Dr Syamsuddin Arif Centre for Advanced Studies of Islam, Science and Civilisation (CASIS) University of Technology Malaysia (UTM) Kuala Lumpur

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Dr Syamsuddin Arif Centre for Advanced Studies of Islam, Science and Civilisation (CASIS) University of Technology Malaysia (UTM) Kuala Lumpur"

Transkripsi

1 ILMU DALAM PERSPEKTIF BARAT DAN ISLAM: TAKRIFAN DAN PEMETAAN Dr Syamsuddin Arif Centre for Advanced Studies of Islam, Science and Civilisation (CASIS) University of Technology Malaysia (UTM) Kuala Lumpur Tiada yang lebih tepat dapat dinyatakan tentang peradaban Islam dari apa yang pernah dikatakan oleh mendiang Franz Rosenthal, bahwa di atas pentas tamadun Islam yang gemilang, ilmu adalah pemenangnya. Ilmu merupakan unsur paling utama yang telah memberikan tamadun Islam bentuk dan coraknya yang khas. Sepanjang sejarah tamadun Islam, ilmu telah terbukti menjadi istilah kultural yang unik sekaligus daya pengubah yang paling efektif. Boleh dikata tidak ada konsep yang telah berjalan sebagai penentu dari peradaban Muslim dalam segala segi sebagaimana halnya ilm [ilmu]. 1 Tulisan ini akan menilik ulang pengertian dan pembagian ilmu dalam sejarah intelektual Islam, dengan memusatkan perhatian pada bagaimana ilmu dipahami dan dipetakan oleh para cendikiawan dari beragam aliran pemikiran selama beratus-ratus tahun. Walaupun tidak mendakwa menawarkan sesuatu yang baru nihil novum sub sole, tapi diharapkan makalah ini akan menyumbang sesuatu bagi perdebatan seputar Islamisasi ilmu. Definisi Ilmu Mari kita mulai dengan pertanyaan, Apakah ilmu? Ketika dihadapkan pada pertanyaan ini, kebanyakan kita akan terusik, enggan menjawab, atau tidak peduli belaka. Ada yang berkata, ilmu adalah apa yang anda tahu. Tapi sesungguhnya ini bukanlah definisi, melainkan sebuah tautologi sekadar berkata bahwa ilmu adalah ilmu, dan sama sekali tidak menjelaskan apapun. Oxford English Dictionary (yang pasti disusun oleh tim pengarang ahli di bidangnya) menurunkan tiga arti untuk kata ilmu : (i) informasi dan kecakapan yang diperoleh melalui pengalaman atau pendidikan; (ii) keseluruhan dari apa yang diketahui; (iii) kesadaran atau kebiasaan yang didapat melalui pengalaman akan suatu fakta atau keadaan. 2 Coba kita lihat arti yang pertama. Dapatkah kita katakan bahwa ilmu adalah informasi? Kita mungkin menganggap begitu, tapi setidaknya ada dua alasan untuk menolak anggapan itu. Pertama, informasi boleh jadi benar dan boleh jadi salah, sehingga jika ilmu adalah informasi, maka ilmu akan mencakup segala yang benar maupun yang salah. Tetapi bagaimana kita dapat 1 Lihat Franz Rosenthal, Knowledge Triumphant, edisi baru (Leiden: E.J. Brill, 2007), 2 dan Online Oxford Dictionary, (ed. April 2010). 1

2 mendakwa telah mengetahui sesuatu apabila hakikatnya kita tersalah maklumat (misinformed) atau bahkan dikelirukan (disinformed)? Alasan kedua; jika kita sepakat dengan Cambridge English Dictionary bahwa informasi adalah fakta mengenai suatu keadaan, orang, peristiwa, dan sebagainya, maka fakta sama dengan ilmu. Namun, fakta bukanlah ilmu dan ilmu tidak bisa dikacaukan dengan fakta. Bahkan kamus yang sama menyebutkan pula bahwa fakta adalah sesuatu yang diketahui telah terjadi atau terwujud, terutama sesuatu yang dengannya suatu bukti itu wujud, atau yang mengandung informasi. 3 Saya menulis miring kata diketahui untuk menunjukkan adanya pendefinisian yang berputar-putar di situ. Demikian juga kalau ilmu diartikan sebagai kepandaian atau keahlian. Definisi ini pun problematis. Misalnya, kita tahu persis apa itu pesawat udara. Kita memiliki ilmu tentang benda itu dalam arti bahwa jika kita diminta untuk menggambarnya akan dengan mudah dilakukan; atau jika diminta untuk menunjukkannya di sebuah bandar udara akan mudah kita menunjuknya. Namun, ilmu semacam ini bukanlah keahlian. Mengetahui apa itu pesawat udara tidak berarti ahli tentangnya. Sebaliknya juga benar: keahlian menyiratkan ilmu, tapi ilmu tidak musti berarti keahlian. Dan jika pendidikan mengacu pada suatu proses mengenal dan menuai ilmu, definisi ini hanya membawa kita kembali pada pertanyaan, Apakah ilmu? Definisi kedua yang diberikan di atas bahwa ilmu adalah keseluruhan dari apa yang diketahui juga patut dipertanyakan. Jika apa yang diketahui adalah ilmu, semata menyatakan bahwa ilmu adalah ilmu. Yang ketiga pun tidak lebih baik. Kesadaran (awareness) mungkin bisa timbul dari ilmu, tapi ilmu bukan kesadaran. Kita mungkin sadar akan nyamuk yang berada di sekitar kita; tapi itu tidak berarti sama dengan memiliki ilmu tentang nyamuk kecuali jika kita seorang ahli biologi. Demikian pula, jika ilmu berarti kenal akrab (familiarity), maka kenal akrab menyiratkan ilmu. Namun, seringkali tidak demikian halnya, karena kita dapati ramai orang yang cukup kenal komputer tapi bukan pakar mengenai komputer dan oleh itu mereka hanya memiliki sedikit ilmu, kalaupun punya, tentang seluk-beluk komputer. Nyaris seribu tahun sebelum kelahiran Rasulullah SAW, seorang bernama Plato sampai pada definisi sebagai berikut. Ilmu adalah pendirian yang terbukti benar secara akal (μετὰ λόγου ἀληθῆ δόξαν), ujarnya dalam Theaetetus 201c8, salah satu Dialognya yang terkenal. 4 Definisi ini ringkas-padat tapi mendalam. Kita dapat memecahnya menjadi tiga unsur: (i) pendirian; (ii) kebenaran dan (iii) nalar akal. Hal-hal ini adalah tiga syarat yang harus dipenuhi untuk proposisi apapun agar memenuhi syarat sebagai ilmu. Pertama-tama, dalam pandangan Plato, ilmu adalah pendirian akal, yakni mempunyai kepercayaan tentang suatu perkara atau kedaan. Jika kita tahu bahwa gula itu manis, kita sesungguhnya percaya pada keberadaan sesuatu yang disebut gula dan 3 Cambridge English Dictionary (London) 4 Kata perkata yang Plato berikan pada lisan Theaetetus adalah sebagai berikut: Ia berkata bahwa ilmu adalah pendapat yang dibenarkan nalar (ἔφη δὲ τὴν μὲν μετὰ λόγου ἀληθῆ δόξαν ἐ$ιστήμην εἶναι) ; cf. Terjemahan Latinnya:... inquit autem opinionem veram cum ratione scientiam esse. 2

3 kita percaya rasanya yang manis. Akan tetapi, ilmu bukan sekadar percaya. Hanya pendapat atau keyakinan yang benar dapat disebut ilmu. Kepercayaan yang salah bukanlah ilmu, menurut Plato. Tetapi bagaimana kita dapat membedakan mana keyakinan yang benar dari yang salah? Di sinilah berperan akal alias logos. Supaya memenuhi syarat sebagai ilmu, keyakinan kita harus didukung oleh nalar akal. Maksudnya, suatu keyakinan itu benar jika dan hanya jika secara nalar terbukti benar. Suatu keyakinan yang benar sebab suatu kebetulan tidak memenuhi syarat sebagai ilmu. Sesungguhnya, sebagaimana sering kita jumpai halnya, keyakinan yang minim bukti seringkali salah, meski keyakinan demikian ini mungkin terkadang malah benar. Definisi Plato ini sudah pernah mendapat sanggahan. Salah satu yang terkenal adalah dari Edmund L. Gettier. Dalam suatu tulisan ilmiahnya yang kini termasuk klasik, Gettier mencoba menyanggah definisi ini dengan menunjukkan keadaan dimana seseorang memiliki keyakinan yang benar yang dibenarkan hingga taraf tertentu, tapi tidak pada taraf yang dikehendaki Plato. Misalnya, keyakinan seseorang yang benar semata karena kebetulan, ketika orang itu tidak punya bukti terkait fakta sebenarnya, dan sehingga yakin akan kebenaran semata karena kebetulan), namun dalam keadaan demikian, umumnya orang sepakat bahwa orang itu berpengetahuan. 5 Tampaknya jelas bahwa ilmu tidak dapat didefinisikan tanpa menyertakan pendapat yang berputar-putar dan tautologi (yaitu menyatakan ilmu adalah ilmu). 6 Namun, ini tidak berarti bahwa kita tidak bisa membahas ilmu sama sekali. Barangkali karena alasan ini para filsuf tertarik mendefinisikan daripada membahas beragam jenis ilmu. Maka, Bertrand Russell membedakan ilmu akan sesuatu dan ilmu akan kebenaran, dan kemudian membagi-bagi apa yang ia sebut ilmu akan sesuatu menjadi dua bagian: (i) ilmu berdasarkan pemerian (knowledge by description) dan (ii) ilmu berdasarkan pengenalan (knowledge by acquaintance). 7 Ada sejumlah hal yang kita tahu secara langsung dan pribadi, tetapi ada juga yang sebatas kita tahu dengan atau dari membaca dengan kata lain hal-hal yang digambarkan pada kita. Sebagian besar ilmu kita termasuk dalam kategori pertama. Kita tahu, misalnya, bahwa jarak yang memisahkan matahari dari planet kita adalah lebih kurang 150 juta kilometer, ini bukan berdasarkan pengenalan langsung melainkan penggambaran yang kita jumpai di buku-buku dan laporan ilmiah. Ilmu Menurut Ulama Selama berabad-abad ulama telah terus-menerus membahas ilmu secara intensif dan ekstensif seperti benar-benar diakui oleh siapapun yang mengenal baik melalui banyaknya kepustakaan yang membahas ini. Beragam definisi ilmu telah dikemukakan oleh para teolog dan fuqaha, 5 Lihat Edmund Gettier, Is Justified True Belief Knowledge? Analysis 23 (1963), Bahwa ilmu itu dapat didefinisi telah dibahas, misalnya, oleh Imam al-ghazaly dalam karyanya al-mustasfa (Cairo, 1356/1937), 1:17 7 Lihat Bertrand Russell, The Problems of Philosophy (London: Routledge, 1929). 3

4 filusuf dan para ahli bahasa. 8 Demi tujuan kita saat ini, akan dibahas empat defini ilmu berikut ini. Yang pertama diajukan oleh seorang pakar filologi al-raghib al-isfahani (w.443/1060). 9 Dalam karya agungnya, beliau mentakrifkan ilmu sebagai kebolehan menangkap sesuatu beserta hakikatnya (al- ilm idrak al-shay bi-haqiqatihi: ). 10 Dari sini dapat kita pahami bahwa sekadar menilik sifat-sifat luaran seperti bentuk, ukuran, berat, isi, warna, dan sebagainya itu sahaja tidak cukup untuk disebut sebagai ilmu. Definisi ini berpijak di atas suatu pandangan filosofis bahwa setiap individu tersusun dari diri (essence) dan ciri (accident). Essensi adalah apa yang menjadikan sesuatu atau seseorang itu wujud sebagai dirinya, yakni apa yang selalu ada dan tetap tinggal bahkan sebelum, sepanjang, maupun sesudah terjadi pelbagai macam perubahan, maka disebut sebagai hakikat. Nah, yang disebut ilmu itu adalah pengetahuan mengenai esensi atau hakikat yang tak berubah-ubah itu. Definisi kedua diberikan oleh Hujjat-al-Islam Imam al-ghazali (w.505/1111) 11 yang memerikan ilmu sebagai pengenalan akan sesuatu sebagaimana adanya (ma rifat al-shay i ala ma huwa bihi: ). 12 Dalam takrif ini, mengetahui sesuatu berarti mengenali sesuatu itu sebagai dirinya. Tiga hal di sini perlu diuraikan. Pertama, dengan menyatakan bahwa ilmu adalah pengenalan, Imam al-ghazali tampak menekankan fakta bahwa ilmu merupakan masalah personal. Ilmu mewakili keadaan minda yaitu, keadaan dimana sesuatu itu tidak lagi asing bagi orang tersebut karena dikenali oleh minda orang tersebut. Kedua, tidak seperti istilah idrak (dipakai al-isfahani) yang tidak hanya menyiratkan suatu gerakan nalar atau perubahan dari satu keadaan kepada keadaan lain (yakni dari keadaan jahil kepada keadaan ilmu) tetapi juga menyiratkan bahwa ilmu datang sebagaimana adanya ke dalam minda seseorang dari luar, istilah ma rifah dalam definisi Imam al-ghazali mengisyaratkan bahwa ilmu selalu merupakan tindakan penemuan-diri. Kita mungkin dapat membandingkannya dengan teori anamnēsis Plato, dimana pembelajaran dikatakan terdiri atas mengingat kembali apa yang sudah diketahui. Noktah lain yang relevan terdapat pada ungkapan ala ma huwa bihi. Dalam pandangan Imam al-ghazali, kita tidak dapat mendakwa mempunyai ilmu tentang sesuatu kecuali jika dan hingga kita tahu sesuatu 8 Daftar yang panjang dan bagus tentang ilmu oleh ulama diberikan oleh Franz Rosenthal dalam Knowledge Triumphant, Untuk biografi al-isfahani, lihat: al-dhahabi, Siyar A lam al-nubala 18: 120; al-safadi, al-wafi bi al-wafayat, 13:45; al-dawudi, Tabaqat al-mufassirin, 2:329; al-suyuti, Bughyat al-wu at, 2:297; Yasien Mohammed, The Path to Virtue (Kuala Lumpur: ISTAC, 2006) 10 Al-Isfahani, Mufradat Alfaz al-qur an, ed. Safwan A. Dawudi (Damaskus, Dar al-qalam, 1412/1992), Tentang kehidupan al-ghazali, lihat: Ibn Khaldun, Wafayat al-a yan, 4:216-19; al-dhahabi, Siyar A lam al- Nubala 19:322-46; al-safadi, al-wafi bi al-wafayat, 12:74-77; Ibn Kathir, Tabaqat Fuqaha al-shlafi iyyah, 2: Tentang karya ilmiahnya, lihat Abd al-rahman Badawi, Mu allafat al-ghazali (Kuwait: Wakalt al-marbu at, 1977). 12 Imam al-ghazali, Ihya Ulum al-din (Beirut: Dar al-fikr, 1420/1999), 1:33. 4

5 itu apa adanya. Pasalnya, acapkali sesuatu tampak tidak sebagaimana hakikatnya. Bumi tampak datar, bintang tampak kecil, matahari tampak mengelilingi bumi, dan seterusnya. Maka definisi ini menempatkan andaian, sangkaan, khayalan, ilusi, halusinasi, mitos dan semacamnya di luar cakupan ilmu. Sebuah definisi alternatif dikemukakan oleh pakar logika bernama Athir al-din al-abhari (w.663/1264). Menurut beliau, ilmu adalah hadirnya gambaran suatu benda dalam benak pikiran ( ) 13. Senada dengan takrifan ilmu oleh Ibn Sina (w. 428/1037) 14, definisi ini menunjukkan bahwa mengetahui sesuatu itu artinya membentuk suatu pemikiran mengenainya, memiliki gambaran sesuatu itu dalam benak pikiran kita. Dengan kata lain, mengetahui adalah melakukan konseptualisasi. Maka boleh dikatakan bahwa ilmu adalah representasi mental atau konsepsi suatu hal yang diketahui si orang yang mengetahui, sebagaimana kini orang modern membedakan antara ilmu konseptual dan ilmu proporsional (yang gagal dipertimbangkan definisi ini). Padahal, dalam kenyataan, kita tidak hanya mengetahui apa sesuatu itu, tapi juga bagaimana, di mana, kapan, dan mengapa sesuatu itu begini dan begitu. Ilmu kita tentang ular, misalnya, tidak terbatas pada hanya memiliki gambarannya pada benak kita dan menjadikan kita awas kala menghadapinya, tapi juga disertai dengan serangkaian keyakinan tentang fakta bahwa ular adalah hewan ganas lagi agresif, yang patukannya dapat mengakhiri nyawa seseorang. Al-Sharif al-jurjani (w. 816/1413) dalam bukunya al-ta rifat mendefinisikan ilmu sebagai ketibaan minda pada makna sesuatu ( ). 15 Definisi ini dinilai oleh Ali Celebi Qinalizadeh (w. 979/1572) sebagai takrif paling bagus yang ia ketahui. 16 Definisi inilah beserta definisi dari Ibn Sina dan al-abhari yang oleh Professor Syed Muhammad Naquib al-attas telah digabungkan untuk julung kalinya dalam monograf beliau The Concept of Education in Islam. Menurutnya, ilmu paling tepat didefinisikan sebagai ketibaan makna sesuatu di dalam jiwa dan sekaligus ketibaan jiwa pada makna sesuatu 17 (= ). Satu perkara penting yang unik dalam definisi sintetik ini adalah penegasan bahwa bicara ilmu adalah bicara makna. Benda, fakta atau peristiwa apapun, dikatakan diketahui oleh seseorang jika ia bermakna baginya. Jadi, kucing tidak tertarik kepada uang justru karena kucing tidak tahu makna uang; bagi hewan seperti kucing uang tidak bermakna. Makna uang tidak sampai ke mindanya, begitu sebaliknya minda kucing tidak sampai ke makna uang. Sekarang, makna mengungkapkan hubung kait antara benda-benda dan perkara yakni, bagaimana benda dan peristiwa tunggal 13 Athir al-din al-abhari, Tanzil al-afkar fi Ta dil al-asrar, Ms. Laleli 2562 (tertanggal 686/1287), bagian awal; MS Aya Sofya 2526, fol. 13a, merujuk kepada al-talwihat karya al-suhrawardi, sebagaimana dicatat oleh Rosenthal, Knowledge Triumphant, 61 (note 82). 14 Ibn Sina, al-ta liqat, ed. Abd al-rahman Badawi (Kuwait),117:. 15 Al-Jurjani, al-ta rifat (Beirut: Maktabat Lubnan, 1985), Rosenthal, Knowledge Triumphant, 61 (note 82). 17 S.M.N. al-attas, Prolegomena to the Metaphysics of Islam (Kuala Lumpur: ISTAC, 1995), 14. 5

6 saling berhubungan, menentukan definisi keragaman tempat, peran, fungsi, dan seterusnya dalam sistem apapun linguistik, logika, ilmiah, sosial, politik, ekonomi, hukum, atau selainnya dari mana mereka berasal. Semakin kita tahu tentang sesuatu semakin bermakna sesuatu itu bagi kita, dan maka semakin kita membicarakannya, menganalisanya secara rinci dan menjelaskannya secara panjang lebar. Dengan definisi ini al-attas secara tepat menunjukkan fakta bahwa dalam proses kognisi minda tidak semata diam menerima seperti tabula rasa akan tetapi juga aktif dalam arti mengatur dirinya menjadi siap untuk menerima apa yang ingin diterimanya secara sadar serta secara pilah-pilih. Tidak semua ilmuwan Muslim bersetuju dengan definisi konseptual seperti disebut di atas. Mahaguru sufi asal Andalusia Ibn Arabi (w. 638/1240), misalnya, mendefinisikan ilmu sebagai penerimaan mental atas [ilmu tentang] segala hal dalam batas diri sebagaimana adanya (tahsil alqalb amran-ma ala hadd ma huwa alayhi dhalika al-amr: ). 18 Baginya ilmu adalah sifat yang dianggap berasal dari minda melalui penerimaan tersebut sehingga minda itu disebut yang mengetahui, dan segala hal disebut sebagai yang diketahui. Maka Ibn Arabi menolak gagasan terkenal yang dikemukakan oleh para ahli logika yang menyatakan bahwa ilmu terdiri atas penggambaran (tasawwur) dan pernyataan (tashdiq). Ilmu bukanlah representasi mental dari benda yang dikenal, bukan pula makna yang ditangkap oleh yang mengetahui. Dalam pandangannya, tidak semua perkara yang dikenal dapat dipahami, tidak juga halnya bahwa setiap orang yang tahu membentuk suatu gambaran dalam mindanya. Menurut para filsuf, konsepsi merujuk pada tindakan membayangkan dari si orang yang tahu, membentuk bayangan mental yang merepresentasikan benda yang ia kenal. Namun, Ibn Arabi menyanggah bahwa representasi mental ini tidak lain hanyalah keadaan mental (halah) yang secara sementara digenggam oleh kecakapan imajinatif si yang tahu, meskipun ia tidak menolak adanya hal tertentu yang disebut sebagai ilmu luar biasa yang melampaui dan lepas dari pemahaman serta kecakapan imajinasi manusia. 19 Pemetaan Ilmu Urusan mengelompokkan ilmu dimulai di akhir masa kuno, terutama di abad ke-5 dan ke-6 di Alexandria. Para sarjana Helenisme membangun suatu skema pengelompokkan karya-karya Aristoteles dimana suatu risalah dicocokkan dengan suatu bidang kajian. Meskipun tujuan awal pengelompokkan ini bersifat deskriptif dan pedagogis, hal tersebut memperoleh penerimaan universal dari generasi selanjutnya di seluruh belahan dunia yang dipengaruhi budaya Yunani Ibn Arabi, al-futuhat al-makkiyyah, ed. Osman Yahia (Cairo: al-maktabah al- Arabiyyah, 1985), 2: Ibn Arabi, al-futuhat, 1:92 and 1:250. Cf. Syamsuddin Arif, Sufi Epistemology: Ibn Arabi on Knowledge ( ilm), dalam Afkar (1999), Lihat Dimitri Gutas, Avicenna and the Aristotelian Tradition (Leiden: E.J. Brill, 1988),

7 Ini tidak berarti bahwa pengelompokkan tersebut murni merupakan temuan belakangan. Dalam karyanya Nicomachean Ethics Aristoteles sudah menggariskan perbedaan antara seni (téchne) dan sains (episteme), dimana yang terdahulu merujuk pada sisi kalkulatif (to logistikon) jiwa rasional manusia dalam menangani hal-hal yang berubah dalam kesehariannya, sementara yang belakangan pada sisi ilmiah (to epistêmonikon) ketika menangani entitas mutlak seperti kebenaran penting matematika. 21 Aristoteles juga membahas sains yang spekulatif (hai theoretikai) yang berbeda dari yang praktis (hai praktikai) dan yang produktif (hai poietikai). Menurutnya, sains spekulatif, juga dikenal sebagai filsafat teoritis (philosophíai theoretikaí) dapat dibagi menjadi matematika (kemudian dibagi lagi oleh Ammonius menjadi aritmatika, geometri, astronomi dan musik yaitu quadrivium yang terkenal), fisika (ilmu alam) dan teologi, sementara sains praktis menjadi etika, ekonomi dan politik. Namun, dari semua sains teoritis, hanya filsafat utama (he prote philosophía) atau metafisika yang dianggap universal dan unggul. 22 Pengelompokkan ini diteruskan ke Abad Pertengahan, diadopsi oleh kaum para filusuf Nasrani, Muslim dan Yahudi, walau dengan penambahan dan perubahan yang penting, 23 dan menjadi program acuan disiplin ilmu kemanusiaan (humaniora). Misalnya, pengelompokkan demikian direproduksi oleh Abu Yusuf Ya qub ibn Ishaq al- Kindi (w. 252/865) dalam risalah berjudul Tentang jumlah tulisan Aristoteles dan yang diperlukan untuk memulai filsafat, jelas untuk tujuan pedagogis. Al-Kindi tidak hanya mendaftar karya-karya Aristoteles, membaginya menjadi empat kelompok (mis., logika, fisika, psikologi dan matematika); ia juga menyarankan mereka yang ingin mempelajari filsafat untuk memulainya dengan matematika yang ia anggap harus ada bagi nalar ilmiah. Selain itu, ia membuat perbedaan antara ilmu manusia (al- ilm al-insani) yang didapat dari kerja keras dan belajar giat dan ilmu ilahiah (al- ilm al-ilahi) yang ia samakan dengan nubuwah atau wahyu dari Allah. 24 Al-Farabi-lah (w. 339/950) yang pertama kali dalam sejarah Islam berupaya secara sistemis dan dalam sebuah buku berjudul Ihsa al- Ulum seluruh sains sesuai pengelompokkan Aristoteles dan pada saat yang sama juga menerapkan tradisi budaya Islam dan Arab. Al-Farabi mengelompokkan sains menjadi lima kelompok, masing-masing, dengan sub-bagiannya, ia definisikan dan tujuannya dijelaskan. Pembagian pertama adalah sains bahasa ( ilm al-lisan) atau linguistik, yang mencakup sains kata-kata ( ilm al-alfaz) atau morfologi dan sains tata katanya 21 Lihat Nicomachean Ethics, vi. 1139a5-15 dan 1139 b b8. 22 Lihat Metaphysics, E (Book VI), vi. i Lihat Dimitri Gutas, Paul the Persian on the Classification of the Parts of Aristotle s Philosophy: A Milestone between Alexandria and Baghdad, dalam Der Islam 60 (1983): ; J. Jolivet, Classifications of the Sciences, dalam Encyclopedia of the History of Arabic Sciences, ed. R. Rashed and R. Morelon (London: Routledge, 1996), 3: ; Harry A. Wolfson, The Classification of Sciences in Medieval Jewish Philosophy, dalam Studies in the History of Philosophy and Religion, ed. I Twersky and G.H. Williams (Cambridge, MA: Harvard University Press, 1973), 1: See Rasa il al-kindi al-falsafiyyah, ed. M. Abd al-hadi Abu Ridah (Cairo, 1369/1950),

8 ( ilm qawanin [al-alfaz]) atau sintaksis alias tata-bahasa, sains tulisan ( ilm qawanin al-kitabah) atau ortografi, sains bacaan ( ilm qawanin al-qira ah) atau fonologi, dan sains puisi ( ilm qawanin al-ash ar) atau prosodi. Bagian kedua adalah logika ( ilm al-mantiq), yang merangkum delapan sub-bagian yang membahas peristilahan dan konsep (al-maqulat), proposisi (al- ibarah), nalar silogistik (qiyas), nalar apodiktik (burhan), nalar dialektik (jadal), sophistry (mughalatah), retorika (khitabah) dan sajak (shi r). Kelompok ketiga adalah matematika ( ilm al-ta alim), yang terdiri atas tujuh bagian: aritmetika ( ilm al- adad), geometri ( ilm al-handasah), optik ( ilm al-manazir), astronomi ( ilm al-nujum [sic!]), musik ( ilm al-musiqa), dinamika ( ilm al-athqal) dan mekanika ( ilm al-hiyal). Kelompok keempat adalah sains fisik dan metafisik ( ilm al-tabi i wa al- ilm alilahiy). Fisika dibagi menjadi delapan bagian: (i) wacana umum tentang fisika (al-sama al-tabi i) yang membahas prinsip-prinsip dan sifat-sifat benda alam, (ii) kosmologi (al-sama wa al- alam) (iii) kejadian dan kerusakan (al-kawn wa al-fasad), (iv) meteorologi (al-athar al- ulwiyyah), (v) mineralogi (al-ma adin), (vi) botani (al-nabat), (vii) zoologi (al-hayawan) dan (viii) psikologi (alnafs). Metafisika dibagi menjadi tiga bagian: ontologi, aetiologi-epistemologi, dan henologiteologi. Terakhir, di kelompok kelima terdapat tiga sains: politik ( ilm al-madani), sains hukum Islam atau jurisprudensi (fiqh), dan teologi (kalam). 25 Harus dicatat bahwa pengelompokkan al- Farabi sebagaimana al-kindi dibuat sesuai dengan metoda didaktika, untuk diadopsi sebagai kurikulum pendidikan tinggi serupa dengan silabus dalam biografi Aristoteles (yang tersedia dalam bahasa Arab) 26 yang menandakan urutan yang benar dimana sains-sains itu harus dipelajari. Seorang polymath (pakar serba-bisa) terkenal Ibn Sina (w. 428/1037) telah menawarkan tiga skema berbeda pengelompokkan dalam beberapa karyanya. Dalam risalah khusus berjudul Fi Aqsam al- Ulum al- Aqliyyah (tentang Pembagian Sains Intelektual) ia melakukan elaborasi pengelompokkan apa yang disebut sains intelektual atau rasional, yang sering dibedakan dari sains tradisional (al- ulum al-naqliyyah). Sebagaimana Aristoteles dan al-farabi sebelumnya, Ibn Sina membagi sains menjadi teoritis (nazari) dan praktis ( amali). Sasaran sains teoritis adalah untuk mendapatkan kebenaran dan kepastian (husul al-i tiqad al-yaqini) tentang hal-hal yang wujud secara objektif dan mandiri dari manusia dan perbuatannya. Maka, teologi dan metafisika termasuk dalam sains teoritis. Sains praktis memiliki tujuan yang beda; sains ini dipelajari tidak demi memperoleh kebenaran atau kepastian tentang dunia, melainkan untuk mendapat pandangan yang benar tentang hal-hal diperlukan manusia agar menjadi baik (yaitu, memiliki kehidupan yang baik sebagai individu, anggota keluarga dan warga). Singkatnya, sementara sains teoritis mengurus kebenaran (al-haqq), sains praktis adalah cara menemukan Kebaikan (al-khayr). Sains teoritis memiliki tiga kelompok: yang terbawah adalah sains alami, di pertengahan sains matematika, dan metafisika dianggap yang tertinggi. Sains alami ditempatkan di bawah 25 Al-Farabi, Ihsa al- Ulum, ed. Cf. Osman Bakar, Classification of Knowledge in Islam (Kuala Lumpur,) 26 Lihat Abu Sulayman al-sijistani, Siwan al-hikmah, ed. Abd al-rahman Badawi (Teheran, 1974),

9 karena berurusan dengan hal-hal yang secara logis dan ontologis berkaitan dengan masalah dan perubahan fisik, seperti (sains) benda-benda bundar dan empat unsur alam serta serangkaian keadaan seperti gerak dan diam, alterasi dan transformasi, kejadian dan kerusakan, dan sifat-sifat yang menyebabkan keadaan ini semua. Sains matematika agak unik karena mengkaji entitas abstrak yang berkaitan dengan hal-hal yang ontologis walau tidak logis, seperti bilangan, bentuk dan bangun. Bedanya, apa yang dipelajari oleh metafisika sepenuhnya abstrak, entitas yang sekaligus secara ontologis dan logis mandiri dari zat dan perubahan, mis., esensi dan wujud, kesatuan dan keragaman, individualitas dan universalitas, kausalitas, dst. Sains praktis ada tiga macam: satu macam berurusan dengan kesejahteraan manusia sebagai pribadi, yang satunya dengan manajemen manusia sebagai anggota rumah tangga, dan terakhir, sebagai warga negara. Yang pertama dikenal dengan etika, yang kedua ekonomi, dan yang terakhir politik. Ibn Sina secara tersurat menyebut [Nicomachean] Ethics-nya Aristoteles dan Republic-nya Plato sebagai rujukan yang harus ada soal ini. Ibn Sina memilah lebih jauh sains alamiah menjadi dua kelompok: prinsip dan akibat. Delapan sains termasuk dalam kelompok prinsip: (i) fisika; (ii) tentang langit dan alam semesta; (iii) kejadian dan kerusakan; (iv) tentang gejala meteorologis; (v) tentang mineal; (vi) tentang tumbuhan; (vii) tentang hewan; dan (viii) tentang jiwa/ruh. Sains alamiah akibat terdiri atas tujuh: (i) kedokteran; (ii) astrology ( ilm ahkam al-nujum); (iii) fisiognomi ( ilm al-firasah); (vi) oniromancy ( ilm al-ta bir); (v) sains ajimat ( ilm al-talisman); (vi) theurgy atau sulap ( ilm alniranjiyyat); dan (vii) alkimia ( ilm al-kimiya). Sains matematika mencakup empat bagian utama: (i) arimatika ( ilm al- adad); (ii) geometri ( ilm al-handasah); (iii) astronomy ( ilm al-hay ah); (iv) musik ( ilm al-musiqa); masing-masing dibagi lebih lanjut: aritmatika menjadi seni hitung India dan aljabar; geometri menjadi geodesi ( ilm al-masahah), rekayasa ( amal al-hiyal ); optik ( ilm almanazir wa al-maraya), sains berat dan keseimbangan ( ilm al-awzan wa al-mawazin), mekanika ( amal jarr al-athqal) dan hidrolika ( ilm naql al-miyah); astronomi menjadi seni membuat tabel astronomi dan kalender ( ilm al-zijat wa al-taqawim); dan musik menjadi seni memainkan peralatan musik. Metafisika dibagi menjadi lima bagian utama: (i) kajian konsep umum (almawjudat al- ammah) atau ontolgy; (ii) prinsip dan dasar (al-usul wa al-maadi ) sains; (iii) tentang Kebenaran Awal (al-haqq al-awwal); (iv) tentang zat spiritual primer dan sekunder (al-jawahir al-ruhaniyyah); (v) tentang hubungan antara zat langit dan bumi. Tiga bagian akibat mencakup penyelidikan atas sifat dan modalitas wahyu (al-wahy) dan inspirasi (al-ilham), gejala peristiwa ajaib (karamat wa mu jizat), sifat kenabian (nubuwwat), angelogy dan eskatologi ( ilm al-ma ad). 27 Pada bagian pengantar pada Ilahiyyat (Metafisika) karyanya al-shifa Ibn Sina membagi sains 27 Ibn Sina, Risalah fi Aqsam al- ulum al- aqliyyah, dalam Tis Rasa il fi al-hikmah wa al-tabi iyyat (Cairo: Matba ah Hindiyyah, 1326/1908), ; diterjemahakan ke Bahasa Perancis oleh Georges C. Anawati, Les divisions des sciences intellectuelles d Avicenne, dalam Mélanges de l institute domincain d études orientales (MIDEO) 13 (1977),

10 menurut status ontologis hal-hal yang dikaji, sesuai dengan dua kelompok dimana realitas yang mencakup semua hal yang wujud (al-ashya al-mawjudah) dibagi-bagi, yaitu: (i) yang wujud akibat selain atau di luar perbuatan dan kehendak kita (laysa wujuduhu bi-ikhtiyarina wa fi lina) dan (ii) yang wujud akibat perbuatan dan kehendak kita (ashya wujuduha bi-ikhtiyarina wa fi lina). 28 Di antara para ushuliyyun yang memberikan sumbangsih atas tema bahasan kita, dua yang layak kita sebut yaitu Ibn Hazm (w. 456/1064) dan Imam al-ghazali (w. 505/1111). Seorang ulama produktif asa Andalusia, Ibn Hazm dikenal sebagai seorang faqih alih-alih filusuf. Konsepnya tentang ilmu antar lain dijabarkan di Tawqif, sebuah risalah yang ditulis menanggapi pertanyaan yang dialamatkan padanya tentang status sains-sains kuno ( ulum al-awa il) dan revealed knowledge ( ilm ma ja at bihi al-nubuwwah). Ia menegaskan bahwa yang terdahulu, terdiri atas filsafat dan logika, merupakan ilmu yang bermanfaat dan utama karena mengandung ilmu tentang alam dan menawarkan analisis konsesptual atas hal-hal menjadi genera dan spesies, universal dan partikular, dari (jawhar) dan ciri ( aradh), sembari menuntun kepada kebenaran dengan memberikan bukti-bukti rasional. Demikian juga dengan matematika, kedokteran, dan astronomi. Namun, seberapapun bermanfaatnya sains-sains ini, Ibn Hazm enggan berkomentar, tidak dapat mengalahkan keunggulan revealed knowledge yang Nabi teruskan kepada kita. Ini karena yang terakhir (revealed knowledge) memberikan apa yang ruh manusia perlukan demi kebahagiaan dan keselamatannya baik di dunia maupun di akhirat. 29 Dalam Taqrib-nya Ibn Hazm menyebutkan dua-belas sains utama yang ia anggap bermanfaat bagi manusia setiap saat dan yang menjadi asal sains-sains lainnya: (i) sains-sains al-qur an, (ii) sains-sains Hadits, (iii) fiqh, (iv) logika, (v) tata bahasa, (vi) leksikografi, (vii) puisi, (viii) sejarah, (ix) kedokteran, (x) matematika, (xi) geometri, dan (xii) astronomi. Namun, dalam kitabnya Maratib al- ulum, ia mengembangkan pengelompokkan sains-sains dari segi suatu program kajian yang dimulai sejak usia 5 tahun dengan bahasa dan al-qur an dan berlanjut hingga penguasaan teologi rasional, dimana murid akan dilatih untuk membuktikan apakah dunia ini diciptakan atau tidak, dan selanjutnya menanyakan apakah nubuwah itu mungkin atau tidak, dan mengarah pada pengakuan keberadaan Tuhan dan penerimaan perlunya dan sahihnya nubuwah Nabi Muhammad SAW. 30 Beralih ke Imam al-ghazali, kita jumpai pengelompokkan ilmu yang cukup berbeda. Dalam karya monumentalnya Ihya Ulum al-din (Kebangkitan Ilmu-ilmu Agama), bab 28 Cf. Michael E. Marmura, Avicenna on the Division of the Sciences in the Isagoge of his Shifa, Journal for the History of Arabic Science 4 (1980), Pengelompokkan yang kurang lebih sama juga didapati dalam karya Ibn Sina, Mantiq al-mashriqiyyin (Cairo: Matba at al-mu ayyad, 1328/1910), Ibn Hazm, al-tawqif ala Shari al-nujah bi-ikhtisar al-tariq, dalam Rasa il Ibn Hazm, ed. Ihsan Abbas (Kairo, 1952), Ibn Hazm, Maratib al- ulum dalam Rasa il Ibn Hazm, ed. Ihsan Abbas (Kairo, 1952),

11 pertamanya diperuntukkan secara panjang lebar membahas tentang ilmu, Imam al-ghazali memperkenalkan dua kelompok besar ilmu: sains-sains pratek keagamaan ( ilm al-mu amalah) dan sains-sains pengungkapan ruhiyah ( ilm al-mukashafah). Yang pertama merujuk pada ilmu yang berurusan dengan prasyarat untuk memperoleh yang kedua. Sains-sains pengungkapan ruhiyah adalah apa yang dibicarakan oleh Nabi secara tersirat dan singkat melalui perlambang dan kiasan (bi al-ramz wa al-isharat ala sabil al-tamthil wa al-ijmal). Sains-sains pratek keagamaan dibagi menjadi sains eksoterik (zahir), mencakup kegiatan fisik seperti ritual dan kebiasaan, dan sains esoterik (batin), berhubungan dengan kegiatan ruhiyah hati dalam hubungannya dengan dunia malaikat di luar persepsi inderawi. 31 Selanjutnya, Imam al-ghazali berdasarkan sebuah hadis (yang menyatakan kewajiban menuntut ilmu bagi setiap Muslim) telah mengelompokkan ilmu menjadi fard ayn (tugas perorangan) dan fard kifayah (kewajiban kelompok). Yang pertama menunjukkan sains-sains yang setiap Muslim yang waras harus ketahui terkait dengan persyaratan dan larangan agama (al- ilm bikayfiyyat al- amal al-wajib fi luhu aw tarkuhu), sedangkan yang kedua mencakup sains-sains yang penguasaannya wajib hukumnya bagi suatu masyarakat Muslim secara keseluruhan tidak tidak mengikat bagi tiap individu Muslim karena dapat dilaksanakan oleh sebagian saja dari mereka. Ilmy yang masuk kelompok kedualah (fard kifayah) yang amat panjang lebar dijelaskan oleh Imam al-ghazali. Pertama, ia membaginya menjadi disiplin ilmu-ilmu agama (shar iyyah), diambil dari dan berkisar tentang Wahyu Allah dan Sunnah Rasulullah, dan yang tak berkaitan dengan agama (ghayr shar iyyah), diperoleh melalui nalar, pengalaman/percobaan, dan konsensus. Kemudian, sebagaimana disiplin ilmu-ilmu agama dibagi menjadi yang terpuji dan yang tercela, demikian juga yang tak berkaitan dengan agama dibagi menjadi tiga bagian: yang terpuji, yang tercela dan yang diperbolehkan. Pembahasan kita tentang pengelompokkan ilmu dalam Islam tidak akan sempurna tanpa melihat karya-karya terkait dari al-suyuti (w. 911/1505) dan Tashköprüzadeh (w. 968/1560). Namun, karena ruang dan waktu yang terbatas, kita tidak akan membahas pengelompokkan ilmu mereka. Kesimpulan Kita tidak dapat melebih-lebihkan fakta bahwa peradaban Muslim dibangun di atas dan dipenuhi oleh ilmu. Tulisan di atas dimaksudkan untuk memberikan sekelumit besarnya rasa ketertarikan ulama yang telah menunjukkannya dalam pembicaraan yang serius tentang ilmu dan mengungkapkan sikap umum mereka terhadap sains. Apakah untuk tujuan didaktik atau pedagogik, bibliografis, filosofis, atau agama, ulama mulai melakukan katalogisasi dan klasifikasi bermacam disiplin ilmu sejak abad 3 Hijriah/9 Masehi. Tidak diragukan lagi memiliki kesungguhan pada 31 Imam al-ghazali, Ihya ulum al-din, 1:9 &

12 prinsip-prinsip dasar Islam, namun ulama salaf cukup berwawasan luas untuk menyambut sainssains kuno dan asing sikap terbuka yang secara fasih diungkapkan oleh al-kindi: Kita tidak seharusnya malu menghargai kebenaran dan memperolehnya dari mamapun asalnya, bahkan jika itu berasal dari ras yang jauh dan bangsa yang berbeda dari kita. 32 Dihadapkan pada sedemikian banyak rangkaian ulum al-awa il, ulama mampu menyatukan sains-sains yang diterima dari Yunani, Persia dan India seperti kedokteran, astronomi dan matematika ke dalam skema epistemik Islami. Proses penyaringan dan pemilahan, pencetakan-ulang dan pemurnian sebelum asimilasi dan apropriasi bahan-bahan keilmuan asing yang panjang dan rumit inilah yang disebut Islamisasi. Sesungguhnya, mengingat sedemikian banyaknya jumlah ilmu dan informasi yang kita dapatkan saat ini, pentingnya mendefinisikan dan memetakan ilmu tidak lagi perlu dianggap berlebihan, supaya kita tidak salah mengira tembaga sebagai emas atau meyakini kesesatan sebagai kebenaran. 32 Al-Kindi, Fi al-falsafah al-ula dalam Rasa il al-kindi al-falsafiyyah, ed. M. a. Abu Ridah (Kairo, ), 1:130, diterjemahkan dalam Alfred Ivry, al-kindi s Metaphysics (New York: SUNY Press, 1974),

FILSAFAT ILMUDAN SEJARAH FILSAFAT. H. SyahrialSyarbaini, MA. Modul ke: 05Fakultas PSIKOLOGI. Program Studi Psikologi

FILSAFAT ILMUDAN SEJARAH FILSAFAT. H. SyahrialSyarbaini, MA. Modul ke: 05Fakultas PSIKOLOGI. Program Studi Psikologi Modul ke: 05Fakultas Dr. PSIKOLOGI FILSAFAT ILMUDAN LOGIKA SEJARAH FILSAFAT H. SyahrialSyarbaini, MA. Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id SEJARAH FILSAFAT ; Standar Kompetensi Setelah perkualiahan

Lebih terperinci

Filsafat Islam قولية كونية. Wahyu. Para Rasul. Alam. Akal Manusia. Problem Filsafat Islam tentang tuhan: Bentuk Aktifitas Manusia. Aktivitas Kehidupan

Filsafat Islam قولية كونية. Wahyu. Para Rasul. Alam. Akal Manusia. Problem Filsafat Islam tentang tuhan: Bentuk Aktifitas Manusia. Aktivitas Kehidupan Problem Filsafat Islam tentang tuhan: Bentuk Aktifitas Manusia هللا Wahyu كونية قولية Para Rasul Alam Akal Manusia Aktivitas Kehidupan 1 pg. Filsafat Islam Problem Tuhan berpisah dengan alam Tuhan bersatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Al-Ghazali (w M) adalah salah satu tokoh pemikir paling populer bagi

BAB I PENDAHULUAN. Al-Ghazali (w M) adalah salah satu tokoh pemikir paling populer bagi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Al-Ghazali (w. 1111 M) adalah salah satu tokoh pemikir paling populer bagi umat Islam hingga saat ini. Montgomerry Watt (Purwanto dalam pengantar Al- Ghazali,

Lebih terperinci

BAB IV. PENUTUP. Universitas Indonesia. Estetika sebagai..., Wahyu Akomadin, FIB UI,

BAB IV. PENUTUP. Universitas Indonesia. Estetika sebagai..., Wahyu Akomadin, FIB UI, BAB IV. PENUTUP 4. 1. Kesimpulan Pada bab-bab terdahulu, kita ketahui bahwa dalam konteks pencerahan, di dalamnya berbicara tentang estetika dan logika, merupakan sesuatu yang saling berhubungan, estetika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu usaha yang bisa dilakukan oleh orang dewasa untuk memberi

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu usaha yang bisa dilakukan oleh orang dewasa untuk memberi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu usaha yang bisa dilakukan oleh orang dewasa untuk memberi pengaruh dalam rangka mengembangkan potensi manusia menuju kepada kedewasaan diri agar mampu

Lebih terperinci

JENIS PENGETAHUAN DAN UKURAN KEBENARAN

JENIS PENGETAHUAN DAN UKURAN KEBENARAN JENIS PENGETAHUAN DAN UKURAN KEBENARAN Di masa perkembangannya, ilmu telah mengalami banyak kemajauan. Kini telah banyak ditemukan berbagai macam bentuk pengetahuan maupun jenis penerapan ilmu yang ada.

Lebih terperinci

FILSAFAT ILMU OLEH SYIHABUDDIN SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

FILSAFAT ILMU OLEH SYIHABUDDIN SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA FILSAFAT ILMU OLEH SYIHABUDDIN SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA FILSAFAT ILMU Filsafat: upaya sungguh-sungguh dlm menyingkapkan segala sesuatu, sehingga pelakunya menemukan inti dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sampai pada periode modern, mengalami pasang surut antara kemajuan

BAB I PENDAHULUAN. sampai pada periode modern, mengalami pasang surut antara kemajuan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perjalanan umat Islam dari periode Nabi Muhammad Saw. diutus sampai pada periode modern, mengalami pasang surut antara kemajuan dan kemunduran yang dialami

Lebih terperinci

Gagasan tentang Tuhan yang dibentuk oleh sekelompok manusia pada satu generasi bisa saja menjadi tidak bermakna bagi generasi lain.

Gagasan tentang Tuhan yang dibentuk oleh sekelompok manusia pada satu generasi bisa saja menjadi tidak bermakna bagi generasi lain. TUHAN? Gagasan manusia tentang Tuhan memiliki sejarah, karena gagasan itu selalu mempunyai arti yang sedikit berbeda bagi setiap kelompok manusia yang menggunakannya di berbagai periode waktu. Gagasan

Lebih terperinci

Bab 1 Pengertian Ilmu Mantiq dan Sejarah Perkembangannya

Bab 1 Pengertian Ilmu Mantiq dan Sejarah Perkembangannya Bab 1 Pengertian Ilmu Mantiq dan Sejarah Perkembangannya A. Pengertian Ilmu Mantiq Mantiq adalah bahasa Arab, berasal dari akar kata nathaqa, artinya berpikir. Nathiqun, orang yang berpikir, manthuqun,

Lebih terperinci

DIMENSI FILSAFAT DALAM WAHYU

DIMENSI FILSAFAT DALAM WAHYU l Edisi 019, September 2011 P r o j e c t DIMENSI FILSAFAT DALAM WAHYU i t a i g k a a n D Pradana Boy ZTF Edisi 019, September 2011 1 Edisi 019, September 2011 Dimensi Filsafat dalam Wahyu Posisi wahyu

Lebih terperinci

HAKIKAT DAN TUJUAN PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM. Oleh: Hambali ABSTRAK

HAKIKAT DAN TUJUAN PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM. Oleh: Hambali ABSTRAK HAKIKAT DAN TUJUAN PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM Oleh: Hambali ABSTRAK Manusia adalah makhluk yang sangat penting, karena dilengkapi dengan pembawaan dan syarat-syarat yang diperlukan

Lebih terperinci

Pentingnya Kaderisasi Intelektual dalam Usaha Islamisasi Ilmu Pengetahuan

Pentingnya Kaderisasi Intelektual dalam Usaha Islamisasi Ilmu Pengetahuan Pentingnya Kaderisasi Intelektual dalam Usaha Islamisasi Ilmu Pengetahuan Perkembangan ilmu pengetahuan yang begitu pesat didorong oleh kualitas pendidikan manusia. Ilmu pengetahuan memang bersifat objektif

Lebih terperinci

Pendidikan Agama Islam

Pendidikan Agama Islam Pendidikan Agama Islam Modul ke: 09Fakultas Ekonomi dan Bisnis Pendidikan dan Kompetensi Dr. Achmad Jamil, M.Si Program Studi S1 Manajemen 1. ILMU PENGETAUAN DAN TEKNOLOGI DALAM PANDANGAN ISLAM Ilmu Pengetahuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. teks yang isinya berbagai jenis, baik berupa ide, gagasan, pemikiran suatu tokoh

BAB I PENDAHULUAN. teks yang isinya berbagai jenis, baik berupa ide, gagasan, pemikiran suatu tokoh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Novel merupakan salah satu jenis media dimana penyampaianya berupa teks yang isinya berbagai jenis, baik berupa ide, gagasan, pemikiran suatu tokoh tertentu ataupun

Lebih terperinci

ISLAM DAN MITOLOGI Oleh Nurcholish Madjid

ISLAM DAN MITOLOGI Oleh Nurcholish Madjid c Demokrasi Lewat Bacaan d ISLAM DAN MITOLOGI Oleh Nurcholish Madjid Mereka yang tidak menerima ajaran Nabi Muhammad saw, barangkali memandang ajaran Islam itu, sebagian atau seluruhnya, tidak lebih daripada

Lebih terperinci

TEORI BELAJAR KLASIK Oleh : Habibi FKIP Universitas Wiraraja Sumenep

TEORI BELAJAR KLASIK Oleh : Habibi FKIP Universitas Wiraraja Sumenep TEORI BELAJAR KLASIK Oleh : Habibi FKIP Universitas Wiraraja Sumenep Teori belajar berkembang dengan pesat setelah psikologi sebagai bidang ilmu terbentuk. Ilmu pengetahuan sendiri benar-benar eksis dengan

Lebih terperinci

Maind map rangkuamn ke 2

Maind map rangkuamn ke 2 Sejarah ilmu pegetahuan Ilmu pengetahuan bermula dari rasa ingin tahu, yang merupakan ciri khas manusia. Manusia mempunyai rasa ingin tahu tentang benda-benda disekitarnya, seperti bulan, bintang, dan

Lebih terperinci

A. LOGIKA DALAM FILSAFAT ILMU

A. LOGIKA DALAM FILSAFAT ILMU KELOMPOK 8 A. LOGIKA DALAM FILSAFAT ILMU Logika berasal dari kata yunani logos yang berarti ucapan, kata, akal budi, dan ilmu. Logika sebagai ilmu merupakan elemen dasar setiap ilmu pengetahuan. Logika

Lebih terperinci

TUGAS UTS DASAR DASAR LOGIKA PENGERTIAN PENGERTIAN FILSAFAT, LOGIKA, ETIKA, ESTETIKA DAN FILSAFAT ILMU

TUGAS UTS DASAR DASAR LOGIKA PENGERTIAN PENGERTIAN FILSAFAT, LOGIKA, ETIKA, ESTETIKA DAN FILSAFAT ILMU TUGAS UTS DASAR DASAR LOGIKA PENGERTIAN PENGERTIAN FILSAFAT, LOGIKA, ETIKA, ESTETIKA DAN FILSAFAT ILMU Sumber Dilampirkan Dosen Pengasuh: Prof. Dr. Slamet Widodo, MS., MM. OLEH NAMA : TOMMY LIM NIM : 07011281520163

Lebih terperinci

KONSEP SAINS DAN TEKNOLOGI DALAM ISLAM

KONSEP SAINS DAN TEKNOLOGI DALAM ISLAM KOD KURSUS : CTU 211 SAINS DAN TEKNOLOGI ISLAM TA ARUF SILIBUS KURSUS RANCANGAN PENGKULIAHAN SEPANJANG SEMESTER JULAI-NOVEMBER 2007 SKIMA PEMARKAHAN CTU 211 ESSEI = 15% PEMBENTANGAN = 10 % UJIAN = 15 %

Lebih terperinci

Pensyarah: Ustazah Nek Mah Bte Batri Master in Islamic Studies Calon PhD- Fiqh Sains & Teknologi Calon PhD -Pendidikan Agama Islam

Pensyarah: Ustazah Nek Mah Bte Batri Master in Islamic Studies Calon PhD- Fiqh Sains & Teknologi Calon PhD -Pendidikan Agama Islam DIPLOMA PSIKOLOGI ISLAM DAN KAUNSELING WPK 413 Psikologi Pembangunan Islam Membahas tentang manusia kerangka konsep yang benar-benar dibangun dengan semangat Islam dan bersandarkan pada sumber al-qur an

Lebih terperinci

FILSAFAT ILMU DAN PENDAHULUAN. Dr. H. SyahrialSyarbaini, MA. Modul ke: 01Fakultas PSIKOLOGI. Program Studi Psikologi

FILSAFAT ILMU DAN PENDAHULUAN. Dr. H. SyahrialSyarbaini, MA. Modul ke: 01Fakultas PSIKOLOGI. Program Studi Psikologi FILSAFAT ILMU DAN LOGIKA Modul ke: 01Fakultas PSIKOLOGI PENDAHULUAN Dr. H. SyahrialSyarbaini, MA. Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id Pengertian Filsafat Secara Etimologis : kata filsafat berasal

Lebih terperinci

makalah filsafat BAB II PEMBAHASAN Pengertian Filsafat; Berpikir Secara Rasional, Logis Kritis dan Analistis

makalah filsafat BAB II PEMBAHASAN Pengertian Filsafat; Berpikir Secara Rasional, Logis Kritis dan Analistis makalah filsafat BAB II PEMBAHASAN Pengertian Filsafat; Berpikir Secara Rasional, Logis Kritis dan Analistis Seorang yang berfilsafat dapat diumpamakan seorang yang berpijak di bumi sedang tengadah kebintang-bintang.

Lebih terperinci

Mata Kuliah ini menjadi landasan memahami dan materi ilmu pengetahuan, terutama yang terkait dengan dengan disiplin ilmu tertentu yang dipelajari

Mata Kuliah ini menjadi landasan memahami dan materi ilmu pengetahuan, terutama yang terkait dengan dengan disiplin ilmu tertentu yang dipelajari 1 Mata Kuliah ini menjadi landasan memahami dan materi ilmu pengetahuan, terutama yang terkait dengan dengan disiplin ilmu tertentu yang dipelajari (i.e. keperawatan, kedokteran, biologi, antropologi,

Lebih terperinci

Kosmologi Ibnu Sînâ MUHAMMAD SOFYAN NURUL JAMAL Dosen Pembimbing Dr. Humaidi

Kosmologi Ibnu Sînâ MUHAMMAD SOFYAN NURUL JAMAL Dosen Pembimbing Dr. Humaidi Kosmologi Ibnu Sînâ MUHAMMAD SOFYAN NURUL JAMAL 213241014 Dosen Pembimbing Dr. Humaidi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan sebagai Magister Filsafat Islam di Program Magister Ilmu Agama Islam (PMIAI) The

Lebih terperinci

TENTANG MITOS. Oleh Nurcholish Madjid. The Compact Edition of the Oxford English Dictionary (Oxford University Press, 1971), s.v. Myth dan Mythos.

TENTANG MITOS. Oleh Nurcholish Madjid. The Compact Edition of the Oxford English Dictionary (Oxford University Press, 1971), s.v. Myth dan Mythos. c Demokrasi Lewat Bacaan d TENTANG MITOS Oleh Nurcholish Madjid Dalam percakapan sehari-hari, mitos mengandung makna kepalsuan. Penyebutan tentang sesuatu sebagai mitos akan mengisyaratkan perendahan nilainya

Lebih terperinci

Peranan Filsafat Bahasa Dalam Pengembangan Ilmu Bahasa

Peranan Filsafat Bahasa Dalam Pengembangan Ilmu Bahasa Peranan Filsafat Bahasa Dalam Pengembangan Ilmu Bahasa Salliyanti Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN Tulisan ini membicarakan peranan

Lebih terperinci

ETIKA & FILSAFAT KOMUNIKASI

ETIKA & FILSAFAT KOMUNIKASI ETIKA & FILSAFAT KOMUNIKASI Modul ke: Pokok Bahasan : PENGANTAR BIDANG FILSAFAT Fakultas Fakultas Ilmu Komunikasi Yogi Prima Muda, S.Pd, M.Ikom Program Studi (Marcomm) www.mercubuana.ac.id MENGAPA HARUS

Lebih terperinci

ALIRAN FILSAFAT PENDIDIKAN PERENIALISME

ALIRAN FILSAFAT PENDIDIKAN PERENIALISME ALIRAN FILSAFAT PENDIDIKAN PERENIALISME oleh : Drs. IBNU UBAIDILAH, MA STKIP BINA MUTIARA SUKABUMI PENGERTIAN Pengertian secara Etimologi Istilah perenialisme berasal dari bahasa latin, yaitu dari akar

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. Teosofi Islam dalam tataran yang sederhana sudah muncul sejak abad 9 M.

BAB V KESIMPULAN. Teosofi Islam dalam tataran yang sederhana sudah muncul sejak abad 9 M. BAB V KESIMPULAN Teosofi Islam dalam tataran yang sederhana sudah muncul sejak abad 9 M. Dasar-dasar teosofi tumbuh bersamaan dan bercampur dalam perkembangan teoriteori tasawuf; filsafat; dan --dalam

Lebih terperinci

MEMBANGUN ILMU PENGETAHUAN DENGAN KECERDASAN EMOSI DAN SPIRITUAL

MEMBANGUN ILMU PENGETAHUAN DENGAN KECERDASAN EMOSI DAN SPIRITUAL MEMBANGUN ILMU PENGETAHUAN DENGAN KECERDASAN EMOSI DAN SPIRITUAL Oleh : Dr. Sri Trisnaningsih, SE, M.Si (Kaprogdi Akuntansi - FE) Pendahuluan Ilmu pengetahuan merupakan karya budi yang logis serta imajinatif,

Lebih terperinci

Filsafat Ilmu dan Logika

Filsafat Ilmu dan Logika Filsafat Ilmu dan Logika Modul ke: METODE-METODE FILSAFAT Fakultas Psikologi Masyhar Zainuddin, MA Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id Pengantar metode filsafat bukanlah metode ketergantungan

Lebih terperinci

ALIRAN-ALIRAN FILSAFAT PENDIDIKAN DI AS

ALIRAN-ALIRAN FILSAFAT PENDIDIKAN DI AS ALIRAN-ALIRAN FILSAFAT PENDIDIKAN DI AS 1. PROGRESSIVISME a. Pandangan Ontologi Kenyataan alam semesta adalah kenyataan dalam kehidupan manusia. Pengalaman adalah kunci pengertian manusia atas segala sesuatu,

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. 1. Filsafat Perennial menurut Smith mengandung kajian yang bersifat, pertama, metafisika yang mengupas tentang wujud (Being/On) yang

BAB V PENUTUP. 1. Filsafat Perennial menurut Smith mengandung kajian yang bersifat, pertama, metafisika yang mengupas tentang wujud (Being/On) yang 220 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan uraian dari bab-bab sebelumnya dapat disimpulkan bahwa krisis spiritual manusia modern dalam perspektif filsafat Perennial Huston Smith dapat dilihat dalam tiga

Lebih terperinci

Assyari Abdullah, S.Sos., M.I.Kom. AssyariAbdullah

Assyari Abdullah, S.Sos., M.I.Kom. AssyariAbdullah Assyari Abdullah, S.Sos., M.I.Kom. AssyariAbdullah 2 nd Meet Mengenal Filasafat Dari saya, tidak belajar, saya mengajar kalian berfilsafat, bukan pemikiran-pemikiran untuk di tiru, akan tetapi bagaimana

Lebih terperinci

Filsafat Ilmu dalam Perspektif Studi Islam Oleh: Maman Suratman

Filsafat Ilmu dalam Perspektif Studi Islam Oleh: Maman Suratman Filsafat Ilmu dalam Perspektif Studi Islam Oleh: Maman Suratman Berbicara mengenai filsafat, yang perlu diketahui terlebih dahulu bahwa filsafat adalah induk dari segala disiplin ilmu pengetahuan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Allah Swt. menciptakan makhluk-nya tidak hanya wujudnya saja, tetapi

BAB I PENDAHULUAN. Allah Swt. menciptakan makhluk-nya tidak hanya wujudnya saja, tetapi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Allah Swt. menciptakan makhluk-nya tidak hanya wujudnya saja, tetapi dilengkapi dengan perangkat lain yang menunjang segala kehidupan makhluk- Nya di muka bumi.

Lebih terperinci

Sebuah sarana atau definisi tentang alam semesta yang diterjemahkan ke dalam Bahasa yang bisa dimengerti manusia sebagai usaha untuk mengetahui dan

Sebuah sarana atau definisi tentang alam semesta yang diterjemahkan ke dalam Bahasa yang bisa dimengerti manusia sebagai usaha untuk mengetahui dan Subjudul Sebuah sarana atau definisi tentang alam semesta yang diterjemahkan ke dalam Bahasa yang bisa dimengerti manusia sebagai usaha untuk mengetahui dan mengingat tentang sesuatu. Sesuatu yang didapat

Lebih terperinci

EKSISTENSIALISME (1) Eksistensialisme:

EKSISTENSIALISME (1) Eksistensialisme: EKSISTENSIALISME (1) Eksistensialisme: Filsafat eksistensialisme merupakan pemberontakan terhadap beberapa sifat dari filsafat tradisional dan masyarakat modern. Eksistensialisme suatu protes terhadap

Lebih terperinci

FILSAFAT PENGANTAR TERMINOLOGI

FILSAFAT PENGANTAR TERMINOLOGI FILSAFAT PENGANTAR Kata-kata filsafat, filosofi, filosofis, filsuf, falsafi bertebaran di sekeliling kita. Apakah pemakaiannya dalam kalimat-kalimat sudah tepat atau sesuai dengan arti yang dimilikinya,

Lebih terperinci

. 2 TANDA-TANDA KIAMAT

. 2 TANDA-TANDA KIAMAT Pendahuluan 1 Pendahuluan . 2 TANDA-TANDA KIAMAT Pendahuluan 3 Di sepanjang sejarah, umat manusia telah memahami keagungan gunung-gunung dan luasnya langit, walaupun menggunakan metode-metode pengamatan

Lebih terperinci

FILSAFAT ILMU DAN CABANG FILSAFAT. H. SyahrialSyarbaini, MA. Modul ke: 02Fakultas PSIKOLOGI. Program Studi Psikologi

FILSAFAT ILMU DAN CABANG FILSAFAT. H. SyahrialSyarbaini, MA. Modul ke: 02Fakultas PSIKOLOGI. Program Studi Psikologi FILSAFAT ILMU DAN LOGIKA Modul ke: 02Fakultas Dr. PSIKOLOGI CABANG FILSAFAT H. SyahrialSyarbaini, MA. Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id CABANG- CABANG FILSAFAT Standar Kompetensi Setelah perkualiahan

Lebih terperinci

ALLAH, UNIVERSALITAS, DAN PLURALITAS

ALLAH, UNIVERSALITAS, DAN PLURALITAS ALLAH, UNIVERSALITAS, DAN PLURALITAS Achmad Jainuri, PhD IAIN Sunan Ampel, Surabaya Abstraksi Harold Coward menulis sebuah buku menarik, Pluralism Challenge to World Religions. Gagasan pluralisme dewasa

Lebih terperinci

Khatamul Anbiya (Penutup Para Nabi)

Khatamul Anbiya (Penutup Para Nabi) Muhammad SAW adalah seorang nabi terakhir yang diutus ke bumi oleh Allah SWT. Sebagai seorang nabi dan rasul, nabi Muhamad SAW membawakan sebuah risalah kebenaran yaitu sebuah agama tauhid yang mengesakan

Lebih terperinci

Kata Kunci: Ajjaj al-khatib, kitab Ushul al-hadis.

Kata Kunci: Ajjaj al-khatib, kitab Ushul al-hadis. MANHAJ AJJAJ AL-KHATIB (Analisis Kritis terhadap Kitab Ushul al-hadis, Ulumuh wa Mushtalahuh) Sulaemang L. (Dosen Jurusan Dakwah dan Komunikasi STAIN Kendari) Abstrak: Penelitian ini mebmahas Manhaj Ajjaj

Lebih terperinci

Pendahuluan. Ainol Yaqin. Pertemuan ke-1 M E T O D O L O G I S T U D I I S L A M

Pendahuluan. Ainol Yaqin. Pertemuan ke-1 M E T O D O L O G I S T U D I I S L A M M E T O D O L O G I Pertemuan ke-1 S T U D I I S L A M Pendahuluan Ainol Yaqin Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam IAIN Sultan Maulana Hasanuddin Banten Kontrak Perkuliahan Pendahuluan Outline Kontrak Perkuliahan

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Estetika sebagai..., Wahyu Akomadin, FIB UI,2009

BAB I. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Estetika sebagai..., Wahyu Akomadin, FIB UI,2009 BAB I. PENDAHULUAN 1. 1. Latar belakang Berangkat dari sebuah pernyataan yang menyatakan bahwa Estetika sebagai logika, mengantarkan saya untuk mencoba mendalami dan menelusuri tentang keduanya, serta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Pengertian Filsafat dan Filsafat Ketuhanan

BAB I PENDAHULUAN A. Pengertian Filsafat dan Filsafat Ketuhanan BAB I PENDAHULUAN A. Pengertian Filsafat dan Filsafat Ketuhanan Filsafat merupakan disiplin ilmu yang terkait dengan masalah kebijaksanaan. Hal yang ideal bagi hidup manusia adalah ketika manusia berpikir

Lebih terperinci

Kolom Edisi 040, Desember P r o j e c t ISLAM BAGHDAD. i t a i g k a a n. Luthfi Assyaukanie

Kolom Edisi 040, Desember P r o j e c t ISLAM BAGHDAD. i t a i g k a a n. Luthfi Assyaukanie l Edisi 040, Desember 2011 P r o j e c t ISLAM BAGHDAD i t a i g k a a n D Luthfi Assyaukanie Edisi 040, Desember 2011 1 Edisi 040, Desember 2011 Islam Baghdad Kekhalifahan Abbasiyah adalah model era keemasan

Lebih terperinci

QADLA DAN QADAR. Oleh : Hz. Mirza Ghulam Ahmad a.s. Penterjemah: A.Q. Khalid

QADLA DAN QADAR. Oleh : Hz. Mirza Ghulam Ahmad a.s. Penterjemah: A.Q. Khalid QADLA DAN QADAR Oleh : Hz. Mirza Ghulam Ahmad a.s. Penterjemah: A.Q. Khalid Berikut ini adalah kompilasi dari nukilan yang diambil dari Malfuzat yang berkaitan tentang takdir dan nasib manusia. Kumpulan

Lebih terperinci

HARAPAN IBN KHALDUN Oleh Nurcholish Madjid

HARAPAN IBN KHALDUN Oleh Nurcholish Madjid c Demokrasi Lewat Bacaan d HARAPAN IBN KHALDUN Oleh Nurcholish Madjid Ibn Khaldun seorang filsuf dan sejarawan Muslim besar abad ke- 14 pernah mempunyai harapan besar perlunya dikembangkan apa yang disebutnya

Lebih terperinci

Etika dan Filsafat. Komunikasi

Etika dan Filsafat. Komunikasi Modul ke: Etika dan Filsafat Komunikasi Pokok Bahasan Fakultas Ilmu Komunikasi Pengantar Kepada Bidang Filsafat Dewi Sad Tanti, M.I.Kom. Program Studi Public Relations www.mercubuana.ac.id Pengantar Rasa

Lebih terperinci

Berpegang Teguh dengan Alquran dan Sunnah

Berpegang Teguh dengan Alquran dan Sunnah Berpegang Teguh dengan Alquran dan Sunnah Khutbah Pertama:??????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????.??????????????????????????

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. secara lisan maupun tulis. Kemampuan bahasa Arab serta sikap positif terhadap

BAB I PENDAHULUAN. secara lisan maupun tulis. Kemampuan bahasa Arab serta sikap positif terhadap BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mata pelajaran Bahasa Arab merupakan salah satu mata pelajaran yang diarahkan untuk mendorong, membimbing, mengembangkan, dan membina kemampuan serta menumbuhkan sikap

Lebih terperinci

Berapa banyak orang yang berpuasa, namun tidak didapatkan dari Puasanya itu kecuali lapar dan dahaga.

Berapa banyak orang yang berpuasa, namun tidak didapatkan dari Puasanya itu kecuali lapar dan dahaga. Berapa banyak orang yang berpuasa, namun tidak didapatkan dari Puasanya itu kecuali lapar dan dahaga. (Hadits Riwayat Turmudzi) Hampir setengah bulan sudah kita menjalankan ibadah puasa Ramadhan. Sejauh

Lebih terperinci

PENGETAHUAN DAN FILSAFAT ILMU

PENGETAHUAN DAN FILSAFAT ILMU FILSAFAT ILMU DAN LOGIKA Modul ke: 09Fakultas Dr. PSIKOLOGI PENGETAHUAN DAN FILSAFAT ILMU H. SyahrialSyarbaini, MA. Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id KONSEP PENGETAHUAN Dalam Encyclopedia of

Lebih terperinci

BAGIAN I ARTI PENTING LOGIKA

BAGIAN I ARTI PENTING LOGIKA Pertemuan ke-1 BAGIAN I ARTI PENTING LOGIKA Apakah arti penting Logika? Mengapa kita perlu belajar Logika? Logika (logike; logos; manifestasi pikiran manusia) adalah Ilmu yang mempelajari sistematika berpikir

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. mempunyai objek kajian sebagaimana dijelaskan Wolff dibagi menjadi 3

BAB VI PENUTUP. mempunyai objek kajian sebagaimana dijelaskan Wolff dibagi menjadi 3 342 BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan pembahasan bab demi bab di atas, maka dapat penulis simpulkan: 1. Metafisika merupakan proto philosophy atau filsafat utama yang membahas segala sesuatu yang

Lebih terperinci

BAB IV PENUTUP. yang diperoleh akal, maka peneliti dapat menyimpulkan:

BAB IV PENUTUP. yang diperoleh akal, maka peneliti dapat menyimpulkan: BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan Setelah melakukan pembahasan mengenai kebenaran pengetahuan yang diperoleh akal, maka peneliti dapat menyimpulkan: Pertama : Hayy dipelihara oleh seekor Rusa, hingga dia dapat

Lebih terperinci

Para Filsuf [sebahagian kecil contoh] Oleh Benny Ridwan

Para Filsuf [sebahagian kecil contoh] Oleh Benny Ridwan Para Filsuf [sebahagian kecil contoh] Oleh Benny Ridwan 1 Socrates adalah filsuf Yunani. Ia sangat berpengaruh dan mengubah jalan pikiran filosofis barat melalui muridnya yang paling terkenal, Plato. Socrates

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sehingga kelangsungan hidup manusia akan berjalan dengan lancar dan optimal.

BAB I PENDAHULUAN. sehingga kelangsungan hidup manusia akan berjalan dengan lancar dan optimal. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan kebutuhan dasar bagi manusia dan mempunyai peran yang sangat penting dalam menjamin perkembangan dan kelangsungan kehidupan manusia. Pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kegelapan muncul temuan lampu sebagai penerang. Di saat manusia kepanasan

BAB I PENDAHULUAN. kegelapan muncul temuan lampu sebagai penerang. Di saat manusia kepanasan BAB I BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Teknologi merupakan bagian dari kehidupan manusia yang memiliki tempat dan peranan yang sangat penting. Teknologi bahkan membantu memecahkan persoalan manusia.

Lebih terperinci

PERANAN FILSAFAT BAHASA DALAM PENGEMBANGAN ILMU BAHASA

PERANAN FILSAFAT BAHASA DALAM PENGEMBANGAN ILMU BAHASA PERANAN FILSAFAT BAHASA DALAM PENGEMBANGAN ILMU BAHASA 0 L E H Dra. SALLIYANTI, M.Hum UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2004 DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR....i DAFTAR ISI...ii BAB I. PENDAHULUAN...1

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap makhluk hidup maupun benda (objek) yang ada di dunia ini

BAB I PENDAHULUAN. Setiap makhluk hidup maupun benda (objek) yang ada di dunia ini BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Setiap makhluk hidup maupun benda (objek) yang ada di dunia ini mempunyai nilai keindahan. Nilai keindahan tersebut dapat dipengaruhi oleh berbagai kondisi yang menjadi

Lebih terperinci

Filsafat Umum. Kontrak Perkuliahan Pengantar ke Alam Filsafat 1. Arie Suciyana S., S.Si., M.Si. Modul ke: Fakultas Psikologi. Program Studi Psikologi

Filsafat Umum. Kontrak Perkuliahan Pengantar ke Alam Filsafat 1. Arie Suciyana S., S.Si., M.Si. Modul ke: Fakultas Psikologi. Program Studi Psikologi Filsafat Umum Modul ke: 01 Fakultas Psikologi Kontrak Perkuliahan Pengantar ke Alam Filsafat 1 Program Studi Psikologi Arie Suciyana S., S.Si., M.Si. RAPEM FILSAFAT UMUM Judul Mata Kuliah : Filsafat Umum

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman KATA PENGANTAR 2 BAB I PENDAHULUAN 3 BAB II VISI, MISI, DAN TUJUAN 4 BAB III DESKRIPSI KURIKULUM WAHYU MEMANDU ILMU

DAFTAR ISI. Halaman KATA PENGANTAR 2 BAB I PENDAHULUAN 3 BAB II VISI, MISI, DAN TUJUAN 4 BAB III DESKRIPSI KURIKULUM WAHYU MEMANDU ILMU DAFTAR ISI JURUSAN TAFSIR HADITS Halaman KATA PENGANTAR 2 BAB I PENDAHULUAN 3 BAB II VISI, MISI, DAN TUJUAN 4 BAB III DESKRIPSI KURIKULUM WAHYU MEMANDU ILMU 6 BAB IV PENUTUP 10 LAMPIRAN I Tabel Mata Kuliah

Lebih terperinci

BAB VII PENUTUP. dan di kritisi dalam menganalisis isu-isu pendidikan kontemporer. Berdasarkan

BAB VII PENUTUP. dan di kritisi dalam menganalisis isu-isu pendidikan kontemporer. Berdasarkan BAB VII PENUTUP A. Kesimpulan Pemikiran Filsafat Pendidikan Rekonstruksionisme menarik untuk dicermati dan di kritisi dalam menganalisis isu-isu pendidikan kontemporer. Berdasarkan hasil penelitian ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pemerolehan proses belajar di kelas tidak utuh dan tidak berorientasi tercapainya standar kompetensi dan kompetensi dasar adalah salah satu masalah yang terjadi dalam

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan. terhadap api dan segala bentuk benda tajam. Seni dan budaya debus kini menjadi

BAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan. terhadap api dan segala bentuk benda tajam. Seni dan budaya debus kini menjadi BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan Debus, berdasarkan uraian pada bab-bab sebelumnya, merupakan suatu bentuk seni dan budaya yang menampilkan peragaan kekebalan tubuh seseorang terhadap api dan segala bentuk

Lebih terperinci

PERADABAN DALAM ISLAM

PERADABAN DALAM ISLAM PERADABAN DALAM ISLAM MUHAMMAD BAGIR MTI 5/24/2016 1 KELAHIRAN ISLAM Islam lahir pada awal abad ke-7m, menyebar ke seluruh Timur Tengah, Afrika Utara dan Spanyol pada akhir abad itu juga. Agama Islam dikenal

Lebih terperinci

PENDAHULUAN BAB I. A. Latar belakang

PENDAHULUAN BAB I. A. Latar belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Sejarah menunjukan bahwa, Islam sebagai salah satu bagian dalam sejarah dunia, telah menorehkan sebuah sejarah yang sulit bahkan tidak mungkin terlupakan dalam sejarah

Lebih terperinci

UNIVERSITAS PADJADJARAN

UNIVERSITAS PADJADJARAN BIOLOGI DASAR Bab 1 PENDAHULUAN TIM DOSEN BIOLOGI DASAR JURUSAN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS PADJADJARAN 1 Definisi biologi Biologi (bios hidup + logos ilmu): ilmu

Lebih terperinci

BAB 6 PENUTUP. juga, ia akan menjawab beberapa persoalan yang timbul daripada objektif kajian. Oleh

BAB 6 PENUTUP. juga, ia akan menjawab beberapa persoalan yang timbul daripada objektif kajian. Oleh BAB 6 PENUTUP 6.1 KESIMPULAN Bab ini merupakan rumusan secara menyeluruh ke atas kajian ini. Di samping itu juga, ia akan menjawab beberapa persoalan yang timbul daripada objektif kajian. Oleh yang demikian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sehingga bahasa merupakan sarana komunikasi yang utama. Bahasa adalah

BAB I PENDAHULUAN. sehingga bahasa merupakan sarana komunikasi yang utama. Bahasa adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan sehari-hari manusia selalu melakukan komunikasi antar sesamanya. Setiap anggota masyarakat selalu terlibat dalam komunikasi, baik dia berperan sebagai

Lebih terperinci

Akal dan Pengalaman. Filsafat Ilmu (EL7090)

Akal dan Pengalaman. Filsafat Ilmu (EL7090) Akal dan Pengalaman Filsafat Ilmu (EL7090) EROPA History TEOLOGI ±10 Abad COSMOS RENAISSANCE Renaissance Age ITALY Renaissance = Kelahiran Kembali - TEOLOGIS - Rasionalitas dan Kebebasan Berfikir Martabat

Lebih terperinci

Penemuan-Penemuan Ilmuwan Muslim Yang Mengubah Peradaban Dunia

Penemuan-Penemuan Ilmuwan Muslim Yang Mengubah Peradaban Dunia Penemuan-Penemuan Ilmuwan Muslim Yang Mengubah Peradaban Dunia Mungkin tidak banyak yang tahu bahwa beberapa penemuan yang mengubah peradaban dunia berasal dari para ilmuwan muslim.para ilmuwan ini mempunyai

Lebih terperinci

KE ARAH PEMIKIRAN FILSAFAT

KE ARAH PEMIKIRAN FILSAFAT KE ARAH PEMIKIRAN FILSAFAT Prof. Dr. Almasdi Syahza,, SE., MP Peneliti Senior Universitas Riau Email : asyahza@yahoo.co.id syahza.almasdi@gmail.com Website : http://almasdi.staff.unri.ac.id Pengertian

Lebih terperinci

EMPAT BELAS ABAD PELAKSANAAN CETAK-BIRU TUHAN

EMPAT BELAS ABAD PELAKSANAAN CETAK-BIRU TUHAN EMPAT BELAS ABAD PELAKSANAAN CETAK-BIRU TUHAN EMPAT BELAS ABAD PELAKSANAAN CETAK-BIRU TUHAN Oleh Nurcholish Madjid Seorang Muslim di mana saja mengatakan bahwa agama sering mendapatkan dukungan yang paling

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI. menurut Muhammad Abduh dan Muhammad Quthb serta implikasinya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI. menurut Muhammad Abduh dan Muhammad Quthb serta implikasinya 14 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI A. Tinjauan Pustaka Penelitian mengenai perbandingan konsep pendidikan Islam menurut Muhammad Abduh dan Muhammad Quthb serta implikasinya terhadap pendidikan

Lebih terperinci

Karakteristik Pendidikan Islam; Sebuah Pengantar Terhadap Pendidikan Islam

Karakteristik Pendidikan Islam; Sebuah Pengantar Terhadap Pendidikan Islam Karakteristik Pendidikan Islam; Sebuah Pengantar Terhadap Pendidikan Islam Oleh: Hidayat Abdullah Disampaikan dalam perkuliahan Landasan Pendidikan Islam Magister Teknologi Pendidikan Universitas Islam

Lebih terperinci

Keimanan pada Wujud Ilahi

Keimanan pada Wujud Ilahi Keimanan pada Wujud Ilahi Hazrat Mirza Tahir Ahmad, Khalifah ke empat dari Jemaat Islam Ahmadiyah selalu memberikan kesempatan dari waktu ke waktu kepada semua orang dari segala bangsa, agama dan keyakinan

Lebih terperinci

FILSAFAT ILMU DAN LOGIKA

FILSAFAT ILMU DAN LOGIKA FILSAFAT ILMU DAN LOGIKA Matematika dan Statistika Sebagai Sarana Berfikir Ilmiah Dilaksanakan oleh : Imam Amirrulah ( 2011-31-014 ) JURUSAN KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ESA

Lebih terperinci

BAB 1 MANUSIA DAN ILMU

BAB 1 MANUSIA DAN ILMU BAB 1 MANUSIA DAN ILMU OBJEKTIF 1. Membincangkan definisi ilmu dan falsafah menurut sarjana Islam dan Barat. 2. Menjelaskan klasifikasi dan falsafah ilmu yang merangkumi epistemologi, ontologi, dan aksiologi.

Lebih terperinci

MENJADI MUSLIM DI NEGARA SEKULER

MENJADI MUSLIM DI NEGARA SEKULER l Edisi 001, Oktober 2011 Edisi 001, Oktober 2011 P r o j e c t i t a i g D k a a n MENJADI MUSLIM DI NEGARA SEKULER Ihsan Ali Fauzi 1 Edisi 001, Oktober 2011 Informasi Buku: Abdullahi Ahmed An- Na`im,

Lebih terperinci

MAZHAB FILSAFAT PENDIDIKAN. Imam Gunawan

MAZHAB FILSAFAT PENDIDIKAN. Imam Gunawan MAZHAB FILSAFAT PENDIDIKAN Imam Gunawan PERENIALISME Merupakan suatu aliran dalam pendidikan yang lahir pada abad 20. Perenialisme lahir sebagai suatu reaksi terhadap pendidikan progresif. Mereka menentang

Lebih terperinci

MEMAHAMI AJARAN FANA, BAQA DAN ITTIHAD DALAM TASAWUF. Rahmawati

MEMAHAMI AJARAN FANA, BAQA DAN ITTIHAD DALAM TASAWUF. Rahmawati MEMAHAMI AJARAN FANA, BAQA DAN ITTIHAD DALAM TASAWUF Rahmawati Abstrak: Tulisan ini akan membahas sekelumit tentang konsep fana dan baqa, dari segi pengertian, tujuan dan kedudukannya. Juga dibahas sejarah

Lebih terperinci

DIPLOMA PENGAJIAN ISLAM. WD7023 Sejarah Tamadun Islam II (Minggu 1)

DIPLOMA PENGAJIAN ISLAM. WD7023 Sejarah Tamadun Islam II (Minggu 1) DIPLOMA PENGAJIAN ISLAM WD7023 Sejarah Tamadun Islam II (Minggu 1) PENSYARAH: Ustazah Dr Nek Mah Batri PhD Pendidikan Agama Islam (UMM) PhD Fiqh Sains & Teknologi (UTM) Silibus - Intelektual - Definisi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. yaitu perlawanan kata. Perlawan kata dalam pelajaran bahasa Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. yaitu perlawanan kata. Perlawan kata dalam pelajaran bahasa Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu bentuk hubungan makna yang terdapat dalam satuan bahasa yaitu perlawanan kata. Perlawan kata dalam pelajaran bahasa Indonesia biasanya disebut dengan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP V. 1. KESIMPULAN

BAB V PENUTUP V. 1. KESIMPULAN 84 BAB V PENUTUP V. 1. KESIMPULAN Keyakinan agama dewasa ini telah dipinggirkan dari kehidupan manusia, bahkan harus menghadapi kenyataan digantikan oleh ilmu pengetahuan. Manusia modern merasa tidak perlu

Lebih terperinci

BOOK REVIEW SAINS: BAGIAN DARI AGAMA

BOOK REVIEW SAINS: BAGIAN DARI AGAMA BOOK REVIEW SAINS: BAGIAN DARI AGAMA Judul Penerjemah Judul AsU Pengarang Penerbit Tahun Tebal Melacak Jejak Tuhan dalam Sains: Tafsir Islami atas Sains Ahsin Muhammad Issues in Islam and Science Mehdi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Buku cerita bilingual Kumpulan Cerita Anak Kreatif - Tales for Creative

BAB I PENDAHULUAN. Buku cerita bilingual Kumpulan Cerita Anak Kreatif - Tales for Creative BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Buku cerita bilingual Kumpulan Cerita Anak Kreatif - Tales for Creative Children merupakan buku cerita bilingual yang menggunakan dua bahasa yaitu bahasa Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

BAB I PENDAHULUAN. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Matematika merupakan aspek yang unik dari hasil pemikiran manusia 1. Matematika memainkan peran penting terhadap sejarah peradaban manusia pada masa lalu, sehingga dapat

Lebih terperinci

Jika Beragama Mengikuti Kebanyakan Orang

Jika Beragama Mengikuti Kebanyakan Orang Jika Beragama Mengikuti Kebanyakan Orang Khutbah Pertama:?????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????.????????????:?????????????????????????????????????????

Lebih terperinci

BAB III NILAI-NILAI ENTREPRENEURSHIP DALAM PENDIDIKAN ISLAM. maju agar menjadi golongan yang unggul. Sementara itu pemenuhan di bidang

BAB III NILAI-NILAI ENTREPRENEURSHIP DALAM PENDIDIKAN ISLAM. maju agar menjadi golongan yang unggul. Sementara itu pemenuhan di bidang 27 BAB III NILAI-NILAI ENTREPRENEURSHIP DALAM PENDIDIKAN ISLAM Islam adalah agama yang mendorong umatnya untuk berfikir dan bersikap maju agar menjadi golongan yang unggul. Sementara itu pemenuhan di bidang

Lebih terperinci

BAB 2 PENDAHULUAN PENDAHULUAN PENDAHULUAN DEFINISI AGAMA DEFINISI AGAMA. Manusia dan Agama (IDA 102) 1/10/2013. Maruwiah Ahmat 1

BAB 2 PENDAHULUAN PENDAHULUAN PENDAHULUAN DEFINISI AGAMA DEFINISI AGAMA. Manusia dan Agama (IDA 102) 1/10/2013. Maruwiah Ahmat 1 1 2 BAB 2 MANUSIA DAN AGAMA Pendahuluan Definisi agama Keperluan manusia kepada agama Agama samawi dan agama budaya Agama samawi dan kitab-kitab suci Kesimpulan Maruwiah Ahmat IDA 102 MANUSIA DAN AGAMA

Lebih terperinci

ILMU SOSIAL DAN BUDAYA DASAR

ILMU SOSIAL DAN BUDAYA DASAR ILMU SOSIAL DAN BUDAYA DASAR Manusia, Sains, Teknologi, dan Seni Drs. Ermansyah, M.Hum. 2014 Manusia makhluk Tuhan yang mempunyai akal. Akal adalah kemampuan pikir manusia sebagai kodrat alami yang dimiliki

Lebih terperinci

TUGAS FILSAFAT ILMU ILMU PENGETAHUAN, FILSAFAT, AGAMA MENEMUKAN LANDASAN UNTUK KE DEPAN DI SUSUN OLEH: 1. FRIDZ EZZA ABIGAIL KETUA

TUGAS FILSAFAT ILMU ILMU PENGETAHUAN, FILSAFAT, AGAMA MENEMUKAN LANDASAN UNTUK KE DEPAN DI SUSUN OLEH: 1. FRIDZ EZZA ABIGAIL KETUA TUGAS FILSAFAT ILMU ILMU PENGETAHUAN, FILSAFAT, AGAMA MENEMUKAN LANDASAN UNTUK KE DEPAN DI SUSUN OLEH: 1. FRIDZ EZZA ABIGAIL 071211133053 KETUA 2. MAS ULA 071211132008 SEKRETARIS 3. VINANDA KARINA D. P

Lebih terperinci

Tinjauan Buku. Alvin Plantinga, Where The Conflict Really Lies: Science, Religion and Naturalism (New York: Oxford University, 2011), 376 halaman.

Tinjauan Buku. Alvin Plantinga, Where The Conflict Really Lies: Science, Religion and Naturalism (New York: Oxford University, 2011), 376 halaman. Tinjauan Buku Alvin Plantinga, Where The Conflict Really Lies: Science, Religion and Naturalism (New York: Oxford University, 2011), 376 halaman. Tesis utama Plantinga dalam buku ini ialah bahwa konflik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan-perusahaan, terutama perbankan, banyak mengeluarkan produk

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan-perusahaan, terutama perbankan, banyak mengeluarkan produk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ekonomi syariah, banyak dibicarakan beberapa tahun belakangan ini. Perusahaan-perusahaan, terutama perbankan, banyak mengeluarkan produk yang berlabel syariah.

Lebih terperinci