RENCANA STRATEGIS DEPUTI BIDANG KOORDINASI EKONOMI KREATIF, KEWIRAUSAHAAN, DAN DAYA SAING KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "RENCANA STRATEGIS DEPUTI BIDANG KOORDINASI EKONOMI KREATIF, KEWIRAUSAHAAN, DAN DAYA SAING KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH"

Transkripsi

1 KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN RENCANA STRATEGIS DEPUTI BIDANG KOORDINASI EKONOMI KREATIF, KEWIRAUSAHAAN, DAN DAYA SAING KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH

2

3 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... ii i BAB I. PENDAHULUAN 1.1.KONDISI UMUM POTENSI DAN PERMASALAHAN... 6 BAB II. VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN KINERJA.1. VISI MISI TUJUAN SASARAN STRATEGIS BAB III. ARAH KEBIJAKAN, STRATEGI, KERANGKA REGULASI, DAN KERANGKA KELEMBAGAAN 3.1. ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI KEMENTERIAN ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI DEPUTI KERANGKA REGULASI KERANGKA KELEMBAGAAN... 5 BAB IV. TARGET KINERJA DAN KERANGKA PENDANAAN 4.1. TARGET KINERJA KERANGKA PENDANAAN BAB V. PENUTUP LAMPIRAN I. MATRIKS KINERJA DAN PENDANAAN ii

4 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Kondisi Umum Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional telah mencanangkan 9 (sembilan) agenda prioritas nasional atau NAWA CITA dimana tiga diantaranya terkait dengan pembangunan di bidang ekonomi yaitu: (1) Membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka Negara Kesatuan; () Meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar internasional; serta (3) Mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor-sektor strategis ekonomi domestik. Ekonomi kreatif, kewirausahaan, serta Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (KUMKM) merupakan tiga bidang yang memiliki peran fundamental untuk mewujudkan ketiga agenda prioritas nasional tersebut. Indonesia memiliki peluang besar untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional melalui pengembangan ekonomi kreatif, kewirausahaan, dan KUMKM. Pelaku-pelaku usaha skala mikro, kecil dan menengah, termasuk pelaku usaha di bidang ekonomi kreatif, menempati bagian terbesar dari seluruh aktivitas ekonomi rakyat Indonesia. Indonesia juga akan mengalami bonus demografi hingga tahun 035, dimana hingga tahun 030 jumlah penduduk usia produktif diperkirakan diatas 60% dan 7% di antaranya adalah penduduk muda dengan rentang usia tahun. Penduduk muda Indonesia tersebut berpotensi menjadi wirausaha dan tenaga kerja yang memiliki talenta kreatif dan mampu menggerakkan dinamika ekonomi, sosial dan budaya baik di perkotaan maupun perdesaan. Peluang tersebut ditunjang pula dengan masih banyaknya wilayah dan kawasan yang memiliki potensi sumberdaya yang besar namun belum dikembangkan secara optimal. Peluang ini perlu dimanfaatkan untuk mengatasi tantangan pembangunan yang dihadapi bangsa Indonesia saat ini. Disamping menghadapai era persaingan bebas yang semakin ketat di level regional dan global, perekonomian nasional juga dihadapkan pada persoalan melemahnya pertumbuhan dan melebarnya kesenjangan pendapatan. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi selama ini ternyata juga memberikan dampak pelebaran kesenjangan rakyat, sehingga diperlukan kebijakan dan upaya 1

5 untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang tinggi serta manfaatnya dapat dinikmati rakyat secara lebih merata, adil dan inklusif (equitable, just and inclusive growth), sehingga dapat mengurangi pengangguran dan kemiskinan, serta meningkatkan kesempatan berusaha bagi rakyat. Langkah strategis yang perlu dilakukan adalah mengintegrasikan dan memperkuat pengembangan kewirausahaan serta KUMKM dalam arus utama pembangunan. Melemahnya pertumbuhan ekonomi nasional dewasa ini yang disebabkan salah satunya oleh menurunnya harga komoditas andalan ekspor Indonesia di pasar internasional seperti batu bara, minyak kelapa sawit, karet, dan mineral, memerlukan langkah strategis berupa diversifikasi sumber pertumbuhan ekonomi melalui pengembangan sektor unggulan baru. Pengembangan UKM berbasis teknologi dan ekonomi kreatif yang bertumpu kepada sumber daya yang terbarukan yaitu ide, kreativitas, dan inovasi dari sumberdaya manusia, dan berbasis kepada pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi serta warisan budaya berpotensi besar dikembangkan bangsa Indonesia untuk mendorong tingkat pertumbuhan ekonomi. Pengembangan ekonomi kreatif, kewirausahaan, serta koperasi dan UKM memerlukan iklim dan ekosistem yang komprehensif, kondusif, partisipatif, dan inklusif sehingga diperlukan ruang atau kawasan yang menjadi pusat aktivitas dan interaksi bagi lintas pelaku (pemerintah, pelaku usaha/industri, akademisi, dan komunitas/forum kreatif) sehingga mampu lebih mengefisienkan proses penciptaan nilai tambah produk. Oleh karena itu pengembangan ekonomi kreatif, kewirausahaan, serta KUMKM juga terkait erat dengan upaya pengembangan kawasan berbasis Kreativitas, Inovasi, dan Teknologi (KIT), diantaranya melalui pengembangan kota kreatif dan Science Technology Park (STP). Pengembangan ekonomi kreatif, kewirausahaan, serta KUMKM juga memiliki memerlukan dukungan yang kuat dari sektor ketenagakerjaan, terutama dalam penciptaan tenaga kerja yang kreatif dan terampil. Dibawah ini akan diuraikan sejumlah capaian yang telah dihasilkan Pemerintah pada periode dalam pengembangan ekonomi kreatif, kawasan berbasis KIT, kewirausahaan, KUMKM, serta ketenagakerjaan.

6 1.1.1 Bidang Pengembangan Ekonomi Kreatif Sejak mulai dikembangkan secara sistematis pada tahun 009, ekonomi kreatif saat ini mulai tumbuh dan berkembang menjadi sektor yang memiliki peranan penting bagi perekonomian nasional. Pada tahun 014, ekonomi kreatif telah mampu berkontribusi sebesar 7,1% terhadap PDB nasional, menyerap tenaga kerja sekitar 1 juta orang, dan memberikan kontribusi perolehan devisa negara sebesar 5,8%. Sejumlah langkah dan capaian yang telah dilakukan antara lain: (1) Penerbitan Instruksi Presiden Nomor 6 Tahun 009 tentang Pengembangan Ekonomi Kreatif yang menugaskan kepada 6 menteri/kepala LPNK dan seluruh gubernur, bupati, dan walikota untuk mendukung kebijakan Pengembangan Ekonomi Kreatif dalam periode ; () Pembentukan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Parekraf) berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 011 yang menandai komitmen pemerintah untuk mengembangkan ekonomi kreatif secara lebih sistematis dan fokus; (3) Penyusunan Cetak Biru Pengembangan Ekonomi Kreatif Indonesia Ekonomi Kreatif: Kekuatan Baru Indonesia menuju 05. Cetak biru tersebut dilengkapi dengan Rencana Aksi Jangka Menengah (RAJM) Periode yang disertai dengan 15 rencana pengembangan untuk tiap-tiap sub sektor ekonomi kreatif; (4) Pembentukan Badan Ekonomi Kreatif berdasarkan Perpres Nomor 6 Tahun 015 tentang Badan Ekonomi Kreatif, yang dalam perkembangannya diperbaharui dengan Perpres Nomor 7 Tahun 015; (5) Pembentukan Tim Koordinasi Percepatan Pengembangan dan Pengendalian Kebijakan Ekonomi Kreatif Nasional berdasarkan Keputusan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor 185 Tahun 015; dan (6) Pembentukan Tim Teknis Penyusunan Skema Pembiayaan Bagi Industri Kreatif berdasarkan Keputusan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor 00 Tahun Bidang Peningkatan Daya Saing Ekonomi Kawasan Berbasis Kreativitas, Inovasi, dan Teknologi (KIT) Dalam rangka peningkatan daya saing ekonomi kawasan berbasis KIT, dilakukan pengembangan kawasan berbasis kreativitas, inovasi, dan teknologi. Dua model pendekatan strategi pengembangan kawasan tersebut adalah (1) 3

7 Pengembangan Kota Kreatif berbasis potensi lokal; dan () Pengembangan Science andf Techno Park (STP). Dalam rangka pengembangan Kota Kreatif, telah terbentuk beberapa forum jejaring Kota Kreatif pada beberapa daerah yang secara partisipatif diinisiasi oleh komunitas dan penggiat kreatif perkotaan, antara lain: Bandung Creative City Forum (BCCF) dan Solo Creative City Network (SCCN). Saat ini juga telah terbentuk Jaringan Kota Kabupaten Kreatif Indonesia (JK3I) yang merupakan jejaring antara komunitas, pemerintah kota/kabupaten, pelaku usaha, dan akademisi dalam mengembangkan kota/kabupaten kreatif di Indonesia. Selain itu, dua kota di Indonesia juga telah tergabung dalam jejaring kota kreatif dunia yang ditetapkan oleh UNESCO. Terkait hal ini, Pemerintah terus mengawal dan mensinergikan kegiatan pengembangan Kota Kreatif dan sedang berupaya menyusun Kriteria dan Indikator Kota Kreatif sebagai bagian untuk mendorong penetapan Kota Kreatif yang berdaya saing dan berkelanjutan. Pengembangan STP telah tercantum dalam RPJMN yang mengamanatkan pembangunan 100 STP di setiap provinsi. Saat ini regulasi terkait pengembangan STP masih dalam proses, di antaranya adalah penetapan Perpres Pengembangan STP dan grand design pengembangan STP yang sedang disusun oleh Kemenristekdikti. Sedangkan pengembangan STP yang telah dilakukan antara lain: (1) PUSPITEK Serpong, yang dikelola oleh Kementerian Riset dan Teknologi; () Cibinong Science Center yang dikelola oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia; (3) Solo Technopark yang diinisiasi oleh Pemerintah Kota Surakarta dan Akademi Teknik Mesin (ATMI) Solo; (4) Bandung Technopark yang diinisiasi oleh Yayasan Pendidikan Telkom; (5) Sragen Technopark yang diinisiasi oleh Pemerintah Kabupaten Sragen; (6) Cikarang Technopark yang diinisiasi oleh PT. Trimitra Group dan ATMI Cikarang; (7) Batam Technopark yang diinisiasi oleh Politeknik Negeri Batam, BP Batam dan Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau; (8) Teknopolitan Pelalawan yang diinisiasi oleh Pemerintah Kabupaten Pelalawan. 4

8 1.1.3 Bidang Kewirausahaan Dalam mendukung pengembangan wirausaha telah dilakukan 3 (tiga) tahapan terintegrasi dalam pengembangan kewirausahaan, yaitu: (1) pembibitan wirausaha (perubahan pola pikir dan change management), () penempaan wirausaha melalui kompetisi bussines plan dan pelatihan kewirausahaan, (3) pengembangan wirausaha melalui kemitraan, kolaborasi, pendampingan, penguatan kelembagaan inkubator bisnis baik di Kementerian/Lembaga, perguruan tinggi dan industri dalam rangka peningkatan jumlah wirausaha muda berdaya saing dan inovatif, Selain itu, telah dilakukan juga beberapa hal lainnya seperti: (1) Koordinasi roadmap pengembangan inkubator wirausaha, () Koordinasi dan sinkronisasi antar Kementerian/Lembaga untuk program pengembangan wirausaha nasional, dan (3) Koordinasi penciptaan wirausaha baru Bidang Peningkatan Daya Saing Koperasi dan UMKM Capaian dalam rangka mendorong pengembangan UMKM diantaranya melalui penerbitan Peraturan Pemerintah No 17 Tahun 013 tentang Pelaksanaan Undangundang Nomor 0 Tahun 008 tentang Usaha Mikro Kecil dan Menengah. Dalam rangka mengembangkan dan memberdayakan UMKM khususnya bagi pelaku usaha mikro dan kecil, Pemerintah juga telah melakukan upaya terobosan melalui Perpres No.98 Tahun 014 tentang Perijinan untuk Usaha Mikro dan Kecil. Ijin Usaha Mikro dan Kecil atau biasa disebut IUMK merupakan izin dalam bentuk naskah satu lembar yang diperuntukkan bagi pelaku usaha mikro dan kecil (UMK) yang dapat diperoleh dengan cepat, mudah dan tanpa dipungut biaya. Disamping itu, dengan memilki IUMK para pelaku UMK dapat memperoleh: (1) Kepastian dan perlindungan dalam berusaha di lokasi yang telah ditetapkan; () Kemudahan dalam akses pembiayaan ke lembaga keuangan bank dan non bank; (3) Pendampingan untuk pengembangan usaha; dan (4) Kemudahan dalam pemberdayaan dari pemerintah pusat dan daerah atau lembaga lainnya. 5

9 1.1.5 Bidang Ketenagakerjaan Untuk menghadapi persaingan tenaga kerja pada saat pelaksanaan Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) telah dilaksanakan koordinasi dan sinkronisasi perumusan kebijakan optimalisasi BLK dan UPT bersinergi dengan pusat-pusat pelatihan swasta untuk mewujudkan skilled labor dan langkah-langkah penyiapan roadmap tenaga kerja nasional dan grand strategy ketenagakerjaan nasional dalam mendukung pelaksanaan MEA Potensi dan Permasalahan Ekonomi Kreatif Sektor ekonomi kreatif berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 015 Tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 6 Tahun 015 Tentang Badan Ekonomi Kreatif terdiri atas 16 sub-sektor, yaitu : (1) Arsitektur; () Desain interior; (3) Desain Komunikasi Visual; (4) Desain Produk; (5) Film, animasi dan video; (6) Fotografi; (7) Kriya; (8) Kuliner; (9) Musik; (10) Fashion; (11) Aplikasi dan game developer; (1) Penerbitan; (13) Periklanan; (14) Televisi dan radio; (15) Seni pertunjukan; dan (16) Seni rupa. Ekonomi kreatif memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai salah satu sektor yang dapat mendukung perekonomian nasional. Pada tahun 013, kontribusi ekonomi kreatif terhadap PDB nasional sebesar 7.05 % (Rp. 641,81 triliun), atau peringkat ke 7 dari 10 sektor kontributor PDB nasional. Lima (5) kelompok industri kreatif yang menjadi penyumbang PDB terbesar yaitu : (1) Kuliner (3,51 persen); () Mode (8,9 persen); (3) Kerajinan (14,44 persen); (4) Penerbitan dan percetakan (8,11 persen); dan Desain (3,90 persen). Terdapat 5,4 juta usaha kreatif yang menyerap 11,8 juta tenaga kerja. Ekonomi kreatif juga mampu menyumbangkan devisa negara melalui ekspor sebesar US$ 3, miliar. Namun demikian terdapat sejumlah permasalahan yang masih dihadapi dalam pengembangan ekonomi kreatif ke depan, yaitu : (1) Terbatasnya ketersediaan sumber daya kreatif (orang kreatif) yang profesional dan kompetitif; () Terbatasnya sumber daya pendukung yang berkualitas, beragam dan kompetitif; (3) Belum berkembangnya struktur industri yang berdaya saing, tumbuh, dan beragam; (4) 6

10 Belum tersedianya pembiayaan yang sesuai dan kompetitif; (5) Keterbatasan akses pasar bagi karya kreatif; (6) Terbatasnya ketersediaan infrastruktur teknologi yang sesuai dan kompetitif; dan (7) Belum optimalnya dukungan kelembagaan yang mampu memfasilitasi kolabrorasi antara pemerintah, komunitas, dunia usaha, dan akademisi dalam pengembangan ekonomi kreatif Daya Saing Kawasan Berbasis Kreativitas, Inovasi, dan Teknologi (KIT) Dalam rangka pengembangan kawasan berbasis kreativitas, inovasi, dan teknologi, Indonesia setidaknya memiliki tiga potensi yaitu: (1) bonus demografi hingga tahun 035. Penduduk muda Indonesia berpotensi menjadi Orang Kreatif (Creative Class) yaitu lapisan masyarakat yang memiliki talenta kreatif dan mampu menggerakkan dinamika ekonomi, sosial dan budaya khususnya di daerah perkotaan; () prosentase penduduk muda Indonesia (10-4 tahun) sebagai pengadopsi teknologi mencapai 0% dari total populasi; dan (3) akses teknologi informasi dan komunikasi sebagai pendorong kreativitas sudah menjangkau lebih dari 90% populasi Indonesia. Salah satu strategi yang dilakukan untuk mendukung pengembangan ekonomi kreatif adalah melalui penciptaan ruang kreatif sebagai lingkungan yang kondusif bagi perkembangan kegiatan ekonomi kreatif. Di sisi hulu, ruang kreatif harus mampu mengakomodasi dan menginspirasi bagi munculnya sense of creativity. Di sisi hilir, ruang tersebut harus dapat mengintegrasikan proses kreasi-produksi-distribusi dan pemasaran potensi ekonomi kreatif yang ada. Dengan demikian, ruang kreatif harus dirancang untuk membentuk iklim dan ekosistem ekonomi kreatif yang komprehensif, kondusif, partisipatif dan inklusif, yang salah satunya dapat dikembangkan melalui pendekatan Kota Kreatif. Saat ini sebaran potensi ekonomi kreatif di setiap daerah belum dipetakan secara rinci sehingga pengembangan ekonomi kreatif belum optimal mendukung pemerataan pertumbuhan ekonomi daerah dan nasional. Selain itu, pengembangan kota kreatif yang berjalan hingga saat ini dilakukan secara parsial dan tidak terintegrasi. Dengan memperhatikan luasnya ruang lingkup ekonomi kreatif yaitu meliputi pengembangan 16 sub sektor di 514 kota/kabupaten, pembangunan kota/kabupaten kreatif harus dilakukan secara sistematis. Untuk itu diperlukan peta jalan pengembangan kota kreatif yang berkelanjutan. 7

11 Adapun strategi untuk meningkatkan kapasitas inovasi adalah pembangunan Science and Techno Park (STP). Permasalahan dalam pengembangan STP adalah (1) belum adanya kesepahaman tentang kriteria STP dan belum adanya referensi STP nasional yang ideal sehingga STP di beberapa Kementerian/Lembaga memiliki ruang lingkup dan rantai nilai yang berbeda; () pembangunan dan pengelolaan STP sebagian besar bersifat government-driven. Peran serta dunia usaha (industri besar) dalam pengelolaan STP dan pengembangan produk STP belum optimal sehingga penyerapan produk STP oleh industri besar masih terbatas; dan (3) STP eksisting yang dibangun/dikelola oleh K/L masih sangat tergantung kepada APBN dan belum dapat mandiri. Untuk itu diperlukan penataan ulang dan optimalisasi pengembangan STP Kewirausahaan Indonesia memiliki potensi pengembangan wirausaha yang besar berdasarkan persepsi masyarakat untuk berwirausaha. Namun, minat masyarakat untuk berwirausaha masih perlu ditingkatkan. Hal ini dapat berkaitan dengan ketersediaan informasi mengenai peluang usaha dan cara mendirikan usaha. (sumber : Global Entrepreneurship Monitor 014). Menurut survei BBC World Service, Indonesia merupakan tempat yang paling baik untuk memulai usaha diantara 4 negara yang disurvei. Penilaian ini didasarkan pada evaluasi terhadap tingkat kreativitas/ inovasi di masing-masing negara, tingkat kesulitan untuk memulai usaha, evaluasi terhadap orang yang memulai usaha, dan kemudahan untuk menerapkan ide menjadi bisnis. Selain itu, dilihat dari potensi usia produktif Indonesia yang cukup tinggi (60% penduduk memiliki usia di bawah 39 tahun) seharusnya dapat dimanfaatkan untuk mendorong pertumbuhan wirausaha baru melalui peningkatan pendidikan dan keterampilan. Kewirausahaan menjadi salah satu aspek penting dalam menentukan kemakmuran suatu bangsa.untuk menjadikan sebuah negara menjadi makmur, minimal sejumlah % dari prosentase keseluruhan penduduk di negara tersebut menjadi wirausahawan (Sosiolog David Mc Cleland), atau minimal sekitar 4,8 juta wirausaha dari populasi penduduk Indonesia. Penduduk Indonesia pada Tahun 015 yang menjadi wirausaha baru sekitar 0,19%. Hal tersebut sangat tertinggal jauh dari negara tetangga seperti Singapura yang memiliki presentase wirausaha sebesar 7%, 8

12 Malaysia 5%, China 10%, dan Amerika Serikat yang hampir 13% penduduknya menjadi wirausahawan.. Hal ini terjadi karena permasalahan yang dihadapi dalam pengembangan wirausaha diantaranya: (1) Kurang sinerginya program pemerintah, perguruan tinggi, swasta serta semua stakeholders dalam mengembangkan wirausaha yaitu tidak saling mendukung dan tidak berkelanjutan; () Belum adanya peta sebaran potensi lokal dan pengembangan wirausaha berdasarkan sektor dan wilayah; (3) Kurang pemahaman tentang ruang lingkup inkubator wirausaha dan kapabilitas serta kapasitas pengelola inkubator wirausaha yang masih rendah; (4) Belum adanya database kewirausahaan nasional dan inkubator wirausaha yang saling terintegrasi; (5) Kurangnya sosialisasi dan promosi terkait pengembangan kewirausahaan; (6) Belum adanya landasan hukum tentang pengembangan kewirausahaan Daya Saing Koperasi dan UMKM Terdapat potensi yang dapat dikembangkan untuk meningkatkan daya saing koperasi dan UMKM, yaitu (i) pelaku-pelaku usaha skala mikro, kecil dan menengah dan koperasi menempati bagian terbesar dari seluruh aktivitas ekonomi rakyat Indonesia mulai dari petani, nelayan, peternak, petambang, pengrajin, pedagang, dan penyedia berbagai jasa bagi rakyat yang meliputi sektor-sektor primer, sekunder dan tersier (ii) jumlah UMKM sebanyak 57,90 juta, atau 99,99 % terhadap jumlah total usaha yang ada di Indonesia (iii) tenaga kerja yang diserap UMKM mencapai 114,14 juta (97 %) (iv) kontribusi UMKM terhadap PDB dan ekspor cukup siknifikan, yaitu sekitar 59 % terhadap PDB dan 14,06 % terhadap total ekspor nonmigas. Di sisi lain, perkembangan UMKM dan koperasi saat ini belum menunjukkan kapasitas mereka sebagai pelaku usaha yang kuat dan berdaya saing. Populasi UMKM masih didominasi oleh usaha mikro (98,8 persen) yang informal, dan memiliki aset dan produktivitas yang rendah. Sementara itu, populasi usaha kecil dan menengah, yang memiliki kapasitas dan aset yang lebih besar, masih sangat rendah. Nilai PDB UMKM juga menurun terutama di sektor-sektor dimana jumlah unit dan tenaga kerja yang paling dominan yaitu sektor pertanian dan perdagangan. Nilai PDB terbesar yang diciptakan UMKM terdapat di sektor tersier, sedangkan PDB UMKM di industri pengolahan masih rendah. Partisipasi UMKM dalam ekspor juga masih rendah (kurang dari 19,0 persen) dan kontribusinya dalam ekspor terus mengalami penurunan. Koperasi juga masih 9

13 menghadapi tantangan untuk mengoptimalkan partisipasi dan keswadayaan anggotanya, yang seharusnya menjadi kekuatan inti koperasi, dalam menciptakan manfaat sosial ekonomi bagi perbaikan kesejahteraan rakyat. Kondisi tersebut berkaitan dengan permasalahan yang dihadapi koperasi dan UMKM diantaranya keterbatasan: (1) kapasitas kewirausahaan, manajemen dan teknis; () akses ke pembiayaan; dan (3) kapasitas inovasi, adopsi teknologi dan penerapan standar. Aturan dan kebijakan yang ada saat ini juga belum cukup efektif untuk memberikan kemudahan, kepastian dan perlindungan usaha bagi UMKM dan koperasi. Koperasi juga masih menghadapi kendala terkait kapasitas pengurus dan anggota koperasi dalam mengelola dan mengembangkan koperasi sesuai jatidiri, dan kebutuhan untuk menciptakan kesejahteraan bersama Ketenagakerjaan/Buruh Investasi PMDN dan PMA semakin meningkat di Indonesia sejak tahun 013 sampai dengan saat ini. Oleh sebab itu, ketenagakerjaan Indonesia (terampil, middle skill, dan high skill) berpotensi cukup besar dan menjanjikan untuk berperan serta dan terlibat di dalam proses industri. Ketenagakerjaan Indonesia dari sisi upah berdaya saing dibandingkan dengan tenaga kerja asing (khususnya ASEAN) yang tingkat upahnya tinggi. Sebagai negara dengan penduduk terbesar di ASEAN, Mutual Recognition Arrangement (MRA) merupakan suatu peluang yang baik. Penduduk yang banyak tentu saja berarti potensi jumlah tenaga kerja terbesar datang dari Indonesia. Melalui MRA ASEAN, tenaga-tenaga kerja dari Indonesia dapat mencari pekerjaan tidak hanya di dalam negeri, namun juga dapat mengisi pasar tenaga kerja yang dibutuhkan oleh negara anggota ASEAN lainnya. Beban penyediaan pekerjaan oleh pemerintah dapat berkurang akibat terbukanya pasar tenaga kerja yang lebih luas. Luasnya pasar tenaga kerja dan penyetaraan kualifikasi di ASEAN juga dapat menjadi pemicu bagi investor untuk menanamkan investasinya di ASEAN. Sebagai negara dengan sumber daya alam yang kaya dan juga luasnya lahan yang tersedia merupakan keunggulan tersendiri bagi Indonesia. Namun demikian, posisi penyerapan ketenagakerjaan pada tahun mengalami penurunan diakibatkan oleh melemahnya tingkat pertumbuhan ekonomi 10

14 dari 6,3% (semester I dan semester II tahun 013) menjadi 6% pada semester III dan semester IV tahun 013. Penurunan pertumbuhan ekonomi masih berlanjut sampai dengan akhir tahun 014 menjadi 5,% sampai 5,3% (diatas ekspektasi). Penurunan tingkat pertumbuhan ekonomi tersebut secara otomatis menyebabkan terjadinya penurunan tingkat penyerapan tenaga kerja pada tahun yaitu dari 1 juta netto tenaga kerja baru menjadi ribu tenaga kerja netto. Permasalahan tersebut disamping diakibatkan oleh penurunan pertumbuhan ekonomi juga disebabkan : (1) Tidak optimalnya pusat-pusat pelatihan pemerintah (BBLK, BLK, dan UPT) yang tidak bersinergitas dengan pusat-pusat pelatihan swasta/industri padat karya, dan industri lainnya, termasuk tidak terlaksananya dengan baik pelatihan/vocational training terhadap tenaga kerja informal oleh industri padat karya; () Tingkat pendidikan tenaga kerja indonesia (informal) mayoritas berpendidikan SD dan SMP kelas, sehingga begitu sulitnya dunia industri menyerap tenaga kerja/buruh disamping bergejolaknya kenaikan upah (UMP dan UMK) baik di provinsi, kabupaten/kota; (3) Terjadi perubahan penyerapan tenaga kerja dari industri padat karya menjadi industri padat modal sehingga tenaga kerja semakin berkurang oleh karena pemakaian mesin-mesin, baik di industri padat karya maupun industri padat modal (tahun 014); (4) Pelaksanaan sertifikasi uji kompetensi terhadap tenaga kerja terampil mengalami hambatan akibat persyaratan yang ditetapkan oleh WTO dipersyaratkan tenaga kerja yang profesional dan MEA 015 dipersyaratkan dengan jenjang pendidikan terendah adalah Diploma III setara dengan politeknik. 11

15 BAB II VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN KINERJA.1. VISI Visi Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan, dan Daya Saing Koperasi dan UKM yaitu: Terwujudnya koordinasi, sinkronisasi, dan pengendalian kebijakan pembangunan di bidang ekonomi kreatif; kawasan berbasis kreativitas, inovasi, dan teknologi; kewirausahaan; koperasi dan UMKM; serta ketenagakerjaan yang efektif dan berkelanjutan Visi Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan, dan Daya Saing Koperasi dan UKM dirumuskan selaras dengan visi Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian sebagaimana tertuang dalam Renstra Pernyataan visi tersebut mengandung beberapa pengertian yaitu: Pertama, koordinasi dan sinkronisasi kebijakan merupakan proses untuk mengupayakan terjadinya keselarasan persepsi, pemikiran, dan tindakan diantara seluruh stakeholder terkait dalam perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang ekonomi kreatif, kawasan berbasis KIT, kewirausahaan, koperasi dan UMKM, serta Ketenagakerjaan. Kedua, pengendalian kebijakan merupakan proses untuk memastikan bahwa implementasi kebijakan di bidang ekonomi kreatif, kawasan berbasis KIT, kewirausahaan, koperasi dan UMKM, serta ketenagakerjaan sesuai dengan tujuan awal yang direncanakan. Pengendalian berupaya meminimalisir deviasi antara hasil dari imlepementasi kebijakan dengan tujuan awal dari perumusan kebijakan. 1

16 Ketiga, efektif memberikan arti bahwa kinerja hasil koordinasi dan sinkronisasi kebijakan memberikan manfaat dan dampak yang signifikan bagi upaya pencapaian sasaran pembangunan di bidang ekonomi reatif, Kawasan Berbasis KIT, Kewirausahaan, Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah, serta Ketenagakerjaan. Keempat, berkelanjutan mempunyai makna bahwa koordinasi, sinkronisasi, dan pengendalian kebijakan harus dilakukan secara terus menerus dan proaktif agar pelaksanaan kebijakan pembangunan di bidang Ekonomi Kreatif, Kawasan Berbasis KIT, Kewirausahaan, Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah, serta Ketenagakerjaan yang dilakukan oleh seluruh sektor dapat berjalan sinergi dan berkesinambungan... MISI Dalam rangka mewujudkan visi tersebut di atas, misi Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan, dan Daya Saing Koperasi dan UKM adalah : Menjaga dan memperbaiki koordinasi dan sinkronisasi penyusunan kebijakan, serta pengendalian pelaksanaan kebijakan di bidang Ekonomi Kreatif, Kawasan Berbasis KIT, Kewirausahaan, Koperasi dan UMKM, dan Ketenagakerjaan Misi tersebut merupakan perwujudan peran Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan, dan Daya Saing Koperasi dan UKM dalam melaksanakan Misi Kemenko Perekonomian untuk menjaga dan memperbaiki koordinasi dan sinkronisasi penyusunan kebijakan, serta pengendalian pelaksanaan kebijakan perekonomian. 13

17 .3. TUJUAN Tujuan yang ingin dicapai oleh Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan, dan Daya Saing Koperasi dan UKM pada periode yaitu: Terwujudnya peningkatan daya saing nasional menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN melalui peningkatan kontribusi ekonomi kreatif, kewirausahaan, serta KUMKM, yang didukung oleh upaya penciptaan tenaga kerja terampil dan kreatif serta pengembangan kawasan berbasis kreativitas, inovasi dan teknologi. Adapun sasaran peningkatan daya saing diukur dari kontribusi ekonomi kreatif, kewirausahaan, Koperasi dan UMKM, Kawasan Berbasis KIT, serta Ketenagakerjaan yang diharapkan lima tahun ke depan sebagaimana yang telah ditetapkan dalam RPJM Nasional , yang diperlihatkan pada tabel berikut: Tabel.. Sasaran Peningkatan Daya Saing Ekonomi Kreatif, Kawasan Berbasis KIT, Kewirausahaan, KUMKM, serta Ketenagakerjaan URAIAN SASARAN EKONOMI KREATIF a. Pertumbuhan PDB Ekonomi Kreatif Meningkat dari 7,1% (014) menjadi 1% (019) b. Tenaga Kerja Ekonomi Kreatif (juta orang) Meningkat dari 1 juta orang (014) menjadi 13 juta orang (019) c. Kontribusi Ekspor/Devisa Bruto Meningkat dari 5,8% (014) menjadi 10,0% (019) KEWIRAUSAHAAN Pertambahan jumlah wirausaha baru 1 juta unit (tahun 019) 3 KOPERASI DAN UMKM a. Rata-rata pertumbuhan nilai PDB UMKM 6, 5-7,5% per tahun dan Koperasi b. Rata-rata pertumbuhan produktivitas UMKM 5,0-7,0 % per tahun c. Peningkatan partisipasi anggota koperasi 55,0% (tahun 019) dalam permodalan d. Rata-rata pertumbuhan volume usaha 15,5-18,0% per tahun koperasi 14

18 URAIAN SASARAN KAWASAN BERBASIS KIT Science and Techno Park 5 KETENAGAKERJAAN a. Proporsi jumlah tenaga kerja berkeahlian tinggi bersertifikat b. Proporsi jumlah tenaga kerja berkeahlian menengah bersertifikat c. Peningkatan kinerja lembaga pelatihan milik pemerintah menjadi lembaga pelatihan berbasis kompetensi d. Meningkatnya jumlah pekerja formal di sektor manufaktur Sumber: RPJMN Terbangunnya 100 Techno Park di kabupaten/kota dan Science Park di setiap provinsi (019) Meningkat dari 8,4% (014) menjadi 14% (019) Meningkat dari 30% (014) menjadi 4% (019) Meningkat dari 5% (014) menjadi 5% (019) Meningkat dari 40,5% (014) menjadi 51,0 persen (019)..4. SASARAN KINERjA Terdapat 4 (empat) Sasaran Strategis (SS) yang akan dicapai Deputi Bidang Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan, dan Daya Saing Koperasi dan UKM dalam jangka waktu 5 (lima) tahun mendatang, yaitu: 1. Terwujudnya koordinasi dan sinkronisasi perumusan kebijakan ekonomi kreatif, kawasan berbasis KIT, kewirausahaan, daya saing koperasi dan UMKM, dan ketenagakerjaan.. Terwujudnya pengendalian pelaksanaan kebijakan ekonomi kreatif, kawasan berbasis KIT, kewirausahaan, daya saing koperasi dan UMKM, dan Ketenagakerjaan. 3. Terwujudnya koordinasi dan sinkronisasi perumusan kebijakan Ekonomi Kreatif Nasional, Kawasan Berbasis KIT, KUMKM, SDM, dan ketenagakerjaan/buruh dalam pelaksanaan MEA Terwujudnya pengendalian pelaksanaan kebijakan 8 MRA yang sesuai dengan pengembangan Ekonomi Kreatif Nasional (engineering services, architectural, accountancy services) dalam pelaksanaan MEA

19 BAB III ARAH KEBIJAKAN, STRATEGI, KERANGKA REGULASI, DAN KERANGKA KELEMBAGAAN 3.1. Arah Kebijakan dan Strategi Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Dalam RPJMN , kebijakan pembangunan nasional diarahkan pada 9 (sembilan) agenda prioritas atau NAWA CITA. Sesuai dengan fungsi yang diamanatkan pada Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, maka Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian diamanatkan untuk dapat melaksanaan 3 agenda prioritas di bidang ekonomi, dimana Pengembangan Ekonomi Kreatif, Kawasan Berbasis Kreativitas, Inovasi, dan Teknologi, Kewirausahaan, Koperasi dan UKM, dan ketenagakerjaan sangat berkait erat dengan ketiga agenda prioritas tersebut. Tabel.1. Agenda Prioritas Nasional di Bidang Ekonomi NAWACITA 3 Agenda Prioritas di Bidang Ekonomi Membangun Indonesia dari pinggiran dengan Meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di Mewujudkan ekonomi memperkuat daerahdaerah pasar internasional dan desa dlm kerangka Negara Kesatuan 1. Pemerataan 1. Membangun konektivitas Pembangunan Antar nasional untuk mencapai Wilayah Terutama keseimbangan Kawasan Timur pembangunan, Indonesia.. Membangun transportasi umum masal perkotaan, 3. Membangun perumahan dan kawasan permukiman, 4. Peningkatan efektivitas, dan efisiensi dalam pembiayaan infrastruktur, 5. Penguatan investasi, 6. Mendorong BUMN menjadi agen pembangunan, 7. Peningkatan kapasitas inovasi dan teknologi, 8. Akselerasi pertumbuhan ekonomi nasional, kemandirian dengan menggerakkan sektor-sektor strategis ekonomi domestik 1. Peningkatan kedaulatan pangan,. Ketahanan air, 3. Kedaulatan energi, 4. Pelestarian sumber daya alam, lingkungan hidup dan pengelolaan bencana, 5. Pengembangan ekonomi maritim dan kelautan, 6. Penguatan sektor keuangan, 7. Penguatan kapasitas fiskal bangsa 16

20 NAWACITA 3 Agenda Prioritas di Bidang Ekonomi Membangun Indonesia Meningkatkan produktivitas Mewujudkan kemandirian dari pinggiran dengan rakyat dan daya saing di ekonomi dengan memperkuat daerahdaerah pasar internasional menggerakkan sektor-sektor dan desa dlm strategis ekonomi domestik kerangka Negara Kesatuan 9. Pengembangan kapasitas perdagangan nasional, 10. Peningkatan daya saing tenaga kerja Rencana Strategis Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian telah menetapkan sejumlah kebijakan prioritas sebagai berikut: 1. Meningkatkan Koordinasi kebijakan Kredit Usaha Rakyat;. Meningkatkan Koordinasi Kebijakan Pengendalian Inflasi; 3. Meningkatkan Koordinasi Kebijakan Kedaulatan Pangan dan Pertanian; 4. Meningkatkan Koordinasi Kebijakan Ketahanan Energi dan Pemanfaatan Sumber Daya Alam Secara Berkelanjutan; 5. Meningkatkan Koordinasi Kebijakan Sistem Logistik Nasional (Sislognas); 6. Meningkatkan Koordinasi Kebijakan Fasilitasi Perdagangan; 7. Meningkatkan Koordinasi Kebijakan UMKM berbasis Teknologi; 8. Meningkatkan Koordinasi Kebijakan Peningkatan Investasi; 9. Meningkatkan Koordinasi Kebijakan Pengembangan Industri; 10. Meningkatkan Koordinasi Kebijakan Peningkatan Ekspor; 11. Meningkatkan Koordinasi Kebijakan Percepatan Pembangunan Infrastruktur Prioritas; 1. Meningkatkan Koordinasi Kebijakan ASEAN Economic Community (AEC); 13. Meningkatkan Koordinasi Kebijakan Pengembangan KEK. 17

21 Adapun strategi Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian untuk mewujudkan pembangunan di bidang perekonomian, adalah sebagai berikut: 1. Mendahulukan penanganan terhadap prioritas kegiatan yang tercantum dalam Nawacita;. Mengedepankan kepentingan yang berdampak pada masyarakat luas dalam pengambilan keberpihakan dalam koordinasi dan sinkronisasi; 3. Mengantisipasi potensi deviasi atas realisasi kegiatan yang targetnya telah disepakati antar Kementerian/Lembaga. Sebagai upaya mempercepat terwujudnya sasaran strategis dan arah kebijakan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian maka ditetapkan berbagai program lintas sektor. Program lintas sektor untuk pengembangan ekonomi kreatif, kawasan berbasis KIT, kewirausahaan, KUMKM, dan ketenagakerjaan yaitu : Program Peningkatan Daya Saing Nasional Melalui Penguatan Ekonomi Kreatif, Kawasan Berbasis KIT, Kewirausahaan, Daya Saing Koperasi dan UKM serta Ketenagakerjaan, yang meliputi program kerja sebagai berikut: 1. Pengembangan ekonomi kreatif berbasis seni budaya, dan iptek;. Pengembangan kawasan berbasis kreativitas, inovasi dan teknologi, antara lain meliputi pengembangan kota kreatif berbasis potensi lokal serta penataan dan penguatan Taman Sains dan Taman Teknologi menjadi kantong inovasi; 3. Penciptaan wirausaha baru berbasis teknologi ; 4. Peningkatan daya saing Koperasi dan UKM; 5. Penciptaan tenaga kerja dengan keahlian tertentu, pemberdayaan buruh, dan perlindungan tenaga kerja dalam menghadapi AEC

22 3.. Arah Kebijakan dan Strategi Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan, dan Daya Saing Koperasi dan UKM Arah kebijakan dan strategi Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan, dan Daya Saing Koperasi dan UKM dijabarkan dari visi, misi, tujuan, dan sasaran strategis yang telah ditetapkan pada Bab I, serta dengan mempertimbangkan Sasaran Strategis Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian yang tertuang dalam Rencana Strategis , sebagaimana diuraikan pada Tabel 3.1. Tabel 3.1. Sasaran Strategis dan Arah Kebijakan Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan, dan Daya Saing Koperasi dan UKM Sasaran Srategis SS 1. Terwujudnya koordinasi dan sinkronisasi perumusan kebijakan ekonomi kreatif, kawasan berbasis KIT, kewirausahaan, daya saing KUMKM, dan Ketenagakerjaan. Arah Kebijakan 1. Melaksanakan koordinasi dan sinkronisasi perumusan kebijakan pengembangan ekonomi kreatif berbasis seni, budaya, media, desain, dan IPTEK melalui pengembangan, perlindungan, dan pemasaran produk industri kreatif. Melaksanakan koordinasi dan sinkronisasi perumusan kebijakan pengembangan kawasan berbasis KIT melalui pengembangan ruang kreatif, Kota/Desa Kreatif, Pusat Kreatif, Science Techno Park 3. Melaksanakan koordinasi dan sinkronisasi perumusan kebijakan penciptaaan wirausaha baru berbasis teknologi melalui pembentukan inkubator wirausaha dan penciptaan ekosistem wirausaha yang baik 4. Melaksanakan koordinasi dan sinkronisasi perumusan kebijakan peningkatan daya saing Koperasi dan UMKM, melalui kebijakan usaha mikro untuk naik kelas, dan usaha kecil dan menengah dapat mendorong program industri nasional dan meningkatkan ekspor nasional SS. Terwujudnya pengendalian pelaksanaan kebijakan ekonomi kreatif, kawasan berbasis KIT, 1. Melaksanakan pengendalian pelaksanaan kebijakan pengembangan ekonomi kreatif berbasis seni, budaya, media, desain, dan IPTEK melalui 19

23 Sasaran Srategis Arah Kebijakan kewirausahaan, daya saing KUMKM, dan ketenagakerjaan pengembangan, perlindungan, dan pemasaran produk industri kreatif.. Melaksanakan pengendalian pelaksanaan kebijakan pengembangan kawasan berbasis kreativitas, inovasi dan teknologi melalui pengembangan ruang kreatif, Kota/Desa Kreatif, Pusat Kreatif, dan Science Techno Park. 3. Melaksanakan pengendalian pelaksanaan kebijakan penciptaaan wirausaha baru berbasis teknologi melalui pembentukan inkubator wirausaha dan penciptaan ekosistem wirausaha yang baik 4. Melaksanakan pengendalian pelaksanaan kebijakan peningkatan daya saing Koperasi dan UMKM, melalui kebijakan usaha mikro untuk naik kelas, dan usaha kecil dan menengah dapat mendorong program industri nasional dan meningkatkan ekspor nasional SS 3. Terwujudnya koordinasi dan sinkronisasi perumusan kebijakan ekonomi kreatif nasional, kawasan berbasis KIT, KUMKM, SDM, dan ketenagakerjaan/buruh dalam pelaksanaan MEA 015. Melaksanakan koordinasi dan sinkronisasi perumusan kebijakan ketenagakerjaan, terkait isu peningkatan peran pusat pelatihan, sertifikasi uji kompetensi, penetapan upah minimum, outsourcing tenaga kerja, tata cara penggunaan Tenaga Kerja Asing, serta jaminan sosial untuk pekerja (Jaminan Pensiun, Jaminan Hari Tua, Jaminan Kecelakaan Kerja, dan Jaminan Kematian Tenaga Kerja) SS 4. Terwujudnya pengendalian pelaksanaan kebijakan 8 MRA yang sesuai dengan Melaksanakan pengendalian kebijakan sertifikasi uji kompetensi mengacu kepada Mutual Recognizition Agreement ASEAN pengembangan Ekonomi Kreatif Nasional (engineering services, architectural, accountancy services) dalam pelaksanaan MEA 015. Keterangan: Mulai periode , SS3 diintegrasikan dengan SS1 dan SS4 diintegrasikan dengan SS 0

24 Strategi yang dilaksanakan untuk melaksanakan arah kebijakan tersebut yaitu: 1. Mendahulukan kebijakan yang diprioritaskan dalam Rencana Strategis Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, dan arahan khusus dari Menteri Koordinator Bidang Perekonomian;. Memprioritaskan kebijakan yang berdampak luas bagi masyarakat dan berpihak pada upaya pemerataan pembangunan antar wilayah; 3. Mendorong deregulasi terhadap kebijakan yang kontraproduktif terhadap iklim berusaha dan daya saing ekonomi nasional; 4. Melibatkan seluruh pemangku kepentingan antara lain Kementerian/Lembaga, Pemerintah Daerah, dunia usaha, Perguruan Tinggi/akademisi, dan masyarakat dalam pelaksanaan koordinasi, sinkronisasi, dan pengendalian kebijakan 5. Mengantisipasi dan meminimalisir deviasi dalam pelaksanaan kebijakan dan program yang telah disepakati antar Eselon I Kementerian/Lembaga 3.3. Kerangka Regulasi Percepatan pengembangan ekonomi kreatif, kawasan berbasis KIT, kewirausahaan, KUMKM, serta ketenagakerjaan memerlukan terobosan regulasi atau evaluasi terhadap seluruh kerangka regulasi yang ada untuk mendorong partisipasi optimal dari seluruh stakeholder terkait. Terobosan regulasi diperlukan untuk mengurai hambatan-hambatan (bottleneck) yang terjadi seperti menghindari tumpang tindih regulasi yang ditetapkan oleh sektor. Sedangkan evaluasi akan menghasilkan langkah-langkah strategis untuk menyempurnakan atau mengubah regulasi yang ada. Deputi Bidang Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan, dan Daya Saing Koperasi dan UKM dalam hal ini berperan sebagai koordinator dalam penyusunan regulasi baru atau evaluasi suatu regulasi. Kerangka regulasi yang akan dikoordinasikan perumusan dan penetapannya, dimonitor, atau dievaluasi pelaksanaannya dalam rangka mendorong percepatan pengembangan ekonomi kreatif, kawasan berbasis KIT, kewirausahaan, KUMKM, serta ketenagakerjaan diuaraikan pada Tabel 3.. 1

25 Tabel 3.. Regulasi yang dikoordinasikan perumusannya dan dikendalikan pelaksanaannya No. Arah Kerangka Regulasi dan/atau Kebutuhan Regulasi 1. a. Penetapan kebijakan Rencana Induk Pengembangan Ekonomi Kreatif yang mengatur koordinasi dan sinergi antar instansi di tingkat nasional dan daerah b. Penetapan kebijakan mengenai skema pembiayaan dan pemasaran produk kreatif. a. Penyusunan dan penetapan kebijakan/ landasan hukum Pengembangan Kota dan Kawasan Kreatif yang bersinergi dengan tujuan pembangunan perkotaan berkelanjutan (Sustainable City Development); b. Penyusunan dan Penetapan kebijakan/ landasan hukum mengenai Percepatan penumbuhkembangan Taman Tekno (Techno Park) dan Taman Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Science Technology Park) Urgensi Pembentukan Berdasarkan Evaluasi Regulasi Eksisting, Kajian dan Penelitian a. Perlunya keterlibatan seluruh K/L untuk mendukung kinerja Badan Ekonomi Kreatif dalam mewujudkan sasaran pengembangan ekonomi kreatif dalam RPJMN b. Perlunya skema pembiayaan khusus bagi sub sektor ekonomi kreatif c. Perlunya prioritas kebijakan bagi upaya promosi, branding, dan pemasaran produk kreatif yang siap bersaing di pasar internasional a. Target dari Sasaran Kebijakan yang tersirat dalam RPJMN bahwa o Dalam rangka mendorong pengembangan ekonomi kreatif diperlukan pengembangan ekosistem kreatif yang terpadu dengan penciptaan ruang kreatif yang bertujuan untuk memfasilitasi orang kreatif di sepanjang rantai nilai kreasi, produksi, distribusi, konsumsi, dan konservasi; o Pengembangan kota kreatif merupakan salah satu bentuk pengembangan perkotaan melalui penciptaan ekosistem yang kondusif dan terintegrasi, sehingga kota sebagai pusat aktivitas dan interaksi lintas pelaku dapat mengembangkan kreativitas sebagai solusi permasalahan perkotaan, meningkatkan produktivitas ekonomi, serta mampu meningkatkan daya saing daerah dan nasional. b. Target dari sasaran kebijakan yang termaktub dalam RPJMN yaitu meningkatkan daya Unit Penanggung Jawab Asisten Deputi Pengembangan Ekonomi Kreatif Asisten Deputi Peningkatan Daya Saing Ekonomi Kawasan

26 No. Arah Kerangka Regulasi dan/atau Kebutuhan Regulasi 3. a. Landasan hukum terkait pengembangan kewirausahaan nasional yang mencakup: o Penguatan kelembagaan o Peningkatan akses pembiayaan dan perluasan skema pembiayaan o Peningkatan kualitas SDM o Peningkatan nilai tambah produk dan jangkauan pemasaran o Peningkatan kemudahan, kepastian dan perlindungan hukum b. Penyusunan blueprint dan roadmap pengembangan kewirausahaan nasional c. Penyusunan Regulasi/Kebijakan Kewirausahaan 3. a. Penetapan UU tentang Perkoperasian yang menggantikan UU Nomor 5 Tahun 199 tentang Perkoperasian, serta penyusunan aturan pelaksanaannya b. Penetapan peraturan/landasan hukum bagi pembentukan Lembaga Pembiayaan Pertanian, UMKM dan koperasi, dan skema penjaminan bagi UMKM dan Koperasi c. Penetapan Peraturan Presiden yang mengatur koordinasi dan sinergi antar instansi di tingkat nasional dan daerah yang Urgensi Pembentukan Berdasarkan Evaluasi Regulasi Eksisting, Kajian dan Penelitian saing perekonomian nasional melalui peningkatan kapasitas inovasi dan teknologi, termasuk pembangunan 100 Techno Park di kabupaten/kota, dan Science Park di setiap provinsi a. Target dari Sasaran Kebijakan yang tertuang dalam RPJMN bahwa pertambahan jumlah wirausaha baru melalui program pusat dan daerah adalah sejumlah 1 juta unit wirausaha baru b. Untuk mendukung Perpres No.7 tahun 013 tentang pengembangan inkubator wirausaha dimana pelaksanaan pengembangan inkubator wirausaha dikoordinasikan oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian a. Amanat Putusan MK No. 8/PUU-XI/013 tentang No.UU No.17 Tahun 01 b. Target dari Sasaran Kebijakan yang tertuang dalam RPJMN bahwa peningkatan kontribusi UMKM dan koperasi dalam perekonomian yang ditunjukkan oleh pertumbuhan nilai PDB UMKM dan koperasi, yang didukung peningkatan kontribusi UMKM dan koperasi dalam penciptaan lapangan kerja, penciptaan devisa (ekspor), dan investasi. c. Target dari Sasaran Kebijakan yang tertuang Unit Penanggung Jawab Asisten Deputi Kewirausahaan Asisten Deputi Peningkatan Daya Saing Koperasi dan UMKM 3

27 No. Arah Kerangka Regulasi dan/atau Kebutuhan Regulasi diwadahi dalam Program Nasional Peningkatan Daya Saing UMKM dan koperasi, dan didukung sistem pemantauan dan evaluasi dan basis data terpadu. Evaluasi pengaturan dalam UU Nomor 0 Tahun 008 tentang UMKM dan aturan pelaksanaannya yang berkaitan dengan kebutuhan untuk (i) mengintegrasikan pendekatan sektor dan wilayah dalam pengembangan UMKM. (ii) mengembangkan dukungan kebijakan yang sesuai dengan skala usaha dan kebutuhan UMKM mulai didirikan (wirausaha baru) sampai tumbuh menjadi usaha yang mapan dan/atau dengan skala yang lebih besar ( naik kelas ). dan (iii) mengembangkan skema restrukturisasi UMKM dan koperasi untuk meningkatkan keberlanjutan dan daya saing usaha. 5. a. Evaluasi UU Nomor 13 Tahun 003 tentang Ketenagakerjaan b. Monitoring pelaksanaan PP 78 Tahun 015 Tentang Pengupahan c. Monitoring PERMENAKER 35 Tahun 014 d. Peninjauan kembali biaya komponen cost structure penempatan TKI e. Penguatan Uji Kompetensi tenaga kerja Indonesia dalam rangka Urgensi Pembentukan Berdasarkan Evaluasi Regulasi Eksisting, Kajian dan Penelitian dalam RPJMN bahwa diperlukan sinkronisasi dan sinergisitas program seluruh K/L yang menangani UMKM dan koperasi. d. Target dari Sasaran Kebijakan yang tertuang dalam RPJMN bahwa peraturan pelaksanaan UU Nomor 0 Tahun 008 UMKM perlu ditindaklanjuti dengan peraturan yang lebih teknis agar tujuan dari UU tersebut dapat direalisasikan di lapangan. a. Terciptanya perubahan struktur tenaga kerja secara bertahap dari sektor/subsektor lapangan usaha yang produktivitasnya rendah ke sektor/sub-sektor yang produktivitasnya tinggi, b. Tersedianya program perlindungan sosial bagi pekerja dan meningkatkan jumlah tenaga profesional dan berkeahlian c. Tersedianya program perlindungan sosial bagi pekerja Unit Penanggung Jawab Asisten Deputi Ketenagakerjaan 4

28 No. Arah Kerangka Regulasi dan/atau Kebutuhan Regulasi menghadapi MRA ASEAN f. Penguatan kebijakan pelatihan dan sertifikasi tenaga kerja Urgensi Pembentukan Berdasarkan Evaluasi Regulasi Eksisting, Kajian dan Penelitian d. Terjalinnya Hubungan Industrial yang kondusif khususnya mengenai pengupahan. e. Mencegah terjadinya pengunaan tenaga kerja asing yang merugikan tenaga kerja lokal. f. Tidak adanya kesamaan komponen biaya penempatan kenegara tujuan penempatan TKI (Hongkong, Singapura, Malaysia dan Taiwan). g. Penguatan BLK dan percepatan Uji Kompetensi (sertifikasi) Unit Penanggung Jawab 3.4. Kerangka Kelembagaan Disamping pendanaan dan regulasi, keberhasilan percepatan pengembangan ekonomi kreatif, kawasan berbasis KIT, kewirausahaan, KUMKM, serta ketenagakerjaan juga memerlukan kerangka kelembagaan pemerintah yang efektif dan akuntabel sebagai pelaksana dari program pembangunan yang telah ditetapkan. Kelembagaan merujuk kepada organisasi, pengaturan hubungan inter dan antar organisasi, serta sumber daya manusia aparatur. Organisasi mencakup rumusan tugas, fungsi, kewenangan, peran, dan struktur. Pengaturan hubungan inter dan antarorganisasi mencakup aturan main dan/atau tata hubungan kerja inter dan antar-organisasi/lembaga pemerintah, sedangkan sumber daya manusia aparatur negara mencakup para pejabat negara dan aparatur sipil negara yang menjalankan organisasi tersebut. Dalam rangka mengantisipasi perubahan dan dinamika perkembangan ekonomi kreatif, kawasan berbasis KIT, kewirausahaan, dan daya saing Koperasi dan UKM, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian telah melakukan penataan organisasi dan tata kerja berdasarkan Peraturan Presiden RI Nomor 8 Tahun 015 yang diterbitkan pada tanggal 1 Januari 015, dan yang dijabarkan lebih lanjut oleh Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor 5 Tahun 015 tentang Organisasi dan Tata Kerja 5

29 Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian yang diterbitkan pada tanggal 19 Mei 015. Penataan tersebut membawa perubahan mendasar pada strukur organisasi, serta tugas dan fungsi seluruh unit kerja termasuk di lingkungan Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan, dan Daya Saing Koperasi dan UKM. Gambar 3.. memperlihatkan struktur organisasi Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan, dan Daya Saing Koperasi dan UKM pasca restukturisasi. Sesuai Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor 5 Tahun 015, Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan, dan Daya Saing Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah mempunyai tugas menyelenggarakan koordinasi dan sinkronisasi perumusan, penetapan, dan pelaksanaan serta pengendalian pelaksanaan kebijakan Kementerian/Lembaga yang terkait dengan isu di bidang ekonomi kreatif, kewirausahaan dan daya saing koperasi dan usaha kecil dan menengah. Dalam melaksanakan tugas tersebut, fungsi-fungsi yang diselenggarakan antara lain: a. koordinasi dan sinkronisasi perumusan, penetapan, dan pelaksanaan kebijakan Kementerian/Lembaga yang terkait isu di bidang ekonomi kreatif, kewirausahaan dan daya saing koperasi dan usaha kecil dan menengah; b. pengendalian pelaksanaan kebijakan di bidang ekonomi kreatif, kewirausahaan dan daya saing koperasi dan usaha kecil dan menengah; c. koordinasi dan sinkronisasi perumusan kebijakan di bidang penciptaan wirausaha baru berbasis teknologi; d. koordinasi dan sinkronisasi perumusan kebijakan di bidang pengembangan industri kreatif; e koordinasi dan sinkronisasi perumusan kebijakan di bidang penciptaan tenaga kerja dengan keahlian tertentu dan pemberdayaan buruh; f. koordinasi dan sinkronisasi perumusan kebijakan di bidang industri pengolahan dan sarana pendukung Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu; 6

30 g. pemantauan, analisis, evaluasi, dan pelaporan di bidang ekonomi kreatif, kewirausahaan dan daya saing Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah; dan g. pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh Menteri Koordinator. 7

31 Gambar 3.. Struktur Organisasi Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan, dan Daya Saing Koperasi dan UKM 8

32 Dalam pelaksanaan pengembangan ekonomi kreatif, kawasan berbasis KIT, kewirausahaan, koperasi dan UMKM, serta ketenagakerjaan, terdapat keterkaitan tugas dan fungsi yang erat antara Asisten Deputi di lingkungan Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan, dan Daya Saing Koperasi dan UKM, yang menuntut dilakukannya kolaborasi dan kerjasama antar Asisten Deputi. Ilustrasi keterkaitan antar Asisten Deputi diperlihatkan pada gambar 3.3. Pengembangan ruang kreatif misalnya, memerlukan kolaborasi yang erat antara Asdep Pengembangan Ekonomi Kreatif dengan Asdep Peningkatan Daya Saing Ekonomi Kawasan. Penguatan UKM berbasis Teknologi memerlukan kerjasama antara Asdep Pengembangan Ekonomi Kreatif dengan Asdep Peningkatan Daya Saing Koperasi dan UMKM. Gambar 3.3. Ilustrasi Keterkaitan Tugas dan Fungsi Antar Asisten Deputi Selain kolaborasi dan kerjasama secara internal, Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan, dan Daya Saing Koperasi dan UKM juga dituntut untuk melakukan koordinasi, kerjasama, dan kolaborasi yang kuat dengan berbagai Kementerian/Lembaga terkait. Sekurangkurangnya terdapat 10 K/L yang terkait langsung dengan isu yang 9

LAPORAN KINERJA TAHUN 2015

LAPORAN KINERJA TAHUN 2015 KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN LAPORAN KINERJA TAHUN 2015 DEPUTI BIDANG KOORDINASI EKONOMI KREATIF, KEWIRAUSAHAAN, DAN DAYA SAING KOPERASI DAN UKM Jl. Medan Merdeka Barat No.7, Jakarta Pusat

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Dalam rangka keterpaduan pelaksanaan pengembangan Ekonomi Kreatif, dengan ini

Lebih terperinci

ADHI PUTRA ALFIAN DIREKTUR PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN UKM BATAM, 18 JUNI 2014

ADHI PUTRA ALFIAN DIREKTUR PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN UKM BATAM, 18 JUNI 2014 ADHI PUTRA ALFIAN DIREKTUR PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN UKM BATAM, 18 JUNI 2014 OUTLINE 1. LINGKUNGAN STRATEGIS 2. ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI 2 1. LINGKUNGAN STRATEGIS 3 PELUANG BONUS DEMOGRAFI Bonus Demografi

Lebih terperinci

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Dalam rangka keterpaduan pelaksanaan Pengembangan Ekonomi Kreatif, dengan ini

Lebih terperinci

BAB VI SASARAN, INISITIF STRATEJIK DAN PROGRAM PEMBANGUNAN KEMENTERIAN KOPERASI DAN UKM

BAB VI SASARAN, INISITIF STRATEJIK DAN PROGRAM PEMBANGUNAN KEMENTERIAN KOPERASI DAN UKM BAB VI SASARAN, INISITIF STRATEJIK DAN PROGRAM PEMBANGUNAN KEMENTERIAN KOPERASI DAN UKM A. SASARAN STRATEJIK yang ditetapkan Koperasi dan UKM selama periode tahun 2005-2009 disusun berdasarkan berbagai

Lebih terperinci

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Dalam rangka keterpaduan pelaksanaan Pengembangan Ekonomi Kreatif,

Lebih terperinci

Mendukung terciptanya kesempatan berusaha dan kesempatan kerja. Meningkatnya jumlah minat investor untuk melakukan investasi di Indonesia

Mendukung terciptanya kesempatan berusaha dan kesempatan kerja. Meningkatnya jumlah minat investor untuk melakukan investasi di Indonesia E. PAGU ANGGARAN BERDASARKAN PROGRAM No. Program Sasaran Program Pengembangan Kelembagaan Ekonomi dan Iklim Usaha Kondusif 1. Peningkatan Iklim Investasi dan Realisasi Investasi Mendukung terciptanya kesempatan

Lebih terperinci

Berdasarkan PP Nomor 39 Tahun 2006 Konsolidasi Program, Sub Fungsi, dan Fungsi (Form C)

Berdasarkan PP Nomor 39 Tahun 2006 Konsolidasi Program, Sub Fungsi, dan Fungsi (Form C) Berdasarkan PP Nomor 39 Tahun 2006 Konsolidasi Program, Sub Fungsi, dan Fungsi (Form C) Formulir C LAPORAN KONSOLIDASI PROGRAM DIRINCI MENURUT KEGIATAN TRIWULAN IV TAHUN ANGGARAN 2015 Kementerian Koordinator

Lebih terperinci

1. Visi BKPM Terwujudnya Iklim Penanaman Modal Yang Berdaya Saing Untuk Menunjang Kualitas Perekonomian Nasional.

1. Visi BKPM Terwujudnya Iklim Penanaman Modal Yang Berdaya Saing Untuk Menunjang Kualitas Perekonomian Nasional. RENCANA STRATEGIS (RENSTRA) BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL TAHUN 2009-2014 A. Rencana Strategis BKPM Tahun 2009-2014 Rencana Strategis (Renstra) BKPM yang disusun merupakan fungsi manajemen untuk melaksanakan

Lebih terperinci

INTERVENSI PROGRAM UNTUK MENINGKATKAN PRODUKTIVITAS UKM

INTERVENSI PROGRAM UNTUK MENINGKATKAN PRODUKTIVITAS UKM INTERVENSI PROGRAM UNTUK MENINGKATKAN PRODUKTIVITAS UKM Mendorong Pertumbuhan Ekonomi dan Daya Saing Rahma Iryanti Deputi Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/ Deputi Kepala Bappenas Jakarta, 15 Juni

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38/PERMEN-KP/2013 TENTANG KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENYULUHAN PERIKANAN

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38/PERMEN-KP/2013 TENTANG KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENYULUHAN PERIKANAN PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38/PERMEN-KP/2013 TENTANG KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENYULUHAN PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN

Lebih terperinci

Strategi UKM Indonesia

Strategi UKM Indonesia Strategi UKM Indonesia I WAYAN DIPTA Deputi Bidang Produksi dan Pemasaran Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah ILO/OECD Workshop for Policy Makers on Productivity and Working Conditions in

Lebih terperinci

V BAB V PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN

V BAB V PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN V BAB V PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN Visi dan misi merupakan gambaran apa yang ingin dicapai Kota Surabaya pada akhir periode kepemimpinan walikota dan wakil walikota terpilih, yaitu: V.1

Lebih terperinci

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH Strategi dan arah kebijakan merupakan rumusan perencanaan komperhensif tentang bagaimana Pemerintah Daerah Provinsi Sulawesi

Lebih terperinci

PEREKONOMIAN INDONESIA

PEREKONOMIAN INDONESIA PEREKONOMIAN INDONESIA Ekonomi kerakyatan, sebagaimana dikemukakan dalam Pasal 33 UUD 1945, adalah sebuah sistem perekonomian yang ditujukan untuk mewujudkan kedaulatan rakyat dalam bidang ekonomi. Sistem

Lebih terperinci

Berdasarkan PP Nomor 39 Tahun 2006 Konsolidasi Program, Sub Fungsi, dan Fungsi (Form C)

Berdasarkan PP Nomor 39 Tahun 2006 Konsolidasi Program, Sub Fungsi, dan Fungsi (Form C) Berdasarkan PP Nomor 39 Tahun 2006 Konsolidasi Program, Sub Fungsi, dan Fungsi (Form C) Formulir C LAPORAN KONSOLIDASI PROGRAM DIRINCI MENURUT KEGIATAN TRIWULAN III TAHUN ANGGARAN 2015 Kementerian Koordinator

Lebih terperinci

AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian

AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN 2012-2014 Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian Jakarta, 1 Februari 2012 Daftar Isi I. LATAR BELAKANG II. ISU STRATEGIS DI SEKTOR INDUSTRI III.

Lebih terperinci

Ketua Komisi VI DPR RI. Anggota Komisi VI DPR RI

Ketua Komisi VI DPR RI. Anggota Komisi VI DPR RI PEMBERDAYAAAN KOPERASI & UMKM DALAM RANGKA PENINGKATAN PEREKONOMIAN MASYARAKAT 1) Ir. H. Airlangga Hartarto, MMT., MBA Ketua Komisi VI DPR RI 2) A. Muhajir, SH., MH Anggota Komisi VI DPR RI Disampaikan

Lebih terperinci

Berdasarkan PP Nomor 39 Tahun 2006 Konsolidasi Program, Sub Fungsi, dan Fungsi (Form C)

Berdasarkan PP Nomor 39 Tahun 2006 Konsolidasi Program, Sub Fungsi, dan Fungsi (Form C) Berdasarkan PP Nomor 39 Tahun 2006 Konsolidasi Program, Sub Fungsi, dan Fungsi (Form C) Formulir C LAPORAN KONSOLIDASI PROGRAM DIRINCI MENURUT KEGIATAN TRIWULAN I TAHUN ANGGARAN 2015 Kementerian Koordinator

Lebih terperinci

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI Pada bagian perumusan isu strategi berdasarkan tugas dan fungsi Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Perijinan mengemukakan beberapa isu strategis

Lebih terperinci

BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD)

BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD) BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD) 3.1. Asumsi Dasar yang Digunakan Dalam APBN Kebijakan-kebijakan yang mendasari APBN 2017 ditujukan

Lebih terperinci

BAHAN MENTERI DALAM NEGERI PADA ACARA MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN (MUSRENBANG) REGIONAL KALIMANTAN TAHUN 2015

BAHAN MENTERI DALAM NEGERI PADA ACARA MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN (MUSRENBANG) REGIONAL KALIMANTAN TAHUN 2015 BAHAN MENTERI DALAM NEGERI PADA ACARA MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN (MUSRENBANG) REGIONAL KALIMANTAN TAHUN 2015 BALAI SIDANG JAKARTA, 24 FEBRUARI 2015 1 I. PENDAHULUAN Perekonomian Wilayah Pulau Kalimantan

Lebih terperinci

RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2016 TEMA : MEMPERCEPAT PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR UNTUK MEMPERKUAT FONDASI PEMBANGUNAN YANG BERKUALITAS

RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2016 TEMA : MEMPERCEPAT PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR UNTUK MEMPERKUAT FONDASI PEMBANGUNAN YANG BERKUALITAS REPUBLIK INDONESIA RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2016 TEMA : MEMPERCEPAT PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR UNTUK MEMPERKUAT FONDASI PEMBANGUNAN YANG BERKUALITAS KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN

Lebih terperinci

MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA - SALINAN SALINAN

MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA - SALINAN SALINAN MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA - SALINAN SALINAN p PERATURAN MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG KELAS JABATAN DI LINGKUNGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. komunikasi beserta penemuan-penemuan baru menyebabkan perubahan dari

BAB I PENDAHULUAN. komunikasi beserta penemuan-penemuan baru menyebabkan perubahan dari 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pergeseran Era Pertanian ke Era Industrialisasi dan semakin majunya Era komunikasi beserta penemuan-penemuan baru menyebabkan perubahan dari seluruh pola pikir dalam

Lebih terperinci

Latar Belakang. Arahan Bapak Presiden RI. Ekonomi kreatif harus menjadi tulang punggung ekonomi Indonesia

Latar Belakang. Arahan Bapak Presiden RI. Ekonomi kreatif harus menjadi tulang punggung ekonomi Indonesia Latar Belakang Arahan Bapak Presiden RI Ekonomi kreatif harus menjadi tulang punggung ekonomi Indonesia Latar Belakang Perpres No. 2 Tahun 2015 (RPJMN 2015-2019) Pengembangan ekonomi kreatif sebagai kesempatan

Lebih terperinci

Rencana Pembangunan Jangka Menengah strategi juga dapat digunakan sebagai sarana untuk melakukan tranformasi,

Rencana Pembangunan Jangka Menengah strategi juga dapat digunakan sebagai sarana untuk melakukan tranformasi, BAB VI. STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN Strategi dan arah kebijakan merupakan rumusan perencanaan komperhensif tentang bagaimana Pemerintah Daerah mencapai tujuan dan sasaran RPJMD dengan efektif dan efisien.

Lebih terperinci

BAB IV LANDASAN PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN UMKM

BAB IV LANDASAN PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN UMKM BAB IV LANDASAN PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN UMKM Pancasila dan Undang-undang Dasar Tahun 1945 merupakan landasan ideologi dan konstitusional pembangunan nasional termasuk pemberdayaan koperasi dan usaha

Lebih terperinci

Laporan Capaian Target Indikator Kinerja Utama Semester II Tahun Kedeputian Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan & Daya Saing KUKM

Laporan Capaian Target Indikator Kinerja Utama Semester II Tahun Kedeputian Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan & Daya Saing KUKM Laporan Capaian Target Indikator Kinerja Utama Semester II Tahun 2015 Kedeputian Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan & Daya Saing KUKM Unit : Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan

Lebih terperinci

Jakarta, 10 Maret 2011

Jakarta, 10 Maret 2011 SAMBUTAN MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL DALAM ACARA TEMU KONSULTASI TRIWULANAN KE-1 TAHUN 2011 BAPPENAS-BAPPEDA PROVINSI SELURUH INDONESIA Jakarta,

Lebih terperinci

NARASI MENTERI PERINDUSTRIAN RI Pembangunan Industri yang Inklusif dalam rangka Mengakselerasi Pertumbuhan Ekonomi yang Berkualitas

NARASI MENTERI PERINDUSTRIAN RI Pembangunan Industri yang Inklusif dalam rangka Mengakselerasi Pertumbuhan Ekonomi yang Berkualitas NARASI MENTERI PERINDUSTRIAN RI Pembangunan Industri yang Inklusif dalam rangka Mengakselerasi Pertumbuhan Ekonomi yang Berkualitas Sektor industri merupakan salah satu sektor yang mampu mendorong percepatan

Lebih terperinci

LAPORAN TIM HASIL PELAKSANAAN KERJA TIM KELOMPOK KERJA PENGEMBANGAN INKUBATOR WIRAUSAHA

LAPORAN TIM HASIL PELAKSANAAN KERJA TIM KELOMPOK KERJA PENGEMBANGAN INKUBATOR WIRAUSAHA LAPORAN TIM HASIL PELAKSANAAN KERJA TIM KELOMPOK KERJA PENGEMBANGAN INKUBATOR WIRAUSAHA BERDASARKAN KEPUTUSAN MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 184 TAHUN 2015 TENTANG KELOMPOK

Lebih terperinci

ARAH KEBIJAKAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL BIDANG UMKM DAN KOPERASI

ARAH KEBIJAKAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL BIDANG UMKM DAN KOPERASI KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL ARAH KEBIJAKAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL BIDANG UMKM DAN KOPERASI Direktur Pengembangan UKM dan Koperasi Disampaikan

Lebih terperinci

BAB X PEDOMAN TRANSISI DAN KAIDAH PELAKSANAAN. roses pembangunan pada dasarnya merupakan proses yang berkesinambungan,

BAB X PEDOMAN TRANSISI DAN KAIDAH PELAKSANAAN. roses pembangunan pada dasarnya merupakan proses yang berkesinambungan, BAB X PEDOMAN TRANSISI DAN KAIDAH PELAKSANAAN 10.1. Program Transisii P roses pembangunan pada dasarnya merupakan proses yang berkesinambungan, berlangsung secara terus menerus. RPJMD Kabupaten Kotabaru

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PENYULUHAN KELAUTAN DAN PERIKANAN, DAN SINERGI PENYELENGGARAN PENYULUHAN

KEBIJAKAN PENYULUHAN KELAUTAN DAN PERIKANAN, DAN SINERGI PENYELENGGARAN PENYULUHAN AN KELAUTAN DAN, DAN SINERGI PENYELENGGARAN AN Oleh : KUSDIANTORO Kepala Bidang Program dan Monev, Pusat Penyuluhan KP Disampaikan pada acara Temu Kelembagaan Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan

Lebih terperinci

LD NO.14 PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL I. UMUM

LD NO.14 PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL I. UMUM I. UMUM PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL 1. Pembangunan daerah merupakan bagian integral dari pembangunan nasional, sebagai upaya terus menerus

Lebih terperinci

Rencana Umum Penanaman Modal Aceh

Rencana Umum Penanaman Modal Aceh Rencana Umum Penanaman Modal Aceh Dr. Nazamuddin, SE, MA Universitas Syiah Kuala Salah Satu MISI PEMBANGUNAN ACEH RPJM 2012-2017 Mewujudkan Peningkatan Nilai Tambah Produksi Masyarakat dan Optimalisasi

Lebih terperinci

Written by Danang Prihastomo Friday, 06 February :22 - Last Updated Wednesday, 11 February :46

Written by Danang Prihastomo Friday, 06 February :22 - Last Updated Wednesday, 11 February :46 RUMUSAN HASIL RAPAT KERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2015 Jakarta, 5 Februari 2015 Rapat Kerja Menteri Perindustrian Tahun 2015 dengan tema Terbangunnya Industri yang Tangguh dan Berdaya Saing Menuju

Lebih terperinci

PENTINGNYA PEMETAAN DAN HARMONISASI REGULASI EKONOMI KREATIF

PENTINGNYA PEMETAAN DAN HARMONISASI REGULASI EKONOMI KREATIF PENTINGNYA PEMETAAN DAN HARMONISASI REGULASI EKONOMI KREATIF Dr. Sabartua Tampubolon (sabartua.tampubolon@bekraf.go.id, sabartuatb@gmail.com) Direktur Harmonisasi Regulasi dan Standardisasi Badan Ekonomi

Lebih terperinci

ARAH KEBIJAKAN RENCANA INDUK KELITBANGAN OLEH KEPALA BALITBANG PROV. SUMBAR BUKITTINGGI, TANGGAL 25 APRIL 2018

ARAH KEBIJAKAN RENCANA INDUK KELITBANGAN OLEH KEPALA BALITBANG PROV. SUMBAR BUKITTINGGI, TANGGAL 25 APRIL 2018 ARAH KEBIJAKAN RENCANA INDUK KELITBANGAN OLEH KEPALA BALITBANG PROV. SUMBAR BUKITTINGGI, TANGGAL 25 APRIL 2018 BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PROVINSI SUMATERA BARAT DASAR PENYUSUNAN RIK 1. UU No. 18

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN NASIONAL TAHUN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN NASIONAL TAHUN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN NASIONAL TAHUN 2010-2025 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

PERSIAPAN DAERAH dalam menghadapi

PERSIAPAN DAERAH dalam menghadapi PERSIAPAN DAERAH dalam menghadapi Outline 1 Gambaran Umum Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015 2 MEA dalam RKP 2014 3 Strategi Daerah dalam Menghadapi MEA 2015 MASYARAKAT EKONOMI ASEAN (MEA) 2015 Masyarakat

Lebih terperinci

BAB V PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN

BAB V PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN BAB V PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN 5.1. Visi Proses Pembangunan Kabupaten Musi Rawas lima tahun ke depan tidak bisa dilepaskan dari capaian kinerja lima tahun terakhir, selain telah menghasilkan

Lebih terperinci

KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF

KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF DEPUTI BIDANG KOORDINASI EKONOMI KREATIF, KEWIRAUSAHAAN, DAN DAYA SAING KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF Dr. Hamdan Asisten Deputi Pengembangan

Lebih terperinci

Perluasan Lapangan Kerja

Perluasan Lapangan Kerja VII Perluasan Lapangan Kerja Perluasan lapangan kerja untuk menciptakan lapangan kerja dalam jumlah dan mutu yang makin meningkat, merupakan sebuah keniscayaan untuk menyerap angkatan kerja baru yang terus

Lebih terperinci

VISI DAN MISI H. ARSYADJULIANDI RACHMAN H. SUYATNO

VISI DAN MISI H. ARSYADJULIANDI RACHMAN H. SUYATNO 1 VISI DAN MISI H. ARSYADJULIANDI RACHMAN H. SUYATNO V I S I Riau Yang Lebih Maju, Berdaya Saing, Berbudaya Melayu, Berintegritas dan Berwawasan Lingkungan Untuk Masyarakat yang Sejahtera serta Berkeadilan

Lebih terperinci

MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN

MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KOORDINATOR

Lebih terperinci

Pengembangan Ekonomi Kreatif dan Pemberdayaan Pemuda Indonesia Ahmad Buchori Kepala Departemen Perbankan Syariah Otoritas Jasa Keuangan

Pengembangan Ekonomi Kreatif dan Pemberdayaan Pemuda Indonesia Ahmad Buchori Kepala Departemen Perbankan Syariah Otoritas Jasa Keuangan Pengembangan Ekonomi Kreatif dan Pemberdayaan Pemuda Indonesia Ahmad Buchori Kepala Departemen Perbankan Syariah Otoritas Jasa Keuangan Bogor, 29 Desember 2015 1 Agenda 1. Potensi dan Tantangan Kondisi

Lebih terperinci

MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA KELAS JABATAN DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN

MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA KELAS JABATAN DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN LAMPIRAN PERATURAN MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN NOMOR : 7 TAHUN 2015 TANGGAL : 18 SEPTEMBER 2015 KELAS JABATAN DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN Sekretariat Kementerian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kota Jambi RPJMD KOTA JAMBI TAHUN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kota Jambi RPJMD KOTA JAMBI TAHUN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan proses perubahan kearah yang lebih baik, mencakup seluruh dimensi kehidupan masyarakat suatu daerah dalam upaya meningkatkan kesejahteraan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN NASIONAL TAHUN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN NASIONAL TAHUN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN NASIONAL TAHUN 2010-2025 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

TARGET PEMBANGUNAN TAHUN KEMENTERIAN PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL

TARGET PEMBANGUNAN TAHUN KEMENTERIAN PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL Lampiran. 200 20 202 203 204 2 3 4 5 6 7 8 9 PROGRAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL 67,7 68 68,5 7 72,2 DEPUTI BIDANG PENGEMBANGAN SUMBER DAYA. Meningkatkan indek kualitas pembangunan manusia

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa masyarakat adil dan makmur

Lebih terperinci

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN Strategi pembangunan daerah dirumuskan untuk menjalankan misi guna mendukung terwujudnya visi yang harapkan yaitu Menuju Surabaya Lebih Baik maka strategi dasar pembangunan

Lebih terperinci

BAB II RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD)

BAB II RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah BAB II RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) A. Visi dan Misi 1. Visi Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kabupaten Sleman 2010-2015 menetapkan

Lebih terperinci

Tantangan dan Peluang UKM Jelang MEA 2015

Tantangan dan Peluang UKM Jelang MEA 2015 Tantangan dan Peluang UKM Jelang MEA 2015 Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015 segera dimulai. Tinggal setahun lagi bagi MEA mempersiapkan hal ini. I Wayan Dipta, Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UKMK,

Lebih terperinci

KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 8.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil kajian mengenai strategi pengembangan ekonomi lokal di Kabupaten Pacitan, maka prioritas strategi yang direkomendasikan untuk mendukung

Lebih terperinci

PROGRAM STRATEGIS KEMENTERIAN KOPERASI DAN UKM 2015

PROGRAM STRATEGIS KEMENTERIAN KOPERASI DAN UKM 2015 1 PROGRAM STRATEGIS KEMENTERIAN KOPERASI DAN UKM 2015 DEPUTI BIDANG KELEMBAGAAN KOPERASI DAN UKM 1. Revitalisasi dan Modernisasi Koperasi; 2. Penyuluhan Dalam Rangka Gerakan Masyarakat Sadar Koperasi;

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN KERJA SAMA ASEAN PASCA IMPLEMENTASI AEC 2015

PERKEMBANGAN KERJA SAMA ASEAN PASCA IMPLEMENTASI AEC 2015 PERKEMBANGAN KERJA SAMA ASEAN PASCA IMPLEMENTASI AEC 2015 J.S. George Lantu Direktur Kerjasama Fungsional ASEAN/ Plt. Direktur Kerja Sama Ekonomi ASEAN Jakarta, 20 September 2016 KOMUNITAS ASEAN 2025 Masyarakat

Lebih terperinci

PENJELASAN SUBTEMA IDF. Pathways to Tackle Regional Disparities Across the Archipelago

PENJELASAN SUBTEMA IDF. Pathways to Tackle Regional Disparities Across the Archipelago PENJELASAN SUBTEMA IDF Pathways to Tackle Regional Disparities Across the Archipelago 2018 DISPARITAS REGIONAL Dalam Nawacita, salah satu program prioritas Presiden Joko Widodo adalah membangun Indonesia

Lebih terperinci

PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KOORDINASI PENYULUHAN

PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KOORDINASI PENYULUHAN - 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KOORDINASI PENYULUHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR,

Lebih terperinci

REVITALISASI KEHUTANAN

REVITALISASI KEHUTANAN REVITALISASI KEHUTANAN I. PENDAHULUAN 1. Berdasarkan Peraturan Presiden (PERPRES) Nomor 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Nasional Tahun 2004-2009 ditegaskan bahwa RPJM merupakan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN NASIONAL TAHUN 2010-2025

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN NASIONAL TAHUN 2010-2025 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN NASIONAL TAHUN 2010-2025 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN Strategi pembangunan daerah dirumuskan untuk menjalankan misi guna mendukung terwujudnya visi yang harapkan yaitu Menuju Surabaya Lebih Baik maka strategi dasar pembangunan

Lebih terperinci

Kesiapan Pemerintah di Bidang Peternakan dan Kesehatan Hewan

Kesiapan Pemerintah di Bidang Peternakan dan Kesehatan Hewan Kesiapan Pemerintah di Bidang Peternakan dan Kesehatan Hewan dalam Menghadapi MEA 2015 SEKILAS TENTANG ASEAN ECONOMIC COMMUNITY (AEC)/ MASYARAKAT EKONOMI ASEAN (MEA) Kerjasama ekonomi ASEAN mengarah kepada

Lebih terperinci

POKOK-POKOK METERI FORUM (MIF) 2016 GUBERNUR JAWA TENGAH PADA ACARA :

POKOK-POKOK METERI FORUM (MIF) 2016 GUBERNUR JAWA TENGAH PADA ACARA : POKOK-POKOK METERI GUBERNUR JAWA TENGAH PADA ACARA : MANDIRI INVESTMENT FORUM (MIF) 2016 2 3 3 4 4 5 5 6 105.54 110 100.67 100 100.45 90 80 70 60 2013 2014 2015 77 15.801 15.776 10.744 5.329 2013 5.633

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Otonomi daerah yang disahkan melalui Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang wajib dimiliki dalam mewujudkan persaingan pasar bebas baik dalam kegiatan maupun

Lebih terperinci

EVALUASI PELAKSANAAN RENJA TAHUN 2013

EVALUASI PELAKSANAAN RENJA TAHUN 2013 BAB 2 EVALUASI PELAKSANAAN RENJA TAHUN 2013 Evaluasi Pelaksanaan Renja Tahun 2013 2.1 BAB 2 EVALUASI PELAKSANAAN RENJA TAHUN 2013 2.1. EVALUASI PELAKSANAAN RENJA TAHUN 2013 DAN CAPAIAN RENSTRA SAMPAI DENGAN

Lebih terperinci

URAIAN RUPMD BAB I PENDAHULUAN

URAIAN RUPMD BAB I PENDAHULUAN LAMPIRAN PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 6 TAHUN 2018 TENTANG RENCANA UMUM PENANAMAN MODAL DAERAH URAIAN RUPMD BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peran Pemerintah Daerah dalam memfasilitasi perkembangan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 26 TAHUN 2011 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN KENDAL

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 26 TAHUN 2011 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN KENDAL PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 26 TAHUN 2011 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN KENDAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KENDAL, Menimbang :

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2011 TENTANG PENGEMBANGAN KEWIRAUSAHAAN DAN KEPELOPORAN PEMUDA, SERTA PENYEDIAAN PRASARANA DAN SARANA KEPEMUDAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BAB 23 PERBAIKAN IKLIM KETENAGAKERJAAN

BAB 23 PERBAIKAN IKLIM KETENAGAKERJAAN BAB 23 PERBAIKAN IKLIM KETENAGAKERJAAN Meningkatnya tingkat pengangguran terbuka yang mencapai 9,5 persen berpotensi menimbulkan berbagai permasalahan sosial. Kerja merupakan fitrah manusia yang asasi.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Keberhasilan perekonomian suatu negara dapat diukur melalui berbagai indikator

I. PENDAHULUAN. Keberhasilan perekonomian suatu negara dapat diukur melalui berbagai indikator I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan perekonomian suatu negara dapat diukur melalui berbagai indikator ekonomi antara lain dengan mengetahui pendapatan nasional, pendapatan per kapita, tingkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era perdagangan bebas saat ini, telah terjadi perubahan secara

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era perdagangan bebas saat ini, telah terjadi perubahan secara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam era perdagangan bebas saat ini, telah terjadi perubahan secara fundamental, bahwa gerak perdagangan semakin terbuka, dinamis, dan cepat yang menyebabkan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wirausaha memiliki peran penting dalam perkembangan ekonomi suatu negara, salah satu contohnya adalah negara adidaya Amerika. Penyumbang terbesar perekonomian Amerika

Lebih terperinci

KERANGKA PELAKSANAAN TUJUAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN (TPB)

KERANGKA PELAKSANAAN TUJUAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN (TPB) KERANGKA PELAKSANAAN TUJUAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN (TPB) Deputi Kemaritiman dan SDA Kementerian PPN/Bappenas Disampaikan pada Rapat Pedoman Teknis Perumusan RAN TPB Jakarta, 23 Juni 2016 OUTLINE 1.

Lebih terperinci

LAMPIRAN PERATURAN WALIKOTA SURAKARTA NOMOR 2-H TAHUN 2013 TENTANG STRATEGI PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAERAH KOTA SURAKARTA BAB I PENDAHULUAN

LAMPIRAN PERATURAN WALIKOTA SURAKARTA NOMOR 2-H TAHUN 2013 TENTANG STRATEGI PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAERAH KOTA SURAKARTA BAB I PENDAHULUAN LAMPIRAN PERATURAN WALIKOTA SURAKARTA NOMOR 2-H TAHUN 2013 TENTANG STRATEGI PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAERAH KOTA SURAKARTA BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pada dasarnya merupakan upaya

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2011 TENTANG PENGEMBANGAN KEWIRAUSAHAAN DAN KEPELOPORAN PEMUDA, SERTA PENYEDIAAN PRASARANA DAN SARANA KEPEMUDAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Rencana Umum Penanaman Modal (RUPM) merupakan dokumen perencanaan yang bersifat jangka panjang sampai dengan tahun 2036. RUPM berfungsi untuk mensinergikan & mengoperasionalisasikan

Lebih terperinci

KERJASAMA PROGRAM PROFESI INSINYUR KEMENTERIAN PUPR DENGAN KEMENTERIAN RISTEK DIKTI. DIREKTUR JENDERAL BINA KONSTRUKSI Jakarta - Senin,10 Oktober 2016

KERJASAMA PROGRAM PROFESI INSINYUR KEMENTERIAN PUPR DENGAN KEMENTERIAN RISTEK DIKTI. DIREKTUR JENDERAL BINA KONSTRUKSI Jakarta - Senin,10 Oktober 2016 KERJASAMA PROGRAM PROFESI INSINYUR KEMENTERIAN PUPR DENGAN KEMENTERIAN RISTEK DIKTI DIREKTUR JENDERAL BINA KONSTRUKSI Jakarta - Senin,10 Oktober 2016 ORGANISASI, TUGAS DAN PROGRAM DIREKTORAT JENDERAL BINA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional telah mengamanatkan bahwa agar perencanaan pembangunan daerah konsisten, sejalan

Lebih terperinci

DUKUNGAN PROYEK SREGIP DALAM PENCAPAIAN SASARAN PEMBANGUNAN NASIONAL

DUKUNGAN PROYEK SREGIP DALAM PENCAPAIAN SASARAN PEMBANGUNAN NASIONAL DUKUNGAN PROYEK SREGIP DALAM PENCAPAIAN SASARAN PEMBANGUNAN NASIONAL Disampaikan Oleh: Depu0 Bidang Pengembangan Regional Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas Dalam Acara Seminar Penutupan

Lebih terperinci

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN - 115 - BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN Visi dan Misi, Tujuan dan Sasaran perlu dipertegas dengan upaya atau cara untuk mencapainya melalui strategi pembangunan daerah dan arah kebijakan yang diambil

Lebih terperinci

BAB 17 PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR

BAB 17 PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR BAB 17 PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR BAB 17 PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR A. KONDISI UMUM Sebagai motor penggerak (prime mover) pertumbuhan ekonomi, sektor industri khususnya

Lebih terperinci

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN PEMBANGUNAN

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN PEMBANGUNAN BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN PEMBANGUNAN A. Visi Mengacu kepada Peraturan Daerah Kabupaten Semarang Nomor 5 Tahun 2009 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Kabupaten Semarang Tahun

Lebih terperinci

BAB III TUJUAN, SASARAN, PROGRAM DAN KEGIATAN. 3.1 Telaahan Terhadap Kebijakan Nasional

BAB III TUJUAN, SASARAN, PROGRAM DAN KEGIATAN. 3.1 Telaahan Terhadap Kebijakan Nasional BAB III TUJUAN, SASARAN, PROGRAM DAN KEGIATAN 3.1 Telaahan Terhadap Kebijakan Nasional Berdasarkan Rencana Kerja Pemerintah Tahun 2016 yang mempunyai tema Memperkuat perekonomian domestik bagi peningkatan

Lebih terperinci

BAB 17 PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR

BAB 17 PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR BAB 17 PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR A. KONDISI UMUM Sebagai motor penggerak (prime mover) pertumbuhan ekonomi, sektor industri khususnya industri pengolahan nonmigas (manufaktur) menempati

Lebih terperinci

LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2012

LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2012 [Type text] LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2012 BUKU I: Prioritas Pembangunan, serta Kerangka Ekonomi Makro dan Pembiayaan Pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan daerah merupakan bagian integral dari. nasional, sebagai upaya terus menerus ke arah perubahan yang lebih baik guna

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan daerah merupakan bagian integral dari. nasional, sebagai upaya terus menerus ke arah perubahan yang lebih baik guna BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian integral dari pembangunan nasional, sebagai upaya terus menerus ke arah perubahan yang lebih baik guna meningkatkan kualitas manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Rencana kerja OPD (Renja OPD) adalah dokumen perencanaan OPD untuk periode satu tahun, yang memuat kebijakan, program dan kegiatan pembangunan baik yang dilaksanakan

Lebih terperinci

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kota Medan Tahun BAB 1 PENDAHULUAN

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kota Medan Tahun BAB 1 PENDAHULUAN BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sejalan dengan perkembangan kondisi sosial, ekonomi dan budaya, Kota Medan tumbuh dan berkembang menjadi salah satu kota metropolitan baru di Indonesia, serta menjadi

Lebih terperinci

SEMINAR NASIONAL Dinamika Pembangunan Pertanian dan Pedesaan: Mencari Alternatif Arah Pengembangan Ekonomi Rakyat.

SEMINAR NASIONAL Dinamika Pembangunan Pertanian dan Pedesaan: Mencari Alternatif Arah Pengembangan Ekonomi Rakyat. SEMINAR NASIONAL Dinamika Pembangunan Pertanian dan Pedesaan: Mencari Alternatif Arah Pengembangan Ekonomi Rakyat Rumusan Sementara A. Pendahuluan 1. Dinamika impelementasi konsep pembangunan, belakangan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KONAWE SELATAN NOMOR: 3 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KONAWE SELATAN NOMOR: 3 TAHUN 2012 TENTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN KONAWE SELATAN NOMOR: 3 TAHUN 2012 TENTANG PEMEBERIAN INSENTIF DAN PEMEBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN KONAWE SELATAN i! DITERBITKAN OLEH BAGIAN HUKUM SEKRETARIAT

Lebih terperinci

I. UMUM PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH

I. UMUM PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH - 1 - PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH I. UMUM Penerapan otonomi daerah sejatinya diliputi semangat untuk mewujudkan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2011 TENTANG PENGEMBANGAN KEWIRAUSAHAAN DAN KEPELOPORAN PEMUDA, SERTA PENYEDIAAN PRASARANA DAN SARANA KEPEMUDAAN DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

4.2 Strategi dan Kebijakan Pembangunan Daerah

4.2 Strategi dan Kebijakan Pembangunan Daerah 4.2 Strategi dan Kebijakan Pembangunan Daerah Mencermati isu-isu strategis diatas maka strategi dan kebijakan pembangunan Tahun 2014 per masing-masing isu strategis adalah sebagaimana tersebut pada Tabel

Lebih terperinci

Isu Strategis Kota Surakarta

Isu Strategis Kota Surakarta Isu Strategis Kota Surakarta 2015-2019 (Kompilasi Lintas Bidang) Perwujudan dari pelaksanaan Urusan Pemerintahan yang telah diserahkan ke Daerah sebagai bagian integral dari pembangunan nasional. Sinkronisasi

Lebih terperinci

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN Strategi dan Arah Kebijakan Pembangunan BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN 6.1. STRATEGI Untuk mewujudkan visi dan misi daerah Kabupaten Tojo Una-una lima tahun ke depan, strategi dan arah

Lebih terperinci

Ikhtisar Eksekutif. vii

Ikhtisar Eksekutif. vii Kata Pengantar Laporan Kinerja Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) ini merupakan bentuk akuntabilitas dari pelaksanaan tugas dan fungsi kepada masyarakat (stakeholders) dalam menjalankan visi dan misi

Lebih terperinci