PANJANG PENYALURAN TULANGAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PANJANG PENYALURAN TULANGAN"

Transkripsi

1 131 6 PANJANG PENYALURAN TULANGAN Penyauran gaya seara sempurna ari baja tuangan ke beton yang aa i sekeiingnya merupakan syarat yang muthak harus ipenuhi agar beton bertuang apat berfungsi engan baik sebagai bahan komposit. Penyauran gaya ini itentukan aanya gaya ekat antara permukaan baja engan beton. Tegangan ekat antara baja engan beton yang timbu paa baok beton bertuang, berniai setara engan variasi perubahan momen entur i sepanjang baok. Apabia baok menahan momen yang besarnya tiak merata i sepanjang baok, seangkan ukuran tuangan yang igunakan sama i sepanjang baok, maka akan terjai tegangan baja yang tiak merata pua i sepanjang baok tersebut. Iustrasi kasus i atas apat iihat paa baok kantiever Gambar 6-1. A B C A B C M C M B M A Gambar 6-1 Baok Kantiever Paa baok kantiever tersebut tampak bahwa momen i potongan A-A ebih besar ari momen i potongan B-B, an momen i titik B ebih besar ari momen

2 132 i titik C. Apabia tegangan paa baja tuangan tarik ihitung maka akan iperoeh tegangan tuangan tarik i titik A ebih besar aripaa titik B, an tegangan tuangan tarik i titik B ebih besar aripaa titik C. Berasar uraian i atas, maka engan uas tuangan yang sama baik i titik A, B, an C akan iperoeh besaran gaya tarik (T A s x f s ) yang berbea-bea. Perbeaan gaya tarik ini menyebabkan timbunya gaya ekat (µ) antara permukaan baja an beton, sebagaimana itunjukkan paa gambar 6-2. T A A S x f A T B A S x f B µ Gambar 6-2 Tegangan Lekat i Permukaan Tuangan Paa ujung kiri baok kantiever tersebut tuangan tarik tertanam ke aam beton paa koom, agar tuangan tersebut tiak terabut (oos) ari aam beton maka gaya ekat antara baja tuangan engan beton harus mampu menahan gaya tarik paa baja tuangan sebesar T A A S x f A. Tegangan baja tuangan tarik iambi sebesar f y agar baja tuangan benar-benar tiak terabut meskipun tuangan teah mengaami eeh bahkan putus. Panjang penanaman ini seanjutnya isebut sebagai panjang pengangkuran (karena bergungsi seperti angkur) atau panjang penyauran (karena berfungsi menyaurkan gaya tarik T ari tuangan ke beton). Seara teoritis, agar baja tuangan tiak terabut ari aam beton bia tertarik maka kuat ekat antara baja tuangan engan beton minima harus sama engan kuat eeh baja, atau memenuhi Persamaan berikut: µ.π.. f. A T (6-1) b y s i mana: µ Tegangan ekat maksimum antara baja an beton (MPa) b Panjang penyauran asar (mm) Diameter tuangan

3 133 Gaya tarik an tekan tuangan paa setiap penampang komponen struktur beton bertuang harus isaurkan paa masing-masing sisi penampang tersebut meaui panjang pengangkuran, kait atau aat mekanis, atau kombinasi ari araara tersebut. Kait sebaiknya tiak ipergunakan untuk menyaurkan tuangan tertekan. A. Penyauran batang uir an kawat uir tertarik Perhitungan panjang penyauran paa baja tuangan yang menahan gaya tarik harus memenuhi ketentuan berikut: 1. Panjang penyauran, inyatakan aam iameter b, untuk batang uir an kawat uir tertarik harus itentukan berasarkan Butir (2) atau (3) i bawah ini, tetapi tiak boeh kurang ari 300 mm. 2. Untuk batang uir atau kawat uir, / b harus iambi sebagai berikut: TABEL 6.1 FORMULASI PANJANG PENYALURAN TULANGAN YANG MENERIMA BEBAN TARIK Spasi bersih batang-batang yang isaurkan atau isambung tiak kurang ari b, seimut beton bersih tiak kurang ari b, an sengkang atau sengkang ikat yang ipasang meingkupi tiak kurang ari ketentuan minimum aam peraturan atau Spasi bersih batang-batang yang isaurkan atau isambung tiak kurang ari 2 b an seimut beton bersih tiak kurang ari b Kasus-kasus ain Batang D-19 an ebih kei atau kawat uir 12f y b 25 y b 25 f f 18f Batang D-22 atau ebih besar y b 5 y b 10 3f f 9f f

4 Untuk batang uir atau kawat uir, / b harus iambi: b 9fy 10 f α βγ λ + K b tr...(6-2) Daam persamaan i atas, niai ( + K tr )/ b tiak boeh iambi ebih besar ari 2,5. 4. Faktor-faktor yang igunakan untuk menghitung panjang penyauran batang uir an kawat uir tertarik paa formuasi i atas (Tabe 6.1 an Persamaan 6-2) aaah sebagai berikut: α faktor okasi penuangan Tuangan horizonta yang itempatkan seemikian 1,3 hingga ebih ari 300 mm beton segar i or paa komponen ibawah panjang penyauran atau sambungan (teretak i sisi atas) Tuangan ain 1,0 β faktor peapis Batang atau kawat tuangan berapis epoksi engan 1,5 seimut beton kurang ari 3 b, atau spasi bersih kurang ari 6 b Batang atau kawat tuangan berapis epoksi ainnya 1,2 Tuangan tanpa peapis 1,0 Catatan: Hasi perkaian αβ tiak peru iambi ebih besar ari 1,7 γ faktor ukuran batang tuangan Batang D-19 atau ebih kei an kawat uir 0,8 Batang D-22 atau ebih besar 1,0 λ faktor beton engan agregat ringan Beton engan agregat ringan 1,3 Beton engan agregat ringan tetapi ipersyaratkan 1,0 f t, maka λ boeh iambi sebesar f / 1, 8f ) ( t tetapi tiak kurang ari Beton engan agregat norma 1,0 Catatan: Niai f yang ipakai tiak boeh meebihi 25/3 MPa. spasi atau imensi seimut beton, mm

5 135 Pergunakan niai terkei antara jarak ari pusat batang atau kawat ke permukaan beton terekat an setengah spasi sumbu-ke-sumbu batang atau kawat yang isaurkan. K tr inex tuangan transversa, K tr A tr f yt 10sn imana: A tr aaah uas penampang tota ari semua tuangan transversa yang beraa aam aerah berspasi s an yang memotong biang beah potensia yang meaui tuangan yang isaurkan, mm 2. f yt s aaah kuat eeh yang itentukan untuk tuangan transversa, Mpa aaah spasi maksimum ari sumbu-ke-sumbu tuangan transversa yang meingkupi, mm n aaah jumah batang atau kawat yang isaurkan sepanjang biang beah Sebagai penyeerhanaan perenanaan, iperboehkan memakai K tr 0 bahkan untuk konisi i mana tuangan transversa ipasang. 5. Tuangan ebih Reuksi panjang penyauran iperboehkan apabia tuangan paa komponen entur meebihi yang ibutuhkan ari anaisis, keuai apabia angkur atau penyauran untuk f y memang seara khusus ibutuhkan atau tuangan irenanakan berasarkan aturan paa SNI Butir 21.2(1(4)) (A s peru) / (A s terpasang). B. Penyauran batang uir tertekan Perhitungan panjang penyauran paa baja tuangan yang menahan gaya tekan harus memenuhi ketentuan berikut: 1. Panjang penyauran, aam mm, untuk batang uir tertekan harus ihitung engan mengaikan panjang penyauran asar b paa Butir (2) engan faktor moifikasi yang beraku sesuai engan Butir (3) i bawah ini, tetapi tiak boeh kurang ari 200 mm.

6 Panjang penyauran asar b harus iambi sebesar f /(4 f ), tetapi tiak kurang ari 0,04 b f y. 3. Panjang penyauran asar b apat ikaikan engan faktor yang beraku untuk: b y Tuangan ebih Tuangan yang jumahnya meebihi uasan yang iperukan Spira an sengkang Tuangan yang beraa i aam iitan spira beriameter minima 6 mm an jarak iitannya tiak ebih ari 100 mm atau i aam sengkang D-13 yang memenuhi Butir 7.10(5) an sumbuke-sumbu berspasi tiak ebih ari 100 mm As As peru terpasang 0,75 C. Penyauran tuangan tarik berkait Penyauran baja tuangan juga apat iakukan engan memberikan kait, ara ini biasa iakukan jika ruang yang terseia tiak menukupi untuk iterapkan penyauran urus. Penyauran jenis ini hanya boeh iberikan untuk tuangan tarik engan ketentuan: b batas penampang kritis 12 b b minimum 4 b atau 60 mm h 4 b 5 b 6 b ia. 10 hingga 25 ia. 29 hingga 36 ia. 43 hingga 57 Gambar 6-3 Detai Kaitan untuk Penyauran Kait Stanar

7 Panjang penyauran h, aam mm, untuk batang uir tertarik yang berakhir paa suatu kait stanar (Butir 7.1 aam SNI ) harus ihitung engan mengaikan panjang penyauran asar hb paa Butir (2) engan faktor atau faktor-faktor moifikasi yang beraku yang sesuai engan Butir (3) berikut ini, tetapi h tiak boeh kurang ari 8 b ataupun 150 mm (Gambar 6-3). 2. Panjang penyauran asar hb untuk suatu batang kait engan f y sama engan 400 MPa harus iambi sebesar b / f 3. Panjang penyauran asar hb harus ikaikan engan faktor atau faktorfaktor yang beraku untuk: Kuat eeh batang f y /400 Batang engan f y 400 MPa Seimut beton 0,7 Untuk batang D-36 an yang ebih kei, engan teba seimut samping (norma terhaap biang kait) tiak kurang ari 60 mm, an untuk kait 90 erajat engan seimut paa kaitan tiak kurang ari 50 mm Sengkang atau sengkang ikat 0,8 Untuk batang D-36 an yang ebih kei engan kait yang seara vertika atau horizonta terakup i aam sengkang atau sengkang ikat yang ipasang sepanjang panjang penyauran h engan spasi tiak meebihi 3 b i mana b aaah iameter batang kait Tuangan ebih Bia pengangkuran atau penyauran untuk f y Asperu tiak seara khusus iperukan, maka tuangan Asterpasang aam komponen struktur entur yang ipasang ebih ari keperuan berasarkan anaisis Beton agregat ringan 1,3 Tuangan berapis epoksi 1,2 4. untuk batang yang isaurkan engan kait stanar paa ujung yang tiak menerus ari komponen struktur engan keua seimut samping an seimut atas (atau bawah) terhaap kait kurang ari 60 mm, batang kait harus iingkupi engan sengkang atau sengkang pengikat sepanjang

8 138 panjang-penyauran h engan spasi tiak ebih ari 3 b, i mana b aaah iameter batang kait. Untuk konisi ini faktor paa Butir (3) bagian ketiga (sengkang atau sengkang ikat) tiak boeh igunakan. 5. Kait tiak boeh ianggap efektif aam menyaurkan batang tekan. D. Sambungan ewatan Baja tuangan seau iprouksi engan panjang tertentu yang isebabkan pertimbangan untuk kemuahan pengangkutan maupun berat senirinya. Paa umumnya baja tuangan iprouksi engan panjang stanar 12 meter, ukuran ini tiak seau apat iterapkan seara angsung terutama untuk eemen peat an baok engan bentang yang ukup besar meaui beberapa tumpuan menerus. Untuk kemuahan aam proses konstruksi maka baja tuangan harus ipotong untuk kemuian isambung paa bagian yang menerima momen terkei. Penyambungan batang-batang baja tuangan apat iakukan engan beberapa ara, i antaranya: Sambungan ewatan: menganakan seara penuh paa kekuatan ekat antara ua tuangan yang saing iewatkan, penyambungan engan ara ini biasanya ibatasi untuk iameter tuangan maksimum 33 mm. Sambungan engan as: seara ekonomis apat igunakan jika ukuran baja tuangan ebih besar ari 33 mm. sambungan mekanis: engan memasang engan penguni yang isambungkan paa ujung tuangan engan syarat harus mampu mengembangkan kuat tarik atau tekan sesuai engan kebutuhan, paing tiak 125 persen ari kuat eeh batang yang isambung Atas asar pertimbangan ekonomis an kemuahan pengerjaan, sambungan ewatan merupakan jenis yang paing banyak igunakan. Sambungan ewatan harus irenanakan menurut ketentuan berikut:

9 Sambungan batang an kawat uir tertarik a. Panjang minimum sambungan ewatan tarik harus iambi berasarkan persyaratan keas yang sesuai tetapi tiak kurang ari 300 mm. Ketentuan masing-masing keas sambungan tersebut aaah: Sambungan keas A... 1,0 Sambungan keas B... 1,3 i mana aaah panjang penyauran tarik untuk kuat eeh sesuai, tanpa memasukkan faktor moifikasi. f y yang tuangan koom bawah tuangan koom atas spasi bersih (a) x x (b) Gambar 6-4 Spasi bersih antara batang-batang yang isambung b. Sambungan ewatan tuangan uir an kawat uir tertarik harus menggunakan sambungan Keas B engan perkeuaian sambungan Keas

10 140 A iperboehkan apabia: (a) uas tuangan terpasang paing seikit ua kai ari yang ibutuhkan berasarkan anaisis paa keseuruhan panjang sambungan, an (b) paing banyak setengah ari keseuruhan tuangan isambung i aam panjang ewatan peru (Tabe 6.2). TABEL 6.2 PANJANG LEWATAN TARIK A s A terpasang s peru Persentase maksimum As yang isambung i aam panjang ewatan peru 50 % 100 % 2 Keas A Keas B < 2 Keas B Keas B 2. Sambungan batang uir tertekan a. Panjang ewatan minimum untuk sambungan ewatan yang menerima beban tekan aaah 0,07f y b, untuk f y 400 MPa atau kurang, atau (0,13f y - 24) b untuk f y yang ebih besar ari 400 MPa, tetapi tiak kurang ari 300 mm, Untuk sepertiganya. f kurang ari 20 MPa, panjang ewatan harus itambah b. Bia batang-batang tertekan engan iameter yang berbea isambung seara ewatan, maka panjang ewatan harus iambi sebagai niai terbesar ari panjang penyauran batang yang ebih besar, atau panjang sambungan ewatan batang yang ebih kei. Batang engan ukuran-ukuran D-45 an D-55 boeh isambung ewatkan engan batang D-35 an batang ain yang ebih kei. Daam perenanaan panjang penyauran harus iaui beberapa tahapan utama, yaitu: (1) menghitung panjang penyauran yang iperukan berasarkan jenis gaya yang bekerja paa tuangan tersebut, (2) memperhitungkan faktorfaktor moifikasi yang sesuai, (3) menghitung panjang penyauran sesungguhnya yang iperukan an ianjutkan engan memeriksa ketentuan panjang penyauran minimum yang harus ipenuhi. Tahapan-tahapan tersebut apat itunjukkan paa gambar 6-5.

11 141 Muai Data: b, f, fy Hitung: f 25 3 A. Tuangan Tarik Spasi tuangan b (engan pengekang)atau Spasi tuangan 2. b 3fy ( b 22 mm) b 5 f b 12fy ( b 19 mm) 25 f Kasus ain ikaikan 1,5 B. Tuangan Tekan bfy /(4 f ), tetapi tiak kurang ari 0,04 b f y Jika terapat spira atau sengkang D ikaikan 0,75 Tentukan faktor moifikasi berasarkan: Letak tuangan (α) Lapisan permukaan tuangan (β) Ukuran tuangan (γ) Beton engan agregat ringan (λ) Faktor uas tuangan terpasang (λ s ) Kekangan (spira/sengkang) paa tuangan tekan (λ s1 ) Kuaitas baja tuangan (λ s2 ) Hitung panjang penyauran yang iperukan ( ), Cek panjang penyauran minimum Seesai E. Contoh-Contoh Gambar 6-5 Diagram Apikasi Air Perenanaan Panjang Penyauran

12 142 E. Contoh-Contoh Apikasi Contoh 6-1 Renanakan panjang penyauran yang iperukan untuk baja tuangan uir paa empat kasus berikut: a. Tuangan beriameter 22 mm i pasang paa sisi atas, engan kuat eeh (fy) 400 MPa, kuat tekan karakteristik beton 25 MPa, jarak bersih antar tuangan sebesar 2 b, seimut beton 4 m. b. Beberapa ata seperti paa kasus (a), tetapi jarak antar tuangan sebesar b atau memenuhi ketentuan minimum 25 mm, an iapisi epoksi.. Beberapa ata seperti paa kasus (a), tetapi jarak antar tuangan sebesar 3 b an tiak teretak paa sisi atas.. Baja tuangan berukuran 22 mm tersebut ipasang untuk menahan beban tekan paa struktur beton ringan, imana tuangan terpasang 20% ebih banyak ari uasan yang iperukan, an igunakan sengkang D-13 jarak 150 mm. Penyeesaian: (mengau Gambar 6-5) Kasus (a) Diameter tuangan 22 mm (tertarik), maka: b 3fy 5 f fy 400 MPa f 25 MPa b 22 mm α 1,3 (sisi atas) β λ 1, ,3.1,0.1,0.22mm ,8mm 1400 mm > 300 mm (Memenuhi syarat) Kasus (b) Diameter tuangan 22 mm (tertarik), maka:

13 143 b 3fy 5 f fy 400 MPa f 25 MPa b 22 mm α 1,3 (sisi atas) β 1,5 (iapis epoksi, seimut<3., jarak tuangan<6. ) λ 1, ,3.1,5.1,0.22mm ,2 mm 2100 mm > 300 mm (Memenuhi syarat) Kasus () Diameter tuangan 22 mm (tertarik), maka: b 3fy 5 f fy 400 MPa b 22 mm β λ 1, ,0.1,0.1,0.22mm f 25 MPa α 1,0 (bukan sisi atas) 1056mm 1100 mm > 300 mm (Memenuhi syarat) Kasus () Diameter tuangan 22 mm (tertekan), maka: f /(4 f ), b b y /(4 25) 440 mm Kontro b tiak kurang ari 0,04 b f y 0, mm 0,04 b f y b 440 mm > 0,04. b. fy 352mm Memenuhi syarat Faktor moifikasi uasan tuangan (λ s )

14 144 λ s As As peru terpasang 1 1,2 Faktor moifikasi jenis beton ringan (λ) λ 1,3 Maka panjang penyauran: 1 1, , 667mm 500 mm>200 mm (Memenuhi syarat) 1,2 Contoh 6-2 Renanakan panjang penyauran yang iperukan untuk baja tuangan uir D-25 berbentuk kait paa sisi atas sebuah koom beton norma, engan ata berikut: kuat eeh (fy) 490 MPa, kuat tekan karakteristik beton (f ) 30 MPa, Seimut beton 4 m. Penyeesaian: Panjang penyauran asar ( hb ) hb 100 b / f / ,435mm Faktor moifikasi yang harus iperhitungkan Letak tuangan (sisi atas atau bawah) tiak berpengaruh 490 Tinjauan kuaitas baja 1, Tinjauan jenis agregat beton norma 1,0 Panjang Penyauran yang iperukan 456,435x1,225 x1, 0 h 559,1334mm 600 mm > 8. b 200 mm > 150 mm Memenuhi syarat

15 mm b 12 b Muka koom

PERENCANAAN PENULANGAN LENTUR DAN GESER BALOK PERSEGI MENURUT SNI 03-847-00 Slamet Wioo Staf Pengajar Peniikan Teknik Sipil an Perenanaan FT UNY Balok merupakan elemen struktur yang menanggung beban layan

Lebih terperinci

Kombinasi Gaya Tekan dan Lentur

Kombinasi Gaya Tekan dan Lentur Mata Kuliah Koe SKS : Perancangan Struktur Beton : CIV-204 : 3 SKS Kombinasi Gaya Tekan an Lentur Pertemuan 9,10,11 Sub Pokok Bahasan : Analisis an Desain Kolom Penek Kolom aalah salah satu komponen struktur

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. Beton bertulang merupakan kombinasi antara beton dan baja. Kombinasi

BAB III LANDASAN TEORI. Beton bertulang merupakan kombinasi antara beton dan baja. Kombinasi 16 BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Umum Beton bertulang merupakan kombinasi antara beton an baja. Kombinasi keuanya membentuk suatu elemen struktur imana ua macam komponen saling bekerjasama alam menahan beban

Lebih terperinci

(b) Tekuk Gambar 7.1. Pembebanan Normal Negatif

(b) Tekuk Gambar 7.1. Pembebanan Normal Negatif BB VII T E K U K N 7.1. Terjadinya Tekukan Tekukan terjadi apabia batang tekan memiiki panjang tertentu yang yang jauh ebih besar dibandingkan dengan penampang intangnya. Perhatikan Gambar 7.1 di bawah,

Lebih terperinci

T E K U K A N. Gambar 7.1. Pembebanan Normal Negatif

T E K U K A N. Gambar 7.1. Pembebanan Normal Negatif 1/5/016 T E K U K N 7.1. Terjadinya Tekukan Tekukan terjadi apabia batang tekan memiiki panjang tertentu yang yang jauh ebih besar dibandingkan dengan penampang intangnya. Perhatikan Gambar 7.1 di bawah,

Lebih terperinci

BAB IV ESTIMASI DIMENSI ELEMEN STRUKTUR. 1 basement. Denah bangunan hotel seperti terlihat pada gambar 4.1 : Gambar 4.1.

BAB IV ESTIMASI DIMENSI ELEMEN STRUKTUR. 1 basement. Denah bangunan hotel seperti terlihat pada gambar 4.1 : Gambar 4.1. BAB IV ESTIMASI DIMENSI ELEMEN STRUKTUR 4.1. Denah Bangunan Dalam tugas akhir ini penulis akan merancang geung hotel 7 lantai an 1 basement. Denah bangunan hotel seperti terlihat paa gambar 4.1 : Gambar

Lebih terperinci

VIII. ALIRAN MELALUI LUBANG DAN PELUAP

VIII. ALIRAN MELALUI LUBANG DAN PELUAP VIII. ALIRAN MELALUI LUBANG DAN PELUAP 8.. Penahuluan Lubang aalah bukaan paa ining atau asar tangki imana zat cair mengalir melaluinya. Lubang tersebut bisa berbentuk segi empat, segi tiga, ataupun lingkaran.

Lebih terperinci

BAB III PROSES PERANCANGAN DAN PERHITUNGAN

BAB III PROSES PERANCANGAN DAN PERHITUNGAN BB III PROSES PERNCNGN DN PERHITUNGN 3.1 Diagram alir penelitian MULI material ie an material aluminium yang iekstrusi Perancangan ie Proses pembuatan ie : 1. Pemotongan bahan 2. Pembuatan lubang port

Lebih terperinci

Panjang Penyaluran, Sambungan Lewatan dan Penjangkaran Tulangan

Panjang Penyaluran, Sambungan Lewatan dan Penjangkaran Tulangan Mata Kuliah Kode SKS : Perancangan Struktur Beton : CIV-204 : 3 SKS Panjang Penyaluran, Sambungan Lewatan dan Penjangkaran Tulangan Pertemuan - 15 TIU : Mahasiswa dapat merencanakan penulangan pada elemen-elemen

Lebih terperinci

IV. ANALISA RANCANGAN

IV. ANALISA RANCANGAN IV. ANALISA RANCANGAN A. Rancangan Fungsional Dalam penelitian ini, telah irancang suatu perontok pai yang mempunyai bentuk an konstruksi seerhana an igerakkan engan menggunakan tenaga manusia. Secara

Lebih terperinci

MACAM-MACAM SAMBUNGAN BAJA

MACAM-MACAM SAMBUNGAN BAJA MACAM-MACAM SAMBUNGAN BAJA 1. PENGETAHUAN DASAR a. Fungsi / Tujuan Sambungan Baja Suatu konstruksi bangunan baja aalah tersusun atas batang-batang baja yang igabung membentuk satu kesatuan bentuk konstruksi

Lebih terperinci

ANALISAPERHITUNGANWAKTU PENGALIRAN AIR DAN SOLAR PADA TANGKI

ANALISAPERHITUNGANWAKTU PENGALIRAN AIR DAN SOLAR PADA TANGKI ANALISAPERITUNGANWAKTU PENGALIRAN AIR DAN SOLAR PADA TANGKI Nurnilam Oemiati Staf Pengajar Jurusan Sipil Fakultas Teknik Universitas Muhammaiyah Palembang Email: nurnilamoemiatie@yahoo.com Abstrak paa

Lebih terperinci

Oleh. εc=teg batas. εc=0,003. K 3 fc K 1. c h. As fs. T=Asfy. T=Asfy. C=k 1 k 3 fc bc. C=0.85fc ab. Penampang Balok Bertulang Tunggal

Oleh. εc=teg batas. εc=0,003. K 3 fc K 1. c h. As fs. T=Asfy. T=Asfy. C=k 1 k 3 fc bc. C=0.85fc ab. Penampang Balok Bertulang Tunggal ε=0,003 ε=teg atas K 3 f h K 1 C=k 1 k 3 f K 1 C=0.85f a As fs T=Asfy As T=Asfy Penampang Balok Bertulang Tunggal Distriusi Regangan Atual Distriusi Tegangan Atual Distriusi Tegangan Persegi Ekivalen Oleh

Lebih terperinci

BAB 7 P A S A K. Gambar 1. Jenis-Jenis Pasak

BAB 7 P A S A K. Gambar 1. Jenis-Jenis Pasak BAB 7 P A S A K Pasak atau keys merupakan elemen mesin yang igunakan untuk menetapkan atau mengunci bagian-bagian mesin seperti : roa gigi, puli, kopling an sprocket paa poros, sehingga bagian-bagian tersebut

Lebih terperinci

BAB 6 P E G A S M E K A N I S

BAB 6 P E G A S M E K A N I S BAB 6 P E G A S M E K A N I S Pegas, aalah suatu elemen mesin yang memperoleh gaya bila iberi perubahan bentuk. Pegas mekanis ipakai paa Mesin untuk menesakan gaya, untuk menyeiakan lenturan an untuk menyimpan

Lebih terperinci

BAB 3 MODEL DASAR DINAMIKA VIRUS HIV DALAM TUBUH

BAB 3 MODEL DASAR DINAMIKA VIRUS HIV DALAM TUBUH BAB 3 MODEL DASA DINAMIKA VIUS HIV DALAM TUBUH 3.1 Moel Dasar Moel asar inamika virus HIV alam tubuh menggunakan beberapa asumsi sebagai berikut: Mula-mula tubuh alam keaaan tiak terinfeksi virus atau

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. yang berlaku. Pada struktur bangunan terdapat beberapa jenis beban

BAB II LANDASAN TEORI. yang berlaku. Pada struktur bangunan terdapat beberapa jenis beban BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Beban Stuktur Paa suatu perencanaan struktur bangunan harus memenuhi peraturanperaturan yang berlaku. Paa struktur bangunan terapat beberapa jenis beban yang terjai, iantaranya

Lebih terperinci

Struktur Baja 2 Kolom tersusun

Struktur Baja 2 Kolom tersusun Struktur Baja Koom tersusun Bagus Eratodi Struktur tersusun prismatis dengan eemen ang dihubungkan oeh peat meintang dan memiku gaa sentris Komponen struktur tersusun dari beberapa eemen ang disatukan

Lebih terperinci

BAB III PERENCANAAN PEMILIHAN TALI BAJA PADA ELEVATOR BARANG. Q = Beban kapasitas muatan dalam perencanaan ( 1 Ton )

BAB III PERENCANAAN PEMILIHAN TALI BAJA PADA ELEVATOR BARANG. Q = Beban kapasitas muatan dalam perencanaan ( 1 Ton ) BAB III PERENCANAAN PEMILIHAN TALI BAJA PADA ELEVATOR BARANG 3.1 Perencanaan Beban Total Paa Elevator Barang Q total = Q + WM + WO ( Persamaan 2.1.10 ) Q = Beban kapasitas muatan alam perencanaan ( 1 Ton

Lebih terperinci

F = M a Oleh karena diameter pipa adalah konstan, maka kecepatan aliran di sepanjang pipa adalah konstan, sehingga percepatan adalah nol, d dr.

F = M a Oleh karena diameter pipa adalah konstan, maka kecepatan aliran di sepanjang pipa adalah konstan, sehingga percepatan adalah nol, d dr. Hukum Newton II : F = M a Oleh karena iameter pipa aalah konstan, maka kecepatan aliran i sepanjang pipa aalah konstan, sehingga percepatan aalah nol, rr rr( s) rs rs( r r) rrs sin o Bentuk tersebut apat

Lebih terperinci

BAB VI PERENCANAAN TEKNIS

BAB VI PERENCANAAN TEKNIS BAB I PERENCANAAN TEKNIS I.1. Umum Paa Bab telah ipilih satu alternatif jalur penyaluran an sistem pengolahan air buangan omestik Ujung Berung Regency. Paa bab ini akan itentukan imensi jaringan pipa,

Lebih terperinci

Formulasi Lentur BAB ANALSS KASUS LENTUR DAN GESER PADA BALOK ELASTS Suatu elemen balok ikatakan alam konisi lentur murni, jika balok tersebut menerima beban ang berupa momen lentur secara konstan tanpa

Lebih terperinci

BAB III INTERFERENSI SEL

BAB III INTERFERENSI SEL BAB NTEFEENS SEL Kinerja sistem raio seluler sangat ipengaruhi oleh faktor interferensi. Sumber-sumber interferensi apat berasal ari ponsel lainya ialam sel yang sama an percakapan yang seang berlangsung

Lebih terperinci

dan E 3 = 3 Tetapi integral garis dari keping A ke keping D harus nol, karena keduanya memiliki potensial yang sama akibat dihubungkan oleh kawat.

dan E 3 = 3 Tetapi integral garis dari keping A ke keping D harus nol, karena keduanya memiliki potensial yang sama akibat dihubungkan oleh kawat. E 3 E 1 -σ 3 σ 3 σ 1 1 a Namakan keping paling atas aalah keping A, keping keua ari atas aalah keping B, keping ketiga ari atas aalah keping C an keping paling bawah aalah keping D E 2 muatan bawah keping

Lebih terperinci

DIFERENSIAL FUNGSI SEDERHANA

DIFERENSIAL FUNGSI SEDERHANA DIFERENSIAL FUNGSI SEDERHANA Salah satu metoe yang cukup penting alam matematika aalah turunan (iferensial). Sejalan engan perkembangannya aplikasi turunan telah banyak igunakan untuk biang-biang rekayasa

Lebih terperinci

Baja : Tipe 6 x Fibre Core

Baja : Tipe 6 x Fibre Core Lampiran 1 Nilai Sebagai Fungsi Lengkungan an Tegangan Tarik Maksimum Tali Baja Tipe : x 19 + 1 Fibre Core Tabel L.1.1. Nilai Sebagai Fungsi Lengkungan lengkungan 1 2 3 1 20 23 25 Sumber : Zainuri (200)

Lebih terperinci

DAFTAR NOTASI. : Tinggi blok tegangan persegi ekuivalen. : Koefisien momen lapangan arah x. : Koefisien momen tumpuan arah y

DAFTAR NOTASI. : Tinggi blok tegangan persegi ekuivalen. : Koefisien momen lapangan arah x. : Koefisien momen tumpuan arah y DAFTAR NOTASI 1. Perencanaan Pelat (Lantai) As a b clx cty fc fy h ly lx Mlx Mtx : Luas tulangan : Tinggi blok tegangan persegi ekuivalen : Panjang memanjang pelat : Koefisien momen lapangan arah x : Koefisien

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Data Langkah-Langkah Penelitian

METODE PENELITIAN Data Langkah-Langkah Penelitian METODE PENELITIAN Data Inonesia merupakan salah satu negara yang tiak mempunyai ata vital statistik yang lengkap. Dengan memperhatikan hal tersebut, sangat tepat menggunakan Moel CPA untuk mengukur tingkat

Lebih terperinci

Hukum Coulomb. a. Uraian Materi

Hukum Coulomb. a. Uraian Materi Hukum oulomb a. Tujuan Kegiatan Pembelajaran Setelah mempelajari kegiatan belajar, iharapkan ana apat: - menjelaskan hubungan antara gaya interaksi ua muatan listrik, besar muatan-muatan, an jarak pisah

Lebih terperinci

TEKNIK PEMBESIAN PELAT FONDASI

TEKNIK PEMBESIAN PELAT FONDASI TEKNIK PEMBESIAN Hotma Prawoto Sulistyai Program Diploma Teknik Sipil Sekolah Vokasi Universitas Gajah Maa 1 UPPER STRUCTURE Bagian bangunan yang beraa i atas permukaan tanah SUB STRUCTURE Bagian bangunan

Lebih terperinci

MAKALAH TUGAS AKHIR DIMENSI METRIK PADA PENGEMBANGAN GRAPH KINCIR DENGAN POLA K 1 + mk n

MAKALAH TUGAS AKHIR DIMENSI METRIK PADA PENGEMBANGAN GRAPH KINCIR DENGAN POLA K 1 + mk n MAKALAH TUGAS AKHIR DIMENSI METRIK PADA PENGEMBANGAN GRAPH KINCIR DENGAN POLA K 1 + mk n Oleh : JOHANES ARIF PURWONO 105 100 00 Pembimbing : Drs. Suhu Wahyui, MSi 131 651 47 ABSTRAK Graph aalah suatu sistem

Lebih terperinci

Analisis Desain Sambungan Balok Kolom Sistem Pracetak Untuk Ruko Tiga Lantai

Analisis Desain Sambungan Balok Kolom Sistem Pracetak Untuk Ruko Tiga Lantai JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2013) 1-6 1 Analisis Desain Sambungan Balok Kolom Sistem Pracetak Untuk Ruko Tiga Lantai Aimas Bagus I., Ir. Muji Irmawan, MS., Ir. Faimun MSc., PhD Jurusan Teknik

Lebih terperinci

1.1. Sub Ruang Vektor

1.1. Sub Ruang Vektor 1.1. Sub Ruang Vektor Dalam membiarakan ruang vektor, tiak hanya vektoer-vektornya saja yang menarik, tetapi juga himpunan bagian ari ruang vektor tersebut yang membentuk ruang vektor lagi terhaap operasi

Lebih terperinci

Frekuensi Alami Rangka Batang Semi-Kaku dengan Efek Gaya Aksial Ruly Irawan 1,a*

Frekuensi Alami Rangka Batang Semi-Kaku dengan Efek Gaya Aksial Ruly Irawan 1,a* Frekuensi Aami Rangka Batang Semi-Kaku dengan Efek Gaya Aksia Ruy Irawan 1,a* 1 Program Studi Teknik Sipi,Fakutas Teknik, Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa a nawari007@yahoo.com Abstrak Artike ini menyajikan

Lebih terperinci

METODE MATRIK APLIKASI METODE MATRIK UNTUK ANALISA STRUKTUR BALOK

METODE MATRIK APLIKASI METODE MATRIK UNTUK ANALISA STRUKTUR BALOK METOE MATRIK APIKASI METOE MATRIK UNTUK ANAISA STRUKTUR BAOK PENGERTIAN UMUM Metoe matrik aalah suatu pemikiran baru paa analisa struktur, yang berkembang bersamaan engan populernya penggunaan computer

Lebih terperinci

KUAT GESER BAJA KOMPOSIT DENGAN VARIASI TINGGI PENGHUBUNG GESER TIPE-T DITINJAU DARI UJI GESER MURNI

KUAT GESER BAJA KOMPOSIT DENGAN VARIASI TINGGI PENGHUBUNG GESER TIPE-T DITINJAU DARI UJI GESER MURNI Jurna Imiah Teknik Sipi Vo. 11, No. 1, Januari 7 KUAT GESER BAJA KOMPOSIT DENGAN VARIASI TINGGI PENGHUBUNG GESER TIPE-T DITINJAU DARI UJI GESER MURNI Ida Bagus Rai Widiarsa1 dan Putu Deskarta1 Abstrak:

Lebih terperinci

Sudaryatno Sudirham. Diferensiasi

Sudaryatno Sudirham. Diferensiasi Suaratno Suirham Diferensiasi Bahan Kuliah Terbuka alam format pf terseia i.buku-e.lipi.go.i alam format pps beranimasi terseia i.ee-cafe.org Pengertian-Pengertian 0-0 Kita telah melihat baha kemiringan

Lebih terperinci

BAB III UJICOBA KALIBRASI KAMERA

BAB III UJICOBA KALIBRASI KAMERA BAB III UJICOBA KALIBRASI KAMERA 3.1 Spesifikasi kamera Kamera yang igunakan alam percobaan paa tugas akhir ini aalah kamera NIKON Coolpix 7900, engan spesifikasi sebagai berikut : Resolusi maksimum :

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. II.1 Saham

BAB II DASAR TEORI. II.1 Saham BAB II DASAR TEORI Paa bab ini akan ijelaskan asar teori yang igunakan selama pelaksanaan Tugas Akhir ini: saham, analisis funamental, analisis teknis, moving average, oscillator, an metoe Relative Strength

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI TEKNIK FEATURE MORPHING PADA CITRA DUA DIMENSI

IMPLEMENTASI TEKNIK FEATURE MORPHING PADA CITRA DUA DIMENSI IMPLEMENTSI TEKNIK FETURE MORPHING PD CITR DU DIMENSI Luciana benego an Nico Saputro Jurusan Intisari Pemanfaatan teknologi animasi semakin meluas seiring engan semakin muah an murahnya penggunaan teknologi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum Tune mass amper (TMD) aalah sebuah alat atau instrument yang teriri ari suatu massa, kekakuan an sebuah amper (peream) yang empet atau menempel paa suatu struktur yang

Lebih terperinci

Studi Perencanaan Portal dan Pondasi Gedung B 23 Rusun Siwalankerto Surabaya Dengan Metode Daktilitas Terbatas

Studi Perencanaan Portal dan Pondasi Gedung B 23 Rusun Siwalankerto Surabaya Dengan Metode Daktilitas Terbatas tui Perencanaan Portal an Ponasi Geung B 3 Rusun iwalankerto urabaya Dengan Metoe Daktilitas Terbatas TUDI PERENCANAAN PORTAL DAN PONDAI GEDUNG B RUUN IWALANKERTO URABAYA DENGAN METODE DAKTILITA TERBATA

Lebih terperinci

Kata Kunci : beton, baja tulangan, panjang lewatan, Sikadur -31 CF Normal

Kata Kunci : beton, baja tulangan, panjang lewatan, Sikadur -31 CF Normal ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui beban yang mampu diterima serta pola kegagalan pengangkuran pada balok dengan beton menggunakan dan tanpa menggunakan bahan perekat Sikadur -31 CF Normal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Beton bertulang telah dikenal luas dalam penggunaan material struktur bangunan, dengan pertimbangan pemanfaatan kelebihan perilaku yang dimiliki masing-masing komponen

Lebih terperinci

ANALISIS STABILITAS LERENG DENGAN SIMPLIFIED BISHOP METHOD dan JANBU MENGGUNAKAN PROGRAM MATHCAD

ANALISIS STABILITAS LERENG DENGAN SIMPLIFIED BISHOP METHOD dan JANBU MENGGUNAKAN PROGRAM MATHCAD ANALISIS STABILITAS LERENG DENGAN SIMPLIFIED BISHOP METHOD an JANBU MENGGUNAKAN PROGRAM MATHCAD YOSEPHINA NOVALIA NRP : 0521034 Pembimbing : Ir. Ibrahim Surya, M.Eng. FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL

Lebih terperinci

Gelagar perantara. Gambar Gelagar perantara pada pelengkung 3 sendi

Gelagar perantara. Gambar Gelagar perantara pada pelengkung 3 sendi MODUL 4 (MEKNIK TEKNIK) 27 43 Muatan tak angsung untuk peengkung 3 sendi 431 Pendahuuan eperti pada baok menerus, pada peengkung 3 sendi ini pun terdapat muatan yang tak angsung Pada kenyataannya tidak

Lebih terperinci

3 TEORI KONGRUENSI. Contoh 3.1. Misalkan hari ini adalah Sabtu, hari apa setelah 100 hari dari sekarang?

3 TEORI KONGRUENSI. Contoh 3.1. Misalkan hari ini adalah Sabtu, hari apa setelah 100 hari dari sekarang? Paa bab ini ipelajari aritmatika moular yaitu aritmatika tentang kelas-kelas ekuivalensi, imana permasalahan alam teori bilangan iseerhanakan engan cara mengganti setiap bilangan bulat engan sisanya bila

Lebih terperinci

3. Kegiatan Belajar Medan listrik

3. Kegiatan Belajar Medan listrik 3. Kegiatan Belajar Mean listrik a. Tujuan Kegiatan Pembelajaran Setelah mempelajari kegiatan belajar 3, iharapkan Ana apat: Menjelaskan hubungan antara kuat mean listrik i suatu titik, gaya interaksi,

Lebih terperinci

3 TEORI KONGRUENSI. Contoh 3.1. Misalkan hari ini adalah Sabtu, hari apa setelah 100 hari dari sekarang?

3 TEORI KONGRUENSI. Contoh 3.1. Misalkan hari ini adalah Sabtu, hari apa setelah 100 hari dari sekarang? Paa bab ini ipelajari aritmatika moular yaitu aritmatika tentang kelas-kelas ekuivalensi, imana permasalahan alam teori bilangan iseerhanakan engan cara mengganti setiap bilangan bulat engan sisanya bila

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Beton sangat banyak dipakai secara luas sebagai bahan bangunan. Bahan tersebut diperoleh dengan cara mencampurkan semen portland, air, dan agregat, dan kadang-kadang

Lebih terperinci

2.3 Perbandingan Putaran dan Perbandingan Rodagigi. Jika putaran rodagigi yang berpasangan dinyatakan dengan n 1. dan z 2

2.3 Perbandingan Putaran dan Perbandingan Rodagigi. Jika putaran rodagigi yang berpasangan dinyatakan dengan n 1. dan z 2 .3 Perbaningan Putaran an Perbaningan Roagigi Jika putaran roagigi yang berpasangan inyatakan engan n (rpm) paa poros penggerak an n (rpm) paa poros yang igerakkan, iameter lingkaran jarak bagi (mm) an

Lebih terperinci

SURVEYING (CIV-104) PERTEMUAN 11 : METODE PENGUKURAN LUAS

SURVEYING (CIV-104) PERTEMUAN 11 : METODE PENGUKURAN LUAS SURVEYING (CIV-04) PERTEMUAN : METODE PENGUKURAN LUAS UNIVERSITAS PEMBANGUNAN JAYA Jl. Boulevar Bintaro Sektor 7, Bintaro Jaa Tangerang Selatan 54 MANFAAT PERHITUNGAN LUAS Pengukuran luas ini ipergunakan

Lebih terperinci

PENENTUAN CADANGAN PREMI MENGGUNAKAN METODE FACKLER PADA ASURANSI JIWA DWI GUNA

PENENTUAN CADANGAN PREMI MENGGUNAKAN METODE FACKLER PADA ASURANSI JIWA DWI GUNA Buetin Imiah Mat. Stat. dan Terapannya (Bimaster) Voume 02, No. 2 (203), ha 5 20. PENENTUAN CAANGAN PREMI MENGGUNAKAN METOE FACKLER PAA ASURANSI JIWA WI GUNA Indri Mashitah, Neva Satyahadewi, Muhasah Novitasari

Lebih terperinci

KEKUATAN SAMBUNGAN BALOK BETON BERTULANG DENGAN SIKADUR -31 CF NORMAL

KEKUATAN SAMBUNGAN BALOK BETON BERTULANG DENGAN SIKADUR -31 CF NORMAL KEKUATAN SAMBUNGAN BALOK BETON BERTULANG DENGAN SIKADUR -31 CF NORMAL TUGAS AKHIR Oleh : Christian Gede Sapta Saputra NIM : 1119151037 JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS UDAYANA 2016 ABSTRAK

Lebih terperinci

Faktor Keutanaan dan Kategori Resiko Struktur Bangunan. terhadapnya harus dikalikan dengan suatu faktor keutamaan Ie menurut tabel 2.2.

Faktor Keutanaan dan Kategori Resiko Struktur Bangunan. terhadapnya harus dikalikan dengan suatu faktor keutamaan Ie menurut tabel 2.2. 6 2.2. Analisis Beban Gempa (SNI 1726-2012) 2.2.1. Gempa Rencana Gempa rencana alam perancangan struktur geung ini itetapkan sebagai gempa yang kemungkinan terlewati besarannya selama umur struktur bangungan

Lebih terperinci

BAB V KAPASITOR. (b) Beda potensial V= 6 volt. Muatan kapasitor, q, dihitung dengan persamaan q V = ( )(6) = 35, C = 35,4 nc

BAB V KAPASITOR. (b) Beda potensial V= 6 volt. Muatan kapasitor, q, dihitung dengan persamaan q V = ( )(6) = 35, C = 35,4 nc BAB KAPASITOR ontoh 5. Definisi kapasitas Sebuah kapasitor 0,4 imuati oleh baterai volt. Berapa muatan yang tersimpan alam kapasitor itu? Jawab : Kapasitas 0,4 4 0-7 ; bea potensial volt. Muatan alam kapasitor,,

Lebih terperinci

PERANCANGAN ANTENA MIKROSTRIP PATCH SEGI EMPAT SLOTS DUAL-BAND PADA FREKUENSI 2,4 GHz DAN 3,3 GHz

PERANCANGAN ANTENA MIKROSTRIP PATCH SEGI EMPAT SLOTS DUAL-BAND PADA FREKUENSI 2,4 GHz DAN 3,3 GHz PERANCANGAN ANTENA MIKROSTRIP PATCH SEGI EMPAT SLOTS DUAL-BAND PADA FREKUENSI 2,4 DAN 3,3 Zul Hariansyah Hutasuhut, Ali Hanafiah Rambe Departemen Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara

Lebih terperinci

Momentum Sudut (Bagian 2)

Momentum Sudut (Bagian 2) Momentum Suut Bagian Pengenaan Konsep otasi aam Mekanika Kuantum:. Sistem Kooinat Boa. Hamonia Sfeis Spheica Hamonics 3. Momentum Suut Obita 4. Momentum Suut Intinsik Spin Pesamaan Schöinge aam tiga -

Lebih terperinci

PROGRAM KOMPUTER UNTUK PEMODELAN SEBARAN PERGERAKAN. Abstrak

PROGRAM KOMPUTER UNTUK PEMODELAN SEBARAN PERGERAKAN. Abstrak PROGRAM KOMPUTER UNTUK PEMODELAN SEBARAN PERGERAKAN Ruy Setiawan, ST., MT. Sukanto Tejokusuma, Ir., M.Sc. Jenny Purwonegoro, ST. Staf Pengajar Fakultas Staf Pengajar Fakultas Alumni Fakultas Teknik Sipil

Lebih terperinci

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN BAB IV METODOLOGI PENELITIAN A. Materi Penelitian Alat yang digunakan pada penelitian ini untuk analisis dan pembuatan benda uji, dengan uraian sebagai berikut ini. a. Laptop, untuk menjalankan program

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN 34 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Hirarki Pusat-Pusat Pelayanan i Kecamatan Leuwiliang Analisis hirarki pusat-pusat pelayanan i Kecamatan Leuwiliang ilakukan engan menggunakan metoe skalogram berbobot berasarkan

Lebih terperinci

GATI ANNISA HAYU, ST, MT, MSc STRUKTUR BETON 2 SYARAT PENDETAILAN

GATI ANNISA HAYU, ST, MT, MSc STRUKTUR BETON 2 SYARAT PENDETAILAN GATI ANNISA HAYU, ST, MT, MSc STRUKTUR BETON 2 SYARAT PENDETAILAN SISTEM STRUKTUR SRPMB (Sistem Rangka Pemikul Momen Biasa) Sistem untuk WG 1 dan 2 (Risiko gempa rendah) SRPMM (Sistem Rangka Pemikul Momen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Maksud 1.2 Tujuan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Maksud 1.2 Tujuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Maksu 1.1.1 Memisahkan fraksi butiran seimen paa ukuran (iameter) butir tertentu. 1.1.2 Menentukan nilai koefisien sortasi, skewness an kurtosi baik secara grafis maupun matematis.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perkembangan pada setiap bidang kehidupan pada era globalisasi saat ini

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perkembangan pada setiap bidang kehidupan pada era globalisasi saat ini BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan pada setiap bidang kehidupan pada era globalisasi saat ini terjadi dengan sangat cepat tanpa terkecuali di bidang konstruksi. Bangunan gedung mulai dibuat

Lebih terperinci

Respon Getaran Lateral dan Torsional Pada Poros Vertical-Axis Turbine (VAT) dengan Pemodelan Massa Tergumpal

Respon Getaran Lateral dan Torsional Pada Poros Vertical-Axis Turbine (VAT) dengan Pemodelan Massa Tergumpal JURNAL TEKNIK POMITS Vol., No. 1, (13 ISSN: 337-3539 (31-971 Print B-11 Respon Getaran Lateral an Torsional Paa Poros Vertical-Axis Turbine (VAT engan Pemoelan Massa Tergumpal Ahma Aminuin, Yerri Susatio,

Lebih terperinci

BAB V K A B E L Hubungan Umum. Gambar 5.1. Kabel Sebagai Batang Lentur. q. dx. Dalam analisisnya, baik. Beban total pada kabel adalah R

BAB V K A B E L Hubungan Umum. Gambar 5.1. Kabel Sebagai Batang Lentur. q. dx. Dalam analisisnya, baik. Beban total pada kabel adalah R V K E L Kabe merupakan saa satu bentuk batang entur yang banyak dipakai pada knstruksi, antara ain: jembatan, jaringan kabe istrik dan kereta gantung. Daam anaisis kekuatannya, ketaanan batang teradap

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN. maupun bangunan baja, jembatan, menara, dan struktur lainnya.

BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN. maupun bangunan baja, jembatan, menara, dan struktur lainnya. BAB TINJAUAN KEPUSTAKAAN.1 Pondasi Pondasi adalah struktur yang digunakan untuk menumpu kolom dan dinding dan memindahkan beban ke lapisan tanah. Beton bertulang adalah material yang paling ook sebagai

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pembahasan hasil penelitian ini secara umum dibagi menjadi lima bagian yaitu

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pembahasan hasil penelitian ini secara umum dibagi menjadi lima bagian yaitu IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Pembahasan hasil penelitian ini secara umum dibagi menjadi lima bagian yaitu pengujian mekanik beton, pengujian benda uji balok beton bertulang, analisis hasil pengujian, perhitungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah membawa suatu perubahan bagi dunia konstruksi, khususnya di Indonesia. Kita telah mengenal adanya konstruksi kayu,

Lebih terperinci

Analisis Stabilitas Lereng

Analisis Stabilitas Lereng Analisis Stabilitas Lereng Lereng Slope Stability Dr.Eng.. Agus Setyo Muntohar, S.T.,M.Eng.Sc. Faktor Keamanan (Factor of Safety) Faktor aman (FS): nilai baning antara gaya yang menahan an gaya yang menggerakkan.

Lebih terperinci

d b = Diameter nominal batang tulangan, kawat atau strand prategang D = Beban mati atau momen dan gaya dalam yang berhubungan dengan beban mati e = Ek

d b = Diameter nominal batang tulangan, kawat atau strand prategang D = Beban mati atau momen dan gaya dalam yang berhubungan dengan beban mati e = Ek DAFTAR NOTASI A g = Luas bruto penampang (mm 2 ) A n = Luas bersih penampang (mm 2 ) A tp = Luas penampang tiang pancang (mm 2 ) A l =Luas total tulangan longitudinal yang menahan torsi (mm 2 ) A s = Luas

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PERENCANAAN

BAB III METODOLOGI PERENCANAAN BAB III METODOLOGI PERENCANAAN III.. Gambaran umum Metodologi perencanaan desain struktur atas pada proyek gedung perkantoran yang kami lakukan adalah dengan mempelajari data-data yang ada seperti gambar

Lebih terperinci

PENGARUH VARIASI MODEL TERHADAP RESPONS BEBAN DAN LENDUTAN PADA RANGKA KUDA-KUDA BETON KOMPOSIT TULANGAN BAMBU

PENGARUH VARIASI MODEL TERHADAP RESPONS BEBAN DAN LENDUTAN PADA RANGKA KUDA-KUDA BETON KOMPOSIT TULANGAN BAMBU PENGARUH VARIASI MODEL TERHADAP RESPONS BEBAN DAN LENDUTAN PADA RANGKA KUDA-KUDA BETON KOMPOSIT TULANGAN BAMBU Ristinah S., Retno Anggraini, Wawan Satryawan Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pekerjaan struktur seringkali ditekankan pada aspek estetika dan kenyamanan

I. PENDAHULUAN. Pekerjaan struktur seringkali ditekankan pada aspek estetika dan kenyamanan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pekerjaan struktur seringkali ditekankan pada aspek estetika dan kenyamanan selain dari pada aspek keamanan. Untuk mempertahankan aspek tersebut maka perlu adanya solusi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sekarang ini semakin pesat. Hal ini terlihat pada aplikasi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam pembangunan

Lebih terperinci

BESARNYA KOEFISIEN HAMBAT (CD) SILT SCREEN AKIBAT GAYA ARUS DENGAN MODEL PELAMPUNG PARALON DAN KAYU

BESARNYA KOEFISIEN HAMBAT (CD) SILT SCREEN AKIBAT GAYA ARUS DENGAN MODEL PELAMPUNG PARALON DAN KAYU BESARNYA KOEFISIEN HAMBAT (CD) SILT SCREEN AKIBAT GAYA ARUS DENGAN MODEL PELAMPUNG PARALON DAN KAYU Davi S. V. L Bangguna 1) 1) Staff Pengajar Program Stui Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Sintuwu

Lebih terperinci

MAKALAH SEMINAR TUGAS AKHIR. Analisis Teknik Penyambungan Secara Fusi Pada Serat Optik Ragam Tunggal. Oleh : Nama : Agus Setiyawan Nim : L2F

MAKALAH SEMINAR TUGAS AKHIR. Analisis Teknik Penyambungan Secara Fusi Pada Serat Optik Ragam Tunggal. Oleh : Nama : Agus Setiyawan Nim : L2F MAKALAH SEMINAR TUGAS AKHIR Analisis Teknik Penyambungan Secara Fusi Paa Serat Optik Ragam Tunggal Oleh : Nama : Agus Setiyaan Nim : LF 31 419 Kebutuhan akan serat optik yang tinggi serta kompleksitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kelompok II, Teknik Elektro, Unhas

BAB I PENDAHULUAN. Kelompok II, Teknik Elektro, Unhas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Matematika asar II merupakan matakuliah lanjutan ari matematika asar I yang telah ipelajari paa semester sebelumnya. Matematika asar II juga merupakan matakuliah pengantar

Lebih terperinci

PERILAKU KOMPONEN STRUKTUR LENTUR PROFIL I BERDASARKAN FORMULA AISC

PERILAKU KOMPONEN STRUKTUR LENTUR PROFIL I BERDASARKAN FORMULA AISC PERILAKU KOMPONEN STRUKTUR LENTUR PROFIL I BERDASARKAN FORMULA AISC A. PENDAHULUAN. Aa ua kegagalan yang apat terjai paa komponen struktur lentur profil I yang mengelami lentur. Kegagalan pertama profil

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Balok merupakan elemen struktur yang selalu ada pada setiap bangunan, tidak

I. PENDAHULUAN. Balok merupakan elemen struktur yang selalu ada pada setiap bangunan, tidak I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Balok merupakan elemen struktur yang selalu ada pada setiap bangunan, tidak terkecuali pada bangunan rumah tinggal sederhana. Balok merupakan bagian struktur yang fungsinya

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI A II LANASAN TEORI. MICRO ULE GENERATOR Micro ubble Generator (MG) aalah suatu alat yang berfungsi untuk menghasilkan gelembung uara i alam air engan ukuran iameter kurang ari 00 µm. Micro bubble apat

Lebih terperinci

Arus Melingkar (Circular Flow) dalam Perekonomian 2 Sektor

Arus Melingkar (Circular Flow) dalam Perekonomian 2 Sektor Perekonomian suatu negara igerakkan oleh pelaku-pelaku kegiatan ekonomi. Pelaku kegiatan ekonomi secara umum ikelompokkan kepaa empat pelaku, yaitu rumah tangga, perusahaan (swasta), pemerintah an ekspor-impor.

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. dan SNI 1726, berikut kombinasi kuat perlu yang digunakan:

BAB III LANDASAN TEORI. dan SNI 1726, berikut kombinasi kuat perlu yang digunakan: BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Pembebanan Beban yang digunakan dalam peranangan adalah kombinasi dari beban hidup, beban mati, dan beban gempa. 3.1.1. Kuat Perlu Kuat perlu dihitung berdasarkan kombinasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pozolanik) sebetulnya telah dimulai sejak zaman Yunani, Romawi dan mungkin juga

BAB I PENDAHULUAN. pozolanik) sebetulnya telah dimulai sejak zaman Yunani, Romawi dan mungkin juga BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penggunaan beton dan bahan-bahan vulkanik sebagai pembentuknya (seperti abu pozolanik) sebetulnya telah dimulai sejak zaman Yunani, Romawi dan mungkin juga sebelum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam pembangunan infrastruktur saat ini semakin pesat. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya material yang digunakan dalam

Lebih terperinci

Perbaikan Kualitas Arus Output pada Buck-Boost Inverter yang Terhubung Grid dengan Menggunakan Metode Feed-Forward Compensation (FFC)

Perbaikan Kualitas Arus Output pada Buck-Boost Inverter yang Terhubung Grid dengan Menggunakan Metode Feed-Forward Compensation (FFC) JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (01) 1-6 1 Perbaikan Kualitas Arus Output paa Buck-Boost Inverter yang Terhubung Gri engan Menggunakan Metoe Fee-Forwar Compensation (FFC) Faraisyah Nugrahani, Deet

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERNYATAAN KATA PENGANTAR DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR LAMBANG, NOTASI, DAN SINGKATAN

DAFTAR ISI HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERNYATAAN KATA PENGANTAR DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR LAMBANG, NOTASI, DAN SINGKATAN DAFTAR ISI HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERNYATAAN ABSTRAK KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR LAMBANG, NOTASI, DAN SINGKATAN i ii iii iv vii xiii xiv xvii xviii BAB

Lebih terperinci

BAB VII KONDUKTOR DIELEKTRIK DAN KAPASITANSI

BAB VII KONDUKTOR DIELEKTRIK DAN KAPASITANSI BAB VII KONDUKTOR DIELEKTRIK DAN KAPASITANSI 6.. Arus an Kerapatan Arus. Muatan listrik yang bergerak membentuk arus yang memiliki satuan ampere (A) an iefinisikan sebagai laju aliran muatan yang melalui

Lebih terperinci

PERSAMAAN DIFFERENSIAL. Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Matematika

PERSAMAAN DIFFERENSIAL. Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Matematika PERSAMAAN DIFFERENSIAL Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Matematika Disusun oleh: Aurey Devina B 1211041005 Irul Mauliia 1211041007 Anhy Ramahan 1211041021 Azhar Fuai P 1211041025 Murni Mariatus

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. A. Pembebanan

BAB III LANDASAN TEORI. A. Pembebanan BAB III LANDASAN TEORI A. Pembebanan Dalam perancangan suatu struktur bangunan harus memenuhi peraturanperaturan yang berlaku sehingga diperoleh suatu struktur bangunan yang aman secara konstruksi. Struktur

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. dasar ke permukaan tanah untuk suatu situs, maka situs tersebut harus

BAB III LANDASAN TEORI. dasar ke permukaan tanah untuk suatu situs, maka situs tersebut harus BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Perencanaan Beban Gempa 3.1.1 Klasifikasi Situs Dalam perumusan kriteria desain seismik suatu bangunan di permukaan tanah atau penentuan amplifikasi besaran percepatan gempa

Lebih terperinci

JEMBATAN WHEATSTONE. , r KEGIATAN BELAJAR 2 A. LANDASAN TEORI

JEMBATAN WHEATSTONE. , r KEGIATAN BELAJAR 2 A. LANDASAN TEORI KEITN BELJ 2. LNSN TEOI JEMBTN WHETSTONE aam kegiatan beajar anda teah mempeajari pengukuran hgambatan dengan menggunakan ohmmeter dan menggunakan ampermeter dan votmeter dengan metoda amper-vot-meter

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PERANCANGAN

BAB III METODOLOGI PERANCANGAN BAB III METODOLOGI PERANCANGAN 3.1 Diagram Alir Perancangan Mulai Pengumpulan Data Perencanaan Awal Pelat Balok Kolom Flat Slab Ramp Perhitungan beban gempa statik ekivalen Analisa Struktur Cek T dengan

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS DAN MINIMISASI RIAK TEGANGAN DAN ARUS SISI DC

BAB 4 ANALISIS DAN MINIMISASI RIAK TEGANGAN DAN ARUS SISI DC BAB ANAL DAN MNMA RAK EGANGAN DAN ARU DC. Penahuluan ampai saat ini, penelitian mengenai riak sisi DC paa inverter PWM lima-fasa paa ggl beban sinusoial belum pernah ilakukan. Analisis yang ilakukan terutama

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Kerangka Berfikir Sengkang merupakan elemen penting pada kolom untuk menahan beban gempa. Selain menahan gaya geser, sengkang juga berguna untuk menahan tulangan utama dan

Lebih terperinci

Analisis Pengaruh Semen Konduktif Sebagai Media Pembumian Elektroda Batang

Analisis Pengaruh Semen Konduktif Sebagai Media Pembumian Elektroda Batang Anaisis Pengaruh Semen Konduktif Sebagai Media Pembumian Eektroda Batang I M Yuistya Negara, Daniar Fahmi, D.A. Asfani, Bimo Prajanuarto, Arief M. Jurusan Teknik Eektro Institut Teknoogi Sepuuh Nopember

Lebih terperinci

TEGANGAN TEGANGAN IZIN MAKSIMUM DI BETON DAN TENDON MENURUT ACI Perhitungan tegangan pada beton prategang harus memperhitungkan hal-hal sbb.

TEGANGAN TEGANGAN IZIN MAKSIMUM DI BETON DAN TENDON MENURUT ACI Perhitungan tegangan pada beton prategang harus memperhitungkan hal-hal sbb. TEGANGAN TEGANGAN IZIN MAKSIMUM DI BETON DAN TENDON MENURUT ACI Perhitungan tegangan pada beton prategang harus memperhitungkan hal-hal sbb. : 1. Kondisi pada saat transfer gaya prategang awal dengan beban

Lebih terperinci

Analisis Lentur Balok T. Analisis Penampang Ber-flens

Analisis Lentur Balok T. Analisis Penampang Ber-flens Analisis Lentur Balok T 1 Analisis Penampang Ber-lens Sistem lantai dengan plat dan balok umumna di or seara monolit. Plat akan berungsi sebagai saap atas balok; Balok-T dan Balok L terbalik (Spandrel

Lebih terperinci

, serta notasi turunan total ρ

, serta notasi turunan total ρ LANDASAN TEORI Lanasan teori ini berasarkan rujukan Jaharuin (4 an Groesen et al (99, berisi penurunan persamaan asar fluia ieal, sarat batas fluia ua lapisan an sistem Hamiltonian Penentuan karakteristik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Beton merupakan bahan kebutuhan untuk masyarakat modern masa kini. Beton adalah salah satu unsur yang sangat penting dalam struktur bangunan. Di Indonesia hampir seluruh

Lebih terperinci