PETUNJUK TEKNIS. Perhitungan dan Pelaporan Emisi CO 2. Industri Semen
|
|
- Utami Tedjo
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 PETUNJUK TEKNIS Perhitungan dan Pelaporan Emisi CO 2 Industri Semen
2 Petunjuk Teknis Perhitungan dan Pelaporan Emisi CO 2 Industri Semen Penanggung jawab: Kepala Badan Pengkajian Kebijakan Iklim dan Mutu Industri, Kementerian Perindustrian Pengarah: Kepala Pusat Pengkajian Industri Hijau dan Lingkungan Hidup, Kementerian Perindustrian Tim Penulis: Asosiasi Semen Indonesia & Industri Semen Lusy Widowati Ery Indrawan Didukung oleh: PAKLIM Program Advis Kebijakan untuk Lingkungan Hidup dan Perubahan Iklim Deutsche Gesellschaft fuer Internationale Zusammenarbeit (GIZ) GmbH Jakarta, 2014
3 PETUNJUK TEKNIS Perhitungan dan Pelaporan Emisi CO 2 Industri Semen
4
5 SAMBUTAN Kepala Badan Pengkajian Kebijakan Iklim dan Mutu Industri - Kementerian Perindustrian S ebagai salah satu pilar dan penggerak perekonomian di Indonesia, industri memegang peranan penting dalam pembangunan nasional. Industri nasional pun diharapkan mampu untuk bersaing di pasar global. Pengembangan industri menjadi industri hijau merupakan salah satu cara untuk menjawab tantangan ini. Industri hijau merupakan industri yang dalam proses produksinya mengutamakan upaya efisiensi dan efektivitas penggunaan sumber daya secara berkelanjutan. Upaya-upaya ini pun akan mendorong adanya penurunan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) sehingga penurunan emisi GRK merupakan salah satu capaian yang tidak terpisahkan dalam pelaksanaan industri hijau. Seiring dengan adanya komitmen Pemerintah Indonesia ke dunia internasional untuk menurunkan emisi GRK di tahun 2020, Kementerian Perindustrian menyambut baik inisiatif serta komitmen dari industri semen untuk berpartisipasi dalam pelaksanaan industri hijau serta penurunan emisi GRK. Untuk mendukung serta semakin mendorong industri semen dalam upaya tersebut, tentunya diperlukan pemahaman yang sama terkait pelaksanaan perhitungan dan pelaporan emisi CO 2. Oleh karena itu, Kementerian Perindustrian menyusun buku Petunjuk Teknis Perhitungan dan Pelaporan Emisi CO 2 di Industri Semen ini. Kami mengharapkan agar buku Petunjuk Teknis ini dapat menjadi acuan bersama antara industri semen maupun pemangku kepentingan lainnya dalam pelaksanaan perhitungan dan pelaporan emisi CO 2. Akhir kata, semoga Petunjuk Teknis ini dapat bermanfaat bagi industri semen maupun pemangku kepentingan lainnya serta dapat mendukung tercapainya pembangunan nasional yang berkelanjutan. Jakarta, November 2014 Kepala Badan Pengkajian Kebijakan Iklim dan Mutu Industri Arryanto Sagala i
6 SAMBUTAN Kepala Pusat Pengkajian Industri Hijau dan Lingkungan Hidup - Kementerian Perindustrian S eiring dengan komitmen Pemerintah Indonesia terkait perubahan iklim, telah diterbitkan Peraturan Presiden Nomor 61 Tahun 2011 tentang Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca (RAN GRK) dan Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Inventarisasi Gas Rumah Kaca Nasional. Industri merupakan salah bidang dalam pelaksanaan kegiatan RAN GRK. Industri semen merupakan salah satu industri prioritas yang dapat menurunkan emisi CO 2 yang berasal dari penggunaan energi maupun dari kegiatan proses industrinya. Permen Perindustrian Nomor 12 tahun 2012 tentang Peta Panduan (Roadmap) Pengurangan Emisi CO 2 Industri Semen di Indonesia telah memberikan arahan capaian untuk industri semen sampai dengan tahun Dalam pelaksanaan Roadmap serta untuk mengetahui kemajuan pencapaian penurunan emisi CO 2, industri semen membutuhkan panduan untuk melakukan perhitungan emisi CO 2. Selain itu, industri semen maupun pemangku kepentingan lainnya juga membutuhkan rujukan tata cara pemantauan serta pelaporan dari emisi CO 2 yang ditimbulkan di industri semen. Adanya pemahaman dan rujukan yang sama tentang perhitungan dan pelaporan emisi CO 2 tentunya akan memudahkan pelaksanaan upaya penurunan emisi CO 2 serta proses pemantauan dan pelaporan yang terkait. Buku Petunjuk Teknis Perhitungan dan Pelaporan Emisi CO 2 di Industri Semen ini disusun untuk memberikan arahan serta informasi lengkap bagi pelaku industri semen maupun pemangku kepentingan lainnya dalam melaksanakan perhitungan serta pelaporan emisi CO 2 di industri semen. Kami sangat menghargai para pihak yang telah meluangkan waktu dan pikiran dalam penyusunan buku Petunjuk Teknis ini. Semoga buku ini dapat bermanfaat sebagai acuan dalam melakukan perhitungan dan pelaporan emisi CO 2 di industri semen. Jakarta, November 2014 Kepala Pusat Pengkajian Industri Hijau dan Lingkungan Hidup Dr. Ngakan Timur Antara iv ii
7 KATA PENGANTAR P uji syukur kami ucapkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, dengan telah tersusunnya buku Petunjuk Teknis Perhitungan dan Pelaporan Emisi CO 2 Industri Semen. Buku ini disusun dalam kerangka pelaksanaan aksi penurunan Emisi CO 2 di industri semen. Buku ini berisikan informasi informasi tata cara perhitungan dan pelaporan emisi CO 2 di industri semen. Acuan metodologi perhitungan yang digunakan dalam buku ini adalah metodologi yang diterbitkan oleh Cement Sustainability Initiative (CSI) dari World Business Council for Sustainable Development (WBCSD). Buku petunjuk teknis ini menjelaskan mengenai tahapan yang harus dilalui untuk melakukan perhitungan dan pelaporan emisi CO 2, yang dimulai dari prinsip-prinsip perhitungan dan pelaporan emisi CO 2 serta batasan organisasi dan batasan operasional. Metode perhitungan emisi CO 2 meliputi perhitungan emisi CO 2 langsung maupun emisi CO 2 tidak langsung yang dihasilkan di industri semen. Hasil perhitungan akan disampaikan melalui indikator kinerja emisi CO 2. Buku petunjuk teknis ini juga memuat rujukan untuk melaksanakan pemantauan, pelaporan dan verifikasi serta tata cara mengelola kualitas inventori emisi CO 2 di industri semen. Kami mengucapkan penghargaan dan terima kasih yang setinggi-tingginya kepada pihak-pihak yang telah mendukung dan bekerjasama hingga tersusunnya buku ini. Akhir kata, semoga buku ini bermanfaat dan dapat menjadi sarana penting bagi berbagai pihak, utamanya para penanggung jawab operasional pabrik semen di Indonesia. Jakarta, November 2014 Ketua Asosiasi Semen Indonesia Widodo Santoso iii
8 Daftar Isi SAMBUTAN i kata pengantar iii Bab 1. Pendahuluan Latar Belakang Tujuan Landasan Hukum Ruang Lingkup 4 Bab 2. Prinsip Perhitungan dan Pelaporan Emisi CO Organisasi Internasional Terkait The Intergovernmental Panel on Climate Change /IPCC World Resource Institute (WRI) dan World Business Council on Sustainable Development (WBCSD) The International Organization for Standardization (ISO) Perangkat Perhitungan CO 2 (CO 2 calculation tools) Hubungan Metode Perhitungan WBCSD dengan Protokol CO 2 lainnya Prinsip Dasar Perhitungan dan Pelaporan Emisi CO 2 8 Bab 3. Batasan INVENTORI Penurunan Emisi Tidak Langsung Melalui Pemanfaatan Sisa Energi Emisi CO 2 pada Plant Level dan Corporate Level Transfer Klinker, Semen dan Mineral Component (MIC) 14 Bab 4. Metode Perhitungan Emisi CO Perhitungan Emisi CO Emisi CO 2 Langsung dari Proses Produksi Semen (Direct Emission) Metode Penentuan Emisi CO 2 dari Kalsinasi Bahan Baku CO 2 dari Kalsinasi Bahan Baku Metode Perhitungan Persamaan untuk Metode Output B1 dan B CO 2 dari Bahan Bakar Konvensional CO 2 dari Bahan Bakar Alternatif, Bahan Bakar Campuran dan Bahan Bakar Biomassa CO 2 dari Limbah Turunan Bahan Bakar Fosil CO 2 dari Bahan Bakar Campuran dengan Biomassa dan Fraksi Fosil 23 iv iv
9 4.11. CO 2 dari Bahan Bakar Kiln CO 2 dari Bahan Bakar Non- Kiln CO 2 dari Transportasi Emisi GRK Non-CO Emisi Tidak Langsung Emisi Gross dan Nett CO Emisi CO 2 Absolute Gross Termasuk Pembangkit Listrik On-site Emisi CO 2 Absolute Gross (Tidak Termasuk Pembangkit Listrik On-site) Perhitungan Emisi CO 2 dari Biomassa yang Mengandung Bahan Bakar Penurunan Emisi CO 2 Nett dan Tidak Langsung terkait dengan Pemanfaatan Limbah sebagai Bahan Bakar alternatif Perangkat Perhitungan Emisi CO 2 30 Bab 5. Indikator Kinerja Emisi CO Emisi CO 2 Spesifik Klinker Semen (ekivalen) Cementitious Products Penyebut untuk Rasio Indikator Lainnya Faktor Klinker / Semen (Ekivalen) Klinker/Cementitious Factor Perubahan Stok terkait Penjualan dan Pembelian Klinker 34 Bab 6. Pemantauan, Pelaporan dan Verifikasi Pemantauan (Monitoring/M) Pelaporan (Reporting/R) Verifikasi (Verification/V) Penggunaan Temuan Verifikasi 39 Bab 7. pengelolaan Kualitas Inventori Tahapan Proses Pembuatan Inventori CO Pengelolaan Inventori Poin Utama Program Inventori Penerapan Sistem Manajemen Mutu Inventori Ketidakpastian (Uncertainty) 45 LAMPIRAN 48 v
10 Daftar GAMBAR Gambar 2.1 Keterkaitan Organisasi Internasional dalam Perhitungan Emisi GRK 5 Gambar 3.1 Batasan Organisasi dan Batasan Operasional 9 Gambar 3.2 Skema Proses Produksi Semen 10 Gambar 3.3 Ruang Lingkup dan Sumber Emisi 11 Gambar 3.4 Batasan dan Lingkup Pabrik Semen Rekomendasi WRI/WBCSD 12 Gambar 3.5 Batasan Inventori yang Dicakup Lingkup 1 dan Lingkup 2 13 Gambar 3.6 Skema Aplikasi WHRG dan Pembangkitan Listrik dalam Proses Produksi 13 Gambar 3.7 Plant Level dan Corporate Level Perhitungan Emisi 14 Gambar 4.1 Sumber Emisi CO 2 Proses Produksi Semen 16 Gambar 4.2 Contoh Aliran Massa Produksi Klinker pada Sistem Pre-Heater-Calciner dan Rotary Kiln 18 Gambar 4.3 Overview Metode Penentuan Emisi CO 2 dari Kalsinasi Bahan Baku 19 Gambar 4.4 Breakdown Tipe Transportasi dalam Lingkup yang Didefiniskan oleh Protokol 25 Gambar 4.5 Emisi Lingkup 2 dan Lingkup 3 Terkait Listrik yang Dibeli 26 Gambar 4.6 Penurunan Emisi CO 2 dari Pemanfaatan AF di Industri Semen 27 Gambar 5.1 Definisi Emisi Spesifik CO 2 per ton Cementitious Product 33 Gambar 5.2 Definisi Klinker/cement (eq) Factor 34 Gambar 5.3 Definisi Klinker/cementitious Factor 34 Gambar 7.1 Proses Inventori Emisi CO 2 41 Gambar 7.2 Contoh Komponen Tim Manajemen Inventori 42 Gambar 7.3 Sistem Manajemen Mutu Inventarisasi 44 Gambar 7.4 Contoh Checklist Manajemen Mutu Inventori 45 Gambar 7.5 Tipe Ketidakpastian terkait Inventori CO 2 46 vi vi
11 Daftar Tabel Tabel 4.1 Parameter dan Sumber Data yang Direkomendasikan untuk Perhitungan Emisi CO 2 Langsung 17 Tabel 4.2 Parameter dan Sumber Data untuk Perhitungan Emisi CO 2 Langsung Seperti yang Dipersyaratkan oleh Protokol ini 27 Tabel 4.3 Sumber Emisi yang Dilaporkan dalam Emisi CO 2 Absolute Gross termasuk Pembangkit Listrik On-Site 28 Tabel 4.4 Sumber Emisi yang Dilaporkan dalam Emisi CO 2 Absolute Gross (Tidak Termasuk Pembangkit Listrik On-Site) 29 Tabel 5.1 Spreadsheet Indikator Kinerja Cement CO 2 Protocol 31 Tabel 7.1 Sumber-Sumber Ketidakpastian Paling Relevan dan Langkah untuk Meminimalkan Ketidakpastian 47 vii
12 notasi ilmiah CaO CaCO 3 CH 4 GJ GJ/t GtCO 2 e Kcal Kcal/kg Kcal/kg cli Kg CO 2 /t Calcium oxide Calcium carbonate Methane Gigajoule Gigajoule per tonne Giga tonne of carbon dioxide equivalent Kilocalories Kilocalories per kilogram Kilocalories per kilogram clinker Kilogram of carbon dioxide per tonne Kg CO 2 /t cli Kilogram of carbon dioxide per tonne clinker kwh/t kwh/t MJ/kg MJ/t MJ/ton cli Mt CO 2 Mt CO 2 e/y Mt/y MWh N 2 O Na 2 CO 3 t t CO 2 /y t CO 2 e TJ TJ/y Tpy MgO TOC Kilo watt hour per tonne cement Kilo watt hour per tonne cement Megajoule per kilogram Megajoule per tonne Megajoule per tonne clinker Mega-tonnes of carbon dioxide Mega-tonnes of carbon dioxide equivalent per year Mega-tonnes of carbon dioxide per year Megawatt hour Nitrous oxide Disodium carbonate tonne (metric) tonne of carbon dioxide per year tonnes of carbon dioxide equivalent Terajoule Terajoule per year tonne per year Magnesium oxide tonne of clinker t CO 2 /GWh tonne of carbon dioxide per giga watt hour GWh t/a kg CO 2 /GJ Tpy MgO TOC Giga watt hour tonne per annum Kilogram of carbon dioxide per gigajoule tonne per year Magnesium oxide tonne of clinker t CO 2 /GWh tonne of carbon dioxide per giga watt hour GWh t/a kg CO 2 /GJ viii viii Giga watt hour tonne per annum Kilogram of carbon dioxide per gigajoule
13 Bab 1. Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Pada saat Earth Summit di Rio de Jeneiro tahun 1992 diselenggarakan, berbagai bangsa di dunia melalui United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) telah menyusun kesepakatan bersama untuk menghadapai fenomena perubahan iklim global terkait dengan emisi gas-gas rumah kaca antropogenik. Negara-negara anggota konvensi melakukan pertemuan tahunan untuk membahas rencana, kesepakatan, serta laporan kemajuan dalam upaya menghadapi fenomena perubahan iklim. Pada pertemuan di Kyoto tahun 1997, telah dicapai kesepakatan terkait dengan upaya penurunan emisi gas rumah kaca (GRK) di mana negara-negara maju (Annex I countries) mempunyai kewajiban untuk menurunkan emisi GRK mereka hingga ke level tertentu. Negara-negara berkembang (non-annex I countries) tidak diwajibkan untuk menurunkan emisi GRK namun diharapkan secara sukarela berkontribusi dalam upaya-upaya penurunan emisi GRK di negara masing-masing. Setelah penandatanganan konvensi perubahan iklim di Rio 1992 yang kemudian diratifikasi pada tanggal 1 Agustus 1994 melalui UU No. 6 Tahun 1994, Indonesia secara resmi ditetapkan menjadi salah satu anggota negara non-annex I, yaitu pihak yang terikat dalam hak dan kewajiban sebagaimana tercakup dalam UNFCCC. Sebagai negara non-annex I, Pemerintah Indonesia berkepentingan untuk ikut serta menghadapi fenomena perubahan iklim global. Salah satunya ditunjukkan dengan keseriusan Indonesia untuk menurunkan tingkat emisi GRK. Pada akhir tahun 2009, Presiden RI telah menyampaikan non-binding commitment (komitmen tidak mengikat) mengenai target penurunan tingkat emisi GRK sebesar 26% lebih rendah dibandingkan tingkat emisi GRK yang akan terjadi menurut perkiraan Business as Usual (BaU) pada tahun Penurunan emisi GRK tersebut akan dicapai dengan menggunakan sumber pendanaan dari dalam negeri, baik pendanaan pemerintah (APBN/APBD), swasta (industri/komersial) atau masyarakat (termasuk LSM). Penurunan lebih lanjut menjadi sebesar 41% akan dicapai apabila ada pendanaan dengan bantuan internasional. Untuk mencapai komitmen tersebut, pemerintah telah menyusun rencana aksi mitigasi nasional dan daerah untuk tahun sebagaimana tercantum di dalam Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi GRK (RAN- GRK) dan Rencana Aksi Daerah Penurunan Emisi GRK (RAD-GRK) yang ditetapkan dalam Peraturan Presiden (PerPres) No. 61 tahun 2011 tentang Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca (RAN-GRK). Pada Perpres tersebut disampaikan institusi-institusi yang bertanggungjawab terhadap target penurunan emisi GRK nasional, arahan kebijakan sektor, dan aksi-aksi mitigasi yang mungkin dapat dilaksanakan untuk mencapai target penurunan emisi GRK nasional. Berdasarkan PerPres No. 61 tahun 2011, target penurunan emisi dari sektor industri adalah sebesar 0,001 Gton CO 2 e (skenario 26 %) dan sebesar 0,005 Gton CO 2 e (skenario 41 %) pada tahun Implementasi Rencana Aksi Nasional perlu didukung dengan pemantauan, pelaporan dan verifikasi (Measurement, Reporting, and Verification/MRV) guna meningkatkan kinerja berbagai aksi mitigasi emisi GRK secara berkelanjutan. 1
14 Pendahuluan Petunjuk Teknis Perhitungan dan Pelaporan Emisi CO 2 di Industri Semen ini merupakan dokumen yang menyediakan arahan bagi pemangku kepentingan untuk melaksanakan perhitungan emisi CO 2 di industri semen dalam kurun waktu tertentu. Dasar hukum utama dalam menyusun dokumen ini adalah Peraturan Presiden No. 61 tahun 2011 tentang RAN-GRK yang menjabarkan target penurunan emisi GRK nasional pada tahun 2020 serta Peraturan Menteri Perindustrian No. 12/M-IND/PER/1/2012 tentang Peta Panduan (Roadmap) Pengurangan Emisi CO 2 Industri Semen di Indonesia. Petunjuk Teknis ini berisi metode perhitungan dan pelaporan emisi CO 2 yang bersifat spesifik di industri semen dengan mempertimbangkan karakteristik, potensi, terintegrasi dengan rencana Road Map serta dapat dikaji ulang sesuai dengan kebutuhan nasional serta perkembangan yang ada. Dokumen ini bersifat terbuka untuk umum, namun dikhususkan pada berbagai pihak yang akan terlibat langsung dalam kegiatan penurunan emisi di industri semen. Pada intinya dokumen ini berguna bagi: (i) pengambil keputusan sebagai pedoman dalam memantau kinerja emisi CO 2 di industri semen, (ii) pihak teknis yang akan terlibat langsung dalam kegiatan penghitungan emisi CO 2 maupun jasa lingkungan lain, ataupun (iii) pihak pelaku kegiatan penurunan emisi CO 2 di industri semen. Dokumen ini disusun berdasarkan hasil analisis dan sintesis dengan mengacu pada panduan internasional mengenai perhitungan emisi gas rumah kaca yang sudah ada dan/sedang dikembangkan berbagai pihak (standar WBCSD/CSI Protocol V.03, IPCC maupun standar-standar lainnya). Inventori CO 2 korporasi yang dipelihara dan didesain dengan baik sebagaimana direkomendasikan oleh Petunjuk Teknis ini dapat memberikan manfaat untuk industri semen dalam hal: - Pengelolaan resiko dan identifikasi peluang penurunan CO 2 - Partisipasi dalam pelaporan program penurunan CO 2 secara sukarela - Partisipasi dalam pelaporan program penurunan CO 2 secara mandatori - Partisipasi dalam pasar CO 2 - Pengakuan sebagai aksi sukarela perusahaan 1.2. Tujuan Petunjuk Teknis ini dimaksudkan untuk: 1. Mendukung pencapaian komitmen Pemerintah Indonesia untuk mencapai target penurunan emisi CO 2 tahun Menindaklanjuti Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 12/M-IND/PER/1/2012 tentang Peta Panduan (Road Map) Pengurangan Emisi CO 2 Industri Semen di Indonesia 2
15 Pendahuluan Adapun tujuan-tujuan spesifik yang ingin dicapai dalam penyusunan Petunjuk Teknis ini adalah: 1. Membantu perusahaan menyiapkan inventori emisi CO 2 yang merepresentasikan jumlah emisi CO 2 yang benar (true) dan adil (fair) melalui pendekatan dan prinsip-prinsip standar yang kredibel dan diakui secara luas 2. Memberikan konsistensi dan standardisasi metodologi perhitungan beban emisi CO 2 untuk keperluan pelaporan kepada Kementerian Perindustrian sehingga data yang dikumpulkan dapat dibandingkan secara setara dan dapat dijadikan baseline total beban emisi CO 2 dari industri semen 3. Memberikan keseragaman dan transparansi ruang lingkup sumber-sumber emisi CO 2 dari kegiatan proses produksi semen yang beban emisinya akan dihitung 4. Memberikan informasi yang dapat digunakan untuk membangun strategi yang efektif untuk mengelola dan menurunkan emisi CO 2 5. Memberikan panduan bagi pengembangan sistem MRV untuk kinerja CO 2 industri semen di Indonesia sehingga sistem tersebut dapat memenuhi kebutuhan serta memenuhi standar yang disepakati bersama 1.3. Landasan Hukum Landasan hukum penyusunan Petunjuk Teknis Perhitungan dan Pelaporan Emisi CO 2 Industri Semen ini antara lain adalah: 1. Undang-Undang Nomor 3 tahun 2014 tentang Perindustrian 2. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1994 tentang Pengesahan United Nations Framework Convention on Climate Change (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3557) 3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup 4. Peraturan Presiden Nomor 61 Tahun 2011 tentang Rencana Aksi Nasional Penurunanan Emisi Gas Rumah Kaca 5. Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Inventarisasi Gas Rumah Kaca Nasional 6. Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 12/M-IND/PER/1/2012 tentang Peta Panduan (Roadmap) Pengurangan Emisi CO 2 Industri Semen di Indonesia 3
16 Pendahuluan 1.4. Ruang Lingkup Ruang lingkup Petunjuk Teknis Perhitungan dan Pelaporan Emisi CO 2 Industri Semen ini terdiri dari : 1. Prinsip Perhitungan dan Pelaporan Emisi CO 2 2. Batasan Inventori 3. Metode Perhitungan 4. Indikator Kinerja 5. Pemantauan, Pelaporan, Verifikasi 6. Mengelola Kualitas Inventori 4
17 Bab 2. Prinsip Perhitungan dan Pelaporan Emisi CO 2 Prinsip dasar perhitungan dan pelaporan emisi CO 2 penting untuk dipahami oleh seluruh pemangku kepentingan di sektor industri. Standar penghitungan emisi CO 2 telah dikembangkan sedemikian rupa sebagai panduan untuk menjamin bahwa hasil tersebut merefleksikan nilai yang benar (true) dan adil (fair) dalam perhitungan emisi CO 2. Kelengkapan, akurasi dan kesesuaian dengan best practices dalam estimasi dan perhitungan CO 2 memberikan dasar untuk mengembangkan baseline BAU, skenario mitigasi dan penyusunan sistem MRV. Pemahaman tentang prinsip-prinsip dasar tersebut sangat penting untuk mengembangkan langkahlangkah selanjutnya. Prinsip dasar perhitungan dan pelaporan di dalam Petunjuk Teknis ini mengacu pada CSI Protocol Cement CO 2 and Energy Protocol versi 3. Baseline data emisi CO 2 di industri semen nasional adalah emisi CO 2 yang dihitung pada tahun 2009 oleh Kementerian Perindustrian, dengan demikian akan disesuaikan dengan versi tersebut Organisasi Internasional Terkait Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC), World Resource Institute (WRI), World Business Council on Sustainable Development (WBCSD), dan International Standard Organization (ISO) adalah organisasi-organisasi yang berperan dalam melakukan perhitungan dan pelaporan emisi GRK. Ilmu Pengetahuan IPCC Audit WRI dan WBCSD Standard ISO Sumber : Guidance/Reference for Industri Sector on the Development of BAU Baseline Gambar 2.1. Keterkaitan Organisasi Internasional dalam Perhitungan Emisi GRK 6
18 Prinsip Perhitungan dan Pelaporan Emisi CO The Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) IPCC adalah badan ilmiah internasional terkemuka yang melakukan penilaian terhadap perubahan iklim. IPCC didirikan oleh United Nations Environment Programme (UNEP) dan World Meteorology Organization (WMO) untuk memberikan pandangan ilmiah yang jelas tentang keadaan saat ini terkait perubahan iklim dan potensi dampak lingkungan dan sosial-ekonomi. Dokumen yang menjadi referensi juknis ini adalah IPCC 2006: National Greenhouse Gas Inventory dan Good Practice Guidance and Uncertainty Management in National Greenhouse Gas Inventories (GPG2000). Kedua dokumen ini menyediakan metodologi yang disepakati secara internasional untuk memperkirakan inventori emisi GRK kemudian dilaporkan kepada sekretariat/unfccc. IPCC 2006 memberikan 3 (tiga) Tier untuk memperkirakan emisi gas rumah kaca yang dibedakan dari tingkat kompleksitas metodologi sebagai berikut: Tier 1 Metode dasar yang menggunakan paramater tetapan (default parameter). Emisi dihitung berdasarkan jumlah bahan-bahan penghasil emisi dikalikan faktor emisi standar. Tier 2 Metode tingkat menengah yang bergantung pada parameter spesifik suatu negara. Emisi dihitung berdasarkan jumlah bahan-bahan penghasil emisi dikalikan faktor emisi nasional. Tier 3 Metode yang paling tinggi dalam hal kompleksitas dan data persyaratan (proyek/lokasi parameter tertentu). Emisi dihitung berdasarkan bahan-bahan penghasil emisi dikalikan faktor emisi peralatan sumber emisi. Faktor emisi default untuk Tier 1 tersedia dalam dokumen IPCC untuk setiap gas rumah kaca yang diemisikan dari ketiga sumber emisi yang bersangkutan (sistem energi, proses, dan limbah). Faktor emisi default ini merupakan hasil perata-rataan dari studi-studi di berbagai negara World Resource Institute (WRI) dan World Business Council for Sustainable Development (WBCSD) Protokol GRK dikembangkan oleh WRI dan WBCSD untuk memberikan pendekatan yang diakui secara internasional dalam penghitungan dan pelaporan GRK perusahaan secara transparan terkait perubahan iklim. Greenhouse Gas Protocol: A Corporate Accounting and Reporting Standard (Corporate Standard) diterbitkan pada tahun 2001 memberikan standar dan pedoman untuk perusahaan dan jenis organisasi lainnya dalam mempersiapkan inventori emisi dari enam gas rumah kaca yang dicakup oleh Protokol Kyoto. Perhitungan emisi kemudian dimasukkan ke dalam perangkat perhitungan yang konsisten dengan IPCC. 6
19 Prinsip Perhitungan dan Pelaporan Emisi CO The International Organization for Standardization (ISO). ISO adalah organisasi yang mengembangkan dan menerbitkan Standar Internasional. Pengelolaan dan peningkatan kinerja lingkungan menjadi landasan yang efektif selain pengelolaan kualitas, keamanan, kesehatan dan keselamatan bagi organisasi. Oleh karena itu, ISO dikembangkan untuk memberikan pendekatan terintegrasi mengenai pengelolaan lingkungan. Pada tahun 2006, ISO mengadopsi Protokol GRK Standar Perusahaan sebagai dasar untuk ISO I: Specification with Guidance at the Organization Level for Quantification and Reporting of Greenhouse Gas Emissions and Removals Perangkat Perhitungan CO 2 (CO 2 Calculation Tools) Perangkat perhitungan emisi CO 2 khusus untuk industri semen, Cement CO 2 and Energy Protocol dikembangkan oleh WBCSD Cement Sustainability Initiative (CSI) yang beranggotakan sejumlah perusahaan semen terkemuka di dunia. Hal ini dimaksudkan untuk menyediakan metodologi yang seragam dalam menghitung emisi CO 2 industri semen di seluruh dunia, meliputi emisi CO 2 langsung dan tidak langsung yang terkait dengan proses produksi semen dan pembangkit listrik dalam satuan absolut dan spesifik. Panduan tahap demi tahap dan lembar kerja elektronik untuk membantu pengguna menghitung emisi CO 2 dapat diakses melalui situs Sebagai tambahan, CSI juga mengembangkan sistem informasi berbasis internet / database, Getting the Numbers Right (GNR) yang berisi data emisi dari pabrik semen individu sebagaimana dilaporkan oleh perusahaan. Sistem GNR saat ini memberikan informasi dari 43 perusahaan semen multinasional atau nasional yang dapat diakses melalui situs Hubungan Metode Perhitungan WBCSD dengan Protokol CO 2 lainnya Metode perhitungan yang digunakan dalam Petunjuk Teknis ini mengacu kepada WBCSD CSI Protocol CO 2 and Energy Versi 3 yang kompatibel dengan IPCC 2006 Guidelines for National Greenhouse Gas Inventories yang dikeluarkan oleh IPCC. Faktor emisi default yang digunakan pada dokumen-dokumen tersebut juga digunakan sebagai referensi dalam Petunjuk Teknis ini, kecuali jika tersedia data yang lebih spesifik dari industri. Pedoman IPCC 2006 memperkenalkan metode Tier 3 untuk melaporkan emisi CO 2 dari produksi semen berdasarkan input bahan baku. Pendekatan perhitungan berdasarkan input bahan baku tidak praktis karena komposisi kimia bahan baku yang variatif dan fluktuatif, sehingga digunakan pendekatan perhitungan berbasis produk clinker seperti pada metode perhitungan WBCSD. Petunjuk Teknis ini menggunakan metode detail sehingga industri semen dapat melaporkan emisi CO 2 kepada pemerintah sesuai dengan persyaratan. 7
20 Prinsip Perhitungan dan Pelaporan Emisi CO Prinsip Dasar Perhitungan dan Pelaporan Emisi CO 2 Perhitungan dan pelaporan GRK sebagai berikut: - Relevan: Memastikan bahwa inventori CO 2 secara tepat merefleksikan emisi CO 2 industri semen dan memenuhi kebutuhan pengambilan keputusan dari pengguna, baik internal maupun eksternal perusahaan. - Lengkap: Menghitung dan melaporkan semua sumber emisi CO 2 serta kegiatan-kegiatan yang berada dalam ruang lingkup inventori. Hal-hal yang tidak dihitung harus diperlihatkan dan dijelaskan. - Konsisten: Menggunakan metodologi yang konsisten dan memungkinkan perbandingan emisi dari waktu ke waktu. Secara transparan mendokumentasikan setiap perubahan data, batas inventori, metode, atau faktor-faktor lain yang relevan. - Transparan: Memasukkan semua isu yang relevan secara faktual berdasarkan data hasil audit. Menggunakan asumsi dan referensi yang relevan sesuai dengan metodologi perhitungan serta menyebutkan sumber data yang digunakan. - Akurat: Memastikan hasil perhitungan emisi CO 2 sesuai dengan nilai sebenarnya, dengan ketidakpastian seminimal mungkin. Petunjuk Teknis ini dirancang dengan maksud untuk memenuhi prinsip-prinsip di atas, yang konsisten dengan referensi yang disediakan oleh WBCSD. Selain itu, Petunjuk Teknis ini berpedoman pada hal-hal berikut: 1. Menghindari penghitungan ganda (double counting) di pabrik, perusahaan, kelompok, nasional, dan internasional; 2. Memungkinkan untuk melaporkan emisi absolut maupun spesifik (unit-based); 3. Merefleksikan upaya penurunan emisi CO 2 langsung dan tidak langsung yang dapat dicapai. 8
21 Bab 3. Batasan Inventori Penentuan ruang lingkup atau batasan inventori yang tepat adalah langkah awal yang penting dalam mengembangkan inventori emisi CO 2 perusahaan sesuai dengan WBCSD. Dalam CSI Protocol terdapat dua jenis batasan, yaitu Batasan Organisasi dan Batasan Operasional. Pada petunjuk teknis ini, batasan inventori yang digunakan adalah Batasan Operasional sehigga memungkinkan perusahaan memiliki otoritas penuh untuk mengendalikan kegiatan operasinya. Perusahaan Induk Perusahaan A Perusahaan B Perusahaan C Perusahaan D } BATASAN ORGANISASI Armada Kapal Bangunan yang disewakan Unit pembangkit Listrik Bangunan Milik Armada Mobil Emisi langsung dan tidak langsung Pabrik yang disewakan Bangunan Milik } BATASAN OPERASI Sumber: disadur dari CSI Cement CO 2 Protocol Gambar 3.1 Batasan Organisasi dan Batasan Operasional 9
22 Batasan Inventori Gambaran singkat dalam proses produksi semen meliputi tiga tahapan proses utama yaitu: 1. Penyiapan bahan baku; 2. Produksi klinker sebagai produk antara (intermediate), melalui pembakaran bahan baku; 3. Penggilingan dan pencampuran klinker dengan produk lainnya (komponen mineral) untuk memproduksi semen. Persiapan Bahan Baku Penambahan Bahan Baku Produksi Klinker Penyiapan Bahan Bakar Kiln Penggilingan Akhir Penyiapan Bahan Aditif (gypsum, fly ash, dsb) Bahan Baku Bahan Bakar Aditif Homogenisasi dan Penggilingan Bahan Baku Raw Meal Produksi Klinker (Pyroprocessing) Klinker Penggilingan Akhir Semen Pengemasan dan Transportasi Gambar 3.2 Skema Proses Produksi Semen Dalam proses produksi semen terdapat dua sumber utama penghasil emisi langsung CO 2, yaitu bahan bakar di sistem kiln dan kalsinasi bahan baku. Kedua sumber ini digambarkan secara detail pada Gambar 3.3. Sumber CO 2 lainnya yang dikategorikan sebagai emisi langsung berasal dari bahan bakar non kiln (misalnya dryer, transportasi on-site) sedangkan emisi tidak langsung berasal dari pemakaian listrik eksternal dan transportasi off-site. Gas Rumah Kaca Non CO 2 yang disebutkan dalam Protokol Kyoto diabaikan sebagai emisi langsung karena tidak dominan di dalam konteks semen. Ruang lingkup perhitungan inventori emisi CO 2 di industri semen adalah sebagai berikut: - Produksi klinker, termasuk penambangan dan penyiapan bahan baku; - Penggilingan klinker, komponen mineral dan bahan pengganti klinker seperti slag, baik pabrik semen terintegrasi maupun penggiligan yang berdiri sendiri; - Penggunaan bahan bakar untuk pembangkit listrik; - Penyiapan atau pengolahan bahan bakar atau fly ash di instalasi sendiri. Batasan operasional sesuai jenis sumber emisi meliputi: - Emisi langsung, emisi dari sumber yang dimiliki atau dikendalikan oleh perusahaan pelapor; - Emisi tidak langsung, emisi yang dihasilkan sebagai konsekuensi dari kegiatan perusahaan pelapor tetapi terjadi pada sumber yang dimiliki atau dikendalikan oleh perusahaan lain
23 Batasan Inventori CO 2 SF 6 CH 4 N 2 O HFC s PCF s Listrik yang dibeli LINGKUP 2 TIDAK LANGSUNG LINGKUP 1 LANGSUNG Kendaraan milik perusahaan LINGKUP 3 TIDAK LANGSUNG Pemrosesan bahan baku ( Travel udara pegawai Pengelolaan limbah Kendaraan kontraktor Gas untuk proses manufaktur Produksi Material SEKTOR Mineral LINGKUP 1 SUMBER EMISI LINGKUP 2 SUMBER EMISI LINGKUP 3 SUMBER EMISI Semen dan Kapur 6 - Emisi dari proses (kalsinasi batu kapur) - Pembakaran stasioner (kiln klinker, proses pengeringan bahan baku, produksi listrik) - Pembakaran stasioner (Konsumsi listrik yang dibeli, panas, dan uap) - Pembakaran stasioner (produksi material yang dibeli, pembakaran limbah) - Emisi proses (produksi klinker dan kapur yang dibeli) - Pembakaran bergerak (operasi penambangan, transportasi on site) - Pembakaran bergerak (transportasi bahan baku/produk/limbah, perjalanan bisnis pegawai, komputer pegawai) - Emisi fugitive (pertambangan dan landfill CH 4 dan CO 2 emisi proses outsourcing) Sumber: disadur dari CSI Cement CO 2 Protocol Gambar 3.3 Ruang Lingkup dan Sumber Emisi Terdapat 3 lingkup batasan operasional yang harus dipertimbangkan seperti pada Gambar 3.3 yaitu : Lingkup 1 : Semua emisi langsung yang dihasilkan dan dikendalikan unit operasi dari suatu perusahaan, terdiri dari emisi yang dihasilkan oleh proses produksi dan unit transportasi di bawah kendali perusahaan tersebut. Emisi CO 2 langsung dari pembakaran biomassa tidak dimasukkan dalam Lingkup 1 tetapi dilaporkan secara terpisah sebagai Memo-Item. Lingkup 2 : Emisi tidak langsung terkait dengan pemakaian listrik yang dibeli dari pihak lain dan dikonsumsi oleh peralatan yang dimiliki atau dikendalikan perusahaan. Pada Lingkup 2, emisi secara fisik terjadi pada fasilitas di mana listrik dibangkitkan. Petunjuk Teknis ini menetapkan bahwa faktor emisi yang digunakan untuk listrik yang dibeli, tidak memperhitungkan distribution loss. Hal ini harus disebutkan secara eksplisit. 11
24 Batasan Inventori Lingkup 3 : Lingkup 3 merupakan kategori pelaporan opsional yang memungkinkan untuk treatment dari seluruh emisi tidak langsung lainnya. Lingkup 3 emisi adalah konsekuensi dari kegiatan perusahaan, namun terjadi dari sumber yang tidak dimiliki atau dikendalikan oleh perusahaan. Beberapa contoh ruang lingkup 3 adalah kegiatan ekstraksi dan produksi bahan baku yang dibeli, transportasi bahan bakar yang dibeli, dan penggunaan produk dan jasa yang dijual. Merujuk kepada CSI Protocol, perusahaan secara terpisah melaporkan minimal Lingkup 1 dan 2. Gambar 3.4 memberikan gambaran batasan secara umum tentang sumber emisi pada Lingkup 1,2 dan 3 untuk pabrik semen. Transportasi Bahan Bakar Eksternal Bahan Bakar Termal Aditif Import listrik Import Bahan Bakar Aditif Transportasi Internal Bahan Bakar Kiln Klinker Aditif Konsumsi listrik Pembangkit & Konsumsi listrik Aditif Semen Sumber Pertambangan Persiapan Bahan Baku Produksi Klinker Produksi Semen Gudang on site/off site Penjualan Semen Lingkup 1-Emisi Langsung Stok Klinker Fasilitas Tambang off site Klinker Dibeli Penjualan Klinker Lingkup 2 & 3 - Emisi Tidak Langsung Gambar 3.4 Batasan dan Lingkup Pabrik Semen Rekomendasi WRI/WBCSD 12 12
25 Batasan Inventori Transportasi on site ; bahan bakar non kiln ; produksi listrik sendiri Pertambangan Bahan bakar non kiln; pengeringan bahan baku Kalsinasi Bahan Bakar kiln Pembelian Listrik Pembelian Klinker Batasan Pelaporan CO 2 Gambar 3.5 Batasan Inventori yang Dicakup Lingkup 1 dan Lingkup 2 Gambar 3.5 menunjukkan batasan inventori yang direkomendasikan di dalam petunjuk teknis ini, mulai dari penambangan bahan mentah sampai dengan silo semen. Grinding plant yang terpisah dari integrated plant tetap harus dihitung emisinya dan dimasukkan dalam batas inventori. Perhitungan emisi yang berasal dari on-site power plant tidak digabungkan dengan emisi di dalam batasan inventori cement plant, tetapi dihitung tersendiri Penurunan Emisi Tidak Langsung Melalui Pemanfaatan Sisa Energi Setiap bahan bakar tambahan yang digunakan dalam sistem kiln dicatat sebagai bahan bakar kiln dan emisi dicatat sebagai emisi CO 2 langsung. Salah satu contoh pemanfaatan sisa energi di pabrik semen adalah pembangkit tenaga listrik dari limbah panas yang berasal dari sistem kiln (Waste Heat Recovery Generator/WHRG). 1 Preheater Boiler To raw grinding Turbine Generator Preheater Tower 2 Conditioning Tower Tertiary air duct De-duster condenser Cooler Boiler Cooling Tower Rotary Kiln Clinker Cooler 3 Cooler Vent Filter 4 Gambar 3.6 Skema Aplikasi WHRG dan Pembangkitan Listrik dalam Proses Produksi Listrik yang dibangkitkan dari WHRG dalam hal ini emisinya sudah terhitung dari pemakaian bahan bakar di kiln dan calciner sehingga listrik yang dibangkitkan kemudian digunakan untuk memasok kebutuhan energi listrik di pabrik semen yang pada akhirnya akan menurunkan pasokan listrik dari sumber eksternal atau on-site power plant. 13
26 Batasan Inventori 3.2. Emisi CO 2 pada Plant Level dan Corporate Level Perusahaan harus memastikan emisi setiap line pabrik dihitung sebagai emisi Plant Level. Untuk menghitung emisi Corporate Level harus dihitung emisi dari masing-masing Plant Level dengan skema seperti berikut ini: Tambang Klinker Inventori Plant Level Plant Klinker- Semen Line 1 Line 2 Line 3 Line # Plant Milling & Grinding Plant Emisi Plant Level Laporan Group/Corporate Level Plant Klinker- Semen Plant 1 Plant 2 Plant 3 Plant # Plant Milling & Grinding Plant 1 Plant 2 Plant # Group/Corporate Level Laporan Sektor Tingkat Nasional Sektor Semen Perusahaan 1 Perusahaan 2 Perusahaan 3 Perusahaan # Laporan Sektor Tingkat Nasional Gambar 3.7 Plant Level dan Corporate Level Perhitungan Emisi 3.3. Transfer Klinker, Semen dan Mineral Component (MIC) Banyak perusahaan semen memindahkan sejumlah klinker, semen dan mineral component (MIC) seperti slag atau fly ash secara internal, antar pabrik dan grinding plant untuk diproses lebih lanjut menjadi semen. Hal ini akan mempengaruhi faktor klinker/semen dari pabrik penerima, sehingga terdapat risiko penghitungan ganda. Perusahaan harus menyesuaikan pelaporan pada level pabrik dan perusahaan sesuai kebutuhan. Pada level pabrik, transfer klinker internal harus dilaporkan (transfer dalam perusahaan yang sama, ditambahkan jika menerima dan dikurangkan jika mengirim klinker). Klinker yang ditransfer secara internal sebagai bahan semen harus dilaporkan. Apabila pabrik menerima semen dari pabrik lain dalam perusahaan yang sama dan memprosesnya lebih lanjut menjadi semen jenis lain, maka kedua pabrik harus melaporkan emisi berdasarkan faktor klinker/ semen pada semen yang ditransfer. Klinker yang dibeli dari perusahaan lain (transfer klinker eksternal), harus dilaporkan sebagai klinker yang dibeli. Total klinker yang dikonsumsi hasilnya sebagai berikut: Total klinker yang dikonsumsi = produksi klinker + klinker yang dibeli - klinker yang dijual - perubahan dalam klinker stock +transfer klinker internal + klinker dari transfer semen 14 14
27 Bab 4. Metode Perhitungan Emisi CO 2 Metode perhitungan yang digunakan dalam Petunjuk Teknis ini mengacu kepada pedoman perhitungan emisi CO 2 sektor semen yang telah dipublikasikan oleh WBCSD Cement Sustainability Initiative (CSI) Cement CO 2 and Energy Protocol Versi 3 yang memungkinkan industri semen untuk melaporkan emisi CO 2 kepada pemerintah sesuai dengan persyaratan IPCC. Referensi metode perhitungan ini dapat diakses di Perhitungan Emisi CO 2 Metode perhitungan emisi dari aliran sumber ditentukan berdasarkan input atau data produksi yang diperoleh dengan sistem pengukuran dan parameter tambahan dari analisis laboratorium (faktor kalori, kandungan karbon, kandungan biomassa, dll) dan/atau faktor emisi standar. Industri semen memiliki pengalaman jangka panjang dengan pelaporan yang akurat mengenai jumlah bahan bakar atau volume produksi. Demikian pula analisis parameter konvensional seperti nilai kalori dapat dilakukan dengan akurasi yang sangat tinggi. Salah satu faktor penting yang mempengaruhi ketidakpastian penentuan emisi CO 2 dengan perhitungan adalah keterwakilan sampel Emisi CO 2 Langsung dari Proses Produksi Semen (Direct Emission) Emisi langsung adalah emisi dari sumber yang dimiliki atau dikendalikan oleh entitas pelapor. Di industri semen, emisi CO 2 langsung dihasilkan dari sumber-sumber berikut: 1. Kalsinasi karbonat dan pembakaran karbon organik yang terkandung dalam bahan baku 2. Pembakaran bahan bakar di sistem kiln yang terkait dengan produksi klinker a. Pembakaran bahan bakar fosil konvensional di sistem kiln b. Pembakaran bahan bakar fosil alternatif di sistem kiln (juga disebut AF fosil atau limbah fosil) dan bahan bakar campuran dengan kadar karbon biogenik c. Pembakaran bahan bakar biomassa dan biofuel (termasuk limbah biomassa) 3. Pembakaran bahan bakar non kiln a. Pembakaran bahan bakar fosil konvensional b. Pembakaran bahan bakar fosil alternatif (juga disebut AF fosil atau limbah fosil) dan bahan bakar campuran dengan kadar karbon biogenik c. Pembakaran bahan bakar biomassa dan biofuel (termasuk limbah biomassa) 4. Pembakaran bahan bakar pada instalasi pembangkit listrik 15
28 Metode Perhitungan Emisi CO 2 5. Pembakaran karbon yang terkandung dalam air limbah Kalsinasi 55% Energi Termal 35% Listrik Transportasi 5% Tidak dapat dihindari untuk Portland biasa Energi untuk Kalsinasi Panas yang hilang Gambar 4.1 Sumber Emisi CO 2 Proses Produksi Semen Faktor emisi, formula dan pendekatan pelaporan untuk sumber-sumber tersebut dijelaskan secara lengkap di Cement CO 2 Protocol. Tabel 4.1 merangkum parameter yang terkait dan sumber data yang diusulkan. Umumnya, perusahaan didorong untuk mengukur parameter yang diperlukan di tingkat pabrik. Untuk kasus data yang tidak tersedia di pabrik, direkomendasikan untuk menggunakan faktor emisi tetapan/standar internasional. Faktor emisi tetapan/standar lainnya (misalnya, nasional) lebih disukai dibandingkan tetapan internasional jika dianggap lebih handal dan lebih tepat
29 Metode Perhitungan Emisi CO 2 Tabel 4.1 Parameter dan Sumber Data yang Direkomendasikan untuk Perhitungan Emisi CO 2 Langsung Komponen Emisi Parameter Unit CO 2 dari bahan baku : Sumber parameter yang dimaksud Kalsinasi klinker Klinker yg diproduksi CaO+MgO dalam klinker CaO + MgO dalam raw meal t % % Diukur di tingkat plant Diukur di tingkat plant Diukur di tingkat plant Kalsinasi debu Debu yang meninggalkan sistem kiln Faktor emisi klinker Derajat kalsinasi debu t t CO 2 /t clicker % Diukur di tingkat plant Seperti yg dihitung di atas Diukur di tingkat plant Karbon organik dalam bahan baku Klinker Raw meal : rasio klinker Kandungan TOC dari raw meal t clicker t / t clicker % Diukur di tingkat plant Default=1.55, dapat disesuaikan Default=0.2, dapat disesuaikan CO 2 dari pembakaran bahan bakar : Bahan bakar kiln konvensional Konsumsi bahan bakar Lower heating value Faktor emisi t GJ / t fuel t CO 2 /GJ Fuel Diukur di tingkat plant Diukur di tingkat plant Default IPCC/CSI, atau diukur Bahan bakar fosil alternatif (fossil AF) Konsumsi bahan bakar Lower heating value Faktor emisi t GJ / t fuel t CO 2 /GJ Fuel Diukur di tingkat plant Diukur di tingkat plant Default CSI, atau diukur Bahan bakar biomassa (biomass AF) Konsumsi bahan bakar Lower heating value Faktor emisi t GJ / t fuel t CO 2 /GJ Fuel Diukur di tingkat plant Diukur di tingkat plant Default IPCC/CSI, atau diukur Air limbah yang dibakar - - Tidak diperlukan kuantifikasi CO 2 T=metric tonne, AF=Alternative fuels, TOC=Total Organic Carbon 4.3. Metode Penentuan Emisi CO 2 dari Kalsinasi Bahan Baku Kalsinasi adalah pelepasan CO 2 dari karbonat selama proses pembakaran raw meal itu kalsinasi debu semen kiln (CKD) dan debu bypass dapat menjadi sumber emisi CO 2. Gambar 4.2 berikut memberikan contoh aliran massa dalam proses produksi klinker di pabrik yang dilengkapi dengan preheater. 17
30 Metode Perhitungan Emisi CO 2 Gambar 4.2 Contoh Aliran Massa Produksi Klinker pada Sistem Pre-Heater-Calciner dan Rotary Kiln 4.4. CO 2 dari Kalsinasi Bahan Baku Dalam proses pembakaran pembentukan klinker, CO 2 dilepaskan akibat proses dekomposisi kalsium karbonat (misalnya limestone) menjadi kapur (lime). CaCO 3 + panas > CaO + CO 2 Proses yang disebut dengan kalsining atau kalsinasi ini menghasilkan emisi CO 2 langsung melalui cerobong kiln. Ketika menghitung emisi CO 2 yang berasal dari kalsinasi, ada 2 komponen yang harus diperhatikan, yaitu : 1. CO 2 dari produksi klinker aktual 2. CO 2 dari bahan baku yang meninggalkan sistem kiln dalam bentuk CKD (Cement Kiln Dust) yang terkalsinasi sebagian atau bypass dust yang terkalsinasi lengkap. CO 2 dari produksi klinker aktual proporsional dengan kandungan kapur di dalam klinker. Sebagai akibatnya faktor emisi CO 2 per ton klinker cukup stabil (tetapan IPCC : 510 kg CO 2 /ton klinker). Jumlah debu kiln yang meninggalkan sistem kiln bervariasi tergantung jenis kiln dan standar kualitas semen, berkisar antara nol sampai seratus kilogram per ton klinker. Emisi ini biasanya mirip dan cukup relevan di beberapa negara
31 Metode Perhitungan Emisi CO Metode Perhitungan Pada level pabrik, kalsinasi CO 2 pada dasarnya dapat dihitung dengan dua cara: berdasarkan volume dan kadar karbonat dari raw meal yang dikonsumsi (metode Input), atau berdasarkan volume dan komposisi klinker yang diproduksi (metode Output) ditambah dengan debu yang meninggalkan sistem kiln. Metode Input dan Output menurut teori bisa digunakan secara setara. Namun dalam prakteknya, metode berbasis Output lebih praktis dan sudah diimplentasikan secara luas di Eropa, oleh karena itu Petunjuk Teknis ini merekomendasikan perhitungan dengan metode Output. Metode pelaporan detail lebih disarankan, jika data yang diperlukan untuk metode ini tersedia dengan akurasi yang cukup dan dalam batasan praktis. Metode sederhana hanya ditujukan untuk belajar bagi perusahaan yang baru memulai pelaporan CO 2. Pada praktiknya, perusahaan tersebut harus mulai menggunakan metode detail. Penentuan CO 2 dari kalsinasi bahan baku Metode Input Metode Output Metode Input Sederhana A1 Metode Input Detail A2 Metode Output Sederhana B1 Metode Output Detail B2 Parameter dasar dan metode analisis Raw meal terkonsumsi LOI (berat loss of ignition) Raw meal terkonsumsi Kandungan CO 2 (misal dengan analisis-ir gas) Klinker yang diproduksi Nilai default Klinker yang diproduksi Analisis CaO 3,MgO (contoh : dengan XRF) CO 2 dari karbon organik (TOC) Parsial termasuk analisa terpisah untuk bahan baku dengan kandungan TOC yg tinggi Tercakup sebagai bagian kandungan organik Tidak diperlukan perhitungan terpisah Nilai default Analisis TOC (jika relevan) atau nilai default CO 2 dari by pass dust Meliputi kalsinasi lengkap yg diasumsikan, tidak perlu analisis Kandungan CO 2 residu Nilai default dari kalsinasi klinker lengkap yang diasumsikan Analisis CaO 3, MgO Nilai default klinker CO 2 dari CKD LOI Kandungan CO 2 Analisis atau nilai default Analisis atau nilai default Tambahan bahan baku bahan bakar ke calciner atau inlet kiln Tidak tercakup Perhitungan kandungan CO 2 terpisah Tercakup, perhitungan terpisah tidak diperlukan Tercakup, perhitungan terpisah tidak diperlukan Gambar 4.3 Overview Metode Penentuan Emisi CO 2 dari Kalsinasi Bahan Baku 19
32 Metode Perhitungan Emisi CO 2 Sebagaimana disepakati oleh Asosiasi dan industri semen Indonesia bahwa perhitungan metode kalsinasi sedapat mungkin menggunakan metode B2. Untuk menerapkan perhitungan emisi CO 2 berbasis hasil klinker dengan metode B2, perusahaan harus menggunakan data spesifik pabrik sebagai berikut: (1) Klinker: CO 2 Kalsinasi dihitung berdasarkan volume klinker yang diproduksi dan faktor emisi per ton klinker. Faktor emisi harus ditentukan berdasarkan kadar CaO dan MgO di dalam klinker, dan dikoreksi jika jumlah CaO dan MgO dalam klinker berasal dari sumber-sumber non-karbonat. Metode detail mengacu pada analisis CaO dan MgO dari klinker dan koreksi untuk sumber-sumber nonkarbonat oksida tersebut. Jika tidak terdapat data yang lebih baik, tetapan 525 kg CO 2 / t klinker harus digunakan (Metode Output Sederhana B1). Nilai ini sebanding dengan IPCC default (510 kg CO 2 / t klinker ) dikoreksi dengan kadar MgO di dalam klinker. (2) Debu: CO 2 dari bypass dust atau debu semen kiln (CKD) meninggalkan sistem kiln harus dihitung berdasarkan volume debu dan faktor emisinya. Perhitungan harus dapat menetapkan secara lengkap volume debu meninggalkan sistem kiln, terlepas dari apakah debu tersebut dijual, ditambahkan ke semen, atau dikeluarkan untuk dibuang dari sistem. Bypass dust biasanya terkalsinasi total, oleh karena itu, emisi terkait untuk bypass dust dihitung menggunakan faktor emisi untuk klinker. CKD biasanya tidak sepenuhnya terkalsinasi. Faktor emisi untuk CKD ditentukan berdasarkan faktor emisi untuk klinker dan tingkat kalsinasi CKD. Laju kalsinasi CKD lebih disukai didasarkan pada data spesifik pabrik. Apabila data tersebut tidak tersedia, nilai tetapan 0 harus digunakan untuk kiln proses kering karena CKD biasanya tidak terkalsinasi atau terkalsinasi sangat sedikit sehingga bisa diabaikan. Dalam proses lainnya (setengah kering, setengah basah atau basah) nilai kalsinasi CKD dapat signifikan. Jika tidak ada data, nilai tetapan 1 harus digunakan. Persamaan 1 didasarkan pada analisis raw meal, sedangkan Persamaan 2 didasarkan pada faktor emisi CO 2 klinker. Kedua metode perhitungan harus mengarah pada hasil yang sama. Apabila data volume debu tidak tersedia, maka digunakan tetapan IPCC untuk CO 2 dari debu yang dibuang dari sistem yaitu 2% CO 2 klinker. Persamaan 1 : Di mana: EF CKD = Faktor emisi CKD terkalsinasi sebagian (t CO 2 /t CKD) fco 2RM = Fraksi berat karbonat CO 2 di dalam raw meal (--) d = Laju kalsinasi CKD (pelepasan CO 2 dinyatakan sebagai fraksi total karbonat CO 2 di dalam raw meal) EF CKD = fco 2RM x d 1 - CO 2RM x d
33 Metode Perhitungan Emisi CO 2 Persamaan 2 : EF CKD = 1 - EF Cli 1 + EF Cli x d EF Cli 1 + EF Cli x d Di mana: EF CKD = Faktor emisi CKD terkalsinasi sebagian (t CO 2 /t CKD) EF Cli d = Faktor emisi klinker spesifik pabrik (t CO 2 /t klinker) = Laju kalsinasi CKD (pelepasan CO 2 dinyatakan sebagai fraksi total karbonat CO 2 di dalam raw meal) (3) CO 2 dari Karbon Organik Bahan Baku : Selain karbonat anorganik, bahan baku yang digunakan untuk produksi klinker biasanya mengandung sebagian kecil dari karbon organik yang dapat dinyatakan sebagai Total Organic Carbon (TOC) yang sebagian besar akan dikonversi menjadi CO 2 selama proses pembakaran raw meal. Total organic carbon (TOC) dari bahan baku dapat bervariasi antar lokasi dan antar jenis bahan yang digunakan. Data dari CSI menunjukkan bahwa nilai untuk TOC dalam raw meal sekitar 0,1-0,3% (berat kering). Hal ini sesuai dengan emisi CO 2 sekitar 10 kg / t klinker, mewakili sekitar 1% dari gabungan emisi CO 2 dari kalsinasi bahan baku dan pembakaran bahan bakar kiln. Jumlah bahan baku yang digunakan harus diukur dan dilaporkan untuk memastikan kelengkapan inventori. Namun, karena kontribusi mereka terhadap emisi keseluruhan kecil, mekanisme perhitungan yang disederhanakan telah diimplementasikan dengan mengalikan produksi klinker dengan nilai tetapan rasio raw meal to klinker : 1,5. Tetapan kadar TOC di dalam raw meal : 2 kg / t raw meal (berat kering, sesuai dengan 0,2%). Berdasarkan analisis data oleh CSI nilai faktor tetapan 0,2% telah dikonfirmasikan. Perusahaan tidak diharuskan untuk menganalisa emisi TOC lebih jauh kecuali mereka memiliki indikasi bahwa karbon organik jumlahnya signifikan. Hal ini bisa terjadi jika perusahaan mengkonsumsi volume besar shale atau fly ash sebagai bahan baku dengan kandungan TOC tinggi Persamaan untuk Metode Output B1 dan B2 Persamaan 3: Bahan Baku CO 2 = klinker EF cli / Bypass D meninggalkan sistem kiln EF cli / CKD meninggalkan sistem kiln EF CKD + Raw Meal Dikonsumsi ftoc RM Raw meal yang dikonsumsi dihitung dengan Persamaan 4: Konsumsi Raw Meal = klinker RM/Cli-Rasio di mana untuk Persamaan 3 dan 4: 21
PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN INVENTARISASI GAS RUMAH KACA NASIONAL
www.bpkp.go.id PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN INVENTARISASI GAS RUMAH KACA NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Perubahan iklim sekarang ini perlu mendapatkan perhatian yang lebih
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perubahan iklim sekarang ini perlu mendapatkan perhatian yang lebih sebagai isu lingkungan global. Salah satu dampak perubahan iklim adalah meningkatnya suhu di bumi
Lebih terperinciPERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN INVENTARISASI GAS RUMAH KACA NASIONAL
PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN INVENTARISASI GAS RUMAH KACA NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. memberikan dampak positif seperti mudahnya berkomunikasi maupun berpindah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemajuan teknologi sudah dimulai sejak Revolusi Industri yang terjadi pada abad ke 18 di Inggris yang pada akhirnya menyebar keseluruh dunia hingga saat sekarang ini.
Lebih terperinciSIH Standar Industri Hijau
SIH Standar Industri INDUSTRI SEMEN PORTLAND Daftar isi Daftar isi... 1 Prakata... 2 1 Ruang Lingkup... 3 2 Acuan Normatif... 3 3 Definisi... 3 4 Simbol dan Singkatan Istilah... 4 5 Persyaratan Teknis...
Lebih terperinciPERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN INVENTARISASI GAS RUMAH KACA NASIONAL
PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN INVENTARISASI GAS RUMAH KACA NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa
Lebih terperincitersebut terdapat di atmosfer. Unsur-unsur yang terkandung dalam udara dan
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Udara di bumi memiliki beberapa unsur yang sangat dibutuhkan oleh kehidupan manusia, tumbuhan dan hewan. Udara untuk kehidupan sehari-hari tersebut terdapat di atmosfer.
Lebih terperinciRencana Aksi Nasional Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca dan Proyeksi Emisi CO 2 untuk Jangka Panjang
Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca dan Proyeksi Emisi CO 2 untuk Jangka Panjang Suryani *1 1 Pusat Teknologi Pengembangan Sumberdaya Energi, BPPT, Jakarta * E-mail: suryanidaulay@ymail.com
Lebih terperinci2018, No Produk, Kehutanan dan Penggunaan Lahan Lainnya, dan Limbah; d. bahwa Pedoman Umum Inventarisasi GRK sebagaimana dimaksud dalam huruf c
No.163, 2018 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-LHK. Inventarisasi GRKN. PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.73/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2017 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN
Lebih terperinciNations Framework Convention on Climate Change (Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2004 TENTANG PENGESAHAN KYOTO PROTOCOL TO THE UNITED NATIONS FRAMEWORK CONVENTION ON CLIMATE CHANGE (PROTOKOL KYOTO ATAS KONVENSI KERANGKA KERJA PERSERIKATAN
Lebih terperinci2012, No BAB I PENDAHULUAN
5 2012, No.155 LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12/M- IND/PER/1/2012 TENTANG PETA PANDUAN (ROAD MAP) PENGURANGAN EMISI CO 2INDUSTRI SEMEN DI INDONESIA BAB I PENDAHULUAN
Lebih terperinciSIDANG TUGAS AKHIR Program Studi D3 Teknik Kimia Fakultas Teknologi Industi ITS - Surabaya LOGO
SIDANG TUGAS AKHIR Program Studi D3 Teknik Kimia Fakultas Teknologi Industi ITS - Surabaya LOGO Pabrik Semen menggunakan Bahan Aditif Fly Ash dengan Proses Kering Oleh : Palupi Nisa 230 030 04 Hikmatul
Lebih terperinciPERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA AKSI NASIONAL PENURUNAN EMISI GAS RUMAH KACA
PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA AKSI NASIONAL PENURUNAN EMISI GAS RUMAH KACA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2004 TENTANG PENGESAHAN KYOTO PROTOCOL TO THE UNITED NATIONS FRAMEWORK C'ONVENTION ON CLIMATE CHANGE (PROTOKOL KYOTO ATAS KONVENSI KERANGKA KERJA PERSERIKATAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bisnis dan pemimpin politik untuk merespon berbagai tantangan dari ancaman
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pemanasan global telah menjadi isu politik dan bisnis yang semakin penting bagi sebagian besar negara. Ada panggilan yang kuat dari lingkungan, bisnis dan pemimpin
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN,
PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.72/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2017 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PENGUKURAN, PELAPORAN DAN VERIFIKASI AKSI DAN SUMBERDAYA PENGENDALIAN
Lebih terperinciDAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... HALAMAN PENGESAHAN... INTISARI... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR...
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... HALAMAN PENGESAHAN... INTISARI..... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... i ii iii iv vi xi DAFTAR GAMBAR... xiii DAFTAR LAMPIRAN... xiv BAB I PENDAHULUAN 1.1. Sejarah
Lebih terperinciSUMBER DAYA ENERGI MATERI 02/03/2015 JENIS ENERGI DAN PENGGUNAANNYA MINYAK BUMI
MATERI SUMBER DAYA ENERGI Energi fosil Dampak penggunaan energi fosil Energi alternatif Upayapenurunan penurunan emisi gas rumah kaca Kyoto Protocol JENIS ENERGI DAN PENGGUNAANNYA Apakah ada aspek kehidupan
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN. Indocement. Bosowa Maros Semen Tonasa. Semen Kupang
1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Semen adalah komoditas yang strategis bagi Indonesia. Sebagai negara yang terus melakukan pembangunan, semen menjadi produk yang sangat penting. Terlebih lagi, beberapa
Lebih terperinci1.1 GRK dan Pengelolaan Limbah
1.1 GRK dan Pengelolaan Limbah Limbah adalah sisa suatu usaha dan/atau kegiatan (UU 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan LH). Pengelolaan Sampah diatur melalui UU 18/2008 (berwawasan lingkungan)
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam (SDA) dan sumber daya manusia (SDM). SDA yang melimpah dimanfaatkan oleh berbagai pihak dalam aktivitasnya
Lebih terperinciPENENTUAN FAKTOR EMISI SPESIFIK UNTUK ESTIMASI TAPAK KARBON DAN PEMETAANNYA DARI SEKTOR TRANSPORTASI DI KOTA MALANG
PENENTUAN FAKTOR EMISI SPESIFIK UNTUK ESTIMASI TAPAK KARBON DAN PEMETAANNYA DARI SEKTOR TRANSPORTASI DI KOTA MALANG Gianina Qurrata Dinora 1), Joni Hermana 1 dan Rahmat Boedisantoso 1 1) Teknik Lingkungan,
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Lampiran 1. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2004 tentang Pengesahan Kyoto Protocol To The United Nations Framework Convention On Climate Change (Protokol Kyoto Atas Konvensi Kerangka Kerja
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pihak menanggung beban akibat aktivitas tersebut. Salah satu dampak yang paling
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Beberapa tahun terakhir ini, aktivitas operasional perusahaan memberikan dampak yang buruk terhadap lingkungan dan sosial, Hal ini menyebabkan berbagai pihak
Lebih terperinciSTANDAR INDUSTRI HIJAU
Kementerian Perindustrian-Republik Indonesia Medan, 23 Februari 2017 OVERVIEW STANDAR INDUSTRI HIJAU Misi, Konsep dan Tujuan Pengembangan Industri Global Visi: Mengembangan Industri yang berkelanjutan
Lebih terperinci2018, No rangka penurunan emisi dan peningkatan ketahanan nasional terhadap dampak perubahan iklim; e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaima
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.162, 2018 KEMEN-LHK. Pengendalian Perubahan Iklim. Pengukuran, Pelaporan dan Verifikasi Aksi dan Sumberdaya. Pencabutan. PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
Lebih terperinciGUBERNUR KALIMANTAN TENGAH PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH NOMOR 36 TAHUN 2012
GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH NOMOR 36 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA AKSI DAERAH PENURUNAN EMISI GAS RUMAH KACA (RAD - GRK) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR PROVINSI
Lebih terperinciSlide 1. Paparan Menteri Perindustrian pada acara TROPICAL LANDSCAPES SUMMIT: A GLOBAL INVESTMENT OPPORTUNITY 28 APRIL 2015, Shangri la Hotel Jakarta
Paparan Menteri Perindustrian pada acara TROPICAL LANDSCAPES SUMMIT: A GLOBAL INVESTMENT OPPORTUNITY 28 APRIL 2015, Shangri la Hotel Jakarta Slide 1 Pada pertemuan G-20 di Pittsburg tahun 2009, Pemerintah
Lebih terperinciPT SEMEN PADANG DISKRIPSI PERUSAHAAN DESKRIPSI PROSES
PT Semen Padang: Studi Kasus Perusahaan PT SEMEN PADANG DISKRIPSI PERUSAHAAN PT. Semen Padang didirikan pada tahun 1910 dan merupakan pabrik semen tertua di Indonesia. Pabrik berlokasi di Indarung, Padang,
Lebih terperinciSISTEM INFORMASI MONITORING EMISI GAS RUMAH KACA SEKTOR INDUSTRI
SISTEM INFORMASI MONITORING EMISI GAS RUMAH KACA SEKTOR INDUSTRI PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN INDUSTRI HIJAU DAN LINGKUNGAN HIDUP, KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN 2017 OUTLINE 1. SISTEM INFORMASI MONITORING
Lebih terperinciRingkasan Eksekutif INDONESIA ENERGY OUTLOOK 2009
INDONESIA ENERGY OUTLOOK 2009 Pusat Data dan Informasi Energi dan Sumber Daya Mineral KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL 2009 Indonesia Energy Outlook (IEO) 2009 adalah salah satu publikasi tahunan
Lebih terperinciGUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 49 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA AKSI DAERAH PENURUNAN EMISI GAS RUMAH KACA (RAD-GRK)
GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 49 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA AKSI DAERAH PENURUNAN EMISI GAS RUMAH KACA (RAD-GRK) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, Menimbang : a. bahwa Rencana
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dengan melalui 6 tahapan, yaitu raw material extraction, raw material preparation,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri semen membutuhkan jumlah energi yang besar untuk berproduksi. Hampir sekitar 50% biaya produksi berasal dari pembelian energi yang terdiri dari 75% dalam bentuk
Lebih terperinciRENCANA AKSI NASIONAL PENURUNAN EMISI GAS RUMAH KACA (RAN-GRK)
RENCANA AKSI NASIONAL PENURUNAN EMISI GAS RUMAH KACA (RAN-GRK) Shinta Damerys Sirait Kepala Bidang Pengkajian Energi Pusat Pengkajian Industri Hijau dan Lingkungan Hidup Kementerian Perindustrian Disampaikan
Lebih terperinciMEMBANGUN INVENTARISASI GRK
MEMBANGUN INVENTARISASI GRK INVENTARISASI GAS RUMAH KACA ADALAH KEGIATAN UNTUK MEMANTAU DAN MENGHITUNG TINGKAT DAN STATUS GRK DARI BERBAGAI SUMBER EMISI (SOURCE) DAN PENYERAPNYA (SINK) AKIBAT KEGIATAN
Lebih terperinciSpecial Submission: PENGHEMATAN ENERGI MELALUI PEMANFAATAN GAS BUANG DENGAN TEKNOLOGI WASTE HEAT RECOVERY POWER GENERATION (WHRPG)
Special Submission: PENGHEMATAN ENERGI MELALUI PEMANFAATAN GAS BUANG DENGAN TEKNOLOGI WASTE HEAT RECOVERY POWER GENERATION (WHRPG) PT. SEMEN PADANG 2013 0 KATEGORI: Gedung Industri Special Submission NAMA
Lebih terperinciSKEMA SERTIFIKASI SEMEN
1/10/2014 : 1 dari 5 SKEMA Semen Portland (SNI 15-2049-2004) ; Semen Portland Komposit (SNI 15-7064-2004); Semen Portland Pozolan (SNI 15-0302-2004); Semen Portland Campur (SNI 15-3500-2004); Semen Portland
Lebih terperinciPerubahan Iklim? Aktivitas terkait pemanfaatan sumber daya energi dari bahan bakar fosil. Pelepasan emisi gas rumah kaca ke udara
Amalia, S.T., M.T. Perubahan Iklim? Aktivitas terkait pemanfaatan sumber daya energi dari bahan bakar fosil Pelepasan emisi gas rumah kaca ke udara Perubahan komposisi atmosfer secara global Kegiatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Terkait dengan isu perubahan iklim, banyak orang yang sepakat bahwa dampak yang ditimbulkan akan menjadi sangat serius apabila tidak diantisipasi, namun pada kenyataannya
Lebih terperinciProyeksi Emisi Gas Rumah Kaca Tahun
Proyeksi Emisi Gas Rumah Kaca Tahun 2012 2030 Suryani Pusat Teknologi Pengembangan Sumberdaya Energi, BPPT, Jakarta Email: suryanidaulay@ymail.com Abstract Acceleration of the National development of Indonesia
Lebih terperinciKEBIJAKAN NASIONAL MITIGASI DAN ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM
KEBIJAKAN NASIONAL MITIGASI DAN ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM Endah Murniningtyas Deputi Bidang SDA dan LH Disampaikan dalam Forum Diskusi Nasional Menuju Kota Masa Depan yang Berkelanjutan dan Berketahanan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bebas dan dapat diakses dengan mudah. Globalisasi telah mempengaruhi berbagai
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Globalisasi membuat dunia seakan tanpa batas, arus informasi menjadi sangat bebas dan dapat diakses dengan mudah. Globalisasi telah mempengaruhi berbagai aspek dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Perkembangan zaman yang sangat pesat menuntut adanya kemajuan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan zaman yang sangat pesat menuntut adanya kemajuan dalam bidang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi sebagai faktor penggerak utama, khususnya dalam
Lebih terperinciEMISI GAS RUMAH KACA PADA INDUSTRI SEMEN, BAJA, PULP, KERTAS DAN TEKSTIL DI INDONESIA
J Tek Ling Edisi Khusus Hal 35-39 Jakarta, Juni 2009 ISSN 1441-318X EMISI GAS RUMAH KACA PADA INDUSTRI SEMEN, BAJA, PULP, KERTAS DAN TEKSTIL DI INDONESIA Widiatmini Sih Winanti, Prasetiyadi, Wiharja, Teguh
Lebih terperinciKEPEMIMPINAN IKLIM GLOBAL PERJANJIAN KERJA SAMA (PKS)
KEPEMIMPINAN IKLIM GLOBAL PERJANJIAN KERJA SAMA (PKS) I. Pernyataan Tujuan A. Perubahan iklim menimbulkan tantangan dan resiko global terhadap lingkungan dan ekonomi, membawa dampak bagi kesehatan manusia,
Lebih terperinciPerMen LH No. 15/2013 tentang PENGUKURAN, PELAPORAN, DAN VERIFIKASI (Measurement, Reporting, Verification)
PerMen LH No. 15/2013 tentang PENGUKURAN, PELAPORAN, DAN VERIFIKASI (Measurement, Reporting, Verification) Deputi Bidang Pengendalian Kerusakan Lingkungan dan Perubahan Iklim Kementerian Lingkungan Hidup
Lebih terperinciIMPLEMENTA IMPLEMENT S A I S IRENCANA RENCAN A AKSI AKSI NAS NA I S O I NA N L PENURU PENUR NA N N EMISI EMISI GAS RUMA M H H KACA
IMPLEMENTASI RENCANA AKSI NASIONAL PENURUNAN EMISI GAS RUMAH KACA Ir. Wahyuningsih Darajati, M.Sc Direktur Lingkungan Hidup Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas Disampaikan ik dalam Diskusi
Lebih terperinciKebijakan perubahan iklim dan aksi mitigasi di Indonesia. JCM Indonesia Secretariat
Kebijakan perubahan iklim dan aksi mitigasi di Indonesia JCM Indonesia Secretariat Data suhu bulanan global Suhu rata-rata global meningkat drastic dan hamper mencapai 1.5 O Celcius dibanding dengan jaman
Lebih terperinciKEBIJAKAN & PERKEMBANGAN PELAKSANAAN PROGRAM PENURUNAN EMISI GAS RUMAH KACA (GRK) SEKTOR INDUSTRI
KEBIJAKAN & PERKEMBANGAN PELAKSANAAN PROGRAM PENURUNAN EMISI GAS RUMAH KACA (GRK) SEKTOR INDUSTRI Pusat Pengkajian Industri Hijau dan Lingkungan Hidup Badan Pengkajian Kebijakan, Iklim dan Mutu Industri
Lebih terperinciGUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG
GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG STRATEGI DAN RENCANA AKSI PENURUNAN EMISI GAS RUMAH KACA DARI DEFORESTASI DAN DEGRADASI HUTAN ACEH DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR
Lebih terperinciKONTRIBUSI SEKTOR TRANSPORTASI DARAT TERHADAP TINGKAT EMISI CO2 DI EKOREGION KALIMANTAN. Disusun Oleh :
KONTRIBUSI SEKTOR TRANSPORTASI DARAT TERHADAP TINGKAT EMISI CO2 DI EKOREGION KALIMANTAN Disusun Oleh : Arianty Prasetiaty, S.Kom, M.S.E (Kasubid Transportasi, Manufaktur, Industri dan Jasa Bidang Inventarisasi
Lebih terperinciPENDAHULUAN LAPORAN AKHIR Latar Belakang
1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada pertemuan G20 di Pittsburg pada bulan September 2009, telah mencanangkan bahwa pada tahun 2020 Indonesia akan menurunkan emisi Gas
Lebih terperinciGUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR 36 TAHUN 2012 TENTANG
GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR 36 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA AKSI DAERAH PENURUNAN EMISI GAS RUMAH KACA (RAD GRK) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
Lebih terperinciPandangan Indonesia mengenai NAMAs
Pandangan Indonesia mengenai NAMAs 1. Nationally Appropriate Mitigation Action by Non-Annex I atau biasa disingkat NAMAs adalah suatu istilah pada Bali Action Plan yang disepakati Pertemuan Para Pihak
Lebih terperinciPENENTUAN FAKTOR EMISI SPESIFIK DARI SEKTOR TRANSPORTASI UNTUK ESTIMASI TAPAK KARBON DAN PEMETAANNYA DI KABUPATEN SUMENEP-JAWA TIMUR
PENENTUAN FAKTOR EMISI SPESIFIK DARI SEKTOR TRANSPORTASI UNTUK ESTIMASI TAPAK KARBON DAN PEMETAANNYA DI KABUPATEN SUMENEP-JAWA TIMUR Qorry Nugrahayu 1), Rachmat Boedisantoso 2) dan Joni Hermana 3) 1,2,3)
Lebih terperinciPabrik Ekosemen (Semen dari Sampah) dengan Proses Kering. Oleh : Lailatus Sa adah ( ) Sunu Ria P. ( )
Pabrik Ekosemen (Semen dari Sampah) dengan Proses Kering Oleh : Lailatus Sa adah (2308 030 025) Sunu Ria P. (2308 030 035) Latar Belakang Peneliti Jepang Abu Sampah Semen Pabrik Ekosemen di Indonesia Pabrik
Lebih terperinci50001, BAB I PENDAHULUAN
Rancangan Penilaian Sistem Manajemen Energi di PT. Semen Padang dengan Menggunakan Pendekatan Integrasi ISO 50001, Sistem Manajemen Semen Padang (SMSP) dan Permen ESDM No. 14 Tahun 2012 BAB I PENDAHULUAN
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. manusia dalam penggunaan energi bahan bakar fosil serta kegiatan alih guna
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perubahan iklim adalah fenomena global yang disebabkan oleh kegiatan manusia dalam penggunaan energi bahan bakar fosil serta kegiatan alih guna lahan dan kehutanan. Kegiatan
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pemanasan global saat ini menjadi topik yang paling hangat dibicarakan dan mendapatkan perhatian sangat serius dari berbagai pihak. Pada dasarnya pemanasan global merupakan
Lebih terperinciKerjasama Internasional Mengenai Perubahan Iklim ME4234 KEBIJAKAN IKLIM
Kerjasama Internasional Mengenai Perubahan Iklim ME4234 KEBIJAKAN IKLIM Pokok Bahasan Tentang Konvensi Struktur Konvensi Peluang dukungan dan dana Tentang Protokol Kyoto Elemen & Komitmen Protokol Kyoto
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.160, 2014 KEMEN LH. Verifikasi. Pelaporan. Pengukuran. PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2013 TENTANG PENGUKURAN, PELAPORAN, DAN VERIFIKASI
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 2013 TENTANG BADAN PENGELOLA PENURUNAN EMISI GAS RUMAH KACA DARI DEFORESTASI, DEGRADASI HUTAN DAN LAHAN GAMBUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN
Lebih terperinciPENENTUAN FAKTOR EMISI SPESIFIK (FES) UNTUK ESTIMASI TAPAK KARBON DAN PEMETAANNYA DARI SEKTOR INDUSTRI DAN TRANSPORTASI DI WILAYAH KABUPATEN SIDOARJO
PENENTUAN FAKTOR EMISI SPESIFIK (FES) UNTUK ESTIMASI TAPAK KARBON DAN PEMETAANNYA DARI SEKTOR INDUSTRI DAN TRANSPORTASI DI WILAYAH KABUPATEN SIDOARJO Yonnet Hellian Kresna 1, *), Rachmat Boedisantoso 2)
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 2013 TENTANG BADAN PENGELOLA PENURUNAN EMISI GAS RUMAH KACA DARI DEFORESTASI, DEGRADASI HUTAN DAN LAHAN GAMBUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN
Lebih terperinciUPAYA JERMAN DALAM MENANGGULANGI PEMANASAN GLOBAL ( ) RESUME SKRIPSI
UPAYA JERMAN DALAM MENANGGULANGI PEMANASAN GLOBAL ( 1998 2011 ) RESUME SKRIPSI Disusun Oleh : Pongky Witra Wisesa (151040295) JURUSAN HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2004 TENTANG PENGESAHAN KYOTO PROTOCOL TO THE UNITED NATIONS FRAMEWORK CONVENTION ON CLIMATE CHANGE (PROTOKOL KYOTO ATAS KONVENSI KERANGKA KERJA PERSERIKATAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Meningkatnya laju pertumbuhan ekonomi dan jumlah penduduk dalam satu dekade terakhir menjadi salah satu faktor pendorong meningkatnya konsumsi energi nasional. Seperti
Lebih terperinciPEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA AKSI DAERAH PENURUNAN EMISI GAS RUMAH KACA (RAD-GRK)
Republik Indonesia PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA AKSI DAERAH PENURUNAN EMISI GAS RUMAH KACA (RAD-GRK) Disampaikan dalam Sosialisasi Penyusunan RAD-GRK Balikpapan, 28-29 Februari 2012 Outline A. PENDAHULUAN
Lebih terperinciPEMANFAATAN LIMBAH KAYU (BIOMASSA) UNTUK PEMBANGKIT LISTRIK. PT. Harjohn Timber. Penerima Penghargaan Energi Pratama Tahun 2011 S A R I
PEMANFAATAN LIMBAH KAYU (BIOMASSA) UNTUK PEMBANGKIT LISTRIK PT. Harjohn Timber Penerima Penghargaan Energi Pratama Tahun 2011 S A R I PT. Harjhon Timber adalah salah satu Penerima Penghargaan Energi Pratama
Lebih terperinciStudi Timbulan Dan Reduksi Sampah Rumah Kompos Serta Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca Di Surabaya Timur
JURNAL TEKNIK ITS Vol. 6, No. 1, (2017) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) D-62 Studi Timbulan Dan Reduksi Sampah Rumah Kompos Serta Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca Di Surabaya Timur Amar Addinsyah dan
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN. Perubahan iklim merupakan fenomena global meningkatnya konsentrasi
1 BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perubahan iklim merupakan fenomena global meningkatnya konsentrasi Gas Rumah Kaca (GRK) di atmosfer akibat berbagai aktivitas manusia di permukaan bumi, seperti
Lebih terperinciPEMANASAN GLOBAL: Dampak dan Upaya Meminimalisasinya
PEMANASAN GLOBAL: Dampak dan Upaya Meminimalisasinya Pemanasan global (global warming) adalah suatu bentuk ketidakseimbangan ekosistem di bumi akibat terjadinya proses peningkatan suhu rata-rata atmosfer,
Lebih terperinci8 PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk Citeureup, Kabupaten Bogor, Provinsi
IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Pengambilan data dilakukan pada bulan Februari 2012, bertempat di plant 8 PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk Citeureup, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa
Lebih terperinci2014, No.160.
7 LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15. TAHUN 2013 TENTANG PENGUKURAN, PELAPORAN, DAN VERIFIKASIAKSI MITIGASI PERUBAHAN IKLIM TATACARA PENGUKURANAKSI MITIGASI PERUBAHAN
Lebih terperinci2013, No Mengingat Emisi Gas Rumah Kaca Dari Deforestasi, Degradasi Hutan dan Lahan Gambut; : 1. Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Rep
No.149, 2013 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LINGKUNGAN. Badan Pengelola. Penurunan. Emisi Gas Rumah Kaca. Kelembagaan. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 2013 TENTANG BADAN PENGELOLA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. untuk meningkatkan perekonomian masyarakat maupun Negara. Bisa melalui
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses yang dijalankan beriringan dengan proses perubahan menuju taraf hidup yang lebih baik. Dimana pembangunan itu sendiri dilakukan
Lebih terperinciGREEN INCINERATOR Pemusnah Sampah Kota, Industri, Medikal dsbnya Cepat, Murah, Mudah, Bersahabat, Bermanfaat
GREEN INCINERATOR Pemusnah Sampah Kota, Industri, Medikal dsbnya Cepat, Murah, Mudah, Bersahabat, Bermanfaat WASTE-TO-ENERGY Usaha penanggulangan sampah, baik dari rumah tangga/penduduk, industri, rumah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. radiasi inframerah (Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika).
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pemanasan global dan perubahan iklim secara drastis yang terjadi kurun beberapa waktu ini, terjadi karena beberapa faktor, salah satu yang menjadi faktornya
Lebih terperinciKonservasi Energi: Melalui Aplikasi Teknologi Kogenerasi
Konservasi Energi: Melalui Aplikasi Teknologi Kogenerasi B2TE BPPT, Energy Partner Gathering Hotel Borobudur Jakarta, 4 Desember 2013 www.mctap-bppt.com INTENSITAS ENERGI SEKTOR INDUSTRI DI INDONESIA (dan
Lebih terperinciTAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I PENGESAHAN. Agreement. Perubahan Iklim. PBB. Kerangka Kerja. (Penjelasan atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 204) PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK
Lebih terperinci2 d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a sampai dengan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup tent
No.1535, 2014. BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN LH. Sumber Tidak Bergerak. Usaha. Pertambangan. Baku Mutu Emisi. PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG BAKU
Lebih terperinciEMISI KENDARAAN PADA RUAS JALAN PROVINSI DI JAWA BARAT
EMISI KENDARAAN PADA RUAS JALAN PROVINSI DI JAWA BARAT Yudi Sekaryadi Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sekolah Pascasarjana Universitas Katolik Parahyangan Jln. Merdeka No. 30, Bandung Tlp. 022-4202351,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Didorong oleh issue perubahan iklim dunia yang menghangat belakangan ini
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Didorong oleh issue perubahan iklim dunia yang menghangat belakangan ini dan perubahan tersebut terjadi akibat dari ulah manusia yang terus mengambil keuntungan dari
Lebih terperinciDirektorat Konservasi Energi
DIREKTORAT JENDERAL ENERGI BARU TERBARUKAN DAN KONSERVASI ENERGI KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL Direktorat Konservasi Energi 1 Latar Belakang Target Konservasi Energi : Mengurangi intensitas
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P. 20/Menhut-II/2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KARBON HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
Menimbang PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P. 20/Menhut-II/2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KARBON HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, : a. bahwa
Lebih terperinciMETODOLOGI PENELITIAN
III. METODOLOGI PENELITIAN A. PELAKSANAAN PENELITIAN 1. Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan di PT PG Rajawali II Unit PG Subang, Kecamatan Purwadadi, Subang, Jawa Barat. Tempat penelitian merupakan
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. pernah terjadi dan menghadirkan tantangan untuk ekonomi. 7 Untuk
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Carbon Fund Perubahan iklim dalam Stern (2007) adalah kegagalan pasar terluas yang pernah terjadi dan menghadirkan tantangan untuk ekonomi. 7 Untuk meminimalkan gangguan ekonomi
Lebih terperinciSAMBUTAN KETUA DPR-RI. Pada Jamuan Makan Siang dengan Peserta International Youth Forum on Climate Change (IYFCC) Jakarta, 28 Februari 2011
KETUA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN KETUA DPR-RI Pada Jamuan Makan Siang dengan Peserta International Youth Forum on Climate Change (IYFCC) Jakarta, 28 Februari 2011 Assalamu alaikum
Lebih terperinciKajian Penggunaan Faktor Emisi Lokal (Tier 2) dalam Inventarisasi GRK Sektor Energi
Pemerintah Indonesia masih berkomitmen untuk menurunkan emisi gas rumah kaca (GRK) sebesar 29% atau 834 juta ton CO2e pada tahun 2030 dari kondisi Business as Usual (BaU). Sektor energi sendiri mendapatkan
Lebih terperinciPENGARUSUTAMAAN PERUBAHAN IKLIM KE DALAM PERENCANAAN PEMBANGUNAN
PENGARUSUTAMAAN PERUBAHAN IKLIM KE DALAM PERENCANAAN PEMBANGUNAN Dr. Medrilzam Direktorat Lingkungan Hidup Kedeputian Maritim dan Sumber Daya Alam Diskusi Koherensi Politik Agenda Pengendalian Perubahan
Lebih terperinciAnalisis Emisi Gas Rumah Kaca (CO2) Angkutan Antar Kota Dalam Propinsi (AKDP) di Jawa Timur
Analisis Emisi Gas Rumah Kaca (CO2) Angkutan Antar Kota Dalam Propinsi (AKDP) di Jawa Timur Agung Nugroho 1, *, Burhan Fazzry 1 1 Universitas Gajayana, Jl. Mertojoyo, Blok L, Merjosari, Malang. * E-mail
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Tetapi banyak perusahaan di Indonesia yang tidak memperhatikan dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pada dasarnya tujuan perusahaan adalah memproduksi produk atau jasanya secara maksimal dan mendapatkan keuntungan yang sebanyakbanyaknya. Tetapi banyak perusahaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perubahan iklim adalah meningkatnya suhu di bumi secara global atau sering
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Salah satu tantangan terbesar yang harus dihadapi baik dalam bidang politik maupun ekonomi yaitu perubahan iklim (Briand et al, 2014). Dampak perubahan iklim
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pulau Jawa merupakan salah satu pulau yang menjadi pusat pertumbuhan ekonomi di Indonesia.
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pulau Jawa merupakan salah satu pulau yang menjadi pusat pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Hampir seluruh kegiatan ekonomi berpusat di Pulau Jawa. Sebagai pusat pertumbuhan
Lebih terperinciSIH Standar Industri Hijau
SIH Standar Industri Hijau INDUSTRI UBIN KERAMIK Daftar isi Daftar isi... 1 Prakata... 2 1 Ruang Lingkup... 3 2 Acuan Normatif... 3 3 Definisi... 3 4 Simbol dan Singkatan Istilah... 4 5 Persyaratan Teknis...
Lebih terperinciPemerintah Republik Indonesia (Indonesia) dan Pemerintah Kerajaan Norwegia (Norwegia), (yang selanjutnya disebut sebagai "Para Peserta")
Terjemahan ke dalam Bahasa Indonesia ini dibuat oleh Center for Internasional Forestry Research (CIFOR) dan tidak bisa dianggap sebagai terjemahan resmi. CIFOR tidak bertanggung jawab jika ada kesalahan
Lebih terperinciPercepatan Peningkatan Aksi-aksi Perubahan Iklim di Tingkat Global : Pandangan Kelompok Masyarakat Sipil
Percepatan Peningkatan Aksi-aksi Perubahan Iklim di Tingkat Global : Pandangan Kelompok Masyarakat Sipil Climate Summit 2014 merupakan event penting dimana negara-negara PBB akan berkumpul untuk membahas
Lebih terperinci2018, No Carbon Stocks) dilaksanakan pada tingkat nasional dan Sub Nasional; d. bahwa dalam rangka melaksanakan kegiatan REDD+ sebagaimana dima
No.161, 2018 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-LHK. Perangkat REDD+. Pencabutan. PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.70/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2017 TENTANG
Lebih terperinciD4 Penggunaan 2013 Wetlands Supplement to the 2006 IPCC Guidelines untuk Inventarisasi Gas Rumah Kaca di Indonesia.
D4 Penggunaan 2013 Wetlands Supplement to the 2006 IPCC Guidelines untuk Inventarisasi Gas Rumah Kaca di Indonesia. 1 Pokok bahasan meliputi latar belakang penyusunan IPCC Supplement, apa saja yang menjadi
Lebih terperinciAnalisis Emisi Gas Rumah Kaca (CO2) Angkutan Antar Kota Dalam Propinsi (AKDP) di Jawa Timur
Analisis Emisi Gas Rumah Kaca (CO2) Angkutan Antar Kota Dalam Propinsi (AKDP) di Jawa Timur Agung Nugroho 1 *, Burhan Fazzry 2 1. Universitas Gajayana, Jl. Mertojoyo, Blok L, Merjosari, Malang. 2. Universitas
Lebih terperinci