DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR"

Transkripsi

1 PENGARUH KENAIKAN TARIF CUKAI ROKOK KRETEK TERHADAP HARGA, PENAWARAN DAN PERMINTAAN KOMODITAS ROKOK KRETEK DAN KOMODITAS TEMBAKAU SERTA KESEJAHTERAAN MASYARAKAT AI SURYA BUANA DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013

2 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan menyatakan bahwa skripsi Pengaruh Kenaikan Tarif Cukai Rokok Kretek terhadap Harga, Penawaran dan Permintaan Komoditas Rokok Kretek dan Komoditas Tembakau serta Kesejahteraan Masyarakat adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, Maret 2013 Ai Surya Buana H

3 RINGKASAN Ai Surya Buana. Pengaruh Kenaikan Tarif Cukai Rokok Kretek terhadap Permintaan, Penawaran dan Harga Komoditas Rokok Kretek dan Komoditas Tembakau serta Kesejahteraan Masyarakat (dibimbing oleh Aceng Hidayat dan Nia Kurniawati Hidayat). Industri rokok merupakan industri terbesar penyerap tembakau di Indonesia. Industri rokok dan sektor tembakau memberikan keuntungan ekonomi yang sangat besar. Keuntungan ekonomi tersebut adalah berupa penyediaan lapangan pekerjaan. Meskipun industri rokok dan sektor tembakau memberikan keuntungan ekonomi yang besar, rokok juga mempunyai dampak negatif. Dampak negatif tersebut merupakan efek negatif dari mengkonsumsi rokok. Konsumsi rokok dapat meningkatkan resiko kanker, serangan jantung, impotensi dan gangguan kehamilan dan janin. Pemerintah berusaha mengendalikan dampak negatif dari konsumsi rokok. Salah satu upaya pemerintah dalam pengendalian dampak negatif dari konsumsi rokok ini adalah dengan penetapan tarif cukai rokok. Setiap tahun, pemerintah meningkatkan tarif cukai rokok ini. Kenaikan tarif cukai rokok tiap tahun ini menyebabkan dampak negatif tersendiri. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran, permintaan dan harga dari komoditas rokok kretek dan tembakau. Faktor-faktor tersebut digunakan untuk mengidentifikasi pengaruh kenaikan tarif cukai rokok kretek terhadap penawaran, permintaan dan harga dari komoditas rokok kretek dan tembakau. Hasil identifikasi tersebut diperlukan untuk menganalisa dampak kenaikan tarif cukai rokok kretek terhadap kesejahteraan konsumen rokok kretek, kesejahteraan petani tembakau, keuntungan perusahaan rokok kretek dan pendapatan pemerintah. Penelitian ini menggunakan model persamaan simultan dengan metode two-stage least squares (2-SLS). Adapun model persamaan simultan yang digunakan dibagi menjadi dua blok yaitu Blok Tembakau dan Blok Rokok Kretek. Hasil estimasi dari model yang diperoleh selanjutnya di uji dengan metode uji statistik yang berupa Uji statistik-f, Uji statistik-t dan Uji statistik Durbin- Watson. Setelah model dinyatakan valid, selanjutnya dilakukan simulasi kebijakan dengan menggunakan bantuan software SAS 9.0 for Windows. Permintaan rokok kretek dipengaruhi oleh harga riil rokok kretek di tingkat konsumen, jumlah penduduk dewasa dan pendapatan per kapita masyarakat. Penawaran rokok kretek dipengaruhi oleh harga riil cengkeh, harga riil rokok kretek di tingkat produsen dan harga riil ekspor rokok kretek. Harga rokok kretek di itngkat produsen dipengaruhi oleh penawaran rokok kretek. Harga rokok kretek di tingkat konsumen dipengaruhi oleh penawaran tembakau dan tarif cukai rokok kretek. Permintaan tembakau dipengaruhi oleh harga riil cengkeh dan permintaan tembakau oleh industri selain rokok kretek. Penawaran tembakau dipengaruhi oleh luas lahan perkebunan tembakau, harga riil tembakau di tingkat konsumen dan harga riil tembakau impor Indonesia. Harga tembakau di tingkat produsen

4 dipengaruhi oleh harga riil tembakau di tingkat konsumen Harga tembakau di tingkat konsumen dipengaruhi oleh permintaan tembakau total pada tahun sebelumnya. Kenaikan tarif cukai rokok kretek berpengaruh terhadap permintaan, penawaran dan harga rokok kretek. Seperti dijelaskan sebelumnya bahwa kenaikan tarif cukai rokok kretek akan berpengaruh secara positif terhadap harga riil rokok kretek di tingkat konsumen. Penawaran rokok kretek, permintaan rokok kretek dan harga riil rokok kretek di tingkat produsen dipengaruhi secara negatif. Tarif cukai rokok kretek berpengaruh terhadap permintaan, penawaran dan harga tembakau. Permintaan tembakau, penawaran tembakau dan harga tembakau baik di tingkat petani maupun konsumen dipengaruhi secara negatif oleh peningkatan tarif cukai rokok kretek. Perubahan yang disebabkan oleh perubahan tarif cukai rokok berdampak pada berubahnya kesejahteraan petani tembakau, konsumen tembakau, produsen rokok, konsumen rokok, pendapatan pemerintah dan keuntungan ekonomi total. Kenaikan tarif cukai rokok kretek akan menyebabkan meningkatnya pendapatan pemerintah. Kesejahteraan petani tembakau, kesejahteraan konsumen tembakau, kesejahteraan produsen rokok kretek,kesejahteraan konsumen rokok kretek dan keuntungan ekonomi total mengalami penurunan apabila terjadi kenaikan tarif cukai rokok kretek. pemerintah seharusnya tetap menaikkan tarif cukai rokok kretek sebesar 10 persen karena terbukti mampu mengurangi permintaan rokok kretek. Berkurangnya permintaan rokok kretek merepresentasikan pengurangan konsumsi rokok kretek. Berkurangnya konsumsi rokok kretek dapat meminimalisir kerugian dari konsumsi rokok kretek namun pemerintah harus melakukan suatu kebijakan untuk mengurangi dampak penurunan kesejahteraan dan keuntungan ekonomi total yang terjadi sebagai dampak kenaikan tarif cukai rokok kretek. Kata kunci: Tarif Cukai, Permintaan, Penawaran, Kesejahteraan ii

5 PENGARUH KENAIKAN TARIF CUKAI ROKOK KRETEK TERHADAP HARGA, PENAWARAN DAN PERMINTAAN KOMODITAS ROKOK KRETEK DAN KOMODITAS TEMBAKAU SERTA KESEJAHTERAAN MASYARAKAT AI SURYA BUANA Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk Memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013

6 Judul Skripsi : Pengaruh Kenaikan Tarif Cukai Rokok Kretek terhadap Harga, Penawaran dan Permintaan Komoditas Rokok Kretek dan Komoditas Tembakau serta Kesejahteraan Masyarakat Nama Mahasiswa : Ai Surya Buana Nomor Registrasi Pokok : H Disetujui, Pembimbing I, Pembimbing II, (Dr. Ir. Aceng Hidayat, MT) NIP (Nia Kurniawati Hidayat, SP MSi) Diketahui, Ketua Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Dr. Ir. Aceng Hidayat, MT NIP Tanggal Lulus:

7 UCAPAN TERIMAKASIH Puji dan syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini. Keberhasilan penulis dalam menyelesaikan karya ini tentunya tidak terlepas dari dukungan berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada: 1. Almarhum ayah saya Bapak Sukirno, Ibu saya Kelasworo, Kakak-kakak saya Ai Chandra Wulandari, Ai Dewi Punamasari, Ai Alam Winoto dan Ai Adi Buana serta keluarga besar saya yang telah memberikan dukungan moral dan materi kepada penulis. 2. Dr. Ir. Aceng Hidayat, MT selaku dosen pembimbing I penulisan skripsi telah memberikan bimbingan, arahan dan masukan dalam proses penyusunan skripsi. 3. Nia Kurniawati Hidayat, SP, MSi selaku dosen pembimbing II penulisan skripsi yang telah memberikan bimbingan, arahan dan masukan dalam proses penyusunan skripsi. 4. Prof. Dr. Ir. Bonar M. Sinaga, M.A. sebagai dosen penguji utama ujian akhir skripsi yang bersedia memberikan waktu untuk memberikan bimbingan dan masukan yang berguna. 5. Novindra, SP, MSi sebagai dosen perwakilan komisi pendidikan yang bersedia meluangkan waktu untuk memberikan saran dan masukan yang membangun. 6. Dosen dan Staf Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan yang telah memberikan ilmu dan bantuan kepada penulis. 7. Badan Pusat Statistik, Direktorat Jenderal Perkebunan, Kementerian Keuangan dan World Trade Tobacco atas kerjasamanya dalam penyediaan data yang dibutuhkan oleh penulis. 8. Teman-teman satu kosan saya di Wisma Rizky, Musyawir, Wisnu, Aziz, Cesar, Danang, Dio, Febriangga dan Esa yang telah memberikan dukungan dan memberikan suasana yang kondusif untuk penyusunan skripsi.

8 9. Sahabat-sahabat saya, As Ad, Kiki, Dewi, Nanda, Mirza, Stevan, Shinta, Obin, Reza, Jabar, Agung, Moris, Daus, Mahmudin dan lainnya yang telah memberikan dukungan dalam penyusunan laporan penelitian ini. 10. Teman-teman satu bimbingan, Mimi, Anggi, Esti, Aneke dan Arindy yang telah mendukung penulis dalam penyusunan skripsi ini. 11. Dea Amanda yang telah memberi inspirasi dalam penggunaan metode pada penelitian ini. 12. Pihak-pihak lain yang telah berkontribusi secara langsung maupun tidak langsung dalam penyusunan skripsi ini. Bogor, Maret 2013 Ai Surya Buana H ix

9 KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kepada Alloh SWT, karena atas rahmat- Nya, penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul : Pengaruh Kenaikan Tarif Cukai Rokok Kretek terhadap Permintaan, Penawaran dan Harga Komoditas Rokok Kretek dan Komoditas Tembakau serta Kesejahteraan Pemerintah. Industri rokok merupakan salah satu industri yang memberikan kontribusi besar terhadap perekonomian negara. Perubahan tarif cukai rokok kretek yang terjadi selama 20 tahun dari tahun 2000 sampai 2010, telah mengindikasikan banyak perubahan dalam hal permintaan, penawaran dan harga rokok kretek dan tembakau. Oleh karena itu, diperlukan penelitian untuk menganalisis bagaimana pengaruh perubahan tarif cukai rokok kretek tersebut tersebut. Di samping itu, skipsi ini disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi di Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Semoga karya ini dapat memberikan manfaat, baik bagi penulis maupun pihak lain yang membutuhkan. Bogor, Maret 2013 Ai Surya Buana H

10 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... Halaman I. PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian II. TINJAUAN PUSTAKA Pustaka Tentang Tembakau dan Rokok Pustaka Tentang Pengaruh Kebijakan terhadap Kesejahteraan Masyarakat Pustaka Tentang Pengaruh Cukai Rokok terhadap Industri Tembakau Pustaka Tentang Data Penelitian Kebaruan Penelitian III. KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis Fungsi Produksi Tembakau dan Penawaran Tembakau Fungsi Permintaan Tembakau oleh Industri Rokok Permintaan Rokok oleh Konsumen Harga Elastisitas Model Persamaan Simultan Surplus Produsen dan Surplus Konsumen Kerangka Pemikiran Operasional IV. METODE PENELITIAN Spesifikasi Model Blok Perkebunan Tembakau Luas Lahan Perkebunan Tembakau Virginia Luas Lahan Perkebunan Tembakau Selain Virginia Luas Lahan Perkebunan Tembakau Total Blok Tembakau Produksi Tembakau Domestik Total Ekspor Tembakau Total Impor Tembakau Indonesia Penawaran Tembakau Permintaan Tembakau oleh Industri Rokok Kretek xii xiii xiv

11 Halaman Permintaan Tembakau Total Harga Riil Tembakau di Tingkat Petani Harga Riil Tembakau di Tingkat Konsumen Blok Rokok Kretek Produksi Rokok Kretek Total Ekspor Rokok Kretek Penawaran Rokok Kretek Permintaan Rokok Kretek Harga Riil Rokok Kretek di Tingkat Konsumen Harga Riil Rokok Kretek di Tingkat Produsen Prosedur Analisis Identifikasi Model Metode Pendugaan Model Uji Statistik F Uji Statistik t Uji Masalah Autocorrelation Validasi Model Simulasi Model Estimasi Perubahan Kesejahteraan V. KONDISI UMUM SEKTOR TEMBAKAU DAN SEKTOR ROKOK KRETEK Kondisi Umum Sektor Tembakau Luas Lahan Perkebunan Tembakau Produksi Tembakau Indonesia Konsumsi Tembakau Indonesia Harga Tembakau Kondisi UmumSektor Rokok Kretek Produksi Rokok Kretek Konsumsi Rokok Kretek Harga dan Tarif Cukai Rokok Kretek VI. FAKTOR FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP PERMINTAAN, PENAWARAN DAN HARGA TEMBAKAU DAN ROKOK KRETEK Hasil Estimasi Model Luas Lahan Perkebunan Tembakau Virginia Luas Lahan Perkebunan Tembakau Selain Virginia Luas Lahan Perkebunan Tembakau Total Produksi Tembakau Domestik Total Ekspor Tembakau Total Impor Tembakau Indonesia Penawaran Tembakau Permintaan Tembakau oleh Industri Rokok Kretek Permintaan Tembakau Total Harga Riil Tembakau di Tingkat Petani Harga Riil Tembakau di Tingkat Konsumen x

12 Halaman Produksi Rokok Kretek Total Ekspor Rokok Kretek Penawaran Rokok Kretek Permintaan Rokok Kretek Harga Riil Rokok Kretek di Tingkat Konsumen Harga Riil Rokok Kretek di Tingkat Produsen VII. PENGARUH KENAIKAN TARIF CUKAI ROKOK KRETEK Validasi Model Simulasi Historis Simulasi Historis Tahun Simulasi Historis Tahun Simulasi Historis Tahun Simulasi Historis Tahun Simulasi Historis Tahun Perubahan Kesejahteraan Perubahan Kesejahteraan Tahun Perubahan Kesejahteraan Tahun Perubahan Kesejahteraan Tahun Perubahan Kesejahteraan Tahun Perubahan Kesejahteraan Tahun VIII. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA xi

13 Nomor DAFTAR TABEL Halaman 1. Peranan Sektor Tembakau dan Sektor Industri Rokok dalam Penyerapan Tenaga Kerja Tahun Penerimaan Pemerintah Indonesia Tahun (dalam Triliun Rupiah) Batasan Harga Jual Eceran dan Tarif Cukai per Batang atau Gram Hasil Tembakau Dalam Negeri Tahun Harga Riil Tembakau di Tingkat Petani dan Harga Riil Rokok Kretek di Tingkat Konsumen Tahun Range Statistik Durbin-Watson Hasil Estimasi Persamaan Luas Lahan PerkebunanTembakau Virginia Hasil Estimasi Persamaan Luas Lahan Perkebunan Tembakau Selain Virginia Hasil Estimasi Persamaan Produksi Tembakau Domestik Hasil Estimasi Persamaan Total Ekspor Tembakau Hasil Estimasi Persamaan Total Impor Tembakau Hasil Estimasi Persamaan Permintaan Tembakau oleh Industri Rokok Kretek Hasil Estimasi Persamaan Harga Riil Tembakau di Tingkat Petani Hasil Estimasi Persamaan Harga Riil Tembakau di Tingkat Konsumen Hasil Estimasi Persamaan Produksi Rokok Kretek Hasil Estimasi Persamaan Total Ekspor Rokok Kretek Hasil Estimasi Persamaan Permintaan Rokok Kretek Hasil Estimasi Persamaan Harga Riil Rokok Kretek di Tingkat Konsumen Hasil Estimasi Persamaan Harga Riil Rokok Kretek di Tingkat Produsen Hasil Validasi Model Pengaruh Kenaikan Tarif Cukai Rokok Kretek... 88

14 Nomor Halaman 20. Hasil Simulasi Rata-Rata Tahun Hasil Simulasi Historis Tahun Hasil Simulasi Historis Tahun Hasil Simulasi Historis Tahun Hasil Simulasi Historis Tahun Hasil Simulasi Historis Tahun Perubahan Kesejahteraan Rata-Rata Dampak Kenaikan Tarif Cukai Rokok Kretek Perubahan Kesejahteraan sebagai Dampak Kenaikan Tarif Cukai Rokok Kretek Tahun Perubahan Kesejahteraan sebagai Dampak Kenaikan Tarif Cukai Rokok Kretek Tahun Perubahan Kesejahteraan sebagai Dampak Kenaikan Tarif Cukai Rokok Kretek Tahun Perubahan Kesejahteraan sebagai Dampak Kenaikan Tarif Cukai Rokok Kretek Tahun Perubahan Kesejahteraan sebagai Dampak Kenaikan Tarif Cukai Rokok Kretek Tahun xiii

15 DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 1. Demand Tembakau Nasional (dalam Ton) Produksi Tembakau (dalam Ton) Kurva Penawaran dan Permintaan Kerangka Pemikiran Operasional... 29

16 Nomor DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Matriks Keterkaitan Tujuan, Indikator, Parameter Penelitian, Jenis, Cara Mendapatkan, Sumber dan Metode Analisis Data Data Variabel Hubungan Antar Variabel dalam Model Pengaruf Kenaikan Tarif Cukai Rokok Kretek Perintah yang Digunakan pada Program SAS Perintah yang Digunakan pada SAS untuk Simulasi Output Program SAS Output Simulasi SAS

17 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara beriklim tropis yang memiliki sumberdaya alam (SDA) yang melimpah dan tanah yang subur. Melimpahnya SDA dan tanah yang subur ini akan lebih baik apabila ada suatu sektor industri yang bisa memanfaatkannya. Adapun salah satu industri yang mampu memanfaatkan SDA yang melimpah dan tanah yang subur adalah industri rokok karena rokok menggunakan tembakau sebagai bahan baku utamanya. Rokok merupakan komoditas hasil industri pengolahan tembakau yang sangat menguntungkan dilihat dari segi lapangan pekerjaan yang dihasilkan dari industri ini. Industri pengolahan tembakau umumnya merupakan industri padat karya. Banyak masyarakat yang menggantungkan hidupnya dari industri rokok maupun menjadi petani tembakau. Hal ini membawa keuntungan ekonomi yang sangat besar bagi negara karena dapat menambah lapangan pekerjaan dan mengurangi pengangguran. Tabel 1 merupakan data peranan sektor tembakau dan sektor industri rokok dalam penyerapan tenaga kerja. Tabel 1. Peranan Sektor Tembakau dan Sektor Industri Rokok dalam Penyerapan Tenaga Kerja Tahun 2000 Sektor/Komoditas Jumlah Tenaga Kerja (ribu orang) Pangsa (%) Tembakau Industri rokok Pertanian Nonpertanian Nasional Sumber: Data I-O Badan Pusat Statistik, diolah (2004) Tabel 1 menunjukkan bahwa sektor tembakau mempunyai peranan jauh lebih besar dibanding sektor industri rokok dalam penyerapan tenaga kerja. Pangsa sektor tembakau dan sektor industri rokok dalam penyerapan tenaga kerja

18 masing-masing adalah 0.66 persen dan 0.42 persen atau 1.08 persen secara keseluruhan yang masing-masing setara dengan orang dan orang atau orang secara keseluruhan pada tahun Rokok memiliki keuntungan ekonomi yang sangat besar namun juga memiliki kerugian. Kerugian rokok ada pada faktor kesehatan. Orang yang mengkonsumsi rokok lebih beresiko terkena kanker, serangan jantung, impotensi, dan gangguan kehamilan dan janin daripada yang tidak mengkonsumsi. Kerugian itu tidak hanya dialami oleh perokok (perokok aktif) namun juga dialami orangorang disekitar perokok (perokok pasif). Bahkan dampak negatif perokok pasif lebih besar dari perokok aktif. Rokok juga dapat menimbulkan kecanduan akibat dari kandungan nikotin di dalamnya. Pemerintah berusaha mengendalikan dampak negatif dari rokok. Dampak negatif ini harus dikendalikan untuk menekan angka kematian akibat penyakit yang ditimbulkan rokok. Beberapa usaha pemerintah untuk mengurangi dampak negatif ini antara lain adalah menerbitkan beberapa peraturan yang membatasi perdagangan rokok dan industri tembakau. Salah satu peraturan tersebut adalah PP No.19 Tahun 2003, pelarangan merokok ditempat umum, dan penetapan cukai rokok. Pemerintah juga menggalakkan kampanye anti-rokok. Pemerintah sangat peduli pada dampak negatif rokok. Cukai rokok pada tahun 2009 ditetapkan melalui Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia nomor 181/PMK.011/2009. Pada tahun 2011, tarif cukai rokok dinaikkan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia nomor 167/PMK.011/2011. Kenaikan cukai ini sesuai dengan program 2

19 pemerintah tentang kampanye anti-rokok. 1 Kenaikan ini juga sebagai upaya memenuhi target pendapatan dari cukai sebesar triliun rupiah pada tahun Lebih besar 6.4 persen dari target Penerimaan pemerintah dapat dilihat dari Tabel 2 berikut ini. Tabel 2. Penerimaan Pemerintah Indonesia Tahun Sumber Penerimaan ) ) ) Penerimaan Perpajakan (Rp triliun) Pajak Dalam Negeri Pajak Penghasilan Pajak Pertambahan Nilai Pajak Bumi dan Bangunan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Cukai Pajak Lainnya Pajak Perdagangan Internasional Bea Masuk Pajak Ekspor Penerimaan Bukan Pajak (Rp triliun) Penerimaan Sumber Daya Alam Bagian laba BUMN Penerimaan Bukan Pajak Lainnya Pendapatan Badan Layanan Umum Jumlah (Rp Triliun) Sumber: Badan Pusat Statistik (2012) Kenaikan tarif cukai rokok ini mendapat protes dari Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI). APTI merasa kebijakan kenaikan cukai ini sangat tidak berpihak pada petani tembakau. APTI memprediksi akan terjadi penurunan 1 Diambil dari diakses pada tanggal 1 April

20 permintaan pada produk tembakau (Gambar 1). Penurunan permintaan tersebut adalah sebagai dampak dari pengurangan produksi pabrik-pabrik rokok akibat berkurangnya permintaan rokok karena harga rokok meningkat. Gambar 1 menunjukkan bahwa pada tahun 2009 terjadi kenaikan jumlah permintaan tembakau namun sebenarnya, kenaikan tersebut terjadi pada tahun Tanaman tembakau memerlukan waktu tanam begitu juga dampak kenaikan cukai rokok sehingga penurunan permintaan tembakau nasional baru terlihat pada data permintaan tembakau nasional tahun Permintaan tembakau berkurang pada saat cukai meningkat yaitu pada tahun 2009 namun perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai hubungan peningkatan cukai rokok dengan penurunan permintaan tembakau untuk mengetahui pengaruh cukai rokok terhadap permintaan tembakau. Permintaan Tembakau (000 Ton) Tahun Sumber: Badan Pusat Statistik (2012) Gambar 1. Permintaan Tembakau Nasional Kenaikan cukai rokok memang memiliki dampak positif namun juga memiliki dampak negatif. Dampak positif tersebut berupa pengurangan perokok aktif yang membahayakan perokok pasif dan juga memberikan pendapatan bagi pemerintah. Di sisi lain, kenaikan cukai rokok sering dihubungkan dengan kerugian pabrik rokok dan masyarakat yang menggantungkan hidupnya dari industri tembakau termasuk petani tembakau. Kenaikan cukai ini sangat 4

21 berpengaruh bagi masyarakat yang menggantungkan hidupnya dari bertani tembakau dan industri rokok terutama petani dengan modal kecil dan perusahaan rokok skala rumah tangga. Konsumsi rokok di Indonesia didominasi oleh rokok kretek. Rokok kretek merupakan produk rokok asli Indonesia, bahkan dianggap sebagai bagian dari kebudayaan asli Bangsa Indonesia oleh beberapa masyarakat pecinta budaya lokal. Perbedaan utama rokok kretek dan rokok lain adalah digunakannya cengkeh sebagai bahan campuran atau bumbu rokok. Penggunaan cengkeh sebagai bumbu menyebabkan rokok kretek memiliki rasa yang manis dan disukai oleh mayoritas perokok di Indonesia. Proporsi konsumsi rokok kretek dibanding rokok yang lain di Indonesia mencapai lebih dari 90 persen dari tahun 1990 sampai 2010 (BPS, 2012). Konsumsi yang mencapai lebih dari 90 persen menjadikan rokok kretek sebagai rokok yang tepat untuk mewakili gambaran kondisi permintaan, penawaran dan harga rokok nasional Perumusan Masalah Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 167/PMK.011/2011 merupakan perubahan ketiga atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 181/PMK.011/2009 tentang tarif cukai rokok. Peraturan tersebut menetapkan tarif cukai rokok pada awal tahun 2012 dan menetapkan batasan harga eceran rokok. Tarif tersebut bervariasi tergantung jenis hasil tembakau, golongan dan harga ecerannya (Tabel 3). 5

22 Tabel 3. Batasan Harga Jual Eceran dan Tarif Cukai per Batang atau Gram Hasil Tembakau Dalam Negeri Tahun 2012 No Urut Golongan pengusaha pabrik hasil tembakau Jenis Golongan Batasan harga jual eceran per batang atau gram Tarif cukai per batang atau gram 1 SKM I Lebih dari Rp Lebih dari Rp 630 sampai dengan Rp Paling rendah Rp 600 sampai dengan Rp II Lebih dari Rp Paling rendah Rp 374 sampai dengan Rp SPM I Paling rendah Rp II Lebih dari Rp Lebih dari Rp 254 sampai dengan Rp Paling rendah Rp 217 sampai dengan Rp SKT atau SPT 4 SKTF atau SPTF I Lebih dari Rp Paling rendah Rp 520 sampai dengan Rp II Lebih dari Rp Lebih dari Rp 349 sampai dengan Rp Paling rendah Rp 336 sampai dengan Rp III Paling rendah Rp I Lebih dari Rp Lebih dari Rp 630 sampai dengan Rp Paling rendah Rp 600 sampai dengan Rp II Lebih dari Rp Paling rendah Rp 374 sampai dengan Rp TIS Tanpa golongan Lebih dari Rp Lebih dari Rp 149 sampai dengan Rp Paling rendah Rp 40 sampai dengan Rp KLB Tanpa golongan Lebih dari Rp Paling rendah Rp 180 sampai dengan Rp KLM Tanpa golongan Paling rendah Rp CRT Tanpa golongan Lebih dari Rp Lebih dari Rp sampai dengan Rp Lebih dari Rp sampai dengan Rp Lebih dari Rp sampai dengan Rp Paling rendah Rp 275 sampai dengan Rp HPTL Tanpa golongan Paling rendah Rp Sumber: Kementerian Keuangan (2011) Tembakau adalah komoditas yang bernilai ekonomis tinggi. Sebagai bahan baku yang dibutuhkan oleh industri rokok dan cerutu, maka peran tembakau dalam perekonomian nasional sangat tinggi. Sumber-sumber penerimaan negara yang berasal dari tembakau dan industri hasil tembakau berupa cukai. Cukai merupakan pajak penjualan komoditas hasil olahan tembakau dan minuman beralkohol. Menurut data BPS (2008), penerimaan negara dari cukai dari tahun 2001 sampai 2006 terus meningkat. Pada tahun 2001 besarnya cukai yang diterima Negara adalah Rp 17.6 triliun, kemudian meningkat pada tahun 2003 dan 6

23 2006 masing-masing menjadi Rp 26.1 triliun dan Rp 37.7 triliun. Target penerimaan negara pada tahun 2007 adalah sebesar Rp 42 triliun. Tarif cukai pada tahun 2000 mengacu pada Undang-undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai sebagai mana telah diubah dengan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2007 tentang Perubahan atas Undang-undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai. Dari tahun terjadi delapan kali sedangkan sejak tahun telah terjadi perubahan tarif cukai rokok sebanyak 11 kali yaitu: 1. Tahun terjadi lima kali perubahan tarif cukai rokok. Tarif cukai tahun ditetapkan berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 89/KMK.05/2000 tentang Penetapan Tarif Cukai dan Harga Dasar Hasil Tembakau sebagaimana telah diubah terakhir dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 384/KMK.04/2001, Keputusan Menteri Keuangan Nomor 453/KMK.05/2000 tentang Kenaikan Harga Dasar Hasil Tembakau, Keputusan Menteri Keuangan Nomor 144/KMK.04/2001 tentang Kenaikan Harga Dasar Hasil Tembakau, Keputusan Menteri Keuangan Nomor 383/KMK.04/2001 tentang Kenaikan Harga Dasar Hasil Tembakau dan terakhir berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan RI Nomor 597/KMK.04/ Tahun 2002, tarif cukai rokok ditetapkan berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 449/KMK.04/ Tahun 2005, tarif cukai rokok ditetapkan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 43 / PMK.04 /

24 4. Tahun 2008, tarif cukai rokok ditetapkan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 134/PMK.04/ Tahun 2009, tarif cukai rokok ditetapkan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 203/PMK.011/ Tahun 2010, terjadi perubahan tarif cukai rokok sebanyak dua kali yaitu berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 99/PMK.011/2010 yang kemudian diubah lagi berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 190/PMK.011/2010 namun baru diterapkan pada tanggal 1 Januari Setelah tahun 2010, pemerintah menetapkan bahwa tariff cukai akan selalu meningkat tiap tahun yaitu melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor 190/PMK.011/2010 dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 167/PMK.011/2011. Perubahan tarif cukai rokok ini tidak selalu meningkat namun penurunan hanya terjadi pada tahun 2010 yaitu berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan yang baru berlaku tanggal 1 Januari 2011, Nomor 190/PMK.011/2010. Beberapa perusahaan rokok kretek menanggung beban cukai ini sedangkan sebagian lainnya membebankan tarif cukai ini kepada konsumen. Tarif cukai rokok kretek yang di tanggung oleh perusahaan akan mengurangi keuntungan perusahaan rokok kretek, perusahaan yang membebankan tarif cukai kepada konsumen akan menyebabkan naiknya harga rokok kretek di tingkat konsumen. Data keuntungan perusahaan rokok kretek merupakan data rahasia perusahaan yang tidak pernah dipublikasikan bahkan pada laporan tahunan untuk para pemegang saham. Data harga rokok kretek di tingkat konsumen menunjukkan peningkatan dan data harga tembakau berfluktuatif karena mayoritas perusahaan rokok kretek membebankan tarif cukai ini kepada 8

25 konsumen (Tjahjaprijadi dan Indarto, 2003). Secara umum, data perubahan harga rokok kretek dapat dilihat pada tabel 4. Perubahan harga rokok kretek ini secara teori dapat berdampak pada permintaan rokok kretek (Perloff, 2008). Permintaan rokok kretek akan berkurang. Berkurangnya permintaan akan menyebabkan berkurangnya keuntungan perusahaan rokok yang pada akhirnya juga mengurangi produksi yang pada akhirnya akan mempengaruhi penawaran rokok. Tabel 4. Harga Riil Tembakau di Tingkat Petani dan Harga Riil Rokok Kretek di Tingkat Konsumen Tahun Tahun Harga riil tembakau di tingkat petani (Rp/Kg) Harga riil rokok kretek di tingkat konsumen (Rp/batang) Sumber: BPS (2012) Pada komoditas tembakau, penurunan produksi rokok kretek akan mengurangi permintaan tembakau karena perusahaan rokok kretek merupakan pembeli utama tembakau Indonesia. Penurunan permintaan ini akan mengurangi harga tembakau dari yang seharusnya. Data tabel 4 tidak menunjukkan penurunan tersebut karena selain permintaan tembakau, harga tembakau di tingkat petani juga ditentukan faktor-faktor yang lainnya. Meskipun harga tembakau ditingkat petani secara umum tetap meningkat namun produksi tembakau mengalami penurunan (Gambar 2). 9

26 Produksi Tembakau (000 Ton) Tahun Sumber: Direktorat Jenderal Perkebunan (2012) Gambar 2. Produksi Tembakau Perubahan yang terjadi pada sektor komoditas tembakau dan rokok kretek tersebut secara teori dapat mengakibatkan perubahan kesejahteraan baik konsumen rokok, perusahaan rokok maupun petani tembakau. Perubahan kesejahteraan ini diakibatkan bergesernya kurva permintaan dan penawaran yang mengakibatkan berubahnya surplus produsen dan konsumen. Surplus produsen ini dapat menunjukkan besarnya perubahan kesejahteraan (Vesdapunt, 1984). Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan kebijakan pemerintah yang bertujuan untuk menanggulangi dampak negatif dari rokok berpotensi memberikan dampak lain kepada konsumen, perusahaan rokok dan petani tembakau. Baik atau buruknya dampak tersebut dan seberapa besar pengaruh penetapan tarif cukai rokok ini perlu untuk diteliti lebih lanjut. Secara umum, masalah-masalah yang harus diteliti tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. Faktor-faktor apakah yang mempengaruhi permintaan, penawaran dan harga rokok kretek? 2. Faktor-faktor apakah yang mempengaruhi permintaan, penawaran dan harga tembakau? 10

27 3. Bagaimana pengaruh perubahan tarif cukai rokok kretek terhadap permintaan, penawaran dan harga rokok kretek? 4. Bagaimana pengaruh perubahan tarif cukai rokok kretek terhadap permintaan, penawaran dan harga tembakau? 5. Bagaimana pengaruh perubahan tarif cukai rokok kretek terhadap kesejahteraan petani tembakau, kesejahteraan konsumen rokok kretek, keuntungan perusahaan rokok kretek dan pendapatan pemerintah? 1.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan permasalahan yang diuraikan di atas, maka perlu adanya suatu penelitian yang menjelaskan mengenai permasalahan yang ada. Penelitian ini diajukan untuk menjawab permasalahan-permasalahan tersebut. Adapun secara rinci, tujuan penelitian ini adalah untuk: 1. Menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap permintaan, penawaran dan harga rokok kretek. 2. Menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap permintaan, penawaran dan harga tembakau. 3. Mengestimasi pengaruh perubahan tarif cukai rokok kretek terhadap permintaan, penawaran dan harga rokok kretek. 4. Mengestimasi pengaruh perubahan tarif cukai rokok kretek terhadap permintaan, penawaran dan harga tembakau. 5. Mengestimasi pengaruh perubahan tarif cukai rokok kretek terhadap kesejahteraan petani tembakau, kesejahteraan konsumen tembakau, kesejahteraan konsumen rokok kretek, kesejahteraan produsen rokok kretek dan pendapatan pemerintah. 11

28 1.4. Manfaat Penelitian Berdasarkan tujuan yang diuraikan di atas, penelitian ini diharapkan memiliki manfaat. Manfaat yang dapat diperoleh merupakan kontribusi penelitian ini bagi ilmu pengetahuan. Adapun secara rinci, penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk: 1. Pemerintah pusat, sebagai pertimbangan kebijakan dimasa yang akan datang. 2. Perusahaan rokok, sebagai pertimbangan antisipasi terhadap perubahan tarif cukai produk olahan tembakau dimasa yang akan datang. 3. Petani tembakau, sebagai pertimbangan antisipasi terhadap perubahan tarif cukai produk olahan tembakau dimasa yang akan datang. 4. Akademisi, sebagai acuan untuk penelitian yang akan datang Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian dengan menggunakan data sekunder time series dari tahun Penelitian ini berfokus pada masalah pengaruh perubahan tarif cukai rokok kretek sehingga tidak mencantumkan persamaan hasil olahan tembakau yang lain di dalam model. Harga tembakau yang digunakan merupakan rata-rata harga yang didapat dari data BPS. Tarif cukai yang digunakan merupakan rata-rata dari tarif cukai untuk SKM (sigaret kretek mesin) dan SKT (sigaret kretek tangan) untuk semua golongan perusahaan rokok kretek. Penelitian ini menggunakan model persamaan simultan dengan metode 2SLS dengan bantuan program SAS 9.0 for Windows. 12

29 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pustaka Tentang Tembakau dan Rokok Penelitian terdahulu tentang tembakau merupakan penelitian Tjahjaprijadi dan Indarto (2003). Penelitian tersebut berjudul Analisis Pola Konsumsi Rokok Sigaret Kretek Mesin (SKM), Sigaret Kretek Tangan (SKT), dan Sigaret Putih Mesin (SPM). Tujuan dari penelitian tersebut adalah: 1. Untuk mengetahui pengaruh harga rokok dan harga rokok substitusi terhadap konsumsi rokok SKM, SKT, dan SPM. 2. Untuk mengetahui pengaruh pendapatan konsumen rokok terhadap konsumsi rokok SKM, SKT, dan SPM. Hasil dari penelitian yang dilakukan oleh Tjahjaprijadi dan Indarto (2003) adalah Penetapan tarif cukai dan harga jual eceran berdampak kepada harga rokok yang diterima oleh konsumen. Konsumsi rokok sigaret kretek mesin (SKM) dipengaruhi oleh harga rokok SKM, namun tidak terpengaruh oleh harga rokok sigaret kretek tangan (SKT) dan sigaret putih mesin (SPM). Konsumsi rokok SKM juga tidak dipengaruhi oleh pendapatan. Harga rokok SKT dan SPM mempengaruhi konsumsi rokok SKT. Namun harga rokok SKM tidak mempengaruhi konsumsi rokok SKT. Pendapatan juga tidak berpengaruh terhadap konsumsi rokok SKT. Konsumsi rokok SPM dipengaruhi oleh harga rokok SPM, SKM, SKT, dan juga pendapatan. Perkiraan konsumsi rokok SKM, SKT, dan SPM untuk tahun 2003 menunjukkan perubahan yang sangat kecil Pustaka Tentang Pengaruh Kebijakan terhadap Kesejahteraan Masyarakat Penelitian terdahulu mengenai pengaruh kebijakan terhadap kesejahteraan petani dilakukan oleh Novindra (2011). Penelitian yang dilakukan oleh Novindra

30 (2011) berjudul Dampak Kebijakan Domestik dan Perubahan Faktor Eksternal Terhadap Kesejahteraan Produsen dan Konsumen Minyak Sawit di Indonesia. Tujuan dari penelitian tersebut adalah: 1. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran dan permintaan minyak sawit di Indonesia. 2. Mengevaluasi dampak kebijakan domestik dan perubahan faktor eksternal terhadappenawaran dan permintaan minyak sawit Indonesia, penerimaan devisa, dan kesejahteraan pelaku industri minyak sawit Indonesia tahun Mengkaji ramalan dampak kebijakan domestik terhadap penawaran dan permintaan minyak sawit Indonesia, penerimaan devisa, dan kesejahteraan pelaku industri minyak sawit Indonesia tahun Metode yang digunakan adalah Sistem persamaan simultan dengan metode pendugaan Two-Stage Least Squares (2SLS). Hasil dari penelitian Novindra (2011) adalah Harga minyak sawit domestik lebih responsif terhadap perubahan jumlah permintaan minyak sawit domestik daripada permintaan ekspor minyak sawit, maka pengembangan industri hilir minyak sawit domestik akan meningkatkan jumlah permintaan minyak sawit sehingga meningkatkan harga yang diterima produsen minyak sawit domestik. Kebijakan domestik berupa pembatasan ekspor minyak sawit dengan penetapan pajak ekspor minyak sawit sebesar 20 persen dapat meningkatkan kesejahteraan netto yang lebih besar dibandingkan dengan kebijakan kuota domestik dan kebijakan kuota ekspor dan peningkatan kuota domestik memberikan dampak negative bagi kesejahteraan netto. Hal ini dikarenakan peningkatan penawaran 14

31 minyak sawit domestik belum didukung dengan perkembangan industri hilir minyak sawit selain industri minyak goreng sawit terlebih dahulu. Hal tersebut menyebabkan peningkatan penawaran minyak sawit domestik hanya akan mengakibatkan harga minyak sawit dan harga minyak goreng sawit domestik mengalami penurunan Pustaka Tentang Pengaruh Cukai Rokok terhadap Industri Tembakau Penelitian tentang cukai rokok sudah dilakukan oleh Yustishia (2007). Penelitian ini berjudul Analisis Dampak Kenaikan Tarif Cukai Tembakau terhadap Permintaan Rokok Kretek, Keuntungan Usaha dan Kesempatan Kerja Industri Rokok Skala Kecil Tanpa Cukai. Tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Menganalisis dampak kenaikan tarif cukai terhadap permintaan rokok kretek. 2. Menganalisis dampak kenaikan tarif cukai terhadap keuntungan usaha dan kesempatan kerja pada industri rokok skala kecil tanpa cukai. Metode yang digunakan adalah metode Ordinary Least Square (OLS). Hasil dari penelitian Yustishia (2007) adalah Kenaikan tarif cukai yang dilihat dari faktor harga rokok kretek tidak dipengaruhi secara signifikan terhadap permintaan rokok kretek. Hal ini didukung oleh data tren produksi rokok kretek dari tahun 1996 hingga tahun 2006, jumlah produksi rokok nasional mengalami peningkatan sehingga dapat disimpulkan bahwa kenaikan tarif cukai tidak berpengaruh terhadap permintaan rokok. Hasil keuntungan usaha pada industri rokok skala kecil tanpa cukai meningkat dari sebelum dan sesudah tarif cukai ditetapkan. Akibat kenaikan tarif cukai ini, kesempatan kerja juga meningkat. 15

32 2.4. Pustaka Tentang Data Penelitian Penelitian meninjau data dari beberapa sumber literatur. Adapun literatur yang digunakan untuk meninjau data adalah hasil penelitian oleh Puri dkk (2012). Penelitian yang dilakukan oleh Puri dkk (2012) adalah berjudul Buku Bunga Rampai Fakta Tembakau dan Permasalahannya di Indonesia Tahun 2012 yang diterbitkan Tobacco Control Support Center - Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia bekerja sama dengan Kementerian Kesehatan. Data yang ditinjau adalah data mengenai ekspor-impor tembakau dan produksi tembakau Kebaruan Penelitian Penelitian ini memiliki persamaan dan kebaruan dibandingkan penelitian Tjahjaprijadi (2003), Novindra (2011), Abdurahman (2011) dan Yustishia (2007). Persamaan penelitian ini dan penelitian Tjahjaprijadi dan Indarto (2003) adalah sama-sama meneliti tentang tembakau dan rokok sedangkan kebaruan dari penelitian ini adalah dari metode dan fokus penelitian. Tjahjaprijadi dan Indarto (2003) meneliti tentang pola konsumsi rokok dengan metode regresi linear berganda sedangkan penelitian ini meneliti tentang pengaruh cukai rokok terhadap permintaan, penawaran, harga tembakau dan rokok serta kesejahteraan produsen tembakau dengan menggunakan metode simultan. Persamaan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan Novindra (2011) dan Abdurahman (2011) adalah sama-sama meneliti tentang dampak kebijakan terhadap kesejahteraan produsen dan sama-sama menggunakan model persamaan simultan dengan metode pendugaan Two-Stages Least Squares. Perbedaannya adalah dari objek yang diteliti dan kebijakan yang mempengaruhi, Novindra (2011) meneliti dampak pajak perdagangan terhadap perdagangan 16

33 minyak kelapa sawit dan hasil olahannya, Abdurahman meneliti tentang dampak AFTA terhadap beras nasional. Penelitian ini meneliti tentang dampak cukai rokok terhadap kondisi pasar tembakau dan rokok. Persamaan penelitian ini dengan penelitian Yustishia (2007) adalah salah satu tujuan penelitian yaitu menganalisis dampak tarif cukai rokok kretek. Perbedaannya adalah pada tujuan utama penelitian dan metode yang digunakan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dampak tarif cukai rokok kretek terhadap permintaan, penawaran dan harga komoditas tembakau dan rokok kretek serta kesejahteraan masyarakat sedangkan penelitian Yustishia (2007) bertujuan untuk menganalisis dampak tariff cukai rokok terhadap keuntungan perusahaan rokok dan kesempatan kerja. Penelitian ini menggunakan model persamaan simultan dengan metode pendugaan Two-Stages Least Squares sedangkan penelitian Yustishia (2007) menggunakan metode Ordinary Least Square (OLS). 17

34 III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis pada penelitian ini merupakan penjelas dari metode penelitian yang akan digunakan untuk menjawab masing-masing tujuan dari penelitian ini. Kerangka pemikiran teoritis ini digunakan untuk melihat dasar teori dari metode yang digunakan. Dasar teori pada penelitian ini diambil dari beberapa literatur yang sesuai dengan masing-masing metode yang digunakan Fungsi Produksi Tembakau dan Penawaran Tembakau Fungsi produksi dapat didefinisikan sebagai hubungan secara teknis dalam transformasi input (resources) ke dalam output atau yang melukiskan antara hubungan input dengan output (Debertin, 1986; Doll dan Orazem, 1984). Secara umum hubungan antara input-output untuk menghasilkan produksi suatu komoditi pertanian (Y) secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut : Y = f (X 1, X 2, X 3, X 4 )...(1) dimana : Y X 1 X 2 X 3 X 4 = Output (Kg/ha) = Luas areal produksi (ha) = Jumlah modal (Rp/ha) = Tenaga kerja (HOK/ha) = Faktor produksi lainnya Produsen yang rasional berusaha memaksimumkan keuntungannya pada tingkat produksi optimum dengan tingkat harga tertentu. Keuntungan maksimum harus memenuhi syarat FOC (First Order Condition) dan SOC (Second Order Condition).

35 Syarat pertama dipenuhi apabila turunan pertama dari fungsi keuntungan sama dengan nol, yang berarti produktivitas marginal faktor produksi sama dengan harga faktornya, sedangkan syarat kedua yang harus dipenuhi yaitu, jika fungsi produksinya cembung, dan nilai determinan Hessian lebih besar dari nol (Koutsoyiannis, 1979). Jika digambarkan secara sederhana, fungsi produksi tembakau secara kasar dapat dituliskan: Y= f (L, M)...(2) Dimana: Y L M = jumlah produksi tembakau (Kg) = luas lahan tembakau (Ha) = jumlah modal yang digunakan (Unit) Pada tingkat harga produksi tembakau tertentu (hy), maka fungsi keuntungan produksi tembakau dapat dirumuskan sebagai berikut: π = hy * f ( L,M ) hl*l hm*m...(3) Dimana: π hy hl hm = Keuntungan (Rp/Kg) = harga tembakau (Rp/Kg) = harga faktor produksi L (Rp/Ha) = harga faktor produksi M (Rp/Unit) Fungsi keuntungan maksimum diperoleh jika turunan pertama dari fungsi keuntungan sama dengan nol dan turunan keduanya mempunyai nilai Hessian Determinan lebih besar dari nol. Dengan melakukan prosedur penurunan secara matematis dari persamaan 3 di atas maka diperoleh : 19

36 π L π M y y = hy hl = 0 atau hy = hl...(4) L L y y = hy hm = 0 atau hy = hm...(5) M M dimana y L dan y M adalah produk marjinal dari masing-masing faktor produksi. Oleh sebab itu, keuntungan maksimum diperoleh jika produk marjinal sama dengan rasio harga faktor produksi terhadap harga produk. Dapat juga dikatakan bahwa keuntungan maksimum diperoleh jika nilai produk marginal sama dengan harga faktor produksinya (NPM = HFP). Dari persamaan 4 dan 5, fungsi permintaan faktor produksi oleh petani dirumuskan sebagai berikut : L = g ( hl, hy, hm )... (6) M = i (hl, hy, hm )... (7) dengan mendistribusikan persamaan 6 dan 7 ke persamaan 5, maka diperoleh fungsi penawaran tembakau sebagai berikut: Q s = q s ( hy, hl, hm )... (8) Dolan (1974), mengemukakan faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran suatu komoditi, yaitu harga komoditi itu sendiri, harga komoditi lain (sebagai substitusinya), biaya faktor produksi, biaya perusahaan, tujuan perusahaan, tingkat teknologi, pajak, subsidi, harga yang diharapkan dan keadaan alam Fungsi Permintaan Tembakau oleh Industri Rokok Sebagai bahan baku untuk industri rokok, permintaan terhadap tembakau dapat diturunkan melalui fungsi permintaan turunan (derived demand), yaitu melalui fungsi keuntungan. Secara rasional, produsen akan berproduksi pada tingkat dimana keuntungan yang diperolehnya dalam keadaan maksimum 20

37 (Debertin, 1986; Henderson dan Quant, 1980; Beattie dan Taylor, 1985). Dalam kondisi ini input yang digunakan berada dalam jumlah yang optimal. Bila Π adalah profit, P adalah harga output Y dan ri adalah harga input Xi, maka persamaan profit dapat dituliskan sebagai berikut : Π = P Y r i X i... (9) dengan menurunkan fungsi di atas terhadap masing-masing input maka diperoleh : δπ = P δy r δx i δx i = 0... (10) i atau P PM i = r i... (11) dimana PM i adalah produk marjinal dan P*PM i adalah nilai dari produk marjinal dari input i. Pada persamaan di atas, penggunaan input yang optimal dicirikan oleh kondisi dimana nilai produk marjinal dari masing-masing input (P,PM i ) sama dengan harga input yang bersangkutan. Implikasi dari kondisi ini adalah permintaan suatu input oleh industri sangat dipengaruhi oleh harga input yang bersangkutan (r), harga output (P) dan teknologi produksi (PM i ). Disamping itu, permintaan suatu input dapat pula dipengaruhi oleh harga input substitusi dan faktor lain yang dapat mendistorsi pasar. Pada industri rokok, permintaan terhadap tembakau selain dipengaruhi oleh harga tembakau, juga dipengaruhi oleh harga rokok, dan tingkat bunga. Dalam model ekonomi, permintaan input tersebut dituliskan sebagai berikut: D t = f (Pc t, P t, i t, D t-1 )... (12) 21

38 dimana D t adalah permintaan tembakau oleh industri rokok, Pc t adalah harga tembakau, P t adalah harga rokok, i t adalah tingkat suku bunga, dan D t-1 adalah permintaan tembakau pada tahun sebelumnya Permintaan Rokok oleh Konsumen Secara umum, fungsi permintaan konsumen terhadap suatu barang diturunkan dari fungsi utilitas konsumen. Diasumsikan fungsi utilitas konsumen adalah: U= u (C s, C n )...(13) dimana U adalah total utilitas konsumen dari konsumsi rokok (C s ) dan konsumsi barang kebutuhan pokok (beras) (C n ). Konsumen yang rasional akan berupaya memaksimumkan utilitas pada tingkat harga yang berlaku sesuai dengan kendala pendapatan (I). P s *C s + P n *C n = I...(14) atau P s *C s + P n *C n -I = 0 dimana P s adalah harga rokok dan P n adalah harga kebutuhan pokok. Dengan pendekatan Langrangian Multipliers, persoalan maksimisasi berkendala di atas dapat dinyatakan sebagai berikut: Maksimum: U = u (C s ) Dengan kendala: P s *C s + P n *C n = I Fungsi komposit berupa gabungan dari kedua fungsi di atas atau disebut sebagai fungsi Langrangian dapat ditulis sebagai berikut: = U = u(c s ) λ(p s *C s + P n *C n I)...(15) untuk mendapatkan utilitas maksimum, maka syarat pertama adalah turunan parsial dari fungsi Langrangian harus sama dengan nol. 22

39 = U λ(p C s C s ) = 0...(16) s = U λ(p C n C n ) = 0...(17) n λ = (P s C s + P n C n I) = 0... (18) dari persamaan (19),(20) dan (21) di atas, diperoleh: U = λ(p C s ) atau λ = U /P s C s...(19) s U = λ( P C n ) atau λ = U /P n C n...(20) n P s C s + P n C n = I... (21) Sedangkan U C s = MU s dan U C n = MU n maka: λ = MU s P s = MU n P n... (22) dan MU s MU n = P s P n = MRS s,n... (23) yang menyatakan bahwa kepuasan konsumen akan maksimum pada kondisi dimana rasio marjinal utilitas terhadap harga sama untuk semua komoditi, yaitu sebesar koefisien pengganda Langrangian (λ). Penyelesaian P s dan P n pada persamaan (26) dan kemudian substitusikan ke dalam persamaan (24), maka dapat diperoleh fungsi permintaan terhadap rokok, yaitu: C s = f ( P s, P n, I)... (24) yang menyatakan bahwa konsumsi atau permintaan konsumen terhadap rokok ditentukan oleh harga rokok itu sendiri, harga barang kebutuhan pokok, dan pendapatan konsumen. Menurut Dolan (1974), permintaan suatu barang dipengaruhi oleh harga barang tersebut, harga barang lain, selera, pendapatan, distribusi pendapatan, jumlah penduduk dan harapan harga. 23

III. KERANGKA PEMIKIRAN. fungsi permintaan, persamaan simultan, elastisitas, dan surplus produsen.

III. KERANGKA PEMIKIRAN. fungsi permintaan, persamaan simultan, elastisitas, dan surplus produsen. III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Komponen utama pasar beras mencakup kegiatan produksi dan konsumsi. Penelitian ini menggunakan persamaan simultan karena memiliki lebih dari satu

Lebih terperinci

III. KERANGKA TEORI. sisi produksi maupun pasar, disajikan pada Gambar 1. Dari sisi produksi,

III. KERANGKA TEORI. sisi produksi maupun pasar, disajikan pada Gambar 1. Dari sisi produksi, III. KERANGKA TEORI Pasar jagung, pakan dan daging ayam ras di Indonesia dapat dilihat dari sisi produksi maupun pasar, disajikan pada Gambar 1. Dari sisi produksi, keterkaitan ketiga pasar tersebut dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Proses pembangunan di bidang perekonomian memiliki tujuan mencapai

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Proses pembangunan di bidang perekonomian memiliki tujuan mencapai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Proses pembangunan di bidang perekonomian memiliki tujuan mencapai tingkat kesejahteraan masyarakat yang lebih tinggi. Untuk mencapai tujuan tersebut, diperlukan peranan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN. kesejahteraan, serta dampak kuota impor terhadap kesejahteran.

III. KERANGKA PEMIKIRAN. kesejahteraan, serta dampak kuota impor terhadap kesejahteran. 19 III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Komponen utama perdagangan bawang merah di Indonesia mencakup kegiatan produksi, konsumsi, dan impor. Berikut ini dipaparkan teori dari fungsi

Lebih terperinci

KERANGKA PEMIKIRAN. transformasi input (resources) ke dalam output atau yang melukiskan antara

KERANGKA PEMIKIRAN. transformasi input (resources) ke dalam output atau yang melukiskan antara III. KERANGKA PEMIKIRAN Berdasarkan tinjauan pustaka yang telah dikemukakan di atas, menganalisis harga dan integrasi pasar spasial tidak terlepas dari kondisi permintaan, penawaran, dan berbagai kebijakan

Lebih terperinci

III. KERANGKA TEORITIS

III. KERANGKA TEORITIS 37 III. KERANGKA TEORITIS 3.1. Fungsi Permintaan Gula Keadaan konsumsi dan permintaan suatu komoditas sangat menentukan banyaknya komoditas yang dapat digerakkan oleh sistem tata niaga dan memberikan arahan

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR P- 31/BC/2010

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR P- 31/BC/2010 KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR P- 31/BC/2010 TENTANG TATA CARA PERDAGANGAN DAN KEMASAN PENJUALAN ECERAN BARANG

Lebih terperinci

KEBIJAKAN TARIF CUKAI HASIL TEMBAKAU 2013 : SINERGI DALAM ROADMAP INDUSTRI HASIL TEMBAKAU

KEBIJAKAN TARIF CUKAI HASIL TEMBAKAU 2013 : SINERGI DALAM ROADMAP INDUSTRI HASIL TEMBAKAU KEBIJAKAN TARIF CUKAI HASIL TEMBAKAU 2013 : SINERGI DALAM ROADMAP INDUSTRI HASIL TEMBAKAU Oleh: Surono Widyaiswara Pusdiklat Bea dan Cukai Abstraksi: Kebijakan tarif cukai hasil tembakau tahun 2013 dilandasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sehubungan dengan cita-cita bangsa Indonesia seperti yang tercantum dalam

I. PENDAHULUAN. Sehubungan dengan cita-cita bangsa Indonesia seperti yang tercantum dalam I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sehubungan dengan cita-cita bangsa Indonesia seperti yang tercantum dalam pembukaan UUD 1945 yaitu wujudkan masyarakat adil dan makmur kita perlu melaksanakan pembangunan

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 179/PMK.011/2012 TENTANG TARIF CUKAI HASIL TEMBAKAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 179/PMK.011/2012 TENTANG TARIF CUKAI HASIL TEMBAKAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 179/PMK.011/2012 TENTANG TARIF CUKAI HASIL TEMBAKAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR : PER-08/BC/2011 TENTANG DESAIN PITA CUKAI HASIL TEMBAKAU DAN MINUMAN MENGANDUNG

Lebih terperinci

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR : KEP- 79 /BC/2002 TENTANG KEMASAN PENJUALAN ECERAN HASIL TEMBAKAU DIREKTUR JENDERAL

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1121, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEUANGAN. Cukai. Tembakau. Tarif. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 179/PMK.011/2012 TENTANG TARIF CUKAI HASIL TEMBAKAU DENGAN

Lebih terperinci

1 of 5 21/12/ :02

1 of 5 21/12/ :02 1 of 5 21/12/2015 14:02 MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 179/PMK.011/2012 TENTANG TARIF CUKAI HASIL TEMBAKAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sebagai salah satu negara dengan berbagai potensi besar yang dimilikinya baik potensi alam, sumberdaya manusia, maupun teknologi tentunya memiliki berbagai

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 11 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kebijakan Tarif Bawang Merah Sejak diberlakukannya perjanjian pertanian WTO, setiap negara yang tergabung sebagai anggota WTO harus semakin membuka pasarnya. Hambatan perdagangan

Lebih terperinci

2017, No c. bahwa pada tanggal 4 Oktober 2017, Pemerintah bersama-sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia telah menyepakati tar

2017, No c. bahwa pada tanggal 4 Oktober 2017, Pemerintah bersama-sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia telah menyepakati tar BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1485, 2017 KEMENKEU. Cukai Hasil Tembakau. Tarif. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 146/PMK.010/2017 TENTANG TARIF CUKAI HASIL TEMBAKAU

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 146/PMK.010/2017 TENTANG TARIF CUKAI HASIL TEMBAKAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 146/PMK.010/2017 TENTANG TARIF CUKAI HASIL TEMBAKAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 146/PMK.010/2017 TENTANG TARIF CUKAI HASIL TEMBAKAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa ketentuan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.437, 2009 DEPARTEMEN KEUANGAN. Cukai. Hasil Tembakau.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.437, 2009 DEPARTEMEN KEUANGAN. Cukai. Hasil Tembakau. BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.437, 2009 DEPARTEMEN KEUANGAN. Cukai. Hasil Tembakau. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 181/PMK.011/2009 TENTANG TARIF CUKAI HASIL TEMBAKAU DENGAN

Lebih terperinci

DAMPAK KEBIJAKAN HARGA DASAR PEMBELIAN PEMERINTAH TERHADAP PENAWARAN DAN PERMINTAAN BERAS DI INDONESIA RIA KUSUMANINGRUM

DAMPAK KEBIJAKAN HARGA DASAR PEMBELIAN PEMERINTAH TERHADAP PENAWARAN DAN PERMINTAAN BERAS DI INDONESIA RIA KUSUMANINGRUM DAMPAK KEBIJAKAN HARGA DASAR PEMBELIAN PEMERINTAH TERHADAP PENAWARAN DAN PERMINTAAN BERAS DI INDONESIA RIA KUSUMANINGRUM SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 SURAT PERNYATAAN Saya menyatakan

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH NO.19 TAHUN 2003 TERHADAP PERMINTAAN ROKOK KRETEK DAN TENAGA KERJA INDUSTRI ROKOK KRETEK DI INDONESIA

ANALISIS PENGARUH PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH NO.19 TAHUN 2003 TERHADAP PERMINTAAN ROKOK KRETEK DAN TENAGA KERJA INDUSTRI ROKOK KRETEK DI INDONESIA ANALISIS PENGARUH PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH NO.19 TAHUN 2003 TERHADAP PERMINTAAN ROKOK KRETEK DAN TENAGA KERJA INDUSTRI ROKOK KRETEK DI INDONESIA OLEH WIJAYANTI TANJUNGSARI H14053684 DEPARTEMEN ILMU

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR P-46/BC/2010 TENTANG

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR P-46/BC/2010 TENTANG KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR P-46/BC/2010 TENTANG DESAIN PITA CUKAI HASIL TEMBAKAU DAN MINUMAN MENGANDUNG ETIL

Lebih terperinci

ANALISIS INPUT-OUTPUT PERANAN INDUSTRI MINYAK GORENG DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA OLEH: NURLAELA WIJAYANTI H

ANALISIS INPUT-OUTPUT PERANAN INDUSTRI MINYAK GORENG DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA OLEH: NURLAELA WIJAYANTI H ANALISIS INPUT-OUTPUT PERANAN INDUSTRI MINYAK GORENG DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA OLEH: NURLAELA WIJAYANTI H14101038 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006

Lebih terperinci

181/PMK.011/2009 TARIF CUKAI HASIL TEMBAKAU

181/PMK.011/2009 TARIF CUKAI HASIL TEMBAKAU 181/PMK.011/2009 TARIF CUKAI HASIL TEMBAKAU Contributed by Administrator Monday, 16 November 2009 Pusat Peraturan Pajak Online PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 181/PMK.011/2009 TENTANG

Lebih terperinci

P - 48/BC/2009 DESAIN PITA CUKAI HASIL TEMBAKAU DAN MINUMAN MENGANDUNG ETIL ALKOHOL

P - 48/BC/2009 DESAIN PITA CUKAI HASIL TEMBAKAU DAN MINUMAN MENGANDUNG ETIL ALKOHOL P - 48/BC/2009 DESAIN PITA CUKAI HASIL TEMBAKAU DAN MINUMAN MENGANDUNG ETIL ALKOHOL Contributed by Administrator Wednesday, 02 December 2009 Pusat Peraturan Pajak Online PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN CENGKEH INDUSTRI ROKOK KRETEK DI INDONESIA OLEH: ROYAN AGUSTINUS SIBURIAN A

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN CENGKEH INDUSTRI ROKOK KRETEK DI INDONESIA OLEH: ROYAN AGUSTINUS SIBURIAN A ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN CENGKEH INDUSTRI ROKOK KRETEK DI INDONESIA OLEH: ROYAN AGUSTINUS SIBURIAN A14301041 PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

2015, No d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c serta dalam rangka melaksanakan ketentuan

2015, No d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c serta dalam rangka melaksanakan ketentuan BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1674, 2015 KEMENKEU. Cukai. Hasil Tembakau. Tarif. Perubahan. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 198/PMK.010/2015 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN

Lebih terperinci

DAMPAK KEBIJAKAN PERDAGANGAN DI SEKTOR INDUSTRI CPO TERHADAP KESEIMBANGAN PASAR MINYAK GORENG SAWIT DALAM NEGERI OLEH WIDA KUSUMA WARDANI H

DAMPAK KEBIJAKAN PERDAGANGAN DI SEKTOR INDUSTRI CPO TERHADAP KESEIMBANGAN PASAR MINYAK GORENG SAWIT DALAM NEGERI OLEH WIDA KUSUMA WARDANI H DAMPAK KEBIJAKAN PERDAGANGAN DI SEKTOR INDUSTRI CPO TERHADAP KESEIMBANGAN PASAR MINYAK GORENG SAWIT DALAM NEGERI OLEH WIDA KUSUMA WARDANI H14104036 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia menurut lapangan usaha pada tahun 2010 menunjukkan bahwa sektor

I. PENDAHULUAN. Indonesia menurut lapangan usaha pada tahun 2010 menunjukkan bahwa sektor 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor strategis dalam pembangunan perekonomian nasional seperti dalam hal penyerapan tenaga kerja dan sumber pendapatan bagi masyarakat

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 449 /KMK.04/2002 TENTANG PENETAPAN TARIF CUKAI DAN HARGA DASAR HASIL TEMBAKAU

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 449 /KMK.04/2002 TENTANG PENETAPAN TARIF CUKAI DAN HARGA DASAR HASIL TEMBAKAU KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 449 /KMK.04/2002 TENTANG PENETAPAN TARIF CUKAI DAN HARGA DASAR HASIL TEMBAKAU MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dalam rangka pelaksanaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung perekonomian

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung perekonomian I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung perekonomian Indonesia. Hal ini terlihat dari peran sektor pertanian tersebut dalam perekonomian nasional sebagaimana

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang tangguh dalam perekonomian dan memiliki peran sebagai penyangga pembangunan nasional. Hal ini terbukti pada saat Indonesia

Lebih terperinci

ANALISIS PERDAGANGAN BIJI KAKAO INDONESIA

ANALISIS PERDAGANGAN BIJI KAKAO INDONESIA 9 # ts ANALISIS PERDAGANGAN BIJI KAKAO INDONESIA DI PASAR DOMESTIK DAN INTERNASIONAL OIeh SOHAR THOMAS GUBTOM A26.0308 JURUSAN ILMU-ILMU SOSlAL EKONOMI PERTAIPIAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTAWlAfU

Lebih terperinci

ANALISIS PERDAGANGAN BIJI KAKAO INDONESIA

ANALISIS PERDAGANGAN BIJI KAKAO INDONESIA 9 # ts ANALISIS PERDAGANGAN BIJI KAKAO INDONESIA DI PASAR DOMESTIK DAN INTERNASIONAL OIeh SOHAR THOMAS GUBTOM A26.0308 JURUSAN ILMU-ILMU SOSlAL EKONOMI PERTAIPIAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTAWlAfU

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Cengkeh merupakan komoditas yang unik dan strategis bagi. perekonomian nasional. Dikatakan unik karena Indonesia adalah negara

I. PENDAHULUAN. Cengkeh merupakan komoditas yang unik dan strategis bagi. perekonomian nasional. Dikatakan unik karena Indonesia adalah negara I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Cengkeh merupakan komoditas yang unik dan strategis bagi perekonomian nasional. Dikatakan unik karena Indonesia adalah negara produsen sekaligus konsumen bahkan merupakan

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH PAJAK EKSPOR TERHADAP KINERJA INDUSTRI KELAPA SAWIT OLEH: MARIA IRENE HUTABARAT A

ANALISIS PENGARUH PAJAK EKSPOR TERHADAP KINERJA INDUSTRI KELAPA SAWIT OLEH: MARIA IRENE HUTABARAT A ANALISIS PENGARUH PAJAK EKSPOR TERHADAP KINERJA INDUSTRI KELAPA SAWIT OLEH: MARIA IRENE HUTABARAT A14105570 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMENAGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

Lebih terperinci

SURAT PERNYATAAN STRUKTUR EKONOMI DAN KESEMPATAN KERJA SEKTOR PERTANIAN DAN NON PERTANIAN SERTA KUALITAS SUMBERDAYA MANUSIA DI INDONESIA

SURAT PERNYATAAN STRUKTUR EKONOMI DAN KESEMPATAN KERJA SEKTOR PERTANIAN DAN NON PERTANIAN SERTA KUALITAS SUMBERDAYA MANUSIA DI INDONESIA SURAT PERNYATAAN Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa segala pernyataan dalam tesis saya yang berjudul: STRUKTUR EKONOMI DAN KESEMPATAN KERJA SEKTOR PERTANIAN DAN NON PERTANIAN SERTA KUALITAS

Lebih terperinci

III. KERANGKA TEORITIS

III. KERANGKA TEORITIS III. KERANGKA TEORITIS 3.. Penurunan Fungsi Produksi Pupuk Perilaku produsen pupuk adalah berusaha untuk memaksimumkan keuntungannya. Jika keuntungan produsen dinotasikan dengan π, total biaya (TC) terdiri

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.457, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKEU. Barang Kena Cukai. Pita Cukai. Lainnya. Perdagangan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62/PMK.04/2014 TENTANG PERDAGANGAN

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Penelitian Terdahulu Terdapat penelitian terdahulu yang memiliki kesamaan topik dan perbedaan objek dalam penelitian. Ini membantu penulis

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN RI NOMOR 597/KMK.04/2001 TANGGAL 23 NOVEMBER 2001 TENTANG PENETAPAN TARIF CUKAI DAN HARGA DASAR HASIL TEMBAKAU

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN RI NOMOR 597/KMK.04/2001 TANGGAL 23 NOVEMBER 2001 TENTANG PENETAPAN TARIF CUKAI DAN HARGA DASAR HASIL TEMBAKAU KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN RI NOMOR 597/KMK.04/2001 TANGGAL 23 NOVEMBER 2001 TENTANG PENETAPAN TARIF CUKAI DAN HARGA DASAR HASIL TEMBAKAU Menimbang : bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 5 dan

Lebih terperinci

RINGKASAN ISVENTINA. DJONI HARTONO

RINGKASAN ISVENTINA. DJONI HARTONO RINGKASAN ISVENTINA. H14102124. Analisis Dampak Peningkatan Ekspor Karet Alam Terhadap Perekonomian Indonesia: Suatu Pendekatan Analisis Input-Output. Di bawah bimbingan DJONI HARTONO. Indonesia merupakan

Lebih terperinci

ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI UBI KAYU (Studi Kasus Desa Pasirlaja, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor) ALFIAN NUR AMRI

ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI UBI KAYU (Studi Kasus Desa Pasirlaja, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor) ALFIAN NUR AMRI ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI UBI KAYU (Studi Kasus Desa Pasirlaja, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor) ALFIAN NUR AMRI DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI

Lebih terperinci

203/PMK.011/2008 TARIF CUKAI HASIL TEMBAKAU

203/PMK.011/2008 TARIF CUKAI HASIL TEMBAKAU 203/PMK.011/2008 TARIF CUKAI HASIL TEMBAKAU Contributed by Administrator Tuesday, 09 December 2008 Pusat Peraturan Pajak Online PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 203/PMK.011/2008 TENTANG

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mencapai US$ per ton dan mendekati US$ per ton pada tahun 2010.

I. PENDAHULUAN. mencapai US$ per ton dan mendekati US$ per ton pada tahun 2010. 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebelum dan sesudah krisis ekonomi tahun 1998, harga minyak sawit (Crude Palm Oil=CPO) dunia rata-rata berkisar US$ 341 hingga US$ 358 per ton. Namun sejak tahun 2007

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN. Indonesia sehubungan dengan tujuan penelitian, yaitu menganalisis faktor-faktor

IV. METODE PENELITIAN. Indonesia sehubungan dengan tujuan penelitian, yaitu menganalisis faktor-faktor IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini merupakan studi kasus yang dilaksanakan di wilayah Indonesia sehubungan dengan tujuan penelitian, yaitu menganalisis faktor-faktor

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. atau pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara lain.

II. TINJAUAN PUSTAKA. atau pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara lain. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Perdagangan Internasional Menurut Oktaviani dan Novianti (2009) perdagangan internasional adalah perdagangan yang dilakukan oleh penduduk suatu negara dengan negara lain

Lebih terperinci

ANALISIS PERMINTAAN DAN PENAWARAN INDUSTRI KECAP DI INDONESIA OLEH RINA MARYANI H

ANALISIS PERMINTAAN DAN PENAWARAN INDUSTRI KECAP DI INDONESIA OLEH RINA MARYANI H ANALISIS PERMINTAAN DAN PENAWARAN INDUSTRI KECAP DI INDONESIA OLEH RINA MARYANI H14103070 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007 RINGKASAN RINA MARYANI. Analisis

Lebih terperinci

VIII. SIMPULAN DAN SARAN

VIII. SIMPULAN DAN SARAN VIII. SIMPULAN DAN SARAN 8.1. Simpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dikemukakan di atas, maka dapat ditarik beberapa simpulan sebagai berikut : 1. Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran

Lebih terperinci

VI. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI, PERMINTAAN, IMPOR, DAN HARGA BAWANG MERAH DI INDONESIA

VI. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI, PERMINTAAN, IMPOR, DAN HARGA BAWANG MERAH DI INDONESIA 66 VI. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI, PERMINTAAN, IMPOR, DAN HARGA BAWANG MERAH DI INDONESIA 6.1. Keragaan Umum Hasil Estimasi Model Model ekonometrika perdagangan bawang merah dalam penelitian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia memiliki potensi alamiah yang berperan positif dalam

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia memiliki potensi alamiah yang berperan positif dalam 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki potensi alamiah yang berperan positif dalam pengembangan sektor pertanian sehingga sektor pertanian memiliki fungsi strategis dalam penyediaan pangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya perkebunan dalam rangka peningkatan daya saing usaha perkebunan, nilai tambah,

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya perkebunan dalam rangka peningkatan daya saing usaha perkebunan, nilai tambah, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebijakan umum pembangunan perkebunan sebagaimana tertuang dalam Rencana Strategis (Renstra) Pembangunan Perkebunan 2010 sd 2014, yaitu mensinergikan seluruh sumber

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Perkembangan Jagung Jagung merupakan salah satu komoditas utama tanaman pangan yang mempunyai

Lebih terperinci

PROSPEK KONSUMSI CENGKEH DI INDONESIA

PROSPEK KONSUMSI CENGKEH DI INDONESIA PROSPEK KONSUMSI CENGKEH DI INDONESIA Oleh: Bambang Sayaka dan Benny Rachman') Abstrak Prospek cengkeh agaknya semakin tidak menentu sebagai akibat menurunnya harga cengkeh yang berkepanjangan serta sistem

Lebih terperinci

ANALISIS DAYA SAING INDUSTRI PENGOLAHAN DAN HASIL OLAHAN KAKAO INDONESIA OLEH : RIZA RAHMANU H

ANALISIS DAYA SAING INDUSTRI PENGOLAHAN DAN HASIL OLAHAN KAKAO INDONESIA OLEH : RIZA RAHMANU H ANALISIS DAYA SAING INDUSTRI PENGOLAHAN DAN HASIL OLAHAN KAKAO INDONESIA OLEH : RIZA RAHMANU H14052235 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 RINGKASAN RIZA

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahan Bakar Minyak (BBM) merupakan komoditas penentu kelangsungan perekonomian suatu negara. Hal ini disebabkan oleh berbagai sektor dan kegiatan ekonomi di Indonesia

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN. elastisitas, konsep return to scale, konsep efisiensi penggunaan faktor produksi

III. KERANGKA PEMIKIRAN. elastisitas, konsep return to scale, konsep efisiensi penggunaan faktor produksi III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis berisi teori dan konsep kajian ilmu yang akan digunakan dalam penelitian. Teori dan konsep yang digunakan dalam penelitian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perekonomian merupakan salah satu indikator kestabilan suatu negara. Indonesia

I. PENDAHULUAN. Perekonomian merupakan salah satu indikator kestabilan suatu negara. Indonesia I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perekonomian merupakan salah satu indikator kestabilan suatu negara. Indonesia sebagai salah satu negara berkembang, menganut sistem perekonomian terbuka, di mana lalu

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENAWARAN EKSPOR BIJI KAKAO INDONESIA OLEH IRMA KOMALASARI H

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENAWARAN EKSPOR BIJI KAKAO INDONESIA OLEH IRMA KOMALASARI H ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENAWARAN EKSPOR BIJI KAKAO INDONESIA OLEH IRMA KOMALASARI H14104044 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 RINGKASAN

Lebih terperinci

KEBIJAKAN CUKAI HASIL TEMBAKAU

KEBIJAKAN CUKAI HASIL TEMBAKAU KEBIJAKAN CUKAI HASIL TEMBAKAU Disampaikan Oleh: Djaka Kusmartata Kepala Bidang Kebijakan Kepabeanan dan Cukai II Pusat Kebijakan Pendapatan Negara Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan RI Jakarta,

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI RESPON PENAWARAN KAKAO DI INDONESIA OLEH SUNDORO ARY ARMANDA H

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI RESPON PENAWARAN KAKAO DI INDONESIA OLEH SUNDORO ARY ARMANDA H ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI RESPON PENAWARAN KAKAO DI INDONESIA OLEH SUNDORO ARY ARMANDA H14053975 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 RINGKASAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dengan keanekaragaman sumberdaya hayati yang tinggi. Sektor pertanian merupakan

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dengan keanekaragaman sumberdaya hayati yang tinggi. Sektor pertanian merupakan I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dengan keanekaragaman sumberdaya hayati yang tinggi. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang menyumbang devisa negara yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. hambatan lain, yang di masa lalu membatasi perdagangan internasional, akan

I. PENDAHULUAN. hambatan lain, yang di masa lalu membatasi perdagangan internasional, akan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada era globalisasi saat ini, di mana perekonomian dunia semakin terintegrasi. Kebijakan proteksi, seperi tarif, subsidi, kuota dan bentuk-bentuk hambatan lain, yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Gula merupakan salah satu komoditas perkebunan strategis Indonesia baik

I. PENDAHULUAN. Gula merupakan salah satu komoditas perkebunan strategis Indonesia baik I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gula merupakan salah satu komoditas perkebunan strategis Indonesia baik dari dimensi ekonomi, sosial, maupun politik. Indonesia memiliki keunggulan komparatif sebagai

Lebih terperinci

ANALISIS RESPONS PENAWARAN KELAPA DI INDONESIA PADA PERIODE OLEH THOMSON MARGANDA SIANIPAR H

ANALISIS RESPONS PENAWARAN KELAPA DI INDONESIA PADA PERIODE OLEH THOMSON MARGANDA SIANIPAR H ANALISIS RESPONS PENAWARAN KELAPA DI INDONESIA PADA PERIODE 1971-2006 OLEH THOMSON MARGANDA SIANIPAR H14050232 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 RINGKASAN

Lebih terperinci

IV. KERANGKA PEMIKIRAN

IV. KERANGKA PEMIKIRAN 52 IV. KERANGKA PEMIKIRAN 4.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Sesuai dengan tujuan penelitian, kerangka teori yang mendasari penelitian ini disajikan pada Gambar 10. P P w e P d Se t Se P Sd P NPM=D CP O

Lebih terperinci

ANALISIS DAMPAK IMPOR GULA TERHADAP HARGA GULA DOMESTIK DAN INDUSTRI GULA INDONESIA. Oleh: AGUS TRI SURYA NAINGGOLAN A

ANALISIS DAMPAK IMPOR GULA TERHADAP HARGA GULA DOMESTIK DAN INDUSTRI GULA INDONESIA. Oleh: AGUS TRI SURYA NAINGGOLAN A ANALISIS DAMPAK IMPOR GULA TERHADAP HARGA GULA DOMESTIK DAN INDUSTRI GULA INDONESIA Oleh: AGUS TRI SURYA NAINGGOLAN A14302003 PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

DAMPAK IMPOR GULA TERHADAP HARGA GULA DOMESTIK SUMATERA UTARA

DAMPAK IMPOR GULA TERHADAP HARGA GULA DOMESTIK SUMATERA UTARA DAMPAK IMPOR GULA TERHADAP HARGA GULA DOMESTIK SUMATERA UTARA ANNISA CHAIRINA, ISKANDARINI, EMALISA Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara e-mail : annisa_ca@ymail.com Abstrak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyediaan lapangan usaha dan penyerapan tenaga kerja. Di samping itu, dalam. terhadap penerimaan negara. (Bapeda Bandung, 2011)

BAB I PENDAHULUAN. penyediaan lapangan usaha dan penyerapan tenaga kerja. Di samping itu, dalam. terhadap penerimaan negara. (Bapeda Bandung, 2011) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri rokok di Indonesia merupakan salah satu industri hasil tembakau yang mempunyai peran penting dalam menggerakkan ekonomi nasional, karena mempunyai dampak yang

Lebih terperinci

KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS

KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS III. KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS 3.1. Teori Perdagangan Internasional Teori tentang perdagangan internasional telah mengalami perkembangan yang sangat maju, yaitu dimulai dengan teori klasik tentang keunggulan

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI VOLUME IMPOR KOMODITAS KERAMIK DI INDONESIA OLEH HANY LARASSATI H

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI VOLUME IMPOR KOMODITAS KERAMIK DI INDONESIA OLEH HANY LARASSATI H ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI VOLUME IMPOR KOMODITAS KERAMIK DI INDONESIA OLEH HANY LARASSATI H14103088 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007 RINGKASAN

Lebih terperinci

VIII SKENARIO ALTERNATIF KEBIJAKAN PENGEMBANGAN SISTEM AGROINDUSTRI KAKAO

VIII SKENARIO ALTERNATIF KEBIJAKAN PENGEMBANGAN SISTEM AGROINDUSTRI KAKAO VIII SKENARIO ALTERNATIF KEBIJAKAN PENGEMBANGAN SISTEM AGROINDUSTRI KAKAO Pada bab sebelumnya, telah dilakukan analisis dampak kebijakan Gernas dan penerapan bea ekspor kakao terhadap kinerja industri

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 89/KMK.05/2000 TENTANG PENETAPAN TARIF CUKAI DAN HARGA DASAR HASIL TEMBAKAU

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 89/KMK.05/2000 TENTANG PENETAPAN TARIF CUKAI DAN HARGA DASAR HASIL TEMBAKAU KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 89/KMK.05/2000 TENTANG PENETAPAN TARIF CUKAI DAN HARGA DASAR HASIL TEMBAKAU MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa berdasarkan Pasal

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. Menurut Undang-undang No. 13 Tahun 2003 Pasal 1, tenaga kerja adalah

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. Menurut Undang-undang No. 13 Tahun 2003 Pasal 1, tenaga kerja adalah 7 II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. Pengertian Tenaga Kerja Menurut Undang-undang No. 13 Tahun 2003 Pasal 1, tenaga kerja adalah tiap orang yang mampu melaksanakan pekerjaan baik di dalam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. penyediaan lapangan kerja, pemenuhan kebutuhan konsumsi dalam negeri, bahan

I. PENDAHULUAN. penyediaan lapangan kerja, pemenuhan kebutuhan konsumsi dalam negeri, bahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan sumberdaya alam yang melimpah, terutama pada sektor pertanian. Sektor pertanian sangat berpengaruh bagi perkembangan

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62/PMK.04/2014 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62/PMK.04/2014 TENTANG MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62/PMK.04/2014 TENTANG PERDAGANGAN BARANG KENA CUKAI YANG PELUNASAN CUKAINYA DENGAN CARA PELEKATAN PITA CUKAI

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. khususnya bagi sektor pertanian dan perekonomian nasional pada umumnya. Pada

I. PENDAHULUAN. khususnya bagi sektor pertanian dan perekonomian nasional pada umumnya. Pada I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Subsektor peternakan merupakan salah satu sumber pertumbuhan baru khususnya bagi sektor pertanian dan perekonomian nasional pada umumnya. Pada tahun 2006 Badan Pusat

Lebih terperinci

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR : KEP- 16 / BC / 1998 TENTANG PENETAPAN HARGA JUAL ECERAN HASIL TEMBAKAU

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR : KEP- 16 / BC / 1998 TENTANG PENETAPAN HARGA JUAL ECERAN HASIL TEMBAKAU DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR : KEP- 16 / BC / 1998 TENTANG PENETAPAN HARGA JUAL ECERAN HASIL TEMBAKAU DIREKTUR

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT PERMINTAAN TEPUNG TERIGU DI INDONESIA (Periode ) OLEH M.

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT PERMINTAAN TEPUNG TERIGU DI INDONESIA (Periode ) OLEH M. ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT PERMINTAAN TEPUNG TERIGU DI INDONESIA (Periode 1982-2003) OLEH M. FAHREZA H14101011 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN BAB 3 METODE PENELITIAN 3. 1. Pendekatan Penelitian Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif deskriptif. Pendekatan kuantitatif menitikberatkan pada pembuktian hipotesis.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Lengkap Ekonomi Collins (1997) dalam Manaf (2000),

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Lengkap Ekonomi Collins (1997) dalam Manaf (2000), II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Teori 2.1.1. Subsidi Menurut Kamus Lengkap Ekonomi Collins (1997) dalam Manaf (2000), subsidi adalah cadangan keuangan dan sumber-sumber daya lainnya untuk mendukung

Lebih terperinci

RINGKASAN DWITA MEGA SARI. Analisis Daya Saing dan Strategi Ekspor Kelapa Sawit (CPO) Indonesia di Pasar Internasional (dibimbing oleh HENNY REINHARDT

RINGKASAN DWITA MEGA SARI. Analisis Daya Saing dan Strategi Ekspor Kelapa Sawit (CPO) Indonesia di Pasar Internasional (dibimbing oleh HENNY REINHARDT ANALISIS DAYA SAING DAN STRATEGI EKSPOR KELAPA SAWIT (CPO) INDONESIA DI PASAR INTERNASIONAL OLEH DWITA MEGA SARI H14104083 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Teori Permintaan Permintaan adalah jumlah barang atau jasa yang rela dan mampu dibeli oleh konsumen selama periode tertentu (Pappas & Hirschey

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Industri rokok merupakan industri yang sangat besar di Indonesia,

I. PENDAHULUAN. Industri rokok merupakan industri yang sangat besar di Indonesia, I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Industri rokok merupakan industri yang sangat besar di Indonesia, dengan total produksi nasional rata-rata mencapai 220 milyar batang per tahun dan nilai penjualan nasional

Lebih terperinci

ANALISIS EFISIENSI RELATIF KOMODITAS KELAPA PADA LAHAN PASANG SURUT DAN LAHAN KERING. Oleh: BEDY SUDJARMOKO

ANALISIS EFISIENSI RELATIF KOMODITAS KELAPA PADA LAHAN PASANG SURUT DAN LAHAN KERING. Oleh: BEDY SUDJARMOKO ANALISIS EFISIENSI RELATIF KOMODITAS KELAPA PADA LAHAN PASANG SURUT DAN LAHAN KERING Oleh: BEDY SUDJARMOKO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 ABSTRAK BEDY SUDJARMOKO. Analisis Efisiensi

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62/PMK.04/2014 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62/PMK.04/2014 TENTANG MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62/PMK.04/2014 TENTANG PERDAGANGAN BARANG KENA CUKAI YANG PELUNASAN CUKAINYA DENGAN CARA PELEKATAN PITA CUKAI

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI OUTPUT INDUSTRI MOBIL DI INDONESIA OLEH ANINDITO AJIRESWARA H

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI OUTPUT INDUSTRI MOBIL DI INDONESIA OLEH ANINDITO AJIRESWARA H ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI OUTPUT INDUSTRI MOBIL DI INDONESIA OLEH ANINDITO AJIRESWARA H14050754 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 2 RINGKASAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. penyerapan tenaga kerja dengan melibatkan banyak sektor, karena

I. PENDAHULUAN. penyerapan tenaga kerja dengan melibatkan banyak sektor, karena I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kopi merupakan salah satu komoditas ekspor yang mampu menciptakan penyerapan tenaga kerja dengan melibatkan banyak sektor, karena pengusahaannya dimulai dari kebun sampai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara agraris karena memiliki kekayaan alam yang berlimpah, terutama di bidang sumber daya pertanian seperti lahan, varietas serta iklim yang

Lebih terperinci

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI Jl. Jenderal A. Yani Jakarta 13230 Kotak Pos 108 Jakarta 10002 Telepon : 4890308 Faksimili : 4897544 www.beacukai.go.id Yth. 1.

Lebih terperinci

Pemerintah Indonesia saat ini sedang berusaha meningkatkan. Namun dengan semakin menipisnya sumber devisa migas yang secara

Pemerintah Indonesia saat ini sedang berusaha meningkatkan. Namun dengan semakin menipisnya sumber devisa migas yang secara 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemerintah Indonesia saat ini sedang berusaha meningkatkan perolehan devisa, baik dari sektor migas maupun dari sektor non migas. Namun dengan semakin menipisnya sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berlebih, yang bisa mendatangkan suatu devisa maka barang dan jasa akan di ekspor

BAB I PENDAHULUAN. berlebih, yang bisa mendatangkan suatu devisa maka barang dan jasa akan di ekspor BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Semakin berkembangnya perdagangan bebas ini, persaingan bisnis global membuat masing-masing negera terdorong untuk melaksanakan perdagangan internasional. Perdagangan

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM. sebagai produsen utama dalam perkakaoan dunia. Hal ini bukan tanpa alasan, sebab

V. GAMBARAN UMUM. sebagai produsen utama dalam perkakaoan dunia. Hal ini bukan tanpa alasan, sebab V. GAMBARAN UMUM 5.1. Prospek Kakao Indonesia Indonesia telah mampu berkontribusi dan menempati posisi ketiga dalam perolehan devisa senilai 668 juta dolar AS dari ekspor kakao sebesar ± 480 272 ton pada

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN VI HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Analisis Daya Saing Analisis keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif digunakan untuk mempelajari kelayakan dan prospek serta kemampuan komoditi susu sapi lokal dalam

Lebih terperinci

Analisis penyerapan tenaga kerja pada sektor pertanian di Kabupaten Tanjung Jabung Barat

Analisis penyerapan tenaga kerja pada sektor pertanian di Kabupaten Tanjung Jabung Barat Analisis penyerapan tenaga kerja pada sektor pertanian di Kabupaten Tanjung Jabung Barat Rezky Fatma Dewi Mahasiswa Prodi Ekonomi Pembangunan Fak. Ekonomi dan Bisnis Universitas Jambi Abstrak Penelitian

Lebih terperinci

SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN PADA KUNJUNGAN KERJA DI PT. GUDANG GARAM TBK Kediri, 27 Maret 2015

SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN PADA KUNJUNGAN KERJA DI PT. GUDANG GARAM TBK Kediri, 27 Maret 2015 SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN PADA KUNJUNGAN KERJA DI PT. GUDANG GARAM TBK Kediri, 27 Maret 2015 Assalamu alaikum Wr Wb. Yth. Direktur Utama PT. Gudang Garam Tbk dan Jajarannya Yth. Para hadirin sekalian

Lebih terperinci

III. TINJAUAN PUSTAKA

III. TINJAUAN PUSTAKA 36 III. TINJAUAN PUSTAKA Penelitian terdahulu menunjukkan perkembangan yang sistematis dalam penelitian kelapa sawit Indonesia. Pada awal tahun 1980-an, penelitian kelapa sawit berfokus pada bagian hulu,

Lebih terperinci

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR KEP-22/BC/2001 TANGGAL 20 APRIL 2001 TENTANG KEMASAN PENJUALAN ECERAN HASIL TEMBAKAU

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR KEP-22/BC/2001 TANGGAL 20 APRIL 2001 TENTANG KEMASAN PENJUALAN ECERAN HASIL TEMBAKAU KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR KEP-22/BC/2001 TANGGAL 20 APRIL 2001 TENTANG KEMASAN PENJUALAN ECERAN HASIL TEMBAKAU DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI, Menimbang : bahwa dalam rangka menciptakan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Budidaya tebu adalah proses pengelolaan lingkungan tumbuh tanaman

TINJAUAN PUSTAKA. Budidaya tebu adalah proses pengelolaan lingkungan tumbuh tanaman 24 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Usahatani Tebu 2.1.1 Budidaya Tebu Budidaya tebu adalah proses pengelolaan lingkungan tumbuh tanaman sehingga tanaman dapat tumbuh dengan optimum dan dicapai hasil yang diharapkan.

Lebih terperinci