BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. negatif pada masyarakat. Dampak positif yang bisa dilihat pada masyarakat antara lain

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. negatif pada masyarakat. Dampak positif yang bisa dilihat pada masyarakat antara lain"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perubahan- perubahan sosial sebagai konsekuensi modernisasi, industrilisasi dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) menimbulkan dampak positif dan negatif pada masyarakat. Dampak positif yang bisa dilihat pada masyarakat antara lain berkembangnya sarana informasi dan telekomunikasi, berkembangnya ilmu ilmu baru dibidang kedokteran dan lain sebagainya, sedangkan dampak negatif yang tampak dalam masyarakat seperti meningkatnya kriminalitas disertai tindakan kekerasan, kenakalan remaja, penyalahgunaan obat, dan lain sebagainya (Rina, 2011). Salah satu dampak negatif yang semakin hari semakin meningkat di lingkungan masyarakat adalah kriminalitas disertai tindakan kekerasan. Pada kota-kota besar di Indonesia, tindakan kekerasan baik individual maupun kelompok merupakan berita harian yang hampir selalu disajikan oleh media massa, baik itu media cetak maupun media elektronik (Aisyah, 2010). Pada media massa dipaparkan bahwa kekerasan dapat terjadi dimanapun, seperti dijalan raya, di sekolah, di kompleks perumahan dan tempat-tempat yang tidak terduga. Kekerasan merupakan salah satu bentuk perilaku yang dimiliki oleh individu yang mengarah pada perilaku agresif. Fenomena perilaku agresif dalam bentuk kekerasan yang sering kali berujung pada jatuhnya korban jiwa, menunjukkan bahwa kekerasan dapat terjadi kapan saja dan dimana saja, tidak memandang siapa yang menjadi korban maupun pelaku kekerasan (Mu tadin, 2002).

2 Perilaku agresif didefinisikan sebagai suatu tindakan yang dimaksudkan untuk menyakiti atau melukai orang lain (Taylor, Peplau, & Sears, 2009). Baron dan Byrne (2005) mendefinisikan perilaku agresif sebagai tingkah laku yang diarahkan pada tujuan untuk menyakiti makhluk hidup lain yang ingin menghindari perlakuan yang menyakitkan. Perilaku agresif pada dasarnya tidak hanya terkait dengan masalah kekerasan secara fisik semata namun juga banyak perilaku agresif yang dimulai dari perkataan (verbal), ataupun olok-olokan yang dirasakan menyakitkan oleh individu yang menjadi korban dan berakhir pada perilaku agresif fisik berupa pemukulan, penusukan, penganiayaan dan bentuk perilaku agresif lainnya yang dapat berujung pada tindakan kriminalitas (Badriyah, 2013). Perilaku agresif dapat muncul disemua kalangan usia tidak terkecuali pada usia remaja. Perilaku agresif yang kini ditunjukkan oleh remaja, tidak hanya dalam bentuk tawuran semata tetapi juga dapat berupa perkelahian, saling mencaci maki, penganiayaan, pencurian, pembunuhan, dan bentuk agresif lainnya yang kemudian mengarah pada tindakan kriminal yang tentunya merugikan orang. Kerugian yang disebabkan oleh perilaku agresif yang remaja lakukan tidak hanya merugikan orang lain dari segi material saja namun juga dapat menimbulkan korban jiwa. Perilaku agresif di kalangan remaja yang cenderung meningkat mengakibatkan keresahan bagi warga masyarakat sekitar (Saad, 2003). Tawuran merupakan salah satu bentuk perilaku agresif yang dari tahun ke tahun meningkat dan menjadi pusat pemberitaan di media. Tawuran dikategorikan termasuk ke dalam perilaku agresif karena dalam tawuran terdapat perilaku fisik atau verbal yang sengaja dilontarkan dengan maksud untuk menyakiti dan merugikan orang lain (Azhar, 2012). Komnas Perlindungan Anak (PA) mencatat pada tahun 2011 angka kasus tawuran pelajar meningkat 100% dibanding tahun sebelumnya (TvOneNews, 2012).

3 Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Santoso (2000) di Provinsi Bali dengan melibatkan remaja berusia 13 tahun hingga 19 tahun menunjukkan kenakalan remaja yang mengarah pada tindak kriminalitas, seperti pemerasan dan pencurian di kota Denpasar mencapai angka sekitar 7,2% dan dikabupaten Gianyar sebesar 5,8%. Pencurian yang dilakukan oleh remaja di kota Denpasar sebesar 8,9% dan dikabupaten Gianyar sebesar 17,7%. Sementara itu data dari Polda Bali menyebutkan pada tahun 2009 terdapat 75 kasus kekerasan remaja dan 90,3% pelakunya berusia tahun. Remaja sebagai pelaku kekerasan di Provinsi Bali terus mengalami peningkatan sebesar 3% tiap tahun (Polda Bali, 2012). Data yang ada dilapangan didasari oleh kasus-kasus yang memang melibatkan remaja sebagai pelakunya. Keterlibatan remaja kedalam perilaku agresif dapat dilihat dari kasus penganiayaan yang pernah menjadi fokus pemberitaan di lingkungan masyarakat Bali. Masyarakat di Bali pernah diresahkan oleh tindak kekerasan yang dilakukan oleh sekelompok remaja putri. Sekelompok remaja putri yang tergabung dalam anggota geng motor di wilayah Denpasar diketahui telah melakukan tindak penganiayaan terhadap salah satu teman remaja putrinya yang juga merupakan anggota geng motor. Perkelahian yang terjadi bahkan sempat direkam oleh remaja putri yang ikut dalam penganiayaan tersebut. Penganiayaan yang dilakukan terhadap korban yang juga merupakan temannya sendiri terjadi di awal tahun 2012, dengan cara memukuli, menonjok, menampar, menjambak rambut korban serta menggunting baju dan celana korban hingga nyaris telanjang. Pemicu dari penganiayaan yang dilakukan adalah karena kekesalan yang dirasakan oleh salah satu anggota geng yang merasa tersinggung karena baju geng mereka tidak dipakai dan diinjakinjak (Kompas, 2013). Gambaran kasus yang dipaparkan diatas menunjukkan bahwa remaja berpotensi melakukan perilaku agresif.

4 Remaja didefinisikan sebagai suatu periode perkembangan individu mulai dari puncak pubertas sampai kepada status dewasa. Remaja juga diuraikan sebagai tahapan transisi antara masa kanak-kanak menuju masa dewasa. Masa remaja ditandai dengan datangnya masa pubertas dan bersamaan itu pula adanya perubahan yang terjadi pada diri remaja yaitu meliputi perubahan fisik, perubahan psikis dan perubahan secara sosial (Santrock, 2007). Selain munculnya perubahan-perubahan pada diri remaja, masa remaja juga ditandai dengan adanya gejolak-gejolak emosi dikarenakan masa transisi yang dialami. Stabilitas emosi pada remaja yang masih tergolong labil menyebabkan remaja sering kali terlibat dalam masalah di lingkungan sosialnya. Remaja terkadang tidak dapat mengendalikan emosi sehingga dapat memunculkan tingkah laku agresif (Gunarsa, 2000). Menurut Gessel (dalam Hurlock, 1980) mengungkapkan bahwa individu yang berusia 14 tahun seringkali mudah marah, mudah dirangsang, emosinya cenderung meledak dan tidak berusaha mengendalikan emosinya. Sebaliknya pada saat individu berada pada usia 19 tahun, emosi individu tidak meledak-ledak sehingga badai dan tekanan berkurang pada saat akan memasuki usia dewasa awal. Remaja dihadapkan pada beragam permasalahan yang berkaitan dengan tugas-tugas perkembangannya (Djalali, 2009). Setiap tahapan masa remaja memiliki tugas perkembangan yang berbeda dan berhasil atau gagalnya individu dalam melaksanakan tugas perkembangannya pada periode tertentu akan mempengaruhi individu dalam menjalankan tugas perkembangannya pada periode selanjutnya (Agustiani, 2009). Salah satu tugas perkembangan pada remaja adalah mencapai kemandirian emosi. Namun seperti diketahui remaja digambarkan sebagai storm and stress yaitu pergolakan emosi yang dibarengi dengan kurangnya kemampuan individu dalam mengelola emosi, mudah terpengaruh oleh lingkungan sekitar serta adanya keterikatan yang kuat dengan teman sebaya sehingga remaja mengalami permasalahan untuk mencapai kemandirian emosi

5 (Hurlock, 2002). Ketegangan-ketegangan yang timbul akibat kurangnya kemampuan remaja dalam mengendalikan emosi akan menjadi konflik yang berkepanjangan. Bila remaja tidak mampu untuk mengatasi konflik yang dihadapi maka akan timbul perasaan gagal yang mengarah pada frustrasi yang merupakan pemicu munculnya perilaku agresif itu sendiri (Azhar, 2012). Frustrasi muncul akibat tidak tercapainya tujuan yang individu harapkan sehingga dapat memunculkan kemarahan yang dapat memicu munculnya perilaku agresif pada diri individu. Faktor penyebab munculnya perilaku agresif pada diri remaja dapat berasal dari dua sumber yaitu sumber yang berasal dari diri individu dan sumber yang berasal dari luar diri individu. Faktor yang sumbernya berasal dari diri individu, yaitu perasaan frustrasi, perasaan negatif, pikiran atau kognisi, dan pengalaman masa kecil. Faktor yang sumbernya berasal dari luar individu berupa serangan, pengaruh teman, pengaruh kelompok, kondisi tidak menyenangkan yang diciptakan orang tua, konflik keluarga, dan pengaruh model (Aisyah, 2010). Pengaruh model yang dimaksudkan adalah anak akan meniru sikap dari perilaku orang yang dianggapnya dekat selama ini dengan anak. Meniru perilaku orang lain sebagai modelnya sesuai dengan teori belajar sosial (social learning theory) yang dikemukakan oleh Albert Bandura (dalam Taylor, Peplau, & Sears, 2009) yang menyebutkan bahwa orang akan belajar untuk bersikap dan berperilaku melalui atau dengan mengamati perilaku orang lain yang sering dikenal sebagai model. Individu juga belajar melalui observasi (observational learning) yang dikenal dengan imitasi atau modelling yaitu proses pembelajaran yang terjadi ketika individu mengobservasi dan meniru perilaku orang lain. Menurut Taylor, Peplau, dan Sears (2009) orang tua merupakan model utama bagi seorang anak pada awal kehidupannya dan juga merupakan sumber penguatan dan objek imitasi utama perilaku agresif anak dimasa yang akan datang. Apabila orang tua

6 berperilaku agresif dalam keluarga maka anak akan belajar dan meniru perilaku agresif yang orang tua tunjukkan sehingga dimasa yang akan datang anak akan berperilaku agresif. Kedudukan orang tua di dalam keluarga selain sebagai model utama juga sebagai pembentuk kepribadian anak. Pengaruh orang tua dalam pembentukan kepribadian anak berkaitan dengan pola pengasuhan yang diterapkan oleh orang tua kepada anak-anaknya. Hasil temuan oleh Lutfi, Nur Hidayah, dkk pada anak-anak SMU dikota Malang menyatakan bahwa penyebab utama remaja berperilaku agresif adalah pola sikap orang tua terhadap anaknya (Shochib, 2000). Pola sikap orang tua terhadap anaknya yang dimaksudkan adalah pola asuh yang diterapkan oleh orang tua dirumah. Pola asuh merupakan interaksi yang terjalin antara orang tua dengan anaknya. Pola asuh yang diterapkan orang tua merupakan salah satu faktor yang memiliki peranan dalam pembentukan kepribadian anak. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Farrington (dalam (Shochib, 2000) menyatakan bahwa sikap orang tua yang kasar dan keras, perilaku orang tua yang menyimpang, dinginnya hubungan antara orang tua dan anak atau antara ayah dan ibu, orang tua yang bercerai, dan ekonomi rendah menjadi pendorong utama anak akan berperilaku agresif. Menurut Shochib (2000) orang tua yang bersikap otoriter menjadi pendorong anak berperilaku agresif. Sikap otoriter dan kekerasan yang ditunjukkan oleh orang tua akan mempengaruhi kepribadian anak sehingga anak memiliki kepercayaan diri yang rendah yang dapat menghambat kemajuan anak atau menjadikannya agresif. Pola asuh yang menerapkan bahwa anak harus patuh akan nilai dan prinsip yang orang tua pegang, pemberian hukuman terutama hukuman fisik dan menuntut anak menuruti kehendak orang tuanya sering disebut dengan pola asuh otoriter (authoritarian parenting style). Menurut Hurlock (1980) pola asuh otoriter merupakan suatu metode disiplin yang diterapkan oleh orang tua kepada anak. Pada pengasuhan otoriter orang tua selalu membatasi dan bersifat menghukum yang mendesak anak untuk selalu mengikuti

7 petunjuk orang tua. Orang tua yang menerapkan pola asuh otoriter memiliki kekuasaan tertinggi atas keputusan yang harus dibuat oleh anak. Pengasuhan secara otoriter yang memberikan hukuman fisik kepada anak ketika tidak mampu memenuhi standar yang orang tua tetapkan memberikan dampak pada anak. Anak akan merasa marah dan kesal kepada orang tuanya akan tetapi anak tidak berani mengungkapkan kemarahan yang dirasakan dan melampiaskannya kepada orang lain dalam bentuk perilaku agresif (Sarwono, 1988). Remaja yang dibesarkan dalam pola pengasuhan yang otoriter tentu akan merasakan perasaan frustasi yang merupakan pemicu munculnya perilaku agresif. Remaja yang terbiasa dengan hukuman akan mudah sekali agresif, garang, menunjukkan gangguan emosional, memiliki banyak masalah, dan banyak yang meninggalkan rumah segera setelah mereka mampu. Beberapa remaja yang tidak dapat melepaskan diri dari keterkurungan otoritas orang tuanya sering kali menunjukkan kepatuhan dan menyesuaikan diri dengan standar-standar perilaku yang diatur oleh orang tuanya namun pada kenyataannya mereka menderita kehilangan rasa percaya diri dan lebih tertekan dari pada kelompok teman sebayanya (Maulida, 2008). Penelitian Eyefni (2011) menunjukkan bahwa 61,7 % orang tua masih menerapkan tipe pola asuh otoriter. Orang tua yang menerapkan tipe pola asuh otoriter akan menuntut dan mengendalikan anak karena kekuasaan, tanpa adanya kehangatan, tidak memberikan bimbingan, dan tidak ada komunikasi dua arah. Orang tua yang cenderung otoriter sangat menghargai kepatuhan, menilai perilaku anak dengan standar mutlak, rasa hormat terhadap kekuasaan dan tradisi, sehingga memiliki rasa tanggung jawab dan memiliki kompetensi yang sedang, cenderung menarik diri secara sosial dan tidak memiliki spontanitas. Pola asuh otoriter yang orang tua terapkan memberikan dampak pada tumbuh kembang anak. Orang tua yang selalu menuntut anak untuk memenuhi standar yang ditetapkan membuat

8 anak menjadi frustasi sehingga ketika berada diluar rumah anak akan bertindak seenaknya dan berpotensi melakukan perilaku agresif (Sarwono, 2002). Berdasarkan uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa pola asuh yang orang tua terapkan dalam mengasuh anak memiliki pengaruh yang besar dalam membentuk kepribadian anak. Pola asuh otoriter yang orang tua terapkan di dalam kelurga mengakibatkan anak tidak mampu untuk mengembangkan kemampuan yang anak miliki. Orang tua yang menerapkan pola asuh otoriter memberikan batasan, kendali dan kontrol yang penuh, serta memberikan hukuman kepada anak sehingga ketika berada di luar rumah anak akan menunjukkan perilaku yang tidak dapat ditunjukkan di dalam rumah dan berpotensi melakukan perilaku agresif. Remaja yang diasuh dengan tipe pola asuh otoriter berpeluang melakukan perilaku agresif karena remaja belum mampu mengelola emosi sehingga ketika orang tua tidak memberikan peluang anak untuk mendapat kebebasan berpendapat, adanya batasan dan kontrol yang penuh atas kehidupan anak maka anak akan berperilaku agresif diluar lingkungan keluarga. Atas dasar fakta-fakta dan permasalahan yang ada peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang hubungan antara kecenderungan pola asuh otoriter (authoritarian parenting style) dengan gejala perilaku agresif pada Remaja. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas maka permasalahan yang dapat dirumuskan dalam penelitian ini adalah apakah ada hubungan yang signifikan antara kecenderungan pola asuh otoriter (authoritarian parenting style) dengan gejala perilaku agresif pada Remaja. C. Keaslian Penelitian

9 Penelitian tentang pola asuh otoriter dan perilaku agresif pada remaja merupakan hasil dari pemikiran peneliti dan bukan merupakan peniruan terhadap penelitian sebelumnya. Terdapat enam penelitian yang memiliki kemiripan dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti saat ini. Berikut ini peneliti akan memaparkan beberapa penelitian yang pernah dilakukan dengan menggunakan salah satu dari kedua variabel yang peneliti teliti. Empat penelitian memiliki dua variabel yang terdiri dari satu variabel bebas dan satu variabel tergantung dalam penelitiannya yaitu, Wahyudi (2013) dalam penelitiannya variabel bebas yang digunakan adalah inferiority feeling dan variabel tergantungnya yaitu agresivitas. Ernawati (2012) dalam penelitiannya terdapat dua variabel, yaitu variabel bebas yang dipergunakan adalah kepercayaan diri dan variabel tergantungnya adalah kecenderungan perilaku agresif. Penelitian Hedo dan Sudhana (2014) menggunakan dua variabel yaitu variabel bebasnya adalah pembacaan dongeng dan variabel tergantungnya adalah agresivitas. Penelitian Nando (2011) terdiri dari dua variabel yaitu variabel bebasnya adalah perilaku menonton film kekerasan dan variabel tergantunya adalah perilaku agresif. Sementara itu penelitian yang dilakukan oleh Hafsah (2009) terdiri dari satu variabel tergantung yaitu perilaku agresif, dua variabel bebas yaitu persepsi pola asuh authoritarian dan asertivitas, serta satu variabel moderator yaitu tahap perkembangan. Rina (2011) dalam penelitiannya menggunakan satu variabel yaitu perilaku agresif. Perbedaan antara penelitian yang disebutkan diatas dengan penelitian yang peneliti lakukan saat ini adalah terletak pada variabel bebas yang peneliti pergunakan. Penelitian yang dilakukan peneliti saat ini menggunakan satu variabel bebas yaitu pola asuh otoriter dan satu variabel tergantung yang peneliti pergunakan yaitu perilaku agresif. Populasi dari penelitian yang dilakukan oleh Wahyudi (2013) adalah remaja delinkuen di PSMP Antasena Magelang dengan jumlah subjek penelitian berjumlah 56

10 orang. Penelitian Ernawati (2012) populasinya adalah siswa kelas dua SMU N 1 Rembang dengan jumlah subjek penelitian berjumlah 72 orang. Hedo dan Sudhana (2014) menggunakan jumlah subjek sebesar 92 orang ibu dengan populasi penelitiannya adalah ibu anak usia dini di seluruh sekolah taman kanak-kanak (TK) di wilayah Denpasar. Populasi penelitian yang dilakukan oleh Nando (2011) adalah siswa SMK Pelita kecamatan Ciampea kabupaten Bogor dengan subjek penelitian berjumlah 45 orang. Populasi dalam penelitian yang dilakukan oleh Hafsah (2009) adalah anak binaan Lembaga Permasyarakatan Anak Kutoarja Jawa Tengah. Rina (2011) dalam penelitiannya menggunakan subjek penelitian sebanyak 204 orang dengan populasi penelitian adalah siswa kelas II dan kelas III di SMP Pahlawan Toha Bandung. Perbedaan dengan penelitian sebelumnya dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti saat ini adalah populasi yang digunakan merupakan remaja yang berdomisili di Provinsi Bali. Terdapat 3 penelitian sebelumnya yang menggunakan pendekatan korelasional yaitu penelitian yang dilakukan oleh Ernawati (2012), Nando (2011), dan Wahyudi (2013). Sementara itu Hedo dan Sudhana (2014) dalam penelitiannya menggunakan pendekatan komparasi sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Rina (2011) menggunakan pendekatan deskriptif. Satu penelitian menggunakan mix method yaitu penelitian yang dilakukan oleh Hafsah (2009). Penelitian yang dilakukan oleh Hafsah (2009), Rina (2011), dan Wahyudi (2013) memiliki persamaan dalam teknik pengambilan sampel yaitu sama-sama menggunakan teknik pengambilan sampel purposive sampling. Ernawati (2012) dalam penelitiannya menggunakan teknik pengambilan sampel yaitu cluster sampling sementara itu, Hedo dan Sudhana (2014) menggunakan teknik pengambilan sampel area probability random sampling. Nando (2011) menggunakan incidental sampling sebagai teknik pengambilan sampel dalam penelitiannya. Perbedaan antara penelitian sebelumnya yang sudah

11 dipaparkan diatas dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti saat ini adalah peneliti menggunakan teknik pengambilan sampel menggunakan multistage cluster sampling. Metode analisis data yang digunakan oleh Hedo dan Sudhana (2014) adalah uji beda (independent samples t-test). Penelitian yang dilakukan oleh Rina (2011) menggunakan metode analisis data yaitu analisis deskiptif untuk mengolah data yang diperoleh. Nando (2011) menggunakan analisis chi-square testsebagai metode analisis data dalam penelitiannya. Sementara itu dua penelitian sebelumnya yaitu penelitian yang dilakukan oleh Wahyudi (2013) dan Ernawati (2012) menggunakan metode analisis data product moment dalam penelitiannya, sedangkan Hafsah (2009) menggunakan metode analisis data uji univariat analysis of variance dan parsial corelation pada data kuatitatif yang diperoleh sementara data kualitatif yang diperoleh dianalisis menggunakan verbatim. Perbedaan penelitian sebelumnya dengan penelitian yang peneliti lakukan saat ini adalah peneliti menggunakan metode analisis data regresi sederhana untuk mengolah data yang diperoleh dalam penelitiannya. D. Tujuan Penelitian Adapun tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara kecenderungan pola asuh otoriter (authoritarian parenting style) dengan gejala perilaku agresif pada Remaja. Penelitian ini juga ingin melihat seberapa besaran variasi pada variabel pola asuh otoriter untuk menjelaskan variasi yang terjadi pada variabel perilaku agresif, dan memprediksi variabel perilaku agresif apabila variabel pola asuh otoriter dimanipulasi. E. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat antara lain sebagai berikut :

12 1. Manfaat Teoretis Memberikan sumbangan informasi bagi bidang psikologi khususnya Psikologi Perkembangan dan Psikologi Sosial dalam hal ini hubungan antara kecenderungan pola asuh otoriter (authoritarian parenting style) dengan gejala perilaku agresif pada Remaja. 2. Manfaat Praktis Secara praktis hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi dasar pertimbangan dan pengetahuan bagi orang tua dan masyarakat untuk menyiapkan kehidupan yang lebih baik bagi remaja dengan cara memberikan gambaran akan pentingnya peranan pola asuh yang orang tua terapkan dalam keluarga terhadap terbentuknya perilaku remaja. Bagi pihak sekolah dan guru dengan adanya informasi dan data yang diperoleh dari hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti, diharapkan khususnya bagi guru bidang studi bimbingan konseling memberikan bimbingan dan penyuluhan agar para siswasiswi dapat mampu mengontrol perilaku agar tidak terjerus ke dalam perilaku-perilaku agresif yang dapat merugikan orang sekitarnya. Bagi remaja sendiri, diharapkan mampu untuk mengendalikan diri ketika berada pada siatuasi-situasi yang tidak menyenangkan agar tidak mudah terpancing kedalam perilaku agresif.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. remaja (Hurlock, 2003). Di dalam masa remaja juga terdapat tahapan perkembangan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. remaja (Hurlock, 2003). Di dalam masa remaja juga terdapat tahapan perkembangan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja identik dengan masa pubertas, di masa ini terjadi perubahan fisik di semua bagian tubuh baik ekternal maupun internal yang juga mempengaruhi psikologis remaja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diah Rosmayanti, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diah Rosmayanti, 2014 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fenomena di masyarakat khususnya bagi warga yang tinggal di perkotaan, aksiaksi kekerasan baik individual maupun massal mungkin sudah merupakan berita harian.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mulai memasuki masa dewasa. Oleh karena itu, periode remaja dapat

BAB I PENDAHULUAN. mulai memasuki masa dewasa. Oleh karena itu, periode remaja dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan salah satu periode dalam rentangan kehidupan manusia, dimana individu meninggalkan masa anak-anaknya dan mulai memasuki masa dewasa. Oleh karena

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. adalah bahwa aksi-aksi kekerasan baik individual maupun massal sudah

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. adalah bahwa aksi-aksi kekerasan baik individual maupun massal sudah 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu fenomena yang ada akhir-akhir ini yang sangat memprihatinkan adalah bahwa aksi-aksi kekerasan baik individual maupun massal sudah merupakan berita

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hampir setiap hari kasus perilaku agresi remaja selalu ditemukan di media

BAB I PENDAHULUAN. Hampir setiap hari kasus perilaku agresi remaja selalu ditemukan di media BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hampir setiap hari kasus perilaku agresi remaja selalu ditemukan di media massa, dimana sering terjadi di kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya dan Medan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebuah pemberitaan di Jakarta menyatakan ham p ir 40% tindak

BAB I PENDAHULUAN. Sebuah pemberitaan di Jakarta menyatakan ham p ir 40% tindak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebuah pemberitaan di Jakarta menyatakan ham p ir 40% tindak kriminalitas dilakukan oleh remaja (Republika, 2 0 0 5 ). Tindak kriminal yang dilakukan oleh remaja sangat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lain, saling memberikan pengaruh antara satu dengan yang lain dan ingin

BAB I PENDAHULUAN. lain, saling memberikan pengaruh antara satu dengan yang lain dan ingin BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial yang saling membutuhkan satu dengan yang lain, saling memberikan pengaruh antara satu dengan yang lain dan ingin berkumpul untuk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bahwa aksi-aksi kekerasan baik individual maupun massal sudah merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bahwa aksi-aksi kekerasan baik individual maupun massal sudah merupakan BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu fenomena yang akhir-akhir ini sangat memprihatinkan adalah bahwa aksi-aksi kekerasan baik individual maupun massal sudah merupakan berita harian di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dijalanan maupun ditempat-tempat umum lainnya (Huraerah, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. dijalanan maupun ditempat-tempat umum lainnya (Huraerah, 2007). 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Anak jalanan di Indonesia mengalami peningkatan pesat dalam beberapa tahun belakangan. Seseorang bisa dikatakan anak jalanan apabila berumur dibawah 18 tahun, yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. perilaku agresi, terutama di kota-kota besar khususnya Jakarta. Fenomena agresi

BAB 1 PENDAHULUAN. perilaku agresi, terutama di kota-kota besar khususnya Jakarta. Fenomena agresi BAB 1 PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Hampir setiap hari banyak ditemukan pemberitaan-pemberitaan mengenai perilaku agresi, terutama di kota-kota besar khususnya Jakarta. Fenomena agresi tersebut merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Remaja merupakan generasi penerus bangsa di masa depan, harapanya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Remaja merupakan generasi penerus bangsa di masa depan, harapanya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja merupakan generasi penerus bangsa di masa depan, harapanya mereka dapat menggantikan generasi terdahulu dengan sumber daya manusia, kinerja dan moral

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satunya adalah krisis multidimensi yang diderita oleh siswa sebagai sumber

BAB I PENDAHULUAN. Salah satunya adalah krisis multidimensi yang diderita oleh siswa sebagai sumber 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dunia pendidikan Indonesia saat ini kembali tercoreng dengan adanya tindak kekerasan yang dilakukan oleh para siswanya, khususnya siswa Sekolah Menengah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hasil proyeksi sensus penduduk 2011, jumlah penduduk Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hasil proyeksi sensus penduduk 2011, jumlah penduduk Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hasil proyeksi sensus penduduk 2011, jumlah penduduk Indonesia mencapai 243,8 juta jiwa dan sekitar 33,9 persen diantaranya adalah anakanak usia 0-17 tahun (Badan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa transisi antara masa kanak-kanak dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa transisi antara masa kanak-kanak dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa transisi antara masa kanak-kanak dengan masa dewasa, yang melibatkan perubahan biologis, kognitif dan sosio-emosional (Santrock, 2003).

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa remaja adalah periode perkembangan disaat individu mengalami

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa remaja adalah periode perkembangan disaat individu mengalami BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa remaja adalah periode perkembangan disaat individu mengalami perubahan dari masa kanak kanak menuju masa dewasa perubahan ini terjadi diantara usia 13 dan 20 tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tindak kekerasan merupakan hal yang sangat meresahkan bagi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tindak kekerasan merupakan hal yang sangat meresahkan bagi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tindak kekerasan merupakan hal yang sangat meresahkan bagi masyarakat, terutama yang dilakukan oleh remaja dengan persentase kasus kenakalan remaja meningkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam masyarakat, seorang remaja merupakan calon penerus bangsa, yang memiliki potensi besar dengan tingkat produktivitas yang tinggi dalam bidang yang mereka geluti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu fenomena yang ada akhir-akhir ini yang sangat memprihatinkan adalah bahwa aksi-aksi kekerasan baik individual maupun masal sudah merupakan berita harian di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. psikis, maupun secara sosial (Hurlock, 1973). Menurut Sarwono (2011),

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. psikis, maupun secara sosial (Hurlock, 1973). Menurut Sarwono (2011), 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja awal merupakan masa transisi, dimana usianya berkisar antara 13 sampai 16 tahun atau yang biasa disebut dengan usia belasan yang tidak menyenangkan, dimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sekolah merupakan salah satu tempat bertumbuh dan berkembangnya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sekolah merupakan salah satu tempat bertumbuh dan berkembangnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sekolah merupakan salah satu tempat bertumbuh dan berkembangnya anak-anak. Anak menghabiskan hampir separuh harinya di sekolah, baik untuk kegiatan pembelajaran

Lebih terperinci

Hubungan Antara Kecenderungan Pola Asuh Otoriter (Authoritarian Parenting Style) dengan Gejala Perilaku Agresif Pada Remaja

Hubungan Antara Kecenderungan Pola Asuh Otoriter (Authoritarian Parenting Style) dengan Gejala Perilaku Agresif Pada Remaja Jurnal Psikologi Udayana 2016, Vol. 3 No. 1, 108-116 Program Studi Psikologi, Fakultas Psikologi, Universitas Udayana ISSN: 2354 5607 Hubungan Antara Kecenderungan Pola Asuh Otoriter (Authoritarian Parenting

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. indah itu adalah masa remaja, karena pada saat remaja manusia banyak

BAB I PENDAHULUAN. indah itu adalah masa remaja, karena pada saat remaja manusia banyak BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Masa remaja sering dikenal dengan istilah masa pemberontakan. Pada masa-masa ini, seorang anak yang baru mengalami pubertas seringkali menampilkan beragam

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. menyakiti, mengancam atau membahayakan individu-individu atau objek-objek

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. menyakiti, mengancam atau membahayakan individu-individu atau objek-objek BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Agresi 2.1.1 Definisi Agresivitas adalah segala bentuk perilaku yang dimaksudkan untuk menyakiti orang lain baik secara fisik maupun mental (Aziz & Mangestuti, 2006). Perilaku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang menghubungkan masa kanak-kanak dan masa dewasa (Santrock,

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang menghubungkan masa kanak-kanak dan masa dewasa (Santrock, BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Adolescence (remaja) merupakan salah satu periode dari perkembangan manusia, karena masa remaja adalah masa transisi dalam rentang kehidupan manusia yang menghubungkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. minat, sikap, perilaku, maupun dalam hal emosi. Tingkat perubahan dalam sikap

BAB I PENDAHULUAN. minat, sikap, perilaku, maupun dalam hal emosi. Tingkat perubahan dalam sikap 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Balakang Masalah Remaja dipandang sebagai periode perubahan, baik dalam hal fisik, minat, sikap, perilaku, maupun dalam hal emosi. Tingkat perubahan dalam sikap dan perilaku

Lebih terperinci

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS DIPONEGORO

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS DIPONEGORO HUBUNGAN ANTARA KONFORMITAS TEMAN SEBAYA DENGAN INTENSI AGRESI PADA SISWA SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN YAYASAN KEJURUAN TEKNOLOGI BARU (SMK YKTB) 2 KOTA BOGOR Oleh: Amalina Ghasani 15010113130113 FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penuh dengan kenangan yang tidak mungkin akan terlupakan. Menurut. dari masa anak ke masa dewasa yang mengalami perkembangan semua

BAB I PENDAHULUAN. penuh dengan kenangan yang tidak mungkin akan terlupakan. Menurut. dari masa anak ke masa dewasa yang mengalami perkembangan semua BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa remaja adalah masa yang paling indah dan masa yang penuh dengan kenangan yang tidak mungkin akan terlupakan. Menurut Sri Rumini & Siti Sundari (2004) masa remaja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah merupakan pendidikan kedua setelah lingkungan keluarga, manfaat

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah merupakan pendidikan kedua setelah lingkungan keluarga, manfaat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1.Latar Belakang Sekolah merupakan pendidikan kedua setelah lingkungan keluarga, manfaat dari sekolah bagi siswa ialah melatih kemampuan akademis siswa,

Lebih terperinci

LAPORAN PENELITIAN HUBUNGAN ANTARA EGOSENTRISME DAN KECENDERUNGAN MENCARI SENSASI DENGAN PERILAKU AGRESI PADA REMAJA. Skripsi

LAPORAN PENELITIAN HUBUNGAN ANTARA EGOSENTRISME DAN KECENDERUNGAN MENCARI SENSASI DENGAN PERILAKU AGRESI PADA REMAJA. Skripsi LAPORAN PENELITIAN HUBUNGAN ANTARA EGOSENTRISME DAN KECENDERUNGAN MENCARI SENSASI DENGAN PERILAKU AGRESI PADA REMAJA Skripsi Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat Sarjana S-1 Diajukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hubungan Kontrol..., Agam, Fakultas Psikologi 2016

BAB I PENDAHULUAN. Hubungan Kontrol..., Agam, Fakultas Psikologi 2016 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dewasa ini, kasus tindak kekerasan semakin marak terjadi. Hal tersebut tidak hanya terjadi di tempat yang rawan kriminalitas saja tetapi juga banyak terjadi di berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bagi sebagian besar orang, masa remaja adalah masa yang paling berkesan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bagi sebagian besar orang, masa remaja adalah masa yang paling berkesan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bagi sebagian besar orang, masa remaja adalah masa yang paling berkesan dan menyenangkan. Pengalaman baru yang unik serta menarik banyak sekali dilalui pada masa ini.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Devi Eryanti, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Devi Eryanti, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan yang bermutu adalah yang mengintegrasikan tiga bidang kegiatan utamanya secara sinergi, yaitu bidang administratif dan kepemimpinan, bidang instruksional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa ini sering kita dengar tentang banyaknya kasus kekerasan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa ini sering kita dengar tentang banyaknya kasus kekerasan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini sering kita dengar tentang banyaknya kasus kekerasan yang dilakukan dilingkungan institusi pendidikan yang semakin menjadi permasalahan dan menimbulkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa remaja adalah masa peralihan dimana perubahan secara fisik dan psikologis dari masa kanak-kanak ke masa dewasa (Hurlock, 2006). Perubahan psikologis yang terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan orang lain, atau dengan kata lain manusia mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan orang lain, atau dengan kata lain manusia mempunyai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai makhluk sosial setiap manusia mempunyai dorongan untuk berhubungan dengan orang lain, atau dengan kata lain manusia mempunyai dorongan untuk bersosialisasi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. secara individual maupun massal sudah menjadi berita harian. Aksi-aksi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. secara individual maupun massal sudah menjadi berita harian. Aksi-aksi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sekarang ini bagi masyarakat, aksi-aksi kekerasan baik yang dilakukan secara individual maupun massal sudah menjadi berita harian. Aksi-aksi kekerasan dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Proses timbulnya perilaku tersebut ialah ketika seseorang dalam suatu titik. perilaku yang dinamakan perilaku agresif.

BAB I PENDAHULUAN. Proses timbulnya perilaku tersebut ialah ketika seseorang dalam suatu titik. perilaku yang dinamakan perilaku agresif. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perilaku agresif seringkali diperbincangkan oleh masyarakat karena hal tersebut memicu kekhawatiran masyarakat sekitar, terutama di kalangan pelajar SMK. Hal

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Bab ini berisi tentang variabel-variabel dimana didalamanya terdapat definisi, faktor dan teori dari masing-masing variabel dan juga berisi tentang hipotesis penelitian ini. 2.1

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. lingkungan tempat individu berada. Remaja menurut Monks (2002) merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. lingkungan tempat individu berada. Remaja menurut Monks (2002) merupakan digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja ditandai dengan pertumbuhan fisik, pengembangan kepribadian, pencapaian kedewasaan, kemandirian, dan adaptasi peran dan fungsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masa remaja awal merupakan masa transisi, dimana usianya berkisar antara 13 sampai 16 tahun atau yang biasa disebut dengan usia belasan yang tidak menyenangkan, dimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu komponen dalam sistem pendidikan adalah adanya siswa, siswa

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu komponen dalam sistem pendidikan adalah adanya siswa, siswa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu komponen dalam sistem pendidikan adalah adanya siswa, siswa merupakan komponen yang sangat penting dalam sistem pendidikan, sebab seseorang tidak bisa dikatakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. penuh gejolak dan tekanan. Istilah storm and stress bermula dari psikolog

BAB 1 PENDAHULUAN. penuh gejolak dan tekanan. Istilah storm and stress bermula dari psikolog BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada umumnya masa remaja dianggap sebagai masa yang paling sulit dalam tahap perkembangan individu. Para psikolog selama ini memberi label masa remaja sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja dikenal dengan masa yang penuh dengan pergolakan emosi yang diiringi

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja dikenal dengan masa yang penuh dengan pergolakan emosi yang diiringi BAB I PENDAHULUAN A.Deskripsi Permasalahan Masa remaja dikenal dengan masa yang penuh dengan pergolakan emosi yang diiringi dengan pertumbuhan fisik yang pesat dan pertumbuhan secara psikis yang bervariasi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini beberapa televisi dan media elektronik lainnya memuat program-program khusus yang menyiarkan berita-berita tentang aksi kekerasan. Aksi-aksi kekerasan dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. budaya di negara kita sehingga menimbulkan keresahan di masyarakat. Menurut Kartini Kartono (2010: 21) pada umumnya bentuk perilaku

BAB I PENDAHULUAN. budaya di negara kita sehingga menimbulkan keresahan di masyarakat. Menurut Kartini Kartono (2010: 21) pada umumnya bentuk perilaku BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perubahan zaman dari tahun ke tahun tidak membuat kuantitas dan kualitas masalah kenakalan remaja menurun. Hal ini sepertinya sudah menjadi budaya di negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Perubahan zaman yang semakin pesat ini membawa dampak ke berbagai

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Perubahan zaman yang semakin pesat ini membawa dampak ke berbagai 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perubahan zaman yang semakin pesat ini membawa dampak ke berbagai aspek kehidupan terutama dalam bidang pendidikan. Terselenggaranya pendidikan yang efektif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menimbulkan konflik, frustasi dan tekanan-tekanan, sehingga kemungkinan besar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menimbulkan konflik, frustasi dan tekanan-tekanan, sehingga kemungkinan besar 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja merupakan kelompok yang sangat berpotensi untuk bertindak agresif. Remaja yang sedang berada dalam masa transisi yang banyak menimbulkan konflik, frustasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah kekerasan yang terjadi pada anak. Menurut data yang di dapat dari

BAB I PENDAHULUAN. adalah kekerasan yang terjadi pada anak. Menurut data yang di dapat dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kekerasan yang terjadi saat ini sangat memprihatinkan, salah satunya adalah kekerasan yang terjadi pada anak. Menurut data yang di dapat dari Komnas Perlindungan anak,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keluarga merupakan perkumpulan dua atau lebih individu yang diikat oleh

BAB I PENDAHULUAN. Keluarga merupakan perkumpulan dua atau lebih individu yang diikat oleh BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Keluarga merupakan perkumpulan dua atau lebih individu yang diikat oleh hubungan darah, perkawinan atau adopsi, dan tiap-tiap anggota keluarga selalu berinteraksi satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan sekolah. Perkelahian tersebut sering kali menimbulkan

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan sekolah. Perkelahian tersebut sering kali menimbulkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini banyak terjadi kasus kekerasan baik fisik maupun non fisik yang melibatkan remaja sebagai pelaku ataupun korban. Kekerasan yang sering terjadi adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Masa remaja yang merupakan masa-masa dimana banyak terjadi perubahan dalam kehidupan seseorang. Berdasarkan fenomena yang diberitakan melalui berbagai jenis

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH DEMOKRATIS ORANG TUA DAN KEMANDIRIAN DENGAN KEMAMPUAN MENYELESAIKAN MASALAH PADA REMAJA SKRIPSI

HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH DEMOKRATIS ORANG TUA DAN KEMANDIRIAN DENGAN KEMAMPUAN MENYELESAIKAN MASALAH PADA REMAJA SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH DEMOKRATIS ORANG TUA DAN KEMANDIRIAN DENGAN KEMAMPUAN MENYELESAIKAN MASALAH PADA REMAJA SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan Dalam mencapai derajat Sarjana S-1 Oleh: LINA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Bullying. itu, menurut Olweus (Widayanti, 2009) bullying adalah perilaku tidak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Bullying. itu, menurut Olweus (Widayanti, 2009) bullying adalah perilaku tidak BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Bullying 1. Definisi Bullying Bullying adalah perilaku agresif yang dilakukan oleh individu atau kelompok yang lebih kuat terhadap individu atau kelompok yang lebih lemah, yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. proses perkembangan yang serba sulit dan masa-masa membingungkan

BAB I PENDAHULUAN. proses perkembangan yang serba sulit dan masa-masa membingungkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masa remaja adalah masa peralihan, yang bukan hanya dalam arti psikologis, tetapi juga fisiknya. Peralihan dari anak ke dewasa ini meliputi semua aspek perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHALUAN. A. Latar Belakang Masalah. status sebagai orang dewasa tetapi tidak lagi sebagai masa anak-anak. Fase remaja

BAB I PENDAHALUAN. A. Latar Belakang Masalah. status sebagai orang dewasa tetapi tidak lagi sebagai masa anak-anak. Fase remaja BAB I PENDAHALUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja adalah fase kedua dalam kehidupan setelah fase anak-anak. Fase remaja disebut fase peralihan atau transisi karena pada fase ini belum memperoleh status

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja awal merupakan masa transisi, dimana usianya berkisar antara 13 sampai 16 atau 17 tahun dan akhir masa remaja bermula dari 16 atau 17 tahun sampai 18 tahun,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pengasuhan anak, dilakukan orang tua dengan menggunakan pola asuh

BAB I PENDAHULUAN. Pengasuhan anak, dilakukan orang tua dengan menggunakan pola asuh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengasuhan anak, dilakukan orang tua dengan menggunakan pola asuh tertentu. Penggunaan pola asuh ini memberikan sumbangan dalam mewarnai perkembangan terhadap

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. laku spesifik yang bekerja secara individu dan bersama sama untuk mengasuh

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. laku spesifik yang bekerja secara individu dan bersama sama untuk mengasuh BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Pola Asuh 1.1 Definisi Pengasuhan adalah kegiatan kompleks yang mencakup berbagai tingkah laku spesifik yang bekerja secara individu dan bersama sama untuk mengasuh anak (Darling,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja menurut Mappiare (1982), berlangsung antara umur 12 tahun sampai dengan 21 tahun bagi wanita dan 13 tahun sampai dengan 22 tahun bagi pria (Ali & Asrori,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadi perbaikan perilaku emosional. Kematangan emosi merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadi perbaikan perilaku emosional. Kematangan emosi merupakan BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut Hurlock (1980) masa remaja dianggap sebagai periode badai dan tekanan, suatu masa dimana ketegangan emosi meninggi sebagai akibat dari perubahan fisik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. baik dari faktor luar dan dalam diri setiap individu. Bentuk-bentuk dari emosi yang

BAB I PENDAHULUAN. baik dari faktor luar dan dalam diri setiap individu. Bentuk-bentuk dari emosi yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Emosi adalah respon yang dirasakan setiap individu dikarenakan rangsangan baik dari faktor luar dan dalam diri setiap individu. Bentuk-bentuk dari emosi yang sering

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nurlaela Damayanti, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nurlaela Damayanti, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan suatu fase perkembangan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa dimana pada masa ini remaja memiliki kematangan emosi, sosial, fisik dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pendidikan formal dan pendidikan nonformal. Pendidikan formal

I. PENDAHULUAN. pendidikan formal dan pendidikan nonformal. Pendidikan formal 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dan Masalah 1. Latar Belakang Pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan dan sangat menentukan bagi perkembangan serta kualitas diri individu dimasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. latin adolensence, diungkapkan oleh Santrock (2003) bahwa adolansence

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. latin adolensence, diungkapkan oleh Santrock (2003) bahwa adolansence BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Perkembangan dari masa kanak-kanak menuju dewasa ditandai dengan adanya masa transisi yang dikenal dengan masa remaja. Remaja berasal dari kata latin adolensence,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada dasarnya manusia adalah makhluk sosial, individu, dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada dasarnya manusia adalah makhluk sosial, individu, dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya manusia adalah makhluk sosial, individu, dan berketuhanan. Sebagai makhluk sosial, individu dalam kehidupan sehari-hari melakukan interaksi dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja dianggap sebagai masa labil yaitu di mana individu berusaha mencari jati dirinya dan mudah sekali menerima informasi dari luar dirinya tanpa ada pemikiran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak menuju dewasa. Pada masa ini, remaja menaruh minat dan perhatian yang cukup besar terhadap relasi dengan teman

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mencapai kedewasaan sesuai dengan norma-norma yang ada dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mencapai kedewasaan sesuai dengan norma-norma yang ada dalam BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pola Asuh Orangtua Pola asuh orangtua merupakan interaksi antara anak dan orangtua selama mengadakan kegiatan pengasuhan. Pengasuhan ini berarti orangtua mendidik, membimbing,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Komnas Perlindungan Anak, yaitu Arist Merdeka Sirait dalam wawancara dengan

BAB I PENDAHULUAN. Komnas Perlindungan Anak, yaitu Arist Merdeka Sirait dalam wawancara dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fenomena memprihatinkan yang terjadi pada bangsa ini adalah meningkatnya angka kejahatan. Berdasarkan data yang diperoleh dari Ketua Komnas Perlindungan Anak,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Intany Pamella, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Intany Pamella, 2014 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja berasal dari kata latin adolensence yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Hurlock (2004: 206) menyatakan bahwa Secara psikologis masa remaja adalah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. peralihan dari satu tahap anak-anak menuju ke tahap dewasa dan mengalami

BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. peralihan dari satu tahap anak-anak menuju ke tahap dewasa dan mengalami BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Masa remaja merupakan masa dimana seorang individu mengalami peralihan dari satu tahap anak-anak menuju ke tahap dewasa dan mengalami perubahan baik emosi, tubuh, minat,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang Memasuki era globalisasi yang penuh dengan persaingan dan tantangan, bangsa Indonesia dituntut untuk meningkatkan Sumber

PENDAHULUAN Latar Belakang Memasuki era globalisasi yang penuh dengan persaingan dan tantangan, bangsa Indonesia dituntut untuk meningkatkan Sumber 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Memasuki era globalisasi yang penuh dengan persaingan dan tantangan, bangsa Indonesia dituntut untuk meningkatkan Sumber Daya Manusia (SDM) sebagai modal penting untuk membangun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia senantiasa membutuhkan kehadiran orang lain untuk berinteraksi

BAB I PENDAHULUAN. Manusia senantiasa membutuhkan kehadiran orang lain untuk berinteraksi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia senantiasa membutuhkan kehadiran orang lain untuk berinteraksi dalam hidupnya. Guna memenuhi kebutuhan tersebut, manusia harus dapat melakukan penyesuaian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dengan pendekatan

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dengan pendekatan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dengan pendekatan kuantitatif. Penelitian ini menggunakan metode korelasi untuk mengetahui hubungan suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kembang remaja. Istilah remaja sendiri berasal dari bahasa latin yaitu adolescere

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kembang remaja. Istilah remaja sendiri berasal dari bahasa latin yaitu adolescere BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja adalah masa yang indah. Banyak hal yang terjadi dalam masa transisi dari masa kanak-kanak menuju dewasa. Suatu proses masa yang semua anak manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Banyak sekali latar belakang kekerasan terhadap anak mulai dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Banyak sekali latar belakang kekerasan terhadap anak mulai dari 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Banyak sekali latar belakang kekerasan terhadap anak mulai dari ketidakpuasan seseorang terhadap kondisi hidupnya sehingga melihat anak yang tidak berdaya sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berupa ejekan atau cemoohan, persaingan tidak sehat, perebutan barang

BAB I PENDAHULUAN. berupa ejekan atau cemoohan, persaingan tidak sehat, perebutan barang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Aksi-aksi kekerasan terhadap orang lain serta perusakan terhadap benda masih merupakan topik yang sering muncul baik di media massa maupun secara langsung kita temui

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORITIS

BAB II LANDASAN TEORITIS BAB II LANDASAN TEORITIS 2.1. Perilaku Agresif 2.1.1. Pengertian Perilaku Agresif Perasaan kecewa, emosi, amarah dan sebagainya dapat memicu munculnya perilaku agresif pada individu. Pemicu yang umum dari

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KEHARMONISAN KELUARGA DENGAN PERILAKU AGRESIF PADA REMAJA

HUBUNGAN ANTARA KEHARMONISAN KELUARGA DENGAN PERILAKU AGRESIF PADA REMAJA HUBUNGAN ANTARA KEHARMONISAN KELUARGA DENGAN PERILAKU AGRESIF PADA REMAJA Skripsi Untuk memenuhi persyaratan Dalam mencapai derajat Sarjana S-1 Psikologi Disusun oleh : NITALIA CIPUK SULISTIARI F 100 040

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Beberapa waktu yang lalu, kita semua tertegun melihat berita di sebuah stasiun televisi swasta, di mana dua kelompok remaja yang masih mengenakan seragam putihbiru

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA RELIGIUSITAS DENGAN KEMAMPUAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN SKRIPSI

HUBUNGAN ANTARA RELIGIUSITAS DENGAN KEMAMPUAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA RELIGIUSITAS DENGAN KEMAMPUAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Mencapai Derajat Sarjana S 1 Psikologi Diajukan oleh : Refti Yusminunita F 100 050

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seperti menyakiti orang lain baik fisik maupun verbal. menurut Herbert (Aisyah, 2010) agresivitas merupakan tingkah laku yang

BAB I PENDAHULUAN. seperti menyakiti orang lain baik fisik maupun verbal. menurut Herbert (Aisyah, 2010) agresivitas merupakan tingkah laku yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tahap perkembangan terjadi pada setiap manusia terutama pada masa anak-anak. Tahap perkembangan yang terjadi pada anak umumnya sama. Perkembangan pada anak biasanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berbagai macam hal yang tidak pernah diketahui sebelumnya. Dalam proses belajar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berbagai macam hal yang tidak pernah diketahui sebelumnya. Dalam proses belajar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keluarga merupakan lingkungan pertama bagi seorang anak dalam mempelajari berbagai macam hal yang tidak pernah diketahui sebelumnya. Dalam proses belajar inilah,

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN ASERTIVITAS PADA REMAJA DI SMA ISLAM SULTAN AGUNG 1 SEMARANG. Rheza Yustar Afif ABSTRAK

HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN ASERTIVITAS PADA REMAJA DI SMA ISLAM SULTAN AGUNG 1 SEMARANG. Rheza Yustar Afif ABSTRAK HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN ASERTIVITAS PADA REMAJA DI SMA ISLAM SULTAN AGUNG 1 SEMARANG Rheza Yustar Afif Fakultas Psikologi, Universitas Diponegoro Jl. Prof. Soeadarto, SH, Kampus Undip Tembalang,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan lain sebagainya yang semuanya menyebabkan tersingkirnya rasa

BAB I PENDAHULUAN. dan lain sebagainya yang semuanya menyebabkan tersingkirnya rasa 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fenomena akhir-akhir ini sangatlah memprihatinkan, karena kecenderungan merosotnya moral bangsa hampir diseluruh dunia. Krisis moral ini dilanjutkan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan berakhir pada usia akhir belasan tahun atau awal dua puluhan tahun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan berakhir pada usia akhir belasan tahun atau awal dua puluhan tahun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanakkanak dan masa dewasa yang pada umumnya dimulai pada usia 12 atau 13 tahun dan berakhir pada usia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tercermin dalam perilaku yang dianggap menimbulkan masalah di sekolah dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tercermin dalam perilaku yang dianggap menimbulkan masalah di sekolah dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara garis besar kenakalan siswa dalam hal ini remaja secara umum, bahwa diartikan sebagai perbuatan dan tingkah laku yang merupakan pelanggaran-pelanggaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memasuki masa dewasa (Rumini, 2000). Berdasarkan World Health. Organization (WHO) (2010), masa remaja berlangsung antara usia 10-20

BAB I PENDAHULUAN. memasuki masa dewasa (Rumini, 2000). Berdasarkan World Health. Organization (WHO) (2010), masa remaja berlangsung antara usia 10-20 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa anak dengan masa dewasa yang mengalami perkembangan semua aspek atau fungsi untuk memasuki masa dewasa (Rumini, 2000).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bagi perubahan besar sebuah negara. Ujung tombak sebuah negara ditentukan

BAB I PENDAHULUAN. bagi perubahan besar sebuah negara. Ujung tombak sebuah negara ditentukan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Remaja merupakan bagian dari generasi muda yang menjadi peletak dasar bagi perubahan besar sebuah negara. Ujung tombak sebuah negara ditentukan oleh remaja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pada berbagai kalangan, baik orang dewasa, remaja maupun anak-anak.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pada berbagai kalangan, baik orang dewasa, remaja maupun anak-anak. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Persaingan masyarakat di zaman modern terus mengalami peningkatan pada berbagai kalangan, baik orang dewasa, remaja maupun anak-anak. Persaingan yang semakin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. tidak terlepas dari pertumbuhan dan perkembangan yang dialami oleh setiap individu. Periode

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. tidak terlepas dari pertumbuhan dan perkembangan yang dialami oleh setiap individu. Periode BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Manusia merupakan makhluk yang mengalami perubahan dalam setiap tahap kehidupannya, baik itu perubahan fisik maupun perubahan psikologis. Perubahan tersebut tidak terlepas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa sebagai makhluk sosial,

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa sebagai makhluk sosial, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa sebagai makhluk sosial, yaitu makhluk yang saling membutuhkan dan saling berinteraksi. Dalam interaksi antar manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sekolah merupakan sebuah lembaga atau tempat yang dirancang untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sekolah merupakan sebuah lembaga atau tempat yang dirancang untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sekolah merupakan sebuah lembaga atau tempat yang dirancang untuk pengajaran siswa atau murid di bawah pengawasan guru dalam proses belajar dan mengajarkan siswa

Lebih terperinci

PENGARUH KONFORMITAS DAN HARGA DIRI TERHADAP KECENDERUNGAN MENJADI KORBAN KEKERASAN (BULLYING VICTIM) PADA REMAJA

PENGARUH KONFORMITAS DAN HARGA DIRI TERHADAP KECENDERUNGAN MENJADI KORBAN KEKERASAN (BULLYING VICTIM) PADA REMAJA PENGARUH KONFORMITAS DAN HARGA DIRI TERHADAP KECENDERUNGAN MENJADI KORBAN KEKERASAN (BULLYING VICTIM) PADA REMAJA NUR IKHSANIFA Fakultas Psikologi Universitas 17 Agustus 1945 Samarinda INTISARI Penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tentang banyaknya perilaku yang mengandung unsur agresi seperti permusuhan,

BAB I PENDAHULUAN. tentang banyaknya perilaku yang mengandung unsur agresi seperti permusuhan, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Hampir setiap hari berita dari berbagai media menginformasikan pada kita tentang banyaknya perilaku yang mengandung unsur agresi seperti permusuhan, umpatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH. Indonesia,1998), seringkali menjadi tema dari banyak artikel, seminar, dan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH. Indonesia,1998), seringkali menjadi tema dari banyak artikel, seminar, dan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH Kesuksesan (keberhasilan, keberuntungan) yang berasal dari dasar kata sukses yang berarti berhasil, beruntung (Kamus Bahasa Indonesia,1998), seringkali menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa yang penuh konflik, karena masa ini adalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa yang penuh konflik, karena masa ini adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa yang penuh konflik, karena masa ini adalah periode perubahan, dimana terjadi perubahan tubuh, pola perilaku, dan peran yang diharapkan

Lebih terperinci

-.- BABI PENDAHULUAN

-.- BABI PENDAHULUAN -.- BABI PENDAHULUAN BABI PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Suatu konsep dalam diri seseorang merupakan suatu hal yang penting, baik itu konsep mengenai lingkungan masyarakat, sekolah ataupun diri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagai makhluk sosial, manusia dituntut untuk mampu mengatasi segala masalah yang timbul sebagai akibat dari interaksi dengan lingkungan sosial dan harus mampu menampilkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Keluarga Sejahtera dibentuk berdasarkan perkawinan yang sah, mampu memenuhi kebutuhan hidup dan memiliki hubungan yang sama, selaras dan seimbang antar anggota

Lebih terperinci