MEMAHAMI PENDAPAT BERBEDA (Dissenting Opinion) PUTUSAN UJI MATERIIL UU PENODAAN AGAMA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "MEMAHAMI PENDAPAT BERBEDA (Dissenting Opinion) PUTUSAN UJI MATERIIL UU PENODAAN AGAMA"

Transkripsi

1 Buku Saku untuk Kebebasan Beragama MEMAHAMI PENDAPAT BERBEDA (Dissenting Opinion) PUTUSAN UJI MATERIIL UU PENODAAN AGAMA Tim Penulis : Siti Aminah Uli Parulian Sihombing The Indonesian Legal Resource Center (ILRC) Freedom House 2010 Buku Saku untuk Kebebasan Beragama Seri 5, dengan judul Memahami Pendapat Berbeda (Dissenting opinion) Putusan Uji Materiil UU Penodaan Agama, dikembangkan oleh ILRC dengan dukungan Freedom House berdasarkan perjanjian kerjasama No. S-LMAQM-09-GR-550 tanggal 27 Oktober Isi yang terkandung dalam buku merupakan tanggungjawab ILRC dan tidak mencerminkan pendapat Freedom House.

2 Buku Saku untuk Kebebasan Beragama Seri-5 MEMAHAMI PENDAPAT BERBEDA (Dissenting opinion) PUTUSAN UJI MATERIIL UU PENODAAN AGAMA Tim Penulis Siti Aminah Uli Parulian Sihombing Penerbit The Indonesian Legal Resource Center (ILRC) Jl. Tebet Timur I No. 4, Jakarta Selatan Phone : , Fax : Indonesia_lrc@yahoo.com Website : Cetakan pertama 2011 ISBN : Hak cipta dilindungi oleh Undang-undang Isi diluar tanggung jawab Percetakan Delapan Cahaya Indonesia Printing - Canting Press

3 Daftar Isi Kata Pengantar Bagian Pertama Sekilas UU Penodaan Agama Bagian Kedua Permohonan Uji Materiil UU Penodaan Agama Bagian Ketiga Perbedaan Pendapat (Dissenting opinion) Putusan Uji Materiil UU Penodaan Agama Daftar Alamat Tentang ILRC Tentang Freedom House v

4

5 Kata Pengantar The Indonesian Legal Resource Center (ILRC) bekerja sama dengan Freedom House menyusun buku saku penjelasan dissenting opinion/pendapat berbeda dari Hakim Maria Farida dalam kasus hak uji materi Undang-Undang (UU) Nomor 1/ PNPS/1965 tentang Penyalahgunaan dan/penodaan Agama di Mahkamah Konstitusi (MK). Tujuan penyusunan buku saku ini adalah untuk memudahkan mahasiswa/mahasiswi yang menjadi tenaga paralegal memahami pendapat berbeda dari Hakim Maria Farida dalam kasus tersebut. Selama ini, dissenting opinion putusan MK atas UU Nomor 1/PNPS/1965 tersebut mendapatkan tempat yang sangat minim di dalam pemberitaan di media massa. Sehingga pemahaman terhadap putusan UU Nomor 1/PNPS/1965 tidak

6 Memahami Pendapat Berbeda (Dissenting Opinion) Putusan Uji Materiil UU Penodaan Agama utuh. Padahal dissenting opinion pun merupakan satu kesatuan dengan putusan itu sendiri. Sebenarnya dissenting opinion Hakim Maria Farida tidak sekedar menolak eksistensi UU Nomor 1/ PNPS/1965 tentang Penyalahgunaan dan/penodaan Agama, tetapi lebih jauh dari itu. Menurut Hakim Maria Farida, UU Penodaan Agama telah menciptakan diskriminasi, terbukti di Departemen Agama (Depag) hanya ada perwakilan enam agama resmi saja (Islam, Protestan, Katolik, Hindu, Budha, dan Kong Hu Cu). Kemudian, UU Penodaan Agama tersebut telah memaksa kelompok penghayat untuk menundukkan diri terhadap agama-agama yang diakui oleh negara. Untuk itu, memang perlu membongkar pemikiran Hakim Maria Farida. Dissenting opinion Hakim Maria Farida diharapkan jadi tonggak sejarah dan menjadi dokumen penting untuk kebebasan beragama, toleransi dan pluralisme di tanah air. Atas perhatiannya, kami ucapkan terima kasih. Jakarta, 10 Januari 2011 The Indonesian Legal Resource Center (ILRC) Uli Parulian Sihombing Direktur Eksekutif vi

7 Bagian Pertama Sekilas UU Penodaan Agama Apa yang dimaksud dengan UU No.1/Pnps /1965? UU Penodaan Agama awalnya berbentuk Penetapan Presiden (Penpres) Nomor 1 Tahun 1965 yang dikeluarkan Soekarno pada 27 Januari Setelah Soekarno jatuh, Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) memerintahkan untuk dilakukan peninjauan kembali produk-produk legislatif negara di luar produk MPRS yang tidak sesuai dengan Undang-Undang Dasar Berdasarkan hal tersebut dibentuk UU No 5 Tahun 1969 tentang Pernyataan Berbagai Penetapan Presiden dan Peraturan Presi-

8 Memahami Pendapat Berbeda (Dissenting Opinion) Putusan Uji Materiil UU Penodaan Agama den Sebagai Undang-Undang. Berdasarkan UU No 5 Tahun 1969 maka Penpres Nomor 1 Tahun 1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama ditetapkan sebagai suatu UU dan disebut UU Nomor 1/PNPS/1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama sebagai suatu UU. Apa latar belakang lahirnya UU Pencegahan/ Penodaan Agama? Penpres ini lahir dari situasi saat dinamika sosial politik Indonesia diwarnai persaingan antar ideologiidologi besar seperti nasionalisme, agama, dan komunisme. Saat itu timbul aliran-aliran atau organisasiorganisasi kebatinan/kepercayaan masyarakat yang dianggap bertentangan dengan nilai-nilai agama. Situasi ini dinilai menimbulkan pelanggaran hukum, memecah persatuan nasional, menyalahgunakan dan/ atau mempergunakan agama, dan menodai agama. Perkembangan aliran dan organisasi kebatinan dianggap telah berkembang ke arah membahayakan agama-agama yang ada. Hal ini tercermin dari laporan Departemen Agama (Depag) yang melaporkan pada tahun 1953 terdapat lebih dari 360 kelompok kebatinan di seluruh Jawa. Kelompok-kelompok ini memainkan peran menentukan hingga pada pemilu 1955, partai-partai Islam gagal meraih suara mayori- 2

9 Bagian Pertama Sekilas UU Pencegahan/penodaan Agama tas. Penpres ini merupakan bagian dari gagasan Nasakom Presiden Soekarno untuk memobilisasi kekuatan-kekuatan nasionalisme, agama dan komunisme demi meningkatkan kekuatan politiknya. Konfigurasi politik pada era demokrasi terpimpin yang otoriter, sentralistik dan terpusat di tangan Presiden Soekarno telah menyebabkan produk-produk hukum yang diciptakan pada masa tersebut juga bersifat otoriter dan sentralistik, tidak terkecuali UU Penodaan Agama. Apa isi UU Pencegahan/Penodaan Agama? UU Penodaan Agama sendiri terdiri dari empat pasal. Yaitu : 1. Pasal 1 berbunyi : Setiap orang dilarang dengan sengaja di muka umum menceritakan, menganjurkan atau mengusahakan dukungan umum, untuk melakukan penafsiran tentang sesuatu agama yang dianut di Indonesia atau melakukan kegiatan-kegiatan keagamaan yang menyerupai kegiatan-kegiatan keagamaan dari agama itu, penafsiran dan kegiatan mana menyimpang dari pokok-pokok ajaran agama itu. Pasal 1 merupakan inti dari UU, yang melarang setiap orang yang dengan sengaja di muka umum untuk: 3

10 Memahami Pendapat Berbeda (Dissenting Opinion) Putusan Uji Materiil UU Penodaan Agama 4 menceritakan,menganjurkan atau mengusahakan dukungan umum untuk melakukan penafsiran yang menyimpang dari pokokpokok ajaran agama yang dianut di Indonesia; menceritakan, menganjurkan atau mengusahakan dukungan umum melakukan kegiatan-kegiatan keagamaan yang menyimpang dari pokok-pokok ajaran agama yang dianut di Indonesia; 2. Pasal 2 ayat (1) selengkapnya berbunyi Barang siapa melanggar ketentuan tersebut dalam Pasal 1 diberi perintah dan peringatan keras untuk menghentikan perbuatannya itu di dalam suatu keputusan bersama Menteri Agama, Menteri/Jaksa Agung dan Menteri Dalam Negeri. Dan Pasal 2 ayat (2) Apabila pelanggaran tersebut dalam ayat (1) dilakukan oleh Organisasi atau sesuatu aliran kepercayaan, maka Presiden Republik Indonesia dapat membubarkan Organisasi itu dan menyatakan Organisasi atau aliran tersebut sebagai Organisasi/aliran terlarang, satu dan lain setelah Presiden mendapat pertimbangan dari Menteri Agama, Menteri/ Jaksa Agung dan Menteri Dalam Negeri. 3. Pasal 3 berbunyi: Apabila, setelah dilakukan tindakan oleh Menteri Agama bersama-sama Menteri/Jaksa Agung dan Menteri Dalam Negeri atau oleh Presiden Republik Indonesia menurut ketentuan dalam pasal 2

11 Bagian Pertama Sekilas UU Pencegahan/penodaan Agama terhadap orang, Organisasi atau aliran kepercayaan, mereka masih terus melanggar ketentuan dalam pasal 1, maka orang, penganut, anggota dan/atau anggota Pengurus Organisasi yang bersangkutan dari aliran itu dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya lima tahun. 4. Pasal 4 berbunyi: Dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya lima tahun barangsiapa dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan: yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia. Pasal ini merupakan kriminalisasi bagi setiap orang yang dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia. Ketentuan dalam Pasal 4 ini selanjutnya ditambahkan dalam KUHP menjadi Pasal 156a dibawah Bab V yang mengatur tentang Kejahatan terhadap Ketertiban Umum. Permasalahan apa sajakah yang timbul dari UU ini? Terdapat tiga permasalahan utama dari UU Penod- 5

12 Memahami Pendapat Berbeda (Dissenting Opinion) Putusan Uji Materiil UU Penodaan Agama aan Agama, yaitu : 1. Negara melakukan intervensi terhadap hak kebebasan beragama/keyakinan. UU ini memberi kewenangan penuh kepada negara melalui Departemen Agama untuk : 1) menentukan pokok-pokok ajaran agama ; 2) menentukan mana penafsiran agama yang dianggap menyimpang dari pokok-pokok ajaran agama dan mana yang tidak; 3) jika diperlukan, melakukan penyelidikan terhadap aliran-aliran yang diduga melakukan penyimpangan, dan menindak mereka. Dua kewenangan terakhir dilaksanakan oleh Bakor Pakem. Padahal dalam konteks hak kebebasan beragama/berkeyakinan merupakan wilayah internum dari setiap individu, yang tidak seorangpun dan siapapun-termasuk negara- yang dapat mengintervensinya. 2. Bersifat diskriminatif. Dalam penjelasan Pasal 1, memberikan pengertian mengenai agama yang dianut di Indonesia yaitu Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha dan Khong Hu Cu (Confusius). Keenam agama tersebut mendapat bantuan dan perlindungan. Sedangkan bagi agama-agama lain, misalnya : Yahudi, Zaratustrian, Shinto, dan Thaoism tidak dilarang di Indonesia. Agama-agama tersebut mendapat jaminan penuh oleh Pasal 29 ayat 2 UUD 1945, dan agama-agama tersebut dibiarkan adanya, asal tidak mengganggu ke- 6

13 Bagian Pertama Sekilas UU Pencegahan/penodaan Agama tentuan-ketentuan yang terdapat dalam peraturan ini atau peraturan perundangan lain. Penjelasan ini selanjutnya ditafsirkan bahwa 6 (enam) agama tersebut sebagai agama yang diakui dan mendapatkan perlindungan dari penyalahgunaan dan penodaan agama, mendapat fasilitas-fasilitas dari negara dan menjadi kerangka berpikir dalam penyelenggaraan negara. Ketentuan ini merupakan bentuk pengutamaan terhadap 6 agama dan mengakibatkan diskriminasi terhadap agama-agama selainnya. 3. Pemaksaan Agama/Keyakinan. Dalam penjelasan UU dinyatakan Terhadap badan/aliran kebatinan, Pemerintah berusaha menyalurkannya kearah pandangan yang sehat dan kearah Ke-Tuhanan Yang Maha Esa.. Pengkategorian ini tidak terlepas dari definisi agama yang diajukan Depag yaitu harus memuat unsur-unsur (1) Kepercayaan terhadap Tuhan YME, (2) Memiliki Nabi, (3) Kitab Suci, (4) Umat, dan (5) Suatu sistem hukum bagi penganutnya. Akibat pendefinisian ini, maka kelompok kepercayaan, kebatinan atau agama adat tidak tercakup didalamnya, sehingga mereka digolongkan sebagai belum beragama. Selanjutnya keberadaan aliran kebatinan/kepercayaan/agama adat diakui semenjak dicantumkan dalam GBHN 1978 yang diwadahi dalam Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Ke- 7

14 Memahami Pendapat Berbeda (Dissenting Opinion) Putusan Uji Materiil UU Penodaan Agama beradaannya tidak merupakan agama, dan untuk pembinaannya dilakukan agar tidak mengarah pada pembentukan agama baru dan penganutnya diarahkan untuk memeluk salah satu agama yang diakui oleh negara. 4. Digunakan untuk mengkriminalkan pendapat/ekpresi yang berbeda. Pasal-pasal yang terdapat dalam UU Penodaan Agama, khususnya pasal 4, dalam prakteknya digunakan secara sewenang-wenang untuk mengkriminalkan seseorang yang memberikan kritik, otokritik, penafsiran maupun kebebasan berekpresi seseorang. Apa dampak pemberlakuan UU Pencegahan/ Penodaan Agama? 1. Pelanggaran Hak Sipil dan Politik dan Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya Penganut kepercayaan, kebatinan atau agama lokal menjadi sasaran penyebaran agama-agama diakui atau dikembalikan ke agama induknya. Hal ini misalkan menimpa Agama Tolotang yang dipaksa menjadi Hindu, seperti halnya Hindu di Bali. Agama Kaharingan digabungkan atau diintegrasikan ke dalam Agama Hindu. Akibatnya penganut kepercayaan, kebatinan dan agama adat untuk mendapatkan hak-hak dasarnya harus menundukkan diri ke dalam salah satu dari enam 8

15 Bagian Pertama Sekilas UU Pencegahan/penodaan Agama agama. Bagi yang tidak menundukkan diri, maka mereka kehilangan haknya untuk mendapatkan identitas seperti KTP, dan dilarang untuk menyatakan agamanya dalam surat-surat resmi. Demikian halnya perkawinan yang dilangsungkan menurut keyakinan atau adat tidak dianggap sah. Sehingga selanjutnya kelahiran anak-anak dianggap sebagai anak luar kawin, dan hanya memiliki hubungan keperdataan dengan ibunya saja. Hal ini membawa akibat tidak dipenuhinya hak-hak yang lain, seperti pendidikan, kesehatan, kesempatan kerja yang sama, kesempatan menduduki jabatan-jabatan publik, maupun pemakaman sesuai agamanya. 2. Kriminalisasi Perbedaan Keyakinan dan atau Penafsiran UU Penodaan Agama digunakan pula untuk menghukum orang-orang yang menganut agama turunan dari agama-agama yang diakui. Seperti Jamaah Ahmadiyah Indonesia (JAI) karena dinilai melakukan kegiatan yang menyimpang dari pokok-pokok ajaran islam mengalami persekusi, dan dilegitimasi dengan SKB Tiga Menteri. UU Penodaan Agama mengriminalkan para penganut agama yang secara damai meyakini dan melaksanakan agama atau keyakinannya. Sepanjang tahun , lebih dari 150 orang ditangkap, ditahan, dan diadili berdasarkan Pasal 4 9

16 Memahami Pendapat Berbeda (Dissenting Opinion) Putusan Uji Materiil UU Penodaan Agama UU Penodaan Agama (Pasal 156a KUHP). Pasal 156a digunakan oleh kelompok mayoritas untuk mengadili pemahaman/penafsiran yang berbeda dari penafsiran mayoritas. Pasal ini dijadikan alat oleh pihak yang memiliki kekuasaan untuk membungkam setiap kritik, pemikiran, maupun perbedaan pendapat yang dinilai bertentangan dengan kepentingan penguasa. 10

17 Bagian Kedua Permohonan Uji Materiil UU Penodaan Agama Siapa yang mengajukan uji materiil UU Penodaan Agama? Permohonan uji materiil UU Penodaan Agama diajukan oleh empat individu yaitu KH Abdurahman Wahid (Alm), Siti Musdah Mulia, Dawam Rahardjo, dan Maman Imanul Haq, dan tujuh organisasi masyarakat sipil, yaitu: Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indo-

18 Memahami Pendapat Berbeda (Dissenting Opinion) Putusan Uji Materiil UU Penodaan Agama nesia (YLBHI), Imparsial, Setara Institute, Demos, Elsam, Desantara, dan Perhimpunan Bantuan Hukum Indonesia (PBHI). Apa latar belakang dilakukannya uji materiil UU Penodaan Agama? UU ini dinilai menjadi salah satu hambatan bagi terpenuhinya jaminan kebebasan beragama/berkeyakinan di Indonesia. Di sisi lain UUD 1945 telah mengalami perubahan mendasar, yaitu dengan mengintegrasikan ketentuan-ketentuan dari instrumen-instrumen internasional mengenai HAM, termasuk jaminan hak kebebasan beragama/berkeyakinan. Hal ini terdapat dalam Bab XA tentang Hak Asasi Manusia (Pasal J). Untuk bidang HAM, Indonesia telah mengesahkan UU No. 39 tahun 1999 tentang HAM dan UU No. 26 tahun 2000 dan telah meratifikasi dua kovenan pokok internasional yaitu Kovenan Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya (Ekosob) dan Kovenan Internasional Hak Sipil dan Politik (Sipol). Secara prosedural telah terjadi perubahan kekuasaan dalam membentuk UU, yaitu UU No.10 tahun 2004 yang memberikan panduan penyusunan UU yang demokratis. UU Penodaan Agama merupakan UU yang lahir sebelum perubahan Konstitusi, yaitu pada era demokrasi terpimpin yang tidak demokratis. Oleh karena itu, substansi UU Penodaan Agama sudah tidak sesuai dengan konstitusi 12

19 Bagian Kedua Permohonan Uji Materiil UU Penodaan Agama dan peraturan perundang-undangan pasca amandemen konstitusi. Apa yang diuji dalam permohonan uji materiil? Uji Materiil diajukan terhadap lima norma yang terdapat dalam Pasal 1-4 UU Penodaan Agama untuk diuji dengan sembilan norma dalam UUD 1945 yaitu : 1. Pasal 1 ayat (3) : Negara Indonesia adalah Negara Hukum 2. Pasal 27 ayat (1) : Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya 3. Pasal 28D ayat (1) : Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum. 4. Pasal 28E ayat (1) : Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali. 5. Pasal 28E ayat (2) : Setiap orang atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya. 6. Pasal 28E ayat (3) : Setiap orang berhak atas kebe- 13

20 Memahami Pendapat Berbeda (Dissenting Opinion) Putusan Uji Materiil UU Penodaan Agama basan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat. 7. Pasal 28I ayat (1) : Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa pun. 8. Pasal 28I ayat (2) : Setiap orang berhak bebas atas perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apa pun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif itu. 9. Pasal 29 ayat (2) : Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu. Alasan-alasan apa yang diajukan dalam uji materil tersebut? Alasan-alasan yang diajukan para pemohon adalah sebagai berikut: 1. UU Pernodaan Agama bertentangan dengan prinsip persamaan dalam hukum (equality before the law), Hak atas kebebasan beragama, meyakini 14

21 Bagian Kedua Permohonan Uji Materiil UU Penodaan Agama keyakinan, menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya dan hak untuk bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apapun. 2. UU Penodaan Agama khususnya Pasal 1 menunjukkan adanya pembedaan dan/atau pengutamaan terhadap enam agama antara lain: Islam, Katolik, Kristen, Hindu, Budha, dan Kong Hu Cu, dibandingkan dengan agama-agama atau aliran keyakinan lainnya. Hal mana merupakan bentuk kebijakan diskriminatif yang dilarang. 3. Substansi Pasal 1 yang bertentangan dengan UUD 1945, dengan sendirinya hukum proseduralnya yang terdapat dalam Pasal 2 Ayat (2), menjadi bertentangan pula. Pasal 2 ayat (2) bertentangan dengan prinsip negara hukum karena prosedur pembubaran organisasi dimaksud bertentangan dengan prinsip toleransi, keragaman, dan pemikiran terbuka. Proses pembubaran organisasi dan pelarangan organisasi, seharusnya dilakukan melalui proses peradilan yang adil, independen, dan terbuka, dengan mempertimbangkan hak atas kebebasan beragama, keragaman dan toleransi; 4. Pasal 3 yang menjatuhkan sanksi pidana selamalamanya lima tahun kepada orang, Organisasi atau aliran kepercayaan, yang melanggar ketentuan dalam pasal 1, dinilai membatasi kebebasan mereka yang beragama atau berkeyakinan selain keenam 15

22 Memahami Pendapat Berbeda (Dissenting Opinion) Putusan Uji Materiil UU Penodaan Agama agama yang dilindungi, penghayat kepercayaan, dan kelompok atau aliran minoritas dalam keenam agama tersebut. 5. Pasal 4 huruf a yang kemudian ditambahkan menjadi Pasal 156 a KUHP dinilai bertentangan dengan jaminan kebebasan beragama/berkeyakinan. Perumusan Pasal 4 huruf a membuat pelaksanaannya mengharuskan diambilnya satu tafsir tertentu dalam agama tertentu untuk menjadi batasan permusuhan, penyalahgunaan dan penodaan terhadap agama. Berpihaknya negara/ pemerintah kepada salah satu tafsir tertentu adalah diskriminasi terhadap aliran/tafsir lain yang hidup pula di Indonesia. Apa yang dituntut dari uji materiil UU Penodaan Agama? Tuntutan yang diajukan adalah agar MK menerima dan mengabulkan seluruh permohonan pengujian UU Penodaan Agama yaitu menyatakan Pasal 1 s/d 4 UU Penodaan Agama bertentangan dengan UUD 1945 (inkonstitusional) dan menyatakan ketentuan Pasal 1-4 UU Penodaan Agama tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat dengan segala akibat hukumnya. 16

23 Bagian Kedua Permohonan Uji Materiil UU Penodaan Agama Bagaimana proses persidangan uji materiil UU Penodaan Agama? Uji materiil UU Penodaan Agama mengacu kepada Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor: 06/ PMK/2005 tentang Pedoman Beracara dalam Perkara Pengujian Undang-Undang. Maka berdasarkan peraturan tersebut, proses persidangan JR UU Penodaan Agama, mendengarkan keterangan dari Presiden/ Pemerintah, DPR RI, Saksi, Ahli dan Pihak Terkait. Proses persidangan ini berlangsung selama 3 bulan dengan menghadirkan 3 orang saksi, 33 orang ahli dan 24 pihak terkait. Apa pendapat ahli terhadap UU Penodaan Agama? Ahli dari pemohon menyampaikan bahwa UU Penodaan Agama bermasalah karena diskriminatif. Akibatnya, kaum minoritas dirampas hak kebebasan berfikir dan berkeyakinannya, bahkan menjalar kepada perampasan hak atas identitas, pekerjaan, pendidikan, dan lain sebagainya. Selain itu keterangan Ahli dari pemohon juga menegaskan permohonan pemohon bahwa kebebasan berfikir dan berkeyakinan tidak dapat dibatasi, namun ekspresi dari pemikiran dan berkeyakinan harus dibatasi agar tidak mengganggu ketertiban umum dan moral umum. 17

24 Memahami Pendapat Berbeda (Dissenting Opinion) Putusan Uji Materiil UU Penodaan Agama Umumnya Ahli-Ahli yang diajukan oleh pemerintah dan pihak terkait memilliki argumen yang sebangun untuk menyatakan bahwa UU Penodaan Agama tidak diskriminatif, melindungi minoritas, sehingga masih bermanfaat dan harus dipertahankan. Namun, mereka tidak memiliki pendapat yang sama mengenai agama resmi atau agama yang diakui. Ada yang menyatakan UU penodaan agama melindungi semua agama dan bahkan kepercayaan, ada yang menyatakan bahwa hanya enam agama yang diakui dan dilindungi di Indonesia. MK sendiri mengundang empat belas ahli dengan berbagai keahlian. Seluruh ahli berpendapat bahwa UU Penodaan Agama memiliki masalah. Lima orang dengan tegas meminta dicabut, dan enam orang mengusulkan untuk direvisi. Meskipun tidak ada Ahli dari Mahkamah Konstitusi yang dengan jelas mengatakan bahwa UU tidak bermasalah, ada dua Ahli yang berpendapat UU Penodaan Agama layak untuk dipertahankan. Apa masalah UU Penodaan Agama menurut para ahli? Berikut identifikasi masalah yang terdapat dalam UU Penodaan Agama menurut ahli-ahli yang dihadirkan oleh MK. 18

25 Bagian Kedua Permohonan Uji Materiil UU Penodaan Agama Nama Ahli MK Prof. Dr. Andi Hamzah Dr. Eddy OS Hiariej Prof.Dr.Azyumardi Azra Masalah UU No.1/PNPS/ Pasal 1 dan 2 UU a quo sifatnya administrasi, tapi pasal 3 ada sanksi pidana 5 tahun. Kalau administrasi harusnya 1 tahun kurungan atau denda. 2. Pasal 1, 2, 3 UU a quo multitafsir, tidak memenuhi syarat nullum crimen sine lega scripta. 1. Dalam prakteknya, UU a quo selalu digunakan untuk mengadili pemikiran. Praktek itu bertentang dengan postulat hukum: cogitationis poenam nemo partitur, 2. Penghayat keyakinan tidak bisa dijerat atau dihukum 1. Negara tidak boleh ikut campur soal tafsir 2. UU a quo tidak sesuai dengan zaman. 3. Pasal yang inkonstitusional misalnya pasal 4b UU a quo. 4. UU a quo ambigu sehingga harus disempurnakan. 19

26 Memahami Pendapat Berbeda (Dissenting Opinion) Putusan Uji Materiil UU Penodaan Agama Dr. Fx Mudji Sutrisno Ulil Abshar Abdalla 1. Sebenarnya masyarakat kultural saling menghormati satu sama lain terhadap adanya perbedaan, namun adanya hukum akan meniadakan hak-hak lain atau kebebasan yang ada di dalam masyarakat tersebut. 2. Istilah menyimpang adalah istilah orang dalam (intern agama), sementara bagi orang di luar intern agama, disebut berbeda. 3. Tugas negara paling pokok adalah pada wilayah publik,menjaga ketertiban dan melindungi tiap warga Negara untuk melaksanakan hak kebebasan beragamanya. 1. Posisi negara harus netral, tidak bisa masuk soal tafsir. 2. Perbedaan tafsir bukan penodaan agama. 3. Pokok-pokok ajaran berbeda-beda. 4. Istilah pokok-pokok ajaran agama di UU a quo ambigu. 5. Negara harus mencegah dan menangkap orang yang melakukan kekerasan. 6. UU a quo tidak melindungi minoritas. 20

27 Bagian Kedua Permohonan Uji Materiil UU Penodaan Agama Emha Ainun Nadjib Dr. Siti Zuhro Prof.Dr.Jalaludin Rakhmat Prof. Dr. Ahmad Fedyani S. 1. UU a quo tidak soleh, banyak mundharatnya. 2. Tafsir tidak bisa dipaksakan. 3. Pluralisme adalah sifat Tuhan, tidak bisa dipaksakan untuk seragam. 4. Pokok-pokok ajaran beda. 5. Toleransi dan saling menyayangi. UU a quo memberi peluang untuk diskriminasi & pembatasan hak memeluk agama. Juga bukti tidak dijaminnya masyarakat yang plural dan pengakuan status kelompok minoritas. 1. UU a quo seringkali dipergunakan oleh yang berkuasa 2. UU a quo cenderung merugikan kaum minoritas 1. Masyarakat hidup dalam masa yang berbeda dengan masa pembentukan UU a quo 2. Mengekpresikan pikiran termasuk dalam konteks agama bagian dari HAM, dan posisi manusia sebagai subyek semakin penting. 21

28 Memahami Pendapat Berbeda (Dissenting Opinion) Putusan Uji Materiil UU Penodaan Agama Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra Dr. Moeslim Abdurrahman Taufik Ismail Prof. Dr. Komaruddin Hidayat 1. UU a quo tidak sempurna karena tidak sesuai dengan UU 10/ Norma hukum ada di penjelasan, harusnya ada di pasal. 3. Kepentingan Negara bukan menilai benar tidaknya agama, tapi menjaga ketertiban umum dan harmoni dalam masyarakat 1. Pokok-pokok ajaran berbeda-beda. 2. Perbedaan tafsir harus dihormati. 3. Seseorang di hadapan Negara harus setara, meskipun di hadapan Tuhan berbeda-beda. 4. Beriman atau tidak bukan urusan Negara. UU a quo sebagai pagar sudah usang, ayo kita perbaiki bersama-sama. 1. Penafsiran tidak bisa dibatasi 2. Pembatasan hanya untuk manifestasi atau ekspresi guna kepentingan warga negara bukan kepentingan agama. 22

29 Bagian Kedua Permohonan Uji Materiil UU Penodaan Agama Djohan Effendi 1. UU a quo menjadi pengakuan 6 agama resmi dan acapkali memakan korban (Kurdi, Baha i). 2. Tafsir adalah bagian dari kebebasanberagama/berkeyakinan dan boleh disampaikan ke publik. 3. Masalah keyakinan adalah otoritas Tuhan YME. 4. Negara dan aparatnya tidak boleh bertindak melebihi Tuhan sendiri. S. A. E. Nababan 1. Perbedaan dan perkembangan tafsir adalah lumrah. 2. Negara tidak perlu mengatur masalah penafsiran. 3. Depag tidak memiliki kewenangan untuk menyelidiki dan menilai pokokpokok ajaran agama. 4. Ada ketidak jelasan Istilah (seolaholah perbedaan tafsir itu sama dengan penodaan agama). 5. Akibat UU a quo, negara berpeluang untuk intervensi wilayah keagamaan. 23

30 Memahami Pendapat Berbeda (Dissenting Opinion) Putusan Uji Materiil UU Penodaan Agama Garin Nugroho 1. UU ini tidak mendorong masyarakat berubah positif. 2. Kata-kata dalam pasal-pasal UU a quo tidak memberi kepastian hukum sehingga mengakibatkan korban. 3. Secara yuridis munculnya UU a quo hanya berlaku tepat untuk saat itu, tidak tepat untuk saat ini. Siapa yang hadir sebagai pihak terkait? Selama proses persidangan, terdapat 24 (dua puluh empat) Pihak Terkait yang menyampaikan keterangannya. Dari 24 pihak, hanya Himpunan Penghayat Dan Kepercayaan (HPK), Badan Kerjasama Organisasi-Organiasi Kepercayaan (BKOK) yang hak dan/ atau kewenangannya terpengaruh oleh pokok permohonan, karena penghayat telah menjadi korban. Sedangkan pihak terkait tidak langsung pada persidangan, dapat dikategorikan sebagai berikut : a. Pihak yang karena kedudukan, tugas pokok, dan fungsinya perlu didengar keterangannya: Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (KOMNAS HAM), Majelis Ulama Indonesia (MUI), Persekutuan Gereja-Gereja Indonesia (PGI), Konferensi WaliGereja Indonesia (KWI), Majelis Tinggi Agama Konghucu Indonesia (MATAKIN), Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI), WALU- 24

31 Bagian Kedua Permohonan Uji Materiil UU Penodaan Agama BI, Forum Kerukunan Umat beragama (FKUB), dan Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (KOMNAS Perempuan) b. Pihak yang perlu didengar keterangannya sebagai ad informandum, yaitu pihak yang hak dan/atau kewenangannya tidak secara langsung terpengaruh oleh pokok permohonan tetapi karena kepeduliannya yang tinggi terhadap permohonan dimaksud: Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PB NU), Pimpinan Pusat Muhammadiyah (PP Muhammadiyah), Persatuan Islam (Persis), DPP Partai Persatuan Pembangunan, Yayasan Irena Center, DPP Ittihadul Muballighin, Badan Silaturrahmi Ulama Madura (BASHRA), Front Pembela Islam, Forum Umat Islam, Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), Al-Irsyad Islamiyah Bagaimana dengan pendapat dari pihak-pihak terkait dalam uji materiil UU Penodaan Agama? Secara substansi, pihak terkait terbagi dalam dua kelompok besar yaitu kelompok yang menolak permohonan dan kelompok yang sependapat dengan pemohon, sebagaimana dapat dilihat dalam tabel berikut : 25

32 Memahami Pendapat Berbeda (Dissenting Opinion) Putusan Uji Materiil UU Penodaan Agama Menolak Permohonan Majelis Ulama Indonesia (MUI), Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI), Majelis Tinggi Agama Khonghucu Indonesia (Matakin), Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII), Perwakilan Umat Buddha Indonesia (WALUBI), Persatuan Islam (Persis), Dewan Pimpinan Pusat Partai Persatuan Pembangunan (DPP PPP), Yayasan Irena Centre, Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Ittihadul Mubalighin, Badan Silaturrahmi Ulama Pesantren se-madura (BASSRA), Dewan Pimpinan Pusat Front Pembela Islam (DPP FPI), Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), dan Forum Umat Islam (FUI). 26

33 Bagian Kedua Permohonan Uji Materiil UU Penodaan Agama Sependapat Dengan Pemohon Revisi Persekutuan Gereja-Gereja Indonesia (PGI), Konferensi Waligereja Indonesia (KWI), Komisi Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Badan Kerjasama Organisasi Kepercayaan (BKOK), Himpunan Penghayat Kepercayaan (HPK) dan Komisi Nasional Perempuan (Komnas Perempuan) Forum Komunikasi Kerukunan Umat Beragama (FKUB) DKI 27

34

35 Bagian Ketiga Perbedaan Pendapat (Dissenting Opinion) Putusan MK tentang Uji Materiil UU Penodaan Agama Setelah melalui proses persidangan marathon selama 3 bulan, MK memutuskan menolak keseluruhan permohonan uji materiil UU Penodaan Agama. MK

36 Memahami Pendapat Berbeda (Dissenting Opinion) Putusan Uji Materiil UU Penodaan Agama menarik kesimpulan bahwa dalil-dalil yang diajukan pemohon, baik dalam pengujian formil maupun materiil, tidak beralasan hukum. Namun, keputusan tersebut tidaklah bulat, Hakim Harjono memberikan alasan berbeda (concurring opinion) dan Hakim Maria Farida Indarti menyampaikan pendapat berbeda (dissenting opinion). Apa yang dimaksud dengan alasan berbeda (concurring opinion)? Concurring opinion adalah pendapat/putusan yang ditulis oleh seorang hakim atau lebih yang setuju dengan pendapat mayoritas majelis hakim yang suatu perkara, namun memiliki alasan yang berbeda. Apa alasan berbeda (concurring opinion) dari Hakim Konstitusi Harjono? Hakim Harjono memberikan alasan yang berbeda terhadap putusan MK. Harjono menyatakan bahwa rumusan Pasal 1 UU Penodaan Agama mengandung kelemahan. Untuk mengatasinya dapat dilakukan dengan cara melakukan revisi Pasal 1 UU Penodaan Agama. Sedangkan apabila Pasal 1 UU Penodaan 30

37 Bagian Ketiga Perbedaan Pendapat Putusan MK Tentang Uji Materiil UU Penodaan Agama Agama dicabut maka akan terdapat ke-vakum-an hukum yaitu ketiadaan aturan yang dapat menimbulkan akibat sosial yang luas. Meskipun akibat itu sendiri dapat diatasi dengan aturan hukum yang ada, namun untuk melakukan hal yang demikian akan memerlukan social cost yang tinggi. Harjono berpendapat bahwa untuk sementara waktu UU perlu dipertahankan, sambil menunggu revisi UU Penodaan Agama selesai dilakukan. Apa yang dimaksud dengan memberikan pendapat berbeda berpendapat (dissenting opinion)? Dissenting opinion adalah pendapat/putusan yang ditulis oleh seorang hakim atau lebih yang tidak setuju dengan pendapat mayoritas majelis hakim yang suatu perkara. Umumnya ditemukan dinegara-negara yang bertradisi common law dimana lebih dari satu hakim mengadili perkara. Tetapi sejumlah negara yang menganut tradisi hukum konstinental telah memperbolehkan dissenting opinion oleh hakim, terutama di pengadilan yang lebih tinggi. Di Indonesia, awalnya dissenting opinion ini diperkenalkan pada pengadilan niaga, namun kini telah diperbolehkan di pengadilan lain, termasuk dalam uji materiil undang-undang di MK. 31

38 Memahami Pendapat Berbeda (Dissenting Opinion) Putusan Uji Materiil UU Penodaan Agama Apa pendapat berbeda (dissenting opinion) Hakim Konstitusi Maria Farida Indrati? Hakim Maria Farida Indrati memberikan pendapat berbeda (dissenting opinion) dalam uji materiil UU Penodaan Agama, sebagai berikut : 32 Dalam suatu negara yang berdasar atas hukum (Rechtsstaat), peraturan perundang-undangan merupakan salah satu unsur penting dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan. Dalam Konsiderans Penetapan Presiden Nomor 1 Tahun 1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama (Lembaran Negara Republik IndonesiaTahun 1965 Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2726) dinyatakan bahwa pembentukan Penpres a quo dilakukan dalam rangka pengamanan negara dan masyarakat, citacita revolusi nasional dan pembangunan nasional semesta menuju ke masyarakat adil dan makmur, untuk mencegah penyalahgunaan atau penodaan agama, serta untuk pengamanan revolusi. Penetapan Presiden adalah salah satu jenis (bentuk) peraturan perundang-undangan yang terbentuknya dilandasi oleh Surat Presiden Republik Indonesia Nomor 2262/HK/59 tentang Bentuk Peraturan- Peraturan Negara, bertanggal 20 Agustus 1959,

39 Bagian Ketiga Perbedaan Pendapat Putusan MK Tentang Uji Materiil UU Penodaan Agama yang dikirimkan oleh Presiden Soekarno kepada Ketua Dewan Perwakilan Rakyat. Dalam surat Presiden tersebut selain dinyatakan tiga peraturan negara yang secara tegas tertulis dalam Undang- Undang Dasar 1945, yaitu, Undang-Undang, Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang, dan Peraturan Pemerintah, juga menetapkan adanya beberapa peraturan negara lainnya, antara lain sebagai berikut: Disamping itu Pemerintah memandang perlu mengadakan beberapa Peraturan Negara lainnya, yakni: Penetapan Presiden, untuk melaksanakan Dekrit Presiden/Panglima Tertinggi Angkatan Perang tanggal 5 Juli 1959 tentang Kembali kepada Undang- Undang Dasar 1945 ; Dengan diterimanya surat Presiden tersebut dibentuklah sejumlah 129 (seratus dua puluh sembilan) Penetapan Presiden dan Peraturan Presiden yang berlangsung dari tahun 1959 sampai tahun Oleh karena Penetapan Presiden dan Peraturan Presiden yang dibentuk selama kurun waktu tersebut secara substansi banyak yang tidak tepat maka Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara kemudian memerintahkan untuk dilakukan peninjauan dengan landasan Ketetapan MPRS Nomor XIX/MPRS/1966 tentang Peninjauan Kembali Produk-Produk Legislatif Negara Di Luar Produk MPRS Yang Tidak Sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945 dan 33

40 Memahami Pendapat Berbeda (Dissenting Opinion) Putusan Uji Materiil UU Penodaan Agama Ketetapan MPRS Nomor XXXIX/MPRS/1968 tentang Pelaksanaan Ketetapan MPRS Nomor XIX/MPRS/1966. Berdasarkan kedua Ketetapan MPRS tersebut dibentuklah Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1969 tentang Pernyataan Berbagai Penetapan Presiden dan Peraturan Presiden Sebagai Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1969 Nomor 36, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2900). 34 Dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1969 tentang Pernyataan Berbagai Penetapan Presiden dan Peraturan Presiden Sebagai Undang-Undang tersebut dirumuskan sebagai berikut: Terhitung sejak disahkannya Undang-Undang ini, menyatakan Penetapan-penetapan Presiden dan Peraturan-peraturan Presiden sebagaimana termaksud dalam Lampiran IIA dan IIB Undang-Undang ini, sebagai Undang-Undang dengan ketentuan, bahwa materi Penetapan-penetapan Presiden dan Peraturan-peraturan Presiden tersebut ditampung atau dijadikan bahan bagi penyusunan Undang- Undang yang baru. Penjelasan Pasal 2 a quo menyatakan sebagai berikut: Penetapan-penetapan Presiden dan Peraturanperaturan Presiden sebagaimana tercantum dalam Lam-

41 Bagian Ketiga Perbedaan Pendapat Putusan MK Tentang Uji Materiil UU Penodaan Agama piran IIA dinyatakan sebagai Undang-Undang dengan ketentuan bahwa materi Penetapan-penetapan Presiden dan Peraturan-peraturan Presiden tersebut ditampung dan dituangkan dalam Undang-Undang baru sebagai penyempurnaan, perubahan atau penambahan dari materi yang diatur dalam Undang-Undang terdahulu. Selain iu, dalam Penjelasan Umum Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1969 tentang Pernyataan berbagai Penetapan Presiden dan Peraturan Presiden sebagai Undang-Undang, dirumuskan sebagai berikut: Penetapan-penetapan Presiden dan Peraturan-peraturan Presiden sebagaimana termaksud dalam Lampiran IIA dan IIB juga dinyatakan sebagai Undang-Undang, dengan ketentuan bahwa harus diadakan perbaikan/penyempurnaan dalam arti, bahwa materi dari pada Penetapan-penetapan Presiden dan Peraturan-peraturan Presiden tersebut ditampung atau dijadikan bahan bagi penyusunan Undang-Undang yang baru Berdasarkan Pasal 2 dan Lampiran IIA Undang- Undang Nomor 5 Tahun 1969 tentang Pernyataan Berbagai Penetapan Presiden dan Peraturan Presiden Sebagai Undang-Undang, ditetapkanlah Penetapan Presiden Nomor 1 Tahun 1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan 35

42 Memahami Pendapat Berbeda (Dissenting Opinion) Putusan Uji Materiil UU Penodaan Agama Agama sebagai suatu Undang-Undang, sehingga sejak saat itu Penetapan Presiden Nomor 1 Tahun 1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/ atau Penodaan Agama disebut Undang-Undang Nomor 1/PNPS/1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama sebagai suatu Undang-Undang (yang biasa disebut dengan Undang-Undang Kondisional). Sebagai suatu peraturan yang dibentuk oleh pejabat yang berwenang, dalam hal ini Presiden maka Penetapan Presiden yang kemudian ditetapkan sebagai Undang-Undang Nomor: 1/PNPS/1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama adalah peraturan yang sah dan mempunyai daya laku (validity) mengikat umum. Namun demikian, karena Undang-Undang a quo pada saat ini dimohonkan pengujiannya ke Mahkamah Konstitusi, maka saya mengajukan pendapat yang berbeda (dissenting opinion) terhadap Putusan Mahkamah Konstitusi tersebut. 36 Apabila ditinjau dari asas keberlakuannya, sejak saat pembentukannya hingga saat ini, yaitu saat dimohonkan pengujiannya ke Mahkamah Konstitusi, secara formal Undang-Undang a quo masih mempunyai daya laku mengikat umum. Hal tersebut dapat dikaitkan dengan Pasal I Aturan Pera-

43 Bagian Ketiga Perbedaan Pendapat Putusan MK Tentang Uji Materiil UU Penodaan Agama lihan Undang-Undang Dasar 1945 (Perubahan) yang menyatakan bahwa, Segala peraturan perundang-undangan yang ada masih tetap berlaku selama belum diadakan yang baru menurut Undang-Undang Dasar ini. Namun demikian, oleh karena adanya perubahan Undang-Undang Dasar 1945 yang sangat mendasar, terutama dalam pengaturan tentang hak-hak asasi manusia, khususnya yang tertuang dalam Bab XA tentang Hak Asasi Manusia, dari Pasal 28A sampai dengan Pasal 28J, secara material isi atau substansi Undang-Undang a quo perlu diajukan beberapa pendapat. Sehubungan dengan permohonan pengujian terhadap Undang-Undang a quo perlu dikemukakan pasal-pasal yang langsung berkaitan, yaitu Pasal 28E, Pasal 28I, dan Pasal 29 Undang-Undang Dasar 1945 yang masing-masing dirumuskan sebagai berikut: Pasal 28E: (1) Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali. (2) Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya. 37

44 Memahami Pendapat Berbeda (Dissenting Opinion) Putusan Uji Materiil UU Penodaan Agama (3) Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat. 38 Pasal 28I: (1) Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa pun. (2)...dst. Pasal 29: (1) Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa. (2) Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu. Berdasarkan pasal-pasal tersebut sebenarnya Undang-Undang Dasar 1945 saat ini sangat memberikan hak dan jaminan secara konstitusional, bahkan memberikan kepada setiap orang kebebasan memeluk agama dan beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu, serta berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya. Hak dan

45 Bagian Ketiga Perbedaan Pendapat Putusan MK Tentang Uji Materiil UU Penodaan Agama jaminan konstitusional itu dijamin pula dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2005 tentang Ratifikasi Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya, dan juga Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005 tentang Ratifikasi Kovenan Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik. Secara yuridis jaminan terhadap kebebasan beragama dan berkeyakinan dalam rezim hukum di Indonesia dinyatakan dengan landasan yang sangat kuat, sehingga dengan demikian negara Republik Indonesia juga memiliki tanggung jawab dan kewajiban konstitusional untuk menjamin terpenuhinya hak-hak tersebut, khususnya hak setiap orang terhadap kebebasan beragama dan berkeyakinan. Dalam kaitannya dengan hak atas kebebasan agama terdapat dua aspek yang perlu diperhatikan, yaitu aspek kebebasan internal (forum internum) dan aspek kebebasan eksternal (forum externum). Kebebasan internal (forum internum) yang menyangkut eksistensi spiritual yang melekat pada setiap individu adalah kebebasan yang dimiliki setiap orang untuk meyakini, berfikir, dan memilih agama atau keyakinannya, juga kebebasan untuk mempraktekkan agama atau keyakinannya secara privat, sehingga 39

46 Memahami Pendapat Berbeda (Dissenting Opinion) Putusan Uji Materiil UU Penodaan Agama kebebasan internal ini tidak dapat diintervensi oleh negara. Kebebasan eksternal (forum externum) adalah kebebasan seseorang untuk mengekspresikan, mengomunikasikan, atau memanifestasikan eksistensi spiritual yang diyakininya itu kepada publik dan membela keyakinannya Sehubungan dengan ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 1/ PNPS/1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama, yang dimohonkan pengujiannya ke Mahkamah, yaitu, Pasal 1, Pasal 2, Pasal 3, dan Pasal 4, saya mengajukan pendapat sebagaimana tertuang dalam uraian di bawah ini, berdasarkan rumusan pasal-pasal beserta penjelasannya sebagai berikut: 40 A. Pendapat terhadap Pasal 1: Pasal 1 Undang-Undang a quo menetapkan bahwa, Setiap orang dilarang dengan sengaja di muka umum menceritakan, menganjurkan atau mengusahakan dukungan umum, untuk melakukan penafsiran tentang sesuatu agama yang dianut di Indonesia atau melakukan kegiatan-kegiatan keagamaan yang menyerupai kegiatankegiatan keagamaan dari agama itu, penafsiran dan kegiatan mana menyimpang dari pokok-pokok ajaran agama itu. Apabila Pasal 1 Undang-Undang a quo dihubung-

47 Bagian Ketiga Perbedaan Pendapat Putusan MK Tentang Uji Materiil UU Penodaan Agama kan dengan penjelasannya maka sebenarnya yang dijamin dan dilindungi, serta mendapat bantuanbantuan adalah hanya terbatas kepada agama yang dipeluk (dianut) oleh penduduk di Indonesia, yaitu, Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Buddha dan Khong Hu Cu (Confusius) karena dalam Pasal 1 secara jelas dirumuskan agama yang dianut ; sedangkan terhadap agama-agama lain, misalnya Yahudi, Zarasustrian, Shinto, Taoism tidak dilarang di Indonesia dengan syarat asalkan agama-agama tersebut tidak melanggar ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam peraturan ini atau peraturan perundangan lain. Selain itu dengan adanya Penjelasan Pasal 1 yang menyatakan bahwa, Terhadap badan/aliran kebatinan, Pemerintah berusaha menyalurkannya ke arah pandangan yang sehat dan ke arah ke-tuhanan Yang Maha Esa... terdapat perlakuan yang tidak sama (diskriminatif) antara agama Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Buddha, serta Khong Hu Cu (Confusius), dan agama-agama lainnya, terutama terhadap badan/aliran kebatinan; bahkan negara/pemerintah telah masuk ke dalam ranah yang menyangkut eksistensi spiritual, yang melekat pada setiap individu (dalam hal ini badan/aliran kebatinan) karena Pemerintah diberikan wewenang untuk berusaha menyalurkannya ke arah pandangan yang sehat dan ke arah ke-tuhanan Yang Maha Esa. 41

48 Memahami Pendapat Berbeda (Dissenting Opinion) Putusan Uji Materiil UU Penodaan Agama B. Pendapat terhadap Pasal 2: Pasal 2 Undang-Undang a quo menetapkan bahwa: (1) Barangsiapa melanggar ketentuan tersebut dalam Pasal 1 diberi perintah dan peringatan keras untuk menghentikan perbuatannya itu di dalam suatu keputusan bersama Menteri Agama, Menteri/Jaksa Agung dan Menteri Dalam Negeri. (2) Apabila pelanggaran tersebut dalam ayat (1) dilakukan oleh organisasi atau sesuatu aliran kepercayaan, maka Presiden Republik Indonesia dapat membubarkan organisasi itu dan menyatakan organisasi atau aliran tersebut sebagai organisasi/aliran terlarang, satu dan lain setelah Presiden mendapat pertimbangan dari Menteri Agama, Menteri/Jaksa Agung dan Menteri Dalam Negeri. 42 Penjelasan Pasal 2 Undang-Undang a quo menetapkan bahwa, Sesuai dengan kepribadian Indonesia, maka terhadap orang-orang ataupun penganut-penganut sesuatu aliran kepercayaan maupun anggota atau anggota Pengurus Organisasi yang melanggar larangan tersebut dalam Pasal 1, untuk permulaannya dirasa cukup diberi nasehat sebelumnya. Apabila penyelewengan itu dilakukan oleh organisasi atau penganut-penganut aliran kepercayaan dan mempunyai effek yang cukup serius bagi masyarakat yang beragama, maka Presiden berwenang untuk membubarkan organisasi itu dan untuk menyata-

49 Bagian Ketiga Perbedaan Pendapat Putusan MK Tentang Uji Materiil UU Penodaan Agama kan sebagai organisasi atau aliran terlarang dengan akibatakibatnya (jo Pasal 169 KUHP). Dari rumusan Pasal 2 Undang-Undang a quo dan Penjelasannya terdapat perbedaan dari segi adressat (subjek) norma yang dituju. Dalam Pasal 2 ayat (1) yang menjadi adressat (subjek) norma adalah Barangsiapa... yang di dalam ragam bahasa perundang-undangan biasanya dimaknai dengan setiap orang atau badan hukum (korporasi), sedangkan pada ayat (2) yang menjadi adressat (subjek) norma adalah Organisasi atau sesuatu aliran kepercayaan. Apabila rumusan Pasal 2 tersebut dihubungkan dengan Penjelasan pasalnya maka yang menjadi adressat (subjek) norma adalah orang-orang ataupun penganut-penganut sesuatu aliran kepercayaan maupun anggota atau anggota Pengurus Organisasi atau aliran terlarang. Dengan demikian ketentuan dalam Pasal 2 Undang-Undang a quo sebenarnya hanya ditujukan terhadap orang-orang ataupun penganut-penganut sesuatu aliran kepercayaan maupun anggota atau anggota Pengurus Organisasi, atau aliran terlarang. Permasalahannya adalah, siapa yang dimaksudkan dengan orang-orang ataupun penganut-penganut sesuatu aliran kepercayaan maupun anggota atau anggota 43

50 Memahami Pendapat Berbeda (Dissenting Opinion) Putusan Uji Materiil UU Penodaan Agama Pengurus Organisasi, atau aliran terlarang tersebut? Sehubungan dengan permasalahan ini, apakah negara dapat ikut campur di dalamnya dengan memberikan perintah dan peringatan keras untuk menghentikan perbuatannya itu di dalam suatu keputusan bersama Menteri Agama, Menteri/Jaksa Agung, dan Menteri Dalam Negeri, atau pembubarannya oleh Presiden? 44 C. Pendapat terhadap Pasal 3: Pasal 3 Undang-Undang a quo menetapkan bahwa, Apabila, setelah dilakukan tindakan oleh Menteri Agama bersama-sama Menteri/Jaksa Agung dan Menteri Dalam Negeri atau oleh Presiden Republik Indonesia menurut ketentuan dalam Pasal 2 terhadap orang, organisasi atau aliran kepercayaan, mereka masih terus melanggar ketentuan dalam Pasal 1, maka orang, penganut, anggota dan/atau anggota Pengurus Organisasi yang bersangkutan dari aliran itu dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya lima tahun. Penjelasan Pasal 3 Undang-Undang a quo menetapkan bahwa, Pemberian ancaman pidana yang diatur dalam pasal ini, adalah tindakan lanjutan terhadap anasir-anasir yang tetap mengabaikan peringatan tersebut, dalam Pasal 2. Oleh karena aliran kepercayaan biasanya tidak mempunyai bentuk seperti organisasi/perhimpunan,

51 Bagian Ketiga Perbedaan Pendapat Putusan MK Tentang Uji Materiil UU Penodaan Agama dimana mudah dibedakan siapa pengurus dan siapa anggotanya, maka mengenai aliran-aliran kepercayaan, hanya penganutnya yang masih terus melakukan pelanggaran dapat dikenakan pidana, sedang pemuka aliran sendiri yang menghentikan kegiatannya tidak dapat dituntut. Mengingat sifat idiil dari tindak pidana dalam pasal ini, maka ancaman pidana 5 tahun dirasa sudah wajar. Dari rumusan Pasal 3 Undang-Undang a quo dan Penjelasannya juga terdapat perbedaan dari segi adressat (subjek) norma yang dituju. Dalam Pasal 3 yang menjadi adressat norma, yang dapat dijatuhi pidana penjara lima tahun adalah orang, penganut, organisasi atau aliran kepercayaan sedangkan dalam Penjelasannya yang dapat dikenakan pidana adalah penganut aliran kepercayaan saja. Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 1, Pasal 2, Pasal 3 Undang-Undang a quo dan Penjelasannya, memang beralasan apabila beberapa orang perorangan dan beberapa lembaga yang bergerak dalam bidang advokasi kebebasan beragama dan berkeyakinan mempermasalahkan eksistensi Undang-Undang a quo. Saya sependapat dengan Pemohon bahwa eksistensi Undang-Undang a quo perlu ditinjau kembali, oleh karena dalam pelaksanaannya Undang-Undang a quo seringkali men- 45

52 Memahami Pendapat Berbeda (Dissenting Opinion) Putusan Uji Materiil UU Penodaan Agama imbulkan berbagai permasalahan. Walupun dalam Undang-Undang a quo tidak menyebutkan adanya enam agama yang diakui oleh negara, namun di dalam praktek penyelenggaraan pemerintahan telah terbukti bahwa yang diberikan jaminan dan perlindungan serta bantuan-bantuan hanya keenam agama tersebut, hal ini terjadi misalnya dalam penerbitan Kartu Tanda Penduduk, penerbitan Kartu Kematian, atau dalam pelaksanaan dan pencatatan perkawinan. 46 Dengan berdasarkan Undang-Undang a quo juga telah dilakukan pelarangan terhadap penganut agama Kong Hu Cu (termasuk larangan terhadap simbolsimbol, adat kebiasaan, budaya, bahasa China) yang berlangsung sejak jaman Orde Baru hingga saat pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid. Secara kelembagaan, hal ini juga terlihat bahwa sampai saat ini hanya terdapat Dirjen Bimas Islam, Protestan, Katolik, Hindu, dan Buddha di Kementerian Agama Republik Indonesia. Selain itu, dampak yang lebih kuat adalah yang dirasakan oleh para penganut agama tradisional ataupun penghayat kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang jumlahnya tidak sedikit di negara Indonesia, yang terhadap mereka tidak mudah bagi setiap orang ataupun negara untuk dapat

Ringkasan Putusan.

Ringkasan Putusan. Ringkasan Putusan Sehubungan dengan sidang pembacaan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 140/PUU-VII/2009 tanggal 19 April 2010 atas Undang- Undang Nomor 1/PNPS/Tahun 1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan

Lebih terperinci

PENETAPAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1/PNPS TAHUN 1965 TENTANG PENCEGAHAN PENYALAHGUNAAN DAN/ATAU PENODAAN AGAMA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENETAPAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1/PNPS TAHUN 1965 TENTANG PENCEGAHAN PENYALAHGUNAAN DAN/ATAU PENODAAN AGAMA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PENETAPAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1/PNPS TAHUN 1965 TENTANG PENCEGAHAN PENYALAHGUNAAN DAN/ATAU PENODAAN AGAMA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pengamanan Negara

Lebih terperinci

PENETAPAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1965 TENTANG PENCEGAHAN PENYALAHGUNAAN DAN/ATAU PENODAAN AGAMA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENETAPAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1965 TENTANG PENCEGAHAN PENYALAHGUNAAN DAN/ATAU PENODAAN AGAMA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PENETAPAN PRESIDEN NOMOR 1 TAHUN 1965 TENTANG PENCEGAHAN PENYALAHGUNAAN DAN/ATAU PENODAAN AGAMA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pengamanan Negara dan Masyarakat, cita-cita Revolusi Nasional

Lebih terperinci

Memutus Rantai Pelanggaran Kebebasan Beragama Oleh Zainal Abidin

Memutus Rantai Pelanggaran Kebebasan Beragama Oleh Zainal Abidin Memutus Rantai Pelanggaran Kebebasan Beragama Oleh Zainal Abidin Saat ini, jaminan hak asasi manusia di Indonesia dalam tataran normatif pada satu sisi semakin maju yang ditandai dengan semakin lengkapnya

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 39/PUU-XV/2017

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 39/PUU-XV/2017 RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 39/PUU-XV/2017 Pembubaran Ormas yang bertentangan dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Tahun 1945 I. PEMOHON Perkumpulan Hisbut Tahrir Indonesia, organisasi

Lebih terperinci

Pentingnya Keterlibatan Komnas Perempuan dalam Judicial Review UU Penodaan Agama

Pentingnya Keterlibatan Komnas Perempuan dalam Judicial Review UU Penodaan Agama Pentingnya Keterlibatan Komnas Perempuan dalam Judicial Review UU Penodaan Agama Oleh Danielle Samsoeri (Koordinator Divisi Reformasi Hukum dan Kabijakan Komnas Perempuan) Pendahuluan Sudah hampir 5 bulan

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 19/PUU-VI/2008

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 19/PUU-VI/2008 RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 19/PUU-VI/2008 I. PEMOHON Nama pekerjaan Alamat : Suryani : Buruh sesuai dengan KTP : Serang Propinsi Banten II. KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI : Pemohon dalam

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR.. TAHUN. TENTANG PERLINDUNGAN UMAT BERAGAMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR.. TAHUN. TENTANG PERLINDUNGAN UMAT BERAGAMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR.. TAHUN. TENTANG PERLINDUNGAN UMAT BERAGAMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: Mengingat: a. Bahwa setiap manusia,

Lebih terperinci

Ringkasan Putusan.

Ringkasan Putusan. Ringkasan Putusan Sehubungan dengan sidang pembacaan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 10-17-23/PUU-VII/2009 tanggal 25 Maret 2010 atas Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 Tentang Pornografi, dengan hormat

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 24/PUU-XII/2014 Pengumuman Hasil Penghitungan Cepat

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 24/PUU-XII/2014 Pengumuman Hasil Penghitungan Cepat RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 24/PUU-XII/2014 Pengumuman Hasil Penghitungan Cepat I. PEMOHON 1. PT. Indikator Politik Indonesia, diwakili oleh Burhanuddin, selaku Direktur Utama, sebagai Pemohon I;

Lebih terperinci

AMANDEMEN II UUD 1945 (Perubahan tahap Kedua/pada Tahun 2000)

AMANDEMEN II UUD 1945 (Perubahan tahap Kedua/pada Tahun 2000) AMANDEMEN II UUD 1945 (Perubahan tahap Kedua/pada Tahun 2000) Perubahan kedua terhadap pasal-pasal UUD 1945 ditetapkan pada tanggal 18 Agustus 2000. Perubahan tahap kedua ini ini dilakukan terhadap beberapa

Lebih terperinci

Kuasa Hukum : - Fathul Hadie Utsman, berdasarkan Surat Kuasa Khusus tertanggal 20 Oktober 2014;

Kuasa Hukum : - Fathul Hadie Utsman, berdasarkan Surat Kuasa Khusus tertanggal 20 Oktober 2014; RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 8/PUU-XIII/2015 Syarat Pengunduran Diri Bagi Calon Anggota Legislatif dan Calon Kepala Daerah Yang Berasal Dari Pegawai Negeri Sipil I. PEMOHON 1. Prof. DR.

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 25/PUU-XVI/2018

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 25/PUU-XVI/2018 RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 25/PUU-XVI/2018 Wewenang Mahkamah Kehormatan Dewan Mengambil Langkah Hukum Terhadap Perseorangan, Kelompok Orang, Atau Badan Hukum yang Merendahkan Kehormatan DPR Dan

Lebih terperinci

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 24/PUU-XII/2014 Pengumuman Hasil Penghitungan Cepat

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 24/PUU-XII/2014 Pengumuman Hasil Penghitungan Cepat RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 24/PUU-XII/2014 Pengumuman Hasil Penghitungan Cepat I. PEMOHON 1. PT. Indikator Politik Indonesia, diwakili oleh Burhanuddin, selaku Direktur Utama, sebagai

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 56/PUU-XV/2017 Kewenangan Pemerintah dalam Menetapkan Aliran Kepercayaan Terlarang

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 56/PUU-XV/2017 Kewenangan Pemerintah dalam Menetapkan Aliran Kepercayaan Terlarang RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 56/PUU-XV/2017 Kewenangan Pemerintah dalam Menetapkan Aliran Kepercayaan Terlarang I. PEMOHON Anisa Dewi, Ary Wijanarko, Asep Saepudin S.Ag., Dedeh Kurniasih, Dikki Shadiq

Lebih terperinci

Rilis Pers Bersama. Perppu Ormas Ancaman bagi Demokrasi dan Negara Hukum

Rilis Pers Bersama. Perppu Ormas Ancaman bagi Demokrasi dan Negara Hukum Rilis Pers Bersama Perppu Ormas Ancaman bagi Demokrasi dan Negara Hukum Pemerintah akhirnya menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2017 tentang Perubahan Undang-undang

Lebih terperinci

PERUBAHAN KEDUA UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945

PERUBAHAN KEDUA UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945 PERUBAHAN KEDUA UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA Setelah mempelajari, menelaah, dan mempertimbangkan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, 1 of 24 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

d. bahwa dalam usaha mengatasi kerawanan sosial serta mewujudkan, memelihara dan mengembangkan kehidupan masyarakat yang

d. bahwa dalam usaha mengatasi kerawanan sosial serta mewujudkan, memelihara dan mengembangkan kehidupan masyarakat yang RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO.: Ä Ä Ä TAHUN 2003 TENTANG KERUKUNAN UMAT BERAGAMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa Negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 21/PUU-XII/2014 Penyidikan, Proses Penahanan, dan Pemeriksaan Perkara

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 21/PUU-XII/2014 Penyidikan, Proses Penahanan, dan Pemeriksaan Perkara RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 21/PUU-XII/2014 Penyidikan, Proses Penahanan, dan Pemeriksaan Perkara I. PEMOHON Bachtiar Abdul Fatah. KUASA HUKUM Dr. Maqdir Ismail, S.H., LL.M., dkk berdasarkan surat

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 70/PUU-XV/2017

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 70/PUU-XV/2017 RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 70/PUU-XV/2017 Ambang Batas Pencalonan Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden (Presidential Threshold) I. PEMOHON Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra, S.H., M.Sc dan Ir.

Lebih terperinci

PENGATURAN PERKAWINAN SEAGAMA DAN HAK KONSTITUSI WNI Oleh: Nita Ariyulinda Naskah diterima : 19 September 2014; disetujui : 3 Oktober 2014

PENGATURAN PERKAWINAN SEAGAMA DAN HAK KONSTITUSI WNI Oleh: Nita Ariyulinda Naskah diterima : 19 September 2014; disetujui : 3 Oktober 2014 PENGATURAN PERKAWINAN SEAGAMA DAN HAK KONSTITUSI WNI Oleh: Nita Ariyulinda Naskah diterima : 19 September 2014; disetujui : 3 Oktober 2014 Membentuk suatu keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

RINGKASAN PUTUSAN. Darmawan, M.M Perkara Nomor 13/PUU-VIII/2010: Muhammad Chozin Amirullah, S.Pi., MAIA Institut Sejarah Sosial Indonesia (ISSI), dkk

RINGKASAN PUTUSAN. Darmawan, M.M Perkara Nomor 13/PUU-VIII/2010: Muhammad Chozin Amirullah, S.Pi., MAIA Institut Sejarah Sosial Indonesia (ISSI), dkk RINGKASAN PUTUSAN Sehubungan dengan sidang pembacaan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 6-13-20/PUU-VIII/2010 tanggal 13 Oktober 2010 atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia

Lebih terperinci

R U J U K A N UNDANG UNDANG DASAR 1945 DALAM PUTUSAN-PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI

R U J U K A N UNDANG UNDANG DASAR 1945 DALAM PUTUSAN-PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI R U J U K A N UNDANG UNDANG DASAR 1945 DALAM PUTUSAN-PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI Singkatan dalam Rujukan: PUTMK: Putusan Mahkamah Konstitusi HPMKRI 1A: Himpunan Putusan Mahkamah Konstitusi RI Jilid 1A

Lebih terperinci

Kuasa Hukum Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra, S.H., M.Sc., dkk, berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 2 Maret 2015.

Kuasa Hukum Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra, S.H., M.Sc., dkk, berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 2 Maret 2015. RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 42/PUU-XIII/2015 Syarat Tidak Pernah Dijatuhi Pidana Karena Melakukan Tindak Pidana Yang Diancam Dengan Pidana Penjara 5 (Lima) Tahun Atau Lebih Bagi Seseorang Yang Akan

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor /PUU-VIII/2010 Tentang UU Pengadilan Anak Sistem pemidanaan terhadap anak

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor /PUU-VIII/2010 Tentang UU Pengadilan Anak Sistem pemidanaan terhadap anak RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor /PUU-VIII/2010 Tentang UU Pengadilan Anak Sistem pemidanaan terhadap anak I. PEMOHON Komisi Perlindungan Anak Indonesia; Yayasan Pusat Kajian Dan Perlindungan

Lebih terperinci

RINGKASAN PUTUSAN. 2. Materi pasal yang diuji: a. Nomor 51/PUU-VI/2008: Pasal 9

RINGKASAN PUTUSAN. 2. Materi pasal yang diuji: a. Nomor 51/PUU-VI/2008: Pasal 9 RINGKASAN PUTUSAN Sehubungan dengan sidang pembacaan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 51,52,59/PUU-VI/2009 tanggal 18 Februari 2009 atas Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, dengan hormat dilaporkan

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 38/PUU-XV/2017

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 38/PUU-XV/2017 RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 38/PUU-XV/2017 Pembubaran Ormas yang bertentangan dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Tahun 1945 I. PEMOHON Afriady Putra S.,SH., S.Sos. Kuasa Hukum: Virza

Lebih terperinci

PERBAIKAN RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 26/PUU-VII/2009 Tentang UU Pemilihan Presiden & Wakil Presiden Calon Presiden Perseorangan

PERBAIKAN RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 26/PUU-VII/2009 Tentang UU Pemilihan Presiden & Wakil Presiden Calon Presiden Perseorangan PERBAIKAN RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 26/PUU-VII/2009 Tentang UU Pemilihan Presiden & Wakil Presiden Calon Presiden Perseorangan I. PEMOHON Sri Sudarjo, S.Pd, SH, selanjutnya disebut

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 38/PUU-XI/2013 Tentang Penyelenggaraan Rumah Sakit

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 38/PUU-XI/2013 Tentang Penyelenggaraan Rumah Sakit RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 38/PUU-XI/2013 Tentang Penyelenggaraan Rumah Sakit I. PEMOHON Pimpinan Pusat Persyarikatan Muhammadiyah, yang dalam hal ini diwakili oleh Prof. Dr. Din Syamsudin dan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id

Lebih terperinci

KEPUTUSAN BERSAMA MENTERI AGAMA, JAKSA AGUNG, DAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

KEPUTUSAN BERSAMA MENTERI AGAMA, JAKSA AGUNG, DAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN BERSAMA MENTERI AGAMA, JAKSA AGUNG, DAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 3 Tahun 2008 NOMOR : KEP-033/A/JA/6/2008 NOMOR : 199 Tahun 2008 TENTANG PERINGATAN DAN PERINTAH KEPADA

Lebih terperinci

P U T U S A N. Perkara Nomor 007/PUU-II/2004 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA. Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia

P U T U S A N. Perkara Nomor 007/PUU-II/2004 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA. Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia P U T U S A N Perkara Nomor 007/PUU-II/2004 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Yang memeriksa, mengadili, dan memutus perkara konstitusi pada tingkat

Lebih terperinci

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 38/PUU-XI/2013 Tentang Penyelenggaraan Rumah Sakit

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 38/PUU-XI/2013 Tentang Penyelenggaraan Rumah Sakit RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 38/PUU-XI/2013 Tentang Penyelenggaraan Rumah Sakit I. PEMOHON Pimpinan Pusat Persyarikatan Muhammadiyah, yang dalam hal ini diwakili oleh Prof. Dr. Din Syamsudin

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 2/PUU-XVI/2018 Pembubaran Ormas

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 2/PUU-XVI/2018 Pembubaran Ormas RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 2/PUU-XVI/2018 Pembubaran Ormas I. PEMOHON 1. Dewan Da'wah Islamiyah Indonesia, (Pemohon I) 2. Yayasan Forum Silaturrahim Antar Pengajian Indonesia, (Pemohon II) 3. Perkumpulan

Lebih terperinci

OBJEK PERMOHONAN Pengujian Materiil Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara terhadap Undang-Undang Dasar 1945.

OBJEK PERMOHONAN Pengujian Materiil Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara terhadap Undang-Undang Dasar 1945. RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 8/PUU-XIII/2015 Syarat Pengunduran Diri Bagi Calon Anggota Legislatif dan Calon Kepala Daerah Yang Berasal Dari Pegawai Negeri Sipil I. PEMOHON 1. Fathul Hadie Utsman,

Lebih terperinci

Title? Author Riendra Primadina. Details [emo:10] apa ya yang di maksud dengan nilai instrumental? [emo:4] Modified Tue, 09 Nov :10:06 GMT

Title? Author Riendra Primadina. Details [emo:10] apa ya yang di maksud dengan nilai instrumental? [emo:4] Modified Tue, 09 Nov :10:06 GMT Title? Author Riendra Primadina Details [emo:10] apa ya yang di maksud dengan nilai instrumental? [emo:4] Modified Tue, 09 Nov 2010 14:10:06 GMT Author Comment Hafizhan Lutfan Ali Comments Jawaban nya...

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 8/PUU-XVI/2018 Tindakan Advokat Merintangi Penyidikan, Penuntutan, dan Pemeriksaan di Sidang Pengadilan

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 8/PUU-XVI/2018 Tindakan Advokat Merintangi Penyidikan, Penuntutan, dan Pemeriksaan di Sidang Pengadilan RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 8/PUU-XVI/2018 Tindakan Advokat Merintangi Penyidikan, Penuntutan, dan Pemeriksaan di Sidang Pengadilan I. PEMOHON Barisan Advokat Bersatu (BARADATU) yang didirikan berdasarkan

Lebih terperinci

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 15/PUU-X/2012 Tentang Penjatuhan Hukuman Mati

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 15/PUU-X/2012 Tentang Penjatuhan Hukuman Mati RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 15/PUU-X/2012 Tentang Penjatuhan Hukuman Mati I. PEMOHON 1. Raja Syahrial alias Herman alias Wak Ancap.. Pemohon I; 2. Raja Fadli alias Deli...

Lebih terperinci

PERUBAHAN KEDUA UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN

PERUBAHAN KEDUA UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PERUBAHAN KEDUA UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945-59 - - 60 - MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PERUBAHAN KEDUA

Lebih terperinci

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN RANCANGAN LAPORAN SINGKAT RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM PANJA RUU KUHP KOMISI III DPR-RI DENGAN KEPALA BPHN, PBNU, MUHAMMADIYAH, KWI, PGI, PUBI, PHDI DAN PROF.DR. FRANS MAGNIS SUSENO DALAM RANGKA PEMBAHASAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Undang Dasar 1945 Pasal 29 Ayat (2) disebutkan, bahwa Negara menjamin

I. PENDAHULUAN. Undang Dasar 1945 Pasal 29 Ayat (2) disebutkan, bahwa Negara menjamin I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Agama berfungsi sangat penting dalam kehidupan manusia, baik manusia pribadi, maupun manusia sebagai penduduk suatu Negara. Secara konstitutif, jaminan kebebasan kehidupan

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 66/PUU-XII/2014 Frasa Membuat Lambang untuk Perseorangan dan Menyerupai Lambang Negara

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 66/PUU-XII/2014 Frasa Membuat Lambang untuk Perseorangan dan Menyerupai Lambang Negara RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 66/PUU-XII/2014 Frasa Membuat Lambang untuk Perseorangan dan Menyerupai Lambang Negara I. PEMOHON Victor Santoso Tandiasa II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian Materil

Lebih terperinci

PUTUSAN Nomor 48/PUU-XII/2014 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

PUTUSAN Nomor 48/PUU-XII/2014 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA PUTUSAN Nomor 48/PUU-XII/2014 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA [1.1] Yang mengadili perkara konstitusi pada tingkat pertama dan terakhir, menjatuhkan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.98, 2003 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4316) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

Hukum Acara Pembubaran Partai Politik. Ngr Suwarnatha

Hukum Acara Pembubaran Partai Politik. Ngr Suwarnatha Hukum Acara Pembubaran Partai Politik 1 Pembubaran Partai Politik Hukum Acara Pembubaran Partai Politik diatur dalam Pasal 68 sampai dengan Pasal 73 Undang-Undang Mahkamah Konstitusi dan Peraturan Mahkamah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2002 TENTANG PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2002 TENTANG PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2002 TENTANG PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kemerdekaan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan

Lebih terperinci

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 41/PUU-XIII/2015 Pembatasan Pengertian dan Objek Praperadilan

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 41/PUU-XIII/2015 Pembatasan Pengertian dan Objek Praperadilan RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 41/PUUXIII/2015 Pembatasan Pengertian dan Objek Praperadilan I. PEMOHON Muhamad Zainal Arifin Kuasa Hukum Heru Setiawan, Novi Kristianingsih, dan Rosantika Permatasari

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kekuasaan kehakiman menurut Undang-Undang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kekuasaan kehakiman menurut Undang-Undang

Lebih terperinci

KEPUTUSAN BERSAMA MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

KEPUTUSAN BERSAMA MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN BERSAMA MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 93 Tahun 2016 NOMOR : KEP-043/A/JA/02/2016 NOMOR : 223-865 Tahun 2016 TENTANG

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 42/PUU-XI/2013 Tentang Nota Kesepakatan Bersama Tentang Pengurangan Masa Tahanan Bagi Tindak Pidana Umum, Pemeriksaan Cepat dan Restorative Justice I. PEMOHON Fahmi Ardiansyah

Lebih terperinci

Menyoal Delik Penodaan Agama dalam Kasus Ahok. Husendro Hendino

Menyoal Delik Penodaan Agama dalam Kasus Ahok. Husendro Hendino Menyoal Delik Penodaan Agama dalam Kasus Ahok Husendro Hendino Ada 3 (tiga) jenis sanksi yang berlaku dalam delik penodaan agama, yakni: 1. Sanksi Administratif, 2. Sanksi Administratif berujung Pidana,

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 97/PUU-XIV/2016 Pengosongan Kolom Agama Pada Kartu Keluarga dan KTP Bagi Penganut Kepercayaan Dalam Kaitannya Dengan Hak Konstitusional Penganut Kepercayaan Memperoleh

Lebih terperinci

PUTUSAN Nomor 19/PUU-XV/2017 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA. : Habiburokhman S.H., M.H.

PUTUSAN Nomor 19/PUU-XV/2017 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA. : Habiburokhman S.H., M.H. SALINAN PUTUSAN Nomor 19/PUU-XV/2017 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA [1.1] Yang mengadili perkara konstitusi pada tingkat pertama dan terakhir,

Lebih terperinci

2008, No.2 2 d. bahwa Partai Politik merupakan sarana partisipasi politik masyarakat dalam mengembangkan kehidupan demokrasi untuk menjunjung tinggi k

2008, No.2 2 d. bahwa Partai Politik merupakan sarana partisipasi politik masyarakat dalam mengembangkan kehidupan demokrasi untuk menjunjung tinggi k LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.2, 2008 LEMBAGA NEGARA. POLITIK. Pemilu. DPR / DPRD. Warga Negara. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4801) UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

BAB III SANKSI HUKUM TERHADAP PELAKU PENODAAN AGAMA DALAM KETENTUAN HUKUM DI INDONESIA

BAB III SANKSI HUKUM TERHADAP PELAKU PENODAAN AGAMA DALAM KETENTUAN HUKUM DI INDONESIA 35 BAB III SANKSI HUKUM TERHADAP PELAKU PENODAAN AGAMA DALAM KETENTUAN HUKUM DI INDONESIA A. Penodaan Agama Dalam Ketentuan Hukum Indonesia Eksistensi tindak pidana agama di sejumlah Negara di dunia mempunyai

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 69/PUU-XIII/2015 Hak Milik dan Hak Guna Bangunan Terhadap Warga Negara Indonesia yang Menikah dengan Warga Negara Asing I. PEMOHON Ike Farida II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 41/PUU-XIII/2015 Pembatasan Pengertian dan Objek Praperadilan

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 41/PUU-XIII/2015 Pembatasan Pengertian dan Objek Praperadilan RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 41/PUUXIII/2015 Pembatasan Pengertian dan Objek Praperadilan I. PEMOHON Muhamad Zainal Arifin Kuasa Hukum Heru Setiawan, Novi Kristianingsih, dan Rosantika Permatasari

Lebih terperinci

Prof. Dr. Maria Farida Indrati, S.H., M.H.

Prof. Dr. Maria Farida Indrati, S.H., M.H. Prof. Dr. Maria Farida Indrati, S.H., M.H. Lahir : Solo, 14 Juni 1949 Alamat Rumah : Jl. Margaguna I/1 Kebayoran Baru, Jakarta Selatan Alamat Kantor : Mahkamah Konstitusi Jl. Medan Merdeka Barat No. 6

Lebih terperinci

5. Kosmas Mus Guntur, untuk selanjutnya disebut sebagai Pemohon V; 7. Elfriddus Petrus Muga, untuk selanjutnya disebut sebagai Pemohon VII;

5. Kosmas Mus Guntur, untuk selanjutnya disebut sebagai Pemohon V; 7. Elfriddus Petrus Muga, untuk selanjutnya disebut sebagai Pemohon VII; RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 26/PUU-XVI/2018 Ketentuan Pemanggilan Paksa oleh DPR, Frasa merendahkan kehormatan DPR dan anggota DPR dan Pemanggilan Anggota DPR Yang Didasarkan Pada Persetujuan Tertulis

Lebih terperinci

NOMOR 31 TAHUN 2002 TENTANG PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

NOMOR 31 TAHUN 2002 TENTANG PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2002 TENTANG PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang a. bahwa kemerdekaan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan

Lebih terperinci

PUTUSAN Perkara Nomor 007/PUU-II/2004 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

PUTUSAN Perkara Nomor 007/PUU-II/2004 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA PUTUSAN Perkara Nomor 007/PUU-II/2004 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA Yang memeriksa, mengadili, dan memutus perkara konstitusi pada tingkat pertama

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 21/PUU-XVI/2018

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 21/PUU-XVI/2018 RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 21/PUU-XVI/2018 Wewenang DPR Memanggil Paksa Setiap Orang Menggunakan Kepolisian Negara Dalam Rapat DPR Dalam Hal Pihak Tersebut Tidak Hadir Meskipun Telah Dipanggil

Lebih terperinci

TUGAS KEWARGANEGARAAN LATIHAN 4

TUGAS KEWARGANEGARAAN LATIHAN 4 1 TUGAS KEWARGANEGARAAN LATIHAN 4 DISUSUN OLEH: NAMA NIM PRODI : IIN SATYA NASTITI : E1M013017 : PENDIDIKAN KIMIA (III-A) S-1 PENDIDIKAN KIMIA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MATARAM

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 117/PUU-XII/2014 Bukti Permulaan untuk Menetapkan Sebagai Tersangka dan Melakukan Penahanan

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 117/PUU-XII/2014 Bukti Permulaan untuk Menetapkan Sebagai Tersangka dan Melakukan Penahanan RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 117/PUU-XII/2014 Bukti Permulaan untuk Menetapkan Sebagai Tersangka dan Melakukan Penahanan I. PEMOHON Raja Bonaran Situmeang Kuasa Hukum Dr. Teguh Samudera, SH., MH.,

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 109/PUU-XIV/2016 Jabatan Pimpinan Dewan Perwakilan Daerah (DPD)

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 109/PUU-XIV/2016 Jabatan Pimpinan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 109/PUU-XIV/2016 Jabatan Pimpinan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) I. PEMOHON 1. Gusti Kanjeng Ratu Hemas; 2. Djasarmen Purba, S.H.; 3. Ir. Anang Prihantoro; 4. Marhany

Lebih terperinci

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 69/PUU-XIII/2015 Hak Milik dan Hak Guna Bangunan Terhadap Warga Negara Indonesia yang Menikah dengan Warga Negara Asing I. PEMOHON Ike Farida II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membuat UU. Sehubungan dengan judicial review, Maruarar Siahaan (2011:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membuat UU. Sehubungan dengan judicial review, Maruarar Siahaan (2011: 34 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Judicial Review Kewenangan Judicial review diberikan kepada lembaga yudikatif sebagai kontrol bagi kekuasaan legislatif dan eksekutif yang berfungsi membuat UU. Sehubungan

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA I. UMUM Bahwa hak asasi manusia yang tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945, Deklarasi Universal

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 99/PUU-XIV/2016 Korelasi Perjanjian Kerja Untuk Waktu Tertentu dan Perjanjian Kerja Untuk Waktu Tidak Tertentu

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 99/PUU-XIV/2016 Korelasi Perjanjian Kerja Untuk Waktu Tertentu dan Perjanjian Kerja Untuk Waktu Tidak Tertentu RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 99/PUU-XIV/2016 Korelasi Perjanjian Kerja Untuk Waktu Tertentu dan Perjanjian Kerja Untuk Waktu Tidak Tertentu I. PEMOHON Hery Shietra, S.H...... selanjutnya disebut

Lebih terperinci

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 68/PUU-XII/2014 Syarat Sahnya Perkawinan (Agama)

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 68/PUU-XII/2014 Syarat Sahnya Perkawinan (Agama) RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 68/PUU-XII/2014 Syarat Sahnya Perkawinan (Agama) I. PEMOHON 1. Damian Agata Yuvens, sebagai Pemohon I; 2. Rangga sujud Widigda, sebagai Pemohon II; 3. Anbar

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 18/PUU-IX/2011 Tentang Verifikasi Partai

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 18/PUU-IX/2011 Tentang Verifikasi Partai RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 18/PUU-IX/2011 Tentang Verifikasi Partai I. PEMOHON Drs. H. Choirul Anam dan Tohadi, S.H., M.Si. KUASA HUKUM Andi Najmi Fuadi, S.H., M.H, dkk, adalah advokat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita

BAB I PENDAHULUAN. faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap anak adalah bagian dari penerus generasi muda yang merupakan faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita perjuangan bangsa

Lebih terperinci

ANALISIS UUD 1945 SEBELUM DAN SESUDAH AMANDEMEN. Pasal 19 s/d 37. Tugas untuk memenuhi Mata Kulia Pendidikan Kewarganegaraan

ANALISIS UUD 1945 SEBELUM DAN SESUDAH AMANDEMEN. Pasal 19 s/d 37. Tugas untuk memenuhi Mata Kulia Pendidikan Kewarganegaraan ANALISIS UUD 1945 SEBELUM DAN SESUDAH AMANDEMEN Pasal 19 s/d 37 Tugas untuk memenuhi Mata Kulia Pendidikan Kewarganegaraan Yang dibina oleh Bapak Gatot Isnani Oleh Kelompok Ihwan Firdaus Ma rifatun Nadhiroh

Lebih terperinci

TANYA JAWAB PERATURAN BERSAMA MENTERI AGAMA DAN MENTERI DALAM NEGERI NO. 9 DAN 8 TAHUN 2006

TANYA JAWAB PERATURAN BERSAMA MENTERI AGAMA DAN MENTERI DALAM NEGERI NO. 9 DAN 8 TAHUN 2006 TANYA JAWAB PERATURAN BERSAMA MENTERI AGAMA DAN MENTERI DALAM NEGERI NO. 9 DAN 8 TAHUN 2006 BAB I KETENTUAN UMUM 1. Apa yang dimaksud dengan kerukunan umat beragama? Kerukunan umat beragama adalah keadaan

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 27/PUU-XIII/2015 Status Pegawai Honorer dengan Berlakunya Undang-Undang Aparatur Sipil Negara

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 27/PUU-XIII/2015 Status Pegawai Honorer dengan Berlakunya Undang-Undang Aparatur Sipil Negara RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 27/PUUXIII/2015 Status Pegawai Honorer dengan Berlakunya UndangUndang Aparatur Sipil Negara I. PEMOHON Rochmadi Sularsono II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian Materiil UndangUndang

Lebih terperinci

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA MATERI AUDIENSI DAN DIALOG DENGAN FINALIS CERDAS CERMAT PANCASILA, UUD NEGARA RI TAHUN 1945, NKRI, BHINNEKA TUNGGAL IKA, DAN KETETAPAN MPR Dr. H. Marzuki Alie

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 138/PUU-XII/2014 Hak Warga Negara Untuk Memilih Penyelenggara Jaminan Sosial

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 138/PUU-XII/2014 Hak Warga Negara Untuk Memilih Penyelenggara Jaminan Sosial RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 138/PUU-XII/2014 Hak Warga Negara Untuk Memilih Penyelenggara Jaminan Sosial I. PEMOHON 1. Perseroan Terbatas Papan Nirwana, dalam hal ini diwakili oleh Susy Sandrawati

Lebih terperinci

HAK MANTAN NARAPIDANA SEBAGAI PEJABAT PUBLIK DALAM PERSPEKTIF HAK ASASI MANUSIA

HAK MANTAN NARAPIDANA SEBAGAI PEJABAT PUBLIK DALAM PERSPEKTIF HAK ASASI MANUSIA HAK MANTAN NARAPIDANA SEBAGAI PEJABAT PUBLIK DALAM PERSPEKTIF HAK ASASI MANUSIA Oleh: Yeni Handayani * Naskah diterima : 29 September 2014; disetujui : 13 Oktober 2014 Indonesia adalah negara yang berdasar

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 98/PUU-XIII/2015 Izin Pemanfaatan Hutan

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 98/PUU-XIII/2015 Izin Pemanfaatan Hutan RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 98/PUU-XIII/2015 Izin Pemanfaatan Hutan I. PEMOHON - P.T. Inanta Timber & Trading Coy Ltd.yang diwakili oleh Sofandra sebagai Direktur Utama -------------------------------------

Lebih terperinci

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 5/PUU-XIII/2015 Pengecualian Pembina dalam Menerima Gaji, Upah, atau Honorarium Pengurus

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 5/PUU-XIII/2015 Pengecualian Pembina dalam Menerima Gaji, Upah, atau Honorarium Pengurus RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 5/PUU-XIII/2015 Pengecualian Pembina dalam Menerima Gaji, Upah, atau Honorarium Pengurus I. PEMOHON Dahlan Pido II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian Materiil Undang-Undang

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 99/PUU-XIII/2015 Tindak Pidana Kejahatan Yang Menggunakan Kekerasan Secara Bersama-Sama Terhadap Barang

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 99/PUU-XIII/2015 Tindak Pidana Kejahatan Yang Menggunakan Kekerasan Secara Bersama-Sama Terhadap Barang RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 99/PUU-XIII/2015 Tindak Pidana Kejahatan Yang Menggunakan Kekerasan Secara Bersama-Sama Terhadap Barang I. PEMOHON Mardhani Zuhri Kuasa Hukum Neil Sadek, S.H.dkk., berdasarkan

Lebih terperinci

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 80/PUU-XII/2014 Ketiadaan Pengembalian Bea Masuk Akibat Adanya Gugatan Perdata

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 80/PUU-XII/2014 Ketiadaan Pengembalian Bea Masuk Akibat Adanya Gugatan Perdata RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 80/PUU-XII/2014 Ketiadaan Pengembalian Bea Masuk Akibat Adanya Gugatan Perdata I. PEMOHON Moch. Ojat Sudrajat S. II. III. IV. OBJEK PERMOHONAN Pengujian Materiil

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 81/PUU-XV/2017 Larangan Iklan Rokok

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 81/PUU-XV/2017 Larangan Iklan Rokok RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 81/PUU-XV/2017 Larangan Iklan Rokok I. PEMOHON 1. Pemuda Muhammadiyah, diwakili oleh Dahnil Anzar Simanjuntak dalam kedudukannya sebagai Ketua Umum Pimpinan Pusat Pemuda

Lebih terperinci

2008, No.59 2 c. bahwa dalam penyelenggaraan pemilihan kepala pemerintah daerah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pem

2008, No.59 2 c. bahwa dalam penyelenggaraan pemilihan kepala pemerintah daerah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pem LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.59, 2008 OTONOMI. Pemerintah. Pemilihan. Kepala Daerah. Perubahan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844) UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 34/PUU-XIV/2016 Persyaratan Bagi Kepala Daerah di Wilayah Provinsi Papua

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 34/PUU-XIV/2016 Persyaratan Bagi Kepala Daerah di Wilayah Provinsi Papua RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 34/PUU-XIV/2016 Persyaratan Bagi Kepala Daerah di Wilayah Provinsi Papua I. PEMOHON 1. Hofni Simbiak, STh., (Pemohon I); 2. Robert D. Wanggai, (Pemohon II); 3. Benyamin

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 51/PUU-XIII/2015 Pembentukan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015, Pengusungan Pasangan Calon oleh Partai Politik, Sanksi Pidana Penyalahgunaan Jabatan dalam Penyelenggaraan

Lebih terperinci

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 33/PUU-XIV/2016 Kewenangan Mengajukan Permintaan Peninjuan Kembali. Anna Boentaran,. selanjutnya disebut Pemohon

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 33/PUU-XIV/2016 Kewenangan Mengajukan Permintaan Peninjuan Kembali. Anna Boentaran,. selanjutnya disebut Pemohon I. PEMOHON RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 33/PUU-XIV/2016 Kewenangan Mengajukan Permintaan Peninjuan Kembali Anna Boentaran,. selanjutnya disebut Pemohon Kuasa Hukum: Muhammad Ainul Syamsu, SH.,

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 74/PUU-XV/2017

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 74/PUU-XV/2017 RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 74/PUU-XV/2017 Keterangan Saksi Yang Diberikan di Bawah Sumpah dan Tidak Hadir Dalam Persidangan Disamakan Nilainya dengan Keterangan Saksi Di Bawah Sumpah Yang Diucapkan

Lebih terperinci

Catatan Koalisi Perempuan Indonesia terhadap Putusan Mahkamah Konstitusi Perkara Nomor 46/PUU-XIV/2016

Catatan Koalisi Perempuan Indonesia terhadap Putusan Mahkamah Konstitusi Perkara Nomor 46/PUU-XIV/2016 Catatan Koalisi Perempuan Indonesia terhadap Putusan Mahkamah Konstitusi Perkara Nomor 46/PUU-XIV/2016 DPR & PRESIDEN PERLU MEMPERHATIKAN PERTIMBANGAN HUKUM MAHKAMAH KONSTITUSI DALAM MERUMUSKAN PASAL KESUSILAAN

Lebih terperinci

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA EKSISTENSI PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG DALAM SISTEM PERUNDANG-UNDANGAN UNDANGAN DI INDONESIA MATERI DISAMPAIKAN OLEH: HAKIM KONSTITUSI MARIA FARIDA

Lebih terperinci

INSTRUMEN NASIONAL HAK ASASI MANUSIA (HAM)

INSTRUMEN NASIONAL HAK ASASI MANUSIA (HAM) Jamuan Ilmiah tentang Hukum Hak Asasi Manusia bagi Tenaga Pendidik Akademi Kepolisian Semarang Jogjakarta Plaza Hotel, 16 18 Mei 2017 MAKALAH INSTRUMEN NASIONAL HAK ASASI MANUSIA (HAM) Oleh: Despan Heryansyah,

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2003 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2002 TENTANG

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 62/PUU-XV/2017

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 62/PUU-XV/2017 RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 62/PUU-XV/2017 Verifikasi Partai Politik Yang Akan Mengikuti Pemilu 2019 I. PEMOHON Partai Persatuan Indonesia, yang diwakili oleh: 1. Hary Tanoesoedibjo; 2. Ahmad Rofiq.

Lebih terperinci