HAK MEWARIS ANAK ANGKAT MENURUT BW

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HAK MEWARIS ANAK ANGKAT MENURUT BW"

Transkripsi

1 HAK MEWARIS ANAK ANGKAT MENURUT BW Abstract SH.,MH Dosen Fakultas Hukum Universitas Muslim Indonesia Adoption (adoption) is not a new thing in Indonesia because it is customarily performed by the people of Indonesia. It's just the way and the motivation that varies according to the legal system practised in the districts concerned. The existence of adoption result the transitions in families from her biological parents to parents who adopted him/her. The status of the child is the same as the child who is legitimate in and the law of inheritance, also they are also known as heirs to the adoptive parents. According to civil law (BW), the adopted child has the same legal position as well as the breaking of the legal relationship between the adopted child and his/her biological parents. Kata Kunci : Hak Waris, Anak Angkat Al-Risalah Volume 12 Nomor 2 Nopember

2 PENDAHULUAN K eluarga mempunyai peranan yang penting dalam kehidupan manusia sebagai mahluk sosial dan merupakan kelompok masyarakat kecil, yang terdiri dari seorang ayah, ibu, dan anak. Akan tetapi tidak selalu keinginanya terpenuhi, karena kadang-kadang terdapat suatu keluarga yang tidak mempunyai anak sehingga diadakan pengangkatan anak angkat (adopsi). 1 Pengangkatan anak (adopsi) bukan merupakan hal yang baru di Indonesia karena hal ini sudah lazim dilakukan oleh masyarakat Indonesia. Hanya saja cara dan motivasinya yang berbeda-beda sesuai dengan sistem hukum yang dianut didaerah yang bersangkutan. Pengangkatan anak (adopsi) akhir-akhir ini banyak diperbincangkan dan sudah mendapat perhatian pula dari pihak. Keanekaragaman hukum yang mengatur masalah pengangkatan anak di Indonesia ini akan tampak jika kita teliti secara cermat ketentuan-ketentuan tentang lembaga pengangkatan ini dari berbagai sumber hukum yang berlaku, baik hukum Barat dari BW dan hukum Adat yang berlaku di dalam masyarakat Indonesia, maupun hukum Islam yang banyak dianut masyarakat Indonesia. Eksistensi adopsi di Indonesia sebagai suatu lembaga hukum masih belum sinkron, sehingga masalah adopsi masih merupakan problema masyarakat, terutama menyangkut masalah ketentuan hukumnya. Lembaga pengangkatan anak telah lama di kenal dalam masyarakat adat kita yang pelaksanaannya pada umumnya dengan suatu upacara adat dan pemberian benda-benda sebagai tanda peralihan kekuasaan dari orang tua kandung kepada orang tua angkat tersebut. Akan tetapi anak yang berkedudukan sebagai anak angkat, apakah ia berhak mewarisi harta dari orang tuanya, akan ditentukan oleh hukum adatnya masing-masing daerah hukum adat itu di pertahankan oleh penganutnya. Sedangkan hukum Islam semua anak yang berstatus anak angkat dan anak piara dimana saja ia tetap tidak dapat mewaris dari orang tua angkatnya. 2 Ada beberapa sebab sehingga lembaga pengangkatan anak berkembang dalam masyarakat, antara lain : a. Karena tidak mempunyai anak; b. Karena belas kasihan terhadap anak yang mempunyai orang tua kandung tidak mampu, atau anak tersebut sudah yatim piatu; c. Hanya memiliki anak laki-laki saja atau anak perempuan saja; d. Sebagai pancingan agar dapat memiliki anak sendiri. Dengan adanya beberapa alasan yang ada dibeberapa daerah menyangkut pengangkatan anak (adopsi) ini menandakan terdapat keanekaragaman hukum 1 Bushar Muhammad, Pokok-pokok Hukum Adat, Cet. I (Jakarta : PT. Pradnya, paramita, h Ibid., h Al-Risalah Volume 12 Nomor 2 Nopember 2012

3 adat yang mengatur masalah anak angkat, hal ini memberikan pengaruh pada kedudukan anak angkat demikian pula dalam hal pembagian warisannya. Dari uraian tersebut diatas motivasi pengangkatan anak mempunyai hukum yang berbeda-beda. Akibatnya hukum yang penting adalah kekuasaan orang tua, hak waris, hak alimentasi atau hak pemeliharaan dan juga soal nama. Adanya pengangkatan anak tersebut mengakibatkan perpindahannya keluarga dari orang tua kandungnya kepada orang tua yang mengangkatnya. Status anak tersebut seolah-olah dilahirkan dari perkawinan orang tua angkat. Jadi status anak angkat itu sama dengan anak sah dan di dalam hukum waris ia disebut juga sebagai ahli waris terhadap kedua orang tua angkatnya tersebut. Oleh karena itu penulis ingin mengkaji tentang sejauhmana pengaturan Hak Mewaris Anak Angkat Menurut Hukum Perdata. PEMBAHASAN 1. Pengertian Anak Angkat Secara etimologi, pengangkatan anak berasal dari bahasa Belanda adoptie atau adop adoption dari bahasa Inggris. Dalam bahasa Arab tabbani yang menurut Machmud Yunus dalam bukunya Kamus Arab Indonesia diartikan ittkhadzuhu ibnan yaitu menjadikan anak angkat. Menurut Poewardarminta W. J. S, 3 dalam Kamus Umum bahasa Indonesia menyebutkan bahwa pengangkatan anak angkat berasal dari kata dasar angkat artinya membawa ke atas, kemudian di tambahkan awalan peng dan akhiran an yang membentuk maksud kata kerja suatu proses. Jadi pengangkatan berarti suatu proses untuk membawa ke atas. Sedangkan kata anak berarti keturunan yang kedua artinya anak itu diambil dari lingkungan asalnya (orang tua kandungnya), dan kemudian dimasukkan dalam keluarga yang mengangkatnya (orang tua angkatnya) menjadi anak angkat. Sedangkan secara terminologi dalam kamus umum bahasa Indonesia dijumpai arti anak angkat yaitu anak orang lain yang diambil dan disamakan dengan anak sendiri. 4 Menurut Soerojo Wigyodiporo, bahwa Mengangkat anak (Adopsi) adalah suatu perbuatan pengambilan anak orang lain ke dalam keluarga sendiri demikian rupa, sehingga antara orang yang memungut anak dan anak yang 2007).h Poewardarminta W. J. S, Kamus Umum bahasa Indonesia, (1984 :309). h Muderis Zaini, Adopsi, Suatu Tinjauan Dari Tiga Sistem Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika, Al-Risalah Volume 12 Nomor 2 Nopember

4 dipungut itu timbul suatu hubungan keluarga yang sama seperti yang ada diantara orang tua dengan anak kandung sendiri. 5 Ter Haar berpendapat Bahwa perbuatan yang memasukkan kedalam keluarganya seseorang anak yang tidak menjadi anggota keluarganya begitu rupa sehingga menimbulkan hubungan kemasyarakatan yang tertentu biologis, hal mana biasa terjadi di Indonesia, perbuatan ini disebut pengangkatan anak atau adopsi. Sedangkan menurut A. Farid memberikan defenisi mengenai anak angkat sebagai berikut : bahwa anak angkat adalah anak yang ada akibat suatu perbuatan dari seseorang mengambil/menjadikan orang lain sebagai anaknya tanpa melepaskan ikatan kekeluargaan anak itu dari orang tua aslinya, baik ia masih kanak-kanak (belum dewasa) maupun sudah dewasa, mempunyai kewajiban yang sama dengan adopsi ini. 6 Oleh karena itu kitab Undang-undang Hukum Perdata Barat (BW) tidak mengenal hal pengangkatan anak ini. Adopsi merupakan salah satu perbuatan manusia termasuk perbuatan perdata yang merupakan bagian hukum kekeluargaan, dengan demikian ia melibatkan persoalan dari setiap yang berkaitan dengan hubungan antara manusia. Bagaimana pun juga lembaga adopsi ini akan mengikuti perkembangan dari masyarakat itu sendiri, yang terus beranjak dari arah kemajuan. Dengan demikian, karena tuntutan masyarakat walupun dalam KUHPerdata, tidak mengatur masalah adopsi ini, sedangkan adopsi itu sendiri sangatlah lazim terjadi di masyarakat. Staatsblad 1917 Nomor 129 seperti yang disebutkan oleh Pemerintah Belanda yang merupakan kelengkapan dari KUHPerdata (BW) yang ada, maka untuk mengemukakan data adopsi menurut versi Hukum Barat ini semata-mata beranjak dari staatsblad tersebut. 7 Menurut ketentuan dalam Staatsblad 1917 No. 20 menyatakan bahwa : Yang dapat mengakat anak ialah laki-laki beristeri dan tidak mempunyai keturunan anak laki-laki. Sedangkan yang dapat diangkat sebagai anak hanyalah anak laki-laki yang belum kawin dan yang belum diambil sebagai anak angkat oleh orang lain. Anak angkat atau adopsi tersebut selanjutnya menggunakan nama keluarga orang tua angkatnya dan mempunyai kedudukan hukum yang sama dengan anak kandung dari orang tua angkatnya serta terputusnya hubungan hukum antara anak angkat dengan orang tua kandungnya. 5 Ter Haar Bzn.Mr.B., Beginselan en steselmvan het adatrecht, JB. Wolters Graningen Djakarta, 4e druk, Hlm Staatsdlad 1917 Nomor Burgerlijk Wetboek, Kitab Undang-undang Hukum Perdata. h Al-Risalah Volume 12 Nomor 2 Nopember 2012

5 Berdasarkan yurisprudensi (Putusan Pengadilan Negeri Istimewa Jakarta Tahun 1962), ketentuan dalam S No.129 tersebut mengalami perubahan yang memungkinkan pengangkatan anak perempuan. Dari ketentuan-ketentuan tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa tujuan pengangkatan anak bagi orangorang Tionghoa sebagaimana diatur dalam S No.129, adalah untuk meneruskan atau melanjutkan keturunan dalam garis laki-laki. Jadi, hubungan antara anak angkat dengan orang tua kandung setelah terjadi pengangkatan anak menurut KUHPerdata (BW) adalah mempunyai kedudukan hukum yang sama serta terputusnya hubungan hukum antara anak angkat dengan orang tua kandungnya. 2. Anak Angkat dalam Hukum Perdata Barat (BW) Dalam kitab Undang-undang Hukum Perdata Barat (KUHPerdata), kita tidak menemukan satu ketentuan yang mengatur masalah adopsi atau anak angkat ini, yang ada hanya adalah ketentuan tentang pengakuan anak luar kawin, yaitu seperti yang diatur dalam buku I BW bab XII bagian ketiga, Pasal 280 sampai 289, tentang pengakuan terhadap anak-anak luar kawin. Ketentuan ini boleh di katakan tidak ada sama sekali hubungannya dengan masalah adopsi ini. Oleh karena itu, kitab Undang-undang Hukum Perdata Barat tidak mengenal hal pengangkatan anak ini, maka bagi orang-orang Belanda sampai kini tidak dapat memungut anak secara sah, hanya diterima baik oleh Staten General Nerderland sebuah Undang-undang Adopsi. Maksudnya bahwa keluarga buatan telah dikenal dan dilakukan diseluruh dunia sebagai mode/cara untuk memperoleh kedudukan di masyarakat primitif, apakah atas dasar pertalian darah atau di anggap seakan-akan ada pertalian darah. Dengan keluarga buatan ini orang asing pun dapat diperlakukan sebagai salah satu anggota keluarga. Banyak cara yang di pergunakan untuk ini, upacara yang paling terkenal adalah penyajian darah (the blood covenant). Landasan pemikiran di terimanya Undang-undang tersebut adalah bahwa setelah perang dunia II, dimana seluruh Eropa timbul golongan manusia baru, orang tua yang telah kehilangan anak yang tidak bisa mendapatkan anak baru lagi secara wajar, anak-anak piatu yang telah kehilangan orang tuanya dalam peperangan, dan lahir banyak anak luar perkawinan. Atas landasan itulah, maka Staten General Nedeland telah menerima baik sebuah Undang-undang adopsi (adoptie wet) tersebut yang membuka kemungkinan terbatas untuk adopsi ini. Adopsi merupakan salah satu perbuatan manusia termaksud perbuatan perdata yang merupakan bagian hukum kekeluargaan, dengan ini melibatkan persoalan dari setiap yang berkaitan dengan hubungan manusia. Bagaimana pun Al-Risalah Volume 12 Nomor 2 Nopember

6 jumlah lembaga adopsi ini mengikuti perkembangan dari masyarakat itu sendiri, yang harus beranjak kearah kemajuan. Dengan demikian, karena tuntutan masyarakat walaupun KUHPerdata. Tidak mengatur tentang adopsi ini., maka pemerintah hindia belanda berusah untuk membuat aturan yang terdiri tentang adopsi ini. Karena itulah di keluarkan oleh pemerintah Hindia Belanda Staatsblad Nomor 129 Tahun 1917, khususnya Pasal 5 sampai pasal 15 : Pasal 5 Saatsblad 1917 pasal 129 mengatur tentang siapa saja yang mengadopsi, yaitu ayat 1 menyebutkan bahwa seorang laki beristri atau pernah beristri tak mempunyai keturunan laki-laki yang sah dalam garis laki-laki, baik keturunan karena kelahiran maupun keturunan karena kelahiran maupun keturunan karena angkatan, maka bolehlah ia mengangkat seorang laki sebagai anaknya. Ayat 2 di sebutkan bahwa pengangkatan anak demikian harus dilakukan oleh seorang laki tersebut, bersama-sama dengan istrinya atau jika dilakukan dengan perkawinannya oleh dia sendiri. Sedangkan ayat 3 menyatakan, apabila kepada seorang perempuan janda yang tidak telah kawin lagi, oleh semuanya yang telah meninggal dunia, tidak di tinggalkan seorang keturunan sebagai yang termaksud ayat kesatu pasal ini, maka bolehlah dia mengangkat seorang laki sebagai anaknya. Pada pasal 6 dan 7 mengatur siapa saja yang dapat di adopsi. Pasal 6 yang boleh di angkat hanyalah orang-orang Tionghoa laki-laki yang tidak beristripun tidak beranak, serta yang tidak telah di angkat oleh orang lain. Pasal 7 ayat 1 menyebutkan, orang yang diangkat harus 18 tahun lebih mudah dari pada suami dan paling sedikitnya 15 tahun lebih muda dari pada si istri atau si janda yang mengangkatnya. Sedangkan ayat 2 mengemukakan, bahwa apabila yang diangkat itu seorang keluarga sedarah, baik yang sah maupun yang di keluarga luar kawin, sedangkan untuk anak perempuan dengan tegas pasal 15 ayat 2 mengemukakan; pengangkatan terhadap anak-anak perempuan dan pengangkatan dengan cara lain dari pada cara membuat akta autentik adalah batal karena hukum. Tata cara pengangkatan anak ini diatur oleh pasal 8 sampai 10 Saatsblad 1917 nomor 129 pada pasal 8 menyebutkan empat syarat mengangkat anak yaitu: Persetujuan orang yang mengangkat anak : a. Jika anak yang diangkat itu adalah anak yang sah dari orang tuanya, maka diperlukan izin orang tua itu; jika bapaknya sudah wafat dan ibunya sudah kawin lagi, maka harus ada persetujuan dari walinya dan balai harta peninggalan selaku penguasa wali. b. Jika anak yang diangkat itu adalah lahir diluar perkawinan, maka diperlukan izin dari orang tuanya yang mengakui sebagai anak, maka harus ada persetujuan dari walinya serta dari balai harta peninggalan. 222 Al-Risalah Volume 12 Nomor 2 Nopember 2012

7 c. Jika anak yang akan diangkat itu sudah berusia 19 tahun, maka diperlukan persetujuan dari anak itu sendiri. d. Manakalah yang akan mengangkat anak itu seorang janda, maka harus ada persetujuan dari saudara laki-laki dan ayah dari almarhuma suaminya, atau tidak ada saudara laki-laki ayah yang masih hidup, atau jika mereka tidak menetap di Indonesia, maka harus ada persetujuan dari anggota laki-laki dari keluarga almarhuma suaminya dalam garis laki-laki sampai derajat keempat. Menurut pasal 10, pengangkatan anak angkat ini harus dilakukan dengan akta notaris. Sedangkan yang menyangkut dengan masalah akibat hukum dari pengangkatan anak diatur dalam pasal 11, 12, 13, dan 14. Pasal 11 mengenai nama keluarga orang yang mengangkat anak, namanama juga menjadi nama dari anak yang diangkat. Pasal 12 menyamakan seorang anak dengan anak yang sah dari perkawinan orang yang mengangkat. Pasal 13, mewajibkan balai harta peninggalan apa bila ada seorang janda yang mengangkat anak, mengambil tindakan-tindakan yang perlu guna mengurus dan menyelamatkan barang-barang kekayaan dari anak itu. Pasal 14, suatu pengangkatan anak berakibat putusannya hubungan hukum antara anak yang diangkat dengan orang tuanya sendiri, kecuali: 1. Mengenai larangan kawin yang berdasarkan atas suatu tali keluarga; 2. Mengenai peraturan hukum pidana yang berdasarkan tali keluarga; 3. Mengenai perhitungan biaya perkara di muka hakim dan penyanderaan; 4. Mengenai pembuktian dengan seorang saksi; 5. Mengenai bertindak sebagai saksi; Dalam hubungan dengan masalah pembatalan suatu adopsi hanya ada satu pasal yang mengatur, yaitu pasal 15 Sataatsblad 1917 nomor 129 yang menentukan bahwa suatu pengangkatan anak tidak dapat di batalkan oleh yang bersangkutan sendiri. Kemudian pengangkatan anak perempuan atau pengangkatan anak secara lain dari pada akte notaris, adalah batal dengan sendirinya. Kemudian pula di tentukan bahwa pengangkatan anak dapat di batalkan, apa bila bertentangan dengan pasal 5, 6, 7, 8, 9, dan 10 ayat 2 dan 3 Saatsblad 1917 nomor Pengaturan Hukum Kewarisan Menurut Hukum Perdata Barat h Muderis Zaini, Adopsi; suatu tinjauan dari tiga sistrm hukum, (Jakarta: Sinar Grafika, 2007). Al-Risalah Volume 12 Nomor 2 Nopember

8 Berdasarkan Kitab Undang-undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek), yang terdapat pada pasal-pasal yang mengatur tentang bagian mutlak oleh Undang-undang dimasukkan dalam bagian tentang hak mewaris menurut wasiat (testamentair erfrecht), yaitu di dalam Pasal 913, 914, 916 dan seterusnya. Suamiistri menurut Undang-undang mendapatkan bagian sama besarnya dengan bagian seorang anak sah sebagai ahli waris, tetapi dia tidak berhak atas bagian mutlak (legitiemeportei), karena suami istri tidak termasuk garis lurus, baik keatas maupun kebawah seperti halnya juga saudara-saudara dari pewaris tidak berhak mendapatkan legietiem portei atau bagian mutlak. 9 Agar lebih jelas diuraikan lagi disini. Suami atau istri yang hidup terlama, anak-anak beserta keturunannya dalam garis ke bawah baik sah maupun tidak sah, dengan tidak membedakan laki-laki atau perempuan, dan dengan tidak membedakan urutan kelahiran. 10 Mereka itu menyingkirkan anggota keluarga yang lain dalam garis ke atas, dan dalam garis kesamping meskipun mungkin di antara anggota-anggota keluarga yang belakangan ini ada yang derajatnya lebih dekat dengan orang meninggal (Pasal 832 jo.842 jo.852a). yang berbunyi: Pasal 832 Menurut Undang-undang yang berhak menjadi ahli waris ialah, para keluarga sedarah, baik sah, maupun luar kawin dan si suami atau istri yang hidup terlama, semua menurut peraturan tertera di bawah ini. Dalam hal, bilamana baik keluarga sedarah, maupun yang hidup terlama di antara suami istri, tidak ada, maka segala harta peninggalan si yang meninggal, menjadi milik Negara yang mana berwajib akan melunasi segala utangnya, sekadar harga harta peninggalan mencukupi untuk itu. Pasal 842 Pergantian dalam garis lurus ke bawah yang sah, berlangsung terus dengan tiada akhirnya. Dalam segala hal, pergantian seperti di atas selamanya diperbolehkan, baik dalam hal bilamana beberapa anak si yang meninggal mewaris bersama-sama dengan keturunan seorang anak yang telah meninggal lebih dahulu, maupun sekalian keturunan mereka mewaris bersama-sama, satu sama lain dalam pertalian keluarga yang berbeda-beda derajatnya. Pasal 852a. Dalam halnya mengenai warisan seorang suami atau istri yang meninggal terlebih dahulu, si istri atau suami yang hidup terlama, dalam melakukan ketentuanketentuan dalam bab ini dipersamakan dengan seorang anak yang sah dari si 9 lihat juga pendapat Surani Ahlan Syarif,dalam inti sari Hukum Waris menurut Burgerlijk Wetboek(KUH Perdata),(Jakarta:Gralia Indinesia,1983)/h R. Subekti, pokok-pokok Hukum Perdata, (Jakarta:Intermasa Cet, ke ),hlm Al-Risalah Volume 12 Nomor 2 Nopember 2012

9 meninggal dengan pengertian, jika perkawinan suami istri itu adalah untuk kedua kali atau selanjutnya, dan dari perkawinan yang dulu ada anak-anak atau keturunan anak-anak itu, si istri atau suami yang baru tak akan mendapat bagain warisan yang lebih besar daripada bagian warisan terkecil yang akan diterima oleh salah seorang anak tadi atau dalam hal bilamana anak itu telah meninggal lebih dahulu, oleh sekalian keturunan penggantinya, sedangkan dalam hal ini bagaimanapun juga, tak bolehlah bagian si istris atau suami itu lebih dari seperempat harta peninggalan si meninggal. Apabila atas kebahagiaan si istri atau suami dari pewarisan kedua kali atau selanjutnya, sebaimana di atas, dengan wasiat telah dihibahkan sesuatu, maka jika jumlah harga hibah wasiat melampaui batas harga termaksud dalam ayat ke satu, bagian warisannya harus di kurangi sedemikian, sehingga jumlah tadi tetap berada dalam batas. Jika hibah wasiat seluruhnya, atau sebagian terdiri atas hak pakai hasil sesuatu, maka harga hak yang demikian harus di taksir, setelah mana jumlah tadi harus dihitung menurut harga taksiran itu. Apa yang diperoleh si istri atau suami yang kemudian menurut pasal ini, harus di kurangkan dalam hitungan akan apa yang menjadi bagiannya, atau akan perjanjia nnya menurut bab kedelapan buku ke satu. b). Ahli waris golongan ke dua orang tua, saudara laki-laki, saudara perempuan dan keturunan saudara laki dan perempuan tersebut. 11 Ahli waris golongan kedua diatur dalam pasal-pasal berikut ini: Pasal 854 ayat (1) KUHPerdata, menentukan: Apabila seorang meninggal dunia, dengan tidak meninggalkan keturunan maupun suami istri, sedangkan bapak dan ibunya masih hidup, maka masing-masing mereka mendapat sepertiga dari warisan, jika si meninggal hanya meninggalkan seorang saudara laki atau perempuan, yang mendapat sepertiga selebihnya. Si bapak dan si ibu masing-masing mendapat seperempat, jika si meninggalkan lebih dari seorang saudara laki atau perempuan, sedangkan dua perempat bagian selebihnya menjadi bagian saudara-saudara laki atau perempuan itu. Dari pasal tersebut dapat di tarik kesimpulan sebagai berikut : Seorang meninggal dunia, tanpa meninggalkan keturunan maupun suami istri, berarti sudah tidak ada golongan I, maka golongan II, yaitu bapak, ibu, dan saudara-saudara tampil sebagai ahli waris. Besar bagian bapak dan ibu (kedua orang tua pewaris masih hidup), berarti ada bapak, ibu dan saudara. Berdasarkan Pasal 854 ayat (1) KUHPerdata : 11 Op.cit., h Al-Risalah Volume 12 Nomor 2 Nopember

10 Jika bapak dan ibu mewaris bersama seorang saudara laki-laki maupun perempuan, mereka masing-masing memperoleh 1/3 harta warisan. Apabila ternyata pewaris mempunyai saudara lebih dari 2 orang, maka bapak ibu tidak boleh mendapat bagian kurang dari ¼ harta warisan. Bagian bapak dan ibu tersebut harus harus di keluarkan terlebih dahulu, setelah itu sisanya di bagikan di antara saudara-saudara pewaris. Apa bila bapak atau ibu pewaris telah meninggal dunia, maka bagian saudara-saudara pewaris diatur dalam Pasal 856 KUHPerdata bahwa bagian saudara laki ataupun perempuan dari pewaris, sedangkan bapak ataupun ibunya telah meninggal. Dalam keadaan demikian ini, maka seluruh warisan adalah hak sekalian saudara laki dan perempuan dari pewaris. Bagian masing-masing 1/5 harta warisan seayah dan seibu, menurut Pasal 857 KUHPerdata. Pembagian saudara sekandung atau saudara seayah dan seibu adalah sebagai berikut: (a). Pewaris Pewaris adalah Pewaris setiap orang yang meninggalkan harta dan diduga meninggal dengan meninggalkan harta, sedangkan ahli waris adalah mereka yang sudah lahir pada saat warisan terbuka. Dalam hukum waris perdata, pengaturan yang ada tidaklah hanya sebatas mengatur mengenai siapa sajakah golongan yang mendapatkan warisan serta persentase bagian dari warisan tersebut, akan tetapi juga mengatur mengenai hak serta kewajiban dari pewaris dan ahli waris itu sendiri. Hal ini diatur agar masing-masing pihak, baik si pewaris maupun ahli waris mengerti mengenai posisi masing-masing serta kewajiban yang harus dijalankan dalam memberikan serta mendapatkan warisan tersebut. (b). Ahli waris Ahli waris adalah Seorang ahli waris yang menerima harta peninggalan dari pewaris dan memiliki hak-hak yang antara lain untuk : (1). Menentukan sikap terhadap harta peninggalan; (2). Menerima secara diam-diam atau tegas; (3). Menerima dengan catatan (beneficiare); atau (4). Menolak warisan. Seorang ahli waris juga memiliki kewajiban-kewajiban tertentu sebagaimana yang disebutkan dibawah ini : (1). Memelihara Harta Peninggalan; (2). Cara pembagian warisan; (3). Melunasi hutang; dan (4). Melaksanakan wasiat. Hazairin merincikan tafsiran Alquran Surat An-Nisaa ayat 12 ini sebagai berikut: (1). Bagimu seperdua ( ) dari harta peninggalan istri-istrimu, jika bagi istriistrimu itu tidak ada anak 226 Al-Risalah Volume 12 Nomor 2 Nopember 2012

11 (2). Bagimu seperempat ( ) dari harta peninggalan isrti-istrimu, jika bagi istriistrimu itu ada anak (3). Bagi istri-istrimu sebagai janda peninggalanmu seperempat ( ) dari harta peninggalanmu,jika bagimu tidak ada anak. (4). Bagi istri-istrimu sebagai janda peninggalanmu ( ) dari harta Pembagian yang dimaksud dalam Alquran Surat An-Nisaa ayat 12 huruf (a) sampai dengan huruf (d) itu setelah dikeluarkan wasiat atau utangmu. (5). Jika seseorang laki-laki maupun perempuan, diwarisi secara kakala dan baginya ada seorang saudara laki-laki atau saudara perempuan maka bagi saudara itu masing-masing seperenam ( ) (6). Jika seorang laki-laki maupun perempuan,diwarisi secara kakala dan baginya ada beberapa orang saudara,semuanya laki-laki atau semuanya perempuan maka semua saudara itu terbagi sama rata atas sepertiga ( )bagian dari harta peninggalannya (7). Pembagian yang dimaksud dalam Surat An-Nisaa ayat 12 huruf (f) dan (g) itu adalah sesuatu dikeluarkan wasiat atau utangnya, dengan tidak boleh seseorang pun mengumpat karena terasa dirugikan (ghaira mudaarin) atau dengan tidak boleh ada diskriminasi yang merugikan 28. (8). Peninggalanmu jika bagimu ada anak. (c). Harta waris Harta waris adalah harta bawaan ditambah bagian dari harta bersama setelah digunakan untuk keperluan pewaris selama sakit sampai meninggalnya, biaya pengurusan jenazah (tajhiz), pembayaran hutang dan pemberian untuk kerabat." Dari pengertian di atas, dikatakan bahwa secara umum harta peninggalan seseorang yang telah meninggal dunia adalah berupa: Harta kekayaan yang berwujud dan dapat dinilai dengan uang, termasuk piutang yang akan ditagih. Harta kekayaan yang berupa hutang-hutang dan harus dibayar pada saat seseorang meninggal dunia Harta kekayaan yang masih bercampur dengan harta bawaan masing-masing. Harta bawaan yang tidak dapat dimiliki langsung oleh suami atauisteri, misal harta pusaka dari suku mereka yang dibawa sebagai modal pertama dalam perkawinan yang harus kembali pada asalnya, yaitu suku tersebut. Jadi yang menjadi harta warisan ialah harta yang merupakan peninggalan pewaris yang dapat dibagi secara individual kepada ahli waris, yaitu harta peninggalan keseluruhan setelah dikurangi dengan harta bawaan suami atau isteri, harta bawaan dari clan dikurangi lagi dengan biaya untuk keperluan pewaris selama sakit, biaya pengurusan jenazah, pembayaran hutang si mati dan wasiat. 4. Cara mendapatkan warisan menurut hukum perdata barat. Al-Risalah Volume 12 Nomor 2 Nopember

12 Pasal 832, 842, 852, 852a, 913, 914, dan 916a yang berhak menjadi ahli waris keluarga sederajat baik sah maupun diluar kawin yang diakui, serta semuanya istri yang hidup terlama. Dalam bagian II Bab XII diatur mengenai pewarisan dari keluarga yang sah dan suami istri. Dalam bagian III diatur tentang dalam pewarisan dalam hal adanya anak luar kawin yang diakui. Para ahli waris yang sah karena kematian terpanggil untuk mewaris menurut urutan di mana itu mereka terpanggil untuk mewaris. 12 Urutan tersebut dikenal ada 4 macam yang disebut golongan ahli waris yaitu: a) Ahli waris Golongan Pertama terdiri dari: (1) Anak-anak dan keturunannya; (2) Suami atau Istri yang hidup terlama. b) Ahli Waris Golongan kedua terdiri dari: (1) Orang tua, saudara laki-laki, saudara perempuan, dan keturunan saudara laki dan perempuan tersebut. (2) Ahli waris golongan keduan diatur dalam pasal-pasal berikut ini: 1) Pasal 854 ayat (1) KUHPerdata, menentukan: Apabila seorang meninggal dunia, dengan tidak meninggalkan keturunan maupun suami istri, sedangkan bapak dan ibunya masih hidup, maka masingmasing mereka mendapat sepertiga dari warisan, jika si meninggal hanya meninggalkan seorang saudara laki atau perempuan, yang mana mendapat sepertiga selebihnya. 13 Si bapak dan si ibu masing-masing mendapat seperempat, jika si meninggal meninggalkan lebih dari seorang saudara laki atau perempuan, sedangkan dua perempat bagian selebihnya menjadi bagian saudara-saudara laki atau perempuan itu. Dari pasal tersebut dapat ditarik hal-hal sebagai berikut: Seorang meninggal dunia, tanpa meninggalkan keturunan maupun suami istri, berarti sudah tidak ada Golongan I, maka Golongan II, yaitu bapak, ibu, dan saudara. Bagiannya adalah sebagai berikut: Berdasarkan Pasal 854 ayat (1) KUHPerdata: Jika bapak dan ibu mewaris bersama seorang suadara baik laki-laki maupun perempuan, mereka masing-masing memperoleh 1/3 harta warisan. Sedangkan berdasarkan Pasal 854 ayat (2) KUHPerdata : Apabila ternyata Pewaris mempunyai saudara lebih dari 2 orang, maka bapak dan ibu tidak boleh mendapat bagian dari ¼ harta warisan. Bagian bapak dan ibu dijamin masing-masing ¼. Bagian bapak ibu tersebut harus dikeluarkan terlebih dahulu, setelah itu sisanya dibagikan diantara saudara-saudara pewaris. 12 Hartono Soerjopratiknjo. Op. cit.h J. Satrio. Op.cit., h Al-Risalah Volume 12 Nomor 2 Nopember 2012

13 Selanjutnya Pasal 855 KUHPerdata mengatur bagian bapak atau ibu yang hidup terlama. Hanya ada bapak atau ibu, dan ada saudara. 14 Besarnya bagian bapak atau ibu berdasarkan Pasal 855 KUHPerdata:..., maka bapak atau ibunya telah meninggal lebih dahulu, maka si ibu atau si bapak yang hidup terlama mendapat setengah dari warisan jika si meninggal hanya meninggalkan seorang saudara perempuan atau laki. Kesimpulan bagian bapak atau ibu masing-masing dijaminkan tidak boleh dari 1/4. Saudara-saudara selebihnya (dua atau lebih) mendapatkan sisanya secara bersama-sama dibagi rata. Apabila bapak ataupun ibu Pewaris telah meninggal dunia, maka bagian saudara-saudara pewaris diatur dalam Pasal 856 KUHPerdata: bagian saudara laki ataupun perempuan dari pewaris, sedangkan bapak atau ibunya telah meninggal. Dalam keadaan demikian ini, maka seluruh warisan adalah hak sekalian saudara laki dan perempuan dari Pewaris. Bagian saudara sekandung ataupun saudara seayah dan seibu, menurut Pasal 857 KUHPerdata. Pembagian saudara sekandung atau saudara seayah dan seibu adalah sebagai berikut : bahwa dalam hal menghitung jumlah/banyaknya saudara yang turut mewaris bersama-sama dengan bapak/ibu, tidak dibedakan saudara sekandung atau saudara seayah/seibu (pasal 857 KUHPerdata). a) Bagian saudara-saudara sekandung Dalam hal mereka berasal dari perkawinan yang sama, maka mereka berbagi dalam bagian yang sama. Berasal dari perkawinan yang sama di sini maksudnya mereka mempunyai bapak dan ibu yang sama, sehingga dikatakan saudara sekandung. Dengan demikian saudara sekandung mendapatkan bagian yang sama, tanpa membedakan laki-laki ataupun perempuan. b) Saudara kandung dan saudara tiri Apabila mereka berasal dari lain perkawinan, maka warisan terlebih dahulu dibagi dua. Setengah bagian untuk saudara dalam garis bapak, setengah lainnya untuk saudara dalam garis ibu. 15 Pembagian adalah sebagai berikut: (1) Saudara laki-laki maupun perempuan sekandung menerima dari dua garis (2) Saudara yang bukan kandung, hanya menerima bagian dari dimana dia berada. (3) Warisan dibagi dua, yaitu ½ bagian untuk saudara dalam garis Bapak, ahli warisnya dimisalkan E, F (saudara sekandung) bersama-sama dengan C dan D. E, F, C, D masing-masing menerima 1/4x1/2 bagian=1/8 bagian. 14 Op. cit., h Lain-lain perkawinan berarti salah satu dari atau kedua-dua orang tua Pewaris, yaitu ayah/dan atau ibu, pernah menikah dua kali dengan dua orang wanita/laki-laki yang berlain-lainan dan dari perkawinan tersebut dilahirkan anak-anak. J. Satrio Op. Cit., h Al-Risalah Volume 12 Nomor 2 Nopember

14 (4) Dan sisa warisan ½ bagian untuk saudara dalam garis ibu. c. Ahli Waris Golongan Ketiga Ahli Waris Golongan Ketiga terdiri dari: keluarga sedarah dalam garis lurus ke atas, sesudah orang tua. Pasal 853 KUHPerdata mengatakan: Ahli waris Golongan ketiga ini terdiri dari sekalian keluarga dalam garis lurus ke atas, baik dari garis ayah maupun ibu. Yang dimaksud dengan keluarga dalam garis ayah dan garis ibu ke atas adalah kakek, dan nenek, yakni ayah dan ibu dari ayah dan ibu dan ayah dari ibu pewaris. d. Ahli Waris Golongan Keempat. Ahli Waris Golongan Keempat yaitu keluarga sedarah lainnya dalam garis menyimpang sampai derajat ke enam. Golongan keempat diatur dalam Pasal-pasal berikut ini: Pasal 858 KUHPerdata menyatakan : Bila tidak ada saudara laki-laki dan perempuan dan juga tidak ada keluarga sedarah yang masih hidup dalam satu garis ke atas, maka separuh harta peninggal itu menjadi bagian dari keluarga sedarah dalam garis ke atas yang masih hidup, sedangkan yang separuh lagi menjadi bagian keluarga sedarah garis ke samping dari garis keatas lainnya, kecuali dalam hal yang tercantum dalam pasal berikut. Pasal 858 KUHPerdata tersebut di atas dapat diartikan sebagai berikut: 1) Apabila tidak ada saudara laki-laki dan perempuan (berarti Golongan II) ; 2) Saudara dalam salah satu garis lurus ke (berarti Golongan III) Harta warisan dibagi dua, yaitu: (a) ½ bagian warisan (kloving), menjadi bagian keluarga sedarah dalam garis lurus ke atas yang masih hidup (kelompok ahli waris yang satu) (b) ½ bagian yang lainnya, kecuali dalam hal tersebut dalam pasal berikut, menjadi bagian para sanak saudara dalam yang lain. Sanak-saudara dalam garis yang lain adalah para paman dan bibi serta sekalian keturunan mereka, yang telah meninggal dunia lebih dahalu dari Pewaris, mereka adalah ahli waris golongan keempat. PENUTUP 230 Al-Risalah Volume 12 Nomor 2 Nopember 2012

15 Anak angkat adalah anak yang ada akibat suatu perbuatan dari seseorang mengambil/menjadikan orang lain sebagai anaknya tanpa melepaskan ikatan kekeluargaan anak itu dari orang tua aslinya, baik ia masih kanak-kanak (belum dewasa) maupun sudah dewasa, mempunyai kewajiban yang sama dengan adopsi ini Kitab Undang-undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek), yang terdapat pada pasal-pasal yang mengatur tentang bagian mutlak oleh Undang-undang dimasukkan dalam bagian tentang hak mewaris menurut wasiat (testamentair erfrecht), yaitu di dalam Pasal 913, 914, 916 dan seterusnya. Cara mendapatkan warisan menurut hukum perdata barat yaitu Pasal 832, 842, 852, 852a, 913, 914, dan 916a yang berhak menjadi ahli waris keluarga sederajat baik sah maupun diluar kawin yang diakui, serta semuanya istri yang hidup terlama. Hendaknya para pihak yang berwenang senantiasa mengadakan pengawasan secara seksama terhadap masalah pengangkatan anak, agar pengangkatan anak tersebut betul-betul didasari pada dasar kemanusiaan yang tinggi sesuai dengan jiwa budaya bangsa Indonesia, agar tidak terjadi pengangkatan anak (adopsi) dengan maksud-maksud tertentu atau terselubung. Penulis juga menyarankan dengan adanya aneka ragam peraturan yang mengatur masalah pengangkatan anak (adopsi) ini. Maka kiranya perlu dibentuk suatu peraturan perundang-undangan yang bersifat nasional yang secara khusus mengatur masalah pengangkatan anak serta kedudukan anak angkat sebagai ahli waris. Al-Risalah Volume 12 Nomor 2 Nopember

16 DAFTAR PUSTAKA Alquran dan Terjemahannya. Jakarta: Proyek Pengadaan Kitab Suci Alquran Ahlan Surini Syarif, Intisari Hukum Waris Menurut Burgerlijk Wetboek (KUHPerdata), Jakarta: Ghalia Indonesia. Ahmad Azahar Basyir Hukum Waris Islam, Yogyakarta: FE-UII. Amanat.Anisitus. SH.CN,2003. Membagi warisan Berdasarkan Pasal-Pasal Hukum Perdata BW,PT.Raja Grafindo Pesada Jakarta. Budiarto.M,1991, Pengangkatan Anak Ditinjau Dari Segi hukum Pressindo,Jakarta. Halim hadikusuma,2003hukum Perkawinan Adat Istiadat Dan Upacara Adatnya,PT Citra Aditya Bakit Bandung. Oemar Salim. SH, 1991, Dasar; dasar Hukum Waris Indonesia, Renika Cipta Rahman fatchur Ilmu Waris. Bandung: Al-Ma arif. Ramulyo, M. Idris Perbandingan Pelaksanaan Hukum Kewarisan Islam dengan Kewarisan Menurut Kitab Undang-undang Hukum Perdata (BW). Jakarta: Sinar Grafika. Ramulyo Idris H.M, 2004, Perbandingan Hukum Kewarisan Islam Dengan Kewarisan Kitab Undang Perdata, Sinar grafika. Sjukrie, Erna, Sofwan, 1992 Lembaga pengangkat Anak (Adopsi), Mahkama Agung- RI. Suparman, Eman, 1991.,Inti sari Hukum Waris Indonesia, Mandar Maju, Bandung. Soimin, Soedharyo, 1992 Hukum Orang dalam Keluarga, Sinar Grafika. Soedarso., Hukum waris. Laporan penataran FH-UGM I-II Yogyakarta Sayuti, Thalib. dan Rajamuljo, Idris. M.,Hukum Islam II Diklat FH- UI Jakarta. Sayuti, Thalib Hukum Kekeluargaan Indonesia, Y.P. Univ Indonesia Satrio. J. Hukum Waris. Bandung: Alumni, Sajuti, Thalib Receptio a Contrario (Hubungan Hukum Adat dengan Hukum Islam). Jakarta: Academica Soebekti R & Tjitrosudibio Kitab Undang-undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek). Jakarta: Pradnya paramita. 232 Al-Risalah Volume 12 Nomor 2 Nopember 2012

HAK MEWARIS ANAK ANGKAT MENURUT BW

HAK MEWARIS ANAK ANGKAT MENURUT BW HAK MEWARIS ANAK ANGKAT MENURUT BW HAK MEWARIS ANAK ANGKAT MENURUT BW SH.,MH Dosen Fakultas Hukum Universitas Muslim Indonesia Abstract Adoption (adoption) is not a new thing in Indonesia because it is

Lebih terperinci

BAB III HAK WARIS ANAK SUMBANG. A. Kedudukan Anak Menurut KUH Perdata. Perdata, penulis akan membagi status anak ke dalam beberapa golongan

BAB III HAK WARIS ANAK SUMBANG. A. Kedudukan Anak Menurut KUH Perdata. Perdata, penulis akan membagi status anak ke dalam beberapa golongan 46 BAB III HAK WARIS ANAK SUMBANG A. Kedudukan Anak Menurut KUH Perdata Sebelum penulis membahas waris anak sumbang dalam KUH Perdata, penulis akan membagi status anak ke dalam beberapa golongan yang mana

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WARISAN

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WARISAN BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WARISAN A. Pengertian Hukum Waris Pengertian secara umum tentang Hukum waris adalah hukum yang mengatur mengenai apa yang harus terjadi dengan harta kekayaan seseorang yang

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS AHLI AHLI WARIS AB INTESTATO MENURUT HUKUM PERDATA

TINJAUAN YURIDIS AHLI AHLI WARIS AB INTESTATO MENURUT HUKUM PERDATA TINJAUAN YURIDIS AHLI AHLI WARIS AB INTESTATO MENURUT HUKUM PERDATA USWATUN HASANAH / D 101 10 062 Pembimbing: I. ABRAHAM KEKKA, S.H, M.H., II. MARINI CITRA DEWI, S.H, M.H., ABSTRAK Menurut pasal 832 KUH

Lebih terperinci

BAB III KEWARISAN ANAK DALAM KANDUNGAN MENURUT KUH PERDATA 1. A. Hak Waris Anak dalam Kandungan menurut KUH Perdata

BAB III KEWARISAN ANAK DALAM KANDUNGAN MENURUT KUH PERDATA 1. A. Hak Waris Anak dalam Kandungan menurut KUH Perdata BAB III KEWARISAN ANAK DALAM KANDUNGAN MENURUT KUH PERDATA 1 A. Hak Waris Anak dalam Kandungan menurut KUH Perdata Anak dalam kandungan menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) memiliki

Lebih terperinci

BAB III IMPLIKASI HAK KEWARISAN ATAS PENGAKUAN ANAK LUAR

BAB III IMPLIKASI HAK KEWARISAN ATAS PENGAKUAN ANAK LUAR BAB III IMPLIKASI HAK KEWARISAN ATAS PENGAKUAN ANAK LUAR KAWIN DALAM HUKUM PERDATA (BURGERLIJK WETBOEK) A. Pengertian Anak Luar Kawin Menurut Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek) Anak menurut bahasa adalah

Lebih terperinci

Lex et Societatis, Vol. V/No. 3/Mei/2017. KEDUDUKAN AHLI WARIS DITINJAU DARI KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA 1 Oleh : Daniel Angkow 2

Lex et Societatis, Vol. V/No. 3/Mei/2017. KEDUDUKAN AHLI WARIS DITINJAU DARI KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA 1 Oleh : Daniel Angkow 2 KEDUDUKAN AHLI WARIS DITINJAU DARI KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA 1 Oleh : Daniel Angkow 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana kedudukan ahli waris menurut KUH

Lebih terperinci

HAK MEWARIS ANAK ANGKAT TERHADAP HARTA ORANG TUA ANGKAT MENURUT HUKUM PERDATA

HAK MEWARIS ANAK ANGKAT TERHADAP HARTA ORANG TUA ANGKAT MENURUT HUKUM PERDATA HAK MEWARIS ANAK ANGKAT TERHADAP HARTA ORANG TUA ANGKAT MENURUT HUKUM PERDATA Oleh : Ni Wayan Manik Prayustini I Ketut Rai Setiabudhi Bagian Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT Adopted

Lebih terperinci

KEDUDUKAN ANAK ANGKAT MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA DAN HUKUM ADAT BALI JURNAL ILMIAH

KEDUDUKAN ANAK ANGKAT MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA DAN HUKUM ADAT BALI JURNAL ILMIAH KEDUDUKAN ANAK ANGKAT MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA DAN HUKUM ADAT BALI JURNAL ILMIAH Oleh: I GDE NALA WIBISANA D1A 109 093 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MATARAM MATARAM 2013 ii HALAMAN PENGESAHAN

Lebih terperinci

BAB IV. PEMBAGIAN WARISAN DAN WASIAT DALAM PERSPEKTIF KUHPerdata

BAB IV. PEMBAGIAN WARISAN DAN WASIAT DALAM PERSPEKTIF KUHPerdata BAB IV PEMBAGIAN WARISAN DAN WASIAT DALAM PERSPEKTIF KUHPerdata A. Kewarisan dalam KUHPerdata Dalam KUHPerdata Hukum kewarisan diatur dalam Buku II KUHPerdata. Jumlah pasal yang mengatur hukum waris sebanyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai makhluk sosial dan merupakan kelompok masyarakat terkecil yang

BAB I PENDAHULUAN. sebagai makhluk sosial dan merupakan kelompok masyarakat terkecil yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keluarga mempunyai peranan yang penting dalam kehidupan manusia sebagai makhluk sosial dan merupakan kelompok masyarakat terkecil yang terdiri dari seorang ayah,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. atau beberapa orang lain. Intinya adalah peraturan yang mengatur akibat-akibat

II. TINJAUAN PUSTAKA. atau beberapa orang lain. Intinya adalah peraturan yang mengatur akibat-akibat II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Hukum Waris Hukum waris menurut para sarjana pada pokoknya adalah peraturan yang mengatur perpindahan kekayaan seseorang yang meninggal dunia kepada satu atau beberapa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGANGKATAN ANAK. A. Pengertian Anak Angkat dan Pengangkatan Anak

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGANGKATAN ANAK. A. Pengertian Anak Angkat dan Pengangkatan Anak BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGANGKATAN ANAK A. Pengertian Anak Angkat dan Pengangkatan Anak Dalam kamus umum bahasa Indonesia mengartikan anak angkat adalah anak orang lain yang diambil (dipelihara)

Lebih terperinci

BAB III ANALISA TERHADAP AHLI WARIS PENGGANTI (PLAATSVERVULLING) PASAL 841 KUH PERDATA DENGAN 185 KHI

BAB III ANALISA TERHADAP AHLI WARIS PENGGANTI (PLAATSVERVULLING) PASAL 841 KUH PERDATA DENGAN 185 KHI BAB III ANALISA TERHADAP AHLI WARIS PENGGANTI (PLAATSVERVULLING) PASAL 841 KUH PERDATA DENGAN 185 KHI A. Kedudukan Ahli Waris Pengganti (Plaatsvervulling) Pasal 841 KUH Perdata Dengan Pasal 185 KHI Hukum

Lebih terperinci

Lex et Societatis, Vol. III/No. 9/Okt/2015

Lex et Societatis, Vol. III/No. 9/Okt/2015 AHLI WARIS PENGGANTI MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA 1 Oleh : Patricia Diana Pangow 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana kedudukan seseorang sebagai

Lebih terperinci

SISTEM PEWARISAN APABILA PEWARIS DAN AHLI WARISNYA MENINGGAL DUNIA PADA SAAT BERSAMAAN DITINJAU BERDASARKAN KITAB UNDANG -UNDANG HUKUM PERDATA

SISTEM PEWARISAN APABILA PEWARIS DAN AHLI WARISNYA MENINGGAL DUNIA PADA SAAT BERSAMAAN DITINJAU BERDASARKAN KITAB UNDANG -UNDANG HUKUM PERDATA SISTEM PEWARISAN APABILA PEWARIS DAN AHLI WARISNYA MENINGGAL DUNIA PADA SAAT BERSAMAAN DITINJAU BERDASARKAN KITAB UNDANG -UNDANG HUKUM PERDATA Oleh : Ni Made Ayu Ananda Dwi Satyawati Suatra Putrawan Bagian

Lebih terperinci

HAK ANAK ANGKAT TERHADAP HARTA PENINGGALAN ORANG TUA ANGKAT MENURUT HUKUM ISLAM

HAK ANAK ANGKAT TERHADAP HARTA PENINGGALAN ORANG TUA ANGKAT MENURUT HUKUM ISLAM Hak Anak Angkat terhadap Peninggalan Orang Tua Angkat Menurut Hukum Islam Kanun Jurnal Ilmu Hukum Susiana No. 55, Th. XIII (Desember, 2011), pp. 139-148. HAK ANAK ANGKAT TERHADAP HARTA PENINGGALAN ORANG

Lebih terperinci

Lex Privatum Vol. VI/No. 1/Jan-Mar/2018

Lex Privatum Vol. VI/No. 1/Jan-Mar/2018 PELAKSANAAN SURAT WASIAT BERDASARKAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA DALAM PRAKTEK KENOTARIATAN 1 Oleh: Karini Rivayanti Medellu 2 Dosen Pembimbing: Prof. Dr. Telly Sumbu, SH, MH Meiske T. Sondakh, SH,

Lebih terperinci

Lex Privatum, Vol. III/No. 3/Jul-Sep/2015. HAK ANAK ANGKAT ATAS WARISAN MENURUT HUKUM PERDATA 1 Oleh: Legi Riska Ivon 2

Lex Privatum, Vol. III/No. 3/Jul-Sep/2015. HAK ANAK ANGKAT ATAS WARISAN MENURUT HUKUM PERDATA 1 Oleh: Legi Riska Ivon 2 HAK ANAK ANGKAT ATAS WARISAN MENURUT HUKUM PERDATA 1 Oleh: Legi Riska Ivon 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan bertujuan untuk mengetahui bagaimana anak angkat menurut Peraturan Perundang-undangan dan bagaimana

Lebih terperinci

BAB III KEWARISAN DALAM HUKUM PERDATA. Hukum waris Eropa yang dimuat dalam Burgerlijk Wetboek

BAB III KEWARISAN DALAM HUKUM PERDATA. Hukum waris Eropa yang dimuat dalam Burgerlijk Wetboek BAB III KEWARISAN DALAM HUKUM PERDATA A. Hukum kewarisan perdata Hukum waris Eropa yang dimuat dalam Burgerlijk Wetboek yang sering disebut BW adalah kumpulan peraturan yang mengatur mengenai kekayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupannya. Apabila ada peristiwa meninggalnya seseorang yang

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupannya. Apabila ada peristiwa meninggalnya seseorang yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah kewarisan itu sangat erat kaitannya dengan kehidupan manusia, karena setiap manusia pasti akan mengalami suatu peristiwa meninggal dunia di dalam kehidupannya.

Lebih terperinci

ASPEK YURIDIS HARTA BERSAMA DALAM PERKAWINAN POLIGAMI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN NURFIANTI / D

ASPEK YURIDIS HARTA BERSAMA DALAM PERKAWINAN POLIGAMI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN NURFIANTI / D ASPEK YURIDIS HARTA BERSAMA DALAM PERKAWINAN POLIGAMI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN NURFIANTI / D 101 09 512 ABSTRAK Penelitian ini berjudul aspek yuridis harta bersama dalam

Lebih terperinci

TINJAUAN TENTANG BAGIAN AHLI WARIS YANG MENOLAK DALAM PERSPEKTIF HUKUM PERDATA BW

TINJAUAN TENTANG BAGIAN AHLI WARIS YANG MENOLAK DALAM PERSPEKTIF HUKUM PERDATA BW 15 TINJAUAN TENTANG BAGIAN AHLI WARIS YANG MENOLAK DALAM PERSPEKTIF HUKUM PERDATA BW Dosen Fakultas Syariah dan Ilmu Hukum IAIN Padangsidimpuan Abstract Based on the constitution, basically everyone has

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang berlaku dalam masyarakat. Dapat pula dikatakan hukum merupakan

BAB I PENDAHULUAN. yang berlaku dalam masyarakat. Dapat pula dikatakan hukum merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum sebagai kaidah atau norma sosial yang tidak terlepas dari nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat. Dapat pula dikatakan hukum merupakan pencerminan dari

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS ATAS AHLI WARIS PENGGANTI DALAM HUKUM WARIS

TINJAUAN YURIDIS ATAS AHLI WARIS PENGGANTI DALAM HUKUM WARIS TINJAUAN YURIDIS ATAS AHLI WARIS PENGGANTI DALAM HUKUM WARIS, SH.MH 1 Abstrak : Sistem Ahli Waris Pengganti menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata terjadi apabila seorang ahli waris terlebih dahulu

Lebih terperinci

KAJIAN HUKUM ATAS HAK WARIS TERHADAP ANAK DALAM KANDUNGAN MENURUT KUHPERDATA 1 Oleh : Mawar Maria Pangemanan 2

KAJIAN HUKUM ATAS HAK WARIS TERHADAP ANAK DALAM KANDUNGAN MENURUT KUHPERDATA 1 Oleh : Mawar Maria Pangemanan 2 KAJIAN HUKUM ATAS HAK WARIS TERHADAP ANAK DALAM KANDUNGAN MENURUT KUHPERDATA 1 Oleh : Mawar Maria Pangemanan 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pengaturan hukum

Lebih terperinci

Lex Administratum, Vol. V/No. 6/Ags/2017. TINJAUAN HUKUM MENGENAI PEMBAGIAN HARTA WARISAN MENURUT KUHPERDATA 1 Oleh: Pratini Salamba 2

Lex Administratum, Vol. V/No. 6/Ags/2017. TINJAUAN HUKUM MENGENAI PEMBAGIAN HARTA WARISAN MENURUT KUHPERDATA 1 Oleh: Pratini Salamba 2 TINJAUAN HUKUM MENGENAI PEMBAGIAN HARTA WARISAN MENURUT KUHPERDATA 1 Oleh: Pratini Salamba 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana penggolongan pembagian harta warisan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pula harta warisan beralih kepada ahli waris/para ahli waris menjadi. Peristiwa pewarisan ini dapat terjadi ketika :

BAB I PENDAHULUAN. pula harta warisan beralih kepada ahli waris/para ahli waris menjadi. Peristiwa pewarisan ini dapat terjadi ketika : 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peristiwa pewarisan adalah perihal klasik dan merupakan salah satu hal penting dalam kehidupan manusia. Apabila ada seseorang meninggal dunia, maka pada saat itulah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rasional dan matematis baik kondisi ekonomi, kelayakan pengetahuan

BAB I PENDAHULUAN. rasional dan matematis baik kondisi ekonomi, kelayakan pengetahuan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu hikmah perkawinan untuk melahirkan dan menciptakan kesinambungan keturunan. Secara naluriah pasangan suami istri umumnya sangat mendambakan kehadiran anak.

Lebih terperinci

BAB II STATUS HUKUM HARTA WARIS YANG DIPEROLEH BERDASAR PADA WASIAT / TESTAMEN. hubungan pewarisan antara pewaris dan ahli waris.

BAB II STATUS HUKUM HARTA WARIS YANG DIPEROLEH BERDASAR PADA WASIAT / TESTAMEN. hubungan pewarisan antara pewaris dan ahli waris. 20 BAB II STATUS HUKUM HARTA WARIS YANG DIPEROLEH BERDASAR PADA WASIAT / TESTAMEN A. Perolehan Harta Waris Menurut BW Pewarisan berdasarkan undang-undang adalah suatu bentuk pewarisan dimana hubungan darah

Lebih terperinci

Lex Privatum, Vol. III/No. 4/Okt/2015

Lex Privatum, Vol. III/No. 4/Okt/2015 ANALISIS YURIDIS KEHILANGAN HAK MEWARIS MENURUT KITAB UNDANG- UNDANG HUKUM PERDATA 1 Oleh : Weidy V. M. Rorong 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan bertujuan untuk mengetahui bagaimanakah sistem pembagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sistem hukum waris Adat diperuntukan bagi warga Indonesia asli yang pembagiannya

BAB I PENDAHULUAN. Sistem hukum waris Adat diperuntukan bagi warga Indonesia asli yang pembagiannya BAB I PENDAHULUAN Saat ini di Indonesia masih terdapat sistem hukum waris yang beraneka ragam, yaitu sistem hukum waris Adat, hukum waris Islam, dan hukum waris Barat (KUHPerdata). Sistem hukum waris Adat

Lebih terperinci

KAJIAN TERHADAP HAK MEWARIS ANAK ANGKAT DIDASARKAN HIBAH WASIAT MENURUT HUKUM PERDATA. ( Studi di Pengadilan Negeri Jakarta Timur )

KAJIAN TERHADAP HAK MEWARIS ANAK ANGKAT DIDASARKAN HIBAH WASIAT MENURUT HUKUM PERDATA. ( Studi di Pengadilan Negeri Jakarta Timur ) KAJIAN TERHADAP HAK MEWARIS ANAK ANGKAT DIDASARKAN HIBAH WASIAT MENURUT HUKUM PERDATA. ( Studi di Pengadilan Negeri Jakarta Timur ) Usulan Penelitian Untuk Tesis S2 Program Studi Magister Kenotariatan

Lebih terperinci

BAB II PROSES PERALIHAN OBJEK WARISAN SECARA AB INTESTATO BILA DI TINJAU DARI HUKUM PERDATA

BAB II PROSES PERALIHAN OBJEK WARISAN SECARA AB INTESTATO BILA DI TINJAU DARI HUKUM PERDATA 25 BAB II PROSES PERALIHAN OBJEK WARISAN SECARA AB INTESTATO BILA DI TINJAU DARI HUKUM PERDATA A. Hukum Waris di Indonesia Hukum Waris merupakan salah satu bagian dari hukum Perdata secara keseluruhan

Lebih terperinci

BAB V. KOMPARASI PEMBAGIAN WARIS DAN WASIAT DALAM PERSPEKTIF KHI, CLD KHI DAN KUHPerdata

BAB V. KOMPARASI PEMBAGIAN WARIS DAN WASIAT DALAM PERSPEKTIF KHI, CLD KHI DAN KUHPerdata BAB V KOMPARASI PEMBAGIAN WARIS DAN WASIAT DALAM PERSPEKTIF KHI, CLD KHI DAN KUHPerdata Dalam pembahasan bab ini merupakan ulasan mengenai titik singgung antara pembagian kewarisan dalam KHI, CLD KHI dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seorang manusia yang lahir di dunia ini, memiliki hak dan kewajiban yang diberikan hukum kepadanya maupun kepada manusia-manusia lain disekitarnya dimulai kepadanya

Lebih terperinci

HUKUM WARIS. Hukum Keluarga dan Waris ISTILAH

HUKUM WARIS. Hukum Keluarga dan Waris ISTILAH Hukum Keluarga dan Waris HUKUM WARIS ISTILAH Didalam hukum waris dikenal istilah-istilah seperti pewaris, ahli waris, harta waris, boedel, testament, legaat, dan legitieme portie[1]. Yang dimaksud Pewaris

Lebih terperinci

PENERAPAN LEGITIME FORTIE (BAGIAN MUTLAK) DALAM PEMBAGIAN WARISAN MENURUT KUH PERDATA. SULIH RUDITO / D

PENERAPAN LEGITIME FORTIE (BAGIAN MUTLAK) DALAM PEMBAGIAN WARISAN MENURUT KUH PERDATA. SULIH RUDITO / D PENERAPAN LEGITIME FORTIE (BAGIAN MUTLAK) DALAM PEMBAGIAN WARISAN MENURUT KUH PERDATA. SULIH RUDITO / D 101 09 645 ABSTRAK Hukum waris dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata termasuk dalam bidang hukum

Lebih terperinci

BAB II PENGANGKATAN ANAK MENURUT PP NOMOR 54 TAHUN

BAB II PENGANGKATAN ANAK MENURUT PP NOMOR 54 TAHUN BAB II PENGANGKATAN ANAK MENURUT PP NOMOR 54 TAHUN 2007 A. Pengertian dan Dasar Hukum Pengangkatan anak. Pengangkatan anak disebut juga dengan adopsi, kata adopsi berasal dari bahasa latin adoptio yang

Lebih terperinci

BAB III AKIBAT HUKUM TERHADAP STATUS ANAK DAN HARTA BENDA PERKAWINAN DALAM PERKAWINAN YANG DIBATALKAN

BAB III AKIBAT HUKUM TERHADAP STATUS ANAK DAN HARTA BENDA PERKAWINAN DALAM PERKAWINAN YANG DIBATALKAN BAB III AKIBAT HUKUM TERHADAP STATUS ANAK DAN HARTA BENDA PERKAWINAN DALAM PERKAWINAN YANG DIBATALKAN 1. Akibat Hukum Terhadap Kedudukan, Hak dan Kewajiban Anak dalam Perkawinan yang Dibatalkan a. Kedudukan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan ialah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan ialah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan ialah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan

Lebih terperinci

KEDUDUKAN HUKUM AHLI WARIS YANG MEWARIS DENGAN CARA MENGGANTI ATAU AHLI WARIS BIJ PLAATSVERVULLING MENURUT BURGERLIJK WETBOEK

KEDUDUKAN HUKUM AHLI WARIS YANG MEWARIS DENGAN CARA MENGGANTI ATAU AHLI WARIS BIJ PLAATSVERVULLING MENURUT BURGERLIJK WETBOEK KEDUDUKAN HUKUM AHLI WARIS YANG MEWARIS DENGAN CARA MENGGANTI ATAU AHLI WARIS BIJ PLAATSVERVULLING MENURUT BURGERLIJK WETBOEK Oktavia Milayani Fakultas Hukum STIP Bunga Bangsa Palangkaraya Jalan Pangeran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memenuhi kebutuhannya manusia tetap bergantung pada orang lain walaupun sampai

BAB I PENDAHULUAN. memenuhi kebutuhannya manusia tetap bergantung pada orang lain walaupun sampai BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Manusia selain sebagai individu juga sebagai makhluk sosial, dimana dalam memenuhi kebutuhannya manusia tetap bergantung pada orang lain walaupun sampai saat ia akan

Lebih terperinci

Paramita, hlm 33. 1 Bushar Muhammad, Pokok-Pokok Hukum Adat, Cet. I Jakarta :PT. Pradnya,

Paramita, hlm 33. 1 Bushar Muhammad, Pokok-Pokok Hukum Adat, Cet. I Jakarta :PT. Pradnya, PROSES PENGANGKATAN ANAK DI PENGADILAN AGAMA BUKITTINGGI Lili Arlani, NPM:10.10.002.74201.169 ABSTRAK Keinginan untuk mempunyai anak adalah naluri manusia yang alamiah, akan tetapi keinginan tersebut ditentukan

Lebih terperinci

FH UNIVERSITAS BRAWIJAYA

FH UNIVERSITAS BRAWIJAYA NO PERBEDAAN BW/KUHPerdata Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 1 Arti Hukum Perkawinan suatu persekutuan/perikatan antara seorang wanita dan seorang pria yang diakui sah oleh UU/ peraturan negara yang bertujuan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PENDAPAT IMAM AL-SYAFI I TENTANG KEWARISAN KAKEK BERSAMA SAUDARA. A. Analisis Pendapat Imam al-syafi i Tentang Kewarisan Kakek Bersama

BAB IV ANALISIS PENDAPAT IMAM AL-SYAFI I TENTANG KEWARISAN KAKEK BERSAMA SAUDARA. A. Analisis Pendapat Imam al-syafi i Tentang Kewarisan Kakek Bersama 58 BAB IV ANALISIS PENDAPAT IMAM AL-SYAFI I TENTANG KEWARISAN KAKEK BERSAMA SAUDARA A. Analisis Pendapat Imam al-syafi i Tentang Kewarisan Kakek Bersama Saudara Dan Relevansinya Dengan Sistem Kewarisan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. benua dan lautan yang sangat luas, maka penyebaran agama-agama yang dibawa. melaksanakan kemurnian dari peraturan-peraturannya.

BAB I PENDAHULUAN. benua dan lautan yang sangat luas, maka penyebaran agama-agama yang dibawa. melaksanakan kemurnian dari peraturan-peraturannya. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Di lihat dari letak geografis kepulauan Indonesia yang strategis antara dua benua dan lautan yang sangat luas, maka penyebaran agama-agama yang dibawa oleh pendatang

Lebih terperinci

KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA (Burgerlijk Wetboek voor Indonesie) BUKU KESATU ORANG

KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA (Burgerlijk Wetboek voor Indonesie) BUKU KESATU ORANG KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA (Burgerlijk Wetboek voor Indonesie) BUKU KESATU ORANG BAB I MENIKMATI DAN KEHILANGAN HAK KEWARGAAN (Berlaku Bagi Golongan Timur Asing Bukan Tionghoa, dan Bagi Golongan

Lebih terperinci

B A B I P E N D A H U L U A N. Sebagaimana prinsip hukum perdata barat di dalam KUH Perdata tersebut, telah

B A B I P E N D A H U L U A N. Sebagaimana prinsip hukum perdata barat di dalam KUH Perdata tersebut, telah B A B I P E N D A H U L U A N A. Latar Belakang Konsepsi harta kekayaan di dalam perkawinan menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) 1 adalah sebagai suatu persekutuan harta bulat, meliputi

Lebih terperinci

BAB III KEDUDUKAN ANAK MENURUT KUHPERDATA. Ada Beberapa Status Anak Dalam Kitab Undang-Undang HukumPerdata. memperoleh si suami sebagai bapaknya.

BAB III KEDUDUKAN ANAK MENURUT KUHPERDATA. Ada Beberapa Status Anak Dalam Kitab Undang-Undang HukumPerdata. memperoleh si suami sebagai bapaknya. BAB III KEDUDUKAN ANAK MENURUT KUHPERDATA A. Kedudukan anak Menurut KUHPerdata Ada Beberapa Status Anak Dalam Kitab Undang-Undang HukumPerdata (Burgerlijk Wetboek) yang menggolongkan tiga penggolongan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang dan Rumusan Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang dan Rumusan Masalah BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang dan Rumusan Masalah Hukum waris yang berlaku di Indonesia hingga saat ini masih bersifat pluralistik, artinya beraneka ragam sistem hukum waris di Indonesia berlaku

Lebih terperinci

KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA (Burgerlijk Wetboek voor Indonesie) BUKU KESATU ORANG

KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA (Burgerlijk Wetboek voor Indonesie) BUKU KESATU ORANG KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA (Burgerlijk Wetboek voor Indonesie) BUKU KESATU ORANG BAB I MENIKMATI DAN KEHILANGAN HAK KEWARGAAN (Berlaku Bagi Golongan Timur Asing Bukan Tionghoa, dan Bagi Golongan

Lebih terperinci

TINJAUAN HUKUM TENTANG KEDUDUKAN JANDA MENURUT KITAB UNDANG UNDANG HUKUM PERDATA NUR AISAH / D

TINJAUAN HUKUM TENTANG KEDUDUKAN JANDA MENURUT KITAB UNDANG UNDANG HUKUM PERDATA NUR AISAH / D TINJAUAN HUKUM TENTANG KEDUDUKAN JANDA MENURUT KITAB UNDANG UNDANG HUKUM PERDATA NUR AISAH / D 101 07 218 ABSTRAK Hukum waris adalah hukum yang mengatur tentang peralihan harta kekayaan yang ditinggalkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM PENGANGKATAN ANAK. tua mereka, meskipun mereka telah dewasa. Walaupun begitu istilah ini sering

BAB II TINJAUAN UMUM PENGANGKATAN ANAK. tua mereka, meskipun mereka telah dewasa. Walaupun begitu istilah ini sering BAB II TINJAUAN UMUM PENGANGKATAN ANAK A. Pengertian Anak dan Pengangkatan Anak Anak adalah seorang laki-laki dan perempuan yang belum atau belum mengalami masa pubertas. Anak juga merupakan keturunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lain. Dengan demikian setiap orang tidak mungkin hidup sendiri tanpa

BAB I PENDAHULUAN. lain. Dengan demikian setiap orang tidak mungkin hidup sendiri tanpa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial. Sebagai makhluk sosial, manusia mempunyai kecenderungan untuk selalu berhubungan dengan manusia yang lain. Dengan demikian setiap

Lebih terperinci

Diskusi Mata Kuliah Gemar Belajar Perjanjian dan Waris

Diskusi Mata Kuliah Gemar Belajar Perjanjian dan Waris Diskusi Mata Kuliah Gemar Belajar Perjanjian dan Waris Pembicara : 1. Betric Banjarnahor (2012) : 2. Dian Prawiro Napitupulu (2013) Pemateri : 1. Tioneni Sigiro (2014). 2. Waristo Ritonga (2014) Moderator

Lebih terperinci

Lex et Societatis, Vol. II/No. 8/Sep-Nov/2014. KEDUDUKAN DAN BAGIAN AHLI WARIS PENGGANTI DALAM HUKUM ISLAM 1 Oleh : Alhafiz Limbanadi 2

Lex et Societatis, Vol. II/No. 8/Sep-Nov/2014. KEDUDUKAN DAN BAGIAN AHLI WARIS PENGGANTI DALAM HUKUM ISLAM 1 Oleh : Alhafiz Limbanadi 2 KEDUDUKAN DAN BAGIAN AHLI WARIS PENGGANTI DALAM HUKUM ISLAM 1 Oleh : Alhafiz Limbanadi 2 A B S T R A K Seiring dengan perkembangan zaman juga pola pikir masyarakat, hal ini menghasilkan adanya berbagai

Lebih terperinci

PEMBAGIAN HAK WARIS KEPADA AHLI WARIS AB INTESTATO DAN TESTAMENTAIR MENURUT HUKUM PERDATA BARAT (BW)

PEMBAGIAN HAK WARIS KEPADA AHLI WARIS AB INTESTATO DAN TESTAMENTAIR MENURUT HUKUM PERDATA BARAT (BW) PEMBAGIAN HAK WARIS KEPADA AHLI WARIS AB INTESTATO DAN TESTAMENTAIR MENURUT HUKUM PERDATA BARAT (BW) Oleh : Indah Sari, SH, M.Si 1 (Indah.alrif@gmail.com) ----------------------------------- Abstrak: Hukum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dasar, antara lain bersifat mengatur dan tidak ada unsur paksaan. Namun untuk

BAB I PENDAHULUAN. dasar, antara lain bersifat mengatur dan tidak ada unsur paksaan. Namun untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum waris perdata dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, termasuk dalam lapangan atau bidang hukum perdata. Semua cabang hukum yang termasuk dalam bidang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam fase kehidupan manusia terdapat tiga peristiwa penting yaitu, kelahiran,

BAB I PENDAHULUAN. Dalam fase kehidupan manusia terdapat tiga peristiwa penting yaitu, kelahiran, BAB I PENDAHULUAN Dalam fase kehidupan manusia terdapat tiga peristiwa penting yaitu, kelahiran, perkawinan, dan kematian. Dengan adanya kelahiran maka berakibat pada timbulnya hak dan kewajban baik dari

Lebih terperinci

HUKUM WARIS ISLAM DAN PERMASALAHANNYA

HUKUM WARIS ISLAM DAN PERMASALAHANNYA HUKUM WARIS ISLAM DAN PERMASALAHANNYA Dalam peradilan atau dalam hukum Indonesia juga terdapat hukum waris adat. Selama ini, khususnya sebelum munculnya UU No.7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama memang

Lebih terperinci

BAB III PEMBAGIAN WARISAN DAN WASIAT DALAM PERSPEKTIF CLD KHI

BAB III PEMBAGIAN WARISAN DAN WASIAT DALAM PERSPEKTIF CLD KHI BAB III PEMBAGIAN WARISAN DAN WASIAT DALAM PERSPEKTIF CLD KHI A. Kewarisan dalam CLD KHI Dalam CLD KHI hukum kewarisan diatur pada buku II yang terdiri dari 42 pasal yaitu mulai Pasal 1 sampai dengan Pasal

Lebih terperinci

PEWARISAN DAN AHLI WARIS PENGGANTI BIJ PLAATSVERVULLING

PEWARISAN DAN AHLI WARIS PENGGANTI BIJ PLAATSVERVULLING PEWARISAN DAN AHLI WARIS PENGGANTI BIJ PLAATSVERVULLING Oktavia Milayani STIP Bunga Bangsa Palangkaraya Jalan Pangeran Samudra III No. 7 Palangkaraya Email: oktavia.milayani09@gmail.com Abstract The law

Lebih terperinci

SELAYANG PANDANG TENTANG ANAK DAN PENGANGKATAN ANAK. Oleh : Suwardjo. Dosen Fakultas Hukum Universitas surakarta. ABSTRAKSI

SELAYANG PANDANG TENTANG ANAK DAN PENGANGKATAN ANAK. Oleh : Suwardjo. Dosen Fakultas Hukum Universitas surakarta. ABSTRAKSI SELAYANG PANDANG TENTANG ANAK DAN PENGANGKATAN ANAK Oleh : Suwardjo Dosen Fakultas Hukum Universitas surakarta. ABSTRAKSI Hukum perdata di Indonesia baik hukum yang tertulis maupun yang tidak tertulis

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA A. Persamaan dan Perbedaan Hukum Islam dan Hukum Perdata Indonesia Tentang Hibah dalam Keluarga

BAB IV ANALISIS DATA A. Persamaan dan Perbedaan Hukum Islam dan Hukum Perdata Indonesia Tentang Hibah dalam Keluarga BAB IV ANALISIS DATA A. Persamaan dan Perbedaan Hukum Islam dan Hukum Perdata Indonesia Tentang Hibah dalam Keluarga Masyarakat di Indonesia telah menganut tiga hukum mengenai hibah, yaitu Hukum Adat,

Lebih terperinci

HUKUM WARIS PERDATA BARAT

HUKUM WARIS PERDATA BARAT HUKUM WARIS PERDATA BARAT I. PENGERTIAN HUKUM WARIS Hukum waris adalah hukum yang mengatur mengenai apa yang harus terjadi dengan harta kekayaan seseorang yang meninggal dunia, dengan lain perkataan mengatur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan yang ada di negara kita menganut asas monogami. Seorang pria

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan yang ada di negara kita menganut asas monogami. Seorang pria 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang merupakan ketentuan yang mengatur pelaksanaan perkawinan yang ada di Indonesia telah memberikan landasan

Lebih terperinci

BAB II PENGURUSAN HARTA KEKAYAAN MILIK ANAK ANGKAT DI BAWAH UMUR MENURUT HUKUM PERDATA. A. Status dan Kedudukan Anak Angkat Menurut KUH Perdata

BAB II PENGURUSAN HARTA KEKAYAAN MILIK ANAK ANGKAT DI BAWAH UMUR MENURUT HUKUM PERDATA. A. Status dan Kedudukan Anak Angkat Menurut KUH Perdata 19 BAB II PENGURUSAN HARTA KEKAYAAN MILIK ANAK ANGKAT DI BAWAH UMUR MENURUT HUKUM PERDATA A. Status dan Kedudukan Anak Angkat Menurut KUH Perdata Sejak diundangkannya Staatblad. 1917 Nomor 129 tanggal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. alamiah. Anak merupakan titipan dari Tuhan Yang Maha Kuasa. Perkataan

BAB I PENDAHULUAN. alamiah. Anak merupakan titipan dari Tuhan Yang Maha Kuasa. Perkataan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Setiap pasangan (suami-istri) yang telah menikah, pasti berkeinginan untuk mempunyai anak. Keinginan tersebut merupakan naluri manusiawi dan sangat

Lebih terperinci

Lex et Societatis, Vol. V/No. 2/Mar-Apr/2017

Lex et Societatis, Vol. V/No. 2/Mar-Apr/2017 HAK WARIS ANAK KANDUNG DAN ANAK ANGKAT MENURUT KOMPILASI HUKUM ISLAM 1 Oleh : Budi Damping 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana asas-asas dalam Hukum Kewarisan menurut

Lebih terperinci

BAB II KRITERIA ANAK LUAR NIKAH DALAM KOMPILASI HUKUM ISLAM DAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA

BAB II KRITERIA ANAK LUAR NIKAH DALAM KOMPILASI HUKUM ISLAM DAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA 48 BAB II KRITERIA ANAK LUAR NIKAH DALAM KOMPILASI HUKUM ISLAM DAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA A. Kriteria Anak Luar Nikah dalam Kompilasi Hukum Islam Dalam Kompilasi Hukum Islam selain dijelaskan

Lebih terperinci

diasuh oleh team-teaching PROGRAM PASCASARJANA USU Program Magister Kenotariatan

diasuh oleh team-teaching PROGRAM PASCASARJANA USU Program Magister Kenotariatan diasuh oleh team-teaching PROGRAM PASCASARJANA USU Program Magister Kenotariatan KEKELUARGAAN SEDARAH DAN SEMENDA (bloedverwantschap en zwagerschap) BAB-XIII BUKU-I BW (Pasal-290 dst BW) (1) KELUARGA SEDARAH

Lebih terperinci

Waris Menurut BW Bab I Pendahuluan

Waris Menurut BW Bab I Pendahuluan Waris Menurut BW Bab I Pendahuluan Disusun Oleh: Dimas Candra Eka 135010100111036(02) Hariz Muhammad 135010101111182(06) Nyoman Kurniadi 135010107111063 (07) Edwin Setyadi K. 135010107111071(08) Dewangga

Lebih terperinci

Lex Administratum, Vol. III/No.1/Jan-Mar/2015. KAJIAN YURIDIS HAK PERWALIAN ANAK DALAM PERCERAIAN DI INDONESIA 1 Oleh : Mutmainnah Domu 2

Lex Administratum, Vol. III/No.1/Jan-Mar/2015. KAJIAN YURIDIS HAK PERWALIAN ANAK DALAM PERCERAIAN DI INDONESIA 1 Oleh : Mutmainnah Domu 2 KAJIAN YURIDIS HAK PERWALIAN ANAK DALAM PERCERAIAN DI INDONESIA 1 Oleh : Mutmainnah Domu 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana hak Perwalian anak karena perceraian

Lebih terperinci

TINJAUAN MENGENAI ASPEK HUKUM PEMBAGIAN HARTA WARISAN MENURUT KUHPERDATA (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Jepara)

TINJAUAN MENGENAI ASPEK HUKUM PEMBAGIAN HARTA WARISAN MENURUT KUHPERDATA (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Jepara) 0 TINJAUAN MENGENAI ASPEK HUKUM PEMBAGIAN HARTA WARISAN MENURUT KUHPERDATA (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Jepara) Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Syarat-Syarat Guna Memperoleh

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS ANAK DILUAR NIKAH DALAM MENDAPATKAN WARISAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

TINJAUAN YURIDIS ANAK DILUAR NIKAH DALAM MENDAPATKAN WARISAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN 1 2 TINJAUAN YURIDIS ANAK DILUAR NIKAH DALAM MENDAPATKAN WARISAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN (Studi Penelitian di Pengadilan Agama Kota Gorontalo) Nurul Afry Djakaria

Lebih terperinci

HUKUM HIBAH WASIAT TERHADAP ANAK ANGKAT MENURUT HUKUM PERDATA

HUKUM HIBAH WASIAT TERHADAP ANAK ANGKAT MENURUT HUKUM PERDATA HUKUM HIBAH WASIAT TERHADAP ANAK ANGKAT MENURUT HUKUM PERDATA Enik Isnaini *) *) Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Lamongan ABSTRACT It s natural for a parent to be wanting a child. However, in reality

Lebih terperinci

Lex et Societatis, Vol. V/No. 2/Mar-Apr/2017

Lex et Societatis, Vol. V/No. 2/Mar-Apr/2017 HAK ATAS WARISAN SEORANG ANAK YANG DIADOPSI TERHADAP ORANG TUA WALINYA MENURUT KUH PERDATA 1 Oleh: Filemon Sangian 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana hak atas

Lebih terperinci

HUKUM KEKERABATAN A. PENDAHULUAN

HUKUM KEKERABATAN A. PENDAHULUAN HUKUM KEKERABATAN A. PENDAHULUAN Hukum adat kekerabatan adalah hukum adat yang mengatur tentang bagaimana kedudukan pribadi seseorang sebagai anggota kerabat, kedudukan anak terhadap orangtua dan sebaliknya

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pemberi Wasiat adalah seseorang baik laki-laki maupun perempuan yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pemberi Wasiat adalah seseorang baik laki-laki maupun perempuan yang II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pemberi Wasiat 1. Pemberi Wasiat Menurut KUHPerdata Pemberi Wasiat adalah seseorang baik laki-laki maupun perempuan yang meninggalkan sejumlah harta kekayaan maupun hak-hak yang

Lebih terperinci

BAB II PERKAWINAN DAN PUTUSNYA PERKAWINAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

BAB II PERKAWINAN DAN PUTUSNYA PERKAWINAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN BAB II PERKAWINAN DAN PUTUSNYA PERKAWINAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN 2.1 Pengertian Perkawinan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang di dalamnya terdapat beraneka ragam kebudayaan yang berbeda-beda tiap daerahnya. Sistem pewarisan yang dipakai di Indonesia juga

Lebih terperinci

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 1 tahun 1974 Tentang perkawinan BAB I DASAR PERKAWINAN. Pasal 1. Pasal 2

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 1 tahun 1974 Tentang perkawinan BAB I DASAR PERKAWINAN. Pasal 1. Pasal 2 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 1 tahun 1974 Tentang perkawinan BAB I DASAR PERKAWINAN Pasal 1 Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KONSEKUENSI HUKUM PENETAPAN PENGADILAN TERKAIT PENGANGKATAN ANAK YANG DILAKUKAN OLEH ORANG TUA TUNGGAL

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KONSEKUENSI HUKUM PENETAPAN PENGADILAN TERKAIT PENGANGKATAN ANAK YANG DILAKUKAN OLEH ORANG TUA TUNGGAL 22 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KONSEKUENSI HUKUM PENETAPAN PENGADILAN TERKAIT PENGANGKATAN ANAK YANG DILAKUKAN OLEH ORANG TUA TUNGGAL 2.1 Pengertian Pengangkatan anak Dalam proses pengangkatan anak maka

Lebih terperinci

bismillahirrahmanirrahim

bismillahirrahmanirrahim SALINAN PENETAPAN Nomor 112/ Pdt.P/ 2015/ PA Sit. bismillahirrahmanirrahim DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Agama Situbondo yang memeriksa dan mengadili perkara perkara tertentu

Lebih terperinci

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 1 TAHUN 1974 (1/1974) Tanggal: 2 JANUARI 1974 (JAKARTA)

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 1 TAHUN 1974 (1/1974) Tanggal: 2 JANUARI 1974 (JAKARTA) Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 1 TAHUN 1974 (1/1974) Tanggal: 2 JANUARI 1974 (JAKARTA) Sumber: LN 1974/1; TLN NO. 3019 Tentang: PERKAWINAN Indeks: PERDATA. Perkawinan.

Lebih terperinci

BAB III PELAKSANAAN PENGANGAKATAN ANAK TERHADAP BAPAK KASUN YANG TERJADI DI DESA BLURI KECAMATAN SOLOKURO KABUPATEN LAMONGAN

BAB III PELAKSANAAN PENGANGAKATAN ANAK TERHADAP BAPAK KASUN YANG TERJADI DI DESA BLURI KECAMATAN SOLOKURO KABUPATEN LAMONGAN BAB III PELAKSANAAN PENGANGAKATAN ANAK TERHADAP BAPAK KASUN YANG TERJADI DI DESA BLURI KECAMATAN SOLOKURO KABUPATEN LAMONGAN A. Sekilas Tentang Bapak Kasun Sebagai Anak Angkat Bapak Tasral Tasral dan istrinya

Lebih terperinci

ALTERNATIF HUKUM PERKAWINAN HOMOSEKSUAL

ALTERNATIF HUKUM PERKAWINAN HOMOSEKSUAL ALTERNATIF HUKUM PERKAWINAN HOMOSEKSUAL Muchamad Arif Agung Nugroho Fakultas Hukum Universitas Wahid Hasyim Semarang agungprogresif@gmail.com ABSTRAK Perkawinan heteroseksual merupakan suatu perikatan

Lebih terperinci

Lex et Societatis, Vol. I/No.3/Juli/2013

Lex et Societatis, Vol. I/No.3/Juli/2013 HAK ANAK ANGKAT ATAS HARTA WARISAN DALAM HUKUM PERDATA 1 Oleh: Zeila Mochtar 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana proses sahnya pengangkatan anak agar anak tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Manusia merupakan makhluk sosial yang tidak dapat hidup terpisah dari kelompok manusia lainnya. Dalam menjalankan kehidupannya setiap manusia membutuhkan

Lebih terperinci

BAB V PERSAMAAN DAN PERBEDAAN WASIAT KEPADA NON MUSLIM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF

BAB V PERSAMAAN DAN PERBEDAAN WASIAT KEPADA NON MUSLIM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF BAB V PERSAMAAN DAN PERBEDAAN WASIAT KEPADA NON MUSLIM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF A. Wasiat Kepada Non Muslim Perspektif Hukum Islam. 1. Syarat-syarat Mushii a. Mukallaf (baligh dan berakal

Lebih terperinci

KEKUATAN MENGIKATNYA SURAT PENETAPAN PENGANGKATAN ANAK DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA SKRIPSI

KEKUATAN MENGIKATNYA SURAT PENETAPAN PENGANGKATAN ANAK DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA SKRIPSI KEKUATAN MENGIKATNYA SURAT PENETAPAN PENGANGKATAN ANAK DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata-1 Fakultas Hukum Oleh: MONA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rohani. Dalam kehidupannya manusia itu di berikan akal serta pikiran oleh Allah

BAB I PENDAHULUAN. rohani. Dalam kehidupannya manusia itu di berikan akal serta pikiran oleh Allah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia pada umumnya tidak lepas dari kebutuhan baik jasmani maupun rohani. Dalam kehidupannya manusia itu di berikan akal serta pikiran oleh Allah SWT untuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KEDUDUKAN ANAK LUAR KAWIN BERDASARKAN HUKUM KELUARGA DI INDONESIA

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KEDUDUKAN ANAK LUAR KAWIN BERDASARKAN HUKUM KELUARGA DI INDONESIA BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KEDUDUKAN ANAK LUAR KAWIN BERDASARKAN HUKUM KELUARGA DI INDONESIA A. Kedudukan Anak Luar Kawin Dalam Hubungan Kekerabatan Kedudukan anak diatur di dalam Undang-Undang Perkawinan

Lebih terperinci

TINJAUAN TENTANG PENYELESAIAN WARISAN MENURUT HUKUM ADAT UNTUK SUAMI ATAU ISTRI YANG HIDUP TERLAMA

TINJAUAN TENTANG PENYELESAIAN WARISAN MENURUT HUKUM ADAT UNTUK SUAMI ATAU ISTRI YANG HIDUP TERLAMA TINJAUAN TENTANG PENYELESAIAN WARISAN MENURUT HUKUM ADAT UNTUK SUAMI ATAU ISTRI YANG HIDUP TERLAMA (Study Kasus Masyarakat Desa Sruwen Kec. Tengaran Kab. Semarang) Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN PARADIGMA. lainnya dalam satu kesatuan yang utuh (Abdulsyani, 1994:123).

TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN PARADIGMA. lainnya dalam satu kesatuan yang utuh (Abdulsyani, 1994:123). II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN PARADIGMA 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Pengertian SistemWaris Sistem mengandung pengertian sebagai kumpulan dari berbagai unsur (komponen)yang saling bergantungan

Lebih terperinci

TINJAUAN HUKUM SURAT WASIAT MENURUT HUKUM PERDATA M. WIJAYA. S / D

TINJAUAN HUKUM SURAT WASIAT MENURUT HUKUM PERDATA M. WIJAYA. S / D TINJAUAN HUKUM SURAT WASIAT MENURUT HUKUM PERDATA M. WIJAYA. S / D 101 08 063 ABSTRAK Membuat wasiat (testament) adalah perbuatan hukum, seseorang menentukan tentang apa yang terjadi dengan harta kekayaannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengenai anak sah diatur dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974

BAB I PENDAHULUAN. mengenai anak sah diatur dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Status anak dalam hukum keluarga dapat dikategorisasikan menjadi dua macam yaitu: anak yang sah dan anak yang tidak sah. Pertama, Definisi mengenai anak sah diatur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan kewajiban orang lain untuk mengurus jenazahnya dan dengan

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan kewajiban orang lain untuk mengurus jenazahnya dan dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalah Proses perjalanan kehidupan manusia yang membawa pengaruh dan akibat hukum kepada lingkungannya, menimbulkan hak dan kewajiban serta hubungan antara keluarga,

Lebih terperinci

PENOLAKAN WARIS BERDASARKAN KITAB UNDANG- UNDANG HUKUM PERDATA

PENOLAKAN WARIS BERDASARKAN KITAB UNDANG- UNDANG HUKUM PERDATA PENOLAKAN WARIS BERDASARKAN KITAB UNDANG- UNDANG HUKUM PERDATA Oleh: Arya Bagus Khrisna Budi Santosa Putra I Gusti Agung Ayu Ari Krisnawati Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT The

Lebih terperinci