BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 44 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi Desa Adat Cau Belayu Desa Adat Cau Belayu merupakan bagian wilayah dari Desa Dinas Cau Belayu Kecamatan Marga Kabupaten Tabanan. Desa ini letaknya berhimpitan dengan bagian wilayah Kabupaten Badung. Bagian sebelah Timur, Barat dan Selatan merupakan wilayah Kabupaten Badung sementara bagian utaranya merupakan bagian dari wilayah kabupaten Tabanan. Gambaran lebih jelas mengenai letak Desa Adat Cau Belayu dapat dilihat pada Lampiran Kondisi Fisik Secara umum kondisi topografi lahan yang ada di Desa Adat Cau Belayu tergolong bergelombang. Hanya saja pada wilayah timur terutama pada daerah Resi dan daerah Pura Titi Gantung, kondisi topografi sangatlah terjal. Kondisi daerah yang terjal diakibatkan adanya tebing batu padas dengan ke dalaman antara meter dari permukaan air Sungai Penet yang ada di dasar tebing. Pada daerah permukiman warga, kondisi topografi lahan cenderung datar dan bergelombang pada daerah permukiman bagian barat. Selain air Sungai Penet, sumber air baku yang digunakan oleh warga adalah sumber mata air yang berada disepanjang tebing yang ada di Desa Adat Cau Belayu. Kondisi mata air ini telah ditata dan dikelola sehingga masyarakat yang ingin memanfaatkan / mengambil air dapat mengambilnya dengan leluasa dan dapat melayani sejumlah anggota masyarakat karena telah dibangun sejumlah

2 45 fasilitas pendukung berupa pembangunan pancoran dan tempat pemandian. Sumber mata air yang ada di Desa Adat Cau Belayu dapat dijabarkan sebagai berikut : a. Mata Air Titi Gantung. b. Mata Air Resi. c. Mata Air Beji Taman Suci. d. Mata Air Yeh Song. Banyaknya sumber mata air yang ada dan dimanfaatkan oleh warga lebih merupakan sumber mata air yang telah lama ada. Sejalan dengan perkembangan, mata air ini kemudian memiliki fungsi pelayanan yang mengkhusus baik digunakan oleh masyarakat yang akan pergi ke kebun / tegalan, kegiatan mandi dan cuci, serta keperluan upacara keagamaan. Di samping sumber mata air baku yang ada, sejak tahun 2001, pelayanan pipa air minum daerah telah masuk ke Desa Adat Cau Belayu dan melayani seluruh anggota masyarakat. Meski demikian hingga kini masih banyak anggota masyarakat yang menggunakan sumber sumber mata air yang telah ada. Dilihat dari tipologi desa, Pola Guna Lahan yang terbentuk di desa ini adalah pola linier dengan ke dalaman grid. Struktur pola guna lahan terbagi menjadi 4 (empat) zona yaitu zona permukiman, zona persawahan, zona tegalan dan zona tebing. Zona permukiman terdapat di sekitar pusat desa dengan dominasi permukiman tradisional penduduk. Zona sawah terbagi menjadi 2 bagian yaitu sawah pada daerah bagian utara desa dan sawah yang terdapat pada daerah bagian selatan desa. Zona tegalan dibagi menjadi 2 bagian yaitu tegalan pada daerah barat

3 46 desa dan tegalan yang berada di sebelah timur desa. Zona tebing terbagi menjadi 2 macam yaitu tebing pada daerah sepanjang pinggiran Sungai Penet dan tebing yang terdapat disepanjang Tukad Dangkang. Dengan penggambaran pola guna lahan yang ada di Desa Adat Cau Belayu, diharapkan dapat menjadi informasi dasar bagaimana merencanakan paket wisata yang akan ditawarkan kepada para wisatawan. Wilayah Desa Adat Cau Belayu merupakan bagian dari wilayah administrasi Desa Cau Belayu Kecamatan Marga Kabupaten Tabanan. Wilayah administrasi Desa Cau Belayu terbagi menjadi 4 Banjar Dinas, sehingga sejumlah fasilitas umum tersebar merata diseluruh wilayah banjar dinas yang ada. Sejumlah fasilitas umum yang ada di Desa Adat Cau Belayu dijabarkan sebagai berikut : Fasilitas Pendidikan. Fasilitas Kesehatan. Fasilitas Pelayanan Sosial. Fasilitas Perdagangan. Fasilitas Rekreasi dan Olah Raga. Tabel 4.1. Fasilitas Perdagangan No. Fasilitas Jumlah Kondisi 1 Warung 9 Baik 2 Pasar Desa 1 Buruk 3 Lembaga Perkreditan Desa 1 Buruk Sumber : Hasil Survey Lapangan tanggal 14 November 2009 Pelayanan fasilitas umum yang ada di Desa Adat Cau Belayu tergolong baik. Masyarakat telah menggunakan dan memelihara fasilitas yang ada sehingga

4 47 mampu digunakan dengan maksimal. Fasilitas sosial masyarakat yang ada di Desa Adat Cau Belayu berupa fasilitas informasi sosial, dan fasilitas keagamaan. Kelengkapan sarana transportasi di Desa Adat Cau Belayu telah mampu memenuhi kebutuhan layanan akan sarana transportasi. Dari sepeda motor, minibus, truk hingga kendaraan bak terbuka ada di wilayah ini dan telah melayani semua kebutuhan masyarakat. Di sisi lain prasarana transportasi yang ada telah lengkap menyasar lokasi lokasi permukiman dan pusat keseharian masyarakat. Untuk prasarana jalan yang ada sebagian besar merupakan jalan aspal tetapi dengan kondisi rusak terutama pada jalur utama desa. Di samping prasarana jalan utama dan penghubung terdapat juga jalan jalan setapak yang ada yang menghubungkan pusat keseharian masyarakat seperti jalan sawah dan jalan tegalan yang sebagian besar masih berupa jalan tanah. Jalan ini telah mampu melayani keseharian masyarakat dan menjadi sebuah potensi jalur daya tarik wisata yang perlu untuk dikembangkan Kehidupan Sosial Jumlah total warga Desa Adat Cau Belayu adalah 106 KK pengarep atau 423 KK total yang terbagi menjadi 35 KK pengarep pada Pemaksan Puseh, 37 KK pengarep pada Pemaksan Desa dan 34 KK pengarep pada Pemaksan Dalem. Struktur kelembagaan Desa Adat Cau Belayu mengacu kepada pola umum struktur kelembagaan desa adat yang berlaku umum yang terdiri atas Badan Pertimbangan Desa, Bendesa Adat, Wakil Bendesa Adat, Penyarikan, Kelian Maksan. Pada sisi lain terdapat sejumlah sekaa yang bersifat berdiri sendiri seperti sekaa angklung dan sekaa teruna teruni. Sejalan dengan perkembangan program

5 48 pembangunan yang dilaksanakan oleh pemerintah, sering kali muncul / dibentuk organisasi khusus dalam bentuk panitia khusus yang bertugas mengelola sendiri program / dana yang wajib dikelola desa. Panitia khusus ini berada di bawah Bendesa Adat dan wajib berkoordinasi dalam pelaksanaannya dengan Kelian masing masing pemaksan. Gambaran lebih jelas mengenai struktur organisasi dari kelembagaan adat di Desa Adat Cau Belayu dijabarkan sebagai berikut : Gambar 4.1. Struktur Kepengurusan Adat Desa Adat Cau Belayu Badan Pertimbangan Desa Bendesa Adat Wakil Bendesa Adat Panitia Khusus : LPD Program CBD Sekaa : Angklung Teruna Teruni Kelian Banjar Adat : Banjar Desa Banjar Puseh Banjar Dalem Sumber : Hasil Wawancara 18 November Kegiatan Ekonomi Penggambaran mengenai kegiatan ekonomi masyarakat berupa kegiatan pertanian sawah, kegiatan perkebunan, kegiatan beternak, kegiatan perdagangan kebutuhan sehari hari, bekerja sebagai pegawai dan bidang jasa lainnya. Kegiatan ekonomi yang dominan dibidang pertanian baik bekerja di sawah maupun bekerja di kebun.

6 49 Gambar 4.2 Areal Persawahan dan Kebun Warga Persepsi dan Aspirasi Informasi mengenai persepsi dan aspirasi di Desa Adat Cau Belayu diperoleh dengan cara wawancara mendalam yang dilakukan terhadap sejumlah pihak seperti : pihak aparat desa adat, dan anggota masyarakat. Tujuan pokok informasi ini adalah sebagai upaya untuk mengetahui sejauh mana pemahaman pihak desa mengenai potensi pariwisata yang ada di daerahnya, dan aspirasi dalam upaya mengembangkan potensi desa yang ada Persepsi Dalam perkembangan narasumber yang duduk sebagai Kelian Banjar Dalem menjelaskan bahwa perkembangan kegiatan pariwisata yang ada di Cau Belayu jika dilihat dari minat wisatawan cenderung meningkat. Hal ini dapat dilihat dengan semakin banyaknya wisatawan yang melewati desa ini dan menikmati sejumlah daya tarik wisata seperti Pura Puseh, pohon beringin dan koridor perkampungan asli Bali yang ada di daerah bagian timur dari Desa Adat Cau Belayu. Tetapi di lain pihak jika dilihat dari pola pergerakan wisatawan lokal atau daerah sekitar lokasi di Desa Adat Cau Belayu, dinyatakan oleh pemuda desa adat bahwa kecenderungannya relatif menurun. Jika dulunya (sebelum tahun 2000),

7 50 para pemuda dan anak anak sering kali pergi ke daerah sekitar Pura Titi Gantung untuk melihat keindahan Tanah Wuk, pergi ke Tanah Wuk dan Sangeh melalui jalur kebun masyarakat sekitar yang telah ada, tetapi kini sudah sangat berkurang. Di samping karena penggunaan kendaraan bermotor sudah semakin tinggi (terutama pada anak anak), juga terjadi peralihan minat berwisata dari berkunjung ke Daya Tarik Wisata menuju pada pola wisata individu / kelompok kecil seperti main PlayStation, berjudi, bermain billyard dan berkunjung ke Bedugul bersama teman teman. Narasumber yang merupakan Kelian Banjar di Desa Adat Cau Belayu menyatakan bahwa dilihat dari posisi Desa Adat Cau Belayu, dan adanya sejumlah potensi daya tarik wisata yang ada seharusnya menjadi sebuah modal dasar yang sangat berpotensi untuk dikelola. Banyak hal yang menjadi faktor pendukung pengembangan pariwisata di Desa Adat Cau Belayu di seperti tingginya keinginan masyarakat untuk mengembangkan daerah ini juga ditunjang dengan banyaknya masyarakat yang memiliki kemampuan dalam pengelolaan pariwisata baik kemampuan bahasa, kemampuan sikap, kemampuan manajerial dan kemampuan penguasaan medan. Dengan adanya kegiatan pariwisata yang akan dikembangkan nantinya diharapkan oleh aparat desa adat dapat memberikan sebuah peluang peningkatan ekonomi, memberikan pilihan yang lebih positif untuk berpenghasilan selain menjadi maklar, berjudi dan sektor informal yang lebih tidak menentu hasilnya. Jika melihat dari persepsi masyarakat terhadap perkembangan kegiatan pariwisata di Desa Adat Cau Belayu, hal senada juga disampaikan oleh para tokoh masyarakat bahwa perkembangan kegiatan pariwisata di Desa Adat Cau Belayu

8 51 dirasakan mengalami perkembangan jika dilihat dari kedatangan wisatawan mancanegara yang melewati wilayah ini. Kondisi perkembangan kegiatan pariwisata dan banyaknya potensi sumber daya alam dan budaya yang ada dirasakan oleh anggota masyarakat dan tokoh masyarakat menjadi sebuah tantangan dan modal dasar bagi pengembangan kegiatan pariwisata di daerah ini. Tetapi hal yang dirasakan perlu untuk dibenahi meskipun dari segi kuantitas sudah sangat mencukupi adalah mekanisme pengelolaan dasar jasa usaha pariwisata yang akan dikembangkan. Hal ini disebabkan pengelolaan potensi ini merupakan hal yang pertama kali dilakukan dalam bidang pariwisata sehingga membutuhkan penyesuaian terhadap kegiatan teknis dan strategi dasar yang umum dilaksanakan. Dengan pemanfaatan dan pengelolaan potensi wisata desa nantinya diharapkan menjadi motivator pengembangan kegiatan kegiatan lain yang diharapkan dapat berjalan secara serial atau pararel sehingga peningkatan ekonomi masyarakat dan pengurangan kegiatan masyarakat menjadi lebih baik. Rekapitulasi persepsi responden dapat dilihat pada lampiran Aspirasi Berdasarkan hasil wawancara seluruh stakeholder merasa perlu dan patut untuk dilakukan pengelolaan murni oleh pihak desa / lembaga yang dibentuk desa dalam pengelolaan potensi wisata yang akan dikembangkan nantinya. Pengelolaan nanti diharapkan akan bersinergi antara pihak desa adat dengan masyarakat pemilik lahan. Bentuk kerjasama pengelolaan atau pengembangan usaha yang nantinya berpeluang atau kemungkinan bekerja sama dengan pihak lain diharapkan akan dalam bentuk pengembangan usaha dan bukannya kepemilikan

9 52 dan hak pengelolaan mutlak. Ada hal yang menarik dinyatakan oleh pemilik lahan (kebun disepanjang pinggiran jurang) yaitu keinginan yang besar untuk menjadi bagian dari rencana pengembangan pariwisata yang akan dilakukan. Di samping dengan dasar bahwa mereka merupakan pemilik lahan (memiliki modal dasar), mereka juga merasa bahwa mereka yang paling mengetahui seluk beluk wilayahnya. Aspirasi lain yang dinyatakan dalam rangka pengembangan usaha pariwisata adalah mengenai pembatasan kegiatan baik pembatasan terhadap waktu, pembatasan terhadap wilayah dan pembatasan terhadap perilaku. Tokoh masyarakat menekankan bahwa perlunya pembatasan terhadap seluruh aspek (waktu, wilayah dan perilaku). Utamanya pembatasan perilaku bahwa nantinya bila dikembangkan wisatawan atau pihak lain yang memasuki sejumlah areal yang dianggap suci perlu mengatur diri dalam hal berpakaian atau memasuki areal tertentu jika dalam kondisi tertentu (misalnya haid, hal besar atau dalam keadaan terluka). Untuk pembatasan mengenai waktu umumnya disampaikan oleh semua pihak hendaknya dibatasi waktu tidak pada waktu pagi hari atau sore hingga malam hari. Di samping memiliki resiko yang lebih besar, pada waktu waktu ini masyarakat masih melakukan kegiatan utama rutin seperti menyiapkan pakan ternak atau kegiatan lainnya. Rekapitulasi aspirasi responden dapat dilihat pada lampiran Peraturan Dan Kebijakan Visi pembangunan daerah Kabupaten Tabanan adalah terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui pembangunan yang berkelanjutan, berwawasan

10 53 budaya dan lingkungan. Untuk merealisasikan visi pembangunan daerah ini ditetapkan sejumlah misi pembangunan daerah seperti : a. Meningkatkan kwalitas SDM melalui program pendidikan dan program kesehatan; serta pengamalan ajaran agama kepada masyarakat sesuai dengan falsafah Tri Hita Karana b. Menggali, melestarikan dan mengembangkan nilai nilai budaya daerah yang berwawasan lingkungan c. Meningkatkan ketahanan ekonomi dengan menggalakan usaha ekonomi kerakyatan, melalui program strategis di bidang produksi pertanian, pemasaran, koperasi, usaha kecil dan menengah serta pariwisata d. Meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pembangunan, sehingga dapat menubuhkembangkan kesadaran dan kemandirian dalam pembangunan yang berkelanjutan, dan tetap mempertahankan tata ruang dan menjaga kelestarian lingkungan hidup e. Menciptakan suasana yang aman dan tertib dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara dengan tetap menjunjung tinggi persatuan dan kesatuan, supremasi hukum dan hak asasi manusia berdasarkan demokrasi. f. Meningkatkan pelayanan kepada masyarakat, sesuai etika kerja dan meningkatkan kerjasama antar lembaga yakni pemerintah, swasta, lembaga adat dan media massa g. Meningkatkan kerukunan antar umat beragama

11 54 h. Memantapkan pelaksanaan otonomi daerah Kabupaten Tabanan dengan menyiapkan kelembagaan, aparatur, sarana prasarana pendukungnya. i. Memberdayakan masyarakat menuju masyarakat mandiri Acuan dasar dalam penggambaran peraturan dasar dan kebijakan pada sub bab ini diambil dari hasil wawancara dengan Kepala Bidang Fisik dan Prasarana Bappeda (Badan Perencanaan Pembangunan Daerah) Kabupaten Tabanan dan dokumen Rencanan Tata Ruang Wilayah Kabupaten Tabanan Tahun Penggambarna lebih jelas mengenai penetapan fungsi kawasan yang ada di Kabupaten Tabanan termasuk di Desa Adat Cau Belayu dapat dilihat pada lampiran 4. Sejumlah aturan dan kebijakan dasar terkait proses pembangunan, pengembangan wilayah dan pengembangan bidang kepariwisataan di Desa Adat Cau Belayu hasil dari wawancara dijabarkan pada uraian berikut : a. Status tata ruang Kabupaten Tabanan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Tabanan memiliki masa laku selama 10 tahun dari tahun 2002 hingga tahun Dengan kondisi ini Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Tabanan hanya berlaku hingga tahun b. Tata ruang Penataan ruang yang ada di Desa Adat Cau Belayu dibagi menjadi 2 macam yaitu tata ruang kawasan budidaya dan tata ruang kawasan non budidaya. Tata ruang kawasan budidaya lebih diperuntukan untuk kegiatan budidaya pertanian, perkebunan, kehutanan dan perikanan. Sementara itu,

12 55 tata ruang kawasan non budidaya lebih diperuntukan untuk fasilitas, utilitas, jalan dan permukiman. c. Fungsi kawasan Berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Tabanan, wilayah Desa Adat Cau Belayu memiliki fungsi daerah pelayanan yang berarti bukan merupakan pusat atau sub pusat pelayanan. Dengan fungsi ini, fasilitas fasilitas skala regional kecamatan atau cakupan beberapa desa tidak akan dikembangkan di daerah ini. d. Peruntukan kawasan Tema peruntukan kawasan yang di tetapkan pada kawasan Desa Adat Cau Belayu adalah sebagai pusat permukiman dan budidaya pertanian. Peruntukan kawasan sebagai pusat permukiman akan terpusat pada daerah permukiman pada kondisi eksisting yang dibatasi dengan keberadaan kawasan budidaya yang ada pada daerah bagian utara dan daerah bagian selatan desa. e. Zoning Regulation Pengaturan zoning lebih ditekankan pada batasan perkembangan peruntukan kawasan yang telah ada. Zonasi pada wilayah Desa Adat Cau Belayu tidak diuraikan secara tegas dalam RTRW Kabupaten Tabanan. Pembatasan yang tegas hanya dijabarkan pada daerah pinggiran sungai dan jurang dengan radius minimal 15 meter dari pinggir jurang / sungai. Pembatasan lainnya yang diatur secara tegas yaitu pelarangan alih fungsi lahan pada daerah konservasi.

13 56 f. Rencana pengembangan kewilayahan Terhadap sektor pariwisata dan budaya yang menjadi salah satu prioritas pembangunan, ditetapkan dua strategi pokok yaitu pengembangan akomodasi wisata dan pengembangan daya tarik wisata. Mengembangkan dan menata daya tarik wisata sebagai pemicu pengembangan di bidang kepariwisataan, pusat pengembangan kegiatan kepariwisataan dan sebagai daya tarik bagi pengunjung daya tarik wisata dengan strategi sebagai berikut : 1) Mengembangkan daya tarik wisata tirta / bahari 2) Pengembangan daya tarik wisata pantai antara lain : i) Pembangunan jalan setapak dipinggir pantai untuk menikmati keindahan pantai ii) Pembangunan taman dan jalur hijau di sekitar pantai iii) Pembangunan fasilitas olah raga pantai iv) Pembangunan fasilitas pendukung lainnya 3) Pengembangan daya tarik wisata alam seperti agro wisata, daya tarik wisata trekking 4) Pengembangan daya tarik wisata budaya, peninggalan sejarah, pura dan puri 5) Pengembangan daya tarik wisata desa dengan melihatkan desa adat 6) Pengembangan daya tarik wisata buatan

14 57 7) Pengembangan wisata terbatas dengan luas pembangunan relatif kecil dengan kegiatan wisata, fasilitas akomodasi dan atraksi serta pengembangannya dengan sedikit alih fungsi lahan yang minim pada kawasan dan pengekploitasian objek secara hati hati dengan memperhatikan fungsi utama sebagai kawasan lindung dan resapan air. Pengembangan kegiatan pariwisata di Kabupaten Tabanan dengan penekanan pada : 1) Penataan ruang pariwisata 2) Pengembangan sarana dan prasarana transportasi untuk mempermudah akses keseluruh kawasan pariwisata serta daya tarik wisata 3) Pengembangan kawasan, daya tarik wisata dan fasilitas penunjang kepariwisataan g. Rencana pola guna lahan Penetapan rencana pola guna lahan pada wilayah Desa Adat Cau Belayu diatur dalam RTRW Kabupaten Tabanan dengan penegasan jenis pola guna lahan terbangun dan tidak terbangun. Pola guna lahan terbangun lebih terfokus pada pengaturan guna lahan untuk permukiman, fasilitas, jalan dan utilitas. Sementara pola guna lahan tidak terbangun lebih difungsikan untuk lahan persawahan, perkebunan, daerah konservasi dan daerah aliran sungai.

15 58 h. Rencana program pembangunan Guna lebih merealisasikan pembangunan daerah yang telah ditetapkan dalam misi pembangunan kedaerahan, ditetapkan titik berat pembangunan daerah yang utamanya bergerak pada sektor : 1) Pertanian dalam arti luas 2) Pariwisata dan budaya 3) Industri kerajinan rumah tangga 4) Perdagangan dan jasa 5) Pendidikan dan kesehatan 4.2 Potensi dan Kendala Ekowisata Potensi ekowisata digambarkan sebagai apa yang ada dan dapat dikelola agar menjadi sebuah paket wisata andalan dan dapat dipasarkan. Hasil akhir analisis ini diharapkan menjadi sebuah penawaran awal mengenai apa yang ada dan sejauh mana potensi tersebut mampu menimbulkan dan meningkatkan daya tarik Wisata di Desa Adat Cau Belayu Potensi Ekowisata Potensi Fisik Penggambaran dan analisis potensi fisik lebih menggambarkan tentang apa yang ada di Desa Adat Cau Belayu baik fisik dasar maupun fisik binaan. Penjabaran potensi fisik dasar lebih ditekankan pada kondisi topografi, geologi dan hidrologi Desa Adat Cau Belayu. Sedangkan potensi fisik binaan lebih kepada potensi pola guna lahan yang ada, sarana dan prasarana transportasi, penggunaan

16 59 fasilitas dan utilitas yang ada. Penjabaran potensi fisik dasar dapat dijabarkan sebagai berikut : a. Kondisi topografi wilayah yang beragam terutama keindahan tebing yang curam (vertikal 90 0 ) yang terdapat di sisi timur Desa Adat Cau Belayu tepatnya disepanjang pinggiran Sungai Penet. Gambar 4.3 Kondisi Topografi menjadi Daya Tarik Wisata b. Kondisi geologi lahan yang beragam dari alluvial yang cocok dikembangkan sebagai areal pertanian hingga kondisi batu padas yang kokoh dan dapat dimanfaatkan untuk berbagai kebutuhan pembangunan c. Kondisi hidrologi terutama sumber mata air yang banyak bermunculan di tebing sepanjang Sungai Penet. Keberadaan mata air ini karena telah disucikan oleh masyarakat dan memiliki nilai sejarah dan nilai sakral menjadikannya layak dan patut untuk dikembangkan / dikenalkan. Potensi fisik binaan merupakan wujud nyata dari hasil buatan manusia utamanya penduduk Desa Adat Cau Belayu. Secara umum potensi fisik binaan yang ada di Desa Adat Cau Belayu dapat dijabarkan sebagai berikut: a. Pola guna lahan yang tematik bahwa ada pembagian wilayah yang jelas. Wilayah utara dan selatan dimanfaatkan untuk kegiatan pertanian

17 60 sedangkan di bagian tengah dimanfaatkan sebagai lingkungan permukiman warga lengkap dengan segala fasilitas penunjangnya. b. Deretan permukiman tradisional yang masih terpelihara terutama pada daerah bagian timur dan daerah bagian utara yang berpotensi sebagai daya tarik khusus koridor arsitektur tradisional c. Kelengkapan sarana dan prasarana transportasi yang ada di Desa Adat Cau Belayu sehingga menjadi sebuah modal dasar bagi pengembangan pelayanan arus barang dan orang di Desa Adat Cau Belayu. Di samping itu prasarana wilayah tergolong lengkap hingga daerah daerah pelosok yang ada pada pinggiran tebing dan daerah perkebunan warga sehingga berpotensi dijadikan jalur wisata dimasa yang akan datang. d. Kelengkapan fasilitas penunjang dari fasilitas kesehatan, fasilitas keamanan, fasilitas rekreasi dan olah raga, fasilitas umum hingga fasilitas pendidikan lengkap ada di Desa Adat Cau Belayu. e. Kelengkapan utilitas yang ada seperti listrik, air bersih dan keterjangkauan sambungan telepon (nirkabel). Dengan kelengkapan utilitas ini menjadi pemenuhan dasar kebutuhan pelayanan pokok bagi wisatawan nantinya dan sebagai jaminan standar pelayanan kebutuhan hidup manusia Potensi Budaya Secara umum lingkup kebudayaan yang dijabarkan lebih kepada sejumlah elemen kebudayaan seperti : sejarah, tradisi, arsitektur, makanan tradisional, seni musik / tari, agama, bahasa, dan pakaian tradisional. Pemanfaatan potensi budaya sering kali menjadi modal dasar bagi pengembangan paket wisata di Bali. Di Desa

18 61 Adat Cau Belayu dengan adanya kesamaan agama, arsitektur, seni musik / tari, dan pakaian tradisional menjadi sebuah daya tarik / potensi yang sudah siap untuk ditawarkan kepada wisatawan. Tetapi, terdapat hal lain yang patut untuk diperkenalkan dan ditawarkan seperti : a. Sejarah Desa Adat Cau Belayu, sejarah Pura Titi Gantung, dan Pura Dukuh Sulandri menjadi sebuah daya tarik wisata yang layak dan patut untuk ditawarkan. Hal ini menjadi lebih menarik untuk ditawarkan mengingat keberadaan sejumlah monumen sejarah tersebut telah dikenal oleh khalayak ramai di Bali. Di samping itu terdapat cerita yang jelas dan menarik sehingga menjadi nilai tambah dalam proses penawaran paket wisata kepada wisatawan. b. Keragaman tradisi yang melekat dan menjadi kebiasaan untuk dilaksanakan adalah sebuah potensi wisata yang layak untuk dikembangkan. Masyarakat di Desa Adat Cau Belayu memiliki dua (2) tradisi yang khas yang berbeda dengan desa lain yang ada di Bali. Pada lokasi Beji Panca Resi terdapat Be Julit berupa belut berukuran besar yang dikeramatkan dan sering kali dipanggil keluar untuk pelaksanaan upacara atau untuk pengobatan. Keberadaan Be Julit ini menjadi dasar mitos bahwa penduduk di Desa Adat Cau Belayu pantang mengkonsumsi daging Be Julit di manapun mereka berada. Tradisi yang kedua adalah adanya pembagian Ratu Gede secara bergilir antara penduduk di Desa Adat Cau Belayu dengan penduduk di Desa Adat Tua. Dalam tradisi ini adanya pola

19 62 bergilir dalam pelayanan kepada Ratu Gede setiap acara piodalan yang diadakan di Pura Dalem Desa Adat Cau Belayu. c. Perilaku. Hal ini menjadi sebuah potensi pengembangan kepariwisataan karena masih terjaganya perilaku umum masyarakat pedesaan di Desa Adat Cau Belayu. Secara umum pola penggunaan ruang dan waktu dalam periode harian realatif beragam mulai dari kegiatan pagi hari hingga sore hari (bekerja), kegiatan sore hari (berinteraksi, olahraga bersama, mandi di sumber mata air), dan kegiatan malam hari (berkunjung kerumah warga, mengumpul pada lokasi tertentu dan sejumlah kegiatan lainya yang erat hubungannya dengan tingginya interaksi warga yang terjadi. Kondisi ini menjadi peluang untuk paket wisata yang relatif panjang di mana wisatawan dapat diberikan kesempatan untuk ikut serta dalam kegiatan keseharian masyarakat Desa Adat Cau Belayu (hal ini telah diujicobakan dan mendapat sambutan sangat baik dan memuaskan dari narasumber) Potensi Ekologis Dengan karakter wilayah yang merupakan daerah perdesaan, Desa Adat Cau Belayu cenderung memiliki keragaman yang tinggi terlebih lagi daerah ini terletak disebelah barat Alas Pala (lokasi monyet Sangeh). Dengan kondisi ini, potensi ekologis yang ada di Desa Adat Cau Belayu digambarkan kedalam potensi flora dan fauna. Secara lebih jelas digambarkan sebagai berikut : a. Keragaman flora seperti tanaman perkebunan lokal seperti berbagai macam buah kelapa yang dapat disajikan kepada wisatawan, tanaman tanaman merambat pada daerah tebing, tanaman didasar jurang

20 63 dengan kondisi yang lebih unik akibat kondisi alam yang relatif berbeda dan berbagai macam anggrek hutan yang ada. Keragaman ini menjadi sebuah paket dan informasi menarik untuk ditawarkan hanya saja perlu penanganan dan pengelolaan yang lebih teratur untuk ditawarkan kepada calon wisatawan b. Keragaman fauna. Untuk keragaman fauna lebih cenderung sama jika dibandingkan dengan daerah lain di sekitar hanya saja adanya Be Julit pada mata air Beji Panca Resi menjadi sebuah daya tarik tersendiri untuk di tawarkan. Hal lain menarik adalah adanya pergerakan / migrasi monyet Sangeh tahunan menuju ke Desa Adat Cau Belayu pada lokasi tertentu Perlindungan daerah konservasi. Daerah konservasi yang ditetapkan berupa daerah sempadan sungai dengan jarak 25 meter, daerah perlindungan mata air dengan radius 50 meter dan daerah perlindungan jurang dengan jarak 50 meter. Fokus larangan utama dari daerah perlindungan ini adalah pengawasan yang ketat terhadap kegiatan pembangunan dan kegiatan yang bertentangan dengan konservasi tanah dan air. Gambar 4.4 Migrasi monyet yang berasal dari sangeh

21 Potensi Lainnya Penjabaran mengenai potensi keperilakuan, potensi kedudukan Desa Adat Cau Belayu dan potensi imaginer akan dijelaskan lebih mendalam pada sub bab ini. Potensi potensi ini juga merupakan modal dasar dalam proses penawaran dan pengembangan kegiatan wisata di Desa Adat Cau Belayu. Sejumlah potensi yang menjadi modal dasar dalam proses pengembangan paket wisata yaitu : a. Kedudukan Desa Adat Cau Belayu dalam lingkup eksternal. Jika di lihat dari kondisi lingkungan eksternal, kondisi Desa Adat Cau Belayu menjadi daerah perlintasan dari daerah Ayunan menuju ke daerah Sembung atau sebaliknya. Pada daerah ini sering kali menjadi sebuah perlintasan orang yang akan pergi ke Bedugul. Dengan kondisi seperti ini semakin banyak orang / calon wisatawan mengetahui / mengenal dan diharapkan berminat untuk mengenal lebih jauh mengenai apa yang ada di Desa Adat Cau Belayu. Hal lain dari posisi Desa Adat Cau Belayu dapat dijabarkan bahwa dengan kedekatan Desa Adat Cau Belayu dengan Daya tarik wisata Sangeh seringkali menimbulkan pertanyaan bagi pengunjung yang ada di Sangeh, desa apa yang ada di seberang jurang ini. Hal ini menambah rasa penasaran wisatawan dan jika saja diteruskan dengan tambahan informasi yang memadai maka bukannya tidak mungkin wisatawan akan mencoba daya tarik wisata apa yang ada di Desa Adat Cau Belayu. Berdasarkan uraian sejumlah potensi ekowisata yang ada di Desa Adat Cau Belayu, kemudian dideskripsikan sampai sejauh mana potensi potensi ekowisata

22 65 yang ada tersebut sesuai dengan elemen penawaran sebuah kegiatan wisata. Acuan dasar aspek penilaian yang digunakan yaitu melihat potensi ekowisata yang ada dengan aspek atraksi yang ada atau dapat dikembangkan, aspek aksesbilitas baik secara fisik berupa akses jalan maupun secara nonfisik terkait dengan informasi keberadaan potensi ekowisata tersebut. aspek penilai lainnya yang akan dibandingkan yaitu aspek amenitas yang terkait dengan kebutuhan wisatawan nantinya. Hasil penilaian komparatif ini kemudian akan mejadi cerminan kondisi terhadap pemenuhan elemen penawaran wisata yang ada. Penjabaran mengenai komparasi potensi ekowisata dapat dilihat pada lampiran Kendala Pengembangan Potensi Sebagai tindak lanjut dari pemanfaatan dan pengelolaan potensi yang ada di Desa Adat Cau Belayu, diupayakan langkah langkah strategis yang perlu dilakukan oleh pihak pengelola. Hal lain yang perlu untuk dijadikan pertimbangan sebelum menyusun konsep produk yang akan ditawarkan kepada wistawan / travel agen yaitu identifikasi kendala yang sekiranya ada dan berkembang di Desa Adat Cau Belayu. Kendala kendala ini akan menjadi serangkaian tantangan yang harus dihadapi, diselesaikan dan dikelola sehingga menjadikan produk yang akan ditawarkan menjadi lebih baik dan mampu menghadapi tantangan dan perubahan pasar wisata yang terus berubah Kendala Kondisi Fisik Karakteristik lahan yang ada di Desa Adat Cau Belayu yang umumnya merupakan daerah pertanian sawah, areal permukiman dan perkebunan warga yang sebagian besar terletak di sepanjang pinggiran tebing Sungai Penet. Dengan

23 66 kondisi ini sejumlah kendala fisik yang menonjol lebih kepada kendala longsor, kurangnya kwalitas jalan / jalur penghubung yang ada dan potensi kekeringan. Secara detail, kendala kondisi fisik dijabarkan sebagai berikut : a. Kendala longsor. Jika melihat karakteristik topografi dan keragaman jenis batuan yang ada pada sejumlah titik, kendala longsornya tebing / lahan pada sejumlah titik memang merupakan kendala alamiah yang akan dihadapi. Tetapi hal ini dapat di atasi dengan pengalihan jalur dan pengelolaan vegetasi pengikat tanah yang lebih baik. Adanya titik rawan longsor menjadi sebuah kendala yang harus ditangani mengingat dampak lanjutan dari bencana ini adalah tingkat kerawanan yang meningkat dan visualisasi wilayah menjadi berkurang dengan adanya longsoran. b. Kendala jalan dan jalur. Hal ini menjadi hal yang umum di Kabupaten Tabanan. Di samping dikarenakan tingginya beban kendaraan, pemeliharaan jalan yang tidak sebanding dengan anggaran pemerintah daerah, kondisi drainase jalan yang kurang mendukung kwalitas jalan sehingga kwalitas jalan menjadi terus mengalami penurunan. Kondisi ini justru terjadi pada jalur jalan utama desa. Hal positif dari kondisi ini adalah daerah pada sisi timur dan barat desa kondisi jalan masih sangat baik dikarenakan dukungan teradap pemeliharaan jalan yang tinggi. Kondisi pada jalur jalur penghubung dan jalur menuju ke tempat tempat menarik terutama daerah sumber mata air, secara umum kondisinya baik tetapi masih ada sejumlah jalur yang sering kali

Gambar 3.1 : Peta Pulau Nusa Penida Sumber :

Gambar 3.1 : Peta Pulau Nusa Penida Sumber : BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Lokasi Penelitian Penulis mengambil lokasi penelitian di Desa Sakti Pulau Nusa Penida Provinsi Bali. Untuk lebih jelas peneliti mencantumkan denah yang bisa peneliti dapatkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS

BAB II TINJAUAN TEORITIS BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1 Pengertian Ekowisata Ekowisata merupakan salah satu bentuk kegiatan wisata khusus. Bentuknya yang khusus itu menjadikan ekowisata sering diposisikan sebagai lawan dari wisata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini membahas mengenai latar belakang permasalahan, rumusan masalah, tujuan penelitian, serta metodologi penyusunan landasan konseptual laporan seminar tugas akhir dengan judul

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan studi ini dilatarbelakangi oleh terjadinya satu dilema yang

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan studi ini dilatarbelakangi oleh terjadinya satu dilema yang 1 BAB I PENDAHULUAN Pelaksanaan studi ini dilatarbelakangi oleh terjadinya satu dilema yang sangat sering dihadapi dalam perencanaan keruangan di daerah pada saat ini, yaitu konversi kawasan lindung menjadi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 9 BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Taman Wisata Alam Rimbo Panti Kabupaten Pasaman Provinsi Sumatera Barat. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli - Agustus

Lebih terperinci

KRITERIA PENGEMBANGAN DESA SLOPENG SEBAGAI DESA WISATA DI KABUPATEN SUMENEP MIRA HAWANIAR

KRITERIA PENGEMBANGAN DESA SLOPENG SEBAGAI DESA WISATA DI KABUPATEN SUMENEP MIRA HAWANIAR KRITERIA PENGEMBANGAN DESA SLOPENG SEBAGAI DESA WISATA DI KABUPATEN SUMENEP MIRA HAWANIAR 3609100043 Latar Belakang Memiliki potensi pariwisata yang cukup banyak dan beragam Selama ini pengembangan pariwisata

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SINTANG

PEMERINTAH KABUPATEN SINTANG 1 PEMERINTAH KABUPATEN SINTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SINTANG NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN DAERAH KABUPATEN SINTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SINTANG,

Lebih terperinci

V BAB V PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN

V BAB V PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN V BAB V PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN Visi dan misi merupakan gambaran apa yang ingin dicapai Kota Surabaya pada akhir periode kepemimpinan walikota dan wakil walikota terpilih, yaitu: V.1

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. RTRW Kabupaten Bondowoso

KATA PENGANTAR. RTRW Kabupaten Bondowoso KATA PENGANTAR Sebagai upaya mewujudkan perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan ruang yang efektif, efisien dan sistematis guna menunjang pembangunan daerah dan mendorong perkembangan wilayah

Lebih terperinci

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN Pengembangan kawasan pesisir Barat Kabupaten Bengkulu Selatan sebagai kawasan wisata yang diharapkan dapat menjadi salah satu sektor andalan dan mampu untuk memberikan konstribusi

Lebih terperinci

tersendiri sebagai destinasi wisata unggulan. Pariwisata di Bali memiliki berbagai

tersendiri sebagai destinasi wisata unggulan. Pariwisata di Bali memiliki berbagai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pulau Bali sebagai ikon pariwisata Indonesia, telah menjadi daya tarik tersendiri sebagai destinasi wisata unggulan. Pariwisata di Bali memiliki berbagai keunggulan

Lebih terperinci

persepsi pengunjung yang telah dibahas pada bab sebelumnya. VIII. PROSPEK PENGEMBANGAN WISATA TAMAN WISATA ALAM GUNUNG PANCAR

persepsi pengunjung yang telah dibahas pada bab sebelumnya. VIII. PROSPEK PENGEMBANGAN WISATA TAMAN WISATA ALAM GUNUNG PANCAR 17.270 kunjungan, sehingga dari hasil tersebut didapat nilai ekonomi TWA Gunung Pancar sebesar Rp 5.142.622.222,00. Nilai surplus konsumen yang besar dikatakan sebagai indikator kemampuan pengunjung yang

Lebih terperinci

Bab V POTENSI, MASALAH, DAN PROSPEK PENGEMBANGAN WILAYAH. 5.1 Potensi dan Kendala Wilayah Perencanaan

Bab V POTENSI, MASALAH, DAN PROSPEK PENGEMBANGAN WILAYAH. 5.1 Potensi dan Kendala Wilayah Perencanaan Bab V POTENSI, MASALAH, DAN PROSPEK PENGEMBANGAN WILAYAH 5.1 Potensi dan Kendala Wilayah Perencanaan Dalam memahami karakter sebuah wilayah, pemahaman akan potensi dan masalah yang ada merupakan hal yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tatanan lingkungan, sebenarnya merupakan bentuk interaksi antara manusia dengan

I. PENDAHULUAN. Tatanan lingkungan, sebenarnya merupakan bentuk interaksi antara manusia dengan 19 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tatanan lingkungan, sebenarnya merupakan bentuk interaksi antara manusia dengan alamnya dari masa ke masa. Berbagai lingkungan mempunyai tatanan masing masing sebagai

Lebih terperinci

VII PRIORITAS STRATEGI PENGEMBANGAN EKOWISATA TN KARIMUNJAWA

VII PRIORITAS STRATEGI PENGEMBANGAN EKOWISATA TN KARIMUNJAWA VII PRIORITAS STRATEGI PENGEMBANGAN EKOWISATA TN KARIMUNJAWA 7.1 Kerangka Umum Analytical Network Process (ANP) Prioritas strategi pengembangan TN Karimunjawa ditetapkan berdasarkan pilihan atas variabel-variabel

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN 5.1 Pembahasan Kesiapan Kondisi Jayengan Kampoeng Permata Sebagai Destinasi Wisata

BAB V PEMBAHASAN 5.1 Pembahasan Kesiapan Kondisi Jayengan Kampoeng Permata Sebagai Destinasi Wisata BAB V PEMBAHASAN Pada bab sebelumnya telah dilakukan analisis yang menghasilkan nilai serta tingkat kesiapan masing-masing komponen wisata kreatif di JKP. Pada bab ini akan membahas lebih lanjut mengenai

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN KONSEP DAN TEORI ANALISIS. potensi wisata, yaitu potensi fisik dan potensi budayayang bisa dikembangkan dengan

BAB II LANDASAN KONSEP DAN TEORI ANALISIS. potensi wisata, yaitu potensi fisik dan potensi budayayang bisa dikembangkan dengan BAB II LANDASAN KONSEP DAN TEORI ANALISIS 2.1 Tinjauan Hasil Penelitian Sebelumnya Penelitian sebelumnya berkaitan dengan pengembangan potensi ekowisata, dilakukan oleh Suryawan (2014), di Desa Cau Belayu,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan metode perancangan.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan metode perancangan. BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan metode perancangan. 1.1 Latar belakang Pariwisata di Bali, khususnya Kabupaten Badung sudah sangat berkembang.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Wilayah pesisir pulau kecil pada umumnya memiliki panorama yang indah untuk dapat dijadikan sebagai obyek wisata yang menarik dan menguntungkan, seperti pantai pasir putih, ekosistem

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN KAWASAN DESA WISATA Oleh : Dr. Ir. Sriyadi., MP (8 Januari 2016)

PENGEMBANGAN KAWASAN DESA WISATA Oleh : Dr. Ir. Sriyadi., MP (8 Januari 2016) PENGEMBANGAN KAWASAN DESA WISATA Oleh : Dr. Ir. Sriyadi., MP (8 Januari 2016) A. Latar Belakang Pariwisata adalah suatu kegiatan yang secara langsung menyentuh dan melibatkan masyarakat sehingga membawa

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN PACITAN

KATA PENGANTAR RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN PACITAN KATA PENGANTAR Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, mengamanatkan bahwa RTRW Kabupaten harus menyesuaikan dengan Undang-undang tersebut paling lambat 3 tahun setelah diberlakukan.

Lebih terperinci

VI. KARAKTERISTIK PENGUNJUNG TAMAN WISATA ALAM GUNUNG PANCAR. dari 67 orang laki-laki dan 33 orang perempuan. Pengunjung TWA Gunung

VI. KARAKTERISTIK PENGUNJUNG TAMAN WISATA ALAM GUNUNG PANCAR. dari 67 orang laki-laki dan 33 orang perempuan. Pengunjung TWA Gunung VI. KARAKTERISTIK PENGUNJUNG TAMAN WISATA ALAM GUNUNG PANCAR 6.1 Karakteristik Responden Penentuan karakteristik pengunjung TWA Gunung Pancar diperoleh berdasarkan hasil wawancara dan kuesioner dari 100

Lebih terperinci

VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN 4.1. Visi dan Misi Penetapan visi sebagai bagian dari perencanaan strategi, merupakan satu langkah penting dalam perjalanan suatu organisasi karena

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang selain merupakan sumber alam yang penting artinya bagi

Lebih terperinci

RANCANGAN STRATEGI DAN PROGRAM

RANCANGAN STRATEGI DAN PROGRAM 111 VI. RANCANGAN STRATEGI DAN PROGRAM Rancangan strategi pengembangan pariwisata bahari di Kabupaten Natuna merupakan langkah terakhir setelah dilakukan beberapa langkah analisis, seperti analisis internal

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pariwisata Pariwisata merupakan semua gejala-gejala yang ditimbulkan dari adanya aktivitas perjalanan yang dilakukan oleh seseorang dari tempat tinggalnya dalam waktu sementara,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sebenarnya sudah tidak sesuai untuk budidaya pertanian. Pemanfaatan dan

BAB I PENDAHULUAN. yang sebenarnya sudah tidak sesuai untuk budidaya pertanian. Pemanfaatan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumberdaya lahan merupakan tumpuan kehidupan manusia dalam pemenuhan kebutuhan pokok pangan dan kenyamanan lingkungan. Jumlah penduduk yang terus berkembang sementara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. segala potensi yang dimiliki. Pembangunan pariwisata telah diyakini sebagai

BAB I PENDAHULUAN. segala potensi yang dimiliki. Pembangunan pariwisata telah diyakini sebagai 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini pariwisata telah menjadi salah satu industri andalan dalam menghasilkan devisa suatu negara. Berbagai negara terus berupaya mengembangkan pembangunan sektor

Lebih terperinci

IKHTISAR EKSEKUTIF. Hasil Rekapitulasi Pencapain kinerja sasaran pada Tahun 2012 dapat dilihat pada tabel berikut :

IKHTISAR EKSEKUTIF. Hasil Rekapitulasi Pencapain kinerja sasaran pada Tahun 2012 dapat dilihat pada tabel berikut : IKHTISAR EKSEKUTIF Sistem AKIP/LAKIP Kabupaten Sukabumi adalah untuk mendorong terciptanya akuntabilitas kinerja Pemerintah Kabupaten Sukabumi sebagai salah satu bentuk pertanggungjawaban yang baik, transparan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penunjang budidaya, pariwisata, dan rekreasi. Taman Nasional Kerinci Seblat

BAB I PENDAHULUAN. penunjang budidaya, pariwisata, dan rekreasi. Taman Nasional Kerinci Seblat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut Undang-Undang No. 05 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Hayati dan Ekosistemnya (KSDHE), Taman Nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara yang menerima kedatangan wisatawan (tourist receiving countries),

BAB I PENDAHULUAN. negara yang menerima kedatangan wisatawan (tourist receiving countries), 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam dasawarsa terakhir ini perhatian terhadap pariwisata sudah sangat meluas, mengingat bahwa pariwisata mendatangkan manfaat dan keuntungan bagi negara yang menerima

Lebih terperinci

Rencana Pembangunan Jangka Menengah strategi juga dapat digunakan sebagai sarana untuk melakukan tranformasi,

Rencana Pembangunan Jangka Menengah strategi juga dapat digunakan sebagai sarana untuk melakukan tranformasi, BAB VI. STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN Strategi dan arah kebijakan merupakan rumusan perencanaan komperhensif tentang bagaimana Pemerintah Daerah mencapai tujuan dan sasaran RPJMD dengan efektif dan efisien.

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kepariwisataan meliputi berbagai kegiatan yang berhubungan dengan wisata, pengusahaan, objek dan daya tarik wisata serta usaha lainnya yang terkait. Pembangunan kepariwisataan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

BAB VIII SIMPULAN DAN SARAN. Dari Penelitian Strategi pengembangan daya tarik wisata kawasan barat Pulau

BAB VIII SIMPULAN DAN SARAN. Dari Penelitian Strategi pengembangan daya tarik wisata kawasan barat Pulau BAB VIII SIMPULAN DAN SARAN 8.1. Simpulan Dari Penelitian Strategi pengembangan daya tarik wisata kawasan barat Pulau Nusa Penida dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Potensi- potensi daya tarik wisata

Lebih terperinci

KONSEP PENGEMBANGAN KAWASAN WISATA BAHARI

KONSEP PENGEMBANGAN KAWASAN WISATA BAHARI KONSEP PENGEMBANGAN KAWASAN WISATA BAHARI 1. Latar Belakang Indonesia merupakan Negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari lebih 17.000 pulau dan memiliki panjang garis pantai 81.000 km yang

Lebih terperinci

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI 3.1. Identifikasi Permasalahan Berdasarkan Tugas dan Fungsi Pelayanan SKPD 3.1.1 Permasalahan Infrastruktur Jalan dan Sumber Daya Air Beberapa permasalahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pergeseran konsep kepariwisataan dunia kepada pariwisata minat khusus atau yang salah satunya dikenal dengan bila diterapkan di alam, merupakan sebuah peluang besar

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang 1 I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Sektor pariwisata merupakan salah satu sumber penghasil devisa potensial selain sektor migas. Indonesia sebagai suatu negara kepulauan memiliki potensi alam dan budaya

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebuah permasalahan penataan ruang yang hampir dihadapi oleh semua

BAB I PENDAHULUAN. sebuah permasalahan penataan ruang yang hampir dihadapi oleh semua BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pesatnya alih fungsi ruang hijau menjadi ruang terbangun, merupakan sebuah permasalahan penataan ruang yang hampir dihadapi oleh semua Kabupaten Kota di Indonesia.

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Pariwisata merupakan industri perdagangan jasa yang memiliki mekanisme pengaturan yang kompleks karena mencakup pengaturan pergerakan wisatawan dari negara asalnya, di

Lebih terperinci

*14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

*14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Copyright (C) 2000 BPHN UU 7/2004, SUMBER DAYA AIR *14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pulau-pulau kecil memiliki potensi pembangunan yang besar karena didukung oleh letaknya yang strategis dari aspek ekonomi, pertahanan dan keamanan serta adanya ekosistem

Lebih terperinci

mempertahankan fungsi dan mutu lingkungan.

mempertahankan fungsi dan mutu lingkungan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kepariwisataan saat ini sangat ramai dibicarakan karena berkembangnya sektor pariwisata maka pengaruh terhadap sektor lainnya sangat besar, oleh karena itu permintaan

Lebih terperinci

1. Bab I Pendahuluan Latar belakang

1. Bab I Pendahuluan Latar belakang 1. Bab I Pendahuluan 1.1. Latar belakang Wisata alam merupakan salah satu alternatif wisata untuk membuat pikiran kembali rileks dan mengurangi tingkat stress masyarakat setelah lama berkutat dengan rutinitas

Lebih terperinci

6.1. Strategi dan Arah Kebijakan Pembangunan

6.1. Strategi dan Arah Kebijakan Pembangunan BAB - VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN 6.1. Strategi dan Arah Kebijakan Pembangunan Strategi adalah langkah-langkah berisikan program indikatif untuk mewujudkan visi dan misi, yang dirumuskan dengan kriterianya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bali sebagai pusat pengembangan kepariwisataan di Indonesia telah

BAB I PENDAHULUAN. Bali sebagai pusat pengembangan kepariwisataan di Indonesia telah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bali sebagai pusat pengembangan kepariwisataan di Indonesia telah mengalami kemajuan yang sangat pesat dibandingkan dengan daerah lainnya di Indonesia. Hal tersebut

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2010 TENTANG PENGUSAHAAN PARIWISATA ALAM DI SUAKA MARGASATWA, TAMAN NASIONAL, TAMAN HUTAN RAYA, DAN TAMAN WISATA ALAM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tata Ruang dan Konflik Pemanfaatan Ruang di Wilayah Pesisir dan Laut

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tata Ruang dan Konflik Pemanfaatan Ruang di Wilayah Pesisir dan Laut 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tata Ruang dan Konflik Pemanfaatan Ruang di Wilayah Pesisir dan Laut Menurut UU No. 26 tahun 2007, ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara,

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 21 TAHUN 2009 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN JOMBANG

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 21 TAHUN 2009 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN JOMBANG I. UMUM PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 21 TAHUN 2009 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN JOMBANG Sesuai dengan amanat Pasal 20 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang

Lebih terperinci

DAFTAR ISI PENGANTAR

DAFTAR ISI PENGANTAR DAFTAR ISI PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.2. Dasar Hukum 1.3. Gambaran Umum 1.3.1. Kondisi Geografis Daerah 1.3.2. Gambaran Umum Demografis 1.3.3.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. positif yang cukup tinggi terhadap pendapatan negara dan daerah (Taslim. 2013).

BAB I PENDAHULUAN. positif yang cukup tinggi terhadap pendapatan negara dan daerah (Taslim. 2013). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata memiliki peran yang semakin penting dan memiliki dampak positif yang cukup tinggi terhadap pendapatan negara dan daerah (Taslim. 2013). Dengan adanya misi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Pendahuluan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Pendahuluan Pariwisata dikenal sebagai suatu bentuk rangkaian kegiatan kompleks yang berhubungan dengan wisatawan dan orang banyak, serta terbentuk pula suatu sistem di dalamnya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. paket-paket wisata laris di pasaran. Berbagai jenis produk wisata pun ditawarkan

BAB I PENDAHULUAN. paket-paket wisata laris di pasaran. Berbagai jenis produk wisata pun ditawarkan BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Pariwisata saat ini tidak terlepas dari kehidupan manusia, bahkan sudah menjadi kebutuhan yang wajib untuk dipenuhi. Permintaan akan wisata menyebabkan paket-paket

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, salah satu pengelompokan hutan berdasarkan fungsinya adalah hutan konservasi. Hutan konservasi merupakan

Lebih terperinci

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BEDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BEDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI BAB III ISU-ISU STRATEGIS BEDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI Pada Bab ini, akan dijelaskan isu-isu strategis berdasarkan permasalahan yang ada pada Dinas Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda dan Olahraga Kabupaten

Lebih terperinci

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI 3.1. Identifikasi Permasalahan Berdasarkan Tugas dan Fungsi Pelayanan Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika A. Permasalahan Adapun Permasalahan

Lebih terperinci

Tahap II. Penilaian/ pembobotan Kriteria Penilaian Daya Dukung Lingkungan dalam Rangka Pengembangan Kawasan Wisata Alam

Tahap II. Penilaian/ pembobotan Kriteria Penilaian Daya Dukung Lingkungan dalam Rangka Pengembangan Kawasan Wisata Alam Tahap II. Penilaian/ pembobotan Kriteria Penilaian Daya Dukung Lingkungan dalam Rangka Pengembangan Kawasan Wisata Alam Untuk penentuan prioritas kriteria dilakukan dengan memberikan penilaian atau bobot

Lebih terperinci

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 1.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil observasi dilapangan serta analisis yang dilaksanakan pada bab terdahulu, penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan untuk merumuskan konsep

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berdiri dimasing-masing daerah yang tersebar di seluruh Indonesia. Sebagai

BAB I PENDAHULUAN. berdiri dimasing-masing daerah yang tersebar di seluruh Indonesia. Sebagai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan dunia wisata di Indonesia saat ini sedang mengalami peningkatan, hal ini ditandai dengan semakin banyaknya tempat wisata yang berdiri dimasing-masing

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian

Lebih terperinci

A. Latar Belakang Masalah

A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kabupaten Bandung Selatan memiliki sebuah kawasan wisata potensial, yaitu kawasan wisata Ciwidey. Di kawasan tersebut terdapat empat tujuan wisata utama, diantaranya

Lebih terperinci

Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG

Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG Menggantikan UU No. 24 Tahun 1992 Tentang Penataan Ruang Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi penyebab bencana bagi petani. Indikatornya, di musim kemarau, ladang

BAB I PENDAHULUAN. menjadi penyebab bencana bagi petani. Indikatornya, di musim kemarau, ladang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan salah satu unsur yang sangat penting dalam produksi pangan. Jika air tidak tersedia, maka produksi pangan akan terhenti. Ini berarti bahwa sumber daya

Lebih terperinci

Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung

Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung Oleh : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor : 32 TAHUN 1990 (32/1990) Tanggal : 25 JULI 1990 (JAKARTA) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Wisata alam dapat diartikan sebagai bentuk kegiatan wisata yang

BAB I PENDAHULUAN. Wisata alam dapat diartikan sebagai bentuk kegiatan wisata yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Wisata alam dapat diartikan sebagai bentuk kegiatan wisata yang memanfaatkan potensi sumber daya alam dan lingkungan. Kegiatan wisata alam itu sendiri dapat

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS A. Permasalahan Pembangunan Dari kondisi umum daerah sebagaimana diuraikan pada Bab II, dapat diidentifikasi permasalahan daerah sebagai berikut : 1. Masih tingginya angka

Lebih terperinci

PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG DESA WISATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG DESA WISATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG DESA WISATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BELITUNG TIMUR, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pariwisata merupakan sektor penunjang pertumbuhan ekonomi sebagai

I. PENDAHULUAN. Pariwisata merupakan sektor penunjang pertumbuhan ekonomi sebagai I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata merupakan sektor penunjang pertumbuhan ekonomi sebagai sumber penerimaan devisa, membuka lapangan kerja sekaligus kesempatan berusaha. Hal ini didukung dengan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. salah satunya didorong oleh pertumbuhan sektor pariwisata. Sektor pariwisata

I. PENDAHULUAN. salah satunya didorong oleh pertumbuhan sektor pariwisata. Sektor pariwisata I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan perekonomian Indonesia yang semakin membaik ditandai dengan meningkatnya pertumbuhan ekonomi. Peningkatan pertumbuhan ekonomi salah satunya didorong oleh

Lebih terperinci

BAB V. KEBIJAKAN PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH KABUPATEN ALOR

BAB V. KEBIJAKAN PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH KABUPATEN ALOR BAB V. KEBIJAKAN PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH KABUPATEN ALOR 5.1. Visi dan Misi Pengelolaan Kawasan Konservasi Mengacu pada kecenderungan perubahan global dan kebijakan pembangunan daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai luas daratan ± 5.632,86 Km². Bali dibagi menjadi 8 kabupaten dan 1 Kota

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai luas daratan ± 5.632,86 Km². Bali dibagi menjadi 8 kabupaten dan 1 Kota BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Bali merupakan sebuah pulau kesatuan wilayah dari Pemerintah Propinsi yang mempunyai luas daratan ± 5.632,86 Km². Bali dibagi menjadi 8 kabupaten dan 1 Kota madya dengan

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN KAWASAN TAMAN REKREASI PANTAI KARTINI REMBANG Penekanan Desain Waterfront

PENGEMBANGAN KAWASAN TAMAN REKREASI PANTAI KARTINI REMBANG Penekanan Desain Waterfront LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR PENGEMBANGAN KAWASAN TAMAN REKREASI PANTAI KARTINI REMBANG Penekanan Desain Waterfront Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki panorama alam yang indah yang akan memberikan daya tarik

I. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki panorama alam yang indah yang akan memberikan daya tarik I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki panorama alam yang indah yang akan memberikan daya tarik tersendiri bagi wisatawan baik itu alam pegunungan (pedesaan), alam bawah laut, maupun pantai.

Lebih terperinci

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN. Visi pembangunan daerah dalam RPJMD adalah visi Kepala daerah dan

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN. Visi pembangunan daerah dalam RPJMD adalah visi Kepala daerah dan BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN 5.1. Visi Visi pembangunan daerah dalam RPJMD adalah visi Kepala daerah dan wakil kepala daerah terpilih yang disampaikan pada waktu pemilihan kepala daerah (pilkada).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan atas penyatuan minat dari negara anggota ASEAN untuk

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan atas penyatuan minat dari negara anggota ASEAN untuk 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) adalah realisasi atas tujuan akhir dari integrasi ekonomi sebagaimana telah disertakan dalam visi 2020 yang berdasarkan atas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pariwisata merupakan salah satu sektor penyumbang devisa negara serta

I. PENDAHULUAN. Pariwisata merupakan salah satu sektor penyumbang devisa negara serta I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata merupakan salah satu sektor penyumbang devisa negara serta penggerak ekonomi masyarakat. Pada tahun 2010, pariwisata internasional tumbuh sebesar 7% dari 119

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latarbelakang Masalah. Indonesia adalah salah satu Negara Berkembang yang sedang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latarbelakang Masalah. Indonesia adalah salah satu Negara Berkembang yang sedang BAB I PENDAHULUAN A. Latarbelakang Masalah Indonesia adalah salah satu Negara Berkembang yang sedang mengupayakan pengembangan kepariwisataan. Kepariwisataan merupakan perangkat yang penting dalam pembangunan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan merupakan salah satu sumberdaya alam yang dapat dimanfaatkan oleh manusia. Sumberdaya hutan yang ada bukan hanya hutan produksi, tetapi juga kawasan konservasi.

Lebih terperinci

Penataan Ruang. Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian

Penataan Ruang. Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian Penataan Ruang Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian Kawasan peruntukan hutan produksi kawasan yang diperuntukan untuk kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok memproduksi hasil

Lebih terperinci

BUPATI KLATEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLATEN NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN KABUPATEN KLATEN TAHUN

BUPATI KLATEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLATEN NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN KABUPATEN KLATEN TAHUN BUPATI KLATEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLATEN NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN KABUPATEN KLATEN TAHUN 2014-2029 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KLATEN, Menimbang

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2010 TENTANG PENGUSAHAAN PARIWISATA ALAM DI SUAKA MARGASATWA, TAMAN NASIONAL, TAMAN HUTAN RAYA, DAN TAMAN WISATA ALAM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjanjikan dalam hal menambah devisa suatu negara. Menurut WTO/UNWTO

BAB I PENDAHULUAN. menjanjikan dalam hal menambah devisa suatu negara. Menurut WTO/UNWTO BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada jaman modern ini pariwisata telah berubah menjadi sebuah industri yang menjanjikan dalam hal menambah devisa suatu negara. Menurut WTO/UNWTO (United Nations World

Lebih terperinci

Bab II. Tujuan, Kebijakan, dan Strategi 2.1 TUJUAN PENATAAN RUANG Tinjauan Penataan Ruang Nasional

Bab II. Tujuan, Kebijakan, dan Strategi 2.1 TUJUAN PENATAAN RUANG Tinjauan Penataan Ruang Nasional Bab II Tujuan, Kebijakan, dan Strategi 2.1 TUJUAN PENATAAN RUANG 2.1.1 Tinjauan Penataan Ruang Nasional Tujuan Umum Penataan Ruang; sesuai dengan amanah UU Penataan Ruang No. 26 Tahun 2007 tujuan penataan

Lebih terperinci

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN 5.1 Visi Visi didefinisikan sebagai suatu kondisi ideal masa depan yang ingin dicapai dalam suatu periode perencanaan berdasarkan pada situasi dan kondisi saat ini.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terhadap penduduk kota maupun penduduk dari wilayah yang menjadi wilayah

BAB I PENDAHULUAN. terhadap penduduk kota maupun penduduk dari wilayah yang menjadi wilayah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkotaan sebagai pusat permukiman dan sekaligus pusat pelayanan (jasa) terhadap penduduk kota maupun penduduk dari wilayah yang menjadi wilayah pengaruhnya (hinterland)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pesat pada dua dekade belakangan ini. Pesatnya pembangunan di Indonesia berkaitan

BAB I PENDAHULUAN. pesat pada dua dekade belakangan ini. Pesatnya pembangunan di Indonesia berkaitan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan wilayah di Indonesia menunjukkan pertumbuhan yang sangat pesat pada dua dekade belakangan ini. Pesatnya pembangunan di Indonesia berkaitan dengan dua

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Pada bab ini akan diuraikan mengenai kesimpulan studi berupa temuantemuan yang dihasilkan selama proses analisis berlangsung yang sesuai dengan tujuan dan sasaran studi,

Lebih terperinci

BAB VII RENCANA. 7.1 Mekanisme Pembangunan Rusunawa Tahapan Pembangunan Rusunawa

BAB VII RENCANA. 7.1 Mekanisme Pembangunan Rusunawa Tahapan Pembangunan Rusunawa BAB VII RENCANA 7.1 Mekanisme Pembangunan Rusunawa 7.1.1 Tahapan Pembangunan Rusunawa Agar perencanaan rumah susun berjalan dengan baik, maka harus disusun tahapan pembangunan yang baik pula, dimulai dari

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tourism Center adalah 10,1%. Jumlah tersebut setara dengan US$ 67 miliar,

I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tourism Center adalah 10,1%. Jumlah tersebut setara dengan US$ 67 miliar, 34 I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, yang memiliki sekitar 17.504 pulau, dengan panjang garis pantai kurang lebih 91.524 km, dan luas perairan laut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia memiliki potensi besar dalam lingkup pariwisata.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia memiliki potensi besar dalam lingkup pariwisata. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia memiliki potensi besar dalam lingkup pariwisata. Pariwisata merupakan bagian dari sektor industri yang memiliki prospek dan potensi cukup besar untuk

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN Bab ini merupakan kesimpulan akhir dari studi yang dilakukan dan beberapa saran dan rekomendasi terhadap studi lanjutan pengembangan pariwisata daerah studi. Kesimpulan berupa

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ketahanan pangan merupakan hal yang sangat penting dalam rangka pembangunan

Lebih terperinci