-laki dan perempuan. Hasil dari studi ini adalah pemilih perempuan lebih sering memilih kandidat dari partai Republik dibandingkan laki-laki, dimana selisih yang diamati hampir identis di semua daerah. 8

9 Di Jerman, studi pemilu masih terus berkembang. Heberle disebut sebagai peneliti yang meneliti pemilu di Jerman dengan menggunakan analisis statistik yang disempurnakan pada masanya. Ia menemukan ada korelasi antara lapisan sosial dengan pilihan partai. Data yang diperolehnya menunjukan bahwa pemilih NADP kebanyakan berasal dari kelas menengah desa ataupun kota, sedangkan pemilih SPD dan KPD mayoritas berasal dari golongan buruh industri. Itulah masa awal munculnya studi pemilu dan beberapa ilmuan yang mengawalinya. Pada masa berikutnya, studi pemilu yang menggunakan data-data statistik resmi hasil pemilu itu dirasa tidak dapat digunakan untuk menarik kesimpulan mengenai perilaku individu, maka muncul terobosan baru dalam studi pemilu yang mulai berkembang pesat pada tahun 1940an sampai 1950-an, yaitu jajak pendapat individu yang masih sering digunakan hingga sekarang. Beberapa studi mengenai perilaku memilih juga dilakukan banyak ilmuan politik di berbagai belahan dunia. Sebagai contoh ada penelitian mengenai perilaku memilih pada pemilihan presiden langsung di Brazil tahun Hasil penelitian tersebut menemukan bahwa partai politik bukanlah prediktor yang baik untuk melihat kemenangan kandidat. Dalam pemilihan presiden langsung, faktor figur menjadi sangat sentral(kinzo,1993:321). Pada dekade 1990an dilakukan sebuah penelitian di Jepang dan New Zeland mengenai perilaku memilih di dua negara yang pada saat itu sedang mengalami perubahan politik tersebut. hasil dari penelitian itu menyebutkan bahwa identifikasi partai politik dan lingkungan politik interpersonal saling mempengaruhi dan berkontribusi pada konsistensi pilihan para pemilih di dua negara itu (Ikeda,2005:521). Sementara perilaku memilih partai politik di Inggris dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya faktor kepemimpinan parpol, perubahan ekonomi dan persepsi masyarakat terhadap isu (Clarke,2004:315). Di Indonesia, tonggak awal studi perilaku memilih dilakukan oleh Cliford Gertz yang melihat pola orientasi sosio religius individu (Gaffar,1992:4). Studi politik aliran yang dikemukakan Geertz itu kemudian menjadi landasan penting bagi studi-studi perilaku memilih berikutnya di Indonesia seperti studi Afan Gaffar yang mengulas tentang perilaku memilih masyarakat pedalaman Jawa pada masa Orde Baru. Gaffar menggunakan hasil penelitian Geertz sebagai kerangka dalam penelitiannya. Hasil penelitian Gaffar menjelaskan perilaku memilih masyarakat Jawa. Berbeda dengan hasil studi perilaku memilih pada masa Orde Baru, studi-studi sejenis pasca Orde Baru yang dilakukan oleh Saiful Mujani dan Liddle memperlihatkan besarnya pengaruh Leadership dan identifikasi partai politik terhadap perilaku memilih masyarakat Indonesia pada tahun 1999 dan 2004 (Liddle dan Mujani,2010:37). Tinjauan lain atas perilaku 9

10 memilih di Indonesia pada pemilu 1999 menemukan bahwa faktor agama dan etnisitas tidak mempengaruhi perilaku memilih di Indonesia (Ananta,2004:376). Perkembangan berikutnya dari studi perilaku memilih di Indonesia cukup menggembirakan, beberapa hasil penelitian mengenai perilaku memilih di luar Jawa kian bermunculan terutama ketika fenomena pilkada atau pemilukada mulai hadir pada tahun 2005 di berbagai wilayah di Indonesia. Fenomena tersebut memang dapat digolongkan baru di Indonesia. Topik ini mendapat perhatian dari berbagai kalangan termasuk akademisi. Hasil dari perhatian para akademisi atau ilmuan politik terhadap fenomena itu adalah lahirnya beberapa studi yang terkait dengan pemilukada dan perilaku memilih di beberapa wilayah Indonesia. Misalnya, hasil penelitian Ambo Upe (2008:257) di kabupaten Bombana Sulawesi Utara. Pada kesimpulan penelitiannya Upe menyebutkan bahwa perilaku memilih sangat berkaitan dengan stimulus dan pertimbangan subjektif dalam merespon faktor stimulus yang diperolehnya. Studi lainnya adalah hasil penelitian Jhonsar L. Toruan (2006:155) mengenai perilaku politik pemilih di Sumatra Utara menyertakan faktor primordial, marga sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi pilihan politik masyarakat Sumatra Utara, namun di kesimpulannya disebutkan bahwa marga bukanlah faktor yang paling dominan dalam menentukan pilihan politik masyarakat.penelitian yang juga terkait dengan tema pemilukada dan perilaku memilih adalah karya Yudistira Adnyana (2006:104) yang mengkaji perilaku memilih masyarakat Badung saat pilkada Badung tahun Penelitian Adnyana menyebutkan faktor kasta sebagai salah satu variabel bebas, namun hasil penelitian ini menyatakan bahwa masyarakat Badung memilih Anak Agung Gede Agung sebagai bupati bukan karena beliau berasal dari kasta ksatria, melainkan karena faktor kepemimpinan yang dimilikinya. Hasil penelitian lainnya yang dipublikasikan pada tahun 2008 mengenai pilkada langsung adalah hasil penelitian dari Lingkaran Survei Indonesia melalui kajian bulanan yang dikeluarkan lembaga tersebut. Dalam hasil penelitian yang dipublikasikan itu, diperbandingkan dua pilkada provinsi, yaitu pemilihan gubernur Jawa Barat dan Sumatra Utara pada tahun Hasil dari penelitian itu melihat bahwa dua wilayah itu tergolong unik jika dibandingkan dengan wilayah lain yang telah melakukan pilkada yang pada umumnya mengedepankan figur dibandingkan partai. Di dua provinsi tersebut terbukti bahwa mesin partai justru berhasil mengangkat figur yang tidak terlalu populer hingga berhasil memenangkan pilkada di daerah itu. Di luar pemilukada, studi terbaru mengenai perilaku memilih juga dilakukan dalam konteks masyarakat adat ternate saat pemilu Penelitian tersebut memperlihatkan bahwa faktor sosiologis sangat 10

11 mempengaruhi perilaku memilih di wilayah itu saat pemilu 2009 dilaksanakan (Agusmawanda,2011:28). Selain studi perilaku memilih dalam pilkada di Indonesia, studi mengenai pemilu dan perilaku memilih di berbagai negara juga harus di lihat karena topik utama dalam penelitian ini adalah perilaku memilih. Perilaku memilih masyarakat di negara-negara yang sedang mengalami transisi menuju demokrasi tidak sepenuhnya dapat dianalisis dengan teori-teori yang dilahirkan di negara-negara maju. Ada kekhasan sosial masyarakat di negara yang sedang mengalami transisi yang harus diperhatikan dalam menganalisis perilaku pemilih di negara yang bersangkutan (Kaspin,1995:595). Penelitian tentang perilaku memilih di negara yang mengalami transisi dilakukan di Philipina, dan di salah satu negara di kawasan Afrika, yaitu Malawi. Dari hasil penelitian yang berbeda tersebut dapat ditarik satu kesimpulan yang memiliki kemiripan. Perilaku memilih di negara yang sedang mengalami transisi tidak dipengaruhi secara signifikan oleh isu kebijakan dan orientasi partai, melainkan lebih banyak dipengaruhi oleh faktor isu yang berhubungan dengan kandidat dan juga ikatan-ikatan seperti etnis, daerah asal dan hubungan clientalistik dalam struktur sosial masyarakatnya. Dalam pemilihan kandidat perorangan di Philipina, seperti pemilihan presiden, faktor yang paling kuat mempengaruhi pilihan politik warganya adalah faktor kandidat. Faktor lain yang harus dilihat adalah etnis dari kandidat yang bersangkutan dan struktur patron klien yang masih kental dalam masyarakatnya. Masyarakat lebih suka memilih kandidat yang berasal dari etnis yang sama dengan mereka dan dapat berkomunikasi dengan bahasa etnis yang bersangkutan (Rood,1991:105). Sedangkan di Malawi ditemukan fakta bahwa masyarakat menentukan pilihan politiknya berdasarkan faktor etnis dan daerah asal mereka karena masyarakat mengidentifikasi diri mereka sesuai dengan kekuatan politik masa lalu yang mereka hadirkan kembali dalam perebutan kekuasaan melalui Pemilu (Kaspin,1995:617). Dengan begitu dapat dikatakan bahwa di negaranegara yang mengalami transisi menuju demokrasi ada faktor-faktor yang dominan mempengaruhi perilaku memilih dalam masyarakat, yaitu faktor ikatan sosial seperti etnis dan daerah asal, serta faktor kandidat. 11

12 2. Landasan Teori Teori Perilaku Memilih Sebelum membahas mengenai perilaku memilih, terlebih dahulu harus dipahami mengenai voting itu sendiri.kegiatan votingpada dasarnya tidak jauh berbeda dengan kegiatan memilih yang biasa kita lakukan dalam kehidupan sehari-hari, seperti misalnya memilih barang(evans,2004:3). Tetapi ada satu hal yang harus dicatat dari pilihan tersebut, Ia tidak hanya berimbas pada individu, melainkan memiliki efek kolektif. Inilah menjadi pembeda dasar antara voting dan choice. Jika kita memilih barang di pasar untuk kita beli dan bawa pulang, lalu kita gunakan untuk memenuhi kebutuhan, maka efeknya akan kita nikmati sendiri. Hal yang demikian tidak terjadi dalam voting. Di dalam teori perilaku memilih terdapat tiga pendekatanyaitu pendekatan sosiologis atau sosial struktural; pendekatan psikologis dan pendekatan pilihan rasional. Penjelasan mengenai masing-masing faktor tersebut akan dijabarkan berikut ini. Pendekatan Sosiologis Pendekatan sosiologis dalam perilaku memilihmenyebutkan bahwa faktor yang paling mempengaruhi pilihan masyarakat dalam pemilu adalah karakteristik dan pengelompokan sosial. Perilaku pemilih seseorang berkenaan dengan kelompok sosial dari mana individu itu berasal (Roth,2008:25). Hal itu berarti karakteristik sosial menentukan kecenderungan politik seseorang. Pengelompokan sosial yang dimaksud disini adalah usia, jenis kelamin, agama, pekerjaan, kelas sosial ekonomi, kedaerahan, latar belakang keluarga, kegiatan-kegiatan dalam kelompokkelompok formal dan informal. Kelompok-kelompok sosial ini dipandang berpengaruh besar dalam keputusan memilih karena kelompok-kelompok tersebut berperan dalam pembentukan sikap, persepsi dan orientasi seseorang. Penerapan pendekatan sosiologis dalam perilaku memilih di Indonesia pernah dilakukan oleh Afan Gaffar. Hasil studinya menekankan pentingnya karakteristik sosial, khususnya orientasi sosio-religius dalam melihat perilaku pemilih di pulau Jawa (Gaffar,1992: ). Penelitian lainnya mengenai perilaku memilih di Indonesia dilakukan dengan melihat pemilu Hasilnya menyebutkan bahwa ikatan sosial terutama faktor etnis penting untuk diperhatikan saat kita ingin mengamati perilaku memilih masyarakat Indonesia (King,2003:149). Pentingnya ikatan sosial seperti etnis dalam mempengaruhi pilihan politik rakyat juga dikemukakan oleh Benny Subianto yang meneliti Pilkada di enam kabupaten di Kalimantan Barat. Faktor ini berpengaruh karena loyalitas masyarakat terhadap etnisnya masih tinggi, dan mereka memandang bahwa etnis yang sama berarti memiliki nilai budaya yang 12

13 sama, karenanya perilaku sosial politik dipandang sebagai cermin identitas (Erb dan Sulistiono,2009:335). Pendekatan Psikologis Pendekatan psikologis dalam teori perilaku memilih dipelopori oleh August Campbell dari Universitas Michigan Amerika Serikat. Pendekatan ini menekankan pada pentingnya identifikasi partai dalam mempengaruhi keputusan memilih masyarakat (Cambell,1966:133). Dengan adanya teori identifikasi partai ini seolah-olah perilaku memilih itu tetap. Pemilih dianggap akan selalu memilih kandidat atau partai yang sama tiap kali pemilu dilaksanakan. Dengan kata lain pemilih memiliki pilihan yang menetap tanpa dipengaruhi oleh sosialisasi dan komunikasi politik. Kavanagh menjelaskan konsep identifikasi partai sebagai semacam kedekatan psikologis seseorang dengan satu partai tertentu. Ia menambahkan, konsep identifikasi partai ini mirip dengan loyalitas partai atau kesetiaan seorang pemilih terhadap partai tertentu (Kavagh,1983:88). Seiring bertambahnya usia, identifikasi partai menjadi bertambah stabil dan intensif. Identifikasi partai merupakan orientasi yang permanen dan tidak berubah dari pemilu ke pemilu. Identifikasi partai hanya dapat berubah jika seseorang mengalami perubahan pribadi yang besar atau situasi politik yang luar biasa (Roth,2008:38). Dari hasil penelitiannya itu, Campbell menemukan bahwa ada hubungan yang erat antara identifikasi partai dengan kehendak untuk memilih kandidat dari partai dimana sang individu mengidentifikasi dirinya. Misalnya kaum Demokrat yang memiliki identifikasi partai yang kuat cenderung memilih calon presiden AS yang diusung partai Demokrat. Demikian juga dengan kaum Republik. Mengenai orientasi isu dan kandidat, logika yang digunakan hampir mirip. Pada orientasi isu, semakin sang pemilih menganggap penting isu-isu tertentu, maka kemungkinan ia akan berpartisipasi dalam pemilu akan lebih besar. Apabila solusi yang diberikan oleh sebuah partai lebih mendekati cara pandang pemilih tersebut, semakin besar pula kemungkinan ia akan memilih partai yang bersangkutan. Dalam orientasi kandidat berlaku hal yang serupa. Semakin sering pemilih mengambil posisi terhadap kandidat-kandidat yang ada, semakin besar pula kemungkinan bahwa ia akan berpartisipasi dalam pemilu. Bila pandangan pemilih semakin dekat dengan kandidat dari partai tertentu, maka semakin besar pula kemungkinan ia akan memilih kandidat tersebut. Kesimpulan dari pendekatan psikologi ini adalah preferensi kandidat dan orientasi isu lebih tergantung pada perubahan dan fluktuasi dibandingkan identifikasi partai. Oleh karena itu, peneliti Michigan (Campbell dkk) sejak tahun 1960 memandang identifikasi partai sebagai 13

14 ikatan partai psikologis dan stabil, yang tidak lagi dipengaruhi oleh faktor pengaruh jangka pendek. Oleh sebab itu, banyak peneliti berikutnya yang mengidentikan pendekatan psikologis dengan identifikasi partai, padahal pada mulanya pendekatan psikologis memuat tiga faktor yaitu identifikasi partai, orientasi kandidat dan isu. Belakangan oleh beberapa penulis dan peneliti, orientasi isu dan kandidat dimasukan ke dalam pendekatan pilihan rasional. Pendekatan Pilihan Rasional Terakhir adalah pendekatan pilihan rasional. Pendekatan pilihan rasional seperti yang telah disinggung di atas, menurut sekelompok ilmuan, pendekatan ini terutama berkaitan dengan dua orientasi utama yaitu orientasi isu dan orientasi kandidat (Nursal,2004:64). Orientasi kandidat mengacu pada sikap seseorang terhadap pribadi kandidat tanpa mempedulikan label partai. Pendekatan rasional berorientasi kandidat bisa didasarkan pada kedudukan, informasi, prestasi, dan popularitas pribadi bersangkutan dalam berbagai bidang kehidupan. Bone dan Ranney mengatakan bahwa orientasi kandidat berarti orang memilih calon pemimpin bedasarkan kualitas instrumental dan kualitas simbolik dari calon yang bersangkutan. Kualitas instrumental adalah keyakinan pemilih terhadap kemampuan pribadi kandidat dalam mewujudkan kebaikan bagi masyarakat yang akan dipimpin. Sedangkan kualitas simbolik mengacu pada kepribadian kandidat yang seharusnya dimiliki oleh seorang pemimpin (Bone dan Ranney,1981:9). Nursal menegaskan, kualitas figur sering kali menentukan keputusan pilihan dibanding isu karena orang lebih mudah terinformasi oleh fakta mengenai manusia dibandingkan fakta tentang isu. Sementara sebagian lagi memandang bahwa dua orientasi tersebut dapat dimasukan kependekatan psikologis. Kelompok ini lebih setuju bahwa titik tekan dalam pendekatan pilihan rasional adalah pada pertimbangan untung rugi dari individu pemilih (Evans,2004:69). Terkait dengan itu, Evans menyebutkan adanya beberapa kriteria seorang pemilih untuk dapat dikatakan sebagai pemilih rasional. Setidaknya ada lima kriteria yang ia kemukakan, seperti di bawah ini: 1. Membuat keputusan jika disodorkan beberapa alternatif 2. Mampu membuat urutan preferensi 3. Urutan preferensi individu tidak selalu sama antara individu satu dengan yang lainnya 4. Menjatuhkan pilihan pada sesuatu yang berada di urutan pertama preferensinya 5. Ketika dihadapkan pada alternatif-alternatif yang sama atau seimbang sehingga ia tak mungkin membuat urutan preferensi, maka individu itu akan cenderung menjatuhkan pilihan pada alternatif yang pernah ia pilih sebelumnya. 14

15 Berdasarkan paparan di atas, orientasi isu dan orientasi kandidat dapat dilihat sebagai bagian dari dua pendekatan berbeda dalam perilaku memilih. Jika pemilih memilih berdasarkan orientasi isu atau kandidat berdasarkan informasi-informasi yang diperolehnya dan kemudian mempertimbangkan untung rugi dari pilihannya maka dalam hal ini orientasi isu dan kandidat dapat dimasukan ke dalam pendekatan pilihan rasional. Jadi perbedaan utama dari pemilih rasional dan yang bukan terletak pada informasi yang dikumpulkan oleh pemilih untuk kemudian dipergunakan sebagai dasar pertimbangan dalam menetukan pilihan. Di akhir dari rangkaian itu, pemilih rasional biasanya mempertimbangkan untung rugi dari pilihannya itu. Dari kriteria tersebut, ada juga penulis yang mengatakan bahwa pemilih rasional itu sejatinya tidak pernah ada karena pemilih cenderung menerima informasi secara pasif dan lebih mudah mencerna informasi mengenai personal kandidat dibandingkan fakta mengenai isu tertentu (Shenkman,2008:43). Sehingga informasi yang dikumpulkan pemilih tidak ada yang sepenuhnya lengkap. Secara singkat, pendekatan-pendekatan dalam teori perilaku memilih dapat digambarkan dengan bagan berikut ini: Gambar 1.1 Pendekatan-Pendekatan dalam Teori Perilaku Memilih

16 BAB 3 METODE PENELITIAN 1. Tipe Penelitian Penelitian ini akan menggunakan metode kuantitatif karena tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui, bagaimana perilaku pemilih di Karangasem dan untuk mengetahui faktorfaktor yang mempengaruhi pemilih dalam memilih. Seperti yang telah dijelaskan di bagian terdahulu, bahwa penelitian tentang perilaku memilih umumnya merupakan riset kuantitatif. Riset politik kuantitatif yang dimaksud adalah penggunaan pengukuran dalam analisis perilaku atau sikap. (Harison, 2009: 15) Pengumpulan data utama dilakukan dengan wawancara terstruktur terhadap responden dengan menggunakan kuesioner. Berdasarkan tujuannya, penelitian ini adalah penelitian eksplanatif. Tipe penelitian eksplanatif bermaksud menjelaskan hubungan kausal dan pengujian hipotesa.(singarimbun dan Efendi, 1989: 4) Penelitian ini mencoba untuk menjelaskan apa yang terjadi di balik fenomena sosial yang ada dalam masyarakat. Dalam penelitian ini akan dijelaskan bagaimana hubungan antar tiga variabel yang penulis buat, anatara faktor sosiologis, faktor kandidat, dan faktor program dengan perilaku memilih masyarakat. 2. Lokasi penelitian Lokasi penelitian dalam penelitian ini di seluruh kecamatan yang ada di Kabupaten Karangasem provinsi Bali 3. Waktu Penelitian Penelitian dilakukan efektif selama tiga bulan dari mulai persiapan, proses pengumpulan data, proses pengolahan data, hingga analisa dan persiapan pembuatan laporan dan seminar hasil penelitian. 4. Populasi dan Sampel Populasi adalah serumpun atau sekelompok objek yang menjadi sasaran penelitian. (Bungin, 2008: 99)Dalam penelitian ini, populasinya adalah pemilih di Kabupaten yang terdaftar dalam daftar pemilih. Dari populasi tersebut akan diambil sampel untuk mewakili populasi dalam penelitian ini dengan menggunakan teknik penarikan sampel yang dijelaskan di bawah ini. Besar sampel dalam penelitian ini adalah 420 responden, berarti tingkat kepercayaannya 95% dan Errornya 5%. (De Vaus, 2006: 81) 16

17 Laporan Riset Perilaku Memilih di di Kabupaten Karangasem 5. Teknik Penarikan Sampel Pada penelitian ini, peneliti mengumpulkan sampel dengan cara Multistage Random Sampling,, karena populasi yang akan diteliti tidak memiliki sifat homogen. Kerangka sampelnya sangat heterogen, sehingga perbedaan edaan sifat dari populasi menjadi penting untuk diperhatikan. Kabupaten Karangasem memiliki delapan kecamatan, dimana masing-masing kecamatan tersebut memiliki jumlah pemilih yang berbeda. karena itu sampel akan diambil di semua kecamatan secara proporsional, lalu di tiap-tiap kecamatan akan diambil beberapa responden sesuai dengan proporsi jumlah pemilih di kecamatan tersebut, dengan cara acak sederhana (SRS), sehingga total akan ada 420 responden terpilih. Untuk lebih jelasnya mengenai tahapandalam penelitian dapat dilihat dalam gambar tahapan dalam Multistage Random Sampling berikut. Gambar 3.1 Proses Pengambilan Sampel

18 Gambar di atas menjelaskan teknik pengambilan sampel hingga sampai ke responden. Diperlihatkan bahwa semua kecamatan diambil sebagai daerah sampel, lalu dari Kecamatan tersebut diambil beberapa Kelurahan secara acak sederhana (SRS). Kemudian di tiap Kelurahan/Desa diambil lima banjar dan di masing-masing banjar diambil 2 responden yakni 1 laki-laki dan 1 perempuan secara acak sederha. 6. Teknik Analisis Data Data yang diperoleh dalam penelitian ini akan dianalisis dengan statistik deskriptif yaitu tabel frekuensi dan tabel silang. Tabel frekuensi digunakan untuk mempelajari distribusi frekuensi dari variabel-variabel penelitian.tabel silang berfungsi untuk mencari tahu apakan satu variabel menentukan atau berhubungan dengan variabel lainnya. (Mars dan Stoker, 2010: 269) Analisis ini ditujukan untuk melihat hubungan antar variabel yang telah ditetapkan sebelumnya dalam model analisis. Untuk melihat hubungan antar variabel tersebut digunakan uji SPSS. 7. Sumber Data Pada penelitian ini, peneliti menggunakan data primer yaitu data yang langsung berasal dari sumber pertama (responden) di lokasi penelitian atau objek penelitian. Secara teknis, peneliti menggunakan metode survei. Untuk melaksanakan metode ini, penulis memberikan pertanyaanpertanyaan yang disusun dalam sebuah kuesioner dijawab oleh responden dengan bantuan pewawancara (face to face interview). Di luar dua sumber data tersebut, dilakukan juga studi literatur dengan mencari sumber skunder berupa buku, jurnal, laporan penelitian, dokumen, dan sumber tertulis lainnya yang berkaitan dengan permasalahan yang dikaji. Studi literatur ini diperlukan untuk memperkuat konsep dan teori yang menunjang penelitian ini. Studi literatur dilakukan sebelum penelitian lapangan dilaksanakan. 18

19 8. Waktu Pelaksanaan Kegiatan riset pemilu di KPU Kabupaten/Kota dilaksanakan pada rentang waktu antara April s.d. Juli Tabel 3.1: Waktu Pelaksanaan No. Agenda KPU KPU Kab/Kota 1. Persiapan dan Maret s.d. Juli 2015 April s.d. Juli 2015 pelaksanaan Riset 2. Publikasi hasil riset Agustus s.d. November Agustus s.d. November

20 Laporan Riset Perilaku Memilih di di Kabupaten Karangasem BAB 4 PEMBAHASAN 1. Profil Responden Penelitian dilakukan pada bulan Juni hingga Juli 2015 di seluruh kecamatan di Karangasem dengan jumlah responden 420 yang terbagi menjadi 50 persen responden laki-laki dan 50 persen responden perempuan. 420 responden terbagi dalam delapan kecamatan secara proporsional. Hal ini terlihat dalam gambar di bawah ini. Gambar 4.1. Penyebaran Kuesioner per Kecamatan Usia responden pun beragam, di mana responden dengan usia yang paling banyak dijadikan responden adalah pada usia 36 hingga 45 tahun, yakni sebesar 31,9 persen. Selengkapnya ada pada grafik 2 di bawah ini: Gambar4.2. Usia Responden Tabel di atas memperlihatkan bahwa pemilih di kabupaten Karangasem berada di usia produktif. Jumlah pemilih muda/pemula yang berusia tahun berada pada angka di bawah 10%.

21 Laporan Riset Perilaku Memilih di di Kabupaten Karangasem Untuk tingkat pendidikan para responden pun beragam, di mana responden terbesar yakni 28,8 memiliki tingkat pendidikannya adalah tamat SD atau sederajat. Data ini menunjukkan bahwa tingkat pendidikan responden di Kabupaten Karangasem masih tergolong rendah. Hal ini ditunjukkan dengan angka persentase responden yang lulus S1/D4 hanya 5,7 persen saja. Hal ini dapat dilihat pada grafik di bawah ini: Gambar 4.3. Tingkat Pendidikan Responden Dengan tingkat pendidikan yang tergolong rendah, kecenderungan profesi atau pekerjaan responden adalah Petani yakni sebesar 26 persen, wiraswasta/pedagang yakni 23,1 persen, dan ibu rumah tangga 16,9 persen.. Selengkapnya ada pada grafik di bawah ini: Gambar 4.4. Ragam Pekerjaaan Responden

22 Laporan Riset Perilaku Memilih di Kabupaten Karangasem Latar belakang pendidikan yang tergolong rendah dan sebagian besar responden adalah petani maka penghasilan responden dalam satu bulan pun tidak tentu bahkan sebagian besar yakni 40 persen dari responden memiliki penghasilan di bawah Rp ,- dalam sebulannya. Data selengkapnya berada di grafik di bawah ini: Gambar4.5. Penghasilan responden dalam satu bulan Masyarakat Karangasem sebagian besar juga terikat dalam masyarakat adat di mana memiliki keterikatan secara adat membuat hampir seluruh responden termasuk dalam banjar adat, yakni 82,9 persen. Penelitian pun mengeluarkan catatan khusus bahwa di Karangasem pengaruh atau ikatan berdasarkan kekerabatan cukup tinggi. hal ini ditunjukkan dengan angka 60,5 persen responden menilai memiliki keterikatan dalam organisasi non formal dadia ini. Hal ini dapat dilihat dalam tabel di bawah ini: Tabel 4.1. Keterikatan pada Organisasi Organisasi Ya Tidak [1] Banjar Adat [2] Sekaa Kesenian (Sekaa Gong, Sekaa Kekawin dll) [3] Dadia [4] Ormas (Baladika, Laskar Bali, Pemuda Bali Bersatu dll)

23 Laporan Riset Perilaku Memilih di di Kabupaten Karangasem 2. Perilaku Pemilih Pada sub bab ini, akan dibahas mengenai bagaimana perilaku pemilih dalam berdemokrasi khususnya motivasi dan perilaku pemilih. Hal ini untuk mengetahui bagaimana profil dari pemilih apakah tergolong sebagai pemilih yang rasional atau tradisional. Responden menilai bahwa nilai-nilai kejujuran uran masih sangat diunggulkan dalam mencari siapa yang akan mewakili mereka baik sebagai anggota dewan atau sebagai kepala daerah. 65,5 persen responden menilai bahwa sikap atau nilai yang harus dimiliki oleh wakil rakyat dan/atau kepala daerahnya adalah sikap jujur dan antikorupsi. Hal ini terlihat dalam grafik di bawah ini: Gambar 4.6. Nilai yang Harus Dimiliki Calon Ada perbedaan pendapat pemilih antara nilai/sikap yang harus dimiliki dengan penilaian siapa yang sepantasnya duduk menjadi bupati. Responden menilai bahwa pentingnya pengalaman di pemerintah daerah bagi seseorang untuk duduk menjadi bupati. Tercatat 32,6 persen responden menilai orang yang pantas untuk duduk menjadi bupati adalah orang yang sudah berpengalaman di pemerintah daerah. Namun ada sekitar 27,6 persen responden menyatakan bahwa latar belakang apapun juga pantas untuk duduk menjadi bupati. Sedangkan 21,9 persen menilai orang yang pantas untuk duduk sebagai bupati adalah pakar yang sangat mengetahui cara menyelesaikan masalah utama di Karangasem. Dari data juga diketahui bahwa hanya 1,7 persen responden yang menilai bahwa politisi atau tokoh partai adalah sosok yang pantas untuk duduk sebagai Bupati Karangasem. Dataa selengkapnya dapat dilihat dalam data di bawah ini :

24 Laporan Riset Perilaku Memilih di Kabupaten Karangasem Gambar 4.7. Latar Belakang Kandidat yang Paling Disukai Masyarakat untuk duduk jadi bupati Karangasem Respoden memiliki beragam referensi mengenai bagaimana cara kerja bupati yang baik menurut para responden. Namun sebagian besar responden yakni 54,2 persen menilai bahwa bupati yang disukai adalah bupati yang lebih banyak meluangkan waktunya untuk mengunjungi warga dan melihat masalah langsung di lapangan. 29,1. Selengkapnya pada data di bawah: Gambar 4.8. Cara kerja yang Disukai Responden Lebih banyak waktunya untuk mengunjungi warga dan melihat 54.2 Cepat tanggap mengatasi masalah- masalah darurat 29.1 Tekun dan suka bekerja keras menyelesaikan masalah di kantor Rajin berkunjung ke kantor-kantor pemerintahan di tingkat bawah TT/TM Dari grafik di atas juga diketahuii bahwa 29,1 persen responden menyukai cara kerja bupati yang cepat dalam menanggapi masalah-masalah darurat. Maka dari data di atas diketahui bahwa sosok yang akan dipilih adalah berdasar pada kinerja yang memiliki kedekatan dengann masyarakat dan

25 Laporan Riset Perilaku Memilih di di Kabupaten Karangasem kecepatan dalam mengatasi permasalahan-permasalahan yang darurat. Hal ini mencerminkan bahwa pemilih sudah memiliki dan mengerti nilai-nilai dasar yang harus dimiliki kepala daerah atau perwakilannya adalah berdasarkan pertimbangan logis bukan pertimbangan sosiologis maupun psikologis semata. Nilai yang terus muncul dan menjadi alasan responden untuk memilih adalah kejujuran dan keadilan di mana tidak mementingkan mentingkan diri sendiri atau kelompok. 56,2 persen responden menyatakan bahwa alasannya untuk memilih seseorang adalah orang yang jujur dan tidak mementingkan diri sendiri/kelompok. 21,2 persen responden pun menilai bahwa mereka akan memilih calon yang telah memiliki pengalaman di pemerintahan. Bahkan tercatat terdapat 3,6 persen en responden yang menyatakan akan akan memilih calon yang mengedepankan kesederhanaan dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini terlihat dalam data di bawah ini: Gambar Alasan responden dalam memilih calon 3. Political Literacy/ Melek Politik Political literacy atau tingkat melek akan politik. Political literacy dapat diukur dalam berbagai indikator. Salah satunya adalah pengetahuan responden akan diadakannya pemilukada pada Desember Ternyata pengetahuan responden akan diselenggarakannya pemilukada masih rendah yakni hanya 47 persen responden yang mengetahui bahwa akan diadakan pemilukada pada Desember 2015 mendatang. Sedangkan sisanya yakni 53 persen responden mengaku tidak mengetahuinya. Hal ini terlihat dalam diagram lingkaran di bawah ini:

26 Laporan Riset Perilaku Memilih di Kabupaten Karangasem Gambar Pengetahuan Responden Mengenai Pilkada Desember 2015 Apabila dilihat per kecamatan, ternyata ada perbedaan tingkat pengetahuan akan diselenggarakannya pemmilukada. Tercatat di beberapa kecamatan terjadi perbedaan pengetahuan yang cukup besar dari yang mengetahui dan tidak mengetahui. Dari delapan kecamatan, terdapat empat kecamatan yang lebih dari 50% respondennya mengaku tidak mengetahui akan diselenggarakannya pemilukada. Kecamatan tersebut adalah Kecamatan Abang, Bebandem, Karangasem, dan Rendang. Sedangkan responden yang sebagian besar mengetahui akan ada pemilukada pada Desember mendatang yakni Kecamatan Kubu, Manggis dan Selat. Selengkapnya terdapatt dalam tabel di bawah ini: Tabel 4.2. Pengetahuan tentang Waktu Pemungutan Suara Pemilukada Karangasem 2015 Pengetahuan Tentang Waktu Penyelenggaraan KECAMATAN Pilkada Karangasem Tahu Tidak Tahu Abang Bebandem Karangasem Kubu Manggis Rendang Selat Sidemen 25.7% 38.0% 30.0% 61.4% 62.0% 40.0% 70.0% 47.5% 74.3% 62.0% 70.0% 38.6% 38.0% 60.0% 30.0% 52.5%

27 Laporan Riset Perilaku Memilih di Kabupaten Karangasem Walau tingkat pengetahuan mengenai akan diselenggarakannya Pemilukada pada Desember 2015 mendatang tergolong rendah, namun sebagian besar responden yakni 92% responden mengatakan akan menggunakan hak pilihnya. Hal ini menunjukkan bahwa antusiasme pemilih dalam menyambut pemilukada cukup tinggi. Hal ini terlihat dalam diagram di bawah ini: Gambar Apakah akan memilih dalam pemilukada Desember 2015 Terdapat beragam cara untuk menyosialisasikan tahapan piemilukada pada para pemilih. Dari 420 responden dalam penelitiann ini menyatakan sarana yang dinilai efektif dalam sosialisasi pemilukada adalah dengan menggunakan spanduk atau baliho. Tercatat 57,4 persen menyatakan hal tersebut. Sarana berikutnya yang cukup efektif menurut responden adalah melalui berita di televisi. Sarana melalui iklan radio dinilai sebagai sarana yang paling tidak efektif. Hal ini terlihat dalam diagram batang di bawah ini: Gambar 4.12 Sarana sosialisasi pemilkuada yang efektif Spanduk/Baliho Berita TV Iklan TV Poster/Stiker Kalender Kecil Kaos bergambar Cabup/Cawabup Berita Koran Iklan Koran Brosur/Balon Billboard Iklan Radio TT/TM Apabila sarana untuk menyosialisasikan tahapan pemilukada dinilai paling efektif adalah melalui media spanduk/baliho, namun sarana yang dinilai efektif oleh responden untuk mengenal visi

28 Laporan Riset Perilaku Memilih di Kabupaten Karangasem misi calon kepala daerah bukan melalui baliho/spanduk melainkan melalu dialog cabup/cawabup dengan warga. 36,2 persen menyatakan dialog dengan warga adalah cara yang paling efektif. Sarana spanduk/baliho/poster/billboard dinilai efektif oleh 19,5 persen. Data yang menarik adalah dialog antarkandidat ternyata tidak dinilai cukup efektif, di mana hanya 15,7 persen saja yang menilai hal ini efektif. Dataa menarik lainnya adalah iklan di media ternyataa tidak lagi cukup efektif, di mana hanya 7,1 persen saja yang menilai sarana ini efektif untuk mengenal visi dan misi calon kepala daerah. Hal inii dapat dilihat dalam data di bawah ini: Gambar 4.13 Cara paling efektif mengenal visi misi calon Dialog Cabup/Cawabup dengan warga 36.2 Spanduk/Baliho/Poster/Billboard Debat Antarkandidat Cabup/Cawabup Berita di media massa (TV, Koran, dll) Pidato Cabup/Cawabup soal kampanye Iklan di media (TV, Koran, Radio, dll) Komentar-komentar dii media sosial TT/TM Media massa menurut para responden tidaklah cukup efektif dalam sosialisasi visi misi. Hanya 12,4 persen yang menilai berita di media massa efektif dalam sosialisasi visi misi kepala daerah. Sedangkan iklan di media massaa dinilai efektif oleh 7,1 persen responden. Walau dinilai tidak cukup efektif namun cukup menarik untuk dilihat sebagai alternative sarana sosialisasi. Dari 420 responden, 55,2 persen responden mengaku tidak pernah membaca koran. Adapun responden yang membaca koran, 36,9 persen responden mengaku membaca Bali Post, media cetak berikutnya yang cukup banyak pembacanya adalah harian Radar Bali. Hal ini terlihat dalam data di bawah ini:

29 Laporan Riset Perilaku Memilih di di Kabupaten Karangasem Gambar Media Cetak yang Dikonsumsi Responden Media massa lainnya yakni radio semakin tidak menjadi pilihan responden untuk mencari informasi di Karangasem. Dari 420 responden, 68,8 persen responden menyatakan tidak pernah mendengar radio. Adapun radio yang paling banyak dipilih responden adalah Gema Merdeka yakni sebesar 9,8 persen, kemudia radio RGS FM sebesar 5,5 persen responden. Hal ini dapat dilihat dalam gambar di bawah ini: Gambar Radio yang Dikonsumsi Responden Dari 420 responden, sebagian besar responden mengaku mencari informasi mengenai politik melalui televisi. Dari 420 responden, 75,5 persen menyatakan mencariinformasi melalui media televisi. Wadah yang pakai berikutnya untuk mencari informasi mengenai politik adalah obrolan dengan komunitas. Hal ini terlihat dalam data di bawah ini:

30 Laporan Riset Perilaku Memilih di Kabupaten Karangasem Gambar Sumber Mencari Informasi Politik Televisi Obrolan dengan komunitas Spanduk/ /baliho Ceramah tokoh-tokoh politik Koran Media Online/Sosial Media Radio TT/TM Stasiun televisi yang paling banyak ditonton oleh responden adalah AN TV yakni 24 persen responden. Stasiun televisi berikutnya yang paling banyak ditonton adalah TV ONE yakni 19,8 persen. Untuk stasiun televisi lokal yang paling dipilih adalah BaliTV di manaa 13,3 responden mengaku menonton BaliTV. Hal ini dapat dilihat dalam grafik berikut ini: Gambar Stasiun Televisi yang Paling Sering Ditonton AN TV TV One Bali TV Indosiar MNCTV Trans 7 Metro TV SCTV RCTI Trans TV Dewata TV/Kompas TV TVRI Global TV Lainnya TT/TM

31 Laporan Riset Perilaku Memilih di di Kabupaten Karangasem 4. Vote Buying/ Money Politics Vote buying atau money politics adalah fenomena yang berbahaya bagi demokrasi. Dengan adanya vote buying maka makna a demokrasi akan menurun dan tidak mencerminkan kehendak rakyat. Dari 420 responden di Karangasem ini, 13,3 persen responden menerima money politics di mana mereka menyatakan akan menerima uang dan memilih calon bupati yang memberikan uang. Namun angka yang menolak praktik ini di Karangasem pun cukup tinggi yakni 33,8 persen di mana mereka menyatakan tidak menerima uang dan tidak memilih calon bupati yang akan memberikan uang. Hal ini terlihat dalam tabel di bawah ini: Gambar Sikap Terhadap Praktik Money Politics Dari delapan kecamatan yang ada di Karangasem, dua kecamatan yang cenderung menerima uang walau menyatakan tidak memilih calon bupati yang memberikan uang tersebut adalah di Kecamatan Kubu dan Manggis. Jadi kedua kecamatan ini adalah kecamatan yang harus difokuskan untuk sosialisasi untuk tidak bersedia menerima uang atau praktik money politik lainnya. Data selengkapnya terdapat dalam tabel silang di bawah ini

32 Tabel 4.3. Kecamatan dengan Respons terhadap Money Politics Data di atas sejalan dengan data berikutnya yakni dalam menentukan pilihan politik, pihak manakah yang paling mempengaruhi pilihan responden adalah sebagian besar bergantung pada keyakinannya sendiri. Dari 420 responden 71 persennya menyatakan dalam menentukan pilihan politiknya tidak dipengaruhi oleh pihak mana pun tapi berdasarkan keyakinannya sendiri. Adapun pihak yang dapat mempengaruhi pilihan politik responden adalah pilihan dari keluarga. Pilihan dari keluarga respondennya sebesar 17,1 persen. Hal ini terlihat dalam gambar di bawah ini:

33 Laporan Riset Perilaku Memilih di Kabupaten Karangasem Gambar Dasar Menentukan Pilihan Politik Budaya di Bali di mana hubungan kekerabatan yang masih tinggi juga terjadi di Kabupaten Karangasem. Kehidupan berkelompok atau dikenal dengan mebanjar berpengaruh pada tingkat kepercayaan warganya pada pemimpin kelompok/banjar mereka. Hal ini terlihat bahwa 42,4 persen responden menyatakan bahwa tokoh yang paling diikuti sarannya adalah Klian Banjar. hal ini terlihat dalam Gambar di bawah ini: Gambar Tokoh yang paling diikuti anjuran politiknya Kelian Banjar 42.4 Kepala Desa Tokoh/Tetua di Dadiaa Tokoh Puri.7 TT/TM Dari delapan kecamatan, hampir di seluruh kecamatan Kelian Banjar adalah tokoh yang paling berpengaruh di daerah kecamatan responden. Temuan yang cukup menarik adalah di Kecamatan Selat, di mana tokoh yang paling berpengaruh atau yang diikuti anjurannya adalah Kepala Desa dan Tokoh/Tetua di Dadia. Selengkapnya dalam tabel di bawah ini:

34 Laporan Riset Perilaku Memilih di di Kabupaten Karangasem Tabel 4.4. Tabel Silang Kecamatan dan Tokoh yang Diikuti Anjuran Politiknya Tokoh yang Diikuti Anjurannya KECAMATAN Kelian Tokoh/Tetua Tidak Kepala Desa Tokoh Puri Banjar di Dadia Jawab Abang 11.4% 45.7% 12.9%.0% 30.0% Bebandem 22.0% 44.0% 10.0%.0% 24.0% Karangasem 22.0% 68.0% 4.0%.0% 6.0% Kubu 11.4% 51.4% 8.6%.0% 28.6% Manggis 16.0% 46.0% 14.0% 2.0% 22.0% Rendang.0% 22.5% 17.5%.0% 60.0% Selat 40.0% 6.0% 40.0% 4.0% 10.0% Sidemen 17.5% 47.5% 20.0%.0% 15.0% Data di atas menunjukkan bahwa peran Klian Banjar menjadi sangat penting dalam praktikpolitic melalui mediator klian banjar ini. Dengan berjalannya a waktu dan makin meningkatnya kesadaran politik pemilih, praktik money politic. Pada mumnya modus praktik money bentuk-bentuk money politik pun beragam dan semakin kreatif. Salah satu bentuk praktik money politic adalah melalui bansos. Dari 420 responden, 26,4 persen menyatakan bentuk bansos yang diinginkan adalah paket sembako, 17,6 persen responden menginginkan bedah rumah kemudia 15,7 persen menginginkan infrastruktur air bersih. Hal ini terlihat dalam grafik di bawah ini: Gambar Bentuk Bansos yang Diinginkan Warga Data di atas juga menunjukkan n bahwa sebagian besar responden menginginkan bansos yang sifatnya individu dibandingkan bansos yang bersifat komunal atau untuk kepentingan kelompok.

35 Hal ini menunjukkan bahwa kesediaan responden untuk mendapatkan money politic cukup tinggi. 35

36 BAB 5 PENUTUP 1. SIMPULAN Pemilih di Karangasem baik dalam pemilu 2014 ataupun menjelang pemilukada 2015 memiliki profil yang tidak jauh berbeda. Data menunjukkan bahwa karakteristik pemilih Karangasem relatif berbeda dengan pemilih Bali pada umumnya. Bila pemilih Bali mayoritas memiliki tingkat pendidikan SMA atau sederajat, maka di Karangasem, pemiih yang lulusan SD sederajat menempati posisi teratas dari segi jumlah. Hal tersebut berimplikasi pada pekerjaan dan penghasilan masyarakatnya. Meski Karangasem tengah berusaha membangun sektor pariwisata, namun belum terlihat bahwa sektor ini mendominasi pekerjaan warganya. Sebagian besar masyarakat Karangasem bekerja di sektor pertanian dan perdagangan. Di posisi ketiga ditempati oleh kalangan ibu rumah tangga. Keadaan masyarakat yang demikian menyebabkan pemilih di kabupaten paling timur di provinsi Bali juga memiliki kekhasannya sendiri. Hasil survei memperlihatkan bahwa warga mementingkan sikap jujur dan melihat pengalaman kerja kandidat dalam menentukan pilihan politik dalam pemilukada. Artinya, pemilih relatif rasional. Namun demikian, jumlah mereka yang menyatakan menerima tawaran uang dari kandidat dan memilih kandidat yang bersangkutan berkisar 13%. Angka ini dapat dikatakan tinggi sebab mereka yang terbuka menerima uang sebagai imbalan memilih kandidat tertentu melebihi 10%. Lalu hampir 30% pemilih menyatakan bahwa pilihannya bergantung pada pilihan orang lain, seperti pilihan keluarga, banjar dan lain-lain. Bentuk sosialisasi yang paling disukai masyarakat Karangasem terkait dengan pemilukada adalah spanduk atau baliho. Spanduk dan baliho dirasa oleh warga efektif untuk memperkenalkan calon, mengetahui kapan penyelenggaraan dan bagamana mekanisme memberikan suara di TPS. Namun demikian, masyarakat merasa bahwa dialog tatap muka dengan kandidatlah yang paling efektif jika ingin mengetahui visi misi mereka. Di Bali, mekanisme dialog tatap muka seperti ini disebut sima krama. Umumnya kegiatan tersebut dilakukan dalam lingkup kecil melalui pertemuan dengan dadia, banjar atau sekaa (kelompok). Dalam sima krama tersebut umumnya tokoh-tokoh komunitas menjadi kunci terlaksananya pertemuan dengan warga. Hal tersebut terkonfirmasi dengan besarnya jumlah warga yang menyatakan bahwa kelihan banjar; kelihan dadia dan kepala desa adalah orang-orang yang paling diikuti anjuran politiknya. 36

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I A. Latar Belakang PENDAHULUAN Partisipasi pemilih sejak pemilu 1999 sampai dengan pemilu 2014 bergerak fluktuatif. Pada pemilu legislatif, penurunan partisipasi pemilih sekitar 10 persen konsisten

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 1: BAB I A. Latar Belakang PENDAHULUAN Partisipasi pemilih sejak pemilu 1999 sampai dengan pemilu 2014 bergerak fluktuatif. Pada pemilu legislatif, penurunan partisipasi pemilih sekitar 10 persen konsisten

Lebih terperinci

SUSUNAN KEANGGOTAAN KELOMPOK KERJA PUSAT PENDIDIKAN PEMILIH PADA KOMISI PEMILIHAN UMUM KOTA DENPASAR 2015

SUSUNAN KEANGGOTAAN KELOMPOK KERJA PUSAT PENDIDIKAN PEMILIH PADA KOMISI PEMILIHAN UMUM KOTA DENPASAR 2015 SUSUNAN KEANGGOTAAN KELOMPOK KERJA PUSAT PENDIDIKAN PEMILIH PADA KOMISI PEMILIHAN UMUM KOTA DENPASAR 2015 I. Pengarah : I Gusti Ngurah Agung Darmayuda, ST., MM II. Penanggung Jawab : I Wayan Arya Arsana,

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Responden dalam penelitian ini adalah masyarakat Kabupaten Way Kanan

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Responden dalam penelitian ini adalah masyarakat Kabupaten Way Kanan 56 V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Identitas Responden Responden dalam penelitian ini adalah masyarakat Kabupaten Way Kanan yang berjumlah 100 responden. Identitas responden selanjutnya didistribusikan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Reformasi politik yang sudah berlangsung sejak berakhirnya pemerintahan Orde Baru di bawah kepemimpinan Presiden Soeharto pada bulan Mei 1998, telah melahirkan perubahan besar

Lebih terperinci

LAPORAN HASIL PENELITIAN

LAPORAN HASIL PENELITIAN LAPORAN HASIL PENELITIAN PEMETAAN PERSEPSI ATAS PENYELENGGARAAN SOSIALISASI KEPEMILUAN, PARTISIPASI DAN PERILAKU PEMILIH DI KABUPATEN BANGLI Kerjasama Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Bangli dan Fakultas

Lebih terperinci

PEDOMAN RISET TENTANG PARTISIPASI DALAM PEMILU KOMISI PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA 2015

PEDOMAN RISET TENTANG PARTISIPASI DALAM PEMILU KOMISI PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA 2015 PEDOMAN RISET TENTANG PARTISIPASI DALAM PEMILU KOMISI PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA 2015 PENDAHULUAN Riset pemilu merupakan salah satu elemen strategis dalam manajemen pemilu. Riset tidak hanya memberikan

Lebih terperinci

KESIMPULAN DAN SARAN. Kesimpulan

KESIMPULAN DAN SARAN. Kesimpulan KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Karakteristik demografi pemilih yang mencakup usia antara 20-49 tahun, berpendidikan SLTA dan di atasnya, memiliki status pekerjaan tetap (pegawai negeri sipil, pengusaha/wiraswasta

Lebih terperinci

PERILAKU POLITIK PEMILIH PEMULA PADA PEMILIHAN KEPALA DAERAH KABUPATEN KONAWE SELATAN TAHUN 2015 DI KECAMATAN MOWILA JURNAL PENELITIAN

PERILAKU POLITIK PEMILIH PEMULA PADA PEMILIHAN KEPALA DAERAH KABUPATEN KONAWE SELATAN TAHUN 2015 DI KECAMATAN MOWILA JURNAL PENELITIAN PERILAKU POLITIK PEMILIH PEMULA PADA PEMILIHAN KEPALA DAERAH KABUPATEN KONAWE SELATAN TAHUN 2015 JURNAL PENELITIAN OLEH: NILUH VITA PRATIWI G2G115106 PROGRAM PASCA SARJANA UNIVERSITAS HALU OLEO KENDARI

Lebih terperinci

MASYARAKAT MUSI BANYUASIN : KECENDERUNGAN SIKAP DAN PERILAKU PEMILIH PADA PEMILU PRESIDEN SERTA PEMILU LEGISLATIF TAHUN 2014.

MASYARAKAT MUSI BANYUASIN : KECENDERUNGAN SIKAP DAN PERILAKU PEMILIH PADA PEMILU PRESIDEN SERTA PEMILU LEGISLATIF TAHUN 2014. MASYARAKAT MUSI BANYUASIN : KECENDERUNGAN SIKAP DAN PERILAKU PEMILIH PADA PEMILU PRESIDEN SERTA PEMILU LEGISLATIF TAHUN 2014. HASIL RISET PARTISIPASI MASYARAKAT OLEH KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN MUSI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pilgub Jabar telah dilaksanakan pada tanggal 24 Pebruari 2013, yang

BAB I PENDAHULUAN. Pilgub Jabar telah dilaksanakan pada tanggal 24 Pebruari 2013, yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pilgub Jabar telah dilaksanakan pada tanggal 24 Pebruari 2013, yang dilaksanakan secara langsung, yang merupakan salah satu bentuk Demokrasi. Bagi sebuah bangsa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. teknologi baru untuk memuaskan kebutuhan. Untuk dapat beradaptasi dengan perubahan yang

BAB I PENDAHULUAN. teknologi baru untuk memuaskan kebutuhan. Untuk dapat beradaptasi dengan perubahan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perubahan global yang begitu cepat terjadi di masa sekarang disebabkan oleh bertambah tingginya tingkat pendidikan masyarakat, tingkat pendapatan, arus informasi serta

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. aspirasi dan memilih pemimpin dengan diadakannya pemilihan umum.

I. PENDAHULUAN. aspirasi dan memilih pemimpin dengan diadakannya pemilihan umum. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia merupakan suatu negara yang menganut paham demokrasi, dan sebagai salah satu syaratnya adalah adanya sarana untuk menyalurkan aspirasi dan memilih pemimpin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pemilihan umum sebagai sarana demokrasi telah digunakan di sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. Pemilihan umum sebagai sarana demokrasi telah digunakan di sebagian besar 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemilihan umum sebagai sarana demokrasi telah digunakan di sebagian besar negara di dunia termasuk Indonesia. Negara Kesatuan Republik Indonesia sejak reformasi telah

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. dalam data pemilih pada pemilihan Peratin Pekon Rawas Kecamatan Pesisir

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. dalam data pemilih pada pemilihan Peratin Pekon Rawas Kecamatan Pesisir 59 V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Responden Responden dalam penelitian ini adalah para pemilih pemula yang tercatat dalam data pemilih pada pemilihan Peratin Pekon Rawas Kecamatan Pesisir Tengah

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP 1. Kesimpulan

BAB VI PENUTUP 1. Kesimpulan BAB VI PENUTUP Setelah menjelaskan berbagai hal pada bab 3, 4, dan 5, pada bab akhir ini saya akan menutup tulisan ini dengan merangkum jawaban atas beberapa pertanyaan penelitian. Untuk tujuan itu, saya

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN DAN DISKUSI HASIL PENELITIAN. A. Jenis Iklan politik dalam Media Massa yang digunakan oleh pasangan calon

BAB V PEMBAHASAN DAN DISKUSI HASIL PENELITIAN. A. Jenis Iklan politik dalam Media Massa yang digunakan oleh pasangan calon 95 BAB V PEMBAHASAN DAN DISKUSI HASIL PENELITIAN A. Jenis Iklan politik dalam Media Massa yang digunakan oleh pasangan calon Kepala Daerah dalam pilkada Sidoarjo 2010 Pemilihan kepala daerah secara langsung

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. LAPORAN SURVEI PILKADA KAB. Sumedang Temuan Survei : Agustus 2017

PENDAHULUAN. LAPORAN SURVEI PILKADA KAB. Sumedang Temuan Survei : Agustus 2017 2 PENDAHULUAN 3 L A T A R B E L A K A N G Calon kepala daerah yang akan dipilih masyarakat menjadi sangat bergantung pada persepsi dan perilaku politik yang berkembang dan dipengaruhi oleh faktor-faktor

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Penelitian hubungan antara karakteristik pemilih, konsumsi media, interaksi peergroup dan

BAB V PENUTUP. Penelitian hubungan antara karakteristik pemilih, konsumsi media, interaksi peergroup dan BAB V PENUTUP 5.1 Simpulan Penelitian hubungan antara karakteristik pemilih, konsumsi media, interaksi peergroup dan perilaku pemilih memiliki signifikansi yang kuat. Terdapat hubungan positif antara konsumsi

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. menggunakan metode penelitian kuantitatif. Metode kuantitatif digunakan

III. METODE PENELITIAN. menggunakan metode penelitian kuantitatif. Metode kuantitatif digunakan 32 III. METODE PENELITIAN A. Tipe Penelitian Tipe penelitian yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan metode penelitian kuantitatif. Metode kuantitatif digunakan dengan menggunakan

Lebih terperinci

BEREBUT DUKUNGAN DI 5 KANTONG SUARA TERBESAR. Lingkaran Survei Indonesia Mei 2014

BEREBUT DUKUNGAN DI 5 KANTONG SUARA TERBESAR. Lingkaran Survei Indonesia Mei 2014 BEREBUT DUKUNGAN DI 5 KANTONG SUARA TERBESAR Lingkaran Survei Indonesia Mei 2014 1 Rebutan dukungan di 5 Kantong Suara Terbesar (NU, Muhammadiyah, Petani, Buruh, dan Ibu Rumah Tangga) Empat puluh hari

Lebih terperinci

LAPORAN HASIL PENELITIAN

LAPORAN HASIL PENELITIAN LAPORAN HASIL PENELITIAN PEMETAAN PERSEPSI ATAS PENYELENGGARAAN SOSIALISASI KEPEMILUAN, PARTISIPASI DAN PERILAKU PEMILIH DI KABUPATEN BANGLI Kerjasama Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Bangli dan Fakultas

Lebih terperinci

LAPORAN SURVEY PERILAKU PEMILIH MENJELANG PILKADA KABUPATEN LAMONGAN

LAPORAN SURVEY PERILAKU PEMILIH MENJELANG PILKADA KABUPATEN LAMONGAN LAPORAN SURVEY PERILAKU PEMILIH MENJELANG PILKADA KABUPATEN LAMONGAN Oleh: PUSAT STUDI DEMOKRASI DAN HAM ( PuSDekHAM ) FISIP UNISDA LAMONGAN 2015 1 DAFTAR ISI DAFTAR ISI....2 PENGANTAR..3 METODE....5 TEMUAN.6

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Pemilihan umum (Pemilu) adalah salah satu cara dalam sistem demokrasi untuk memilih wakil rakyat yang akan duduk di lembaga perwakilan rakyat. Selain itu pemilu

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Responden penelitian ini adalah masyarakat adat Lampung Abung Siwo Mego

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Responden penelitian ini adalah masyarakat adat Lampung Abung Siwo Mego V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Identitas Responden Responden penelitian ini adalah masyarakat adat Lampung Abung Siwo Mego Buay Subing di Desa Labuhan Ratu Kecamatan Labuhan Ratu Kabupaten Lampung Timur yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menghasilkan pemerintahan negara yang demokratis berdasarkan Pancasila dan

BAB I PENDAHULUAN. menghasilkan pemerintahan negara yang demokratis berdasarkan Pancasila dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemilihan Umum (Pemilu) merupakan sarana perwujudan kedaulatan rakyat yang diselenggarkan secara langsung, bebas, rahasia, jujur dan adil guna menghasilkan

Lebih terperinci

BAB 5 KESIMPULAN. Faktor-faktor kemenangan..., Nilam Nirmala Anggraini, FISIP UI, Universitas 2010 Indonesia

BAB 5 KESIMPULAN. Faktor-faktor kemenangan..., Nilam Nirmala Anggraini, FISIP UI, Universitas 2010 Indonesia 101 BAB 5 KESIMPULAN Bab ini merupakan kesimpulan dari bab-bab sebelumnya. Fokus utama dari bab ini adalah menjawab pertanyaan penelitian. Bab ini berisi jawaban yang dapat ditarik dari pembahasan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. bertambah. Dari data Komisi Pemilihan Umum (KPU), total jumlah pemilih tetap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. bertambah. Dari data Komisi Pemilihan Umum (KPU), total jumlah pemilih tetap 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemilih kelompok pemula di Indonesia dari pemilu ke pemilu terus bertambah. Dari data Komisi Pemilihan Umum (KPU), total jumlah pemilih tetap yang terdaftar tahun

Lebih terperinci

LAPORAN EKSEKUTIF SURVEI NASIONAL MEI 2014

LAPORAN EKSEKUTIF SURVEI NASIONAL MEI 2014 LAPORAN EKSEKUTIF SURVEI NASIONAL 24 29 MEI 2014 1 PENGANTAR Survei nasional ini ditujukan untuk menjawab sejumlah pertanyaan besar berikut: Apakah pemilih sudah memiliki pilihan untuk pilpres 2014? Pasangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. demokrasi, Sekaligus merupakan ciri khas adanya modernisasi politik. Dalam

I. PENDAHULUAN. demokrasi, Sekaligus merupakan ciri khas adanya modernisasi politik. Dalam 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Partisipasi politik merupakan aspek penting dalam sebuah tatanan negara demokrasi, Sekaligus merupakan ciri khas adanya modernisasi politik. Dalam hubungannya

Lebih terperinci

SUSUNAN KEANGGOTAAN KELOMPOK KERJA PUSAT PENDIDIKAN PEMILIH PADA KOMISI PEMILIHAN UMUM KOTA DENPASAR 2015

SUSUNAN KEANGGOTAAN KELOMPOK KERJA PUSAT PENDIDIKAN PEMILIH PADA KOMISI PEMILIHAN UMUM KOTA DENPASAR 2015 i: SUSUNAN KEANGGOTAAN KELOMPOK KERJA PUSAT PENDIDIKAN PEMILIH PADA KOMISI PEMILIHAN UMUM KOTA DENPASAR 2015 I. Pengarah : I Gusti Ngurah Agung Darmayuda, ST., MM II. Penanggung Jawab : I Wayan Arya Arsana,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. antara lain karena Indonesia melaksanakan sejumlah kegiatan politik yang

BAB I PENDAHULUAN. antara lain karena Indonesia melaksanakan sejumlah kegiatan politik yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tahun 2014 merupakan tahun politik bagi Indonesia. Disebut tahun politik antara lain karena Indonesia melaksanakan sejumlah kegiatan politik yang melibatkan setidaknya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada Juni 2005, rakyat Indonesia melakukan sebuah proses politik yang

BAB I PENDAHULUAN. Pada Juni 2005, rakyat Indonesia melakukan sebuah proses politik yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada Juni 2005, rakyat Indonesia melakukan sebuah proses politik yang baru pertama kali dilakukan di dalam perpolitikan di Indonesia, proses politik itu adalah Pemilihan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORETIK. Kerangka teori dimaksudkan untuk memberikan gambaran atau batasan-batasan tentang

BAB II KAJIAN TEORETIK. Kerangka teori dimaksudkan untuk memberikan gambaran atau batasan-batasan tentang BAB II KAJIAN TEORETIK Kerangka teori dimaksudkan untuk memberikan gambaran atau batasan-batasan tentang teori-teori yang akan dipakai sebagai landasan penelitian ang akan dilakukan, adalah teori mengenai

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN DAN DISKUSI HASIL PENELITIAN

BAB V PEMBAHASAN DAN DISKUSI HASIL PENELITIAN BAB V PEMBAHASAN DAN DISKUSI HASIL PENELITIAN A. Tingkat Partisipasi Mahasiswa Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya Pada Pemilu Presiden 2014 Partisipasi merupakan salah satu aspek penting dalam

Lebih terperinci

KAMPANYE DAN PERILAKU PEMILIH DALAM PILKADA GUBERNUR DKI JAKARTA. Temuan Survei Juli 2007

KAMPANYE DAN PERILAKU PEMILIH DALAM PILKADA GUBERNUR DKI JAKARTA. Temuan Survei Juli 2007 KAMPANYE DAN PERILAKU PEMILIH DALAM PILKADA GUBERNUR DKI JAKARTA Temuan Survei 22 25 Juli 2007 Ringkasan temuan utama Secara umum, kampanye yang sedang berlangsung tidak merubah perilaku pemilih. Kampanye

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Responden dalam penelitian ini adalah masyarakat Pekon Kediri berumur 17

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Responden dalam penelitian ini adalah masyarakat Pekon Kediri berumur 17 V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Identitas Responden Responden dalam penelitian ini adalah masyarakat Pekon Kediri berumur 17 tahun ke atas atau telah menikah. Responden tersebut telah memiliki

Lebih terperinci

KEPUTUSAN KOMISI PEMILIHAN UMUM PROVINSI KALIMANTAN BARAT. NOMOR : 21/Kpts/KPU-Prov-019/2012 TENTANG

KEPUTUSAN KOMISI PEMILIHAN UMUM PROVINSI KALIMANTAN BARAT. NOMOR : 21/Kpts/KPU-Prov-019/2012 TENTANG KEPUTUSAN KOMISI PEMILIHAN UMUM PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR : 21/Kpts/KPU-Prov-019/2012 TENTANG PEDOMAN TEKNIS PELAKSANAAN SOSIALISASI PENYELENGGARAAN PEMILIHAN UMUM GUBERNUR DAN WAKIL GUBERNUR KALIMANTAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara tersebut (http://www.wikipedia.org). Dalam prakteknya secara teknis yang

BAB I PENDAHULUAN. negara tersebut (http://www.wikipedia.org). Dalam prakteknya secara teknis yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara demokrasi, dimana rakyat sebagai pemegang kekuasaan tertinggi pada suatu negara tersebut. Demokrasi adalah bentuk atau mekanisme sistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Simbol manifestasi negara demokrasi adalah gagasan demokrasi dari

BAB I PENDAHULUAN. Simbol manifestasi negara demokrasi adalah gagasan demokrasi dari 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Simbol manifestasi negara demokrasi adalah gagasan demokrasi dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Pemilihan Umum (Pemilu) menjadi bagian utama dari gagasan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. demokrasi pada negara yang menganut paham demokrasi seperti Indonesia.

I. PENDAHULUAN. demokrasi pada negara yang menganut paham demokrasi seperti Indonesia. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemilihan umum (pemilu) menjadi bagian terpenting dalam penyelenggaraan demokrasi pada negara yang menganut paham demokrasi seperti Indonesia. Pemilu sering diartikan

Lebih terperinci

BAB I Pastikan Pilihan Anda Adalah Peserta Pemilu dan Calon Yang Memiliki Rekam Jejak Yang Baik

BAB I Pastikan Pilihan Anda Adalah Peserta Pemilu dan Calon Yang Memiliki Rekam Jejak Yang Baik BAB I Pastikan Pilihan Anda Adalah Peserta Pemilu dan Calon Yang Memiliki Rekam Jejak Yang Baik Bab ini menjelaskan tentang: A. Ketahui Visi, Misi dan Program Peserta Pemilu. B. Kenali Riwayat Hidup Calon.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai orientasi, nilai-nilai, dan cita-cita yang sama. Salah satu

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai orientasi, nilai-nilai, dan cita-cita yang sama. Salah satu 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Partai politik merupakan sarana ataupun wadah bagi masyarakat untuk menyalurkan aspirasinya dalam kekuasaan atau pemerintahan di suatu negara. Di dalam bukunya Miriam

Lebih terperinci

BAB III DATA RESPONDEN

BAB III DATA RESPONDEN BAB III DATA RESPONDEN A. JENIS KELAMIN RESPONDEN Penelitian ini sebagian besar mengambil kelompok laki-laki sebagai responden. Dari 8 responden yang diwawancarai dan yang ikut FGD, terdapat orang responden

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sangat penting dalam kehidupan bernegara. Pemilihan umum, rakyat berperan

I. PENDAHULUAN. sangat penting dalam kehidupan bernegara. Pemilihan umum, rakyat berperan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemilihan umum adalah suatu proses dari sistem demokrasi, hal ini juga sangat penting dalam kehidupan bernegara. Pemilihan umum, rakyat berperan penuh untuk memilih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang menyanjung-nyanjung kekuatan sebagaimana pada masa Orde Baru, tetapi secara

BAB I PENDAHULUAN. yang menyanjung-nyanjung kekuatan sebagaimana pada masa Orde Baru, tetapi secara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejak reformasi digulirkan akhir Mei 1998, kebebasan media massa di Indonesia telah mengalami perkembangan yang cukup pesat. Pemberitaan media tidak lagi didominasi

Lebih terperinci

PERILAKU MEMILIH GENERASI MUDA KELUARGA ANGGOTA POLRI DALAM PEMILIHAN GUBERNUR JAWA TENGAH 2013 Studi di Asrama Polisi Sendangmulyo Kota Semarang

PERILAKU MEMILIH GENERASI MUDA KELUARGA ANGGOTA POLRI DALAM PEMILIHAN GUBERNUR JAWA TENGAH 2013 Studi di Asrama Polisi Sendangmulyo Kota Semarang PERILAKU MEMILIH GENERASI MUDA KELUARGA ANGGOTA POLRI DALAM PEMILIHAN GUBERNUR JAWA TENGAH 2013 Studi di Asrama Polisi Sendangmulyo Kota Semarang Oleh : Radityo Pambayun Jurusan Ilmu Pemerintahan Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Opini adalah ekspresi atau pendapat seseorang atas suatu masalah yang bersifat kontroversial. Publik adalah kelompok yang tidak merupakan kesatuan, tetapi

Lebih terperinci

SALINAN KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN TUBAN KEPUTUSAN KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN TUBAN. NOMOR : 12/Kpts/KPU Kab /2010 TENTANG

SALINAN KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN TUBAN KEPUTUSAN KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN TUBAN. NOMOR : 12/Kpts/KPU Kab /2010 TENTANG SALINAN KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN TUBAN KEPUTUSAN KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN TUBAN NOMOR : 12/Kpts/KPU Kab 014329920/2010 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN SOSIALISASI PENYELENGGARAAN PEMILIHAN

Lebih terperinci

LAPORAN SURVEI MEMPREDIKSI PEMENANG PILKADA BANTEN 2017

LAPORAN SURVEI MEMPREDIKSI PEMENANG PILKADA BANTEN 2017 LAPORAN SURVEI MEMPREDIKSI PEMENANG PILKADA BANTEN 2017 Tangerang, 01 Februari 2017 PENGANTAR Pemilihan Kepala Daerah Provinsi Banten 2017 sudah di depan mata. Ranah/variabel penting yang seringkali diuji

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pemilu merupakan proses pemilihan orang-orang untuk mengisi jabatan-jabatan

I. PENDAHULUAN. Pemilu merupakan proses pemilihan orang-orang untuk mengisi jabatan-jabatan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemilu merupakan proses pemilihan orang-orang untuk mengisi jabatan-jabatan politik tertentu. Jabatan-jabatan tersebut beraneka-ragam, mulai dari presiden, kepala daerah,

Lebih terperinci

LAPORAN NARATIF SULAWESI SELATAN SURVEI DASAR TERHADAP PEMAHAMAN, PERSEPSI DAN PRAKTIK PEMILIH TERKAIT DENGAN ASPEK PEMILU DI ENAM TARGET PROPINSI

LAPORAN NARATIF SULAWESI SELATAN SURVEI DASAR TERHADAP PEMAHAMAN, PERSEPSI DAN PRAKTIK PEMILIH TERKAIT DENGAN ASPEK PEMILU DI ENAM TARGET PROPINSI LAPORAN NARATIF SULAWESI SELATAN SURVEI DASAR TERHADAP PEMAHAMAN, PERSEPSI DAN PRAKTIK PEMILIH TERKAIT DENGAN ASPEK PEMILU DI ENAM TARGET PROPINSI Dipersiapkan untuk The Asia Foundation Dipersiapkan oleh

Lebih terperinci

QUICK COUNT PILPRES & PILKADA PALING PRESISI PROPOSAL SURVEI PILKADA SERENTAK 2018

QUICK COUNT PILPRES & PILKADA PALING PRESISI PROPOSAL SURVEI PILKADA SERENTAK 2018 SURVEI PILKADA PALING AKURAT DAN KREDIBEL QUICK COUNT PILPRES & PILKADA PALING PRESISI SISTEM PENGOLAHAN DATA BERBASIS TEKNOLOGI INFORMASI MODERN PROPOSAL SURVEI PILKADA SERENTAK 2018 POLTRACKING INDONESIA

Lebih terperinci

2017, No b. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 124, Pasal 128, dan Pasal 132 Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, Ba

2017, No b. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 124, Pasal 128, dan Pasal 132 Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, Ba No.1892, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BAWASLU. Bawaslu Provinsi. Bawaslu Kab/Kota. Panwaslu Kecamatan. Panwaslu Kelurahan/Desa. Panwaslu LN. Pengawas TPS. Pembentukan, Pemberhentian, dan Penggantian

Lebih terperinci

SURVEI DASAR TERHADAP PEMAHAMAN, PERSEPSI DAN PRAKTIK PEMILIH TERKAIT DENGAN ASPEK PEMILU DI ENAM TARGET PROPINSI

SURVEI DASAR TERHADAP PEMAHAMAN, PERSEPSI DAN PRAKTIK PEMILIH TERKAIT DENGAN ASPEK PEMILU DI ENAM TARGET PROPINSI LAPORAN NARATIF DAERAH KHUSUS IBUKOTA (DKI) JAKARTA SURVEI DASAR TERHADAP PEMAHAMAN, PERSEPSI DAN PRAKTIK PEMILIH TERKAIT DENGAN ASPEK PEMILU DI ENAM TARGET PROPINSI Dipersiapkan untuk The Asia Foundation

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Tipe penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif.

METODE PENELITIAN. Tipe penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif. 31 III. METODE PENELITIAN 3.1. Tipe Penelitian Tipe penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Pemilihan tipe penelitian deskriptif ini dimaksudkan untuk melakukan pengukuran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pilkada beberapa daerah telah berlangsung. Hasilnya menunjukkan bahwa angka Golput semakin meningkat, bahkan pemenang pemiluhan umum adalah golput. Di Medan, angka golput

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM TENTANG PEMBENTUKAN DAN TATA KERJA PANITIA PEMILIHAN KECAMATAN, PANITIA PEMUNGUTAN SUARA, DAN KELOMPOK

RANCANGAN PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM TENTANG PEMBENTUKAN DAN TATA KERJA PANITIA PEMILIHAN KECAMATAN, PANITIA PEMUNGUTAN SUARA, DAN KELOMPOK RANCANGAN PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM TENTANG PEMBENTUKAN DAN TATA KERJA PANITIA PEMILIHAN KECAMATAN, PANITIA PEMUNGUTAN SUARA, DAN KELOMPOK PENYELENGGARA PEMUNGUTAN SUARA DALAM PENYELENGGARAAN PEMILIHAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. oleh Unang Sunardjo yang dikutip oleh Sadu Wasistiono (2006:10) adalah

I. PENDAHULUAN. oleh Unang Sunardjo yang dikutip oleh Sadu Wasistiono (2006:10) adalah 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Desa atau yang disebut dangan nama lainnya sebagaimana yang dikemukakan oleh Unang Sunardjo yang dikutip oleh Sadu Wasistiono (2006:10) adalah suatu kesatuan masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dudih Sutrisman, 2015

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dudih Sutrisman, 2015 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Indonesia sebagai sebuah negara berdaulat telah melalui perjalanan sejarah panjang dalam kepemimpinan nasional sejak kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17

Lebih terperinci

DAFTAR ISI DAFTAR ISI...

DAFTAR ISI DAFTAR ISI... DAFTAR ISI DAFTAR ISI... i DAFTAR TABEL... iii DAFTAR GAMBAR... iv LATAR BELAKANG DAN TUJUAN RISET... 1 A. LATAR BELAKANG RISET... 1 B. TUJUAN RISET... 4 C. MANFAAT RISET... 4 METODOLOGI RISET... 5 A.

Lebih terperinci

LAPORAN NARATIF NUSA TENGGARA TIMUR SURVEI DASAR TERHADAP PEMAHAMAN, PERSEPSI DAN PRAKTIK PEMILIH TERKAIT DENGAN ASPEK PEMILU DI ENAM TARGET PROPINSI

LAPORAN NARATIF NUSA TENGGARA TIMUR SURVEI DASAR TERHADAP PEMAHAMAN, PERSEPSI DAN PRAKTIK PEMILIH TERKAIT DENGAN ASPEK PEMILU DI ENAM TARGET PROPINSI LAPORAN NARATIF NUSA TENGGARA TIMUR SURVEI DASAR TERHADAP PEMAHAMAN, PERSEPSI DAN PRAKTIK PEMILIH TERKAIT DENGAN ASPEK PEMILU DI ENAM TARGET PROPINSI Dipersiapkan untuk The Asia Foundation Dipersiapkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pemilihan umum kepala daerah dan wakil kepala daerah atau seringkali

I. PENDAHULUAN. Pemilihan umum kepala daerah dan wakil kepala daerah atau seringkali I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemilihan umum kepala daerah wakil kepala daerah atau seringkali disebut pilkada atau pemilukada, adalah pemilihan umum untuk memilih kepala daerah wakil kepala

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian juta 66,9 juta (67 juta) Golput atau suara penduduk

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian juta 66,9 juta (67 juta) Golput atau suara penduduk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Partisipasi politik masyarakat merupakan syarat pokok yang harus dilakukan oleh setiap warga negara terutama pada negara yang menganut paham demokrasi. Tingginya

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. keterlibatan masyarakat dalam berpartisipasi aktif untuk menentukan jalannya

BAB I PENGANTAR. keterlibatan masyarakat dalam berpartisipasi aktif untuk menentukan jalannya 1 BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Situasi perkembangan politik yang berkembang di Indonesia dewasa ini telah membawa perubahan sistem yang mengakomodasi semakin luasnya keterlibatan masyarakat dalam

Lebih terperinci

Undang-Undang No.32/2004 tentang Pemerintahan Daerah. Profil Kabupaten Karo Medan April 2012.

Undang-Undang No.32/2004 tentang Pemerintahan Daerah. Profil Kabupaten Karo Medan April 2012. Undang-Undang No.22/2007 tentang Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati. Undang-Undang No.32/2004 tentang Pemerintahan Daerah. Dokumen Profil Kabupaten Karo Medan April 2012. Jadwal dan Lokasi Kampanye Rapat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pesat, dibuktikan semenjak paska reformasi terdapat pergeseran yang sangat

BAB 1 PENDAHULUAN. pesat, dibuktikan semenjak paska reformasi terdapat pergeseran yang sangat BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan kajian political marketing mix saat ini sudah cukup pesat, dibuktikan semenjak paska reformasi terdapat pergeseran yang sangat signifikan terhadap

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Tentang Perilaku Pemilih 1. Perilaku Pemilih Sikap politik seseorang terhadap objek politik yang terwujud dalam tindakan atau aktivitas politik merupakan perilaku politik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. a. menyebarluaskan informasi kegiatan menyangkut tahapan, jadwal dan program Pemilihan;

BAB I PENDAHULUAN. a. menyebarluaskan informasi kegiatan menyangkut tahapan, jadwal dan program Pemilihan; BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Sosialisasi pada Pemilihan Umum merupakan proses penyampaian informasi tentang kegiatan menyangkut tahapan dan program penyelenggaraan Pemilihan, melalui media cetak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Voting Behavior. Perilaku pemilih (voting behavior) merupakan tingkah laku seseorang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Voting Behavior. Perilaku pemilih (voting behavior) merupakan tingkah laku seseorang 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Voting Behavior 1. Definisi Voting Behavior Perilaku pemilih (voting behavior) merupakan tingkah laku seseorang dalam menentukan pilihannya yang dirasa paling disukai atau

Lebih terperinci

Laporan Survei PREFERENSI POLITIK MASYARAKAT Menuju Pemilihan Langsung Gubernur/Wakil Gubernur Provinsi DKI Jakarta 2017

Laporan Survei PREFERENSI POLITIK MASYARAKAT Menuju Pemilihan Langsung Gubernur/Wakil Gubernur Provinsi DKI Jakarta 2017 Laporan Survei PREFERENSI POLITIK MASYARAKAT Menuju Pemilihan Langsung Gubernur/Wakil Gubernur Provinsi DKI Jakarta 2017 Jl. Cisanggiri III No. 11, Kebayoran Baru, Jakarta 12170, Indonesia Phone: +62 21

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu kegiatan penyelenggaraan siaran radio dan televisi. Radio dan televisi

BAB I PENDAHULUAN. suatu kegiatan penyelenggaraan siaran radio dan televisi. Radio dan televisi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dunia Broadcasting (penyiaran) adalah dunia yang sangat menarik dan menantang yang selalu menarik perhatian banyak masyarakat. Penyiaran merupakan suatu kegiatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pulau-pulau dan lebih kebudayaan, upaya menguraikan kondisi hubungan

I. PENDAHULUAN. pulau-pulau dan lebih kebudayaan, upaya menguraikan kondisi hubungan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di Negara Indonesia ini terdapat berbagai macam suku bangsa, adat istiadat, pulau-pulau dan lebih kebudayaan, upaya menguraikan kondisi hubungan perempuan dan

Lebih terperinci

SUSUNAN KEANGGOTAAN KELOMPOK KERJA PUSAT PENDIDIKAN PEMILIH PADA KOMISI PEMILIHAN UMUM KOTA DENPASAR 2015

SUSUNAN KEANGGOTAAN KELOMPOK KERJA PUSAT PENDIDIKAN PEMILIH PADA KOMISI PEMILIHAN UMUM KOTA DENPASAR 2015 SUSUNAN KEANGGOTAAN KELOMPOK KERJA PUSAT PENDIDIKAN PEMILIH PADA KOMISI PEMILIHAN UMUM KOTA DENPASAR 2015 I. Pengarah : I Gusti Ngurah Agung Darmayuda, ST., MM II. Penanggung Jawab : I Wayan Arya Arsana,

Lebih terperinci

PARTISIPASI POLITIK PEMILIH PEMULA DALAM PEMILUKADA KUTAI KARTANEGARA TAHUN 2015 DI KECAMATAN SAMBOJA

PARTISIPASI POLITIK PEMILIH PEMULA DALAM PEMILUKADA KUTAI KARTANEGARA TAHUN 2015 DI KECAMATAN SAMBOJA ejournal Ilmu Pemerintahan, 2017, 5 (4): 1693-1704 ISSN 2477-2458 (Online), ISSN 2477-2631 (cetak) ejournal.ip.fisip-unmul.ac.id Copyright 2017 PARTISIPASI POLITIK PEMILIH PEMULA DALAM PEMILUKADA KUTAI

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. yakni pertama kajian yang dilakukan oleh Afan Gaffar (1998) dan Kristiadi

II. TINJAUAN PUSTAKA. yakni pertama kajian yang dilakukan oleh Afan Gaffar (1998) dan Kristiadi 13 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian-kajian tentang Pemilu di Indonesia Di antara kajian-kajian Pemilu di Indonesia, Peneliti melihat ada dua kajian yakni pertama kajian yang dilakukan oleh Afan Gaffar (1998)

Lebih terperinci

BAB IV PERILAKU PEMILIH DALAM PEMILIHAN UMUM PRESIDEN TAHUN Secara umum partai politik adalah suatu kelompok yang terorganisir yang anggotanya

BAB IV PERILAKU PEMILIH DALAM PEMILIHAN UMUM PRESIDEN TAHUN Secara umum partai politik adalah suatu kelompok yang terorganisir yang anggotanya BAB IV PERILAKU PEMILIH DALAM PEMILIHAN UMUM PRESIDEN TAHUN 2014 A. Perilaku Pemilih Dan Pilpres 2014 Secara umum partai politik adalah suatu kelompok yang terorganisir yang anggotanya mempunyai orientasi,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Media massa merupakan sarana bagi manusia untuk memenuhi kebutuhan

I. PENDAHULUAN. Media massa merupakan sarana bagi manusia untuk memenuhi kebutuhan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Media massa merupakan sarana bagi manusia untuk memenuhi kebutuhan akan informasi dan hiburan. Saat ini begitu banyak media massa yang ada di tengah-tengah masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Penulisan

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Penulisan BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penulisan Komunikasi merupakan suatu proses pertukaran informasi yang terjadi antara satu pihak dengan pihak yang lain. Memenuhi kebutuhan kita sebagai mahluk sosial, tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kehadiran perempuan dalam kontestasi politik di Indonesia, baik itu

BAB I PENDAHULUAN. Kehadiran perempuan dalam kontestasi politik di Indonesia, baik itu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kehadiran perempuan dalam kontestasi politik di Indonesia, baik itu pemilihan umum (pemilu) ataupun pemilihan umum kepala daerah (pemilukada) di daerah-daerah semakin

Lebih terperinci

KOMISI PEMILIHAN UMUM,

KOMISI PEMILIHAN UMUM, KOMISI PEMILIHAN UMUM PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM NOMOR 23 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN SOSIALISASI DAN PENYAMPAIAN INFORMASI PEMILIHAN UMUM ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karena sebelumnya pemilihan Calon /wakil Gubernur Sumatera sudah terlaksana

BAB I PENDAHULUAN. karena sebelumnya pemilihan Calon /wakil Gubernur Sumatera sudah terlaksana 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemilihan secara langsung bukanlah hal yang baru bagi rakyat Indonesia, karena sebelumnya pemilihan Calon /wakil Gubernur Sumatera sudah terlaksana pada tahun 2008

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kandidat presiden juga memanfaatkan media online termasuk di dalamnya

BAB 1 PENDAHULUAN. kandidat presiden juga memanfaatkan media online termasuk di dalamnya BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Perkembangan teknologi media baru (new media) menghasilkan perubahan besar dalam pengalaman politik masyarakat. Media baru yang dirancang untuk meningkatkan

Lebih terperinci

S A L I N A N. Lampiran : KEPUTUSAN KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN NGANJUK Nomor : 03/Kpts/KPU-Kab/ /2012 Tanggal : 7 Mei 2012

S A L I N A N. Lampiran : KEPUTUSAN KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN NGANJUK Nomor : 03/Kpts/KPU-Kab/ /2012 Tanggal : 7 Mei 2012 Lampiran : KEPUTUSAN KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN NGANJUK Nomor : 03/Kpts/KPU-Kab/014.329801/2012 Tanggal : 7 Mei 2012 PEDOMAN TEKNIS PELAKSANAAN SOSIALISASI PENYELENGGARAAN PEMILIHAN UMUM BUPATI DAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jumlah suara yang sebanyak-banyaknya, memikat hati kalangan pemilih maupun

BAB I PENDAHULUAN. jumlah suara yang sebanyak-banyaknya, memikat hati kalangan pemilih maupun BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Masalah Pemilu merupakan salah satu arena ekspresi demokrasi yang dapat berfungsi sebagai medium untuk meraih kekuasaan politik. Karenanya, berbagai partai politik

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Politik merupakan proses pembentukan dan pembagian kekuasaan dalam masyarakat

I. PENDAHULUAN. Politik merupakan proses pembentukan dan pembagian kekuasaan dalam masyarakat 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Politik merupakan proses pembentukan dan pembagian kekuasaan dalam masyarakat yang antara lain berwujud proses pembuatan keputusan khususnya dalam negara. Sistem politik

Lebih terperinci

PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG

PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN SOSIALISASI PENYELENGGARAAN PEMILIHAN UMUM KEPALA DAERAH DAN WAKIL KEPALA DAERAH KOMISI PEMILIHAN UMUM, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

KONFLIK HORIZONTAL DAN FAKTOR PEMERSATU

KONFLIK HORIZONTAL DAN FAKTOR PEMERSATU BAB VI KONFLIK HORIZONTAL DAN FAKTOR PEMERSATU Konflik merupakan sebuah fenonema yang tidak dapat dihindari dalam sebuah kehidupan sosial. Konflik memiliki dua dimensi pertama adalah dimensi penyelesaian

Lebih terperinci

2015, No tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Badan Pengawas Pemilihan Umum Nomor 23 Tahun 2009 Tentang Pengawasan Kampanye Pemilihan Umu

2015, No tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Badan Pengawas Pemilihan Umum Nomor 23 Tahun 2009 Tentang Pengawasan Kampanye Pemilihan Umu No.992, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BAWASLU. Kampanye. Pilkada. Pengawasan. Pencabutan. PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG PENGAWASAN KAMPANYE

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. berkembang sangat pesat. Apalagi banyak masyarakat yang membutuhkan teknologi itu

BAB 1 PENDAHULUAN. berkembang sangat pesat. Apalagi banyak masyarakat yang membutuhkan teknologi itu BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Seiring dengan perkembangan jaman saat ini, teknologi sekarang ini semakin berkembang sangat pesat. Apalagi banyak masyarakat yang membutuhkan teknologi itu sendiri

Lebih terperinci

Penguatan Partisipasi dan Perbaikan Keterwakilan Politik Melalui Pembentukan Blok Politik Demokratik

Penguatan Partisipasi dan Perbaikan Keterwakilan Politik Melalui Pembentukan Blok Politik Demokratik Penguatan Partisipasi dan Perbaikan Keterwakilan Politik Melalui Pembentukan Blok Politik Demokratik Pendahuluan Pokok Pokok Temuan Survei Nasional Demos (2007 2008) : Demokrasi masih goyah: kemerosotan

Lebih terperinci

KOMISI PEMILIHAN UMUM PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA KEPUTUSAN KOMISI PEMILIHAN UMUM PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA

KOMISI PEMILIHAN UMUM PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA KEPUTUSAN KOMISI PEMILIHAN UMUM PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA KOMISI PEMILIHAN UMUM PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA KEPUTUSAN KOMISI PEMILIHAN UMUM PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR: 10/Kpts/KPU-Prov-010/2011 TENTANG PEDOMAN TEKNIS PELAKSANAAN SOSIALISASI

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. pemilihan umum. Perilaku memilih dapat ditujukan dalam memberikan suara. Kepala Daerah dalam Pemilukada secara langsung.

II. TINJAUAN PUSTAKA. pemilihan umum. Perilaku memilih dapat ditujukan dalam memberikan suara. Kepala Daerah dalam Pemilukada secara langsung. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku Pemilih Keikutsertaan warga negara dalam pemilihan umum merupakan serangkaian kegiatan membuat keputusan, yakni apakah memilih atau tidak memilih dalam pemilihan umum.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pemilihan umum sebagai sarana demokrasi telah digunakan

BAB I PENDAHULUAN. Pemilihan umum sebagai sarana demokrasi telah digunakan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pemilihan umum sebagai sarana demokrasi telah digunakan disebagianbesar negara di dunia termasuk Indonesia. Negara Kesatuan Republik Indonesia sejak reformasi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Kegiatan pemilu merupakan agenda politik yang diadakan oleh negara setiap

BAB 1 PENDAHULUAN. Kegiatan pemilu merupakan agenda politik yang diadakan oleh negara setiap BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kegiatan pemilu merupakan agenda politik yang diadakan oleh negara setiap 5 tahun sekali. Kegiatan ini merupakan salah satu saran penyampaian aspirasi rakyat yang paling

Lebih terperinci

Survei Opini Publik Toleransi Sosial Masyarakat Indonesia

Survei Opini Publik Toleransi Sosial Masyarakat Indonesia Survei Opini Publik Toleransi Sosial Masyarakat Indonesia Jakarta, 7 Agustus 2006 METHODOLOGI Populasi survei ini adalah seluruh warga negara Indonesia yang punya hak pilih dalam pemilihan umum, yakni

Lebih terperinci

Blunder Politik Demokrat???? Kasus Nazaruddin dan Perubahan Dukungan Partai. Analisis Survei Nasional Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Juni 2011

Blunder Politik Demokrat???? Kasus Nazaruddin dan Perubahan Dukungan Partai. Analisis Survei Nasional Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Juni 2011 Blunder Politik Demokrat???? Kasus Nazaruddin dan Perubahan Dukungan Partai Analisis Survei Nasional Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Juni 2011 1 Pengantar Blunder Politik Demokrat? Sebanyak 41% pemilih

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Tentang Perilaku Pemilih 1. Definisi Perilaku Politik Sikap politik seseorang terhadap objek politik yang terwujud dalam tindakan atau aktivitas politik merupakan perilaku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan media massa dalam menyuguhkan informasi yang akurat dan faktual semakin dibutuhkan di tengah-tengah masyarakat. Kebutuhan tersebut diiringi dengan semakin

Lebih terperinci

Head to Head Jokowi-JK Versus Prabowo Hatta Dan Kampanye Negatif. Mei 2014

Head to Head Jokowi-JK Versus Prabowo Hatta Dan Kampanye Negatif. Mei 2014 Head to Head Jokowi-JK Versus Prabowo Hatta Dan Kampanye Negatif Mei 2014 Head to Head Jokowi-JK Vs Prabowo-Hatta dan Kampanye Negatif Geliat partai politik dan capres menggalang koalisi telah usai. Aneka

Lebih terperinci