Beberapa tahun belakangan ini, kinerja perekonomian Indonesia banyak mendapatkan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Beberapa tahun belakangan ini, kinerja perekonomian Indonesia banyak mendapatkan"

Transkripsi

1 Edisi maret-april 2013 KPPOD Membangun Indonesia dari Daerah Kesejahteraan Buruh dan Daya Saing Perusahaan Beberapa tahun belakangan ini, kinerja perekonomian Indonesia banyak mendapatkan pujian. Dengan pertumbuhan 6,3%, tertinggi kedua setelah Cina, tahun 2012 produk domestik bruto Indonesia mencapai Rp 8.241,86 triliun. Pemerintah juga boleh berbangga karena demi membantu perekonomian global, Indonesia mampu membeli obligasi IMF senilai 1 miliar dollar AS (Rp 9,4 triliun). Demi memacu pertumbuhan ekonomi dan menarik investor asing, pemerintah senang mempromosikan upah murah pekerja sebagai keunggulan komparatif di pasar global. Menarik investor memang keharusan, mengingat penduduk miskin di Indonesia mencapai , atau 11,6% dari penduduk, dan tingkat pengangguran mencapai 6,14% atau orang (BPS: 2012). Namun apakah upah buruh murah masih patut untuk d adikan bahan promosi untuk menarik investor? Nasib buruh kita masih memprihatinkan. Dari 112,8 juta orang yang bekerja (per Februari 2012), baru 42,1 juta orang bekerja di sektor formal dan 70,7 juta orang masih di sektor informal yang minim perlindungan sosial dengan upah rendah. Setiap tangal 1 Mei, buruh sedunia termasuk di Indonesia, memperingati hari buruh disertai tuntutan kesejahteraan dan perubahan keb akan perburuhan melalui aksi demonstrasi. Ini menandakan pemerintah masih kurang memperhatikan nasib buruh. Isu aktual yang selalu didengungkan adalah upah buruh, karena upah adalah pangkal menuju kesejahteraan. Namun tampaknya upah minimum buruh di Indonesia tidak memungkinkan untuk sejahtera. Dalam menetapkan UMP/K, belum semua daerah menyesuaikan dengan kebutuhan hidup layak (KHL). Meski UMP/K telah ditetapkan, namun praktiknya belum semua perusahaan mematuhi. Upaya penegakan hukum adalah tugas pemerintah sebagai pihak yang memiliki kekuasaan memaksa, sementara buruh hanya bisa menekan melalui aksi-aksinya. Satu pertanyaan yang sulit d awab adalah, Bisakah buruh menjadi sejahtera? Hidup berkecukupan tanpa menghawatirkan masa depan tampaknya masih sebatas anganangan bagi sebagian besar buruh di Indonesia. Bagi mereka yang bekerja selama 8 jam hanya mendapat upah sesuai UMP, dan jika ingin lebih harus bekerja lembur. Bagi pekerja kontrak, pemutusan kontrak kerja selalu menghantui. Bagi yang sudah berumahtangga, harus bergelut dengan kebutuhan anak istri, biaya sekolah, kesehatan, dan sebagainya. Faktanya belum semua perusahaan yang benar-benar memperhatikan kesejahteraan buruh. Mensejahterakan buruh bukanlah perkara mudah ditengah persoalan yang menghimpit perusahaan. Pengusaha harus bersiasat menekan biaya demi menjaga daya saing. Tidak kurang dari 55,5 juta pekerja kita hanya berpendidikan SD atau lebih rendah, hal yang mengakibatkan produktivitas buruh di Indonesia dinilai rendah. Pemerintah harus serius mengatasi masalah ini agar kompetensi pekerja dapat memenuhi kebutuhan pasar kerja dan memperoleh upah layak. Disamping persoalan produktivitas, lemahnya daya saing perusahaan di Indonesia juga disebabkan oleh inse siensi - biaya logistik, pungutan ilegal, birokrasi lambat, dan lainnya. Pemerintah harus serius menuntaskan pekerjaan rumahnya, seperti penyediaan infrastruktur, pungutan liar, birokrasi lamban, kepastian hukum, dan jaminan pasokan energi, yang merupakan kendala utama peningkatan daya saing. Jika masalah ini teratasi, tentu daya saing produk Indonesia meningkat sehingga pengusaha bisa membayar remunerasi buruh jauh lebih baik dari sekarang. Saat buruh hidup lebih sejahtera, konsumsi akan meningkat, dan perusahaan akan meningkatkan produksinya, dan penerimaan negara dari pajak akan meingkat untuk membiayai pembangunan.

2 EDITORIAL Ketenagakerjaan dan Peran Pemda 2 DAFTAR ISI Artikel... 3 Review Regulasi... 7 Dari Daerah Opini Laporan Diskusi Publik Agenda KPPOD Seputar Otonomi Sekilas KPPOD Susunan Redaksi Pemimpin Redaksi: Robert Endi Jaweng Redaktur Pelaksana: Ig. Sigit Murwito Sta Redaksi: Sri Mulyati Boedi Rheza Elizabeth Karlinda Illinia Ayudhia Riyadi Distribusi: Regina Retno Budiastuti Kurniawaty Septiani Agus Salim Tata Letak: Rizqiah D Winantyo Alamat Redaksi: Permata Kuningan Building 10 th Fl. Jl. Kuningan Mulia Kav. 9C Guntur Setiabudi Jakarta Selatan Phone : /53 Fax : KPPODBrief edisi ini hadir dengan topik yang selalu memancing polemik sengit dalam kehidupan politik dan ekonomi kita: ketenagakerjaan. Sejak jaman kolonial hingga Indonesia menginjak usia merdekanya menjelang 70 tahun, polemik itu bertahan dan boleh jadi akan senantiasa menjadi masalah permanen. Tentu ada beragam dimensi dan perspektif dalam membaca isu ketenagakerjaan. Pada dimensi politik, isu ketenagakerjaan bukanlah isu teknis tetapi bertransformasi dan menggumpal sebagai isu gerakan, isu politik itu sendiri. Pada dimensi ekonomi, rasionalitas teknokratik dalam hitung-hitungan upah buruh selalu menyisakan trade-o antara orientasi kesejahteraan buruh dengan sisi pertimbangan produktivitas. Gampang untuk diujar, namun sulit sekali mencari titik akur antara segitiga hubungan upah, kesejahteraan dan produktivitas. Edisi ini hendak hadir dengan angle isu, dari sisi aktor: peran Pemda. Di sana bergabung antara pembacaan menurut dimensi politik dan ekonomi. Semangat utama yang menyirati berbagai tulisan dalam edisi ini adalah seruan untuk Pemda menyadari tanggung jawabnya untuk meminjam nomenklatur desentralisasi--mengurus bidang ketenagakerjaan. Selama ini Pemda terkesan hanya menjadi pihak yang mengatur dan bahkan menyalahkan pihak pekerja/buruh atau pun pelaku usaha, padahal tanggung jawabnya jelas mendasar. Pemda, melalui instrumen regulasi (Perda), skal (APBD) dan aneka program jelas memegang tanggung jawab konstitusional atas kehidupan Warganya. Mandat itu membawa keterikatan bagi Pemerintah/Pemda dalam menjamin hak hidup layak bagi warganya, bahkan ketika keterbatasan kapasitas menghantui mereka untuk menuai kewajiban tersebut. Berdasar mandat Konstitusi tersebut, sejumlah regulasi di era otonomi mengatur jabaran kewajiban dan domain tugas level pemerintahan di tingkat lokal tersebut. UU No.32 tahun 2004 memasukan isu ketenagakerjaan sebagai urusan wajib daerah. Sementara PP No.38 Tahun 2007 merinci urusan wajib tersebut ke dalam sejumlah deskripsi tugas: dari keb akan hingga pengendalian dalam hal pembinaan hubungan industrial, jaminan sosial tenaga kerja, penempatan tenaga kerja dalam dan luar negeri hingga fasilitasi peningkatan produktivitas tenaga kerja. Bahkan, lebih makro lagi adalah menjamin terciptanya iklim berusaha yang kondusif agar mesin ekonomi berputar tenang dan produktif. Semua itu jelas jauh dari sekedar tugas rutin menetapkan (baca: menaikkan) upah minimum setiap tahunnya. Namun, bagaimana realisasi dari mandat wajib tersebut? Berbagai tulisan dalam edisi KPPODBrief ini hendak mengangkat problem dan tantangan yang ada, sekaligus apresiasi atas sejumlah pencapaian yang ada. Kepada semua realitas itu, mari kita berkaca, utamanya pihak Pemda sendiri, untuk bisa terus memperbarui komitmen dan meningkatkan kapasitas guna menenuai mandat utamanya bagi peningkatan kesejahteraan rakyat di daerahnya. Selamat membaca.

3 Artikel Instrumen Non-Upah sebagai Jalan Lain Peningkatan Kesejahteraan Buruh: Potret Lemahnya Komitmen Keb akan Pemda Oleh: Boedi Rheza Peneliti KPPOD Sebagai salah satu Negara yang termasuk di dalam jajaran Negara-negara dengan tingkat perekonomian yang cukup maju, Indonesia masih memiliki permasalahan yang cukup krusial untuk diatasi yaitu kemiskinan. Di Tahun 2012 terdapat sekitar 12% penduduk yang berada dibawah garis kemiskinan, dengan standar pendapatan kurang dari 1 dollar US perhari (BPS, 2012). Sementara menurut Bank Dunia, dengan standar penduduk miskin adalah penduduk dengan pendapatan kurang dari 2 dollar US perhari, jumlah penduduk miskin di Indonesia lebih besar lagi yaitu mencapai 50% dari penduduk. Dengan permasalahan kemiskinan yang cukup tinggi, diperlukan suatu pemecahan yaitu penciptaan lapangan kerja. Penciptaan lapangan kerja merupakan tanggung jawab Pemerintah baik di tingkat pusat maupun daerah. Penciptaan lapangan kerja dapat terwujud melalui penciptaan iklim investasi yang kondusif. Dengan iklim investasi yang kondusif, maka investor akan menanamkan modalnya dan tercipta lapangan pekerjaan Namun penciptaan iklim investasi kondusif ini masih dihadang oleh beberapa masalah, dari aspek ketenagakerjaan, seperti tingkat produktivitas tenaga kerja yang rendah dan masih terjadinya kon ik ketenagakerjaan. Serial studi KPPOD sejak tahun 2001 menemukan kendala iklim investasi di daerah yang hingga kini belum terselesaikan adalah persoalan ketenagakerjaan. Studi KPPOD juga menemukan bahwa tingkat produktivitas tenaga kerja yang tersebar di wilayah kabupaten, masih rendah, sementara biaya tenaga kerja semakin meningkat (KPPOD: 2006). Patut disadari, tingkat produktivitas tenaga kerja merupakan salah satu factor bagi penciptaan iklim investasi di daerah. Di sisi lain, kon ik ketenagakerjaan yang masih terjadi. Kon ik ketenagakerjaan kebanyakan berpangkal pada tuntutan peningkatan kesejahteraan buruh melalui peningkatan KHL dan upah minimum. Yang menjadi persoalan adalah dalam menyuarakan aspirasinya, para buruh cenderung bertindak anarkis serta tidak mematuhi prosedur yang berlaku. Unjuk rasa buruh yang disertai tindakan yang anarkis juga disebabkan lemahnya penegakan hukum dari aparat. Inti persoalan kon ik ketenagakerjaan selama ini adalah kesejahteraan buruh yang masih rendah. Namun apakah kesejahteraan buruh hanya menjadi tanggungjawab pelaku usaha saja? Lantas dimana tanggung jawab negara (pemda) untuk peningkatan kesejahteraan buruh? Negara (Daerah) juga harus bertanggungjawab atas kesejahteraan buruh. Untuk menjawab permasalahan tersebut, dan mengidenti kasi peran Pemda dalam meningkatkan kesejahteraan buruh, dilakukan penelitian terhadap peran pemda dalam mensejahterakan buruh. Penelitian ini dilakukan dengan studi kasus di dua lokasi dan tinjauan regulasi ketenagakerjaan terhadap perda ketenagakerjaan di 28 daerah. Dua daerah yang d adikan studi kasus adalah Kota Batam dan Kota Surabaya. Kota Batam terpilih karena sebagai salah satu sebagai salah satu Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) di Indonesia yang memberlakukan keb akan insentif pajak khusus untuk mendorong realisasi investasi sektor riil, terutama industri export oriented. Sedangkan Kota Surabaya terpilih karena kuatnya gerakan buruh dalam menyuarakan tuntutan mereka lewat berbagai bentuk unjuk rasa sehingga diharapkan melalui studi ini dapat diidenti kasi akar permasalahan ketenagakerjaan dari perspektif serikat buruh. Instrumen Perbaikan Kesejahteraan Hidup Buruh Secara garis besar ada dua instrumen yang bisa digunakan untuk memperbaiki kesejahteraan buruh yaitu, instrumen upah dan non upah. Instrumen upah sudah sangat jelas menggambarkan mekanisme reward yang diterima buruh setelah menyelesaikan pekerjaannya. Salah satu bentuk dari instrumen upah ini adalah Upah Minimum yang ditetapkan di setiap daerah. Keb akan upah minimum pada hakekatnya lebih dilandasi pokok pikiran guna memenuhi hak asasi buruh untuk menerima upah dan untuk hidup layak sesuai harkat dan martabat kemanusiaan. Sebenarnya, pemahaman terhadap penetapan upah minimum yang dikeluarkan oleh pemerintah mengenai keharusan perusahaan adalah untuk membayar upah sekurangkurangnya sama dengan ketetapan upah minimum kepada buruh yang paling rendah tingkatannya. Penetapan upah minimum dipandang sebagai sarana atau instrumen keb aksanaan sesuai untuk mencapai kepantasan hubungan kerja. Sementara instrumen non upah adalah instrumen - instrumen yang tidak berbentuk upah namun lebih kepada memberikan jaminan-jaminan sosial kepada tenaga kerja. Salah satu contoh instrumen non upah adalah penyelenggaraan Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Secara garis besar, SJSN ini meliputi dua program 3

4 Artikel utama, yakni Program Jaminan Kesehatan Nasional dan Program Jaminan Kesejahteraan Nasional. Program jaminan kesehatan nasional digelar berdasarkan prinsip ekuitas, yaitu kesamaan dalam mendapatkan pelayanan kesehatan yang lebih baik dan asuransi sosial. Program ini dikelola oleh BPJS dan mulai diberlakukan sejak Untuk mendukung program ini diberlakukan sistem iuran yang di kenakan pada perusahaan atau tenaker sedangkan bagi yang tidak mampu, iuran akan dibayarkan oleh pemerintah. Program jaminan kesejahteraan nasional meliputi jaminan kecelakaan, jaminan hari tua, jaminan pension, dan jaminan kematian. Keb akan Pemda terkait Ketenagakerjaan Peningkatan kesejahteraan Buruh, tidak hanya merupakan kewajiban pengusaha, namun juga kewajiban Pemda. Dengan meningkatnya Salah satunya melalui instrumen non-upah. Tujuan dari instrumen non upah ini adalah untuk redistribusi pendapatan dan solidaritas sosial di masyarakat. Untuk mewujudkan hal tersebut, dapat diterapkan melalui pembuatan perda ketenagakerjaan yang memuat instrumen non upah tersebut. Realisasi peran Pemda dalam upaya pembangunan infrastuktur sosial untuk peningkatan produktivitas serta penyelenggaraan instrument non-upah bagi tenaga kerja membutuhkan panduan pelaksanaan dan legitimasi yang tertuang dalam Peraturan Daerah (Perda) ketenagakerjaan. Ironisnya, belum semua daerah memiliki Perda yang khusus mengatur tentang ketenagakerjaan. Bahkan, substansi yang diatur dalam Perda ketenagakerjaan di daerah juga belum memuat aturan tentang peran dan tanggung jawab Pemda dalam penyelenggaraan instrument nonupah untuk peningkatan kesejahteraan hidup tenaga kerja. Diagram I. Instrumen perbaikan kesejahteraan hidup buruh Instrumen Upah Pangan Instrumen Perbaikan Kesejahteraan Hidup Buruh Layanan Kesehatan Sandang dan Perumahan Instrumen Non Upah Pemenuhan Aspek Jaminan Sosial Pendidikan Usaha dan Kerja Hanya sedikit Pemda yang mengatur instrument pengupahan Daerah umumnya tidak mengatur detail mekanisme pemberian upah maupun komponen non upah yang harus diberikan oleh perusahaan, karena hal tersebut langsung mengacu pada ketentuan pusat. Peran Pemda dalam instrumen pengupahan ini dapat diterapkan melalui penetapan Perda mengenai pengupahan. Dalam hal ini kewajiban penyusunan struktur dan skala upah bagi perusahaan adalah hal yang bisa dilakukan oleh Pemda sebagai upaya untuk memberikan kerangka legal dalam penetapan upah di tingkat perusahaan. Review terhadap Perda di 28 daerah memperlihatkan, hanya tiga daerah, yakni Yogyakarta, Pasuruhan, dan Karawang, yang memiliki perda mengenai pengaturan upah tenaga kerja. Perda Kota Yogyakarta No 13 tahun 2009 tentang penyelenggaraan tenaga kerja sebagai contohnya, mengatur mengenai perlindungan pengupahan dan kewajiban penyusunan struktur dan skala upah bagi perusahaan. Apabila perda ini diterapkan dengan baik, dan diikuti daerah lain, tentunya problem terkait pengupahan bisa diminimalisir. Instrumen Non-Upah masih kurang digunakan untuk Peningkatan Kesejahteraan Pekerja Peningkatan kesejahteraan hidup pekerja tidak dapat dilakukan hanya dengan mengandalkan instrumen upah yang dibayarkan pelaku usaha kepada para pekerja saja, tetapi juga perlu didukung oleh peran pemerintah secara aktif melalui berbagai instrumen non upah. Penyelenggaraan instrumen non upah ini seyogyanya menjadi tanggung jawab dari Pemda disertai dengan adanya dukungan dari pelaku usaha. Merujuk pada Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota, maka setidaknya terdapat empat program dan fasilitas instrumen non-upah yang menjadi tanggung jawab Pemda dalam penyelenggaraan instrument non-upah sebagai upaya lain peningkatan kesejahteraan hidup buruh, seperti program pelatihan tenaga kerja, program penyelenggaraan usaha swasta. Peran Pemda dalam penyelenggaraan instrumen non-upah untuk peningkatan kesejahteraan tenaga kerja masih minim. Ironisnya, sejauh ini keterlibatan pemerintah dalam melaksanakan instrumen-instrumen non upah masih sangat kurang. Dalam pelaksanaannya, program-program tersebut tidak berjalan dengan efektif karena ketiadaan regulasi berlandaskan hukum yang secara jelas mengatur pelaksanaan instrumen-instrumen non upah tersebut. Dengan kata lain, perbaikan kesejahteraan pekerja selama ini hanya bertumpu pada instrumen upah yang dibebankan kepada pihak pelaku usaha. Kondisi ini terjadi pada dua kota yang menjadi fokus penelitian dalam studi ini, yaitu Kota Batam dan Surabaya. Kebanyakan Perda mengatur tentang retribusi pelayanan perizinan Berdasarkan hasil identi kasi terhadap perda ketenagakerjaan di 28 daerah, diketahui bahwa umumnya hanya mengatur pelayanan administrasi perizinan dan masih bersifat pungutan, seperti seperti pelayanan 4

5 Artikel perizinan penempatan tenaga kerja, penyelenggaraan bursa kerja, wajib lapor ketenagakerjaan, penyimpangan waktu kerja, pengawasan pemakaian mesin, pesawat, instalasi dan bahan. Sebagian besar perda yang mengatur berbagai pungutan atas pelayanan dan per inan tersebut memiliki kebermasalahan dalam kejelasan standar prosedur, biaya dan waktu pelayanan. Hal ini menyebabkan banyak bermunculan problem ketenagakerjaan dan pengaturan perlindungan pengupahan dan kewajiban penyusunan struktur dan skala upah bagi perusahaan. Tidak hanya itu cukup banyak Perda tentang pelatihan tenaga kerja seperti penyelenggaraan pelatihan tenaga kerja yang dapat dilakukan oleh Pemda maupun swasta namun lebih mengatur pungutan-pungutan untuk pendirian balai latihan kerja dan kewajiban perusahaan untuk melakukan pelatihan. Keb akan proteksionis ketenagakerjaan melanggar kesatuan wilayah ekonomi Intervensi Pemda dalam hal ketenagakerjaan tidak langsung pada mekanisme penentuan upah, namun lebih pada penciptaan kesempatan kerja melalui upaya proteksionisme tenaga kerja. Dalam upaya mengurangi pengangguran di daerahnya, beberapa Pemda menerapkan keb akan yang mewajibkan setiap perusahaan yang menjalankan perusahaan di daerah tersebut untuk menggunakan tenaga kerja lokal disekitar perusahaan tersebut. Contoh proteksi kepada tenaga kerja daerah adalah yang dilakukan oleh Kota Cimahi, melalui Perda Kota Cimahi No. 6 Tahun 2010 tentang penyelenggaraan ketenagakerjaan. Perda ini mengatur bahwa setiap perusahaan memiliki kewajiban memberikan prioritas bagi tenaga kerja lokal untuk bekerja dengan tetap memperhatikan kemampuan yang dibutuhkan oleh perusahaan tersebut. Sebenarnya, perda yang mewajibkan perusahaan untuk memprioritaskan tenaga kerja lokal untuk diperkerjakan merupakan bentuk pelanggaran terhadap amanat yang terkandung di dalam pasal 4 UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan. Dalam pasal tersebut, dinyatakan bahwa seluruh warga Negara Indonesia berhak mendapatkan kesempatan yang sama untuk memperoleh pekerjaan di seluruh wilayah Indonesia. Adanya Perda yang memprioritaskan tenaga kerja lokal untuk diperkerjakan pada akhirnya membatasi kesempatan bagi tenaga kerja dari luar daerah untuk memperoleh suatu pekerjaan di daerah tersebut. Namun ada pula upaya pemda untuk perlindungan kepada tenaga kerja yang memiliki kebutuhan khusus. Sebagai contoh adalah keb akan Pemda Kota Cilegon dalam Perda Kota Cilegon No. 6 Tahun 2005 tentang retribusi pelayanan bidang ketenagakerjaan. Perda tersebut mewajibkan kepada perusahaan untuk menerima tenaga kerja yang memiliki keterbatasan kemampuan (disabilities) minimal 1 orang diantara 100 orang yang memenuhi kuali kasi. Dengan Perda tersebut Pemda mengupayakan terciptanya keadilan bagi semua masyarakat untuk mendapatkan pekerjaan termasuk bagi tenaga kerja yang memiliki keterbatasan kemampuan Peran Pemda dalam Hubungan Industrial Peran Pemda melalui Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) sangat diperlukan dalam upaya mencapai kesepakatan untuk mengatasi perselisihan hubungan industri antara pihak pekerja dan pelaku usaha. Perselisihan atau perbedaan pendapat yang mengakibatkan pertentangan antara pengusaha atau gabungan pengusaha dengan pekerja/buruh atau serikat buruh terjadi karena adanya perselisihan hak, perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja (PHK), dan perselisihan antar serikat pekerja (SP)/buruh dalam satu perusahaan. Keempat perselisihan yang telah disebutkan sebelumnya, memiliki alur penyelesaian yang berbedabeda karena dilihat dari jenis perselisahan dan akibat yang ditimbulkan oleh masing-masing perselisihan. Tetapi pada prinsipnya semua jenis perselisihan harus diselesaikan terlebih dahulu melalui musyawarah/ secara bipartid. Pemda diharapkan dapat menjadi mediator yang adil dan netral untuk memimpin negosiasi antara pihak pekerja dan pelaku usaha dalam menghadapi perselisihan yang terjadi. Kemampuan Pemda sebagai mediator untuk mengakomodasi dua kepentingan yang bertolak belakang antara pihak pekerja dan pelaku usaha sangat penting untuk menjamin timbulnya keadilan dan kepastian hukum bagi kedua belah pihak. Keberhasilan Pemda dalam memimpin mediasi akan menciptakan rasa aman sehingga akan berdampak pada penciptaan iklim usaha yang kondusif. Hal ini penting sebagai salah satu wujud upaya untuk meningkatkan kesejahteraan para pekerja dengan tetap memperhatikan daya saing dan kemampuan ekonomi pelaku usaha. Sayangnya, terkait dengan Perda hubungan industrial, lebih banyak ditemukan pengaturan tentang pengawasan norma kerja, keselamatan dan kesehatan kerja, perlindungan terhadap tenaga kerja wanita. Namun kebanyakan perda tersebut justru memuat pungutan yang membebani pelaku usaha. Salah satu contoh baik keb akan Pemda dalam mengatur hubungan industrial adalah Perda Kota Cimahi No.6 Tahun 2010 adanya aturan yang tegas dalam mengatur hubungan lembaga kerjasama tripartite dan dewan pengupahan, serta adanya survei yang dilakukan secara tripartite 4 kali dalam setahun untuk menetapkan nilai KHL. Upaya untuk memaksimalkan lembaga tripartite tersebut dapat dilakukan dengan adanya komunikasi yang terjalin secara terus menerus dan pelibatan dari semua pihak terkait untuk mendiskusikan berbagai permasalahan terkait ketenagakerjaan termasuk didalamnya mekanisme penetapan upah dan non upah yang sesuai dengan kesepakatan bersama antara semua pihak terkait 5

6 Artikel melalui mekanisme hubungan tripartite. Peran pemda dalam meningkatkan produktivitas Tenaker masih kecil Dalam upaya peningkatan produktivitas pekerja, diperlukan komitmen dan peran aktif Pemda untuk menyelenggarakan berbagai jenis program pelatihan yang dibutuhkan. Peningkatan produktivitas pekerja sangat penting untuk dilakukan sebagai upaya perbaikan e siensi dan efektivitas kegiatan produksi. Tingkat produktivitas pekerja dipengaruhi oleh keterampilan sesuai dengan tingkat pendidikan yang dimilikinya. Faktanya, bursa pasar tenaga kerja di Indonesia saat ini masih didominasi oleh para pencari kerja lulusan SLTA yang notabene masih minim dalam hal keterampilan dan keahlian yang dimiliki. Ironisnya, sejauh ini Pemda kurang memberikan perhatian yang besar terhadap realisasi pembangunan infrastruktur sosial melalui penyelengaraan pelatihan bagi para pencari kerja. Sebagai contoh, Pemkot Batam melalui Disnaker masih belum memprioritaskan anggaran yang memadai bagi penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan untuk para pencari kerja, sebagaimana yang terlihat pada tabel berikut ini. NO. 1. NAMA KEGIATAN Peningkatan Pelayanan Administrasi Perkantoran REALISASI (Rp) Pelatihan tenaga kerja cukup penting untuk meningkatkan produktivitas tenaga kerja. Penyelenggara pelatihan ini dapat dari pemda maupun swasta. Di banyak daerah, pelatihan tenaga kerja ini, sering kali diadakan oleh perusahaan. Padahal penyediaan pelatihan tenaker merupakan salah satu kewajiban Pemda untuk meningkatkan kualitas tenaga kerja. Ini semakin menunjukkan adanya pengalihan tanggung jawab dari Pemda kepada perusahaan. Dari sisi regulasi, cukup banyak Perda ketenagakerjaan yang mengatur tentang pelatihan bagi tenaga kerja. Namun, kebanyakan pengaturan dalam perda-perda tersebut lebih menitikberatkan pada besarnya pungutan yang harus dibayarkan pengusaha untuk memperoleh izin penyelenggaraan pelatihan, pengesahan serti kasi latihan keterampilan dan uji keterampilan kejuruan. Tentunya hal ini kontraproduktif Peningkatan Sarana dan Prasarana Aparatur Peningkatan Kualitas dan Disiplin Aparatur Pelatihan dan peningkatan keterampilan Tenaga Kerja Operasional Dewan Pengupahan Kota dan LKS Tripartut Operasional penyelesaian Hubungan Industrial Monitoring dan Evaluasi TK JUMLAH % terhadap upaya peningkatan produktivitas tenaga kerja. Semestinya aturan yang ada harus memberikan insentif kepada pelaku usaha yang mau melakukan pelatihan ketenagakerjaan. Penyelenggaraan pelatihan bagi tenaga kerja, khususnya yang belum bekerja, semestinya menjadi tanggung jawab Pemda, yang dalam pelaksanannya bisa saja bekerjasama dengan pelaku usaha dalam Perda Kabupaten Mojokerto Nomor 4 Tahun 2009, dicantumkan bahwa pelatihan kerja akan dilaksanakan oleh DLKD (Dewan Latihan Kerja Daerah) yang terdiri dari unsur pemerintah, pengusaha dan pekerja. Namun, ternyata biaya penyelenggaraan latihan oleh DLKD ini dibebankan kepada pihak perusahaan. Hal ini mengindikasikan terjadinya pengalihan tanggung jawab Pemda terhadap pihak pelaku usaha. Catatan Penutup Meskipun masih sedikit daerah yang membuat kerangka regulasi untuk meningkatkan kesejahteraan pekerja, namun ada beberapa daerah sudah membuat Perda ketenagakerjaan yang mengatur tentang komponen upah dan non-upah dalam upaya menjamin terciptanya kesejahteraan bagi para pekerja. Keberadaan perda tersebut mere eksikan komitmen Pemda terhadap upaya mewujudkan jaminan kesejahteraan PERSEN pekerja. Namun, aturan yang dibuat perlu (%) mempertimbangkan karakteristik dari masingmasing perusahaan yang ada di daerah tersebut, seperti kemampuan nansial, sektor ekonomi dan skala usaha yang berbeda-beda antara perusahaan yang satu dengan lainnya. Aturan lanjutan juga diperlukan untuk mengatur fasilitas-fasilitas kesejahteraan yang disediakan perusahaan-perusahaan dengan karakteristik khusus. Studi ini juga menunjukkan bahwa sejauh ini, perda ketenagakerjaan yang dibuat daerah belum mengatur secara tegas pola kemitraan antara pemda, perusahaan, dan tenaga kerja/serikat pekerja. Sementara disisi lain komitmen Pem da masih rendah dalam upaya peningkatan produktivitas buruh. Terkait hal ini dirasakan perlu adanya keb akan daerah yang mengatur secara tegas besarnya alokasi anggaran untuk program-program peningkatan produktivitas pekerja.. Yang terakhir, perlu adanya peraturan ketenagakerjaan yang dapat memberikan kejelasan mengenai pembagian porsi tanggung jawab Pemda dan pelaku usaha dalam meningkatkan kesejahteraan tenaga kerja dalam bentuk instrument non-upah. Penyediaan instrumen non-upah dalam bentuk bantuan sosial di berbagai aspek merupakan sebuah bentuk investasi sosial yang menguntungkan dalam jangka panjang yang dilandasi oleh dua pilar utama, yakni redistribusi pendapatan dan solidaritas sosial. ---o0o--- 6

7 Review Regulasi Review Regulasi: Perda Kab. Pasuruan No. 22 Tahun 2012 tentang Sistem Penyelenggaraan Ketenagakerjaan di Kabupaten Pasuruan Oleh: Sri Mulyati Peneliti KPPOD Kabupaten Pasuruan dikenal sebagai salah satu kawasan perindustrian, daerah pertanian dan perikanan, serta tempat tujuan wisata yang memiliki aneka jenis potensi bisnis cukup menjanjikan bagi para penduduknya. Dengan luas wilayah ,50 (3,13% luas Propinsi Jawa Timur), penduduk Kab. Pasuruan tercatat jiwa (laki-laki jiwa dan perempuan jiwa (2010 BPS)). Artinya kepadatan penduduk Pasuruhan mencapai 1.024,59 jiwa/km2. Dokumentasi KPPOD Kondisi penduduk menurut mata pencaharian terdiri dari: pertanian (33,98%), industri pengolahan (24,69%), listrik, gas dan air (0,41%) perdagangan, hotel dan restoran (17,79%) pertambangan dan galian (0,38%). Bangunan (5,21%), keuangan, persewaan dan jasa perusahaan (0,33%), pengangkutan dan komunikasi (6,66%) serta jasa (10,55%). Berdasarkan data, penduduk Kab. Pasuruan cukup banyak yang bergantung dari sektor industri pengolahan (24,69%), hal tersebut menunjukkan bahwa permasalahan perburuhan menjadi salah satu isu penting yang harus diperhatikan oleh Pemda setempat dalam upayanya meningkatkan perekonomian daerah dan mensejahterakan masyarakat. Melihat pentingnya isu perburuhan ini, Kab. Pasuruan memberikan keb akan khusus melalui penetapan Peraturan Daerah No. 22 Tahun 2012 tentang Sistem Penyelenggaraan Ketenagakerjaan di Kabupaten Pasuruan. Secara garis besar Perda ini mengatur segala aspek terkait pelayanan ketenagakerjaan termasuk di dalamnya hak dan kewajiban yang dimiliki oleh pekerja/ buruh, pengusaha dan Pemerintah daerah (Pemda). RINGKASAN ISI PERDA Pembentukan Perda ini ditujukan sebagai upaya pengaturan ketenagakerjaan yang menyeluruh dan komprehensif yang mencakup pembangunan sumber daya manusia peningkatan produktivitas dan daya saing tenaga kerja, upaya perluasan kesempatan kerja, pelayanan penempatan tenaga kerja dan pembinaan hubungan industrial serta perlindungan tenaga kerja. Dalam Pasal 3 disebutkan bahwa sistem penyelenggaraan ketenagakerjaan di Kab. Pasuruan bertujuan: a) terwujudnya perencanaan tenaga kerja; b) terwujudnya sistem pelatihan kerja nasional di Daerah; c) terwujudnya keb akan produktivitas kerja; d) terwujudnya penyediaan dan pendayagunaan 7

8 Review Regulasi tenaga kerja; e) terwujudnya perlindungan dan kesejahteraan tenaga kerja; dan terwujudnya harmonisasi antara pekerja, pengusaha dan pemerintah. ANALISIS ISI Perda merespon kebutuhan pengusaha dan tenaga kerja Perda ini memberikan hal positif dan pembelajaran penting bagi daerah lain dalam upaya meminimalisir kon ik ketenagakerjaan. Materi yang diatur dalam Perda ini telah mengacu pada ketentuan perundnag-undangan yang berlaku. Sejumlah peraturan perundang-undangan pusat yang menjadi konsideran pembentukan Perda ini adalah UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, UU No. 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja, UU no. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan Peraturan Pemerintah terkait perlindungan tenaga kerja termasuk upah dan pelatihan tenaga kerja. Selama ini penerapan perda terkait penyelenggaraan ketenagakerjaan di beberapa daerah umumnya lebih didominasi oleh pengaturan yang bersifat pungutan, namun perda ini telah mengatur upaya-upaya perlindungan ketenagakerjaan yang lebih komprehensif. Perda ini mengatur perlindungan bagi tenaga kerja di Kab. Pasuruan melalui tersedianya kesempatan bagi pekerja/buruh untuk mendapatkan pekerjaan dan meningkatkan kompetensi kerja dengan mengikuti berbagai pelatihan kerja sesuai dengan bakat, minat dan kemampuan. Prioritas kepada tenaga kerja lokal sebagai upaya minimalisasi angka pengangguran Terkait dengan kesempatan kerja, perda ini menjamin bahwa setiap tenaga kerja mempunyai hak dan kesempatan yang sama untuk memilih, mendapatkan, atau pindah pekerjaan dan memperoleh penghasilan yang layak di dalam atau di luar negeri dan mendapatkan jabatan sesuai dengan keahlian, keterampilan, bakat, minat dan kemampuan dengan memperhatikan harkat dan martabat, hak asasi dan perlindungan hukum (Psl. 19). Hal yang menarik dalam perlindungan ketenagakerjaan lainnya adalah berupa kewajiban bagi perusahaan untuk memberikan kesempatan terhadap tenaga kerja lokal dengan lebih mengutamakan warga sekitar sesuai dengan kebutuhan perusahaan tanpa mengesampingkan standar kompetensi tenaga kerja yang dibutuhkan oleh perusahaan. Untuk itu maka dalam merekrut tenaga kerja, perusahaan tetap berkoordinasi dengan SKPD terkait secara terbuka dan transparan (Psl.26). Ketentuan untuk memprioritaskan tenaga kerja yang berada di sekitar perusahaan sebagai upaya untuk mengurangi angka pengangguran yang mencapai orang (Dinsosnakertrans, 2011). Di satu sisi upaya proteksi terhadap tenaga kerja lokal ini terkadang menuai protes dari pengusaha karena dinilai menghambat hak perusahaan (asas free internal trade) untuk mendapatkan tenaga kerja yang sesuai dengan keinginan dan kuali kasi perusahaan namun di sisi lain, keb akan proteksi ini merupakan salah satu upaya Pemda untuk melindungi tenaga kerja lokalnya dan sekaligus sebagai upaya untuk mengurangi pengangguran sepanjang tetap mengacu pada ketentuan perundang-undangan yang berlaku (tidak menetapkan kuota tertentu) dan tetap menyesuaikan dengan kuali kasi tenaga kerja yang dibutuhkan oleh perusahaan. Bagi perusahaan, salah satu keuntungan yang didapat dari perusahaan dengan keb akan ini adalah tersedianya kebutuhan tenaga kerja yang dekat dengan tempat produksi memberikan kemudahan dan biaya murah dibandingkan harus mencari di luar daerah sehingga operasionalisasi menjadi lebih efektif dan e sien. Kewajiban penetapan struktur skala upah oleh perusahaan sebagai jaminan perlindungan upah yang adil bagi tenaga kerja/buruh Jaminan untuk mendapatkan upah yang adil, terlihat dari ketentuan dalam perda yang mengatur bahwa setiap pekerja/buruh berhak mendapatkan penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan sesuai dengan ketentuan perundangundangan dan mewajibkan pengusaha untuk menyusun struktur dan skala upah dengan memperhatikan golongan, jabatan, masa kerja, pendidikan, dan kompetensi (Psl.38). Dengan adanya ketentuan tersebut bagi perusahaan mempunyai dasar hukum jelas ketika menetapkan struktur skala upah. Sedangkan bagi pekerja/buruh adanya struktur skala upah yang jelas dari perusahaan, akan medatangkan rasa aman dalam bekerja dan kepastian hukum yang pasti akan diberlakukannya suatu keb akan. Bila ketentuan tersebut, dilaksanakan oleh perusahaan secara konsisten, maka tentunya akan dapat meminimalisir perselisihan yang bersumber dari ketidakpuasan akan penetapan upah pekerja. Meskipun demikian, masih terdapat beberapa pasal dalam Perda ini yang perlu diberikan perhatian khusus, salah satunya adalah ketentuan yang tertuang dalam Pasal 32 ayat 1 butir d. Dalam pasal tersebut, tercantum kewajiban bagi perusahaan penyedia jasa tenaga kerja untuk menyetorkan uang kepada bank Pemerintah dalam bentuk deposito sebesar Rp ,00 sebagai salah satu syarat untuk memperoleh izin operasional. Ketentuan ini berpotensi menimbulkan penyelewengan karena ketiadaan kejelasan keperluan dana tersebut. Selain itu, kewajiban bagi perusahaan untuk memberikan berbagai bentuk perlindungan (pasal 33 ayat 2 butir a) dan menyediakan fasilitas kesejahteraan bagi tenaga kerja juga berpotensi menghambat pengembangan dunia usaha, terutama sektor UMKM. Hal ini disebabkan karena tidak adanya aturan mengenai kriteria skala usaha perusahaan yang diwajibkan untuk menyediakan berbagai bentuk perlindungan dan fasilitas kesejahteraan bagi tenaga kerja tersebut. Kemitraan sejajar antara perusahaan dan pekerja Pandangan bahwa perusahaan dan pekerja/ 8

9 Review Regulasi buruh sebagai mitra kerja yang sejajar merupakan sesuatu yang harus terus diupayakan perwujudannya, tercermin dalam muatan materi yang diatur dalam perda ini. Sehingga, apabila terjadi kon ik antar pihak, harus diselesaikan dalam kerangka hubungan yang sejajar dan adil. Hubungan antar keduanya tidak dapat dipisahkan karena memiliki hubungan erat yang saling membutuhkan. Ketentuan mengenai hubungan industrial, yang diatur dalam perda ini dapat meminimalisir kon ik ketenagakerjaan. Kewajiban untuk membentuk dan mengoptimalkan Lembaga Tripartit dan Dewan Pengupahan yang diatur dalam perda ini memberi kerangka aturan main dalam upaya-upaya penyelesaian kon ik antar pihak. Selain Lembaga Kerjasama Tripartit Kabupaten, Perda ini membentuk juga Lembaga Kerjasama Tripartit sektoral (LKTS) yang dilaksanakan oleh Bupati selaku ketuanya. Adapun jumlah anggota LKTS tersebut diatur maksimal 8 orang, yang terdiri dari Ketua, Sekretaris dan anggota yang mewakili unsur Pemerintah, organisasi pengusaha, dan serikat pekerja/ serikat buruh (Psl. 45). Adapun terkait perselisihan hubungan industrial, pemogokan kerja, PHK, dilaksanakan sesuai ketentuan perundang-undangan. Dalam perda ini, Pemda juga mewajibkan pengusaha untuk menyediakan fasilitas kesejahteraan buruh/pekerja, seperti penyediaan fasilitas ibadah dan menjamin setiap pekerja/buruh berhak mendapatkan perlindungan atas keselamatan dan kesehatan kerja, hygiene perusahaan, lingkungan kerja, kesusilaan, pemeliharaan moril kerja, serta perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia dan nilai-nilai agama dan sebagaimana diatur dalam perundangundangan ketenagakerjaan (Psl.33). Tinjauan terhadap perda ini juga perlu diberikan terutama pada ketentuan yang mengatur tentang besaran prosentase kenaikan upah minimum bagi pekerja yang sudah menikah atau berkeluarga dan/ atau sudah memiliki masa kerja 1 tahun (pasal 37 ayat 4) dan prosentase besaran penggantian perumahan serta pengobatan dan perawatan dalam perhitungan uang penggantian hak (pasal 54 ayat 4 butir c). Penetapan besaran prosentase yang diatur dalam Perda berpotensi menimbulkan beban biaya tinggi, terutama bagi perusahaan-perusahaan skala UMKM dengan kemampuan nansial terbatas. Oleh karena itu, sebaiknya besaran prosentase ditetapkan dengan mempertimbangkan kemampuan nasial masing-masing perusahaan berdasarkan kesepakatan antara perusahaan dengan pekerja yang diatur dalam perjanjian kerja bersama (PKB). Penutup Dengan berbagai ketentuan yang diatur dalam perda ini diharapkan dapat memenuhi harapan Pekerja/buruh akan adanya pemenuhan hak-hak pekerja sesuai dengan ketentuan Perundangundangan. Dengan perda ini ada kepastian aturan dalam bekerja tanpa harus dihantui adanya PHK sepihak, atau adanya ketentuan upah yang tidak jelas dan merugikan pekerja/buruh. Begitu pula dengan perusahaan yang mengharapkan adanya peningkatan produktivitas seiring dengan adanya kenaikan skala upah. Diantara sejumlah ketentuan penyelenggaraan ketenagakerjaan di daerah yang selalu menuntut adanya pungutan baik kepada pengusaha maupun tenaga kerja, Perda Kab. Pasuruan No. 22 Tahun 2012 dapat memberikan pembelajaran bersama kepada daerah lain bahwa penciptaan kondisi yang sehat dalam bekerja lebih diutamakan melalui adanya pengaturan yang jelas dan tegas akan semua keb akan terkait ketenagakerjaan. Adanya sosialisasi keb akan secara terus menerus kepada pekerja/buruh dan pengusaha dalam wadah lembaga kerjasama tripartit sektoral dapat menjadi salah satu upaya memberikan pemahaman bersama kepada semua pihak atas keb akan yang diterapkan oleh Pemda. Dengan begitu diharapkan masing-masing pihak dapat mengetahui dan melaksanakan peran dan tanggungjawabnya sesuai ketentuan yang berlaku. --o0o-- Saat ini KPPOD memiliki koleksi sekitar Perda dalam versi elektronik menyangkut topik ekonomi/investasi di daerah (Pajak, Retribusi, Perijinan, dll). Untuk melihat daftar koleksi tersebut, silahkan akses Bagi individu/korporasi/organisasi yang akan memesan koleksi kami, dapat menelusuri prosedur dan syarat pemesanan yang tertera pada menu layanan submenu pemesanan perda. Terima kasih Bagian Keperpustakaan 9

10 Dari Daerah Peran Pemda dalam Peningkatan Produktivitas Tenaga Kerja di Kota Batam Oleh: Elizabeth Karlinda Peneliti KPPOD Sebagai salah satu Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) di Indonesia, Kota Batam merupakan daerah yang ditujukan menjadi tempat penanaman investasi baik asing maupun domestik. Hal ini menjadi kesempatan besar bagi Pemkot Batam untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat Batam mengingat penanaman modal tentunya akan menyerap banyak tenaga kerja. Namun hal ini tidaklah semudah membalik telapak tangan, mengingat ada sejumlah permasalahan yang dihadapi daerah dalam menarik investasi. Sumber: Satu Negeri.Com Serial studi KPPOD sejak tahun 2001 menemukan kendala iklim investasi di daerah yang hingga kini belum terselesaikan adalah persoalan ketenagakerjaan. Studi KPPOD juga menemukan bahwa tingkat produktivitas tenaga kerja yang tersebar di wilayah kabupaten, masih rendah, sementara biaya tenaga kerja semakin meningkat (KPPOD, 2006). Permasalahan tersebut, ternyata juga dihadapi oleh Kota Batam, sebagai daerah yang perekonomian berbasis industry dengan jumlah tenaga kerja yang bersar. Penyebab utama berbagai kon ik ketenagakerjaan yang saat ini marak terjadi di hampir seluruh daerah di Indonesia adalah kesejahteraan buruh yang masih rendah. Namun, apakah kesejahteraan buruh hanya menjadi tangggung jawab pelaku usaha? Lantas, dimana tanggung jawab pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan buruh? Persoalan ketenagakerjaan meningkat sejalan dengan pertumbuhan ekonomi dan investasi Pertumbuhan ekonomi Kota Batam dari tahun 2007 hingga 2011 meningkat sebesar 30 persen dengan pertumbuhan investasi sebesar 13 persen. Sektor yang paling berkontribusi dalam pembentukan PDRB di tahun 2011 adalah industri pengolahan (58%) dan perdagangan, hotel dan restoran (28%). Hal tersebut menunjukkan bahwa perekonomian Kota Batam didominasi oleh sektor sekunder dan tersier dan nilainya pun terus meningkat. Dominasi ini juga terlihat dari jumlah perusahaan di wilayah tersebut. Sebesar 60 persen perusahaan yang ada bergerak di sektor industri, perdagangan dan perhotelan dengan jumlah tenaga kerja sebanyak (66% dari jumlah total tenaga kerja). Dengan jumlah tenaga kerja mencapai orang, data Disnaker menunjukkan bahwa sepanjang tahun 2011 telah terjadi 170 kasus perselisihan hubungan industrial (PHI) yang dilaporkan ke Disnaker Kota Batam. Jumlah tenaga kerja yang terlibat pada kasus tersebut pun cukup banyak yakni 714 orang. Namun, jumlah anggaran yang dialokasikan untuk penyelesaian kasus tersebut hanya Rp 36 juta. Artinya, rata-rata setiap kasus mendapatkan anggaran sebesar Rp Hal ini sangat disayangkan mengingat sedikitanya anggaran untuk penyelesaian kasus dapat mempersulit Disnaker untuk menyelesaikan kasus tersebut. Jika 10

11 Dari Daerah kasus PHI tersebut sulit diselesaikan, akibatnya iklim berusaha di Kota Batam menjadi kurang kondusif. Upah belum dapat mensejahterakan pekerja mendorong penurunan produktivitas Sesuai dengan pasal 89 ayat (2) Undang-undang No. 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, nilai UMK yang ditetapkan mengacu pada hasil survei kebutuhan hidup layak (KHL) dimana nilai tersebut ditetapkan di atas atau paling tidak sama dengan nilai KHL. Namun, pada praktiknya dari tahun 2007 hingga 2011, UMK Batam ditetapkan di bawah nilai KHL hasil survei. Penetapan UMK di atas nilai KHL baru terjadi pada tahun 2012 dan Melalui perjuangan yang cukup panjang diiringi dengan aksi-aksi unjuk rasa dari para buruh, maka UMK Batam tahun 2012 ditetapkan sebesar Rp ,00 di atas hasil surver KHL sebesar Rp Begitu pula di tahun 2013, UMK ditetapkan sebesar Rp ,00 lebih tinggi 7,37 persen dari KHL-nya. Selama ini, besarnya upah sesuai UMK yang diterima buruh sulit untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari. Mereka pun sulit bekerja optimal dan produktif jika kebutuhan dasar hidup tidak tercukupi sehingga mereka bekerja dalam keadaan tidak senang. Untuk menyiasatinya, mereka mengulur-ulur waktu pekerjaan sehingga tugas tersebut dikerjakan diluar jam kantor (lembur) agar mendapat uang tambahan. Kondisi ini memperlihatkan produktivitas buruh masih rendah. Penetapan UMK Batam 2013 meningkat 43 persen dari tahun sebelumnya. Namun, menurut para buruh di daerah tersebut peningkatan upah yang cukup besar tersebut tidak serta merta memperbaiki kesejahteraan hidup para buruh. Hal ini terjadi karena sebelum pemberlakuan kenaikan UMK, harga-harga barang kebutuhan pokok terus mengalami kenaikan, karena tidak ada upaya pemerintah untuk mengendalikan harga-harga di pasar sehingga harga tersebut dibiarkan terus melambung tinggi. Dengan demikian, meskipun kenaikan UMK tinggi, daya beli buruh tidak meningkat sehingga kesejahteraan buruh pun belum meningkat. Belum ada peraturan daerah yang mengatur mengenai pengupahan UMK diberikan kepada para pekeja lajang yang baru bekerja kurang dari enam bulan di suatu perusahaan. Jika nominal UMK meningkat, maka pekerja lain yang telah bekerja lebih dari enam bulan juga menginginkan kenaikan upah. Inilah yang dikenal dengan istilah upah sundulan. Jika UMK meningkat tanpa diikuti dengan kenaikan upah pekerja lain yang masa kerjanya lebih lama, maka hal ini akan menimbulkan kecemburuan antar pekerja dalam perusahaan tersebut. Akibatnya, produktivitas pekerja lain akan sulit ditingkatkan. Kekisruhan terkait penentuan upah sundulan ini tidak pelu terjadi jika setiap perusahaan telah menetapkan struktur dan skala upah buruh, sebagaimana yang diamanatkan dalam Keputusan Menteri (Kepmen) No.49 Tahun Ironisnya, hampir seluruh perusahaan di Kota Batam belum mempunyai struktur dan skala upah yang mengatur besarnya kenaikan upah bagi para pekerja dengan karakteristik yang berbeda, baik dari posisi kerja (job desk), tingkat pendidikan, pengalaman maupun masa kerja. Tidak hanya itu, pada praktiknya sangat jarang perusahaan berunding dengan serikat buruhnya mengenai kenaikan upah sundulan ini. Penetapan struktur dan skala upah berbeda-beda antar perusahaan tergantung pada sektor usaha dan karakteristik produk yang dihasilkannya. Meskipun demikian, perlu adanya regulasi khusus dari pemda yang dapat dijadikan acuan dan panduan dalam penetapan struktur dan skala usaha tersebut. Sanksi tegas berupa pemberian denda maupun pencabutan izin usaha juga pelu diterapkan bagi perusahaan yang belum memiliki struktur dan skala upah dengan demikian, diharapkan pihak pengusaha memiliki kesadaan tinggi mengenai pentingnya hal tersebut sebagai acuan penetapan besaran kenaikan upah sundulan. Pembangunan rusunawa oleh Pemda sebagai upaya peningkatan kesejahteraan buruh Dalam upaya peningkatan kesejahteraan buruh, pemkot Batam bekerja sama dengan Kementerian Perumahan Rakyat (Kemenpera) dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek) membangun rumah susun sederhana sewa (rusunawa). Pembangunan rusunawa ini sebagai upaya untuk menurunkan biaya transportasi buruh sehingga diharapkan buruh tidak perlu mengeluarkan biaya tambahan untuk transportasi dan biaya tersebut dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan pokok lainnya. Berdasarkan hasil inventarisasi Kemenpera yang dilaksanakan tahun , di Kota Batam terdapat empat twin block (TB) yang telah diserahkan kepada penghuni yakni di Muka Kuning dan Tanjung Ucang Batam. Namun, pembangunan rusunawa ini dinilai belum efektif oleh para buruh. Mereka kecewa karena bangunan tersebut bukan hak milik pribadi. Selama ini yang mereka butuhkan bukan rumah sewa, melainkan rumah susun sederhana milik (rusunami). Dengan bangunan yang berserti kat hak milik, kesejahteraan buruh di masa mendatang lebih terjamin. Komitmen Pemda untuk meningkatkan produktivitas pekerja. Pemda juga berkewajiban untuk terlibat dalam upaya peningkatan produktivitas tenaga kerja di daerah. Hal ini membutuhkan komitmen dan peran aktif Pemda untuk menyelenggarakan berbagai program pelatihan. Sayangnya, sejauh ini belum ada perhatian yang besar dai pemda terkait program pelatihan tersebut. Dengan keterbatasan anggaran disnaker, dimana pada tahun 2011 hanya 8,9 persen yang diberikan untuk pelatihan dan peningkatan keterampilan tenaga kerja, program pelatihan tersebut belum sepenuhnya efektif. Selain hanya diselenggarakan selama satu minggu, bentuk pelatihan yang diselenggarakan pun hanya sebatas pelatihan umum, seperti pelatihan las dasar, montir, dan kewirausahaan. Keterbatasan waktu penyelenggaraan pelatihan tersebut menyebabkan transfer pengetahuan yang diberikan kurang optimal. Keterbatasan anggaran, menyulitkan pemda untuk penyelenggaraan program pelatihan untuk meningkatkan keahlian dan produktivitas para pekerja. Sebagai alternatif solusinya, pemda akan memungut retribusi IMTA (Izin Memperkerjakan Tenaga Asing) dimana hasilnya akan digunakan untuk pembiayaan berbagai program peningkatan produktivitas. Tiap perusahaan yang memperkerjaan tenaga asing, wajib membayar US$ 100 per tenaga kerja. Izin yang baru mulai diberlakukan pada tahun 2013, ditargetkan hasil retribusi yang tekumpul pada tahun ini sebesar Rp 20 Milyar. Menurut Kepala Disnaker Kota Batam, pemberlakuan IMTA ini, ditujukan untuk mengurangi tenaga kerja asing sehingga investasi yang masuk lebih 11

12 Dari Daerah banyak menyerap tenaga kerja lokal, bukan asing. Hasil IMTA pun digunakan untuk meningkatkan produktivitas dan daya saing pekerja lokal. Dalam upaya peningkatan produktivitas pekerja melalui keb akan IMTA, Disnaker Batam sedang berupaya untuk mendorong sistem serti kasi keahlian kerja. Meskipun di tingkat nasional sudah ada Badan Nasional Serti kasi Profesi (BNSP), namun masih banyak kegiatan yang belum dipublikasikan secara menyeluruh dan belum menyentuh hingga tingkat daerah. Oleh karena itu, dibutuhkan lembaga pelatihan berserti kasi khusus untuk melahirkan para pekerja berserti kasi dimana keahliannya diakui dalam pasar tenaga kerja lokal maupun internasional. Dengan serti kat yang dimiliki setiap pekerja, pekerja diharapkan dibayar sesuai dengan keahlian yang dimilikinya. Program peningkatan produktivitas tenaga kerja tersebut merupakan salah satu bentuk dorongan dari Disnaker. Disamping mendorong dari pihak pekerja, Disnaker juga mendorong pihak perusahaan agar untuk melakukan program peningkatan produktivitas tenaga kerja. Oleh karena itu, kedepan para pengusaha pun didorong untuk merekrut para pekerja yang telah berserti kasi tersebut. Program peningkatan kesejahteraan pekerja oleh perusahaan Beberapa program pernah diselenggarakan oleh perusahaan. Misalnya, program beasiswa untuk anak para buruh. Namun, beasiswa tersebut hanya diberikan kepada para buruh yang memiliki upah di bawah Rp Padahal saat itu, UMK Batam sudah mencapai Rp sehingga tidak ada anak buruh yang menerima beasiswa tersebut. Selain itu, pada tahun 2011 juga pernah dibentuk koperasi buruh dengan skala besar untuk menjual berbagai kebutuhan hidup para buruh dengan harga yang murah. Namun dalam pelaksanaannya, koperasi tersebut tidak bejalan dengan baik mengingat para pengurusnya adalah perwakilan buruh dan pengusaha, dimana mereka memiliki pekerjaan utama. Akibatnya, mereka sulit membagi waktu antara pekerajaan utama dengan mengurus koperasi yang akhirnya pengelolaan koperasi tidak berjalan dengan optimal dan koperasi tersebut harus ditutup. Catatan Akhir Hingga saat ini, program-program yang diselenggarakan dalam rangka peningkatan kesejahteraan buruh, baik yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun perusahaan, belum menyentuh substansi permasalahan yang dialami oleh buruh. Oleh karena itu, perlu adanya aturan baku yang mengatur hubungan antara pemerintah, perusahaan dan buruh agar terjadi sinergisasi keb akan. Keberhasilan upaya peningkatan kesejahteraan buruh pun bergantung pada Pemda dalam membuat program yang efektif sehingga tercipta sinergi yang baik antara Pemda, pelaku usaha dan buruh. Sinergi yang baik antar pihak yang terkait dapat memberikan jaminan perlindungan serta kesejahteraan bagi para buruh sehingga produktivitas diharapkan dapat meningkat. --o0o-- 12

I. PENDAHULUAN. Sejak tahun 2001 Indonesia telah memberlakukan desentralisasi yang lebih

I. PENDAHULUAN. Sejak tahun 2001 Indonesia telah memberlakukan desentralisasi yang lebih I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sejak tahun 2001 Indonesia telah memberlakukan desentralisasi yang lebih dikenal dengan istilah otonomi daerah sebagai salah satu wujud perubahan fundamental terhadap

Lebih terperinci

Instrumen Non-Upah sebagai Komplemen Upaya Peningkatan Kesejahteraan Buruh: Potret Lemahnya Komitmen Kebijakan Pemerintah Daerah

Instrumen Non-Upah sebagai Komplemen Upaya Peningkatan Kesejahteraan Buruh: Potret Lemahnya Komitmen Kebijakan Pemerintah Daerah Laporan Penelitian #3 Instrumen Non-Upah sebagai Komplemen Upaya Peningkatan Kesejahteraan Buruh: Potret Lemahnya Komitmen Kebijakan Pemerintah Daerah Tim Peneliti KPPOD: Ig. Sigit Murwito Boedi Rheza

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGERTIAN, DASAR HUKUM PENANAMAN MODAL ASING DAN KESEJAHTERAAN TENAGA KERJA

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGERTIAN, DASAR HUKUM PENANAMAN MODAL ASING DAN KESEJAHTERAAN TENAGA KERJA BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGERTIAN, DASAR HUKUM PENANAMAN MODAL ASING DAN KESEJAHTERAAN TENAGA KERJA 2.1. Pengertian dan Dasar Hukum Penanaman Modal Asing 2.1.1. Pengertian Penanaman Modal Asing Kegiatan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Otonomi daerah yang disahkan melalui Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah

Lebih terperinci

PAPARANPERENCANAAN DAN PROGRAM KETENAGAKERJAAN KABUPATEN KEBUMEN TAHUN

PAPARANPERENCANAAN DAN PROGRAM KETENAGAKERJAAN KABUPATEN KEBUMEN TAHUN PAPARANPERENCANAAN DAN PROGRAM KETENAGAKERJAAN KABUPATEN KEBUMEN TAHUN 2017-2022 DINAS TENAGA KERJA DAN KOPERASI, USAHA KECIL DAN MENENGAH KABUPATEN KEBUMEN DASAR HUKUM PERENCANAAN TENAGA KERJA Landasan

Lebih terperinci

Tabel IV.B.12.1 Program dan Realisasi Anggaran Urusan Ketenagakerjaan tahun 2010

Tabel IV.B.12.1 Program dan Realisasi Anggaran Urusan Ketenagakerjaan tahun 2010 12. URUSAN KETENAGAKERJAAN Pembangunan bidang ketenagakerjaan dewasa ini masih menghadapi berbagai permasalahan antara lain tingginya tingkat pengangguran, terbatasnya penciptaan dan perluasan kesempatan

Lebih terperinci

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI. 3.1 Identifikasi Permasalahan Berdasarkan Tugas dan Fungsi Pelayanan

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI. 3.1 Identifikasi Permasalahan Berdasarkan Tugas dan Fungsi Pelayanan BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI 3.1 Identifikasi Permasalahan Berdasarkan Tugas dan Fungsi Pelayanan Dinas Tenaga Kerja Permasalahan pembangunan daerah merupakan gap expectation

Lebih terperinci

BAB 23 PERBAIKAN IKLIM KETENAGAKERJAAN

BAB 23 PERBAIKAN IKLIM KETENAGAKERJAAN BAB 23 PERBAIKAN IKLIM KETENAGAKERJAAN Meningkatnya tingkat pengangguran terbuka yang mencapai 9,5 persen berpotensi menimbulkan berbagai permasalahan sosial. Kerja merupakan fitrah manusia yang asasi.

Lebih terperinci

MENINGKATKAN DAYA SAING DAN PRODUKTIVITAS MELALUI PEKERJAAN YANG LAYAK. Oleh : 9 Juli 2015 DPN APINDO

MENINGKATKAN DAYA SAING DAN PRODUKTIVITAS MELALUI PEKERJAAN YANG LAYAK. Oleh : 9 Juli 2015 DPN APINDO MENINGKATKAN DAYA SAING DAN PRODUKTIVITAS MELALUI PEKERJAAN YANG LAYAK 9 Juli 2015 Oleh : DPN APINDO Intervensi khusus diperlukan untuk mengatasi masalah tingginya insiden pekerjaan berupah rendah, termasuk

Lebih terperinci

BUPATI JEMBRANA PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG

BUPATI JEMBRANA PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG BUPATI JEMBRANA PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN/ATAU KEMUDAHAN KEPADA MASYARAKAT DAN/ATAU PENANAM MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANAMAN MODAL

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANAMAN MODAL SALINAN BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

NCA N LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 12 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG

NCA N LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 12 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG NCA N LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 12 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN SUMEDANG BAGIAN HUKUM SEKRETARIAT

Lebih terperinci

- 1 - BUPATI BADUNG PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN KETENAGAKERJAAN

- 1 - BUPATI BADUNG PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN KETENAGAKERJAAN - 1 - BUPATI BADUNG PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG, Menimbang : a.

Lebih terperinci

- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL

- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL - 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB III KEBIJAKAN PENGUPAHAN DI INDONESIA. A. Perumusan Kebijakan Upah Buruh di Indonesia

BAB III KEBIJAKAN PENGUPAHAN DI INDONESIA. A. Perumusan Kebijakan Upah Buruh di Indonesia BAB III KEBIJAKAN PENGUPAHAN DI INDONESIA A. Perumusan Kebijakan Upah Buruh di Indonesia Dalam situasi perburuhan yang sifat dan dinamikanya semakin kompleks, upah masih tetap menjadi persoalan utama di

Lebih terperinci

BUPATI BANYUMAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN BANYUMAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BANYUMAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN BANYUMAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUMAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN BANYUMAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUMAS, Menimbang : a. bahwa penanaman modal

Lebih terperinci

WALIKOTA KENDARI PERATURAN DAERAH KOTA KENDARI

WALIKOTA KENDARI PERATURAN DAERAH KOTA KENDARI WALIKOTA KENDARI PERATURAN DAERAH KOTA KENDARI NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANAMAN MODAL DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KENDARI Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH 3.1. Arah Kebijakan Ekonomi Daerah Berdasarkan strategi dan arah kebijakan pembangunan ekonomi Kabupaten Polewali Mandar dalam Rencana

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai suatu bangsa dan negara besar dengan pemilikan sumber daya alam yang melimpah, dalam pembangunan ekonomi yang merupakan bagian dari pembangunan nasional

Lebih terperinci

BAB 22 PERBAIKAN IKLIM KETENAGAKERJAAN

BAB 22 PERBAIKAN IKLIM KETENAGAKERJAAN BAB 22 PERBAIKAN IKLIM KETENAGAKERJAAN A. KONDISI UMUM Perkembangan ekonomi Indonesia telah menunjukkan kemajuan diberbagai bidang pembangunan. Tetapi kemajuan ini masih belum dapat menangani masalah pengangguran

Lebih terperinci

BAB III AKUNTABILITAS KINERJA

BAB III AKUNTABILITAS KINERJA BAB III AKUNTABILITAS KINERJA 3.1 PENGUKURAN INDIKATOR UTAMA TAHUN 2016 Dinas Tenaga Kerja Kota Batam pada Tahun 2016 mempunyai 14 (Empat Belas) Indikator Kinerja Utama dan pada indikator tersebut telah

Lebih terperinci

LD NO.14 PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL I. UMUM

LD NO.14 PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL I. UMUM I. UMUM PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL 1. Pembangunan daerah merupakan bagian integral dari pembangunan nasional, sebagai upaya terus menerus

Lebih terperinci

SALINAN. jdih.bulelengkab.go.id

SALINAN. jdih.bulelengkab.go.id SALINAN BUPATI BULELENG PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULELENG NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BULELENG, Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN PURBALINGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN PURBALINGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN PURBALINGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA, Menimbang : a. bahwa penanaman modal merupakan

Lebih terperinci

Perluasan Lapangan Kerja

Perluasan Lapangan Kerja VII Perluasan Lapangan Kerja Perluasan lapangan kerja untuk menciptakan lapangan kerja dalam jumlah dan mutu yang makin meningkat, merupakan sebuah keniscayaan untuk menyerap angkatan kerja baru yang terus

Lebih terperinci

BUPATI MADIUN SALINAN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 39 TAHUN 2008 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI BUPATI MADIUN,

BUPATI MADIUN SALINAN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 39 TAHUN 2008 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI BUPATI MADIUN, BUPATI MADIUN SALINAN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 39 TAHUN 2008 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI BUPATI MADIUN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelaksanaan ketentuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keputusan politik pemberlakuan otonomi daerah yang dimulai sejak tanggal 1 Januari 2001, telah membawa implikasi yang luas dan serius. Otonomi daerah merupakan fenomena

Lebih terperinci

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA SALINAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 62 TAHUN 2015 TENTANG RINCIAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR DAERAH

Lebih terperinci

BUPATI SOLOK SELATAN PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN SOLOK SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG PENANAMAN MODAL

BUPATI SOLOK SELATAN PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN SOLOK SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG PENANAMAN MODAL BUPATI SOLOK SELATAN PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN SOLOK SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SOLOK SELATAN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BUPATI GARUT PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI GARUT PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GARUT PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang Mengingat BUPATI GARUT, : a. bahwa penanaman modal merupakan salah

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Keadaan pasar kerja yang dualistik dengan kelebihan penawaran tenaga kerja dan

PENDAHULUAN. Keadaan pasar kerja yang dualistik dengan kelebihan penawaran tenaga kerja dan I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam situasi perburuhan yang sifat dan dinamikanya semakin kompleks, upah masih tetap menjadi persoalan utama di negara berkembang seperti Indonesia. Keadaan pasar kerja

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARANGANYAR,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARANGANYAR, PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARANGANYAR, Menimbang : a. Bahwa dalam rangka meningkatkan perekonomian daerah

Lebih terperinci

PROVINSI SULAWESI TENGGARA WALIKOTA KENDARI PERATURAN DAERAH KOTA KENDARI NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG TENAGA KERJA LOKAL

PROVINSI SULAWESI TENGGARA WALIKOTA KENDARI PERATURAN DAERAH KOTA KENDARI NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG TENAGA KERJA LOKAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA WALIKOTA KENDARI PERATURAN DAERAH KOTA KENDARI NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG TENAGA KERJA LOKAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KENDARI, Menimbang : a. bahwa pemberdayaan

Lebih terperinci

sektor investasi dalam negeri, namun peningkatan dari sisi penanaman modal asing mampu menutupi angka negatif tersebut dan menghasilkan akumulasi

sektor investasi dalam negeri, namun peningkatan dari sisi penanaman modal asing mampu menutupi angka negatif tersebut dan menghasilkan akumulasi BAB V KESIMPULAN Provinsi NTB merupakan daerah yang menjanjikan bagi investasi termasuk investasi asing karena kekayaan alam dan sumber daya daerahnya yang melimpah. Provinsi NTB dikenal umum sebagai provinsi

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENANAMAN MODAL DI PROVINSI JAWA TENGAH

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENANAMAN MODAL DI PROVINSI JAWA TENGAH PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENANAMAN MODAL DI PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH, Menimbang

Lebih terperinci

BUPATI WONOGIRI PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN WONOGIRI

BUPATI WONOGIRI PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN WONOGIRI 1 BUPATI WONOGIRI PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN WONOGIRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI WONOGIRI, Menimbang : a. bahwa penanaman

Lebih terperinci

BAB VI SASARAN, INISITIF STRATEJIK DAN PROGRAM PEMBANGUNAN KEMENTERIAN KOPERASI DAN UKM

BAB VI SASARAN, INISITIF STRATEJIK DAN PROGRAM PEMBANGUNAN KEMENTERIAN KOPERASI DAN UKM BAB VI SASARAN, INISITIF STRATEJIK DAN PROGRAM PEMBANGUNAN KEMENTERIAN KOPERASI DAN UKM A. SASARAN STRATEJIK yang ditetapkan Koperasi dan UKM selama periode tahun 2005-2009 disusun berdasarkan berbagai

Lebih terperinci

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN SUKOHARJO

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN SUKOHARJO BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN SUKOHARJO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO, Menimbang : a. bahwa penanaman

Lebih terperinci

BUPATI KEPULAUAN SELAYAR

BUPATI KEPULAUAN SELAYAR BUPATI KEPULAUAN SELAYAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEPULAUAN SELAYAR, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM PROVINSI DKI JAKARTA Keadaan Geografis dan Kependudukan

GAMBARAN UMUM PROVINSI DKI JAKARTA Keadaan Geografis dan Kependudukan 41 IV. GAMBARAN UMUM PROVINSI DKI JAKARTA 4.1. Keadaan Geografis dan Kependudukan Provinsi Jakarta adalah ibu kota Negara Indonesia dan merupakan salah satu Provinsi di Pulau Jawa. Secara geografis, Provinsi

Lebih terperinci

Profil Pekerjaan yang Layak INDONESIA

Profil Pekerjaan yang Layak INDONESIA Profil Pekerjaan yang Layak INDONESIA Ringkasan Selama 15 tahun terakhir, Indonesia mengalami perubahan sosial dan politik luar biasa yang telah membentuk latar belakang bagi pekerjaan layak di negeri

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAN KEBIJAKAN KEUANGAN KABUPATEN WONOGIRI

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAN KEBIJAKAN KEUANGAN KABUPATEN WONOGIRI BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAN KEBIJAKAN KEUANGAN KABUPATEN WONOGIRI A. Arah Kebijakan Ekonomi Daerah Kondisi ekonomi makro yang baik, yang ditandai dengan pertumbuhan ekonomi yang tinggi, tingkat

Lebih terperinci

RANCANGAN (disempurnakan) PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN (disempurnakan) PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA RANCANGAN (disempurnakan) PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUNINGAN, Menimbang Mengingat : a. bahwa penanaman modal

Lebih terperinci

BUPATI SUMBA TENGAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBA TENGAH NOMOR 10 TAHUN 2016 TENTANG PENANAMAN MODAL

BUPATI SUMBA TENGAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBA TENGAH NOMOR 10 TAHUN 2016 TENTANG PENANAMAN MODAL BUPATI SUMBA TENGAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBA TENGAH NOMOR 10 TAHUN 2016 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUMBA TENGAH, Menimbang : a.

Lebih terperinci

BUPATI BANTUL PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 03 TAHUN 2013 TENTANG

BUPATI BANTUL PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 03 TAHUN 2013 TENTANG BUPATI BANTUL PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 03 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN BANTUL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL,

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT BUPATI GARUT LD. 14 2012 R PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GARUT, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini

I. PENDAHULUAN. daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam menilai keberhasilan pembangunan dan upaya memperkuat daya saing ekonomi daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini dikarenakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun antar negara, sudah sedemikian terasa ketatnya. 3

BAB I PENDAHULUAN. maupun antar negara, sudah sedemikian terasa ketatnya. 3 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Era globalisasi dan pasar bebas belum berjalan sepenuhnya. Akan tetapi aroma persaingan antar perusahaan barang maupun jasa, baik di dalam negeri maupun antar negara,

Lebih terperinci

Setiap karyawan dapat membentuk atau bergabung dalam suatu kelompok. Mereka mendapat manfaat atau keun-tungan dengan menjadi anggota suatu kelompok.

Setiap karyawan dapat membentuk atau bergabung dalam suatu kelompok. Mereka mendapat manfaat atau keun-tungan dengan menjadi anggota suatu kelompok. PENGANTAR Pembahasan MSDM yang lebih menekankan pada unsur manusia sebagai individu tidaklah cukup tanpa dilengkapi pembahasan manusia sebagai kelompok sosial. Kelompok sosial adalah himpunan atau kesatuan

Lebih terperinci

STRATEGI PENANGANAN KETENAGAKERJAAN DI KABUPATEN MALANG Melalui : PROGRAM KEMITRAAN & GOTONG ROYONG PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR PERDESAAN

STRATEGI PENANGANAN KETENAGAKERJAAN DI KABUPATEN MALANG Melalui : PROGRAM KEMITRAAN & GOTONG ROYONG PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR PERDESAAN PEMERINTAH KABUPATEN MALANG STRATEGI PENANGANAN KETENAGAKERJAAN DI KABUPATEN MALANG Melalui : PROGRAM KEMITRAAN & GOTONG ROYONG PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR PERDESAAN Oleh : H. SUJUD PRIBADI Bupati Malang

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI SUBANG NOMOR : TAHUN 2008 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI KABUPATEN SUBANG BUPATI SUBANG,

PERATURAN BUPATI SUBANG NOMOR : TAHUN 2008 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI KABUPATEN SUBANG BUPATI SUBANG, PERATURAN BUPATI SUBANG NOMOR : TAHUN 2008 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI KABUPATEN SUBANG BUPATI SUBANG, Menimbang : a. bahwa Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 26 TAHUN 2011 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN KENDAL

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 26 TAHUN 2011 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN KENDAL PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 26 TAHUN 2011 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN KENDAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KENDAL, Menimbang :

Lebih terperinci

BUPATI HULU SUNGAI TENGAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

BUPATI HULU SUNGAI TENGAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN BUPATI HULU SUNGAI TENGAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI TENGAH NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN HULU SUNGAI TENGAH DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BUPATI BLITAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLITAR NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BLITAR,

BUPATI BLITAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLITAR NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BLITAR, BUPATI BLITAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLITAR NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BLITAR, Menimbang : bahwa untuk meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam melakukan analisis tentang pembangunan ekonomi yang terjadi pada suatu negara ataupun daerah. Pertumbuhan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KONAWE SELATAN NOMOR: 3 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KONAWE SELATAN NOMOR: 3 TAHUN 2012 TENTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN KONAWE SELATAN NOMOR: 3 TAHUN 2012 TENTANG PEMEBERIAN INSENTIF DAN PEMEBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN KONAWE SELATAN i! DITERBITKAN OLEH BAGIAN HUKUM SEKRETARIAT

Lebih terperinci

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN INDUSTRI KECIL DAN MENENGAH DI PERDESAAN MELALUI PELAYANAN TERPADU SATU PINTU (PTSP)

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN INDUSTRI KECIL DAN MENENGAH DI PERDESAAN MELALUI PELAYANAN TERPADU SATU PINTU (PTSP) KEMENTERIAN DALAM NEGERI POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN INDUSTRI KECIL DAN MENENGAH DI PERDESAAN MELALUI PELAYANAN TERPADU SATU PINTU (PTSP) W. Sigit Pudjianto Direktur Pengembangan Ekonomi Daerah Jakarta,

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 7 Tahun : 2013

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 7 Tahun : 2013 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 7 Tahun : 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN KEMUDAHAN

Lebih terperinci

BUPATI BLORA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLORA NOMOR 17 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANAMAN MODAL

BUPATI BLORA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLORA NOMOR 17 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANAMAN MODAL BUPATI BLORA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLORA NOMOR 17 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BLORA, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

WALIKOTA PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA PASURUAN NOMOR 1 TAHUN 2014 PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA PASURUAN NOMOR 1 TAHUN 2014 PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA PASURUAN NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PASURUAN, Menimbang : a. bahwa guna meningkatkan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI DAERAH

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI DAERAH PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI DAERAH GUBERNUR KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN

Lebih terperinci

VIII. SIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN. Berdasarkan hasil dan pembahasan Bab V sampai dengan Bab VII,

VIII. SIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN. Berdasarkan hasil dan pembahasan Bab V sampai dengan Bab VII, VIII. SIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 8.1. Simpulan Berdasarkan hasil dan pembahasan Bab V sampai dengan Bab VII, dirumuskan beberapa simpulan sebagai berikut: 1. Undang-undang ketenagakerjaan era otda

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pekerja terus berlanjut, yakni melalui pemberlakuan Peraturan Pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. pekerja terus berlanjut, yakni melalui pemberlakuan Peraturan Pemerintah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Upaya pemerintah untuk memperbaiki sistem pengupahan buruh/ pekerja terus berlanjut, yakni melalui pemberlakuan Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan

Lebih terperinci

BAB II PROGRAM KERJA. Dinas Tenaga Kerja merupakan instansi teknis yang melaksanakan salah

BAB II PROGRAM KERJA. Dinas Tenaga Kerja merupakan instansi teknis yang melaksanakan salah BAB II PROGRAM KERJA 2.1 Visi dan Misi Dinas Tenaga Kerja merupakan instansi teknis yang melaksanakan salah satu urusan rumah tangga Daerah dibidang ketenagakerjaan dan ketransmigrasian, dengan kewenangannya

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PENEMPATAN DAN PERLINDUNGAN TENAGA KERJA INDONESIA KABUPATEN KENDAL

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PENEMPATAN DAN PERLINDUNGAN TENAGA KERJA INDONESIA KABUPATEN KENDAL Menimbang PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PENEMPATAN DAN PERLINDUNGAN TENAGA KERJA INDONESIA KABUPATEN KENDAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KENDAL, : a. bahwa untuk

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS IIV.1 Permasalahan Pembangunan Permasalahan yang dihadapi Pemerintah Kabupaten Ngawi saat ini dan permasalahan yang diperkirakan terjadi lima tahun ke depan perlu mendapat

Lebih terperinci

BUPATI CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CILACAP,

BUPATI CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CILACAP, BUPATI CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CILACAP, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan pembangunan

Lebih terperinci

Undang-undang No. 21 Tahun 2000 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH

Undang-undang No. 21 Tahun 2000 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH Daftar Isi BAB I KETENTUAN UMUM I-7 BAB II ASAS, SIFAT, DAN TUJUAN I-8 BAB III PEMBENTUKAN I-10 BAB

Lebih terperinci

QANUN KABUPATEN ACEH TIMUR NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN ACEH TIMUR

QANUN KABUPATEN ACEH TIMUR NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN ACEH TIMUR QANUN KABUPATEN ACEH TIMUR NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN ACEH TIMUR BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA PENGASIH

Lebih terperinci

Definisi Buruh. Biasa di sebut buruh kerah putih, menggunakan tenaga otak dalam bekerja

Definisi Buruh. Biasa di sebut buruh kerah putih, menggunakan tenaga otak dalam bekerja Buruh Indonesia Definisi Buruh Buruh, Pekerja, Tenaga Kerja atau Karyawan pada dasarnya adalah manusia yang menggunakan tenaga dan kemampuannya untuk mendapatkan balasan berupa pendapatan baik berupa uang

Lebih terperinci

WALIKOTA BUKITTINGGI

WALIKOTA BUKITTINGGI WALIKOTA BUKITTINGGI PERATURAN DAERAH KOTA BUKITTINGGI NOMOR : 2 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BUKITTINGGI, Menimbang : a. bahwa penanaman modal adalah salah

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG

PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG FASILITASI PENANAMAN MODAL DI PROVINSI KALIMANTAN SELATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

GUBERNUR MALUKU PERATURAN GUBERNUR MALUKU NOMOR 21 TAHUN 2017 TENTANG

GUBERNUR MALUKU PERATURAN GUBERNUR MALUKU NOMOR 21 TAHUN 2017 TENTANG GUBERNUR MALUKU PERATURAN GUBERNUR MALUKU NOMOR 21 TAHUN 2017 TENTANG URAIAN TUGAS JABATAN PIMPINAN TINGGI PRATAMA, ADMINISTRATOR DAN PENGAWAS DI LINGKUNGAN DINAS TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI PROVINSI

Lebih terperinci

PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 21 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 21 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 21 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TEMANGGUNG, Menimbang : a. bahwa dalam rangka menciptakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat bertambah sehingga akan meningkatkan kemakmuran masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat bertambah sehingga akan meningkatkan kemakmuran masyarakat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan ekonomi merupakan perkembangan kegiatan dalam perekonomian yang menyebabkan barang dan jasa yang diproduksi dalam masyarakat bertambah sehingga akan

Lebih terperinci

BUPATI BARITO KUALA PROVINSI KALIANTAN SELATAN

BUPATI BARITO KUALA PROVINSI KALIANTAN SELATAN BUPATI BARITO KUALA PROVINSI KALIANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO KUALA NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BARITO KUALA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 15 TAHUN 2017 TENTANG PEMBERDAYAAN DAN PERLINDUNGAN KOPERASI

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 15 TAHUN 2017 TENTANG PEMBERDAYAAN DAN PERLINDUNGAN KOPERASI BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 15 TAHUN 2017 TENTANG PEMBERDAYAAN DAN PERLINDUNGAN KOPERASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KOTABARU, Menimbang

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM DINAS TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI PROVINSI JAWA TENGAH

BAB II GAMBARAN UMUM DINAS TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI PROVINSI JAWA TENGAH BAB II GAMBARAN UMUM DINAS TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI PROVINSI JAWA TENGAH 2.1 Sejarah Dinas Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Provinsi Jawa Tengah disingkat Disnakertrans Prov. Jateng merupakan organisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum (rechtstaat), tidak

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum (rechtstaat), tidak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara hukum sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa Negara Indonesia

Lebih terperinci

BAB III TUJUAN, SASARAN, PROGRAM DAN KEGIATAN. 3.1 Telaahan Terhadap Kebijakan Nasional

BAB III TUJUAN, SASARAN, PROGRAM DAN KEGIATAN. 3.1 Telaahan Terhadap Kebijakan Nasional BAB III TUJUAN, SASARAN, PROGRAM DAN KEGIATAN 3.1 Telaahan Terhadap Kebijakan Nasional Berdasarkan Rencana Kerja Pemerintah Tahun 2016 yang mempunyai tema Memperkuat perekonomian domestik bagi peningkatan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2013 NOMOR 6 SERI E

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2013 NOMOR 6 SERI E LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2013 NOMOR 6 SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANJARNEGARA,

Lebih terperinci

PENJELASAN PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 6 TAHUN 2004 TENTANG KETENAGAKERJAAN

PENJELASAN PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 6 TAHUN 2004 TENTANG KETENAGAKERJAAN PENJELASAN PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 6 TAHUN 2004 TENTANG KETENAGAKERJAAN I. PENJELASAN UMUM Pembangunan ketenagakerjaan sebagai bagian integral dari pembangunan Daerah

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH Kerangka ekonomi makro daerah akan memberikan gambaran mengenai kemajuan ekonomi yang telah dicapai pada tahun 2010 dan perkiraan tahun

Lebih terperinci

PERINGATAN HARI BURUH INTERNASIONAL

PERINGATAN HARI BURUH INTERNASIONAL PERINGATAN HARI BURUH INTERNASIONAL (May Day) : Momentum Mewujudkan Sistem Pengupahan Dan Kesejahteraan Buruh Oleh: Arrista Trimaya * Naskah diterima: 30 April 2015; disetujui: 10 Mei 2015 Tanggal 1 Mei

Lebih terperinci

BAB II PERENCANAAN DAN PENETAPAN KINERJA

BAB II PERENCANAAN DAN PENETAPAN KINERJA BAB II PERENCANAAN DAN PENETAPAN KINERJA 2.1 VISI Rencana Strategis Satuan Kerja Perangkat Daerah ( Renstra SKPD ) merupakan suatu proses untuk menentukan tindakan pada masa depan tepat melalui urutan

Lebih terperinci

Terwujudnya Masyarakat Tenaga Kerja Kabupaten Bandung yang Mandiri, Produktif, Profesional dan Berdaya Saing

Terwujudnya Masyarakat Tenaga Kerja Kabupaten Bandung yang Mandiri, Produktif, Profesional dan Berdaya Saing BAB II PROGRAM KERJA 2.1 Visi dan Misi Dinas Tenaga Kerja merupakan instansi teknis yang melaksanakan salah satu urusan rumah tangga Daerah dibidang ketenagakerjaan dan ketransmigrasian, dengan kewenangannya

Lebih terperinci

DAMPAK PERTUMBUHAN INDUSTRI TERHADAP TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA DI KABUPATEN SIDOARJO

DAMPAK PERTUMBUHAN INDUSTRI TERHADAP TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA DI KABUPATEN SIDOARJO Judul : Dampak Pertumbuhan Industri Terhadap Tingkat Pengangguran Terbuka di Kabupaten Sidoarjo SKPD : Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Sidoarjo Kerjasama Dengan : - Latar Belakang Pembangunan

Lebih terperinci

BUPATI JEPARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN JEPARA

BUPATI JEPARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN JEPARA SALINAN BUPATI JEPARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN JEPARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA, Menimbang : a. bahwa penanaman modal

Lebih terperinci

LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGABDIAN MASYARAKAT UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA SEMARANG 2010

LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGABDIAN MASYARAKAT UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA SEMARANG 2010 LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGABDIAN MASYARAKAT UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA SEMARANG 2010 Pertumbuhan ekonomi & kestabilan harga di Jateng tdk dpt mengindikasikan peningkatan kesejahteraan. Indikator

Lebih terperinci

Analisis Isu-Isu Strategis

Analisis Isu-Isu Strategis Analisis Isu-Isu Strategis Permasalahan Pembangunan Permasalahan yang ada pada saat ini dan permasalahan yang diperkirakan terjadi 5 (lima) tahun ke depan yang dihadapi Pemerintah Kabupaten Bangkalan perlu

Lebih terperinci

BUPATI PENAJAM PASER UTARA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR...

BUPATI PENAJAM PASER UTARA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR... BUPATI PENAJAM PASER UTARA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR... TAHUN TENTANG PENGELOLAAN TANGGUNG JAWAB SOSIAL DAN LINGKUNGAN PERUSAHAAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PROBOLINGGO

PEMERINTAH KABUPATEN PROBOLINGGO PEMERINTAH KABUPATEN PROBOLINGGO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PROBOLINGGO NOMOR : 01 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN PROBOLINGGO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PROBOLINGGO, Menimbang

Lebih terperinci

BUPATI ALOR PERATURAN DAERAH KABUPATEN ALOR NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI ALOR,

BUPATI ALOR PERATURAN DAERAH KABUPATEN ALOR NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI ALOR, BUPATI ALOR PERATURAN DAERAH KABUPATEN ALOR NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI ALOR, Menimbang : a. bahwa dalam pelaksanaan otonomi daerah, penanaman modal

Lebih terperinci

GUBERNUR BALI PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN/ATAU KEMUDAHAN KEPADA MASYARAKAT DAN/ATAU PENANAM MODAL

GUBERNUR BALI PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN/ATAU KEMUDAHAN KEPADA MASYARAKAT DAN/ATAU PENANAM MODAL GUBERNUR BALI PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN/ATAU KEMUDAHAN KEPADA MASYARAKAT DAN/ATAU PENANAM MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, Menimbang

Lebih terperinci

SAMBUTAN GUBERNUR KALIMANTAN BARAT PADA ACARA PEMBUKAAN RAKORNIS KOPERASI & UKM, KERJASAMA, PROMOSI DAN INVESTASI SE-KALIMANTAN BARAT

SAMBUTAN GUBERNUR KALIMANTAN BARAT PADA ACARA PEMBUKAAN RAKORNIS KOPERASI & UKM, KERJASAMA, PROMOSI DAN INVESTASI SE-KALIMANTAN BARAT 1 SAMBUTAN GUBERNUR KALIMANTAN BARAT PADA ACARA PEMBUKAAN RAKORNIS KOPERASI & UKM, KERJASAMA, PROMOSI DAN INVESTASI SE-KALIMANTAN BARAT Selasa, 6 Mei 2008 Jam 09.00 WIB Di Hotel Orchard Pontianak Selamat

Lebih terperinci

III. KERANGKA PENDEKATAN STUDI DAN HIPOTESIS

III. KERANGKA PENDEKATAN STUDI DAN HIPOTESIS III. KERANGKA PENDEKATAN STUDI DAN HIPOTESIS 3.1. Kerangka Pemikiran Pada dasarnya negara Republik Indonesia merupakan Negara Kesatuan yang menganut asas desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahannya

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kemerdekaan berserikat, berkumpul,

Lebih terperinci

BUPATI BOYOLALI PROVINSI JAWA TENGAH

BUPATI BOYOLALI PROVINSI JAWA TENGAH BUPATI BOYOLALI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BOYOLALI, Menimbang : a. bahwa penanaman modal

Lebih terperinci

Bismillahirrohmannirrohiim Assalamu alaikum Wr.Wb. Selamat pagi dan salam sejahtera bagi kita semua,

Bismillahirrohmannirrohiim Assalamu alaikum Wr.Wb. Selamat pagi dan salam sejahtera bagi kita semua, Sambutan Pembukaan Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia Pada Sustainable Development Goals (SDGs) Conference Indonesia s Agenda for SDGs toward Decent Work for All Hotel Borobudur Jakarta, 17 Februari

Lebih terperinci