Perancangan Model Konseptual Pengukuran Kinerja Penyelarasan Pendidikan dengan Dunia Kerja

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Perancangan Model Konseptual Pengukuran Kinerja Penyelarasan Pendidikan dengan Dunia Kerja"

Transkripsi

1 Perancangan Model Konseptual Pengukuran Kinerja Penyelarasan Pendidikan dengan Dunia Kerja Program Penyelarasan Pendidikan dengan Dunia Kerja Direktorat Jendral Pendidikan Non Formal dan Informal Kementerian Pendidikan Nasional 2010

2 KATA PENGANTAR Berkaitan dengan visi dan misi Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun untuk mewujudkan bangsa yang berdaya saing, Kementerian Pendidikan Nasional telah melakukan berbagai upaya untuk memberikan jaminan pendidikan yang bermutu melalui pengembangan standar nasional pendidikan sesuai perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta relevan dengan kebutuhan masyarakat dan dunia kerja. Namun berbagai upaya tersebut ditengarai masih belum mencapai hasil yang optimal karena masih banyak lulusan dari berbagai jenjang pendidikan yang belum terserap dalam dunia kerja atau mampu berwirausaha. Hal ini menjadi salah satu prioritas pemerintah dalam Kabinet Indonesia Bersatu II dan diwujudkan dengan penyusunan program penguatan relevansi antara pendidikan dengan kebutuhan dunia kerja untuk mendukung pembangunan ekonomi. Secara konkrit program ini diimplementasikan melalui Program Penyelarasan Pendidikan dengan Dunia Kerja, dengan menitikberatkan pada pembentukan lulusan yang selaras dengan kebutuhan dunia kerja dan memiliki jiwa serta kemampuan berwirausaha. Untuk meningkatkan keselarasan antara pendidikan dengan dunia kerja, diperlukan adanya suatu model dan sistem pengukuran kinerja penyelarasan pendidikan dengan dunia kerja yang dapat memberikan ukuran kinerja penyelarasan di seluruh wilayah Indonesia, di semua sektor, dan untuk seluruh level pendidikan. Model dan sistem pengukuran kinerja tersebut dapat digunakan untuk mengukur tingkat keselarasan pendidikan dengan dunia kerja saat ini. Ukuran kinerja penyelarasan tersebut dapat dijadikan sebagai pijakan dalam penetapan target keselarasan di masa mendatang dan dapat dijadikan sebagai acuan dalam mengukur efektivitas upaya upaya penyelarasan yang dilakukan. Dalam laporan ini akan dipaparkan hasil perancangan model konseptual pengukuran kinerja penyelarasan pendidikan dengan dunia kerja. Model konseptual ini akan menjadi dasar bagi proses perancangan selanjutnya yang meliputi perancangan model fungsional, model teknis, dan instrumen pengukuran. Akhir kata, Tim Peneliti mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam perancangan model konseptual ini. Semoga model ini dapat digunakan secara optimal untuk proses perancangan selanjutnya. Tim Penyelarasan Pendidikan dengan Dunia Kerja i

3 EXECUTIVE SUMMARY Kebutuhan akan adanya suatu ukuran kinerja penyelarasan dirasa semakin mendesak dewasa ini. Tidak dapat dipungkiri bahwa selama ini semua pihak telah banyak berupaya untuk meningkatkan kesesuaian antara lulusan pendidikan dengan kebutuhan dunia kerja, baik dalam hal kompetensi, jumlah, maupun lokasi. Namun demikian, sampai saat ini masalah ketidakselarasan antara lulusan dengan dunia kerja masih terus didengungkan dan fakta tentang meningkatnya angka pengangguran masih tetap merupakan permasalahan yang belum terselesaikan. Benarkah upaya yang telah dilakukan selama ini tidak berdampak sama sekali pada peningkatan keselarasan antara lulusan pendidikan dengan kebutuhan dunia kerja? Pertanyaan tersebut sangatlah sulit untuk dijawab tanpa adanya ukuran yang jelas, valid, dan akurat. Untuk mengukur tingkat keselarasan pendidikan dengan dunia kerja saat ini dan untuk mengukur capaian upaya upaya penyelarasan yang telah dilakukan, untuk menetapkan target keselarasan yang ingin dicapai di masa mendatang, serta untuk mengevaluasi keefektifan upaya upaya peningkatan keselarasan selanjutnya, sangat perlu dikembangkan suatu ukuran kinerja penyelarasan antara pendidikan dengan dunia kerja. Di sisi pendidikan, ukuran kinerja penyelarasan tersebut akan dapat dipergunakan untuk mengukur keselarasan di semua bidang keahlian, untuk semua tingkatan pendidikan, dan untuk seluruh wilayah Indonesia. Di sisi dunia kerja, ukuran kinerja tersebut akan dapat dipergunakan untuk mengukur tingkat pemenuhan kebutuhan dunia kerja di semua sektor, dari berbagai tingkatan pendidikan, dan untuk seluruh wilayah Indonesia. Dengan tersedianya ukuran kinerja penyelarasan tersebut akan dapat diketahui akar permasalahan penyebab pengangguran, bidang keahlian maupun sektor kerja yang sangat prospek maupun yang akan mengalami penurunan di masa mendatang, tingkat pendidikan yang paling besar berkontribusi terhadap tingkat pengangguran, serta keefektifan upaya-upaya peningkatan keselarasan. Laporan ini memaparkan penyusunan konsep penyelarasan, kondisi riil interaksi permintaan dari dunia kerja dan pasokan dari dunia pendidikan, serta proses perancangan model Alignment Index (AI) dan Fulfilment Index (FI) yang diperlukan untuk mengukur kondisi keselarasan pendidikan dengan dunia kerja. Model AI dan FI inilah yang nantinya akan menjadi ukuran kinerja penyelarasan yang merepresentasikan dimensi kompetensi atau kualitas, jumlah atau kuantitas, lokasi, dan waktu. Agar dapat dipergunakan secara praktis secara nasional, model konseptual yang dipaparkan dalam laporan ini perlu ditindaklanjuti dengan perancangan model fungsional dan perancangan model teknis yang mampu menjabarkan model konseptual tersebut dalam setiap jenis dan tingkatan pendidikan. Selanjutnya perlu dikembangkan instrumen yang dapat dipergunakan sebagai alat pengumpulan data. Seluruh model dan instrumen yang dikembangkan perlu diujicobakan dalam beberapa situasi untuk mengetahui keakuratan dan kemampu-terapan model dan instrumen tersebut. Tim Penyelarasan Pendidikan dengan Dunia Kerja ii

4 DAFTAR ISI 1. PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan Tujuan Ruang Lingkup Kajian TINJAUAN PUSTAKA Definisi Penyelarasan Menurut Literatur Model Konsep Penyelarasan Model Sisi Permintaan Tenaga Kerja Model Sisi Penawaran Lulusan Pengukuran Kinerja Penelitian dan Kajian Terdahulu MODEL KONSEPTUAL Identifikasi Kondisi Eksisting Supply Side Identifikasi Kondisi Eksisting Demand side Gambaran Lapangan Pekerjaan yang Diserap oleh Lulusan Sektor Ekonomi Menurut Lapangan Usaha Model Kombinasi Kondisi Supply dan Demand Identifikasi Definisi Penyelarasan dan Dimensi Penyelarasan Identifikasi Variabel dan Parameter Model Model Konseptual TINDAK LANJUT KESIMPULAN DAN SARAN Tim Penyelarasan Pendidikan dengan Dunia Kerja iii

5 5.1 Kesimpulan Saran Tim Penyelarasan Pendidikan dengan Dunia Kerja iv

6 DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Model Konsep Penyelarasan... 8 Gambar 2.2 Model Sisi Permintaan Gambar 2.3 Model Sisi Penawaran Gambar 2.4 Mekanisme Koordinasi Antar Pemangku Kepentingan Gambar 3.1 Lulusan Lembaga Pendidikan Menurut Status Gambar 3.2 Klasifikasi Penduduk dan Tenaga Kerja Menurut BPS Gambar 3.3 Lapangan Pekerjaan yang Diserap oleh Lulusan Gambar 3.4 Kondisi Demand Lebih Kecil dari Supply (1.1) Gambar 3.5 Kondisi Demand Lebih Kecil dari Supply (1.2) Gambar 3.6 Kondisi Demand Lebih Kecil dari Supply (1.3) Gambar 3.7 Kondisi Demand Lebih Besar dari Supply (2.1) Gambar 3.8 Kondisi Demand Lebih Besar dari Supply (2.2) Gambar 3.9 Kondisi Demand Lebih Besar dari Supply (2.3) Gambar 3.10 Kondisi Demand sama dengan Supply (3.1) Gambar 3.11 Kondisi Demand sama dengan Supply (3.2) Gambar 3.12 Kondisi Demand sama dengan Supply (3.3) Gambar 3.13 Model Konseptual Alignment Index (AI) Gambar 3.14 Batasan Model Alignment Index Tim Penyelarasan Pendidikan dengan Dunia Kerja v

7 BAB I PENDAHULUAN 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pendidikan erat kaitannya dengan kondisi tenaga kerja di Indonesia. Pendidikan terakhir yang ditamatkan akan menentukan kemampuan dan keahlian yang dimiliki oleh setiap tenaga kerja. Dalam setiap tahun, hampir selalu terjadi kondisi dimana jumlah angkatan kerja melebihi jumlah lapangan pekerjaan yang tersedia. Hal ini tentunya memicu terjadinya pengangguran, baik pengangguran terdidik atau tak terdidik. Pengangguran yang terus meningkat dari tahun ke tahun dapat terjadi karena berbagai hal. Di satu sisi peningkatan angka pengangguran terjadi karena kurangnya lapangan pekerjaan yang tersedia. Pertumbuhan ekonomi yang dianggap mampu meningkatkan peluang kerja ternyata tidak mampu menyerap angkatan kerja yang semakin bertambah. Pertumbuhan ekonomi yang terjdi hanya didorong oleh peningkatan konsumsi bukan peningkatan investasi sehingga tidak mampu mendukung peningkatan peluang kerja di Indonesia. Di sisi lain, pertumbuhan ekonomi tidak disertai dengan perubahan struktur tenaga kerja yang berimbang. Sebagai contoh, sejak tahun 1995 pertumbuhan ekonomi paling pesat terjadi pada sektor industri, bukan lagi sektor pertanian. Pertumbuhan dengan pola seperti ini berlangsung selama periode Sementara itu, pola struktur penyerapan tenaga kerja selama periode tidak mengalami perubahan. Dalam hal ini, economic turning point tercapai lebih dulu dibanding labor turning point. Pada periode tersebut penyerapan sektor pertanian tetap yang paling tinggi padahal dengan pola struktur pertumbuhan ekonomi yang terjadi selama periode tersebut, sektor industri seharusnya mempunyai daya serap yang lebih tinggi dibanding sektor pertanian. Hal tersebut memungkinkan terjadinya eksploitasi sumber daya di ektor primer atau pertanian sehingga sektor ini dipaksa untuk menyerap tenaga kerja melebihi Tim Penyelarasan Pendidikan dengan Dunia Kerja 1

8 kemampuannya dalam berkontribusi terhadap Product Domestic Bruto (PDB). Informasi tersebut menunjukkan bahwa telah terjadi perubahan struktur pangsa produksi yang tidak disertai oleh terjadinya perubahan struktur pangsa penyerapan tenaga kerja secara proporsional dan mengakibatkan penumpukan tenaga kerja pada sektor tertentu. Ketidakseimbangan struktur tenaga kerja dengan struktur pertumbuhan ekonomi dapat dipicu oleh ketidaksesuaian kualitas dan kompetensi tenaga kerja dengan kebutuhan dunia kerja sehingga sebagian pencari kerja harus bekerja pada bidang yang tidak sesuai dengan keahliannya. Perusahaan seringkali mengeluhkan kompetensi tenaga kerja. Dunia pendidikan dinilai kurang responsif dalam menanggapi perubahan pasar kerja sehingga menyebabkan kualitas lulusan yang dihasilkan tidak sesuai dengan kebutuhan dunia kerja (underqualified). Secara umum telah terjadi perbaikan kualitas sumberdaya manusia di Indonesia, yang dibuktikan dengan semakin besarnya komposisi penduduk dengan pendidikan setara pendidikan menengah ke atas dan semakin berkurangnya komposisi penduduk dengan tingkat pendidikan sekolah dasar. Namun masalahnya adalah perbaikan kualitas sumberdaya manusia tersebut tidak diikuti oleh adanya kemampuan dari pemerintah Indonesia untuk menciptakan kesempatan kerja sesuai dengan kualifikasi sumber daya yang ada. Hal ini selanjutnya ditengarai akan menimbulkan permasalahan yaitu ketidaksesuaian antara output dunia pendidikan dengan kebutuhan dunia kerja. Pada tahun 2008 pengangguran terbuka yang dihasilkan lulusan SMK sebesar 17,26% dari jumlah angkatan kerjanya. Kemudian disusul lulusan Sekolah Menengah Atas (SMA) 14,31%, lulusan universitas 12,59%, lulusan diploma 11,21%, lulusan Sekolah Menengah Pertama (SMP) 9,39%, dan Sekolah Dasar (SD) ke bawah 4,57% (Tim Penyelaras, 2010). Data tersebut menunjukkan bahwa lulusan SMK, SMA, dan universitas banyak yang tidak terserap dan menjadi pengangguran padahal termasuk dalam kategori tenaga kerja terdidik dan terlatih. Ketidakmampuan lulusan pendidikan memenuhi permintaan dunia kerja menunjukkan terjadinya gap antara dunia pendidikan (supply side) dengan dunia kerja (demand side) dan mengarah pada masalah pengangguran. Terjadinya gap Tim Penyelarasan Pendidikan dengan Dunia Kerja 2

9 ini disebabkan oleh beberapa hal, salah satunya adalah pendidikan di masingmasing daerah tidak sesuai dengan karakteristik setiap daerah sehingga potensi daerah terbengkalai. Penyerapan tenaga kerja di daerah akan tinggi apabila pendidikan di masing-masing daerah disesuaikan dengan karakteristik daerahnya, seperti Bali yang potensi daerahnya adalah di bidang pariwisata, maka fokus pembangunan kompetensi lulusannya seharusnya berbasis pariwisata. Dalam hal ini, sektor unggulan daerah dianggap sebagai sektor yang mampu menyerap tenaga kerja lebih banyak. Selain itu, terjadinya gap disebabkan oleh kurang adanya kerja sama antara supply side dengan demand side. Selama ini, kurikulum pendidikan dianggap kurang berorientasi pada permintaan pasar sehingga kurikulum pendidikan kurang mendukung kompetensi lulusan yang dibutuhkan. Untuk itu diperlukan sebuah konsep penyelarasan yang terintegrasi. Penyelarasan yang dimaksudkan adalah penyesuaian antara output yang dihasilkan dunia pendidikan dengan kebutuhan yang diharapkan oleh dunia kerja. Penyelarasan yang dilakukan meliputi dimensi kuantitas, kualitas, lokasi, dan waktu. Tingkat kebutuhan di setiap lokasi baik di pasar dalam negeri ataupun luar negeri setiap tahunnya berbeda-beda baik seberapa banyak tenaga kerja yang dibutuhkan dan jenis kompetensi seperti apa yang dibutuhkan. Pada tahun 2010 Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menetapkan lima belas Program Pilihan Presiden bagi seluruh kementrian, lembaga dan departemen. Salah satunya adalah meningkatkan kualitas relevansi antara kualitas pendidikan terhadap dunia kerja, baik di jenjang pendidikan menengah umum maupun kejuruan, hingga di perguruan tinggi (Kompas, 2010). Presiden menunjuk Kemendiknas sebagai koordinator dalam menjalankan program pilihan ini. Selanjutnya, Menteri Pendidikan Nasional, Muhammad Nuh, mengintegrasikan program pilihan tersebut dengan program kerja 100 hari Kementrian Pendidikan Nasional (Sidiknas, 2010). Dalam hal pendidikan, pemerintah pusat ataupun daerah berkomitmen mengarahkan bidang pendidikan untuk dapat membentuk kemampuan menciptakan lapangan kerja, kemampuan kewirausahaan, dan menjawab tantangan kebutuhan pasar kerja. Untuk itu penyelarasan yang meliputi dimensi kuantitas, kualitas, lokasi, dan waktu akan sangat dibutuhkan dalam hal ini. Tim Penyelarasan Pendidikan dengan Dunia Kerja 3

10 Spekulasi tentang penyebab tingginya angka pengangguran selama ini terus berkembang dan selalu dikaitkan dengan dunia pendidikan selaku pencetak lulusan yang akan menjadi angkatan kerja. Untuk itulah dibutuhkan sebuah metode pengukuran yang tidak hanya mengukur seberapa besar daya serap setiap sektor atau seberapa besar lulusan terserap di dunia kerja, namun metode pengukuran yang lebih komprehensif yang hasilnya dapat menjawab beberapa pertanyaan terkait dengan penyebab terjadinya peningkatan pengangguran selama ini, apakah karena jumlah lapangan yang tersedia tidak mencukupi atau karena lulusan yang dihasilkan tidak sesuai dengan kebutuhan dunia kerja, atau kombinasi diantara keduanya. Selain itu, metode pengukuran yang komprehensif ini juga harus dapat mengakomodasi isu penyelarasan yang dianggap mampu mengatasi masalah penggangguran yang terjadi. Dalam program penyelarasan yang dimaksudkan adalah penyelarasan dari supply side dan demand side. Penyelarasan dari supply side merupakan upaya penyesuaian lulusan yang dihasilkan oleh dunia pendidikan dengan kebutuhan dunia kerja yang direpresentasikan melalui tingkat penyerapan tenaga kerja. sedangkan penyelarasan dari demand side direpresentasikan melalui tingkat pemenuhan permintaan dunia kerja. Selama ini, Badan Pusat Statistik (BPS) melakukan perhitungan jumlah angkatan kerja dan pengangguran melalui Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas). Tingkat penyerapan tenaga kerja diukur melalui indikator Angka Partisipasi Angkatan Kerja (APAK). Perhitungan APAK hanya dilakukan berdasarkan jumlah angkatan kerja yang terserap di dunia kerja dan tidak mempertimbangkan apakah angkatan kerja tersebut bekerja pada pekerjaan yang sesuai dengan bidang kompetensi, level pendidikan, level gaji, dan lain-lain. Hasil perhitungan APAK tidak dapat menunjukkan tingkat penyerapan di setiap tahunnya karena perhitungan APAK dilakukan secara akumulatif atau agregat sehingga tidak dapat memberikan informasi yang akurat tentang perubahan yang terjadi di setiap tahunnya. Indikator lainnya yang digunakan untuk mengetahui kondisi angkatan kerja adalah indikator rata-rata waktu tunggu dan rata-rata gaji pertama. Indikator rata-rata waktu tunggu merepresentasikan seberapa lama lulusan yang menjadi angkatan kerja menunggu hingga mendapatkan pekerjaan Tim Penyelarasan Pendidikan dengan Dunia Kerja 4

11 pertama. Indikator ini hanya memberikan informasi terkait dengan kemampuan lulusan terserap di dunia kerja dan kemampuan daya serap sektor lapangan kerja. Indikator lainnya yang digunakan adalah rata-rata gaji pertama. Indikator ini dapat memberikan informasi apakah lulusan yang menjadi angkatan kerja mendapatkan pekerjaan yang sesuai dengan level pendidikannya sehingga gaji yang diperoleh juga berimbang atau sebaliknya. Keberadaan indikator-indikator tersebut hanya merepresentasikan kondisi yang terkait dengan angkatan kerja dan pengangguran secara parsial. Tidak mampu membuktikan apakah pengangguran terjadi akibat kurangnya lapangan kerja, atau ketidaksesuaian kualitas lulusan dengan kebutuhan dunia kerja, atau kombinasi diantara keduanya. Untuk itu dibutuhkan indikator yang mampu memberikan jawaban atas permasalahan di atas. Berdasarkan definisi penyelarasan dan kekurangan-kekurangan yang ada pada setiap indikator tersebut maka dalam penelitian ini akan dihasilkan indikator yang selanjutnya disebut dengan Alignment Index (AI) dan Fulfillment Index (FI). Kedua indikator ini dapat menjawab beberapa permasalahan terkait dengan penyebab terjadinya peningkatan pengangguran selama ini sehingga nantinya dapat diambil langkahlangkah yang dapat mendukung terciptanya penyelarasan dunia pendidikan (supply side) dengan dunia kerja (demand side). 1.2 Permasalahan Adapun permasalahan yang akan dibahas dalam kajian ini adalah bagaimana merancang model konseptual pengukuran kinerja penyelarasan yang dapat mengukur seberapa besar tingkat penyerapan lulusan di dunia kerja melalui Alignment Index (AI) dan tingkat pemenuhan permintaan dunia kerja melalui Fulfillment Index (FI) berdasarkan empat dimensi penyelarasan yaitu dimensi kuantitas, kualitas, lokasi, dan waktu. Tim Penyelarasan Pendidikan dengan Dunia Kerja 5

12 1.3 Tujuan Adapun tujuan dari kajian ini antara lain : 1. Membangun definisi penyelarasan. 2. Merancang model konseptual Alignment Index yang dapat mengukur kinerja penyelarasan pendidikan dengan dunia kerja berdasarkan empat dimensi yaitu kuantitas, kualitas, lokasi, dan waktu. 1.4 Ruang Lingkup Kajian Adapun batasan yang digunakan dalam kajian ini adalah model konseptual yang dirancang dalam kajian ini adalah model konseptual Alignment Index, sedangkan model konseptual Fulfillment Index akan dirancang dan diimplementasikan pada tahun berikutnya. Tim Penyelarasan Pendidikan dengan Dunia Kerja 6

13 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Penyelarasan Menurut Literatur Robst (2007) mendefinisikan selaras (match) sebagai kesesuaian pendidikan atau bidang studi yang dimiliki oleh pekerja dengan pekerjaan yang dijalani sekarang. Lebih lanjut Robst (2007) menjelaskan lulusan perguruan tinggi dapat bekerja dengan kondisi yaitu kompetensi yang dimiliki sesuai atau tidak dengan bidang pekerjaannya. Kondisi dimana pekerjaan agak berhubungan dengan bidang kompetensi pekerja dapat disebut dengan partially mismatched dan kondisi dimana pekerjaan sama sekali tidak berhubungan dengan bidangnya disebut dengan completely mismatched. Sedangkan Sloane dalam Robst (2006) menyebutkan bahwa pekerja yang termasuk dalam kategori mismatched adalah mereka yang level pendidikannya sesuai tapi jenis pendidikannya tidak sesuai dengan pekerjaannya. Dalam hal ini pendidikan mempunyai peranan penting dalam menentukan jenis pekerjaan yang diinginkan. Apabila pekerjaan yang dimiliki tidak sesuai dengan kompetensi bidang studi pendidikannya maka dapat dikatakan tidak ada penyelarasan antara pekerjaan dengan kompetensi pekerjanya. 2.2 Model Konsep Penyelarasan Prioritas pembangunan pendidikan diarahkan demi tercapainya pertumbuhan ekonomi yang didukung penyelarasan antara ketersediaan tenaga pendidik dengan kemampuan menciptakan lapangan kerja atau kewirausahaan dan menjawab tantangan kebutuhan tenaga kerja. Untuk mewujudkannya diperlukan sebuah model konsep penyelarasan agar lebih mudah memahami konsep penyelarasan yang akan dilakukan. Konsep penyelarasan mengisyaratkan adanya kebutuhan koordinasi yang baik antara pihak penyedia lulusan pendidikan dengan pihak yang membutuhkan tenaga lulusan. Analisis kebutuhan dunia kerja yang Tim Penyelarasan Pendidikan dengan Dunia Kerja 7

14 meliputi kualitas/kompetensi dan kuantitas pada lokasi dan waktu yang berbeda merupakan informasi awal yang perlu disediakan dalam proses penyelarasan. Informasi kebutuhan dunia kerja yang akurat dan rencana pengembangan nasional di berbagai sektor diperlukan dalam reengineering sistem pendidikan pada setiap level dan bidang dalam menyediakan SDM sesuai dengan kebutuhan dunia kerja. Penyelarasan pendidikan dengan dunia kerja dilakukan dengan menyesuaikan pola pasokan/pendidikan dengan permintaan dari dunia kerja. Kondisi permintaan akan bervariasi berdasarkan sektor bidang kerja pada beberapa sektor lapangan kerja dan akan mengendalikan sistem pendidikan di sisi pasokan. Sistem pendidikan yang termasuk didalamnya pelatihan perlu didisain sedemikian rupa sehingga mampu menjawab kebutuhan permintaan berdasarkan empat dimensi yang sama. Sehingga perlu dilakukan deployment untuk merancang sistem pendidikan yang berkualitas baik dari sisi sarana prasarana, pendidik dan sistem pembelajarannya. Ketiga aspek yang perlu didisain ulang tersebut dilakukan pada setiap level pendidikan pada pendidikan formal dan setiap jenis pelatihan serta aktivitas pendidikan lainnya. Berikut model konsep penyelarasan yang digunakan sebagai acuan untuk merancang model pengukuran kinerja penyelarasan: Gambar 2.1 Model Konsep Penyelarasan (Sumber : Tim Penyelaras, 2010) Berdasarkan model konsep penyelarasan di atas, penyelarasan dapat didefinisikan sebagai upaya penyesuaian pendidikan sebagai pemasok sumber daya manusia (supply side) dengan dunia kerja yang memiliki kebutuhan dan Tim Penyelarasan Pendidikan dengan Dunia Kerja 8

15 tuntutan yang dinamis (demand side). Penyelarasan perlu dilakukan pada setiap level bidang pendidikan dengan memperhatikan kebutuhan dunia kerja. Penyelarasan dapat dicapai melalui efektivitas fungsi dari ketiga elemen utama yaitu dunia kerja pada sisi permintaan (demand side), pendidikan sebagai pemasok tenaga kerja dan wirausaha (supply side), serta koordinasi lintas departemen dan institusi terkait. Dalam Kerangka Kerja Konsep Penyelarsan Pendidikan dengan Dunia Kerja (Tim Penyelaras, 2010), pengembangan kerangka kerja penyelarasan pendidikan harus memperhatikan tiga komponen utama yaitu sisi permintaan (demand side), sisi pasokan (supply side), dan mekanisme penyelarasan. Dalam merumuskan program penyelarasan yang bersifat komprehensif dibutuhkan gambaran ke depan dari beberapa dimensi yang relevan. Berdasarkan kerangka konsep penyelarasan di atas, ada empat dimensi yang akan diselaraskan yaitu: 1) Dimensi kuantitas Proyeksi kebutuhan ke depan terhadap jumlah tenaga kerja perlu dilakukan agar dunia pendidikan dapat memenuhi kebutuhan dunia kerja. 2) Dimensi kualitas/kompetensi Proyeksi kebutuhan ke depan terhadap kompetensi yang dibutuhkan dari dunia kerja perlu dilakukan sehingga dunia pendidikan dapat menyesuaikan kompetensi lulusannya dengan kebutuhan yang diharapkan oleh dunia kerja. Informasi peramalan tersebut akan memberikan gambaran tentang berbagai jenis kompetensi yang yang dibutuhkan. 3) Dimensi lokasi Proyeksi kebutuhan tenaga kerja baik jumlah maupun kompetensi pada setiap lokasi di Indonesia sangat diperlukan dan harus mengacu pada karakteristik khusus dan potensi yang dimiliki oleh lokasi atau daerah tersebut sehingga dapat memenuhi kebutuhan industri di daerah dan sekitarnya. Tim Penyelarasan Pendidikan dengan Dunia Kerja 9

16 4) Dimensi waktu Kebutuhan tenaga kerja baik jumlah maupun jenis kompetensi akan berbeda-beda setiap waktu sehingga harus dilakukan peramalan untuk tiap tahunnya. Informasi rencana pengembangan diperlukan sebagai dasar peramalan ke depan. Pertimbangan rencana pembangunan daerah dalam program penyelarasan diharapkan dapat mengurangi terjadinya disparitas dalam hal aksesibilitas dan mampu mendayagunakan potensi yang ada di daerah. Dimensi lokasi akan mendukung peningkatan serapan tenaga kerja di tingkat kabupaten/kota melalui tambahan kompetensi dan keahlian sekolah yang mempertimbangkan keunggulan daerahnya. Dalam Studi Potensi Industri SMK yang dilakukan Direktorat Pembinaan SMK (2009) disebutkan bahwa salah satu cara untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi adalah dengan memanfaatkan potensi produk lokal. Setiap daerah di Indonesia mempunyai sektor unggulan yang berbeda-beda sesuai dengan potensi yang dimiliki. Sektor unggulan dapat diidentifikasi melalui kontribusi PDRB terhadap pembentukan PDB. Kabupaten/kota yang mempunyai tren positif dalam proyeksi PDRB untuk sektor ekonomi tertentu dan share sektornya mengalami peningkatan maka di kabupaten/kota terkait menunjukkan adanya kebutuhan tenaga kerja yang cukup besar di sektor tersebut. Hal ini menjadi peluang bagi SMK sebagai salah satu jenjang pendidikan menengah untuk mengisi kesempatan kerja di sektor tersebut Model Sisi Permintaan Tenaga Kerja Model permintaan yang didesain dalam model konsep penyelarasan harus mampu menghasilkan informasi kebutuhan tenaga kerja dan peluang usaha di pasar kerja dan juga dapat memberikan gambaran fungsi dan peran yang seharusnya diberikan oleh Kemenakertrans dan semua Kementerian yang membina berbagai sektor kegiatan ekonomi antara lain sektor manufaktur dan pengolahan, sektor pertanian (pertanian, perkebunan, perikanan dan kehutanan), sektor telekomunikasi, sektor perdagangan, sektor perhubungan, sektor pekerjaan umum/jasa konstruksi dan sektor keuangan dan jasa lainnya. Secara lebih jelas Tim Penyelarasan Pendidikan dengan Dunia Kerja 10

17 kerangka kebutuhan informasi di sisi permintaan dapat dilihat lebih jelas pada Gambar 2.2. Gambar 2.2 Model Sisi Permintaan (Sumber : Tim Penyelaras, 2010) Berdasarkan Kerangka Kerja Model Penyelarasan Pendidikan dan Dunia SMK (Tim Penyelaras, 2010), pemetaan potensi lapangan kerja dan peluang usaha dapat dilakukan dengan melakukan pemetaan, baik kondisi saat ini maupun kondisi yang akan datang berdasarkan sejumlah dimensi yang relevan. Terdapat empat dimensi utama yang perlu diperhatikan dalam pemetaan yaitu kuantitas, kualitas (kompetensi), lokasi dan waktu. Ketepatan dalam mendefinisikan kebutuhan pada sisi permintaan dalam empat dimensi tersebut sangat menentukan ketepatan dalam membangun sistem pendidikan nasional yang dapat dilakukan oleh lintas Kementerian Negara maupun pihak swasta. Informasi terkait dengan dimensi kualitas/kompetensi akan memberikan gambaran tentang berbagai jenis kompetensi yang diperlukan dan seberapa tinggi level kompetensi tersebut. Setiap sektor memerlukan profil tenaga kerja yang bervariasi baik berdasarkan jenis maupun tingkat kompetensinya serta jumlah yang dibutuhkan. Karakteristik kebutuhan atas profil tenaga kerja serta trend berdasarkan waktu juga bisa bervariasi untuk setiap lokasi wilayah di Indonesia maupun di luar negeri. Oleh karena itu, pemetaan yang komprehensif tersebut menjadi sangat penting untuk dilakuan. Tim Penyelarasan Pendidikan dengan Dunia Kerja 11

18 2.2.2 Model Sisi Penawaran Lulusan Dalam Kerangka Kerja Penyelarasan Pendidikan dengan Dunia Kerja (Tim Penyelaras, 2010) disebutkan bahwa pendekatan market-driven dalam upaya penyelarasan pendidikan dengan dunia kerja, memberikan konsekuensi bahwa sisi pasokan atau pendidikan harus berusaha merespon dinamika kebutuhan dunia kerja. Berikut gambaran model sisi penawaran : Gambar 2.3 Model Sisi Penawaran (Sumber : Tim Penyelaras, 2010) Kebutuhan dunia kerja seperti digambarkan pada model sebelumnya merupakan informasi yang harus diakomodasikan dalam sistem pendidikan nasional baik melalui pendidikan formal, informal maupun nonformal dalam bentuk pendidikan berjenjang (umum, kejuruan dan spesialisasi) dan bentuk pelatihan. Sehingga informasi kebutuhan dari sisi permintaan selanjutnya dapat menjadi acuan untuk pihak penyedia pendidikan. Model pasokan harus menggambarkan interaksi antar aktivitas inputproses-output yang dikehendaki serta fungsi dan peran dari pemangku kepentingan berada pada sisi pasokan. Selain itu, informasi yang ada perlu direspon dengan baik oleh dunia pendidikan dalam empat dimensi yang sama guna merencanakan dan menetapkan kurikulum serta kebijakan pembangunan pendidikan, seperti : penyediaan sarana pra sarana, peningkatan kompetensi guru atau dosen dalam mendidik siswa atau mahasiswa, dan sistem pembelajaran atau kurikulum yang berlaku harus didasarkan pada kebutuhan penyelarasan dengan dunia kerja. Tim Penyelarasan Pendidikan dengan Dunia Kerja 12

19 Dalam Kerangka Kerja Penyelarasan Pendidikan dengan Dunia Kerja (Tim Penyelaras, 2010), informasi dari hasil pemetaan dunia kerja adalah berupa karakteristik kebutuhan lapangan kerja dan peluang usaha yang digambarkan dengan kebutuhan empat dimensi pada setiap sektor dunia kerja. Berangkat dari kebutuhan saat ini dan yang akan datang kemudian dilakukan analisis kebutuhan terhadap sejumlah fasilitas yang diperlukan untuk mengurangi kesenjangan antara kebutuhan dan kemampuan pasok sistem pendidikan saat ini dan di masa mendatang. Beberapa fasilitas yang sangat penting untuk menunjang dihasilkannya SDM atau calon angkatan kerja dan wirausaha yang andal adalah ketersediaan sarana/prasarana yang memadai, guru dan pendidik yang berkualitas dalam jumlah yang cukup serta model pembelajaran yang mampu membangun kompetensi dan jumlah lulusan sesuai yang dibutuhkan oleh dunia kerja. Pemerataan pendidikan secara nasional juga sangat penting untuk dilakukan, untuk itu pemetaan dan analisis juga dilakukan berdasarkan ketersediaan berbasis lokasi di Indonesia. Berdasarkan hasil pemetaan dan analisis kesenjangan, proses deployment perlu dilanjutkan untuk melihat apakah setiap level dan jenis pendidikan yang diselenggarakan selama ini sudah memiliki sistem yang mampu menghasilkan berbagai kebutuhan yang meliputi kualitas/kompetensi dan kuantitas/jumlah serta terdistribusi merata di setiap lokasi di Indonesia. Di samping itu juga untuk melihat apakah telah memiliki rencana pengembangan untuk pemenuhan kebutuhan di masa mendatang. Informasi ini kemudian menjadi awal rencana perbaikan sistem pendidikan nasional Mekanisme Penyelarasan Dalam Kerangka Kerja Penyelarasan Pendidikan dengan Dunia Kerja (Tim Penyelaras, 2010) disebutkan bahwa penyelarasan akan efektif jika terjadi koordinasi dan sinergi antar berbagai kementerian dan institusi yang terkait baik pada sisi pasokan maupun sisi permintaan. Untuk mempertegas arah program penyelarasan, maka perlu dirumuskan dan disepakati bersama ukuran yang digunakan untuk mencerminkan tingkat penyelarasan. Hal ini penting karena dengan adanya ukuran atau indikator yang menjadi acuan pengembangan, maka Tim Penyelarasan Pendidikan dengan Dunia Kerja 13

20 program penyelarasan yang disusun akan mengarah pada pencapaian target atas indikator yang ditetapkan dan dievaluasi secara periodik. Oleh karena itu, perlu didesain sebuah sistem pengukuran kinerja penyelarasan yang mampu memberikan guidance dalam proses penyelarasan dengan indikator yang terukur yaitu nilai Indeks Penyelarasan (Alignment Index). Mengingat program penyelarasan ini adalah bersifat nasional dan merupakan tanggung jawab bersama, maka supaya lebih efektif dan efisien perlu ditentukan fungsi dan peran dari setiap pemangku kepentingan. Berikut adalah mekanisme koordinasi antar pemangku kepentingan dalam membantu pelaksanaan konsep penyelarasan: Masyarakat Umum (User) Pemerintah Pusat dan Daerah Gambar 2.4 Mekanisme Koordinasi Antar Pemangku Kepentingan (Sumber : Tim Penyelaras, 2010) Pada sisi pasokan, institusi pemerintah penyelenggara pendidikan dan pelatihan akan bertanggung jawab dalam mendefinisikan aktivitas dan program terkait dengan pendidikan. Pihak-pihak yang banyak berperan di sisi pasokan adalah Kemendiknas, Kementerian Agama dan kementerian lain yang karena tujuan khusus perlu menyelenggarakan jenis pendidikan atau pelatihan yang spesifik untuk ruang lingkup tertentu. Pada sisi permintaan yang merupakan sumber informasi penting tentang kebutuhan dunia kerja, harus mampu menjamin ketersediaan informasi tersebut. Karakteristik kebutuhan setiap sektor bersifat Tim Penyelarasan Pendidikan dengan Dunia Kerja 14

I. PENDAHULUAN. perkembangan suatu perekonomian dari suatu periode ke periode. berikutnya. Dari satu periode ke periode lainnya kemampuan suatu negara

I. PENDAHULUAN. perkembangan suatu perekonomian dari suatu periode ke periode. berikutnya. Dari satu periode ke periode lainnya kemampuan suatu negara 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan masalah perekonomian suatu negara dalam jangka panjang. Pertumbuhan ekonomi mengukur prestasi dari perkembangan suatu perekonomian dari

Lebih terperinci

Produk Domestik Bruto (PDB)

Produk Domestik Bruto (PDB) Produk Domestik Bruto (PDB) Gross Domestic Product (GDP) Jumlah nilai produk berupa barang dan jasa yang dihasilkan oleh unitunit produksi di dalam batas wilayah suatu negara (domestik) selama satu tahun.

Lebih terperinci

V. SIMPULAN DAN SARAN. 1. Hasil analisis Tipologi Klassen menunjukkan bahwa:

V. SIMPULAN DAN SARAN. 1. Hasil analisis Tipologi Klassen menunjukkan bahwa: V. SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan Berdasarkan hasil perhitungan dan pembahasan dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Hasil analisis Tipologi Klassen menunjukkan bahwa: a. Sektor ekonomi Kota Bandar Lampung

Lebih terperinci

GROWTH (%) SHARE (%) JENIS PENGELUARAN 2011** 2012*** Q.1 Q.2 Q.3 Q.4 Q.1 Q.2 Q.3 Q.4 Q.1 Q.2 Q.3 Q.4 Q.1 Q.2 Q.3 Q.

GROWTH (%) SHARE (%) JENIS PENGELUARAN 2011** 2012*** Q.1 Q.2 Q.3 Q.4 Q.1 Q.2 Q.3 Q.4 Q.1 Q.2 Q.3 Q.4 Q.1 Q.2 Q.3 Q. Keterangan 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 * 2011 ** 2012 *** Produk Domestik Bruto (%, yoy) 3.64 4.50 4.78 5.03 5.69 5.50 6.35 6.01 4.63 6.22 6.49 6.23 Produk Nasional Bruto (%, yoy)

Lebih terperinci

Keterangan * 2011 ** 2012 ***

Keterangan * 2011 ** 2012 *** Keterangan 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 * 2011 ** 2012 *** Produk Domestik Bruto (%, yoy) 3.64 4.50 4.78 5.03 5.69 5.50 6.35 6.01 4.63 6.22 6.49 6.23 Produk Nasional Bruto (%, yoy)

Lebih terperinci

TABEL - VII.1 PERKEMBANGAN NILAI INVESTASI MENURUT SKALA USAHA ATAS DASAR HARGA KONSTAN 1993 TAHUN

TABEL - VII.1 PERKEMBANGAN NILAI INVESTASI MENURUT SKALA USAHA ATAS DASAR HARGA KONSTAN 1993 TAHUN TABEL - VII.1 PERKEMBANGAN NILAI INVESTASI MENURUT SKALA USAHA SKALA USAHA 1 Usaha Kecil (UK) 17.968.449 19.510.919 1.542.470 8,58 2 Usaha Menengah (UM) 23.077.246 25.199.311 2.122.065 9,20 Usaha Kecil

Lebih terperinci

II. RUANG LINGKUP DAN METODE PENGHITUNGAN. 2.1 Ruang Lingkup Penghitungan Pendapatan Regional

II. RUANG LINGKUP DAN METODE PENGHITUNGAN. 2.1 Ruang Lingkup Penghitungan Pendapatan Regional II. RUANG LINGKUP DAN METODE PENGHITUNGAN 2.1 Ruang Lingkup Penghitungan Pendapatan Regional Dalam penerbitan buku tahun 2013 ruang lingkup penghitungan meliputi 9 sektor ekonomi, meliputi: 1. Sektor Pertanian

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Lubuklinggau, September 2014 WALIKOTA LUBUKLINGGAU H. SN. PRANA PUTRA SOHE

KATA PENGANTAR. Lubuklinggau, September 2014 WALIKOTA LUBUKLINGGAU H. SN. PRANA PUTRA SOHE KATA PENGANTAR Buku Indikator Ekonomi Kota Lubuklinggau ini dirancang khusus bagi para pelajar, mahasiswa, akademisi, birokrat, dan masyarakat luas yang memerlukan data dan informasi dibidang perekonomian

Lebih terperinci

(1.42) (1.45) I II III IV I II III IV I II III IV I II * 2012** 2013***

(1.42) (1.45) I II III IV I II III IV I II III IV I II * 2012** 2013*** 8 6 4 2 5.99 6.29 6.81 6.45 6.52 6.49 6.50 6.29 6.36 6.16 5.81 6.11 6.035.81 3.40 2.69 2.04 2.76 3.37 1.70 1.50 2.82 3.18 1.42 2.61 0-2 (1.42) (1.42) (1.45) I II III IV I II III IV I II III IV I II 2010

Lebih terperinci

M E T A D A T A INFORMASI DASAR. 1 Nama Data : Produk Domestik Bruto (PDB) 2 Penyelenggara. Departemen Statistik Ekonomi dan Moneter, : Statistik

M E T A D A T A INFORMASI DASAR. 1 Nama Data : Produk Domestik Bruto (PDB) 2 Penyelenggara. Departemen Statistik Ekonomi dan Moneter, : Statistik M E T A D A T A INFORMASI DASAR 1 Nama Data : Produk Domestik Bruto (PDB) 2 Penyelenggara Departemen Statistik Ekonomi dan Moneter, : Statistik Bank Indonesia 3 Alamat : Jl. M.H. Thamrin No. 2 Jakarta

Lebih terperinci

TABEL - IV.1 PERKEMBANGAN NILAI PRODUK DOMESTIK BRUTO (PDB) MENURUT SKALA USAHA ATAS DASAR HARGA KONSTAN 1993 TAHUN

TABEL - IV.1 PERKEMBANGAN NILAI PRODUK DOMESTIK BRUTO (PDB) MENURUT SKALA USAHA ATAS DASAR HARGA KONSTAN 1993 TAHUN TABEL - IV.1 PERKEMBANGAN NILAI PRODUK DOMESTIK BRUTO (PDB) MENURUT SKALA USAHA ATAS DASAR HARGA KONSTAN 1993 SKALA USAHA 1 Usaha Kecil (UK) 184.845.034 194.426.046 9.581.012 5,18 2 Usaha Menengah (UM)

Lebih terperinci

II. RUANG LINGKUP DAN METODE PENGHITUNGAN. 2.1 Ruang Lingkup Penghitungan Pendapatan Regional

II. RUANG LINGKUP DAN METODE PENGHITUNGAN. 2.1 Ruang Lingkup Penghitungan Pendapatan Regional II. RUANG LINGKUP DAN METODE PENGHITUNGAN 2.1 Ruang Lingkup Penghitungan Pendapatan Regional Dalam penerbitan buku Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Tegal Tahun 2012 ruang lingkup penghitungan meliputi

Lebih terperinci

PDB per kapita atas dasar harga berlaku selama tahun 2011 mengalami peningkatan sebesar 13,8% (yoy) menjadi Rp30,8 juta atau US$ per tahun.

PDB per kapita atas dasar harga berlaku selama tahun 2011 mengalami peningkatan sebesar 13,8% (yoy) menjadi Rp30,8 juta atau US$ per tahun. Indonesia pada tahun 2011 tumbuh sebesar 6,5% (yoy), sedangkan pertumbuhan triwulan IV-2011 secara tahunan sebesar 6,5% (yoy) atau secara triwulanan turun 1,3% (qtq). PDB per kapita atas dasar harga berlaku

Lebih terperinci

Produk Domestik Regional Bruto Gross Regional Domestic Product

Produk Domestik Regional Bruto Gross Regional Domestic Product Produk Domestik Regional Bruto Gross Regional Domestic Product X Produk Domestik Regional Bruto 306 Kabupaten Bandung Barat Dalam Angka 2013 Gross Regional Domestic Product 10.1 PRODUK DOMESTIK REGIONAL

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PRODUK DOMESTIK BRUTO

PERKEMBANGAN PRODUK DOMESTIK BRUTO PERKEMBANGAN PRODUK DOMESTIK BRUTO Triwulan II-29 Perekonomian Indonesia secara tahunan (yoy) pada triwulan II- 29 tumbuh 4,%, lebih rendah dari pertumbuhan triwulan sebelumnya (4,4%). Sementara itu, perekonomian

Lebih terperinci

ANALISIS SEKTOR UNGGULAN PEREKONOMIAN KABUPATEN MANDAILING NATAL PROVINSI SUMATERA UTARA

ANALISIS SEKTOR UNGGULAN PEREKONOMIAN KABUPATEN MANDAILING NATAL PROVINSI SUMATERA UTARA ANALISIS SEKTOR UNGGULAN PEREKONOMIAN KABUPATEN MANDAILING NATAL PROVINSI SUMATERA UTARA Andi Tabrani Pusat Pengkajian Kebijakan Peningkatan Daya Saing, BPPT, Jakarta Abstract Identification process for

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan

I. PENDAHULUAN. dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan proses transformasi yang dilakukan secara sistematis dan berkelanjutan. Pembangunan ekonomi dilakukan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS IIV.1 Permasalahan Pembangunan Permasalahan yang dihadapi Pemerintah Kabupaten Ngawi saat ini dan permasalahan yang diperkirakan terjadi lima tahun ke depan perlu mendapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tercapainya perekonomian nasional yang optimal. Inti dari tujuan pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. tercapainya perekonomian nasional yang optimal. Inti dari tujuan pembangunan BAB I PENDAHULUAN 1. A 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator kemajuan ekonomi suatu negara. Semakin tinggi pertumbuhan ekonomi maka semakin baik pula perekonomian negara

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI JAWA TIMUR No. 32/05/35/Th. XI, 6 Mei 2013 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TRIWULAN I-2013 Pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur Triwulan I Tahun 2013 (y-on-y) mencapai 6,62

Lebih terperinci

PROYEKSI EKONOMI MAKRO : Masukan bagi Pengelola BUMN Biro Riset LMFEUI

PROYEKSI EKONOMI MAKRO : Masukan bagi Pengelola BUMN Biro Riset LMFEUI PROYEKSI EKONOMI MAKRO 2011-2015: Masukan bagi Pengelola BUMN Biro Riset LMFEUI Indonesia memiliki sejumlah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak dalam berbagai bidang usaha. Kendati, tidak seperti

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PRODUK DOMESTIK BRUTO

PERKEMBANGAN PRODUK DOMESTIK BRUTO PERKEMBANGAN PRODUK DOMESTIK BRUTO Tahun 27 Perekonomian Indonesia pada Tahun 27 tumbuh 6,32%, mencapai pertumbuhan tertinggi dalam lima tahun terakhir. Dari sisi produksi, semua sektor mengalami ekspansi

Lebih terperinci

BOKS II : TELAAH KETERKAITAN EKONOMI PROPINSI DKI JAKARTA DAN BANTEN DENGAN PROPINSI LAIN PENDEKATAN INTERREGIONAL INPUT OUTPUT (IRIO)

BOKS II : TELAAH KETERKAITAN EKONOMI PROPINSI DKI JAKARTA DAN BANTEN DENGAN PROPINSI LAIN PENDEKATAN INTERREGIONAL INPUT OUTPUT (IRIO) BOKS II : TELAAH KETERKAITAN EKONOMI PROPINSI DKI JAKARTA DAN BANTEN DENGAN PROPINSI LAIN PENDEKATAN INTERREGIONAL INPUT OUTPUT (IRIO) IRIO memiliki kemampuan untuk melakukan beberapa analisa. Kemampuan

Lebih terperinci

HOME. Penyerapan tenaga kerja lulusan SMK rendah? Supply Side. Pertumbuhan ekonomi Peningkatan investasi Jumlah lapangan kerja sedikit 13,66%

HOME. Penyerapan tenaga kerja lulusan SMK rendah? Supply Side. Pertumbuhan ekonomi Peningkatan investasi Jumlah lapangan kerja sedikit 13,66% 0/08/00 Sidang Tugas Akhir PERANCANGAN MODEL PENGUKURAN KINERJA PENYELARASAN ANTARA PENDIDIKAN SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN (SMK) DENGAN DUNIA KERJA MELALUI ALIGNMENT INDEX (STUDI KASUS : SMKN SURABAYA) Oleh

Lebih terperinci

Grafik 1 Laju dan Sumber Pertumbuhan PDRB Jawa Timur q-to-q Triwulan IV (persen)

Grafik 1 Laju dan Sumber Pertumbuhan PDRB Jawa Timur q-to-q Triwulan IV (persen) BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI JAWA TIMUR No. 13/02/35/Th. XII, 5 Februari 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR I. PERTUMBUHAN DAN STRUKTUR EKONOMI MENURUT LAPANGAN USAHA Pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur

Lebih terperinci

SURVEI KEGIATAN DUNIA USAHA

SURVEI KEGIATAN DUNIA USAHA Triwulan I - 2015 SURVEI KEGIATAN DUNIA USAHA Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) mengindikasikan kegiatan usaha pada triwulan I-2015 tumbuh melambat dibandingkan triwulan sebelumnya. Hal ini tercermin

Lebih terperinci

Statistik KATA PENGANTAR

Statistik KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) menjadi sangat strategis, karena potensinya yang besar dalam menggerakkan kegiatan ekonomi masyarakat, dan sekaligus menjadi tumpuan sumber

Lebih terperinci

VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN WILAYAH KEPULAUAN PROVINSI MALUKU Sektor-Sektor Ekonomi Unggulan Provinsi Maluku

VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN WILAYAH KEPULAUAN PROVINSI MALUKU Sektor-Sektor Ekonomi Unggulan Provinsi Maluku VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN WILAYAH KEPULAUAN PROVINSI MALUKU 6.1. Sektor-Sektor Ekonomi Unggulan Provinsi Maluku Aktivitas atau kegiatan ekonomi suatu wilayah dikatakan mengalami kemajuan,

Lebih terperinci

SIDANG TUGAS AKHIR. Oleh : Herry Purnama Sandy ( )

SIDANG TUGAS AKHIR. Oleh : Herry Purnama Sandy ( ) SIDANG TUGAS AKHIR Oleh : Herry Purnama Sandy (2507 100 110) Dosen Pembimbing 1 : Dr. Maria Anityasari, ST.,ME. Dosen Pembimbing 2 : Dr. Ir. Sri Gunani Partiwi, MT. Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknologi

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS HASIL PENELITIAN

BAB 4 ANALISIS HASIL PENELITIAN BAB 4 ANALISIS HASIL PENELITIAN Bab ini akan menganalisis dampak dari injeksi pengeluaran Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) pada sektor komunikasi terhadap perekonomian secara agregat melalui sektor-sektor

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH No. 11/02/72/Th. XVII. 5 Februari 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH Ekonomi Sulawesi Tengah pada tahun 2013 yang diukur dari persentase kenaikan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor Industri merupakan salah satu sektor yang berperan penting dalam pembangunan nasional. Kontribusi sektor Industri terhadap pembangunan nasional setiap tahunnya

Lebih terperinci

Boks 1. TABEL INPUT OUTPUT PROVINSI JAMBI TAHUN 2007

Boks 1. TABEL INPUT OUTPUT PROVINSI JAMBI TAHUN 2007 Boks 1. TABEL INPUT OUTPUT PROVINSI JAMBI TAHUN 2007 TABEL INPUT OUTPUT Tabel Input-Output (Tabel I-O) merupakan uraian statistik dalam bentuk matriks yang menyajikan informasi tentang transaksi barang

Lebih terperinci

M E T A D A T A. INFORMASI DASAR 1 Nama Data : Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) 2 Penyelenggara Statistik

M E T A D A T A. INFORMASI DASAR 1 Nama Data : Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) 2 Penyelenggara Statistik M E T A D A T A INFORMASI DASAR 1 Nama Data : Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) 2 Penyelenggara Statistik : Departemen Statistik Ekonomi dan Moneter, Bank Indonesia 3 Alamat : Jl. M.H. Thamrin No.

Lebih terperinci

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI KEPRI

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI KEPRI BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI KEPRI No. 31/05/21/Th. VI, 5 Mei 2011 KEADAAN KETENAGAKERJAAN DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU SAMPAI DENGAN FEBRUARI 2011 TINGKAT PENGANGGURAN KEPRI SEBESAR 7,04 PERSEN Jumlah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Keberhasilan perekonomian suatu negara dapat diukur melalui berbagai indikator

I. PENDAHULUAN. Keberhasilan perekonomian suatu negara dapat diukur melalui berbagai indikator I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan perekonomian suatu negara dapat diukur melalui berbagai indikator ekonomi antara lain dengan mengetahui pendapatan nasional, pendapatan per kapita, tingkat

Lebih terperinci

SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI INDONESIA TAHUN 2008 ISSN : 0216.6070 Nomor Publikasi : 07240.0904 Katalog BPS : 9503003 Ukuran Buku : 28 x 21 cm Jumlah Halaman : 94 halaman Naskah : Subdirektorat Konsolidasi

Lebih terperinci

SURVEI KEGIATAN DUNIA USAHA

SURVEI KEGIATAN DUNIA USAHA SURVEI KEGIATAN DUNIA USAHA gf TRIWULAN IV-2017 Hasil Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) mengindikasikan bahwa kegiatan usaha pada triwulan IV-2017 masih tumbuh, meski tidak setinggi triwulan III- 2017 sesuai

Lebih terperinci

V. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010

V. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010 65 V. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010 5.1. Gambaran Umum dan Hasil dari Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE) Kabupaten Musi Rawas Tahun 2010 Pada bab ini dijelaskan

Lebih terperinci

Statistik KATA PENGANTAR

Statistik KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) menjadi sangat strategis, karena potensinya yang besar dalam menggerakkan kegiatan ekonomi masyarakat, dan sekaligus menjadi tumpuan sumber

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH No. 06/02/72/Th. XIV. 7 Februari 2011 PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH Ekonomi Sulawesi Tengah tahun 2010 yang diukur dari kenaikan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga konstan 2000

Lebih terperinci

ANALISIS POTENSI PEREKONOMIAN KABUPATEN MINAHASA TENGGARA

ANALISIS POTENSI PEREKONOMIAN KABUPATEN MINAHASA TENGGARA ANALISIS POTENSI PEREKONOMIAN KABUPATEN MINAHASA TENGGARA (ANALYSIS OF THE POTENTIAL FOR ECONOMIC MINAHASA SOUTHEAST DISTRICT) Rizky Kapahang 1, Rosalina A.M. Koleangan 2 dan Patrick C Wauran 3 123 Jurusan

Lebih terperinci

Perkembangan Terakhir Sektor Industri Dan Inflasi KADIN INDONESIA

Perkembangan Terakhir Sektor Industri Dan Inflasi KADIN INDONESIA Perkembangan Terakhir Sektor Industri Dan Inflasi KADIN INDONESIA Mudrajad Kuncoro Juli 2008 Peranan Masing- Masing Cabang Industri Terhadap PDB Sektor Industri Tahun 1995-2008* No. Cabang Industri Persen

Lebih terperinci

Statistik Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) Tahun

Statistik Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) Tahun KATA PENGANTAR Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (U MKM) menjadi sangat strategis, karena potensinya yang besar dalam menggerakkan kegiatan ekonomi masyarakat, dan sekaligus menjadi tumpuan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI B A B BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Berbagai upaya ditempuh untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi, pengurangan pengangguran, kemiskinan dan kesenjangan antarwilayah Dalam konteks pembanguan saat ini,

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. tujuan penelitian. Wilayah yang akan dibandingkan dalam penelitian ini

III. METODOLOGI PENELITIAN. tujuan penelitian. Wilayah yang akan dibandingkan dalam penelitian ini III. METODOLOGI PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Konsep dasar dan definisi operasional dalam penelitian ini mencakup semua pengertian yang digunakan dalam memperoleh dan menganalisis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mengimbangi pertambahan angkatan kerja yang masuk ke pasar kerja. memungkinkan berlangsungnya pertumbuhan ekonomi secara terus-menerus

I. PENDAHULUAN. mengimbangi pertambahan angkatan kerja yang masuk ke pasar kerja. memungkinkan berlangsungnya pertumbuhan ekonomi secara terus-menerus 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bidang ketenagakerjaan merupakan salah satu hal yang sangat esensial dalam usaha memajukan perekonomian bangsa. Usaha yang dimaksud dalam bidang ini adalah penyediaan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PRODUK DOMESTIK BRUTO

PERKEMBANGAN PRODUK DOMESTIK BRUTO PERKEMBANGAN PRODUK DOMESTIK BRUTO Tahun 28 Perekonomian Indonesia tahun 28 tumbuh 6,6%(yoy), mengalami perlambatan dibandingkan pertumbuhan tahun 27 (6,28%). Dari sisi produksi, pertumbuhan ekonomi didorong

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses kenaikan pendapatan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses kenaikan pendapatan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses kenaikan pendapatan perkapita penduduk yang diikuti oleh perubahan fundamental dalam struktur ekonomi suatu negara. Pembangunan

Lebih terperinci

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan indikator ekonomi makro yang dapat digunakan untuk melihat tingkat keberhasilan pembangunan ekonomi suatu daerah. Laju pertumbuhan ekonomi Kabupaten Majalengka

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA EKONOMI MAKRO

BAB III KERANGKA EKONOMI MAKRO BAB III KERANGKA EKONOMI MAKRO 3.1. Perkiraan Kondisi Ekonomi Tahun 2006 Stabilitas perekonomian merupakan syarat untuk tercapainya peningkatan kesejahteraan masyarakat dalam hal ini pemerintah sebagai

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Sektor unggulan di Kota Dumai diidentifikasi dengan menggunakan

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Sektor unggulan di Kota Dumai diidentifikasi dengan menggunakan BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Sektor unggulan di Kota Dumai diidentifikasi dengan menggunakan beberapa alat analisis, yaitu analisis Location Quetiont (LQ), analisis MRP serta Indeks Komposit. Kemudian untuk

Lebih terperinci

SURVEI KEGIATAN DUNIA USAHA

SURVEI KEGIATAN DUNIA USAHA SURVEI KEGIATAN DUNIA USAHA TRIWULAN IV- Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) mengindikasikan kegiatan usaha pada triwulan IV- masih tumbuh melambat dibandingkan triwulan sebelumnya maupun periode

Lebih terperinci

Tabel-Tabel Pokok TABEL-TABEL POKOK. Analisis Pertumbuhan Ekonomi Kab. Lamandau Tahun 2013 / 2014 81

Tabel-Tabel Pokok TABEL-TABEL POKOK. Analisis Pertumbuhan Ekonomi Kab. Lamandau Tahun 2013 / 2014 81 TABEL-TABEL POKOK Analisis Pertumbuhan Ekonomi Kab. Lamandau Tahun 2013 / 2014 81 Tabel 1. Tabel-Tabel Pokok Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Lamandau Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PEMBANGUNAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU 2014

PERKEMBANGAN PEMBANGUNAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU 2014 OUTLINE ANALISIS PROVINSI 1. Perkembangan Indikator Utama 1.1 Pertumbuhan Ekonomi 1.2 Pengurangan Pengangguran 1.3 Pengurangan Kemiskinan 2. Kinerja Pembangunan Kota/ Kabupaten 2.1 Pertumbuhan Ekonomi

Lebih terperinci

PERHITUNGAN PENDAPATAN NASIONAL

PERHITUNGAN PENDAPATAN NASIONAL PERHITUNGAN PENDAPATAN NASIONAL Dr. MOHAMMAD ABDUL MUKHYI, SE., MM FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS GUNADARMA JAKARTA Indikator terjadinya alokasi yang efisien nilai output nasional seberapa efisien sumberdaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemberlakuan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan

BAB I PENDAHULUAN. pemberlakuan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan BAB I PENDAHULUAN 1. A 1.1 Latar Belakang Kewenangan Pemerintah Daerah menjadi sangat luas dan strategis setelah pemberlakuan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Pendapatan regional adalah tingkat (besarnya) pendapatan masyarakat pada

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Pendapatan regional adalah tingkat (besarnya) pendapatan masyarakat pada 9 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep dan Definsi Pendapatan regional adalah tingkat (besarnya) pendapatan masyarakat pada wilayah analisis. Tingkat pendapatan dapat diukur dari total pendapatan wilayah

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI BENGKULU TAHUN 2016

PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI BENGKULU TAHUN 2016 BPS PROVINSI BENGKULU No. 10/02/17/XI, 6 Februari 2017 PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI BENGKULU TAHUN 2016 EKONOMI BENGKULU TUMBUH 5,30 PERSEN, MENINGKAT DIBANDINGKAN TAHUN 2015 Perekonomian Provinsi Bengkulu

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PADA AGUSTUS 2015 TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 4,07 PERSEN

KEADAAN KETENAGAKERJAAN DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PADA AGUSTUS 2015 TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 4,07 PERSEN BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA No. 67/11/34/Th.XVII, 5 November KEADAAN KETENAGAKERJAAN DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PADA AGUSTUS TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 4,07 PERSEN Hasil Survei Angkatan Kerja

Lebih terperinci

Sebagai upaya untuk mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan di

Sebagai upaya untuk mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan di 120 No. 1 2 3 4 Tabel 3.5 Kegiatan Pembangunan Infrastruktur dalam MP3EI di Kota Balikpapan Proyek MP3EI Pembangunan jembatan Pulau Balang bentang panjang 1.314 meter. Pengembangan pelabuhan Internasional

Lebih terperinci

PENYUSUNAN KONTRIBUSI INDUSTRI PRIMER KEHUTANAN TERHADAP PRODUK DOMESTIK BRUTO TAHUN Dalam Rangka Analisa Data Sektor Kehutanan

PENYUSUNAN KONTRIBUSI INDUSTRI PRIMER KEHUTANAN TERHADAP PRODUK DOMESTIK BRUTO TAHUN Dalam Rangka Analisa Data Sektor Kehutanan PENYUSUNAN KONTRIBUSI INDUSTRI PRIMER KEHUTANAN TERHADAP PRODUK DOMESTIK BRUTO TAHUN 2005-2007 Dalam Rangka Analisa Data Sektor Kehutanan Kerja Sama Departemen Kehutanan dan Badan Pusat Statistik Desember

Lebih terperinci

Dinamika Pengembangan Subsektor Industri Makanan dan Minuman Di Jawa Timur: Pengaruh Investasi Terhadap Penyerapan Jumlah Tenaga Kerja

Dinamika Pengembangan Subsektor Industri Makanan dan Minuman Di Jawa Timur: Pengaruh Investasi Terhadap Penyerapan Jumlah Tenaga Kerja Dinamika Pengembangan Subsektor Industri Makanan dan Minuman Di Jawa Timur: Pengaruh Investasi Terhadap Penyerapan Jumlah Tenaga Kerja Oleh: Putri Amelia 2508.100.020 Dosen Pembimbing: Prof. Dr. Ir. Budisantoso

Lebih terperinci

Ringkasan. Kebijakan Pembangunan Industri Nasional

Ringkasan. Kebijakan Pembangunan Industri Nasional Ringkasan Kebijakan Pembangunan Industri Nasional Era globalisasi ekonomi yang disertai dengan pesatnya perkembangan teknologi, berdampak sangat ketatnya persaingan, dan cepatnya terjadi perubahan lingkungan

Lebih terperinci

SURVEI KEGIATAN DUNIA USAHA

SURVEI KEGIATAN DUNIA USAHA SURVEI KEGIATAN DUNIA USAHA gf TRIWULAN IV-2016 Hasil Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) mengindikasikan bahwa kegiatan usaha pada triwulan IV-2016 tumbuh lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya sesuai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan pada pengembangan dan peningkatan laju pertumbuhan

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan pada pengembangan dan peningkatan laju pertumbuhan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian integral dari pembangunan nasional yang diarahkan pada pengembangan dan peningkatan laju pertumbuhan antar daerah. Pelaksanaan pembangunan

Lebih terperinci

INDIKATOR MAKROEKONOMI KABUPATEN PAKPAK BHARAT

INDIKATOR MAKROEKONOMI KABUPATEN PAKPAK BHARAT L A P O R A N K A J I A N INDIKATOR MAKROEKONOMI KABUPATEN PAKPAK BHARAT K E R J A S A M A P R O D I P E R E N C A N A A N W I L A Y A H S E K O L A H P A S C A S A R A J A N A U N I V E R S I T A S S

Lebih terperinci

M E T A D A T A INFORMASI DASAR. Departemen Statistik Ekonomi dan Moneter, Statistik

M E T A D A T A INFORMASI DASAR. Departemen Statistik Ekonomi dan Moneter, Statistik M E T A D A T A INFORMASI DASAR 1 Nama Data Data Kegiatan Dunia Usaha (Survei Kegiatan : Dunia Usaha/SKDU) 2 Penyelenggara Departemen Statistik Ekonomi dan Moneter, : Statistik Bank Indonesia 3 Alamat

Lebih terperinci

TABEL POKOK PDRB / GRDP PRIMER TABLES OF MUSI BANYUASIN. Tabel / Table 11.1

TABEL POKOK PDRB / GRDP PRIMER TABLES OF MUSI BANYUASIN. Tabel / Table 11.1 Tabel / Table 11.1 PDRB Kabupaten Musi Banyuasin Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Berlaku GRDP of Musi Banyuasin Regency at Current Prices by Industrial Origin (Juta Rupiah / Million Rupiahs) 1.

Lebih terperinci

BPS PROVINSI JAWA BARAT

BPS PROVINSI JAWA BARAT BPS PROVINSI JAWA BARAT No. 29/05/32/Th.XIX, 5 Mei 2017 KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI JAWA BARAT FEBRUARI 2017 Angkatan kerja pada Februari 2017 sebanyak 22,64 juta orang, naik sekitar 0,46 juta orang

Lebih terperinci

8 BAB VIII KESIMPULAN DAN SARAN

8 BAB VIII KESIMPULAN DAN SARAN 8 BAB VIII KESIMPULAN DAN SARAN Pada bagian ini akan ditarik kesimpulan dari serangkaian aktivitas penelitian yang telah dilakukan dan saran yang dapat direkomendasikan untuk penelitian selanjutnya dan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Peramalan adalah kegiatan mengestimasi apa yang akan terjadi pada masa yang akan

BAB 2 LANDASAN TEORI. Peramalan adalah kegiatan mengestimasi apa yang akan terjadi pada masa yang akan BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Peramalan Peramalan adalah kegiatan mengestimasi apa yang akan terjadi pada masa yang akan datang dengan waktu yang relatif lama ( assaury, 1991). Sedangkan ramalan

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI JAWA TIMUR PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TRIWULAN I-2014 No. 32/05/35/Th. XIV, 5 Mei 2014 Pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur Triwulan I Tahun 2014 (y-on-y) mencapai 6,40

Lebih terperinci

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA Ekonomi rakyat merupakan kelompok pelaku ekonomi terbesar dalam perekonomian Indonesia dan

Lebih terperinci

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI KEPRI

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI KEPRI BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI KEPRI No. xxx/05/21/th. V, 10 Mei 2010 KEADAAN KETENAGAKERJAAN DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU SAMPAI DENGAN FEBRUARI 2010 TINGKAT PENGANGGURAN KEPRI TERENDAH DALAM EMPAT TAHUN

Lebih terperinci

SURVEI KEGIATAN DUNIA USAHA

SURVEI KEGIATAN DUNIA USAHA SURVEI KEGIATAN DUNIA USAHA gf TRIWULAN III-2017 Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) mengindikasikan berlanjutnya ekspansi kegiatan usaha pada triwulan III-2017, meski tidak setinggi triwulan sebelumnya. Hal ini

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. Semua barang dan jasa sebagai hasil dari kegiatan-kegiatan ekonomi yang beroperasi

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. Semua barang dan jasa sebagai hasil dari kegiatan-kegiatan ekonomi yang beroperasi BAB 2 TINJAUAN TEORITIS 2.1 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Semua barang dan jasa sebagai hasil dari kegiatan-kegiatan ekonomi yang beroperasi diwilayah domestik, tanpa memperhatikan apakah faktor

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. Seperti diketahui PDRB adalah penjumlahan dari seluruh Nilai Tambah Bruto (NTB)

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. Seperti diketahui PDRB adalah penjumlahan dari seluruh Nilai Tambah Bruto (NTB) BAB 2 TINJAUAN TEORITIS 2.1 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Seperti diketahui PDRB adalah penjumlahan dari seluruh Nilai Tambah Bruto (NTB) yang dihasilkan oleh setiap kegiatan/lapangan usaha. Dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada

BAB I PENDAHULUAN. potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 3 menegaskan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak

Lebih terperinci

Kata Pengantar KATA PENGANTAR Nesparnas 2014 (Buku 2)

Kata Pengantar KATA PENGANTAR Nesparnas 2014 (Buku 2) Kata Pengantar KATA PENGANTAR Buku 2 Neraca Satelit Pariwisata Nasional (Nesparnas) ini disusun untuk melengkapi buku 1 Nesparnas, terutama dalam hal penyajian data yang lebih lengkap dan terperinci. Tersedianya

Lebih terperinci

II PENDAHULUAN PENDAHULUAN

II PENDAHULUAN PENDAHULUAN I II PENDAHULUAN PENDAHULUAN Pembangunan dapat diartikan berbeda-beda oleh setiap orang tergantung dari sudut pandang apa yang digunakan oleh orang tersebut. Perbedaan cara pandang mengenai proses pembangunan

Lebih terperinci

Sektor * 2010** 3,26 3,45 3,79 2,82 2,72 3,36 3,47 4,83 3,98 2,86 2. Pertambangan dan Penggalian

Sektor * 2010** 3,26 3,45 3,79 2,82 2,72 3,36 3,47 4,83 3,98 2,86 2. Pertambangan dan Penggalian Sektor 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009* 2010** (1) (2) (3) (3) (4) (4) (5) (5) (6) (6) (7) 1. Pertanian, Peternakan, Kehutanan Dan Perikanan 3,26 3,45 3,79 2,82 2,72 3,36 3,47 4,83 3,98 2,86

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kata Pengantar

KATA PENGANTAR. Kata Pengantar Kata Pengantar KATA PENGANTAR Buku 2 Neraca Satelit Pariwisata Nasional (Nesparnas) ini disusun untuk melengkapi buku 1 Nesparnas, terutama dalam hal penyajian data yang lebih lengkap dan terperinci. Tersedianya

Lebih terperinci

PENGARUH INVESTASI SEKTOR PERTANIAN DAN INDUSTRI PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN DI PROVINSI SULAWESI TENGAH

PENGARUH INVESTASI SEKTOR PERTANIAN DAN INDUSTRI PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN DI PROVINSI SULAWESI TENGAH J. Agroland 17 (1) : 63 69, Maret 2010 ISSN : 0854 641X PENGARUH INVESTASI SEKTOR PERTANIAN DAN INDUSTRI PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN DI PROVINSI SULAWESI TENGAH The Effect of Investment of Agricultural

Lebih terperinci

BAB V GAMBARAN INFRASTRUKTUR JALAN, STRUKTUR PEREKONOMIAN DAN KETENAGAKERJAAN DI JAWA BARAT

BAB V GAMBARAN INFRASTRUKTUR JALAN, STRUKTUR PEREKONOMIAN DAN KETENAGAKERJAAN DI JAWA BARAT BAB V GAMBARAN INFRASTRUKTUR JALAN, STRUKTUR PEREKONOMIAN DAN KETENAGAKERJAAN DI JAWA BARAT 5.1. Peran Infrastruktur dalam Perekonomian Investasi infrastruktur transportasi dalam pembangunan ekonomi penting

Lebih terperinci

OVERVIEW 1/29

OVERVIEW 1/29 OVERVIEW Konsep dasar dan arti penting klasifikasi industri. Arti penting analisis industri untuk menyeleksi sekuritas. Metode yang digunakan untuk mengestimasi tingkat keuntungan, earning per share, dan

Lebih terperinci

INDIKATOR MAKRO EKONOMI KABUPATEN TEGAL

INDIKATOR MAKRO EKONOMI KABUPATEN TEGAL III. EKONOMI MAKRO KABUPATEN TEGAL TAHUN 2013 Pembangunan ekonomi merupakan suatu hal mendasar suatu daerah dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pembangunan ekonomi itu sendiri pada dasarnya

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN KALIMANTAN TIMUR FEBRUARI 2015 *)

KEADAAN KETENAGAKERJAAN KALIMANTAN TIMUR FEBRUARI 2015 *) BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR No.32/05/64/Th.XVIII, 5 Mei 2015 KEADAAN KETENAGAKERJAAN KALIMANTAN TIMUR FEBRUARI 2015 *) Jumlah angkatan kerja di Kalimantan Timur pada 2015 mencapai 1,65 juta orang yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Dalam konteks ekonomi pembangunan, perluasan terhadap ekspor. merupakan faktor penentu kunci pertumbuhan ekonomi di negara berkembang.

I. PENDAHULUAN. Dalam konteks ekonomi pembangunan, perluasan terhadap ekspor. merupakan faktor penentu kunci pertumbuhan ekonomi di negara berkembang. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam konteks ekonomi pembangunan, perluasan terhadap ekspor merupakan faktor penentu kunci pertumbuhan ekonomi di negara berkembang. Gouws (2005) menyatakan perluasan

Lebih terperinci

No. 03/05/81/Th.XVIII, 5 Mei 2017 KEADAAN KETENAGAKERJAAN MALUKU 2017 Jumlah Angkatan Kerja di Provinsi Maluku pada Februari 2017 mencapai 769.108 orang, bertambah sebanyak 35.771 orang dibanding angkatan

Lebih terperinci

KETERKAITAN ANTARSEKTOR PADA PEREKONOMIAN JAWA TIMUR

KETERKAITAN ANTARSEKTOR PADA PEREKONOMIAN JAWA TIMUR KETERKAITAN ANTARSEKTOR PADA PEREKONOMIAN JAWA TIMUR Keterkaitan Sektor Hulu dan Sektor Hilir Hasil dari analisis dengan menggunakan PCA menunjukkan sektor-sektor perekonomian pada bagian hulu dan sektor-sektor

Lebih terperinci

SURVEI KEGIATAN DUNIA USAHA

SURVEI KEGIATAN DUNIA USAHA SURVEI KEGIATAN DUNIA USAHA TRIWULAN IV-2008 Sebagai dampak dari krisis keuangan global, kegiatan dunia usaha pada triwulan IV-2008 mengalami penurunan yang tercermin dari Saldo Bersih Tertimbang (SBT)

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PRODUK DOMESTIK BRUTO

PERKEMBANGAN PRODUK DOMESTIK BRUTO PERKEMBANGAN PRODUK DOMESTIK BRUTO Triwulan I-9 Secara tahunan (yoy) perekonomian Indonesia triwulan I-9 tumbuh 4,37%, lebih rendah dari pertumbuhan triwulan sebelumnya (5,18%). Sementara secara triwulanan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH No. 06/08/72/Th. XIV, 5 Agustus 2011 PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH Pertumbuhan ekonomi Sulawesi Tengah yang diukur berdasarkan kenaikan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga konstan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sejak tahun 2001 Indonesia telah memberlakukan desentralisasi yang lebih

I. PENDAHULUAN. Sejak tahun 2001 Indonesia telah memberlakukan desentralisasi yang lebih I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sejak tahun 2001 Indonesia telah memberlakukan desentralisasi yang lebih dikenal dengan istilah otonomi daerah sebagai salah satu wujud perubahan fundamental terhadap

Lebih terperinci

Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/ Bappenas. Bahan Konferensi Pers Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas

Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/ Bappenas. Bahan Konferensi Pers Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/ Bappenas Bahan Konferensi Pers Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Jakarta, 18 Februari 2011 PERTUMBUHAN EKONOMI 2 Rencana Pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, yaitu upaya peningkatan pembangunan dan hasil-hasilnya menuju. kepada tercapainya kemakmuran seluruh rakyat Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, yaitu upaya peningkatan pembangunan dan hasil-hasilnya menuju. kepada tercapainya kemakmuran seluruh rakyat Indonesia. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tujuan pembangunan ekonomi nasional adalah sebagai upaya untuk membangun seluruh kehidupan masyarakat, bangsa dan negara, yaitu memajukan kesejahteraan umum,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Menghadapi dan memasuki persaingan dunia kerja sekarang ini diperlukan SDM

I. PENDAHULUAN. Menghadapi dan memasuki persaingan dunia kerja sekarang ini diperlukan SDM I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menghadapi dan memasuki persaingan dunia kerja sekarang ini diperlukan SDM yang berkualitas, untuk itu SMK SMTI sebagai sekolah yang memiliki orientasi untuk menghasilkan

Lebih terperinci

ANALISIS SUBSEKTOR AGROINDUSTRI UNGGULAN JAWA BARAT

ANALISIS SUBSEKTOR AGROINDUSTRI UNGGULAN JAWA BARAT ABSTRAK ANALISIS SUBSEKTOR AGROINDUSTRI UNGGULAN JAWA BARAT Oleh: Juri Juswadi Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian Universitas Wiralodra Indramayu Provinsi Jawa Barat tidak lepas dari upaya pembangunan

Lebih terperinci

Boks 1. Strategi Pendidikan Berorientasi Pasar di Provinsi Jambi

Boks 1. Strategi Pendidikan Berorientasi Pasar di Provinsi Jambi Boks 1. Strategi Pendidikan Berorientasi Pasar di Provinsi Jambi Program pendidikan merupakan suatu proses peningkatan kualitas sumber daya manusia yang dilakukan secara bertahap, sistimatis dan sesuai

Lebih terperinci