BAB II KETENTUAN HUKUM LELANG MELALUI BALAI LELANG SWASTA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KETENTUAN HUKUM LELANG MELALUI BALAI LELANG SWASTA"

Transkripsi

1 BAB II KETENTUAN HUKUM LELANG MELALUI BALAI LELANG SWASTA A. Pengertian dan Dasar Hukum Lelang 1. Pengertian Lelang Menurut Pasal 1 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 150/PMK.06/2007 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 40/PMK.07/2006 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang, disebutkan: Lelang adalah penjualan barang yang terbuka untuk umum dengan penawaran harga secara tertulis dan/atau lisan yang semakin meningkat atau menurun untuk mencapai harga tertinggi yang didahului dengan pengumuman lelang. Penjualan lelang tidak secara khusus diatur dalam KUHPerdata tetapi termasuk perjanjian bernama di luar KUHPerdata. Penjualan Lelang dikuasaí oleh ketentuan-ketentuan KUHPerdata mengenai jual beli yang diatur dalam KUHPerdata Buku III tentang Perikatan. Pasal 1319 KUHPerdata berbunyi, semua perjanjian baik yang mempunyai nama khusus, maupun yang tidak dikenal dengan suatu nama tertentu, tunduk pada peraturan umum. Pasal 1319 membedakan perjanjian atas perjanjian bernama (nominaat) dan perjanjian tidak bernama (innominaat). Pasal 1457 KUH Perdata, merumuskan jual beli adalah suatu persetujuan, dengan mana pihak satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan, dan pihak lain untuk membayar harga yang dijanjikan. Perjanjian jual beli adalah suatu perjanjian yang dibuat antara pihak penjual dan pembeli. Di dalam perjanjian itu pihak penjual

2 berkewajiban untuk menyerahkan objek jual beli kepada pembeli dan berhak menerima harga dan pembeli berkewajiban untuk membayar harga dan berhak menerima objek tersebut. Lelang mengandung unsur-unsur yang tercantum dalam defenisi jual beli adanya subjek hukum, yaitu penjual dan pembeli, adanya kesepakatan antara penjual dan pembeli tentang barang dan harga; adanya hak dan kewajiban yang timbul antara pihak penjual dan pembeli. Esensi dari lelang dan jual beli adalah penyerahan barang dan pembayaran harga. Penjualan lelang memiliki identitas dan karakteristik sendiri, dengan adanya pengaturan khusus dalam Vendu Reglement, namun dasar penjualan lelang sebagian masih mengacu pada ketentuan KUHPerdata mengenai jual beli, sehingga penjualan lelang tidak boleh bertentangan dengan asas atau ajaran umum yang terdapat dalam hukum perdata, seperti ditegaskan dalam Pasal Vendu Reglement (Stbl. Tahun 1908 Nomor 189 diubah dengan Stbl Nomor 56) yang masih berlaku sebagai dasar hukum lelang, dinyatakan: 25 Penjualan umum adalah pelelangan atau penjualan barang-barang yang dilakukan kepada umum dengan harga penawaran yang meningkat atau menurun atau dengan pemasukan harga dalam sampul tertutup, atau kepada orang-orang yang diundang atau sebelumnya diberitahu mengenai pelelangan atau penjualan itu, atau diizinkan untuk ikut serta, dan diberi kesempatan untuk menawar harga, menyetujui harga yang ditawarkan atau memasukkan harga dalam sampul tertutup. Pengertian lelang menurut pendapat Polderman, sebagaimana dikutip Rochmat Soemitro, menyatakan: Himpunan Peraturan Perundang-undangan Republik Indonesia, PT Ichtiar Baru-Van Hoeve, Jakarta, 1992, hal Rochmat Soemitro, Peraturan dan Instruksi Lelang, Edisi Kedua, Penerbit PT Eresco Bandung, Bandung, 1987, hal. 106.

3 Penjualan umum adalah alat untuk mengadakan perjanjian atau persetujuan yang paling menguntungkan untuk sipenjual dengan cara menghimpun para peminat. Polderman selanjutnya mengatakan, bahwa syarat utama lelang adalah menghimpun para peminat untuk mengadakaan perjanjian jual beli yang paling menguntungkan si penjual. Dengan demikian syaratnya ada 3, yaitu: 1) Penjualan umum harus selengkap mungkin (volledigheid). 2) Ada kehendak untuk mengikat diri.3)bahwa pihak lainnya yang akan mengadakan perjanjian tidak dapat ditunjuk sebelumnya. Menurut Roell sebagaimana dikutip Rochmat Soemitro menyatakan: 27 Penjualan umum adalah suatu rangkaian kejadian yang terjadi antara saat mana seseorang hendak menjual sesuatu atau lebih dari satu barang, baik secara pribadi maupun dengan perantaraan kuasanya, memberikan kesempatan kepada orang-orang yang hadir melakukan penawaran untuk membeli barang-barang yang ditawarkan sampai kepada saat di mana kesempatan lenyap. Jadi menurut Rochmat Soemitro titik berat dari definisi yang diberikan Roell adalah pada kesempatan penawaran barang. 28 Menurut Tim Penyusun Rancangan Undang-Undang Lelang Direktorat Jenderal Piutang dan Lelang Negara Biro Hukum-Sekretariat Jenderal Departemen Keuangan: 29 Pengertian lelang adalah cara penjualan barang yang terbuka untuk umum dengan penawaran secara kompetisi yang didahului dengan pengumuman lelang dan atau upaya mengumpulkan peminat. Unsur-unsur yang terkandung dalam pengertian lelang adalah: a. cara penjualan barang; b. terbuka untuk umum; c. penawaran dilakukan secara kompetisi; d. pengumuman lelang dan atau adanya upaya mengumpulkan peminat; e. cara penjualan barang yang memenuhi unsur-unsur tersebut diatas harus dilakukan oleh dan atau di hadapan Pejabat Lelang. 27 Ibid, hal Ibid, hal Tim Penyusun Rancangan Undang-Undang Lelang Direktorat Jenderal Piutang dan Lelang Negara Biro Hukum Sekretariat Jenderal Departemen Keuangan, Reformasi Undang-Undang Lelang di Indonesia (Makalah disampaikan dalam Sosialisasi RUU Lelang), Medan 9 Desember 2004, hal.15.

4 Dari pengertian di atas, maka lelang adalah penjualan barang di muka umum yang didahului dengan upaya pengumpulan peminat melalui pengumuman yang dilakukan oleh dan atau di hadapan pejabat lelang dengan pencapaian harga yang optimal melalui cara penawaran lisan naik-naik atau turun-turun dan atau tertulis. Pengertian lelang harus memenuhi unsur-unsur, yaitu: penjualan barang di muka umum, didahului dengan upaya pengumpulan peminat melalui pengumuman, dilakukan oleh dan atau dihadapan pejabat lelang, harga terbentuk dengan cara penawaran lisan naik-naik atau turun-turun dan atau tertulis. Lelang sebagai alternatif cara penjualan barang telah cukup lama dikenal. Namun pada umumnya pengertian yang dipahami masih rancu. Sering dikacaukan dengan lelang pengadaan barang atau jasa dalam rangka pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Lelang tender yang sering dikenal dengan lelang atas pemborongan ini diatur dalam Keputusan Presiden Nomor 16 Tahun 1994 tentang Pelaksanaan APBN. Dalam kaitan ini pembeli (pemerintah) berhadapan dengan penjual yang menawarkan barang/jasa. Sementara lelang menurut Pasal 1 Vendu Reglement adalah suatu penjualan barang di muka umum dengan cara penawaran secara lisan dan naik-naik untuk memperoleh harga yang semakin meningkat atau dengan penawaran harga yang semakin menurun dan/atau dengan penawaran harga secara tertutup dan tertulis yang didahului dengan usaha mengumpulkan para calon peminat/pembeli lelang yang dipimpin oleh pejabat lelang atau Vendumeester (dahulu juru lelang) Sutarjo dalam S. Mantayborbir dan Iman Jauhari (2003), Op. Cit., hal

5 Dari pengertian lelang dapat dikemukakan dua hal yang penting: 1) Pengertian lelang adalah terbatas pada penjualan barang di muka umum. Karena itu, pembelian barang dan pemborongan pekerjaan secara lelang seperti pada mekanisme Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang sering disebut dengan lelang tender tidak termasuk di dalamnya. 2) Di dalam pengertian lelang harus dipenuhi 5 unsur, yaitu: a) Lelang adalah suatu bentuk penjualan barang. b) Penentuan harga bersifat kompetitif karena cara penawaran harga yang khusus, yaitu dengan cara penawaran harga secara lisan dan naik-naik atau secara turun-turun dan/atau secara tertutup dan tertulis tanpa memberi prioritas kepada pihak manapun untuk membeli. c) Pembeli tidak dapat ditunjuk sebelumnya, keceuali kepada para calon peminat lelang dengan penawaran tertinggi yang telah melampaui harga limit dapat ditunjuk sebagai pemenang/pembeli. d) Memenuhi unsur publisitas, karena lelang adalah penjualan yang bersifat transparan. e) Dilaksanakan pada suatu saat dan tempat tertentu sehingga bersifat cepat, efisien dan efektif. Jadi, lelang adalah cara penjualan yang diatur dengan peraturan perundang-undangan yang bersifat khusus yaitu Vendu Reglement Stb Peraturan peninggalan Belanda tersebut sampai saat ini masih berlaku secara nasional dengan berbagai penyesuaian seperlunya dan dilaksanakan dengan Vendu Instructie Stb 1908 dan Peraturan Pemerintah tentang pemungutan bea lelang Stb Nomor 390. Karena

6 itu lelang adalah suatu cara penjualan barang yang diatur dengan peraturan perundang-undangan yang bersifat khusus (lex specialist). 31 Selanjutnya, lelang sebagai perjanjian, terjadi pada saat pejabat lelang untuk kepentingan penjual menunjuk penawar yang tertinggi dan mencapai harga limit sebagai pembeli lelang. 32 Hal tersebut sebagai tahap perjanjian obligatoir yang menimbulkan hak dan kewajiban antara penjual dan pembeli lelang, sehingga tahap perjanjian obligatoir dalam penjualan lelang yaitu sejak pejabat lelang untuk kepentingan penjual menunjuk penawar yang tertinggi dan mencapai harga limit sebagai pembeli lelang. Dalam lelang, keempat unsur dalam perjanjian jual beli terpenuhi, ada penjual lelang, ada pembeli lelang, ada barang yang menjadi objek lelang, dan ada harga yang terbentuk dalam penawaran terakhir yang ditunjuk pejabat lelang. Lelang adalah sebagai suatu perjanjian jual beli, maka ketentuan jual beli sebagaimana diatur oleh KUHPerdata juga berlaku dalam lelang. Lelang tunduk pada ketentuan umum dari KUHPerdata Buku III Bab I dan II, sehingga atas suatu pelaksanaan lelang berlaku asas-asas perjanjian yang diatur oleh KUHPerdata. Dalam Pasal 1339 KUHPerdata disebutkan, Persetujuan tidak hanya mengikat untuk hal-hal yang secara tegas dinyatakan di dalamnya, tetapi juga untuk segala sesuatu yang menurut sifat perjanjian diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan dan undang-undang. 31 Ibid., hal Purnama T Sianturi, Tanggung Jawab Kantor Lelang Negara, Penjual, Pembeli dan Balai Lelang Dalam Penjualan Aset Bada Penyehatan Perbankan Nasional (Studi Kasus di Kantor Lelang Negara Medan Kurun Waktu ), Tesis, Program Pascasarjana, Medan, 2002, hal. 102.

7 Menurut Peraturan Menteri Keuangan Nomor 150/PMK.06/2007 tentang Perubahan Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 40/PMK.07/2006 Tentang Pelaksanaan Lelang, dinyatakan Lelang adalah penjualan barang terbuka untuk umum dengan penawaran harga secara tertulis dan/atau lisan yang semakin meningkat atau menurun untuk mencapai harga tertinggi yang didahului dengan pengumuman lelang (Pasal 1 angka 1). Ketentuan ini membatasi pengertian lelang itu hanya pada penjualan di muka umum saja tidak termasuk lelang tender atau lelang pemborongan pekerjaan. 2. Dasar Hukum Lelang Keberadaan lembaga lelang sebagai bentuk khusus dari penjualan benda telah diakui dalam banyak peraturan perundang-undangan di Indonesia, 33 terdapat dalam berbagai peraturan umum dan peraturan khusus. Peraturan umum yaitu peraturan perundang-undangan yang tidak secara khusus mengatur lelang tetapi ada pasal-pasal di dalamnya yang mengatur tentang lelang, yaitu: a. KUHPdt (Kitab Undang-undang Hukum Perdata) Stbl. 1847/23 antara lain: Pasal 389, 395, 1139 (1), 1149 (1). b. RGB (Reglemen Hukum Acara untuk Daerah Luar Jawa dan Madura) Stbl. 1927/227 Pasal c. RIB/HIR (Reglement Indonesia yang Diperbaharui) Stbl. 1941/44 Pasal d. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun Naskah Akademik Rancangan Undang-Undang Lelang, Departemen Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Piutang dan lelang Negara, Biro Hukum-Sekretariat Jenderal, Jakarta, 18 Februari 2005, hal 9.

8 e. Undang-Undang Nomor 49 Prp Tahun 1960 tentang Panitia Urusan Piutang Negara Pasal 10 dan 13. f. Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 1970 tentang Penjualan dan atau Pemindah tanganan Barang-barang yang Dimiliki/Dikuasai Negara g. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana, Pasal 45 dan 273. h. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan Pasal 6, sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan i. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, Pasal 41. j. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1986 tentang Hak Tanggungan,Pasal 6. k. Undang-Undang Nomor 42 tahun 1999 tentang Fiducia, Pasal 29 ayat (3). l. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998 tentang Kepailitan. m. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. n. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, Pasal 48. o. Undang-Undang Nomor 24 tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan. Peraturan khusus yaitu peraturan perundang-undangan yang secara khusus mengatur tentang lelang, yaitu: a. Vendu Reglement (Peraturan Lelang) Staatsdlad 1908:198 sebagaiman telah beberapa kali diubah terakhir dengan Staablaad 1941:3. Vendu Reglement mulai berlaku pada tanggal 1 April 1908, merupakan peraturan yang mengatur prinsipprinsip pokok tentang Lelang. Bentuk peraturan ini reglemen bukan ordonansi

9 yang dapat dianggap sederajat dengan undang-undang, karena pada saat pembuatannya belum dibentuk volksraad. b. Vendu Instructie (Instruksi Lelang) Staatsblaab sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Staatsblaab 1930:85. Vendu Instructie merupakan ketentuan-ketentuan yang melaksanakan vendu reglement. c. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak (Lebaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 43, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3687). d. Keputusan Presiden Nomor 84 Tahun 2001 tentang kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Instansi Vertikal di Lingkungan Departemen Keuangan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Keputusan Presiden Nomor 37 tahun e. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 95 tahun 2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Instansi Vertikal dilingkungan Departemen Keuangan. f. Peraturan Pemerintah RI Nomor 44 Tahun 2003 tentang Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berlaku Pada Departemen Keuangan g. Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Kementeriaan Negara Republik Indonesia sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 62 Tahun h. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 445/KMK. 01/2001 tentang Organisasi dan Tata Kerja kantor Wilayah Direktorat Jenderal Piutang dan Lelang Negara dan

10 KP2LN sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 425/KMK.01/2002; i. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 371/KMK.01/2002 tentang Pelimpahan Wewenang Kepada Pejabat Eselon I di Lingkungan Departemen Keuangan untuk dan atas Nama Menteri Keuangan Menandatangani Surat dan/atau Keputusan Menteri Keuangan sebagimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 469/KMK.06/2003. j. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 302/KMK.06 /2004 tentang organisasi dan Tata Kerja Departeman Keuangan sebagaimana telah diubah Keputusan Menteri Keuangan Nomor 426/KMK.01/2004. k. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 150/PMK.06/2007 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 40/PMK.07/2006 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang. l. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 41/PMK.07/2006 tanggal 30 Mei 2006 tentang Pejabat Lelang Kelas I. m. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.07/2005 tanggal 30 Nopember 2005 tentang Balai Lelang. n. Peraturan Menteri Keuangan No. 119/PMK.07/2005 tanggal 30 Nopember 2005 tentang Pejabat Lelang Kelas II. Peraturan teknis yang utama mengenai pelaksanaan lelang adalah Peraturan Menteri Keuangan Nomor 150/PMK.06/2007 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 40/PMK.07/2006 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang.

11 B. Fungsi dan Jenis Lelang 1. Fungsi Lelang Fungsi Lelang dibedakan atas fungsi privat dan fungsi publik adalah: a. Fungsi privat: karena lelang merupakan institusi pasar yang mempertemukan penjual dan pembeli, maka lelang berfungsi memperlancar arus lalu lintas perdagangan barang. Fungsi ini dimanfaatkan untuk memberikan pelayanan penjualan barang kepada masyarakat/pengusaha yang menginginkan barangnya dilelang, maupun kepada peserta lelang. b. Fungsi publik: 1) Memberikan pelayanan penjualan dalam rangka pengamanan terhadap asset yang dimiliki/dikuasai oleh negara untuk meningkatkan efisiensi dan tertib administrasi pengelolaannya; 2) Memberikan pelayanan penjualan barang yang bersifat cepat, aman tertib dan mewujudkan harga yang wajar; 3) Mengumpulkan penerimaan negara dalam bentuk bea lelang dan uang miskin. 34 Kebaikan penjualan secara lelang merupakan suatu cara penjualan barang yang dipilih dan dimanfaatkan dalam berbagai sistem hukum mengingat adanya kebaikan-kebaikan yang dapat dipetik dari lelang tersebut, yaitu sebagai berikut: a. Adil; karena lelang bersifat terbuka (umum) dan obyektif. 34 S. Mantayborbir dan Iman Jauhari, (2003), Op. Cit., hal. 9.

12 b. Aman; lelang disaksikan, dipimpin, dilaksanakan oleh pejabat lelang dan cukup terlindungi oleh hukum, karena sistem lelang mengharuskan Pejabat Lelang meneliti terlebih dahulu tentang keabsahan dokumen penjualan dan barang yang akan dijual (subyek dan obyek) lelang. Bahkan pelaksanaan lelang harus lebih dahulu diumumkan melalui surat kabar harian dan berselang 15 (lima belas) hari, sehingga memberikan kesempatan kepada pihak-pihak yang berkepentingan untuk mengajukan keberatan atas penjualan melalui lelang tersebut. Oleh sebab itu penjualan secara lelang adalah penjualan yang sah dan aman. c Cepat, karena lelang didahului dengan pengumuman lelang sehingga peminat lelang dapat berkumpul pada saat hari lelang yang ditentukan dan pembayarannya secara tunai. d Mewujudkan harga yang wajar, karena sistem penawaran dalam lelang bersifat kompetitif dan transparan. e Memberikan kepastian hukum, karena pelaksanaan lelang yang dilakukan oleh Pejabat Lelang dapat dibuat Berita Acara pelaksanaan lelang yang disebut Risalah Lelang sebagai akte otentik Jenis Lelang Jenis Lelang dibedakan berdasarkan sebab barang dijual dan penjual dalam hubungannya dengan barang yang akan dilelang, dibedakan antara Lelang Eksekusi dan Lelang Non Eksekusi, sebagai berikut: 35 Ibid., hal.9-10.

13 a. Lelang Eksekusi Lelanag Eksekusi adalah lelang untuk melaksanakan putusan/penetapan pengadilan atau dokumen-dokumen lain, yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, dipersamakan dengan itu, dalam rangka membantu penegakan hukum, antara lain: Lelang Eksekusi Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN), Lelang Eksekusi Pengadilan, Lelang Eksekusi Pajak, Lelang Eksekusi Harta Pailit, Lelang Eksekusi Pasal 6 Undang-undang Hak Tanggungan (UUHT), Lelang Eksekusi dikuasai/tidak dikuasai Bea Cukai lelang Eksekusi Barang Sitaan Pasal 45 Kitab Undang-undang Acara Hukum Pidana (KUHAP), Lelang Eksekusi Barang Rampasan, Lelang Eksekusi Barang Temuan, Lelang Eksekusi Fidusia, Lelang Eksekusi Gadai. 36 b. Lelang Non Eksekusi a. Lelang Non Eksekusi Wajib adalah lelang untuk melaksanakan penjualan barang milik negara/daerah sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang perbendaharaan Negara atau barang Milik Badan Usaha Milik Negara/Daerah (BUMN/D) yang oleh peraturan perundang-undangan diwajibkan untuk dijual secara lelang termasuk kayu dan hasil hutan lainnya dari tangan pertama Lihat Pasal 1 angka 4 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 150/PMK.06/2007 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 40/PMK.07/2006 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang. 37 Lihat Pasal 1 angka 5 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 150/PMK.06/2007 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 40/PMK.07/2006 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang.

14 b. Lelang Non Eksekusi Sukarela adalah lelang untuk melaksanakan penjualan barang milik perorangan,kelompok masyarakat atau badan swasta yang dilelang secara sukarela oleh pemiliknya, termasuk BUMN/D berbentuk persero. 38 C. Ketentuan Hukum Lelang Melalui Balai Lelang Swasta Pemerintah melalui Keputusan Menteri Keuangan No. 47/KMK.01/1996 tanggal 25 Januari 1996 dan Keputusan Kepala Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara (BUPLN) No.1/PN/1996, telah melakukan deregulasi di bidang lelang. Dengan deregulasi tersebut pemerintah telah membuka peluang usaha baru bagi dunia usaha untuk mendirikan Balai Lelang, guna menyelenggarakan jasa penjualan barang secara profesional. Peraturan yang mengatur tentang Balai Lelang saat ini adalah Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.07/2005 tanggal 30 November 2005 tentang Balai Lelang. Menurut Peraturan Menteri Keuangan tersebut, Balai Lelang adalah Perseroan Terbatas (PT) yang didirikan oleh swasta nasional, patungan swasta nasional dengan swasta asing, atau patungan BUMN/D dengan swasta nasional/ asing yang khusus didirikan untuk melakukan kegiatan operasional usaha Balai Lelang. 38 Lihat Pasal 1 angka 6 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 150/PMK.06/2007 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 40/PMK.07/2006 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang.

15 1. Izin Operasional Balai Lelang Permohonan ijin operasional Balai Lelang diajukan secara tertulis kepada Direktur Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) di atas kertas bermaterai sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Permohonan ijin harus dilengkapi dengan dokumen persyaratan ijin operasional Balai Lelang, yaitu: a. Akta Pendirian PT. Balai Lelang, yang dibuat di hadapan Notaris dan telah disahkan oleh instansi yang berwenang. b. Mempunyai modal disetor sekurang-kurangnya Rp ,- c. Proposal pendirian Balai Lelang, yang memuat antara lain: 1) Ruang lingkup kegiatan Balai Lelang; 2) Struktur organisasi atau personil, termasuk tenaga penilai, tenaga hukum apabila tenaga penilai dan tenaga hukum bekerja sebagai karyawan Balai Lelang yang bersangkutan; dan 3) Sasaran jangka pendek atau rencana kegiatan lelang selama 1 (satu) tahun. d. Neraca awal yang dibuat oleh akuntan publik dilengkapi dengan bukti-bukti pendukung seperti rekening koran. e. Mempunyai atau menyediakan fasilitas antara lain: 1) Fasilitas kantor dengan luas sekurang-kurangnya 100 m2 2) Fasilitas lokasi/tempat untuk memonitor pelaksanaan lelang melalui internet; 3) Fasilitas lokasi/tempat penyimpanan barang dengan luas sekurang-kurangnya 200 m2, kecuali Balai Lelang yang kegiatan usahanya hanya untuk barang tidak bergerak.

16 Fasilitas tersebut di atas harus dibuktikan dengan data pendukung antara lain sertifikat atau surat tanda bukti kepemilikan atau surat perjanjian sewa dengan jangka waktu sewa minimal 2 (dua) tahun dan foto sebagai data pendukung tersedianya fasilitas. f. Fotokopi identitas para pemilik/pemegang saham dan direksi Balai Lelang dengan menunjukkan aslinya. g. Fotocopy Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) Balai Lelang, para pemilik/pemegang saham dan direksi Balai Lelang dengan menunjukkan aslinya. h. Surat pernyataan dari para pemilik/pemegang saham dan direksi Balai Lelang bahwa yang bersangkutan tidak memiliki kredit macet di bank pemerintah/swasta dan tidak termasuk dalam Daftar Orang Tercela/DOT. i. Surat keterangan domisili kantor Balai Lelang dan kelurahan setempat dan telah memiliki Surat Izin Tempat Usaha (SITU) yang dikeluarkan oleh instansi yang berwenang. j. Rekening koran bulan berjalan atas nama PT. Balai Lelang yang bersangkutan. k. Mempunyai atau menyediakan tenaga penilai dan tenaga hukum (legal office) dengan syarat: 1) Untuk tenaga penilai dibuktikan dengan sertifikat pendidikan penilai, kartu anggota organisasi profesi penilai, pengalaman kerja dan surat perjanjan kerja apabila tenaga penilai yang bersangkutan berasal dan luar Balai Lelang; 2) Untuk tenaga hukum dilengkapi dengan ijazah pendidikan di bidang hukum, pengalaman kerja sebagai Tenaga Hukum dan surat perjanjian kerja apabila tenaga hukum yang bersangkutan berasal dari luar Balai Lelang.

17 l. Nota kesepakatan antara Balai Lelang dengan Pejabat Lelang Kelas II dalam hal di wilayah kedudukan Balai Lelang terdapat Pejabat Lelang Kelas II dan sekurang-kurangnya memuat antara lain: 1) Besaran imbalan jasa dari penjual/pemilik barang kepada Balai Lelang; 2) Cara pembayaran imbalan jasa; 3) Pembagian uang jaminan wanprestasi; dan 4) Jangka waktu penyetoran Hasil Bersih Lelang dari Balai Lelang kepada pemilik barang. 39 Balai Lelang yang pindah alamat/tempat kedudukan wajib melaponkan secana tentulis kepada kepala Kanwil di tempat yang lama dan yang barn paling lambat 7 (tujuh) hari kerja setelah kepindahan, dan wajib melengkapi penmohonan pindah alamat dengan dokumen: a. Akta pernyataan keputusan rapat yang dibuat di hadapan Notaris tentang perubahan alamat Balai Lelang. b. Sunat keterangan penerimaan laponan Akta Perubahan Angganan dasar dari Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia. c. Surat Pernyataan tersedianya fasilitas kantor dan laimya. d. Fotocopy Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) Balai Lelang dari para pemilik/pemegang saham Balai Lelang sesuai alamat terbaru. e. Surat keterangan domisili Kantor Balai Lelang dari kelurahan setempat dan telah memiliki Surat Ijin Tempat Usaha yang dikeluarkan oleh instansi yang berwenang. 39 Pasal 4 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.07/2005 tentang Balai Lelang.

18 Pemberian ijin perpindahan alamat/tempat kedudukan Balai Lelang diberikan setelah persyaratan sebagaimana dimaksud di atas terpenuhi dan telah dilakukan peninjauan lapangan. Balai Lelang yang mendirikan kantor perwakilan wajib melaporkan secara tertulis kepada Direktur Jenderal dengan tembusan Kepala Kanwil tempat kedudukan Balai Lelang dan/atau tempat kantor perwakilan sebelum tanggal pendirian kantor perwakilan. 40 Balai Lelang yang mengalami perubahan kepemilikan/pemegang saham atau digabungkan dengan Balai Lelang lain wajib meminta ijin secara tertulis kepada Direktur Jenderal dengan tembusan Kepala Kanwil tempat kedudukan Balai Lelang sebelum kepemilikan/pemegang saham atau penggabungan, dengan dilampiri: a. Fotokopi identitas calon pemegang saham/direksi yang barn dengan menunjukkan aslinya; b. Fotokopi NPWP calon pemegang saham/direksi yang baru dengan menunjukkan aslinya; c. Surat Pernyataan dari pemegang saham/direksi yang baru bahwa yang bersangkutan tidak memiliki kredit macet di bank pemerintah/swasta dan tidak tenmasuk dalam Daftan Orang Tercela. Balai Lelang yang mengalami perubahan kepemilikan/pemegang saham wajib melengkapi dokumen perubahan kepemilikan/pemegang saham: 40 Pasal 5 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.07/2005 tentang Balai Lelang.

19 a. Akta pernyataan keputusan rapat yang dibuat di hadapan Notaris tentang perubahan kepemilikan/pemegang saham Balai Lelang. b. Surat Keterangan atau pengesahan dari Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia RI tentang perubahan kepemilikan/pemegang saham Balai Lelang. c. Fotocopy Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) Balai Lelang dari para pemilik/pemegang saham. d. Surat keterangan domisili Kantor Balai Lelang dari kelurahan setempat. 41 Selanjutnya baik ketentuan di atas maupun ketentuan lain yang menyangkut tentang perubahan terkait dengan Balai Lelang seperti akuisisi, merger dan lain adalah sama ketentuan dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas, karena Balai Lelang yang dimaksud di sini adalah berbentuk badan hukum Perseroan Terbatas. 2. Kegiatan Usaha Balai Lelang Swasta Kegiatan usaha Balai Lelang adalah menyelenggarakan lelang barang bergerak maupun barang tidak bergerak meliputi: a. Lelang Non Eksekusi Sukarela; b. Lelang aset BUMN/BUMD berbentuk Persero; c. Lelang aset milik bank dalam likuidasi berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 1999 tentang Pencabutan Izin Usaha, Pembubaran dan Likuidasi Bank. 41 Pasal 7 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.07/2005 tentang Balai Lelang.

20 Sedangkan yang tidak termasuk kegiatan usaha Balai Lelang antara lain: a. Lelang Eksekusi b. Lelang barang milik/dikuasai Negara; c. Lelang aset BUMN/BUMD berbentuk Perum dan Perjan; d. Lelang Kayu, termasuk lelang kayu Perhutani; dan e. Lelang aset dalam restrukturisasi BPPN; f. Balai Lelang dikenakan bea lelang sebesar 0.3% (nol koma tiga persen) dan harga lelang dalam setiap pelaksanaan lelang. Dalam hal pelaksanaan lelang terjadi wanprestasi, Balai Lelang tetap dikenakan bea lelang sebesar 0.3% (nol koma tiga persen) dari harga lelang. 42 Kemudian, Balai Lelang dapat menyelenggarakan kegiatan jasa pra lelang dan/atau jasa pasca lelang untuk lelang yang diselenggarakan oleh KPKNL meliputi jenis lelang Non eksekusi wajib dan lelang eksekusi. Dalam menyelenggarakan kegiatan pra lelang, Balai Lelang harus mematuhi ketentuan peraturan perundangundangan lelang yang berlaku. Dalam hal Balai Lelang belum mempunyai Pejabat Lelang, pada setiap kegiatan pra lelang harus menyebutkan/mencantumkan KPKNL sebagai pelaksana lelang. a. Kegiatan jasa pra lelang oleh Balai Lelang meliputi: 1). Meneliti kelengkapan dokumen persyaratan lelang dan dokumen barang yang akan dilelang. 42 Pasal 10 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.07/2005 tentang Balai Lelang.

21 2) Melakukan analisis yuridis terhadap dokumen persyaratan lelang dan dokumen barang yang akan dilelang 3) Menerima, mengumpulkan, memilih, memberikan label, dan menyimpan barang yang akan dilelang 4) Menguji kualitas dan menilai harga lelang 5) Meningkatkan kualitas barang yang akan dilelang 6) Mengatur asuransi barang yang akan dilelang, dan/atau 7). Memasarkan barang dengan cara-cara efektif, terarah serta menarik baik dengan pengumuman, brosur, katalog maupun cara pemasaran lainnya. 43 b. Balai Lelang menyelenggarakan kegiatan pelaksanaan lelang yang meliputi: 1) Menyelenggarakan lelang dihadapan Pejabat Lelang. 2) Menjaga kelancaran pelaksanaan lelang. Balai Lelang dalam menyelenggarakan kegiatan jasa pelaksanaan lelang wajib mengadakan perikatan perdata dengan Pejabat Lelang Kelas II mengenai pelaksanaan lelang dan honorarium Pejabat Lelang Kelas II. c. Balai Lelang menyelenggarakan kegiatan pasca lelang yang meliputi: 1) Pengaturan sumber pembiayaan untuk memenuhi pembayaran Harga Lelang; 2) Pengaturan pengiriman barang; danlatau 3) Pengurusan balik nama barang yang dibeli atas nama pembeli Pasal 12 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.07/2005 tentang Balai Lelang. 44 Pasal 14 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.07/2005 tentang Balai Lelang.

22 Kemudian, dalam waktu satu tahun, Balai Lelang harus melaksanakan lelang minimal dua kali, tidak termasuk lelang tidak ada peminat, lelang atas barang milik Balai Lelang sendiri dan lelang atas barang milik pemegang saham, direksi atau pegawai Balai Lelang yang bersangkutan. 45 Dalam melaksanakan lelang, maka Balai Lelang harus mengajukan permohonan pelaksanaan lelang secara tertulis kepada Pejabat Lelang Kelas II disertai dokumen persyaratan lelang yang bersifat umum dan khusus. Dalam hal di suatu wilayah jabatan Pejabat Lelang tidak ada Pejabat Lelang Kelas II, Balai Lelang mengajukan permohonan lelang kepada Kepala KPKNL setempat. Pejabat Lelang Kelas II adalah adalah orang yang khusus diberi wewenang oleh Menteri Keuangan untuk melaksanakan penjualan barang secara lelang atas permohonan Balai Lelang selaku kuasa dari Pemilik Barang yang berkedudukan di Kantor Pejabat Lelang Kelas II. Sesuai dengan Pasal 18 ayat (3) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.07/2005 tentang Balai Lelang, maka pelaksanaan lelang melalui Balai Lelang dapat mensyaratkan adanya uang jaminan kecuali lelang non eksekusi sukarela barang bergerak. Besaran uang jaminan ditentukan oleh Penjual paling sedikit 20% dan paling banyak 50% dari perkiraan Harga limit, bila ada. Dengan kata lain besaran uang jaminan lelang ditetapkan sesuai kehendak penjual, dalam hal tidak ada Nilai Limit. 45 Pasal 15 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.07/2005 tentang Balai Lelang.

23 Pelaksanaan lelang yang diselenggarakan oleh Balai Lelang harus ada harga limit, kecuali: a. Untuk lelang barang bergerak yang dilaksanakan di dalam kawasan berikat b. Pemilik barang tidak mensyaratkan Harga limit. Pelaksanaan lelang, yang dilakukan Balai Lelang Swasta prosedurnya adalah sama dengan yang dilakukan KPKNL, yaitu sesuai dengan prosedur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 150/PMK.06/2007 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 40/PMK.07/2006 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang. Pasal 52 dan Pasal 58 Peraturan Menteri Keuangan tersebut menyatakan, setiap pelaksanaan lelang, maka Pejabat Lelang membuat Risalah Lelang yang terdiri dari bagian kepala, bagian badan dan bagian kaki, dalam Bahasa Indonesia dan diberi penomoran. Penandatanganan Risalah lelang dilakukan oleh: a. Pejabat Lelang pada setiap lembar di sebelah kanan atas dari Risalah Lelang, kecuali lembar yang terakhir; b. Pejabat Lelang dan Penjual/Kuasa Penjual pada lembar terakhir dalam hal lelang barang bergerak; dan c. Pejabat Lelang, Penjual/Kuasa Penjual dan Pembeli/kuasa Pembeli pada lembar terakhir dalam hal lelang barang tidak bergerak. Selanjutnya, Balai Lelang wajib melaksanakan pembukuan yang wajib dilakukan dalam: a. Buku Register Permintaan; b. Buku Kegiatan Pra Lelang;

24 c. Buku Penerimaan Lelang dan Penyerahan Barang d. Buku Penerimaan dan Penyetoran Uang Hasil Lelang Balai Lelang wajib menyampaikan: a. Laporan Realisasi Pelaksanaan Lelang Triwulanan; b. Laporan Kas/Bank Triwulanan; c. Laporan Kegiatan Tahunan. Laporan-laporan yang telah disebutkan di atas disampaikan kepada Kepala Kanwil setempat dengan tembusan Direktur Jenderal c.q. Direktur Lelang Negara selambatlambatnya pada tanggal 10 (sepuluh) sesudah bulan laporan, kecuali Laporan Kegiatan Tahunan disampaikan selambat-lambatnya tanggal 10 (sepuluh) bulan Januari Hak dan Kewajiban Balai Lelang Dalam melaksanakan kegiatannya Balai Lelang mempunyai hak sebagaimana disebutkan dalam Pasal 27 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.07/2005 tentang Balai Lelang, yaitu: a. Mengadakan perjanjian dengan pemilik barang untuk melaksanakan jasa pra lelang; Balai Lelang Swasta dapat menyelenggarkan kegiatan jasa pra lelang untuk lelang yang diselenggarakan oleh KPKNL meliputi jenis lelang non eksekusi wajib dan lelang eksekusi. Dalam menyelenggarakan kegiatan pra Lelang. 46 Pasal 30 dan Pasal 31 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.07/2005 tentang Balai

25 lelang, Balai Lelang Swasta harus mematuhi ketentuan peraturan perundangundangan lelang yang berlaku. Dalam hal Balai Lelang belum mempunyai Pejabat Lelang, pada setiap kegiatan pra lelang harus menyebutkan/ mencantumkan KPKNL sebagai pelaksana lelang. Adapun kegiatan jasa pra lelang oleh Balai Lelang Swasta tersebut meliputi: 47 1) Meneliti kelengkapan dokumen persyaratan lelang dan dokumen barang yang akan dilelang. 2) Melakukan analisis yuridis terhadap dokumen persyaratan lelang dan dokumen barang yang akan dilelang 3) Menerima, mengumpulkan, memilih, memberikan label, dan menyimpan barang yang akan dilelang 4) Menguji kualitas dan menilai harga lelang 5) Meningkatkan kualitas barang yang akan dilelang 6) Mengatur asuransi barang yang akan dilelang, dan/atau 7) Memasarkan barang dengan cara-cara efektif, terarah serta menarik baik dengan pengumuman, brosur, katalog maupun cara pemasaran lainnya. b. Mengadakan perjanjian perdata dengan Pejabat Lelang Kelas II untuk melaksanakan jasa pelaksanaan lelang, atau dalam hal di tempat pelaksanaan lelang tidak terdapat Pejabat Lelang Kelas II, mengajukan permohonan lelang kepada KPKNL setempat; 47 Hasil wawancara dengan Bapak Drs. Ali Amran Tanjung, S.H., M.Hum., selaku Direktur Utama PT. Balai Lelang Sukses Mandiri, tanggal 26 Maret 2010 di Medan

26 Menurut keterangan dari Balai Lelang Swasta yang dijadikan objek penelitian dinyatakan, dalam menyelenggarakan kegiatan jasa pelaksanaan lelang maka Balai Lelang wajib mengadakan perikatan perdata dengan Pejabat Lelang Kelas II mengenai pelaksanaan lelang dan juga mengenai honorarium Pejabat Lelang Kelas II tersebut. 48 c. Mengadakan perjanjian dengan pembeli barang untuk melaksanakan jasa pasca lelang; Balai Lelang Swasta yang menyelenggarakan lelang dapat mengadakan perjanjian dengan pembeli barang lelang setelah atau pasca lelang, mengenai: 1) Pengaturan sumber pembiayaan untuk memenuhi pembayaran Harga Lelang. 2) Pengaturan pengiriman barang. 3) Pengurusan balik nama barang yang dibeli atas nama pembeli. Dalam memberikan jasa pasca lelang yang dimaksud maka maka Balai Lelang Swasta dapat memungut imbalan jasa pasca lelang setelah sebelumnya telah disepakati antara pembeli dengan Balai Lelang Swasta tersebut. 49 d. Menerima Salinan dan Kutipan Risalah Lelang dan Pejabat Lelang Kelas II/ KPKNL; 48 Hasil wawancara dengan Bapak Drs. Ali Amran Tanjung, S.H., M.Hum., selaku Direktur Utama PT. Balai Lelang Sukses Mandiri, tanggal 26 Maret 2010 di Medan 49 Hasil wawancara dengan Bapak Drs. Ali Amran Tanjung, S.H., M.Hum., selaku Direktur Utama PT. Balai Lelang Sukses Mandiri, tanggal 26 Maret 2010 di Medan

27 5. Mengusulkan pemandu lelang. Menurut ketentuan Pasal 34 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 150/PMK.06/2007 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 40/PMK.07/2006 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang, disebutkan dalam pelaksanaan lelang, maka Pejabat lelang dapat dibantu oleh Pemandu Lelang, dapat berasal dari Pegawai DJPLN atau dari luar DJPLN (sekarang DJKN). Persyaratan menjadi Pemandu Lelang adalah: a. Pemandu Lelang yang berasal dari DJKN: 1) sehat jasmani dan rohani; 2) pendidikan paling rendah Sekolah Menengah Umum atau yang sederajat; dan 3) lulus Diklat Pemandu Lelang dan mendapat surat tugas dari Pejabat yang berwenag. b. Pemandu Lelang yang berasal dari luar DJKN: 1) sehat jasmani dan rohani; dan 2) pendidikan paling rendah Sekolah Menengah Umum atau yang sederajat. Pemandu Lelang sebagaimana dimaksud di atas diusulkan oleh Penjual/Balai lelang kepada Kepala KPKNL dan/atau Pejabat Lelang yang akan melaksanakan lelang. Dalam hal pelaksanaan lelang dibantu oleh Pemandu Lelang, Pemandu Lelang dianggap telah mendapat kuasa dari Pejabat Lelang untuk menawarkan barang

28 dengan ketentuan Pejabat Lelang harus tetap mengawasi dan memperhatikan lelang dan/atau penawaran lelang oleh Pemandu Lelang. Selanjutnya yang menjadi kewajiban Balai Lelang dalam melaksanakan kegiatannya sesuai Pasal 28 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.07/2005 tentang Balai Lelang, yaitu: a. Menyerahkan bukti pembayaran uang jaminan penawaran lelang oleh peserta lelang kepada Pejabat Lelang; b. Mengembalikan uang jaminan penawaran lelang seluruhnya tanpa potongan kepada peserta lelang yang tidak ditunjuk sebagai pembeli; c. Menyetorkan Bea Lelang ke Kas Negara dalam waktu 1 (satu) hari kerja setelah harga lelang dibayar oleh pembeli; d. Menyetorkan uang jaminan penawaran lelang dan pembeli yang wan prestasi kepada yang berhak; e. Menyetorkan perurugi kepada Pej abat Lelang Kelas II setelah dipotong PPh Pasal 21 oleh Balai Lelang; f. Menyetorkan PPh atas Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan yang terhutang dan pemilik barang dan PPh Pasal 21 (atas perurugi) ke Kas Negara; g. Meminta bukti setor BPHTB dan pembeli lelang; h. Menyerahkan bukti pelunasan harga lelang berupa kuitansi, bukti setor/transfer dan atau rekening koran pelunasan harga lelang, bukti setor Bea Lelang dan PPh kepada Pejabat Lelang pada saat meminta kutipan dan salman Risalah Lelang;

29 i. Menyerahkan hasil bersih lelang kepada pemilik barang sesuai dengan perjanjian; j. Menyerahkan barang, dokumen kepemilikan, kuitansi pembayaran dan kutipan Risalah Lelang kepada pembeli lelang setelah kewajiban pembeli dipenuhi; k. Melaksanakan administrasi perkantoran dan laporan; l. Mematuhi peraturan perundang-undangan di bidang lelang. Kemudian juga secara tegas dinyatakan dalam Pasal 29 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.07/2005 tentang Balai Lelang, bahwa Balai Lelang bertanggung jawab terhadap: a. Gugatan perdata danlatau tuntutan pidana yang timbul akibat tidak dipenuhinya ketentuan yang terkait dengan pelaksanaan lelang; b. Keabsahan barang dan dokumen persyaratan lelang; c. Administrasi dan pelaksanaan lelang. Adapun larangan-larangan yang berlaku dan tidak boleh dilakukan oleh Balai Lelang meliputi: a. Menjual barang selain dengan tata cara lelang; b. Melaksanakan lelang tidak dihadapan Pejabat Lelang; c. Menyelenggarakan lelang non eksekusi wajib dan eksekusi dengan melalui Pejabat Lelang Kelas II; d. Memungut biaya apapun dan pembeli dan penjual diluar ketentuan; e. Melakukan kegiatan di luar ijin usahanya; f. Membeli sendiri baik langsung maupun tidak langsung barang yang dikuasakan kepadanya untuk dijual lelang.

30 Terhadap Balai Lelang yang melakukan pelanggaran, Direktur Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) memberikan sanksi dalam bentuk: a. Surat Peringatan; b. Surat Peringatan Terakhir; c. Denda; d. Pencabutan Ijin Operasional. Surat Peringatan, Surat Peringatan Terakhir dan denda sebagaimana dimaksud di atas didelegasikan kepada Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN). Balai Lelang diberi Surat Peringatan oleh Kepala Kantor Wilayah DJKN dalam hal melakukan pelanggaran: a. Tidak memberitahukan secara tertulis mengenai kepindahan alamat; b. Tidak memenuhi fasilitas kantor dan gudang pada saat pindah alamat; c. Tidak meminta izin atau memberitahukan perubahan pemegang saham atau penggabungan dengan Balai Lelang lain; d. Tidak memberitahukan secara tertulis telah mengakuisisi Balai Lelang lain; e. Tidak memberitahukan secara tertulis pembukaan kantor perwakilan; f. Tidak menyerahkan hasil bersih lelang kepada pemilik barang sesuai perjanjian; g. Terlambat atau tidak menyetorkan Bea Lelang ke Kas Negara; h. Tidak menyerahkan barang, dokumen kepemilikan obyek lelang, kuitansi pembayaran lelang dan kutipan Risalah Lelang kepada Pembeli Lelang setelah kewajiban pembeli dipenuhi;

31 i. Tidak melaksanakan administrasi perkantoran dan terlambat atau tidak menyampaikan laporan; j. Tidak menyetorkan denda atas keterlambatan penyetoran Bea Lelang. Balai Lelang diberi Surat Peringatan Terakhir oleh Kepala Kanwil dalam hal melakukan pelanggaran tidak mengindahkan Surat Peringatan dalam jangka waktu 14 hari, dan apabila dalam jangka waktu 14 hari Surat Peringatan Terakhir tidak diindahkan oleh Balai Lelang, maka Kepala Kanwil DJKN mengajukan usul pencabutan ijin operasional Balai Lelang kepada Direktur Jenderal Kekayaan Negara (DJKN). Balai Lelang dicabut Ijin operasionalnya oleh Direktur Jenderal dalam hal melakukan pelanggaran: a. Memberikan keterangan/data yang tidak benar/palsu dalam mendapatkan Ijin Operasional; b. Melaksanakan lelang tidak dihadapan Pejabat Lelang; c. Melakukan kegiatan di luar ijin usahanya; d. Melaksanakan lelang non eksekusi wajib dan lelang eksekusi; e. Menjual barang selain dengan tata cara lelang; f. Membeli sendiri baik langsung maupun tidak langsung barang yang dilelang; atau g. Dalam waktu 1 tahun tidak melaksanakan lelang minimal 2 kali. Pencabutan Ijin Operasional Balai Lelang tidak perlu didahului dengan surat peringatan dan atau surat peringatan terakhir. Pencabutan Ijin Operasional Balai Lelang bersifat final dan tidak dapat diberikan Ijin Operasional Balai Lelang

32 yang baru kepada pemegang saham, direksi Balai Lelang yang pemah dicabut ijin operasionalnya. 50 Dengan demikian dari uraian di atas, dapat diambil pemahaman bahwa Balai Lelang dapat didirikan oleh swasta nasional, patungan swasta nasional dengan swasta asing, atau patungan BUMN/D dengan swasta nasional/asing yang khusus didirikan untuk melakukan kegiatan usaha Balai Lelang. Permohonan Ijin Operasional Balai Lelang diajukan oleh Direksi/Pengurus secara tertulis kepada Direktur Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) di atas kertas bermeterai sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan harus dilengkapi dengan dokumen persyaratan Ijin Operasional Balai Lelang. Balai Lelang yang pindah alamat/tempat kedudukan, mendirikan cabang, perubahan kepemilikan/pemegang saham atau digabungkan dengan Balai Lelang lain, wajib melaporkan secara tertulis kepada Kepala Kanwil DJKN di tempat yang lama dan yang baru dengan tembusan kepada Direktorat Jenderal dan dilengkapi dokumen yang disyaratkan. Wilayah kerja Balai Lelang meliputi seluruh Indonesia. Kegiatan usaha Balai Lelang meliputi Lelang non eksekusi sukarela, dan dikenakan biaya administrasi sebesar 0.3% (nol koma tiga persen) dari harga lelang dalam setiap pelaksanaan lelang, meskipun pembeli wanprestasi. Balai Lelang dapat menyelenggarakan kegiatan pra lelang untuk semua jenis lelang, menyelenggarakan kegiatan pelaksanaan lelang dan pasca lelang sesuai dengan kegiatan usahanya. Prosedur pelaksanaan lelang pada Balai Lelang sama dengan prosedur lelang pada KPKNL. Kemudian, sebagai Balai Lelang swasta maka wajib melaksanakan pembukuan dan wajib melaporkan kegiatannya dalam bentuk laporan kepada Kepala Kantor Wilayah DJKN setempat dengan tembusan Direktur Jenderal selambatnya- 50 Pasal 36 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.07/2005 tentang Balai Lelang.

33 lambatnya tanggal 10 (sepuluh) sesudah bulan laporan, kecuali Laporan Kegiatan Tahunan disampaikan selambat-lambatnya tanggal 10 (sepuluh) bulan Januari. Balai Lelang mempunyai hak dan kewajiban serta larangan yang harus dipatuhi. Pelanggaran atas aturan yang berlaku dikenakan sanksi surat peringatan, surat peringatan terakhir, denda, pencabutan ijin operasional oleh Direktur Jenderal dalam hal melakukan pelanggaran: Pencabutan ijin operasional ini tidak perlu didahului dengan surat peringatan dan atau surat peringatan terakhir. Pencabutan ijin operasional Balai Lelang bersifat final dan tidak dapat diberikan ijin operasional Balai Lelang yang baru. Selanjutnya kewenangan dalam melaksanakan lelang barang jaminan kredit bank tersebut dapat digambarkan sebagai berikut: Bagan 1. Kewenangan Untuk Lelang Barang Jaminan Kredit Bank LELANG BARANG JAMINAN KREDIT BANK PEMERINTAH/ BUMN BANK SWASTA PUPN / KPKNL UU No. 49 Prp Tahun 1960 tentang PUPN PENGADILAN NEGERI Pasal 224 HIR/ 258 RBg BALAI LELANG PerMenkeu No. 118/PMK.07 /2005 tentang Balai Lelang.

34 Keterangan 1. Menurut UU No.49 Prp Tahun 1960 tentang PUPN, kredit macet yang berasal dari Bank Pemerintah (BUMN) adalah menjadi piutang negara, maka sesuai Pasal 4 dan Pasal 5 UU tersebut PUPN adalah instansi yang berwenang mengurus, mengawasi dan menyelesaikan pelunasan piutang negara, apabila tenggang waktu 180 hari telah dilampaui dan kredit telah dinyatakan macet. 2. Sedangkan kredit macet yang berasal dari Bank Swasta, maka pihak bank swasta dapat menagih secara paksa pelunasan kredit dari pihak debitur berdasarkan grosse akta (Hak Tanggungan ataupun Pengakuan Hutang) yang mempunyai irahirah Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa melalui Pengadilan Negeri. Sejak diterbitkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 47/KMK.01/1996 tentang Balai Lelang dan Keputusan Kepala BUPLN Nomor 1/PN/1996 tentang Balai Lelang dan Kantor Lelang Negara (KPKNL). Selanjutnya diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.07/2005 tentang Balai Lelang, maka Bank Swasta dalam melakukan lelang atas barang jaminan kredit tersebut melalui Balai Lelang swasta.

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 176/PMK.06/2010 TENTANG BALAI LELANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 176/PMK.06/2010 TENTANG BALAI LELANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 176/PMK.06/2010 TENTANG BALAI LELANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 9 Peraturan

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 176/PMK.06/2010 TENTANG BALAI LELANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN,

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 176/PMK.06/2010 TENTANG BALAI LELANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN, SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 176/PMK.06/2010 TENTANG BALAI LELANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 9 Peraturan Menteri

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 176/PMK.06/2010 TENTANG BALAI LELANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN,

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 176/PMK.06/2010 TENTANG BALAI LELANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN, MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 176/PMK.06/2010 TENTANG BALAI LELANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 306/KMK.01/2002 TENTANG BALAI LELANG MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 306/KMK.01/2002 TENTANG BALAI LELANG MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 306/KMK.01/2002 TENTANG BALAI LELANG MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa dalam rangka reorganisasi Departemen Keuangan dan peningkatan

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 160/PMK.06/2013 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 160/PMK.06/2013 TENTANG MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 160/PMK.06/2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 176/PMK.06/2010 TENTANG BALAI LELANG

Lebih terperinci

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 102/PMK.01/2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Instansi Vertikal Direktorat Jenderal Kekayaan Negara; 11.

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 102/PMK.01/2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Instansi Vertikal Direktorat Jenderal Kekayaan Negara; 11. SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 176/PMK.06/2010 TENTANG BALAI LELANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 9 Peraturan Menteri

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 304/KMK.01/2002 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN LELANG MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

KEPUTUSAN MENTERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 304/KMK.01/2002 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN LELANG MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 304/KMK.01/2002 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN LELANG MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa dalam upaya meningkatkan pelayanan lelang dan dalam

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 106/PMK.06/2013 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 106/PMK.06/2013 TENTANG MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 106/PMK.06/2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 93/PMK.06/2010 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN

Lebih terperinci

2016, No menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Pedoman Pelaksanaan Lelang dengan Penawaran Secara Tertulis Tanpa Kehadiran Peserta Lela

2016, No menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Pedoman Pelaksanaan Lelang dengan Penawaran Secara Tertulis Tanpa Kehadiran Peserta Lela BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.818, 2016 KEMENKEU. Lelang Melalui Internet. Pelaksanaan. Pedoman. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 90/PMK.06/2016 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN LELANG

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 175/PMK.06 /2010 TENTANG PEJABAT LELANG KELAS II DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 175/PMK.06 /2010 TENTANG PEJABAT LELANG KELAS II DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 175/PMK.06 /2010 TENTANG PEJABAT LELANG KELAS II DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 102/PMK.01/2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Instansi Vertikal Direktorat Jenderal Kekayaan Negara; 13.

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 102/PMK.01/2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Instansi Vertikal Direktorat Jenderal Kekayaan Negara; 13. SALINAN NOMOR PER- 06 /KN/2009 TENTANG PEDOMAN ADMINISTRASI PERKANTORAN DAN PELAPORAN LELANG OLEH KPKNL Menimbang : a. bahwa dalam rangka penyesuaian terhadap reorganisasi Departemen Keuangan serta untuk

Lebih terperinci

KEPUTUSAN KEPALA BADAN URUSAN PIUTANG DAN LELANG NEGARA NOMOR 42/PN/2000 TAHUN 2000 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PELAKSANAAN LELANG

KEPUTUSAN KEPALA BADAN URUSAN PIUTANG DAN LELANG NEGARA NOMOR 42/PN/2000 TAHUN 2000 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PELAKSANAAN LELANG KEPUTUSAN KEPALA BADAN URUSAN PIUTANG DAN LELANG NEGARA NOMOR 42/PN/2000 TAHUN 2000 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PELAKSANAAN LELANG KEPALA BADAN URUSAN PIUTANG DAN LELANG NEGARA, Menimbang: a. bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 175/PMK.06 /2010 TENTANG PEJABAT LELANG KELAS II

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 175/PMK.06 /2010 TENTANG PEJABAT LELANG KELAS II SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 175/PMK.06 /2010 TENTANG PEJABAT LELANG KELAS II DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 9 Peraturan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Sudiono (2001: 52), lelang adalah penjualan dihadapan orang banyak

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Sudiono (2001: 52), lelang adalah penjualan dihadapan orang banyak II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Lelang Menurut Sudiono (2001: 52), lelang adalah penjualan dihadapan orang banyak dengan tawaran yang tertinggi, dan dipimpin oleh Pejabat Lelang. Melelangkan dan memperlelangkan

Lebih terperinci

2017, No Peraturan Menteri Keuangan Nomor 175/PMK.06/2010 tentang Pejabat Lelang Kelas II (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor

2017, No Peraturan Menteri Keuangan Nomor 175/PMK.06/2010 tentang Pejabat Lelang Kelas II (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor No.34, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKEU. Balai Lelang. Pejabat Lelang. Kelas II. Jaminan Penawaran. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 254/PMK.06/2016 TENTANG PENATAUSAHAAN

Lebih terperinci

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 174/PMK.06/2010 TENTANG PEJABAT LELANG KELAS I

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 174/PMK.06/2010 TENTANG PEJABAT LELANG KELAS I SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 174/PMK.06/2010 TENTANG PEJABAT LELANG KELAS I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN, Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 9 Peraturan

Lebih terperinci

2017, No Peraturan Presiden Nomor 28 Tahun 2015 tentang Kementerian Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 51); 4. P

2017, No Peraturan Presiden Nomor 28 Tahun 2015 tentang Kementerian Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 51); 4. P No.519, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKEU. Pemeriksaan Balai Lelang. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46/PMK.06/2017 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN BALAI LELANG DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

BAB III TINJAUAN PUSTAKA BAB III TINJAUAN PUSTAKA A. Lelang 1. Pengertian Lelang Lelang atau Penjualan dimuka umum adalah suatu penjualan barang yang dilakukan didepan khalayak ramai dimana harga barangbarang yang ditawarkan kepada

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace dicabut: UU 40-2007 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 13, 1995 ( Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3587) UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa peraturan tentang Perseroan Terbatas sebagaimana

Lebih terperinci

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 93 /PMK.06/2010 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN LELANG

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 93 /PMK.06/2010 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN LELANG 1 MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 93 /PMK.06/2010 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN LELANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa peraturan tentang Perseroan Terbatas sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-undang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA nomor 1 tahun 1995 tentang PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA nomor 1 tahun 1995 tentang PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA nomor 1 tahun 1995 tentang PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa peraturan tentang Perseroan Terbatas sebagaimana

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 93 /PMK.06/2010 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN LELANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN,

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 93 /PMK.06/2010 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN LELANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN, MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 93 /PMK.06/2010 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN LELANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 93/PMK.06/2010 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN LELANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN,

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 93/PMK.06/2010 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN LELANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN, Menimbang : a. PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 93/PMK.06/2010 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN LELANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN, bahwa dalam rangka meningkatkan pelayanan lelang,

Lebih terperinci

Indonesia Nomor 4313); 5. Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2005 tentang Unit Organisasi dan Tugas Eselon I Kementerian Negara Republik Indonesia seba

Indonesia Nomor 4313); 5. Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2005 tentang Unit Organisasi dan Tugas Eselon I Kementerian Negara Republik Indonesia seba MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 93 /PMK.06/2010 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN LELANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

LAMPIRAN I. Persetujuan Permohonan Izin. Melaksanakan Penelitian Di. KPKNL Medan

LAMPIRAN I. Persetujuan Permohonan Izin. Melaksanakan Penelitian Di. KPKNL Medan LAMPIRAN I Persetujuan Permohonan Izin Melaksanakan Penelitian Di KPKNL Medan 68 69 LAMPIRAN II Surat Keterangan Telah Menyelesaikan Penelitian 70 71 LAMPIRAN III Laporan Bulanan Realisasi Kegiatan dan

Lebih terperinci

2018, No Penjualan Langsung Benda Sitaan atau Barang Rampasan Negara atau Benda Sita Eksekusi dan untuk mendukung optimalisasi penerimaan negar

2018, No Penjualan Langsung Benda Sitaan atau Barang Rampasan Negara atau Benda Sita Eksekusi dan untuk mendukung optimalisasi penerimaan negar BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.231, 2018 KEMENKEU. Lelang Benda Sitaan, Barang Rampasan Negara, atau Benda Sita Eksekusi. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13/PMK.06/2018 TENTANG

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa peraturan tentang Perseroan Terbatas sebagaimana diatur dalam Kitab Undangundang

Lebih terperinci

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA - 8 -

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA - 8 - 4. Pelayanan Pelaksanaan Lelang MENTERI KEUANGAN - 8 - a. Deskripsi: penjualan barang yang terbuka untuk umum dengan penawaran harga secara tertulis dan/atau lisan yang semakin meningkat atau menurun untuk

Lebih terperinci

c. Pihak yang Dilayani/Stakeholder: Pemohon Lelang/Penjual.

c. Pihak yang Dilayani/Stakeholder: Pemohon Lelang/Penjual. 13. Penetapan Jadwal Lelang a. Deskripsi: Merupakan tata cara pengajuan permohonan lelang dari Pemohon Lelang/Penjual kepada Kepala KPKNL untuk mendapatkan jadwal lelang. b. Dasar Hukum: b.1. Undang-Undang

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.992, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEHUTANAN. Piutang Negara. Macet. Pengurusan. Tata Cara. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.40/Menhut-II/2013 TENTANG TATA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu kegiatan pemerintah dalam melaksanakan pelayanan publik dan

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu kegiatan pemerintah dalam melaksanakan pelayanan publik dan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu kegiatan pemerintah dalam melaksanakan pelayanan publik dan pembangunan adalah melalui lelang. Lelang sebagai suatu lembaga hukum mempunyai fungsi menciptakan

Lebih terperinci

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 1 TAHUN 1995 (1/1995) Tanggal: 7 MARET 1995 (JAKARTA)

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 1 TAHUN 1995 (1/1995) Tanggal: 7 MARET 1995 (JAKARTA) Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 1 TAHUN 1995 (1/1995) Tanggal: 7 MARET 1995 (JAKARTA) Sumber: LN 1995/13; TLN NO. 3587 Tentang: PERSEROAN TERBATAS Indeks: PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

Menimbang : a. Mengingat : Peraturan...

Menimbang : a. Mengingat : Peraturan... 1 PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.40/Menhut-II/2013 T E N T A N G TATA CARA PENGURUSAN PIUTANG NEGARA MACET LINGKUP KEMENTERIAN KEHUTANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, MENTERI

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa perekonomian nasional yang diselenggarakan

Lebih terperinci

2017, No Instruksi Lelang (Vendu Instructie, Staatsblad 1908:190 sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Staatsblad 1930:85)

2017, No Instruksi Lelang (Vendu Instructie, Staatsblad 1908:190 sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Staatsblad 1930:85) No.518, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKEU. Pemeriksaan Pejabat Lelang Kelas II. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45/PMK.06/2017 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN PEJABAT LELANG

Lebih terperinci

PEJABAT LELANG TERANCAM HUKUMAN 5 TAHUN PENJARA.

PEJABAT LELANG TERANCAM HUKUMAN 5 TAHUN PENJARA. PEJABAT LELANG TERANCAM HUKUMAN 5 TAHUN PENJARA www.postkota.news Pejabat lelang kelas satu pada Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) Denpasar, Usman Arif Murtopo, S.H, M.H., 39, duduk sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Rachmadi Usman, Hukum Lelang, Sinar Grafika, Jakarta, 2016, hlm.15 Ibid.

BAB I PENDAHULUAN. Rachmadi Usman, Hukum Lelang, Sinar Grafika, Jakarta, 2016, hlm.15 Ibid. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada masa pembangunan nasional saat ini negara dituntut untuk senantiasa mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur sesuai dengan dasar negara yaitu Pancasila

Lebih terperinci

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOM OR : 172/KM K.06/2002 TENTANG PERUBAHAN ATAS KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 448/KMK.017/2000 TENTANG PERUSAHAAN

Lebih terperinci

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan nasional Negara Kesatuan Republik

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan nasional Negara Kesatuan Republik

Lebih terperinci

2016, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup

2016, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 428, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-LHK. PNBP. Piutang Negara. Pengurusan. Pedoman. Pencabutan. PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.27/Menlhk/Setjen/Keu-1/2/2016

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa pembangunan nasional Negara Kesatuan Republik

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2016 TANGGAL 1 JULI 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2016 TANGGAL 1 JULI 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2016 TANGGAL 1 JULI 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan nasional Negara Kesatuan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEUANGAN. PPN. Pembangunan. Pasca Bencana Alam.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEUANGAN. PPN. Pembangunan. Pasca Bencana Alam. No.34, 2010 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEUANGAN. PPN. Pembangunan. Pasca Bencana Alam. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 /PMK.02/2010 TENTANG TATA CARA PENYETORAN

Lebih terperinci

Imma Indra Dewi Windajani

Imma Indra Dewi Windajani HAMBATAN EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN DI KANTOR PELAYANAN KEKAYAAN NEGARA DAN LELANG YOGYAKARTA Imma Indra Dewi Windajani Abstract Many obstacles to execute mortgages by auctions on the Office of State Property

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 448/KMK.017/2000 TENTANG PERUSAHAAN PEMBIAYAAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 448/KMK.017/2000 TENTANG PERUSAHAAN PEMBIAYAAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 448/KMK.017/2000 TENTANG PERUSAHAAN PEMBIAYAAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pemulihan perekonomian nasional,

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 304/KMK.01/2002 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN LELANG MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 304/KMK.01/2002 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN LELANG MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 304/KMK.01/2002 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN LELANG MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat : a. bahwa dalam upaya meningkatkan pelayanan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa perekonomian nasional yang diselenggarakan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA CIREBON

LEMBARAN DAERAH KOTA CIREBON LEMBARAN DAERAH KOTA CIREBON 2 NOMOR 35 TAHUN 2005 PERATURAN DAERAH KOTA CIREBON NOMOR 6 TAHUN 2005 TENTANG PERSYARATAN DAN TATA CARA PENGESAHAN AKTA PENDIRIAN DAN PERUBAHAN ANGGARAN DASAR KOPERASI DI

Lebih terperinci

Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2005 TENTANG PENDIRIAN, PENGURUSAN, PENGAWASAN, DAN PEMBUBARAN BADAN USAHA MILIK NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 135 TAHUN 2000 TENTANG TATA CARA PENYITAAN DALAM RANGKA PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 135 TAHUN 2000 TENTANG TATA CARA PENYITAAN DALAM RANGKA PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 135 TAHUN 2000 TENTANG TATA CARA PENYITAAN DALAM RANGKA PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dalam rangka melaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. usaha dan pemenuhan kebutuhan taraf hidup. Maka dari itu anggota masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. usaha dan pemenuhan kebutuhan taraf hidup. Maka dari itu anggota masyarakat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Meningkatnya pertumbuhan perekonomian menciptakan motivasi masyarakat untuk bersaing dalam kehidupan. Hal ini di landasi dengan kegiatan usaha dan pemenuhan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa perekonomian nasional yang diselenggarakan

Lebih terperinci

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 / PMK.02 / 2005 TENTANG TATA CARA PENYETORAN PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK DARI HASIL-HASIL PENGELOLAAN KEKAYAAN NEGARA YANG DIPISAHKAN MENTERI KEUANGAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 1999 TENTANG MERGER, KONSOLIDASI DAN AKUISISI BANK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 1999 TENTANG MERGER, KONSOLIDASI DAN AKUISISI BANK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 1999 TENTANG MERGER, KONSOLIDASI DAN AKUISISI BANK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk menciptakan sistem perbankan yang sehat,

Lebih terperinci

STANDAR PROSEDUR OPERASI (STANDARD OPERATING PROCEDURE) LAYANAN UNGGULAN BIDANG KEKAYAAN NEGARA DAN LELANG KEMENTERIAN KEUANGAN

STANDAR PROSEDUR OPERASI (STANDARD OPERATING PROCEDURE) LAYANAN UNGGULAN BIDANG KEKAYAAN NEGARA DAN LELANG KEMENTERIAN KEUANGAN STANDAR PROSEDUR OPERASI (STANDARD OPERATING PROCEDURE) LAYANAN UNGGULAN BIDANG KEKAYAAN NEGARA DAN LELANG KEMENTERIAN KEUANGAN 1. Pelayanan Permohonan Keringanan Utang pada Kantor Wilayah Direktorat Jenderal

Lebih terperinci

2014, No c. bahwa guna memberikan kepastian hukum dalam pelaksanaan Pencegahan dalam rangka pengurusan Piutang Negara dan tidak dilaksanakannya

2014, No c. bahwa guna memberikan kepastian hukum dalam pelaksanaan Pencegahan dalam rangka pengurusan Piutang Negara dan tidak dilaksanakannya No.323, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKEU. Piutang Negara. Pengurusan. Perubahan. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 /PMK.06/2014 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS PERATURAN

Lebih terperinci

Jamlat Jamlat Jamlat Jamlat Jamlat Jamlat Jamlat : : : : : : : Jamlat : : :

Jamlat Jamlat Jamlat Jamlat Jamlat Jamlat Jamlat : : : : : : : Jamlat : : : PENYEGARAN PENGURUSAN PIUTANG NEGARA DAN LELANG KURIKULUM 1. DESKRIPSI Penyegaran Pengurusan Piutang Negara dan Lelang dimaksudkan untuk meningkatkan pengetahuan pegawai Inspektorat Jenderal Kementerian

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR, PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 1 TAHUN 20165 TENTANG PENATAUSAHAAN PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK PADA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 135 TAHUN 2000 TENTANG TATA CARA PENYITAAN DALAM RANGKA PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 135 TAHUN 2000 TENTANG TATA CARA PENYITAAN DALAM RANGKA PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSA www.legalitas.org PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 135 TAHUN 2000 TENTANG TATA CARA PENYITAAN DALAM RANGKA PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 1999 TENTANG MERGER, KONSOLIDASI DAN AKUISISI BANK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 1999 TENTANG MERGER, KONSOLIDASI DAN AKUISISI BANK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 1999 TENTANG MERGER, KONSOLIDASI DAN AKUISISI BANK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk menciptakan sistem perbankan yang sehat,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 1999 TENTANG MERGER, KONSOLIDASI DAN AKUISISI BANK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 1999 TENTANG MERGER, KONSOLIDASI DAN AKUISISI BANK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 1999 TENTANG MERGER, KONSOLIDASI DAN AKUISISI BANK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk menciptakan sistem perbankan yang sehat,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa perekonomian nasional yang diselenggarakan

Lebih terperinci

PP 17/1999, BADAN PENYEHATAN PERBANKAN NASIONAL. Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PP 17/1999, BADAN PENYEHATAN PERBANKAN NASIONAL. Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PP 17/1999, BADAN PENYEHATAN PERBANKAN NASIONAL Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 17 TAHUN 1999 (17/1999) Tanggal: 27 PEBRUARI 1999 (JAKARTA) Tentang: BADAN PENYEHATAN PERBANKAN NASIONAL PRESIDEN

Lebih terperinci

PENUNJUK UNDANG-UNDANG PERSEROAN TERBATAS

PENUNJUK UNDANG-UNDANG PERSEROAN TERBATAS PENUNJUK UNDANG-UNDANG PERSEROAN TERBATAS 1 tahun ~ keharusan Perseroan menyesuaikan ketentuan Undang-undang ini Pada saat Undang-undang ini mulai berlaku, Perseroan yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 17 TAHUN 2010 RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 17 TAHUN 2010 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 17 TAHUN 2010 RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 17 TAHUN 2010 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 17 TAHUN 2010 RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 17 TAHUN 2010 TENTANG PENGESAHAN AKTA PENDIRIAN, PERUBAHAN ANGGARAN DASAR, DAN PEMBUBARAN KOPERASI

Lebih terperinci

CONTOH SURAT PERJANJIAN KREDIT

CONTOH SURAT PERJANJIAN KREDIT CONTOH SURAT PERJANJIAN KREDIT PERJANJIAN KREDIT Yang bertanda tangan di bawah ini : I. ------------------------------------- dalam hal ini bertindak dalam kedudukan selaku ( ------ jabatan ------- ) dari

Lebih terperinci

*36403 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 28 TAHUN 1999 (28/1999) TENTANG MERGER, KONSOLIDASI DAN AKUISISI BANK

*36403 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 28 TAHUN 1999 (28/1999) TENTANG MERGER, KONSOLIDASI DAN AKUISISI BANK Copyright (C) 2000 BPHN PP 28/1999, MERGER, KONSOLIDASI DAN AKUISISI BANK *36403 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 28 TAHUN 1999 (28/1999) TENTANG MERGER, KONSOLIDASI DAN AKUISISI BANK

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 16 TAHUN 2001 (16/2001) TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 16 TAHUN 2001 (16/2001) TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 16 TAHUN 2001 (16/2001) TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pendirian Yayasan di Indonesia selama

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 5/POJK.05/2014 TENTANG PERIZINAN USAHA DAN KELEMBAGAAN LEMBAGA PENJAMINAN

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 5/POJK.05/2014 TENTANG PERIZINAN USAHA DAN KELEMBAGAAN LEMBAGA PENJAMINAN OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 5/POJK.05/2014 TENTANG PERIZINAN USAHA DAN KELEMBAGAAN LEMBAGA PENJAMINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2005 TENTANG PENDIRIAN, PENGURUSAN, PENGAWASAN, DAN PEMBUBARAN BADAN USAHA MILIK NEGARA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2005 TENTANG PENDIRIAN, PENGURUSAN, PENGAWASAN, DAN PEMBUBARAN BADAN USAHA MILIK NEGARA PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 45 TAHUN 2005 TENTANG PENDIRIAN, PENGURUSAN, PENGAWASAN, DAN PEMBUBARAN BADAN USAHA MILIK NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61/KMK.08/2002 TENTANG PANITIA URUSAN PIUTANG NEGARA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61/KMK.08/2002 TENTANG PANITIA URUSAN PIUTANG NEGARA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61/KMK.08/2002 TENTANG PANITIA URUSAN PIUTANG NEGARA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa perubahan Struktur Organisasi Badan Urusan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Belanda yaitu sejak tahun 1908 pada saat Vendu Reglement diumumkan dalam

BAB I PENDAHULUAN. Belanda yaitu sejak tahun 1908 pada saat Vendu Reglement diumumkan dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. Lelang sebagai suatu kelembagaan telah dikenal saat pemerintahan Hindia Belanda yaitu sejak tahun 1908 pada saat Vendu Reglement diumumkan dalam Staatsblad

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 222/PMK.010/2008 TENTANG PERUSAHAAN PENJAMINAN KREDIT DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG KREDIT

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 222/PMK.010/2008 TENTANG PERUSAHAAN PENJAMINAN KREDIT DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG KREDIT 1 of 50 8/23/2014 7:22 PM MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 222/PMK.010/2008 TENTANG PERUSAHAAN PENJAMINAN KREDIT DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG KREDIT MENTERI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. salah satunya yaitu membeli dari lelang. Perihal lelang diatur dalam Peraturan

BAB I PENDAHULUAN. salah satunya yaitu membeli dari lelang. Perihal lelang diatur dalam Peraturan BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Hak milik atas sesuatu barang dapat diperoleh dari berbagai macam cara, salah satunya yaitu membeli dari lelang. Perihal lelang diatur dalam Peraturan Lelang Peraturan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN KOMODITI BERJANGKA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN KOMODITI BERJANGKA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN KOMODITI BERJANGKA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa dalam rangka pelaksanaan Undang-undang Nomor

Lebih terperinci

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 222/PMK.010/2008 TENTANG

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 222/PMK.010/2008 TENTANG PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 222/PMK.010/2008 TENTANG PERUSAHAAN PENJAMINAN KREDIT DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG KREDIT MENTERI KEUANGAN, Menimbang: a. bahwa peningkatan akses dunia usaha pada sumber

Lebih terperinci

*36250 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 17 TAHUN 1999 (17/1999) TENTANG BADAN PENYEHATAN PERBANKAN NASIONAL

*36250 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 17 TAHUN 1999 (17/1999) TENTANG BADAN PENYEHATAN PERBANKAN NASIONAL Copyright (C) 2000 BPHN PP 17/1999, BADAN PENYEHATAN PERBANKAN NASIONAL *36250 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 17 TAHUN 1999 (17/1999) TENTANG BADAN PENYEHATAN PERBANKAN NASIONAL PRESIDEN

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.131, 2016 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA EKONOMI. Pajak. Pengampunan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5899) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016

Lebih terperinci

-1- RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

-1- RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA -1- DRAFT RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pembangunan nasional

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dalam rangka pelaksanaan Undang-undang Nomor

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, 1 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pendirian Yayasan di Indonesia selama ini dilakukan

Lebih terperinci

BAB III KONSEP LELANG MENURUT REGULASI MENTERI KEUANGAN. Di Indonesia, sejarah pengelola keuangan pemerintahan sudah ada sejak masa

BAB III KONSEP LELANG MENURUT REGULASI MENTERI KEUANGAN. Di Indonesia, sejarah pengelola keuangan pemerintahan sudah ada sejak masa BAB III KONSEP LELANG MENURUT REGULASI MENTERI KEUANGAN Di Indonesia, sejarah pengelola keuangan pemerintahan sudah ada sejak masa lampau. Tiap pemerintahan dari zaman kerajaan sampai sekarang, memiliki

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa pendirian Yayasan di Indonesia selama ini dilakukan berdasarkan kebiasaan dalam masyarakat,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1999 TENTANG PENCABUTAN IZIN USAHA, PEMBUBARAN DAN LIKUIDASI BANK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1999 TENTANG PENCABUTAN IZIN USAHA, PEMBUBARAN DAN LIKUIDASI BANK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1999 TENTANG PENCABUTAN IZIN USAHA, PEMBUBARAN DAN LIKUIDASI BANK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dengan berlakunya Undang-undang

Lebih terperinci

Pengumuman Lelang Eksekusi Hak Tangungan PT. Bank Mandiri Recovery & Collection II Department selaku pengelola melaksanakan lelang Eksekusi Hak Tangungan dan Fidusia bekerjasama dengan Balai lelang Swasta

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.8, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEUANGAN. Penyetoran. PNBP. Tata Cara. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5/PMK.02/2013 TENTANG TATA CARA PENYETORAN PENERIMAAN

Lebih terperinci

BUPATI BLORA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLORA NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG RETRIBUSI PEMAKAIAN KEKAYAAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BLORA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLORA NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG RETRIBUSI PEMAKAIAN KEKAYAAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BLORA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLORA NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG RETRIBUSI PEMAKAIAN KEKAYAAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BLORA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2005 TENTANG PENDIRIAN, PENGURUSAN, PENGAWASAN, DAN PEMBUBARAN BADAN USAHA MILIK NEGARA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2005 TENTANG PENDIRIAN, PENGURUSAN, PENGAWASAN, DAN PEMBUBARAN BADAN USAHA MILIK NEGARA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2005 TENTANG PENDIRIAN, PENGURUSAN, PENGAWASAN, DAN PEMBUBARAN BADAN USAHA MILIK NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan undang-undang dalam rangka penegakan keadilan (law enforcement).

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan undang-undang dalam rangka penegakan keadilan (law enforcement). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lelang sebagai suatu lembaga hukum mempunyai fungsi menciptakan nilai dari suatu barang atau mencairkan suatu barang menjadi sejumlah uang dengan nilai objektif. Lembaga

Lebih terperinci

Prosedur standar pelaksanaan lelang dibagi menjadi 3 (tiga) tahap sebagai berikut:

Prosedur standar pelaksanaan lelang dibagi menjadi 3 (tiga) tahap sebagai berikut: Prosedur standar pelaksanaan lelang dibagi menjadi 3 (tiga) tahap sebagai berikut: 1. PRA LELANG Rangkaian kegiatan yang harus dilakukan sebelum hari lelang dan merupakan bagian yang harus dipersiapkan

Lebih terperinci

Sejarah Lelang. DTSS Pejabat Lelang I Lelang menurut sejarahnya berasal dari bahasa Latin

Sejarah Lelang. DTSS Pejabat Lelang I Lelang menurut sejarahnya berasal dari bahasa Latin Pengetahuan Lelang DTSS Pejabat Lelang I - 2016 Sejarah Lelang Lelang menurut sejarahnya berasal dari bahasa Latin auctio yang berarti peningkatan harga secara bertahap. Para ahli menemukan di dalam literatur

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 19 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 19 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 19 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PENAJAM PASER UTARA Menimbang : a. bahwa berdasarkan pasal 2 ayat

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /PMK.01/2017 TENTANG AKUNTAN BEREGISTER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /PMK.01/2017 TENTANG AKUNTAN BEREGISTER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /PMK.01/2017 TENTANG AKUNTAN BEREGISTER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sesuai dengan ketentuan

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 259/PMK.04/2010 TENTANG JAMINAN DALAM RANGKA KEPABEANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN,

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 259/PMK.04/2010 TENTANG JAMINAN DALAM RANGKA KEPABEANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN, MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 259/PMK.04/2010 TENTANG JAMINAN DALAM RANGKA KEPABEANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N YANG DIRUBAH DENGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2004

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N YANG DIRUBAH DENGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2004 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N YANG DIRUBAH DENGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2004 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

1 / 25 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Y A Y A S A N Diubah Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Yayasan DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan Teks tidak dalam format asli. LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 112, 2001 Kehakiman. Keuangan. Yayasan. Bantuan. Hibah. Wasiat. (Penjelasan dalam Tambahan

Lebih terperinci