Bab II Geologi. Tesis

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Bab II Geologi. Tesis"

Transkripsi

1 Bab II Geologi II.1 Kesampaian Daerah Daerah penelitian merupakan daerah konsesi PKP2B PT. Berau Coal site Lati. Daerah Lati secara administratif terletak di wilayah Kecamatan Gunung Tabur, Kabupaten Berau, Kalimantan Timur (Gambar II.1). Areal Lati terletak ± 7 km sebelah utara Sungai Berau atau terletak sejauh ± 35 km dari kota terdekat, yaitu kota Tanjung Redeb. Kesampaian lokasi daerah tambang tersebut dapat ditempuh dengan rute sebagai berikut : Dari Jakarta Balikpapan dengan pesawat terbang selama ± 2 jam kemudian dari Balikpapan Tanjung Redeb dengan pesawat terbang ditempuh selama 1,5 jam atau dari Kota Samarinda menuju Tanjung Redeb dapat juga ditempuh dengan menggunakan kendaraan darat selama 20 jam. Atau dapat juga dengan menggunakan transportasi kapal laut sampai ke Pelabuhan Tanjung Redeb dengan lama perjalanan 26 jam. Dari Tanjung Redeb menuju lokasi tambang di Lati dapat ditempuh dengan menggunakan speed boat dari dermaga khusus perusahaan PT. BC di Sungai Kelay dengan waktu tempuh selama sekitar 30 menit atau dapat juga dengan menggunakan kendaraan darat dengan waktu tempuh 45 menit. Sambarata LATI Punan Birang Binungan Kelai LOKASI PENELITIAN UTM 1984 ZONA 50 N Gambar II.1. Lokasi daerah penelitian (PT Berau Coal, 2006). 6

2 II.2 Geologi Regional Areal Lati terletak pada Cekungan Berau yang merupakan anak Cekungan Tarakan. Cekungan Tarakan (Gambar II.2) merupakan salah satu dari 3 (tiga) Cekungan Tersier utama yang terdapat di bagian timur continental margin Kalimantan (dari utara ke selatan: Cekungan Tarakan, Cekungan Kutai, dan Cekungan Barito), dicirikan oleh hadirnya batuan sedimen klastik sebagai penyusunnya yang dominan, berukuran halus sampai kasar dengan beberapa endapan karbonat. Secara fisiografi Cekungan Tarakan bagian barat dibatasi oleh lapisan pra-tesier Pegunungan Kuching dan dipisahkan dari Cekungan Kutai oleh kelurusan timur-barat Pegunungan Mangkalihat. Cekungan Tarakan berupa depresi berbentuk busur yang terbuka ke Timur ke arah Selat Makasar/Laut Sulawesi yang meluas ke utara (Sabah) dan berhenti pada zona subduksi di Pegunungan Semporna dan merupakan cekungan paling utara di Kalimantan. Pegunungan Kuching dengan inti lapisan pra-tersier terletak di sebelah baratnya sedangkan batas selatannya adalah Punggungan Suikerbood dan Pegunungan Mangkalihat. Gambar II.2. Peta tektonik Pulau Kalimantan dan posisi cekungan sedimen (dalam Islah, T. dan Fujiono, H., 2005). 7

3 Proses pengendapan Cekungan Tarakan dimulai dari proses pengangkatan (transgresi) yang diperkirakan terjadi pada kala Eosen sampai Miosen awal bersamaan dengan terjadinya proses pengangkatan gradual pada Pegunungan Kuching dari barat ke timur. Pada Kala Miosen Tengah terjadi penurunan (regresi) pada Cekungan Tarakan yang dilanjutkan dengan terjadinya pengendapan progradasi ke arah timur dan membentuk endapan delta, yang menutupi endapan prodelta dan batial. Cekungan Tarakan mengalami proses penurunan secara lebih aktif lagi pada kala Miosen sampai Pliosen. Proses sedimentasi delta yang tebal relatif bergerak ke arah timur terus berlanjut selaras dengan waktu (Mobil Oil Exploration, Lati Feasibility Study,1985). Secara rinci daerah ini diduga mengalami paling sedikit empat kali fase tektonik yang dimulai dari Kapur hingga Pleistosen, sebagai berikut: 1. Kapur Akhir, terjadi perlipatan dan pensesaran serta pemalihan regional derajat rendah pada Formasi Bangara yang berumur Kapur Akhir-Eosen Awal (Situmorang & Burhan, 1992). 2. Eosen Awal-Miosen Akhir, Cekungan Tarakan dimulai dengan rifting di Laut Sulawesi yang memisahkan bagian barat dan utara Sulawesi dengan bagian timur Kalimantan (Hamilton, 1979). Ekstensional dan subsiden dimulai pada waktu Eosen Tengah hingga Eosen Akhir (Burollet & Salle, 1981; Situmorang, 1983). Fase tektonik ekstensional ini membuka Cekungan Tarakan ke arah timur sebagai indikasi dari blok pensesaran ke timur. Pada Eosen-Miosen Awal terjadi transgresi bersamaan dengan perlipatan dan pensesaran di Cekungan Tarakan. Sementara itu Sub-Cekungan Berau dan Sub-Cekungan Tidung juga mulai berkembang sejak Eosen Akhir hingga Miosen Tengah. Sedimentasi laut terus berlanjut dari Miosen Awal bagian atas hingga Miosen Tengah yang ditandai dengan terbentuknya Formasi Naintupo di utara dan Formasi Birang pada Sub-Cekungan Berau di selatan yang berumur Miosen Awal-Miosen Tengah (Lentini & Darman, 1996). Pada awal Miosen Tengah, terjadi pengangkatan secara regional sehingga terjadi perubahan lingkungan pengendapan, dengan munculnya Tinggian Mangkalihat dan Tinggian Latong/Tinggian Sebuku serta pembentukan sistem 8

4 dua delta Tidung (di sebelah utara) dan Berau (di sebelah selatan). Kemudian pada Miosen Tengah terjadi regresi di Cekungan Tarakan. Pada Miosen Tengah - Akhir, terjadi progradasi ke arah timur yang ditunjukkan oleh Formasi Latih di sekitar Teluk Bayur dan Formasi Menumbar di Berau, serta Formasi Meliat dan Formasi Tabul di utara. 3. Miosen Akhir Pliosen, Cekungan Tarakan secara tektonik lebih stabil pada Miosen Akhir hingga Pliosen dengan sedimentasi deltaik dari barat melewati beberapa sistem aliran. Selama fase ini kombinasi dari subsiden dan grafiti cekungan menyebabkan sesar yang menciptakan ruang akomodasi untuk peningkatan volume endapan-endapan deltaik (Darman, 1999). Pada Mio- Pliosen terjadi regresi di Cekungan Tarakan, hal ini ditandai dengan terbentuknya Formasi Sanjau dan Formasi Domaring di selatan serta Formasi Tarakan di utara yang semuanya berumur Pliosen dan mengandung batubara tebal dengan kualitas yang rendah dan kemudian diikuti oleh terobosan andesit yang mengalami alterasi dan mineralisasi. 4. Pliosen Pleistosen, fase tektonik yang terakhir merupakan pengaktifan kembali dari pergerakan sesar transform sepanjang sesar mendatar (wrench faults) melintasi Selat Makasar dimulai pada Pliosen Atas dan menerus hingga saat ini, yang mengakibatkan morfologi atau fisiografi yang terlihat sekarang. Tiga zona utama sesar menganan (dextral wrench), dan beberapa sesar mendatar dengan skala kecil ditemukan di Cekungan Tarakan. Zona sesar Sempurna merupakan zona sesar mendatar paling utara yang memisahkan volkanik-volkanik Tinggian Sempurna dari sedimen-sedimen Neogen di Pulau Sebatik. Sesar mendatar utama yang ketiga membentuk batas di selatan Sub- Cekungan Muara, sepanjang tepi laut utara dari Tinggian Mangkalihat (Darman, 1999). Sistem delta berumur Pliosen dan Pleistosen meluas ke seluruh cekungan dan berlanjut hingga batas tepi continental shelf, ditandai dengan hadirnya Formasi Sajau dan Formasi Waru di selatan serta Bunyu Beds di utara (Lentini dan Darman, 1996). 9

5 Ditinjau dari fasies dan lingkungan pengendapannya, Cekungan Tarakan terbagi menjadi 4 (empat) Sub Cekungan (Gambar II.3) yaitu : Sub Cekungan Tidung: terletak paling utara, meluas ke Sabah dan berkembang pada kala Eosen Akhir sampai Miosen Tengah. Dipisahkan dari anak Cekungan Berau di sebelah selatannya oleh Punggungan Latong. Sub Cekungan Tarakan: berkembang terutama pada daerah lepas pantai dan terisi oleh sekuen tebal sedimen darat Akhir Miosen yang tidak selaras dengan lapisan dan struktur sebelumnya. Sub Cekungan Muras: terletak di lepas pantai Tinggian Mangkaliat. Terutama mengandung terumbu dan sedimen karbonat. Sub Cekungan Berau: terletak di bagian paling selatan Cekungan Tarakan yang berkembang dari Eosen sampai Miosen dan mempunyai sejarah pengendapan yang sama dengan Sub Cekungan Tidung. Gambar II.3. Peta pembagian Sub Cekungan Tarakan (Tossin dan Kadir, 1996). 10

6 Formasi pembawa batubara yang terdapat di Cekungan Tarakan adalah Formasi Tabul dan Formasi Sajau. Formasi Tabul terdiri dari perselingan batulempung, batulumpur, batupasir, batugamping dan batubara di bagian atas, yang berumur Miosen Atas dan diendapkan pada lingkungan delta-laut dangkal. Sedangkan Formasi Sajau tersusun oleh batupasir kuarsa, batulempung, batulanau, batubara, lignit dan konglomerat, yang diendapkan mulai dari Pliosen Awal sampai dengan Plistosen Akhir pada lingkungan fluviatil-delta. Sedangkan formasi pembawa batubara pada Sub Cekungan Berau adalah Formasi Birang dan Formasi Latih. Formasi Birang didominasi oleh fraksi halus (batulumpur) yang diendapkan di lingkungan laut dalam sampai delta. Bagian atas Formasi Birang ini merupakan perulangan yang terbentuk pada lingkungan delta, termasuk lapisan batubara. Bagian atas Formasi Birang ini menjemari dengan Formasi Latih yang umurnya relatif lebih muda. Formasi Latih tersusun oleh fraksi klastik halus sampai kasar serta lapisan batubara yang diendapkan di lingkungan delta sampai lingkungan darat. Berdasarkan Peta Geologi keluaran Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Bandung pada Lembar Tanjung Redeb, secara regional daerah anak cekungan terdiri dari batuan sedimen, batuan gunung api dan batuan beku dengan kisaran umur dari PraTersier (Kapur) hingga Kuarter. Anak Cekungan Berau dari yang tua ke muda terdiri dari Formasi Banggara (Kbs), Formasi Sambakung (Tes), Formasi Tabalar (Teot), Formasi Birang (Tomb), Formasi Latih (Tml), Formasi Tabul (Tmt), Formasi Labanan (Tmpl), Formasi Domaring (Tmpd), Formasi Sinjin (Tps), Formasi Sajau (TQps), dan Endapan aluvial (Qa) (Gambar II.4). 11

7 Gambar II.4. Stratigrafi Cekungan Tarakan (Haq dkk., 1988 dalam Laporan Akhir Studi Kelayakan PT. Berau Coal, 2006). a. Formasi Bangara (Kbs): merupakan perselingan batulempung malih, batulempung terkersikkan, batulempung hitam bersisipan serpih, dan laminasi tufa, mengandung radiolaria, satuan batuan merupakan endapan flysch dan diperkirakan berumur kapur. b. Formasi Sembakung (Tes): tersusun dari batulempung, batulanau, dan batupasir di bagian bawah; Batupasir kuarsa, batugamping pasiran, rijang dan tufa di bagian atas; mengandung fosil nummulites sp, Discocylclina sp, Operculina sp, Globigerina sp, Reusela sp, Nodosaria sp, Planulina sp, 12

8 Amphistegina sp dan Borelis sp; Tebal satuan batuan lebih dari 1000 m, diendapkan dalam lingkungan laut, berumur Eosen. c. Formasi Tabalar (Toet): terdiri dari napal abu abu, batupasir, serpih, sisipan batugamping dan konglomerat alas di bagian bawah, batugamping dolomit, kalkarenit, dan sisipan napal di bagian atas; diendapkan dalam lingkungan fluviatil - laut dangkal; tebal satuan mencapai 1000 m, berumur Eosen Oligosen. d. Formasi Birang (Tomb): merupakan perselingan napal, batugamping dan tufa di bagian atas, dan perselingan rijang, napal, konglomerat, batupasir kuarsa dan batugamping di bagian bawah. Tebal satuan batuan lebih dari 1100 m; mengandung fosil antara lain: Lepidocylina ephicides, Spiroclypeus sp, Miogypsina sp, Margionopora vertebralis, Operculina sp, Globigerina tripartita, Globoquadrina altispira, Globorotalia mayeri, Globorotalia peripheronda, Globigerinoides immaturus, Globigerinoides sacculifer, Pra Orbulina transitoria, Uvigerina sp, Cassidulina sp. Kisaran umur Oligosen Miosen. e. Formasi Latih (Tml): tersusun dari batupasir kuarsa, batulempung, batulanau, dan batubara di bagian atas; bersisipan serpih pasiran dan batugamping di bagian bawah. Lapisan batubara (0,2 5,5 m), berwarna hitam, coklat; tebal satuan batuan kurang lebih 800 m, diendapkan dalam lingkungan delta, estuarin, dan laut dangkal; mengandung fosil antara lain: Pra Orbulina glomerosa, Pra Orbulina transitioria; berumur Miosen Awal Miosen Tengah. f. Formasi Tabul (Tmt): terdiri dari batupasir, batulempung konglomerat, dan sisipan batubara; mengandung Operculina sp, tebal satuan kurang lebih 1050 m. Satuan batuan merupakan endapan regresif delta, berumur Miosen Akhir. g. Formasi Labanan (Tmpl): merupakan perselingan konglomerat aneka bahan, batupasir, batulanau, batulempung disisipi batugamping dan batubara. Lapisan batubara (0,2 1,5 m) berwarna hitam, coklat. Tebal satuan lebih kurang 450 m, diendapkan dalam lingkungan fluviatil. Berumur Miosen Akhir Pliosen. 13

9 h. Formasi Domaring (Tmpd): tersusun dari batugamping terumbu, batugamping kapuran, napal, dan sisipan batubara muda; diendapkan dalam lingkungan rawa litoral. Tebalnya mencapai 1000 m, berumur Miosen Akhir Pliosen. i. Formasi Sinjin (Tps): merupakan perselingan tufa, aglomerat, lapili, lava andesit piroksen, tufa terkersikan, batulempung tufaan dan kaolin, mengandung lignit, kuarsa, feldsfar, dan mineral hitam. Tebal satuan batuan lebih dari 500 m. j. Formasi Sajau (TQps): merupakan perselingan batulempung, batulanau, batupasir, konglomerat, disisipi batubara, mengandung moluska, kuarsit dan mika; menunjukan struktur silang siur dan laminasi. Lapisan batubara (0,2 1 m) berwarna hitam, coklat. Tebal satuan batuan lebih kurang 775 m, diendapkan dalam lingkungan fluviatil dan delta. k. Endapan Aluvial (Qa): tersusun dari lumpur, lanau, pasir, kerikil, kerakal dan gambut berwarna kelabu sampai kehitaman, tebalnya lebih dari 40 m. Tabel II.1. Kolom stratigrafi daerah Berau (Mobil Oil, 1985 dalam Laporan Akhir Studi Kelayakan PT. Berau Coal, 2006). 14

10 II.3 Struktur Geologi Struktur geologi regional yang ada di sekitar daerah pemetaan berupa lipatan sesar normal dan sesar geser dengan kelurusan menunjukan arah utama baratlaut tenggara dan baratdaya timurlaut. Struktur lipatan seperti antiklin dan sinklin berarah baratlaut tenggara dan baratdaya timurlaut (Gambar II.5). Di daerah ini diduga telah terjadi empat kali tektonik. Tektonik awal terjadi pada Akhir Kapur atau lebih tua. Gejala ini mengakibatkan perlipatan, pensesaran dan pemalihan regional derajat rendah pada Formasi Bangara. Pada Eosen Awal di bagian tengah dan barat (Peta Geologi Regional Lembar Tanjung Redeb P3G, Bandung 1995) terbentuk Formasi Sembakung dalam lingkungan laut dangkal, diikuti pengendapan Formasi Tabalar di bagian tenggara, pada kala Eosen Oligosen dan diikuti tektonik kedua. Sesudah kegiatan tektonik kedua tersebut terjadi pengendapan Formasi Birang di bagian timur, tengah dan selatan maupun di bagian barat pada kala Oligosen Miosen. Setempat diikuti terobosan andesit yang mengalami alterasi dan mineralisasi. Di samping itu juga terjadi kegiatan gunungapi sehingga terbentuk Satuan Gunungapi Jelai di bagian Barat. Pengendapan Formasi Birang diikuti pengendapan Formasi Latih di bagian selatan yaitu di daerah Teluk Bayur dan sekitarnya. Pengendapan itu berlangsung pada akhir Miosen Awal hingga Miosen Tengah diikuti kegiatan tektonik ketiga. Setelah kegiatan tektonik tersebut pada akhir Miosen Akhir hingga Pliosen terendapkan Formasi Labanan di Baratdaya dan Formasi Domaring di bagian timur, sedangkan di bagian utara terjadi Pengendapan Formasi Tabul, pada akhir Miosen Akhir diikuti kegiatan gunungapi sehingga terbentuk Formasi Sinjin di daerah baratdaya dan utara pada kala Pliosen dan selanjutnya diikuti pengendapan Formasi Sajau pada Plio Plistosen. Pada Kala Pliosen atau sesudah pengendapan Formasi Sajau dan Formasi yang lebih tua di bawahnya terlipat, tersesarkan, dan menghasilkan bentuk morfologi atau fisiografi yang terlihat sekarang. 15

11 BERAU SUB BASIN Gambar II.5. Struktur regional Cekungan Tarakan (Sitomurang dan Burhan, 1992 dalam Laporan Akhir Studi Kelayakan PT. Berau Coal, 2006). 16

12 II.4 Geologi Lati Konsesi Lati dibatasi oleh Punggungan Latong yang merupakan daerah dengan topografi tinggi sejak kala Oligosen, yang memisahkan Sub Cekungan Berau dengan Sub Cekungan Tidung di bagian utara. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Mobil Oil tahun 1985 dan P3G tahun 1995 yang kemudian diperbaharui oleh PT. Berau Coal berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan selama melaksanakan kegiatan eksplorasi, diketahui bahwa satuan batuan di areal ini dapat dibagi menjadi beberapa kelompok formasi, yaitu : Formasi Birang (Tomb): Perselingan napal, batugamping dan tufaf di bagian atas, dan perselingan rijang, napal, konglomerat, batupasir kuarsa, dan batugamping di bagian bawah; Tebal satuan batuan lebih dari 1100 m; mengandung fosil antara lain: Lepidocylina ephicides, Spiroclypeus sp, Miogypsina sp, Margionopora vertebralis, Operculina sp, Globigerina tripartita, Globoquadrina altispira, Globorotalia mayeri, Globorotalia peripheronda, Globigerinoides immaturus, Globigerinoides sacculifer, Pra Orbulina transitoria, Uvigerina sp, Cassidulina sp. Kisaran Umur Oligosen Miosen. Formasi Latih (Tml): Batupasir kuarsa, batulempung, batulanau, dan batubara di bagian atas; bersisipan serpih pasiran dan batugamping di bagian bawah. Lapisan batubara (0,2 5,5 m), berwarna hitam, coklat; tebal satuan batuan kurang lebih 800 m, diendapkan dalam lingkungan delta, estuarin, dan laut dangkal; mengandung fosil antara lain: Pra Orbulina glomerosa, Pra Orbulina transitioria; berumur Miosen Awal Miosen Tengah. Endapan Aluvial (Qa): Lumpur, lanau, pasir, kerikil, kerakal, dan gambut berwarna kelabu sampai kehitaman, tebalnya lebih dari 40 m. 17

13 Berdasarkan Sandi Stratigrafi Nasional Indonesia, maka heterogenitas batuan yang terdapat di areal ini dapat dikelompokkan menjadi beberapa satuan batuan, diurut dari tua ke muda yaitu (Gambar II.6) : a. Satuan batulumpur, menempati sebagian besar dari wilayah penelitian dan merupakan satuan batuan yang paling atas dari Formasi Latih. Di dalam satuan batuan ini tersisipi oleh batupasir berukuran halus hingga sangat halus. b. Satuan batugamping, menempati bagian timur daerah penelitian yang meliputi 2% dari luas areal Lati. Berdasarkan dari rekonstruksi penampang geologi, maka tebal satuan batugamping diperkirakan 600 m. Berdasarkan kesebandingan stratigrafi, satuan ini berumur Miosen Tengah. Secara megaskopis satuan batugamping ini memiliki karakteristik antara lain: warna segar abu-abu terang, sedangkan warna lapuknya abu-abu gelap, masif, terpilah sedang, porositas terbuka, tersemenkan dengan baik, kompak, dan memiliki kandungan mineral kalsit pada masa dasarnya. Secara megaskopis pada batugamping tersebut dijumpai fosil Foraminifera. c. Satuan batulempung, menempati 15% luas daerah Lati, tersebar di bagian barat dan timur. Satuan batuan ini terdiri atas batulempung bersisipan dengan batupasir, yang memiliki struktur paralel laminasi. Berdasarkan kesebandingan stratigrafi, satuan ini berumur Miosen Tengah. d. Satuan batupasir, menempati 25% dari luas daerah Lati. Berdasarkan dari hasil rekonstruksi penampang geologi, satuan batupasir ini diperkirakan memiliki ketebalan ± 425 m, terdiri atas batupasir yang bersisipan dengan batulempung. Berdasarkan kesebandingan stratigrafi, satuan ini berumur Miosen Tengah. e. Satuan batupasir sisipan batubara, menempati 28% dari luas daerah Lati. Berdasarkan dari hasil rekonstruksi penampang geologi, satuan batupasir ini diperkirakan memiliki ketebalan ± 400 m. Terdiri atas batupasir yang bersisipan dengan batulempung dan batubara yang 18

14 memiliki ketebalan 0,30-1,00 m. Berdasarkan kesebandingan stratigrafi, satuan ini berumur Miosen Tengah. g. Satuan batulempung sisipan batubara, menempati 27% dari luas daerah Lati. Berdasarkan dari hasil rekonstruksi penampang geologi, satuan batulempung ini diperkirakan memiliki ketebalan 325 m, terdiri atas dominan batulempung dengan sisipan batupasir dan batubara yang mempunyai ketebalan berkisar dari 0,50 5,00 m. Lapisan ini merupakan satuan batuan termuda yang berumur Miosesn Tengah. h. Endapan aluvium, tersebar pada bagian timurlaut daerah pemetaan, mencakup luas daerah 3% dari luas daerah pemetaan. Endapan aluvial ini merupakan fragmen lepas berukuran kerikil hingga lempung serta material hasil erosi batuan sekitarnya. Umur endapan ini diperkirakan Holosen dan terus berkembang hingga sekarang. Gambar II.6. Peta geologi lokal overlay dengan peta Landsat TM daerah Lati, Sub Cekungan Berau (Heriawan, M.N. dan Koike, K., 2007). Penyusun batuan yang menjadi Formasi Latih merupakan formasi pembawa batubara utama di daerah penyelidikan. Menurut Maryanto, et.al., 2005, bagian bawah dari Formasi Latih berupa batulumpur gampingan yang mengandung bintal 19

15 siderit dan jejak tumbuhan dan berstruktur perarian sejajar. Di dalam batulumpur ini hadir beberapa sisipan batupasir berukuran halus hingga sangat halus, gampingan, mengandung siderit, kadang-kadang dengan jejak galian organisme, dan ukuran butir halus hingga sangat halus. Dengan pola lapisan mengasar dan menebal ke atas dimulailah pengendapan bagian tengah Formasi Latih, terdiri dari perlapisan batupasir, membutir sedang hingga halus, berwarna abu-abu sangat terang kecoklatan, dan kurang tersemenkan. Batuan kadang-kadang karbonan dan lumpuran. Beberapa lapisan batupasir yang terpola memanjang sesuai dengan bidang perlapisannya. Lapisan batuan ini memiliki ketebalan cm dan secara umum terpola mengasar dan menebal ke arah atas. Struktur yang berkembang di dalam batupasir ini meliputi lapisan bersusun, perarian sejajar, perarian bergelombang, gelembur arus, tulang ikan (herringbone), pembebanan, dan galian organisme. Perlapisan batupasir sedang hingga sangat halus tersebut selanjutnya tertindih erosional oleh batupasir kasar hingga sangat kasar konglomeratan, ketebalan lapisan 980 cm. Unsur gampingan masih hadir di dalam batupasir ini meskipun intensitasnya terbatas. Struktur sedimen yang berkembang di dalam batuan pasir tersebut meliputi lapisan bersusun dan silang siur mangkok besar serta diikuti oleh perarian sejajar yang didukung oleh batupasir sedang hingga sangat halus. Batupasir tersebut terakhir selanjutnya berkembang menjadi batulumpur yang mengawali bagian atas Formasi Latih. Batuan Formasi Latih bagian atas terdiri dari batulumpur yang kadang-kadang berkembang menjadi batulempung dengan beberapa sisipan batupasir yang bersifat gampingan, serpih batubaraan, dan batubara. Sisipan batupasir hadir dengan mengandung sedikit karbonan dan kadang-kadang gampingan. Struktur sedimen yang berkembang pada batupasir ini meliputi lapisan bersusun, perarian sejajar, perarian bergelombang, perarian silang-siur, gelembur arus, pembebanan, dan galian organisme. Sisipan batupasir ini berulang secara berirama beberapa kali hingga mencapai bagian teratas dari Formasi Latih yang runtunan batuannya dikuasai oleh batulumpur karbonan dengan sisipan batubara. 20

16 Sisipan batubara di bagian atas Formasi Latih memiliki ketebalan berkisar antara cm. Sisipan batubara yang terkonsentrasi di bagian atas Formasi Latih secara umum berwarna hitam hingga hitam kecoklatan, gores (streak) coklat muda hingga coklat kehitaman, bright banded hingga dull banded, keras hingga dapat diremas. Lapisan pada umumnya terkekarkan yang memotong tegak lurus bidang perlapisan, batuannya mudah hancur, dengan pecahan subkonkoidal, mempunyai densitas sedang dan sangat jarang rendah atau tinggi. Lapisan batubara kadangkadang mengandung parting lensa batulumpur, batupasir, dan serpih batubaraan. Sebagian kecil batubara mengandung pirit berbutir halus. Bagian bawah dan atas lapisan batubara pada umumnya menjadi kusam dan menyerpih, meskipun kontak dengan lapisan batuan di bawah dan di atasnya masih tegas. Struktur geologi yang berkembang di daerah Lati dan sekitarnya adalah struktur geologi yang berarah relatif baratlaut-tenggara yaitu Sesar Naik, Sinklin Lati dan Antiklin Lati. Tingginya tingkat pelapukan di daerah ini menjadi suatu kendala bagi ditemukannya singkapan-singkapan segar yang dapat dijadikan sebagai indikasi keberadaan suatu zona struktur. Pola struktur geologi daerah Lati yang cukup berkembang ditandai oleh bentuk geometris lipatan. Secara umum jurus dan lapisan batuan yang ada di daerah ini relatif berarah baratlaut - tenggara, yaitu sayap barat sinklin berkisar antara N 300 E N 5 E, sedangkan untuk sayap timur berkisar antara N 160 E - N 180 E. Untuk kemiringan lapisan berkisar antara 8 NE - 40 NE dan 10 SW - 23 SW. Untuk Antiklin Lati, pola jurus yang berkembang pada sayap barat Antiklin Lati berkisar N 140 E N 180 E, sedangkan untuk sayap timur Antiklin Lati berkisar antara N 300 E N 7 E. Sinklin Lati terletak di bagian tengah daerah Lati, memanjang relatif ke arah baratlaut tenggara, sedangkan Antiklin terletak di bagian timur, memanjang relatif ke arah baratlaut tenggara. Ditinjau dari aspek geometrinya, jenis lipatan yang terdapat di daerah Lati diperkirakan sebagai struktur lipatan sinklin asimetri. 21

17 Arah umum dari sumbu lipatan ini adalah tenggara - baratlaut dengan kemiringan sayap baratdaya berkisar antara 8-40 dan kemiringan sayap timurlaut berkisar antara Kemiringan sayap timurlaut cenderung lebih landai dibandingkan sayap sebelah baratdaya. Hal ini menunjukkan bahwa bidang sumbu lipatan (axial plane) tidak tegak lurus terhadap bidang horizontal. Analisis lipatan berdasarkan data-data hasil pengukuran kedudukan bidang perlapisan pada sayap sinklin dengan metode stereografis didapatkan kedudukan arah umum sayap lipatan timurlaut adalah N 163 E/20, kedudukan arah umum sayap lipatan baratdaya adalah N 342 E/15, arah umum sumbu lipatan adalah N 343 E /88 dan garis sumbu 0, N165 E. Berdasarkan hasil analisis tersebut maka jenis lipatan adalah Upright Horizontal Fold (Fluety, 1964). Antiklin Lati merupakan imbas sinklin berdasarkan analisis arah jurus dan kemiringan yang pada saat dibuat penampang dengan arah baratdaya timurlaut menunjukan struktur lipatan dengan sumbu berada pada sisi timurlaut daerah Lati, dengan sayap timurlaut memiliki jurus antara N 290º E N 20º E, dengan arah kemiringan 8º - 53º NE, sedangkan sayap baratdaya memiliki jurus dengan arah N 160º E N 180º E, dan arah kemiringan 10º - 23º SW. Sumbu Antiklin Lati berarah baratlaut tenggara, relatif searah dengan sumbu Sinklin Lati. Analisis lipatan berdasarkan data-data hasil pengukuran kedudukan bidang perlapisan pada sayap Antiklin dengan metode stereografis didapatkan kedudukan arah umum sayap lipatan baratdaya adalah N 163 E/20, kedudukan arah umum sayap lipatan baratdaya adalah N 342 E/15 (arah umum sumbu lipatan adalah N 343 E /88 ) dan garis sumbu 0, (N 165 E). Berdasarkan hasil analisis tersebut maka jenis lipatan adalah Upright Horizontal Fold (Fluety, 1964). Berdasarkan hasil evaluasi pemodelan yang dilakukan, diketahui bahwa terdapat sekitar 19 lapisan seam batubara di areal Lati (Tabel II.2). Seam batubara yang dilakukan penyelidikan secara detail hanya 4 (empat) seam utama (seam P, Q, R, dan T). Gambar II.7 memperlihatkan tipikal penampang batubara berdasarkan topografi daerah penelitian. 22

18 Tabel II.2. Kolom stratigrafi area Lati (PT. Berau Coal, 2006) 23

19 Gambar II.7. Kondisi morfologi dan sebaran batubara Lati, Berau (PT. Berau Coal, 2006). 24

BAB II TINJAUAN UMUM DAERAH PENELITIAN

BAB II TINJAUAN UMUM DAERAH PENELITIAN BAB II TINJAUAN UMUM DAERAH PENELITIAN 2.1. Lokasi dan Kesampaian Daerah Lokasi penelitian berada di lokasi tambang batubara PT. Berau Coal, wilayah Lati, Kecamatan Gunung Tabur, Kabupaten Berau, Kalimantan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Geografis Daerah Penelitian Wilayah konsesi tahap eksplorasi bahan galian batubara dengan Kode wilayah KW 64 PP 2007 yang akan ditingkatkan ke tahap ekploitasi secara administratif

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI CEKUNGAN TARAKAN

BAB II GEOLOGI CEKUNGAN TARAKAN BAB II GEOLOGI CEKUNGAN TARAKAN 2.1 Tinjauan Umum Daerah penelitian secara regional terletak pada Cekungan Tarakan. Cekungan Tarakan merupakan cekungan sedimentasi berumur Tersier yang terletak di bagian

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL II.1 Fisiografi Cekungan Kutai Cekungan Kutai merupakan salah satu cekungan di Indonesia yang menutupi daerah seluas ±60.000 km 2 dan mengandung endapan berumur Tersier dengan ketebalan

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL Daerah penelitian ini telah banyak dikaji oleh peneliti-peneliti pendahulu, baik meneliti secara regional maupun skala lokal. Berikut ini adalah adalah ringkasan tinjauan literatur

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Lokasi Daerah Penyelidikan Daerah penyelidikan secara administratif termasuk dalam Kampung Pandan Sari, Kecamatan Segah, Kabupaten Berau, Provinsi Kalimantan Timur. Lokasi kegiatan

Lebih terperinci

Bab II Geologi Regional

Bab II Geologi Regional BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1. Geologi Regional Kalimantan Kalimantan merupakan daerah yang memiliki tektonik yang kompleks. Hal tersebut dikarenakan adanya interaksi konvergen antara 3 lempeng utama, yakni

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA : GEOLOGI REGIONAL

BAB II TINJAUAN PUSTAKA : GEOLOGI REGIONAL BAB II TINJAUAN PUSTAKA : GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Regional Fisiografi Cekungan Kutai pada bagian utara dibatasi oleh tinggian Mangkalihat dengan arah barat laut tenggara, di bagian barat dibatasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM 9 BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Lokasi dan Kesampaian Daerah Kegiatan penelitian dilakukan di salah satu tambang batubara Samarinda Kalimantan Timur, yang luas Izin Usaha Pertambangan (IUP) sebesar 24.224.776,7

Lebih terperinci

3.2.3 Satuan Batulempung. A. Penyebaran dan Ketebalan

3.2.3 Satuan Batulempung. A. Penyebaran dan Ketebalan 3.2.3 Satuan Batulempung A. Penyebaran dan Ketebalan Satuan batulempung ditandai dengan warna hijau pada Peta Geologi (Lampiran C-3). Satuan ini tersingkap di bagian tengah dan selatan daerah penelitian,

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Pulau Kalimantan merupakan salah satu pulau terbesar di Indonesia. Pulau ini terdiri dari daerah dataran dan daerah pegunungan. Sebagian besar daerah pegunungan berada

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Zona penelitian ini meliputi Cekungan Kalimantan Timur Utara yang dikenal juga

II. TINJAUAN PUSTAKA. Zona penelitian ini meliputi Cekungan Kalimantan Timur Utara yang dikenal juga 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Geomorfologi Zona penelitian ini meliputi Cekungan Kalimantan Timur Utara yang dikenal juga dengan Cekungan Tarakan yang merupakan salah satu cekungan penghasil hidrokarbon

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Bentukan topografi dan morfologi daerah penelitian adalah interaksi dari proses eksogen dan proses endogen (Thornburry, 1989). Proses eksogen adalah proses-proses

Lebih terperinci

Bab III Geologi Daerah Penelitian

Bab III Geologi Daerah Penelitian Bab III Geologi Daerah Penelitian Foto 3.4 Satuan Geomorfologi Perbukitan Blok Patahan dilihat dari Desa Mappu ke arah utara. Foto 3.5 Lembah Salu Malekko yang memperlihatkan bentuk V; foto menghadap ke

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1. Fisiografi Regional Van Bemmelen (1949) membagi Pulau Sumatera menjadi 6 zona fisiografi, yaitu: 1. Zona Jajaran Barisan 2. Zona Semangko 3. Pegunugan Tigapuluh 4. Kepulauan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Profil Perusahaan PT. Cipta Kridatama didirikan 8 April 1997 sebagai pengembangan dari jasa penyewaan dan penggunaan alat berat PT. Trakindo Utama. Industri tambang Indonesia yang

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Jawa Barat Pada dasarnya Van Bemmelen (1949) membagi fisiografi Jawa Barat menjadi empat bagian (Gambar 2.1) berdasarkan sifat morfologi dan tektoniknya, yaitu: a.

Lebih terperinci

Geologi dan Potensi Sumberdaya Batubara, Daerah Dambung Raya, Kecamatan Bintang Ara, Kabupaten Tabalong, Propinsi Kalimantan Selatan

Geologi dan Potensi Sumberdaya Batubara, Daerah Dambung Raya, Kecamatan Bintang Ara, Kabupaten Tabalong, Propinsi Kalimantan Selatan Gambar 3.8 Korelasi Stratigrafi Satuan Batupasir terhadap Lingkungan Delta 3.2.3 Satuan Batulempung-Batupasir Persebaran (dominasi sungai) Satuan ini menempati 20% dari luas daerah penelitian dan berada

Lebih terperinci

BAB 2 GEOLOGI REGIONAL

BAB 2 GEOLOGI REGIONAL BAB 2 GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Secara fisiografis, menurut van Bemmelen (1949) Jawa Timur dapat dibagi menjadi 7 satuan fisiografi (Gambar 2), satuan tersebut dari selatan ke utara adalah: Pegunungan

Lebih terperinci

BAB 2 Tatanan Geologi Regional

BAB 2 Tatanan Geologi Regional BAB 2 Tatanan Geologi Regional 2.1 Geologi Umum Jawa Barat 2.1.1 Fisiografi ZONA PUNGGUNGAN DEPRESI TENGAH Gambar 2.1 Peta Fisiografi Jawa Barat (van Bemmelen, 1949). Daerah Jawa Barat secara fisiografis

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Fisiografi Cekungan Kutai (gambar 2.1) di bagian utara dibatasi oleh tinggian Mangkalihat dengan arah baratlaut - tenggara, di bagian barat dibatasi oleh tinggian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN GEOLOGI

BAB II TINJAUAN GEOLOGI BAB II TINJAUAN GEOLOGI II.1 GEOLOGI REGIONAL Kerangka tektonik Kalimantan Timur selain dipengaruhi oleh perkembangan tektonik regional yang melibatkan interaksi Lempeng Pasifik, Hindia-Australia dan Eurasia,

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 FISIOGRAFI Menurut van Bemmelen (1949), fisiografi Jawa Barat dibagi menjadi enam zona, yaitu Zona Dataran Aluvial Utara Jawa Barat, Zona Antiklinorium Bogor, Zona Gunungapi

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL 9 II.1 Fisiografi dan Morfologi Regional BAB II GEOLOGI REGIONAL Area Penelitian Gambar 2-1 Pembagian zona fisiografi P. Sumatera (disederhanakan dari Van Bemmelen,1949) Pulau Sumatera merupakan salah

Lebih terperinci

Kecamatan Nunukan, Kabupaten Nunukan, Provinsi Kalimantan Timur

Kecamatan Nunukan, Kabupaten Nunukan, Provinsi Kalimantan Timur Umur Analisis mikropaleontologi dilakukan pada contoh batuan pada lokasi NA805 dan NA 803. Hasil analisis mikroplaeontologi tersebut menunjukkan bahwa pada contoh batuan tersebut tidak ditemukan adanya

Lebih terperinci

KAJIAN POTENSI TAMBANG DALAM PADA KAWASAN HUTAN LINDUNG DI DAERAH SUNGAI MERDEKA, KAB. KUTAI KARTANEGARA, PROV. KALIMANTAN TIMUR

KAJIAN POTENSI TAMBANG DALAM PADA KAWASAN HUTAN LINDUNG DI DAERAH SUNGAI MERDEKA, KAB. KUTAI KARTANEGARA, PROV. KALIMANTAN TIMUR KAJIAN POTENSI TAMBANG DALAM PADA KAWASAN HUTAN LINDUNG DI DAERAH SUNGAI MERDEKA, KAB. KUTAI KARTANEGARA, PROV. KALIMANTAN TIMUR Rudy Gunradi 1 1 Kelompok Program Penelitian Konservasi SARI Sudah sejak

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1. Geomorfologi Daerah Penelitian Morfologi muka bumi yang tampak pada saat ini merupakan hasil dari proses-proses geomorfik yang berlangsung. Proses geomorfik menurut

Lebih terperinci

Umur GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Umur GEOLOGI DAERAH PENELITIAN Foto 3.7. Singkapan Batupasir Batulempung A. SD 15 B. SD 11 C. STG 7 Struktur sedimen laminasi sejajar D. STG 3 Struktur sedimen Graded Bedding 3.2.2.3 Umur Satuan ini memiliki umur N6 N7 zonasi Blow (1969)

Lebih terperinci

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi 3.1.1 Geomorfologi Daerah Penelitian Secara umum, daerah penelitian memiliki morfologi berupa dataran dan perbukitan bergelombang dengan ketinggian

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Jawa Barat Fisiografi Jawa Barat (Gambar 2.1), berdasarkan sifat morfologi dan tektoniknya dibagi menjadi empat bagian (Van Bemmelen, 1949 op. cit. Martodjojo, 1984),

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Regional Fisiografi Jawa Barat dapat dikelompokkan menjadi 6 zona yang berarah barattimur (van Bemmelen, 1949 dalam Martodjojo, 1984). Zona-zona ini dari utara ke

Lebih terperinci

I.1 Latar Belakang I.2 Maksud dan Tujuan

I.1 Latar Belakang I.2 Maksud dan Tujuan BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Formasi Latih tersusun dari perselang-selingan antara batupasir kuarsa, batulempung, batulanau dan batubara dibagian atas, dan bersisipan dengan serpih pasiran dan

Lebih terperinci

Umur dan Lingkungan Pengendapan Hubungan dan Kesetaraan Stratigrafi

Umur dan Lingkungan Pengendapan Hubungan dan Kesetaraan Stratigrafi 3.2.2.3 Umur dan Lingkungan Pengendapan Penentuan umur pada satuan ini mengacu pada referensi. Satuan ini diendapkan pada lingkungan kipas aluvial. Analisa lingkungan pengendapan ini diinterpretasikan

Lebih terperinci

PROSPEKSI ENDAPAN BATUBARA DI DAERAH KELUMPANG DAN SEKITARNYA KABUPATEN MAMUJU, PROPINSI SULAWESI SELATAN

PROSPEKSI ENDAPAN BATUBARA DI DAERAH KELUMPANG DAN SEKITARNYA KABUPATEN MAMUJU, PROPINSI SULAWESI SELATAN PROSPEKSI ENDAPAN BATUBARA DI DAERAH KELUMPANG DAN SEKITARNYA KABUPATEN MAMUJU, PROPINSI SULAWESI SELATAN Oleh : Nanan S. Kartasumantri dan Hadiyanto Subdit. Eksplorasi Batubara dan Gambut SARI Daerah

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1. Pendahuluan Pulau Kalimantan berada di tenggara dari lempeng Eurasia besar. Di sebelah utara berbatasan dengan lempeng semudra Laut Cina Selatan, di timur dibatasi oleh sabuk

Lebih terperinci

KONTROL STRUKTUR GEOLOGI TERHADAP SEBARAN ENDAPAN KIPAS BAWAH LAUT DI DAERAH GOMBONG, KEBUMEN, JAWA TENGAH

KONTROL STRUKTUR GEOLOGI TERHADAP SEBARAN ENDAPAN KIPAS BAWAH LAUT DI DAERAH GOMBONG, KEBUMEN, JAWA TENGAH KONTROL STRUKTUR GEOLOGI TERHADAP SEBARAN ENDAPAN KIPAS BAWAH LAUT DI DAERAH GOMBONG, KEBUMEN, JAWA TENGAH Asmoro Widagdo*, Sachrul Iswahyudi, Rachmad Setijadi, Gentur Waluyo Teknik Geologi, Universitas

Lebih terperinci

Geologi Daerah Perbukitan Rumu, Buton Selatan 34 Tugas Akhir A - Yashinto Sindhu P /

Geologi Daerah Perbukitan Rumu, Buton Selatan 34 Tugas Akhir A - Yashinto Sindhu P / Pada sayatan tipis (Lampiran C) memiliki ciri-ciri kristalin, terdiri dari dolomit 75% berukuran 0,2-1,4 mm, menyudut-menyudut tanggung. Matriks lumpur karbonat 10%, semen kalsit 14% Porositas 1% interkristalin.

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian 3.1.1 Morfologi Umum Daerah Penelitian Morfologi secara umum daerah penelitian tercermin dalam kerapatan dan bentuk penyebaran kontur

Lebih terperinci

KAJIAN ZONASI DAERAH POTENSI BATUBARA UNTUK TAMBANG DALAM CEKUNGAN TARAKAN, PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

KAJIAN ZONASI DAERAH POTENSI BATUBARA UNTUK TAMBANG DALAM CEKUNGAN TARAKAN, PROVINSI KALIMANTAN TIMUR KAJIAN ZONASI DAERAH POTENSI BATUBARA UNTUK TAMBANG DALAM CEKUNGAN TARAKAN, PROVINSI KALIMANTAN TIMUR F a t i m a h Kelompok Program Penelitian Energi Fosil S A R I Kajian zonasi daerah potensi batubara

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Geografis Propinsi Jawa Tengah secara geografis terletak diantara 108 30-111 30 BT dan 5 40-8 30 LS dengan batas batas sebelah utara berbatasan dengan Laut Jawa, sebelah selatan

Lebih terperinci

BAB IV Kajian Sedimentasi dan Lingkungan Pengendapan

BAB IV Kajian Sedimentasi dan Lingkungan Pengendapan BAB IV KAJIAN SEDIMENTASI DAN LINGKUNGAN PENGENDAPAN 4.1 Pendahuluan Kajian sedimentasi dilakukan melalui analisis urutan vertikal terhadap singkapan batuan pada lokasi yang dianggap mewakili. Analisis

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL II.1 Fisiografi Menurut van Bemmelen (1949), Jawa Timur dibagi menjadi enam zona fisiografi dengan urutan dari utara ke selatan sebagai berikut (Gambar 2.1) : Dataran Aluvial Jawa

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1. Fisiografi Regional Secara fisiografis, cekungan Ombilin termasuk ke dalam Zona Pegunungan Barisan bagian muka dengan massa yang naik (van Bemmelen, 1949). Morfologi cekungan

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 FISIOGRAFI REGIONAL Berdasarkan kesamaan morfologi dan tektonik, Van Bemmelen (1949) membagi daerah Jawa Timur dan Madura menjadi tujuh zona, antara lain: 1. Gunungapi Kuarter

Lebih terperinci

berukuran antara 0,05-0,2 mm, tekstur granoblastik dan lepidoblastik, dengan struktur slaty oleh kuarsa dan biotit.

berukuran antara 0,05-0,2 mm, tekstur granoblastik dan lepidoblastik, dengan struktur slaty oleh kuarsa dan biotit. berukuran antara 0,05-0,2 mm, tekstur granoblastik dan lepidoblastik, dengan struktur slaty oleh kuarsa dan biotit. (a) (c) (b) (d) Foto 3.10 Kenampakan makroskopis berbagai macam litologi pada Satuan

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Kerangka Tektonik dan Struktur Geologi Regional Pulau Kalimantan berada di bagian tenggara dari lempeng Eurasia. Pulau Kalimantan berbatasan dengan Laut Cina Selatan di bagian

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL II. 1 KERANGKA GEOLOGI REGIONAL Sebelum membahas geologi daerah Tanjung Mangkalihat, maka terlebih dahulu akan diuraikan kerangka geologi regional yang meliputi pembahasan fisiografi

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1. Geomorfologi Daerah Penelitian 3.1.1 Geomorfologi Kondisi geomorfologi pada suatu daerah merupakan cerminan proses alam yang dipengaruhi serta dibentuk oleh proses

Lebih terperinci

BAB III STRATIGRAFI 3. 1 Stratigrafi Regional Pegunungan Selatan

BAB III STRATIGRAFI 3. 1 Stratigrafi Regional Pegunungan Selatan BAB III STRATIGRAFI 3. 1 Stratigrafi Regional Pegunungan Selatan Stratigrafi regional Pegunungan Selatan dibentuk oleh endapan yang berumur Eosen-Pliosen (Gambar 3.1). Menurut Toha, et al. (2000) endapan

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Jawa Barat dapat dikelompokkan menjadi 6 zona fisiografi yang berarah barat-timur (van Bemmelen, 1949) (Gambar 2.1). Zona-zona tersebut dari utara ke selatan yaitu:

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Secara fisiografi, Pulau Jawa berada dalam busur kepulauan yang berkaitan dengan kegiatan subduksi Lempeng Indo-Australia dibawah Lempeng Eurasia dan terjadinya jalur

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian 3.1.1 Morfologi Umum Daerah Penelitian Morfologi daerah penelitian berdasarkan pengamatan awal dari peta topografi dan citra satelit,

Lebih terperinci

Bab II Kondisi Umum Daerah Penelitian

Bab II Kondisi Umum Daerah Penelitian Bab II Kondisi Umum Daerah Penelitian II.1 Kesampaian Daerah Lokasi penelitian terletak di daerah Buanajaya dan sekitarnya yang secara administratif termasuk dalam wilayah Kecamatan Tenggarong Seberang,

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1. Fisiografi Regional Van Bemmelen (1949) membagi Pulau Sumatera menjadi 6 zona fisiografi, yaitu: 1. Zona Paparan Sunda 2. Zona Dataran Rendah dan Berbukit 3. Zona Pegunungan

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Regional Fisiografi Jawa Barat dibagi menjadi empat bagian besar (van Bemmelen, 1949): Dataran Pantai Jakarta (Coastal Plain of Batavia), Zona Bogor (Bogor Zone),

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL DAERAH PENELITIAN

BAB II GEOLOGI REGIONAL DAERAH PENELITIAN BAB II GEOLOGI REGIONAL DAERAH PENELITIAN 2.1. Geologi Regional. Pulau Tarakan, secara geografis terletak sekitar 240 km arah Utara Timur Laut dari Balikpapan. Secara geologis pulau ini terletak di bagian

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Regional Kerangka tektonik Pulau Kalimantan oleh (Nuay, 1985 op.cit. Oh, 1987) dibagi menjadi 12 unit, yaitu: Paparan Sunda, Pegunungan Mangkalihat, Paternoster Platform,

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Geografis Regional Jawa Tengah berbatasan dengan Laut Jawa di sebelah utara, Samudra Hindia dan Daerah Istimewa Yogyakarta di sebelah selatan, Jawa Barat di sebelah barat, dan

Lebih terperinci

memiliki hal ini bagian

memiliki hal ini bagian BAB III TATANANN GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Cekungan Kutai Cekungan Kutai merupakan cekungan dengan luas 165.000 km 2 dan memiliki ketebalan sedimen antara 12.000 14..000 meter hal ini menyebabakan

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 FISIOGRAFI REGIONAL Jawa barat dibagi atas beberapa zona fisiografi yang dapat dibedakan satu sama lain berdasarkan aspek geologi dan struktur geologinya.

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Regional Secara fisiografis, daerah Jawa Tengah oleh van Bemmelen, (1949) dibagi menjadi 6 zona fisiografi, yaitu: Dataran Aluvial Jawa Utara, Gunungapi Kuarter,

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 GEOLOGI REGIONAL Cekungan Jawa Barat Utara yang terletak di sebelah baratlaut Pulau Jawa secara geografis merupakan salah satu Cekungan Busur Belakang (Back-Arc Basin) yang

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Menurut Van Bemmelen (1949), secara fisiografis dan struktural daerah Jawa Barat dapat di bagi menjadi 4 zona, yaitu Dataran Pantai Jakarta, Zona Bogor, Zona Bandung

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Fisiografi Jawa Barat Fisiografi Jawa Barat oleh van Bemmelen (1949) pada dasarnya dibagi menjadi empat bagian besar, yaitu Dataran Pantai Jakarta, Zona Bogor, Zona Bandung

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM 6 BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Lokasi Penelitian Secara administrasi, lokasi penelitian berada di Kecamata Meureubo, Kabupaten Aceh Barat, Provinsi Aceh. Sebelah utara Sebelah selatan Sebelah timur Sebelah

Lebih terperinci

Geologi dan Studi Fasies Karbonat Gunung Sekerat, Kecamatan Kaliorang, Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur.

Geologi dan Studi Fasies Karbonat Gunung Sekerat, Kecamatan Kaliorang, Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur. Nodul siderite Laminasi sejajar A B Foto 11. (A) Nodul siderite dan (B) struktur sedimen laminasi sejajar pada Satuan Batulempung Bernodul. 3.3.1.3. Umur, Lingkungan dan Mekanisme Pengendapan Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM BAB II TINJAUAN UMUM 2.1. Keadaan Geografi Daerah Penelitian 2.1.1 Lokasi Penambangan Daerah penyelidikan berdasarkan Keputusan Bupati Tebo Nomor : 210/ESDM/2010, tentang pemberian Izin Usaha Pertambangan

Lebih terperinci

INVENTARISASI BATUBARA BERSISTIM DI DAERAH SUNGAI SANTAN DAN SEKITARNYA KABUPATEN KUTAI TIMUR, PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

INVENTARISASI BATUBARA BERSISTIM DI DAERAH SUNGAI SANTAN DAN SEKITARNYA KABUPATEN KUTAI TIMUR, PROVINSI KALIMANTAN TIMUR INVENTARISASI BATUBARA BERSISTIM DI DAERAH SUNGAI SANTAN DAN SEKITARNYA KABUPATEN KUTAI TIMUR, PROVINSI KALIMANTAN TIMUR ( Lembar Peta : 1916-11 ) Oleh : Nanan S. Kartasumantri dkk Sub.Direktorat Batubara

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL 1 BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Daerah Penelitian Penelitian ini dilakukan di daerah Subang, Jawa Barat, untuk peta lokasi daerah penelitiannya dapat dilihat pada Gambar 2.1. Gambar 2.1 Peta Lokasi

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1. Geomorfologi Daerah Penelitian 3.1.1 Geomorfologi Kondisi geomorfologi pada suatu daerah merupakan cerminan proses alam yang dipengaruhi serta dibentuk oleh proses

Lebih terperinci

BAB II KEADAAN UMUM DAN KONDISI GEOLOGI

BAB II KEADAAN UMUM DAN KONDISI GEOLOGI BAB II KEADAAN UMUM DAN KONDISI GEOLOGI 2.1 KESAMPAIAN DAERAH 2.1.1 Kesampaian Daerah Busui Secara geografis, daerah penelitian termasuk dalam daerah administrasi Kecamatan Batu Sopang, Kabupaten Pasir,

Lebih terperinci

BAB 2 GEOLOGI REGIONAL

BAB 2 GEOLOGI REGIONAL BAB 2 GEOLOGI REGIONAL 2.1 Struktur Regional Terdapat 4 pola struktur yang dominan terdapat di Pulau Jawa (Martodjojo, 1984) (gambar 2.1), yaitu : Pola Meratus, yang berarah Timurlaut-Baratdaya. Pola Meratus

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL Indonesia merupakan tempat pertemuan antara tiga lempeng besar, yaitu Lempeng Eurasia yang relatif diam, Lempeng Pasifik yang relatif bergerak ke arah Barat Laut, dan Lempeng Hindia

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Tatanan Geologi Cekungan Kutai Cekungan Kutai merupakan salah satu cekungan sedimentasi berumur Tersier di Indonesia dan terletak di Kalimantan bagian timur. Fisiografi Cekungan

Lebih terperinci

Foto III.14 Terobosan andesit memotong satuan batuan piroklastik (foto diambil di Sungai Ringinputih menghadap ke baratdaya)

Foto III.14 Terobosan andesit memotong satuan batuan piroklastik (foto diambil di Sungai Ringinputih menghadap ke baratdaya) Foto III.14 Terobosan andesit memotong satuan batuan piroklastik (foto diambil di Sungai Ringinputih menghadap ke baratdaya) 3.2.2.1 Penyebaran Satuan batuan ini menempati 2% luas keseluruhan dari daerah

Lebih terperinci

Subsatuan Punggungan Homoklin

Subsatuan Punggungan Homoklin Foto 3.6. Subsatuan Lembah Sinklin (foto ke arah utara dari daerah Pejaten). Foto 3.7. Subsatuan Lembah Sinklin (foto ke arah utara dari daerah Bulu). Subsatuan Punggungan Homoklin Subsatuan Punggungan

Lebih terperinci

BAB II STRATIGRAFI REGIONAL

BAB II STRATIGRAFI REGIONAL BAB II STRATIGRAFI REGIONAL 2.1 FISIOGRAFI JAWA TIMUR BAGIAN UTARA Cekungan Jawa Timur bagian utara secara fisiografi terletak di antara pantai Laut Jawa dan sederetan gunung api yang berarah barat-timur

Lebih terperinci

BAB 2 GEOLOGI REGIONAL

BAB 2 GEOLOGI REGIONAL BAB 2 GEOLOGI REGIONAL 2.1 FISIOGRAFI Secara fisiografis, daerah Jawa Barat dibagi menjadi 6 zona yang berarah timurbarat (Van Bemmelen, 1949). Zona tersebut dari arah utara ke selatan meliputi: 1. Zona

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian 3.1.1 Morfologi Umum Daerah Penelitian Daerah penelitian berada pada kuasa HPH milik PT. Aya Yayang Indonesia Indonesia, yang luasnya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Lokasi dan Kesampaian Daerah Secara administratif wilayah IUP Eksplorasi CV Parahyangan Putra Mandiri, termasuk di dalam daerah Kecamatan Satui, Kabupaten Tanah Bumbu, Provinsi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN GEOLOGI 2.1 GEOLOGI REGIONAL

BAB II TINJAUAN GEOLOGI 2.1 GEOLOGI REGIONAL BAB II TINJAUAN GEOLOGI 2.1 GEOLOGI REGIONAL Daerah penelitian secara geologi regional merupakan bagian dari Cekungan Kutai, yang termasuk dalam Peta Geologi Lembar Sangatta (Sukardi dkk., 1995). 2.1.1

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada gambar di bawah ini ditunjukkan lokasi dari Struktur DNF yang ditandai

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada gambar di bawah ini ditunjukkan lokasi dari Struktur DNF yang ditandai 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Geologi Regional Stuktur DNF terletak kurang lebih 160 kilometer di sebelah barat kota Palembang. Pada gambar di bawah ini ditunjukkan lokasi dari Struktur DNF yang ditandai

Lebih terperinci

GEOLOGI REGIONAL. Gambar 2.1 Peta Fisiografi Jawa Barat (van Bemmelen, 1949)

GEOLOGI REGIONAL. Gambar 2.1 Peta Fisiografi Jawa Barat (van Bemmelen, 1949) BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Fisiografi Jawa Barat menurut van Bemmelen (1949) terbagi menjadi enam zona (Gambar 2.1), yaitu : 1. Zona Gunungapi Kuarter 2. Zona Dataran Aluvial Jawa Barat Utara

Lebih terperinci

Geologi dan Studi Fasies Karbonat Gunung Sekerat, Kecamatan Kaliorang, Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur.

Geologi dan Studi Fasies Karbonat Gunung Sekerat, Kecamatan Kaliorang, Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur. Foto 24. A memperlihatkan bongkah exotic blocks di lereng gunung Sekerat. Berdasarkan pengamatan profil singkapan batugamping ini, (Gambar 12) didapatkan litologi wackestone-packestone yang dicirikan oleh

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL Cekungan Jawa Barat Utara merupakan cekungan sedimen Tersier yang terletak tepat di bagian barat laut Pulau Jawa (Gambar 2.1). Cekungan ini memiliki penyebaran dari wilayah daratan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN GEOLOGI REGIONAL

BAB II TINJAUAN GEOLOGI REGIONAL BAB II TINJAUAN GEOLOGI REGIONAL 2.1. TINJAUAN UMUM Sulawesi dan pulau-pulau di sekitarnya dibagi menjadi tiga mendala (propinsi) geologi, yang secara orogen bagian timur berumur lebih tua sedangkan bagian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM 8 BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Sejarah Singkat CV Jasa Andhika Raya CV Jasa Andhika Raya (CV JAR) merupakan perusahaan yang bergerak dibidang usaha pertambangan batubara dan berkedudukan di Desa Loa Ulung,

Lebih terperinci

Geologi Daerah Perbukitan Rumu, Buton Selatan 19 Tugas Akhir A - Yashinto Sindhu P /

Geologi Daerah Perbukitan Rumu, Buton Selatan 19 Tugas Akhir A - Yashinto Sindhu P / BAB III GEOLOGI DAERAH PERBUKITAN RUMU 3.1 Geomorfologi Perbukitan Rumu Bentang alam yang terbentuk pada saat ini merupakan hasil dari pengaruh struktur, proses dan tahapan yang terjadi pada suatu daerah

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi dan Geomorfologi Regional Secara fisiografis, daerah Jawa Barat dibagi menjadi 6 zona yang berarah timur-barat ( van Bemmelen, 1949 ). Zona tersebut dari arah utara

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1. FISIOGRAFI Geologi regional P.Obi ditunjukkan oleh adanya dua lajur sesar besar yang membatasi Kep.Obi yaitu sesar Sorong-Sula di sebelah utara dan sesar Sorong Sula mengarah

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Secara fisiografis, van Bemmelen (1949) membagi Jawa Barat menjadi 4 bagian yaitu Dataran Pantai Jakarta, Zona Bogor, Zona Bandung, dan Zona Pegunungan Selatan Jawa

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL Indonesia merupakan tempat pertemuan antara tiga lempeng, yaitu Lempeng Eurasia yang relatif diam, Lempeng Pasifik Barat yang relatif bergerak ke arah baratlaut, dan Lempeng Hindia

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 FISIOGRAFI JAWA BARAT Van Bemmelen (1949) membagi fisiografi Jawa Barat dibagi menjadi 4 zona, yaitu Dataran Pantai Jakarta, Zona Bogor, Zona Bandung, dan Zona Pegunungan Selatan.

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 GEOMORFOLOGI Bentuk morfologi dan topografi di daerah penelitian dipengaruhi oleh proses eksogen yang bersifat destruktif dan proses endogen yang berisfat konstruktif.

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA GEOLOGI CEKUNGAN SUMATERA UTARA

BAB II KERANGKA GEOLOGI CEKUNGAN SUMATERA UTARA BAB II KERANGKA GEOLOGI CEKUNGAN SUMATERA UTARA 2.1. Kerangka Geologi Regional Cekungan Sumatera Utara sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 2.1 di bawah ini, terletak di ujung utara Pulau Sumatera, bentuknya

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL A. Fisiografi yaitu: Jawa Bagian Barat terbagi menjadi 4 zona fisiografi menurut van Bemmelen (1949), 1. Zona Dataran Aluvial Utara Jawa 2. Zona Antiklinorium Bogor atau Zona Bogor

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN III.1 GEOMORFOLOGI III.1.1 Morfologi Daerah Penelitian Morfologi yang ada pada daerah penelitian dipengaruhi oleh proses endogen dan proses eksogen. Proses endogen merupakan

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN Berdasarkan pengamatan awal, daerah penelitian secara umum dicirikan oleh perbedaan tinggi dan ralief yang tercermin dalam kerapatan dan bentuk penyebaran kontur pada

Lebih terperinci

Utara dan Barat, Selat Makassar di sebelah Timur dan Laut Jawa di sebelah

Utara dan Barat, Selat Makassar di sebelah Timur dan Laut Jawa di sebelah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Fisiografi Regional Kalimantan atau yang disebut Pulau Borneo, merupakan Pulau terbesar ke tiga di dunia yang terletak pada 7 LU hingga 4 20 LS dan 108 53 BT hingga 119 22 BT dengan

Lebih terperinci

Foto 3.5 Singkapan BR-8 pada Satuan Batupasir Kuarsa Foto diambil kearah N E. Eko Mujiono

Foto 3.5 Singkapan BR-8 pada Satuan Batupasir Kuarsa Foto diambil kearah N E. Eko Mujiono Batulempung, hadir sebagai sisipan dalam batupasir, berwarna abu-abu, bersifat non karbonatan dan secara gradasi batulempung ini berubah menjadi batuserpih karbonan-coally shale. Batubara, berwarna hitam,

Lebih terperinci