Keterkaitan Pertumbuhan Penduduk Berdasarkan Hirarki Pusat Pertumbuhan/Pelayanan terhadap Perubahan Struktur Penggunaan Lahan di Provinsi Jambi

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Keterkaitan Pertumbuhan Penduduk Berdasarkan Hirarki Pusat Pertumbuhan/Pelayanan terhadap Perubahan Struktur Penggunaan Lahan di Provinsi Jambi"

Transkripsi

1 Keterkaitan Pertumbuhan Penduduk Berdasarkan Hirarki Pusat Pertumbuhan/Pelayanan terhadap Perubahan Struktur Penggunaan Lahan di Provinsi Jambi Yulmardi, Yulmardi; Junaidi, Junaidi; Nurjanah, Rahma Nurjanah LAPORAN PENELITIAN FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS JAMBI DESEMBER, 2010 Fakultas Ekonomi Universitas Jambi, Desember, 2010

2 RINGKASAN Keterkaitan Pertumbuhan Penduduk Berdasarkan Hirarki Pusat Pertumbuhan/Pelayanan terhadap Perubahan Struktur Penggunaan Lahan di Provinsi Jambi Yulmardi, Junaidi, Rahma Nurjanah Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis: (1) pertumbuhan penduduk kabupaten/kota di Provinsi jambi; (2) perubahan dan kecenderungan pola penggunaan lahan di Provinsi Jambi; (3) hirarkhi pusat pertumbuhan/ pelayanan di Provinsi Jambi; (4) keterkaitan antara pertumbuhan penduduk berdasarkan hirarkhi pusat pertumbuhan/pelayanan dengan pola perubahan struktur penggunaan lahan. Ruang lingkup penelitian adalah seluruh kabupaten/kota di Provinsi Jambi. Data yang digunakan adalah data penduduk, penggunaan lahan dan sarana prasarana pelayanan kabupaten/kota di Provinsi Jambi tahun 2001 dan Analisis data dengan menggunakan Analisis Komponen Utama dan Korelasi Hasil analisis menemukan: (1) Pertumbuhan penduduk bervariasi antar kabupaten/kota dengan pertumbuhan tertinggi untuk Kabupaten Muaro Jambi dan yang terendah Kabupaten Kerinci. (2) Telah terjadi pergeseran struktur penggunaan lahan di Provinsi Jambi; (3) Selama periode , Kota Jambi dan Kabupaten Batanghari menjadi wilayah dengan hirarki tertinggi, sedangkan Kabupaten Tanjung Jabung Timur memiliki hirarki terendah. (4) Tidak ada keterkaitan yang nyata antara pertumbuhan penduduk dengan hirarki pusat pelayanan/pertumbuhan. Selain itu, juga tidak terlihat keterkaitan antara pertumbuhan penduduk dengan penggunaan lahan. Pada penelitian ini menyarankan untuk: (1) Perlu dikembangkan pusatpusat pertumbuhan/pelayanan pada daerah-daerah di Provinsi Jambi selain Kota Jambi. (2) Perlunya perhatian lebih pada wilayah yang terindikasi mengalami penurunan kemampuan dalam penyediaan sarana prasarana pelayanan.(3) Meskipun saat ini belum terlihat indikasi nyata perubahan struktur penggunaan lahan akibat pertumbuhan penduduk, tetapi ke depan perlu diwaspadai, terutama ketika kepadatan penduduk Provinsi Jambi sudah relatif tinggi i

3 KATA PENGANTAR Penelitian ini berjudul Keterkaitan Pertumbuhan Penduduk Berdasarkan Hirarki Pusat Pertumbuhan/Pelayanan terhadap Perubahan Struktur Penggunaan Lahan di Provinsi Jambi. Tujuan penelitian adalah untuk menganalisis: (1) pertumbuhan penduduk kabupaten/kota di Provinsi jambi; (2) perubahan dan kecenderungan pola penggunaan lahan di Provinsi Jambi; (3) hirarkhi pusat pertumbuhan/ pelayanan di Provinsi Jambi; (4) keterkaitan antara pertumbuhan penduduk berdasarkan hirarkhi pusat pertumbuhan/pelayanan dengan pola perubahan struktur penggunaan lahan. Ucapan terima kasih disampaikan kepada yang terhormat: 1. Bapak Rektor Universitas Jambi 2. Bapak Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Jambi 3. Ketua Lembaga Penelitian Universitas Jambi 4. Ketua Program Ekstensi Fakultas Ekonomi Universitas Jambi Atas segala bantuan baik moril maupun materil, sehingga terealisasinya penelitian ini. Akhirnya, semoga informasi singkat ini dapat bermanfaat bagi peneliti khususnya dan peneliti lainnya serta pihak-pihak yang berkepentingan umumnya. Kritik dan saran membangun dari semua pihak selalu diterima dengan senang hati, demi kesempurnaan laporan ini. Jambi, 2010 Desember Ketua Peneliti ii

4 DAFTAR ISI RINGKASAN KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR halaman i ii iii iv v I II PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perumusan Masalah TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori Kerangka Pemikiran Hipotesis III TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN 3.1. Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian IV METODE PENELITIAN 4.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Data yang Digunakan Rencana Analisis Data V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Pertumbuhan Penduduk Penggunaan Lahan Hirarki Pusat Pertumbuhan Hubungan Pertumbuhan Penduduk terhadap Perubahan Penggunaan Lahan VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA iii

5 DAFTAR TABEL Tabel 5.1. Tabel 5.2. Tabel 5.3. Judul Jumlah Penduduk Kabupaten/Kota di Provinsi Jambi Tahun 2001 dan 2008 Distribusi Penduduk Provinsi Jambi Menurut Kelompok Umur Tahun Luas Wilayah, Penduduk dan Tingkat Kepadatan Penduduk Kabupaten/Kota di Provinsi Jambi 2008 Halaman Tabel 5.4. Penggunaan Lahan di Provinsi Jambi Tahun (dalam persentase) Tabel 5.5. Struktur Penggunaan Lahan Kabupaten/Kota di Provinsi Jambi Tahun 2001 (dalam persentase) Tabel 5.6. Struktur Penggunaan Lahan Kabupaten/Kota di Provinsi Jambi Tahun 2008 (dalam persentase) Tabel 5.7. Tabel 5.8. Tabel 5.9. Tabel Tabel Tabel Perubahan Struktur Penggunaan Lahan Kabupaten/Kota di Provinsi Jambi selama Periode (dalam persen perubahan) Analisis Komponen Utama Penggunaan Lahan Provinsi Jambi Tahun Nilai Skor Baku Komponen Faktor Utama L1 dan L2 Provinsi Jambi Tahun Analisis Komponen Utama Indeks Pusat Pelayanan Provinsi Jambi Tahun Nilai Skor Baku Komponen Sarana Prasarana di Provinsi Jambi Tahun Matriks Korelasi Pertumbuhan Penduduk, Hirarki Pusat Pertumbuhan dan Penggunaan Lahan di Provinsi Jambi iv

6 DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1. Judul Hubungan Antara Land Rent dan Lokasi pada Berbagai Sektor Ekonomi Halaman 7 Gambar 2.2. Model Tata Guna Lahan Lingkaran Konsentris 8 Gambar 2.3. Diagram Alir Kerangka Pemikiran Pertumbuhan Penduduk dan Perubahan Penggunaan Lahan 11 Gambar 5.1. Piramida Penduduk Provinsi Jambi, Tahun v

7 BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Provinsi Jambi merupakan salah satu daerah di Indonesia yang mengalami pertumbuhan penduduk relatif tinggi. Selama periode , laju pertumbuhan penduduk Provinsi Jambi sebesar 2,02 persen pertahun. Sebaliknya pada periode yang sama rata-rata laju pertumbuhan penduduk Indonesia adalah 1,35 persen pertahun. Pertambahan jumlah penduduk yang cepat di suatu wilayah, pada gilirannya akan mengakibatkan kebutuhan lahan di wilayah tersebut cenderung meningkat. Pertambahan jumlah penduduk yang juga diikuti oleh meningkatnya berbagai aktivitas ekonomi akan mengakibatkan tekanan-tekanan terhadap lahan dan memicu terjadinya pergeseran pola penggunaan lahan pada suatu wilayah. Pergeseran pola penggunaan lahan ini menurut Saefulhakim, dkk (1994), akan memberikan implikasi yang cukup luas terhadap keragaan perekonomian wilayah, alokasi sumberdaya dan tenaga kerja serta struktur tata ruang wilayah. Implikasi tersebut dapat berdampak negatif, jika perubahan pola penggunaan lahan tersebut tidak ditanggapi melalui berbagai kebijakan-kebijakan publik yang tepat dan terarah. Berdasarkan hal tersebut, untuk mengeliminir berbagai dampak negatif dari perubahan pola penggunaan lahan sebagai akibat pertumbuhan penduduk yang pesat di Provinsi Jambi, maka perlu dilakukan kajian mengenai aspek-aspek perubahaan penggunaan lahan dalam kaitannya dengan pertumbuhan penduduk wilayah tersebut. Selanjutnya dalam rangka mengkaitkannya dengan proses pembangunan yang terjadi, maka pertumbuhan penduduk juga akan dikaitkan dengan hirarki pusat pertumbuhan/pelayanan kabupaten/kota di Provinsi Jambi Perumusan Masalah Dari uraian pada latar belakang dapat dirumuskan permasalahan penelitian dalam bentuk pertanyaan penelitian sebagai berikut: 1. Bagaimanakah pertumbuhan penduduk berdasarkan kabupaten/kota di 1

8 Provinsi Jambi? 2. Bagaimanakah struktur penggunaan lahan dan pola perubahannya di Provinsi Jambi? 3. Bagaimanakah hirarki pusat pertumbuhan/pelayanan kabupaten/kota di Provinsi Jambi? 4. Bagaimanakah keterkaitan antara pertumbuhan penduduk berdasarkan hirarki pusat pertumbuhan terhadap pola perubahan struktur penggunaan lahan di Provinsi Jambi? 2

9 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori Pertumbuhan Penduduk Pertumbuhan penduduk adalah perubahan jumlah penduduk di suatu wilayah tertentu pada waktu tertentu dibandingkan waktu sebelumnya. ( Pertumbuhan penduduk merupakan keseimbangan yang dinamis antara kekuatan-kekuatan yang menambah dan kekuatan-kekuatan yang mengurangi jumlah penduduk. Kekuatan-kekuatan yang menambah adalah kelahiran dan migrasi masuk, sedangkan kekuatan-kekuatan yang mengurangi adalah kematian dan migrasi keluar. Jadi pertumbuhan penduduk hanya dipengamhi oleh dua Cara yaitu: melalui perubahan reproduksi dan migrasi neto (Yasin, 2007). Pertumbuhan penduduk tersebut dapat dinyatakan dengan formula sebagai berikut: Pt=Po + (B-D) + (Mi - Mo) Dimana: Po : Jumlah penduduk pada tahun dasar Pt : Jumlah penduduk pada tahun t B : kelahiran yang terjadi pada jangka waktu antara keduanya D : kematian yang terjadi pada jangka waktu antara keduanya Mi : Migrasi masuk yang terjadi pada jangka waktu antara keduanya Mo : Migrasi keluar yang terjadi pada jangka waktu antara keduanya Indikator tingkat pertumbuhan penduduk sangat berguna untuk memprediksi jumlah penduduk di suatu wilayah atau negara dimasa yang akan datang. Diketahuinya jumlah penduduk yang akan datang, diketahui pula kebutuhan dasar penduduk, tidak hanya di bidang sosial dan ekonomi tetapi juga di bidang politik misalnya mengenai jumlah pemilih untuk pemilu yang akan datang Hirarki Pusat Pertumbuhan Salah satu model pengembangan wilayah yang erat kaitannya dengan aspek tata ruang adalah konsep pusat-pusat pertumbuhan. Konsep ini didasarkan kepada 2 (dua) hipotesa dasar, yaitu: 3

10 1. Pertumbuhan dan perkembangan ekonomi dimulai dan mencapai puncaknya pada sejumlah pusat-pusat tertentu; 2. Pertumbuhan dan perkembangan ekonomi dijalarkan (disebarkan) di pusat-pusat pertumbuhan ini, secara nasional melalui hirarkhi kotakota dan secara regional dari pusat-pusat perkotaan (urban centre) ke daerah belakang (hinterland) masing-masing (Soedjito, 1995). Gagasan konsep tersebut pertama kali dikemukakan oleh Walter Christaler yang kemudian dikenal sebagai teori tempat central (Central Place Theory) yang selanjutnya dikembangkan oleh Losch, Berry dan Garrison (Hanafiah, 1985). Menurut teori pertumbuhan dari suatu kota merupakan akibat penyediaan barang dan jasa pada daerah belakangnya. Dengan kata lain, pertumbuhan daerah perkotaan adalah fungsi dari penduduk dan tingkat pendapatan daerah belakangnya, sedangkan laju peningkatan pertumbuhannya tergantung pada laju peningkatan permintaan dari daerah belakang atas barang dan jasa atau pelayanan perkotaan (Richardson, 1974). Pusat-pusat pertumbuhan tersebut berdasarkan studi di India telah dimodifikasikan dan dapat dibedakan atas: 1. Pusat pelayanan pada tingkat lokal; 2. Titik pertumbuhan pada tingkat sub-wilayah; 3. Pusat pertumbuhan pada tingkat wilayah; 4. Kutub pertumbuhan pada tingkat nasional. Pusat suatu wilayah juga merupakan pusat barang dan jasa yang secara terperinci dinyatakan sebagai pusat perdagangan, perbankan, organisasi perusahaan, jasa profesional, jasa administrasi, pelayanan pendidikan dan hiburan bagi daerah hinterland. Permintaan antar hinterland sangat bervariasi dan berbanding terbalik dengan jarak dari pusat pertumbuhan karena adanya perbedaan dalam biaya transportasi. Dari uraian tersebut, terlihat bahwa jarak merupakan faktor kunci bagi Teori Christaler. Jarak didefinisikan sebagai maksimum jarak yang ingin ditempuh oleh seseorang nntuk membeli barang tertentu yang ditawarkan pada suatu tempat. Dengan demikian dapat dikemukakan, bahwa fasilitas pelayanan dalam aspek tata ruang, kualitas dan jumlahnya berkaitan erat dengan tingkat 4

11 kesejahteraan masyarakat. Sehingga dapat diidentifikasi, bahwa peningkatan kesejahteranan masyarakat ini ditentukan oleh derajat penyediaan fasilitas pelayanan yang tersedia. Ketersediaan fasilitas pelayanan pada gilirannya juga akan mendorong aktivitas ekonomi yang makin maju. Sebagaimana dikemukakan oleh Hanafiah (1985), bahwa sistem pusat-pusat pertumbuhan sebagai salah satu implementasi pembangunan wilayah akan menciptakan perubahan-perubahan sosial ekonomi dalam masyarakat, yaitu menurut suatu hirarkhi yang akan menciptakan suatu struktur dan organisasi tata ruang barn bagi kegiatan manusia. Selanjutnya dalam menelaah pembangunan wilayah terutama dengan pendekatan pusat pertumbuhan dan wilayah pendukungnya, perlu diketahui hubungan atau interaksi pusat pelayanan dengan daerah belakangnya (hinterland) dalam ruang Iingkup kegiatan sosial ekonomi. Hubungan tersebut dapat berupa spread effect yang menguntungkan daerah belakang, ataupun sebaliknya yaitu fenomena back-wash effect yang akan merugikan daerah belakang (hinterland). Dengan demikian dari penjelasan tersebut terlihat, bahwa adanya hubungan yang erat antara pusat-pusat pertumbuhan yang menyediakan berbagai fasilitas pelayanan dengan aktivitas-aktivitas dan kegiatan sosial ekonomi masyarakat, baik yang berada di daerah pusat pertumbuhan itu sendiri maupun daerah belakangnya Teori Lokasi dan Alokasi Sumberdaya Lahan Teori Von Thunen (Djojodipuro, 1992), dikenal sejak abad 19, dimana teori ini merupakan model tata ruang sederhana yang didasarkan pada suatu titik permintaan dalam suatu lingkaran ekonomi perdesaan yang mempunyai struktur pasar sempurna, baik pasar output maupun pasar input. Selain itu diasumsikan, seluruh wilayah dapat dijangkau tetapi terisolasi (tertutup), sehingga tidak ada ekspor dan impor. Berdasarkan asumsi tersebut, alokasi lahan akan mengikuti pola kawasan komoditi berbentuk lingkaran dengan kota sebagai pusatnya sekaligus sebagai tempat pemukiman, kemudian areal sawah, tegalan, kebun dan hutan. Bentuk lingkaran tidak selalu simetris akan tetapi tergantung pada akses yang ada, misalnya melonjong mengikuti akses jalan ataupun sungai. Menurut Pakpahan dan,anwar, 1989 dalam Somaji (1994), teori ini merupakan model statis yang menghasilkan keseimbangan berdasarkan tiga 5

12 parameter: harga jual, biaya produksi dan biaya angkutan. Sehingga kalau digunakan sebagai pedoman keputusan alokasi lahan memiliki beberapa kelemahan. Salah satunya kelemahan asumsi pasar yang sempurna, baik untuk input maupun output karena adanya spatial monopoli. Sistem satu pasar, dalam arti semua komoditi dijual di pusat kota merupakan kelemahan lain, sebab secara empirik ada beberapa komoditi yang dijual di pasar lain. Dernikian pula asumsi homogenitas transportasi adalah jauh dari realitas. Akan tetapi terlepas dari beberapa kelemahan diatas, model Von Thunen tersebut merupakan model awal yang penting sebagai peletak dasar untuk membuat model tata guna lahan yang lebih baik. Sementara itu, teori yang dikemukakan oleh Alfred Wcber (Glasson, 1990) biasanya disebut sebagai teori biaya terkecil. Di dalam teori tersebut Weber mengasumsikan: (1) bahwa daerah yang menjadi objek penelitian adalah daerah yang terisolasi, konsumennya terpusat pada pusat-pusat tertentu. Semua unit perusahaan dapat memasuki pasar yang tidak terbatas dan persaingan sempurna; (2) semua sumberdaya alam tersedia secara tidak terbatas; (3) barang-barang lainnya seperti minyak bumi dan mineral adalah sporadik tersedia secara terbatas pada sejumlah tempat; (4) tenaga kerja tidak tersedia secara luas, ada yang menetap tetapi ada juga yang mobilitasnya tinggi. Menurut Weber ada tiga faktor yang mempengaruhi lokasi industri, yaitu biaya transportasi, biaya tenaga kerja dan kekuatan aglomerasi. Biaya transportasi diasumsikan berbanding lurus terhadap jarak yang ditempuh dan berat barang, sehingga titik lokasi yang membuat biaya terkecil adalah bobot total pergerakan pengumpulan berbagai input dan pendistribusian yang minimum. Dipandang dari segi tata guna lahan, model Weber berguna untuk merencanakan lokasi industri dalam rangka mensuplai pasar wilayah, pasar nasional atau pasar dunia. Dalam model ini fungsi tujuan adalah meminimumkan ongkos transportasi sebagai fungsi dad jarak dan berat barang yang harus diangkut (input dan output). Kritikan terhadap model ini terutama pada asumsi biaya transportasi dan biaya produksi yang bersifat konstan, tidak memperhatil;can faktor kelembagaan dan terlalu menekankan pada sisi input. 6

13 Selanjutnya Anwar (1994), menggambarkan tentang hubungan antara nilai land rent dan alokasi sumberdaya lahan diantara berbagai kompetisi penggunaan kegiatan. Sektor-sektor yang komersial dan strategis mempunyai land rent yang tinggi, sehingga sektor-sektor tersebut berada di kawasan strategis. Sebaliknya sektor-sektor yang kurang mempunyai nilai komersial, nilai land rent-nya semakin kecil. Land rent dalam konteks ini diartikan sebagai Locational Rent. Gambar 2.1. Hubungan Antara Land Rent dan Lokasi pada Berbagai Sektor Ekonomi Land Rent Lokasi Utama Jarak dari lokasi utama (km) Sumber : Anwar (1993) Selanjutnya, ilustrasi gambar tersebut diatas dapat digamarkan dalam bentuk model tata guna lahan lingkaran konsentris (Anwar, 1993 dalam Somaji, 1994), dimana persaingan antara berbagai kegiatan akan menghasiikan suatu pola tata guna lahan yang berbentuk lingkaran konsentris seperti tampak dalam gambar berikut ini: 7

14 Gambar 2.2. Model Tata Guna Lahan Lingkaran Konsentris Jarak (km) Sumber: Anwar, 1993 Keterangan: 1. Kawasan Komersial (Finansial) 2. Kawasan Industri 3. Kawasan Perumahan 4. Wilayah Pertanian Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pola Penggunaan Lahan Pola penggunaan lahan adalah dampak dari segala kegiatan manusia diatas muka bumi (Sandy, 1995). Penggunaan lahan merupakan jenis usaha manusia secara bertahap maupun berkala untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, baik materiil maupun spiritual dengan memanfaatkan sumberdaya yang disebut lahan. Dengan demikian, 'penggunaan lahan merupakan hasii kegiatan manusia yang dipengaruhi oleh keadaan alam (fisik lingkungan) serla kegiatan sosialekonomi dan budaya masyarakat suatu wilayah. Beberapa faktor yang mempengaruhi penggunaan lahan, antara lain: jenis lahan, topografi, ketinggian, aksesibilitas dan tekanan penduduk (Soerianegara, 1977). Sedangkan menurut Barlowe (1978), faktor-faktor yang mempengaruhi pola penggunaan lahan adalah faktor-faktor fisik-biologis, faktor pertimbangan ekonomi, dan faktor institusi (kelembagaan). Faktor fisik dan biologis berkaitan 8

15 dengan lingkungan fisik dimana manusia berada. Faktor ini memberikan dukungan sifat-sifat alam yang sesuai dengan letaknya, keadaan bahan penunjang untuk kegiatan manusia, dan komunitas manusia, diantaranya mencakup keadaan geologi, tanah, air, iklim, tumbuh -tumbuhan, hewan dan kependudukan. Faktor pertimbangan ekonomi meliputi: produktivitas, pemasaran, transportasi dan kebutuhan yang dicirikan oleh keuntungan, keadaan pasar dan transportasi. Sedangkan faktor institusi dicirikan oleh ada tidaknya hukum pertanahan yang berlaku di masyarakat, dan tidak bertentangan dengan keadaan sosial budaya serta kepercayaan, yang secara empirik dapat diterima dan dilaksanakan oleh masyarakat. Penggunaan lahan juga ditentukan oleh keadaan topografi, relief dan ketinggian, aksesibilitas, kemainpuan dan kesesuaian lahan serta tekanan penduduk. Lahan yang subur lebih banyak digunakan untuk pertanian dan biasanya berpenduduk padat (Sandy, 1985). Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi arah perkembangan dan laju penggunaan lahan pertanian di perkotaan dan wilayah sekitarnya antara lain: indeks aksesibilitas, faktor sosial, faktor lingkungan fisik dan kebijakan infrastruktur (Owen, 1978). Sementara itu Bern (1977), mengemukakan bahwa perubahan penggunaan lahan adalah akibat dan jumlah dan komposisi penduduk secara herkala ataupun permanen. Pengaruh yang lain ialah terhadap ekonomi iahan, seperti harga, sewa dan, pasar lahan Kerangka Pemikiran Sejalan dengan pertumbuhan penduduk, kebutuhan akan lahan terus semakin meningkat. Hal ini akan membawa konsekuensi, bahwa lahan terutama di pusat pertumbuhan akan mempunyai nilai kelangkaan (scarcity) yang sangat tinggi, sehingga akan memberikan tekanan-tekanan terhadap lahan yang tersedia, dan pada gilirannya akan menyebabkan terjadinya peruhahan penggunaan lahan. Pada saat yang bersamaan di pusat-pusat pertumbuhan, akan terjadi pertambahan jumlah penduduk yang pesat. Pesatnya pertumbuhan penduduk tersebut antara lain disehabkan, baik oleh faktor alami seperti: fertilitas, maupun migrasi yang dapat dilihat dan adanya fenomena migrasi. 9

16 Selanjutnya pusat pertumbuhan dapat diurutkan tingkat hirarkhinya berdasarkan kemampuan dalam menyediakan fasilitas pelayanan. Hirarkhi pusat pertumbuhan dihasilkan oleh hubungan antara ukuran dan fungsi pusat pertumbuhan serta jarak inter-urban. Distribusi spatial yang berkaitan dengan penggunaan lahan dan persebaran penduduk antara lain dipengaruhi oleh struktur jaringan transportasi. Teori pusat pertumbuhan, ini dapat diterapkan untuk menjelaskan interaksi antara pusat pertumbuhan dengan hinterland-nya atau menerangkan saling keterkaitan antar daerah dalam suatu hirarki wilayah. Proses interaksi dan saling keterkaitan dapat terjadi secara langsung tanpa perantaraan pusat atau wilayah yang lain maupun secara tidak langsung, yaitu melalui perantaraan pusat atau wilayah lain. Proses tersebut diasumsikan dilakukan melalui jarak terpendek. Dengan demikian, jarak merupakan faktor kunci bagi teori pusat pertumbuhan. Pusat pertumbuhan, dianggap sebagai pusat pelayanan akan berpengaruh terhadap daerah belakangnya, dan diperkirakan faktor jarak dari pusat pelayanan akan berpengaruh terhadap pola penggunaan lahan. Penggunaan lahan di pusat pertumbuhan cenderung memiliki intensitas yang lebih tinggi, dibandingkan dengan lokasi yang jauh dari pusat pertumbuhan. Artinya, intensitas penggunaan lahan akan berbanding terbalik dengan jaraknya terhadap pusat pertumbuhan. Disini, penggunaan lahan sargat menentukan cara-cara masyarakat berfungsi, hal ini dapat dipahami mengingat lahan adalah matrik dasar kehidupan dan pembangunan. Hampir semua aspek kehidupan dan pembangunan, baik langsung maupun tidak langsung berkaitan dengan permasalahan lahan. Dengan demikian, pola penggunaan lahan merupakan pencerminan dari budaya, tingkat hidup dan corak kehidupan dari masyarakat. Oleh karena budaya, tingkat hidup dan corak kehidupan dari masyarakat bersifat dinamis yang orientasinya selalu berubah setiap saat sejalan dengan pertambahan penduduk dan dinarnika pembangunan, dengan demikian maka pola penggunaan lahan juga bersifat dinamis. Fenomena tersebut pada gilirannya akan berakibat pada perubahan mutu lingkungan hidup dan peningkatan nilai lahan. Bahkan dalam kerangka yang lebih luas, fenomena pemanfaatan lahan maupun alih guna lahan akan memberikan 10

17 implikasi yang cukup luas terhadap keragaan perekonomian wilayah, alokasi sumberdaya dan tenaga kerja serta struktur tata ruang wilayah. Gambar 2.3. Diagram Alir Kerangka Pemikiran Pertumbuhan Penduduk dan Perubahan Penggunaan Lahan Aktivitas Sosial Ekonomi Aktivitas Sosial Ekonomi Hirarki Pusat Pertumbuhan/ Pelayanan Aksesibilitas Aktivitas Sosial Ekonomi Kualitas Lingkungan Perubahan Pola Penggunaan Lahan 2.3. Hipotesis Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: "Ada hubungan antara pertumbuhan penduduk berdasarkan hirarki pusat pertumbuhan dengan pola perubahan struktur penggunaan lahan di wilayah Provinsi Jambi" 11

18 BAB III. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN 3.1. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan utnuk: 1. Untuk menganalisis pertumbuhan penduduk berdasarkan kabupaten/kota di Provinsi jambi 2. Untuk menganalisis perubahan dan kecenderungan pola penggunaan lahan di Provinsi Jambi 3. Untuk menganalisis hirarkhi pusat-pusat pertumbuhan/pelayanan di Provinsi Jambi 4. Untuk menganalisis keterkaitan antara pertumbuhan penduduk berdasarkan hirarkhi pusat pertumbuhan/pelayanan dengan pola perubahan struktur penggunaan lahan 3.2. Manfaat Penelitian Hasil dari studi ini diharapkan dapat memberikan arahan bagi perumusan kebijaksanaan dalam pengarahan laju pertumbuhan penduduk pada masa yang akan datang, khususnya dalam usaha meninjau kembali pola penggunaan lahan dalam kerangka penataan ruang bagi pembangunan yang berwawasan spasial, integral dan berkelanjutan. 12

19 BAB IV. METODE PENELITIAN 4.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan selama 4 (empat) bulan, yang meliputi tahap persiapan, pelaksanaan sampai dengan penyusunan laporan. Lokasi penelitian adalah Provinsi Jambi dengan cakupan 9 (sembilan) kabupaten dan 1 (satu) kota yang ada dalam wilayah Provinsi Jambi. Mengingat ketersediaan data, Kota Sungai Penuh yang merupakan daerah pemekaran baru pada tahun 2008 dalam analisis ini masih tergabung dalam Kabupaten Kerinci sebagai kabupaten induknya Data yang Digunakan Data yang digunakan dalam penelitian ini, berupa data yang dihimpun dari berbagai publikasi resmi yang dikeluarkan oleh Dinas/Instansi Pemerintah yang memiliki keterkaitan dengan tujuan penelitian ini, diantaranya data penduduk, penggunaan lahan i dan sarana prasarana pelayanan (pendidikan, kesehatan, ekonomi) kabupaten/kota di Provinsi Jambi Rencana Analisis Data Data yang terkumpul akan ditampilkan dalam bentuk tabel dan gambar sebagai upaya mempermudah proses analisis. Analisis data yang dilakukan meliputi:. a. Pertumbuhan Penduduk Untuk menganalisis pertumbuhan penduduk berdasarkan kabupaten/kota di Provinsi Jambi digunakan data dasar penduduk kabupaten/kota tahun 2001 dan Pertumbuhan penduduk diukur dengan menggunakan rumus pertumbuhan eksponensial sebagai berikut: r (log( Pt / Po))log e t Dirnana: r = tingkat pertumbuhan penduduk tahunan 13

20 Pt = jumlah penduduk akhir periode Po = jumlah penduduk awal periode e = angka eksponensial t = periode waktu b. Hirarkhi Pusat Pertumbuhan/Pelayanan Untuk menganalisis hirarki pusat pertumbuhan/pelayanan digunakan data dasar berupa jumlah unit sarana-prasarana sosial-ekonomi, jumlah penduduk dan luas wilayah pada tiap kabupaten dan kota. Sebelumnya data dasar tersebut akan ditransformasikan terlebih dahulu. Transformasi data dilakukan dengan cara menghitung indeks pemusatan pelayanan (IPP). Indeks Pemusatan Pelayanan (IPP) dihitung dengan cara sebagai berikut: Menghitung IPP berdasarkan penduduk yaitu ratio sarana perpenduduk kabupaten/kota dibagi dengan ratio sarana-prasarana perpenduduk Provinsi terhadap masing-masing unit sarana dan prasarana Menghitung IPP berdasarkan wilayah yaitu ratio sarana per luas wilayah kabupaten/kota dibagi dengan ratio sarana-prasarana perluas wilayah Provinsi terhadap masing-masing unit sarana dan prasarana Menghitung rata-rata IPP dengan merata-ratakan IPP berdasarkan penduduk dengan IPP berdasarkan wilayah IPP pada masing-masing kabupaten atau kota dihitung pada dua titik tahun yang berbeda yaitu tahun 2001 dan Selanjutnya untuk mengetahui sarana dan prasarana yang berpengaruh sebagai penentu perkembangan wilayah pada masing-masing daerah kabupaten/kota akan dilakukan melalui Analisis Komponen Utama (Principal Components Analysis). Analisis komponen utama merupakan analisis data yang dilakukan dengan tujuan untuk menyederhanakan peubah yang diamati dengan menyusutkan atau mereduksi dimensinya (Gasperzs, 1992). Reduksi dimensi dilakukan dengan menghilangkan korelasi antar peubah melalui transformasi peubah-peubah asal ke peubah-peubah baru yang tidak saling berkorelasi. Peubah baru (y) disebut sebagai komponen utama yang merupakan basil transformasi dari peubah asal x. 14

21 Komponen utama adalah kombinasi linear terbobot peubah asal yang dapat menerangkan keragaman data dalam proporsi tertentu. Komponen utama ke-j dapat dituliskan sebagai berikut: Yj = a1jx1 + a2jx2 + + apjxp Yj = Xaj Ragam komponen utama ke-j diperoleh dari persamaan berikut: Y=Xa Y11 Y 21 Yn1 Y12... Y1p X11 X12... X1p a1 Y Y 2 p X 21 X X 2 p a2 Yn2... Ynp Xn1 Xn2... Xnp a3 Dimana: sampel i = 1,2,3,...,n variabel asal j = 1,2,3,...,p a diperoleh dengan cara : max a'x'xa' = Y'Y dengan kendala a'a = 1 sehingga diperoleh persamaan akar ciri sebagai berikut: X'Xa = λa, dimana a = vektor ciri (eigen vektor) dan X = akar ciri (eigen value). Vektor pembobot aj merupakan pembobot peubah asal bagi komponen utama ke-j Selanjutnya untuk mendapatkan hirarki pusat pertumbuhan/pelayanan kabupaten/kota di Provinsi Jambi digunakan nilai skor baku dari masing-masing komponen faktor utama yang memiliki akar ciri > 1. c. Penggunaan Lahan Untuk mengetahui pola penggunaan lahan, data dasar yang digunakan adalah data luas lahan dari tiap jenis penggunaan lahan di tiap kabupaten/kota. Analisis data akan dilakukan melalui penghitungan nilai LQ (Location Quotient) penggunaan lahan pada dua titik waktu. Selanjutnya nilai LQ penggunaan lahan tersebut akan dianalisis melalui Analisis Komponen Utama. Selanjutnya untuk mendapatkan posisi pangsa relatif jenis penggunaan lahan dalam komponen faktor utama antara kabupaten/kota di Provinsi Jambi 15

22 digunakan nilai skor baku masing-masing komponen faktor utama yang memiliki akar ciri > 1. d. Analisis Korelasi Pertumbuhan Penduduk dengan Pola Penggunaan Lahan Analisis korelasi dilakukan terhadap pertumbuhan penduduk dengan nilai skor baku dari peubah-peubah sarana prasarana (pusat perturnbuhan/pelayanan) dan penggunaan lahan. Untuk menguji nilai korelasi antara dua peubah X dan Y tersebut akan dilakukan melalui uji-t, dengan membandingkan nilai t hasil perhitungan dengan nilai t-tabel pada taraf nyata yang dibutuhkan. Selanjutnya, jika terdapat lebih dari satu hubungan dengan korelasi yang signifikan dari variabel-variabel yang dianalisis, akan dilanjutkan dengan analisis jalur (path analysis) dengan memanfaatkan informasi hubungan-hubungan yang signifikan secara statistik pada pengujian korelasi sebelumnya. Pengembangan model aliran kausal satu arah ini juga didasarkan pada kerangka pemikiran bahwa pertumbuhan penduduk di suatu wilayah akan berpengaruh terhadap hirarki pusat pertumbuhan, dan selanjutnya akan mempengaruhi struktur penggunaan lahan. Sistem aliran satu arah ini juga dapat secara langsung terjadi antara pertumbuhan penduduk terhadap struktur penggunaan lahan. 16

23 BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Pertumbuhan Penduduk Pada Tahun 2008, jumlah penduduk Provinsi Jambi adalah sebanyak jiwa. Jika dilihat tingkat pertumbuhannya, maka dapat dikemukakan bahwa selama periode Tahun , tingkat pertumbuhan penduduk di Provinsi Jambi adalah 1,91 persen pertahun (dengan jumlah penduduk Tahun 2001 sebanyak jiwa). Berdasarkan kabupaten/kota memperlihatkan pertumbuhan penduduk tertinggi dialami oleh Kabupaten Muaro Jambi dengan tingkat pertumbuhan sebesar 3,93 persen pertahun. Daerah yang juga memiliki pertumbuhan penduduk relatif tinggi (diatas rata-rata Provinsi Jambi) adalah Kabupaten Sarolangun, Kabupaten Tanjung Jabung Barat dan Kabupaten Bungo. Tingginya angka pertumbuhan penduduk Kabupaten Muaro Jambi selain disebabkan oleh faktor pertumbuhan alami (selisih antara kelahiran dan kematian), juga disebabkan oleh adanya migrasi masuk yang tinggi terutama yang berasal dari wilayah Kota Jambi. Sebagai daerah yang berbatasan langsung dengan Kota Jambi, Kabupaten Muaro Jambi menjadi salah satu alternatif penduduk yang bekerja di Kota Jambi (dengan harga pemukiman yang mahal) untuk bertempat tinggal di daerah ini. Selanjutnya daerah dengan pertumbuhan penduduk paling rendah adalah Kabupaten Kerinci. Daerah yang juga memiliki pertumbuhan penduduk relatif rendah (dibawah rata-rata Provinsi Jambi) adalah Kabupaten Merangin, Kabupaten Batang Hari, Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Kabupaten Tebo dan Kota Jambi. Rendahnya pertumbuhan penduduk Kabupaten Kerinci karena daerah ini memiliki budaya merantau yang tinggi pada penduduknya. Ini menyebabkan migrasi keluar penduduk Kabupaten Kerinci menjadi relatif tinggi. 17

24 Tabel 5.1. Kabupaten/Kota Jumlah Penduduk Kabupaten/Kota di Provinsi Jambi Tahun 2001 dan 2008 Tahun Pertumbuhan (%/tahun) Kerinci 295, , Merangin 258, , Sarolangun 182, , Batang Hari 194, , Muaro Jambi 235, , Tanjung Jabung Timur 191, , Tanjung Jabung Barat 211, , Tebo 225, , Bungo 219, , Kota Jambi 423, , Provinsi Jambi 2,439,644 2,788, Sumber: Diolah dari Jambi dalam Angka, 2001 dan 2008 Selanjutnya untuk menggambarkan keadaan penduduk, salah satu karakteristik utama yang umum dianalisis adalah umur. Distribusi umur penduduk pada kenyataannya sering menggambarkan riwayat fertilitas (kelahiran), mortalitas (kematian) dan rata-rata umur penduduk. Selain itu dapat juga merefleksikan beban ketergantungan sekelompok umur tertentu terhadap kelompok umur lainnya, dalam hal ini beban tanggungan usia muda (0 14 Tahun) dan beban tanggungan usia tua (65+ Tahun) terhadap usia produktif (15 64 Tahun). Tabel 5.2. Distribusi Penduduk Provinsi Jambi Menurut Kelompok Umur Tahun Kelompok Umur Pertumbuhan Jumlah % Jumlah % (% /Tahun) , , ,572, ,856, , , Jumlah 2,439, ,788, Beban Ketergantungan Sumber: Diolah dari Jambi dalam Angka, 2001 dan

25 Secara teoritis, struktur umur penduduk dapat dikelompokkan atas dua kelompok yaitu: (1) struktur umur muda, jika penduduk umur dibawah 15 Tahun lebih dari 40 persen dan penduduk usia 65 Tahun ke atas kurang dari 5 persen; (2) struktur umur tua, jika penduduk umur dibawah 15 Tahun kurang dari 40 persen dan penduduk usia 65 Tahun ke atas lebih dari dari 10 persen Dalam konteks tersebut dapat dikemukakan bahwa struktur umur penduduk di Provinsi Jambi pada Tahun 2008 sudah tidak tergolong lagi pada struktur umur muda, tetapi belum sepenuhnya memenuhi kategori struktur umur tua. Pada Tahun 2008, proporsi penduduk umur dibawah 15 tahun di Kabupaten Tanjung Jabung Timur adalah sebesar 29,99 persen atau sudah dibawah 40 persen, tetapi proporsi penduduk usia 65 tahun keatas masih dibawah 10 persen (3,42 persen). Namun demikian, dengan mengamati perkembangan data selama Tahun , diperkirakan dalam jangka waktu kurang dari 10 tahun kedepan, struktur umur penduduk akan mencapai kategori struktur umur tua. Selama periode Tahun terlihat kecenderungan semakin berkurangnya proporsi penduduk usia dibawah 15 tahun (0-14 tahun) yang diikuti dengan peningkatan yang pesat dari jumlah dan proporsi penduduk umur 65 tahun ke atas. Transisi struktur usia ini berdampak pada perubahan beban ketergantungan penduduk Provinsi Jambi. Dari Tabel 5.2. terlihat bahwa selama periode Tahun , beban ketergantungan penduduk telah mengalami penurunan dari angka 55 menjadi 50. Artinya, jika pada Tahun 2001 untuk 100 orang penduduk usia produktif harus menanggung sebanyak 55 orang penduduk belum/tidak produktif, maka pada Tahun 2008 untuk 100 orang penduduk usia produktif hanya menanggung 50 orang penduduk belum/tidak produktif. Terjadinya transisi struktur umur dari struktur umur muda ke struktur umur tua ini disebabkan transisi fertilitas dan mortalitas yang terjadi di Provinsi Jambi. Penurunan penduduk umur 0-14 Tahun ini merupakan dampak program keluarga berencana yang telah berhasil menurunkan angka kelahiran (fertilitas) 19

26 selama 15 tahun terakhir. Sebaliknya peningkatan penduduk umur 65 tahun ke atas merupakan dampak dari penurunan angka kematian (mortalitas) dan peningkatan usia harapan hidup sebagai akibat meningkatnya derajat kesehatan masyarakat. Transisi struktur umur ini menciptakan suatu potensi peningkatan pendidikan, khususnya penduduk muda. Dengan jumlah penduduk muda yang lebih sedikit, perhatian pada mutu pendidikan dapat menjadi lebih baik. Anggaran pemerintah dan masyarakat dapat lebih diarahkan pada peningkatan mutu pendidikan, dan bukan sekedar mengejar sasaran jumlah. Ditambah dengan perubahan pada tingkat keluarga (yang makin menginginkan anak dalam jumlah sedikit tetapi dengan mutu yang lebih tinggi), transisi struktur usia ini akan menyebabkan peningkatan kebutuhan mutu pendidikan yang makin tinggi. Berbagai perubahan ini dapat mendorong terjadinya transisi pendidikan, dari masyarakat berpendidikan rendah ke masyarakat berpendidikan tinggi. Namun demikian, transisi struktur umur ini juga menyebabkan masalah baru, akibat peningkatan penduduk lanjut usia. Jika pertumbuhan penduduk yang cepat mengakibatkan peningkatan jumlah penduduk muda yang telah mengkonsumsi tetapi belum berproduksi, pertumbuhan penduduk yang lambat menyebabkan transisi struktur usia ke penduduk yang makin banyak terdiri dari penduduk tua, yang merupakan bagian penduduk yang masih mengkonsumsi tetapi tidak berproduksi lagi. Pengeluaran pemerintah dan masyarakat akan makin banyak digunakan untuk para lansia ini. Hal lain yang perlu diwaspadai berkaitan dengan kesehatan. Transisi struktur umur/transisi demografis ini akan diikuti oleh transisi epidemiologi. Pola penyakit dominan akan berubah dari penyakit infeksi dan parasit ke penyakit degeneratif, kecelakaan dan penyakit jiwa. Ini secara langsung juga membutuhkan perubahan dalam orientasi pelayanan kesehatan. Gambar 5.1 memberikan secara lebih terperinci komposisi umur lima tahunan penduduk Provinsi Jambi dalam bentuk piramida penduduk. Piramida penduduk secara umum terdiri dari tiga bentuk yaitu: 20

27 (1) Expansive, jika sebagian besar penduduk berada pada kelompok umur termuda. Bentuk piramidanya melebar kebawah dan semakin keatas semakin menyempit; (2) Constrictive, jika penduduk yang berada pada kelompok umur termuda jumlahnya sedikit, pada umur pertengahan lebih banyak dan semakin sedikit pada umur-umur diatasnya. Bentuk piramidanya menyempit pada bagian bawah, melebar bagian tengah dan kembali menyempit pada bagian-bagian ke atasnya; (3) Stationary, jika banyaknya penduduk dalam tiap kelompok umur hampir sama banyaknya, kecuali pada kelompok umur tertentu. Bentuk piramidanya lebih lurus dan hanya menyempit pada bagian puncaknya. Gambar 5.1. Piramida Penduduk Provinsi Jambi, Tahun 2008 Sumber: Diolah dari Jambi dalam Angka 2008 Dari gambar di atas dapat dikemukakan bahwa bentuk piramida penduduk Kabupaten Tanjung Jabung Timur termasuk kategori constrictive. Bentuk piramida constrictive ini adalah bentuk piramida penduduk yang dialami Amerika Serikat pada Tahun 1970an. 21

Keterkaitan Pertumbuhan Penduduk Berdasarkan Hirarki Pusat Pertumbuhan/ Pelayanan terhadap Perubahan Struktur Penggunaan Lahan di Provinsi Jambi

Keterkaitan Pertumbuhan Penduduk Berdasarkan Hirarki Pusat Pertumbuhan/ Pelayanan terhadap Perubahan Struktur Penggunaan Lahan di Provinsi Jambi Keterkaitan Pertumbuhan Penduduk Berdasarkan Hirarki Pusat Pertumbuhan/ Pelayanan terhadap Perubahan Struktur Penggunaan Lahan di Provinsi Jambi Yulmardi,Yulmardi;J,Junaidi; Rahma Nurjanah Abstrak Penelitian

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka Lestari (2009) mendefinisikan alih fungsi lahan atau lazimnya disebut sebagai konversi lahan adalah perubahan fungsi sebagian atau seluruh kawasan lahan dari fungsinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan mempunyai tujuan yaitu berusaha mewujudkan kehidupan masyarakat adil dan makmur. Pembangunan adalah suatu proses dinamis untuk mencapai kesejahteraan masyarakat

Lebih terperinci

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN ii iii iv PENDAHULUAN Latar Belakang... 1 Perumusan Masalah... 4 Tujuan Penelitian... 9 Pengertian dan Ruang Lingkup Penelitian... 9 Manfaat

Lebih terperinci

Boks.2 PRODUKSI DAN DISTRIBUSI BERAS DI PROVINSI JAMBI

Boks.2 PRODUKSI DAN DISTRIBUSI BERAS DI PROVINSI JAMBI Boks.2 PRODUKSI DAN DISTRIBUSI BERAS DI PROVINSI JAMBI Latar Belakang Produksi beras di Jambi mencapai 628.828 ton pada tahun 2010. Produksi beras dari tahun ke tahun memang menunjukkan peningkatan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat dan institusiinstitusi

BAB I PENDAHULUAN. perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat dan institusiinstitusi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses menuju perubahan yang diupayakan suatu negara secara terus menerus dalam rangka mengembangkan kegiatan ekonomi dan taraf

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN Kondisi Wilayah Letak Geografis dan Wilayah Administrasi Wilayah Joglosemar terdiri dari kota Kota Yogyakarta, Kota Surakarta dan Kota Semarang. Secara geografis ketiga

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan yang dititikberatkan pada pertumbuhan ekonomi berimplikasi pada pemusatan perhatian pembangunan pada sektor-sektor pembangunan yang dapat memberikan kontribusi pertumbuhan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM PROVINSI JAMBI. Undang-Undang No. 61 tahun Secara geografis Provinsi Jambi terletak

IV. GAMBARAN UMUM PROVINSI JAMBI. Undang-Undang No. 61 tahun Secara geografis Provinsi Jambi terletak IV. GAMBARAN UMUM PROVINSI JAMBI 4.1 Keadaan Umum Provinsi Jambi secara resmi dibentuk pada tahun 1958 berdasarkan Undang-Undang No. 61 tahun 1958. Secara geografis Provinsi Jambi terletak antara 0º 45

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. akademisi ilmu ekonomi, secara tradisional pembangunan dipandang sebagai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. akademisi ilmu ekonomi, secara tradisional pembangunan dipandang sebagai BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Pembangunan Ekonomi Pembangunan ekonomi memiliki pengertian yang sangat luas. Menurut akademisi ilmu ekonomi, secara tradisional pembangunan dipandang sebagai suatu fenomena

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian memiliki peranan strategis dalam struktur pembangunan perekonomian nasional. Selain berperan penting dalam pemenuhan kebutuhan pangan masyarakat, sektor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Dalam bab ini memaparkan sejarah dan kondisi daerah pemekaran yang terjadi di Indonesia khususnya Kota Sungai Penuh. Menguraikan tentang latar belakang penelitian, perumusan masalah,

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU. Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi

BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU. Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi Kalimantan Timur dan berbatasan langsung dengan Negara Bagian Sarawak, Malaysia. Kabupaten Malinau

Lebih terperinci

V. ANALISIS SEKTOR-SEKTOR PEREKONOMIAN DALAM PEMBANGUNAN WILAYAH KABUPATEN KARIMUN

V. ANALISIS SEKTOR-SEKTOR PEREKONOMIAN DALAM PEMBANGUNAN WILAYAH KABUPATEN KARIMUN V. ANALISIS SEKTOR-SEKTOR PEREKONOMIAN DALAM PEMBANGUNAN WILAYAH KABUPATEN KARIMUN Pembangunan perekonomian suatu wilayah tentunya tidak terlepas dari kontribusi dan peran setiap sektor yang menyusun perekonomian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sumber daya alam yang terdapat pada suatu wilayah pada dasarnya merupakan modal

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sumber daya alam yang terdapat pada suatu wilayah pada dasarnya merupakan modal BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sumber daya alam yang terdapat pada suatu wilayah pada dasarnya merupakan modal dasar pembangunan yang perlu digali dan dimanfaatkan secara tepat dengan memperhatikan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. pertumbuhan ekonomi di suatu wilayah. Ketimpangan ekonomi antar wilayah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. pertumbuhan ekonomi di suatu wilayah. Ketimpangan ekonomi antar wilayah BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Ketimpangan Ekonomi Antar Wilayah Ketimpangan ekonomi antar wilayah merupaka ketidakseimbangan pertumbuhan ekonomi di suatu wilayah. Ketimpangan ekonomi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. berkaitan dengan sektor-sektor lain karena sektor pertanian merupakan sektor

I. PENDAHULUAN. berkaitan dengan sektor-sektor lain karena sektor pertanian merupakan sektor I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor yang memiliki peran besar dalam perekonomian di Indonesia. Hal ini dikarenakan pertanian merupakan penghasil bahan makanan yang dibutuhkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. memuat arah kebijakan pembangunan daerah (regional development policies)

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. memuat arah kebijakan pembangunan daerah (regional development policies) BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebijakan pembangunan nasional merupakan gambaran umum yang memuat arah kebijakan pembangunan daerah (regional development policies) dalam rangka menyeimbangkan pembangunan

Lebih terperinci

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN PERTEMUAN 08 Teknik Analisis Aspek Fisik & Lingkungan, Ekonomi serta Sosial Budaya dalam Penyusunan Tata Ruang Tujuan Sosialisasi Pedoman Teknik Analisis Aspek Fisik ik & Lingkungan,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Lahan sudah menjadi salah satu unsur utama dalam menunjang. kelangsungan kehidupan sejak manusia pertama kali menempati bumi.

I. PENDAHULUAN. Lahan sudah menjadi salah satu unsur utama dalam menunjang. kelangsungan kehidupan sejak manusia pertama kali menempati bumi. 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lahan sudah menjadi salah satu unsur utama dalam menunjang kelangsungan kehidupan sejak manusia pertama kali menempati bumi. Lahan berfungsi sebagai tempat manusia beraktivitas

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH. 2.1 Perkembangan indikator ekonomi makro daerah pada tahun sebelumnya;

BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH. 2.1 Perkembangan indikator ekonomi makro daerah pada tahun sebelumnya; BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH 2.1 Perkembangan indikator ekonomi makro daerah pada tahun sebelumnya; A. Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi (economic growth) merupakan salah satu indikator yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perhatian terhadap penduduk terutama jumlah, struktur dan pertumbuhan dari waktu ke waktu selalu berubah. Pada zaman Yunani dan Romawi kuno aspek jumlah penduduk sangat

Lebih terperinci

Boks 2. PERINGKAT DAYA SAING INVESTASI DAERAH PROVINSI JAMBI

Boks 2. PERINGKAT DAYA SAING INVESTASI DAERAH PROVINSI JAMBI Boks 2. PERINGKAT DAYA SAING INVESTASI DAERAH PROVINSI JAMBI Beberapa masalah ekonomi makro yang perlu diantisipasi pada tahap awal pembangunan daerah adalah menurunnya daya beli masyarakat, yang diikuti

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian. Metode Pengumpulan Data

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian. Metode Pengumpulan Data METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Solok Provinsi Sumatera Barat. Penelitian dilaksanakan selama 4 bulan dimulai dari bulan Juni hingga September 2011.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi daerah berorientasi pada proses. Suatu proses yang

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi daerah berorientasi pada proses. Suatu proses yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Penelitian Pembangunan ekonomi daerah berorientasi pada proses. Suatu proses yang melibatkan pembentukan institusi baru, pembangunan industri alternatif, perbaikan

Lebih terperinci

ANALISIS PENYERAPAN TENAGA KERJA PERDESAAN LAHAN KERING BERBASIS PERKEBUNAN

ANALISIS PENYERAPAN TENAGA KERJA PERDESAAN LAHAN KERING BERBASIS PERKEBUNAN ANALISIS PENYERAPAN TENAGA KERJA PERDESAAN LAHAN KERING BERBASIS PERKEBUNAN Adi Setiyanto PENDAHULUAN Tenaga kerja merupakan motor penggerak dalam pembangunan ekonomi. Tenaga kerja sebagai sumber daya

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Wilayah dan Hirarki Wilayah

II. TINJAUAN PUSTAKA Wilayah dan Hirarki Wilayah II. TINJAUAN PUSTAKA 2. 1 Wilayah dan Hirarki Wilayah Secara yuridis, dalam Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, pengertian wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Pemilihan lokasi usaha oleh suatu organisasi (perusahaan) akan mempengaruhi risiko (risk) dan keuntungan (profit) perusahaan tersebut secara keseluruhan. Kondisi ini

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sumber pangan utama penduduk Indonesia. Jumlah penduduk yang semakin

I. PENDAHULUAN. sumber pangan utama penduduk Indonesia. Jumlah penduduk yang semakin I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Indonesia memiliki sumber daya lahan yang sangat luas untuk peningkatan produktivitas tanaman pangan khususnya tanaman padi. Beras sebagai salah satu sumber pangan utama

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atau struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusi-institusi nasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karena kawasan ini merupakan pusat segala bentuk aktivitas masyarakat. Pusat

BAB I PENDAHULUAN. karena kawasan ini merupakan pusat segala bentuk aktivitas masyarakat. Pusat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kawasan Pusat Kota merupakan denyut nadi perkembangan suatu wilayah karena kawasan ini merupakan pusat segala bentuk aktivitas masyarakat. Pusat Kota mengalami kecenderungan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pulau Jawa merupakan wilayah pusat pertumbuhan ekonomi dan industri.

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pulau Jawa merupakan wilayah pusat pertumbuhan ekonomi dan industri. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pulau Jawa merupakan wilayah pusat pertumbuhan ekonomi dan industri. Seiring dengan semakin meningkatnya aktivitas perekonomian di suatu wilayah akan menyebabkan semakin

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pola pemanfaatan ruang pada kawasan perkotaan dicirikan dengan campuran yang rumit antara aktivitas jasa komersial dan permukiman (Rustiadi et al., 2009). Hal ini sejalan

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Kota Bogor

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Kota Bogor VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Peranan Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Kota Bogor Alat analisis Input-Output (I-O) merupakan salah satu instrumen yang secara komprehensif dapat digunakan untuk

Lebih terperinci

BAB 2 KAJIAN LITERATUR

BAB 2 KAJIAN LITERATUR BAB 2 KAJIAN LITERATUR Bab ini berisikan tentang teori yang terkait dengan pembahasan studi yakni teori mengenai perencanaan pengembangan wilayah, teori keterkaitan antar industri, dan teori pemilihan

Lebih terperinci

VI. EVALUASI DAMPAK KEBIJAKAN ALOKASI PENGELUARAN PEMERINTAH DAERAH TERHADAP DEFORESTASI KAWASAN DAN DEGRADASI TNKS TAHUN

VI. EVALUASI DAMPAK KEBIJAKAN ALOKASI PENGELUARAN PEMERINTAH DAERAH TERHADAP DEFORESTASI KAWASAN DAN DEGRADASI TNKS TAHUN VI. EVALUASI DAMPAK KEBIJAKAN ALOKASI PENGELUARAN PEMERINTAH DAERAH TERHADAP DEFORESTASI KAWASAN DAN DEGRADASI TNKS TAHUN 1994-2003 6.1. Hasil Validasi Kebijakan Hasil evaluasi masing-masing indikator

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sektor utama ke ekonomi modern yang didominasi oleh sektor-sektor

BAB 1 PENDAHULUAN. sektor utama ke ekonomi modern yang didominasi oleh sektor-sektor BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan ekonomi dalam periode jangka panjang, mengikuti pertumbuhan pendapatan nasional, akan membawa suatu perubahan mendasar dalam struktur ekonomi, dari ekonomi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lahan merupakan ruang darat yang dimanfaatkan manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Manusia memanfaatkan lahan dalam wujud penggunaan lahan. Penggunaan lahan adalah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka Proses alih fungsi lahan dapat dipandang sebagai suatu bentuk konsekuensi logis dari adanya pertumbuhan dan transformasi serta perubahan struktur sosial ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sektor non pertanian merupakan suatu proses perubahan struktur ekonomi.

BAB I PENDAHULUAN. sektor non pertanian merupakan suatu proses perubahan struktur ekonomi. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dengan basis perekonomiannya berasal dari sektor pertanian. Hal ini disadari karena perkembangan pertanian merupakan prasyarat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan penduduk yang begitu cepat, serta aktivitas pembangunan dalam berbagai bidang tentu saja akan menyebabkan ikut meningkatnya permintaan akan lahan dalam hal

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan usaha yang meliputi perubahan pada berbagai aspek

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan usaha yang meliputi perubahan pada berbagai aspek BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pembangunan merupakan usaha yang meliputi perubahan pada berbagai aspek termasuk di dalamnya struktur sosial, sikap masyarakat, serta institusi nasional dan mengutamakan

Lebih terperinci

Analisis Parameter Kependudukan menurut Kabupaten/Kota Oleh : Risma Mulia

Analisis Parameter Kependudukan menurut Kabupaten/Kota Oleh : Risma Mulia Analisis Parameter Kependudukan menurut Kabupaten/Kota Oleh : Risma Mulia ==================================================================================== BAB I Pendahuluan Secara harfiah kata Demografi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang penelitian Perwilayahan adalah usaha untuk membagi bagi permukaan bumi atau bagian permukaan bumi tertentu untuk tujuan yang tertentu pula (Hadi Sabari Yunus, 1977).

Lebih terperinci

Kawasan Cepat Tumbuh

Kawasan Cepat Tumbuh Terjadi peningkatan pertumbuhan ekonomi Terjadi dorongan kerjasama pembangunan antar wilayah secara fungsional Kawasan Cepat Tumbuh Meningkatnya nilai tambah dan daya saing produk unggulan Tercipta keterpaduan,

Lebih terperinci

Dinamika Penduduk Kabupaten/Kota di Provinsi Jambi. Hardiani Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Jambi

Dinamika Penduduk Kabupaten/Kota di Provinsi Jambi. Hardiani Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Jambi Jurnal Jurnal Perspektif Perspektif Pembiayaan Pembiayaan dan Pembangunan dan Pembangunan Daerah Daerah Vol. 2 No. Vol. 2, 2 Oktober-Desember No. 1, Juli - September 2014 2014 ISSN: 2338-4603 Dinamika

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MENENTUKAN PEMILIHAN LOKASI INDUSTRI PENGOLAHAN KARET DI KOTA PADANG

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MENENTUKAN PEMILIHAN LOKASI INDUSTRI PENGOLAHAN KARET DI KOTA PADANG ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MENENTUKAN PEMILIHAN LOKASI INDUSTRI PENGOLAHAN KARET DI KOTA PADANG Oleh MILL FADHILA 0910223072 FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS ANDALAS PADANG 2013 DAFTAR ISI Halaman KATA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki

I. PENDAHULUAN. Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki peran penting bagi perekonomian nasional. Berdasarkan sisi perekonomian secara makro, Jawa Barat memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya pembangunan ekonomi nasional bertujuan untuk. membangun manusia Indonesia seutuhnya, dan pembangunan tersebut harus

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya pembangunan ekonomi nasional bertujuan untuk. membangun manusia Indonesia seutuhnya, dan pembangunan tersebut harus 13 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pada dasarnya pembangunan ekonomi nasional bertujuan untuk membangun manusia Indonesia seutuhnya, dan pembangunan tersebut harus dilaksanakan dengan berpedoman

Lebih terperinci

Sekapur Sirih. Kepada semua pihak yang telah membantu terbitnya publikasi ini, diucapkan terima. kasih. Jambi, Agustus 2010 Kepala BPS Provinsi Jambi

Sekapur Sirih. Kepada semua pihak yang telah membantu terbitnya publikasi ini, diucapkan terima. kasih. Jambi, Agustus 2010 Kepala BPS Provinsi Jambi Sekapur Sirih Laporan Eksekutif data agregat per kabupaten/kota hasil Sensus Penduduk 2010 ini menyajikan data dasar penduduk yang diperoleh dari pelaksanaan SP2010 pada periode Mei 2010. Cakupan data

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN Pertumbuhan Penduduk di Kecamatan Sukaraja dan di Kecamatan Sukamakmur

V. HASIL DAN PEMBAHASAN Pertumbuhan Penduduk di Kecamatan Sukaraja dan di Kecamatan Sukamakmur 26 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Pertumbuhan Penduduk di Kecamatan Sukaraja dan di Kecamatan Sukamakmur Pertumbuhan penduduk di Kecamatan Sukaraja tahun 2006-2009 disajikan pada Tabel 5 dan Gambar 8. Tabel

Lebih terperinci

ANALISIS PENDAPATAN DAN PENGELUARAN PERKAPITA DI KABUPATEN BATANGHARI

ANALISIS PENDAPATAN DAN PENGELUARAN PERKAPITA DI KABUPATEN BATANGHARI Halaman Tulisan Jurnal (Judul dan Abstraksi) Jurnal Paradigma Ekonomika Vol.1, No.5 April 2012 ANALISIS PENDAPATAN DAN PENGELUARAN PERKAPITA DI KABUPATEN BATANGHARI Oleh : Nurhayani.,SE.MSi Dosen Jurusan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. ini adalah wilayah penelitian Kota Bandar Lampung dengan wilayah. arah tersedianya pemenuhan kebutuhan masyarakat.

III. METODOLOGI PENELITIAN. ini adalah wilayah penelitian Kota Bandar Lampung dengan wilayah. arah tersedianya pemenuhan kebutuhan masyarakat. 43 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Konsep dasar dan Defenisi Operasional Konsep dasar dan defenisi operasional dalam penelitian ini mencakup semua pengertian yang digunakan dalam memperoleh dan menganalisa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ruang sebagai wadah dimana manusia, hewan dan tumbuhan bertahan

BAB I PENDAHULUAN. Ruang sebagai wadah dimana manusia, hewan dan tumbuhan bertahan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ruang sebagai wadah dimana manusia, hewan dan tumbuhan bertahan hidup, memenuhi segala kebutuhannya serta berinteraksi dengan sesama menjadikan ruang sebagai suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. integral dan menyeluruh. Pendekatan dan kebijaksanaan sistem ini telah

BAB I PENDAHULUAN. integral dan menyeluruh. Pendekatan dan kebijaksanaan sistem ini telah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator penting untuk menganalisis pembangunan ekonomi yang terjadi disuatu Negara yang diukur dari perbedaan PDB tahun

Lebih terperinci

TIPOLOGI PERTUMBUHAN DAN TINGKAT SPESIALISASI REGIONAL KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI JAMBI

TIPOLOGI PERTUMBUHAN DAN TINGKAT SPESIALISASI REGIONAL KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI JAMBI Volume 13, Nomor 1, Hal. 35-40 ISSN 0852-8349 Januari Juni 2011 TIPOLOGI PERTUMBUHAN DAN TINGKAT SPESIALISASI REGIONAL KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI JAMBI Amril dan Paulina Lubis Fakultas Ekonomi, Universitas

Lebih terperinci

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013 Nomor Katalog : 9302001.9416 Ukuran Buku : 14,80 cm x 21,00 cm Jumlah Halaman

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM WILAYAH

IV. KONDISI UMUM WILAYAH 29 IV. KONDISI UMUM WILAYAH 4.1 Kondisi Geografis dan Administrasi Jawa Barat secara geografis terletak di antara 5 50-7 50 LS dan 104 48-104 48 BT dengan batas-batas wilayah sebelah utara berbatasan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi dalam periode jangka panjang mengikuti

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi dalam periode jangka panjang mengikuti BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan ekonomi dalam periode jangka panjang mengikuti pertumbuhan pendapatan perkapita, akan membawa suatu perubahan mendasar dalam struktur ekonomi, dari ekonomi

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. A. Kesimpulan

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. A. Kesimpulan BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan Dari berbagai uraian dan hasil analisis serta pembahasan yang terkait dengan imlementasi kebijakan sistem kotakota dalam pengembangan wilayah di Kabupaten

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI PAPUA Keadaan Geografis dan Kependudukan Provinsi Papua

BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI PAPUA Keadaan Geografis dan Kependudukan Provinsi Papua BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI PAPUA 4.1. Keadaan Geografis dan Kependudukan Provinsi Papua Provinsi Papua terletak antara 2 25-9 Lintang Selatan dan 130-141 Bujur Timur. Provinsi Papua yang memiliki luas

Lebih terperinci

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA Ekonomi rakyat merupakan kelompok pelaku ekonomi terbesar dalam perekonomian Indonesia dan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. sumberdaya lahan (land resources) sebagai lingkungan fisik terdiri dari iklim, relief,

II. TINJAUAN PUSTAKA. sumberdaya lahan (land resources) sebagai lingkungan fisik terdiri dari iklim, relief, II. TINJAUAN PUSTAKA 2. 1 Sumberdaya Lahan Sumberdaya lahan merupakan sumberdaya alam yang sangat penting untuk kelangsungan hidup manusia karena diperlukan dalam setiap kegiatan manusia, seperti untuk

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. (Heady dan Jensen, 2001) penggunaan lahan paling efisien secara ekonomi adalah

TINJAUAN PUSTAKA. (Heady dan Jensen, 2001) penggunaan lahan paling efisien secara ekonomi adalah TINJAUAN PUSTAKA Definisi Land Rent Land rent adalah penerimaan bersih yang diterima dari sumberdaya lahan. Menurut (Heady dan Jensen, 2001) penggunaan lahan paling efisien secara ekonomi adalah hasil

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS SUB SEKTOR POTENSIAL DALAM MENDUKUNG FUNGSI KOTA CILEGON

BAB IV ANALISIS SUB SEKTOR POTENSIAL DALAM MENDUKUNG FUNGSI KOTA CILEGON BAB IV ANALISIS SUB SEKTOR POTENSIAL DALAM MENDUKUNG FUNGSI KOTA CILEGON 4.1 Analisis Struktur Ekonomi Dengan struktur ekonomi kita dapat mengatakan suatu daerah telah mengalami perubahan dari perekonomian

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS PENENTUAN SEKTOR EKONOMI UNGGULAN KABUPATEN KUNINGAN

BAB 4 ANALISIS PENENTUAN SEKTOR EKONOMI UNGGULAN KABUPATEN KUNINGAN 164 BAB 4 ANALISIS PENENTUAN SEKTOR EKONOMI UNGGULAN KABUPATEN KUNINGAN Adanya keterbatasan dalam pembangunan baik keterbatasan sumber daya maupun dana merupakan alasan pentingnya dalam penentuan sektor

Lebih terperinci

PROGRAM PENGEMBANGAN KELAPA BERKELANJUTAN DI PROVINSI JAMBI

PROGRAM PENGEMBANGAN KELAPA BERKELANJUTAN DI PROVINSI JAMBI PROGRAM PENGEMBANGAN KELAPA BERKELANJUTAN DI PROVINSI JAMBI Hasan Basri Agus Gubernur Provinsi Jambi PENDAHULUAN Provinsi Jambi dibagi dalam tiga zona kawasan yaitu: 1) Zona Timur, yang merupakan Kawasan

Lebih terperinci

Boks.1 UPAYA PENINGKATAN KETAHANAN PANGAN DI PROVINSI JAMBI

Boks.1 UPAYA PENINGKATAN KETAHANAN PANGAN DI PROVINSI JAMBI Boks.1 UPAYA PENINGKATAN KETAHANAN PANGAN DI PROVINSI JAMBI Ketahanan pangan (food security) adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan secara cukup baik

Lebih terperinci

REKOMENDASI SEMINAR STRATEGI DAN TANTANGAN PEMBANGUNAN EKONOMI JANGKA MENENGAH PROVINSI JAMBI 22 DESEMBER 2005

REKOMENDASI SEMINAR STRATEGI DAN TANTANGAN PEMBANGUNAN EKONOMI JANGKA MENENGAH PROVINSI JAMBI 22 DESEMBER 2005 BOKS REKOMENDASI SEMINAR STRATEGI DAN TANTANGAN PEMBANGUNAN EKONOMI JANGKA MENENGAH PROVINSI JAMBI 22 DESEMBER 2005 I. PENDAHULUAN Dinamika daerah yang semakin kompleks tercermin dari adanya perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkapita sebuah negara meningkat untuk periode jangka panjang dengan syarat, jumlah

BAB I PENDAHULUAN. perkapita sebuah negara meningkat untuk periode jangka panjang dengan syarat, jumlah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pembangunan ekonomi adalah proses yang dapat menyebabkan pendapatan perkapita sebuah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai suatu bangsa dan negara besar dengan pemilikan sumber daya alam yang melimpah, dalam pembangunan ekonomi yang merupakan bagian dari pembangunan nasional

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Konversi Lahan Konversi lahan merupakan perubahan fungsi sebagian atau seluruh

II. TINJAUAN PUSTAKA Konversi Lahan Konversi lahan merupakan perubahan fungsi sebagian atau seluruh II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konversi Lahan Konversi lahan merupakan perubahan fungsi sebagian atau seluruh kawasan lahan dari fungsinya semula (seperti yang direncanakan) menjadi fungsi lain yang membawa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka Lestari (2009) mendefinisikan alih fungsi lahan atau lazimnya disebut sebagai konversi lahan adalah

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. tujuan penelitian. Wilayah yang akan dibandingkan dalam penelitian ini

III. METODOLOGI PENELITIAN. tujuan penelitian. Wilayah yang akan dibandingkan dalam penelitian ini III. METODOLOGI PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Konsep dasar dan definisi operasional dalam penelitian ini mencakup semua pengertian yang digunakan dalam memperoleh dan menganalisis

Lebih terperinci

ANALISIS PENDAPATAN DAN PENGELUARAN PERKAPITA DI KABUPATEN BATANGHARI

ANALISIS PENDAPATAN DAN PENGELUARAN PERKAPITA DI KABUPATEN BATANGHARI ANALISIS PENDAPATAN DAN PENGELUARAN PERKAPITA DI KABUPATEN BATANGHARI Halaman Tulisan Jurnal (Judul dan Abstraksi) Vol.1, No.5 April 2012 ANALISIS PENDAPATAN DAN PENGELUARAN PERKAPITA DI KABUPATEN BATANGHARI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daerah memberikan wewenang dan jaminan bagi masing-masing daerah untuk

BAB I PENDAHULUAN. daerah memberikan wewenang dan jaminan bagi masing-masing daerah untuk 16 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengembangan wilayah dapat dipacu dengan pembangunan infrastruktur dan sistem jaringan yang memadai di wilayah tersebut. Dalam hal ini otonomi daerah memberikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan perkebunan karet terluas di dunia, meskipun tanaman tersebut baru terintroduksi pada tahun 1864. Hanya dalam kurun waktu sekitar 150

Lebih terperinci

PRODUKTIVITAS DAN KONTRIBUSI TENAGA KERJA SEKTOR PERTANIAN KABUPATEN BOYOLALI

PRODUKTIVITAS DAN KONTRIBUSI TENAGA KERJA SEKTOR PERTANIAN KABUPATEN BOYOLALI PRODUKTIVITAS DAN KONTRIBUSI TENAGA KERJA SEKTOR PERTANIAN KABUPATEN BOYOLALI Yetti Anita Sari Fakultas Geografi UGM; Yogyakarta E-mail: yettianitasari@gmail.com ABSTRAK Sektor pertanian merupakan salah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kota Depok telah resmi menjadi suatu daerah otonom yang. memiliki pemerintahan sendiri dengan kewenangan otonomi daerah

I. PENDAHULUAN. Kota Depok telah resmi menjadi suatu daerah otonom yang. memiliki pemerintahan sendiri dengan kewenangan otonomi daerah I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Depok telah resmi menjadi suatu daerah otonom yang memiliki pemerintahan sendiri dengan kewenangan otonomi daerah beserta dengan perangkat kelengkapannya sejak penerbitan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini

I. PENDAHULUAN. daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam menilai keberhasilan pembangunan dan upaya memperkuat daya saing ekonomi daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini dikarenakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemberlakuan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan

BAB I PENDAHULUAN. pemberlakuan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan BAB I PENDAHULUAN 1. A 1.1 Latar Belakang Kewenangan Pemerintah Daerah menjadi sangat luas dan strategis setelah pemberlakuan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pertambahan penduduk Indonesia setiap tahunnya berimplikasi pada semakin meningkatkan kebutuhan pangan sebagai kebutuhan pokok manusia. Ketiadaan pangan dapat disebabkan oleh

Lebih terperinci

VII KETERKAITAN EKONOMI SEKTORAL DAN SPASIAL DI DKI JAKARTA DAN BODETABEK

VII KETERKAITAN EKONOMI SEKTORAL DAN SPASIAL DI DKI JAKARTA DAN BODETABEK VII KETERKAITAN EKONOMI SEKTORAL DAN SPASIAL DI DKI JAKARTA DAN BODETABEK Ketidakmerataan pembangunan yang ada di Indonesia merupakan masalah pembangunan regional dan perlu mendapat perhatian lebih. Dalam

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN Analisis struktur perekonomian kota Depok sebelum dan sesudah otonomi daerah UNIVERSITAS SEBELAS MARET Oleh: HARRY KISWANTO NIM F0104064 BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Daerah Penelitian

Lebih terperinci

TIPOLOGI WILAYAH HASIL PENDATAAN POTENSI DESA (PODES) 2014

TIPOLOGI WILAYAH HASIL PENDATAAN POTENSI DESA (PODES) 2014 No. 14/02/15/Th.IX, 16 Februari 2015 TIPOLOGI WILAYAH HASIL PENDATAAN POTENSI DESA (PODES) 2014 Pendataan Potensi Desa (Podes) dilaksanakan 3 kali dalam 10 tahun. Berdasarkan hasil Podes 2014, pada bulan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Industri Pengolahan

I. PENDAHULUAN Industri Pengolahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor utama perekonomian di Indonesia. Konsekuensinya adalah bahwa kebijakan pembangunan pertanian di negaranegara tersebut sangat berpengaruh terhadap

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN 5.1 Kesiapan Kebijakan dalam Mendukung Terwujudnya Konsep Kawasan Strategis Cepat Tumbuh (KSCT)

BAB V PEMBAHASAN 5.1 Kesiapan Kebijakan dalam Mendukung Terwujudnya Konsep Kawasan Strategis Cepat Tumbuh (KSCT) BAB V PEMBAHASAN Pembahasan ini berisi penjelasan mengenai hasil analisis yang dilihat posisinya berdasarkan teori dan perencanaan yang ada. Penelitian ini dibahas berdasarkan perkembangan wilayah Kecamatan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI JAMBI TAHUN 2009

PERTUMBUHAN EKONOMI JAMBI TAHUN 2009 No. 09/02/15/Th. IV, 10 Februari 2010 PERTUMBUHAN EKONOMI JAMBI TAHUN Pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi Jambi pada tahun meningkat sebesar 6,4 persen dibanding tahun 2008. Peningkatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penduduk merupakan bagian integral dari suatu negara. Komposisi dan

BAB I PENDAHULUAN. Penduduk merupakan bagian integral dari suatu negara. Komposisi dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penduduk merupakan bagian integral dari suatu negara. Komposisi dan distribusi penduduk karena perubahan beberapa komponen demografi seperti Kelahiran (Fertilitas),

Lebih terperinci

A. LATAR BELAKANG PENELITIAN

A. LATAR BELAKANG PENELITIAN 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN Indonesia adalah negara agraris dimana mayoritas penduduknya mempunyai mata pencaharian sebagai petani. Berbagai hasil pertanian diunggulkan sebagai penguat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. arah perubahan struktural desa-kota diharapkan dapat berlangsung secara seimbang

BAB I PENDAHULUAN. arah perubahan struktural desa-kota diharapkan dapat berlangsung secara seimbang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan dan pertumbuhan suatu daerah terkait dengan interaksi yang terjadi dengan daerah-daerah sekitarnya. Interaksi tersebut membentuk tatanan yang utuh dan

Lebih terperinci

BAB 5 ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB 5 ANALISIS DAN PEMBAHASAN BAB 5 ANALISIS DAN PEMBAHASAN Dalam penelitian ini, dilakukan beberapa macam analisis, yaitu analisis angka pengganda, analisis keterkaitan antar sektor, dan analisis dampak pengeluaran pemerintah terhadap

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN TENGAH TRIWULAN III-2013

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN TENGAH TRIWULAN III-2013 No. 06/11/62/Th.VII, 6 Nopember 2013 PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN TENGAH TRIWULAN III-2013 Perekonomian Kalimantan Tengah triwulan III-2013 terhadap triwulan II-2013 (Q to Q) secara siklikal mengalami

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM. A. Letak Geografis, Iklim

BAB IV KONDISI UMUM. A. Letak Geografis, Iklim 27 BAB IV KONDISI UMUM A. Letak Geografis, Iklim Kabupaten Bungo terletak di bagian Barat Provinsi Jambidengan luas wilayah sekitar 7.160 km 2. Wilayah ini secara geografis terletak pada posisi 101º 27

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. sektor, total permintaan Provinsi Jambi pada tahun 2007 adalah sebesar Rp 61,85

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. sektor, total permintaan Provinsi Jambi pada tahun 2007 adalah sebesar Rp 61,85 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Struktur Perekonomian Provinsi Jambi 5.1.1 Struktur Permintaan Berdasarkan tabel Input-Output Provinsi Jambi tahun 2007 klasifikasi 70 sektor, total permintaan Provinsi Jambi

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kawasan Agropolitan Ciwidey yang meliputi Kecamatan Pasirjambu, Kecamatan Ciwidey dan Kecamatan Rancabali Kabupaten Bandung.

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Kampar terletak antara 1º 02' Lintang Utara dan 0º 20' Lintang

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Kampar terletak antara 1º 02' Lintang Utara dan 0º 20' Lintang IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1. Kabupaten Kampar 4.1.1. Letak dan Luas Wilayah Kabupaten Kampar terletak antara 1º 02' Lintang Utara dan 0º 20' Lintang Selatan, 100º 23' - 101º40' Bujur Timur.

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. kota Bandar Lampung. Kecamatan kemiling merupakan kecamatan hasil

III. METODE PENELITIAN. kota Bandar Lampung. Kecamatan kemiling merupakan kecamatan hasil III. METODE PENELITIAN A. Gambaran Umum Kecamatan Kemiling. Kondisi Wilayah Kecamatan kemiling merupakan bagian dari salah satu kecamatan dalam wilayah kota Bandar Lampung. Kecamatan kemiling merupakan

Lebih terperinci

V. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010

V. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010 65 V. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010 5.1. Gambaran Umum dan Hasil dari Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE) Kabupaten Musi Rawas Tahun 2010 Pada bab ini dijelaskan

Lebih terperinci