4 Hasil Penelitian dan Pembahasan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "4 Hasil Penelitian dan Pembahasan"

Transkripsi

1 4 Hasil Penelitian dan Pembahasan 4.1 Sintesis serta Karakterisasi H 2 SbBP Sintesis ligan H2SbBP dilakukan dengan mereaksikan MPP dengan sebakoil pada suhu o C selama 5 jam. Pada sintesis ligan H 2 SbBP digunakan Ca(H) 2 sebagai sumber H - untuk membantu keberlangsungan reaksi. MPP CH 3 H + H - H CH 3 Cl - -H 2 6 Cl - + H 3 C CH 3 + Cl - MPP 6 sebakoil Cl CH 3 6 Cl - H 3 C CH 3 H + H + 6 H 3 C H CH 3 H 6 H 3 C H 2 SbBP Gambar 4.1 Mekanisme reaksi sintesis H 2 SbBP

2 Gambar 4.1 menunjukkan mekanisme reaksi yang terjadi selama proses sintesis H 2 SbBP. Sintesis dilakukan sesuai dengan prosedur Jensen 2. Mula-mula MPP direaksikan dengan basa Ca(H) 2 untuk mengaktifkan MPP. H - akan menyerang atom hidrogen pada Cα sehingga elektron berpindah dan membentuk enolat. Selanjutnya ikatan rangkap yang terbentuk menyerang salah satu gugus karbonil pada sebakoil dan menyebabkan atom Cl pada sebakoil terlepas. Reaksi dilanjutkan dengan penyerangan MPP teraktivasi ke gugus karbonil lainnya pada sebakoil dengan mekanisme yang sama dan akhirnya membentuk H 2 SbBP dalam larutan basa. Dari mekanisme reaksi yang terlihat pada Gambar 4.1, diperkirakan reaksi berjalan agak lambat. Maka, reaksi sintesis dilakukan selama 5 jam untuk memastikan bahwa semua sebakoil telah bereaksi membentuk H 2 SbBP. Media pelarut yang digunakan adalah 1,4-dioksan karena semua reagen dan produk akan larut cukup baik dalam 1,4- dioksan sehingga reaksi dapat berlangsung. Gambar 4.2 Hasil sintesis H 2 SbBP setelah ditambah HCl Setelah proses sintesis selama 5 jam selesai, ligan H 2SbBP yang terbentuk akan larut dalam suasana basa. Setelah didinginkan, larutan ditambah HCl 2 M agar H 2 SbBP yang terbentuk mengendap dan dapat disaring (Gambar 4.2). Gambar 4.3 Ligan H 2 SbBP setelah disaring dan dikeringkan Ketika ditambah HCl, atom pada cincin pirazolone akan mengikat H + menyebabkan ligan H 2 SbBP cenderung menjadi bentuk keto enolnya. Endapan yang diperoleh kemudian disaring untuk memisahkan endapan dengan pelarutnya. Ketika disaring, endapan dicuci 26

3 dengan aqua dm hingga ph larutan pencuci mencapai 7. Tahapan ini bertujuan untuk memastikan bahwa endapan telah terbebas dari kelebihan Ca(H) 2 dan HCl. Gambar 4.3 menunjukkan ligan H 2 SbBP yang telah dikeringkan. Ligan H 2 SbBP hasil sintesis berwarna kuning dan berjumlah 12,2027 gram. Secara stoikiometri, reaksi keseluruhan yang terjadi adalah: 2MPP + Ca(H) 2 + sebakoil H 2 SbBP + 2H 2 + Ca Cl - atau 2C 10 H Ca(H) 2 + C 10 H 16 2 Cl 2 C 30 H H 2 + Ca Cl Maka, menurut perhitungan teoritis jika jumlah MPP adalah 0,0354 mol, Ca(H) 2 0,0281 mol, dan sebakoil 0,0140 mol akan menghasilkan H 2 SbBP sebanyak 0,0140 mol, yaitu 7,196 gram. Maka rendeman yang diperoleh adalah: (Pers. 4.1) - Dari hasil penelitian diperoleh jumlah ligan yang lebih besar dibandingkan hasil perhitungan sehingga rendemannya melebihi 100%. Hal ini dapat disebabkan karena penimbangan dilakukan dalam keadaan sedikit basah atau adanya senyawa pengotor lain dalam endapan yang diperoleh. Untuk mengetahui apakah H 2 SbBP hasil sintesis cukup murni, maka dilakukan penentuan titik leleh. Menurut penelitian yang telah dilakukan, titik leleh H 2 SbBP adalah 136 o C. 12 Sedangkan ligan yang berhasil kami sintesis memiliki titik leleh 127,8-132 o C. Perbedaan titik leleh yang diperoleh menunjukkan bahwa ligan yang disintesis belum murni dan perlu dilakukan rekristalisasi. Sebelum melakukan rekristalisasi, dilakukan pengujian kelarutan untuk menentukan pelarut terbaik yang akan digunakan dalam rekristalisasi. Adapun hasil pengujian kelarutan yang dilakukan: Tabel 4.1 Hasil Uji Kelarutan H 2 SbBP Senyawa n-heksan metanol CHCl3 H2 Etanol : air Pelarut 5:1 CHCl 3 : n-heksan 1:1 MPP x Sebakoil x H 2 SbBP x Keterangan: + = sedikit larut ++++ = sangat larut x = tidak larut 27

4 Dari hasil uji kelarutan yang dilakukan maka dipilih etanol:air = 5:1 sebagai pelarut untuk melakukan rekristalisasi. Setelah dilakukan rekristalisasi, diperoleh endapan yang lebih murni. Hal ini ditunjukkan dengan hasil penentuan titik leleh yang mendekati titik leleh menurut literatur (136 o C) yaitu 132,9-135,4 o C. amun, rendeman hasil rekristalisasi hanya 56,48%. Tabel 4.2 Data spektrum IR H2SbBP dan H 2 AdBP 12 vh v as C= Fenil Ulur cincin vc=c pirazolon H 2 AdBP s 1594 s 1562 s H 2 SbBP 3350 b 1626 s 1592 s 1552 s v as C=C=C 1498 s 1498 s vc= 1364 s 1364 m Vibrasi cincin kelat 632 m 508 m 640 m 508 m Tabel 4.2 menunjukkan vibrasi-vibrasi gugus utama dari senyawa H 2 AdBP dan H 2 SbBP yang berhasil disintesis oleh Uzuokwu. Puncak-puncak yang diperoleh Uzuokwu ternyata juga terlihat pada spektrum IR H 2 SbBP yang berhasil disintesis. Hal ini mengindikasikan bahwa senyawa H 2 SbBP berhasil disintesis. Pada spektrum IR H2SbBP yang diperoleh (Gambar 4.4), terlihat adanya puncak vibrasi H pada bilangan gelombang 3450,65 cm -1. Adanya puncak H ini menandakan bahwa H 2 SbBP yang disintesis ada dalam bentuk tautomer ketoenol. Sedangkan tautomer diketon dari senyawa ini tidak akan memberikan puncak H. Puncak pada 3072,60 cm -1 menandakan adanya stretching CH dari gugus benzen. Vibrasi CH 2 alifatik terlihat pada 2939,52 cm -1. Pada daerah cm -1 terlihat adanya puncak khas C 2 yang merupakan gangguan dari udara saat pembuatan pellet KBr. Puncak khas lainnya sesuai dengan hasil yang diperoleh Uzuokwu, yaitu vibrasi C= asimetrik pada 1624,06 cm -1, vibrasi C= simetrik pada 1363,67 cm -1, vibrasi C=C fenil pada 1591,27 cm -1, stretching cincin pirazolon pada 1556,55 cm -1, vibrasi asimetrik-c=c- pada 1494,83 cm -1, serta daerah sidik jari yang menunjukkan vibrasi cincin kelat pada 640,37 cm -1 dan 507,28 cm -1. Jika dibandingkan dengan spektrum reagen-reagen yang digunakan, yaitu sebakoil dan MPP, terlihat adanya beberapa puncak-puncak khas. Puncak-puncak khas tersebut menandakan bahwa adanya pembentukan senyawa baru, bukan hanya pencampuran fisik dua senyawa. 28

5 90 %T 75 -H C-H benzen CH H2SbBP kita C= -C=C fenil Stretching cincin Pirazolone -C=C=C C C= Vibrasi cincin kelat /cm Gambar 4.4 Spektrum IR H 2 SbBP 29

6 90 %T 75 Cl Cl C-H stretching C= Sebacoil /cm Gambar 4.5 Spektrum IR sebakoil 30

7 100 %T C-H benzen -CH CH C= -C=C fenil Stretching cincin Pirazolone -C=C=C C= MPP /cm Gambar 4.6 Spektrum IR MPP 31

8 Pada spektrum IR sebakoil (Gambar 4.5), terlihat dua puncak utama, yaitu pada bilangan gelombang 2933,73 cm -1 yang berasal dari stretching CH 2 alifatik dan pada 1797,66 cm -1 yang berasal dari vibrasi gugus karbonil. Sedangkan puncak-puncak pada spektrum IR MPP (Gambar 4.6) hampir sama dengan puncak-puncak yang ditunjukkan oleh spektrum IR H 2 SbBP. Perbedaannya terletak pada puncak H dan puncak pada daerah sidik jari yang berasal dari cincin pengkelat. Selain itu, terlihat adanya pergeseran beberapa puncak, misalnya puncak stretching cincin pirazolon yang bergeser dari 1523,76 cm -1 (pada MPP) menjadi 1556,55 cm -1 (pada H 2 SbBP). Pergeseran puncak ini menunjukkan bahwa cincin pirazolon pada MPP tidak sama dengan cincin pirazolon pada H 2 SbBP. Puncak lainnya yang bergeser adalah puncak C=, dari 1602,85 cm -1 (pada MPP) menjadi 1624,06 cm -1. Setalah dilakukan rekristalisasi dengan etanol:air = 5:1, dilakukan penentuan spektrum IR kembali. Spektrumyang diperoleh (Gambar 4.7) menunjukkan puncak-puncak yang relatif sama dengan spectrum IR H 2 SbBP sebelum dilakukan rekristalisasi. Selain itu, dilakukan juga penentuan titik leleh H2SbBP yang telah direkristalisasi untuk mengamati perbedaan ligan sebelum dan sesudah direkristalisasi. Ternyata H 2 SbBP setelah rekristalisasi memiliki titik leleh 132,9-135,4 o C. Hasil ini menunjukkan adanya perubahan titik leleh, mendekati hasil yang diperoleh Uzuokwu, yaitu 136 o C. leh karena itu, dengan adanya tahapan rekristalisasi, H 2 SbBP menjadi lebih murni. Secara teori, senyawa yang murni memiliki range titik leleh hanya 1 o C. Range titik leleh yang diperoleh cukup lebar (2,5 o C) menandakan senyawa tidak murni. amun, dipertimbangkan juga bahwa H 2 SbBP berkemungkinan ada dalam bentuk tautomer diketon dan ketoenol yang memiliki titik leleh berbeda. Maka, H 2 SbBP hasil rekristalisasi termasuk ligan dengan tingkat kemurnian tinggi. amun, dengan mempertimbangkan kecilnya rendeman (56,48%), kesamaan spektrum IR yang diperoleh, dan fungsi ligan sebagai ekstraktan, maka ligan yang selanjutnya digunakan dalam penentuan kapasitas sorpsi Ce 3+ adalah ligan H 2 SbBP yang tidak direkristalisasi. 32

9 90 %T H -C-H benzen C= Vibrasi cincin kelat 30 -CH C= -C=C fenil Stretching cincin Pirazolone -C=C=C H2SbBP /cm Gambar 4.7 Spektrum IR H 2 SbBP setelah rekristalisasi 33

10 4.2 Sintesis serta Karakterisasi H 2 AdBP Sintesis ligan H2AdBP dilakukan dengan mereaksikan MPP dengan adipoil pada suhu o C selama 5 jam. Sama halnya dengan sintesis H 2 SbBP, pada sintesis ligan H 2 AdBP digunakan Ca(H) 2 sebagai sumber H - untuk membantu keberlangsungan reaksi. CH 3 H + H - H - CH 3 + Cl adipoil Cl MPP CH 3 Cl - Cl + H 3 C - MPP CH 3 Cl - H 3 C CH 3 H + - H + H 3 C H CH 3 H H 2 AdBP H 3 C Gambar 4.8 Mekanisme reaksi sintesis H 2 AdBP 34

11 Mekanisme reaksi sintesis H 2 AdBP ditunjukkan pada Gambar 4.8. Secara keseluruhan mekanisme sintesis H 2 AdBP sama dengan mekanisme reaksi sintesis H 2 SbBP. Perbedaannya hanya pada jumlah rantai etilena, dan hal tersebut itu mempengaruhi mekanisme reaksi sintesis. Pada sebakoil jumlah rantai etilena lebih panjang, yaitu 8, sedangkan pada adipoil hanya 4. Gambar 4.9 Hasil sintesis H 2 AdBP setelah ditambah HCl Walaupun hanya berbeda pada jumlah rantai etilena, secara fisik H2AdBP berbeda dengan H 2 SbBP. H 2 SbBP berwarna kuning sedangkan H 2 AdBP cokelat dan terlihat seperti endapan yang lebih halus (Gambar 4.9). Gambar 4.10 Penyaringan H 2 AdBP Gambar 4.11 Filtrat hasil sintesis H 2 AdBP 35

12 Ketika disaring (Gambar 4.10) diperoleh filtrat hasil sintesis (Gambar 4.11) berwarna coklat karena merupakan sisa reagen atau produk samping yang larut dalam dioksan pada suasana asam. Reagen yang mungkin tersisa adalah MPP dan Ca(H) 2. Gambar 4.12 H 2 AdBP setelah dikeringkan Gambar 4.12 menunjukkan ligan H2AdBP yang telah dikeringkan. Ligan H 2 AdBP hasil sintesis berwarna coklat dan berjumlah 3,9106 gram. Secara stoikiometri, reaksi keseluruhan yang terjadi adalah: 2MPP + Ca(H) 2 + adipoil H 2 AdBP + 2H 2 + Ca Cl atau 2C 10 H Ca(H) 2 + C 6 H 8 2 Cl 2 C 26 H H 2 + Ca Cl Maka, menurut perhitungan teoritis dimana jumlah MPP adalah 0,0252 mol, Ca(H) 0,0682 mol, dan sebacoyl 0,0123 mol akan menghasilkan H 2 SbBP sebanyak 0,0123 mol, yaitu 5,6334 gram. Sesuai dengan Persamaan 4.1, maka rendeman yang diperoleh adalah: Dari hasil penelitian diperoleh jumlah ligan yang lebih kecil dibandingkan hasil perhitungan sehingga rendemannya kurang dari 100%. Hal ini dapat disebabkan karena adanya ligan yang tertinggal saat pemindahan dari suatu wadah ke wadah lain, adanya ligan yang lolos saat penyaringan, atau kurangnya jumlah HCl yang ditambahkan sehingga suasana larutan kurang asam dan ada molekul ligan yang belum mengendap sempurna. Untuk mengetahui apakah H 2 AdBP hasil sintesis cukup murni, maka dilakukan penentuan titik leleh. Menurut penelitian yang telah dilakukan, titik leleh H 2 AdBP adalah 193 o C untuk tautomer diketon dan 199 o C untuk tautomer ketoenol. 12 Sedangkan ligan yang berhasil disintesis memiliki titik leleh 190,3-197,6 o C. Besarnya range titik leleh yang diperoleh 36

13 menunjukkan bahwa ligan yang disintesis belum murni dan perlu dilakukan rekristalisasi. Rekristalisasi dilakukan dengan CHCl 3 : n-heksan = 3:2. amun, karena hasil rekristalisasi sangat sedikit dan mempertimbangkan kebutuhan karakterisasi selanjutnya, maka rekristalisasi tidak dilakukan pada semua ligan. Gambar 4.13 Hasil rekristalisasi H 2 AdBP Pada penentuan spektrum IR, puncak-puncak dari H2AdBP relatif sama dengan spektrum yang diperoleh Uzuokwu. Pada spektrum IR H 2 AdBP yang diperoleh (Gambar 4.14), terlihat adanya puncak vibrasi H pada bilangan gelombang 3446,79 cm -1. Adanya puncak H ini menandakan bahwa H 2 AdBP yang disintesis ada dalam bentuk tautomer ketoenol. Sedangkan tautomer diketon dari senyawa ini tidak akan memberikan puncak H. Puncak yang menandakan adanya stretching CH dari gugus benzen muncul pada bilangan gelombang sekitar 3000 cm -1 namun intensitasnya sangat kecil sehingga kurang terlihat. Vibrasi CH 2 alifatik terlihat pada 2926,01 cm -1. Pada daerah cm -1 terlihat adanya puncak khas C 2 yang merupakan gangguan dari udara saat pembuatan pelet KBr. Puncak khas lainnya sesuai dengan hasil yang diperoleh Uzuokwu, yaitu vibrasi C= asimetrik pada 1629,85 cm -1, vibrasi C= simetrik pada 1363,67 cm -1, vibrasi C=C fenil pada 1593,20 cm -1, stretching cincin pirazolon pada 1560,41 cm -1, vibrasi asimetrik-c=cpada 1494,83 cm -1, serta daerah sidik jari yang menunjukkan vibrasi cincin pengkelat pada 636,51 cm -1 dan 507,28 cm

14 90 %T H CH Vibrasi cincin kelat C= C= -C=C fenil Stretching cincin Pirazolone -C=C=C H2AdBP /cm Gambar 4.14 Spektrum IR H 2 AdBP 38

15 100 %T Cl Cl C-H stretching -C= 4500 Adipoil /cm Gambar 4.15 Spektrum IR adipoil 39

16 Jika dibandingkan dengan spektrum reagen-reagen yang digunakan, yaitu adipoil dan MPP, terlihat adanya beberapa puncak-puncak khas. Puncak-puncak khas tersebut menandakan bahwa adanya pembentukan senyawa baru, bukan hanya pencampuran fisik dua senyawa. Pada spektrum IR adipoil (gambar 19), terlihat dua puncak utama, yaitu pada bilangan gelombang 2958,80 cm -1 yang berasal dari stretching CH 2 alifatik serta pada 1801,51 cm -1 dan 1691,57 cm -1 yang berasal dari vibrasi gugus karbonil. Sedangkan puncak-puncak pada spektrum IR MPP (gambar 10) hampir sama dengan puncak-puncak yang ditunjukkan oleh spektrum IR H 2 AdBP. Perbedaannya terletak pada puncak H dan puncak pada daerah sidik jari yang berasal dari cincin pengkelat. Selain itu, terlihat adanya pergeseran beberapa puncak, misalnya puncak stretching cincin pirazolon yang bergeser dari 1523,76 cm -1 (pada MPP) menjadi 1560,41 cm -1 (pada H 2 AdBP). Pergeseran puncak ini menunjukkan bahwa cincin pirazolon pada MPP tidak sama dengan cincin pirazolon pada H 2 AdBP. Puncak lainnya yang bergeser adalah puncak C=, dari 1602,85 cm -1 (pada MPP) menjadi 1629,85 cm Pembuatan Kurva Kalibrasi Larutan Standar Ce 3+ Pembuatan kurva kalibrasi larutan standar Ce (III) dilakukan dengan metoda spektrofotometri UV-Vis. Syarat penggunaan metoda spektrofotometri UV-Vis adalah larutan yang akan diukur absorbansnya memiliki warna yang masuk dalam daerah sinar ultraviolet atau tampak. leh karena itu, Ce(III) terlebih dahulu dikomplekan dengan alizarin red S. Pemilihan alizarin red S sebagai agen pengompleks didasarkan sifat alizarin red S yang mampu menangkap ion logam dengan baik. Selain itu, alizarin red S adalah agen pengompleks yang ramah lingkungan. Jurnal tahun 2004 telah melaporkan bahwa kompleks yang dibentuk dengan logam tanah jarang cukup stabil dan memiliki energi pengomplekan yang rendah. 2 S 3 a Ce H Gambar 4.16 Struktur kompleks Ce-alizarin red S Gambar 4.16 adalah salah satu kemungkinan struktur kompleks Ce-alizarin red S yang terbentuk. Kompleks Ce-alizarin yang terbentuk berwarna merah kecoklatan. Jika konsentrasi serium rendah, larutan berwarna coklat, ketika konsentrasi cukup tinggi, larutan 40

17 berubah menjadi merah hingga ungu, jika sangat pekat. Warna merah meneruskan sinar dengan panjang gelombang nm, dan warna komplementernya, yaitu biru-hijau, memiliki panjang gelombang nm. 4 leh karena itu, ketika dilakukan pengukuran panjang gelombang maksimum, diperoleh λ maks adalah 530 nm. Kompleks serium-alizarin relatif stabil setelah 1 jam pada ph 4-5. ditambahkan buffer asetat ph 4-5 dan setelah penambahan alizarin red S pada larutan serium, campuran didiamkan selama 1 jam. Setelah kompleks cukup stabil (lebih dari 1 jam), pengukuran larutan standar dilakukan pada panjang gelombang 530 nm. Hasil pengukuran penyerapan deret larutan standar serium (III) secara lengkap terdapat pada Lampiran. Dari data penyerapan diperoleh kurva kalibrasi serium (III) pada Gambar Dari kurva kalibrasi serium (III) didapat persamaan garis Y = 0,041 X 0,021. Berdasarkan hukum Labert Beer, terdapat hubungan linear antara konsentrasi serium (III) dengan absorbans yang diperoleh ketika nilai ekstingsi molar (ε) dan lebar kuvet (b) adalah sama, sehingga Persamaan 2.3 dapat dituliskan kembali sebagai berikut: A = kc (Pers. 4.2) Dimana k adalah suatu tetapan. leh karena itu, ketika dibuat aluran antara A terhadap konsentrasi larutan Ce (III) akan diperoleh garis linear. 13 leh karena itu, A 0,9 0,8 0,7 0,6 0,5 0,4 0,3 0,2 0,1 0-0,1 Kurva Kalibrasi Ce (III) y = 0,041x - 0,021 R² = 0, konsentrasi Ce3+ (ppm) Gambar 4.17 Kurva kalibrasi serium (III) Persamaan garis yang diperoleh tidak melewati titik (0,0), malainkan memiliki penyimpangan 0,021. Secara teori, seharusnya diperoleh kurva y = mx, yang berarti tidak ada serapan yang terukur apabila tidak terdapat analit dalam larutan yang diukur. amun, secara eksperimen hal tersebut sulit diperoleh, dapat disebabkan karena pengaruh instrumen yang digunakan. Penyimpangan 0,021 termasuk kecil, dengan r 2 = 0,995, maka persamaan 41

18 garis yang diperoleh dapat digunakan untuk analisis kuantitatif sampel serium (III). Konsentrasi sampel yang ditentukan harus berada dalam rentang daerah linear pengukuran pada kurva kalibrasi, yaitu memiliki nilai absorbans diantara 0,119 dan 0, Ekstraksi Cair-Cair Ce 3+ dengan Variasi [H 2 SbBP], [H 2 AdBP], dan ph Prinsip dasar pemisahan dengan ekstraksi cair-cair adalah terdistribusinya suatu solut dari fasa umpan ke fasa pelarut. Fasa umpan dan pelarut harus saling tidak campur. leh karena itu, fasa umpan dalam penelitian ini adalah larutan aqua dm yang mengandung solut, yaitu cerium (III), sedangkan fasa pelarut adalah larutan kloroform yang mengandung ligan H2SbBP atau H 2 AdBP. Ligan H 2 SbBP dan H 2 AdBP berfungsi sebagai ekstraktan yang dapat mempermudah distribusi serium ke fasa kloroform. Gambar 4.18 Skema proses ekstraksi serium (III) Keterangan: L adalah ligan SbBP/AdBP Dari Gambar 4.18, terlihat beberapa reaksi kesetimbangan yang mungkin mempengaruhi proses ekstraksi dan terjadi dalam fasa air, yaitu: 1. Reaksi pembentukan kompleks antara logam Ce 3+ dengan ion H - yang berasal dari H 2. Reaksi ini memungkinkan terbentuknya endapan Ce(H) 3. amun dalam penelitian yang dilakukan, tidak terlihat adanya endapan putih Ce(H) 3 sehingga reaksi pengomplekan ini diasumsikan tidak terjadi. (Pers. 4.3) (Pers. 4.4) (Pers. 4.5) 42

19 2. Reaksi disosiasi ligan dalam fasa air. Ligan H 2 SbBP maupun H 2 AdBP adalah ligan yang bersifat asam organik lemah. leh karena itu ada kemungkinan terjadi penguraian menghasilkan H + dalam fasa air. amun, karena kelarutan ligan sangat kecil dalam fasa air. Maka, reaksi disosiasi ini diasumsikan tidak terjadi. (Pers. 4.6) (Pers. 4.7) 3. Reaksi pembentukan kompleks kelat antara serium (III) dengan ligan. Reaksi ini lebih tepat dikatakan terjadi di antarmuka fasa air-kloroform. (Pers. 4.8) Mula-mula ligan di fasa kloroform (LH 2 ) org terdistribusi ke antarmuka kemudian mengikat ion serium yang ada di antarmuka. Kompleks CeLn yang dihasilkan kemudian terdistribusi ke fasa kloroform. leh karena itu, konsentrasi logam dalam fasa air akan berkurang karena sebagian terikat ke fasa kloroform. Reaksi distribusi yang terjadi adalah: (Pers. 4.9) (Pers. 4.10) Agar lebih mudah, untuk selanjutnya penulisan disingkat dengan. Jika diasumsikan reaksi yang terjadi dalam fasa (air) hanya reaksi pembentukan kompleks, maka: (Pers. 4.11) (Pers. 4.12) Jika maka, Log D = Log Kd 2 2nLog [H + ] + Log K + n Log [LH 2 ] (Pers. 4.13) Log Kd2 + Log K = K 43

20 Log D = K + 2n ph + n Log [LH 2 ] (Pers. 4.14) Jika ph tetap, aluran log D terhadap log [LH2] akan menghasilkan garis linear. Titik potong garis dengan sumbu y akan menghasilkan nilai K + 2n ph. Kemiringan garis adalah nilai n. Jika [LH 2 ] tetap, aluran log D terhadap ph akan menghasilkan garis linear. Titik potong garis dengan sumbu y akan menghasilkan nilai K + n log [LH 2 ]. Kemiringan garis adalah 2n. Pada penelitian yang dilakukan, mula-mula ekstraksi serium dilakukan pada ph 3,5. Konsentrasi ligan H2SbBP dan H 2 AdBP divariasikan dengan mempertimbangkan perbandingan mol logam dan ligan. Hasil penyerapan logam yang tersisa dalam fasa air terdapat dalam Lampiran. Ketika dibuat aluran log D terhadap log [ligan] diperoleh kurva linear naik. Hal ini menunjukkan bahwa semakin banyak ligan yang digunakan dalam ekstraksi, maka semakin banyak cerium yang terekstraksi ke fasa kloroform. Ketika digunakan ligan H 2 SbBP, diperoleh persamaan garis Y = 1,386X + 2,254 (Gambar 4.19), sedangkan ligan H 2 AdBP menghasilkan persamaan garis Y = 1,275X + 1,289 (Gambar 4.20). Ligan H 2 SbBP maupun H 2 AdBP menghasilkan persamaan garis dengan kemiringan mendekati 1,5. leh karena itu, dapat disimpulkan nilai n untuk Pers. 4.8 adalah 1,5. Ekstraksi serium-variasi [H 2 SbBP] 2,5000 2,0000 1,5000 1,0000 log D y = 1,386x + 2,254 R² = 0,994 0,5000 0,0000-3,0000-2,5000-2,0000-1,5000-1,0000-0,5000-0,5000 0,0000 0,5000-1,0000 log [H2SbBP](M) -1,5000 Gambar 4.19 Kurva hasil ekstraksi serium dengan variasi [H 2 SbBP] 44

21 Ekstraksi serium-variasi [H 2 AdBP] 1,5000 1,0000 log D 0,5000 0,0000-3,0000-2,5000-2,0000-1,5000-1,0000-0,5000-0,50000,0000 0,5000 y = 1,275x + 1,289 R² = 0,997 log[h2adbp] -1,0000-1,5000-2,0000 Gambar 4.20 Kurva hasil ekstraksi serium dengan variasi [H 2 AdBP] Dari nilai n yang diperoleh maka dengan mensubstitusikan nilai 1,5 ke Pers. 4.8, diperoleh reaksi pembentukan kompleks: (Pers. 4.15) Agar diperoleh koefisien bernilai bulat, maka Pers dikalikan dengan faktor pengali 2, sehingga diperoleh persamaan pembentukan kompleks: (Pers. 4.16) Dari Pers diketahui bahwa sebuah ion logam Ce 3+ berinteraksi dengan 3 sisi donor β- diketon dari ligan H 2 SbBP maupun H 2 AdBP. Interaksi yang terjadi terlihat pada Gambar Gambar 4.21 Interaksi antara Ce 3+ dengan H 2 SbBP dan H 2 AdBP 2 45

22 Pada tahapan penentuan kinerja ligan dalam berbagai ph, massa ligan dibuat tetap sedangakan ph divariasikan dari 2-5. Hasil penyerapan logam yang tersisa dalam fasa air terdapat dalam Lampiran. Ketika dibuat aluran log D terhadap ph diperoleh kurva linear naik. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi ph ekstraksi, maka semakin banyak serium yang terekstraksi ke fasa kloroform. Ketika digunakan ligan H 2 SbBP, diperoleh persamaan garis Y = 0,439X + 1,289 (Gambar 4.22), sedangkan ligan H 2 AdBP menghasilkan persamaan garis Y = 0,208X + 1,291 (Gambar 4.23). Menurut Pers seharusnya kemiringan dari kurva log D terhadap ph bernilai 2n. amun hasil penelitian menunjukkan hasil lain. leh karena itu, asumsi bahwa reaksi kesetimbangan dalam fasa (air) hanya reaksi pembentukan kompleks tidak berlaku pada ekstraksi variasi ph. log D Ekstraksi serium-variasi ph, H 2 SbBP 1,2000 1,0000 0,8000 0,6000 0,4000 0,2000 0,0000 y = 0,439x - 1,289 R² = 0,831-0, ,4000-0,6000-0,8000 ph Gambar 4.22 Kurva hasil ekstraksi cerium menggunakan H 2 SbBP dengan variasi ph log D Ekstraksi cerium-variasi ph, H 2 AdBP 0-0,1-0,2-0,3-0,4-0,5-0,6-0,7-0, y = 0,208x - 1,291 R² = 0,895 ph Gambar 4.23 Kurva hasil ekstraksi cerium menggunakan H 2 AdBP dengan variasi ph 46

23 Walaupun untuk rentang ph 2-5 diperoleh kurva linear naik, untuk rentang ph di atas 5 tidak dapat dipastikan bahwa hasil ekstraksi akan terus meningkat dengan naiknya ph. Hal ini dikarenakan adanya pengaruh reaksi-reaksi kesetimbangan lain yang mungkin terjadi saat kondisi ph larutan berubah. Reaksi kesetimbangan yang mungkin mempengaruhi ekstraksi telah dijelaskan di halaman 42, yaitu reaksi pengendapan Ce(H) 3 dan disosiasi ligan. Kedua reaksi tersebut dapat menurunkan efisiensi ekstraksi. Untuk mengetahui pengaruh reaksi-reaksi tersebut masih perlu dilakukan penelitian dan pengkajian lebih lanjut. Dari hasil penentuan kinerja ligan pada ekstraksi cair-cair serium (III) dengan variasi [ligan] (Gambar 4.24) dan variasi ph (Gambar 4.25), dapat disimpulkan bahwa ligan H2SbBP memiliki kinerja yang lebih baik sebagai ekstraktan pada berbagai variasi [ligan] dan variasi ph. Hal ini sesuai dengan hipotesis yang menyatakan bahwa ligan dengan rantai polimetilen yang lebih panjang (untuk n= 4 dan n= 8) akan memiliki efisiensi ekstraksi lebih besar. 2 Kinerja ekstraktan-variasi [ligan] D 1,4000 1,2000 1,0000 0,8000 0,6000 0,4000 0,2000 0,0000 0,0000 0,0050 0,0100 0,0150 0,0200 0,0250 0,0300 [ekstraktan] H2SbBP H2AdBP Gambar 4.24 Kurva kinerja ekstraktan sebagai fungsi [ligan] Kinerja ekstraktan-variasi ph D 7,0000 6,0000 5,0000 4,0000 3,0000 2,0000 1,0000 0, ph H2SbBP H2AdBP Gambar 4.25 Kurva kinerja ekstraktan sebagai fungsi ph 47

24 4.5 Penentuan Faktor Pisah antara Serium dan Itrium Untuk dapat mengetahui apakah pemisahan suatu ion logam dari logam lainnya dapat dilakukan dengan proses ekstraksi pelarut atau tidak, perlu dilakukan penentuan nilai faktor pemisahan atau selektivitas (α). Selektivitas merupakan suatu perbandingan antara angka banding distribusi logam yang satu dengan logam yang lain. Agar dapat dilakukan pemisahan, nilai α harus melebihi 1. Dari Gambar 4.26 terlihat bahwa ekstraksi dengan H 2 SbBP pada ph 3 dan 4 menghasilkan nilai D ce dan D Y yang berbeda. amun perbedaan paling besar diperoleh ketika kondisi larutan pada ph 4. Semakin besar perbedaan D dua logam maka semakin besar faktor pisah yang diperoleh. D Perbedaan D Ce dan Y-H 2 SbBP ph Ce Y Gambar 4.26 Kurva perbandingan D Ce-Y dengan H 2 SbBP sebagai ekstraktan D Perbedaan D Ce dan Y-H 2 AdBP ph Ce Y Gambar 4.27 Kurva perbandingan D Ce-Y dengan H 2 AdBP sebagai ekstraktan 48

25 Dari Gambar 4.27 terlihat bahwa ekstraksi dengan H 2 AdBP pada ph 3, 4, dan 5 menghasilkan nilai D ce dan D Y ketika kondisi larutan pada ph 4. yang berbeda. amun perbedaan paling besar diperoleh Dari kurva yang diperoleh terlihat bahwa ligan H2SbBP dan juga H 2 AdBP memiliki kinerja yang lebih baik dalam mengikat ion itrium. Untuk mengetahui ligan mana yang lebih baik dalam memisahkan ion Ce 3+ dan ion Y 3+ perlu diketahui nilai selektivitas dengan lebih tepat. Tabel 4.3 menunjukkan nilai faktor pisah Y terhadap Ce menggunakan ligan H 2 SbBP dan H 2 AdBP pada berbagai ph. Pemisahan terbaik diperoleh ketika menggunakan ligan H 2 AdBP dengan ph ekstraksi adalah 4. Tabel 4.3 Faktor pisah Y terhadap Ce pada ekstraksi cair-cair H 2 SbBP H2AdBP ph αy/ce αy/ce 2 2, , , , , ,3473 6, Perlindian Pasir Monasit dan Karakterisasi Residu Sisa Perlindian Pasir monasit yang digunakan dalam perlindian adalah sampel yang berasal dari Bangka. Perlindian dilakukan dengan bantuan ah, dimana perbandingan berat ah: berat pasir monasit adalah 1:1. Mula-mula ah dilarutkan terlebih dahulu dengan sedikit air agar membentuk suatu media peleburan yang baik bagi pasir monasit. Reaksi peleburan akan berlangsung baik jika ah dapat bergerak dengan baik dalam wadah pelebur. leh karena itu, perlu dilakukan pengontrolan jumlah air dalam cawan porselein. amun, pada penelitian ini tidak dilakukan pengontrolan air dengan mempertimbangkan bahwa pada suhu 250 o C ah berada dalam bentuk lelehan. Gambar 4.28 Hasil perlindian pasir monasit Setelah peleburan dilakukan selama 2 jam, diperoleh padatan coklat kehijauan (Gambar 4.28). Adapun reaksi yang terjadi selama proses peleburan: 2RE(P 4 ) + 6 ah RE 2 3.3H a 3 P 4 49

26 Hasil perlindian merupakan campuran a 3 P 4 serta logam tanah jarang dan mineral lain dalam bentuk oksida hidrat. Hasil ini berbeda dengan hasil yang diperoleh we, we juga melakukan perlindian pasir monasit dengan metoda yang sama, hanya saja perlindian dilakukan pada suhu 140 o C selama 3 jam disertai pengontrolan air. Hasil perlindian we bukan berupa padatan melainkan slurry berwarna kuning. leh karena itu, terlihat adanya pengaruh pengontrolan air dalam proses perlindian. Gambar 4.29 Kerak biru didasar cawan porselein Pada saat dilakukan pemindahan hasil perlindian, terlihat adanya kerak berwarna biru didasar cawan porselein (Gambar 4.29). Setelah dilakukan pengujian peleburan blanko (slurry ah), diketahui bahwa kerak biru berasal dari reaksi cawan dengan ah. leh karena itu, kerak biru ini diasumsikan tidak mempengaruhi hasil perlindian. Gambar 4.30 Pelarutan hasil perlindian Padatan coklat kehijauan yang diperoleh kemudian dilarutkan dengan aqua dm (Gambar 4.30) sehingga diperoleh larutan berwarna kuning dan endapan coklat yang tidak larut dalam air. Residu coklat yang diduga merupakan natrium silikat berjumlah 7,8546 gram (Gambar 4.31). Jika memperhitungkan kadar silikat umumnya dalam pasir monasit (3%), natrium silikat yang diperoleh termasuk sangat banyak. Hal ini dapat dikarenakan tidak adanya pengontrolan air sehingga pergerakan molekul ah terbatas dan peleburan belum berjalan sempurna. Residu coklat termasuk senyawa yang tidak higroskopis dengan kadar airnya hanya 2,8%. Gambar 4.31 Residu coklat hasil perlindian 50

27 Gambar 4.32 Pola XRD pasir monasit bangka 51

28 Gambar 4.33 Pola XRD residu coklat 52

29 Pola XRD dari pasir monasit (Gambar 4.32) menunjukkan adanya kristal LTJ-fosfat, terutama serium-fosfat, terlihat dari puncak karakteristik pada 2Ѳ = 26,990 o ; 28,840 o ; dan 46,155 o. Selain itu, juga terlihat puncak dari difraksi itrium-fosfat dengan intensitas tinggi, yaitu pada 2Ѳ = 25,890 o dan 42,050 o. Hasil pola XRD residu coklat menunjukkan adanya kristal natrium dari LTJ yang belum terlarut, dan juga ditemukan natrium-kalsium-silikat. Puncak karakteristik pada 2Ѳ = 28,155 dan 46,655 o menunjukkan masih banyaknya kristal natrium-itrium dalam residu coklat. Jika pola XRD pasir monasit dan residu coklat dibandingkan, diketahui bahwa LTJ dalam bentuk fosfat telah terdestruksi menjadi bentuk natrium-nya. amun, tidak semua natrium- LTJ berhasil dilarutkan dalam air, terlihat bahwa natrium-yttrium masih banyak tertinggal dalam residu. Lebih rendahnya intensitas pada pola XRD residu coklat menunjukkan bahwa LTJ dari pasir monasit telah berkurang dikarenakan destruksi dan pelarutan dalam air. leh karena itu, destruksi perlu dilakukan secara bertahap dan berulang untuk meningkatkan efisiensi destruksi. Setelah dilakukan pemisahan residu, filtrat kuning dijenuhkan hingga terbentuk kristal berbentuk jarum (Gambar 4.32). Kristal jarum ini diduga merupakan a 2 HP 4. Dengan memisahkan kristal jarum, diperoleh filtrat yang bebas dari a 2 HP 4. o Gambar 4.34 Kristal jarum a 2 HP Filtrat yang telah bebas dari a2hp 4 ditambah dengan HCl hingga ph larutan menjadi 3,5. Pada tahapan ini diperoleh endapan putih yang merupakan Th 2 (Gambar 4.33). 4 Gambar 4.35 Pengendapan Th 2 53

30 Setelah dilakukan pemisahan a 2 HP 4 dan Th 2 diperoleh filtrat dengan matriks lebih sederhana (Gambar 4.34). Maka, diharapkan filtrat yang bebas dari a 2 HP 4 dan Th 2 ini dapat mempermudah pemisahan lebih lanjut logam tanah jarang dalam filtrat. Gambar 4.36 Filtrat bebas a 2 HP 4 dan Th Pemisahan LTJ dari filtrat dapat dilakukan dengan bantuan H2SbBP dan H 2 AdBP sebagai ekstraktan dengan mengacu pada hasil penentuan kinerja ligan. Kondisi ekstraksi yang diperoleh dari penentuan kinerja ligan pada variasi [ligan] dan ph tidak dapat langsung diterapkan pada crude dengan matriks sangat kompleks karena akan terjadi penyimpangan hasil ekstraksi. leh karena itu, semakin sederhana matriks hasil perlindian maka semakin minimal penyimpangan hasil ekstraksi. Untuk mengetahui pengaruh matriks pada hasil ekstraksi serta hasil pemisahan masing-masing logam, perlu dilakukan penelitian dan pengkajian lebih lanjut. 2 54

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Ligan H AdBP dan H SbBP Pada penelitian ini dilakukan sintesis senyawa H AdBP dan H SbBP berdasarkan metode Jensen yang telah dimodifikasi. CH 3 1 H H H 3 CH 3 -H H

Lebih terperinci

3 Metodologi Penelitian

3 Metodologi Penelitian 3 Metodologi Penelitian 3.1 Peralatan Peralatan yang digunakan dalam tahapan sintesis ligan meliputi laboratory set dengan labu leher tiga, thermolyne sebagai pemanas, dan neraca analitis untuk penimbangan

Lebih terperinci

3 Metodologi Penelitian

3 Metodologi Penelitian 3 Metodologi Penelitian 3.1 Alat Peralatan yang digunakan dalam tahapan sintesis ligan meliputi laboratory set dengan labu leher tiga, thermolyne sebagai pemanas, dan neraca analitis untuk penimbangan

Lebih terperinci

4. Hasil dan Pembahasan

4. Hasil dan Pembahasan 4. Hasil dan Pembahasan 4.1 Isolasi Kitin dan Kitosan Isolasi kitin dan kitosan yang dilakukan pada penelitian ini mengikuti metode isolasi kitin dan kitosan dari kulit udang yaitu meliputi tahap deproteinasi,

Lebih terperinci

Delvy SKRIPSI

Delvy SKRIPSI Sintesis dan Studi Kinerja H 2 SbBP dan H 2 AdBP pada Ekstraksi Cair-Cair Ce (III) Menuju Pemisahan Logam Tanah Jarang pada Hasil Perlindian Konsentrat Monasit Bangka SKRIPSI Delvy 10505056 PROGRAM STUDI

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL PERCBAAN DAN PEMBAHASAN Penelitian ini bertujuan untuk membuat, mengisolasi dan mengkarakterisasi derivat akrilamida. Penelitian diawali dengan mereaksikan akrilamida dengan anilin sulfat.

Lebih terperinci

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan. IV.1 Sintesis dan karaktrisasi garam rangkap CaCu(CH 3 COO) 4.6H 2 O

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan. IV.1 Sintesis dan karaktrisasi garam rangkap CaCu(CH 3 COO) 4.6H 2 O Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan IV.1 Sintesis dan karaktrisasi garam rangkap CaCu(CH 3 COO) 4.6H 2 O Garam rangkap CaCu(CH 3 COO) 4.6H 2 O telah diperoleh dari reaksi larutan kalsium asetat dengan

Lebih terperinci

4 Hasil dan pembahasan

4 Hasil dan pembahasan 4 Hasil dan pembahasan 4.1 Sintesis dan Pemurnian Polistiren Pada percobaan ini, polistiren dihasilkan dari polimerisasi adisi melalui reaksi radikal dengan inisiator benzoil peroksida (BPO). Sintesis

Lebih terperinci

4. Hasil dan Pembahasan

4. Hasil dan Pembahasan 4. Hasil dan Pembahasan 4.1. Sintesis Polistiren (PS) Pada proses sintesis ini, benzoil peroksida berperan sebagai suatu inisiator pada proses polimerisasi, sedangkan stiren berperan sebagai monomer yang

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Hasil pemeriksaan ciri makroskopik rambut jagung adalah seperti yang terdapat pada Gambar 4.1.

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Hasil pemeriksaan ciri makroskopik rambut jagung adalah seperti yang terdapat pada Gambar 4.1. BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Pada awal penelitian dilakukan determinasi tanaman yang bertujuan untuk mengetahui kebenaran identitas botani dari tanaman yang digunakan. Hasil determinasi menyatakan

Lebih terperinci

PENENTUAN RUMUS ION KOMPLEKS BESI DENGAN ASAM SALISILAT

PENENTUAN RUMUS ION KOMPLEKS BESI DENGAN ASAM SALISILAT PENENTUAN RUMUS ION KOMPLEKS BESI DENGAN ASAM SALISILAT Desi Eka Martuti, Suci Amalsari, Siti Nurul Handini., Nurul Aini Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Jenderal

Lebih terperinci

Kondensasi Benzoin Benzaldehid: Rute Menujuu Sintesis Obat Antiepileptik Dilantin

Kondensasi Benzoin Benzaldehid: Rute Menujuu Sintesis Obat Antiepileptik Dilantin Laporan Praktikum Senyawa Organik Polifungsi KI2251 1 Kondensasi Benzoin Benzaldehid: Rute Menujuu Sintesis Obat Antiepileptik Dilantin Antika Anggraeni Kelas 01; Subkelas I; Kelompok C; Nurrahmi Handayani

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 asil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Polistiren Sintesis polistiren dilakukan dalam reaktor polimerisasi dengan suasana vakum. al ini bertujuan untuk menghindari terjadinya kontak dengan udara karena stiren

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tumbuhan yang akan diteliti dideterminasi di Jurusan Pendidikan Biologi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tumbuhan yang akan diteliti dideterminasi di Jurusan Pendidikan Biologi BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Determinasi Tumbuhan Tumbuhan yang akan diteliti dideterminasi di Jurusan Pendidikan Biologi FPMIPA UPI Bandung untuk mengetahui dan memastikan famili dan spesies tumbuhan

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANORGANIK II PERCOBAAN IV PENENTUAN KOMPOSISI ION KOMPLEKS

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANORGANIK II PERCOBAAN IV PENENTUAN KOMPOSISI ION KOMPLEKS LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANORGANIK II PERCOBAAN IV PENENTUAN KOMPOSISI ION KOMPLEKS DISUSUN OLEH : NAMA : FEBRINA SULISTYORINI NIM : 09/281447/PA/12402 KELOMPOK : 3 (TIGA) JURUSAN : KIMIA FAKULTAS/PRODI

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Distanoksan Sintesis distanoksan dilakukan dengan mencampurkan dibutiltimah(ii)oksida dan dibutiltimah(ii)klorida (Gambar 3.2). Sebelum dilakukan rekristalisasi, persen

Lebih terperinci

4 Pembahasan. 4.1 Sintesis Resasetofenon

4 Pembahasan. 4.1 Sintesis Resasetofenon 4 Pembahasan 4.1 Sintesis Resasetofenon O HO H 3 C HO ZnCl 2 CH 3 O Gambar 4. 1 Sintesis resasetofenon Pada sintesis resasetofenon dilakukan pengeringan katalis ZnCl 2 terlebih dahulu. Katalis ZnCl 2 merupakan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Modifikasi Ca-Bentonit menjadi kitosan-bentonit bertujuan untuk

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Modifikasi Ca-Bentonit menjadi kitosan-bentonit bertujuan untuk BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Modifikasi Ca-Bentonit menjadi kitosan-bentonit bertujuan untuk merubah karakter permukaan bentonit dari hidrofilik menjadi hidrofobik, sehingga dapat meningkatkan kinerja kitosan-bentonit

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil preparasi bahan baku larutan MgO, larutan NH 4 H 2 PO 4, dan larutan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil preparasi bahan baku larutan MgO, larutan NH 4 H 2 PO 4, dan larutan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Preparasi 4.1.1 Sol Hasil preparasi bahan baku larutan MgO, larutan NH 4 H 2 PO 4, dan larutan ZrOCl 2. 8H 2 O dengan perbandingan mol 1:4:6 (Ikeda, et al. 1986) dicampurkan

Lebih terperinci

3. Metodologi Penelitian

3. Metodologi Penelitian 3. Metodologi Penelitian 3.1 Alat dan bahan 3.1.1 Alat Peralatan gelas yang digunakan dalam penelitian ini adalah gelas kimia, gelas ukur, labu Erlenmeyer, cawan petri, corong dan labu Buchner, corong

Lebih terperinci

Penambatan kompleks pada silika Oksidasi alkohol sekunder HASIL DAN PEMBAHASAN Penyiapan silika terfungsionalisasi

Penambatan kompleks pada silika Oksidasi alkohol sekunder   HASIL DAN PEMBAHASAN Penyiapan silika terfungsionalisasi 3 sehingga suhu meningkat menjadi 70 C. Selanjutnya, campuran tersebut ditambahkan asam asetat glasial (1 ml, 17.5 mmol) sehingga suhu reaksi meningkat menjadi 90 C. Suspensi putih yang terbentuk diaduk

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Dalam penelitian ini digunakan TiO2 yang berderajat teknis sebagai katalis.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Dalam penelitian ini digunakan TiO2 yang berderajat teknis sebagai katalis. 33 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakterisasi TiO2 Dalam penelitian ini digunakan TiO2 yang berderajat teknis sebagai katalis. TiO2 dapat ditemukan sebagai rutile dan anatase yang mempunyai fotoreaktivitas

Lebih terperinci

PENGARUH TEMPERATUR PADA PROSES PEMBUATAN ASAM OKSALAT DARI AMPAS TEBU. Oleh : Dra. ZULTINIAR,MSi Nip : DIBIAYAI OLEH

PENGARUH TEMPERATUR PADA PROSES PEMBUATAN ASAM OKSALAT DARI AMPAS TEBU. Oleh : Dra. ZULTINIAR,MSi Nip : DIBIAYAI OLEH PENGARUH TEMPERATUR PADA PROSES PEMBUATAN ASAM OKSALAT DARI AMPAS TEBU Oleh : Dra. ZULTINIAR,MSi Nip : 19630504 198903 2 001 DIBIAYAI OLEH DANA DIPA Universitas Riau Nomor: 0680/023-04.2.16/04/2004, tanggal

Lebih terperinci

SINTESIS DAN KARAKTERISASI SENYAWA KOMPLEKS NIKEL(II) DENGAN LIGAN ETILENDIAMINTETRAASETAT (EDTA)

SINTESIS DAN KARAKTERISASI SENYAWA KOMPLEKS NIKEL(II) DENGAN LIGAN ETILENDIAMINTETRAASETAT (EDTA) PENULIS : 1. Nur Chamimmah Lailis I,S.Si 2. Dr. rer. nat. Irmina Kris Murwani ALAMAT : JURUSAN KIMIA ITS SURABAYA JUDUL : SINTESIS DAN KARAKTERISASI SENYAWA KOMPLEKS NIKEL(II) DENGAN LIGAN ETILENDIAMINTETRAASETAT

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Polistiren Polistiren disintesis dari monomer stiren melalui reaksi polimerisasi adisi dengan inisiator benzoil peroksida. Pada sintesis polistiren ini, terjadi tahap

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Padatan TiO 2 Amorf Proses sintesis padatan TiO 2 amorf ini dimulai dengan melarutkan titanium isopropoksida (TTIP) ke dalam pelarut etanol. Pelarut etanol yang digunakan

Lebih terperinci

Reaksi Dehidrasi: Pembuatan Sikloheksena. Oleh : Kelompok 3

Reaksi Dehidrasi: Pembuatan Sikloheksena. Oleh : Kelompok 3 Reaksi Dehidrasi: Pembuatan Sikloheksena Oleh : Kelompok 3 Outline Tujuan Prinsip Sifat fisik dan kimia bahan Cara kerja Hasil pengamatan Pembahasan Kesimpulan Tujuan Mensintesis Sikloheksena Menentukan

Lebih terperinci

Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi. atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam

Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi. atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam klorida 0,1 N. Prosedur uji disolusi dalam asam dilakukan dengan cara

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sebelum melakukan uji kapasitas adsorben kitosan-bentonit terhadap

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sebelum melakukan uji kapasitas adsorben kitosan-bentonit terhadap BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Sebelum melakukan uji kapasitas adsorben kitosan-bentonit terhadap diazinon, terlebih dahulu disintesis adsorben kitosan-bentonit mengikuti prosedur yang telah teruji (Dimas,

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Pembuatan Membran 4.1.1 Membran PMMA-Ditizon Membran PMMA-ditizon dibuat dengan teknik inversi fasa. PMMA dilarutkan dalam kloroform sampai membentuk gel. Ditizon dilarutkan

Lebih terperinci

4 Pembahasan Degumming

4 Pembahasan Degumming 4 Pembahasan Proses pengolahan biodiesel dari biji nyamplung hampir sama dengan pengolahan biodiesel dari minyak sawit, jarak pagar, dan jarak kepyar. Tetapi karena biji nyamplung mengandung zat ekstraktif

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada penelitian ini telah disintesis tiga cairan ionik

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada penelitian ini telah disintesis tiga cairan ionik BAB IV HASIL DA PEMBAHASA Pada penelitian ini telah disintesis tiga cairan ionik berbasis garam benzotriazolium yaitu 1,3-metil oktadesil-1,2,3-benzotriazolium bromida 1, 1,3- metil heksadesil-1,2,3-benzotriazolium

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Isolasi sinamaldehida dari minyak kayu manis. Minyak kayu manis yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Isolasi sinamaldehida dari minyak kayu manis. Minyak kayu manis yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari 37 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Isolasi sinamaldehida dari minyak kayu manis Minyak kayu manis yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari hasil penyulingan atau destilasi dari tanaman Cinnamomum

Lebih terperinci

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan Bab IV asil Penelitian dan Pembahasan IV.1 Isolasi Kitin dari Limbah Udang Sampel limbah udang kering diproses dalam beberapa tahap yaitu penghilangan protein, penghilangan mineral, dan deasetilasi untuk

Lebih terperinci

Hasil dan Pembahasan

Hasil dan Pembahasan Bab 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Polimer Benzilkitosan Somorin (1978), pernah melakukan sintesis polimer benzilkitin tanpa pemanasan. Agen pembenzilasi yang digunakan adalah benzilklorida. Adapun

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 13 HASIL DAN PEMBAHASAN Sampel Temulawak Terpilih Pada penelitian ini sampel yang digunakan terdiri atas empat jenis sampel, yang dibedakan berdasarkan lokasi tanam dan nomor harapan. Lokasi tanam terdiri

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Polistirena Polistirena disintesis melalui polimerisasi adisi radikal bebas dari monomer stirena dan benzoil peroksida (BP) sebagai inisiator. Polimerisasi dilakukan

Lebih terperinci

Bab III Metodologi. III.1 Alat dan Bahan. III.1.1 Alat-alat

Bab III Metodologi. III.1 Alat dan Bahan. III.1.1 Alat-alat Bab III Metodologi Penelitian ini dibagi menjadi 2 bagian yaitu isolasi selulosa dari serbuk gergaji kayu dan asetilasi selulosa hasil isolasi dengan variasi waktu. Kemudian selulosa hasil isolasi dan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari bulan April sampai dengan bulan Juli 2013 di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Material, dan Laboratorium

Lebih terperinci

dengan panjang a. Ukuran kristal dapat ditentukan dengan menggunakan Persamaan Debye Scherrer. Dilanjutkan dengan sintering pada suhu

dengan panjang a. Ukuran kristal dapat ditentukan dengan menggunakan Persamaan Debye Scherrer. Dilanjutkan dengan sintering pada suhu 6 Dilanjutkan dengan sintering pada suhu 900⁰C dengan waktu penahanannya 5 jam. Timbang massa sampel setelah proses sintering, lalu sampel dikarakterisasi dengan menggunakan XRD dan FTIR. Metode wise drop

Lebih terperinci

PENYEHATAN MAKANAN MINUMAN A

PENYEHATAN MAKANAN MINUMAN A PETUNJUK PRAKTIKUM PENYEHATAN MAKANAN MINUMAN A Cemaran Logam Berat dalam Makanan Cemaran Kimia non logam dalam Makanan Dosen CHOIRUL AMRI JURUSAN KESEHATAN LINGKUNGAN POLTEKKES KEMENKES YOGYAKARTA 2016

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. hal ini memiliki nilai konduktifitas yang memadai sebagai komponen sensor gas

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. hal ini memiliki nilai konduktifitas yang memadai sebagai komponen sensor gas 31 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Sintesis material konduktor ionik MZP, dilakukan pada kondisi optimum agar dihasilkan material konduktor ionik yang memiliki kinerja maksimal, dalam hal ini memiliki nilai

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Lokasi pengambilan sampel bertempat di daerah Cihideung Lembang Kab

BAB III METODE PENELITIAN. Lokasi pengambilan sampel bertempat di daerah Cihideung Lembang Kab BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Deskripsi Penelitian Lokasi pengambilan sampel bertempat di daerah Cihideung Lembang Kab Bandung Barat. Sampel yang diambil berupa tanaman KPD. Penelitian berlangsung sekitar

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 13 HASIL DAN PEMBAHASAN Ekstraksi dan Fraksinasi Sampel buah mahkota dewa yang digunakan pada penelitian ini diperoleh dari kebun percobaan Pusat Studi Biofarmaka, Institut Pertanian Bogor dalam bentuk

Lebih terperinci

TUGAS ANALISIS FARMASI ANALISIS OBAT DENGAN METODE SPEKTROFOTOMETRI UV-VIS

TUGAS ANALISIS FARMASI ANALISIS OBAT DENGAN METODE SPEKTROFOTOMETRI UV-VIS TUGAS ANALISIS FARMASI ANALISIS OBAT DENGAN METODE SPEKTROFOTOMETRI UV-VIS OLEH NAMA : RAHMAD SUTRISNA STAMBUK : F1F1 11 048 KELAS : FARMASI A JURUSAN FARMASI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Lanjutan Nilai parameter. Baku mutu. sebelum perlakuan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Lanjutan Nilai parameter. Baku mutu. sebelum perlakuan dan kemudian ditimbang. Penimbangan dilakukan sampai diperoleh bobot konstan. Rumus untuk perhitungan TSS adalah sebagai berikut: TSS = bobot residu pada kertas saring volume contoh Pengukuran absorbans

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN BaTiO 3 merupakan senyawa oksida keramik yang dapat disintesis dari senyawaan titanium (IV) dan barium (II). Proses sintesis ini dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti suhu, tekanan,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh waktu aging

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh waktu aging BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh waktu aging pada sintesis zeolit dari abu jerami padi dan karakteristik zeolit dari

Lebih terperinci

4. Hasil dan Pembahasan

4. Hasil dan Pembahasan 4. Hasil dan Pembahasan 4.1. Sintesis Polistiren Sintesis polistiren yang diinginkan pada penelitian ini adalah polistiren yang memiliki derajat polimerisasi (DPn) sebesar 500. Derajat polimerisasi ini

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Laboratorium Riset Kimia, Laboratorium Riset

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Laboratorium Riset Kimia, Laboratorium Riset BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Riset Kimia, Laboratorium Riset Kimia Lingkungan, dan Laboratorium Kimia Analitik Instrumen Jurusan Pendidikan

Lebih terperinci

5009 Sintesis tembaga ftalosianin

5009 Sintesis tembaga ftalosianin P 59 Sintesis tembaga ftalosianin (H H ) 6 Mo 7 2 2. H2 + 8 + CuCl H 2-8 H 3-8 C 2 - H 2 - HCl Cu C 8 H 3 CH 2 CuCl H 2 Mo 7 6 2. H 2 C 32 H 16 8 Cu (18.1) (6.1) (99.) (1235.9) (576.1) Literatur Classic

Lebih terperinci

Noda tidak naik Minyak 35 - Noda tidak naik Minyak 39 - Noda tidak naik Minyak 43

Noda tidak naik Minyak 35 - Noda tidak naik Minyak 39 - Noda tidak naik Minyak 43 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Hasil uji pendahuluan Setelah dilakukan uji kandungan kimia, diperoleh hasil bahwa tumbuhan Tabemaemontana sphaerocarpa positif mengandung senyawa alkaloid,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. (Pandanus amaryllifolius Roxb.) 500 gram yang diperoleh dari padukuhan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. (Pandanus amaryllifolius Roxb.) 500 gram yang diperoleh dari padukuhan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Preparasi Sampel Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah pandan wangi (Pandanus amaryllifolius Roxb.) 500 gram yang diperoleh dari padukuhan

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Alat-alat 1. Alat Destilasi 2. Batang Pengaduk 3. Beaker Glass Pyrex 4. Botol Vial 5. Chamber 6. Corong Kaca 7. Corong Pisah 500 ml Pyrex 8. Ekstraktor 5000 ml Schoot/ Duran

Lebih terperinci

5007 Reaksi ftalat anhidrida dengan resorsinol menjadi fluorescein

5007 Reaksi ftalat anhidrida dengan resorsinol menjadi fluorescein 57 Reaksi ftalat anhidrida dengan resorsinol menjadi fluorescein CH H H + 2 + 2 H 2 H C 8 H 4 3 C 6 H 6 2 C 2 H 12 5 (148.1) (11.1) (332.3) Klasifikasi Tipe reaksi dan penggolongan bahan Reaksi pada gugus

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 Pola Difraksi Sinar-X Pasir Vulkanik Merapi Sebelum Aktivasi

LAMPIRAN 1 Pola Difraksi Sinar-X Pasir Vulkanik Merapi Sebelum Aktivasi LAMPIRAN 1 Pola Difraksi Sinar-X Pasir Vulkanik Merapi Sebelum Aktivasi 35 LAMPIRAN 2 Pola Difraksi Sinar-X Pasir Vulkanik Merapi Sesudah Aktivas 36 LAMPIRAN 3 Data XRD Pasir Vulkanik Merapi a. Pasir Vulkanik

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN. Neraca Digital AS 220/C/2 Radwag Furnace Control Indicator Universal

BAB 3 METODE PENELITIAN. Neraca Digital AS 220/C/2 Radwag Furnace Control Indicator Universal BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Alat Neraca Digital AS 220/C/2 Radwag Furnace Control Fisher Indicator Universal Hotplate Stirrer Thermilyte Difraktometer Sinar-X Rigaku 600 Miniflex Peralatan Gelas Pyrex

Lebih terperinci

4. Hasil dan Pembahasan

4. Hasil dan Pembahasan 4. asil dan Pembahasan 4.1 Analisis asil Sintesis Pada penelitian ini aldehida didintesis dengan metode reduksi asam karboksilat menggunakan reduktor ab 4 / 2 dalam TF. 4.1.1 Sintesis istidinal dan Fenilalaninal

Lebih terperinci

PERCOBAAN VII PEMBUATAN KALIUM NITRAT

PERCOBAAN VII PEMBUATAN KALIUM NITRAT I. Tujuan Percobaan ini yaitu: PERCOBAAN VII PEMBUATAN KALIUM NITRAT Adapun tujuan yang ingin dicapai praktikan setelah melakukan percobaan 1. Memisahkan dua garam berdasarkan kelarutannya pada suhu tertentu

Lebih terperinci

Bab III Metodologi Penelitian

Bab III Metodologi Penelitian Bab III Metodologi Penelitian Penelitian ini dilakukan dalam tiga tahap yaitu, tahap isolasi kitin yang terdiri dari penghilangan protein, penghilangan mineral, tahap dua pembuatan kitosan dengan deasetilasi

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Pemeriksaan karakteristik dilakukan untuk mengetahui kebenaran identitas zat yang digunakan. Dari hasil pengujian, diperoleh karakteristik zat seperti yang tercantum

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Dari penelitian ini telah berhasil diisolasi senyawa flavonoid murni dari kayu akar

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Dari penelitian ini telah berhasil diisolasi senyawa flavonoid murni dari kayu akar IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Isolasi Senyawa Fenolik Dari penelitian ini telah berhasil diisolasi senyawa flavonoid murni dari kayu akar tumbuhan kenangkan yang diperoleh dari Desa Keputran Sukoharjo Kabupaten

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Deskripsi Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Maret sampai Agustus 2013 di Laboratorium Riset dan Kimia Instrumen Jurusan Pendidikan Kimia Universitas Pendidikan

Lebih terperinci

BAB IV. karakterisasi sampel kontrol, serta karakterisasi sampel komposit. 4.1 Sintesis Kolagen dari Tendon Sapi ( Boss sondaicus )

BAB IV. karakterisasi sampel kontrol, serta karakterisasi sampel komposit. 4.1 Sintesis Kolagen dari Tendon Sapi ( Boss sondaicus ) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian yang dibahas pada bab ini meliputi sintesis kolagen dari tendon sapi (Bos sondaicus), pembuatan larutan kolagen, rendemen kolagen, karakterisasi sampel kontrol,

Lebih terperinci

Sintesis dan Studi Kinerja Ligan H 2 AdBP dan H 2 SbBP Pada Ekstraksi Pelarut Y(III) Bagi Pemisahan Logam Tanah Jarang Dalam Pasir Monasit Bangka

Sintesis dan Studi Kinerja Ligan H 2 AdBP dan H 2 SbBP Pada Ekstraksi Pelarut Y(III) Bagi Pemisahan Logam Tanah Jarang Dalam Pasir Monasit Bangka Sintesis dan Studi Kinerja Ligan H 2 AdBP dan H 2 SbBP Pada Ekstraksi Pelarut Y(III) Bagi Pemisahan Logam Tanah Jarang Dalam Pasir Monasit Bangka SKRIPSI Mohamad Jalaludin 10505067 PROGRAM STUDI KIMIA

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan Penelitian yang dilakukan terhadap kayu akar dari Artocarpus elasticus telah berhasil mengisolasi dua senyawa flavon terprenilasi yaitu artokarpin (8) dan sikloartokarpin (13). Penentuan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Gambar 1 Ilustrasi hukum Lambert Beer (Sabrina 2012) Absorbsi sinar oleh larutan mengikuti hukum lambert Beer, yaitu:

PENDAHULUAN. Gambar 1 Ilustrasi hukum Lambert Beer (Sabrina 2012) Absorbsi sinar oleh larutan mengikuti hukum lambert Beer, yaitu: PENDAHULUAN Spektrofotometer adalah alat untuk mengukur transmitan atau absorbans suatu sampel yang dinyatakan sebagai fungsi panjang gelombang. Absorbsi radiasi oleh suatu sampel diukur pada berbagai

Lebih terperinci

ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Skrining Alkaloid dari Tumbuhan Alstonia scholaris

ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Skrining Alkaloid dari Tumbuhan Alstonia scholaris BAB IV ASIL DAN PEMBAASAN 4.1. Skrining Alkaloid dari Tumbuhan Alstonia scholaris Serbuk daun (10 g) diekstraksi dengan amonia pekat selama 2 jam pada suhu kamar kemudian dipartisi dengan diklorometan.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Subjek penelitian ini adalah ekstrak etanol daun pandan wangi.

BAB III METODE PENELITIAN. Subjek penelitian ini adalah ekstrak etanol daun pandan wangi. BAB III METODE PENELITIAN A. Subjek dan Objek Penelitian 1. Subjek Penelitian Subjek penelitian ini adalah ekstrak etanol daun pandan wangi. 2. Objek Penelitian Objek penelitian ini adalah aktivitas antioksidan

Lebih terperinci

4. Hasil dan Pembahasan

4. Hasil dan Pembahasan 4. Hasil dan Pembahasan 4.1 Pembuatan Asap Cair Asap cair dari kecubung dibuat dengan teknik pirolisis, yaitu dekomposisi secara kimia bahan organik melalui proses pemanasan tanpa atau sedikit oksigen

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. senyawa kompleks bersifat sebgai asam Lewis sedangkan ligan dalam senyawa

I. PENDAHULUAN. senyawa kompleks bersifat sebgai asam Lewis sedangkan ligan dalam senyawa I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Senyawa kompleks merupakan senyawa yang memiliki warna yang khas yang diakibatkan oleh adanya unsur yang dari golongan transisi yang biasanya berperperan sebagai atom pusat

Lebih terperinci

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sintesis dan Karakterisasi Karboksimetil Kitosan Spektrum FT-IR kitosan yang digunakan untuk mensintesis karboksimetil kitosan (KMK) dapat dilihat pada Gambar 8 dan terlihat

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Pemeriksaan Bahan Baku GMP Pada tahap awal penelitian dilakukan pemeriksaan bahan baku GMP. Hasil pemeriksaan sesuai dengan persyaratan pada monografi yang tertera pada

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Lokasi Pengambilan Sampel, Waktu dan Tempat Penelitian. Lokasi pengambilan sampel bertempat di sepanjang jalan Lembang-

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Lokasi Pengambilan Sampel, Waktu dan Tempat Penelitian. Lokasi pengambilan sampel bertempat di sepanjang jalan Lembang- 18 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Pengambilan Sampel, Waktu dan Tempat Penelitian Lokasi pengambilan sampel bertempat di sepanjang jalan Lembang- Cihideung. Sampel yang diambil adalah CAF. Penelitian

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan IV.1 Mensintesis Senyawa rganotimah Sebanyak 50 mmol atau 2 ekivalen senyawa maltol, C 6 H 6 3 (Mr=126) ditambahkan dalam 50 mmol atau 2 ekivalen larutan natrium hidroksida,

Lebih terperinci

Penentuan struktur senyawa organik

Penentuan struktur senyawa organik Penentuan struktur senyawa organik Tujuan Umum: memahami metoda penentuan struktur senyawa organik moderen, yaitu dengan metoda spektroskopi Tujuan Umum: mampu membaca dan menginterpretasikan data spektrum

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan dari bulan Februari - Juli tahun 2012

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan dari bulan Februari - Juli tahun 2012 23 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan dari bulan Februari - Juli tahun 2012 di Laboratorium Riset Kimia dan Laboratorium Kimia Analitik Instrumen Jurusan

Lebih terperinci

LAPORAN KIMIA ANALITIK KI 3121 Percobaan modul 2 PENETAPAN ANION FOSFAT DALAM AIR

LAPORAN KIMIA ANALITIK KI 3121 Percobaan modul 2 PENETAPAN ANION FOSFAT DALAM AIR LAPORAN KIMIA ANALITIK KI 3121 Percobaan modul 2 PENETAPAN ANION FOSFAT DALAM AIR Nama : Imana Mamizar NIM : 10511066 Kelompok : 5 Nama Asisten : Rizki Tanggal Percobaan : 25 Oktober 2013 Tanggal Pengumpulan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1. Uji fitokimia daun tumbulian Tabernaenwntana sphaerocarpa Bl Berdasarkan hasil uji fitokimia, tumbuhan Tabemaemontana sphaerocarpa Bl mengandung senyawa dari

Lebih terperinci

Tabel 3.1 Efisiensi proses kalsinasi cangkang telur ayam pada suhu 1000 o C selama 5 jam Massa cangkang telur ayam. Sesudah kalsinasi (g)

Tabel 3.1 Efisiensi proses kalsinasi cangkang telur ayam pada suhu 1000 o C selama 5 jam Massa cangkang telur ayam. Sesudah kalsinasi (g) 22 HASIL PENELITIAN Kalsinasi cangkang telur ayam dan bebek perlu dilakukan sebelum cangkang telur digunakan sebagai prekursor Ca. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, kombinasi suhu

Lebih terperinci

KIMIA ANALISIS ORGANIK (2 SKS)

KIMIA ANALISIS ORGANIK (2 SKS) KIMIA ANALISIS ORGANIK (2 SKS) 1.PENDAHULUAN 2.KONSEP DASAR SPEKTROSKOPI 3.SPEKTROSKOPI UV-VIS 4.SPEKTROSKOPI IR 5.SPEKTROSKOPI 1 H-NMR 6.SPEKTROSKOPI 13 C-NMR 7.SPEKTROSKOPI MS 8.ELUSIDASI STRUKTUR Teknik

Lebih terperinci

Gambar IV 1 Serbuk Gergaji kayu sebelum ekstraksi

Gambar IV 1 Serbuk Gergaji kayu sebelum ekstraksi Bab IV Pembahasan IV.1 Ekstraksi selulosa Kayu berdasarkan struktur kimianya tersusun atas selulosa, lignin dan hemiselulosa. Selulosa sebagai kerangka, hemiselulosa sebagai matrik, dan lignin sebagai

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Dari 100 kg sampel kulit kacang tanah yang dimaserasi dengan 420 L

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Dari 100 kg sampel kulit kacang tanah yang dimaserasi dengan 420 L IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Dari penelitian yang telah dilakukan, maka diperoleh hasil sebagai berikut: 1. Dari 100 kg sampel kulit kacang tanah yang dimaserasi dengan 420 L etanol, diperoleh ekstrak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pencemaran udara adalah masuknya, atau tercampurnya unsur-unsur berbahaya ke dalam

I. PENDAHULUAN. Pencemaran udara adalah masuknya, atau tercampurnya unsur-unsur berbahaya ke dalam I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pencemaran udara adalah masuknya, atau tercampurnya unsur-unsur berbahaya ke dalam atmosfir yang dapat mengakibatkan terjadinya kerusakan lingkungan, gangguan

Lebih terperinci

A. Judul B. Tujuan C. Dasar Teori

A. Judul B. Tujuan C. Dasar Teori PERCOBAAN III A. Judul : Penetapan Besi secara Spektrofotometri B. Tujuan : dapat menetapkan kandungan besi dalam suatu sampel dengan teknik kurva kalibrasi biasa dan teknik standar adisi. C. Dasar Teori

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan IV.I Sintesis dan Karakterisasi Zeolit Bahan baku yang digunakan pada penelitian ini adalah kaolin alam Cicalengka, Jawa Barat, Indonesia. Kaolin tersebut secara fisik berwarna

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. nm. Setelah itu, dihitung nilai efisiensi adsorpsi dan kapasitas adsorpsinya.

HASIL DAN PEMBAHASAN. nm. Setelah itu, dihitung nilai efisiensi adsorpsi dan kapasitas adsorpsinya. 5 E. ampas sagu teraktivasi basa-bentonit teraktivasi asam (25 : 75), F. ampas sagu teraktivasi basa-bentonit teraktivasi asam (50 : 50), G. ampas sagu teraktivasi basa-bentonit teraktivasi asam (75 :

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Bentonit diperoleh dari bentonit alam komersiil. Aktivasi bentonit kimia. Aktivasi secara kimia dilakukan dengan merendam bentonit dengan menggunakan larutan HCl 0,5 M yang bertujuan

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 14 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan glukosamin hidroklorida (GlcN HCl) pada penelitian ini dilakukan melalui proses hidrolisis pada autoklaf bertekanan 1 atm. Berbeda dengan proses hidrolisis glukosamin

Lebih terperinci

Hasil dan Pembahasan

Hasil dan Pembahasan Bab 4 asil dan Pembahasan 4.1 Pembuatan dan Kitosan Kulit udang yang digunakan sebagai bahan baku kitosan terdiri atas kepala, badan, dan ekor. Tahapan-tahapan dalam pengolahan kulit udang menjadi kitosan

Lebih terperinci

TUGAS II REGULER C AKADEMI ANALIS KESEHATAN NASIONAL SURAKARTA TAHUN AKADEMIK 2011/2012

TUGAS II REGULER C AKADEMI ANALIS KESEHATAN NASIONAL SURAKARTA TAHUN AKADEMIK 2011/2012 TUGAS II REGULER C AKADEMI ANALIS KESEHATAN NASIONAL SURAKARTA TAHUN AKADEMIK 2011/2012 Mata Kuliah Topik Smt / Kelas Beban Kredit Dosen Pengampu Batas Pengumpulan : Kimia Analitik II : Spektrofotometri

Lebih terperinci

BAB IV HASIL dan PEMBAHASAN

BAB IV HASIL dan PEMBAHASAN BAB IV HASIL dan PEMBAHASAN 4.1 Sintesis Padatan ZnO dan CuO/ZnO Pada penelitian ini telah disintesis padatan ZnO dan padatan ZnO yang di-doped dengan logam Cu. Doping dengan logam Cu diharapkan mampu

Lebih terperinci

5013 Sintesis dietil 2,6-dimetil-4-fenil-1,4-dihidropiridin-3,5- dikarboksilat

5013 Sintesis dietil 2,6-dimetil-4-fenil-1,4-dihidropiridin-3,5- dikarboksilat NP 5013 Sintesis dietil 2,6-dimetil-4-fenil-1,4-dihidropiridin-3,5- dikarboksilat NH 4 HC 3 + + 2 C 2 C 2 C 2 H CH 3 H 3 C N CH 3 H + 4 H 2 + C N 3 C 7 H 6 C 6 H 10 3 C 19 H 23 4 N C 2 (79.1) (106.1) (130.1)

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan. IV.2.1 Proses transesterifikasi minyak jarak (minyak kastor)

Bab IV Hasil dan Pembahasan. IV.2.1 Proses transesterifikasi minyak jarak (minyak kastor) 23 Bab IV Hasil dan Pembahasan IV.1 Penyiapan Sampel Kualitas minyak kastor yang digunakan sangat mempengaruhi pelaksanaan reaksi transesterifikasi. Parameter kualitas minyak kastor yang dapat menjadi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. M yang berupa cairan berwarna hijau jernih (Gambar 4.1.(a)) ke permukaan Al 2 O 3

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. M yang berupa cairan berwarna hijau jernih (Gambar 4.1.(a)) ke permukaan Al 2 O 3 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Sintesis Katalis Katalis Ni/Al 2 3 diperoleh setelah mengimpregnasikan Ni(N 3 ) 2.6H 2 0,2 M yang berupa cairan berwarna hijau jernih (Gambar 4.1.(a)) ke permukaan Al 2

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis PSDVB-PAR Senyawa 4-(2 Piridilazo) Resorsinol merupakan senyawa yang telah lazim digunakan sebagai indikator logam pada analisis kimia karena kemampuannya membentuk

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan Secara garis besar, penelitian ini terdiri dari tiga tahap. Tahap pertama yaitu penentuan spektrum absorpsi dan pembuatan kurva kalibrasi dari larutan zat warna RB red F3B. Tahap

Lebih terperinci

Metode Penelitian. 3.1 Alat dan Bahan Penelitian Daftar alat

Metode Penelitian. 3.1 Alat dan Bahan Penelitian Daftar alat Bab 3 Metode Penelitian Penelitian ini terdiri atas tahap pembuatan kitin dan kitosan, sintesis karboksimetil kitosan dari kitin dan kitosan, pembuatan membran kitosan dan karboksimetil kitosan, dan karakterisasi.

Lebih terperinci

PENENTUAN TETAPAN PENGIONAN INDIKATOR METIL MERAH SECARA SPEKTROFOTOMETRI

PENENTUAN TETAPAN PENGIONAN INDIKATOR METIL MERAH SECARA SPEKTROFOTOMETRI PENENTUAN TETAPAN PENGIONAN INDIKATOR METIL MERAH SECARA SPEKTROFOTOMETRI A. Tujuan Percobaan Percobaan. Menentukan tetapan pengionan indikator metil merah secara spektrofotometri. B. Dasar Teori Dalam

Lebih terperinci

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB III METODE PENELITIAN. penelitian Departemen Kimia Fakultas Sains dan Teknologi Universitas

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB III METODE PENELITIAN. penelitian Departemen Kimia Fakultas Sains dan Teknologi Universitas BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan di laboratorium Kimia Analitik dan laboratorium penelitian Departemen Kimia Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga, mulai

Lebih terperinci