BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian dan unsur tindak pidana pembunuhan. berlaku dan diakui secara legal. 1 Sedangkan Pembunuhan sendiri

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian dan unsur tindak pidana pembunuhan. berlaku dan diakui secara legal. 1 Sedangkan Pembunuhan sendiri"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tindak Pidana Pembunuhan Pengertian dan unsur tindak pidana pembunuhan Kejahatan secara yuridis dapat didefinisikan sebagai suatu Tindakan yang melanggar undang undang atau ketentuan yang berlaku dan diakui secara legal. 1 Sedangkan Pembunuhan sendiri berasal dari kata bunuh yang berarti mematikan, menghilangkan nyawa. Membunuh artinya membuat supaya mati. Pembunuh artinya orang atau alat yang membunuh dan pembunuhan berarti perkara membunuh, perbuatan atau hal membunuh. Suatu perbuatan dapat dikatakan sebagai pembunuhan adalah perbuatan oleh siapa saja yang dengan sengaja merampas nyawa orang lain. 2 Dalam hukum pidana, pembunuhan disebut dengan kejahatan terhadap jiwa seseorang yang diatur dalam BAB XIX Buku II Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Bentuk pokok dari kejahatan ini adalah pembunuhan (doodslage), yaitu menghilangkan jiwa seseorang. 1 Maharani SD. MANUSIA SEBAGAI HOMO ECONOMICUS: REFLEKSI ATAS KASUS-KASUS KEJAHATAN DI INDONESIA. Jurnal Filsafat, Vol.26, No.1,Februari Hilman Hadikusuma, Bahasa Hukum Indonesia, ( Bandung: Alumni, 1992 ), hlm

2 Menurut Ramianto yang dikutip dari Anwar dalam bukunya Hukum Pidana Bagian Khusus (KUHP, Buku II), pembunuhan (doodslage), yaitu menghilang jiwa seseorang. Sedangkan menurut Wojoqwasito sebagaimana yang dikutip oleh Rahmat Hakim, dalam buku Hukum Pidana Islam, pembunuhan adalah perampasan nyawa seseorang, sedangkan menurut Hakim Rahman yang mengutip dari Abdul Qodir Aulia adalah perbuatan seseorang yang menghilangkan kehidupan atau hilangnya roh adami akibat perbuatan manusia yang lain. Jadi, pembunuhan adalah perampasan atau peniadaan nyawa seseorang oleh orang lain yang mengakibatkan tidak berfungsinya seluruh anggota badan di sebabkan ketiadaan roh sebagai unsur utama untuk menggerakan tubuh. 3 Dari uaraian di atas menurut peneliti sudah jelas bahwa pembunuhan ialah suatu Tindakan menghilangkan nyawa orang lain yang dilakukan oleh orang lain. Dari pengertian tersebut pembunuhan ialah tindak pidana yang terdiri dari beberapa jenis, dan dalam KUHP di uraikan bahwa terdapat beberapa pasal yang mengatur terkait pembunuhan. Sehingga menurut peneliti garis besar makna dari kejahatan dan pembunuhan ialah suatu Tindakan melanggar hukum yang dapat menghilangkan nyawa orang lain. 3 Rahmat Hakim, Hukum Pidana Islam, ( Bandung: Pustaka Setia, 2010 ), hlm

3 Selanjutnya mengenai tindak pidana, menurut Molejatno, tindak pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum larangan mana disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu, bagi siapa yang melanggar larangan tersebut, Moeljatno pandangan dualisme. 4 Definisi dari peneliti terkait dengan sanksi ialah suatu perbuatan sengsara atau tidak enak yang dijatuhkan kepada orang yang melanggar hukum atau undang undang yang telah di atur. Secara umum unsur unsur dari tindak pidana terdapat dua macam, yakni unsur obyektif dan unsur subyektif. Unsur obyektif adalah unsur yang berhubungan dengan keadaan atau tindak pelaku. Unsur yang terdapat di luar si pelaku. Unsur unsur yang ada hubungannya dengan keadaan, yaitu dalam keadaan keadaan dimana Tindakan Tindakan si pelaku itu harus terdiri dari : 5 1) Sifat melanggar hukum 2) Kualitas dari si pelaku 3) Kausalitas Maka dari penjelasan tersebut diketahui bahwa unsur unsur tindak pidana tidak hanya melekat pada diri si pelakunya saja namun juga perbuatan yang dilakukan oleh pelaku tersebut. 4 Moeljatno, Asas Asas Hukum Pidana, Rineka Cipta, Jakarta,2008, hal Teguh Prasetyo, Hukum Pidana edisi revisi, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2015, hal.50 33

4 Kemudian salah satu ahli yang menganut pandangan dualistic menyatakan bahwa yang di anggap sebagai unsur unsur atau elemen perbuatan pidana yakni, menurut Moeljatno terdiri dari 6 : 1) Kelakuan dan akibat ( perbuatan ) 2) Hal ikhwal atau keadaan yang menyertai perbuatan 3) Keadaan tambahan yang memberatkan pidana 4) Unsur melawan hukum yang obyektif 5) Unsur melawan hukum yang subyektif Dari teori yang dikemukakan oleh Moeljatno, menurut peneliti berpendapat bahwa dalam unsur unsur tindak pidana atau perbuatan pidana yang terpenting harus terdapat adanya suatu perbuatan yang melawan hukum serta dalam teori Moeljatno disebutkan bahwa perbuatan pidana salah satunya harus terdapat keadaan tambahan yang memberatkan pidana, dalam putusan No.200/Pid.B/2018/Pn.Bkl yang perlu ditelisik yakni unsur keadaan tambahan yang dapat memberatkan pidana mengenai perbuatan tindak pidana tersebut direncanakan atau tidak, sehingga hal ini dapat memberatkan pidana bagi si pelaku. 6 Moeljatno, Asas Asas Hukum Pidana, Rineka Cipta, Jakarta,2008, hal

5 Kemudian untuk ahli yang menganut pandangan monitis menyatakan bahwa untuk adanya suatu tindak pidana harus dipenuhi unsur unsur sebagai berikut, menurut Simons 7 : a. Perbuatan manusia, baik dalam arti perbuatan positif (berbuat) maupun negative (tidak berbuat) b. Diancam pidana c. Melawan hukum d. Dilakukan dengan kesalahan e. Oleh orang yang mampu bertanggung jawab Setelah mengetahui pengertian dari tindak pidana dan unsur unsur dari tindak pidana. Maka salah satu jenis tindak pidana adalah tindak pidana pembunuhan. Tindak pidana pembunuhan pokok di atur dalam pasal 338 KUHP yang berbunyi : Barang siapa dengan sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan pidana penjara paling lama 15 tahun. Tindak pidana pembunuhan sendiri dibagi menjaddi dua macam, yaitu pembunuhan biasa di atur dalam pasal 338 KUHP kemudian di pasal 340 KUHP mengatur tentang pembunuhan berencana. 7 Tongat, Dasar Dasar Hukum Pidana Indonesia Dalam Perspektif Pembaharuan, UMM Press, Malang, 2009, hal

6 2.1.2 Tindak Pidana Pembunuhan dalam bentuk pokok Tindak pidana pembunuhan dalam bentuk pokok pada dasarnya tidak dijelaskan dalam KUHP, namun dapat ditinjau pada Pasal 338 yang berbunyi sebagai berikut: Barang siapa sengaja merampas nyawa orang lain, diancam, karena pembunuhan, dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun Dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan tindak pidana pembunuhan dalam bentuk pokok adalah perbuatan menghilangkan nyawa orang lam yang dilakukan dengan sengaja. berikut : Pembunuhan dalam bentuk pokok memiliki unsur-unsur sebagai a. Unsur objektif 1. Perbuatan : menghilangkan nyawa 2. Objeknya : nyawa orang lain b. Unsur subjektif : dengan sengaja Dalam perbuatan menghilangkan nyawa (orang lain) terdapat 3 (tiga) syarat yang harus dipenuhi, yaitu : 1) Adanya wujud perbuatan 2) Adanya suatu kematian (orang lain) 3) Adanya hubungan sebab akibat (causa verband) antara perbuatan dan akibat kematian (orang lain). 36

7 Antara unsur objektif dengan sengaja wujud perbuatan menghilangkan terdapat syarat yang juga harus dibuktikan, ialah pelaksanaan perbuatan menghilangkan nyawa (orang lain) harus tidak lama setelah timbul kehendak (niat) untuk menghilangkan nyawa orang lain itu, Oleh karena apabila terdapat tenggang & waktu yang cukup lama sejak timbulnya atau terbentuknya kehendak untuk membunuh dengan pelaksanaannya, dimana dalam tenggang Waktu yang cukup lama itu petindak dapat memikirkan tentang bagaimana kehendak itu dilakukan, dengan cara apa kehendak itu diwujudkan dun sebagainya, maka pembunuhan tersebut telah masuk kedalam pembunuhan berencana, dan bukan lagi pembunuhan biasa 8. Kalimat tersebut jika di aplikasikan dalam putusan No.200/Pid.B/2018/Pn.Bkl jelas bahwa apabila suatu wujud perbuatan yang terdapat adanya niat dan tenggang waktu dalam melaksanakan termasuk kedalam unsur direncanakan dalam hal tindak pidana pembunuhan tersebut. sehingga jelas bahwa pasal yang memiliki unsur direncanakan dan adanya suatu perbuatan yang disengaja di atur dalam pasala 340 KUHP Unsur Unsur Pasal Yang Di Dakwakan 1. Pasal 338 KUHP 8 Adami Chazawi, Kejahatan Terhadap Tubuh dan Nyawa, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2001, hal

8 Ketentuan pidana tentang tindak pidana pembunuhan dengan keadaan - keadaan yang memberatkan, diatur di dalam Pasal 338 KUHP yang rumusannya adalah : Barang siapa sengaja menghilangkan nyawa orang lain dipidana karena pembunuhan dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun Apabila dirinci unsur-unsurnya, maka terdiri dari : 1) Unsur Subjektif : Dengan sengaja Antara unsur subjektif sengaja dengan wujud suatu perbuatan menghilangkan nyawa ada syarat yang harus dibuktikan, ialah pelaksanaan perbuatan menghilangkan nyawa orang lain harus tidak lama setelah timbulnya kehendak (niat) untuk menghilangkan nyawa orang lain itu. Tindak pidana pembunuhan merupakan suatu tindak pidana materiil, yaitu suatu tindak pidana yang baru dapat. dianggap sebagai telah selesai dilakukan oleh pelakunya dengan timbulnya akibat yang terlarang atau yang tidak dikehendaki oleh undang-undang 2) Unsur Objektif 1. Perbuatan : menghilangkan nyawa 2. Objeknya : nyawa orang lain. 2. Pasal 340 KUHP Pembunuhan dengan rencana lebih dahulu atau disingkat dengan pembunuhan berencana, adalah pembunuhan yang paling.berat ancaman pidananya dari seluruh bentuk kejahatan terhadap nyawa 38

9 manusia. Mengenai bunyi pasal yang mengatur tentang tindak pidana ini telah penulis kemukakan pada bab sebelumnya. Unsur dalam konteks tindak pidana pembunuhan dengan rencana terlebih dahulu terdiri dari 2 (dua) macam, yaitu: a. Unsur Subjektif a) Dengan sengaja b) Dan dengan dipikirkan (rencana) terlebih dahulu b. Unsur Objektif 1) Perbuatan: menghilangkan nyawa 2) Objeknya : nyawa orang lain Pengertian dengan rencana terlebih dahulu menurut Memorie van Toelichting adalah 9 : dengan rencana terlebih dahulu diperlukan saat pemikiran dengan tenang dan berpikir dengan tenang. Untuk itu sudah cukup jika si pelaku berpikir sebentar saja sebelum atau pada waktu ia akan melakukan kejahatan sehingga ia menyadari apa yang dilakukannya Menurut M.H. Tirtaamidjaja sebagaimana dikutip oleh Leden Marpaung, bahwa unsur direncanakan lebih dahulu adalah : 9 P.A.F Lamintang, Kejahatan Terhadap Nyawa, Tubuh, Dan Kesehatan, Sinar Grafika, Jakarta, 2018, Hal

10 bahwa ada suatu jangka waktu, bagaimana pendeknya untuk mempertimbangkan, untuk berpikir tenang 10. Menurut sudrajat, pengertian direncanakan terlebih dahulu adalah sebagai berikut 11 : Bahwa didalam perencanaan ini tidak perlu ada waktu tenggang lama antara waktu merencanakan dan waktu melakukan perbuatan pembunuhan itu. Sebaliknya walaupun ada tenggang waktu yang tidak begitu pendek belum tentu dapat dikatakan ada rencana lebih dulu secara tenang. Ini semua tergantung dari keadaan konkrit dari setiap peristiwa. Antara timbulnya niat untuk membunuh dengan pelaksanaanya itu harus masih ada waktu bagi si pembuat untuk dengan tenang memikirkan, misalnya dengan cara bagaimana pembunuhan itu akan dilakukan. waktu ini tidak terlalu sempit, akan tetapi sebaliknya juga tidak perlu terlalu lama, yang penting ialah apakah di dalam waktu itu si pembuat dengan tenang masih dapat berpikir-pikir, yang sebenarnya ia masih ada kesempatan untuk membatalkan niatnya akan membunuh itu, akan tetapi ia tidak mempergunakannya. Berdasarkan uraian tentang unsur dengan rencana terlebih dahulu di atas, menurut penulis yang dimaksud dengan rencana terlebih dahulu ialah jika si pelaku dalam suatu waktu yang cukup telah 10 Leden Marpaung, Tindak Pidana Terhadap Nyawa Dan Tubuh, Sinar Grafika, Jakarta, Hal Endang R, PEMBUNUHAN BERENCANA, 2016, Fakultas Hukum UMP. 40

11 memikirkan serta menimbang-nimbang dan kemudian menentukan waktu, tempat cara atau alat dan lain sebagainya yang akan digunakan untuk pembunuhan tersebut. Apakah ia secara tenang atau emosional pada waktu yang cukup itu untuk memikirkannya tidaklah terlalu penting. 3. Pasal 170 Ayat (2) ke 3 KUHP Dalam hal ini peneliti akan menjelaskan keseluruhan unsur Pasal yang terdapat pada Pasal 170, Pasal 170 mengatur mengenai tindak pidana melakukan kekerasan secara terbuka oleh beberapa orang yang ditujukan terhadap orang - orang atau barang-barang. Dalam Pasal 170 terdapat 3 (tiga) ayat, yang rumusannya berbunyi sebagai berikut : 1) Barang siapa terang-terangan dan dengan tenaga Bersama menggunakan kekerasan terhadap orang atau barang, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan. 2) Yang bersalah diancam : 1. Dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun, jika ia dengan sengaja menghancurkan barang. Atau jika kekerasan yang digunakan mengakibatkan luka-luka. 2. Dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun. Jika kekerasan mengakibatkan luka berat. 3. Dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun, jika kekerasan mengakibatkan maut. 3) Pasal 89 tidak berlaku bagi Pasal ini 41

12 Adapun unsur subyektif dan objektif sebagai berikut : 1. Unsur subjektif : Barangsiapa 2. Unsur objektif Pasal 170 ayat (1) KUHP : a. Secara terang-terangan b. Dengan tenaga Bersama c. Melakukan kekerasan d. Ditujukan kepada orang atau barang 3. Pasal 170 ayat (2) KUHP Dalam Pasal 170 KUHP terdapat pemberat pidana yang tercantum pada ayat 2 (dua) dari lima tahun enam bulan menjadi tujuh tahun penjara, jika perbuatan kekerasan itu mengakibatkan orang luka. Sembilan tahun penjara jika mengakibatkan luka berat dan paling lama dua belas tahun penjara jika. mengakibatkan kematian orang. Dalam.hal ini terdapat unsur objektif dalam Pasal 170 ayat (2) yakni mengenai kualifikasi luka: a. Mengakibatkan luka-luka b. Mengakibatkan luka berat c. Mengakibatkan matinya orang atau maut. 4. Pasal 170 ayat (3) KUHP Selain terdapat unsur subjektif dan unsur objektif dalam Pasal 170 KUHP, pada Pasal 170 ayat (3) KUHP menyatakan bahwa Pasal 89 tidak berlaku bagi pasal ini. Pasal 89 KUHP 42

13 menyatakan bahwa membuat orang pingsan atau tidak berdaya disamakan dengan menggunakan kekerasan. 2.2 ASAS TUJUAN HUKUM Dalam tujuan hukum dapat diklasifikasikan menjadi 3 (tiga) tujuan hukum yang selama ini berkembang yaitu 12 : 1. Aliran Etis, yang menganggap bahwa pada prinsipnya tujuan hukum itu semata-mata hanya untuk mencapai keadilan. 2. Aliran Utilitis, yang menganggap bahwa pada prinsipnya tujuan hukum itu hanyalah untuk menciptakan kemanfaatan atau kebahagiaan masyarakat. 3. Aliran Normatif Yuridis, yang menganggap bahwa pada prinsipnya tujuan hukum itu adalah untuk menciptakan kepastian hukum. Dari uraian di atas, dalam menegakkan hukum terdapat 3 faktor yang wajib dicermati, ialah: kepastian hukum, kemanfaatan serta keadilan. Ketiga faktor tersebut harus terdapat kompromi, harus mendapat atensi secara proporsional seimbang. Demikian juga putusan hakim untuk menyelesaikan suatu perkara yang diajukan di pengadilan, bahwa putusan 12 Sutriano, Puluhulawa Fenty, Tijow Margareth L, 2020, PENERAPAN ASAS KEADILAN, KEPASTIAN HUKUM DAN KEMANFAATAN DALAM PUTUSAN HAKIM TINDAK PIDANA KORUPSI, Gorontalo Law Review, Fakultas Hukum Universitas Negeri Gorontalo, hal

14 yang baik adalah yang memperhatikan tiga asa yaitu yuridis (kepastian hukum), sosiologis (kemanfaatan), dan filosofis (keadilan) Kepastian Hukum Menurut Maria S.W. Sumardjono bahwa tentang konsep kepastian hukum yaitu bahwa secara normatif, kepastian hukum itu memerlukan tersediannya perangkat peraturan perundang-undangan yang secara operasional maupun mendukung pelaksanaannya. Secara empiris, keberadaan peraturan perundang-undangan itu perlu dilaksanakan secara konsisten dan konsekuen oleh sumber daya manusia pendukungnya 13 Menurut peneliti Peraturan itu dibuat dan diundangkan dengan pasti karena mengatur secara jelas dan logis. Jelas dalam arti tidak menyisakan ruang untuk keraguan (multitafsir) dan bersifat logis sehingga menjadi suatu sistem normatif dengan norma lain yang tidak bertentangan atau menimbulkan konflik normatif. Benturan standar akibat ketidakpastian peraturan dapat muncul sebagai penolakan standar, pengurangan standar atau distorsi standar.kepastian hukum yang sejati adalah ketika peraturan perundang-undangan dapat dilaksanakan sesuai dengan asas dan standar hukum. 13 Halilah S, Arif F ASAS KEPASTIAN HUKUM MENURUT PARA AHLI. Jambi. jurnal Hukum Tata Negara STAI An Nadwah Kuala Tungkal. Hlm

15 Kepastian hukum menekankan agar hukum atau peraturan itu ditegakkan sebagaimana yang diinginkan oleh bunyi hukum/peraturannya. Setiap orang mengharapkan dapat ditetapkannya hukum dalam hal terjadi peristiwa yang konkret 14. Hukum yang berlaku pada dasarnya tidak dibolehkan menyimpang, hal ini dikenal juga dengan istilah fiat justitia et pereat mundus (meskipun dunia ini runtuh hukum harus ditegakkan). Itulah yang diinginkan oleh kepastian hukum. Kepastian hukum merupakan perlindungan yustisiabel terhadap tindakan sewenang-wenang, yang berarti bahwa seseorang akan dapat memperoleh sesuatu yang diharapkan dalam keadaan tertentu 15. Masyarakat mengharapkan adanya kepastian hukum, karena dengan adanya kepastian hukum masyarakat akan lebih tertib. Hukum bertugas menciptakan kepastian hukum karena bertujuan ketertiban masyarakat. Sebaliknya masyarakat mengharapkan manfaat dalam pelaksanaan atau penegakan hukum. Hukum adalah untuk manusia, maka pelaksanaan hukum atau penegakan hukum harus memberi manfaat atau kegunaan bagi masyarakat. 14 Sulardi & Yohana p, 2016, KEPASTIAN HUKUM, KEMANFAATAN, DAN KEADILAN TERHADAP PERKARA PIDANA ANAK Kajian Putusan Nomor 201/Pid.Sus/2014/PN.Blt, Jurnal, Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Malang, hal Hasaziduhu M, 2019, PENEGAKAN HUKUM DI INDONESIA MENURUT ASPEK KEPASTIAN HUKUM, KEADILAN DAN KEMANFAATAN, Jurnal, Universitas Dharmawangsa. 45

16 Selain itu masyarakat juga berkepentingan agar dalam pelaksanaan atau penegakan hukum itu, memperhatikan nilai-nilai keadilan. Akan tetapi harus diingat bahwa hukum itu tidak identik dengan keadilan karena hukum bersifat umum, mengikat setiap orang dan bersifat menyaramatakan atau tidak membeda-bedakan keadaan, status ataupun perbuatan yang dilakukan oleh manusia. Bagi hukum, setiap kejahatan oleh para pihak yang berperkara, maka dijatuhkan pidana/hukuman yang sesuai dengan apa yang tertera dalam bunyi pasal dalam undang-undang, sehingga keadilan menurut hukum belum tentu sama dengan keadilan moral atau keadilan masyarakat. Hakim dalam memutuskan suatu perkara, secara kasuitis, selalu dihadapkan pada ketiga asas tersebut, yaitu asas kepastian hukum, asas keadilan dan asas kemanfaatan. Sebagaimana menurut Sudikno Mertokusumo, ketiga atas tersebut harus dilakasanakan secara kompromi yaitu dengan cara menetapkan ketiga-tiganya secara berimbang atau proporsioanal 16, sehingga tidak perlu mengikuti asas prioritas sebagaimana yang dikemukakan oleh Radbruch, tetapi seharusnya mengikuti asas prioritas yang kasusistis atau sesuai dengan kasus yang dihadapi 17,dan penulis pun sangat menyetujui pendapat dari 16 Sudikno Mertokususmo, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, Cet Sutriano, Puluhulawa Fenty, Tijow Margareth L, 2020, PENERAPAN ASAS KEADILAN, KEPASTIAN HUKUM DAN KEMANFAATAN DALAM PUTUSAN HAKIM TINDAK PIDANA KORUPSI, Gorontalo Law Review, Fakultas Hukum Universitas Negeri Gorontalo, hal

17 Sudikno Mertokusumo tersebut di atas bahwa tujuan hukum di dalam ketiga asas tersebut harus seimbang sehingga tidak ada salah satu asas yang diprioritaskan Keadilan Hukum Keadilan merupakan salah satu tujuan hukum. Tujuan hukum memang tidak hanya keadilan, tetapi juga kepastian hukum dan kemanfaatan. Idealnya, hukum memang harus mengakomodasikan ketiganya. Hakikat hukum bertumpu pada idea keadilan dan kekuatan moral. Idea keadilan tidak pernah lepas dari kaitan hukum, sebab membicarakan hukum jelas atau samar-samar senantiasa merupakan pembicaraan mengenai keadilan. Pendapat Romli Atmasasmita Tujuan hukum integratif yaitu adanya kedamaian dalam keseimbangan antara kepastian hukum, kemanfaatan dan keadilan ( dalam satu nafas ) 18. Maka Hukum harus dilaksanakan dan ditegakan. Setiap orang mengharapkan ditetapkannya hukum dalam hal terjadinya peristiwa konkrit. Itulah yang diinginkan oleh kepastian hukum. Kepastian hukum merupakan perlindungan terhadap tindakan sewenang-wenang, yang berarti seseorang akan dapat memperoleh sesuatu yang diharapkan dalam keadaan tertentu. 18 Wiwi Y Implementasi Politik Hukum Kaitannya dengan Fungsi Pemerintah Dalam Penetapan Upah Pekerja dalam Perspektif Asas Keadilan dan Asas Kepastian Hukum. Jurnal. Fakultas Hukum Universitas Pasundan. Hlm

18 Keadilan adalah harapan yang harus dipenuhi dalam penegakan hukum. Berdasarkan karakteristiknya, keadilan bersifat subyektif, individualistis dan tidak menyamaratakan 19. Maka menurut peneliti apabila penegak hukum menitik beratkan kepada nilai keadilan sedangkan nilai kemanfaatan dan kepastian hukum dikesampingkan, maka hukum itu tidak dapat berjalan dengan baik. Demikian pula sebaliknya jika menitik beratkan kepada nilai kemanfaatan sedangkan kepastian hukum dan keadilan dikesampingkan, maka hukum itu tidak jalan. Idealnya dalam menegakkan hukum itu nilai-nilai dasar keadilan yang merupakan nilai dasar filsafat dan nilai-nilai dasar kemanfaatan merupakan suatu kesatuan berlaku secara sosiologis, serta nilai dasar kepastian hukum yang merupakan kesatuan yang secara yuridis harus diterapkan secara seimbang dalam penegakan hukum. Hal menarik yang perlu dicermati apabila terdapat 2 (dua) unsur yang saling tarik menarik antara Keadilan dan Kepastian Hukum, Roeslan Saleh dalam bukunya mengemukakan: keadilan dan kepastian hukum merupakan dua tujuan hukum yang kerap kali tidak sejalan satu sama lain dan sulit dihindarkan dalam praktik hukum. Suatu peraturan hukum yang lebih banyak memenuhi tuntutan kepastian hukum, maka semakin besar pada kemungkinannya aspek keadilan yang terdesak. 19 Hasaziduhu M, 2019, PENEGAKAN HUKUM DI INDONESIA MENURUT ASPEK KEPASTIAN HUKUM, KEADILAN DAN KEMANFAATAN, Jurnal, Universitas Dharmawangsa. 48

19 Ketidak sempurnaan peraturan hukum ini dalam praktik dapat diatasi dengan jalan memberi penafsiran atas peraturan hukum tersebut dalam penerapannya pada kejadian konkrit. Apabila dalam penerapannya dalam kejadian konkrit, keadilan dan kepastian hukum saling mendesak, maka hakim sejauh mungkin harus mengutamakan keadilan di atas kepastian hukum 20. Demikian uraian di atas dapat diartikan bahwa pada suatu peristiwa yang kongkrit harus mengutamakan keadilan selanjutnya kepastian hukum. Apabila ditelisik dalam putusan No.200/Pid.B/2018/Pn.Bkl penulis berpendapat bahwa pertimbangan hukum yang diputuskan merupakan bukti kurangnya penerapan asas keadilan karena kurang sesuai dengan pasal pasal yang terdapat pada peraturan perundang undangan. Dengan demikian seorang hakim sepatutnya tidak saja melihat keadilan itu dari sisi subyektif, tetapi hakim dituntut untuk obyektif yang profesional. Hakim yang memenuhi pertimbangan hukum yang obyektif dan profesional, akan membuat putusan semata-mata untuk keadilan. Keadilan sebagaimana dijelaskan sebelumnya merupakan tujuan dibuatnya hukum. Putusan hakim yang baik adalah hukum yang baik, salah satu tujuan dari hakim memutus sebuah putusan karena hakim dapat melakukan penemuan hukum. Salah satu tugas hakim sebagai penegak 20 Hasaziduhu M, 2019, PENEGAKAN HUKUM DI INDONESIA MENURUT ASPEK KEPASTIAN HUKUM, KEADILAN DAN KEMANFAATAN, Jurnal, Universitas Dharmawangsa. 49

20 hukum adalah melakukan penemuan hukum terhadap kasus yang ditanganinya. Dalam melakukan penemuan hukum, seorang hakim sepatutnya harus memperhatikan fakta-fakta hukum konkrit yang terjadi (das sein). Fakta konkrit itu kemudian dikonkritkan lagi pada proses aturan hukum yang baik (das sollen) untuk dapat menciptakan pertimbangan serta kesimpulan putusan Kemanfaatan Hukum Kemanfaatan hukum adalah asas yang menyertai asas keadilan dan kepastian hukum. Dalam melaksanakan asas kepastian hukum dan asas keadilan, seyogyanya dipertimbangkan asas kemanfaatan 21. Masyarakat mengharapkan manfaat dalam pelaksanaan atau penegakan hukum. Hukum adalah untuk manusia, maka pelaksanaan hukum atau penegakan hukum harus memberi manfaat atau kegunaan bagi masyarakat jangan sampai justru karena hukumnya dilaksanakan atau ditegakkan timbul keresahan di dalam masyarakat 22. Menurut Satjipto Rahardjo bahwa pemikiran hukum perlu kembali pada filosofi dasarnya 21 Palsari Cahya, 2021, KAJIAN PENGANTAR ILMU HUKUM : TUJUAN DAN FUNGSI ILMU HUKUM SEBAGAI DASAR FUNDAMENTAL DALAM PENJATUHAN PUTUSAN PENGADILAN, e-journal Komunitas Yustisia Universitas Pendidikan Ganesha, hal Sulardi & Yohana p KEPASTIAN HUKUM, KEMANFAATAN, DAN KEADILAN TERHADAP PERKARA PIDANA ANAK Kajian Putusan Nomor 201/Pid.Sus/2014/PN.Blt. Jurnal, Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Malang, hlm

21 yaitu hukum untuk manusia. Dengan filosofi tersebut, maka manusia menjadi penentu dan titik orientasi hukum. Hukum bertugas melayani manusia, bukan sebaliknya. Oleh karena itu, hukum itu bukan merupakan institusi yang lepas dari kepentingan manusia 23. Asas kemanfaatan ini lebih melihat kepada tujuan atau kegunaan dari hukum itu kepada masyarakat. Oleh karena itu, hakikat sesungguhnya dari hukum itu untuk mengabdi kepada manusia dan bukan manusia ada untuk hukum. Kemanfaatan dalam penegakan hukum merupakan hal yang tidak bisa dilepaskan dalam mengukur keberhasilan penegakan hukum di Indonesia. Menurut aliran Utilitarianisme, penegakan hukum mempunyai tujuan berdasarkan manfaat tertentu (teori manfaat atau teori tujuan), dan bukan hanya sekedar membalas perbuatan pembuat pidana, bukanlah sekedar untuk melakukan pembalasan atau pengimbalan kepada orang yang melakukan tindak pidana, tetapi mempunyai tujuan-tujuan tertentu yang bermanfaat. Kemanfaatan disini diartikan sebagai kebahagiaan (happiness) 24. Dari uraian di atas menurut peneliti Hukum yang baik adalah hukum yang memberikan kebahagiaan bagi banyak orang. 23 Supriyono TERCIPTANYA RASA KEADILAN, KEPASTIAN DAN KEMANFAATAN DALAM KEHIDUPAN MASYARAKAT. Jurnal. Fakultas Hukum Universitas Abdurachman Saleh. Hlm Hasaziduhu M, 2019, PENEGAKAN HUKUM DI INDONESIA MENURUT ASPEK KEPASTIAN HUKUM, KEADILAN DAN KEMANFAATAN, Jurnal, Universitas Dharmawangsa. 51

22 Maka, apabila melihat hal yang ideal berdasarkan 3 (tiga) unsur/tujuan penegakan hukum yang telah dikemukakan di atas, penegakan hukum di Indonesia terlihat sangat sulit diterapkan. Aparat penegak hukum cenderung berpandangan, hukum adalah perundangundangan dan mengutamakan legal formil dalam setiap menyikapi fenomenal kemasyarakatan sehingga kurang menimbang dari segi aspek kemanfaatan terhadap masyarakat. 52