BAB 12 SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 12 SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP"

Transkripsi

1 BAB 12 SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP Sumber daya alam dan lingkungan hidup (SDA dan LH) mempunyai peran yang sangat penting dalam pembangunan nasional, baik sebagai penyedia bahan baku bagi pembangunan maupun sebagai pendukung sistem kehidupan. Sesuai amanat RPJMN , pembangunan SDA dan LH diarahkan pada dua kelompok, yaitu (1) untuk mendukung pembangunan ekonomi dan (2) untuk meningkatkan kualitas dan kelestarian lingkungan hidup. Pembangunan SDA dan LH yang mendukung pembangunan ekonomi dijabarkan dalam tiga prioritas, yaitu (1) peningkatan ketahanan pangan, dan revitalisasi pertanian, perikanan, dan kehutanan; (2) peningkatan ketahanan dan kemandirian energi; dan (3) peningkatan pengelolaan sumber daya mineral dan pertambangan. Pembangunan SDA dan LH untuk meningkatkan kualitas dan kelestarian lingkungan hidup ditekankan pada empat prioritas, yaitu (4) perbaikan kualitas lingkungan hidup; (5) peningkatan konservasi dan rehabilitasi sumber daya hutan; (6) peningkatan pengelolaan sumber daya kelautan; dan (7) peningkatan kualitas informasi iklim dan bencana alam serta kapasitas adaptasi dan mitigasi perubahan iklim PERMASALAHAN YANG DIHADAPI Permasalahan yang dihadapi dalam pemanfaatan sumber daya alam untuk mendukung pembangunan ekonomi adalah masih belum optimalnya pemanfaatan sumber daya alam untuk pembangunan. Hal

2 tersebut terlihat dari tingginya tingkat eksploitasi sumber daya hutan dan energi untuk pembangunan, rendahnya pemanfaatan sumber daya perikanan dibanding dengan potensinya, serta kurang optimalnya usaha pertanian, perikanan, dan kehutanan dalam rangka mendorong ketahanan pangan dan perekonomian nasional. Sementara itu, permasalahan yang masih sering dihadapi dalam pemanfaatan sumber daya alam untuk meningkatkan kualitas dan kelestarian lingkungan hidup adalah isu penurunan kelestarian fungsi lingkungan hidup yang mengakibatkan penurunan daya dukung lingkungan serta ketersediaan sumber daya alam. Hal tersebut ditunjukkan dengan meningkatnya eksploitasi hutan oleh pembalakkan liar (illegal logging), kebakaran hutan, dan praktikpraktik pengelolaan yang belum optimal akibat belum terbentuknya kelembagaan Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) di tingkat tapak atau lapangan; rusaknya wilayah laut akibat pencurian ikan dan kegiatan penangkapan ikan yang merusak (illegal and destructive fishing); serta meluasnya alih fungsi lahan pertanian dan tambak untuk kegiatan ekonomi lainnya Peningkatan Ketahanan Pangan dan Revitalisasi Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan Sasaran utama prioritas peningkatan ketahanan pangan dan revitalisasi pertanian, perikanan, dan kehutanan adalah (1) terpeliharanya ketersediaan beras dan meningkatnya tingkat ketersediaan pangan pokok lainnya dari produksi dalam negeri; (2) tercapainya tingkat pertumbuhan PDB sektor pertanian, perikanan, dan kehutanan rata-rata 3,7 3,9 persen per tahun; (3) meningkatnya aksesibilitas rumah tangga miskin dan rumah tangga rawan pangan terhadap pangan; (4) terjaganya stabilitas harga komoditas pangan, termasuk ikan, pada tingkat yang terjangkau oleh kelompok masyarakat berpendapatan menengah ke bawah; (5) meningkatnya ketersediaan dan konsumsi ikan sebagai sumber pangan protein hewani; (6) meningkatnya nilai tambah dan daya saing produk pertanian, perikanan, dan kehutanan di kawasan Asia dan global; serta (7) membaiknya tingkat kesejahteraan petani yang 12-2

3 diindikasikan oleh peningkatan indeks nilai tukar petani (NTP) menjadi dan nilai tukar nelayan (NTN) menjadi Berdasarkan sasaran utama tersebut, prioritas peningkatan ketahanan pangan difokuskan pada beberapa aspek berikut (1) peningkatan produksi dan produktivitas; (2) peningkatan efisiensi sistem distribusi dan stabilitas harga pangan; (3) peningkatan pemenuhan kebutuhan konsumsi pangan; (4) peningkatan nilai tambah, daya saing, dan pemasaran; serta (5) peningkatan kapasitas masyarakat pertanian, perikanan, dan kehutanan. Terkait dengan aspek produksi dan produktivitas, tantangan yang dihadapi dalam beberapa tahun ke depan adalah memantapkan ketahanan dan kemandirian pangan yang bertumpu pada produksi dalam negeri. Produksi bahan pangan dalam negeri harus dapat mengimbangi atau bahkan melebihi kebutuhan pangan dan kebutuhan bahan baku industri. Peningkatan permintaan akan bahan pangan akan semakin tinggi seiring dengan peningkatan jumlah penduduk serta daya beli dan selera masyarakat akan bahan pangan. Namun, di sisi lain, penurunan kualitas dan kuantitas sumber daya lahan, tambak, dan air akan menjadi kendala dan keterbatasan dalam meningkatkan kemampuan produksi komoditas pangan. Tingginya konversi lahan pertanian ke sektor lain dan semakin seringnya bencana alam yang terjadi menyebabkan produksi pangan terganggu. Jaminan penyediaan dan aksesibilitas masyarakat pertanian, perikanan, dan kehutanan terhadap masukan produksi (pakan, pupuk, dan benih) juga menjadi kendala lain yang dihadapi dalam upaya peningkatan produksi dan produktivitas pertanian, perikanan, dan kehutanan. Permasalahan lain yang dihadapi dalam rangka menjaga ketahanan pangan adalah upaya untuk menjaga stabilitas harga pangan dan aksesibilitas masyarakat terhadap pangan. Jumlah penduduk miskin yang masih cukup banyak menyebabkan rendahnya daya beli masyarakat bahkan masih ada masyarakat yang tidak mempunyai kesanggupan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi pangan. Di sisi lain, masih terkonsentrasinya waktu dan tempat masa panen padi yang mengakibatkan pengadaan beras masih terpusat di 12-3

4 wilayah panen dan memerlukan waktu serta ruang penyimpanan yang memadai. Selain itu, masih terdapat ketimpangan dalam pemanfaatan stok ikan, baik antarwilayah maupun antarspesies. Upaya peningkatan pemenuhan kebutuhan konsumsi pangan bagi masyarakat merupakan permasalahan yang dihadapi dalam rangka meningkatkan ketahanan pangan. Jumlah penduduk yang banyak tentu saja membutuhkan pasokan pangan yang mencukupi. Akan tetapi, sampai saat ini cadangan beras pemerintah (CBP) yang dikelola masih kecil dibandingkan dengan kebutuhan untuk mencukupi konsumsi masyarakat apabila terjadi situasi krisis pangan. Tingkat konsumsi ikan yang masih rendah diakibatkan kurangnya kesadaran masyarakat akan kandungan gizi ikan. Selain itu, masih ada penduduk dan wilayah rawan pangan yang membutuhkan prioritas pemerintah dalam memberikan bantuan bahan pangan. Peningkatan nilai tambah dan daya saing produk pertanian, perikanan, dan kehutanan dalam perdagangan dan pemasaran juga masih menjadi tantangan dan permasalahan. Kurang memadainya sarana dan prasarana untuk pemasaran produk pertanian atau perikanan atau kehutanan merupakan salah satu penyebabnya. Hal ini diperparah dengan tidak adanya dukungan institusi pemasaran gabah-beras di tingkat pedesaan sehingga menyebabkan tidak optimalnya proses pengadaan yang pada akhirnya merugikan semua pelaku usaha di bidang pertanian. Walaupun kemampuan produksi beberapa komoditas pertanian, perikanan, dan kehutanan telah meningkat, tetapi daya saing produk pertanian Indonesia di pasar ekspor dan pasar domestik secara umum masih perlu ditingkatkan. Untuk perdagangan internasional, permasalahan terkait tarif dan nontarif masih menghambat laju ekspor komoditas perikanan. Rendahnya kapasitas atau kualitas masyarakat pertanian, perikanan, dan kehutanan, serta pengembangan kelembagaan pertanian, perikanan dan kehutanan juga masih menjadi permasalahan yang dihadapi. Petugas penyuluh yang diterjunkan ke daerah-daerah, kurang mendapatkan perhatian sehingga petani kurang mendapatkan manfaat dari petugas penyuluh tersebut. 12-4

5 Efisiensi kelembagaan petani atau petani hutan atau nelayan atau pembudidaya ikan masih perlu terus ditingkatkan. Dengan jumlah petani atau petani hutan atau nelayan atau pembudi daya ikan yang relatif banyak, pengembangan kelembagaan petani atau nelayan akan menjadi potensi yang sangat besar untuk pembangunan. Untuk itu, perlu dukungan peningkatan efektivitas sistem kelembagaan penelitian dan inovasi teknologi. Beberapa permasalahan yang dihadapi dalam revitalisasi kehutanan khususnya pengembangan hutan tanaman industri (HTI) dan hutan tanaman rakyat (HTR) adalah (1) adanya tumpang tindih kewenangan antara pemerintah pusat dan daerah berkaitan dengan otonomi daerah; (2) adanya tekanan dunia internasional melalui organisasi lingkungan nonpemerintah kampanye gelap mengenai tuduhan dumping; (3) belum terealisasinya target pembangunan hutan tanaman yang akan dibiayai oleh Badan Layanan Umum (BLU) Pusat Pembiayaan Hutan (P2H) sesuai Rencana Strategis seluas ha dengan dana Rp3,1 triliun (hingga bulan Juni 2010) Peningkatan Ketahanan dan Kemandirian Energi Minyak bumi, gas bumi, dan batu bara mempunyai peranan besar sebagai sumber energi untuk mendukung berbagai kegiatan ekonomi dan sosial masyarakat. Selain itu, ketiga komoditas tersebut juga berperan sebagai sumber penerimaan devisa negara yang sangat penting dan pemasok energi atau bahan bakar dan bahan baku industri di dalam negeri. Permasalahan dan tantangan pokok sektor energi ketahanan dan kemandirian energi adalah (1) konflik kewenangan instansi, seperti Kementerian Kehutanan, Kementerian Negara Lingkungan Hidup, Kementerian Perhubungan dan pemerintah daerah di bidang minyak dan gas bumi, pengawasan pembangunan floating storage and regasification terminal (FSRT) di Sumatera Utara, Jawa Barat dan Jawa Timur; (2) kondisi lokasi pabrik pupuk yang jauh dengan sumbernya; (3) terkait pengembangan energi baru terbarukan dan konservasi energi. Hal yang terkait dengan permasalahan dan 12-5

6 tantangan ketiga ini, antara lain biaya investasi awal yang tinggi sehingga harga per unit energi menjadi tinggi dan mengakibatkan tidak dapat bersaing dengan energi konvensional; infrastruktur yang kurang mendukung; kurangnya kebijakan yang bersifat operasional untuk energi terbarukan; dan tidak adanya lembaga khusus yang mempunyai wewenang yang cukup dalam pengembangan energi terbarukan Peningkatan Pengelolaan Sumber Daya Mineral dan Pertambangan Peningkatan pengelolaan sumber daya mineral dan pertambangan dilakukan untuk memenuhi kebutuhan bahan bakar dan bahan baku di dalam negeri, mewujudkan penambangan yang efisien dan produktif, meningkatkan pelayanan informasi geologi atau sumber daya mineral, meningkatkan peran masyarakat melalui pertambangan rakyat, serta menambah sumber penerimaan negara untuk pendanaan pembangunan. Permasalahan yang dihadapi oleh sektor pertambangan antara lain (1) rendahnya minat dalam investasi untuk pengusahaan mineral dan batu bara; (2) masih terbatasnya jumlah maupun kualitas sumber daya manusia profesional dalam penguasaan teknologi tenaga-tenaga pertambangan; (3) usaha pertambangan dan industri pengolahan dan sektor-sektor pendukung lainnya belum berkembang; (4) kurangnya kemampuan teknis dan manajerial aparat pemerintah daerah; (5) kurangnya penggunaan teknologi tinggi untuk melakukan proses pertambangan; (6) masih tingginya dampak negatif yang diakibatkan oleh proses pertambangan; (7) minimnya data dan informasi geologi sumber daya mineral secara lengkap dan terperinci; serta (8) belum terpadunya konsep penataan ruang sehingga sering menimbulkan konflik lahan dan ketidakpastian iklim investasi. Sementara itu, permasalahan di bidang kegeologian antara lain: (1) bencana gerakan tanah, gempa bumi, dan bencana geologi akibat potensi gunung api; serta (2) gerakan tanah yang masih sering terjadi. 12-6

7 Perbaikan Kualitas Lingkungan Hidup Pembangunan bidang lingkungan hidup dilaksanakan untuk dapat mencegah dan mengantisipasi akibat yang ditimbulkan oleh kegiatan-kegiatan pembangunan dan pemanfaatan sumber daya alam yang merusak dan sebagai antisipasi terhadap perubahan iklim. Permasalahan yang masih terus dihadapi sampai dengan saat ini dalam pengelolaan lingkungan hidup adalah: (1) Pencemaran sumber daya air. Dari hasil pemantauan kualitas air sungai, berdasarkan kriteria mutu kelas II Peraturan Pemerintah (PP) No. 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air, mayoritas kualitas airnya (BOD, COD, DO, fenol, fecal, coli, dan total coliform) dalam kondisi tercemar berat. Untuk kualitas air laut di lima lokasi pemantauan umumnya parameter fenol, ammonia, dan sulfide melebihi baku mutu air laut. Dari pemantauan air danau diperoleh hasil umumnya kadar H2S dan fenol melebihi baku mutu air Kelas II PP No. 82 Tahun Dari hasil pemantauan POPs (Persistence Organic Pollutans) diketahui bahwa di beberapa lokasi masih terdeteksi adanya pp-ddt dan turunannya. Sedangkan hasil pemantauan logam berat lokasi penambangan tanpa izin (PETI) di lokasi Menado, Palangkaraya, Pontianak, Padang, Jambi, dan Pongkor-Bogor, diketahui bahwa kadar sulfide dalam air sungai melebihi baku mutu kelas II, logam Hg, Zn, dan As terdeteksi di beberapa contoh atau sampel lingkungan. Pemantauan kualitas udara ambien dengan menggunakan peralatan Automatic Air Quality Monitoring System (AQMS) yang dilaksanakan di sepuluh kota besar, terdeteksi bahwa di beberapa kota untuk beberapa parameter telah melebihi baku mutu udara ambien, sedangkan hasil pemantauan kadar Pb di beberapa kota besar masih di bawah baku mutu PP No. 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara. 12-7

8 (2) Penurunan kualitas udara terutama disebabkan oleh penggunaan energi fosil dan biomassa oleh sektor rumah tangga, industri, dan transportasi. Metode pemantauan kualitas udara ambien secara garis besar terdiri atas metode pemantauan aktif dan pasif. Pemantauan aktif dapat dilakukan secara manual (berkala) ataupun otomatis dan kontinyu. Pemantauan secara otomatis dan kontinyu disebut dengan AQMS (Air Quality Monitoring System), sementara pemantauan dengan metode lainnya disebut dengan non AQMS. Data tahun 2007 hanya dapat menghadirkan informasi dari tiga kota, yaitu Jakarta, Surabaya, dan Palangkaraya yang secara periodik dapat mengirimkan datanya ke Pusat Sarana Pengendalian Dampak Lingkungan (Pusarpedal) Serpong. Peningkatan hari tidak sehat terjadi di Jakarta, yaitu sebanyak 49 hari, sedangkan di Medan 18 hari dan di Surabaya 7 hari. Khusus di Surabaya, kondisi kualitas udara ambien mayoritasnya dapat dikategorikan sedang, yaitu sebanyak 282 hari. (3) Kerusakan lahan (tutupan lahan dan daya dukung) disebabkan oleh konversi lahan, pembalakan liar, kebakaran hutan, dan perambahan hutan yang tidak terkendali. Kondisi ini ditambah dengan intensitas curah hujan yang tinggi dapat menyebabkan meningkatnya banjir dan longsor. Pada tahun 2008, terjadi 197 kejadian banjir dan 65 kejadian tanah longsor di Indonesia. Studi daya dukung di beberapa provinsi di Pulau Sumatera (Kajian Lingkungan Hidup-KLH) pada tahun 2008 menunjukkan bahwa lima provinsi berstatus tidak aman, yaitu Provinsi NAD, Sumatera Utara, Riau, Jambi, dan Sumatera Barat. (4) Kerusakan dan penyusutan jumlah keanekaragaman hayati Indonesia. Hal ini di antaranya disebabkan oleh perubahan fungsi kawasan hutan, perubahan ekosistem, penebangan ilegal, penambangan ilegal, perburuan dan perdagangan satwa, introduksi spesies asing, serta perubahan iklim. 12-8

9 (5) Kuantitas sampah yang semakin meningkat (naik sekitar 2 4% per tahun) seiring dengan pertambahan jumlah penduduk di tiap-tiap kota. Kenaikan jumlah sampah ini tidak diimbangi dengan kualitas pengelolaan yang baik, seperti adanya dukungan sarana dan prasarana yang memadai serta regulasi dan penegakan hukum yang mengatur persoalan persampahan. Hal ini menyebabkan semakin banyaknya sampah yang tidak diangkut serta menimbulkan pencemaran air, tanah dan udara. Selain itu, menimbulkan gangguan kesehatan masyarakat dan persoalan estetika. (6) Bahan-bahan kimia yang termasuk bahan kimia berbahaya dan beracun (B3), POPs dan bahan perusak ozon (BPO) merupakan senyawa kimia yang membahayakan kesehatan manusia. Meskipun sudah dilarang penggunaannya sejak tahun 2008 melalui ratifikasi Konvensi Wina (1985) dan Montreal Protocol (1987), bahan-bahan tersebut masih terdeteksi di lingkungan, baik pada air sungai, sedimen sungai, maupun pada tanah, seperti DDT dan limbah hasil penambangan emas tanpa izin (PETI). (7) Kualitas kelembagaan, sumber daya manusia, serta ketersediaan data dan informasi yang masih rendah menyebabkan komitmen dalam perencanaan dan pengelolaan lingkungan hidup juga rendah. Selain itu, sumber-sumber pendanaan alternatif untuk pengelolaan lingkungan hidup juga perlu ditingkatkan. (8) Sementara itu, terkait dengan penataan ruang, UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang mengamanatkan bahwa semua peraturan daerah provinsi tentang rencana tata ruang wilayah provinsi (RTRWP) perlu disusun atau disesuaikan dengan UU tersebut. RTRWP merupakan salah satu strategi yang diperlukan untuk menjaga keseimbangan antarpembangunan, pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan, dan fungsi lingkungan hidup. Sampai saat ini, baru lima RTRWP yang telah selesai direvisi. Hambatan utama yang berhasil diidentifikasi adalah (1) mekanisme 12-9

10 penetapan,(2) peraturan sektoral terkait, serta (3) kelembagaan penataan ruang di daerah. Selain itu, sesuai dengan amanat UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, seluruh RTRWP dan rencana tata ruang wilayah kota atau kabupaten (RTRWK) perlu dilengkapi dengan kajian lingkungan hidup strategis (KLHS). Namun, sampai saat ini belum ada peraturan yang lebih rinci tentang pelaksanaan KLHS untuk RTRW yang dapat diacu oleh pemerintah provinsi maupun kabupaten atau kota Peningkatan Konservasi dan Rehabilitasi Sumber Daya Hutan Peningkatan konservasi dan rehabilitasi sumber daya hutan dimaksudkan untuk meningkatkan fungsi dan daya dukung sumber daya hutan serta meningkatkan konservasi keanekaragaman hayati dan perlindungan hutan. Kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan (RHL) dilaksanakan untuk memulihkan, mempertahankan, dan meningkatkan fungsi hutan dan lahan untuk menjamin terjaganya daya dukung DAS yang berbasis pemberdayaan masyarakat. Kegiatan RHL ini dilaksanakan di dalam maupun di luar kawasan hutan (dalam bentuk hutan kemasyarakatan, hutan desa, rehabilitasi hutan lindung dan hutan konservasi, hutan tanaman rakyat dan hutan rakyat). Beberapa permasalahan yang dihadapi dalam pelaksanaan rehabilitasi hutan dan lahan (RHL) adalah sebagai berikut. (1) Belum jelasnya status dari kawasan lindung dan konservasi yang akan direhabilitasi. Hal ini karena banyak kawasan hutan konservasi atau lindung yang masih belum jelas tata batasnya dan banyaknya okupasi kawasan oleh masyarakat. (2) Tumpang tindih penggunaan kawasan hutan yang menyebabkan rusaknya tanaman hasil rehabilitasi karena pada lahan yang sama dilaksanakan kegiatan lain dengan tujuan yang berbeda. (3) Banyak daerah yang menyatakan belum mampu untuk melakukan kegiatan rehabilitasi hutan, padahal menurut Peraturan Pemerintah No. 38 Tahun 2007 wewenang untuk 12-10

11 merehabilitasi hutan produksi dan hutan lindung ada pada pemerintah daerah. (4) Belum terbentuknya kesatuan pengelolaan hutan (KPH) sebagai wadah pengelolaan hutan di tingkat tapak. Dalam pelaksanaan hutan kemasyarakatan dan hutan desa beberapa permasalahan yang sering terjadi adalah sebagai berikut. (1) Penetapan areal kerja hutan kemasyarakatan dan hutan desa telah dilaksanakan oleh pemerintah pusat, tetapi dalam pelaksanaan pengelolaannya (pemberian izin pemanfaatan hutan kemasyarakatan) yang menjadi wewewang pemerintah daerah terhambat karena kemampuan daerah, baik dalam hal penyediaan anggaran maupun sumber daya manusia dalam pemberian izin, pembinaan, dan pengawasan hutan kemasyarakatan sangat terbatas. (2) Di samping itu, pemahaman masyarakat tentang hutan kemasyarakatan dan hutan desa masih kurang memadai sehingga usulan pengelolaan hutan kemasyarakatan dan hutan desa dari daerah masih jauh di bawah target yang ditetapkan oleh pemerintah. (3) Komitmen daerah untuk mengembangkan hasil hutan bukan kayu (HHBK) unggulan masih lemah sehingga pengelolaan HHBK belum berkembang dengan baik. Saat ini kuantitas keanekaragaman hayati yang tinggi, saat ini mengalami kerusakan karena kebakaran hutan dan pembalakan liar. Hampir setiap tahun, terutama pada musim kemarau, hutan dan lahan di Pulau Sumatera dan Kalimantan mengalami kebakaran yang menimbulkan asap. Hal ini mengundang protes dan negara tetangga (Malaysia, Brunei Darusalam, dan Singapura) atas gangguan jadwal penerbangan, polusi udara, dan gangguan kesehatan pada masyarakat setempat. Koordinasi dan sinergi antarpihak pemangku kepentingan yang terlibat di dalam pengelolaan DAS masih lemah karena tiaptiap lembaga atau institusi telah mempunyai program sektoral 12-11

12 masing-masing dan nuansa egosektoral pada tiap-tiap lembaga/institusi tersebut masih kental. Meskipun aktivitas pembalakan liar berskala besar mengalami penurunan dan kasus kasus yang ditangani oleh aparat hukum dapat terungkap, namun praktek illegal logging belum dapat dihilangkan, sehingga upaya pemberantasannya perlu terus dilanjutkan. Peningkatan kembali kegiatan illegal logging dan perdagangan ilegal TSL, perburuan dan penyelundupan kayu akan berimplikasi pada hilangnya keragaman satwa dan tumbuhan liar, keanekaragaman hayati genetik, jenis, bahkan ekosistem. Apabila hal ini berlangsung secara cepat dan masif akan memicu terjadinya kelangkaan dan bahkan kepunahan spesies tertentu Peningkatan Pengelolaan Sumber Daya Kelautan Sumber daya kelautan Indonesia yang terdiri atas pesisir, pulau-pulau kecil dan lautan serta biota di dalamnya mempunyai peranan penting bagi pembangunan nasional, baik dari aspek ekonomi, sosial, keamanan, maupun ekologis. Peningkatan pengelolaan sumber daya kelautan dimaksudkan untuk meningkatkan manfaat sumber daya kelautan secara optimal bagi kesejahteraan masyarakat dengan tetap memelihara fungsi laut sebagai pendukung sistem kehidupan. Permasalahan yang dihadapi dalam peningkatan pengelolaan sumber daya kelautan adalah sebagai berikut. (1) Eksploitasi pemanfaatan sumber daya kelautan yang tidak terkendali dan tidak memperhatikan keseimbangan ekosistem alam berakibat pada rusaknya ekosistem pesisir dan laut (deforestasi bakau dan degradasi terumbu karang) yang dapat menyebabkan menurunnya ketersediaan sumber daya plasma nutfah, serta erosi pantai; (2) Tingkat pencemaran laut yang masih tinggi, terutama di daerah pesisir yang padat penduduk akibat dari kegiatan industri, pertanian yang sangat intensif, kegiatan pelayaran yang padat, serta tumpahan minyak di laut. Wilayah yang rentan terkena pencemaran laut dari tumpahan miyak adalah Selat Malaka, Selat Makassar, pelabuhan, dan jalurjalur laut atau selat; (3) Masih merebaknya pencurian ikan dan 12-12

13 kegiatan penangkapan ikan yang merusak, yang disebabkan kurangnya sarana pengawasan dan lemahnya penegakan hukum; (4) Belum optimalnya pengelolaan pulau-pulau kecil, kurangnya sarana prasarana dasar (listrik, air, dan telekomunikasi), kurangnya aksesibilitas atau minimnya transportasi penghubung antarpulau, serta masih tradisionalnya kegiatan ekonomi masyarakat; (5) Konflik pemanfaatan wilayah laut dan pesisir akibat kurangnya pengendalian dalam pemanfaatan ruang pesisir; (6) Minimnya riset teknologi kelautan dan penerapannya; (7) Belum bersinerginya kebijakan iptek nasional untuk mendukung pembangunan kelautan nasional Peningkatan Kualitas Informasi Iklim dan Bencana Alam serta Kapasitas Adaptasi dan Mitigasi Perubahan Iklim Indonesia, sebagai negara tropis dan kepulauan, dikategorikan sebagai salah satu negara yang kaya akan sumber daya alam dan keanekaragaman hayati tetapi rentan terhadap perubahan iklim. Peningkatan kualitas informasi iklim dan bencana alam serta kapasitas adaptasi dan mitigasi perubahan iklim bertujuan untuk mengantisipasi dampak perubahan iklim yang menjadi ancaman serius bagi lingkungan dan menyebabkan timbulnya berbagai macam bencana. Hal ini penting dilakukan karena dampak perubahan iklim global pada akhirnya akan berpengaruh signifikan terhadap ketersediaan sumber daya air serta ketahanan pangan dan energi yang jika tidak diantisipasi akan memperburuk kinerja pembangunan, khususnya sektor sumber daya alam. Permasalahan yang masih terus dihadapi dalam peningkatan kualitas informasi iklim dan bencana alam serta kapasitas adaptasi dan mitigasi perubahan iklim adalah: (1) masih tingginya perilaku perusakan lingkungan, yang menjadi salah satu penyebab perubahan iklim yang dampaknya semakin dirasakan, terutama untuk masyarakat Indonesia yang rentan terhadap dampak perubahan iklim, 12-13

14 (2) belum optimalnya kapasitas dan kuantitas layanan sistem peringatan dini dan informasi iklim dan bencana yang dapat menjangkau seluruh lapisan masyarakat, terutama karena penguasaan teknologi yang masih rendah, (3) masih terbatasnya kapasitas sumber daya manusia dan institusi pengelola data dan informasi iklim dan cuaca LANGKAH-LANGKAH KEBIJAKAN DAN HASIL- HASIL YANG DICAPAI Secara umum, kebijakan pembangunan sumber daya alam dan lingkungan hidup diarahkan untuk mendukung pembangunan perekonomian nasional, terutama dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi, mewujudkan daya saing ekonomi, dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat; serta meningkatkan pengelolaan sumber daya alam dan pelestarian lingkungan hidup untuk mencapai pembangunan yang berkelanjutan Peningkatan Ketahanan Pangan dan Revitalisasi Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan Kebijakan umum dalam peningkatan ketahanan pangan dan revitalisasi PPK adalah memantapkan dan meningkatkan ketahanan dan kemandirian pangan serta kualitas konsumsi pangan dan gizi masyarakat secara luas. Selain itu, diarahkan pula untuk meningkatkan nilai tambah dan daya saing produk pertanian, perikanan, dan kehutanan, dan untuk meningkatkan pendapatan petani, serta untuk melestarikan sumber daya alam dan lingkungan hidup. Terkait dengan aspek peningkatan produksi dan produktivitas pangan, pertanian, perikanan, dan kehutanan, langkah-langkah kebijakan yang dilakukan meliputi (1) mewujudkan swasembada dan kemandirian pangan; (2) menjamin pemenuhan kebutuhan pangan nasional dan industri dalam negeri melalui peningkatan produksi dan produktivitas; (3) menyediakan bantuan dan subsidi untuk 12-14

15 pemenuhan kebutuhan input produksi komoditas pertanian; dan (4) meningkatkan produksi dan ekspor produk perikanan dengan meperhatikan daya dukung lingkungan. Untuk meningkatkan kapasitas masyarakat pertanian, perikanan, dan kehutanan, maka langkah-langkah kebijakan yang diambil meliputi (1) meningkatkan kesejahteraan petani atau nelayan melalui peningkatan kemampuan atau keterampilan, produktivitas, dan perlindungan dari dampak pasar global yang tidak menguntungkan petani; (2) mendorong terbentuknya kelembagaan permodalan pertanian atau perikanan yang mudah diakses oleh petani; (3) menyediakan prasarana dan fasilitasi penyuluhan pertanian; dan (4) menyediakan dukungan teknologi dan diseminasinya kepada petani, serta menyediakan informasi yang diperlukan oleh petani. Berdasarkan kebijakan-kebijakan tersebut, hasil-hasil yang dicapai untuk prioritas peningkatan ketahanan pangan dan revitalisasi pertanian, perikanan, dan kehutanan adalah sebagai berikut. Dalam lima tahun terakhir, kinerja pembangunan ketahanan pangan menunjukkan kecenderungan yang semakin membaik. Hal ini dapat dilihat dari beberapa indikator, seperti peningkatan produksi, penjagaan stabilitas harga pangan pokok, peningkatan kualitas dan keragaman konsumsi, peningkatan status gizi yang secara umum semakin baik. Pada tahun 2009, produksi komoditas pangan meningkat dibandingkan dengan tahun Produksi padi meningkat sekitar 6,8 persen dari 60,3 juta ton gabah kering giling (GKG) menjadi 64,4 juta ton. Produksi jagung meningkat sekitar 8,0 persen dari 16,3 juta ton menjadi 17,6 juta ton. Produksi kedelai meningkat sekitar 25,6 persen dari 776 ribu ton menjadi 975 ribu ton. Berdasarkan ARAM II (Juni 2010), produksi padi tahun 2010 telah mencapai 65,15 juta GKG atau telah mencapai 97,73 persen dari target tahun 2010; produksi jagung mencapai 18,02 juta ton atau 91,01% dari target tahun 2010 sebesar 19,80 juta ton; dan produksi kedelai sebesar

16 ribu ton. Produksi komoditas tanaman pangan selengkapnya dapat dilihat pada Tabel TABEL PRODUKSI KOMODITAS TANAMAN PANGAN Uraian ) Komoditas (ribu ton) Total Produksi Padi Jagung Kedelai Kacang Tanah Kacang Hijau Ubi Kayu Ubi Jalar Sumber: Badan Pusat Statistik Keterangan: 1) Angka Ramalan II (Juni 2010) Pada tahun 2009, pemanfaatan cadangan beras pemerintah (CBP) oleh pemerintah dilaksanakan, terutama untuk membantu pemenuhan pangan pada kawasan yang terkena bencana alam, sebesar ,702 ton. Pemanfaatan CBP, antara lain, dilakukan pada gempa bumi di Yogyakarta dan Jateng, kekeringan di NTT, korban banjir di Kutai, serta korban kebakaran hutan di Riau dan Kalbar. Produksi komoditas holtikultura, dalam dua tahun terakhir menunjukkan pertumbuhan yang positif. Anggrek mengalami peningkatan produksi tertinggi, yang pada tahun 2008 dan 2009 masing-masing dalam ribu batang mencapai dan Peningkatan tertinggi berikutnya terjadi pada buah mangga yang pada tahun 2008 dan 2009 dalam ribu ton mencapai dan Pada tahun 2010, diharapkan semua komoditas perkebunan dapat mengalami peningkatan produksi. Produksi komoditas holtikultura selengkapnya dapat dilihat pada Tabel

17 TABEL PRODUKSI KOMODITAS HORTIKULTURA Uraian ) ) Komoditas (ribu ton) 2) Kentang Cabai Bawang Merah Mangga Pisang Durian Jeruk Rimpang Anggrek Sumber: Badan Pusat Statistik Keterangan: angka target 2) kecuali Anggrek dalam bentuk batang Untuk sektor perkebunan, kelapa sawit menjadi komoditas dengan produksi paling tinggi, yakni dalam ribu ton sebesar pada tahun Pertumbuhan negatif terjadi untuk komoditas cengkeh, yaitu sebesar -1,66 persen. Produksi lengkap untuk komoditas perkebunan dapat dilihat pada Tabel

18 TABEL PRODUKSI KOMODITAS PERKEBUNAN Uraian ) ) Komoditas (ribu ton) Total Produksi Kelapa Sawit Karet Kelapa Kakao Kopi Jambu Mete Gula 3) Tembakau Cengkeh Sumber: Pusat Data Pertanian dan Direktorat Jenderal Perkebunan Keterangan: 1) angka sementara 2) angka target 3) Hablur Produksi komoditas peternakan untuk tahun 2009 mengalami peningkatan dibandingkan dengan tahun Daging sapi masih mendominasi komoditas peternakan dengan produksi 405 ribu ton pada tahun Data produksi komoditas peternakan selengkapnya dapat dilihat pada Tabel

19 TABEL PRODUKSI KOMODITAS PETERNAKAN Uraian ) ) Komoditas (ribu ton) Total Produksi Daging Sapi Daging Kerbau Daging Kambing/ Domba Daging Babi Daging Ayam Buras Daging Itik Sapi Perah (Susu Segar) Sumber: Pusat Data Pertanian Keterangan: angka sementara angka target Produksi perikanan pada tahun 2009 mengalami kenaikan dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Demikian juga produksi perikanan pada tahun 2010 akan terus meningkat seiring dengan meningkatnya produksi perikanan budi daya, terutama pada beberapa komoditas penting, di antaranya, yaitu rumput laut, udang, ikan mas, kepiting, dan ikan patin. Data produksi perikanan selengkapnya dapat dilihat pada Tabel Meskipun peningkatan produksi perikanan tangkap tidak setinggi perikanan budi daya, hasil penangkapan beberapa komoditas tangkap utama mampu memberikan kontribusi yang signifikan terhadap peningkatan produksi perikanan nasional, seperti ikan tuna, udang, ikan tongkol, ikan kembung, dan cumi-cumi

20 TABEL PRODUKSI PERIKANAN Uraian ) ) Total Produksi (juta ton) 8,238 9,051 10,065 10,760 Perikanan Tangkap 5,044 5,196 5,285 5,380 Perikanan Budidaya 3,194 3,855 4,780 5,380 Sumber: Kementerian Kelautan dan Perikanan Keterangan: 1) angka sementara 2) angka perkiraan Peningkatan produksi pangan tersebut telah mampu meningkatkan ketersediaan karbohidrat (energi) dan protein bagi masyarakat. Dengan adanya gejolak harga pangan pada akhir tahun 2009, rata-rata konsumsi kalori penduduk pada akhir tahun 2009 menjadi sebesar 1.927,6 kilo kalori per kapita per hari atau turun dari angka pada tahun 2008 sebesar 2.038,2 kilo kalori perkapita per hari. Di sisi lain, produk perikanan merupakan salah satu sumber protein hewani penting yang harganya terjangkau dan memiliki kandungan gizi dan asam amino yang penting bagi kesehatan. Pada tahun 2009, ketersediaan ikan untuk konsumsi meningkat sebesar 0,6% dibandingkan dengan tahun 2008, yaitu 29,98 kg perkapita pertahun menjadi 30,17 kg perkapita pertahun pada tahun Pada tahun 2010, konsumsi ikan masyarakat Indonesia diperkirakan juga akan meningkat sehingga mencapai 30,50 kg perkapita pertahun. Sektor pertanian, perikanan dan kehutanan (PPK) memberikan kontribusi penting dalam perekonomian nasional berupa pembentukan produk domestik bruto (PDB), penyerapan tenaga kerja, serta pembentukan devisa negara. Pada tahun 2009, nilai PDB sektor PPK tumbuh sekitar 4,1 persen atau melebihi dari target pertumbuhan rata-rata RPJMN yang sebesar 3,52 persen. Apabila dilihat dari setiap subsektornya, pada tahun 2009, sektor tanaman bahan makanan mengalami peningkatan PDB sebesar 4,7 persen, perkebunan sebesar 2,5 persen, peternakan dan hasilnya 12-20

21 sebesar 3,7 persen, perikanan sebesar 5,2 persen, dan kehutanan sebesar 1,5 persen. Pada tahun 2009, jumlah tenaga kerja di sektor PPK mencapai 43,0 juta orang atau meningkat 4,2% dibandingkan dengan tahun Dari 43,0 juta orang tenaga kerja di PPK tersebut, sekitar 10,02 juta di antaranya adalah tenaga kerja di sektor perikanan yang umumnya nelayan dan pembudi daya ikan. Dengan semakin ditingkatkannya usaha budi daya sektor perikanan akan membuka peluang lapangan kerja yang besar sehingga diharapkan penyerapan tenaga kerja di sektor perikanan dapat mencapai 10,52 juta jiwa di tahun Aspek kesejahteraan petani, yang ditinjau dengan pendekatan indeks nilai tukar petani (NTP) dan nilai tukar nelayan (NTN) terus mengalami peningkatan. Pada tahun 2009, NTP dan NTN masingmasing mencapai 101,2 dan 104. Nilai ekspor pertanian pada tahun 2009 mengalami peningkatan sebesar 14,4 persen dibandingkan dengan tahun Begitu pula dengan nilai ekspor hasil perikanan yang meningkat dari USD 2,7 miliar pada tahun 2008 menjadi USD 2,8 miliar pada tahun Pada tahun 2010, diperkirakan nilai ekspor perikanan Indonesia akan terus meningkat mencapai USD 2,9 miliar seiring dengan meningkatnya volume ekspor perikanan Indonesia. Upaya yang telah dilaksanakan dalam rangka revitalisasi kehutanan melalui pengembangan hutan tanaman dan hutan tanaman rakyat adalah sebagai berikut (1) pencadangan areal izin usaha pemanfaatan hasil hutan (IUPHHK) hutan tanaman industri (HTI) atau hutan tanaman rakyat (HTR) sampai dengan Juni 2010 ditargetkan seluas ha dengan hasil realisasi pencadangan sebesar ,77 ha, yang terdiri atas HTI ,77 ha dan HTR ha; (2) Penyiapan bibit untuk rencana tanam seluas ha dengan hasil realisasi persemaian atau pengadaan bibit pada HTI atau HTR dan perusahaan umum seluas ha; (3) Pada tahun 2010 (sampai dengan triwulan I), besarnya investasi pada IUPHHK hutan alam (HA) atau hak pengusahaan hutan (HPH) sebesar Rp8,

22 triliun (nilai perolehan) dan pada IUPHHK HT atau HTI sebesar Rp1,7 triliun (nilai perolehan). Sementara itu, investasi pada industri primer hasil hutan kayu (IPHHK) dengan kapasitas produksi di atas m3 pertahun sampai dengan tahun 2010 (triwulan I) tercatat sebesar Rp 22,9 triliun yang mencakup 298 unit (terdiri atas industri kayu lapis, veneer, kayu gergajian, chipwood, serta industri yang terintegrasi/terpadu) dengan jumlah tenaga kerja yang terserap sebanyak orang; (4) Pada tahun 2010 (sampai dengan bulan Juni), jumlah kumulatif pencadangan areal HTR oleh Menteri Kehutanan seluas ,00 ha yang tersebar di 81 kabupaten dengan jumlah IUPHHK HTR yang dikeluarkan oleh bupati seluas ,97 (7,38%) dengan izin sebanyak 39 unit di 12 kabupaten Peningkatan Ketahanan dan Kemandirian Energi Langkah-langkah yang telah dilakukan adalah (1) berkoordinasi dengan kementerian terkait dan melibatkan instansi terkait dalam anggota tim; (2) memberikan saran terkait lokasi Pabrik Pupuk PUSRI (di sekitar lapangan gas Donggi Senoro) dan lokasi Pabrik Pupuk Kujang (di tempat yang tidak mengandalkan pasokan gas LNG); (3) menyiapkan regulasi untuk lembaga khusus yang berwenang dalam pengembangan energi terbarukan, antara lain, (a) Undang-undang Nomor 30 Tahun 2007 tentang Energi; (b) Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2006 tentang Penyediaan dan Pemanfaatan Bahan Bakar Nabati (biofuel) sebagai Bahan Bakar Lain; (c) Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2010 tentang Penugasan kepada PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) untuk Melakukan Percepatan Pembangunan Pembangkit Tenaga Listrik Yang Menggunakan Energi Terbarukan, Batu Bara dan Gas; (d) Peraturan Menteri ESDM Nomor 2 Tahun 2010 tentang Daftar Proyek-Proyek Percepatan Pembanguan Pembangkit Tenaga Listrik Yang Menggunakan Energi Baru Terbarukan, Batu Bara, dan Gas serta Transmisi Terkait; (4) memberikan kemudahan dan insentif dalam pengembangan energi baru terbarukan melalui beberapa peraturan; (5) meningkatkan kapasitas masyarakat (capacity building) dan sosialisasi kepada masyarakat; (6) mengembangkan teknologi EoR (enhance oil recovery) untuk meningkatkan produksi minyak dan pengembangan senyawa surfaktan yang sesuai kondisi 12-22

23 reservoar; dan (7) melaksanakan kegiatan survei dan eksplorasi di wilayah timur Indonesia dan di laut untuk meningkatkan status cadangan minyak secara intensif. Hasil-hasil penting yang telah dicapai untuk produksi dari tahun 2009 sampai Juni 2010 adalah (1) tercapainya produksi minyak bumi sebesar sebesar 949 MBOPD (2009) dan 960 MBOPD (Januari Juni 2010) serta produksi gas bumi rata-rata 8.390,26 MMSCF (2009) dan 9.288,02 MMSCF (Januari Juni 2010). Data produksi minyak bumi dan gas bumi selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 12.6 dan Tabel 12.7; (2) pelaksanaan pembangunan gas kota untuk Palembang, Surabaya, dan Tarakan ( sambungan rumah tangga) serta tahap konstruksi dan lelang di Depok, Sidoarjo, dan Bekasi (6.916 sambungan rumah tangga); (3) tercapainya penggunaan panas bumi PLTP MW, mikrohidro MW, tenaga surya PLTS 12,1 MW dan tenaga angin PLT angin 1,4 MW. TABEL PRODUKSI MINYAK BUMI 2009 JULI 2010 Uraian Total Produksi (ribu barel /hari) Ratarata 2009 Jan 2010 Feb 2010 Mar 2010 Apr 2010 Mei 2010 Jun 2010 Sumber: Kementerian Energi Sumber Daya Mineral Jul 2010 Rata-rata Jan Jul , ,1 961,3 965,7 970,3 960,4 960,2 959,9 Minyak 826,5 818,9 835,6 838,9 844,6 847,5 839, ,1 Kondensat 122,3 125,1 121,5 122,4 121,1 122,8 120,8 139,2 123,

24 Uraian Total Produksi (MMSCFD) Pemanfaatan Ratarata 2009 TABEL PRODUKSI GAS BUMI 2009 MEI 2010 Jan 2010 Feb 2010 Mar 2010 Apr 2010 Mei 2010 Rata-rata Jan Mei , , , , , , , , , , , , , ,72 Losses 487,42 502,11 495,71 490,63 533,69 494,6 503,3 Sumber: Kementerian Energi Sumber Daya Mineral Hasil kegiatan yang telah dicapai di bidang ketahanan dan kemandirian energi antara lain (1) penyusunan Rencana Induk Jaringan Transmisi dan Distribusi Gas Bumi Nasional (RIJTDGBN); (2) penyusunan Neraca Gas Bumi Indonesia ; (3) dalam rangka revitalisasi industri pupuk telah dilakukan inventarisasi alternatif sumber pasokan gas bumi untuk pabrik pupuk dan telah tersusun alokasi pasokan gas bumi untuk PKT 5; (4) dalam proses penyusunan rencana pengalokasian gas bumi; (5) dalam proses melaksanakan pengawasan pembangunan floating storage regasification terminal (FSRT) untuk daerah Jawa bagian barat, Sumatera Utara, dan Jawa Timur; (6) mempertahankan penerimaan negara dari minyak dan gas bumi. Hasil kegiatan yang telah dicapai di bidang kelistrikan adalah (1) pembangkit listrik dari sumber energi mikrohidro dengan kapasitas terpasang sebesar 217,89 MW; (2) pembangkit listrik dari sumber energi surya dengan kapasitas terpasang sebesar 13,58 MW; (3) pembangkit listrik dari sumber energi angin dengan kapasitas terpasang sebesar 1,8 MW; (4) jumlah desa mandiri energi sebanyak 633 desa; (5) jumlah pemanfaatan biomassa untuk rumah tangga atau Program BIRU sebanyak 220 unit; (6) penetapan besaran subsidi listrik PT PLN (Persero) sebesar Rp55,1 triliun dalam Undang- Undang Nomor 2 Tahun 2010 tentang Perubahan atas Undang- Undang Nomor 47 Tahun 2009 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2010; (7) penyesuaian tarif dasar 12-24

25 listrik (TDL) 2010 sebesar 10%, yang ditetapkan melalui Peraturan Presiden tentang Tarif Tenaga Listrik yang disediakan oleh perusahaan perseroan, PT Perusahaan Listrik Negara; (8) kebijakan energi nasional (masih dalam proses penyusunan), dan telah ditetapkan pokok-pokok kebijakan, antara lain, (a) perubahan paradigma dalam memandang sumber daya energi sebagai komoditas menjadi sumber daya energi sebagai modal pembangunan, (b) peningkatan peran sumber daya energi baru dan terbarukan (EBT) dalam bauran energi nasional, (c) pengamanan pasokan energi, khususnya listrik dan migas nasional, baik itu untuk jangka pendek maupun jangka menengah dan jangka panjang; dan (9) telah dilaksanakan identifikasi kondisi ketenagalistrikan di daerah Peningkatan Pengelolaan Sumber Daya Mineral dan Pertambangan Langkah-langkah kebijakan peningkatan pengelolaan sumber daya mineral dan pertambangan adalah sebagai berikut. (1) Diberlakukannya UU No. 19 Tahun 2004 tentang Perubahan UU No 41/1999 yang membolehkan tiga belas perusahaan tambang melanjutkan kegiatannya dan telah disusun draft Rancangan Peraturan Presiden tentang Penambangan Bawah Tanah di Hutan Lindung; (2) Dilakukannya pemetaan potensi cadangan Coal Bed Methame (CBM) di Indonesia; dan (3) Dilakukannya pemetaan potensi cadangan CBM di Indonesia untuk energi baru. Saat ini kegiatan yang dilakukan adalah proses pengeringan untuk meningkatkan produksi gas metana yang dimanfaatkan bagi kebutuhan pembangkit tenaga listrik. Selain itu, hasil-hasil lainnya yang sudah dicapai dari tahun 2009 sampai dengan pertengahan Juni 2010 adalah sebagai berikut (1) Penetapaan Restrukturisasi Regulasi Pengembangan Panas Bumi. Telah ditetapkan Permen Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) No. 32 Tahun 2009 tentang Harga Patokan Pembelian Listrik Panas Bumi dan Permen ESDM No. 02 Tahun 2010 tentang Daftar Proyek-Proyek Percepatan Pembanguan Pembangkit Tenaga Listrik yang Menggunakan 12-25

26 Energi Baru Terbarukan, Batu Bara, dan Gas serta Transmisi Terkait untuk mendukung pengembangan energi panas bumi dalam program percepatan listrik MW Tahap II. Data pengembangan panas bumi (MW) mengacu pada Permen Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) No. 02 Tahun 2010 selengkapnya dapat dilihat pada Tabel TABEL PENGEMBANGAN PANAS BUMI (PERMEN ESDM NO.2/2010) Uraian Wilayah Kerja Pertambangan Panas Bumi (MW) Lapangan Existing Yang Telah Lapangan Existing Yang Belum Wilayah Kerja Pertambangan Baru Total Sumber: Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (2) Tercapainya produksi batu bara pada tahun 2009 sebesar 226 juta ton dan pada tahun 2010 dari bulan Januari sampai dengan bulan April sebesar 82 juta ton. Data produksi batu bara selengkapnya dapat dilihat pada Tabel Untuk menjamin pasokan batu bara dalam negeri, pemerintah telah menetapkan kewajiban pasokan batu bara untuk dalam negeri kepada perusahaan pertambangan batu bara. Terutama untuk mendukung kebutuhan bahan bakar listrik melalui Permen ESDM No 34 Tahun 2009 tentang Pengutamaan Pemasokan Kebutuhan Mineral dan Batu Bara untuk Kebutuhan Dalam Negeri. Data pemakai pasokan batu bara dalam negeri pada tahun 2010 dapat dilihat pada Tabel

27 Uraian 2009 Total (juta ton/bulan) TABEL PRODUKSI BATUBARA 2009 APRIL 2010 Rata-rata 2009 Jan 2010 Feb 2010 Mar 2010 Apr 2010 Jan-Apr 2010 Rata-rata Jan Apr ,50 18,87 20,55 20,100 21,83 19,88 82,35 20,59 BUMN 10,83 0,90 0,74 0,74 0,92 1,03 3,42 0,86 Kontraktor 197,59 16,47 18,75 17,76 19,34 17,79 73,64 18,41 KP Swasta 18,07 1,51 1,06 1,61 1,57 1,06 5,29 1,32 Sumber: Kementerian Energi Sumber Daya Mineral TABEL PEMAKAI PASOKAN BATUBARA DALAM NEGERI 2010 Uraian Tonase (Juta Ton) Persentase (%) TOTAL 64, PLTU Gross Caloritic Value (GVC) PT PLN 45,1 69, IPP 9,1 14, PT Freeport Indonesia 0,78 1, PT Newmont Nusa Tenggara 0,52 0, Metalurgi PT Inco 0,16 0,24 > PT Antam, Tbk 0,15 0,23 > Semen, Pupuk, dan Tekstil Semen 7,6 11, Pupuk 0,35 0, Tekstil dan Produk Tekstil 1,2 1, Sumber: Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (3) Peningkatan Kepastian Hukum dalam Investasi. Untuk memberikan kejelasan dan kepastian hukum dalam investasi di pertambangan mineral dan batu bara telah ditetapkan dua 12-27

28 peraturan pemerintah (PP) sebagai pelaksana UU No. 4 Tahun 2009 tentang pertambangan dan mineral yaitu PP No. 22 Tahun 2010 tentang Wilayah Pertambangan dan PP No. 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Pertambangan Mineral dan Batu Bara. (4) Pemertahanan Penerimaan Negara dari Pertambangan Umum. Kontribusi dari pertambangan umum tahun 2009 tidak kurang dari 51,58 triliun rupiah, meliputi penerimaan pajak sebesar 36,53 triliun rupiah dan penerimaan bukan pajak (iuran tetap, royalti, penjualan hasil tambang) sebesar 15,051 triliun rupiah. (5) Produksi Mineral dan Batu Bara. Produksi mineral dan batu bara berperan sebagai bahan baku untuk industri dalam negeri, bahan bakar pembangkit listrik, dan penghasil devisa. (6) Inventarisasi dan Rekapitulasi Wilayah Pertambangan. Hasil inventarisasi dan evaluasi izin pertambangan mineral dan batu bara di daerah yang sudah ada adalah sebanyak Kuasa Pertambangan (KP) yang terdiri atas: KP yang telah disesuaikan menjadi izin usaha pertambangan (IUP), 118 izin pertambangan rakyat (IPR) dan KP yang belum disesuaikan menjadi IUP. Untuk panas bumi, wilayah kerja pertambangan (WKP) panas bumi yang telah ditetapkan setelah berlaku UU No. 27 Tahun 2003 tentang Panas Bumi sebanyak 26 WKP. Beberapa hasil kegiatan di bidang kegeologian yang telah dicapai, antara lain (1) dilakukannya penyelidikan dan pemetaan untuk mengungkapkan potensi geologi, mitigasi bencana geologi, dan peningkatan pengamatan aktifitas kegiatan gunung api; serta (2) pemboran air bersih di daerah sulit air yang dilaksanakan di 72 lokasi daerah sulit air di seluruh Indonesia, lengkap dengan sarana pompa genset untuk pengambilan air dan bak penampungan air

29 Perbaikan Kualitas Lingkungan Hidup Kebijakan pengelolaan lingkungan hidup untuk mengatasi permasalahan-permasalahan dilakukan melalui langkah-langkah sebagai berikut (1) Pengendalian pencemaran dan pengrusakan lingkungan hidup untuk menurunkan tingkat pencemaran lingkungan dan meningkatkan usaha-usaha pengendalian perusakan lingkungan; (2) Peningkatan kapasitas pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup, melalui peningkatan kapasitas kelembagaan, partisipasi masyarakat, dan ketersediaan data dan informasi untuk pengelolaan lingkungan hidup. Hasil yang dicapai dari upaya pengendalian pencemaran dan perusakan lingkungan hidup di antaranya adalah (1) pengendalian pencemaran air oleh pemerintah dengan memberlakukan Program Kali Bersih (Prokasih) dan Program Peringkat Kinerja Perusahaan (Proper) yang pada tahun sudah mencapai 341 perusahaan yang menandatangani surat pernyataan (super) untuk PROKASIH, 679 perusahaan untuk Proper (pada tahun 2009 sebanyak 70% peserta Proper telah taat pada Peraturan Pengelolaan Lingkungan Hidup); (2) pelaksanaan pelestarian lahan di antaranya melalui Program Menuju Indonesia Hijau (MIH), progam One Man One Tree atau gerakan nasional penanaman pohon oleh Presiden RI; (3) peningkatan kegiatan konservasi keanekaragaman hayati, seperti identifikasi kerusakan dan rehabilitasi daerah penyangga di taman nasional, pembangunan taman keanekaragaman hayati di tingkat provinsi, rancangan permen tentang taman keanekaragaman hayati, penyusunan kebijakan pengelolaan sumber daya genetik (SDG) dan kebijakan pengelolaan spesies asing, pengembangan database dan sistem informasi keanekagaman hayati, serta pengelolaan dan konservasi in-situ maupun ex-situ dan pengelolaan sepuluh danau dan situ; (4) penanggulangan persoalan sampah melalui pengesahan UU No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, penerapan prinsip mengelola sampah dengan 3R (reduce, reuse, dan recycle), penetapan sanksi pidana bagi pengimpor sampah dan pengelola sampah, pengelolaan gas metana dari sampah seperti pengomposan, pengembangan Clean Development Mechanism (CDM), peningkatan program Adipura yang mencapai 126 kota pada tahun 2009; serta (5) 12-29

30 upaya penanganan penggunaan B3 dan limbah B3 serta lahan terkontaminasi B3 seluas m2, serta penerbitan izin dan rekomendasi pengelolaan B3 dan limbah B3 (244 izin pada tahun 2010). Sementara itu, hasil yang dicapai dari program peningkatan kapasitas pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup diantaranya adalah. (1) pengesahan UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup; (2) pengembangan instrumen-instrumen baru dalam melaksanakan UU No. 32 Tahun 2009; (3) penegakan hukum pidana dan perdata serta administrasi lingkungan dengan mengoptimalisai pendayagunaan pejabat pengawas lingkungan hidup daerah (PPLH/D) dan penyidik pegawai negeri sipil lingkungan hidup (PPNS-LH) dalam pelaksanaan pengawasan dan penyidikan kawasan lingkungan hutan; (4) pengembangan sumber daya manusia dan peningkatan kapasitas infrastruktur pengelolaan lingkungan hidup; peningkatan kualitas sistem AMDAL dan peningkatan sarana pengendalian dampak lingkungan dalam bentuk laboratorium uji lingkungan dan metode kalibrasi serta pengujian; dan Pengembangan kebijakan dan penerapan standardisasi lingkungan dengan sistem manajemen lingkungan (SML) ISO 14001; (5) peningkatan ketersediaan data dan informasi lingkungan dan analisis mengenai kualitas sungai dengan metode QUAL2E, kajian potensi bencana, pembuatan website atau halaman sistem informasi geografis (SIG), pembuatan tutorial SIG open based system dan konversi data spasial; (6) peningkatan peran serta masyarakat dalam pengelolaan lingkungan hidup melalui kegiatan adiwiyata dan kegiatan aliansi strategis masyarakat peduli lingkungan; (7) pengembangan Debt for Nature Swaps (DNS) bidang lingkungan hidup sebesar Rp18 miliar dari Pemerintah Jerman untuk menggerakkan usaha mikro kecil (UMK) melalui bisnis dan investasi lingkungan; (8) penyediaan dana alokasi khusus (DAK) dalam rangka meningkatkan kualitas air dan pemenuhan Standar Pelayanan Minimum (SPM) bidang lingkungan hidup di daerah (hingga akhir tahun 2010 diharapkan hampir seluruh kabupaten/kota telah memiliki peralatan pemantau kualitas air dan hampir 300 kabupaten/kota memiliki bangunan laboratorium, 97 kabupaten/kota memiliki teknologi biogas dan IPAL komunal, untuk

MATRIKS 2.2.B ALOKASI PENDANAAN PEMBANGUNAN TAHUN (Dalam miliar Rupiah) Prioritas/ Rencana Prakiraan Rencana.

MATRIKS 2.2.B ALOKASI PENDANAAN PEMBANGUNAN TAHUN (Dalam miliar Rupiah) Prioritas/ Rencana Prakiraan Rencana. MATRIKS 2.2.B ALOKASI PENDANAAN PEMBANGUNAN TAHUN 2011 Bidang: SUMBER DAYA ALAM dan LINGKUNGAN HIDUP I Prioritas: Ketahanan Pangan dan Revitalisasi Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan A Fokus Prioritas:

Lebih terperinci

Posisi Pertanian yang Tetap Strategis Masa Kini dan Masa Depan Jumat, 22 Agustus 2014

Posisi Pertanian yang Tetap Strategis Masa Kini dan Masa Depan Jumat, 22 Agustus 2014 Posisi Pertanian yang Tetap Strategis Masa Kini dan Masa Depan Jumat, 22 Agustus 2014 Sektor pertanian sampai sekarang masih tetap memegang peran penting dan strategis dalam perekonomian nasional. Peran

Lebih terperinci

BAB 18 REVITALISASI PERTANIAN

BAB 18 REVITALISASI PERTANIAN BAB 18 REVITALISASI PERTANIAN BAB 18 REVITALISASI PERTANIAN A. KONDISI UMUM Sektor pertanian telah berperan dalam perekonomian nasional melalui sumbangannya terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), penerimaan

Lebih terperinci

Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian

Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Unit : Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian Indikator Target Terwujudnya koordinasi dan Presentase hasil

Lebih terperinci

REVITALISASI KEHUTANAN

REVITALISASI KEHUTANAN REVITALISASI KEHUTANAN I. PENDAHULUAN 1. Berdasarkan Peraturan Presiden (PERPRES) Nomor 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Nasional Tahun 2004-2009 ditegaskan bahwa RPJM merupakan

Lebih terperinci

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI 3.1 IDENTIFIKASI PERMASALAHAN BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI PELAYANAN BADAN LINGKUNGAN HIDUP PROVINSI JAWA TENGAH Dalam penyelenggaraan pemerintahan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ketahanan pangan merupakan hal yang sangat penting dalam rangka pembangunan

Lebih terperinci

PEMBANGUNAN SEKTOR UNGGULAN

PEMBANGUNAN SEKTOR UNGGULAN PEMBANGUNAN SEKTOR UNGGULAN PEMBANGUNAN SEKTOR UNGGULAN Pembangunan nasional tahun 2015-2017 menekankan kepada penguatan sektor domestik yang menjadi keunggulan komparatif Indonesia, yaitu ketahanan pangan

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU

IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU 4.1 Kondisi Geografis Secara geografis Provinsi Riau membentang dari lereng Bukit Barisan sampai ke Laut China Selatan, berada antara 1 0 15 LS dan 4 0 45 LU atau antara

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG KETAHANAN PANGAN DAN GIZI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG KETAHANAN PANGAN DAN GIZI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG KETAHANAN PANGAN DAN GIZI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. optimal. Salah satu sumberdaya yang ada di Indonesia yaitu sumberdaya energi.

I. PENDAHULUAN. optimal. Salah satu sumberdaya yang ada di Indonesia yaitu sumberdaya energi. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang kaya akan sumberdaya alam. Akan tetapi, sumberdaya alam yang melimpah ini belum termanfaatkan secara optimal. Salah satu sumberdaya

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ketahanan pangan merupakan hal yang sangat penting dalam rangka pembangunan

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA BAB 18 REVITALISASI PERTANIAN, PERIKANAN, KEHUTANAN

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA BAB 18 REVITALISASI PERTANIAN, PERIKANAN, KEHUTANAN BAB 18 REVITALISASI PERTANIAN, PERIKANAN, KEHUTANAN BAB 18 REVITALISASI PERTANIAN, PERIKANAN, KEHUTANAN A. KONDISI UMUM Pada tahun 2007 pertumbuhan sektor pertanian, perikanan dan kehutanan mencapai sebesar

Lebih terperinci

BAHAN MENTERI DALAM NEGERI PADA ACARA MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN (MUSRENBANG) REGIONAL KALIMANTAN TAHUN 2015

BAHAN MENTERI DALAM NEGERI PADA ACARA MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN (MUSRENBANG) REGIONAL KALIMANTAN TAHUN 2015 BAHAN MENTERI DALAM NEGERI PADA ACARA MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN (MUSRENBANG) REGIONAL KALIMANTAN TAHUN 2015 BALAI SIDANG JAKARTA, 24 FEBRUARI 2015 1 I. PENDAHULUAN Perekonomian Wilayah Pulau Kalimantan

Lebih terperinci

Disampaikan pada Seminar Nasional Optimalisasi Pengembangan Energi Baru dan Terbarukan Menuju Ketahanan Energi yang Berkelanjutan

Disampaikan pada Seminar Nasional Optimalisasi Pengembangan Energi Baru dan Terbarukan Menuju Ketahanan Energi yang Berkelanjutan KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA Disampaikan pada Seminar Nasional Optimalisasi Pengembangan Energi Baru dan Terbarukan Menuju Ketahanan Energi yang Berkelanjutan Direktorat

Lebih terperinci

2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Ketahanan Pangan dan Gizi adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan

2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Ketahanan Pangan dan Gizi adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan No.60, 2015 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KESEJAHTERAAN. Pangan. Gizi. Ketahanan. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5680) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor agribisnis merupakan sektor ekonomi terbesar dan terpenting dalam perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah kemampuannya dalam menyerap

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG KETAHANAN PANGAN DAN GIZI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG KETAHANAN PANGAN DAN GIZI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG KETAHANAN PANGAN DAN GIZI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

RUMUSAN RAPAT KOORDINASI PANGAN TERPADU SE KALTIM TAHUN 2015

RUMUSAN RAPAT KOORDINASI PANGAN TERPADU SE KALTIM TAHUN 2015 RUMUSAN RAPAT KOORDINASI PANGAN TERPADU SE KALTIM TAHUN 2015 Pada Kamis dan Jumat, Tanggal Lima dan Enam Bulan Maret Tahun Dua Ribu Lima Belas bertempat di Samarinda, telah diselenggarakan Rapat Koordinasi

Lebih terperinci

BAB X PEMBANGUNAN SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP

BAB X PEMBANGUNAN SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP BAB X PEMBANGUNAN SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP A. UMUM Berbagai kebijakan dan program yang diuraikan di dalam bab ini adalah dalam rangka mendukung pelaksanaan prioritas pembangunan nasional yang

Lebih terperinci

MATRIKS ARAH KEBIJAKAN WILAYAH MALUKU

MATRIKS ARAH KEBIJAKAN WILAYAH MALUKU MATRIKS ARAH KEBIJAKAN WILAYAH MALUKU PRIORITAS NASIONAL MATRIKS ARAH KEBIJAKAN BUKU III RKP 2012 WILAYAH MALUKU 1 Reformasi Birokrasi dan Tata Kelola Peningkatan kapasitas pemerintah Meningkatkan kualitas

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan yang dititikberatkan pada pertumbuhan ekonomi berimplikasi pada pemusatan perhatian pembangunan pada sektor-sektor pembangunan yang dapat memberikan kontribusi pertumbuhan

Lebih terperinci

MATRIKS ARAH KEBIJAKAN WILAYAH PAPUA

MATRIKS ARAH KEBIJAKAN WILAYAH PAPUA MATRIKS ARAH KEBIJAKAN WILAYAH PAPUA Provinsi Papua PRIORITAS NASIONAL MATRIKS ARAH KEBIJAKAN BUKU III RKP 2012 WILAYAH PAPUA 1 Pendidikan Peningkatan akses pendidikan dan keterampilan kerja serta pengembangan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1429, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP. Dana Alokasi Khusus. Pemanfaatan. Petunjuk Teknis. PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA NOMOR 09 TAHUN 2013

Lebih terperinci

Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat

Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat - 1 - Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat Menimbang PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 5 TAHUN 2017 TENTANG KETAHANAN PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALI KOTA TASIKMALAYA, : a. bahwa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. agraris seharusnya mampu memanfaatkan sumberdaya yang melimpah dengan

I. PENDAHULUAN. agraris seharusnya mampu memanfaatkan sumberdaya yang melimpah dengan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi yang merupakan salah satu indikator keberhasilan suatu negara dapat dicapai melalui suatu sistem yang bersinergi untuk mengembangkan potensi yang dimiliki

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG KETAHANAN PANGAN DAN GIZI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG KETAHANAN PANGAN DAN GIZI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SALINAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG KETAHANAN PANGAN DAN GIZI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa ketahanan pangan merupakan hal yang sangat penting dalam rangka pembangunan

Lebih terperinci

PERTANIAN.

PERTANIAN. PERTANIAN PERAN SEKTOR PERTANIAN DALAM KEHIDUPAN Menyediakan kebutuhan pangan penduduk Menyerap tenaga kerja Pemasok bahan baku industri Sumber penghasil devisa SUBSEKTOR PERTANIAN Subsektor tanaman pangan

Lebih terperinci

AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian

AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN 2012-2014 Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian Jakarta, 1 Februari 2012 Daftar Isi I. LATAR BELAKANG II. ISU STRATEGIS DI SEKTOR INDUSTRI III.

Lebih terperinci

BUPATI KEPULAUAN MERANTI PROVINSI RIAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI KEPULAUAN MERANTI PROVINSI RIAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG BUPATI KEPULAUAN MERANTI PROVINSI RIAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN PERUSAKAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No. 5360 KESEJAHTERAAN. Pangan. Ketahanan. Ketersediaan. Keamanan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 227) PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN RETENSI ARSIP SEKTOR PEREKONOMIAN URUSAN LINGKUNGAN HIDUP

PERATURAN KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN RETENSI ARSIP SEKTOR PEREKONOMIAN URUSAN LINGKUNGAN HIDUP Jalan Ampera Raya No. 7, Jakarta Selatan 12560, Indonesia Telp. 62 21 7805851, Fax. 62 21 7810280 http://www.anri.go.id, e-mail: info@anri.go.id PERATURAN KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

BAB V RENCANA PROGRAM, KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA DAN KELOMPOK SASARAN

BAB V RENCANA PROGRAM, KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA DAN KELOMPOK SASARAN BAB V RENCANA PROGRAM, KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA DAN KELOMPOK SASARAN 5.. Rencana Program dan Kegiatan Program adalah Instrumen kebijakan yang berisi satu atau lebih kegiatan yang dilaksanakan oleh instansi

Lebih terperinci

WILAYAH PERTAMBANGAN DALAM TATA RUANG NASIONAL. Oleh : Bambang Pardiarto Kelompok Program Penelitian Mineral, Pusat Sumberdaya Geologi, Badan Geologi

WILAYAH PERTAMBANGAN DALAM TATA RUANG NASIONAL. Oleh : Bambang Pardiarto Kelompok Program Penelitian Mineral, Pusat Sumberdaya Geologi, Badan Geologi WILAYAH PERTAMBANGAN DALAM TATA RUANG NASIONAL Oleh : Bambang Pardiarto Kelompok Program Penelitian Mineral, Pusat Sumberdaya Geologi, Badan Geologi PENDAHULUAN Undang-Undang Dasar 1945 pada Pasal 33 telah

Lebih terperinci

INSTRUMEN KELEMBAGAAN KONDISI SAAT INI POTENSI DAN PEMANFAATAN SUMBER DAYA ENERGI INDIKASI PENYEBAB BELUM OPTIMALNYA PENGELOLAAN ENERGI

INSTRUMEN KELEMBAGAAN KONDISI SAAT INI POTENSI DAN PEMANFAATAN SUMBER DAYA ENERGI INDIKASI PENYEBAB BELUM OPTIMALNYA PENGELOLAAN ENERGI MENUJU KEDAULATAN ENERGI DR. A. SONNY KERAF KOMISI VII DPR RI SEMINAR RENEWABLE ENERGY & SUSTAINABLE DEVELOPMENT IN INDONESIA : PAST EXPERIENCE FUTURE CHALLENGES JAKARTA, 19-20 JANUARI 2009 OUTLINE PRESENTASI

Lebih terperinci

Mendukung terciptanya kesempatan berusaha dan kesempatan kerja. Meningkatnya jumlah minat investor untuk melakukan investasi di Indonesia

Mendukung terciptanya kesempatan berusaha dan kesempatan kerja. Meningkatnya jumlah minat investor untuk melakukan investasi di Indonesia E. PAGU ANGGARAN BERDASARKAN PROGRAM No. Program Sasaran Program Pengembangan Kelembagaan Ekonomi dan Iklim Usaha Kondusif 1. Peningkatan Iklim Investasi dan Realisasi Investasi Mendukung terciptanya kesempatan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

No. Program Sasaran Program Instansi Penanggung Jawab Pagu (Juta Rupiah)

No. Program Sasaran Program Instansi Penanggung Jawab Pagu (Juta Rupiah) E. PAGU ANGGARAN BERDASARKAN PROGRAM No. Program Sasaran Program Instansi Penanggung Jawab Pagu (Juta Rupiah) Sub Bidang Sumber Daya Air 1. Pengembangan, Pengelolaan, dan Konservasi Sungai, Danau, dan

Lebih terperinci

Mata Pencaharian Penduduk Indonesia

Mata Pencaharian Penduduk Indonesia Mata Pencaharian Penduduk Indonesia Pertanian Perikanan Kehutanan dan Pertambangan Perindustrian, Pariwisata dan Perindustrian Jasa Pertanian merupakan proses untuk menghasilkan bahan pangan, ternak serta

Lebih terperinci

BAB III AKUNTABILITAS KINERJA

BAB III AKUNTABILITAS KINERJA BAB III AKUNTABILITAS KINERJA Akuntabilitas kinerja adalah kewajiban untuk menjawab dari perorangan, badan hukum atau pimpinan kolektif secara transparan mengenai keberhasilan atau kegagalan dalam melaksanakan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN www.bpkp.go.id PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

MAKALAH PEMBAHASAN EVALUASI KEBIJAKAN NASIONAL PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP DI DAERAH ALIRAN SUNGAI 1) WIDIATMAKA 2)

MAKALAH PEMBAHASAN EVALUASI KEBIJAKAN NASIONAL PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP DI DAERAH ALIRAN SUNGAI 1) WIDIATMAKA 2) MAKALAH PEMBAHASAN EVALUASI KEBIJAKAN NASIONAL PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP DI DAERAH ALIRAN SUNGAI 1) WIDIATMAKA 2) 1) Disampaikan pada Lokakarya Nasional Rencana Pembangunan Jangka

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2. 1 Tinjauan Pustaka Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah, yang diperuntukkan

Lebih terperinci

BUKU DATA STATUS LINGKUNGAN HIDUP KOTA SURABAYA 2012 DAFTAR TABEL

BUKU DATA STATUS LINGKUNGAN HIDUP KOTA SURABAYA 2012 DAFTAR TABEL DAFTAR TABEL Tabel SD-1. Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan Utama... 1 Tabel SD-1A. Perubahan Luas Wilayah Menurut Penggunaan lahan Utama Tahun 2009 2011... 2 Tabel SD-1B. Topografi Kota Surabaya...

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebakaran hutan dan lahan di Indonesia terjadi setiap tahun dan cenderung meningkat dalam kurun waktu 20 tahun terakhir. Peningkatan kebakaran hutan dan lahan terjadi

Lebih terperinci

BAB 18 REVITALISASI PERTANIAN, PERIKANAN, DAN KEHUTANAN

BAB 18 REVITALISASI PERTANIAN, PERIKANAN, DAN KEHUTANAN BAB 18 REVITALISASI PERTANIAN, PERIKANAN, DAN KEHUTANAN A. KONDISI UMUM Sektor pertanian telah berperan dalam perekonomian nasional melalui sumbangannya terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), penerimaan

Lebih terperinci

BAB XII PEMBANGUNAN BIDANG SUMBER DAYA ALAM

BAB XII PEMBANGUNAN BIDANG SUMBER DAYA ALAM BAB XII PEMBANGUNAN BIDANG SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP A. KONDISI UMUM Pembangunan sumber daya alam (SDA) dan lingkungan hidup (LH) diarahkan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat dengan tetap

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. langsung persoalan-persoalan fungsional yang berkenaan dengan tingkat regional.

BAB I PENDAHULUAN. langsung persoalan-persoalan fungsional yang berkenaan dengan tingkat regional. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perencanaan regional memiliki peran utama dalam menangani secara langsung persoalan-persoalan fungsional yang berkenaan dengan tingkat regional. Peranan perencanaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting dalam pembangunan Indonesia. Hal ini didasarkan pada kontribusi sektor pertanian yang tidak hanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat secara ekonomi dengan ditunjang oleh faktor-faktor non ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat secara ekonomi dengan ditunjang oleh faktor-faktor non ekonomi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan suatu proses perubahan yang dilakukan melalui upaya-upaya terencana untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara ekonomi dengan

Lebih terperinci

PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA. Bab II

PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA. Bab II Bab II PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA Dengan berlakunya Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Daerah, setiap satuan kerja perangkat Daerah, SKPD harus menyusun Rencana

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

*14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

*14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Copyright (C) 2000 BPHN UU 7/2004, SUMBER DAYA AIR *14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

pertanian pada hakekatnya, adalah semua upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat tani menuju kehidupan yang lebih

pertanian pada hakekatnya, adalah semua upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat tani menuju kehidupan yang lebih 1.1. Latar Belakang Pembangunan secara umum dan khususnya program pembangunan bidang pertanian pada hakekatnya, adalah semua upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat tani menuju

Lebih terperinci

H. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG LINGKUNGAN HIDUP

H. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG LINGKUNGAN HIDUP - 283 - H. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG LINGKUNGAN HIDUP 1. Pengendalian Dampak Lingkungan 1. Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) 1. Menetapkan kebijakan mengenai pengelolaan Limbah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa mineral dan batubara yang

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Jumlah petani di Indonesia menurut data BPS mencapai 45% dari total angkatan kerja di Indonesia, atau sekitar 42,47 juta jiwa. Sebagai negara dengan sebagian besar penduduk

Lebih terperinci

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 07/Permentan/OT.140/2/2012

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 07/Permentan/OT.140/2/2012 MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 07/Permentan/OT.140/2/2012 TENTANG PEDOMAN TEKNIS KRITERIA DAN PERSYARATAN KAWASAN, LAHAN, DAN LAHAN CADANGAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa mineral dan batubara yang

Lebih terperinci

REVITALISASI PERTANIAN

REVITALISASI PERTANIAN REVITALISASI PERTANIAN Pendahuluan 1. Revitalisasi pertanian dan pedesaan, merupakan salah satu strategi yang dipilih oleh Kabinet Indonesia Bersatu dalam upayanya mewujudkan pembangunan masyarakat Indonesia,

Lebih terperinci

- 283 - H. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG LINGKUNGAN HIDUP

- 283 - H. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG LINGKUNGAN HIDUP - 283 - H. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG LINGKUNGAN HIDUP SUB BIDANG SUB SUB BIDANG PEMERINTAH 1. Pengendalian Dampak Lingkungan 1. Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) 1. Menetapkan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan

Lebih terperinci

H. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG LINGKUNGAN HIDUP

H. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG LINGKUNGAN HIDUP - 216 - H. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG LINGKUNGAN HIDUP 1. Pengendalian Dampak Lingkungan 1. Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) 1. Menetapkan kebijakan mengenai pengelolaan Limbah

Lebih terperinci

PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS JAGUNG. Edisi Kedua. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian AGRO INOVASI

PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS JAGUNG. Edisi Kedua. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian AGRO INOVASI PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS JAGUNG Edisi Kedua Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2007 AGRO INOVASI MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN MENTERI PERTANIAN

Lebih terperinci

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS PADI. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS PADI. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005 Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS PADI Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005 MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN MENTERI PERTANIAN Atas perkenan dan ridho

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ketahanan pangan merupakan kondisi terpenuhinya pangan rumah tangga yang

BAB I PENDAHULUAN. Ketahanan pangan merupakan kondisi terpenuhinya pangan rumah tangga yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan Ketahanan pangan merupakan kondisi terpenuhinya pangan rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG KETAHANAN PANGAN DAN GIZI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG KETAHANAN PANGAN DAN GIZI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SALINAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG KETAHANAN PANGAN DAN GIZI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa mineral dan batubara yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia.

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peternakan sebagai salah satu sub dari sektor pertanian masih memberikan kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia. Kontribusi peningkatan

Lebih terperinci

PERCEPATAN PENGEMBANGAN EBTKE DALAM RANGKA MENOPANG KEDAULATAN ENERGI NASIONAL

PERCEPATAN PENGEMBANGAN EBTKE DALAM RANGKA MENOPANG KEDAULATAN ENERGI NASIONAL PERCEPATAN PENGEMBANGAN EBTKE DALAM RANGKA MENOPANG KEDAULATAN ENERGI NASIONAL Diskusi Panel National Integration of the Centre of Excellence Jakarta, 8 Oktober 2015 1 Daftar Isi 1. Membangun Kedaulatan

Lebih terperinci

BAB I. KONDISI LINGKUNGAN HIDUP DAN KECENDERUNGANNYA

BAB I. KONDISI LINGKUNGAN HIDUP DAN KECENDERUNGANNYA DAFTAR TABEL Daftar Tabel... i BAB I. KONDISI LINGKUNGAN HIDUP DAN KECENDERUNGANNYA A. LAHAN DAN HUTAN Tabel SD-1. Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan/Tutupan Lahan. l 1 Tabel SD-1A. Perubahan Luas Wilayah

Lebih terperinci

Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan BAB III Urusan Desentralisasi

Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan BAB III Urusan Desentralisasi 3. URUSAN LINGKUNGAN HIDUP a. Program dan Kegiatan. Program pokok yang dilaksanakan pada urusan Lingkungan Hidup tahun 2012 sebagai berikut : 1) Program Pengendalian Pencemaran dan Perusakan Lingkungan

Lebih terperinci

PEDOMAN TEKNIS KRITERIA DAN PERSYARATAN KAWASAN, LAHAN, DAN LAHAN CADANGAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

PEDOMAN TEKNIS KRITERIA DAN PERSYARATAN KAWASAN, LAHAN, DAN LAHAN CADANGAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN 2012, No.205 4 LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07/Permentan/OT.140/2/2012 TENTANG PEDOMAN TEKNIS KRITERIA DAN PERSYARATAN KAWASAN, LAHAN, DAN LAHAN CADANGAN PERTANIAN, PANGAN

Lebih terperinci

MATRIKS BUKU I RKP TAHUN 2011

MATRIKS BUKU I RKP TAHUN 2011 MATRIKS BUKU I RKP TAHUN PRIORITAS 8 Tema Prioritas Penanggungjawab Bekerjasama Dengan PROGRAM AKSI DI BIDANG ENERGI Pencapaian ketahanan energi nasional yang menjamin kelangsungan pertumbuhan nasional

Lebih terperinci

WALIKOTA MATARAM PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA MATARAM NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP

WALIKOTA MATARAM PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA MATARAM NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP WALIKOTA MATARAM PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA MATARAM NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MATARAM,

Lebih terperinci

III. RUMUSAN, BAHAN PERTIMBANGAN DAN ADVOKASI ARAH KEBIJAKAN PERTANIAN 3.3. PEMANTAPAN KETAHANAN PANGAN : ALTERNATIF PEMIKIRAN

III. RUMUSAN, BAHAN PERTIMBANGAN DAN ADVOKASI ARAH KEBIJAKAN PERTANIAN 3.3. PEMANTAPAN KETAHANAN PANGAN : ALTERNATIF PEMIKIRAN III. RUMUSAN, BAHAN PERTIMBANGAN DAN ADVOKASI ARAH KEBIJAKAN PERTANIAN Pada tahun 2009, Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian melakukan kegiatan analisis dan kajian secara spesifik tentang

Lebih terperinci

Potensi Kota Cirebon Tahun 2010 Bidang Pertanian SKPD : DINAS KELAUTAN PERIKANAN PETERNAKAN DAN PERTANIAN KOTA CIREBON

Potensi Kota Cirebon Tahun 2010 Bidang Pertanian SKPD : DINAS KELAUTAN PERIKANAN PETERNAKAN DAN PERTANIAN KOTA CIREBON Potensi Kota Cirebon Tahun 2010 Bidang Pertanian SKPD : DINAS KELAUTAN PERIKANAN PETERNAKAN DAN PERTANIAN KOTA CIREBON No. Potensi Data Tahun 2009 Data Tahun 2010*) 1. Luas lahan pertanian (Ha) 327 327

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa dengan telah

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Isu strategis yang kini sedang dihadapi dunia adalah perubahan iklim global, krisis pangan dan energi dunia, harga pangan dan energi meningkat, sehingga negara-negara

Lebih terperinci

`BAB IV PENYELENGGARAAN URUSAN PEMERINTAH DAERAH

`BAB IV PENYELENGGARAAN URUSAN PEMERINTAH DAERAH `BAB IV PENYELENGGARAAN URUSAN PEMERINTAH DAERAH URUSAN BIDANG LINGKUNGAN HIDUP (Urusan Bidang Lingkungan Hidup dilaksanakan oleh Badan Lingkungan Hidup Daerah (BAPEDAL) Aceh. 2. Realisasi Pelaksanaan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012 KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012 Januari 2013 Kinerja Ekonomi Daerah Cukup Kuat, Inflasi Daerah Terkendali Ditengah perlambatan perekonomian global, pertumbuhan ekonomi berbagai daerah di Indonesia

Lebih terperinci

Workshop Ahli Perubahan Iklim Regional Maluku dan Maluku Utara. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi Maluku

Workshop Ahli Perubahan Iklim Regional Maluku dan Maluku Utara. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi Maluku Workshop Ahli Perubahan Iklim Regional Maluku dan Maluku Utara Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi Maluku Ambon, 3 Juni 2016 I. KARAKTERISTIK WILAYAH PROVINSI MALUKU PROVINSI MALUKU 92,4 % LUAS

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.4, 2009 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERTAMBANGAN. KETENTUAN-KETENTUAN POKOK. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4959) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dengan telah

Lebih terperinci

Panduan Pengguna Untuk Sektor Pertanian, Konstruksi dan Pertambangan. Indonesia 2050 Pathway Calculator

Panduan Pengguna Untuk Sektor Pertanian, Konstruksi dan Pertambangan. Indonesia 2050 Pathway Calculator Panduan Pengguna Untuk Sektor Pertanian, Konstruksi dan Pertambangan Indonesia Pathway Calculator Daftar Isi 1. Ikhtisar Sektor Pertanian, Konstruksi dan Pertambangan... 3 2. Metodologi... 6 3. Hasil Pemodelan...

Lebih terperinci

Title : Analisis Polaruang Kalimantan dengan Tutupan Hutan Kalimantan 2009

Title : Analisis Polaruang Kalimantan dengan Tutupan Hutan Kalimantan 2009 Contributor : Doni Prihatna Tanggal : April 2012 Posting : Title : Analisis Polaruang Kalimantan dengan Tutupan Hutan Kalimantan 2009 Pada 19 Januari 2012 lalu, Presiden Republik Indonesia mengeluarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Kondisi Umum

BAB I PENDAHULUAN. A. Kondisi Umum BAB I PENDAHULUAN A. Kondisi Umum Pelaksanaan pembangunan guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat menyebabkan telah terjadinya penurunan kualitas lingkungan. Berbagai program dan kegiatan telah dilaksanakan

Lebih terperinci

Laporan Penelitian Implementasi Undang-Undang No. 18 Tahun 2013 dalam Penanggulangan Pembalakan Liar

Laporan Penelitian Implementasi Undang-Undang No. 18 Tahun 2013 dalam Penanggulangan Pembalakan Liar Laporan Penelitian Implementasi Undang-Undang No. 18 Tahun 2013 dalam Penanggulangan Pembalakan Liar Ketua : Marfuatul Latifah, S.H.I, L.LM Wakil Ketua : Sulasi Rongiyati, S.H., M.H. Sekretaris : Trias

Lebih terperinci

Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Banyuasin

Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Banyuasin 2.1 Tujuan Penataan Ruang Tujuan penataan ruang wilayah kabupaten merupakan arahan perwujudan ruang wilayah kabupaten yang ingin dicapai pada masa yang akan datang (20 tahun). Dengan mempertimbangkan visi

Lebih terperinci