BAB VI POLITIK. 6.1 Subbidang Politik Dalam Negeri dan Komunikasi Kondisi Umum

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB VI POLITIK. 6.1 Subbidang Politik Dalam Negeri dan Komunikasi Kondisi Umum"

Transkripsi

1 BAB VI POLITIK Pembangunan demokrasi memiliki arti sangat penting dalam pembangunan nasional secara keseluruhan. Demokrasi secara tersurat dan tersirat sudah menjadi amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun Konsolidasi demokrasi yang bertahap dan terencana dengan baik diharapkan dapat mengantarkan bangsa Indonesia ke dalam sistem berdemokrasi yang sesungguhnya, serta dapat menghindarkan arus balik otoritarianisme ke dalam seluruh sistem politik Indonesia. Konsolidasi demokrasi Indonesia yang akan terus-menerus dilaksanakan secara berkelanjutan ke depan harus dijiwai oleh nilai-nilai dasar yang mulia dari setiap sila Pancasila yang telah menjadi pegangan para bapak pendiri bangsa sejak Indonesia merdeka. Politik dalam negeri dan politik luar negeri sesungguhnya adalah dua sisi dari satu mata uang dalam proses konsolidasi demokrasi Indonesia. Dunia yang menyempit karena berbagai perkembangan teknologi informasi yang pesat dan keterkaitan ekonomi global membuat politik dalam negeri dan politik luar negeri sangat tergantung erat satu sama lain. Karena ada korelasi yang sangat esensial dari politik dalam negeri dan politik luar negeri, maka kedua substansi ini tidak dipisahkan ke dalam dua bab terpisah. Keduanya dimasukkan ke dalam satu bab dan dipisahkan pembahasannya ke dalam sub bidang masing-masing. Hal ini dilakukan mengingat luasnya cakupan permasalahan dan sasaran pembangunan masing-masing, walaupun pada gilirannya keduanya memiliki satu tujuan jangka panjang, yakni mendukung konsolidasi demokrasi yang berkelanjutan. 6.1 Subbidang Politik Dalam Negeri dan Komunikasi Kondisi Umum Perjalanan demokrasi selama 5 tahun terakhir memberikan pengalaman tak ternilai bagi bangsa Indonesia. Dalam 5 tahun terakhir, kondisi aman dan damai dapat dipulihkan dan dipelihara, terutama di daerah-daerah konflik, seperti Nanggroe Aceh Darusalam, Maluku, Poso dan Papua; dan tidak dimungkiri juga bahwa dalam lima tahun terakhir masih terjadi insiden kekerasan antarkelompok, adanya tindak kekerasan, atau anarkis dalam proses pemilihan kepala daerah, dan adanya persoalan korupsi. Lebih lanjut, kebebasan sipil menunjukkan kinerja yang positif yang dapat dilihat dari semakin baiknya jaminan antara lain terhadap kebebasan berpendapat, kebebasan berkumpul, dan berserikat. Pemenuhan hak-hak politik masih terkendala oleh adanya II.6-1

2 persoalan dalam peraturan dan penyelenggaraan pemilu dan pemilihan kepala daerah, yang antara lain berdampak pada menurunnya tingkat partisipasi politik rakyat dalam pemilu dan pemilihan kepala daerah. Dalam Pemilu Legislatif 2009, angka partisipasi politik mencapai 70,99%, sedangkan pada Pemilu Presiden 2009, tingkat partisipasi politik rakyat mencapai 72,56%. Jika dibandingkan dengan tahun 2004, tingkat partisipasi politik dalam Pemilu Presiden dan Pemilu Legislatif masing-masing mencapai 77,44% dan 84,07%. Partisipasi politik dalam pemilu kepala daerah sejak tahun 2005 sampai dengan tahun 2008 adalah 75,28%. Perlu mendapatkan catatan bahwa perkembangan demokrasi di Indonesia ditandai pula dengan dipilihnya seluruh kepala daerah di tingkat propinsi dan kabupaten/kota seluruh Indonesia secara langsung oleh rakyat. Secara umum, penyelenggaraan pemilu dan seluruh pemilihan kepala daerah berjalan dengan aman dan damai. Semua ini merupakan modalitas yang sangat berarti bagi kemajuan demokrasi di tanah air pada masa mendatang. GRAFIK 6.1 PROSENTASE PARTISIPASI PEMILU PRESIDEN, PEMILU ANGGOTA DPR/DPD/DPRD PEMILU KEPALA DAERAH Sumber : KPU; Kemdagri Pada sisi perkembangan kinerja institusi demokrasi, selama 5 tahun terakhir, Indonesia juga telah mengalami proses transformasi politik yang berarti bagi konsolidasi demokrasi. Lembaga-lembaga penyelenggara negara yang telah ada terlihat II.6-2

3 bergerak maju secara lebih dinamis dalam melaksanakan peran dan fungsi yang diberikan oleh Konstitusi. Di samping itu, lembaga-lembaga independen yang didirikan pada era reformasi menunjukkan kinerja yang baik. Dengan berbagai capaian yang diraih tersebut, secara umum dapat dikatakan bahwa Indonesia sedang bergerak maju dalam proses demokratisasi. Pemilu dan Pemilu Kepala Daerah Sepanjang tahun 2007 sampai dengan tahun 2009 sejumlah landasan struktural penting telah berhasil diselesaikan dalam proses perwujudan lembaga demokrasi yang makin kukuh untuk memberikan landasan yang kuat bagi proses konsolidasi demokrasi yang berkelanjutan terutama untuk menghadapi penyelenggaran Pemilu Undang-undang politik yang baru adalah UU No. 22 tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilu, UU No. 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik dan UU No.10 tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD serta UU No. 42 tahun 2008 tentang Pemilu Presiden dan Wakil Presiden. Pada Agustus 2009 telah pula ditetapkan undang-undang terbaru bidang politik, yakni UU No. 27 tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD, sebagai pengganti UU No. 22 Tahun 2003 tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, DPD, dan DPRD. Pengubahan judul dengan menghapus frasa Susunan dan Kedudukan yang tercantum dalam UU No. 22 Tahun 2003 dimaksudkan untuk tidak membatasi pengaturan yang hanya terbatas pada materi muatan susunan dan kedudukan lembaga, tetapi juga mengatur hal-hal lain yang lebih bersifat komprehensif. Satu tonggak penting dalam proses pelembagaan demokrasi melalui proses penyelenggaraan pemilu adalah adanya keputusan Mahkamah Konstitusi yang menetapkan calon anggota legislatif terpilih berdasarkan perolehan suara terbanyak, tidak lagi berdasarkan nomor urut yang ditetapkan oleh partai politik yang ikut dalam pemilu legislatif. Pada tahun 2007 demokrasi Indonesia juga mencapai kemajuan serupa, yakni dengan diperbolehkannya keikutsertaan calon independen dalam pilkada melalui penetapan keputusan Mahkamah Konstitusi yang mengabulkan judicial review terhadap UU No.32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Hal ini merupakan tonggak penting bagi perluasan ruang kebebasan politik masyarakat luas dan peningkatan kualitas proses rekrutmen kepemimpinan politik di tingkat daerah di Indonesia karena calon independen diharapkan menjadi pemicu motivasi calon-calon dari parpol untuk mempersiapkan diri secara lebih baik. Pada kenyataannya, terlepas dari berbagai kelemahan administratif dalam penyelenggaraannya, perundang-undangan bidang politik yang baru telah cukup mampu menjadi landasan politik bersama untuk mengakomodasikan dinamika dan aspirasi politik yang berkembang di kalangan masyarakat umum bagi perbaikan demokrasi pada umumnya, kinerja parlemen dan eksekutif pada khususnya. Politik Indonesia di parlemen pada berbeda dengan parlemen pada era II.6-3

4 sebelumnya. Hal ini merupakan konsekuensi logis pemberlakuan parliamentary threshold. Jumlah partai yang ada di parlemen menjadi jauh lebih sedikit, yakni hanya 9 (sembilan) parpol dari 38 peserta pemilu pada tingkat nasional, sedangkan pada Pemilu Legislatif 2004, dari 24 parpol peserta pemilu, 17 parpol mendapatkan kursi di parlemen. Pemilu Legislatif dan Presiden/Wakil Presiden pada tahun 2009 dapat berjalan dengan demokratis, aman, dan damai. Perlu mendapatkan catatan bahwa Pemilu 2009 di Indonesia termasuk pemilu yang paling kompleks. Hal ini terjadi karena dalam satu hari diadakan pemilu untuk memilih 560 anggota DPR, 132 orang anggota DPD, dan orang anggota DPRD Provinsi, Kabupaten dan Kota. Jumlah pemilih mencapai orang, jumlah TPS sebanyak buah, jumlah PPS sebanyak orang, jumlah PPK sebanyak 6471 orang dan 471 KPU Kabupaten/Kota, serta 33 KPU Provinsi. Penyelenggaraan Pemilu 2009 mengajarkan satu hal penting pada pemerintah, KPU, dan Bawaslu sebagai lembaga independen penyelenggara pemilu sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku, yakni berkaitan dengan masih lemahnya sistem administrasi kependudukan yang menjadi dasar penyusunan Daftar Pemilih Tetap (DPT) dalam pemilu nasional. Hak-hak dasar masyarakat sebagai warganegara yang sudah berhak memilih dalam pemilu sudah semestinya dijamin sepenuhnya tanpa kecuali. Terkait dengan persoalan DPT tersebut, Mahkamah Konsitusi satu hari menjelang pemilu presiden/wakil presiden 2009 menetapkan keputusan bahwa bagi warganegara yang telah berhak memilih dapat menggunakan Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan Paspor sebagai dokumen resmi untuk ditukarkan dengan surat suara pada hari pemilu. Keputusan tersebut merupakan hal yang sangat penting sebagai jalan ke luar dari permasalahan DPT pada waktu Pemilu Pilpres Penyelenggaraan pemilu kepala daerah, sampai dengan akhir tahun 2008, secara umum berjalan relatif lancar dan aman. Perlu mendapat catatan penting bahwa sejumlah penyelenggaraan pemilu kepala daerah menunjukkan hasil-hasil yang menggembirakan, baik ditinjau dari segi proses penyelenggaraannya, partisipasi masyarakat dan keanekaragaman peserta yang ikut pilkada, maupun ditinjau dari hasilhasil pilkada itu sendiri. Pemilu kepala daerah yang sudah berlangsung sejak 2005 telah meletakkan dasar-dasar tradisi berdemokrasi yang penting, berupa pembelajaran cara berpolitik dan berdemokrasi secara baik, serta kemampuan masyarakat untuk ikut serta mengawal seluruh proses penyelenggaraan pemilu kepala daerah sampai selesai. Hal lain, perlu mendapatkan catatan bahwa perkembangan demokrasi di Indonesia ditandai pula dengan dipilihnya seluruh kepala daerah di tingkat propinsi dan kabupaten/kota seluruh Indonesia secara langsung oleh rakyat. Semua ini merupakan modalitas yang sangat berarti bagi kemajuan demokrasi di tanah air pada masa mendatang. II.6-4

5 Partai Politik Sejak bergulirnya era reformasi, telah berdiri kurang lebih 160 partai politik di Indonesia. Pada Pemilu tahun 1999, 2004, dan 2009 masing-masing diikuti oleh sebanyak 48, 24 dan 44 partai politik, termasuk 6 parpol lokal menjadi kontestan Pemilu. Partai politik saat ini tidak hanya sekedar memberikan legitimasi, tetapi juga membentuk kekuasaan. Fungsi partai politik adalah mewakili ekspresi politik dan pilihan, membangun kompetisi kepemiluan dan dialog politik, mewakili agregasi dan artikulasi kepentingan sosial, serta menyiapkan sosialisasi politik. GRAFIK 6.2 JUMLAH PARTAI PESERTA PEMILU DAN PERAIH KURSI Sumber: KPU Dalam pemilu 2009, partai politik dapat berkompetisi dengan adil. Para elit politik memiliki kemampuan dan kesadaran yang tinggi untuk menyelesaikan sengketa melalui jalur hukum. Di sisi lain, partai politik di mata publik menunjukkan citra yang kurang mengembirakan. Pada dimensi politik kepartaian, hal yang penting juga adalah soal peran perempuan dalam struktur kepengurusan parpol dan parlemen. UU No. 10 tahun 2008 tentang Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD dan UU No 2 tahun 2008 tentang Partai II.6-5

6 Politik jelas mengamanatkan kuota 30% keterwakilan perempuan dalam kepengurusan parpol di tingkat pusat dan daerah dalam daftar yang diajukan untuk calon anggota legislatif. Hal ini jelas merupakan hal yang positif di dalam upaya mempromosikan hakhak perempuan dalam kehidupan politik di tanah air. Pemenuhan angka kuota tersebut ternyata tidaklah semudah yang diharapkan semula. Namun, perlu dicatat bahwa representasi perempuan di DPR hasil pemilu 2009 menunjukkan kenaikan, yaitu menjadi 17% dari 11% hasil pemilu Sebaliknya, representasi perempuan pada DPD hasil pemilu 2009 menjadi 28% dari 20% sebagai hasil pemilu 2004, sebagaimana tergambar dalam Grafik 6.4 di bawah ini. Perlu dicatat bahwa kenaikan tersebut merupakan hasil perjuangan atau kompetisi politik tanpa metodaperekayasaan politik, seperti alokasi jumlah kursi atau pun penunjukan. GRAFIK 6.3 PERBANDINGAN REPRESENTASI PEREMPUAN DALAM DPR DAN DPD HASIL PEMILU 2004 DAN 2009 Sumber: KPU Masyarakat Sipil dan Organisasi Masyarakat Sipil Karakterisitik dan kemajuan penting yang telah diraih selama ini adalah bahwa masyarakat sipil Indonesia menunjukkan kedermawanan dan keaktifan berorganisasi. Berdasarkan studi Indeks Masyarakat Sipil Yappika (tahun 2006), empat dari lima orang Indonesia pernah memberikan sumbangan dalam bentuk uang atau barang serta membantu warga lain. Lebih dari separuh rakyat Indonesia pernah menjadi anggota suatu organisasi masyarakat sipil dan satu dari tiga orang Indonesia pernah menjadi anggota lebih dari satu organisasi. Dari sisi lembaga, organisasi masyarakat sipil Indonesia cukup aktif dan sukses mempromosikan demokrasi, HAM dan II.6-6

7 memberdayakan warganegara. Namun, di sisi lain, masyarakat sipil masih berada dalam posisi yang belum seimbang dengan posisi negara dan swasta; posisi negara dan swasta masih lebih kuat dari masyarakat sipil. Lembaga Perwakilan Konstitusi telah memperkuat fungsi legislasi, anggaran dan pengawasan DPR. Penguatan tersebut merupakan langkah penting dalam menciptakan keseimbangan kekuasaan di antara lembaga penyelenggara negara, khususnya antara legislatif dan eksekutif. Dalam pelaksanaan fungsi legislasi, jumlah RUU prioritas tahunan ditambah dengan jumlah RUU kumulatif terbuka selama berjumlah 335 RUU. Dalam praktiknya RUU yang dibahas DPR tidak seluruhnya berasal dari prioritas tahunan, tetapi dari RUU yang dianggap penting di luar RUU yang masuk dalam Prolegnas Dari total 335 RUU di atas, telah disetujui dan disahkan sebanyak 193 RUU. Dalam hal pelaksanaan fungsi anggaran, setelah perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, pelaksanaan fungsi anggaran tidak hanya sebatas pembahasan dan penetapan APBN tetapi mempunyai korelasi dengan hal keuangan negara. Hingga Agustus 2009, DPR telah mengesahkan 16 RUU tentang APBN. Dalam pelaksanaan fungsi pengawasan, DPR mengawasi eksekutif dalam menjalankan atau melaksanakan UU dan APBN serta pengawasan terhadap kebijakan pemerintah melalui berbagai instrumen pengawasan, termasuk rapat kerja dan pembentukan panitia yang bertugas menanggapi aspirasi dan permasalahan yang berkembang di masyarakat. Peran pemerintah dibatasi pada pemberian fasilitas dukungan bagi kelancaran ketiga fungsi tersebut. Berkenaan dengan DPD, sampai dengan akhir tahun kelima telah dihasilkan 186 keputusan yang terdiri atas 16 buah usul RUU, 95 buah pandangan, pendapat, dan pertimbangan tentang berbagai RUU baik yang berasal dari DPR maupun dari Pemerintah, dan 47 buah produk hasil pengawasan serta 28 buah pertimbangan yang berkaitan dengan anggaran. Kemudian, MPR selama ini telah melaksanakan perannya dalam melakukan sosialiasi Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia, nilai-nilai Bhinneka Tunggal Ika, dan Ketetapan MPR kepada masyarakat dengan berbagai metode. Peran pemerintah sebatas memfasilitasi untuk memberikan dukungan terhadap kelancaran pelaksanaan tugas dan fungsi MPR, DPR, dan DPD. Hubungan Kelembagaan Pasca amandemen perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, terdapat perubahan besar, yaitu dengan tidak dikenalnya lagi lembaga II.6-7

8 tertinggi Negara dan Lembaga Tinggi Negara yang ada hanya Lembaga Negara; dihapuskannya DPA sebagai salah satu lembaga tinggi Negara, dibentuknya lembaga Negara baru lainnya, seperti Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Mahkamah Konstitusi (MK), serta dibentuknya beberapa lembaga Negara Bantu (the auxiliary state) yang tugasnya untuk membantu lembaga Negara yang sudah ada dan bertujuan untuk membantu pelaksanaan tugas lembaga yang diatur dalam konstitusi. Perkembangan paling membesarkan hati justru terlihat dari kinerja lembagalembaga negara yang relatif baru dalam kancah demokrasi di Indonesia. MK telah mampu menunjukkan kapasitasnya dalam mengawal konstitusi (the guardian of the constitution) melalui respon yang tanggap terhadap berbagai tuntutan judicial review pada undang-undang yang dianggap bertentangan dengan konstitusi oleh warganegara Indonesia, sebagai pemegang sah kedaulatan. Angin segar lain dalam hal penegakan hukum adalah adanya kinerja KPK yang telah mampu mengambil tindakan-tindakan berarti dalam melakukan investigasi disertai penangkapan terhadap para pelaku tindakan korupsi kerah putih di Indonesia. Terhadap hal ini, masyarakat pada umumnya menaruh rasa hormat dan harapan yang tinggi pada KPK. Penanganan Konflik dan Pascakonflik. Selama lima tahun terakhir, upaya yang tidak kenal lelah dari pemerintah untuk menyelesaikan konflik-konflik di daerah dan memelihara keadaan tenang banyak membawa hasil positif. Aceh. Khusus di NAD, stabilitas sosial politik yang terjadi tidak terlepas dari keberhasilan program reintegrasi yang telah dilaksanakan melalui kerja sama pemerintah dan pemerintah Provinsi NAD, serta peran forum komunikasi dan koordinasi yang menjadi wadah bagi penyelesaian masalah yang berkaitan dengan agenda perdamaian yang telah disepakati. Situasi yang semakin kondusif merupakan hasil dari upaya-upaya yang telah dilakukan oleh pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat Aceh seluruhnya. Fondasi perdamaian yang dimulai dengan perjanjian perdamaian Helsinki, dan berlanjut dengan pemberlakuan UU No. 11 tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (UU PA) menjadi kunci penting bagi terciptanya suasana damai dalam masyarakat NAD dan berjalannya proses pembangunan yang semakin mantap di NAD. Sebagai penjabaran dari UU PA, Pemerintah telah memfasilitasi penetapan PP No. 20 tahun 2007 tentang Partai Politik Lokal di Aceh. Bahkan, lebih jauh dari itu, suasana sosial politik yang kondusif di NAD telah menghasilkan kepemimpinan politik harapan rakyat Aceh melalui Pilkada Gubernur dan Kabupaten/Kota yang berlangsung dengan aman dan damai serta dinilai jujur dan demokratis. Semua yang telah dicapai tersebut sangat penting bagi keberlanjutan proses pembangunan di segala bidang, dan menjadi barometer bagi upaya meningkatkan harmonisasi kehidupan sosial politik di NAD. II.6-8

9 Papua. Di Papua, situasi yang relatif kondusif antara lain merupakan sumbangan dari penguatan implementasi Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua sesuai dengan UU No. 21 tahun 2001 dan penerapan Inpres No. 5 tahun 2007 tentang Percepatan Pembangunan Provinsi Papua dan Papua Barat yang sering disebut dengan New Deal Policy for Papua. Pada tahun 2008 telah ditetapkan PP No. 64 tahun 2008 tentang Perubahan PP No. 54 tahun 2004 tentang Majelis Rakyat Papua (MRP) khususnya yang menyangkut keuangan MRP. Pemerintah terus berupaya untuk mendorong efektivitas penyelenggaraan pemerintahan di daerah berdasarkan otonomi daerah dan otonomi khusus, mendorong kehidupan politik yang sehat yang mengacu kepada 4 konsensus dasar, yaitu Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Bhinneka Tunggal Ika. Poso, Maluku, dan Maluku Utara. Pada umumnya, situasi sosial politik di Poso Sulawesi Tengah semakin kondusif yang ditandai dengan tumbuh dan terciptanya rasa aman dan damai, serta semakin baiknya kondisi yang harmonis dalam masyarakat. Kondisi yang kondusif tercipta juga di Maluku dan Maluku Utara. Pemerintah daerah saat ini sedang dan terus melanjutkan hasil yang telah dicapai selama 4 tahun sebagai pelaksanaan Inpres No. 6 tahun 2003 tentang Percepatan Pemulihan Pembangunan Provinsi Maluku dan Maluku Utara pasca konflik. Melalui dukungan dan dorongan untuk meningkatkan kapasitas dan kapabilitas pemerintahan di daerah, pelaksanaan rehabilitasi serta upaya dialog dan komunikasi efektif serta pendampingan terhadap masyarakat, Inpres tersebut telah menjadi pilar penting untuk pemulihan perdamaian yang berkelanjutan di Maluku dan Maluku Utara. Hubungan yang Harmonis dalam Masyarakat. Demokratisasi, selain telah mengembalikan hak-hak politik dan hak-hak sipil masyarakat, ternyata juga telah menciptakan ekses berupa berkembangnya ideologi kekerasan dan terorisme di dalam masyarakat. Pemerintah yang terpilih secara demokratis saat ini menyadari dan terus berupaya memberikan teladan bahwa melawan radikalisme dan terorisme harus tetap dilakukan melalui mekanisme demokratis, bukan dengan menggunakan cara-cara di luar hukum, teror, dan kekerasan yang sama kejamnya. Dalam menyikapi persoalan-persoalan SARA, upaya yang telah dilakukan Pemerintah adalah melakukan koordinasi dengan pemerintah daerah untuk mengatasi dan mencegah timbulnya persoalan SARA, dan antara lain menerbitkan Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri No. 9 dan 8 tahun 2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama, Pemberdayaan Forum Kerukunan Umat Beragama, dan Pendirian Rumah Ibadah. Dalam rangka mencegah kerawanan sosial, sejak tahun 2006 pemerintah terus berkoordinasi dengan pemerintah daerah untuk meningkatkan kewaspadaan secara dini masyarakat terhadap kemungkinan terjadinya benturan dalam masyarakat itu II.6-9

10 sendiri. Koordinasi ini didukung dengan penerbitan Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 12 tahun 2006 tentang Kewaspadaan Dini Masyarakat di Daerah dan Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 11 tahun 2006 tentang Komunitas Intelijen Daerah. Di samping itu, sebagai upaya untuk mendukung pembauran dalam masyarakat, koordinasi dengan pemerintah daerah didukung dengan penerbitan Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 34 tahun 2006 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pembauran Kebangsaan di Daerah. Upaya lain yang dilakukan adalah memantapkan peran pemerintah sebagai fasilitator dan mediator dalam mengatasi berbagai persoalan untuk menjaga dan memelihara persatuan dan kesatuan, perdamaian, dan harmoni dalam masyarakat. Dalam menindaklanjuti berbagai kebijakan atau peraturan yang dikeluarkan tersebut, pemerintah telah pula melakukan fasilitasi pembentukan Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) di 33 provinsi, 241 kabupaten, dan 65 kota. Pemerintah juga telah memfasilitasi pembentukan Forum Kewaspadaan Dini Masyarakat (FKDM) di 24 provinsi dan 57 kabupaten/kota, pembentukan Komunitas Intelijen Daerah (KOMINDA) di 33 provinsi dan 425 kabupaten/kota, serta Forum Pembaruan Kebangsaan (FPK) di 11 provinsi dan 16 kabupaten/kota. Dalam konteks persatuan dan kesatuan bangsa, Pemerintah menerbitkan PP No. 77 tahun 2007 tentang Lambang Daerah sebagai tanda identitas Negara Kesatuan Republik Indonesia yang menggambarkan potensi daerah, harapan masyarakat daerah, dan semboyan yang melukiskan harapan dimaksud. Pemerintah juga melakukan upaya mendorong penerapan nilai-nilai ideologi Pancasila, termasuk di dalamnya nilai persatuan dan kesatuan, serta cinta tanah air melalui program wawasan kebangsaan dan cinta tanah air. Program tersebut merupakan kerja sama pemerintah dengan ratusan organisasi masyarakat sipil yang ada di Indonesia. Pemerintah menyadari bahwa peran organisasi masyarakat sangatlah penting untuk menjadi garda terdepan dalam mewujudkan konsensus penyelesaian masalah dalam masyarakat itu sendiri. Penyediaan dan Penyebaran Informasi Publik. Perkembangan demokrasi Indonesia ditandai pula dengan ditetapkannya UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP) dan akan berlaku secara efektif pada tahun Undang-undang ini merupakan produk penting untuk menjamin pelembagaan atas hak-hak masyarakat untuk mengetahui dan mendapatkan informasi yang selengkap mungkin dari sumber yang seluas-luasnya tentang proses politik dan penyelenggaraan negara. Sebelum menetapkan UU KIP, pemerintah dan DPR juga sudah menetapkan UU No.11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Kedua perundangan bidang informasi di atas memberikan batasan-batasan penting mengenai apa yang boleh dan apa yang tidak boleh dilakukan oleh pemerintah, masyarakat, dan lembaga/badan publik lainnya dalam kaitannya dengan implikasi hakhak masyarakat untuk mendapatkan akses yang seluas mungkin atas sumber-sumber II.6-10

11 informasi publik yang strategis. Dalam mempersiapkan berlaku efektifnya UU KIP, beberapa upaya tengah dilakukan untuk merampungkan Peraturan Pemerintah (PP), Petunjuk Teknis (Juknis), infrastruktur, sarana/prasarana serta hal-hal lain yang terkait dengan pemberlakuan undang-undang dimaksud. Sesuai dengan amanat UU KIP, telah dibentuk pula Komisi Informasi Pusat pada bulan Juni 2009, dan juga telah dilakukan sosialisasi untuk pemahaman UU KIP di 20 provinsi dan beberapa Kementerian/ Lembaga di tingkat pusat. Pemerintah terus mengupayakan penyempurnaan sejumlah fasilitas penyebaran informasi publik terutama kebijakan pemerintah di bidang politik, hukum, dan keamanan (polhukkam), perekonomian, kesejahteraan sosial, dan pengelolaan pendapat umum. Penyebaran informasi publik rutin dilakukan melalui berbagai media, antara lain, media cetak, elektronik, dan forum/dialog/pertunjukan rakyat. Penyebaran informasi ini akan terus dilanjutkan dan ditingkatkan kualitas, kuantitas dan daya jangkaunya, sehingga dapat menjadi jembatan komunikasi yang efektif dan efisien antara negara dan masyarakat di dalam dan luar negeri. Pemerintah telah menjadi fasilitator untuk memperkuat lembaga penyiaran publik TVRI dan RRI melalui penyempurnaan kerangka regulasi dan anggaran, agar mampu tumbuh menjadi lembaga penyiaran publik yang modern, seperti lembaga penyiaran publik berskala nasional dan internasional di mancanegara. Di samping itu, pemerintah memberikan pula fasilitasi bagi munculnya media-media komunitas yang lebih bermutu untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan khusus masyarakat atas informasi publik dalam komunitas masing-masing. Selain itu, selama ini pemerintah selalu melakukan koordinasi dengan pemerintah daerah dan mengembangkan sarana/jaringan komunikasi sosial, terutama media tradisional untuk meningkatkan komunikasi antara pusat dan daerah, dan mengatasi hambatan dan kendala penyebaran informasi ke wilayah-wilayah terpencil dan terdepan. Di samping itu, telah dibangun dan dikembangkan media centre di 30 provinsi dan 75 kabupaten/kota sebagai sarana bagi masyarakat untuk mengakses informasi. Pemerintah juga tetap berusaha meningkatkan pelayanan informasi melalui penyediaan mobil unit operasional untuk daerah yang belum terjangkau oleh infrastruktur informasi. Tujuannya diharapkan agar rakyat di daerah dimaksud dapat ikut mengetahui dan mulai ikut serta berpartisipasi dalam proses penyelenggaraan pemerintahan di daerah. Hal lain, Pemerintah telah dan akan terus mengupayakan fasilitasi penguatan lembaga-lembaga mitra, seperti Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), Komisi Informasi, Dewan Pers, dan LKBN Antara Permasalahan dan Sasaran Pembangunan Meskipun berbagai capaian telah diraih selama 5 tahun terakhir, potensi permasalahan perlu diantisipasi dan perlu mendapatkan respon agar proses II.6-11

12 demokratisasi selanjutnya dapat dijaga secara berkesinambungan dan mendapatkan momentum yang positif secara terus menerus Permasalahan Pemilu dan Pemilu Kepala Daerah Permasalahan yang dihadapi dalam Pemilu 2009 dan pemilihan kepala daerah adalah terkait dengan peraturan dan penyelenggaraan tahapan yang kurang tepat, data pemilih yang belum akurat, distribusi logistik yang kurang tepat waktu dan sasaran, pendidikan pemilih yang masih terbatas dan kurang tepat waktu. Secara keseluruhan, permasalahan tersebut membawa dampak pada kualitas penyelenggaraan pemilu. Pendidikan pemilih yang belum cukup memadai berkontribusi salah satunya pada tingkat partisipasi aktif warga negara yang menurun pada tahun 2009 jika dibandingkan dengan hasil Pemilu Oleh karena itu, dalam lima tahun ke depan pelembagaan proses pemilu dan pemilihan kepala daerah menjadi hal penting yang harus dilakukan agar persoalan-persoalan yang muncul pada penyelenggaraan Pemilu 2009 dan pemilihan kepala daerah sebelumnya tidak terulang kembali. Permasalahan dan agenda penting dalam pelaksanaan pemilihan kepala daerah adalah pengantisipasian dan penindaklanjutan sejumlah aspirasi dan wacana yang berkembang secara cukup luas mengenai pemilihan kepala daerah, yang selama ini dilakukan secara langsung di semua tingkat pemerintahan daerah, baik di tingkat provinsi, kabupaten maupun kota untuk memilih gubernur, bupati, dan walikota. Perlu dilakukan pengkajian yang sungguh-sungguh mengenai pemilihan gubernur yang dilakukan secara langsung oleh rakyat dan/atau dipilih melalui DPRD. Selain itu, perlu pula dilakukan pengkajian yang lebih mendalam mengenai wacana pemisahan pemilihan kepala daerah dari materi UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Kajian tersebut perlu dilaksankan secara seksama, karena keputusan apa pun yang diambil akan berdampak luas dalam proses demokratisasi Indonesia. Konsolidasi demokrasi di Indonesia jelas harus terus berlanjut dengan kecepatan penuh karena hal itu merupakan amanat konstitusi dan perundang-undangan, tanpa menutup kemungkinan untuk melakukan evaluasi dan koreksi apabila diperlukan. Partai Politik (Parpol) Tingginya partisipasi politik rakyat untuk berorganisasi di dalam berbagai partai politik belum diikuti oleh kinerja parpol yang optimal dalam melaksanakan fungsifungsi utama parpol seperti agregasi dan artikulasi politik, komunikasi politik, dan pendidikan politik. Parpol pun menghadapi beberapa persoalan internal organisasinya, seperti konflik internal dalam pergantian kepengurusan, belum berjalan optimalnya proses kaderisasi dan mekanisme rekrutmen, lemahnya kemampuan dan kapasitas II.6-12

13 kader dan fungsionaris partai dalam membangun dan mempraktikkan dasar-dasar demokrasi, dan lemahnya sistem demokrasi internal dalam partai politik. Dampak dari kinerja yang belum optimal adalah lemahnya kepercayaan publik terhadap partai politik. Perempuan dalam Politik Struktur perundangan untuk meningkatkan peranan perempuan dalam politik telah mengalami banyak penyempurnaan. Namun, kondisi ini belum mampu mengubah realitas peran perempuan dalam lembaga-lembaga politik. Kendala perjuangan untuk menempatkan representasi dan peran politiknya dalam lembaga-lembaga politik disebabkan oleh ketidaksiapan perempuan untuk memasuki dunia politik, kompetisi internal partai politik, dan kompetisi di antara perempuan itu sendiri. Kendala lainnya adalah terkait faktor eksternal, seperti budaya patriakal yang menempatkan laki-laki pada posisi yang lebih dominan, dan masih banyaknya dianut paradigma bahwa dunia politik adalah kotor dan hanya cocok untuk laki-laki. Selain itu, perempuan juga masih belum dianggap sebagai kelompok yang berhak memiliki peran independen dalam melakukan aktualisasi diri di bidang sosial dan politik, serta belum memiliki akses yang sama ke dalam sumber-sumber pengetahuan dan pendidikan. Organisasi Masyarakat Sipil Kapasitas dan kiprah organisasi masyarakat sipil juga masih belum cukup memadai untuk terlibat dalam penyusunan kebijakan publik dan melakukan pengawasan kepada penyelenggara negara. Kegiatan-kegiatan organisasi masih bersifat kasuistis dan sporadis, serta tidak berkelanjutan. Berbagai kinerja yang kurang memadai ini disebabkan oleh kelemahan organisasi masyarakat sipil yang berakar pada beberapa hal internal berikut ini. Pertama, lemahnya manajemen pengelolaan organisasi termasuk di dalamnya kurang melakukan kaderisasi dan pengelolaan SDM yang tepat, serta belum memiliki jaringan yang luas di kalangan masyarakat sipil. Kedua, rendahnya akses organisasi terhadap informasi. Ketiga, minimnya dukungan prasarana, pelatihan, permodalan serta akses distribusi dan pemasaran pada proses pengembangan unit-unit produksi OMS Keempat, keterbatasan proses pertukaran gagasan, pengalaman, dan pembelajaran antar-organisasi masyarakat antar wilayah karena keterbatasan mobilitas mereka. Hal lain, OMS tidak terbebas pula dari persoalan tidak transparan dan korupsi. Selain itu, kegiatan advokasi yang dilakukan oleh kalangan organisasi masyarakat sipil masih akan dihadapkan pada permasalahan tidak dimilikinya ikatan yang jelas dengan konstituen atau kelompok-kelompok masyarakat yang diperjuangkannya. Kritik ini menunjuk secara jelas pada dua hal: pertama, banyak kegiatan advokasi yang dilakukan selama ini yang lebih didorong oleh pikiran sepihak dari para pengagasnya, II.6-13

14 daripada hasil rumusan kolektif dari kelompok-kelompok masyarakat yang secara langsung dirujuk di dalam kerangka kerja advokasi tersebut. Kedua, kritik tersebut menunjuk kepada lemahnya pengorganisasian OMS di dalam upaya-upaya untuk mendorong perubahan. Bahkan, dalam banyak kasus seringkali kegiatan advokasi yang dilakukan itu menggunakan cara-cara kerja dengan memobilisasi rakyat atau kelompokkelompok masyarakat korban sebagai barisan pagar betis daripada mengorganisasi masyarakat sebagai basis dari perubahan itu sendiri. Permasalahan lainnya yang dihadapi oleh organisasi masyarakat sipil adalah persoalan pendanaan yang membawa konsekuensi keberlanjutan organisasi. Persoalan ini merupakan persoalan penting yang perlu dicarikan jalan pemecahannya. UU No. 8 tahun 1985 tentang Organisasi Kemasyarakatan yang menjadi dasar dan koridor bekerjanya organisasi masyarakat sipil sudah tidak cukup akomodatif dalam merespon proses demokratisasi saat ini yang terus berkembang. UU tersebut belum cukup akomodatif meningkatkan peran masyarakat sipil, serta mengakomodasikan kesadaran masyarakat yang meningkat mengenai hak-hak demokratis mereka. Negara perlu mendukung perumusan perundang-undangan yang memberikan pengakuan, peluang, dan dukungan atas independensi masyarakat sipil dalam proses pengembangan demokrasi dan pencapaian kesejahteraan rakyat. Pada saat bersamaan perlu terus dibangun peningkatan dialog dan konsultasi antara negara dengan organisasi masyarakat sipil yang dilandasi dengan semangat kemitraan yang setara. Lembaga Perwakilan Tantangan lima tahun ke depan bagi DPR adalah melaksanakan secara optimal fungsi-fungsi DPR di dalam melaksanakan penyusunan legislasi, pengawasan, dan penganggaran. Tidak hanya lembaga DPR, Dewan Perwakilan Daerah (DPD) akan juga menghadapi tantangan ke depan untuk melaksanakan fungsinya secara optimal sesuai dengan amanat Konstitusi dan peraturan perundangan yang berlaku. Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) menghadapi tantangan untuk melaksanakan tugasnya terutama melakukan sosialisasi empat pilar konsensus nasional yang meliputi Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia, nilai-nilai Bhinneka Tunggal Ika, dan putusan MPR lainnya kepada masyarakat. Tantangan bagi MPR adalah masih rendahnya pengetahuan dan pemahaman masyarakat terhadap empat pilar konsensus tersebut serta mengenai fungsi dan keberadaan lembaga-lembaga negara dalam struktur ketatanegaraan. Selain itu, tugas yang tidak kalah pentingnya adalah tugas MPR dalam rangka mempersiapkan hal-hal yang berkaitan dengan penyelenggaraan Sidang MPR apabila terdapat usulan untuk mengubah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta apabila terjadi kekosongan jabatan Presiden dan/atau Wakil Presiden pada masa jabatannya. II.6-14

15 Pengembangan rumah aspirasi rakyat bagi DPR dalam lima tahun ke depan perlu didorong dan difasilitasi untuk memberikan jaminan bahwa perjuangan aspirasi masyarakat dapat ditindaklanjuti dan menjadi suatu kebijakan yang dapat memberikan manfaat positif bagi masyarakat sebagaimana dikehendaki oleh masyarakat. Rumah aspirasi DPD melalui Sekretariat Provinsi DPD di daerah yang akan dibentuk di 33 provinsi merupakan agenda ke depan yang tentunya perlu difasilitasi dan didorong pula oleh berbagai pihak. Aspirasi rakyat perlu mendapat perhatian dan perlu diperjuangkan oleh para wakil mereka di DPD terutama untuk membantu proses pembangunan dan kemajuan di daerah. Secara politis kedudukan DPR dan pemerintah sudah menunjukkan keseimbangan yang positif. Tantangan ke depan adalah tuntutan masyarakat yang menghendaki kinerja yang prima dari DPR dan pemerintah. Dalam mewujudkan hal tersebut, di samping peningkatan kapasitas lembaga masing-masing, kedua lembaga penyelenggara negara perlu meningkatkan komunikasi yang intensif dan berjalan efektifnya mekanisme checks and balances. Permasalahan dalam lembaga perwakilan adalah adanya potensi keterputusan elektoral (electoral disconnection) atau kesenjangan hubungan personal dan intensitas komunikasi dan kontrol aktif para konstituen yang memilih dalam pemilu terhadap para wakil-wakil rakyat di parlemen dan eksekutif. Dalam lima tahun ke depan, peningkatan profesionalitas dan kapasitas lembaga legislatif termasuk di dalamnya kapasitas komunikasi politik yang efektif merupakan tantangan yang perlu didukung oleh berbagai pemangku kepentingan. Kelancaran dukungan perlu juga diperkuat oleh kapasitas sekretariat internal lembaga perwakilan. Hubungan Kelembagaan Permasalahan aktual dan strategis lainnya yang tidak bisa diabaikan dalam demokrasi di Indonesia adalah, pertama hubungan eksekutif dan legislatif yang masih berpotensi menghambat efektivitas pelaksanaan fungsi lembaga itu masing-masing. Pada beberapa tingkat hubungan kelembagaan, tidak jarang terjadi kebuntuan politik dalam proses pengambilan keputusan. Hal ini merupakan gejala dari belum konsistennya penerapan sistem presidensiil di satu sisi dengan masih belum mantapnya sistem checks and balances di kedua lembaga penyelenggara negara. Persoalan sistemik konstitusional diperparah oleh masih belum mantapnya budaya dan etika berpolitik. Kedua, masih adanya hubungan kelembagaan yang belum mantap di dalam lembaga perwakilan rakyat sendiri karena belum adanya kesepahaman terkait posisi lembaga DPD dalam demokrasi Indonesia, dikaitkan latar belakang dan tujuan terbentuknya lembaga yang relatif baru ini. Ketidaksepakatan ini tentu perlu diselesaikan dengan proses demokratis melalui mekanisme konstitusional yang bisa diterima oleh semua pihak. Intensitas komunikasi akan memberikan peluang untuk dapat saling memahami II.6-15

16 pola pikir dan ide masing-masing, dan sekaligus dapat melahirkan ide-ide besar untuk kepentingan masyarakat luas. Pola komunikasi yang intensif dan informal perlu ditingkatkan tetapi tanpa menghilangkan sikap kritis yang dapat mengorbankan tidak bekerjanya mekanisme checks and balances hubungan antarlembaga sebagai prasyarat bekerjanya demokrasi Indonesian. Penanganan Konflik dan Pascakonflik Meskipun stabilitas sosial politik di beberapa daerah pascakonflik dapat terjaga dalam 5 tahun terakhir, potensi konflik masih tetap ada dan sewaktu-waktu dapat muncul kembali. Masyarakat Indonesia yang majemuk di satu sisi merupakan aset nasional, tetapi di sisi lain dapat merupakan salah satu faktor yang dapat menciptakan suasana tidak harmonis di dalam masyarakat apabila tidak dikelola dengan baik. Khusus yang terkait dengan wilayah Provinsi Nanggroe Aceh Darusalam (NAD), tertundanya penyelesaian peraturan pelaksana UU No. 11 tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh, yaitu penyelesaian 10 PP, 1 Perpres, dan pembentukan pengadilan HAM serta Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi, berpotensi mengikis kepercayaan masyarakat Aceh yang telah dibangun sejak tahun 2005 hingga saat ini. Begitu pun halnya dengan Papua, tertundanya penyelesaian peraturan pelaksanaan UU No. 21 tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua belum dapat dicapai solusinya. Akar persoalan terletak pada perbedaan acuan hukum yang digunakan oleh Gubernur dan Majelis Rakyat Papua (MRP). Gubernur menggunakan UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, sedangkan MRP menggunakan UU Otonomi Khusus. Di samping perbedaan acuan hukum yang digunakan, kendala koordinasi dan komunikasi juga menjadi penyebab tidak tercapainya pemecahan hingga saat ini. Apabila masalah ini tidak segera dipecahkan, kepercayaan di dalam masyarakat dan antarpemerintahan akan semakin menipis dan berpotensi membuka peluang adanya konflik baru. Penciptaan Hubungan yang Harmonis di Dalam Masyarakat Cara-cara yang tidak demokratis seperti perilaku anarkis dan pembunuhan lawan politik dengan menggunakan isu SARA dalam menyikapi proses politik, seperti pemilihan umum dan pemilihan kepala daerah, serta masih rendahnya kemampuan menghargai perbedaan di dalam masyarakat karena primordialisme sempit masih akan memberikan kontribusi terhadap suasana yang tidak harmonis di dalam masyarakat. Tanpa antisipasi dan penanganan yang tepat, persoalan tersebut akan membawa dampak terhadap adanya tindakan dan perilaku kekerasan yang menodai proses demokratisasi yang sedang berjalan. Permasalahan yang saat ini cukup mencemaskan adalah adanya penurunan rasa II.6-16

17 nasionalisme dan kebangsaan di masyarakat terutama kalangan generasi penerus. Apabila hal ini terus dibiarkan, pada akhirnya akan berdampak negatif terhadap keutuhan dan kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Hal yang juga mencemaskan adalah tidak dikenal luasnya empat (4) pilar penting konsensus bangsa, yakni Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945), bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Bhinneka Tunggal Ika sebagai pedoman tertinggi kehidupan sosial politik seluruh bangsa. Padahal, esensi dari keempat pilar tersebut sangat relevan untuk dapat menyikapi berbagai kendala praktis dalam kehidupan sosial politik Indonesia dewasa ini, antara lain, pertama, sikap solidaritas dan perilaku toleran antar sesama saudara sebangsa tanpa memandang asal usul suku, ras, bahasa, dan agama; dan kedua, sikap taat pada hukum bagi setiap komponen bangsa dalam menyikapi setiap tindakan yang melawan hukum tanpa memandang asal usul, golongan, dan keyakinan politik. Dalam menyikapi persoalan primordialisme sempit dan rendahnya penurunan nasionalisme dan kebangsaan tersebut, pendidikan dan internalisasi nilai-nilai demokrasi merupakan keniscayaan. Namun, tantangannya terletak pada keterbatasan kemampuan dan pengalaman dalam merumuskan metode dan strategi pendidikan yang tepat dan inovatif untuk berbagai target sasaran yang berbeda dan sesuai dengan perubahan zaman. Metode dan strategi pendidikan yang kurang tepat tidak akan berdampak pada peningkatan pemahaman terhadap nasionalisme dan kebangsaan, pemahaman nilai-nilai demokrasi, seperti budaya toleransi, berkompetisi politik secara demokratis, dan penyelesaian masalah tanpa kekerasan. Tidak hanya pendidikan politik dan kebangsaan, pemerintah juga melakukan pengembangan dialog antaragama melalui Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) yang bekerja sama dengan pemerintah daerah dan pemangku kepentingan di daerah. Permasalahan yang dihadapi adalah belum efektifnya FKUB sebagai forum dialog dengan pemuka agama dan tokoh masyarakat, wadah penampung aspirasi ormas keagamaan dan aspirasi masyarakat dan menyalurkannya dalam bentuk rekomendasi sebagai bahan kebijakan pemerintah daerah, serta wadah untuk melakukan sosialisasi peraturan perundangan dan kebijakan di bidang keagamaan yang berkaitan dengan kerukunan umat beragama dan pemberdayaan masyarakat. Pada tingkat kabupaten/kota, FKUB kab/kota melaksanakan fungsi pemberian rekomendasi tertulis atas permohonan pendirian rumah ibadat secara tepat dan melalui mekanisme musyawarah. Begitu pula dengan forum-forum dialog lainnya yang saat ini telah terbentuk, menjaga eksistensi dan meningkatkan efektifitas forum dialog merupakan tantangan ke depan yang tidak ringan. Dalam penanganan konflik dan penciptaan harmoni dalam masyarakat, peran pemerintah masih cukup penting dan masih tetap diperlukan. Namun, ketidakpercayaan (distrust) terhadap pemerintah masih tetap kental. Masyarakat masih seringkali mengemukakan keluhan-keluhannya terhadap kinerja birokrasi pemerintahan. Dari sisi politik, birokrasi dianggap belum sepenuhnya menerapkan prinsip netralitas. Dari sisi II.6-17

18 kapasitas, birokrasi dianggap masih jauh dari efisien dalam melaksanakan tugas-tugas pelayanan masyarakat. Pemerintah pun dinilai memiliki kelemahan dalam melakukan koordinasi yang efektif. Persoalan-persoalan tersebut berakumulasi pada timbulnya distrust terhadap pemerintah. Tantangan terberat adalah mengubah pola pikir menjadi demokratis, berorientasi pada prinsip-prinsip good governance, tetap profesional, serta netral. Peningkatan Peran Informasi dan Komunikasi Penyediaan, pengelolaan, dan penyebarluasan informasi publik merupakan permasalahan yang masih akan dihadapi. Masyarakat tidak dapat mengakses informasi publik yang diperlukan apabila tidak didukung oleh penyediaan informasi publik yang memadai dan tepat waktu, tanpa pengelolaan informasi publik yang baik dan berkualitas (content), serta tanpa penyebarluasaan informasi publik yang tepat sasaran. Permasalahan lainnya adalah kesadaran masyarakat termasuk badan usaha belum sepenuhnya memahami arti penting peran strategis dari informasi yang berakibat pada masih rendahnya pemanfaatan informasi, dan konsekuensinya menyebabkan kesenjangan informasi di dalam masyarakat. Konsekuensi selanjutnya, masyarakat tanpa informasi publik yang memadai akan sulit berpartisipasi dan ikut terlibat dalam proses penyelenggaraan negara dan berperan dalam ruang publik, dan akan menghadapi kendala dalam mengawasi penyelenggaraan negara sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. Permasalahan penyediaan, pengelolaan dan penyebaran informasi publik tidak terlepas dari kendala keterbatasan kapasitas sumber daya manusia bidang informasi dan komunikasi, belum memadainya regulasi di bidang komunikasi dan informasi, serta sarana dan prasarana komunikasinya. Tantangan peningkatan kualitas sumber daya manusia khususnya SDM pemerintah dan lembaga publik lainnya adalah sulitnya mengubah paradigma, pola pikir (mind set) yang merupakan persyaratan kunci untuk dapat mengubah sikap dan tindakan dalam bekerja untuk memberikan pelayanan informasi kepada publik dan pelaksanaan komunikasi publik secara profesional. Peran pemerintah dalam penyediaan informasi publik perlu dipertimbangkan dan dilihat dari perspektif sebagai salah satu pemangku kepentingan yang memberikan perhatian terhadap percepatan penyebaran informasi publik dan penyediaan informasi publik yang tepat untuk mengimbangi derasnya arus informasi akibat globalisasi dan perkembangan pesat melalui teknologi informasi, yang ditengarai saat ini tidak seluruhnya memberikan manfaat bagi kepentingan publik. Globalisasi telah memberikan kontribusi terhadap tergerusnya nasionalisme dan nilai-nilai kebangsaan Indonesia, dan berkembangnya pola-pola konsumerisme yang kurang tepat. Media massa yang kuat adalah prasyarat penting bagi konsolidasi demokrasi. Namun, kondisi saat ini mengindikasikan industri media yang berkembang masih II.6-18

19 didominasi oleh kepentingan profit/industri yang dikhawatirkan mengganggu kebebasan pers di Indonesia. Tantangan bagi pemerintah untuk tetap menjamin kebebasan pers. Pemerintah harus terus mendorong antara lain melalui kebijakan untuk mewujudkan misi media massa dalam mencerdaskan bangsa dan berpihak pada kepentingan publik dan melalui pengembangan sistem komunikasi yang demokratis (netral, seimbang, dan bertanggung jawab). Masih terkait dengan kebijakan, dengan telah ditetapkannya UU KIP, tantangan bagi semua badan publik adalah komitmen dan konsistensi untuk dapat menjalankan UU tersebut. Beberapa hal penting terkait pelaksanaan UU KIP yang harus benar-benar disiapkan, antara lain kerangka kelembagaan dan hukum, administrasi dan perangkat pendukung pelaksanaan lainnya, serta sumber daya manusianya. Proses demokratisasi berpotensi akan mendapatkan momentum positif terusmenerus apabila komitmen seluruh pemangku kepentingan untuk saling bekerja sama mendorong proses demokratisasi ke arah yang positif dan konstruktif dijaga dan ditingkatkan secara berkelanjutan. Namun, kenyataannya upaya untuk mendorong komitmen terkendala oleh masih lemahnya koordinasi, komunikasi dan dialog dalam pemerintah dan antara pemerintah dan masyarakat. Dengan demikian, menjadi pekerjaan rumah yang tidak ringan bagi pemerintah untuk menciptakan prakarsa secara terus menerus untuk membangun secara sistematis dan menguatkan mekanisme komunikasi dialog, dan koordinasi, tidak saja dengan sesama instansi pemerintah, dan antara pemerintah dengan penyelenggara negara lainnya, tetapi juga antara pemerintah dengan masyarakat sipil, politik dan ekonomi secara intensif dan berkualitas Sasaran Sasaran pembangunan bidang politik dalam negeri adalah meningkatnya kualitas demokrasi yang ditandai dengan angka indeks demokrasi indonesia rata-rata 73 pada akhir tahun 2014 dan tingkat partisipasi politik rakyat rata-rata 75%. Meningkatnya kualitas demokrasi tersebut dapat dilihat melalui hal-hal berikut. 1. Semakin terjaminnya peningkatan iklim politik kondusif bagi berkembangnya kualitas kebebasan sipil dan hak-hak politik rakyat yang semakin seimbang dengan peningkatan kepatuhan terhadap pranata hukum. Hal ini ditandai dengan peningkatan indeks rata-rata dari 64,3 1 pada tahun 2010 menjadi 75 pada akhir tahun Meningkatnya akuntabilitas lembaga demokrasi termasuk di dalamnya terwujudnya akuntabilitas peran masyarakat sipil dan organisasi masyarakat sipil, peran parpol, dan peran lembaga legislatif. Lembaga-lembaga demokrasi tersebut diharapkan dapat menjalankan tugas dan fungsinya sesuai dengan 1 Menggunakan angka Indeks Demokrasi Indonesia tahun 2007 (Bappenas) II.6-19

20 amanat Konstitusi dan peraturan perundang-undangan yang berlaku, dan sesuai dengan keinginan dan tuntutan rakyat. Pada akhir tahun 2014, capaian sasaran ini akan ditandai dengan indeks kinerja institusi demokrasi rata-rata 70, naik dari indeks rata-rata sebesar 52,3 pada tahun Terlaksananya Pemilu 2014 yang adil dan demokratis, yang ditunjukkan dengan meningkatnya partisipasi politik rakyat mencapai rata-rata 75 %, dan berkurangnya diskriminasi yang terkait dengan pemenuhan hak untuk memilih dan dipilih. Tingkat partisipasi politik tahun 2010 adalah sebesar 70,99% untuk Pemilu Presiden dan 72,56% untuk Pemilu Legislatif. 4. Meningkatnya peran informasi dan komunikasi, yang ditandai dengan meningkatnya kualitas layanan informasi dan komunikasi pemerintah Arah Kebijakan dan Strategi Pembangunan Untuk mencapai sasaran pembangunan bidang politik dalam negeri dan komunikasi, prioritas bidang politik adalah pelembagaan demokrasi dengan fokus prioritas: (1) peningkatan akuntabilitas lembaga demokrasi; (2) peningkatan iklim kondusif bagi berkembangnya kebebasan sipil dan hak politik rakyat dan berkembangnya demokrasi; (3) peningkatan peran informasi dan komunikasi. Berdasarkan prioritas bidang dan fokus prioritas tersebut, kerangka pikir dari RPJMN Subbidang Politik Dalam Negeri dan Komunikasi dapat digambarkan sebagai berikut: 2 Menggunakan Indeks Demokrasi Indonesia tahun 2007 (Bappenas) II.6-20

BAB 2 PENINGKATAN RASA PERCAYA DAN HARMONISASI ANTARKELOMPOK MASYARAKAT

BAB 2 PENINGKATAN RASA PERCAYA DAN HARMONISASI ANTARKELOMPOK MASYARAKAT BAB 2 PENINGKATAN RASA PERCAYA DAN HARMONISASI ANTARKELOMPOK MASYARAKAT Pada tahun 2009 ini, kita boleh bangga mengatakan bahwa keharmonisan dan kepercayaan antarkelompok di Indonesia berada pada titik

Lebih terperinci

BAB III PEMBANGUNAN BIDANG POLITIK

BAB III PEMBANGUNAN BIDANG POLITIK BAB III PEMBANGUNAN BIDANG POLITIK A. KONDISI UMUM Setelah melalui lima tahun masa kerja parlemen dan pemerintahan demokratis hasil Pemilu 1999, secara umum dapat dikatakan bahwa proses demokratisasi telah

Lebih terperinci

BAB 15 PERWUJUDAN LEMBAGA DEMOKRASI YANG MAKIN KUKUH

BAB 15 PERWUJUDAN LEMBAGA DEMOKRASI YANG MAKIN KUKUH BAB 15 PERWUJUDAN LEMBAGA DEMOKRASI YANG MAKIN KUKUH Tahun 2009 merupakan tahun terakhir masa pemerintahan Kabinet Indonesia Bersatu periode 2004 2009. Selama lima tahun terakhir, berbagai upaya dilakukan

Lebih terperinci

BAB 14 PERWUJUDAN LEMBAGA DEMOKRASI YANG MAKIN KUKUH

BAB 14 PERWUJUDAN LEMBAGA DEMOKRASI YANG MAKIN KUKUH BAB 14 PERWUJUDAN LEMBAGA DEMOKRASI YANG MAKIN KUKUH A. KONDISI UMUM Keberhasilan menempatkan proses pembangunan kelembagaan politik demokrasi pada jalur dan arah yang benar selama tahun 2004 dan 2005

Lebih terperinci

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA MATERI AUDIENSI DAN DIALOG DENGAN FINALIS CERDAS CERMAT PANCASILA, UUD NEGARA RI TAHUN 1945, NKRI, BHINNEKA TUNGGAL IKA, DAN KETETAPAN MPR Dr. H. Marzuki Alie

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA BAB 1 PENINGKATAN RASA SALING PERCAYA DAN HARMONISASI ANTAR KELOMPOK MASYARAKAT

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA BAB 1 PENINGKATAN RASA SALING PERCAYA DAN HARMONISASI ANTAR KELOMPOK MASYARAKAT BAB 1 PENINGKATAN RASA SALING PERCAYA DAN HARMONISASI ANTAR KELOMPOK MASYARAKAT BAB 1 PENINGKATAN RASA SA LING PERCAYA DAN HARMONISASI ANTAR KELOMPOK MASYARAKAT A. KONDISI UMUM Sepanjang tahun 2007 hingga

Lebih terperinci

BAB 1 PENINGKATAN RASA SALING PERCAYA DAN HARMONISASI ANTARKELOMPOK MASYARAKAT

BAB 1 PENINGKATAN RASA SALING PERCAYA DAN HARMONISASI ANTARKELOMPOK MASYARAKAT BAB 1 PENINGKATAN RASA SALING PERCAYA DAN HARMONISASI ANTARKELOMPOK MASYARAKAT A. KONDISI UMUM Konflik berdimensi kekerasan di beberapa daerah yang antara lain dilatarbelakangi oleh adanya faktor kompleksitas

Lebih terperinci

MEKANISME DAN MASALAH-MASALAH KRUSIAL YANG DIHADAPI DALAM PEMILIHAN KEPALA DAERAH SECARA LANGSUNG. Oleh : Nurul Huda, SH Mhum

MEKANISME DAN MASALAH-MASALAH KRUSIAL YANG DIHADAPI DALAM PEMILIHAN KEPALA DAERAH SECARA LANGSUNG. Oleh : Nurul Huda, SH Mhum MEKANISME DAN MASALAH-MASALAH KRUSIAL YANG DIHADAPI DALAM PEMILIHAN KEPALA DAERAH SECARA LANGSUNG Oleh : Nurul Huda, SH Mhum Abstrak Pemilihan Kepala Daerah secara langsung, yang tidak lagi menjadi kewenangan

Lebih terperinci

BAB 12 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH

BAB 12 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH BAB 12 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH BAB 12 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH A. KONDISI UMUM 1. PENCAPAIAN 2004 DAN PRAKIRAAN PENCAPAIAN 2005 Pencapaian kelompok

Lebih terperinci

URGENSI UNDANG-UNDANG PEMILU DAN PEMANTAPAN STABILITAS POLITIK 2014

URGENSI UNDANG-UNDANG PEMILU DAN PEMANTAPAN STABILITAS POLITIK 2014 KETUA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA URGENSI UNDANG-UNDANG PEMILU DAN PEMANTAPAN STABILITAS POLITIK 2014 Disampaikan pada acara Round Table Discussion (RTD) Lemhannas, Jakarta, Rabu 12 Oktober

Lebih terperinci

BAB 9 PEMBENAHAN SISTEM DAN POLITIK HUKUM

BAB 9 PEMBENAHAN SISTEM DAN POLITIK HUKUM BAB 9 PEMBENAHAN SISTEM DAN POLITIK HUKUM Mewujudkan Indonesia yang adil dan demokratis merupakan upaya yang terus-menerus dilakukan, sampai seluruh bangsa Indonesia benar-benar merasakan keadilan dan

Lebih terperinci

Governance dituntut adanya sistem pertanggungjawaban yang tepat, jelas, BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Governance dituntut adanya sistem pertanggungjawaban yang tepat, jelas, BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Laporan kinerja disusun sebagai pertanggungjawaban kepada pemangku kepentingan dan untuk memenuhi Instruksi Presiden Republik Indonesia (INPRES) Nomor 7 Tahun 1999

Lebih terperinci

PARTAI POLITIK DAN KEBANGSAAN INDONESIA. Dr. H. Kadri, M.Si

PARTAI POLITIK DAN KEBANGSAAN INDONESIA. Dr. H. Kadri, M.Si PARTAI POLITIK DAN KEBANGSAAN INDONESIA Dr. H. Kadri, M.Si Outline Peran dan Fungsi Partai Politik Nilai-Nilai Kebangsaan Indonesia Realitas Partai Politik saat ini Partai Politik sebagai Penjaga Nilai

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN RENCANA KERJA 2018 BADAN KESATUAN BANGSA DAN POLITIK PROVINSI KALIMANTAN SELATAN 2017

PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN RENCANA KERJA 2018 BADAN KESATUAN BANGSA DAN POLITIK PROVINSI KALIMANTAN SELATAN 2017 PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN RENCANA KERJA 2018 BADAN KESATUAN BANGSA DAN POLITIK PROVINSI KALIMANTAN SELATAN 2017 Rencana Kerja Tahun 2018 Badan Kesbangpol Prov. Kalsel 1 KATA PENGANTAR Puji

Lebih terperinci

BAB 12 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH

BAB 12 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH BAB 12 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH A. KONDISI UMUM 1. PENCAPAIAN 2004 DAN PRAKIRAAN PENCAPAIAN 2005 Pencapaian kelompok Program Pengembangan Otonomi Daerah pada tahun 2004, yaitu

Lebih terperinci

BAGIAN I AGENDA MENCIPTAKAN INDONESIA YANG AMAN DAN DAMAI

BAGIAN I AGENDA MENCIPTAKAN INDONESIA YANG AMAN DAN DAMAI BAGIAN I AGENDA MENCIPTAKAN INDONESIA YANG AMAN DAN DAMAI BAB 1 PENINGKATAN RASA SALING PERCAYA DAN HARMONISASI ANTAR KELOMPOK MASYARAKAT BAB 1 PENINGKATAN RASA SALING PERCAYA DAN HARMONISASI ANTAR KELOMPOK

Lebih terperinci

REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL

REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL SAMBUTAN MENTERI NEGARA PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/KEPALA BAPPENAS Pada Penandatanganan MoU

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN BERSAMA KOMISI PEMILIHAN UMUM, BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM, DAN DEWAN KEHORMATAN PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM NOMOR 13 TAHUN 2012 NOMOR 11 TAHUN 2012 NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG KODE ETIK PENYELENGGARA

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG 1 BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PENGAWASAN PENETAPAN JUMLAH KURSI DAN DAERAH PEMILIHAN PEMILIHAN UMUM ANGGOTA DPRD

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2018 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2014 TENTANG MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH,

Lebih terperinci

KESEPAKATAN PEMUKA AGAMA INDONESIA

KESEPAKATAN PEMUKA AGAMA INDONESIA KANTOR UTUSAN KHUSUS PRESIDEN UNTUK DIALOG DAN KERJA SAMA ANTAR AGAMA DAN PERADABAN KESEPAKATAN PEMUKA AGAMA INDONESIA HASIL MUSYAWARAH BESAR PEMUKA AGAMA UNTUK KERUKUNAN BANGSA Jakarta 8-10 Februari 2018

Lebih terperinci

BAB 4 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN SEPARATISME

BAB 4 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN SEPARATISME BAB 4 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN SEPARATISME BAB 4 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN SEPARATISME A. KONDISI UMUM Kasus separatisme di Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) yang mengancam integritas Negara Kesatuan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. praktik ketatanegaraan Indonesia. Setiap gagasan akan perubahan tersebut

I. PENDAHULUAN. praktik ketatanegaraan Indonesia. Setiap gagasan akan perubahan tersebut I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Bergulirnya reformasi yang terjadi di Indonesia pada tahun 1998 membawa dampak banyak perubahan di negeri ini, tidak terkecuali terhadap sistem dan praktik ketatanegaraan

Lebih terperinci

PERATURAN DEWAN KEHORMATAN PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN DEWAN KEHORMATAN PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA DEWAN KEHORMATAN PENYELENGGARA PEMILU REPUBLIK INDONESIA PERATURAN DEWAN KEHORMATAN PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG KODE ETIK DAN PEDOMAN PERILAKU PENYELENGGARA

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.906, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BERSAMA. Pemilu. Penyelenggara Kode Etik. PERATURAN BERSAMA KOMISI PEMILIHAN UMUM, BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM, DAN DEWAN KEHORMATAN PENYELENGGARA

Lebih terperinci

Tugas dan Fungsi MPR Serta Hubungan Antar Lembaga Negara Dalam Sistem Ketatanegaraan

Tugas dan Fungsi MPR Serta Hubungan Antar Lembaga Negara Dalam Sistem Ketatanegaraan Tugas dan Fungsi MPR Serta Hubungan Antar Lembaga Negara Dalam Sistem Ketatanegaraan Oleh: Dr. (HC) AM. Fatwa Wakil Ketua MPR RI Kekuasaan Penyelenggaraan Negara Dalam rangka pembahasan tentang organisisasi

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2003 TENTANG PEMILIHAN UMUM PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2003 TENTANG PEMILIHAN UMUM PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2003 TENTANG PEMILIHAN UMUM PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN I. UMUM 1. Dasar Pemikiran Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.245, 2014 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PEMERINTAH DAERAH. Pemilihan. Gubernur. Bupati. Walikota. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5588) PERATURAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA SALINAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2003 TENTANG

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2003 TENTANG top PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2003 TENTANG PEMILIHAN UMUM ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH I. UMUM 1. Dasar

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

KEBANGKITAN INDONESIA BARU

KEBANGKITAN INDONESIA BARU REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL SAMBUTAN MENTERI NEGARA PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/KEPALA BAPPENAS Pada SEMINAR SEHARI Dalam

Lebih terperinci

BAB 4 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN SEPARATISME

BAB 4 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN SEPARATISME BAB 4 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN SEPARATISME A. KONDISI UMUM Gerakan pemisahan diri (separatisme) dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) di wilayah Aceh, Papua, dan Maluku merupakan masalah

Lebih terperinci

Oleh Dra. Hj. Siti Masrifah, MA (Ketua Umum DPP Perempuan Bangsa) Anggota Komisi IX DPR RI Fraksi PKB 1

Oleh Dra. Hj. Siti Masrifah, MA (Ketua Umum DPP Perempuan Bangsa) Anggota Komisi IX DPR RI Fraksi PKB 1 Disampaikan pada Seminar Menghadirkan Kepentingan Perempuan: Peta Jalan Representasi Politik Perempuan Pasca 2014 Hotel Haris, 10 Maret 2016 Oleh Dra. Hj. Siti Masrifah, MA (Ketua Umum DPP Perempuan Bangsa)

Lebih terperinci

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di KETERANGAN PENGUSUL ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 1999 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang ditetapkan oleh lembaga legislatif.

BAB I PENDAHULUAN. yang ditetapkan oleh lembaga legislatif. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Semenjak demokrasi menjadi atribut utama Negara modern, maka lembaga perwakilan merupakan mekanisme utama untuk merealisasi gagasan normatif bahwa pemerintahan

Lebih terperinci

Pimpinan dan anggota pansus serta hadirin yang kami hormati,

Pimpinan dan anggota pansus serta hadirin yang kami hormati, PANDANGAN FRAKSI PARTAI DAMAI SEJAHTERA DPR RI TERHADAP PENJELASAN PEMERINTAH ATAS RUU TENTANG PEMILU ANGGOTA DPR, DPD, DPRD, DAN RUU TENTANG PEMILU PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN Disampaikan Oleh : Pastor

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pemilihan umum adalah suatu sarana demokrasi yang digunakan untuk memilih

I. PENDAHULUAN. Pemilihan umum adalah suatu sarana demokrasi yang digunakan untuk memilih I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemilihan umum adalah suatu sarana demokrasi yang digunakan untuk memilih wakil wakil rakyat untuk duduk sebagai anggota legislatif di MPR, DPR, DPD dan DPRD. Wakil rakyat

Lebih terperinci

Soal LCC 4 Pilar kehidupan berbangsa dan bernegara :)

Soal LCC 4 Pilar kehidupan berbangsa dan bernegara :) Soal LCC 4 Pilar kehidupan berbangsa dan bernegara :) Berikut ini adalah contoh soal tematik Lomba cerdas cermat 4 pilar kehidupan berbangsa dan bernegara. Ayoo siapa yang nanti bakalan ikut LCC 4 Pilar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan kebebasan berpendapat dan kebebasan berserikat, dianggap

BAB I PENDAHULUAN. dengan kebebasan berpendapat dan kebebasan berserikat, dianggap BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam negara demokrasi, Pemilu dianggap lambang, sekaligus tolak ukur, dari demokrasi. Hasil Pemilu yang diselenggarakan dalam suasana keterbukaan dengan kebebasan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

H. Marzuki Alie, SE.MM. KETUA DPR-RI

H. Marzuki Alie, SE.MM. KETUA DPR-RI H. Marzuki Alie, SE.MM. KETUA DPR-RI Ceramah Disampaikan pada Forum Konsolidasi Pimpinan Pemerintah Daerah Bupati, Walikota, dan Ketua DPRD kabupaten/kota Angkatan III 2010 di Lembaga Ketahanan Nasional(Lemhannas-RI).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1945 disebutkan bahwa negara Indonesia adalah Negara Kesatuan yang

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1945 disebutkan bahwa negara Indonesia adalah Negara Kesatuan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pasal 1 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 disebutkan bahwa negara Indonesia adalah Negara Kesatuan yang berbentuk Republik,

Lebih terperinci

PEMUTAKHIRAN DATA PEMILIH UNTUK MEWUJUDKAN PEMILU 2019 YANG ADIL DAN BERINTEGRITAS

PEMUTAKHIRAN DATA PEMILIH UNTUK MEWUJUDKAN PEMILU 2019 YANG ADIL DAN BERINTEGRITAS PEMUTAKHIRAN DATA PEMILIH UNTUK MEWUJUDKAN PEMILU 2019 YANG ADIL DAN BERINTEGRITAS Anang Dony Irawan Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surabaya Jl. Sutorejo No. 59 Surabaya 60113 Telp. 031-3811966,

Lebih terperinci

SAMBUTAN GUBERNUR KALIMANTAN BARAT PADA ACARA PEMBUKAAN SOSIALISASI PERKUATAN DAN PENGEMBANGAN WAWASAN KEBANGSAAN DI PROVINSI KALIMANTAN BARAT

SAMBUTAN GUBERNUR KALIMANTAN BARAT PADA ACARA PEMBUKAAN SOSIALISASI PERKUATAN DAN PENGEMBANGAN WAWASAN KEBANGSAAN DI PROVINSI KALIMANTAN BARAT 1 SAMBUTAN GUBERNUR KALIMANTAN BARAT PADA ACARA PEMBUKAAN SOSIALISASI PERKUATAN DAN PENGEMBANGAN WAWASAN KEBANGSAAN DI PROVINSI KALIMANTAN BARAT Yang saya hormati: Tanggal, 19 Juni 2008 Pukul 08.30 W IB

Lebih terperinci

PANDUAN AKUNTABILITAS POLITIK

PANDUAN AKUNTABILITAS POLITIK PANDUAN AKUNTABILITAS POLITIK I. PENGANTAR Pemilihan Umum adalah mekanisme demokratis untuk memilih anggota legislatif (DPR, DPD, DPRD), dan Eksekutif (Presiden-Wakil Presiden, serta kepala daerah). Pemilu

Lebih terperinci

BAB 1 Pendahuluan L IHA PEMILIHAN UMUM

BAB 1 Pendahuluan L IHA PEMILIHAN UMUM BAB 1 Pendahuluan SI L IHA N PEM UMUM MI KO I 2014 PEMILIHAN UMUM A. Latar Belakang Sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar (UUD) Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan yang telah mengalami

Lebih terperinci

Berdasarkan Pasal 22E ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Pemilu dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia,

Berdasarkan Pasal 22E ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Pemilu dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2003 TENTANG PEMILIHAN UMUM ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH I. UMUM 1. Dasar

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PARTAI POLITIK

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PARTAI POLITIK UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PARTAI POLITIK

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PARTAI POLITIK UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

PROGRAM LEGISLASI NASIONAL TAHUN

PROGRAM LEGISLASI NASIONAL TAHUN PROGRAM LEGISLASI NASIONAL TAHUN 2010 2014 A. PENDAHULUAN Program Legislasi Nasional (Prolegnas) sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA Menuju Masyarakat Informasi Indonesia

KEMENTERIAN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA Menuju Masyarakat Informasi Indonesia KEMENTERIAN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA Menuju Masyarakat Informasi Indonesia PARADIGMA BARU PELAYANAN INFORMASI DALAM ERA KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK *) Oleh : Amin Sar Manihuruk, Drs,

Lebih terperinci

Pemilihan Umum Kecamatan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 187);

Pemilihan Umum Kecamatan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 187); -2- Tahun 2016 tentang Perubahan atas Peraturan Badan Pengawas Pemilihan Umum Nomor 5 Tahun 2015 tentang Pengawasan Tahapan Pencalonan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati serta

Lebih terperinci

PENETAPAN KINERJA (TAPKIN)

PENETAPAN KINERJA (TAPKIN) www.kpud-banyumaskab.go.id PENETAPAN KINERJA (TAPKIN) KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN BANYUMAS www.kpud-banyumaskab.go.id PERNYATAAN PENETAPAN KINERJA KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN BANYUMAS PENETAPAN

Lebih terperinci

BAB I1 Perencanaan Dan Perjanjian Kinerja L IHA PEMILIHAN UMUM

BAB I1 Perencanaan Dan Perjanjian Kinerja L IHA PEMILIHAN UMUM BAB I1 Perencanaan Dan Perjanjian Kinerja SI L IHA N PEM UMUM MI KO I 2014 PEMILIHAN UMUM A. Sasaran RPJMN 2010 2014 Komisi Pemilihan Umum adalah lembaga penyelenggara Pemilihan Umum yang bersifat nasional,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

PROVINSI RIAU BUPATI KEPULAUAN MERANTI PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI NOMOR 07 TAHUN 2014 TENTANG

PROVINSI RIAU BUPATI KEPULAUAN MERANTI PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI NOMOR 07 TAHUN 2014 TENTANG PROVINSI RIAU BUPATI KEPULAUAN MERANTI PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI NOMOR 07 TAHUN 2014 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.182, 2014 LEGISLATIF. MPR. DPR. DPD. DPRD. Kedudukan. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5568) UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 23 TAHUN 2009 TENTANG PENGAWASAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

- 1 - PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TENGAH NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TENGAH

- 1 - PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TENGAH NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TENGAH SALINAN - 1 - PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TENGAH NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH,

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG- UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG

Lebih terperinci

BAB II PELAKSANA PENGAWASAN

BAB II PELAKSANA PENGAWASAN - 2 - c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Badan Pengawas Pemilihan Umum tentang Pengawasan Penataan Daerah Pemilihan dan Alokasi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang

II. TINJAUAN PUSTAKA. kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang 12 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sistem Ketatanegaraan Indonesia Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya disingkat UUDNRI 1945) pada Pasal 1 Ayat (2) mengamanatkan bahwa kedaulatan

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2014 TENTANG MAJELIS PERMUSYAWARAN RAKYAT,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2014 TENTANG MAJELIS PERMUSYAWARAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA ------- RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2014 TENTANG MAJELIS PERMUSYAWARAN RAKYAT,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan perppu (peraturan pemerintah pengganti undang-undang). 1 Karena

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan perppu (peraturan pemerintah pengganti undang-undang). 1 Karena BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) diberitakan kemungkinan bakal menjadi calon tunggal dalam pemilihan presiden tahun 2009. Kemungkinan calon tunggal dalam pilpres

Lebih terperinci

BAB 15 PERWUJUDAN LEMBAGA DEMOKRASI YANG MAKIN KUKUH

BAB 15 PERWUJUDAN LEMBAGA DEMOKRASI YANG MAKIN KUKUH BAB 15 PERWUJUDAN LEMBAGA DEMOKRASI YANG MAKIN KUKUH Dalam upaya mewujudkan lembaga demokrasi yang makin kukuh, kita memasuki tahap yang sangat krusial sejak kuartal terakhir tahun 2007 dan semester pertama

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG 1 BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PENGAWASAN KAMPANYE PEMILIHAN UMUM ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN

Lebih terperinci

Dibacakan oleh: Dr. Ir. Hj. Andi Yuliani Paris, M.Sc. Nomor Anggota : A-183 FRAKSI PARTAI AMANAT NASIONAL DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

Dibacakan oleh: Dr. Ir. Hj. Andi Yuliani Paris, M.Sc. Nomor Anggota : A-183 FRAKSI PARTAI AMANAT NASIONAL DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PENDAPAT AKHIR FRAKSI PARTAI AMANAT NASIONAL DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA TERHADAP RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PEMILIHAN UMUM ANGGOTA DPR, DPD DAN DPRD Dibacakan oleh: Dr. Ir. Hj. Andi

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2003 TENTANG SUSUNAN DAN KEDUDUKAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH DENGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan besar pada sistem ketatanegaraan Indonesia. Salah satu perubahan itu

BAB I PENDAHULUAN. perubahan besar pada sistem ketatanegaraan Indonesia. Salah satu perubahan itu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Hasil amandemen Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 telah membawa perubahan besar pada sistem ketatanegaraan Indonesia. Salah satu perubahan itu terkait dengan pengisian

Lebih terperinci

2008, No.2 2 d. bahwa Partai Politik merupakan sarana partisipasi politik masyarakat dalam mengembangkan kehidupan demokrasi untuk menjunjung tinggi k

2008, No.2 2 d. bahwa Partai Politik merupakan sarana partisipasi politik masyarakat dalam mengembangkan kehidupan demokrasi untuk menjunjung tinggi k LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.2, 2008 LEMBAGA NEGARA. POLITIK. Pemilu. DPR / DPRD. Warga Negara. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4801) UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2003 TENTANG SUSUNAN DAN KEDUDUKAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH DENGAN

Lebih terperinci

KPU Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Sumedang BAB I PENDAHULUAN

KPU Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Sumedang BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pemilihan Umum adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat yang diselenggarakan secara demokratis, Langsung Umum Bebas Rahasia, Jujur dan Adil dalam Negara Kesatuan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2003 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2003 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2003 TENTANG SUSUNAN DAN KEDUDUKAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH DENGAN

Lebih terperinci

LANGKAH-LANGKAH ANTISIPASI PEMANTAPAN STABILITAS KEAMANAN DALAM NEGERI

LANGKAH-LANGKAH ANTISIPASI PEMANTAPAN STABILITAS KEAMANAN DALAM NEGERI RAKORNAS BIDANG KESBANGPOL DALAM RANGKA PEMANTAPAN DUKUNGAN PELAKSANAAN PEMILU 2014 LANGKAH-LANGKAH ANTISIPASI PEMANTAPAN STABILITAS KEAMANAN DALAM NEGERI OLEH DIREKTUR KEWASPADAAN NASIONAL JAGA KEUTUHAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pencabutan undang-undang No.22 tahun 1999, oleh undang-undang No 32

BAB I PENDAHULUAN. Pencabutan undang-undang No.22 tahun 1999, oleh undang-undang No 32 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota. Konsep yang dianut adalah konsep negara

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.23, 2015 PEMERINTAHAN DAERAH. Pemilihan. Gubernur. Bupati. Walikota. Penetapan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5656) UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

DPD RI, BUBARKAN ATAU BENAHI?? Oleh: Moch Alfi Muzakki * Naskah diterima: 06 April 2016; disetujui: 15 April 2016

DPD RI, BUBARKAN ATAU BENAHI?? Oleh: Moch Alfi Muzakki * Naskah diterima: 06 April 2016; disetujui: 15 April 2016 DPD RI, BUBARKAN ATAU BENAHI?? Oleh: Moch Alfi Muzakki * Naskah diterima: 06 April 2016; disetujui: 15 April 2016 Dinamika perkembangan ketatanegaraan di Indonesia terusterjadi. Hal yang kembali mencuat

Lebih terperinci

KEMENTERIAN DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

KEMENTERIAN DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA OPTIMALISASI TUGAS DAN FUNGSI KESBANGPOL GUNA MEMANTAPKAN STABILITAS KEAMANAN DAN POLITIK DALAM NEGERI DALAM RANGKA MENSUKSESKAN PENYELENGGARAAN PEMILU 2014

Lebih terperinci

BAB 15 PERWUJUDAN LEMBAGA DEMOKRASI YANG MAKIN KUKUH

BAB 15 PERWUJUDAN LEMBAGA DEMOKRASI YANG MAKIN KUKUH BAB 15 PERWUJUDAN LEMBAGA DEMOKRASI YANG MAKIN KUKUH Pada kuartal akhir tahun 2005 hingga semester pertama tahun 2006 ini, terlihat kecenderungan adanya pemanfaatan ruang publik yang kurang sejalan dengan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PARTAI POLITIK

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PARTAI POLITIK www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2009 TENTANG MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

CITA-CITA NEGARA PANCASILA

CITA-CITA NEGARA PANCASILA CITA-CITA NEGARA PANCASILA Disampaikan Pada Diskusi Harian Pelita di Gedung Mahkamah Konstitusi Jakarta, 10 Maret 2011 1. Cita-cita Negara Pancasila, sebagaimana dirintis dasar-dasar filosofisnya oleh

Lebih terperinci

KONSOLIDASI DEMOKRASI UNTUK KEMAKMURAN RAKYAT

KONSOLIDASI DEMOKRASI UNTUK KEMAKMURAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL SAMBUTAN MENTERI NEGARA PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/KEPALA BAPPENAS Pada Seminar DEMOKRASI UNTUK

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM,

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM, 1 PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PENGAWASAN PERGERAKAN KOTAK SUARA, REKAPITULASI HASIL PENGHITUNGAN SUARA, DAN PENETAPAN HASIL PEMILIHAN UMUM KEPALA DAERAH DAN

Lebih terperinci

TINDAK LANJUT PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI TENTANG VERIFIKASI PARTAI POLITIK

TINDAK LANJUT PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI TENTANG VERIFIKASI PARTAI POLITIK Pusat Penelitian Badan Keahlian DPR RI Gd. Nusantara I Lt. 2 Jl. Jend. Gatot Subroto Jakarta Pusat - 10270 c 5715409 d 5715245 m infosingkat@gmail.com BIDANG HUKUM KAJIAN SINGKAT TERHADAP ISU AKTUAL DAN

Lebih terperinci

UU 22/2003, SUSUNAN DAN KEDUDUKAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH

UU 22/2003, SUSUNAN DAN KEDUDUKAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH Copyright (C) 2000 BPHN UU 22/2003, SUSUNAN DAN KEDUDUKAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH *14124 UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kedudukan negara Indonesia yang terdiri dari banyak pulau dan Daerah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kedudukan negara Indonesia yang terdiri dari banyak pulau dan Daerah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kedudukan negara Indonesia yang terdiri dari banyak pulau dan Daerah mengharuskan untuk diterapkannya kebijakan otonomi daerah. Meskipun dalam UUD 1945 disebutkan

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2012

PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2012 1 PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI PROVINSI SULAWESI SELATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

2018, No Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2014 tentang P

2018, No Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2014 tentang P No.29, 2018 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEGISLATIF. MPR. DPR. DPD. DPRD. Kedudukan. Perubahan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6187) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

KOMISI YUDISIAL BARU DAN PENATAAN SISTEM INFRA-STRUKTUR ETIKA BERBANGSA DAN BERNEGARA. Oleh Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH 1.

KOMISI YUDISIAL BARU DAN PENATAAN SISTEM INFRA-STRUKTUR ETIKA BERBANGSA DAN BERNEGARA. Oleh Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH 1. KOMISI YUDISIAL BARU DAN PENATAAN SISTEM INFRA-STRUKTUR ETIKA BERBANGSA DAN BERNEGARA Oleh Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH 1. A. PERKEMBANGAN KONTEMPORER SISTEM ETIKA PUBLIK Dewasa ini, sistem etika memperoleh

Lebih terperinci

PROBLEM OTONOMI KHUSUS PAPUA Oleh: Muchamad Ali Safa at

PROBLEM OTONOMI KHUSUS PAPUA Oleh: Muchamad Ali Safa at PROBLEM OTONOMI KHUSUS PAPUA Oleh: Muchamad Ali Safa at Latar Belakang dan Tujuan Otonomi Khusus Otonomi khusus baru dikenal dalam sistem pemerintahan Negara Indonesia di era reformasi. Sebelumnya, hanya

Lebih terperinci

PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG PENGAWASAN TAHAPAN PENCALONAN PEMILIHAN UMUM KEPALA DAERAH DAN WAKIL KEPALA DAERAH

PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG PENGAWASAN TAHAPAN PENCALONAN PEMILIHAN UMUM KEPALA DAERAH DAN WAKIL KEPALA DAERAH PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG PENGAWASAN TAHAPAN PENCALONAN PEMILIHAN UMUM KEPALA DAERAH DAN WAKIL KEPALA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BADAN PENGAWAS PEMILIHAN

Lebih terperinci

2 b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud huruf a, perlu menetapkan Peraturan Badan Pengawas Pemilihan Umum tentang Pengawasan Tahapan

2 b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud huruf a, perlu menetapkan Peraturan Badan Pengawas Pemilihan Umum tentang Pengawasan Tahapan BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.776, 2015 BAWASLU. Tahapan. Pencalonan Pilkada. Pengawasan. Pencabutan. PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG PENGAWASAN

Lebih terperinci

WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG RUKUN TETANGGA DAN RUKUN WARGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG RUKUN TETANGGA DAN RUKUN WARGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG RUKUN TETANGGA DAN RUKUN WARGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MAGELANG, Menimbang : Mengingat : a. bahwa untuk meningkatkan

Lebih terperinci

BANTUAN DAN FASILITAS PEMERINTAH DAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PELAKSANAAN PEMILU PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN TAHUN 2014

BANTUAN DAN FASILITAS PEMERINTAH DAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PELAKSANAAN PEMILU PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN TAHUN 2014 BANTUAN DAN FASILITAS PEMERINTAH DAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PELAKSANAAN PEMILU PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN TAHUN 2014 SUMATERA JAVA KALIMANTAN Disampaikan pada: IRIAN JAYA Rapat Koordinasi Nasional dalam

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa penyelenggaraan pemilihan umum

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 101, 2011 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5246) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN

Lebih terperinci