BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori 1. Tinjauan tentang Teori Kedaulatan Rakyat a. Istilah dan Pengertian Kamus Besar Bahasa Indonesia dan juga Kamus Hukum yang ditulis Sudarsono mengartikan kedaulatan (souvereignty) sebagai kekuasaan tertinggi atas pemerintahan negara, daerah dan sebagainya. Sedangkan Jimly Asshiddiqiemendefinisikan kedaulatan sebagai konsep mengenai kekuasaan tertinggi dalam suatu negara (state) (Jimly Asshiddiqie, 2011: 95). Terang bahwa kedaulatan merupakan kekuasaan tertinggi dalam negara dan menjadi atribut bagi negara sebagai organisasi masyarakat paling besar. Apabila dikaitkan dengan kata rakyat, berarti rakyatlah yang merupakan tempat yang melahirkan kekuasaan tertinggi. Dengan demikian, kedaulatan rakyat dapat didefinisikan sebagai kekuasaan tertinggi dalam negara yang dipegang atau terletak di tangan rakyat. Pada tataran praktis, kedaulatan rakyat merupakan gabungan keseluruhan dari kemauan masing-masing pribadi, yang jumlahnya dalam masyarakat tersebut ditentukan oleh suara terbanyak (Khairul Fahmi, 2011: 19). Kedaulatan rakyat juga biasa disebut dengan istilah demokrasi berasal dari bahasa Yunani, yang terdiri atas dua suku kata, yaitu demos, yang berarti rakyat, dan cratein yang berarti pemerintah (Subandi Al Marsudi, 2001: 81). Di samping itu, kedaulatan rakyat dalam suatu sistem demokrasi tercermin juga dari ungkapan bahwa demokrasi adalah suatu sistem pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat (government of the people, by the people, for the people) (Stevanus Evan Setio, 2013: 16). 15

2 16 Yang dimaksudkan dengan sistem pemerintahan dari rakyat (government of the people) adalah bahwa suatu sistem pemerintahan di mana kekuasaan berasal dari rakyat dan para pelaksana pemerintahan yang dipilih dari dan oleh rakyat melalui suatu pemilihan umum (Stevanus Evan Setio, 2013: 16). Dengan demikian adanya pemerintahan yang dipilih oleh dan dari rakyat tersebut terbentuk suatu legitimasi terhadap kekuasaan pemerintahan yang bersangkutan. Konstitusi Indonesia yaitu Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 juga telah mengatur mengenai kedaulatan rakyat di Indonesia sebagaimana yang telah diatur dalam Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Perubahan Ketiga yaitu bahwa Kedaulatan di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang- Undang Dasar. b. Prinsip-prinsip Kedaulatan Rakyat Berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUDNRI) Tahun 1945 Hatta berpendapat bahwa prinsip-prinsip kedaulatan rakyat yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945 yang mesti dijadikan pegangan menegakkan demokrasi adalah sebagai berikut: 1) Politik; kekuasaan negara ada pada rakyat dengan melalui pemilihan umum; 2) Ekonomi; gotong royong membangun masyarakat adil makmur di mana alat-alat produksi vital dikuasai oleh negara; 3) Sosial; sama rasa sama rata, di mana tidak berlaku penindasan dan penghisapan atas sesama manusia ; 4) Kebudayaan: kebebasan menganut agama, kebebasan menyatakan pendapat, serta kebebasan menuntut ilmu; 5) Perikemanusiaan; hubungan persaudaraan antara bangsabangsa di seluruh dunia atas dasar persamaan status, serta menentang penjajahan dalam bentuk apa pun atas sesuatu bangsa oleh bangsa lain (Khairul Fahmi, 2011: 140).

3 17 Berdasarkan uraian di atas, prinsip-prinsip kedaulatan rakyat atau demokrasi setidaknya ada empat, yaitu: kebebasan, kesamaan/kesetaraan, suara mayoritas, dan pertanggung jawaban (Khairul Fahmi, 2011: 37). Masing-masing prinsip tersebut akan dijelaskan pada pembahasan berikut ini: 1) Prinsip Kebebasan Kebebasan dalam kerangka batasan-batasan konstitusional dan hukum dapat ditemukan dalam ketentuan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun Pasal 28, Pasal 28E, Pasal 28G ayat (2), dan Pasal 28I ayat (2) merupakan sebagian ketentuan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menjamin setiap warga negara untuk menikmati kebebasan sebagai manusia. Dalam hal ini Khairul Fahmi menuturkan bahwa : Bukan hanya bebas dari ancaman atau tindakan yang dapat merugikan kehidupannya, tetapi juga bebas untuk berbuat segala sesuatu yang menjadi haknya.dengan diatur dan dijaminnya kebebasan dalam konstitusi negara, maka rakyat sebagai pemegang kedaulatan bebas berbuat apa saja untuk kebaikan hidupnya dalam bingkai konstitusi dan hukum. Dengan demikian secara normatif dan konseptual, UUD 1945 menganut prinsip kebebasan sebagai salah satu prinsip esensial kedaulatan rakyat yang dianutnya (Khairul Fahmi, 2011: 141). 2) Prinsip Persamaan atau Kesetaraan Prinsip persamaan juga telah diatur dalam Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 antara lain dalam ketentuan Pasal 28D ayat (1), Pasal 28H ayat (2), Pasal 28I ayat (2) merupakan beberapa ketentuan dalam UUD 1945 yang menjamin bahwa setiap rakyat mesti mendapatkan perlakuan sama, tanpa diskriminasi (Khairul Fahmi, 2011: 142). Jaminan terhadap kebebasan

4 18 dan persamaan tidak hanya sampai di sana. UUD 1945 pasal 28 I ayat (4) juga memberikan jaminan bahwa kekuasaan negara harus dilaksanakan dengan cara-cara yang tidak melanggar hak asasi manusia. Bahkan UUD 1945 membebankan kepada negara, terutama pemerintah untuk melindungi, memajukan, menegakkan, dan memenuhi hak asasi setiap warga negara. Dengan demikian, tidak diragukan lagi bahwa prinsip kebebasan dan persamaan juga prinsip kedaulatan rakyat yang dianut UUD Dianutnya prinsip kedaulatan rakyat sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (2) UUD 1945 diiringi dengan pengaturan tentang hak asasi manusia yang memberi jaminan terhadap kebebasan dan kesamaan yang menjadi prinsip esensial kedaulatan rakyat itu sendiri. 3) Prinsip Suara Mayoritas Kalau UUD 1945 sudah menganut dua prinsip esensial demokrasi, maka secara linear, UUD 1945 juga menganut prinsip suara terbanyak sebagai cara mewujudkan dua prinsip itu (Khairul Fahmi, 2011: 143). Banyak ketentuan dalam UUD 1945 yang dapat dijadikan rujukan untuk mengklaim bahwa UUD 1945 menerapkan prinsip suara terbanyak dalam pengambilan keputusan. Pasal 2 ayat (3), Pasal 6A ayat (3) dan (4), Pasal 7B ayat (3) dan ayat (7), Pasal 37 ayat (4) adalah beberapa pasal yang dapat disebutkan sebagai penerapan prinsip suara terbanyak. Terkait mekanisme pengambilan keputusan yang melibatkan rakyat secara luas dan langsung, UUD 1945 setelah perubahan memuat ketentuan tentang pemilihan

5 19 umum secara khusus (Khairul Fahmi, 2011: 144). Dalam hal ini Jimly Asshiddiqie berpendapat bahwa: Hal ini merupakan konsekuensi dari perubahan rumusan kedaulatan rakyat dalam ketentuan Pasal 1 ayat (2) UUD Dengan adanya perubahan rumusan tentang kedaulatan, aliran mandate kedaulatan yang dimiliki rakyat dapat mengalir langsung secara periodik kepada lembaga-lembaga perwakilanrakyat dan kepala pemerintahan (Presiden) melalui proses pemilihan umum yang langsung, bebas, dan rahasia, jujur dan adil (dalam Khairul Fahmi, 2011: 145). 4) Prinsip Pertanggungjawaban Dalam konsep kedaulatan rakyat, rakyatlah yang memberikan kekuasaan kepada pihak-pihak yang dipercaya untuk menyelenggarakan negara, baik itu legislatif maupun eksekutif. Oleh karena kekuasaan diberikan oleh rakyat, maka pemerintah harus bertanggung jawab kepada rakyat. Berdasarkan itulah Miriam Budiardjo dan juga S. W.Couwenberg berpendapat bahwa akuntabilitas merupakan salah satu prinsip demokrasi. Sehingga setiap penyelenggara (eksekutif, legislatif, yudikatif, dan lembaga atau komisi independen), secara konstitusional diamanatkan untuk mempertanggungjawabkan mandat yang dipikulnya. Pertanggungjawaban atau akuntabilitas secara sederhana dapat dipahami sebagai pertanggungjawaban pejabat publik terhadap rakyat yang telah memberinya mandat untuk mengurusi berbagai urusan dan kepentingan mereka. Setiap penyelenggara negara (eksekutif, legislatif, yudikatif, dan lembaga komisi independen), secara konstitusional diamanatkan untuk mempertanggungjawabkan mandat yang dipikulnya (Khairul Fahmi, 2011:

6 20 146). Baik pertanggungjawaban secara vertikal kepada rakyat, maupun secara horizontal antar sesama penyelenggara kedaulatan rakyat. Begitu juga dengan anggota DPR. Dalam Pasal 22B UUD 1945, anggota DPR juga harus mempertanggungjawabkan mandat rakyat yang diberikan kepadanya pada saat pemilihan umum. Salah satu bentuk pertanggungjawaban dimaksud adalah seorang anggota DPR dapat diberhentikan apabila dia tidak lagi sanggup melaksanakan tugasnya sebagai wakil rakyat di lembaga legislatif. Yang terpenting dalam hal ini, UUD 1945 mengatur bahwa setiap anggota DPR harus bertanggung jawab atas jabatan yang diembannya. Sehingga dapat difahami bahwa mandat rakyat yang diberikan lewat pemilihan umum bukanlah mandat lepas yang berjalan begitu saja, tetapi mandat yang punya konsekuensi terhadap sebuah pertanggungjawaban (Khairul Fahmi, 2011: 147). 2. Tinjauan tentang Partai Politik a. Pengertian Partai Politik Berikut disampaikan beberapa definisi mengenai partai politik. Carl J. Friedrich mengatakan: A political party isa group of human beings, stably organized with the objective of securing or maintaining for its leaders the control of a government, with the further objective of giving to members of the party, through such control ideal and material benefits and advantages (Carl J. Friedrich, 1967:419). Sedangkan menurut R.H. Soltau partai politik adalah, A group of citizens more or less organized, who act as a political unit and who, by the use of their voting power, aim to control the government and carry out their general policies (Roger H. Soltau, 1961: 199). Sigmund

7 21 Neumann dalam karangannya Modern Political Parties mengemukakan definisi partai sebagai berikut: A political party is the articulate organization of society's active political agents, those who are concerned with the control of governmental power and who compete for popular support with another group or groups holding divergent views (Sigmund Neumann, 1963: 352). Sedangkan dari sisi etimologis, menurut Laica Marzuki, kata partai berasaldari bahasa latin part, yang berarti bagian. Karena hanya suatu bagian,membawa konsekuensi pengertian adanya bagian-bagian lain. Oleh karenaitu, jika hanya terdapat satu partai dalam suatu negara berarti tidak sesuaidengan makna etimologis dari partai itu sendiri (dalam Muchamad Ali Safa at, 2011: 30). Pengertian dari sisi etimologis juga dikemukakan oleh Jimly Asshiddiqie yang menyatakan bahwa: Partai berasal dari akar kata part yang berarti bagian atau golongan. Kata partai menunjuk pada golongan sebagai pengelompokan masyarakat berdasarkan kesamaan tertentu seperti tujuan, ideologi, agama, bahkan kepentingan. Pengelompokan itu bentuknya adalah organisasi secara umum, yang dapat dibedakan menurut wilayah aktivitasnya, seperti organisasi kemasyarakatan, organisasi kepemudaan, serta organisasi politik. Dalam perkembangannya, kata partai lebih banyak diasosiasikan untuk organisasi politik, yaitu organisasi masyarakat yang bergerak di bidang politik (dalam Muchamad Ali Safa at, 2011: 30). Partai politik merupakan sebuah organisasi untuk memperjuangkan nilai atau ideologi tertentu melalui penguasaan struktur kekuasaan dan kekuasaan itu diperoleh melalui keikutsertaannya di dalam pemilihan umum (Sigit Pamungkas, 2011: 5). Menurut Pasal 1 angka 1 Undang- Undang Nomor 2 Tahun 2011 Tentang Perubahan Atas Undang- Undang Nomor 2 Tahun 2008 Tentang Partai Politik, Partai Politik adalah organisasi yang bersifat nasional dan dibentuk oleh sekelompok warga negara Indonesia secara sukarela atas dasar kesamaan kehendak dan cita-cita untuk memperjuangkan dan membela kepentingan politik

8 22 anggota, masyarakat, bangsa dan negara, serta memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesa Tahun b. Fungsi Partai Politik Pada umumnya, para ilmuwan politik biasa menggambarkan adanya 4 (empat) fungsi partai politik. Keempat fungsi partai politik itu menurut Miriam Budiardjo, meliputi sarana: a. komunikasi politik, b. sosialisasi politik (political socialization), c. rekruitmen politik (political recruitment), dan d. pengatur konflik (conflict management) (Miriam Budiarjo, 2005: 163). Dalam istilah Yves Meny dan Andrew Knapp, fungsi partai politik itu mencakup fungsi a. mobilisasi dan integrasi, b. sarana pembentukan pengaruh perilaku memilih (voting patterns), c. sarana rekruitmen politik, dan d. sarana elaborasi pilihan-pilihan kebijakan (dalam Jimly Asshiddiqie, 2005: 59). Berdasarkan ketentuan pasal 10 ayat (2) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik, partai politik berfungsi sebagai sarana: a. Pendidikan politik bagi anggota dan masyarakat luas agar menjadi warga negara Indonesia yang sadar akan hak dan kewajibannya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara; b. Penciptaan iklim yang kondusif bagi persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia untuk kesejahteraan masyarakat; c. Penyerap, penghimpun, dan penyalur aspirasi politik masyarakat dalam merumuskan dan menetapkan kebijakan negara; d. Partsipasi politik warga negara Indonesia; dan e. Rekrutmen politik dalam proses pengisian jabatan politik melalui mekanisme demokrasi dengan memperhatikan kesetaraan dan keadilan gender.

9 23 c. AD/ART Partai Politik Pasal 2 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik memberikan beberapa syarat dalam proses pembentukan partai politik, antara lain seperti yang dijelaskan dalm ayat (3) bahwa, Akta notaris sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memuat AD dan ART kepengurusan Partai Politik tingkat pusat. Dalam ayat selanjutnya dijelaskan, AD sebagaiaman dimaksud pada ayat (3) memuat paling sedikit: a. Asas dan ciri Partai Politik; b. Visi dan misi Partai Politik; c. Nama, lambang, dan tanda gambar Partai Politik; d. Tujuan dan fungsi Partai Politik; e. Organisasi, tempat kedudukan, dan pengambilan keputusan; f. Kepengurusan Partai Politik; g. Mekanisme rekrutmen keanggotaan Partai Politik; h. Sistem kaderisasi; i. Mekanisme pemberhentian anggota Partai Politik; j. Peraturan dan keputusan Partai Politik; k. Pendidikan politik; l. Keuangan Partai Politik; m. Mekanisme penyelesaian perselisihan internal Partai Politik. AD dan ART Partai Politik dapat dilakukan perubahan sesuai dengan aturan dalam Pasal 5 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik yang menegaskan: (1) AD dan ART Partai Politik dapat diubah sesuai dengan dinamika Partai Politik. (2) Perubahan AD dan ART sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan hasil forum tertinggi pengambilan keputusan Partai Politik.

10 24 (3) Perubahan AD dan ART sebagaiman dimaksud pada ayat (1) harus didaftarkan ke Kementerian paling lama 30 (tiga puluh) terhitung sejak terjadinya perubahan tersebut. (4) Pendaftaran perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) menyertakan akta notaris mengenai perubahan AD dan ART. 3. Tinjauan Tentang Hak Recall a. Istilah dan Pengertian Recall merupakan kata dalam bahasa Inggris, yang terdiri dari kata re yang artinya kembali, dan call yang artinya panggil atau memanggil.jika kata ini disatukan maka kata recall ini akan berarti dipanggil atau memanggil kembali (Ni matul Huda, 2011: 461). Haris munandar mengatakan: Kata recall ini merupakan suatu istilah yang ditemukan dalam kamus ilmu politik yang digunakan untuk menerangkan suatu peristiwa penarikan seorang atau beberapa orang wakil yang duduk dalam lembaga perwakilan (melalui proses pemilu), oleh rakyat pemilihnya. Jadi dalam konteks ini recall merupakan suatu hak yang dimiliki pemilih terhadap orang yang dipilihnya (dalam Ni matul Huda, 2011: 461). Hak recall didefinisikan oleh sejumlah ahli, antara lain Mh. Isnaeni mengatakan: Hak recall pada umumnya merupakan suatu pedang Damocles bagi tiap-tiap anggota DPR. Dengan adanya hak recall maka anggota DPR akan lebih banyak menunggu petunjuk dan pedoman pimpinan fraksinya daripada ber-oto-aktivitas. Melakukan otoaktivitas yang tinggi tanpa restu pimpinan fraksi kemungkinan besar melakukan kesalahan fatal yang dapat berakibat recalling. Karena itu untuk keamanan keanggotaannya lebih baik menunggu apa yang diinstruksikan oleh pimpinan fraksinya (Mh. Isnaeni, 1982: 57-58) Moh. Hatta juga pernah mengatakan: Hak recall bertentangan dengan demokrasi apalagi demokrasi Pancasila. Pimpinan partai tidak berhak membatalkan anggotanya sebagai hasil dari pemilu. Rupanya dalam kenyataannya pimpinan partai merasa lebih berkuasa dari rakyat pemilihnya. Kalau

11 25 demikian adanya ia menganjurkan agar pemilu ditiadakan saja. Pada dasarnya hak recallini hanya ada pada negara komunis dan fasis yang bersifat totaliter (dalam Deliar Noer, 1989: ). Menurut BN. Marbun, recall adalah suatu hak untuk mengganti anggota DPR oleh induk organisasinya (BN.Marbun, 1996: 43). Bintan R. Saragih, mengartikan recall adalah hak suatu organisasi politik yang mempunyai wakil di MPR, DPR, dan DPRD untuk mengganti wakil-wakilnya di lembaga perwakilan sebelum yang bersangkutan habis keanggotaannya, dengan terlebih dahulu bermusyawarah dengan pimpinan lembaga perwakilan tersebut. Adapun Moh. Mahfud MD., mengartikan recall adalah hak untuk mengganti anggota lembaga permusyawaratan/perwakilan dari kedudukannya sehingga tidak lagi memiliki status keanggotaan di lembaga tersebut (dalam Ni matul Huda, 2011: 462). b. Sejarah dan Perkembangan Hak Recall di Indonesia Recall telah hadir dan dikenal secara formal di Indonesia sejak Orde Baru berkuasa di pemerintahan, yakni tahun 1966 melalui UU No. 10 Tahun 1966 yang mengatur tentang Kedudukan MPRS dan DPRGR. UU ini lahir beberapa bulan setelah Orde Baru naik ke pentas politik menggantikan Orde Lama (Ni matul Huda, 2011: 462). Bintan R. Saragih dalam pendapatnya menyatakan: Pencantuman hak recall dalam UU No. 10 Tahun 1966 dalam rangka pembersihan anggota parlemen (DPR-GR) yang masih loyal pada Orde Lama pimpinan Soekarno. Itulah mengapa hak recall ini diatur dalam suatu UU bukan dalam Peraturan Tata Tertib DPRGR, didasarkan atas pertimbangan bahwa Peraturan Tata Terib hanya mengikat secara intern sedangkan UU akan megikat juga ekstern Parpol atau Organisasi Politik yang mempunyai kursi di DPR-GR (dalam Ni matul Huda, 2011: 462). Keberadaan hak recall di masa Orde Baru diatur dalam Pasal 15 UU No. 10 Tahun 1966 yang menyatakan bahwa anggota MPRS/DPR-GR dapat diganti menurut ketentuan sebagai berikut:

12 26 a. Anggota dari Golongan Politik dapat diganti atas permintaan partai yang bersangkutan; b. Anggota dari Golongan Karya yang organisasinya berafiliasi dengan satu partai politik dapat diganti oleh organisasi karya yang bersangkutan dengan persetujuan induk partainya; c. Anggota Golongan Karya yang organisasinya tidak berafiliasi dengan suatu partai politik dapat diganti atas permintaan organisasi atau instansi yang bersangkutan. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1969 telah mengalami perubahan tiga kali dan yang terakhir dengan UU No. 2 Tahun Di dalam Pasal 43 ayat (1) UU No. 2 Tahun 1985 ditentukan sebagai berikut, Hak mengganti wakil organisasi peserta pemilu atau golongan karya ABRI ada pada organisasi peserta pemilu yang bersangkutan atau pada Panglima Angkatan Bersenjata, dan pelaksanaannya terlebih dahulu harus dimusyawarahkan dengan Pimpinan DPR. Selanjutnya dalam ayat (6) dinyatakan bahwa tata cara penggantian keanggotaan Badan Permusyawaratan/Perwakilan Rakyat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. Selama berlangsungnya pemerintahan Orde Baru, sejumlah partai politik yang pernah melakukan recalling terhadap anggota partainya di parlemen antara lain: Pertama, Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Di bawah kepemimpinan H.J. Naro pernah mengusulkan recall untuk Syarifudin Harahap, Tamim Achda. Murtadho Makmur, Rusli Halil, Chalid Mawardi, MA. Ganni, Darussamin AS, dan Ruhani Abdul Hakim (semuanya anggota DPR periode ). Namun, usulan recalling untuk mereka yang diusulkan sejak Desember 1984 hingga Maret 1985 ditanggapi dingin oleh Pimpinan DPR waktu itu (Amir Machmud) dan ternyata usul recall itu tidak diteruskan oleh pimpinan DPR kepada Presiden.Kemudian pada tahun 1995 Sri Bintang Pamungkas di-recall oleh Fraksi

13 27 Persatuan Pembangunan (DPR Periode ) denganalasan melakukan dosa politik (melanggar tata terib partai). Usulan FPP disetujui oleh Ketua DPR Wahono dan diajukan kepada Presiden pemecatannya. Kedua, Partai Demokrasi Indonesia (PDI). Di bawah kepemimpinan Seonawar Soekawati mengusulkan recalling untuk Usep Ranawidjaja, Abdul Madjid, Ny. D. Walandouw, Soelomo, Santoso Donoseputro, TAM. Simatupang, dan Abdullah Eteng (semuanya anggota DPR periode ). Kemudian ketika PDI dipimpin Soerjadi pernah diusulkan recalling untuk: Marsoesi, Dudy Singadila, Nurhasan, Polensuka, Kemas Fachrudin, Edi Junaedi, Suparman, Jaffar, dan Thalib Ali (semua anggota DPR periode ). Ketiga, Golongan Karya (Golkar). Recalling di tubuh Golkar pertama menimpa Rahman Tolleng (anggota DPR periode ) karena dianggap terlibat kasus Malari 15 Januari Recalling kedua terjadi pada Bambang Warih (anggota DPR periode ) yang dipandang melakukan dosa politik (melanggar tata tertib partai). Keempat, Fraksi ABRI. Pernah merecall anggotanya di MPR yakni, Brigjen Rukmini, Brigjen Samsudin dan Brigjen J. Sembiring, karena mengkritis pembelian kapal perang bekas milik pemerintah Jerman (Ni matul Huda, 2011: ). Setelah Orde Baru tumbang digantikan Orde Reformasi, mekanisme recall oleh partai politik yang selama Orde Baru efektif digunakan oleh partai politik untuk menyingkirkan lawan politik di tubuh partainya, tidak lagi diatur dalam UU No. 4 Tahun 1999 tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, dan DPRD. Di dalam Pasal 5 ayat (1) ditegaskan, Anggota MPR berhenti antar waktu sebagai angggota karena: a. Meninggal dunia; b. Permintaan sendiri secara tertulis kepada Pimpinan MPR; c. Bertempat tinggal di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia; d. Berhenti sebagai Anggota DPR; e. Tidak lagi memenuhi syarat-syarat sebagaimana yang dimaksud Pasal 3 ayat (1) berdasarkan keterangan yang berwajib;

14 28 f. Dinyatakan melanggar sumpah/janji sebagai wakil-wakil rakyat dengan keputusan MPR; g. Terkena larangan perangkapan jabatan sebagaimana yang dimaksud Pasal 41 ayat (1). Akan tetapi pengaturan recall kembali muncul dalam UU No. 22 Tahun 2003 tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, dan DPRD. Di dalam Pasal 85 ayat (1) ditegaskan Anggota DPR berhenti antar waktu karena: a. Meninggal dunia; b. Mengundurkan diri sebagai anggota atas permintaan sendiri secara tertulis; dan c. Diusulkan oleh partai politik yang bersangkutan. Adapun alasan anggota DPR yang diberhentikan antar waktu yang diatur dalam ayat (2) karena: a. Tidak dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan atau berhalangan tetap sebagai Anggota DPR; b. Tidak lagi memeneuhi syarat-syarat calon Anggota DPR sebagaimana dimaksud dalam UU tentang Pemilu; c. Melanggar sumpah/janji, kode etik DPR, dan/atau tidak melaksanakan kewajiban sebagai anggota DPR berdasarkan hasil pemeriksaan badan kehormatan DPR; d. Melanggar peraturan larangan rangkap jabatan sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan; dan e. Dinyatakan bersalah berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap karena melanggar tindak pidana dengan ancaman pidana serendah-rendahnya lima tahun penjara. 4. Tinjauan tentang Dewan Perwakilan Rakyat

15 29 a. Fungsi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Pengaturan tentang Dewan Perwakilan Rakyat telah diatur dalam BAB VII Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang terdiri dari 7 (tujuh) pasal dimulai dari Pasal 19 s.d. Pasal 22B Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun Dalam Undang-Undang, DPR diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (UU MD3). Dilihat dari susunan dan kedudukannya, DPR terdiri atas anggota partai politik peserta pemilihan umum yang dipilih melalui pemilihan umum. Secara kedudukan, DPR merupakan lembaga perwakilan rakyat yang berkedudukan sebagai lembaga negara. Dari sisi keanggotaan, Anggota Dewan Perwakilan Rakyat merupakan hasil dari pemilihan umum sebagaimana yang telah tercantum dalam ketentuan Pasal 19 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Perubahan Kedua yang menyatakan bahwa Anggota Dewan Perwakilan rakyat dipilih melalui Pemilihan Umum. Kemudian mengenai susunan DPR juga telah diatur dalam ayat selanjutnya yaitu Pasal 19 ayat (2) Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Perubahan Kedua yang menyatakan bahwa Susunan Dewan Perwakilan Rakyat diatur dengan undang-undang. Jika dilihat dari fungsinya, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) memiliki 3 (tiga) fungsi yaitu fungsi legislasi, fungsi anggaran, dan fungsi pengawasan. Hal ini telah diatur dalam ketentuan Pasal 20A ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Perubahan Kedua Dewan Perwakilan Rakyat memiliki fungsi legislasi, fungsi anggaran, dan fungsi pengawasan. Dilihat dari fungsinya, DPR mempunyai: 1) fungsi legislasi, 2) anggaran, dan 3) pengawasan. Sebagaimana yang telah diatur dalam

16 30 Pasal 69 ayat (1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD yang menyatakan bahwa: (1) DPR mempunyai fungsi: a. Legislasi; b. Anggaran; dan c. Pengawasan. Adapun penjelasan dari masing-masing fungsi DPR diatur dalam ketentuan Pasal 70 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD yaitu: (1) Fungsi legislasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1) huruf a dilaksanakan sebagai perwujudan DPR selaku pemegang kekuasaan membentuk undang-undang. (2) Fungsi anggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1) huruf b dilaksanakan untuk membahas dan memberikan persetujuan atau tidak memberikan persetujuan terhadap rancangan undang-undang tentang APBN yang diajukan oleh Presiden. (3) Fungsi pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1) huruf c dilaksanakan melalui pengawasan undangundang dan APBN. b. Hak dan Kewajiban Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Dalam Pasal 20A ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, selain memiliki fungsi, Dewan Perwakilan Rakyat mempunyai beberapa hak antara lain hak interplasi, hak angket, dan hak menyatakan pendapat. Selain itu, Dewan Perwakilan Rakyat juga mempunyai hak mengajukan pertanyaan, menyampaikan usul dan pendapat, serta hak imunitas sebagaimana yang telah tercantum dalam ketentuan Pasal 20A ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Perubahan Kedua yang menyatakan bahwa Selain hak yang diatur dalam pasal-pasal lain

17 31 Undang-Undang Dasar ini, setiap anggota Dewan Perwakilan Rakyat mempunia hak mengajukan pertanyaan, menyampaikan usul dan pendapat, serta hak imunitas. Adapun penjelasan secara rinci mengenai hak Dewan Perwakilan Rakyat dan hak Anggota Dewan Perwakilan Rakyat diatur dalam undang-undang. Hak DPR juga telah diatur dalam ketentuan Pasal 79 Undang- Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, DPRD yang menyatakan bahwa: (1) DPR mempunyai hak: a. interpelasi; b. angket; dan c. menyatakan pendapat. Adapun mengenai penjelasan dari masing-masing hak DPR sebagai berikut: 1) Hak interpelasi, yaitu hak DPR untuk meminta keterangan kepada Pemerintah mengenai kebijakan Pemerintah yeng penting dan strategis serta berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara sebagaimana telah diatur dalam ketentuan Pasal 79 ayat (2) Undang-Undang No. 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD; 2) Hak Angket, yaitu hak DPR untuk melakukan penyelidikan terhadap pelaksanaan suatu undang-undang dan/atau kebijakan Pemerintah yang berkaitan dengan hal penting, strategis, dan berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan (dalam Pasal 79 ayat (3) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD). 3) Hak menyatakan pendapat, yaitu hak DPR untuk menyatakan pendapat atas:

18 32 a) Kebijakan Pemerintah atau mengenai kejadian luar biasa yang terjadi di tanah air atau di dunia internasional; b) Tindak lanjut pelaksanaan hak interpelasi dan hak angket; c) Dugaan bahwa Presiden dan.atau Wakil Presiden melakukan pelanggaran hukum baik berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, maupun perbuatan tercela, dan/atau Presiden dan/atau Wakil Presiden tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden (dalam Pasal 79 ayat (4) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD). Selanjutnya mengenai hak anggota DPR sebagaimana telah diatur dalam ketentuan Pasal 80 Undang-Undang No. 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD yang menyatakan bahwa: Anggota DPR mempunyai hak: a. mengajukan usul rancangan undang-undang; b. mengajukan pertanyaan; c. menyampaikan usul dan pendapat; d. memilih dan dipilih; e. membela diri; f. imunitas; g. protokoler; h. keuangan dan administratif; i. pengawasan; j. mengusulkan dan memperjuangkan program pembangunan daerah pemilihan; dan k. melakukan sosialisasi undang-undang. Selain memiliki hak, anggota DPR juga mempunyai kewajibankewajiban sebagai wakil rakyat di parlemen. Adapun kewajiban

19 33 anggota DPR telah diatur dalam ketentuan Pasal 81 Undang-Undang No. 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD yang menyatakan bahwa: Anggota DPR mempunyai kewajiban: a. memegang teguh dan mengamalkan Pancasila; b. melaksanakan Undang-Undang dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan menaati peraturan perundangundangan; c. mempertahankan dan memelihara kerukunan nasional dan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia; d. mendahulukan kepentingan negara di atas kepentingan pribadi, kelompok, dan golongan; e. memperjuangkan peningkatan kesejahteraan rakyat; f. menaati prinsip demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan negara; g. menaati tata tertib dan kode etik; h. menjaga etika dan norma dalam hubungan kerja denga lembaga lain; i. menyerap dan menghimpun aspirasi konstituen melalui kunjungan kerja secara berkala; j. menampung dan menindaklanjuti aspirasi dan pengaduan masyarakat; dan k. memberikan pertanggungjawaban secara moral dan politik kepada konstituen di daerah pemilihannya. A. Kerangka Pemikiran

20 34 Keterangan: Dalam penulisan hukum ini, penulis membatasi tujuan dari penelitian yakni penguatan kelembagaan partai politik dan perlindungan hak konstitusional anggota parlemen. Karena dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (Konstitusi) menjamin hakhak konstitusional warga negara, yang juga didalamnya menjamin nilainilai serta prinsip kedaulatan rakyat yang tertuang dalam Pasal 22E ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang telah diamandemen dengan bunyi sebagai berikut Pemilihan umum diselenggarakan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Daerah,Dewan Perwakilan Rakyat, Presiden dan Wakil Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (UU MD3) dan Undang- Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Perubahan atas Undang-Undang

21 35 Nomor 2 tahun 2008 tentang Partai Politik mengatur tentang hak recall yang diberikan kewenangannya kepada partai politik anggota parlemen atas pelanggaran terhadap Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) dan arah kebijakan partai politik. Inilah yang kemudian penulis jadikan rumusan masalah yang pertama, yakni tentang ketentuan hak recall oleh partai politik dalam kedua undang-undang tersebut. Dalam rumusan masalah yang kedua, penulis akan membuktikan apakah pelaksanaan recall yang dilaksanakan oleh partai politik terhadap anggota parlemen yang melanggar AD/ART dan kebijakan partai politik ini telah sesuai dengan prinsip kedaulatan rakyat dan penjaminan hak konstitusional warga negara yang telah dijamin dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. kata re yang artinya kembali dan call yang artinya panggil atau memanggil,

BAB II KAJIAN PUSTAKA. kata re yang artinya kembali dan call yang artinya panggil atau memanggil, BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Hak Recall Recall merupakan kata yang diambil dari bahasa Inggris, yang terdiri dari kata re yang artinya kembali dan call yang artinya panggil atau memanggil, sehingga jika diartikan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2003 TENTANG SUSUNAN DAN KEDUDUKAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH DENGAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2009 TENTANG MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2003 TENTANG SUSUNAN DAN KEDUDUKAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH DENGAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2003 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2003 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2003 TENTANG SUSUNAN DAN KEDUDUKAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH DENGAN

Lebih terperinci

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH. Muchamad Ali Safa at

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH. Muchamad Ali Safa at DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH Muchamad Ali Safa at DPRD Lembaga Perwakilan Rakyat Daerah Unsur Penyelenggara Pemerintahan Daerah FUNGSI: Legislasi; Anggaran; Pengawasan; Representasi RAKYAT DI DAERAH

Lebih terperinci

UU 22/2003, SUSUNAN DAN KEDUDUKAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH

UU 22/2003, SUSUNAN DAN KEDUDUKAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH Copyright (C) 2000 BPHN UU 22/2003, SUSUNAN DAN KEDUDUKAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH *14124 UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2009 TENTANG MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.182, 2014 LEGISLATIF. MPR. DPR. DPD. DPRD. Kedudukan. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5568) UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

STRUKTUR PEMERINTAHAN DAERAH MUCHAMAD ALI SAFA AT

STRUKTUR PEMERINTAHAN DAERAH MUCHAMAD ALI SAFA AT STRUKTUR PEMERINTAHAN DAERAH MUCHAMAD ALI SAFA AT PASAL 18 UUD 1945 (3) Setiap daerah provinsi, daerah kabupaten, dan daerah kota memiliki Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang anggota-anggotanya dipilih

Lebih terperinci

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah KULIAH 11 1 Dewan Perwakilan Rakyat Daerah SUSUNAN DAN KEDUDUKAN DPRD terdiri dari anggota Parpol hasil Pemilu Fungsi DPRD Fungsi Pengawasan Fungsi Anggaran 2 Fungsi legislasi DPRD merupakan lembaga perwakilan

Lebih terperinci

Bab III Keanggotaan. Bagian Kesatu. Umum

Bab III Keanggotaan. Bagian Kesatu. Umum Bab III Keanggotaan Bagian Kesatu Umum Pasal 7 1. Anggota berjumlah 560 (lima ratus enam puluh) orang. 2. Anggota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebelum memangku jabatannya mengucapkan sumpah/janji

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2018 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2014 TENTANG MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH,

Lebih terperinci

2008, No.2 2 d. bahwa Partai Politik merupakan sarana partisipasi politik masyarakat dalam mengembangkan kehidupan demokrasi untuk menjunjung tinggi k

2008, No.2 2 d. bahwa Partai Politik merupakan sarana partisipasi politik masyarakat dalam mengembangkan kehidupan demokrasi untuk menjunjung tinggi k LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.2, 2008 LEMBAGA NEGARA. POLITIK. Pemilu. DPR / DPRD. Warga Negara. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4801) UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

2018, No Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2014 tentang P

2018, No Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2014 tentang P No.29, 2018 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEGISLATIF. MPR. DPR. DPD. DPRD. Kedudukan. Perubahan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6187) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1945) Pasal 1 ayat (2) menegaskan bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat dan

BAB I PENDAHULUAN. 1945) Pasal 1 ayat (2) menegaskan bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI 1945) Pasal 1 ayat (2) menegaskan bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2004 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN PERATURAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2004 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN PERATURAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2004 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN PERATURAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa sebagai pelaksanaan

Lebih terperinci

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Konstruksi Hukum Hak Pemberhentian/Pergantian Antarwaktu oleh Politik dalam Undang-Undang Nomor 17 tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD dan Undang-Undang

Lebih terperinci

BAGIAN KEDUA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG DEWAN PERWAKILAN DAERAH

BAGIAN KEDUA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG DEWAN PERWAKILAN DAERAH DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA BAGIAN KEDUA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG DEWAN PERWAKILAN DAERAH Jakarta, 2013 RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2002 TENTANG PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2002 TENTANG PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2002 TENTANG PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kemerdekaan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN KEBERADAAN LEMBAGA PERWAKILAN RAKYAT DAERAH DALAM SISTEM KETATANEGARAAN INDONESIA

BAB II TINJAUAN KEBERADAAN LEMBAGA PERWAKILAN RAKYAT DAERAH DALAM SISTEM KETATANEGARAAN INDONESIA BAB II TINJAUAN KEBERADAAN LEMBAGA PERWAKILAN RAKYAT DAERAH DALAM SISTEM KETATANEGARAAN INDONESIA A. Pengertian Sistem Ketatanegaraan Istilah sistem ketatanegaraan terdiri dari kata sistem dan ketatanegaraan.

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2004 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN PERATURAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2004 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN PERATURAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2004 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN PERATURAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa sebagai pelaksanaan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PARTAI POLITIK

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PARTAI POLITIK UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

ASPEK HUKUM PEMBERHENTIAN DAN PENGGANTIAN ANTAR WAKTU (PAW) ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA. Oleh: Husendro

ASPEK HUKUM PEMBERHENTIAN DAN PENGGANTIAN ANTAR WAKTU (PAW) ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA. Oleh: Husendro 1 ASPEK HUKUM PEMBERHENTIAN DAN PENGGANTIAN ANTAR WAKTU (PAW) ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA Oleh: Husendro Kandidat Doktor Ilmu Hukum, Program Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas

Lebih terperinci

NOMOR 31 TAHUN 2002 TENTANG PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

NOMOR 31 TAHUN 2002 TENTANG PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2002 TENTANG PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang a. bahwa kemerdekaan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PARTAI POLITIK

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PARTAI POLITIK UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PARTAI POLITIK

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PARTAI POLITIK UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR.. TAHUN 2009 TENTANG MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK

Lebih terperinci

PENGGUNAAN HAK RECALL ANGGOTA DPR MENURUT PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG NOMOR 27 TAHUN 2009 TENTANG MPR, DPR, DPD, DAN DPRD (MD3) FITRI LAMEO JOHAN JASIN

PENGGUNAAN HAK RECALL ANGGOTA DPR MENURUT PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG NOMOR 27 TAHUN 2009 TENTANG MPR, DPR, DPD, DAN DPRD (MD3) FITRI LAMEO JOHAN JASIN 1 PENGGUNAAN HAK RECALL ANGGOTA DPR MENURUT PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG NOMOR 27 TAHUN 2009 TENTANG MPR, DPR, DPD, DAN DPRD (MD3) FITRI LAMEO JOHAN JASIN NUR MOH. KASIM JURUSAN ILMU HUKUM ABSTRAK Fitri Lameo.

Lebih terperinci

ANOTASI UNDANG-UNDANG BERDASARKAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2014 TENTANG

ANOTASI UNDANG-UNDANG BERDASARKAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2014 TENTANG ANOTASI UNDANG-UNDANG BERDASARKAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2014 TENTANG MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH,

Lebih terperinci

PERATURAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1/DPR RI/TAHUN 2009 TENTANG TATA TERTIB

PERATURAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1/DPR RI/TAHUN 2009 TENTANG TATA TERTIB PERATURAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1/DPR RI/TAHUN 2009 TENTANG TATA TERTIB Menimbang : a. bahwa dalam rangka melaksanakan kehidupan kenegaraan yang demokratis konstitusional berdasarkan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PARTAI POLITIK

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PARTAI POLITIK www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL Menimbang: DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

PEDOMAN TEKNIS VERIFIKASI SYARAT CALON PENGGANTI ANTARWAKTU ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH PEMILIHAN UMUM TAHUN 2009

PEDOMAN TEKNIS VERIFIKASI SYARAT CALON PENGGANTI ANTARWAKTU ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH PEMILIHAN UMUM TAHUN 2009 PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM NOMOR 02 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN TEKNIS VERIFIKASI SYARAT CALON PENGGANTI ANTARWAKTU ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH PEMILIHAN UMUM TAHUN

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2014 TENTANG MAJELIS PERMUSYAWARAN RAKYAT,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2014 TENTANG MAJELIS PERMUSYAWARAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA ------- RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2014 TENTANG MAJELIS PERMUSYAWARAN RAKYAT,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2010 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2010 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN PERATURAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH TENTANG TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

TINJAUAN UMUM TERHADAP DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH. A. Fungsi dan Peranan Undang-Undang Dasar 1945

TINJAUAN UMUM TERHADAP DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH. A. Fungsi dan Peranan Undang-Undang Dasar 1945 BAB III TINJAUAN UMUM TERHADAP DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH A. Fungsi dan Peranan Undang-Undang Dasar 1945 Tujuan pokok dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 adalah : 1 1. Melindungi segenap bangsa

Lebih terperinci

I. U M U M PASAL DEMI PASAL II.

I. U M U M PASAL DEMI PASAL II. PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2003 TENTANG SUSUNAN DAN KEDUDUKAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1999 TENTANG SUSUNAN DAN KEDUDUKAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2010 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2010 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN PERATURAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH TENTANG TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS HAK RECALL OLEH PARTAI POLITIK DALAM SISTEM PEMILU PROPORSIONAL TERBUKA NASKAH PUBLIKASI

TINJAUAN YURIDIS HAK RECALL OLEH PARTAI POLITIK DALAM SISTEM PEMILU PROPORSIONAL TERBUKA NASKAH PUBLIKASI TINJAUAN YURIDIS HAK RECALL OLEH PARTAI POLITIK DALAM SISTEM PEMILU PROPORSIONAL TERBUKA NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai derajat Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas

Lebih terperinci

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 72/PUU-X/2012 Tentang Keberadaan Fraksi Dalam MPR, DPR, DPD dan DPRD

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 72/PUU-X/2012 Tentang Keberadaan Fraksi Dalam MPR, DPR, DPD dan DPRD RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 72/PUU-X/2012 Tentang Keberadaan Fraksi Dalam MPR, DPR, DPD dan DPRD I. PEMOHON Gerakan Nasional Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (GN-PK), dalam

Lebih terperinci

PERATURAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 01 TAHUN 2014 TENTANG TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BANDUNG

PERATURAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 01 TAHUN 2014 TENTANG TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BANDUNG 1 PERATURAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 01 TAHUN 2014 TENTANG TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BANDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PIMPINAN DEWAN PERWAKILAN

Lebih terperinci

b. bahwa Komisi Yudisial mempunyai peranan penting dalam usaha mewujudkan

b. bahwa Komisi Yudisial mempunyai peranan penting dalam usaha mewujudkan UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

2 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rak

2 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rak TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI LEGISLATIF. MPR. DPR. DPD. DPRD. Kedudukan. Perubahan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 383) PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa kemerdekaan berserikat, berkumpul, serta mengeluarkan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORETIK DAN KAJIAN NORMATIF

BAB II KAJIAN TEORETIK DAN KAJIAN NORMATIF BAB II KAJIAN TEORETIK DAN KAJIAN NORMATIF I. KAJIAN TEORETIK A. Teori Lembaga Perwakilan Teori lembaga perwakilan muncul karena asas demokrasi langsung menurut Rousseau tidak mungkin lagi dapat dijalankan,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA (Kuliah ke 13) suranto@uny.ac.id 1 A. UUD adalah Hukum Dasar Tertulis Hukum dasar dapat dibedakan menjadi dua, yaitu (a) Hukum dasar tertulis yaitu UUD, dan

Lebih terperinci

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 15/PUU-XIII/2015

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 15/PUU-XIII/2015 RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 15/PUU-XIII/2015 Pembentukan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2014, Jaminan Hak Interplasi, Hak Angket, dan Hak Menyatakan Pendapat DPR, serta Komposisi Wakil Ketua

Lebih terperinci

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA SALINAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 41 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN VERIFIKASI KELENGKAPAN DOKUMEN PEMBERHENTIAN ANTARWAKTU, PENGGANTIAN ANTARWAKTU,

Lebih terperinci

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN KEDUA Perkara Nomor 79/PUU-XII/2014 Tugas dan Wewenang DPD Sebagai Pembentuk Undang-Undang

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN KEDUA Perkara Nomor 79/PUU-XII/2014 Tugas dan Wewenang DPD Sebagai Pembentuk Undang-Undang RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN KEDUA Perkara Nomor 79/PUU-XII/2014 Tugas dan Wewenang DPD Sebagai Pembentuk Undang-Undang I. PEMOHON Dewan Perwakilan Daerah (DPD), dalam hal ini diwakili oleh Irman Gurman,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, 1 of 24 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pengaturan Hak Recall menurut peraturan perundang-undangan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pengaturan Hak Recall menurut peraturan perundang-undangan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengaturan Hak Recall menurut peraturan perundang-undangan Hak recall bukan merupakan hal yang baru di Indonesia, dalam pengaturan perundang-undangan di Indonesia terkait

Lebih terperinci

PERATURAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA Diterbitkan oleh ; SEKRETARIAT JENDERAL DPR RI 2005

PERATURAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA Diterbitkan oleh ; SEKRETARIAT JENDERAL DPR RI 2005 PERATURAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA Diterbitkan oleh ; SEKRETARIAT JENDERAL DPR RI 2005 KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 08/ DPR RI/I/2005.2006

Lebih terperinci

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA MATERI AUDIENSI DAN DIALOG DENGAN FINALIS CERDAS CERMAT PANCASILA, UUD NEGARA RI TAHUN 1945, NKRI, BHINNEKA TUNGGAL IKA, DAN KETETAPAN MPR Dr. H. Marzuki Alie

Lebih terperinci

PERATURAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG TATA TERTIB DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG TATA TERTIB DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG TATA TERTIB DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.4 Metode penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.4 Metode penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Dalam suatu negara harus memiliki hubungan antara lembaga negara yang satu dengan lembaga negara yang lainnya agar negara yang dipimpin dapat berjalan dengan baik.

Lebih terperinci

TATA TERTIB DPR. Bab I Ketentuan Umum. Pasal 1. Dalam Peraturan Tata Tertib ini yang dimaksud dengan :

TATA TERTIB DPR. Bab I Ketentuan Umum. Pasal 1. Dalam Peraturan Tata Tertib ini yang dimaksud dengan : TATA TERTIB DPR 2009 Bab I Ketentuan Umum Pasal 1 Dalam Peraturan Tata Tertib ini yang dimaksud dengan : 1. Dewan Perwakilan Rakyat, selanjutnya disingkat DPR, adalah Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia

Lebih terperinci

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA BALIKPAPAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR.

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA BALIKPAPAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR. DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA BALIKPAPAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR. TAHUN 2015 TENTANG TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa kemerdekaan berserikat, berkumpul, serta mengeluarkan

Lebih terperinci

RECALL ANGGOTA DPR DAN DPRD DALAM DINAMIKA KETATANEGARAAN INDONESIA

RECALL ANGGOTA DPR DAN DPRD DALAM DINAMIKA KETATANEGARAAN INDONESIA RECALL ANGGOTA DPR DAN DPRD DALAM DINAMIKA KETATANEGARAAN INDONESIA Ni matul Huda * Abstract Political parties have the authority to recall the members of parliament, even make his party membership revoked

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA BUKU. Al Marsudi, Subandi, 2001, Pancasila dan UUD 1945 Dalam Paradigma Reformasi, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

DAFTAR PUSTAKA BUKU. Al Marsudi, Subandi, 2001, Pancasila dan UUD 1945 Dalam Paradigma Reformasi, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. DAFTAR PUSTAKA BUKU A. Baso Ence, Iriyanto, 2008, Negara Hukum dan Hak Uji Konstitusionalitas Mahkamah Konstitusi (Telaah Terhadap Kewenangan Mahkamah Konstitusi), Bandung: Alumni. Ali Safa at, Muchamad,

Lebih terperinci

ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB I PENDAHULUAN. syarat partai politik calon peserta pemilu Sebelum memasuki verifikasi

ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB I PENDAHULUAN. syarat partai politik calon peserta pemilu Sebelum memasuki verifikasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyederhanaan partai yang akhir akhir ini gencar menjadi pembicaraan bagi kalangan pengamat politik, aktifis politik, termasuk juga praktisi politik merupakan issue

Lebih terperinci

Fungsi, Tugas, dan Wewenang DPD, Hak dan Kewajiban Anggotanya Serta Kelemahan dari DPD Dalam UUD 1945

Fungsi, Tugas, dan Wewenang DPD, Hak dan Kewajiban Anggotanya Serta Kelemahan dari DPD Dalam UUD 1945 Tugas Hukum Tentang Lembaga-lembaga Negara Fungsi, Tugas, dan Wewenang DPD, Hak dan Kewajiban Anggotanya Serta Kelemahan dari DPD Dalam UUD 1945 Disusun oleh : Edni Ibnutyas NPM 110110130281 Dosen : Dr.

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2014 TENTANG MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN

Lebih terperinci

MEMUTUSKAN : BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1

MEMUTUSKAN : BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1 d. bahwa berdasarkan pada ketentuan tersebut pada huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan peraturan Komisi Pemilihan Umum tentang pedoman teknis verifikasi syarat calon pengganti antarwaktu Anggota

Lebih terperinci

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah KABUPATEN CIAMIS Jln. Ir. H. Juanda No. 164 Tlp. (0265) 771522 Ciamis 46211 PERATURAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR : 1 TAHUN 2010 TENTANG TATA TERTIB

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2003 TENTANG PEMILIHAN UMUM PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2003 TENTANG PEMILIHAN UMUM PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2003 TENTANG PEMILIHAN UMUM PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN I. UMUM 1. Dasar Pemikiran Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG IKATAN KELUARGA MAHASISWA FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG BADAN PERWAKILAN MAHASISWA

UNDANG-UNDANG IKATAN KELUARGA MAHASISWA FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG BADAN PERWAKILAN MAHASISWA UNDANG-UNDANG IKATAN KELUARGA MAHASISWA FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG BADAN PERWAKILAN MAHASISWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BADAN PERWAKILAN MAHASISWA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, 1 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 53 TAHUN 2005 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 25 TAHUN 2004 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN PERATURAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan

Lebih terperinci

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN KUDUS PERATURAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 1 TAHUN 2010 TENTANG

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN KUDUS PERATURAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 1 TAHUN 2010 TENTANG DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN KUDUS PERATURAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 1 TAHUN 2010 TENTANG TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN KUDUS - 2 - DENGAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2014 TENTANG MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PARTAI POLITIK

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PARTAI POLITIK TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No.4801 LEMBAGA NEGARA. POLITIK. Pemilu. DPR / DPRD. Warga Negara. Pencabutan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 2) PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DERAH PROVINSI JAWA TIMUR

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DERAH PROVINSI JAWA TIMUR DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG PENEGAKAN KODE ETIK PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM BAGI ANGGOTA DAN JAJARAN SEKRETARIAT

Lebih terperinci

K E P U T U S A N DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR : 03/SB/2006

K E P U T U S A N DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR : 03/SB/2006 K E P U T U S A N DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR : 03/SB/2006 T E N T A N G PERATURAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

-2- demokrasi serta menyerap dan memperjuangkan aspirasi rakyat dan daerah sesuai dengan tuntutan perkembangan kehidupan berbangsa dan bernegara. Mesk

-2- demokrasi serta menyerap dan memperjuangkan aspirasi rakyat dan daerah sesuai dengan tuntutan perkembangan kehidupan berbangsa dan bernegara. Mesk TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I LEGISLATIF. MPR. DPR. DPD. DPRD. Kedudukan. Perubahan. (Penjelasan atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 29) PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BAB II KOMISI YUDISIAL, MAHKAMAH KONSTITUSI, PENGAWASAN

BAB II KOMISI YUDISIAL, MAHKAMAH KONSTITUSI, PENGAWASAN BAB II KOMISI YUDISIAL, MAHKAMAH KONSTITUSI, PENGAWASAN A. Komisi Yudisial Komisi Yudisial merupakan lembaga tinggi negara yang bersifat independen. Lembaga ini banyak berkaitan dengan struktur yudikatif

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 2005 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 25 TAHUN 2004 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN PERATURAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH

Lebih terperinci

TUGAS KEWARGANEGARAAN LATIHAN 4

TUGAS KEWARGANEGARAAN LATIHAN 4 1 TUGAS KEWARGANEGARAAN LATIHAN 4 DISUSUN OLEH: NAMA NIM PRODI : IIN SATYA NASTITI : E1M013017 : PENDIDIKAN KIMIA (III-A) S-1 PENDIDIKAN KIMIA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MATARAM

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 39/PUU-XVI/2018 Masa Jabatan Pimpinan MPR dan Kewajiban Badan Anggaran DPR Untuk Mengonsultasikan dan Melaporkan Hasil Pembahasan Rancangan UU APBN Kepada Pimpinan DPR

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG DASAR IKATAN KELUARGA MAHASISWA FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS JEMBER PEMBUKAAN

UNDANG-UNDANG DASAR IKATAN KELUARGA MAHASISWA FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS JEMBER PEMBUKAAN UNDANG-UNDANG DASAR IKATAN KELUARGA MAHASISWA FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS JEMBER PEMBUKAAN Bahwa sesungguhnya mahasiswa adalah pemuda-pemudi yang memiliki keyakinan kepada kebenaran dan telah

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2007 TENTANG PARTAI POLITIK LOKAL DI ACEH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2007 TENTANG PARTAI POLITIK LOKAL DI ACEH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2007 TENTANG PARTAI POLITIK LOKAL DI ACEH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

Peranan Partai Politik Dalam Meningkatkan Partisipasi Pemilih Dalam Pemilu dan Pilkada. oleh. AA Gde Putra, SH.MH

Peranan Partai Politik Dalam Meningkatkan Partisipasi Pemilih Dalam Pemilu dan Pilkada. oleh. AA Gde Putra, SH.MH Peranan Partai Politik Dalam Meningkatkan Partisipasi Pemilih Dalam Pemilu dan Pilkada oleh AA Gde Putra, SH.MH Demokrasi (pengertian Umum) Bentuk sistem pemerintahan yang setiap warganya memiliki kesetaraan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan

Lebih terperinci

I.PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD Tahun 1945) menyatakan

I.PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD Tahun 1945) menyatakan I.PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara yang menganut paham demokrasi. Dalam paham ini, rakyat memiliki kedudukan yang sangat penting, sebab kedaulatan berada di tangan rakyat. Pasal 1

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 1999 TENTANG SUSUNAN DAN KEDUDUKAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG DASAR IKATAN KELUARGA MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA

UNDANG-UNDANG DASAR IKATAN KELUARGA MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA UNDANG-UNDANG DASAR IKATAN KELUARGA MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA PEMBUKAAN Bahwa sesungguhnya mahasiswa adalah pemuda-pemudi yang memiliki keyakinan kepada kebenaran dan telah tercerahkan pemikirannya

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.98, 2003 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4316) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci