PERATURAN BUPATI AGAM NOMOR 22 TAHUN 2014 T e n t a n g :

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PERATURAN BUPATI AGAM NOMOR 22 TAHUN 2014 T e n t a n g :"

Transkripsi

1 PERATURAN BUPATI AGAM NOMOR 22 TAHUN 204 T e n t a n g : PERUBAHAN ATAS PERATURAN BUPATI AGAM NOMOR 5 TAHUN 203 TENTANG RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH ( R K P D ) KABUPATEN AGAM TAHUN 204 PERATURAN BUPATI AGAM NOMOR 22 TAHUN 204 T e n t a n g : PERUBAHAN ATAS PERATURAN BUPATI AGAM NOMOR 5 TAHUN 203 TENTANG RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH ( R K P D ) KABUPATEN AGAM TAHUN 204 BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH (BAPPEDA) KABUPATEN AGAM Jl. Piliang, No. Lubuk Basung Telp. O , bappeda.agam@gmail.com BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN AGAM TAHUN 204

2 PERATURAN BUPATI AGAM NOMOR 22 TAHUN 204 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN BUPATI AGAM NOMOR 5 TAHUN 203 TENTANG RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH ( R K P D ) KABUPATEN AGAM TAHUN 204 LUBUK BASUNG 204

3 LAMPIRAN PERATURAN BUPATI AGAM NOMOR 22 TAHUN 204 TANGGAL 24 JULI 204 PERUBAHAN ATAS PERATURAN BUPATI AGAM NOMOR 5 TAHUN 203 TENTANG RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH ( R K P D ) KABUPATEN AGAM TAHUN 204

4 PERATURAN BUPATI AGAM NOMOR TAHUN 204 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN BUPATI AGAM NOMOR 5 TAHUN 203 TENTANG RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH ( R K P D ) KABUPATEN AGAM TAHUN 204 LUBUK BASUNG 204

5 LAMPIRAN PERATURAN BUPATI AGAM NOMOR TAHUN 204 TANGGAL JULI 204 PERUBAHAN ATAS PERATURAN BUPATI AGAM NOMOR 5 TAHUN 203 TENTANG RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH ( R K P D ) KABUPATEN AGAM TAHUN 204

6 BUPATI AGAM PERATURAN BUPATI AGAM NOMOR 22 TAHUN 204 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN BUPATI AGAM NOMOR 5 TAHUN 203 TENTANG RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH TAHUN 204 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI AGAM, Menimbang Mengingat : : a. bahwa dalam rangka menjaga keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan, penganggran, pelaksanaan dan pengawasan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggran 203 serta mengimplementasikan ketentuan Pasal 26 ayat (2) Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, Pasal 33 ayat (3), Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tahapan, Tata Cara Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah dan Pasal 29 ayat (2) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 54 Tahun 200 tentang Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tahapan, Tatacara Penyusunan, Pengendalian, dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah, telah ditetapkan Peraturan Bupati Nomor 5 Tahun 203 tentang Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) Tahun 204; b. bahwa sehubungan dengan perubahan asumsi kerangka ekonomi daerah dan kerangka pendanaan serta rencana program dan kegiatan prioritas daerah, maka Peraturan Bupati Nomor 5 Tahun 203 sebagaimana dimaksud dalam huruf a perlu ditinjau kembali; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan b, perlu menetetapkan Peraturan Bupati tentang Perubahan atas Peraturan Bupati Nomor 5 Tahun 203 tentang Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) Tahun Undang-Undang Nomor 2 Tahun 956 tentang Pembentukan Daerah Otonom Kabupaten Dalam Lingkungan Propinsi Sumatera Tengah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 956 Nomor 25); 2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4287); 3. Undang-Undang Nomor Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355);

7 4. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan Dan Tanggung Jawab Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4400); 5. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 04, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 442); 6. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 25, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437), sebagaimana telah dua kali diubah, terakhir dengan Undang-undang Nomor 2 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844); 7. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat Dan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 26, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438); 8. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 20 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 20 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234); 9. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 40, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4578); 0. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman Pembinaan Dan Pengawasan Atas Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 65, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4594);. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Propinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737); 2. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tahapan, Tata Cara Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 2, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 487); 3. Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 200 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun ; 4. Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 202 tentang Rencana Kerja Pemerintah Tahun 203; 5. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 3 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, sebagaimana telah dua kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 2 Tahun 20; 6. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 54 Tahun 200 tentang Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tahapan, Tata cara Penyusunan, Pengendalian, dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah;

8 Menetapkan 7. Peraturan Daerah Kabupaten Nomor Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Tahun (Lembaran Daerah Kabupaten Tahun 2005 Nomor ); 8. Peraturan Daerah Kabupaten Nomor 8 Tahun 20 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Kabupaten Tahun ( Lembaran Daerah Kabupaten Tahun 20 Nomor 8); 9. Peraturan Bupati Nomor 5 Tahun 203 tentang Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) Tahun 204 (Berita Daerah Kabupaten Tahun 203 Nomor 0). MEMUTUSKAN : : PERATURAN BUPATI TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN BUPATI AGAM NOMOR 5 TAHUN 203 TENTANG RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH TAHUN 204 Pasal I Ketentuan dalam Lampiran Peraturan Bupati Nomor 5 Tahun 203 tentang Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) Tahun 204 (Berita Daerah Kabupaten Tahun 203 Nomor 0) diubah, sehingga selengkapnya sebagaimana tercantum pada Lampiran dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Bupati ini. Pasal II Peraturan Bupati ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Bupati ini dengan penempatannya dalam Berita Daerah Kabupaten. Ditetapkan di Lubuk Basung pada tanggal 24 Juli 204 BUPATI AGAM, Diundangkan di Lubuk Basung pada tanggal 24 Juli 204 INDRA CATRI BERITA DAERAH KABUPATEN AGAM TAHUN 204 NOMOR 08

9 DAFTAR ISI DAFTAR ISI... i BAB I. PENDAHULUAN..... Latar Belakang Landasan Hukum Maksud dan Tujuan Penyusunan Rencana Kerja Pemerintah Dearah Gambaran Perubahan Kerangka Ekonomi Makro... 4 BAB II. EVALUASI HASIL RKPD SAMPAI DENGAN TRIWULAN II TAHUN Capaian Kinerja Pemerintah Daerah Sampai Tahun Aspek Kesejahteraan Masyarakat Fokus Kesejahteraan dan Pemerataan Ekonomi Fokus Kesejahteraan Sosial Aspek Pelayanan Umum Fokus Layanan Urusan Wajib Fokus Layanan Urusan Pilihan Aspek Daya Saing Daerah Fokus Kemampuan Ekonomi Daerah Fokus Fasilitas Wilayah Infrastruktur Fokus Iklim Berinvestasi Fokus Sumber Daya Manusia Evaluasi Pelaksanaan RKPD Tahun 204 Sampai Triwulan II BAB III. RANCANGAN PROGRAM DAN KEGIATAN PRIORITAS DALAM PERUBAHAN RKPD TAHUN Perubahan Pendapatan Perubahan Belanja Program dan Kegiatan Prioritas Dalam Perubahan Perubahan Kebijakan Pembiayaan Daerah Kebijakan Penerimaan Pembiayaan Kebijakan Pengeluaran Pembiayaan Perubahan Program Kegiatan RKPD Tahun BAB IV. PENUTUP Perubahan RKPD Tahun 204 i

10 BAB I PENDAHULUAN.. Latar Belakang Dokumen Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) adalah dokumen perencanaan daerah untuk periode (satu) tahun atau disebut dengan rencana pembangunan tahunan daerah. RKPD merupakan pelaksanaan amanat dari Undang- Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional yang menjadi salah satu rangkaian dari dokumen perencanaan pembangunan daerah. Dokumen RKPD merupakan dokumen perencanaan yang penyusunannya mengacu kepada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD). Proses penyusunan RKPD dimulai dengan penyaringan aspirasi masyarakat dan pemangku kepentingan (stakeholders) secara formal diformulasikan melalui forum Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang). Pelaksanaan Musrenbang dilakukan secara berjenjang dimulai dari tingkat Nagari, tingkat Kecamatan, dan tingkat Kabupaten. Maka secara konstektual dan substantif RKPD mengintegrasikan programprogram pemerintah pusat, program-program Pemerintah Provinsi Sumatera Barat dengan program hasil penyaringan aspirasi yang diformulasikan melalui Musrenbang RKPD Kabupaten. Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) Kabupaten Tahun 204 merupakan penjabaran tahun keempat dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Penyusunan RKPD Tahun 204 menyelaraskan arah kebijakan, prioritas dan sasaran pembangunan daerah dengan arah kebijakan, prioritas dan sasaran pembangunan Provinsi Sumatera Barat Tahun 204 serta memperhatikan Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Republik Indonesia pada Tahun 204. Dalam Permendagri Nomor 23 Tahun 203 tentang Pedoman Penyusunan, Pengendalian Dan Evaluasi Rencana Kerja Pembangunan Daerah Tahun 204 dijelaskan tentang Perubahan RKPD Tahun 204 dapat dilakukan apabila berdasarkan hasil evaluasi pelaksanaannya pada tahun berjalan menunjukkan adanya ketidaksesuaian dengan perkembangan keadaan, yang meliputi:. Perkembangan yang tidak sesuai dengan asumsi kerangka ekonomi daerah dan kerangka pendanaan, prioritas dan sasaran pembangunan, rencana program dan kegiatan prioritas daerah; 2. Keadaan yang menyebabkan saldo anggaran lebih tahun anggaran sebelumnya harus digunakan untuk tahun berjalan; dan/atau 3. Keadaan darurat dan keadaan luar biasa sebagaimana ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan; 4. Pergeseran kegiatan antar SKPD, penghapusan kegiatan, penambahan kegiatan baru/kegiatan alternatif, penambahan atau pengurangan target kinerja dan pagu kegiatan, serta perubahan lokasi dan kelompok sasaran kegiatan. Pemerintah Kabupaten dalam pelaksanaan sampai dengan satu semester pada tahun perencanaan atau tahun berjalan telah ditemukan berbagai kondisi yang layak dijadikan dasar pertimbangan untuk melakukan perubahan atas dokumen RKPD Tahun 204 Kabupaten. Kondisi ini diperoleh dari hasil evaluasi atas kinerja pelaksanaan program dan kegiatan sampai dengan triwulan ke dua tahun 204, dimana beberapa poin yang ditemukan, antara lain sebagai berikut: RKPD Perubahan Tahun 204

11 . Perkembangan keadaan yang tidak sesuai dengan asumsi kerangka ekonomi daerah yang berdampak terhadap pagu yang mengakibatkan terjadinya penambahan atau pengurangan target kinerja dan pagu kegiatan, penambahan atau penghapusan kegiatan; 2. Faktor lain yang mengakibatkan perlunya dilakukan pergeseran kegiatan antar SKPD, perubahan lokasi dan/atau kelompok sasaran, dan penghapusan kegiatan; 3. Adanya kegiatan pada tahun 203 yang belum dapat diselesaikan, sehingga harus dilanjutkan pada tahun 204 tapi belum dimasukkan dalam dokumen RKPD atau APBD tahun 204; 4. Kegiatan baru yang harus ditampung dalam Perubahan RKPD Tahun 204 sebagai upaya untuk mempercepat pencapaian visi dan misi daerah. Sehubungan dengan hal di atas, maka perlu dilakukan penyusunan Perubahan Rencana Kerja Pembangunan Daerah (P-RKPD) Tahun 204 Kabupaten. Perubahan RKPD Tahun 204 ini dirasakan sangat penting untuk konsistensi dan keselarasan serta kesinambungan upaya pencapaian visi dan misi Kabupaten dengan lebih efisien dan efektif. Pada sisi lain, penyusunan dokumen Perubahan RKPD Tahun 204 ini merupakan pedoman bagi penyusunan dokumen perencanaan pembangunan selanjutnya, yang meliputi Kebijakan Umum Perubahan APBD Tahun 204, Perubahan Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara Tahun 204, serta Perubahan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah Tahun 204, sesuai dengan amanat Undang- Undang Nomor 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional..2. Landasan Hukum Landasan hukum penyusunan Perubahan RKPD Tahun 204 ini adalah sebagai berikut;. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 999 tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih Dan Bebas Dari Korupsi, Kolusi, Dan Nepotisme (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 385); 2. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Tahun 999 Nomor 40, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3874); 3. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4287); 4. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 04, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 442); 5. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 25, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437), sebagaimana telah dua kali diubah, terakhir dengan Undang-undang Nomor 2 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844); 6. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat Dan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 26, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438); 7. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman Pembinaan Dan Pengawasan Atas Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 65, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4594); RKPD Perubahan Tahun 204 2

12 8. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Propinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737); 9. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tahapan, Tata Cara Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 2, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 487); 0. Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor );. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 3 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, sebagaimana telah dua kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 2 Tahun 20; 2. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 54 Tahun 200 tentang Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tahapan, Tatacara Penyusunan, Pengendalian, dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah; 3. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 23 Tahun 203 tentang Pedoman Penyusunan, Pengendalian Dan Evaluasi Rencana Kerja Pembangunan Daerah Tahun 204; 4. Peraturan Daerah Kabupaten Nomor Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Tahun ( Lembaran Daerah Kabupaten Tahun 2005 Nomor ). 5. Peraturan Bupati Nomor 8 Tahun 20 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Kabupaten Tahun (Berita Daerah Tahun 20 Nomor 8). 6. Peraturan Bupati Nomor 5 Tahun 203 tentang Rencana Kerja Pembangunan Daerah Kabupaten Tahun 204 (Berita Daerah Tahun 203 Nomor 0)..3. Maksud dan Tujuan Penyusunan Rencana Kerja Pembangunan Daerah Perubahan RKPD Tahun 204 Kabupaten dimaksudkan sebagai upaya memenuhi kebutuhan daerah terhadap suatu perubahan atas dokumen perencanaan pembangunan daerah yang bersifat tahunan, yaitu Perubahan Rencana Kerja Pembangunan Daerah (P-RKPD) Tahun 204 Kabupaten. Perubahan RKPD Tahun 204 Kabupaten sangat penting peranannya sebagai arah dan pedoman bagi segenap pemangku kepentingan (stakeholders) pembangunan Kabupaten dalam pelaksanaan pembangunan daerah dalam tahapan perubahan di tahun 204. Perubahan RKPD Tahun 204 Kabupaten tetap menjadi bagian utuh dari upaya pelaksanaan RPJMD Kabupaten Tahun Perubahan RKPD Tahun 204 memuat dasar pertimbangan perlunya perubahan, hasil evaluasi pembangunan sampai triwulan kedua, dan perubahan atas program dan kegiatan yang harus dilakukan pada tahapan pembangunan tahun 203. Perubahan RKPD Tahun 204 Kabupaten ditujukan untuk memberikan kerangka sistematis sebagai pedoman terhadap arah penyelenggaraan pemerintahan, pengelolaan pembangunan, dan pelayanan kepada masyarakat yang dituangkan dalam bentuk kebijakan Perubahan APBD Tahun 204. Penyusunan ini juga bertujuan untuk merangsang partisipasi publik dalam merencanakan, melaksanakan, mengawasi proses pembangunan. Secara lebih sistematis, tujuan penyusunan Perubahan RKPD Tahun 204 Kabupaten adalah sebagai berikut:. Diperolehnya suatu perubahan rencana pembangunan tahunan yang sesuai dengan kebutuhan daerah dan perkembangan yang terjadi di daerah, dengan melihat sumber daya yang ada. RKPD Perubahan Tahun 204 3

13 2. Diperolehnya perubahan atas program dan kegiatan yang menjadi upaya konkrit untuk memenuhi kebutuhan masyarakat Kabupaten tahun Tersedianya acuan penyusunan Kebijakan Umum Perubahan Anggaran Kabupaten Tahun 204 dan Perubahan Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara Kabupaten Tahun 204, sebagai dasar dari penyusunan Perubahan APBD Tahun 204 Kabupaten..4. Gambaran Perubahan Kerangka Ekonomi Makro Perkembangan pada aspek ekonomi, dapat menimbulkan rangkaian permasalahan dan tantangan selama pembangunan tahun berjalan (204), yang turut menyebabkan perlu dilakukannya perubahan terhadap RKPD Kabupaten Tahun 204. Terjadinya Krisis ekonomi global yang dampaknya diperkirakan makin meluas di wilayah Eropa dan Amerika, masih akan berpotensi terhadap melemahnya perekonomian dunia pada tahun 204. Kondisi tersebut semakin menjadi perhatian terkait dengan adanya kebijakan mengurangi subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) dan Tarif Dasar Listrik (TDL), serta pelaksanaan pemilihan umum legislatif, presiden dan wakil presiden tahun 204 yang diperkirakan dapat meningkatkan tekanan terhadap kondisi perekonomian di Indonesia. Pertumbuhan ekonomi Indonesia oleh Bank Dunia pada Tahun 204 memperkirakan mencapai 6,3% dengan asumsi konsumsi domestik dan investasi masih bertahan kuat. Angka ini lebih rendah dibandingkan perkiraan pemerintah pada APBN Tahun 204 sebesar 6,8%. Perkuatan infrastuktur ekonomi nasional terus diupayakan agar pertumbuhan ekonomi dapat menciptakan pemerataan kekuatan ekonomi pada semua wilayah dan sektor usaha. Impor barang di Sumatera Barat pada Tahun 204 diperkirakan masih akan kembali meningkat sejalan dengan semakin tingginya permintaan barang produksi dan konsumsi. Di sisi lain, kebijakan impor hortikultura yang mulai berlaku pada Tahun 203 diharapkan dapat mengendaalikan kenaikan harga komoditas hortikultura. Kondisi perekonomian di Sumatera Barat pada umumnya, dan Kabupaten pada khususnya pada akhir tahun 203 sampai dengan Tahun 204 akan dipengaruhi oleh kondisi perekonomian dunia dan kondisi perekonomian nasional. Sejalan dengan kondisi tersebut, hal-hal yang masih menjadi tantangan perekonomian daerah di Sumatera Barat dan Kabupaten pada khususnya, adalah:. Berlakunya perdagangan bebas antara Asia Tenggara, Asean Economic Community (AEC) 205; 2. Masih tingginya permintaan impor produk bahan baku industri; 3. Pengaruh fluktuasi ekonomi global terhadap pertumbuhan ekonomi regional; 4. Keterlambatan pembangunan infrastruktur; 5. Alih fungsi lahan yang tidak sesuai peruntukan; 6. Kerentanan wilayah terhadap bencana; 7. Kebijakan sektoral yang kurang sinkron. Sejalan dengan berbagai tantangan tersebut, beberapa kondisi yang dapat menjadi peluang adalah:. Semakin meningkatnya peluang pasar ekspor; 2. Meningkatnya dukungan program CSR (Corporate Social Responsibility) dan PKBL (Program Kemitraan dan Bina Lingkungan); 3. Meningkatnya peluang investasi; 4. Meningkatnya daya saing produk industri dan pemantapan struktur pengembangan industri; 5. Mulai terbukanya kerjasama pemerintah dengan swasta; Perkembangan kondisi perekonomian Kapupaten Tahun dan Tahun 204, dapat dilihat pada Tabel I. sebagai berikut: RKPD Perubahan Tahun 204 4

14 Tabel I. Perkembangan kondisi perekonomian Kapupaten Tahun dan Tahun 204 No Indikator Makro Satuan Realisasi PDRB (Harga Berlaku) Tahun 204 Milyar (Rp.) 7,42,06 8, , ,30 2. PDRB (Harga Konstan) 3. Tingkat Pertumbuhan Ekonomi Milyar (Rp.) 3,280,04 3, , ,83 % Struktur PDRB Pendekatan Produksi atau Sektoral a. Pertanian % b. Pertambangan dan Penggalian % c. Industri Pengolahan % d. Listrik, Gas dan air Minum % e. Bangunan % 5, f. Perdagangan, Hotel, restoran % 5, g. Pengakutan dan komunikasi % 5, h. Keuangan, persewaan dan jasa perusahaan % 3, j. Jasa-jasa % 3, Penduduk Miskin % 9, Tingkat Pengangguran 6,6 3, IPM Besaran ICOR (Incremental Capital Output Ratio) Pendapatan Regional Perkapita (Harga Berlaku) 0. Rasio dan perbandingan-perbandingan 3,5 Juta (Rp) Pajak Daerah terhadap PDRB ( % ) ( % ) 0,29 0,29 0, Biaya pendidikan terhadap PDRB ( %) ( % ) 5, 5, Biaya kesehatan terhadap PDRB ( % ) ( % ),89 2, Penerimaan Daerah (PAD dan dana Perimbangan) terhadap PDRB ( % ) ( % ) 23,3 23, Kondisi ekonomi makro Kabupaten secara umum cukup baik dengan ditandai dengan peningkatan pertumbuhan ekonomi pada tahun 203 mencapai 6,36% dan tahun 204 ditargetkan mencapai 6.60% 6.80%. Kondisi ekonomi makro Kabupaten tidak lepas dari pengaruh kondisi global, Nasional dan Provinsi Sumatera Barat. Dimana pada pada tahun 203 perekonomian dirasakan kondusif waulaupun mengalami lonjakan harga produk pertanian dan rencana membatasi subsidi BBM berdampak pada peningkatan inflasi. Nilai Produk Domestik Bruto (PDRB) Kabupaten atas dasar harga konstan Tahun 203 mencapai Rp ,54 Milyar dibandingkan dengan tahun 202 hanya sebesar Rp Milyar terdapat peningkatan sebesar Rp Milyar. Konstribusi PDRB tahun 203 tersebut berasal dari sektor pertanian sebesar 36,54%, sektor Pertambangan dan pengalian sebesar 3,75%, sektor industri pengolahan 2.6%, sektor listrik gas dan air bersih 0,87%, sektor konstruksi 5,07%, sektor perdagangan, hotel dan restoran 7,29%, sektor pengangkutan dan komunikasi 4,76% sektor keuangan, sewa dan jasa perusahaan 3,36% dan sektor jasa-jasa 5,96%. RKPD Perubahan Tahun 204 5

15 Sedangkan nilai PDRB Kabupaten tahun 203 Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) mencapai 9.772,08 milyar rupiah, dibandingkan tahun 202 hanya sebesar 8.380,84 milyar rupiah atau naik sebesar Rp..39,6 Milyar. Dilihat realisasi struktur perekonomian Kabupaten, selama periode 200 sampai 203, serta target tahun 204 didominasi oleh 4 (empat) sektor, yaitu Pertanian, perdagangan hotel dan restoran, jasa-jasa dan industri pengolahan Berdasarkan perkembangan kondisi ekonomi makro yang disajikan di atas, maka pada tahun 203 dan 204 Kabupaten akan menghadapi berbagai tantangan yang meliputi:. Peningkatan investasi dan pertumbuhan sektor industri pengolahan masih kurang, kondisi ini perlu diimbangi dengan upaya lain yang dapat menggerakkan ekonomi masyarakat. Terhadap peningkatan investasi perlu dilakukan penyempurnaan sistem, sehingga dapat mengurangi ekonomi biaya tinggi yang dapat menarik investor. Kemudian dalam menggerakkan ekonomi masyarakat diperlukan program dan kegiatan yang lebih memberi dampak positif terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat serta dilakukan evaluasi dan perbaikan sistem yang telah dilaksanakan. 2. Pembangunan bidang pertanian masih dihadapkan kepada permasalahan dan tantangan pokok diantaranya masih kurang memadainya infrastruktur pertanian, terutama jaringan irigasi dan jalan usaha tani sehingga menurunkan produktivitas pertanian; masih lemahnya diseminasi teknologi pertanian dan pemanfaatan teknologi tersebut kepada petani secara luas; masih lemahnya akses petani terhadap sumber informasi dan permodalan yang ada; dan belum optimalnya kelembagaan pertanian, khususnya kelembagaan pemerintah, di dalam mendukung sektor pertanian. 3. Pembangunan bidang perikanan masih dihadapkan kepada permasalahan dan tantangan pokok diantaranya; masih rendahnya tingkat pendidikan nelayan dan pembudidaya ikan serta kurangnya tenaga penyuluh di daerah; rendahnya tingkat kesejahteraan nelayan dan tingginya tingkat kemiskinan di wilayah pesisir; masih rendahnya akses nelayan dan pembudidaya ikan terhadap permodalan, layanan usaha, dan diseminasi teknologi pengolahan produk perikanan; usaha perikanan masih sektoral dan belum dilaksanakan secara terintegrasi sebagai satu kesatuan sistem agribisnis pada wilayah tertentu; masih rendahnya sarana dan prasarana perikanan yang ada; dan menurunnya kualitas lingkungan pesisir, serta menurunnya kualitas air baku dan lingkungan budidaya perikanan. 4. Masih rendahnya produktivitas UMKM dapat mengakibatkan produk yang dihasilkan kurang memiliki daya saing dan kualitas yang baik dalam memenuhi permintaan pasar domestik dan pasar internasional. Masalah daya saing dan produktivitas ini disebabkan antara lain oleh rendahnya kualitas dan kompetensi kewirausahaan sumber daya manusia. Dengan demikian, tantangan ke depan adalah bagaimana menumbuhkan wirausaha yang berbasis Iptek, industri kreatif, dan inovasi. 5. Skala usaha mikro dan kecil dengan keterbatasan modal dan penguasaan teknologi sangat sulit untuk meningkatkan nilai tambah usahanya. Hal ini menyebabkan pendapatan yang diperoleh masih rendah. Oleh karena itu, tantangan usaha mikro dan kecil dalam meningkatkan nilai tambahnya adalah melalui penyediaan fasilitas pembiayaan dan penyediaan teknologi, serta perbaikan kinerja wadah kelembagaan usahanya melalui koperasi. Kinerja lembaga seperti koperasi diharapkan dapat berperan sebagai wadah gerakan ekonomi rakyat dan menunjukkan perbaikan kualitas berkoperasi yang signifikan 6. Disamping itu berdasarkan pengalaman yang ada selama ini sering terjadi keterlambatan realisasi program kegiatan yang ada dalam APBD, meskipun penetapan APBD pada tahun yang bersangkutan disahkan sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan (akhir bulan Nopember tahun sebelumnya). Kondisi ini disebabkan keterlambatan proses perangkat pendukung dalam merealisasikan APBD dimaksud. Keterlambatan realisasi tersebut secara langsung juga mempengaruhi kondisi ekonomi masyarakat, dan untuk tahun 204 kondisi seperti tersebut RKPD Perubahan Tahun 204 6

16 diharapkan tidak terjadi lagi, Artinya, mulai memasuki tahun 204 semua program kegiatan bisa dilaksanakan segera sesuai aturan yang berlaku, sehingga memberikan pengaruh terhadap peningkatan perekonomian masyarakat. 7. Mempercepat Pengurangan Pengangguran dan Kemiskinan. Angka pengangguran terbuka dan angka kemiskinan jumlah yang tersisa masih cukup besar, walaupun upaya untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat miskin telah dilakukan secara cermat dan sungguh-sungguh, namun memasuki tahun 204 masih banyak permasalah tantangan dan kendala yang harus dihadapi. Berbagai permasalahan yang dihadapi dalam upaya percepatan peningkatan kesejahteraan masyarakat miskin antara lain adalah sebagai berikut: a. Jumlah penduduk miskin pada akhir tahun 203 masih cukup besar, yaitu 7,6 persen. Kesenjangan tingkat kemiskinan antar kecamatan juga masih besar, dimana 5 kecamatan memiliki tingkat kemiskinan yang lebih tinggi dari rata-rata Kabupaten. Jumlah penduduk miskin masih terkonsentrasi di daerah perdesaan serta masih lemahnya kelembagaan ekonomi perdesaan dalam mendukung pengembangan sektor pertanian sebagai penggerak perekonomian perdesaan. b. Permasalahan yang juga masih harus dihadapi adalah kapasitas produksi dan akses terhadap berbagai sumberdaya produktif bagi masyarakat miskin masih jauh di bawah tingkat yang memungkinkan untuk berusaha dalam upaya meningkatkan pendapatan serta memenuhi kebutuhan dasarnya. Di lain pihak, kegiatan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) yang diharapkan menjadi sandaran bagi masyarakat miskin untuk meningkatkan kondisi ekonomi mereka, masih menghadapi kendala seperti iklim usaha yang kurang kondusif, produktivitas yang rendah yang tidak terlepas dari rendahnya kualitas produk sehingga melemahkan daya saing, keterbatasan terhadap sumberdaya produktif serta akses terhadap pasar serta keterbatasan teknologi. c. Dari sisi peningkatan kualitas sumber daya manusia, pemenuhan kebutuhan dasar seperti pendidikan, kesehatan, pangan, dan sanitasi masih rendah. Hal ini disebabkan terbatasnya akses jangkauan layanan, baik karena lokasi yang jauh terutama di wilayah tertinggal, ketidaktersediaan sarana dan prasarana, maupun karena ketidakmampuan secara ekonomi. Hal ini telah mengakibatkan besarnya jumlah penduduk hampir miskin yang rentan terhadap berbagai gejolak akibat dari krisis ekonomi maupun bencana. d. Meskipun berbagai program penanggulangan kemiskinan telah diterapkan, namun kebijakan dan program penanggulangan kemiskinan secara luas belum efektif. Ketidakefektifan berbagai kebijakan dan program tersebut antara lain karena: (i) masih rendahnya keterkaitan antara pertumbuhan penyerapan tenaga kerja peningkatan pendapatan; (ii) masih rendahnya keterkaitan antara pemenuhan kebutuhan dasar dengan program sektoral terkait; serta (iii) fokus dan efektivitas program-program masih rendah karena belum menggunakan data yang seragam serta koordinasi, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi di kabupaten maupun di tingkat kecamatan dan nagari masih lemah. e. Di samping itu. kapasitas pemerintahan daerah (Pemda dan DPRD) dalam mengarahkan program penanggulangan kemiskinan ke sasaran belum optimal. Selain itu, pembangunan berbagai bidang/sektor di daerah masih perlu ditingkatkan fokus dan keterpaduannya pada pembangunan wilayah dan manusianya untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan mereka, dan bukan membangun sektor-sektor di daerah. RKPD Perubahan Tahun 204 7

17 BAB II EVALUASI HASIL RKPD SAMPAI DENGAN TRIWULAN II TAHUN Capaian Kinerja Pemerintah Daerah Sampai Tahun Aspek Kesejahteraaan Masyarakat 2... Fokus Kesejahteraan Dan Pemerataan Ekonomi Capaian kinerja pemerintah daerah untuk aspek kesejahteraan masyarakat dan pemerataan ekonomi dapat dilihat pada beberapa indikator, diantaranya adalah pertumbuhan PDRB, laju inflasi, PDRB per kapita, indek gini, jumlah penduduk diatas garis kemiskinan. Karena keterbatasan ketersediaan data disini hanya membahas pertumbuhan PDRB, PDRB per kapita, indek gini, jumlah penduduk diatas garis kemiskinan. A. Pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDRB) Kabupaten PDRB Atas Dasar Harga Konstan (ADHK) 2000 NO Nilai Produk Domestik Bruto (PDRB) Kabupaten atas dasar harga konstan Tahun 203 mencapai Rp. 3,725,54 Milyar dibandingkan dengan tahun 202 sebesar Rp. 3,502,84 Milyar terdapat peningkatan sebesar Rp. 222,7 Milyar. Konstribusi PDRB tahun 202 tersebut berasal dari sektor pertanian sebesar 36,33%, sektor Pertambangan dan pengalian sebesar 3,75%, sektor industri pengolahan 2,6%, sektor listrik gas dan air bersih 0,87%, sektor konstruksi 5,07%, sektor perdagangan, hotel dan restoran 7,29%, sektor pengangkutan dan komunikasi 4,76% sektor keuangan, sewa dan jasa perusahaan 3,36% dan sektor jasa-jasa 5,96%. Perkembangan Nilai dan Kontribusi Sektor dalam PDRB Kabupaten Atas Dasar Harga Konstan serta pertumbuhannya pada Tahun 200 s/d 203, secara berurutan tergambar pada tabel dibawah ini Tabel II. Nilai dan Kontribusi Sektor dalam PDRB Tahun 200 s/d 203 Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000 Kabupaten Sektor (dalam jutaan rupiah) **) 203***) (Rp) % (Rp) % (Rp) % (Rp) % Pertanian.4.87, ,96, ,279, ,353, Pertambangan & Penggalian 7,879, , , , Industri Pengolahan , , , , Listrik,Gas & Air bersih , , , , Konstruksi , , , , Perdagangan, Hotel & Restoran Pengangkutan & Komunikasi Keuangan, sewa, & Js. Perusahaan , , , , , , , , , , , , Jasa-jasa , , , , PDRB , ,280, ,503, ,697, Sumber : PDRB Kabupaten dan BPS Kabupaten Tahun 203 Catatan : ***) Angka sangat sangat sementara RKPD Perubahan Tahun 204 8

18 NO PDRB Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) Nilai PDRB Kabupaten tahun 203 ADHB mencapai 9,772,08 milyar rupiah naik dari tahun 202 yang sebesar 8.380,84 milyar rupiah. Selama periode 2009 sampai 203 struktur perekonomian Kabupaten didominasi oleh 4 (empat) sektor, yaitu Pertanian, perdagangan hotel dan restoran, jasa-jasa dan industri pengolahan. Perkembangan Nilai dan Kontribusi Sektor dalam PDRB Kabupaten ADHB serta pertumbuhannya pada Tahun 200 s/d 203, secara berurutan tergambar pada tabel dibawah ini Sektor Tabel II.2 Nilai dan Kontribusi Sektor dalam PDRB Tahun 200 s/d 203 Atas Dasar Harga Berlaku Kabupaten (dalam jutaan rupiah) **) 203***) (Rp) % (Rp) % (Rp) % Pertanian ,77 40,7 2,98, , ,777, Pertambangan & Penggalian ,58 4,07 300, , , Industri Pengolahan ,62 0,35 755, , , Listrik,Gas, & Air bersih ,25 0,82 58, , , Konstruksi ,56 6,4 463, , , Perdagangan, Hotel, & Restoran Pengangkutan & Komunikasi angangkutan & Komunikasi Keuangan, sewa, & Js. Perusahaan.00.09,44 5,8,35, , ,50, ,2 5,28 398, , , ,53 3,79 277, , , Jasa-jasa ,07 3,64,040, , ,370, PDRB , ,42, , ,772, Sumber : PDRB Kabupaten dan BPS Kabupaten Tahun 203 Catatan : ***) Angka sangat sangat sementara Laju Pertumbuhan Ekonomi dan Pendapatan Regional Per-Kapita Berdasarkan Harga Berlaku. Laju pertumbuhan ekonomi Kabupaten pada tahun 2009 sampai dengan 202 cenderung meningkat. Tahun 2009 pertumbuhan ekonomi Kabupaten hanya sebesar 4,92%, hal ini disebabkan pada tanggal 30 Sepember 2009 terjadinya musibah gempa bumi yang mengakibatkan infrastuktur perekonomian mengalami kerusakan cukup parah. Namun pasca musibah gempa dari tahun 200 sampai 202 perekonomi Kabupaten terus membaik hal ini ditandainya meningkatnya pertumbuhan ekonomi mencapai 6,79%. Namun tahun 203 dengan terjadinya krisis ekonomi global dan tertekannya nilai rupiah terhadap mana uang asing berdampak juga dengan sedikit melemahnya pertumbuhan ekonomi Kabupaten hanya mencapai 6,36%. Pertumbuhan ekonomi Kabupaten dari tahun terlihat dalam grafik berikut. RKPD Perubahan Tahun 204 9

19 Tingkat Pertumbuhan Grafik. II. Pertumbuhan ekonomi Kabupaten dari tahun Pertumbuhan Ekonomi Tahun Realisasi Apabila dilihat pertumbuhan PDRB menurut lapangan usaha Tahun 203, sektor yang mengami peningkatan pertumbuhannya dari tahun 202 adalah sektor Indusri pengolahan, sektor listrik, gas dan air bersih, dan sektor sektor Keuangan, sewa, dan Jasa Perusahaan. Selanjutnya sektor yang tumbuhannya melambat yaitu sektor pertanian; sektor konstruksi, perdagangan, hotel dan restoran; sektor pengangkutan dan komunikasi serta sektor jasa-jasa. Sedangkan sektor yang relatif tetap pertumbuhannya yaitu sektor pertambangan dan penggalian. Perkembangan laju pertumbuhan PDRB Kabupaten pada Tahun 2008 s/d 202, menurut lapangan usaha secara berurutan terlihat pada tabel dibawah ini: Tabel II.3 Laju Pertumbuhan PDRB Kabupaten Tahun 200 s/d 203 Menurut Lapangan Usaha (%) NO Sektor Pertumbuhan Tahun **) 203 ***) Pertanian 4,0 4, Pertambangan & Penggalian 7,6 6, Industri Pengolahan 4,55 3, Listrik,Gas & Air bersih 2,20 0, Konstruksi 7,64 3, Perdagangan, Hotel & Restoran 5,06 6, Pengangkutan & Komunikasi 9,06 7, Keuangan, sewa, & Jasa Perusahaan 4,3 5, Jasa-jasa 6,83 5,7 8, PDRB 5,66 5, Sumber : PDRB Kabupaten dan BPS Kabupaten Tahun 203 Catatan: ***) Angka sangat sangat sementara Salah satu indikator mengetahui tingkat kemakmuran penduduk suatu daerah/wilayah dapat digunakan dengan mengetahui Pendapatan Regional per Kapita. Pendapatan Regional per kapita diperoleh setelah PDRB dikurangi dengan penyusutan dan pajak tak langsung Netto serta transfer Netto kemudian dibagi dengan jumlah penduduk pertengahan tahun. RKPD Perubahan Tahun 204 0

20 Rupiah Secara umum PDRB per Kapita maupun Pendaatan Regional per Kapita selalu mengalami peningkatan, hal ini disebabkan oleh tingginya tingkat pertumbuhan PDRB Atas Harga berlaku dibandingkan dengan tingkat pertumbuhan penduduk. Pendaatan Regional per Kapita Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) sejak tahun 200 sampai 203 mengalami peningkatan. Pada tahun 200 Pendaatan Regional per Kapita sebesar 4,50 juta rupiah mengalami kenaikan secara nominal hingga tahun 203 mencapai 9,50 juta rupiah. Grafik. II.2 Pendapatan Regional Per-Kapita Atas Dasar Harga Berlaku 25,000, ,000, ,000, ,000, ,000, TARGET 3,90, ,700, ,200, ,200,000.0 REALISASI 4,494, ,04, ,073,73.4 9,496,479.8 B. Ketimpangan Wilayah Untuk mengetehui ketimpangan pembangunan antar kecamatan yang terjadi pada di pada suatu wilayah, dapat dianalisis dengan mengunakan indeks ketimpangan regional (regional in equality) yang dinamakan indeks ketimpangan Williamson. Rumus indeks Williamson adalah: Dimana: I W = nilai indeks Williamson Y i = PDRB per kapita Kecamatan-i Y= PDRB per kapita Kabupaten f i = Jumlah Penduduk Kecamatan-i n= Jumlah Penduduk Kabupaten i =,2,3,,x Untuk mengetahui besarnya ketimpangan yang terjadi maka diperlukan tingkat ketimpangan antar wilayah dengan kriteria sebagai berikut: RKPD Perubahan Tahun 204

21 Indeks Ketimpangan > Sangat Tinggi 0,7- Tinggi 0,4-0,69 Menengah 0,39 Rendah Tabel.II.4 Ketimpangan Antar Kecamatan Di Kabupaten Mengunakan Indeks Williamson Tahun 203 Kecamatan Jumlah Penduduk PDRB Perkaita Indeks Ketimpangan Williamson. Tanjung Mutiara ,23, Lubuk Basung ,697, Ampek Nagari ,049, Tanjung Raya ,596, Matur ,593, IV Koto ,038, Malalak ,850, Banuhampu ,209, Sungai Pua ,753, Ampek Angkek ,96, Canduang ,630, Baso 334 4,947, Tilatang Kamang ,578, Kamang Magek ,333, Palembayan ,948, Palupuh 329 6,364, TOTAL ,542, Dari tabel diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa tingkat disparitas regional atau tingkat ketimpangan pembangunan yang terjadi antar kecamatan di Kabupaten pada tingkat ketimpangan tingkat menengah yaitu 0,560 yang artinya ketimpangan distribusi pendapatan antar kecamatan cendrung merata. C. Jumlah Penduduk Miskin Dengan pertumbuhan ekonomi yang lebih baik, stabilitas ekonomi yang terjaga, serta berbagai kegiatan pembangunan yang diarahkan untuk mengurangi jumlah penduduk miskin, sampai akhir tahun 20 jumlah penduduk miskin berjumlah atau turun menjadi 9.75% dibandingkan tahun sebelumnya yang berjumlah orang (9,85%). RKPD Perubahan Tahun 204 2

22 Tabel II.5 Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Tahun 203 Tahun Jumlah Presentase , , , , , Sumber : Dalam Angka dan BPS Kabupaten Tahun 203 Grafik. II.3 Perkembangan Angka Kemiskinan Kabupaten Tahun 200 s.d 203 PERSENTASE KEMISKINAN AGAM SUMBAR INDONESIA Sumber : Data Olahan Tahun 203 Untuk mengukur kemiskinan, BPS menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar basic needs approach dengan pendekatan ini, kemiskinan dipandang sebagai ketidak mampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Metode yang digunakan adalah menetapkan Garis Kemiskinan (GK), yang terdiri dari dua komponen yaitu Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Non Makanan (GKNM). Penghitungan garis kemiskinan dilakukan secara terpisah untuk daerah perkotaan dan perdesaan. Penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan dibawah Garis Kemiskinan. Garis Kemiskinan Makanan merupakan nilai pengeluaran kebutuhan minimum makanan yang disetarakan dengan 2.00 kalori per kapita per hari. Garis Kemiskinan Non Makanan (GKNM) adalah kebutuhan minimum untuk perumahan, sandang, pendidikan, kesehatan dan kebutuhan dasar lainnya. RKPD Perubahan Tahun 204 3

23 Garis kemiskinan yang digunakan untuk menghitung penduduk miskin tahun 203 adalah Rp /kapita/bulan). Terbatasnya ketersediaan data yang ada garis kemiskinan yang dihitung saat ini di sumbangkan oleh makanan dan belum memperhitungkan faktor non makanan. Perkembangan Garis kemiskinan dan jumlah penduduk miskin Tahun terlihat dalam Tabel II.3. Tahun Tabel II.6 Garis Kemiskinan dan Jumlah Penduduk Miskin Tahun Jumlah penduduk Jumlah penduduk miskin (ribu) Garis Kemiskinan (Rp/kapita/bln) Sumber BPS Kabupaten Fokus Kesejahteraan Sosial Capaian kinerja pada Fokus Kesejahteraan Sosial berhubungan dengan capaian Indek Pembangunan Manusia (IPM). Indikator penentuan IPM meliputi indikator angka melek huruf, angka rata-rata lama sekolah, angka partisipasi kasar, angka pendidikan yang ditamatkan, angka partisipasi murni, angka kelangsungan hidup bayi, angka usia harapan hidup. IPM Kabupaten dari tahun 2007 sampai tahun 203 terus meningkat berada diatas rata-rata Nasional, dibandingkan dengan Tingkat Provinsi Sumatera Barat Kabupaten/kota berada pada posisi ke 9, namun pada tingkat kabupaten se Sumatera Barat Kabupaten berada pada posisi ke 2. Hal ini dapat terlihat pada diagram berikut : Grafik II.4 Indek Pembangunan Manusia (IPM) AGAM SUMBAR INDONESIA RKPD Perubahan Tahun 204 4

24 a. Angka melek huruf Angka melek huruf selama 4 tahun terakhir cenderung menunjukkan peningkatan setiap tahunnya. Pada Tahun 200 sebesar 99.35% sampai Tahun 203 telah mencapai 99,79%. Dibandingkan dengan Provinsi Sumatera Barat dan Nasional angka melek huruf Kabupaten cukup baik dimana tingkat Provinsi Sumatera Barat mencapai 96,67 dan angka nasional sebesar 93,25 pada tahun 202. Perkembangan angka melek huruf Tahun 200 sampai dengan Tahun 203 disajikan pada tabel, sebagai berikut Tabel II.7 Angka Melek Huruf Tahun 200 s/d 203 No Uraian Jumlah penduduk usia diatas 5 tahun yang bisa membaca dan menulis 2 Jumlah penduduk usia 5 tahun keatas 298, , Angka Melek Huruf Dari Tabel terlihat pada tahun 203 masih terdapat 488 orang atau 0,5 persen penduduk berusia di atas 5 tahun yang belum dapat membaca dan menulis, dibanding Tahun 202 terjadi penurunan dimana penduduk yang belum bisa membaca dan menulis sebanyak 634 orang atau 0,2 persen penduduk berusia di atas 5 tahun yang belum dapat membaca dan menulis. Berdasarkan data perkecamatan, angka melek huruf yang sudah mencapai 00% yaitu Kecamatan Banuhampu, Kecamatan Ampek Angkek dan Kecamatan Tilatang Kamang. Sedangkan kecamatan masih tinggi penduduk yang berusia di atas 5 tahun yang belum dapat membaca dan menulis adalah : Kecamatan Tanjung Mutiara, Kecamatan Lubuk Basung, Kecamatan Ampek Nagari, Kecamatan Malalak dan Kecamatan Palupuh. b. Angka rata-rata lama sekolah Rata-rata lama sekolah adalah rata-rata jumlah tahun yang dihabiskan oleh penduduk berusia 5 tahun ke atas untuk menempuh semua jenis pendidikan formal yang pernah dijalani. Indikator ini dihitung dari variabel pendidikan tertinggi yang ditamatkan dan tingkat pendidikan yang sedang diduduki. Perkembangan Angka Rata- Rata Lama Sekolah Kabupaten Tahun 200 s/d 203 terlihat pada grafik berikut: RKPD Perubahan Tahun 204 5

25 TAHUN Grafik II.5 Perkembangan Angka Rata-Rata Lama Sekolah Kabupaten Tahun 200 s/d Berdasarkan tabel diatas terlihat Angka Rata-Rata Lama Sekolah Tahun 200 adalah sebesar 8,3 tahun, Pada tahun 20, menunjukkan peningkatan menjadi 8,44 tahun, dan pada tahun 202 telah mencapai 8.60 tahun, hal ini melebihi target yang ditetapkan sebesar 8,58 tahun. Sedangkan tahun 203 mencapai 8,72 tahun. Dari 6 kecamatan yang ada, belum satupun kecamatan yang sudah mencapai Angka Rata-Rata-Rata Lama Sekolah 9 Tahun. Beberapa kecamatan yang perlu mendapat perhatian khusus adalah Kecamatan Lubuk Basung, Kecamatan Tanjung Raya, Kecamatan Malalak, Kecamatan Palembayan dan Kecamatan Palupuah. Untuk target Tahun 205 Rata-Rata Lama Sekolah diharapkan sudah mencapai 2 tahun. c. Angka Usia Harapan Hidup Berdasarkan hasil sensus penduduk yang dilakukan setiap 0 tahun yang dimulai pada Tahun 970, angka usia harapan hidup masyarakat Kabupaten cenderung meningkat. Sensus Tahun 970 angka harapan hidup sekitar 47,7 tahun, maka hasil Sensus Tahun 980 meningkat menjadi 52,2 tahun dan Sensus Tahun 990 meningkat menjadi 59,8 tahun dan Sensus Tahun 2000 menjadi 65,5 tahun. Pada Tahun 202 sudah mencapai angka 69,99 tahun. Perkembangan angka usia harapan hidup Kabupaten pada tahun 200 sampai 202 terlihat pada Grafik berikut. RKPD Perubahan Tahun 204 6

26 Grafik II.6 Angka Usia Harapan Hidup No d. Angka Kematian Bayi (AKB) Kematian bayi adalah kematian yang terjadi antara saat setelah bayi lahir sampai bayi belum berusia tepat satu tahun. Banyak faktor yang dikaitkan dengan kematian bayi. Secara garis besar, dari sisi penyebabnya, kematian bayi ada dua macam yaitu endogen dan eksogen. Dari tabel di atas terlihat bahwa jumlah kematian bayi perempuan lebih banyak dari bayi laki-laki (60%). Tetapi pada balita perbandingan kematian balita lakilaki lebih banyak dibandingkan dengan perempuan, yaitu 3 orang laki-laki dan 2 orang perempuan. Untuk lebih lengkapnya dapat dilihat Tabel berikut ini: Kecamatan Tabel II.8 Jumlah Kematian Bayi Dan Balita Di Kab., 203 AKB AKABA Laki-laki Pr Jml Laki-laki Pr Jml Baso Ampek Angkek Candung Tilatang Kamang Kamang Magek Palupuah Banuhampu Sungai Pua IV koto Malalak Matur Palembayan Tanjung raya Lubuk basung Ampek Nagari Tanjung mutiara Kab Sumber : Data Olahan Dari Profil Kesehatan Kabupaten Tahun 203 RKPD Perubahan Tahun 204 7

27 Angka kematian bayi (AKB) menggambarkan keadaan sosial ekonomi masyarakat dimana angka kematian itu dihitung. Kegunaan AKB untuk pengembangan perencanaan berbeda antara kematian neo-natal dan kematian bayi yang lain. Karena kematian neo-natal disebabkan oleh faktor endogen yang berhubungan dengan kehamilan maka program-program untuk mengurangi angka kematian neo-natal adalah yang bersangkutan dengan program pelayanan kesehatan ibu hamil, misalnya program pemberian pil besi dan suntikan anti tetanus. Sedangkan angka kematian Post-Neo Natal dan angka kematian anak serta kematian balita dapat berguna untuk mengembangkan program imunisasi, serta program-program pencegahan penyakit menular terutama pada anak-anak, program penerangan tentang gizi dan pemberian makanan sehat untuk anak dibawah usia 5 tahun. e. Persentase Balita Gizi Kurang. Prevelensi Gizi Buruk di Kabupaten menurun, yaitu dari 3,3 persen pada tahun 202 menjadi 0,39 persen pada tahun 203. Hal ini disebabkan diantaranya karena adanya perubahan perilaku masyarakat tentang konsumsi gizi akibat dari penyuluhan tentang gizi yang dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan. Ada beberapa kecamatan yang perlu diwaspadai terkait dengan tingginya prosentase balita dengan gizi kurang ini, yaitu : Kecamatan Palembayan, Kecamatan Lubuk Basung, Kecamatan Tanjung Raya, Kecamatan Palupuh, Kecamatan Kamang Magek, Kecamatan Ampek Nagari, Kecamatan Tanjung Mutiara dan Kecamatan Malalak Aspek Pelayanan Umum Fokus Layanan Urusan Wajib A. Urusan Pendidikan Angka Partisipasi Sekolah (APS) APS menunjukkan besaran penduduk usia sekolah yang sedang bersekolah. APS merupakan ukuran daya serap, pemerataan dan akses terhadap pendidikan khususnya penduduk usia sekolah. APS terdiri dari Angka Partisipasi Kasar (APK) dan Angka Partisipasi Murni (APM). APK menunjukkan tingkat partisipasi penduduk secara umum di suatu tingkat pendidikan, sedangkan APM menunjukkan partisipasi sekolah penduduk usia sekolah di tingkat pendidikan tertentu. APK dan APM pada jenjang pendidikan SD/MI, SLTP/MTSN, dan SLTA pada tahun cenderung meningkat sebagaimana terlihat pada berikut: NO Tabel II.9 Angka Partisipasi Kasar dan Angka Partisipasi Murni Tahun Tingkat SD Tingkat SLTP Tingkat SLTA APK APM APK APM APK APM ,87 9,54 95,00 76,4 83,07 64, ,92 9, ,52 84,20 7, ,07 9,47 97,03 80,78 85,60 72, ,87 92,7 98,04 8,05 87,43 73,03 Sumber : Data Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Tahun 203. RKPD Perubahan Tahun 204 8

28 Rasio Ketersediaan Sekolah/Penduduk Usia Sekolah Pembangunan pendidikan ditinjau dari ketersedian sekolah terlihat bahwa pada tingkat Sekolah Dasar/MI dari jumlah penduduk kelompok usia 7-2 tahun pada Tahun 203 sebanyak 58,004 orang dengan jumlah sekolah 454 unit, hal ini menunjukan rata-rata satu SD menampung 28 murid. Rasio murid per kelas diketahui perbanding jumlah kelas dengan jumlah murid yaitu jumlah kelas sebanyak 3,32 sedang jumlah murid sebanyak 62,48 orang berarti satu kelas menampung rata-rata 20 murid, merupakan kondisi yang ideal, menunjukkan bahwa untuk tingkat SD tidak diperlukan lagi penambahan sarana pendidikan Sementara untuk tingkat Sekolah Menengah Pertama pada Tahun 203 dari jumlah penduduk kelompok usia 3-5 tahun sebanyak 27,224 orang dengan jumlah sekolah 20 unit, hal ini menunjukan satu sekolah menampung 227 siswa dengan rasio murid per kelas mencapai 24 orang. Selanjutnya untuk tingkat pendidikan Sekolah Menengah Tingkat Atas tidak jauh beda dengan kondisi Sekolah Menengah Pertama, dimana Rasio murid per kelas merupakan indikator yang menunjukkan banyaknya murid yang mengikuti pendidikan untuk setiap kelas mencapai 25 orang. Lebih jelasnya perkembangan rasio ketersedian sekolah dengan penduduk usia sekolah dan rasio murid dengan ketersedian jumlah kelas per jenjang pendidikan tahun tergambar pada tabel berikut: Tabel II.0 Ketersediaan Sekolah dan Penduduk Usia Sekolah Tahun No Jenjang Pendidikan SD/MI.. Jumlah gedung sekolah jumlah penduduk kelompok usia 7-2 tahun 60,767 59,74 59,400 58, Rasio SMP/MTs 2.. Jumlah gedung sekolah jumlah penduduk kelompok usia 3-5 tahun 27,052 26,220 26,63 27, Rasio SLTA 3. Jumlah gedung sekolah jumlah penduduk kelompok usia 6-8 tahun 8,979 9,356 9,832 20, Rasio Sumber : Profil pendidikan Kabupaten Tahun 203 RKPD Perubahan Tahun 204 9

29 Tabel II. Rasio Murid Terhadap Jumlah Kelas per Jenjang Pendidikan Tahun No Jenjang Pendidikan SD/MI.. Kelas/Rombel 3,052 3,085 3,80 3,32.2. Jumlah Murid 62,932 62,76 62,48 6,40.3. Rasio SMP/MTs 2.. Kelas/Rombel 88,2 990, Jumlah Murid 25,32 25,00 25,805 26, Rasio No Jenjang Pendidikan SLTA 3. Kelas/Rombel Jumlah Murid 5,535 6,345 7,035 7, Rasio Sumber : Profil pendidikan Kabupaten Tahun 203 Rasio Guru/Murid Disamping faktor ketersediaan sarana gedung sekolah, faktor lain yang sangat menentukan dalam pembangunan bidang pendidikan adalah ketersediaan guru untuk masing-masing jenjang pendidikan. Rasio guru dengan murid untuk jenjang pendidikan SD/MI mengalami perkembangan yang berfluktuasi. Pada Tahun 203 rasionya 4,72. Sementara itu rasio guru terhadap murid untuk jenjang pendidikan SMP/MTs tahun 203 rasionya mencapai 8.89, selanjutnya untuk Jenjang pendidikan SLTA/MA rasionya Secara keseluruhan kebutuhan guru dibandingkan dengan jumlah murid masih ideal namun demikian kebutuhan guru untuk bidang tertentu dirasakan masih kurang seperti guru bidang IPA, Bahasa Ingris, dan matematika. Untuk lebih mengetahui rasio guru dan murid untuk jenjang pendidikan dasar dan menengah, dapat dilihat pada tabel di bawah ini : Tabel II.2 Rasio Jumlah Murid terhadap Jumlah Guru per Jenjang Pendidikan Tahun No Jenjang Pendidikan SD/MI.. Jumlah Guru 4,320 4,238 4,690 4,73.2. Jumlah Murid 62,932 62,76 62,48 6,40.3. Rasio SMP/MTs 2.. Jumlah Guru 2,973 2,933 3,084 2, Jumlah Murid 25,32 25,00 25,805 26, Rasio SLTA/MA 3. Jumlah Guru 2,02 2,8 2,283 2, Jumlah Murid 5,535 6,345 7,035 7, Rasio Sumber : Profil pendidikan Kabupaten Tahun 203 RKPD Perubahan Tahun

30 Angka Putus Sekolah. Angka Putus Sekolah ( APS) SD/MI Dari jumlah siswa SD/MI Tahun 203 sebanyak 6.40 orang diantaranya 64 orang putus sekolah atau 0,%. Angka ini dibandingkan Angka putus sekolah SD/MI pada Tahun 202 terdapat penurunan dimana tahun 202 jumlah siswa sebesar orang diantaranya 4 orang mengalami putus sekolah atau sekitar 0.8% dari total siswa SD/MI. 2. Angka Putus Sekolah ( APS) SMP/MTs Pada tingkat SLTP jumlah siswa tahun sebesar orang sebanyak 22 oarang putus sekolah atau 0,09%. Dibandingkan Tahun 202 terdapat penurunan dimana jumlah siswa sebesar orang, sebanyak 05 orang mengalami putus sekolah atau sekitar 0.42%. 3. Angka Putus Sekolah ( APS) SMA/SMK/MA Angka Putus Sekolah tingkat SLTA pada Tahun 203 juga mengalami menurun dibandingkan tahun 202. Dimana Jumlah siswa SMA/SMK/MA pada Tahun 203 sebanyak orang yang putus sekolah sebanyak 00 orang atau 0,57% sedangkan pada tahun 202 sebesar orang. sebanyak 32 orang mengalami putus sekolah atau sekitar 0.8%. Angka Kelulusan. Angka Kelulusan SD/MI Jumlah siswa SD/MI yang lulus adalah sebanyak orang siswa dari sebanyak orang siswa yang berada pada tingkat tertinggi dari siswa SD/MI atau sekitar 99.89%. 2. Angka Kelulusan SMP/MTs Jumlah siswa SMP/MTs yang lulus adalah sebanyak 7.5 orang siswa dari sebanyak orang siswa yang berada pada tingkat tertinggi dari siswa SMP/MTs atau sekitar 99,55%. 3. Angka Kelulusan SMA/SMK/MA Jumlah siswa SMA/SMK/MA yang lulus adalah sebanyak 4.80 orang siswa dari sebanyak orang siswa yang berada pada tingkat tertinggi dari siswa SMA/SMK/MA atau sekitar 99.3%. 4. Angka Melanjutkan dari SD/MI ke SMP/MTs Dari sebanyak orang siswa yang menyelesaikan pendidikan pada tingkat SD/MI, maka sebanyak orang atau sekitar 02.83% melanjutkan ke jenjang pendidikan setingkat SMP/MTs 5. Angka Melanjutkan dari SMP/MTs ke SMA/SMK/MA Dari sebanyak 7.5 orang siswa yang menyelesaikan pendidikan pada tingkat SMP/MTs, maka sebanyak orang atau sekitar 87,60% melanjutkan ke jenjang pendidikan setingkat SMA/SMK/MA. B. Kesehatan Rasio Puskesmas, Poliklinik dan Pustu per satuan Penduduk Berdasarkan rasio Puskesmas terhadap penduduk, jumlah Puskesmas di Kabupaten sudah mencukupi. Artinya dengan jumlah penduduk sebanyak jiwa dengan jumlah Puskesmas sebanyak 22 unit, maka Puskesmas akan melayani sebanyak jiwa penduduk, sedangkan standar nasional Puskesmas idealnya melayani sebanyak jiwa penduduk. Namun demikian masih perlu dipertimbangkan untuk membangun Puskesmas pada daerah-daerah tertentu RKPD Perubahan Tahun 204 2

31 dengan pertimbangan di Kabupaten seperti : daerah yang terisolir sehingga sulit diakses dengan transportasi umum, dan daerah perkebunan. Selanjutnya berdasarkan rasio jumlah Puskesmas Pembantu terhadap jumlah penduduk dapat disimpulkan bahwa jumlah Puskesmas Pembantu sudah mencukupi. Dengan jumlah Puskesmas Pembantu sebanyak 20 unit dan jumlah penduduk sebanyak jiwa, maka Puskesmas Pembantu melayani sebanyak jiwa, sedangkan standar nasional unit Puskesmas Pembantu idealnya melayani jiwa. Sama halnya dengan Puskesmas, maka penambahan Puskesmas Pembantu dapat dilakukan untuk daerah yang sulit dan daerah pemukiman baru. Rasio Dokter per Satuan Penduduk Perkembangan jumlah dokter selama 4 tahun terakhir cenderung menurun, pada Tahun 200 jumlah dokter hanya sebanyak 66 orang, pada Tahun 20 menjadi 59 orang, kemudian Tahun 202 berkurang menjadi 47 orang. Kekurangan tersebut disebabkan 6 orang dokter melanjutkan pendidikan spesialisasi dan mengambil program S2. Pada tahun 203 jumlah dokter meningkat Lagi menjadi 66 orang. Berdasarkan Standar Pelayanan Kesehatan Terpadu, idealnya (satu) orang dokter melayani jiwa penduduk. Berdasarkan kondisi tersebut maka dengan jumlah penduduk pada Tahun 203 sebesar jiwa seharusnya memiliki dokter sebanyak 87 orang. Tabel II.9 menunjukkan data Jumlah Dokter Tahun di Kabupaten. Tabel II.3 Jumlah Dokter Puskesmas di Kabupaten Tahun No. Uraian Dokter Spesialis Dokter Umum Jumlah Jumlah Penduduk Rasio/ pddk Sumber : Profil Kesehatan Kabupaten Tahun 203 Cakupan Petolongan Persalinan Oleh Tenaga Kesehatan Yang Memiliki Kompetensi Kebidanan Pada Tahun 203 cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan yang memiliki kompetensi kebidanan sudah mencapai 82.48%, hal ini menunjukan peningkatan dibandingkan pada tahun 202 baru mencapai 8.%. Tenaga medis yang memiliki kompetensi kebidanan tersebar di seluruh Pustu, Poskesri dan Polindes. Cakupan Nagari/ Universal Child Immunization (UCI) Cakupan Nagari dengan Universal Child Immunization (UCI) Tahun 203 sangat mengembirakan dimana telah mencapai 77,52%, sedangkan pada tahun 200 baru mencapai 75%. RKPD Perubahan Tahun

32 Cakupan Gizi Buruk Mendapat Perawatan Terkait dengan penanganan dan perawatan balita yang menderita gizi buruk dapat ditangani dengan baik. Hal ini terlihat dari cakupan penanganan dan perawatan balita penderita gizi buruk selama 5 tahun adalah semua balita yang menderita gizi buruk mendapat perawatan yang intensif (00% Balita Gizi Buruk mendapat perawatan setiap tahunnya). Cakupan Penemuan Dan Penanganan Penderita Penyakit TBC/BTA Cakupan penemuan dan penanganan penderita penyakit TBC tahun tahun 203 sebanyak 387 kasus penderita penyakit TBC/BTA (+). Dari kasus tersebut 90,36% angka keberhasilan pengobatan (Success Rate) BTA+. Cakupan Penemuan Dan Penanganan Penderita Penyakit DBD Sama halnya dengan hasil cakupan perawatan balita gizi buruk, maka penemuan dan penanganan penderita penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) juga cukup menggembirakan. Artinya semua penderita penyakit DBD dapat ditangani setiap tahunnya. Cakupan Kunjungan Bayi Jumlah kunjungan bayi minimal 8 kali selama tahun 203, adalah orang atau 77,7%, dengan rincian.780 (73,9%) bayi laki-laki dan.894 (8.9%) bayi perempuan. Cakupan ini mengalami peningkatan yang signifikan dibanding tahun 202 yang hanya sebesar 69,%. Bila dibandingkan dengan target SPM Kabupaten tahun 202, maka cakupan kunjungan bayi tahun 203 masih dibawah target yaitu 87% Pelayanan Penunjang Urusan Pilihan A. Pertanian Pembangunan di sektor Pertanian dan Peternakan di Kabupaten memegang peranan yang strategis dalam menentukan tingkat kesejahteraan dan kemajuan perekonomian masyarakat. Sektor ini memegang peranan penting di Kabupaten karena merupakan penyedia kebutuhan pokok dan sumber mata pencarian mayoritas penduduk yaitu sebagai petani dan peternak. Dimana sektor ini memberikan konstribusi PDRB Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) sebesar 39.7% dengan menyerap tenaga kerja sebesar 42.07% dari jumlah Angkatan Kerja. Sektor Pertanian Tanaman Pangan khusus padi sangat ditentukan oleh perkembangan produksi, produktivitas dan luas lahan. Pada tahun 203 luas lahan sawah adalah ha dengan luas pertanaman padi selama satu tahun seluas ha, sedangkan luas panen adalah ha dengan produksi ton atau produktivitas 5,5 ton/ha. Sementara untuk tahun 202 luas lahan sawah adalah ha, dengan luas pertanaman satu tahun seluas ha, dengan total luas panen Ha dengan jumlah produksi ton GKG dengan tingkat produktifitas 5.44 ton/ha. Jika dibandingkan dengan tahun 203 terjadi pengurangan luas lahan sawah seluas.494 Ha dari tahun 202. Angka ini merupakan hasil pemetaan citra satelit tahun 202 oleh Kementerian Pertanian dan telah disepakati oleh Tim Koordinasi Pemantapan Luas Baku Sawah yang terdiri dari Kementerian Pertanian, Badan Pertanahan Nasional, Kementerian Pekerjaan Umum, Kementerian Kehutanan, Badan Pusat Statistik dan Badan Informasi Geospasial. Meskipun terjadi pengurangan luas baku lahan sawah namun dari segi angka produksi padi pada tahun 203 terjadi peningkatan produksi sebesar 3,43 persen dari tahun 202. Adapun komoditi palawija unggulan di Kabupaten adalah jagung dengan luas tanam pada tahun 203 seluas 8.08 ha dan luas panen 7.52 ha dengan angka RKPD Perubahan Tahun

33 produktivitas 7,50 ton/ha serta angka produksi mencapai ton jagung pipilan kering. Untuk Tahun 202 luas tanam jagung ha dan luas panen 7.53 Ha dengan produktifitas 7,04 ton/ha dan mencapai angka produksi ton jagung pipilan kering. Dibandingkan dengan Tahun 202 angka produksi jagung meningkat sekitar 6,72persen pada tahun 203. Demikian juga untuk komoditi hortikultura unggulan Kabupaten seperti jeruk juga mengalami peningkatan pada tahun 203. Luas panen komoditi jeruk tahun 203 sebanyak batang dengan produktivitas 0,5 ton/pohon/tahun dan jumlah produksi mencapai 8.97 ton. Sedangkan pada tahun 202 luas panen jeruk batang dengan angka produktivitas 0,4 ton/batang/tahun dengan jumlah produksi sebesar ton. Jadi komoditi jeruk mengalami peningkatan jumlah produksi sebesar,67persen selama tahun 203. Sementara pada sektor peternakan pada tahun 203 juga cukup menggembirakan dimana sapi potong berjumlah ekor, kenaikan populasi 8.5 persen, sementara kebutuhan akan daging sapi meningkat diatas 5persen setiap tahunnya, disamping itu populasi kerbau 9.29 ekor, populasi kambing dan populasi ayam buras ekor. Upaya peningkatan Produksi juga dibarengi dengan usaha pembinaan Kesehatan Masyarakat Veterinar untuk penyediaan BPAH yang, untuk mengantisipati kematian hewan dan pengaruh hewan ternak/peliharaan terhadap kesehatan manusia. Perkebunan Kelapa Sawit dan Kakao diproduksi juga oleh perusahaan Perkebunan dengan tingkat produksi di tahun 20 masing-masing sebesar ,48 ton dan.425,00 ton. B. Kelautan dan Perikanan Pembangunan kelautan dan perikanan merupakan salah satu sektor ekonomi penting yang diharapkan mampu meningkatkan kesejahteraan rakyat dengan memanfaatkan segala potensi sumberdaya yang ada dengan prinsip berkelanjutan dan berwawasan lingkungan. Potensi pembangunan kelautan dan perikanan Kabupaten begitu besar yang terdiri dari perikanan budidaya, perikanan tangkap, industri pengolahan dan wisata bahari. Khususnya perikanan laut dengan panjang garis pantai 43 km dan luas laut 275,2 Km2, dimana terdapat Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) satu unit dengan jumlah armada kapal perikanan 479 unit dan nelayan orang namun belum memiliki dermaga sandar kapal perikanan yang layak. Sementara itu, potensi perikanan budidaya ha dan baru termanfaatkan seluas 98,5 ha. Secara keseluruhan jumlah tenaga kerja sektor kelautan dan perikanan orang yang bekerja sebagai nelayan, pembudidaya ikan dan pengolah ikan. Dalam rangka percepatan pembangunan kelautan dan perikanan Kabupaten dikembangkan kawasan unggulan berbasis wilayah dengan konsep Kawasan Minapolitan yang terdiri dari Kecamatan Tanjung Raya sebagai kawasan inti dengan core usaha perikanan budidaya. Sedangkan kawasan hinterland terdiri dari Kecamatan Lubuk Basung, Ampek Nagari, Palembayan, Tanjung Mutiara sesuai dengan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor KEP.4/MEN/2009 tentang Penetapan Lokasi Minapolitan yang ditindaklanjuti dengan Keputusan Bupati Nomor 54 Tahun 200 tentang Penetapan Kawasan Minapolitan dan Kawasan Hinterland Kabupaten. Dengan adanya konsep pembangunan Kawasan Minapolitan ini diharapkan adanya peningkatan produksi dan produktivitas perikanan, meningkatkan pendapatan pelaku usaha sektor kelautan dan perikanan serta kawasan minappolitan sebagai penggerak ekonomi rakyat. RKPD Perubahan Tahun

34 Berdasarkan capaian makro indikator kinerja tahun 203, pembangunan kelautan dan perikanan kabupaten telah mencapai produksi perikanan sebesar 6.479,4 ton dengan tingkat pencapaian target produksi budidaya sebesar 86,89 persen dan produksi tangkap sebesar 23 persen. Dalam proses pembangunan kelautan dan perikanan terdapat berbagai permasalahan diantaranya terbatasnya sarana dan prasarana baik perikanan budidaya, perikanan tangkap maupun pengolahan dan pemasarannya, kurangnya sumberdaya manusia pelaku usaha kelautan dan perikanan serta tingginya tingkat kerusakan lingkungan terutama kawasan mangrove dan terumbu karang. C. Kehutanan Sektor Kehutanan adalah kegiatan yang memiliki proporsi yang besar dalam pemanfaatan ruang, oleh karena itu Wilayah Kehutanan sangat rentan dengan presure terhadap penggunaan lahan dari berbagai sektor termasuk oleh kegiatan kehutanan itu sendiri. Kebijakan pembangunan pemanfaatan potensi sumberdaya alam secara berkelanjutan pada sektor Kehutanan tahun yang dapat dilaksanakan di Kabupaten adalah () Pengembangan perencanaan dalam pemantapan kawasan hutan. (2) Rehabilitasi dan konservasi untuk menekan laju degradasi hutan dan lahan. (3) Pengembangan pembibitan tanaman hutan. (4) Konservasi Sumberdaya hutan. Pengembangan perencanaan dalam pemantapan kawasan hutan sudah dimulai pada tahun 20, adapun kegiatan telah dilaksanakan yaitu Pembuatan Rencana pengelolaan Rehabilitasi hutan dan Lahan (RPRHL) sebagai dasar pembuatan Rancangan RHL di Kabupaten selama 5-5 tahun. Rehabilitasi dan konservasi untuk menekan laju degradasi hutan dan lahan telah dilaksanakan penanaman hutan rakyat, reboisasi, turus jalan, penanaman bibit KBR dan penghijauan lingkungan seluas ± 5.3 Ha. sehingga luas lahan kritis diperkirakan adalah Ha, rencana pengelolaan rehabilitasi hutan dan Lahan untuk tahun adalah seluas 4.77,70 ha.konservasi Sumberdaya hutan dilaksanakan pembuatan bangunan konservasi seperti Dam Penahan dan Dam Pengendali sebanyak unit, dan bangunan konservasi sebanyak 7 unit. Disamping itu untuk peningkatan operasi pengamanan hutan dan peningkatan pelayanan administrasi peredaran kayu, penyediaan sarana dan prasarana pengamanan hutan berupa pengadaan kendaraan roda dua untuk pengamanan hutan sebanyak 6 unit, peningkatan jumlah patroli sebanyak 50 persen dan dari operasi yang dilaksanakantertanganinya 8 kasus tangkapan kayu umlah barang bukti tahun 203 ; m3 kayu, 4 unit chainsaw, unit becak (setelah dilakukan pembinaan, becak dikembalikan kepada pemiliknya), D. Pariwisata Kabupaten terkenal dengan keindahan alam dan budaya masyarakatnya yang ramah tamah, menjadikan salah satu Kabupaten tujuan wisata di Sumatera Barat. Dimana sector pariwisata memberi dampak multiplier terhadap nilai tambah Industri kerajinan, pertanian perdagangan angkutan dan komunikasi, serta pendapatan masyarakat sekitar. Sehingga sector pariwisata memegang peranan penting dalam perekonomian Kabupaten, yang diharapkan dapat memberikan nilai ekonomi bagi masyarakat sekitarnya dan dapat memperluas dan memeratakan kesempatan kerja dan kesempatan berusaha sekaligus memperkenalkan identitas dan kebudayaan bangsa. Perkembangan kepariwisataan di Kabupaten dapat dilihat jumlah kunjungan wisatawan ke Kabupaten terus meningkat dari tahun ke tahunnya. Pada tahun 202 RKPD Perubahan Tahun

35 jumlah kunjungan wisata ke Kabupaten sebanyak wisatawan, sedangkan pada tahun 203 meningkat menjadi wisatawan, peningkatan angka kunjungan wisatawan ini disebabkan adanya promosi kepariwisataan melalui media cetak dan media elektronik, penampilan kesenian daerah, Event Nasional dan Internasional seperti Event paralayang, Tour De Singkarak. Tour De Matur yang dipromosikan oleh anak Nagari Matur bekerjasama dengan PT Semen Padang dan Tour De Maninjau yang di promosikan oleh Garuda Indonesia Air Ways. Disamping itu Kabupaten merupakan salah satu destinasi Pengembangan pariwisata Provinsi Sumatera Barat, merupakan satu koridor dengan Kota Bukitinggi, Kabupaten Limapuluh, dan Kota Payakumbuh, hal ini Kabupaten memiliki banyak peluang untuk mengembangkan pariwisata dan ekonomi kreatif, memiliki beragam industri kerajinan, dan kekayaan alam dan budaya : wisata alam, seni budaya kerajinanan, agrowisata, dan lain-lain. Perkembangan kepariwisataan pada tahun 200 sampai tahun 203 terlihat pada grafik berikut; Grafik II.7 Perkembangan kepariwisataan Kabupaten Tahun 200 s/d tahun Aspek daya saing daerah Daya saing daerah pada dasarnya adalah kemampuan perekonomian daerah dalam mencapai pertumbuhan tingkat kesejahteraan yang tinggi dan berkelanjutan dengan tetap terbuka pada persaingan domestik dan internasional. Indikator utama yang dapat digunakan untuk menentukan peringkat daya saing daerah tersebut antara lain adalah: () Kemampuan Ekonomi Daerah, (2) Ketersediaan Infrastruktur, (3) Iklim Investasi dan (4) Kualitas Sumberdaya Manusia. Uraian tentang perkembangan daya saing daerah menurut masing-masing. Indikator tersebut diuraikan pada bagian-bagian berikutnya. RKPD Perubahan Tahun

36 2..3. Fokus Kemampuan Ekonomi Daerah a. Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga Perkapita Berdasarkan Makanan dan Non Makanan. Pola konsumsi merupakan salah satu indikator kesejahteraan rumahtangga/keluarga. Pengeluaran Penduduk dikelompokan menjadi pengeluaran makanan dan non makanan. Secara umum pengeluaran penduduk Kabupaten masih didominasi oleh pengeluaran makanan. Tabel II.4 Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga berdasarkan Makanan Kabupaten Tahun 202 Kelompok Barang Perkotaan (%) Perdesaan (%) Pengeluaran per kapita (Rp.) (%) () (2) (2) (2) (2) (2) (2) Padi-Padian 56, , , Umbi-Umbian 4, , , Ikan 40, , , Daging 8, , , Telur dan Susu 20, , , Sayur-sayuran 30, , , Kacang-kacangan 5, , , Buah-buahan 25, , , Minyak dan Lemak 7, , , Bahan Minuman 2, , , Bumbu-bumbuan 4, , , Konsumsi Lainnya 6, , , Makanan dan 3 Minuman Jadi 99, , , Tembakau dan Sirih 42, , , Jumlah Makanan 385, , , Terlihat dari Tabel diatas bahwa Konsumsi beras penduduk di perdesaan lebih besar dibanding penduduk di wilayah perkotaan 2,25 kg berbanding,67 kg seminggu. Secara rata-rata penduduk di Kabupaten mengkonsumsi beras sebesar 2,06 kg seminggu, atau sekitar 07 kg/kapita/tahun. Konsumsi umbi-umbian penduduk masih relatif sedikit yaitu sebesar 0,6 kg per kapita seminggu, atau sekitar 8,58 kg/kapita/tahun. RKPD Perubahan Tahun

37 Tabel II.5 Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga berdasarkan Non Makanan Kabupaten Tahun 202 Kelompok Barang Perkotaan (%) Perdesaan (%) Pengeluaran per kapita (Rp.) () (2) (2) (2) (2) (2) (2) Perumahan dan Fasilitas 9, , , rumah tangga a. Perumahan 58, , , b. Fasilitas rumah tangga 6, , , Barang dan Jasa 32, , , a. Aneka barang dan jasa 20, , , b. Kesehatan 23, , , c. Pendidikan 36, , , d. Transportasi dan Jasa 52, , Lainnya 43, Pakaian, alas kaki dan tutup 37, , ,684 kepala Barang-barang tahan lama 9, , , Pajak dan Asuransi 7, , , Keperluan pesta dan upacara 2, , ,33 Jumlah Bukan Makanan 309, , , Dari Tabel di atas Biaya Kesehatan penduduk Kabupaten sebesar Rp per kapita per bulan (Rp per tahun). Angka ini lebih rendah dari standar biaya kesehatan WHO sebesar $34 (sekitar Rp per kapita setahun). Pengeluaran Kesehatan ini jauh di bawah pengeluaran untuk Tembakau dan Sirih yaitu Rp Dilihat Pengeluaran rata-rata perkapita sebulan untuk biaya Pendidikan sebesar Rp ,- angka ini juga jauh di bawah pengeluaran untuk Tembakau. Grafik II.8 Pola Konsumsi Masyarakat Kabupaten Tahun 202 Makanan (%) Non makanan (%) Perkotaan + Perdesaan Perdesaan Perkotaan (%) 2.45 RKPD Perubahan Tahun

38 Dari grafik diatas terlihat penduduk perdesaan menggunakan 60,0 % pendapatan utk konsumsi makanan dan 39,90% non makanan sedangakan di perkotaan lebih baik,yaitu untuk makanan 55,44% dan sebesar 44,56% untuk non makanan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa keluarga di Kabupaten masih bergelut untuk memenuhi kebutuhan makan, yang mengindikasikan rumah tangga berpenghasilan rendah. Pola konsumsi merupakan salah satu indikator kesejahteraan rumahtangga/keluarga Fokus Fasilitas Wilayah/Infrastuktur Kabupaten merupakan wilayah rawan bencana sehingga perlu menjadi perhatian serius oleh pemerintah, masyarakat, dan berbagai pihak. Bencana ini membawa dampak yang besar karena mengakibatkan kerusakan berbagai prasarana fisik Jalan, Jembatan dan Sumber Daya Air. Seperti akibat bencana gempa tahun 2007, dan gempa 30 September 2009 yang berdampak terhadap rusaknya infrastruktur jaringan jalan, jaringan irigasi dan infrastruktur lainnya. Sesuai dengan Keputusan Bupati Nomor : 473 Tahun 202 tentang Ruas Jalan Dan Jembatan Di Kabupaten, Jumlah ruas jalan adalah 595 Ruas dengan total panjang keseluruhan adalah.560, 88 Km. Dari panjang tersebut 68,08 % sudah pernah ditangani dengan jenis permukan berupa hotmix, lapen maupun cor. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada diagram berikut ini. Grafik II.9 Jenis Permukaan Jalan di Kabupaten Tahun 202 Kerikil 9.77% Tanah 0.65% JENIS PERMUKAAN JALAN Hotmix 38.04% Belum Tembus.50% Cor Beton 4.5% Lapen 5.53% Sumber : Dinas Pekerjaan Umum Tahun 202. Dari 68,08 % jalan yang telah ditangani tersebut sebesar 77,53 % mengalami kerusakan, mulai dari rusak ringan, sedang dan berat. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Grafik berikut: RKPD Perubahan Tahun

39 Grafik II.0 Kondisi Jalan Kabupaten Tahun Kondisi Baik Rusak Ringan Rusak Sedang Rusak Berat Sumber : Dinas Pekerjaan Umum Tahun 202. Sesuai dengan Keputusan Bupati Nomor : 473 Tahun 202 tentang ruas jalan dan jembatan di Kabupaten, Jumlah Jembatan adalah 39 Jembatan dengan total panjang keseluruhan adalah Meter. Sebagian besar jembatan tersebut adalah jembatan bentang pendek. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel berikut. Tabel II.6 Jumlah Jembatan Berdasarkan Panjang Jembatan No Panjang Bentang Jumlah Persentase Bentang 0 0 Meter Bentang 20 Meter Bentang 2 30 Meter Bentang 3 40 Meter Bentang > 40 Meter 4.25 Total Sumber : Dinas Pekerjaan Umum Tahun 202. Berdasarkan kondisi jembatan masih banyak jembatan yang perlu ditangani karena 73,35 % jembatan dalam kondisi rusak mulai rusak ringan, sedang sampai berat. Hal ini disebabkan oleh fakktor umur jembatan dan struktur jembatan yang sudah tua dan banyak dibangun dengan menggunakan lantai kayu dan rusak akibat bencana alam. Dari jumlah tersebut sudah banyak yang perlu dibenahi atau direhabilitasi dan sebagian perlu dibangun baru. Sampai Tahun 205 ditargetkan pembangunan jembatan baru sebanyak 5 unit. RKPD Perubahan Tahun

40 Gafik II. Kondisi Jembatan di Kabupaten Tahun 202 Rusak Berat 9.75% Kondisi Jembatan Kondisi Baik 26.65% Rusak Sedang 5.05% Rusak Ringan 38.56% NO Sumber : Dinas Pekerjaan Umum Tahun 202. a. Rasio Jaringan Irigasi Untuk meningkatkan produksi pertanian khususnya tanaman padi dimana pembangunan atau Rehabilitasi Jaringan irigasi sangat berperan sekali. Rasio Jaringan Irigasi Menurut Kecamatan tergambar pada table berikut : Kecamatan Tabel II.7 Rasio Jaringan Irigasi Menurut Kecamatan Panjang Jaringan Irigasi Primer Sekunder Tersier Total Panjang Jaringan Irigasi Km Luas lahan budidaya (Ha) Rasio () (2) (3) (4) (5) (6=3+4+5) (7) (8=6/7) Tanjung Mutiara , , Lubuk Basung , Ampek Nagari , Tanjung Raya , Matur , IV.Koto , Malalak , Banuhampu , Sungai Pua , IV.Angkek , Candung , Baso , Tilatang Kamang , Kamang Magek , Palembayan , Palupuh , Jumlah 379, , ,28 Sumber : Dinas Pekerjaan Umum Kab. Tahun 20 Rasio Jaringan Irigasi adalah perbandingan panjang jaringan irigasi terhadap luas lahan budidaya. Panjang jaringan irigasi meliputi jaringan primer, sekunder, tersier. Hal ini mengindikasikan ketersediaan saluran irigasi untuk kebutuhan budidaya pertanian. Jumlah irigasi di Kabupaten yaitu 885 buah. Luas areal irigasi yang merupakan kewenangan Pemerintah Kabupaten adalah 00 Ha sebanyak RKPD Perubahan Tahun 204 3

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH BESERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH BESERTA KERANGKA PENDANAAN BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH BESERTA KERANGKA PENDANAAN 3.1. Arah Dan Kebijakan Ekonomi Daerah 3.1.1 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dan Pertumbuhan Ekonomi Kondisi ekonomi makro Kabupaten

Lebih terperinci

RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2015

RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2015 Lampiran I Peraturan Bupati Pekalongan Nomor : 15 Tahun 2014 Tanggal : 30 Mei 2014 RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2015 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dokumen perencanaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Rencana Kerja Pembangunan Kota (RKPK) adalah dokumen perencanaan daerah untuk periode 1 (satu) tahun atau disebut dengan rencana pembangunan tahunan daerah. RKPK merupakan

Lebih terperinci

RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) KABUPATEN MALANG TAHUN 2015

RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) KABUPATEN MALANG TAHUN 2015 RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) KABUPATEN MALANG TAHUN 2015 Oleh: BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH (BAPPEDA) KABUPATEN MALANG Malang, 30 Mei 2014 Pendahuluan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH. 2.1 Perkembangan indikator ekonomi makro daerah pada tahun sebelumnya;

BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH. 2.1 Perkembangan indikator ekonomi makro daerah pada tahun sebelumnya; BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH 2.1 Perkembangan indikator ekonomi makro daerah pada tahun sebelumnya; A. Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi (economic growth) merupakan salah satu indikator yang

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH 3.1. Arah Kebijakan Ekonomi Daerah Rancangan Kerangka Ekonomi Daerah menggambarkan kondisi dan analisis perekonomian daerah, sebagai

Lebih terperinci

BAB I KONDISI MAKRO PEMBANGUNAN JAWA BARAT

BAB I KONDISI MAKRO PEMBANGUNAN JAWA BARAT BAB I KONDISI MAKRO PEMBANGUNAN JAWA BARAT 1.1. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) beserta Komponennya Angka Partisipasi Kasar (APK) SLTP meningkat di tahun 2013 sebesar 1.30 persen dibandingkan pada tahun

Lebih terperinci

RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2016 BAB I PENDAHULUAN

RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2016 BAB I PENDAHULUAN Lampiran I Peraturan Bupati Pekalongan Nomor : 17 Tahun 2015 Tanggal : 29 Mei 2015 RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2016 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemerintah

Lebih terperinci

Tabel 2.19 Pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur Tahun

Tabel 2.19 Pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur Tahun 41 2.1.2 Aspek Kesejahteraan Masyarakat 2.1.2.1 Fokus Kesejahteraan dan Pemerataan Ekonomi 2.1.2.1.1 Otonomi Daerah, Pemerintahan Umum, Administrasi Keuangan Daerah, Perangkat Daerah, Kepegawaian dan Persandian

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR...

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... Halaman BAB I. PENDAHULUAN... I-1 1.1 Latar Belakang... I-1 1.2 Dasar Hukum Penyusunan... I-3 1.3 Hubungan Antar Dokumen... I-4

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN TAPANULI UTARA DARI SISI PDRB SEKTORAL TAHUN 2013

PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN TAPANULI UTARA DARI SISI PDRB SEKTORAL TAHUN 2013 BPS KABUPATEN TAPANULI UTARA No. 08/07/1205/Th. VI, 06 Oktober 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN TAPANULI UTARA DARI SISI PDRB SEKTORAL TAHUN 2013 Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Tapanuli Utara yang diukur

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS IIV.1 Permasalahan Pembangunan Permasalahan yang dihadapi Pemerintah Kabupaten Ngawi saat ini dan permasalahan yang diperkirakan terjadi lima tahun ke depan perlu mendapat

Lebih terperinci

Analisis Isu-Isu Strategis

Analisis Isu-Isu Strategis Analisis Isu-Isu Strategis Permasalahan Pembangunan Permasalahan yang ada pada saat ini dan permasalahan yang diperkirakan terjadi 5 (lima) tahun ke depan yang dihadapi Pemerintah Kabupaten Bangkalan perlu

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH Kerangka ekonomi makro daerah akan memberikan gambaran mengenai kemajuan ekonomi yang telah dicapai pada tahun 2010 dan perkiraan tahun

Lebih terperinci

KEBIJAKAN UMUM ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (KU-APBD) TAHUN ANGGARAN 2016

KEBIJAKAN UMUM ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (KU-APBD) TAHUN ANGGARAN 2016 KEBIJAKAN UMUM ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (KU-APBD) TAHUN ANGGARAN 2016 PEMERINTAH KABUPATEN SAROLANGUN TAHUN 2015 DAFTAR ISI Halaman Daftar Isi... i Daftar Tabel... iii Nota Kesepakatan...

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH 3.1. Arah Kebijakan Ekonomi Daerah Kerangka ekonomi makro dan kebijakan keuangan daerah yang dimuat dalam Rencana Kerja Pemerintah

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH. karakteristiknya serta proyeksi perekonomian tahun dapat

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH. karakteristiknya serta proyeksi perekonomian tahun dapat BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH Kondisi perekonomian Kabupaten Lamandau Tahun 2012 berikut karakteristiknya serta proyeksi perekonomian tahun 2013-2014 dapat digambarkan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR...

DAFTAR ISI DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR ISI DAFTAR ISI...... i DAFTAR TABEL...... iii DAFTAR GAMBAR...... viii BAB I PENDAHULUAN... 2 1.1 Latar Belakang... 3 1.2 Dasar Hukum Penyusunan... 5 1.3 Hubungann antara Dokumen RPJMD dengan Dokumen

Lebih terperinci

BUPATI AGAM PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN AGAM NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN DAN SUSUNAN PERANGKAT DAERAH

BUPATI AGAM PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN AGAM NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN DAN SUSUNAN PERANGKAT DAERAH SALINAN BUPATI AGAM PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN AGAM NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN DAN SUSUNAN PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI AGAM, Menimbang

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA EKONOMI DAERAH

BAB II KERANGKA EKONOMI DAERAH Nilai (Rp) BAB II KERANGKA EKONOMI DAERAH Penyusunan kerangka ekonomi daerah dalam RKPD ditujukan untuk memberikan gambaran kondisi perekonomian daerah Kabupaten Lebak pada tahun 2006, perkiraan kondisi

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH 3.1. Arah Kebijakan Ekonomi Daerah Berdasarkan strategi dan arah kebijakan pembangunan ekonomi Kabupaten Polewali Mandar dalam Rencana

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Industri Pengolahan

I. PENDAHULUAN Industri Pengolahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor utama perekonomian di Indonesia. Konsekuensinya adalah bahwa kebijakan pembangunan pertanian di negaranegara tersebut sangat berpengaruh terhadap

Lebih terperinci

3. Kondisi Ekonomi Makro Daerah

3. Kondisi Ekonomi Makro Daerah Data capaian IPM Kabupaten Temanggung tahun 2013 belum dapat dihitung karena akan dihitung secara nasional dan akan diketahui pada Semester II tahun 2014. Sedangkan data lain pembentuk IPM diperoleh dari

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH 3.1 Arah Kebijakan Ekonomi Daerah Kebijakan pembangunan ekonomi Kabupaten Cianjur tahun 2013 tidak terlepas dari arah kebijakan ekonomi

Lebih terperinci

DISUSUN OLEH : BIDANG STATISTIK DAN PENGENDALIAN PEMBANGUNAN BAPPEDA PROVINSI SUMATERA BARAT Edisi 07 Agustus 2015

DISUSUN OLEH : BIDANG STATISTIK DAN PENGENDALIAN PEMBANGUNAN BAPPEDA PROVINSI SUMATERA BARAT Edisi 07 Agustus 2015 DISUSUN OLEH : BIDANG STATISTIK DAN PENGENDALIAN PEMBANGUNAN Edisi 07 Agustus 2015 Buku saku ini dalam upaya untuk memberikan data dan informasi sesuai dengan UU No.25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Dasar Hukum

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Dasar Hukum BAB I PENDAHULUAN 1.1. Dasar Hukum Dasar hukum penyusunan Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Provinsi Jawa Barat Tahun 2016, adalah sebagai berikut: 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1950 tentang

Lebih terperinci

4 GAMBARAN UMUM KOTA BOGOR

4 GAMBARAN UMUM KOTA BOGOR 44 Keterbatasan Kajian Penelitian PKL di suatu perkotaan sangat kompleks karena melibatkan banyak stakeholder, membutuhkan banyak biaya, waktu dan tenaga. Dengan demikian, penelitian ini memiliki beberapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Lampiran RKPD Kabupaten Ponorogo Tahun Bab I_ Halaman 1

BAB I PENDAHULUAN. Lampiran RKPD Kabupaten Ponorogo Tahun Bab I_ Halaman 1 BAB I PENDAHULUAN 11 Latar Belakang Sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sisten Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN) bahwa Pemerintah maupun Pemerintah Daerah setiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan teknologi dan serta iklim perekonomian dunia.

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan teknologi dan serta iklim perekonomian dunia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hakekatnya pertumbuhan ekonomi mempunyai tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pertumbuhan ekonomi suatu daerah merupakan salah satu usaha daerah untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi bertujuan untuk mewujudkan ekonomi yang handal. Pembangunan ekonomi diharapkan dapat meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi bertujuan untuk mewujudkan ekonomi yang handal. Pembangunan ekonomi diharapkan dapat meningkatkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi dalam suatu negara sangat penting, karena pembangunan ekonomi bertujuan untuk mewujudkan ekonomi yang handal dan mandiri. Pembangunan ekonomi

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. PERATURAN BUPATI MURUNG RAYA KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... ii DAFTAR TABEL... vii

DAFTAR ISI. PERATURAN BUPATI MURUNG RAYA KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... ii DAFTAR TABEL... vii DAFTAR ISI PERATURAN BUPATI MURUNG RAYA KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... ii DAFTAR TABEL... vii BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang... 1 1.2. Dasar Hukum Penyusunan... 2 1.3. Hubungan Antar Dokumen...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. RKPD Kabupaten Ponorogo Tahun Bab I_ Halaman 1

BAB I PENDAHULUAN. RKPD Kabupaten Ponorogo Tahun Bab I_ Halaman 1 BAB I PENDAHULUAN 11 Latar Belakang Setiap daerah di era Otonomi memiliki kewenangan dan tanggung jawab untuk dapat mengatur proses pembangunannya sendiri, mulai dari tahapan perencanaan, pelaksanaan,

Lebih terperinci

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KOTA PALU DT - TAHUN

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KOTA PALU DT - TAHUN DAFTAR TABEL Tabel 2.1 Luas Wilayah Kota Palu Menurut Kecamatan Tahun 2015.. II-2 Tabel 2.2 Banyaknya Kelurahan Menurut Kecamatan, Ibu Kota Kecamatan Dan Jarak Ibu Kota Kecamatan Dengan Ibu Kota Palu Tahun

Lebih terperinci

PARIPURNA, 20 NOPEMBER 2015 KEBIJAKAN UMUM ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH KOTA BEKASI TAHUN 2016

PARIPURNA, 20 NOPEMBER 2015 KEBIJAKAN UMUM ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH KOTA BEKASI TAHUN 2016 PARIPURNA, 20 NOPEMBER 2015 KEBIJAKAN UMUM ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH KOTA BEKASI TAHUN 2016 BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KOTA BEKASI TAHUN 2015 DAFTAR ISI Daftar Isi... i Daftar Tabel...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional telah mengamanatkan bahwa agar perencanaan pembangunan daerah konsisten, sejalan

Lebih terperinci

2.2 EVALUASI PELAKSANAAN PROGRAM DAN KEGIATAN RKPD SAMPAI DENGAN TAHUN 2013 DAN REALISASI RPJMD

2.2 EVALUASI PELAKSANAAN PROGRAM DAN KEGIATAN RKPD SAMPAI DENGAN TAHUN 2013 DAN REALISASI RPJMD 143 2.2 EVALUASI PELAKSANAAN PROGRAM DAN KEGIATAN RKPD SAMPAI DENGAN TAHUN 2013 DAN REALISASI RPJMD 2.2.1 Evaluasi Indikator Kinerja Utama Pembangunan Daerah Kinerja pembangunan Jawa Timur tahun 2013 diukur

Lebih terperinci

BAB VII P E N U T U P

BAB VII P E N U T U P BAB VII P E N U T U P Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Bupati Akhir Tahun 2012 diharapkan dapat memberikan gambaran tentang berbagai capaian kinerja, baik makro maupun mikro dalam penyelenggaraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT ATA 2014 I - 1

BAB I PENDAHULUAN LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT ATA 2014 I - 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyampaian laporan keterangan pertanggungjawaban Kepala Daerah kepada DPRD merupakan amanah Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan

Lebih terperinci

RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH A. Arah Kebijakan Ekonomi Daerah 1. Kondisi Ekonomi Daerah Tahun 2011 dan Perkiraan Tahun 2012 Kondisi makro ekonomi Kabupaten Kebumen Tahun

Lebih terperinci

DAFTAR ISI Hal Daftar Isi... i Daftar Tabel... ii Daftar Gambar... v Daftar Lampiran... vi

DAFTAR ISI Hal Daftar Isi... i Daftar Tabel... ii Daftar Gambar... v Daftar Lampiran... vi DAFTAR ISI Daftar Isi... i Daftar Tabel... ii Daftar Gambar... v Daftar Lampiran... vi BAB I Pendahuluan... I-1 1.1. Latar Belakang... I-1 1.2. Hubungan dokumen RKPD dengan dokumen perencanaan lainnya...

Lebih terperinci

Laporan Kinerja Pemerintah Kabupaten Bangka Barat Tahun 2014 DAFTAR ISI

Laporan Kinerja Pemerintah Kabupaten Bangka Barat Tahun 2014 DAFTAR ISI DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ------------------------------------------------------------------------------------------------------ i DAFTAR ISI ------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH 3.1. Arah Kebijakan Ekonomi Daerah Kerangka ekonomi makro dan kebijakan keuangan daerah yang dimuat dalam rencana kerja Pemerintah

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH 3.1 Arah Kebijakan Ekonomi Daerah Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Tahun 2015 merupakan masa transisi pemerintahan dengan prioritas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN... I-1

BAB I PENDAHULUAN... I-1 DAFTAR ISI Daftar Isi... Daftar... Daftar Gambar... BAB I PENDAHULUAN... I-1 1.1. Latar Belakang... I-1 1.2. Dasar Hukum Penyusunan... I-4 1.3. Hubungan Antar Dokumen... I-7 1.4. Kaidah Pelaksanaan...

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dalam ketentuan umum Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 65 Tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan Minimal, Standar Pelayanan Minimal

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 18 TAHUN 2008 PERATURAN BUPATI SUMEDANG NOMOR 18 TAHUN 2008 TENTANG

BERITA DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 18 TAHUN 2008 PERATURAN BUPATI SUMEDANG NOMOR 18 TAHUN 2008 TENTANG BERITA DAERAH KABUPATEN SUMEDANG PERATURAN BUPATI SUMEDANG TENTANG PAGU INDIKATIF ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH KABUPATEN SUMEDANG SEKRETARIAT DAERAH KABUPATEN SUMEDANG 2008 BERITA DAERAH KABUPATEN

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA PANGKALPINANG PERATURAN DAERAH KOTA PANGKALPINANG NOMOR 8 TAHUN 2009 TENTANG

PEMERINTAH KOTA PANGKALPINANG PERATURAN DAERAH KOTA PANGKALPINANG NOMOR 8 TAHUN 2009 TENTANG PEMERINTAH KOTA PANGKALPINANG PERATURAN DAERAH KOTA PANGKALPINANG NOMOR 8 TAHUN 2009 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJM-D) KOTA PANGKALPINANG TAHUN 2008-2013 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. BAB II. GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH... II Aspek Geografi Dan Demografi... II-2

DAFTAR ISI. BAB II. GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH... II Aspek Geografi Dan Demografi... II-2 DAFTAR ISI DAFTAR ISI Hal DAFTAR ISI... i DAFTAR TABEL... v DAFTAR GAMBAR... xix BAB I. PENDAHULUAN... I-1 1.1. Latar Belakang... I-1 1.2. Dasar Hukum Penyusunan... I-4 1.3. Hubungan Antar Dokumen RPJMD

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH Rancangan Kerangka Ekonomi Daerah menggambarkan kondisi dan analisis statistik Perekonomian Daerah, sebagai gambaran umum untuk situasi perekonomian Kota

Lebih terperinci

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA Ekonomi rakyat merupakan kelompok pelaku ekonomi terbesar dalam perekonomian Indonesia dan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Daftar Isi- i. Daftar Tabel... ii Daftar Grafik... iii

DAFTAR ISI. Daftar Isi- i. Daftar Tabel... ii Daftar Grafik... iii DAFTAR ISI Daftar Isi... i Daftar Tabel... ii Daftar Grafik... iii BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang... I.1 1.2 Tujuan... I.4 1.3 Dasar Hukum... I.4 BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH 2.1 Kondisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkapita sebuah negara meningkat untuk periode jangka panjang dengan syarat, jumlah

BAB I PENDAHULUAN. perkapita sebuah negara meningkat untuk periode jangka panjang dengan syarat, jumlah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pembangunan ekonomi adalah proses yang dapat menyebabkan pendapatan perkapita sebuah

Lebih terperinci

Tabel PDRB Atas Dasar Harga Berlaku dan Atas Dasar Harga Konstan 2000 di Kecamatan Ngadirejo Tahun (Juta Rupiah)

Tabel PDRB Atas Dasar Harga Berlaku dan Atas Dasar Harga Konstan 2000 di Kecamatan Ngadirejo Tahun (Juta Rupiah) 3.14. KECAMATAN NGADIREJO 3.14.1. PDRB Kecamatan Ngadirejo Besarnya Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kecamatan Ngadirejo selama lima tahun terakhir dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 3.14.1

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR TAHUN 2009 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR TAHUN 2009 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR TAHUN 2009 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2008-2013 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH, Menimbang

Lebih terperinci

Pemanfaatan DATA Statistik Dalam Perencanaan Pembangunan Daerah

Pemanfaatan DATA Statistik Dalam Perencanaan Pembangunan Daerah BADAN PUSAT STATISTIK Kabupaten Bandung Pemanfaatan DATA Statistik Dalam Perencanaan Pembangunan Daerah Soreang, 1 Oktober 2015 Ir. R. Basworo Wahyu Utomo Kepala BPS Kabupaten Bandung Data adalah informasi

Lebih terperinci

1. Seluruh Komponen Pelaku Pembangunan dalam rangka Penyelenggaraan Tugas Umum Pemerintahan Penyelenggaraan Tugas Pembangunan Daerah

1. Seluruh Komponen Pelaku Pembangunan dalam rangka Penyelenggaraan Tugas Umum Pemerintahan Penyelenggaraan Tugas Pembangunan Daerah PAPARAN MUSYAWARAH RENCANA PEMBANGUNAN RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KOTA BEKASI TAHUN 2014 Bekasi, 18 Maret 2013 BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KOTA BEKASI PENDAHULUAN RENCANA KERJA PEMERINTAH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki kontribusi bagi pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB)

BAB I PENDAHULUAN. memiliki kontribusi bagi pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara agraris dimana sebagian besar penduduknya hidup dari hasil bercocok tanam atau bertani, sehingga pertanian merupakan sektor yang memegang peranan

Lebih terperinci

Rencana Kerja P emerintah Daerah Kabupaten Barru Tahun 2015 DAFTAR ISI

Rencana Kerja P emerintah Daerah Kabupaten Barru Tahun 2015 DAFTAR ISI Rencana Kerja P emerintah Daerah Kabupaten Barru Tahun 2015 DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Dasar Hukum Penyusunan... 3 1.3 Hubungan Antar Dokumen Perencanaan... 5 1.4 Sistematika

Lebih terperinci

RANCANGAN RENCANA PELAKSANAAN RPJMD TAHUN KE-4

RANCANGAN RENCANA PELAKSANAAN RPJMD TAHUN KE-4 RANCANGAN RENCANA PELAKSANAAN RPJMD TAHUN KE-4 RPJMD KOTA LUBUKLINGGAU 2008-2013 VISI Terwujudnya Kota Lubuklinggau Sebagai Pusat Perdagangan, Industri, Jasa dan Pendidikan Melalui Kebersamaan Menuju Masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Acuan Kebijakan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Acuan Kebijakan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Acuan Kebijakan Kemiskinan merupakan masalah multidimensi. Kemiskinan tidak lagi dipahami hanya sebatas ketidakmampuan ekonomi, tetapi juga kegagalan pemenuhan hak-hak dasar dan

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2007

BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2007 BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2007 4.1. Gambaran Umum awa Barat adalah provinsi dengan wilayah yang sangat luas dengan jumlah penduduk sangat besar yakni sekitar 40 Juta orang. Dengan posisi

Lebih terperinci

BAB - I PENDAHULUAN I Latar Belakang

BAB - I PENDAHULUAN I Latar Belakang BAB - I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, telah mengamanatkan bahwa agar perencanaan pembangunan daerah konsisten, sejalan

Lebih terperinci

Pemerintah Provinsi Bali

Pemerintah Provinsi Bali BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) disusun sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan pemerintah dan kemampuan pendapatan daerah yang memiliki fungsi sebagai

Lebih terperinci

RINGKASAN EKSEKUTIF BUKU INDIKATOR MAKRO PEMBANGUNAN EKONOMI KABUPATEN BEKASI 2012

RINGKASAN EKSEKUTIF BUKU INDIKATOR MAKRO PEMBANGUNAN EKONOMI KABUPATEN BEKASI 2012 RINGKASAN EKSEKUTIF BUKU INDIKATOR MAKRO PEMBANGUNAN EKONOMI KABUPATEN BEKASI 1 Halaman Daftar Isi Daftar Isi... 2 Kata Pengantar... 3 Indikator Makro Pembangunan Ekonomi... 4 Laju Pertumbuhan Penduduk...

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKANKEUANGAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKANKEUANGAN DAERAH BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKANKEUANGAN DAERAH 3.1 Arah Kebijakan Ekonomi Daerah Kebijakan ekonomi daerah disusun dalam rangka memberikan solusi jangka pendek dan jangka panjang

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Lubuklinggau, September 2014 WALIKOTA LUBUKLINGGAU H. SN. PRANA PUTRA SOHE

KATA PENGANTAR. Lubuklinggau, September 2014 WALIKOTA LUBUKLINGGAU H. SN. PRANA PUTRA SOHE KATA PENGANTAR Buku Indikator Ekonomi Kota Lubuklinggau ini dirancang khusus bagi para pelajar, mahasiswa, akademisi, birokrat, dan masyarakat luas yang memerlukan data dan informasi dibidang perekonomian

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH 3.1. Arah Kebijakan Ekonomi Daerah 3.1.1. Kondisi Ekonomi Daerah Kota Bogor Salah satu indikator perkembangan ekonomi suatu daerah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Distribusi Persentase PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun

I. PENDAHULUAN. Distribusi Persentase PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Bogor merupakan sebuah kota yang berada di Provinsi Jawa Barat. Kedudukan Kota Bogor yang terletak di antara wilayah Kabupaten Bogor dan dekat dengan Ibukota Negara

Lebih terperinci

BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD)

BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD) BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD) 3.1. Asumsi Dasar yang Digunakan Dalam APBN Kebijakan-kebijakan yang mendasari APBN 2017 ditujukan

Lebih terperinci

PEREKONOMIAN DAERAH KOTA BATAM

PEREKONOMIAN DAERAH KOTA BATAM PEREKONOMIAN DAERAH KOTA BATAM Konsentrasi pembangunan perekonomian Kota Batam diarahkan pada bidang industri, perdagangan, alih kapal dan pariwisata. Akibat krisis ekonomi dunia pada awal tahun 1997 pertumbuhan

Lebih terperinci

I-1 BAB I PENDAHULUAN. I. Latar Belakang

I-1 BAB I PENDAHULUAN. I. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2007 tentang Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (LPPD) kepada Pemerintah, Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ)

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI JAWA TIMUR PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TRIWULAN I-2014 No. 32/05/35/Th. XIV, 5 Mei 2014 Pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur Triwulan I Tahun 2014 (y-on-y) mencapai 6,40

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Perencanaan adalah suatu proses untuk menentukan tindakan masa depan yang tepat, melalui urutan pilihan, dengan memperhitungkan sumber daya yang tersedia. Dalam rangka

Lebih terperinci

BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA

BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA No. 11/02/34/Th.XVI, 5 Februari 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TAHUN SEBESAR 5,40 PERSEN Kinerja perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) selama tahun

Lebih terperinci

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kota Medan Tahun BAB 1 PENDAHULUAN

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kota Medan Tahun BAB 1 PENDAHULUAN BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sejalan dengan perkembangan kondisi sosial, ekonomi dan budaya, Kota Medan tumbuh dan berkembang menjadi salah satu kota metropolitan baru di Indonesia, serta menjadi

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH BESERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH BESERTA KERANGKA PENDANAAN BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH BESERTA KERANGKA PENDANAAN 3.1 Arah Kebijakan Ekonomi Daerah 3.1.1 Kondisi Ekonomi Daerah Tahun 2011 dan Perkiraan Tahun 2012 Kerangka Ekonomi Daerah dan Pembiayaan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Salatiga, Oktober Tim Penyusun

KATA PENGANTAR. Salatiga, Oktober Tim Penyusun KATA PENGANTAR Segala puji bagi Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan taufik dan hidayah-nya, sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan review dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan masyarakatnya mengelola sumberdaya-sumberdaya yang ada dan. swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang

BAB I PENDAHULUAN. dan masyarakatnya mengelola sumberdaya-sumberdaya yang ada dan. swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang Analisis struktur perekonomian kota Depok sebelum dan sesudah otonomi daerah UNIVERSITAS SEBELAS MARET Oleh: HARRY KISWANTO NIM F0104064 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan daerah merupakan

Lebih terperinci

8.1. Keuangan Daerah APBD

8.1. Keuangan Daerah APBD S alah satu aspek pembangunan yang mendasar dan strategis adalah pembangunan aspek ekonomi, baik pembangunan ekonomi pada tatanan mikro maupun makro. Secara mikro, pembangunan ekonomi lebih menekankan

Lebih terperinci

WALIKOTA BATU PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH KOTA BATU TAHUN 2015

WALIKOTA BATU PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH KOTA BATU TAHUN 2015 SALINAN WALIKOTA BATU PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH KOTA BATU TAHUN 2015 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BATU, Menimbang

Lebih terperinci

Tabel 2.6 Nilai dan Kontribusi Sektor dalam PDRB Tahun Atas Dasar Harga Konstan Kabupaten Aceh Tamiang

Tabel 2.6 Nilai dan Kontribusi Sektor dalam PDRB Tahun Atas Dasar Harga Konstan Kabupaten Aceh Tamiang 2.1. ASPEK KESEJAHTERAAN MASYARAKAT 2.1.1. Kesejahteraan dan Pemerataan Ekonomi 2.2.1.1. Pertumbuhan PDRB Perekonomian Kabupaten Aceh Tamiang beberapa tahun terakhir menunjukkan pertumbuhan yang cukup

Lebih terperinci

DAFTAR ISI Latar Belakang... I Maksud dan Tujuan... I Dasar Hukum Penyusunan... I-2

DAFTAR ISI Latar Belakang... I Maksud dan Tujuan... I Dasar Hukum Penyusunan... I-2 DAFTAR ISI LAMPIRAN PERATURAN BUPATI SIJUNJUNG NOMOR 15 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN BUPATI SIJUNJUNG NOMOR 15 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN SIJUNJUNG TAHUN

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK UTARA KATA PENGANTAR

PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK UTARA KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Dengan memanjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan Rahmat dan Hidayah-Nya, Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ) Bupati Lombok Utara tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN LAMPIRAN I PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 29 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2015 1.1. Latar Belakang Rencana Kerja Pemerintah Daerah

Lebih terperinci

BAB II EKONOMI MAKRO DAN KEBIJAKAN KEUANGAN

BAB II EKONOMI MAKRO DAN KEBIJAKAN KEUANGAN BAB II EKONOMI MAKRO DAN KEBIJAKAN KEUANGAN 2.1 EKONOMI MAKRO Salah satu tujuan pemerintah adalah meningkatkan kesejahteraan seluruh rakyat, sehubungan dengan itu pemerintah daerah berupaya mewujudkan

Lebih terperinci

BAB III PRIORITAS PEMBANGUNAN DAERAH

BAB III PRIORITAS PEMBANGUNAN DAERAH BAB III PRIORITAS PEMBANGUNAN DAERAH 3.1 PRIORITAS PEMBANGUNAN DAERAH Pembangunan daerah tahun 2009 merupakan bagian dari pembangunan daerah jangka menengah tahun 2004 2009. Rencana Kerja Pemerintah Daerah

Lebih terperinci

PERATURAN WALIKOTA SEMARANG NOMOR 28 TAHUN 2016 TENTANG

PERATURAN WALIKOTA SEMARANG NOMOR 28 TAHUN 2016 TENTANG PERATURAN WALIKOTA SEMARANG NOMOR 28 TAHUN TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN WALIKOTA NOMOR 9 TAHUN 215 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KOTA SEMARANG TAHUN PEMERINTAH KOTA SEMARANG TAHUN

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman. X-ii. RPJMD Kabupaten Ciamis Tahun

DAFTAR ISI. Halaman. X-ii. RPJMD Kabupaten Ciamis Tahun DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... ii DAFTAR TABEL... v DAFTAR GAMBAR... xii DAFTAR GRAFIK... xiii BAB I PENDAHULUAN... I-1 1.1. Latar Belakang... I-1 1.2. Dasar Hukum Penyusunan... I-5

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. RKPD Kabupaten Ponorogo Tahun

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. RKPD Kabupaten Ponorogo Tahun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan upaya semua komponen bangsa yang dilaksanakan dalam rangka mencapai tujuan bangsa dan negara sebagaimana diamanatkan dalam Undang-undang Dasar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses kenaikan pendapatan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses kenaikan pendapatan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses kenaikan pendapatan perkapita penduduk yang diikuti oleh perubahan fundamental dalam struktur ekonomi suatu negara. Pembangunan

Lebih terperinci

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN LOMBOK BARAT

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN LOMBOK BARAT i DAFTAR ISI PERATURAN BUPATI LOMBOK BARAT KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR TABEL i ii viii BAB I PENDAHULUAN 1 1.1 Latar Belakang 1 1.2 Dasar Hukum 3 1.3 Hubungan Antar Dokumen 4 1.4 Sistimatika Dokumen

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam melakukan analisis tentang pembangunan ekonomi yang terjadi pada suatu negara ataupun daerah. Pertumbuhan

Lebih terperinci

RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) KABUPATEN GRESIK TAHUN 2015 BAB I PENDAHULUAN

RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) KABUPATEN GRESIK TAHUN 2015 BAB I PENDAHULUAN LAMPIRAN PERATURAN BUPATI GRESIK NOMOR : TAHUN 2014 TANGGAL : MEI 2014 RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) KABUPATEN GRESIK TAHUN 2015 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Rencana Kerja Pembangunan

Lebih terperinci

BUPATI PEKALONGAN PERATURAN BUPATI PEKALONGAN NOMOR 21 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2014

BUPATI PEKALONGAN PERATURAN BUPATI PEKALONGAN NOMOR 21 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2014 BUPATI PEKALONGAN PERATURAN BUPATI PEKALONGAN NOMOR 21 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2014 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PEKALONGAN, Menimbang

Lebih terperinci

DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI... i DAFTAR TABEL... iii DAFTAR GAMBAR... xii

DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI... i DAFTAR TABEL... iii DAFTAR GAMBAR... xii DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI... i DAFTAR TABEL... iii DAFTAR GAMBAR... xii BAB I PENDAHULUAN... I-1 1.1. Latar Belakang... I-1 1.2. Dasar Hukum Penyusunan... I-4 1.3. Hubungan Antar Dokumen... I-7 1.4.

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN TENGAH TRIWULAN IV/2011 DAN TAHUN 2011

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN TENGAH TRIWULAN IV/2011 DAN TAHUN 2011 No. 06/02/62/Th. VI, 6 Februari 2012 PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN TENGAH TRIWULAN IV/2011 DAN TAHUN 2011 Pertumbuhan ekonomi Kalimantan Tengah tahun 2011 (kumulatif tw I s/d IV) sebesar 6,74 persen.

Lebih terperinci

Katalog BPS :

Katalog BPS : Katalog BPS : 9902008.3373 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KOTA SALATIGA TAHUN 2011 KATA PENGANTAR Puji syukur ke hadirat Allah SWT, atas terbitnya publikasi Produk Domestik Regional Bruto Kota Salatiga

Lebih terperinci

Penutup Sekapur Sirih Mukhlis SE,MM

Penutup Sekapur Sirih Mukhlis SE,MM Penutup Sekapur Sirih Penyelenggaraan Sensus Penduduk merupakan hajatan besar bangsa yang hasilnya sangat penting dalam rangka perencanaan pembangunan. Pembangunan yang melalui proses perencanaan yang

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT

PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG PERUBAHAN LAMPIRAN PERATURAN DAERAH NOMOR 8 TAHUN 2008 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan yang dilaksanakan Bangsa Indonesia sampai dengan saat ini merupakan usaha untuk merubah kondisi bangsa dari keterbelakangan ke arah yang lebih maju. Untuk

Lebih terperinci