BUKU PEDOMAN Penyelenggaraan Bakti Sosial Operasi Katarak Seksi Penanggulangan Buta Katarak

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BUKU PEDOMAN Penyelenggaraan Bakti Sosial Operasi Katarak Seksi Penanggulangan Buta Katarak"

Transkripsi

1 BUKU PEDOMAN Penyelenggaraan Bakti Sosial Operasi Katarak Seksi Penanggulangan Buta Katarak Persatuan Dokter Spesialis Mata Indonesia

2 ii

3 DAFTAR ISI Prakata Dr Johan A. Hutauruk, SpM v Kata Pengantar Prof Dr dr Nila F. Moeloek, SpM viii Bab I. Pendahuluan 1 Bab II. Organisasi 4 A. Visi dan Misi 4 B. Tujuan dan Sasaran 5 C. Target Program 6 D. Indikator Pencapaian 7 Bab III. Tata Tertib Administratif Pelaksanaan Bakti Sosial Operasi Katarak 9 III.1. Tata Tertib Administratif Pengajuan Proposal Kegiatan 9 III.2. Pedoman Administratif dan Payung Hukum Penyelenggaraan Kegiatan 13 III.3. Tata Tertib/Kebijaksanaan Donasi 24 Bab IV. Pedoman/Tata Tertib Teknis Medis Operasi Katarak 27 IV.1. SOP Skrining Pasien Katarak 27 IV.2. SOP Sterilisasi 31 IV.3. SOP Operasi Ekstraksi Katarak 33 IV.4. SOP Follow-up dan Komplikasi 43 iii

4 Bab V. Pedoman/Tata Tertib Pelaporan Bakti Sosial Katarak 47 V.1. Tata Tertib Organisasi 47 V.2. Koordinasi SPBK Cabang dengan SPBK Pusat 47 V.3. Koordinasi SPBK dengan Donatur 49 iv

5 v

6 PRAKATA Ketua Seksi Penanggulangan Buta Katarak - Perdami Buku ini adalah wujud tertulis dari pengalaman Perdami dalam menyelenggarakan kegiatan bakti sosial operasi katarak sejak pertama kali dilaksanakan 20 tahun lalu, ketika Perdami mendapat bantuan Presiden Soeharto, saat itu sebagai ketua yayasan yang menunjuk Yayasan Dharmais menjadi donatur tunggal untuk kegiatan operasi katarak gratis di seluruh Indonesia Dedikasi Perdami untuk mengatasi kebutaan katarak di Indonesia tampak nyata dengan dibentuknya seksi khusus yang dinamakan SPBK (Seksi Penanggulanan Buta Katarak). Dalam perjalanannya sampai saat ini, ketua SPBK berganti sebanyak 3 kali, di mana saya sepatutnya menyampaikan terima kasih kepada ketua SPBK yang pertama, Prof. Dr. Istiantoro, disusul oleh Dr. Vidyapati Mangunkusumo dan saya yang meneruskan apa yang sudah dirintis oleh guru-guru saya. Meningkatnya peran serta berbagai industri memberikan donasi, serta bantuan individu maupun organisasi nirlaba nasional dan internasional, sangat membantu kegiatan SPBK sehingga mampu melaksanakan sekitar 15,000 operasi per tahun. Buku ini disusun agar mempermudah teman sejawat anggota Perdami dan kepengurusan SPBK cabang agar ada keseragaman dalam mengelola kegiatan baksos operasi katarak. Saya menyampaikan terima kasih kepada pengurus SPBK Pusat, dalam hal ini Dr. Amir Shidik, Dr. Yeni Dwi Lestari dan Dr. Anna Bani yang telah vi

7 banyak membantu baik dalam kegiatan sehari-hari operasional SPBK maupun dalam penyusunan buku ini. Demikian juga staf SPBK seperti Bpk Ruswandi, Ibu Arin dan Ibu Eva yang bekerja hampir setiap akhir pekan untuk menunjang administrasi kegiatan baksos. Peranan Prof. DR. dr. Nila F. Moeloek selaku ketua PP Perdami sekaligus sebagai staf khusus Presiden Republik Indonesia untuk MDG (Millenium Development Goals) memperbesar dampak kegiatan SPBK Perdami melalui jejaring dan konektivitas luas yang dimiliki beliau, dan saya ikut belajar dari passion beliau sehingga ikut semangat membantu tugas yang diberikan sebagai Ketua SPBK. Tidak lupa saya sampaikan terima kasih kepada pasien-pasien yang telah mempercayai SPBK untuk tindakan operasi dengan suasana baksos yang terkadang kurang nyaman, karena mereka juga sekaligus telah menambah ilmu para dokter mata mengatasi kasus sulit. Kepada segelintir pasien yang mengalami komplikasi, semoga bisa memaafkan tindakan operasi SPBK yang kurang sesuai dengan harapan. Akhir kata, Bedenicamus Domino, semoga pekerjaan kita diberkati Tuhan yang maha kuasa. Dr. Johan A. Hutauruk, SpM(K) vii

8 KATA PENGANTAR VISION 2020 The Right to Sight merupakan program yang diinisiasi oleh World Health Organization (WHO) dan International Agency for the Prevention of Blindness (IAPB) untuk mewujudkan fungsi penglihatan yang optimal di dunia. Indonesia sebagai negara dengan angka kebutaan ketiga terbanyak di dunia turut berkomitmen dalam upaya pemberantasan kebutaan. Persatuan Dokter Spesialis Mata Indonesia (Perdami) sebagai organisasi profesi dalam bidang Ilmu Kesehatan Mata, berperan aktif dalam upaya mencapai VISION 2020 melalui kegiatan Seksi Penanggulangan Buta Katarak (SPBK). SPBK merupakan perpanjangan tangan Perdami untuk menanggulangi katarak yang menjadi penyebab kebutaan terbanyak di Indonesia. Struktur organisasi SPBK yang berada di Pusat dan Cabang diharapkan dapat memperluas cakupan bakti sosial operasi katarak di berbagai daerah di Indonesia. Dengan besarnya tantangan SPBK dalam menurunkan angka kebutaan katarak, diperlukan adanya pedoman kerja dalam pelaksanaan kegiatannya. Buku Pedoman Kerja SPBK ini disusun agar kegiatan yang dilakukan menjadi lebih terarah dan efektif. Atas nama Pengurus Pusat Perdami, disampaikan terima kasih pada seluruh anggota Perdami, donatur, serta semua pihak yang turut berperan dalam mendukung kegiatan bakti sosial SPBK. Kami berharap viii

9 dapat terjalin kerjasama yang semakin baik dalam upaya pemberantasan kebutaan katarak di Indonesia. Saran dan kritik yang membangun diharapkan demi perbaikan selanjutnya. Besar harapan kami, buku pedoman ini dapat menjadi acuan bagi seluruh anggota Perdami dan meningkatkan kinerja SPBK di masa mendatang. Jakarta, Juli 2013 Ketua PP. Perdami Prof. DR. Dr. Nila F. Moeloek, SpM(K) ix

10 B A B I PENDAHULUAN Indonesia adalah negara yang telah mencanangkan diri untuk memusatkan perhatian pada masalah kebutaan melalui komitmennya terhadap VISION 2020, the Global Initiative for the Elimination of Avoidable Blindness. Prevalensi kebutaan di Indonesia merupakan yang tertinggi di Asia Tenggara, yaitu 1,5%, dengan 52% dari jumlah tersebut (0,78%) disebabkan oleh katarak. Dalam kaitan dengan kelompok usia, prevalensi kebutaan katarak ditemukan semakin tinggi seiring bertambahnya umur, yaitu 20/1000 pada kelompok usia tahun, dan tertinggi (50/1000) pada kelompok usia >60 tahun. Biro Pusat Statistik (BPS) tahun 2010 melaporkan bahwa pada tahun 2025, jumlah penduduk kelompok usia >55 tahun diperkirakan akan meningkat menjadi 61 juta, yaitu sekitar seperempat keseluruhan penduduk Indonesia. Dengan adanya kasus-kasus lama yang belum tertangani akibat rendahnya tingkat operasi katarak di Indonesia, ditambah dengan peningkatan kasus baru sebanyak 0,1% ( kasus baru) setiap tahun, akan terus terjadi penumpukan kasus katarak antara kasus-kasus lama dan penambahan kasus-kasus baru sehingga terjadi apa yang dikenal sebagai backlog katarak. Hal yang patut disadari adalah bahwa kebutaan bukan hanya merupakan beban pribadi penderita, tetapi juga beban bagi orang-orang di sekeliling penderita yang menjadi caregiver penderita. Kondisi ini memberi dampak buruk terhadap produktivitas, kualitas hidup, serta kesejahteraan baik PEDOMAN BAKSOS OPERASI KATARAK SPBK PERDAMI 1

11 individu maupun keluarga, dan dalam lingkup lebih besar, komunitas serta negara. Oleh karena itu, selain sebagai masalah kesehatan masyarakat (public health), kebutaan dan gangguan penglihatan juga sudah menjadi masalah sosial-ekonomi yang harus diatasi secara sungguh-sungguh guna memutus rantai kebutaan-kemiskinan, dan memperoleh kembali sumber daya manusia yang hilang. Kebutaan katarak hanya dapat dicegah dengan tindakan bedah ekstraksi katarak. Akan tetapi, tidak dapat dipungkiri bahwa penyediaan layanan bedah katarak di Indonesia masih dihadapkan pada banyak tantangan. Keterbatasan tenaga spesialis mata dalam hal jumlah dan distribusi telah mengecilkan peluang pemerataan jangkauan kepada masyarakat. Kesulitan akses geografik, kurangnya sarana dan prasarana yang layak serta dukungan pemerintah dalam menyediakan sistem layanan operasi katarak yang murah, terjangkau, dan berkualitas, merupakan kendala lain di luar tenaga ahli. Layanan operasi katarak yang murah dan terjangkau ini merupakan aspek yang penting untuk diciptakan mengingat 90% penderita kebutaan berasal dari daerah miskin. Berbagai literatur telah mengungkap hubungan antara sebaran penderita kebutaan dengan tingkat pendapatan, dengan kebutaan sendiri sebagai faktor yang menciptakan kemiskinan. Oleh karena itu, upaya pemberantasan buta katarak sudah seharusnya memberi fokus pada komunitas kurang mampu. Sebagai upaya menjawab tantangan-tantangan tersebut, Persatuan Dokter Spesialis Mata Indonesia (Perdami) telah menunjukkan komitmen terhadap VISION 2020 melalui kegiata Seksi 2 PEDOMAN BAKSOS OPERASI KATARAK SPBK PERDAMI

12 Penanggulangan Buta Katarak (SPBK) yang sudah dibentuk pada tahun Memiliki organisasi di jajaran Pusat dan Cabang, SPBK selama ini bekerja dengan menyelenggarakan operasi katarak bagi orang kurang mampu, dengan berbagai sumber donasi, di berbagai daerah di Indonesia. Dengan besarnya tantangan dan tugas SPBK dalam menurunkan angka kebutaan katarak di Indonesia, maka pedoman kerja dirasakan penting agar kegiatan yang dilakukan SPBK menjadi terarah dan efektif. Pedoman kerja SPBK ini disusun dengan memperhatikan kemamputerapan serta kondisi lokal/nasional. Kami akan mempertimbangkan dengan baik semua masukan, dan saran perbaikan untuk penyempurnaan selanjutnya. Besar harapan kami agar pedoman kerja ini dapat menjadi acuan kerja dalam meningkatkan kerjasama dan produktivitas kerja SPBK Pusat dan SPBK Cabang. PEDOMAN BAKSOS OPERASI KATARAK SPBK PERDAMI 3

13 B A B I I ORGANISASI A. Visi dan Misi Visi Menanggulangi kebutaan katarak di Indonesia (to eliminate cataract blindness in Indonesia). Misi Misi Seksi Penanggulangan Buta Katarak adalah: 1. Menyediakan layanan bakti sosial operasi katarak 2. Meningkatkan kualitas sumber daya manusia untuk melakukan operasi katarak 3. Membangun kerja sama dengan instansi terkait (stakeholders), donatur dan organisasi kemasyarakatan 4. Membangun sistem dan strategi nasional untuk penanggulangan buta katarak 4 PEDOMAN BAKSOS OPERASI KATARAK SPBK PERDAMI

14 B. Tujuan dan sasaran Tujuan Tujuan program Seksi Penanggulangan Buta Katarak adalah meningkatkan cataract surgical rate (CSR) dari 720 menjadi 1000 dalam jangka waktu tiga tahun (estimasi adalah 5 operasi katarak/spm/minggu, dengan asumsi jumlah operator katarak 1000 orang). Sasaran Sasaran program Seksi Penanggulangan Buta Katarak adalah: 1. Pengendalian dan pencegahan kebutaan akibat katarak a. Menciptakan demand untuk layanan dengan mengatasi barrier uptake layanan bedah b. Melakukan operasi katarak bermutu tinggi dengan hasil tajam penglihatan maksimal c. Monitoring dan evaluasi hasil operasi katarak 2. Pembangunan sumber daya tenaga kesehatan mata a. Pelatihan teknisi, dokter dan perawat untuk meningkatkan hasil operasi katarak b. Memfasilitasi kemampuan dokter spesialis mata dan perawat mahir mata melalui sarana pelatihan operasi katarak c. Pembuatan pedoman tingkat kompetensi/syarat keterampilan minimal operator dan tenaga mahir mata 3. Membangun kemitraan dengan semua stake-holders 4. Infrastruktur dan teknologi pendukung PEDOMAN BAKSOS OPERASI KATARAK SPBK PERDAMI 5

15 a. Membangun sentra-sentra umum sumber daya kesehatan mata (public eye-health resources centers) guna menyediakan support, ekspertise serta pelatihan b. Menyediakan peralatan standar untuk penyelenggaraan operasi katarak sesuai SOP (keratometri, IOL, set katarak, mikroskop) c. Menyiapkan sistem pencatatan dan pelaporan kegiatan operasi katarak dengan menggunakan teknologi tepat guna dan aksesibel. d. Penyusunan program/rencana kerja berkala berdasarkan hasil monitoring dan evaluasi kegiatan. C. Target Program Target program Seksi Penanggulangan Buta Katarak adalah: 1. Target Output: Target jumlah total operasi katarak adalah operasi katarak/tahun di seluruh Indonesia (dasar: jumlah ini adalah 15% dari target jumlah operasi katarak/tahun, yaitu operasi katarak/tahun). Target CSR adalah 1000 operasi katarak/juta penduduk/tahun. Target follow-up rate adalah >50% pada minggu keempat pascaoperasi. Alokasi jumlah operasi katarak tiap SPBK Cabang ditentukan pada setiap pertemuan tahunan Perdami. 6 PEDOMAN BAKSOS OPERASI KATARAK SPBK PERDAMI

16 Prevalensi kebutaan di Indonesia 1.5% (1996) dengan 52% penyebab katarak. Diketahui bahwa insidens buta katarak adalah 0.1% sehingga bila bisa dilakukan operasi katarak pada seluruh jumlah insidens maka tidak akan terjadi tumpukan (backlog) buta katarak. Berdasarkan data tersebut maka dapat diperkirakan jumlah buta katarak baru per tahun adalah (1/1000 populasi) sehingga perlu dilakukan operasi katarak sebanyak per tahun. Bila diperkirakan jumlah penduduk kurang mampu untuk membayar operasi adalah sekitar 15%, maka dibutuhkan bantuan operasi katarak oleh SPBK sebanyak: 15% x 1/1000 x 240 juta = operasi katarak untuk masyarakat kurang mampu per tahun. 2. Target Outcome: Lebih atau sama dengan 85% tajam penglihatan tanpa koreksi adalah >=6/18 pada 4 minggu pascaoperasi. Jika tidak dimungkinkan follow-up sampai minggu ke-empat pascaoperasi, maka pelaporan dibuat berdasarkan follow-up terakhir. D. Indikator Pencapaian 1. Proporsi jumlah operasi yang dilakukan terhadap target yang ditetapkan. Dikatakan baik jika jumlah operasi mencapai lebih atau sama dengan jumlah target operasi yang telah ditetapkan (C.1) 2. Proporsi penanaman IOL terhadap jumlah operasi yang dilakukan. Dikatakan baik jika proporsi penanaman IOL >=95. PEDOMAN BAKSOS OPERASI KATARAK SPBK PERDAMI 7

17 Dikatakan kurang jika proporsi penanaman IOL < 95%. 3. Tajam penglihatan setelah operasi Dikatakan baik jika mencapai target tajam penglihatan sebagaimana dalam target outcome (C.2) Dikatakan kurang jika tidak mencapai target outcome (C.2) 8 PEDOMAN BAKSOS OPERASI KATARAK SPBK PERDAMI

18 B A B III TATA TERTIB ADMINISTRATIF PELAKSANAAN BAKTI SOSIAL OPERASI KATARAK III.1. Tata Tertib Administratif Pengajuan Proposal Kegiatan 1. Rencana kegiatan Bakti Sosial (Baksos) operasi katarak dapat diajukan oleh pribadi, Puskesmas, Rumah Sakit, Balai Kesehatan, Yayasan, organisasi, dan atau klinik. 2. Semua kegiatan yang dilakukan untuk kegiatan sosial pemberantasan buta katarak di Indonesia diselenggarakan sepengetahuan Seksi Penanggulangan Buta Katarak (SPBK) setempat atau SPBK Cabang, untuk kemudian dilaporkan ke SPBK Pusat. 3. Dalam hal penyelenggaraan kegiatan baksos dengan pihak lain, penyelenggara/spbk Cabang wajib melaporkan kegiatannya kepada SPBK Pusat. 4. Untuk dapat diproses, surat permohonan dan proposal kegiatan sudah harus diterima oleh SPBK Cabang minimal 3 minggu sebelum tanggal penyelenggaraan kegiatan yang diajukan. 5. Proposal kegiatan harus mencakup tanggal dan lokasi kegiatan, target operasi, rincian biaya pelaksanaan dan Rumah Sakit tujuan rujukan (Formulir Rencana Pelaksanaan Baksos terlampir). 6. Proposal dapat diajukan melalui kepada SPBK Cabang dan/atau SPBK Pusat dengan alamat sebagai berikut: PEDOMAN BAKSOS OPERASI KATARAK SPBK PERDAMI 9

19 Seksi Penganggulangan Buta Katarak (SPBK) Pusat - Perdami Telp. (021) Fax. (021) katarak2020@yahoo.com 7. Proposal akan diproses SPBK Cabang atau Pusat dan keputusan akan didapat paling lama 7 hari kerja setelah proposal diterima. 8. Alur administratif pengajuan proposal Baksos operasi katarak: Gambar 1. Alur administratif penyelenggaraan Baksos operasi katarak a. Penyelenggara mengajukan surat permohonan penyelenggaraan Baksos kepada SPBK Perdami Cabang terdekat, atau SPBK Pusat (tergantung ke mana Penyelenggara meminta kerjasama). Apabila daerah tempat pelaksanaan jauh dari Subdinkes terdekat (Indonesia Timur) Penyelenggara dapat membuat permohonan ke SPBK Pusat dengan tembusan ke Bupati, 10 PEDOMAN BAKSOS OPERASI KATARAK SPBK PERDAMI

20 Subdinkes setempat dan SPBK Cabang yang mempunyai wilayah tersebut. Jika SPBK Penyelenggara bermaksud melakukan Baksos di luar wilayahnya, SPBK Penyelenggara membuat surat permohonan dan proposal kepada SPBK setempat (tujuan) terlebih dulu dengan tembusan ke SPBK Pusat (minimal 1 bulan sebelum tanggal penyelenggaraan). SPBK Pusat kemudian akan membuat surat perintah tugas kepada SPBK Penyelenggara (untuk selanjutnya berkoordinasi dengan SPBK tempat tujuan penyelenggaraan dan melengkapi urusan administratif dengan Bupati dan Dinkes). Apabila SPBK setempat (tujuan) tidak merespon dan atau menolak surat permohonan SPBK Penyelenggara, maka SPBK Penyelenggara diharap melaporkan kepada SPBK Pusat agar nantinya dapat difasilitasi untuk dikoordinasikan secara informal. PEDOMAN BAKSOS OPERASI KATARAK SPBK PERDAMI 11

21 Gambar 2. Alur pengajuan kegiatan lintas cabang. b. Setelah jumlah pasien dipastikan, SPBK setempat/ Pusat membuat surat permohonan pelaksanaan kegiatan kepada Bupati Kepala Daerah up Kasudinkes dengan melampirkan daftar anggota Tim lengkap, dan membuat surat tugas ke Dokter SpM/ RS/ Puskesmas sesuai dengan rencana yang diusulkan mengenai jumlah pasien, daerah sasaran Baksos, dan waktu pelaksanaan. c. Kepala Subdinkes setempat membuat surat Perintah pelaksanaan kegiatan, lengkap dengan tanggal pelaksanaan, tempat pelaksanaan, disebutkan Rumah Sakit Rujukan untuk penanganan apabila terjadi penyulit dan dilampirkan Daftar Anggota Tim lengkap, sebagai Payung hukum yang melindungi 12 PEDOMAN BAKSOS OPERASI KATARAK SPBK PERDAMI

22 anggota Tim apabila terjadi Kejadian yang Tidak Diharapkan (KTD). III.2. Pedoman Administratif dan Payung Hukum Penyelenggaraan Kegiatan 1. Anggota Tim Operasi: a. Jika jumlah anggota Tim Operasi Cabang diperkirakan belum mencukupi kebutuhan jumlah pasien yang akan dioperasi, atau SPBK Cabang bermaksud meminta pendampingan teknis/knowledge transfer, permintaan tambahan tenaga dapat diajukan kepada SPBK Pusat sehingga SPBK Pusat dapat mengalokasikan tenaga tambahan ke Cabang, sesuai kebutuhan. b. Bagi anggota Perdami yang berminat mengikuti Baksos bisa mendaftarkan diri ke SPBK, untuk selanjutnya dihubungi jika ada kegiatan. c. Semua Dokter yang tergabung ke dalam Tim Operasi harus mempunyai Surat Izin Praktek (SIP) atau SIP sementara yang masih berlaku, yang dikeluarkan oleh Dinas Kesehatan setempat. d. Untuk Dokter dari luar negeri harus dapat menunjukkan surat yang setaraf dengan SIP dan izin kerja dari Konsil Kedokteran Indonesia / Ikatan Dokter Indonesia, dalam hal ini Kolegium. e. Kerjasama dengan Dokter dari luar negeri harus dikaitkan dengan institusi pendidikan karena PEDOMAN BAKSOS OPERASI KATARAK SPBK PERDAMI 13

23 kedatangan tenaga Dokter dari luar negeri selayaknya adalah dalam konteks knowledge/skill transfer. f. Semua Paramedis harus mempunyai Surat Pernyataan Kompetensi yang masih berlaku untuk dapat menjadi anggota Tim. Surat ini dibuat oleh Instansi tempat Paramedis tersebut berdinas). 2. Kriteria pasien Baksos: a. Seleksi pasien operasi dengan indikasi medis dan indikasi sosial adalah kewenangan Dokter SpM setempat bersama Tim SPBK. b. Pada waktu seleksi awal pasien, Dokter Spesialis Mata setempat harus diikutsertakan, sehingga tidak terjadi konflik tentang pasien yang dipilih (yang tidak mampu). c. Pasien Baksos adalah pasien tidak mampu yang tidak memiliki jaminan kesehatan apapun. d. Pasien yang mengikuti Baksos harus mempunyai surat keterangan tidak mampu yang minimal didapatkan dari Ketua RT/RW setempat. e. Kebutaan dengan penyebab di luar katarak harus dirujuk ke Dokter Spesialis Mata setempat atau Rumah Sakit yang sudah ditunjuk. f. Kasus di luar katarak yang tidak berpotensi kebutaan dikembalikan ke Spesialis Mata setempat. 3. Informed consent: a. Khusus untuk informed consent, dijelaskan dengan bahasa awam penyakit apa yang diderita, 14 PEDOMAN BAKSOS OPERASI KATARAK SPBK PERDAMI

24 tindakan/operasi apa yang akan dilakukan, tujuan tindakan/operasi tersebut, obat apa yang harus ditetes/ diminum setelah operasi, penyulit yang dapat terjadi pada/setelah operasi, tanda-tanda penyulit yang terjadi pasca-operasi dan prosedur penanganannya serta biaya ditanggung oleh penyelenggara. Sebaiknya satu saksi yang menandatangani dari pihak Penyelenggara adalah Dokter Mata Setempat. Informed consent ini diulangi sekali lagi pada saat pra-bedah, sekaligus ditandatangani oleh operator. (Contoh form informed consent terlampir). 4. Pelaksanaan: a. Tempat yang digunakan untuk operasi katarak dilakukan di kamar operasi yang memenuhi standar. b. Pelaksanaan kegiatan di lapangan sesuai dengan Buku Panduan Operasional SPBK Pusat. 5. Follow-up: a. Follow-up pasien sebaiknya dilakukan oleh Dokter Spesialis Mata setempat atau salah satu anggota Tim Operasi sesuai dengan Pedoman Operasional SPBK Perdami (Bab IV). b. Ketentuan mengenai jadwal pelaksanaan follow-up disesuaikan dengan Formulir Pelaporan baku yang telah dibuat SPBK Pusat (terlampir). PEDOMAN BAKSOS OPERASI KATARAK SPBK PERDAMI 15

25 6. Pelaporan kegiatan: Untuk menciptakan ketertiban adiministrasi dan ketepatan penghitungan jumlah operasi wilayah kerja, maka untuk pelaporan kegiatan Bakti Sosial ditetapkan sebagai berikut: a. SPBK Penyelenggara akan melaporkan kegiatan (berkaitan dengan teknis penyelenggaraan) dan hasil operasi ke SPBK setempat, dengan tembusan ke SPBK Pusat (Formulir A dan B). b. SPBK tempat penyelenggaraan (tujuan) akan melaporkan hasil operasi (berkaitan dengan jumlah, pencapaian visus, dan komplikasi) melalui Laporan Bulanannya ke SPBK Pusat (formulir akan dikeluarkan oleh SPBK Pusat) sebagai capaian wilayah kerjanya. 7. Komplikasi: a. Semua penyulit yang tidak dapat ditangani oleh Dokter Mata setempat atau anggota Tim Operasi dikirim ke Rumah Sakit Rujukan yang telah disepakati, sekaligus melaporkan secara resmi kepada SPBK Cabang, untuk kemudian diteruskan laporannya kepada SPBK Pusat. b. Biaya komplikasi menjadi pertanggungan SPBK, tetapi pasien wajib melengkapi persyaratan administratif berupa surat Gakin/ SKTM. 8. Biaya operasi katarak per pasien: a. Biaya untuk operasi dan penanganan apabila terjadi penyulit/komplikasi setelah operasi ditanggung oleh Penyelenggara/SPBK. 16 PEDOMAN BAKSOS OPERASI KATARAK SPBK PERDAMI

26 b. Unit cost operasi per pasien telah diperhitungkan secara proporsional sesuai perhitungan SPBK, sebesar Rp /pasien, dengan perincian sebagai berikut: 1.A. Biaya operasional per pasien : minimal 40 operasi Obat-obatan dan prasarana Rp Kacamata/IOL Rp Biaya operasional dokter Rp Biaya operasional asisten/tim pendukung Rp Perawatan alat mikro/linen Rp Biaya follow-up tim Rp Biaya penanganan komplikasi Rp Subtotal I Rp B. Biaya administrasi/keuangan per pasien Subtotal II Rp Jumlah biaya operasi/pasien Rp c. Unit cost dasar operasi per pasien disepakati berlaku sama di semua daerah dan dalam pengajuan proposal. d. Tambahan biaya di luar unit cost dasar operasi per pasien (seperti transportasi, akomodasi, penyewaan sarana/fasilitas kamar operasi, dll) dinyatakan dan diajukan secara terpisah. e. Biaya tambahan dalam point d dapat disesuaikan dengan kondisi daerah masing-masing. PEDOMAN BAKSOS OPERASI KATARAK SPBK PERDAMI 17

27 18 PEDOMAN BAKSOS OPERASI KATARAK SPBK PERDAMI

28 BAKTI SOSIAL OPERASI KATARAK OLEH SEKSI PENANGGULANGAN BUTA KATARAK (SPBK) PERDAMI Standar Prosedur operasional No. Dokumen Tanggal Terbit : 5 Januari 2009 No. Revisi Halaman 1 dari 2 Ditetapkan Ketua SPBK Pusat Dr. Johan Hutauruk, SpM Pengertian Bakti sosial operasi katarak adalah Pelaksanaan operasi katarak secara massal bagi pasien tidak mampu. SPBK adalah suatu seksi di bawah Perdami Pusat. Dokter spesialis Mata Tim SPBK adalah dokter spesialis mata yang ditugaskan oleh ketua SPBK Pusat/Cabang untuk melaksanakan bakti sosial operasi katarak. Dokter Spesialis Mata setempat adalah dokter spesialis mata yang bertugas di wilayah pelaksanaan bakti sosial operasi katarak. Paramedis yang dimaksud adalah perawat mahir mata yang membantu operator dalam pelaksanaan bakti sosial operasi katarak. Buta katarak adalah penurunan tajam penglihatan yang disebabkan oleh kekeruhan lensa mata dengan tajam penglihatan 3/60 atau kurang. Tujuan Membantu program pemerintah dalam menurunkan angka kebutaan akibat katarak di Indonesia. Kebijakan MOU SPBK & DepKes SK. DepKes tentang Komnas Penanggulangan Gangguan Penglihatan dan Kebutaan (PGPK) SK SPBK Pusat ke masing-masing SPBK Cabang Surat Tugas dari SPBK Cabang kepada operator SIP/ SIP sementara untuk operator pelaksana (dikeluarkan oleh DinKes setempat dengan rekomendasi Perdami) PEDOMAN BAKSOS OPERASI KATARAK SPBK PERDAMI 19

29 BAKTI SOSIAL OPERASI KATARAK OLEH SEKSI PENANGGULANGAN BUTA KATARAK (SPBK) PERDAMI No. Dokumen No. Revisi Halaman 2 dari 2 A. Perizinan : 1 Pihak Penyelenggara/ Rumah Sakit/ Puskesmas/ Pemerintah Daerah/ Yayasan mengajukan surat permohonan bakti sosial operasi katarak kepada Seksi Penanggulangan Buta Katarak (SPBK). 2 3 SPBK membuat surat tugas ke Dokter Spesialis Mata (SpM)/ Rumah Sakit/ Puskesmas setempat sesuai rencana yang diusulkan (mengenai jumlah pasien, daerah sasaran baksos dan waktu pelaksanaan). Tembusan ke Dinas Kesehatan/ Instansi terkait. Dinas Kesehatan setempat menerbitkan surat izin/penugasan yang sifatnya sementara yang akan berfungsi sebagai SIP sementara (berlaku 3 bulan). Prosedur B. Persiapan pasien dan peralatan : 1 Seleksi pasien operasi dengan indikasi medis dan indikasi sosial adalah kewenangan dari Dokter SpM setempat bersama tim SPBK. 2 SPBK menyiapkan peralatan medis, bahan habis pakai dan obat-obatan keperluan bakti sosial. 3 Tempat yang digunakan untuk operasi katarak dapat dilakukan di kamar operasi yang memenuhi standar. C. SDM : 1 Semua Dokter yang tergabung dalam Tim Operasi harus mempunyai surat izin praktek (SIP) / SIP sementara yang berlaku dari Dinas Kesehatan setempat. Untuk Dokter dari luar negeri harus dapat menunjukkan surat yang setaraf dengan SIP dan Izin kerja dari KKI/ IDI. 2 Semua paramedis yang ikut Tim harus mempunyai Kompetensi yang masih berlaku untuk dapat menjadi anggota Tim. (dibuat oleh Instansi dimana paramedis itu berdinas). D. Pembiayaan : 1 Unit cost operasi diperhitungkan secara proporsional sesuai perhitungan SPBK. 2 Biaya untuk operasi dan penanganan apabila terjadi penyulit / komplikasi setelah operasi ditanggung oleh Penyelenggara / SPBK. Unit Terkait Dokter spesialis Mata setempat, Dokter Spesialis Mata Tim SPBK, Paramedis Tim SPBK, Dinas Kesehatan setempat, Puskesmas/Rumah Sakit tempat operasi, Rumah sakit tempat rujukan, dan pihak Penyelenggara. 20 PEDOMAN BAKSOS OPERASI KATARAK SPBK PERDAMI

30 BAKTI SOSIAL OPERASI KATARAK OLEH SEKSI PENANGGULANGAN BUTA KATARAK (SPBK) PERDAMI No. Dokumen No. Revisi Halaman 1 dari 2 Standar Prosedur operasional Tanggal Terbit : 5 Januari 2009 Ditetapkan Ketua SPBK Pusat Dr. Johan Hutauruk, SpM Pengertian Indikasi operasi adalah kriteria pasien yang diseleksi untuk dilaksanakan operasi katarak. Teknik seleksi adalah pemeriksaan mata pada pasien yang dipilih sesuai standar yang berlaku dalam pelaksanaan operasi katarak. Teknik operasi adalah cara yang dipilih untuk melakukan operasi katarak sesuai dengan prosedur operasional standar. Evaluasi pasca bedah adalah penilaian hasil operasi yang dilaksanakan setelah operasi katarak. Penyulit/ komplikasi operasi adalah keadaan yang tidak diharapkan akibat tindakan operasi yang terjadi pada saat dan atau setelah operasi katarak. Rumah sakit rujukan adalah rumah sakit yang ditunjuk untuk mengatasi penyulit / komplikasi operasi katarak. Tujuan Meningkatkan mutu pelayanan bakti sosial operasi katarak dan meminimalisasi penyulit / komplikasi yang terjadi dalam rangka mencapai tajam penglihatan akhir yang optimal. Kebijakan MOU SPBK & DepKes SK Depkes tentang Komnas Penanggulangan Gangguan Penglihatan dan Kebutaan (PGPK) SK SPBK Pusat ke masing masing SPBK Cabang Surat Tugas dari SPBK Cabang kepada operator SIP/ SIP sementara untuk operator pelaksana (dikeluarkan oleh DinKes setempat dengan rekomendasi Perdami) Standar Profesi dan Standar Pelayanan Kesehatan Mata Perdami. Manajemen Klinis Perdami PEDOMAN BAKSOS OPERASI KATARAK SPBK PERDAMI 21

31 BAKTI SOSIAL OPERASI KATARAK OLEH SEKSI PENANGGULANGAN BUTA KATARAK (SPBK) PERDAMI No. Dokumen No. Revisi Halaman 2 dari 2 A. Perizinan Indikasi operasi : : 1 Indikasi administratif: pasien-pasien miskin yang dinyatakan dengan surat keterangan tidak mampu dari RT/RW, Lurah, Camat dan Puskesmas setempat, yang tidak memiliki jaminan kesehatan apapun. 2 Indikasi medik: presenting visual acuity <6/60 pada salah satu atau kedua mata 3 Indikasi sosial: sesuai Protap SPBK B. Persiapan Teknik seleksi pasien : dan peralatan : 1 Seleksi pasien operasi dengan indikasi medik dan indikasi sosial adalah kewenangan Dokter SpM setempat bersama Tim SPBK. 2 Pada waktu seleksi awal pasien, Dokter SpM setempat harus diikutsertakan sehingga tidak terjadi konflik tentang pasien yang dipilih. 3 Kebutaan dengan penyebab di luar katarak harus dirujuk ke Dokter SpM setempat atau Rumah Sakit yang sudah ditunjuk. Prosedur C. SDM Teknik : operasi : 1 Ekstraksi Katarak Ekstra Kapsular (Extracapsular Cataract Extraction, ECCE) 2 Small Incision Cataract Surgery (SICS) 3 Fakoemulsifikasi Point C1-C3 dengan menggunakan implantasi lensa intraokular D. Pembiayaan Evaluasi pascabedah : : 1 Follow-up pascabedah H+1/H+2 kewenangan operator/spm setempat, H+7 dan H+30 kewenangan SpM setempat E. Penyulit/komplikasi operasi : 1 Penyulit yang tidak dapat ditangani sendiri oleh Dokter SpM setempat atau anggota Tim Operasi dikirim ke RS Rujukan yang telah disepakati. 2 Pengiriman ke RS Rujukan dilaporkan secara resmi kepada SPBK Cabang untuk kemudian diteruskan kepada SPBK Pusat. 3 Biaya komplikasi menjadi pertanggungan SPBK, selama pasien memenuhi persyaratan administratif. F. Rumah Sakit rujukan : 1 RS Rujukan ditentukan oleh Dokter Mata setempat, Tim Operasi dan atau Perdami Cabang. 2 RS Rujukan sudah ditentukan sejak awal pengajuan kegiatan sebagaimana tertera pada Proposal Kegiatan. Unit Terkait Dokter spesialis Mata setempat, Dokter Spesialis Mata Tim SPBK, Paramedis Tim SPBK, Dinas Kesehatan setempat, Puskesmas/Rumah Sakit tempat operasi, Rumah sakit tempat rujukan, dan pihak Penyelenggara. 22 PEDOMAN BAKSOS OPERASI KATARAK SPBK PERDAMI

32 Keterangan : 1. Protap Administrasi Baksos & Protap Pelaksanaan Baksos merupakan format baku dan harus ditandatangani oleh ketua SPBK Perdami Pusat. 2. Protap Administrasi Baksos & Protap Pelaksanaan Baksos, harus disertai dengan Formulir rencana pelaksanaan Baksos yang sudah ditanda tangani oleh Ketua SPBK Cabang dan Dokter Spesialis Mata setempat. 3. Protap Administrasi Baksos & Protap Pelaksanaan Baksos dan Formulir rencana pelaksanaan Baksos dibawa ke Dinas Kesehatan setempat untuk diterbitkan SIP sementara. PEDOMAN BAKSOS OPERASI KATARAK SPBK PERDAMI 23

BAB I PENDAHULUAN. penyakit. Lensa menjadi keruh atau berwarna putih abu-abu, dan. telah terjadi katarak senile sebesar 42%, pada kelompok usia 65-74

BAB I PENDAHULUAN. penyakit. Lensa menjadi keruh atau berwarna putih abu-abu, dan. telah terjadi katarak senile sebesar 42%, pada kelompok usia 65-74 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Katarak adalah kekeruhan lensa mata yang dapat menghambat cahaya masuk ke mata. Menurut WHO, kebanyakan katarak terkait dengan masalah penuaan, meskipun kadang-kadang

Lebih terperinci

SOP KATARAK. Halaman 1 dari 7. Rumah Sakit Umum Daerah Kota Cilegon SMF. Ditetapkan Oleh Direktur Rumah Sakit Umum Daerah Kota Cilegon.

SOP KATARAK. Halaman 1 dari 7. Rumah Sakit Umum Daerah Kota Cilegon SMF. Ditetapkan Oleh Direktur Rumah Sakit Umum Daerah Kota Cilegon. SPO Tanggal Terbit 1 dari 7 Ditetapkan Oleh Direktur PENGERTIAN ANAMNENIS Dr. H. Zainoel Arifin, M. Kes Nip. 19591104 198511 1 001 Pemeriksaan gangguan penglihatan yang disebabkan perubahan lensa mata

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. untuk melaksanakan kegiatan sehari-hari. Kesehatan indera. penglihatan merupakan faktor penting dalam meningkatkan kualitas

BAB 1 PENDAHULUAN. untuk melaksanakan kegiatan sehari-hari. Kesehatan indera. penglihatan merupakan faktor penting dalam meningkatkan kualitas BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indera penglihatan merupakan organ vital bagi manusia untuk memperoleh informasi dalam bentuk visual yang digunakan untuk melaksanakan kegiatan sehari-hari.

Lebih terperinci

PEMERIKSAAN KESEHATAN MATA

PEMERIKSAAN KESEHATAN MATA KABUPATEN LAMPUNG SELATAN SO P PEMERIKSAAN KESEHATAN MATA No. Dokumen : 03-08020503-07.P-019 No. Revisi : Tanggal Terbit : 04 Januari 2016 Halaman : KEPALA PUSKESMAS MERBAU MATARAM SUCIPTO, SKM, MKes 1.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dalam kandungan dan faktor keturunan(ilyas, 2006).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dalam kandungan dan faktor keturunan(ilyas, 2006). 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Katarak adalah keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat hidrasi (penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa atau terjadi akibat kedua-duanya.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. dalam proses refraksi ini adalah kornea, lensa, aqueous. refraksi pada mata tidak dapat berjalan dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. dalam proses refraksi ini adalah kornea, lensa, aqueous. refraksi pada mata tidak dapat berjalan dengan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Mata merupakan suatu organ refraksi yang berfungsi untuk membiaskan cahaya masuk ke retina agar dapat diproses oleh otak untuk membentuk sebuah gambar. Struktur

Lebih terperinci

Glaukoma. 1. Apa itu Glaukoma?

Glaukoma. 1. Apa itu Glaukoma? Glaukoma Glaukoma dikenal sebagai "Pencuri Penglihatan" karena tidak ada gejala yang jelas pada tahap awal terjadinya penyakit ini. Penyakit ini mencuri penglihatan Anda secara diam-diam sebelum Anda menyadarinya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. setiap tahun di antara orang terdapat seorang penderita baru katarak (Kemenkes RI,

BAB I PENDAHULUAN. setiap tahun di antara orang terdapat seorang penderita baru katarak (Kemenkes RI, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit katarak merupakan penyebab utama kebutaan di seluruh dunia, yaitu sebesar 51% (WHO, 2012). Perkiraan insiden katarak di Indonesia adalah 0,1%/tahun atau setiap

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Katarak berasal dari bahasa Yunani Katarrhakies, Ingris Cataract, dan Latin

BAB 1 PENDAHULUAN. Katarak berasal dari bahasa Yunani Katarrhakies, Ingris Cataract, dan Latin BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Katarak berasal dari bahasa Yunani Katarrhakies, Ingris Cataract, dan Latin Cataracta yang berarti air terjun. Dalam bahasa Indonesia disebut bular dimana penglihatan

Lebih terperinci

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PERAWATAN JENAZAH

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PERAWATAN JENAZAH STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PERAWATAN JENAZAH 1. Pengertian Perawatan jenazah adalah perawatan pasien setelah meninggal, perawatan termasuk menyiapkan jenazah untuk diperlihatkan pada keluarga, transportasi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Gambaran Umum Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan selama bulan Mei sampai bulan Agustus 2015 di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta unit

Lebih terperinci

induced astigmatism yang rendah. Sayangnya dalam beberapa kondisi teknik operasi fakoemulsifikasi tidak bisa dilakukan, misalnya pada daerah dengan

induced astigmatism yang rendah. Sayangnya dalam beberapa kondisi teknik operasi fakoemulsifikasi tidak bisa dilakukan, misalnya pada daerah dengan BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kebutaan saat ini masih merupakan masalah gangguan penglihatan di dunia. Menurut data World Health Organization (WHO) tentang angka kebutaan global, didapatkan

Lebih terperinci

Visus adalah ketajaman penglihatan. Pemeriksaan visus merupakan pemeriksaan untuk melihat ketajaman penglihatan.

Visus adalah ketajaman penglihatan. Pemeriksaan visus merupakan pemeriksaan untuk melihat ketajaman penglihatan. Visus adalah ketajaman penglihatan. Pemeriksaan visus merupakan pemeriksaan untuk melihat ketajaman penglihatan. Cara memeriksa visus ada beberapa tahap: Menggunakan 'chart' => yaitu membaca 'chart' dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nekrosis, dan terganggunya keseimbangan normal serabut-serabut lensa. uveitis, retinitis pigmentosa, dan kebutaan (Ilyas, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. nekrosis, dan terganggunya keseimbangan normal serabut-serabut lensa. uveitis, retinitis pigmentosa, dan kebutaan (Ilyas, 2010). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Katarak merupakan penyakit pada usia lanjut akibat proses penuaan, saat kelahiran (katarak kongenital) dan dapat juga berhubungan dengan trauma mata tajam maupun tumpul,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sembilan puluh persen dari 285 juta penderita gangguan penglihatan tinggal

BAB I PENDAHULUAN. Sembilan puluh persen dari 285 juta penderita gangguan penglihatan tinggal BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sembilan puluh persen dari 285 juta penderita gangguan penglihatan tinggal di negara berkembang, termasuk Indonesia. 1 Di Indonesia, satu orang menjadi buta

Lebih terperinci

TATALAKSANA TRAUMA PADA MATA No.Dokumen No. Revisi 00

TATALAKSANA TRAUMA PADA MATA No.Dokumen No. Revisi 00 Puskesmas Buleleng II TATALAKSANA TRAUMA PADA MATA No.Dokumen No. Revisi 00 Halaman 1/6 SOP/Protap Trauma Mata Tgl. Terbit 10 Pebruari 2016 Ditetapkan dr. Ni Luh Sustemy NIP.197205042007012023 Pengertian

Lebih terperinci

SITUASI GANGGUAN PENGLIHATAN DAN KEBUTAAN

SITUASI GANGGUAN PENGLIHATAN DAN KEBUTAAN SITUASI GANGGUAN PENGLIHATAN DAN KEBUTAAN M ata adalah salah satu indera yang penting bagi manusia, melalui mata manusia menyerap informasi visual yang digunakan untuk melaksanakan berbagai kegiatan. Namun

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Menurut data Riskesdas 2013, katarak atau kekeruhan lensa

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Menurut data Riskesdas 2013, katarak atau kekeruhan lensa BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Menurut data Riskesdas 2013, katarak atau kekeruhan lensa kristalin mata merupakan salah satu penyebab kebutaan terbanyak di indonesia maupun di dunia. Perkiraan

Lebih terperinci

STANDAR OPERATING PROCEDURE (SOP) PELAYANAN KESEHATAN MATA

STANDAR OPERATING PROCEDURE (SOP) PELAYANAN KESEHATAN MATA STANDAR OPERATING PROCEDURE (SOP) PELAYANAN KESEHATAN MATA UPT KESEHATAN INDERA MASYARAKAT (KIM) PROVINSI SUMATERA UTARA DAFTAR ISI. I. KEGIATAN DALAM GEDUNG A. RAWAT JALAN.. PELAYANAN RAWAT JALAN a. Alur

Lebih terperinci

Perawat instrument (Scrub Nurse) dan perawat sirkuler di kamar operasi.

Perawat instrument (Scrub Nurse) dan perawat sirkuler di kamar operasi. Perawat instrument (Scrub Nurse) dan perawat sirkuler di kamar operasi Ditulis pada Senin, 15 Februari 2016 03:14 WIB oleh fatima dalam katergori Kamar Bedah tag Kamar Bedah, Oka, Perawat Instrument, Perawat

Lebih terperinci

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) PERAWATAN JENASAH

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) PERAWATAN JENASAH STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) PERAWATAN JENASAH Oleh: MEITY MASITHA ANGGRAINI KESUMA PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) PERAWATAN

Lebih terperinci

Standar Operasional Prosedur Untuk Kader Katarak

Standar Operasional Prosedur Untuk Kader Katarak Standar Operasional Prosedur Untuk Kader Katarak Struktur Proses Hasil Petugas : 1. Dokter Puskesmas 2. Pramedis 3. Kader Katarak Anamnesis Gejala dan tanda : 1. Penurunan tajam penglihatan secara perlahan

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Ruang lingkup keilmuan penelitian ini meliputi Ilmu Penyakit Gigi dan

BAB IV METODE PENELITIAN. Ruang lingkup keilmuan penelitian ini meliputi Ilmu Penyakit Gigi dan BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang lingkup penelitian Ruang lingkup keilmuan penelitian ini meliputi Ilmu Penyakit Gigi dan Mulut. 4.2 Tempat dan waktu penelitian Tempat penelitian adalah di Rumah Sakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penderita kebutaan dari 285 juta penderita gangguan penglihatan di dunia. Sepertiga

BAB I PENDAHULUAN. penderita kebutaan dari 285 juta penderita gangguan penglihatan di dunia. Sepertiga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah WHO (World Health Organization) memperkirakan terdapat 45 juta penderita kebutaan dari 285 juta penderita gangguan penglihatan di dunia. Sepertiga dari 45 juta

Lebih terperinci

Muhammadiyah Yogyakarta, 2 Departemen Mata, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta ABSTRACT

Muhammadiyah Yogyakarta, 2 Departemen Mata, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta ABSTRACT Perbandingan Peningkatan Tekanan Intraokular pada Pasien Post Operasi Ekstraksi Katarak Ekstrakapsular dibandingkan dengan Fakoemulsifikasi di AMC Yogyakarta pada Tahun 2011-2012 The Comparison of Intraocular

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.749, 2013 KEMENTERIAN KESEHATAN. Wajib Lapor. Pecandu Narkotika. Tata Cara. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN

Lebih terperinci

RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK PURI BETIK HATI. Jl. Pajajaran No. 109 Jagabaya II Bandar Lampung Telp. (0721) , Fax (0721)

RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK PURI BETIK HATI. Jl. Pajajaran No. 109 Jagabaya II Bandar Lampung Telp. (0721) , Fax (0721) PANDUAN CUCI TANGAN RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK PURI BETIK HATI Jl. Pajajaran No. 109 Jagabaya II Bandar Lampung Telp. (0721) 787799, Fax (0721) 787799 Email : rsia_pbh2@yahoo.co.id BAB I DEFINISI Kebersihan

Lebih terperinci

Pengertian. Tujuan. Ditetapkan Direktur Operasional STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL. Tanggal Terbit 15 Februari 2011

Pengertian. Tujuan. Ditetapkan Direktur Operasional STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL. Tanggal Terbit 15 Februari 2011 LAMPIRAN RS PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA UNIT 2 Jl. Wates Km 5.5 Gamping, Sleman-55294 Telp 0274 6499706 Fax. 6499727 No Dokumen : Kep. 032/II/2011 MEMASANG INFUS No Revisi : 0 Halaman : 37 / 106 STANDAR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penglihatan juga merupakan jalur informasi utama, oleh karena itu. Meskipun fungsinya bagi kehidupan manusia sangat penting, namun

BAB I PENDAHULUAN. Penglihatan juga merupakan jalur informasi utama, oleh karena itu. Meskipun fungsinya bagi kehidupan manusia sangat penting, namun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penglihatan adalah salah satu faktor yang sangat penting dalam seluruh aspek kehidupan termasuk diantaranya pada proses pendidikan. Penglihatan juga merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mata merupakan bagian pancaindera yang sangat penting dibanding

BAB I PENDAHULUAN. Mata merupakan bagian pancaindera yang sangat penting dibanding BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mata merupakan bagian pancaindera yang sangat penting dibanding indera lainnya. Para ahli mengatakan, jalur utama informasi 80% adalah melalui mata. Mata sering disebut

Lebih terperinci

PENUNTUN BELAJAR KETERAMPILAN KLINIK DAN KONSELING IMPLAN-2

PENUNTUN BELAJAR KETERAMPILAN KLINIK DAN KONSELING IMPLAN-2 PENUNTUN BELAJAR KETERAMPILAN KLINIK DAN KONSELING IMPLAN-2 MENGGUNAKAN PENUNTUN BELAJAR Penuntun belajar keterampilan klinik dan konseling Implan-2 ini dirancang untuk membantu peserta mempelajari langkah-langkah

Lebih terperinci

TINDAKAN PEMBEDAHAN SOP. 1. Pengertian. 2. Tujuan. 3. Kebijakan

TINDAKAN PEMBEDAHAN SOP. 1. Pengertian. 2. Tujuan. 3. Kebijakan TINDAKAN PEMBEDAHAN No. Dokumen : SOP No. Revisi : Tanggal Terbit : Halaman : KEPALA PUSKESMAS KOTA PUSKESMAS KOTA 1. Pengertian 2. Tujuan 3. Kebijakan 4. Referensi ROSALIA DALIMA NIP.19621231 198902 2

Lebih terperinci

2012, No.1156

2012, No.1156 5 2012, No.1156 LAMPIRAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN REHABILITASI MEDIS BAGI PECANDU, PENYALAHGUNA, DAN KORBAN PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA

Lebih terperinci

2013, No

2013, No 2013, No.749 4 LAMPIRAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN WAJIB LAPOR PECANDU NARKOTIKA TATA CARA PELAKSANAAN WAJIB LAPOR PECANDU NARKOTIKA

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. hidrasi (penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa, atau akibat kedua-duanya

BAB 1 : PENDAHULUAN. hidrasi (penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa, atau akibat kedua-duanya BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Katarak adalah keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat hidrasi (penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa, atau akibat kedua-duanya yang biasanya

Lebih terperinci

PANDUAN PENUNDAAN PELAYANAN DI RUMAH SAKIT PUPUK KALTIM BONTANG

PANDUAN PENUNDAAN PELAYANAN DI RUMAH SAKIT PUPUK KALTIM BONTANG PANDUAN PENUNDAAN PELAYANAN DI RUMAH SAKIT PUPUK KALTIM BONTANG KATA PENGANTAR Assalamu alaikum Wr.Wb. Penundaan pelayanan kepada pasien terjadi apabila pasien harus menunggu terlayani dalam waktu yang

Lebih terperinci

GLUKOMA PENGERTIAN GLAUKOMA

GLUKOMA PENGERTIAN GLAUKOMA GLUKOMA PENGERTIAN GLAUKOMA Glaukoma adalah suatu penyakit dimana tekanan di dalam bola mata meningkat, sehingga terjadi kerusakan pada saraf optikus dan menyebabkan penurunan fungsi penglihatan. 1 Terdapat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Katarak umumnya didefinisikan sebagai kekeruhan lensa. Katarak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Katarak umumnya didefinisikan sebagai kekeruhan lensa. Katarak BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kerangka Teori Katarak umumnya didefinisikan sebagai kekeruhan lensa. Katarak sebagian besar timbul pada usia tua. Terkadang hal ini disebut juga sebagai katarak terkait usia.

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2015 TENTANG STANDAR PELAYANAN REFRAKSI OPTISI/OPTOMETRI

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2015 TENTANG STANDAR PELAYANAN REFRAKSI OPTISI/OPTOMETRI PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2015 TENTANG STANDAR PELAYANAN REFRAKSI OPTISI/OPTOMETRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.127, 2013 KEMENTERIAN KESEHATAN. Keracunan Pangan. Kejadian Luar Biasa. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG KEJADIAN LUAR BIASA

Lebih terperinci

Pemeriksaan Mata Dasar. Dr. Elvioza SpM Departemen Ilmu kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Jakarta

Pemeriksaan Mata Dasar. Dr. Elvioza SpM Departemen Ilmu kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Jakarta Pemeriksaan Mata Dasar Dr. Elvioza SpM Departemen Ilmu kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Jakarta I. PERSYARATAN PEMERIKSAAN MATA 1. 2. 3. 4. Intensitas cahaya adekwat. Tersedia alat

Lebih terperinci

PANDUAN PELAYANAN DOTS TB RSU DADI KELUARGA TAHUN 2016

PANDUAN PELAYANAN DOTS TB RSU DADI KELUARGA TAHUN 2016 PANDUAN PELAYANAN DOTS TB RSU DADI KELUARGA TAHUN 2016 RUMAH SAKIT UMUM DADI KELUARGA Jl. Sultan Agung No.8A Purwokerto Tahun 2016 BAB I DEFINISI Sampai saat ini, Rumah Sakit di luar negeri termasuk di

Lebih terperinci

Agia Dwi Nugraha Pembimbing : dr. H. Agam Gambiro Sp.M. KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT MATA RSUD Cianjur FK UMJ

Agia Dwi Nugraha Pembimbing : dr. H. Agam Gambiro Sp.M. KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT MATA RSUD Cianjur FK UMJ Agia Dwi Nugraha 2007730005 Pembimbing : dr. H. Agam Gambiro Sp.M KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT MATA RSUD Cianjur FK UMJ Fisiologi lensa : Fungsi utama memfokuskan berkas cahaya ke retina. Kerjasama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Edema sistoid makula atau cystoid macular edema (CME) merupakan komplikasi patologis retina yang sering terjadi dan terdapat

BAB I PENDAHULUAN. Edema sistoid makula atau cystoid macular edema (CME) merupakan komplikasi patologis retina yang sering terjadi dan terdapat BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Edema sistoid makula atau cystoid macular edema (CME) merupakan komplikasi patologis retina yang sering terjadi dan terdapat dalam berbagai kondisi patologis seperti

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN. Astigmatisma adalah kelainan refraksi yang mencegah berkas. Pada astigmatisma, mata menghasilkan suatu bayangan dengan

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN. Astigmatisma adalah kelainan refraksi yang mencegah berkas. Pada astigmatisma, mata menghasilkan suatu bayangan dengan BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN II.1 KERANGKA TEORI 2.1. Astigmatisma 2.1.1. Pengertian Astigmatisma Astigmatisma adalah kelainan refraksi yang mencegah berkas cahaya jatuh sebagai suatu fokus titik di retina

Lebih terperinci

PROGRAM INOVASI RS INDERA

PROGRAM INOVASI RS INDERA PROGRAM INOVASI RS INDERA Latar Belakang Berdasarkan survey kesehatan indera tahun 1996 menunjukkan angka kebutaan di Indonesia adalah 1,5% dengan penyebab utama adalah Katarak (0,78%), angka ini merupakan

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

BERITA DAERAH KOTA BEKASI BERITA DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : 69 2014 SERI : E PERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR 69 TAHUN 2014 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PELAYANAN KESEHATAN BAGI MASYARAKAT MISKIN DI LUAR JAMINAN KESEHATAN

Lebih terperinci

RINGKASAN INFORMASI PRODUK COMM CLASSY CARE

RINGKASAN INFORMASI PRODUK COMM CLASSY CARE RINGKASAN INFORMASI PRODUK COMM CLASSY CARE Nama Produk Jenis Produk Penerbit Deskripsi Produk DEFINISI COMM CLASSY CARE Asuransi Tambahan PT Commonwealth Life Adalah produk asuransi tambahan yang memberikan

Lebih terperinci

PENERAPAN STRATEGI DOTS DI RUMAH SAKIT HBS MODUL F HDL 1

PENERAPAN STRATEGI DOTS DI RUMAH SAKIT HBS MODUL F HDL 1 PENERAPAN STRATEGI DOTS DI RUMAH SAKIT HBS MODUL F HDL 1 RUMAH SAKIT PERLU DOTS? Selama ini strategi DOTS hanya ada di semua puskesmas. Kasus TBC DI RS Banyak, SETIDAKNYA 10 BESAR penyakit, TETAPI tidak

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2052/MENKES/PER/X/2011 TENTANG IZIN PRAKTIK DAN PELAKSANAAN PRAKTIK KEDOKTERAN

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2052/MENKES/PER/X/2011 TENTANG IZIN PRAKTIK DAN PELAKSANAAN PRAKTIK KEDOKTERAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2052/MENKES/PER/X/2011 TENTANG IZIN PRAKTIK DAN PELAKSANAAN PRAKTIK KEDOKTERAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

Katarak adalah : kekeruhan pada lensa tanpa nyeri yang berangsur-angsur, penglihatan kabur akhirnya tidak dapat menerima cahaya (Barbara)

Katarak adalah : kekeruhan pada lensa tanpa nyeri yang berangsur-angsur, penglihatan kabur akhirnya tidak dapat menerima cahaya (Barbara) KONSEP MEDIK. Pengertian Katarak adalah : kekeruhan pada lensa tanpa nyeri yang berangsur-angsur, penglihatan kabur akhirnya tidak dapat menerima cahaya (Barbara) 2. Etiologi Ketuaan, biasanya dijumpai

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. 1.1 Latar belakang Definisi Pengelolaan Linen...5

DAFTAR ISI. 1.1 Latar belakang Definisi Pengelolaan Linen...5 DAFTAR ISI 1.1 Latar belakang...1 1.2 Definisi...4 1.3 Pengelolaan Linen...5 i PEMROSESAN PERALATAN PASIEN DAN PENATALAKSANAAN LINEN Deskripsi : Konsep penting yang akan dipelajari dalam bab ini meliputi

Lebih terperinci

REGULASI UNIT HEMODIALISIS DI INDONESIA

REGULASI UNIT HEMODIALISIS DI INDONESIA REGULASI UNIT HEMODIALISIS DI INDONESIA Dharmeizar Divisi Ginjal Hipertensi, Departemen Ilmu Penyakit Dalam, FKUI/ RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta LANDASAN HUKUM 1. Undang-undang No. 29 tahun 2004

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Desain penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah restrospektif analitik dengan melihat rekam medis pasien yang menjalani operasi katarak dengan

Lebih terperinci

2011, No Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lem

2011, No Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lem No.671, 2011 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KESEHATAN. Izin. Pelaksanaan. Praktik Kedokteran. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2052/MENKES/PER/X/2011 TENTANG IZIN PRAKTIK

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian...

DAFTAR ISI. BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian... DAFTAR ISI Halaman SAMPUL DALAM...i LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING...ii PENETAPAN PANITIA PENGUJI...iii PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN...iv ABSTRAK...v ABSTRACT...vi RINGKASAN...vii SUMMARY...ix KATA PENGANTAR...xi

Lebih terperinci

PETUNJUK TEKNIS ADMINISTRASI KLAIM DAN VERIFIKASI PROGRAM JAMINAN KESEHATAN MASYARAKAT 2008 PADA PEMBERI PELAYANAN KESEHATAN TINGKAT LANJUTAN

PETUNJUK TEKNIS ADMINISTRASI KLAIM DAN VERIFIKASI PROGRAM JAMINAN KESEHATAN MASYARAKAT 2008 PADA PEMBERI PELAYANAN KESEHATAN TINGKAT LANJUTAN PETUNJUK TEKNIS ADMINISTRASI KLAIM DAN VERIFIKASI PROGRAM JAMINAN KESEHATAN MASYARAKAT 2008 PADA PEMBERI PELAYANAN KESEHATAN TINGKAT LANJUTAN I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang. Jaminan Pelayanan Kesehatan

Lebih terperinci

Panduan Identifikasi Pasien

Panduan Identifikasi Pasien Panduan Identifikasi Pasien IDENTIFIKASI PASIEN 1. Tujuan Mendeskripsikan prosedur untuk memastikan tidak terjadinya kesalahan dalam identifikasi pasien selama perawatan di rumah sakit. Mengurangi kejadian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karakteristik optik neuropati yang berhubungan dengan menyempitnya lapang

BAB I PENDAHULUAN. karakteristik optik neuropati yang berhubungan dengan menyempitnya lapang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Glaukoma merupakan suatu kumpulan gejala yang mempunyai suatu karakteristik optik neuropati yang berhubungan dengan menyempitnya lapang pandangan, walaupun kenaikan

Lebih terperinci

PROSEDUR PEMBERIAN MEDIKASI (OBAT)

PROSEDUR PEMBERIAN MEDIKASI (OBAT) PROSEDUR PEMBERIAN MEDIKASI (OBAT) A. Definisi Prosedur dan pemeriksaan khusus dalam keperawatan merupakan bagian dari tindakan untuk mengatasi masalah kesehatan yang dilaksanakan secara rutin. Perawatan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Katarak menurut American Academy of Ophtamology (AAO) adalah kekeruhan yang terjadi pada lensa sehingga cahaya tidak bisa difokuskan dengan tepat kepada retina.

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang lingkup penelitian Mulut. Lingkup disiplin ilmu penelitian ini adalah Ilmu Kesehatan Gigi dan 4.2 Tempat dan waktu penelitian Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Masalah mata merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia karena mata

BAB 1 PENDAHULUAN. Masalah mata merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia karena mata BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah mata merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia karena mata merupakan organ sensoris yang sangat vital. Delapan puluh persen informasi diperoleh dari penglihatan

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 43 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN FASILITASI AKREDITASI FASILITAS KESEHATAN TINGKAT PERTAMA

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 43 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN FASILITASI AKREDITASI FASILITAS KESEHATAN TINGKAT PERTAMA GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 43 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN FASILITASI AKREDITASI FASILITAS KESEHATAN TINGKAT PERTAMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1. Universitas Kristen Maranatha

LAMPIRAN 1. Universitas Kristen Maranatha 87 LAMPIRAN 1 88 LAMPIRAN 2 Bandung, Juli 2009 Hal : Permohonan Pengisian Kuesioner Kepada Yth. Bapak/Ibu Dengan hormat, Dalam rangka penulisan Karya Tulis Ilmiah Program Sarjana Kedokteran pada Fakultas

Lebih terperinci

REFRAKSI ENAM PRINSIP REFRAKSI 3/28/2017. Status refraksi yang ideal : EMETROPIA. Jika tdk fokus pada satu titik disebut AMETROPIA ~ kelainan refraksi

REFRAKSI ENAM PRINSIP REFRAKSI 3/28/2017. Status refraksi yang ideal : EMETROPIA. Jika tdk fokus pada satu titik disebut AMETROPIA ~ kelainan refraksi REFRAKSI RIA SANDY DENESKA Status refraksi yang ideal : EMETROPIA Jika tdk fokus pada satu titik disebut AMETROPIA ~ kelainan refraksi Pada mata EMMETROPIA : kekuatan kornea +lensa digabungkan untuk memfokuskan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Katarak merupakan salah satu penyebab kebutaan yang utama di dunia. Data

BAB I PENDAHULUAN. Katarak merupakan salah satu penyebab kebutaan yang utama di dunia. Data BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Katarak merupakan salah satu penyebab kebutaan yang utama di dunia. Data World Health Organization (WHO) tahun 2002 menyebutkan angka kebutaan diseluruh dunia sekitar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidrasi (penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa atau akibat keduaduanya

BAB I PENDAHULUAN. hidrasi (penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa atau akibat keduaduanya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Katarak adalah setiap keeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat hidrasi (penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa atau akibat keduaduanya yang disebabkan

Lebih terperinci

Obat Diabetes Melitus Dapat Menghindari Komplikasi Mata Serius

Obat Diabetes Melitus Dapat Menghindari Komplikasi Mata Serius Obat Diabetes Melitus Dapat Menghindari Komplikasi Mata Serius Konsumsi Obat Diabetes Melitus Memperingan Resiko Komplikasi Mata Anda mungkin pernah mendengar bahwa diabetes menyebabkan masalah mata dan

Lebih terperinci

PERATURAN KUASA PENGGUNA ANGGARAN SATUAN KERJA DIREKTORAT PEMBINAAN SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN,

PERATURAN KUASA PENGGUNA ANGGARAN SATUAN KERJA DIREKTORAT PEMBINAAN SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN, KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH Jalan Jenderal Sudirman, Gedung E Lantai 12 13, Senayan, Jakarta 10270 Telepon (021) 5725477 (Hunting), 5725471-74

Lebih terperinci

Pengemasan dengan sterilisasi steam/gas. Sterilisasi dengan steam/gas. Pembungkus dapat ditembus oleh uap/gas Impermiabel bagi mikroba Tahan lama

Pengemasan dengan sterilisasi steam/gas. Sterilisasi dengan steam/gas. Pembungkus dapat ditembus oleh uap/gas Impermiabel bagi mikroba Tahan lama PERAWATAN DAN MAINTENANCE PREPARASI OPERASI Dr. Drh.Gunanti S,MS Bag Bedah dan Radiologi PERSIPAN PENGEMASAN Prinsip : bebas dari kontaminasi Peralatan dan bahan harus bersih : Alat dibersihkan manual/pembersih

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. anak yang kedua orang tuanya menderita miopia. 11,12

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. anak yang kedua orang tuanya menderita miopia. 11,12 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 DEFINISI MIOPIA Miopia merupakan gangguan tajam penglihatan, dimana sinar-sinar sejajar dengan garis pandang tanpa akomodasi akan dibiaskan di depan retina. Miopia terjadi

Lebih terperinci

Aspirasi Vakum Manual (AVM)

Aspirasi Vakum Manual (AVM) Aspirasi Vakum Manual (AVM) Aspirasi Vakum Manual (AVM) merupakan salah satu cara efektif evakuasi sisa konsepsi pada abortus inkomplit. Evakuasi dilakukan dengan mengisap sisa konsepsi dari kavum uteri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Katarak adalah kekeruhan yang terjadi pada lensa mata dan menjadi penyebab

BAB I PENDAHULUAN. Katarak adalah kekeruhan yang terjadi pada lensa mata dan menjadi penyebab BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Katarak adalah kekeruhan yang terjadi pada lensa mata dan menjadi penyebab kebutaan utama di seluruh dunia termasuk Indonesia. Pembedahan masih merupakan satu-satunya

Lebih terperinci

DAFTAR PERINCIAN ALAT / BAHAN / SARANA MEDIK DAN PENUNJANG MEDIK

DAFTAR PERINCIAN ALAT / BAHAN / SARANA MEDIK DAN PENUNJANG MEDIK DAFTAR PERINCIAN ALAT / BAHAN / SARANA MEDIK DAN PENUNJANG MEDIK Praktek Bidan : Alamat Praktek RT RW Ds./Kel. NO NAMA ALAT 1 MINOR SURGERY SET Arteri klem lurus Arteri klem bengkok Gunting benang lurus

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG

SALINAN PERATURAN KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG SALINAN PERATURAN KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG TATA CARA PENANGANAN KASUS DUGAAN PELANGGARAN DISIPLIN DOKTER DAN DOKTER GIGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KETUA KONSIL KEDOKTERAN

Lebih terperinci

PENCABUTAN IMPLANT. No Sikap dan Prilaku. 1. Menyambut klien dan memperkenalkan diri dengan ramah

PENCABUTAN IMPLANT. No Sikap dan Prilaku. 1. Menyambut klien dan memperkenalkan diri dengan ramah PENCABUTAN IMPLANT No Sikap dan Prilaku. 1. Menyambut klien dan memperkenalkan diri dengan ramah Gambar 2. Menjelaskan tujuan dan proedur yang akan dilakukan kepada keluarga 3. Komunikasi dan kontak mata

Lebih terperinci

VULNUS LACERATUM. 1. Pengertian

VULNUS LACERATUM. 1. Pengertian VULNUS LACERATUM No Dokumen : SOP No.Revisi : 0 TanggalTerbit : Halaman :1 dari 4 1. Pengertian Vulnus atau lukaadalah hilang atau rusaknya sebagian kontinuitas jaringan yang dapat disebabkan oleh trauma

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sekitar 285 juta orang mengalami gangguan penglihatan dan 39 juta orang

BAB I PENDAHULUAN. Sekitar 285 juta orang mengalami gangguan penglihatan dan 39 juta orang 611 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sekitar 285 juta orang mengalami gangguan penglihatan dan 39 juta orang mengalami buta bilateral di seluruh dunia, sepertiganya berada di Kawasan Asia Tenggara.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. global yang harus segera ditangani, karena mengabaikan masalah mata dan

BAB I PENDAHULUAN. global yang harus segera ditangani, karena mengabaikan masalah mata dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan mata sangatlah penting karena penglihatan tidak dapat digantikan dengan apapun, maka mata memerlukan perawatan yang baik. Kebutaan yang diakibatkan karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, yang menjadi sandaran keberhasilan atau kegagalannya. 1

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, yang menjadi sandaran keberhasilan atau kegagalannya. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Public Relations merupakan fungsi manajemen yang membentuk dan memelihara hubungan yang saling menguntungkan antara organisasi dan masyarakat, yang menjadi

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.673, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KESEHATAN. Perawat Anestesi. Penyelenggaraan. Pekerjaan. Pengawasan. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG

Lebih terperinci

DAFTAR TILIK PEMASANGAN IMPLAN JADENA. Beri nilai setiap langkah klinik dengan mengunakan kriteria sebadai berikut :

DAFTAR TILIK PEMASANGAN IMPLAN JADENA. Beri nilai setiap langkah klinik dengan mengunakan kriteria sebadai berikut : DAFTAR TILIK PEMASANGAN IMPLAN JADENA Beri nilai setiap langkah klinik dengan mengunakan kriteria sebadai berikut 1. Perlu perbaikan 2. Mampu 3. Mahir Langkah langkah tidak dilakukan dengan benar dan atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di zaman yang semakin berkembang, tantangan. terhadap pelayanan kesehatan ini mengisyaratkan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di zaman yang semakin berkembang, tantangan. terhadap pelayanan kesehatan ini mengisyaratkan bahwa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di zaman yang semakin berkembang, tantangan terhadap pelayanan kesehatan ini mengisyaratkan bahwa mekanisme pasar didominasi oleh organisasi kesehatan yang mampu memberikan

Lebih terperinci

2017, No Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 153, Tambahan Lembaran N

2017, No Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 153, Tambahan Lembaran N No.308, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKES. Keselamatan Pasien. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG KESELAMATAN PASIEN DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

Disusun oleh :.2013 Tim Dinas Kesehatan dan Pengelola Prog. NIP. Suatu pemeriksaan yang di lakukan untuk mengetahui adanya gangguan kesehatan mata.

Disusun oleh :.2013 Tim Dinas Kesehatan dan Pengelola Prog. NIP. Suatu pemeriksaan yang di lakukan untuk mengetahui adanya gangguan kesehatan mata. No. Dokumen. SOP PEMERIKSAAN KESEHATAN MATA PUSKESMAS No. Revisi :.. Halaman Tanggal ditetapkan : Disusun oleh : Ditetapkan KEPALA DINAS KESEHATAN KAB. MAGETAN Pengertian Tujuan Standar Tenaga Saranadan

Lebih terperinci

RINGKASAN INFORMASI PRODUK COMM CLASSY CARE

RINGKASAN INFORMASI PRODUK COMM CLASSY CARE RINGKASAN INFORMASI PRODUK COMM CLASSY CARE Nama Produk Jenis Produk Penerbit Deskripsi Produk DEFINISI COMM CLASSY CARE Asuransi Tambahan PT Commonwealth Life Adalah produk asuransi tambahan yang memberikan

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN TRAUMA PADA KORNEA DI RUANG MATA RSUD Dr. SOETOMO SURABAYA. Trauma Mata Pada Kornea

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN TRAUMA PADA KORNEA DI RUANG MATA RSUD Dr. SOETOMO SURABAYA. Trauma Mata Pada Kornea ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN TRAUMA PADA KORNEA DI RUANG MATA RSUD Dr. SOETOMO SURABAYA I. Pengertian Ulkus kornea adalah hilangnya sebagian permukaan kornea akibat kematian jaringan kornea. Sedang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. serta pengobatan penyakit banyak digunakan alat-alat ataupun benda-benda

BAB I PENDAHULUAN. serta pengobatan penyakit banyak digunakan alat-alat ataupun benda-benda BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Rumah sakit merupakan suatu organisasi melalui tenaga medis professional yang teroganisir serta sarana kedokteran yang permanen menyelenggarakan pelayanan kedokteran,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian retrospektif analitik dengan melihat

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian retrospektif analitik dengan melihat BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian retrospektif analitik dengan melihat rekam medis pasien katarak senilis pascaoperasi fakoemulsifikasi di Rumah Sakit PKU

Lebih terperinci

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH RUMAH SAKIT UMUM DAERAH TAHUN 2013

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH RUMAH SAKIT UMUM DAERAH TAHUN 2013 LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH RUMAH SAKIT UMUM DAERAH TAHUN 2013 PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN BARRU TAHUN 2013 KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG RUMAH SAKIT MATA KOTA SEMARANG 1

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG RUMAH SAKIT MATA KOTA SEMARANG 1 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Indonesia adalah negara kepulauan dan merupakan negara yang beriklim tropis. Salah satu dampak dari iklim tropis terhadap kesehatan masyarakat adalah terjadinya

Lebih terperinci

SK AKREDITASI BAB I EP NAMA DOKUMEN ADA TDK ADA SK Ka Puskesmas ttg jenis pelayanan yang

SK AKREDITASI BAB I EP NAMA DOKUMEN ADA TDK ADA SK Ka Puskesmas ttg jenis pelayanan yang SK AKREDITA BAB I EP NAMA DOKUMEN TDK 1.1.1.1 SK Ka Puskesmas ttg jenis pelayanan yang disediakan. Brosur, flyer, papan pemberitahuan, poster. 1.1.5.2 SK Kepala Puskesmas tentang penetapan indikator prioritas

Lebih terperinci

PENUNTUN PEMBELAJARAN ASPIRASI SUPRAPUBIK

PENUNTUN PEMBELAJARAN ASPIRASI SUPRAPUBIK PENUNTUN PEMBELAJARAN ASPIRASI SUPRAPUBIK Diberikan pada Mahasiswa Semester IV Fakultas Kedokteran Unhas SISTEM UROGENITAL FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN 2017 1 TEHNIK ASPIRASI SUPRAPUBIK TUJUAN

Lebih terperinci

Proses Konsultasi REGISTRASI

Proses Konsultasi REGISTRASI REGISTRASI Datanglah sesuai dengan waktu yang sudah diinformasikan oleh staf kami kepada Anda. Saat Anda tiba di KLINIK MATA NUSANTARA, Anda akan diarahkan oleh staf kami untuk melakukan registrasi. Registrasi

Lebih terperinci

Buku Panduan Pendidikan Keterampilan Klinik 1 Keterampilan Sanitasi Tangan dan Penggunaan Sarung tangan

Buku Panduan Pendidikan Keterampilan Klinik 1 Keterampilan Sanitasi Tangan dan Penggunaan Sarung tangan Buku Panduan Pendidikan Keterampilan Klinik 1 Keterampilan Sanitasi Tangan dan Penggunaan Sarung tangan Rahmawati Minhajat Dimas Bayu Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin 2014 KETERAMPILAN SANITASI

Lebih terperinci

Infeksi yang diperoleh dari fasilitas pelayanan kesehatan adalah salah satu penyebab utama kematian dan peningkatan morbiditas pada pasien rawat

Infeksi yang diperoleh dari fasilitas pelayanan kesehatan adalah salah satu penyebab utama kematian dan peningkatan morbiditas pada pasien rawat BAB 1 PENDAHULUAN Setiap kegiatan yang dilakukan secara terpadu, terintegrasi dan berkesinambungan untuk memelihara dan atau meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dalam bentuk pencegahan penyakit,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Kepatuhan 2.1.1 Defenisi Kepatuhan Kepatuhan perawat profesional adalah sejauh mana perilaku seorang perawat sesuai dengan ketentuan yang telah diberikan pimpinan perawat

Lebih terperinci

TAHUN UPT PUSKESMAS PABUARAN Jl P.SUTAJAYA NO 129 LAPORAN TAHUNAN PENGELOLAAN OBAT

TAHUN UPT PUSKESMAS PABUARAN Jl P.SUTAJAYA NO 129 LAPORAN TAHUNAN PENGELOLAAN OBAT LAPORAN TAHUNAN PENGELOLAAN OBAT TAHUN 2016 UPT PUSKESMAS PABUARAN Jl P.SUTAJAYA NO 129 LAPORAN TAHUNAN PENGELOLAAN OBAT TAHUN 2016 UPT PUSKESMAS PABUARAN I. Pendahuluan Puskesmas merupakan salah satu

Lebih terperinci

CHECKLIST KEGAWATDARURATAN RUMAH SAKIT. Belum Terlaksana

CHECKLIST KEGAWATDARURATAN RUMAH SAKIT. Belum Terlaksana 126 Lampiran 1 CHECKLIST KEGAWATDARURATAN RUMAH SAKIT A. Komando dan Kontrol 1. Mengaktifkan kelompok komando insiden rumah sakit. 2. Menentukan pusat komando rumah sakit. 3. Menunjuk penanggungjawab manajemen

Lebih terperinci