Multi Stakeholder Forum (MSF): Strategi Pelibatan Masyarakat untuk Meningkatkan Kualitas Pelayanan Kesehatan di Tingkat Kabupaten/Kota dan Kecamatan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Multi Stakeholder Forum (MSF): Strategi Pelibatan Masyarakat untuk Meningkatkan Kualitas Pelayanan Kesehatan di Tingkat Kabupaten/Kota dan Kecamatan"

Transkripsi

1 Policy Paper Multi Stakeholder Forum (MSF): Strategi Pelibatan Masyarakat untuk Meningkatkan Kualitas Pelayanan Kesehatan di Tingkat Kabupaten/Kota dan Kecamatan USAID - KINERJA, JUNI

2 PENDAHULUAN Peningkatan pelayanan publik di unit-unit layanan merupakan mandat bagi pemerintah daerah yang diamanatkan dalam berbagai perundang-undangan seperti Undang-Undang Nomor 25 tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, dan Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 63/KEP/M.PAN/ 7/2003 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik. Di bidang kesehatan, penyediaan pelayanan publik yang memadai merupakan bentuk dari tanggung jawab pemerintah dalam merencanakan, mengatur, menyelenggarakan, membina, dan mengawasi penyelenggaraan pelayanan kesehatan publik sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Dalam semua peraturan perundang-undangan tersebut di atas, peran serta masyarakat dalam memastikan pelayanan publik diselenggarakan dengan baik, juga diatur dengan tegas. Sehingga jelaslah di sini bahwa kedua sisi, baik penyedia maupun pengguna layanan, sama-sama memiliki peran penting dalam penyelenggaraan pelayanan publik. Program Kinerja dengan dukungan dari USAID selama hampir lima tahun terakhir ini, telah memperkenalkan program bantuan teknis untuk peningkatan pelayanan publik di bidang kesehatan dan pendidikan di 24 kabupaten/kota di lima provinsi di Indonesia yaitu Aceh, Jawa Timur, Kalimantan Barat, Sulawesi Selatan, dan Papua. Pemberian bantuan teknis ini difokuskan pada kedua sisi yaitu penyedia layanan (supply side) dan pengguna layanan (demand side). Bantuan ini dimaksudkan agar unit pelayanan dapat menyelenggarakan pelayanan publik secara transparan, partisipatif dan akuntabel untuk mencapai standar-standar pelayanan (SPP, SPM dan standar nasional) yang pada akhirnya akan berkontribusi pada pencapaian tujuan pembangunan nasional. Intervensi di bidang kesehatan yang telah dilakukan adalah khususnya bidang Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) dengan memperkuat tata kelola pelayanan Puskesmas bagi penyedia layanan, dan mengembangkan forum multi pihak (MSF-Multi Stakeholder Forum) untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam perbaikan tata kelola pelayanan puskesmas (sisi pengguna). Penguatan untuk pengguna layanan bertujuan untuk memastikan agar masyarakat selaku pengguna layanan, memahami hak-haknya dalam pelayaanan publik, seperti hak untuk mendapatkan informasi, hak mendapatkan pelayanan, hak berpartisipasi dalam penyusunan kebijakan, hak untuk memonitor, dan lain-lain. Dengan pemahaman yang baik tentang hak-hak dan kewajibannya untuk pelayanan publik, kedua pihak -masyarakat dan penyedia layanan- diharapkan dapat membangun kemitraan dalam peningkatkan kualitas pelayanan yang berkelanjutan. Setelah Kinerja menerapkan pendekatan ini dalam kurun waktu antara 3-4 tahun (Papua baru diintervensi pada tahun 2013), perbaikan pelayanan terjadi secara signifikan di unit-unit layanan. Berdasarkan hasil monitoring dan evaluasi di puskesmas, lebih dari 80% Janji Perbaikan Pelayanan (JPP) yang merupakan respon puskesmas atas survey pengaduan, telah berhasil dipenuhi. Pencapaian ini telah meningkatkan kualitas pemberian layanan di puskesmas misalnya tersedianya alur pelayanan, petugas kesehatan semakin ramah, ruang tunggu puskesmas lebih nyaman, toilet lebih bersih dan memadai, ada kejelasan waktu pelayanan, dan seterusnya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa metode survey pengaduan cukup berhasil untuk mendorong perbaikan pelayanan di puskesmas dengan partisipasi aktif dari masyarakat. 2

3 Salah satu aspek yang sangat penting yang menentukan keberhasilan di atas adalah keterlibatan masyarakat yang sudah terorganisir dalam MSF baik MSF di tingkat unit layanan, maupun di tingkat kabupaten/kota. MSF yang diperkuat ini, ada yang merupakan forum yang baru dibentuk saat intervensi program, ada juga yang merupakan forum para pihak yang telah ada sebelumnya. Mereka terlibat dalam survey sejak awal, mulai dari penyusunan kuesioner melalui pengumpukan pengaduan, pelaksanaan survey, sampai pada tahap mengawal dan memonitor pelaksanaan Janji Perbaikan Layanan (JPP) oleh Puskesmas serta rekomendasi teknis (RT) oleh Dinas Kesehatan. Pengalaman KINERJA dalam pengembangan dan pelaksanaan kerja-kerja MSF tersebut yang dituangkan dalam dokumen ini, diharapkan dapat menjadi masukan dalam penyempurnaan Draft Peraturan Presiden (Perpres) tentang Badan Pertimbangan Kesehatan (BPK) sesuai UU Kesehatan. Pada sisi lain, terbitnya UU No 25 tahun 2009 tentang Standar Pelayanan Publik perlu peran partisipasi masyarakat tidak sekedar ikut serta tetapi turut mengawasi pelayanan yang diberikan oleh penyelenggaran pelayanan. Secara khusus rekomendasi ini akan lebih menekankan pada mengapa model kemitraan yang menjadi semangat forum multi-pihak ini cukup berhasil, bagaimana proses, hasil, dan tantangannya. Model pengembangan MSF hasil program Kinerja ini diharapkan dapat menjadi salah satu rujukan atau model untuk pengembangan BPK di tingkat kabupaten/kota sampai tingkat unit layanan yang merupakan mandat penting dari UU No. 36/2009 tentang Kesehatan. RINGKASAN SITUASI KETERLIBATAN MASYARAKAT Potret umum permasalahan tata kelola pelayanan publik di bidang kesehatan dasar di Indonesia khususnya di kabupaten/kota dimana Kinerja melakukan intervensi, adalah masih rendahnya partisipasi masyarakat dalam mendukung perbaikan tata kelola pelayanan kesehatan, yang berdampak pada rendahnya kualitas pelayanan kepada pengguna layanan. Hal inilah yang menjadi landasan, mengapa rekomendasi kebijakan ini diusulkan. Rendahnya partisipasi masyarakat ini disebabkan oleh beberapa faktor antara lain: a. Masih rendahnya kesadaran masyarakat tentang pentingnya mereka terlibat dalam proses pembangunan daerah. Walaupun proses pelibatan itu telah diupayakan pemerintah, misalnya melalui Musrenbang, namun perwakilan masyarakat yang terlibat dalam musrenbang ini juga masih terbatas jumlahnya. Partisipasi masyarakat yang saat ini ada, masih prosedural sifatnya, yaitu hanya kehadiran secara fisik tapi tidak memberikan masukan secara aktif sehingga partisipasinya belum bermakna. b. Partisipasi masyarakat bersifat pasif, sering diterjemahkan sebagai pengikut rekomendasi atau membantu tenaga kesehatan. Misalnya, keterlibatan dalam penyelenggaraan Posyandu dianggap sebagai partisipasi. c. Bagi penyedia layanan, partisipasi aktif masyarakat terkadang masih dilihat sebagai ancaman. Proses keterlibatan masyarakat adalah pendekatan baru dalam tata pemerintahan kita. Partisipasi masyarakat selama ini masih berbentuk pemberian saran melalui kotak saran di unit layanan, dan melibatkan perwakilan masyarakat secara terbatas 3

4 dalam lokakarya perencanaan regular puskesmas (3 bulanan). Namun hal ini pun belum terlalu dirasakan hasilnya untuk perbaikan tata kelola pelayanan. d. Meski UU tentang Kesehatan yang baru telah menjamin partisipasi masyarakat, namun peraturan pelaksanaannya yang belum tersedia, membuat Dinas Kesehatan di kabupaten/kota dan unit layanan belum menerapkan hal ini secara optimal. KEBIJAKAN TERKAIT PENINGKATAN PARTISIPASI MASYARAKAT Landasan hukum nasional Dalam UU No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan, ada dua Bab yang mengatur tentang partisipasi masyarakat yaitu Bab XVI tentang Peran Serta Masyarakat (pasal 174) dan Bab XVII tentang Badan Pertimbangan Kesehatan (pasal ). Pasal 174 secara eksplisit menyatakan bahwa: (1) Masyarakat berperan serta, baik secara perseorangan maupun terorganisasi dalam segala bentuk dan tahapan pembangunan kesehatan dalam rangka membantu mempercepat pencapaian derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya, dan (2) Peran serta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup keikutsertaan secara aktif dan kreatif. Sementara dalam 3 pasal berikutnya tentang Badan Pertimbangan Kesehatan (BPK), disebutkan bahwa BPK merupakan badan independen, yang memiliki tugas, fungsi, dan wewenang di bidang kesehatan (Pasal 175). Pasal ini secara implisit merupakan kesempatan bagi masyarakat untuk berpartisipasi dalam memberi pertimbangan kepada pemerintah tentang program-program kesehatan, mulai dari tingkat pusat sampai dengan tingkat kecamatan. Menurut pasal 177 UU tentang Kesehatan ini, peran BPK adalah membantu pemerintah dan masyarakat dalam bidang kesehatan sesuai dengan lingkup tugas masing-masing. Sementara tugas dan kewenangan yang dimandatkan adalah: a. menginventarisasi masalah melalui penelaahan terhadap berbagai informasi dan data yang relevan atau berpengaruh terhadap proses pembangunan kesehatan; b. memberikan masukan kepada pemerintah tentang sasaran pembangunan kesehatan selama kurun waktu 5 (lima) tahun; c. menyusun strategi pencapaian dan prioritas kegiatan pembangunan kesehatan; d. memberikan masukan kepada pemerintah dalam pengidentifikasi dan penggerakan sumber daya untuk pembangunan kesehatan; e. melakukan advokasi tentang alokasi dan penggunaan dana dari semua sumber agar pemanfaatannya efektif, efisien, dan sesuai dengan strategi yang ditetapkan; f. memantau dan mengevaluasi pelaksanaan pembangunan kesehatan; dan g. merumuskan dan mengusulkan tindakan korektif yang perlu dilakukan dalam pelaksanaan pembangunan kesehatan yang menyimpang. Kebijakan lain yang menjamin keterlibatan publik dalam perbaikan pelayanan adalah UU No. 25 tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, khususnya dalam pasal 19 poin c yang menyatakan bahwa 4

5 masyarakat berkewajiban untuk berpartisipasi aktif dan mematuhi peraturan yang terkait dengan penyelenggaraan pelayanan publik. Sebagai salah satu layanan publik yang utama, pelayanan kesehatan sangat penting membuka ruang partisipasi publik dalam pelaksanaannya, untuk meningkatkan kualitas pelayanannya. PENGALAMAN INTERVENSI KINERJA UNTUK PENGUATAN PARTISIPASI MASYARAKAT Rendahnya partisipasi masyarakat berdampak pada kualitas pelayanan. Mengacu pada fakta di atas, dan adanya landasan hukum terkait pelibatan masyarakat dalam perbaikan pelayanan publik, maka Kinerja mengembangkan program perbaikan tata kelola pelayanan kesehatan dengan partisipasi masyarakat. Untuk mendorong partisipasi aktif masyarakat, metode yang telah dilakukan adalah melaksanakan Survey Pengaduan Masyarakat di 73 Puskesmas mitra. Secara singkat, intervensi Kinerja untuk peningkatan partisipasi masyarakat dilakukan dalam proses sebagai berikut: Memperkuat/menginisiasi MSF di tingkat unit layanan dan Kabupaten/Kota Membangun komunikasi dan meminta komitmen pemerintah daerah untuk pelaksanaan survey pengaduan (Penataan Awal) Melakukan lokakarya pengelolaan pengaduan Melakukan survey pengaduan Melakukan lokakarya analisis penyebab pengaduan dan menyusun rencana tindak nyata Melakukan monitoring dan evaluasi pelaksanaan Perbaikan Layanan, dan kebijakan tentang KIA Melakukan advokasi kebijakan untuk memastikan rekomendasi hasil monev ditindaklanjuti setelah proses ini selesai, maka siklus bisa dimulai lagi dari awal tetapi sudah pada tingkatan yang lebih tinggi Inisiasi pembentukan MSF MSF adalah sebuah wadah atau forum bagi para pemangku kepentingan untuk bertemu, berkomunikasi dan membicarakan serta menanggapi sesuatu sebagai upaya untuk mencapai tujuan bersama, yaitu berperan dalam upaya peningkatan pelayanan publik. Proses ini umumnya dilakukan pada tahap awal setelah sosialisasi kegiatan kepada seluruh pemangku kepentingan. 5

6 Dalam konteks UU tentang Kesehatan, peran dan fungsi Badan Pertimbangan Kesehatan sebagaimana yang disebutkan dalam pasal 177, memiliki kesamaan dengan peran dan fungsi MSF yang telah dikembangkan oleh Kinerja selama ini. Berdasarkan pengalaman dalam pengembangan MSF di 24 kab/kota, Kinerja mengembangkan dan memperkuat MSF di dua level, yaitu di tingkat unit layanan (Puskesmas) dan di tingkat Kabupaten/Kota. Untuk menjalankan perannya secara optimal, MSF memiliki tugas dan fungsi sebagai berikut 1 : Tugas a) Mengupayakan agar MSF dapat menjadi pusat informasi masyarakat tingkat kabupaten/kota. b) Memfasilitasi jaringan komunikasi dan koordinasi antar pemangku kepentingan di tingkat kabupaten/kota. c) Memberikan alternatif-alternatif solusi terkait dengan isu tentang pengelolaan puskesmas. d) Merevitalisasi institusi adat atau forum yang telah ada. e) Menjadi alat pendidikan kritis warga atau media pembelajaran (learning center) di tingkat kab/kota. f) Menjadi solidarity makers (warga dan forumforum) di tingkat kab/kota. g) Memantau pelayanan pendidikan dan mengawal kepentingan warga. h) Advokasi kebijakan untuk perbaikan layanan pendidikan. i) Mendorong adanya kompetisi positif dan sehat dalam peningkatan layanan. Fungsi a) Memfasilitasi penyadaran dan pengorganisasian masyarakat, khususnya basis organisasi partisipan forum. b) Mendukung penyediaan wahana komunikasi dan jejaring inter dan antar anggota organisasi partisipan forum. c) Memberikan tempat untuk melakukan tukar pikiran, berbagi informasi dan konsultasi tentang kinerja pengelolaan pelayanan publik. d) Memudahkan proses pemantauan capaian kinerja pelayanan publik di bidang kesehatan. e) Menyediakan wahana untuk merumuskan strategi dan melakukan aksi-aksi advokasi untuk perubahan kebijakan dalam rangka peningkatan kuantitas dan kualitas pelayanan publik. Meski secara umum mereka memiliki tugas dan fungsi yang hampir sama, namun MSF di kedua level ini juga memiliki kekhususan fungsi masing-masing. MSF di tingkat unit layanan berfungsi sebagai tim pelaksana peningkatan pelayanan publik (sesuai PermenPAN 13/2009) di mana tim ini bertugas melakukan perbaikan atas pengaduan yang disampaikan masyarakat, sekaligus memantau upaya perbaikan yang telah dilakukan oleh Puskesmas secara periodik yang dimulai minimal enam bulan setelah JPL ditandatangani. Selain itu, MSF di tingkat unit layanan merupakan mitra terdekat Puskesmas dalam mendiskusikan permasalahan yang dihadapi di puskesmas dan merumuskan solusinya termasuk mengelola saran/keluhan yang diterima puskesmas melalui Kotak Saran/Pengaduan. Sementara MSF di tingkat kabupaten/kota berfungsi sebagai tim advokasi yang juga dikenal dengan nama tim peningkatan pelayanan publik di mana mereka bertugas memonitor pelaksanaan Rekomendasi Teknis (RT) oleh Dinas Kesehatan atau SKPD lain sesuai dengan rekomendasi hasil survey pengaduan. Selain itu, mereka juga aktif terlibat dalam memonitor kebijakan kesehatan di tingkat daerah dan mendiskusikan temuan-temuan mereka dengan Dinas Kesehatan untuk mendapatkan solusinya. 1 Modul Pengembangan Forum Multi Stakeholder dalam upaya peningkatan pelayanan public yang berbasis standard dan responsif gender, Seri hikmah pembelajaran dari USAID-Kinerja, 2014 (belum dipublikasi). 6

7 Pengembangan dan perekrutan anggota MSF 2 Berdasarkan pengalaman Kinerja, pengembangan MSF perlu dilakukan dengan sangat hati-hati agar penetapan peran dan pelibatan masyarakat dalam pengelolaan pelayanan publik dapat dilakukan dengan tepat dan benar. Kinerja senantiasa mendorong untuk memperkuat forum yang relevan yang telah ada. Kecuali jika sama sekali belum ada, maka baru melakukan inisiasi pembentukan forum baru. Dalam konteks daerah yang belum memiliki forum yang relevan, maka pembentukan MSF akan diawali dengan identifikasi para pihak yang berkepentingan oleh fasilitator. Identifikasi para pihak yang relevan merupakan elemen kunci yang sangat penting. Proses ini merupakan proses awal, bersamaan dengan upaya membangun kepercayaan dari semua komponen masyarakat dan mensosialisasikan program atau kegiatan advokasi yang akan dilakukan. Setelah para pihak ini terindentifikasi, maka dimulailah proses sosialisasi tentang peran dan aktivitas MSF dalam perbaikan pelayanan publik. Tujuannya agar masyarakat sadar dan mau mengambil bagian di dalam forum ini. Dalam proses sosialisasi ini, secara langsung fasilitator dapat melakukan analisis terhadap pihak-pihak mana yang dapat dijadikan sebagai kelompok utama. Dari proses ini, tahap selanjutnya dapat dilanjutkan dengan pembentukan forum secara lebih terstruktur meski sederhana. Beberapa pengalaman KINERJA dalam menentukan kriteria anggota MSF adalah orang yang memiliki pengaruh, bersedia bekerja untuk masyarakat (fase aktualisasi dan kader), punya waktu (pensiunan dan akifis atau kader), dan pensiunan dari kesehatan yang integritasnya diakui oleh komunitas bidang kesehatan dan masyarakat lainnya. Pihak-pihak yang bisa menjadi anggota MSF di 2 level MSF ini adalah sebagai berikut: MSF tingkat Unit Layanan Unsur keanggotaan MSF di Puskesmas minimal mencakup perwakilan dari: 1. Pengguna pelayanan di unit layanan. 2. Pengurus PKK dan organisasi perempuan setempat. 3. Organisasi keagamaan/kemasyarakatan di wilayah cakupan kerja unit layanan mis. Karang Taruna, Majelis Taklim, dll 4. Bidan, mantri, petugas kesehatan lainnya di sekitar unit layanan. 5. Organisasi profesi terkait seperti IBI, IDI, dll. 6. Kader-kader kesehatan (Posyandu, Gizi, dll). 7. Perwakilan puskesmas. MSF tingkat Kabupaten/Kota Unsur keanggotaan MSF di Kab/Kota minimal mencakup perwakilan dari: 1. Pengurus MSF di tingkat unit layanan. 2. Pengurus PKK Kabupaten/kota. 3. LSM lokal. 4. Organisasi social kemasyarakatan/ keagamaan setempat. 5. Organisasi profesi terkait seperti IBI, IDI, dll. 6. Pihak swasta (perusahaan). 7. Media local. 8. Perwakilan dari SKPD Kesehatan. 9. Biro pemberdayaan perempuan. 10. Dll. Setelah berhasil mendapat kepercayaan masyarakat dan pemerintah lokal, baru dilakukan pembentukan MSF dengan membahas visi, misi, tujuan serta struktur MSF. Selanjutnya dilakukan pemilihan pengurus sesuai struktur yang telah disepakati, dan diakhiri dengan pembuatan Surat 2 Ibid. 7

8 Keputusan (SK) atau Berita Acara (BA) pembentukan MSF. SK atau BA ini dapat dibuat oleh pengurus MSF itu sendiri, dan lebih baik lagi jika dikeluarkan oleh pemerintah setempat. Jika MSF disahkan oleh SK Bupati/Walikota, maka MSF tersebut dapat berfungsi seperti Dewan Kesehatan atau BPK. Keberadaan SK/BA akan mempermudah mereka melakukan kegiatan dan dianggap memberi legitimasi atas program dan kegiatan advokasi yang akan mereka lakukan ke depannya. Jika MSF tidak mendapatkan SK kepengurusan dari pemerintah setempat, maka mereka dapat menggunakan BA yang sudah ada sebagai bukti kepengurusan. Ada juga yang mengesahkan BA Pembentukan MSF di hadapan notaris, untuk mendapatkan status legal sebagai forum. Proses di atas ini penting mendapatkan perhatian, utamanya dalam konteks pembentukan BPK Daerah, agar siapapun yang terlibat menjadi anggota dan pengurus BPKD, adalah mereka yang memahami alasan keberadaan forum/badan tersebut dan juga memiliki komitmen yang tinggi untuk menjalankan perannya secara optimal. Sejumlah kabupaten/kota mitra telah memperlihatkan keberhasilan dan potensi keberlanjutan dalam pengembangan MSF ini baik di tingkat kabupaten/kota maupun puskesmas. Keberlanjutan ini karena didukung oleh keterlibatan berbagai unsur, termasuk pihak swasta dan Dinas Kesehatan dalam forum, sehingga mereka tidak lagi berposisi vis a vis dengan pemerintah, namun berkolaborasi secara kritis dalam mengupayakan perbaikan pelayanan kesehatan di daerahnya. Struktur kelembagaan Struktur kelembagaan yang dikembangkan oleh MSF di daerah sangat bervariasi tergantung kebutuhan masing-masing daerah. Secara umum, struktur MSF tidak terlalu jauh berbeda dengan forum-forum lain yang sudah ada, khususnya untuk daerah yang baru membentuk forum baru, bukan memperkuat institusi yang sudah ada. Unsur-unsur dalam struktur kepengurusan MSF ini setidaknya terdiri dari: 1. Koordinator 2. Sekretaris 3. Bendahara 4. Koordinator dan anggota bidang. Penyusunan struktur yang baru bagi forum atau wadah sejenis yang sudah ada, tidak diperlukan karena telah memiliki struktur yang sudah ditetapkan. Dalam konteks ini, yang perlu dilakukan adalah menambahkan tugas dan fungsi advokasi untuk isu kesehatan yang menjadi fokus perbaikan. Yang harus diperhatikan dari struktur ini adalah kompleksitas maupun kesederhanaan struktur harus disesuaikan dengan mandate utama yang akan dijalankan melalui misi yang dijabarkan dalam program/kegiatan utama. Dengan demikian, struktur yang disusun disesuaikan kebutuhan program MSF tersebut. Di beberapa kabupaten/kota dampingan Kinerja, sturuktur organisasinya lebih lengkap seperti struktur Forum Sekadau Sehat dan Cerdas berikut ini: 8

9 Pengarah Penanggung jawab Ketua Umum Ketua 1 (Bidang Kesehatan) Ketua 2 (Bidang Pendidikan) Sekretaris Bendahara : Bupati Sekadau : Wakil Bupati Sekadau : Sekretaris Daerah Kabupaten Sekadau : H. Zulkifli, S.Pd.I, S.AP, M.Pd : Kristina, SPd.SD (Ketua GOW Kab Sekadau) : Petrus Kanisius, S.Pd (Dewan Pendidikan Kab Sekadau) : Teresia Lili, SH (Kabid Sosbud Bappeda Kab Sekadau) : drg. Elsa Setyaningsih (Kabid Kesga DinKes Kab. Sekadau) Bidang Bidang: Bidang Penyuluhan, Mediasi dan Publikasi Koordinator Anggota : : Fitriani, SKM (Kasi Promkes Dinkes Kab Sekadau) Fatimah, A.Md.Keb (Ketua IBI Kab Sekadau) Hs. Bruno, SKM (Kepala Kantor KBP3A Kab Sekadau) Wahab, A.Md, Pd (Dinas Dikpora Kab. Sekadau) Abdul Sukri, ST (Wartawan Suara Kalbar) Drs. Nico Bohot (Radio Dermaga Sekadau) Bidang Pengaduan Masyarakat Koordinator : Muhdlar, S.Pd.i, MM (Ketua MUI Kab Sekadau) Anggota : Sumini, AMd.Keb (Kasi Kesga Dinkes Kab Sekadau) Thomas Bunsu (Dewan Pendidikan Kab. Sekadau) Bidang Advokasi dan Kelembagaan Koordinator : Subhan, S.Sos, M.Si (Kabag. Hukum dan HAM Setda Kab Sekadau) Anggota : Drs. M. Taufik (Kepala Kantor Kemenag Kab Sekadau) Kristianus Jipalis, S.Pd (Dinas Dikpora Kab. Sekadau) H. Edy Abdullah (Kasi Gizi Dinkes Kab Sekadau) Forum Kecamatan: Forum Sekadau Sehat & Cerdas Kec. Sekadau Hilir. Koordinator : Paulus Lion, BA (Tokoh Masyarakat) Sekretaris : Ida Jumiati, S.Sos, M.Si (Aisyiyah Sekadau) Forum Sei Ayak Sehat & Cerdas Koordinator : Jumadi (Kepala Desa) Sekretaris : Sira Bunga (Sekretaris TP PKK Kec. Belitang Hilir) Forum Peduli Masyarakat Sekadau Hulu Koordinator : Patricia Agustina (Ketua TP-PKK Kecamatan Sekadau Hulu) Sekretaris : Hj. Nurhayati (Badan Kontak Majelis Taklim/BKMT) Kec Sekadau Hulu Partisipasi MSF dalam upaya perbaikan pelayanan Kesehatan melalui Survey Pengaduan Sebagai bagian dari upaya untuk mendorong perbaikan pelayanan di Puskesmas, MSF terlibat aktif di dalamnya melalui pengelolaan pengaduan masyarakat. Salah satu metode yang digunakan oleh Kinerja adalah melalui Survey Pengaduan yang diatur dalam PermenPAN No. 13 tahun 2009 tentang Pedoman Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik dengan Partisipasi Masyarakat (disingkat Kataliparkat) yang dikenal dengan Survey Pengaduan. Pelibatan masyarakat dalam hal ini juga merupakan mandat dari UU No. 25/2009 tentang Pelayanan Publik. Survey pengaduan ini terdiri dari 5 langkah utama yaitu (1) penataan awal yaitu membangun komitmen dan dukungan kebijakan penyedia layanan untuk survey, (2) lokakarya pengelolaan pengaduan untuk menghasilkan kuesioner secara partisipatif, (3) pelaksanaan survey pengaduan, (4) lokakarya analisis penyebab pengaduan dan penyusunan rencana tindak nyata, yang akan dituangkan dalam JPP dan Rekomendasi Teknis (RT) dan, (5) monitoring dan evaluasi, untuk melihat pelaksanaan JPP dan RT. 9

10 Di wilayah kerja Kinerja, Survey Pengaduan ini telah dilakukan di 73 Puskemas mitranya yang berlokasi di 24 kabupaten/kota di 5 provinsi, yg tujuannya adalah untuk mengumpulkan pengaduan masyarakat tentang hal-hal yang selama ini dirasakan kurang oleh masyarakat dalam proses pelayanan kesehatan di Puskesmas. Dari proses itu, terbukti bahwa Suvey Pengaduan ini mampu meningkatkan kepedulian dan partisipasi masyarakat terhadap kualitas pelayanan di Puskesmas mitra Kinerja. MSF sangat berperan dalam survey pengaduan, mulai sejak awal dalam penyusunan kuesioner melalui lokakarya pengelolaan pengaduan sampai memonitor pemenuhan JPP dan RT. Minimal 6 bulan setelah JPP dan RT ditandatangani, maka MSF di masing-masing level yaitu MSF unit layanan (di tingkat Puskesmas) melakukan monitoring dan verifikasi pelaksanaan JPL, dan MSF di tingkat kabupaten/kota bertugas memantau pelaksanaan RT oleh Dinas. Dari hasil monitoring ini, diperoleh beberapa rekomendasi lanjutan untuk terus meningkatkan pelayanan di puskesmas. Advokasi dan Monitoring kebijakan Untuk memastikan bahwa pemerintah daerah dan unit layanan berkomitmen pada perbaikan pelayanan secara berkelanjutan, MSF melakukan berbagai kegiatan advokasi seperti audiensi dan lobby ke Dinas Kesehatan, Bupati/Walikota, dan DPRD. Advokasi ini bertujuan untuk mendapatkan komitmen jaminan keberlanjutan perbaikan pelayanan kesehatan agar dituangkan dalam kebijakan dan anggaran daerah yang akan datang. Selain itu, advokasi ini juga mendorong pemerintah daerah mengadopsi metode survey pengaduan sebagai pendekatan untuk perbaikan pelayanan public karena telah terbukti mampu menghasilkan perbaikan di unit-unit layanan. Pelaksanaan advokasi ini dilakukan sesuai kebutuhan masing-masing daerah dan unit layanan khususnya sehingga ada yang dilakukan secara regular yaitu setelah proses monitoring atas pelaksanaan JPP dan RT serta kebijakan KIA khususnya tentang IMD, Asi Eksklusif dan Persalinan Aman, namun ada juga yang dilakukan secara insidental. Hasil monitoring JPP-RT biasanya dilakukan minimal 6 bulan setelah ditandatangani, dan monitoring Perbup/Perwali/Perwako tentang KIA dilakukan paling cepat 1 tahun setelah peraturan tersebut disahkan. MSF menyampaikan hasil monitoring tersebut dalam bentuk kompilasi hasil monitoring dan/atau berupa rekomendasi kebijakan yang secara khusus menekankan pada isu tertentu yang merupakan temuan utama dari hasil monitoring tersebut. Rekomendasi-rekomendasi kebijakan ini mencakup perbaikan tata kelola pelayanan, juga untuk mendorong peningkatan fasilitas pendukung pelayanan seperti pengadaan/penambahan ruang pelayanan, air bersih, dan seterusnya. Terhadap hal ini, sejumlah kabupaten/kota telah memberikan respon positif, dengan menganggarkan dalam APBD sejumlah rekomendasi yang diusulkan baik dalam APBD tahun berikutnya, atau dalam perubahan APBD tahun berjalan. Misalnya di Sambas, Bener Meriah, Kota Probolinggo, dsb, pemerintah daerahnya menindaklanjuti rekomendasi yang diajukan dengan melakukan survey pengaduan secara mandiri di puskesmas lainnya di wilayan kabupaten/kota masing-masing. 10

11 Potensi keberlanjutan MSF dan tantangannya Sumber Pendanaan MSF Ada berbagai variasi sumber pembiayaan kegiatan MSF di tingkat kabupaten/kota mitra. Sebagian dari MSF, membiayai kegiatan sendiri setelah program Kinerja berakhir. Dalam arti, mereka membuka ruang kerja sama dengan berbagai pihak termasuk perusahaan swasta, media local, untuk bekerja sama mendukung upaya-upaya advokasi yang mereka lakukan demi perbaikan pelayanan publik. Contoh daerah yang memiliki pembiayaan sendiri adalah Forum Peduli Pelayanan Publik Bengkayang, MSF Pendidikan Singkawang, MSF Kota Makasar, Bulukumba Forum, KPP Jember, MSF Pendidikan Probolinggo, dan lainnya. Mereka melakukan pertemuan dan membiayai kegiatan mereka dengan membangun kerja sama dengan pihak lain seperti media, perusahaan daerah (Jember), dst. Namun sebagian MSF khususnya yang SK Pembentukannya disahkan oleh pemerintah daerah baik Bupati/Walikota atau Kepala Dinas Kesehatan, mendapatkan dukungan dana dari pemerintah daerah atas kegiatan-kegiatan yang mereka rencanakan seperti MSF Pendidikan dan MSF Kesehatan di Bener Meriah (keduanya belakangan menjadi Majelis Pendidikan Daerah dan Majelis Kesehatan Daerah), Forum Sekadau Sehat dan Cerdas, Dewan Kesehatan Aceh Singkil, dan lainnya. Keberlanjutan MSF sangat dipengaruhi oleh pendanaan ini karena dengan dukungan pendanaan atas kegiatan yang dilakukan, aktifitas MSF lebih lancar. Faktor pendukung dan tantangan Beberapa hal yang dapat disebutkan sebagai faktor pendukung keberhasilan dalam pengembangan MSF di kabupaten/kota setidaknya antara lain: 1. Keterbukaan dan kesediaan pemerintah kabupaten/kota dalam melibatkan masyarakat dalam proses perbaikan pelayanan publik. Agenda reformasi tata pemerintahan dan birokrasi yang telah memungkinkan terbuka adannya kesempatan secara luas bagi masyarakat untuk terlibat dalam proses pembangunan secara bebas dan terencana. Misalnya, dengan adanya Musrenbang dari tingkat desa, telah memberikan pembelajaran dan membuka kesempatan untuk masyarakat berpartisipasi dalam proses pembangunan. Proses partisipasi ini menjadi pembelajaran bersama baik bagi supply side maupun demand side. 2. Adanya orang-orang kunci dari tokoh masyarakat yang sudah memiliki kesadaran dan pengetahuan tentang pentingnya mereka terlibat dalam perbaikan pelayanan. Mereka inilah yang menjadi motor penggerak masyarakat lainnya untuk terlibat. 3. Pendidikan publik melalui media massa dan pendidikan kritis di tingkat basis. Banyaknya pengetahuan dan informasi yang mereka terima dari media massa, proses pendidikan publik yang diselenggarakan oleh banyak organisasi di tingkat basis, dan juga intervensi programprogram pemerintah yang mewajibkan keterlibatan masyarakat secara massif telah berkontribusi dalam hal ini. 4. Tersedianya berbagai kebijakan perundang-undangan mulai dari tingkat nasional seperti misalnya UU Pelayanan Publik, PermenPAN tentang Peningkatan Pelayanan Publik dengan 11

12 Partisipasi Masyarakat. Keberadaan kebijakan ini sangat memperkuat proses partisipasi masyarakat dalam pemerintahan termasuk dalam memberikan masukan untuk perbaikan pelayanan 12eriod. Hasil dan dampak partisipasi MSF dalam perbaikan pelayanan di Puskesmas Dengan pembentukan dan pendampingan Kinerja terhadap MSF selama 3 tahun, beberapa hasil yang bisa dilihat adalah meningkatnya kesadaran masyarakat akan hak-hak dasarnya khususnya di bidang kesehatan, meningkatnya pemahaman mereka akan pentingnya partisipasi masyarakat dalam pelayanan, dan meningkatnya keterlibatan aktif masyarakat dalam memberikan masukan dan terlibat dalam perbaikan pelayanan di unit layanan. Hasil lain yang cukup signifikan terutama terkait dengan terjadinya perbaikan pelayanan di unit layanan yang diintervensi dan SKPD yang menjadi mitra kerja sama. Perbaikan pelayanan dengan capaian pelaksanaan JPL yang mendekati 90% di semua unit layanan merupakan hasil dari adanya peran serta masyarakat dalam mendorong perbaikan ini oleh unit layanan. Berbagai rekomendasi peningkatan pelayanan telah diberikan kepada unit layanan dan SKPD untuk mempertahankan dan meningkatkan upaya-upaya perbaikan yang telah mereka capai melalui berbagai hearing, lobby dan pertemuan lainnya dengan DPRD, Bupati/Walikota dan SKPD terkait. Terutama untuk meminta SKPD dan Bupati melaksanakan RT yang telah diajukan, dan menindaklanjuti hasil monitoring Perbup/Perwali tentang KIA yang belum dilakukan. Upaya advokasi ini secara langsung sangat berdampak pada peningkatan komitmen pemerintah daerah untuk memperhatikan usulan masyarakat tersebut. Hasil konkrit lainnya yaitu dengan keterlibatan aktif masyarakat dalam perbaikan pelayanan ini, telah mendorong munculnya inovasi di sejumlah puskesmas mitra untuk mengembangkan mekanisme pengelolaan pengaduan yang sistematis. Setidaknya ada dua metode pengumpulan pengaduan yang digunakan yaitu dengan SMS dan kotak pengaduan. Metode pengaduan ini ada yang merupakan kelanjutan dari pengaduan dan kotak saran yang sudah pernah ada sebelumnya (di beberapa unit) tapi belum efektif. Namun ada juga puskesmas yang memang baru mengembangkan mekanisme ini. Baik yang baru maupun yang merupakan penguatan dari metode yang sudah ada sebelumnya, mekanisme pengelolaan pengaduan ini mengandalkan pemberian feedback dan pelaksanaan perbaikan sebagai bagian terpenting dari mekanisme ini, karena dengan adanya perbaikan, maka masyarakat penerima layanan akan dengan sukarela memberikan masukan meski dalam bentuk keluhan. Di tingkat yang lebih tinggi, keberadaan MSF di tingkat kabupaten/kota cukup memberi dampak positif pada sejumlah pemerintah daerah dalam meningkatkan pelayanan kepada masyarakat. Misalnya dengan adanya perbaikan pelayanan di beberapa unit layanan, SKPD bekerja sama dengan MSF untuk mereplikasi pelaksanaan pengaduan di unit layanan lain di wilayahnya sehingga unit layanan dengan pelayanan yang baik semakin luas keberadaannya. Beberapa contoh proses 12

13 replikasi ini dapat dilihat di Kab. Sambas, Kalimantan Barat; Kab. Bener Meriah, Aceh; Kota Makassar, Sulawesi Selatan; dan Kota Probolinggo, Jawa Timur. Pada saat yang sama, upaya MSF mendorong perbaikan pelayanan dengan terlibat dalam memberi masukan dalam penyusunan Perbup/Perwali tentang KIA serta memantau pelaksanaan kebijakan tersebut juga pada akhirnya telah mendorong pemerintah daerah mengembangkan berbagai strategi dan kegiatan untuk mencapai tujuan dari kebijakan tersebut. Akhirnya, dampak dari upaya ini adalah peningkatan mutu pemberian layanan kesehatan kepada masyarakat. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Dari pemaparan di atas, dapat disimpulkan bahwa keberadaan MSF baik di tingkat kabupaten/kota maupun di tingkat unit layanan memiliki peran yang cukup signifikan dalam upaya peningkatan pelayanan di Puskesmas. MSF di tingkat unit layanan, secara proaktif terlibat dalam upaya-upaya perbaikan di puskesmas sebagai mitra dari penyedia layanan, sementara MSF di tingkat kabupaten/kota memainkan peranan advokasi dan monitoring atas kebijakan KIA sehingga muncul berbagai program di Dinas Kesehatan dan Puskesmas didukung oleh dana APBD, yang pada akhirnya akan bermuara pada peningkatan kualitan pelayanan kesehatan bagi masyarakat. Singkatnya, peran aktif MSF tidak hanya membawa manfaat bagi masyarakat itu sendiri karena mendapatkan pelayanan yang lebih baik, tetapi juga bagi bermanfaat bagi pemerintah dengan meningkatnya kepercayaan publik kepada atas kinerja mereka, sehingga otomatis akan meningkatkan dukungan politik kepada pejabat pemerintah yang sedang menjabat. Terkait dengan hal tersebut, Kinerja mengajukan beberapa rekomendasi berdasarkan pengalaman pelaksanaan program penguatan MSF sebagai rekomendasi dalam penyusunan petunjuk teknis implementasi Peraturan Presiden tentang BPKN/BPKD yang akan menjadi acuan dalam pembantukan BPKN dan BPKD di provinsi dan kabupaten/kota yg sedang disusun. Rekomendasi yang kami ajukan adalah sebagai berikut: A. Umum a. Dalam membentuk BPKD, sebaiknya menggunakan MSF atau forum sejenis yang sudah ada di tingkat kabupaten/kota yang memiliki peran dan fungsi sama dengan BPKD. Dalam hal ini, MSF di tingkat kabupaten/kota yang sudah terbentuk dijadikan sebagai embrio Badan Pertimbangan Kesehatan Daerah atau diubah langsung menjadi Badan Pertimbangan Kesehatan, untuk mengoptimalkan keterlibatan masyarakat dalam membantu pemerintah dan masyarakat di bidang kesehatan sebagai pihak independen. b. Memandatkan pembentukan BPK tidak hanya di tingkat kabupaten/kota tetapi juga di tingkat Puskesmas karena dalam kenyataanya, MSF di tingkat Puskesmas memiliki peran yang sangat penting dalam menjadi mitra puskesmas. 13

14 B. Masukan untuk Substansi Juknis. Memperluas susbtansi terkait Keanggotaan, Struktur, dan Sumber dana BPKD yang dimandatkan oleh UU No. 36/2009 tentang kesehatan dengan menambahkan aspek-aspek: a. Perluasan keanggotaan dengan memasukkan: i. Keanggotaan tidak hanya unsur masyarakat tetapi juga mengakomodir perwakilan penyedia layanan (Dinas Kesehatan dan Puskesmas). ii. Keanggotaan MSF memperhatikan keragaman latar belakang dan mewakili semua kelompok kepentingan dan keseimbangan gender sehingga mereka dapat menyuarakan kepentingan semua kelompok masyarakat untuk pemenuhan hak kesehatan di daerahnya. iii. Jangka waktu keanggotaan tidak terbatas, kecuali jangka waktu kepengurusan. iv. Cara perekrutan anggota, dilakukan secara transparan, dengan kriteria yang jelas dan terbuka bagi semua orang. b. Struktur kepengurusan dengan menambahkan: i. Ketentuan terkait struktur kepengurusan miminal terdiri dari Ketua, Sekretaris, bendahara, dan koordinator bidang, dengan posisi-posisi dalam kepengurusan inti harus dipegang oleh unsur masyarakat. ii. Masa kepengurusan maksimal 5 tahun, dan khusus untuk jabatan pengurus inti hanya bisa menjabat 2 kali. iii. Rincian tugas pokok dan fungsi (Tupoksi) masing-masing posisi secara jelas. iv. Tata cara pengambilan keputusan strategis organisasi. c. Mengalokasikan dukungan dana untuk penguatan MSF dari alokasi dana kesehatan dalam APBD, dan mengatur tentang pengelolaan keuangannya termasuk mekanisme pelaporan yang transparan dan akuntabel. Selain poin-poin di atas, Draf Perpres ini juga perlu mengatur tentang: a. BPKD berposisi sebagai mitra kritis-kolaboratif Dinas Kesehatan yang memiliki visi dan misi, tujuan, dan prinsip yang mengutamakan dan berorientasi pada peran utamanya yaitu membantu pemerintah dan masyarakat dengan mendorong keterlibatan aktif masyarakat di bidang kesehatan. b. Penjabaran fungsi BPKD yang lebih operasional sehingga mempermudah pengejawantahannya di dalam penyelenggaraan tugas BPKD dan tidak menimbulkan penafsiran ganda. c. Mengatur bahwa program utama selalu dikembangkan sesuai tugas dan kewenangan BPKD sehingga tercermin dalam struktur organisasi. d. Mekanisme pergantian kepengurusan MSF secara periodik dan terencana untuk memastikan terlaksananya tugas dan fungsi mereka secara optimal. e. Pertanggung jawaban public dan pengelolaan pengaduan. f. Penguatan kapasitas kelembagaan. 14

15 ***** 15

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN FORUM KONSULTASI PUBLIK DI LINGKUNGAN UNIT PENYELENGGARA PELAYANAN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG TAHAPAN, TATA CARA PENYUSUNAN, PENGENDALIAN, DAN EVALUASI PELAKSANAAN RENCANA PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR

PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DAN PELAKSANAAN MUSYAWARAH PERENCANAAN

Lebih terperinci

BUPATI MALANG PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG MEKANISME TAHUNAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN KABUPATEN MALANG BUPATI MALANG,

BUPATI MALANG PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG MEKANISME TAHUNAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN KABUPATEN MALANG BUPATI MALANG, 1 BUPATI MALANG PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG MEKANISME TAHUNAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN KABUPATEN MALANG BUPATI MALANG, Menimbang : a. bahwa untuk lebih menjamin ketepatan dan

Lebih terperinci

TENTANG PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA

TENTANG PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES NOMOR 2 TAHUN 2007 TENTANG PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BREBES, Menimbang : a. Bahwa dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SINJAI TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN SINJAI TAHUN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SINJAI TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN SINJAI TAHUN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SINJAI NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN SINJAI TAHUN 2008-2013 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SINJAI, Menimbang : a.

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2017 NOMOR 3

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2017 NOMOR 3 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2017 NOMOR 3 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, BUPATI

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR

PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DAN PELAKSANAAN MUSYAWARAH PERENCANAAN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH(RPJMD) KABUPATEN LUWU TIMUR TAHUN 2011-2015 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LUWU TIMUR,

Lebih terperinci

WALIKOTA BUKITTINGGI PROVINSI SUMATERA BARAT

WALIKOTA BUKITTINGGI PROVINSI SUMATERA BARAT WALIKOTA BUKITTINGGI PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN WALIKOTA BUKITTINGGI NOMOR 40 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN STANDAR PELAYANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BUKITTINGGI, Menimbang : a.

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CIAMIS,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CIAMIS, PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CIAMIS, Menimbang : a. bahwa penyelenggaraan pemerintahan yang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASAMAN BARAT NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG SISTEM PENGELOLAAN PEMBANGUNAN PARTISIPATIF DAERAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASAMAN BARAT NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG SISTEM PENGELOLAAN PEMBANGUNAN PARTISIPATIF DAERAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASAMAN BARAT NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG SISTEM PENGELOLAAN PEMBANGUNAN PARTISIPATIF DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASAMAN BARAT, Menimban: a. bahwa pengelolaan

Lebih terperinci

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 20 TAHUN 2018 TENTANG

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 20 TAHUN 2018 TENTANG WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 20 TAHUN 2018 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN FORUM KONSULTASI PUBLIK DI PEMERINTAH KOTA YOGYAKARTA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BATANG NOMOR : 8 T AHUN 2008 T E N T A N G TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BATANG NOMOR : 8 T AHUN 2008 T E N T A N G TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BATANG NOMOR : 8 T AHUN 2008 T E N T A N G TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BATANG, Menimbang : a. bahwa agar pelaksanaan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWOREJO, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG

PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG BUPATI SEMARANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SEMARANG,

Lebih terperinci

BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN MUSI RAWAS

BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN MUSI RAWAS RENCANA KERJA SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH (RENJA-SKPD) 2015 BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN MUSI RAWAS BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Rencana Kerja (Renja) SKPD pada dasarnya merupakan

Lebih terperinci

BUPATI JENEPONTO PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN JENEPONTO NOMOR 02 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI JENEPONTO PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN JENEPONTO NOMOR 02 TAHUN 2014 TENTANG BUPATI JENEPONTO PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN JENEPONTO NOMOR 02 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN JENEPONTO TAHUN 2014-2018 DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI SEMARANG NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN FORUM KABUPATEN SEHAT KABUPATEN SEMARANG

PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI SEMARANG NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN FORUM KABUPATEN SEHAT KABUPATEN SEMARANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI SEMARANG NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN FORUM KABUPATEN SEHAT KABUPATEN SEMARANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SEMARANG, Menimbang : a.

Lebih terperinci

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

Tata Kelola Biaya Operasional Satuan Pendidikan (BOSP) Seri Pembelajaran dari USAID-KINERJA

Tata Kelola Biaya Operasional Satuan Pendidikan (BOSP) Seri Pembelajaran dari USAID-KINERJA Seri Pembelajaran dari USAID-KINERJA 2014 KATA PENGANTAR Peningkatan pelayanan publik oleh unit pelayanan yang dikelola oleh pemerintah daerah merupakan mandat yang diamanatkan dalam berbagai peraturan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG TIMUR NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG TIMUR NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG TIMUR NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BELITUNG TIMUR, Menimbang : a. bahwa berdasarkan ketentuan

Lebih terperinci

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN INDRAGIRI HULU PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAGIRI HULU NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN INDRAGIRI HULU PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAGIRI HULU NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN INDRAGIRI HULU PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAGIRI HULU NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM PENGELOLAAN PEMBANGUNAN PARTISIPATIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI INDRAGIRI

Lebih terperinci

WALIKOTA SINGKAWANG PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN WALIKOTA SINGKAWANG NOMOR 35 TAHUN 2015 TENTANG PERSALINAN AMAN

WALIKOTA SINGKAWANG PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN WALIKOTA SINGKAWANG NOMOR 35 TAHUN 2015 TENTANG PERSALINAN AMAN WALIKOTA SINGKAWANG PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN WALIKOTA SINGKAWANG NOMOR 35 TAHUN 2015 TENTANG PERSALINAN AMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SINGKAWANG, Menimbang : a. bahwa kesehatan

Lebih terperinci

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH -1- BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TRENGGALEK,

Lebih terperinci

BUPATI SINJAI PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SINJAI NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

BUPATI SINJAI PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SINJAI NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH SALINAN BUPATI SINJAI PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SINJAI NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SINJAI, Menimbang

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2008 TENTANG TAHAPAN, TATA CARA PENYUSUNAN, PENGENDALIAN DAN EVALUASI PELAKSANAAN RENCANA PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

Pedoman Teknis Fasilitasi Maklumat Pelayanan untuk Fasilitas Pelayanan Emergensi Ibu dan Bayi Baru Lahir

Pedoman Teknis Fasilitasi Maklumat Pelayanan untuk Fasilitas Pelayanan Emergensi Ibu dan Bayi Baru Lahir Pedoman Teknis Fasilitasi Maklumat Pelayanan untuk Fasilitas Pelayanan Emergensi Ibu dan Bayi Baru Lahir Edisi 1, September 2014 Pokja FMM Perjanjian Kerjasama Maklumat Pelayanan Monitoring Pelayanan 1

Lebih terperinci

LAPORAN KOMISI INFORMASI PROVINSI JAWA BARAT Tahun 2012

LAPORAN KOMISI INFORMASI PROVINSI JAWA BARAT Tahun 2012 LAPORAN KOMISI INFORMASI PROVINSI JAWA BARAT Tahun 2012 Komisi Informasi Provinsi Jawa Barat pada awal Tahun 2012 telah melaksanakan pertemuan internal membahas rencana strategis (Renstra) 2011-2015 dan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA SOLOK LAPORAN KINERJA TAHUN 2016

PEMERINTAH KOTA SOLOK LAPORAN KINERJA TAHUN 2016 PEMERINTAH KOTA SOLOK LAPORAN KINERJA TAHUN 2016 BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH (BAPPEDA) KOTA SOLOK 2017 KATA PENGANTAR Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan

Lebih terperinci

BUPATI TANAH BUMBU PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR 12 TAHUN TENTANG SISTEM PENGELOLAAN PEMBANGUNAN PARTISIPATIF DAERAH

BUPATI TANAH BUMBU PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR 12 TAHUN TENTANG SISTEM PENGELOLAAN PEMBANGUNAN PARTISIPATIF DAERAH BUPATI TANAH BUMBU PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM PENGELOLAAN PEMBANGUNAN PARTISIPATIF DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANAH BUMBU, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH NO. 07 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) KABUPATEN PROBOLINGGO TAHUN

PERATURAN DAERAH NO. 07 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) KABUPATEN PROBOLINGGO TAHUN PEMERINTAH KABUPATEN PROBOLINGGO PERATURAN DAERAH NO. 07 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) KABUPATEN PROBOLINGGO TAHUN 2013-2018 JL. RAYA DRINGU 901 PROBOLINGGO SAMBUTAN

Lebih terperinci

LATAR BELAKANG. Buku Saku Dana Desa

LATAR BELAKANG. Buku Saku Dana Desa A LATAR BELAKANG Pembangunan kesehatan pada periode 2015-2019 adalah Program Indonesia Sehat dengan sasaran meningkatkan derajat kesehatan dan status gizi masyarakat melalui upaya kesehatan dan pemberdayaan

Lebih terperinci

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 16 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN STANDAR PELAYANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 16 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN STANDAR PELAYANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 16 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN STANDAR PELAYANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CIAMIS, Menimbang : a. bahwa setiap penyelenggara

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN LUWU UTARA

PEMERINTAH KABUPATEN LUWU UTARA PEMERINTAH KABUPATEN LUWU UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU UTARA NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN LUWU UTARA TAHUN 2010-2015 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT BUPATI GARUT LD. 15 2012 R PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GARUT,

Lebih terperinci

LAMPIRAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PROBOLINGGO NOMOR : 07 TAHUN 2013 BAB I PENDAHULUAN

LAMPIRAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PROBOLINGGO NOMOR : 07 TAHUN 2013 BAB I PENDAHULUAN LAMPIRAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PROBOLINGGO NOMOR : 07 TAHUN 2013 Rencana Pembangunan TANGGAL Jangka : 11 Menengah JUNI 2013 Daerah BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Perencanaan pembangunan memainkan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BULUNGAN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJAR NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANJAR,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJAR NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANJAR, PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJAR NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANJAR, Menimbang : a. bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 27 ayat

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 24 TAHUN 2008 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DAN PELAKSANAAN MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

LAMPIRAN PERATURAN GUBERNUR BALI TANGGAL 25 MEI 2015 NOMOR 26 TAHUN 2015 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) PROVINSI BALI TAHUN 2016

LAMPIRAN PERATURAN GUBERNUR BALI TANGGAL 25 MEI 2015 NOMOR 26 TAHUN 2015 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) PROVINSI BALI TAHUN 2016 LAMPIRAN PERATURAN GUBERNUR BALI TANGGAL 25 MEI 2015 NOMOR 26 TAHUN 2015 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) PROVINSI BALI TAHUN 2016 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan

Lebih terperinci

TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG

TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 4 TAHUN 2014 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG Bagian Hukum Setda Kabupaten Bandung

Lebih terperinci

BUPATI GORONTALO PROVINSI GORONTALO

BUPATI GORONTALO PROVINSI GORONTALO BUPATI GORONTALO PROVINSI GORONTALO PERATURAN DAERAH KABUPATEN GORONTALO NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PERENCANAAN, PELAKSANAAN PEMBANGUNAN, PEMANFAATAN, DAN PENDAYAGUNAAN KAWASAN PERDESAAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA SELATAN

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA SELATAN PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA SELATAN NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA SELATAN, Menimbang

Lebih terperinci

Tata Kelola Persalinan Aman. Seri Pembelajaran dari USAID-KINERJA

Tata Kelola Persalinan Aman. Seri Pembelajaran dari USAID-KINERJA Tata Kelola Persalinan Aman Seri Pembelajaran dari USAID-KINERJA 2014 KATA PENGANTAR Panduan Pendampingan ini ditujukan kepada para pihak yang tertarik lebih dalam bagaimana USAID-KINERJA mengimplementasikan

Lebih terperinci

GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2016 NOMOR 28

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2016 NOMOR 28 BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2016 NOMOR 28 PERATURAN BUPATI BANJARNEGARA NOMOR 28 TAHUN 2016 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PEKALONGAN

PEMERINTAH KABUPATEN PEKALONGAN PEMERINTAH KABUPATEN PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEKALONGAN NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DAN PELAKSANAAN MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN (MUSRENBANG)

Lebih terperinci

GUBERNUR SULAWESI BARAT

GUBERNUR SULAWESI BARAT GUBERNUR SULAWESI BARAT RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI BARAT NOMOR TAHUN 2017 TENTANG PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAN PENGANGGARAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SULAWESI BARAT,

Lebih terperinci

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN INDRAGIRI HULU PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAGIRI HULU NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN INDRAGIRI HULU PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAGIRI HULU NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN INDRAGIRI HULU PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAGIRI HULU NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN PENGENDALIAN DAN EVALUASI PELAKSANAAN RENCANA PEMBANGUNAN DESA DENGAN

Lebih terperinci

MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN DAN REFORMASI BIROKRASI REPUBLIK INDONESIA

MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN DAN REFORMASI BIROKRASI REPUBLIK INDONESIA SALINAN MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG

Lebih terperinci

BUPATI BARRU PROVINSI SULAWESI SELATAN

BUPATI BARRU PROVINSI SULAWESI SELATAN BUPATI BARRU PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARRU NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH TAHUN 2016-2021 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BARRU,

Lebih terperinci

BUPATI TEMANGGUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

BUPATI TEMANGGUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH BUPATI TEMANGGUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TEMANGGUNG, Menimbang : a. bahwa berdasarkan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH TAHUN 2012-2016 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BUPATI SERDANG BEDAGAI PROVINSI SUMATERA UTARA

BUPATI SERDANG BEDAGAI PROVINSI SUMATERA UTARA BUPATI SERDANG BEDAGAI PROVINSI SUMATERA UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERDANG BEDAGAI NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA DAN PEDOMAN PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN BUPATI HUMBANG HASUNDUTAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 8 TAHUN 2017 TENTANG

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 8 TAHUN 2017 TENTANG SALINAN BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 8 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN PENATAAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DI KABUPATEN PURBALINGGA DENGAN

Lebih terperinci

BUPATI KEBUMEN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER

BUPATI KEBUMEN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER SALINAN BUPATI KEBUMEN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEBUMEN, Menimbang Mengingat :

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN DOKUMEN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN DOKUMEN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN DOKUMEN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH Bagian Hukum Sekretariat Daerah Kabupaten Ogan Komering Ulu PERATURAN

Lebih terperinci

Pemerintah Kota Tangerang

Pemerintah Kota Tangerang RINGKASAN RENCANA KERJA BADAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH 1.1. Latar Belakang Rencana Kerja Satuan Kerja Perangkat Daerah yang selanjutnya disebut Renja adalah dokumen perencanaan untuk periode satu tahun,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, BUPATI BANDUNG, Menimbang : a. bahwa berdasarkan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA KEDIRI

PEMERINTAH KOTA KEDIRI PEMERINTAH KOTA KEDIRI PERATURAN DAERAH KOTA KEDIRI NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG TRANSPARANSI DAN PARTISIPASI DALAM PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KEDIRI, Menimbang

Lebih terperinci

WALIKOTA MATARAM PERATURAN WALIKOTA MATARAM NOMOR 14 TAHUN 2014 RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH KOTA MATARAM TAHUN 2015

WALIKOTA MATARAM PERATURAN WALIKOTA MATARAM NOMOR 14 TAHUN 2014 RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH KOTA MATARAM TAHUN 2015 WALIKOTA MATARAM PERATURAN WALIKOTA MATARAM NOMOR 14 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH KOTA MATARAM TAHUN 2015 TIM PENYUSUN RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KOTA MATARAM TAHUN 2014

Lebih terperinci

BUPATI BOALEMO PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOALEMO NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH TAHUN

BUPATI BOALEMO PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOALEMO NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH TAHUN BUPATI BOALEMO PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOALEMO NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH TAHUN 2012-2017 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BOALEMO, Menimbang : a.

Lebih terperinci

WALIKOTA PROBOLINGGO PROVINSI JAWA TIMUR

WALIKOTA PROBOLINGGO PROVINSI JAWA TIMUR WALIKOTA PROBOLINGGO PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN WALIKOTA PROBOLINGGO NOMOR 9 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN STANDAR PELAYANANDAN MAKLUMAT PELAYANAN DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO

Lebih terperinci

BUPATI TANA TORAJA PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANA TORAJA NOMOR 10 TAHUN 2011 T E N T A NG

BUPATI TANA TORAJA PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANA TORAJA NOMOR 10 TAHUN 2011 T E N T A NG BUPATI TANA TORAJA PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANA TORAJA NOMOR 10 TAHUN 2011 T E N T A NG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) KABUPATEN TANA TORAJA TAHUN 2010 2015 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

BERITA DAERAH KOTA BEKASI BERITA DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : 46 2016 SERI : E PERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR 46 TAHUN 2016 TENTANG PIAGAM AUDIT INTERNAL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KOTA BEKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

Lebih terperinci

RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KOTA MATARAM TAHUN 2016

RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KOTA MATARAM TAHUN 2016 PEMERINTAH KOTA MATARAM 2016 RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KOTA MATARAM TAHUN 2016 idoel Tim Penyusun Rencana Kerja Pemerintah Daerah private (RKPD) 1/1/2016 Kota Mataram WALIKOTA MATARAM PROVINSI

Lebih terperinci

BAB VIII RANCANGAN PROGRAM STRATEGIS

BAB VIII RANCANGAN PROGRAM STRATEGIS BAB VIII RANCANGAN PROGRAM STRATEGIS 8.1. Rancangan Program Peningkatan Peran LSM dalam Program PHBM Peran LSM dalam pelaksanaan program PHBM belum sepenuhnya diikuti dengan terciptanya suatu sistem penilaian

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MELAWI PERATURAN DAERAH KABUPATEN MELAWI NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

PEMERINTAH KABUPATEN MELAWI PERATURAN DAERAH KABUPATEN MELAWI NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH +- PEMERINTAH KABUPATEN MELAWI PERATURAN DAERAH KABUPATEN MELAWI NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MELAWI, Menimbang

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH K A B U P A T E N B A N D U N G TATA CARA PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

LEMBARAN DAERAH K A B U P A T E N B A N D U N G TATA CARA PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH LEMBARAN DAERAH K A B U P A T E N B A N D U N G NOMOR : 4 TAHUN 2005 SERI : D PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 8 TAHUN 2005 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BUPATI NGANJUK PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 02 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI NGANJUK PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 02 TAHUN 2012 TENTANG BUPATI NGANJUK PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 02 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH, RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH, RENCANA STRATEGIS

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI HULU SUNGAI SELATAN, Menimbang : a. b. c. Mengingat : 1.

Lebih terperinci

Tata Kelola Persalinan Aman. Seri Pembelajaran dari USAID-KINERJA

Tata Kelola Persalinan Aman. Seri Pembelajaran dari USAID-KINERJA Tata Kelola Persalinan Aman Seri Pembelajaran dari USAID-KINERJA 2014 KATA PENGANTAR Panduan Pendampingan ini ditujukan kepada para pihak yang tertarik lebih dalam bagaimana USAID-KINERJA mengimplementasikan

Lebih terperinci

fpafpasa DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SULAWESI SELATAN,

fpafpasa DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SULAWESI SELATAN, fpafpasa PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR : 2 TAHUN 2010 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SULAWESI

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA SAMARINDA SALINAN

BERITA DAERAH KOTA SAMARINDA SALINAN BERITA DAERAH KOTA SAMARINDA SALINAN WALIKOTA SAMARINDA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN WALIKOTA SAMARINDA NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG PIAGAM AUDIT INTERNAL DENGAN RAHMAT YANG MAHA ESA WALIKOTA SAMARINDA,

Lebih terperinci

BUPATI BANYUWANGI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENATAAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA/KELURAHAN

BUPATI BANYUWANGI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENATAAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA/KELURAHAN BUPATI BANYUWANGI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENATAAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA/KELURAHAN DI KABUPATEN BANYUWANGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUWANGI,

Lebih terperinci

LOGICAL FRAMEWORK ANALYSIS (LFA) KONSIL LSM INDONESIA HASIL PERENCANAAN STRATEGIS MARET 2011

LOGICAL FRAMEWORK ANALYSIS (LFA) KONSIL LSM INDONESIA HASIL PERENCANAAN STRATEGIS MARET 2011 LOGICAL FRAMEWORK ANALYSIS (LFA) KONSIL LSM INDONESIA HASIL PERENCANAAN STRATEGIS MARET 2011 GOAL/IMPACT TINGKATAN TUJUAN/HASIL INDIKATOR SUMBER VERIFIKASI ASUMSI Meningkatnya akuntabilitas, peran dan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MUKOMUKO

PEMERINTAH KABUPATEN MUKOMUKO SALINAN PEMERINTAH KABUPATEN MUKOMUKO PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUKOMUKO NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN MUKOMUKO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MUKOMUKO,

Lebih terperinci

6. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104,

6. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104, SALINAN BUPATI TASIKMALAYA PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN TASIKMALAYA NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN TASIKMALAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI

MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI SALINAN MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI PERATURAN MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN STANDAR

Lebih terperinci

BUPATI WONOSOBO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOSOBO NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

BUPATI WONOSOBO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOSOBO NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH BUPATI WONOSOBO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOSOBO NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang : Mengingat : BUPATI

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH TAHUN 2012-2016 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH SALINAN BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWOREJO, Menimbang: a. bahwa dalam

Lebih terperinci

SALINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GUNUNGKIDUL,

SALINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GUNUNGKIDUL, SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG TAHAPAN, TATA CARA PENYUSUNAN, PENGENDALIAN, DAN EVALUASI PELAKSANAAN RENCANA PEMBANGUNAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR TAHUN 2011 TENTANG PENYUSUNAN DAN PENGELOLAAN PROGRAM LEGISLASI DAERAH

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR TAHUN 2011 TENTANG PENYUSUNAN DAN PENGELOLAAN PROGRAM LEGISLASI DAERAH PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR TAHUN 2011 TENTANG PENYUSUNAN DAN PENGELOLAAN PROGRAM LEGISLASI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN BARAT, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) KABUPATEN BENGKAYANG TAHUN 2011-2015 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BENGKAYANG,

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA CILEGON TAHUN : 2011 NOMOR : 3 PERATURAN WALIKOTA CILEGON NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG

BERITA DAERAH KOTA CILEGON TAHUN : 2011 NOMOR : 3 PERATURAN WALIKOTA CILEGON NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG BERITA DAERAH KOTA CILEGON TAHUN : 2011 NOMOR : 3 PERATURAN WALIKOTA CILEGON NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA CILEGON CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CCSR) DI KOTA CILEGON

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI SINJAI NOMOR 47 TAHUN 2013 TENTANG MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH

PERATURAN BUPATI SINJAI NOMOR 47 TAHUN 2013 TENTANG MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH PERATURAN BUPATI SINJAI NOMOR 47 TAHUN 2013 TENTANG MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SINJAI, Menimbang : a. bahwa salah satu

Lebih terperinci

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA SALINAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 94 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN SISTEM AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG

GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN RESPONSIF GENDER PADA SATUAN KERJA PERANGKAT ACEH DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA SALINAN NOMOR : 3 TAHUN 2012 PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA Menimbang :

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA Jakarta, 28 Maret 2012 Kepada Nomor : 070 / 1082 / SJ Yth. 1. Gubernur Sifat : Penting 2. Bupati/Walikota Lampiran : Satu berkas di Hal : Pedoman Penyusunan Program

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI HULU SUNGAI UTARA, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

KOTA BANDUNG DOKUMEN RENCANA KINERJA TAHUNAN BAPPEDA KOTA BANDUNG TAHUN 2016

KOTA BANDUNG DOKUMEN RENCANA KINERJA TAHUNAN BAPPEDA KOTA BANDUNG TAHUN 2016 KOTA BANDUNG DOKUMEN RENCANA KINERJA TAHUNAN BAPPEDA KOTA BANDUNG TAHUN 2016 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Terselenggaranya good governance merupakan prasyarat bagi setiap pemerintahan untuk mewujudkan

Lebih terperinci

PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG TATA LAKSANA PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG TATA LAKSANA PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH 1 PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG TATA LAKSANA PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MADIUN, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN TUGAS KEHUMASAN DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN DALAM NEGERI DAN PEMERINTAH DAERAH DENGAN

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI PERATURAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI NOMOR 30 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA BAGIAN HUKUM DAN PERUNDANG-UNDANGAN SETDA KABUPATEN WAKATOBI

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT LD. 5 2010 R PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG MEKANISME PENYUSUNAN PROGRAM LEGISLASI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang BUPATI

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 56 TAHUN : 2014 PERATURAN BUPATI KULON PROGO NOMOR 55 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN STANDAR PELAYANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KULON

Lebih terperinci