MANAJEMEN RISIKO BENCANA BANJIR KALI LAMONG PADA KAWASAN PERI-URBAN SURABAYA-GRESIK MELALUI PENDEKATAN KELEMBAGAAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "MANAJEMEN RISIKO BENCANA BANJIR KALI LAMONG PADA KAWASAN PERI-URBAN SURABAYA-GRESIK MELALUI PENDEKATAN KELEMBAGAAN"

Transkripsi

1 MANAJEMEN RISIKO BENCANA BANJIR KALI LAMONG PADA KAWASAN PERI-URBAN SURABAYA-GRESIK MELALUI PENDEKATAN KELEMBAGAAN Eko Budi Santoso Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota FTSP ITS Abstrak: Permasalahan banjir akibat meluapnya Kali Lamong sudah menjadi bencana rutin yang terjadi di sebagaian wilayah Kabupaten Gresik dan Kota Surabaya. Wilayah terdampak merupakan kawasan peri-urban yang secara umum belum berkembang pesat. Meskipun demikian dampak banjir pada kawasan peri-urban ini menimbulkan kerugian sosial ekonomi bagi masyarakat yang terkena bencana. Penanganan banjir pada Kali Lamong tidak berjalan mudah, mengingat banyak pihak yang terlibat dan berkepentingan dengan pengelolaan wilayah aliran sungai yang melintasi beberapa daerah kabupaten/kota. Kajian ini bertujuan untuk memetakan peran kelembagaan pemerintah dalam melakukan manajemen risiko bencana di wilayah Kali Lamong. Metode yang digunakan adalah analisa kausalitas yang didasarkan pada data-data sekunder yang bersumber dari media elektronik selama periode Hasil analisa tersebut dipetakan dalam bentuk diagram fishbone. Selanjutnya dilakukan analisa kelembagaan untuk mengetahui peran dan tanggung jawab masing-masing institusi dalam mengurangi risiko bencana. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa manajemen risiko bencana pada DAS Kali Lamong harus memperhatikan factor-faktor tata ruang, kondisi sungai, dan normalisasi sungai. Pendekatan kelembagaan diperlu difokuskan pada pengendalian pemanfaatan bantaran sungai, poses pembebasan tanah, penganggaran pembangunan, dan kewenangan masing-masing lembaga. Kata Kunci: Manajemen Risiko Bencana, Penanggulangan Banjir, Peri-Urban, Kelembagaan Pemerintah Pendahuluan Banjir menjadi permasalahan rutin yang sering dihadapi oleh warga masyarakat yang tinggal pada wilayah aliran sungai. Meskipun masyarakat sadar akan risiko bahaya dan kerugian yang diakibatkan oleh bencana banjir, namun masyarakat tetap bersikeras untuk tinggal di wilayah rentan tersebut dan sulit untuk direlokasi ke lokasi yang lebih aman dari bahaya banjir. Oleh sebab itu, untuk meminimalkan kerugian masyarakat akibat banjir, salah satu tindakannya dengan menangani sumber terjadinya banjir atau genangan, yaitu penanganan wilayah sungai. Menurut Widiati (2008) risiko bahaya dan kerugian dapat dikurangi dengan menerapkan manajemen risiko bencana, yang manfaatnya dapat mengurangi kemungkinan terjadinya bahaya dan mengurangi daya rusak suatu bahaya yang tidak dapat dihindarkan.

2 Permasalahan banjir akibat meluapnya Kali Lamong sudah menjadi bencana rutin yang terjadi di sebagaian wilayah Kabupaten Gresik dan Kota Surabaya. Wilayah Kota Surabaya yang terdampak banjir adalah Kecamatan Benowo dan Kecamatan Pakal yang mencakup 3 kelurahan. Wilayah terdampak merupakan kawasan peri-urban yang secara umum sedang berkembang. Menurut informasi Pemerintah Kabupaten Gresik (2014), banjir Kali Lamong yang terjadi sejak pertengahan Desember 2013 sampai awal Januari 2014 telah menenggelamkan sekitar 2.658,2 hektar areal pertanian, dimana tanaman padi yang terkena banjir di areal seluas 1985 hektar telah dinyatakan puso. Sementara itu menurut BNPB (2014) meluapnya Kali Lamong menyebabkan sebagian Kabupaten Gresik terendam banjir yang dampaknya rumah, ratusan hektar sawah, dan tambak terendam banjir di 42 desa dari 5 kecamatan, serta 2 orang meningggal dunia akibat hanyut banjir dan 350 jiwa mengungsi. Luapan Kali Lamong setiap tahun menggenangi dan bahkan merendam wilayah Kecamatan Balongpanggang, Benjeng, Cerme, Menganti, Wringinanom, dan Kedamean. Dengan demikian dampak banjir pada kawasan peri-urban ini menimbulkan kerugian sosial ekonomi bagi masyarakat yang terkena bencana. Penanganan banjir pada Kali Lamong tidak berjalan mudah, mengingat banyak pihak yang terlibat dan berkepentingan dengan pengelolaan wilayah aliran sungai yang melintasi beberapa daerah kabupaten/kota. Secara kewilayahan menurut RTRWP Jawa Timur pengaturan sungai dan sistem pengendali banjir Kali Lamong tersebar di Kabupaten Gresik, Kabupaten Mojokerto dan Kota Surabaya dengan luas DAS Kali Lamong 720 km 2 dan mempunyai panjang total kurang lebih 83,70 km. Dalam RTRW Kabupaten Gresik ditetapkan kawasan rawan bencana banjir terdapat di Kecamatan Balongpanggang, Kecamatan Benjeng, Kecamatan Kedamean, Kecamatan Cerme dan Kecamatan Menganti merupakan DAS Kali Lamong. DAS Kali Lamong merupakan satu kesatuan sistem pengelolaan sumber daya air dalam wilayah Sungai Bengawan Solo yang menjadi tugas dan kewenangan dari Balai Besar Wilayah Sungai Bengawan Solo Ditjen SDA Kementerian PU. Pada wilayah-wilayah potensial terjadi genangan yang mempunyai tingkat risiko tinggi terjadinya bencana banjir, pihak-pihak terkait harus mampu secara signifikan menurunkan tingkat risikonya. Menurut Smith dan Petley (2009) pengurangan risiko dapat dilakukan melalui perlindungan prabencana dan pemulihan pasca-bencana. Pada kasus DAS Kali Lamong yang mempunyai tingkat risiko banjir tinggi, banyaknya pihak-pihak yang terlibat dalam penurunan risiko menjadi tantangan tersendiri agar pengendalian bencana banjir dapat dilakukan secara efektif. Menurut Paul (2011), kerentanan institusional berkaitan dengan kebijakan pemerintah, dan lembaga-lembaga publik dan swasta, serta seberapa efektif kebijakan dan organisasi tersebut dalam mengurangi kerentanan dan/atau pemulihan dari bencana. Hal ini juga mengacu pada kemampuan organisasi yang terkait untuk secara sungguh-sungguh menanggapi peristiwa bahaya. Ketika mengacu langsung kepada lembaga-lembaga pemerintah, jenis kerentanan mengacu pada kemampuan lembaga pemerintah untuk membuat kebijakan dan melaksanakannya secara efektif. Dengan demikian menurut Paul (2011), kerentanan institusional tidak selalu dan bukan berarti bahwa lembaga-lembaga yang rentan, melainkan lembaga ini menyebabkan orang lain menjadi lebih rentan terhadap bahaya dan bencana. Jika sebuah institusi, seperti pemerintah daerah, gagal untuk menegakkan peraturan

3 pembangunan untuk bahaya tertentu yang sering terjadi di daerah tersebut, hal ini dapat dianggap sebagai contoh kerentanan institusional. Sumber lain untuk kerentanan institusional adalah ketika organisasi terkait tidak sepenuhnya menghargai dan berkomitmen untuk merespon ancaman bencana, ini dapat menyebabkan masyarakat benar-benar tidak siap menghadapi bencana. Metode Penelitian ini melakukan eksplorasi terhadap data-data sekunder dan literatur yang berkaitan dengan manajemen risiko bencana. Data-data sekunder yang digunakan berasal dari publikasi dan berita media massa selama periode Berita-berita dan informasi yang berasal dari internet (media online) digunakan juga sebagai rujukan peristiwa dan kejadian yang sedang menjadi isu utama pada saat itu. Data dan informasi yang diperoleh dari hasil penelusuran informasi selanjutnya dianalisa berdasarkan konten berita yang sedang dibahas oleh pihak-pihat yang berkepentingan. Penelusuran informasi difokuskan pada analisa kausalitas (sebabakibat) untuk lebih memahami kronologis kejadian. Hasil dari analisa kausalitas selanjutnya digambarkan dalam bentuk diagram fishbone untuk memetakan permasalahan yang memunculkan masalah utama yang sedang diteliti. Dalam penilaian kelembagaan sektoral, data dikumpulkan dan diperiksa secara analisis berjenjang, pada tingkatan struktur politik, tingkatan sistem administrasi, dan tingkatan teknis sektoral, serta memberikan perhatian khusus terhadap dinamika kelembagaan dan hubungan antara instansi sektoral. Hasil Hasil analisa fishbone berdasarkan kajian konten informasi yang dihimpun dari beberapa sumber menunjukkan bahwa kejadian banjir di Kali Lamong dipengaruhi oleh tiga faktor utama yaitu: 1. Faktor tata ruang wilayah 2. Faktor kondisi sungai 3. Faktor normalisasi sungai Faktor tata ruang wilayah menjadi salah satu penyebab banjir Kali Lamong akibat terjadinya perubahan tata ruang wilayah di DAS Kali Lamong, baik di bagian hilir maupun hulu sungai. Bila dilihat dari hasil kajian konten informasi yang dianalisa menunjukkan bahwa perubahan tata ruang ini sebagai akibat dari: Alih fungsi lahan yang terjadi di wilayah DAS Kali Lamong dimana pada bagian hulu terjadinya pengurangan luas hutan, di sepanjang sungai bagian hilir berubah fungsi menjadi permukiman atau tempat usaha, Sebelum tahun 1980-an, kondisi Kali Lamong masih normal. Fungsi Kali Lamong berubah seiring perkembangan penduduk dan industri, dengan ditandai banyaknya bangunan di tepi sungai. Pemanfaatan bantaran sungai mengalami perubahan bantaran sungai berubah fungsi ditanami warga, disamping itu juga masyarakat menggunakan bantaran sungai untuk mendirikan bangunan perumahan dan juga terdapat beberapa industri. Di bantaran Kali Lamong yang melintasi wilayah Kabupaten Gresik kini terdapat an bangunan dan 17 unit industri. Hilangnya waduk, dimana waduk-waduk di sekitar Kali Lamong yang mestinya berfungsi sebagai retensi atau tempat penampungan sementara air kini sebagian disewakan untuk memelihara ikan atau ditanami. Menurut hasil kajian konten informasi yang ada menunjukkan bahwa faktor kondisi sungai merupakan factor utama yang menjadi penyebab banjir Kali Lamong.

4 Beberapa hal yang menjadi penekanan terhadap kondisi sungai adalah: Badan secara topografis sungai landai, badan Kali Lamong di Gresik sangat landai sehingga tidak cepat mengalirkan air ke laut lepas. Jika turun hujan deras dan laut pasang, permukaan air Kali Lamong naik melebihi bibir sungai dan meluber menggenangi sawah dan permukiman. Daya tampung sungai terbatas terlihat dari jumlah debit air mencapai 750 meter per detik yang masuk, namun Kali Lamong hanya mampu menampung debit 250 meter per detik. Sementara itu informasi lain menyatakan selama ini banjir akibat luapan Kali Lamong karena debit sungai sudah melebihi kapasitas. Sekarang ini kapasitas Kali Lamong rata-rata 270 meter kubik per detik. Sedangkan dari data tahunan, debit sungai mencapai sekitar 400 meter kubik per detik. Berkurangnya kapasitas Kali Lamong ini, karena terjadinya pendangkalan dan pemukiman yang ada di kanan kiri sungai. Kondisi tanggul kritis menyebabkan tanggul mudah jebol/rusak ketika terjadi banjir, sehingga tidak mampu menahan aliran dan luapan air Kali Lamong dan jebolnya tanggul berdampak pada meluasnya banjir. Masih banyak bantaran sungai tidak bertanggul dijumpai sepanjang ± 7 km antara Kecamatan Benjeng sampai Kecamatan Cerme. Banjir paling parah memang di wilayah Gresik karena dari 131 kilometer aliran Kali Lamong, sepanjang 54 km di antaranya di wilayah Gresik dan tidak semuanya bertanggul. Penyempitan alur sungai dijumpai pada beberapa titik lokasi merupakan akibat dari pembangunan permukiman yang menjorok ke alur sungai dan terjadinya sedimentasi pada beberapa titik lokasi. Banyaknya endapan di Kali Lamong membuat badan sungai ada yang tinggal 15 meter. Pendangkalan muara akibat tingginya tingkat sedimentasi dimana kondisi menunjukkan bahwa pendangkalan terjadi terus-menerus dengan laju sedimentasi (pengendapan) 12 sentimeter per tahun. Kini pendangkalan bahkan mencapai lebih dari 4 meter. Pendangkalan ini terjadi karena erosi yang ada di hulu dan gerusan di tebing kanan kiri sungai. Sumber: Gambar 1. Kondisi Alur Kali Lamong Seperti kejadian banjir di daerah lain, banjir selalu diakibatkan oleh ulah manusia, baik itu di hulu, hilir, maupun daerah bantarannya. Oleh sebab itu, upaya penertiban daerah bantaran, pengerukan, normalisasi, dan tentu rehabilitasi hutan harus menjadi prioritas penanggulangannya. Dari penelusuran informasi media online menyebutkan bahwa pengerukan dan normalisasi aliran Kali Lamong menjadi usulan berbagai pihak untuk mengurangi risiko banjir Kali Lamong. Faktor normalisasi sungai menjadi penting untuk mencegah dan mengendalikan terjadinya banjir, namun kondisi yang ada menjukkan progress dan proses normalisasi sungai masih menghadapi berbagai kendala. Bila

5 dilihat dari hasil kajian konten informasi yang dianalisa menunjukkan bahwa belum efektifnya pengendalian banjir melalui upaya normalisasi sungai sebagai akibat dari: Pembagian tugas dan kewenangan institusi baik secara horizontal maupun vertikal menjadi perhatian dalam penanganan banjir Kali Lamong. Pengelolaan Kali Lamong masuk Daerah Aliran Sungai Bengawan Solo yang menjadi kewenangan Balai Besar Wilayah Sungai Bengawan Solo. Balai akan menormalisasi sungai pada daerah kritis penyebab meluapnya Kali Lamong. Selain BBWS Bengawan Solo, penanganan Kali Lamong juga melibatkan Pemerintah Daerah Kabupaten Lamongan, Gresik, Mojokerto dan Kota Surabaya. Untuk daerah, memiliki tugas untuk membaskan lahan, sedangkan dari pemerintah pusat melalui BBWS Bengawan Solo tugasnya pekerjaan fisik. Pembebasan tanah sulit menyebabkan normalisasi Kali Lamong diprediksi akan terhambat. Ini dikarenakan warga di sepanjang bantaran sungai mematok nilai tinggi jika tanahnya dibebaskan. Mereka meminta uang kompensasi yang nilainya cukup tinggi. Sehingga proses pembebasan tanah akan ada hambatan. Warga yang tanahnya berada di sepanjang bantaran kali Lamong diupayakan untuk dibebaskan dengan sejumlah ganti rugi. Koordinasi antar instansi masih perlu diintensifkan lagi untuk pengendalian banjir karena meski berkali-kali terjadi banjir, upaya penanganan serius tampaknya belum terlihat, kecuali upaya darurat. Agar tepat sasaran, penanganan Kali Lamong perlu dilakukan secara terpadu dengan koordinasi lintas wilayah dan sektoral, termasuk melibatkan jasa tirta dan industri di sekitar Kali Lamong. Keterbatasan anggaran minimnya anggaran penanganan banjir tersebut dikarenakan dalam penyusunan anggaran, BBWS ragu karena pembebasan lahan untuk pembangunan tanggul untuk sungai Kali Lamong yang meliputi empat daerah yakni Gresik, Mojokerto, Lamongan dan Surabaya belum jelas. Pemda Kabupaten Gresik belum bisa berbuat banyak untuk menyelamatkan warga wilayah Gresik selatan yang terkena banjir akibat luapan Kali Lamong. Penyebabnya adalah keterbatasan dana yang dianggarkan. Sumber: Gambar 2. Penanganan Tanggul Jebol oleh Warga Pengendalian daya rusak air merupakan upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik dilakukan pada tahap pra-bencana maupun pasca-bencana, dengan melibatkan lembaga pemerintah sesuai dengan tugas dan kewenangannya masing-masing. Untuk mengatasi permasalahan banjir Kali Lamong yang terjadi di wilayah Kabupaten Gresik dan Kota Surabaya perlu dilakukan analisis posisi dan peran lembaga pemerintah yang terkait dengan manajemen penanganan banjir.

6 PENYEBAB BANJIR KALI LAMONG Alih Fungsi Lahan Pemanfaatan Bantaran Sungai TATA RUANG Hilangnya Waduk Pembagian Kewenangan Badan Sungai sangat landai Kondisi Tanggul Kritis NORMALISASI SUNGAI Pembebasan Lahan Sulit Koordinasi antar Instansi Daya Tampung Sungai Terbatas Anggaran Terbatas BANJIR KALI LAMONG Penyempitan Alur Sungai Pendangkalan Muara Masih Banyak Sungai Tidak Bertanggul Sumber: Hasil Analisa dari media online KONDISI SUNGAI Gambar 3. Analisa Fishbone Permasalahan Banjir Kali Lamong Tabel 1. Posisi dan Peran Lembaga Pemerintah dalam Penanganan Banjir Kali Lamong No. Lembaga Pemerintah Tugas Pokok Peran 1. Pemerintah Pusat: a. Kementerian PU Ditjen SDA Balai Besar Wil. Sungai Bengawan Solo (BBWSBS) Melaksanakan pengelolaan sumber daya air yang meliputi perencanaan, pelaksanaan konstruksi, operasi dan pemeliharaan dalam rangka konservasi sumber daya air, pendayagunaan sumber air dan pengendalian daya Penanganan Kali Lamong terkait dengan pengerukan dan normalisasi sungai, termasuk penganggaran kegiatannya. b. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) rusak air pada wilayah sungai Bengawan Solo. Memberikan pedoman dan pengarahan terhadap usaha penanggulangan bencana yang mencakup pencegahan bencana, penanganan tanggap darurat, rehabilitasi, dan rekonstruksi. 2. Pemerintah Provinsi Jawa Timur a. Dinas Pekerjaan Umum Pengairan Melaksanakan urusan pemerintahan daerah berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan di bidang pekerjaan umum pengairan. Salah satu kewenangannya melakukan kerjasama konstruksi dan atau menyalurkan bantuan bahan kebutuhan pokok kepada korban banjir Kali Lamong, dan menindaklanjuti dengan bantuan rehabilitasi dan rekonstruksi setelah dilakukan verifikasi. Membantu proses pembebasan tanah dalam rangka normalisasi sungai dan peninggian tanggul.

7 b. Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) 3. Pemerintah Kabupaten Gresik: a. Dinas Pekerjaan Umum (DPU) b. Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) 4. Pemerintah Kota Surabaya a. Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga dan Pematusan (DPUBMP) Sumber: hasil analisa dari media online operasi dan pemeliharaan prasarana SDA dengan kelompok masyarakat atau badan usaha dalam bidang konservasi SDA,pengembangan dan pengusahaan sumber daya air serta pengendalian daya rusak air. Menetapkan pedoman dan pengarahan terhadap usaha penanggulangan bencana yang mencakup pencegahan bencana, penanganan darurat, rehabilitasi, serta rekonstruksi. Menyusun, menetapkan, dan menginformasikan peta rawan bencana; Menyusun dan menetapkan prosedur tetap penanganan bencana; Mengendalikan pengumpulan dan penyaluran uang dan barang. Menyelenggarakan urusan bidang Pekerjaan Umum, Kebinamargaan, pengairan, tata ruang, keciptakaryaan, perumahan dan permukiman yang menjadi kewenangan daerah dan tugas pembantuan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Menetapkan pedoman dan pengarahan terhadap usaha penanggulangan bencana yang mencakup pencegahan bencana, penanganan darurat, rehabilitasi, serta rekonstruksi; Menyusun, menetapkan, dan menginformasikan peta rawan bencana; Menyusun dan menetapkan prosedur tetap penanganan bencana; Mengendalikan pengumpulan dan penyaluran uang dan barang. Melaksanakan urusan pemerintahan daerah berdasarkan azas otonomi dan tugas pembantuan di bidang Pekerjaan Umum Bina Marga dan Pematusan. Penanganan pematusan meliputi pelaksanaan operasi, pemeliharaan dan rehabilitasi pada sungai, danau, waduk dan pantai pada wilayah sungai dalam satu kota; penyelesaian masalah dan permasalahan operasionalisasi sistem drainase dan penanggulangan banjir di wilayah kota serta koordinasi dengan daerah sekitarnya; pembangunan, pemeliharaan, pengerukan alur pelayaran sungai dan danau kota. Memantau pergerakan air genangan dan melakukan penanganan darurat, serta melakukan pendataan korban banjir. menginventarisir kerusakan infrastruktur dan berupaya peninggian tanggul yang ada di sejumlah titik yang rusak akibat tanggul jebol pada saat bencana banjir. Selain itu, pengerukan aliran Kali Lamong juga akan dilakukan. Membantu proses pembebasan tanah untuk normalisasi sungai dan pembangunan tanggul. meringankan korban banjir dengan memberikan bantuan sembako dan bantuan makanan. Memberikan informasi kejadian bencana banjir dan kerugian yang diderita warga. melakukan upaya pembebasan tanah milik warga yang menjorok ke sempadan Kali Lamong; melaksanakan normalisasi sungai di wilayah yang menjadi kewenangannya

8 Manajemen risiko bencana dapat dilakukan melalui skenario mengatasi banjir Kali Lamong dengan normalisasi sungai, pengerukan, penanggulan bantaran sungai, dan pembuatan embung, serta memfungsikan kembali waduk di sekitar Kali Lamong. Dalam kaitan ini pihak-pihak yang terlibat tidak hanya pada tingkat pemerintah kabupaten/kota, namun juga melibatkan pemerintah pusat dan pemerintah provinsi. Penanganan kegiatan dilakukan berdasarkan tugas dan kewenangan masingmasing lembaga/instansi. DAS Kali Lamong merupakan kewenangan BBWSBS, sehingga tanggung jawab pengendalian risiko banjir berada pada pihak BBWSBS. Namun demikian pihak-pihak lainnya mendukung rencana kegiatan yang dilakukan oleh BBWSB. Pemerintah Kota Surabaya belum membentuk lembaga BPBD sebagaimana yang telah diinstruksikan oleh BNPB. untuk mengurangi risiko bencana atau mengubah kondisi sosial, maka hal ini dapat memperburuk kerentanan sistem (Adger, 2006). Oleh sebab itu, aspek kelembagaan menjadi salah satu atribut yang harus dipertimbangkan dalam ketahanan bencana mulai dari pra-bencana hingga pascabencana karena terkait dengan berbagai kepentingan mulai pada tingkat lokal hingga tingkat nasional (Zhou et al., 2010). Meningkatnya kerentanan terhadap banjir dan tidak ada jaminan perbaikan yang signifikan dalam respon kelembagaan, maka hanya sedikit yang bisa dilakukan untuk membangun ketahanan masyarakat terhadap peristiwa banjir yang terjadi (Manock, et al. 2013). Pembahasan Kelembagaan memainkan peran kunci dalam operasionalisasi fase yang berbeda dari kerangka manajemen risiko bencana dan mediasi hubungan antara pembangunan, manajemen risiko bencana dan tindakan kemanusiaan (Baas, et al. 2008). Penyebab munculnya bencana yang berlangsung berulang-ulang dapat disebabkan oleh kegagalan kelembagaan dalam merespon hadirnya bencana. Kerentanan kelembagaan disebabkan suatu lembaga tidak memiliki kemampuan administrasi, kapasitas organisasi, keuangan, dan politik untuk secara efektif mampu menanggulangi bencana dan pihak-pihak yang rentan (Ahrens and Rudolph, 2006). Pengembangan kelembagaan diperlukan untuk memacu kegiatan pembangunan dan mengurangi kerentanan terhadap bencana, tidak cukup hanya mengandalkan dukungan dari pihak lain. Ketika suatu lembaga gagal Sumber: Zhou et al Gambar 4. Tiga Dimensi Model DRLRL (Disaster Resilience of "Loss - Response" of Location) Meskipun beberapa lembaga yang terkait dengan penanggulangan bencana telah menerapkan pendekatan preventif dalam mengelola risiko bencana, namun penggunaan sumber daya keuangan mereka dibatasi secara legal dan terikat untuk digunakan hanya membiayai kegiatan tertentu, sebagaimana yang telah ditetapkan dalam APBD dan/atau APBN. Sebagaimana rencana normalisasi Kali Lamong untuk mengatasi bencana banjir di Kabupaten Gresik tahap awal disiapkan dana Rp 26

9 miliar. Dana dari Pemerintah Kabupaten Gresik dan Pemerintah Provinsi Jawa Timur masing-masing Rp 3 miliar, serta dana dari APBN sebesar Rp 20 miliar untuk fisik normalisasi Kali Lamong. Pengerjaan proyek normaliasi sungai dilaksanakan muilai pertengahan 2011 dan ditargetkan selesai tahun Namun pelaksanaan pembangunan pada tahun sebelumnya kurang maksimal karena terkendala pembebasan lahan khususnya di wilayah Gresik. Sehingga anggaran tidak terserap hingga 40 persen. Hal ini menunjukkan bahwa secara sistem administrasi proyek, hubungan antar lembaga pemerintah, dan pengelolaan keuangaan belum berjalan secara efektif, meskipun dukungan politik dari Kepala Daerah maupun DPRD cukup besar. Adapun anggaran sisa yang berhubungan dengan penanggulangan bencana tidak bisa dialihkan untuk membiayai inisiatif pencegahan bencana lainnya di luar yang sudah dialokasikan sebelumnya. Aliran Kali Lamong dari hulu ke hilir panjangnya 131 kilometer aliran Kali Lamong, sepanjang 54 km berada di wilayah Gresik, dan 13,5 km panjang sungai ini berada di wilayah Surabaya. Untuk mengurangi risiko banjir pada wilayah ini diupayakan melalui normalisasi sungai, pengerukan sungai, serta pembangunan dan penguatan tanggul sungai. Sebagaimana disepakati antar instansi, dimana tanggung jawab BBWSBS melakukan normalisasi dan pengerukan sungai dengan alokasi anggaran Rp 20 milyar melalui APBN, sedangkan Pemerintah Daerah (Kabupaten Gresik dan Kota Surabaya) melakukan pembebasan lahan pada wilayahnya masing-masing. Kota Surabaya melalui DPUBMP dengan alokasi APBD sebesar sekitar Rp 2 milyar telah menyelesaikan proses pembebasan tanah, sehingga BBWSBS sudah dapat melakukan kegiatan normalisasi dan pengerukan sungai di wilayah Surabaya. Kabupaten Gresik melalui DPU mengalokasikan sekitar Rp 3 milyar untuk pembebasan tanah, namun masih terkendala tingginya tuntutan ganti rugi dari masyarakat yang tinggal di sepanjang bantaran sungai. Kondisi ini menyebabkan alokasi APBN melalui BBWSBS tidak dapat sepenuhnya dimanfaatkan untuk kegiatan normalisasi dan pengerukan sungai. Adanya perbedaan kinerja organisasi pada tingkat daerah ini secara langsung berdampak pada lambannya upaya pengurangan risiko bencana banjir, mengingat Kali Lamong sebagai satu wilayah sungai yang harus dikelola secara terpadu. Tata ruang sebagai platform bersama untuk mengurangi risiko bencana harus mampu diadopsi oleh berbagai pihak yang berkepentingan. BPBD Kabupaten Gresik mempunyai tugas menyusun, menetapkan, dan menginformasikan peta rawan bencana harus menjadi acuan dalam penyusunan rencana tata ruang kawasan rawan bencana dan rencana tindak pengendalian banjir Kali Lamong. Peta kawasan rawan bencana harus menjadi media komunikasi antar pelaku pembangunan yang terlibat dalam pengelolaan risiko bencana. Berkembangnya perumahan dan industri di bantaran Kali Lamong yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang kawasan pada akhirnya akan menyulitkan pengurangan risiko, bahkan secara tidak langsung pada akhirnya upaya normalisasi dan pembangunan tanggul sungai tidak dapat dilaksanakan sesuai rencana. Untuk mengantisipasi dan menanggulangi dampak bencana alam tersebut, maka komponen manajemen risiko bencana alam perlu dimasukkan sebagai salah satu komponen dalam penyusunan rencana tata ruang kawasan rawan bencana (Widiati, 2008).

10 Sumber: Bappeda Kabupaten Gresik Gambar 5. Kawasan Rawan Banjir di Kecamatan Menganti Pengalaman yang dilakukan Pemerintah Selandia Baru (2008) dalam manajemen risiko banjir, ada beberapa hal yang menjadi pendorong untuk terwujudnya manajemen risiko bencana banjir adalah: Kemauan politik dan tujuan pengurangan risiko yang disepakati Sumber daya yang dialokasikan Panduan manajemen risiko bencana Kebijakan pemerintah dan kerangka legislatif untuk mendukung manajemen risiko Ketersediaan informasi yang baik dan akurat Monitoring dan evaluasi Kapasitas pemerintah dalam bidangbidang yang diintegrasikan Dari informasi yang diperoleh menunjukkan besarnya kemauan politik dan komitmen Kepala Daerah (Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Gresik) untuk mengatasi bencana banjir Kali Lamong. Optimisme juga ditunjukkan dengan target pada tahun 2013 proyek normalisasi Kali Lamong ini akan selesai. Namun kondisi ini belum didukung dengan kecukupan alokasi sumber daya (anggaran), sebagaimana disampaikan pejabat DPU Kabupaten Gresik bahwa permasalahan banjir di Kabupaten Gresik tidak mampu ditanggulangi sendiri oleh

11 Pemerintah Kabupaten Gresik, utamanya banjir yang disebabkan luapan Kali Lamong dan Bengawan Solo, sebab biayanya sangat besar yang tidak bisa dibiayai APBD Kabupaten Gresik. Sharing dalam mengalokasikan sumber daya (anggaran) antara Pemerintah Kabupaten Gresik, Pemerintah Provinsi Jawa Timur, dan Pemerintah Pusat, di satu sisi dapat menutup kekurangan sumber daya (anggaran) yang dimiliki oleh Pemerintah Kabupaten Gresik. Di sisi lain akan meningkatkan kapasitas pemerintah dalam memadu-serasikan bidang-bidang yang mempunyai tugas dan kewenangan yang berbeda. Sebagai contoh pembagian tugas dari kegiatan normalisasi Kali Lamong, dimana pemerintah pusat bertanggung jawab mengalokasikan dana untuk pelaksanaan normalisasi, pengerukan, dan pembangunan tanggul sungai, sedangkan pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten bertanggung jawab dalam pembebasan tanah. Pemaduserasian alokasi sumber daya (anggaran) dapat dilakukan secara efektif, jika didukung kerangka kebijakan pemerintah dan legislasi yang jelas. Adanya panduan yang jelas dalam pengelolaan sumber daya, baik dalam pentuk petunjuk teknis maupun prosedur operasi standar (SOP), memudahkan bagi pihak-pihak yang terlibat dalam bertindak sesuai dengan panduan yang ada. Dalam proses pembebasan tanah untuk normalisasi dan pembangunan tanggul sungai, pihak pemerintah daerah akan bertindak sesuai dengan aturan yang ditetapkan, dan mengesampingkan tuntutan masyarakat yang dianggap tidak wajar. Meskipun konsekuensinya proses pembebasan tanah untuk kepentingan tersebut tidak berjalan dengan lancar. Simpulan Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa manajemen risiko bencana pada DAS Kali Lamong harus memperhatikan faktor-faktor tata ruang, kondisi sungai, dan normalisasi sungai. Pendekatan kelembagaan diperlu difokuskan pada pengendalian pemanfaatan bantaran sungai, poses pembebasan tanah, penganggaran pembangunan, dan kewenangan masing-masing lembaga. Untuk melakukan manajemen risiko bencana banjir Kali Lamong tidak dapat dilakukan hanya mengandalkan salah satu lembaga. Keterbatasan kewenangan dan sumber daya membuat setiap lembaga pemerintah bertindak sesuai dengan panduan dan aturan yang ditetapkan, namun harus didukung komitmen yang kuat, kerjasama antar lembaga yang terintegrasi, dan kejelasan tujuan yang hendak diwujudkan bersama. Daftar Rujukan Adger, W.N Vulnerability. Global Environmental Change 16: Ahrens, J. and Patrick M. Rudolph The Importance of Governance in Risk Reduction and Disaster Management. Journal of Contingencies and Crisis Management. Volume 14, No. 4, December 2006: Baas, Stephan et al Disaster risk management systems analysis. FAO Environment and Natural Resources Service Series, No. 13 FAO. Rome. Manock, Ian et al Perceptions of institutional and social response to frequent flooding in an Australian rural town. Australian Journal of

12 Emergency Management. Volume 28, No. 1, January 2013: New Zealand Government Meeting the Challenges of Future Flooding in New Zealand. Ministry for the Environment. Wellington, New Zealand. Paul, Bimal Kanti Environmental hazards and disasters: contexts, perspectives and management. Wiley-Blackwell. Oxford, UK. Plate, E.J Flood risk and flood management. Journal of Hydrology 267 : Raschky, P.A Institutions and the losses from natural disasters. Natural Hazards and Earth System Sciences 8: Smith, Keith and Petley, David N Environmental Hazards: Assessing risk and reducing disaster. Fifth Edition. Routledge. New York, NY. Widiati, Ati Aplikasi Manajemen Risiko Bencana Alam dalam Penataan Ruang Kabupaten Nabire. Jurnal Sains dan Teknologi Indonesia Vol. 10 No. 1 April 2008: Zhou, H. et al Resilience to natural hazards: a geographic perspective. Natural Hazards 53 (1): Internet dan Media Online: / /Normalisasi.Kali.Lamong.Terkendala.Lahan /Normalisasi.Kali.Lamong.Di tunggu 01/Pemerintah-Anggarkan-Rp3-M- untuk-normalisasi-kali-lamong- #sthash.sluneji9.dpuf asi-kali-lamong-diperkirakanterhambat/ kot-surabaya-normalisasi-kalilamong.html 1ca0a43b79bdfd9f9305b d260298e71d7bc7bb8d774e9a ion=com_content&view=article&id= 2427:kali-lamong-dikeruk-telan- anggaran-rp-20- m&catid=25:peristiwa&itemid= /anggaran-banjir-bengawan-solokali-lamong-rp12-miliar mbangunan-tanggul-kali-lamongterkendala-pembebasan-tanah pb-bantu-korban-banjir-digresik.html

13

BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan

BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Kawasan Pantai Utara Surabaya merupakan wilayah pesisir yang memiliki karakteristik topografi rendah sehingga berpotensi terhadap bencana banjir rob. Banjir rob ini menyebabkan

Lebih terperinci

Manajemen Pemulihan Infrastruktur Fisik Pasca Bencana

Manajemen Pemulihan Infrastruktur Fisik Pasca Bencana Manajemen Pemulihan Infrastruktur Fisik Pasca Bencana Teuku Faisal Fathani, Ph.D. Jurusan Teknik Sipil dan Lingkungan, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada 1. Pendahuluan Wilayah Indonesia memiliki

Lebih terperinci

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 05 TAHUN 2014 TENTANG GARIS SEMPADAN SUNGAI, DAERAH MANFAAT SUNGAI, DAERAH PENGUASAAN SUNGAI DAN BEKAS SUNGAI DENGAN

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2011 NOMOR 32 SERI E

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2011 NOMOR 32 SERI E BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2011 NOMOR 32 SERI E PERATURAN BUPATI BANJARNEGARA NOMOR 893 TAHUN 2011 TENTANG PENJABARAN TUGAS POKOK, FUNGSI DAN TATA KERJA PADA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA

Lebih terperinci

PENGENDALIAN DAYA RUSAK AIR

PENGENDALIAN DAYA RUSAK AIR PENGENDALIAN DAYA RUSAK AIR Oke, kali ini aku akan nge-jelasin tentang pengendalian daya rusak air, yang sumber asli dari UU No.7 th. 2004 tentang SUmber Daya Air. Semoga bermanfaat! tinggalkan komentar

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perencanaan adalah suatu proses menentukan apa yang ingin dicapai di masa yang akan datang serta menetapkan tahapan-tahapan yang dibutuhkan untuk mencapainya. Perencanaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan moril. Salah satu fungsi pemerintah dalam hal ini adalah dengan

I. PENDAHULUAN. dan moril. Salah satu fungsi pemerintah dalam hal ini adalah dengan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bencana dapat datang secara tiba-tiba, dan mengakibatkan kerugian materiil dan moril. Salah satu fungsi pemerintah dalam hal ini adalah dengan menanggulangi dan memulihkan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PAMEKASAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAMEKASAN NOMOR.TAHUN. TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR

PEMERINTAH KABUPATEN PAMEKASAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAMEKASAN NOMOR.TAHUN. TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR PEMERINTAH KABUPATEN PAMEKASAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAMEKASAN NOMOR.TAHUN. TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PAMEKASAN Menimbang : a. bahwa sumber

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1046, 2014 KEMENPERA. Bencana Alam. Mitigasi. Perumahan. Pemukiman. Pedoman. PERATURAN MENTERI PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Banjir adalah peristiwa yang terjadi ketika aliran air yang berlebihan merendam daratan. Peristiwa ini terjadi akibat volume air di suatu badan air seperti sungai atau

Lebih terperinci

- 1 - PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PROVINSI JAWA TIMUR

- 1 - PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PROVINSI JAWA TIMUR - 1 - PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PROVINSI JAWA TIMUR I. UMUM Air merupakan karunia Tuhan sebagai salah satu sumberdaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kemampuan manusia dalam menyesuaikan dirinya terhadap lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kemampuan manusia dalam menyesuaikan dirinya terhadap lingkungan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemampuan manusia dalam menyesuaikan dirinya terhadap lingkungan menunjukkan bahwa manusia dengan lingkungan merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan,

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 03 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SUNGAI DAN DRAINASE

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 03 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SUNGAI DAN DRAINASE LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR : 03 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 03 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SUNGAI DAN DRAINASE DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANGERANG,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan

Lebih terperinci

*14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

*14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Copyright (C) 2000 BPHN UU 7/2004, SUMBER DAYA AIR *14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Banjir sudah menjadi masalah umum yang dihadapi oleh negaranegara di dunia, seperti di negara tetangga Myanmar, Thailand, Filipina, Malaysia, Singapore, Pakistan serta

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

- 2 - MEMUTUSKAN : PERATURAN GUBERNUR TENTANG PERBAIKAN DARURAT PADA SAAT TRANSISI DARURAT BENCANA DI ACEH. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1

- 2 - MEMUTUSKAN : PERATURAN GUBERNUR TENTANG PERBAIKAN DARURAT PADA SAAT TRANSISI DARURAT BENCANA DI ACEH. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 39 TAHUN 2016 TENTANG PERBAIKAN DARURAT PADA SAAT TRANSISI DARURAT BENCANA DI ACEH DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR ACEH, Menimbang : a. bahwa untuk meminimalisasi

Lebih terperinci

BAB I. Indonesia yang memiliki garis pantai sangat panjang mencapai lebih dari

BAB I. Indonesia yang memiliki garis pantai sangat panjang mencapai lebih dari BAB I BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia yang memiliki garis pantai sangat panjang mencapai lebih dari 95.181 km. Sehingga merupakan negara dengan pantai terpanjang nomor empat di dunia setelah

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANTUL

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANTUL 1 2015 No.22,2015 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANTUL Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Bantul. Perubahan, Peraturan Daerah Kabupaten Bantul, Penanggulangan, bencana. BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA

Lebih terperinci

KERENTANAN (VULNERABILITY)

KERENTANAN (VULNERABILITY) DISASTER TERMS BENCANA (DISASTER) BAHAYA (HAZARD) KERENTANAN (VULNERABILITY) KAPASITAS (CAPACITY) RISIKO (RISK) PENGKAJIAN RISIKO (RISK ASSESSMENT) PENGURANGAN RISIKO BENCANA (DISASTER RISK REDUCTION)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dialami masyarakat yang terkena banjir namun juga dialami oleh. pemerintah. Mengatasi serta mengurangi kerugian-kerugian banjir

BAB I PENDAHULUAN. dialami masyarakat yang terkena banjir namun juga dialami oleh. pemerintah. Mengatasi serta mengurangi kerugian-kerugian banjir BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bencana telah mengakibatkan suatu penderitaan yang mendalam bagi korban serta orang yang berada di sekitarnya. Kerugian tidak hanya dialami masyarakat yang terkena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Banjir adalah peristiwa meluapnya air hingga ke daratan. Banjir juga

BAB I PENDAHULUAN. Banjir adalah peristiwa meluapnya air hingga ke daratan. Banjir juga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Banjir adalah peristiwa meluapnya air hingga ke daratan. Banjir juga dapat terjadi di sungai, ketika alirannya melebihi kapasitas saluran air, terutama di kelokan sungai.

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 06/PRT/M/2015 TENTANG

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 06/PRT/M/2015 TENTANG PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 06/PRT/M/2015 TENTANG EKSPLOITASI DAN PEMELIHARAAN SUMBER AIR DAN BANGUNAN PENGAIRAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I-1

BAB I PENDAHULUAN I-1 I-1 BAB I 1.1 Latar Belakang Daerah Aliran Sungai (DAS) Pemali merupakan bagian dari Satuan Wilayah Sungai (SWS) Pemali-Comal yang secara administratif berada di wilayah Kabupaten Brebes Provinsi Jawa

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

PENANGGULANGAN BENCANA (PB) Disusun : IdaYustinA

PENANGGULANGAN BENCANA (PB) Disusun : IdaYustinA PENANGGULANGAN BENCANA (PB) Disusun : IdaYustinA 1 BEncANA O Dasar Hukum : Undang-Undang RI No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana 2 Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 77 TAHUN 2001 TENTANG I R I G A S I PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 77 TAHUN 2001 TENTANG I R I G A S I PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 77 TAHUN 2001 TENTANG I R I G A S I PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa perubahan sistem pemerintahan daerah sebagaimana diatur dalam Undang-undang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jakarta merupakan ibukota Negara Indonesia dan pusat pemerintahan,

I. PENDAHULUAN. Jakarta merupakan ibukota Negara Indonesia dan pusat pemerintahan, I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jakarta merupakan ibukota Negara Indonesia dan pusat pemerintahan, dimana hampir semua aktifitas ekonomi dipusatkan di Jakarta. Hal ini secara tidak langsung menjadi

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 143, 2001 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 77 TAHUN 2001 TENTANG I R I G A S I PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 3 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN, ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN LEBAK

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA BATU PERATURAN DAERAH KOTA BATU NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA BATU

PEMERINTAH KOTA BATU PERATURAN DAERAH KOTA BATU NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA BATU PEMERINTAH KOTA BATU PERATURAN DAERAH KOTA BATU NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA BATU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BATU, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Daerah aliran sungai (DAS) merupakan kesatuan hidrologi yang kompleks dan terdiri dari berbagai komponen. Komponen-komponen tersebut terdiri atas manusia, iklim, tanah,

Lebih terperinci

BUPATI LOMBOK BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LOMBOK BARAT,

BUPATI LOMBOK BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LOMBOK BARAT, BUPATI LOMBOK BARAT PERATURAN BUPATI LOMBOK BARAT NOMOR 51 TAHUN 2011 TENTANG RINCIAN TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN LOMBOK BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendahuluan - 1 -

BAB I PENDAHULUAN. Pendahuluan - 1 - BAB I PENDAHULUAN 1.1. Tinjauan Umum Dengan pembangunan dan industrialisasi, pemerintah berusaha mengatasi permasalahan yang timbul akibat pertumbuhan penduduk yang pesat. Dan dalam rangka meningkatkan

Lebih terperinci

TATA CARA PENYUSUNAN POLA PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR

TATA CARA PENYUSUNAN POLA PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT NOMOR : 10/PRT/M/2015 TANGGAL : 6 APRIL 2015 TATA CARA PENYUSUNAN POLA PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR BAB I TATA CARA PENYUSUNAN POLA PENGELOLAAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tujuan negara sebagaimana dimuat dalam pembukaan Undang- Undang Dasar 1945 antara lain adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia

Lebih terperinci

WALIKOTA KEDIRI PERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 56 TAHUN 2014 TENTANG URAIAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA KEDIRI

WALIKOTA KEDIRI PERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 56 TAHUN 2014 TENTANG URAIAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA KEDIRI SALINAN WALIKOTA KEDIRI PERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 56 TAHUN 2014 TENTANG URAIAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA KEDIRI WALIKOTA KEDIRI, Menimbang : a. bahwa dengan

Lebih terperinci

STUDI MANAJEMEN PEMELIHARAAN ASET PADA INFRASTRUKTUR SUNGAI (STUDI KASUS BANGUNAN REVETMENT SUNGAI PEPE DI SURAKARTA)

STUDI MANAJEMEN PEMELIHARAAN ASET PADA INFRASTRUKTUR SUNGAI (STUDI KASUS BANGUNAN REVETMENT SUNGAI PEPE DI SURAKARTA) Konferensi Nasional Teknik Sipil 11 Universitas Tarumanagara, 26-27 Oktober 2017 STUDI MANAJEMEN PEMELIHARAAN ASET PADA INFRASTRUKTUR SUNGAI (STUDI KASUS BANGUNAN REVETMENT SUNGAI PEPE DI SURAKARTA) Nectaria

Lebih terperinci

Powered by TCPDF (www.tcpdf.org)

Powered by TCPDF (www.tcpdf.org) Powered by TCPDF (www.tcpdf.org) 2 4. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah dan Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan

Lebih terperinci

12/12/2013 L/O/G/O.

12/12/2013 L/O/G/O. L/O/G/O www.themegallery.com 1 2 3 1 2 1. SEBAGIAN BESAR KAWASAN UTARA BERUPA DATARAN RENDAH di bawah muka laut pasang 2. 13 SUNGAI DARI BODETABEK MENGALIR KE JAKARTA Bermuara di Teluk Jakarta 3. PENURUNAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah ,

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah , I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Bencana banjir dikatagorikan sebagai proses alamiah atau fenomena alam, yang dapat dipicu oleh beberapa faktor penyebab: (a) Fenomena alam, seperti curah hujan,

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28/PRT/M/2015 TENTANG

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28/PRT/M/2015 TENTANG PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28/PRT/M/2015 TENTANG PENETAPAN GARIS SEMPADAN SUNGAI DAN GARIS SEMPADAN DANAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN

Lebih terperinci

BUPATI NGANJUK PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 03 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI NGANJUK PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 03 TAHUN 2012 TENTANG BUPATI NGANJUK PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 03 TAHUN 2012 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN NGANJUK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI NGANJUK,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai akibat akumulasi beberapa faktor yaitu: hujan, kondisi sungai, kondisi

BAB I PENDAHULUAN. sebagai akibat akumulasi beberapa faktor yaitu: hujan, kondisi sungai, kondisi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Banjir sebagai fenomena alam terkait dengan ulah manusia terjadi sebagai akibat akumulasi beberapa faktor yaitu: hujan, kondisi sungai, kondisi daerah hulu,

Lebih terperinci

WALIKOTA MATARAM PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN WALIKOTA MATARAM NOMOR : 7 TAHUN 2017 TENTANG

WALIKOTA MATARAM PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN WALIKOTA MATARAM NOMOR : 7 TAHUN 2017 TENTANG WALIKOTA MATARAM PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN WALIKOTA MATARAM NOMOR : 7 TAHUN 2017 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KOTA MATARAM NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.538, 2015 KEMEN-PUPR. Darurat Bencana. Daya Rusak Air. Penanggulangan. PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13/PRT/M/2015 TENTANG

Lebih terperinci

Tujuan. Keluaran. Hasil. Manfaat

Tujuan. Keluaran. Hasil. Manfaat SUMBER DAYA AIR Latar Belakang P ermasalahan banjir di Kota Semarang telah menyebabkan dampak yang memprihatinkan, yaitu terhambatnya berbagai kegiatan ekonomi dan sosial. Sebagai contoh, banjir yang sering

Lebih terperinci

Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI dan BUPATI BANYUWANGI MEMUTUSKAN:

Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI dan BUPATI BANYUWANGI MEMUTUSKAN: 1 BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN

KEBIJAKAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 48 TAHUN 2012 TENTANG KEBIJAKAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2012-2032 DISEBARLUASKAN OLEH : SEKRETARIAT DEWAN SUMBER

Lebih terperinci

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN STRATEGIS DAN KEBIJAKAN

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN STRATEGIS DAN KEBIJAKAN BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN STRATEGIS DAN KEBIJAKAN Perangkat Daerah Pekerjaan Umum Pengairan Kabupaten Lamongan merupakan unsur pelaksana teknis urusan pemerintahan di bidang pekerjaan umum.

Lebih terperinci

BUPATI MADIUN SALINAN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 70 TAHUN 2011 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH

BUPATI MADIUN SALINAN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 70 TAHUN 2011 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH BUPATI MADIUN SALINAN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 70 TAHUN 2011 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MADIUN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DI PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DI PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA 1 PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DI PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH, Menimbang : a. bahwa air tanah mempunyai

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI PAPUA

PEMERINTAH PROVINSI PAPUA PEMERINTAH PROVINSI PAPUA PERATURAN DAERAH PROVINSI PAPUA NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH PROVINSI PAPUA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

BAB II SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DAN INFRASTRUKTUR DATA SPASIAL UNTUK IDENTIFIKASI DAERAH RAWAN BANJIR

BAB II SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DAN INFRASTRUKTUR DATA SPASIAL UNTUK IDENTIFIKASI DAERAH RAWAN BANJIR BAB II SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DAN INFRASTRUKTUR DATA SPASIAL UNTUK IDENTIFIKASI DAERAH RAWAN BANJIR 2.1 Faktor Penyebab Banjir Banjir adalah aliran/genangan air yang menimbulkan kerugian ekonomi atau

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07/PRT/M/2015 TENTANG PENGAMANAN PANTAI

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07/PRT/M/2015 TENTANG PENGAMANAN PANTAI PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07/PRT/M/2015 TENTANG PENGAMANAN PANTAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK

Lebih terperinci

RANCANGAN GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DI PROVINSI JAWA TENGAH

RANCANGAN GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DI PROVINSI JAWA TENGAH RANCANGAN GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DI PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH, Menimbang

Lebih terperinci

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 18 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DI KABUPATEN SITUBONDO

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 18 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DI KABUPATEN SITUBONDO BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 18 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DI KABUPATEN SITUBONDO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SITUBONDO, Menimbang : a.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pemanfaatan sumber daya alam yang semakin meningkat tanpa memperhitungkan kemampuan lingkungan telah menimbulkan berbagai masalah. Salah satu masalah lingkungan di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang DAS Konaweeha adalah DAS terbesar di Provinsi Sulawesi Tenggara dengan Sungai Konaweeha sebagai sungai utama. Hulu DAS Konaweeha berada di Kabupaten Kolaka dan melintasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1 Jumlah Bencana Terkait Iklim di Seluruh Dunia (ISDR, 2011)

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1 Jumlah Bencana Terkait Iklim di Seluruh Dunia (ISDR, 2011) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air di bumi ini sebagian besar terdapat di laut dan pada lapisan-lapisan es (di kutub dan puncak-puncak gunung), air juga hadir sebagai awan, hujan, sungai, muka air

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANGKAT NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN LANGKAT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANGKAT NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN LANGKAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANGKAT NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN LANGKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LANGKAT, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/PRT/M/2013 TENTANG PEDOMAN PENANGGULANGAN DARURAT BENCANA AKIBAT DAYA RUSAK AIR

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/PRT/M/2013 TENTANG PEDOMAN PENANGGULANGAN DARURAT BENCANA AKIBAT DAYA RUSAK AIR PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/PRT/M/2013 TENTANG PEDOMAN PENANGGULANGAN DARURAT BENCANA AKIBAT DAYA RUSAK AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang berfungsi menampung, menyimpan,

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13/PRT/M/2015 TENTANG PENANGGULANGAN DARURAT BENCANA

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13/PRT/M/2015 TENTANG PENANGGULANGAN DARURAT BENCANA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13/PRT/M/2015 TENTANG PENANGGULANGAN DARURAT BENCANA AKIBAT DAYA RUSAK AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN

Lebih terperinci

Disajikan oleh: 1.Michael Ario, S.H. 2.Rizka Adellina, S.H. (Staf Bagian PUU II Subbagian Penataan Ruang, Biro Hukum, KemenPU)

Disajikan oleh: 1.Michael Ario, S.H. 2.Rizka Adellina, S.H. (Staf Bagian PUU II Subbagian Penataan Ruang, Biro Hukum, KemenPU) Disajikan oleh: 1.Michael Ario, S.H. 2.Rizka Adellina, S.H. (Staf Bagian PUU II Subbagian Penataan Ruang, Biro Hukum, KemenPU) 1 Pendahuluan Sungai adalah salah satu sumber daya alam yang banyak dijumpai

Lebih terperinci

RANCANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI,

RANCANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, 1 RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN, SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH DAN PEDOMAN PELAKSANAAN PENANGGULANGAN BENCANA DENGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I 1.1. LATAR BELAKANG Banjir yang sering terjadi di beberapa daerah merupakan peristiwa alam yang tidak dapat dicegah. Peristiwa banjir merupakan akibat misalnya curah hujan yang tinggi dan berlangsung

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI LANDAK NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN BUPATI LANDAK NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG PERATURAN BUPATI LANDAK NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG TUGAS POKOK, FUNGSI, STRUKTUR ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN LANDAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

2 2015, No.1443 Pemerintah Pusat Kepada Pemerintah Daerah Dalam Rangka Bantuan Pendanaan Rehabilitasi Dan Rekonstruksi Pascabencana; Mengingat : 1. Un

2 2015, No.1443 Pemerintah Pusat Kepada Pemerintah Daerah Dalam Rangka Bantuan Pendanaan Rehabilitasi Dan Rekonstruksi Pascabencana; Mengingat : 1. Un No.1443, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BNPB. Pendanaan. Rehabilitasi. Rekontruksi. Pasca bencana. Pemerintah Daerah. Pemerintah Pusat. Hibah. PERATURAN KEPALA BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANA

Lebih terperinci

GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 41 TAHUN 2009 TENTANG URAIAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH PROVINSI JAMBI

GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 41 TAHUN 2009 TENTANG URAIAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH PROVINSI JAMBI GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 41 TAHUN 2009 TENTANG URAIAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH PROVINSI JAMBI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAMBI, Menimbang

Lebih terperinci

I. Permasalahan yang Dihadapi

I. Permasalahan yang Dihadapi BAB 34 REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI DI WILAYAH PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM DAN KEPULAUAN NIAS PROVINSI SUMATRA UTARA, SERTA PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA DAN PROVINSI JAWA TENGAH I. Permasalahan

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI GUNUNGKIDUL NOMOR 77 TAHUN 2011 TENTANG URAIAN TUGAS BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN BUPATI GUNUNGKIDUL NOMOR 77 TAHUN 2011 TENTANG URAIAN TUGAS BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN BUPATI GUNUNGKIDUL NOMOR 77 TAHUN 2011 TENTANG URAIAN TUGAS BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GUNUNGKIDUL, Menimbang : Mengingat : a. bahwa pembentukan,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEBUMEN, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA TEBING TINGGI

PEMERINTAH KOTA TEBING TINGGI ESA HILANG DUA TERBILANG PEMERINTAH KOTA TEBING TINGGI PERATURAN DAERAH KOTA TEBING TINGGI NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA TEBING TINGGI DENGAN

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 15 TAHUN 2009 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS PEKERJAAN UMUM KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT.

PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 15 TAHUN 2009 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS PEKERJAAN UMUM KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT. PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 15 TAHUN 2009 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS PEKERJAAN UMUM KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT. DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KOTAWARINGIN BARAT, Menimbang

Lebih terperinci

QANUN KABUPATEN ACEH TIMUR NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH

QANUN KABUPATEN ACEH TIMUR NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH QANUN KABUPATEN ACEH TIMUR NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA BUPATI ACEH TIMUR, Menimbang Mengingat :

Lebih terperinci

BAB IV RENCANA AKSI DAERAH PENGURANGAN RESIKO BENCANA KABUPATEN PIDIE JAYA TAHUN

BAB IV RENCANA AKSI DAERAH PENGURANGAN RESIKO BENCANA KABUPATEN PIDIE JAYA TAHUN BAB IV RENCANA AKSI DAERAH PENGURANGAN RESIKO BENCANA KABUPATEN PIDIE JAYA TAHUN 2013-2015 Penyelenggaraan penanggulangan bencana bertujuan untuk menjamin terselenggaranya pelaksanaan penanggulangan bencana

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN NUNUKAN

PEMERINTAH KABUPATEN NUNUKAN PEMERINTAH KABUPATEN NUNUKAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN NUNUKAN NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN, SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN NUNUKAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PEMANFAATAN SUMBER MATA AIR DALAM KAWASAN HUTAN

PEMANFAATAN SUMBER MATA AIR DALAM KAWASAN HUTAN PEMANFAATAN SUMBER MATA AIR DALAM KAWASAN HUTAN Latar Belakang Air dan sumber daya air mempunyai nilai yang sangat strategis. Air mengalir ke segala arah tanpa mengenal batas wilayah administrasi, maka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Indonesia dikenal sebagai sebuah negara kepulauan. Secara geografis letak Indonesia terletak pada 06 04' 30"LU - 11 00' 36"LS, yang dikelilingi oleh lautan, sehingga

Lebih terperinci

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH 1 GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH NOMOR 26 TAHUN 2008 T E N T A N G TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS PEKERJAAN UMUM PROVINSI KALIMANTAN TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Tinjauan Umum

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Tinjauan Umum BAB I PENDAHULUAN 1.1. Tinjauan Umum Kali Tuntang mempuyai peran yang penting sebagai saluran drainase yang terbentuk secara alamiah dan berfungsi sebagai saluran penampung hujan di empat Kabupaten yaitu

Lebih terperinci

PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 44 TAHUN 2014 TENTANG URAIAN TUGAS POKOK, FUNGSI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH

PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 44 TAHUN 2014 TENTANG URAIAN TUGAS POKOK, FUNGSI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH SALINAN NOMOR 44, 2014 PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 44 TAHUN 2014 TENTANG URAIAN TUGAS POKOK, FUNGSI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG,

Lebih terperinci

BUPATI ACEH TIMUR PERATURAN BUPATI ACEH TIMUR NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI ACEH TIMUR PERATURAN BUPATI ACEH TIMUR NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG BUPATI ACEH TIMUR PERATURAN BUPATI ACEH TIMUR NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG RINCIAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI PEMANGKU JABATAN STRUKTURAL DAN NONSTRUKTURAL PADA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sungai adalah aliran air yang besar dan memanjang yang mengalir secara terus-menerus dari hulu (sumber) menuju hilir (muara). Dalam perkembangannya, sungai bukan hanya

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI

LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : 11 2014 SERI : D PERATURAN DAERAH KOTA BEKASI NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA BEKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

Lebih terperinci

PENGARUH PENURUNAN KAPASITAS ALUR SUNGAI PEKALONGAN TERHADAP AREAL HUNIAN DI TEPI SUNGAI TUGAS AKHIR

PENGARUH PENURUNAN KAPASITAS ALUR SUNGAI PEKALONGAN TERHADAP AREAL HUNIAN DI TEPI SUNGAI TUGAS AKHIR PENGARUH PENURUNAN KAPASITAS ALUR SUNGAI PEKALONGAN TERHADAP AREAL HUNIAN DI TEPI SUNGAI TUGAS AKHIR Oleh: EVA SHOKHIFATUN NISA L2D 304 153 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN Uraian Umum

BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN Uraian Umum BAB I PENDAHULUAN 1.1. Uraian Umum Banjir besar yang terjadi hampir bersamaan di beberapa wilayah di Indonesia telah menelan korban jiwa dan harta benda. Kerugian mencapai trilyunan rupiah berupa rumah,

Lebih terperinci

BUPATI SLEMAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN BUPATI SLEMAN NOMOR 62 TAHUN 2015

BUPATI SLEMAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN BUPATI SLEMAN NOMOR 62 TAHUN 2015 BUPATI SLEMAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN BUPATI SLEMAN NOMOR 62 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN UNIT OPERASIONAL DAN UNIT PELAKSANA PENANGGULANGAN BENCANA BUPATI SLEMAN, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2013 NOMOR 4 SERI E

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2013 NOMOR 4 SERI E LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2013 NOMOR 4 SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANJARNEGARA, Menimbang

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2016 SERI D.4 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2016 SERI D.4 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2016 SERI D.4 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH DAN

Lebih terperinci

2 sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b, perlu membangun bendungan; d. bahwa untuk membangun bendungan sebagaimana dimaksud pada huruf c, yang

2 sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b, perlu membangun bendungan; d. bahwa untuk membangun bendungan sebagaimana dimaksud pada huruf c, yang No.771, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN PU-PR. Bendungan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27/PRT/M/2015 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 4 Tahun : 2011 Seri : D

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 4 Tahun : 2011 Seri : D LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 4 Tahun : 2011 Seri : D PERATURAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL NOMOR 22 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN, SUSUNAN

Lebih terperinci