PEDOMAN PERADILAN ADAT DI ACEH UNTUK PERADILAN ADAT YANG ADIL DAN AKUNTABEL

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PEDOMAN PERADILAN ADAT DI ACEH UNTUK PERADILAN ADAT YANG ADIL DAN AKUNTABEL"

Transkripsi

1

2 PEDOMAN PERADILAN ADAT DI ACEH UNTUK PERADILAN ADAT YANG ADIL DAN AKUNTABEL

3

4 DAFTAR ISI PEDOMAN PERADILAN ADAT DI ACEH UNTUK PERADILAN ADAT YANG ADIL DAN AKUNTABEL DISCLAMER KATA PENGANTAR UCAPAN TERIMA KASIH A. PENDAHULUAN B. ASAS-ASAS DALAM PERADILAN ADAT C. DASAR HUKUM PERADILAN ADAT D. BADAN PENYELENGGARAAN PERADILAN ADAT DI ACEH... i... ii E. TANGGUNG JAWAB DARI PARA PEMIMPIN ADAT F. JENIS PERKARA KEWENANGAN PERADILAN ADAT G. PROSES MENYELESAIKAN PERKARA H. PUTUSAN PERADILAN ADAT DAN PELAKSANAANNYA I. UPAYA BANDING DALAM PERADILAN ADAT J. MEKANISME PELIMPAHAN KASUS DARI PERADILAN ADAT KE PERADILAN FORMAL K. KETERLIBATAN PEREMPUAN DALAM PROSES PERADILAN PERDAMAIAN ADAT DAFTAR LAMPIRAN

5

6 DISCLAIMER The views expressed in this publication are those of the authors and do not necessarily represent those of the United Nations or UNDP. Sudut pandang yang dikemukakan dalam buku ini adalah sudut pandang dari para penulis dan tidak berarti mewakili pandangan dari Perserikatan Bangsa-Bangsa maupun UNDP. i

7 ii Pedoman Peradilan Adat di Aceh

8 Geu pageu lampoeh ngon kawat, geu pageu nanggroe ngon adat, yang maksudnya mengamankan kebun dengan kawat, mengamankan negeri dengan adat Pedoman Peradilan Adat di Aceh KATA PENGANTAR Pedoman ini menjadi salah satu unsur mengatur kearifan lokal yang mengikat budaya adat Aceh dalam kehidupan hukum adat. Kondisi kerukunan hidup aman dan tentram merupakan bagian dari nilai-nilai keadilan dan kesejahteraan masyarakat adat. Perwujudan nilai-nilai ini, amat tergantung pada fungsi dan peran lembaga-lembaga adat dalam masyarakat Aceh yang tertampung dalam budaya dan struktur kemampuan gampong, mukim, dan lembaga-lembaga adat dalam wilayah masyarakat setempat. Gambaran pranata adat tersebut, merupakan jiwa masyarakat adat yang masih hidup dan berkembang di Aceh. Pranata adat tersebut, mewajibkan pelaksanaan dan sinkronisasi penerapan hukum adat dalam sistem hukum nasional yang mencakup keanekaragaman hukum. Dalam konteks ini, bagi masyarakat dan Pemerintah Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) hukum adat membuka ruang pelaksanaan dan kedudukan yang istimewa melalui Undang-undang dan Qanun-qanun yang terkait dengan Adat. Sejalan dengan sifat-sifat hukum tersebut, maka untuk menemukan dan menggali semaksimal mungkin asas-asas hukum adat, Majelis Adat Aceh (MAA) Propinsi NAD, pada tahun 2007, telah melakukan kerjasama penelitian dengan Proyek Keadilan Aceh dari lembaga internasional Program Pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangsa (United Nations Development Programme, UNDP). Hasilhasil penelitian di lapangan, menunjukkan bahwa hukum dan peradilan adat masih hidup, bahkan berlaku dalam mendukung pembangunan asas-asas hukum baru dalam pemerintahan Aceh. Penelitian ini, disadari masih ada banyak kekurangan, terutama menyangkut aspek-aspek khas dari beberapa kaum etnis masyarakat Aceh yang belum sempat diteliti. Namun, penelitian ini tetap penting karena digunakan dan dikembangkan untuk menjadi dasar-dasar Pedoman ini melalui proses konsultatif antara MAA, para anggota lembaga-lembaga adat Aceh, para anggota LSM-LSM Aceh (baik perempuan maupun laki-laki), dan UNDP. Proses ini pula telah mendorong pemberdayaan lembaga-lembaga adat Aceh. Oleh karena itu, saya menganjurkan dan menyambut baik penyusunan Pedoman Umum Peradilan Adat Aceh yang dilakukan oleh Tim Kerjasama MAA NAD dengan UNDP, dapat disebarluaskan dalam masyarakat. Semoga buku ini dapat mendorong partisipasi masyarakat dalam menggali dan membenahi pembinaan peradilan adat yang efektif, akuntabel, dapat dipercaya dan adil. Khususnya untuk menangani hal yang melibatkan pihak perempuan. Buku pedoman ini juga diharapkan dapat menjadi sumber kajian di dalam perencanaan Qanun-qanun bagi pemerintahan Aceh maupun pemerintahan kabupaten dan kota. Kepada semua pihak, khususnya Tim Peneliti dan pihak UNDP, kami ucapkan terima kasih. Banda Aceh, 1 Mei 2008 Badruzzaman Ismail, SH, M.Hum Ketua Majelis Adat Aceh Nanggroe Aceh Darussalam iii

9 iv Pedoman Peradilan Adat di Aceh

10 UCAPAN TERIMA KASIH Pedoman Peradilan Adat di Aceh adalah sebuah penelitian kerjasama dan proses konsultasi dalam skala yang luas, yang dilaksanakan pada tahun Majelis Adat Aceh dan UNDP berterima kasih kepada tokoh-tokoh adat yang menjadi narasumber dalam penelitian ini dan semua pihak yang ikut serta di dalam pengembangan pedoman ini. Khususnya, ucapan terima kasih dihaturkan kepada Bapak Badruzzaman dan Tim MAA termasuk Bapak Abdurrahman, Bapak Muhammad Hamzah, Profesor Teuku Djuned, dan Bapak Zulfian atas bimbingan ahli dari beliau-beliau, serta umpan baliknya selama proses tersebut berlangsung. Kami juga berterima kasih kepada Bapak Taqwaddin dari UNSYIAH dan Afridal Darmi dari LBH Banda Aceh yang telah bertindak sebagai fasilitator pada sesi-sesi kerja selama konsultasi dengan para pemimpin adat. Tim Proyek Keadilan Aceh UNDP, yang dipimpin oleh Ibu Sadaf Lakhani, termasuk Fakri Karim, Faisal Fuady, Ross Clarke dan Mercedes Chavez. Ucapan terima kasih teristimewa juga disampaikan kepada dua ahli peneliti utama Nurdin Husin dan Arie Brouwer. Secara khusus terima kasih juga kami haturkan kepada seluruh pimpinan adat dan para pihak yang berpartisipasi di dalam diskusi kelompok fokus dan lokakarya peninjauan ulang. Partisipasi dari para pemimpin adat, perwakilan masyarakat sipil, para ahli Aceh, para ilmuwan dan pejabat yang telah memastikan bahwa latar belakang penelitian yang membentuk landasan bagi pedoman ini. Pedoman ini sendiri mencerminkan konteks dan praktek adat Aceh yang berlangsung saat ini dan juga upaya yang sungguh-sungguh dari para pemimpin adat untuk meningkatkan akses keadilan yang diberikan melalui adat. Pedoman ini adalah bagian dari proyek Bappenas - UNDP untuk Proyek Keadilan Aceh, yang didanai oleh Program Uni Eropa Dukung Aceh Damai. 1

11 A. PENDAHULUAN TUJUAN PEDOMAN INI TUJUAN UTAMA Pedoman ini bertujuan untuk memperlengkapi para tokoh adat dengan keterangan jelas dan menyeluruh yang akan medukung mereka untuk memenuhi perannya sebagai pengurus peradilan berdasarkan sebuah tata cara yang adil, akuntabel, dan efektif. Dengan memberikan satu set standar prosedur minimum, Pedoman ini kemudian bertujuan untuk mempertahankan hak-hak dari pihakpihak yang bertikai dan mengembangkan pertanggungjawaban dan keadilan yang lebih bermakna dalam penyelenggaraan peradilan adat terhadap kaum perempuan, anak-anak, dan juga laki-laki. UNTUK SIAPA? Pedoman umum ini bertujuan untuk memudahkan para pemangku adat (atau, para pelaksana peradilan adat) dalam melaksanakan tugas penyelenggaraan peradilan adat baik di tingkat Gampong maupun di tingkat mukim. Pedoman ini juga berguna sebagai penyedia keterangan keterangan untuk bahan-bahan pertimbangan peradilan formal seperti Pengadilan Tinggi, Pengadilan Negeri dan Mahkamah Syariah. Kemudian bagi orang-orang yang ingin mengerti prosedur adat dengan lebih baik, termasuk para anggota masyarakat yang mencari pertolongan dari para tokoh adat, juga organisasi-organisasi dan para pejabat pemerintahan yang terlibat dalam pekerjaan yang berhubungan dengan peradilan di tingkat masyarakat di seluruh propinsi Aceh. MENGAPA PEDOMAN INI PENTING? Sebagian besar dari masyarakat Aceh mencari dan mendapatkan keadilan melalui pemecahan masalah secara tradisional, secara adat. Akan tetapi, ada penelitian yang dilakukan oleh UNDP yang memperlihatkan bahwa anggota masyarakat seringkali tidak menyadari bagaimana pertikaianpertikaian itu diselesaikan menurut adat 1. Sifat-sifat dasar adat yaitu: mengalir, lisan dan tidak terstruktur (uncodified) dikaitkan dengan perkembangan hukum di Aceh dan berlakunya sistem hukum formal (Pengadilan Negeri dan mahkamah Syariah) menyebabkan timbulnya berbagai pengertian baik mengenai lembaga adat maupun prosedur umum dari proses penyelesaian perselisihan secara adat. Kondisi tersebut diperparah oleh terjadi kevakuman dan hilangnya kepemimpinan adat yang disebabkan oleh pengungsian dan kematian akibat konflik dan tsunami. Akibat kevakuman dan hilangnya kepemimpinan adat terjadi keterbatasan dalam penyelesaian perselisihan secara adat dan membuahkan perlakuan yang tidak adil terhadap kelompok-kelompok yang tersisihkan dan rentan seperti perempuan, janda korban konflik, orang cacat, orang tua, yatim piatu, anak dan lain-lain. Pedoman ini diharapkan bisa membahas akibat dan masalah ini dengan menjelaskan peranperan yang sebenarnya dari para penyelenggara peradilan dan dengan memberikan seperangkat standar prosedural untuk diterapkan pada semua perkara adat. Dengan meningkatkan kesadaran akan standar-standar ini, Pedoman ini berusaha memberikan kejelasan dan keadilan yang lebih baik dalam penyelesaian pertikaian adat untuk keuntungan para penyelenggara peradilan dan anggota masyarakat. 2 1 referensi UNDP, Access to Justice in Aceh Making the Transition to Sustainable Peace and Development in Aceh, 2006.

12 Pedoman umum ini, sangat penting dalam rangka menciptakan keseragaman pemikiran dan tindakan antara para pemangku adat seperti Keuchik, Tuha Peuet, Imeum Meunasah. Hal ini didasarkan pada temuan di lapangan yang menunjukkan bahwa masih ada kegamangan dalam penyelenggaraan peradilan adat, terutama di kalangan pemangku adat generasi sekarang ini. Disamping itu, juga bertujuan agar pedoman yang dibuat dalam bentuk tertulis ini dapat mudah dirujuk saat apapun dibutuhkan, pula dengan mencakup legislasi, para tokoh adat dapat melihat asas-asasnya peradilan adat. Oleh karena itu, pada akhirnya para penyelenggara peradilan adat diwajibkan menerapkan pedoman umum ini sehingga putusan yang mereka tetapkan tidak bertentangan dengan rasa keadilan dan sekaligus tidak bertentangan pula dengan hak asasi manusia. METODOLOGI Pedoman Adat ini berdasarkan sebuah analisa dari hukum (legislasi) yang mengatur adat di Aceh dan sebuah penelitian lapangan yang rinci mengenai pelaksanaan peradilan adat yang nyata. Penelitian ini dilakukan di 17 Gampong, 10 kecamatan yang terletak dalam 4 kabupaten, yaitu: Aceh Besar, Aceh Utara, Aceh Tengah dan Aceh Selatan. Pengumpulan data dilakukan melalui dua cara: (1) Penelitian kepustakaan yaitu dengan menganalisa berbagai bahan bacaan, hasil penelitian terdahulu, dan peraturan perundang-undangan (Qanun-Qanun) yang terkait dengan topik penelitian ini dan (2) Penelitian lapangan, yang datanya diperoleh melalui mewawancarai sejumlah responden yang menggunakan metode diskusi terfokus dan wawancara mendalam secara individu (satu persatu). Yang dipilih sebagai responden untuk penelitian ini adalah para tokoh adat yang terlibat dalam proses persidangan peradilan adat, yaitu Keuchik, Sekretaris Keuchik, Tuha Peuet, Imeum Meunasah, Keujruen Blang, Panglima Laot, dan Pawang Glee serta Peutua Seuneubok. Materi pedoman ini disusun berdasarkan hasil temuan di lapangan dan lokakarya ilmiah pada tanggal 12 Nopember 2007 di Grand Nanggroe Hotel, Banda Aceh, NAD, yang dihadiri oleh Ketua Majelis Adat Aceh dan para perwakilan tokoh adat dari berbagai lokasi penelitian (Aceh Besar, Aceh Utara, Aceh Tengah dan Aceh Selatan). Kemudian pula dihadiri oleh Pengadilan Negeri dan Kejaksaan Negeri Banda Aceh, Mahkamah Syariah Banda Aceh, Dinas Syariat Islam Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam, perwakilan BRR, United Nations Food and Agricultural Organization (UN-FAO), Oxfam, Aceh Judicial Monitoring Institute (AJMI), International Development Law Organization (IDLO), Akademisi Universitas Syiah Kuala (UNSyiah), Jaringan Komunikasi Masyarakat Adat Aceh (JKMA), Lembaga Bantuan Hukum Aceh (LBH Aceh), dan Mitra Sejati Perempuan Indonesia (MISPI). Pada 13 Nopember 2007 dilanjutkan dengan diskusi mendalam terbatas kepada para penyelenggara peradilan adat yang berasal dari lokasi penelitian. Dari diskusi tersebut, terungkap sejumlah perihal yang sangat penting yang berhubungan dengan proses penyelenggaraan peradilan adat di tingkat Gampong dan mukim. Perihal-perihal tersebut menjadi asas dan kerangka draf Pedoman ini. Setelah diskusi tersebut, diselenggarakan sebuah lokakarya yang dilaksanakan pada tanggal 26 februari 2008 untuk memberikan kesempatan pada pihak-pihak yang terkait untuk memberikan masukan ke dalam draf Pedoman. Hal ini menyebabkan perubahan-perubahan penting, termasuk pemakaian bahasa yang disederhanakan dan memastikan bahwa Pedoman ini memang dirancang dengan tepat untuk masyarakat pedesaan. 3

13 Setelah itu, sebuah bacaan bersama dilakukan dengan beberapa anggota MAA, sekelompok kecil pemangku adat, dengan beberapa wakil pemangku adat untuk memastikan rancangan pedoman adalah mudah digunakan untuk mengimplementasikan sebuah percontohan awal yang kecil (test cetak). Proses ini memberikan kesempatan untuk mendapatkan umpan balik dari MAA juga beberapa pihak yang bersangkutan, termasuk para pemimpin adat tersebut, untuk kemudian diperhitungkan ke dalam isi dan rancangan terakhir. Melalui proses ini, setiap usaha telah dilakukan untuk memastikan bahwa Pedoman ini telah dikembangkan dengan cara konsultatif, didorong oleh kebutuhan para tokoh adat, dan diterima oleh pihak-pihak yang terkait, misalnya MAA yang mencerminkan praktek umum secara tepat. Meskipun diakui bahwa penelitian terbatas yang menghasilkan Pedoman ini tidak merangkum kerumitan dan keanekaragaman dari peradilan adat di seluruh NAD, diharapkan dengan mengenali asas-asas dan pelaksanaan-pelaksanaan umum ini, standar minimum dan baku untuk peran dan prosedur dalam peradilan adat dapat dikenali. KETERBATASAN-KETERBATASAN Penelitian dan hasilnya yang digunakan sebagai asas Pedoman dilaksanakan cenderung meliputi dan fokus pada daerah pesisir pantai NAD. Oleh karena itu, disadari sepenuhnya bahwa pedoman umum ini lebih banyak diwarnai oleh sistem hukum adat masyarakat pesisir Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Namun demikian, dalam banyak hal pedoman tersebut sangat membantu para tokoh adat yang berasal dari luar daerah pesisir Nanggroe Aceh Darussalam (NAD). Hal ini mengingat prinsip-prinsip dasar yang diterapkan dalam peradilan adat adalah sama rata untuk seluruh wilayah Propinsi NAD. Maka dari itu, Pedoman ini terfokus pada proses atau prosedure peradilan adat dibandingkan pada substansi atau unsur. Meskipun perbedaan-perbedaan dalam proses pasti ada dari satu daerah ke daerah yang lain, Pedoman ini menjelaskan beberapa prinsip umum dan pedoman dasar yang masih relevan di seluruh Nanggroe Aceh Darussalam. Jadi, bukannya mencoba mengatur tindakan para pemimpin adat, akan tetapi Pedoman ini menyatukan seperangkat prinsip-prinsip umum yang bertujuan untuk membangun kepaduan/koherensi dan keadilan yang lebih baik dalam prosedur. STRUKTUR PEDOMAN UMUM PERADILAN ADAT Pedoman umum di bidang peradilan adat ini menampung sejumlah hal penting misalnya: (1) Asas-Asas dalam Peradilan Adat, (2) Dasar Hukum Peradilan Adat, (3) Badan Penyelenggara Peradilan Adat, (4) Jenis Sengketa dan Prosedur Penyelesaiannya, (5) Teknik Bermusyawarah (mediasi dan negosiasi) dalam Peradilan Adat, (6) Putusan Peradilan Adat dan Pelaksanaannya, dan (7) Mekanisme Pelimpahan Kasus Dari Peradilan Adat Ke Peradilan Formal, (8) Keterlibatan Perempuan Dalam Proses Peradilan Perdamaian Adat. 4

14 B. ASAS-ASAS DALAM PERADILAN ADAT Asas merupakan tatanan nilai sosial yang menduduki tingkat tertinggi dari berbagai sistem hukum, dan tidak boleh disimpangi oleh sistem hukum manapun juga. Dalam sistem hukum adat Aceh, dikenal sejumlah asas yang pada umumnya dapat diterima oleh berbagai sistem hukum lainnya. Sejauh ini, ada sejumlah asas yang telah dihimpun 2 sebagai berikut: TERPERCAYA ATAU AMANAH MUFAKAT TANGGUNG JAWAB/ AKUNTABILITAS KETERBUKAAN UNTUK UMUM KESETARAAN DIDEPAN HUKUM/ NON-DISKRIMINASI JUJUR DAN KOMPETENSI ASAS ASAS CEPAT DAN TERJANGKAU KEBERAGAMAN IKHLAS DAN SUKARELA PRADUGA TAK BERSALAH PENYELESAIAN DAMAI/KERUKUNAN (ULEUE BEK MATE RANTENG EK PATAH) BERKEADILAN 2 Diperkirakan masih ada beberapa asas lainya yang belum diidentifikasikan ataupun diteliti. 5

15 1. Terpercaya atau Amanah (Acceptability) Peradilan adat dapat dipercayai oleh masyarakat. 2. Tanggung Jawab/Akuntabilitas (Accountability) Prinsip ini menggarisbawahi pertanggung jawaban dari para pelaksana peradilan adat dalam menyelesaikan perkara tidak hanya ditujukan kepada para pihak, masyarakat dan negara tetapi juga kepada Allah SWT. 3. Kesetaraan di Depan Hukum/Non-diskriminasi (Equality before the law/nondiscriminaton) Peradilan adat tidak boleh membeda-bedakan jenis kelamin, status sosial ataupun umur. Semua orang mempunyai kedudukan dan hak yang sama dihadapan adat. 4. Cepat, Mudah dan Murah (Accessibillity to all Citizens) Setiap putusan peradilan Gampong harus dapat dijangkau oleh masyarakat baik yang menyangkut dengan biaya, waktu dan prosedurnya. 5. Ikhlas dan Sukarela (Voluntary nature) Keadilan adat tidak boleh memaksa para pihak untuk menyelesaikan perkaranya melalui peradilan adat. 6. Penyelesaian damai/ kerukunan (Peaceful Resolution) Dalam bahasa Aceh, azas ini dikenal dengan ungkapan Uleue bak mate ranteng ek patah, tujuan dari peradilan adat adalah untuk menciptakan keseimbangan dan kedamaian dalam masyarakat. 7. Musyawarah/Mufakat (Consensus) Keputusan yang dibuat dalam peradilan adat berdasarkan hasil musyawarah mufakat yang berlandaskan hukum dari para pelaksana peradilan adat. 8. Keterbukaan untuk Umum (Transparency) Semua proses peradilan (kecuali untuk kasus-kasus tertentu) baik yang menyangkut pautkan penerimaan pengaduan, pemanggilan saksi, persidangan maupun pengambilan serta pembacaan putusan harus dijalankan secara terbuka. 9. Jujur dan Kompetensi (Competence/Authority) Seorang pemimpin adat tidak boleh mengambil keuntungan dalam bentuk apapun baik material maupun non material dari penanganan perkara. 10. Keberagaman (Pluralism) Peradilan adat menghargai keberagaman peraturan hukum yang terdiri dari berbagai sistem hukum adat dan berlaku dalam suatu masyarakat adat tertentu. 11. Praduga Tak Bersalah (Presumption of Innocence) Hukum adat tidak membenarkan adanya tindakan main hakim sendiri. 12. Berkeadilan (Proportional Justice) Putusan peradilan adat harus bersifat adil dan diterapkan berpedoman sesuai dengan berdasarkan parahnya perkara dan keadaan ekonomi para pihak. 6

16 C. DASAR HUKUM PERADILAN ADAT DI ACEH Pelaksanaan peradilan adat yang dewasa ini didukung oleh sejumlah peraturan perundangundangan. Dengan kata lain, payung hukum pemberdayaan lembaga-lembaga adat dan hukum adat sangat memadai. Di dalam berbagai peraturan perundang-undangan tersebut dinyatakan secara tegas bahwa penguatan hukum adat dan peradilan adat harus dimulai dari Gampong dan Mukim. Adapun badan-badan resmi yang menyelenggarakan peradilan adat yaitu Lembaga Gampong dan Lembaga Mukim. Di bawah ini adalah hukum-hukum dan peraturan-peraturan utama yang mengatur pelaksanaan adat di Aceh: 1. Undang-Undang No. 44 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Keistimewaan Aceh, Pasal 3 dan 6 menegaskan bahwa: Daerah diberikan kewenangan untuk menghidupkan adat yang sesuai dengan Syariat Islam. 2. Undang-Undang No. 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh, Bab XIII tentang Lembaga Adat mengatakan bahwa: Penyelesaian masalah sosial kemasyarakatan secara adat ditempuh melalui Lembaga Adat [Pasal 98, Ayat (2)]. Lembaga-lembaga adat sebagaimana dimaksud di atas meliputi 3 Tuha Peuet Majelis Adat Aceh Imeum Mukim Imeum Chiek Imeum Meunasah Keuchik Tuha Lapan LEMBAGA-LEMBAGA ADAT Keujruen Blang Syahbanda Panglima Laot Pawang Glee Peutuwa Seuneubok Haria Peukan 3 Istilah yang ditulis dalam diagram ini ataupun istilah lain 7

17 3. Peraturan Daerah (Perda) Nomor 7 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Kehidupan Adat menegaskan bahwa: Lembaga Adat berfungsi sebagai alat kontrol keamanan, ketentraman, kerukunan dan ketertiban masyarakat. Tugas lembaga adat adalah: Menyelesaikan berbagai masalah sosial kemasyarakatan (Pasal 5) Menjadi Hakim Perdamaian dan diberikan prioritas utama oleh aparat penegak hukum untuk menyelesaikan berbagai kasus (Pasal 6 dan 10) 4. Qanun No. 4 Tahun 2003 tentang Pemerintahan Mukim Dalam Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam memberikan wewenang kepada Mukim untuk: Memutuskan dan atau menetapkan hukum Memelihara dan mengembangkan adat Menyelenggarakan perdamaian adat Menyelesaikan dan memberikan keputusan-keputusan adat terhadap perselisihanperselisihan dan pelanggaraan adat Memberikan kekuatan hukum terhadap sesuatu hal dan pembuktian lainnya menurut adat Menyelesaikan perkara-perkara yang berhubungan dengan adat dan adat istiadat 5. Qanun No. 5 Tahun 2003 tentang Pemerintahan Gampong Dalam Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam, menegaskan bahwa tugas dan kewajiban pemerintahan Gampong adalah: Menyelesaikan sengketa adat Menjaga dan memelihara kelestarian adat dan adat istiadat Memelihara ketentraman dan ketertiban serta mencegah munculnya perbuatan maksiat dalam masyarakat Bersama dengan Tuha peuet dan Imum Meunasah menjadi hakim perdamaian. 6. MoU antara Gubernur, Kapolda, dan MAA NO..., 2007 Perlu dicatat bahwa pada saat tulisan ini dipersiapkan, ada draf yang segera dipersiapkan untuk ditindak lanjuti, yaitu MoU antara Gubernur, Kapolda, dan MAA NO..., Bahkan dalam prakteknya, di beberapa daerah draf tersebut telah dijadikan sebagai pedoman dalam penyelenggaraan peradilan adat. 8

18 Dalam kaitannya dengan peradilan adat, draf MoU tersebut menegaskan bahwa, antara lain: (1) Mengakui bahwa lembaga Peradilan Adat sebagai lembaga Peradilan Perdamaian; (2) Memberikan kesempatan terlebih dahulu kepada peradilan adat untuk menyelesaikan masalah sosial kemasyarakatan, dan jika gagal baru diajukan ke persidangan Mukim; (3) Ada sengketa perkara yang bukan kewenangan Gampong/Mukim dan oleh karena itu harus diselesaikan oleh lembaga peradilan negara; (4) Menghendaki adanya tertib administrasi peradilan adat. Perangkat Peradilan Adat/Hakim Perdamaian pada tingkat: 1. Gampong, terdiri atas: a. Keuchik, sebagai ketua; b. Sekretaris Gampong, sebagai Panitera; c. Imeum Meunasah, sebagai anggota; d. Tuha Peuet, sebagai anggota; e. Ulama, Tokoh adat/cendikiawan lainnya di Gampong yang bersangkutan (ahli di bidang nya), selain Tuha Peuet Gampong sesuai dengan kebutuhan. 2. Mukim terdiri atas: a. Imeum Mukim, sebagai ketua; b. Sekretaris Mukim, sebagai Panitera; c. Tuha Peuet Mukim, sebagai anggota; d. Ulama, tokoh adat/cendikiawan lainnya, selain Tuha Peuet Mukim sesuai dengan kebutuhan. Dalam keputusan bersama tersebut juga ditegaskan bahwa: (1) Proses peradilan adat dilakukan menurut mekanisme musyawarah; (2) Adanya perangkat adat dan sistem administrasi peradilan adat yang tertib dan terdokumentasi; dan (3) Putusan tersebut sebaiknya tidak diajukan lagi tuntutannya pada lingkungan peradilan formal. 9

19 D. BADAN PENYELENGGARAAN PERADILAN ADAT DI ACEH Pada umumnya penyelengaraan Peradilan Perdamaian Adat dilakukan oleh Lembaga Gampong dan Mukim. Hal yang sama berlaku untuk seluruh Aceh. Hanya saja, di beberapa daerah tertentu, seperti Aceh Tengah dan Aceh Tamiang, mereka menggunakan istilah lain. Namun, fungsinya tetap yang sama, yaitu sebagai lembaga penyelesaian sengketa atau perkara adat. STRUKTUR DAN PERAN PENYELENGGARA PERADILAN ADAT TINGKAT GAMPONG 4 KEUCHIK sebagai Ketua Sidang TUHA PEUET sebagai Anggota IMEUM MEUNASAH sebagai Anggota ULAMA, CENDEKIAWAN, TOKOH ADAT, DSB sebagai Anggota SEKRETARIS GAMPONG sebagai Panitera ULEE JURONG sebagai Penerima Laporan awal ULEE JURONG sebagai Penerima Laporan awal Para penyelenggara peradilan adat sebagaimana ditulis di atas tidak ditunjuk atau diangkat secara resmi, tetapi karena jabatannya sebagai Keuchik, Imeum Meunasah, Tuha Peuet, dan Ulee Jurong maka mereka secara otomatis menjadi para penyelenggara peradilan adat. Mereka secara resmi 5 menjadi penyelenggara peradilan adat justru dipercayai oleh masyarakat. Pada saat ini, keanggotaan peradilan adat terbatas pada kaum lelaki, tetapi juga harus melibatkan kaum perempuan. Mereka terlibat dalam proses penyelenggaraan peradilan adat melalui jalur Tuha Peuet dimana salah satu unsur Tuha Peuet harus ada wakil dari kaum perempuan Istilah lain untuk jabatan yang ditulis didalam diagram ini juga berlaku. 5 Kata lain, ex-oficio.

20 Sementara itu, struktur penyelenggaraan peradilan adat di tingkat mukim dapat digambarkan sebagai berikut: STRUKTUR DAN PERAN PENYELENGGARAAN PERADILAN ADAT TINGKAT MUKIM 6 SEKRETARIS MUKIM sebagai Panitera MAJELIS ADAT MUKIM sebagai Anggota IMEUM CHIEK sebagai Anggota IMEUM MUKIM sebagai Ketua Sidang TUHA PEUET MUKIM sebagai Anggota ULAMA, CENDIKIAWAN TOKOH ADAT, LAINNYA sebagai Anggota Badan perlengkapan peradilan adat di tingkat mukim dan mekanisme kerjanya hampir sama dengan tingkat Gampong. Kasus yang tidak bisa diselesaikan pada tingkat gampong: 1) Kasus yang terjadi antar Gampong yang berada dalam juridiksi Mukim 2) Kasus banding yaitu kasus yang telah ditangani ditingkat Gampong, namun salah satu pihak merasa tidak puas terhadap putusan tersebut 6 Ulama, tokoh adat/cendikiawan lainnya, selain Tuha Peuet Mukim dan sesuai dengan kebutuhan. 11

21 Hal ini senada dengan yang diperintahkan oleh Perda No. 7, Tahun 2000 bahwa: Gampong diberi wewenang dalam masa 2 bulan dapat menyelesaikan persengketaan, bila tidak selesai dibawa ke rapat adat Mukim [pasal 11 ayat (2)] Mukim diberi wewenang untuk menyelesaikan perkara selama 1 (satu) bulan terhitung sejak permohonan banding diajukan [pasal 15 ayat (1)] Kewenangan Mukim untuk menyelenggarakan peradilan adat juga diperintahkan oleh Qanun No. 4, Tahun 2003 tentang Pemerintahan Mukim dalam Propinsi NAD, yang menegaskan bahwa: Lembaga Mukim berwenang untuk memutuskan dan atau menetapkan hukum dalam hal adanya persengketaan-persengketaan atau perkara-perkara adat dan hukum adat (Pasal 4, Huruf e); Majelis Adat Mukim berfungsi sebagai badan yang memelihara dan mengembangkan adat, menyelenggarakan perdamaian adat, menyelesaikan dan memberikan keputusan-keputusan adat terhadap perselisihan-perselisihan dan pelanggaraan adat, memberikan kekuatan hukum terhadap sesuatu hal dan pembuktian lainnya menurut adat [Pasal 12, Ayat (2)]. khususnya yang menyangkut dengan kasus yang diteruskan ke tingkat Mukim, Qanun 5 Tahun 2003 tentang Pemerintahan Desa Dalam Propinsi NAD menegaskan bahwa: Pihak-pihak yang keberatan terhadap keputusan perdamaian sebagaimana dimaksud pada Pasal 12, Ayat (2), dapat meneruskannya kepada Imeum Mukim dan keputusan Imeum Mukim bersifat akhir dan mengikat [(Pasal 12 ayat (3)]; Peradilan Tingkat Mukim merupakan upaya terakhir untuk mendapatkan keadilan dalam jurisdiksi adat. Perkara-perkara pidana berat atau sengketa-sengketa yang tidak dapat diselesaikan pada tingkat Mukim, akan diselesaikan oleh lembaga Peradilan Negara sesuai dengan ketentuan undang-undang dan peraturan yang berlaku: Peradilan Adat Mukim Tiada penyelesaian dan/atau perkara pidana berat Lembaga Peradilan Negara 12

22 E. TANGGUNG JAWAB DARI PARA PEMIMPIN ADAT Terlibat di dalam penyelesaian perkara adalah sebuah tanggung jawab yang besar. Para anggota masyarakat menaruh kepercayaan kepada para pemimpin adat untuk menyelesaikan pertikaian secara adil dan damai. Berikut ini adalah beberapa tanggung jawab para pemangku adat untuk memastikan bahwa prinsip-prinsip dalam peradilan adat dipegang teguh dalam setiap proses penyelesaian sengketa secara adat. TANGGUNG JAWAB UTAMA PEMIMPIN ADAT melaksanakan proses peradilan memutuskan dengan adil melindungi hak para pihak mencatat proses dan keputusan Mengarsipkan dokumen Tangung jawab utama dari pemangku adat tersebut adalah : 1. Melaksanakan proses peradilan adat : Para pemangku adat bertanggung jawab terhadap setiap tahapan peradilan adat, mulai dari menerima laporan, memeriksa duduk persoalan sampai pada tahap rapat persiapan sidang akhir dan sampai dengan pemberian putusan peradilan adat. 2. Memutuskan dengan adil : Para pemangku adat harus memastikan bahwa setiap keputusan-keputusan yang diambil dari sebuah proses paradilan adat sedapat mungkin memenuhi rasa keadilan para pihak yang bersengketa, dimana keputusan yang diambil berdasarkan hasil proses pembuktian dan musyawarah, bukan berdasarkan kepentingan salah satu pihak yang bersengketa. 13

23 3. Melindungi hak-hak para pihak yang bersengketa Para pemangku adat bertanggung jawab terhadap pemenuhan hak-hak para pihak yang bersengketa mulai dari proses menerima laporan, memeriksa duduk persoalan, proses persidangan sampai pada tahap pelaksanaan putusan-putusan di persidangan. 4. Mencatat Proses dan Keputusan Peradilan Setiap proses dan keputusan-keputusan yang telah diambil harus dicatat secara akurat dalam dokumen administrasi peradilan adat. 5. Mengarsipkan berkas perkara. Berkas perkara termasuk surat pejanjian yang berisi keputusan-keputusan adat harus disimpan atau diarsipkan secara aman oleh pemangku adat, hal ini penting dilakukan untuk menjamin dan mempelancar proses peradilan bagi kasus-kasus lain serta kasus yang sama terulang kembali, sehingga pemangku adat mempunyai referensi dalam melakukan proses peradilan dan mengambil keputusan-keputusan sengketa adat. 14

24 F. KEWENANGAN PERADILAN ADAT Beberapa kasus yang menjadi kewenangan peradilan adat (kompetensi) peradilan adat sebagaimana hasil temuan di lapangan dan hasil rapat koordinasi antara MAA dengan lembaga penegak hukum adalah sebagai berikut: KEWENANGAN PERADILAN ADAT DI LUAR KEWENANGAN PERADILAN ADAT Batas Tanah Pelanggaran ketentuan adat dalam bersawah dan pertanian lainnya Kekerasan dalam rumah tangga yang bukan kategori penganiayaan berat Perselisihan antar dan dalam keluarga Pembagian harta warisan Wasiat Fitnah Perkelahian Pertunangan dan perkawinan Pencurian Ternak (ternak makan tanaman dan pelepasan ternak di jalan sehingga dapat mengganggu kelancaran lalu lintas) Kecelakaan lalu lintas (kecelakaan ringan) Ketidakseragaman turun ke sawah Pembunuhan Perzinahan Pemerkosaan Narkoba, ganja dan sejenisnya Pencurian (berat, eg. Kerbau, kendaraan bermotor dan lain-lain) Suversif Penghinaan terhadap pemerintah yang syah (Presiden dan Gubernur) Kecelakaan lalu lintas berat (kematian) Penculikan Khalwat, dan Perampokan bersenjata Berdasarkan rancangan konsep MOU antara gubernur, MAA dan Polda NAD bahwa perkaraperkara ringan yang memungkinkan diselesaikan di tingkat komunitas menjadi kewenangan paradilan adat. Di satu sisi pembagian kewenangan peradilan adat untuk perkara-perkara ringan atau sederhana, namun dalam realitasnya penanganan perkara-perkara ini jauh lebih rumit dilakukan. Hal ini karena ada perkara-perkara pada awalnya merupakan perkara ringan, namun pada tahap selanjutnya perkara ini menjadi perkara berat, atau pada awalnya perkara tersebut bersifat perdata misalnya perkara pertikaian batas tanah, dapat saja berkembang menjadi perkara yang bersifat pidana, karena terjadinya tindak kekerasan. 15

25 Sebagai hasilnya, sebuah tingkat keluwesan/fleksibilitas diperlukan pada waktu menentukan perkara mana yang sesuai untuk diselesaikan dalam forum yang mana. Secara khusus, pada waktu keselamatan dari pihak yang bertikai terancam lebih sesuai jika melibatkan pihak kepolisian. Hal ini seringkali terjadi ketika pertikaian tersebut merupakan kekerasan atau melibatkan seseorang yang rentan seperti seorang perempuan atau anak-anak. Dalam perkara-perkara seperti ini, pertimbangan khusus harus diberikan terhadap kewenangan seorang pemimpin adat untuk menyelesaikan perkara secara efektif sambil memastikan bahwa hak-hak semua pihak dijunjung. Jika kekhawatiran seperti ini muncul, sudah selayaknya untuk menghubungi pihak kepolisian dan meminta bantuan tambahan. Lebih lanjut, tanggung jawab-tanggung jawab dari seorang tokoh adalah untuk memastikan bahwa para pihak telah diinformasikan mereka mempunyai pilihan untuk membawa kasusnya ke bidang penyelenggaran peradilan formal (merujuk ke bagian K untuk detail yang lebih rinci). Tokoh adat tersebut juga boleh merujuk para pihak ke Pos bantuan Hukum ataupun LSM-LSM yang sesuai, untuk didampingi. Untuk kasus kekerasan terhadap perempuan khususnya kekerasan dalam rumah tangga yang bukan penganiayaan berat, jika perempuan menginginkan penyelesaian dengan peradilan adat, maka perlu diupayakan mekanisme perlindungan terhadap korban oleh pemangku adat, sehingga jika upaya damai telah dilakukan dan perempuan/istri telah kembali ke rumah suami/orang tuanya kekerasan terhadap perempuan/istri tidak terulang kembali 16

26 G. PROSES MENYELESAIKAN PERKARA Hukum adat tidak membedakan antara kasus perdata dan pidana. Namun untuk memudahkan penjelasan prosedur penanganannya, ada pertimbangan-pertimbangan dan prosedur-prosedur yang perlu diterapkan jika kasus pidana sedang ditangani dan diselesaikan. Kasus/perkara pidana yang paling umum jatuh dibawah payung adat adalah pencurian dan kekerasan. Untuk kasus-kasus tersebut, prosedur yang berlaku tercatat dibawah ini. Namun, ada pertimbangan-pertimbangan khusus, terutama jika perempuan dan/atau anak terlibat. Secara umum prosedur penyelesaian sengketa melalui peradilan perdamaian adat dilakukan dengan prosedur dan tahapan-tahapan sebagai berikut: I. PENYELESAIAN SENGKETA Untuk sengketa perdata, maka para pihak yang merasa dirugikan dapat melakukan hal-hal sebagai berikut: 1. Pelaporan yang dilakukan oleh pihak korban atau kedua belah pihak kepada Kepala Dusun (Kadus) atau kepala lorong atau Peutuwa Jurong tempat dimana peristiwa hukum tersebut terjadi (asas teritorialitas). Namun tidak tertutup kemungkinan laporan tersebut dapat juga langsung ditujukan kepada Keuchik. Adakalanya kepala dusun atau Peutuwa Jurong itu sendiri yang menyelesaikannya, jika kasusnya tidak serius. Namun jika kasus tersebut sangat serius dan rumit serta melibatkan kepentingan umum, maka kepala dusun segera melapor kepada Keuchik; 2. Segera setelah Keuchik menerima laporan dari Kadus atau dari pihak korban, maka Keuchik membuat rapat internal dengan Sekretaris Keuchik, Kepala Dusun, dan Imeum Meunasah guna menentukan jadwal sidang; Pelaporan tersebut tidak boleh dilakukan di sembarang tempat seperti pasar dan warung kopi, tetapi harus di rumah atau di Meunasah; 3. Sebelum persidangan digelar, Keuchik dan perangkatnya (Sekretaris Keuchik atau Sekretaris Gampong, Imeum Meunasah dan Para Kadus atau Peutuwa Jurong) melakukan pendekatan terhadap kedua belah pihak. Pendekatan tersebut bertujuan untuk mengetahui duduk perkara yang sebenarnya dan sekaligus menanyakan kesediaan mereka untuk diselesaikan secara damai. Pada saat pendekatan tersebut, para pelaksana peradilan adat akan menggunakan berbagai metode mediasi dan negosiasi, sehingga kasus itu dapat segera diselesaikan; 4. Pendekatan tidak hanya dilakukan oleh Keuchik dan perangkatnya, tetapi dapat juga dilakukan oleh orang bijak lainnya. Untuk kasus yang sensitif yang korbannya kaum perempuan atau kaum muda, maka pendekatan biasanya dilakukan oleh istri Keuchik atau tokoh perempuan bijak lainnya; 5. Jika kesepakatan penyelesaian secara damai telah disetujui oleh kedua belah pihak, maka Sekretaris Keuchik akan mengundang secara resmi kedua belah pihak untuk menghadiri persidangan pada hari dan tanggal yang telah ditetapkan; 17

27 6. Pada saat persidangan berlangsung, para pihak dapat diwakili oleh walinya atau saudaranya yang lain sebagai juru bicara; 7. Persidangan bersifat resmi dan terbuka yang biasanya digelar di Meunasah atau tempattempat lain yang dianggap netral; 8. Forum persidangan terutama posisi/tata letak duduk para pihak dan para pelaksana peradilan adat disusun sedemikian rupa sehingga kelihatannya formil secara adat; 9. Penetapan tempat duduk adalah sebagai berikut: Keuchik, selaku Ketua Sidang, duduk dalam satu deretan dengan Tuha Peuet, Imeum Meunasah, Cendikiawan, Ulama dan Tokoh Adat Gampong lainnya. Di sebelah kiri Keuchik, agak sedikit ke belakang, duduk Sekretaris Keuchik (sebagai Panitera). Di deretan depan atau di hadapan Keuchik merupakan tempat untuk para pihak atau yang mewakilinya. Sementara itu, para saksi mengambil tempat disayap kiri dan kanan forum persidangan. Di belakang para pihak, duduk sejumlah peserta atau pengunjung sidang yang terdiri dari masyarakat Gampong dan keluarga serta sanak saudara dari para pihak; TATA LETAK SIDANG PERADILAN ADAT GAMPONG SEKRETARIS DESA (Panitera) IMEUM (Anggota Sidang) KEUCHIK (Ketua Sidang) TUHA PEUET (Anggota Sidang) ULAMA, CENDIKIAWAN, DAN TOKOH ADAT LAINNYA (Anggota Sidang) SAKSI PARA PIHAK SAKSI PENGUNJUNG SIDANG (Masyarakat Setempat dan Sanak Saudara Para Pihak) 18

28 10. Persidangan berlangsung dengan penuh khitmad dan Keuchik mempersilahkan para pihak atau yang mewakilinya untuk menyampaikan persoalannya yang kemudian dicatat oleh Panitera (Sekretaris Gampong); 11. Keuchik mempersilahkan para saksi untuk menyampaikan kesaksiannya dan biasanya, jika dirasa perlu, para saksi sebelum menyampaikan kesaksiannya akan diambil sumpah terlebih dahulu; 12. Keuchik memberikan kesempatan kepada Tuha Peuet atau Tuha Lapan menanggapi sekaligus menyampaikan alternatif penyelesaiannya; 13. Keuchik mempersilahkan para ulama, cendekiawan dan tokoh adat lainnya untuk menanggapi dan menyampaikan jalan keluar terhadap kasus tersebut; 14. Keuchik beserta seluruh anggota sidang memusyawarahkan putusan damai apa yang akan diberikan. Jika mereka telah sepakat tentang jenis putusan damai yang akan dijatuhkan, maka Keuchik menanyakan kembali kepada para pihak apakah mereka siap menerima putusan damai tersebut. Jika jawaban mereka adalah menerima putusan itu, maka panitera menulis diktum putusan tersebut yang sering disebut surat perjanjian perdamaian; 15. Apabila salah satu pihak atau kedua belah pihak tidak setuju terhadap putusan perdamaian, maka para pihak dapat mengajukan ke forum persidangan Mukim. Ketidaksetujuan para pihak terhadap putusan peradilan adat Gampong juga harus dinyatakan dalam surat penetapan putusan dan berdasarkan surat penetapan tersebut kasus itu dapat diajukan ke persidangan Mukim; 16. Keuchik membaca putusan perdamaian dan meminta kepada para pihak untuk menandatangani akta perdamaian serta melaksanakan isi putusan itu dengan sungguhsungguh; 17. Putusan tersebut dan salinannya diberikan kepada para pihak, disimpan sebagai arsip baik di kantor Keuchik maupun di kantor Mukim; 18. Setelah putusan disepakati dan diterima oleh para pihak, maka pada pertemuan berikutnya putusan tersebut akan dieksekusi melalui suatu upacara perdamaian: Kepada salah satu atau kedua belah pihak akan dikenakan sanksi, yang berat ringannya sangat tergantung pada jenis pelanggaran atau pidana adat yang mereka lakukan; Pelaksanaan (eksekusi) itu dilakukan melalui upacara perdamaian dengan membebankan sesuatu pada para pihak atau pada satu pihak tergantung keputusan (ada hubungan dengan tingkat kesalahan); Bila semua pihak sudah merasa puas, dengan rumusan penetapan putusan, maka barulah pada hari yang ditetapkan dilakukan eksekusi melalui suatu upacara perdamaian di Meunasah dihadapan umum. Terhadap perkara-perkara yang telah diputuskan dan telah diterima, maka pelaksanaan eksekusi dilakukan di Meunasah di depan umum, atau di tempat lain di rumah atau Mesjid (atas persetujuan bersama). 19

29 19. Putusan penyelesaian sengketa itu dicatat dalam sebuah buku induk registrasi kasus yang di dalam buku tersebut memuat hal-hal sebagai berikut: a) Nomor b) Tanggal pelaporan dan nama pelapor; c) Jenis kasus d) Uraian singkat pokok perkara e) Tanggal penyelesaiannya f) Uraian singkat putusan perdamaian (Merujuk ke Lampiran II Buku Induk Registrasi Kasus) II. PENYELESAIAN KASUS YANG BERSIFAT PIDANA Prosedur dan kerangka penyelesaian perkara pidana hampir sama dengan prosedur yang dijelaskan di atas. Hanya saja ada beberapa tindakan awal yang harus dilakukan oleh para pelaksana peradilan adat guna menghindari terjadinya sengketa yang lebih berat. Dengan demikian, prosedur penyelesaian kasus yang bersifat pidana biasanya diawali dengan langkah-langkah berikut: a) Memberi pengamanan secepatnya melalui pemberian perlindungan, kepada kedua belah pihak, dengan jalan berikut ini: 1. Mengamankan pihak pelaku di suatu tempat yang dirahasiakan. Lembaga adat Gampong tidak mengenal rumah tahanan, penjara atau lembaga pemasyarakatan. Biasanya diamankan sementara di rumah keluarga atau rumah Keuchik, atau untuk sementara meninggalkan Gampong, pergi ke tempat lain yang aman dan terlindung. 2. Jika korban perempuan dan anak, maka pemangku adat juga harus memberikan perlindungan pada mereka dengan menempatkan korban di rumah salah satu pemangku adat sampai jangka waktu tertentu hingga perkara tersebut telah ada putusan dengan upaya damai atau korban dipastikan aman untuk pulang ke rumah. 3. Jika laporan perkara diterima berupa kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak, maka pemangku adat meminta istri pemangku adat atau tokoh perempuan untuk melakukan penanganan awal perkara. 4. Mengkondusifkan suasana damai, terutama pihak keluarga yang dirugikan; 5. Perangkat Gampong berinisiatif dan proaktif menghubungi berbagai pihak; 6. Siapapun yang melihat/mengetahui/menyaksikan peristiwa pidana tersebut, tertangkap tangan, dapat segera melaporkan/mengadu kepada Keuchik untuk segera mengambil langkah-langkah pengamanan dan penyelesaian. Selanjutnya, pengaduan dapat terjadi atas pelaporan langsung para pihak atau oleh salah satu pihak kepada Keuchik (tidak terikat prosedural waktu dan tempat), tergantung bagaimana kondisi berat atau ringannya pelanggaran. Situasi pelaporan yang demikian dimaksudkan agar dapat diambil tindakan preventif (supaya tidak cepat meluas/berkembang korban). Misalnya, perkelahian, pembunuhan, penganiayaan, pencurian dan lain-lain. 20

30 b) Keuchik bersama perangkat Gampong, langsung melakukan penyelidikan dan penyidikan kepada para pihak, dengan berbagai cara pendekatan, diluar persidangan musyawarah formal. Keuchik harus sudah dapat menemukan prinsip-prinsip keputusan berasaskan damai Keuchik atau ureung tuha gampong lainnya, seperti Tuha Peuet atau tokoh lain bersama Keuchik, terus mengusut, menyelidiki dan menyidik sesuai dengan kemampuan dan keyakinan yang dimilikinya terhadap sebab-sebab terjadi sengketa pada para pihak dan mencari bukti-bukti kebenaran pada pihak saksi lainnya yang mungkin mengetahui atau melihat proses sengketa tersebut. c) Selama proses penyelesaian tersebut seperti yang tertera pada poin di atas, orang-orang tua dari keluarga para pihak harus terus berupaya membuat suasana damai dan sejuk terhadap para pihak melalui penyadaran atas segala perbuatan dan tingkah laku yang menyebabkan mereka bersengketa. d) Membuka sidang penyelesaian di Meunasah. Apabila suasana sejuk dan kondusif telah mampu dipertahankan dan data-data pembuktian sudah lengkap, barulah para pihak, wakil keluarga beserta pihak ureung-ureung tuha dibawa ke sidang musyawarah di Meunasah (bila warga se Gampong) atau ke Mesjid (bila sengketa itu melibatkan warga antar Gampong yang berlainan). 1. Jika kasus tersebut merupakan kekerasan terhadap perempuan dan anak atau kasus yang terkait dengan persoalan rumah tangga, maka persidangan perkara tersebut harus ditutup untuk masyarakat luas. 2. Jika kasus tersebut merupakan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak, maka pemangku adat harus memastikan adanya pendamping bagi perempuan dan anak pada proses persidangan. e) Penyelesaian sengketa dilakukan berdasarkan data/bukti yang telah diinventarisir dalam penjajakan awal dan berdasarkan prinsip perdamaian, sebagai landasan hukum pertama dalam penyelesaian perkara adat. Dalam proses perdamaian ini, diberikan kesempatan kepada masing-masing pihak secara formal dalam persidangan untuk menyatakan penerimaan atau penolakan terhadap proses proses dan hasil perdamaian. f) Keputusan sidang perdamaian diambil berdasarkan pertimbangan yang matang dan bijak oleh semua anggota majelis peradilan adat agar dapat diterima oleh para pihak untuk mengembalikan kedamaian dan keseimbangan dalam masyarakat. g) Eksekusi (atau pelaksanaan) keputusan oleh Keuchik dilakukan dalam suatu upacara yang ditetapkan pada waktu yang telah disetujui bersama. Dalam upacara perdamaian tersebut disiapkan surat perjanjian yang harus ditandatangani oleh para pihak yang berisikan perjanjian untuk tidak mengulangi lagi perbuatan yang menimbulkan sengketa. Jika kasus tersebut merupakan kekerasan terhadap perempuan dan anak, keputusan harus disertai dengan sebuah perjanjian tertulis yang didalamnya memuat pelaku tidak boleh melakukan kekerasan secara berulang, dan pelaku harus mengikrarkan kalimat tersebut di hadapan majelis adat. h) Pemangku adat harus melakukan pemantauan setelah proses eksekusi, karena setelah upacara damai, perkara dapat saja terjadi secara berulang, sehingga pemangku adat dapat mengambil langkah-langkah lain termasuk mengupayakan rujukan. 21

31 III. PERKARA-PERKARA TERHADAP PEREMPUAN ATAU ANAK Proses umum yang dijelaskan di atas dapat diaplikasikan terhadap hampir semua kasus di bawah kewenangan peradilan adat, namun ada perlakuan khusus terhadap kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak. Perlakuan khusus yang dimaksud adalah adanya upaya dari pemimpin adat agar tersedianya mekanisme perlindungan. Langkah-langkah perlindungan yang terpenting adalah adanya upaya untuk memastikan keselamatan korban mulai dari tahap pelaporan perkara, proses penyidikan dan penyelidikan, sidang peradilan adat sampai pada tahap setelah upaya damai dilakukan, dimana pemangku adat harus melakukan pemantauan terhadap kemungkinan terjadinya kekerasan yang berulang setelah proses damai. Pada saat pemangku adat tidak mampu memberikan jaminan keselamatan terhadap korban atau adanya ancaman nyawa pada diri korban, maka pemangku adat harus melaporkan perkara tersebut kepada kepolisian untuk memastikan bahwa perlindungan terhadap korban bisa diberikan. Namun jika penyelesaian perkara-perkara kekerasan terhadap perempuan dan anak dapat dilakukan dengan prosedur mekanisme adat, maka keterlibatan perempuan dan anak dalam proses penyelesaian perkara tersebut merupakan suatu keharusan sehingga mereka tidak merasa terancam dan tertekan untuk menerima sebuah keputusan melalui prosedur adat. Namun tentunya keputusan tersebut mesti berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak baik korban ataupun pelaku, yang dituangkan dalam sebuah surat perjanjian damai yang isinya menitik beratkan agar pelaku tidak lagi melakukan tindak kekerasan, jika kekerasan terjadi secara berulang maka pemangku adat harus mengambil langkah-langkah yang dianggap penting dalam memberikan perlindungan pada korban, termasuk melaporkan perkara tersebut ke pihak kepolisian karena mekanisme adat sudah tidak mampu menyelesaikan perkara tersebut. Pada saat ada pelaporan perkara dimana pihak yang terlibat atau korbannya adalah perempuan, seperti perkelahian antar perempuan atau pertengkaran dan kekerasan dalam rumah tangga maka laporan tersebut dapat saja disampaikan langsung pada istri pemangku adat atau tokoh perempuan setempat, dan mereka harus memberitahukan perkara tersebut pada pemangku adat bahwa penyelesaian awal dilakukan oleh istri pemangku adat atau tokoh perempuan, namun jika langsung dilaporkan pada pemangku adat yang biasanya semua laki-laki, maka pemangku adat harus menyerahkan perkara tersebut kepada istri-istrinya atau tokoh perempuan agar melakukan penanganan awal. Upaya ini menjadi penting karena penanganan awal yang dilakukan oleh perempuan untuk perkara tersebut akan memudahkan dalam proses komunikasi dan akan sangat membantu untuk mengetahui duduk persoalan perkara, dimana pengungkapan persoalan yang bersifat sangat pribadi akan lebih nyaman dilakukan sesama perempuan. Jika penanganan awal telah dilakukan, namun tidak ada penyelesaian perkara, maka keterlibatan perempuan di dalamnya proses persidangan dan keputusan adat tersebut juga menjadi prioritas. Jika tidak ada perempuan dalam struktur adat, minimal harus ada pendampingan pada perempuan yang menjadi korban pada saat persidangan di lakukan. 22

32 SKEMA LANGKAH-LANGKAH YANG DILAKUKAN OLEH PEMANGKU ADAT DALAM MENANGANI KASUS KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DAN ANAK: Menerima laporan perkara Menyerahkan penanganan awal pada perempuan Melindungi perempuan dengan menempatkan pada salah satu rumah pemangku adat jika kasus tersebut pada tahap kekerasan Menggali informasi pada kedua belah pihak dan saksi Melakukan upaya-upaya lain termasuk rujukan perkara jika kasus berulang Melakukan pemantauan setelah upaya damai dilakukan Mendamaikan kedua belah pihak setelah ada kesepakatan dengan surat perjanjian Melakukan mediasi untuk jalan keluar dan memberitahu hak-hak mereka dalam hukum positif nasional IV. TEKNIS BERMUSYAWARAH DALAM PERADILAN ADAT Meskipun prosedur penanganan perkara-perkara di bawah peradilan adat memberikan kerangka kerja yang penting untuk menyelesaikan pertikaian, ada beberapa ketrampilan tambahan yang diperlukan oleh para pemimpin adat untuk secara efektif bisa memfasilitasi penyelesaian sebuah perkara secara bersama dan damai. Ketrampilan-ketrampilan ini termasuk bermusyawarah, mendengarkan dengan hati-hati, berbicara dengan jelas dan memastikan komunikasi secara efektif di antara semua pihak. Dalam praktek penyelenggaran peradilan perdamaian adat jelas kelihatan bahwa ada sebagian kasus yang tidak sanggup diselesaikan karena kurangnya keahlian bermusyawarah dari para tokoh adat. Oleh karena itu, kemampuan dan keahlian tata bermusyawarah sangat diperlukan untuk menyelesaikan berbagai persoalan kemasyarakatan. Dua konsep yang dikenal dalam bahasa Inggris yaitu mediation (mediasi) dan negotiation (negosiasi) dimana kedua-duanya secara khusus berguna. Jika dilaksanakan di seluruh proses peradilan adat, ketrampilan-ketrampilan ini bisa membantu para pemimpin adat untuk menentukan masalah-masalah dalam perkara, mengenali kemungkinan-kemungkinan penyelesaian dan memfasilitasi persetujuan dari semua pihak. 23

33 Meskipun hal-hal ini adalah konsep-konsep dengan nama-nama asing, sebenarnya mirip sekali dengan bermusyawarah seperti yang diterapkan dalam peradilan adat. Perbedaannya adalah, bahwa mediasi dan negosiasi memberikan pendekatan yang lebih terstruktur dengan langkahlangkah tertentu. Namun, para pemimpin adat harus mempertimbangkan penjelasan berikut ini mengenai mediasi dan negosiasi karena berhubungan erat dengan bermusyawarah. Informasi di bawah menjabarkan konsep-konsep khusus ini dan para pemimpin adat seharusnya mencoba dan memakai strategi-strategi ini pada waktu berkomunikasi dengan pihak-pihak yang bertikai untuk menyelesaikan sebuah perkara. Penggunaan teknis/tata bermusyawarah (mediasi dan negosiasi) dalam pelaksanaan peradilan adat mempunyai peranan yang sangat penting dan menentukan untuk dapat tidaknya peradilan tersebut diselenggarakan. Kasus serumit apapun punya kemungkinan untuk diselesaikan jika para pelaksana peradilan adat menerapkan teknik mediasi dan negosiasi secara tepat. Bermusyawarah (mediasi) adalah suatu proses dimana mediator dalam hal ini para pelaksana peradilan adat membantu para pihak yang bersengketa untuk dapat menyelesaikan persoalannya dengan hasil yang dapat memuaskan kedua belah pihak. A. Karakteristik atau Sifat Perantara Agar keberadaan mediator, atau perantara, dapat diterima maka yang bersangkutan harus mempunyai sifat-sifat berikut: 1. Amanah 2. Jujur 3. Tidak memihak 4. Tidak punya kepentingan pribadi 5. Bertekad untuk menyelesaikan pertikaian yang dapat diterima kedua belah pihak 6. Ramah dan percaya diri 7. Mampu mengendalikan emosi para pihak 8. Mampu memahami kehendak dan aspirasi para pihak 9. Mampu menerjemahkan keinginan pihak yang satu kepada pihak yang lainnya dengan menggunakan bahasa yang santun dan sejuk 10. Mampu melakukan pendekatan yang berunsur agama, sosial, dan psikologi 11. Piawai dalam menggunakan bahasa yang menyejukkan 12. Mampu menggunakan hadih maja secara tepat 24

TATA CARA PENYELESAIAN SENGKETA/KONFLIK PERKARA SECARA ADAT

TATA CARA PENYELESAIAN SENGKETA/KONFLIK PERKARA SECARA ADAT TATA CARA PENYELESAIAN SENGKETA/KONFLIK PERKARA SECARA ADAT Menurut Qanun Aceh Nomor 9 Tahun 2008, Tentang Pembinaan Kehidupan Adat dan Istiadat Oleh : Yuliannova Chaniago Kelompok P16 KKN Periode 10 Universitas

Lebih terperinci

QANUN ACEH NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG LEMBAGA ADAT BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR NANGGROE ACEH DARUSSALAM,

QANUN ACEH NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG LEMBAGA ADAT BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR NANGGROE ACEH DARUSSALAM, QANUN ACEH NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG LEMBAGA ADAT BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR NANGGROE ACEH DARUSSALAM, Menimbang : a. bahwa lembaga adat yang berkembang dalam

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH ISTIMEWA ACEH NOMOR 7 TAHUN 2000 TENTANG PENYELENGGARAAN KEHIDUPAN ADAT

PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH ISTIMEWA ACEH NOMOR 7 TAHUN 2000 TENTANG PENYELENGGARAAN KEHIDUPAN ADAT PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH ISTIMEWA ACEH NOMOR 7 TAHUN 2000 TENTANG PENYELENGGARAAN KEHIDUPAN ADAT BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA ACEH Menimbang

Lebih terperinci

QANUN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM NOMOR 4 TAHUN 2003 TENTANG PEMERINTAHAN MUKIM DALAM PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM

QANUN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM NOMOR 4 TAHUN 2003 TENTANG PEMERINTAHAN MUKIM DALAM PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM QANUN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM NOMOR 4 TAHUN 2003 TENTANG PEMERINTAHAN MUKIM DALAM PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR PROVINSI

Lebih terperinci

QANUN ACEH NOMOR 9 TAHUN 2008 TENTANG PEMBINAAN KEHIDUPAN ADAT DAN ADAT ISTIADAT BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA

QANUN ACEH NOMOR 9 TAHUN 2008 TENTANG PEMBINAAN KEHIDUPAN ADAT DAN ADAT ISTIADAT BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA QANUN ACEH NOMOR 9 TAHUN 2008 TENTANG PEMBINAAN KEHIDUPAN ADAT DAN ADAT ISTIADAT BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR NANGGROE ACEH DARUSSALAM, Menimbang : a. bahwa Adat

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN TERHADAP ANAK YANG BERHADAPAN DENGAN HUKUM (Studi Terhadap Undang-undang Peradilan Anak Indonesia dan Peradilan Adat Aceh)

PERLINDUNGAN TERHADAP ANAK YANG BERHADAPAN DENGAN HUKUM (Studi Terhadap Undang-undang Peradilan Anak Indonesia dan Peradilan Adat Aceh) PERLINDUNGAN TERHADAP ANAK YANG BERHADAPAN DENGAN HUKUM (Studi Terhadap Undang-undang Peradilan Anak Indonesia dan Peradilan Adat Aceh) Analiansyah dan Syarifah Rahmatillah Dosen Fakultas Syariah & Hukum

Lebih terperinci

QANUN KOTA BANDA ACEH NOMOR 6 TAHUN 2005 TENTANG TUHA PEUET GAMPONG BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH SUBHANAHUWATA ALA

QANUN KOTA BANDA ACEH NOMOR 6 TAHUN 2005 TENTANG TUHA PEUET GAMPONG BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH SUBHANAHUWATA ALA QANUN KOTA BANDA ACEH NOMOR 6 TAHUN 2005 TENTANG TUHA PEUET GAMPONG BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH SUBHANAHUWATA ALA WALIKOTA BANDA ACEH, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelaksanaan Pemerintahan

Lebih terperinci

QANUN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM NOMOR 2 TAHUN 2003 TENTANG

QANUN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM NOMOR 2 TAHUN 2003 TENTANG QANUN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM NOMOR 2 TAHUN 2003 TENTANG SUSUNAN, KEDUDUKAN DAN KEWENANGAN KABUPATEN ATAU KOTA DALAM PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH

Lebih terperinci

QANUN KABUPATEN ACEH BESAR NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG PEMBANGUNAN AIR MINUM DAN PENYEHATAN LINGKUNGAN BERBASIS MASYARAKAT

QANUN KABUPATEN ACEH BESAR NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG PEMBANGUNAN AIR MINUM DAN PENYEHATAN LINGKUNGAN BERBASIS MASYARAKAT QANUN KABUPATEN ACEH BESAR NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG PEMBANGUNAN AIR MINUM DAN PENYEHATAN LINGKUNGAN BERBASIS MASYARAKAT BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA BUPATI ACEH BESAR

Lebih terperinci

PEDOMAN PENYELENGGARAAN PERADILAN PERDAMAIAN ADAT DI ACEH 1

PEDOMAN PENYELENGGARAAN PERADILAN PERDAMAIAN ADAT DI ACEH 1 PEDOMAN PENYELENGGARAAN PERADILAN PERDAMAIAN ADAT DI ACEH 1 (The Application Guideline of Informal Justice in Aceh) Oleh: Nurdin MH *) ABSTRACT Kata Kunci: Pedoman Penyelenggaraan, Peradilan Perdamaian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sesuai dengan peraturan perundang-undagan dalam sistem dan prinsip Negara

BAB I PENDAHULUAN. sesuai dengan peraturan perundang-undagan dalam sistem dan prinsip Negara BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Aceh adalah Daerah Provinsi yang merupakan kesatuan masyarakat hukum yang bersifat istimewa dan diberi kewenangan khusus untuk mengatur dan mengurus sendiri

Lebih terperinci

Majalah. Juli-Desember

Majalah. Juli-Desember Majalah Juli-Desember 2011 Kegiatan Mediasi Lembaga Adat dalam Menyelesaikan Sengketa M.Hum. Oleh: Teuku Ahmad Yani, S.H., (Staf (Staf Pengajar Pengajar Fakultas Fakultas Hukum Hukum Universitas Universitas

Lebih terperinci

IMUEM GAMPONG DALAM PEMBANGUNAN SOSIO EKONOMI MASYARAKAT ACEH. Taufiq

IMUEM GAMPONG DALAM PEMBANGUNAN SOSIO EKONOMI MASYARAKAT ACEH. Taufiq Imuem Gampong Dalam Pembangunan Sosio Ekonomi Masyarakat 98 IMUEM GAMPONG DALAM PEMBANGUNAN SOSIO EKONOMI MASYARAKAT ACEH Taufiq Abstract Salah satu masalah utama dalam masyarakat adalah persoalan ekonomi.

Lebih terperinci

QANUN KOTA BANDA ACEH NOMOR 7 TAHUN 2005 TENTANG REUSAM GAMPONG BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH SUBHANAHUWATA ALA WALIKOTA BANDA ACEH

QANUN KOTA BANDA ACEH NOMOR 7 TAHUN 2005 TENTANG REUSAM GAMPONG BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH SUBHANAHUWATA ALA WALIKOTA BANDA ACEH QANUN KOTA BANDA ACEH NOMOR 7 TAHUN 2005 TENTANG REUSAM GAMPONG BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH SUBHANAHUWATA ALA WALIKOTA BANDA ACEH Menimbang : a. bahwa Qanun ini dibentuk dalam rangka melaksanakan

Lebih terperinci

QANUN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM NOMOR 3 TAHUN 2004 TENTANG

QANUN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM NOMOR 3 TAHUN 2004 TENTANG QANUN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM NOMOR 3 TAHUN 2004 TENTANG PEMBENTUKAN, SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA MAJELIS ADAT ACEH PROVINSI NANGGROE ACEI I DARUSSALAM BISMILLAHIRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 20 TAHUN 2016 TENTANG PENGENDALIAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN DI ACEH DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR ACEH,

PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 20 TAHUN 2016 TENTANG PENGENDALIAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN DI ACEH DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR ACEH, PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 20 TAHUN 2016 TENTANG PENGENDALIAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN DI ACEH DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR ACEH, Menimbang : a. bahwa hutan dan lahan merupakan sumberdaya

Lebih terperinci

1. PELAPORAN Proses pertama bisa diawali dengan laporan atau pengaduan ke kepolisian.

1. PELAPORAN Proses pertama bisa diawali dengan laporan atau pengaduan ke kepolisian. KASUS PIDANA UMUM CONTOH-CONTOH KASUS PIDANA: Kekerasan akibat perkelahian atau penganiayaan Pelanggaran (senjata tajam, narkotika, lalu lintas) Pencurian Korupsi Pengerusakan Kekerasan dalam rumah tangga

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: Mengingat: a. bahwa anak merupakan amanah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kekuasaan kehakiman menurut Undang-Undang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kekuasaan kehakiman menurut Undang-Undang

Lebih terperinci

RANCANGAN QANUN ACEH NOMOR... TAHUN 2017 TENTANG BANTUAN HUKUM FAKIR MISKIN

RANCANGAN QANUN ACEH NOMOR... TAHUN 2017 TENTANG BANTUAN HUKUM FAKIR MISKIN RANCANGAN QANUN ACEH NOMOR... TAHUN 2017 TENTANG BANTUAN HUKUM FAKIR MISKIN BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA PENGASIH LAGI MAHA PENYAYANG ATAS RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA Menimbang

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN. REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 350/MPP/Kep/12/2001 TENTANG PELAKSANAAN TUGAS DAN WEWENANG

KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN. REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 350/MPP/Kep/12/2001 TENTANG PELAKSANAAN TUGAS DAN WEWENANG KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 350/MPP/Kep/12/2001 TENTANG PELAKSANAAN TUGAS DAN WEWENANG BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN

Lebih terperinci

KABUPATEN ACEH UTARA QANUN KABUPATEN ACEH UTARA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PEMERINTAHAN GAMPONG

KABUPATEN ACEH UTARA QANUN KABUPATEN ACEH UTARA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PEMERINTAHAN GAMPONG 1 KABUPATEN ACEH UTARA QANUN KABUPATEN ACEH UTARA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PEMERINTAHAN GAMPONG BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA ESA BUPATI ACEH UTARA, Menimbang Mengingat : a.

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN DIVERSI DAN PENANGANAN ANAK YANG BELUM BERUMUR 12 (DUA BELAS) TAHUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

-1- BUPATI GAYO LUES QANUN KABUPATEN GAYO LUES NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG PEMERINTAHAN MUKIM

-1- BUPATI GAYO LUES QANUN KABUPATEN GAYO LUES NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG PEMERINTAHAN MUKIM -1- BUPATI GAYO LUES QANUN KABUPATEN GAYO LUES NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG PEMERINTAHAN MUKIM BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA PENGASIH LAGI MAHA PENYAYANG ATAS RAHMAT ALLAH YANG MAHA

Lebih terperinci

-1- BUPATI ACEH TIMUR PROVINSI ACEH QANUN KABUPATEN ACEH TIMUR NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG

-1- BUPATI ACEH TIMUR PROVINSI ACEH QANUN KABUPATEN ACEH TIMUR NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG -1- BUPATI ACEH TIMUR PROVINSI ACEH QANUN KABUPATEN ACEH TIMUR NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA MAJELIS ADAT ACEH KABUPATEN ACEH TIMUR BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN NAMA ALLAH

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2015 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN DIVERSI DAN PENANGANAN ANAK YANG BELUM BERUMUR 12 (DUA BELAS) TAHUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

PENGADILAN ANAK Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 Tanggal 3 Januari 1997 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENGADILAN ANAK Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 Tanggal 3 Januari 1997 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PENGADILAN ANAK Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 Tanggal 3 Januari 1997 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa anak adalah bagian dari generasi muda sebagai salah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat : a. bahwa salah satu alat

Lebih terperinci

NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK

NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK Menimbang: DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa anak adalah bagian dari generasi muda sebagai

Lebih terperinci

PERATURAN LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENDAMPINGAN SAKSI LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

PERATURAN LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENDAMPINGAN SAKSI LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN PERATURAN LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENDAMPINGAN SAKSI LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KETUA LEMBAGA PERLINDUNGAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa anak adalah bagian dari generasi muda

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa anak adalah bagian dari generasi muda sebagai

Lebih terperinci

QANUN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG MAISIR (PERJUDIAN) BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA

QANUN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG MAISIR (PERJUDIAN) BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA QANUN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG MAISIR (PERJUDIAN) BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA 1 GUBERNUR PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM Menimbang

Lebih terperinci

2016, No MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG ORGANISASI KEMASYARAKATAN.

2016, No MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG ORGANISASI KEMASYARAKATAN. No.261, 2016 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA HAK ASASI MANUSIA. Organisasi Kemasyarakatan. Pelaksanaan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5958) PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

DRAFT 16 SEPT 2009 PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR TAHUN 2009 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DRAFT 16 SEPT 2009 PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR TAHUN 2009 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DRAFT 16 SEPT 2009 PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR TAHUN 2009 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PENYELESAIAN SENGKETA MELALUI PENDEKATAN ADAT ABSTRACT

PENYELESAIAN SENGKETA MELALUI PENDEKATAN ADAT ABSTRACT PENYELESAIAN SENGKETA MELALUI PENDEKATAN ADAT (Dispute Settlement Through Customary Approach) Oleh : Abdurrahman *) ABSTRACT Kata Kunci: Penyelesaian Sengketa, Pendekatan Adat. There are available some

Lebih terperinci

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 sehingga perlu diatur ketentuan mengenai Rahasia Dagang;

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 sehingga perlu diatur ketentuan mengenai Rahasia Dagang; Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 sehingga perlu diatur ketentuan mengenai Rahasia Dagang; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan b, perlu dibentuk Undangundang tentang

Lebih terperinci

PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR 1 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR 1 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR 1 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA, Menimbang Mengingat : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Sistem Peradilan Pidana Anak adalah keseluruhan proses penyeles

2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Sistem Peradilan Pidana Anak adalah keseluruhan proses penyeles LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.194, 2015 PIDANA. Diversi. Anak. Belum Berumur 12 Tahun. Pedoman. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5732). PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

EKSISTENSI DAN KEKUATAN PENYELESAIAN SENGKETA SECARA ADAT PADA TINGKAT GAMPONG SUATU PENELITIAN DI KABUPATEN ACEH BESAR ABSTRACT

EKSISTENSI DAN KEKUATAN PENYELESAIAN SENGKETA SECARA ADAT PADA TINGKAT GAMPONG SUATU PENELITIAN DI KABUPATEN ACEH BESAR ABSTRACT EKSISTENSI DAN KEKUATAN PENYELESAIAN SENGKETA SECARA ADAT PADA TINGKAT GAMPONG SUATU PENELITIAN DI KABUPATEN ACEH BESAR (The Existence and Power of Customary Law in Solving Dispute in Gampong A Research

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 58 TAHUN 2016 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG ORGANISASI KEMASYARAKATAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 58 TAHUN 2016 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG ORGANISASI KEMASYARAKATAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 58 TAHUN 2016 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG ORGANISASI KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

DAFTAR ISI PERATURAN MEDIASI KLRCA SKEMA UU MEDIASI 2012 PANDUAN PERATURAN MEDIASI KLRCA. Peraturan Mediasi KLRCA. Bagian I. Bagian II.

DAFTAR ISI PERATURAN MEDIASI KLRCA SKEMA UU MEDIASI 2012 PANDUAN PERATURAN MEDIASI KLRCA. Peraturan Mediasi KLRCA. Bagian I. Bagian II. DAFTAR ISI Peraturan Mediasi KLRCA Bagian I PERATURAN MEDIASI KLRCA Bagian II SKEMA Bagian III UU MEDIASI 2012 Bagian IV PANDUAN PERATURAN MEDIASI KLRCA 2 Pusat untuk Arbitrase Regional Kuala Lumpur Bagian

Lebih terperinci

QANUN KABUPATEN ACEH BESAR NOMOR : 6 TAHUN 2009

QANUN KABUPATEN ACEH BESAR NOMOR : 6 TAHUN 2009 QANUN KABUPATEN ACEH BESAR NOMOR : 6 TAHUN 2009 TENTANG PEMBENTUKAN SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA MAJELIS ADAT ACEH KABUPATEN ACEH BESAR TAHUN 2010 DENGAN RAHMAT ALLAH SUBHANAHUWATA ALA Menimbang :

Lebih terperinci

WALIKOTA SEMARANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN BANTUAN HUKUM

WALIKOTA SEMARANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN BANTUAN HUKUM WALIKOTA SEMARANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN BANTUAN HUKUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SEMARANG, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2009 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2009 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2009 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, : a. bahwa kekuasaan kehakiman menurut Undang-Undang

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG KODE ETIK PEGAWAI NEGERI SIPIL KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

- 2 - MEMUTUSKAN. 12. Kemitraan.../3 AZIZ/2016/PERATURAN/KEMITRAAN DALAM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP

- 2 - MEMUTUSKAN. 12. Kemitraan.../3 AZIZ/2016/PERATURAN/KEMITRAAN DALAM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 55 TAHUN 2016 TENTANG POLA KEMITRAAN DALAM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR ACEH, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa salah satu alat bukti yang

Lebih terperinci

PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA DI KPPU KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA

PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA DI KPPU KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA DI KPPU KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan transparansi dan

Lebih terperinci

QANUN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM NOMOR 14 TAHUN 2003 TENTANG KHALWAT (MESUM) BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA

QANUN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM NOMOR 14 TAHUN 2003 TENTANG KHALWAT (MESUM) BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA QANUN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM NOMOR 14 TAHUN 2003 TENTANG KHALWAT (MESUM) BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA 1 GUBERNUR PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM Menimbang :

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.649, 2013 KOMISI INFORMASI. Sengketa Informasi Publik. Penyelesaian. Prosedur. Pencabutan. PERATURAN KOMISI INFORMASI NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PROSEDUR PENYELESAIAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.621, 2015 JAKSA AGUNG. Diversi. Penuntutan. Pelaksanaan. Pedoman. PERATURAN JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER- 006/A/J.A/04/2015 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN DIVERSI

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa salah satu alat bukti yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DISTRIBUSI II UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa salah satu alat

Lebih terperinci

dikualifikasikan sebagai tindak pidana formil.

dikualifikasikan sebagai tindak pidana formil. 12 A. Latar Belakang Masalah Tindak pidana adalah suatu perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana oleh undang-undang 1. Hukum pidana sebagai peraturan-peraturan yang bersifat abstrak merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. perjalanan kehidupan umat manusia, perbedaan inilah yang selalu menimbulkan

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. perjalanan kehidupan umat manusia, perbedaan inilah yang selalu menimbulkan BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Konflik merupakan salah satu esensi dari kehidupan dan perkembangan manusia yang mempunyai karateristik yang beragam. Manusia memiliki perbedaan jenis kelamin, strata

Lebih terperinci

QANUN KABUPATEN ACEH TENGAH NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG KEMUKIMEN BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA BUPATI ACEH TENGAH,

QANUN KABUPATEN ACEH TENGAH NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG KEMUKIMEN BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA BUPATI ACEH TENGAH, QANUN KABUPATEN ACEH TENGAH NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG KEMUKIMEN BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA Menimbang : a. BUPATI ACEH TENGAH, bahwa dengan diakuinya keistimewaan Aceh

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN (yang telah disahkan dalam Rapat Paripurna DPR tanggal 18 Juli 2006) RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

RRANCANGA GUBERNUR JAWA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 14 TAHUN 2015 TENTANG BANTUAN HUKUM BAGI MASYARAKAT MISKIN

RRANCANGA GUBERNUR JAWA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 14 TAHUN 2015 TENTANG BANTUAN HUKUM BAGI MASYARAKAT MISKIN SALINAN RRANCANGA GUBERNUR JAWA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 14 TAHUN 2015 TENTANG BANTUAN HUKUM BAGI MASYARAKAT MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT, Menimbang

Lebih terperinci

KEDUDUKAN HUKUM ADAT DALAM OTONOMI KHUSUS (The Existence of Customary Law in Special Autonomy) ABSTRACT

KEDUDUKAN HUKUM ADAT DALAM OTONOMI KHUSUS (The Existence of Customary Law in Special Autonomy) ABSTRACT KEDUDUKAN HUKUM ADAT DALAM OTONOMI KHUSUS (The Existence of Customary Law in Special Autonomy) Oleh : Darmawan ) ABSTRACT Kata Kunci : Kedudukan Hukum Adat, Otonomi Khusus Berdasarkan Undang-Undang Nomor

Lebih terperinci

QANUN KOTA SABANG NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG PEMERINTAHAN GAMPONG BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA WALIKOTA SABANG,

QANUN KOTA SABANG NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG PEMERINTAHAN GAMPONG BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA WALIKOTA SABANG, QANUN KOTA SABANG NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG PEMERINTAHAN GAMPONG BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA WALIKOTA SABANG, Menimbang : a. bahwa Undang-Undang Dasar Tahun 1945 menegaskan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG BANTUAN HUKUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG BANTUAN HUKUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG BANTUAN HUKUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa negara menjamin hak konstitusional setiap orang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG BANTUAN HUKUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG BANTUAN HUKUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG BANTUAN HUKUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara menjamin hak konstitusional

Lebih terperinci

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 22

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 22 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.291, 2017 KEMENDAG. Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 06/M-DAG/PER/2/2017 TENTANG BADAN PENYELESAIAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BNPB. Masyarakat. Penanggulangan Bencana. Peran Serta.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BNPB. Masyarakat. Penanggulangan Bencana. Peran Serta. No.1602, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BNPB. Masyarakat. Penanggulangan Bencana. Peran Serta. PERATURAN KEPALA BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PERAN SERTA MASYARAKAT

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG BANTUAN HUKUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG BANTUAN HUKUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG BANTUAN HUKUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa negara menjamin hak konstitusional setiap orang

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN Hasil PANJA 12 Juli 2006 Dokumentasi KOALISI PERLINDUNGAN SAKSI Hasil Tim perumus PANJA, santika 12 Juli

Lebih terperinci

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG BANTUAN HUKUM UNTUK MASYARAKAT MISKIN

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG BANTUAN HUKUM UNTUK MASYARAKAT MISKIN SALINAN BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG BANTUAN HUKUM UNTUK MASYARAKAT MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA,

Lebih terperinci

QANUN KABUPATEN ACEH TIMUR NOMOR 13 TAHUN 2005 TENTANG REUSAM GAMPONG DALAM KABUPATEN ACEH TIMUR

QANUN KABUPATEN ACEH TIMUR NOMOR 13 TAHUN 2005 TENTANG REUSAM GAMPONG DALAM KABUPATEN ACEH TIMUR QANUN KABUPATEN ACEH TIMUR NOMOR 13 TAHUN 2005 TENTANG REUSAM GAMPONG DALAM KABUPATEN ACEH TIMUR BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH SUBHANAHUWATA ALA BUPATI ACEH TIMUR, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 139 TAHUN 2016 TENTANG

GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 139 TAHUN 2016 TENTANG 1 GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 139 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA SATUAN POLISI PAMONG PRAJA DAN WILAYATUL HISBAH ACEH DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER DAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER DAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

2017, No Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik In

2017, No Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik In No.1421, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BAWASLU. Kode Etik Pegawai. PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG KODE ETIK PEGAWAI BADAN PENGAWAS PEMILIHAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, 1 of 24 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

Dengan Persetujuan Bersama. DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN:

Dengan Persetujuan Bersama. DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN: RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa salah satu alat bukti

Lebih terperinci

- 1 - PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG BANTUAN HUKUM UNTUK MASYARAKAT MISKIN

- 1 - PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG BANTUAN HUKUM UNTUK MASYARAKAT MISKIN - 1 - PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG BANTUAN HUKUM UNTUK MASYARAKAT MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, 1 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pendirian Yayasan di Indonesia selama ini dilakukan

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA I. UMUM Bahwa hak asasi manusia yang tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945, Deklarasi Universal

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2009 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2009 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2009 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kekuasaan kehakiman menurut Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB III KEKUATAN PUTUSAN BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN DALAM PRAKTEK

BAB III KEKUATAN PUTUSAN BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN DALAM PRAKTEK BAB III KEKUATAN PUTUSAN BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN DALAM PRAKTEK A. Penyelesaian Sengketa Oleh Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen 1. Ketentuan Berproses Di Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1094, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BADAN NASIONAL PENGELOLA PERBATASAN. Kode Etik. Pegawai Negeri Sipil. Pembinaan. PERATURAN KEPALA BADAN NASIONAL PENGELOLA PERBATASAN NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG

Lebih terperinci

QANUN KOTA LANGSA NOMOR 3 TAHUN 2005 TENTANG TUHA PEUET GAMPONG DALAM KOTA LANGSA DENGAN RAHMAT ALLAH SUBHANAHUWATA ALA WALIKOTA LANGSA,

QANUN KOTA LANGSA NOMOR 3 TAHUN 2005 TENTANG TUHA PEUET GAMPONG DALAM KOTA LANGSA DENGAN RAHMAT ALLAH SUBHANAHUWATA ALA WALIKOTA LANGSA, QANUN KOTA LANGSA NOMOR 3 TAHUN 2005 TENTANG TUHA PEUET GAMPONG DALAM KOTA LANGSA DENGAN RAHMAT ALLAH SUBHANAHUWATA ALA WALIKOTA LANGSA, Menimbang : a. bahwa Tuha Peuet Gampong yang merupakan lembaga permusyawaratan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa kekuasaan kehakiman menurut Undang-Undang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kekuasaan kehakiman menurut Undang-Undang

Lebih terperinci

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Mediasi

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : Mengingat : a. bahwa Negara Kesatuan

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

QANUN ACEH NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG TATA CARA PEMILIHAN DAN PEMBERHENTIAN IMUM MUKIM DI ACEH

QANUN ACEH NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG TATA CARA PEMILIHAN DAN PEMBERHENTIAN IMUM MUKIM DI ACEH QANUN ACEH NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG TATA CARA PEMILIHAN DAN PEMBERHENTIAN IMUM MUKIM DI ACEH BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR ACEH, Menimbang: a. bahwa imum mukim

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id

Lebih terperinci

PERATURAN KETUA LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

PERATURAN KETUA LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN PERATURAN KETUA LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KETUA LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.727, 2012 LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN. Tata Cara. Pendampingan. Saksi. PERATURAN LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA

Lebih terperinci

GUBERNUR SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH

GUBERNUR SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH 1 GUBERNUR SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SULAWESI SELATAN, Menimbang : a.

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap warga negara

Lebih terperinci

BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG BANTUAN HUKUM UNTUK MASYARAKAT MISKIN

BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG BANTUAN HUKUM UNTUK MASYARAKAT MISKIN 1 BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG BANTUAN HUKUM UNTUK MASYARAKAT MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUWANGI, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

QANUN KOTA BANDA ACEH NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN PERIZINAN DAN NONPERIZINAN

QANUN KOTA BANDA ACEH NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN PERIZINAN DAN NONPERIZINAN QANUN KOTA BANDA ACEH NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN PERIZINAN DAN NONPERIZINAN BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH SUBHANAHU WATA`ALA WALIKOTA BANDA ACEH, Menimbang : a.

Lebih terperinci

A. Analisis Proses Pelaksanaan Mediasi di Pengadilan Agama Purwodadi

A. Analisis Proses Pelaksanaan Mediasi di Pengadilan Agama Purwodadi BAB IV ANALISIS A. Analisis Proses Pelaksanaan Mediasi di Pengadilan Agama Purwodadi Berdasarkan apa yang telah dipaparkan pada bab-bab sebelumnya dapat diketahui bahwa secara umum mediasi diartikan sebagai

Lebih terperinci