PELAKSANAAN PRINSIP KEHATI-HATIAN DALAM PERJANJIAN KREDIT (STUDY KASUS DI BANK NTB)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PELAKSANAAN PRINSIP KEHATI-HATIAN DALAM PERJANJIAN KREDIT (STUDY KASUS DI BANK NTB)"

Transkripsi

1 JURNAL ILMIAH PELAKSANAAN PRINSIP KEHATI-HATIAN DALAM PERJANJIAN KREDIT (STUDY KASUS DI BANK NTB) Oleh : Rizky Maulana Harja D1A FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MATARAM 2013

2 Halaman Pengesahan Jurnal Ilmiah PELAKSANAAN PRINSIP KEHATI-HATIAN DALAM PERJANJIAN KREDIT (STUDY KASUS DI BANK NTB) Oleh : Rizky Maulana Harja D1A Menyetujui Mataram, April 2013 Pembimbing Pertama, H. Zainal Arifin Dilaga, SH.,M.Hum (NIP )

3 PELAKSANAAN PRINSIP KEHATI-HATIAN DALAM PERJANJIAN KREDIT (STUDY KASUS DI BANK NTB) Rizky Maulana Harja D1A ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pelaksanaan prinsip kehati-hatian dalam perjanjian kredit pada Bank NTB dan perlindungan hukum bagi bank dalam perjanjian kredit apabila terjadi kredit macet. Penelitian ini menggunakan metode pendekatan kualitatif dalam menjawab pertanyaan penelitian. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan peraturan perundang-undangan, pendekatan konseptual, dan pendekatan empiris. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa bentuk pelaksanaan prinsip kehati-hatian dalam perjanjian kredit pada NTB yang pertama kali dilakukan oleh Bank NTB adalah mengenal terlebih dahulu calon debitur/peminjam cara dilakukan oleh bank. Melalui perjanjian kredit yang telah disepakati oleh kedua belah pihak, bank NTB juga telah memberikan perlindungan hukum bagi bank apabila terjadi kredit macet. Berdasarkan kesimpulan di atas, dapat disarankan agar Bank NTB selaku bank daerah yang termasuk dalam Badan Usaha Milik Daerah BUMD untuk terus menerus menerapkan prinsip kehati-hatian dalam perjanjian kreditnya guna mengurangi atau mengatasi resiko yang akan menyebabkan terjadinya kerugian bank, seperti halnya kredit macet dan dapat mewujudkan sistem perbankan yang sehat, dan menguntungkan. Kata Kunci: Prinsip Hati-hati, Perjanjian Kredit. THE IMPLEMENTATION OF THE PRINCIPLE OF PRUDENCE IN LOAN-AGREEMENT (A CASE STUDY AT THE NTB BANK) ABSTRACT This study is aimed at knowing the implementation of the principle of prudence in a loanagreement at NTB Bank and the legal aspect of the bank in the agreement when a stucked-loan occurred. This study employs qualitative approach to respond the research questions given. It seeks for the answer by studying the regulation, conceptual approach, and empirical study. Based on this study, it can be implied that the implementation of the principle of prudence in a loan-agreement at NTB Bank that initially conducted by the bank is to know the applicant first. Through a loan-agrrement between two parties, the bank also has given the legal aspect of the bank due to a failure in the liability.

4 According to the conclusion, it is suggested that the NTB Bank as the provincial governmental corporation to keep implementing the principle of prudence in any loan-agreement to avoid risk that can cause loss for the bank, like in a stucked-loan, and can encourage a wellmanaged banking system with the profit. Keywords: the Pinciple of Prudence, Loan-agreement

5 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada dasarnya tujuan dan hakikat pembangunan nasional yaitu untuk menciptakan masyarakat yang adil dan makmur, dan tujuan ini sudah teracantum dalam pembukaan UUD 1945 yakni melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Untuk itu pemerintah melalui berbagai sektor yang ada terus menerus mendorong percepatan peningkatan kesejahteraan. Salah satu sektor yang memiliki peranan dan berpengaruh signifikan terhadap perekonomian bangsa adalah sektor perbankkan karena disamping sebagai alat vital dalam menyelenggarakan transaksi pembayaran, baik Nasional maupun Internasional, bank juga berperan sebagai alat transmisi kebijakan moneter. Pengertian Bank sesuai dengan Pasal 1 ayat (2) Undang -Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. 1 Oleh sebab itu Bank memberikan suatu pinjaman kepada masyarakat dalam bentuk Kredit, penyaluran kredit merupakan kegiatan usaha yang mendominasi pengalokasian dana bank. Dana-dana yang dihimpun dari masyarakat, kemudian disalurkan kembali oleh pihak bank kepada pihak-pihak yang membutuhkan dana, baik untuk tujuan konsumsi maupun 1 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan,

6 sebagai modal kerja. Penggunaan dana untuk penyaluran kredit ini mencapai 70 persen sampai 80 persen dari volume usaha bank. Oleh karena itu sumber utama pendapatan bank berasal dari kegiatan penyaluran kredit dalam bentuk pendapatan bunga. Memperhatikan peranan lembaga perbankan yang demikian strategis dalam mencapai tujuan Pembangunan Nasional, maka terhadap lembaga perbankan perlu senantiasa dilakukan pembinaan dan pengawasan yang efektif dengan didasari oleh landasan gerak yang kokoh agar lembaga perbankan di Indonesia mampu berfungsi secara efisien dan mampu menghadapi persaingan yang semakin global serta menyalurkan dana masyarakat ke bidang yang produktif bagi pencapaian sasaran pembangunan. Bisnis perbankan merupakan bisnis penuh risiko. Pada satu sisi, bisnis ini menjanjikan keuntungan besar apabila dikelola secara baik dan hati-hati. Sebaliknya, menjadi penuh risiko karena aktivitasnya sebagian besar mengandalkan titipan masyarakat, baik dalam bentuk tabungan, giro maupun deposito. Besarnya peran yang diemban oleh sektor perbankan, bukan berarti membuka peluang sebebas-bebasnya bagi siapa saja untuk mendirikan, mengelola ataupun menjalankan bisnis banknya tanpa didukung atau diback-up dengan aturan perbankan yang baik dan sehat. Pemerintah melalui otoritas keuangan dan perbankan berwenang menetapkan aturan dan tanggung jawab melakukan pengawasan terhadap jalannya usaha dan aktivitas perbankan. Oleh karenanya kebijakan pemerintah dibidang perbankan harus diarahkan pada upaya mewujudkan perbankan yang sehat, kuat dan kokoh. Hal ini penting dalam pengembangan infrastruktur keuangan dalam rangka mengatasi kesenjangan antara tabungan dan investasi

7 tetapi juga berperan penting dalam memelihara kestabilan ekonomi makro melalui keterkaitannya dengan efektivitas kebijakan moneter 2. Pemerintah telah cukup mencurahkan perhatian pada penyempurnaan peraturanperaturan hukum di bidang perbankan. Mulai dari undang-undang hingga peraturan yang sifatnya teknis sudah cukup tersedia. Bahkan peraturan yang berhubungan dengan prinsip kehati-hatian pun ( prudential regulation) sudah sangat memadai. Namun demikian, kelengkapan peraturan terutama menyangkut prinsip kehati-hatian tidaklah cukup untuk dijadikan ukuran bahwa perbankan nasional lepas dari segala permasalahan. Salah satu faktor yang membuat system perbankan nasional keropos adalah akibat perilaku para pengelola dan pemilik bank yang cendrung mengeksploitasi dan atau mengabaikan prinsip kehati-hatian dalam berusaha. Disamping faktor penunjang lain yakni lemahnya pengawasan dari Bank Indonesia (BI). 3 Pelaksanaan prinsip kehati-hatian merupakan hal penting guna mewujudkan system perbankan yang sehat, kuat dan kokoh. Krisis perbankan yang melanda Indonesia sepanjang tahun 1997 hingga saat ini menunjukkan betapa lemahnya komitmen untuk melaksanakan prinsip kehati-hatian dikalangan pelaku bisnis perbankan. Oleh karena itu, dukungan control terhadap aktivitas perbankan oleh Bank Indonesia ( BI) dengan kewajiban melaksanakan prinsip kehati-hatian merupakan solusi terbaik dalam rangka menjaga dan mempertahankan eksistensi perbankan, yang pada akhirnya menumbuhkan kepercayaan masyarakat kepada industri perbankan itu sendiri. 2 Syahril Sabirin, Upaya Keluar dari Krisis Ekonomi dan Moneter, Orasi Ilmiah Disampaikan pada Acara Wisuda Sarjana Universitas Muhammadiyah Sumatra Barat pada Tanggal 29 September 2001 di Padang, hal Susidarto, Reposisi Pengawasan Bank, dalam http: www. kompas. Comcetak/0204/26/opini/menu33.htm. di akses pada tanggal 23 juni 2012

8 Dalam perkembangannya kegiatan usaha di dunia perbankan tidak selalu berjalan dengan baik. Hal tersebut dapat dilihat pada masalah-masalah yang sering terjadi dalam kegiatan usaha bank, misalnya saja dalam hal kewajiban untuk melakukan pembayaran kredit dari pihak nasabah yang telah jatuh tempo yang tidak dilakukan secara profesional dengan berbagai alasan sehingga dapat merugikan pihak bank dalam melakukan berbagai transaksi lainnya. Penyaluran kredit yang diterapkan oleh Bank NTB yaitu dengan memberikan kredit kepada nasabah debiturnya dengan jumlah yang diusulkan oleh nasabah tentu telah diperhitungkan secara cermat, karena kredit yang diberikan mengandung resiko, sehingga dalam pelaksanaannya bank harus memperhatikan asas-asas perkeriditan yang sehat. Untuk mengurangi resiko terjadinya kredit macet. Selain itu faktor yang harus diperhatikan oleh bank, untuk memperoleh keyakinan tersebut sebelum memberikan pinjaman kepada nasabah, bank harus melakukan penilaian terhadap debitur terlebih dahulu. Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan yaitu : 1) Bagaimana pelaksanaan prinsip kehati-hatian dalam perjanjian kredit pada Bank NTB? 2) Bagaimana perlindungan hukum bagi bank dalam perjanjian kredit apabila terjadi kredit macet?. Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah :1) Untuk mengetahui pelaksanaan prinsip kehati-hatian dalam perjanjian kredit pada Bank NTB.2) Untuk mengetahui perlindungan hukum bagi bank dalam perjanjian kredit apabila terjadi kredit macet. Adapun beberapa manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah :1) Manfaat secara teoritis yaitu untuk menambah wawasan dan wacana serta memberikan masukan bagi kemajuan ilmu hukum, khususnya dalam hukum perbankan yang berkaitan dengan pelaksanaan prinsip kehati-hatian dalam perjanjian kredit bank.

9 2) Manfaat secara praktis penelitian ini berguna sebagai informasi dan sekaligus memberikan solusi kepada masyarakat pada umumnya bahwa bank sebagi lembaga pinjaman tidak memberikan pinjaman secara mudah bagi nasabah dalam hal ini debitur, oleh sebab itu bank menerapkan prinsip kehati-hatian agar menghindari adanya kredit macet. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian Normatif dengan Penelitian Sosiologis Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: Pendekatan peraturan Per-Undang- Undangan (statute approach). Pendekatan konseptual (conceptual approach).pendekatan empiris. PEMBAHASAN A. Pelaksanaan Prinsip Kehati-Hatian Dalam Perjanjian Kredit Pada NTB. 1. Prinsip Kehati-Hatian (Prudential Banking) Perinsip kehati-hatian (prudential banking) Merupakan suatu prinsip yang penting dalam praktek dunia perbangkan di Indonesia sehingga wajib diterapkan atau dilaksanakan oleh dalam menjalankan kegiatan usahanya. Istilah prudent sangat terkait dengan pengawasan dan manajemen bank. Kata prudent itu sendiri secara harafiah dalam bahasa Indonesia berarti bijaksana, namun dalam dunia perbankan istilah itu digunakan untuk asas kehati-hatian. Prinsip kehati- hatian tersebut mengharuskan pihak bank selalu berhati-hati dalam menjalankan kegiatan usahanya, dalam arti khusus selalu konsisten dalam melaksanakan peraturan perundang-undangan dibidang perbankan berdasarkan profesionalisme dan itikad baik. Pengertian prinsip kehati-hatian adalah prinsip pengendalian resiko melalui penerapan peraturan perundang-undangan ketentuan yang berlaku secara konsisten. Tujuan dari penerapan prinsip kehati-hatian ini adalah untuk menjaga keamanan, kesehatan, dan kestabilan sistem perbankan.

10 Sedangkan dalam penjelasan Pasal 4 ayat 1 Undang Undang Nomor 4 Tahun 1999 tentang Lalu Lintas Devisa dan Sistem Nilai Tukar, dinyatakan bahwa prinsip kehati-hatian adalah salah satu upaya untuk meminimalkan risiko usaha dalam pengolalaan bank, baik melalui ketentuan yang diterapkan oleh Bank Indonesia maupun ketentuan intern bank yang bersangkutan. 2. Dasar Hukum Prinsip Kehati-hatian (Prudential Banking) Meskipun Undang Undang Perbankan tidak menjelaskan secara pasti mengenai pengertian prinsip kehati hatian ( prudentian banking) secara eksplisit tersiat pada Undang Undang nomor 10 Tahun 1998 perubahan atas Undang Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan yaitu pada Pasal 29 ayat 2, 3 dan 4 yang menyatakan : a. ayat 2 : Bank wajib memelihara tingkat kesehatan bank sesuai dengan ketentuan kecukupan modal, kualitas aset, kualitas manajemen, likuiditas, rentabilitas, solvalibitas, dan aspek lain yang berhubungan dengan usaha bank, dan wajib melakukan kegiatan usaha sesuai dengan prinsip kehati hatian. b. ayat 3 : Dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah dan melakukan kegiatan usaha lainnya, bank wajib menempuh cara cara yang tidak merugikan bank dan kepentingan nasabah yang memecayakan dananya kepada bank. c. ayat 4 : Untuk kepentingan nasabah, bank wajib menyediakan informasi mengenai kemungkinan terjadinya resiko kerugian sehubungan dengan transaksi nasabah yang dilakukan melalui bank.

11 3. Rambu-Rambu Kesehatan Bank (Prudential Standarts) Prinsip kehati-hatian dalam pelaksanaannya mengacu pada suatu ketetapan atau ramburambu guna menjaga kegiatan usaha bank agar tetap sehat dan stabil. Rambu-rambu kesehatan bank atau disebut prudential standarts bertujuan agar bank dapat melakukan kegiatan usahannya dengan aman sehingga bank dalam keadaan sehat. Selain itu juga harus ada rambu-rambu kesehatan bank yang harus diterapkan antara lain: 1. Analisis Pembiayaan Bank harus mengajukan penilaian awal saat nasabah mengajukan permohonan pembiayaan dengan pedoman kepada 5C, 4P, 3R yaitu Character,Capital, Capacity, Collateral, Condition of Economy, Party, Purpose, Profiliability, Returns, repayment, dan Risk Bearing Ability nasabah pemohon. 2. Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK) Latar belakang ditetapkannya ketentuan batas Maksimum pemberian kredit (BMPK) adalah agar bank melakukan penyebaran resiko dalam penanaman dananya sedemikian rupa agar tidak terpusat pada peminjam, kelompok peminjam,atau bahkan sector-sektor tertentu. Konsentrasi pemberian kredit dapat mengakibatkan resiko yang sangat besar bagi bank. Itulah sebabnya Undang-Undang Perbankan mengatur secara eksplisit ketentuan Batas Maksimum Pemberian Kredit. Di dalam Pasal 11 ayat (1) Undang -undang Nomor 7 tahun 1992 tentang perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 menyebutkan bahwa bank Indonesia menetapkan ketentuan mengenai batas maksimum pemberian kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah, pemberian jaminan, penempatan investasi surat berharga atau hal lain yang serupa, yang dapat dilakukan oleh bank kepada peminjam atau sekelompok peminjam yang terkait, termasuk pada perusahaan-perusahaan dalam kelompok yang sama dengan bank yang bersangkutan. Selain itu juga pihak bank khususnya pihak bank NTB menerapkan tatacara pemberian kredit yang sehat agar menghindari terjadinya kredit macet yaitu: 1) Pemberian kredit harus mengacu pada prinsip kehati-hatian ( prudentian banking).

12 2) Pesetujuan memutus kredit diberikan dengan menetapkan four eyes principal, yang mensyaratkan adanya persetujuan pejabat yang berwenang dari sisi analisa resiko kredit. 3) Sebelum memutuskan untuk memberikan kredit,bank harus mengetahui dan memperoleh informasi yang baik dan memadai mengenai kondisi usaha dan reputasi calon debitur serta kemauan dan kemampuan debitur dalam memenuhi seluruh kewajibannya tepat waktu. Selain itu berdasarkan hasil wawancara dengan bapak Bambang Larangan pemberian kredit dilihat berdasarkan kreteria debitur Pemberian kredit (dalam mata uang rupiah/valas) tidak diperkenankan untuk debitur dengan kreteria sebagi berikut : a) Warga Negara asing (WNA) b) Badan hukum asing/badan asing lainnya. c) Warga Negara Indonesia yang memiliki status penduduk tetap (permanent resident) dinegara lain dan tidak berdomisili di Indonesia. d) Kantor bank/badan hukum Indonesia luar negeri. Jadi di dalam memberikan pinjaman kepada deditur maka pihak bank harus melihat secara teliti apakah pihak debitur tersebut layak untuk di berikan pinjaman atau tidak, dan di dalam pemberian pinjaman pihak bank juga menerapkan pinjaman dalam bentuk jaminan kepada debitur, jaminan seperti jaminan Sertifikat Tanah dan Bangunan. Hak dan kewajiban masing-masing pihak dalam perjanjian kredit NTB Mitra Usaha Rakyat telah ditentukan dalam Surat Perjanjian Kredit. Hak dan kewajiban tersebut yaitu: a. Hak-hak NTB Mitra Usaha Rakyat 1. Berhak menerima dana atau uang dari pengembalian kredit yang terdiri dari angsuran pokok dan bunga setiap bulan. 2. Berhak menerima pembayaran denda sebesar 4% dari total angsuran yang tertunggak apabila penerima kredit terlambat membayar angsuran. 3. Berhak menerima finalty sebesar 2 kali pembayaran angsuran apabila penerima kredit melunasi pinjamannya sebelum jatuh tempo. b. Kewajiban NTB Mitra Usaha Rakyat 1) Wajib memberikan dana atau uang kepada nasabah yang telah disetujui permohonan kreditnya.

13 2) Memberikan informasi kepada nasabah debitur apabila terjadi kenaikan bunga dalam waktu tertentu dalam batas kewajaran selambat-lambatnya 2 (dua) bulan sebelum berlakunya tingkat suku bunga yang baru. c. Hak-hak Debitur NTB Mitra Usaha Rakyat 1) Berhak menerima dana atau uang dari Bank yang merupakan realisasi atas permohonan kredit yang telah diajukan sebelumnya. 2) Berhak untuk mengetahui besarnya bunga kredit yang ditetapkan oleh pihak bank. d. Kewajiban Debitur NTB Mitra Usaha Rakyat 1) Wajib membayar angsuran kredit yang terdiri dari angsuran pokok dan bunga setiap bulan. 2) Wajib membayar bunga kredit sebesar 4% dari total angsuran yang tertunggak apabila penerima kredit terlambat membayar angsuran. 3) Wajib membayar denda sebesar 2 kali pembayaran angsuran apabila penerima kredit melunasi pinjamannya sebelum jatuh tempo. Di dalam Perjanjian Kredit (PK) tersebut dinyatakan bahwa bank dan nasaba h telah saling setuju untuk membuat, melaksanakan, dan mematuhi perjanjian ini dengan syarat-syarat dan ketentuan-ketentuan yang telah dijelaskan di dalam Perjanjian Kredit (PK). Selain itu, berdasarkan hasil wawancara yang penulis lakukan dengan Bapak Bambang selaku karyawan Bank NTB ternyata bank NTB memiliki beberapa cara tersendiri untuk mencegah terjadinya kredit macet. Ada beberapa cara yang dilakukan oleh bank NTB yaitu dengan jalan penyuluhan, baik terhadap petugas bank maupun debitur, sehingga mereka mau mengelola hutangnya dengan baik dan pengawasan langsung ke lapangan oleh pihak bank untuk melihat perkembangan usaha yang dimiliki oleh debitur. Maka dapat dikatakan dalam hal ini pihak bank tidak tinggal diam, karena pihak bank juga ikut serta dalam memberikan kemampuan kepada nasabah debitur dengan cara sebagai berikut: 1. Tahap survei usaha Tahap survei usaha ini merupakan tahap terpenting yang harus dilakukan oleh pihak bank NTB dalam memberikan Kredit Tanpa Agunan kepada calon nasabah debiturnya. Kredit Tanpa Agunan ini diluncurkan oleh pihak NTB khusus kepada calon nasabahnya yang memiliki usaha yang terus bergerak

14 setiap harinya. Pada saat calon debitur mengajukan permohonan kredit maka tahap yang paling penting adalah survei usaha, survei ini langsung dilakukan karyawan Bank NTB yang secara khusus memiliki tugas untuk mengawasi calon debiturnya yang mengajukan permohonan kredit. Survei ini bertujuan untuk mengetahui apakah calon debitur itu layak mendapat Kredit Tanpa Agunan atau tidak, survei ini juga bertujuan untuk menentukan besarnya kredit yang bisa diperoleh debitur calon debitur, survei usaha calon debitur yang dilakukan oleh pihak bank NTB tidak berhenti dengan mendatangi tempat usaha calon debitur saja melainkan dengan cara meminta informasi tentang kegiatan apa yang sedang dijalani oleh calon debitur, seberapa besar perkembangan usaha tersebut dan bagaimana watak dari calon debitur tersebut. Untuk memperoleh informasi lengkap tentang calon debiturnya, pihak bank NTB tidak hanya melakukan wawancara saja, namun pihak bank NTB juga meminta Informasi Debitur Individual (IDI) yang dic ari dengan sistem online yang diperoleh dari Bank Indonesia. Sistem ini akan menyajikan informasi tentang geliat ekonomi calon debitur, sistem ini mampu memberi informasi tentang karakter calon debitur, karena dengan menggunakan informasi ini akan terlihat di lembaga keuangan mana saja si calon debitur pernah mendapatkan kredit serta penilaian lembaga keuangan di tempat ia mendapatkan kredit. Informasi seperti ini adalah sangat penting bagi bank NTB karena ini akan menjadi bahan pertimbangan dsalam menetukan jumlah kredit yang akan diberikan kepada calon debitur tersebut. Informasi ini juga sebagai alasan

15 pemberian kepercayaan awal bagi calon debitur oleh bank NTB. Jadi, survei usaha tidak hanya bertujuan untuk melihat usaha apa yang sedang dijalani tetapi untuk melihat karakter calon debitur itu sendiri. 2. Pelatihan dan Pengembangan Keterampilan Dalam hal ini pihak bank setiap bulannya melakukan suatu seminar pelatihan dan pengembangan keterampilan dengan cara mengundang beberapa nasabah debiturnya guna untuk memperkembangkan suatu usaha yang dimiliki oleh pihak nasabah debiturnya. Dalam pelatihan ini pihak bank memberikan suatu yang sangat efektif kepada nasabah debiturnya karena pihak bank memberikan pelatihan pengembangan usaha, temu pengusaha sukses, dan pasang iklan usaha dengan cuma-cuma tanpa dipungut biaya. Semua hal yang dilakukan tersebut yang membiayai adalah pihak bank itu sendiri. Jadi, ini adalah salah satu upaya yang dilakukan oleh pihak bank untuk mencegah terjadinya kredit macet kepada nasabah debiturnya. 3. Tabungan antar jemput (Tabungan Mitra Usaha) Tabungan antar jemput ini merupakan cara yang dimiliki oleh pihak Bank NTB Mitra Usaha Rakyat untuk mencegah terjadinya kredit macet kepada nasabah debiturnya, karena dalam hal ini pihak nasabah yang diutamakan adalah nasabah debitur yang menerima fasilitas kredit dari bank NTB Mitra Usaha Rakyat dan pihak bank dengan sengaja menyarankan kepada nasabah debitur dengan cara menabung untuk setiap harinya dengan didatangi langsung oleh karyawan bank NTB itu sendiri ke tempat usahanya. 4 4 Wawancara dengan Bapak Bambang selaku Divisi Kepatuhan di Bank NTB, tanggal 26 September 2012

16 Dalam hal ini dirasa sangat efektif oleh pihak bank karena ini merupakan salah satu cara yang dilakukan oleh pihak bank agar memperkecil terjadinya kredit macet dari nasabah debitur yang konsekuensinya dapat merugikan bank. Sehingga dalam hal ini pembinaan mutlak diperlukan oleh pihak bank dalam mengembangkan usaha debitur. Sesuai dengan hasil wawancara dengan Bapak Bambang selaku Direksi Kredit di Bank NTB, beliau mengatakan bahwa untuk mencegah agar tidak terjadinya kredit macet maka sangat penting peran notaris di dalam pelaksanaan prinsip kehati-hatian dalam perjanjian kredit karena setiap perjanjian yang akan dibuat/dilakukan antara pihak Bank dan Debitur/Peminjam harus ada perjanjian yang akan disahkan oleh notaris. Peranan notaris dalam perjanjian kredit guna memenuhi prinsip kehati-hatian, karena bank memegang peranan yang amat penting sebagai sumber permodalan dan perantara keuangan. Sebagai lembaga keuangan, bank amat dibutuhkan masyarakat karena itu aktivitas dan kegiatan perbankan harus diselenggarakan secara selaras, teratur dan berencana mengacu kepada kebijakan dan peraturan yang telah dikeluarkan oleh Pemerintah, khususnya Peraturan Bank Indonesia. Dalam menjalankan kegiatannnya Bank banyak menggunakan dana masyarakat jika tidak dikelola dengan baik dalam menjalankan fungsi intermedianya atau salah urus salah satunya dalam bentuk pemberian kredit risiko yang dihadapi akan berakhir menjadi kredit macet. Kredit macet dapat disebabkan oleh berbagai variable yang mempengaruhinya untuk itu tindakan Bank harus berhati-hati dalam menyalurkan kreditnya jika salah urus, Asset Bank akan berkurang karena biaya yang dikeluarkan sangat mahal dalam jangka panjang akan berdampak

17 luas terhadap kelangsungan operasional bank. Untuk itu pemakalah mencoba mengangkat issue dalam permasalahan hukum Peran Notaris sebagai Mitra Bank Dalam Pengikatan Aguna Kredit. Peran Notaris sangat diperlukan dalam pengikatan agunan tambahan di Bank, jika kredit yang disalurkan berjalan normal tepat lunas pada waktunya bank terhindar dari resiko, namum jika kredit yang disalurkan tidak berjalan mulus salah satu penyebabnya terjadi pengikatan agunan yang tidak sempurnya yang dilakukan oleh Notaris, maka Bank akan berisiko menanggung kerugian. B. Perlindungan Hukum Bagi Bank Dalam Perjanjian Kredit Apabila Terjadi Kredit Macet Berbicara mengenai perlindungan hukum maka Menurut Philipus M. Hadjon yang dikutip oleh I Putu Pasek Bagiartha mengemukakan bahwa perlindungan hukum yaitu sebagai berikut: 5 Suatu perlindungan yang diberikan terhadap subyek hukum dalam bentuk perangkat hukum baik yang bersifat preventif maupun yang bersifat represif, baik yang tertulis maupun tidak tertulis. Dengan kata lain perlindungan hukum sebagai suatu gambaran dari fungsi hukum, yaitu konsep di mana hukum dapat memberikan suatu keadilan, ketertiban, kepastian, kemanfaatan, kedamaian, ketentraman bagi segala kepentingan manusia yang ada di dalam masyarakat. Menurut Sudikno Mertokusumo memberikan gambaran terhadap pengertian perlindungan hukum yaitu sebagai berikut: 6 Segala upaya yang dilakukan untuk menjamin adanya kepastianhukum yang didasarkan pada keseluruhan peraturan atau kaidah-kaidah yang ada dalam suatu kehidupan bersama. Keseluruhan peraturan itu dapat dilihat baik dari Undang- Undang maupun ratifikasi konvensi internasional. Pada dasarnya perlindungan hukum dapat dibedakan menjadi dua yaitu: 7 5 Philipus M. Hadjon dalam I Putu Pasek Bagiartha, Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Atas Pemberlakuan Kontrak Baku Ditinjau Dari Perspektif Hukum Perjanjian, (Tesis Magister Hukum Universitas Mataram, 2011), hal Ibid.

18 Perlindungan hukum yang preventif dan perlindungan hukum yang represif. Perlindungan hukum yang preventif bertujuan untuk mencegah terjadinya sengketa, sedangkan perlindungan hukum yang represif bertujuan untuk menyelesaikan sengketa. Perlindungan hukum yang preventif mengandung arti yang sangat besar karena mendorong pihak pengambil kebijakan atau regulator untuk senantiasa bersikap hati-hati dalam mengambil keputusan. Sarana perlindungan hukum yang sifatnya preventif lebih diarahkan pada usaha-usaha untuk mencegah atau sekurang-kurangnya mengurangi terjadinya sengketa. Dalam hal ini, mekanisme preventif meliputi kewajiban organ administrasi untuk memberikan informasi dan adanya hak untuk didengar bagi masyarakat. Penerapan kedua aspek ini dalam praktiknya akan menggambarkan terciptanya jalur komunikasi dua arah yang sejalan dengan asas keselarasan dan asas kerukunan. Perlindungan hukum yang sifatnya represif lebih menekankan pada upaya penindakan atau penghukuman. Dalam upaya represif lebih tepat apabila dilakukan oleh aparat penegak hukum dengan mengefektifkan sanksi baik perdata maupun pidana yang telah diatur dalam peraturan perundang-undangan. Menurut Ru bai dan Astuti, sanksi pada umumnya merupakan alat pemaksa agar seseorang mentaati norma-norma yang berlaku. Melalui mekanisme penerapan sanksi diharapkan agar seluruh lapisan masyarakat menjadi lebih sadar hukum dalam bertindak. 8 Pengertian kredit macet sesuai dengan Penggolongan kualitas kredit menurut Surat Keputusan Direktur Bank Indonesia No. 30/267/KEP/DIR tersebut adalah sebagai berikut sesuai dengan kriterianya: 9 7 Ibid.hal Ibid, hal. 19

19 1) Terdapat tunggakan angsuran pokok dan atau bunga yang telah melampaui 270 hari (dua ratus tujuh puluh) hari: atau 2) Kerugian operasional ditutup dengan pinjaman baru; atau 3) Dari segi hukum maupun kondisi pasar, jaminan tidak dapat dicairkan pada nilai wajar. Lebih lanjut pengertian kredit macet dinyatakan oleh Gatot Supramono, bahwa kredit macet adalah suatu keadaan di mana seorang nasabah tidak mampu membayar lunas kredit bank tepat pada waktunya, hal ini dapat berupa: 10 a. Nasabah sama sekali tidak dapat membayar angsuran kredit beserta bunganya; b. Nasabah membayar sebagian angsuran kredit beserta bunganya; c. Nasabah membayar lunas kredit beserta bunganya setelah jangka waktu yang diperjanjikan berakhir. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya kredit macet yang berasal dari nasabah, antara lain: 11 1) Nasabah Menyalahgunakan Kredit Yang Diperoleh Setiap kredit yang diperoleh nasabah telah diperjanjikan tujuanpemakainnya sehingga nasabah harus mempergunakan kredit sesuai dengan tujuannya, Pemakaian kredit yang menyimpang, misalnya kredit untuk pengangkutan dipergunakan untuk pertanian akan mengakibatkan usaha nasabah gagal. 2) Nasabah Kurang Mampu Mengelola Usaha Hal ini dapat terjadi karena nasabah yang kurang menguasai bidang usaha, karena nasabah mampu menyakinkan bank akan keberhasilan usahanya. Akibatnya usaha yang dibiayai dengan kredit tidak dapat berjalan dengan baik. 3) Nasabah Beritikad Tidak Baik Ada sebagian nasabah yang sengaja dengan segala daya upaya mendapatkan kredit tetapi setelah kredit diterima untuk kepentingan yang tidak dapat dipertanggungajawabkan. Nasabah sejak awal tidak berniat mengembalikan kredit walaupun dengan resiko apapun, biasanya sebelum kredit jatuh tempo nasabah sudah melarikan diri untuk menghindari tanggungjawab. Selain itu juga Dalam Pasal 1 huruf (c) Surat Keputusan Bank Indonesia Nomor 31/150/KEP/DIR disebutkan bahwa yang dimaksud dengan restrukturisasi kredit adalah 9 Hermansyah, Op.Cit., hal Gatot Supramono, Perbankan Dan Masalah Kredit Suatu Tinjauan Yuridis, Djambatan, Jakarta, 1996, hal Ibid. hal. 133

20 upaya yang dilakukan bank dalam kegiatan usaha perkreditan agar debitur dapat memenuhi kewajibannya yang dilakukan antara lain melalui: Penurunan suku bunga kredit, 2. Pengurangan tunggakan bunga kredit, 3. Pengurangan tunggakan pokok kredit, 4. Perpanjangan jangka waktu kredit, 5. Penambahan fasilitas kredit, 6. Pengambilalihan asset debitur sesuai dengan ketentuan yang berlaku, 7. Konversi kredit menjadi penyertaan modal sementara pada perusahaan debitur. Prosedur Dalam Pemberian Kredit, Prosedur pemberian dan penilaian oleh dunia perbankan secara umum antara bank yang satu dengan bank yang lain tidak jauh berbeda. Yang menjadi perbedaan mungkin hanya terletak dari prosedur dan persyaratan yang ditetapkan dengan pertimbangan masing-masing. Prosedur pemberian kredit secra umum, menurut Kasmir mengemukakan bahwa dapat dibedakan antara pinjaman perseorangan dengan pinjaman oleh suatu badan hukum, kemudian dapat pula ditinjau dari segi tujuannya apakah untuk konsumtif atau produksi. 13 Secara umum prosedur pemberian kredit oleh bank sebagai berikut: Pengajuan Berkas-berkas. Dalam hal ini pemohon kredit mengajukan permohonan kredit yan dalam suatu proposal, kemudian dilampiri dengan berkas-berkas lainnya yang dibutuhkan. Pengajuan proposal kredit hendaknya berisi antara lain; a. Latar belakang perusahaan atau riwayat hidup singkat seseorang, jenis bidang usaha, nama pengurus berikut pengetahuan dan pendidikannya, perkembangan perusahaan. b. Maksud dan tujuan, apakah untuk memperbesar omset penjualan atau meningkatkan kapasitas produksi, serta tujuan lainnya. c. Besarnya kredit dan jangka waktu, dalam hal ini pemohon menentukan besarnya humlah kredit yang ingin diperoleh dan jangka waktu kreditnya d. Cara Pemohon mengembalikan kredit, dijelaskan sacara rinci tentang cara-cara nasabah mengembalikan kreditnya. 12 Ibid, hal Kasmir, Bank Dan Lembaga Keuangan Lainnya, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2004 Hal Ibid, hal

BAB I PENDAHULUAN. Perbankan Nomor 10 Tahun Menurut Pasal 1 ayat 2

BAB I PENDAHULUAN. Perbankan Nomor 10 Tahun Menurut Pasal 1 ayat 2 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengertian bank secara otentik telah dirumuskan di dalam Undangundang Perbankan 7 Tahun 1992 yang telah diubah menjadi Undangundang Perbankan Nomor 10 Tahun

Lebih terperinci

KEGIATAN BANK DALAM PENGHIMPUNAN DANA MASYARAKAT. Oleh : Fatmah Paparang 1

KEGIATAN BANK DALAM PENGHIMPUNAN DANA MASYARAKAT. Oleh : Fatmah Paparang 1 KEGIATAN BANK DALAM PENGHIMPUNAN DANA MASYARAKAT Oleh : Fatmah Paparang 1 A. PENDAHULUAN Dalam berbagai teksbook yang lama, selalu dikemukakan bahwa kegiatan utama dari suatu Bank adalah menghimpun dana

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 8 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kredit Macet 1. Pengertian Kredit Istilah kredit berasal dari bahasa Yunani Credere yang berarti kepercayaan, oleh karena itu dasar dari kredit adalah kepercayaan. Seseorang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Mulyadi (2012:5), prosedur adalah urutan kegiatan klerikal yang

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Mulyadi (2012:5), prosedur adalah urutan kegiatan klerikal yang BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Prosedur Menurut Mulyadi (2012:5), prosedur adalah urutan kegiatan klerikal yang melibatkan beberapa orang dalam suatu departemen atau lebih, yang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. Menurut Sinungan (1991 : 46), tentang kredit sebagai berikut :

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. Menurut Sinungan (1991 : 46), tentang kredit sebagai berikut : BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Kredit 2.1.1.1 Pengertian Kredit Menurut Sinungan (1991 : 46), tentang kredit sebagai berikut : Permberian prestasi oleh

Lebih terperinci

CONTOH SURAT PERJANJIAN KREDIT

CONTOH SURAT PERJANJIAN KREDIT CONTOH SURAT PERJANJIAN KREDIT PERJANJIAN KREDIT Yang bertanda tangan di bawah ini : I. ------------------------------------- dalam hal ini bertindak dalam kedudukan selaku ( ------ jabatan ------- ) dari

Lebih terperinci

BAB II PRINSIP KEHATI-HATIAN DALAM PEMBERIAN KREDIT. E. Latar Belakang dan Pengertian Prinsip Kehati-Hatian

BAB II PRINSIP KEHATI-HATIAN DALAM PEMBERIAN KREDIT. E. Latar Belakang dan Pengertian Prinsip Kehati-Hatian BAB II PRINSIP KEHATI-HATIAN DALAM PEMBERIAN KREDIT E. Latar Belakang dan Pengertian Prinsip Kehati-Hatian Prinsip kehati-hatian (Prudent Banking Principle) adalah suatu asas atau prinsip yang menyatakan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI Suatu penelitian kaitan antara landasan teori dan fakta empirik sangat penting. Menghindari kesalahan pengertian dalam pemahaman dan untuk memperoleh kesatuan pandangan terhadap beberapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian (Mudrajad Kuncoro dan Suhardjono, 2002:75).

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian (Mudrajad Kuncoro dan Suhardjono, 2002:75). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Peranan lembaga keuangan ditengah-tengah masyarakat dalam memajukan perekonomian sangat penting. Tidak dapat dipungkiri peranannya sebagai lembaga perantara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang mencolok agar anak-anak tertarik untuk mengisinya dengan tabungan

BAB I PENDAHULUAN. yang mencolok agar anak-anak tertarik untuk mengisinya dengan tabungan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada umumnya bank dikenal sebagai sebuah tempat dimana kita menyimpan uang kita, tempat yang sangat identik dengan kata menabung. Orang tua kita selalu mengajari kita

Lebih terperinci

BAB III KLAUSULA BAKU PADA PERJANJIAN KREDIT BANK. A. Klausula baku yang memberatkan nasabah pada perjanjian kredit

BAB III KLAUSULA BAKU PADA PERJANJIAN KREDIT BANK. A. Klausula baku yang memberatkan nasabah pada perjanjian kredit BAB III KLAUSULA BAKU PADA PERJANJIAN KREDIT BANK A. Klausula baku yang memberatkan nasabah pada perjanjian kredit Kehadiran bank dirasakan semakin penting di tengah masyarakat. Masyarakat selalu membutuhkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. untuk menanggung pembayaran kembali suatu hutang, oleh karena itu

I. PENDAHULUAN. untuk menanggung pembayaran kembali suatu hutang, oleh karena itu 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jaminan dalam perjanjian kredit secara umum dapat diartikan sebagai penyerahan kekayaan dan pernyataan kesanggupan seseorang atau badan untuk menanggung pembayaran kembali

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bertahap, pada hakikatnya merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. bertahap, pada hakikatnya merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan yang sedang giat dilaksanakan melalui rencana bertahap, pada hakikatnya merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, baik materiil

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1999 TENTANG PENCABUTAN IZIN USAHA, PEMBUBARAN DAN LIKUIDASI BANK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1999 TENTANG PENCABUTAN IZIN USAHA, PEMBUBARAN DAN LIKUIDASI BANK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1999 TENTANG PENCABUTAN IZIN USAHA, PEMBUBARAN DAN LIKUIDASI BANK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dengan berlakunya Undang-undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. semakin menyatu dengan ekonomi regional dan internasional yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. semakin menyatu dengan ekonomi regional dan internasional yang dapat 9 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan ekonomi nasional dewasa ini menunjukkan arah yang semakin menyatu dengan ekonomi regional dan internasional yang dapat menunjang sekaligus dapat berdampak

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. (Mulyadi, 2010:5). Prosedur adalah suatu urutan pekerjaan klerikal (clerical),

BAB II KAJIAN PUSTAKA. (Mulyadi, 2010:5). Prosedur adalah suatu urutan pekerjaan klerikal (clerical), BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Prosedur Pengertian prosedur adalah suatu urutan kegiatan klerikal, biasanya melibatkan beberapa orang dalam satu departemen atau lebih, yang dibuat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional, salah satu usaha untuk mewujudkan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional, salah satu usaha untuk mewujudkan masyarakat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan di bidang ekonomi merupakan bagian dari pembangunan nasional, salah satu usaha untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan pancasila dan Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pembiayaan atau pembayaran baik dalam menghimpun dana maupun lembaga. yang melancarkan arus uang dari masyarakat.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pembiayaan atau pembayaran baik dalam menghimpun dana maupun lembaga. yang melancarkan arus uang dari masyarakat. BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Bank Sebagai lembaga keuangan yang dipercaya masyarakat,bak merupakan perusahaan yang sangat penting yang dapat menunjang keseluruhan program pembiayaan

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR: 1/POJK.07/2013 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN SEKTOR JASA KEUANGAN

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR: 1/POJK.07/2013 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN SEKTOR JASA KEUANGAN OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR: 1/POJK.07/2013 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN SEKTOR JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1998 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1992 TENTANG PERBANKAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1998 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1992 TENTANG PERBANKAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1998 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1992 TENTANG PERBANKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

Lebih terperinci

BAB 5 KEGIATAN MENGALOKASIKAN DANA

BAB 5 KEGIATAN MENGALOKASIKAN DANA BAB 5 KEGIATAN MENGALOKASIKAN DANA A. Pengertian Pengalokasian Dana Kegiatan bank yang kedua setelah menghimpun dana dari masyarakat luas dalam bentuk tabungan, simpanan giro dan deposito adalah menyalurkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kredit Usaha Mikro Pasal 1 angka (1) Undang-Undang No. 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah menyebutkan: Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 9 TAHUN 1995 TENTANG PELAKSANAAN KEGIATAN USAHA SIMPAN PINJAM OLEH KOPERASI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 9 TAHUN 1995 TENTANG PELAKSANAAN KEGIATAN USAHA SIMPAN PINJAM OLEH KOPERASI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 9 TAHUN 1995 TENTANG PELAKSANAAN KEGIATAN USAHA SIMPAN PINJAM OLEH KOPERASI Menimbang : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jaminan atau agunan yang diajukan atau yang diberikan oleh debitur

BAB I PENDAHULUAN. Jaminan atau agunan yang diajukan atau yang diberikan oleh debitur 9 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jaminan atau agunan yang diajukan atau yang diberikan oleh debitur kepada Bank berupa tanah-tanah yang masih belum bersertifikat atau belum terdaftar di Kantor Pertanahan.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. usahanya. Sejalan dengan perkembangan perekonomian nasional maupun. dalam rangka peningkatan taraf hidup rakyat banyak.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. usahanya. Sejalan dengan perkembangan perekonomian nasional maupun. dalam rangka peningkatan taraf hidup rakyat banyak. BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Perbankan Menurut UU No 10 tahun 1998 Tanggal 10 November 1998 mengatakan Perbankan adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank, mencakup

Lebih terperinci

Pengalokasian Dana Bank (Kredit dan Pembiayaan)

Pengalokasian Dana Bank (Kredit dan Pembiayaan) Materi 3 Pengalokasian Dana Bank (Kredit dan Pembiayaan) Subpokok bahasan : Pengertian Kredit & Pembiayaan (Produk Lending) Jenis-jenis kredit Prinsip-prinsip pemberian kredit Jenis-jenis pembebanan suku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1

BAB I PENDAHULUAN I.1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Pembangunan nasional dilaksanakan dengan tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan kehidupan rakyat Indonesia. Untuk mewujudkan suatu pembangunan yang berhasil maka diperlukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perbankan. Sektor perbankan memiliki peran sangat vital antara lain sebagai

BAB I PENDAHULUAN. perbankan. Sektor perbankan memiliki peran sangat vital antara lain sebagai 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan perekonomian nasional senantiasa bergerak cepat terutama setelah krisis 1997. Adanya perkembangan tersebut diperlukan berbagai penyesuaian kebijakan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1995 TENTANG PELAKSANAAN KEGIATAN USAHA SIMPAN PINJAM OLEH KOPERASI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1995 TENTANG PELAKSANAAN KEGIATAN USAHA SIMPAN PINJAM OLEH KOPERASI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1995 TENTANG PELAKSANAAN KEGIATAN USAHA SIMPAN PINJAM OLEH KOPERASI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk meningkatkan pendapatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bank selaku lembaga penyedia jasa keuangan memiliki peran penting

BAB I PENDAHULUAN. Bank selaku lembaga penyedia jasa keuangan memiliki peran penting BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. Bank selaku lembaga penyedia jasa keuangan memiliki peran penting bagi masyarakat, terutama dalam aktivitas di dunia bisnis. Bank juga merupakan lembaga yang

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace mencabut: PP 68-1996 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 52, 1999 PERBANKAN. LIKUIDASI. IZIN USAHA. PEMBUBARAN. LEMBAGA KEUANGAN. (Penjelasan dalam

Lebih terperinci

TANGGUNG JAWAB PENANGGUNG DALAM PERJANJIAN KREDIT NURMAN HIDAYAT / D

TANGGUNG JAWAB PENANGGUNG DALAM PERJANJIAN KREDIT NURMAN HIDAYAT / D TANGGUNG JAWAB PENANGGUNG DALAM PERJANJIAN KREDIT NURMAN HIDAYAT / D101 07 022 ABSTRAK Perjanjian kredit merupakan salah satu aspek yang sangat penting dalam pemberian kredit. Tanpa perjanjian kredit yang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. (Mulyadi, 2010:5). Prosedur adalah suatu urutan pekerjaan klerikal

BAB II KAJIAN PUSTAKA. (Mulyadi, 2010:5). Prosedur adalah suatu urutan pekerjaan klerikal BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Prosedur pengertian prosedur adalah suatu urutan kegiatan klerikal, biasanya melibatkan beberapa orang dalam satu departemen atau lebih, yang

Lebih terperinci

Pasal 12 ayat (1) dan (2)

Pasal 12 ayat (1) dan (2) SYARAT DAN KETENTUAN UMUM PEMBERIAN FASILITAS PERBANKAN COMMERCIAL NO. PASAL SEMULA MENJADI PERATURAN OJK YANG DIGUNAKAN 1. Halaman 1 Syarat dan Ketentuan Umum Syarat dan Ketentuan Umum Pasal 20 ayat (1)

Lebih terperinci

PENYELESAIAN KREDIT MACET DENGAN HAK TANGGUNGAN PADA PT. BPR ARTHA SAMUDRA DI KEDIRI

PENYELESAIAN KREDIT MACET DENGAN HAK TANGGUNGAN PADA PT. BPR ARTHA SAMUDRA DI KEDIRI PENYELESAIAN KREDIT MACET DENGAN HAK TANGGUNGAN PADA PT. BPR ARTHA SAMUDRA DI KEDIRI Airlangga ABSTRAK Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perantara keuangan antara pihak yang memiliki dana dan pihak yang

BAB I PENDAHULUAN. perantara keuangan antara pihak yang memiliki dana dan pihak yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bank adalah lembaga financial intermediary yang berfungsi sebagai perantara keuangan antara pihak yang memiliki dana dan pihak yang memerlukan dana serta sebagai

Lebih terperinci

KERANGKA PEMIKIRAN III.

KERANGKA PEMIKIRAN III. III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1.Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Pengendalian Kredit Bank Pada penyaluran kredit bank, perlu diperhatikan beberapa aspek yang terkait dengan nasabah penerima kredit untuk

Lebih terperinci

KUALITAS ASET PRODUKTIF DAN PEMBENTUKAN PENYISIHAN PENGHAPUSAN ASET PRODUKTIF BPR

KUALITAS ASET PRODUKTIF DAN PEMBENTUKAN PENYISIHAN PENGHAPUSAN ASET PRODUKTIF BPR LAMPIRAN I PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR XX/POJK.03/2018 TENTANG KUALITAS ASET PRODUKTIF DAN PEMBENTUKAN PENYISIHAN PENGHAPUSAN ASET PRODUKTIF BPR PEDOMAN STANDAR KEBIJAKAN PERKREDITAN BANK PERKREDITAN

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Namun demikian perjanjian kredit ini perlu mendapat perhatian khusus dari

BAB 1 PENDAHULUAN. Namun demikian perjanjian kredit ini perlu mendapat perhatian khusus dari BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pemberian Kredit kepada masyarakat dilakukan melalui suatu perjanjian kredit antara pemberi dengan penerima kredit sehingga terjadi hubungan hukum antara keduanya. Seringkali

Lebih terperinci

EVALUASI PENGAWASAN KREDIT MODAL KERJA SEBAGAI UPAYA MENEKAN TUNGGAKAN KREDIT

EVALUASI PENGAWASAN KREDIT MODAL KERJA SEBAGAI UPAYA MENEKAN TUNGGAKAN KREDIT EVALUASI PENGAWASAN KREDIT MODAL KERJA SEBAGAI UPAYA MENEKAN TUNGGAKAN KREDIT (Studi pada Perusahaan Daerah Bank Perkreditan Rakyat Tugu Artha Kota Malang Periode 2009-2011) Femia Yuni Pratiwi Darminto

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 8/19/PBI/2006 TENTANG KUALITAS AKTIVA PRODUKTIF DAN PEMBENTUKAN PENYISIHAN PENGHAPUSAN AKTIVA PRODUKTIF

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 8/19/PBI/2006 TENTANG KUALITAS AKTIVA PRODUKTIF DAN PEMBENTUKAN PENYISIHAN PENGHAPUSAN AKTIVA PRODUKTIF PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 8/19/PBI/2006 TENTANG KUALITAS AKTIVA PRODUKTIF DAN PEMBENTUKAN PENYISIHAN PENGHAPUSAN AKTIVA PRODUKTIF BANK PERKREDITAN RAKYAT GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit

BAB II LANDASAN TEORI. bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Bank Menurut Undang-undang No 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan,yang dimaksud dengan Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bank selain sebagai tempat menyimpan uang juga dikenal sebagai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bank selain sebagai tempat menyimpan uang juga dikenal sebagai BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum Tentang Kredit 2.1.1. Pengertian Kredit Bank selain sebagai tempat menyimpan uang juga dikenal sebagai tempat meminjam uang (kredit) bagi masyarakat yang membutuhkannya.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI Dalam suatu penelitian kaitan antara landasan teori dan fakta empirik sangat penting. Menghindari kesalahan pengertian dalam pemahaman dan untuk memperoleh kesatuan pandangan terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Semakin tingginya tingkat persaingan antar bank dan resiko perkreditan, menyebabkan pihak manajemen Bank perlu menerapkan suatu pengendalian yang memadai. Pengendalian

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Pengertian kredit Kata dasar kredit berasal dari bahasa Latin credere yang berarti

II. TINJAUAN PUSTAKA Pengertian kredit Kata dasar kredit berasal dari bahasa Latin credere yang berarti II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kredit 2.1.1 Pengertian kredit Kata dasar kredit berasal dari bahasa Latin credere yang berarti kepercayaan, atau credo yang berarti saya percaya (Firdaus dan Ariyanti, 2009).

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT. Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling,

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT. Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling, BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT A. Pengertian Hukum Jaminan Kredit Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling, zekerheidsrechten atau security of law. Dalam Keputusan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam perekonomian sekarang ini, dimana setiap perusahaan baik itu yang bergerak dibidang industri perdagangan maupun jasa dituntut tidak hanya bertahan tetapi juga

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN, SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 42 /POJK.03/2017 TENTANG KEWAJIBAN PENYUSUNAN DAN PELAKSANAAN KEBIJAKAN PERKREDITAN ATAU PEMBIAYAAN BANK BAGI BANK UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

DAFTAR ISI 1. BAB I KEBIJAKAN UMUM BAB II PRINSIP KEHATI-HATIAN DALAM PERKREDITAN ATAU PEMBIAYAAN... 14

DAFTAR ISI 1. BAB I KEBIJAKAN UMUM BAB II PRINSIP KEHATI-HATIAN DALAM PERKREDITAN ATAU PEMBIAYAAN... 14 -8- LAMPIRAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 42 /POJK.03/2017 TENTANG KEWAJIBAN PENYUSUNAN DAN PELAKSANAAN KEBIJAKAN PERKREDITAN ATAU PEMBIAYAAN BANK BAGI BANK UMUM -9- DAFTAR ISI 1. BAB I KEBIJAKAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kebutuhan papan adalah kebutuhan tempat tinggal untuk tidur,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kebutuhan papan adalah kebutuhan tempat tinggal untuk tidur, 13 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan papan adalah kebutuhan tempat tinggal untuk tidur, beristirahat, dan berlindung dari hujan atau terik matahari. Ini menjadi salah satu kebutuhan dasar manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Guna mewujudkan

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Guna mewujudkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam rangka meningkatkan taraf hidup masyarakat, bangsa Indonesia telah melakukan pembangunan untuk mewujudkan tujuan nasional, yaitu mewujudkan masyarat yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Sistem Perusahaan memerlukan sistem untuk menunjang kegiatan perusahaan dengan kata lain sistem merupakan rangkaian dari prosedur yang saling berkaitan dan secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akan berkaitan dengan istri atau suami maupun anak-anak yang masih memiliki

BAB I PENDAHULUAN. akan berkaitan dengan istri atau suami maupun anak-anak yang masih memiliki BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehidupan manusia penuh dengan ketidakpastian. Ketidakpastian tersebut biasanya berhubungan dengan takdir dan nasib manusia itu sendiri yang telah ditentukan oleh Tuhan.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Kredit 2.1.1.1 Pengertian Kredit Kegiatan bank yang kedua setelah menghimpun dana dari masyarakat luas dalam bentuk simpanan giro,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan dan hakikat pembangunan nasional adalah untuk. menciptakan masyarakat yang adil dan makmur, sebagaimana tercantum

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan dan hakikat pembangunan nasional adalah untuk. menciptakan masyarakat yang adil dan makmur, sebagaimana tercantum BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tujuan dan hakikat pembangunan nasional adalah untuk menciptakan masyarakat yang adil dan makmur, sebagaimana tercantum dalam pembukaan UUD 1945 yaitu melindungi segenap

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KREDIT. bank secara keseluruhan. Kredit berperan sebagai faktor pendorong dan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KREDIT. bank secara keseluruhan. Kredit berperan sebagai faktor pendorong dan BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KREDIT A. Pengertian dan Tujuan Kredit Kredit merupakan salah satu bidang usaha utama dalam kegiatan perbankan. Karena itu kelancaran kredit selalu berpengaruh terhadap kesehatan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Prosedur Pengajuan Pembiayaan Murabahah di PT BPRS PNM Binama Semarang Dalam proses pengajuan pembiayaan murabahah di PT BPRS PNM Binama Semarang, terdapat beberapa

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 301/KMK.01/2002 TENTANG PENGURUSAN PIUTANG NEGARA KREDIT PERUMAHAN BANK TABUNGAN NEGARA

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 301/KMK.01/2002 TENTANG PENGURUSAN PIUTANG NEGARA KREDIT PERUMAHAN BANK TABUNGAN NEGARA KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 301/KMK.01/2002 TENTANG PENGURUSAN PIUTANG NEGARA KREDIT PERUMAHAN BANK TABUNGAN NEGARA Menimbang : MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa Piutang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Untuk memelihara kesinambungan pembangunan nasional guna mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perbankan mempunyai peranan penting dalam menjalankan. Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan diatur bahwa:

BAB I PENDAHULUAN. Perbankan mempunyai peranan penting dalam menjalankan. Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan diatur bahwa: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam menghadapi perkembangan perekonomian nasional yang bergerak cepat, kompetitif, dan terintegrasi dengan tantangan yang semakin kompleks serta sistem keuangan

Lebih terperinci

SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /SEOJK.05/2017 TENTANG PENYELENGGARAAN LAYANAN PINJAM MEMINJAM UANG BERBASIS TEKNOLOGI INFORMASI

SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /SEOJK.05/2017 TENTANG PENYELENGGARAAN LAYANAN PINJAM MEMINJAM UANG BERBASIS TEKNOLOGI INFORMASI -1- SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /SEOJK.05/2017 TENTANG PENYELENGGARAAN LAYANAN PINJAM MEMINJAM UANG BERBASIS TEKNOLOGI INFORMASI Sehubungan dengan amanat Pasal 51 Peraturan Otoritas

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Prosedur Pengertian Prosedur adalah suatu urutan klerikal, biasanya melibatkan beberapa orang dalam satu bagian atau lebih, disusun untuk menjamin

Lebih terperinci

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II BAHAN RUJUKAN BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1 Kredit Istilah kredit bukanlah suatu hal yang asing lagi bagi kehidupan sehari-hari dalam masyarakat, sebab sering dijumpai ada anggota masyarakat yang menjual dan membeli barang-barang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. mempengaruhi tingkat kesehatan dunia perbankan. 10 tahun 1998 tentang perubahan atas Undang-undang nomor 7 tahun 1992

PENDAHULUAN. mempengaruhi tingkat kesehatan dunia perbankan. 10 tahun 1998 tentang perubahan atas Undang-undang nomor 7 tahun 1992 PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalah Kondisi ekonomi nasional semakin hari kian memasuki tahap perkembangan yang berarti. Ekonomi domestik indonesia pun cukup aman dari dampak buruk yang diakibatkan oleh

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Bakti, 2006), hlm. xv. 1 Muhamad Djumhana, Hukum Perbankan Indonesia, cet.v, (Bandung:Citra Aditya

BAB 1 PENDAHULUAN. Bakti, 2006), hlm. xv. 1 Muhamad Djumhana, Hukum Perbankan Indonesia, cet.v, (Bandung:Citra Aditya BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Pembangunan ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun Dalam. rangka upaya peningkatan pembangunan nasional yang bertitik berat

BAB I PENDAHULUAN. Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun Dalam. rangka upaya peningkatan pembangunan nasional yang bertitik berat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perekonomian sebagai bagian dari pembangunan nasional, merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Bank Kata bank berasal dari bahasa Italia yaitu banca yang berarti tempat penukaran uang. Secara umum pengertian bank adalah sebuah lembaga intermediasi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Pengertian Kredit Menurut asal mulanya, kata kredit berasal dari kata credere yang artinya adalah kepercayaan. Maksudnya adalah apabila seseorang memperoleh kredit, berarti mereka

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS STRATEGI PENCEGAHAN DAN IMPLIKASI PEMBIAYAAN MURA>BAH}AH MULTIGUNA BERMASALAH

BAB IV ANALISIS STRATEGI PENCEGAHAN DAN IMPLIKASI PEMBIAYAAN MURA>BAH}AH MULTIGUNA BERMASALAH BAB IV ANALISIS STRATEGI PENCEGAHAN DAN IMPLIKASI PEMBIAYAAN MURA>BAH}AH MULTIGUNA BERMASALAH A. Strategi Pencegahan Pembiayaan Mura>bah}ah Multiguna Bermasalah Bank BNI Syariah Cabang Surabaya Resiko

Lebih terperinci

BAB III PEMBAHASAN. A. Pelaksanaan Pembiayaan Murabahah dengan Jaminan Hak. Tanggungan di BPRS Suriyah Semarang

BAB III PEMBAHASAN. A. Pelaksanaan Pembiayaan Murabahah dengan Jaminan Hak. Tanggungan di BPRS Suriyah Semarang BAB III PEMBAHASAN A. Pelaksanaan Pembiayaan Murabahah dengan Jaminan Hak Tanggungan di BPRS Suriyah Semarang PT. BPRS Suriyah Semarang dalam memberikan Produk Pembiayaan, termasuk Pembiayaan Murabahah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-undang. Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-undang. Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. Sebagai negara berkembang, Indonesia berusaha untuk melaksanakan pembangunan di segala bidang guna terwujudnya kesejahteraan masyarakat. Salah satunya adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Suatu kegiatan usaha atau bisnis diperlukan sejumlah dana sebagai modal

BAB I PENDAHULUAN. Suatu kegiatan usaha atau bisnis diperlukan sejumlah dana sebagai modal BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Suatu kegiatan usaha atau bisnis diperlukan sejumlah dana sebagai modal agar suatu kegiatan usaha atau bisnis tersebut dapat terwujud terlaksana. Dalam suatu kegiatan

Lebih terperinci

Ronny Kusnandar ISSN Nomor

Ronny Kusnandar ISSN Nomor TINJAUAN HUKUM TERHADAP PEMBERIAN KREDIT OLEH BANK PERKREDITAN RAKYAT ( BPR) BERKAITAN DENGAN JAMINAN Oleh: Ronny Kusnandar, SH, SpN Dosen tetap STIH Labuhanbatu ABSTRAK Kredit merupakan salah satu program

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Saat ini Indonesia mengalami krisis ekonomi, untuk keluar dari krisis ini maka Indonesia meningkatkan pembangunan di segala sektor, baik sektor ekonomi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan pembangunan nasional adalah mewujudkan masyarakat adil dan

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan pembangunan nasional adalah mewujudkan masyarakat adil dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tujuan pembangunan nasional adalah mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang merata material dan spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Republik

Lebih terperinci

KETENTUAN UMUM PENYELENGGARA DANA PERLINDUNGAN PEMODAL

KETENTUAN UMUM PENYELENGGARA DANA PERLINDUNGAN PEMODAL KETENTUAN UMUM PENYELENGGARA DANA PERLINDUNGAN PEMODAL OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 50 /POJK.04/2016 TENTANG PENYELENGGARA DANA PERLINDUNGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, kegiatan ini memegang peranan penting bagi kehidupan bank. umum di Indonesia khususnya dan di negara lain pada umumnya.

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, kegiatan ini memegang peranan penting bagi kehidupan bank. umum di Indonesia khususnya dan di negara lain pada umumnya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan perekonomian Indonesia, khususnya dunia perbankan saat ini mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang sangat baik, walaupun kegiatan bisnis bank umum sempat

Lebih terperinci

2017, No menetapkan Peraturan Bank Indonesia tentang Pinjaman Likuiditas Jangka Pendek bagi Bank Umum Konvensional; Mengingat : 1. Undang-Undang

2017, No menetapkan Peraturan Bank Indonesia tentang Pinjaman Likuiditas Jangka Pendek bagi Bank Umum Konvensional; Mengingat : 1. Undang-Undang No.82, 2017 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERBANKAN. BI. Bank Umum. Konvensional. Jangka Pendek. Likuiditas. Pinjaman. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6044) PERATURAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pertumbuhan ekonomi saat ini memiliki dampak yang positif, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pertumbuhan ekonomi saat ini memiliki dampak yang positif, yaitu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan ekonomi saat ini memiliki dampak yang positif, yaitu menunjukkan arah untuk menyatukan ekonomi global, regional ataupun lokal, 1 serta dampak terhadap

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 3/1/PBI/2001 TENTANG PROYEK KREDIT MIKRO GUBERNUR BANK INDONESIA

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 3/1/PBI/2001 TENTANG PROYEK KREDIT MIKRO GUBERNUR BANK INDONESIA PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 3/1/PBI/2001 TENTANG PROYEK KREDIT MIKRO GUBERNUR BANK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sesuai dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999, pinjaman penerusan yang dananya berasal

Lebih terperinci

ASURANSI DAN KREDIT PERBANKAN

ASURANSI DAN KREDIT PERBANKAN ASURANSI DAN KREDIT PERBANKAN (Studi Tentang Polis Asuransi Sebagai Cover Jaminan Kredit di PT. Asuransi Bumiputeramuda 1967 Surakarta) SKRIPSI Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Seiring berkembangnya kebutuhan masyarakat dalam mencapai suatu kebutuhan, maka terjadi peningkatan kebutuhan dari segi finansial. Untuk mendapatkan kebutuhan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Bank Berdasarkan pada Undang-Undang Republik Indonesia No. 7 Tahun 1992 tentang perbankan yang telah diubah dengan Undang-Undang No. 10 Tahun 1998,

Lebih terperinci

2017, No MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN TENTANG PENGELOLAAN, PENATAUSAHAAN, SERTA PENCATATAN ASET DAN KEWAJIBAN D

2017, No MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN TENTANG PENGELOLAAN, PENATAUSAHAAN, SERTA PENCATATAN ASET DAN KEWAJIBAN D BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.579, 2017 LPS. Program Restrukturisasi Perbankan. Pengelolaan, Penatausahaan, serta Pencatatan Aset dan Kewajiban. (Penjelasan Dalam Tambahan Berita Negara Republik

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG JARING PENGAMAN SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG JARING PENGAMAN SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG JARING PENGAMAN SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk kepentingan negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hukum membutuhkan modal untuk memulai usahanya. Modal yang diperlukan

BAB I PENDAHULUAN. hukum membutuhkan modal untuk memulai usahanya. Modal yang diperlukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dunia modern seperti sekarang ini, banyak orang atau badan hukum yang memerlukan dana untuk mengembangkan usaha, bisnis, atau memenuhi kebutuhan keluarga (sandang,pangan,dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TENTANG PERJANJIAN KREDIT BANK. kelemahan, kelamahan-kelemahan tersebut adalah : 7. a. Hanya menyangkut perjanjian sepihak saja

BAB II TINJAUAN TENTANG PERJANJIAN KREDIT BANK. kelemahan, kelamahan-kelemahan tersebut adalah : 7. a. Hanya menyangkut perjanjian sepihak saja BAB II TINJAUAN TENTANG PERJANJIAN KREDIT BANK 1. Pengaturan Perjanjian Kredit Pengertian perjanjian secara umum dapat dilihat dalam Pasal 1313 Kitab Undang-undang Hukum Perdata, yaitu suatu perbuatan

Lebih terperinci

PERANAN BPR UNTUK MASYARAKAT

PERANAN BPR UNTUK MASYARAKAT PERANAN BPR UNTUK MASYARAKAT A. Sejarah Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Bank Perkreditan Rakyat atau BPR memiliki sejarah yang panjang didalam timeline industri perbankan di Indonesia. Awalnya BPR dibentuk

Lebih terperinci

DAFTAR WAWANCARA Jawab

DAFTAR WAWANCARA Jawab 89 DAFTAR WAWANCARA 1. Bagaimana Hak dan Kewajiban Para Pihak dalam Pemberian Kredit dengan Jaminan Hak Tanggungan pada Bank Prekreditan Rakyat Jawab a. Bagi pihak pemberi kredit/kreditur (bank) Pemberian

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS PENCANTUMAN KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KREDIT YANG DIBAKUKAN OLEH PT. BANK X

BAB 4 ANALISIS PENCANTUMAN KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KREDIT YANG DIBAKUKAN OLEH PT. BANK X 44 BAB 4 ANALISIS PENCANTUMAN KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KREDIT YANG DIBAKUKAN OLEH PT. BANK X 4.1 Kedudukan Para Pihak dalam Perjanjian Kredit Perjanjian yang akan dianalisis di dalam penulisan skripsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sangat pesat, hal ini menjadi alasan terdapatnya lembaga pembiayaan yang. memiliki peran penting dalam perkembangan perekonomian.

BAB I PENDAHULUAN. sangat pesat, hal ini menjadi alasan terdapatnya lembaga pembiayaan yang. memiliki peran penting dalam perkembangan perekonomian. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan jaman dari waktu ke waktu menjadikan pembangunan perekonomian di indonesia termasuk di setiap daerah mengalami kemajuan yang sangat pesat, hal ini menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peran bank sangat besar dalam mendorong pertumbuhan ekonomi suatu

BAB I PENDAHULUAN. Peran bank sangat besar dalam mendorong pertumbuhan ekonomi suatu BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Peran bank sangat besar dalam mendorong pertumbuhan ekonomi suatu negara. Hampir semua sektor usaha sangat membutuhkan bank sebagai mitra dalam melakukan transaksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur berdasarkan BAB I PENDAHULUAN Dalam mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, maka masyarakat dan pemerintah sangat penting perannya. Perkembangan perekonomian nasional

Lebih terperinci

CONTOH SURAT PERJANJIAN SEWA BELI RUMAH

CONTOH SURAT PERJANJIAN SEWA BELI RUMAH CONTOH SURAT PERJANJIAN SEWA BELI RUMAH SURAT PERJANJIAN KREDIT PEMILIKAN RUMAH ANTARA BANK ---------------------------------------------- DAN ---------------------------------- Nomer: ----------------------------------

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. seragam transaksi perusahaan yang terjadi berulang-ulang (Mulyadi, 2010:5). Prosedur adalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA. seragam transaksi perusahaan yang terjadi berulang-ulang (Mulyadi, 2010:5). Prosedur adalah BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Prosedur pengertian prosedur adalah suatu urutan kegiatan klerikal, biasanya melibatkan beberapa orang dalam satu departemen atau lebih, yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. aktivitas perbankan selalu berkaitan dengan bidang keuangan. Seperti telah

BAB I PENDAHULUAN. aktivitas perbankan selalu berkaitan dengan bidang keuangan. Seperti telah BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG MASALAH Bank merupakan perusahaan yang bergerak di bidang keuangan, artinya aktivitas perbankan selalu berkaitan dengan bidang keuangan. Seperti telah ditegaskan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara berkembang yang sekarang ini sedang. Undang-Undang Dasar 1945 alinea 4 (empat) yaitu, melindungi segenap

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara berkembang yang sekarang ini sedang. Undang-Undang Dasar 1945 alinea 4 (empat) yaitu, melindungi segenap BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara berkembang yang sekarang ini sedang melaksanakan pembangunan di berbagai bidang yang berpedoman pada Undang-Undang Dasar 1945 alinea 4 (empat)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah dengan dilahirkannya Undang-Undang Nomor 7 tahun 1992

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah dengan dilahirkannya Undang-Undang Nomor 7 tahun 1992 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan berkembang pesatnya bisnis Perbankan di Indonesia, yang mana perkembangan bisnis perbankan tersebut telah diantisipasi oleh pemerintah dengan dilahirkannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Saat ini banyak perusahaan membutuhkan dana yang cukup besar untuk memulai investasi atau memperbesar usahanya. Untuk memperoleh dana tersebut perusahaan

Lebih terperinci