BAB I PENDAHULUAN. Bahasa Bali merupakan bahasa daerah yang masih hidup karena masih

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. Bahasa Bali merupakan bahasa daerah yang masih hidup karena masih"

Transkripsi

1 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa Bali merupakan bahasa daerah yang masih hidup karena masih dipelihara, dibina, dan digunakan oleh pendukungnya dalam berbagai aspek kehidupan. Bahasa Bali sebagai salah satu bahasa daerah tetap digunakan sebagai alat komunikasi lisan dan tulisan. Sebagai bahasa lisan, bahasa Bali digunakan dalam proses komunikasi baik dalam topik resmi maupun tidak resmi. (Bawa, 1991: 1 2). Berdasarkan jumlah penuturnya, bahasa Bali dapat digolongkan sebagai bahasa daerah yang besar karena didukung oleh masyarakat penutur yang sangat banyak, yakni digunakan oleh kurang lebih tiga juta penutur (Artawa 2004: 2). Selain itu, bahasa Bali juga memiliki dua variasi yakni Basa Bali Alus dan Basa Bali Kasar (Pastika, 1999: 1). Perbedaan kedua variasi tersebut terletak pada tataran leksikon, serta sedikit pada tataran morfologi dan sintaksisnya. Hal tersebut juga diperkuat oleh pernyataan Artawa (2004: 2) bahwa perbedaan kedua variasi bahasa Bali tersebut ditandai oleh leksikonnya dan tata bahasa tidak memainkan peran yang besar di dalam perbedaan antara kedua variasi bahasa tersebut.

2 2 Bahasa Bali digunakan baik secara lisan maupun tertulis. Secara lisan, terbukti karena bahasa Bali digunakan sebagai alat komunikasi dalam kehidupan sehari-hari, sedangkan dalam bentuk tertulis banyak karya sastra yang berbahasa Bali, baik karya sastra tradisional maupun karya sastra modern yang menggunakan media bahasa Bali. Dalam hubungannya dengan kebudayaan, bahasa Bali merupakan alat yang paling tepat untuk mempelajari dan menyelami kebudayaan Bali. Hal ini berguna bagi pembinaan, pemeliharaan, dan pengembangan kebudayaan daerah dan nasional. Khusus dalam bidang kesenian, bahasa Bali memiliki peranan cukup penting sebagai penyalur ekspresi masyarakat penggemar seni terutama kesenian tradisional Bali. Adapun kesenian Bali yang menggunakan bahasa Bali sebagai medianya adalah drama gong, arja, topeng, dan janger (Bawa dan Jendra, 1981 : 7). Bahasa Bali sebagai bahasa daerah memiliki kedudukan dan fungsi yang sangat penting bagi masyarakat Bali. Berkaitan dengan hal itu, kedudukan penting bahasa Bali yang dimaksud adalah sebagai bahasa pertama yang digunakan, diajarkan di lingkungan keluarga, dan pada umumnya di daerah tempat tinggal, melalui interaksi dengan sesama anggota masyarakat (Samsuri, 1987 : 7). Kedudukan yang kedua sebagai bahasa daerah, yakni menjalankan tugas sebagai (1) lambang kebanggaan daerah, (2) lambang identitas daerah, (3) sarana perhubungan di dalam keluarga dan masyarakat daerah, dan (4) sarana pengembangan serta pendukung kebudayaan daerah.

3 3 Berkaitan dengan pembinaan dan pengembangan bahasa Bali sebagai bahasa daerah, dewasa ini telah dilakukan kajian-kajian ilmiah mengenai bahasa Bali oleh para ahli bahasa terutama terhadap verba. Adapun penelitian mengenai verba bahasa Bali di antaranya membahas Frasa Verba Bahasa Bali oleh Purwiati dkk. (1993), Afiksasi Verba Bahasa Bali oleh Simpen (1995), Verba Berkomplemen di dalam Bahasa Bali oleh Suryati (1997), serta Konstruksi Verba Beruntun Bahasa Bali oleh Indrawati (2012). Kajian lain dalam perspektif semantik juga sudah ada, baik dalam bentuk disertasi, tesis, maupun artikel. Kajian dalam bentuk disertasi di antaranya adalah Verba Bahasa Bali: Sebuah Kajian Metabahasa Semantik Alami oleh Sudipa (2004). Dalam bentuk tesis yakni Peran Semantis Verba Bahasa Bali oleh Utami (2000) dan Eksplikasi Makna Ilokusional Tuturan Wacana Mamadik di Denpasar: Sebuah Kajian Metabahasa Semantik Alami oleh Netra (2005). Adapun kajian lain yang menggunakan teori MSA dalam bentuk artikel adalah Struktur dan Peran Semantis Verba Ujaran Bahasa Bali oleh Sutjiati Beratha (2000) serta Makna Mengikat dalam Bahasa Bali: Pendekatan Metabahasa Semantik Alami oleh Sudipa (2012). Dari pemaparan hasil-hasil penelitian tersebut, tampak jelas bahwa kajian tentang semantik verba bahasa Bali masih terbatas jumlahnya, namun hal tersebut bukan merupakan alasan yang paling ditonjolkan di sini, melainkan karena verba bahasa Bali masih banyak mengandung unsur-unsur yang menarik untuk dikaji dan dikembangkan secara lebih mendalam. Dengan kata lain, verba bahasa Bali memiliki peluang untuk dijadikan sebagai bahan kajian terutama dari perspektif semantiknya.

4 4 Sudipa (2004 : 6) mengatakan bahwa verba bahasa Bali seperti verba pada kebanyakan bahasa merupakan salah satu kelas kata utama yang bersifat sentral dan kompleks. Hal tersebut disebabkan oleh secara semantik verba selalu hadir di dalam tuturan. Selain itu, berdasarkan fitur semantiknya verba bersifat menentukan kehadiran argumen. Terakhir, verba memiliki kewenangan menentukan peran-peran semantik yang ada pada setiap argumen yang menyertainya. Dengan demikian, verba merupakan inti dari sebuah sistem bahasa. Verba memotong adalah salah satu jenis verba bahasa Bali yang merupakan verba dengan jumlah leksikon yang sangat kaya, serta memiliki unsur-unsur makna yang khas yang terkandung di dalamnya. Selain itu, verba memotong mengandung banyak keunikan sehingga sangat menarik untuk diteliti. Salah satu di antaranya adalah penggunaan leksikon yang berbeda dengan medan makna yang sama, yakni memotong seperti murak, ningkag, nudeg, mukang, dan sebagainya, disebabkan oleh tujuan dilakukannya tindakan sesuai dengan apa yang dikatakan oleh verbanya. Mengapa harus mendistribusikan leksikon yang berbeda, padahal medan maknanya sama? Hal tersebut merupakan pertanyaan yang menjadi dasar bahwa verba khususnya verba memotong dianggap penting untuk dikaji secara lebih mendalam guna mengetahui keunikan apa saja yang terkandung di dalamnya.

5 5 Pertimbangan lain yang juga melatarbelakangi penelitian terhadap verba memotong dalam bahasa Bali karena peneliti merupakan penutur bahasa Bali sendiri, yang mana memiliki kemampuan berbahasa Bali yang disebutkan oleh Chomsky sebagai kompetensi penutur asli, yang meliputi kompetensi linguistik dan kompetensi pragmatik (Chomsky, 1977: 40). Kompetensi linguistik tersebut memungkinkan peneliti dalam membuat penelitian intuitif apakah suatu kalimat di dalam bahasa Bali berterima (gramatikal) atau tidak. Sementara itu, kompetensi pragmatik dapat memudahkan peneliti sendiri untuk menginterpretasikan kalimat dengan memanfaatkan informasi nonlinguistik sehingga dapat menghasilkan pengumpulan data yang sahih dan terpercaya. Verba memotong, dalam bahasa Bali yang selanjutnya disingkat menjadi VMBB memiliki banyak padanan ataupun bentuk yang berbeda, tergantung pada distribusinya di dalam sebuah satuan kalimat/ klausa. Sebagai contoh, dalam penggunaan VMBB ditemukan hal berikut. a) Ia nugel buah apel-ē ento Dia PREF-potong buah apel-def itu Dia memotong buah apel itu (Abiansemal Badung) b) Mēmē anē nektek dagdag-ē tunian Ibu REL mencincang dagdag-def tadi ibu yang mencincang daun ketela-itu tadi (Abiansemal Badung)

6 6 Jika diperhatikan, kedua kalimat di atas sama-sama dipusatkan pada verba yang bermedan makna sama, yaitu memotong. Akan tetapi, adanya perbedaan verba yang digunakan pada keduanya memang secara alami ditentukan oleh tujuan dilakukannya tindakan memotong tersebut. Pada kalimat a) tujuannya adalah memotong entitas menjadi dua bagian, sedangkan pada kalimat b) tujuannya adalah memotong entitas menjadi banyak bagian terpisah. Hal tersebut mengundang suatu ketertarikan untuk mengetahui apakah bentukbentuk verba tersebut berdistribusi berbeda, dipengaruhi oleh nomina yang menjadi argumennya ataukah sebaliknya. Apabila ditinjau secara umum, bahasa-bahasa di dunia memang memiliki core (konstituen inti) yakni verba, di mana core selanjutnya akan menghadirkan dan memengaruhi argumen di dalam satuan kalimat. Dengan kata lain, sangat umum apabila verba menghadirkan argumen, tetapi tidak apabila argumen menghadirkan verba. Dari kutipan di atas, dapat dikatakan bahwa verba memotong menghadirkan argumen di dalam satuan kalimat. Akan tetapi, perbedaan bentuk verba antara kedua kalimat bukanlah karena perbedaan argumen yang menjadi objek kalimat, melainkan karena cara memotong yang disiratkan oleh verba. Adanya perbedaan bentuk verba dengan makna yang serupa, di samping karena perbedaan objek dan hasil yang diinginkan dari tindakan verba tersebut, secara alami juga dipengaruhi oleh cara memotong, alat yang digunakan, serta ada beberapa di antaranya terjadi verbalisasi instrumen yang digunakan sebagai alat memotong, di mana verba yang mengisi fungsi predikat berasal dari nomina alat pemotong yang diverbalkan (verba denominal).

7 7 Seperti yang telah dijelaskan di atas, VMBB memiliki banyak padanan kosa kata yang memiliki kesamaan medan makna. Karena banyaknya padanan tersebut, sangatlah memungkinkan untuk melakukan klasifikasi secara semantik berdasarkan tipe-tipe yang sesuai. Munculnya perbedaan bentuk verba, sangat dipengaruhi oleh cara memotong, instrumen memotong, objek atau entitas memotong (apakah itu manusia, hewan, tumbuhan, atau benda mati yang lainnya), tujuan, dan hasil memotong. Hal lain yang dapat disampaikan bahwa secara alami struktur VMBB yang begitu unik menghasilkan peran-peran yang berbeda pada setiap argumennya. Secara umum, peran-peran yang dimainkan oleh argumen verba adalah subjek sebagai ACTOR dan objek sebagai UNDERGOER. Secara lebih mendalam, peran ACTOR dan UNDERGOER tersebut memiliki peran bawahan masingmasing, akan tetapi peran bawahan yang dimainkan akan berbeda tergantung dari tujuan digunakannya verba. Dari sekelumit fenomena di atas, sangatlah menarik untuk meneliti verba, khususnya VMBB. Distribusi leksikon yang berbeda menyebabkan perbedaan struktur verba yang digunakan. Selain itu, bentuk-bentuk verba dengan kesamaan medan makna tersebut sangat banyak ditemukan di dalam percakapan sehari-hari. Karena banyaknya padanan leksikal yang ada, sering menyebabkan residu penggunaan leksikon sehingga sering terjadi kesalahan pendistribusian di dalam tuturan kalimat. Hal tersebut pada akhirnya mengundang ketertarikan penulis untuk mengkajinya secara lebih mendalam.

8 Rumusan Masalah Bertitik tolak dari latar belakang di atas, sudah jelas bahwa VMBB sangat perlu diteliti untuk memeroleh uraian yang lebih terperinci dan tuntas. Adapun masalah yang berkenaan dengan VMBB dirumuskan dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut. 1. Bagaimanakah realisasi leksikal dan klasifikasi VMBB secara semantik? 2. Bagaimanakah struktur VMBB beserta kandungan makna asalinya? 3. Peran semantik apa sajakah yang terkandung di dalam argumen VMBB? 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan merupakan hal yang penting di dalam melakukan setiap kegiatan sebab dengan adanya tujuan maka kegiatan akan berjalan lancar. Penelitian merupakan suatu kegiatan ilmiah yang dilakukan oleh peneliti, yang memiliki tujuan yang jelas. Dalam penelitian ini ada tujuan yang ingin dicapai, sebagai berikut Tujuan Umum Tujuan umum penelitian ini adalah untuk ikut serta membina, mengembangkan, dan menjaga kelestarian bahasa Bali sebagai penunjang kebudayaan nasional. Di samping itu, untuk melengkapi penelitian-penelitian mengenai bahasa Bali yang sudah ada sebelumnya.

9 Tujuan Khusus 1) Untuk mengidentifikasi dan mengklasifikasikan realisasi leksikal VMBB. 2) Untuk mendeskripsikan struktur VMBB beserta kandungan makna asalinya. 3) Untuk menjelaskan peran semantik yang terkandung di dalam argumen verba. 1.4 Manfaat Penelitian Penelitian ini memiliki dua jenis manfaat, yakni manfaat teoretis dan manfaat praktis. Kedua manfaat tersebut diuraikan di bawah ini Manfaat Teoretis Secara teoretis, penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai informasi dan acuan dasar dalam upaya memeroleh pengetahuan dan pemahaman dalam bidang linguistik, khususnya bidang semantik. Selain itu, penelitian ini bermanfaat sebagai bahan pembanding bagi peneliti berikutnya yang tertarik meneliti bahasa Bali dari segi semantik, khususnya dengan menggunakan teori Metabahasa Semantik Alami (MSA). Diharapkan juga, penelitian ini bermanfaat dalam dunia linguistik untuk memberikan pemahaman mengenai bentuk leksikon khusunya verba beserta makna yang sesuai dengan bentuk tersebut. Suatu penelitian yang menggunakan teori MSA ini akan sangat membantu di dalam melakukan klasifikasi tipe-tipe verba sehingga makna-makna yang serupa atau memiliki kedekatan juga akan dapat diklasifikasikan dalam hal kedalaman tingkat kedekatan atau keserupaan makna tersebut, apakah makna tersebut

10 10 sangat dekat, agak dekat, agak jauh, ataupun sangat jauh dalam arti tidak memiliki hubungan makna yang sama Manfaat Praktis Temuan dalam penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat praktis yang berguna bagi penutur bahasa, khususnya penutur bahasa Bali untuk memahami penggunaan serta makna verba yang bermakna memotong dalam bahasa Bali. Analisis terhadap VMBB dengan teori MSA ini dapat memberikan konfigurasi makna yang sangat jelas sehingga dapat terpola satu makna untuk satu bentuk atau terpola satu bentuk untuk satu makna. Dengan demikian, tidak akan ada lagi kesalahan pemilihan leksikon yang tepat untuk mengungkapkan maksud yang ingin disampaikan oleh penuturnya.

11 11 BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN 2.1 Kajian Pustaka Kajian Pustaka digunakan untuk memaparkan karya-karya ilmiah khususnya yang berkaitan dengan kajian dalam bidang semantik yang menggunakan teori Metabahasa Semantik Alami (MSA). Pemaparan ini bertujuan untuk mengetahui posisi penelitian yang dilakukan di antara penelitian-penelitian yang sudah ada sebelumnya. Selain itu, penelitianpenelitian yang telah ada dapat digunakan sebagai acuan dalam mengembangkan penelitian ini. Adapun penelitian-penelitian yang membantu dalam mengembangkan penelitian ini adalah sebagai berikut. Sutjiati-Beratha (2000: ) menulis artikel yang berjudul Struktur dan Peran Semantik Verba Ujaran dalam Bahasa Bali. Adapun isi tulisan tersebut adalah penerapan teori MSA yang menekankan analisis dari makna ke bentuk, bukan sebaliknya dari bentuk ke makna, kemudian berhasil memeroleh kajian struktur semantik yang relevan. Selain itu, teori Macrorole juga digunakan untuk menjelaskan peran umum argumen verba ujaran bahasa Bali. Akan tetapi, data yang dijadikan sebagai bahan kajian terbatas hanya pada verba ujaran bahasa Bali dan belum mencakup verba lainnya seperti verba tindakan. Kendatipun demikian, Sutjiati-Beratha telah mampu memberikan gambaran yang dapat dijadikan acuan bagi penulis karena telah menjelaskan sedemikian

12 12 ringkas dan cermat mengenai struktur semantik dan peran umum argumen. Dengan demikian, teori MSA dan Macrorole dalam artikel tersebut dapat dijadikan acuan dalam penelitian ini, terutama dalam menentukan struktur dan peran semantik argumen-argumen VMBB. Selain artikel, kajian bidang semantik yang berkaitan dengan penelitian ini adalah berupa disertasi, tesis, dan hasil penelitian lain, beberapa di antaranya adalah sebagai berikut. Budiasa (2002) mengkaji Struktur Semantik Verba yang Bermakna Menyakiti dalam Bahasa Bali, dan Kajian itu hanya membatasi diri pada verba yang bermakna menyakiti. Dalam penelitian ini, berhasil dikelompokkan verba bahasa Bali menjadi dua tipe, yaitu (1) tipe Melakukan dengan subtipe Melakukan-Merasakan serta (2) subtipe Melakukan-Terjadi. Adapun peran semantik verba yang bermakna menyakiti adalah pelaku berperan sebagai agen dan penderita. Dengan demikian, penelitian ini relevan dengan apa yang penulis kerjakan, sehingga dapat digunakan sebagai acuan dalam pengelompokan verba bedasarkan subtipenya. Meskipun permasalahan yang terdapat di dalam penelitian ini terbatas jumlahnya, penelitian ini dianggap sangat membantu memberikan ilustrasi dalam penerapan teori MSA. Sudipa (2005) dalam disertasi yang berjudul Verba Dalam Bahasa Bali: Kajian Metabahasa Semantik Alami memaparkan klasifikasi verba bahasa Bali secara semantik, struktur semantik verba bahasa Bali beserta kandungan makna asalinya, dan peran semantik yang dikandung argumen atas pertautan dengan

13 13 verba bahasa Bali. Dalam penelitian ini dijelaskan bahwa verba bahasa Bali dapat diklasifikasikan menjadi verba keadaan, verba proses, dan verba tindakan. Verba keadaan dapat dibagi menjadi (1) tipe Kognisi dengan subtipe Memikirkan dan Mengatakan serta subtipe Memikirkan dan Terjadi; (2) tipe Pengetahuan dengan subtipe Mengetahui dan Mengatakan, serta subtipe Mengetahui dan Merasakan; (3) tipe Merasakan dengan subtipe Merasakan dan Memikirkan, subtipe Merasakan dan Terjadi, subtipe Merasakan dan Melakukan, serta subtipe Merasakan dan Mengatakan.; (4) tipe Persepsi Melihat, dengan subtipe Melihat dan Merasakan, subtipe Melihat dan Mengetahui, subtipe Melihat dan Memikirkan, serta subtipe Melihat dan Mengatakan; (5) tipe Persepsi Mendengar dengan subtipe Sengaja dan subtipe Tidak Sengaja; (6) tipe Menginginkan, yang tidak memiliki subtipe. Verba Proses dapat dibagi menjadi (1) tipe Kejadian, dengan subtipe Kejadian Akibat Tindakan Orang Lain, dan subtipe Kejadian Akibat Perbuatan Sendiri; (2) tipe Bergerak yang dibagi menjadi subtipe Arah Bergerak dan subtipe Kualitas Bergerak. Verba Tindakan dapat dibagi menjadi (1) tipe Gerakan yang memiliki subtipe Arah Gerakan, sub-tipe Cara Gerakan, serta sub-tipe Tempat Gerakan; (2) tipe Ujaran dengan enam belas subtipe (Meminta, Menyuruh, Melarang, Berjanji, Memuji, Memanggil, Mengajak, Memarahi, Membujuk, Menasihati, Menyesal, Mendesak, Mengerutu, Menjawab, Bertanya, dan Menuduh); (3) tipe melakukan, yang memiliki sutipe Berpindah serta subtipe Terjadi. Selain itu, penelitian ini juga memaparkan struktur semantik verba bahasa Bali beserta

14 14 kandungan makna asalinya serta menjelaskan peran semantik yang dikandung argumen atas pertautannya dengan verba. Dalam tulisannya, Sudipa tidak menjelaskan bentuk-bentuk argumen verba sehingga memberikan peluang kepada penulis untuk melakukan penelitian secara lebih mendalam, dan sekaligus memberikan acuan dalam menelaah struktur VMBB serta mengeksplikasi tiap-tiap butir leksikon VMBB. Vinsensius Gande (2012) dalam tesis yang berjudul Verba Memotong Dalam Bahasa Manggarai; Kajian Metabahasa Semantik Alami meneliti kealamiahan verba yang bermakna memotong dalam bahasa Manggarai. Hasil penelitian itu mampu memberikan acuan di dalam pengklasifikasian verba kepada penulis. Dalam tulisannya, Gande mengklasifikasikan verba yang bermakna memotong sesuai dengan realisasi leksikalnya dengan subtipe memotong manusia / anggota tubuh manusia, binatang, pohon, rumput, buah, daun, tali, dan kain. Selain itu, Gande juga melakukan kajian terhadap struktur semantik verba dan berhasil melakukan klasifikasi atas beberapa bagian, yaitu pemetaan eksponen, pemetaan subeksponen, dan pemetaan komponen. Pemetaan eksponen mencakup leksiko-sintaktik, skenario motivasi prototipikal, instrumen, cara menggunakan istrumen, dan hasil yang diinginkan. Pemetaan subeksponen meliputi (1) seseorang melakukan sesuatu pada sesuatu sesuatu yang baik terjadi, dan (2) seseorang melakukan sesuatu pada sesuatu sesuatu yang buruk terjadi. Terakhir, pemetaan komponen dilakukan guna mengetahui makna asali setiap bentuk verba. Komponen tersebut meliputi seseorang

15 15 melakukan sesuatu mengharapkan sesuatu menjadi dua bagian, beberapa bagian, dan banyak bagian. Ketiga komponen tersebut memeroleh makna asali, seperti WANT, SOMETHING, TWO, MANY, PART, dan MUCH. Dalam penelitiannya, Gande hanya mengkaji struktur semantik verba, sedangkan peran semantiknya tidak disentuh sehingga kajian menjadi kurang sempurna. Penelitian terhadap verba memotong dalam bahasa Manggarai ini menghasilkan klasifikasi yang menjelaskan satu bentuk satu makna untuk satu tipe klasifikasi. Akan tetapi, VMBB secara leksikal dapat diklasifikasikan menjadi beberapa klasifikasi. Hal tersebut disebabkan oleh keunikan makna tersendiri yang terkandung di dalam tiap-tiap butir leksikon verba. Meskipun demikian, untuk mendapatkan hasil klasifikasi dan analisis yang memadai, tiaptiap butir leksikon akan diklasifikasikan menurut kedekatan makna inheren yang terkandung di dalam butir leksikon. Selain itu, objek penelitian Gande diambil dari bahasa Manggarai, sehingga memberikan peluang bagi penulis untuk meneliti verba khususnya VMBB. 2.2 Konsep Konsep merupakan terminologi-terminologi teknis yang digunakan di dalam anasisis yang mendukung teori di dalam pelaksanaan atau operasionalnya. Penelitian ini menggunakan dua teori, yakni teori MSA dan teori Peran Umum (Macroroles). Kedua teori tersebut memiliki konsepnya masing-masing. Adapun konsep yang mendukung teori MSA adalah verba, parafrase (eksplikasi), dan makna, sedangkan konsep yang mendukung teori

16 16 Peran Umum (Macroroles) adalah peran. Keempat konsep ini dibedakan, tetapi tidak dipisahkan karena penerapan teori MSA dan teori Peran Umum (Macroroles) nantinya saling mendukung untuk membahas permasalahan yang dikaji Verba Secara sintaktis sebuah satuan gramatikal dapat diketahui berkategori verba dari perilakunya dalam satuan yang lebih besar. Jadi, sebuah kata dapat dikatakan berkategori verba hanya dengan perilakunya dalam frasa, yakni dalam hal kemungkinan satuan itu didampingi partikel tidak dalam konstruksi dan dalam hal tidak dapat didampinginya dengan partikel di, ke, dari, atau dengan partikel, seperti sangat, lebih atau agak. Verba (verbs) atau kata kerja adalah kelas kata yang biasanya berfungsi sebagai predikat. Dari bentuknya, verba dapat dibedakan seperti di bawah ini. (1) Verba dasar bebas, yaitu verba yang berupa morfem dasar bebas. Contoh: getep potong, ulung jatuh, punyah mabuk, bangun bangun, sirep tidur, dan sebagainya. (2) Verba turunan, yaitu verba yang mengalami proses afiksasi, reduplikasi, gabungan proses atau paduan leksem. Sebagai bentuk turunan dapat dijumpai seperti berikut. (a) Verba berafiks Contoh: ngetep memotong, ngajeng makan, majalan berjalan, nyagur memukul, jagura dipukul, kajagurin dipukuli, dan sebagainya.

17 17 (b) Verba bereduplikasi Contoh: nebih-nebih memotong-motong menjadi dua tolah-tolih tolah-toleh (c) Verba berproses gabung Contoh: masepeg-sepegan bertebas-tebasan, majaran-jaranan berkuda-kudaan, mamontor-montoran bermobilmobilan, dan sebagainya. (d) Verba majemuk Contoh: ngaduk sera mencampur adukkan dan sebagainya. Verba dapat juga ditinjau dari sudut perpindahan kategori. Dengan demikian, verba dapat dibedakan sebagai berikut. (a) Verba denominal, yaitu verba yang berasal dari nomina. Contoh: ngarit menyabit, mataluh bertelur, majalēr bercelana panjang, mamunyi bersuara, dan sebagainya. (b) Verba deajektival, yakni verba yang berasal dari adjektiva. Contoh: mawakang memendekkan, nyelēkang menjelekkan, nyelemang menghitamkan, dan sebagainya. (c) Verba deadverbial, yakni verba yang berasal dari adverbia. Contoh: nyuudang menyudahi, ngalebihang melebihkan, dan sebagainya. Dalam bahasa Indonesia, verba ditandai dengan kemungkinan untuk diawali dengan kata tidak dan tidak mungkin diawali dengan kata sangat, lebih dsb. Dalam bahasa Bali, kata tidak dinyatakan dengan kata tusing tidak,

18 18 nēnten tidak. Kata sangat dinyatakan dengan kata sanget sangat dan kata lebih dinyatakan dengan kata lebih lebih (Janiartini, 1996: 30). Untuk mengetahui apakah verba bahasa Bali juga memiliki ciri yang sama dengan verba bahasa Indonesia dibuktikan melalui beberapa data berikut. (1) Raga sing macukur ibi (SR. 25) Saya tidak bercukur kemarin Saya tidak bercukur kemarin (2) Tiang ten nepukin anak ngarit derika (SR.110) Saya tidak melihat orang menyabit di-sana Saya tidak melihat orang memotong rumput di sana (3) Luh Purnama ngikih nyuh (SR. 39). Nama memarut kelapa Luh Purnama memarut kelapa (3a) *Luh Purnama kaliwat ngikih nyuh (SR. 39 Intf.) Nama terlalu memarut kelapa * Luh Purnama terlalu memarut kelapa (3b) *Luh Purnama lebih ngikih nyuh. (SR. 39 Intf.) Nama lebih memarut kelapa * Luh Purnama lebih memarut kelapa Kata sing tidak pada data (1) bentuknya berterima bergabung dengan kata macukur bercukur. Kata ten tidak pada data (2) bentuknya gramatikal bergabung dengan kata nepukin melihat. Demikian juga pada data (3) apabila di depan predikat ditambahkan kata tusing tidak sehingga menjadi Luh Purnama tusing ngikih nyuh Luh Purnama tidak memarut kelapa bentuknya berterima. Kata kaliwat sangat pada data (3a) tidak berterima bila bergabung dengan kata ngikih nyuh memarut kelapa, demikian juga pada data (3b), kata lebih lebih tidak berterima bergabung dengan kata ngikih nyuh memarut kelapa.

19 19 Berdasarkan data di atas, dapat ditegaskan bahwa ciri-ciri verba dalam bahasa Indonesia tidak berbeda dengan ciri-ciri verba dalam bahasa Bali. Dengan demikian, verba dalam bahasa Bali tidak bisa bergabung dengan kata kaliwat sangat dan lebih lebih, tetapi bisa bergabung dengan kata ten tidak, dan tusing tidak Verba Tunggal Di antara pedikat verbal, ada yang tunggal dan ada yang serial. Predikat verbal yang tunggal adalah predikat dengan verba utama yang hanya satu. Contohnya ialah klausa Gusti Ngurah nektek bē Gusti Ngurah mencincang daging sehingga predikat tunggal dapat diketahui dengan mudah, yakni nektek memotong, karena merupakan sebuah predikat yang terdiri atas satu buah verba saja Verba Serial Struktur verba serial adalah struktur predikatif dengan verba utama yang lebih dari satu (biasanya dua) sedemikian rupa sehingga tak ada verba yang tergantung dari verba yang lainnya. Contoh sebagai berikut. (aa) Bapa bah bangun Ayah jatuh bangun. (ab) (ac) Bapa bah lan bangun Ayah jatuh dan bangun. Bapa bangun lan bah Ayah bangun dan jatuh. (ad) *Bapa bangun bah Ayah bangun jatuh.

20 20 Contoh (aa) merupakan klausa yang hanya satu, sehingga berbeda dengan (ab) yang merupakan kalimat majemuk, terdiri atas dua klausa, yakni bapa bah ayah jatuh dan bapa bangun ayah bangun, dihubungkan dengan lan dan. Perhatikanlah (aa) dan (ac) sama-sama gramatikal, sedangkan (ad) tidak, karena bah bangun jatuh bangun merupakan hanya satu predikat, terdiri atas dua buah verba yang dirangkaikan secara serial yakni hanya dalam urutan tersebut bah bangun jatuh bangun Valensi dan Pilihan Valensi Terdapat sejumlah konsep teoretis penting di dalam teori MSA, yaitu makna asali, aloleksi, polisemi, pilihan valensi, dan sintaksis NSM. Namun, dalam penelitian ini, hanya digunakan konsep yang relevan, yakni makna asali dan pilihan valensi. Di dalam klausa, konstituen induk adalah verba, yang secara fungsional disebut dengan predikat. Verba itu disertai nomina atau frasa nominal. Fungsi induk dalam klausa itu memang predikat. Predikat itu biasanya berupa verbal atau secara kategorial predikat itu berupa verba. Verba mengungkapkan suatu keadaan, kejadian, atau kegiatan. Dalam keadaan, kejadian, dan kegiatan tersebut biasanya terlibatlah orang atau benda, entah satu atau lebih. Orang atau benda tersebut dapat disebut sebagai Peserta-Peserta dalam keadaan atau kejadian yang diungkapkan oleh verba di tempat predikat, dan peserta itu berupa nominal. Jumlah peserta tergantung dari jenis verba di tempat predikat.

21 21 Verba-verba dapat digolongkan menurut kemungkinan adanya satu, dua, atau tiga peserta nominal itu, dengan istilah valensi. Peserta-peserta itu disebut dengan argumen. Valensi adalah hubungan sintaktis antara verba dan unsurunsur di sekitarnya, mencakup ketransitifan dan penguasaan verba atas argumen-argumen di sekitarnya (Kridalaksana, 2008:253). Argumen adalah nomina atau frasa nominal yang bersama predikator membentuk suatu proposisi. Argumen itu secara fungsional ada dua jenis yaitu Subjek dan Objek. Subjek adalah apa yang berada dalam keadaan yang diartikan oleh verba di tempat predikat atau apa yang mengalami kejadian yang diartikan oleh verba (bervalensi satu atau lebih dari satu tetapi dalam bentuk pasif) atau apa yang melakukan hal-hal yang diartikan oleh verba (Verhaar, 2006: 166). Objek adalah nomina atau kelompok nomina yang melengkapi verba-verba tertentu di dalam klausa. Lebih jelasnya lagi, objek adalah pihak yang mengalami tindakan yang diartikan oleh verba bervalensi, minimal bervalensi dua (Verhaar, 2006: 166) Verba Memotong Dari segi perilaku semantik, verba memiliki makna inheren melakukan atau tindakan yang terkandung di dalamnya (Gande, 2012: 19). Verba memotong adalah sebuah verba yang mengekspresikan dua makna asali, yaitu melakukan dan terjadi. Kedua makna tersebut merupakan polisemi, tetapi memiliki kerangka gramatikal yang berbeda, kecuali hubungannya yang

22 22 menyerupai pengartian (entailment like relationship) (Wierzbicka, 1996: 28 29; Goddard, 1997: 12-13). Verba memotong pada hakikatnya mencerminkan suatu tindakan di mana ACTOR menyebabkan UNDERGOER mengalami perubahan fisik, yang pada awalnya berupa satu buah bagian, kemudian akibat tindakan ACTOR, UNDERGOER mengalami pemisahan bagiannya menjadi dua, tiga, banyak, atau tetap satu bagian tetapi tidak utuh seperti sedia kala. Dengan demikian, tingkat kesempurnaan perubahan UNDERGOER bisa dibedakan menjadi tingkat kesempurnaan yang rendah, dan tingkat kesempurnaan perubahan yang tinggi (Pateda, 2001: 274). Sesuai dengan hasil yang diharapkan di dalam aktivitasnya, verba memotong dapat dilakukan dengan cara apa saja, baik dengan merealisasikan leksikon yang murni bermakna memotong maupun dengan leksikon yang bermakna lain, tetapi berimplikasi menyebabkan suatu objek mengalami pemisahan wujud atau perubahan fisik menjadi bagian yang terpisah. Dengan demikian, di dalam penelitian ini dibaurkan beberapa leksikon yang pada dasarnya bermakna menggigit, menarik atau menghentakkan, merobek, dan memetik karena berimplikasi menyebabkan suatu objek entitas mengalami perubahan seperti apa yang tersaji dalam konsep verba memotong.

23 Makna Konsep Makna Makna adalah pengertian atau konsep yang dimiliki atau terdapat pada sebuah tanda linguistik. Setiap tanda linguistik tersebut terdiri atas dua komponen, yakni (1) signifian yang mengartikan yang berupa runtutan bunyi dan komponen yang berikutnya, yakni komponen signifie yang diartikan yang berupa pengertian atau konsep (Saussure, 1966). Dalam bahasa yang diungkapkan oleh seseorang, akan terkandung makna-makna tertentu yang ditangkap oleh lawan tuturnya sesuai dengan konteks sosial budayanya. Konsep makna menurut Pierce adalah (1) konsep atau pengetahuan yang dimiliki tentang suatu objek tidak bersifat absolut. Suatu objek mungkin tetap tak mungkin berubah, sementara makna kata itu mungkin berubah bagi kita kalau ada perubahan pengetahuan tentang objek itu atau perubahan perasaan kita terhadap objek itu (Ullmann, 1977: 67); (3) makna tidak hanya berada pada tataran psikologis, tetapi berada pula pada tataran komunikasi sosial yang melibatkan faktor konstekstual. Dalam kajian teori tanda, makna kontekstual menganggap makna satu tanda sebagai fungsi hubungannya dengan tanda lain dalam konteksnya (Noth, 1995: 100). Berkaitan dengan makna pragmatik, konteks penggunaan suatu kata atau kalimat ditentukan oleh faktor situasional, seperti the role of participants, discourse, time, dan intention.

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Ada beberapa konsep yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu verba, verba

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Ada beberapa konsep yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu verba, verba BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Ada beberapa konsep yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu verba, verba ujaran, tipe semantis, makna, dan struktur semantis. Konsep-konsep

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. kejadian, komponen semantis, kategorisasi, dan makna.

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. kejadian, komponen semantis, kategorisasi, dan makna. BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Ada beberapa konsep yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu verba kejadian, komponen semantis, kategorisasi, dan makna. Verba kejadian

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Ada beberapa konsep yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu verba AMBIL, komponen semantis, kategorisasi, makna, polisemi, dan sintaksis

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Ada beberapa konsep yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu verba,

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Ada beberapa konsep yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu verba, BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Ada beberapa konsep yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu verba, verba gerakan agentif, komponen semantis, kategorisasi semantis, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. gramatikal dalam bahasa berkaitan dengan telaah struktur bahasa yang berkaitan. dengan sistem kata, frasa, klausa, dan kalimat.

BAB I PENDAHULUAN. gramatikal dalam bahasa berkaitan dengan telaah struktur bahasa yang berkaitan. dengan sistem kata, frasa, klausa, dan kalimat. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian dalam bidang linguistik berkaitan dengan bahasa tulis dan bahasa lisan. Bahasa tulis memiliki hubungan dengan tataran gramatikal. Tataran gramatikal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kemiripan makna dalam suatu bentuk kebahasaan dapat menimbulkan

BAB I PENDAHULUAN. Kemiripan makna dalam suatu bentuk kebahasaan dapat menimbulkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiripan makna dalam suatu bentuk kebahasaan dapat menimbulkan kekacauan pada tindak berbahasa. Salah satu contoh penggunaan bentuk bersinonim yang dewasa ini sulit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Studi dalam penelitian ini berkonsentrasi pada kelas verba dalam kalimat

BAB I PENDAHULUAN. Studi dalam penelitian ini berkonsentrasi pada kelas verba dalam kalimat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Studi dalam penelitian ini berkonsentrasi pada kelas verba dalam kalimat bahasa Sunda. Dalam pandangan penulis, kelas verba merupakan elemen utama pembentuk keterkaitan

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, TINJAUAN PUSTAKA BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep 2.1.1 Semantik Semantik adalah studi tentang makna, pusat penyelidikan bahasa untuk memahami hakikat bahasa dan kemampuan bahasa manusia (Goddard

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Linguistik, semantik adalah bidang yang fokus mempelajari tentang makna baik yang berupa text

BAB I PENDAHULUAN. Linguistik, semantik adalah bidang yang fokus mempelajari tentang makna baik yang berupa text BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah alat komunikasi yang digunakan oleh manusia dalam kehidupan seharihari. Ketika berbahasa ada bentuk nyata dari pikiran yang ingin disampaikan kepada mitra

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN TEORI BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka Kajian pustaka memuat uraian sistematis tentang teori-teori dasar dan konsep atau hasil-hasil penelitian yang ditemukan oleh peneliti terdahulu

Lebih terperinci

ABSTRAK STRUKTUR DAN PERAN SEMANTIS VERBA MENYENTUH BAHASA BALI: KAJIAN METABAHASA SEMANTIK ALAMI (MSA)

ABSTRAK STRUKTUR DAN PERAN SEMANTIS VERBA MENYENTUH BAHASA BALI: KAJIAN METABAHASA SEMANTIK ALAMI (MSA) x ABSTRAK STRUKTUR DAN PERAN SEMANTIS VERBA MENYENTUH BAHASA BALI: KAJIAN METABAHASA SEMANTIK ALAMI (MSA) Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis struktur semantik verba menyentuh bahasa Bali, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sawardi (2004:1) menjelaskan bahwa teori kebahasaan memahami refleksif berdasarkan pola kalimat umumnya (agen melakukan sesuatu terhadap pasien).

Lebih terperinci

KATA BESAR: BENTUK, PERILAKU, DAN MAKNA. Disusun Oleh: SHAFIRA RAMADHANI FAKULTAS ILMU BUDAYA, UNIVERSITAS DIPONEGORO, SEMARANG,50257

KATA BESAR: BENTUK, PERILAKU, DAN MAKNA. Disusun Oleh: SHAFIRA RAMADHANI FAKULTAS ILMU BUDAYA, UNIVERSITAS DIPONEGORO, SEMARANG,50257 KATA BESAR: BENTUK, PERILAKU, DAN MAKNA Disusun Oleh: SHAFIRA RAMADHANI - 13010113140096 FAKULTAS ILMU BUDAYA, UNIVERSITAS DIPONEGORO, SEMARANG,50257 1. INTISARI Semiotika merupakan teori tentang sistem

Lebih terperinci

ABSTRAK MAKNA IDIOM BAHASA JEPANG: KAJIAN METABAHASA SEMANTIK ALAMI

ABSTRAK MAKNA IDIOM BAHASA JEPANG: KAJIAN METABAHASA SEMANTIK ALAMI ABSTRAK MAKNA IDIOM BAHASA JEPANG: KAJIAN METABAHASA SEMANTIK ALAMI Tesis ini membahas mengenai makna idiom bahasa Jepang. Idiom bahasa Jepang yang digunakan dibatasi pada idiom yang memakai nama anggota

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Allan, Keith Natural Language Semantics. Massachusetts: Blackwell.

DAFTAR PUSTAKA. Allan, Keith Natural Language Semantics. Massachusetts: Blackwell. DAFTAR PUSTAKA Allan, Keith. 2001. Natural Language Semantics. Massachusetts: Blackwell. Artawa, Ketut. 2004. Balinese Language : A Typological Description. Denpasar: CV Bali Media Adhikarsa. Bagus, I

Lebih terperinci

STRUKTUR SEMANTIS VERBA UJARAN BAHASA SIMALUNGUN

STRUKTUR SEMANTIS VERBA UJARAN BAHASA SIMALUNGUN STRUKTUR SEMANTIS VERBA UJARAN BAHASA SIMALUNGUN SKRIPSI OLEH ROHFINTA OKTORIA SINAGA NIM 100701024 DEPARTEMEN SASTRA INDONESIA FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2014 STRUKTUR SEMANTIS

Lebih terperinci

BAB V P E N U T U P. Ketika kita membaca semua tulisan dalam tesis yang berjudul Kalimat

BAB V P E N U T U P. Ketika kita membaca semua tulisan dalam tesis yang berjudul Kalimat BAB V P E N U T U P 5.1 Kesimpulan Ketika kita membaca semua tulisan dalam tesis yang berjudul Kalimat tunggal bahasa Sula yang dipaparkan bahasan masaalahnya mulai dari bab II hingga bab IV dalam upaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sintaksis,fungsi semantis dan fungsi pragmatis.fungsi sintaksis adalah hubungan

BAB I PENDAHULUAN. sintaksis,fungsi semantis dan fungsi pragmatis.fungsi sintaksis adalah hubungan 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Analisis kalimat dapat dilakukan pada tiga tataran fungsi, yaitu fungsi sintaksis,fungsi semantis dan fungsi pragmatis.fungsi sintaksis adalah hubungan gramatikal antara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan kekayaan alam yang sangat menakjubkan. Summer Institute of

BAB I PENDAHULUAN. merupakan kekayaan alam yang sangat menakjubkan. Summer Institute of 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kajian bahasa dimulai setelah manusia menyadari keberagaman bahasa merupakan kekayaan alam yang sangat menakjubkan. Summer Institute of Linguistics menyebutkan bahwa

Lebih terperinci

BAB VI TATARAN LINGUISTIK SINTAKSIS

BAB VI TATARAN LINGUISTIK SINTAKSIS Nama : Khoirudin A. Fauzi NIM : 1402408313 BAB VI TATARAN LINGUISTIK SINTAKSIS Pada bab terdahulu disebutkan bahwa morfologi dan sintaksis adalah bidang tataran linguistik yang secara tradisional disebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Dalam memahami konsep mengenai teori kebahasaan, linguistik

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Dalam memahami konsep mengenai teori kebahasaan, linguistik BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam memahami konsep mengenai teori kebahasaan, linguistik sistemik fungsional berperan penting memberikan kontribusi dalam fungsi kebahasaan yang mencakup

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. A. Kajian Pustaka. Kajian pustaka adalah mempelajari kembali temuan penelitian terdahulu atau

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. A. Kajian Pustaka. Kajian pustaka adalah mempelajari kembali temuan penelitian terdahulu atau BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Kajian Pustaka Kajian pustaka adalah mempelajari kembali temuan penelitian terdahulu atau yang sudah ada dengan menyebutkan dan membahas seperlunya hasil penelitian

Lebih terperinci

Alat Sintaksis. Kata Tugas (Partikel) Intonasi. Peran. Alat SINTAKSIS. Bahasan dalam Sintaksis. Morfologi. Sintaksis URUTAN KATA 03/01/2015

Alat Sintaksis. Kata Tugas (Partikel) Intonasi. Peran. Alat SINTAKSIS. Bahasan dalam Sintaksis. Morfologi. Sintaksis URUTAN KATA 03/01/2015 SINTAKSIS Pengantar Linguistik Umum 26 November 2014 Morfologi Sintaksis Tata bahasa (gramatika) Bahasan dalam Sintaksis Morfologi Struktur intern kata Tata kata Satuan Fungsi Sintaksis Struktur antar

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. tersebut perlu dibatasi untuk menghindari salah tafsir bagi pembaca.

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. tersebut perlu dibatasi untuk menghindari salah tafsir bagi pembaca. BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Ada beberapa konsep yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu verba, verba POTONG, komponen semantis, kategorisasi, dan makna. Konsep-konsep

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. semantis, kategorisasi, makna, dan kebudayaan. Konsep-konsep tersebut perlu dibatasi untuk

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. semantis, kategorisasi, makna, dan kebudayaan. Konsep-konsep tersebut perlu dibatasi untuk BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Ada beberapa konsep yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu warna, komponen semantis, kategorisasi, makna, dan kebudayaan. Konsep-konsep

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Dalam penelitian ini, dijelaskan konsep bentuk, khususnya afiksasi, dan

BAB 2 LANDASAN TEORI. Dalam penelitian ini, dijelaskan konsep bentuk, khususnya afiksasi, dan BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengantar Dalam penelitian ini, dijelaskan konsep bentuk, khususnya afiksasi, dan makna gramatikal. Untuk menjelaskan konsep afiksasi dan makna, penulis memilih pendapat dari Kridalaksana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Morfologi merupakan cabang ilmu linguistik yang mengkaji tentang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Morfologi merupakan cabang ilmu linguistik yang mengkaji tentang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Morfologi merupakan cabang ilmu linguistik yang mengkaji tentang struktur kata dan cara pembentukan kata (Harimurti Kridalaksana, 2007:59). Pembentukan kata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu berinteraksi antara satu

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu berinteraksi antara satu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu berinteraksi antara satu dengan yang lainnya, yang kemudian disebut dengan komunikasi. Bahasa merupakan alat komunikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk hidup bersama. Untuk menjalani kehidupan sehari-hari antara orang yang

BAB I PENDAHULUAN. untuk hidup bersama. Untuk menjalani kehidupan sehari-hari antara orang yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia diciptakan sebagai makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri. Dalam kelangsungan hidupnya manusia selalu membutuhkan orang lain untuk hidup bersama. Untuk

Lebih terperinci

Irma Setiawan Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP Universitas Muhammadiyah Mataram Pos-el:

Irma Setiawan Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP Universitas Muhammadiyah Mataram Pos-el: VERBA LEMPAR BAHASA SASAK: KAJIAN METABAHASA SEMANTIK ALAMI Irma Setiawan Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP Universitas Muhammadiyah Mataram Pos-el: Irmasetiawan9@gmail.com Abstrak

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORETIS

BAB 2 LANDASAN TEORETIS BAB 2 LANDASAN TEORETIS 2.1 Kerangka Acuan Teoretis Penelitian ini memanfaatkan pendapat para ahli di bidangnya. Bidang yang terdapat pada penelitian ini antara lain adalah sintaksis pada fungsi dan peran.

Lebih terperinci

BAB 5 PENUTUP. Campur code..., Annisa Ramadhani, FIB UI, Universitas Indonesia

BAB 5 PENUTUP. Campur code..., Annisa Ramadhani, FIB UI, Universitas Indonesia BAB 5 PENUTUP 5.1 Simpulan Penelitian jenis proses campur kode menunjukkan hasil yang berbeda-beda antara bahasa yang satu dan bahasa yang lain karena subjek penelitian mereka pun berbeda-beda, baik dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah mahluk sosial yang sempurna dibandingkan dengan mahluk ciptaan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah mahluk sosial yang sempurna dibandingkan dengan mahluk ciptaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah 1.1.1 Latar Belakang Manusia adalah mahluk sosial yang sempurna dibandingkan dengan mahluk ciptaan lain. Manusia memiliki keinginan atau hasrat untuk memenuhi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa Orientasi Siswa (selanjutnya disebut MOS) merupakan suatu

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa Orientasi Siswa (selanjutnya disebut MOS) merupakan suatu 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa Orientasi Siswa (selanjutnya disebut MOS) merupakan suatu kegiatan yang rutin dilakukan oleh pihak sekolah untuk menyambut kedatangan siswa baru. Kegiatan ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang belum mengecap ilmu pengetahuan di sekolah atau perguruan tinggi

BAB I PENDAHULUAN. yang belum mengecap ilmu pengetahuan di sekolah atau perguruan tinggi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesalahan berbahasa ini tidak hanya terjadi pada orang-orang awam yang belum mengecap ilmu pengetahuan di sekolah atau perguruan tinggi tertentu, tetapi sering

Lebih terperinci

BAB 5 SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN. Berdasarkan analisis dokumen, analisis kebutuhan, uji coba I, uji coba II,

BAB 5 SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN. Berdasarkan analisis dokumen, analisis kebutuhan, uji coba I, uji coba II, 654 BAB 5 SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN 5.1 Simpulan Berdasarkan analisis dokumen, analisis kebutuhan, uji coba I, uji coba II, uji lapangan, dan temuan-temuan penelitian, ada beberapa hal yang dapat

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. onoma yang berarti nama dan syn yang berarti dengan. Secara harfiah sinonim

BAB II KAJIAN PUSTAKA. onoma yang berarti nama dan syn yang berarti dengan. Secara harfiah sinonim BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Hakikat Sinonim Secara etimologi kata sinonim berasal dari bahasa Yunani kuno, yaitu onoma yang berarti nama dan syn yang berarti dengan. Secara harfiah sinonim berarti nama lain

Lebih terperinci

KATA MENANGIS : BENTUK, PERILAKU, DAN MAKNA. Kumairoh. Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya. Universitas Dipnegoro. Abstrak

KATA MENANGIS : BENTUK, PERILAKU, DAN MAKNA. Kumairoh. Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya. Universitas Dipnegoro. Abstrak KATA MENANGIS : BENTUK, PERILAKU, DAN MAKNA Kumairoh Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya Universitas Dipnegoro Abstrak Bahasa Indonesia merupakan alat komunikasi yang digunakan oleh masyarakat dalam

Lebih terperinci

STRUKTUR SEMANTIK PRONOMINA PERSONA DALAM SISTEM SAPAAN BAHASA BALI

STRUKTUR SEMANTIK PRONOMINA PERSONA DALAM SISTEM SAPAAN BAHASA BALI STRUKTUR SEMANTIK PRONOMINA PERSONA DALAM SISTEM SAPAAN BAHASA BALI I Ketut Agus Adi Kamajaya Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar Jalan Nusa Indah Denpasar Ponsel; 081337186467 gdeujus@yahoo.co.id ABSTRACT

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI Tinjauan pustaka memaparkan lebih lanjut tentang penelitian sebelumnya yang berhubungan dengan penelitian yang dilakukan. Selain itu, dipaparkan konsep

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun sebagai komunikan (mitra baca, penyimak, pendengar, atau pembaca).

BAB I PENDAHULUAN. maupun sebagai komunikan (mitra baca, penyimak, pendengar, atau pembaca). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa memiliki peran penting dalam kehidupan manusia. Manusia sebagai makhluk sosial tidak akan pernah lepas dari peristiwa komunikasi. Dalam berkomunikasi,

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. kualitatif. Menurut pakar Jalaludin Rahmat penelitin deskriptif adalah

METODOLOGI PENELITIAN. kualitatif. Menurut pakar Jalaludin Rahmat penelitin deskriptif adalah BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Sifat Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Menurut pakar Jalaludin Rahmat penelitin deskriptif adalah penelitian yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang ada di wilayah Sulawesi Tenggara, tepatnya di Pulau Buton. Pada masa

BAB I PENDAHULUAN. yang ada di wilayah Sulawesi Tenggara, tepatnya di Pulau Buton. Pada masa 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa Wolio yang selanjutnya disingkat BW adalah salah satu bahasa daerah yang ada di wilayah Sulawesi Tenggara, tepatnya di Pulau Buton. Pada masa Kerajaan Kesultanan

Lebih terperinci

BAB 4 UNSUR-UNSUR BAHASA INGGRIS YANG MUNCUL DALAM CAMPUR KODE

BAB 4 UNSUR-UNSUR BAHASA INGGRIS YANG MUNCUL DALAM CAMPUR KODE BAB 4 UNSUR-UNSUR BAHASA INGGRIS YANG MUNCUL DALAM CAMPUR KODE 4.1 Pengantar Bagian ini akan membicarakan analisis unsur-unsur bahasa Inggris yang masuk ke dalam campur kode dan membahas hasilnya. Analisis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa adalah alat komunikasi antaranggota masyarakat yang berupa sistem

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa adalah alat komunikasi antaranggota masyarakat yang berupa sistem BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah alat komunikasi antaranggota masyarakat yang berupa sistem lambang bunyi yang bermakna dan dihasilkan oleh alat ucap manusia (Keraf, 2004:1), sedangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Surat kabar atau dapat disebut koran merupakan lembaran-lembaran kertas

BAB I PENDAHULUAN. Surat kabar atau dapat disebut koran merupakan lembaran-lembaran kertas 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Surat kabar atau dapat disebut koran merupakan lembaran-lembaran kertas yang bertuliskan berita-berita dan sebagainya (Sugono ed., 2015:872). Beritaberita dalam surat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. verba asal, yaitu verba yang dapat berdiri sendiri tanpa afiks dalam konteks

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. verba asal, yaitu verba yang dapat berdiri sendiri tanpa afiks dalam konteks BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa Indonesia pada dasarnya mempunyai dua macam bentuk verba, (i) verba asal, yaitu verba yang dapat berdiri sendiri tanpa afiks dalam konteks sintaksis,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. Persinggungan antara dua bahasa atau lebih akan menyebabkan kontak

BAB II KAJIAN TEORI. Persinggungan antara dua bahasa atau lebih akan menyebabkan kontak 9 BAB II KAJIAN TEORI Persinggungan antara dua bahasa atau lebih akan menyebabkan kontak bahasa. Chaer (2003: 65) menyatakan bahwa akibat dari kontak bahasa dapat tampak dalam kasus seperti interferensi,

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. di luar bahasa, dan yang dipergunakan akal budi untuk memahami hal-hal tersebut

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. di luar bahasa, dan yang dipergunakan akal budi untuk memahami hal-hal tersebut BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep adalah gambaran mental dari obyek, proses, atau apa pun yang ada di luar bahasa, dan yang dipergunakan akal budi untuk memahami hal-hal

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. jawaban suatu permasalahan. Atau konsep adalah gambaran mental diri objek, proses, atau

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. jawaban suatu permasalahan. Atau konsep adalah gambaran mental diri objek, proses, atau BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep adalah suatu rangkaian kegiatan yang terencana dan sistematis untuk menemukan jawaban suatu permasalahan. Atau konsep adalah gambaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan alat komunikasi yang efektif. Bahasa dan proses

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan alat komunikasi yang efektif. Bahasa dan proses BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan alat komunikasi yang efektif. Bahasa dan proses berbahasa adalah hal yang tidak bisa terlepas dari kehidupan manusia. Dengan berbahasa, seseorang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dalam mencari informasi dan berkomunikasi. Klausa ataupun kalimat dalam

I. PENDAHULUAN. dalam mencari informasi dan berkomunikasi. Klausa ataupun kalimat dalam 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kesatuan bahasa terlengkap dan tertinggi dalam hierarki gramatikal yaitu wacana, pemahaman mengenai wacana tidak bisa ditinggalkan oleh siapa saja terutama dalam

Lebih terperinci

BENTUK KALIMAT IMPERATIF OLEH GURU DALAM KEGIATAN BELAJAR MENGAJAR DI MTS MUHAMMADIYAH 4 TAWANGHARJO KABUPATEN WONOGIRI NASKAH PUBLIKASI

BENTUK KALIMAT IMPERATIF OLEH GURU DALAM KEGIATAN BELAJAR MENGAJAR DI MTS MUHAMMADIYAH 4 TAWANGHARJO KABUPATEN WONOGIRI NASKAH PUBLIKASI BENTUK KALIMAT IMPERATIF OLEH GURU DALAM KEGIATAN BELAJAR MENGAJAR DI MTS MUHAMMADIYAH 4 TAWANGHARJO KABUPATEN WONOGIRI NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi sebagian persyaratan Guna mencapai derajat Sarjana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. alat untuk menyampaikan gagasan, pikiran, maksud, serta tujuan kepada orang lain.

BAB I PENDAHULUAN. alat untuk menyampaikan gagasan, pikiran, maksud, serta tujuan kepada orang lain. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Berkomunikasi merupakan suatu kegiatan yang mempergunakan bahasa sebagai alat untuk menyampaikan gagasan, pikiran, maksud, serta tujuan kepada orang lain.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia merupakan negara kesatuan yang terdiri atas beribu pulau, yang

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia merupakan negara kesatuan yang terdiri atas beribu pulau, yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Negara Indonesia merupakan negara kesatuan yang terdiri atas beribu pulau, yang didiami oleh berbagai suku bangsa. Setiap suku bangsa mempunyai ciri khas tersendiri

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kepustakaan yang Relevan Kajian tentang morfologi bahasa khususnya bahasa Melayu Tamiang masih sedikit sekali dilakukan oleh para ahli bahasa. Penulis menggunakan beberapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah suatu alat komunikasi pada manusia untuk menyatakan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah suatu alat komunikasi pada manusia untuk menyatakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah suatu alat komunikasi pada manusia untuk menyatakan tanggapannya terhadap alam sekitar atau peristiwa-peristiwa yang dialami secara individual atau secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berbeda dengan sintaksis yang mempelajari bagaimana satuan bahasa terbentuk,

BAB I PENDAHULUAN. Berbeda dengan sintaksis yang mempelajari bagaimana satuan bahasa terbentuk, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam mempelajari bahasa Inggris terutama yang berkenaan dengan makna yang terkandung dalam setiap unsur suatu bahasa, semantik merupakan ilmu yang menjadi pengukur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sasaran (selanjutnya disingkat Bsa) se-alami mungkin baik secara arti dan secara

BAB I PENDAHULUAN. sasaran (selanjutnya disingkat Bsa) se-alami mungkin baik secara arti dan secara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini, perbedaan bahasa sudah tidak lagi menjadi hambatan untuk mendapatkan informasi dari berbagai belahan dunia. Tuntutan mendapatkan informasi inilah yang memunculkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. komunikasi utama untuk saling berinteraksi satu sama lain. Bahasa adalah sistem

BAB I PENDAHULUAN. komunikasi utama untuk saling berinteraksi satu sama lain. Bahasa adalah sistem BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan sehari-hari kita tidak lepas dari bahasa sebagai alat komunikasi utama untuk saling berinteraksi satu sama lain. Bahasa adalah sistem lambang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan adanya sarana agar komunikasi tersebut dapat berjalan dengan

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan adanya sarana agar komunikasi tersebut dapat berjalan dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap individu di dalam kehidupan pasti tidak akan terlepas untuk melakukan komunikasi dengan individu lainnya. Dalam berkomunikasi diperlukan adanya sarana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang saling berhubungan untuk menghasilkan rasa kepaduan atau rasa kohesi

BAB I PENDAHULUAN. yang saling berhubungan untuk menghasilkan rasa kepaduan atau rasa kohesi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berbicara masalah wacana, peneliti menjadi tertarik untuk melakukan penelitian yang bertemakan analisis wacana. Menurut Deese dalam Sumarlam (2003: 6) mengatakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dibandingkan komunikasi dalam bentuk tulisan. bahasa Indonesia ragam lisan atau omong.

BAB I PENDAHULUAN. dibandingkan komunikasi dalam bentuk tulisan. bahasa Indonesia ragam lisan atau omong. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia lebih banyak melakukan komunikasi lisan daripada komunikasi tulisan oleh sebab itu, komunikasi lisan dianggap lebih penting dibandingkan komunikasi dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran bahasa Indonesia mencakup empat keterampilan berbahasa

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran bahasa Indonesia mencakup empat keterampilan berbahasa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembelajaran bahasa Indonesia mencakup empat keterampilan berbahasa yaitu mendengar, berbicara, membaca, dan menulis. Salah satu aspek keterampilan berbahasa yang harus

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 35 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Sifat Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Menurut pakar Jalaludin Rahmat penelitian deskriptif adalah penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesistematisan dari jalan pikiran dan perasaan dalam bentuk tulis. Menurut Chaer dan

BAB I PENDAHULUAN. kesistematisan dari jalan pikiran dan perasaan dalam bentuk tulis. Menurut Chaer dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan alat komunikasi untuk mengungkapkan pikiran dan perasaan. Ragam bahasa menurut sarananya dibatasi atas ragam lisan dan tulisan. Karena bahasa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Bahasa merupakan sistem lambang bunyi yang bersifat dinamis, arbitrer,

BAB 1 PENDAHULUAN. Bahasa merupakan sistem lambang bunyi yang bersifat dinamis, arbitrer, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Bahasa merupakan sistem lambang bunyi yang bersifat dinamis, arbitrer, konvensional, dan memiliki makna. Sifat dinamis itu muncul karena manusia sebagai

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. deiksis pada wacana tulis dalam Kakilangit pada majalah Horison edisi 2012.

III. METODE PENELITIAN. deiksis pada wacana tulis dalam Kakilangit pada majalah Horison edisi 2012. 43 III. METODE PENELITIAN Dalam metode penelitian ini akan dipaparkan rancangan penelitian, sumber data, instrumen penelitian, metode dan teknik pengumpulan data, metode dan teknik analisis data. 3.1 Rancangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupan sosial masyarakat karena tanpa bahasa masyarakat akan sulit untuk

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupan sosial masyarakat karena tanpa bahasa masyarakat akan sulit untuk 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa merupakan suatu sistem komunikasi yang memiliki peranan penting dalam kehidupan sosial masyarakat karena tanpa bahasa masyarakat akan sulit untuk melanjutkan

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu metode penelitian deskriptif analitik. Metode deskriptif merupakan metode penelitian yang bertujuan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Linguistik adalah ilmu tentang bahasa; penyelidikan bahasa secara ilmiah (Kridalaksana,

BAB I PENDAHULUAN. Linguistik adalah ilmu tentang bahasa; penyelidikan bahasa secara ilmiah (Kridalaksana, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Linguistik adalah ilmu tentang bahasa; penyelidikan bahasa secara ilmiah (Kridalaksana, 2008:143). Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang digunakan oleh para anggota

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan suatu media terpenting untuk berkomunikasi baik

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan suatu media terpenting untuk berkomunikasi baik BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan suatu media terpenting untuk berkomunikasi baik melalui lisan maupun tulisan. Salah satu bahasa yang digunakan adalah bahasa Inggris. Bahasa

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Metodologi penelitian diperlukan dalam pencapaian sasaran penelitian, seperti yang ditegaskan oleh Sudaryanto (1992:25) bahwa metode dalam penelitian sangat dibutuhkan karena

Lebih terperinci

PERILAKU SINTAKSIS FRASA ADJEKTIVA SEBAGAI PENGUAT JATI DIRI BAHASA INDONESIA

PERILAKU SINTAKSIS FRASA ADJEKTIVA SEBAGAI PENGUAT JATI DIRI BAHASA INDONESIA -Konferensi Nasional Bahasa dan Sastra III- PERILAKU SINTAKSIS FRASA ADJEKTIVA SEBAGAI PENGUAT JATI DIRI BAHASA INDONESIA Munirah Pascasarjana Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Unismuh Makassar munirah.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka Penulis mengambil beberapa jurnal, skripsi, disertasi dan bahan pustaka lainnya yang berkaitan dengan analisis kontrastif, adverbial

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam pesebab (Payne, 2002: 175). Ketiga, konstruksi tersebut menunjukkan

BAB I PENDAHULUAN. dalam pesebab (Payne, 2002: 175). Ketiga, konstruksi tersebut menunjukkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai bagian dari kajian tipologi gramatikal, konstruksi kausatif cukup menarik untuk dikaji. Hal itu dilandaskan pada beberapa alasan. Pertama, konstruksi tersebut

Lebih terperinci

KONSTRUKSI OBJEK GANDA DALAM BAHASA INDONESIA

KONSTRUKSI OBJEK GANDA DALAM BAHASA INDONESIA HUMANIORA Suhandano VOLUME 14 No. 1 Februari 2002 Halaman 70-76 KONSTRUKSI OBJEK GANDA DALAM BAHASA INDONESIA Suhandano* 1. Pengantar ahasa terdiri dari dua unsur utama, yaitu bentuk dan arti. Kedua unsur

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Konsep adalah gambaran mental dari obyek, proses atau apa pun yang ada di luar

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Konsep adalah gambaran mental dari obyek, proses atau apa pun yang ada di luar BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep adalah gambaran mental dari obyek, proses atau apa pun yang ada di luar bahasa, dan yang dipergunakan akal budi untuk memahami hal-hal

Lebih terperinci

3. Menambah referensi dalam penelitian lainnya yang sejenis.

3. Menambah referensi dalam penelitian lainnya yang sejenis. 1.4.1 Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Mendeskripsikan kategori verba yang terdapat pada kolom Singkat Ekonomi harian Analisa edisi Maret 2013. 2. Mendeskripsikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat berupa tujuan jangka pendek, menengah, dan panjang. Dalam mata

BAB I PENDAHULUAN. dapat berupa tujuan jangka pendek, menengah, dan panjang. Dalam mata BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Peningkatan hasil belajar siswa merupakan tujuan yang ingin selalu dicapai oleh para pelaksana pendidikan dan peserta didik. Tujuan tersebut dapat berupa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pikiran, perasaan, dan pengalaman manusia disampaikan melalui bahasa.

BAB I PENDAHULUAN. Pikiran, perasaan, dan pengalaman manusia disampaikan melalui bahasa. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pikiran, perasaan, dan pengalaman manusia disampaikan melalui bahasa. Chaer dan Leonie (2010:14 15) mengungkapkan bahwa dalam komunikasi, bahasa berfungsi sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ada dua proses yang terjadi, yaitu proses kompetensi dan proses performansi.

BAB I PENDAHULUAN. ada dua proses yang terjadi, yaitu proses kompetensi dan proses performansi. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemerolehan bahasa atau akuisisi bahasa adalah proses yang berlangsung di dalam otak seorang anak ketika dia memperoleh bahasa pertamanya atau bahasa ibunya (Simanjuntak:1987:157).

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep merupakan gambaran mental dari objek, proses, atau apapun yang ada di luar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional digunakan oleh sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional digunakan oleh sebagian besar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional digunakan oleh sebagian besar masyarakat Indonesia, baik dalam bidang pendidikan, pemerintahan, maupun dalam berkomunikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Linguistik sebagai ilmu kajian bahasa memiliki berbagai cabang.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Linguistik sebagai ilmu kajian bahasa memiliki berbagai cabang. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Linguistik sebagai ilmu kajian bahasa memiliki berbagai cabang. Cabang-cabang itu diantaranya adalah fonologi, morfologi, sintaksis, semantik, pragmatik,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahasa adalah sebuah sistem lambang bunyi yang bersifat arbitrer yang digunakan oleh masyarakat umum dengan tujuan berkomunikasi. Dalam ilmu bahasa dikenal dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebab kalimat tanya tidak pernah lepas dari penggunaan bahasa sehari-hari

BAB I PENDAHULUAN. sebab kalimat tanya tidak pernah lepas dari penggunaan bahasa sehari-hari 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kalimat tanya selalu mendapat perhatian di dalam buku tata bahasa Indonesia (lihat Alwi dkk., 2003: 357; Chaer, 2000: 350). Hal ini dapat dimengerti sebab kalimat

Lebih terperinci

Bentuk Tuturan Imperatif Bahasa Indonesia dalam Interaksi Guru-Siswa di SMP Negeri 1 Sumenep

Bentuk Tuturan Imperatif Bahasa Indonesia dalam Interaksi Guru-Siswa di SMP Negeri 1 Sumenep Andriyanto, Bentuk Tuturan Imperatif Bahasa Indonesia... 9 Bentuk Tuturan Imperatif Bahasa Indonesia dalam Interaksi Guru-Siswa di SMP Negeri 1 Sumenep Andriyanto Bahasa Indonesia-Universitas Negeri Malang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Jenis Penelitian. dan analisis, yaitu mendeskripsikan dan menganalisis verba berprefiks ber- dalam

BAB III METODE PENELITIAN. A. Jenis Penelitian. dan analisis, yaitu mendeskripsikan dan menganalisis verba berprefiks ber- dalam BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif karena bersifat deskriptif dan analisis, yaitu mendeskripsikan dan menganalisis verba berprefiks ber- dalam

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Setiap bahasa memiliki sejumlah verba yang bermakna dasar AMBIL

BAB 1 PENDAHULUAN. Setiap bahasa memiliki sejumlah verba yang bermakna dasar AMBIL BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap bahasa memiliki sejumlah verba yang bermakna dasar AMBIL artinya semua bahasa memiliki verba AMBIL yang membedakannya hanyalah bahasa dan maknanya. Misalnya,

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. kategori leksikal, komplemen, keterangan, spesifier, dan kaidah struktur frasa.

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. kategori leksikal, komplemen, keterangan, spesifier, dan kaidah struktur frasa. BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Ada beberapa konsep yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu frasa, FP, kategori leksikal, komplemen, keterangan, spesifier, dan kaidah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Realisasi sebuah bahasa dinyatakan dengan ujaran-ujaran yang bermakna.

BAB 1 PENDAHULUAN. Realisasi sebuah bahasa dinyatakan dengan ujaran-ujaran yang bermakna. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Realisasi sebuah bahasa dinyatakan dengan ujaran-ujaran yang bermakna. Ujaran-ujaran tersebut dalam bahasa lisan diproses melalui komponen fonologi, komponen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan sosial budaya masyarakat pemakainya (periksa Kartini et al., 1982:1).

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan sosial budaya masyarakat pemakainya (periksa Kartini et al., 1982:1). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa Sunda (BS)1) memiliki kedudukan dan fungsi tertentu di dalam kehidupan sosial budaya masyarakat pemakainya (periksa Kartini et al., 1982:1). Di samping

Lebih terperinci

PENYEBAB INTERFERENSI GRAMATIS

PENYEBAB INTERFERENSI GRAMATIS PENYEBAB INTERFERENSI GRAMATIS BAHASA BATAK ANGKOLA DALAM KARANGAN BERBAHASA INDONESIA SISWA KELAS 5 SDN 105010 SIGAMA KECAMATAN PADANG BOLAK TAPANULI SELATAN Fitriani Lubis Fakultas Bahasa dan Seni Universitas

Lebih terperinci

BAB IV STRUKTUR DAN PERAN SEMANTIK VMBB. VMBB merupakan salah satu representasi dari butir-butir makna asali semantic

BAB IV STRUKTUR DAN PERAN SEMANTIK VMBB. VMBB merupakan salah satu representasi dari butir-butir makna asali semantic 52 BAB IV STRUKTUR DAN PERAN SEMANTIK VMBB 4.1 Struktur VMBB VMBB merupakan salah satu representasi dari butir-butir makna asali semantic primitives yaitu kategori action, events, dan movement dengan makna

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. fungsi verba frasal berpartikel off. Analisis verba frasal berpartikel off pada tesis ini

BAB V PENUTUP. fungsi verba frasal berpartikel off. Analisis verba frasal berpartikel off pada tesis ini BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Tesis ini menguraikan analisis mengenai konstruksi gramatikal, makna, dan fungsi verba frasal berpartikel off. Analisis verba frasal berpartikel off pada tesis ini dimulai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kailani (2001:76) menyatakan bahwa bahasa merupakan alat komunikasi yang

BAB I PENDAHULUAN. Kailani (2001:76) menyatakan bahwa bahasa merupakan alat komunikasi yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah 1.1.1 Latar Belakang Kailani (2001:76) menyatakan bahwa bahasa merupakan alat komunikasi yang berbentuk lisan dan tulisan yang dipergunakan oleh masyarakat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terjadi pergeseran makna pada BT, oleh sebab itu seorang penerjemah harus

BAB I PENDAHULUAN. terjadi pergeseran makna pada BT, oleh sebab itu seorang penerjemah harus BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penerjemahan adalah pengalihan makna dari bahasa sumber (BS) ke bahasa target (BT) dan makna BS harus dapat dipertahankan sehingga tidak terjadi pergeseran makna pada

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 37 BAB III METODE PENELITIAN Metode penelitian atau metode riset berasal dari Bahasa Inggris. Metode berasal dari kata method, yang berarti ilmu yang menerangkan cara-cara. Kata penelitian merupakan terjemahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Interferensi terjadi pada masyarakat tutur yang memiliki dua bahasa atau

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Interferensi terjadi pada masyarakat tutur yang memiliki dua bahasa atau BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Interferensi terjadi pada masyarakat tutur yang memiliki dua bahasa atau lebih yang disebut masyarakat bilingual (dwibahasawan). Interferensi merupakan perubahan

Lebih terperinci