PERENCANAAN KOTA YANG MENYELURUH UNTUK MASA DEPAN KOTA YANG LEBIH BAIK Holistic Urban Planning for Better Future of the City ABSTRAK

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PERENCANAAN KOTA YANG MENYELURUH UNTUK MASA DEPAN KOTA YANG LEBIH BAIK Holistic Urban Planning for Better Future of the City ABSTRAK"

Transkripsi

1 PERENCANAAN KOTA YANG MENYELURUH UNTUK MASA DEPAN KOTA YANG LEBIH BAIK Holistic Urban Planning for Better Future of the City Teti Handayani* ABSTRAK Tujuan utama dari perencanaan tata ruang daerah adalah untuk mengoptimalkan pemanfaatan ruang dengan tetap memperhatikan keseimbangan dan kelestarian lingkungan. Tanah sebagai subsistem ruang terbatas luasannya. Keterbatasan ini cenderung menimbulkan berbagai konflik kepentingan. Sementara itu kontrol terhadap pembangunan seringkali tidak berjalan sebagaimana seharusnya. Keputusan-keputusan mengenai ijin pembangunan kerapkali dibuat untuk kepentingan sesaat tanpa mempertimbangkan dampak yang dapat ditimbulkan dikemudian hari. Padahal untuk dapat terbitnya ijin persetujuan pembangunan harus melalui suatu proses yang panjang yang melibatkan banyak institusi. Bagaimanapun keefektifan mekanisme perencanaan dan pengendaliannya masih dipertanyakan, karena masih terlihat banyak terjadi pelanggaran. Tulisan ini bertujuan mengupas permasalahan dalam mekanisme perencanaan pembangunan fisik kota untuk mendapatkan satu mekanisme yang lebih komprehensif dalam proses perencanaan pembangunan kota, yang diharapkan dalam penerapannya mekanisme tersebut dapat lebih efektif. Penelitian ini merupakan satu studi pendahuluan yang selanjutnya dapat di detailkan lagi pada masing-masing segmen pengamatan. Kata Kunci: Perencanaan kota, Partisipasi Masyarakat, Penegakan Hukum. PENDAHULUAN Tujuan dasar perencanaan daerah yaitu memanfaatkan ruang daerah secara optimal sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan daya dukung alam akan tinggal wacana saja jika pembangunan tidak dikendalikan secara baik dan benar, terlebih lagi di daerah perkotaan. Kota akan dipadati oleh bangunan-bangunan komersial, komplekkomplek perumahan baru, rumah toko (ruko), rumah kantor (rukan), dsb. Semua itu sebagai pengejawantahan modernisasi dan tingginya tingkat pemenuhan kebutuhan komersial masyarakat kota. Hal ini dapat berlangsung terus tanpa tahu/tidak mau tahu berapa sebenarnya tingkat kebutuhan dan kemampuan masyarakat untuk mengakses fasilitas-fasilitas tersebut. Hingga tiba pada satu keadaan dimana kota dipadati oleh bangunan. Hilangnya taman-taman kota, munculnya permukimanpermukiman liar dan kumuh, banjir, kemacetan dimana-mana, polusi udara, air, dan tanah. Hal tersebut dapat terjadi karena kurang terpikirkannya dampak negatif apa yang dapat ditimbulkan oleh keberadaan bangunanbangunan yang terus dibiarkan tumbuh tersebut terhadap lingkungan di sekitarnya, seperti masih cukup tersediakah daerah resapan air dan ruang *Teti Handayani,ST., MA.;Pengajar pada Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Mataram 19

2 terbuka sebagai paru-paru kota? Seberapa besar bangkitan arus lalu lintas yang ditimbulkan oleh adanya bangunan-bangunan tersebut nantinya?, dsb. Permasalahan-permasalahan mendasar kerap juga muncul sebagai akibat ketidaktahuan atau ketidakperdulian masyarakat terhadap aturan-aturan yang ada. Mencuatnya permasalahan-permasalahan klasik tersebut memunculkan pertanyaan terhadap mekanisme perencanaan, pengendalian dan kontrol pembangunan yang telah dilakukan. Sudah efektifkah mekanisme yang selama ini diberlakukan? Apakah keputusan-keputusan persetujuan pembangunan dibuat tanpa mempertimbangkan dampak negatif yang akan ditimbulkan secara lebih cermat, sehingga ketika pembangunan fisik dilaksanakan dan dampak operasional bangunan mulai terasakan, maka ada banyak pihak yang dirugikan. Padahal untuk dapat terbitnya ijin persetujuan pembangunan harus melalui suatu proses yang panjang yang melibatkan banyak institusi. Dalam proses pengurusan perijinan tersebut dokumen-dokumen permohonan diperiksa dan dikaji. Peninjauan ke lapangan pun dilakukan untuk menyocokkan peruntukan lokasi di lapangan, menyocokkan data tanah di lapangan dengan di gambar, dan sebagainya. Bagaimanapun proses tersebut masih dipertanyakan keefektifannya karena melihat masih banyak terjadi pelanggaran tata ruang, garis sempadan, banyak pembangunan dilakukan tanpa/belum memiliki ijin, ketidaksesuaian antara ijin yang diberikan dengan bangunan yang didirikan, dsb. Terkait dengan tata ruang, sampai saat ini prinsip-prinsip dan ketentuan-ketentuan yang digunakan sebagai landasan pijak untuk pembuatan keputusan masih bersifat umum, sehingga keputusan-keputusan yang diambil menimbulkan masalah saat rencana pembangunan direalisasikan. Misalnya pemberian ijin lokasi yang didasarkan hanya kepada fungsi peruntukan yang tertera pada rencana tata ruang, tanpa memperhitungkan lebih jauh tentang tingkat kepadatan bangunan yang telah ada pada lokasi tersebut, kondisi lalu lintas pada saat itu baik kapasitas maupun kualitas, dukungan sarana dan prasarana, dan lainnya. Satu lagi permasalahan perencanaan adalah data-data yang digunakan sebagai input utama untuk menyusun suatu rencana masih sangat kurang, baik secara kuantitas maupun kualitas. Kondisi ini dapat dilihat dari adanya perbedaan data yang dimiliki oleh satu instansi dengan instansi lainnya, seperti data statistik kependudukan. Tidak akuratnya data berdampak pada kualitas hasil perencanaan. Beberapa permasalahan dasar di dalam mekanisme perencanaan pembangunan fisik kota (Budihardjo;1997 dan BUIP; 2000) yaitu: 1. Lemahnya penegakan hukum Pelanggaran-pelanggaran hukum yang terjadi dapat disebabkan oleh hal-hal seperti tidak jelasnya materi hukum yang digunakan sebagai titik tolak kegiatan, rendahnya tingkat kredibilitas aparat penegak hukum dan rendahnya kesadaran hukum. Tiga hal tersebut mempunyai kaitan yang erat. Hingga saat ini pelanggar tata ruang sangat jarang mendapat sanksi yang berat. Padahal dampak yang mungkin ditimbulkan oleh pelanggaran tersebut sudah menyebabkan banyak kerugian bagi orang lain, contohnya: peningkatan arus lalu lintas yang menyebabkan kemacetan, pencemaran air, tanah, udara, dsb. 20

3 2. Perencanaan yang kurang sistematik, holistic dan kurang partisipasi masyarakat Perencanaan yang disusun sebagai dasar pengambilan keputusan pembangunan belum melihat permasalahan yang ada secara terstruktur dan menyeluruh. Kecenderungan untuk lebih mementingkan guna dan kurang memperhatikan dampak-dampak yang akan ditimbulkan dari suatu perencanaan pembangunan berakibat pada seringnya timbul permasalahan permasalahan baru. Tidak tepatnya keputusan yang dihasilkan dapat menyebabkan terakumulasinya dampak pembangunan tersebut. Disamping itu, data dan informasi yang digunakan sebagai input utama bagi perencanaan terkadang kurang akurat, sehingga dalam implementasinya tidak sesuai target perencanaan. Disamping itu, kurangnya pelibatan masyarakat di dalam proses penyusunannya memberi dampak pada perencanaan yang kurang mendapat respon positif dari masyarakat seperti rasa tanggung jawab dan rasa turut memiliki terhadap apa-apa yang dihasilkan dari pelaksanaan program dan keputusan-keputusan tersebut. 3. Perencanaan yang tertinggal oleh laju pembangunan Adanya perencanaan jangka panjang beserta peraturan-peraturan pembangunannya telah diupayakan sebagai pemandu dan sekaligus bingkai bagi para pelaku pembangunan, akan tetapi angka pertumbuhan kota melampoi rencana-rencana yang ada. 4. Perencanaan dan program yang tidak diimbangi dengan cukupnya pendanaan Kurangnya dukungan dana mengakibatkan perencanaan yang sudah disusun tidak sepenuhnya dapat diimplementasikan, contohnya masih banyak hasil studi mengenai penataan lingkungan maupun kawasan yang tidak terimplementasi sesuai harapan, dimana salah satunya disebabkan oleh kurangnya ketersediaan dana. 5. Lemahnya sistem manajemen pembangunan Lemahnya sistem manajemen dipengaruhi oleh banyak faktor, seperti: tidak memadainya pengetahuan dan keahlian sumber daya manusianya, kelengkapan peralatannya, ketepatan dalam pendistribusian fungsi dan tanggung jawab di dalam organisasi, pembuatan keputusan, kelengkapan informasi, sistem pengawasan dan sistem koordinasinya. Di samping itu, kurang adanya transparansi di dalam prosedur, proses dan pembuatan keputusan juga merupakan salah satu tanda lemahnya sistem manajemen. Dari permasalahan yang ada di atas maka dapat dirumuskan bagaimana mekanisme perencanaan pembangunan fisik kota yang dapat lebih efektif mengatasi persoalan tata ruang kota? TINJAUAN PUSTAKA Tujuan Penataan Ruang Undang-undang Republik Indonesia No. 24 Tahun 1992 berbicara tentang Penataan Ruang. Pada Bab II Pasal 3 dari undang-undang tersebut secara jelas mengungkapkan tujuan dari penataan ruang yaitu: 21

4 1. Terselenggaranya pemanfaatan ruang berwawasan lingkungan yang berlandaskan Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional 2. Terselenggaranya pengaturan pemanfaatan ruang kawasan lindung dan kawasan budaya 3. Tercapainya pemanfaatan ruang yang berkualitas, untuk: a. Mewujudkan kehidupan bangsa yang cerdas, berbudi luhur dan sejahtera; b. Mewujudkan keterpaduan dalam penggunaan sumber daya alam dan sumber daya buatan dengan memperhatikan sumber daya manusia; c. Meningkatkan pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya buatan secara berdaya guna, berhasil guna, dan tepat guna untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia; d. Mewujudkan keseimbangan kepentingan kesejahteraan dan keamanan. Hak Dan Kewajiban Masyarakat Terhadap Penataan Ruang Pada kebanyakan perencanaan kota dan lingkungan, masyarakat acapkali dilihat sekedar sebagai konsumen yang pasif. Memang mereka diberi tempat untuk aktivitas kehidupan, kerja, rekreasi, belanja dan bermukim, akan tetapi kurang diberi peluang untuk ikut dalam proses penentuan kebijakan dan perencanaannya (Budihardjo ; 1997) Undang-undang Republik Indonesia No. 24 Tahun 1992 ada mengatur tentang hak dan kewajiban warga Negara terhadap penataan ruang, hal ini dicantumkan pada Bab III Pasal 4 dan 5 yang antara lain berbunyi sebagai berikut: 1. Setiap orang berhak untuk: a. mengetahui rencana tata ruang b. berperan serta dalam penyusunan rencana tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang; 2. Setiap orang berkewajiban berperan serta dalam memelihara kualitas ruang 3. Setiap orang berkewajiban mentaati rencana tata ruang yang telah ditetapkan. Hak mengenai peran serta masyarakat dalam penataan ruang secara lebih jelas tertuang dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 69 Tahun 1996 tentang Pelaksanaan hak dan kewajiban, serta Bentuk dan Tata Cara Peran Serta Masyarakat Dalam Penataan Ruang. Pada Bab II Bagian Pertama Pasal 2 (a) berbunyi bahwa hak masyarakat adalah berperan serta dalam proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang. Selanjutnya pada Bab III Bagian ketiga Pasal 17 (a & b) diungkapkan mengenai peran serta masyarakat dalam pengendalian pemanfaatan ruang wilayah kabupaten atau ruang kawasan di wilayah kabupaten yaitu berupa pengawasan terhadap pemanfaatan ruang, juga berupa bantuan pemikiran atau pertimbangan untuk penertiban kegiatan pemanfaatan ruang dan peningkatan kualitas pemanfaatan ruang. 22

5 Hukum Dalam Penataan Ruang Menurut Budihardjo (1997 ; 12), salah satu kelemahan yang paling meresahkan dalam proses perencanaan, implementasi dan pengelolaan pembangunan dan lingkungan hidup di Indonesia adalah tipisnya wibawa dan kekuatan hukum suatu produk rencana tata ruang. Tata ruang yang sudah tersusun dapat dengan begitu saja dijungkirbalikkan karena adanya surat sakti dari penguasa dan pejabat kalangan atas. Kredibilitas aparat penegak hukum dan efektifitas materi peraturan hukum dapat tercapai bila ada KESADARAN HUKUM baik oleh aparat maupun oleh masyarakat.kesadaran hukum sangat penting untuk mewujudkan efektivitas hukum. Betapapun baiknya materi hukum dan betapapun bagusnya integritas aparat penegak hukum namun jika masyarakat tidak memiliki kesadaran hukum, supremasi hukum akhirnya sulit ditegakkan. Terwujudnya kesadaran hukum masyarakat tidak terlepas dari pengaruh kesadaran hukum aparat penegak hukum. Kongkritnya, aparat yang suka disuap atau yang terbiasa memperjualbelikan jabatan akan berpengaruh buruk terhadap upaya menimbulkan kesadaran hukum masyarakat. Masyarakat papan atas yang kesadaran hukumnya rendah akan cenderung menyuap aparat demi lancarnya urusan dan demi kepentingan pribadi mereka. Semua komponen tersebut harus dibangun secara simultan untuk tercapainya supremasi hukum. Dalam hal ini masyarakat mempunyai peran yang sangat besar (Bappeda Kota Denpasar; 2001) METODE PENELITIAN Penelitian ini dilakukan berdasarkan kajian pustaka yang disertai dengan melakukan pengamatan di lapangan pada kasus-kasus perkotaan yang terkait langsung dengan topik bahasan. Obyek studi (kota) tidak dibahas secara khusus dengan mengambil kota tertentu sebagai contoh kasus, melainkan diungkap kasus perkotaan secara umum. Penelitian difokuskan pada sisi mekanisme pengelolaan perkotaan (urban management) untuk dapat menjawab rumusan masalah tentang bagaimana mekanisme perencanaan pembangunan fisik perkotaan yang dapat lebih efektif mengatasi persoalan tata ruang kota. Penelitian ini merupakan satu studi pendahuluan yang selanjutnya dapat di detailkan lagi pada masing-masing segmen pengamatan. HASIL DAN PEMBAHASAN Eksistensi Masyarakat dan Peran Pemerintah Program-program strategis di bidang perencanaan disusun untuk mengatasi masalah-masalah yang timbul sebagai dampak negatif dari laju perkembangan kota, serta untuk mengantisipasi pertumbuhan pembangunan di masa-masa yang akan datang. Rencana program-program strategis tersebut dilengkapi dengan pedoman yang akan mengatur pelaksanaannya, seperti peraturan-peraturan dan keputusan-keputusan. Namun, seringkali sistem tersebut menjadi tidak efektif dan tidak efisien dengan melihat kenyataan bahwa pelanggaran masih terus berlangsung. 23

6 Terjadinya pelanggaran terhadap tata ruang dapat disebabkan oleh banyak faktor, seperti ketidaktransparanan pemerintah, tidak adanya sosialisasi/informasi yang jelas tentang rencana-rencana pemerintah, tidak jelasnya isi peraturan (terkesan abu-abu ), rendahnya kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah, dan ketidakperdulian masyarakat terhadap aturan-aturan pemerintah. Hingga saat ini pelanggar tata ruang sangat jarang mendapat sanksi yang berat. Padahal dampak yang ditimbulkan oleh pelanggaran tersebut dapat menyebabkan banyak kerugian bagi orang lain. Hal ini merefleksikan rendahnya tingkat kredibilitas aparat penegak hukum. Seyogyanya di dalam suatu sistem tata pemerintahan yang baik dan bersih (good and clean governance), salah satu prinsip yang harus dimiliki adalah adanya ketransparanan. Prinsip ini harus diaplikasikan di dalam setiap prosedur, proses, penyusunan program/rencana-rencana pembangunan, keputusan-keputusan dan perjanjian-perjanjian penanaman modal. Ketransparanan akan memudahkan penerimaan informasi oleh masyarakat, yang berdampak pada meningkatnya akuntabilitas pemerintah. Transparansi pada hakekatnya dibangun berdasarkan kebebasan arus informasi, dimana informasi yang diberikan harus cukup singkat, jelas dan yang terpenting adalah bahwa informasi yang disampaikan dapat dipercaya. Akan tetapi ketransparanan saja tidak cukup untuk menjadikan suatu sistem pemerintahan menjadi baik. Ini harus didukung oleh prinsipprinsip lainnya, seperti prinsip peran serta masyarakat (community participation), prinsip kesejajaran (equity), akuntabilitas (accountability), dsb. yang harus dikolaborasikan untuk membentuk suatu sistem pemerintahan yang baik (good governance). Prinsip kesejajaran akan menempatkan setiap manusia pada kedudukan yang sejajar tanpa membedakan jenis kelamin, warna kulit, suku dan agama. Mereka sama-sama memiliki hak untuk bersuara, mengeluarkan pendapat dan memperoleh perlakuan yang sama dalam hukum. Sebab pada hakekatnya, esensi dari sistim demokrasi adalah merupakan suatu proses deliberasi dan pilihan diantara perbedaan kelompok sosial dan individu. Sebuah pemerintahan juga memerlukan akuntabilitas, karena Pemerintah berfungsi melakukan pelayanan terhadap masyarakat umum. Yang mencakup antara lain, pengalokasian dana, menjamin kenyamanan dan keamanan masyarakat dan menjamin kestabilan dalam bidang ekonomi. Kemampuan mengatur pemerintahan sebagai salah satu pencerminan akuntabilitas Pemerintah, bisa mengurangi perbuatan korupsi dan memberi jaminan kepada masyarakat bahwa semua tindakan yang dilakukan oleh Pemerintah berdasarkan untuk kepentingan masyarakat. Disamping itu masyarakat tidak lagi ditempatkan sebagai obyek penderita dalam suatu perencanaan, melainkan ikut dilibatkan sebagai subyek dalam perencanaan, yang akan ikut berpartisipasi dalam penyusunan rencana tata ruang. Namun, ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan, yaitu: sifat dan macam peran masyarakat, bentuk mekanisme yang sesuai untuk menumbuhkembangkan peran serta masyarakat, serta perlu adanya perubahan kelembagaan untuk mengintegrasikan peran 24

7 masyarakat di dalam mekanisme pembangunan pada umumnya dan khususnya di dalam sistem perencanaan. Keberhasilan pencapaiannya sangat tergantung kepada komitmen bersama antara pemerintah dan masyarakat. Di satu sisi Pemerintah perlu mempunyai pemahaman yang baik dan benar untuk mengakomodasikan pendapat-pendapat, keinginan-keinginan dan persepsi masyarakat yang membutuhkan adanya perubahan cara pandang Pemerintah terhadap konsep partisipasi masyarakat untuk menciptakan kerjasama yang baik. Sementara itu, masyarakat perlu mengorganisir dirinya ke dalam bentuk forum yang mampu menyusun dan menyepakati pendapat-pendapat, keinginan-keinginan dan persepsi sebagai satu suara sebagai hasil kemufakatan bersama. Kontrol Pembangunan Kebutuhan akan adanya kontrol/pengendalian yang ketat terhadap pembangunan di perkotaan sudah sangat mendesak. Perlu adanya pengutamaan evaluasi terhadap dampak atau akibat-akibat proyek, disamping pengutamaan terhadap guna/manfaat proyek tersebut. Selama ini pengkajian dokumen permohonan persetujuan pembangunan seringkali belum dilakukan secara mendalam. Persyaratan adanya proses AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan) yang merupakan satu langkah dalam proses pembangunan dan diperuntukkan bagi proyek-proyek yang dipandang memiliki dampak lingkungan yang cukup besar juga tidak cukup gregetnya. Dalam banyak kasus, dokumen AMDAL telah disiapkan sebelum dilakukan studi kelayakan dan tidak merupakan bagian integral dari penilaian secara menyeluruh terhadap kelayakan proyek (BUIP; 2000). Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya pelanggaran hukum yang berakibat pada ketidaktertiban, ketidakteraturan ruang, tidak terkendalinya pembangunan, dsb, yang berujung pada kerusakan lingkungan, kerugian materi bahkan kerugian jiwa. Dari pengalaman masa lalu banyak yang dapat dipelajari, peraturan-peraturan banyak dibuat, tetapi masih banyak ada kebijakan-kebijakan bahkan surat sakti yang jelasjelas melumpuhkan kekuatan peraturan-peraturan itu sendiri. Untuk dapat tegaknya hukum secara benar maka perlu dilakukan pembenahan di dua titik utama yaitu: materi peraturan hukum sebagai legal substansinya dan para pelakunya baik aparat penegak hukum maupun masyarakat, sebab sebagus apapun materi hukumnya tapi jika para pelakunya tidak memiliki kredibilitas, maka semua akan sia-sia. Manajemen Perkotaan Devas dan Rakodi dalam Budihardjo (1997) mengutarakan bahwa percuma saja disusun suatu rencana kota yang baik, bila tidak didukung oleh sistem manajemen perkotaan dengan pengelola yang profesional. Keberhasilan dalam mencapai tujuan perencanaan pembangunan harus didukung oleh banyak faktor, salah satu faktor penting adalah kualitas sumber daya manusia. Aspek sumber daya manusia adalah merupakan pilar utama dalam mewujudkan paradigma baru pada seluruh sektor pembangunan yang bersifat multidimensional. 25

8 Tingkat pendidikan dan keahlian aparatur negara adalah merupakan barometer utama untuk mengoptimalkan pelayanan kepada masyarakat. Untuk itu, ilmu pengetahuan dan ketrampilan yang diperoleh baik secara formal maupun informal adalah merupakan penunjang peningkatan kinerja (performance) bila ilmu pengetahuan dan keahlian yang dimiliki sesuai dengan jabatan yang dipegang. Karena pada dasarnya tiap-tiap jenjang jabatan membutuhkan tingkatan kemampuan personel yang tertentu. Sistem Quota dalam pendistribusian pegawai, dirasa sangat tidak efektif. Mengapa? Karena sistem ini tidak dapat memastikan dan menjamin bahwa pegawai yang ditempatkan pada suatu unit kerja memiliki kemampuan yang sesuai dengan tuntutan unit kerja tersebut. Sehingga prinsip the right man in the right place sering tidak terpenuhi. Akibatnya dapat terjadi kecenderungan gagalnya kinerja institusi. Dalam kaitannya dengan sistem perencanaan pembangunan, maka berbagai ilmu pengetahuan dan keahlian dibutuhkan untuk dapat berjalannya sistem sesuai dengan tujuan, seperti kemampuan di bidang perencanaan kota, di bidang lingkungan (penyehatan lingkungan, persampahan, air bersih dan sanitasi), kemampuan di bidang pengairan, arsitektur, transportasi, sosial budaya, teknologi informasi, kepariwisataan dan ekonomi, serta kemampuan di bidang hukum. Beragamnya kemampuan ini harus dapat berkolaborasi untuk bersama-sama menciptakan sebuah perencanaan yang baik, efektif dan efisien yang akan digunakan sebagai pedoman pengembangan kawasan. Dalam hal ini peran koordinasi menjadi sangat penting. Masalah koordinasi selama ini dipandang sebagai hal sederhana, meskipun tidak pada kenyataannya. Kurangnya koordinasi dapat mengakibatkan kurang tepatnya bahkan terdapatnya kemungkinan untuk terjadi kesalahan dalam pengambilan keputusan. Pembangunan yang terkoordinasi akan menciptakan pemanfaatan sumber daya alam yang optimal berlandaskan pada kesatuan pola pikir dan pola tindak untuk mencapai tujuan bersama. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Mekanisme perencanaan dan pembangunan fisik kota yang lebih efektif dapat dicapai dengan: 1. Menciptakan pemerintahan yang baik dan bersih (good and clean governance) Ada empat prinsip dasar untuk membentuk pemerintahan yang baik dan bersih, yaitu: a. Adanya ketransparanan (Transparency) b. Adanya prinsip kesejajaran (Equity) c. Adanya akuntabilitas (Accountability) d. Adanya peran serta masyarakat (Community Participation) 2. Adanya kontrol pembangunan yang ketat 3. Pengimplementasian sistem penegakan hukum secara konsisten dan konsekwen 4. Adanya koordinasi yang baik antar pelaku pembangunan 26

9 5. Adanya peningkatan kemampuan sumber daya manusia secara terus menerus 6. Adanya dukungan perangkat hukum Sehingga kesimpulan akhir dari pembahasan di atas adalah: bahwa optimasi pemanfaatan ruang daerah dengan tetap mempertimbangkan keseimbangan dan kelestarian lingkungan demi kepentingan generasi yang akan datang hanya dapat tercapai bila terjalin suatu pertalian pemahaman yang selaras antara pemerintah, sektor swasta dan masyarakat yang didukung oleh kemauan untuk menegakkan hukum secara benar dan konsisten. Saran Perencanaan sebagai pedoman dasar pembangunan harus dirancang secara sistematis, komprehensif, dan melalui suatu proses yang terbuka. Terbuka disini maksudnya adalah memberi hak dan kewajiban kepada masyarakat untuk berpartisipasi dalam penataan ruang. Selain itu perlu diberikan bukti-bukti bahwa suara wakil masyarakat telah dipelajari dan terakomodasi secara proporsional. Disamping itu, untuk keberhasilan perencanaan dalam pencapaian tujuannya harus pula dirancang metoda untuk memastikan adanya kepatuhan pada rencana-rencana tersebut serta harus dibentuk mekanisme pelaksanaan untuk mengkoordinasikan berbagai aktivitas pembangunan, terutama yang menyangkut sektor kemasyarakatan. DAFTAR PUSTAKA Budihardjo, Eko, 1997, Tata Ruang Perkotaan, Bandung: PT. Alumni. BUIP, 2000, Study on Comulative Environment Impact, Bappedal Propinsi Bali. Cole, G.A., 1993, Personnel Management: Teory and Practice, London: Aldine House Dwidjowijoto Riant Nugroho, 2000, Organisasi Publik Masa Depan Redefinisi Peran Pemerintah, Jakarta: Perpod. Geriya Wayan (Editor), 2001, Konsep Dasar Pembangunan Kota Denpasar yang Berwawasan Budaya (Sebuah Bunga Rampai), Denpasar: Bappeda Kota Denpasar James Alm and Roy Bahl (1999), Decentralization in Indonesia: Prospects and Problems James H. Michel (1997), Evaluation of Programs Promoting Participatory Development and Good Governance, Paris: OECD Sumodiningrat Gunawan, 2000, Perencanaan Pembangunan Daerah dan Penyusunan Program Kegiatan, Jakarta: Perpod. Undang-Undang Republik Indonesia No.24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang. Undang-Undang, No.22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.69 Tahun 1996 tentang Pelaksanaan Hak dan Kewajiban, Serta Bentuk dan Tata Cara Peran Serta Masyarakat Dalam Penataan Ruang. 27

Pedoman Pelibatan Masyarakat dan Swasta dalam Pemanfaatan Ruang Perkotaan

Pedoman Pelibatan Masyarakat dan Swasta dalam Pemanfaatan Ruang Perkotaan Pedoman Pelibatan Masyarakat dan Swasta dalam Pemanfaatan Ruang Perkotaan DRAFT KEEMPAT JANUARI 2003 Subdit Peran Masyarakat Direktorat Penataan Ruang Nasional Direktorat Jenderal Penataan Ruang Departemen

Lebih terperinci

Undang Undang No. 23 Tahun 1997 Tentang : Pengelolaan Lingkungan Hidup

Undang Undang No. 23 Tahun 1997 Tentang : Pengelolaan Lingkungan Hidup Undang Undang No. 23 Tahun 1997 Tentang : Pengelolaan Lingkungan Hidup Oleh : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor : 23 TAHUN 1997 (23/1997) Tanggal : 19 SEPTEMBER 1997 (JAKARTA) Sumber : LN 1997/68; TLN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2012 TENTANG IZIN LINGKUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2012 TENTANG IZIN LINGKUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2012 TENTANG IZIN LINGKUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 33,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2007 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG NASIONAL TAHUN 2005 2025

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2007 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG NASIONAL TAHUN 2005 2025 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2007 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG NASIONAL TAHUN 2005 2025 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang Mengingat

Lebih terperinci

Pedoman Umum Good Corporate Governance Indonesia 2006 ini merupakan penyempurnaan dari Pedoman Umum GCG Indonesia tahun 2001.

Pedoman Umum Good Corporate Governance Indonesia 2006 ini merupakan penyempurnaan dari Pedoman Umum GCG Indonesia tahun 2001. Pedoman Umum Good Corporate Governance Indonesia 2006 ini merupakan penyempurnaan dari Pedoman Umum GCG Indonesia tahun 2001. Komite Nasional Kebijakan Governance Gedung Bursa Efek Jakarta Tower I - Lt.

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

PROGRAM PEMBANGUNAN NASIONAL (PROPENAS) TAHUN

PROGRAM PEMBANGUNAN NASIONAL (PROPENAS) TAHUN Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 25 TAHUN 2000 (25/2000) Tanggal: 20 NOVEMBER 2000 (JAKARTA) Sumber: LN 2000/206 Tentang: 2000-2004 PROGRAM PEMBANGUNAN NASIONAL (PROPENAS)

Lebih terperinci

Governance Brief. Anggaran Berbasis Kinerja: Tantangannya Menuju Tata Kelola Kehutanan yang Baik

Governance Brief. Anggaran Berbasis Kinerja: Tantangannya Menuju Tata Kelola Kehutanan yang Baik C e n t e r f o r I n t e r n a t i o n a l F o r e s t r y R e s e a r c h Forests and Governance Programme Anggaran Berbasis Kinerja: Tantangannya Menuju Tata Kelola Kehutanan yang Baik Nugroho Adi Utomo

Lebih terperinci

PEDOMAN TATA KELOLA PERUSAHAAN (CODE OF CORPORATE GOVERNANCE)

PEDOMAN TATA KELOLA PERUSAHAAN (CODE OF CORPORATE GOVERNANCE) PEDOMAN TATA KELOLA PERUSAHAAN (CODE OF CORPORATE GOVERNANCE) BAB I, PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Penerapan prinsip-prinsip Tata Kelola Perusahaan Yang Baik/Good Corporate Governance (GCG), tetap memperhatikan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA. Presiden Republik Indonesia,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA. Presiden Republik Indonesia, Copyright 2002 BPHN UU 24/1992, PENATAAN RUANG *8375 Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 24 TAHUN 1992 (24/1992) Tanggal: 13 OKTOBER 1992 (JAKARTA) Sumber: LN 1992/115;

Lebih terperinci

SISTEM PERIJINAN GANGGUAN

SISTEM PERIJINAN GANGGUAN SISTEM PERIJINAN GANGGUAN SEBUAH LAPORAN TENTANG PENGENDALIAN KEKACAUAN JULI 2008 LAPORAN INI DISUSUN UNTUK DITELAAH OLEH THE UNITED STATES AGENCY FOR INTERNATIONAL DEVELOPMENT. LAPORAN INI DISUSUN OLEH

Lebih terperinci

Indonesia Bagaimana Pemohon Bisa Memanfaatkan Hak atas Informasi

Indonesia Bagaimana Pemohon Bisa Memanfaatkan Hak atas Informasi 1 Bagaimana Pemohon Bisa Memanfaatkan Hak atas Informasi Manual untuk Peserta 2 Bagaimana Pemohon Bisa Memanfaatkan Hak atas Informasi Manual Peserta : Bagaimana Pemohon Bisa MemanfaatkanHak Atas Informasi

Lebih terperinci

Belajar dari 10 Propinsi di Indonesia: Upaya Pencapaian MDG s Melalui Inisiatif Multi Pihak

Belajar dari 10 Propinsi di Indonesia: Upaya Pencapaian MDG s Melalui Inisiatif Multi Pihak Belajar dari 10 Propinsi di Indonesia: Upaya Pencapaian MDG s Melalui Inisiatif Multi Pihak Belajar dari 10 Propinsi di Indonesia: Upaya Pencapaian MDG s Melalui Inisiatif Multi Pihak Editor Bahasa : Mirza

Lebih terperinci

Kementerian Pekerjaan Umum

Kementerian Pekerjaan Umum Kementerian Pekerjaan Umum S e k r e t a r i a t J e n d e r a l Satuan Kerja Pusat Kajian Strategis LAPORAN AKHIR Peningkatan Etos Kerja Sumber Daya Manusia PUSTRA Tahun 2010 PT. DDC CONSULTANTS Jl. Masjid

Lebih terperinci

Bab 2 KEBIJAKAN TATA KELOLA PERUSAHAAN YANG BAIK. Strategic Governance Policy. Kebijakan Tata Kelola Perusahaan Yang Baik

Bab 2 KEBIJAKAN TATA KELOLA PERUSAHAAN YANG BAIK. Strategic Governance Policy. Kebijakan Tata Kelola Perusahaan Yang Baik Bab 2 KEBIJAKAN TATA KELOLA PERUSAHAAN YANG BAIK Kebijakan Strategik Tata Kelola Perusahaan Perum LKBN ANTARA Hal. 7 Bagian Kedua KEBIJAKAN TATA KELOLA PERUSAHAAN YANG BAIK II.1. Kebijakan GCG ANTARA ANTARA

Lebih terperinci

Sekapur Sirih 3. Apa & Mengapa Pengarusutamaan Penanggulangan 5 Kemiskinan & Kerentanan (PPKK)

Sekapur Sirih 3. Apa & Mengapa Pengarusutamaan Penanggulangan 5 Kemiskinan & Kerentanan (PPKK) Daftar Isi Sekapur Sirih 3 Apa & Mengapa Pengarusutamaan Penanggulangan 5 Kemiskinan & Kerentanan (PPKK) PPKK & Upaya Penanggulangan Kemiskinan & 8 Kerentanan di Indonesia Kebijakan & Landasan Hukum 15

Lebih terperinci

Bukan hanya laba. Prinsip-prinsip bagi perusahaan untuk melaksanakan tanggung jawab sosial

Bukan hanya laba. Prinsip-prinsip bagi perusahaan untuk melaksanakan tanggung jawab sosial Bukan hanya laba Prinsip-prinsip bagi perusahaan untuk melaksanakan tanggung jawab sosial Penulis Godwin Limberg Ramses Iwan Moira Moeliono Yayan Indriatmoko Agus Mulyana Nugroho Adi Utomo Bukan hanya

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 27 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 27 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS SALINAN PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 27 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelestarian

Lebih terperinci

BUKU AJAR MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA. Oleh : Tim Dosen Mata kuliah Manajemen Sumber Daya Manusia Program Studi Teknik Industri

BUKU AJAR MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA. Oleh : Tim Dosen Mata kuliah Manajemen Sumber Daya Manusia Program Studi Teknik Industri BUKU AJAR MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA Oleh : Tim Dosen Mata kuliah Manajemen Sumber Daya Manusia Program Studi Teknik Industri Fakultas Teknik Universitas Wijaya Putra 2009 KATA PENGANTAR Mata kuliah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52 TAHUN 2009 TENTANG PERKEMBANGAN KEPENDUDUKAN DAN PEMBANGUNAN KELUARGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52 TAHUN 2009 TENTANG PERKEMBANGAN KEPENDUDUKAN DAN PEMBANGUNAN KELUARGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52 TAHUN 2009 TENTANG PERKEMBANGAN KEPENDUDUKAN DAN PEMBANGUNAN KELUARGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa hakikat

Lebih terperinci

Penerapan Model Tata Kelola Keuangan Perguruan Tinggi Yang Baik Untuk Mewujudkan Good University Governance (Studi Pada PTM se Indonesia)

Penerapan Model Tata Kelola Keuangan Perguruan Tinggi Yang Baik Untuk Mewujudkan Good University Governance (Studi Pada PTM se Indonesia) Penerapan Model Tata Kelola Keuangan Perguruan Tinggi Yang Baik Untuk Mewujudkan Good University Governance (Studi Pada PTM se Indonesia) Misbahul Anwar, SE., M.Si DR. Suryo Pratolo, M.Si., Akt., AAP-A

Lebih terperinci

Desain Besar Penataan Daerah di Indonesia

Desain Besar Penataan Daerah di Indonesia Desain Besar Penataan Daerah di Indonesia Partnership for Governance Reform in Indonesia Policy Brief PSG layout.indd 1 4/19/2011 6:18:37 PM Partnership Policy Paper No. 1/2011 Desain Besar Penataan Daerah

Lebih terperinci

Piagam Sumber Daya Alam. Edisi Kedua

Piagam Sumber Daya Alam. Edisi Kedua Piagam Sumber Daya Alam Edisi Kedua Piagam Sumber Daya Alam Edisi Kedua Rantai keputusan piagam sumber daya alam LANDASAN DOMESTIK UNTUK TATA KELOLA SUMBER DAYA Penemuan dan keputusan untuk mengekstraksi

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2013 TENTANG STATUTA UNIVERSITAS INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2013 TENTANG STATUTA UNIVERSITAS INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2013 TENTANG STATUTA UNIVERSITAS INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

GAMBARAN KEMISKINAN DAN ACTION PLAN PENANGANANNYA

GAMBARAN KEMISKINAN DAN ACTION PLAN PENANGANANNYA GAMBARAN KEMISKINAN DAN ACTION PLAN PENANGANANNYA Oleh: Makmun 1 Abstraksi Dalam rangka penanggulangan masalah kemiskinan diperlukan adanya penanganan secara sungguh-sungguh. Seiring dengan dinamika masyarakat

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 31 TAHUN 2012 TENTANG TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 31 TAHUN 2012 TENTANG TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN, PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 31 TAHUN 2012 TENTANG TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN, Menimbang Mengingat : a. bahwa upaya untuk mewujudkan

Lebih terperinci

PENELITIAN HUKUM TENTANG PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM PENGATURAN TATA RUANG. Di bawah pimpinan: Hesty Hastuti, S.H., M.H.

PENELITIAN HUKUM TENTANG PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM PENGATURAN TATA RUANG. Di bawah pimpinan: Hesty Hastuti, S.H., M.H. PENELITIAN HUKUM TENTANG PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM PENGATURAN TATA RUANG Di bawah pimpinan: Hesty Hastuti, S.H., M.H. BADAN PEMBINAAN HUKUM NASIONAL KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA R.I. TAHUN

Lebih terperinci

Manajemen Sumber Daya Manusia

Manajemen Sumber Daya Manusia International Labour Organization Jakarta Manajemen Sumber Daya Manusia untuk Kerjasama dan Usaha yang Sukses Pedoman pelatihan untuk manajer dan pekerja Modul EMPAT SC RE Kesinambungan Daya Saing dan

Lebih terperinci