BAB II KAJIAN TEORI. poros engkol yang kemudian diteruskan menuju roda gila. Kecepatan putar

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KAJIAN TEORI. poros engkol yang kemudian diteruskan menuju roda gila. Kecepatan putar"

Transkripsi

1 BAB II KAJIAN TEORI A. Motor Bensin Empat Langkah Menurut Bosch (2001), motor bensin pembakaran dalam menggunakan siklus Otto. Sistem pengapian membakar campuran udara dan bahan bakar dan dalam prosesnya mengubah energi kimia pada bahan bakar menjadi energi kinetik. Hasil dari pembakaran menyebabkan piston menghasilkan gerakan bolak-balik (reciprocating) di dalam silinder, sedangkan setang piston mengubah gerakan bolak-balik pada piston menjadi gerak putar pada poros engkol yang kemudian diteruskan menuju roda gila. Kecepatan putar poros engkol disebut juga kecepatan mesin (engine speed) atau kecepatan putar mesin per menit (engine rpm). 1. Prinsip Kerja Motor Empat Langkah Prinsip kerja motor empat langkah menggunakan mekanisme katup untuk mengontrol siklus pemasukan dan pembuangan campuran udara dan bahan bakar peda mesin. Katup-katup tersebut membuka dan menutup saluran masuk dan buang pada silinder untuk menyuplai campuran udara dan bahan bakar kedalam silinder dan mengeluarkan gas sisa pembakaran keluar dari silinder. 8

2 9 a. Langkah Hisap Diawali piston berada pada TMA (Titik Mati Atas), piston bergerak menuju TMB (Titik Mati Bawah) dan meningkatkan volume silinder, campuran udara dan bahan bakar terhisap masuk kedalam silinder melalui saluran masuk dimana posisi katup masuk terbuka sedangkan katup buang tertutup. Ruang bakar di dalam silinder mencapai volume maksimum (V h +V c ) di TMB. b. Langkah Kompresi Katup hisap dan katup buang dalam kondisi tertutup, piston bergerak dari TMB menuju TMA menyebabkan volume ruang bakar menyempit dan mengkompresikan campuran udara dan bahan bakar didalamnya menyebakan temperatur dan tekanan didalam silinder meningkat. Pada TMA ruang bakar mencapai volume minimum (V c ). c. Langkah Kerja Sebelum piston mencapai TMA, busi menyulut campuran udara dan bahan bakar pada sudut pengapian (ignition angle) yang tepat. Campuran udara dan bahan bakar terbakar seluruhnya saat piston beberapa derajat melewati TMA. Katup hisap dan katup buang masih tertutup dan panas pembakaran meningkatkan tekanan dalam silinder mendorong piston bergerak menuju TMB dan menghasilkan tenaga.

3 10 d. Langkah Buang Katup buang terbuka sesaat sebelum piston mencapai TMB. Gas sisa pembakaran bertekanan tinggi keluar dengan sendirinya dari silinder melalui saluran buang (exhaust manifold), kemudian sisa gas buang keluar terdorong oleh piston yang bergerak dari TMB menuju TMA. Ketika piston mencapai TMA, mulai bergerak untuk siklus kerja berikutnya yaitu langkah hisap setiap dua kali putaran poros engkol atau empat kali pergerakan piston. Untuk lebih jelasnya lihat gambar 2.1 Gambar 2.1 Siklus Kerja Motor Empat Langkah Sumber: Bosch (2001:5) 2. Waktu pembukaan katup Mekanisme pembukaan katup dirancang sedemikian rupa sehingga poros nok (camshaft) berputar satu kali untuk menggerakkan

4 11 katup hisap dan katup buang setiap dua kali putaran poros engkol (crankshaft) (Toyota Astra Motor, 2000:3-19). Waktu pembukaan katup mengatur waktu dimana katup masuk dan katup buang mulai membuka atau menutup berdasarkan derajat putaran poros engkol. Aliran gas (gas flow) dan pengaruh getaran kolom gas (gas-column vibration effect) digunakan untuk meningkatkan pengisian campuran udara dan bahan bakar pada ruang bakar dan mengeluarkan gas sisa pembakaran. Hal inilah yang menyebabkan mengapa dibutuhkan overlapping katup (Bosch, 2001:5). 3. Kompresi Perbandingan kompresi menunjukkan berapa jauh campuran udara dan bahan bakar yang dihisap selama langkah hisap dikompresikan dalam silinder selama langkah kompresi (Toyota Astra Motor, 2000:1-7). Nilainya dapat dirumuskan dengan ε = (Vh+Vc)/Vc dimana Vh menunjukkan volume ruang bakar dengan piston berada pada posisi TMB sedangkan Vc menunjukkan volume ruang bakar dengan piston berada pada posisi TMA (Bosch, 2001:6). Menurut Bosch (2001), rasio kompresi sangat berpengaruh terhadap: a. Torsi yang dihasilkan oleh mesin b. Keluaran tenaga yang dihasilkan oleh mesin

5 12 c. Konsumsi bahan bakar, dan d. Emisi gas buang sisa pembakaran Mesin bensin mempunyai rasio kompresi (ε) antara 7-13 tergantung tipe mesin dan prinsip pemasukan bahan bakarnya. Mesin dengan rasio kompresi antara umumnya digunakan untuk mesin diesel dan tidak dapat digunakan untuk mesin bensin. Mesin bensin memiliki kualitas anti-knock yang sangat terbatas, dan dengan tekanan kompresi yang tinggi menyebabkan temperatur yang tinggi pula pada ruang bakar menyebabkan pembakaran yang tidak terkendali pada bahan bakar bensin. Hal tersebut dapat menyebabkan detonasi yang dapat merusak mesin. 4. Perbandingan udara dan bahan bakar Perbandingan udara yang dibutuhkan untuk membakar 14,7 kg udara membutuhkan 1 kg bahan bakar yang kemudian disebut perbandingan campuran udara dan bahan bakar stoikiometri (stoichiometric ratio) 14,7:1 (Bosch, 2001:6). Faktor udara ekses (excess-air factor) λ mengindikasikan seberapa jauh perbandingan udara dan bahan bakar aktual dengan perbandingan udara dan bahan bakar teoritis 14,7:1. λ=1 menunjukkan bahwa mesin berjalan dengan perbandingan udara dan bahan bakar stoikiometri. Jika λ<1 menunjukkan mesin tersebut mengandung lebih banyak bahan bakar (campuran kaya), sedangkan jika λ>1 (dibawah

6 13 batasan λ=1,6) menunjukkan mesin tersebut mengalami kelebihan udara (campuran miskin). Besarnya campuran udara dan bahan bakar dimana mesin dapat bekerja tanpa mengalami gangguan berada pada rentang 8:1 hingga 18,5:1, hal tersebut dapat dijelaskan: a. 8 bagian udara berdasarkan berat dikombinasikan dengan 1 bagian bahan bakar (8:1) merupakan campuran paling kaya yang dapat diterima oleh mesin dan masih dapat melakukan pengapian. b. 18,5 bagian udara dicampur dengan 1 bagian bahan bakar (18,5:1) merupakan campuran paling miskin. Campuran udara dan bahan bakar yang terlalu kaya atau terlalu miskin menyebabkan pembakaran tidak normal atau mesin tidak dapat berjalan sama sekali (Halderman & Linder, 2006: 87). Untuk lebih jelasnya lihat gambar 2.2 Gambar 2.2 Mesin tidak akan bekerja jika campuran bahan bakar terlalu kaya atau terlalu miskin Sumber: Halderman & Linder (2006:87)

7 14 B. Bahan Bakar dan Proses Pembakaran pada Motor Bensin 4 Langkah 1. Bahan bakar Menurut Supraptono, bahan bakar adalah bahan-bahan yang digunakan dalam proses pembakaran. Tanpa adanya bahan bakar, proses pembakaran tidak mungkin berlangsung. Menurut asalnya, bahan bakar dibagi menjadi tiga golongan, yaitu bahan bakar nabati, bahan bakar mineral, dan bahan bakar fosil. Sedangkan ditinjau menurut bentuknya, bahan bakar dibagi menjadi tiga jenis yaitu bahan bakar berbentuk cair, padat, dan gas. Setiap bahan bakar memiliki karakteristik dan nilai pembakaran yang berbeda beda. Karakteristik inilah yang menentukan sifat sifat dalam proses pembakaran, sifat yang kurang menguntungkan dapat di sempurnakan dengan jalan menambah bahan-bahan kimia ke dalam bahan bakar tersebut, dengan harapan akan mempengaruhi daya anti detonasi atau daya letup dari bahan bakar, inilah yang disebut dengan bilangan oktan (octane number). Pada bahan bakar motor bensin, sedangkan pada bahan bakar motor Diesel sangat di pengaruhi oleh bilangan setana (cetane number). Pada motor bensin empat langkah bahan bakar yang digunakan adalah bensin. Bensin berasal dari kata benzena, sebenarnya zat ini berasal dari gas tambang yang mempunyai sifat beracun dan merupakan persenyawaan dari hidrokarbon tak jenuh, artinya dapat bereaksi dengan mudah terhadap unsur unsur lain dan merupakan

8 15 komposisi isooctane dengan normal-heptana. Kualitas bensin dinyatakan dengan angka oktan, atau octane number (Supraptono, 2004:13). Menurut Arismunandar dalam Pratama (2010:8), nilai oktan suatu bahan bakar merupakan bilangan yang menyatakan persen volume iso-oktana dalam campuran yang terdiri dari iso-oktana dan heptana normal yang mempunyai kecenderungan berdetonasi sama dengan bahan bakar tersebut. Bilangan oktan untuk bensin adalah sama dengan banyaknya persen iso-oktana dalam campuran itu. Semakin tinggi nilai oktan bahan bakar menunjukkan daya bakarnya semakin tinggi. (Supraptono, 2004:13) Di Indonesia bensin dibedakan menjadi tiga macam berdasarkan bilangan oktannya, yaitu: a. Premium Premium merupakan bensin yang berwarna kekuningkuningan, jika ditambahkan TEL (Tetra Ethyl Lead) sebagai penambah nilai oktan maka bensin tersebut mengandung timbal yang berbahaya bagi kesehatan. Warna kuning tersebut akibat adanya zat pewarna tambahan. Penggunaan premium pada umumnya untuk bahan bakar motor bensin. RON (Research Octane Number) bensin premium umumnya berada di bawah 90.

9 16 b. Pertamax Pertamax merupakan bensin tanpa timbal yang dipasarkan dengan warna kebiruan dan memiliki RON (Research Octane Number) sebesar 92 dan dianjurkan untuk motor bensin dengan perbandingan kompresi yang tinggi. c. Pertamax plus Pertamax plus merupakan bensin tanpa timbal yang dipasarkan dengan warna merah. Pertamax plus ini memiliki RON (Research Octane Number) sebesar 95. Angka oktan pertamax plus adalah yang tertinggi jika dibandingkan dengan premium dan pertamax. Dengan karakteristik tersebut sangat dianjurkan bila pertamax plus digunakan pada mesin dengan rasio kompresi tinggi. Seperti yang telah dicontohkan di atas bahwa kualitas suatu bensin dapat diketahui dari oktannya. Oktan suatu bahan bakar merupakan bilangan yang menyatakan persen volume iso-oktana dalam campuran yang terdiri dari iso-oktana dan heptana normal yang mempunyai kecenderungan berdetonasi sama dengan bahan bakar tersebut. Menurut Arismunandar dalam Pratama (2010:8), salah satu cara meningkatkan nilai oktan suatu bahan bakar adalah dengan menambahkan TEL yang mempunyai rumus kimia Pb(C 2 H 5 ) 4 ke dalam bahan bakar tersebut. Namun cara ini akan menyebabkan

10 17 gas buang mengandung timah hitam yang beracun dan merusak lingkungan. Saat perusahaan pengolah minyak dibawah regulasi EPA (Environmental Protection Agency) menghilangkan TEL dari bensin, mereka mengembangkan metode lain untuk menaikkan nilai oktan bahan bakar. Bahan tambah untuk meningkatkan nilai oktan bahan bakar dapat dikelompokkan menurut tiga kategori: a. Aromatic hydrocarbons (hidrokarbon yang mengandung cincin benzena), seperti xylene dan toluene. b. Alkohol, seperti etanol (ethyl alcohol), metanol (methyl alcohol), dan Tertiary Butyl Alcohol (TBA). c. Metallic compounds, seperti Methylcyclopentadienyl Manganese Tricarbonyl (MMT). Propana dan butana juga biasa digunakan pada bensin sebagai peningkat nilai oktan (Handerman & Linder, 2006:84). 2. Proses pembakaran pada motor bensin 4 langkah Dalam proses pembakaran setiap macam bahan bakar selalu membutuhkan sejumlah udara agar bahan bakar dapat terbakar secara sempurna. Namun dalam kenyataanya tidak hanya proses pembakaran secara sempurna saja yang terjadi pada motor bensin empat langkah, proses pembakaran tidak sempurna juga sering terjadi. Berikut ini akan dijelaskan kedua proses pembakaran tersebut:

11 18 a. Pembakaran Sempurna (Normal) Proses pembakaran dikatakan sempurna bila campuran bahan bakar dan udara dapat terbakar seluruhnya pada waktu dan keadaan yang dikehendaki. Selain itu, pembakaran sempurna terjadi bila seluruh iso-oktana (C 8 H 18 ) dapat bereaksi seluruhnya menjadi CO 2 dan H 2 O. Berikut ini adalah reaksi pembakaran sempurna: C 8 H ,5O N 2 8CO 2 + 9H 2 O + 47N 2 2C 8 H O N 2 16CO H 2 O + 94N 2 (Toyota Astra Motor, 1995:3-8) Mekanisme pembakaran normal dalam motor bensin dapat dibagi menjadi empat fase seperti dijelaskan pada gambar dibawah. Gambar 2.3 Grafik Pembakaran Campuran Udara-Bensin dan Perubahan Tekanan di Dalam Silinder Sumber: Toyota Astra Motor, (1995:2-3)

12 19 1) Fase penyalaan Periode ini merupakan fase awal busi memercikkan bunga api, dimana partikel-partikel bahan bakar telah dicampur dengan udara masuk ke ruang bakar. Fase ini dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu: a) Temperatur dari nyala api yang dikeluarkan oleh elektroda busi. b) Sifat alami bahan bakar. c) Temperatur dan tekanan didalam silinder. d) Laju aliran campuran udara dan bahan bakar yang masuk ke dalam silinder. e) Besarnya rasio udara dan bahan bakar yang masuk ke dalam silinder (Heisler, 1995:169). Untuk lebih jelasnya perhatikan gambar dibawah. Gambar 2.4 Hubungan antara temperatur penyalaan dengan waktu reaksi pembakaran Sumber: Heisler (1995:170)

13 20 Gambar 2.5 Hubungan antara temperatur penyalaan, waktu penyalaan dengan rasio udara dan bahan bakar. Sumber: Heisler (1995:170) 2) Fase perambatan api (pembakaran explosive) Pada akhir langkah pertama, campuran akan terbakar di beberapa tempat di dalam silinder. Nyala api busi ini akan merambat dengan kecepatan tinggi sehingga seolah-olah campuran terbakar sekaligus. Waktu yang dibutuhkan dalam fase perambatan api dipengaruhi oleh intensitas turbulensi campuran yang masuk kedalam ruang bakar. Waktu pembakaran terjadi dengan lambat ketika campuran udara dan bahan bakar dalam silinder stagnan atau tidak terjadi turbulensi. Sebaliknya, waktu pembakaran semakin cepat saat turbulensi campuran udara dan bahan bakar semakin meningkat, biasanya seiring dengan peningkatan kecepatan mesin diikuti dengan meningkatnya turbulensi campuran udara dan bahan

14 21 bakar di dalam ruang bakar. Durasi dari fase perambatan api selalu konstan terhadap sudut pergerakan poros engkol (Heisler 1995:170). 3) Fase pembakaran puncak (tekanan pembakaran maksimum) Akibat nyala api di dalam silinder, maka terjadi kenaikan tekanan akibat pembakaran tersebut. Tekanan pembakaran akan mencapai tingkat maksimum pada posisi tertentu dari piston. Untuk memperoleh tenaga yang tinggi dari hasil pembakaran, maka tekanan pembakaran diusahakan mencapai maksimum setelah piston berada 10 setelah TMA. Pada fase ini udara yang tersisa semakin sulit bereaksi dengan uap bahan bakar sehingga laju pembakaran menurun, kondisi ini disebut after burning. Pada saat yang sama, terjadi produksi panas akibat reaksi kimia proses pembakaran menghasilkan langkah kerja. Energi panas yang dilepaskan hilang melalui dinding silinder dan kepala piston, selanjutnya piston bergerak turun memperbesar volume ruang bakar mengakibatkan tekanan didalam silinder menurun dengan drastis (Heisler, 1995:170).

15 22 4) Fase akhir pembakaran Fase ini merupakan fase akhir dari proses pembakaran dimana tekanan di dalam ruang bakar turun karena piston bergerak turun dan proses pembakaran berakhir. b. Pembakaran Tidak Sempurna (Tidak Stoikiometri) Proses pembakaran tidak sempurna (tidak stoikiometri) terjadi bila terdapat sebagian bahan bakar yang tidak ikut terbakar atau pembakaran yang terjadi bila iso-oktana (C 8 H 18 ) tidak dapat bereaksi seluruhnya menjadi CO 2 dan H 2 O melainkan menjadi CO, HC, dan H 2 O. Reaksi pembakaran tidak sempurna dapat dituliskan sebagai berikut: C 8 H O 2 6CO + 8H 2 O + 2HC Ada beberapa macam pembakaran tidak sempurna, diantaranya adalah sebagai berikut: 1) Detonasi Detonasi atau knocking merupakan proses terbakarnya sendiri campuran bahan bakar dan udara yang berada terjauh dari busi, karena terdesak oleh penekanan piston maupun oleh perambatan nyala api pembakaran yang merambat dengan cepat sehingga temperaturnya dapat melampaui temperatur penyalaan sendiri dan akibatnya akan meledak. Detonasi yang cukup berat dapat menimbulkan suara gemelitik pada dinding silinder,

16 23 akibatnya akan mempercepat keausan silinder dan cicin piston. Untuk lebih jelasnya perhatikan gambar dibawah. Gambar 2.6 Proses pembakaran normal Sumber: Heisler, (1995:79) Gambar 2.7 Proses pembakaran saat terjadi detonasi Sumber: Heisler, (1995:80) Gambar 2.8 Variasi tekanan silinder saat terjadi detonasi Sumber: Heisler, (1995:171)

17 24 Menurut Heisler (1995:174), beberapa hal yang dapat menyebabkan timbulnya detonasi adalah: (a) Perbandingan kompresi yang cukup tinggi. (b) Pemakaian bahan bakar bernilai oktan rendah. (c) Penyetelan waktu pengapian yang terlalu maju sehingga tekanan puncak dalam silinder terjadi sebelum TMA. (d) Campuran udara dan bahan bakar yang terlalu kaya meningkatkan temperatur pembakaran dan tekanan. Menyebabkan kemungkinan terjadinya detonasi semakin besar. (e) Pendinginan pada ruang bakar tidak normal diakibatkan oleh sistem pendinginan yang kurang baik. (f) Pengkabutan yang berlebihan pada ruang bakar atau kepala piston. Menurut Arismunandar dalam Pratama (2010), cara untuk mencegah terjadinya detonasi pada motor bensin adalah: (a) Mengurangi tekanan dan temperatur campuran bahan bakar dan udara yang masuk ke dalam silinder. (b) Mengurangi perbandingan kompresi. (c) Memperlambat saat penyalaan. (d) Menaikkan kecepatan putaran poros engkol untuk memperoleh arus turbulen pada campuran yang akan mempercepat rambatan nyala api.

18 25 (e) Memperkecil diameter piston untuk memperpendek jarak perambatan nyala api. Hal ini bisa ditempuh dengan menggunakan busi lebih dari satu. (f) Membuat konstruksi ruang bakar yang sedemikian rupa sehingga bagian yang terjauh dari busi mendapat pendinginan lebih baik. Hal ini dapat ditempuh dengan cara memperbesar perbandingan antara luas permukaan dan volume sehingga diperoleh ruang yang sempit. Menurut Heisler (1995:174), pengaruh detonasi pada ruang bakar dibagi menjadi tiga yaitu: (a) Menghilangkan lapisan batas perlindungan gas stagnan yang selalu tersedia pada permukaan ruang bakar menyebabkan lebih banyak panas yang akan disalurkan melalui dinding silinder, sehingga temperatur dalam ruang bakar menjadi lebih tinggi dan dapat memicu terjadinya pre-ignition. (b) Menghilangkan lapisan oli (oil-film) yang melindungi dan melumasi dinding silinder menyebabkan meningkatnya gesekan antara dinding silinder dan cincin piston. (c) Gelombang getaran detonasi membebani kerja piston menimbulkan beban getaran pada pena piston, dan small-end bearing setang piston. Jika berlangsung terus menerus dapat menghilangkan lapisan pelumas dan merusak small-end joint.

19 26 2) Pre-ignition Pre-ignition merupakan proses terbakarnya sendiri campuran bahan bakar dan udara sebelum terjadinya loncatan bunga api busi yang disebabkan oleh kelebihan panas (overheated) yang terdapat pada elektroda tengah dari busi, katup buang, kepala piston, karbon deposit (hot spot) dan gasket yang menonjol pada ruang bakar. Hasil pembakaran dan perambatan api yang dihasilkan oleh hot spot serupa dengan hasil pembakaran dan perambatan api yang dihasilkan oleh percikan bunga api busi, perbedaannya hanya terletak pada kecepatan reaksi pembakaran. Percikan bunga api busi menghasilkan waktu pengapian yang sesuai dan terkontrol sedangkan hot spot menghasilkan reaksi pembakaran yang tidak dapat diprediksi. Pembakaran yang lebih awal mengakibatkan waktu pembakaran gas dalam silinder yang lebih lama dan meningkatkan perpindahan panas pada dinding silinder, akibatnya temperatur penyalaan sendiri (self-ignition temperature) akan berlangsung lebih awal. Konsekuensinya tekanan puncak dalam silinder (dalam keadaan normal terjadi pada posisi antara setelah TMA) berada pada posisi lebih awal sebelum TMA, hal ini mengakibatkan tekanan silinder dan temperatur maksimum terjadi sebelum TMA dan

20 27 menghasilkan tenaga yang mendorong piston berlawanan selama langkah kompresi. Pre-ignition pada mesin satu silinder akan menghasilkan penurunan kecepatan dan tenaga secara konstan. Sedangkan bila terjadi pada mesin multi silinder pada kecepatan tinggi piston yang mengalami pre-ignition menghasilkan tenaga negatif dan membebani piston pada silinder lain. Untuk lebih jelasnya lihat gambar 2.9. Gambar 2.9 Variasi tekanan silinder saat terjadi pre-ignition Sumber: Heisler, (1995:175) Jika pre-ignition terjadi bersamaan saat busi mulai memercikkan bunga api maka pembakaran akan terlihat seperti pembakaran normal. Namun, ketika mesin dimatikan (pada sistem pengapian konvensional) mesin akan tetap melakukan pembakaran sampai temperatur pada ruang bakar tidak sanggup lagi untuk melakukan pembakaran (Heisler, 1995:175).

21 28 3) Post-ignition Post-ignition terjadi didalam ruang bakar diakibatkan oleh hot spot yang mengakibatkan waktu penyalaan berlangsung sepanjang langkah kompresi. Saat mesin berada pada suhu kerja dan pengapian dimatikan, hot spot akan terus menyalakan campuran udara dan bahan bakar selama fase pembakaran puncak. Saat pengapian dimatikan dan throttle valve ditutup, pembakaran akan berlanjut setiap kali mencapai temperatur pembakaran sendiri (selfignition temperature, setelah beberapa waktu temperatur puncak pada ruang bakar menurun drastis hingga hot spot tidak mampu lagi untuk membakar campuran udara dan bahan bakar dan mesin akan berhenti bekerja (Heisler, 1995:176). C. Emisi Gas Buang Motor Bensin Emisi gas buang merupakan zat pencemar yang dihasilkan dari proses pembakaran motor bensin. Zat pencemar dari hasil pembakaran atau uap bahan bakar bensin ini dapat dibagi menjadi tiga macam yaitu CO (carbon monoxide), HC (hydrocarbon), dan NO x (nitrogen oxide). Tetapi ada pula zat pencemar yang berupa timah hitam (Pb), hal ini disebabkan karena bensin mengandung TEL. Bila bensin terbakar, maka akan terjadi reaksi dengan oksigen membentuk CO 2 (carbon dioxide) dan H 2 O. Emisi

22 29 gas buang atau polutan yang paling sering diperhatikan adalah CO, HC, CO 2 dan O 2. Dua gas yang disebutkan terakhir bukan merupakan polutan tetapi terus diperhatikan karena menjadi indikator efisiensi pembakaran (Erjavec, 2000:726). Menurut Obert (1973:368), ada empat sumber pengeluaran polutan motor bakar antara lain: Gambar 2.10 Lokasi emisi pada motor bakar Sumber: Heisler, (1995:658) 1. Pipa gas buang (knalpot) merupakan sumber emisi yang paling utama sekitar persen yaitu mengeluarkan hidrocarbon (HC) yang terbakar maupun tidak terbakar, nitrogen oksida (NO x ), karbon monoksida (CO) yang paling banyak dan campuran alkohol, aldehida, keton, penol, asam, ester, ether, epoksida, peroksida, dan oksigenat yang lain. 2. Bak oli adalah sumber kedua emisi sekitar 20 persen yang mengeluarkan hidrokarbon yang terbakar maupun tidak yang dikarenakan blow-by gas.

23 30 3. Tangki bahan bakar sekitar 5% berasal dari bensin yang menguap karena cuaca panas. 4. Karburator adalah faktor lainnya, terutama ketika mengendarai pada kondisi stop and go (kondisi macet) dengan cuaca panas. Kerugian penguapan dan bahan bakar mentah sekitar 5-10 persen. Berikut ini akan dijelaskan prinsip produksi masing-masing zat pencemar yang dihasilkan oleh motor bensin: 1. Karbon Monoksida (CO) Gas CO dihasilkan oleh pembakaran yang tidak normal karena kekurangan oksigen pada campuran udara dan bensin. Ketika dalam pembakaran terdapat cukup oksigen maka akan terbentuk CO 2. CO 2 bukan termasuk polutan namun digunakan oleh tumbuhan untuk memproduksi oksigen. CO biasanya ditemukan pada saluran pembuangan (exhaust), tetapi bisa juga ditemui pada crankcase. CO mempunyai sifat tidak berwarna dan tidak berasa, namun dalam konsentrasi tinggi merupakan zat yang beracun (Erjavec, 2000:726). Nilai konsentrasi maksimum pada tempat kerja dari CO adalah 33 mg/m 3 (Shäfer & Basshuysen, 1995:6) Gas CO tidak akan terjadi jika pembakaran dilakukan di luar silinder. Jika rasio udara dan bahan bakar semakin kaya, maka jumlah gas CO yang dihasilkan juga semakin meningkat. Pada campuran stoikiometri, jumlah gas CO yang dihasilkan sangat rendah. Jika campuran semakin miskin, jumlah emisi CO juga semakin rendah.

24 31 Besarnya emisi CO merupakan indikator yang baik untuk campuran udara dan bahan bakar kaya (Erjavec, 2000:727) Menurut Toyota Astra Motor (1992:13), terdapat tiga kemungkinan terbentuknya gas CO, yaitu: a. Pada oksidasi berikutnya CO akan berubah menjadi CO 2 yang reaksinya dapat ditulis sebagai berikut: C + 1/2O 2 CO 2CO + O 2 2CO 2 Tetapi reaksi tersebut berjalan lambat dan tidak dapat merubah seluruh sisa CO menjadi CO 2. Jadi pada campuran yang miskin sekalipun masih akan meghasilkan CO. b. Pembakaran yang tidak merata karena tidak meratanya distribusi bahan bakar di dalam ruang bakar. c. Temperatur di sekeliling silinder rendah, sehingga pada daerah quenching cenderung temperaturnya terlalu rendah untuk terjadi pembakaran. Akibatnya api tidak dapat mencapai daerah ini di dalam silinder. Daerah quenching merupakan daerah di dalam silinder di bagian bawah permukaan kepala silinder, di bawah permukaan katup dan di atas piston.

25 32 Gambar 2.11 Grafik Hubungan Lambda (λ) Terhadap Emisi CO dengan Variasi Saat Pengapian Sumber: Bosch, (2003:48) Pada gambar 2.11 dapat dilihat bahwa pada saat campuran kaya emisi gas CO cenderung naik (λ < 1), sedangkan pada saat campuran miskin emisi CO cenderung turun (λ > 1) karena udara yang mengandung oksigen cukup untuk memenuhi reaksi dengan karbon sehingga membentuk CO 2. CO jika terhirup oleh manusia akan mengikat hemoglobin dalam darah (240 kali lebih kuat dari pada oksigen). Akibatnya darah kekurangan oksigen dan dapat mengganggu saraf pusat. Pada konsentrasi rendah dapat menyebabkan pusing, penurunan kerja fisik dan mental, sedangkan pada konsentrasi tinggi dapat menyebabkan kematian (Heisler, 1995:694) 2. Hidrokarbon (HC) Hidrokarbon dihasilkan dari bahan bakar yang tidak terbakar saat proses pembakaran. Ketika nyala pembakaran menyentuh dinding

26 33 silinder yang bertemperatur lebih rendah maka akan meninggalkan molekul hidrokarbon yang tidak terbakar (Erjavec, 2000:726) Menurut Toyota Astra Motor (1995:2-11), bentuk gas buang HC dapat dibedakan atas: a. Bahan bakar yang tidak terbakar dan keluar sebagai gas mentah. b. Bahan bakar y ang terpecah karena reaksi panas sehingga berubah menjadi gugusan HC lain yang ikut keluar bersama gas buang. Menurut Toyota Astra Motor (1992:14), penyebab utama timbulnya HC adalah: a. Perbandingan udara dan bahan bakar tidak benar. Ketika campuran miskin sekali konsentrasi HC menjadi naik. Hal ini dikarenakan kurangnya bahan bakar yang menyebabkan rambatan api menjadi lambat. Sehingga bahan bakar sudah dibuang sebelum terbakar sempurna. b. Kompresi rendah. Pada saat kendaran berjalan menurun, throttle valve tertutup. Akibatnya hanya sedikit udara yang melalui venturi untuk kemudian tercampur dengan bensin masuk ke silinder. Kompresi menjadi rendah dan campuran menjadi kaya. Rendahnya kompresi dan kurangnya oksigen tersebut menimbulkan pembakaran tidak sempurna (missfiring), sehingga di dalam gas buang terdapat HC mentah.

27 34 c. Overlap katup. Overlap merupakan membukanya katup masuk dan katup buang secara bersama-sama selama waktu yang singkat. Overlap katup menyebabkan sebagian HC terbuang melalui katup buang sebelum terbakar. d. Quenching. Quenching merupakan turunnya temperatur nyala api secara tiba-tiba pada daerah quenching di dalam silinder. Turunnya temperatur tersebut menyebabkan sebagian bahan bakar tidak terbakar terutama pada daerah quenching dan bahan bakar yang tidak terbakar akan dikeluarkan pada saat langkah buang. Emisi hidrokarbon memiliki sifat berbau, mudah menguap, dan bereaksi lebih lanjut dengan NO x menjadi senyawa fotokimia dan dapat menyebabkan hujan asam. Senyawa fotokimia yang terbentuk dari emisi HC dapat mengakibatkan mata pedih, sakit tenggorokan, dan gangguan pernafasan. Hidrokarbon juga bersifat carcinogens atau dapat menyebabkan kanker. 3. Nitrogen oksida (NOx) Nitrogen oksida dihasilkan melalui temperatur pembakaran yang tinggi. Saat temperatur pembakaran mencapai C, nitrogen dan oksigen dalam udara bergabung sehingga menghasilkan nitrogen oksida. Selama udara di atmosfir masih mengandung 78% nitrogen,

28 35 gas tersebut tidak dapat dicegah memasuki ruang bakar (Erjavec, 2000:727). Huruf x pada NOx menyatakan banyaknya atom oksigen yang terdapat pada gas tersebut. Terdapat berbagai macam NO x yang dihasilkan seperti NO, NO 2, NO 3, N 2 O, N 2 O 3 dan sebagainya (Erjavec, 2000:727). Gas NO mempunyai sifat tidak berwarna, tidak berasa, dan tidak berbau saat keluar dari mesin, namun ketika bersentuhan dengan oksiden pada atmosfir berubah menjadi NO 2 yang bersifat kemerahan dan dapat menimbulkan hujan asam. Nilai konsentrasi maksimum pada tempat kerja dari NO adalah 9 mg/m 3 (Shäfer & Basshuysen, 1995:6). 4. Timah Hitam (Pb) Timah hitam (Pb) merupakan logam berat berbahaya yang dapat menyerang saraf dan mempengaruhi kinerja otak. Timah hitam dapat masuk kedalam tubuh manusia melalui dua cara yaitu masuk ke paruparu melalui sistem pernapasan dan masuk ke lambung melalui makanan yang terkontaminasi timah hitam atau melalui atmosfir (Heisler, 1995:694) Timah hitam dapat ditemukan pada bensin yang mengandung TEL yang mempunyai rumus kimia Pb(C 2 H 5 ) 4 untuk meningkatkan nilai oktan. Ketika proses pembakaran berlangsung di ruang bakar, maka TEL tersebut berubah menjadi partikel halus yang berupa timah

29 36 hitam dan ikut keluar ketika langkah buang. Nilai konsentrasi maksimum pada tempat kerja dari Pb adalah 0,1 mg/m 3 (Shäfer & Basshuysen, 1995:6) D. Etanol Etanol adalah alkohol yang paling digunakan dalam kehidupan sehari-hari karena sifat yang tidak beracun bahan ini banyak dipakai sebagai pelarut dalam dunia farmasi dan industri makanan dan minuman. Etanol sering ditulis dengan rumus C 2 H 5 OH. Etanol dapat digunakan sebagai campuran bensin dalam kuantitas yang bervariasi untuk mengurangi konsumsi BBM dan juga untuk mengurangi polusi udara. Etanol bisa digunakan dalam bentuk murni ataupun sebagai campuran untuk bahan bakar bensin maupun hidrogen. Seperti bensin, etanol terdiri dari hidrogen dan karbon tetapi etanol berisi oksigen dalam struktur kimianya. Oksigen yang terdapat pada etanol menjadikanya sebagai bahan bakar yang lebih bersih dibandingkan dengan bensin premium. Etanol dapat dibuat dari proses pemasakan, fermentasi dan distilasi beberapa jenis tanaman seperti tebu, jagung, singkong atau tanaman lain yang kandungan karbohidatnya tinggi. Bahkan dalam beberapa penelitian ternyata etanol juga dapat dibuat dari selulosa atau limbah hasil pertanian (biomassa). Sehingga etanol memiliki potensi cukup cerah sebagai pengganti bensin (Handayani, tanpa tahun).

30 37 Penggunaan alkohol sebagai tambahan bahan bakar bensin mempunyai kelebihan dan kekurangan sebagai berikut: Kelebihan 1. Alkohol dapat menyerap kelembaban dalam tangki bahan bakar. 2. Penambahan alkohol sebesar 10% dapat meningkatkan nilai oktan sebesar ±3 poin. 3. Alkohol dapat membersihkan sistem bahan bakar. 4. Alkohol dapat mengurangi emisi CO karena mengandung unsur oksigen. Kekurangan 1. Penggunaan alkohol dapat menyumbat saringan bahan bakar oleh kotoran akibat sifat membersihkan pada saluran bahan bakar dan pompa bahan bakar. 2. Alkohol meningkatkan volatility bahan bakar sebersar 0,5 psi dapat menyebabkan masalah saat berkendara pada cuaca panas. 3. Alkohol menurunkan nilai panas campuran udara bahan bakar sebesar BTU per galon alkohol dengan BTU per galon bensin. 4. Alkohol dapat menyerap air lalu terpisah dari bensin, terutama saat temperatur rendah. Alkohol dan air yang terpisah dan mengendap didasar tangki bahan bakar menyebabkan mesin sulit dihidupkan selama cuaca dingin. Alkohol tidak mudah

31 38 menguap pada temperatur rendah (Halderman & Linder, 2006:85-86). E. Biopremium Biopremium adalah campuran antara bioetanol yang berasal dari bahan organik dengan bensin yang berasal dari minyak bumi, yang sering juga dikenal dengan sebutan biofuel. Berbeda dengan bensin dan solar yang berasal dari minyak bumi. Biofuel mempunyai sifat dapat diperbaharui, artinya bahan bakar ini dapat dibuat oleh manusia dari bahan-bahan yang bisa ditumbuhkan atau dikembangbiakkan. Pemakaian etanol murni secara langsung pada mesin bensin akan sulit karena diperlukan banyak modifikasi. Pada temperatur rendah etanol akan sulit terbakar, sehingga dengan etanol murni mesin akan sulit starting. Pencampuran etanol dengan bensin akan mempermudah starting pada temperatur rendah. Sifat etanol murni yang korosif dapat merusak komponen mesin seperti alumunium, karet, timah, plastik dll. Mencampur etanol dengan bensin akan menghasilkan gasohol atau biopremium. Selama ini pabrikan mobil Ford telah mengembangkan mobil berbahan bakar etanol mulai dari E20 sampai E85, E20 berarti 20% etanol dan 80% bensin. Keuntungan dari pencampuran ini adalah bahwa etanol cenderung akan menaikkan bilangan oktan dan mengurangi emisi CO2. Biopremium dengan porsi bioetanol hingga 20% bisa langsung digunakan

32 39 pada mesin otomotif tanpa menimbulkan masalah teknis dan sangat ramah lingkungan. Tabel 2.1 Perbandingan beberapa sifat etanol dengan bensin Sumber: F. Nanas Nanas (Ananas comosus L.Merr) merupakan salah satu tanaman buah yang banyak dibudidayakan di daerah tropis dan subtropis. Tanaman ini mempunyai banyak manfaat terutama pada buahnya. Industri pengolahan buah nanas di Indonesia menjadi prioritas tanaman yang dikembangkan, karena memiliki potensi ekspor. Menurut data dari Biro Pusat Statistik tahun 2005, volume ekspor terbesar untuk komoditas holtikultura berupa nanas olahan yaitu 49,32% dari total ekspor holtikultura Indonesia tahun 2004 (Ristiani dkk, 2008).

33 40 Penyebaran tanaman nanas menjangkau setiap propinsi di Indonesia. Sentra produksi kulit nanas terdapat di beberapa daerah seperti Sumatera Utara, Riau, Sumatera Selatan, Jawa Barat dan Jawa Timur. Namun tanaman buah nanas ini ditanam luas di seluruh Indonesia. Sebagai variasi pemanfaatan buah nanas, selain dikonsumsi secara segar, maka kulit nanasnya pun dapat dimanfaatkan untuk pembuatan etanol (Ristiani dkk, 2008). Tanaman nanas dapat tumbuh optimum pada kondisi lahan yang menjamin perkembangan perakaran yang baik. Tekstur tanah yang dikehendaki adalah lempung, lempung berdebu, dan lempung liat berpasir. Nanas dapat ditanam pada tekstur yang lebih halus atau lebih kasar, tetapi kurang baik jika ditanam pada tanah yang bertekstur terlalu kasar atau terlalu halus. Tanah yang ideal untuk pertanaman nanas adalah tanah yang memiliki kedalaman efektif lebih dari 50 cm. Tanaman nanas juga dapat tumbuh baik pada tanah gambut yang sudah matang dengan ketebalan gambut kurang dari 50 cm. ( diakses 10 Februari 2011) Indonesia memiliki kondisi lahan perkebunan yang sesuai dengan kriteria yang diharapkan untuk dijadikan lahan perkebunan nanas. Hal ini terbukti perkebunan nanas tersebar luas diberbagai wilayah di Indonesia. Beberapa daerah yang cukup dominan menghasilkan dalam buah nanas

34 41 adalah Jawa Barat, Lampung, Sumatera Utara, Riau, Bangka Belitung Sumatera Selatan dan Jawa Timur. Nanas merupakan salah satu jenis buah-buahan yang banyak dihasilkan di Indonesia. Dari data statistik, produksi nanas di Indonesia untuk tahun 2009 adalah sebesar ton. Dengan semakin meningkatnya produksi nanas, maka limbah yang dihasilkan akan semakin meningkat pula. Limbah kulit nanas banyak kita jumpai di pasar pasar buah dan juga industri pengalengan nanas. Limbah yang dihasilkan di pasar pasar buah kebanyak tidak dimanfaatkan dan langsung dibuang ke tempat penampungan sampah. Menurut Suprapti (2001), limbah nanas berupa kulit, ati/ bonggol buah atau cairan buah/ gula dapat diolah menjadi produk lain seperti sari buah atau sirup. Menurut Kumalaningsih (1993), secara ekonomi kulit nanas masih bermanfaat untuk diolah menjadi pupuk dan pakan ternak. G. Bioetanol dari Limbah Nanas Menurut Purwanto (2011), pembuatan bioetanol dari limbah nanas meliputi beberapa proses yaitu: 1. Fermentasi Fermentasi adalah proses produksi energi dalam sel dalam keadaan anaerobik (tanpa oksigen). Proses fermentasi dimaksudkan untuk mengubah glukosa pada limbah nanas

35 42 menjadi etanol/bioetanol (alkohol) dengan menggunakan yeast. Alkohol yang diperoleh dari proses fermentasi ini, biasanya alkohol dengan kadar 8 sampai 10 persen volume. Proses fermentasi biasanya dilakukan selama beberapa hari dengan jumlah yeast yang optimal untuk menghasilkan jumlah bioetanol dengan kadar alkohol paling tinggi. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Purwanto (2011), proses fermentasi optimal untuk pembuatan bioetanol dari limbah nanas dilakukan selama tiga hari dengan jumlah yeast sebanyak 20 gram. 2. Distilasi Distilasi atau penyulingan adalah suatu metode pemisahan bahan kimia berdasarkan perbedaan kecepatan atau kemudahan menguap (volatilitas) bahan. Dalam penyulingan, campuran zat dididihkan sehingga menguap, dan uap ini kemudian didinginkan kembali ke dalam bentuk cairan. Zat yang memiliki titik didih lebih rendah akan menguap lebih dulu. Dalam pembuatan etanol, distilasi dilakukan untuk memisahkan alkohol dengan air dengan memperhitungkan perbedaan titik didih kedua bahan tersebut yang kemudian diembunkan kembali. Pada dasarnya titik didih etanol adalah 78 0 C sedangkan air memiliki titik didih C sehingga pada proses distilasi tersebut alkohol akan terlebih dahulu menguap

36 43 dibandingkan air dan kemudian alkohol yang menguap tersebut diembunkan lagi dan ditampung ditempat yang berbeda. Termometer Kondensor liebig Air Pendingin konektor Labu Kaca Hasil Fermentasi Limbah Nanas Gelas ukur Bioetanol Kompor listrik Gambar 2.12 Alat destilasi Sumber: diakses 21 Oktober Distilasi Azeotropik Distilasi azeotropik merujuk pada teknik-teknik yang digunakan untuk memecah azeotrop dalam distilasi. Dalam rekayasa kimia, salah satu teknik untuk memecah titik azeotrop adalah dengan penambahan komponen lain untuk menghasilkan azeotrop heterogen yang dapat mendidih pada suhu lebih rendah, misalnya penambahan benzena atau garam pada campuran air dan alkohol.

37 44 Gambar 2.13 Grafik sistem azeotrop Sumber: diakses 7 Maret 2011 Titik A pada pada kurva merupakan boiling point campuran pada kondisi sebelum mencapai azeotrop. Campuran kemudian dididihkan dan uapnya dipisahkan dari sistem kesetimbangan uap cair (titik B). Uap ini kemudian didinginkan dan terkondensasi (titik C). Kondensat kemudian dididihkan, didinginkan, dan seterusnya hingga mencapai titik azeotrop. Pada titik azeotrop, proses tidak dapat diteruskan karena komposisi campuran akan selalu tetap. Pada gambar di atas, titik azeotrop digambarkan sebagai pertemuan antara kurva saturated vapor dan saturated liquid. (ditandai dengan garis vertikal putusputus) Banyak metode yang bisa digunakan untuk menghilangkan titik azeotrop pada campuran heterogen. Contoh campuran heterogen yang mengandung titik azeotrop yang

38 45 paling populer adalah campuran ethanol-air, campuran ini dengan metode distilasi biasa tidak bisa menghasilkan ethanol teknis (99% lebih) melainkan maksimal hanya sekitar 96,25 %. Hal ini terjadi karena konsentrasi yang lebih tinggi harus melewati terlebih dahulu titik azeotrop, dimana komposisi kesetimbangan cair-gas ethanol-air saling bersilangan. Beberapa metode yang populer digunakan adalah : 1. Pressure Swing Distillation 2. Extractive Distillation (Purwanto, 2011:34-36). Dari beberapa proses tersebut didapatkan kandungan bioetanol dari limbah nanas dengan spesifikasi seperti ditunjukkan pada tabel dibawah. Tabel 2.2 Perbandingan beberapa sifat bioetanol dari limbah nanas Parameter Satuan Hasil Analisa Nilai Kalori Kcal/kg 5592,28 Kadar Etanol % 94,98 Pour Point C -16,00 Flash point C 30,00 Density Kg/l 0,8261 Viscosity cps 5,00 Sumber: Purwanto (2011).

39 46 H. Persyaratan Alat Uji Emisi Kendaraan Berbahan Bakar Bensin Menurut Kementerian Lingkungan Hidup (dalam Warju, 2009:124), persyaratan alat uji emisi kendaraan berbahan bakar bensin adalah sebagai berikut: a. Alat uji harus memenuhi standar ISO 3930/OIML R-99 tentang standar alat uji emisi kendaraan berbahan bakar bensin. b. Alat uji harus mampu mengukur konsentrasi CO, CO 2, HC, O 2, dan lambda (λ) pada putaran stasioner (idle). c. Pastikan alat uji emisi memiliki sertifikat kalibrasi yang masih berlaku. d. Peralatan uji harus mendapatkan perawatan rutin 6 bulan sekali. I. Standar Ambang Batas Emisi Kendaraan Bermotor Di Indonesia Sesuai dengan peraturan menteri negara lingkungan hidup nomor 05 Tahun 2006 tentang ambang batas emisi gas buang kendaraan bermotor lama, batas maksimum emisi gas buang berbahaya dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 2.3 Ambang Batas Emisi Kendaraan Bermotor Tipe L Kategori Tahun Parameter Metode Pembuatan CO (% Vol) HC (ppm) Uji Sepeda Motor 2 Langkah < Idle Sepeda Motor 4 Langkah < Idle Sepeda Motor (2 Langkah dan 4 Langkah) Idle Sumber: Kemen LH No. 05 Tahun 2006

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Teori Motor Bakar. Motor bakar torak merupakan internal combustion engine, yaitu mesin yang fluida kerjanya dipanaskan dengan pembakaran bahan bakar di ruang mesin tersebut. Fluida

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan perkembangan teknologi saat ini menjadikan teknologi otomotif juga semakin berkembang. Perkembangan terjadi pada sistem pembakaran dimana sistem tersebut

Lebih terperinci

ANALISIS PENCAMPURAN BAHAN BAKAR PREMIUM - PERTAMAX TERHADAP KINERJA MESIN KONVENSIONAL

ANALISIS PENCAMPURAN BAHAN BAKAR PREMIUM - PERTAMAX TERHADAP KINERJA MESIN KONVENSIONAL FLYWHEEL: JURNAL TEKNIK MESIN UNTIRTA Homepage jurnal: http://jurnal.untirta.ac.id/index.php/jwl ANALISIS PENCAMPURAN BAHAN BAKAR PREMIUM - PERTAMAX TERHADAP KINERJA MESIN KONVENSIONAL Sadar Wahjudi 1

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. beracun dan berbahaya terhadap kesehatan manusia dan lingkungan. kendaraan bermotor dan konsumsi BBM (Bahan Bakar Minyak).

BAB I PENDAHULUAN. beracun dan berbahaya terhadap kesehatan manusia dan lingkungan. kendaraan bermotor dan konsumsi BBM (Bahan Bakar Minyak). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan teknologi otomotif sebagai alat transportasi, baik di darat maupun di laut, sangat memudahkan manusia dalam melaksanakan suatu pekerjaan. Selain mempercepat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori Apabila meninjau mesin apa saja, pada umumnya adalah suatu pesawat yang dapat mengubah bentuk energi tertentu menjadi kerja mekanik. Misalnya mesin listrik,

Lebih terperinci

PENGUJIAN EMISI GAS BUANG MOTOR BENSIN EMPAT TAK SATU SILINDER MENGGUNAKAN CAMPURAN BAHAN BAKAR PREMIUM DENGAN ETANOL

PENGUJIAN EMISI GAS BUANG MOTOR BENSIN EMPAT TAK SATU SILINDER MENGGUNAKAN CAMPURAN BAHAN BAKAR PREMIUM DENGAN ETANOL PENGUJIAN EMISI GAS BUANG MOTOR BENSIN EMPAT TAK SATU SILINDER MENGGUNAKAN CAMPURAN PREMIUM DENGAN ETANOL Ika Kusuma Nugraheni 1, Robby Haryadi 2 1) Staf Pengajar Jurusan Mesin Otomotif, Politeknik Negeri

Lebih terperinci

PENGARUH PERUBAHAN SUDUT PENYALAAN (IGNITION TIME) TERHADAP EMSISI GAS BUANG PADA MESIN SEPEDA MOTOR 4 (EMPAT) LANGKAH DENGAN BAHAN BAKAR LPG

PENGARUH PERUBAHAN SUDUT PENYALAAN (IGNITION TIME) TERHADAP EMSISI GAS BUANG PADA MESIN SEPEDA MOTOR 4 (EMPAT) LANGKAH DENGAN BAHAN BAKAR LPG PENGARUH PERUBAHAN SUDUT PENYALAAN (IGNITION TIME) TERHADAP EMSISI GAS BUANG PADA MESIN SEPEDA MOTOR 4 (EMPAT) LANGKAH DENGAN BAHAN BAKAR LPG Bambang Yunianto Magister Teknik, Fakultas Teknik Universitas

Lebih terperinci

PENGARUH PORTING SALURAN INTAKE DAN EXHAUST TERHADAP KINERJA MOTOR 4 LANGKAH 200 cc BERBAHAN BAKAR PREMIUM DAN PERTAMAX

PENGARUH PORTING SALURAN INTAKE DAN EXHAUST TERHADAP KINERJA MOTOR 4 LANGKAH 200 cc BERBAHAN BAKAR PREMIUM DAN PERTAMAX PENGARUH PORTING SALURAN INTAKE DAN EXHAUST TERHADAP KINERJA MOTOR 4 LANGKAH 200 cc BERBAHAN BAKAR PREMIUM DAN PERTAMAX THE INFLUENCE OF INDUCT PORTING INTAKE AND EXHAUST FOR THE 4 STROKES 200 cc PERFORMANCE

Lebih terperinci

ANALISA EMISI GAS BUANG MESIN EFI DAN MESIN KONVENSIONAL PADA KENDARAAN RODA EMPAT

ANALISA EMISI GAS BUANG MESIN EFI DAN MESIN KONVENSIONAL PADA KENDARAAN RODA EMPAT NO. 2, TAHUN 9, OKTOBER 2011 130 ANALISA EMISI GAS BUANG MESIN EFI DAN MESIN KONVENSIONAL PADA KENDARAAN RODA EMPAT Muhammad Arsyad Habe, A.M. Anzarih, Yosrihard B 1) Abstrak: Tujuan penelitian ini ialah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN LITERATUR

BAB II TINJAUAN LITERATUR BAB II TINJAUAN LITERATUR Motor bakar merupakan motor penggerak yang banyak digunakan untuk menggerakan kendaraan-kendaraan bermotor di jalan raya. Motor bakar adalah suatu mesin yang mengubah energi panas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini transportasi tidak dapat dipisahkan dengan kehidupan manusia. Transportasi dapat diartikan sebagai kegiatan pengangkutan barang oleh berbagai jenis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Rumusan Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Rumusan Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam perkembangan teknologi yang terjadi saat ini banyak sekali inovasi baru yang tercipta khususnya di dalam dunia otomotif. Dalam perkembanganya banyak orang yang

Lebih terperinci

SFC = Dimana : 1 HP = 0,7457 KW mf = Jika : = 20 cc = s = 0,7471 (kg/liter) Masa jenis bahan bakar premium.

SFC = Dimana : 1 HP = 0,7457 KW mf = Jika : = 20 cc = s = 0,7471 (kg/liter) Masa jenis bahan bakar premium. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Perhitungan dan pembahasan dari proses pengambilan data dan pengumpulan data yang dikumpulkan meliputi data spesifikasi obyek penelitian dan hasil pengujian. Data-data tersebut

Lebih terperinci

VARIASI PENGGUNAAN IONIZER DAN JENIS BAHAN BAKAR TERHADAP KANDUNGAN GAS BUANG KENDARAAN

VARIASI PENGGUNAAN IONIZER DAN JENIS BAHAN BAKAR TERHADAP KANDUNGAN GAS BUANG KENDARAAN VARIASI PENGGUNAAN IONIZER DAN JENIS BAHAN BAKAR TERHADAP KANDUNGAN GAS BUANG KENDARAAN Wachid Yahya, S.Pd, M.Pd Mesin Otomotif, Politeknik Indonusa Surakarta email : yahya.polinus@gmail.com Abstrak Penelitian

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI. Observasi terhadap analisis pengaruh jenis bahan bakar terhadap unjuk kerja

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI. Observasi terhadap analisis pengaruh jenis bahan bakar terhadap unjuk kerja BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka Observasi terhadap analisis pengaruh jenis bahan bakar terhadap unjuk kerja mesin serta mencari refrensi yang memiliki relevansi terhadap judul

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini teknologi merupakan sudah menjadi kebutuhan manusia, dikarenakan dikarenakan adanya teknologi dapat membantu dan mempermudah pekerjaan manusia. Oleh karena

Lebih terperinci

PENGARUH PEMAKAIAN ALAT PEMANAS BAHAN BAKAR TERHADAP PEMAKAIAN BAHAN BAKAR DAN EMISI GAS BUANG MOTOR DIESEL MITSUBISHI MODEL 4D34-2A17 Indartono 1 dan Murni 2 ABSTRAK Efisiensi motor diesel dipengaruhi

Lebih terperinci

BAB III DATA DAN PEMBAHASAN

BAB III DATA DAN PEMBAHASAN BAB III DATA DAN PEMBAHASAN Dari hasil pengujian yang dilakukan, dengan adanya proses penambahan gas hydrogen maka didapat hasil yaitu berupa penurunan emisi gas buang yang sangat signifikan. 3.1 Hasil

Lebih terperinci

PENGARUH PEMASANGAN KAWAT KASA DI INTAKE MANIFOLD TERHADAP KONSUMSI BAHAN BAKAR DAN EMISI GAS BUANG PADA MESIN BENSIN KONVENSIONAL TOYOTA KIJANG 4K

PENGARUH PEMASANGAN KAWAT KASA DI INTAKE MANIFOLD TERHADAP KONSUMSI BAHAN BAKAR DAN EMISI GAS BUANG PADA MESIN BENSIN KONVENSIONAL TOYOTA KIJANG 4K PENGARUH PEMASANGAN KAWAT KASA DI INTAKE MANIFOLD TERHADAP KONSUMSI BAHAN BAKAR DAN EMISI GAS BUANG PADA MESIN BENSIN KONVENSIONAL TOYOTA KIJANG 4K Adi Purwanto 1, Mustaqim 2, Siswiyanti 3 1 Mahasiswa

Lebih terperinci

PENGARUH FILTER UDARA PADA KARBURATOR TERHADAP UNJUK KERJA MESIN SEPEDA MOTOR

PENGARUH FILTER UDARA PADA KARBURATOR TERHADAP UNJUK KERJA MESIN SEPEDA MOTOR PENGARUH FILTER UDARA PADA KARBURATOR TERHADAP UNJUK KERJA MESIN SEPEDA MOTOR Naif Fuhaid 1) ABSTRAK Sepeda motor merupakan produk otomotif yang banyak diminati saat ini. Salah satu komponennya adalah

Lebih terperinci

Denny Haryadhi N Motor Bakar / Tugas 2. Karakteristik Motor 2 Langkah dan 4 Langkah, Motor Wankle, serta Siklus Otto dan Diesel

Denny Haryadhi N Motor Bakar / Tugas 2. Karakteristik Motor 2 Langkah dan 4 Langkah, Motor Wankle, serta Siklus Otto dan Diesel Karakteristik Motor 2 Langkah dan 4 Langkah, Motor Wankle, serta Siklus Otto dan Diesel A. Karakteristik Motor 2 Langkah dan 4 Langkah 1. Prinsip Kerja Motor 2 Langkah dan 4 Langkah a. Prinsip Kerja Motor

Lebih terperinci

ANALISA KINERJA MESIN OTTO BERBAHAN BAKAR PREMIUM DENGAN PENAMBAHAN ADITIF OKSIGENAT DAN ADITIF PASARAN

ANALISA KINERJA MESIN OTTO BERBAHAN BAKAR PREMIUM DENGAN PENAMBAHAN ADITIF OKSIGENAT DAN ADITIF PASARAN Seminar Nasional Tahunan Teknik Mesin, SNTTM-VI, 2007 Jurusan Teknik Mesin, Universitas Syiah Kuala ANALISA KINERJA MESIN OTTO BERBAHAN BAKAR PREMIUM DENGAN PENAMBAHAN ADITIF OKSIGENAT DAN ADITIF PASARAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumber energi dapat diperoleh dari berbagai macam sumber, baik sumber energi yang terbarukan (renewable erergy) ataupun tidak terbarukan (unrenewable energy). Pemenuhan

Lebih terperinci

BAB II TEORI DASAR Komponen sistem pengapian dan fungsinya

BAB II TEORI DASAR Komponen sistem pengapian dan fungsinya BAB II TEORI DASAR 2.1 Teori Dasar Pengapian Sistem pengapian pada kendaraan Honda Supra X 125 (NF-125 SD) menggunakan sistem pengapian CDI (Capasitor Discharge Ignition) yang merupakan penyempurnaan dari

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN ADITIF PADA PREMIUM DENGAN VARIASI KONSENTRASI TERHADAP UNJUK KERJA ENGINE PUTARAN VARIABEL KARISMA 125 CC

PENGARUH PENAMBAHAN ADITIF PADA PREMIUM DENGAN VARIASI KONSENTRASI TERHADAP UNJUK KERJA ENGINE PUTARAN VARIABEL KARISMA 125 CC PENGARUH PENAMBAHAN ADITIF PADA PREMIUM DENGAN VARIASI KONSENTRASI TERHADAP UNJUK KERJA ENGINE PUTARAN VARIABEL KARISMA 125 CC Riza Bayu K. 2106.100.036 Dosen Pembimbing : Prof. Dr. Ir. H.D. Sungkono K,M.Eng.Sc

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Sebelum bahan bakar ini terbakar didalam silinder terlebih dahulu dijadikan gas

BAB II LANDASAN TEORI. Sebelum bahan bakar ini terbakar didalam silinder terlebih dahulu dijadikan gas BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Motor Bensin Motor bensin adalah suatu motor yang mengunakan bahan bakar bensin. Sebelum bahan bakar ini terbakar didalam silinder terlebih dahulu dijadikan gas yang kemudian

Lebih terperinci

ek SIPIL MESIN ARSITEKTUR ELEKTRO

ek SIPIL MESIN ARSITEKTUR ELEKTRO ek SIPIL MESIN ARSITEKTUR ELEKTRO ANALISA KINERJA MESIN BENSIN BERDASARKAN HASIL UJI EMISI Awal Syahrani * Abstract Analysis of engine performance based on emission test is to understand effective process

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Studi komparansi kinerja..., Askha Kusuma Putra, FT UI, 2008

BAB I PENDAHULUAN. Studi komparansi kinerja..., Askha Kusuma Putra, FT UI, 2008 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Semakin meningkatnya kebutuhan minyak sedangkan penyediaan minyak semakin terbatas, sehingga untuk memenuhi kebutuhan minyak dalam negeri Indonesia harus mengimpor

Lebih terperinci

PENGARUH PEMANASAN BAHAN BAKAR DENGAN RADIATOR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN KINERJA MESIN BENSIN

PENGARUH PEMANASAN BAHAN BAKAR DENGAN RADIATOR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN KINERJA MESIN BENSIN PENGARUH PEMANASAN BAHAN BAKAR DENGAN RADIATOR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN KINERJA MESIN BENSIN Suriansyah Sabarudin 1) ABSTRAK Proses pembakaran bahan bakar di dalam silinder dipengaruhi oleh: temperatur,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 83 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 DATA FISIK DAN KIMIA BBM PERTAMINA Data Fisik dan Kimia tiga jenis BBM Pertamina diperolah langsung dari PT. Pertamina (Persero), dengan hasil uji terakhir pada tahun

Lebih terperinci

KAJI EKSPERIMENTAL PENGARUH PENGGUNAAN MEDAN MAGNET TERHADAP KINERJA MOTOR BENSIN

KAJI EKSPERIMENTAL PENGARUH PENGGUNAAN MEDAN MAGNET TERHADAP KINERJA MOTOR BENSIN KAJI EKSPERIMENTAL PENGARUH PENGGUNAAN MEDAN MAGNET TERHADAP KINERJA MOTOR BENSIN Riccy Kurniawan Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Unika Atma Jaya, Jakarta Jalan Jenderal Sudirman 51 Jakarta 12930

Lebih terperinci

Faizur Al Muhajir, Toni Dwi Putra, Naif Fuhaid, (2014), PROTON, Vol. 6 No 1 / Hal 24-29

Faizur Al Muhajir, Toni Dwi Putra, Naif Fuhaid, (2014), PROTON, Vol. 6 No 1 / Hal 24-29 PENGARUH PENAMBAHAN ETHANOL PADA BAHAN BAKAR PREMIUM TERHADAP EMISI GAS BUANG PADA MOTOR MATIC Faizur Al Muhajir (1), Toni Dwi Putra (2), Naif Fuhaid (2) ABSTRAK Pada motor bakar internal combustion, kadar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. campuran beberapa gas yang dilepaskan ke atmospir yang berasal dari

BAB I PENDAHULUAN. campuran beberapa gas yang dilepaskan ke atmospir yang berasal dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pencemaran udara dewasa ini semakin menampakkan kondisi yang sangat memprihatinkan. Sumber pencemaran udara dapat berasal dari berbagai kegiatan antara lain industri,

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI MOTOR DIESEL PERAWATAN MESIN DIESEL 1 SILINDER

LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI MOTOR DIESEL PERAWATAN MESIN DIESEL 1 SILINDER LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI MOTOR DIESEL PERAWATAN MESIN DIESEL 1 SILINDER Di susun oleh : Cahya Hurip B.W 11504244016 Pendidikan Teknik Otomotif Fakultas Teknik Universitas Negeri Yogyakarta 2012 Dasar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Motor bensin dan diesel merupakan sumber utama polusi udara di perkotaan. Gas

I. PENDAHULUAN. Motor bensin dan diesel merupakan sumber utama polusi udara di perkotaan. Gas 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Motor bensin dan diesel merupakan sumber utama polusi udara di perkotaan. Gas buang motor bensin mengandung nitrogen oksida (NO), nitrogen dioksida (NO 2 ) (NO 2 dalam

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI 2.1 Motor Bakar 3.2 Hukum Utama Termodinamika Penjelasan Umum

BAB II DASAR TEORI 2.1 Motor Bakar 3.2 Hukum Utama Termodinamika Penjelasan Umum 4 BAB II DASAR TEORI 2.1 Motor Bakar Motor bakar adalah sebuah mekanisme yang menstransformasikan energi panas menjadi energi mekanik melalui sebuah konstruksi mesin. Perubahan, energi panas menjadi energi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bahan Bakar Bahan bakar yang dipergunakan motor bakar dapat diklasifikasikan dalam tiga kelompok yakni : berwujud gas, cair dan padat (Surbhakty 1978 : 33) Bahan bakar (fuel)

Lebih terperinci

kimia MINYAK BUMI Tujuan Pembelajaran

kimia MINYAK BUMI Tujuan Pembelajaran K-13 kimia K e l a s XI MINYAK BUMI Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan berikut. 1. Memahami definisi dan pembentukan minyak bumi. 2. Memahami fraksi-fraksi

Lebih terperinci

ANALISA PENGARUH PENGATURAN VOLUME BIOETHANOL SEBAGAI CAMPURAN BAHAN BAKAR MELALUI MAIN JET SECARA INDEPENDENT TERHADAP EMISI PADA MESIN OTTO

ANALISA PENGARUH PENGATURAN VOLUME BIOETHANOL SEBAGAI CAMPURAN BAHAN BAKAR MELALUI MAIN JET SECARA INDEPENDENT TERHADAP EMISI PADA MESIN OTTO ANALISA PENGARUH PENGATURAN VOLUME BIOETHANOL SEBAGAI CAMPURAN BAHAN BAKAR MELALUI MAIN JET SECARA INDEPENDENT TERHADAP EMISI PADA MESIN OTTO Iqbal Yamin Departemen Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas

Lebih terperinci

II. TEORI DASAR. kelompokaan menjadi dua jenis pembakaran yaitu pembakaran dalam (Internal

II. TEORI DASAR. kelompokaan menjadi dua jenis pembakaran yaitu pembakaran dalam (Internal II. TEORI DASAR A. Motor Bakar Motor bakar adalah suatu pesawat kalor yang mengubah energi panas menjadi energi mekanis untuk melakukan kerja. Mesin kalor secara garis besar di kelompokaan menjadi dua

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Tinjauan Pustaka Heru Setiyanto (2007), meneliti tentang pengaruh modifikasi katup buluh dan variasi bahan bakar terhadap unjuk kerja mesin pada motor bensin dua langkah 110

Lebih terperinci

Ma ruf Ridwan K

Ma ruf Ridwan K 1 Pengaruh penambahan kadar air dalam bahan bakar solar dan tekanan pengabutan terhadap emisi kepekatan asap hitam motor diesel donfenk Oleh : Ma ruf Ridwan K 2502009 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Lebih terperinci

PENGARUH PERUBAHAN SAAT PENYALAAN (IGNITION TIMING) TERHADAP PRESTASI MESIN PADA SEPEDA MOTOR 4 LANGKAH DENGAN BAHAN BAKAR LPG

PENGARUH PERUBAHAN SAAT PENYALAAN (IGNITION TIMING) TERHADAP PRESTASI MESIN PADA SEPEDA MOTOR 4 LANGKAH DENGAN BAHAN BAKAR LPG PENGARUH PERUBAHAN SAAT PENYALAAN (IGNITION TIMING) TERHADAP PRESTASI MESIN PADA SEPEDA MOTOR 4 LANGKAH DENGAN BAHAN BAKAR LPG Bambang Yunianto Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Diponegoro

Lebih terperinci

BAB IV PENGUJIAN ALAT

BAB IV PENGUJIAN ALAT 25 BAB IV PENGUJIAN ALAT Pembuatan alat pengukur sudut derajat saat pengapian pada mobil bensin ini diharapkan nantinya bisa digunakan bagi para mekanik untuk mempermudah dalam pengecekan saat pengapian

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI 2.1 Motor Bensin Prinsip Dasar Motor Bensin

BAB II DASAR TEORI 2.1 Motor Bensin Prinsip Dasar Motor Bensin 3 BAB II DASAR TEORI 2.1 Motor Bensin Motor bensin dapat juga disebut sebagai motor otto. Motor tersebut dilengkapi dengan busi dan karburator. Busi menghasilkan loncatan bunga api listrik yang membakar

Lebih terperinci

Teknologi Pengolahan Bioetanol dari Nira Aren

Teknologi Pengolahan Bioetanol dari Nira Aren Teknologi Pengolahan Bioetanol dari Nira Aren Djeni Hendra, MSi. Pusat Litbang Hasil Hutan Badan Penelitian Pengembangan dan Inovasi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Cirebon, 5 April 2016 Outline

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hidrogen Hidrogen adalah unsur kimia terkecil karena hanya terdiri dari satu proton dalam intinya. Simbol hidrogen adalah H, dan nomor atom hidrogen adalah 1. Memiliki berat

Lebih terperinci

Surya Didelhi, Toni Dwi Putra, Muhammad Agus Sahbana, (2013), PROTON, Vol. 5 No 1 / Hal 23-28

Surya Didelhi, Toni Dwi Putra, Muhammad Agus Sahbana, (2013), PROTON, Vol. 5 No 1 / Hal 23-28 STUDI PENGARUH ACTIVE TURBO CYCLONE TERHADAP EMISI GAS BUANG PADA MOTOR BENSIN 4 TAK 1 SILINDER Surya Didelhi 1), Toni Dwi Putra 2), Muhammad Agus Sahbana 3) ABSTRAK Semakin banyaknya jumlah kendaraan

Lebih terperinci

KONTROL SISTEM BAHAN BAKAR PADA ELECTRONIC FUEL INJECTION (EFI) Oleh Sutiman, M.T

KONTROL SISTEM BAHAN BAKAR PADA ELECTRONIC FUEL INJECTION (EFI) Oleh Sutiman, M.T KONTROL SISTEM BAHAN BAKAR PADA ELECTRONIC FUEL INJECTION (EFI) Oleh Sutiman, M.T Pendahuluan Tujuan dari penggunaan sistem kontrol pada engine adalah untuk menyajikan dan memberikan daya mesin yang optimal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN.

BAB I PENDAHULUAN. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pencemaran udara merupakan masalah yang memerlukan perhatian khusus, terutama pada kota-kota besar. Pencemaran udara berasal dari berbagai sumber, antara lain asap

Lebih terperinci

KONTRIBUSI BENGKEL SEBAGAI LEMBAGA UJI EMISI KENDARAAN BERMOTOR DALAM MENGURANGI POLUSI UDARA DARI KENDARAAN BERMOTOR

KONTRIBUSI BENGKEL SEBAGAI LEMBAGA UJI EMISI KENDARAAN BERMOTOR DALAM MENGURANGI POLUSI UDARA DARI KENDARAAN BERMOTOR KONTRIBUSI BENGKEL SEBAGAI LEMBAGA UJI EMISI KENDARAAN BERMOTOR DALAM MENGURANGI POLUSI UDARA DARI KENDARAAN BERMOTOR Oleh Sutiman Dosen Teknik Otomotif FT UNY Pendahuluan Permasalahan pencemaran udara

Lebih terperinci

PENGGUNAAN MINYAK SERAIWANGI SEBAGAI BAHAN BIO-ADITIF BAHAN BAKAR MINYAK

PENGGUNAAN MINYAK SERAIWANGI SEBAGAI BAHAN BIO-ADITIF BAHAN BAKAR MINYAK PENGGUNAAN MINYAK SERAIWANGI SEBAGAI BAHAN BIO-ADITIF BAHAN BAKAR MINYAK Oleh: Balai Penelitian Tanaman Obat, dan Aromatik (naskah ini disalin sesuai aslinya untuk kemudahan navigasi) (Sumber : SINAR TANI

Lebih terperinci

Teknologi Pengolahan. Bioetanol

Teknologi Pengolahan. Bioetanol Teknologi Pengolahan Djeni Hendra, MSi Bioetanol Pusat Litbang Hasil Hutan Badan Penelitian Pengembangan dan Inovasi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Yogyakarta, 11 Februari 2016 Outline I Latar

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Prinsip Kerja Motor Pembakaran Dalam Motor pembakaran dalam (internal combustion engine) adalah motor bakar yang fluida kerjanya dihasilkan di dalam pesawat itu sendiri. Motor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kualitas lingkungan yang baik merupakan hal penting dalam menunjang kehidupan manusia di dunia.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kualitas lingkungan yang baik merupakan hal penting dalam menunjang kehidupan manusia di dunia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kualitas lingkungan yang baik merupakan hal penting dalam menunjang kehidupan manusia di dunia. Dewasa ini, penurunan kualitas lingkungan menjadi bahan petimbangan

Lebih terperinci

FINONDANG JANUARIZKA L SIKLUS OTTO

FINONDANG JANUARIZKA L SIKLUS OTTO FINONDANG JANUARIZKA L 125060700111051 SIKLUS OTTO Siklus Otto adalah siklus thermodinamika yang paling banyak digunakan dalam kehidupan manusia. Mobil dan sepeda motor berbahan bakar bensin (Petrol Fuel)

Lebih terperinci

PENGARUH JENIS BAHAN BAKAR TERHADAP UNJUK KERJA MOTOR BAKAR INJEKSI ABSTRAK

PENGARUH JENIS BAHAN BAKAR TERHADAP UNJUK KERJA MOTOR BAKAR INJEKSI ABSTRAK PENGARUH JENIS BAHAN BAKAR TERHADAP UNJUK KERJA MOTOR BAKAR INJEKSI Rusmono 1, Akhmad Farid 2,Agus Suyatno 3 ABSTRAK Saat ini sudah berkembang jenis sepeda motor yang menggunakan sistem injeksi bahan bakar

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. terjadinya perpindahan manusia atau barang dari satu tempat ke tempat lain.

II. TINJAUAN PUSTAKA. terjadinya perpindahan manusia atau barang dari satu tempat ke tempat lain. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Transportasi dan Lingkungan Kebutuhan akan transportasi timbul karena adanya kebutuhan manusia. Transportasi dapat diartikan sebagai suatu kegiatan yang memungkinkan terjadinya

Lebih terperinci

PERBANDINGAN KOMPRESI

PERBANDINGAN KOMPRESI Jalan paling efektif untuk meningkatkan BMEP adalah menaikkan perbandingan kompresi. BMEP adalah Brake Mean Effectife Presure (Tekanan efektif pengereman rata-rata) atau rata-rata tekanan di dalam silinder

Lebih terperinci

Teknologi Pengolahan Bioetanol dari Nira Aren

Teknologi Pengolahan Bioetanol dari Nira Aren Teknologi Pengolahan Bioetanol dari Nira Aren Djeni Hendra, M.Si. Pusat Litbang Hasil Hutan Badan Penelitian Pengembangan dan Inovasi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Jakarta, 11-12 Mei 2016

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan teknologi yang semakin cepat mendorong manusia untuk selalu mempelajari ilmu pengetahuan dan teknologi (Daryanto, 1999 : 1). Sepeda motor, seperti juga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Krisis energi yang terjadi beberapa dekade akhir ini mengakibatkan bahan

BAB I PENDAHULUAN. Krisis energi yang terjadi beberapa dekade akhir ini mengakibatkan bahan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Krisis energi yang terjadi beberapa dekade akhir ini mengakibatkan bahan bakar utama berbasis energi fosil menjadi semakin mahal dan langka. Mengacu pada kebijaksanaan

Lebih terperinci

Jurnal FEMA, Volume 2, Nomor 1, Januari 2014

Jurnal FEMA, Volume 2, Nomor 1, Januari 2014 Jurnal FEMA, Volume 2, Nomor 1, Januari 2014 STUDI KOMPARASI DARI ZAT ADITIF SINTETIK DENGAN ZAT ADITIF ALAMI TERHADAP PEMAKAIAN BAHAN BAKAR DAN EMISI GAS BUANG PADA MESIN GENSET MOTOR BENSIN 4-LANGKAH

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. didalam udara yang menyebabkan perubahan susunan (komposisi) udara dari

BAB II LANDASAN TEORI. didalam udara yang menyebabkan perubahan susunan (komposisi) udara dari BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Polusi udara Polusi udara diartikan sebagai adanya bahan-bahan atau zat-zat asing didalam udara yang menyebabkan perubahan susunan (komposisi) udara dari keadaan normalnya. Udara

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Proses pembakaran yang terjadi pada motor adalah suatu reaksi kimia yang

TINJAUAN PUSTAKA. Proses pembakaran yang terjadi pada motor adalah suatu reaksi kimia yang II. TINJAUAN PUSTAKA A. Motor Bakar Motor bakar adalah suatu sistem yang dapat mengubah energi yang terkandung di dalam bahan bakar dan udara menjadi energi panas untuk dapat dimanfaatkan menjadi daya

Lebih terperinci

PENGARUH PEMANASAN BAHAN BAKAR PADA RADIATOR TERHADAP KONSUMSI BAHAN BAKAR DAN KADAR EMISI GAS BUANG DAIHATSU HIJET Suriansyah Sabaruddin 1)

PENGARUH PEMANASAN BAHAN BAKAR PADA RADIATOR TERHADAP KONSUMSI BAHAN BAKAR DAN KADAR EMISI GAS BUANG DAIHATSU HIJET Suriansyah Sabaruddin 1) Widya Teknika Vol.18 No.2; Oktober 2010 ISSN 1411 0660 : 50-54 PENGARUH PEMANASAN BAHAN BAKAR PADA RADIATOR TERHADAP KONSUMSI BAHAN BAKAR DAN KADAR EMISI GAS BUANG DAIHATSU HIJET 1000 Suriansyah Sabaruddin

Lebih terperinci

Gambar 1. Motor Bensin 4 langkah

Gambar 1. Motor Bensin 4 langkah PENGERTIAN SIKLUS OTTO Siklus Otto adalah siklus ideal untuk mesin torak dengan pengapian-nyala bunga api pada mesin pembakaran dengan sistem pengapian-nyala ini, campuran bahan bakar dan udara dibakar

Lebih terperinci

BAB III METODE PENGUJIAN DAN PEMBAHASAN PERHITUNGAN SERTA ANALISA

BAB III METODE PENGUJIAN DAN PEMBAHASAN PERHITUNGAN SERTA ANALISA BAB III METODE PENGUJIAN DAN PEMBAHASAN PERHITUNGAN SERTA ANALISA 3.1 Metode Pengujian 3.1.1 Pengujian Dual Fuel Proses pembakaran di dalam ruang silinder pada motor diesel menggunakan sistem injeksi langsung.

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI 2.1 Kajian Pustaka

BAB II DASAR TEORI 2.1 Kajian Pustaka BAB II DASAR TEORI 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Fenomena Cyclone Pada proses pembakaran yang terjadi di dalam mesin bensin bergantung pada campuran antara bahan bakar dan udara yang masuk ke dalam ruang bakar.

Lebih terperinci

PENGARUH PENGGUNAAN BAHAN BAKAR SOLAR, BIOSOLAR DAN PERTAMINA DEX TERHADAP PRESTASI MOTOR DIESEL SILINDER TUNGGAL

PENGARUH PENGGUNAAN BAHAN BAKAR SOLAR, BIOSOLAR DAN PERTAMINA DEX TERHADAP PRESTASI MOTOR DIESEL SILINDER TUNGGAL Jurnal Konversi Energi dan Manufaktur UNJ, Edisi terbit II Oktober 217 Terbit 64 halaman PENGARUH PENGGUNAAN BAHAN BAKAR SOLAR, BIOSOLAR DAN PERTAMINA DEX TERHADAP PRESTASI MOTOR DIESEL SILINDER TUNGGAL

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berkaitan dengan judul penelitian yaitu sebagai berikut: performa mesin menggunakan dynotest.pada camshaft standart

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berkaitan dengan judul penelitian yaitu sebagai berikut: performa mesin menggunakan dynotest.pada camshaft standart BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka Observasi terhadap analisis pengaruh perubahan profil camshaft terhadap unjuk kerja mesin serta mencari refrensi yang memiliki relevansi terhadap judul penelitian.

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI 2.1 Pengertian Umum Mesin Bensin Prinsip Kerja Mesin Empat Langkah

BAB II DASAR TEORI 2.1 Pengertian Umum Mesin Bensin Prinsip Kerja Mesin Empat Langkah BAB II DASAR TEORI 2.1 Pengertian Umum Mesin Bensin Motor bakar adalah jenis mesin kalor yang termasuk Mesin Pembakaran Dalam (Internal Combustion Engine). Internal Combustion Engine (I.C. Engine) adalah

Lebih terperinci

PENGARUH CELAH KATUP TERHADAP DAYA DAN EFISIENSI PADA MOTOR MATIC ABSTRAK

PENGARUH CELAH KATUP TERHADAP DAYA DAN EFISIENSI PADA MOTOR MATIC ABSTRAK PENGARUH CELAH KATUP TERHADAP DAYA DAN EFISIENSI PADA MOTOR MATIC Irwan 1), Agus Suyatno 2), Naif Fuhaid 3) ABSTRAK Pada saat ini motor bakar mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan manusia

Lebih terperinci

PERENCANAAN MOTOR BAKAR DIESEL PENGGERAK POMPA

PERENCANAAN MOTOR BAKAR DIESEL PENGGERAK POMPA TUGAS AKHIR PERENCANAAN MOTOR BAKAR DIESEL PENGGERAK POMPA Disusun : JOKO BROTO WALUYO NIM : D.200.92.0069 NIRM : 04.6.106.03030.50130 JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

Lebih terperinci

PENGARUH VARIASI KOMPOSISI CAMPURAN BAHAN BAKAR PREMIUM DENGAN PERTAMAX 92 TERHADAP DAYA DAN EMISI GAS BUANG PADA HONDA VARIO TECHNO 125

PENGARUH VARIASI KOMPOSISI CAMPURAN BAHAN BAKAR PREMIUM DENGAN PERTAMAX 92 TERHADAP DAYA DAN EMISI GAS BUANG PADA HONDA VARIO TECHNO 125 JURNAL TEKNIK MESIN, TAHUN 24, NO. 1, APRIL 2016 1 PENGARUH VARIASI KOMPOSISI CAMPURAN BAHAN BAKAR PREMIUM DENGAN PERTAMAX 92 TERHADAP DAYA DAN EMISI GAS BUANG PADA HONDA VARIO TECHNO 125 Oleh: Akhmad

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Motor Bakar Motor bakar adalah motor penggerak mula yang pada prinsipnya adalah sebuah alat yang mengubah energi kimia menjadi energi panas dan diubah ke energi

Lebih terperinci

PENGARUH VARIASI SUDUT BUTTERFLY VALVE PADA PIPA GAS BUANG TERHADAP UNJUK KERJA MOTOR BENSIN 4 LANGKAH

PENGARUH VARIASI SUDUT BUTTERFLY VALVE PADA PIPA GAS BUANG TERHADAP UNJUK KERJA MOTOR BENSIN 4 LANGKAH 10 Avita Ayu Permanasari, Pengaruh Variasi Sudut Butterfly Valve pada Pipa Gas Buang... PENGARUH VARIASI SUDUT BUTTERFLY VALVE PADA PIPA GAS BUANG TERHADAP UNJUK KERJA MOTOR BENSIN 4 LANGKAH Oleh: Avita

Lebih terperinci

Efisiensi Suhu Kerja Mesin Antara Pemakaian Water Pump Dan Tanpa Water Pump Pada Mesin Diesel Satu Silinder Merk Dong Feng S195

Efisiensi Suhu Kerja Mesin Antara Pemakaian Water Pump Dan Tanpa Water Pump Pada Mesin Diesel Satu Silinder Merk Dong Feng S195 Efisiensi Suhu Kerja Mesin Antara Pemakaian Water Pump Dan Tanpa Water Pump Pada Mesin Diesel Satu Silinder Merk Dong Feng S95 Atmaja Kurniadi (083004) Mahasiswa PTM Otomotif IKIP Veteran Semarang Abstrak

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI A. SEJARAH MOTOR DIESEL Pada tahun 1893 Dr. Rudolf Diesel memulai karier mengadakan eksperimen sebuah motor percobaan. Setelah banyak mengalami kegagalan dan kesukaran, mak akhirnya

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 46 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Perhitungan dan pembahasan dimulai dari proses pengambilan dan pengumpulan data meliputi daya, torsi dan konsumsi bahan bakar. Data yang dikumpulkan meliputi data spesifikasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penggunaan minyak bumi terus-menerus sebagai bahan bakar dalam dunia

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penggunaan minyak bumi terus-menerus sebagai bahan bakar dalam dunia I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penggunaan minyak bumi terus-menerus sebagai bahan bakar dalam dunia industri dapat menyebabkan persediaan minyak bumi akan semakin habis karena minyak bumi merupakan sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan suatu campuran komplek antara hidrokarbon-hidrokarbon sederhana

BAB I PENDAHULUAN. merupakan suatu campuran komplek antara hidrokarbon-hidrokarbon sederhana BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pencemaran udara yang diakibatkan oleh gas buang kendaraan bermotor pada akhir-akhir ini sudah berada pada kondisi yang sangat memprihatinkan dan memberikan andil yang

Lebih terperinci

Pengaruh Penambahan Senyawa Acetone Pada Bahan Bakar Bensin Terhadap Emisi Gas Buang

Pengaruh Penambahan Senyawa Acetone Pada Bahan Bakar Bensin Terhadap Emisi Gas Buang LJTMU: Vol. 03, No. 02, Oktober 2016, (61-66) ISSN Print : 2356-3222 ISSN Online: 2407-3555 http://ejournal-fst-unc.com/index.php/ljtmu Pengaruh Penambahan Senyawa Acetone Pada Bahan Bakar Bensin Terhadap

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Katakunci : Electronic Control Unit, Injection Control, Maximum Best Torque (MBT), Ignition Timing, Bioetanol E100.

I. PENDAHULUAN. Katakunci : Electronic Control Unit, Injection Control, Maximum Best Torque (MBT), Ignition Timing, Bioetanol E100. Studi Eksperimen Pengaruh Mapping Ignition Timing Dan Durasi Penginjeksian Bahan Bakar Terhadap Unjuk Kerja Dan Emisi Gas Buang Engine Honda CB150R Berbahan Bakar Bioetanol E100 Gayuh Agung Pamuji dan

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

BAB III TINJAUAN PUSTAKA BAB III TINJAUAN PUSTAKA 3.1 MOTOR DIESEL Motor diesel adalah motor pembakaran dalam (internal combustion engine) yang beroperasi dengan menggunakan minyak gas atau minyak berat sebagai bahan bakar dengan

Lebih terperinci

BAB II Dasar Teori BAB II DASAR TEORI

BAB II Dasar Teori BAB II DASAR TEORI BAB II DASAR TEORI 2. 1 Sistem Pengapian Sistem pengapian sangat berpengaruh pada suatu kendaraan bermotor, karena berfungsi untuk mengatur proses pembakaran campuran antara bensin dan udara di dalam ruang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. energi yang salah satunya bersumber dari biomassa. Salah satu contoh dari. energi terbarukan adalah biogas dari kotoran ternak.

BAB I PENDAHULUAN. energi yang salah satunya bersumber dari biomassa. Salah satu contoh dari. energi terbarukan adalah biogas dari kotoran ternak. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan energi dewasa ini semakin meningkat. Segala aspek kehidupan dengan berkembangnya teknologi membutuhkan energi yang terus-menerus. Energi yang saat ini sering

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Motor Bensin Empat Langkah 1. Pengertian Menurut Drs. Daryanto (2003:6) motor bahan bakar adalah salah satu jenis motor bahan bakar menggunakan cara pembakaran dalam (internal

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Pengertian Umum Motor Bensin Motor adalah gabungan dari alat-alat yang bergerak (dinamis) yang bila bekerja dapat menimbulkan tenaga/energi. Sedangkan pengertian motor bakar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu dan teknologi di dunia terus berjalan seiring dengan timbulnya masalah yang semakin komplek diberbagai bidang kehidupan, tidak terkecuali dalam

Lebih terperinci

2. Teori Dasar. senyawa tersebut adalah Methyl tertiary Buthyl Ether (MTBE), CH

2. Teori Dasar. senyawa tersebut adalah Methyl tertiary Buthyl Ether (MTBE), CH Oksigenat Methyl Tertiary Buthyl Ether Sebagai Aditif Octane Booster Bahan Bakar Motor Bensin (Philip Kristanto Oksigenat Methyl Tertiary Buthyl Ether Sebagai Aditif Octane Booster Bahan Bakar Motor Bensin

Lebih terperinci

Jika diperhatikan lebih jauh terdapat banyak perbedaan antara motor bensin dan motor diesel antara lain:

Jika diperhatikan lebih jauh terdapat banyak perbedaan antara motor bensin dan motor diesel antara lain: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Motor diesel Motor diesel adalah jenis khusus dari mesin pembakaran dalam karakteristik utama pada mesin diesel yang membedakannya dari motor bakar yang lain, terletak pada metode

Lebih terperinci

2.1.2 Siklus Motor Bakar Torak Bensin 4 Langkah

2.1.2 Siklus Motor Bakar Torak Bensin 4 Langkah BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Motor Bakar Bensin 2.1.1 Pengertian Motor Bakar Torak Bensin Motor bakar torak bensin merupakan salah satu jenis motor bakar yang menggunakan bensin sebagai bahan bakarnya. Bensin

Lebih terperinci

Rencana Pembelajaran Kegiatan Mingguan (RPKPM).

Rencana Pembelajaran Kegiatan Mingguan (RPKPM). Rencana Pembelajaran Kegiatan Mingguan (RPKPM). Pertemuan ke Capaian Pembelajaran Topik (pokok, subpokok bahasan, alokasi waktu) Teks Presentasi Media Ajar Gambar Audio/Video Soal-tugas Web Metode Evaluasi

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. dipakai saat ini. Sedangkan mesin kalor adalah mesin yang menggunakan

BAB II DASAR TEORI. dipakai saat ini. Sedangkan mesin kalor adalah mesin yang menggunakan BAB II DASAR TEORI 2.1 Pengertian Umum Motor Bakar Motor bakar merupakan salah satu jenis mesin kalor yang banyak dipakai saat ini. Sedangkan mesin kalor adalah mesin yang menggunakan energi panas untuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 KAJIAN PUSTAKA Manurung (2012) menyatakan bahwa kehadiran air pada sistem pembakaran memang memungkinkan meningkatkan efisiensi pembakaran karena mengubah mekanisme dan menyempurnakan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. METODE PENELITIAN Penelitian dilakukan untuk mengetahui fenomena yang terjadi pada mesin Otto dengan penggunaan bahan bakar yang ditambahkan aditif dengan variasi komposisi

Lebih terperinci

PENGARUH PENCAMPURAN BAHAN BAKAR PREMIUM DENGAN PERTALITE TERHADAP EMISI GAS BUANG UNTUK KENDARAAN RODA DUA 100 CC

PENGARUH PENCAMPURAN BAHAN BAKAR PREMIUM DENGAN PERTALITE TERHADAP EMISI GAS BUANG UNTUK KENDARAAN RODA DUA 100 CC PENGARUH PENCAMPURAN BAHAN BAKAR PREMIUM DENGAN PERTALITE TERHADAP EMISI GAS BUANG UNTUK KENDARAAN RODA DUA 100 CC Ir. Rudi Adolf Hotman Sihombing, M.T Dosen Tetap Program Studi Teknik Mesin Sekolah Tinggi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Radiator Radiator memegang peranan penting dalam mesin otomotif (misal mobil). Radiator berfungsi untuk mendinginkan mesin. Pembakaran bahan bakar dalam silinder mesin menyalurkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan teknologi dari waktu ke waktu mengalami kemajuan yang sangat pesat terutama dalam bidang transportasi khususnya kendaraan bermotor. Dalam bidang

Lebih terperinci