MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA PLD PENDAMPINGAN DESA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA PLD PENDAMPINGAN DESA"

Transkripsi

1 MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA PLD PENDAMPINGAN DESA IMPLEMENTASI UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG DESA KEMENTERIAN DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi i

2 Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi ii

3 MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA PENDAMPINGAN DESA Implementasi Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi iii

4 Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi iv

5 MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA PENDAMPINGAN DESA Implementasi Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa PENGARAH : Eko Putro Sandjojo (Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Republik Indonesia) PENANGGUNG JAWAB : Ahmad Erani Yustika (Dirjen Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa) TIM PENULIS : Ludiro Prajoko, Zaini Mustaqim, Dindin Abdullah Ghozali, Jajang Koswara, Hasan Rofiqi, Amanulah Fajar Sudrajat, Mohammad Zuhdi. REVIEWER : Taufik Madjid, Muhammad Fachri. COVER & LAYOUT : Wahjudin Sumpeno, Dindin Abdullah Ghozali. Cetakan Pertama, Agustus 2016 Diterbitkan oleh : KEMENTERIAN DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA Jl. TMP Kalibata No. 17 Jakarta Selatan Telp. (021) , Fax. (021) Website: Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi v

6 Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi vi

7 Daftar Istilah dan Singkatan 1. Desa adalah desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. 2. Kewenangan Desa adalah kewenangan yang dimiliki Desa meliputi kewenangan di bidang penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan Pembangunan Desa, Pembinaan Kemasyarakatan Desa, dan Pemberdayaan Masyarakat Desa berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul dan adat istiadat Desa. 3. Pemerintahan Desa adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. 4. Pemerintah Desa adalah kepala Desa atau yang disebut dengan nama lain dibantu perangkat Desa sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Desa. 5. Badan Permusyawaratan Desa atau yang disebut dengan nama lain adalah lembaga yang melaksanakan fungsi pemerintahan yang anggotanya merupakan wakil dari penduduk Desa berdasarkan keterwakilan wilayah dan ditetapkan secara demokratis. 6. Lembaga Kemasyarakatan adalah lembaga yang dibentuk oleh masyarakat sesuai dengan kebutuhan dan merupakan mitra pemerintah dalam memberdayakan masyarakat. 7. Musyawarah Desa atau yang disebut dengan nama lain adalah musyawarah antara Badan Permusyawaratan Desa, Pemerintah Desa, dan unsur masyarakat yang diselenggarakan oleh Badan Permusyawaratan Desa untuk menyepakati hal yang bersifat strategis. 8. Musyawarah Perencanaan Pembangunan Desa atau yang disebut dengan nama lain adalah musyawarah antara Badan Permusyawaratan Desa, Pemerintah Desa, dan unsur masyarakat yang diselenggarakan oleh Pemerintah Desa untuk menetapkan prioritas, program, kegiatan, dan kebutuhan Pembangunan Desa yang didanai oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa, swadaya masyarakat Desa, dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten/Kota. 9. Kesepakatan Musyawarah Desa adalah suatu hasil keputusan dari Musyawarah Desa dalam bentuk kesepakatan yang dituangkan dalam Berita Acara kesepakatan Musyawarah Desa yang ditandatangani oleh Ketua Badan Permusyawaratan Desa dan Kepala Desa. 10. Peraturan Desa adalah peraturan perundang-undangan yang ditetapkan oleh Kepala Desa setelah dibahas dan disepakati bersama Badan Permusyawaratan Desa. Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi vii

8 11. Pembangunan Desa adalah upaya peningkatan kualitas hidup dan kehidupan untuk sebesar-besarnya kesejahteraan masyarakat Desa. 12. Perencanaan pembangunan desa adalah proses tahapan kegiatan yang diselenggarakan oleh pemerintah Desa dengan melibatkan Badan Permusyawaratan Desa dan unsur masyarakat secara partisipatif guna pemanfaatan dan pengalokasian sumber daya desa dalam rangka mencapai tujuan pembangunan desa. 13. RPJM Desa (Rencana Pembangunan Jangkah Menengah Desa) adalah dokumen perencanaan untuk periode 6 (enam) tahun yang memuat arah pembangunan desa, arah kebijakan keuangan desa, kebijakan umum dan program dan program Satuan Kerja Perangkat (SKPD) atau lintas SKPD, dan program prioritas kewilayahan disertai dengan rencana kerja. 14. RKP Desa (Rencana Kerja Pemerintah Desa) adalah dokumen perencanaan untuk periode 1 (satu) tahun sebagai penjabaran dari RPJM Desa yang memuat rancangan kerangka ekonomi desa, dengan mempertimbangkan kerangka pendanaan yang dimutakhirkan, program prioritas pembangunan desa, rencana kerja dan pendanaan serta prakiraan maju, baik yang dilaksanakan langsung oleh pemerintah desa maupun yang ditempuh dengan mendorong partisipasi masyarakat dengan mengacu kepada Rencana Kerja Pemerintah dan RPJM Desa. 15. Daftar Usulan RKP Desa adalah penjabaran RPJM Desa yang menjadi bagian dari RKP Desa untuk jangka waktu 1 (satu) tahun yang akan diusulkan Pemerintah Desa kepada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota melalui mekanisme perencanaan pembangunan Daerah. 16. Keuangan Desa adalah semua hak dan kewajiban Desa yang dapat dinilai dengan uang serta segala sesuatu berupa uang dan barang yang berhubungan dengan pelaksanaan hak dan kewajiban Desa. 17. Aset Desa adalah barang milik Desa yang berasal dari kekayaan asli Desa, dibeli atau diperoleh atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa atau perolehan hak lainnya yang syah. 18. Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa, selanjutnya disebut APB Desa, adalah rencana keuangan tahunan Pemerintahan Desa. 19. Dana Desa adalah dana yang bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara yang diperuntukkan bagi Desa yang ditransfer melalui anggaran pendapatan dan belanja daerah kabupaten/kota dan digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan Desa, pelaksanaan pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan masyarakat Desa. 20. Alokasi Dana Desa, selanjutnya disingkat ADD, adalah dana perimbangan yang diterima kabupaten/kota dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah kabupaten/kota setelah dikurangi Dana Alokasi Khusus. Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi viii

9 Kata Pengantar (Dirjen PPMD/Menteri DPDTT) Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi ix

10 Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi x

11 Daftar Isi Daftar Istilah dan Singkatan... Kata Pengantar Dirjen PPMD. Daftar Isi BAB I KURIKULUM PELATIHAN Latar Belakang.. Tujuan Pelatihan. Ruang Lingkup Tugas Pendamping. Struktur Materi Pelatihan. Garis-Garis Besar Program Pelatihan.. BAB II PANDUAN MEMBACA MODUL Halaman BAB III RENCANA PEMBELAJARAN PB 1 Bina Suasana dan Orientasi Pelatihan SPB 1.1 Perkenalan.. SPB 1.2 Pengungkapan Harapan Peserta SPB 1.3 Tujuan dan Proses Pelatihan. SPB 1.4 Tata Tertib Peatihan. PB 2 Desa dan Visi Undang-Undang Desa. SPB 2.1 Kondisi dan Dinamika Desa.. SPB 2.2 UU Desa sebagai Cara Pandang dan Sarana Menuju Keberdayaan Desa.. PB 3 Tata Kelola Desa SPB 3.1 Kelembagaan dalam Tata Kelola Desa. SPB 3.2 Musyawarah Desa sebagai Basis Tata Kelola dan Penggerak Demokratisasi Desa SPB 3.3 Prinsip-Prinsip Tata Kelola Desa.. PB 4 Pembangunan Desa.. SPB 4.1 Sistem Pembangunan Desa SPB 4.2 Perencanaan Pembangunan Desa. SPB 4.3 Pengelolaan Keuangan Desa. PB 5 Pengembangan Ekonomi Desa SPB 5.1 Arah dan Orientasi Pengembangan Ekonomi Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi xi

12 PB 6 PB 7 PB 8 PB 9 PB 10 PB 11 Desa. SPB 5.2 BUM Desa sebagai Penggerak perekonomi Desa Penyusunan Peraturan di Desa. SPB 6.1 Pokok-Pokok Penyusunan Peraturan di Desa. SPB 6.2 Strategi Fasilitasi Penyusunan Peraturan di Desa.. Penguatan Keberdayaan Masyarakat. SPB 7.1 Pemberdayaan Masyarakat Desa. SPB 7.2 Strategi Penguatan Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa.. SPB 7.3 Strategi Penguatan Lembaga Kemasyarakatan Desa.. Peningkatan Kapasitas Masyarakat Melalui Pelatihan. SPB 8.1 Konsep Pelatihan Masyarakat SPB 8.2 Keterampilan Dasar Melatih Pendampingan.. SPB 9.1 Konsep dan Kebijakan Pendampingan SPB 9.2 Keterampilan Pendamping. SPB 9.3 Kinerja Pendamping. Membangun Tim Kerja di Desa SPB 10.1 Kerjasama Tim di Desa SPB 10.2 Membangun Jejaring... Rencana Kerja Tindak Lanjut (RKTL). SPB 11.1 Pokok-Pokok RKTL SPB 11.2 Menyusun RKTL.. Daftar Pustaka Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi xii

13 BAB I KURIKULUM PELATIHAN Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi 1

14 Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 2

15 LATAR BELAKANG Kehadiran Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa (UU Desa) menandai babak baru dan perubahan dalam politik pembangunan nasional, dimana Desa menjadi titik tumpu yang mendapatkan perhatian serius. UU Desa diyakini sebagai gerbang harapan menuju kehidupan berdesa yang lebih maju. Sebagai dasar hukum bagi keberadaan Desa, UU Desa mengonstruksi cara pandang baru praksis berdesa (pemerintahan, pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa). Desa diakui dan dikukuhkan sebagai subjek yang mengatur dan mengurus dirinya sendiri. Perubahan dan paradigma baru atas Desa itu sangat penting mengingat kondisi objektif dan dinamika desa-desa di Indonesia yang secara umum masih memprihatinkan. Desa identik dengan ketertinggalan dalam semua aspek kehidupan. Kewenangan mengatur dan mengurus dirinya sendiri yang dibarengi dengan memberikan hak-hak Desa, sehingga Desa memiliki kemampuan finansial yang memadai guna melaksanakan kewenangannya, sebagaimana ditegaskan UU Desa, menjadi faktor penggerak peningkatan pembangunan desa yang sekaligus menjadi ruang krusial implementasi UU Desa. Pembangunan desa sebagai sistem yang dikonstruksi UU Desa, menempatkan masyarakat pada posisi strategis, sebagai sebjek pembangunan. Dengan demikian, masyarakat memiliki ruang dan peran strategis dalam tata kelola Desa, termasuk di dalamnya penyelenggaraan pembangunan Desa. Isu penting dalam konteks ini adalah peningkatan keberdayaan masyarakat, sehingga masyarakat memiliki daya desak yang efektif untuk mewujudkan tata kelola Desa yang baik dan penyelenggaraan pembangunan yang sesuai dan memenuhi aspirasi masyarakat. Dalam kerangka itulah, Pemerintah menetapkan kebijakan pendampingan sebagaimana tercantum pada Pasal 2 Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Tahun 2015, yang bertujuan: Meningkatkan kapasitas, efektivitas, dan akuntabilitas pemerintahan desa dan pembangunan Desa; Meningkatkan prakarsa, kesadaran dan partisipasi masyarakat desa dalam pembangunan desa yang pertisipatif; Meningkatkan sinergi program pembangunan desa antar sektor; dan Mengoptimalkan aset lokal Desa secara emansipatoris. Mengingat luasnya ruang lingkup implementasi UU Desa, Pemerintah dalam melaksanakan fungsi pendampingan, dapat melimpahkan sebagaian kewenangannya kepada tenaga ahli profesional dan pihak ketiga (Pasal 112, ayat 4 UU Desa dan Pasal 128, ayat 2 PP 43). Tenaga ahli profesional dimaksud adalah pendamping desa, tenaga teknik dan tenaga ahli pemberdayaan masyarakat desa (Pasal 5 Permendesa No. 3/2015), termasuk diantaranya adalah Pendamping Lokal Desa (Pasal 129, ayat 1 (a) PP No. 47 Tahun 2015). Dengan demikian, PLD yang akan berhubungan langsung secara Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 3

16 intensif dengan pemerintah dan masyarakat Desa, menjadi aktor strategis menuju implementasi UU Desa secara optimal. Salah satu faktor penentu keberhasilan pendampingan adalah kapasitas pendamping, khususnya PLD. Kapasitas dimaksud menunjuk pada kompetensi yang mencakup: (1) pengetahuan tentang perspektif dan kebijakan UU Desa, (2) keterampilan teknis dan fasilitasi pemerintah dan masyarakat Desa dalam mewujudkan tata kelola Desa yang baik, dan (3) sikap kerja yang sesuai dengan tuntutan kinerja pendamping profesional. Upaya meningkatkan kapasitas pendamping oleh Pemerintah, dalam hal ini, Direktorat Jenderal Pembangunan dan Pemberdayan Masyarakat Desa Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi, dilakukan melalui kebijakan pelatihan yang mencakup serangkaian kegiatan latihan, salah satunya adalah pelatihan pra tugas bagi pendamping, khususnya PLD, sebagai pembekalan agar dapat melaksanakan fungsi dan tugasnya secara optimal. TUJUAN PELATIHAN Secara umum tujuan pelatihan pra tugas Pendamping Lokal Desa adalah untuk memberikan orientasi dan pembekalan agar siap secara mental, pengetahuan, dan keterampilan sebelum diterjunkan di lokasi tugas. Secara khusus pelatihan pra tugas Pendamping Lokal Desa bertujuan untuk: Memberikan orientasi dan pembekalan kepada Pendamping Lokal Desa sebelum bertugas di lapangan; Meningkatkan pemahaman Pendamping Lokal Desa tentang latar belakang, tujuan, kebijakan, prinsip-prinsip, prosedur dan ketentuan program pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa; Meningkatkan keterampilan Pendamping Lokal Desa dalam memfasilitasi proses perencanaan, pelaksanaan, pengendalian dan pelestarian program; Meningkatkan keterampilan Pendamping Lokal Desa dalam memahami mekanisme pendampingan; Meningkatkan keterampilan dalam membina dan memberi pengarahan kepada Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa; Menumbuhkan komitmen dan sikap kepedulian Pendamping Lokal Desa terhadap masyarakat perdesaan. Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 4

17 RUANG LINGKUP TUGAS PENDAMPING Mengacu pada Kerangka Acuan Kerja Pendamping Lokal Desa (PLD) yang ditetapkan Direktorat Jenderal Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa Tahun 2016, ruang lingkup tugas PLD adalah: No Tugas Pokok Output Kerja Indikator Output 1 Mendampingi Desa dalam perencanaan pembangunan Perencanaan dan penganggaran Desa berjalan sesuai aturan dan ketentuan yang a) Terlaksananya sosialisasi UU NO. 6 Tahun 2014 tentang Desa dan peraturan turunannya; b) Terfasilitasinya musyawarah Desa yang dan keuangan berlaku partisipatif untuk menyusun RPJM Desa, Desa RKP Desa, dan APB Desa; c) Tersusunnya rancangan peraturan Desa tentang kewenangan lokal berskala Desa dan kewenangan Desa berdasarkan hak asal usul dan peraturan lain yang diperlukan. 2 Mendampingi Desa dalam pelaksanaan pembangunan Desa 3 Mendampingi masyarakat Desa dalam kegiatan pemberdayaan masyarakat dan Desa 4 Mendampingi Desa dalam pemantauan dan evaluasi kegiatan pembangunan Desa Pelaksanaan pembangunan Desa berjalan sesuai aturan dan ketentuan yang berlaku Penyelenggaraan pemberdayaan masyarakat dan Desa dengan melibatkan kelompok perempuan, difabel/berkebutuhan khusus, kelompok masyarakat miskin dan marginal. Proses pelaksanaan dan evaluasi kegiatan pembangunan Desa berjalan sesuai ketentuan yang berlaku. a) Adanya koordinasi dengan PD dan pihak terkait mengenai pembangunan Desa; b) Terfasilitasinya kerjasama antar Desa; c) Terfasilitasinya pelaksanaan pembangunan Desa yang sesuai dengan prinsip tata kelola yang baik; d) Terfasilitasinya ketersediaan informasi publik terkait pembangunan Desa. Terlaksananya kegiatan peningkatan kapasitas kader desa, masyarakat dan kelembagaan Desa. a) Terlaksana peningkatan kapasitas Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dalam melakukan pemantauan dan evaluasi pembangunan Desa; b) Terlaksananya evaluasi pembangunan Desa melalui musyawarah Desa; c) Masyarakat terlibat dalam pelaksanaan evaluasi pembangunan Desa. Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 5

18 STRUKTUR MATERI PELATIHAN Materi Pelatihan ini dirumuskan berdasarkan hasil kajian terhadap kompetensi dasar yang harus dimiliki sesuai kerangka acuan kerja yang telah ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa. Selanjutnya hasil analisis terhadap kompetensi PLD disusun berdasarkan tingkat penguasaan kompetensi (K1) Pengetahuan, (K2) Sikap dan (K3) Keterampilan yang merujuk pada taksonomi Bloom dan Kartwohl (2001) dengan indikator kedalaman materi sebagai berikut: Tabel Ruang Lingkup Materi sesuai Tingkat Kompetensi K1 (Pengetahuan) K2 (Sikap) K3 (Keterampilan) 1. Mengetahuan; 1. Penerimaan 1. Meniru 2. Memahami; 2. Menanggapi 2. Memanipulasi 3. Mengaplikasikan; 3. Penilaian (valuing) 3. Pengalamiahan 4. Menganalisis; 4. Mengorganisasikan 4. Artikulasi 5. Mensintesis; 5. Karakterisasi 6. Mengevaluasi. Secara rinci setiap pokok-pokok materi ditetapkan tingkat keluasan dan kedalamnya berupa kisi-kisi materi pelatihan yang akan memandu pelatih dalam proses pembelajarannya. Kisi-kisi materi pelatihan diuraikan sebagai berikut: NO RUMPUN POKOK BAHASAN SUB POKOK BAHASAN 1 Bina Suasana dan Orientasi Latihan Pre Test 1. Dinamika Kelompok dan Pengorganisasia n Peserta KOMPETENSI K1 K2 K3 (P) (K) (S) 1.1. Perkenalan Pengungkapan Harapan peserta 1.3. Tujuan dan Proses Pelatihan 1.4. Tata Tertib Pelatihan JP 2 Perspektif dan Kebijakan 2. Desa dan Visi Undang-Undang Desa 2.1. Kondisi dan Dinamika Desa 2.2. UU Desa sebagai Cara Pandang dan Sarana Menuju Keberdayaan Desa 3. Tata Kelola Desa 3.1. Kelembagaan dalam Tata Kelola Desa 3.2. Musyawarah Desa sebagai Basis Tata Kelola dan Penggerak 2 3 Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 6 1,

19 NO RUMPUN POKOK BAHASAN SUB POKOK BAHASAN Demokratisasi Desa KOMPETENSI K1 K2 K3 (P) (K) (S) JP 3. Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Desa 4. Pembangunan Desa 5. Pengembangan Ekonomi Desa 6. Penyusunan Peraturan di Desa 4 Pemberdayaan 7. Penguatan Keberdayaan Masyarakat 8. Peningkatan Kapasitas Masyarakat Melalui Pelatihan 3.3. Prinsip-Prinsip Tata Kelola Desa 4.1. Sistem Pembangunan Desa 1.2. Perencanaan Pembangunan Desa 1.3. Pengelolaan Keuangan Desa 5.1. Arah dan Orientasi Pengembangan Ekonomi Desa 5.2. BUM Desa sebagai Penggerak perekonomi Desa 6.1. Pokok-Pokok Penyusunan Peraturan di Desa 6.2. Strategi Fasilitasi Penyusunan Peraturan di Desa 7.1. Pemberdayaan Masyarakat Desa 7.2. Strategi Penguatan Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa 7.3. Strategi Penguatan Lembaga Kemasyarakatan Desa 8.1. Konsep Pelatihan Masyarakat 8.2. Keterampilan Dasar Melatih 5 Pendampingan 9. Pendampingan 9.1. Konsep dan Kebijakan Pendampingan 9.2. Keterampilan Pendamping ,3 2 1, Kinerja Pendamping Membangun Tim Kerja di Desa Kerjasama Tim di Desa Membangun Jejaring 2 6 Evaluasi dan 11. RKTL Pokok-Pokok RKTL 2 2 Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 7

20 NO RUMPUN POKOK BAHASAN SUB POKOK BAHASAN RKTL Menyusun RKTL 3 KOMPETENSI K1 K2 K3 (P) (K) (S) JP Post Test Evaluasi Jumlah Jam Pelajaran 50 Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 8

21 GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PELATIHAN No. Pokok Bahasan Kompetensi Dasar Indikator Keberhasilan 1. Bina Suasana dan Setelah mengikuti sesi ini, Peserta dapat: Orientasi peserta memberikan respon mengatasi situasi Pelatihan bagi situasi yang kondusif keterasingan untuk proses pelatihan mengatasi hambatan psikologis/kecanggugan saling mengenal antar peserta dan fasilitator Setelah mengikuti sesi ini, Dapat mengungkapkan peserta mengetahui harapan kebutuhan, manfaat, dll, yang yang hendak dicapai selama hendak diperoleh dari mengikuti pelatihan mengikuti pelatihan ini Setelah mengikuti sesi ini, Dapat menjelaskan: peserta memahami tujuan dan tujuan pelatihan proses pelatihan ini alur dan kegiatan yang akan dilakukan selama mengikuti pelatihan ini Setelah mengikuti sesi ini, Dapat: peserta memberikan respon mengenali situasi yang bagi terciptanya situasi yang menggangu proses tertib selama proses pelatihan pelatihan menyatakan hal-hal yang menjamin ketertiban Sub Pokok Bahasan Metode Media JP 1.1. Perkenalan Permainan Pengungkapan Harapan Peserta 1.3. Tujuan dan Proses Pelatihan 1.4. Tata Tertib Peatihan Penugasan Perorangan 1. Presentasi 2. Tanya jawab Diskusi Lembar Kerja Perorangan 15 Slide 15 Lembar Diskusi 30 Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi 9

22 No. Pokok Bahasan Kompetensi Dasar Indikator Keberhasilan selama proses pelatihan merumuskan aturan bersama untuk ditaati 2. Desa dan Visi Setelah mengikuti sesi ini, Dapat menjelaskan: Undang-Undang peserta memahami kondisi dan penyebab ketertinggalan Desa dinamika Desa pada umumnya Desa aspek-aspek ketertinggalan Desa dampak dari ketertinggalan dimaksud Setelah mengikuti sesi ini, Dapat menyebutkan dan peserta: mengemukakan: mengetahui cara pandang perspektif yang mendasari UU Desa UU Desa memahami amanat UU pengertian azas rekognisi Desa untuk mengubah dan subsidiaritas kondisi/ketertinggalan keterkaitan azas dengan Desa hak asal usul dan kewenangan lokal berskala Desa hakikat Desa sebagai organisasi warga yang berpemerintahan keleluasaan untuk mengatur dan mengurus dirinya sendiri Sub Pokok Bahasan 2.1. Kondisi dan Dinamika Desa 2.2. UU Desa sebagai Cara Pandang dan Sarana Menuju Keberdayaan Desa Metode Media JP 1. Penugasan perorangan 2. Curah pendapat 1. Penugasan peroranga n 2. Presentasi 3. Tanya jawab 4. Penugasan Kelompok Lembar Curah Pendapat Slide Lembar Kerja Kelomp ok UU No.6/ Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 10

23 No. Pokok Bahasan Kompetensi Dasar Indikator Keberhasilan keharusan mengelola Desa secara demokratis dan inklusif penyerahan hak Desa oleh Negara (DD, ADD) Tri Matra Desa 3. Tata Kelola Desa Setelah mengikuti sesi ini, Dapat menyebutkan dan peserta mengetahui mengemukakan: kelembagaan dalam tata kelola Pemangku Kepentingan Desa dalam tata kelola Desa Pelaku dalam pemerintahan Desa kelompok pelaku strategis dalam masyarakat hubungan antar pelaku kunci Sub Pokok Bahasan 3.1. Kelembagaan dalam Tata Kelola Desa Metode Media JP 1. Penugasan peroranga n 2. Penugasan Kelompok 3. Presentasi Lembar Kerja Kelompo k Slide Presenta si 60 Setelah mengikuti sesi ini, peserta memahami fungsi strategis Musyawarah Desa Dapat menjelaskan: hakikat Musyawarah Desa penyelenggara 3.2. Musyawarah Desa sebagai Basis Tata 1. Penugasan peroranga n Lembar Kerja Kelompok 60 sebagai basis tata kelola dan demokratisasi Desa Musyawarah Desa cakupan materi yang harus dibahas dalam Kelola dan Penggerak Demokratisasi 2. Penugasan Kelompok Musyawarah Desa Desa peserta Musyawarah Desa kedaulatan peserta Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 11

24 No. Pokok Bahasan Kompetensi Dasar Indikator Keberhasilan 4. Pembangunan Desa Setelah mengikuti sesi ini, peserta mengetahui prinsipprinsip tata kelola Desa Setelah mengikuti sesi ini, peserta mengetahui sistem pembangunan Desa Musyawarah Desa pengambilan keputusan Dapat: dalam Musyawarah Desa menyebutkan prinsipprinsip tata kelola (partisipatif, transparansi, dan akuntabilitas) mengemukakan pengertian prinsip-prinsip diatas menunjukkan cara Dapat: mewujudkan prinsipprinsip diatas mengemukakan tujuan pembangunan Desa menyebutkan pemangku kepentingan pembangunan Desa mengemukakan pengertian pendekatan Desa Membangun mengemukakan kaidah pembangunan Desa (sesuai prinsip tata kelola Desa, mencakup semua aspek Sub Pokok Bahasan 3.3 Prinsip-Prinsip Tata Kelola Desa 4.1. Sistem Pembangunan Desa Metode Media JP 1. Penugasan peroranga n 2. Diskusi 3. Presentasi 1. Penugasan perorangan 2. Curah Pendapat 3. Penugasan Kelompok 4. Presentasi Lembar Diskusi Slide Present asi Lembar Curah Pendap at Lembar Kerja Kelomp ok Slide Present asi Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 12

25 No. Pokok Bahasan Kompetensi Dasar Indikator Keberhasilan kehidupan berdesa, prakarsa dan keswadayaan warga, inklusif) mengemukakan kaitan pembangunan Desa dengan keharusan mengurus dirinya sendiri mengemukakan pembangunan Desa sebagai perwujudan kewenangan lokal berskala Desa mengemukakan pembangunan sebagai proses yang sistematis Setelah mengikuti sesi ini, Dapat: peserta: mengemukakan pengertian mengetahui pokok-pokok perencanaan perencanaan pembangunan Desa pembangunan Desa menyebutkan jenis memberikan respon dokumen perencanaan terhadap perwujudan pembangunan Desa prinsip-prinsip tata kelola mengemukakan alur menerapkan pengetahuan proses dan tahapan untuk memfasilitasi kegiatan penyusunan RPJM perbaikan perencanaan Desa Sub Pokok Bahasan 4.2. Perencanaan Pembangunan Desa Metode Media JP 1. Penugasan perorangan 2. Diskusi 3. Penugasan Kelompok 4. Presentasi Lembar Diskusi Lembar Penugas an Kelompo k Slide 270 Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 13

26 No. Pokok Bahasan Kompetensi Dasar Indikator Keberhasilan pembangunan Desa mengemukakan alur proses dan tahapan kegiatan penyusunan RKP Desa mengemukakan pokokpokok materi/isi RKP Desa mengemukakan alur proses dan tahapan kegiatan penyusunan APB Desa mengemukakan struktur APB Desa Sub Pokok Bahasan Metode Media JP Dapat menunjukkan cara mewujudkan prinsip-prinsip (partisipasi, transparansi, dan akuntabilitas) dalam alur proses dan tahapan kegiatan perencanaan pembangunan Desa Dapat: memfasilitasi keterwakilan perempuan dalam Tim Penyusun RPJM Desa memfasilitasi penyusunan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 14

27 No. Pokok Bahasan Kompetensi Dasar Indikator Keberhasilan rencana kerja Tim Penyusun RPJM Desa memfasilitasi pembaruan data dan sketsa desa memfasilitasi kajian potensi dan masalah desa memfasilitasi penyusunan Rancangan RKP Desa memfasilitasi penyusunan belanja bidang pembinaan kemasyarakatan dan pemberdayaan memfasilitasi perhitungan alokasi Siltap dan Operasional terkait dengan pendapatan dari swadaya Setelah mengikuti sesi ini, Dapat: peserta: mengemukakan pengertian mengetahui pokok-pokok pengelolaan keuangan pengelolaan keuangan Desa Desa mengemukakan alur memberikan respon proses dan tahapan terhadap perwujudan kegiatan pengelolaan prinsip-prinsip pengelolaan keuangan Desa keuangan Desa mengemukakan ketentuan menggunakan pokok pengelolaan Sub Pokok Bahasan 4.3. Pengelolaan Keuangan Desa Metode Media JP 1. Penugasan perorangan 2. Curah Pendapat 3. Penugasan Kelompok 4. Presentasi Lembar Kerja Perorang an Lembar Curah Pendapa t Lembar Kerja Kelompo 360 Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 15

28 No. Pokok Bahasan Kompetensi Dasar Indikator Keberhasilan pengetahuan untuk keuangan Desa memfasilitasi perbaikan mengemukakan prinsipprinsip pengelolaan keuangan pengelolaan Desa keuangan Desa Sub Pokok Bahasan Metode Media JP k Slide Dapat menunjukkan cara mewujudkan prinsip-prinsip pengelolaan keuangan Desa dalam tahapan kegiatan pengelolaan keuangan Desa Dapat: memfasilitasi penyusunan RAB/RPD memfasilitasi pengajuan SPP memfasilitasi penyusunan rencana kerja pelaksanaan kegiatan memfasilitasi proses pengadaan barang dan jasa di Desa memfasilitasi keterwakilan perempuan dalam pembentukan pelaksana kegiatan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 16

29 No. Pokok Bahasan Kompetensi Dasar Indikator Keberhasilan memfasilitasi pengerjaan buku kas umum memfasilitasi penyusunan laporan realisasi APB Desa 5. Pengembangan Setelah mengikuti sesi ini, Dapat: Ekonomi Desa peserta mengetahui arah dan mengidentifikasi potensi orientasi pengembangan pengembangan ekonomi ekonomi Desa desa menjelaskan peran Desa dalam penguasaan asetaset strategis di Desa menjelaskan kepemilikan kolektif atas kegiatan usaha ekonomi Desa Setelah mengikuti sesi ini, Dapat menyebutkan fungsi dan peserta mengetahui fungsi dan peran BUM Desa dalam peran BUM Desa sebagai pengembangan ekonomi desa penggerak perekonomi Desa Sub Pokok Bahasan 5.1. Arah dan Orientasi Pengembanga n Ekonomi Desa 5.2. BUM Desa sebagai Penggerak perekonomi Desa Metode Media JP 1. Penugasan peroranga n 2. Curah Pendapa 3. Presentasi 1. Diskusi 2. Presentasi Lembar Curah Pendapa t Slide Presenta si Lembar Diskusi Slide Penyusunan Peraturan di Desa Setelah mengikuti sesi ini, peserta mengetahui pokokpokok penyusunan peraturan Dapat: mengungkapkan fungsi peraturan 6.1. Pokok-Pokok Penyusunan Peraturan di 1. Penugasan peroranga n Lembar Diskusi 60 di Desa menyebutkan jenis peraturan di Desa Desa 2. Diskusi Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 17

30 No. Pokok Bahasan Kompetensi Dasar Indikator Keberhasilan mengemukakan kaidah penyusunan peraturan menyusun sistematika peraturan Setelah mengikuti sesi ini, Dapat: peserta mengetahui strategi mencatat permasalahan memfasilitasi penyusunan terkait materi peraturan peraturan di Desa yang disusun menentukan narasumber yang terkait permasalahan dimaksud menyampaikan permasalahan dimaksud kepada narasumber menyediakan contoh/rujukan peraturan yang sesuai 7. Penguatan Setelah mengikuti sesi ini, Dapat menjelaskan: Keberdayaan peserta memahami konsep pemberdayaan sebagai Masyarakat pemberdayaan masyarakat proses sosial-politik tahapan pemberdayaan masyarakat pemberdayaan bertumpu pada hak-hak masyarakat pemberdayaan untuk meningkatkan posisi dan Sub Pokok Bahasan 6.2. Strategi Fasilitasi Penyusunan Peraturan di Desa 7.1. Pemberdayaan Masyarakat Desa Metode Media JP 3. Role Play Diskusi 1. Penugasan peroranga n 2. Diskusi 3. Presentasi Lembar Diskusi Lembar Diskusi Kelompo k Slide Presenta si Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 18

31 No. Pokok Bahasan Kompetensi Dasar Indikator Keberhasilan daya tawar masyarakat pemberdayaan untuk mewujudkan kemandirian masyarakat Setelah mengikuti sesi ini, Dapat: peserta mengetahui strategi mengenali penguatan Kader kekurangan/kelemahan Pemberdayaan Masyarakat KPMD Desa mengenali penyebab kekurangan/kelemahan dimaksud menentukan cara untuk mengatasi kekurangan/kelemahan dimaksud Sub Pokok Bahasan 7.2. Strategi Penguatan Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa Metode Media JP 1. Diskusi 2. Role Play Lembar Diskusi 90 Dapat menggunakan teknik komunikasi inter personal Diskusi Kelompok Terarah Setelah mengikuti sesi ini, peserta mengetahui strategi penguatan Lembaga Kemasyarakatan Desa Dapat: mengidentifikasi kekurangan/kelemahan Lembaga Kemasyarakatan Desa 7.3. Strategi Penguatan Lembaga Kemasyarakat an Desa 1. Diskusi 2. Role Play Lembar Diskusi 90 menguraikan penyebab Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 19

32 No. Pokok Bahasan Kompetensi Dasar Indikator Keberhasilan kekurangan/kelemahan dimaksud merumuskan cara untuk mengatasi kekurangan/kelemahan dimaksud Sub Pokok Bahasan Metode Media JP Dapat menggunakan teknik Diskusi Kelompok Terarah 8. Peningkatan Kapasitas Masyarakat Melalui Pelatihan Setelah mengikuti sesi ini, peserta mengetahui konsep pelatihan masyarakat Dapat mengemukakan: pengertian pelatihan masyarakat pendekatan pelatihan masyarakat tujuan pelatihan masyarakat 8.1 Konsep Pelatihan Masyarakat 1. Penugasan peroranga n 2. Curah Pendapat 3. Presentasi Lembar Curah Pendapa t Slide Presenta si 45 menyebutkan aspek-aspek kompetensi Setelah mengikuti sesi ini, peserta dapat menerapkan keterampilan dasar melatih untuk memfasilitasi pelatihan Dapat mengemukakan jenisjenis keterampilan dasar yang harus dimiliki untuk melatih (komunikasi, mendengar, mengapresiasi, dan 8.2. Keterampilan Dasar Melatih 1. Diskusi 2. Praktik Lembar Diskusi Lembar Praktik 135 mengendalikan forum) Mempraktikkan teknik: Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 20

33 No. Pokok Bahasan Kompetensi Dasar Indikator Keberhasilan bertanya mendengar mengapresiasi mengendalikan forum 9. Pendampingan Setelah mengikuti sesi ini, Dapat menjelaskan: peserta memahami konsep pengertian pendampingan pendampingan masyarakat tujuan pendampingan misi pendampingan tanggungjawab dan tugas pendamping klasifikasi dan jenis pendamping posisi PLD Setelah mengikuti sesi ini, Dapat mempraktikkan: peserta teknik mengelola dinamika menerapkan keterampilan kelompok fasilitasi dalam pelaksanaan teknik membangun kegiatan pendampingan kesadaran kritis teknik merumuskan gagasan bersama Sub Pokok Bahasan 9.1. Konsep dan Kebijakan Pendampinga n 9.2. Keterampilan Pendamping Metode Media JP 1. Penugasan peroranga n 2. Diskusi Kelompok Lembar Diskusi Kelompok 45 Praktik 225 Setelah mengikuti sesi ini, peserta memahami evaluasi kinerja PLD Dapat menjelaskan: pengertian kinerja ketentuan evaluasi kinerja 9.3. Kinerja Pendamping 1. Diskusi 2. Presentasi Lembar Diskusi Slide 90 mekanisme evaluasi kinerja aspek-aspek yang Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 21

34 No. Pokok Bahasan Kompetensi Dasar Indikator Keberhasilan dievaluasi tindak lanjut hasil evaluasi kinerja 10. Membangun Tim Setelah mengikuti sesi ini, Dapat menjelasan: Kerja di Desa peserta memahami peta pelaku kunci di Desa pemangku kepentingan di fungsi dan peran para Desa pelaku hubungan/relasi antar pelaku Setelah mengikuti sesi ini, Dapat menjelaskan: peserta memahami kerjasama kondisi yang mendukung dan jejaring pelaku terjalin kerjasama manfaat melakukan kerjasama bentuk jejaring pelaku di Desa pola kerja jaringan pelaku di Desa Setelah mengikuti sesi ini, Dapat: peserta memahami strategi menentukan membangun jejaring masalah/kebutuhan yang dihadapi menentukan pihak-pihak yang terkait secara langsung mendorong para pihak Sub Pokok Bahasan Kerjasama Tim di Desa Membangun Jejaring Metode Media JP 1. Penugasan peroranga n 2. Diskusi Lembar Diskusi 30 Diskusi 15 Simulasi 45 Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 22

35 No. Pokok Bahasan Kompetensi Dasar Indikator Keberhasilan 11. Rencana Kerja Tindak Lanjut (RKTL) Setelah mengikuti sesi ini, peserta memahami rencana kerja tindak lanjut mencapai kesepakatan untuk tindak lanjut terkait masalah/kebutuhan yang dihadapi Dapat menjelaskan: fungsi RKTL kaidah penyusunan RKTL aspek-aspek pokok dalam RKTL Sub Pokok Bahasan Pokok- Pokok RKTL Metode Media JP Diskusi Lembar Diskusi 30 Setelah mengikuti sesi ini, peserta menggunakan pengetahuan untuk menyusun Dapat menyusun RKTL Menyusun RKTL Penugasan Perorangan Lembar Kerja Perorangan 60 RKTL Evaluasi Setelah mengikuti sesi ini, peserta mengetahui efektivitas Dapat menilai: 1. kesesuaian modul 1. Evaluasi Modul Penugasan Perorangan Lembar Evaluasi 30 pelaksanaan pelatihan pelatihan kapasitas Pelatih 2. efektivitas kerja Penyelenggara 2. Evaluasi Pelatih 3. Evaluasi Reaksi Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 23

36 Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 24

37 EVALUASI PELATIHAN Dalam rangka memetakan berbagai perubahan mendasar sebelum dan sesudah pelatihan, maka dikembangkan berbagai bentuk evaluasi. Bentuk evaluasi merupakan opsional yang dapat dikembangkan oleh penyelenggara pelatihan, tim fasilitator, pelatihan dan pihak ketiga. Adapun bentuk yang dikembangkan adalah: - Pre dan Post test Merupakan evaluasi tertulis untuk melihat sejauhmana peningkatan pengetahuan peserta sebelum dan setelah pelatihan. - Evaluasi pencapaian setiap sesi materi Evaluasi ini dilakukan dengan metode yang sudah disusun dalam modul setiap SPB. Evaluasi ini untuk melihat sejuhmana indikator keberhasilan dalam setiap SPB dapat tercapai di setiap akhir sesi atau SPB. - Refleksi harian Evaluasi ini bertujuan untuk mendapatkan umpan balik harian baik dari sisi metodologi maupun dukungan penyelenggaraan dalam 1 hari, sehingga dapat dijadikan dasar dalam perbaikan hari selanjutnya. Hasil refleksi dan umpan balik harian ini akan sangat membantu bagaimana pelatihan dari ke hari akan lebih baik, dari sisi proses dan outputnya. - Evaluasi penyelenggaraan akhir pelatihan Pada hari terakhir pelatihan, dikembangkan proses umpan balik dan evaluasi oleh peserta. Evaluasi ini bertujuan untuk mengajak peserta menilai sejauhmana pelatihan baik dari sisi metodologi proses, dukungan logistik, partisipasi peserta, dan lain-lain, mampu meningkatkan kapasitas peserta. Evaluasi ini dapat dikembangkan dengan alat partisipatif terbuka, maupun tertutup dengan mengembangkan sejumlah daftar pertanyaan yang relevan. - Evaluasi independen manajemen pelatihan secara keseluruhan Jika ingin mengetahui seluruh rangkaian pelatihan sejak TNA, pengembangan paket pelatihan, pelaksanaan pelatihan hingga pasca pelatihan, maka perlu dilakukan evaluasi yang dilakukan oleh pihak independen secara professional. Evaluasi ini akan sangat membantu bagaimana manajemen pelatihan selanjutnya akan lebih professional.[] Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi 25

38 BAB II PANDUAN MEMBACA MODUL Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi 26

39 Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 27

40 PENDAHULUAN Modul ini secara khusus diperuntukkan bagi pelatih. Tetapi pada dasarnya semua pihak yang berkepentingan dapat membaca dan menggunakan modul ini Dan seterusnya Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 28

41 Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 29

42 BAB III RENCANA PEMBELAJARAN Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 30

43 Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 31

44 Pokok Bahasan 1 BINA SUASANA DAN ORIENTASI PELATIHAN Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 32

45 Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 33

46 SPB 1.1 Rencana Pembelajaran Perkenalan Tujuan Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat: 1. Mengatasi situasi keterasingan; 2. Mengatasi hambatan psikologis/kecanggugan; 3. Saling mengenal antar peserta dan fasilitator. Waktu 30 Menit Metode Permainan dan Tanya Jawab Media Slide Alat Bantu Flipt Chart, Spidol, Laptop, Infocus dan Metaplan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 34

47 Proses Penyajian Kegiatan 1: Pembukaan 1. Lakukan pembukaan acara pelatihan ini secara informal dengan mengucapkan salam dan selamat datang; 2. Jelaskan tujuan, proses dan hasil yang diharapkan dari sesi perkenalan antara pelatih, panitia dan peserta. Kegiatan 2: Perkenalan (Kegiatan Permainan) 3. Pada awal sesi, ajak peserta bersama-sama melakukan perkenalan dengan metode permainan. Sebagai panduan gunakan metode permainan dengan memilih salah satu skenario; 4. Setelah pelatih, panitia dan fasilitator saling mengenal, lakukan refleksi atau menggali makna dari proses tersebut; 5. Buatlah penegasan dengan meminta peserta untuk menjelaskan tujuan, makna dan manfaat perkenalan; 6. Buatlah kesimpulan dengan merangkum tujuan, makna, dan manfaat perkenalan. Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 35

48 SPB 1.2 Rencana Pembelajaran Pengungkapan Harapan Peserta Tujuan Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat mengungkapkan kebutuhan, manfaat, dll, yang hendak diperoleh dari mengikuti pelatihan ini. Waktu 15 Menit Metode Penugasan Perorangan Media Lembar Kerja Perorangan Alat Bantu Flipt Chart, Spidol, Metaplan, HVS dan Gambar Pohon Harapan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 36

49 Proses Penyajian Kegiatan 3: Penggalian harapan dan kontribusi peserta (Penugasan Perorangan) 7. Bagikan 2 buah potongan kertas HVS/metaplan kepada masingmasing peserta; 8. Minta peserta untuk menuliskan 2 harapannya yang paling prioritas (dalam pikiran mereka) sebelum mereka mengikuti pelatihan ini; 9. Setelah menuliskan harapannya, minta peserta untuk menempelkannya pada whiteboard atau papan tulis yang tersedia; 10. Minta peserta membacakan harapan yang telah ditulis, sekaligus langsung melakukan klarifikasi harapan-harapan yang dapat direalisasikan selama pelatihan; 11. Klasifikasikan harapan peserta; 12. Minta peserta menempelkan seluruh harapan yang mungkin direalisasikan selama pelatihan pada gambar pohon harapan (Media Fasilitasi Slide); 13. Minta peserta untuk berdiri melingkar dan bagikan selembar kertas metaplan kepada masing-masing; 14. Minta salah seorang peserta untuk mengumpulkan dan mencatat kelebihan dan kompetensi peserta dengan menggunakan Lembar Kerja 1.2.1; 15. Mintalah peserta untuk merefleksikan kegiatan tersebut: Apa yang Anda dapatkan dari kegiatan ini? Apakah ada temuan baru/potensi baru yang Anda sadari setelah melakukan kegiatan ini? Apa yang bisa Anda lakukan terhadap potensi atau tantangan dalam proses pelatihan? Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 37

50 Lembar Kerja Kelebihan dan Kompetensi Peserta No. Kelebihan Kapan bisa digunakan Dst Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 38

51 SPB 1.3 Rencana Pembelajaran Tujuan dan Proses Pelatihan Tujuan Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat: 1. Memahami tujuan Pelatihan; 2. Memahami alur dan kegiatan yang akan dilakukan selama mengikuti pelatihan ini. Waktu 15 Menit Metode Presentasi dan Tanya jawab Media Slide Presentasi Alat Bantu Laptop dan Infocus Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 39

52 Proses Penyajian Kegiatan 4: Penjelasan Tujuan, Proses dan Hasil (Presentasi) 16. Paparkan tujuan, proses dan hasil yang diharapkan dari penyelenggaraan pelatihan pratugas ini. Gunakan Media Fasilitasi Slide; 17. Berikan kesempatan kepada beberapa peserta untuk mengajukan pendapat, gagasan, dan sumbang saran untuk kelancaran kegiatan pelatihan; 18. Berikan penegasan Tujuan, Proses dan Hasil Pelatihan. Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 40

53 SPB 1.4 Rencana Pembelajaran Tata Tertib Pelatihan Tujuan Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat: 1. Mengenali situasi yang menggangu proses pelatihan; 2. Menyatakan hal-hal yang menjamin ketertiban selama proses pelatihan; 3. Merumuskan aturan bersama untuk ditaati. Waktu 30 Menit Metode Diskusi Media Lembar Diskusi Alat Bantu Flipt Chart, Spidol, Laptop dan Infocus Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 41

54 Proses Penyajian Kegiatan 5: Penyusunan Tata Tertib (Diskusi Kelas) 19. Jelaskan pentingnya tata tertib dan aturan main pelatihan yang harus disepakati; 20. Minta salah satu peserta memimpin perumusan dan penyepakatan tata tertib; 21. Pastikan dalam kesepakatan tata tertib dan aturan yang disepakati meliputi: a. Waktu masuk ruangan pelatihan. b. Pakaian peserta yang dikenakan. c. Pemakaian alat komunikasi. d. Ijin meninggalkan ruangan. e. Terlambat. f. Mengantuk. g. Dll. Kegiatan 6: Menutup Sesi 22. Akhiri kegiatan ini dengan menegaskan: a. Kemampuan awal peserta, berdasarkan hasil pemetaan potensi peserta dalam mengikuti pelatihan ini; b. Hal-hal yang harus diperhatikan untuk kelancaran pelatihan. Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 42

55 Pokok Bahasan 2 DESA DAN VISI UNDANG-UNDANG DESA Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 43

56 Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 44

57 SPB 2.1 Rencana Pembelajaran Kondisi dan Dinamika Desa Tujuan Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat: 1. Menjelaskan penyebab ketertinggalan Desa; 2. Menjelaskan aspek-aspek ketertinggalan Desa; 3. Menjelaskan dampak dari ketertinggalan. Waktu 45 Menit Metode Curah Pendapat, Diskusi Kelompok dan Paparan Media Bahan Bacaan dan Lembar Tayang Alat Bantu Flipt Chart, Spidol, Laptop dan Infocus Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 45

58 Proses Penyajian Kegiatan 1: Pembukaan 1. Bukalah pertemuan dengan menjelaskan tujuan yang akan dicapai dalam sesi belajar bersama ini. Kegiatan 2: Menggali pemahaman tentang ketertinggalan (Tanya jawab) 2. Ajak peserta mendiskusikan pertanyaan berikut (lihat Media Fasilitasi 2.1.1); 3. Rumuskan hasil diskusi (gunakan Media Fasilitasi 2.1.2); 4. Berikan penegasan. Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 46

59 Media Fasilitasi Diskusikan beberapa tema berikut dengan peserta: 1. Apakah peserta setuju dengan pendapat yang mengatakan bahwa Desa di Indonesia kebanyakan tertinggal? 2. Kepada peserta yang menjawab setuju, tanyakan bukti-bukti kalau Desa tertinggal? 3. Kepada yang tidak setuju, tanyakan pertanyaan yang sama, apa buktinya kalau Desa tidak tertinggal? 4. Mengapa banyak penduduk desa memilih meninggalkan Desa untuk pergi ke kota? 5. Apa yang dicari di kota? 6. Mengapa harus dicari di kota? Apakah di Desa benar-benar tidak ada? 7. Jika jawabannya Desa tidak bisa, tanyakan mengapa Desa tidak bisa memenuhi kebutuhan masyarakatnya? Media Fasilitasi Susun dan tempatkan jawaban-jawaban peserta dalam rangkaian hubungan sebab akibat, sehingga peserta bisa mengenali akar masalah atau faktor utama yang menyebabkan Desa tertinggal. Tampilkan dalam contoh tabel berikut: No. Isu Sebab Akibat 1. Ketertinggalan 2. Urbanisasi 3. Lapangan kerja di Desa 4. dll Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 47

60 SPB 2.2 Rencana Pembelajaran UU Desa sebagai Cara Pandang dan Sarana Menuju Keberdayaan Desa Tujuan Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat: 1. Menjelaskan perspektif yang mendasari UU Desa; 2. Menjelaskan pengertian azas rekognisi dan subsidiaritas; 3. Menjelaskan keterkaitan azas dengan hak asal usul dan kewenangan lokal berskala Desa; 4. Menjelaskan hakikat Desa sebagai organisasi warga yang berpemerintahan; 5. Menjelaskan Desa memiliki keleluasaan untuk mengatur dan mengurus dirinya sendiri; 6. Menjelaskan keharusan mengelola Desa secara demokratis dan inklusif; 7. Menjelaskan penyerahan hak Desa oleh negara (DD, ADD); 8. Menjelaskan Tri Matra Desa. Waktu 90 Menit Metode Curah Pendapat, Diskusi Kelompok dan Paparan Media Bahan Bacaan dan Lembar Tayang Alat Bantu Flipt Chart, Spidol, Laptop dan Infocus Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 48

61 Proses Penyajian Kegiatan 3: Menyamakan Perspektif (Membaca Cepat dan Dialog) a. Desa Lama vs Desa Baru (25 Menit) 5. Minta Peserta membaca bahan bacaan BB (10 menit); 6. Lakukan dialog atau tanya jawab. Gunakan Media Fasilitasi (15 menit); 7. Buatlah catatan penting dari hasil pembahasan; 8. Berikan penegasan atas dialog tersebut. b. Azas, Hak dan Kewenangan Lokal Desa (25 Menit) 9. Minta peserta membaca bahan bacaan BB (10 menit); 10. Lakukan dialog atau tanya jawab. Gunakan Media Fasilitasi (15 menit); 11. Buatlah catatan penting dari hasil pembahasan; 12. Berikan penegasan atas dialog tersebut. c. Tri Matra Pembangunan Desa (25 Menit) 13. Minta peserta membaca bahan bacaan BB (10 menit); 14. Lakukan dialog atau tanya jawab. Gunakan Media Fasilitasi (15 menit); 15. Buatlah catatan penting dari hasil pembahasan; 16. Berikan penegasan atas dialog tersebut. Kegiatan 4: Penegasan (15 Menit) 17. Berikan penegasan tentang visi Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa. Gunakan slide (BB 2.2.4). Kegiatan 5: Menutup Sesi Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 49

62 Media Fasilitasi Diskusikan dengan peserta: 1. Apa yang yang terjadi dengan desa di masa lalu? 2. Bagaimana pengaturan desa di masa lalu? 3. Mengapa lahir Undang-Undang No. 6/2014 tentang Desa? 4. Apa visi dan semangat baru yang dibawa oleh UU Desa? 5. Apa dan bagaimana perbedaan dan perubahan kebijakan dalam UU Desa jika dibandingkan dengan pengaturan sebelumnya? Media Fasilitasi Diskusikan dengan peserta: Apa artinya hak asal-usul bagi desa? Hak asal-usul desa meliputi apa saja? 2. Jelaskan bahwa hak asal-usul juga merupakan pengakuan atas keberadaan desa sebagai komunitas (masyarakat) berpemerintahan (self governing community). 3. Jelaskan arti subsidiaritas sebagai azas otonomi atau pemberian kewenangan. 4. Jelaskan maksud subsidiaritas dalam kaitannya dengan kewenangan lokal berskala desa (local self government). 5. Jelaskan mengapa ada redistritusi uang dari negara (DD, ADD) kepada Desa? 6. Selanjutnya, jelaskan mengapa harus mengelola Desa dengan cara demokratis dan inklusif? 7. Jelaskan, seperti apa Desa yang demokratis dan inklusif tersebut? Media Fasilitasi Diskusikan dengan peserta: 1. Kedudukan Tri Matra Desa sebagai program unggulan Kementerian Desa dalam implementasi UU Desa. 2. Jelaskan apa yang dimaksud dengan Jaring Komunitas Wiradesa atau JAMU DESA? 3. Jelaskan apa yang dimaksud dengan Lumbung Ekonomi Desa atau BUMI DESA? 4. Jelaskan apa yang dimaksud dengan Lingkar Budaya Desa atau KARYA DESA? Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 50

63 5. Pelatih dapat meminta peserta untuk membaca dengan cepat (speed/quick reading) bahan bacaan yang telah disediakan tentang Visi dan Semangat Undang-Undang Desa. 6. Berikan kesempatan kepada peserta untuk bertanya dan mengajukan pendapat. 7. Buatlah catatan penting dari hasil pembahasan. 8. Buatlah kesimpulan dari pembahasan yang telah dilakukan. 9. Akhiri sesi belajar bersama UU Desa sebagai Cara Pandang dan Sarana Menuju Keberdayaan Desa dengan mengingat ulang (review) poin-poin penting dalam aktivitas 1, 2 dan 3. Media Fasilitasi (slide) Unsur Desa Lama Desa Baru Payung hukum UU No. 32/2004 dan PP No. 72/2005 UU No. 6/2014 tentang Desa Asas utama Desentralisasi-residualitas Rekognisi-subsidiaritas Tipe Desa Seragam, dan default Beragam: Desa dan Desa Adat Kedudukan Pemerintahan yang berada dalam sistem pemerintahan kabupaten/kota (local state government) Pemerintahan masyarakat, hybrid antara self governing community dan local self government. Kepala desa Sebagai kepanjangan tangan Sebagai pemimpin masyarakat Posisi dan peran kabupaten/kota Kabupaten/kota mempunyai kewenangan yang besar dan luas Delivery Target Mandat Politik tempat Posisi dalam pembangunan Model pembangunan Lokasi: Desa sebagai lokasi proyek Obyek Government driven development & community driven development Kabupaten/kota mempunyai kewenangan yang terbatas Arena: Desa sebagai arena bagi orang desa Subyek Village driven development Pendekatan Imposisi dan mutilasi sektoral Fasilitasi, emansipasi dan konsolidasi Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 51

64 BB Unsur Desa Lama Desa Baru Dasar konstitusi UUD 1945 Pasal 18 ayat 7 UUD 1945 Pasal 18 B ayat 2 dan Pasal 18 ayat 7 Payung hukum UU No. 32/2004 dan PP No. UU No. 6/ /2005 Visi-misi Tidak ada Negara melindungi dan memberdayakan desa agar menjadi kuat, maju, mandiri, dan demokratis sehingga dapat menciptakan landasan yang kuat dalam melaksanakan pemerintahan dan pembangunan menuju masyarakat yang adil, makmur, dan sejahtera Asas utama Desentralisasi-residualitas Rekognisi-subsidiaritas Kedudukan Delivery kewenangan dan program Kewenangan Politik tempat Posisi dalam pembangunan Model pembangunan Karakter politik Demokrasi Desa sebagai organisasi pemerintahan yang berada dalam sistem pemerintahan kabupaten/kota (local state government) Target: pemerintah menentukan target-target kuantitatif dalam memnangun desa Selain kewenangan asal usul, menegaskan tentang sebagian urusan kabupaten/kota yang diserahkan kepada desa Lokasi: Desa sebagai lokasi proyek dari atas Obyek Government driven development atau community driven development Desa parokhial, dan desa korporatis Demokrasi tidak menjadi asas dan nilai, melainkan menjadi instrumen. Membentuk demokrasi elitis dan mobilisasi partisipasi Sebagai pemerintahan masyarakat, hybrid antara self governing community dan local self government Mandat: negara memberi mandate kewenangan, prakarsa dan pembangunan Kewenangan asal-usul (rekognisi) dan kewenangan lokal berskala desa (subsidiaritas). Arena: Desa sebagai arena bagi orang desa untuk menyelenggarakan pemerintahan, pembangunan, pemberdayaan dan kemasyarakatan Subyek Village driven development Desa inklusif Demokrasi menjadi asas, nilai, sistem dan tatakelola. Membentuk demokrasi inklusif, deliberatif dan partisipatif Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 52

65 PB 2 Bahan Bacaan Desa dan Visi UU Desa BB KERANGKA PIKIR UUDESA A. Gambaran Umum Perspektif dimaknai sebagai sikap dan keyakinan terhadap acuan dasar berpikir yang kemudian membentuk cara pandang seseorang dalam memahami sebuah isu. Perspektif itu kemudian menuntun dan mengarahkan tindakan. Dengan demikian, ketepatan tindakan, khususnya dalam konteks pemandirian Desa, pemberdayaan masyarakat, ditentukan oleh ketepatan perspektif berpikir para pelakunya. Perspektif tentang (misalnya) kemiskinan yang dianut seseorang, jelas akan menunjukkan sikap dan arah tindakan yang bersangkutan dalam upaya memberdayakan masyarakat. Penganut perspektif Ekonomis akan melihat kemiskinan sebagai persoalan modal, teknologi produksi, pasar. Seorang Pemberdaya kemudian menuntun masyarakat pada berbagai kegiatan untuk mengakses - meningkatkan modal, keterampilan, bantuan mesin pengolah, dst. Sedangkan penganut perspektif Hak, meyakini kemiskinan terjadi karena tidak terpenuhinya hak masyarakat untuk hidup secara layak. Perspektif itu kemudian menuntun pelaku memasuki wilayah pemenuhuan kewajiban pemerintah hal itu mengantarkan pada persoalan/isu tentang tugas Negara, dan hubungan antara Negara dengan warga negaranya. B. Perspektif UU No. 6 Tahun 2014 Bagaimana mengetahui atau memahami kerangka pikir yang mendasari konstruksi Undang-Undang Desa? kerangka pikir itu tentu tidak dinyatakan secara naratif atau langsung dapat terbaca dari pasal-demi pasal yang tertera dalam Undang-Undang Desa, tetapi akan terbaca apabila si pembaca memiliki wawasan/informasi yang memadai tentang aliran pemikiran atau teori berkenaan dengan isu-isu tertentu terkait berbagai aspek penting tentang desa, baik dari segi sejarah, budaya, sosiologis, politik, pemerintahan, maupun hukum. Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 53

66 Terdapat empat cara pandang terhadap keberadaan desa, sebagimana dipaparkan di bawah ini: Cara pandang 1: memandang desa hanya sebagai wilayah administratif, yang kemudian melahirkan desa birokratis, dengan cirikhas: pemerintah desa lemah dan masyarakat juga lemah. Cara pandang ini terjadi juga dalam praktik, terbukti banyak desa di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Papua, yang tidak memiliki pemerintahan desa yang kuat dan masyarakat yang kuat. Desa semacam ini tidak menghadirkan kepala desa sebagai pemimpin lokal yang kuat, kecuali hanya sebagai pesuruh atau mandor yang meenjalankan tugas-tugas administratif dari atas. Desa tidak memberikan manfaat kepada warga secara hakiki, kecuali hanya memberikan pelayanan administratif. Demikian juga dengan kondisi masyarakat yang tidak memiliki inisiatif dan swadaya yang kuat, kecuali hanya tergantung pada bantuan dari pemerintah. Cara pandang 2: memandang desa sebagai kepanjangan tangan negara, atau disebut sebagai desa korporatis. Desa semacam ini menampilkan pemerintah desa, khususnya kepala desa, yang kuat dalam melayani warga dan mengontrol masyarakat, sebagaimana diterapkan oleh Orde Baru dengan UU No. 5/1979. Masyarakat sipil tidak tumbuh di desa, sehingga melahirkan kepala desa yang dominatif dan otokratis tanpa kontrol dari masyarakat. Bagan: Tipologi cara pandang terhadap desa Cara pandang 3: memandang desa sebagai persekutuan masyarakat (self governing community). Ada dua aliran dalam cara pandang ini. Pertama, aliran komunitarian klasik yang memuja komunitas (masyarakat adat), sebuah komunitas yang sangat kuat memiliki ikatan komunal dan kearifan lokal dalam mengelola sumberdaya lokal sebagai property rights mereka. Termasuk memiliki demokrasi komunitarian, yakni demokrasi yang menolak kebebasan individu dan lebih mengutamakan kebaikan bersama. Kedua, aliran libertarian, yang memadang desa tidak perlu memiliki pemerintah desa yang Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 54

67 kuat, juga tidak perlu didukung dengan demokrasi perwakilan melalui Badan Perwakilan Desa (BPD). Masyarakat, termasuk individu anggota masyarakat, menjadi titik central perhatian cara pandang ini. Artinya setiap individu harus kuat, sadar akan hak-haknya, dan kemudian membangun modal sosial (social capital) serta melakukan aksi kolektif dalam wadah masyarakat untuk mencapai kehendak dan tujuan kolektif itu. Cara pandang 4: memandang desa bukan sekadar kampung halaman, perkumpulan komunitas, pemukiman penduduk atau wilayah administratif, tetapi sebagai entitas seperti Negara kecil. Konsep Negara Kecil sengaja kami beri tanda petik karena kami posisikan sebagai sebuah metafora yang bisa memudahkan pemahaman. Metafora ini tentu serupa dengan Liefrinck van der Tuuk ( ) yang membuat metafora desa sebagai republik kecil, setelah dia melakukan penelitian di Buleleng Bali Utara. Negara kecil bukanlah negara dalam negara, melainkan sebagai organisasi lokal yang memiliki wilayah, kekuasaan, rakyat, sumberdaya (agraria, hutan, sungai, dan sebagainya), livelihood, maupun budaya dan institusi (identitas, norma, nilai, aturan, lembaga, aktor, dll). Desa sebagai negara kecil memiliki pemerintahan yang kuat sekaligus masyarakat yang kuat. Sebagai negara kecil, desa mempunyai beberapa makna penting: 1. Sebagai negara kecil desa berfungsi sebagai basis sosial, basis politik, basis pemerintahan, basis ekonomi, basis budaya dan basis keamanan. Basis ini merupakan fondasi. Jika fondasi negara kecil ini kuat maka bangunan besar atau negara besar yang bernama NKRI akan menjadi lebih kokoh. Sebagai basis sosial, desa merupakan tempat menyemai dan merawat modal sosial (kohesi sosial, jembatan sosial, solidaritas sosial dan jaringan sosial) sehingga desa mampu bertenaga secara sosial. Sebagai basis politik, desa menyediakan arena kontestasi politik bagi kepemimpinan lokal, sekaligus arena representasi dan partisipasi warga dalam pemerintahan dan pembangunan desa. Dengan kalimat lain, desa menjadi arena bagi demokratisasi lokal yang paling kecil dan paling dekat dengan warga. Sebagai basis pemerintahan, desa memiliki organisasi dan tatapemerintahan yang mengelola kebijakan, perencanaan, keuangan dan layanan dasar yang bermanfaat untuk warga. Sebagai basis ekonomi, desa sebenarnya mempunyai aset-aset ekonomi (hutan, kebun, sawah, tambang, sungai, pasar, lumbung, perikanan darat, kerajinan, wisata, dan sebagainya), yang bermanfaat untuk sumber-sumber penghidupan bagi warga. Sudah banyak contoh yang memberi bukti-bukti tentang identitas ekonomi yang memberikan penghidupan bagi warga: desa cengkeh, desa kopi, desa vanili, desa keramik, desa genting, desa wisata, desa ikan, desa kakao, desa mau, desa garam, dan lain-lain. 2. Desa sebagai negara kecil bukan hanya sekadar obyek penerima bantuan pemerintah, tetapi sebagai subyek yang mampu melakukan emansipasi lokal (atau otonomi dari dalam dan otonomi dari bawah) untuk mengembangkan asset-aset lokal sebagai sumber penghidupan bersama. Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 55

68 3. Desa memiliki property right atau mempunyai aset dan akses terhadap sumberdaya lokal yang dimanfaatkan secara kolektif untuk kemakmuran bersama. 4. Desa mempunyai pemerintah desa yang kuat dan mampu menjadi penggerak potensi lokal dan memberikan perlindungan secara langsung terhadap warga, termasuk kaum marginal dan perempuan yang lemah. 5. Pemerintahan desa yang kuat bukan dimengerti dalam bentuk pemerintah dan kapala desa yang otokratis (misalnya dengan masa jabatan yang terlalu lama), tetapi lebih dalam bentuk pemerintahan desa yang mempunyai kewenangan dan anggaran memadai, sekaligus mempunyai tatapemerintahan demokratis yang dikontrol (check and balances) oleh institusi lokal seperti Badan Perwakilan Desa dan masyarakat setempat. 6. Desa tidak hanya memiliki lembaga kemasyarakatan korporatis (bentukan negara), tetapi juga memiliki organisasi masyarakat sipil. 7. Desa bermartabat secara budaya, yang memiliki identitas atau sistem social budaya yang kuat, atau memiliki kearifan lokal yang kuat untuk mengelola masyarakat dan sumberdaya lokal. Pesan pokok Desa dalam UU No. 6 Tahun 2014, diletakkan dalam perspektif paduan antara konsep self governing community dengan Negara kecil (Local Self Government), dengan menekankan keberadaan Desa sebagai organisasi masyarakat yang berpemerintahan, yaitu mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat. Mengatur ditunjukkan dengan hak dan kewenangan Desa membuat produk hukum (Peraturan Desa, Peraturan Bersama Kepala Desa, dan Peraturan Kepala Desa). Mengurus ditunjukkan dengan hak dan kewenangan Desa untuk menyelenggarakan segala urusan yang menjadi kewenangan lokal desa, yang dijabarkan pelaksanaannya dalam empat bidang (penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan, pemberdayaan masyarakat, dan pembinaan kemasyarakatan). Dengan demikian, Desa menjadi paduan antara entitas masyarakat dan pemerintah. Hal ini berbeda dengan praksis sebelumnya, baik dalam konteks penyelenggaraan pemerintahan maupun pembangunan (misalnya melalui Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan) yang cenderung melihat dan memilah masyarakat dengan pemerintah sebagai dua entitas yang berbeda. UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa juga merubah secara mendasar perspektif dan pola hubungan antara Desa dengan Negara. Desa sebagai sebuah entitas diakui keberadaan dan haknya, sebagaimana ditegaskan dalam azas Pengakuan/Rekognisi dan Subsidiaritas, dan Desa memiliki hubungan langsung dengan Negara, sebagaimana diwujudkan melalui Dana Desa. Perspektif dan konstruksi yang demikian itu, diorientasikan untuk menguatkan kapasitas Desa menuju Desa yang maju, mandiri, dan demokratis dengan bertumpu pada nilai-nilai kegotongroyongan serta memulihkan kolektivisme/kebersamaan dan kepemilikan kolektif atas asset strategis Desa. Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 56

69 C. Kebijakan Baru tentang Desa Lahirnya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, yang selanjutnya, menjadi sebuah titik awal harapan desa untuk bisa menentukan posisi, peran dan kewenangan atas dirinya. Harapan supaya desa bisa bertenaga secara sosial dan berdaulat secara politik sebagai fondasi demokrasi desa, serta berdaya secara ekonomi dan bermartabat secara budaya sebagai wajah kemandirian desa dan pembangunan desa. Harapan tersebut semakin menggairah ketika muncul kombinasi antara azas rekognisi dan subsidiaritas sebagai azas utama yang menjadi jiwa dari undang-undang ini. Undang-Undang Desa yang didukung PP No. 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa dan PP No. 60 tentang, Dana Desa yang Bersumber dari APBN, telah memberikan pondasi dasar terkait dengan Penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan Pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan masyarakat Desa. Dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, terdapat 6 (enam) kebijakan pokok yang mengatur tentang desa, yaitu: 1) Penambahan kewenangan desa yakni urusan yang menjadi kewenangan kabupaten/kota yang diserahkan pengaturannya kepada desa. 2) Kepastian sumber keuangan desa, yakni: alokasi dana desa yang merupakan bagian dari dana perimbangan yang diterima oleh kabupaten/kota paling sedikit 10% (sepuluh perseratus) setelah dikurangi Dana Alokasi Khusus. 3) Memperkuat makna demokrasi desa berdasarkan nilai musyawarah untuk mufakat dalam penetapan kebijakan desa, yakni merubah nomenklatur Badan Perwakilan Desa menjadi Badan Permusyawaratan Desa. 4) Memperkuat kedudukan Kepala Desa sebagai Kepala Pemerintahan Desa agar tercipta kesinambungan penyelenggaraan pemerintahan desa, yakni: (a) melarang Kepala Desa menjadi pengurus partai politik, (b) memastikan kedudukan keuangan kepala desa, dan (c) Kepala Desa bertanggungjawab kepada Bupati/Walikota. 5) Dalam rangka meningkatkan kinerja penyelenggaraan administrasi pemerintahan desa, Kepala Desa dibantu oleh Sekretariat Desa yang dipimpin Sekretaris Desa. 6) Pembentukan Desa merupakan tindakan mengadakan Desa baru di luar Desa yang sudah ada dilakukan melalui Desa Persiapan. D. Kewenangan Desa Desa sebagai sebuah entitas pemerintahan otonom (otonomi asli) dijelaskan dalam pasal 18 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa mempunyai kewenangan dibidang penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan Pembangunan Desa, pembinaan Kemasyarakatan desa dan Pemberdayaan Masyarakat Desa berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal-usul, dan adat istiadat. Selanjutnya dalam pasal 19 Kewenangan Desa meliputi: (a) kewenangan berdasarkan asal-usul; (b) kewenangan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 57

70 lokal berskala desa; kewenangan yang ditugaskan oeh Pemerintah Provinsi atau Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota; (d) kewenangan lainnya yang ditugaskanoleh pemerintah, pemerintah daerah Provinsi atau Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Dalam Pasal 19 dan 103 Undang-Undang Desa disebutkan, Desa dan Desa Adat mempunyai empat kewenangan, meliputi: 1) Kewenangan berdasarkan hak asal usul. Hal ini bebeda dengan perundangundangan sebelumnya yang menyebutkan bahwa urusan pemerintahan yang sudah ada berdasarkan hak asal usul desa; 2) Kewenangan lokal berskala Desa dimana desa mempunyai kewenangan penuh untuk mengatur dan mengurus desanya. Berbeda dengan perundang-undangan sebelumnya yang menyebutkan, urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan kabupaten/kota yang diserahkan pengaturannya kepada desa; 3) Kewenangan yang ditugaskan oleh pemerintah, pemerintah daerah provinsi, atau pemerintah daerah kabupaten/kota; 4) Kewenangan lain yang ditugaskan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, atau Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Kewenangan Desa berdasarkan hak asal-usul paling sedikit terdiri atas: 1) Sistem organisasi masyarakat desa; 2) Pembinaan kelembagaan masyarakat; 3) Pembinaan tanah kas Desa; dan 4) Pengembangan peran masyarakat desa. Kewenangan lokal berskala desa paling sedikit terdiri atas: 1) Pengelolaan tambatan perahu; 2) Pengelolaan pasar desa; 3) Pengelolaan tempat pemandian umum; 4) Pengelolaan jaringan irigasi; 5) Pengelolaan lingkungan pemukiman masyarakat desa; 6) Pembinaan kesehatan masyarakat dan pengelolaan pos pelayanan terpadu; 7) Pengembangan dan pembiayaan sanggar seni dan belajar; 8) Pengelolaan perpustakaan desa dan taman bacaan; 9) Pengelolaan embung desa; 10) Pengelolaan air minum berskala desa; dan 11) Pembuatan jalan desa antar pemukiman ke wilayah pertanian. Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 58

71 Pelaksanaan kewenangan lokal berkonsekwensi terhadap masuknya program pemerintah ke ranah desa. Pasal 20 Undang-Undang Desa menegaskan, bahwa pelaksanaan kewenangan berdasarkan hak asal usul dan kewenangan lokal berskala Desa (sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf [a] dan [b] Undang-Undang Desa) diatur dan diurus oleh Desa. Pasal ini terkait dengan Pasal 81 ayat (4 dan 5): Pembangunan lokal berskala Desa dilaksanakan sendiri oleh Desa dan Pelaksanaan program sektoral yang masuk ke Desa diinformasikan kepada Pemerintah Desa untuk diintegrasikan dengan Pembangunan Desa. Selain kewenangan di atas, menteri dapat mentapkan jenis kewenagan desa lain sesuai dengan situasi, kondisi dan kebutuhan lokal. Penyerahan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Kabupaten/Kota yang diserahkan pengaturannya kepada Desa akan berimplikasi sebagai berikut: (1) Kewenangan memutuskan ada pada tingkat desa, sehingga terjadi: 1) pergeseran kewenangan dari pemerintahan kabupaten/kota kepada Pemerintahan Desa, 2) peningkatan volume perumusan peraturan perundang-undangan di desa berupa Peraturan Desa, Peraturan Kepala Desa, dan Keputusan Kepala Desa. (2) Adanya pembiayaan yang diberikan Kabupaten/Kota kepada Desa dalam rangka pelaksanaan urusan pemerintahan tersebut, sehingga terjadi: 1) pergeseran anggaran dari pos perangkat daerah kepada pos pemerintahan desa, dan 2) adanya program pembangunan yang bisa mengatasi kebutuhan masyarakat Desa dalam skala desa. (3) Adanya prakarsa dan inisiatif pemerintahan desa dalam mengembangkan aspek budaya, ekonomi, dan lingkungan hidup di wilayahnya sesuai ruang lingkup kewenangan yang diserahkan. (4) Adanya prakarsa dan kewenangan memutuskan oleh Pemerintah Desa sesuai kebutuhan masyarakat Desa, sehingga keterlibatan seluruh pemangku kepentingan (Badan Permusyawaratan Desa, Lembaga Kemasyarakatan, dan Masyarakat Desa) dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengawsan pembangunan semakin lebih maksimal. (5) Bila semua kebutuhan lokal dapat teratasi oleh Pemerintah Desa diharapkan akan semakin meningkat partisipasi masyarakat dalam mendukung keberhasilan program pemerintah. Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 59

72 PB 2 Bahan Bacaan Desa dan Visi UU Desa BB MATRA PEMBANGUNAN DESA Upaya pembangunan dan pemberdayaan masyarakat Desa hendak dikuatkan dengan menyelesaikan masalah-masalah yang menjadi halangan utama bagi kemajuan dan kemandirian Desa. Di sisi lain, upaya tersebut juga diharapkan mampu dikembangkan sebagai daya lenting bagi peningkatan kesejahteraan kehidupan Desa. Teknokratisme Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa berdiri di atas tiga matra. Pertama, Jaring Komunitas Wiradesa (Jamu Desa). Matra ini diarahkan untuk mengarusutamakan penguatan kapabilitas manusia sebagai inti pembangunan desa sehingga mereka menjadi subyek berdaulat atas pilihan-pilihan yang diambil. Kedua, Lumbung Ekonomi Desa (Bumi Desa). Matra ini mendorong muncul dan berkembangnya geliat ekonomi yang menempatkan rakyat sebagai pemilik dan partisipan gerakan ekonomi di desa. Ketiga, Lingkar Budaya Desa (Karya Desa). Matra ini mempromosikan pembangunan yang meletakkan partisipasi warga dan komunitas sebagai akar gerakan sosial, ekonomi, budaya dan lain-lain. 1) Jaring Komunitas Wiradesa (Jamu Desa) Matra ini bertujuan untuk memperkuat kualitas manusia dengan memperbanyak kesempatan dan pilihan dalam upayanya menegakkan hak dan martabat. Memajukan kesejahteraan, baik sebagai individu, keluarga maupun kolektif warga Desa. Masalah yang dihadapi saat ini adalah perampasan daya manusia warga Desa itu yang ternyatakan pada situasi ketidakberdayaan, kemiskinan dan bahkan marjinalisasi. Fakta ketidakberdayaan itu kini telah berkembang menjadi sebab, aspek dan sekaligus dampak yang menghalangi manusia warga Desa hidup bermartabat dan sejahtera. Kemiskinan berkembang dalam sifatnya yang multidimensi dan cenderung melanggar hak asasi. Situasi ini diperburuk dengan dengan adanya ketiadaan akses terhadap kebutuhan dasar seperti pendidikan, kesehatan, maupun informasi. Sehingga kehidupan masyarakat miskin di perdesaan dirasa semakin marjinal. Di sini, matra Jaring Komunitas Wiradesa menjadi dasar dilakukannya tindakan yang mampu mendorong ekspansi kapabilitas dengan memperkuat daya pada berbagai aspek Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 60

73 kehidupan manusia warga Desa yang menjangkau aspek nilai dan moral, serta pengetahuan lokal Desa. Penguatan kapabilitas dilakukan dalam rangka peningkatan stok pengetahuan masyarakat desa, baik melalui pendidikan formal di sekolah maupun pendidikan diluar sekolah (non formal). Melalui penciptaan komunitas belajar dan balai-balai rakyat sebagai media pencerahan dengan basis karakteristik sosial dan budaya setempat. Tidak hanya sekedar menambah pengetahuan dan keterampilan, peningkatan kapabilitas masyarakat desa merupakan modal penting dari tegaknya harkat dan martabat masyarakat serta kemampuan masyarakat untuk mengontrol jalannya kegiatan ekonomi dan politik. 2) Lumbung Ekonomi Desa (Bumi Desa). Matra kedua dari pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa ini merupakan suatu ikhtiar untuk mengoptimalisasikan sumberdaya di desa dalam rangka mewujudkan kemandirian dan kesejahteraan masyarakat desa. Konsep Lumbung Ekonomi Desa merupakan pengejawantahan amanat konstitusi sebagaimana yang tertuang dalam pasal 33 UUD Yaitu amanat untuk melakukan pengorganisasian kegiatan ekonomi berdasar atas asas kekeluargaan, penguasaan negara atas cabangcabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak, serta penggunaan kekayaan alam untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Lumbung Ekonomi Desa diarahkan untuk melakukan segala tindakan yang diperlukan untuk mewujudkan kedaulatan pangan, ketahanan energi dan kemandirian ekonomi desa. Sebagai basis kegiatan pertanian dan perikanan, desa diharapkan mampu memenuhi kebutuhan pangan di wilayahnya sendiri dan di wilayah lain, tanpa melupakan penumbuhan aktivitas ekonomi produktif di sektor hilir. Optimalisasi sumberdaya desa juga mesti tercermin dalam kesanggupan desa memenuhi kebutuhan energi yang juga merupakan kebutuhan pokok masyarakat desa. Kemandirian ekonomi desa tercermin dari berjalannya aktivitas ekonomi yang dinamis dan menghasilkan penciptaan lapangan kerja secara berkelanjutan di perdesaan. Termasuk mendorong kemampuan masyarakat desa mengorganisir sumber daya finansial di desa melalui sistem bagi hasil guna mendukung berlangsungnya kegiatan ekonomi yang berkeadilan. Aktor utama Lumbung Ekonomi Desa dititikberatkan pada komunitas, tanpa mengesampingkan peran individu sebagai aktor penting kegiatan ekonomi desa. Hal ini berarti bahwa kegiatan ekonomi di desa utamanya mesti dijalankan secara kolektif berdasarkan prinsip gotong royong yang menjadi ciri khas sosio-kultural masyarakat Indonesia pada umumnya, dan masyarakat desa pada khususnya. Dari aspek ini, organisasi ekonomi di desa berperan penting dalam memikul beban untuk menggerakkan aktivitas ekonomi di desa yang memiliki semangat kolektivitas, pemerataan, dan solidaritas sosial. Organisasi ekonomi itu dapat berupa koperasi, Badan Usaha Milik Desa (BUMDesa), lembaga keuangan mikro, usaha bersama, atau yang lainnya. Selain itu dan tidak kalang pentingnya, lembaga-lembaga ekonomi ini haruslah memiliki kecakapan dan keterbukaan dalam menjalankan usaha perekonomian di desa. Dalam konteks pelaksanaan UU Desa misalnya, pembentukan BUMDesa yang kuat mensyaratkan pengelolaan oleh orang-orang Desa yang teruji Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 61

74 secara nilai dan moral, serta memiliki modal sosial yang kuat, serta mampu mengembangkan kreasi dan daya untuk menjangkau modal, jaringan dan informasi. Pokok soal yang utama adalah membekali masyarakat dengan aset produktif yang memadai sehingga akses terhadap sumber daya ekonomi menjadi lebih besar. Sumber daya ekonomi harus sedapat mungkin ditahan di desa dan hanya keluar melalui proses penciptaan nilai tambah. Di sinilah letak pentingnya intervensi inovasi dan adopsi teknologi serta dukungan sarana dan prasarana agar proses penciptaan nilai tambah dari kegiatan ekonomi di desa berjalan secara baik. Paradigma lama yang menempatkan desa sebagai pusat eksploitasi sumberdaya alam dan tenaga tenaga kerja tidak terampil (unskill labour) telah menyebabkan terus meluasnya persoalan bangsa, mulai dari: tingginya angka kemiskinan dan pengangguran, tersingkirnya pengetahuan dan kearifan lokal warga, terabaikannya peran strategis perempuan, rendahnya daya saing, hingga meluasnya kerusakan lingkungan. Desa harus menjadi sentra inovasi, baik secara sosial, ekonomi, dan teknologi. Inovasi secara sosial dimaksudkan untuk meningkatkan soliditas dan solidaritas antarwarga dengan memegang kuat nilai-nilai dan budaya luhur di masing-masing desa. Inovasi secara sosial ini nantinya diharapkan dapat meningkatkan daya-lenting warga (resilience) dalam menghadapi berbagai tantangan di depan. Inovasi secara ekonomi dimaksudkan untuk meningkatkan kapasitas dan kapabilitas warga untuk menggeser model ekonomi eksploitatif ke arah ekonomi inovatif yang alat ukur keberhasilannya diantaranya: terbukanya lapangan pekerjaan di desa, meningkatnya nilai tambah produk, serta berkurang tekanan terhadap eksploitasi sumberdaya alam secara berlebihan. Sedang inovasi secara teknologi adalah sebuah kesadaran untuk mengembangkan teknologi tepat guna berbasis sumberdaya alam lokal, teknologi lokal, dan sumberdaya manusia lokal. 3) Lingkar Budaya Desa (Karya Desa) Matra ini merupakan suatu proses pembangunan desa sebagai bagian dari kerja budaya (kolektivisme) yang memiliki semangat kebersamaan, persaudaraan dan kesadaran melakukan perubahan bersama dengan pondasi nilai, norma dan spirit yang tertanam di desa. Matra ketiga ini mensyaratkan adanya promosi pembangunan yang meletakkan partisipasi warga dan komunitas sebagai akar gerakan sosial, ekonomi, budaya dan lain-lain. Gerakan pembangunan Desa tidaklah tergantung pada inisiatif orang perorang, tidak juga tergantung pada insentif material (ekonomi), tetapi lebih dari itu semua adalah soal panggilan kultural. Berdasar Lingkar Budaya Desa, gerakan pembangunan Desa haruslah dilakukan karena kolektivisme, yang di dalamnya terdapat kebersamaan, persaudaraan, solidaritas, dan kesadaran untuk melakukan perubahan secara bersama. Dana Desa dalam konteks memperkuat pembangunan dan pemberdayaan Desa misalnya, harus dipahami agar tidak menjadi bentuk ketergantungan baru. Ketiadaan Dana Desa tidak boleh dimaknai tidak terjadi pembangunan. Karenanya Dana Desa haruslah menghasilkan kemajuan, bukan kemunduran. Maka, pembangunan Desa dimaknai sebagai kerja budaya dengan norma dan moral sebagai pondasinya, sebagai code of conduct, dan dengan begitu perilaku ekonomi dalam kehidupan Desa akan mampu menegakkan martabat dan mensejahterahkan. Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 62

75 Tiga Matra pembangunan dan pemberdayaan masyarakat Desa tersebut di atas memiliki keterkaitan satu dengan yang lain. Komitmen untuk menjalankan program dan kegiatan di dalam lingkungan Ditjen PPMD dengan menggunakan pendekatan (metode) ini, diharapkan dapat melipatgandakan kemampuan mencapai target dan menghasilkan dampak yang bisa dipertahankan (sustained impact) untuk kemajuan dan kesejahteraan Desa. Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 63

76 Pokok Bahasan 3 TATA KELOLA DESA Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 64

77 Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 65

78 SPB 3.1 Rencana Pembelajaran Kelembagaan dalam Tata Kelola Desa Tujuan Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat: 1. Menjelaskan pemangku kepentingan dalam tata kelola Desa; 2. Menjelaskan pelaku-pelaku dalam pemerintahan Desa; 3. Menjelaskan kelompok pelaku strategis dalam masyarakat; 4. Menjelaskan hubungan antar pelaku kunci. Waktu 60 Menit Metode Curah Pendapat, Diskusi Kelompok dan Paparan Media Lembar Kerja dan Media Tayang Alat Bantu Flipt Chart, Spidol, Laptop dan Infocus Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 66

79 Proses Penyajian Kegiatan 1: Pembukaan 1. Bukalah pertemuan dengan menjelaskan tujuan yang akan dicapai dalam sesi belajar bersama ini. Kegiatan 2: Mengidentifikasi pemangku kepentingan (Diskusi kelompok 2. Bagilah peserta menjadi 4 kelompok; 3. Minta setiap kelompok berdiskusi. Gunakan Lembar Kerja (20 menit); 4. Minta salah satu kelompok mempresentasikan hasil diskusinya (10 menit); 5. Minta kelompok yang lain mengkritisi dan melengkapi (20 menit); 6. Berikan penegasan. Gunakan Media Fasilitasi (10 menit). Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 67

80 Lembar Kerja Diskusikan beberapa pertanyaan berikut: 1. Siapa saja pemangku kepentingan dalam tata kelola Desa? 2. Apa saja peran pemangku kepentingan dalam tata kelola Desa sebagaimana UU Desa? 3. Siapa saja kelompok-kelompok strategis di Desa? 4. Bagaimana pola hubungan antara lembaga/pemangku kepentingan/kelompok di Desa? (Relasi Pemerintah Desa-Badan Permusyawaratan Desa) Media Fasilitasi Pemerintah Desa Pelaku Masyarakat BPD Peran Hubungan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 68

81 SPB 3.2 Rencana Pembelajaran Musyawarah Desa sebagai Basis Tata Kelola dan Penggerak Demokratisasi Desa Tujuan Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat: 1. Menjelaskan hakikat Musyawarah Desa; 2. Menjelaskan penyelenggaraan Musyawarah Desa; 3. Menjelaskan cakupan materi yang harus dibahas dalam Musyawarah Desa; 4. Menjelaskan tentang peserta Musyawarah Desa; 5. Menjelaskan kedaulatan peserta Musyawarah Desa; 6. Menjelaskan pengambilan keputusan dalam Musyawarah Desa. Waktu 60 Menit Metode Curah Pendapat, Diskusi Kelompok dan Paparan Media Bahan Bacaan dan Lembar Tayang Alat Bantu Flipt Chart, Spidol, Laptop dan Infocus Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 69

82 Proses Penyajian Kegiatan 3: Pembukaan 7. Bukalah pertemuan dengan menjelaskan tujuan yang akan dicapai dalam sesi belajar bersama ini. Kegiatan 4: Musyawarah Desa (Penugasan perorangan) 8. Minta setiap peserta mengisi lembar kerja (Lembar Kerja 3.2.1); 9. Minta beberapa peserta menyampaikan pengalaman mengikuti Musyawarah Desa; 10. Berikan penegasan (gunakan Media Fasilitasi 3.2.1). Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 70

83 No. Pertanyaan Uraian 1. Apa hakikat Musyawarah Desa? 2. Siapa saja peserta Musyawarah Desa? 3. Bagaimana proses penyelenggaraan Musyawarah Desa? 4. Apa saja materi yang dibahas dalam Musyawarah Desa? 5. Sejauh ini apakah peserta Musyawarah Desa berdaulat dalam mengemukan pendapatnya? 6. Bagaimana mekanisme pengambilan keputusan dalam Musyawarah Desa? Lembar Kerja Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 71

84 SPB 3.3 Rencana Pembelajaran Prinsip-Prinsip Tata Kelola Desa Tujuan Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat: 1. Menjelaskan prinsip-prinsip tata kelola Desa (partisipatif, transparansi, dan akuntabilitas); 2. Menjelaskan pengertian prinsip-prinsip partisipatif, transparansi dan akuntabilitas; 3. Menjelaskan cara mewujudkan prinsip-prinsip partisipatif, transparansi dan akuntabilitas. Waktu 60 Menit Metode Curah Pendapat, Diskusi Kelompok, Penugasan Perorangan dan Presentasi Media Bahan Bacaan dan Lembar Tayang Alat Bantu Flipt Chart, Spidol, Laptop dan Infocus Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 72

85 Proses Penyajian Kegiatan 5: Pembukaan 11. Bukalah pertemuan dengan menjelaskan tujuan yang akan dicapai dalam sesi belajar bersama ini. Kegiatan 6: Identifikasi Prinsip (Curah Pendapat) 12. Bagikan metaplan kepada setiap peserta; 13. Minta setiap peserta menuliskan prinsip-prinsip tata kelola Desa; 14. Sepakati prinsip-prinsip tata kelola Desa. Kegiatan 7: Memahami Prinsip-prinsip (Kerja Kelompok) 15. Bagi peserta menjadi 4 kelompok; 16. Minta setiap kelompok mengerjakan Lembar Kerja 3.3.1; 17. Minta salah satu kelompok mempresentasikan hasil diskusinya dan minta kelompok yang lain mengkritisi serta melengkapi; 18. Berikan penegasan. Gunakan Media Fasilitasi Kegiatan 8: Menutup Sesi Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 73

86 Prinsip-Prinsip Tata Kelola Desa (Lembar Kerja Kelompok) No. Pertanyaan Uraian 1. Apa yang dimaksud dengan partisipatif? 2. Apa yang dimaksud dengan transparansi? 3. Apa yang dimaksud dengan akuntabilitas? 4. Bagaimana mewujudkan prinsipprinsip partisipatif, transparansi, dan akuntabilitas di Desa? 5. Kendala apa saja yang dihadapi dalam mewujudkan prinsip-prinsip partisipatif, transparansi dan akuntabilitas di Desa? Lembar Kerja Media Fasilitasi Prinsip-Prinsip Tata Kelola Desa Asas Perwujudannya Mengapa Penting? Transparan Memudahkan akses publik terhadap informasi Penyebartahuan informasi terkait Pengelolaan Keuangan Desa Akuntabel Laporan Pertanggungjawaban Informasi kepada publik Memenuhi hak masyarakat Menghindari konflik Mendapatkan legitimasi masyarakat Mendpatkan kepercayaan publik Partisipatif Keterlibatan efektif masyarakat Membuka ruang bagi peran serta masyarakat Memenuhi hak masyarakat Menumbuhkan rasa memiliki Meningatkan keswadayaan masyarakat Tertib dan Disiplin Anggaran Taat hokum Tepat waktu, tepat jumlah Sesuai prosedur Menghindari penyimpangan Meningkatkan prefesionalitas Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 74

87 PB 3 Bahan Bacaan Tata Kelola Desa Bahan Bacaan 1 MUSYAWARAH DESA PENGERTIAN MUSYAWARAH DESA Istilah musyawarah berasal dari kata syawara yaitu berasal dari Bahasa Arab yang berarti berunding, urun rembuk atau mengatakan dan mengajukan sesuatu. Istilah lain dalam tata Negara Indonesia dan kehidupan modern tentang musyawarah dikenal dengan sebutan syuro, rembug desa, kerapatan nagari bahkan demokrasi. Kata Musyawarah menurut bahasa berarti "berunding" dan "berembuk". Pengertian musyarawarah menurut istilah adalah perundingan bersama antara dua orang atau lebih untuk mendapatkan keputusan yang terbaik. Musyawarah adalah pengambilan keputusan bersama yang telah disepakati dalam memecahkan suatu masalah. Cara pengambilan keputusan bersama dibuat apabila keputusan tersebut menyangkut kepentingan orang banyak atau masyarakat luas. Di bawah ini dirangkum beberapa pengertian musyawarah dari berbagai pandangan ahli dan literatur, diantaranya: 1. Musyawarah adalah suatu upaya bersama dengan sikap rendah hati untuk memecahkan persoalan (mencari jalan keluar) guna mengambil keputusan bersama dalam penyelesaian atau pemecahan masalah yang menyangkut urusan keduniawian. 2. Musyawarah merupakan suatu tindakan yang dilakukan oleh sekelompok orang untuk membahas suatu masalah dengan tujuan agar mendapatkan solusi. Musyawarah merupakan sebuah sistem pengambilan keputusan yang melibatkan dua orang atau lebih dengan menyajikan kepentingankepentingan sehingga dapat tercipta suatu keputusan yang disepakati bersama. 3. Musyawarah merupakan sebuah upaya yang dilakukan untuk memecahkan suatu masalah atau persoalan atau dengan kata lain sebuah upaya untuk mencari jalan keluar guna mengambil keputusan bersama dalam menyelesaikan suatu masalah yang melibatkan dua orang atau lebih. Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 75

88 4. Musyawarah adalah pembahasan untuk menyatukan pendapat dalam penyelesaian suatu masalah yang menyangkut kepentingan bersama. 5. Musyawarah merupakan membicarakan dan menyelesaikan bersama suatu persoalan dan maksud untuk mencapai kata mufakat atau kesepakatan. Musyawarah Desa merupakan forum tertinggi di Desa yang berfungsi untuk mengambil keputusan atas hal-hal yang bersifat strategis. Menempatkan Musyawarah Desa sebagai bagian dari kerangka kerja demokratisasi dimaksudkan untuk mengedepankan Musyawarah Desa yang menjadi mekanisme utama pengambilan keputusan Desa. Dengan demikian, perhatian khusus terhadap Musyawarah Desa merupakan bagian integral terhadap kerangka kerja demokratisasi Desa. Dalam Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa mendefinisikan musyawarah Desa atau yang disebut dengan nama lain adalah musyawarah antara BPD, Pemerintah Desa, dan unsur masyarakat yang diselenggarakan oleh Badan Permusyawaratan Desa untuk menyepakati hal yang bersifat strategis. DASAR PEMIKIRAN MUSYAWARAH DESA Musyawarah desa merupakan institusi dan proses demokrasi deliberatif yang berbasis desa. Secara historis musyawarah desa merupakan tradisi masyarakat lokal Indonesia. Salah satu model musyawarah desa yang telah lama hidup dan dikenal di tengahtengah masyarakat desa adalah Rapat Desa (rembug Desa) yang ada di Jawa. Dalam tradisi rapat desa selalu diusahakan untuk tetap memperhatikan setiap aspirasi dan kepentingan warga sehingga usulan masyarakat dapat terakomodasi dan memperkecil munculnya konflik di masyarakat. Beberapa pembelajaran dari pelaksanaan musyawarah dibeberapa tempat seperti Kerapatan Adat Nagari di Sumatera Barat, Saniri di Maluku, Gawe rapah di Lombok, Kombongan di Toraja, Paruman di Bali. Menunjukkan tradisi musyawarah masa lalu cenderung elitis, bias gender dan tidak melibatkan kaum miskin dan kelompk rentan lainnya. Dasar pemikiran perlunya sebuah musyawarah desa, diantaranya: (1) Mengacu pada peraturan perundang-undangan yang berlaku, bahwa bangsa Indonesia mengedepankan hikmah dan kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan; (2) Pengambilan keputusan berdasarkan kebutuhan dan kepentingan bersama; (3) Cara mengemukakan pendapat harus berdasarkan akal sehat dan hati nurani, serta selalu mengutamakan persatuan dan kekeluargaan; (4) Keputusan yang diambil harus dapat dipertanggungjawabkan secara moral kepada Tuhan dan menjunjung tinggi nilai kemanusiaan dan keadilan; (5) Keputusan yang telah diambil harus dilaksanakan secara jujur dan bertanggung jawab oleh semua pemangku kepentingan. TUJUAN MUSWARAH DESA Musyawarah desa dilaksanakan untuk membuka kebekuan atau kesulitan dalam pengambilan keputusan dan memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 76

89 melihat sebuah persoalan pembangunan dari berbagai sudut pandang. Melalui musyawarah desa, keputusan yang dihasilkan sesuai dengan standar dan persepsi seluruh peserta. Keputusan yang diperoleh dengan musyawarah akan lebih berbobot karena di dalamnya terdapat pendapat, pemikiran dan ilmu dari para peserta. Musyawarah desa dilakukan untuk memperoleh kesepakatan bersama sehingga keputusan yang akhirnya diambil bisa diterima dan dijalankan oleh semua peserta dengan penuh rasa tanggung jawab. Dengan demikian, pemaksanaan desa sebagai self governing community (SGC) direpresentasikan oleh Musyawarah Desa. PRINSIP-PRINSIP MUSWARAH DESA Partisipatif. Partisipasi berarti keikutsertaan masyarakat Desa dalam setiap kegiatan dan pengambilan keputusan strategis Desa. Partisipasi dilaksanakan tanpa memandang perbedaan gender (laki-laki/perempuan), tingkat ekonomi (miskin/kaya), status sosial (tokoh/orang biasa), dan seterusnya. Dalam Musyawarah Desa, pelaksanaan partisipasi tersebut dijamin sampai dalam tingkat yang sangat teknis. Dalam Pasal 3 ayat (3) huruf e Permendesa PDTT No. 2 Tahun 2015, diatur bahwa setip unsur masyarakat berhak menerima pengayoman dan perlindungan dari gangguan, ancaman dan tekanan selama berlangsungnya musyawarah Desa (Pasal 3 ayat (3) huruf e Permendesa PDTT No. 2 tahun 2015). Demokratis. Setiap warga masyarakat berhak untuk terlibat dalam proses pengambilan keputusan Musyawarah Desa. Masyarakat diberikan kesempatan sesuai hak dan kewajibannya untuk menyatakan pandangan, gagasan, pendapat dan sarannya terkait pembahasan hal-hal yang bersifat startegis di desa. Musyawarah desa merupakan representasi keterwakilan masyarakat dalam penentuan kebijakan pembangunan di desa. Musyawarah mendorong kerjasama, kolektivitas, kelembagaan dan hubungan sosial yang lebih harmonis. Transparan. Proses Musyawarah Desa berlangsung sebagai kegiatan yang berlangsung demi kepentingan masyarakat Desa. Sebab itu masyarakat Desa harus mengetahui apa yang tengah berlangsung dalam proses pengambilan keputusan di desa. Prinsip transparan berarti tidak ada yang disembunyikan dari masyarakat Desa, kemudahan dalam mengakses informasi, memberikan informasi secara benar dan baik dalam hal materi permusyawaratan. Akuntabel. Dalam setiap tahapan kegiatan Musyawarah Desa yang dilaksanakan harus dikelola secara benar dan dapat dipertanggung jawabkan kepada masyarakat atau pemangku kepentingan baik secara moral, teknis, administratif dan sesuai dengan peraturan dan ketentuan yang berlaku atau yang disepakati bersama oleh masyarakat, pemerintah desa dan Badan Permusyawaratan Desa. HAK DAN KEWAJIBAN MASYARAKAT Hak masyarakat dalam penyelenggaraan Musyawarah Desa diantaranya mendapatkan informasi secara lengkap dan benar tentang hal-hal bersifat strategis, pengawasan dan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 77

90 perlakuan yang sama dalam menyampaikan aspirasi. Kewajiban masyarakat mendorong swadaya gotong-royong dalam penyusunan kebijakan publik melalui Musyawarah Desa. Mendorong terciptanya situasi yang aman, nyaman, dan tenteram selama proses berlangsungnya Musyawarah Desa. Melaksanakan komitmen hasil dari musyawarah. Secara ringkas dapat digambarkan pada bagan berikut: a. Karakteristik Musyawarah Desa Musyawarah Desa mempunyai empat karakteristik, yaitu: Pertama, Musyawarah Desa sebagai wadah demokrasi asosiatif. Artinya seluruh elemen desa merupakan asosiasi yang berdasar pada asas kebersamaan, kekeluargaan dan gotongroyong. Mereka membangun aksi kolektif untuk kepentingan desa. Kekuatan asosiatif ini juga bisa hadir sebagai masyarakat sipil yang berhadapan dengan negara dan modal. Kedua, Musyawarah Desa sebagai wadah demokrasi inklusif atau demokrasi untuk semua. Berbagai elemen desa tanpa membedakan agama, suku, aliran, golongan, kelompok maupun kelas duduk bersama dalam pembahasan hal-hal startegis di desa. Ketiga, Musyawarah Desa sebagai wadah demokrasi deliberatif. Artinya Musyawarah Desa menjadi tempat untuk tukar informasi, komunikasi, diskusi atau musyawarah untuk mufakat mencari kebaikan bersama. Keempat, Musyawarah Desa mempunyai fungsi demokrasi protektif. Artinya Musyawarah Desa dapat menyeimbangkan kedudukan desa dari intervensi negara, modal atau pihak lain yang merugikan desa dan masyarakat. b. Manfaat Musyawarah Desa Berikut diuraikan beberapa manfaat musyawarah desa, diantaranya: 1. Melatih untuk menyuarakan pendapat (ide) Setiap orang pasti memiliki ide atau gagasan yang dapat diungkapkan dalam memecahkan suatu permasalahan yang sedang dibahas. Dengan mengikuti musyawarah, seseorang diberikan ruang untuk melatih mengutarakan pendapat yang nantinya akan dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam mencari jalan keluar. 2. Masalah dapat segera terpecahkan Musyawarah merupakan cara yang umum digunakan untuk memecahkan masalah yang dihadapi. Melalui musyawarah diperoleh beberapa alternatif dalam menyelesai-kan suatu permasalahan yang menyangkut kepentingan bersama. Pendapat yang berbeda dari orang lain mungkin akan lebih baik dari pendapat kita sendiri. Oleh karena itu. sangat penting untuk mengadakan dengar pendapat dengan orang lain. Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 78

91 3. Keputusan yang diambil memiliki nilai keadilan Musyawarah Desa merupakan proses dengar pendapat yang nantinya keputusan yang diambil adalah merupakan kesepakatan bersama antar sesama peserta. Kesepakatan yang diambil tentunya tidak mengandung unsur paksaan di dalamnya. Sehingga semua peserta dapat melaksanakan hasil keputusan tersebut dengan penuh tanggung jawab dan tanpa ada unsur pemaksaan. 4. Hasil keputusan yang diambil dapat menguntungkan semua pihak Keputusan yang diambil dalam suatu Musyawarah Desa tidak boleh merugikan salah satu pihak atau peserta dalam musyawarah. Agar nantinya hasil yang diputuskan tersebut dapat diterima dan dilaksanakan oleh seluruh peserta dengan penuh keikhlasan. 5. Dapat menyatukan pendapat yang berbeda Dalam sebuah Musyawarah Desa tentu akan ditemui beberapa pendapat yang berbeda dalam menyelesaikan suatu masalah yang menyangkut kepentingan bersama. Disitulah letak keindahan dari musyawarah. Nantinya pendapat-pendapat tersebut akan di kumpulkan dan ditelaah secara bersama-sama baik dan buruknya, sehingga diakhir Musyawarah Desa akan terpilih satu dari sekian pendapat yang berbeda tersebut, sebagai hasil keputusan bersama yang diambil untuk menyelesaikan masalah yang sedang terjadi yang tentunya menyangkut kepentingan bersama. 6. Adanya kebersamaan Dalam Musyawarah Desa, setiap orang bisa bertemu dengan beberapa karakter yang berbeda dari peserta. Di dalamnya bisa bersilaturahmi dan mempererat hubungan tali persaudaraan antar sesama peserta. 7. Dapat mengambil kesimpulan yang benar Hasil keputusan akhir yang diambil dalam Musyawarah Desa merupakan keputusan seluruh pemangku kepentingan bukan menjadi milik elit atau kelompok saja. Keptutusan Musyawarah Desa bersifat final, benar, sah dan mengikat. Hasil keputusan itu harus dilaksanakan dengan sebaik-baiknya oleh setiap pesertanya. 8. Mencari kebenaran dan menjaga diri dari kekeliruan Melalui mekanisme Musyawarah Desa yang benar dapat menemukan kebenaran atas pangkal masalah yang menyangkut kepentingan bersama. Seluruh elemen masyarakat yang hadir bisa mendengarkan berbagai penjelasan dari peserta lainnya, yang nantinya akan menghindarkan dari berprasangka atau mendugaduga. Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 79

92 9. Menghindari celaan Dengan penyelenggaraan Musyawarah Desa, tentunya setiap pemangku kepentingan akan terhindar dari berbagai macam anggapan dan celaan orang lain. 10. Menciptakan stabilitas emosi Secara psikologis Musyawarah Desa dapat memberikan bantuan mempermudah pengendalian diri bagi pihak-pihak yang berkepentingan serta menemukan pendapat yang berbeda dari berbagai pihak. Dengan demikian melatih masyarakat untuk mampu menahan emosi dengan menghargai setiap pendapat yang telah disampaikan peserta. Pertemuan atau musyawarah dapat membangun stabilitas emosi yang baik antar sesama komponen masyarakat. Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 80

93 PB 3 Bahan Bacaan Tata Kelola Desa Bahan Bacaan 2 TATA TERTIB MUSYAWARAH DESA Dalam melaksanakan ketentuan Pasal 80 ayat (5) Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, pemerintah telah menetapkan Peraturan Menteri Desa dan DTT No 2 Tahun 2015 tentang Pedoman Penyusunan Tata Tertib dan Mekanisme Pengambilan Keputusan Musyawarah Desa. Dalam peraturan ini diatur mekanisme Musyawarah Desa yang akan memandu seluruh pemangku kepentingan dalam menyelesaikan permasalahan yang dihadapi melalui musyawarah dan kesepakatan bersama. Beberapa unsur-unsur pokok yang perlu diperhatikan dalam Musyawarah Desa, yaitu peserta, undangan dan pendamping. Digambarkan sebagai berikut: Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 81

94 Pimpinan Musyawarah Pimpinan Musyawarah Desa menjaga agar permusyawaratan Desa berjalan sesuai dengan ketentuan dalam peraturan tentang Tata Tertib Musyawarah Desa. Berikut beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh pimpinan Musayawarah: (1) Pimpinan Musyawarah Desa hanya berbicara selaku pimpinan musyawarah untuk menjelaskan masalah yang menjadi pembicaraan, menunjukkan duduk persoalan yang sebenarnya, mengembalikan pembicaraan kepada pokok persoalan, dan menyimpulkan pembicaraan peserta musyawarah; (2) Jika Pimpinan Musyawarah Desa hendak berbicara selaku peserta musyawarah, untuk sementara pimpinan musyawarah diserahkan kepada wakil ketua atau anggota Badan Permusyawaratan Desa; (3) Pimpinan yang hendak berbicara selaku peserta Musyawarah Desa disarankan untuk berpindah dari tempat pimpinan ke tempat peserta musyawarah; (4) Pimpinan Musyawarah Desa dapat memperpanjang dan menentukan lamanya perpanjangan waktu peserta yang berbicara; (5) Pimpinan Musyawarah Desa memperingatkan dan meminta peserta yang berbicara untuk mengakhiri pembicaraan apabila melampaui batas waktu yang telah ditentukan; (6) Pimpinan Musyawarah Desa tidak dapat memberikan kesempatan kepada peserta musyawarah yang melakukan interupsi untuk meminta penjelasan tentang duduk persoalan sebenarnya mengenai hal stratgeis yang sedang dibicarakan; (7) Peserta musyawarah yang sependapat dan/atau berkeberatan dengan pendapat pembicara yang sedang menyampaikan aspirasinya dapat mengajukan setelah diberi kesempatan oleh pimpinan Musyawarah Desa. (8) Pimpinan Musyawarah Desa harus memberikan kesempatan berbicara kepada pihak yang sependapat maupun pihak yang berkeberatan; Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 82

95 (9) Peserta Musyawarah Desa tidak boleh diganggu selama berbicara menyampaikan aspirasi. Pendamping Desa Pimpinan Musyawarah Desa dapat meminta pendamping Desa yang berasal dari satuan kerja prangkat daerah kabupaten/kota, pendamping profesional dan/atau pihak ketiga untuk membantu memfasilitasi jalannya Musyawarah Desa. Pendamping Desa tidak memiliki hak untuk berbicara yang bersifat memutuskan sebuah kebijakan publik terkait hal strategis yang sedang dimusyawarahkan. Pendamping Desa melakukan tugas sebagai berikut: (1) Memberikan informasi yang benar dan lengkap tentang pokok pembicaraan; (2) Mengklarifikasi arah pembicaraan dalam musyawarah desa yang sudah menyimpang dari pokok pembicaraan; (3) Membantu mencarikan jalan keluar; dan (4) Mencegah terjadinya konflik dan pertentangan antarpeserta yang dapat berakibat pada tindakan melawan hukum. Undangan, Peninjau dan Wartawan Undangan Musyawarah Desa terdiri dari: (1) Mereka yang bukan warga Desa yang hadir dalam Musyawarah Desa atas undangan Ketua Badan Permusyawaratan Desa; dan (2) Anggota masyarakat Desa yang hadir dalam Musyawarah Desa atas undangan tidak resmi tetapi tidak mendaftar diri kepada panitia. Undangan dapat berbicara dalam Musyawarah Desa atas persetujuan pimpinan Musyawarah Desa, tetapi tidak mempunyai hak suara dalam pengambilan keputusan Musyawarah Desa. Undangan disediakan tempat tersendiri. Undangan harus menaati tata tertib Musyawarah Desa. Peninjau dan wartawan adalah mereka yang hadir dalam Musyawarah Desa tanpa undangan Ketua Badan Permusyawaratan Desa. Beberapa ketentuan yang perlu diperhatikan sebagai peninjau Musyawarah Desa, diantaranya: (1) Peninjau dan wartawan tidak mempunyai hak suara, hak bicara, dan tidak boleh menyatakan sesuatu, baik dengan perkataan maupun perbuatan; (2) Peninjau dan wartawan mendaftarkan kehadiran dalam Musyawarah Desa melalui panitia Musyawarah Desa; (3) Peninjau dan wartawan membawa bukti pendaftaran kehadiran dalam Musyawarah Desa; (4) Peninjau menempati tempat yang sama dengan undangan; Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 83

96 (5) Wartawan menempati tempat yang disediakan. Peninjau dan wartawan harus menaati tata tertib Musyawarah Desa. Pengaturan Pembicaraan Pembicara dalam mengajukan aspirasinya tidak boleh menyimpang dari pokok pembicaraan tentang hal yang bersifat strategis. Apabila peserta menurut pendapat pimpinan Musyawarah Desa menyimpang dari pokok pembicaraan, kepada yang bersangkutan oleh pimpinan Musyawarah Desa diberi peringatan dan diminta supaya pembicara kembali kepada pokok pembicaraan. (1) Pimpinan Musyawarah Desa memperingatkan pembicara yang menggunakan kata yang tidak layak, melakukan perbuatan yang mengganggu ketertiban acara musyawarah, atau menganjurkan peserta lain untuk melakukan perbuatan yang bertentangan dengan hukum. (2) Pimpinan Musyawarah Desa meminta agar yang bersangkutan menghentikan perbuatan dan/atau memberikan kesempatan kepadanya untuk menarik kembali kata yang tidak layak dan menghentikan perbuatannya. (3) Dalam hal pembicara memenuhi permintaan pimpinan Musyawarah Desa, kata yang tidak layak dianggap tidak pernah diucapkan dan tidak dimuat dalam risalah atau catatan Musyawarah Desa. Dalam hal pembicara tidak memenuhi, pimpinan Musyawarah Desa melarang pembicara meneruskan pembicaraan dan perbuatannya. (4) Dalam hal larangan masih juga tidak diindahkan oleh pembicara, pimpinan Musyawarah Desa meminta kepada yang bersangkutan meninggalkan Musyawarah Desa. Bila tidak mengindahkan permintaan, pembicara tersebut dikeluarkan dengan paksa dari ruang Musyawarah Desa atas perintah pimpinan Musyawarah Desa. Pelanggaran Tata Tertib Musyawarah Pimpinan Musyawarah Desa menjaga agar ketentuan tata tertib musyawarah tetap dipatuhi oleh undangan, peninjau dan wartawan. Pimpinan Musyawarah Desa dapat meminta agar undangan, peninjau, dan/atau wartawan yang mengganggu ketertiban Musyawarah Desa meninggalkan ruang musyawarah dan apabila permintaan itu tidak diindahkan, yang bersangkutan dikeluarkan dengan paksa dari ruang musyawarah atas perintah pimpinan Musyawarah Desa. Menutup dan Menunda Musyawarah Pimpinan Musyawarah Desa dapat menutup atau menunda acara musyawarah apabila terjadi peristiwa yang tidak diduga dan dapat mengganggu kelancaran musyawarah. Lamanya penundaan acara musyawarah tidak boleh lebih dari 24 (dua puluh empat) jam. Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 84

97 (1) Pimpinan Musyawarah Desa dapat menutup atau menunda Musyawarah Desa apabila berpendapat bahwa acara Musyawarah Desa tidak mungkin dilanjutkan karena terjadi peristiwa yang yang mengganggu ketertiban Musyawarah Desa atau perbuatan yang menganjurkan peserta Musyawarah Desa untuk melakukan tindakan yang bertentangan dengan hukum (2) Dalam hal kejadian luar biasa, Pimpinan Musyawarah Desa dapat menutup atau menunda acara Musyawarah Desa yang sedang berlangsung dengan meminta persetujuan dari peserta Musyawarah Desa; (3) Lama penundaan Musyawarah Desa, tidak boleh lebih dari 24 (dua puluh empat) jam. Risalah, Catatan dan Laporan Singkat Sekretaris Musyawarah Desa bertugas untuk menyusun risalah, catatan dan laporan singkat Musyawarah Desa. Sekretaris Musyawarah Desa menyusun risalah untuk dibagikan kepada peserta dan pihak yang bersangkutan setelah acara Musyawarah Desa selesai. Risalah Musyawarah Desa secara terbuka dapat dipublikasikan melalui media komunikasi yang ada di desa agar diketahui oleh seluruh masyarakat desa. Risalah adalah catatan Musyawarah Desa yang dibuat secara lengkap dan berisi seluruh jalannya pembicaraan yang dilakukan dalam pembahasan serta dilengkapi dengan catatan tentang: (1) Hal-hal strategis yang dibahas; (2) Hari dan tanggal musyawarah desa; (3) Tempat musyawarah desa; (4) Acara musyawarah desa; (5) Waktu pembukaan dan penutupan musyawarah desa; (6) Pimpinan dan sekretaris musyawarah desa; (7) Jumlah dan nama peserta musyawarah desa yang menandatangani daftar hadir; dan (8) Undangan yang hadir. Catatan (notulensi) adalah catatan yang memuat pokok pembicaraan, kesimpulan, dan/atau keputusan yang dihasilkan dalam Musyawarah Desa serta dilengkapi dengan risalah musyawarah. Laporan singkat memuat kesimpulan dan/atau keputusan Musyawarah Desa. Sekretaris Musyawarah Desa dengan dibantu tim perumus menyusun catatan (notulensi). Laporan singkat yang ditandangani pimpinan atau sekretaris atas nama pimpinan Musyawarah Desa yang bersangkutan. Tim perumus berasal dari peserta Musyawarah Desa yang dipilih dan disepakati dalam Musyawarah Desa. Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 85

98 Penutupan Acara Musyawarah Desa Pimpinan Musyawarah Desa menutup rangkaian acara Musyawarah Desa. Penutupan dilakukan oleh pimpinan sidang dengan terlebih dahulu dilakukan penyampaian catatan sementara dan laporan singkat hasil Musyawarah Desa. Sekretaris Musyawarah Desa menyampaikan catatan sementara dan laporan singkat hasil Musyawarah Desa. Apabila seluruh peserta atau sebagian besar peserta yang hadir dalam Musyawarah Desa menyepakati catatan sementara dan laporan singkat, catatan sementara diubah menjadi catatan tetap dan laporan singkat ditetapkan sebagai hasil Musyawarah Desa. Catatan tetap dan laporan singkat ditandatangani oleh pimpinan Musyawarah Desa, sekretaris Musyawarah Desa, Kepala Desa, dan salah seorang wakil peserta Musyawarah Desa. Selanjutnya jika sudah dicapai keputusan Musyawarah Desa, pimpinan Musyawarah Desa menutup secara resmi acara Musyawarah Desa. Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 86

99 PB 3 Bahan Bacaan Tata Kelola Desa Bahan Bacaan 3 MEKANISME PENGAMBILAN KEPUTUSAN MUSYAWARAH DESA Dalam Permendesa No. 2/2015 tentang Tata Tertib dan Mekanisme Pengambilan Keputusan Musyawarah Desa Pasal Pengambilan keputusan dalam Musyawarah Desa pada dasarnya dilakukan dengan cara musyawarah untuk mufakat. Dalam hal cara pengambilan keputusan tidak terpenuhi, keputusan diambil berdasarkan suara terbanyak. a. Keputusan Berdasarkan Mufakat Pengambilan keputusan berdasarkan mufakat dilakukan setelah peserta yang hadir diberikan kesempatan untuk mengemukakan gagasan, pendapat dan saran, kemudian dipandang cukup untuk diterima oleh seluruh peserta musyawarah. Gagasan, pendapat dan pemikiran tersebut memberikan sumbangan berarti dalam merumuskan kesepakatan yang bersifat strategis yang sedang dimusyawarahkan. Untuk dapat mengambil keputusan, pimpinan Musyawarah Desa berhak untuk menyiapkan rancangan keputusan yang mencerminkan pendapat dalam Musyawarah Desa. Keputusan berdasarkan mufakat adalah sah apabila diambil dalam Musyawarah Desa yang dihadiri oleh peserta sejumlah 2/3 dari jumlah undangan yang telah ditetapkan sebagai peserta Musyawarah Desa dan/atau disetujui oleh semua peserta yang hadir.keputusan berdasarkan mufakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah sah apabila ditetapkan penyelenggaraan Musyawarah Desa setelah dilakukan penundaan, dan disetujui oleh semua peserta yang hadir. b. Keputusan Berdasarkan Suara Terbanyak Keputusan berdasarkan suara terbanyak diambil apabila keputusan berdasarkan mufakat sudah tidak terpenuhi karena adanya pendirian sebagian peserta Musyawarah Desa yang tidak dapat dipertemukan lagi dengan pendirian peserta Musyawarah Desa yang lain. Pengambilan suara terbanyak dapat dilakukan dengan syarat sebagai berikut: (1) Pengambilan keputusan berdasarkan suara terbanyak dilakukan secara terbuka atau secara rahasia; (2) Pengambilan keputusan berdasarkan suara terbanyak apabila Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 87

100 menyangkut kebijakan; (3) Pengambilan keputusan berdasarkan suara terbanyak secara rahasia dilakukan apabila menyangkut orang atau masalah lain yang ditentukan dalam Musyawarah Desa. c. Pemungutan Suara Keputusan berdasarkan suara terbanyak adalah sah apabila diambil dalam Musyawarah Desa dihadiri dan disetujui oleh separuh ditambah 1 (satu) orang dari jumlah peserta yang hadir. Jika dalam keputusan tidak tercapai dengan 1 (satu) kali pemungutan suara, diupayakan agar ditemukan jalan keluar yang disepakati atau dapat dilakukan pemungutan suara secara berjenjang. Pemungutan suara secara berjenjang, dilakukan untuk memperoleh 2 (dua) pilihan berdasarkan peringkat jumlah perolehan suara terbanyak. (1) Pemberian suara secara terbuka untuk menyatakan setuju, menolak, atau tidak menyatakan pilihan (abstain) dilakukan oleh peserta Musyawarah Desa yang hadir dengan cara lisan, mengangkat tangan, berdiri, tertulis, atau dengan cara lain yang disepakati oleh peserta Musyawarah Desa; (2) Penghitungan suara dilakukan dengan menghitung secara langsung tiap-tiap peserta Musyawarah Desa; (3) Peserta Musyawarah Desa yang meninggalkan acara dianggap telah hadir dan tidak mempengaruhi sahnya keputusan; (4) Dalam hal hasil pemungutan suara tidak memenuhi, dilakukan pemungutan suara ulangan yang pelaksanaannya ditangguhkan sampai Musyawarah Desa berikutnya dengan tenggang waktu tidak lebih dari 24 (dua puluh empat) jam; (5) Dalam hal hasil pemungutan suara ulangan ternyata tidak juga memenuhi ketentuan, pemungutan suara menjadi batal. Pemberian suara secara rahasia dilakukan dengan tertulis, tanpa mencantumkan nama, tanda tangan pemberi suara, atau tanda lain yang dapat menghilangkan sifat kerahasiaan. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pemungutan suara secara rahasia, yaitu: (1) Pemberian suara secara rahasia dapat juga dilakukan dengan cara lain yang tetap menjamin sifat kerahasiaan. (2) Dalam hal hasil pemungutan suara tidak memenuhi ketentuan, pemungutan suara diulang sekali lagi dalam musyawarah saat itu juga. (3) Dalam hal hasil pemungutan suara ulang, tidak juga memenuhi ketentuan, pemungutan suara secara rahasia. d. Berita Acara Penetapan Keputusan Setiap keputusan Musyawarah Desa, baik berdasarkan musyawarah untuk mencapai mufakat maupun berdasarkan suara terbanyak bersifat mengikat bagi semua pihak yang terkait dalam pengambilan keputusan. Hasil keputusan Musyawarah Desa dituangkan dalam Berita Acara yang ditandatangani oleh Ketua Badan Permusyawaratan Desa, Kepala Desa dan salah seorang perwakilan peserta Musyawarah Desa. Berita acara dilampiri catatan tetap dan laporan singkat. Apabila dalam pembuatan berita acara kesepakatan Ketua Badan Permusyawaratan Desa berhalangan hadir, maka sebagai pimpinan Musyawarah Desa yang menandatangi Berita Acara. Demikian halnya, jika Kepala Desa berhalangan hadir dalam Musyawarah Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 88

101 Desa, Berita Acara ditandatangani oleh yang mewakili Kepala Desa yang ditunjuk secara tertulis oleh Kepala Desa. e. Tindak Lanjut Keputusan Musyawarah Desa Setelah Berita Acara dan keputusan ditetapkan, langkah selanjutnya menindaklanjti hasil keputusan sebagau bentuk komitmen bersama atas kesepakatan yang dibuat. Hasil Musyawarah Desa dalam bentuk kesepakatan yang dituangkan dalam keputusan hasil musyawarah dijadikan dasar oleh Badan Permusyawaratan Desa dan Pemerintah Desa dalam menetapkan kebijakan Pemerintahan Desa. Kebijakan Pemerintah Desa disusun berupa Peraturan Desa yang disusun oleh Kepala Desa bersama Badan Permusyawaratan Desa. Badan Permusyawaratan Desa harus menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat desa dalam rangka memastikan keputusan hasil Musyawarah Desa menjadi dasar dalam penyusunan Peraturan Desa. Dimana, kedua kelembagaan berwenang dalam menyusun Peraturan Desa dan harus memastikan keputusan hasil Musyawarah Desa menjadi dasar dalam penyusunan Peraturan Desa. Mekanisme penyusunan Peraturan Desa diuraikan sebagai berikut: (1) Rancangan peraturan Desa diprakarsai oleh Pemerintah Desa, dan badan Permusyawaratan Desa dapat mengusulkan rancangan peraturan Desa kepada pemerintah desa; (2) Rancangan peraturan Desa wajib dikonsultasikan kepada masyarakat Desa untuk mendapatkan masukan; (3) Rancangan peraturan Desa ditetapkan oleh kepala Desa setelah dibahas dan disepakati bersama Badan Permusyawaratan Desa; (4) Rancangan peraturan Desa yang telah disepakati bersama disampaikan oleh pimpinan Badan Permusyawaratan Desa kepada kepala Desa untuk ditetapkan menjadi peraturan Desa paling lambat 7 (tujuh) hari terhitung sejak tanggal kesepakatan; (5) Rancangan peraturan Desa wajib ditetapkan oleh kepala Desa dengan membubuhkan tanda tangan paling lambat 15 (lima belas) Hari terhitung sejak diterimanya rancangan peraturan Desa dari pimpinan Badan Permusyawaratan Desa; (6) Peraturan Desa dinyatakan mulai berlaku dan mempunyai kekuatan hukum yang mengikat sejak diundangkan dalam lembaran Desa dan berita Desa oleh sekretaris Desa; (7) Peraturan Desa yang telah diundangkan disampaikan kepada bupati/walikota sebagai bahan pembinaan dan pengawasan paling lambat 7 (tujuh) Hari setelah diundangkan; (8) Peraturan Desa wajib disebarluaskan oleh Pemerintah Desa. f. Penyelesaian Perselisihan Seringkali dalam penyelesaian masalah tidak ditemukan titik temu atau kesepakatan para pihak meskipun sudah dilakukan pertemuan atau musyawarah secara intensif. Demikian halnya dalam Musyawarah Desa apabila terjadi perselisihan, maka perlu ditemukan jalan keluarnya dengan mengedepankan nilai-nilai atau semangat kebersamaan dan kekeluargaan. Apabila terjadi perselisihan di desa sebagai dampak dari adanya ketidaksepakatan antarpeserta Musyawarah Desa, penyelesaiannya difasilitasi dan diselesaikan oleh camat atau sebutan lain. Penyelesaian perselisihan bersifat final dan ditetapkan dalam berita acara yang ditandatangani oleh para pihak dan pejabat yang memfasilitasi penyelesaian perselisihan. Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 89

102 PB 3 Bahan Bacaan Tata Kelola Desa Bahan Bacaan 4 PANDUAN NOTULENSI MUSYAWARAH DESA Pengertian Dalam setiap Musyawarah Desa pimpinan harus membuat notulen hasil pembahasan untuk dicatat dan didokumentasikan mencatat dan mendokumentasikan setiap ide, gagasan, peristiwa dan catatan yang berkembang dalam pembahasan masalah. Notulen merupakan catatan singkat mengenai jalannya persidangan dalam Musyawarah Desa serta hal yang dibicarakan dan diputuskan. Seseorang yang ditunjuk untuk menjadi penulis risalah disebut notulis. Notulen musyawarah secara sederhana diartikan sebagai laporan atau pencatatan secara kata demi kata seluruh pembicaraan dalam musyawarah, tanpa menghilangkan atau menambahkan kata lain (kata dari notulis). Fungsi Notulen Fungsi notulen dalam Musyawarah Desa, yaitu: (1) Dokumen dan alat bukti; (2) Sumber informasi untuk peserta yang tidak hadir; (3) Pedoman untuk musyawarah berikutnya; (4) Alat pengingat untuk peserta musyawarah; (5) Alat untuk pertemuan semu. Karakteristik Notulen Notulen Musaywarah Desa yang baik harus memenuhi beberapa kriteria sebagai berikut: (1) Lengkap berisi semua informasi walaupun dalam penulisannya ringkas, tidak bertele-tele: (2) Bahasa notulen mudah dipahami peserta musyawarah; (3) Setiap pembicaraan ditulis secara terperinci dan satu sama lain saling terkait; (4) Dapat membantu pimpinan dalam pengambilan kebijakan dan keputusan; (5) Dapat dijadikan alat bukti, bila terjadi sesuatu permasalahan atau sebagai alat bukti di pengadilan dan lain-lain; (6) Dapat membantu mengingatkan kembali bagi pemangku kepentingan terkait bila memerlukan lagi notulen tersebut. Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 90

103 Persyaratan dan Kompetensi Notulis Menjadi seorang notulis yang handal diperlukan beberapa keahlian yang harus dimiliki, yaitu: (1) Mendengarkan dan menulis; (2) Memilah dan memilih hal yang penting dan yang tidak penting; (3) Konsentrasi yang tinggi; (4) Menulis cepat/stenografi/shorthand; (5) Bersikap objektif dan jujur; (6) Menguasai bahasa teknis atau baku; (7) Menguasai materi pembahasan; (8) Mengetahui dan memenuhi kebutuhan pembaca notulen; (9) Mengemukakan hasil mendengarkan dengan cepat, ringkas, dan tepat; (10) Menguasai metode pencatatan secara sistematis; (11) Menguasai metode pengolahan data; (12) Menguasai berbagai hal yang berkaitan dengan musyawarah; dan (13) Menyimpulkan hasil musyawarah. Kewenangan Notulis Seorang notulis dalam Musyawarah Desa memiliki hak dan kewajiban yang melekat dalam tugasnya agar menghasilkan catatan atau resume hasil musyawarah yang utuh dan baik. Berikut ini diuraikan beberapa keistimewaan yang harus diperoleh notulis. yaitu: (1) Notulis diberi informasi terkait latar belakang, tujuan musyawarah, pokok masalah dan jenis musyawarah sebelum dilaksanakan. Notulis harus mengetahui susunan acara termasuk pokok masalah atau materi yang akan dibahas oleh peserta agar dapat dipelajari sehingga memudahkan dalam menyusun notulen; (2) Notulis diberi dokumen atau makalah yang dibagikan kepada peserta musyawarah yang lain pada saat pelaksanaan musyawarah; (3) Notulis diperbolehkan untuk meminta agar peserta musyawarah menjelaskan atau menyempurnakan kesimpulan yang dikemukakan notulis; (4) Notulis mempunyai kesempatan untuk mengajukan pertanyaan pada saat musyawarah berlangsung; (5) Setiap sesi berakhir notulis mempunyai hak untuk memperoleh rangkuman dan kesimpulan musyawarah; (6) Agar dapat menyempurnakan notulennya, notulis berhak berbicara pada setiap sesi pembahasan; (7) Notulis duduk di sebelah pemimpin musyawarah, agar mudah berkomunikasi dan memperoleh informasi secara maksimal. Pemimpin musyawarah dapat menyampaikan bahasa isyarat. petunjuk. bisikan atau surat kecil; (8) Apabila musyawarah berlangsung terlalu lama, maka perlu disiapkan beberapa orang untuk menjadi notulis. Setiap acara berlangsung dua jam. Notulis digantikan dengan yang orang lain karena pekerjaan notulis membutuhkan konsentrasi yang tinggi dan melelahkan. Bahkan dalam musyawarah yang besar notulis diganti setiap setengah jam; (9) Ketika menyusun notulen, seorang notulis tidak boleh mengerjakan hal lain karena memerlukan konsentrasi yang penuh; (10) Jika musyawarah membutuhkan waktu pengkajian yang lebih lama dan berlangsung alot serta rumit, maka notulis berhak memperoleh keleluasaan untuk menyusun notulen akhir. Perbandingan waktu antara mengolah data dengan lamanya musyawarah yaitu 3:1. Artinya musyawarah berlangsung selama 1 jam, maka setelah musyawarah waktu yang dibutuhkan notulis untuk mengolah data hasil musyawarah ialah selama 3 jam. Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 91

104 Garis-Garis Besar Notulensi Musyawarah Isi notulen. Notulen hasil musyawarah yang baik adalah yang ringkas tetapi lengkap serta jelas. Notulen yang lengkap berisi hal-hal sebagai berikut: (1) Nama badan atau lembaga yang menyelenggarakan Musyawarah Desa; (2) Sifat musyawarah (rutin, biasa, luar biasa, tahunan, rahasia dan lain-lain); (3) Hari dan tanggal diselenggarakan Musyawatah Desa; (4) Tempat musyawarah; (5) Waktu mulai dan berakhirnya (kalau tidak pasti ditulis sampai dengan selesai); (6) Nama dan jabatan pimpinan musyawarah; (7) Daftar hadir peserta; (8) Koreksi dan perbaikan Musyawarah Desa yang terdahulu; (9) Catatan semua persoalan yang belum ada keputusan; (10) Usul-usul atau perbaikan; (11) Tanggal atau bulan kapan akan diadakan musyawarah kembali; (12) Penundaan musyawarah dan tanggal penundaan (bila perlu); (13) Tanda tangan notulis dan pimpinan musyawarah. Susunan Notulen Musyawarah Desa Notulen harus disusun secara berurutan sesuai dengan topik dan subtopik pembahasan agar tidak mudah bagi pembaca untuk mempelajari dan merangkai peristiwa. Berikut ini diuraikan susunan notulen musyawarah: (1) Nomor pertemuan (musyawarah) dan jenis musyawarah perlu disebutkan; (2) Jam dimulai pertemuan harus disebutkan demikian waktu berakhirnya, Apabila belum pasti selesainya, maka ditulis mulai pukul 8.00 sampai selesai; (3) Daftar hadir semua ditandatangani oleh peserta dan harus dilampirkan pada notulen; (4) Meskipun notulen ditulis secara ringkas, tetapi setiap pembicaraan harus disebutkan namanya; (5) Nama pendukung, terutama yang tidak disetujui jangan dituliskan, lebih baik ditulis; (6) Setelah musyawarah selesai notulis mengoreksi kembali setiap catatan penting dan menyalin kembali atau di ketik dan disimpan dalam penyimpanan, dan ditandatangani oleh notulis serta Ketua; (7) Bila perlu digandakan untuk dibagikan pada yang tidak hadir pada waktu musyawarah, atau dibagikan pada waktu musyawarah berikutnya. Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 92

105 Pokok Bahasan 4 PEMBANGUNAN DESA Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 93

106 Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 94

107 SPB 4.1 MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA Rencana Pembelajaran Sistem Pembangunan Desa Tujuan Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat: 1. Memahami tujuan pembangunan Desa; 2. Menyebutkan pemangku kepentingan pembangunan Desa; 3. Memahami pengertian pendekatan Desa Membangun ; 4. Memahami kaidah pembangunan Desa (sesuai prinsip tata kelola Desa, mencakup semua aspek kehidupan berdesa, prakarsa dan keswadayaan warga, inklusif); 5. Mengetahui kaitan pembangunan Desa dengan keharusan mengurus dirinya sendiri; 6. Mengetahui pembangunan Desa sebagai perwujudan kewenangan lokal berskala Desa; 7. Memahami pembangunan sebagai proses yang sistematis. Waktu 90 Menit Metode Penugasan perorangan, Diskusi, Presentasi, Curah pendapat, dan Penugasan Kelompok Media Lembar curah pendapat, Lembar kerja kelompok, dan Slide presentasi Alat Bantu Flipt Chart, Spidol, Laptop dan Infocus Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 95

108 Proses Penyajian Kegiatan 1: Pembukaan 1. Menjelaskan mengenai sub pokok bahasan serta tujuan sub pokok bahasan yang akan disampaikan. Kegiatan 2: Hakikat Pembangunan Desa (Sharing) 2. Ajak beberapa peserta untuk berbagi cerita (sharing) tentang pengalaman atau pengamatan peserta dalam perencanaan pembangunan. Pertanyaan berikut bisa dijadikan panduan berbagi cerita: Apa yang dimaksud dengan pembangunan? Apa tujuan pembangunan Desa? Mengapa pembangunan Desa disebut sebagai sebuah sistem? 3. Lanjutkan dengan pemaparan singkat pokok-pokok pikiran tentang pembangunan desa yang ideal. Kegiatan 3: Paradigma Membangun Desa dan Desa Membangun (Brainstorming) 4. Apa yang membedakan konsep desa membangun dan membangun desa ; 5. Minta peserta menyebutkan jenis dan bidang kewenangan Desa; 6. Ajak peserta merefleksikan situasi pembangunan di desa tempat mereka tinggal; 7. Berikan penegasan (lihat Media Fasilitasi 4.1.1). Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 96

109 SPB 4.2 MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA Rencana Pembelajaran Perencanaan Pembangunan Desa Tujuan Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat: 1. Menjelaskan pengertian perencanaan pembangunan Desa; 2. Menjelaskan jenis dokumen perencanaan pembangunan Desa; 3. Menjelaskan alur proses dan tahapan kegiatan penyusunan RPJM Desa; 4. Menjelaskan alur proses dan tahapan kegiatan penyusunan RKP Desa; 5. Menjelaskan pokok-pokok materi/isi RKP Desa; 6. Menjelaskan alur proses dan tahapan kegiatan penyusunan APB Desa; 7. Menjelaskan struktur APB Desa. Menunjukkan cara mewujudkan prinsip-prinsip (partisipasi, transparansi, dan akuntabilitas) dalam alur proses dan tahapan kegiatan perencanaan pembangunan Desa; Peserta Dapat: 1. Memfasilitasi keterwakilan perempuan dalam Tim Penyusun RPJM Desa; 2. Memfasilitasi penyusunan rencana kerja Tim Penyusun RPJM Desa; 3. Memfasilitasi pembaruan data dan sketsa desa; 4. Memfasilitasi kajian potensi dan masalah desa; 5. Memfasilitasi penyusunan Rancangan RKP Desa; 6. Memfasilitasi penyusunan belanja bidang pembinaan kemasyarakatan dan pemberdayaan; 7. Memfasilitasi perhitungan alokasi Siltap dan Operasional terkait dengan Pendapatan dari swadaya. Waktu 6 JPL (270 Menit) Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 97

110 Metode Penugasan perorangan, Diskusi, Penugasan Kelompok dan Presentasi Media Lembar diskusi, Lembar penugasan kelompok dan Slide Alat Bantu Flipt Chart, Spidol, Laptop dan Infocus Proses Penyajian Kegiatan 4: Pembukaan 8. Menjelaskan mengenai sub pokok bahasan serta tujuan sub pokok bahasan yang akan disampaikan. Kegiatan 5: Perencanaan Pembangunan Desa (Tanya Jawab dan Penayangan Video) 9. Tanyakan kepada peserta pengertian perencanaan dan mengapa perencanaan itu penting; 10. Gali pemahaman peserta tentang dokumen perencanaan pembangunan desa; 11. Tayangkan video Perencanaan Pembangunan Desa ; 12. Pastikan peserta memahami tahapan penyusunan RPJM Desa dan RKP Desa (lakukan penegasan dengan menggunakan Media Fasilitasi 4.2.1). Kegiatan 6: Strategi Peningkatan Partisipasi Aktif Warga Miskin, Perempuan, dan Kelompok Rentan (Refleksi Pengalaman dan Curah Pendapat) 13. Minta peserta menyampaikan pengalamannya dalam meningkatkan partisipasi warga terutama warga miskin, perempuan dan kelompok rentan; 14. Tuliskan pokok-pokok penyampaian dari peserta; 15. Ajak peserta merumuskan tips untuk meningkatkan partisipasi warga miskin, perempuan dan kelompok rentan. Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 98

111 Kegiatan 7: Tahapan Penyusunan dan Pokok-pokok Materi RKP Desa (Kerja Kelompok) 16. Pastikan peserta memahami tahapan penyusunan RKP Desa; 17. Bagi peserta menjadi beberapa kelompok. Minta setiap kelompok mengidentifikasi tahapan sesuai Lembar Kerja 4.2.1; 18. Berikan penegasan (gunakan Media Fasilitasi 4.2.2); 19. Bagikan dokumen RKP Desa kepada setiap kelompok; 20. Minta setiap kelompok mencermati isi dokumen RKP Desa (gunakan Lembar Kerja 4.2.2); 21. Berikan kesempatan bagi masing-masing kelompok untuk mempresentasikan hasil pencermatannya; 22. Berikan penegasan (gunakan Media Fasilitasi Naskah Otentik RKPDesa). Kegiatan 8: Penyusunan APB Desa (Tanya Jawab dan Penugasan Perorangan) 23. Minta peserta menjelaskan pengertian APB Desa, struktur dan fungsi APB Desa; 24. Bagikan form APB Desa kepada setiap peserta (Lembar Kerja 4.2.3); 25. Minta peserta menyusun struktur APB Desa; 26. Ajak peserta memeriksa hasil kerjanya (tayangkan Media Fasilitasi Naskah Otentik APBDesa); 27. Berikan penegasan terkait APBD Desa. Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 99

112 Media Fasilitasi No. Fokus Pencermatan Hasil pencermatan 1. Sistimatika RKP Desa Bab I... Bab II... Bab III. Dst Kesesuaian dengan Aturan Sudah sesuai dengan Permendagri No. 114/ Format RKP Desa (kelengkapan dokumen) Berita Acara... Perdes... Dst. 3. Isi/Materi RKP Desa Hasil evaluasi RKP tahun sebelumnya. Kebijakan Anggaran. Prioritas kegiatan Dst. Lembar Kerja Tabel Pencermatan Dokumen RKP Desa No. Fokus Pencermatan Hasil pencermatan 1. Sistematika RKP Desa Kesesuaian dengan Aturan 2. Format (kelengkapan dokumen) RKP Desa 3. Isi/Materi RKP Desa Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 100

113 Media Fasilitasi No. Tahap Pelaku Proses Hasil 1. Penyusunan perencanaan BPD Berita acara pembangunan desa melalui Musdes 2. Pembentukan tim Kepala desa Tim penyusunan RKP Desa 3. Pencermatan pagu indikatif Desa dan penyelarasan program/kegiatan yang masuk ke Desa 4. Pencermatan ulang dokumen RPJM Desa 5. Penyusunan rancangan RKP Desa dan rancangan daftar usulan RKP Desa 6. Penyusunan RKP Desa melalui Musyawarah Perencanaan Pembangunan Desa (Musrenbang Desa) 7. Penetapan RKP Desa Catatan: RKP Desa dapat diubah sesuai dengan peraturan perundang-undangan. (Slide Perubahan RKP Desa) Tahapan Penyusunan RKP Desa Lembar Kerja No. Tahap Pelaku Proses Hasil 1. Penyusunan perencanaan pembangunan desa melalui Musdes 2. Pembentukan tim penyusunan RKP Desa 3. Pencermatan pagu indikatif Desa dan penyelarasan program/kegiatan yang masuk ke Desa 4. Pencermatan ulang dokumen RPJM Desa 5. Penyusunan rancangan RKP Desa dan rancangan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 101

114 daftar usulan RKP Desa 6. Penyusunan RKP Desa melalui Musyawarah Perencanaan Pembangunan Desa (Musrenbang Desa) 7. Penetapan RKP Desa Form Isian RAPB Desa Daftar Nomenklatur (Pendapatan, Belanja dan Biaya) Lembar Kerja No. Uraian Anggaran (Rp.) Ket PENDAPATAN tambatan perahu pasar desa tempat pemandian umum jaringan irigasi Hasil BUMDes Tanah Kas Desa Dana Desa Bagian dari hasil pajak &retribusi daerah kabupaten/ kota Alokasi Dana Desa Bantuan Keuangan Bantuan Provinsi Bantuan Kabupaten / Kota Swadaya, Partisipasi dan Gotong Royong Lain-lain Pendapatan Asli Desa Pendapatan Lain lain Hibah dan Sumbangan dari pihak ke-3 yang tidak mengikat Lain-lain Pendapatan Desa yang sah JUMLAH PENDAPATAN BELANJA Alat Tulis Kantor Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 102

115 No. Uraian Anggaran (Rp.) Ket Benda POS Pakaian Dinas dan Atribut Pakaian Dinas Alat dan Bahan Kebersihan Perjalanan Dinas Pemeliharaan Air, Listrik,dan Telepon Honor Komputer Meja dan Kursi Mesin TIK Motor Penghasilan Tetap Kepala Desa dan Perangkat Tunjangan Kepala Desa dan Perangkat Tunjangan BPD Operasional RT/ RW Belanja Barang dan Jasa ATK Penggadaan Komsumsi Rapat Operasional BPD Belanja Barang dan Jasa ATK Penggandaan Konsumsi Rapat Kegiatan Pembangunan Saluran Drainase Belanja Barang dan jasa Upah Kerja Honor TPK Belanja Bahan Material Belanja Modal Kegiatan Pengerasan Jalan Lingkungan Belanja Barang dan Jasa : Honor dst.. Belanja Modal: Kegiatan Pelatihan Tanaman Hidroponik Belanja Barang dan Jasa: Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 103

116 No. Uraian Anggaran (Rp.) Ket Honor pelatih Konsumsi Bahan pelatihan Kode Rekening ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DESA PEMERINTAH DESA... TAHUN ANGGARAN 2016 Uraian Anggaran (Rp.) Ket PENDAPATAN 1 1 Pendapatan Asli Desa Hasil Usaha Hasil Aset Pendapatan Transfer Bantuan Keuangan Pendapatan Lain lain JUMLAH PENDAPATAN 2 BELANJA 2 1 Bidang Penyelenggaraan Pemerintahan Desa Penghasilan Tetap dan Tunjangan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 104

117 Kode Rekening Uraian Anggaran (Rp.) Ket Operasional Perkantoran Bidang Pelaksanaan Pembangunan Desa Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 105

118 Kode Rekening Uraian Anggaran (Rp.) Ket Kegiatan 2 3 Bidang Pembinaan Kemasyarakatan Bidang Pemberdayaan Masyarakat Bidang Tak Terduga JUMLAH BELANJA SURPLUS / DEFISIT 3 PEMBIAYAAN 3 1 Penerimaan Pembiayaan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 106

119 Kode Rekening Uraian Anggaran (Rp.) Ket JUMLAH ( RP ) 3 2 Pengeluaran Pembiayaan JUMLAH ( RP ) Disetujui Oleh, Kepala Desa... TTD (...) Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 107

120 SPB 4.3 MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA Rencana Pembelajaran Pengelolaan Keuangan Desa Tujuan Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat: 1. Menjelaskan pengertian pengelolaan keuangan Desa; 2. Menjelaskan alur proses dan tahapan kegiatan pengelolaan keuangan Desa; 3. Menjelaskan ketentuan pokok pengelolaan keuangan Desa; 4. Menjelaskan prinsip-prinsip pengelolaan keuangan Desa. Dapat menunjukkan cara mewujudkan prinsip-prinsip pengelolaan keuangan Desa dalam tahapan kegiatan pengelolaan keuangan Desa. Peserta dapat: 1. Memfasilitasi penyusunan RAB/RPD; 2. Memfasilitasi pengajuan SPP; 3. Memfasilitasi penyusunan rencana kerja pelaksanaan kegiatan; 4. Memfasilitasi proses pengadaan barang dan jasa di Desa; 5. Memfasilitasi keterwakilan perempuan dalam pembentukan pelaksana kegiatan; 6. Memfasilitasi pengerjaan buku kas umum; 8. Memfasilitasi penyusunan laporan realisasi APB Desa. Waktu 8 JPL (360 Menit) Metode Penugasan perorangan, Diskusi, Penugasan Kelompok dan Presentasi Media Lembar diskusi, Lembar penugasan kelompok dan Slide Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 108

121 Alat Bantu Flipt Chart, Spidol, Laptop dan Infocus Proses Penyajian Kegiatan 9: Pembukaan 28. Menjelaskan mengenai sub pokok bahasan serta tujuan sub pokok bahasan yang akan disampaikan. Kegiatan 10: Pokok-pokok Pengelolaan Keuangan (Tanya Jawab) 29. Minta beberapa orang peserta mengemukakan pengertian keuangan dan pengelolaan keuangan; 30. Berikan penegasan pengertian keuangan dan pengelolaan keuangan desa; 31. Minta beberapa orang peserta mengemukakan kegiatan yang dilakukan dalam pengelolaan keuangan Desa. Kegiatan 11: Tahapan Kegiatan Pengelolaan Keuangan (Penugasan) 32. Minta 3 orang peserta sebagai sukarelawan untuk tampil ke depan (sekurang-kurangnya ada 1 orang peserta perempuan); 33. Bagikan 1 set Kartu Tahapan Kegiatan (Media Fasilitasi 4.3.1) yang disusun secara acak kepada setiap peserta dimaksud; 34. Minta setiap sukarelawan dimaksud menempelkan kartu di papan tulis untuk menunjukan alur kegiatan pengelolaan keuangan Desa dengan benar (atur jarak antar sukarelawan sehingga tidak bisa saling melihat urutan kartu yang disusunnya); 35. Minta peserta lain memberikan komentar atas urutan kartu 3 sukarelawan itu. Kegiatan 12: Ketentuan Pokok dan Prinsip-Prinsip Pengelolaan Keuangan (Presentasi) 36. Pelatih menjelaskan prinsip-prinsip pengelolaan keuangan desa (Media Fasilitasi 4.3.2); 37. Pelatih menjelaskan pokok-pokok pengelolaan keuangan desa (Media Fasilitasi 4.3.3). Kegiatan 13: Rekening dan Bukti Transaksi (Curah Pendapat) 38. Pelaksanaan Pengelolaan Keuangan Desa: Rekening Desa dan Bukti Transaksi; 39. Lakukan curah pendapat: Minta beberapa orang peserta mengemukakan pengertian Rekening Desa. Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 109

122 Ulangi langkah di atas untuk menjelaskan tentang Bukti Transaksi. Beri penegasan tentang Rekening Desa dan Bukti Transaksi. Kegiatan 14: RAB (Curah Pendapat dan Kerja Kelompok) 40. Selanjutnya, pelatih memfasilitasi topik Rencana Anggaran Biaya (RAB), dengan curah pendapat: Siapa yang bertugas/berkewajiban menyusun RAB? Apa tugas/kewajiban Sekdes dan Bendahara dalam penyusunan RAB? 41. Lakukan kerja kelompok, dengan membagi peserta menjadi 5 kelompok. Tujuan dari kerja kelompok ini dilakukan untuk memastikan peserta dapat menghitung/menyusun RAB: Bagikan Lembar Kerja Kelompok kepada setiap kelompok. Minta setiap kelompok mengerjakan Lembar Kerja dimaksud. Minta setiap kelompok untuk saling menukar hasil kerjanya dan memberikan koreksi/catatan. 42. Tayangkan Flip Chart hasil perhitungan RAB dan berikan penjelasan/penegasan sesuai hasil koreksi/catatan kelompok. Kegiatan 15: SPP (Curah Pendapat dan Penugasan Perorangan) 43. Pelatih memberikan penjelsan tentang SPP, dan lakukan curah pendapat tentang SPP, dengan topik: Siapa yang bertugas/berkewajiban mengajukan SPP? Apa tugas/kewajiban Sekdes dan Kepala Seksi dalam pengajuan SPP? 44. Minta setiap peserta mengerjakan form SPP (Lembar Kerja 4.3.2); 45. Berikan penegasan terkait proses dan tahapan pengajuan SPP. Kegiatan 15: Buku Kas Pembantu Kegiatan (Curah Pendapat dan Kerja Kelompok) 46. Minta peserta menjelaskan: Siapa yang bertugas/berkewajiban mengerjakan Buku Kas Pembantu Kegiatan? Apa tugas/kewajiban perangkat desa dalam pengerjaan Buku Kas Pembantu Kegiatan? 47. Selanjutnya, minta peserta untuk kerja kelompok mempraktikkan penyusunan Buku Kas Pembantu Kegiatan, dengan tahapan sebagai berikut: Bagi peserta membentuk kelompok, sesuai jumlah peserta, minimal 5 kelompok. Bagikan Lembar Kerja Kelompok kepada setiap kelompok (form Buku Kas Pembantu Kegiatan). Minta setiap kelompok mengerjakan lembar kerja dimaksud. Kemudian lakukan pleno penjelasan terkait buku kas pembantu kegiatan. Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 110

123 Kegiatan 16: Pengadaan barang dan jasa di Desa (Speed Reading Perka LKPP No. 13 Tahun 2013) 48. Minta peserta membaca secara cepat terkait Perka LKPP No. 13/2013 untuk menjawab pertanyaan berikut: Bagaimana ketentuan dan tatacara pengadaan barang dan jasa di Desa? 49. Berikan penegasan tentang pengadaan barang dan jasa di Desa. Kegiatan 17: Buku Kas Umum (Tanya Jawab dan Penugasan Perorangan) 50. Minta peserta menjelaskan pengertian dan fungsi buku kas umum; 51. Minta setiap peserta mengerjakan buku kas umum (Lembar Kerja 4.3.4); 52. Minta salah seorang peserta mempresentasikan hasil kerjanya; 53. Berikan penegasan. Kegiatan 18: Laporan Realisasi APB Desa (Presentasi, Tanya Jawab dan Penugasan Perorangan) 54. Paparkan fungsi, jenis dan waktu penyusunan laporan; 55. Minta setiap peserta mengerjakan laporan realisasi pelaksanaan APB Desa semester I dan II (Lembar Kerja 4.3.5); 56. Minta peserta melakukan pemeriksaan silang hasil kerjanya; 57. Berikan penegasan dan pembulatan. Kegiatan 19: Mewujudkan Prinsip Tata Kelola (Diskusi kelompok) 58. Bagi peserta menjadi beberapa kelompok; 59. Minta setiap kelompok berdiskusi (Lembar Kerja 4.3.6); 60. Berikan penegasan. Kegiatan 20: Menutup Sesi 61. Berikan apresiasi kepada seluruh peserta, dengan tepuk tangan yang meriah dan tutup sesi ini dengan salam. Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 111

124 Media Fasilitasi Kartu Tahapan Kegiatan Pengelolaan Keuangan Desa (Bagikan secara acak, kemudian minta untuk menyusunnya secara benar sesuai urutan tahapan kegiatan pengelolaan keuangan Desa. Hanya 5 dari 6 Kartu yang harus ditempel sesuai urutan: Perencanaan, Pelaksanaan, Penatausahaan, Pelaporan, dan Pertanggungjawaban) Kartu ke 1 PERENCANAAN Kartu ke 2 PELAKSANAAN Kartu ke 3 PENATAUSAHAAN Kartu ke 4 PELAPORAN Kartu ke 5 PERTANGGUNGJAWABAN Kartu ke 6 PEMERIKSAAN Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 112

125 Prinsip-Prinsip Pengelolaan Keuangan Desa Media Fasilitasi Prinsip Transparan Akuntabel Partisipatif Tertib dan Disiplin Anggaran Makna Semua kegiatan dan informasi terkait Pengelolaan Keuangan Desa dapat diketahui dan diawasi oleh pihak lain yang berwenang. Setiap tindakan atau kinerja pemerintah/lembaga dapat dipertanggungjawabkan kepada pihak-pihak yang memiliki hak atau berkewenangan untuk meminta keterangan akan pertanggungjawaban. Pelaksanaan kegiatan dan penggunaan anggaran harus dapat dipertanggungjawabkan dengan baik, mulai dari proses perencanaan hingga pertanggungjawaban. Setiap tindakan dilakukan dengan mengikutsertakan keterlibatan masyarakat baik secara langsung maupun tidak langsung melalui lembaga perwakilan yang dapat menyalurkan aspirasinya. Pengelolaan Keuangan Desa, sejak tahap perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan dan pertanggugjawaban wajib melibatkan masyarakat para pemangku kepentingan di Desa serta masyarakat luas, utamanya kelompok marjinal sebagai penerima manfaat dari program/kegiatan pembangunan di Desa. Anggaran harus dilaksanakan secara konsisten dengan pencatatan atas penggunaannya sesuai dengan prinsip akuntansi keuangan di desa. Pokok-Pokok Pengelolaan Keuangan Desa Media Fasilitasi POKOK-POKOK PENGELOLAAN KEUANGAN DESA, MENCAKUP: 1) Pengertian 2) Dasar Hukum 3) Asas-Asas Pengelolaan Keuangan Desa 4) Tahapan kegiatan Pengelolaan Keuangan Desa 5) Keterlibatan Masyarakat dalam Pengelolaan Keuangan Desa Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 113

126 Menyusun RAB Lembar Kerja Kelompok RENCANA ANGGARAN BIAYA DESA KECAMATAN. TAHUN ANGGARAN Bidang : Kegiatan : Waktu Pelaksanaan :... Rincian Pendanaan : NO. URAIAN VOLUME HARGA SATUAN (Rp.) JUMLAH (Rp.) JUMLAH (Rp.)..., tanggal. Disetujui/mengesahkan Kepala Desa Pelaksana Kegiatan. Cara pengisian : 1. Bidang diisi dengan kode rekening berdasarkan klasifikasi kelompok belanja desa. 2. Kegiatan diisi dengan kode rekening sesuai dengan urutan kegiatan dalam APBDesa. 3. kolom 1 diisi dengan nomor urut. 4. kolom 2 diisi dengan uraian berupa rincian kebutuhan dalam kegiatan. 5. kolom 3 diisi dengan volume dapat berupa jumlah orang/barang. 6. kolom 4 diisi dengan harga satuan yang merupakan besaran untuk membayar orang/barang. 7. kolom 5 diisi dengan jumlah perkalian antara kolom 3 dengan kolom 4. Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 114

127 Form Pengajuan SPP SURAT PERMINTAAN PEMBAYARAN ( SPP ) DESA KECAMATAN. TAHUN ANGGARAN Bidang : Kegiatan : Waktu Pelaksanaan :... Rincian Pendanaan: NO. URAIAN PAGU ANGGARAN PENCAIRAN S.D. YG LALU PERMINTAAN SEKARANG Lembar Kerja JUMLAH SAMPAI SAAT INI SISA DANA (Rp.) (Rp.) (Rp.) (Rp.) (Rp.) JUMLAH..., tanggal. Telah dilakukan verifikasi Sekretaris Desa Pelaksana Kegiatan. Setujui untuk dibayarkan Kepala Desa Telah dibayar lunas Bendahara. Petunjuk pengisian: 1. Bidang diisi dengan kode rekening berdasarkan klasifikasi kelompok belanja desa. 2. Kegiatan diisi dengan kode rekening sesuai dengan urutan kegiatan dalam APBDesa. 3. Kolom 1 dengan nomor urut. 4. Kolom 2 diisi dengan rincian penggunaan dana sesuai rencana kegiatan. 5. Kolom 3 diisi dengan rincian pagu dana sesuai dengan rencana kegiatan. 6. Kolom 4 diisi dengan rincian jumlah anggaran yang telah dibayar sebelumnya. 7. Kolom 5 diisi dengan rincian yang dimintakan untuk dibayar. 8. Kolom 6 diisi dengan jumlah permintaan dana sampai saat ini. 9. Kolom 7 diisi dengan sisa anggaran Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 115

128 1. Bidang : 2. Kegiatan : BUKU KAS PEMBANTU KEGIATAN DESA.. KECAMATAN.. TAHUN ANGGARAN. Lembar Kerja Kelompok No. Tanggal Uraian Penerimaan (Rp.) Pengeluaran(Rp.) Jumlah Nomor Dari Swadaya Belanja Barang Belanja Pengembalian Bukti Bendahara Masyarakat dan Jasa Modal ke Bendahara Pindahan Jumlah dari halaman sebelumnya Jumlah Total Penerimaan Total Pengeluaran Total Pengeluaran + Saldo Kas Desa...,Tanggal Saldo Kas (Rp.) Cara pengisian: 1. Bidang diisi berdasarkan klasifikasi kelompok. 2. Kegiatan diisi sesuai dengan yang ditetapkan dalam APBDesa. 3. Kolom 1 diisi dengan nomor urut. 4. Kolom 2 diisi dengan tanggal transaksi. 5. Kolom 3 diisi dengan uraian transaksi. 6. Kolom 4 diisi dengan jumlah rupiah yang diterima bendahara. 7. Kolom 5 diisi dengan jumlah rupiah yang diterima dari masyarakat. 8. Kolom 6 diisi dengan nomor bukti transaksi. 9. Kolom 7 diisi dengan jenis pengeluaran belanja barang dan jasa. 10. Kolom 8 diisi dengan jenis pengeluaran belanja modal. 11. Kolom 9 diisi dengan jumlah rupiah yang dikembalikan kepada bendahara. 12. Kolom 10 diisi dengan jumlah saldo kas dalam rupiah. Pelaksana Kegiatan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 116

129 BUKU KAS UMUM DESA KECAMATAN. TAHUN ANGGARAN... Lembar Kerja JUMLAH SALDO KODE No. Tgl. URAIAN PENERIMAAN PENGELUARAN NO BUKTI PENGELUARAN REKENING (Rp.) (Rp.) KOMULATIF JUMLAH Rp. Rp.., tanggal MENGETAHUI KEPALA DESA,.. Cara Pengisian : Kolom 1diisi dengan nomor urut penerima kas atau pengeluaran kas Kolom 2 diisi dengan tanggal penerimaan kas atau pengeluaran kas Kolom 3 diisi dengan kode rekening penerimaan kas atau pengeluaran kas Kolom 4 diisi dengan uraian transaksi penerimaan kas atau pengeluaran kas Kolom 5 diisi dengan jumlah rupiah penerimaan kas Kolom 6 diisi dengan jumlah rupiah pengeluaran kas Kolom 7 diisi dengan nomor bukti transaksi Kolom 8 diisi dengan penjumlahan komulatif pengeluaran kas Kolom 9 diisi dengan saldo kas. Catatan : sebelum ditandatangani Kepala Desa wajib di periksa dan di paraf oleh Sekretaris Desa. BENDAHARA DESA,. Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 117

130 Lembar Kerja LAPORAN REALISASI PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DESA SEMESTER PERTAMA PEMERINTAH DESA.. TAHUN ANGGARAN. KODE REKENING URAIAN JUMLAH ANGGARA N (Rp.) JUMLAH REALISA SI (Rp.) LEBIH/ KURAN G (Rp.) PENDAPATAN 1 1 Pendapatan Asli Desa Hasil Usaha Swadaya, Partisipasi dan Gotong Royong Lain-lain Pendapatan Asli Desa yang sah 1 2 Pendapatan Transfer Dana Desa Bagian dari hasil pajak &retribusi daerah kabupaten/ kota Alokasi Dana Desa Bantuan Keuangan Bantuan Provinsi Bantuan Kabupaten / Kota 1 3 Pendapatan Lain lain Hibah dan Sumbangan dari pihak ke-3 yang tidak mengikat Lain-lain Pendapatan Desa yang sah JUMLAH PENDAPATAN 2 BELANJA 2 1 Bidang Penyelenggaraan Pemerintahan Desa Penghasilan Tetap dan Tunjangan Belanja Pegawai: - Penghasilan Tetap Kepala Desa dan Perangkat - Tunjangan Kepala Desa dan Perangkat - Tunjangan BPD Operasional Perkantoran Belanja Barang dan Jasa KET. Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 118

131 - Alat Tulis Kantor - Benda POS - Pakaian Dinas dfan Atribut - Pakaian Dinas - Alat dan Bahan Kebersihan - Perjalanan Dinas - Pemeliharaan - Air, Listrik,dasn Telepon - Honor - dst Belanja Modal - Komputer - Meja dan Kursi - Mesin TIK - dst Operasional BPD Belanja Barang dan Jasa - ATK - Penggandaan - Konsumsi Rapat - dst Operasional RT/ RW Belanja Barang dan Jasa - ATK - Penggadaan - Konsumsi Rapat - dst. 2 2 Bidang Pelaksanaan Pembangunan Desa Perbaikan Saluran Irigasi Belanja Barang dan jasa - Upah Kerja - Honor - dst Belanja Modal - Semen - Material - dst Pengaspalan jalan desa Belanja Barang dan Jasa : - Upah Kerja - Honor - dst Belanja Modal: - Aspal - Pasir - dst Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 119

132 2 2 3 Kegiatan 2 3 Bidang Pembinaan Kemasyarakatan Kegiatan Pembinaan Ketentraman dan Ketertiban Belanja Barang dan Jasa: - Honor Pelatih - Konsumsi - Bahan Pelatihan - dst Kegiatan. 2 4 Bidang Pemberdayaan Masyarakat Kegiatan Pelatihan Kepala Desa dan Perangkat Belanja Barang dan Jasa: - Honor pelatih - Konsumsi - Bahan pelatihan - dst Kegiatan Bidang Tak Terduga Kegiatan Kejadian Luar Biasa Belanja Barang dan Jasa: - Honor tim - Konsumsi - Obat-obatan - dst Kegiatan JUMLAH BELANJA SURPLUS / DEFISIT 3 PEMBIAYAAN 3 1 Penerimaan Pembiayaan SILPA Pencairan Dana Cadangan Hasil Kekayaan Desa Yang di pisahkan JUMLAH ( RP ) 3 2 Pengeluaran Pembiayaan Pembentukan Dana Cadangan Penyertaan Modal Desa JUMLAH ( RP ) Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 120

133 DISETUJUI OLEH KEPALA DESA TTD (.) Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 121

134 Lembar Kerja LAPORAN REALISASI PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DESA SEMESTER AKHIR TAHUN PEMERINTAH DESA.. TAHUN ANGGARAN. KODE REKENING URAIAN JUMLAH ANGGARA N (Rp.) JUMLAH REALISA SI (Rp.) LEBIH/ KURAN G (Rp.) PINDAHAN SALDO (SEMESTER PERTAMA ) 1 PENDAPATAN 1 1 Pendapatan Asli Desa Hasil Usaha Swadaya, Partisipasi dan Gotong Royong Lain-lain Pendapatan Asli Desa yang sah 1 2 Pendapatan Transfer Dana Desa Bagian dari hasil pajak &retribusi daerah kabupaten/ kota Alokasi Dana Desa Bantuan Keuangan Bantuan Provinsi Bantuan Kabupaten / Kota 1 3 Pendapatan Lain lain Hibah dan Sumbangan dari pihak ke-3 yang tidak mengikat Lain-lain Pendapatan Desa yang sah JUMLAH PENDAPATAN 2 BELANJA 2 1 Bidang Penyelenggaraan Pemerintahan Desa Penghasilan Tetap dan Tunjangan Belanja Pegawai: - Penghasilan Tetap Kepala Desa dan Perangkat - Tunjangan Kepala Desa dan Perangkat - Tunjangan BPD Operasional Perkantoran KET. Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 122

135 Belanja Barang dan Jasa - Alat Tulis Kantor - Benda POS - Pakaian Dinas dfan Atribut - Pakaian Dinas - Alat dan Bahan Kebersihan - Perjalanan Dinas - Pemeliharaan - Air, Listrik,dasn Telepon - Honor - dst Belanja Modal - Komputer - Meja dan Kursi - Mesin TIK - dst Operasional BPD Belanja Barang dan Jasa - ATK - Penggandaan - Konsumsi Rapat - dst Operasional RT/ RW Belanja Barang dan Jasa - ATK - Penggadaan - Konsumsi Rapat - dst. 2 2 Bidang Pelaksanaan Pembangunan Desa Perbaikan Saluran Irigasi Belanja Barang dan jasa - Upah Kerja - Honor - dst Belanja Modal - Semen - Material - dst Pengaspalan jalan desa Belanja Barang dan Jasa : - Upah Kerja - Honor - dst Belanja Modal: - Aspal - Pasir - dst Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 123

136 2 2 3 Kegiatan 2 3 Bidang Pembinaan Kemasyarakatan Kegiatan Pembinaan Ketentraman dan Ketertiban Belanja Barang dan Jasa: - Honor Pelatih - Konsumsi - Bahan Pelatihan - dst Kegiatan. 2 4 Bidang Pemberdayaan Masyarakat Kegiatan Pelatihan Kepala Desa dan Perangkat Belanja Barang dan Jasa: - Honor pelatih - Konsumsi - Bahan pelatihan - dst Kegiatan Bidang Tak Terduga Kegiatan Kejadian Luar Biasa Belanja Barang dan Jasa: - Honor tim - Konsumsi - Obat-obatan - dst Kegiatan JUMLAH BELANJA SURPLUS / DEFISIT 3 PEMBIAYAAN 3 1 Penerimaan Pembiayaan SILPA Pencairan Dana Cadangan Hasil Kekayaan Desa Yang di pisahkan JUMLAH ( RP ) 3 2 Pengeluaran Pembiayaan Pembentukan Dana Cadangan Penyertaan Modal Desa JUMLAH ( RP ) Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 124

137 DISETUJUI OLEH KEPALA DESA TTD (.) Lembar Kerja Tahapan PPD Kegiatan Pembentukan Tim Prinsip Transparansi Akuntabilitas Tantangan Penyusunan RKP Penyusunan RAPB Desa PKD Pengadaan barang dan jasa pelaksanaan kegiatan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 125

138 PB 4 Bahan Bacaan Pembangunan Desa Bahan Bacaan 1 RENCANA KERJA PEMERINTAH DESA Pemerintah Desa menyusun RKP Desa sebagai penjabaran RPJM Desa. RKP Desa disusun oleh Pemerintah Desa sesuai dengan informasi dari pemerintah daerah kabupaten/kota berkaitan dengan pagu indikatif Desa dan rencana kegiatan Pemerintah, pemerintah daerah provinsi, dan pemerintah daerah kabupaten/kota. RKP Desa mulai disusun oleh pemerintah Desa pada bulan Juli tahun berjalan. RKP Desa ditetapkan dengan peraturan Desa paling lambat akhir bulan September tahun berjalan. RKP Desa menjadi dasar penetapan APB Desa. Kegiatan Penyusunan RKPDesa Kepala Desa menyusun RKP Desa dengan mengikutsertakan masyarakat Desa, dilakukan dengan kegiatan yang meliputi: 1) penyusunan perencanaan pembangunan Desa melalui musyawarah Desa; 2) pembentukan tim penyusun RKP Desa; 3) pencermatan pagu indikatif Desa dan penyelarasan program/kegiatan masuk ke Desa; 4) pencermatan ulang dokumen RPJM Desa; 5) penyusunan rancangan RKP Desa; 6) penyusunan RKP Desa melalui musyawarah perencanaan pembangunan Desa; 7) penetapan RKP Desa; 8) perubahan RKP Desa; dan 9) pengajuan daftar usulan RKP Desa. Penyusunan Penyusunan Perencanaan Pembangunan Desa melalui Musyawarah Desa. Musyawarah Desa dalam rangka penyusunan rencana pembangunan Desa, melaksanakan kegiatan sebagai berikut: 1) mencermati ulang dokumen RPJM Desa; Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 126

139 2) menyepakati hasil pencermatan ulang dokumen RPJM Desa; dan 3) membentuk tim verifikasi sesuai dengan jenis kegiatan dan keahlian yang dibutuhkan. Tim Penyusun Kepala Desa membentuk tim penyusun RKP Desa, terdiri dari: 1) kepala Desa selaku pembina; 2) sekretaris Desa selaku ketua; 3) ketua lembaga pemberdayaan masyarakat sebagai sekretaris; dan 4) anggota yang meliputi: perangkat desa, lembaga pemberdayaan masyarakat, kader pemberdayaan masyarakat desa, dan unsur masyarakat. Tim penyusun RKP Desa melaksanakan kegiatan sebagai berikut: 1) pencermatan pagu indikatif desa dan penyelarasan program/kegiatan masuk ke desa; 2) pencermatan ulang dokumen RPJM Desa; 3) penyusunan rancangan RKP Desa; dan 4) penyusunan rancangan daftar usulan RKP Desa. Keterangan masing-masing kegiatan di atas adalah sebagai berikut: a. Pencermatan Pagu Indikatif Desa dan Penyelarasan Program/Kegiatan Masuk ke Desa. Kepala Desa mendapatkan data dan informasi dari kabupaten/kota tentang: pagu indikatif Desa; dan rencana program/kegiatan Pemerintah, pemerintah daerah provinsi, dan pemerintah daerah kabupaten/kota yang masuk ke Desa. Data dan informasi diterima kepala Desa dari kabupaten/kota paling lambat bulan Juli setiap tahun berjalan. Tim penyusun RKP Desa melakukan pencermatan pagu indikatif Desa yang meliputi: rencana dana Desa yang bersumber dari APBN; rencana alokasi dana Desa (ADD) yang merupakan bagian dari dana perimbangan yang diterima kabupaten/kota; rencana bagian dari hasil pajak daerah dan retribusi daerah kabupaten/kota; dan rencana bantuan keuangan dari anggaran pendapatan dan belanja daerah provinsi dan anggaran pendapatan belanja daerah kabupaten/kota. b. Pencermatan Ulang RPJM Desa Tim penyusunan RKP Desa mencermati skala prioritas usulan rencana kegiatan pembangunan Desa untuk 1 (satu) tahun anggaran berikutnya sebagaimana tercantum dalam dokumen RPJM Desa. Hasil pencermatan menjadi dasar bagi tim penyusun RKP Desa dalam menyusun rancangan RKP Desa. Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 127

140 c. Penyusunan Rancangan RKP Desa Penyusunan rancangan RKP Desa berpedoman kepada: a. hasil kesepakatan musyawarah Desa; b. pagu indikatif Desa; c. pendapatan asli Desa; d. rencana kegiatan Pemerintah, pemerintah daerah provinsi, dan pemerintah daerah kabupaten/kota; e. jaring aspirasi masyarakat yang dilakukan oleh DPRD kabupaten/kota; f. hasil pencermatan ulang dokumen RPJM Desa; g. hasil kesepakatan kerjasama antar Desa; dan h. hasil kesepakatan kerjasama Desa dengan pihak ketiga. Rancangan RKP Desa dituangkan dalam format rancangan RKP Desa, dilampiri rencana kegiatan dan Rencana Anggaran Biaya. Rencana kegiatan dan Rencana Anggaran Biaya untuk kerjasama antar Desa disusun dan disepakati bersama para kepala desa yang melakukan kerja sama antar Desa dan diverifikasi oleh tim verifikasi. Tim penyusun RKP Desa menyusun usulan prioritas program dan kegiatan. Usulan prioritas program dan kegiatan dituangkan dalam rancangan daftar usulan RKP Desa. Rancangan daftar usulan RKP Desa menjadi lampiran berita acara laporan tim penyusun rancangan RKP Desa. Tim penyusun RKP Desa membuat berita acara tentang hasil penyusunan rancangan RKP Desa yang dilampiri dokumen rancangan RKP Desa dan rancangan daftar usulan RKP Desa.Berita acara disampaikan oleh tim penyusun RKP Desa kepada kepala Desa. Rancangan RKP Desa memuat rencana penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan pembangunan, pembinaan kemasyarakatan, dan pemberdayaan masyarakat Desa. Rancangan RKP Desa, berisi prioritas program dan kegiatan yang didanai: a. pagu indikatif Desa; b. pendapatan asli Desa; c. swadaya masyarakat Desa; d. bantuan keuangan dari pihak ketiga; dan e. bantuan keuangan dari pemerintah daerah provinsi, dan/atau pemerintah daerah kabupaten/kota. d. Perubahan RKP Desa RKP Desa dapat diubah dalam hal: a. terjadi peristiwa khusus, seperti bencana alam, krisis politik, krisis ekonomi, dan/atau kerusuhan sosial yang berkepanjangan; atau Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 128

141 b. terdapat perubahan mendasar atas kebijakan Pemerintah, pemerintah daerah provinsi, dan/atau pemerintah daerah kabupaten/kota. Kepala Desa menyelenggarakan musyawarah perencanaan pembangunan Desa yang diadakan secara khusus untuk kepentingan pembahasan dan penyepakatan perubahan RKP Desa. Penyelenggaraan musyawarah perencanaan pembangunan Desa disesuaikan dengan terjadinya peristiwa khusus dan/atau terjadinya perubahan mendasar. Hasil kesepakatan dalam musyawarah perencanaan pembangunan Desa ditetapkan dengan peraturan Desa tentang RKP Desa perubahan sebagai dasar dalam penyusunan perubahan APB Desa. e. Pengajuan Daftar Usulan RKP Desa Kepala Desa menyampaikan daftar usulan RKP Desa kepada bupati/walikota melalui camat. Penyampaian daftar usulan RKP Desa aling lambat 31 Desember tahun berjalan. Daftar usulan RKP Desa menjadi materi pembahasan di dalam musyawarah perencanaan pembangunan kecamatan dan kabupaten/kota. Bupati/walikota menginformasikan kepada pemerintah Desa tentang hasil pembahasan daftar usulan RKP Desa. Informasi tentang hasil pembahasan daftar usulan RKP Desa diterima oleh pemerintah Desa setelah diselenggarakannya musyawarah perencanaan pembangunan di kecamatan pada tahun anggaran berikutnya. Informasi diterima pemerintah desa paling lambat bulan Juli tahun anggaran berikutnya RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DESA Dalam perencanaan pembangunan Desa, pemerintah Desa melaksanakan tahapan yang meliputi: penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJM Desa); dan penyusunan Rencana Kerja Pemerintah Desa (RKP Desa). RPJM Desa, ditetapkan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan terhitung sejak pelantikan Kepala Desa. RKP Desa mulai disusun oleh pemerintah Desa pada bulan Juli tahun berjalan. Rancangan RPJM Desa memuat visi dan misi kepala Desa, arah kebijakan pembangunan Desa, serta rencana kegiatan yang meliputi bidang penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan masyarakat Desa. Langkah-Langkah Penyusunan RPJM Desa Kepala Desa menyelenggarakan penyusunan RPJM Desa dengan mengikutsertakan unsur masyarakat Desa. Penyusunan RPJM Desa dilaksanakan dengan mempertimbangkan kondisi objektif Desa dan prioritas program dan kegiatan kabupaten/kota. Penyusunan RPJM Desa, dilakukan dengan kegiatan yang meliputi: pembentukan tim penyusun RPJM Desa; penyelarasan arah kebijakan perencanaan pembangunan kabupaten/kota; pengkajian keadaan Desa; Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 129

142 penyusunan rencana pembangunan Desa melalui musyawarah Desa; penyusunan rancangan RPJM Desa; penyusunan rencana pembangunan Desa melalui musyawarah perencanaan pembangunan Desa; dan penetapan RPJM Desa. 1. Pembentukan Tim Penyusun RPJM Desa Kepala Desa membentuk tim penyusun RPJM Desa, yang terdiri dari: kepala Desa selaku pembina; sekretaris Desa selaku ketua; ketua lembaga pemberdayaan masyarakat selaku sekretaris; dan anggota yang berasal dari perangkat Desa, lembaga pemberdayaan masyarakat, kader pemberdayaan masyarakat Desa, dan unsur masyarakat lainnya. Jumlah anggota tim penyusun RPJM Des, paling sedikit 7 (tujuh) orang dan paling banyak 11 (sebelas) orang.tim penyusun RPJM Des, harus mengikutsertakan perempuan. Tim penyusun RPJM Des ditetapkan dengan Keputusan Kepala Desa. Tim penyusun RPJM Desa melaksanakan kegiatan sebagai berikut: penyelarasan arah kebijakan pembangunan Kabupaten/ Kota; pengkajian keadaan Desa; penyusunan rancangan RPJM Desa; danpenyempurnaan rancangan RPJM Desa. 2. Penyelarasan Arah Kebijakan Pembangunan Kabupaten/Kota Tim penyusun RPJM Desa kemudian melakukan penyelarasan arah kebijakan pembangunan kabupaten/ kota untuk mengintegrasikan program dan kegiatan pembangunan Kabupaten/Kota dengan pembangunan Desa. Penyelarasan arah kebijakan pembangunan kabupaten/kota dilakukan dengan mengikuti sosialisasi dan/atau mendapatkan informasi tentang arah kebijakan pembangunan kabupaten/kota. Informasi arah kebijakan pembangunan kabupaten/kota sekurang-kurangnya meliputi: rencana pembangunan jangka menengah daerah kabupaten/kota; rencana strategis satuan kerja perangkat daerah; rencana umum tata ruang wilayah kabupaten/kota; rencana rinci tata ruang wilayah kabupaten/kota; dan rencana pembangunan kawasan perdesaan. 3. Pengkajian Keadaan Desa Tim penyusun RPJM Desa melakukan pengkajian keadaan Desa dalam rangka mempertimbangkan kondisi objektif Desa. Pengkajian keadaan Desa, meliputi kegiatan sebagai berikut: penyelarasan data Desa; penggalian gagasan masyarakat; dan penyuunan laporan hasil pengkajian keadaan Desa. Laporan hasil pengkajian keadaan desa menjadi bahan masukan dalam musyawarah Desa dalam rangka penyusunan perencanaan pembangunan Desa. Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 130

143 4. Penyusunan Rencana Pembangunan Desa melalui musyawarah Desa Badan Permusyawaratan Desa menyelenggarakan musyawarah Desa berdasarkan laporan hasil pengkajian keadaan desa.musyawarah Desa, membahas dan menyepakati sebagai berikut: laporan hasil pengkajian keadaan Desa; rumusan arah kebijakan pembangunan Desa yang dijabarkan dari visi dan misi kepala Desa; dan rencana prioritas kegiatan penyelenggaraan pemerintahan Desa, pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan masyarakat Desa. 5. Penyusunan Rancangan RPJM Desa Tim penyusun RPJM Desa menyusun rancangan RPJM Desa berdasarkan berita acara sebagaimana dimaksud di atas. Rancangan RPJM Desa, dituangkan dalam format rancangan RPJM Desa.Tim penyusun RPJM Desa membuat berita acara tentang hasil penyusunan rancangan RPJM Desa yang dilampiri dokumen rancangan RPJM Desa. Berita acara rancangan RPJM Desa disampaikan oleh tim penyusun RPJM Desa kepada kepala Desa. Kepala Desa memeriksa dokumen rancangan RPJM Desa yang telah disusun oleh Tim Penyusun RPJM Desa. Tim penyusun RPJM Desa melakukan perbaikan berdasarkan arahan kepala Desa dalam hal kepala Desa belum menyetujui rancangan RPJM Desa. Dalam hal rancangan RPJM Desa telah disetujui oleh kepala Desa, maka langsung dilaksanakan musyawarah perencanaan pembangunan Desa. 6. Penyusunan Rencana Pembangunan Desa Melalui Musyawarah Perencanaan Pembangunan Desa. Kepala Desa menyelenggarakan musyawarah perencanaan pembangunan Desa yang diadakan untuk membahas dan menyepakati rancangan RPJM Desa. Musyawarah perencanaan pembangunan Desa diikuti oleh Pemerintah Desa, Badan Permusyawaratan Desa, dan unsur masyarakat. Unsur masyarakat terdiri atas: tokoh adat; tokoh agama; tokoh masyarakat; tokoh pendidikan; perwakilan kelompok tani; perwakilan kelompok nelayan; perwakilan kelompok perajin; perwakilan kelompok perempuan; perwakilan kelompok pemerhati dan perlindungan anak; dan perwakilan kelompok masyarakat miskin. Selain unsur masyarakat tersebut, musyawarah perencanaan pembangunan Desa dapat melibatkan unsur masyarakat lain sesuai dengan kondisi sosial budaya masyarakat setempat. Musyawarah perencanaan pembangunan Desa membahas dan menyepakati rancangan RPJM Desa. Hasil kesepakatan musyawarah perencanaan pembangunan Desa dituangkan dalam berita acara. 7. Penetapan dan perubahan RPJM Desa Kepala Desa mengarahkan Tim penyusun RPJM Desa melakukan perbaikan dokumen rancangan RPJM Desa berdasarkan hasil kesepakatan musyawarah perencanaan pembangunan Desa. Rancangan RPJM Desa menjadi lampiran rancangan peraturan Desa tentang RPJM Desa. Kepala Desa menyusun rancangan peraturan Desa tentang Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 131

144 RPJM Desa. Rancangan peraturan Desa tentang RPJM Desa dibahas dan disepakati bersama oleh kepala Desa dan Badan Permusyawaratan Desa untuk ditetapkan menjadi Peraturan Desa tentang RPJM Desa. Kepala Desa dapat mengubah RPJM Desa dalam hal: terjadi peristiwa khusus, seperti bencana alam, krisis politik, krisis ekonomi, dan/atau kerusuhan sosial yang berkepanjangan; atau terdapat perubahan mendasar atas kebijakan Pemerintah, pemerintah daerah provinsi, dan/atau pemerintah daerah kabupaten/kota. Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 132

145 PB 4 Bahan Bacaan Pembangunan Desa Bahan Bacaan 2 PENGELOLAAN KEUANGAN DESA A. POKOK-POKOK PENGELOLAAN KEUANGAN DESA Pengertian Keuangan Desa adalah Semua hak dan kewajiban Desa yang dapat dinilai dengan uang serta segala sesuatu berupa uang dan barang yang berhubungan dengan pelaksanaan hak dan kewajiban Desa. Pengelolaan Keuangan adalah Seluruh rangkaian kegiatan yang dimulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan hingga pertanggungjawaban yang dilaksanakan dalam satu tahun anggaran, terhitung mulai 1 Januari sampai dengan 31 Desember. (Pengertian/difinisi yang dipetik dari Permendagri No. 113 Tahun 2014). Dasar Hukum dan Ketentuan Pengelolaan Keuangan Desa Semua uang yang dipergunakan dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan desa adalah uang Negara dan uang rakyat, yang harus dikelola berdasar pada hukum atau peraturan yang berlaku, khususnya: 1. UU No. 6 Tahun 2014 Tentang Desa; 2. PP No. 43 Tahun 2014 Tentang Peraturan Pelaksanaan UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa; 3. PP No. 60 Tahun 2014 Tentang Dana Desa yang bersumber dari APBN; 4. Permendagri No. 113 Tahun Peraturan lainnya yang terkait, antara lain: 1. UU Tentang Keterbukaan Informasi Publik; Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 133

146 2. Peraturan yang diterbitkan oleh Menteri Desa; 3. Permendagri No. 114 Tahun 2014 tentang Pedoman Pembangunan Desa. Ketentuan-ketentuan pokok tentang Pengelolaan Keuangan Desa dalam UU No. 6 Tahun 2014 tercantum pada Pasal yang mencakup: Pengertian keuangan desa, Jenis dan sumber-sumber Pendapatan Desa, Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDesa), Belanja Desa, dan Kepala Desa sebagai pemegang kekuasaan Pengelolaan Keuangan Desa. Kemudian dijabarkan lebih rinci dalam PP No. 43 Tahun 2014, sebagaimana termuat pada Pasal 80 (Penghasilan Pemerintah Desa), dan Pasal Ketentuan-ketentuan pokok dimaksud selanjutnya dijabarkan secara detil/teknis dalam Permendagri No. 113 Tahun Dengan demikian, pengelola keuangan desa wajib menjadikan Permendagri dimaksud sebagai al kitab yang harus selalu dirujuk, agar terhindar dari neraka di dunia (Penjara) dan kelak di akhirat (Jahanam). Asas Pengelolaan Keuangan Desa Asas adalah nilai-niliai yang menjiwai Pengelolaan Keuangan Desa. Asas dimaksud melahirkan prinsip-prinsip yang menjadi dasar dan harus tercermin dalam setiap tindakan Pengelolaan Keuangan Desa. Asas dan prinsip tidak berguna bila tidak terwujud dalam tindakan. Sesuai Permendagri No. 113 Tahun 2014, Keuangan Desa dikelola berdasarkan asas-asas, yaitu: Transparan Terbuka - keterbukaan, dalam arti segala kegiatan dan informasi terkait Pengelolaan Keuangan Desa dapat diketahui dan diawasi oleh pihak lain yang berwenang. Tidak ada sesuatu hal yang ditutup-tutupi (disembunyikan) atau dirahasiakan. Hal itu menuntut kejelasan siapa, melakukan apa serta bagaimana melaksanakannya. Transparan dalam pengelolaan keuangan mempunyai pengertian bahwa informasi keuangan diberikan secara terbuka dan jujur kepada masyarakat guna memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui secara terbuka dan menyeluruh atas pertanggungjawaban pemerintah dalam pengelolaan sumber daya yang dipercayakan kepadanya dan ketaatannya pada peraturan perundang- undangan (KK, SAP,2005). Akuntabel Mempunyai pengertian bahwa setiap tindakan atau kinerja pemerintah/lembaga dapat dipertanggungjawabkan kepada pihak-pihak yang memiliki hak atau berkewenangan untuk meminta keterangan akan pertanggungjawaban (LAN, 2003). Dengan denikian, pelaksanaan kegiatan dan penggunaan anggaran harus dapat dipertanggungjawabkan dengan baik, mulai dari proses perencanaan hingga pertanggungjawaban. Partisipatif Mempunyai pengertian bahwa setiap tindakan dilakukan dengan mengikutsertakan keterlibatan masyarakat baik secara langsung maupun tidak langsung melalui lembaga perwakilan yang dapat menyalurkan aspirasinya. Pengelolaan Keuangan Desa, sejak tahap perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan dan pertanggugjawaban Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 134

147 wajib melibatkan masyarakat para pemangku kepentingan di desa serta masyarakat luas, utamanya kelompok marjinal sebagai penerima manfaat dari program/kegiatan pembangunan di Desa. Tertib dan disiplin anggaran Mempunyai pengertian bahwa anggaran harus dilaksanakan secara konsisten dengan pencatatan atas penggunaannya sesuai dengan prinsip akuntansi keuangan di desa. Hal ini dimaksudkan bahwa pengelolaan keuangan desa harus sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku. Asas Penunjuk Perwujudannya Mengapa Penting? Transparan Memudahkan akses publik terhadap informasi Penyebartahuan informasi terkait Pengelolaan Keuangan Desa Memenuhi hak masyarakat Menghindari konflik Akuntabel Partisipatif Tertib dan Disiplin Anggaran Laporan Pertanggungjawaban Informasi kepada publik Keterlibatan efektif masyarakat Membuka ruang bagi peran serta masyarakat Taat hokum Tepat waktu, tepat jumlah Sesuai prosedur TAHAPAN KEGIATAN PENGELOLAAN Mendapatkan legitimasi masyarakat Mendapatkan kepercayaan public Memenuhi hak masyarakat Menumbuhkan rasa memiliki Meningatkan keswadayaan masyarakat Menghindari penyimpangan Meningkatkan prefesionalitas Pengelolaan Keuangan Desa merupakan rangkaian kegiatan yang berlangsung dengan mengikuti siklus: Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 135

148 PERENCANAAN PERTANGGUNGJAWABAN PELAKSANAAN PELAPORAN PENATAUSAHAAN 1. Perencanaan Secara umum, perencanaan keuangan adalah kegiatan untuk memperkirakan pendapatan dan belanja dalam kurun waktu tertentu di masa yang akan datang. Perencanaan keuangan desa dilakukan setelah tersusunnya RPJM Desa dan RKP Desa yang menjadi dasar untuk menyusun APBDesa yang merupakan hasil dari perencanaan keuangan desa. RPJM Desa & RKP Desa APB Desa 2. Pelaksanaan Pelaksanaan dalam pengelolaan keuangan desa merupakan implementasi atau eksekusi dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa. Termasuk dalam pelaksanaan diantaranya adalah proses pengadaan barang dan jasa serta proses pembayaran. Tahap pelaksanaan adalah rangkaian kegiatan untuk melaksanakan APBDesa dalam satu tahun anggaran yang dimulai dari 1 Januari hingga 31 Desember. Atas dasar APBDesa dimaksud disusunlah rencana anggaran biaya (RAB) untuk setiap kegiatan yang menjadi dasar pengajuan Surat Permintaan Pembayaran (SPP). APB Desa RAB SPP Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 136

149 Pengadaan barang dan jasa, penyusunan Buku Kas Pembantu Kegiatan, dan Perubahan APB Desa adalah kegiatan yang berlangsung pada tahap pelaksanaan. 3. Penatausahaan Penatausahaan merupakan rangkaian kegiatan yang dilakukan secara sistematis (teratur dan masuk akal/logis) dalam bidang keuangan berdasarkan prinsip, standar, serta prosedur tertentu sehingga informasi aktual (informasi yang sesungguhnya) berkenaan dengan keuangan dapat segera diperoleh. Tahap ini merupakan proses pencatatan seluruh transaksi keuangan yang terjadi dalam satu tahun anggaran. Lebih lanjut, kegiatan penatausahaan keuangan mempunyai fungsi pengendalian terhadap pelaksanaan APBDesa. Hasil dari penatausahaan adalah laporan yang dapat digunakan untuk pertanggungjawaban pengelolaan keuangan itu sendiri. 4. Pelaporan Pelaporan adalah kegiatan yang dilakukan untuk menyampaikan hal-hal yang berhubungan dengan hasil pekerjaan yang telah dilakukan selama satu periode tertentu sebagai bentuk pelaksanaan tanggungjawab (pertanggungjawaban) atas tugas dan wewenang yang diberikan Laporan merupakan suatu bentuk penyajian data dan informasi mengenai sesuatu kegiatan ataupun keadaan yang berkenaan dengan adanya suatu tanggung jawab yang ditugaskan. Pada tahap ini, Pemerintah Desa menyusun laporan realisasi pelaksanaan APBDes setiap semester yang disampaikan kepada Bupati/walikota. 5. Pertanggungjawaban Pertanggungjawaban pengelolaan keuangan desa dilakukan setiap akhir tahun anggaran yang disampaikan kepada Bupati/Walikota dan di dalam Forum Musyawarah Desa. Peran dan Keterlibatan Masyarakat dalam PKD Sesuai makna yang terangkum dalam pengertian Desa sebagai kesatuan masyarakat hukum yang berhak mengatur dan mengurus kepentingannya sendiri, maka peran dan keterlibatan masyarakat dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan desa menjadi keharusan. Karena, pada dasarnya Desa adalah organisasi milik masyarakat. Tata kelola Desa secara tegas juga menyaratkan hal itu, terlihat dari fungsi pokok Musyawarah Desa sebagai forum pembahasan tertinggi di desa bagi Kepala Desa (Pemerintah Desa), BPD, dan unsur-unsur masyarakat untuk membahas hal-hal strategis bagi keberadaan dan kepentingan desa. Dengan demikian, peran dan keterlibatan masyarakat juga menjadi keharusan dalam Pengelolaan Keuangan Desa. Oleh sebab itu, setiap tahap kegiatan PKD harus memberikan ruang bagi peran dan keterlibatan masyarakat. Masyarakat dimaksud secara longgar dapat dipahami sebagai warga desa setempat, 2 orang atau lebih, secara sendiri-sendiri maupun bersama, berperan dan terlibat secara positif dan memberikan sumbangsih dalam Pengelolaan Keuangan Desa. Namun bila hal itu dilakukan secara pribadi oleh orang seorang warga desa, tentu akan cukup merepotkan. Oleh karena itu, peran dan keterlibatan dimaksud hendaknya dilakukan oleh para warga desa secara Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 137

150 terorganisasi melalui Lembaga Kemasyarakatan dan/atau Lembaga Masyarakat yang ada di desa setempat. Peran dan keterlibatan masyarakat menjadi faktor penting, karena: 1) Menumbuhkan rasa tanggungjawab masyarakat atas segala hal yang telah diputuskan dan dilaksanakan. 2) Menumbuhkan rasa memiliki, sehingga masyarakat sadar dan sanggup untuk memelihara dan mengembangkan hasil-hasil pembangunan (swadaya), dan 3) Memberikan legitimasi/keabsahan atas segala yang telah diputuskan. Bagaimana peran dan keterlibatan itu diwujudkan dalam setiap tahap.kegiatan PKD? Apakah wujud peran dan keterlibatan itu memiliki hubungan dengan asas-asas PKD? Tabel di bawah ini mencoba memberikan gambaran: Tahap Kegiatan Perencanaan Pelaksanaan Penatausahaan Pelaporan dan Pertanggungjawaban Peran/Keterlibatan Masyarakat Peran dan Keterlibatan Memberikan masukan tentang rancangan APB Desa kepada Kepala Desa dan/atau BPD Bersama dengan Kasi, menyusun RAB, memfasilitasi proses pengadaan barang dan jasa, mengelola atau melaksanakan pekerjaan terkait kegiatan yang telah ditetapkan dalam Perdes tentang APB Desa. Memberikan masukan terkait perubahan APB Desa Meminta informasi, memberikan masukan, melakukan audit partisipatif Meminta informasi, mencermati materi LPj, Bertanya/meminta penjelasan terkait LPj dalam Musyawarah Desa Terkait dengan Asas Partisipatif Partisipatif Transparan Transparansi Akutabel Tertib dan disiplin anggaran Partisipatif Transparan Akuntabel B. PENGELOLA KEUANGAN DESA Pengantar Pengelolaan Keuangan Desa melekat dalam fungsi dan tugas Pemerintah Desa. Dengan demikian, Pengelola keuangan desa adalah aparat pemerintahan desa sesuai tugas danfungsinya yang ditetapkan dalam peraturan perundangan. Guna memahami dengan benar siapa, apa tugas dan tanggungjawab Pengelola dimaksud, perlu dipaparkan secara ringkas: 1) Struktur Pemerintah Desa. 2) Kekuasaan Pengelolaan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 138

151 Keuangan Desa. 3) Pelaksana Teknis Pengelolaan Keuangan Desa (PTPKD). 4) Tugas dan Tanggungjawab Pengelola. 5) Etika Pengelola Keuangan Desa. 1. Struktur Pemerintah Desa Sekretaris Desa memimpin sekretariat yang membawahi sebanyak-banyaknya 3 Urusan. Setiap Urusan dipimpin oleh Kepala Urusan (Kaur),yang bertanggungjawab kepada Sekretaris, dan (dapat) memiliki 1 orang atau lebih staf sesuai kebutuhan dan kemampuan keuangan desa. Salah seorang staf Kaur ditetapkan sebagai Bendahara. Pelaksana Teknis unit baru yang diperkenalkan UU No. 6 Tahun terdiri dari sebanyak-banyaknya 3 Seksi. Setiap Seksi dipimpin oleh Kepala Seksi (Kasi) yang langsung bertanggungjawab kepada Kepala Desa. 2. Kekuasaan Pengelolaan Keuangan Desa Kepala Desa adalah pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan desa dan mewakili Pemerintah Desa dalam kepemilikan kekayaan milik desa yang dipisahkan sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 3 Permendagri No. 113 Tahun PTPKD Kepala Desa sebagai pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan desa, dalam melaksanakan pengelolaan keuangan desa dibantu oleh Pelaksanan Teknis Pengelolaan Keuangan Desa (PTPKD) yang dibentuk oleh Kepala Desa dan ditetapkan dengan Keputusan Kepala Desa. Dalam PTPKD dimaksud Sekretaris Desa sebagai koordinator. Kepala Seksi sebagai pelaksana kegiatan sesuai bidangnya, dan Bendahara, yaitu unsur staf sekretariat desa yang membidangi administrasi keuangan. 4. Tugas dan tanggungjawab Pengelola Masing-masing pelaku dalam PTPKD mengemban tugas dan tanggungjawab sebagaimana dipaparkan dalam bagan di bawah ini. Matrik Tugas dan Tanggung Jawab Pengelola No Pelaku Tugas dan Tanggung Jawab Kepala Desa Menetapkan kebijakan tentang pelaksanaan APB Desa Mentapkan PTPKD Menetapkan petugas yang melakukan pemungutan penerimaan Desa Menyetujui pengeluaran atas kegiatan yang ditetapkan dalam APB Desa Melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran atas beban APBDesa Dalam melaksanakan pengelolaan keuangan Desa dibantu oleh PTPKD Sekretaris Desa (Koordinator PTPKD) Menyusun dan melaksanakan kebijakan pengelolaan APB Desa Menyusun rencana Peraturan Desa tentang APB Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 139

152 Kepala Seksi Bendahara Staff di Urusan Keuangan Desa, perubahan APB Desa dan pertanggungjawaban pelaksanaan APB Desa Melakukan pengendalian terhadap pelaksanaan kegiatan yang telah ditetapkan dalam APB Desa Menyusun pelaporan dan pertanggungjawaban pelaksanaan APB Desa Melakukan verifikasi terhadap bukti-bukti penerimaan dan pengeluaran APB Desa Menyusun rencana pelaksanaan kegiatan yang menjadi tanggung jawabnya Melaksanakan kegiatan dan/atau bersama lembaga kemasyarakatan Desa yang telah ditetapkan didalam APB Desa Melakukan tindakan pengeluaran yang menyebabkan atas beban anggaran belanja kegiatan Mengendalikan pelaksanaan kegiatan Melaporkan perkembangan pelaksanaan kegiatan kepada kepala desa Menyiapkan dokumen anggaran atas beban pengeluaran pelaksanaan kegiatan Menerima, menyimpan, menyetorkan/membayar, menatausahakan, dan mempertanggungjawabkan penerimaan pendapatan desa dan pengeluaran pendapatan Desa dalam rangka pelaksanaan APB Desa Etika Pengelola Etika adalah rambu-rambu, patokan, norma, yang diturunkan dari nilai-nilai moral yang menjadi acuan bertindak bagi seseorang dalam melaksankan tugas dan tanggungjawabnya. Etika ini menjadi sangat penting bila seseorang dimaksud adalah pejabat publik yang menentukan nasib masyarakat. Etika dimaksud bukan hukum, tetapi setiap tindakan yang melanggar etika pasti akan melanggar hukum. Etika ini muncul dalam semua sisi kehidupan kita. Dalam tindak laku bermasyarakat misalnya, kita sejak dini diajari untuk menghormati kepada orang yang lebih tua, sopan santun dalam berbicara, dan seterusnya. Kejujuran, tidak mengambil segala sesuatu yang bukan haknya, mendahulukan kepentingan masyarakat, adalah sedikit contoh yang menunjukkan etika dalam mengelola atau mengemban amanah masyarakat. Etika ini menjembatani agar nilai-nilai moral bisa menjadi tindakan nyata. Pengelola Keuangan Desa dituntut untuk menjunjung tinggi, memegang teguh etika mengelola keuangan. Pertama, uang membawa godaan yang besar untuk melanggar etika dan hukum. Melanggar etika akan berdampak pada sanksi sosial, yang menyebabkan merosotnya martabat seseorang di hadapan masyarakat. Melanggar hukum tentu akan berhadapan dengan hukum, Dewasa ini terlalu banyak aparat penyelenggara pemerintahan/negara yang harus pensiun dini karena masuk penjara. Kedua, tugas dan tanggungjawab mengelola keuangan desa berhubungan erat dan menentukan nasib rakyat desa. APBDesa untuk sebesar-besarnya kesejahteraan rakyat. Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 140

153 Apakah desa-desa kita akan menjadi desa yang maju dan rakyatnya sejahtera di masa mendatang, ditentukan sejauh mana etika pengelolaan keuangan dipegang teguh para Pengelola Keuangan Desa. C. PERENCANAAN PENGELOLAAN KEUANGAN DESA Pengantar Pengelolaan Keuangan Desa sebagai rangkaian kegiatan, diawali dengan kegiatan Perencanaan, yaitu penyusunan APBDesa. Dengan demikian, penting untuk memahami secara tepat berbagai aspek APBDesa: fungsi, ketentuan, struktur, sampai mekanisme penyusunannya, sebagaimana diuraikan berikut. Secara umum, pengertian perencanaan keuangan adalah kegiatan untuk memperkirakan pendapatan dan belanja untuk kurun waktu tertentu di masa yang akan datang. Dalam kaitannya dengan Pengelolaan Keuangan Desa, perencanaan dimaksud adalah proses penyusunan APBDes. Fungsi APB Desa Sebagai dokumen yang memiliki kekuatan hukum, APBDesa menjamin kepastian rencana kegiatan, dalam arti mengikat Pemerintah Desa dan semua pihak yang terkait, untuk melaksanakan kegiatan sesuai rencana yang telah ditetapkan, serta menjamin tersedianya anggaran dalam jumlah yang tertentu yang pasti, untuk melaksanakan rencana kegiatan dimaksud. APBDesa menjamin kelayakan sebuah kegiatan dari segi pendanaan, sehingga dapat dipastikan kelayakan hasil kegiatan secara teknis. Ketentuan Penyusunan APB Desa Apa saja yang Harus Diperhatikan dalam Penyusunan APBDes? Dalam menyusun APBDes, ada beberapa ketentuan yag harus dipatuhi: APBDesa disusun berdasarkan RKPDesa yang telah ditetapkan dengan Perdes. APBDesa disusun untuk masa 1 (satu) tahun anggaran, terhitung mulai 1 Januari sampai 31 Desember tahun berikutnya. Rancangan APBDesa harus dibahas bersama dengan Badan Permusyawaratan Desa (BPD). APBDesa dapat disusun sejak bulan September dan harus ditetapkan dengan Perdes, selambat-lambatnya pada 31 Desember pada tahun yang sedang dijalani. Selain itu, secara teknis penyusunan APBDesa juga harus memperhatikan: a. Pendapatan Desa Pendapatan Desa yang ditetapkan dalam APBDes merupakan perkiraan yang terukur secara rasional dan memiliki kepastian serta dasar hukum penerimaannya. Rasional artinya menurut pikiran logis atau masuk akal serta sesuai fakta atau data. Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 141

154 b. Belanja Desa Belanja desa disusun secara berimbang antara penerimaan dan pengeluaran, dan penggunaan keuangan desa harus konsisten (sesuai dengan rencana, tepat jumlah, dan tepat peruntukan), dan sesuai dengan ketentuan dan peraturan perundangundangan yang berlaku. c. Pembiayaan Desa Pembiayaan desa baik penerimaan pembiayaan maupun pengeluaran pembiayaan harus disesuaikan dengan kapasitas dan kemampuan nyata/sesungguhnya yang dimiliki desa, serta tidak membebani keuangan desa di tahun anggaran tertentu. d. SiLPA (Sisa Lebih Perhitungan Anggara) Dalam menetapkan anggaran Sisa Lebih Perhitungan Anggaran Tahun Anggaran Sebelumnya (SiLPA), agar disesuaikan dengan kapasitas potensi riil yang ada, yaitu potensi terjadinya pelampauan realisasi penerimaan desa, terjadinya penghematan belanja, dan adanya sisa dana yang masih mengendap dalam rekening kas desa yang belum dapat direalisasikan hingga akhir tahun anggaran sebelumnya. Mekanisme, Tugas, dan Tanggungjawab Pelaku dalam Penyusunan APB Desa Membaca Struktur APB Desa Struktur/susunan APBDes terdiri dari tiga komponen pokok: A. Pendapatan Desa B. Belanja Desa C. Pembiayaan Desa Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 142

155 Masing-masing komponen itu diuraikan lebih lanjut, sebagai berikut: A. Pendapatan Desa Pendapatan Desa, meliputi semua penerimaan uang melalui rekening desa yang merupakan hak desa dalam 1 (satu) tahun anggaran yang tidak perlu dibayar kembali oleh desa. Kelompok Pendapatan Pendapatan Asli Desa Transfer Pendapatan Lain-lain Jenis Pendapatan a. Hasil Usaha b. Hasil Aset c. Swadaya, partisipasi, gotong royong d. Lain-lain Pendapatan Asli Desa a. Dana Desa; b. Bagian dari Hasil Pajak Daerah Kabupaten/Kota dan Retribusi Daerah; c. Alokasi Dana Desa (ADD); d. Bantuan Keuangan dari APBD Provinsi; dan e. Bantuan Keuangan APBD Kabupaten/Kota. a. Hibah dan Sumbangan dari pihak ketiga yang tidak mengikat; b. Lain-lain pendapatan Desa yang sah. Rincian Pendapatan Hasil Bumdes, Tanah Kas Desa Tambatan perahu, pasar desa, tempat pemandian umum, jaringan irigasi Membangun dengan kekuatan sendiri yang melibatkan peran serta masyarakat berupa tenaga, barang yang dinilai dengan uang Hasil pungutan desa Pemberian berupa uang dari pihak ketiga Hasil kerjasama dengan pihak ketiga atau bantuan perusahaan yang berlokasi di desa B. Belanja Desa Belanja desa, meliputi semua pengeluaran dari rekening desa yang merupakan kewajiban desa dalam 1 (satu) tahun anggaran yang tidak akan diperoleh pembayarannya kembali oleh desa. Belanja desa dipergunakan dalam rangka mendanai penyelenggaraan kewenangan Desa. Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 143

156 Kelompok Belanja Penyelenggaraan Pemerintahan Desa Pelaksanaan Pembangunan Desa Pembinaan Kemasyarakatan Desa Pemberdayaan Masyarakat Desa Jenis Kegiatan (Sesuai RKP Desa) a. Kegiatan Pembayaran Penghasilan Tetap dan Tunjangan b. Kegiatan operasional kantor Kegiatan Pembangunan Jalan Lingkungan (Rabat Beton), dll (contoh) Kegiatan Penyelenggaraan Keamanan dan Ketertiban Lingkungan (contoh) Kegiatan Pelatihan Kelompok Tani (contoh) Jenis Belanja dan Rincian Belanja Belanja Pegawai 1. Pembayaran penghasilan tetap Kepala Desa (1 org) Perangkat Desa (Kaur, Kasi, Kadus, dll mis. 11 org) 2. Pembayaran tunjangan Kepala Desa Perangkat Desa (Kaur, Kasi, Kadus) BPD (mis: 5 org) 3. Insentif RT dan RW (mis: 5 RW, 25 RT) Belanja Barang dan Jasa ATK, Listrik, Air, Telepon Fotocopy/Penggandaan Benda Pos Belanja Modal Komputer Mesin Tik Meja, Kursi, Lemari 1. Belanja Barang dan Jasa Upah Sewa Mobil Minyak Bekesting Paku, Benang 2. Belanja Modal Marmer Prasasti Beton Readymix Kayu Pasir Batu Plastik Cor 1. Belanja Barang dan Jasa Honor Pelatih Transport Peserta Konsumsi Alat Pelatihan dll 2. Belanja Modal 1. Belanja Barang dan Jasa Honor Penyuluh Pertanian Transpor Penyuluh Konsumsi Alat Pelatihan 2. Belanja Modal Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 144

157 Belanja Tak Terduga Komposisi Belanja dalam APBDesa Pasal 100, PP , Belanja Desa yang ditetapkan dalam APB Desa digunakan dengan ketentuan: a. paling sedikit 70% (tujuh puluh perseratus) dari jumlah anggaran belanja Desa digunakan untuk mendanai penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan masyarakat Desa b. paling banyak 30% (tiga puluh perseratus) dari jumlah anggaran belanja Desa digunakan untuk: 1. penghasilan tetap dan tunjangan kepala Desa dan perangkat Desa; 2. operasional Pemerintah Desa; 3. tunjangan dan operasional Badan Permusyawaratan Desa; dan 4. insentif rukun tetangga dan rukun warga Perhitungan Penghasilan Tetap (Siltap) Aparat Pemerintah Desa Pasal 81 PP 43 Tahun 2014, Penghasilan tetap kepala Desa dan perangkat Desa dianggarkan dalam APB Desa yang bersumber dari ADD. Pengalokasian ADD untuk penghasilan tetap kepala Desa dan perangkat Desa menggunakan penghitungan sebagai berikut: a. ADD yang berjumlah kurang dari Rp ,00 (lima ratus juta rupiah) digunakan maksimal 60% (enam puluh perseratus); b. ADD yang berjumlah Rp ,00 (lima ratus juta rupiah) sampai dengan Rp ,00 (tujuh ratus juta rupiah) digunakan maksimal 50% (lima puluh perseratus); c. ADD yang berjumlah lebih dari Rp ,00 (tujuh ratus juta rupiah) sampai dengan Rp ,00 (sembilan ratus juta rupiah) digunakan maksimal 40% (empat puluh perseratus); d. ADD yang berjumlah lebih dari Rp ,00 (sembilan ratus juta rupiah) digunakan maksimal 30% (tiga puluh perseratus). C. Pembiayaan Desa Pembiayaan Desa meliputi semua penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun pada tahun-tahun anggaran berikutnya. Penerimaan Pembiayaan a. Sisa lebih perhitungan anggaran (SiLPA) tahun sebelumnya b. Pencairan Dana Cadangan c. Hasil penjualan kekayaan desa Pelampauan penerimaan pendapatan terhadap belanja Penghematan belanja Sisa dana kegiatan lanjutan. Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 145

158 yang dipisahkan. Pengeluaran Pembiayaan a. Pembentukan Dana Cadangan b. Penyertaan Modal Desa. Kegiatan yang penyediaan dananya tidak dapat sekaligus/sepenuhnya dibebankan dalam satu tahun anggaran. Mewujudkan Asas PKD dalam Kegiatan Perencanaan Perencanaan adalah awal dari sebuah kegiatan. Bila perencanaan itu dilakukan dengan tepat dan baik, akan memberikan pengaruh yang besar terhadap pelaksanaan dan kemudian hasil kegiatan. Ketepata perencanaan itu akan terjamin bila dalam prosesnya benar-benar mengacu pada ketentuan dan didasarkan pada azas-azas Pengelolaan Keuangan Desa. Bagaimana agar azas-azas itu mewujud dalam proses perencanaan? Tabel di bawah ini, mencoba memberikan gambaran. Asas Partisipasi Transparansi Akuntabel Penerjemahannya dalam Perencanaan Pemerintah Desa membuka ruang/mengikutsertakan masyarakat dalam menyusun RKP Desa maupun Rancangan APBDesa BPD melakukan konsultasi dengan masyarakat sebelum membahas Rancangan APBDesa bersama Pemerintah Desa Masyarakat memberikan masukan kepada Pemerintah Desa dan/atau BPD Mengumumkan, menginformasikan jadwal, agenda, dan proses perencanaan, serta hasil perencanaan secara terbuka kepada masyarakat Proses (tahap kegiatan) dilakukan sesuai ketentuan Kegiatan dilakukan oleh pihak yang berkompeten Rencana disusun berdasarkan aspirasi masyarakat dan data Rencana disepakati oleh para pihak terkait Yang dibutuhkan Komitmen Kepala Desa untuk melibatkan masyarakat secara optimal Warga masyarakat yang memahami ketentuan mauoun teknis penyusunan APBDesa Aturan dan mekanisme kerja BPD yang memastikan adanya konsultasi publik Tata kerja BPD untuk menyerap dan menampung aspirasi masyarakat. Sosialisasi dilakukan secara resmi oleh Pemerintah Desa dan BPD Sarana prasarana penyebartahuan informasi Warga peduli informasi Mengumumkan, menyosialisasikan ketentuan dan proses peyusunan APBDesa Pembahasan Rancangan APBDesa dilakukan secara terbuka, dalam arti dapat dihadiri oleh masyarakat Warga yang peduli pembahasan APBDesa Tertib dan Mengalokasikan anggaran Rincian kegiatan dalam proses Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 146

159 Disiplin Anggaran dalam jumlah tertentu dalam APBDesa untuk membiayai proses perencanaan Anggaran dimaksud digunakan secara tepat jumlah dan hanya untuk kegiatan perencanaan perencanaan yang membutuhkan dukungan pendanaan secara wajar. D. PELAKSANAAN PENGELOLAAN KEUANGAN DESA Pengantar Berdasarkan APBDesa yang dihasilkan pada tahap Perencanaan, dimulailah tahap Pelaksanaan. Kegiatan pokok pada tahap ini mencakup: penyusunan RAB, pengajuan Surat Permintaan Pembayaran (SPP), dan selanjutnya pelaksanaan kegiatan di lapangan. Pelaksanaan dalam Pengelolaan Keuangan Desa adalah rangkaian kegiatan untuk melaksanakan rencana dan anggaran yang telah ditetapkan APBDesa. Kegiatan pokok dalam fase pelaksanaan ini pada dasarnya bisa dipilah menjadi dua: 1) Kegiatan yang berkaitan dengan pengeluaran uang, dan 2) Pelaksanaan kegiatan di lapangan. Beberapa ketentuan yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan Pengelolaan Keuangan Desa, adalah: Semua penerimaan dan pengeluaran desa dalam rangka pelaksanaan kewenangan desa dilaksanakan melalui rekening kas desa (pasal 24 ayat 1 Permendagri 113 Tahun 2014). Semua penerimaan dan pengeluaran desa harus didukung oleh bukti yang lengkap dan sah (pasal 24 ayat 3 Permendagri 113 Tahun 2014). Pengeluaran desa yang mengakibatkan beban APBDesa tidak dapat dilakukan sebelum rancangan peraturan desa tentang APBDesa ditetapkan menjadi peraturan desa(pasal 26 ayat 1 Permendagri 113 Tahun 2014). Pengecualian untuk belanja pegawai yang bersifat mengikat dan operasional kantor yang sebelumnya telah ditetapkan dalam Peraturan Kepala Desa. Tugas dan Tanggungjawab Pelaku Unsur Pengelola Tugas dan Tanggungjawab Kepala Seksi (Kasi) Sekretaris Desa: Kepala Desa Meyusun RAB - Rencana Anggaran Biaya. Mengajukan SPP surat permohonan pencairan Memfasilitasi pengadaan Barang dan Jasa Mengerjakan Buku Kas Pembantu Kegiatsn Memverifikasi RAB Memverifikasi persyaratan pengajuan SPP Mengesahkan RAB Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 147

160 Bendahara Menyetujui SPP Melakukan pembayaran/pengeluaran uang dari kas Desa Mencatat transaksi dan menyusun Buku Kas Umum Mendokumentasikan bukti bukti pengeliaran Rangkaian Kegiatan Pelaksanaan Kegiatan awal yang harus dilakukan pada tahap ini meliputi: 1) Penyusunan RAB. 2) Pengadaan Barang dan Jasa. 3) Pengajuan SPP. 4) Pembayaran, dan 5) Pengerjaan Buku Kas Pembantu Kegiatan. Rangkaian kegiatan dimaksud, secara rinci diuraikan sebagai berikut: 1. Penyusunan RAB Sebelum menyusun RAB, harus dipastikan tersedia data tentang standar harga barang dan jasa yang dibutuhkan dalam pelaksanaan kegiatan pembangunan. Standar harga dimaksud diperoleh melalui survey harga di lokasi setempat (desa atau kecamatan setempat). Dalam hal atau kondisi tertentu, standar harga untuk barang dan jasa (tertentu) dapat menggunakan standar harga barang/jasa yang ditetapkan Pemerintah Kabupaten/Kota. Adapun prosedur dan tatacara penyusunan RAB adalah sebagai berikut: Pelaksana Kegiatan (Kepala Seksi) menyiapkan RAB untuk semua rencana kegiatan Sekretaris Desa memverifikasi RAB dimaksud Kepala Seksi mengajukan RAB yang sudah diverifikasi kepada Kepala Desa Kepala Desa menyetujui dan mensahkan Rencana Anggaran Biaya Kegiatan (RAB). Contoh RAB RENCANA ANGGARAN KEGIATAN DESA: MUTIARA KEC.: BATU MULIA TAHUN ANGGARAN Bidang : Pelaksanaan Pembangunan Desa 2. Kegiatan : Jalan Lingkungan (Rabat Beton) 3. Waktu Pelaksanaan: Rincian Pendanaan No. URAIAN Volum e Satuan Harga Satuan Rp. Jumlah Rp Belanja Barang dan Jasa 1.1 Upah Pekerja 137 HOK Upah Tukang 45 HOK Paku 5-10 cm 11 Kg Minyak Bekesting 4 Ltr Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 148

161 1.5 Benang 5 bh Mobil Pik Up 4 hari Ember 5 glg Sub Total 1) Belanja Modal 2.1 Beton Readymix 86 M Kayu Bekesting 2 M Pasir Urug 25 M Plastik cor 757 M Batu Scroup 11 M Papan Proyek 1 bh Prasasti Marmer 1 bh Sub Total 2) Total ,00 Disetujui/Mensahkan Kepala Desa Desa Mutiara, tanggal... Pelaksana Kegiatan 2. Pengadaan Barang/Jasa Berdasarkan RAB yang sudah disahkan Kepala Desa dan rencana teknis pengerjaan kegiatan di lapangan, Kepala Seksi (Pelaksana Kegiatan) memproses/memfasilitasi Pengadaan Barang dan Jasa guna menyediakan barang/jasa sesuai kebutuhan suatu kegiatan yang akan dikerjakan, baik yang dilakukan secara swakelola maupun oleh pihak ketiga. Pengadaan barang dan jasa dimaksud bertujuan untuk dan menjamin: Penggunaan anggaran secara efisien efisien Efektifitas pelaksanaan sebuah kegiatan Jaminan ketersediaan barang dan jasa yang sesuai (tepat jumlah, tepat waktu, dan sesuai spesifikasi) Transparansi dan akuntabilitas dalam penyediaan barang/jasa Peluang yang adil bagi seluruh masyarakat atau pengusaha terutama yang berada di desa setempat untuk berpartisipasi Dengan demikian, pengadaan barang/jasa harus sesuai dengan prinsip-prinsip efisien, efektif, transparan, pemberdayaan masyarakat, gotong-royong, dan akuntabel serta sesuai dengan kondisi sosial budaya masyarakat setempat. Hal ini dimaksudkan agar pelaksanaan pengadaan barang/jasa dapat berjalan sesuai Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 149

162 dengan tata kelola pemerintahan yang baik dan optimal bagi pembangunan desa. memberikan manfaat yang Prioritas bagi warga dan.atau pengusaha desa setempat, serta barang dan jasa yang tersedia atau dapat disediakan di desa setempat, mengandung maksud untuk mendorong peningkatan kegiatan ekonomi lolal/desa. Dengan demikian, memberikan dampak yang nyata bagi perkembangan eknomi masyarakat desa. Namun, proses pengadaan itu harus tetap berdasar pada ketentuan dan mekanisme yang ditetapkan dalam peraturan. Peraturan Pengadaan Barang dan Jasa di Desa Pengadaan barang dan/atau jasa di Desa, sebagaimana diatur dalam PP No. 43 tahun 2014, diatur dengan peraturan bupati/walikota dengan berpedoman pada ketentuan peraturan perundang-undangan. Dengan demikian, setiap Bupati/Wali Kota wajib menerbitkan Peraturan Bupati/Walikota yang mengatur tatacara dan menggariskan ketentuan pengadaan barang dan jasa di desa. Salah satu peraturan tentang pengadaan barang dan jasa adalah Perka LKPP No. 13 Tahun 2013 tentang Pedoman Tatacara Pengadaan Barang/Jasa di Desa. Dalam Perka dimaksud dinyatakan secara jelas bahwa pengadaan barang/jasa yang bersumber dari APBDesa di luar ruang lingkup pengaturan pasal 2 Perpres 54 /2010 jo Perpres 70/2012. Menurut Perka LKPP tersebut, tata cara pengadaan barang/jasa oleh Pemerintah Desa yang sumber pembiayaannya dari APBDesa ditetapkan oleh kepala daerah dengan tetap memperhatikan ketentuan peraturan Kepala LKPP dan kondisi masyarakat setempat. 3. Pengajuan SPP Selanjutnya, Kepala Seksi sebagai Koordinator Pelaksana Kegiatan mengajukan Surat Permintaan Pembayaran (SPP) sesuai prosedur dan tatacara sebagai berikut: Berdasarkan RAB tersebut, Pelaksana Kegiatan membuat Surat Permintaan Pembayaran (SPP) kepada Kepala Desa dilengkapi dengan Pernyataan Tanggung Jawab Belanja dan Bukti Transaksi. Ke Sekretaris Desa melakukan verifikasi terhadap SPP beserta lampirannya. Kepala Seksi mengajukan dokumen SPP yang sudah diverifikasi kepada Kepala Desa Kepala Desa menyetujui SPP dan untuk selanjutnya dilakukan pembayaran. 4. Pembayaran Prosedur dan tatacara pembayaran ditetapkan sebagai berikut: Kepala Seksi menyerahkan dokumen SPP yang telah disetujui/disyahkan Kepala Desa Bendahara melakukan pembayaran sesuai SPP Bendahara melakukan pencatatan atas pengeluaran yang terjadi. Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 150

163 Tentang Pajak Bendahara desa sebagai wajib pungut pajak penghasilan (PPh) dan pajak lainnya, wajib menyetorkan seluruh penerimaan potongan dan pajak yang dipungutnya ke rekening kas negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pajak adalah perwujudan dari pengabdian dan peran serta wajib pajak untuk secara langsung dan bersama-sama melaksanakan kewajiban perpajakan yang diperlukan untuk pembiayaan negara dan pembangunan nasional. Wajib pajak adalah orang pribadi atau badan yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan ditentukan untuk melakukan kewajiban perpajakan, termasuk pemungut pajak atau pemotong pajak. Jadi wajib pajak terdiri dari dua golongan besar yaitu orang pribadi atau badan dan pemotong atau pemungut pajak. Pemotong pajak adalah istilah yang digunakan pemungut pajak penghasilan (PPh) atas pengeluaran yang sudah jelas /pasti sebagai penghasilan oleh penerimanya. Misal pengeluaran untuk gaji, upah, honorarium (imbalan kerja atau jasa) sewa, bunga, dividen, royalti (imbalan penggunaan harta atas modal). Bendahara diwajibkan untuk memotong PPh atas pembayaran terhadap penerima. Jenis-jenis PPh, ada PPh perorangan (PPh 21) dan PPh badan (PPh 23). Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dikenakan terhadap penyerahan barang kena pajak (BKP) dan Jasa Kena Pajak oleh Pengusaha. Prinsip dasar cara pemungutan PPN adalah penjual atau pengusaha kena pajak (PKP) memungut pajak dari si pembeli. Pembeli pada waktu menjual memungut PPN terhadap pembeli berikutnya. Penjual atau PKP wajib menerbitkan Faktur Pajak minimal dua rangkap. Lembar kedua untuk PKP penjual namanya Pajak. Keluaran dan lembar pertama untuk PKP pembeli namanya pajak masukan. Tarif PPN pada umumnya adalah 10% (sepuluh persen) dari harga jual selanjutnya yang harus dibayar oleh pembeli adalah 110% (seratus sepuluh persen). Setiap penerimaan dan pengeluaran pajak dicatat oleh Bendahara dalam buku pembantu kas pajak. 5. Pengerjaan Buku Kas Pembantu Kegiatan Kepala Seksi/Pelaksana Kegiatan bertanggungjawab terhadap tindakan pengeluaran yang menyebabkan atas beban anggaran belanja kegiatan dengan mempergunakan Buku Kas Pembantu kegiatan sebagai pertanggungjawaban pelaksanaan kegiatan didesa. Buku Kas Pembantu Kegiatan ini berfungsi untuk mencatat semua transaksi penerimaan dan pengeluaran yang berkaitan dengan kegiatan yang dilaksanakan oleh Pelaksana Kegiatan. 3. Bidang : 4. Kegiatan : No Tgl Uraian BUKU KAS PEMBANTU KEGIATAN DESA.. KECAMATAN.. TAHUN ANGGARAN. Penerimaan (Rp.) Dari Bendahara Swadaya Masyarakat Nomor Bukti Pengeluaran(Rp.) Belanja Belanja Barang Modal dan Jumlah Pengembalian ke Bendahara Saldo Kas (Rp.) Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 151

164 Jasa Pindahan Jumlah dari halaman sebelumnya Jumlah Total Total Pengeluaran Penerimaan Total Pengeluaran + Saldo Kas Desa...,Tanggal Pelaksana Kegiatan Mewujudkan Asas PKD dalam Kegiatan Pelaksanaan Tahap Pelaksanaan ini adalah tahap yang rawan tindakan dan/atau peristiwa yang potensial menghambat kelancaran pengerjaan kegiatan di lapangan, antara lain: konflik diantara pihak-pihak terkait, penyimpangan, penyelewengan, dan penyalahgunaan wewenang, karena pada tahap ini terjadi aliran uang yang nyata. Untuk menghindari semua itu, ketentuan dan azas-azas Pengelolaan Keuangan Desa harus diperhatikan dan diwujudkan secara sungguh-sungguh. Asas Partisipasi Transparansi Penerjemahannya dalam Pelaksanaan Masyarakat terlibat dalam: 1. Survey harga 2. Menyusun RAB 3. Memfasilitasi proses pengadaan barang dan jasa Barang dan jasa yang dibutuhkan diumumkan secara terbuka Standar harga hasil survey diumumkan secara terbuka Spesifikasi barang dan jasa yang dibutuhkan diumumkan secara terbuka (Bila pengadaan melalui pelelangan) Penawaran dari pemenang lelang diumumkan secara terbuka Yang dibutuhkan Kasi terkait membentuk tim penyusun RAB Ada warga yang mengerti tentang tatacara dan terampil menghitung RAB Data harga dan spesifikasi barang dan jasa yang umum berlaku di desa setempat Warga yang memiliki pengetahuan tentang harga dan spesifikasi barang dan jasa yang dibutuhkan Warga yang memiliki kemampuan dan/atau usaha penyediaan barang dan jasa Mengumumkan renvana pengadaan barang dan jasa Akuntabel Kegiatan dilakukan sesuai ketentuan, prosesur, dan tatacara yang telah ditetapkan Kegiatan dilakukan oleh pihak Mengumumkan, menyosialisasikan kegiatan yang akan dilaksanakan Menyosialisasikan ketentuan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 152

165 Tertib dan Disiplin Anggaran yang berkompeten Setiap kegiatan didukung dan dapat dibuktikan dengan dokumen yang dipersyaratkan Menyampaikan laporan perrtanggungjawaban penggunaan dana secara bertahap selama rentang waktu pengerjaan kegiatan Membuka ruang bagi masyarakat untuk melakukan pemantauan Mencatat/membukukan setiap transaksi pada hari transaksi terjadi. Data keuangan konsiten (tepat jumlah dan tepat penggunaan) dan tatacara pelaksanaan kegiatan Warga yang memiliki keterampilan melakukan pemantauan E. PENATAUSAHAAN KEUANGAN DESA Pengantar Penatausahaan adalah kegiatan yang nyaris dilakukan sepanjang tahun anggaran. Kegiatan ini berrtupu pada tugas dan tanggungjawab Bendahara. Ketekunan dan ketelitian menjadi syarat dalam melaksanakan kegiatan ini. Penatausahaan adalah pencatatan seluruh transaksi keuangan, baik penerimaan maupun pengeluaran uang dalam satu tahun anggaran. Ketentuan Pokok Penatausahaan Pengelola Keuangan Desa, khususnya Bendahara, wajib memahami beberapa hal yang menjadi ketentuan pokok dalam Penatausahaan, agar kegiatan Penatausahaan berlangsung secara benar dan tertib. Secara ringkas, ketentuan pokok dimaksud disajikan pada tabel di bawah ini: Transaksi/Kegiatan Rekening Desa Penerimaan Ketentuan Pokok 1. Rekening Desa dibuka oleh Pemerintah Desa di bank Pemerintah atau bank Pemerintah Daerah atas nama Pemerintah Desa. 2. Spesimen atas nama Kepala Desa dan Bendahara Desa dengan jumlah rekening sesuai kebutuhan. Penerimaan dapat dilakukan dengan cara: 1. Disetorkan oleh bendahara desa 2. Disetor langsung oleh Pemerintah supra desa atau Pihak III kepada Bank yang sudah ditunjuk 3. Dipungut oleh petugas yang selanjutnya dapat diserahkan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 153

166 kepada Bendahara Desa atau disetor langsung ke Bank. Penerimaan oleh bendahara desa harus disetor ke kas desa paling lambat tujuh hari kerja dibuktikan dengan surat tanda setoran Pungutan Pengeluaran Pungutan dapat dibuktikan dengan: 1. Karcis pungutan yang disahkan oleh Kepala Desa 2. Surat tanda bukti pembayaran oleh Pihak III 3. Bukti pembayaran lainnya yang sah 1. Dokumen penatausahaan pengeluaran harus disesuaikan dengan peraturan desa tentang APBDesa atau Peraturan Desa tentang Perubahan APBDesa 2. Pengeluaran dilakukan melalui pengajuan Surat Permintaan Pembayaran (SPP) Tugas, Tanggung jawab, dan Prosedur Penatausahaan Bendahara Desa wajib melakukan penatausahaan terhadap seluruh penerimaan maupu pengeluaran. Bendahara Desa wajib mempertanggungjawabkan penerimaan uang yang menjadi tanggungjawabnya melalui laporan pertanggungjawaban penerimaan kepada kepala desa paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya. Kepala Seksi, selaku Pelaksana Kegiatan bertanggungjawab terhadap tindakan pengeluaran yang menyebabkan atas beban anggaran belanja kegiatan dengan mempergunakan buku pembantu kas kegiatan sebagai pertanggungjawaban pelaksanaan kegiatan didesa. Prosedur penatausahaan penerimaan a. Prosedur Penerimaan melalui Bendahara Desa Penyetoran langsung melalui Bendahara Desa oleh pihak ketiga, dilakukan sesuai prosedur dan tatacara sebagai berikut: 1) Pihak ketiga/penyetor mengisi Surat Tanda Setoran (STS)/tanda bukti lain. 2) Bendahara Desa menerima uang dan mencocokan dengan STS dan tanda bukti lainya. 3) Bendahara Desa mencatat semua penerimaan 4) Bendahara Desa menyetor penerimaan ke rekening kas desa 5) Bukti setoran dan bukti penerimaan lainnya harus diarsipkan secara tertib. b. Prosedur Penerimaan melalui Bank Penyetoran melalui bank oleh pihak ketiga dilakukan sesuai prosedur dan tata- cara sebagai berikut: 1) Bank yang ditunjuk oleh Pemerintah Desa dlm rangka menyimpan uang dan surat berharga lainnya yang ditetapkan sebagai rekening kas desa. Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 154

167 2) Pihak ketiga/penyetor mengisi STS/tanda bukti lain sesuai ketentuan yg berlaku. 3) Dokumen yg digunakan oleh bank meliputi : STS/Slip setoran Bukti penerimaan lain yg syah 4) Pihak ketiga/penyetor menyampaikan pemberitahuan penyetoran yg dilakukan melalui bank kepada bendahara desa dengan dilampiri bukti penyetoran/slip setoran bank yg syah. 5) Bendahara desa mencatat semua penerimaan yg disetor melalui bank di Buku Kas Umum dan Buku Pembantu bank berdasarkan bukti penyetoran/slip setoran bank Buku Kas Penatausahaan, baik penerimaan maupun pengeluaran dilakukan dengan menggunakan: 1) Buku Kas Umum Buku Kas Umum ini berfungsi untuk mencatat semua transaksi baik penerimaan maupun pengeluaran yang berkaitan dengan kas (uang tunai). BUKU KAS UMUM DESA KECAMATAN. TAHUN ANGGARAN... No. Tgl. KODE REKENING URAIA N PENERIMA AN (Rp.) PENGELUAR AN (Rp.) NO BUK TI JUMLAH PENGELUAR AN KUMULATIF SALD O JUMLAH Rp. Rp.., tanggal MENGETAHUI DESA, KEPALA DESA, BENDAHARA Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 155

168 2) Buku Kas Pembantu Pajak Berfungsi untuk mencatat semua transaksi penerimaan dan pengeluaran pajak (khususnya PPh Pasal 21 dan PPn), dalam kaitannya Bendahara Desa sebagai Wajib Pungut (Wapu). BUKU KAS PEMBANTU PAJAK DESA KECAMATAN. TAHUN ANGGARAN... PEMOTONGAN PENYETORAN No. TANGGAL URAIAN (Rp.) (Rp.) SALDO (Rp.) JUMLAH Mengetahui Kepala Desa...tanggal... Bendahara Desa ) Buku Bank Berfungsi untuk mencatat semua transaksi baik penerimaan maupun pengeluaran yang terkait dengan bank (penarikan, penyetoran, dll). N o BUKU BANK DESA DESA KECAMATAN. TAHUN ANGGARAN... BULAN : BANK CABANG : REK. NO. : TGL TRA N SAK SI URAIAN TRANSA KSI BUKTI TRANSA KSI PEMASUKAN BUN SETOR GA AN BAN (Rp.) K (Rp.) PENARI KAN (Rp.) PENGELUARAN PAJ AK (Rp.) BIAYA ADMINIST RASI (Rp.) SAL DO Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 156

169 TOTAL TRANSAKSI BULAN INI TOTAL TRANSAKSI KUMULATIF MENGETAHUI KEPALA DESA BENDAHARA DESA,.. Bukti Transaksi Selain berupa Buku Kas, Buku Bank dan Buku Kas Pembantu, bukti transaksi juga merupakan bagian dari penatausahaan dalam pengelolaan keuangan. Tanpa bukti transaksi, transaksi bisa dianggap tidak sah. Bukti transaksi adalah dokumen pendukung yang berisi data transaksi yang dibuat setelah melakukan transaksi untuk kebutuhan pencatatan keuangan. Di dalam suatu bukti transaksi minimal memuat data: pihak yang mengeluarkan atau yang membuat. Bukti transaksi yang baik adalah di dalamnya tertulis pihak yang membuat, yang memverifikasi, yang menyetujui dan yang menerima. Contoh Bukti Transaksi: Kuitansi: Merupakan bukti transaksi yang muncul akibat terjadinya penerimaan uang sebagai alat pembayaran suatu transaksi yang diterima oleh si penerima uang. Nota Kontan (Nota): Merupakan bukti pembelian atau penjualan barang yang dibayar secara tunai. Faktur: Merupakan bukti pembelian atau penjualan barang yang dibayar secara kredit. Memo Internal (Memo): Merupakan bukti transaksi internal antara pihak-pihakdalam internal lembaga. Misalnya: Pemakaian perlengkapan, penyusutan aktiva, penghapusan piutang, dll Nota Debit: Merupakan bukti pengembalian barang yang dibuat oleh pembeli. Barang dikembalikan biasanya karena cacat atau tidak sesuai pesanan. Nota Kredit: Merupakan bukti pengembalian barang yang dibuat oleh penjual. Barang dikembalikan biasanya karena cacat atau tidak sesuai pesanan Status dan Fungsi Dokumen Penatausahaan Buku Kas (Umum, Pajak, Pembantu Kegiatan, dan Bank), dan bukti-bukti transakasi adalah dokumen resmi milik Pemerintah Desa. Dokumen dimaksud berfungsi untuk sumber data untuk keperluan pemeriksaan/audit, dan juga sebagai barang bukti Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 157

170 apabila diperlukan dalam proses hukum, dalam hal terjadi dugaan penyelewengan keuangan, atau tindak pidana lain terkait keuangan desa. Dengan demikian, tindakan secara sengaja menghilangkan, merusak, mengubah, seluruh atau sebagaian dokumen dimaksud adalah tindakan melawan hukum. Mewujudkan Asas PKD dalam Kegiatan Penatausahaan Bagaimana agar azas-azas Pengelolaan Keuangan Desa mewujud dalam kegiataan Penatausahaan? Asas Partisipasi Transparan Akuntabel Tertib dan Disiplin Anggaran Penerjemahannya dalam Penatausahaan Membuka peluang bagi kegiatan audit partisipatif Mengumumkan secara terbuka Laporan Bulanan Bendahara Laporan bulanan Bendahara dilakukan secara rutin Dilakukan rekonsiliasi rekening setiap bulan Laporan bulanan Bendahara dilakukan tepat waktu Laporan bulanan Bendahara memuat semua transaksi dalam satu bulan laporan Data keuangan yang disampaikan konsisten Setiap transaksi dapat dibuktikan dengan bukti transaksi yang sah Yang dibutuhkan Warga yang memiliki kemampuan (pengetahuan dan ketermpilan) untuk meoakukan audit keuangan dan.atau proses F. PELAPORAN DAN PERTANGGUNGJAWABAN PENGELOLAAN KEUANGAN DESA Pengantar Pelaporan dan Pertanggungjawaban adalah babakan terakhir dalam siklus Pengelolaan Keuangan Desa. Hal-hal pokok yang perlu dipahami berkenaan dengan Bab ini mencakup: pengertian dan makna laporan pertanggungjawaban, tahap, prosedur, dan tatacara penyampaian laporan pertanggungjawaban. Selain itu perlu dihayati bahwa pada hakikatnya laporan pertanggungjawaban Pengelolaan Keuangan Desa adalah pemenuhan tanggungjawab kepada masyarakat-rakyat desa atas pengelolaan uang dan kepentingan rakyat oleh Pemerintah Desa. Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 158

171 Pelaporan Pelaporan merupakan salah satu mekanisme untuk mewujudkan dan menjamin akuntabiltas pengelolaan keuangan desa, sebagaimana ditegaskan dalam asas Pengelolaan Keuangan Desa (Asas Akuntabel). Hakikat dari pelaporan ini adalah Pengelolaan Keuangan Desa dapat dipertanggungjawabkan dari berbagai aspek: Hukum, administrasi, maupun moral. Dengan demikian, pelaporan pengelolaan keuangan desa menjadi kewajiban PemerintaD desa sebagai bagian tak terpisahkan dari penyelengaraan pemerintahan desa. Fungsi Pelaporan sebagai salah satu alat pengendalian untuk: Mengetahui kemajuan pelaksanaan kegiatan, dan Mengevaluasi berbagai aspek (hambatan, masalah, faktor-faktor berpengaruh, keberhasilan, dan sebagainya) terkait pelaksaan kegiatan Prinsip Hal-hal penting atau prinsip yang harus diperhatikan dalam melaksanakan pelaporan ini, antara lain: a) Menyajikan informasi data yang valid, akurat dan terkini. b) Sistematis (mengikuti kerangka pikir logis) c) Ringkas dan jelas d) Tepat waktu sesuai kerangka waktu yang telah ditetapkan dalam Permendagri Tahap, dan Prosedur Penyampaian Laporan Pelaporan yang dimaksud dalam Pengelolaan Keuangan Desa adalah penyampaian laporan realisasi/pelaksanaan APB Desa secara tertulis oleh Kepala Desa (Pemerintah Desa) kepada Bupati/Walikota sesuai ketentuan yang telah ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan yang dipilah dalam dua tahap: Laporan Semester Pertama disampaikan oleh Kepala Desa kepada Bupati/Walikota paling lambat pada akhir bulan Juli tahun berjalan Laporan Semester Kedua/Laporan Akhir disampaiakan oleh Kepala Desa kepada Bupati/Walikota paling lambat pada akhir bulan Januari tahun berikutnya. Dokumen Dokumen laporan yang disampaikan adalah: 1. Form Laporan Realisasi Pelaksanaan APBDesa Semester I, untuk Laporan Semester I 2. Form Realisasi Laporan Akhir, Untuk laporan akhir Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 159

172 Laporan Pertanggungjawaban Laporan Pertanggungjawaban ini pada dasarnya adalah laporan realisasi pelaksanaan APBDesa yang disampaikan oleh Kepala Desa kepada Bupati/Walikota setelah tahun anggaran berakhir pada 31 Desember setiap tahun. Laporan pertanggungjawaban ini harus dilakukan oleh Kepala Desa paling lambat pada akhir bulan Januari tahun berikutnya. Laporan Pertanggungjawaban ini ditetapkan dengan Peraturan Desa dengan menyertakan lampiran: 1. Laporan Pertanggungjawaban Realisasi Pelaksanaan APB Desa sesuai Form yang ditetapkan. 2. Laporan Kekayaan Milik Desa, dan 3. Laporan Program Sektoral dan Program Daerah yang masuk ke Desa Pertanggungjawaban Kepada Masyarakat Sejalan dengan prinsip transparansi, akuntabel, dan partisipatif yang merupakan ciri dasar tata kelola pemerintahan yang baik (Good Governance), maka pertanggungjawaban tidak hanya disampaikan kepada pemerintah yang berwenang, tetapi juga harus disampaikan kepada masyarakat baik langsung maupun tidak langsung. Secara langsung, pertanggungjawaban kepada masyarakat bisa disampaikan melalui Musyawarah Desa sebagai forum untuk membahas hal-hal strategis, yang dihadiri BPD dan unsur-unsur masyarakat lainnya. Selain itu, laporan pertanggungjawaban juga dapat disebarluaskan melalui berbagai sarana komunikasi dan informasi: papan Informasi Desa, web site resmi pemerintah kabupaten atau bahkan desa. Penyampaian Informasi Laporan Kepada Masyarakat Ditegaskan dalam asas pengelolaan keuangan adanya asas partisipatif. Hal itu berarti dalam pengelolaan keuangan desa harus dibuka ruang yang luas bagi peran aktif masyarakat. Sejauh yang ditetapkan dalam Permendagri, Laporan realisasi dan laporan pertanggungjawaban realisasi/pelaksanaan APBDesa wajib diinformasikan secara tertulis kepada masyarakat dengan menggunakan media yang mudah diakses oleh masyarakat. Maksud pokok dari penginformasian itu adalah agar seluas mungkin masyarakat yang mengetahui berbagai hal terkait dengan kebijakan dan realisasi pelaksanaan APBDesa. Dengan demikian, masyarakat dapat memberikan masukan, saran, koreksi terhadap pemerintah desa, baik yang berkenaan dengan APBDesa yang telah maupun yang akan dilaksanakan. Mewujudkan Asas PKD dalam Kegiatan Pelaporan dan Pertanggungjawaban Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 160

173 Sebagaimana telah dinyatakan di atas bahwa hakikat Pelaporan dan Pertanggungjawaban adalah Pengelolaan Keuangan Desa dapat dipertanggungjawabkan dari berbagai aspek: Hukum, administrasi, maupun moral. Hal itu dapat dipenuhi apabila azas-azas Pengelolaan Keuangan Desa diwujudkan secara baik dan benar. Asas Partisipasi Transparansi Akuntabel Tertib dan Disiplin Anggaran Penerjemahannya dalam Pelaporan dan Pertanggungjawaban Membuka ruang bagi masyarakat untuk mencermati laporan pertanggungjawaban Pengelolaan Keuangan Desa Menginformasikan secara terbuka Laporan realisasi/pelaksanaan APBDesa Menyampaikan Laporan Pertanggungjawaban dalam forum Musyawarah Desa Laporan Semester I dan Laporan akhir sesuai Form yang telah ditetapkan Isi/materi Lapaoran sesuai Dokumen Laporan Pertanggungjawaban sesuai ketentuan Laporan Pertanggungjawaban disusun melalui proses pembahasan dengan BPD Laporan disampaikan kepada Bupati/Walikota sesuai ketentuan Laporan diinformasikan kepada masyarakat secara terbuka Laporan dilakukan tepat waktu Data dalam laporan konsisten/sesuai Data keuangan dalam laporan tepat jumlah Yang dibutuhkan Mengagendakan penyampaian Laporan pertanggungjawaban dalam Musyawarah Desa Pengelolaan secara efektif media/sarana penyampaian informasi Aspirasi masyarakat agar LPj diagendakan dalam Musyawarah Desa Warga yang memiliki pengethuan terkait laporan pertanggungjawaban Pengelolaan Keuangan Desa Warga yang peduli dan menaruh perhatian terhadap laporan pertanggungjawaban Pengelolaan Keuangan Desa Audit proses dan keuangan. Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 161

174 Pokok Bahasan 5 PENGEMBANGAN EKONOMI DESA Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 162

175 Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 163

176 SPB 5.1 MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA Rencana Pembelajaran Arah dan Orientasi Pengembangan Ekonomi Desa Tujuan Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat: 1. Menjelaskan potensi pengembangan ekonomi desa; 2. Menjelaskan peran Desa dalam penguasaan aset-aset strategis di Desa; 3. Menjelaskan kepemilikan kolektif atas kegiatan usaha ekonomi Desa. Waktu 1 JPL (45 Menit) Metode Penugasan perorangan, Curah pendapat, dan Presentasi Media Lembar curah pendapat dan Slide presentasi Alat Bantu Flipt Chart, Spidol, Laptop dan Infocus Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 164

177 Proses Penyajian Kegiatan 1: Pembukaan 1. Menjelaskan mengenai pokok bahasan serta tujuan sub pokok bahasan yang akan disampaikan. Kegiatan 2: Menggugah Kesadaran (Menyanyi bersama dan curah pendapat) 2. Ajak seluruh peserta untuk berdiri dan minta salah satu peserta memimpin menyanyikan lagu DESA karya Iwan Fals secara bersama-sama. Untuk memudahkan proses, putarkan lagu dan tayangkan liriknya (Media Fasilitasi 5.1.1); 3. Usai menyanyi, lanjutkan dengan curah pendapat peserta dengan topik: Bagaimana kondisi pengembangan ekonomi desa saat ini? Dengan berlakunya UU No. 6/2014 tentang Desa, bagaimana pendapat peserta tentang arah kemajauan ekonomi desa? 4. Ajak peserta menemukenali potensi-potensi yang dapat didayagunakan untuk pengembangan ekonomi desa; 5. Tayangkan media contoh Desa yang berhasil mengembangkan potensi ekonominya. Kegiatan 3: Pengembangan Aset Desa (penayangan video tentang pengembangan ekonomi desa) 6. Tayangkan video, minta peserta mengikuti/mencermati secara seksama; 7. Minta beberapa peserta mengungkapkan hal-hal yang penting dan menarik dari tayangan tersebut; 8. Catat hal-hal yang diungkapkan peserta; 9. Ajak peserta untuk mengelompokkan poin-poin penting hasil pemikirannya (Media Fasilitasi 5.1.2); 10. Berikan pembulatan. Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 165

178 D E S A Oleh Iwan Fals Media Fasilitasi Desa harus jadi kekuatan ekonomi Agar warganya tak hijrah ke kota Sepinya desa adalah modal utama Untuk bekerja dan mengembangkan diri Walau lahan sudah menjadi milik kota Bukan berarti desa lemah tak berdaya Desa adalah kekuatan sejati Negara harus berpihak pada para petani Entah bagaimana caranya Desalah masa depan kita Keyakinan ini datang begitu saja Karena aku tak mau celaka Desa adalah kenyataan Kota adalah pertumbuhan Desa dan kota tak terpisahkan Tapi desa harus diutamakan Di lumbung kita menabung Datang paceklik kita tak bingung Masa panen masa berpesta Itulah harapan kita semua Tapi tengkulak tengkulak bergentayangan Tapi lintah darat pun bergentayangan Untuk apa punya pemerintah Kalau hidup terus terusan susah Di lumbung kita menabung Datang paceklik kita tak bingung Masa panen masa berpesta Itulah harapan kita semua Desa harus jadi kekuatan ekonomi Agar warganya tak hijrah ke kota Sepinya desa adalah modal utama Untuk bekerja dan mengembangkan diri Desa harus jadi kekuatan ekonomi *** Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 166

179 Identifikasi Strategi Pengembangan Aset Desa Media Fasilitasi No. Jenis Aset Aset Strategis Peran Pemerintah Desa Strategi Pengembangan Dst. Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 167

180 SPB 5.2 MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA Rencana Pembelajaran BUM Desa Sebagai Penggerak Perekonomian Desa Tujuan Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat: 1. Menyebutkan fungsi dan peran BUM Desa dalam pengembangan ekonomi desa; 2. Memahami alur dan tahapan pembentukan BUM Desa. Waktu 1 JPL (45 Menit) Metode Diskusi, Curah Pendapat dan Presentasi Media Lembar Diskusi dan Slide Presentasi Alat Bantu Flipt Chart, Spidol, Laptop dan Infocus Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 168

181 Proses Penyajian Kegiatan 4: Pembukaan 11. Menjelaskan mengenai tujuan sub pokok bahasan yang akan disampaikan. Kegiatan 5: Fungsi dan Peran BUM Desa (Curah Pendapat) 12. Minta salah satu peserta bercerita tentang BUM Desa yang pernah dilihat/diketahui; 13. Minta peserta yang lain menambahkan informasi tentang BUM Desa; 14. Simpulkan fungsi dan peran BUM Desa berdasarkan pemahaman peserta. Kegiatan 6: Pembentukan BUM Desa (Diskusi Kelompok) 15. Bagi peserta menjadi beberapa kelompok; 16. Bagikan Permendesa No. 4 Tahun 2015 kepada setiap kelompok; 17. Minta setiap kelompok merumuskan alur, tahapan, ketentuan dan tata cara pembentukan BUM Desa; 18. Minta salah satu kelompok mempresentasikan hasil diskusinya; 19. Berikan pembulatan. Kegiatan 7: Menutup Sesi 20. Menutup sesi ini dengan mengucapkan salam. Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 169

182 PB 5 MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA Bahan Bacaan Pengembangan Ekonomi Desa BADAN USAHA MILIK DESA (BUM DESA) A. PENGANTAR UU No. 6/2014 tentang Desa menjadi prioritas penting bagi Pemerintahan Jokowi-JK dengan menempatkan posisi Desa sebagai kekuatan besar yang akan memberikan kontribusi terhadap misi Indonesia yang berdaulat, sejahtera, dan bermartabat. Prioritas tersebut tercermin dalam Nawacita, khususnya Cita ketiga. Prioritas posisi Desa tersebut membutuhkan komitmen pengawalan implementasi UU Desa secara sistematis, konsisten, dan berkelanjutan untuk mencapai Desa yang maju, kuat, mandiri, dan demokratis. Salah satu wujud komitmen tersebut ialah pengaturan tentang BUM Desa melalui Permendesa No. 4/2015 sebagai pelaksanaan amanat UU Desa. Sebagai amanat UU Desa, BUM Desa dapat dimaknai sebagai: 1. Salah satu strategi kebijakan membangun Indonesia dari pinggiran melalui pengembangan usaha ekonomi Desa yang bersifat kolektif. 2. Salah satu strategi kebijakan untuk meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia di Desa. 3. BUM Desa sebagai salah satu bentuk kemandirian ekonomi Desa dengan menggerakkan unit-unit usaha yang strategis bagi usaha ekonomi kolektif Desa. B. BUM DESA DAN TRADISI BERDESA Konsepsi Tradisi Berdesa merupakan salah satu gagasan fundamental yang mengiringi pendirian BUM Desa. Tradisi Berdesa sejajar dengan kekayaan modal sosial dan modal politik serta berpengaruh terhadap daya tahan dan keberlanjutan BUM Desa. Inti gagasan dari Tradisi Berdesa dalam pendirian BUM Desa adalah: 1. BUM Desa membutuhkan modal sosial (kerja sama, solidaritas, kepercayaan, dan sejenisnya) untuk pengembangan usaha yang menjangkau jejaring sosial yang lebih inklusif dan lebih luas. 2. BUM Desa berkembang dalam politik inklusif melalui praksis Musyawarah Desa sebagai forum tertinggi untuk pengembangan usaha ekonomi Desa yang digerakkan oleh BUM Desa. 3. BUM Desa merupakan salah satu bentuk usaha ekonomi Desa yang bersifat kolektif antara pemerintah Desa dan masyarakat Desa. Usaha ekonomi Desa Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 170

183 kolektif yang dilakukan oleh BUM Desa mengandung unsur bisnis sosial dan bisnis ekonomi. 4. BUM Desa merupakan badan usaha yang dimandatkan oleh UU Desa sebagai upaya menampung seluruh kegiatan di bidang ekonomi dan/atau pelayanan umum yang dikelola oleh Desa dan/atau kerja sama antar-desa. 5. BUM Desa menjadi arena pembelajaran bagi warga Desa dalam menempa kapasitas manajerial, kewirausahaan, tata kelola Desa yang baik, kepemimpinan, kepercayaan dan aksi kolektif. 6. BUM Desa melakukan transformasi terhadap program yang diinisiasi oleh pemerintah (government driven; proyek pemerintah) menjadi milik Desa. C. PEMBENTUKAN DAN PENDIRIAN BUM DESA Pada prinsipnya, pendirian BUM Desa merupakan salah satu pilihan Desa dalam gerakan usaha ekonomi Desa [vide Pasal 87 ayat (1) UU Desa, Pasal 132 ayat (1) PP No. 43/2014, dan Pasal 4 Permendesa PDTT No. 4/2015]. Frasa dapat mendirikan BUM Desa dalam peraturan perundang-undangan tentang Desa tersebut menunjukkan pengakuan dan penghormatan terhadap prakarsa Desa dalam gerakan usaha ekonomi. Dari ketentuan tersebut, Pendirian BUM Desa didasarkan atas prakarsa Desa yang mempertimbangkan: a) inisiatif Pemerintah Desa dan/atau masyarakat Desa; b) potensi usaha ekonomi Desa; c) sumberdaya alam di Desa; d) sumberdaya manusia yang mampu mengelola BUM Desa; dan e) penyertaan modal dari Pemerintah Desa dalam bentuk pembiayaan dan kekayaan Desa yang diserahkan untuk dikelola sebagai bagian dari usaha BUM Desa. Dalam aras sistem hukum, prakarsa Desa tersebut memerlukan legitimasi yuridis dalam bentuk Perbup/walikota tentang Daftar Kewenangan Berdasarkan Hak Asal Usul dan Kewenangan Lokal Berskala Desa. Di dalam Peraturan Bupati tersebut dicantumkan rumusan pasal (secara normatif) tentang: a) pendirian dan pengelolaan BUM Desa ke dalam ketentuan tentang Kewenangan Lokal Berskala Desa bidang pengembangan ekonomi lokal Desa; b) penetapan BUM Desa ke dalam ketentuan tentang Kewenangan Lokal Berskala Desa di bidang pemerintahan Desa. Langkah prosedural selanjutnya adalah penerbitan Perdes tentang Kewenangan Berdasarkan Hak Asal Usul dan Kewenangan Lokal Berskala Desa yang mengembangkan isi Perbup/Walikota tersebut dengan memasukkan pendirian, penetapan, dan pengelolaan BUM Desa. Baik Peraturan Bupati/Walikota maupun Perdes tentang Daftar Kewenangan Berdasarkan Hak Asal Usul dan Kewenangan Lokal Berskala Desa yang memuat BUM Desa tersebut harus sinkron dengan isi RPJM Desa, RKP Desa dan APB Desa yang juga Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 171

184 mencantumkan BUM Desa dalam perencanaan bidang pelaksanaan pembangunan Desa (item: rencana kegiatan pengembangan usaha ekonomi produktif). Alur Pendirian BUM Desa D. LANGKAH PELEMBAGAAN BUM DESA Proses pelembagaan pelembagaaan BUM Desa harus dilakukan secara partisipatif. Tujuannya agar pendirian BUM Desa benar-benar seirama dengan denyut nadi usaha ekonomi Desa dan demokratisasi Desa. Langkah-langkah pelembagaan tersebut adalah sebagai berikut. Pertama, sosialisasi tentang BUM Desa. Inisiatif sosialisasi kepada masyarakat Desa dapat dilakukan oleh Pemerintah Desa, BPD, PLD (Pendamping Lokal Desa) baik secara langsung maupun bekerjasama dengan (i) Pendamping Desa yang berkedudukan di kecamatan, (ii) Tenaga Ahli Pemberdayaan Masyarakat yang berkedudukan di Kabupaten, dan (iii) Pendamping Pihak Ketiga (LSM, Perguruan Tinggi, Organisasi Kemasyarakatan). Langkah sosialisasi ini bertujuan agar masyarakat Desa dan kelembagaan Desa memahami tentang apa BUM Desa, tujuan pendirian, manfaat pendirian dan lain sebagainya. Keseluruhan Pendamping perlu melakukan upaya inovatif-progresif untuk meyakinkan masyarakat bahwa BUM Desa akan memberikan manfaat kepada Desa. Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 172

185 Perumusan hasil sosialisasi yang memuat pembelajaran dari BUM Desa dan kondisi internal eksternal Desa dapat dibantu oleh para Pendamping. Substansi sosialisasi selanjutnya menjadi rekomendasi pada pelaksanaan Musyawarah Desa yang mengagendakan pendirian/ pembentukan BUM Desa. Rekomendasi dari sosialisasi dapat menjadi masukan untuk: o Rencana Pemetaan Aspirasi/Kebutuhan Masyarakat tentang BUM Desa oleh BPD dan nantinya akan menjadi Pandangan Resmi BPD terkait BUM Desa; dan o Bahan Pembahasan tentang BUM Desa yang disiapkan oleh Pemerintah Desa dan akan disampaikan oleh Kepala Desa kepada BPD. Kedua, pelaksanaan Musyawarah Desa. Musyawarah Desa atau yang disebut dengan nama lain adalah musyawarah antara BPD, Pemerintah Desa, dan unsur masyarakat yang diselenggarakan oleh BPD untuk menyepakati hal yang bersifat strategis. Musyawarah Desa diselenggarakan oleh BPD yang difasilitasi oleh Pemerintah Desa. Pendirian atau pembentukan BUM Desa merupakan hal yang bersifat strategis. Pelaksanaan tahapan Musyawarah Desa dapat dielaborasi kaitannya dengan pendirian/ pembentukan BUM Desa secara partisipatif, demokratis, transparan dan akuntabel dengan berdasarkan kepada hak dan kewajiban masyarakat. Salah satu tahapan dalam Musyawarah Desa yang penting adalah Rencana Pemetaan Aspirasi/Kebutuhan Masyarakat tentang BUM Desa oleh BPD. Anggota BPD dapat bekerjasama dengan para Pendamping untuk melakukan Kajian Kelayakan Usaha pada tingkat sederhana yakni: a) menemukan potensi Desa yang dapat dikembangkan melalui pengelolaan usaha/bisnis. b) mengenali kebutuhan sebagian besar warga Desa dan masyarakat luar Desa. c) merumuskan bersama dengan warga Desa untuk menentukan rancangan alternatif tentang unit usaha dan klasifikasi jenis usaha. Unit usaha yang diajukan dapat berbadan hukum (PT dan LKM) maupun tidak berbadan hukum. d) klasifikasi jenis usaha pada lokasi Desa yang baru memulai usaha ekonomi Desa secara kolektif, disarankan untuk merancang alternatif unit usaha BUM Desa dengan tipe pelayanan atau bisnis sosial dan bisnis penyewaan. Kedua tipe unit usaha BUM Desa ini relatif minim laba namun minim resiko kerugian bagi BUM Desa. e) organisasi pengelola BUM Desa termasuk dalam susunan kepengurusan (struktur organisasi dan nama pengurus). Struktur organisasi menjadi bahan pembahasan dalam Musyawarah Desa dan nantinya akan menjadi bagian substantif dalam Perdes tentang Pendirian BUM Desa. Adapun susunan nama pengurus BUM Desa dipilih langsung dalam Musyawarah Desa agar pengurus/pengelola BUM Desa mendapat legitimasi penuh dari warga Desa. Kesepakatan atas subjek/orang dalam susunan kepengurusan BUM Desa selanjutnya ditetapkan dalam Keputusan Kepala Desa. Susunan kepengurusan organisasi pengelola BUM Desa Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 173

186 terdiri dari Penasihat, Pelaksana Operasional dan Pengawas. Penamaan susunan kepengurusan dapat menggunakan penyebutan nama setempat yang dilandasi semangat kekeluargaan dan kegotongroyonan. f) modal usaha BUM Desa. Modal awal BUM Desa bersumber dari APB Desa. Modal BUM Desa terdiri atas penyertaan modal Desa dan penyertaan modal masyarakat Desa. g) rancangan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga BUM Desa (AD/ART) dibahas dalam Musyawarah Desa dan hasil naskah AD/ART itu diputuskan oleh Kepala Desa sebagaimana diatur dalam Pasal 136 ayat (5) PP No. 47/2015. AD/ART tersebut dibahas dalam Musyawarah Desa agar prakarsa masyarakat Desa tetap mendasari substansi AD/ART. h) pokok bahasan opsional tentang rencana investasi Desa yang dilakukan oleh pihak luar dan nantinya dapat dikelola oleh BUM Desa. Ketiga, penetapan Perdes tentang Pendirian BUM Desa (Lampiran: AD/ART sebagai bagian tak-terpisahkandari Perdes). Susunan nama pengurus yang telah dipilih dalam Musdes, dijadikan dasar oleh Kepala Desa dalam penyusunan surat keputusan Kepala Desa tentang Susunan Kepengurusan BUM Desa. Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 174

187 Pokok Bahasan 6 PENYUSUNAN PERATURAN DI DESA Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 175

188 Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 176

189 SPB 6.1 MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA Rencana Pembelajaran Pokok-Pokok Penyusunan Peraturan di Desa Tujuan Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat: 1. Mengungkapkan fungsi peraturan; 2. Menyebutkan jenis peraturan di Desa; 3. Mengemukakan kaidah penyusunan peraturan; 4. Menyusun sistematika peraturan. Waktu 60 Menit Metode Sharing, Brainstorming, Pemaparan dan Pleno Media Bahan bacaan Alat Bantu Flipt Chart, Spidol, Laptop dan Infocus Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 177

190 Proses Penyajian Kegiatan 1: Pembukaan 1. Jelaskan pokok bahasan, sub pokok bahasan dan tujuan yang ingin dicapai bersama dalam sesi pembelajaran saat ini. Kegiatan 2: Hal-Hal Pokok (Tanya Jawab) 2. Minta peserta menjelaskan: Mengapa peraturan penting? Apa manfaat peraturan? Apa saja jenis-jenis peraturan di Desa? Ruang lingkup dan batas kewenangan desa dalam menyusun peraturan desa? 3. Minta peserta menjelaskan kaidah penyusunan peraturan di Desa. Kegiatan 3: Sistematika Peraturan Desa (Telaah) 4. Bagi peserta menjadi beberapa kelompok; 5. Bagikan contoh peraturan desa kepada setiap kelompok; 6. Minta setiap kelompok merumuskan sistematika peraturan desa; 7. Beri penegasan atau pembulatan. Kegiatan 4: Proses Penyusunan Peraturan Desa (Diskusi) 8. Minta setiap kelompok menyusun alur proses penyusunan peraturan Desa; 9. Minta salah satu kelompok mempresentasikan hasil diskusinya; 10. Minta kelompok yang lain menambahkan dan mengkritisi; 11. Berikan penegasan. Kegiatan 5: Penyebarluasan Peraturan (Presentasi) 12. Sampaikan kepada peserta hal-hal penting menyangkut penyebarluasan peraturan sebagaimana di bawah ini: Peraturan Desa disampaikan oleh Kepala Desa kepada Bupati/Walikota melalui Camat sebagai bahan pembinaan dan pengawasan paling lambat 7 (tujuh) hari setelah ditetapkan. Peraturan Desa dan peraturan pelaksanaannya wajib disebarluaskan kepada masyarakat oleh Pemerintah Desa. Penyebarluasan Peraturan Desa diumumkan di dalam Lembaran Desa dan Berita Desa oleh Sekretaris Desa. Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 178

191 SPB 6.2 MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA Rencana Pembelajaran Strategi Fasilitasi Penyusunan Peraturan di Desa Tujuan Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat: 1. Menemukenali permasalahan yang dapat diatur dengan peraturan desa; 2. Menentukan narasumber yang terkait permasalahan dimaksud; 3. Menyediakan contoh/rujukan peraturan yang sesuai. Waktu 30 Menit Metode Diskusi, Curah pengalaman Media Bahan bacaan, Lembar kerja, Bahan tayang Alat Bantu Flipt Chart, Spidol, Laptop dan Infocus Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 179

192 Proses Penyajian Kegiatan 6: Pembukaan 13. Jelaskan pokok bahasan, sub pokok bahasan dan tujuan yang ingin dicapai dalam sesi ini. Kegiatan 7: Menemukenali Masalah dan Menentukan Narasumber (Diskusi) 14. Bagi peserta menjadi beberapa kelompok; 15. Minta peserta berdiskusi (gunakan Lembar Kerja 6.2.1); 16. Beri penegasan. Kegiatan 8: Menyediakan Contoh (Tanya Jawab) 17. Minta beberapa peserta menjelaskan cara atau upaya menyediakan contoh peraturan desa yang diperlukan; 18. Simpulkan dan rumuskan langkah-langkah yang paling efektif untuk menyediakan contoh. Kegiatan 9: Menutup Sesi 19. Tegaskan peran dan tugas PLD dalam fasilitasi penyusunan peraturan di Desa. Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 180

193 Lembar Kerja Menemukenali Masalah dan Menentukan Narasumber No. Bidang Permasalahan Narasumber Tantangan 1 Pelayanan publik 2 Lingkungan hidup 3 Pengelolaan Sumber Daya Alam 4 Pengembangan Ekonomi 5 Keamanan dan Ketertiban dst Dst... Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 181

194 PB 6 Bahan Bacaan Penyusunan Peraturan di Desa PRODUK HUKUM DI DESA 1. Apa yang dimaksud dengan kewenangan desa? Bahan Bacaan 1 Kewenangan Desa adalah kewenangan yang dimiliki Desa meliputi kewenangan di bidang penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan Pembangunan Desa, Pembinaan Kemasyarakatan Desa, dan Pemberdayaan Masyarakat Desa berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul dan adat istiadat Desa (pasal 18 UU Desa No. 6 Tahun 2014). 2. Meliputi kewenangan apa saja yang diberikan kepada Desa? Dalam pasal 19 UU Desa No. 6 Tahun 2014 Kewenangan Desa meliputi: a. Kewenangan berdasarkan hak asal usul; b. Kewenangan lokal berskala Desa; c. Kewenangan yang ditugaskan oleh Pemerintah, pemerintah daerah provinsi, atau pemerintah daerah kabupaten/kota; dan d. Kewenangan lain yang ditugaskan oleh Pemerintah, pemerintah daerah provinsi, atau pemerintah daerah kabupaten/kota sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 3. Apa yang dimaksud dengan kewenangan hak asal-usul? Kewenangan berdasarkan hak asal usul adalah hak yang merupakan warisan yang masih hidup dan prakarsa Desa atau prakarsa masyarakat Desa sesuai dengan perkembangan kehidupan masyarakat. Sesuai pasal 2 Permendesa PDTT no 1/2015 bahwa ruang lingkup kewenangan berdasarkan hak asal usul Desa meliputi : a. sistem organisasi perangkat Desa; b. sistem organisasi masyarakat adat; c. pembinaan kelembagaan masyarakat; d. pembinaan lembaga dan hukum adat; e. pengelolaan tanah kas Desa; Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 182

195 f. pengelolaan tanah Desa atau tanah hak milik Desa yang menggunakan sebutan setempat; g. pengelolaan tanah bengkok; h. pengelolaan tanah pecatu; i. pengelolaan tanah titisara; dan j. pengembangan peran masyarakat Desa. Sedangkan Kewenangan berdasarkan hak asal usul Desa adat (pasal 3 Permendesa PDTT No 1/2015) meliputi: a. penataan sistem organisasi dan kelembagaan masyarakat adat; b. pranata hukum adat; c. pemilikan hak tradisional; d. pengelolaan tanah kas Desa adat; e. pengelolaan tanah ulayat; f. kesepakatan dalam kehidupan masyarakat Desa adat; g. pengisian jabatan kepala Desa adat dan perangkat Desa adat; dan h. masa jabatan kepala Desa adat 4. Apa yang dimaksud dengan kewenangan lokal berskala desa? Kewenangan lokal berskala Desa adalah kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat Desa yang telah dijalankan oleh Desa atau mampu dan efektif dijalankan oleh Desa atau yang muncul karena perkembangan Desa dan prakasa masyarakat Desa. 5. Apa saja ruang lingkup kewenangan lokal berskala desa? Sesuai pasal 5 Permendesa No 1/2015 bahwa ruang lingkup kewenangan desa berdasarkan bersekala lokal meliputi : a. kewenangan yang mengutamakan kegiatan pelayanan dan pemberdayaan masyarakat; b. kewenangan yang mempunyai lingkup pengaturan dan kegiatan hanya di dalam wilayah dan masyarakat Desa yang mempunyai dampak internal Desa; c. kewenangan yang berkaitan dengan kebutuhan dan kepentingan sehari-hari masyarakat Desa; d. kegiatan yang telah dijalankan oleh Desa atas dasar prakarsa Desa; e. program kegiatan pemerintah, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota dan pihak ketiga yang telah diserahkan dan dikelola oleh Desa; dan f. kewenangan lokal berskala Desa yang telah diatur dalam peraturan perundangundangan tentang pembagian kewenangan pemerintah, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota. 6. Siapa yang dimaksud sebagai pihak ketiga dalam pasal 5 huruf e Permendesa PDTT No. 1 Tahun 2015? Pasal 6 Permendesa No. 1 Tahun 2015 dijelaskan Pihak ketiga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf e meliputi: a. individu; b. organisasi kemasyarakatan; c. perguruan tinggi; d. lembaga swadaya masyarakat; e. lembaga donor; dan f. perusahaan. Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 183

196 7. Apa yang dimaksud dengan produk hukum desa? Adalah semua Peraturan Perundang-undangan baik yang ditetapkan oleh Kepala Desa setelah dibahas dan disepakati bersama BPD, maupun peraturan yang ditetapkan oleh Kepala Desa dan bersifat mengikat. 8. Apa yang dimaksud dengan Peraturan Desa? Peraturan Desa adalah Peraturan Perundang-undangan yang ditetapkan oleh Kepala Desa setelah dibahas dan disepakati bersama BPD, yang merupakan kerangka hukum dan kebijakan dalam penyelenggaraan Pemerintahan Desa dan Pembangunan Desa, Peraturan Desa merupakan penjabaran atas berbagai kewenangan yang dimiliki desa mengacu pada ketentuan peraturan perundangan-undangan yang lebih tinggi. Sesuai pasal 2 Permendagri no 111/2014 bahwa jenis peraturan di desa : a. Peraturan desa; b. Peraturan Bersama kepaladesa; dan c. Peraturan Kepala Desa. 9. Apa yang dimaksud dengan Peraturan Kepala Desa? Peraturan Kepala Desa adalah Peraturan perundang-undangan yang ditetapkan oleh Kepala Desa yang bersifat mengatur dalam rangka melaksanakan Peraturan Desa dan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. 10. Apa yang dimaksud dengan Peraturan Bersama Kepala Desa? Peraturan Bersama Kepala Desa adalah Peraturan perundang-undangan yang ditetapkan oleh dua atau lebih Kepala Desa dan bersifat mengatur antar Desa satu dengan desa yang lainnya. 11. Siapa yang berhak menyusun produk hukum Desa? Yang berhak menyusun adalah Kepala Desa dan Badan Permusyawaratan Desa. 12. Apakah masyarakat boleh atau memiliki hak untuk ikut dalam penyusunan Peraturan Desa? Sebagaimana yang yang diatur pada pasal 6 ayat (2) Permendagri nomor 111/2014 bahwa hal tersebut diperbolehkan dan bahkan harus dikonsultasikan kepada masyarakat, Rancangan Peraturan Desa yang telah disusun, wajib dikonsultasikan kepada masyarakat desa dan dapat dikonsultasikan kepada camat untuk mendapatkan masukan. 13. Apa peran Badan Permusyawaratan Desa (BPD dalam penyusunan Peraturan Desa? Peran BPD dalam penyusunan Peraturan desa adalah sangat penting karena Rancangan Peraturan Desa yang telah dikonsultasikan kepada masyarakat oleh Kepala Desa disampaikan kepada BPD untuk dibahas dan disepakati bersama (pasal 6 ayat (5) Permendagri nomor 111/ Apa peran Kepala Desa dalam menyusun produk hukum desa? Peran Kepala Desa dalam penyusunan produk hukum desa adalah menetapkan dan mennadatangani rancangan produk hukum yang telah disepakati bersama oleh Kepala Desa dan BPD. Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 184

197 15. Bagaimana proses penyusunan produk hukum desa? Proses penyusunan produk hokum desa adalah rancangan peraturan yang sudah dibuat oleh pemeritah desa : a. Wajib dikonsultasikan kepada masyarakat desa (diutamakan kepada masyarakat atau kelompok masyarakat yang terkait langsung dengan substansi materi pengaturan); b. Dikonsultasikan kepada Camat untuk mendapatkan masukan; c. Kepala Desa menyampaikan rancangan peraturan tersebut kepada BPD untuk dibahas dan disepakati bersama; d. Penetapan dan penandatanganan peraturan yang sudah disepakati bersama; e. Rancangan perauran desa yang telah dibubuhi tanda tangan Kepala desa disampaikan kepada Sekretaris Desa untuk diundangkan melalui lembaran desa; f. Peraturan dinyatakan molai berlaku dan mempunyai kekuatan hokum yang mengikat sejak diundangkannya di lembaran desa. 16. Apa saja jenis produk hukum desa menurut amanat UU Desa? Jenis produk hukum desa, ada 3 yaitu : a. Peraturan Desa (Perdes); Peraturan Desa yang merupakan peraturan perundang-undangan yang dibuat oleh BPD bersama kepala desa. Perdes bersifat umum sehinga mengatur segala hal yang menjadi kewenangan desa dan juga mengikat semua orang yang berada dalam lingkup desa. Perdes harus mengindahkan batasan ataupun larangan yang ditentukan oleh peraturan yang lebih tinggi derajatnya berdasarkan hirarki peraturan. b. Peraturan Kepala Desa; Peraturan yang dikeluarkan oleh kepala desa yang mempunyai fungsi sebagai peraturan pelaksana dari Perdes ataupun pelaksanan dari peraturan yang lebih tingg. Peraturan Kepala desa hanya dapat mengatur hal-hal yang diperintahkan secara konkret dalam Perdes. Karena itu, tidak boleh mengatur hal yag tidak diperintahkan ataupun dilarang oleh Perdes. Ini merupakan salah satu bentuk pembatasan terhadap kekuasaan yang dimiliki oleh kepala desa. Sedangkan pada posisinya sebagai pelaksana peraturan yang lebih tinggi, Perdes memuat materi yang mengatur kewenangannya atau materi yang diperintahkan atau didelegasikan dari peraturan yang lebih tingi. Peraturan kepala Desa tetap saja dapat mengatur materi yang tidak ditentukan dalam Perdes, namun materi itu harus tetap diperintahkan oleh peraturan yang lebih tinggi, misalnya diperintahkan oleh UU, PP atau Perda. Dengan demikian Peraturan Kepala Desa merupakan salah satu peraturan yang lebih bebas dalam menentukan substansi yang akan diaturnya, namun tetap harus mempunyai dasar hokum dalam pengaturan materi tersebut. c. Peraturan Bersama Kepala Desa : Peraturan ini merupakan peraturan yang materi muatan merupakan kesepakatan bersama antara dua desa atau lebih 17. Apa azas utama yang harus mendasari Peraturan Desa? Azas utama yang harus mendasari peraturan Desa adalah : Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 185

198 a. Rekognisi, yaitu pengakuan terhadap hak asal usul; b. Subsidiaritas, yaitu penetapan kewenangan berskala lokal dan pengambilan keputusan secara lokal untuk kepentingan masyarakat Desa; c. Keberagaman, yaitu pengakuan dan penghormatan terhadap sistem nilai yang berlaku di masyarakat Desa, tetapi dengan tetap mengindahkan sistem nilai bersama dalam kehidupan berbangsa dan bernegara; d. Kebersamaan, yaitu semangat untuk berperan aktif dan bekerja sama dengan prinsip saling menghargai antara kelembagaan di tingkat Desa dan unsur masyarakat Desa dalam membangun Desa; e. Kegotongroyongan, yaitu kebiasaan saling tolong-menolong untuk membangun Desa; f. Kekeluargaan, yaitu kebiasaan warga masyarakat Desa sebagai bagian dari satu kesatuan keluarga besar masyarakat Desa; g. Musyawarah, yaitu proses pengambilan keputusan yang menyangkut kepentingan masyarakat Desa melalui diskusi dengan berbagai pihak yang berkepentingan; h. Demokrasi, yaitu sistem pengorganisasian masyarakat Desa dalam suatu sistem pemerintahan yang dilakukan oleh masyarakat Desa atau dengan persetujuan masyarakat Desa serta keluhuran harkat dan martabat manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa diakui, ditata, dan dijamin; i. Kemandirian, yaitu suatu proses yang dilakukan oleh Pemerintah Desa dan masyarakat Desa untuk melakukan suatu kegiatan dalam rangka memenuhi kebutuhannya dengan kemampuan sendiri; j. Partisipasi, yaitu turut berperan aktif dalam suatu kegiatan; k. Kesetaraan, yaitu kesamaan dalam kedudukan dan peran; l. Pemberdayaan, yaitu upaya meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat Desa melalui penetapan kebijakan, program, dan kegiatan yang sesuai dengan esensi masalah dan prioritas kebutuhan masyarakat Desa; dan m. Keberlanjutan, yaitu suatu proses yang dilakukan secara terkoordinasi, terintegrasi, dan berkesinambungan dalam merencanakan dan melaksanakan program pembangunan Desa 18. Dimana letak kedudukan Peraturan Desa dalam susunan (hirarki) Peraturan perundangan? Dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Peraturan Perundangundangan, Peraturan Desa dikeluarkan dari hierarkhi peraturan perundang-undangan, tetapi tetap diakui keberadaannya sebagai salah satu jenis peratuan perundangundangan dan mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang diperintahkan oleh Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi atau dibentuk berdasarkan kewenangan. 19. Apakah Desa dapat menyusun Perdes tanpa ada peraturan diatasnya (Perbup)? Dapat. Desa tetap dapat menyusun Perdes tanpa harus menunggu peraturan diatasnya dalam hal ini Perbup selama tidak bertentangan dengan UU Desa dan turunannya. 20. Mengapa harus ada Peraturan Desa dalam kehidupan berdesa? Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 186

199 Sebagai konsekwensi desa diberikan kewenangan untuk mengatur, mengurus dan bertangguingjawab, maka peraturan Desa diterbitkan sebagai kerangka hukum dan kebijakan dalam penyelenggaraan pemerintahan desa dan pembangunan desa. 21. Peraturan Desa apa saja yang dievaluasi oleh Walikota/Bupati? Perdes tentang APB Desa, pungutan, tata ruang dan organisasi pemerintahan. 22. Siapa mengevaluasi Rancangan Peraturan Desa, tentang APB Desa, pungutan, tata ruang, dan organisasi Pemerintah Desa yang telah dibahas dan disepakati oleh Kepala Desa dan BPD? Evaluasi rancangan peraturan desa dilakukan oleh Bupati/Walikota. Sebagaimana dalam Pasal 14 Permendagri No. 111 Tahun 2014, (1) Rancangan Peraturan Desa tentang APB Desa, pungutan, tata ruang, dan organisasi Pemerintah Desa yang telah dibahas dan disepakati oleh Kepala Desa dan BPD, disampaikan oleh Kepala Desa kepada Bupati/Walikota Melalui camat atau sebutan lain paling lambat 3 (tiga) hari sejak disepakati untuk dievaluasi. (2) Dalam hal Bupati/Walikota tidak memberikan hasil evaluasi dalam batas waktu, Peraturan Desa tersebut berlaku dengan sendirinya. 23. Bagaimana apabila hasil evaluasi rancangan peraturan desa tentang APB Desa, pungutan, tata ruang, dan organisasi Pemerintah Desa harus ada perbaikan? Kepala Desa harus memperbaiki rancangan peraturan Desa tersebut. Sebagaimana dalam Pasal 15 Permendagri No. 111 Tahun 2014 (1) Hasil evaluasi rancangan Peraturan Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat diserahkan oleh Bupati/Walikota paling lama 20 (dua puluh) hari kerja terhitung sejak diterimanya rancangan Peraturan tersebut oleh Bupati/Walikota. (2) Dalam hal Bupati/Walikota telah memberikan hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat 2 pasal 14, Kepala Desa wajib memperbaikinya. 24. Berapa waktu yang dibutuhkan untuk memperbaiki rancangan peraturan desa tentang APB Desa, pungutan, tata ruang, dan organisasi Pemerintah Desa? Waktu yang dibutuhkan yaitu selama 20 hari. Sebagaimana dalam Pasal 16 Permendagri No. 111 Tahun (1) Kepala Desa memperbaiki rancangan peraturan desa sebagaimana dimaksud dalam pasal 15 ayat 2 paling lama 20 (dua puluh) hari sejak diterimanya hasil evaluasi. (2) Kepala Desa dapat mengundang BPD untuk memperbaiki rancangan peraturan desa sebagaimana dimaksud pada ayat 1. (3) Hasil koreksi dan tindaklanjut disampaikan Kepala Desa kepada Bupati/Walikota melalui camat. 25. Bagaimana jika Kepala Desa tidak menindaklanjuti hasil evaluasi dari Bupati/Walikota terhadap rancangan peraturan desa tentang APB Desa, pungutan, tata ruang, dan organisasi Pemerintah Desa? Bupati/Walikota dapat membatalkan rancangan peraturan desa tersebut. Sebagaimana dalam Pasal 17 Permendagri No. 111 Tahun Dalam hal Kepala Desa tidak meninjaklanjuti hasil evaluasi sebagaimana dimaksud dalam pasal 16 ayat 1, dan tetap menetapkan menjadi Peraturan Desa, Bupati/Walikota membatalkan Peraturan Desa dengan Keputusan Bupati/Walikota. Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 187

200 26. Apa yang dimaksud dengan Peraturan Desa yang pro masyarakat rakyat desa? Adalah peraturan Desa yang disusun melalui musyawarah Desa dan mengatur tentang hajat hidup kepentingan rakyat untuk menuju kesejahteraan. Contoh : Perdes tentang jalan desa, Perdes tentang pemanfaatan sumber daya air, perdes tentang pasar desa, perdes tentang saluaran irigasi dan lain sebagainya. 27. Bagaimana caranya supaya Peraturan Desa menjamin kepentingan dan melindungi hak masyarakat? Penyusunan Perdes harus disusun sebagai berikut : Sebagaimana dalam pasal 6 Permendagri No. 111 Tahun 2014 : (1) Penyusunan rancangan Peraturan Desa diprakarsai oleh Pemerintah Desa; (2) Rancangan Peraturan Desa yang telah disusun, wajib dikonsultasikan kepada masyarakat desa dan dapat dikonsultasikan kepada camat untuk mendapatkan masukan; (3) Rancangan Peraturan Desa yang dikonsultasikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diutamakan kepada masyarakat atau kelompok masyarakat yang terkait langsung dengan substansi materi pengaturan; (4) Masukan dari masyarakat desa dan camat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) digunakan Pemerintah Desa untuk tindaklanjut proses penyusunan rancangan Peraturan Desa; (5) Rancangan Peraturan Desa yang telah dikonsultasikan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan Kepala Desa kepada BPD untuk dibahas dan disepakati bersama. Sumber: Tim Penulis, Buku Saku Memahami Undang-Undang Desa: Tanya-Jawab Seputar Undang-Undang Desa. Jakarta: Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Republik Indonesia. Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 188

201 PB 6 Bahan Bacaan Penyusunan Peraturan di Desa Bahan Bacaan 2 POKOK-POKOK KEBIJAKAN PENYUSUNAN PERATURAN DI DESA 1. Indonesia Sebagai Negara Hukum Dalam rangka perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, maka dalam Perubahan Keempat pada tahun 2002, konsepsi Negara Hukum atau Rechtsstaat yang sebelumnya hanya tercantum dalam Penjelasan UUD 1945, dirumuskan dengan tegas dalam Pasal 1 ayat (3) yang menyatakan, Negara Indonesia adalah Negara Hukum. Dalam konsep Negara Hukum itu, diidealkan bahwa yang harus dijadikan panglima dalam dinamika kehidupan kenegaraan adalah hukum, bukan politik ataupun ekonomi. Karena itu, jargon yang biasa digunakan dalam bahasa Inggeris untuk menyebut prinsip Negara Hukum adalah the rule of law, not of man. Yang disebut pemerintahan pada pokoknya adalah hukum sebagai sistem, bukan orang per orang yang hanya bertindak sebagai wayang dari skenario sistem yang mengaturnya. Gagasan Negara Hukum itu dibangun dengan mengembangkan perangkat hukum itu sendiri sebagai suatu sistem yang fungsional dan berkeadilan, dikembangkan dengan menata supra struktur dan infra struktur kelembagaan politik, ekonomi dan sosial yang tertib dan teratur, serta dibina dengan membangun budaya dan kesadaran hukum yang rasional dan impersonal dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Untuk itu, sistem hukum itu perlu dibangun (law making) dan ditegakkan (law enforcing) sebagaimana mestinya, dimulai dengan konstitusi sebagai hukum yang paling tinggi kedudukannya. Sebagai negara hukum, segala aspek kehidupan dalam bidang kemasyarakatan, kebangsaan, dan kenegaraan termasuk pemerintahan harus berdasarkan atas hukum Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 189

202 yang sesuai dengan sistem hukum nasional. Sistem hukum nasional merupakan hukum yang berlaku di Indonesia dengan semua elemennya yang saling menunjangsatu dengan yang lain dalam rangka mengantisipasi dan mengatasi permasalahan yang timbul dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun Pengertian dan Konsep Dasar Peraturan Perundang-undangan Berdasarkan UU No. 12 Tahun 2011, maka definisi peraturan perundang-undangan adalah peraturan tertulis yang memuat norma hukum yang mengikat secara umum dan dibentuk atau ditetapkan oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang melalui prosedur yang ditetapkan dalam Peraturan Perundang-undangan. a. Berbentuk peraturan tertulis Pada hakekatnya, hukum dikelompokkan ke dalam hukum tertulis berupa peraturan perundang-undangan, dan hukum tidak tertulis berupa hukum kebiasaan (hukum adat), norma agama, atau putusan hakim (yurisprudensi). Oleh karenanya, peraturan perundang-undangan hanya merupakan sebagian dari hukum yakni dalam arti hukum tertulis. Pengertian ini mengandung makna masih diakui, perlu dihormati dan wajib ditaati ketentuan-ketentuan hukum adat (kebiasaan) yang secara empiris berlaku dan berkembang dalam kehidupan masyarakat. Misal, masih dikenal dan diakui keberadaan Lembaga Subak di Bali, hak ulayat, dan sebagainya. b. Pembentukannya harus dilakukan Lembaga Negara atau pejabat yang berwenang. Pengertian ini mengandung makna suatu peraturan perundang-undangan hanya sah secara hukum apabila dibuat oleh pejabat yang berwenang membuatnya. c. Mengikat secara umum. Isi peraturan perundang-undangan mengikat secara umum, tidak mengikat orang tertentu (untuk hal-hal tertentu) saja. Ciri umum ini dimaksudkan untuk membedakan dengan keputusan tertulis dari pejabat berwenang, yang biasanya bersifat individual, konkret, dan einmalig, yang lebih dikenal sebagai keputusan/ penetapan (beschikking). Pengertian mengikat umum dalam peraturan perundang-undangan tidak harus dimaknai sebagai mengikat semua orang, tetapi hanya untuk menunjukkan bahwa peraturan perundang-undangan tidak berlaku terhadap peristiwa konkret atau individu tertentu. Karena itu, tidak disebut sebagai sesuatu yang mengikat umum melainkan sesuatu yang mengikat secara umum. Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 190

203 Secara teoritis istilah perundang-undangan (legislation, wetgeving, atau gesetzgebung), mempunyai beberapa pengertian berikut: 1. Sebagai proses pembentukan atau proses membentuk peraturan-peraturan negara, baik di tingkat Pusat maupun Daerah; 2. Segala peraturan negara yang merupakan hasil pembentukan peraturanperaturan, baik di tingkat Pusat maupun Daerah; 3. Peraturan yang berkaitan dengan Undang-Undang, baik peraturan itu berupa Undang-Undang sendiri, Undang-Undang Dasar yang memberi delegasi konstitusional maupun peraturan di bawah Undang-Undang sebagai atribusi atau delegasi dari Undang-Undang tersebut. Atas dasar atribusi dan delegasi kewenangan perundang-undangan, yang tergolong peraturan perundangundangan di Indonesia berdasarkan UUD 1945 sebelum diamandemen, adalah : a. Undang-Undang, dan b. Peraturan perundangan yang lebih rendah daripada Undang-Undang, seperti: 1) Peraturan Pemerintah; 2) Keputusan Presiden yang berisi peraturan; 3) Keputusan Menteri yang berisi peraturan; 4) Keputusan Kepala Lembaga Pemerintah Non Departemen yang berisi peraturan; 5) Keputusan Direktur Jenderal Departemen yang dibentuk dengan Undang-Undang yang berisi peraturan; 6) Peraturan Daerah Provinsi; 7) Keputusan Gubernur Kepala Daerah yang berisi peraturan yang melaksanakan ketentuan Peraturan Daerah Provinsi; 8) Peraturan Daerah Kabupaten dan Keputusan Bupati/Walikota Kepala Daerah, yang berisi peraturan yang melaksanakan ketentuan Peraturan Daerah Tingkat II. 4. Semua peraturan yang bersifat mengikat secara umum yang dikeluarkan oleh Badan Perwakilan Rakyat bersama Pemerintah, baik di tingkat Pusat maupun di Daerah, serta semua Keputusan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara, baik di tingkat Pusat maupun Daerah. Peraturan perundang-undangan yang bersifat mengikat umum (algemeen verbinden voorshrift) disebut juga dengan istilah Undang-Undang dalam arti materiil (wet in materiele zin), yaitu semua hukum tertulis dari Pemerintah yang mengikat umum (ieder rechtsvoorschrift van de overheid met algemeen strekking). Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 191

204 Sebagai sebuah bentuk peraturan hukum yang bersifat in abstracto atau general norm, maka perundang-undangan mempunyai ciri mengikat atau berlaku secara umum dan bertugas mengatur hal-hal yang bersifat umum (general). Kata perundang-undangan apabila merupakan terjemahan wetgeving berarti sebagai: 1. perbuatan membentuk peraturan-peraturan negara tingkat pusat atau tingkat daerah menurut tata cara yang ditentukan. 2. keseluruhan peraturan-peraturan negara tingkat pusat dan tingkat daerah. 3. Asas-Asas Pembentukan Peraturan Perundang-undangan Secara Teoritis Asas peraturan perundang-undangan, termasuk produk hukum desa, secara teoritis dapat dikemukakan sebagai berikut : a. Asas Tingkatan Hirarki Suatu perundang-undangan isinya tidak boleh bertentangan dengan isiperundang-undangan yang lebih tinggi tingkatan atau derajatnya. Berdasarkan asas ini dapatlah dirinci hal-hal berikut : a. Perundang-undangan yang lebih rendah derajatnya tidak dapat mengubah atau mengesampingkan ketentuan-ketentuan perundang-undangan yang lebih tinggi, tetapi yang sebaliknya dapat; b. Perundang-undangan hanya dapat dicabut, diubah atau ditambah oleh atau dengan perundang-undangan yang sederajat atau yang lebih tinggi tingkatannya; c. Ketentuan-ketentuan perundang-undangan yang lebih rendah tingkatannya tidak mempunyai kekuatan hukum dan tidak mengikat apabila bertentangan dengan perundang-undangan yang lebih tinggi tingkatannya; d. Ketentuan-ketentuan perundang-undangan yang lebih tinggi tetap berlaku dan mempunyai kekuatan hukum serta mengikat, walaupun diubah, ditambah diganti atau dicabut oleh perundang-undangan yang lebih rendah; e. Materi yang seharusnya diatur oleh perundang-undangan yang lebih tinggi tingkatannya tidak dapat diatur oleh perundang-undangan yang lebih rendah, tetapi yang sebaliknya dapat. Namun demikian, tidak tepat apabila perundang-undangan yang lebih tinggi mengambil alih fungsi perundangundangan yang lebih rendah. Apabila terjadi demikian, pembagian wewenang mengatur dalam suatu negara menjadi kabur. Di samping itu, badan pembentuk perundang-undangan yang lebih tinggi tersebut akan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 192

205 teramat sibuk dengan persoalan-persoalan yang selayaknya diatur oleh badan pembentuk perundang-undangan yang lebih rendah. Asas-asas tersebut di atas penting untuk ditaati. Tidak ditaatinya asas dimaksud akan menimbulkan ketidaktertiban dan ketidakpastian dari sistem perundangundangan, bahkan dapat menimbulkan kekacauan atau kesimpangsiuran perundang-undangan. b. Peraturan Perundang-undangan tidak dapat Diganggu Gugat Asas ini berkaitan dengan hak menguji perundang-undangan (toetsingsrecht). Sebagaimana diketahui hak menguji perundang-undangan ada 2 (dua) macam yakni: a. Hak menguji secara materiel (materieletoetsingsrech) yaitu, menguji materi atau isi dari perundang-undangan apakah bertentangan dengan ketentuanketentuan perundang-undangan yang lebih tinggi derajatnya. b. Hak menguji secara formal (formele toetsingsrecht) yaitu menguji apakah semua formalitas atau tata cara pembentukan sudah dipenuhi. Dalam hal ini, materi atau isi peraturan perundang-undangan tidak dapat diuji oleh siapapun, kecuali oleh badan pembentuk sendiri atau badan yang berwenang yang lebih tinggi. Jadi yang dapat menguji dan mengadakan perubahan hanyalah badan pembentuk peraturan perundang-undangan itu sendiri atau badan yang berwenang yang lebih tinggi. Namun, dalam perkembangannya, asas peraturan perundang-undangan tidak dapat diganggu gugat tersebut sudah memiliki penyimpangan. Dalam hal ini konsep judicial review meletakkan lembaga peradilan (misalnya Mahkamah Agung, atau Mahkamah Konstitusi) dapat menjadi lembaga yang menguji konstitusionalitas peraturan perundangan. Dalam konsep demikian badan pembentuk peraturan perundangan menjadi positive legislator sedangkan lembaga pelaksana judicial review bertindak sebagai negative legislator. Perlu diketahui, asas peraturan perundang-undangan tidak dapat diganggu gugat tetap konsisten diterapkan di negara-negara yang menganut prinsip kedaulatan parlemen (parliamentary sovereignty). Di negara-negara demikian seperti Inggris dan Perancis, sebagai perwujudan kedaulatan parlemen, produk parlemen termasuk undang-undang dinyatakan tidak dapat diganggugugat. Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 193

206 c. Peraturan Perundang-undangan yang Bersifat Khusus Mengesampingkan Peraturan Perundang-undangan yang Bersifat Umum (Lex Specialis Derogat Lex Generalis) Pada prinsipnya, peraturan perundang-undangan yang bersifat umum mengatur persoalan-persoalan pokok dan berlaku secara umum pula. Selain itu ada juga peraturan perundang-undangan yang menyangkut persoalan pokok dimaksud, tetapi pengaturannya secara khusus menyimpang dari ketentuan peraturan perundang-undangan yang umum tersebut. Kekhususan itu dikarenakan sifat hakikat dari masalah atau persoalan atau karena kepentingan yang hendak diatur mempunyai nilai intrinsic yang khusus, sehingga diperlukan pengaturan secara khusus pula. Sebagai contoh, di Indonesia terdapat hukum pidana umum yang diatur dalam Kitab Undang- Undang Hukum Pidana (KUHP) yang berlaku umum (berlaku bagi setiap penduduk). Sungguhpun demikian, bagi golongan tertentu, dalam hal ini misalnya untuk militer, disebabkan sifat hakikat tugasnya yang khusus yaitu bertempur dengan menggunakan kekerasan (senjata), perlu bagi militer tersebut dalam beberapa hal mengenai hukum pidana diatur secara khusus, menyimpang dari hukum pidana umum. Masalah yang khusus dimaksud, antara lain misalnya apa yang dikenal dengan tindak pidana desersi, yaitu perbuatan meninggalkan kesatuannya untuk selama-lamanya tanpa izin atau tindak pidana melarikan diri dari pertempuran, dan lain sebagainya. Oleh karenanya untuk kalangan militer ditetapkan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Militer (KUHPM) yang bersifat khusus di samping KUHP yang bersifat umum. Dalam KUHP telah diatur misalnya mengenai tindak pidana pencurian (Pasal 362 dan seterusnya), tetapi pencurian yang dilakukan oleh militer di dalam kesatuan militer diatur pula dalam KUHPM (Pasal 140). Dengan demikian terhadap militer yang melakukan pencurian dalam kesatuan militer berlaku 2 (dua) ketentuan hukum, yaitu Pasal 362 KUHP dan Pasal 140 KUHPM. Dalam keadaan tersebut yang digunakan atau berlaku adalah Pasal 140 KUHPM. Perbedaannya adalah ancaman hukuman dalam Pasal 140 KUHPM lebih berat daripada ancaman hukuman Pasal 362 KUHP. Jadi dalam hal ini Undang-Undang yang bersifat khusus mengesampingkan Undang-Undang yang bersifat umum dalam persaingannya dengan Undang-Undang yang bersifat umum tersebut. Kekhususan dimaksud dapat dilihat dari rumusan Undang-Undang itu sendiri. Misalnya, Pasal 1 KUHPM merumuskan tentang berlakunya KUHP (Undang- Undang yang umum), kecuali jika ditetapkan secara khusus dalam KUHPM menyimpang dari KUHP. Demikian juga mengenai hubungan hukum yang Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 194

207 khusus dengan hukum yang umum dalam bidang perdata yaitu, antara hukum dagang dengan hukum perdata, tercantum dalam rumusan Pasal 1 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) yang menyatakan bahwa KUH Perdata berlaku terhadap persolan-persoalan yang diatur oleh KUHD, kecuali yang ditentukan menyimpang. d. Peraturan Perundang-undangan tidak Berlaku Surut Asas ini berkaitan dengan lingkungan kuasa hukum (geldingsgebied van het recht), meliputi: a. Lingkungan kuasa tempat (ruimtegebied, territorial sphere), yang menunjukkan tempat berlakunya hukum atau perundang-undangan. Suatu ketentuan hukum atau perundang-undangan berlaku untuk seluruh wilayah negara atau hanya untuk sebagian wilayah negara. b. Lingkungan kuasa personel (zakengebied, material sphere), yaitu menyangkut masalah atau persoalan yang diatur. Misalnya, apakah mengatur persoalan perdata atau mengatur persoalan publik. Lebih sempit lagi, apakah mengatur persoalan pajak ataukah mengatur persoalan kewarganegaraan, dan lain sebaginya. c. Lingkungan kuasa orang (personengebied, personal sphere), yaitu menyangkut orang yang diatur, apakah berlaku untuk setiap penduduk atau hanya untuk Pegawai Negeri atau hanya untuk kalangan anggota ABRI saja, dan lain sebagainya; d. Lingkungan kuasa waktu (tijdsgebied, temporal sphere), yang menunjukkan sejak kapan dan sampai kapan berlakunya sesuatu ketentuan hukum atau perundang-undangan. Asas Peraturan Perundang-undangan tidak berlaku surut berkaitan dengan lingkungan kuasa waktu atau tijdsgebied atau temporal sphere sebagaimana tersebut di atas. Peraturan perundang-undangan dibuat dengan maksud untuk keperluan masa depan sejak peraturan perundang-undang tersebut diundangkan. Tidaklah layak apabila materi yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan diberlakukan untuk masa silam sebelum peraturan perundang-undangan itu dibuat dan diundangkan. Karena apabila diberlakukan surut akan dapat menimbulkan berbagai akibat yang tidak baik. e. Peraturan Perundang-undangan yang Baru Mengesampingkan Peraturan Perundang-undangan yang Lama (Lex Posteriori Derogat Lex Priori) Apabila ada suatu masalah yang diatur dalam suatu peraturan perundangundangan yang lama diatur pula dalam peraturan perundang-undangan yang baru, maka ketentuan dalam peraturan perundang-undangan yang baru yang Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 195

208 berlaku. Dalam hal ini tentunya apabila ada perbedaan, baik mengenai maksud, tujuan maupun maknanya. Secara Normatif Berdasarkan UU No. 12 Tahun 2011, maka dalam membentuk Peraturan Perundang-undangan harus dilakukan berdasarkan pada asas Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang baik, yang meliputi: a. kejelasan tujuan. setiap Pembentukan Peraturan Perundang-undangan harus mempunyai tujuan yang jelas yang hendak dicapai. b. kelembagaan atau pejabat pembentuk yang tepat. Setiap jenis Peraturan Perundang-undangan harus dibuat oleh lembaga negara atau pejabat Pembentuk Peraturan Perundang-undangan yang berwenang. Peraturan Perundang-undangan tersebut dapat dibatalkan atau batal demi hukum apabila dibuat oleh lembaga negara atau pejabat yang tidak berwenang. c. kesesuaian antara jenis, hierarki, dan materi muatan. Dalam Pembentukan Peraturan Perundang-undangan harus benar-benar memperhatikan materi muatan yang tepat sesuai dengan jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan. d. dapat dilaksanakan. Setiap Pembentukan Peraturan Perundang-undangan harus memperhitungkan efektivitas Peraturan Perundang-undangan tersebut di dalam masyarakat, baik secara filosofis, sosiologis, maupun yuridis e. kedayagunaan dan kehasilgunaan. Setiap Peraturan Perundang-undangan dibuat karena memang benar-benar dibutuhkan dan bermanfaat dalam mengatur kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara f. kejelasan rumusan. Setiap Peraturan Perundang-undangan harus memenuhi persyaratan teknis penyusunan Peraturan Perundang-undangan, sistematika, pilihan kata atau istilah, serta bahasa hukum yang jelas dan mudah dimengerti sehingga tidak menimbulkan berbagai macam interpretasi dalam pelaksanaannya. g. keterbukaan. dalam Pembentukan Peraturan Perundang-undangan mulai dari perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan atau penetapan, dan pengundangan bersifat transparan dan terbuka. Dengan demikian, seluruh lapisan masyarakat mempunyai kesempatan yang seluas-luasnya untuk memberikan masukan dalam Pembentukan Peraturan Perundang-undangan Materi muatan Peraturan Perundang-undangan harus mencerminkan asas: a. Pengayoman. Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 196

209 Setiap Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan harus berfungsi memberikan pelindungan untuk menciptakan ketentraman masyarakat. b. Kemanusiaan. Setiap Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan harus mencerminkan pelindungan dan penghormatan hak asasi manusia serta harkat dan martabat setiap warga negara dan penduduk Indonesia secara proporsional c. Kebangsaan. Setiap Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan harus mencerminkan sifat dan watak bangsa Indonesia yang majemuk dengan tetap menjaga prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia. d. Kekeluargaan. Setiap Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan harus mencerminkan musyawarah untuk mencapai mufakat dalam setiap pengambilan keputusan. e. Kenusantaraan. Setiap Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan senantiasa memperhatikan kepentingan seluruh wilayah Indonesia dan Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan yang dibuat di daerah merupakan bagian dari sistem hukum nasional yang berdasarkan Pancasila dan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun f. Bhinneka Tunggal Ika. Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan harus memperhatikan keragaman penduduk, agama, suku dan golongan, kondisi khusus daerah serta budaya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. g. Keadilan. Setiap Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan harus mencerminkan keadilan secara proporsional bagi setiap warga negara. h. kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan. Setiap Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan tidak boleh memuat hal yang bersifat membedakan berdasarkan latar belakang, antara lain, agama, suku, ras, golongan, gender, atau status sosial i. ketertiban dan kepastian hukum. Setiap Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan harus dapat mewujudkan ketertiban dalam masyarakat melalui jaminan kepastian hukum j. keseimbangan, keserasian, dan keselarasan. Setiap Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan harus mencerminkan keseimbangan, keserasian, dan keselarasan, antara kepentingan individu, masyarakat dan kepentingan bangsa dan negara. Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 197

210 Selain mencerminkan asas tersebut, Peraturan Perundang-undangan tertentu dapat berisi asas lain sesuai dengan bidang hukum Peraturan Perundangundangan yang bersangkutan. Antara lain: a. dalam Hukum Pidana, misalnya, asas legalitas, asas tiada hukuman tanpa kesalahan, asas pembinaan narapidana, dan asas praduga tak bersalah; b. dalam Hukum Perdata, misalnya, dalam hukum perjanjian, antara lain, asas kesepakatan, kebebasan berkontrak, dan itikad baik. 4. Jenis dan Hierarki Peraturan Perundang-undangan Hierarki peraturan perundang-undangan adalah penjenjangan setiap jenis Peraturan Perundang-undangan yangdidasarkan pada asas bahwa Peraturan Perundangundangan yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan Peraturan Perundangundangan yang lebih tinggi. Mengacu pada Pasal 7 ayat (1) UU No.12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, Jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan terdiri atas: a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; b. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat; c. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang; d. Peraturan Pemerintah; e. Peraturan Presiden; f. Peraturan Daerah Provinsi; dan g. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota. HIERARKI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN UUD 1945 TAP MPR UNDANG-UNDANG/PERPU PERATURAN PEMERINTAH PEMERINTAHPEMERINTAH PERATURAN PRESIDEN PERATURAN DAERAH PROVINSI PERATURAN DAERAH KABUPATEN / KOTA Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 198

211 Berdasarkan pasal 8 UU No. 12 tahun 2011, jenis Peraturan Perundang-undangan selain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) mencakup peraturan yang ditetapkan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, Badan Pemeriksa Keuangan, Komisi Yudisial, Bank Indonesia, Menteri, badan, lembaga, atau komisi yang setingkat yang dibentuk dengan Undang-Undang atau Pemerintah atas perintah Undang-Undang, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, Gubernur, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota, Bupati/Walikota, Kepala Desa atau yang setingkat. Peraturan Perundang-undangan ini diakui keberadaannya dan mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang diperintahkan oleh Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi atau dibentuk berdasarkan kewenangan. Dalam hal suatu Undang-Undang diduga bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, pengujiannya dilakukan oleh Mahkamah Konstitusi. Sedangkan dalam hal suatu Peraturan Perundang-undangan di bawah Undang-Undang diduga bertentangan dengan Undang-Undang, pengujiannya dilakukan oleh Mahkamah Agung. 5. Jenis dan Kedudukan Peraturan Di Desa dalam sistem hukum nasional Berdasarkan Pasal 2 Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 111 Tahun 2014 tentang Pedoman Teknis Penyusunan Peraturan di Desa, jenis peraturan di desa meliputi: 1) Peraturan Desa; 2) Peraturan Bersama Kepala Desa; dan 3) Peraturan Kepala Desa. Peraturan Desa berisi materi pelaksanaan kewenangan desa dan penjabaran lebih lanjut dari Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi. Adapun Peraturan bersama Kepala Desa berisi materi kerjasama desa. Sedangkan Peraturan Kepala Desa berisi materi pelaksanaan peraturan desa, peraturan bersama kepala desa dan tindak lanjut dari peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Selain mengeluarkan produk hukum yang bersifat pengaturan, Kepala Desa juga dapat menetapkan Keputusan Kepala Desa untuk pelaksanaan Peraturan di desa, peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dan dalam rangka pelaksanaan kewenangan desa yang bersifat penetapan.keputusan Kepala Desa adalah penetapan yang bersifat konkrit, individual, dan final. Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 199

212 6. Peranan Badan Permusyawaratan Desa dalam Penyusunan Peraturan Di Desa Badan Permusyawaratan Desa mempunyai fungsi: 1) membahas dan menyepakati Rancangan Peraturan Desa bersama Kepala Desa; 2) menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat Desa; dan 3) melakukan pengawasan kinerja Kepala Desa. Anggota Badan Permusyawaratan Desa merupakan wakil dari penduduk Desa berdasarkan keterwakilan wilayah yang pengisiannya dilakukan secara demokratis dengan masa keanggotaan selama 6 (enam) tahun terhitung sejak tanggal pengucapan sumpah/janji.jumlah anggota Badan Permusyawaratan Desa ditetapkan dengan jumlah gasal, paling sedikit 5 (lima) orang dan paling banyak 9 (sembilan) orang, dengan memperhatikan wilayah, perempuan, penduduk, dan kemampuan Keuangan Desa. Adapun mekanisme musyawarah Badan Permusyawaratan Desa sebagai berikut: 1) musyawarah Badan Permusyawaratan Desa dipimpin oleh pimpinan Badan Permusyawaratan Desa; 2) musyawarah Badan Permusyawaratan Desa dinyatakan sah apabila dihadiri oleh paling sedikit 2/3 (dua pertiga) dari jumlah anggota Badan Permusyawaratan Desa; 3) pengambilan keputusan dilakukan dengan cara musyawarah guna mencapai mufakat; 4) apabila musyawarah mufakat tidak tercapai, pengambilan keputusan dilakukan dengan cara pemungutan suara; 5) pemungutan suara sebagaimana dimaksud dalam huruf d dinyatakan sah apabila disetujui oleh paling sedikit ½ (satu perdua) ditambah 1 (satu) dari jumlah anggota Badan Permusyawaratan Desa yang hadir; dan 6) hasil musyawarah Badan Permusyawaratan Desa ditetapkan dengan keputusan Badan Permusyawaratan Desa dan dilampiri notulen musyawarah yang dibuat oleh sekretaris Badan Permusyawaratan Desa. Peraturan Desa adalah Peraturan Perundangundangan yang ditetapkan oleh Kepala Desa setelah dibahas dan disepakati bersama BPD. Peraturan Bersama Kepala Desa adalah Peraturan yang ditetapkan oleh dua atau lebih Kepala Desa dan bersifat mengatur. Peraturan Kepala Desa adalah Peraturan yang ditetapkan oleh Kepala Desa dan bersifat mengatur. Badan Permusyawaratan Desa juga memiliki tugas penting lain yaitu menyelenggarakan Musyawarah Desa. Musyawarah Desa atau yang disebut dengan nama lain adalah musyawarah antara Badan Permusyawaratan Desa, Pemerintah Desa, dan unsur Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 200

213 masyarakat yang diselenggarakan oleh Badan Permusyawaratan Desa untuk menyepakati hal yang bersifat strategismeliputi: 1) penataan Desa; 2) perencanaan Desa; 3) kerja sama Desa; 4) rencana investasi yang masuk ke Desa; 5) pembentukan BUM Desa; 6) penambahan dan pelepasan Aset Desa; dan 7) kejadian luar biasa. Musyawarah Desa dilaksanakan paling kurang sekali dalam 1 (satu) tahun dengan dibiayai Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa. 7. Kewenangan Bupati/Walikota melakukan Evaluasi dan Klarifikasi Peraturan Desa Berdasarkan Pasal 112 UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa, Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota membina dan mengawasi penyelenggaraan Pemerintahan Desa. Adapun Pembinaan dan pengawasan yangdilakukan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota meliputi: 1) memberikan pedoman pelaksanaan penugasan urusan Kabupaten/Kota yang dilaksanakan oleh Desa; 2) memberikan pedoman penyusunan Peraturan Desa dan Peraturan Kepala Desa; 3) memberikan pedoman penyusunan perencanaan pembangunan partisipatif; 4) melakukan fasilitasi penyelenggaraan Pemerintahan Desa; dan 5) melakukan evaluasi dan pengawasan Peraturan Desa. Evaluasi disini termasuk juga melakukan pembatalan terhadap Peraturan Desa. Peraturan Desa ditetapkan oleh Kepala Desa setelah dibahas dan disepakati bersama Badan Permusyawaratan Desa merupakan kerangka hukum dan kebijakan dalam penyelenggaraan Pemerintahan Desa dan Pembangunan Desa. Penetapan Peraturan Desa merupakan penjabaran atas berbagai kewenangan yang dimiliki Desa mengacu pada ketentuan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Sebagai sebuah produk hukum, Peraturan Desa tidak boleh bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi dan tidak boleh merugikan kepentingan umum, yaitu: 1) terganggunya kerukunan antarwarga masyarakat; 2) terganggunya akses terhadap pelayanan publik; 3) terganggunya ketenteraman dan ketertiban umum; 4) terganggunya kegiatan ekonomi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat Desa; dan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 201

214 5) diskriminasi terhadap suku, agama dan kepercayaan, ras, antar golongan, serta gender. a. Evaluasi rancangan Peraturan desa ke Bupati/ Walikota Evaluasi adalah pengkajian dan penilaian terhadap rancangan Peraturan Desa untuk mengetahui bertentangan dengan kepentingan umum dan/atau Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi. Rancangan Peraturan Desa tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa, pungutan, tata ruang, dan organisasi Pemerintah Desa yang telah dibahas dan disepakati oleh Kepala Desa dan BPD, disampaikan oleh Kepala Desa kepada Bupati/Walikota Melalui camat atau sebutan lain paling lambat 3 (tiga) hari sejak disepakati untuk dievaluasi. Dalam hal Bupati/Walikota tidak memberikan hasil evaluasi dalam batas waktu, Peraturan Desa tersebut berlaku dengan sendirinya. Hasil evaluasi rancangan Peraturan Desa diserahkan oleh Bupati/Walikota paling lama 20 (dua puluh) hari kerja terhitung sejak diterimanya rancangan Peraturan tersebut oleh Bupati/Walikota. Dalam hal Bupati/Walikota telah memberikan hasil evaluasi, Kepala Desa wajib memperbaikinya. Kepala Desa memperbaiki rancangan peraturan desa paling lama 20 (dua puluh) hari sejak diterimanya hasil evaluasi.kepala Desa dapat mengundang BPD untuk memperbaiki rancangan peraturan desa. Hasil koreksi dan tindaklanjut disampaikan Kepala Desa kepada Bupati/Walikota melalui camat. Dalam hal Kepala Desa tidak meninjaklanjuti hasil evaluasi, dan tetap menetapkan menjadi Peraturan Desa, Bupati/Walikota membatalkan Peraturan Desa dengan Keputusan Bupati/Walikota. b. Klarifikasi Peraturan Desa Klarifikasi adalah pengkajian dan penilaian terhadap Peraturan di Desa untuk mengetahui bertentangan dengan kepentingan umum, dan/atau Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi. Peraturan Desa yang telah diundangkan disampaikan oleh Kepala Desa kepada Bupati/Walikota paling lambat 7 (tujuh) Hari sejak diundangkan untuk diklarifikasi. Bupati/Walikota melakukan klarifikasi Peraturan Desa dengan membentuk tim klarifikasi paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak diterima. Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 202

215 Hasil klarifikasi oleh Bupati/Walikota dapat berupa: 1) hasil klarifikasi yang sudah sesuai dengan kepentingan umum, dan/atau ketentuan Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi; dan 2) hasil klarifikasi yang bertentangan dengan kepentingan umum dan/atau ketentuan Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi. Dalam hal hasil klarifikasi Peraturan Desa tidak bertentangan dengan kepentingan umum, dan/atau ketentuan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi Bupati/Walikota menerbitkan surat hasil klarifikasi yang berisi hasil klarifikasi yang telah sesuai. Sedangkan dalam hal hasil klarifikasi bertentangan dengan kepentingan umum, dan/atau ketentuan peraturan perundangundangan yang lebih tinggi Bupati/Walikota membatalkan Peraturan Desa tersebut dengan Keputusan Bupati/Walikota. 8. Kerjasama Antar-Desa Menurut UU Desa dan Peraturan Pelaksanaannya Berdasarkan Pasal 91 UU No. 6 tahun 2014, Desa dapat mengadakan kerja sama dengan Desa lain dan/atau kerja sama dengan pihak ketiga. Kerja sama antar-desa sendiri meliputi: 1) pengembangan usaha bersama yang dimiliki oleh Desa untuk mencapai nilai ekonomi yang berdaya saing; 2) kegiatan kemasyarakatan, pelayanan, pembangunan, dan pemberdayaan masyarakat antar-desa; dan/atau 3) bidang keamanan dan ketertiban. Kerja sama antar-desa dituangkan dalam Peraturan Bersama Kepala Desa melalui kesepakatan musyawarah antar-desa.kerja sama antar-desa dilaksanakan oleh badan kerja sama antar-desa yang dibentuk melalui Peraturan Bersama Kepala Desa. Musyawarah antar-desa sendiri membahas hal yang berkaitan dengan: 1) pembentukan lembaga antar-desa; 2) pelaksanaan program Pemerintah dan Pemerintah Daerah yang dapat dilaksanakan melalui skema kerja sama antar-desa; 3) perencanaan, pelaksanaan, dan pemantauan program pembangunan antar-desa; 4) pengalokasian anggaran untuk Pembangunan Desa, antar-desa, dan Kawasan Perdesaan; 5) masukan terhadap program Pemerintah Daerah tempat Desa tersebut berada; dan 6) kegiatan lainnya yang dapat diselenggarakan melalui kerja sama antar-desa. Dalam melaksanakan pembangunan antar-desa, badan kerja sama antar-desa dapat membentuk kelompok/lembaga sesuai dengan kebutuhan. Sedangkan dalam pelayanan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 203

216 usaha antar-desa dapat dibentuk BUM Desa yang merupakan milik 2 (dua) Desa atau lebih. Selain kerjasama antar desa, Desa juga dapat mengadakan kerja sama dengan pihak ketiga untuk mempercepat dan meningkatkan penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan Pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan masyarakat Desa. Kerja sama dengan pihak ketiga tersebut sebelumnya perlu dimusyawarahkan dalam Musyawarah Desa. Pelaksanaan kerja sama antar-desa diatur dengan peraturan bersama kepala Desa. Sedangkan pelaksanaan kerja sama Desa dengan pihak ketiga diatur dengan perjanjian bersama.peraturan bersama dan perjanjian bersama tersebut paling sedikit memuat: 1) ruang lingkup kerja sama; 2) bidang kerja sama; 3) tata cara dan ketentuan pelaksanaan kerja sama; 4) jangka waktu; 5) hak dan kewajiban; 6) pendanaan; 7) tata cara perubahan, penundaan, dan pembatalan; dan 8) penyelesaian perselisihan. Badan kerja sama antar-desa terdiri atas Pemerintah Desa, anggota Badan Permusyawaratan Desa, lembaga kemasyarakatan Desa, lembaga Desa lainnya, dantokoh masyarakat dengan mempertimbangkan keadilan gender. Adapun susunan organisasi, tata kerja, dan pembentukan badan kerja sama ditetapkan dengan peraturan bersama kepala Desa. Secara organisasi, badan kerja sama bertanggung jawab kepada kepala Desa. Perubahan atau berakhirnya kerja sama Desa harus dimusyawarahkan dengan menyertakan para pihak yang terikat dalam kerja sama Desa. Kerja sama Desa dapat berakhir apabila: 1) terdapat kesepakatan para pihak melalui prosedur yang ditetapkan dalam perjanjian; 2) tujuan perjanjian telah tercapai; 3) terdapat keadaan luar biasa yang mengakibatkan perjanjian kerja sama tidak dapat dilaksanakan; 4) salah satu pihak tidak melaksanakan atau melanggar ketentuan perjanjian; 5) dibuat perjanjian baru yang menggantikan perjanjian lama; 6) bertentangan dengan peraturan perundang-undangan; 7) objek perjanjian hilang; Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 204

217 8) terdapat hal yang merugikan kepentingan masyarakat Desa, daerah, atau nasional; atau 9) berakhirnya masa perjanjian. Setiap perselisihan yang timbul dalam kerja sama Desa diselesaikan secara musyawarah serta dilandasi semangat kekeluargaan. Apabila terjadi perselisihan kerja sama Desa dalam satu wilayah kecamatan, penyelesaiannya difasilitasi dan diselesaikan oleh camat.apabila terjadi perselisihan kerja sama Desa dalam wilayah kecamatan yang berbeda pada satu kabupaten/kota difasilitasi dan diselesaikan oleh bupati/walikota. Penyelesaian perselisihan tersebut bersifat final dan ditetapkan dalam berita acara yang ditandatangani oleh para pihak dan pejabat yang memfasilitasi penyelesaian perselisihan. Sementara pada perselisihan dengan pihak ketiga yang tidak dapat terselesaikan setelah dilakukan fasilitasi sesuai peraturan perundang-undangan, dilakukan penyelesaian melalui proses hukum. 9. Prosedur Penyusunan Peraturan Di Desa a. Penyusunan Peraturan Desa Tahap Perencanaan. Perencanaan penyusunan rancangan Peraturan Desa ditetapkan oleh Kepala Desa dan BPD dalam rencana kerja Pemerintah Desa. Selain itu, Lembaga kemasyarakatan, lembaga adat dan lembaga desa lainnya di desa juga dapat memberikan masukan kepada Pemerintah Desa dan atau BPD untuk rencana penyusunan rancangan Peraturan Desa. Tahap Penyusunan oleh Kepala Desa. Penyusunan rancangan Peraturan Desa diprakarsai oleh Pemerintah Desa.Rancangan Peraturan Desa yang telah disusun, wajib dikonsultasikan kepada masyarakat desa (sesuai pasal 6 ayat 2 permendagri 111/2014) dan dapat dikonsultasikan kepada camat untuk mendapatkan masukan. Rancangan Peraturan Desa yang dikonsultasikan diutamakan kepada masyarakat atau kelompok masyarakat yang terkait langsung dengan substansi materi pengaturan. Masukan dari masyarakat desa dan camat digunakan Pemerintah Desa untuk tindaklanjut proses penyusunan rancangan Peraturan Desa. Rancangan Peraturan Desa yang telah dikonsultasikan disampaikan Kepala Desa kepada BPD untuk dibahas dan disepakati bersama. Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 205

218 Tahap Penyusunan Peraturan Desa oleh BPD. Selain diprakarsai oleh Pemerintah Desa, BPD dapat menyusun dan mengusulkan rancangan Peraturan Desa, kecuali untuk rancangan Peraturan Desa tentang rencana pembangunan jangka menengah Desa, rancangan Peraturan Desa tentang rencana kerja Pemerintah Desa, rancangan Peraturan Desa tentang APB Desa dan rancangan Peraturan Desa tentang laporan pertanggungjawaban realisasi pelaksanaan APB Desa. Tahap Pembahasan. BPD mengundang Kepala Desa untuk membahas dan menyepakati rancangan Peraturan Desa.Dalam hal terdapat rancangan Peraturan Desa prakarsa Pemerintah Desa danusulan BPD mengenai hal yang sama untuk dibahas dalam waktu pembahasan yang sama, maka didahulukan rancangan Peraturan Desa usulan BPD sedangkan Rancangan Peraturan Desa usulan Kepala Desa digunakan sebagai bahan untuk dipersandingkan. Rancangan Peraturan Desa yang belum dibahas dapat ditarik kembali oleh pengusul. Rancangan Peraturan Desa yang telah dibahas tidak dapat ditarik kembali kecuali atas kesepakatan bersama antara Pemerintah Desa dan BPD. Rancangan peraturan Desa yang telah disepakati bersama disampaikan oleh pimpinan Badan Permusyawaratan Desa kepada kepala Desa untuk ditetapkan menjadi peraturan Desa paling lambat 7 (tujuh) Hari terhitung sejak tanggal kesepakatan. Rancangan peraturan Desa wajib ditetapkan oleh kepala Desa dengan membubuhkan tanda tangan paling lambat 15 (lima belas) Hari terhitung sejak diterimanya rancangan peraturan Desa dari pimpinan Badan Permusyawaratan Desa. Tahap Penetapan. Rancangan Peraturan Desa yang telah dibubuhi tanda tangan disampaikan kepada Sekretaris Desa untuk diundangkan.dalam hal Kepala Desa tidak menandatangani Rancangan Peraturan Desa tersebut, Rancangan Peraturan Desa tersebut wajib diundangkan dalam Lembaran Desa dan sah menjadi Peraturan Desa. Tahap Pengundangan. Sekretaris Desa mengundangkan peraturan desa dalam lembaran desa. Peraturan Desa dinyatakan mulai berlaku dan mempunyai kekuatan hukum yang mengikat sejak diundangkan. Tahap Penyebarluasan. Penyebarluasan dilakukan oleh Pemerintah Desa dan BPD sejak penetapan rencana penyusunan rancangan Peraturan Desa, penyusunan Rancangan Peratuan Desa, Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 206

219 pembahasan Rancangan Peraturan Desa, hingga Pengundangan Peraturan Desa. Penyebarluasan dilakukan untuk memberikan informasi dan/atau memperoleh masukan masyarakat dan para pemangku kepentingan. Tahap Perencanaan, Penyusunan, Pembahasan, Penetapan, Pengundangan dan Penyebarluasan Peraturan Desa Pembatalan Perdes dengan keputusan Bupati/Walikota Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 207

220 Proses Penyusunan Rancangan Peraturan Desa tentang APB Desa, pungutan, tata ruang, dan organisasi Pemerintah Desa 10. Penyusunan Peraturan Bersama Kepala Desa Tahap Perencanaan. Perencanaan penyusunan rancangan Peraturan Bersama Kepala Desa ditetapkan bersama oleh dua Kepala Desa atau lebih dalam rangka kerja sama antar- Desa.Perencanaan penyusunan rancangan Peraturan Bersama Kepala Desa ditetapkan setelah mendapatkan rekomendasi dari musyawarah desa. Tahap Penyusunan. Penyusunan rancangan Peraturan Bersama Kepala Desa dilakukan oleh Kepala Desapemrakarsa.Rancangan Peraturan Bersama Kepala Desa yang telah disusun, wajib dikonsultasikan kepada masyarakat desa masing-masing dan dapat dikonsultasikan kepada camat masing-masing untuk mendapatkan masukan. Masukan dari masyarakat desa dan camat tersebut digunakan Kepala Desa untuk tindaklanjut proses penyusunan rancanan Peraturan Bersama Kepala Desa. Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 208

221 Tahap Pembahasan, Penetapan dan Pengundangan Pembahasan rancangan Peraturan Bersama Kepala Desa dilakukan oleh 2 (dua) Kepala Desa atau lebih. Kepala Desa yang melakukan kerja sama antar-desa menetapkan Rancangan Peraturan Desa dengan membubuhkan tanda tangan paling lambat 7 (tujuh) hari terhitung sejak tanggal disepakati. Rancangan Peraturan Bersama Kepala Desa yang telah dibubuhi tanda tangan tersebut diundangkan dalam Berita Desa oleh Sekretaris Desa masing-masing desa. Peraturan Bersama Kepala Desa mulai berlaku dan mempunyai kekuatan hukum mengikat sejak tanggal diundangkan dalam Berita Desa pada masing-masing Desa. Tahap Penyebarluasan. Peraturan Bersama Kepala Desa disebarluaskan kepada masyarakat Desa masingmasing. Metode penyebarluasan dapat menggunakan berbagai sarana yang memudahkan masyarakat desa untuk mengaksesnya, misalnya melalui sarana internet atau pengumuman di tempat strategis. Proses Penyusunan Peraturan Bersama Kepala Desa Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 209

222 11. Penyusunan Peraturan Kepala Desa Penyusunan rancangan Peraturan Kepala Desa dilakukan oleh Kepala Desa. Materi muatan Peraturan Kepala Desa meliputi materi pelaksanaan Peraturan di Desa dan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Proses penyusunan Peraturan Kepala Desa dari segi prosedur lebih sederhana karena tidak memerlukan persetujuan dari BPD. Adapun metode penyusunannya berlaku mutatis mutandis dengan metode penyusunan peraturan perundang-undangan yang lain. Sebagai tahap akhir, Peraturan Kepala Desa diundangkan dalam Berita Desa oleh Sekretaris Desa. 12. Penyusunan Rancangan Perdes Prioritas a. Penyusunan Rancangan Perdes tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJM Desa) adalah Rencana Kegiatan Pembangunan Desa untuk jangka waktu 6 (enam) tahun. Perencanaan pembangunan Desa disusun berdasarkan hasil kesepakatan dalam musyawarah Desa yangwajib dilaksanakan paling lambat pada bulan Juni tahun anggaran berjalan.dalam menyusun RPJM Desa, Pemerintah Desa wajib menyelenggarakan musyawarah perencanaan pembangunan Desa secara partisipatif yang diikuti oleh Badan Permusyawaratan Desa dan unsur masyarakat Desa. Rancangan RPJM Desa paling sedikit memuat penjabaran visi dan misi kepala Desa terpilih dan arah kebijakan perencanaan pembangunan Desa dengan memperhatikan arah kebijakan perencanaan pembangunan kabupaten/kota. RPJM Desa mengacu pada RPJM kabupaten/kota yang memuat visi dan misi kepala Desa, rencana penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan pembangunan, pembinaan kemasyarakatan, pemberdayaan masyarakat, dan arah kebijakan pembangunan Desa.RPJM Desa disusun dengan mempertimbangkan kondisi objektif Desa dan prioritas pembangunan kabupaten/kota.rpjm Desa ditetapkan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan terhitung sejak pelantikan kepala Desa. Apa yang dimaksud dengan Kondisi objektif Desa? Maksudnya adalah kondisi yang menggambarkan situasi yang ada di Desa, baik mengenai sumber daya manusia, sumber daya alam, maupun sumber daya lainnya, serta dengan mempertimbangkan, antara lain, keadilan gender, pelindungan terhadap anak, pemberdayaan keluarga, Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 210

223 keadilan bagi masyarakat miskin, warga disabilitas dan marginal, pelestarian lingkungan hidup, pendayagunaan teknologi tepat guna dan sumber daya lokal, pengarusutamaan perdamaian, serta kearifan lokal. Melalui musyawarah perencanaan pembangunan Desa, Pemerintah Desa dapat mengusulkan kebutuhan pembangunan Desa kepada pemerintah daerah kabupaten/kota.dalam hal tertentu, Pemerintah Desa dapat mengusulkan kebutuhan pembangunan Desa kepada Pemerintah dan pemerintah daerah provinsi.usulan kebutuhan pembangunan Desa harus mendapatkan persetujuan bupati/walikota. Jika usulan tersebut disetujui, maka usulan dimuat dalam RKP Desa tahun berikutnya. Melalui kesepakatan dalam musyawarah pembangunan desa yang ditetapkan dengan Peraturan Desa, RPJM Desa dapat diubah dalam hal: 1) terjadi peristiwa khusus, seperti bencana alam, krisis politik, krisis ekonomi, dan/atau kerusuhan sosial yang berkepanjangan; atau 2) terdapat perubahan mendasar atas kebijakan Pemerintah, pemerintah daerah provinsi, dan/atau pemerintah daerah kabupaten/kota. b. Rancangan Perdes tentang Rencana Kerja Pemerintah Desa Rencana Kerja Pemerintah Desa (RKP Desa) adalah penjabaran dari RPJM Desa untuk jangka waktu 1 (satu) tahun. RKP Desa merupakan penjabaran dari RPJM Desa untuk jangka waktu 1 (satu) tahun yang memuat rencana penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan pembangunan, pembinaan kemasyarakatan, dan pemberdayaan masyarakat Desa.RKP Desa paling sedikit berisi uraian: 1) evaluasi pelaksanaan RKP Desa tahun sebelumnya; 2) prioritas program, kegiatan, dan anggaran Desa yang dikelola oleh Desa; 3) prioritas program, kegiatan, dan anggaran Desa yang dikelola melalui kerja sama antar-desa dan pihak ketiga; 4) rencana program, kegiatan, dan anggaran Desa yang dikelola oleh Desa sebagai kewenangan penugasan dari Pemerintah, pemerintah daerah provinsi, dan pemerintah daerah kabupaten/kota; dan 5) pelaksana kegiatan Desa yang terdiri atas unsur perangkat Desa dan/atau unsur masyarakat Desa. RKP Desa disusun oleh Pemerintah Desa sesuai dengan informasi dari pemerintah daerah kabupaten/kota berkaitan dengan pagu indikatif Desa dan rencana kegiatan Pemerintah, pemerintah daerah provinsi, dan pemerintah daerah kabupaten/kota.rkp Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 211

224 Desa mulai disusun oleh Pemerintah Desa pada bulan Juli tahun berjalan dan ditetapkan dengan peraturan Desa paling lambat akhir bulan September tahun berjalan yang menjadi dasar penetapan APB Desa. Dalam menyusun RKP Desa, Pemerintah Desa wajib menyelenggarakan musyawarah perencanaan pembangunan Desa secara partisipatif yang diikuti oleh Badan Permusyawaratan Desa dan unsur masyarakat Desa. Melalui kesepakatan dalam musyawarah pembangunan desa yang ditetapkan dengan Peraturan Desa, RKP Desa dapat diubah dalam hal: 1) terjadi peristiwa khusus, seperti bencana alam, krisis politik, krisis ekonomi, dan/atau kerusuhan sosial yang berkepanjangan; atau 2) terdapat perubahan mendasar atas kebijakan Pemerintah, pemerintah daerah provinsi, dan/atau pemerintah daerah kabupaten/kota. c. Rancangan Perdes tentang APB Desa Penting untuk dipahami bahwa berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 43 tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan UU Desa, sumber pembiayaan pemerintah desa dibagi berdasarkan kewenangan sebagai berikut: 1) penyelenggaraan kewenangan Desa berdasarkan hak asal usul dan kewenangan lokal berskala Desa didanai oleh APB Desa. Penyelenggaraan kewenangan lokal berskala Desa selain didanai oleh APB Desa, juga dapat didanai oleh anggaran pendapatan dan belanja negara dan anggaran pendapatan dan belanja daerah. 2) Penyelenggaraan kewenangan Desa yang ditugaskan oleh Pemerintah didanai oleh anggaran pendapatan dan belanja Negara yang dialokasikan pada bagian anggaran kementerian/lembaga dan disalurkan melalui satuan kerja perangkat daerah kabupaten/kota. 3) Penyelenggaraan kewenangan Desa yang ditugaskan oleh pemerintah daerah didanai oleh anggaran pendapatan dan belanja daerah. Gubernur menginformasikan rencana bantuan keuangan yang bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja daerah provinsi.bupati/walikota menginformasikan rencana ADD, bagian bagi hasil pajak dan retribusi kabupaten/kota untuk Desa, serta bantuan keuangan yang bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja daerah kabupaten/kota. Alokasi Dana Desa (ADD) adalah dana perimbangan yang diterima kabupaten/kota dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah kabupaten/kota setelah dikurangi Dana Alokasi Khusus. Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 212

225 Penyampaian informasi tersebut kepada kepala Desa dilakukan dalam jangka waktu 10 (sepuluh) Hari setelah kebijakan umum anggaran dan prioritas serta plafon anggaran sementara disepakati kepala daerah bersama dewan perwakilan rakyat daerah. Selanjutnya Informasi dari gubernur dan bupati/walikota tersebut dijadikan sebagai bahan penyusunan rancangan APB Desa. PP No. 43 tahun 2014 juga mengatur batasan peruntukan Belanja Desa yang ditetapkan dalam APB Desa dengan perincian: 1) paling sedikit 70% (tujuh puluh perseratus) dari jumlah anggaran belanja Desa digunakan untuk mendanai penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan masyarakat Desa; dan 2) paling banyak 30% (tiga puluh perseratus) dari jumlah anggaran belanja Desa digunakan untuk: a) penghasilan tetap dan tunjangan kepala Desa dan perangkat Desa; b) operasional Pemerintah Desa; c) tunjangan dan operasional Badan Permusyawaratan Desa; dan d) insentif rukun tetangga dan rukun warga. Dalam proses penyusunannya, Rancangan peraturan Desa tentang APB Desa disepakati bersama oleh kepala Desa dan Badan Permusyawaratan Desa paling lambat bulan Oktober tahun berjalan untuk kemudian disampaikan oleh kepala Desa kepada bupati/walikota melalui camat atau sebutan lain paling lambat 3 (tiga) Hari sejak disepakati untuk dievaluasi oleh Bupati/Walikota yang dalam pelaksanaannya dapat didelegasikan kepada Camat. Peraturan Desa tentang APB Desa ditetapkan paling lambat tanggal 31 Desember tahun anggaran berjalan. TEKNIK PENYUSUNAN PERATURAN DI DESA 1. AZAS PEMBENTUKAN PERATURAN DESA a. Kejelasan tujuan b. Kelembagaan atau urgan pembentuk yg tepat c. Kesesuaian antara jenis dan materi muatan d. Dapat dilaksanakan e. Kedayagunaan dan kehasilgunaan f. Kejelasan rumusan g. Transparan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 213

226 2. JENIS PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DI DESA a. Peraturan Desa b. Peraturan Bersama Kepala Desa c. Peraturan Kepala Desa Peraturan di desa sebagaimana dilarang bertentangan dengan kepentingan umum, dan/atau ketentuan Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi. Peraturan Desa berisi materi pelaksanaan kewenangan desa dan penjabaran lebih lanjut dari Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi. Peraturan bersama Kepala Desa berisi materi kerjasama desa. Peraturan Kepala Desa berisi materi pelaksanaan peraturan desa, peraturan bersama kepala desa dan tindak lanjut dari peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. 3. LANDASAN FILOSOFIS, SOSIOLOGIS, DAN YURIDIS a. Landasan Filosofis. Landasan filosofis merupakan pertimbangan atau alasan yang menggambarkan bahwa peraturan yang dibentuk mempertimbangkan pandangan hidup, kesadaran, dan cita hukum yang meliputi suasana kebatinan serta falsafah bangsa Indonesia yang bersumber dari Pancasila dan Pembukaan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun b. Landasan Sosiologis. Landasan sosiologis merupakan pertimbangan atau alasan yang menggambarkan bahwa peraturan yang dibentuk untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dalam berbagai aspek. Landasan sosiologis sesungguhnya menyangkut fakta empiris mengenai perkembangan masalah dan kebutuhan masyarakat dan negara. Dalam peraturan desa, agar peraturan desa yang diterbitkan jangan sampai bertentangan dengan nilai-nilai yang hidup di tengahtengah masyarakat misalnya adat istiadat, agama. c. Landasan Yuridis. Landasan yuridis merupakan pertimbangan atau alasan yang menggambarkan bahwa peraturan yang dibentuk untuk mengatasi permasalahan hukum atau mengisi kekosongan hukum dengan mempertimbangkan aturan yang telah ada, yang akan diubah, atau yang akan dicabut guna menjamin kepastian hukum dan rasa keadilan masyarakat. Landasan yuridis menyangkut persoalan hukum yang berkaitan dengan substansi atau materi yang diatur sehingga perlu dibentuk Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 214

227 Peraturan Perundang-Undangan yang baru. Beberapa persoalan hukum itu, antara lain, peraturan yang sudah ketinggalan, peraturan yang tidak harmonis atau tumpang tindih, jenis peraturan yang lebih rendah dari Undang-Undang sehingga daya berlakunya lemah, peraturannya sudah ada tetapi tidak memadai, atau peraturannya memang sama sekali belum ada. 4. PERSIAPAN PENYUSUNAN PERATURAN DESA Pemrakarsa rancangan peraturan desa adalah: a. Pemerintah Desa b. Usul Inisiatif BPD 5. PEMBAHASAN Rancangan peraturan desa dibahas secara bersama oleh Pemerintah Desa dan BPD. Muatan materi dilihat dari sudut pandang tujuan diterbitkannya sebuah Peraturan Desa itu maka materi Peraturan Desa antara lain meliputi : a. Menetapkan ketentuan-ketentuan yang bersifat mengatur b. Menetapkan segala sesuatu yang menyangkut kepentingan masyarakat desa c. Menetapkan segala sesuatu yang membebani keuangan desa dan masyarakat. 6. KERANGKA STRUKTUR PERATURAN DESA, PERATURAN BERSAMA KEPALA DESA DAN PERATURAN KEPALA DESA a. PENAMAAN/JUDUL b. PEMBUKAAN c. BATANG TUBUH d. PENUTUP e. LAMPIRAN (BILA DIPERLUKAN) a. PENAMAAN/JUDUL 1. Setiap Peraturan Desa dan Keputusan Desa mempunyai penamaan/judul 2. Penamaan/ judul Peraturan Desa dan Keputusan Kepala Desa memuat keterangan mengenai jenis, nomor, tahun dan tentang nama peraturan atau Keputusan yang diatur 3. Nama Peraturan Desa, Peraturan Kepala Desa dan Keputusan Kepala Desa dibuat singkat dan mencerminkan isi Peraturan Desa, Peraturan Kepala Desa dan Keputusan Kepala Desa 4. Judul ditulis dengan huruf kapital tanpa diakhiri tanda baca. Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 215

228 Contoh : Jenis Peraturan Desa : PERATURAN DESA...(Nama Desa) NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DESA TAHUN... Jenis Peraturan Bersama Kepala Desa PERATURAN BERSAMA KEPALA DESA... (Nama Desa) DAN KEPALA DESA... (Nama Desa) NOMOR... TAHUN... NOMOR... TAHUN... TENTANG (Judul Peraturan Bersama) Jenis Peraturan Kepala Desa : PERATURAN KEPALA DESA...(Nama Desa) NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG IURAN PEMBANGUNAN JEMBATAN DESA Jenis Keputusan Kepala Desa : KEPUTUSAN KEPALA DESA...(Nama Desa) NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG TIM PENYUSUN RPJM DESA b. PEMBUKAAN Pembukaan pada Peraturan Desa terdiri dari : a. Frasa Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa b. Jabatan Pembentuk Peraturan Desa c. Konsiderans - Menimbang - Mengingat Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 216

229 d. Frasa Dengan kesepakatan bersama Badan Permusyawaratan Desa dan Kepala Desa e. Memutuskan dan f. Menetapkan Pembukaan pada Peraturan Bersama Kepala Desa a. Frasa Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa b. Jabatan pembentuk Paraturan Bersama Kepala Desa c. Konsiderans - Menimbang d. Dasar Hukum - Mengingat e. Memutuskan; dan f. Menetapkan Pembukaan pada Peraturan Kepala Desa a. Frasa Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa b. Jabatan pembentuk Paraturan Kepala Desa c. Konsiderans - Menimbang d. Dasar Hukum - Mengingat e. Memutuskan; dan f. Menetapkan Pembukaan pada Keputusan Kepala Desa a. Jabatan pembentuk paraturan kepala desa b. Konsiderans - Menimbang c. Dasar Hukum - Mengingat - Memperhatikan (jika diperlukan) d. Memutuskan dan e. Menetapkan c. PENJELASAN a. FRASA Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa, Kata frasa yang berbunyi Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa merupakan kata yang harus ditulis dalam Peraturan Desa, cara penulisannya Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 217

230 seluruhnya huruf kapital, ditulis dalam satu baris dan tidak diakhiri tanda baca. Contoh : DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA b. JABATAN Jabatan pembentuk Peraturan Desa, Peraturan Bersama Kepala Desa, Peraturan Kepala Desa dan Keputusan Kepala Desa ditulis dengan huruf kapital, dan diakhiri dengan tanda baca koma (, ) Contoh : c. KONSIDERANS KEPALA DESA KUSUMANEGARA, Konsiderans harus diawali dengan kata Menimbang yang memuat uraian singkat mengenai pokok-pokok pikiran yang menjadi latar belakang, pertimbangan, landasan yuridis, sosiologis dan filosofis dibentuknya Peraturan Desa, Peraturan Bersama Kepala Desa, Peraturan Kepala Desa dan Keputusan Kepala Desa Jika konsideran terdiri dari lebih satu pokok pikiran, maka tiap-tiap pokok pikiran dirumuskan pengertian dan tiap-tiap pokok pikiran diawali dengan huruf a,b,c dst dan diawali dengan huruf kecil serta diakhiri dengan tanda titik koma ( ; ) Contoh : Menimbang: a.... ; d. DASAR HUKUM b.... ; c.... ; Dasar hukum diawali dengan kata Mengingat yang harus memuat dasar hukum bagi pembuatan produk hukum. Pada bagian ini perlu dimuat pula jika ada peraturan perundang-undangan yang memerintahkan dibentuknya peraturan desa, peraturan bersama kepala desa, peraturan kepala desa dan keputusan kepala desa atau yang mempunyai kaitan langsung dengan materi yang akan diatur. Dasar hukum dapat dibagi 2 yaitu : 1) Landasan yuridis kewenangan membuat peraturan desa, peraturan bersama kepala desa, peraturan kepala desa dan keputusan kepala desa; dan 2) Landasan yuridis materi yang diatur Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 218

231 Yang dapat dipakai sebagai dasar hukum hanyalah jenis peraturan perundang-undangan yang tingkat derajatnya sama atau lebih tinggi dari produk hukum yang dibuat. Catatan : Keputusan yang bersifat penetapan, Instruksi dan Surat Edaran tidak dapat dipakai sebagai dasar hukum karena tidak termasuk jenis perundang-undangan Dasar hukum dirumuskan secara kronologis sesuai dengan hierarki peraturan perundang-undangan, atau apabila peraturan perundangundangan tersebut sama tingkatannya, maka dituliskan berdasarkan urutan tahun pembentukannya, atau apabila peraturan perundang-undangan tersebut dibentuk pada tahun yang sama, maka dituliskan berdasarkan nomor urutan pembuatan peraturan perundang-undangan tersebut. Penulisan dasar hukum harus lengkap dengan lembaran negara Republik Indonesia, tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia, Lembaran Daerah, dan Tambahan Lembaran Daerah ( kalau ada ). Jika dasar hukum lebih dari satu peraturan perundang-undangan, maka tiap dasar hukum diawali dengan angka arab 1,2,3 dst dan diakhiri dengan tanda baca titik koma ( ; ) contoh : Penulisan Dasar Hukum Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor... Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor... ) ; 2. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor... Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor... ) ; 3. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang..; 4. Peraturan Menteri... Nomor... tentang ; Peraturan Daerah Nomor...Tahun... \tentang... (Lembaran Daerah Tahun... Nomor...)...; FRASA Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 219

232 Frasa Dengan Kesepakatan Bersama Badan Permusyawaratan Desa dan Kepala Desa Kata frasa yang berbunyi Dengan Kesepakatan Bersama Badan Permusyawaratan Desa dan Kepala Desa, merupakan kalimat yang harus dicantumkan dalam Peraturan Desa, dan cara penulisannya dilakukan sebagai berikut : 1. Ditulis sebelum kata MEMUTUSKAN; 2. Kata Dengan Kesepakatan Bersama hanya huruf awal kata ditulis huruf kapital. 3. Kata dan, semuanya ditulis dengan huruf kecil; 4. Kata Badan Permusyawaratan Desa dan Kepala Desa seluruhnya ditulis huruf kapital. Contoh : Dengan Kesepakatan Bersama BADAN PERMUSYAWARATAN DESA...(Nama Desa) dan KEPALA DESA...(Nama Desa) MEMUTUSKAN Kata Memutuskan ditulis dengan huruf kapital, dan diakhiri dengan tanda baca titik dua ( : ). Peletakan kata MEMUTUSKAN adalah di tengah margin. MENETAPKAN Kata Menetapkan dicantumkan sesudah kata MEMUTUSKAN yang disejajarkan ke bawah dengan kata Menimbang dan Mengingat. Huruf awal kata Menetapkan ditulis dengan huruf Kapital dan diakhiri dengan tanda baca titik dua ( : ) Contoh : Jenis Peraturan Desa : MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN DESA...(Nama Desa) TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DESA TAHUN. Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 220

233 Contoh : Jenis Keputusan Kepala Desa : MEMUTUSKAN Menetapkan : KEPUTUSAN KEPALA DESA...(Nama Desa) TENTANG TIM PENYUSUN RPJM DESA BATANG TUBUH Batang tubuh peraturan desa, peraturan bersama kepala desa dan peraturan kepala desa memuat materi yang dirumuskan dalam bab dan pasal-pasal atau diktum-diktum yang bersifat mengatur ( Regeling ), sedangkan jenis Keputusan Kepala Desa bersifat menetapkan ( Beschikking ), batang tubuhnya dirumuskan dalam diktum-diktum. 1. Batang Tubuh Peraturan Desa dan Peraturan Bersama Kepala Desa dan Peraturan Kepala Desa memuat: - Ketentuan Umum - Materi yang diatur - Ketentuan Peralihan ( kalau ada ) - Ketentuan Penutup 2. Pengelompokkan materi dalam bab, bagian dan paragraf tidak merupakan keharusan. Jika Peraturan Desa, Peraturan Bersama Kepala Desa dan Peraturan Kepala Desa mempunyai materi yang ruang lingkupnya sangat luas dan mempunyai banyak pasal, maka pasal - pasal tersebut dapat dikelompokkan menjadi bab, bagian dan paragraf. pengelompokan dilakukan atas dasar kesamaan kategori atau kesatuan lingkup isi materi URUTAN PENGGUNAAN KELOMPOK 1. Bab dengan pasal-pasal tanpa bagian dan paragraf 2. Bab dengan bagian dan pasal-pasal tanpa paragraf 3. Bab dengan bagian dan paragraf yang terdiri dari pasal-pasal Tata cara penulisan Bab, Bagian, Paragraf, Pasal dan ayat. Bab diberi nomor urut dengan angka romawi dan judul bab semua ditulis dengan huruf kapital. Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 221

234 Contoh : BAB I KETENTUAN UMUM Bagian diberi nomor urut dengan bilangan-bilangan yang ditulis dengan huruf kapital dan diberi judul. Huruf awal kata Bagian, urutan bilangan dan judul bagian ditulis dengan huruf kapital, kecuali huruf awal dari kata partikel yang tidak terletak pada awal frasa. Contoh : BAB II ( JUDUL BAB.) Bagian Kedua. Paragraf diberi nomor urut dengan angka arab dan diberi judul. Huruf awal dalam judul paragraf, dan huruf awal judul paragraf ditulis dengan huruf kapital, sedangkan huruf lainnya setelah huruf pertama ditulis dengan huruf kecil Contoh : Bagian Kedua (.. Judul Bagian..) Paragraf 1 ( Judul Paragraf ) Pasal adalah satuan aturan yang memuat satu norma dan dirumuskan dalam satu kalimat. Contoh : Pasal 5 Materi Peraturan Desa lebih baik dirumuskan dalam banyak pasal yang singkat dan jelas dari pada dalam beberapa pasal yang panjang dan memuat beberapa ayat, kecuali materi yg menjadi pasal itu merupakan satu rangkaian yg tidak dapat dipisahkan. Ayat adalah merupakan rincian dari pasal, penulisannya diberi nomor urut dengan angka arab di antara tanda baca kurung tanpa diakhiri tanda baca. Satu ayat hanya mengatur satu hal dan dirumuskan dalam satu kalimat Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 222

235 Contoh : Pasal 22 (1). (2). (3). BATANG TUBUH PERATURAN KEPALA DESA Peraturan Kepala Desa bersifat mengatur ( Regeling ) ; 1) Batang tubuh Peraturan Kepala Desa memuat semua materi yang akan dirumuskan dalam pasal - pasal 2) Pengelompokkan dalm batang tubuh terdiri atas : a) Ketentuan Umum b) Materi yang diatur c) Ketentuan peralihan ( kalau ada ) d) Ketentuan penutup 3) Materi Peraturan Kepala Desa adalah merupakan pelaksanaan dari Peraturan Desa dan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi 4) Tata cara perumusan dan penulisan materi muatan batang tubuh sama dengan tata cara perumusan dan penulisan materi muatan Peraturan Desa Keputusan Kepala Desa adalah bersifat penetapan ( Beschiking ) 1) Batang Tubuh Keputusan Kepala Desa memuat semua materi muatan keputusan yang dirumuskan dalam diktum-diktum. 2) Pengelompokkan dalam batang tubuh terdiri atas materi yang akan diatur. Contoh : KESATU :... KEDUA :... Dalam keputusan kepala desa tidak perlu ada ketentuan umum dan ketentuan peralihan karena keputusan kepala desa yang bersifat penetapan adalah konkrit, individual dan final PENUTUP 1. Rumusan tempat dan tanggal penetapan, diletakkan di sebelah kanan 2. Nama jabatan ditulis dengan huruf kapital, dan pada akhir kata diberi tanda baca koma Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 223

236 3. Nama lengkap pejabat yg menandatangani ditulis dgn huruf kapital tanpa gelar dan pangkat 4. Penetapan Peraturan Desa, Peraturan Bersama Kepala Desa, Peraturan Kepala Desa dan Keputusan Kepala Desa hanya ditandatangani oleh Kepala Desa 5. Pengundangan Peraturan Desa dilakukam oleh Sekretaris Desa Dalam Lembaran Desa 6. Pengundangan Peraturan Bersama Kepala Desa dan Peraturan Kepala Desa oleh Sekretaris Desa dalam Berita Desa PERUBAHAN PERATURAN DESA, PERATURAN BERSAMA KEPALA DESA, PERATURAN KEPALA DESA DAN KEPUTUSAN KEPALA DESA Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam perubahan peraturan desa, peraturan bersama kepala desa, peraturan kepala desa dan keputusan kepala desa : 1. Dilakukan oleh Pejabat yg berwenang membentuknya 2. Peraturan Desa diubah dengan Peraturan Desa, Peraturan Bersama Kepala Desa dengan Peraturan Bersama Kepala Desa, Peraturan Kepala Desa dengan Peraturan Kepala Desa, dan Keputusan Kepala Desa diubah dengan Keputusan Kepala Desa. 3. Perubahan terhadap Peraturan itu tanpa mengubah sistematika 4. Dalam penamaan disebut Peraturan Desa, Peraturan Bersama Kepala Desa, Peraturan Kepala Desa dan Keputusan Kepala Desa mana yang diubah dan perubahan yg diadakan itu adalah perubahan yang ke. Contoh : Perubahan APBDes PERATURAN DESA...(Nama Desa) NOMOR... TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DESA...(Nama Desa) NOMOR... TAHUN... TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DESA Contoh : Perubahan selanjutnya PERATURAN DESA...(Nama Desa) NOMOR... TAHUN... TENTANG Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 224

237 PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN DESA...(Nama Desa) NOMOR... TAHUN... TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DESA PERIODE TAHUN..S.D..TAHUN 5. Dalam konsideran Menimbang Peraturan Desa, Peraturan Bersama Kepala Desa, Peraturan Kepala Desa dan Keputusan Kepala Desa yang diubah, harus dikemukakan alasan-alasan atau pertimbangan-pertimbangan mengapa peraturan yang lama perlu diadakan perubahan 6. Apabila Peraturan Desa, Peraturan Bersama Kepala Desa, Peraturan Kepala Desa dan Keputusan Kepala Desa sudah mengalami perubahan substansi berulang kali sebaiknya dicabut dan diganti dengan peraturan yang baru. 7. Apabila perubahan sifatnya besar-besaran sebaiknya dibentuk peraturan yang baru 8. Cara merumuskan perubahan dalam pasal-pasal : a. Apabila suatu bab, bagian, pasal atau ayat akan dihapuskan, angka atau nomor pasal itu hendaknya tetap dituliskan tetapi tanpa isi, hanya dituliskan dihapus Contoh : Bab V Pasal.. Dihapus b. Apabila diantara pasal 14 dan 15 akan disisipkan pasal baru maka pada pasal baru itu dituliskan dengan Pasal 14A PENCABUTAN PERATURAN DESA, PERATURAN BERSAMA KEPALA DESA, PERATURAN KEPALA DESA DAN KEPUTUSAN KEPALA DESA PENCABUTAN DENGAN PERGANTIAN: Ketentuan pencabutan dapat diletakkan di depan (dalam pembukaan) atau di belakang (ketentuan Penutup) Contoh: Ketentuan pencabutan dapat diletakkan di belakang (ketentuan Penutup) KETENTUAN PENUTUP Pasal 88 Pada saat Peraturan Desa ini mulai berlaku, maka Peraturan Desa Kusuma Negara Nomor 2 tahun 2015 tentang APBDesa dicabut dan dinyatakan tidak berlaku Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 225

238 Dalam bentuk seperti ini berarti walaupun peraturannya dicabut tetapi tidak sampai pada akar-akarnya ( peraturan pelaksananya masih tetap berlaku ) PENJELASAN Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penjelasan: 1. Pembuatan peraturan desa, peraturan bersama kepala desa, peraturan kepala desa dan keputusan Kepala Desa agar tidak menyandarkan argumentasi pada penjelasan tetapi harus berusaha membuat peraturan desa, keputusan kepala desa yang dapat meniadakan keragu-raguan; 2. Naskah penjelasan disusun bersama-sama dengan peraturan desa, peraturan bersama kepala desa, peraturan kepala desa dan keputusan Kepala Desa yang bersangkutan; 3. Penjelasan berfungsi sebagai tafsiran atau materi tertentu; 4. Penjelasan tidak dapat dipakai sebagai dasar hukum untuk membuat peraturan; 5. Judul penjelasan sama dengan judul peraturan desa, peraturan bersama kepala desa, dan peraturan kepala desa; 6. Penjelasan terdiri dari penjelasan umum dan penjelasan pasal yang pembagiannya dirinci dengan angka romawi; 7. Penjelasan umum memuat uraian sistematis mengenai latar belakang pemikiran, maksud dan tujuan penyusunan; 8. Materi penjelasan tidak boleh bertentangan dengan materi Peraturan Desa, Peraturan Bersama Kepala Desa dan Peraturan Kepala Desa; 9. Materi penjelasan tidak boleh pengulangan semata dari materi Peraturan Desa, Peraturan Bersama Kepala Desa dan Peraturan Kepala Desa; 10. Beberapa pasal yang tidak memerlukan penjelasan disatukan dan diberi keterangan cukup jelas. Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 226

239 a. Bentuk Rancangan Peraturan Desa KEPALA DESA.. (Nama Desa) KABUPATEN/KOTA... (Nama Kabupaten/Kota) PERATURAN DESA (Nama Desa) NOMOR TAHUN TENTANG (Nama Peraturan Desa) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA DESA (Nama Desa), Menimbang: Mengingat: a. bahwa ; b. bahwa ; c. dan seterusnya ; 1. ; 2. ; 3. dan seterusnya ; Dengan Kesepakatan Bersama BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (Nama Desa) dan KEPALA DESA (Nama Desa) MEMUTUSKAN: Menetapkan: PERATURAN DESA TENTANG... (Nama Peraturan Desa). BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 227

240 BAB II Pasal BAB (dan seterusnya) Pasal... Peraturan Desa ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Desa ini dengan penempatannya dalam Lembaran Desa (Nama Desa). Ditetapkan di pada tanggal KEPALA DESA (Nama Desa), tanda tangan NAMA Diundangkan di pada tanggal SEKRETARIS DESA (Nama Desa), tanda tangan NAMA LEMBARAN DESA (Nama Desa) TAHUN NOMOR Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 228

241 b. Bentuk Rancangan Peraturan Bersama Kepala Desa KABUPATEN/KOTA... (Nama Kabupaten/Kota) PERATURAN BERSAMA KEPALA DESA... (Nama Desa) DAN KEPALA DESA... (Nama Desa) NOMOR... TAHUN... NOMOR... TAHUN... TENTANG (Judul Peraturan Bersama) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA DESA... (Nama Desa) DAN KEPALA DESA..., (Nama Desa) Menimbang : a. bahwa...; b. bahwa...; c. dan seterusnya...; Mengingat : 1....; 2....; 3. dan seterusnya...; MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN BERSAMA KEPALA DESA... (Nama Desa) DAN KEPALA DESA... (Nama Desa) TENTANG... (Judul Peraturan Bersama). BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Bersama ini yang dimaksud dengan: Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 229

242 BAB II Bagian Pertama... Paragraf 1 Pasal.. BAB... Pasal... BAB... KETENTUAN PERALIHAN (jika diperlukan) BAB.. KETENTUAN PENUTUP Pasal... Peraturan Bersama ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Bersama ini dengan penempatannya dalam Berita Desa... (Nama Desa) dan Berita Desa... (Nama Desa) KEPALA DESA..., (Nama Desa) Ditetapkan di... pada tanggal KEPALA DESA..., (Nama Desa) (Nama Tanpa Gelar dan Pangkat) (Nama Tanpa Gelar dan Pangkat) Diundangkan di... pada tanggal SEKRETARIS DESA..., (Nama Desa) Diundangkan di... pada tanggal SEKRETARIS DESA..., (Nama Desa) Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 230

243 (Nama Tanpa Gelar dan Pangkat) (Nama Tanpa Gelar dan Pangkat) BERITA DESA... (Nama Desa) TAHUN... NOMOR... BERITA DESA... (Nama Desa) TAHUN... NOMOR... Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 231

244 c. Bentuk Rancangan Peraturan Kepala Desa KEPALA DESA (Nama Desa) KABUPATEN/KOTA... (Nama Kabupaten/Kota) PERATURAN KEPALA DESA... (Nama Desa) NOMOR... TAHUN... TENTANG (Judul Peraturan Kepala Desa) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA DESA..., (Nama Desa) Menimbang : a. bahwa...; b. bahwa...; c. dan seterusnya...; Mengingat : 1....; 2...; 3. dan seterusnya...; MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN KEPALA DESA TENTANG... (Judul Peraturan Kepala Desa). BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Kepala Desa ini yang dimaksud dengan: BAB II Bagian Pertama... Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 232

245 Paragraf 1 Pasal.. BAB... Pasal... BAB... KETENTUAN PERALIHAN (jika diperlukan) BAB.. KETENTUAN PENUTUP Pasal... Peraturan Kepala Desa ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Kepala Desa ini dengan penempatannya dalam Berita Desa... (Nama Desa). Ditetapkan di... pada tanggal KEPALA DESA..., (Nama Desa) (Nama Tanpa Gelar dan Pangkat) Diundangkan di... pada tanggal... SEKRETARIS DESA..., (Nama Desa) (Nama) BERITA DESA... (Nama Desa) TAHUN... NOMOR... Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 233

246 1. Teknik Penyusunan Keputusan Kepala Desa KEPUTUSAN KEPALA DESA KABUPATEN/KOTA...(Nama Kabupaten/Kota) KEPUTUSAN KEPALA DESA... (Nama Desa) NOMOR... TAHUN... TENTANG Menimbang : (Judul Keputusan Kepala Desa) KEPALA DESA..., (Nama Desa) a. bahwa...; b. bahwa...; c. dan seterusnya...; Mengingat : 1....; 2....; 3. dan seterusnya...; Memperhatikan : 1....; 2....; 3. dan seterusnya...; (jika diperlukan) Menetapkan: KESATU : KEDUA : KETIGA : KEEMPAT : KELIMA MEMUTUSKAN: : Keputusan Kepala Desa ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di... pada tanggal... KEPALA DESA..., (Nama Desa) (Nama Tanpa Gelar dan Pangkat) Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 234

247 DAFTAR PUSTAKA A.Hamid S.Attamimi, Hukum tentang Peraturan Perundang-undangan dan Peraturan Kebijaksanaan, Makalah Pidato Purna Bakti, Fakultas Hukum UI, Jakarta, 20 September A.Hamid S.Attamimi, Perbedaan antara Peraturan Perundang-undangan dan Peraturan Kebijakan, Makalah disampaikan pada Pidato Dies Natalis PTIK ke-46, Jakarta 17 Juni 1992 Jimly Asshiddiqie, Gagasan Negara Hukum Indonesia, hal. 1, diakses 12 April 2015 Maria Farida Idrati Soeprapto, Ilmu Perundang-undangan, Kanisius, Yogyakarta, 1998 NE. Algra en HCJG Jansenn, Rechtsingang, Een Orientatie in het Recht, HD Tjeenk Willink bv., Groningen, 1974 Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara, UII Press, Yogyakarta, SF. Marbun dan Moh. Mahfud, Pokok-Pokok Hukum Administrasi Negara, Liberty Yogyakarta, 1987 Daftar Peraturan Perundang-undangan Undang-Undang Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa. Undang-Undang Nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundangundangan. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara. Sebagaimana telah diubah berdasarkan Undang-Undang Nomor 9 Tahun Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014TentangPeraturan Pelaksanaan Undang- Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 111 Tahun 2014Tentang Pedoman Teknis Peraturan Di Desa Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 113 Tahun 2014TentangPengelolaan Keuangan Desa Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 114 Tahun 2014TentangPedoman Pembangunan Desa Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 235

248 Pokok Bahasan 7 PENGUATAN KEBERDAYAAN MASYARAKAT Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 236

249 Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 237

250 SPB 7.1 MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA Rencana Pembelajaran Pemberdayaan Masyarakat Desa Tujuan Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat: 1. Menjelaskan pemberdayaan sebagai proses sosial-politik; 2. Menjelaskan tahapan pemberdayaan masyarakat; 3. Menjelaskan pemberdayaan bertumpu pada hak-hak masyarakat; 4. Menjelaskan pemberdayaan untuk meningkatkan posisi dan daya tawar masyarakat; 5. Menjelaskan pemberdayaan untuk mewujudkan kemandirian masyarakat. Waktu 45 Menit Metode Curah pendapat, Diskusi kelompok dan Paparan Media Lembar tayang dan Bahan bacaan Alat Bantu Flipt Chart, Spidol, Laptop dan Infocus Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 238

251 Proses Penyajian Kegiatan 1: Pembukaan 1. Buka acara dengan mengucapkan salam dan sampaikan tujuan, proses dan hasil yang ingin dicapai. Kegiatan 2: Konsepsi Pemberdayaan (Presentasi dan Tanya Jawab) 2. Paparkan pemberdayaan sebagai paradigma pembangunan; 3. Paparkan pemberdayaan sebagai proses sosial politik bertumpu pada hak untuk meningkatkan daya tawar masyarakat; 4. Minta beberapa peserta bertanya dan atau mengungkapkan pendapat; 5. Berikan penegasan. Kegiatan 3: Tahapan Pemberdayaan (Refleksi) 6. Minta peserta mengungkapkan pengalamannya melakukan pemberdayaan masyarakat; 7. Pandu peserta merumuskan tahapan pemberdayaan (gunakan Media Fasilitasi 7.1.1); 8. Berikan penegasan. Kegiatan 4: Hubungan Pemberdayaan dengan Kemandirian (Presentasi dan Tanya Jawab) 9. Paparkan pemberdayaan masyarakat untuk mewujudkan kemandirian masyarakat; 10. Berikan kesempatan kepada peserta untuk bertanya dan mengungkapkan pendapat; 11. Berikan penegasan. Kegiatan 5: Menutup Sesi Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 239

252 SPB 7.2 Rencana Pembelajaran Strategi Penguatan Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa Tujuan Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat: 1. Mengidentifikasi kekurangan/kelemahan KPMD; 2. Menjelaskan penyebab kekurangan/kelemahan dimaksud; 3. Merumuskan cara mengatasi kekurangan/kelemahan dimaksud. Waktu 90 Menit Metode Curah Pendapat, Diskusi Kelompok dan Paparan Media Lembar Tayang dan Bahan Bacaan Alat Bantu Flipt Chart, Spidol, Laptop dan Infocus Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 240

253 Proses Penyajian Kegiatan 6: Pembukaan 12. Pelatih membuka acara dengan mengucapkan salam; 13. Sampaikan tujuan, proses dan hasil yang ingin dicapai. Kegiatan 7: Posisi Strategis Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa (Brainstorming) 14. Minta peserta mengungkapkan pendapat tentang posisi strategis Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa (KPMD) dalam pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa; 15. Ajak peserta merumuskan bersama Posisi strategis KPMD. Kegiatan 8: Identifikasi Kekurangan dan Kelemahan serta Upaya Penguatan (Diskusi Kelompok) 16. Bagi peserta dalam beberapa kelompok; 17. Minta peserta berdiskusi; (gunakan Lembar Kerja 7.2.1) 18. Minta salah satu kelompok mempresentasikan hasil diskusinya; 19. Minta kelompok lainnya untuk menanggapi dan mengkritisi; 20. Berikan penegasan. Kegiatan 9: Menutup sesi Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 241

254 Lembar Kerja Identifikasi Kelemahan dan Strategi Penguatan KPMD No. Kelemahan & Kekurangan Faktor Penyebab Upaya Penguatan Dst. Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 242

255 SPB 7.3 MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA Rencana Pembelajaran Strategi Penguatan Lembaga Kemasyarakatan Desa Tujuan Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat: 1. Mengidentifikasi kekurangan/kelemahan Lembaga Kemasyarakatan Desa; 2. Menjelaskan penyebab kekurangan/kelemahan dimaksud; 3. Menjelaskan cara untuk mengatasi kekurangan/kelemahan dimaksud. Waktu 90 Menit Metode Curah pendapat, Diskusi kelompok dan Paparan Media Media tayang dan Bahan bacaan Alat Bantu Flipt Chart, Spidol, Laptop dan Infocus Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 243

256 Proses Penyajian Kegiatan 10: Pembukaan 21. Pelatih membuka acara dengan mengucapkan salam; 22. Sampaikan tujuan, proses dan hasil yang ingin dicapai. Kegiatan 11: Identifikasi Lembaga Kemasyarakatan Desa (Curah Pendapat) 23. Bagi kertas metaplan kepada setiap peserta; 24. Minta peserta menyebutkan Lembaga Kemasyarakatan apa saja yang ada di Desa serta perannya; 25. Pandu peserta mengklasifikasikan jenis Lembaga Kemasyarakatan Desa serta perannya; 26. Berikan penegasan. Kegiatan 12: Identifikasi kekurangan dan kelemahan serta upaya penguatan Lembaga Kemasyarakatan Desa (Diskusi kelompok) 27. Bagi peserta dalam beberapa kelompok; 28. Minta peserta berdiskusi (gunakan Lembar Kerja 7.3.1); 29. Minta salah satu kelompok mempresentasikan hasil diskusinya; 30. Minta kelompok lainnya untuk menanggapi dan mengkritisi; 31. Berikan penegasan. Kegiatan 13: Menutup Sesi Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 244

257 Lembar Kerja Identifikasi Kelemahan dan Strategi Penguatan Lembaga Kemasyarakatan Desa No. Kelemahan & Kekurangan Faktor Penyebab Upaya Penguatan Dst Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 245

258 SPB 7.1 Bahan Bacaan Pemberdayaan Masyarakat Desa Bahan Bacaan 1 PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DESA Oleh Sutoro Eko Di Indonesia, ada pegeseran menarik dalam hal wacana, paradigma dan kebijakan pembangunan, yakni dari pembangunan ke pemberdayaan. Tepatnya pembangunan desa terpadu pada tahun 1970-an, bergeser menjadi pembangunan masyarakat desa pada tahun 1980-an dan awal 1990-an, kemudian bergeser lagi menjadi pemberdayaan masyarakat (desa) mulai akhir 1990-an hingga sekarang. Kini, dalam konteks reformasi, demokratisasi dan desentralisasi, wacana pemberdayaan mempunyai gaung luas dan populer. Gagasan pemberdayaan berangkat dari realitas obyektif yang merujuk pada kondisi struktural yang timpang dari sisi alokasi kekuasaan dan pembagian akses sumberdaya masyarakat (Margot Breton, 1994). Pemberdayaan sebenarnya merupakan sebuah alternatif pembangunan yang sebelumnya dirumuskan menurut cara pandang developmentalisme (modernisasi). Saya meyakini bahwa antara pembangunan (lama) dan pemberdayaan (baru) mempunyai cara pandang dan keyakinan yang berbeda, seperti terlihat dalam tabel 6. Pada intinya, paradigma lama (pembangunan) lebih berorientasi pada negara dan modal sementara paradigma baru (pemberdayaan) lebih terfokus pada masyarakat dan institusi lokal yang dibangun secara partisipatif. Modal adalah segala-galanya yang harus dipupuk terus meski harus ditopang dengan pengelolaan politik secara otoritarian dan sentralistik. Sebaliknya, pemberdayaan adalah pembangunan yang dibuat secara demokratis, desentralistik dan partisipatoris. Masyarakat menempati posisi utama yang memulai, mengelola dan menikmati pembangunan. Negara adalah fasilitator dan membuka ruang yang kondusif bagi tumbuhnya prakarsa, partisipasi dan institusi lokal. Konsep dan Arah Pemberdayaan Tidak ada sebuah pengertian maupun model tunggal pemberdayaan. Pemberdayaan dipahami sangat berbeda menurut cara pandang orang maupun konteks kelembagaan, Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 246

259 politik, dan sosial-budayanya. Ada yang memahami pemberdayaan sebagai proses mengembangkan, memandirikan, menswadayakan, memperkuat posisi tawar menawar masyarakat lapisan bawah terhadap kekuatan-kekuatan penekan di segala bidang dan sektor kehidupan. Ada pula pihak lain yang menegaskan bahwa pemberdayaan adalah proses memfasilitasi warga masyarakat secara bersama-sama pada sebuah kepentingan bersama atau urusan yang secara kolektif dapat mengidentifikasi sasaran, mengumpulkan sumber daya, mengerahkan suatu kampanye aksi dan oleh karena itu membantu menyusun kembali kekuatan dalam komunitas. Saya memahami pemberdayaan (masyarakat desa) dengan beberapa cara pandang. Pertama, pemberdayaan dimaknai dalam konteks menempatkan posisi berdiri masyarakat. Posisi masyarakat bukanlah obyek penerima manfaat (beneficiaries) yang tergantung pada pemberian dari pihak luar seperti pemerintah, melainkan dalam posisi sebagai subyek (agen atau partisipan yang bertindak) yang berbuat secara mandiri. Berbuat secara mandiri bukan berarti lepas dari tanggungjawab negara. Pemberian layanan publik (kesehatan, pendidikan, perumahan, transportasi dan seterusnya) kepada masyarakat tentu merupakan tugas (kewajiban) negara secara given. Masyarakat yang mandiri sebagai partisipan berarti terbukanya ruang dan kapasitas mengembangkan potensi-kreasi, mengontrol lingkungan dan sumberdayanya sendiri, menyelesaikan masalah secara mandiri, dan ikut menentukan proses politik di ranah negara. Masyarakat ikut berpartisipasi dalam proses pembangunan dan pemerintahan. Tabel: Pergeseran paradigma dalam pembangunan masyarakat desa Paradigma Lama (Pembangunan) Paradigma Baru (Pemberdayaan) Fokus pada pertumbuhan ekonomi Pertumbuhan yang berkualitas dan berkelanjutan Redistribusi oleh Negara Proses keterlibatan warga yang marginal dalam pengambilan keputusan Otoritarianisme ditolerir sebagai harga Menonjolkan nilai-nilai kebebasan, yang harus dibayar karena pertumbuhan otonomi, harga diri, dll. Negara memberi subsidi pada pengusaha Negara membuat lingkungan yang kecil memungkinkan Negara menyedian layanan ketahanan Pengembangan institusi lokal untuk social ketahanan social Transfer teknologi dari negara maju Penghargaan terhadap kearifan dan teknologi lokal; pengembangan teknologi secara partisipatoris Transfer aset-aset berharga pada negara Penguatan institusi untuk melindungi aset maju komunitas miskin. Pembangunan nyata: diukur dari nilai Pembangunan adalah proses multidimensi ekonomis oleh pemerintah dan sering tidak nyata yang dirumuskan oleh rakyat. Sektoral Menyeluruh Organisasi hirarkhis untuk melaksanakan Organisasi belajar non-hirarkis proyek Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 247

260 Peran negara: produser, penyelenggara, pengatur dan konsumen terbesar Peran negara: menciptakan kerangka legal yang kondusif, membagi kekuasaan, mendorong tumbuhnya institusi-institusi masyarakat. Sumber: diadaptasi dari A. Shepherd, Sustainable Rural Development (London: Macmillan Press, 1998), hal. 17. Kedua, pemberdayaan secara prinsipil berurusan dengan upaya memenuhi kebutuhan (needs) masyarakat. Banyak orang berargumen bahwa masyarakat akar rumput sebenarnya tidak membutuhkan hal-hal yang utopis (ngayawara) seperti demokrasi, desentralisasi, good governance, otonomi daerah, masyarakat sipil, dan seterusnya. Apa betul masyarakat desa butuh demokrasi dan otonomi desa? Saya yakin betul, masyarakat itu hanya butuh pemenuhan sandang, pangan dan papan (SPP). Ini yang paling dasar. Tidak ada gunanya bicara demokrasi kalau rakyat masih miskin, demikian tutur seseorang yang mengaku sering berinteraksi dengan warga desa. Pendapat ini masuk akal, tetapi sangat dangkal. Mungkin kebutuhan SPP itu akan selesai kalau terdapat uang yang banyak. Tetapi persoalannya sumberdaya untuk pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat itu sangat langka (scarcity) dan terbatas (constrain). Masyarakat tidak mudah bisa akses pada sumberdaya untuk memenuhi kebutuhan SPP. Karena itu, pemberdayaan adalah sebuah upaya memenuhi kebutuhan masyarakat di tengah-tengah scarcity dan constrain sumberdaya. Bagaimanapun juga berbagai sumberdaya untuk memenuhi kebutuhan masyarakat bukan hanya terbatas dan langka, melainkan ada problem struktural (ketimpangan, eksploitasi, dominasi, hegemoni, dll) yang menimbulkan pembagian sumberdaya secara tidak merata. Dari sisi negara, dibutuhkan kebijakan dan program yang memadai, canggih, pro-poor untuk mengelola sumberdaya yang terbatas itu. Dari sisi masyarakat, seperti akan saya elaborasi kemudian, membutuhkan partisipasi (voice, akses, ownership dan kontrol) dalam proses kebijakan dan pengelolaan sumberdaya. Ketiga, pemberdayaan terbentang dari proses sampai visi ideal. Dari sisi proses, masyarakat sebagai subyek melakukan tindakan atau gerakan secara kolektif mengembangkan potensi-kreasi, memperkuat posisi tawar, dan meraih kedaulatan. Dari sisi visi ideal, proses tersebut hendak mencapai suatu kondisi dimana masyarakat mempunyai kemampuan dan kemandirian melakukan voice, akses dan kontrol terhadap lingkungan, komunitas, sumberdaya dan relasi sosial-politik dengan negara. Proses untuk mencapai visi ideal tersebut harus tumbuh dari bawah dan dari dalam masyarakat sendiri. Namun, masalahnya, dalam kondisi struktural yang timpang masyarakat sulit sekali membangun kekuatan dari dalam dan dari bawah, sehingga membutuhkan intervensi dari luar. Hadirnya pihak luar (pemerintah, LSM, organisasi masyarakat sipil, organisasi agama, perguruan tinggi, dan lain-lain) ke komunitas bukanlah mendikte, menggurui, atau menentukan, melainkan bertindak sebagai fasilitator (katalisator) yang memudahkan, menggerakkan, mengorganisir, menghubungkan, memberi ruang, mendorong, membangkitkan dan seterusnya. Hubungan antara komunitas dengan pihak luar itu bersifat setara, saling percaya, saling menghormati, terbuka, serta saling belajar untuk tumbuh berkembang secara bersamasama. Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 248

261 Keempat, pemberdayaan terbentang dari level psikologis-personal (anggota masyarakat) sampai ke level struktural masyarakat secara kolektif. Tabel 7 menampilkan pemetaan pemberdayaan dari dua sisi: dimensi (yang terbagi menjadi psikologis dan struktural) dan level (personal dan masyarakat). Pemberdayaan psikologis-personal berarti mengembangkan pengetahuan, wawasan, harga diri, kemampuan, kompetensi, motivasi, kreasi, dan kontrol diri individu. Pemberdayaan struktural-personal berarti membangkitkan kesadaran kritis individu terhadap struktur sosial-politik yang timpang serta kapasitas individu untuk menganalisis lingkungan kehidupan yang mempengaruhi dirinya. Pemberdayaan psikologis-masyarakat berarti menumbuhkan rasa memiliki, gotong rotong, mutual trust, kemitraan, kebersamaan, solidaritas sosial dan visi kolektif masyarakat. Sedangkan pemberdayaan struktural-masyarakat berarti mengorganisir masyarakat untuk tindakan kolektif serta penguatan partisipasi masyarakat dalam pembangunan dan pemerintahan. Saya menganggap pemberdayaan dari sisi struktural-masyarakat merupakan arena pemberdayaan yang paling krusial. Mengapa? Saya yakin betul bahwa pemberdayaan tidak bisa hanya diletakkan pada kemampuan dan mental diri individu, tetapi harus diletakkan pada konteks relasi kekuasaan yang lebih besar, dimana setiap individu berada di dalamnya. Mengikuti pendapat Margot Breton (1994), realitas obyektif pemberdayaan merujuk pada kondisi struktural yang mempengaruhi alokasi kekuasaan dan pembagian akses sumberdaya di dalam masyarakat. Dia juga mengatakan bahwa realitas subyektif perubahan pada level individu (persepsi, kesadaran dan pencerahan), memang penting, tetapi sangat berbeda dengan hasil-hasil obyektif pemberdayaan: perubahan kondisi sosial. Setiap individu tidak bisa mengembangkan kamampuan dirinya karena dalam masyarakat terjadi pembagian kerja yang semu, relasi yang subordinatif, dan ketimpangan sosial, demikian tulis Heller (1994: 185). Bahkan James Herrick (1995) menegaskan bahwa pemberdayaan yang menekankan pada pencerahan dan emansipasi individu tidak cukup memadai memfasilitas pengembangan kondisi sosial alternatif. Tabel: Dimensi dan level pemberdayaan Level/Dimensi Psikologis Struktural Personal Mengembangkan pengetahuan, wawasan, harga diri, kemampuan, kompetensi, motivasi, kreasi, dan kontrol diri. Membangkitkan kesadaran kritis individu terhadap struktur sosial-politik yang timpang serta kapasitas individu untuk menganalisis lingkungan kehidupan yang mempengaruhi dirinya. Masyarakat Menumbuhkan rasa memiliki, gotong rotong, mutual trust, kemitraan, kebersamaan, solidaritas sosial dan visi kolektif masyarakat. Mengorganisir masyarakat untuk tindakan kolektif serta penguatan partisipasi dalam pembangunan dan pemerintahan. Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 249

262 Sumber: Diolah kembali dari C. Kieffer, Citizen Empowerment: A Development Perspective, Human Service, No. 3, 1984; J. Rappaport, Terms of Empowerment: Toward a Theory for Community Psychology, American Journal of Community Psychology, No. 15, 1987; R. Labonte, Community Empowerment: The Need for Political Analysis, Journal of Public Health, No. 80, 1989; M. Zimmerman, Taking Aim on Empowerment Research: On the Distinction Between Individual and Psychological Concept, American Journal of Community Psychology, No. 18, 1990; J. Lord, Personal Empowerment and Active Living In H. Quinney, L. Gauvin and A.E. Wall (Eds.), Toward Active Living (Windsor, ON: Human Kinetics Publishers, 1994); dan Leena Rklund, From Citizen Participation Towards Community Empowerment (Tampere: Tampere University, 1999). Kelima, saya membuat tipologi PMD berdasarkan arena (pemerintahan dan pembangunan) serta aktor (negara dan masyarakat) yang diletakkan dalam konteks desentralisasi dan demokratisasi desa. Tipologi itu tertulis dalam bagan 1. Kuadran I (pemerintahan dan negara) pada intinya hendak membawa negara lebih dekat ke masyarakat desa, dengan bingkai desentralisasi (otonomi) desa, demokratisasi desa, good governance desa dan capacity building pemerintahan desa. Kuadran II (negara dan pembangunan) berbicara tentang peran negara dalam pembangunan dan pelalayanan publik. Fokusnya adalah perubahan haluan pembangunan yang top down menuju bottom up, membuat pelayanan publik lebih berkualitas dan semakin dekat dengan masyarakat, serta penanggulangan kemiskinan. Kudran III (pemerintahan dan masyarakat desa) hendak mempromosikan partisipasi masyarakat dalam konteks pemerintahan desa, termasuk penguatan BPD sebagai aktor masyarakat politik di desa. BPD diharapkan menjadi intermediary antara masyarakat dengan pemerintah desa yang mampu bekerja secara legitimate, partisipatif, dan bertanggungjawab. Kuadran IV (pembangunan dan masyarakat desa) terfokus pada civil society maupun pemberdayaan modal sosial dan institusi lokal, yang keduanya sebagai basis partisipasi masyarakat dalam pembangunan dan pemerintahan. Tipologi bagan 5 tidak dimaksudkan untuk membuat isu-isu pemberdayaan terkotakkotak, melainkan semua kuadran tersebut harus dikembangkan secara sinergis dan simultan. Tetapi saya juga yakin bahwa pemberdayaan yang berbasis masyarakat dan berkelanjutan harus ditopang secara kuat oleh kuadran IV (pembangunan dan masyarakat desa). Kuadran IV adalah pilar utama pemberdayaan yang akan memperkuat agenda pembaharuan pemerintahan dan pembangunan di level desa. Saya juga yakin bahwa tipologi itu sangat berguna sebagai basis orientasi untuk kajiankajian keilmuan, pengembangan kurikulum dan referensi bagi kebijakan pemerintah untuk mendorong pemberdayaan masyarakat desa. Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 250

263 Bagan: Peta pemberdayaan masyarakat desa ARENA Pemerintahan Pembangunan A K T O R NEGARA MASYARAKAT DESA Demokratisasi desa Good governance Otonomi desa. Peningkatan kapasitas perangkat desa Reformasi birokrasi Pengembangan partisipasi politik (voice, akses, kontrol dan kemitraan). Pemberdayaan Masyarakat Politik Badan Perwakilan Desa. Pembangunan dari bawah. Pengentasan kemiskinan. Penyediaan akses masyarakat pada layanan publik (pendidikan, kesehatan, perumahan, dll) Partisipasi masyarakat Penguatan modal sosial dan institusi lokal. Pemberdayaan civil society Tugas-Tugas Pemberdayaan Pemberdayaan masyarakat bisa dilakukan oleh banyak elemen: pemerintah, perguruan tinggi, lembaga swadaya masyarakat, pers, partai politik, lembaga donor, aktor-aktor masyarakat sipil, atau oleh organisasi masyarakat lokal sendiri. Birokrasi pemerintah tentu saja sangat strategis karena mempunyai banyak keunggulan dan kekuatan yang luar biasa ketimbang unsur-unsur lainnya: mempunyai dana, aparat yang banyak, kewenangan untuk membuat kerangka legal, kebijakan untuk pemberian layanan publik, dan lain-lain. Proses pemberdayaan bisa berlangsung lebih kuat, komprehensif dan berkelanjutan bila berbagai unsur tersebut membangun kemitraan dan jaringan yang didasarkan pada prinsip saling percaya dan menghormati. Konsep pemberdayaan berangkat dari asumsi yang berbeda dengan pembinaan. Pemberdayaan berangkat dari asumsi hubungan yang setara antar semua elemen masyarakat dan negara. Para ahli mengatakan bahwa pemberdayaan sangat percaya bahwa kecil itu indah, bahwa setiap orang itu mempunyai kearifan yang perlu dibangkitkan dan dihargai. Kalau konsep pembinaan cenderung mengabaikan prinsip kearifan semua orang itu. Dalam konteks pemberdayaan, semua unsur (pejabat, perangkat negara, wakil rakyat, para ahli, politisi, orpol, ormas, LSM, pengusaha, ulama, mahasiswa, serta rakyat banyak) berada dalam posisi setara, yang tumbuh bersama melalui proses belajar bersama-sama. Masing-masing elemen harus memahami dan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 251

264 menghargai kepentingan maupun perbedaan satu sama lain. Pemberdayaan tersebut dimaksudkan agar masing-masing unsur semakin meningkat kemampuannya, semakin kuat, semakin mandiri, serta memainkan perannya masing-masing tanpa menganggu peran yang lain. Justru dengan pemberdayaan kemampuan dan peran yang berbedabeda tersebut tidak diseragamkan, melainkan dihargai dan dikembangkan bersamasama, sehingga bisa terjalin kerjasama yang baik. Oleh karena itu, dalam hal pemberdayaan, tidak dikenal unsur yang lebih kuat memberdayakan terhadap unsur yang lebih lemah untuk diberdayakan. Unsur-unsur yang lebih kuat hanya memainkan peran sebagai pembantu, pendamping atau fasilitator, yang memudahkan unsur-unsur yang lemah memberdayakan dirinya sendiri. Pada dasarnya orang luar jangan sampai berperan sebagai pembina atau penyuluh, melainkan sebagai fasilitator terhadap pemberdayaan masyarakat. Fasilitator itu adalah pendamping, yang bertugas memudahkan, mendorong, dan memfasilitasi kelompok sosial dalam rangka memberdayakan dirinya. Tugas-tugas itu dimainkan mulai dari analisis masalah, pengorganisasian, fasilitasi, asistensi, dan advokasi kebijakan. Untuk memainkan peran-peran dalam pekerjaan PMD, para pekerja/fasilitator PMD harus profesional, memiliki sejumlah kemampuan dan keterampilan. Mereka harus kompeten, punya kemampuan dalam memahami teori secara holistik dan kritis, bertindak praktis, membuat refleksi dan praksis. Esensi praksis adalah bahwa orang dilibatkan dalam siklus bekerja, belajar, dan refleksi kritis. Ini adalah proses dimana teori dan praktik dibangun pada saat yang sama. Praksis lebih dari sekadar tindakan sederhana, tetapi ia mencakup pemahaman, belajar dan membangun teori. Para pekerja PMD tidak hanya butuh belajar keterampilan, tetapi juga mengembangkan keterampilan itu. Yang perlu dikembangkan adalah: kemampuan analisis, kesadaran kritis, pengalaman, belajar dari pihak lain, dan intuisi. Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 252

265 SPB 7.2 Bahan Bacaan Strategi Penguatan Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa KADER DESA: PENGGERAK PRAKARSA MASYARAKAT DESA Bahan Bacaan 2 UU DESA DAN KADERISASI Asas rekognisi dan subsidiaritas yang menjadi asas utama UU No. 6/2014 tentang Desa (selanjutnya disebut UU Desa) telah mendorong negara mengakui dan menghormati hak asal usul Desa dan menetapkan kewenangan lokal skala Desa. Konsekuensi dari asas utama pengaturan Desa (rekognisi-subsidiaritas) adalah lahirnya paradigma baru pembangunan Desa, dimana Desa sebagai sebuah kesatuan masyarakat hukum, kini menjadi subjek pembangunan yang mengatur dan menggerakkan pembangunannya secara mandiri berdasarkan hak dan kewenangan yang dimiliki. Selain itu, Desa kini menjadi ruang publik politik bagi warga desa untuk menyelenggarakan pemerintahan desa, pembangunan desa, pembinaan kemasyarakatn desa dan pemberdayaan masyarakat yang dilaksanakan secara mandiri. Kewenangan desa untuk mengatur dan mengurus urusan masyarakat secara mandiri mensyaratkan adanya manusia-manusia yang handal dan mumpuni sebagai pengelola desa sebagai self governing community (komunitas yang mengelola pemerintahannya secara mandiri). Kaderisasi desa menjadi kegiatan yang sangat strategis bagi terciptanya desa yang kuat, maju, mandiri dan demokratis. Kaderisasi desa meliputi peningkatan kapasitas masyarakat desa di segala kehidupan, utamanya pengembangan kapasitas di dalam pengelolaan desa secara demokratis. Sesuai amanat UU Desa, pendampingan Desa harus dilakukan dengan paradigma penguatan masyarakat Desa sebagai subjek. Dalam praksis kebijakan pemberdayaan masyarakat sebelum UU Desa, kader-kader penggerak di Desa cenderung dibentuk melalui penugasan dari supradesa, menjadi bagian dari prasyarat proyek, serta bekerja didasarkan atas skema petunjuk teknis yang rinci. Desa baru pasca UU Desa dicirikan oleh adanya perubahan pola pendampingan desa yaitu dari semula berkarakter kontrol dan mobilisasi-partisipasi, berubah menjadi fasilitasi gerapan pembaharuan Desa sebagai komunitas yang mandiri. Berlandaskan asas regoknisi dan subsidiaritas, Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 253

266 pendampingan desa mengutamakan kesadaran politik warga desa untuk terlibat aktif dalam urusan di desanya secara sukarela sehingga arah gerak kehidupan di desa merupakan akualitas kepentingan bersama yang dirumuskan secara musyawarah mufakat dalam semangat gotong royong. PENGERTIAN KADER Makna kata kader sebagaimana lazim dipahami dalam sebuah organisasi, adalah orang yang dibentuk untuk memegang peran penting (orang kunci) dan memiliki komitmen dan dedikasi kuat untuk menggerakan organisasi mewujudkan visi misinya. Dalam konteks desa, Kader Desa adalah orang kunci yang mengorganisir dan memimpin rakyat desa bergerak menuju pencapaian cita-cita bersama. Kader Desa terlibat aktif dalam proses belajar sosial yang dilaksanakan oleh seluruh lapiran masyarakat desa. Kader-kader Desa hadir di dalam pengelolaan urusan desa melalui perannya sebagai kepala desa, anggota BPD, Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa (KPMD), tokoh adat; tokoh agama; tokoh masyarakat; tokoh pendidikan; pengurus/anggota kelompok tani; pengurus/anggota kelompok nelayan; pengurus/anggota kelompok perajin; pengurus/anggota kelompok perempuan. Kader Desa dapat berasal dari kaum perempuan dan laki-laki dalam kedudukannya yang sejajar, mencakup warga desa dengan usia tua, kaum muda maupun anak-anak. Konsisten dengan mandat UU Desa, keberadaan kader desa yang berasal dari warga Desa itu sendiri berkewajiban untuk melakukan upaya mengembangkan kemandirian dan kesejahteraan masyarakat dengan meningkatkan pengetahuan, sikap, keterampilan, perilaku, kemampuan, kesadaran, serta memanfaatkan sumber daya melalui penetapan kebijakan, program, kegiatan, dan pendampingan yang sesuai dengan esensi masalah dan prioritas kebutuhan masyarakat Desa. Fokus pendamping desa adalah memperkuat proses kaderisasi bagi Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa (KPMD), dengan tidak tertutup peluang untuk melakukan kaderisasi terhadap komponen masyarakat lainnya. Legalitas KPMD tertuang dalam ketentuan dalam Pasal 4 Permendesa PDTT No. 3/2015 tentang Pendampingan Desa. Pasal tersebut menetapkan bahwa pendampingan Desa dilaksanakan oleh pendamping yang terdiri atas: a. tenaga pendamping profesional; b. Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa (KPMD); dan/atau c. pihak ketiga. Dengan demikian, KPMD merupakan pendamping desa yang dipilih dari warga desa setempat, untuk bekerja mendampingi beragam kegiatan di desanya secara mandiri. Bagan hubungan kerja antara KPMD dengan pendamping profesional maupun pendampingan pihak ketiga adalah sebagai berikut: Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 254

267 Gambar: Pelaku-pelaku Pendampingan Desa Selain itu dalam ketentuan PP Desa maupun Permendesa disebutkan bahwa KPMD dipilih dari masyarakat setempat oleh pemerintah Desa melalui Musyawarah Desa untuk ditetapkan dengan keputusan kepada Desa. Maknanya semakin terang bahwa KPMD merupakan individu-individu yang dipersiapkan sebagai kader yang akan melanjutkan kerja pemberdayaan di kemudian hari. Oleh karenanya, kaderisasi masyarakat Desa menjadi sangat penting untuk keberlanjutan kerja pemberdayaan sebagai penyiapan warga desa untuk menggerakkan seluruh kekuatan Desa. KPMD selanjutnya masuk kedalam sistem pendampingan Desa skala lokal dan institusi Desa. Pendampingan Desa merupakan mandat UU Desa agar terdapat system pendampingan internal Desa guna menjadikan Desa yang kuat, maju, mandiri, dan demokratis. UUDesa dan peraturan-peraturan dibawahnya menegaskan pendampingan Desa sebagai kegiatan untuk melakukan tindakan pemberdayaan masyarakat. Tindakan pemberdayaan masyarakat Desa itu dijalankan secara melekat melalui strategi pendampingan pada lingkup skala lokal Desa. Identitas KPMD semakin jelas bahwa UU Desa mengarahkan representasi dari kelompok masyarakat Desa setempat untuk giat melakukan pendampingan sesuai dengan esensi masalah dan prioritas kebutuhan masyarakat skala lokal Desa. KPMD versi UU Desa merupakan representasi dari warga desa yang selanjutnya dipilih dalam Musyawarah Desa dan ditetapkan oleh Desa setempat untuk melakukan tindakan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 255

268 pemberdayaan masyarakat skala lokal, meliputi tindakan asistensi, pengorganisasian, pengarahan dan fasilitasi skala lokal Desa. Istilah yang sekiranya tepat untuk menggambarkan KPMD pasca terbitnya UU Desa adalah Kader Desa dan bukan Kader di Desa. KADER DESA SEBAGAI INSTITUSI WARGA KPMD dapat disebut sebagai institusi warga (civil institution), yakni sebuah institusi kader lokal yang dibentuk secara mandiri oleh warga, untuk memerhatikan isu-isu publik (yang melampaui isu-isu parokhial dan adat-istiadat) serta sebagai wadah representasi dan partisipasi mereka untuk memperjuangkan hak dan kepentingan maupun kewajiban warga desa. Spirit kewargaan sebagai jantung strong democracy hadir dan dihadirkan oleh KPMD sebagai kader organisasi warga atau organisasi masyarakat sipil di ranah desa. Bahkan, KPMD dapat menjadi penggerak terbentuknya Pusat Kemasyarakatan (community centre) sebagai ruang publik politik untuk memperluas jangkuan kaderisasi Desa. Kehadiran KPMD sebagai penggerak warga desa untuk berpartisipasi dan berswadaya gotong royong dalam pengelolaan urusan desa sudah barang tentu merupakan lompatan baru. Sebab, selama puluhan tahun dalam kerangka kerja kontrol dan mobilisasi-partisipasi, desa cenderung ditemjpatkan sebagai organisasi bentukan supra desa (desa korporatis). Tidak hanya desa yang bersifat korporatis, lembaga-lembaga masyarakat pun bersifat korporatis (PKK, Karang Taruna, RT, RW dan sebagainya). Kelemahan organisasi korporatis adalah ketergantungan yang tinggi terhadap negara, sehingga setiap urusan desa yang seharusnya mampu dikelola secara mandiri selalu diserahkan kepada negara untuk menyelesaikannya. Akibatnya, desa beserta lembaga masyarakat yang bersifat korporatis menjadi beban bagi negara. Dalam ranah kaderisasi desa, KPMD bergerak untuk mengubah organisasi korporatis menjadi kekuatan baru yang mendorong desa tampil sebagai pilar bangsa dan negara dalam mewujdukan kesejahteraan masyarakat di desa-desa Indonesia. Secara horisontal, KPMD bersama-sama dengan warga melakukan pembelajaran, musyawarah mufatak (deliberasi), dan membangun kesadaran kolektif dalam diri warga desa untuk melaksanakan pembangunan desa. Secara vertikal, KPMD memfasilitasi para pemimpin Desa untuk berpihak kepada masyarakat desa, memfasilitasi fungsi representasi dalam Musrenbang dan Musyawarah Desa, memfasilitasi pelayanan publik yang berkeadilan bagi masyarakat desa, memfasilitasi pengelolaan APBDesa secara berkeadilan untuk kesejahteraan masyarakat desa (pembiayaan Posyandu, dukungan untuk ketahanan pangan, penyediaan air bersih, dan lain-lain). ORIENTASI BARU KPMD Orientasi kerja KPMD atau Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa adalah sebagai berikut. PERTAMA KPMD mengorganisasikan pembangunan Desa melalui pengembangan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 256

269 kapasitas teknokratis dan pendidikan politik. KPMD melakukan pengorganisasian pembangunan Desa dalam proses teknokratis mencakup pengembangan pengetahuan dan keterampilan terhadap para pelaku desa dalam hal pengelolaan perencanaan, penganggaran, keuangan, administrasi, sistem informasi dan sebagainya. KPMD melakukan pendidikan politik yang berorientasi pada penguatan active and critical citizen, yakni warga desa yang aktif, kritis, peduli, berdaulat dan bermartabat. Hal ini antara lain merupakan kaderisasi yang melahirkan kader-kader baru KPMD yang militan sebagai penggerak pembangunan desa dan demokratisasi. KEDUA pendampingan yang dilakukan KPMD tidak boleh bersifat apolitik, tetapi harus berorientasi politik. Kapasitas teknokratis yang diemban oleh KPMD sangat penting tetapi tidak cukup untuk memperkuat desa. Karena itu pendampingan oleh KPMD harus bersifat politik. Politik dalam konteks ini bukan dalam pengertian keterlibatan KPMD dalam perebutan kekuasaan di Desa, melainkan kerja fasilitasi untuk memperkuat pengetahuan dan kesadaran anggota masyarakat desa tentang posisi dirinya sebagai warga desa yang sekaligus warga negara Republik Indonesia (100% warga desa, 100% warga negara). Dalam kerangka kerja politik, KPMD mendorong tumbuhnya sikap sukarela dalam diri warga desa untuk terlibat aktif dalam urusan desanya. Dengan demikian, kerja politik KPMD dimaknai sebagai upaya menegakkan hak dan kewajiban desa sekaligus upaya menumbuhkan dan menegakkan hak dan kewajiban warga desa. Pendekatan pendampingan oleh KPMD yang berorientasi politik ini akan memperkuat kuasa rakyat sekaligus membuat sistem desa menjadi lebih demokratis dalam bingkai kedaulatan NKRI. KETIGA para kader yang tergabung dalam KPMD bukan hanya memfasilitasi pembelajaran dan pengembangan kapasitas, tetapi juga mengisi ruang-ruang kosong baik secara vertikal maupun horizontal. KPMD memiliki orientasi untuk mengisi ruang kosong yang identik dengan membangun jembatan sosial (social bridging) dan jembatan politik (political bridging). Pada ranah desa, ruang kosong vertikal adalah kekosongan interaksi dinamis (disengagement) antara warga, pemerintah desa dan lembaga-lembaga desa lainnya. Pada ranah yang lebih luas, ruang kosong vertikal adalah kekosongan interaksi antara desa dengan pemerintah supra desa. Karena itu kader-kader KPMD adalah aktor yang membangun jembatan atau memfasilitasi engagement baik antara warga dengan lembaga-lembaga desa maupun pemerintah desa, agar tercipta bangunan desa yang kolektif, inklusif dan demokratis. KEEMPAT pendampingan desa secara fasilitatif dari luar tidak cukup dilakukan oleh aparat negara dan para pelaku pendampingan profesional, tetapi juga perlu melibatkan pendamping pihak ketiga. Tak jarang dijumpai bahwa kader-kader Desa lebih kaya metodologi pendampingan ketimbang pendamping profesional. Pendamping profesional mungkin mampu mengembangkan kapasitas teknokratis, tetapi mengalami keterbatasan dalam melakukan kaderisasi terhadap Kader Desa. Oleh karenanya, kaderkader desa dalam KPMD harus direkognisi sebagai aktor pendampingan yang tepat untuk melakukan kaderisasi. Dengan berpijak pada prinsip negara yang padat (congested state), pemerintah dan pemda harus memfasilitasi dan membuka kesempatan seluas-luasnya bagi kader-kader KPMD untuk berjaringan dan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 257

270 bekerjasama dengan unsur-unsur organisasi masyarakat sipil dan perusahaan. KPMD sudah saatnya berkolaborasi dengan NGOs lokal, yang mempunyai tradisi dan jaringan dengan NGOs nasional dan lembaga-lembaga internasional, agar KPMD semakin mempunyai tradisi yang kuat dalam menerapkan pendekatan politik dalam pendampingan. KELIMA pendampingan yang lebih kokoh dan berkelanjutan jika dilakukan dari dalam secara emansipatif oleh kader-kader desa (KPMD). Pendampingan secarafasilitatif oleh pendamping profesional maupun pihak ketiga dibutuhkan untuk katalisasi dan akselerasi. Namun proses ini harus berbatas, tidak boleh berlangsung berkelanjutan bertahun-tahun. Selama proses pendampingan, pendekatan fasilitatif oleh pendamping profesional dan pihak ketiga harus mampu menumbuhkan kader-kader desa yaitu KPMD yang piawai tentang ihwal desa, dan kader-kader KPMD lah yang akan melanjutkan pendampingan secara emansipatoris. Lebih lanjut, KPMD akan menyebarkan jiwa dan watak kader ke seluruh warga desa. KPMD memiliki spirit voluntaris. Tetapi sebagai bentuk apreseasi, tidak ada salahnya kalau Desa mengalokasikan insentif untuk para KPMD. KEENAM pendampingan tidak bersifat seragam dan kaku tetapi harus lentur dan kontekstual. Karakteristik Desa berbeda satu dengan yang lain. Dengan mengingat dan mengacu pada asas rekognisi dan subsidiaritas, pendamping harus menjalankan tugasnya dengan menyesuaikan diri pada konteks kultur masyarakat setempat. MENEMUKAN KADER DESA Menemukan kader desa yang nantinya dilembagakan dalam kedudukan sebagai KPMD tidaklah mudah karena dipengaruhi beberapa subsistem dalam sistem desa. Langkahlangkah menemukan Kader Desa dapat dilakukan sebagai berikut. Musyawarah Desa. Musyawarah desa merupakan institusi dan proses demokrasi deliberatif yang berbasis desa. Secara historis musyawarah desa merupakan tradisi masyarakat lokal Indonesia. Salah satu model musyawarah desa yang telah lama hidup dan dikenal di tengah-tengah masyarakat desa adalah Rapat Desa (rembug Desa) yang ada di Jawa. Dalam tradisi rapat desa selalu diusahakan untuk tetap memperhatikan setiap aspirasi dan kepentingan warga sehingga usulan masyarakat dapat terakomodasi dan sedapat mungkin dapat dihindari munculnya riak-riak konflik di masyarakat. Selain model rapat desa ada bentuk musyawarah daerah-daerah lain seperti Kerapatan Adat Nagari di Sumatera Barat, Saniri di Maluku, Gawe rapah di Lombok, Kombongan di Toraja, Paruman di Bali. Secara politik musyawarah desa diselenggarakan oleh BPD dan difasilitasi oleh Pemerintah Desa.Kader Desa yang aktif untuk terlibat aktif dalam pemetaan aspirasi yang dilakukan oleh BPD, potensial untuk menjadi kader desa selanjutnya. Kader Desa ditemukan dalam selama proses berlangsungnya Musyawarah Desa yang akan menciptakan kebersamaan (kolektivitas) antara pemerintah desa, BPD, lembaga kemasyarakatan dan unsur-unsur masyarakat untuk membangun dan melaksanakan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 258

271 visi-misi perubahan desa. Disamping itu, Kader Desa akan ditemukan ditengah-tengah pola hubungan antara BPD dan Kepala Desa yang dominatif, kolutif, konfliktual, dan kemitraan. Kader Desa ditemukan dalam pola kemitraan BPD dan Kepala Desa yang terus menerus melakukan deliberasi untuk mengambil keputusan kolektif sekaligus sebagai cara untuk membangun kebaikan bersama. Pilihan atau Inisiatif dari Pemerintah Desa. Kader Desa dapat ditemukan dalam tipe kepemimpinan di Desa. Pertama, kepemimpinan regresif. Sebagian besar desa parokhial dan sebagian desa-desa korporatis cenderung banyak ditemukan kader desa yang berwatak otokratis, dominatif, tidak suka musyawarah desa, tidak suka partisipasi, anti perubahan dan biasa melakukan capture terhadap sumberdaya ekonomi. Jika desa dikuasai situasi kepemimpinan regresif, maka Kader Desa yang mengemban amanat pengorganisasian pembangunan desa akan kesulitan untuk ditemukan secara ideal. Kader Desa cenderung ditentukan dan dipilih berdasarkan kepentingan Kepala Desa atau Pemerintah Desa. Fasilitasi Pendamping Desa. Pendamping lokal Desa bertugas untuk melakukan fasilitasi (a) perencanaan pembangunan dan keuangan desa; (b) pelaksanaan pembangunan desa; (c) pengelolaan keuangan desa dalam rangka pembangunan desa dan pemberdayaan masyarakat desa; (d) evaluasi pelaksanaan pembangunan desa; dan (e) pengawasan pembangunan desa. Dalam proses pendampingan ini, warga Desa yang mampu berkomunikasi dan kolaborasi dengan pendamping profesional lokal Desa berpotensi untuk menjadi Kader Desa. PENGEMBANGAN KAPASITAS KADER DESA Untuk mengembangkan kapasitas Kader Desa,Pemer-intah Desa dapat membentuk beragam lembaga kemasyar-akatan sebagai wadah bagi warga mengaktualisasikan dirinya sebagai warga Desa. Lembaga-lembaga tersebut dapat ditetapkan dengan peraturan desa dengan berpedoman pada peraturan perundang-undangan. Sebagaimana selama ini, di Desa banyak model-model lembaga kemasyarakatan, antara lain seperti Rukun Tetangga, Rukun Warga, karang taruna, lembaga pemberdayaan masyarakat, dan sejenisn-ya. Lembaga kemasyarakatan yang banyak terdapat di Desa itu idealnya harus bisa menjadi arena masyarakat Desa un-tuk mengembangkan diri menjadi Kader Desa yang mampu berperan untuk membangun desa. Lembaga-lembaga terse-but bisa menjadi ruang bagi warga Desa merumuskan dan mengusung aspirasi mereka danberpartisipasi dalam per-encanaan, pelaksanaan dan mengawal pembangunan Desa. Bagi Kader Desa, lembaga-lembaga itu bisa menjadi arena pembelajaran untuk mengembangkan kapasitas mereka menjadi kaderkader pemberdayaan masyarakat. Selain bentuk lembaga-lembaga kemasyarakatan tersebut, salah satunya misalnya bisa juga dibentuk suatu lembaga yang menjadi pusat kegiatan kemasyarakatan (community center) yang difungsikan sebagai pusat informasi, pusat kegiatan dan pendampingan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 259

272 atau pusat advokasi masyarakat. Para pendamping desa semestinya dapat melakukan fasilitasi pembentukan lembaga-lembaga semacam ini sebagai arena pusat pembelajaran masyaraka dan pembelajaran bagi kader desa. Pengembangan kapasitas Kader Desa dapat diarahkan oleh para pendamping profesional (eksternal) melalui langkah-langkah sebagai berikut: a. memfasilitasi pembentukan pusat kemasyarakatan (community center) dengan melibatkan KPMD sebagai ruang publik untuk aktivitas bersama dalam rangka pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa; b. memfasilitasi pendayagunaan sarana/prasarana milik desa seperti balai desa, gedung olah raga, gedung pertemuan, lapangan olah raga, taman dll untuk dijadikan sebagai tempat/lokasi diselenggarakannya kegiatan-kegiatan pusat kemasyarakatan dengan melibatkan KPMD; c. memfasilitasi unsur-unsur masyarakat seperti tokoh adat; tokoh agama; tokoh masyarakat; tokoh pendidikan; perwakilan kelompok tani; kelompok nelayan; kelompok perajin; kelompok perempuan; dan kelompok masyarakat miskin untuk berpartisipasi aktif dalam kegiatan-kegiatan pusat kemasyarakatan yang diorganisir oleh KPMD; d. memfasilitasi terbentuknya forum mitra desa dengan KPMD sebagai motor penggerak dimana mitra desa tersebut terdiri dari para penggiat pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa untuk secara sukarela terlibat dalam kegiatankegiatan pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa; e. memfaslitasi forum mitra desa bersama-sama dengan KPMD untuk membentuk pusat kemasyarakatan (community center) di kecamatan dan kabupaten/kota; f. memfasilitasi forum mitra desa bersama-sama dengan KPMD untuk membuat kegiatan-kegiatan pengabdian kepada masyarakat sepeerti penerapan ilmu keagamaan, ilmu pengetahuan, teknologi dan/atau seni tertentu untuk menunjang pengembangan konsep pembangunan nasional, wilayah dan/atau daerah, pengembangan sistem pendidikan dan pengembangan; g. memfasilitasi kegiatan kemitraan dan pemberdayaan UKM usaha kecil dan menengah dengan melibatkan KPMD;dan h. kegiatan-kegiatan lain yang strategis dalam rangka pengembangan pusat kemasyarakatan (community center) sesuai dengan kondisi lokal desa dengan melibatkan KPMD. Proses penjaringan kader Desa pada dasarnya dapat melalui cara apapun, baik menggunakan mekanisme formal maupun informal. Namun sebagai bagian dari program Pendampingan, proses rekruitmen mereka harus mengikuti mekanisme tertentu yang berlaku di Desa. Lebih dari itu, kapasitas Kader Desa harus ditingkatkan kompatibilitasnya dengan standar yang sesuai dengan visi UU Desa. PENUTUP Cara pandang pendampingan Desa harus didasari spirit rekognisi-subsidiaritas Desa. Praksis pendampingan untuk pemberdayaan masyarakat Desa juga harus mengandung spirit baru. Spirit baru itu harus ditunjukkan dalam sikap bahwa pendampingan akan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 260

273 lebih kokoh dan berkelanjutan jika dilakukan dari dalam secara emansipatif oleh KPMD. Pendampingan secara fasilitatif oleh pendamping profesional maupun pihak ketiga dibutuhkan hanya untuk katalisasi dan akselerasi untuk menumbuhkan KPMD yang piawai tentang ihwal desadan akan melanjutkan pendampingan secara emansipatoris. Selanjutnya, pendampingan oleh KPMD harus didorong untuk melakukan intervensi secara utuh untuk memperkuat village driven development dan mewujudkan desa sebagai self governing community yang maju, kuat, mandiri dan demokratis. KPMD serta isu-isu pemerintahan dan pembangunan desa harus terkonsolidasi dalam sistem desa. Sistem desa yang dimaksud adalah kewenangan desa, tata pemerintahan desa, serta perencanaan dan penganggaran desa yang semuanya mengarah pada pembangunan desa untuk kesejahteraan warga. Baik kepentingan, tema pembangunan, aset lokal, dan KPMD diarahkan dan diikat dalam sistem desa itu. Dengan kalimat lain, desa menjadi basis bermasyarakat, berpolitik, berpemerintahan, berdemokrasi dan berpembangunan dimana KPMD berada didalamnya sebagai Kader Desa yang inovatifprogresif.*** Sumber: Dindin Abdullah Ghozali, Kader Desa: Penggerak Prakarsa Masyarakat Desa. Jakarta: Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Republik Indonesia. Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 261

274 SPB 7.3 Bahan Bacaan Strategi Penguatan Lembaga Kemasyarakatan Desa Bahan Bacaan 3 LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA Prinsip-Prinsip lembaga kemasyarakatan desa Lembaga kemasyarakatan desa merupakan lembaga sosial kemasyarakatan. Maka dengan sendirinya prinsip yang mendasari lembaga kemasyarakatan desa adalah prinsip-prinsip sosial, sukarela bukan komersial. Prinsip pertama adalah prinsip kesukarelaan, yaitu prinsip atau asas yang menghendaki adanya kesukaan dan kerelaan masyarakat dalam mengikuti dan menjalani setiap kegiatan yang diperuntukkan bagi lembaga kemasyarakatan ini. Juga prinsip kemandirian, dimana lembaga kemasyarakatan tidak tergantung dan menggantungkan kepada pihak manapun. Dengan begitu, maka lembaga kemasyaraktan akan terlepas dari campur tangan pihak manapun. Dengan prinsip kemandirian, lembaga kemasyarakatan tidak berada di bawah naungan organisasi manapun, berdiri sendiri dengan membentuk struktur organisasi sendiri untuk mengelola dan menjalankan kegiatannya dengan bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dan prinsip keragaman, yang melandasi praktik bahwa lembaga kemasyarakatan harus siap menerima anggota secara terbuka bagi siapa saja yang berminat menjadi anggota dengan tidak pandang status masyarakat baik dari kalangan bawah, menengah maupun atas. Siapapun mempunyai hak yang sama untuk mendaftarkan diri dan tidak bersifat memaksa dengan tidak mewajibkan seluruh masyarakat untuk mendaftarkan diri sebagai anggota yang akan menjadi bagian dari lembaga kemasyarakatan desa yang akan didirikan. Lembaga kemasyarakatan berbeda dengan organisasi sosial desa, seperti kelompok tani, kelompok pengerajin dll. Organisasi sosial di desa dibentuk untuk melayani anggota-anggotanya. Sedangkan lembaga kemasyarakatan dibentuk untuk menjalankan fungsi publik, misalnya kesehatan, pendidikan, dan pelayanan administrasi. Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 262

275 Proses membentukan Lembaga Kemasyarakatan Desa Pembentukan lembaga kemasyarakatan adalah atas prakarsa pemerintah desa dan masyarakat. Artinya, hak prakarsa pembentukan lembaga kemasyarakatan desa bisa dari dua jalur, inisasi masyarakat, atau iniasiasi pemerintah desa, atau prakarsa bersama antara pemerintah dan masyarakat desa. Oleh karena itu, dalam pelaksanaannya alur hubungan kerja antara lembaga kemasyarakatan dengan Pemerintahan Desa bersifat kemitraan, konsultatif dan koordinatif. Lembaga kemasyarakatan membantu pelaksanaan fungsi penyelenggaraan pemerintahan desa, pelaksanaan pembangunan desa, pembinaan kemasyarakatan desa, dan pemberdayaan masyarakat desa (pasal 94 ayat 1 dan 2 UU Desa). Sebagaimana dalam pembuatan peraturan desa lainnya, dalam menetapkan peraturan desa tentang lembaga kemasyarakatan desa juga harus melalui tahapan sebagaimana yang diatur dalam Permendagri No. 111 tahun 2014 tentang Pedoman Teknis Peraturan di Desa. Harus melalui proses perencanaan, penyusunan, pembahasan, penetapan dan pengundangan, sosialisasi. Selanjutnya harus melalui proses evaluasi dan klarifikasi. Tugas dan Peran Lembaga Kemasyarakatan Desa Adapun tugas lembaga kemasyarakatan Desa dijelaskan dalam pasal 94 ayat 3 UU Desa dan pasal 150 ayat PP 43. Dimana berangkat dari pola hubungan antara lembaga kemasyarakatan dan pemerintahan desa adalah kemitraan, konsultatif dan koordinatif, maka tugas yang bisa dilakukan oleh lembaga kemasyarakatan desa meliputi: Melakukan pemberdayaan masyarakat Desa, yaitu upaya untuk meningkatkan harkat dan martabat lapisan masyarakat yang dalam kondisi tidak mampu melepaskan diri dari perangkap kemiskinan dan keterbelakangan. Atau ringkasnya, memampukan dan memandirikan masyarakat. Ikut serta dalam perencanaan dan pelaksanaan pembangunan. Hal ini bisa dilakukan mulai dari perencanaan-perencanaan pembangunan sejak sebelum dilakukan musyawarah desa (pra-musdes) yaitu ketika penggalian data pendapat dari semua unsur masyarakat, yang selanjutnya diajukan dalam pembahasan musyawarah desa. Tidak hanya berhenti di situ, peran lembaga kemasyarakatan desa harus dilanjutkan secara aktif dalam pelaksanaan pembangunan desa. Hal itu bisa dilakukan ketika dalam tahap-tahap pembangunan sampai penyelesaian, dan juga tidak kalah pentingnya adalah berperan ketika pelaporan pembangunan desa dan pertanggungjawabannya. Meningkatkan pelayanan masyarakat Desa. Sebagai lembaga yang mewadahi aspirasi masyarakat, lembaga kemasyarakatan desa juga bisa berperan dalam meningkatkan pelayanan masyarakat desa oleh pemerintah desa sebagai pelaksanan kegiatan dan program di desa. Hal itu tentu bisa menggunakan jalur koordiatif antara lembaga kemasyarakatan desa dan pemerintahan desa. Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 263

276 Fungsi Lembaga Kemasyarakatan Desa Ada beberapa hal yang bisa dijadikan isu garapan dalam pengembangan lembaga kemasyarakatan, diantaranya ; isu terkait dengan penyediaan pelayanan dasar, isu terkait dengan peningkatan kapasitas pemerintahan desa, isu terkait dengan peningkatan kapasitas pemerintahan desa, isu terkait dengan pengembangan pasar yang pro kemiskinan, atau isu yang terkait dengan pengembangan akses untuk bantuan keadilan dan hukum. Dalam pasal 150 ayat 3 PP No. 43 disebutkan, bahwa lembaga kemasyarakatan desa memiliki fungsi: - Menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat - Lembaga kemasyarakatan ditetapkan dengan Peraturan Desa. Salah satu fungsi lembaga kemasyarakatan adalah sebagai penampungan dan penyaluran aspirasi masyarakat dalam pembangunan - Menanamkan dan memupuk rasa persatuan dan kesatuan masyarakat - Meningkatkan kualitas dan mempercepat pelayanan Pemerintah Desa kepada masyarakat Desa - Menyusun rencana, melaksanakan, mengendalikan, melestarikan, dan mengembangkan hasil pembangunan secara partisipatif - Menumbuhkan, mengembangkan, dan menggerakkan prakarsa, partisipasi, swadaya, serta gotong royong masyarakat Contoh peran dan fungsi lembaga-lembaga kemasyarakatan desa a. PKK. Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga atau lazim disebut dengan PKK merupakan lembaga kemasyarakatan desa yang menjadi mitra kerja pemerintah dan organisasi kemasyarakatan desa lainnya dalam pemberdayaan dan peningkatan kesejahteraan keluarga. Hal itu bisa dilakukan misalnya dengan bentuk: - memberi penyuluhan dan menggerakkan masyarakat tentang keluarga sehat sejahtera. - menggali, menggerakan dan mengembangkan potensi masyarakat, khususnya keluarga untuk meningkatkan kesejahteraan keluarga sesuai dengan kebijaksanaan yang telah ditetapkan; - melaksanakan kegiatan penyuluhan kepada keluarga-keluarga yang mencakup kegiatan bimbingan dan motivasi dalam upaya mencapai keluarga sejahtera; - mengadakan pembinaan dan bimbingan mengenai pelaksanaan program kerja; - berpartisipasi dalam pelaksanaan program instansi yang berkaitan dengan kesejahteraan keluarga di desa/kelurahan; Sehingga Tim Penggerak PKK bisa berfungsi sebagai penyuluh, motivator dan penggerak masyarakat agar mau dan mampu melaksanakan program PKK; dan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 264

277 fasilitator, perencana, pelaksana, pengendali, pembina dan pembimbing Gerakan PKK. b. RT dan RW. Lembaga kemasyarakatan ini juga bisa berperan membantu Pemerintah Desa dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan. RT/RW dalam melaksanakan tugasnya bisa berfungsi: - mendata kependudukan dan pelayanan administrasi pemerintahan lainnya; - memelihara keamanan, ketertiban dan kerukunan hidup antar warga; - membuat gagasan dalam pelaksanaan pembangunan dengan mengembangkan aspirasi dan swadaya murni masyarakat; dan - menjadi penggerak swadaya gotong royong dan partisipasi masyarakat di wilayahnya. c. Karang Taruna. Lembaga kemasyarakatan ini bisa berperan sebagai wadah pengembangan generasi muda yang tumbuh dan berkembang atas dasar kesadaran dan rasa tanggung jawab sosial dari, oleh dan untuk masyarakat terutama generasi muda. Lembaga ini juga bisa bereran menanggulangi berbagai masalah kesejahteraan sosial terutama yang dihadapi generasi muda, baik yang bersifat pencegahan (preventif) maupun pemulihan (rehabilitatif). Lembaga kemasyarakatan Karang Taruna bisa berfungsi: - Menyelenggarakan usaha kesejahteraan sosial. - Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan bagi masyarakat. - Menyelenggarakan pemberdayaan masyarakat terutama generasi muda di lingkungannya secara komprehensif, terpadu dan terarah serta berkesinambungan. - Menyelenggarakan kegiatan pengembangan jiwa kewirausahaan bagi generasi muda di lingkungannya. - Menananamkan pengertian, memupuk dan meningkatkan kesadaran tanggung jawab sosial generasi muda. - Menumbuh kembangkan semangat kebersamaan, jiwa kekeluargaan, kesetiakawanan sosial dan memperkuat nilai-nilai kearifan dalam bingkai NKRI. - Memupuk kreatifitas generasi muda untuk dapat mengembangkan tanggung jawab sosial yang bersifat rekreatif, kreatif, edukatif, ekonomis produktif dan kegiatan praktis lainnya dengan mendayagunakan segala sumber dan potensi kesejahteraan sosial di lingkungannya secara swadaya; - Penyelenggara rujukan, pendampingan dan advokasi sosial bagi penyandang masalah kesejahteraan sosial; - Menyelenggarakan usaha-usaha pencegahan permasalahan sosial yang aktual. Seperti kenakalan remaja baik secara preventif, rehabilitatif. Atau penyalahgunaan obat terlarang (narkoba) bagi remaja. d. Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Desa. Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Desa atau Kelurahan (LPMD/LPMK)/Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa atau Kelurahan (LKMDILKMK) atau sebutan nama lain mempunyai tugas menyusun rencana pembangunan secara partisipatif, menggerakkan swadaya gotong royong Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 265

278 masyarakat, melaksanakan dan mengendalikan pembangunan. Lembaga kemasyarakatan ini bisa berfungsi: - Menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat dalam pembangunan. - Menanam dan memupuk rasa persatuan dan kesatuan masyarakat dalam kerangka memperkokoh NKRI. - Meningkatkan kualitas dan mempercepat pelayanan pemerintah kepada masyarakat. - Menyusun rencana, pelaksanaan, pelestarian dan pengembangan hasil-hasil pembangunan secara partisipatif. - Menumbuh-kembangkan dan menjadi penggerak prakarsa, partisipasi, serta swadaya gotong royong masyarakat. - menggali, mendayagunakan dan mengembangan potensi sumber daya alam serta keserasian lingkungan hidup. Penutup Pada dasarnya pemerintah desa dan masyarakat dapat memanfaatkan lembaga kemasyarakatan desa yang masih ada. Jika LPMD masih ada maka bisa dimanfaatkan, baik untuk wadah perencanan dan pelaksanaan pembangunan. Perangkat desa maupun LPMD dapat bekerjasama merancang RPJMDesa sebagai tindak lanjut atas Musyawarah Desa dan Musrenbangdesa. Namun demikian, LPMD bukan satu-satunya wadah untuk perencanaan dan pelaksanaan pembangunan. Desa dapat juga membentuk tim atau panitia yang menyiapkan rancangan RPJMDesa maupun melaksanakan berbagai program pembangunan desa dan pemberdayaan desa. Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 266

279 Pokok Bahasan 8 PENGEMBANGAN KAPASITAS MASYARAKAT MELALUI PELATIHAN Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 267

280 Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 268

281 SPB 8.1 MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA Rencana Pembelajaran Konsep Pelatihan Masyarakat Tujuan Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat: 1. Menjelaskan pengertian pelatihan masyarakat; 2. Menjelaskan pendekatan pelatihan masyarakat; 3. Menjelaskan tujuan pelatihan masyarakat; 4. Menjelaskan aspek-aspek kompetensi. Waktu 45 Menit Metode Curah pendapat, Diskusi kelompok dan Paparan Media Lembar tayang dan Bahan bacaan Alat Bantu Flipt Chart, Spidol, Laptop dan Infocus Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 269

282 Proses Penyajian Kegiatan 1: Pembukaan 1. Buka acara dengan mengucapkan salam; 2. Sampaikan tujuan, proses dan hasil yang ingin dicapai. Kegiatan 2: Pengertian, Tujuan, Pendekatan dan Aspek Pelatihan Masyarakat (Diskusi) 3. Berikan kesempatan kepada peserta untuk mengemukakan pendapat tentang pengertian, tujuan, pendekatan dan aspek pelatihan masyarakat; 4. Berikan kesempatan kepada peserta lain untuk menanggapi dan melengkapi informasi; 5. Berikan penegasan (gunakan Media Fasilitasi Slide) Kegiatan 3: Menutup Sesi Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 270

283 SPB 8.2 MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA Rencana Pembelajaran Keterampilan Dasar Melatih Tujuan Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat: 1. Mengemukakan keterampilan dasar yang harus dimiliki untuk melatih (komunikasi, mendengar, mengapresiasi, dan mengendalikan forum); 2. Menerapkan teknik: bertanya, mendengar, mengapresiasi, mengendalikan forum. Waktu 135 Menit Metode Tanya jawab dan Bermain peran Media Lembar diskusi dan Lembar praktik Alat Bantu Flipt Chart, Spidol, Laptop dan Infocus Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 271

284 Proses Penyajian Kegiatan 4: Pembukaan 6. Buka acara dengan mengucapkan salam; 7. Sampaikan tujuan, proses dan hasil yang ingin dicapai. Kegiatan 5: Jenis-jenis Keterampilan Dasar (Tanya Jawab) 8. Minta peserta mengungkapkan pendapatnya tentang apa saja keterampilan dasar yang harus dimiliki; 9. Pandu peserta merumuskan bersama keterampilan dasar yang wajib dikuasai. Bermain peran: 10. Minta sembilan orang peserta sebagai sukarelawan untuk bermain peran (perhatikan keterwakilan peserta perempuan); 11. Bagi peran peserta tersebut dengan cara mengundi peran masingmasing (satu orang sebagai pelatih, tiga orang sebagai penanya, tiga orang sebagai pemberi tanggapan dan dua orang yang mendominasi forum/peran antagonis (gunakan Lembar Kerja 8.2.1); 12. Minta peserta bermain peran; 13. Minta peserta yang lain untuk mengamati proses bermain peran dan memberikan penilaian; 14. Berikan umpan balik. Kegiatan 6: Menutup Sesi 15. Tutup sesi dengan mengucapkan salam dan berikan apresiasi kepada para peserta. Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 272

285 Lembar Kerja Tuliskan dalam gulungan kertas, peran-peran di bawah ini dan bagikan secara tertutup dan acak kepada 9 orang peserta (sukarelawan). Kemudian minta mereka melaksanakan peran masing-masing dalam praktik pelatihan: Peran 1: Pelatih Perintah: Anda bertugas untuk menyampaikan materi tentang Peran PLD dalam Pembangunan Desa (Waktu 10 menit) Peran 2: Penanya 1 Perintah: Anda bertugas untuk mengajukan pertanyaan atas paparan yang disampaikan pelatih Peran 2: Penanya 2 Perintah: Anda bertugas untuk mengajukan pertanyaan atas paparan yang disampaikan pelatih Peran 2: Penanya 3 Perintah: Anda bertugas untuk mengajukan pertanyaan atas paparan yang disampaikan pelatih Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 273

286 Peran 3: Pemberi tanggapan 1 Perintah: Anda bertugas membantu pelatih memberikan jawaban dan tanggapan atas pertanyaan peserta Peran 3: Pemberi tanggapan 2 Perintah: Anda bertugas membantu pelatih memberikan jawaban dan tanggapan atas pertanyaan peserta Peran 3: Pemberi tanggapan 3 Perintah: Anda bertugas membantu pelatih memberikan jawaban dan tanggapan atas pertanyaan peserta Peran 4: Antagonis 1 Anda bertugas : Banyak mengajukan pertanyaan Membantah penyampaian pelatih dan peserta lain Peran 4: Antagonis 2 Perintah: Anda bertugas menyela pembicaraan orang lain Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 274

287 Pokok Bahasan 9 PENDAMPINGAN Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 275

288 Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 276

289 SPB 9.1 MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA Rencana Pembelajaran Konsep dan Kebijakan Pendampingan Tujuan Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat menjelaskan: 1. Pengertian pendampingan; 2. Tujuan pendampingan; 3. Misi pendampingan; 4. Tanggungjawab dan tugas Pendamping; 5. Klasifikasi dan jenis pendamping; 6. Posisi Pendamping Lokal Desa. Waktu 45 Menit Metode Curah pendapat, Diskusi kelompok dan Paparan Media Lembar tayang dan Lembar diskusi Alat Bantu Flipt Chart, Spidol, Laptop dan Infocus Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 277

290 Proses Penyajian Kegiatan 1: Pembukaan (5 Menit) 1. Antarkan peserta dalam pertemuan ini dengan menjelaskan tujuan yang akan dicapai dalam sesi belajar bersama. Kegiatan 2: Isu-isu Pokok Pendampingan (20 menit) Presentasi dan tanya-jawab 2. Paparkan pengertian, tujuan, misi dan klasifikasi pendamping; 3. Beri kesempatan kepada peserta untuk bertanya dan atau memberikan tanggapan; 4. Berikan penegasan. Kegiatan 3: Posisi dan Tupoksi PLD Presentasi dan tanya-jawab 5. Paparkan pengertian, tujuan, misi dan klasifikasi pendamping; 6. Beri kesempatan kepada peserta untuk bertanya dan atau memberikan tanggapan; 7. Berikan penegasan. Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 278

291 SPB 9.2 MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA Rencana Pembelajaran Keterampilan Dasar Pendampingan Tujuan Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat: 1. Mengelola dinamika kelompok; 2. Membangun kesadaran kritis; 3. Merumuskan gagasan bersama. Waktu 5 JPL (225 Menit) Metode Curah pendapat, Diskusi kelompok, Paparan dan Praktek Media Lembar tayang dan Bahan bacaan Alat Bantu Flipt Chart, Spidol, Laptop dan Infocus Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 279

292 Proses Penyajian Kegiatan 4: Pembukaan 8. Jelaskan materi yang akan dibahas dan tujuan yang akan dicapai dalam sesi belajar bersama kali ini. Kegiatan 5: Dinamika Kelompok Permainan 9. Bagi peserta menjadi beberapa kelompok; (jumlah anggota per kelompok sama) 10. Minta setiap kelompok membentuk rangkaian sepanjang mungkin; (satu orang dengan yang lainnya tidak terlepas) 11. Pandu peserta menggali hikmah permainan yang telah dilakukan; 12. Berikan umpan balik. Kegiatan 6: Membangun Kesadaran Kritis Diskusi Kelompok 13. Bagi peserta menjadi beberapa kelompok; 14. Minta setiap kelompok mendiskusikan contoh kasus; (Gunakan lembar kerja 9.2.2) 15. Minta salah satu peserta mempresentasikan hasil diskusinya; 16. Minta peserta yang lain mengkritisi; 17. Pandu peserta menemukenali kesadaran kritis yang muncul. Kegiatan 7: Merumuskan Gagasan Bersama Kerja kelompok 18. Bagi peserta menjadi beberapa kelompok; 19. Bagikan kepada setiap kelompok sarana kerja (satu lembar flipchart dan spidol); 20. Minta setiap kelompok merumuskan gagasan bersama agar sarana kerja yang dimiliki bisa menjadi produk yang bernilai; 21. Pandu peserta mengevaluasi proses kerja kelompok diatas; 22. Berikan penegasan. Kegiatan 8: Menutup Sesi Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 280

293 Lembar Kerja Membangun Kesadaran Kritis Contoh No. Kasus 1. Banjir Pihak yang Dirugikan Penyebab Cara Penyelesaian Pihak yang Bertanggungjawab 2. Longsor 3. Gizi buruk 4. Putus Sekolah Dst. Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 281

294 SPB 9.3 MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA Rencana Pembelajaran Kinerja Pendampingan Tujuan Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat: 1. Menjelaskan pengertian kinerja; 2. Mengetahui ketentuan dan mekanisme evaluasi kinerja; 3. Mengetahui aspek-aspek yang dievaluasi; 4. Mengetahui tindak lanjut hasil evaluasi kineja. Waktu 2 JPL (90 Menit) Metode Curah pendapat, Diskusi kelompok dan Paparan Media Lembar tayang dan Bahan bacaan Alat Bantu Flipt Chart, Spidol, Laptop dan Infocus Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 282

295 Proses Penyajian Kegiatan 9: Pembukaan 23. Jelaskan tujuan yang akan dicapai dalam sesi belajar bersama ini. Kegiatan 10: Pengertian Kinerja (Tanya-Jawab) 24. Berikan kesempatan kepada peserta untuk menjelaskan pengertian kinerja; 25. Berikan penegasan (lihat Media Fasilitasi 9.3.1). Kegiatan 11: Ketentuan dan Mekanisme Evaluasi Kinerja (Paparan dan Tanya-Jawab) 26. Paparkan ketentuan dan mekanisme evaluasi kinerja; 27. Berikan kesempatan kepada para peserta untuk memberikan tanggapan dan pertanyaan; 28. Berikan penegasan. Kegiatan 12: Aspek-Aspek yang Dievaluasi (Curah Pendapat) 29. Berikan kesempatan kepada peserta untuk menyampaikan pendapat dan tanggapan tentang aspek-aspek yang harus dievaluasi dari kinerja pendamping; 30. Berikan penegasan. Kegiatan 13: Tindak Lanjut Hasil Evaluasi Kinerja (Paparan dan Tanya-Jawab) 31. Paparkan kepada peserta tindak lanjut hasil evaluasi kinerja; 32. Beri kesempatan kepada para peserta untuk memberikan tanggapan dan pertanyaan; 33. Berikan penegasan. Kegiatan 14: Menutup Sesi Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 283

296 PB 9 MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA Bahan Bacaan Pendampingan Bahan Bacaan 1 PENDAMPINGAN DESA Oleh: Sutoro Eko Pemerintah akan segera memobilisasi fasilitator atau pendamping untuk menjalankan pendampingan desa, sebagai bentuk pelaksanaan amanat Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Dalam diskusi para pihak di berbagai ruang dan tempat, pendampingan desa berpijak kepada dua argumen dan tujuan. Pertama, pendampingan desa merupakan tindakan meningkatkan kemampuan desa dalam mengelola pemerintahan, pembangunan, pemberdayaan, dan kemasyarakatan. Kedua, banyak pihak khawatir dana desa yang diamanatkan UU desa tak efektif dan berpotensi menimbulkan korupsi besar-besaran oleh kepala desa. Karena itu, pendampingan desa merupakan tindakan untuk mengawal efektivitas dan akuntabilitas dana desa. Kapasitas, efektivitas, dan akuntabilitas harus menjadi perhatian serius dalam pendampingan desa. Tetapi, pengutamaan ketiga aspek itu bisa membuat pendampingan, seperti halnya pemerintahan, pembangunan, dan pemberdayaan, terjebak pada apa yang disebut James Ferguson (1990) sebagai "mesin anti politik". Dalam The Anti-Politics Machine: Development, Depoliticization, and Bureaucratic Power in Lesotho, Ferguson menunjukkan pembangunan sebagai nilai utama telah gagal membawa kesejahteraan rakyat. Mengapa? Pembangunan adalah instrumen teknis, proyek dan industri yang anti politik. Di satu sisi, pembangunan adalah instrumen representasi ekonomi dan rekayasa sosial yang mengabaikan representasi politik. Depolitisasi dilakukan dengan mengabaikan realitas dan aspirasi politik, menyingkirkan rakyat dari politik, sekaligus menggiring mereka sibuk dalam dunia sosial dan ekonomi. Di sisi lain pembangunan dirancang canggih oleh teknokrat dan dijalankan oleh birokrat untuk ekspansi kekuasaan birokrasi negara. Dengan demikian, mesin anti politik mengandung depolitisasi (kebijakan, pembangunan dan rakyat) dan ekspansi kontrol birokrasi negara. Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 284

297 Anti Politik Karya Ferguson itu tentu sudah kedaluwarsa, tetapi penting saya angkat sebagai perspektif kritis atas jebakan teknokratis-birokratis dalam pemerintahan, pembangunan, pemberdayaan, dan juga pendampingan desa. Belajar dari pengalaman pendampingan program nasional pemberdayaan masyarakat (PNPM) dan proyekproyek sejenis selama ini, ada sejumlah gejala operasi mesin anti politik. Pertama, pendampingan merupakan perangkat teknokratik untuk mengamankan uang dalam bentuk bantuan langsung masyarakat (BLM) dan menyukseskan target artifisial yang telah digariskan proyek. Para pendamping mengajarkan hal-hal teknisadministratif proyek kepada orang desa mulai dari perencanaan, penganggaran, pelaksanaan sampai pelaporan proyek. Lalu masyarakat desa tampil sebagai operator mesin pengelolaan uang dan proyek. Kedua, pendampingan mengedepankan partisipasi, tetapi mengandung depolitisasi rakyat. Baik pengelolaan proyek maupun pendampingan mengabaikan edukasi politik dan penguatan representasi politik rakyat. Pendamping tak mendidik dan mengorganisasikan rakyat agar berdaya dalam memperjuangkan hak dan kepentingan mereka. Sekalipun ada partisipasi, yang terjadi adalah mobilisasi partisipasi dalam pengelolaan proyek. Ketiga, pendampingan digerakkan dan dikendalikan oleh mesin birokrasi dengan petunjuk teknis operasional (PTO). Para pendamping tak hadir sebagai katalisator perubahan, tetapi hanya menjadi mandor proyek yang harus patuh pada PTO sehingga tak tumbuh menjadi wirausaha sosial yang kreatif dan mandiri. Pendampingan tentu telah memberikan kontribusi besar terhadap cerita sukses proyek PNPM, seperti infrastruktur fasilitas publik, pembesaran dana bergulir, pelembagaan instrumen good governance dalam pengelolaan proyek, peningkatan kemampuan masyarakat dalam pengelolaan proyek, serta kebocoran dana proyek yang mendekati titik nol. Tetapi, kesuksesan itu hanya terbatas pada proyek, tak berdampak besar secara organik dalam tatanan kehidupan desa. Instrumen good governance hanya dipakai dalam proyek, tetapi tak berdampak dalam pemerintahan desa. Tingkat kebocoran sangat rendah bukan berarti tumbuh kultur anti korupsi, tetapi hanya pertanda keberhasilan mengamankan dana proyek. Terbukti masyarakat sangat gemar politik uang dalam setiap proses elektoral. Peningkatan kemampuan hanya terjadi dalam pengelolaan proyek, tetapi kemampuan desa secara organik dalam mengelola pembangunan tak tumbuh baik. Wirausaha lokal tak tumbuh signifikan. PNPM hanya mampu membangun istana pasir, sekaligus sebagai proyek yang menyenangkan, tetapi tak menolong/berdayakan rakyat. Propolitik Saya berulang kali berdiskusi tentang pendampingan desa dengan Menteri Marwan Jafar maupun tim teknokrat-birokrat di Kementerian Desa, PDT, dan Transmigrasi. Kami Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 285

298 membangun sebuah pemahaman bahwa pendampingan desa bukan perkara proyek dan teknis-manajerial yang anti politik, tetapi harus mengandung politik. Propolitik bukan dalam pengertian mesin politik, tetapi pendampingan desa harus mengandung jalan ideologis sesuai dengan UU desa, representasi politik, serta pemberdayaan, dan edukasi politik. Pertama, Marwan berulang kali menegaskan pendampingan desa jangan terjebak pada proyek, tetapi harus menjadi jalan ideologis memuliakan dan memperkuat desa, termasuk mewujudkan idealisme Nawacita di ranah desa, dengan spirit "Desa Membangun Indonesia". Kami menjabarkan gagasan ini dengan menegaskan bahwa pendampingan desa bukan sekadar berurusan dengan kapasitas dan efektivitas, tetapi hendak mempromosikan desa sebagai "masyarakat berpemerintahan" (self governing community) yang maju, kuat, mandiri, dan demokratis. Kedua, pendampingan merupakan jalan perubahan yang mengandung repolitisasi rakyat. Repolitisasi ini bukan membuat rakyat menjadi mesin politik atau mobilisasi partisipasi, tetapi memperkuat representasi politik rakyat agar punya kesadaran kritis dalam dunia politik dan berdaulat dalam hak dan kepentingan mereka. Salah satu indikator kesadaran kritis adalah tumbuhnya sikap dan tindakan orang desa menolak (anti) politik uang. Ketiga, pendampingan tak ditempuh dengan pembinaan (power over) melainkan pemberdayaan (empowerment). Pembinaan adalah pendekatan dari atas yang menumbuhkan mentalitas memerintah, kontrol, dan ekspansi birokrasi terhadap desa dan masyarakat. Sedangkan pemberdayaan adalah pendekatan untuk memperkuat desa dan rakyat secara sosial, budaya, ekonomi, politik. Keempat, setiap aktivitas desa (musyawarah desa, perencanaan dan penganggaran, pemilihan kepala desa, dan sebagainya), yang memperoleh sentuhan pendampingan, tak boleh terjebak pada penggunaan alat dan menghasilkan dokumen semata tanpa ada sentuhan filosofis (roh). Pendampingan terhadap seluruh aktivitas desa harus disertai edukasi sosial dan politik secara inklusif dan partisipatoris. Dalam perencanaan desa, misalnya tak hanya berhenti pada penyusunan dokumen perencanaan yang akan dijabarkan jadi agenda proyek. Di balik perencanaan desa ada pembelajaran bagi orang desa membangun impian kolektif dan mandiri mengambil keputusan politik. Demikian juga sistem informasi desa (SID) yang kaya data, aplikasi dan disertai jaringan online. SID tak hanya alat dan teknologi. Di balik SID ada pembelajaran bagi orang desa untuk membangun kesadaran kritis terhadap diri mereka sendiri sekaligus memperkuat representasi hak dan kepentingan rakyat. Sutoro Eko, Guru Desa, Perancang UU Desa Sumber: Kompas Edisi 2 Juli 2015 Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 286

299 PB 9 Bahan Bacaan Pendampingan Bahan Bacaan 2 PENDAMPINGAN A. Pengertian Pendampingan Menurut Edi Suharto pemberdayaan masyarakat dapat didefinisikan sebagai tindakan sosial dimana penduduk sebuah komunitas mengorganisasikan diri dalam membuat perencanaan dan tindakan kolektif untuk memecahkan masalah sosial atau memenuhi kebutuhan sosial sesuai dengan kemampuan dan sumberdaya yang dimilikinya. Dalam kenyataannya, seringkali proses ini tidak muncul secara otomatis, melainkan tumbuh dan berkembang berdasarkan interaksi masyarakat setempat dengan pihak luar atau para pekerja sosial baik yang bekerja berdasarkan dorongan karitatif maupun perspektif profesional. Para pekerja sosial ini berperan sebagai pendamping sosial. Masyarakat pedesaan seringkali merupakan kelompok yang tidak berdaya baik karena hambatan internal dari dalam dirinya maupun tekanan eksternal dari lingkungannya. Pendamping desa kemudian hadir sebagai agen perubah yang turut terlibat membantu memecahkan persoalan yang dihadapi mereka. Pendampingan desa dengan demikian dapat diartikan sebagai interaksi dinamis antara masyarakat pedesaan kelompok miskin dan pekerja sosial untuk secara bersama-sama menghadapi beragam tantangan seperti; (a) merancang program perbaikan kehidupan sosial ekonomi pedesaan, (b) memobilisasi sumber daya pedesaan (c) memecahkan masalah sosial pedesaan, (d) menciptakan atau membuka akses bagi pemenuhan kebutuhan masyarakat desa (e) menjalin kerjasama dengan berbagai pihak yang relevan dengan konteks pemberdayaan desa. Pendamping desa sangat menentukan kerberhasilan program pemberdayaan desa. Edi Suharto juga membagi peran pendamping menjadi tiga peran utama, yaitu: fasilitator, pendidik, perwakilan masyarakat, dan peran-peran teknis bagi masyarakat desa yang didampinginya. Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 287

300 1. Fasilitator. Merupakan peran yang berkaitan dengan pemberian motivasi, kesempatan, dan dukungan bagi masyarakat desa. Beberapa tugas yang berkaitan dengan peran ini antara lain menjadi model, melakukan mediasi dan negosiasi, memberi dukungan, membangun konsensus bersama, serta melakukan pengorganisasian dan pemanfaatan potensi di desa. 2. Pendidik. Pendamping berperan aktif sebagai agen yang memberi masukan positif dan direktif berdasarkan pengetahuan dan pengalamannya serta bertukar gagasan dengan pengetahuan dan pengalaman masyarakat desa yang didampinginya. Membangkitkan kesadaran masyarakat desa, menyampaikan informasi, melakukan konfrontasi, menyelenggarakan pelatihan bagi masyarakat desa adalah beberapa tugas yang berkaitan dengan peran pendidik. 3. Perwakilan masyarakat. Peran ini dilakukan dalam kaitannya dengan interaksi antara pendamping desa dengan lembaga-lembaga eksternal atas nama dan demi kepentingan masyarakat desa. Pendamping dapat bertugas mencari sumber-sumber, melakukan pembelaan, menggunakan media, meningkatkan hubungan masyarakat desa, dan membangun jaringan kerja di desa. 4. Peran-peran teknis. Mengacu pada aplikasi keterampilan yang bersifat praktis. Pendamping desa dituntut tidak hanya mampu menjadi manajer perubahan yang mengorganisasi masyarakat desa, melainkan pula mampu melaksanakan tugas-tugas teknis sesuai dengan berbagai keterampilan dasar, seperti; melakukan analisis sosial, mengelola dinamika kelompok, menjalin relasi, bernegosiasi, berkomunikasi, memberi konsultasi, dan mencari serta mengatur sumber dana. Salah satu pendekatan yang kini sering digunakan dalam meningkatkan kualitas kehidupan dan mengangkat harkat martabat masyarakat desa adalah pemberdayaan masyarakat desa. Konsep ini menjadi sangat penting terutama karena memberikan perspektif positif terhadap desa. Masyarakat desa tidak dipandang sebagai orang yang serba kekurangan (misalnya, kurang makan, kurang pendapatan, kurang sehat, kurang dinamis) dan objek pasif penerima pelayanan belaka. Melainkan sebagai masyarakat yang memiliki beragam kemampuan yang dapat dimobilisasi untuk perbaikan hidupnya. Konsep pemberdayaan memberi kerangka acuan mengenai matra kekuasaan (power) dan kemampuan (kapabilitas) yang melingkup aras sosial, ekonomi, budaya, politik dan kelembagaan desa. Secara konseptual, pemberdayaan, berasal dari kata power (kekuasaan atau keberdayaan). Karenanya, Edi Suharto menyatakan bahwa ide utama pemberdayaan bersentuhan dengan konsep mengenai kekuasaan. Kekuasaan tercipta dalam relasi sosial. Karena itu, kekuasaan dan hubungan kekuasaan dapat berubah. Dengan pemahaman kekuasaan seperti ini, pemberdayaan sebagai sebuah proses perubahan kemudian memiliki konsep yang bermakna. Dengan kata lain, kemungkinan terjadinya proses pemberdayaan sangat tergantung pada dua hal: (1) Bahwa kekuasaan dapat berubah. Jika kekuasaan tidak dapat berubah, pemberdayaan tidak mungkin terjadi dengan cara apapun; dan (2) Bahwa kekuasaan dapat diperluas. Konsep ini menekankan pada pengertian kekuasaan yang tidak statis, melainkan dinamis. Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 288

301 Bagi para pendamping desa di lapangan, kegiatan pemberdayaan di atas dapat dilakukan melalui pendampingan sosial. Terdapat lima kegiatan penting yang dapat dilakukan dalam melakukan pendamping desa: 1. Motivasi. Masyarakat desa dapat memahami nilai kebersamaan, interaksi sosial dan kekuasaan melalui pemahaman akan haknya sebagai warga negara dan anggota masyarakat. Masyarakat desa perlu didorong untuk membentuk kelompok yang merupakan mekanisme kelembagaan untuk mengorganisir dan melaksanakan kegiatan pengembangan masyarakat di desa atau kelurahannya. Kelompok ini kemudian dimotivasi untuk terlibat dalam kegiatan peningkatan pendapatan dengan menggunakan sumber-sumber dan kemampuankemampuan masyarakat desa. 2. Peningkatan kesadaran dan pelatihan kemampuan. Peningkatan kesadaran masyarakt desa dapat dicapai melalui pendidikan dasar, pemasyarakatan imunisasi dan sanitasi. Sedangkan keterampilan-keterampilan vokasional bisa dikembangkan melalui cara-cara partisipatif. Pengetahuan lokal yang biasanya diperoleh melalui pengalaman dapat dikombinasikan dengan pengetahuan dari luar. Pelatihan semacam ini dapat membantu masyarakat desa untuk menciptakan mata pencaharian sendiri atau membantu meningkatkan keahlian mereka untuk mencari pekerjaan di luar wilayahnya. 3. Manajemen desa. Masyarakat desa harus mampu memilih pemimpin mereka sendiri dan mengatur kegiatan mereka sendiri, seperti melaksanakan pertemuan-pertemuan, melakukan pencatatan dan pelaporan, mengoperasikan tabungan dan kredit, resolusi konflik dan manajemen kepemilikan masyarakat desa. Pada tahap awal, pendamping desa dapat membantu mereka dalam mengembangkan sebuah sistem. Masyarakat desa kemudian dapat diberi wewenang penuh untuk melaksanakan dan mengatur sistem tersebut. 4. Mobilisasi potensi desa. Merupakan sebuah metode untuk menghimpun potensi SDA masyarakat SDM masyarakat individual melalui tabungan reguler dan sumbangan sukarela dengan tujuan menciptakan modal sosial. Ide ini didasari pandangan bahwa setiap desa memiliki potensinya sendiri yang, jika dihimpun, dapat meningkatkan kehidupan sosial ekonomi secara substansial. Pengembangan sistem penghimpunan, pengalokasian dan penggunaan potensi desa perlu dilakukan secara cermat sehingga semua anggota masyarakat desa memiliki kesempatan yang sama. Hal ini dapat menjamin kepemilikan masyarakat desa dan pengelolaannya secara berkelanjutan. 5. Pembangunan dan pengembangan jaringan. Pengorganisasian kelompokkelompok swadaya masyarakat desa perlu disertai dengan peningkatan kemampuan para anggotanya membangun dan mempertahankan jaringan dengan berbagai sistem sosial desa dan sekitarnya. Jaringan ini sangat penting dalam menyediakan dan mengembangkan berbagai akses terhadap potensi dan kesempatan bagi peningkatan keberdayaan masyarakat desa. (Edi Suharto, 1997): 1 1 Edi Suharto, PhD Dosen STKS, UNPAS dan UNLA Bandung. International Policy Analyst, Centre for Policy Studies (CPS), Central European University, Hungary Makalah Pemberdayaan Masyarakat. Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 289

302 B. Tujuan Pendampingan Bila kembali pada inti pengertian pendampingan yaitu terjadinya proses perubahan kreatif yang diprakarsai oleh masyarakat desa sendiri, jelas menunjukan adanya proses inisiatif dan bentuk tindakan yang dilakukan oleh masyarakat desa sendiri, tanpa adanya intervensi dari luar. Dengan demikian tujuan utama dari pendampingan adalah adanya kemandirian kelompok masyarakat desa. Kemandirian disini menyiratkan suatu kemampuan otonom warga desa untuk mengambil keputusan bertindak berdasarkan keputusannya itu dan memilih arah tindaknnya sendiri tanpa terhalang oleh pengaruh dari luar atau yang diinginkan oleh pihak lain. Untuk mencapai kemandirian yang demikian dibutuhkan suatu kombinasi dari kemampuan materi, intelektual, organisasi dan manajemen. Dengan demikian sebenarnya 3 elemen pokok dalam kemandirian desa, yaitu kemandirian material, kemandirian intelektual, dan kemandirian pendampingan. Kemandirian material yaitu kemampuan produktif guna memenuhi kebutuhan dasar desa dan mekanisme untuk tetap dapat tetap bertahan pada waktu krisis. Hal ini bisa diperoleh melalui pertama proses mobilisasi sumberdaya desa dan atau keluarga dengan mekanisme menabung dan penghapusan sumberdaya non produktif. Penegasan tuntutan atas hak-hak ekonomi desa, seperti: surplus yang hilang karena pertukaran yang tidak seimbang. Kemandirian intelektual yaitu pembentukan dasar pengetahuan otonom oleh masyarakat desa yang memungkinkan mereka menanggulangi bentukbentuk dominasi yang muncul. Dengan dasar tersebut masyarakat desa akan dapat menganalisis hubungan sebab-akibat dari suatu masalah yang muncul. Kemandirian pendampingan yaitu kemampuan otonom masyarakat desa untuk mengembangkan diri mereka sendiri dalam bentuk pengelolaan tindakan kolektif yang membawa pada perubahan kehidupan mereka. C. Fokus Pendampingan Bila tujuan pendampingan kelompok masyarakat adalah tewujudnya kemandirian dibidang material, intelektual, organisasi dan manajemen, oleh karena itu fokus pendampingan desa harus mengarah pada pencapaian tujuan tersebut, yakni melalui: Penyadaran berfikir kritis dan analitis. Yaitu mengajak anggota kelompok di desa terbiasa untuk memecahkan permasalahan yang dihadapi masyarakat di desa dengan meneliti hubungan sebab-akibat yang ditimbulkan dari masalah tersebut. Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 290

303 Penggunaan atas hak dan kewajiban individu dan kolektif. Yaitu mengajak anggota masyarakat desa dan kelompok terbiasa bertindak atas dasar hak dan kewajiban yang dimiliki (tidak mengatas namakan secara tidak tepat). 2 D. Misi Pendampingan Paska pengesahan tahun 2014 desa akan menjadi titik sentral pembangunan di Indonesia. UU No 6 tahun 2014 atau yang lebih dikenal dengan undang-undang desa maka kewenangan dan anggaran desa akan ditambah. Penambahan kewenangan dan anggaran desa tersebut harus diikuti dengan peningkatan kapasitas pengelolaan program dan anggaran. Tanpa hal tersebut maka inisiatif pemberian kewenangan tersebut tidak akan memberi hasil yang baik. Pada sisi lain saat ini tengah berkembang paradigma baru pemberdayaan masyarakat, yaitu lewat program peningkatan financial literacy. Financial literacy adalah upaya untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat yang akan diberi bantuan tentang pengetahuan keuangan. Orang-orang yang tidak paham mengenai keuangan (financial illiterate) maka ketika diberi bantuan maka akan jadi dana yang cepat habis. Setelah mengetahui financial liter. Peran pendamping desa bisa mendorong perkembangan perekonomian desa lewat wirausaha, sesuai dengan penjelasan pasa 15 dalam UU 20/2008 tentang UMKM adalah melakukan konsultasi dan pendampingan kepada Usaha Mikro, Kecil dan Menengah agar mampu mengakses kredit perbankan dan/atau pembiayaan dari lembaga keuangan selain bank. Meskipun demikian, peran pendamping tidak hanya berhenti sebatas membantu kelompok usaha di desa dalam mendapatkan pendanaan dari bank, tetapi lebih dari pada itu, pendamping juga berperan dalam membantu kelompok usaha membenahi aspek pemasaran, manajemen dan keuangan. Sehingga tujuan satu desa satu kelompok usaha, satu kelompok usaha satu badan usaha desa bisa terwujud. Badan Usaha Milik Desa (BumDes) sebaiknya dikelola dengan prinsip social enterprises dan berbentuk koperasi. Misi besar pendampingan desa adalah memberdayakan desa menjadi maju, kuat, mandiri, dan demokratis. Kegiatan pendampingan menurut Heri Susanto membentang dari pengembangan kapasitas pemerintahan, mengorganisasi dan membangun kesadaran kritis warga masyarakat, serta memperkuat organisasi-organisasi warga.selain itu juga memfasilitasi pembangunan partisipatif, memfasilitasi dan memperkuat musyawarah desa sebagai arena demokrasi dan akuntabilitas lokal, merajut jaringan dan kerja sama desa, hingga mengisi ruang-ruang kosong di antara pemerintah dan masyarakat.intinya pendampingan desa adalah menciptakan suatu frekuensi dan kimiawi yang sama antara pendamping dengan yang didampingi. UU No. 2 M. RHIDO PERDESAANSEHAT.COM, Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 291

304 6/2014 tentang Desa mengembangkan paradigma dan konsep baru kebijakan tata kelola desa secara nasional. UU Desa tidak lagi menempatkan desa sebagai latar belakang Indonesia, tapi halaman depan Indonesia. UU Desa juga mengembangkan prinsip keberagaman, mengedepankan asas rekognisi dan subsidiaritas desa. UU Desa ini mengangkat hak dan kedaualatan desa yang selama ini terpinggirkan karena didudukkan pada posisi subnasional. Desa pada hakikatnya adalah entitas bangsa yang membentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Secara empiris, desa-desa di Indonesia memiliki modal sosial yang tinggi. Masyarakat desa sudah lama mempunyai ikatan sosial dan solidaritas sosial yang kuat sebagai penyangga penting kegiatan pemerintahan, pembangunan, dan kemasyarakatan. Swadaya dan gotong royong adalah sebagai penyangga utama otonomi asli desa. Ketika kapasitas negara tidak sanggup menjangkau sampai level desa, swadaya dan gotong royong merupakan alternatif permanen yang memungkinkan berbagai proyek pembangunan prasarana desa tercukupi. Berdaulat secara politik mengandung pengertian desa memiliki prakarsa dan emansipasi lokal untuk mengatur dan mengurus dirinya meski pada saat yang sama negara tidak hadir. Kehadiran negara kadang berlebihan sehingga berpotensi memaksakan kehendak prakarsa kebijakan pusat yang justru melumpuhkan prakarsa lokal. Kemandirian politik dapat dimaknai dalam pengertian emansipasi lokal. Emansipasi lokal dalam pembangunan dan pencapaian kesejehateraan membutuhkan pengakuan (rekognisi) negara dan negara perlu memfasilitasi berbagai institusi lokal dan organisasi warga untuk menggantikan imposisi sekaligus untuk menumbuhkan emansipasi yang lebih meluas. Misi besar pendamping desa dan dana desa menurut UU desa adalah memperkuat keutuhan NKRI. Karena itu keberadaan pendampingan dan dana desa ini dapat menjadi inti sekaligus menjadi pondasi kemajuan dan pemerataan pembangunan saat ini maupun di masa yang akan datang. E. Tanggungjawab dan Tugas Pendamping Tugas pokok Pendamping Desa yang utama adalah mengawal implementasi UU Desa dengan memperkuat proses pelaksanaan pemberdayaan masyarakat desa. Fungsi Pendamping Desa yaitu: Fasilitasi penetapan dan pengelolaan kewenangan lokal berskala desa dan kewenangan desa berdasarkan hak asal-usul. Fasilitasi penyusunan dan penetapan peraturan desa yang disusun secara partisipatif dan demokratis. Fasilitasi pengembangan kapasitas para pemimpin desa untuk mewujudkan kepemimpinan desa yang visioner, demokratis dan berpihak kepada kepentingan masyarakat desa. Fasilitasi demokratisasi desa. Fasilitasi kaderisasi desa. Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 292

305 Fasilitasi pembentukan dan pengembangan lembaga kemasyarakatan desa. Fasilitasi pembentukan dan pengembangan pusat kemasyarakatan (community center) di desa dan/atau antar desa. Fasilitasi ketahanan masyarakat desa melalui penguatan kewarganegaraan, serta pelatihan dan advokasi hukum. Fasilitasi desa mandiri yang berdaya sebagai subyek pembangunan mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi pembangunan desa yang dilaksanakan secara partisipatif, transparan dan akuntabel. Fasilitasi kegiatan membangun desa yang dilaksanakan oleh supradesa secara partisipatif, transparan dan akuntabel. Fasilitasi pembentukan dan pemngembangan Badan Usaha Milik Desa (BUM Desa). Fasilitasi kerjasama antar desa dan kerjasama desa dengan pihak ketiga. Fasilitasi pembentukan serta pengembangan jaringan sosial dan kemitraan. Sudah sejak lama desa memiliki tradisi berdemokrasi tempat keterbukaan, permusyawaratan, dan partisipasi menjadi pilar pengambilan keputusan. Pemilihan kepala desa secara langsung telah menjadi tradisi. Meski tidak menerima alokasi anggaran dari pemerintah, desa sejak lama mampu menggaji kepala desa dan perangkat desa dengan sistem yang dibangunnya sendiri, misalnya melalui sistem tanah bengkok dan tanah lungguh. Budaya musyawarah desa mulai dari komunitas terkecil hingga arena tertinggi yang melibatkan banyak elemen desa menjadi bagian dari model kehidupan desa. Sesungguhnya dalam hal budaya demokrasi, desa mendahului sistem demokrasi negara. UU Desa menempatkan desa sebagai subjek pembangunan. Pemerintah menfasilitasi tumbuh kembangnya kemandirian dan kesejahteraan desa melalui skema kebijakan yang mengutamakan rekognisi dan subsidiaritas. Desa tak perlu takut dengan konsekuensi pemberlakuan kedua asas tersebut. Desa tidak lagi akan menjadi entitas yang merepotkan tugas pokok pemerintah kabupaten, provinsi, atau pusat. Desa akan menjadi entitas negara yang berpotensi mendekatkan peran negara dalam membangun kesejahteraan, kemakmuran, dan kedaulatan bangsa. Heri Susanto dalam artikelnya disalah satu media lokal Jawa Tengah menawarkan program desa wirausaha (desapreneur) sebagai salah satu program yang dapat dikembangkan untuk mengatasi pengangguran, pendapatan rendah, dan menambah keragaman jenis usaha di desa. Kewirausahaan masyarakat desa ini bermakna untuk mengorganisasi struktur ekonomi perdesaan. Seluruh aset desa seperti tanah, air, lingkungan, dan tenaga kerja dapat menjadi modal pengembangan usaha baru yang digerakkan bersama-sama oleh seluruh elemen desa. Masyarakat kita masih banyak yang memilih jadi pekerja ketimbang membuka usaha sendiri, padahal jauh-jauh hari pemerintah sudah membuka peluang untuk membangun kemandirian masyarakat desa sehingga diharapkan terbentuk desapreneur. ADD sebagian didistribusikan per desa dalam bentuk program usaha ekonomi desa. Kalau masyarakat desa mau berwirausaha, Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 293

306 ini menjadi tanda mereka siap berhadapan dengan situasi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Badan usaha milik desa (BUM desa) menjadi salah satu wadah untuk menyalurkan inisiatif masyarakat desa, mengembangkan potensi desa, mengelola dan memanfaatkan potensi sumber daya alam desa, mengoptimalkan sumber daya manusia (warga desa) dalam pengelolaannya, dan penyertaan modal dari pemerintah desa dalam bentuk pembiayaan dan kekayaan desa yang diserahkan untuk dikelola sebagai bagian dari BUM desa. Menurut Heri salah satu solusi penting yang mampu mendorong gerak ekonomi desa adalah mengembangkan desapreneur atau kewirausahaan bagi masyarakat desa. Pengembangan desa wirausaha menawarkan solusi untuk mengurangi kemiskinan, migrasi penduduk, dan pengembangan lapangan kerja di desa. Kewirausahan menjadi strategi dalam pengembangan dan pertumbuhan kesejahteraan masyarakat. Sumber daya dan fasilitas disediakan secara spontan oleh masyarakat desa menuju perubahan kondisi sosial ekonomi perdesaan. Apabila desa wirausaha menjadi suatu gerakan masif akan menjadi hal yang sangat mungkin untuk mendorong perkembangan ekonomi perdesaan menjadi desa yang mandiri, menjadi desapreneur.( Heri Susanto, Solo Post). 3 F. Klasifikasi dan Jenis Pendamping Secara umum tugas pendamping desa yaitu mendampingi desa dalam penyelenggaraan pembangunan desa dan pemberdayaan masyarakat desa. Pendamping desa dibagi dalam tiga kategori yang terdiri atas tenaga pendamping profesional, kader pemberdayaan masyarakat desa, dan atau pihak ketiga.tenaga pendamping profesional terdiri atas pendamping desa (berkedudukan di kecamatan), pendamping teknis (berkedudukan di kabupaten), dan tenaga ahli pemberdayaan masyarakat (berkedudukan di pusat dan provinsi) dengan tugas masing-masing sebagai berikut: 1. Tenaga Ahli Pemberdayaan Masyarakat Desa Fasilitasi Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota terkait sosialisasi UU Desa Fasilitasi Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dalam menetapkan Peraturan Bupati/Walikota tentang daftar kewenangan berdasarkan hak asal usul dan kewenangan lokal berskala Desa sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; Fasilitasi penegakan kewenangan desa kewenangan berdasarkan hak asal usul dan kewenangan lokal berskala Desa sesuai dengan ketentuan perundangundangan; Pengembangan kapasitas masyarakat desa; Kaderisasi masyarakat desa dalam rangka pelaksanaan UU Desa; Fasilitasi musyawarah desa; 3 Heri Susanto /3 Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 294

307 Fasilitasi Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dalam melakukan prereview dan review Peraturan Desa. Fasilitasi Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dalam rangka menyusun regulasi di daerah yang berkaitan dengan pengaturan tentang desa; Fasilitasi pengembangan pusat kemasyarakatan (community center) di desa dan/ atau antar desa; Fasilitasi pengembangan ketahanan masyarakat desa; Fasiltasi kerja sama antar desa dalam rangka pelaksanaan pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa; Fasilitasi kerja sama desa dengan pihak ketiga dalam rangka pelaksanaan pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa; Fasilitasi pembentukan serta pengembangan jaringan sosial dan kemitraan; Fasilitasi Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) untuk mendampingi desa melaksanakan pemberdayaan masyarakat desa. 2. Tenaga Ahli Pembangunan Partisipatif Fasilitasi penyusunan penyusunan perencanaan dan anggaran desa yang meliputi: RPJM Desa; RKP Desa; RKP Desa; dan APB Desa; Fasilitasi musyawarah desa dalam rangka perencanaan pembangunan desa; Fasilitasi musyawarah perencanaan pembangunan desa; Fasilitasi pelaksanaan kegiatan pembangunan desa; Fasilitasi pengelolaan dana pembangunan desa; Fasilitasi pengadaan barang dan jasa oleh desa; Fasilitasi swadaya gotong royong masyarakat desa dalam rangka pembangunan desa; Fasilitasi integrasi Program/Proyek masuk desa dengan pembangun berskala lokal/desa; Fasilitasi integrasi pembangunan desa dengan pembangunan kawasan perdesaan; Fasilitasi audit berbasis komunitas; Fasilitasi pemantuan berbasis komunitas; Fasilitasi penanganan pengaduan danmasalah berbasis komunitas; Fasilitasi musyawarah desa dalam rangka pertanggungjawaban pelaksanaan pembangunan desa; Fasilitasi Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) untuk mendampingi desa perencanaan dan pelaksanaan pembangunan desa. 3. Tenaga Ahli Infrastruktur Desa Fasilitasi pembangunan dan pengelolaan sarana-prasarana permukiman desa; Fasilitasi pembangunan dan pengelolaan sarana-prasarana lingkungan permukiman desa; Fasilitasi pembangunan danpengelolaan saranatransportasi desa; Fasilitasi pengembangan prasarana transportasi desa; Sarana danprasarana produksi pendukung ekonomi desa; Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 295

308 Fasilitasi pembangunan dan pengelolaan sarana-prasarana pemasaran produk unggulan desa; Fasilitasi pembangunan dan pengelolaan sarana-prasarana elektrifikasi desa berbasiskan teknologi tepat guna yang ada di desa; Fasilitasi pengembangan kader teknik di desa; Fasilitasi sertifikasi infrastruktur desa hasil pelaksanaan kegiatan pembangunan desa; Fasilitasi Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) untuk mendampingi desa dalam pengembangan, pembangunan dan pengelolaan sarana-prasarana desa. 4. Tenaga Ahli Pemberdayaan Ekonomi Desa Fasilitasi pembentukan dan pengembangan lembaga BUMDes; Fasilitasi pengembangan usaha dan pemasaran hasil usaha BUMDes; Fasilitasi pembentukan, pengelolaan dan pengembangan pasar desa; Fasilitasi promosi pemasaran hasil usaha ekonomi desa; Fasilitasi pengembangan jaringan pemasaran hasil usaha ekonomi desa; Fasilitasi pengembangan kredit modal usaha ekonomi desa; Fasilitasi pengembangan usaha kredit mikro; Fasilitasi penggalangan modal keswadayaan; Fasilitasi promosi pemanfaatan potensi desa; Fasilitasi pengembangan usaha kredit mikro; Fasilitasi pengembangan ekonomi kreatif;: Fasilitasi pengembangan industrialisasi desa; Fasilitasi pengembangan kewirausahaan desa; Fasilitasi Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) untuk mendampingi desa mengembangkan ekonomi desa. 5. Tenaga Ahli Pengembangan Tegnologi Tepat Guna Fasilitasi pengembangan teknologi tepat guna; Fasilitasi promosi pendayagunaan teknologi tepat guna; Fasilitasi kemandirian pangan dan energi berbasis teknologi tepat guna; Fasilitasi pemanfaatan teknologi tepat guna (TTG) untuk pendayagunaan sumberdaya hutan, perkebunan dan pertanian; Fasilitasi pemanfaatan TTG untuk pendayagunaan sumberda ya pertambangan; tanah; dan air; Fasilitasi pemanfaatan TTGuntukpelestarian lingkungan hidup; Fasilitasi Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) untuk mendampingi desa dalam mendayagunakan teknologi tepat guna; Fasilitasi pemanfaatan teknologi tepat guna (TTG) untuk pendayagunaan sumber daya hutan, perkebunan dan pertanian; Fasilitasi pemanfaatan TTG untuk pendayagunaan sumber daya pertambangan, tanah dan air; Fasilitasi pemanfaatan TTG untuk pelestarian lingkungan hidup; Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 296

309 Fasilitasi Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) untuk mendampingi desa dalam mendayagunakan teknologi tepat guna. 6. Tenaga Ahli Pengembangan Pelayanan Dasar Fasilitasi pelayanan kesehatan bagi masyarakat desa secara terpadu; Fasilitasi pelayanan pendidikan desa bagimasyarakat desa secara terpadu; Fasilitasi pemberdayaan perempuan dan anak; Fasilitasi pemberdayaan kaum difabel/berkebutuhan khusus; Fasilitasi pemberdayaan kelompok masyarakat marginal; Fasilitasi pemberdayaan keluarga miskin; Fasilitasi pengembangan kesejahteraan keluarga; Fasilitasi pelestarian dan pengembangan adat dan kearifan lokal; Fasilitasi pelestarian dan pengembangan seni dan budaya desa; Fasilitasi pengembangan kerukunan dan ketentraman antar warga desa dan/atau antar desa; Fasilitasi pencegahan dan penanganan konflik sosial antar warga desa dan/atau antar desa. Fasilitasi pengembangan media informasi desa untuk masyarakat desa; Fasilitasi pengelolaan akses informasi antar warga desa dan/atau antar desa. 7. Pendamping desa. Mendampingi Gampong/Desa dalam penyelenggaraan Pemerintahan Gampong/Desa, kerja sama Gampong/Desa, pengembangan BUMG, dan Pembangunan yang berskala lokal Gampong/Desa. 8. Pendamping Lokal desa. Mendampingi Gampong/Desa dalam penyelenggaraan Pemerintahan Gampong/Desa, kerja sama Gampong/Desa, pengembangan BUMG, dan Pembangunan yang berskala lokal Gampong/Desa. 4 G. Posisi Pendamping Lokal Desa Salah satu agenda besar pendamping lokal desa adalah mengawal implementasi UU No. 6/2014 Desa secara sistematis, konsisten, dan berkelanjutan dengan fasilitasi, supervisi, dan pendampingan. Pendamping lokal desa itu bukan sekadar menjalankan amanat UU Desa, tetapi juga modal penting untuk mengawal perubahan desa demi mewujudkan desa yang mandiri dan inovatif. Untuk itu posisi Pendamping Lokal Desa (PLD) pada Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kementerian Desa) adalah sangat penting dan menjadi ujung tombak keberhasilan program pemberdayaan masyarakat desa. Para PLD yang professional ini diharapkan bisa memberikan solusi untuk mempercepat penyerapan Dana Desa (DD). Selain itu PLD juga di tuntut untuk bisa mengimplementasikan UU Desa. Khususnya, memantau realisasi anggaran dan kegiatan yang dibiayai dari sumber dana desa (dari APBN) dan alokasi dana desa (dari APBD). 4 Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 297

310 Seorang PLD mendampingi 4 desa didukung oleh dua orang tenaga Pendamping Desa (PD) di Kecamatan. PLD bertugas untuk memfasilitasi regulasi UU Desa ke dalam implementasi atau praktik berdesa. PLD diharapakn dapat mengembangkan skema pendampingan yang memberdayakan masyarakat desa hingga dapat menumbuhkan partisipasi masyarakat desa, sebagai roh gerakan pembangunan desa yang berkelanjutan demi terwujudnya cita-cita kemandirian Negara kita. Sejatinya kemandirian negara terletak pada kemandirian desa-desa sebagai entitas penyusun dan penyangga nama besar Negara Kesatuan Republik Indonesia. Tahun 2015 adalah tahun pertama pelaksanaan UU No. 6/2014. Desa diberlakukan berbeda dengan sebelumnya. Kedudukan desa tidak lagi subnasional, melainkan berkedudukan di wilayah kabupaten/kota. Desa tidak lagi berada di bawah struktur administratif terbawah, apalagi perpanjangan tangan pemerintah daerah. Desa mendapat rekognisi dan subsidiaritas kewenangan, yaitu kewenangan berdasarkan hak asal usul dan kewenangan lokal berskala desa. Desa menerima transfer keuangan dari APBN dan APBD yang disebut dana desa (DD) dan alokasi dana desa (ADD) untuk memenuhi kebutuhan belanja dalam konteks dua kewenangan tadi. Keberadaan UU No. 6/2014 tujuan pertamanya adalah bagian dari ikhtiar mencapai keberdayaan negara dari kemandirian desa-desanya. Proses pembentukan bangunan warga dan organisasi masyarakat sipil biasanya dipengaruhi faktor eksternal yang mengancam hak publik. Keduanya adalah modal penting bagi desa untuk membangun kedaulatan dan titik awal terciptanya komunitas warga desa yang nantinya akan menjadi kekuatan penyeimbang atas munculnya kebijakan publik yang tidak responsif terhadap masyarakat. Efektivitas pembangunan pada hakikatnya merupakan tindakan membandingkan antara perencanaan dengan hasil. Antara kedua hal tersebut sering terjadi penyimpangan. Tugas PLD adalah mengoreksi penyimpangan tersebut.pembangunan desa adalah strategi pembangunan bagi peningkatan kehidupan ekonomi dan sosial dari kelompok khusus masyarakat, dalam hal ini masyarakat kurang mampu di pedesaan. Pembangunan desa bertujuan mengurangi kemiskinan serta tersedianya sarana dan prasarana umum untuk menunjang segala kebutuhan masyarakat yang ternyata masih kurang untuk membantu masyarakat desa dalam beraktivitas seharihari. ADD adalah dana yang dialokasikan pemerintah kabupaten/kota untuk desa yang bersumber dari bagian dana perimbangan keuangan pusat dan daerah yang diterima kabupaten/kota. Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APB Desa) adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan desa yang dibahas dan disetujui bersama oleh pemerintah desa dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) yang ditetapkan dengan peraturan desa. ADD merupakan dukungan dana dari pemerintah pusat dan daerah kepada pemerintah desa dalam meningkatkan pelayanan dasar kepada masyarakat dan pemberdayaan masyarakat desa. Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 298

311 Pengalokasian dana desa butuh fungsi PLD sebagai pengawas agar dana tersebut benar-benar tersalurkan untuk kepentingan pembangunan desa. Pengawasan oleh PLD terhadap anggaran desa dilakukan dengan melihat rencana awal program dan realisasinya. Kesesuaian antara rencana program, realisasi program, pelaksanaan, serta nilai dana yang digunakan dalam pembiayaan adalah ukuran yang dijadikan patokan PLD dalam pengawasan.[] Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 299

312 Pokok Bahasan 10 MEMBANGUN TIM KERJA DI DESA Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 300

313 Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 301

314 SPB 10.1 MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA Rencana Pembelajaran Kerjasama Tim di Desa Tujuan Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat menjelaskan: 1. Para pelaku kunci di Desa; 2. Fungsi dan peran pelaku; 3. Hubungan/relasi antar pelaku. Waktu 1 JPL (45 Menit) Metode Ceramah dan Tanya jawab Media Lembar tayang dan Bahan bacaan Alat Bantu Flipt Chart, Spidol, Laptop dan Infocus Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 302

315 Proses Penyajian Kegiatan 1: Pembukaan 1. Jelaskan tujuan pembahasan mengenai sub pokok bahasan yang akan disampaikan. Kegiatan 2: Identifikasi Pelaku, Fungsi, Peran dan Relasi Antar Pelaku (Curah Pendapat) 2. Pandu peserta mengidentifikasi pelaku kunci di Desa; 3. Minta peserta mengungkapkan fungsi dan peran masing-masing pelaku dimaksud; 4. Pandu peserta menggambarkan relasi antar pelaku dimaksud (gunakan metode Diagram Venn); 5. Berikan penegasan. Diagram Venn merupakan salah satu cara untuk menggambarkan hubungan antara pelaku, fungsi dan perannya dalam suatu wilayah tertentu (Desa). Diagram Venn dioperasikan dengan menggunakan alat bantu berupa lingkaran-lingkaran untuk menggambarkan pelaku. Ukuran lingkaran menggambarkan besarnya pengaruh pelaku. Identifikasi pelaku dilaksanakan oleh pihak yang mengerti hubungan antar pelaku dalam masyarakat. Kegunaan dari teknik ini adalah untuk membantu identifikasi para pihak (individu, kelompok atau lembaga baik internal maupun eksternal) dan pola hubungannya dalam suatu wilayah tertentu. Indentifikasi interaksi dan hubungan lembaga terhadap permasalahan tertentu. Prosesnya: persiapan alat bantu berupa lingkaran karton dengan berbagai ukuran. Persilahkan peserta menulis individu, kelompok atau lembaga yang ada di Desa. Tuliskan dalam karton lingkaran berdasarkan pengaruhnya. Lingkaran besar menunjukkan pengaruh besar dan sebaliknya. Persilahkan peserta untuk meletakkan lingkaran-lingkaran tersebut di atas kertas. Kemudian hasil dari peletakan tersebut dibahas bersama-sama. Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 303

316 SPB 10.2 MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA Rencana Pembelajaran Membangun Jejaring Tujuan Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat: 1. Mengidentifikasi pihak-pihak yang potensial sebagai jejaring kerja; 2. Mengembangkan kerjasama dengan pihak-pihak dimaksud. Waktu 1 JPL (45 Menit) Metode Paparan Media Lembar tayang Alat Bantu Flipt Chart, Spidol, Laptop dan Infocus Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 304

317 Proses Penyajian Kegiatan 3: Pembukaan 6. Jelaskan tujuan yang akan dicapai dalam sesi belajar bersama ini. Kegiatan 4: Mengidentifikasi Pihak-pihak yang Potensial sebagai Jejaring Kerja (Curah Pendapat) 7. Pandu peserta mengidentifikasi pihak-pihak yang potensial sebagai jejaring kerja; 8. Minta peserta mengidentifikasi dan merumuskan kerjasama yang dapat dibangun dengan pihak-pihak tersebut; 9. Beri penegasan. Kegiatan 5: Menutup Sesi Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 305

318 PB 10 Bahan Bacaan Membangun Tim Kerja di Desa Bahan Bacaan 1 MEMBANGUN KERJASAMA TIM Pembelajaran Membangun Kerjasama Tim dimaksudkan untuk meningkatkan kompetensi pendamping dalam hal penerapan konsepsi Membangun kerjasama Tim secara efektif dan efisien dalam melakukan pendampingan masyarakat di Desa. Hal-hal yang dibahas meliputi: 1. Konsepsi Dasar Membangun Tim yang Efektif dengan sub bahasan Pengertian Tim; Perbedaan Kelompok dan Tim; Hakikat dan Ciri Organisasi sebagai Tim Efektif; Kriteria Tim yang efektif; dan Manfaat Membangun Tim yang Efektif. 2. Kerjasama Dalam Membangun Tim Dinamis dengan sub bahasan meliputi: Pengertian Tim yang Dinamis; Unsur-Unsur Tim yang Dinamis; Tahapan Perkembangan Tim; Membangun Rasa Kebersamaan Tim; Peran Individu dalam Tim; dan Membangun Kebanggaan Tim. 3. Pemecahan Masalah Secara Win-win Solution dengan sub bahasan meliputi: Pengertian Konflik; Mengenali Konflik, Respon terhadap Konflik, Sumber-sumber Konflik, Langkah- Langkah Penyelesaian Konflik, dan Gaya Tanggapan Konflik. A. Pengertian Tim yang Dinamis Mengapa ada tim yang mampu bertahan lama dan ada yang tidak dapat bertahan lama? Apabila berbicara tentang tim, maka ada tim yang dapat mencapai suatu prestasi yang tinggi, namun juga ada yang hanya bertahan beberapa waktu saja. Untuk itu maka diperlukan suatu usaha maksimal agar mampu berperan sebagai tim yang dinamis. Tim dinamis adalah tim yang memiliki kinerja yang sangat tinggi. Tim seperti ini dapat memanfaatkan segala energi yang ada di dalam tim tersebut untuk menghasilkan sesuatu. Tim dinamis merupakan tim yang penuh dengan rasa percaya diri, tim yang para anggotanya menyadari kekuatan dan kelemahannya untuk mencapai suatu tujuan yang telah ditetapkan bersama. Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 306

319 B. Unsur-Unsur Tim yang Dinamis Apakah manfaat membangun tim dinamis? Tim dinamis memiliki unsur-unsur yang tidak jauh berbeda dengan tim pada umumnya. Adapun unsur-unsur tersebut menurut Richard Y. Chang adalah sebagai berikut: 1. Menyatakan secara jelas misi dan tujuannya. Visi adalah gambaran akan datang yang merupakan cita-cita, dan selanjutnya visi ini dijelaskan ke dalam bentuk misi. Suatu organisasi atau tim yang dinamis harus mampu menjelaskan misi tersebut ke dalam tujuan-tujuan tim, baik tujuan jangka pendek maupun tujuan jangka panjang. Tanpa memiliki tujuan yang jelas, tim tidak akan mengetahui ke arah mana akan melangkah, sehingga akan terombang-ambing oleh bertiupnya angin. Tujuan dan sasaran ini harus dipahami oleh seluruh anggota tim, sebab hal ini akan meningkatkan komitmen Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 307

320 diantara mereka. Pemimpin yang dinamis harus mampu memastikan bahwa semua anggota kelompok terlibat dalam perumusan tujuan tim. 2. Beroperasi secara kreatif. Dalam pelaksanaan, kerja tim sangat kreatif dan dinamis dengan memperhitungkan resiko yang ada dan selalu mencoba cara berbeda dalam melakukan sesuatu. Mereka tidak takut menghadapi kegagalan-kegagalan dan selalu mencari peluang untuk mengimplementasikan teknik yang baru. Mereka bersikap luwes dan kreatif dalam memecahkan masalah. 3. Memfokuskan pada hasil. Tim yang dinamis mampu menghasilkan melampaui kemampuan jumlah individu yang menjadi anggotanya. Para anggota tim secara terusmenerus memenuhi komitmen waktu, anggaran, produktivitas, dan mutu produktivitas optimum merupakan tujuan bersama. 4. Memperjelas peran dan tanggung jawab. Peran dan tanggung jawab anggota tim jelas. Setiap anggota tim mengetahui dengan jelas apa yang diharapkan dari dirinya, dan mengetahui dengan jelas peran temannya dalam tim. Tim yang dinamis selalu memperbaharui peran dan tanggung jawab anggotanya sesuai dengan perubahan tuntutan, sasaran dan teknologi. 5. Diorganisasikan dengan baik. Tim dinamis menjalankan fungsi-fungsi manajemen dengan baik, menetapkan prosedur secara jelas serta kebijakan dengan jelas. Tim juga menginventarisir jenis keterampilan yang dimiliki oleh para anggota timnya. 6. Dibangun diatas kekuatan individu. Kompetensi individu sangat diperhatikan, sehingga pimpinan tim memahami betul kekuatan dan kelemahan anggota timnya. Oleh karena itu program Pembinaan sangat diharapkan. Pimpinan tim sangat memperhatikan pemberdayaan timnya sehingga dalam pemberdayaan disesuaikan dengan kompetensi anggota tim. 7. Saling mendukung kepemimpinan anggota yang lain. Dalam tim yang dinamis, kepemimpinan dibagi diantara para anggotanya. Dalam hal ini tidak ada pimpinan yang mutlak. Setiap anggota tim memiliki kesempatan yang sama untuk menjadi pemimpin tim. Meskipun demikian peran supervisor masih dianggap perlu ada. Dalam Tim dinamis menghargai keunikan setiap individu. 8. Mengembangkan iklim tim. Tim yang berkinerja tinggi memiliki anggota yang secara antusias bekerja bersama dengan tingkat keterlibatan dan energi kelompok yang tinggi (bersinergi). 9. Menyelesaikan ketidaksepakatan. Perbedaan persepsi dan ketidaksepakatan akan terjadi dalam setiap tim. Tim dinamis menganggap bahwa konflik merupakan suatu wahana untuk menumbuhkan hal-hal yang lebih positif. Segala konflik akan diselesaikan dengan pendekatan secara terbuka dengan teknik kolaborasi. 10. Berkomunikasi secara terbuka. Pembicaraannya secara asersi, yakni bicara yang lugas, jujur tetapi tidak melukai pihak lain. Masing-masing anggota kelompok saling memberi dan menerima saran dari anggota kelompok yang lain, komunikasi dilakukan secara timbal balik dan untuk kepentingan bersama. 11. Membuat keputusan secara obyektif. Dalam pemecahan masalah menggunakan pendekatan yang mantap dan proaktif. Keputusan dicapai melalui konsensus. Setiap anggota kelompok bersedia dan mendukung keputusan tersebut. Anggota kelompok bebas mengutarakan pendapat dan idenya dan mendukung rencana yang telah ditetapkan. 12. Mengevaluasi efektivitasnya sendiri. Evaluasi dilaksanakan secara terus menerus dengan tujuan untuk melihat bagaimanakah pelaksanaan rencana selama ini. Penyempurnaan dilaksanakan secara berkelanjutan dan manajemen proaktif. Apabila muncul masalah Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 308

321 kinerja, mereka bisa segera memecahkannya sebelum menjadi permasalahan yang serius. C. Tahapan Perkembangan Tim Pada dasarnya dalam membangun tim yang dinamis mempunyai tahapan sebagai berikut (Peter Senge): 1. Forming (pencairan bentuk) 2. Storming (mencari jati diri tim) 3. Performing (tim mulai menunjukkan kinerja) 4. Transforming (tim mulai terbiasa dengan budaya kerja baru) Mewujudkan tim yang dinamis tidak mudah, tetapi merupakan rangkaian perkembangan setahap demi setahap. Tahapan tersebut dalam bahan ajar ini akan dijabarkan mengacu pada pendapat Richard Y. Chang yang dimuat dalam bukunya Membangun Tim yang Dinamis. Adapun tahapan perkembangan tersebut adalah sebagai berikut: 1. Menetapkan arah (Drive) Dalam tahap ini Tim harus memfokuskan pada misinya dan membuat garis besar strategi yang akan ditempuh serta menetapkan tujuan, prioritas dan prosedur kerja serta peraturan bagi Tim anda. 2. Bergerak (Strive) Dalam tahap ini peran dan tanggung jawab anggota tim ditetapkan dengan jelas. Dalam tahap ini beberapa kendala akan dihadapi dengan penuh bijaksana bersama dengan seluruh anggota Tim, sehingga seluruh permasalahan dapat dihadapi dengan arif dan bijaksana. 3. Mempercepat gerak (Thrive) Fase ini dimungkinkan untuk meningkatkan produktivitas secara maksimal. Dalam memecahkan masalah menggunakan umpan balik dari sesama anggota, manajemen konflik, kerjasama dan pembuatan keputusan yang efektif. Penguasaan terhadap wilayah secara cepat dan efektif dengan daya tahan yang tangguh. 4. Sampai (Arrive) Dengan kerja sama tim yang kompak, tim akan mencapai puncak dengan mengatasi semua kendala-kendala yang ada, yang pada akhirnya mencapai prestasi yang luar biasa. Namun apabila dalam fase ini belum mencapai puncak idealnya, dilakukan peninjauan kembali tim dengan melaksanakan konsolidasi upaya, misalnya berkoordinasi secara maksimal. Disamping itu perlu meninjau kembali sasaran-sasaran yang telah ada, masih relevan atau tidak. D. Membangun Rasa Kebersamaan Tim Adakah manfaat membangun rasa kebersamaan dalam sebuah tim? Tahapan-tahapan dalam membangun tim yang dinamis tersebut akan berjalan dengan seksama, apabila anggota-anggota tim mampu membangun rasa kebersamaan secara efektif. Untuk membangun rasa kebersamaan di dalam suatu tim, maka setiap anggota kelompok harus Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 309

322 mampu untuk menerima keragaman anggota tim. Mengapa demikian? Hal ini disebabkan setiap tim terdiri dari berbagai individu yang memiliki latar belakang, perilaku, pengalaman yang berbeda-beda. Tidak ada seorang manusiapun yang diciptakan sama termasuk orang yang kembar sekalipun. Tim akan efektif apabila dibangun berdasarkan kebersamaan, tidak memandang pangkat, suku dan golongan, menunjukkan rasa saling percaya, saling menghargai dan dilandasi oleh keterbukaan. Oleh karena itu, anggota suatu tim hendaknya memiliki karakteristik yang berorientasi pada opini, persamaan, serta tujuan. Adapun penjabaran karakteristik anggota tim yang berorientasi pada opini, persamaan, dan tujuan, masing-masing adalah sebagai berikut: Berorientasi pada Opini: 1. Berlawanan dengan orang yang bersifat dogmatis, akan mengarahkan pada tindakan tidak mengutuk orang lain; 2. Memperkenalkan gagasannya tanpa mengusulkan atau bahkan mengisyaratkan agar orang lain memberi posisi istimewa pada gagasannya; 3. Saling meminta ide dari anggota kelompok yang lain, bukan berorientasi pada gagasan perorangan; 4. Tidak hanya memfokuskan pada idenya sendiri, tetapi menginvestigasi pendapat orang lain. Berorientasi pada Persamaan: 1. Anggota tim yang berorientasi pada persamaan melihat keragaman sebagai suatu keunggulan. Perbedaan yang dimiliki dapat dipakai untuk mengecek setiap sisi, sudut, puncak dan dasar suatu masalah; 2. Mengandalkan semua anggota; 3. Kepercayaan kepada anggota tim meningkatkan produktivitas. Berorientasi pada Tujuan: 1. Tim yang terdiri dari anggota yang berorientasi pada tujuan, kecil kemungkinan akan timbul konflik di dalamnya yang disebabkan oleh keunikan masing-masing kelompok; 2. Keseluruhan anggota tim berorientasi pada tujuan yang sama; 3. Anggota tim mengakui bahwa masing-masing anggota memiliki tujuan, dan kemungkinan tujuan tersebut bertentangan dengan tujuan tim; 4. Keunikan anggota tim yang muncul segera dapat diatasi, tidak dibiarkan melahirkan masalah baru. (Sukses Melalui Kerjasama Tim, Richard Chang, PT Pustaka Binaman Pressindo) Hal apakah yang akan kita perhatikan? Dalam rangka membangun kerjasama tim, perlu juga memperhatikan hal-hal sebagai berikut: meningkatkan umpan balik sesama anggota tim, memiliki komitmen untuk menyelesaikan konflik, bekerja sama untuk meningkatkan kreativitas dan menangani dalam pembuatan keputusan. Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 310

323 E. Peran Individu dalam Tim Keberhasilan suatu tim sangat tergantung dari peran individu-individu dalam tim tersebut. Ada lima peran individu dalam suatu tim yang berhasil. Hal tersebut dapat digambarkan sebagai berikut: Driver : Mengembangkan gagasan, memberi arah, menemukan hal-hal baru. Planner : Menghitung kebutuhan tim, merencanakan strategi kerja, menyusun jadwal. Enabler : Ahli memecahkan masalah, mengelola sarana/sumber daya menyebarkan gagasan, melakukan negosiasi. Executor : Mau bekerja menghasilkan output, mengkoordinir dan memelihara tim. Controller : Membuat catatan, mengaudit dan mengevaluasi kemajuan tim. F. Membangun Kebanggaan Tim Perlukah membangun kebanggaan tim? Tim dinamis akan senantiasa mempertahankan prestasinya secara maksimal. Oleh karena itu mempertahankan kinerja tim sangat diharapkan. Ini berarti bahwa perlu ada suatu usaha untuk memotivasi tim secara efektif agar mampu membangun kebanggaan tim. Faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam pemeliharaan tim agar anggota tim mampu membangun kebanggaannya adalah sebagai berikut: 1. Memotivasi Anggota Tim untuk Berkomitmen. Dalam memotivasi ini terlebih dahulu tentukan faktor-faktor apakah yang dapat mempengaruhi orang tersebut termotivasi dengan baik. Tanpa mengetahui hal ini proyek besarpun belum tentu merupakan faktor stimulus. Setiap individu memiliki motif yang berbeda-beda, misalnya ada orang timbul harga dirinya dengan menghargai kinerjanya, tetapi orang lain belum tentu demikian. 2. Memotivasi Anggota Tim yang Tidak Termotivasi. Tidak setiap anggota tim memiliki motivasi yang sama. Ada anggota tim yang produktif, ada pula yang enggan berpartisipasi secara aktif. Untuk itu diperlukan beberapa strategi yang jitu. Strategi tersebut antara lain: (1) dapatkan nasihat dari mereka, (2) jadikan mereka guru, (3) libatkan mereka dalam presentasi dan delegasikan kepada mereka proyek bintang. Hal lain yang perlu diperhatikan dalam membangun kerjasama tim adalah perlunya meningkatkan kerja sama tim yang efektif. Kunci utamanya adalah adanya komunikasi yang efektif (dibahas dalam mata sajian komunikasi yang efektif), mendengarkan secara aktif, mampu memotivasi anggota tim serta menyelesaikan konflik secara efektif. Teknik penanganan konflik akan dibahas dalam pokok bahasan berikutnya. Dilihat dari tahapannya (baik menurut Peter Senge maupun Ricard Y. Chang), apabila suatu tim telah mencapai tahap ketiga (performing maupun thrive) sampai dengan tahap keempat (transforming maupun arrive), maka akan timbul suatu kebanggaan tim.[] Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 311

324 PB 10 Bahan Bacaan Membangun Tim Kerja di Desa Bahan Bacaan 2 MEMBANGUN JEJARING Pendahuluan Jaringan sosial (social network) adalah kumpulan individu atau kelompok yang terikat oleh kepentingan dan/atau tujuan yang sama. Membangun jaringan sosial dan mengembangkan kerjasama merupakan agenda penting dan strategis yang harus dipahami dengan baik oleh para pendamping desa. Pemahaman yang baik terhadap jaringan sosial yang terbangun di pedesaan selama ini, akan sangat membantu prosesproses pendampingan yang dilakukan di tingkat masyarakat desa. Mulai dari proses perencanaan pembangunan sampai pada kegiatan pemberdayaan masyarakat desa. Hal mendasar yang harus dipahami dari hubungan sosial yang melahirkan jaringan sosial adalah setiap orang mempunyai akses yang berbeda terhadap sumber daya yang bernilai, seperti akses terhadap sumber daya alam, informasi atau kekuasaan. Artinya bahwa dengan memahami jaringan sosial di Desa akan memudahkan bagi pendamping desa dalam membangun jaringan sosial baru untuk kepentingan implementasi UU Desa, serta memudahkan untuk mengembangkan kerjasama. Salah satu tugas dan peran penting dari pendamping desa adalah membantu desa membentuk dan memanfaatkan jaringan sosial serta mengembangkan kerjasama, baik kerjasama antar desa maupun dengan pihak ketiga guna mewujudkan tujuan dari pembangunan desa, sebagaimana dinyatakan dalam UU Desa, khususnya tujuan yang berkaitan dengan: a) Mendorong prakarsa, gerakan dan partisipasi masyarakat desa untuk pengembangan potensi dan aset desa guna kesejahteraan bersama; b) Meningkatkan ketahanan sosial sebagai bagian dari ketahanan nasional; c) memajukan perekonomian masyarakat desa serta mengatasi kesenjangan pembangunan nasional; dan d) Memperkuat masyarakat desa sebagai subjek pembangunan. Selama ini, proses dan pola pemberdayaan desa umumnya cenderung menciptakan ketergantungan. Akibatnya, desa tidak tumbuh menjadi desa yang mandiri dalam mengurus dan mengelola sumber daya dan potensi yang dimilikinya, termasuk jaringan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 312

325 sosial yang telah tumbuh dan berkembang di Desa. Kekuatan dari potensi jaringan sosial, seperti semangat kegotong-royongan dan kepercayaan (trust) belum dapat dioptimalkan untuk mengatasi berbagai persoalan yang dihadapi Desa. Tujuan yang hendak dicapai dengan membentuk dan memanfaatkan jaringan sosial di pedesaan adalah untuk mengatasi persoalan yang dihadapi masyarakat desa, seperti: terbatasnya peluang kerja, struktur sumber daya ekonomi yang kurang beragam, keterbatasan pendidikan, keterampilan, peralatan dan modal. Secara normatif, kerjasama antar desa maupun kerjasama dengan pihak ketiga telah diatur dalam UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa. Desa dapat mengembangkan kerjasama meliputi: pengembangan usaha bersama yang dimiliki oleh Desa untuk mencapai nilai ekonomi yang berdaya saing, kegiatan kemasyarakatan, pelayanan, pembangunan dan pemberdayaan Desa, dan kerjasama juga dapat dilakukan di bidang keamanan dan ketertiban di Desa. Prinsipnya, kerjasama dikembangkan untuk memanfaatkan potensi Desa dan mengatasi kekurangan dari sumber daya alama dan sumber daya manusia di Desa untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat desa. Kerjasama ini harus dilakukan dalam prinsip saling menguntungkan dan memandirikan masing-masing Desa. Mengidentifikasi Pihak-Pihak yang Potensial Kerja jejaring merupakan kegiatan untuk kepentingan banyak pihak yang bersifat memberi dan berbagi. Sedangkan definisi kerja jaringan adalah: 1. Kekuatan berasal dari semangat memberi dan berbagi. 2. Kemauan alami menghargai diri, lembaga, organisasi, hubungan dan relasi. 3. Salah satu cara untuk memahami sistem yang ada pada diri kita dan orang lain. 4. Merupakan cara yang terorganisir untuk menciptakan relasi guna suatu tujuan. Kerja jaringan mempunyai manfaat sebagai berikut: 1. Merupakan media pemasaran yang efektif. 2. Biaya lebih efisien dengan potensi keberhasilan lebih efektif. Untuk membangun networks, beberapa prinsip dasar yang harus diikuti adalah sebagai berikut: 1. Membangun citra lembaga yang baik. 2. Fokus pada kualifikasi lembaga. 3. Berkaitan dengan apa yang kita tawarkan bukan apa yang kita dapatkan. 4. Mengembangkan kemampuan mendengar. 5. Mengembangkan kemampuan bertanya. 6. Menepati janji bukan mengobral janji. Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 313

326 Untuk membangung jejaring sosial di pedesaan terlebih dahulu kita harus memetakan dan mengenali siapa saja tokoh atau pihak kunci yang dapat kita ajak bersama untuk membangun dan memajukan desa. Untuk membantu memetakan tokoh atau para pihak tersebut, pertanyaan-pertanyaan dibawah ini diharapakan dapat membantu: 1. Siapa atau kelompok mana yang selalu terlibat membantu kegiatan di pedesaan? Mengapa mereka selalu terlibat? Apa manfaat langsung/tidak langsung kegiatan tersebut bagi kelompok? 2. Apakah ada kesamaan yang mengikat para anggota jaringan itu, misalnya satu keluarga atau kerabat, tetangga, atau mata pencaharian atau lainnya? 3. Apakah orang-orang itu membentuk jaringan untuk menanggulangi hal-hal yang lainnya juga, atau hanya untuk peristiwa yang diuraikan itu? 4. Jika untuk hal-hal lain juga, hal-hal apakah itu? Mengapa bisa menjalar ke hal-hal lain, atau sebaliknya? 5. Apa hubungan kelompok atau jaringan ini dengan jaringan atau kelompok lain (bersaing, saling mendukung, tidak ada kaitan sama sekali)? Apa alasan atau latar belakang hubungan yang demikian? 6. Apa pula hubungan jaringan atau kelompok ini dengan pemerintah desa? Apakah pemerintah memberikan dukungan nyata, pasif atau malah menghambat? Mengapa? 7. Sejak kapan jaringan ini muncul? Bagaimana riwayat kemunculannya, atau perubahannya dari jaringan sebelumnya? Apakah lingkup kegiatan atau keanggotaannya saat ini mengalami perubahan dari sebelumnya? Sejak kapan perubahan berlangsung? Mengapa? No. Kelompok Sosial Potensi/Peran 1 Organisasi Tani Lokal (OTL) Terlibat dalam proses perencanaan pembangunan desa dan pemberdayaan masyarakat petani Menjadi kelompok penerima manfaat pembangunan Mengutus perwakilannya dalam Badan Musyawarah Desa Terlibat dalam proses musyawarah desa Terlibat dalam pembahasan peraturan desa Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 314

327 2 Kelompok Nelayan Terlibat dalam proses perencanaan pembangunan desa dan pemberdayaan masyarakat nelayan Menjadi kelompok penerima manfaat pembangunan Mengutus perwakilannya dalam Badan Musyawarah Desa Terlibat dalam proses musyawarah desa Terlibat dalam pembahasan peraturan desa 3 Organisasi Masyarakat Adat Terlibat dalam proses perencanaan pembangunan desa dan pemberdayaan masyarakat adat Menjadi kelompok penerima manfaat pembangunan Mengutus perwakilannya dalam Badan Permusyawaratan Desa Terlibat dalam proses musyawarah desa Terlibat dalam pembahasan peraturan desa adat 4 Organisasi Keagamaan Terlibat dalam proses perencanaan pembangunan desa dan pemberdayaan masyarakat adat Menjadi kelompok penerima manfaat pembangunan Mengutus perwakilannya dalam Badan Musyawarah Desa Terlibat dalam proses musyawarah desa 5 Organisasi Perempuan Terlibat dalam proses perencanaan pembangunan desa dan pemberdayaan Menjadi kelompok penerima manfaat pembangunan Mengutus perwakilannya dalam Badan Musyawarah Desa Terlibat dalam proses musyawarah desa Terlibat dalam pembahasan peraturan desa 6 Organisasi Kepemudaan Terlibat dalam proses perencanaan pembangunan desa dan pemberdayaan masyarakat adat Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 315

328 Menjadi kelompok penerima manfaat pembangunan Mengutus perwakilannya dalam Badan Musyawarah Desa Terlibat dalam proses musyawarah desa Terlibat dalam pembahasan peraturan desa 7 NGO Membangun kerjasama dalam program ekonomi di pedesaan Membantu desa dalam proses pemberdayaan masyarakat desa Mengembangkan Kerjasama Pijakan berpikir yang mendasari perlunya membangun relasi jaringan sosial dan kerjasama dalam melakukan pembangunan desa dan pemberdayaan desa, antara lain: Pertama, pengembangan jaringan sosial dan kerjasama di pedesaan diformulasikan untuk mewujudkan desa yang mandiri dalam memenuhi kebutuhan dasarnya, seperti: pangan, energi, pendidikan dan kesehatan. Kemandirian desa tidak berarti Desa terlepas dari kesaling-tergantungan dengan desa yang lain, melainkan terjadi netbenefit yang dihasilkan dari pertukaran antara desa. Kedua, pengembangan potensi jaringan sosial di wilayah pedesaan ditekankan pada aspek keberlanjutan, yakni: 1. Keberlanjutan ekologi, dimana pemanfaatan sumber daya alam dilakukan dengan tidak merusak lingkungan dan senantiasa memperhatikan daya dukung ekologinya. 2. Keberlanjutan sosial ekonomi yang mengacu pada kesejahteraan masyarakat pedesaan. 3. Keberlanjutan komunitas masyarakat pedesaan yang mengacu pada terjaminnya peran masyarakat dalam pembangunan dan jaminan akses komunitas pada sumber daya alam. 4. Keberlanjutan institusi yakni mencakup institusi politik, institusi sosial-ekonomi dan institusi pengelola sumber daya (Arif Satria: 2011). Ketiga, pengembangan kerjasama dengan pihak ketiga hendaknya tidak membuat desa mengalami ketergantungan baru. Dalam hal ini, tiga aktor yang bisa terlibat dalam proses kerjasama, yakni: a. Masyarakat desa dengan kekuatan kelembagaan sosial dan ekonomi yang dimilikinya serta kemampuan mengelola sumberdaya yang berkelanjutan. b. Pengusaha atau swasta yang mengembangkan usaha berbasis pedesaan serta untuk mengatasi keterbatasan sumber daya yang dimiliki oleh desa. Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 316

329 c. Pemerintah yang berfungsi untuk memberikan penguatan kelembagaan sosial ekonomi kepada desa dan jaminan keamanan dan legal kepada pengusaha/swasta. Keempat, pendamping desa harus mampu mengidentifikasi dan menjahit seluruh kekuatan ekonomi dan politik di wilayah pedesaan untuk terlibat dalam proses pembangunan dan pemberdayaan. Jaringan sosial pada dasarnya merupakan mitra strategis Desa yang harus senantiasa dijaga dan dikembangkan untuk memajukan pembangunan di Desa. Tujuan membentuk jaringan sosial dan mengembangkan kerjasama di Desa sebagai berikut: 1. Untuk mewujudkan desa yang mandiri dalam memenuhi kebutuhan dasar, seperti pangan, energi, kesehatan, pendidikan, air bersih, dsb. 2. Untuk membangun dan menumbuhkan semangat kolektivitas, kegotongroyongan dan trust building dari kelompok-kelompok sosial di masyarakat desa. 3. Agar desa mempunyai perencanaan pembangunan desa dan strategi pemberdayaan masyarakat desa yang mencakup: potensi, rencana strategis, perencanaan ruang, perencanaan pengelolaan dan pemanfaatan dan strategi aksi yang menjadi dasar dalam mengembangkan kerjasama antar desa maupun dengan pihak ketiga. 4. Agar desa mempunyai badan kerjasama antar desa yang dihasilkan melalui musyawarah desa. 5. Agar berkembang aktivitas ekonomi berbasis pedesaan yang mampu bersaing dalam pasar lokal, regional dan global serta dapat diandalkan dalam meningkatkan kualitas hidup masyarakat secara berkelanjutan. Selain tujuan diatas, ada beberapa prinsip yang harus diperhatikan oleh para pendamping desa dalam membangun jaringan sosial dan kerjasama, yaitu sebagai berikut: 1. Pendamping harus meyakini, mengakui dan menghargai bahwa setiap individu/lembaga memiliki potensi yang merupakan modal dasar dalam merealisasikan visi pembangunan desa dan pemberdayaan masyarakat desa. 2. Modal dasar tersebut perlu dikembangkan dan ditingkatkan mutunya, serta dipadukan lewat proses dialog dan musyawarah dalam wadah jaringan. 3. Musyawarah dan dialog adalah roh dari pendampingan desa. 4. Pendamping desa meyakini potensi jaringan sosial yang peduli terhadap masalah pedesaan, memiliki fungsi penting dan strategis, sehingga selalu menjadi pusat perhatian pendamping desa. 5. Pendamping desa harus senantiasa menciptakan peluang dengan mengembangkan sistem dan mekanisme, agar potensi jaringan sosial yang terbentuk senantiasa terlibat dalam proses pembangunan desa dan pemberdayaan masyarakat desa. Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 317

330 Model pendekatan dalam kerja jaringan: 1. Model kontak person. Biasanya dilakukan oleh seseorang yang merupakan tokoh kunci dari lembaga, sering menggunakan pendekatan pribadi, loby (silaturahmi), mediasi dan lain-lain. 2. Model kerja sama. Dapat dilakukan dengan pemerintah, asosiasi, perguruan tinggi, lembaga keuangan atau kelompok profesi lainnya dengan isu-isu yang sejenis dan sifatnya memberikan bantuan stimulan, teknikal asistensi pada program yang sama. 3. Model aliansi. Kerja sama antar forum/lembaga untuk menyuarakan isu yang sama, misalnya: ALIANSI GERAKAN PENGENTASAN KEMISKINAN yang terdiri dari pendamping desa, Pemda, NGO, dll. 4. Model koalisi. Beberapa forum/lembaga melakukan merger menggunakan satu nama, misal: KOALISI PENGENTAS KEMISKINAN PEDESAAN, bersifat sementara (ad hoc) dipimpin oleh seorang koordinator.[] Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 318

331 Pokok Bahasan 11 RENCANA KERJA TINDAK LANJUT (RKTL) Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 319

332 Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 320

333 SPB 11.1 MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA Rencana Pembelajaran Rangkuman Hasil Pelatihan Tujuan Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat: 1. Menjelaskan hal-hal penting yang diperoleh selama pelatihan; 2. Menguraikan keterkaitan antara apa yang diperoleh dalam pelatihan dengan tugas-tugas pokok sebagai Pendamping Lokal Desa (PLD). Waktu 1 JPL (45 Menit) Metode Pemaparan, Penugasan perorangan dan Curah pendapat Media Lembar curah pendapat, Lembar kerja kelompok dan Slide presentasi Alat Bantu Flipt Chart, Spidol, Laptop dan Infocus Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 321

334 Proses Penyajian Kegiatan 1: Merangkum 1. Menjelaskan mengenai pokok bahasan dan sub pokok bahasan yang akan disampaikan; 2. Ajak bebarapa peserta untuk mengingat kembali materi pelatihan pratugas PLD. Sebutkan PB-PB yang sudah disampaikan selama pelatihan; 3. Tuliskan dalam metaplan PB yang belum dipahami keseluruhan oleh peserta pelatihan (maksimal 2 PB); 4. Mintalah peserta untuk menjelaskan mengapa materi PB tersebut belum dipahami, dan pelatih memberikan saran dan masukan terhadap hal tersebut; 5. Lanjutkan penugasan individu, yaitu tugaskan setiap peserta untuk menuliskan di kertas HVS masing-masing dengan topik: Bagaimana keterkaitan materi pelatihan dengan tugas pokok sebagai Pendamping Lokal Desa. 6. Mintalah peserta menempel kertas HVS yang telah ditulis pada dinding ruang pelatihan dan minta perwakilan menjelaskan hasil penugasan; 7. Fasilitator memberikan penegasan terkait sesi ini; 8. Tutup sesi ini dengan tepuk tangan meriah dan salam. Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 322

335 SPB 11.2 MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA Rencana Pembelajaran Evaluasi Penyelenggaraan Pelatihan Tujuan Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat: 1. Memberikan umpan balik kritis dalam penyelenggaran pelatihan; 2. Menuliskan penilaian atas penyelenggaran pelatihan. Waktu 1 JPL (45 Menit) Metode Pemaparan, Penugasan perorangan dan Curah pendapat Media Lembar curah pendapat, Lembar kerja kelompok dan Slide presentasi Alat Bantu Flipt Chart, Spidol, Laptop dan Infocus Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 323

336 Proses Penyajian Kegiatan 2: Evaluasi 9. Jelaskan mengenai pokok bahasan yang akan disampaikan; 10. Ajak bebarapa peserta untuk secara bersama-sama melakukan evaluasi, diantaranya: Memberikan umpan balik kritis terhadap materi/modul pelatihan. Memberikan umpan balik kritis terhadap Pelatih. Memberikan umpan balik kritis terkait penyelenggaran pelatihan. 11. Lakukan pembahasan evaluasi materi diatas secara bersama-sama dan rumuskan secara bersama-sama; 12. Pelatih memberikan penegasan terkait sesi ini; 13. Tutup sesi ini dengan tepuk tangan meriah dan salam. Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 324

337 SPB 11.3 MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA Rencana Pembelajaran Rencana Kerja Tindak Lanjut (RKTL) Tujuan Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat: 1. Mengidentifikasi hasil-hasil pelatihan yang masih perlu ditingkatkan lebih lanjut dan strategi yang akan dikembangkan; 2. Menyusun rencana kerja tindak lanjut. Waktu 1 JPL (45 Menit) Metode Pemaparan, Penugasan perorangan dan Curah pendapat Media Lembar curah pendapat, Lembar kerja kelompok dan Slide presentasi Alat Bantu Flipt Chart, Spidol, Laptop dan Infocus Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 325

PB 1. Visi Undang-undang Desa

PB 1. Visi Undang-undang Desa PB 1 Visi Undang-undang Desa SPB 1.1. Visi Perubahan Desa Tujuan Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat: 1. Mampu menjelaskan visi UU Desa tentang perubahan desa yang maju, kuat, mandiri, berkeadilan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS 1 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 5 TAHUN 2015 BUPATI KUDUS PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PEMBANGUNAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

MATRIK KURIKULUM PELATIHAN TENAGA AHLI DAN PENDAMPING PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DESA

MATRIK KURIKULUM PELATIHAN TENAGA AHLI DAN PENDAMPING PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DESA MATRIK KURIKULUM PELATIHAN TENAGA AHLI DAN PENDAMPING PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DESA 0 DAFTAR ISI Kata Pengantar Daftar Isi I iii A. LATAR BELAKANG 1. Tujuan Intruksional Umum (TIU) 2. Tujuan Intruksional

Lebih terperinci

PB 5. Pembangunan Desa Dan Partisipasi Masyarakat

PB 5. Pembangunan Desa Dan Partisipasi Masyarakat PB 5 Pembangunan Desa Dan Partisipasi Masyarakat SPB 5.1 Peran Masyarakat Dalam Musyawarah Desa Tujuan Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat: 1. Mampu menjelaskan Musyawarah Desa sebagai bentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sejak tahun 2015 menurut Undang-undang No.6 Tahun menteri Desa No.21 tahun 2015 tentang prioritas penggunaan

BAB I PENDAHULUAN. sejak tahun 2015 menurut Undang-undang No.6 Tahun menteri Desa No.21 tahun 2015 tentang prioritas penggunaan BAB I PENDAHULUAN I.1.Latar Balakang Masalah Salah Satu perubahan besar dalam keuangan publik di tingkat Desa adalah adanya pemberian dana Desa kepada seluruh Desa yang berada di wilayah Indonesia, dana

Lebih terperinci

BUPATI MURUNG RAYA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI MURUNG RAYA NOMOR 07 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI MURUNG RAYA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI MURUNG RAYA NOMOR 07 TAHUN 2016 TENTANG . BUPATI MURUNG RAYA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI MURUNG RAYA NOMOR 07 TAHUN 2016 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG ESA BUPATI MURUNG

Lebih terperinci

MENGEMBANGKAN DEMOKRATISASI DESA. Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Republik Indonesia

MENGEMBANGKAN DEMOKRATISASI DESA. Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Republik Indonesia MENGEMBANGKAN DEMOKRATISASI DESA Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Republik Indonesia Potret Desa URBANISASI 14.107 Desa Sangat Tertinggal (18.87%) 33.948 Desa Tertinggal

Lebih terperinci

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 81 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 81 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 81 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANGERANG, Menimbang : bahwa berdasarkan

Lebih terperinci

KEPALA DESA MIAU MERAH KABUPATEN KAPUAS HULU PERATURAN DESA MIAU MERAH NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DESA

KEPALA DESA MIAU MERAH KABUPATEN KAPUAS HULU PERATURAN DESA MIAU MERAH NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DESA SALINAN KEPALA DESA MIAU MERAH KABUPATEN KAPUAS HULU PERATURAN DESA MIAU MERAH NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA DESA

Lebih terperinci

BUPATI PASER PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN BUPATI PASER NOMOR 16 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI PASER PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN BUPATI PASER NOMOR 16 TAHUN 2016 TENTANG BUPATI PASER PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN BUPATI PASER NOMOR 16 TAHUN 2016 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DESA DAN RENCANA KERJA PEMERINTAH DESA DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 41 TAHUN : 2017 PERATURAN BUPATI KULON PROGO NOMOR 39 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DESA DAN RENCANA KERJA PEMERINTAH

Lebih terperinci

MATRIK SYLABUS PELATIHAN SETRAWAN

MATRIK SYLABUS PELATIHAN SETRAWAN MATRIK SYLABUS PELATIHAN SETRAWAN Implementasi Undang-Undang Nomor 6 tentang Kata Pengantar Bismillahirrahmanirrahiim Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Alloh SWT dengan rahmatnya bahwa Modul Pelatihan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Desa Menurut Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa, desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan

Lebih terperinci

PB 9. Pemberdayaan Masyarakat Desa

PB 9. Pemberdayaan Masyarakat Desa PB 9 Pemberdayaan Masyarakat Desa SPB 9.1. Analisis Sosial Ketidakberayaan Desa Tujuan Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat: 1. Melakukan analisis sosial untuk mengidentifikasi faktor-faktor

Lebih terperinci

KEPALA DESA CABAK KECAMATAN TLOGOWUNGU KABUPATEN PATI PERATURAN DESA CABAK NOMOR 05 TAHUN 2016 TENTANG

KEPALA DESA CABAK KECAMATAN TLOGOWUNGU KABUPATEN PATI PERATURAN DESA CABAK NOMOR 05 TAHUN 2016 TENTANG KEPALA DESA CABAK KECAMATAN TLOGOWUNGU KABUPATEN PATI PERATURAN DESA CABAK NOMOR 05 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH DESA (RKP-Desa) DESA CABAK TAHUN 2017 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA

Lebih terperinci

BUPATI MALANG PROVINSI JAWA TIMUR

BUPATI MALANG PROVINSI JAWA TIMUR BUPATI MALANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN DAN TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DESA DAN RENCANA KERJA PEMERINTAH DESA DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

2017, No Negara Republik Indonesia Nomor 5539) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2015 tentang Perubahan ata

2017, No Negara Republik Indonesia Nomor 5539) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2015 tentang Perubahan ata No.1359, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-DPDTT. Dana Desa. Penetapan. Tahun 2018. Pencabutan. PERATURAN MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG SALINAN BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN UMUM PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN DI KABUPATEN PURBALINGGA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

MEMBANGUN DAN MEMBERDAYAKAN DESA MELALUI UNDANG-UNDANG DESA Oleh : Mardisontori, LLM *

MEMBANGUN DAN MEMBERDAYAKAN DESA MELALUI UNDANG-UNDANG DESA Oleh : Mardisontori, LLM * MEMBANGUN DAN MEMBERDAYAKAN DESA MELALUI UNDANG-UNDANG DESA Oleh : Mardisontori, LLM * DPR-RI dan Pemerintah telah menyetujui RUU Desa menjadi Undang- Undang dalam rapat paripurna DPR pada tanggal 18 Desember

Lebih terperinci

KEPALA DESA KEHIDUPAN BARU KABUPATEN BATANG HARI PERATURAN DESA KEHIDUPAN BARU NOMOR : 05 TAHUN 2016 TENTANG

KEPALA DESA KEHIDUPAN BARU KABUPATEN BATANG HARI PERATURAN DESA KEHIDUPAN BARU NOMOR : 05 TAHUN 2016 TENTANG - 1 - KEPALA DESA KEHIDUPAN BARU KABUPATEN BATANG HARI PERATURAN DESA KEHIDUPAN BARU NOMOR : 05 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA PEMBANGUNGAN JANGKA MENENGAH DESA (RPJMDesa) TAHUN 2016-2022 DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

KEPALA DESA MIAU MERAH KABUPATEN KAPUAS HULU PERATURAN DESA MIAU MERAH NOMOR 03 TAHUN 2017 TENTANG

KEPALA DESA MIAU MERAH KABUPATEN KAPUAS HULU PERATURAN DESA MIAU MERAH NOMOR 03 TAHUN 2017 TENTANG SALINAN KEPALA DESA MIAU MERAH KABUPATEN KAPUAS HULU PERATURAN DESA MIAU MERAH NOMOR 03 TAHUN 2017 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH DESA MIAU MERAH TAHUN 2017 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA DESA

Lebih terperinci

Himpunan Peraturan Daerah Kabupaten Purbalingga Tahun

Himpunan Peraturan Daerah Kabupaten Purbalingga Tahun LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 18 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 18 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DESA DAN RENCANA KERJA

Lebih terperinci

KEPALA DESA CLURING KECAMATAN CLURING KABUPATEN BANYUWANGI

KEPALA DESA CLURING KECAMATAN CLURING KABUPATEN BANYUWANGI KEPALA DESA CLURING KECAMATAN CLURING KABUPATEN BANYUWANGI PERATURAN DESA NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DESA (RPJMDesa) TAHUN 2016-2021 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BUPATI SUKOHARJO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PEMBANGUNAN DESA

BUPATI SUKOHARJO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PEMBANGUNAN DESA BUPATI SUKOHARJO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PEMBANGUNAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO, Menimbang : a. bahwa pembangunan

Lebih terperinci

KEPALA DESA CIBITUNG KECAMATAN CIBITUNG KABUPATEN SUKABUMI PERATURAN DESA CIBITUNG NOMOR 15 TAHUN 2015 TENTANG

KEPALA DESA CIBITUNG KECAMATAN CIBITUNG KABUPATEN SUKABUMI PERATURAN DESA CIBITUNG NOMOR 15 TAHUN 2015 TENTANG KEPALA DESA CIBITUNG KECAMATAN CIBITUNG KABUPATEN SUKABUMI PERATURAN DESA CIBITUNG NOMOR 15 TAHUN 2015 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DESA TAHUN 2015-2020 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BUPATI BONDOWOSO PROVINSI JAWA TIMUR

BUPATI BONDOWOSO PROVINSI JAWA TIMUR BUPATI BONDOWOSO PROVINSI JAWA TIMUR Rancangan : PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONDOWOSO NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG PEMBANGUNAN DESA DAN KAWASAN PERDESAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BONDOWOSO,

Lebih terperinci

KEPALA DESA LICIN KECAMATAN LICIN KABUPATEN BANYUWANGI PERATURAN DESA LICIN NOMOR 7 TAHUN 2015 T E N T A N G

KEPALA DESA LICIN KECAMATAN LICIN KABUPATEN BANYUWANGI PERATURAN DESA LICIN NOMOR 7 TAHUN 2015 T E N T A N G KEPALA DESA LICIN KECAMATAN LICIN KABUPATEN BANYUWANGI PERATURAN DESA LICIN NOMOR 7 TAHUN 2015 T E N T A N G RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DESA (RPJMDES) TAHUN 2016-2021 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN INDRAGIRI HULU PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAGIRI HULU NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN INDRAGIRI HULU PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAGIRI HULU NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN INDRAGIRI HULU PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAGIRI HULU NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM PENGELOLAAN PEMBANGUNAN PARTISIPATIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI INDRAGIRI

Lebih terperinci

TINJAUAN HUKUM ATAS MEKANISME PENYALURAN, PENGGUNAAN, DAN PELAPORAN SERTA PERTANGGUNGJAWABAN DANA DESA. Sumber : id.wordpress.com

TINJAUAN HUKUM ATAS MEKANISME PENYALURAN, PENGGUNAAN, DAN PELAPORAN SERTA PERTANGGUNGJAWABAN DANA DESA. Sumber : id.wordpress.com TINJAUAN HUKUM ATAS MEKANISME PENYALURAN, PENGGUNAAN, DAN PELAPORAN SERTA PERTANGGUNGJAWABAN DANA DESA Sumber : id.wordpress.com I. PENDAHULUAN Desa adalah desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama

Lebih terperinci

BUPATI KUNINGAN PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG KEUANGAN DESA

BUPATI KUNINGAN PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG KEUANGAN DESA BUPATI KUNINGAN PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG KEUANGAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUNINGAN, Menimbang Mengingat : a. bahwa pengaturan

Lebih terperinci

PERATURAN DESA MALLASORO NOMOR 02 TAHUN 2017 TENTANG. RENCANA KEGIATAN PEMBANGUNAN DESA (RKPDes)

PERATURAN DESA MALLASORO NOMOR 02 TAHUN 2017 TENTANG. RENCANA KEGIATAN PEMBANGUNAN DESA (RKPDes) PERATURAN DESA MALLASORO NOMOR 02 TAHUN 2017 TENTANG RENCANA KEGIATAN PEMBANGUNAN DESA (RKPDes) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA DESA MALLASORO, Menimbang : a. bahwa berdasarkan Undang undang Nomor

Lebih terperinci

PERATURAN DESA KALIJAGA TIMUR

PERATURAN DESA KALIJAGA TIMUR PERATURAN DESA KALIJAGA TIMUR NOMOR : 06 TAHUN 2017 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DESA TAHUN 2017 2023 DESA KALIJAGA TIMUR KECAMATAN AIKMEL KAB. LOMBOK TIMUR KEPALA DESA KALIJAGA TIMUR KABUPATEN

Lebih terperinci

KEPALA DESA BADAMITA KABUPATEN BANJARNEGARA PERATURAN DESA BADAMITA NOMOR : 03 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH DESA TAHUN 2017

KEPALA DESA BADAMITA KABUPATEN BANJARNEGARA PERATURAN DESA BADAMITA NOMOR : 03 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH DESA TAHUN 2017 KEPALA DESA BADAMITA KABUPATEN BANJARNEGARA PERATURAN DESA BADAMITA NOMOR : 03 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH DESA TAHUN 2017 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA DESA BADAMITA Menimbang

Lebih terperinci

KEPALA DESA CINTAKARYA KABUPATEN BANDUNG BARAT

KEPALA DESA CINTAKARYA KABUPATEN BANDUNG BARAT KEPALA DESA CINTAKARYA KABUPATEN BANDUNG BARAT PERATURAN DESA CINTAKARYA NOMOR: 1 TAHUN 2015 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DESA (RPJM-Desa) TAHUN 2015 2020 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN MENTERI DESA, PDT DAN TRANSMIGRASI NOMOR 1,2,3,4 dan 5 TAHUN 2015 DALAM RANGKA IMPLEMENTASI UU DESA

PENJELASAN ATAS PERATURAN MENTERI DESA, PDT DAN TRANSMIGRASI NOMOR 1,2,3,4 dan 5 TAHUN 2015 DALAM RANGKA IMPLEMENTASI UU DESA KEMENTERIAN DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA PENJELASAN ATAS PERATURAN MENTERI DESA, PDT DAN TRANSMIGRASI NOMOR 1,2,3,4 dan 5 TAHUN 2015 DALAM RANGKA IMPLEMENTASI

Lebih terperinci

BUPATI JEMBRANA PROVINSI BALI PERATURAN BUPATI JEMBRANA NOMOR 45 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI JEMBRANA PROVINSI BALI PERATURAN BUPATI JEMBRANA NOMOR 45 TAHUN 2015 TENTANG BUPATI JEMBRANA PROVINSI BALI PERATURAN BUPATI JEMBRANA NOMOR 45 TAHUN 2015 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DESA DAN RENCANA KERJA PEMERINTAH DESA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

Pengelolaan. Pembangunan Desa. Buku Bantu PENGANGGARAN PELAKSANAAN PERENCANAAN PENGADAAN BARANG DAN JASA PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PELAPORAN

Pengelolaan. Pembangunan Desa. Buku Bantu PENGANGGARAN PELAKSANAAN PERENCANAAN PENGADAAN BARANG DAN JASA PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PELAPORAN Buku Bantu Pengelolaan Pembangunan Desa PENGANGGARAN PELAKSANAAN PERENCANAAN PENGADAAN BARANG DAN JASA PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PELAPORAN Berdasarkan Undang-Undang No 6 Tahun 2014 tentang Desa Buku Bantu

Lebih terperinci

Pengelolaan. Pembangunan Desa Edisi Desember Buku Bantu PENGANGGARAN PELAKSANAAN PERENCANAAN PENGADAAN BARANG DAN JASA PEMBINAAN DAN PENGAWASAN

Pengelolaan. Pembangunan Desa Edisi Desember Buku Bantu PENGANGGARAN PELAKSANAAN PERENCANAAN PENGADAAN BARANG DAN JASA PEMBINAAN DAN PENGAWASAN Buku Bantu Pengelolaan Pembangunan Desa Edisi Desember 2016 PENGANGGARAN PELAKSANAAN PERENCANAAN PENGADAAN BARANG DAN JASA PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PELAPORAN Berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG PEMBANGUNAN DESA DAN KERJA SAMA DESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG PEMBANGUNAN DESA DAN KERJA SAMA DESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG PEMBANGUNAN DESA DAN KERJA SAMA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARANGANYAR, Menimbang Mengingat : a. bahwa Desa memiliki

Lebih terperinci

KEPALA DESA RARANG SELATAN KECAMATAN TERARA KABUPATEN LOMBOK TIMUR PERATURAN DESA RARANG SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2017

KEPALA DESA RARANG SELATAN KECAMATAN TERARA KABUPATEN LOMBOK TIMUR PERATURAN DESA RARANG SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2017 KEPALA DESA RARANG SELATAN KECAMATAN TERARA KABUPATEN LOMBOK TIMUR PERATURAN DESA RARANG SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2017 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DESA (RPJMDesa) DESA RARANG SELATAN TAHUN

Lebih terperinci

PB 7. BUMDes dan Pengembangan Ekonomi Desa

PB 7. BUMDes dan Pengembangan Ekonomi Desa PB 7 BUMDes dan Pengembangan Ekonomi Desa SPB 7.1. Potensi dan Aset Ekonomi Desa Tujuan Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat: 1. Menjelaskan keterkaitan partisipasi warga pada perencanaan

Lebih terperinci

BUPATI REMBANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN REMBANG NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN KEUANGAN DAN ASET DESA

BUPATI REMBANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN REMBANG NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN KEUANGAN DAN ASET DESA BUPATI REMBANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN REMBANG NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN KEUANGAN DAN ASET DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI REMBANG, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PB 4. Kewenangan dan Produk Hukum Desa

PB 4. Kewenangan dan Produk Hukum Desa PB 4 Kewenangan dan Produk Hukum Desa SPB 4.1. Hak Asal-usul dan Kewenangan Desa Tujuan Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat: 1. Menjelaskan latar belakang dan pengertian kewenangan berdasarkan

Lebih terperinci

DESA PANDA KABUPATEN BIMA PERATURAN DESA PANDA NOMOR 1 TAHUN Tentang

DESA PANDA KABUPATEN BIMA PERATURAN DESA PANDA NOMOR 1 TAHUN Tentang DESA PANDA KABUPATEN BIMA PERATURAN DESA PANDA NOMOR 1 TAHUN 2017 Tentang PENETAPAN RENCANA KERJA PEMERINTAH DESA (RKP DESA) DESA PANDA KECAMATAN PALIBELO KABUPATEN BIMA TA. 2017 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

KEPALA DESA WONGSOREJO KECAMATAN WONGSOREJO KABUPATEN BANYUWANGI PERATURAN DESA WONGSOREJO KECAMATAN WONGSOREJO KABUPATEN BANYUWANGI

KEPALA DESA WONGSOREJO KECAMATAN WONGSOREJO KABUPATEN BANYUWANGI PERATURAN DESA WONGSOREJO KECAMATAN WONGSOREJO KABUPATEN BANYUWANGI KEPALA DESA WONGSOREJO KECAMATAN WONGSOREJO KABUPATEN BANYUWANGI PERATURAN DESA WONGSOREJO KECAMATAN WONGSOREJO KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH DESA TAHUN 2017

Lebih terperinci

PERATURAN DESA SINDANGLAYA KECAMATAN CIPANAS KABUPATEN CIANJUR NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DESA (RKP DESA) TAHUN 2015

PERATURAN DESA SINDANGLAYA KECAMATAN CIPANAS KABUPATEN CIANJUR NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DESA (RKP DESA) TAHUN 2015 PERATURAN DESA SINDANGLAYA KECAMATAN CIPANAS KABUPATEN CIANJUR NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DESA (RKP DESA) TAHUN 2015 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA DESA SINDANGLAYA,

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 4 TAHUN : 2015 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG KEUANGAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KULON PROGO, Menimbang

Lebih terperinci

PB 6. Demokratisasi Tata Kelola Desa dan Ruang Publik

PB 6. Demokratisasi Tata Kelola Desa dan Ruang Publik PB 6 Demokratisasi Tata Kelola Desa dan Ruang Publik SPB 6.1. Demokratisasi dan Tata Kelola Desa Tujuan Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat: 1. Menjelaskan tentang hakekat tata kelola kelembagaan

Lebih terperinci

KEPALA DESA KARANGPAPAK KECAMATAN CISOLOK KABUPATEN SUKABUMI PERATURAN DESA KARANGPAPAK NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG

KEPALA DESA KARANGPAPAK KECAMATAN CISOLOK KABUPATEN SUKABUMI PERATURAN DESA KARANGPAPAK NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG KEPALA DESA KARANGPAPAK KECAMATAN CISOLOK KABUPATEN SUKABUMI PERATURAN DESA KARANGPAPAK NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH DESA TAHUN 2017 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA DESA

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWOREJO, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 43 TAHUN 2014 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG DESA DENGAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.2094,2014 KEMENDAGRI. Desa. Pembangunan. Pedoman. MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 114 TAHUN 2014 TENTANG

Lebih terperinci

PERATURAN DESA NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH DESA TAHUN ANGGARAN 2017

PERATURAN DESA NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH DESA TAHUN ANGGARAN 2017 PERATURAN DESA NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH DESA TAHUN ANGGARAN 2017 DESA SIDOREJO KECAMATAN PURWOHARJO KABUPATEN BANYUWANGI 2016 KEPALA DESA SIDOREJO KECAMATAN PURWOHARJO KABUPATEN

Lebih terperinci

Hari Prasetyo Controll and Analysis Program Implementation Specialist Tim Advisory PNPM Mandiri Perkotaan.

Hari Prasetyo Controll and Analysis Program Implementation Specialist Tim Advisory PNPM Mandiri Perkotaan. Hari Prasetyo Controll and Analysis Program Implementation Specialist Tim Advisory PNPM Mandiri Perkotaan email : prasetyo.jbr2003@gmail.com NASIONAL 1. Provinsi : 34 2. Kabupaten/Kota : 497 Kabupaten

Lebih terperinci

UU No. 6 Tahun 2014 kesatuan masyarakat hukum berwenang untuk mengatur dan mengurus

UU No. 6 Tahun 2014 kesatuan masyarakat hukum berwenang untuk mengatur dan mengurus UU No. 6 Tahun 2014 Desa adalah desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 114 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PEMBANGUNAN DESA

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 114 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PEMBANGUNAN DESA SALINAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 114 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PEMBANGUNAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SALINAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 43 TAHUN 2014 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG

Lebih terperinci

MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA

MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI NOMOR TAHUN 2014 TENTANG PENDAMPINGAN DESA DENGAN

Lebih terperinci

BUPATI SERDANG BEDAGAI PROVINSI SUMATERA UTARA

BUPATI SERDANG BEDAGAI PROVINSI SUMATERA UTARA BUPATI SERDANG BEDAGAI PROVINSI SUMATERA UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERDANG BEDAGAI NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA DAN PEDOMAN PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BUPATI TANAH BUMBU PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR 12 TAHUN TENTANG SISTEM PENGELOLAAN PEMBANGUNAN PARTISIPATIF DAERAH

BUPATI TANAH BUMBU PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR 12 TAHUN TENTANG SISTEM PENGELOLAAN PEMBANGUNAN PARTISIPATIF DAERAH BUPATI TANAH BUMBU PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM PENGELOLAAN PEMBANGUNAN PARTISIPATIF DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANAH BUMBU, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam upaya mewujudkan Tata Kelola Pemerintahan Desa Yang Baik, Pemerintahan Desa dituntut untuk mempunyai Visi dan Misi yang baik atau lebih jelasnya Pemerintahan

Lebih terperinci

PERATURAN DESA SURYA ADI KECAMATAN MESUJI KABUPATEN OGAN KOMERING ILIR NOMOR TAHUN 2015

PERATURAN DESA SURYA ADI KECAMATAN MESUJI KABUPATEN OGAN KOMERING ILIR NOMOR TAHUN 2015 PERATURAN DESA SURYA ADI KECAMATAN MESUJI KABUPATEN OGAN KOMERING ILIR NOMOR TAHUN 2015 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DESA ( RPJMDES ) TAHUN 2016 2021 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN WONOSOBO PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOSOBO NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA

PEMERINTAH KABUPATEN WONOSOBO PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOSOBO NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA SALINAN PEMERINTAH KABUPATEN WONOSOBO PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOSOBO NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI WONOSOBO, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BUPATI BULELENG PROVINSI BALI PERATURAN BUPATI BULELENG NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI BULELENG PROVINSI BALI PERATURAN BUPATI BULELENG NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG BUPATI BULELENG PROVINSI BALI PERATURAN BUPATI BULELENG NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG KEWENANGAN DESA BERDASARKAN HAK ASAL USUL DAN KEWENANGAN LOKAL BERSKALA DESA DI KABUPATEN BULELENG Menimbang DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

KEPALA DESA GADUNG KECAMATAN TOBOALI KABUPATEN BANGKA SELATAN

KEPALA DESA GADUNG KECAMATAN TOBOALI KABUPATEN BANGKA SELATAN KEPALA DESA GADUNG KECAMATAN TOBOALI KABUPATEN BANGKA SELATAN PERATURAN DESA GADUNG NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH DESA (RKP-Desa) TAHUN 2017 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA

Lebih terperinci

- 1 - MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA

- 1 - MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA - 1 - SALINAN MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2015

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.160.2015 KEMENDESA-PDT-TRANS. Desa. Pendampingan. PERATURAN MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG

Lebih terperinci

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PERENCANAAN, PELAKSANAAN PEMBANGUNAN DESA DAN KAWASAN PERDESAAN, SERTA PEMANFAATAN DAN PENDAYAGUNAAN

Lebih terperinci

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

2 masyarakat hukum serta keserasian dan sinergi dalam pelaksanaan pengaturan dan kebijakan mengenai desa; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaiman

2 masyarakat hukum serta keserasian dan sinergi dalam pelaksanaan pengaturan dan kebijakan mengenai desa; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaiman LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.157, 2015 PEMERINTAHAN. Desa. Penyelenggaraan. Pembangunan. Pembinaan. Pemberdayaan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5717). PERATURAN

Lebih terperinci

BUPATI LUWU UTARA PROVINSI SULAWESI SELATAN

BUPATI LUWU UTARA PROVINSI SULAWESI SELATAN BUPATI LUWU UTARA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU UTARA NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LUWU UTARA, Menimbang :

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SUMBA TENGAH KECAMATAN MAMBORO DESA WENDEWA UTARA PERATURAN DESA NOMOR 01 TAHUN 2016

PEMERINTAH KABUPATEN SUMBA TENGAH KECAMATAN MAMBORO DESA WENDEWA UTARA PERATURAN DESA NOMOR 01 TAHUN 2016 PEMERINTAH KABUPATEN SUMBA TENGAH KECAMATAN MAMBORO DESA WENDEWA UTARA PERATURAN DESA NOMOR 01 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DESA ( RPJM-DESA ) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BUPATI GORONTALO PROVINSI GORONTALO

BUPATI GORONTALO PROVINSI GORONTALO BUPATI GORONTALO PROVINSI GORONTALO PERATURAN DAERAH KABUPATEN GORONTALO NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PERENCANAAN, PELAKSANAAN PEMBANGUNAN, PEMANFAATAN, DAN PENDAYAGUNAAN KAWASAN PERDESAAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 43 TAHUN 2014 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG DESA DENGAN

Lebih terperinci

SALINAN KEPALA DESA CLURING KECAMATAN CLURING KABUPATEN BANYUWANGI SALINAN PERATURAN DESA CLURING NOMOR : 3 TAHUN 2016 TENTANG

SALINAN KEPALA DESA CLURING KECAMATAN CLURING KABUPATEN BANYUWANGI SALINAN PERATURAN DESA CLURING NOMOR : 3 TAHUN 2016 TENTANG SALINAN KEPALA DESA CLURING KECAMATAN CLURING KABUPATEN BANYUWANGI SALINAN PERATURAN DESA CLURING NOMOR : 3 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH DESA (RKP Desa) TAHUN ANGGARAN 2016 DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

KEPALA DESA BEDEWANG

KEPALA DESA BEDEWANG KEPALA DESA BEDEWANG SALINAN PERATURAN DESA BEDEWANG Nomor 2 Tahun 2016 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH DESA TAHUN 2017 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA DESA BEDEWANG, Menimbang : a. bahwa untuk

Lebih terperinci

POKOK-POKOK KEBIJAKAN PRIORITAS PENGGUNAAN DANA DESA TAHUN 2016 DIREKTORAT JENDERAL PEMBANGUNAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DESA

POKOK-POKOK KEBIJAKAN PRIORITAS PENGGUNAAN DANA DESA TAHUN 2016 DIREKTORAT JENDERAL PEMBANGUNAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DESA POKOK-POKOK KEBIJAKAN PRIORITAS PENGGUNAAN DANA DESA TAHUN 2016 DIREKTORAT JENDERAL PEMBANGUNAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DESA OUT LINE 1. FILOSOFI DANA DESA 2. DASAR HUKUM 3. PENJELASAN PERMENDES No.

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI HULU SUNGAI SELATAN, Menimbang : a. b. c. Mengingat : 1.

Lebih terperinci

BUPATI SERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN KEUANGAN DESA

BUPATI SERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN KEUANGAN DESA SALINAN BUPATI SERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN KEUANGAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SERANG, Menimbang : a. bahwa untuk

Lebih terperinci

-2- No.1934, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang- Undang Nomor 6 Tahun 2014 tenta

-2- No.1934, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang- Undang Nomor 6 Tahun 2014 tenta No.1934, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-DPDTT. Dana Desa. Penggunaan. Tahun 2016. Pencabutan. PERATURAN MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI NOMOR 21 TAHUN 2015 TENTANG

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2009 NOMOR 10 SERI E

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2009 NOMOR 10 SERI E LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2009 NOMOR 10 SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA NOMOR 10 TAHUN 2009 TENTANG PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

Bab8 Pembinaan dan Pengawasan

Bab8 Pembinaan dan Pengawasan Bab8 Pembinaan dan Pengawasan 97 Dalam Permendesa PDTT Nomor 21 Tahun 2015 tentang Penetapan Prioritas Penggunaan Dana Desa Tahun 2016 telah diatur tentang pelaksanaan fungsi pembinaan, monitoring, evaluasi

Lebih terperinci

PELEMBAGAAN PARTISIPASI MASYARAKAT DESA MELALUI PEMBANGUNAN BKM

PELEMBAGAAN PARTISIPASI MASYARAKAT DESA MELALUI PEMBANGUNAN BKM PELEMBAGAAN PARTISIPASI MASYARAKAT DESA MELALUI PEMBANGUNAN BKM Oleh: Donny Setiawan * Pada era demokratisasi sebagaimana tengah berjalan di negeri ini, masyarakat memiliki peran cukup sentral untuk menentukan

Lebih terperinci

A. PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA

A. PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA 8 Bab Pembinaan dan Pengawasan 97 Dalam Permendesa PDTT Nomor 22 Tahun 2016 tentang Penetapan Prioritas Penggunaan Dana Desa Tahun 2017 telah diatur tentang pelaksanaan fungsi pembinaan, monitoring, evaluasi

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI GROBOGAN NOMOR 42 TAHUN 2010 TENTANG PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GROBOGAN,

PERATURAN BUPATI GROBOGAN NOMOR 42 TAHUN 2010 TENTANG PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GROBOGAN, PERATURAN BUPATI GROBOGAN NOMOR 42 TAHUN 2010 TENTANG PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GROBOGAN, Menimbang : a. bahwa berdasarkan ketentuan pasal 63 Peraturan Pemerintah

Lebih terperinci

KEPUTUSAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) DESA GADUNG KECAMATAN TOBOALI KABUPATEN BANGKA SELATAN

KEPUTUSAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) DESA GADUNG KECAMATAN TOBOALI KABUPATEN BANGKA SELATAN KEPUTUSAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) DESA GADUNG KECAMATAN TOBOALI KABUPATEN BANGKA SELATAN NOMOR :... TAHUN 2016 TENTANG KESEPAKATAN RANCANGAN PERATURAN DESA MENGENAI RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA

Lebih terperinci

BUPATI BANYUWANGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUWANGI,

BUPATI BANYUWANGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUWANGI, BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN, PENGENDALIAN DAN EVALUASI RENCANA PEMBANGUNAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

KEPALA DESA CINTAKARYA KABUPATEN BANDUNG BARAT

KEPALA DESA CINTAKARYA KABUPATEN BANDUNG BARAT KEPALA DESA CINTAKARYA KABUPATEN BANDUNG BARAT PERATURAN DESA CINTAKARYA NOMOR: 2 TAHUN 2015 TENTANG RENCANA KEGIATAN PEMERINTAH DESA (RKP-DESA) TAHUN 2015 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA DESA

Lebih terperinci

KEPALA DESA BANJAR KECAMATAN LICIN KABUPATEN BANYUWANGI SALINAN PERATURAN DESA BANJAR NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG KERJASAMA DESA

KEPALA DESA BANJAR KECAMATAN LICIN KABUPATEN BANYUWANGI SALINAN PERATURAN DESA BANJAR NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG KERJASAMA DESA KEPALA DESA BANJAR KECAMATAN LICIN KABUPATEN BANYUWANGI SALINAN PERATURAN DESA BANJAR NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG KERJASAMA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA DESA BANJAR Menimbang : a. Pasal

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR

PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DAN PELAKSANAAN MUSYAWARAH PERENCANAAN

Lebih terperinci

Oleh: Bito Wikantosa Kasubdit Perencanaan dan Pembangunan Partisipatif

Oleh: Bito Wikantosa Kasubdit Perencanaan dan Pembangunan Partisipatif Oleh: Bito Wikantosa Kasubdit Perencanaan dan Pembangunan Partisipatif LATAR BELAKANG MASALAH Definisi Desa menurut UU Desa Desa adalah desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya

Lebih terperinci

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN INDRAGIRI HULU PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAGIRI HULU NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN INDRAGIRI HULU PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAGIRI HULU NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN INDRAGIRI HULU PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAGIRI HULU NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN PENGENDALIAN DAN EVALUASI PELAKSANAAN RENCANA PEMBANGUNAN DESA DENGAN

Lebih terperinci

WALIKOTA PARIAMAN PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN WALIKOTA PARIAMAN NOMOR 44 TAHUN 2017 T E N T A N G

WALIKOTA PARIAMAN PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN WALIKOTA PARIAMAN NOMOR 44 TAHUN 2017 T E N T A N G WALIKOTA PARIAMAN PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN WALIKOTA PARIAMAN NOMOR 44 TAHUN 2017 T E N T A N G DAFTAR KEWENANGAN DESA BERDASARKAN HAK ASAL USUL DAN KEWENANGAN LOKAL BERSKALA DESA DI KOTA PARIAMAN

Lebih terperinci

KUWU LIMPAS KECAMATAN PATROL KABUPATEN INDRAMAYU PERATURAN DESA LIMPAS NOMOR 14 TAHUN 2016 TENTANG

KUWU LIMPAS KECAMATAN PATROL KABUPATEN INDRAMAYU PERATURAN DESA LIMPAS NOMOR 14 TAHUN 2016 TENTANG KUWU LIMPAS KECAMATAN PATROL KABUPATEN INDRAMAYU PERATURAN DESA LIMPAS NOMOR 14 TAHUN 2016 TENTANG PENDIRIAN, PENGURUSAN DAN PENGELOLAAN BADAN USAHA MILIK DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KUWU LIMPAS,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG TIMUR NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG TIMUR NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG TIMUR NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BELITUNG TIMUR, Menimbang : a. bahwa berdasarkan ketentuan

Lebih terperinci

PERATURAN DESA KERTAK EMPAT KECAMATAN PENGARON KABUPATEN BANJAR NOMOR 01 TAHUN 2017 TENTANG

PERATURAN DESA KERTAK EMPAT KECAMATAN PENGARON KABUPATEN BANJAR NOMOR 01 TAHUN 2017 TENTANG PERATURAN DESA KERTAK EMPAT KECAMATAN PENGARON KABUPATEN BANJAR NOMOR 01 TAHUN 2017 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DESA (RPJM DESA) TAHUN 2017 2022 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN ASAHAN SEKRETARIAT DAERAH Jalan Jenderal Sudirman No.5 Telepon K I S A R A N

PEMERINTAH KABUPATEN ASAHAN SEKRETARIAT DAERAH Jalan Jenderal Sudirman No.5 Telepon K I S A R A N PEMERINTAH KABUPATEN ASAHAN SEKRETARIAT DAERAH Jalan Jenderal Sudirman No.5 Telepon 41928 K I S A R A N 2 1 2 1 6 NOMOR 4 TAHUN 2013 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN ASAHAN Menimbang : PERATURAN DAERAH KABUPATEN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASAMAN BARAT NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG SISTEM PENGELOLAAN PEMBANGUNAN PARTISIPATIF DAERAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASAMAN BARAT NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG SISTEM PENGELOLAAN PEMBANGUNAN PARTISIPATIF DAERAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASAMAN BARAT NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG SISTEM PENGELOLAAN PEMBANGUNAN PARTISIPATIF DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASAMAN BARAT, Menimban: a. bahwa pengelolaan

Lebih terperinci

KEPALA DESA SEMPU KABUPATEN BANYUWANGI PERATURAN DESA SEMPU NOMOR : 4 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH DESA TAHUN 2016

KEPALA DESA SEMPU KABUPATEN BANYUWANGI PERATURAN DESA SEMPU NOMOR : 4 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH DESA TAHUN 2016 KEPALA DESA SEMPU KABUPATEN BANYUWANGI PERATURAN DESA SEMPU NOMOR : 4 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH DESA TAHUN 2016 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA DESA SEMPU Menimbang : a. Bahwa

Lebih terperinci

SURAT EDARAN BUPATI KEBUMEN. Kebumen, Oktober 2010

SURAT EDARAN BUPATI KEBUMEN. Kebumen, Oktober 2010 BUPATI KEBUMEN Kebumen, Oktober 2010 Nomor : 500 /01019 Kepada : Sifat : Yth. Camat sekabupaten Kebumen; Lampiran : 1 Bendel Perihal : Petunjuk Teknis Musrenbang Desa Penyusunan RKP Desa di Tahun 2011

Lebih terperinci