AQUATIC AEROBICS EXERCISE

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "AQUATIC AEROBICS EXERCISE"

Transkripsi

1 TESIS AQUATIC AEROBICS EXERCISE LEBIH MENINGKATKAN VO 2 MAX DAN DAYA TAHAN OTOT QUADRICEPS FEMORIS DIBANDING LAND- BASED AEROBICS EXERCISE PADA INDIVIDU OVERWEIGHT DAN OBESITAS YOGA HANDITA WINDIASTONI PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2014

2 TESIS AQUATIC AEROBICS EXERCISE LEBIH MENINGKATKAN VO 2 MAX DAN DAYA TAHAN OTOT QUADRICEPS FEMORIS DIBANDING LAND- BASED AEROBICS EXERCISE PADA INDIVIDU OVERWEIGHT DAN OBESITAS YOGA HANDITA WINDIASTONI NIM PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI FISIOLOGI OLAHRAGA KONSENTRASI FISIOTERAPI UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2014

3 AQUATIC AEROBICS EXERCISE LEBIH MENINGKATKAN VO 2 MAX DAN DAYA TAHAN OTOT QUADRICEPS FEMORIS DIBANDING LAND- BASED AEROBICS EXERCISE PADA INDIVIDU OVERWEIGHT DAN OBESITAS Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister Pada Program Magister, Program Studi Fisiologi Olahraga Konsentrasi Fisioterapi, Program Pascasarjana Universitas Udayana YOGA HANDITA WINDIASTONI NIM PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI FISIOLOGI OLAHRAGA KONSENTRASI FISIOTERAPI PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2014 ii

4 LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING TESIS INI TELAH DISETUJUI UNTUK DIUJI PADA TANGGAL 6 OKTOBER 2014 iii

5 LEMBAR PENGESAHAN TESIS INI TELAH DIUJI DAN DINILAI PADA TANGGAL 16 OKTOBER 2014 iv

6 PENETAPAN PANITIA PENGUJI TESIS Tesis Ini Telah Diuji dan Dinilai Oleh Panitia Penguji Pada Program Pascasarjana Universitas Udayana Pada Tanggal 16 Oktober 2014 Berdasarkan SK Rektor Universitas Udayana No : 3472/UN.14.4/HK/2014 Tanggal : 22 September 2014 Panitia Penguji Tesis adalah : Ketua Sekretaris : Dr. dr. I Putu Gede Adiatmika, M.Kes : Muh. Irfan, SKM, SSt.Ft, M.Fis Anggota : 1. dr. Ketut Karna, PFK, M.Kes. AIFO 2. Dr. Ir. I Ketut Wijaya, M.Erg 3. Prof. dr. N.T. Suryadhi, MPH, Ph.D v

7 UCAPAN TERIMA KASIH Pertama-tama perkenankan penulis memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT karena hanya atas izin dan petunjuk-nya, tesis ini dapat terselesaikan. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesarbesarnya kepada Dr. dr. I Putu Gede Adiatmika, M.Kes selaku pembimbing pertama dan Bapak Muh. Irfan, SKM, SSt.Ft, M.Fis selaku pembimbing kedua yang penuh kesabaran telah memberikan dorongan semangat, bimbingan dan saran selama penulis menyusun tesis hingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini tahap demi tahap. Ucapan yang sama juga ditujukan kepada Bapak Rektor Universitas Udayana Prof. Dr. dr. Ketut Suastika, Sp.PD, KEMD, Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana Prof. Dr. dr. A. A. Raka Sudewi, Sp.S(K) dan Ketua Program Studi Magister Fisiologi Olahraga Universitas Udayana Dr. dr. Susy Purnawati, M. KK., AIFO atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti pendidikan di Universitas Udayana. Penulis juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Pemerintah Republik Indonesia dan Kementerian Kesehatan melalui Badan PPSDM yang telah mengalokasikan bantuan finansial dalam bentuk beasiswa DIPA Poltekkes sehingga meringankan beban penulis dalam menyelesaikan studi. Ucapan terima kasih yang sama ditujukan kepada Direktur Politeknik Kesehatan Kemenkes Surakarta Bapak Satino, MN, Ketua Jurusan Fisioterapi Bapak Nur Basuki, M.Physio dan teman-teman sejawat di lingkungan Jurusan vi

8 Fisioterapi khususnya Prodi Diploma IV Fisioterapi yang telah memberikan dukungan semangat kepada penulis selama proses studi. Pada kesempatan ini penulis juga mengucapkan terima kasih kepada para Dosen dan staf Program Studi Magister Fisiologi Olahraga atas tambahan ilmu pengetahuan. Ungkapan terima kasih yang tulus kepada mahasiswa Jurusan Fisioterapi yang turut aktif dan bersedia menjadi responden penelitian dengan meluangkan waktu secara teratur diantara kegiatan akademik, terutama Gian Lisuari dan Tantri Kurniasari. Penulis tidak lupa menghaturkan terima kasih serta sungkem kepada Bapak Sutadi dan Ibu Sudarmi tercinta yang telah mendidik penulis pantang menyerah mewujudkan cita-cita serta terima kasih kepada istri tersayang Herni Indrasmi, anak-anakku Avis dan Anis yang bersedia memberikan kelonggaran waktu agar penulis lebih berkonsentrasi menyelesaikan tesis ini, Ibu Fr. Suwarti Hardjono yang turut membantu kemudahan akomodasi selama kuliah. Penulis sadar bahwa isi dari tulisan ini masih terdapat kekurangan dan ketidaksempurnaan sehingga apabila terdapat kesalahan-kesalahan dalam penulisan, penulis mengharapkan saran dan masukan sehingga tulisan ini menjadi lebih baik. Sebagai penutup penulis sampaikan semoga tesis ini bermanfaat bagi pendidikan terutama bidang fisiologi olahraga dan fisioterapi. Denpasar, Oktober 2014 Penulis, Yoga Handita Windiastoni vii

9 KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS UDAYANA Kampus Bukit Jimbaran Telepon (0361) , , , , Fax (0361) , Laman : SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT Yang bertanda tangan di bawah ini : Nama : Yoga Handita Windiastoni NIM : Program studi Judul tesis : Magister Fisiologi Olahraga Konsentrasi Fisioterapi : Aquatic Aerobics Exercise Lebih Meningkatkan VO 2 Max dan Daya Tahan Otot Quadriceps Femoris Dibanding Landbased Aerobics Exercise pada Individu Overweight dan Obesitas Dengan ini menyatakan bahwa karya ilmiah Tesis ini bebas plagiat. Apabila dikemudian hari terbukti terdapat plagiat dalam karya ilmiah ini, maka saya bersedia menerima sanksi sesuai peraturan Mendiknas RI No. 17 tahun 2010 dan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku. viii

10 ABSTRAK AQUATIC AEROBICS EXERCISE LEBIH MENINGKATKAN VO 2 MAX DAN DAYA TAHAN OTOT QUADRICEPS FEMORIS DIBANDING LAND-BASED AEROBICS EXERCISE PADA INDIVIDU OVERWEIGHT DAN OBESITAS Overweight dan obesitas adalah suatu keadaan akumulasi lemak tubuh berlebih yang berkontribusi menimbulkan penyakit kardiovaskuler. Aktivitas fisik sedentari meningkatkan risiko penyakit kardiovaskuler. Latihan aerobik dapat melatih kebugaran kardiorespirasi karena memberikan pembebanan optimal pada jantung dan paru. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui aquatic aerobics exercise dan land-based aerobics exercise dalam meningkatkan VO 2 max dan daya tahan otot quadriceps femoris pada individu overweight dan obesitas. Telah dilakukan penelitian dengan rancangan pre-test and post-test design with control group. Sampel sebanyak 25 orang yang mengalami overweight dan obesitas. Sampel dibagi menjadi 2 kelompok dipilih secara acak. Kelompok 1 mendapat perlakuan aquatic aerobics exercise dan kelompok 2 sebagai kontrol mendapat land-based aerobics exercise. Perlakuan diberikan selama 8 minggu, frekuensi 3 kali/minggu, 60 menit/sesi di kolam renang terbuka dan halaman kampus pada pagi hari. Hasil analisis menunjukkan sebelum dan setelah perlakuan aquatic aerobics exercise menggunakan paired t-test dengan hasil nilai VO 2 max p=0,002 dan nilai daya tahan otot p=0,029 (p<0,05). Uji beda sebelum dan setelah land-based aerobics exercise menggunakan paired t-test dengan hasil nilai VO 2 max p=0,001 dan nilai daya tahan otot p=0,006 (p<0,05). Uji beda setelah perlakuan aquatic aerobics exercise dan land-based aerobics exercise menggunakan Independent t- test terhadap VO 2 max nilai p=0,460 dan daya tahan otot nilai p=0,545 (p>0,05) yang berarti tidak ada beda pengaruh antara kedua kelompok. Hal ini mungkin disebabkan dosis aquatic aerobics exercise yang lebih rendah dan tingkat kedalaman air yang berhubungan dengan VO 2 max dan kontraksi otot-otot kontrol postural. Kesimpulan penelitian ini adalah aquatic aerobics exercise tidak terbukti lebih baik dibanding land-based aerobics exercise dalam meningkatkan VO 2 max dan daya tahan otot quadriceps femoris pada individu overweight dan obesitas. Kata kunci : overweight, VO 2 max, daya tahan otot, aquatic aerobic exercise ix

11 ABSTRACT AQUATIC AEROBICS EXERCISE MORE INCREASE VO 2 MAX AND ENDURANCE OF QUADRICEPS FEMORIS MUSCLE THAN LAND- BASED AEROBICS EXERCISE IN OVERWEIGHT AND OBESITY INDIVIDUALS Condition of overweight and obesity is a excessive accumulation of body fat that contributes the cause of cardiovascular disease. Sedentary physical activity increases the cardiovascular disease risk. Aerobic exercise can improve cardiorespiratory fitness because it gives optimal loading on the heart and lungs. The purpose of this study was to determine aquatic aerobics exercise and landbased aerobics exercise to improve VO 2 max and endurance of quadriceps femoris muscle in overweight and obesity individuals. The experimental research conducted to design of pre-test and post-test design with control group. Sample of 25 people who were overweight and obesity. The samples were divided into 2 groups with randomization. Group 1 received aquatic aerobics exercise and group 2 was active control received land-based aerobics exercise. Treatments was given for 8 weeks, the frequency of 3 times/week, 60 minutes/session at the outdoor swimming pool and campus in the morning. Results of the statistical analysis of pre-test and post-test aquatic aerobics exercise using paired t-test with result value of VO 2 max p=0,002 and muscular endurance value p=0,029 (p<0,05). Different pre-test and post-test of land-based aerobics exercise using the independent t-test for VO 2 max p=0,001 and muscular endurance p=0,006 (p<0,05). Different post-test treatment of aquatic aerobics exercise and land-based aerobics exercise using the independent t-test for VO 2 max p=0,460 and muscular endurance p=0,545 (p>0,05) that means there is no significant difference between the two groups. This was probably due to the dose of aquatic aerobics exercise lower than land-based aerobics exercise and the level of water depth associated with VO 2 max and contraction of postural control muscles. Conclusions of this study was that aquatic aerobics exercise did not more increase than land-based aerobics exercise to improve VO 2 max and endurance of quadriceps femoris muscle in overweight and obesity individuals. Keywords : overweight, VO 2 max, muscular endurance, aquatic aerobic exercise x

12 DAFTAR ISI SAMPUL DALAM... PRASYARAT GELAR... LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING... LEMBAR PENETAPAN PANITIA PENGUJI... SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT... UCAPAN TERIMA KASIH... ABSTRAK.... ABSTRACT.... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... ii iii iv v vi vii ix x xi xvi xvii xvii BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Tujuan Umum Tujuan Khusus Manfaat Penelitian Manfaat Teori Manfaat Praktis... 9 xi

13 BAB II KAJIAN PUSTAKA Overweight Definisi Etiologi Patogenesis obesitas Dampak Obesitas terhadap Fisiologi Paru Komponen Biomotor Fisiologi Latihan terhadap VO 2 max Pengangkutan Oksigen Respon Kardiovaskuler terhadap Latihan Cardiac Output Aliran Darah Tekanan Darah Keseimbangan Cairan Daya Tahan Otot Struktur Anatomi Fungsional Otot Quadriceps Femoris Suplai Darah Energi untuk Kontraksi Tipe Serabut Otot Hukum Fisika Aquatic Aerobics Exercise Bouyancy Tekanan Hidrostatik/Hukum Pascal Kepadatan Relatif xii

14 2.6.4 Tahanan Cairan Turbulensi Temperatur Air Senam Aerobik Keuntungan Latihan Aerobik Pengaturan Dosis Bentuk Senam Aerobik BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN 3.1 Kerangka Berpikir Kerangka Konsep Hipotesis Penelitian BAB IV METODE PENELITIAN Rancangan Penelitian Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi Penelitian Waktu Penelitian Penentuan Sumber Data Populasi Sampel Kriteria Eligibilitas Kriteria Inklusi Kriteria Eksklusi xiii

15 Kriteria Pengguguran Besar Sampel Teknik Pengambilan Sampel Variabel Penelitian Identifikasi Variabel Klasifikasi Variabel Definisi Operasional Variabel Instrumen Penelitian Prosedur Penelitian dan Alur Penelitian Prosedur Penelitian Alur Penelitian Prosedur Pengukuran Analisis Data BAB V HASIL PENELITIAN Deskripsi Karakteristik Subjek Uji Normalitas Data dan Homogenitas Varian Uji Hipotesis 1 dan Hipotesis Uji Beda Pengaruh Land-based Aerobics Exercise Uji Kompatibilitas Data Uji Hipotesis Uji Hipotesis Uji Beda Rerata Selisih VO 2 max Uji Beda Rerata Selisih Daya Tahan Otot xiv

16 BAB VI PEMBAHASAN Karakteristik Subjek Distribusi dan Varians Hasil VO 2 Max dan Daya Tahan Otot Pengaruh Aquatic Aerobics Exercise terhadap VO 2 Max Pengaruh Aquatic Aerobics Exercise terhadap Daya Tahan Otot Aquatic Aerobics Exercise Tidak Terbukti Lebih Baik Dibanding Land-based Aerobics Exercise dalam Meningkatkan VO2 Max pada Individu Overweight Aquatic Aerobics Exercise Tidak Terbukti Lebih Baik Dibanding Land-based Aerobics Exercise dalam Meningkatkan Daya Tahan Otot Individu Overweight Keterbatasan Penelitian BAB VII SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran xv

17 DAFTAR TABEL Tabel 2.1 Klasifikasi IMT Menurut Kriteria Asia Pasifik Tabel 2.2 Klasifikasi Kebugaran Kardiorespirasi Berdasarkan VO2 Max Individu Umur 29 Tahun Tabel 5.1 Karakteristik Subjek Penelitian Tabel 5.2 Distribusi Data Sampel Penelitian Tabel 5.3 Hasil Uji Normalitas dan Homogenitas Varian VO2 max dan Daya Tahan Otot Tabel 5.4 Hasil Uji Beda Sampel Berpasangan Kelompok I Sebelum dan Setelah Perlakuan Tabel 5.5 Hasil Uji Beda Sampel Berpasangan Kelompok II Sebelum dan Setelah Perlakuan Tabel 5.6 Hasil Uji Kompatibilitas Sebelum Perlakuan Tabel 5.7 Hasil Uji Beda VO 2 Max Antara Kedua Kelompok Setelah Perlakuan Tabel 5.8 Hasil Uji Beda Daya Tahan Otot Antara Kedua Kelompok Setelah Perlakuan Tabel 5.9 Hasil Uji Beda Rerata Selisih VO 2 Max Antara Kedua Kelompok Tabel 5.10 Hasil Uji Beda Rerata Selisih Daya Tahan Otot Antara Kedua Kelompok xvi

18 DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Otot Quadriceps Femoris Gambar 2.2 Otot Skeletal Gambar 4.1 Bagan Rancangan Penelitian Gambar 4.2 Alur Penelitian Gambar 4.3 Pengukuran Submaximal Ergometer Cycle Gambar 4.4 Normogram Astrand-Ryhming xvii

19 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Informed Consent Lampiran 2 Surat Kesediaan Menjadi Pengukur Lampiran 3 Lembar Pemeriksaan dan Pengukuran VO 2 Max dan Daya Tahan Otot Quadriceps Femoris Lampiran 4 Surat Keterangan Ijin Penelitian Lampiran 5 Rekapitulasi Data Penelitian Lampiran 6 Hasil Analisis Statistik Lampiran 7 Dokumentasi Penelitian xviii

20 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Overweight dan obesitas menjadi epidemi di seluruh dunia yang ditandai dengan kelebihan jaringan lemak yang berkontribusi terhadap sejumlah penyakit kronis dan mortalitas. Epidemi overweight dan obesitas menjadi perhatian karena berdampak pada kesehatan dan ekonomi seiring dengan meningkatnya angka prevalensinya. Overweight adalah suatu keadaan dimana berat badan seseorang melebihi berat badan normal. Overweight terjadi karena ketidak-seimbangan antara asupan makanan yang masuk lebih besar dibanding energi yang digunakan oleh tubuh (Sandjaja & Sudikno, 2005). Transisi epidemiologi, demografi dan urbanisasi di Indonesia membawa perubahan pada pola makan yang tinggi lemak dan garam, kurangnya konsumsi buah dan sayur, ditambah dengan gaya hidup sedentari (rendahnya aktivitas fisik) pada sebagian masyarakat perkotaan (Sandjaja & Sudikno, 2005). Konsekuensi kesehatan yang merugikan akibat overweight dan obesitas meliputi penyakit kardiovaskuler, stroke, diabetes mellitus tipe 2, hipertensi, dislipidemia, kanker, osteoarthritis, masalah pernapasan yang meliputi asma, sleep apnea, hingga depresi (Racette et al, 2003). Tingkat kematian meningkat seiring dengan peningkatan derajat overweight. Risiko kematian akibat penyakit kardiovaskuler lebih rendah pada individu yang memiliki indeks massa tubuh (IMT) tinggi dan kebugaran aerobik yang baik 1

21 2 dibanding orang dengan IMT normal tetapi kebugaran aerobiknya rendah (Turzyniecka et al, 2010). Mengacu pada World Health Organization, sedikitnya 2,8 juta orang dewasa meninggal setiap tahun yang disebabkan overweight dan obesitas. Sebagai tambahan, 44% diabetes, 23% penyakit jantung iskemik dan kisaran 7% - 41% kanker berhubungan dengan overweight dan obesitas. Prevalensi overweight dan obesitas meningkat secara dramatis pada Negara-negara industri, dan sekarang juga mengancam Negara-negara berkembang, dimana sebagian terjadi pada daerah urban (Emerenziani et al, 2013). Tahun 2008, 35% orang dewasa yang berusia di atas 20 tahun mengalami overweight dimana berdasarkan jenis kelamin 34% adalah lakilaki dan 35% adalah perempuan. Sedangkan prevalensi obesitas adalah 10% laki-laki dan 14% adalah perempuan. Prevalensi overweight di seluruh dunia meningkat dua kali lipat pada kisaran 1980 hingga 2008 (WHO, 2008). Prevalensi overweight dan obesitas tertinggi adalah Amerika (62% overweight pada semua jenis kelamin dan obesitas sebesar 26%). Sedangkan prevalensi terendah dijumpai pada kawasan Asia Tenggara dimana 14% adalah overweight pada semua jenis kelamin dan obesitas sebesar 3%. Sementara pada kawasan Eropa dan Mediterania Timur lebih dari 50% perempuan mengalami overweight. Pada semua kawasan di seluruh dunia, perempuan cenderung mengalami obesitas dibanding laki-laki (WHO, 2008). Meningkatnya Indeks Massa Tubuh sejalan dengan meningkatnya tingkat pendapatan pada suatu Negara. Prevalensi overweight pada Negara- 2

22 3 negara maju dua kali lebih besar dibanding Negara-negara miskin dan berkembang. Obesitas pada perempuan secara signifikan lebih tinggi dibanding laki-laki, sementara di Negara-negara maju, prevalensi obesitas antara perempuan dan laki-laki adalah sama (WHO, 2008) Hasil survey Kodyat (Sandjaja & Sudikno,2006) terhadap IMT di 12 kota di Indonesia mendapatkan prevalensi overweight sebesar 12,2 % sedangkan obesitas 10,3 % dimana prevalensi overweight mengalami peningkatan 14 % pada tahun 1999 dan 17,4 % pada tahun Perempuan memiliki IMT yang lebih tinggi dibanding laki-laki. Riset Kesehatan Dasar Indonesia tahun 2000 menunjukkan bahwa prevalensi overweight pada penduduk dewasa usia diatas 18 tahun sebesar 21,7 % sedangkan obesitas sebesar 11,7 % (27,7 juta jiwa). Semakin tinggi tingkat pengeluaran rumah tangga per kapita menunjukkan kecenderungan prevalensi overweight dan obesitas semakin tinggi (Sandjaja & Sudikno,2006). Setiap peningkatan berat badan lebih dari normal akan menimbulkan beban yang berlebihan pada sendi penyangga berat badan dan cenderung menyebabkan trauma ringan yang terus-menerus dan akan berakhir menjadi osteoarthritis (OA) baik primer maupun sekunder (Hermawan, 1991). Sendi yang mengalami osteoarthritis dapat terjadi pada punggung, pangkal paha, lutut dan pergelangan kaki. Kaitan antara kebugaran fisik dengan kesehatan yaitu ketika aktivitas fisik dapat dilakukan tanpa menimbulkan kelelahan yang berarti. Cara yang 3

23 4 paling efektif untuk meningkatkan kebugaran fisik adalah berolahraga secara teratur yang dapat memberikan beban pada jantung dan paru. Komponen kebugaran fisik meliputi daya tahan kardiorespirasi dan vaskuler, kekuatan otot, daya tahan otot, dan fleksibilitas. Komponen kebugaran fisik tersebut dibutuhkan oleh setiap individu untuk melakukan aktifitas sehari-hari, melakukan pekerjaan serta menjaga status kesehatan. VO 2 max adalah jumlah maksimal oksigen yang digunakan pada tingkat selular pada seluruh tubuh yang berhubungan dengan tingkat kondisi fisik yang menggambarkan kebugaran kardiorespirasi. Daya tahan otot menjadi unsur penting bagi individu untuk menghindari kelelahan yang berlebihan dalam menjalani aktifitas fisik. Daya tahan otot sebagai hasil proses adaptasi sistem kardiorespirasi dan vaskuler dengan sistem neuromuskuler dengan meningkatnya pengantaran oksigen dari atmosfer ke mitokondria yang memungkinkan pengaturan yang ketat dalam metabolisme otot. Kelompok otot yang telah beradaptasi dapat menggunakan oksigen lebih efisien karena jumlah mitokondria dan jumlah pembuluh darah kapiler yang menyalurkan darah ke serabut otot tersebut bertambah, sehingga individu dapat beraktifitas lebih lama tanpa mengalami kelelahan yang berarti (Muliyadi et al, 2012). Tipe latihan aerobik atau latihan kebugaran lebih efektif dalam meningkatkan kebugaran dan kesehatan dibanding olahraga seperti sepakbola, golf atau aktifitas kehidupan sehari-hari seperti berkebun, berbelanja atau berjalan ke halte bus (Duan et al, 2013). 4

24 5 Latihan aerobik telah digunakan secara luas dalam manajemen obesitas. Menurut Giriwijoyo & Sidik, (2013) salah satu jenis olahraga yang dapat memberikan beban pada jantung dan paru adalah senam aerobik. Senam aerobik merupakan suatu sistem gabungan antara rangkaian gerak dan musik yang sengaja dibuat sehingga muncul keselarasan antara gerakan dan musik untuk mencapai tujuan pembebanan jantung dan paru. Senam aerobik memiliki berbagai macam jenis, diantaranya high impact, low impact dan mix impact. Jika dilihat dari jenis tersebut, gerakan senam aerobik berupa adanya benturan antara kaki dengan lantai atau tumpuan menggunakan satu tungkai yang mungkin dapat menimbulkan cidera dan pembebanan yang berlebihan pada sendi-sendi yang menumpu berat badan jika dilakukan oleh seseorang yang mengalami overweight dan obesitas. Senam aerobik yang merupakan bagian dari program latihan dalam konteks kebugaran maupun rehabilitasi dapat juga dilakukan di dalam kolam renang yang dikenal dengan aquatic aerobics exercise. Program latihan di air saat ini menjadi popular dikarenakan antusiasme masyarakat maupun penggunaannya di bidang rehabilitasi. Program latihan di air dapat didesain dengan mengaktifkan kerja otot-otot besar pada anggota gerak atas maupun bawah, lingkup gerak sendi penuh dengan meminimalisasi tekanan pada persendian. Latihan yang melawan tahanan air dapat bermanfaat untuk meningkatkan atau mempertahankan daya tahan kardiorespirasi (Cassady & Nielsen, 1992). 5

25 6 Aquatic aerobic exercise dapat menurunkan tekanan dan pembebanan yang berlebihan pada sendi dan tulang pada orang yang mengalami overweight dan obesitas karena adanya dukungan dari gaya buoyancy yang melawan gaya gravitasi. Tekanan hidrostatik dan efek gaya gesekan air karena perbedaan kepadatan massa jenis air dapat memberikan peningkatan tahanan gerakan pada saat melakukan senam aerobik, dimana sifat fisika tersebut tidak ditemukan jika senam aerobik dilakukan di lingkungan darat. Penelitian yang Cassady & Nielsen (1992) yang membandingkan antara latihan aerobik pada anggota gerak atas dan bawah mendapatkan hasil respon VO 2 max dan prosentase HR max lebih tinggi secara signifikan pada kelompok perlakuan aerobik di dalam air. Sigal et al (2007) menyelidiki pengaruh latihan aerobik, latihan tahanan dan kombinasi antara latihan aerobik dan tahanan pada orang dewasa yang menderita diabetes mellitus tipe 2. Berdasarkan pengamatan didapatkan hasil penurunan secara signifikan pada berat badan, IMT, dan lemak bawah kulit di perut pada kelompok aerobik dan tahanan dibandingkan dengan kelompok kontrol (Ho et al, 2012). Penelitian terbaru yang dilakukan Church et al (2010) yang membandingkan durasi waktu ekuivalen dengan 140 menit/minggu pada latihan aerobik, latihan tahanan dan kombinasi mendapatkan hasil yang signifikan pada perbaikan HBA1c dan konsumsi oksigen maximum (VO 2 max) pada kelompok kombinasi (Ho et al, 2012). 6

26 7 Penelitian yang dilakukan Cassady & Nielsen (1992) pada 20 laki-laki dan 20 perempuan dengan perlakuan berupa latihan senam aerobik di dalam air dengan kedalaman sejajar bahu, intensitas 100 bpm menunjukkan hasil adanya respon nilai VO 2 yang lebih besar pada kelompok latihan aerobik air dibanding di darat (Denning et al, 2012). Hoeger et al (1995) meneliti respon VO 2 dengan subyek 19 laki-laki dan 11 perempuan yang diberikan latihan aerobik di air sedalam ketiak dan di darat menunjukkan hasil bahwa aerobik air memiliki VO 2 lebih rendah 15% dibanding perlakuan aerobik di darat (Denning et al, 2012). Penelitian terdahulu dengan perlakuan pada dewasa sedentari menunjukkan bahwa latihan awal sedikitnya 90 menit perminggu pada program latihan berkelompok dengan intensitas sedang secara signifikan memperbaiki psikologi dan fisiologi kesehatan dalam 1 tahun (Duan et al, 2013) Berdasarkan latar belakang diatas maka dapat disimpulkan bahwa overweight dan obesitas di Indonesia telah menjadi masalah yang membutuhkan penanganan serius. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk meneliti apakah aquatic aerobics exercise lebih meningkatkan VO 2 max dan daya tahan otot quadriceps femoris dibanding land-based aerobics exercise pada individu overweight. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah, maka rumusan masalah penelitian sebagai berikut : 7

27 8 1. Apakah aquatic aerobics exercise dapat meningkatkan VO 2 max pada individu overweight dan obesitas? 2. Apakah aquatic aerobics exercise dapat meningkatkan daya tahan otot quadriceps femoris pada individu overweight dan obesitas? 3. Apakah aquatic aerobics exercise lebih meningkatkan VO 2 max dibanding land-based aerobics exercise pada individu overweight dan obesitas? 4. Apakah aquatic aerobics exercise lebih meningkatkan daya tahan otot quadriceps dibanding land-based aerobics exercise pada individu overweight dan obesitas? 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan Umum Untuk mengetahui aquatic aerobics exercise dan land-based aerobics exercise dapat meningkatkan VO 2 max dan daya tahan otot quadriceps femoris pada individu overweight dan obesitas Tujuan Khusus 1. Untuk mengetahui aquatic aerobics exercise dapat meningkatkan VO 2 max pada individu overweight dan obesitas. 2. Untuk mengetahui aquatic aerobics exercise dapat meningkatkan daya tahan otot pada individu overweight dan obesitas. 3. Untuk mengetahui aquatic aerobics exercise lebih meningkatkan VO 2 max dibanding land-based aerobics exercise pada individu overweight dan obesitas. 8

28 9 4. Untuk mengetahui aquatic aerobics exercise lebih meningkatkan daya tahan otot quadriceps femoris dibanding land-based aerobics exercise pada individu overweight dan obesitas. 1.4 Manfaat Penelitian Dari penelitian ini akan didapatkan berbagai macam manfaat, antara lain : 1. Manfaat Teori Penelitian ini diharapkan menambah pengetahuan dan membuktikan berdasarkan teori mengenai peningkatan VO 2 max dan daya tahan otot quadriceps femoris dengan melakukan senam aerobik di air dan di darat. Serta dapat digunakan sebagai referensi dalam penelitian selanjutnya yang lebih mendalam. 2. Manfaat Praktis Memberikan kontribusi bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan memperkaya khasanah peran Fisioterapi pada aspek promotif dan preventif pada kondisi individu yang mengalami overweight dan obesitas. Sebagai alternatif pemberian tindakan untuk meningkatkan kebugaran fisik tanpa memberikan pembebanan yang berlebihan pada sendi. 9

29 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Overweight Definisi Overweight dan obesitas adalah istilah yang sering digunakan untuk menyatakan adanya kelebihan berat badan dari normal. Overweight adalah kelebihan berat badan yang dibandingkan dengan berat badan ideal yang dapat disebabkan oleh penimbunan jaringan lemak atau non-lemak. Overweight dan obesitas adalah suatu keadaan akumulasi lemak tubuh yang berlebihan pada jaringan lemak tubuh yang dapat menimbulkan beberapa penyakit. Overweight dan obesitas tidak hanya berkaitan dengan berat badan total tetapi juga distribusi lemak yang tersimpan di dalam tubuh. Gambaran overweight mudah dikenali dengan tanda-tanda wajah membulat, pipi tembam, dagu rangkap, leher relatif pendek, dada membusung dengan payudara yang membesar mengandung jaringan lemak, perut membuncit disertai dinding perut yang berlipat-lipat, kedua tungkai berbentuk valgus (X) dengan kedua pangkal paha bagian dalam saling menempel dan bergesekan (Purnamawati, 2009). Cara untuk menentukan obesitas yang paling sering digunakan yaitu Indeks Massa Tubuh (IMT) dimana berat badan dengan satuan kilogram yang dibagi tinggi badan kuadrat dengan satuan meter seperti rumus berikut : 10

30 11 IMT = Berat badan (kg) [Tinggi badan (m)] 2 Hasil penghitungan IMT pada orang dewasa diklasifikasikan seperti pada tabel 2.1 berikut TABEL 2.1 KLASIFIKASI IMT MENURUT KRITERIA ASIA PASIFIK Klasifikasi IMT (kg/m 2 ) Underweight < 18,5 Normal 18,6 22,9 Overweight 23 24,9 Obesitas I 25 29,9 Obesitas II > 30 Sumber : National Institute for Health, Etiologi Overweight dan obesitas merupakan penyakit dengan etiologi yang sangat kompleks dan belum sepenuhnya diketahui. Keadaan overweight terjadi jika asupan makanan sehari-hari yang dikonsumsi lebih banyak dibandingkan dengan energi yang dikeluarkan. Ketidakseimbangan antara asupan energi dengan keluaran energi disimpan dalam jaringan lemak. Kelebihan energi dapat disebabkan oleh konsumsi makanan yang berlebihan dari jumlah kebutuhan, sedangkan rendahnya keluaran energi disebabkan oleh rendahnya metabolisme tubuh, aktifitas fisik dan efek termogenesis makanan. 11

31 12 Sebagian besar gangguan homeostasis energi pada overweight disebabkan oleh faktor idiopatik (primer atau nutrisional) sedangkan faktor endogen (obesitas sekunder atau non-nutrisional) disebabkan oleh kelainan sindroma atau defek genetik hanya mencakup kurang dari 10%. Obesitas idiopatik terjadi akibat interaksi multifaktorial. Faktorfaktor yang berperan tersebut dikelompokkan menjadi faktor genetik dan lingkungan. Faktor genetik yang mempunyai peranan kuat yang diketahui adalah parental fatness yaitu seseorang yang obesitas biasanya berasal dari orang tua yang obese. Apabila salah satu orang tua mengalami obesitas maka angka kejadiannya sebesar 40%, tetapi bila kedua orang tua tidak obesitas maka prevalensinya sebesar 14%. Peningkatan risiko menjadi obesitas kemungkinan disebabkan karena pengaruh gen atau faktor lingkungan dalam keluarga (Purnamawati, 2009). Faktor lingkungan yang berperan sebagai penyebab terjadinya overweight dan obesitas yaitu nutrisional (perilaku makan), aktifitas fisik, trauma (neurologis dan psikologis), medikamentosa (steroid) dan sosial ekonomi. Faktor-faktor yang mempengaruhi overweight adalah: a. Herediter Faktor hormonal dan neural yang mengatur berat badan normal dipengaruhi secara genetik, meliputi sinyal jangka pendek dan jangka panjang yang memutuskan aktifitas makan dan rasa kenyang. Jumlah dan ukuran sel lemak, distribusi regional lemak tubuh dan resting metabolic rate juga diputuskan secara genetik (Mahan dan Escott, 2004). 12

32 13 b. Pola makan Peranan pola makan terhadap terjadinya obesitas sangat besar, terutama makanan tinggi karbohidrat dan lemak. Kebiasaan lain adalah mengkonsumsi makanan camilan yang banyak mengandung gula sambil menonton televisi. Pilihan jenis makanan camilan bisa dipengaruhi iklan di televisi (Purnamawati, 2009). c. Aktifitas fisik Aktifitas fisik yang teratur pada saat rekreasi maupun bekerja mencegah bertambahnya berat badan dan komposisi tubuh. Individu yang mempertahankan penurunan berat badan sepanjang waktu menunjukkan adanya kekuatan otot yang lebih besar (Katch et al, 2011). d. Gangguan hormonal Walaupun sangat jarang, ada beberapa kasus obesitas yang disebabkan oleh endocrine disorder, hiperaktivitas adrenokortikal, hipogonadisme, dan penyakit hormon lain (Mahan & Escott-Stump, 2004) Patogenesis obesitas Overweight dan obesitas terjadi karena ketidakseimbangan antara asupan energi dengan keluaran energi (energi expenditures) sehingga terjadi kelebihan energi yang disimpan dalam bentuk jaringan lemak. Asupan dan pengeluaran energi tubuh diatur oleh mekanisme saraf dan hormonal (Mahan & Escott-Stump, 2004). Pada saat asupan meningkat maka konsumsi kalorinya juga meningkat, begitupun sebaliknya. Sehingga berat badan dipertahankan secara baik dalam cakupan yang sempit dalam 13

33 14 waktu yang lama. Keseimbangan homeostasis ini diduga dipertahankan oleh internal set point atau lipostat. Internal set point dapat mendeteksi jumlah energi yang tersimpan (jaringan adiposa) dan meregulasi asupan makanan agar seimbang dengan energi yang dibutuhkan. Jaringan adiposa utamanya terletak di bawah kulit dan di belakang peritoneum yang tersusun dari sejumlah protein dan air. Jaringan adiposa putih berfungsi sebagai tempat penyimpanan trigliserid, melindungi organ intra-abdominal dan insulator panas tubuh. Sel adiposa sangat kaya dengan pembuluh darah dan persarafan yang penting bagi tubuh dalam memelihara kebutuhan keseimbangan energi, penyimpanan energi dalam bentuk lemak (lipid), mobilisasi energi dalam merespon rangsangan hormonal serta perubahan sinyal sekresi. Penyimpanan energi utama tersebut disimpan dalam bentuk trigliserid (Mahan & Escott-Stump, 2004). Sel adiposa mampu menyimpan lemak sebanyak 80% hingga 90% dari ukurannya. Jaringan adiposa meningkat dengan cara memperbesar ukuran sel pada saat lipid bertambah (hipertropi) atau bertambahnya jumlah sel (hiperplasia). Penambahan berat badan merupakan hasil dari hipertropi, hyperplasia atau kombinasi dari keduanya. Timbunan lemak dapat mengembang melalui proses hipertropi hingga 1000 kali yang terjadi setiap waktu sepanjang masih tersedianya ruang di dalam sel adiposa. Hiperplasia terjadi sebagai bagian dari proses pertumbuhan sejak bayi hingga masa remaja. Apabila berat badan 14

34 15 berkurang akibat trauma, penyakit, diet dan latihan maka terjadi penurunan ukuran sel. Ukuran sel tidak meningkat sebelum mencapai ukuran maksimal sel. Jumlah sel adiposa tidak berkurang seiring dengan menurunnya berat badan. Pencegahan menjadi penting karena lemak diperoleh dan dipertahankan sepanjang waktu. Jaringan adiposa merupakan suatu model terintegrasi antara sistem endokrin dengan signaling dalam regulasi metabolisme energi. Sebagian besar peneliti berpendapat bahwa jaringan adiposa mempunyai peranan penting tidak hanya dalam metabolisme dan cadangan energi tetapi juga dalam pertumbuhan serta respon hubungan antara endokrin dan neuronal (Mahan & Escott-Stump, 2004). Adiposit mengeluarkan zat adipositokin yang memiliki efek obesitas, diabetes dan penyakit kardiovaskuler sehingga jaringan lemak secara langsung berhubungan dengan kelainan yang diakibatkan obesitas. Sel adiposa juga mempunyai fungsi sebagai kelenjar endokrin yang memproduksi hormon leptin, resistin dan TNF-α. Sistem yang meregulasi keseimbangan energi yang kemudian mempengaruhi berat badan adalah: (a) sistem aferen yang menghasilkan sinyal hormonal (leptin) dari jaringan adiposa, pankreas (insulin) dan perut (ghrelin), (b) central processing unit yang terdapat di hipotalamus dan terintegrasi dengan sinyal aferen (c) sistem efektor yang membawa perintah dari nukleus hipotalamus dalam bentuk reaksi untuk makan dan pengeluaran energi. 15

35 16 Pada saat energi yang tersimpan berlebih dalam bentuk jaringan adiposa dan individu tersebut makan, sinyal adiposa aferen (leptin, insulin dan ghrelin) akan dikirim ke unit proses di sistem saraf pusat di hipotalamus. Sinyal adiposa akan menghambat jalur anabolisme dan mengaktifkan jalur katabolisme. Lengan efektor pada jalur sentral ini kemudian mengatur keseimbangan energi dengan menghambat masukan makanan dan mempromosi pengeluaran energi sehingga akan mereduksi energi yang tersimpan. Sebaliknya, jika energi yang tersimpan sedikit maka ketersediaan jalur anabolisme akan menggantikan jalur katabolisme untuk menghasilkan energi yang akan disimpan dalam bentuk jaringan adiposa kembali, sehingga akan tercipta keseimbangan antara keduanya (Purnamawati, 2009). Pada sinyal aferen, insulin dan leptin mengontrol siklus energi dalam jangka waktu yang lama dengan mengaktifkan jaras katabolisme dan menghambat jaras anabolisme. Sedangkan ghrelin secara dominan menjadi mediator dalam waktu yang singkat. Hormon ghrelin menstimulasi rasa lapar melalui aksinya di pusat makan di hipotalamus. Sintesis ghrelin dominan terjadi di sel-sel epitel bagian fundus lambung. Sebagian kecil dihasilkan di plasenta, ginjal, kelenjar pituitari dan hipotalamus. Sedangkan reseptor ghrelin terdapat di sel-sel pituitari yang mensekresikan hormon pertumbuhan, hipotalamus, jantung dan jaringan adiposa. Konsentrasi ghrelin dalam darah paling 16

36 17 rendah terjadi setelah makan dan meningkat ketika puasa sampai waktu makan berikutnya (Purnamawati, 2009). Walaupun insulin dan leptin sama-sama berpengaruh dalam siklus energi, data yang ada menyebutkan bahwa leptin memiliki peran yang lebih penting daripada insulin dalam pengaturan homeostasis energi di sistem saraf pusat (Purnamawati, 2009). Sel-sel adiposa berkomunikasi dengan pusat hipotalamus yang mengontrol selera makan dan pengeluaran energi dengan cara mensekresi leptin. Jika energi yang tersimpan dalam jumlah banyak dalam bentuk jaringan adiposa maka akan dihasilkan leptin dalam jumlah besar yang melintasi sawar darah otak dan berikatan dengan reseptor leptin. Reseptor leptin menghasilkan sinyal yang mempunyai efek menghambat jalur anabolisme dan memicu jalur katabolisme melalui neuron yang berbeda. Hasil akhirnya adalah mengurangi asupan makanan dan mempromosikan faktor pengeluaran energi. Oleh karena itu, untuk waktu beberapa saat energi yang tersimpan dalam sel-sel adiposa mengalami reduksi dan mengakibatkan berat badan berkurang. Dalam keadaan inilah, equilibrium atau energi balance tercapai. Siklus tersebut akan berlaku sebaliknya jika energi dalam jaringan adiposa habis dan jumlah leptin berada di bawah ambang batas normal. 17

37 Dampak obesitas terhadap fisiologi paru Obesitas, khususnya obesitas sentral (abdominal) berhubungan dengan sejumlah gangguan metabolisme dan penyakit dengan morbiditas dan mortalitas seperti resistensi insulin, hipertensi, hiperlipidemia serta beberapa jenis gangguan pernapasan. Perubahan yang terjadi meliputi mekanika pernapasan, tahanan aliran udara, pola pernapasan, pertukaran gas (Wulandari, 2005). Komplikasi kardiorespirasi yang dijumpai pada obesitas dipengaruhi oleh jumlah dan distribusi lemak tubuh. Perubahan mekanika respirasi atau kemampuan regangan paru terjadi penurunan compliance yang disebabkan oleh bertambahnya volume darah pulmonal dan kolapsnya saluran-saluran napas terminal. Kelebihan berat badan memberikan beban tambahan pada thoraks dan abdomen dengan akibat peregangan yang berlebihan pada dinding thoraks. Otot-otot pernapasan harus bekerja lebih keras untuk menghasilkan tekanan negatif yang lebih tinggi pada rongga pleura agar memungkinkan aliran udara masuk saat inspirasi. Tahanan sistem pernapasan secara keseluruhan mengalami peningkatan. Penderita obesitas sederhana mengalami peningkatan tahanan pernapasan sebesar 30%, sedangkan penderita sindroma hipoventilasi obesitas dapat mencapai 100%. Peningkatan ini diduga berkaitan dengan peningkatan tahanan pada saluran-saluran napas kecil karena volume paru berkurang. Tahanan tersebut semakin meningkat bila penderita berbaring 18

38 19 terlentang karena beban massa yang ditimbulkan oleh lemak di daerah supra-laring pada saluran napas dan meningkatnya aliran darah pulmonal yang akhirnya mengakibatkan saluran napas menyempit. Sebagian besar penderita obesitas mengalami peningkatan PaCO 2 secara kronis dan terjadi perubahan pola pernapasan. Sebagai usaha mengkompensasi peningkatan beban pada otot-otot pernapasan, penderita obesitas mengalami peningkatan respiratory drive yang mengakibatkan peningkatan ventilasi semenit. Frekuensi pernapasan meningkat sekitar 25% - 40% dibandingkan orang normal, sedangkan volume tidal tetap normal, baik saat istirahat maupun melakukan aktifitas fisik (Wulandari, 2005). Penderita obesitas juga mengalami perubahan central breath timing (penurunan waktu ekspirasi) sebagai akibat perubahan compliance sistem pernapasan. Penurunan volume tidal menyebabkan gangguan ventilasi alveolar. Perubahan mekanika dinding thoraks atau gangguan fungsi otot-otot pernapasan menyebabkan berkurangnya kemampuan untuk mengoreksi PaCO 2 selama manuver hiperventilasi volunter. Secara umum, penderita obesitas memiliki gangguan respon pernapasan terhadap perubahan CO 2 dan hipoksia yang lebih berat dibandingkan orang normal. Kekuatan dan ketahanan otot pernapasan mungkin sedikit terganggu, penyebabnya belum diketahui secara pasti, namun diduga berkaitan dengan infiltrasi lemak pada otot-otot dan peregangan berlebihan 19

39 20 pada otot diafragma. Ketahanan otot-otot pernapasan yang diukur dengan manuver ventilasi volunter maksimal juga menurun (Wulandari, 2005). Gangguan pertukaran gas pada obesitas tergantung pada derajat keparahan obesitas. Penderita obesitas ringan hingga sedang memiliki PaCO 2 yang normal. Peningkatan beban kerja pernapasan pada obesitas karena peningkatan oxygen cost, penurunan kemampuan regangan jaringan paru (compliance), peningkatan tahanan sistem pernapasan dan peningkatan nilai ambang beban inspirasi akibat massa jaringan lemak yang berlebihan. Penderita obesitas mengalami peningkatan beban kerja pernapasan sebesar 60% dibandingkan orang normal (Wulandari, 2005). Kebanyakan penderita obesitas mengalami hambatan melakukan aktifitas fisik. Beberapa mekanisme yang berperan pada berkurangnya toleransi aktifitas fisik seperti peningkatan laju metabolisme saat istirahat dan saat aktifitas, beban metabolisme yang tinggi untuk menggerakkan tubuh, rendahnya cadangan ventilasi dan kardiovaskuler, rendahnya nilai ambang anaerobik, sesak napas dan deconditioning. Penderita obesitas mengkonsumsi oksigen 25% lebih banyak dibandingkan non-obese. Banyaknya energi yang dibutuhkan untuk menggerakkan massa tubuh merupakan salah satu penyebab meningkatnya beban metabolisme untuk menghasilkan kerja ringan hingga sedang. Perubahan mekanika dinding thoraks dan abdomen ikut berperan pada peningkatan beban kerja ventilasi. Hal ini akan memicu makin meningkatnya denyut jantung dan 20

40 21 frekuensi pernapasan pada saat puncak aktifitas fisik walaupun yang dikerjakannya hanya sub-maksimal. 2.2 Komponen Biomotor Biomotor adalah kemampuan gerak manusia yang dipengaruhi oleh kondisi sistem neuromuskuler dan muskoloskeletal, respirasi, pencernaan, sirkulasi dan energi. Komponen biomotor menurut Sukadiyanto & Muluk (2011) dipengaruhi oleh kebugaran energi meliputi kapasitas aerobik-anaerobik dan kebugaran otot. Komponen dasar biomotor yang utama meliputi ketahanan, kekuatan dan kecepatan, sedangkan komponen biomotor yang merupakan suplemen utama terdiri dari fleksibilitas dan koordinasi Daya tahan/endurans Daya tahan adalah kemampuan kerja otot atau sekelompok otot dalam jangka waktu tertentu tanpa mengalami kelelahan yang berarti. Faktor yang mempengaruhi ketahanan adalah kemampuan maksimal dalam memenuhi konsumsi oksigen yang ditandai dengan VO 2 max, sistem saraf, motivasi, kapasitas aerobik-anaerobik, kecepatan cadangan, dosis latihan, keturunan, umur dan jenis kelamin (Sukadiyanto & Muluk, 2011). Daya tahan dikelompokkan menurut jenis, jangka waktu dan sistem energi yang digunakan. Daya tahan menurut jenis terdiri dari daya tahan umum dan daya tahan khusus. Daya tahan umum adalah kemampuan seseorang melakukan kerja dengan melibatkan seluruh kelompok otot 21

41 22 tubuh, sistem saraf dan sistem kardiorespirasi dalam jangka waktu yang lama. Sedangkan daya tahan khusus hanya melibatkan sekelompok otot lokal Kekuatan Kekuatan adalah kemampuan otot atau sekelompok otot untuk melawan beban atau tahanan. Tingkat kekuatan otot dipengaruhi keadaan panjang otot, massa otot, jarak beban dengan titik tumpu, tingkat kelelahan, jenis serabut otot, teknik dan kemampuan kontraksi otot. Kekuatan umum adalah kemampuan seluruh sistem otot berkontraksi melawan tahanan atau beban. Sedangkan kekuatan khusus adalah kemampuan sekelompok otot yang dibutuhkan dalam aktifitas spesifik tertentu. Setiap pemberian latihan akan memberikan dampak dan respon fisiologi kekuatan pada otot berupa adaptasi persarafan otot, hipertrofi, peningkatan daya tahan otot, adaptasi kardiovaskuler, perubahan biokimiawi dan komposisi otot (Sukadiyanto & Muluk, 2011) Kecepatan Kecepatan adalah kemampuan otot untuk merespon rangsang dalam waktu yang sesingkat mungkin. Kecepatan merupakan perbandingan antara jarak dan waktu sehingga selalu berkaitan dengan waktu reaksi, frekuensi gerakan per satuan unit waktu dan kecepatan menempuh jarak tertentu. Kecepatan reaksi adalah kemampuan seseorang dalam merespon rangsang dalam waktu yang sesingkat mungkin. Sedangkan kecepatan gerak yaitu kemampuan seseorang melakukan 22

42 23 serangkaian gerakan dalam waktu yang sesingkat mungkin. Faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan meliputi keturunan, waktu reaksi, kemampuan mengatasi beban pemberat, teknik, elastisitas dan jenis otot, konsentrasi dan kemauan (Sukadiyanto & Muluk, 2011) Fleksibilitas Fleksibilitas adalah luas gerak satu sendi atau beberapa persendian. Fleksibilitas persendian meliputi fleksibilitas statis yang ditentukan oleh ukuran luas gerak (range of motion) dan fleksibilitas dinamis adalah kemampuan seseorang bergerak dengan kecepatan tinggi. Faktor yang mempengaruhi fleksibilitas meliputi elastisitas otot, tendo dan ligamen, susunan tulang, bentuk persendian, suhu tubuh, umur, jenis kelamin dan bioritme (Sukadiyanto & Muluk, 2011) Koordinasi Koordinasi adalah kemampuan otot dalam mengontrol gerak secara akurat untuk mencapai tujuan tugas fisik tertentu. Koordinasi merupakan kemampuan penguasaan gerak yang melibatkan sinkronisasi beberapa kemampuan biomotor sehingga terjadi serangkaian gerak yang selaras, serasi dan simultan. Indikator koordinasi adalah ketepatan dan gerak yang ekonomis. Koordinasi dibedakan menjadi koordinasi umum dan koordinasi khusus. Koordinasi umum adalah kemampuan seluruh tubuh untuk menyesuaikan dan mengatur gerakan secara simultan dan diperlukan keteraturan gerak dari beberapa anggota badan yang lain. Koordinasi 23

43 24 khusus adalah kemampuan untuk mengkoordinasikan gerak dari sejumlah anggota badan secara simultan. 2.3 Fisiologi Latihan Terhadap VO 2 Max Partisipasi dalam program latihan aerobik secara teratur meningkatkan kemampuan sistem kardiovaskuler untuk mengirim darah ke otot yang bekerja dan meningkatkan kapasitas otot untuk memproduksi energi secara aerobik. Sebagian besar jaringan dan sistem organ akan terpengaruh secara langsung maupun tidak langsung oleh program latihan. VO 2 max berhubungan dengan kapasitas fungsional sistem kardiovaskuler untuk mengirim darah ke otot yang bekerja selama kerja maksimal dan supramaksimal untuk mempertahankan rata-rata tekanan darah arteri. VO 2 max atau power maksimal aerobik adalah ukuran yang dihasilkan dari kapasitas sistem kardiovaskuler untuk menyampaikan darah teroksigenasi kepada sejumlah massa otot besar yang terlibat dalam kerja dinamis (Powers dan Howley, 2012). Penyerapan oksigen adalah produk aliran darah (cardiac output) dan ekstraksi oksigen sistemik (perbedaan oksigen arteriovenosa), perubahan dalam VO 2 max akan mengakibatkan perubahan pada sejumlah variabel pada persamaan VO 2 max = HR max X SV max X (a-v O 2 ) max. Pada umumnya, frekuensi denyut jantung akan sama atau menurun dengan latihan aerobik. Peningkatan VO 2 max terbagi antara peningkatan stroke volume dan perbedaan a-v O 2 sistemik. 24

44 25 Faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya VO 2 max adalah: a. Paru Paru adalah organ pada sistem pernapasan yang berhubungan dengan sistem sirkulasi yang berfungsi sebagai tempat ventilasi atau pertukaran udara. Oksigen berdifusi melalui alveolus ke dalam darah kemudian berikatan dengan hemoglobin. Proses pengambilan dan pengeluaran napas tergantung pada kekuatan otot-otot pernapasan. Walaupun kapasitas vital paru besar tetapi otot pernapasannya lemah, maka force expired volume (FEV) nya akan kecil. Akibatnya ventilasi (jumlah udara yang keluar masuk) selama satu menit akan kecil pula. b. Pembuluh darah Pembuluh darah adalah bagian dari sistem sirkulasi yang berfungsi sebagai pipa saluran yang mengalirkan dan mengedarkan darah, nutrisi dan oksigen ke seluruh tubuh. Serta mengeluarkan zat sisa metabolisme dan karbondioksida dari seluruh tubuh ke organ ekskresi. Kemampuan pembuluh darah untuk konstriksi dan dilatasi adalah menguntungkan agar aliran menjadi lancar dan proses pertukaran oksigen dan nutrisi berjalan dengan baik. c. Jantung Organ berotot, berongga dan berkontraksi secara berirama dan berulang yang memompa darah melalui pembuluh darah. Proses pemompaan jantung tergantung pada kembalinya darah ke jantung serta 25

45 26 kekuatan kontraksi otot jantung. Pada venous return yang kecil, maka akan berakibat pemompaan jantung juga kecil. d. Mitokondria Mitokondria adalah organel tempat berlangsungnya fungsi respirasi sel serta penghasil energi dalam bentuk adenosine tri phosphate (ATP). Selain yang telah disebutkan diatas, ada beberapa faktor fisiologis lain yang mempengaruhi VO 2 max yaitu: (1) keturunan, bahwa 93,4% VO 2 max ditentukan oleh faktor genetik yaitu persentase slow twitch fiber yang hanya dapat diubah melalui pemberian latihan, (2) usia, mulai sejak anak sampai umur tahun daya tahan fisik meningkat dan berbanding terbalik dengan usia setelah 30 tahun, (3) jenis kelamin, pada usia pubertas tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada daya tahan kardiovaskuler antara laki-laki dan perempuan, (4) aktifitas fisik, istirahat selama 3 minggu akan menurunkan daya tahan kardiovaskuler sebesar 17%-27%. Tabel 2.2 KLASIFIKASI KEBUGARAN KARDIORESPIRASI BERDASARKAN VO 2 MAX INDIVIDU UMUR 29 TAHUN Jenis kelamin Nilai VO2 Max Kategori Laki-laki 24,9 Jelek 25 33,9 Cukup 34 43,9 Rata-rata 44 52,9 Baik 53 Sangat Baik Perempuan 23,9 Jelek 24 30,9 Cukup 31 38,9 Rata-rata Sumber : Katch et al, ,9 Baik 49 Sangat Baik 26

46 Pengangkutan Oksigen Sistem pernapasan terdiri dari organ pertukaran gas dan pompa ventilasi paru. Pompa ventilasi terdiri dari dinding dada, otot-otot pernapasan, pusat pernapasan di otak yang mengendalikan otot pernapasan serta jaras dan saraf yang menghubungkan antara pusat pernapasan dengan otot pernapasan. Ganong (2001) menjelaskan sistem pengangkut O 2 dalam tubuh dilakukan oleh paru dan kardiovaskuler. Pengangkutan O 2 menuju jaringan tergantung pada jumlah O 2 yang masuk ke dalam paru, pertukaran gas yang adekuat, aliran darah ke jaringan dan kapasitas darah dalam mengangkut O 2. Jumlah O 2 dalam darah ditentukan oleh jumlah O 2 terlarut, hemoglobin darah dan afinitas hemoglobin terhadap O 2. Peningkatan suhu atau penurunan ph akan membutuhkan P O2 yang lebih tinggi agar hemoglobin dapat mengikat O 2 dalam jumlah tertentu dan demikian juga sebaliknya. Frekuensi pernapasan manusia normal saat kondisi istirahat berkisar antara kali/menit dan terjadi pertukaran 6-8 liter udara/menit yang masuk dan keluar dari paru. Oksigen berdifusi dari udara alveoli ke dalam aliran darah berikatan dengan hemoglobin yang dikenal dengan reaksi oksigenasi yang digambarkan sebagai Hb + O 2 HbO 2. Mioglobin adalah pigmen mengandung besi yang berada di otot skeletal, menyerupai hemoglobin yang mengambil O2 dari hemoglobin darah. Kandungan mioglobin paling besar dijumpai pada otot yang 27

47 28 berkontraksi terus-menerus. Mioglobin mempermudah difusi O 2 dari darah ke mitokondria sebagai tempat berlangsungnya reaksi oksidasi. Mekanisme pernapasan dikendalikan secara volunter di korteks serebri dan secara otomatis yang dikendalikan oleh pons dan medulla oblongata. Neuron motorik yang mempersarafi otot ekspirasi akan dihambat apabila neuron motorik yang mempersarafi otot inspirasi bekerja aktif (Ganong, 2001) Respon kardiovaskuler terhadap latihan Fisiologi tubuh merespon terhadap episode dari latihan aerobik dan latihan tahanan yang terjadi pada sistem muskuloskeletal, kardiovaskuler, respirasi, endokrin dan sistem imun. Respon-respon tersebut telah dipelajari dalam laboratorium yang terkontrol sehingga pembebanan latihan dapat di regulasi secara tepat dan respon fisiologi diamati secara hati-hati (Powers & Howley, 2012). Fungsi utama sistem kardiovaskuler dan respirasi adalah menyediakan oksigen dan nutrisi untuk kebutuhan tubuh, membuang karbondioksida dan produk sisa metabolisme lainnya, mempertahankan temperatur tubuh dan menjaga keseimbangan asam basa serta transportasi hormon-hormon dari kelenjar endokrin ke organ target. Agar efektif dan efisien, sistem kardiovaskuler harus mampu merespon terhadap peningkatan aktifitas otot skeletal. Laju kerja yang rendah secara relatif merupakan kebutuhan yang kecil pada sistem kardiovaskuler dan respirasi, apabila laju kerja otot-otot meningkat, kedua 28

48 29 sistem tersebut hingga akhirnya akan mencapai kapasitas maksimal untuk memenuhi kebutuhan tubuh. Sistem kardiovaskuler yang terdiri dari jantung, pembuluh darah arteri-vena dan darah merespon terhadap peningkatan kebutuhan dari latihan. Respon kardiovaskuler terhadap latihan secara langsung sesuai dengan proporsi kebutuhan oksigen otot skeletal pada setiap laju kerja dan penyerapan oksigen (VO 2 ) meningkat secara linear dengan peningkatan laju kerja (Powers & Howley, 2012) Cardiac output (isi sekuncup) Cardiac output adalah volume total darah yang dipompa oleh ventrikel kiri jantung per menit. Cardiac output merupakan hasil dari denyut jantung (jumlah denyut per menit) dan stroke volume (volume darah yang dipompa per denyut). Perbedaan oksigen arteri vena (a-v O 2 ) adalah perbedaan antara kandungan oksigen dalam arteri dan vena. Cardiac output memainkan peran penting dalam pemenuhan kebutuhan oksigen untuk kerja. Cardiac output dan denyut jantung meningkat hingga menyesuaikan tingkat kerja, sementara stroke volume hanya meningkat kurang lebih 40% - 60% dari penyerapan oksigen maksimal seseorang (VO 2 max) hingga akhirnya mencapai titik landai (Ganong, 2011) Aliran darah Pola aliran darah berubah secara dramatis pada saat seseorang berlatih dari kondisi istirahat. Saat kondisi istirahat, kulit dan otot skeletal 29

49 30 menerima sekitar 20% dari cardiac output. Selama latihan, lebih banyak darah yang dikirim kepada otot-otot skeletal yang aktif dan temperatur tubuh meningkat maka darah juga dikirim ke kulit. Kedua proses tersebut dapat dicapai dengan meningkatnya cardiac output dan redistribusi aliran darah dari area dengan kebutuhan rendah Tekanan darah Rata-rata tekanan darah arteri meningkat dalam rangka merespon latihan dinamis terutama peningkatan tekanan darah sistolik. Tekanan sistolik meningkat secara linear dengan peningkatan laju kerja, mencapai nilai puncak pada 200 dan 240 milimeter merkuri pada orang dengan tensi normal. Selama 2 atau 3 jam pertama setelah latihan, tekanan darah turun dibawah level istirahat sebelum latihan. Perubahan akut pada tekanan darah setelah episode latihan mungkin menjadi aspek penting dalam pengaturan aktifitas fisik untuk membantu mengontrol tekanan darah pada penderita hipertensi (Powers & Howley, 2012) Keseimbangan cairan Air sangat esensial dalam hidup dan mempertahankan hidrasi pada tingkat optimum akan menjamin tubuh berfungsi baik. Tubuh manusia mengandung air rata-rata 60% pada laki-laki dan 41% pada perempuan dari berat badan yang terdistribusi dalam cairan intraseluler dan ekstraseluler. Cairan ekstraseluler terbagi dalam cairan interstitial dan 30

50 31 plasma. Air adalah komponen terbesar cairan tubuh, meliputi darah, cairan synovial sendi, air ludah dan urin. Konsentrasi cairan tubuh terkontrol sangat ketat, seperti untuk meningkatkan cairan tubuh dengan membatasi pengeluaran urin dan menstimulasi rasa haus. Secara umum, cairan tubuh dipertahankan dalam batas tertentu, jika kehilangan cairan tidak tergantikan dengan cukup maka terjadi dehidrasi. Dehidrasi ringan yaitu kehilangan cairan 2% dari berat tubuh akan mengakibatkan nyeri kepala, kelelahan, menurunnya performa fisik dan mental (Benelam & Wyness, 2010). Air didapatkan dari segala minuman dan beberapa jenis makanan yang kita konsumsi. Kebutuhan cairan individu sangat bervariasi tergantung dari banyak faktor seperti komposisi dan ukuran tubuh, lingkungan dan tingkat aktivitas fisik. Badan standarisasi makanan merekomendasikan bahwa sebaiknya minum paling tidak 1,2 liter sehari (6-8 gelas). Ginjal memainkan peran sentral dalam mempertahankan keseimbangan cairan tubuh dan keseimbangan zat terlarut dalam cairan tubuh. Aktivitas fisik menaikkan temperatur tubuh apalagi dalam lingkungan panas. Mekanisme berkeringat untuk menghilangkan panas dan mempertahankan temperatur tubuh stabil. Jumlah keringat yang dihasilkan bervariasi dan tergantung dari banyak faktor meliputi kondisi lingkungan, intensitas aktivitas fisik, pakaian yang dikenakan, tingkat kebugaran dan aklimatisasi individual. Perempuan memiliki tingkat 31

51 32 berkeringat lebih rendah dibanding laki-laki karena ukuran tubuh dan tingkat metabolisme lebih rendah saat aktif. Bahkan saat berenang, sejumlah air menghilang sebagai keringat (Benelam & Wyness, 2010). Pemenuhan konsumsi cairan pada remaja obesitas seharusnya 2,4-3,3 liter, lebih tinggi dibanding kebutuhan cairan remaja dengan berat badan normal. Hal tersebut dikarenakan kandungan air dalam sel adiposa orang obesitas lebih rendah dibanding kandungan air dalam sel ototnya, sehingga orang yang obesitas lebih mudah kekurangan cairan (Benelam & Wyness, 2010). 2.4 Daya Tahan Otot Daya tahan otot menjadi unsur penting bagi individu untuk menghindari kelelahan yang berlebihan dalam menjalani aktifitas fisik. Daya tahan otot adalah kemampuan sekelompok otot untuk berkontraksi dengan secara berulang dalam waktu yang lama. Salah satu respon adaptif mendasar terhadap latihan daya tahan aerobik adalah meningkatnya kapasitas aerobik dari otot-otot yang terlatih. Adaptasi ini memungkinkan individu melakukan aktifitas dengan intensitas yang lebih besar dengan lebih mudah. Respon menguntungkan ini mungkin disebabkan oleh daya tahan aerobik berdasarkan tipe serabut otot. Adaptasi lokal secara spesifik dihasilkan dari latihan daya tahan aerobik yang mengurangi produksi asam laktat, perubahan dalam pelepasan hormon terutama katekolamin dan pemindahan asam laktat secara cepat. 32

52 33 Komponen daya tahan otot meliputi kontraksi otot submaksimal yang diperpanjang dengan repetisi yang banyak dan pemulihan yang pendek. Serabut tipe I memiliki kapasitas aerobik yang lebih besar dibanding serabut tipe II. Hal ini dikarenakan serabut tipe I memiliki kapasitas oksidatif lebih besar baik sebelum maupun sesudah diberikan latihan. Sebaliknya, hipertrofi selektif pada serabut tipe I terjadi karena meningkatnya rekruitmen selama aktifitas aerobik, meskipun hasil diameter cross-sectional tidak sebesar yang terlihat dibanding pada serabut tipe II yang mendapat latihan tahanan (Baechle dan Earle, 2008). Adaptasi otot pada tingkat sel meliputi meningkatnya ukuran dan jumlah mitokondria dan konten myoglobin. Myoglobin adalah protein yang mengangkut oksigen dalam sel. Mitokondria adalah organel sel yang bertanggung jawab memproduksi adenosin tri fosfat (ATP) secara aerobik melalui reaksi oksidasi glikogen. Peningkatan jumlah oksigen yang dikirim ke mitokondria yang dikombinasikan dengan besar dan banyaknya jumlah mitokondria serta konsentrasi myoglobin yang besar maka kapasitas jaringan otot untuk mengekstrak dan menggunakan oksigen juga meningkat. Adaptasi ini ditambah dengan meningkatnya derajat dan aktifitas enzim-enzim yang terlibat dalam metabolisme aerobik glukosa dan sejalan dengan meningkatnya cadangan glikogen dan trigliserid (Baechle dan Earle, 2008). 33

53 Struktur Anatomi Fungsional Otot Quadriceps Femoris Otot quadriceps femoris adalah sekelompok otot yang terdiri dari otot rectus femoris, vastus intermedius, vastus lateralis dan vastus medialis yang bersatu menjadi satu tendon berinsersio di tulang patella dan berada di bagian anterior tungkai atas yang berfungsi utama sebagai ekstensor lutut dan membantu fleksi hip. Otot quadriceps femoris mendapat persarafan dari saraf femoralis yang berasal dari segmen vertebrae lumbal 2-4. Gambar 2.1 : Otot quadriceps femoris (Putz & Pabst, 1997) Suplai darah Vaskularisasi yang mensuplai otot quadriceps femoris berasal dari arteri femoralis, sedangkan darah balik mengalir kembali ke jantung melalui vena femoralis. Kontraksi otot dinamis yang dilakukan secara intens membutuhkan oksigen sebesar 4000 ml/menit dan oksigen yang dikonsumsi oleh otot yang aktif meningkat hingga 70 kali dibanding 34

54 35 konsumsi saat otot istirahat. Untuk mengakomodasi peningkatan kebutuhan oksigen, sirkulasi lokal mengalihkan aliran darah ke jaringan aktif yang terlibat dalam kontraksi otot. Fluktuasi aliran darah dapat meningkat pada saat otot berkontraksi memendek dan menurun pada saat otot relaksasi memanjang. Kontraksi dan relaksasi yang bergantian memungkinkan pemompaan darah dari otot mengalir kembali ke jantung. Sekitar 200 hingga 500 kapiler mengirim darah ke setiap milimeter kuadrat otot yang aktif berkontraksi, dimana lebih dari 4 kapiler kontak langsung dengan setiap serabut otot (Katch et al, 2011). Mikrosirkulasi kapiler mempercepat pemindahan panas dan produk akhir metabolisme dari jaringan-jaringan aktif. Jaringan yang banyak dan tipis ini tidak hanya menukarkan panas dan produk metabolisme, tetapi juga cairan, elektrolit, gas dan makromolekul dengan baik. Pada saat otot berkontraksi, mikrokapiler dengan segera terstimulasi untuk meningkatkan aliran darah dan perfusi kapiler untuk mengangkut darah untuk area yang luas. Jumlah kapiler per otot pada orang terlatih 40% lebih banyak dibanding orang yang tidak terlatih. Terdapat hubungan yang positif antara VO 2 max dan rata-rata jumlah kapiler per otot. Peningkatan vaskularisasi pada tingkat kapiler membuktikan manfaat latihan yang membutuhkan metabolisme aerobik (Katch et al, 2011). 35

55 Energi untuk kontraksi Energi untuk kontraksi otot berasal dari pemecahan ATP oleh enzim myosin ATPase. Enzim tersebut berlokasi di kepala jembatan silang myosin. Penarikan jalur bioenergetik bertanggungjawab terhadap sintesis ATP. Pemecahan ATP menjadi ADP + P i melepaskan energi sebagai sumber energi jembatan silang myosin yang menarik molekul aktin sehingga otot memendek. Dalam satu siklus kontraksi, semua jembatan silang pada otot akan memendek hanya sekitar 1% dari ukuran panjang saat istirahat. Karena beberapa otot dapat memendek hingga 60% dari ukuran panjang istirahatnya maka siklus kontraksi harus terjadi secara berulang-ulang (Powers & Howley, 2013) Tipe serabut otot Otot skeletal dibagi menjadi beberapa kelompok berdasarkan karakteristik biokimiawi atau histokimiawi dari serabutnya. Secara umum, tipe serabut otot dikelompokkan menjadi fast-twitch dan slow-twitch. Beberapa kelompok otot diketahui secara dominan dari serabut fast-twitch atau slow-twitch. Tetapi kebanyakan dalam tubuh merupakan campuran yang setara antara kedua serabut tersebut. Persentase serabut otot skeletal dipengaruhi genetik, tingkat hormonal dalam darah dan kebiasaan latihan pada seseorang. Komposisi serabut otot skeletal memainkan peranan penting dalam performa kekuatan dan daya tahan (Powers & Howley, 2013). 36

56 37 Serabut tipe I atau slow-twitch fibers mengandung enzim oksidatif dalam jumlah besar, yaitu besarnya volume mitokondria dan lebih banyaknya kapiler dalam setiap serabut. Serabut tipe I juga memiliki konsentrasi myoglobin yang lebih tinggi dibanding serabut tipe II. Sehingga serabut tipe I memiliki kapasitas yang lebih besar terhadap metabolisme aerobik dan resistensi terhadap kelelahan. Serabut tipe IIa dan IIx atau yang dikenal dengan serabut fasttwitch memiliki mitokondria relatif lebih kecil, kapasitas metabolisme aerobik terbatas dan resistensi kelelahan rendah dibanding slow-twitch fibers tetapi serabut fast-twitch memiliki enzim glikolitik yang lebih besar yang menyediakan kapasitas anaerobic. Gambar 2.2 : Otot skeletal (Powers & Howley, 2013) Umumnya karakteristik biokimia otot yang penting dalam fungsi otot adalah kapasitas oksidatif dan tipe ATPase isoform. Kapasitas oksidatif serabut otot ditentukan oleh jumlah mitokondria, kapiler yang 37

57 38 mengelilingi serabut serta myoglobin. Besarnya jumlah mitokondria memproduksi ATP secara aerobik lebih besar. Banyaknya kapiler darah yang mengelilingi serabut otot memastikan bahwa otot akan menerima oksigen secara adekuat selama periode aktifitas kontraksi. Jumlah myoglobin setara dengan hemoglobin dalam darah yang mengikat oksigen sehingga konsentrasi myoglobin yang tinggi memperbaiki pengiriman oksigen dari kapiler darah ke mitokondria dimana oksigen tersebut digunakan. Sehingga jika diakumulasi antara tingginya konsentrasi myoglobin dan banyaknya jumlah mitokondria dan kapiler akan memiliki kapasitas aerobik yang tinggi dan akan lebih tahan terhadap kelelahan. Serabut otot yang mengandung ATPase isoform memiliki aktifitas tinggi ATPase yang mendegradasi ATP secara cepat saat kontraksi pemendekan otot (Powers & Howley, 2013). 2.6 Hukum-Hukum Fisika Aquatic Aerobics Exercise Prinsip-prinsip yang mendasari mengapa air dapat digunakan sebagai media latihan bagi orang yang mengalami overweight sehingga dapat melakukannya dengan mudah dan tanpa nyeri (Campion, 1998 dan Vargas, 2004) Buoyancy Buoyancy adalah gaya tekan keatas yang dihasilkan cairan jika tubuh terbenam di dalamnya. Hukum Archimedes menyatakan bahwa jika tubuh diam yang terbenam secara penuh ataupun sebagian dalam cairan akan terdorong sesuai dengan berat cairan yang dipindahkan. Buoyancy 38

58 39 dan gaya gravitasi secara konstan saling melawan dan mencapai keseimbangan saat tubuh terbenam sebagian. Posisi tubuh berdiri atau vertikal mencapai keseimbangan jika terbenam sedalam leher. Buoyancy dapat memberikan dukungan atau tahanan. Buoyancy digunakan untuk mengurangi gaya gravitasi pada anggota gerak tubuh yang lemah sehingga mampu menahan berat badan, mengurangi tekanan pada sendi dan tegangan otot yang menumpu berat badan. Buoyancy juga dapat menjadi tahanan untuk meningkatkan kekuatan otot jika tubuh digerakkan menjauhi permukaan air (Vargas, 2004) Tekanan hidrostatik atau hukum pascal Cairan memberikan tekanan pada seluruh permukaan tubuh yang terbenam sesuai dengan kedalaman. Tekanan hidrostatik membantu mendorong darah kembali ke jantung lebih efisien. Air di sekeliling tubuh membantu sirkulasi darah dari tungkai menuju jantung. Tekanan hidrostatik juga menjadi tahanan ringan pada gerakan ekspansi sangkar thorak (Vargas, 2004) Kepadatan relatif Kepadatan relatif adalah hubungan antara berat jenis obyek dengan berat jenis air pada temperatur dan tekanan standar. Obyek yang memiliki kepadatan lebih tinggi dari air akan tenggelam dan sebaliknya. Jaringan otot lebih padat dibanding jaringan adiposa. Orang yang kurus akan tenggelam, sebaliknya berlebihan jaringan adiposa pada orang yang mengalami overweight akan mengapung (Vargas, 2004). 39

59 Tahanan cairan Adalah gaya yang melawan suatu benda yang bergerak di dalam air. Gerakan yang dilakukan di dalam air akan diperlambat oleh tahanan cairan, semakin cepat benda bergerak maka semakin besar usaha yang harus dilakukan dan semakin besar pula tahanan cairan menghambat dari segala arah. Sementara di darat, tahanan dirasakan hanya dari satu arah yang tergantung pada arah beban yang diberikan. Tahanan cairan juga meningkatkan kewaspadaan sensoris, meningkatkan waktu reaksi dan belajar mempertahankan keseimbangan dalam lingkungan air (Vargas, 2004) Turbulensi Adalah gerakan keacakan dari air sebagai respon terhadap ketidakstabilan. Gerakan tubuh dalam air menciptakan perubahan tekanan dan turbulensi. Efek gerakan mengaduk air bermanfaat sebagai tahanan. Perubahan kecepatan dan arah gerakan dapat mengubah turbulensi (Vargas, 2004) Temperatur air Dapat merangsang ujung-ujung saraf sensoris di permukaan kulit akan mempengaruhi dilatasi pembuluh darah perifer serta merangsang mekanisme kerja efektor. Bila temperatur air terlalu dingin akan mengakibatkan konstriksi pembuluh darah (vasokonstriksi) sehingga akan menurunkan suplai darah ke seluruh tubuh. Sebagai kompensasinya maka otot-otot tubuh akan berkontraksi untuk mempertahankan homeostasis 40

60 41 temperatur sehingga suplai oksigen melalui darah ke seluruh tubuh dapat terjaga dan metabolisme energi terjadi peningkatan. Untuk mengatasi perbedaan temperatur air kolam dengan tubuh manusia sebelum melakukan aquatic aerobics exercise dapat dilakukan latihan pemanasan dan penguluran di pinggir kolam atau latihan gerak yang ringan di pinggir kolam (Vargas, 2004). Selain itu aquatic aerobics exercise juga memberikan manfaat keuntungan bersifat psikologis, bahwa aktivitas di air menyerupai aktivitas rekreasi dan hiburan, sehingga latihan di air tidak merasa jenuh atau bosan. 2.7 Senam Aerobik Senam aerobik termasuk ke dalam kelompok olahraga aerobik, dimana olahraga aerobik adalah olahraga kesehatan yang terpenting (Giriwijoyo & Sidik, 2013). Senam aerobik merupakan latihan yang menggabungkan berbagai macam gerak, berirama, teratur dan terarah serta pembawaan yang penuh semangat. Senam aerobik memiliki kategori berdasarkan gerakannya, yaitu gerakan cepat (high impact) dan gerakan lambat (low impact). Senam aerobik gerakan lambat (low impact) lebih banyak digunakan oleh masyarakat awam dan sedentari. Gerakan high impact memiliki ciri khas irama musik yang cepat dengan diiringi gerakan dinamis tubuh yang cepat sedangkan pada gerakan low impact disesuaikan dengan gerakan tubuh yang dinamis dengan irama musik yang lambat, 41

61 42 Senam aerobik mempunyai struktur latihan yang seimbang antara latihan anggota gerak atas dan bawah. Sehingga senam aerobik merupakan latihan yang menggerakkan seluruh otot, terutama otot-otot besar dengan gerakan yang kontinyu, berirama, meningkat dan berkesinambungan. Gerakan senam aerobik dipilih gerakan yang mudah diikuti oleh peserta, menyenangkan dan variatif sehingga memungkinkan seseorang untuk melakukannya secara teratur dalam jangka waktu lama (Brick, 2001). Senam aerobik adalah koordinasi antara gerakan dengan musik. Musik yang dianjurkan menurut Brick (2001) sebaiknya memiliki karakteristik sebagai berikut: (a) irama per menit yang menunjukkan kecepatan musik merupakan hal yang harus diperhatikan. Irama per menit sebaiknya dapat membuat peserta berlatih sesuai target denyut jantung dan dapat membuat peserta melakukan berbagai gerakan. (b) pilihan musik yang menyenangkan penuh energi akan membantu mendorong motivasi. (c) musik yang dipilih memiliki empat ketukan per irama dan sebuah irama yang tetap. Untuk pelaksanaan aquatic aerobic, irama yang digunakan lebih rendah karena adanya tahanan air akan mengakibatkan gerakan senam aerobik lebih berat (Vargas, 2004). Sistem oksigen dalam senam aerobik merupakan sumber energi yang predominan. Senam aerobik merangsang kerja jantung, pembuluh darah dan paru. Jantung akan memompa darah lebih kuat dan lebih banyak sehingga denyut jantungnya semakin berkurang. Akibatnya, aliran darah 42

62 43 yang ada diseluruh tubuh meningkat. Pada saat yang sama, paru akan memproses udara lebih banyak dengan usaha yang semakin kecil. American College of Sports Medicine (ACSM) merekomendasikan untuk perkembangan dan pemeliharaan kapasitas aerobik, senam aerobik dilakukan dengan frekuensi 3-5 kali perminggu, intensitas 55-90% dari denyut jantung maksimal (HR max), durasi selama 20 hingga 60 menit dengan latihan yang ritmis, berkelanjutan dan merupakan aktifitas aerobik yang melibatkan kelompok otot besar (Kostic et al, 2006). Senam aerobik dilakukan dalam tiga fase yaitu pemanasan (warming-up), inti (conditioning) dan pendinginan (cooling down). Sistematika senam aerobik menurut Giriwijoyo & Sidik (2013) adalah sebagai berikut : a. Pemanasan (warming-up) Pemanasan merupakan persiapan yang harus dilakukan untuk mengawali aktifitas senam aerobik dengan tujuan untuk mempersiapkan anggota gerak tubuh agar dapat melakukan aktifitas gerakan yang lebih berat pada latihan berikutnya dan mencegah cidera. Pemanasan dilakukan secara bertahap dan cukup untuk meningkatkan suhu otot dan suhu inti tubuh tanpa menyebabkan kelelahan atau mengurangi penyimpanan energi. Menurut Brick (2001) pemanasan yang dilakukan dimulai dari gerakan kecil ke besar secara bertahap meningkatkan denyut jantung, mempersiapkan otot-otot dan sendi, 43

63 44 meningkatkan sirkulasi cairan dalam tubuh serta mempersiapkan tubuh secara psikologis dan emosional. Karakteristik dari fase pemanasan yaitu dilakukan selama 10 menit dari total latihan dengan gerakan berupa penguluran otot-otot, sendi dan gerakan senam ringan untuk memperkenalkan organ tubuh serta merangsang otot agar mengenali kebutuhan gerak. Keberhasilan dalam melakukan pemanasan ditandai dengan meningkatnya suhu tubuh 1-2 C, pengeluaran keringat, peningkatan denyut jantung secara bertahap hingga mencapai 60% denyut jantung maksimal. Fase pemanasan pada aquatic aerobics exercise dilakukan lebih lama dibanding land-based aerobics exercise karena kondisi lingkungan air menuntut peningkatan temperatur tubuh lebih tinggi untuk menjaga homeostasis. b. Inti (conditioning) Fase inti merupakan fase utama dari sistematika senam aerobik. Pada fase ini harus tercapai target latihan sebagai indikator untuk memprediksi bahwa latihan tersebut telah mencapai zona latihan. Rentang zona latihan aerobik adalah 60-90% dari denyut nadi maksimal, dimana denyut nadi seseorang bervariasi tergantung umur, genetik, jenis kelamin, IMT, etnis dan stres. Fase inti mempertimbangkan latihan dengan intensitas cukup besar untuk merangsang peningkatan stroke volume dan cardiac output serta untuk meningkatkan sirkulasi lokal dan metabolisme aerobik pada 44

64 45 kelompok otot yang terlibat. Penekanan latihan submaksimal, berirama, berulang-ulang, dinamis dan melibatkan kelompok otot besar. c. Pendinginan (cooling down) Gerakan pada fase pendinginan dapat dilakukan menyerupai pemanasan atau berupa penguluran ringan. Pendinginan mencegah akumulasi darah di anggota gerak tubuh dengan tetap menggunakan otot untuk mempertahankan aliran balik vena. Pendinginan bermanfaat untuk mencegah pingsan dengan meningkatkan kembalinya darah ke jantung dan otak saat cardiac output dan aliran balik vena menurun. Fase pendinginan berlangsung 5 hingga 10 menit hingga denyut jantung menurun mendekati denyut nadi semula. Pemilihan gerakan pendinginan harus merupakan gerakan penurunan dari intensitas tinggi ke gerakan yang berintensitas rendah Keuntungan latihan aerobik Menurut Brick (2001), seseorang yang melakukan latihan aerobik akan mendapatkan keuntungan sebagai berikut: a. Jantung Latihan aerobik meningkatkan derajat kebugaran fisik, kesehatan dan membantu tubuh bekerja lebih efisien. Segala hal yang berkaitan dengan sistem kardiorespirasi dan vaskuler adalah jaringan utama yang digunakan oleh tubuh selama latihan aerobik berlangsung. 45

65 46 b. Kekuatan otot Latihan aerobik dapat meningkatkan kekuatan otot jika didalamnya juga dilakukan latihan otot dengan intensitas tinggi dengan waktu singkat yang menggunakan energi maksimum dan diulang-ulang. c. Daya tahan otot Latihan aerobik membantu meningkatkan daya tahan otot. Peningkatan daya tahan otot dilakukan dengan menambah jumlah repetisi gerakan-gerakan ringan saat latihan aerobik. Gerakan-gerakan ringan aerobik seperti melompat-lompat, mengangkat lutut dan menendang yang sering dilakukan dan diperlukan untuk meningkatkan daya tahan otot. d. Fleksibilitas Setelah menyelesaikan latihan aerobik, peregangan akan membantu meningkatkan fleksibilitas otot dan juga membantu sirkulasi darah kembali ke jantung. Jika secara rutin meregangkan badan selesai latihan, akan merasakan bahwa otot dan sendi akan fleksibel. e. Komposisi tubuh Gerakan-gerakan aerobik yang dilakukan dengan intensitas rendah hingga sedang selama 30 menit akan membakar kira-kira 250 kalori, sementara jika lebih dari 30 menit akan membakar lemak. Gerakan aerobik pada intensitas tinggi dalam waktu singkat (kurang dari 20 menit) akan membakar gula. 46

66 Pengaturan dosis Dalam penelitian ini menggunakan pola pengaturan yang sama dengan dosis latihan aerobik pada umumnya yang meliputi prinsip frekuensi latihan 3 kali perminggu, intensitas latihan 60-80% dari denyut nadi maksimal, waktu selama 60 menit per sesi latihan (Brick, 2001). Menentukan intensitas latihan aerobik di darat dengan denyut nadi didapat dengan menentukan target heart rate (THR) dimana THR adalah 80% dari heart rate max (HR max = 220 umur). Sementara penurunan denyut jantung yang biasanya terjadi pada latihan aerobik di dalam air mengakibatkan perbedaan penghitungan THR antara di darat dan di air. Rumus THR di air yaitu THR aquatic = THR darat x 0,87 (Vargas, 2004) Bentuk senam aerobik Senam aerobik merupakan sekelompok latihan teratur yang disertai musik dengan tempo dan irama tertentu yang dapat digunakan untuk memelihara dan mengembangkan kebugaran fisik. Senam aerobik terdiri dari berbagai gerakan langkah tari, melompat, berbalik dan gerakan yang dilakukan dalam berbagai arah. Senam aerobik dapat disesuaikan dengan kondisi dan kemampuan dari individu yang berolahraga. Senam aerobik merupakan integrasi antara musik dengan gerakan tubuh. Irama musik per menit atau beats per minute (bpm) menunjukkan kecepatan musik yang juga sebagai pengatur kecepatan irama gerakan tubuh. Irama musik yang aman untuk pemanasan adalah bpm, sedangkan pada fase inti adalah bpm (Brick, 2001). 47

67 48 Aquatic aerobics exercise sebaiknya dilakukan pada temperatur air antara C. Rentang ini memaksimalkan efisiensi latihan, meningkatkan stroke volume dan mengurangi denyut jantung (Bates, 1996). 48

68 BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN 3.1 Kerangka Berpikir Kerangka berpikir ini berdasarkan pada teori bahwa aquatic aerobics exercise lebih meningkatkan VO 2 max dan daya tahan otot quadriceps femoris pada individu overweight dan obesitas. Overweight adalah kelebihan berat badan yang dibandingkan dengan berat badan ideal yang dapat disebabkan oleh penimbunan jaringan lemak atau non-lemak yang berkontribusi menimbulkan penyakit seperti penyakit kardiovaskuler, stroke, diabetes mellitus tipe 2, hipertensi, dislipidemia, kanker, osteoarthritis, masalah pernapasan hingga depresi. Overweight dapat disebabkan karena beberapa faktor yang saling mempengaruhi, yaitu faktor nutrisional yang meliputi asupan makanan yang tinggi lemak, metabolisme tubuh dan efek termogenesis makanan. Faktor yang berasal dari dalam diri seseorang (endogen) meliputi kelainan sindroma endokrin dan herediter. Kebiasaan pola makanan yang dilakukan orang tua akan menjadikan anak meniru kebiasaan tersebut. Pada beberapa orang faktor psikologis juga memicu overweight, mungkin mekanismenya berasal dari kebiasaan konsumsi camilan pada saat sedang stress. Faktorfaktor tersebut diatas diperparah dengan rendahnya aktifitas fisik (sedentari). Timbunan lemak pada sel adiposa akan terus terjadi karena sel adiposa mengalami hipertrofi dan hyperplasia hingga mencapai kondisi 49

69 50 maksimal. Sel adiposa menghasilkan zat adipositokin yang memicu obesitas, diabetes, penyakit kardiovaskuler serta gangguan pernapasan yang akhirnya menghasilkan peningkatan beban kerja ventilasi. Peningkatan beban ventilasi memiliki konsekuensi meningkatnya frekuensi pernapasan sehingga akan didapatkan penurunan VO 2 max. Peningkatan beban ventilasi berakibat menurunnya penghantaran oksigen ke dalam otot sehingga otot mudah lelah dalam serangkaian kontraksi yang berulang dan dalam periode yang lama. Berdasarkan hal tersebut, individu yang mengalami overweight dan obesitas membutuhkan aktivitas fisik atau program latihan untuk melatih kebugaran kardiorespirasi dan daya tahan otot. Program latihan berupa senam aerobik dapat melatih kebugaran kardiorespirasi dan daya tahan otot karena bersifat memberikan pembebanan pada jantung dan paru untuk mengirimkan sejumlah oksigen ke kelompok otot-otot besar yang dominan untuk aktivitas fungsional seseorang sehingga mengurangi kelelahan. Senam aerobik low impact yang dilakukan di darat dengan frekuensi 3 kali/minggu, intensitas 60-80% dari HR max dengan durasi selama 60 menit diharapkan mampu meningkatkan VO 2 max dan daya tahan otot. Senam aerobik yang dilakukan di dalam kolam renang dengan frekuensi 3 kali/minggu, intensitas 0,87% dari intensitas senam aerobik di darat, durasi selama 60 menit dengan penambahan beban berupa tahanan 50

70 51 air, tekanan hidrostatik, turbulensi serta temperatur air yang mampu menjaga kestabilan homeostatis termal tubuh diharapkan mampu lebih meningkatkan VO 2 max dan daya tahan otot. 3.2 Kerangka Konsep Berdasarkan latar belakang masalah dan daftar pustaka maka kerangka konsep yang dapat disusun sebagai berikut : Faktor internal : - Genetik/herediter - Sindroma endokrin - Asupan makanan - Metabolisme tubuh Faktor eksternal : - Aktifitas fisik sedentari - Psikologis - Parenteral fatness Overweight dan Obesitas Kebugaran Fisik Aquatic Aerobics Exercise : Tahanan air 3 kali/minggu, THR = 0,87 THR darat Waktu 60 menit Land-based Aerobics Exercise : 3 kali/minggu THR = 80% HR max Waktu 60 menit VO 2 Max Daya tahan otot Gambar 3.2 Kerangka konsep 51

71 Hipotesis Hipotesis dalam penelitian ini adalah : 1. Aquatic aerobics exercise meningkatkan VO 2 max pada individu overweight dan obesitas. 2. Aquatic aerobics exercise meningkatkan daya tahan otot quadriceps femoris pada individu overweight dan obesitas. 3. Aquatic aerobics exercise lebih meningkatkan VO 2 max dibanding land-based aerobics exercise pada individu overweight dan obesitas. 4. Aquatic aerobics exercise lebih meningkatkan daya tahan otot quadriceps femoris dibanding land-based aerobics exercise pada individu overweight dan obesitas. 52

72 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini adalah penelitian eksperimen, rancangan penelitian yang digunakan adalah pre-test and post-test with control group design. Penelitian menggunakan dua kelompok, dimana kelompok I mendapat perlakuan aquatic aerobics exercise, sedangkan kelompok II sebagai kelompok kontrol aktif mendapat land-based aerobics exercise. Bagan rancangan penelitian ditunjukkan seperti di bawah ini. P S R O 1 KP-1 O 2 KP-2 O 3 O 4 Gambar 4.1 Bagan rancangan penelitian Keterangan : P : Populasi S : Sampel R : Randomisasi O 1 : Nilai VO 2 max dan daya tahan otot quadriceps femoris kelompok 1 sebelum perlakuan aquatic aerobics exercise O 2 : Nilai VO 2 max dan daya tahan otot quadriceps femoris kelompok 1 setelah perlakuan aquatic aerobics exercise O 3 : Nilai VO 2 max dan daya tahan otot quadriceps femoris kelompok 2 O 4 sebelum land-based aerobics exercise : Nilai VO 2 max dan daya tahan otot quadriceps femoris kelompok 2 setelah land-based aerobics exercise 53

73 54 KP-1 : Kelompok 1 mendapat perlakuan aquatic aerobics exercise KP-2 : Kelompok 2 mendapat land-based aerobics exercise 4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian Penelitian dilakukan di dua tempat, kelompok 1 dilakukan di kolam renang Tirta Angkasa Lanud Adi Sumarmo, kelompok 2 dilakukan di Kampus Jurusan Fisioterapi Politeknik Kesehatan Surakarta Jalan Adi Sumarmo, Tohudan, Colomadu, Karanganyar Waktu penelitian Perlakuan pada penelitian ini dilakukan selama 8 minggu dengan alokasi waktu sebagai berikut: Persiapan penelitian : Akhir Januari - April 2014 Pengambilan data penelitian : Mei Juni 2014 Analisis hasil penelitian : Juli 2014 Presentasi hasil penelitian : September 2014 Seminar tesis : Oktober Penentuan Sumber Data Populasi Populasi penelitian ini adalah semua orang dengan kategori indeks massa tubuh overweight dan obesitas menurut kriteria Asia-Pasifik (National Institute of Health, 2006) yang sedang kuliah di Politeknik Kesehatan Surakarta. 54

74 Sampel Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan purposive random sampling berdasarkan kriteria eligibilitas. Semua sampel yang memenuhi kriteria eligibilitas mendapatkan nomor undian yang terbagi menjadi 2 kelompok yaitu kelompok I mendapatkan perlakuan aquatic aerobics exercise dan kelompok II sebagai control mendapatkan land-based aerobics exercise Kriteria eligibilitas Kriteria pengambilan sampel yang membatasi karakteristik populasi : Kriteria inklusi : a. Indeks massa tubuh kategori overweight dengan nilai IMT > 23. b. Sedang aktif kuliah pada semester 2, 4 dan 6. c. Bersedia menjadi sampel yang dibuktikan dengan menandatangani inform conset Kriteria eksklusi a. Memiliki riwayat penyakit asma, jantung. b. Rasa takut yang berlebihan terhadap air (aqua phobia). c. Menderita penyakit menular yang dapat menularkan melalui air yaitu diare dan penyakit kulit atau penyakit infeksi berbahaya. d. Menjalani program diet dan mengkonsumsi obat penurun berat badan Kriteria pengguguran a. Mengalami cidera yang membuat subjek tidak dapat melanjutkan program penelitian. 55

75 f (, ) (, ) 56 b. Tidak mengikuti perlakuan sebanyak 5 kali berturut-turut sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan Besar sampel Besar sampel yang dibutuhkan dalam penelitian ini dihitung berdasarkan rumus Pocock (Pocock, 2008) : n f, Keterangan: n = Jumlah sampel σ = Simpang baku α = Tingkat kesalahan tipe I (ditetapkan 0,05) interval kepercayaan (1-α) = 0,95 β = Tingkat kesalahan tipe II (ditetapkan 0,20) f tingkat kekuatan uji/power of test = 0,80, = Interval kepercayaan 7,9 μ 1 = rerata nilai VO 2 max kelompok kontrol μ 2 = rerata nilai VO 2 max kelompok perlakuan Berdasarkan hasil penelitian terdahulu yang dilakukan Setty et al (2013) didapatkan hasil nilai rerata VO 2 max μ 1 = 48,90, standar deviasi σ = 4,24, dengan harapan peningkatan nilai VO 2 max setelah perlakuan sebesar 10% sehingga rerata μ 2 = 53,79. Dengan demikian besar sampel dapat dihitung sebagai berikut: 56

76 57 n 2(4,24) 2 53,79 48,90 2 x7,9 n 2(17,98) 4,89 2 x 7,9 35,96 n x7,9 23,91 n 11,88 Dari hasil penghitungan jumlah sampel maka didapatkan minimal sampel pada penelitian ini adalah 12 orang. Dengan asumsi menghindari adanya pengurangan jumlah sampel dalam proses penelitian maka jumlah sampel ditetapkan dengan penambahan 2 orang sehingga total sampel adalah 28 orang. Dari total sampel tersebut dibagi dua kelompok yang masing-masing sebanyak 14 orang Teknik pengambilan sampel berikut: Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan cara sebagai a. Menyebarkan angket kepada seluruh mahasiswa Jurusan Fisioterapi Poltekkes Surakarta yang berisi berat badan, tinggi badan dan sejumlah pertanyaan berkaitan dengan kebugaran. b. Jumlah sampel yang terpilih dilakukan pemeriksaan awal berdasarkan kriteria eksklusi. Sampel yang termasuk kriteria inklusi didapatkan sebanyak 30 orang. 57

77 58 c. Sampel yang terpilih dibagi menjadi dua kelompok dengan randomisasi secara acak yang masing-masing terdiri dari 15 orang. Setiap sampel diberi penomoran ganjil untuk kelompok I yang mendapatkan perlakuan berupa aquatic aerobics exercise sedangkan penomoran genap untuk kelompok II yang mendapatkan land-based aerobics exercise. 4.4 Variabel Penelitian Identifikasi variabel Variabel yang diukur adalah VO 2 max dengan menggunakan submaximal ergometer cycle test dan daya tahan otot quadriceps femoris dengan submaximal voluntary isometrics contraction Klasifikasi variabel Variabel dalam penelitian ini adalah : a. Variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi variabel tergantung. Dalam penelitian ini yang menjadi variabel bebas adalah aquatic aerobics exercise dan land-based aerobics exercise. b. Variabel tergantung adalah variabel yang dipengaruhi oleh variabel bebas. Dalam penelitian ini yang menjadi variabel tergantung adalah VO 2 max dan daya tahan otot quadriceps femoris Definisi operasional variabel Yang termasuk di dalam definisi operasional variabel dalam penelitian ini adalah: 58

78 59 1) Aquatic aerobics exercise Adalah latihan aerobik yang dilakukan di dalam air posisi tubuh berdiri, terendam dengan kedalaman air setinggi dada, kaki menyentuh dasar kolam yang berupa gerakan ritmis melawan tahanan air, gerakan mengikuti instruktur pada semua otot besar tubuh selama 60 menit tiap sesi, 3 kali seminggu, durasi 8 minggu. 2) Land-based aerobics exercise Adalah bentuk latihan aerobic low impact yang memiliki gerakan ritmis pada otot-otot besar seluruh tubuh yang dilakukan di darat mengikuti irama musik dengan tempo 140 bpm selama 60 menit/sesi, frekuensi 3 kali/minggu, durasi 8 minggu. Gerakan koreografi mengikuti gerakan yang dipimpin oleh seorang instruktur senam aerobik. Bentuk aerobics exercise berupa senam yang dilakukan secara berkelompok. 3) VO 2 max Adalah prediksi jumlah maksimal oksigen yang digunakan pada tingkat selular pada seluruh tubuh yang berhubungan dengan tingkat kondisi fisik yang menggambarkan kebugaran kardiorespirasi atau daya tahan secara umum. Prediksi VO 2 max pada individu overweight dan obesitas berdasarkan penghitungan normogram Astrand. 4) Daya tahan otot quadriceps femoris Adalah jumlah repetisi kontraksi submaksimal yang dapat dilakukan oleh otot quadriceps femoris pada sisi yang dominan secara berulang dengan waktu yang lama tanpa mengalami kelelahan yang berarti 59

79 60 yang diukur menggunakan dynamometer yang dimodifikasi. Daya tahan otot secara local (local endurance) menggambarkan efektifitas pengantaran oksigen oleh sistem kardiorespirasi untuk metabolisme otot. 5) Overweight dan obesitas Adalah keadaan berat badan seseorang yang melebihi berat badan normal yang dinilai berdasarkan indeks massa tubuh kriteria Asia Pasifik dengan nilai lebih dari 23. Indeks massa tubuh didapatkan dari hasil antara berat badan dalam satuan kilogram yang dibagi dengan tinggi badan kuadrat dalam satuan meter. 4.5 Instrumen Penelitian Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah : a. Formulir pemeriksaan Fisioterapi yang berisi data subjek. b. Lembar persetujuan atau inform consent. c. Alat tulis untuk mencatat data. d. Microtoise untuk mengukur tinggi badan dengan satuan cm. e. Timbangan badan digital untuk mengukur berat badan dengan satuan kilogram. f. Tensimeter digital untuk mengukur denyut nadi dan tekanan darah. g. Ergometer cycle merk Monark. h. Timbangan pegas dan quadriceps bench untuk mengukur daya tahan otot quadriceps femoris. 60

80 Prosedur Penelitian dan Alur Penelitian Prosedur penelitian Dalam prosedur penelitian ini dilakukan teknik pengumpulan data. Teknik pengumpulan data pada penelitian ini melalui 2 tahap, yaitu: a. Tahap pertama : melakukan pengukuran awal sebelum dilakukan perlakuan (pre-test) dengan teknik wawancara dan pengukuran untuk menentukan indeks massa tubuh menggunakan instrumen microtoise untuk mengukur tinggi badan dan timbangan berat badan untuk mengukur berat badan kemudian dilakukan penghitungan untuk mendapatkan hasil indeks massa tubuh. Mengukur VO 2 max dengan menggunakan submaximal ergometer cycle test dan daya tahan otot quadriceps menggunakan dynamometer yang dimodifikasi. b. Tahap kedua : melakukan pengukuran akhir (post-test) setelah kedua kelompok selesai menjalani program perlakuan. Pengukuran menggunakan teknik, alat ukur serta pengukur yang sama seperti pada pengukuran awal (pre-test). Penelitian ini dilakukan dengan 2 tahapan, yaitu : a. Tahap persiapan, meliputi : 1. Peneliti membuat dan menjelaskan surat pernyataan persetujuan mengikuti program penelitian (inform consent) yang harus ditandatangani dan disetujui oleh subjek penelitian. 61

81 62 2. Berkonsultasi untuk meminta ijin melakukan penelitian kepada Ketua Jurusan Fisioterapi Poltekkes Surakarta agar dapat memfasilitasi penggunaan sarana kampus dan mahasiswa. 3. Berkonsultasi kepada Kabid. Pembinaan Jasmani dan Kesehatan Lanud Adi Sumarmo untuk meminta ijin kepada Komandan Lanud Adi Sumarmo untuk memfasilitasi penggunaan kolam renang. 4. Meminta surat pengantar ijin penelitian kepada Bagian Tata Usaha Universitas Udayana untuk melakukan penelitian di Kampus Jurusan Fisioterapi Poltekkes Surakarta dan Kolam Renang Tirta Angkasa Lanud Adi Sumarmo. 5. Meminta surat ijin penelitian kepada direktur Poltekkes Surakarta melalui Unit Penelitian dan Pengabdian Masyarakat. 6. Menyiapkan alat tulis dan instrumen penelitian. b. Tahap pelaksanaan, meliputi : 1. Menetapkan subjek penelitian berdasarkan indeks massa tubuh kategori overweight dan obesitas. 2. Menetapkan randomisasi subjek yang terbagi ke dalam kelompok I dan kelompok II. 3. Melakukan pengukuran tinggi badan dan berat untuk menentukan indeks massa tubuh, mengukur VO 2 max dan tes daya tahan otot quadriceps femoris sebelum memberikan perlakuan. 62

82 63 4. Memberikan perlakuan aquatics aerobics exercise pada kelompok I dan land-based aerobics exercise pada kelompok II sesuai dengan jadwal yang disepakati. 5. Mengukur VO 2 max dan tes daya tahan otot quadriceps femoris setelah pemberian perlakuan. 6. Menyusun hasil, mengolah dan menganalisis data. 7. Mendokumentasikan data penelitian. 8. Menarik kesimpulan Alur penelitian Populasi Kriteria Eligibilitas (Eksklusi & Inklusi) Sampel Pemeriksaan Kebugaran Kardiorespirasi Random Sampling Kelompok 1 Kelompok 2 Pre-test : Submaximal Ergometer Cycle Test & Submaximal Isometric Contraction Test Perlakuan : Aquatic Aerobics Exercise Post-test : Submaximal Ergometer Cycle Test & Submaximal Isometric Contraction Test D O S I S Pre-test : Submaximal Ergometer Cycle Test & Submaximal Isometric Contraction Test Perlakuan : Land-based Aerobics Exercise Post-test : Submaximal Ergometer Cycle Test & Submaximal Isometric Contraction Test Analisis Data Penyusunan Tesis Gambar 4.2 Alur Penelitian 63

83 Prosedur Pengukuran a. Pengukuran berat badan Prosedur pengukuran berat badan subjek penelitian yaitu meletakkan alat timbang digital pada lantai yang datar kemudian mengaktifkan alat timbang dengan cara menekan tombol on. Awalnya akan mungcul angka 8,88 dan tunggu sampai muncul angka 0,00. Apabila sudah muncul bulatan (O) pada ujung kiri kaca display, berarti timbangan siap digunakan. Subjek penelitian diminta membuka alas kaki, jaket dan mengeluarkan isi kantong yang berat seperti telepon genggam dan kunci. Selanjutnya subjek diminta naik ke alat timbang digital dengan posisi kaki di tengah alat timbang, sikap tenang, kepala lurus ke depan dan tidak menutupi kaca display. Berat badan ditunjukkan dengan angka terakhir yang terbaca pada kaca display dan dibulatkan menjadi satu digit angka dibelakang koma. Setelah selesai, subjek penelitian diminta turun dari alat timbang. b. Pengukuran tinggi badan Prosedur pengukuran tinggi badan dilakukan dengan meminta subjek penelitian melepaskan alas kaki, penutup kepala, berdiri tegak membelakangi dinding tempat microtoise tergantung. Posisi kepala, lengan, pantat dan tumit menempel pada dinding, pandangan lurus ke depan. Alat geser microtoise digerakkan sampai menyentuh bagian atas kepala tepat berada di tengah. Angka tinggi badan dapat terbaca pada 64

84 65 display microtoise. Apabila pengukur lebih rendah dari subjek maka pengukur berdiri diatas bangku agar hasil pembacaannya benar. Pencatatan hasil pengukuran dilakukan dengan ketelitian hingga satu angka dibelakang koma. c. Pengukuran IMT Kriteria overweight dihitung dengan rumus IMT. IMT adalah hasil bagi antara berat badan dalam satuan kilogram dengan tinggi badan kuadrat dalam satuan meter. Sampel yang memenuhi kriteria overweight dan obesitas adalah sampel dengan nilai IMT diatas 23. d. Pengukuran denyut nadi dan tekanan darah Prosedur pengukuran denyut nadi dan tekanan darah dilakukan dengan memasang manset pada lengan atas kanan dan sejajar dengan jantung subjek penelitian. Ujung bawah manset terletak kira-kira 1-2 cm di atas siku. Tarik manset dan kencangkan melingkari lengan kanan. Pastikan manset terpasang secara nyaman. Pengukuran denyut nadi dan tekanan darah istirahat yaitu: posisi subjek penelitian duduk tenang diatas kursi setelah istirahat 5 menit. Sedangkan posisi untuk pengukuran denyut nadi dan tekanan darah kerja dilakukan pada saat subjek mengayuh pedal ergometer cycle. Tekan tombol start pada layar akan muncul angka 888 dan semua simbol. Simbol gambar hati akan berkedip-kedip sampai denyut tidak terdeteksi dan tekanan udara dalam manset berkurang. Angka sistolik, diastolik dan denyut nadi akan muncul. Catat data tersebut pada formulir pemeriksaan yang telah disediakan. 65

85 66 e. Pengukuran submaximal ergometer cycle test 1) Menjelaskan bahwa subjek dapat berhenti melanjutkan pengukuran kapanpun jika mengalami gejala-gejala yang mungkin berkembang dan membahayakan keselamatan. 2) Mengukur frekuensi denyut jantung dan tekanan darah istirahat subjek pada posisi duduk setelah 5 menit. 3) Mengatur ketinggian sadel ergometer cycle, lutut fleksi 5-10 pada saat pedal posisi di bawah dengan kaki menginjak pedal. Pastikan subjek merasa nyaman pada posisi ketinggian pedal tersebut dengan terlebih dahulu meminta mengayuh pedal sebanyak beberapa kali putaran. Pastikan subjek mempertahankan postur tegak dan menggenggam kemudi sepeda tidak terlalu kencang. Seperti pada gambar 4.2. Gambar 4.3: Submaximal ergometer cycle test (Thompson, 2010) 66

86 67 4) Subjek diminta mengayuh pedal tanpa tahanan (0 kg) dengan kecepatan mengayuh sebesar 25 km/jam. 5) Ingatkan subjek untuk mempertahankan kecepatan 25 km/jam. Hasil pengukuran kurang valid apabila terjadi variasi kecepatan mengayuh yang besar. 6) Mulai menghitung waktu dimana subjek diberi beban awal sebesar 75 W untuk subjek perempuan dan 100 W untuk subjek laki-laki. Ukur denyut jantung dan tekanan darah setelah 2 menit dengan menggunakan tensi digital kemudian catat pada lembar hasil pengukuran. 7) Frekuensi denyut jantung pada menit yang keenam digunakan sebagai nilai yang dihitung dengan rumus untuk memprediksi VO 2 max. 8) Jika subjek sudah melengkapi rangkaian protokol pengukuran maka lanjutkan dengan fase pendinginan dengan tetap mengayuh pedal dengan kecepatan 25 km/jam dengan menurunkan tahanan hingga 0 W. 9) Meminta subjek untuk duduk tenang pada kursi selama 3 menit untuk melanjutkan proses pemulihan. 10) Kebugaran kardiorespirasi pada umumnya diungkapkan dengan VO 2 max. VO 2 max adalah milliliter oksigen yang dikonsumsi per kilogram berat badan per menit (ml kg -1 min -1 ). Prediksi untuk mengetahui VO 2 max pada subjek penelitian ini berdasarkan nilai dari normogram Astrand Ryhming : 67

87 68 Gambar 4.4 Normogram Astrand-Ryhming (ACSM, 2006) Nilai denyut jantung menit yang ke enam digunakan untuk memprediksi nilai VO 2 max dari normogram. Buat titik yang sesuai dengan hasil denyut jantung kerja pada sumbu X. Buat titik pada sumbu beban kerja dimana laki-laki 68

88 69 sebesar 600 kg m min -1 (100 Watts) dan perempuan sebesar 450 kg m min -1 (75 Watts). Kemudian hubungkan kedua titik. f. Pengukuran daya tahan otot quadriceps femoris Untuk mengukur daya tahan otot quadriceps femoris menggunakan metode submaximal voluntary isometrics contraction (White et al, 2013), instrumen ukur berupa dynamometer yang dimodifikasi. Pengukuran daya tahan otot quadriceps femoris dengan prosedur sebagai berikut: 1) Posisi subjek duduk bersandar pada kursi quadriceps bench, badan menempel pada sandaran, kedua lengan menyilang di depan dada untuk menghindari kompensasi dari anggota gerak lain. Panggul dan lutut fleksi 90, diatas pergelangan kaki diberi strapping/tumpuan beban yang dihubungkan dengan timbangan pegas (modifikasi dynamometer). 2) Tes kekuatan maksimal otot quadriceps dilakukan pada sisi tungkai yang dominan. Subjek diminta untuk mengkontraksikan secara isometrik pada lingkup gerak sendi maksimal yang dapat dicapai otot quadriceps sekuat mungkin (kearah ekstensi lutut) kemudian pengukur melihat besar beban yang dapat didorong oleh subjek. Catat sebagai data beban kontraksi maksimal awal. 3) Beban untuk mengukur daya tahan otot quadriceps adalah 80% dari beban kontraksi maksimal awal. 4) Subjek pada posisi sama tersebut diatas, diminta mengekstensikan lututnya dengan beban ukuran daya tahan otot diatas, 69

89 70 menahan pada posisi ekstensi (kontraksi isometrik) yang ditahan selama 5 detik lalu istirahat 2 detik. Fase ini dihitung sebagai 1 repetisi. 5) Hasil tes daya tahan otot quadriceps didapatkan dari jumlah repetisi yang dilakukan. 4.9 Analisis Data Setelah seluruh data hasil pengukuran sebelum dan sesudah perlakuan terkumpul pada variabel-variabel penelitian, maka selanjutnya akan dilakukan pengolahan dan analisis data dengan bantuan perangkat lunak komputer untuk analisis data dengan langkah-langkah sebagai berikut: 1. Variabel karakteristik subjek dipaparkan secara deskriptif dengan menggunakan tabel. Karakteristik subjek penelitian meliputi jenis kelamin, umur, berat badan, IMT, tekanan darah sistolik dan diastolik serta denyut nadi sebelum perlakuan. 2. Melakukan uji normalitas distribusi data dengan menggunakan Shapiro-wilk test untuk mengetahui data sebelum dan setelah perlakuan pada kelompok I dan kelompok II memiliki distribusi yang normal. Nilai signifikansi lebih besar dari 0,05 (p > 0,05) maka data berdistribusi normal. Data yang berdistribusi normal maka menggunakan uji parametrik. 3. Melakukan uji homogenitas data dengan menggunakan Levene`s test untuk mengetahui sebaran data pada kelompok I dan kelompok II bersifat homogen atau tidak. Hal ini dilakukan untuk mengetahui 70

90 71 kelompok I dan kelompok II berangkat dari kondisi yang sama sehingga hasil akhir analisis dapat digeneralisasi. Nilai signifikansi lebih besar dari 0,05 (p > 0,05) maka data bersifat homogen. 4. Melakukan uji komparasi dengan desain pre-test and post test design with control group. 5. Hipotesis 1 dan hipotesis 2 diuji dengan analisis statistik paired sample t-test. Dasar pengambilan keputusan adalah dengan derajat kepercayaan sebesar 95% dan nilai p < 0,05 maka H 0 ditolak. 6. Hipotesis 3 dan hipotesis 4 diuji dengan analisis statistik independent t-test. Dasar pengambilan keputusan adalah dengan derajat kepercayaan sebesar 95% dan nilai p < 0,05 maka H 0 ditolak. 71

91 BAB V HASIL PENELITIAN Penelitian telah dilakukan di kolam renang Lanud Adi Sumarmo untuk kelompok I dan di kampus Jurusan Fisioterapi Politeknik Kesehatan Kemenkes Surakarta untuk kelompok II. Populasi penelitian adalah mahasiswa semester 2, 4 dan 6 pada program studi diploma III dan IV jurusan Fisioterapi Politeknik Kesehatan Kemenkes Surakarta. Seluruh mahasiswa diberikan angket kemudian dilakukan pengukuran berat badan dan tinggi badan untuk menentukan IMT. Mahasiswa yang memenuhi kriteria eligibilitas dilakukan pengukuran submaximal ergometer cycle test untuk mengetahui prediksi VO 2 max dan daya tahan otot quadriceps femoris dengan metode submaximal voluntary isometrics contraction. Pengambilan data yang dilakukan selama 8 minggu terhitung sejak April sampai dengan Juni 2014, terdapat 30 orang yang memenuhi kriteria inklusi. Dalam perjalanan waktu dikarenakan ketidakhadiran subjek mengikuti program penelitian sesuai dengan jadwal yang ditentukan maka 3 orang di kelompok I dan 2 orang di kelompok II terpaksa drop out. Subjek yang mengalami drop out tidak diikutkan dalam analisis data. Sehingga subjek yang menjadi sampel setelah dilakukan perlakuan pada kelompok I yang berjenis kelamin laki-laki 2 orang, perempuan 10 orang, sedangkan pada kelompok II dengan jenis kelamin laki-laki 2 orang dan perempuan 11 orang. Penelitian dibagi menjadi 2 kelompok yaitu kelompok I mendapatkan perlakuan berupa aquatic aerobics exercise, sedangkan kelompok II sebagai kontrol aktif mendapatkan land-based aerobics exercise. Perlakuan kelompok I 72

92 73 dilakukan di kolam renang yang terbuka pada pagi hari sebanyak 3 kali perminggu selama 8 minggu. Kelompok II dilakukan di ruang terbuka halaman kampus pada pagi hari sebanyak 3 kali perminggu selama 8 minggu. 5.1 Deskripsi Karakteristik Subjek Subjek dalam penelitian ini adalah individu dengan kategori indeks massa tubuh overweight dan obesitas yang terbagi menjadi 2 kelompok, dimana kelompok I sebanyak 12 orang dan kelompok II sebanyak 13 orang. Pemaparan hasil pengujian hipotesis penelitian dan deskripsi data berupa karakteristik subjek penelitian berupa jenis kelamin, kategori IMT, riwayat kegemukan dan kebugaran kardiorespirasi, umur, tekanan darah dan denyut nadi istirahat sebelum perlakuan yang dapat dilihat pada Tabel 5.1 dan Tabel 5.2. Tabel 5.1 memperlihatkan bahwa karakteristik subjek penelitian dengan jumlah sampel sebanyak 25 orang pada kedua kelompok. Pada kelompok I dan kelompok II subjek yang berjenis kelamin laki-laki masing-masing sebanyak 2 orang sedangkan perempuan sebanyak 10 orang dan 11 orang. Karakteristik indeks massa tubuh menurut kriteria Asia-Pasifik dengan kategori obesitas I dan obesitas II mendominasi kelompok I sebanyak 5 orang, sedangkan kelompok II didominasi obesitas I sebanyak 8 orang. Kedua kelompok perlakuan separuh lebih memiliki riwayat orang tua yang juga kegemukan berupa salah satu atau kedua orang tua juga mengalami overweight sebanyak 66,7% dan 53,8% sedangkan sisanya mengaku riwayat berat badan orang tua dalam batas normal. Dilihat dari kebiasaan olahraga hanya 1 orang di kelompok I maupun kelompok II yang melakukan olahraga minimal 30 menit sebanyak 3 kali/minggu secara rutin, 73

93 74 sedangkan hampir keseluruhannya inaktif atau sedentari. Terdapat 2 orang subjek kelompok I dan 1 orang subjek kelompok II yang mengalami sesak napas pada saat melakukan aktifitas ringan. Sebanyak 2 orang subjek pada kelompok I mengaku sering mengalami jantung berdebar-debar saat aktifitas ringan atau istirahat, sementara kelompok II semua subjek (100%) tidak merasakan jantung berdebar-debar saat istirahat atau aktivitas ringan. Tabel 5.1 Karakteristik Subjek Penelitian Karakteristik Kelompok 1 (n = 12) Kelompok 2 (n = 13) n % N % Jenis kelamin Laki-laki 2 16,7 2 15,4 Perempuan 10 83, ,6 Indeks massa tubuh Overweight 2 16,7 2 15,4 Obesitas I 5 41,7 8 61,5 Obesitas II 5 41,7 3 23,1 Riwayat keturunan kegemukan Orang tua gemuk 8 66,7 7 53,8 Orang tua non obes 4 33,3 6 46,2 Kebiasaan berolahraga Olahraga 1 8,3 1 7,7 Sedentari 11 91, ,3 Sesak napas saat aktifitas ringan Ya 2 16,7 1 7,7 Tidak 10 83, ,3 Jantung berdebar saat istirahat Ya 2 16,7 0 0 Tidak 10 83,

94 75 Tabel 5.2 Distribusi Data Sampel Penelitian Berdasarkan Karakteristik Subjek Karakteristik Kelompok 1 Kelompok 2 Min Maks Rerata±SB Min Maks Rerata±SB Umur ,5 ± 0, ,1 ± 1,04 Berat badan 57,9 100,1 76,9 ± 15, ,8 70,9 ± 12,4 Indeks massa tubuh 24,3 38,6 29,4 ± 4,7 24,1 34,8 27,9 ± 3,2 Sistole istirahat ,5 ± 12, ,8 ± 11,3 Diastole istirahat ,3 ± 10, ,3 ± 8,1 Nadi istirahat ,2 ± 17, ± 13,1 Tabel 5.2 menunjukkan bahwa kedua kelompok memiliki rentang umur, umur minimal dan maksimal yang sama. Pada kelompok I rerata umur 19,5 ± 0,79 tahun dan kelompok II 19,1 ± 1,04 tahun. Rerata berat badan kelompok I 76,9 ± 15,2 Kg sedangkan rerata kelompok II 70,9 ± 12,4 Kg. Rerata nilai IMT pada kelompok I sebesar 29,4 ± 4,7 dan kelompok II sebesar 27,9 ± 3,2. Hal tersebut memberikan gambaran bahwa rerata IMT kedua kelompok kategori obesitas tingkat I menurut kriteria Asia Pasifik. Tekanan darah sistolik saat istirahat kelompok I minimal 111 mmhg dan maksimal 151mmHg. Sedangkan tekanan darah sistolik istirahat kelompok II minimal 112 mmhg dan maksimal 148 mmhg. Rerata nadi istirahat kelompok I sebanyak 93,2 ± 17,1 kali/menit, sedangkan pada kelompok II sebanyak 88 ± 13,1 kali/menit. 75

95 Uji Normalitas Data dan Homogenitas Varian Uji prasyarat analisis data untuk mengetahui distribusi normalitas data menggunakan Shapiro-Wilk test dan untuk mengetahui homogenitas varian data menggunakan Levene`s test. Tabel 5.3 Hasil Uji Normalitas dan Homogenitas Data VO 2 Max dan Daya Tahan Otot Sebelum dan Setelah Perlakuan Variabel Uji Normalitas (Shapiro-Wilk Test) Kelompok 1 Kelompok 2 Uji Homogenitas (Levene`s Test) P p p VO2 max sebelum 0,113 0,279 0,693 VO2 max setelah 0,699 0,854 0,756 Daya tahan sebelum 0,118 0,148 0,475 Daya tahan setelah 0,362 0,933 0,032 Berdasarkan Tabel 5.3 menunjukkan bahwa untuk uji normalitas data menggunakan Shapiro-Wilk Test nilai VO 2 max sebelum perlakuan nilai p = 0,113 dan setelah perlakuan nilai p = 0,699 pada kelompok I. Pada kelompok II sebelum perlakuan nilai p = 0,279 dan setelah perlakuan nilai p = 0,854. Nilai p > 0,05 maka data VO 2 max pada kelompok I maupun kelompok II berdistribusi normal. Data daya tahan otot quadriceps femoris sebelum perlakuan kelompok I nilai p = 0,118, sedangkan pada kelompok II nilai p = 0,148. Nilai p > 0,05 maka data daya tahan otot sebelum perlakuan kelompok I dan kelompok II berdistribusi normal. Daya tahan otot quadriceps femoris setelah perlakuan kelompok I nilai p = 0,362, sedangkan pada kelompok II nilai p = 0,933. Nilai p > 0,05 maka data 76

96 77 daya tahan otot setelah perlakuan kelompok I dan kelompok II berdistribusi normal. Pada uji homogenitas varian yang dilakukan dengan menggunakan Levene`s test didapatkan nilai VO 2 max sebelum perlakuan p = 0,693, nilai VO 2 max setelah perlakuan p = 0,756, nilai daya tahan otot sebelum perlakuan p = 0,475 dan nilai daya tahan otot setelah perlakuan p = 0,032. Nilai p > 0,05 maka varian data VO 2 max sebelum dan setelah perlakuan pada kelompok I dan kelompok II bersifat homogen. Varian data daya tahan otot sebelum perlakuan bersifat homogen (nilai p > 0,05). Sedangkan varian data daya tahan otot setelah perlakuan nilai p < 0,05 maka data daya tahan otot setelah perlakuan bersifat tidak homogen. 5.3 Uji Hipotesis 1 dan Hipotesis 2 : Aquatic Aerobics Exercise Meningkatkan VO 2 Max dan Daya Tahan Otot Quadriceps Femoris pada Individu Overweight dan Obesitas Tabel 5.4 menunjukkan pada kelompok I rerata VO 2 max sebelum perlakuan 38,26 ± 11,02 dan setelah perlakuan 48,86 ± 14,58. Dari hasil analisis statistik menggunakan Paired Samples test didapatkan nilai p = 0,002 (nilai p < 0,05) maka ada beda secara bermakna VO 2 max antara sebelum dengan setelah perlakuan aquatic aerobics exercise. Berdasarkan nilai rerata maka terjadi peningkatan VO 2 max. Rerata daya tahan otot sebelum perlakuan 10,33 ± 2,87 dan setelah perlakuan 12,67 ± 3,03. Hasil analisis statistik Paired Samples test didapatkan nilai p = 0,029 (p < 0,05) maka ada beda secara bermakna daya tahan 77

97 78 otot quadriceps femoris antara sebelum dengan setelah perlakuan aquatic aerobics exercise. Berdasarkan nilai rerata maka terjadi peningkatan daya tahan otot. Tabel 5.4 Hasil Uji Beda Pengaruh Sampel Berpasangan Kelompok I Sebelum dan Setelah Perlakuan Sebelum Setelah Variabel n perlakuan perlakuan p Rerata ± SB Rerata ± SB VO2 max 12 38,26 ± 11,02 48,86 ± 14,58 0,002 Daya tahan otot 12 10,33 ± 2,87 12,67 ± 3,03 0, Uji Beda Pengaruh Land-based Aerobics Exercise Meningkatkan VO 2 Max dan Daya Tahan Otot Quadriceps Femoris pada Individu Overweight dan Obesitas Tabel 5.5 menunjukkan pada kelompok II rerata VO 2 max sebelum 41,86 ± 10,39 dan setelah 52,93 ± 12,49. Hasil analisis statistik Paired Samples test didapatkan nilai p = 0,001 (p < 0,05) maka ada beda secara bermakna VO 2 max antara sebelum dengan setelah land-based aerobics exercise. Berdasarkan nilai rerata maka terjadi peningkatan VO 2 max. Rerata daya tahan otot sebelum 9,62 ± 3,07 dan setelah 13,85 ± 6,14. Hasil analisis statistik Paired Samples test didapatkan nilai p = 0,006 (p < 0,05) maka ada beda secara bermakna daya tahan otot quadriceps femoris antara sebelum dengan setelah land-based aerobics exercise. Berdasarkan nilai rerata maka terjadi peningkatan daya tahan otot. 78

98 79 Tabel 5.5 Hasil Uji Beda Pengaruh Sampel Berpasangan Kelompok II Sebelum dan Setelah Perlakuan Variabel n Sebelum perlakuan Rerata ± SB Setelah perlakuan Rerata ± SB p VO2 max 13 41,86 ± 10,39 52,93 ± 12,49 0,001 Daya tahan otot 13 9,62 ± 3,07 13,85 ± 6,14 0, Uji Kompatibilitas Data VO 2 max dan Daya Tahan Otot Sebelum Perlakuan pada Kedua Kelompok Untuk mengetahui perbedaan rerata VO 2 max dan daya tahan otot sebelum perlakuan pada masing-masing kelompok. Untuk mengetahui signifikansi perbedaan peningkatan skor VO 2 max dan daya tahan otot sebelum perlakuan pada masing-masing kelompok maka dilakukan uji kompatibilitas. Tabel 5.6 Hasil Uji Kompatibilitas Sebelum Perlakuan Masing-masing Kelompok Variabel Sebelum perlakuan Kelompok 1 Kelompok 2 Rerata ± SB Rerata ± SB z p VO 2 max 38,26 ± 11,02 41,86 ± 10,39-1,142 0,253 Daya tahan otot 10,33 ± 2,87 9,62 ± 3,07-0,417 0,677 Tabel 5.6 menunjukkan bahwa VO 2 max dan daya tahan otot kedua kelompok sebelum perlakuan tidak ada perbedaan secara signifikan karena p > 0,05. Sehingga untuk menentukan hipotesis ketiga dan keempat menggunakan data VO 2 max dan daya tahan otot setelah perlakuan pada masing-masing kelompok. Pada Tabel 5.3 menunjukkan bahwa distribusi data VO 2 max 79

99 80 berdistribusi normal dan data daya tahan otot berdistribusi normal maka analisis statistik untuk menguji hipotesis 3 dan 4 menggunakan Independent Samples test. 5.6 Uji Hipotesis 3 : Aquatic Aerobics Exercise lebih Meningkatkan VO 2 max pada Individu Overweight dan Obesitas. Berdasarkan hasil analisis Independent Samples test pada Tabel 5.7 dari data VO 2 max setelah perlakuan aquatic aerobics exercise pada kelompok I dan land-based aerobics exercise pada kelompok II dengan n = 25 diperoleh nilai p = 0,460 (p > 0,05) maka H 0 diterima yang berarti bahwa tidak ada beda setelah pemberian perlakuan aquatic aerobics exercise dan land-based aerobics exercise terhadap VO 2 max pada individu overweight dan obesitas. Tabel 5.7 Hasil Uji Beda VO 2 Max Antara Kedua Kelompok Setelah Perlakuan dengan Independent Samples Test Variabel Kelompok 1 Kelompok 2 Rerata ± SB Rerata ± SB p VO2 max 48,86 ± 14,58 52,93 ± 12,49 0, Uji Hipotesis 4 : Aquatic Aerobics Exercise lebih Meningkatkan Daya Tahan Otot Quadriceps Femoris pada Individu Overweight dan Obesitas. Berdasarkan hasil analisis statistik menggunakan Independent T test pada Tabel 5.8 dari data daya tahan otot setelah perlakuan aquatic aerobics exercise pada kelompok I dan land-based aerobics exercise pada kelompok II dengan n = 25 diperoleh nilai p = 0,545 (p > 0,05) maka H 0 diterima yang berarti bahwa tidak ada beda setelah pemberian perlakuan aquatic aerobics exercise dan land-based 80

100 81 aerobics exercise terhadap daya tahan otot quadriceps femoris pada individu overweight dan obesitas. Tabel 5.8 Hasil Uji Beda Daya Tahan Otot Antara Kedua Kelompok Setelah Perlakuan dengan Independent Samples T Test Variabel Kelompok 1 Kelompok 2 Rerata ± SB Rerata ± SB P Daya tahan otot 12,67 ± 3,03 13,85 ± 6,14 0, Uji Beda Rerata Selisih Sebelum dan Setelah Perlakuan terhadap VO 2 Max pada Kelompok I dan Kelompok II Berdasarkan hasil analisis rerata selisih VO 2 max sebelum dan setelah perlakuan pada kelompok I dan kelompok II menggunakan Independent Samples Test pada Tabel 5.9 menunjukkan rerata selisih VO2 max kelompok I sebesar 10,6 ± 9,31dengan selisih interval sebesar 27,7% dan kelompok II sebesar 11,07 ± 8,86 dengan selisih interval 26,45% dan menunjukkan tidak ada perbedaan yang signifikan karena p > 0,05. Sehingga dapat disimpulkan bahwa aquatic aerobics exercise mempunyai kontribusi lebih besar dalam meningkatkan VO 2 max dibanding land-based aerobic exercise pada individu overweight dan obesitas. Tabel 5.9 Hasil Uji Beda Rerata Selisih VO 2 Max Antara Kedua Kelompok dengan Independent Samples Test Variabel Kelompok 1 Kelompok 2 Rerata ± SB Rerata ± SB P Selisih VO2 max 10,6 ± 9,31 11,07 ± 8,86 0,899 81

101 Uji Beda Rerata Selisih Sebelum dan Setelah Perlakuan terhadap Daya Tahan Otot pada Kelompok I dan Kelompok II Berdasarkan hasil analisis rerata selisih data daya tahan otot sebelum dan setelah perlakuan pada kelompok I dan kelompok II menggunakan Independent Samples Test pada Tabel 5.10 menunjukkan rerata selisih daya tahan otot kelompok I sebesar 3,17 ± 2,33 dengan selisih interval sebesar 22,65% dan kelompok II sebesar 4,85 ± 3,93 dengan selisih interval 43,97% dan menunjukkan tidak ada perbedaan yang signifikan karena p > 0,05. Sehingga dapat disimpulkan bahwa land-based aerobic exercise mempunyai kontribusi lebih besar dalam meningkatkan daya tahan otot quadriceps femoris dibanding aquatic aerobics exercise pada individu overweight dan obesitas. Tabel 5.10 Hasil Uji Beda Rerata Selisih Daya Tahan Otot Antara Kedua Kelompok dengan Independent Samples Test Variabel Kelompok 1 Kelompok 2 Rerata ± SB Rerata ± SB P Selisih daya tahan 3,17 ± 2,33 4,85 ± 3,93 0,205 82

102 BAB VI PEMBAHASAN 6.1 Karakteristik Subjek Subjek penelitian sebanyak 25 orang dengan kategori IMT overweight dan obesitas di Jurusan Fisioterapi Politeknik Kesehatan Surakarta. Pada kelompok I dan kelompok II subjek yang berjenis kelamin laki-laki masing-masing sebanyak 2 orang sedangkan perempuan sebanyak 10 orang dan 11 orang. Jenis kelamin membedakan pola berat badan yang menjadikan overweight dan obesitas. Pola tersebut mengarah pada perbedaan hormonal antara laki-laki dan perempuan sebelum menopaus. Sebelum periode menopaus dan pasca menopaus banyak wanita yang merasakan perubahan berat badan, total lemak tubuh dan distribusi lemak tubuh. Resiko kesehatan yang berkaitan obesitas juga dipengaruhi oleh ras dan etnis, dimana bangsa Asia memiliki resiko kesehatan lebih tinggi dibanding ras kulit putih dengan IMT yang sama (Racette et al, 2003). Tabel 5.1 menunjukkan karakteristik subjek penelitian berdasarkan IMT didominasi pada kriteria obesitas tingkat I sebesar 41,7% dan 61,5%. Obesitas tingkat II sebesar 41,7% dan 23,1 % pada kelompok I dan kelompok II. Subjek yang memiliki riwayat keturunan overweight dan obesitas pada kedua orang tua atau salah satu orang tua lebih dari 60% pada kelompok I dan lebih dari 50% pada kelompok II sedangkan sisanya sebanyak 30% dan 40% tidak berasal dari orang tua dengan berat badan berlebih. Obesitas merupakan hasil dari faktor genetik, perilaku, lingkungan, fisiologi, sosial dan budaya yang mengakibatkan ketidakseimbangan energi dan 83

103 84 menjadikan penumpukan lemak yang berlebihan. Walaupun gen memainkan peranan penting dalam regulasi berat badan tetapi disimpulkan bahwa faktor perilaku dan lingkungan yang meliputi gaya hidup sedentari dengan kombinasi masukan energi berlebihan adalah faktor utama yang bertanggung jawab terhadap meningkatnya kejadian obesitas saat ini (Racette et al, 2003). Karakteristik subjek yang rutin melakukan kebiasaan berolahraga hanya 8% sedangkan 98% sebagian besar subjek sedentari. Terdapat 16,7% subjek yang mengalami sesak napas saat aktivitas ringan atau sedang istirahat pada kelompok I. Terdapat 16,7% subjek yang mengeluh jantungnya berdebar-debar saat aktivitas ringan atau sedang istirahat. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat sebagian kecil subjek penelitian yang memiliki kebugaran kardiorespirasi yang rendah. Pahkala et al (2013) menyatakan rendahnya aktivitas fisik dan rendahnya kebugaran kardiorespirasi merupakan faktor resiko penting urutan keempat yang berhubungan dengan kematian, dimana kebugaran sangat dipengaruhi oleh keturunan. Tabel 5.2 menunjukkan rerata berat badan kelompok 1 sebesar 76,9 ± 15,2 Kg dan rerata berat badan kelompok 2 sebesar 70,9 ± 12,4 Kg. Berat badan lakilaki dan perempuan di Amerika meningkat setidaknya 9,1 kg pada umur 25 dan 55 tahun. Peningkatan berat badan pada umumnya tidak selalu disertai bertambahnya massa lemak bebas karena puncak massa tulang pada umur 30 tahun, massa otot stabil dan aktivitas individu menurun. Perubahan berat badan dan komposisi tubuh sebagian disebabkan menurunnya hormon pertumbuhan dehidroandrosterone dan testosterone secara alami. Serta penurunan metabolisme 84

104 85 istirahat yang mengubah keseimbangan energi sehingga berkontribusi pada berat badan. Berat badan juga dipengaruhi pendapatan dan tingkat pendidikan pada remaja dan dewasa (Racette et al, 2003). Pada kelompok I rerata tekanan darah sistolik saat istirahat 132,5±12,8 mmhg, rerata tekanan darah diastolik saat istirahat 81,3 ± 10,9 mmhg dan rerata denyut nadi istirahat 93,2 ± 17,1 kali/menit. Sedangkan kelompok II memiliki rerata tekanan darah sistolik saat istirahat 128,8±11,3 mmhg, rerata tekanan darah diastolik saat istirahat 80,3 ± 8,1 mmhg dan rerata denyut nadi istirahat 88 ± 13,1 kali/menit. Pedoman ACSM (2006) menyatakan tekanan darah sistolik mmhg dan tekanan darah diastolik mmhg termasuk kategori prehypertension yang membutuhkan modifikasi gaya hidup menuju sehat untuk mencegah penyakit kardiovaskuler. Modifikasi gaya hidup tersebut meliputi aktivitas fisik, menurunkan berat badan serta diet. Din-Dzietham et al (2002) yang mengevaluasi data survei nasional Amerika Serikat pada 1963 hingga 2002 terhadap anak dan remaja usia 8-17 tahun mendapati prevalensi pre-hipertensi dan hipertensi meningkat 2,3% dan 1%. Hageman et al (2010) juga menemukan bahwa wanita paruh baya rural yang mengalami obesitas ternyata 55,2% tergolong dalam rentang prehipertensi dan 20,8% hipertensi. Tekanan darah prehipertensi dan hipertensi berhubungan dengan tingginya prevalensi overweight dan obesitas serta estimasi kebugaran kardiorespirasi yang rendah sehingga rentan terhadap kejadian penyakit kardiovaskuler. 85

105 86 Sebagian besar subjek dengan tekanan darah tinggi adalah overweight dan hipertensi lebih sering terjadi pada obesitas (Lilyasari, 2007). Pernyataan tersebut diperkuat oleh estimasi resiko dari Framingham Heart Study menunjukkan bahwa 78% hipertensi pada laki-laki dan 65% hipertensi pada wanita secara langsung berhubungan dengan obesitas. Risiko kejadian hipertensi meningkat sampai 2,6 pada subjek laki-laki obesitas dan meningkat 2,2 kali pada subjek wanita obesitas dibanding subjek dengan berat badan normal (Lilyasari, 2007). Daniel (2009) menyatakan bahwa obesitas menjadi unsur cukup penting dalam patogenesis hipertensi walaupun mekanisme hubungan tersebut belum sepenuhnya dipahami. Dalam setiap penelitian epidemiologi menunjukkan konsistensi hubungan yang kuat antara obesitas dengan hipertensi baik pada dewasa maupun anak-anak. Risiko relatif hipertensi berkaitan dengan overweight memiliki rentang 2,5 hingga 3,7 pada anak dan dewasa. Overweight dan obesitas secara signifikan berhubungan dengan diabetes, tekanan darah tinggi, hiperkolesterol, asma, arthritis dan status kesehatan yang rendah (Mokdad et al, 2003). 6.2 Distribusi dan Varians Hasil VO 2 Max dan Daya Tahan Otot Berdasarkan uji normalitas dengan Shapiro-Wilk test dan uji homogenitas dengan Levene`s test data hasil VO 2 max sebelum dan setelah perlakuan pada kelompok 1 dan kelompok 2 menunjukkan nilai p lebih besar dari 0,05 (p > 0,05). Dengan demikian data hasil VO 2 max sebelum dan setelah perlakuan pada kelompok I dan kelompok II berdistribusi normal. Hasil data daya tahan otot sebelum dan setelah perlakuan pada kelompok I dan kelompok II menunjukkan 86

106 87 nilai p lebih besar dari 0,05 (p > 0,05). Dengan demikian data hasil daya tahan otot sebelum dan setelah perlakuan pada kelompok I dan kelompok II berdistribusi normal. Sehingga untuk menguji hipotesis data VO 2 max menggunakan uji parametrik Paired Samples test dan Independent Samples test. Untuk menguji hipotesis data daya tahan otot menggunakan uji parametrik Paired Samples T test dan Independent Sample T test. 6.3 Pengaruh Aquatic Aerobics Exercise terhadap VO 2 Max Berdasarkan hasil penelitian data VO 2 max pada perlakuan aquatic aerobics exercise selama 8 minggu didapatkan rerata hasil sebelum perlakuan 38,26 ± 11,02 ml/kg/menit dan setelah perlakuan 48,86 ± 14,58 ml/kg/menit. Hasil analisis data hipotesis VO 2 max antara tes awal dengan tes akhir pada kelompok aquatic aerobics exercise menggunakan Paired Samples T test diperoleh nilai p = 0,002 dengan demikian maka hasil VO 2 max sebelum dan setelah perlakuan diperoleh nilai p lebih kecil dari 0,05 (p < 0,05). Hal ini berarti bahwa hasil VO 2 max sebelum dan setelah perlakuan aquatic aerobics exercise terdapat perbedaan yang bermakna. Jika melihat nilai rerata maka terjadi peningkatan VO 2 max antara sebelum perlakuan dengan setelah perlakuan. Banyak penelitian yang mengamati adaptasi VO 2 max pada berbagai program latihan akuatik. Dilaporkan bahwa setelah latihan minimal 7 minggu terjadi peningkatan yang signifikan pada VO 2 max, sementara penelitian yang dilakukan pada atlet yang mendapat perlakuan berlari di air selama 4 minggu tidak didapatkan adanya perubahan yang signifikan terhadap VO 2 max (Barbosa et al, 2009). Sedangkan pada penelitian ini perlakuan dilakukan selama 8 minggu 87

107 88 dan subjek terendam air sedalam dada yang berarti semakin dalam badan subjek terendam maka akan mendapatkan tahanan air yang semakin kuat serta dilakukan pada subjek yang tidak terlatih. 6.4 Pengaruh Aquatic Aerobics Exercise terhadap Daya Tahan Otot Hasil analisis data daya tahan otot antara tes awal dengan tes akhir pada kelompok aquatic aerobics exercise menggunakan Paired Sample T test diperoleh nilai p = 0,029 dengan demikian maka hasil daya tahan otot sebelum dan setelah perlakuan diperoleh nilai p lebih kecil dari 0,05 (p < 0,05). Hal ini berarti bahwa hasil daya tahan otot quadriceps femoris sebelum dan setelah perlakuan aquatic aerobics exercise disimpulkan ada perbedaan yang bermakna. Pada kebanyakan kasus setelah diberikan aquatic exercise terjadi perbaikan kekuatan otot rata-rata 7%, kekuatan otot ekstensor lutut 10,5% dan 13,4% pada otot fleksor lutut yang diukur menggunakan mesin isokinetik. Peningkatan otot berbeda dikarenakan perbedaan desain program yang meliputi volume, intensitas, repetisi dan jumlah set, interval istirahat serta tipe latihan (Barbosa et al, 2009). Mekanisme yang mendasari adaptasi kebugaran aerobik pada otot skeletal dalam hal ini otot quadriceps femoris adalah meningkatnya arterial-venous difference, meningkatnya kapitalisasi dan meningkatnya enzim di mitokondria. Tekanan hidrostatik menstimulus proliferasi kapiler dan aktivitas enzim oksidatif (Barbosa et al, 2009). Setelah program latihan akuatik, denyut jantung istirahat menurun tetapi tekanan darah tidak berubah. Denyut jantung istirahat menurun hingga 1 88

108 89 denyut/menit setiap minggunya pada subjek sedentari. Latihan akuatik meningkatkan aktivitas parasimpatis dan di sisi lain menurunkan aktivitas simpatis jantung. Tekanan darah saat aktivitas maksimal menunjukkan tidak ada perubahan bermakna tetapi berbeda saat istirahat. Penurunan tekanan darah istirahat terjadi baik sistolik maupun diastolik (Barbosa et al, 2009). Adaptasi otot pada tingkat sel meliputi meningkatnya ukuran dan jumlah mitokondria dan konten myoglobin. Myoglobin adalah protein yang mengangkut oksigen dalam sel. Mitokondria adalah organel sel yang bertanggung jawab memproduksi adenosin tri fosfat (ATP) secara aerobik melalui reaksi oksidasi glikogen. Peningkatan jumlah oksigen yang dikirim ke mitokondria yang dikombinasikan dengan besar dan banyaknya jumlah mitokondria serta konsentrasi myoglobin yang besar maka kapasitas jaringan otot untuk mengekstrak dan menggunakan oksigen juga meningkat. Adaptasi ini ditambah dengan meningkatnya tingkat dan aktifitas enzim-enzim yang terlibat dalam metabolisme aerobik glukosa dan parallel meningkatnya cadangan glikogen dan trigliserid (Baechle dan Earle, 2008). 6.5 Aquatic Aerobics Exercise Tidak Terbukti Lebih Baik Dibanding Landbased Aerobics Exercise dalam Meningkatkan VO 2 Max pada Individu Overweight dan Obesitas Berdasarkan hasil analisis rerata selisih VO 2 max sebelum dan setelah perlakuan pada kelompok I dan kelompok II menggunakan Independent Samples test pada Tabel 5.9 menunjukkan rerata selisih VO 2 max kelompok I sebesar 10,6 89

109 90 ± 9,31 dengan selisih interval 27,7% dan kelompok II sebesar 11,07 ± 8,86 dengan selisih interval 26,45% dan nilai p > 0,05 maka disimpulkan bahwa aquatic aerobics exercise tidak lebih baik dalam meningkatkan VO 2 max dibanding land-based aerobic exercise pada individu overweight dan obesitas. Cassady & Nielsen (1992) meneliti 40 subjek yang mendapat perlakuan latihan ektremitas atas dan bawah di darat dan di air mendapatkan hasil terjadi peningkatan sistemik VO 2 dari 2 menjadi 9 MET. Respon VO 2 tertinggi terjadi pada kelompok latihan di air sedangkan persentase denyut nadi maksimal tertinggi pada kelompok latihan darat. Hasil penelitian tersebut berbeda dengan Barbosa et al (2007) yang meneliti 16 sukarelawan muda (9 wanita dan 7 pria) mendapat perlakuan rocking horse. Tiap subjek melakukan 3 kali latihan di darat, di air kedalaman pinggang dan di air kedalaman dada selama 6 menit. Hasilnya VO 2 max secara signifikan berbeda antar perlakuan. Nilai VO 2 max dari yang terendah didapatkan pada kelompok latihan akuatik pada kedalaman dada, diikuti kedalaman pinggang dan di darat. Mekanisme yang mendasari berkaitan dengan fenomena reflek bradikardi menyelam, perbaikan pengisian jantung selama fase diastolik, peningkatan volume sekuncup akibat tekanan hidrostatik seiring dengan perubahan kedalaman tubuh yang terendam di air. Individu overweight dan obesitas mempunyai tingkat metabolisme lebih besar dibanding orang normal, sebagai contoh pada saat berjalan di lingkungan darat tingkat metabolime tersebut 10% - 45% lebih besar dibandingkan orang dengan berat badan normal (Alkurdi et al, 2010). Meningkatnya beban kerja 90

110 91 pernapasan pada individu overweight dan obesitas ditambah dengan tekanan hidrostatik air akan meningkatkan laju metabolisme saat latihan sehingga memicu peningkatan denyut jantung dan frekuensi pernapasan. Penambahan prosentase pengeluaran energi tersebut mengakibatkan besarnya kapasitas aerobik maksimum dan kesulitan mempertahankan durasi latihan yang direkomendasikan. Faktor yang mempengaruhi respon kardiorespirasi dan pengeluaran energi saat melakukan latihan di dalam air yaitu gerakan ekstremitas yang melawan tahanan air dan gaya buoyancy. Venous return saat melakukan latihan aerobik meningkat sehingga volume diatolik akhir meningkat. Seiring dengan peningkatan volume, serabut otot jantung lebih terulur dan menghasilkan kontraksi lebih kuat, kontraksi sistolik dan pengosongan jantung lebih besar. Pada saat yang bersamaan, stimulasi simpatis meningkatkan kontraktilitas otot jantung dengan konsekuensi peningkatan stroke volume. Aliran darah ke otot yang aktif meningkat karena dilatasi arteriol lokal dan pada saat yang bersamaan aliran darah ke sistem organ lain berkurang karena konstriksi arteriol. Latihan aquatik yang dilakukan pada temperatur lebih rendah dari suhu tubuh pada seseorang akan direspon oleh termoregulatoor tubuh. Pada saat melakukan latihan, temperatur tubuh meningkat sebagai konsekuensi metabolisme hasil tambahan reaksi dari kontraksi otot skeletal. Kemudian temperatur tubuh mengalami konduksi dan konveksi dengan lingkungan air sehingga terjadi penurunan temperatur yang lebih cepat, arteri mengalami konstriksi, kulit mencegah kehilangan temperatur dengan berkerut dan denyut jantung meningkat. 91

111 Aquatic Aerobics Exercise Tidak Terbukti Lebih Baik Dibanding Landbased Aerobics Exercise dalam Meningkatkan Daya Tahan Otot Quadriceps Femoris pada Individu Overweight dan Obesitas Berdasarkan hasil analisis rerata selisih daya tahan otot sebelum dan setelah perlakuan pada kelompok I dan kelompok II menggunakan Independent Samples test pada Tabel 5.10 menunjukkan rerata selisih daya tahan otot kelompok I sebesar 3,17 ± 2,33 dengan selisih interval 22,65% dan kelompok II sebesar 4,85 ± 3,93 dengan selisih interval 43,97% dan nilai p > 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa aquatic aerobics exercise tidak lebih baik dibanding landbased aerobics exercise dalam meningkatkan daya tahan otot quadriceps femoris pada individu overweight dan obesitas. Hosiso et al (2013) meneliti 20 perempuan sedentari, usia tahun yang diberi perlakuan latihan aerobik intensitas moderat 60 menit, 3 kali/minggu selama 12 minggu dengan hasil ada pengaruh secara signifikan terhadap perbaikan daya tahan kardiovaskuler, daya tahan otot, fleksibilitas dan kekuatan otot tetapi terdapat penurunan IMT dan berat badan. Bravo et al (1997) meneliti lansia wanita osteopeni yang tinggal di panti jompo yang diberi latihan melompat-lompat di kolam renang dengan kedalaman pinggang selama 1 tahun mendapatkan hasil tidak ada penurunan massa tulang, tetapi ada pengaruh yang positif terhadap kebugaran fungsional yang meliputi fleksibilitas, kelincahan, kekuatan dan daya tahan otot tungkai serta daya tahan kardiorespirasi. Secara psikologis (kecemasan, depresi, kontrol diri dan vitalitas) 92

112 93 juga berpengaruh secara signifikan karena efek sosial saat menjalani program latihan berkelompok. White et al (2013) melaporkan bahwa anggota gerak bawah memiliki kapasitas daya tahan lebih besar dibanding anggota gerak atas. Dimana indeks kelelahan quadriceps sebesar 18% dibanding indeks genggaman yang sebesar 30%. Rerata subjek melakukan 12 repetisi kontraksi otot. Kemampuan mempertahankan daya tahan pada tingkat optimal tergantung dari faktor fisiologis yang meliputi komposisi tipe serabut otot, aliran darah di otot dan kekuatan maksimum kelompok otot yang diukur. Komposisi tipe serabut otot quadriceps adalah 50:50 yaitu 50% tipe I dan 50% tipe II dengan unit motorik dan elemen kontraktil lebih besar, sehingga potensi performa otot lebih besar. Daya tahan dibedakan menjadi daya tahan secara umum dan daya tahan secara lokal. VO 2 max merupakan indikator kapasitas fungsional sistem kardiorespirasi dan vaskuler dalam melakukan ambilan oksigen di alveolus, distribusi melalui arteri-vena serta mengirimkan ke tingkat sel seluruh tubuh. Sehingga VO 2 max merupakan gambaran dari daya tahan secara umum. Sedangkan daya tahan otot menggambarkan daya tahan lokal sekelompok otot dalam memanfaatkan atau mendayagunakan oksigen untuk berkontraksi secara berulang dalam jangka waktu yang lama. Komponen daya tahan otot meliputi kontraksi otot submaksimal yang diperpanjang dengan repetisi yang banyak dan pemulihan yang pendek. Serabut tipe I memiliki kapasitas aerobik yang lebih besar dibanding serabut tipe II. Hal 93

113 94 ini dikarenakan serabut tipe I memiliki kapasitas oksidatif lebih besar baik sebelum maupun sesudah diberikan latihan. Sebaliknya, hipertrofi selektif pada serabut tipe I terjadi karena meningkatnya rekruitmen selama aktifitas aerobik, meskipun hasil diameter crosssectional tidak sebesar yang terlihat dibanding pada serabut tipe II yang mendapat latihan tahanan. Hasil pengukuran daya tahan otot mungkin dipengaruhi oleh faktor jenis kelamin, motivasi, feedback dan dorongan lisan kepada subjek penelitian. Centers for Disease Control dan American College of Sports Medicine merekomendasikan untuk melakukan aktivitas fisik minimal 30 menit dengan intensitas moderat setiap hari, aktivitas terapeutik yang meliputi latihan ROM (Range of Motion), latihan tahanan serta aerobik untuk memperbaiki kebugaran kardiorespirasi. Rekomendasi lebih lanjut berupa latihan 8-10 set dengan 8-12 repetisi, frekuensi 2 hari berturut-turut dapat mengurangi kelelahan, meningkatkan kekuatan dan daya tahan otot (Agarwal, 2012). Hasil uji beda pengaruh Aquatic Aerobics Exercise dibandingkan Landbased Aerobics Exercise menunjukkan hasil tidak ada beda secara bermakna, hal ini mungkin dikarenakan (1) dosis target heart rate kelompok perlakuan Aquatic Aerobics Exercise lebih rendah dibanding kelompok Land-based Aerobics Exercise, (2) Tekanan hidrostatik yang terlalu membebani latihan gerak sehingga subyek merasa terlalu berat mengikuti tempo gerakan dan arah gerakan dari instruktur yang memandu dari tepi kolam, (3) Tingkat kedalaman air berhubungan dengan VO 2 max dan kontraksi otot-otot kontrol postural. 94

114 Keterbatasan penelitian Adapun keterbatasan dalam penelitian ini adalah : a. Penelitian ini tidak mengontrol secara ketat intensitas latihan yang harus mencapai 80% target heart rate karena ketiadaan fasilitas alat ukur. b. Peneliti tidak mampu mengontrol pengaruh temperatur dan kelembaban lingkungan. 95

115 BAB VII SIMPULAN DAN SARAN 7.1 Simpulan Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan maka penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut : a. Aquatic aerobics exercise tidak lebih baik dibanding land-based aerobics exercise dalam meningkatkan VO 2 max dan daya tahan otot quadriceps femoris pada individu overweight dan obesitas. 7.2 Saran Berdasarkan simpulan penelitian maka disarankan : a. Aquatic aerobics exercise dapat digunakan untuk meningkatkan kebugaran kardiorespirasi dan daya tahan otot quadriceps femoris pada individu overweight dan obesitas yang sedentari. b. Perlu adanya penelitian lanjutan yang memantau dosis latihan terutama ketercapaian intensitas latihan, mengendalikan variabel temperatur dan kelembaban lingkungan dengan melakukan latihan dalam ruangan. c. Perlu adanya penelitian lanjutan terkait efek jangka pendek dan jangka panjang aquatic aerobics exercise terhadap kebugaran kardiorespirasi pada individu overweight dan obesitas. d. Perlu adanya penelitian lanjutan terkait efek biomekanik gerakan ekstremitas atas dan bawah terhadap fungsi fisiologis tubuh. 96

116 DAFTAR PUSTAKA ACSM ACSM`s Guidelines for Exercise Testing and Prescription. Seventh Edition. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins. Agarwal, S Cardiovascular Benefits of Exercise. International Journal of General Medicine. 5: Alkurdi, W. Paul, D. Sadowski, K. Dolny, D The Effect of Water Depth on Energy Expenditure and Perception of Effort in Female Subjects While Walking. International Journal of Aquatic Research and Education, 4: Baechle, T & Earle, R Essentials and Strength Training and Conditioning/National Strength and Conditioning Association. Third Edition. Hong Kong: Human Kinetics. Barbosa, TM. Garrido, MF. Bragada, J Physiological Adaptations to Headout Aquatic Exercise with Different Levels of Body Immersion. Journal of Strength & Conditioning Research. 21(4): Barbosa, TM. Marinho, D. Reis, V.M. Silva, A.J. Bragada, J Physiological Assesment of Head-out Aquatic Exercises in Healthy Subjects: a Qualitative Review. Journal of Sports Science and Medicine, 8: Bates, H Aquatic Exercise Therapy. Philadelphia: W.B. Saunders. Brick, L Bugar dengan Senam Aerobik. Jakarta: PT. Raja Gasindo Persada. Bravo, G. Gauthier, P. Roy, P. Payette, H. Gaulin, P A Weight-Bearing, Water Based Exercise Program for Osteopenic Women: Its Impact on Bone, Functional Fitness and Well-Being. Archives Physical Medicine and Rehabilitation. 78: Campion, M.R Hydrotherapy Principles and Practice. Oxford: Butterworth-Heinemann. p Cassady, S & Nielsen, D Cardiorespiratory Responses of Healthy Subjects to Calisthenics Performed on Land Versus in Water. Physical Therapy Journal. 72: Church, TS. Blair, SN. Cocreham, S. Johannsen, N. Johnson, W. Kramer, K. Myers, V. Nauta, M. Rodarte, RQ Effects of Aerobic and Resistance Training on Hemoglobin A 1c Levels in Patients with Type 2 Diabetes. Journal of American Medical Association. 20:

117 98 Daniels, SR Complications of Obesity in Children and Adolescents. International Journal of Obesity. 33: Denning, M.W. Bressel, E. Dolny, D. Bressel, M. Seeley, M A Review of Biophysical Differences Between Aquatic and Land-Based Exercise. International Journal of Aquatic Research and Education. 6: Din-Dzietham, R. Liu, Y. Bielo, M. Shamsa, F High Blood Pressure Trends in Children and Adolescents in National Surveys, 1963 to Circulation. 116 : Drinkard, B. McDuffie, J. McCann, S. Uwaifo, G. Nicholson, J. Yanovski, J Relationships Between Walk/Run Performance and Cardiorespiratory Fitness in Adolescents Who Are Overweight. Physical Therapy Journal. 81: Duan, Y. Brehm, W. Strobl, H. Tittbach, S. Huang, Z. Si, G Steps to and Correlates of Health-Enhancing Physical Activity in Adulthood: an Intercultural Study Between German and Chinese Individuals. Journal of Exercise Science and Fitness. 11: Emerenziani, G.P. Migliaccio, S. Gallotta, M.C. Lenzi, A. Baldari, C. Guidetti, L Physical Exercise Intensity Prescription to Improve Health and Fitness in Overweight and Obese Subjects: A Review of the Literature. Health Journal. 5: Ganong, W Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 20. Jakarta : EGC Giriwijoyo, S & Sidik, D.Z Ilmu Faal Olahraga. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya Offset. p Hageman, P.A. Pullen, C.H. Walker, S.N. Boeckner, L.S Blood Pressure, Fitness, and Lipid Profiles of Rural Women in the Wellness for Women Project. Cardiopulmonary Physical Therapy Journal. 21: Hermawan, G Komplikasi Obesitas dan Usaha Penanggulangannya; Cermin Dunia Kedokteran, No. 68, Hal Ho, S.S. Dhaliwal, S. Hills, A. Pal, S The Effect of 12-Weeks of Aerobic, Resistance, or Combination Exercise Training on Cardiovascular Risk Factors in The Overweight and Obese in a Randomized Trial. BMC Public Health. 12: 704. Hoeger, W. Hopkins, D. Barber, D Physiologic Responses to Maximal Treadmill Running and Water Aerobic Exercise. The National Aquatics Journal. 11 :

118 99 Hosiso, M. Rani, S. Rekoninne, S Effects of Aerobic Exercise on Health Related Physical Fitness Components of Dilla University Sedentary Female Community. International Journal of Scientific and Research Publications. 3 : 1-6. Johnson. Stromme. Adamczyk Comparison of Oxygen Uptake and Heart Rate During Exercise on Land and in Water. Physical Therapy. 57(3): Katch, V. McArdle, W. Katch, F Essentials of Exercise Physiology. Fourth Edition, Baltimore: Lippincott Williams and Wilkins. Kostic, R. Duraskovic, R. Miletic, D. Mikalacki, M Changes in the Cardiovascular Fitness and Body Composition of Women under the Influence of the Aerobic Dance. Physical Education and Sport. 4: Lilyasari, O Hipertensi dengan Obesitas : Adakah Peran Endotelin-1?. Jurnal Kardiologi Indonesia. 28 : Lorenzo, S & Babb, T Quantification of Cardiorespiratory Fitness in Healthy Nonobese and Obese Men and Women. Chest. 141: Mahan, K & Escott-Stump, S Krause`s Food, Nutrition and Diet Therapy. Eleventh Edition. Philadelphia: Saunders. p Muliyadi. Patellongi, I. Nawir, N Pengaruh Latihan Periode Persiapan PON terhadap Daya Tahan Otot Atlet Kontingen Bayangan PON XVIII-2012 KONI Sulawesi Selatan. Diakses pada 7/2/2014 dari National Institute for Health and Clinical Exellence National Collaborating Centre for Primary Care Obesity: The Prevention, Identification, Assesment, and Management of Overweight and Obesity in Adults and Children;, Final Version. Nieman, D Exercise Testing and Prescription: A Health-Related Approach. Seventh Edition. New York: McGraw-Hill. Noonan, V & Dean, E Submaximal Exercise Testing: Clinical Application and Interpretation. Physical Therapy Journal. 80: Pahkala, K. Hernelahti, M. Heinonen, O. Raittinen, P. Hakanen, M. Lagstrom, H. Viikari, J. Ronnemaa, T. Raitakari, O. Simell, O Body Mass Index, Fitness and Physical Activity from Childhood through Adolescence. British Journal Sports Medicine. 47:

119 100 Pocock, S.J Clinical Trials-Practice Approach. Chicester: John-Wiley and Sons-A Wiley Medical Publication. Hal Powers, S & Howley, E Exercise Physiology Theory and Application to Fitness and Performance. Seventh Edition. Boston : McGraw Hill. Purnamawati, I Prevalens Obesitas pada Anak Taman Kanak-kanak di Kelurahan Cikini, Kecamatan Menteng DKI Jakarta dan Hubungannya dengan Melewatkan Makan Pagi. Diakses tanggal 7/2/2014. Dari obesitas.pdf Putz & Pabst Sobotta Atlas Anatomi Manusia. Edisi 20. Munchen & Hannover. EGC: Jakarta Racette, S. Deusinger, S. Deusinger, R Obesity: Overview of Prevalence, Etiology and Treatment. Physical Therapy Journal. 83: Sandjaja & Sudikno Prevalensi Gizi Lebih dan Obesitas Penduduk Dewasa di Indonesia. Jurnal Gizi Indonesia. 31. Setty, P. Padwanabha. Doddamani Correlation between Obesity and Cardio Respiratory Fitness. International Journal of Medical Science and Public Health. 2: Sigal, RJ. Kenny, GP. Boule, NG. Wells, GA. Prudhomme. Fortler, M. Reid, RD. Tulloch, H. Coyle, D. Phillips, P Effects of Aerobic Training, Resistance Training or Both on Glycemic Control in Type 2 Diabetes Mellitus. Annal Internal Medicine. 147: Sukadiyanto & Muluk, D Pengantar Teori dan Metodologi Melatih Fisik. Bandung : Lubuk Agung. Thompson, W.R. Bushman, B. Desch, J. Kravitz, L ACSM`S Resources for The Personal Trainer. Third Edition. Philadelphia: Lippincott William`s and Wilkins. Turzyniecka, M. Wild, S.H. Krentz, A.J. Chipperfield, A.J. Clough, G.F. Byrne, C.D Diastolic Function is Strongly and Independently Associated with Cardiorespiratory Fitness in Central Obesity. Journal Applied Physiology. 108: Vargas, L.G Aquatic Therapy Interventions and Applications. Ravensdale: Idyll Abror Inc. p

120 101 WHO Obesity, Situation and Trends. Global Health Observatory diakses tanggal 22/2/2014 pada White, C. Dixon, K. Samuel, D. Stokes, M Handgrip and Quadriceps Muscle Endurance Testing in Young Adults. Springerplus. 2 : 451 Wulandari, L Dampak Obesitas terhadap Faal Paru. Proceeding Book Perhimpunan Dokter Paru Indonesia dalam Kongres Nasional X PDPI 22 Juni

121 102 Lampiran 1 Informed Consent 102

122

123

124

125 106 Lampiran 2 Surat Kesediaan Menjadi Pengukur 106

126 107 Lampiran 3 Lembar Pemeriksaan dan Pengukuran VO 2 Max dan Daya Tahan Otot Quadriceps Femoris 107

127

128

129

130

131

132 113 Lampiran 4 Surat Ijin Penelitian 113

133 114 Lampiran 3 Rekapitulasi Data Penelitian 114

PELATIHAN METODE BOBATH LEBIH BAIK DARIPADA METODE FELDENKRAIS TERHADAP PENINGKATAN KESEIMBANGAN PADA PASIEN PASCA STROKE

PELATIHAN METODE BOBATH LEBIH BAIK DARIPADA METODE FELDENKRAIS TERHADAP PENINGKATAN KESEIMBANGAN PADA PASIEN PASCA STROKE TESIS PELATIHAN METODE BOBATH LEBIH BAIK DARIPADA METODE FELDENKRAIS TERHADAP PENINGKATAN KESEIMBANGAN PADA PASIEN PASCA STROKE ADITYA DENNY PRATAMA PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2015

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan populasi yang besar. Menurut World Health Organization,2007 sekitar

BAB I PENDAHULUAN. merupakan populasi yang besar. Menurut World Health Organization,2007 sekitar 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Data Demografi menunjukkan bahwa penduduk di dunia jumlah populasi remaja merupakan populasi yang besar. Menurut World Health Organization,2007 sekitar seperlima dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. orang dewasa mengalami kegemukan. Di Amerika orang meninggal. penduduk menderita kegemukan (Diana, 2004).

BAB I PENDAHULUAN. orang dewasa mengalami kegemukan. Di Amerika orang meninggal. penduduk menderita kegemukan (Diana, 2004). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Modernisasi dan era globalisasi yang mulai memasuki sebagian besar negara-negara berkembang telah memberikan beberapa kemajuan kepada masyarakat dalam hal standar kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan teknologi komunikasi dan trasportasi dirasa memperpendek jarak dan

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan teknologi komunikasi dan trasportasi dirasa memperpendek jarak dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kehidupan modern kini menuntut segala sesuatu yang serba cepat. Baik dalam aktivitas pekerjaan, kehidupan rumah tangga dan kebutuhan makan dalam sehari-hari. Perkembangan

Lebih terperinci

Pada sistem kardiovaskuler dan respirasi terjadi perubahan yaitu penurunan kekuatan otot otot pernafasan, menurunnya aktivitas silia, menurunnya

Pada sistem kardiovaskuler dan respirasi terjadi perubahan yaitu penurunan kekuatan otot otot pernafasan, menurunnya aktivitas silia, menurunnya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Proses penuaan dianggap sebagai peristiwa fisiologis yang memang harus dialami oleh semua makhluk hidup. Lansia bukan suatu penyakit, namun merupakan tahap lanjut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu perubahan pembangunan bangsa. Peranan penting tersebut

BAB I PENDAHULUAN. suatu perubahan pembangunan bangsa. Peranan penting tersebut BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap individu dalam masyarakat berperan penting sebagai agen dari suatu perubahan pembangunan bangsa. Peranan penting tersebut membutuhkan suatu keadaan yang mendukung

Lebih terperinci

SKRIPSI GOVINDA VITTALA

SKRIPSI GOVINDA VITTALA SKRIPSI PENGARUH SENAM JANTUNG SEHAT TERHADAP DAYA TAHAN KARDIORESPIRASI PADA MAHASISWI DENGAN KELEBIHAN BERAT BADAN DI PROGRAM STUDI FISIOTERAPI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA GOVINDA VITTALA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nutrisi yang dibutuhkan untuk kesehatan optimal sangatlah penting.

BAB I PENDAHULUAN. nutrisi yang dibutuhkan untuk kesehatan optimal sangatlah penting. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Status gizi seseorang menunjukkan seberapa besar kebutuhan fisiologis individu tersebut telah terpenuhi. Keseimbangan antar nutrisi yang masuk dan nutrisi yang dibutuhkan

Lebih terperinci

SKRIPSI PERBEDAAN LATIHAN PLIOMETRIK DEPTH JUMP DAN JUMP TO BOX TERHADAP PENINGKATAN KECEPATAN LARI PADA PEMAIN SEPAK BOLA DI SMA N 1 MANGGIS

SKRIPSI PERBEDAAN LATIHAN PLIOMETRIK DEPTH JUMP DAN JUMP TO BOX TERHADAP PENINGKATAN KECEPATAN LARI PADA PEMAIN SEPAK BOLA DI SMA N 1 MANGGIS SKRIPSI PERBEDAAN LATIHAN PLIOMETRIK DEPTH JUMP DAN JUMP TO BOX TERHADAP PENINGKATAN KECEPATAN LARI PADA PEMAIN SEPAK BOLA DI SMA N 1 MANGGIS I MADE HENDRA MEIRIANATA KEMENTRIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

Lebih terperinci

SKRIPSI SENAM JANTUNG SEHAT DAPAT MENURUNKAN PERSENTASE LEMAK TUBUH PADA MAHASISWI PROGRAM STUDI FISIOTERAPI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA

SKRIPSI SENAM JANTUNG SEHAT DAPAT MENURUNKAN PERSENTASE LEMAK TUBUH PADA MAHASISWI PROGRAM STUDI FISIOTERAPI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA SKRIPSI SENAM JANTUNG SEHAT DAPAT MENURUNKAN PERSENTASE LEMAK TUBUH PADA MAHASISWI PROGRAM STUDI FISIOTERAPI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA I NYOMAN AGUS PRADNYA WIGUNA KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1.1 Latar Belakang Gizi lebih merupakan kondisi ketidaknormalan atau kelebihan akumulasi lemak pada jaringan adiposa. Gizi lebih tidak hanya berupa kondisi dengan jumlah simpanan kelebihan

Lebih terperinci

ADAPTASI CARDIORESPIRATORY SAAT LATIHAN AEROBIK DAN ANAEROBIK Nugroho Agung S.

ADAPTASI CARDIORESPIRATORY SAAT LATIHAN AEROBIK DAN ANAEROBIK Nugroho Agung S. ADAPTASI CARDIORESPIRATORY SAAT LATIHAN AEROBIK DAN ANAEROBIK Nugroho Agung S. PENGERTIAN Cardiorespiratory -> kesanggupan sistem jantung, paru dan pembuluh darah untuk berfungsi secara optimal pada keadaan

Lebih terperinci

AL UM ANISWATUN KHASANAH

AL UM ANISWATUN KHASANAH TESIS PENAMBAHAN SENAM OTAK PADA PROGRAM SKJ 2008 LEBIH MENINGKATKAN KOORDINASI ANTARA MATA DAN TANGAN DARIPADA SKJ 2008 PADA ANAK USIA 7 8 TAHUN DI SD NEGERI 3 SUMBERJO LAMPUNG TENGAH AL UM ANISWATUN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. gizi terjadi pula peningkatan kasus penyakit tidak menular (Non-Communicable

BAB I PENDAHULUAN. gizi terjadi pula peningkatan kasus penyakit tidak menular (Non-Communicable BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan kesehatan di Indonesia saat ini dihadapkan pada dua masalah ganda (double burden). Disamping masalah penyakit menular dan kekurangan gizi terjadi pula peningkatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Latihan fisik merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan kesehatan dan kebugaran. Seseorang dengan aktivitas fisik rendah memiliki 20% sampai 30% lebih tinggi risiko

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Fleksibilitas 2.1.1. Definisi fleksibilitas Fleksibilitas mengacu pada kemampuan ruang gerak sendi atau persendian tubuh. Kemampuan gerak sendi ini berbeda di setiap persendian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. selama metabolisme berkepanjangan saat latihan yang intens. 1,2 Berdasarkan

BAB 1 PENDAHULUAN. selama metabolisme berkepanjangan saat latihan yang intens. 1,2 Berdasarkan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Daya tahan kardiorespirasi adalah salah satu unsur kebugaran jasmani yang menggambarkan kemampuan pembuluh paru-paru jantung dan darah untuk memberikan jumlah

Lebih terperinci

PERBEDAAN PENGARUH FREKUENSI LATIHAN SENAM AEROBIK TERHADAP PENURUNAN PERSENTASE LEMAK TUBUH DAN BERAT BADAN PADA MEMBERS

PERBEDAAN PENGARUH FREKUENSI LATIHAN SENAM AEROBIK TERHADAP PENURUNAN PERSENTASE LEMAK TUBUH DAN BERAT BADAN PADA MEMBERS Perbedaan Pengaruh Frekuensi... (Elfiannisa Azmy Andini) 3 PERBEDAAN PENGARUH FREKUENSI LATIHAN SENAM AEROBIK TERHADAP PENURUNAN PERSENTASE LEMAK TUBUH DAN BERAT BADAN PADA MEMBERS WANITA DI CAKRA SPORT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. anak dan remaja saat ini sejajar dengan orang dewasa (WHO, 2013). Menurut

BAB I PENDAHULUAN. anak dan remaja saat ini sejajar dengan orang dewasa (WHO, 2013). Menurut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Obesitas pada anak sampai kini masih merupakan masalah, satu dari sepuluh anak di dunia ini mengalami obesitas dan peningkatan obesitas pada anak dan remaja saat ini

Lebih terperinci

PERBEDAAN CARDIOTHORACIC RATIO

PERBEDAAN CARDIOTHORACIC RATIO PERBEDAAN CARDIOTHORACIC RATIO PADA FOTO THORAX STANDAR USIA DI BAWAH 60 TAHUN DAN DI ATAS 60 TAHUN PADA PENYAKIT HIPERTENSI DI RS. PKU MUHAMMADIYAH SURAKARTA SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lemak tubuh karena ambilan makanan yang berlebih (Subardja, 2004).

BAB I PENDAHULUAN. lemak tubuh karena ambilan makanan yang berlebih (Subardja, 2004). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Obesitas atau kegemukan adalah keadaan yang terjadi apabila kuantitas jaringan lemak tubuh dibandingkan berat badan total lebih besar daripada normal. Hal ini

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen bangsa yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUHAN. kelahiran hidup, 334/ kelahiran hidup, dan 307/ kelahiran

BAB I PENDAHULUHAN. kelahiran hidup, 334/ kelahiran hidup, dan 307/ kelahiran 1 BAB I PENDAHULUHAN A. Latar Belakang Pada saat ini, Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia masih sangat tinggi. Gambaran penurunan AKI menurut Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) dari tahun

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hipertensi Unit Kerja Nefrologi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) menetapkan batasan hipertensi pada anak sesuai dengan batasan menurut NationalHigh Blood Pressure Education

Lebih terperinci

PERUBAHAN FISIOLOGIS KARENA LATIHAN FISIK Efek latihan a. Perubahan biokhemis b. Sistem sirkulasi dan respirasi c. Komposisi badan, kadar kholesterol

PERUBAHAN FISIOLOGIS KARENA LATIHAN FISIK Efek latihan a. Perubahan biokhemis b. Sistem sirkulasi dan respirasi c. Komposisi badan, kadar kholesterol PERUBAHAN FISIOLOGIS KARENA LATIHAN FISIK Efek latihan a. Perubahan biokhemis b. Sistem sirkulasi dan respirasi c. Komposisi badan, kadar kholesterol dan trigliceride tekanan darah, dan aklimatisasi pada

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. masalah utama dalam dunia kesehatan di Indonesia. Menurut American. Diabetes Association (ADA) 2010, diabetes melitus merupakan suatu

I. PENDAHULUAN. masalah utama dalam dunia kesehatan di Indonesia. Menurut American. Diabetes Association (ADA) 2010, diabetes melitus merupakan suatu 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes melitus (DM) merupakan penyakit kronis yang masih menjadi masalah utama dalam dunia kesehatan di Indonesia. Menurut American Diabetes Association (ADA) 2010,

Lebih terperinci

SKRIPSI PELATIHAN TARI GALANG BULAN MENINGKATKAN KEBUGARAN FISIK PADA PELAJAR SMP DI YAYASAN PERGURUAN KRISTEN HARAPAN DENPASAR

SKRIPSI PELATIHAN TARI GALANG BULAN MENINGKATKAN KEBUGARAN FISIK PADA PELAJAR SMP DI YAYASAN PERGURUAN KRISTEN HARAPAN DENPASAR SKRIPSI PELATIHAN TARI GALANG BULAN MENINGKATKAN KEBUGARAN FISIK PADA PELAJAR SMP DI YAYASAN PERGURUAN KRISTEN HARAPAN DENPASAR A.A NGURAH WISNU PRAYANA KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN PROGRAM STUDI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. permasalahan kesehatan terutama beban ganda masalah gizi (double burden

BAB I PENDAHULUAN. permasalahan kesehatan terutama beban ganda masalah gizi (double burden BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang memiliki permasalahan kesehatan terutama beban ganda masalah gizi (double burden of malnutrition) yaitu kekurangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan menghadapi hal-hal darurat tak terduga (McGowan, 2001). Lutan. tahan dan fleksibilitas, berbagai unsur kebugaran jasmani saling

I. PENDAHULUAN. dan menghadapi hal-hal darurat tak terduga (McGowan, 2001). Lutan. tahan dan fleksibilitas, berbagai unsur kebugaran jasmani saling I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebugaran jasmani adalah kemampuan untuk melaksanakan tugas seharihari dengan giat dan penuh kewaspadaan tanpa mengalami kelelahan yang berarti dan dengan energi yang cukup

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Minuman Beroksigen Sebagian besar massa tubuh manusia adalah air. Air berperan sangat penting dalam proses metabolisme tubuh. Fungsi utama air dalam proses metabolisme adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sehat adalah kebutuhan dasar bagi kehidupan manusia. Sehat juga keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinan setiap orang hidup produktif dan ekonomis.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. angka tersebut 54 tahun untuk wanita dan laki-laki 50,9 tahun. Pada tahun 1985

BAB I PENDAHULUAN. angka tersebut 54 tahun untuk wanita dan laki-laki 50,9 tahun. Pada tahun 1985 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Di Indonesia angka harapan hidup semakin meningkat. Pada tahun 1980 angka tersebut 54 tahun untuk wanita dan laki-laki 50,9 tahun. Pada tahun 1985 meningkat

Lebih terperinci

ABSTRAK HUBUNGAN KONSUMSI MAKANAN CEPAT SAJI DENGAN OBESITAS PADA ANAK USIA TAHUN

ABSTRAK HUBUNGAN KONSUMSI MAKANAN CEPAT SAJI DENGAN OBESITAS PADA ANAK USIA TAHUN ABSTRAK HUBUNGAN KONSUMSI MAKANAN CEPAT SAJI DENGAN OBESITAS PADA ANAK USIA 10-12 TAHUN Meningkatnya prevalensi obesitas pada anak sering dikaitkan dengan kebiasaan anak mengkonsumsi makanan cepat saji

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Prevalensi Obesitas dan Persentase Lemak 2.1.1 Prevalensi Obesitas Secara global, prevalensi obesitas telah meningkat sejak tahun 1980 dan peningkatannya sangat cepat. 11

Lebih terperinci

EFEK PENUAAN TERHADAP FISIOLOGI SISTEM RESPIRASI

EFEK PENUAAN TERHADAP FISIOLOGI SISTEM RESPIRASI Tinjauan Kepustakaan V Selasa 7 Januari 2014 EFEK PENUAAN TERHADAP FISIOLOGI SISTEM RESPIRASI Penyusun: Rina Puspasari S., dr. Pembimbing: Marina Moeliono, dr., SpKFR(K) Penilai: Marietta Shanti P., dr.,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kegemukan sebagai lambang kemakmuran. Meskipun demikian, pandangan yang

BAB I PENDAHULUAN. kegemukan sebagai lambang kemakmuran. Meskipun demikian, pandangan yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Kegemukan sudah lama menjadi masalah. Bangsa Cina kuno dan bangsa Mesir kuno telah mengemukakan bahwa kegemukan sangat mengganggu kesehatan. Bahkan, bangsa Mesir

Lebih terperinci

Bab 1: Mengenal Hipertensi. Daftar Isi

Bab 1: Mengenal Hipertensi. Daftar Isi Bab 1: Mengenal Hipertensi Daftar Isi Pengantar... vii Bab 1. Mengenal Hipertensi... 1 Bab 2. Faktor Risiko... 11 Bab 3. Diagnosis... 17 Bab 4. Komplikasi Hipertensi... 27 Kiat Menghindari Stroke... 33

Lebih terperinci

HUBUNGAN INDEKS MASSA TUBUH DENGAN KEBUGARAN JASMANI MAHASISWA PRODI KEDOKTERAN UNJA

HUBUNGAN INDEKS MASSA TUBUH DENGAN KEBUGARAN JASMANI MAHASISWA PRODI KEDOKTERAN UNJA HUBUNGAN INDEKS MASSA TUBUH DENGAN KEBUGARAN JASMANI MAHASISWA PRODI KEDOKTERAN UNJA Ahmad Syauqy 1 1 Prodi Kedokteran Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Jambi email : asqyjbi30@gmail.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak penyandang disabilitas, sering dibahasakan dengan anak berkebutuhan khusus (ABK). Menurut World Health Organization (WHO), diperkirakan terdapat sekitar 7-10 %

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. sebanyak 17 orang dari 25 orang populasi penderita Diabetes Melitus. darah pada penderita DM tipe 2.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. sebanyak 17 orang dari 25 orang populasi penderita Diabetes Melitus. darah pada penderita DM tipe 2. BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian dan Pembahasan 1. Deskripsi Penderita Diabetes Melitus tipe 2 Berdasarkan Jenis Kelamin Berdasarkan dari kriteria inklusi dan eksklusi didapatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyakit degeneratif akan meningkat. Penyakit degeneratif yang sering

BAB I PENDAHULUAN. penyakit degeneratif akan meningkat. Penyakit degeneratif yang sering BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan penurunan fungsi organ tubuh, maka resiko terjadinya penyakit degeneratif akan meningkat. Penyakit degeneratif yang sering terjadi pada lansia antara

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. yang dianggap masalah oleh semua orang. Papalia dan Olds (1995) mengatakan bahwa obesitas dan overweight terjadi jika individu

BAB 1 PENDAHULUAN. yang dianggap masalah oleh semua orang. Papalia dan Olds (1995) mengatakan bahwa obesitas dan overweight terjadi jika individu BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seseorang yang menjadi Obesitas dan overweight merupakan suatu yang dianggap masalah oleh semua orang. Papalia dan Olds (1995) mengatakan bahwa obesitas dan overweight

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di era globalisasi ini, berbagai macam aktivitas yang dilakukan manusia sangat padat dan beraneka ragam. Di perkotaan manusia menjalani kehidupannya dengan persaingan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Obesitas Obesitas adalah kondisi kelebihan berat tubuh akibat tertimbun lemak yang melebihi 25 % dari berat tubuh, orang yang kelebihan berat badan biasanya karena kelebihan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Obesitas 2.1.1 Definisi Obesitas adalah penumpukan lemak yang berlebihan ataupun abnormal yang dapat mengganggu kesehatan (WHO, 2011). Menurut Myers (2004), seseorang yang dikatakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. yang sangat serius saat ini adalah hipertensi yang disebut sebagai the silent killer.

BAB 1 PENDAHULUAN. yang sangat serius saat ini adalah hipertensi yang disebut sebagai the silent killer. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hipertensi masih tetap menjadi masalah hingga saat ini karena beberapa hal seperti meningkatnya prevalensi hipertensi, masih banyaknya pasien hipertensi yang belum

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. penduduk dunia meninggal akibat diabetes mellitus. Selanjutnya pada tahun 2003

BAB 1 PENDAHULUAN. penduduk dunia meninggal akibat diabetes mellitus. Selanjutnya pada tahun 2003 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada tahun 2000, World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa dari statistik kematian didunia, 57 juta kematian terjadi setiap tahunnya disebabkan oleh penyakit

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS. VO2max dianggap sebagai indikator terbaik dari ketahanan aerobik.

BAB II KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS. VO2max dianggap sebagai indikator terbaik dari ketahanan aerobik. 1 BAB II KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hakikat VO2max Burns (2000:2) VO2max adalah jumlah maksimal oksigen yang dapat dikonsumsi selama aktivitas fisik yang intens sampai akhirnya terjadi

Lebih terperinci

SKRIPSI PERBEDAAN EFEKTIVITAS LATIHAN INTERVAL

SKRIPSI PERBEDAAN EFEKTIVITAS LATIHAN INTERVAL SKRIPSI PERBEDAAN EFEKTIVITAS LATIHAN INTERVAL DAN LATIHAN FARTLEK DALAM MENINGKATKAN DAYA TAHAN KARDIOVASKULER PADA PEMAIN BASKET PUTRA USIA 16-17 TAHUN I GUSTI NGURAH AGUS PUTRA MAHARDANA HALAMAN JUDUL

Lebih terperinci

ANAK AGUNG GEDE ANOM NIM:

ANAK AGUNG GEDE ANOM NIM: TESIS PELATIHAN BERJALAN DENGAN TANGAN JARAK 5 METER 5 REPETISI 4 SET LEBIH MENINGKATKAN KEKUATAN OTOT LENGAN DARI PADA 4 REPETISI 5 SET PADA SISWA PUTRA KELAS VII SMP NEGERI 9 DENPASAR ANAK AGUNG GEDE

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gerak adalah aktivitas fisik dan merupakan ciri kehidupan. Sesuai dengan pepatah yang mengatakan Dalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang kuat, maka aktivitas fisik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai negara mengingat beban biaya serta morbiditas dan mortalitas yang

BAB I PENDAHULUAN. berbagai negara mengingat beban biaya serta morbiditas dan mortalitas yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kegemukan dan obesitas menjadi masalah kesehatan yang serius di berbagai negara mengingat beban biaya serta morbiditas dan mortalitas yang diakibatkan oleh obesitas.

Lebih terperinci

Sistem Pernapasan - 2

Sistem Pernapasan - 2 Anatomi sistem pernapasan Proses inspirasi dan ekspirasi Definisi pernapasan Eksternal Internal Mekanik pernapasan Inspirasi dan ekspirasi Peran otot pernapasan Transport gas pernapasan Ventilasi, difusi,

Lebih terperinci

SKRIPSI ANAK AGUNG GEDE ANGGA PUSPA NEGARA

SKRIPSI ANAK AGUNG GEDE ANGGA PUSPA NEGARA SKRIPSI PELATIHAN SIRKUIT LEBIH EFEKTIF DALAM MENINGKATKAN NILAI VO 2 MAX DARIPADA PELATIHAN JOGING PADA ANGGOTA EKSTRAKURIKULER PASKIBRA DI SMA NEGERI 1 GIANYAR ANAK AGUNG GEDE ANGGA PUSPA NEGARA KEMENTERIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Permainan sepak bola merupakan salah satu olahraga endurance beregu

BAB I PENDAHULUAN. Permainan sepak bola merupakan salah satu olahraga endurance beregu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permainan sepak bola merupakan salah satu olahraga endurance beregu yang membutuhkan daya tahan jantung paru. Kesegaran jasmani yang rendah diikuti dengan penurunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW. insulin dan kerja dari insulin tidak optimal (WHO, 2006).

BAB I PENDAHULUAN UKDW. insulin dan kerja dari insulin tidak optimal (WHO, 2006). 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Diabetes Melitus (DM) adalah sindrom kelainan metabolik dengan tanda terjadinya hiperglikemi yang disebabkan karena kelainan dari kerja insulin, sekresi

Lebih terperinci

PENGARUH PEDAL EXERCISE

PENGARUH PEDAL EXERCISE SKRIPSI PENGARUH PEDAL EXERCISE DAN PEREGANGAN OTOT BETIS LEBIH EFEKTIF DALAM MENINGKATKAN NILAI AMBANG NYERI OTOT BETIS PADA PEMOTONG KAIN DI KECAMATAN KEDIRI KABUPATEN TABANAN NI PUTU AYU SASMITA SARI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Fruktosa merupakan gula yang umumnya terdapat dalam sayur dan buah sehingga sebagian besar masyarakat beranggapan bahwa fruktosa sepenuhnya aman untuk dikonsumsi.

Lebih terperinci

Mata Kuliah Olahraga 1 Soal-soal dan jawaban

Mata Kuliah Olahraga 1 Soal-soal dan jawaban Mata Kuliah Olahraga 1 Soal-soal dan jawaban 1. Apa yang dimaksud dengan gerak olahraga? Gerak yang dilakukan atas dasar fakta empiris dan secara deduktif menunjukkan aktifitas gerak yang mempunyai ciri-ciri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Adanya pergeseran budaya dari budaya gerak menjadi budaya diam menyebabkan terjadinya permasalahan pada aspek kesegaran jasmani. Hal ini disebabkan oleh dampak teknologi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hipertensi 1. Definisi Hipertensi Menurut WHO menetapkan bahwa tekanan darah seseorang adalah tinggi bila tekanan sistolik (sewaktu bilik jantung mengerut) melewati batas lebih

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh PTM terjadi sebelum usia 60 tahun, dan 90% dari kematian sebelum

BAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh PTM terjadi sebelum usia 60 tahun, dan 90% dari kematian sebelum BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap tahun lebih dari 36 juta orang meninggal karena penyakit tidak menular (PTM) (63% dari seluruh kematian) di dunia. Lebih dari 9 juta kematian yang disebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak adanya insulin menjadikan glukosa tertahan di dalam darah dan

BAB I PENDAHULUAN. tidak adanya insulin menjadikan glukosa tertahan di dalam darah dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes melitus (DM) merupakan penyakit gangguan metabolisme kronis yang ditandai dengan peningkatan glukosa darah (hiperglikemia), disebabkan karena ketidakseimbangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Proses penuaan merupakan tantangan yang harus ditanggulangi karena diartikan

BAB I PENDAHULUAN. Proses penuaan merupakan tantangan yang harus ditanggulangi karena diartikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Proses penuaan merupakan tantangan yang harus ditanggulangi karena diartikan dengan proses kemunduran prestasi kerja dan penurunan kapasitas fisik seseorang. Menua adalah

Lebih terperinci

PENGARUH KEBIASAAN MEROKOK TERHADAP DAYA TAHAN JANTUNG PARU

PENGARUH KEBIASAAN MEROKOK TERHADAP DAYA TAHAN JANTUNG PARU PENGARUH KEBIASAAN MEROKOK TERHADAP DAYA TAHAN JANTUNG PARU SKRIPSI Disusun Untuk Memenuhi Persyaratan Dalam Mendapatkan Gelar Sarjana Sains Terapan Fisioterapi Disusun Oleh : DIMAS SONDANG IRAWAN J 110050028

Lebih terperinci

KOMBINASI LATIHAN EKSENTRIK M.GASTROCNEMIUS DAN LATIHAN PLYOMETRIC LEBIH BAIK DARI PADA LATIHAN EKSENTRIK M

KOMBINASI LATIHAN EKSENTRIK M.GASTROCNEMIUS DAN LATIHAN PLYOMETRIC LEBIH BAIK DARI PADA LATIHAN EKSENTRIK M TESIS KOMBINASI LATIHAN EKSENTRIK M.GASTROCNEMIUS DAN LATIHAN PLYOMETRIC LEBIH BAIK DARI PADA LATIHAN EKSENTRIK M.QUADRICEPS DAN LATIHAN PLYOMETRIC TERHADAP PENINGKATAN AGILITY PADA MAHASISWA DI UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. obesitas di seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Saat ini diperkirakan

BAB I PENDAHULUAN. obesitas di seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Saat ini diperkirakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Obesitas merupakan salah satu masalah kesehatan yang serius di dunia. Dalam beberapa tahun terakhir terjadi peningkatan prevalensi obesitas di seluruh dunia, termasuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bidang lainnya yang telah memberikan kemudahan dan perubahan pada pola

BAB I PENDAHULUAN. bidang lainnya yang telah memberikan kemudahan dan perubahan pada pola BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan hidup manusia terus mengalami kemajuan yang luar biasa dalam berbagai bidang baik dalam bidang pengetahuan, teknologi, kesehatan dan bidang lainnya yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau berlebih yang dapat mengganggu kesehatan. Dahulu obesitas identik dengan

BAB I PENDAHULUAN. atau berlebih yang dapat mengganggu kesehatan. Dahulu obesitas identik dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Overweight dan obesitas didefinisikan sebagai akumulasi lemak abnormal atau berlebih yang dapat mengganggu kesehatan. Dahulu obesitas identik dengan kemakmuran, akan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. global. 1 Aktivitas fisik telah diidentifikasi sebagai faktor risiko keempat untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. global. 1 Aktivitas fisik telah diidentifikasi sebagai faktor risiko keempat untuk global. 1 Aktivitas fisik telah diidentifikasi sebagai faktor risiko keempat untuk BAB 1 PENDAHULUAN Aktivitas fisik adalah setiap gerakan tubuh yang dihasilkan oleh otot rangka yang memerlukan pengeluaran

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah suatu negara dengan jumlah populasi terbesar setelah Cina, India, dan Amerika serikat. Pada tahun 2010 menurut data statistik menunjukkan bahwa jumlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pola penyakit yang diderita masyarakat telah bergeser ke arah. penyakit tidak menular seperti penyakit jantung dan pembuluh darah,

BAB I PENDAHULUAN. Pola penyakit yang diderita masyarakat telah bergeser ke arah. penyakit tidak menular seperti penyakit jantung dan pembuluh darah, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pola penyakit yang diderita masyarakat telah bergeser ke arah penyakit tidak menular seperti penyakit jantung dan pembuluh darah, serta kanker dan Diabetes Melitus

Lebih terperinci

Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister pada Program Magister, Program Studi Fisiologi Olahraga, Program Pascasarjana Universitas Udayana

Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister pada Program Magister, Program Studi Fisiologi Olahraga, Program Pascasarjana Universitas Udayana METODE HIGH INTENSITY INTERVAL TRAINING SELAMA 15 MENIT DAPAT MENINGKATKAN VO2MAX DAN KECEPATAN GERAK SISWA PUTRA PESERTA EKSTRAKURIKULER BULUTANGKIS SMP PGRI 2 DENPASAR Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Obesitas dapat di definisikan sebagai kelebihan berat badan, yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. Obesitas dapat di definisikan sebagai kelebihan berat badan, yang dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Obesitas dapat di definisikan sebagai kelebihan berat badan, yang dapat meningkatkan resiko munculnya penyakit medis dan kematian dini (Villareal et al, 2005). Obesitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jantung beristirahat. Dua faktor yang sama-sama menentukan kekuatan denyut nadi

BAB I PENDAHULUAN. jantung beristirahat. Dua faktor yang sama-sama menentukan kekuatan denyut nadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tekanan darah merupakan ukuran tekanan yang digunakan oleh aliran darah melalui arteri berdasarkan dua hal yaitu ketika jantung berkontraksi dan ketika jantung beristirahat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dunia, lebih dari 1 milyar orang dewasa adalah overweight dan lebih dari 300

BAB I PENDAHULUAN. dunia, lebih dari 1 milyar orang dewasa adalah overweight dan lebih dari 300 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa obesitas merupakan salah satu dari 10 kondisi yang berisiko di seluruh dunia dan salah satu dari 5 kondisi yang berisiko

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lum masa dewasa dari usia tahun. Masa remaja dimulai dari saat pertama

BAB I PENDAHULUAN. lum masa dewasa dari usia tahun. Masa remaja dimulai dari saat pertama BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Remaja didefinisikan oleh WHO sebagai suatu periode pertumbuhan dan perkembangan manusia yang terjadi setelah masa anak-anak dan sebe lum masa dewasa dari usia 10-19

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Obesitas masih menjadi masalah kesehatan di Indonesia. Menurut data

BAB I PENDAHULUAN. Obesitas masih menjadi masalah kesehatan di Indonesia. Menurut data BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Obesitas masih menjadi masalah kesehatan di Indonesia. Menurut data Riskesdas (2013), prevalensi obesitas dewasa (>18 tahun) di Indonesia mencapai 19,7% untuk laki-laki

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. (overweight) dan kegemukan (obesitas) merupakan masalah. negara. Peningkatan prevalensinya tidak saja terjadi di negara

BAB 1 PENDAHULUAN. (overweight) dan kegemukan (obesitas) merupakan masalah. negara. Peningkatan prevalensinya tidak saja terjadi di negara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada zaman sekarang ini, kelebihan berat badan (overweight) dan kegemukan (obesitas) merupakan masalah kesehatan dunia yang semakin sering ditemukan di berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam perkembangan ilmu kesehatan saat ini, usaha-usaha di bidang kesehatan telah mengalami perkembangan. Tidak terbatas pada usaha kuratif saja, tetapi juga usaha

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebuah hal yang sangat penting bagi seorang wanita. Penampilan bagi seorang

BAB I PENDAHULUAN. sebuah hal yang sangat penting bagi seorang wanita. Penampilan bagi seorang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada era globalisasi seperti sekarang ini menjaga penampilan merupakan sebuah hal yang sangat penting bagi seorang wanita. Penampilan bagi seorang wanita dapat menunjang

Lebih terperinci

PENAMBAHAN SHAKING MASSAGE

PENAMBAHAN SHAKING MASSAGE SKRIPSI PENAMBAHAN SHAKING MASSAGE PADA LATIHAN ACTIVE ISOLATED STRETCHING LEBIH EFEKTIF DALAM MENINGKATKAN FLEKSIBILITAS OTOT HAMSTRING DARI PADA LATIHAN ACTIVE ISOLATED STRETCHING PADA SEKAA TERUNA BANJAR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sepuluh tahun terakhir, obesitas menjadi. masalah global (WHO, 2015). Prevalensi obesitas didunia

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sepuluh tahun terakhir, obesitas menjadi. masalah global (WHO, 2015). Prevalensi obesitas didunia BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dalam sepuluh tahun terakhir, obesitas menjadi masalah global (WHO, 2015). Prevalensi obesitas didunia telah meningkat hampir dua kali lipat antara tahun 1980 dan 2008.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada zaman serba modern saat ini, manusia bekerja menjadi lebih hemat

BAB I PENDAHULUAN. Pada zaman serba modern saat ini, manusia bekerja menjadi lebih hemat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada zaman serba modern saat ini, manusia bekerja menjadi lebih hemat waktu, tenaga, dan disertai peningkatan taraf hidup. Tetapi dengan perkembangan teknologi mempunyai

Lebih terperinci

PERBEDAAN INTERVENSI MUSCLE ENERGY TECHNIQUE DAN INFRARED

PERBEDAAN INTERVENSI MUSCLE ENERGY TECHNIQUE DAN INFRARED SKRIPSI PERBEDAAN INTERVENSI MUSCLE ENERGY TECHNIQUE DAN INFRARED DENGAN POSITIONAL RELEASE TECHNIQUE DAN INFRARED TERHADAP PENURUNAN NYERI MYOFASCIAL PAIN SYNDROME OTOT UPPER TRAPEZIUS PUTU MULYA KHARISMAWAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyempitan pembuluh darah, penyumbatan atau kelainan pembuluh

BAB I PENDAHULUAN. penyempitan pembuluh darah, penyumbatan atau kelainan pembuluh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit Jantung Koroner (PJK) adalah suatu akibat terjadinya penyempitan pembuluh darah, penyumbatan atau kelainan pembuluh koroner. Penyumbatan atau penyempitan pada

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. WHO (2006) menyatakan terdapat lebih dari 200 juta orang dengan Diabetes

I. PENDAHULUAN. WHO (2006) menyatakan terdapat lebih dari 200 juta orang dengan Diabetes 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang WHO (2006) menyatakan terdapat lebih dari 200 juta orang dengan Diabetes Mellitus (DM) di dunia. Angka ini diprediksikan akan bertambah menjadi 333 juta orang pada tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Randy Suwandi Yusuf, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Randy Suwandi Yusuf, 2013 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Meningkatnya ilmu pengetahuan dan teknologi serta berhasilnya pembangunan khususnya di bidang pendidikan dan kesehatan maka mengakibatkan terjadi penurunan

Lebih terperinci

PERBEDAAN PENGARUH LATIHAN LARI AEROBIK DAN LATIHAN RENANG TERHADAP PENINGKATAN KEBUGARAN

PERBEDAAN PENGARUH LATIHAN LARI AEROBIK DAN LATIHAN RENANG TERHADAP PENINGKATAN KEBUGARAN PERBEDAAN PENGARUH LATIHAN LARI AEROBIK DAN LATIHAN RENANG TERHADAP PENINGKATAN KEBUGARAN SKRIPSI Disusun Untuk Memenuhi Sebagai Persyaratan Dalam Menyelesaikan Program Pendidikan Studi DIV Fisioterapi

Lebih terperinci

INTERVENSI FOUR SQUARE STEP

INTERVENSI FOUR SQUARE STEP SKRIPSI INTERVENSI FOUR SQUARE STEP LEBIH EFEKTIF DALAM MENINGKATKAN KESEIMBANGAN DINAMIS DARIPADA BALANCE STRATEGY EXERCISE PADA LANSIA DI KELURAHAN TONJA, DENPASAR TIMUR, BALI PUTU AYUNIA LAKSMITA KEMENTRIAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Glukosa Darah Karbohidrat merupakan sumber utama glukosa yang dapat diterima dalam bentuk makanan oleh tubuh yang kemudian akan dibentuk menjadi glukosa. Karbohidrat yang dicerna

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gizi merupakan sebuah masalah keluarga yang sifatnya jangka panjang dan kebisaan makan yang sehat harus dimulai sejak dini. Masalah gizi pada anak di Indonesia akhir-akhir

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masih cukup tinggi (Paramurthi, 2014). Pada tahun 2014, lebih dari 1,9 miliar

BAB I PENDAHULUAN. masih cukup tinggi (Paramurthi, 2014). Pada tahun 2014, lebih dari 1,9 miliar BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Era globalisasi mengakibatkan perilaku penduduk berubah dan menimbulkan ketidakseimbangan antara asupan makanan dengan aktivitas yang lebih banyak kurang gerak sehingga

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kesegaran Jasmani Kesegaran jasmani adalah kemampuan tubuh seseorang untuk melakukan tugas pekerjaannya sehari-hari tanpa menimbulkan kelelahan yang berarti. Serta meningkatkan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Obesitas dan Overweight Obesitas dan overweight, adalah dua istilah yang sering digunakan untuk menyatakan adanya kelebihan berat badan. Kedua istilah ini sebenarnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Olahraga adalah aktivitas fisik yang bertujuan untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. Olahraga adalah aktivitas fisik yang bertujuan untuk meningkatkan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Olahraga adalah aktivitas fisik yang bertujuan untuk meningkatkan kesehatan, memelihara kesegaran jasmani (fitness) atau sebagai terapi untuk memperbaiki kelainan,

Lebih terperinci

SKRIPSI AUTO STRETCHING

SKRIPSI AUTO STRETCHING SKRIPSI AUTO STRETCHING LEBIH MENURUNKAN INTENSITAS NYERI OTOT UPPER TRAPEZIUS DARIPADA NECK CAILLIET EXERCISE PADA PENJAHIT PAYUNG BALI DI DESA MENGWI KECAMATAN MENGWI KABUPATEN BADUNG NI WAYAN PENI SUWANTINI

Lebih terperinci

ABSTRAK GAMBARAN RERATA KADAR TRIGLISERIDA PADA PRIA DEWASA MUDA OBES DAN NON OBES

ABSTRAK GAMBARAN RERATA KADAR TRIGLISERIDA PADA PRIA DEWASA MUDA OBES DAN NON OBES ABSTRAK GAMBARAN RERATA KADAR TRIGLISERIDA PADA PRIA DEWASA MUDA OBES DAN NON OBES Viola Stephanie, 2010. Pembimbing I : dr. Lisawati Sadeli, M.Kes. Pembimbing II : dr. Ellya Rosa Delima, M.Kes. Obesitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. konsumsi, tetapi juga dari kegiatan olahraga atau aktivitas fisik yang kita lakukan.

BAB I PENDAHULUAN. konsumsi, tetapi juga dari kegiatan olahraga atau aktivitas fisik yang kita lakukan. BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kesehatan tubuh kita tidak hanya tergantung dari jenis makanan yang kita konsumsi, tetapi juga dari kegiatan olahraga atau aktivitas fisik yang kita lakukan. Dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. remote control, komputer, lift, escalator dan peralatan canggih lainnya

BAB I PENDAHULUAN. remote control, komputer, lift, escalator dan peralatan canggih lainnya 16 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era globalisasi yang semakin berkembang dan peningkatan berbagai macam teknologi yang memudahkan semua kegiatan, seperti diciptakannya remote control, komputer,

Lebih terperinci