IDENTIFIKASI PRODUK/KOMODITAS UNGGULAN. 4.1 Konsep Pembangunan Ekonomi Daerah dan Pendekatan Produk/komoditas Unggulan daerah

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "IDENTIFIKASI PRODUK/KOMODITAS UNGGULAN. 4.1 Konsep Pembangunan Ekonomi Daerah dan Pendekatan Produk/komoditas Unggulan daerah"

Transkripsi

1 BAB 4 IDENTIFIKASI PRODUK/KOMODITAS UNGGULAN 4.1 Konsep Pembangunan Ekonomi Daerah dan Pendekatan Produk/komoditas Unggulan daerah Pemberdayaan ekonomi masyarakat merupakan unsur penting dan utama dalam menciptakan daerah yang mandiri yang dicita-citakan melalui kebijakan desentralisasi. Pembangunan ekonomi daerah dapat diartikan sebagai suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola suberdaya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah dengan sector swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonoi dalam wilayah tersebut. Oleh karena itu pemerintah daerah beserta partisifasi masyarakat dengan menggunakan sumberdaya yang ada harus mampu menaksir potensi sumber-sumberdaya yang diperlukan untuk merancang dan membangun perekonomian daerahnya. Masalah pokok dalam pembangunan daerah adalah terletak pada penekanan terhadap kebijakan-kebijakan pembangunan yang didasarkan pada kekhasan daerah yang bersangkutan dengan menggunakan potensi sumberdaya manusia, sumberdaya alam, sumberdaya financial dan bahkan sumberdaya kelembagaan. Orientasi ini mengarahkan kita kepada pengambilan inisiatif-inisiatif yang berasal dari daerah tersebut dalam proses pembangunan untuk menciptakan kesempatan kerja baru dan merangsang peningkatan kegiatan ekonomi. Menurut Sudarsono (2001), dinamika keunggulan daerah di masa mendatang ditandai dengan mempu tidaknya daerah dalam meraih peluang 37

2 menghadapi kompetisi pasar bebas baik di tingkat regional maupun global. Beberapa langkah dan strategi yang perlu dilakukan agar daerah mampu berkompetisi antara lain: 1. Birokrasi pemerintah perlu melakukan reorientasi peran dan tanggungjawabnya yakni hanya bersifat mengarah dan membina bukan menentukan (steering than rowing). Sehingga peran dan tanggungjawab pemerintah daerah hanya berkisar pada bidangbidang dimana sector swasta atau pihak ketiga lainnya tidak memungkinkan untuk melakukan tugas tersebut, misalnya dalam situasi terjadinya kegagalan pasar (market falure). 2. Birokrasi Pemda harus dapat berkiprah secara efektif dan efisien dalam memberikan pelayanan prima untuk meraih investasi dalam dan luar negeri 3. Membentuk system dan jaringan kerja (networking) dengan lembaga/asosiasi bisnis dan atase perdagangan luar negeri, khususnya dalam mendukung pemasaran produks ekspor. 4. Mengembangkan lembaga R & D (research and development) terhadap jenis produksi unggulan untuk menjamin kualitas produk, kestabilan harga, kebutuhan pasar (demand) dan jaminan kontinuitas ketersediaannya (delivery/supply) 5. Memfasilitasi lembaga keuangan agar bersedia memberikan modal usaha bagi industri skala kecil dan menengah pada berbagai sector unggulan daerah, sehingga mereka dapat menjamin dan mempertahankan keberlangsungan usahanya. 6. Berperan mentransportasikan ilmu pengetahuan dan teknologi terapan di berbagai sector unggulan produk daerah, agar proses produksi dapat mencapai efektifitas, efisiensi, dan ekonomis. 7. Mendorong agar para produsen mengembangkan jenis-jenis produk unggulan yang bersifat komplementer baik intern maupun antar region, memiliki nilai tambah (value edded) dan menghasilkan manfaat ganda (multiple effect) baik secara backward-linkage dan forward linkage terhadap berbagai sector, dengan demikian dapat memperkuat posisi daerah dari pengaruh fluktuasi ekonomi 38

3 8. Memposisikan birokrasi pemerintah daerah cukup berperan sebagai katalisator, stimulator, dan regulator agar mekanisme pasar dapat bekerja secara sehat 9. Memprioritaskan program pembangunan infrastuktur yang dibutuhkan dalam rangka kemudahan aksebilitas usaha di bidang industri meliputi sarana transprtasi, komunikasi, energi, lokasi industri, sarana dan prasarana pelayanan umum yang baik serta situasi lingkungan yang sehat dan aman Produk Unggulan Daerah Dalam rangka upaya pembangunan ekonomi daerah,inventarisasi potensi wilayah/masyarakat/daerah mutlak diperlukan agar dapat ditetapkan kebijakan pola pengebangan baik secara sektoral maupun secara multisektoral. Salah satu langkah inventarisasi/identifikasi potensi ekonomi daerah adalah dengan mengidentifikasi produk-produk potensial, andalan dan unggulan daerah pada tiap-tiap sub sektor. Produk unggulan daerah menggambarkan kemampuan daerah menghasilkan produk, menciptakan nilai, memanfaatkan sumberdaya secara nyata, memberi kesempatan kerja, mendatangkan pendapatan bagi masyarakat maupun pemerintah, memiliki prospek untuk meningkatkan produktivitas dan investasinya. Sebuah produk dikatakan unggul jika memiliki daya saing sehingga mampu untuk menangkal produk pesaing di pasar domestic dan /atau menembus pasar ekspor (Sudarsono, 2001) Kriteria produk unggul menurut Unkris Satya Wacana salatiga, adalah komoditi yang memenuhi persyaratan kecukupan sumberdaya local, keterkaitan komoditas, posisi bersaing dan potensi bersaing. Dari kriteria ini memunculkan pengelompokkan komoditas berikut: a. Komoditas potensial adalah komoditas daerah yang memiliki potensi untuk berkembang karena keunggulan komparatif. Keunggulan komparatif terjadi misalnya karena kecukupan ketersediaan sumberdaya, seperti bahan baku local, keterampilan sumberdaya local, teknologi produksi local serta sarana dan prasarana local lainnya. 39

4 b. Komoditas andalan adalah komoditas potensial yang dipandang dapat dipersandingkan dengan produk sejenis di daerah lain, karena disamping memiliki keunggulan komparatif juga memiliki efisiensi usaha yang tinggi. Efisiensi usaha itu tercermin dari efisiensi produksi, produktivitas pekerja, profitabilitas dan lain-lain. c. Komoditas unggulan adalah komoditas yang memiliki keunggulan kompetitif, karena telah memenangkan persaingan dengan produk sejenis di daerah lain. Keunggulan kompetitif demikian dapat terjadi karena efisiensi produksinya yang tinggi akibat posisi tawarnya yang tinggi baik terhadap pemasok, pembeli, serta daya saignya yang tinggi terhadap pesaing, pendatang baru maupun barang substitusi. Menurut direktorat Jenderal Pembangunan Daerah Depdagri, bahwa berdasarkan Surat Edaran Nomor /2910/III/BANDA tanggal 7 Desember 1999, ditentukan kriteria kooditas unggulan sebgai berikut: a. empunyai kandungan lokal yang menonjol dan inovatif di sektor pertanian, industri, dan jasa. b. Mempunyai daya saing tinggi di pasaran, baik ciri, kualitas maupun harga yang kompetitif serta jangkauan pemasaran yang luas, baik di dalam negeri maupun global c. Mempunyai ciri khas daerah karena melibatkan masyarakat banyak (tenaga kerja setempat) d. Mempunyai jaminan dan kandungan bahan baku yang cukup banyak, stabil, dan berkelanjutan. e. Difokuskan pada produk yang mempunyai nilai tambah yang tinggi, baik dalam kemasan maupun pengolahannya f. Secara ekonomi menguntungkan dan bermanfaat untuk meningkatkan pendapatan dan kemampuan SDM masyarakat g. Ramah lingkungan, tidak merusak lingkungan, berkelanjutan serta tidak merusak budaya setempat. 40

5 4.3. Hasil Analisis Produk Unggulan Daerah Kabupaten Tapin Output Kriteria dan goal Sebagai bagian dari analisis potensi ekonomi masyarakat Kabupaten Tapin dilakukan analisis tentang komoditas/produk/jasa usaha (KPJU) yang potensial unggul. Untuk tujuan ini digunakan metode AHP atau Analitical Hierarchy Process. AHP atau Analitycal Hierarchy Process adalah metode yang dikembangkan oleh Thomas L Saaty (1970) sebagai alat decision support system (DSS). Dalam perkembangannya, AHP memiliki sejumlah kelebihan. Diantaranya, memiliki kemampuan untuk memodelkan masalah yang tidak terstruktur, menyelesaikan masalah terukur (kuantitatif) maupun pendapat (judgement) serta telah diakui memiliki tingkat kesahihan/akurasi yang tinggi. Dengan sejumlah kemampuan ini, AHP telah menjadi pilihan utama bagi para pengambil keputusan, baik pemerintah maupun organisasi non pemerintah untuk memahami kondisi serta membantu melakukan prediksi dan pengambilan keputusan. Dalam penenetuan KPJU unggulan di Kabupaten Tapin dengan menggunakan metode ini, telah dibuat sebuah kerangka alur berpikir tujuan dan faktor penentu keunggulan (terlampir). Dari kerangka ini, disusunlah kuesioner yang akan ditanyakan kepada sejumlah responden yang telah ditentukan sebelumnya berdasarkan kriteria keahlian dan representasi stakeholders. Data yang dikumpulkan berupa data perbandingan berpasangan dengan skala Saaty 1 9. Data tersebut kemudian diolah melalui komputasi bobot dan skor mengikuti logika dan kaidah AHP dari Saaty. Sebagai outputnya akan disajikan berbagai KPJU terpilih dengan masing-masing skornya berbagai rujukan tingkat prioritas bagi keunggulannya masingmasing. 41

6 Tabel 4.1. Skala Saaty* Tingkat Definisi Kepentingan 1 Sama penting 3 Sedikit lebih penting 5 Jelas lebih penting 7 Sangat jelas lebih Penting 9 Pasti/mutlak lebih penting (kepentingan yang ekstrim) 2,4,6,8 Jika ragu-ragu antara dua nilai yang berdekatan 1/(1-9) Kebalikan nilai tingkat kepentingan dari skala 1-9 *Saaty (1986) a. Tujuan Komoditas Unggulan Berdasarkan hipotesa yang dimiliki maka ditetapkan ada 3 (tiga) macam tujuan dalam penetapan KPJU unggulan. Dalam kontek kepentingan ekonomi secara makro, maka tujuan yang pertama adalah untuk mendukung tercapainya peningkatan pertumbuhan ekonomi. Tujuan yang kedua adalah dalam kerangka penciptaan lapangan kerja. Sementara itu, tujuan yang ketiga dari adanya KPJU unggulan adalah agar dapat meningkatkan daya saing perekonomian ditengah kompetisi yang makin mengglobal. Tenaga Ahli 1 Tenaga Ahli 2 A B C A B C A A B B C C TOTAL TOTAL Keterangan : A. Pertumbuhan Ekonomi B. Penciptaan Lapangan Kerja C. Peningkatan Daya Saing A B C EV UT A B C EV UT A A B B C C TOTAL TOTAL CI CI RI 0.58 RI 0.58 CR CR Keterangan : EV UT = Eigen Vector Utama CI = Index konsistensi RI = Nilai pembangkit random sesuai dengan ordo matrix n CR = Rasio konsistensi 42

7 Matriks Pendapat Gabungan ta 1 ta 2 RG VP A B C TOTAL Keterangan : ta 1 = tenaga ahli pertama ta 2 = tenaga ahli kedua RG = rata-rata geometris VP = Vektor Prioritas Pilihan yang dilakukan tenaga ahli yang terpilih nampak bervariasi. Dengan menggabungkan pilihan-pilihan para ahli tersebut yang diseimbangkan menggunakan rataan geometris maka diperoleh pilihan ahli (expert choices) tentang tujuan yang diinginkan. Hasilnya menunjukkan bahwa tujuan yang paling diprioritaskan dari adanya KPJU unggulan adalah tujuan B. Penciptaan Tenaga Kerja dengan bobot 0,643. Jauh dibawahnya adalah tujuan A. Pertumbuhan Ekonomi (0,267) dan diurutan terakhir tujuan C. Peningkatan Daya Saing dengan bobot Ini menandakan bahwa persoalan yang dianggap paling krusial adalah lapangan kerja yang mengungguli kepentingan bagi terciptanya pertumbuhan ekonomi. Sementara itu daya saing yang saat ini semakin penting masih belum menjadi kepentingan yang mendesak dibanding yang lainnya. b. Faktor Penentu Keunggulan dan Kriterianya Untuk menilai seberapa besar suatu KPJU memiliki potensi untuk menjadi unggulan diperlukan analisisnya atas berbagai faktor dan kriteri keunggulan. Dalam hal ini digunakan 11 macam factor yang dapat menentukan tingkat keunggulan sebagai berikut: skill, bahan baku, modal, sarana produksi/usaha, teknologi, social budaya, manajemen, pasar, harga, penyerapan tenaga kerja, dan peranannya dalam ekonomi. Dari kesebelas faktor tersebut, faktor modal (0,234) dianggap paling menentukan bagi terujudnya KPJU menjadi unggulan. Selanjutnya, penentu keunggulan diikuti oleh bahan baku (0,147), Pasar (0,129), dan Harga (0,123). Faktor-faktor lain berada dibwah kepentingan keempat faktor tersebut. Sementara itu faktor teknologimenempati urutan terakhir dengan bobot terendah (0,022). 43

8 Faktor Bobot Kriteria Bobot Faktor Bobot Kriteria Bobot A. Skill B. Bahan Baku C. Modal D. Saprodi/Usaha Keterangan : 1.Tk Pdd =Tingkat Pendidikan 1.Tk Pdd E. Teknologi Ketersediaan Pelatihan Kemdhn Pnglm Krj Cr kh lkl Jml Pelath F. Sosial Budaya klgs bdy Ketersediaan Tradisi Dy Tahan G. Manajemen Canggih Kesinmbgn Mudah Mutu H. Pasar Keluasan Kemudhn Kepastian Kebt I awl I. Harga Stabil Kbt M krj Besaing Akses keu J. Peyerapan T.K T Lokal Ketersediaan T Luar Harga Rnti Prod Kemudh K. Peran Dlm Ekonomi Keb Khlyk Ketersediaa n 31.Sbg PDRB =Tingkat ketersediaan teknologi 2.Pelatihan =Tingkat Pelatihan 17.Kemdhn =Kemudahan teknologi 3.Pnglm Krj =Pengalaman Kerja 18.Cr kh lkl =Ciri khas lokal 4.Jml Pelath =Jumlah Kegiatan Pelatihan 19.klgs bdy =Kelangsungan Budaya 5.Ketersediaa n =Ketersediaan Bahan Baku 20.Tradisi =Sejalan dg tradisi 6.Dy Tahan =Daya Tahan Bahan Baku 21.Canggih =Canggih 7.Kesinmbgn =Kesinambungna Bahan Baku 22.Mudah =Mudah diaplikasikan 8.Mutu =Mutu Bahan Baku 23.Keluasan =Keluasan Pasar 9.Kemudhn =Kemudahan Memperoleh Bahan Baku 24.Kepastian =Kepastian Pasar 10.Kebt I awl =Tingkat kebutuhan Investasi Awal 25.Stabil =Kestabilan harga =Kebutuhan modal 11.Kbt M krj kerja 26.Besaing =Harga mampu bersaing 12Akses keu =Akses pada sumber keuangan 27.T Lokal =Tenaga kerja lokal 13Ketersediaa =Ketersediaan Sarana n produksi/usaha 28.T Luar =Tenaga kerja dari luar 14.Harga =Harga Sarana produksi/usaha 29.Rnti Prod =Peran dalam rantai produksi ekonomi =Kemudahan memperoleh =Peran dalam pemenuhan kebutuhan 15.Kemudh Sarana 30.Keb Khlyk khalayak Produksi/usaha 31.Sbg PDRB =Peranan dalam besaran PDRB Setiap faktor memiliki sejumlah kriteria yang masing-masing memiliki bobot kepentingan pula dalam dalam menentukan keunggulan suatu KPJU. Faktor skill didominasi oleh kriteria pengalaman kerja dengan bobot (0,389). Bahan baku lebih ditentukan oleh ketersediaannya (0,345). Modal lebih dipengaruhi oleh terjaminnya pemenuhan kebutuhan kodal kerja (0,454). Sarana Produksi akan lebih efektif jika harganya dapat terjangkau (0,515). 44

9 Selanjutnya, dalam hal teknologi dunia usaha lebih memntingkan kemudahannya (0,833) dibanding terbatas pada ketersediaannya. Dalam faktor sosial budaya, dunia usaha menempatkan kepentingan kriteria ciri khas lokal, kelangsungan budaya, dan keterkaitan dengan tradisi secara seimbang, masing-masing dengan bobot 0,333. Seperti halnya teknologi, dalam hal manajemen yang lebih dipentingkan adalah kemudahannya (0,855) sehingga praktis dijalankan ketimbang kecanggihan suatu sistem manajemen. Keluasan pasar dan kepastian pelanggan merupakan unsur kriteria yang memiliki bobot seimbang dalam mendukung peranan pemasaran setiap KPJU, masing-masing memiliki bobot 0,500. Faktor harga lebih ditentukan oleh kestabilanya (0,634), sementara peyerapan tenaga kerja lokal (0,900) menjadi sangat dominan dibanding keperluan untuk penyerapan tenaga luar dalam lapangan usaha produktif. KPJU unggulan akan memiliki ketahanan yang stabil jika terkait dan memiliki rantai produksi yang lebih panjang (0,632) Output KPJU Unggulan di Setiap Sektor Analisis KPJU unggulan dalam penelitian ini akan disajikan secara sektoral artinya masing-masing hanya diperbandingkan dalam lingkup satuan sektor usaha sejenis. Pembagian sektor usaha sejenis disini terdiri dari peternakan dan perikanan, kehutanan dan perkebunan, industri, perdagangan dan jasa, dan tanaman pangan dan holtikultura. Pada setiap sektor terdapat beberapa KPJU terpilih yang akan diperbandingkan secara bolak balik sesuai metode AHP (pairwisecomparison). KPJU terpilih diperoleh dari hasil survei lapangan menggunakan teknik wawancara kepada berbagai stakeholders (pejabat, tokoh, dan pelaku ekonomi) dengan tujuan untuk mengidentifikasi berbagai komoditas/produk/jasa usaha yang menonjol dan potensial untuk dijadikan unggulan Kabupaten Tapin. hasil analisis dari bawan wawancara menjadi dasar penetapan KPJU terpilih sebagai bakal unggulan yang akan dianalisis menggunakan metode AHP. a. Peternakan dan Perikanan 45

10 Dalam sektor peternakan dan perikanan memuat KPJU yang terdiri dari usaha perikanan karamba, tambak ikan, sapi, dan unggas. Masingmasing memiliki keutamaan dan kelebihan dalam berbagai faktor penentu keunggulan. Dari sisi skill (dengan kriteria-kriteria tingkat pendidikan, tingkat pelatihan, pengalaman kerja, jumlah pelatihan), komoditas sapi (0,338) secara tipis mengungguli ikan karamba pada urutan prioritas unggul teratas. Tambak ikan memiliki skor prioritas terendah dengan nilai 0,122 pada faktor skill ini (lampiran 1). Selain dalam hal skill, komoditas sapi nampak unggul dalam lokallokal faktor yang lain, yakni bahan baku (0,372), modal (0,523), sarana produksi/usaha (0,487), teknologi (0.350), dukungan sosial budaya (0,369), manajemen (0,367), pasar (0,299), Harga (0,522), dan peran dalam ekonomi (0,337). Hanya dalam hal penyerapan tenaga kerja komoditas ternak sapi diungguli komoditas unggas (0,446) (lampiran 2 11). Prioritas Global Peternakan dan Perikanan Dari keseluruhan faktor dan kriteria penentu keunggulan KPJU yang ada maka terlihat jelas komoditas ternak sapi bisa diprioritaskan sebagai unggulan Kabupaten Tapin. Hal ini sejalan dengan skor prioritas global ternak sapi yang sangat dominan (0.417) dibandingkan unggas yang memiliki skor 0.239, ikan karamba 0.222, dan tambak ikan yang terkecil dengan nilai 0,122 (lampiran 12). KPJU Global Priority a Sapi b Unggas c Ikan Karamba d Tambak Ikan Produksi sapi Kabupaten Tapin tahun 2008 mencapai ekor dan daerah penghasilutama berada di Kecamatan Hatungun, Binuang, Tapin Tengah, Salam Babaris, dan Tapin Selatan. Potensi peggemukan sapi untuk Kabupaten Tapin sangat menjanjikan. Hal ini mengingat kebutuhan daging di Kalimantan Selatan Cukup tinggi dimana selama ini kebutuhan tersebut banyak didatangkan dari Jawa dan Nusa 46

11 Tenggara Barat. Usaha pengembangan Sapi potong di Kabupaten Tapin dapat dikembangkan pada skala kecil dan menengah. Kegiatan pengembangan dapat dilakukan oleh sejumlah peternak kecill secara bersama-sama di dalam koordinasi KUD dengan mengadakan kerjasama kemitraan secara terpadu dengan perusahaan inti (Fedlolotters). Perusahaan initi bisa dibentuk oleh pemerintah sebagai suatu Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), sehingga pola yang digunakan adalah pola inti dan plasma. Kendala dalam usaha penggemukan sapi selama ini adalah kelangkaan pengadaan sapi bakalan, oleh karenanya harus disertai dengan usaha penyediaan sapi bakalan. Perusahaan inti dapat berfungsi sebagai perusahaan pengadaan bakalan meskipun harus dilakukan secara impor. Komoditas unggulan lain yakni unggas, meliputi ayam buras dan ayam ras pedaging. Ayam buras Kabupaten Tapin memiliki kapasitas terbesar mencapai ekor di tahun 2008 dibanding ayam ras pedaging. Penyebaran hampir merata di setiap kecamatan dan terbesar sekaligus baik dijadikan daerah pengembangan berada di Kecamatan Bungur, kemudian Kecamatan Lokpaikat dan Kecamatan Binuang. Sementara ayam ras pedaging terbesar di Kecamatan Binuang, kemudian Kecamatan Tapin Utara. b. Kehutanan dan Perkebunan Dalam sektor kehutanan dan perkebunan memuat KPJU yang terdiri dari usaha perkebuan sawit, komoditas hutan rumbia, nilam, kayu galam, dan kelapa dalam. Masing-masing memiliki keutamaan dan kelebihan dalam berbagai faktor penentu keunggulan secara cukup bervariasi. Dari segi skill, nampak sekali dominasi keunggulan sawit dibanding yang lain. Hal ini terbukti dengan nilai prioritas lokal sawit sebesar keunggulan ini meliputi semua kriteria termasuk tingkat pendidikan, tingakat pelatihan, pengalaman kerja dan jumlah pelatihan (lampiran 13). Dari segi bahan baku dominasi sawit tergantikan oleh komoditas kelapa dalam (0,261). Posisi selanjutnya adalah kayu galam (0,233) yang disusul rumbia (0,225) dan sawit (0,195) (lampiran 14). Dalam hal faktor-faktor penentu keunggulan selanjutnya yakni modal, sarana produksi/usaha, manajemen, pasar, harga, penyerapan 47

12 tenaga kerja, dan peranan dalam ekonomi sawit menampakkan keunggulan yang cukup dominan. Pada faktor teknologi keunggulan ditempati kelapa dalam (0,320) dan pada saat yang sama sosial budaya ditempati kayu galam (0,279) (lampiran 15 23). Prioritas Global Kehutanan dan Perkebunan Untuk mendapatkan nilai prioritas global maka bobot prioritas lokal (contoh, skill : 0,032) harus diintegrasikan kedalam kerangka global (keseluruhan 11 faktor yang ada). Dengan sendirinya maka setiap bobot kriteria dalam faktor lokal (contoh, tingkat pendidikan : 0,063) yang berhadapatan langsung dengan alternatif-alternatif pilihan mesti disesuaikan dengan bobot lokal integratif dengan metode normalitas keatas (global). Berdasarkan kalkulasi tersebut diperoleh hasil masing-masing KPJU kehutanan dan perkebunan dimana sawit memiliki nilai prioritas keseluruhan (global priority) tertinggi dengan 0,447. komoditas lainnya jauh dibawah dengan skor hampir bersamaan yakni kelapa dalam (0,188), Galam (0,133), Rumbia (0,117), dan Nilam (0,115) (lampiran 24). KPJU Global Priority a Sawit b Kelapa Dalam c Galam d Rumbia e Nilam Sebagai catatan disektor perkebunan sebenarnya dari berbagai kajian bahwa perkebunan karet merupakan komoditas unggulan utama masyarakat Kabupaten Tapin. Namun demikian dalam kajian ini dikeluarkan dari model supaya diperoleh komoditas lainnya untuk pengembangan lebih lanjut. Kelapa sawit menjadi unggulan utama, meskipun bagi Kabupaten Tapin ini merupakan komoditas perkebunan baru yang dikembangkan setelah sebelumnya karet. Kelapa sawit merupakan komoditas perkebunan utama yang dikelola oleh perusahaan besar swasta/nasional/asing, sedangkan karet dan kelapa dalam, galam, rumbia dan nilam sebagai tanaman utama yang dikembangkan oleh perkebunan rakyat. 48

13 Melalui paradigma baru dalam pembangunan perkebunan Kabupaten Tapin harus menempatkan orientasi pembangunan perkebunan bukan pada aspek produksi tapi berorientasi pada agribisnis dan menempatkan agribisnis sebagai penggerak utama pembangunan ekonomi Kabupaten Tapin secara keseluruhan. Kedepan sub sistem hilir yang meliputi pengolahan dan pemasaran hasil perkebunan merupakan rangkaian sub sistem yang sangat strategis karena dapat menghela sub sistem lainnya untuk peningkatan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat. Peluang yang dimiliki potensi perkebunan sawit adalah pembangunan industri hilir dan turunannya dari CPO (Crude Palm Oil) seperti minyak goreng, sabun, margarin. Langkah ke arah demikian di dalam perencanaan maka reinvestasi perkebunan yang selama ini banyak diperoleh dari hasil tambang harus dialihkan kepada industri perkebunan untuk pembangunan berkelanjutan. c. Tanaman Bahan Makanan dan Hortikultura Dalam sektor tanaman bahan makanan dan hortikultura ini memuat KPJU hasil dari usaha tani padi sawah, padi gunung, kacang tanah, jagung, jeruk, pisang, dan rambutan. Masing-masing memiliki keutamaan dan kelebihan dalam berbagai faktor penentu keunggulan namun nampak sekali komoditas hasil usaha tani padi sawah mendominasi. Dari segi skill, ada 2 (dua) macam komoditas hasil usaha tani yang paling unggul dengan nilai prioritas lokal berada diatas yang lainnya, yakni padi sawah dan padi gunung. Kendati demikian skor tertinggi ada pada padi sawah (0,375) yang disusul padi gunung dengan skor 0,216 (lampiran 25). Komoditas-komoditas lainnya dalam kelompok tanaman bahan makanan dan hortikultura ini hanya mencapai skor 0,084 kebawah. Dari segi faktor bahan baku, padi sawah semakin nampak mendominasi dengan skor tertinggi 0,433 (lampiran 26). Hal yang sama juga nampak pada faktor-faktor yang lainnya. Variasi hanya terjadi pada urutan kedua sampai yang terbawah atau kelima. Meski demikian, terdapat pula situasi yang berbeda khususnya pada faktor manajemen dimana komoditas jeruk mencapai skor tertinggi dengan 0,276. Padi sawah dan padi gunung masing-masing hanya memiliki skor 0,114, dibawah pisang dan rambutan (lampiran 31). 49

14 Jeruk juga cukup signifikan untuk unggul jika dilihat dari permodalan (Lampiran 27) dan faktor harga, khususnya pada kemampuan harga untuk bisa bersaing (Lampiran 33). Akan tetapi pada sebagian besar faktor-faktor penentu keunggulan lainnya jeruk memiliki nilai yang masih rendah (lampiran 34 35). Prioritas Global Tanaman Bahan Makanan dan Holtikultura Berdasarkan kompilasi atas semua faktor dan kriteria penentu keunggulan yang ada padi sawah menduduki urutan teratas (0,378). Urutan kedua sebagai komoditas yang dapat dijadikan unggulan adalah padi gunung dengan skor 0,172. Ini bisa menjadi indikasi awal bagi keduanya untuk lebih dikembangkan menjadi unggulan kabupaten (lampiran 36). Perbandingan prioritas atas berbagai komoditas unggul yang ada secara berurutan dapat dilihat pada tabel berikut ini. KPJU Global Priority a Padi Sawah b Padi Gunung c Jeruk d Kacang Tanah e Jagung f Pisang g Rambutan Padi sawah memenuhi kriteria menjadi produk unggulan. Wilayah potensial tanaman padi sawah dengan rata-rata produksi 4,07 ton per hektar adalah kecamatan-kecamatan Tapin Tengah, Candi laras Utara, Candi Laras Selatan, Tapin Selatan, Bakarangan, Tapin Utara, dan Binuang. Kecamatan Tapin tengah merupakan wilayah paling potensial untuk pengembangan padi sawah dengan tingkat produktifitas mencapai 4,29 ton/ha, dimana kecamatan ini menyumbang 24,58% produksi padi sawah Kabupaten tapin ( ton). d. Industri Dalam sektor industri ini memuat KPJU yang terdiri dari usaha industri kacang jaruk, kripik jintan, kue bawang, rimpi pisang, kerajinan dari rotan, kerajinan anyaman, dan meubel. Masing-masing memiliki 50

15 keutamaan dan kelebihan dalam berbagai faktor penentu keunggulan sehingga nampak keunggulannya sangat berimbang antara satu dengan yang lain. Dari segi skill ada 3 (tiga) macam industri yang paling unggul dengan nilai prioritas lokal yang hampir bersamaan. Ketiga industri itu adalah kerajian rotan, anyaman, dan meubel. Kendati demikian skor tertinggi ada pada kerajinan anyaman (0,257) (lampiran 37). Dari segi faktor bahan baku ketiga industri yang tertinggi sebelumnya memiliki skor yang sama persis yakni 0,1659. ini adalah skor paling unggul dibanding industri lainnya yang tersisa (lampiran 38). Dari segi modal dan faktor sosial-budaya kerajinan anyaman kembali terlihat paling unggul dibandingkan yang lainnya. Disisi lain kerajinan rotan juga unggul tipis pada faktor sarana produksi dan teknologi. Keduanya unggul dibanding yang lain dalam hal faktor peranan dalam ekonomi yang meliputi rantai produksi, kebutuhan khalayak, dan PDRB (lampiran 39). Pada faktor-faktor lainnya yang tesisa nampak keunggulan menjadi seimbang kecuali pada faktor pasar, ketiga industri yang cenderung dominan, yakni kerajinan rotan, anyaman, dan meubel unggul kembali disini (lampiran 40 47). Prioritas Global Industri Secara keseluruhan, meliputi semua fakktor dan kriteria penentu keunggulan, posisi terunggul ditempati bersama-sama oleh kerajinan rotan dan kerajinan anyaman (0,197). Ini sebagai indikasi awal dimana keduanya patut lebih dikembangkan sehingga betul-betul menjadi unggulan kabupaten Tapin (lampiran 48). KPJU Global Priority a Ker Rotan b Ker Anyaman c Meubel d Kcg Jaruk e Kripik Jntn f Kue Bawang g Rimpi Pisang e. Jasa dan Perdagangan 51

16 Dalam sektor Jasa dan Perdagangan memuat KPJU yang terdiri dari usaha perhotelan, restoran, persewaan bangunan, dan pariwisata. Masingmasing memiliki keutamaan dan kelebihan dalam berbagai faktor penentu keunggulan secara cukup bervariasi. Akan tetapi, nampak persaingan ketat terjadi antara perhotelan dan restoran diberbagai faktor dan kriteria. Dari segi skill, persewaan bangunan nampak dominan dibanding yang lain. Hal ini terbukti dengan nilai prioritas lokal persewaan bangunan sebesar (lampiran 49). Dari segi bahan baku dominasi dipegang usaha restoran (0,394) yang diikuti oleh perhotelan (0,219). Posisi selanjutnya adalah persewaan bangunan (0,197) yang disusul pariwisata yang tertinggal tipis dengan 0,191 (lampiran 50). Dalam hal faktor-faktor penentu keunggulan selanjutnya nampak sekali hanya didominasi oleh 2 (dua) KPJU, yakni usaha perhotelan dan usaha restoran secara bergantian. Usaha perhotelan lebih unggul pada modal, teknologi, manajemen, pasar, harga, dan penyerapan terhadap tenaga kerja. Disisi lain, usaha resotoran lebih unggul dalam hal sarana produksi/usaha, sosial-budaya, dan peranan dalam ekonomi (lampiran 51 59). Prioritas Global Jasa dan Perdagangan Berdasarkan kalkulasi integral atas semua faktor dan kriteria keunggulan maka dapat diperoleh nilai masing-masing KPJU Jasa dan Perdagangan yang menjadi petunjuk peringkat antar satu dengan yang lainnya.usaha perhotelan ternyata memiliki nilai prioritas keseluruhan (global priority) tertinggi dengan 0,318. Jenis usaha lainnya yang juga potensial untuk diunggulkan adalah usaha restoran yang memiliki skor 0,271 (lampiran 24). Meskipun demikian, keempat KPJU yang nilai disini semuanya sangat potensial karena sejalan dengan arah pengembangan kabupaten kedepan yang berbasis bisnis dan perdaganan, khususnya diilayah perkotaan. Secara berurutan hasil analisis KPJU unggulan bidan jasa dan perdagangan menggunakan metode AHP dapat dilihat pada tabel dibawah ini. KPJU Global Priority a Perhotelan b Restoran

17 c Pariwisata d Sewa Bgnn Kerangka Pengembangan Komoditas Unggulan a. Arah Pengembangan Komoditas Unggulan Pola dan arah pengembangan komoditas unggulan di Kabupaten Tapin pada dasarnya merupakan dasar untuk pengembagan kawasan andalan dan sentra produksi. Kebijakan pengembangan komoditas unggulan tersebut bertumpu pada program pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan secara lestari dan berkesinambungan (gamb.1). Mengingat komoditas unggulan yang dikembangakan berdasarkan natural resources base, maka pola dan arahan pada hakekatnya berisi tentang arahan-arahan pemanfaatan atau analisis kebijakan oleh pemerintah daerah maupun pemerintah pusat. Gambar 1. Kerangka Pemikiran Tentang Pengembangan Komoditas Unggulan Kabupaten Tapin Kesejahteraan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Tapin Pengembangan Komoditas Unggulan Pengembangan Cluster Industri Perencanaan Pembangunan Dan Pengembangan Komoditas Unggulan Kebijakan Pemerintah Pusat & Daerah Kawasan Sentra Andalan Analisis Kebikan Kebijakan Pengembangan Potensi dan Keunggulan Komoditas Unggulan 53

18 Prinsip komplementaritas ekonomi dan keterkaitan fungsional akan menjadi pertimbangan dalam rangka memaksimumkan keuntungan (benefit) dari suatu kawasan andalan dan sentra produksi. Pengembangan komoditas unggulan Kabupaten Tapin akan lebih efektif apabila terdapat interaksi antar variabel. Interaksi tersebut haruslah interaksi antar beberapa aktivitas pada suatu wilayah dengan wilayah lainnya yang tercipta dan memungkinkan terjadinya perkembangan yang optimal antar unit-unit wilayah maupun dengan wilayah sekitar. Variabel aktivititas ekonomi dalam hal pengebangan sentra produksi dan kawasan andalan akan sangat bergantung pada asfek tenaga kerja, permodalan, pasar dan sumberdaya alam. Jika keempat variabel tersebut saling berkait secara sistem maka akan sangat mendorong pertumbuhan komodits unggulan yang terdapat di Kabupaten Tapin. Adapun Penetapan Kawasan sentra dan andalan, harus memperhatikan aspirasi dan isu yang berkembang di masyarakat. Hal ini penting mengingat pelaksanaan dan penerima konsep rencana pengebagan dan analisis kebijakan yang dilakukan adalah masyarakat. Oleh karenannya pengembangan komoditas unggulan harus memperhatikan kelayakan ekonomis maupun analisis performansi seperti yang sudah dilakukan sebelumnya. b. Peran UMKM dalam Pengembangan Komoditas Unggulan Berdasarkan hasil kajian terhadap komoditas unggulan Kabupaten Tapin, maka pengembangan usaha kecil dan menengah layak untuk diperhatikan. Hal ini mengingat bahwa komoditas unggulan tersebut sebagian masih bertumpu pada sumberdaya alam yang terdapat di daerah tersebut. Oleh karennya pendekatan model alternatif pembangunan ekonomi Kabupaten Tapin dapat dilakukan melalui tiga strategi yakni (1). Revitalisasi usaha mikro/kecil dan menengah serta koperasi, (2) 54

19 Reaktualisasi pembangunan sosial seiring pebangunan ekonomi dengan fokus pengembangan komoditas unggulan dalam wujud pengembangan kawasan andalan serta sentra produksi, dan (3) reinvestasi pembangunan yang selama ini diperleh dari usaha pertambangan (sumberdaya terbatas) terhadap usaha-usaha yang menghasilkan jangka panjang utamanya komoditas-komoditas unggulan. Namun demikian dari beberapa kajian terhadap usaha kecil dan menengah pada komoditas unggulan masih dihadapkan pada kendalakendala pelaksanaan yakni lemahnya kemampuan pengelolaan sumberdaya alam yang digunakan, tenaga kerja yang berketerampilan rendah, mutu bahan masukan kurang sesuai, kurang menguasai teknologi, kelemahan dalam rekayasa lembaga dan organisasi, kurangnya infrastruktur utamanya transportasi dan informasi pasar, kurangnya dukungan lembaga keuangan formal, serta keterbatasan pengembangan pasar. Hal ini memerlukan analisis kebijakan lebih lanjut terutama untuk pengembangan kawasan sentra produksi dan kawasan andalan di Kabupaten Tapin. 55

PENGEMBANGAN KOMODITAS UNGGULAN KABUAPETEN TAPIN KALIMANTAN SELATAN

PENGEMBANGAN KOMODITAS UNGGULAN KABUAPETEN TAPIN KALIMANTAN SELATAN PENGEMBANGAN KOMODITAS UNGGULAN KABUAPETEN TAPIN KALIMANTAN SELATAN M. Rusmin Nuryadin & Syahrituah Siregar Fakultas Ekonomi Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin Abstract The main purpose of this

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Jumlah petani di Indonesia menurut data BPS mencapai 45% dari total angkatan kerja di Indonesia, atau sekitar 42,47 juta jiwa. Sebagai negara dengan sebagian besar penduduk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan ekonomi dalam wilayah tersebut. Masalah pokok dalam pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan ekonomi dalam wilayah tersebut. Masalah pokok dalam pembangunan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses di mana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola setiap sumberdaya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. langsung persoalan-persoalan fungsional yang berkenaan dengan tingkat regional.

BAB I PENDAHULUAN. langsung persoalan-persoalan fungsional yang berkenaan dengan tingkat regional. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perencanaan regional memiliki peran utama dalam menangani secara langsung persoalan-persoalan fungsional yang berkenaan dengan tingkat regional. Peranan perencanaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan

Lebih terperinci

RINGKASAN EKSEKUTIF HENNY NURLIANI SETIADI DJOHAR IDQAN FAHMI

RINGKASAN EKSEKUTIF HENNY NURLIANI SETIADI DJOHAR IDQAN FAHMI RINGKASAN EKSEKUTIF HENNY NURLIANI, 2005. Strategi Pengembangan Agribisnis dalam Pembangunan Daerah Kota Bogor. Di bawah bimbingan SETIADI DJOHAR dan IDQAN FAHMI. Sektor pertanian bukan merupakan sektor

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pertanian merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pembangunan nasional, yang memiliki warna sentral karena berperan dalam meletakkan dasar yang kokoh bagi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan yang dititikberatkan pada pertumbuhan ekonomi berimplikasi pada pemusatan perhatian pembangunan pada sektor-sektor pembangunan yang dapat memberikan kontribusi pertumbuhan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang sangat penting dalam perekonomian dan sektor basis baik tingkat Provinsi Sulawsi Selatan maupun Kabupaten Bulukumba. Kontribusi sektor

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Distribusi Persentase PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun

I. PENDAHULUAN. Distribusi Persentase PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Bogor merupakan sebuah kota yang berada di Provinsi Jawa Barat. Kedudukan Kota Bogor yang terletak di antara wilayah Kabupaten Bogor dan dekat dengan Ibukota Negara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor agribisnis merupakan sektor ekonomi terbesar dan terpenting dalam perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah kemampuannya dalam menyerap

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tingkat perekonomian suatu wilayah didukung dengan adanya. bertahap. Pembangunan adalah suatu proses multidimensional yang meliputi

I. PENDAHULUAN. Tingkat perekonomian suatu wilayah didukung dengan adanya. bertahap. Pembangunan adalah suatu proses multidimensional yang meliputi 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tingkat perekonomian suatu wilayah didukung dengan adanya pembangunan ekonomi jangka panjang yang terencana dan dilaksanakan secara bertahap. Pembangunan adalah suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Isu strategis yang kini sedang dihadapi dunia adalah perubahan iklim global, krisis pangan dan energi dunia, harga pangan dan energi meningkat, sehingga negara-negara

Lebih terperinci

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA Ekonomi rakyat merupakan kelompok pelaku ekonomi terbesar dalam perekonomian Indonesia dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting dalam pembangunan Indonesia. Hal ini didasarkan pada kontribusi sektor pertanian yang tidak hanya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan suatu hal yang cukup penting dalam mewujudkan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan suatu hal yang cukup penting dalam mewujudkan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu hal yang cukup penting dalam mewujudkan keadilan dan kemakmuran masyarakat serta pencapaian taraf hidup masyarakat ke arah yang lebih baik.

Lebih terperinci

BOKS 2. A. Latar Belakang

BOKS 2. A. Latar Belakang BOKS 2 PENELITIAN KOMODITAS/PRODUK/JENIS USAHA (KPJU) UNGGULAN DI PROVINSI BENGKULU TAHUN 2011 A. Latar Belakang Mengingat besarnya kontribusi UMKM terhadap perekonomian baik nasional maupun daerah di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Agribisnis kelapa sawit mempunyai peranan yang sangat besar dalam

BAB I PENDAHULUAN. Agribisnis kelapa sawit mempunyai peranan yang sangat besar dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Agribisnis kelapa sawit mempunyai peranan yang sangat besar dalam perekonomian Indonesia melalui peningkatan nilai tambah, ekspor, pengurangan kemiskinan, dan penciptaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang tangguh dalam perekonomian dan memiliki peran sebagai penyangga pembangunan nasional. Hal ini terbukti pada saat Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada sektor pertanian. Wilayah Indonesia yang luas tersebar diberbagai. meningkatkan perekonomian adalah kelapa sawit. Gambar 1.

BAB I PENDAHULUAN. pada sektor pertanian. Wilayah Indonesia yang luas tersebar diberbagai. meningkatkan perekonomian adalah kelapa sawit. Gambar 1. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia merupakan salah satu negara yang berpotensi pada sektor pertanian. Wilayah Indonesia yang luas tersebar diberbagai wilayah dan kondisi tanahnya yang

Lebih terperinci

3 KERANGKA PEMIKIRAN

3 KERANGKA PEMIKIRAN 12 ketersediaan dan kesesuaian lahan untuk komoditas basis tanaman pangan. Tahap ketiga adalah penentuan prioritas komoditas unggulan tanaman pangan oleh para stakeholder dengan metode Analytical Hierarchy

Lebih terperinci

3.1 Penilaian Terhadap Sistem Perekonomian / Agribisnis

3.1 Penilaian Terhadap Sistem Perekonomian / Agribisnis 3.1 Penilaian Terhadap Sistem Perekonomian / Agribisnis 3.1.1 Kelembagaan Agro Ekonomi Kelembagaan agro ekonomi yang dimaksud adalah lembaga-lembaga yang berfungsi sebagai penunjang berlangsungnya kegiatan

Lebih terperinci

VI. RANCANGAN PROGRAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN MELALUI PENGEMBANGAN PETERNAKAN

VI. RANCANGAN PROGRAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN MELALUI PENGEMBANGAN PETERNAKAN VI. RANCANGAN PROGRAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN MELALUI PENGEMBANGAN PETERNAKAN Paradigma pembangunan saat ini lebih mengedepankan proses partisipatif dan terdesentralisasi, oleh karena itu dalam menyusun

Lebih terperinci

PERANAN SEKTOR PERTANIAN KHUSUSNYA JAGUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN JENEPONTO Oleh : Muhammad Anshar

PERANAN SEKTOR PERTANIAN KHUSUSNYA JAGUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN JENEPONTO Oleh : Muhammad Anshar PERANAN SEKTOR PERTANIAN KHUSUSNYA JAGUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN JENEPONTO Oleh : Muhammad Anshar Jurusan Teknik Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Sains dan Teknologi ABSTRAK Penelitian

Lebih terperinci

Peningkatan Daya Saing Industri Manufaktur

Peningkatan Daya Saing Industri Manufaktur XII Peningkatan Daya Saing Industri Manufaktur Globalisasi ekonomi menuntut produk Jawa Timur mampu bersaing dengan produk sejenis dari negara lain, baik di pasar lokal maupun pasar internasional. Kurang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Kelapa sawit merupakan komoditas perdagangan yang sangat

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Kelapa sawit merupakan komoditas perdagangan yang sangat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kelapa sawit merupakan komoditas perdagangan yang sangat menjanjikan. Pada masa depan, minyak sawit diyakini tidak hanya mampu menghasilkan berbagai hasil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan perekonomian di Indonesia, hal ini dapat dilihat dari kontribusinya terhadap Produk Domestik Bruto

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pelestarian keseimbangan lingkungan. Namun pada masa yang akan datang,

I. PENDAHULUAN. pelestarian keseimbangan lingkungan. Namun pada masa yang akan datang, I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan sub sektor pertanian tanaman pangan, merupakan bagian integral dari pembangunan pertanian dan telah terbukti memberikan peranan penting bagi pembangunan nasional,

Lebih terperinci

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN PENGOLAHAN DAN PEMASARAN HASIL PETERNAKAN

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN PENGOLAHAN DAN PEMASARAN HASIL PETERNAKAN POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN PENGOLAHAN DAN PEMASARAN HASIL PETERNAKAN H. ISKANDAR ANDI NUHUNG Direktorat Jenderal Bina Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian, Departemen Pertanian ABSTRAK Sesuai

Lebih terperinci

Deskripsikan Maksud dan Tujuan Kegiatan Litbangyasa :

Deskripsikan Maksud dan Tujuan Kegiatan Litbangyasa : ISI FORM D *Semua Informasi Wajib Diisi *Mengingat keterbatasan memory database, harap mengisi setiap isian dengan informasi secara general, singkat dan jelas. A. Uraian Kegiatan Deskripsikan Latar Belakang

Lebih terperinci

BAB X PEDOMAN TRANSISI DAN KAIDAH PELAKSANAAN. roses pembangunan pada dasarnya merupakan proses yang berkesinambungan,

BAB X PEDOMAN TRANSISI DAN KAIDAH PELAKSANAAN. roses pembangunan pada dasarnya merupakan proses yang berkesinambungan, BAB X PEDOMAN TRANSISI DAN KAIDAH PELAKSANAAN 10.1. Program Transisii P roses pembangunan pada dasarnya merupakan proses yang berkesinambungan, berlangsung secara terus menerus. RPJMD Kabupaten Kotabaru

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tinggi secara langsung dalam pemasaran barang dan jasa, baik di pasar domestik

I. PENDAHULUAN. tinggi secara langsung dalam pemasaran barang dan jasa, baik di pasar domestik I. PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan daerah dalam era globalisasi saat ini memiliki konsekuensi seluruh daerah di wilayah nasional menghadapi tingkat persaingan yang semakin tinggi secara langsung

Lebih terperinci

PELUANG DAN PROSPEK BISNIS KELAPA SAWIT DI INDONESIA

PELUANG DAN PROSPEK BISNIS KELAPA SAWIT DI INDONESIA PELUANG DAN PROSPEK BISNIS KELAPA SAWIT DI INDONESIA MUFID NURDIANSYAH (10.12.5170) LINGKUNGAN BISNIS ABSTRACT Prospek bisnis perkebunan kelapa sawit sangat terbuka lebar. Sebab, kelapa sawit adalah komoditas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu kebijakan pembangunan yang dipandang tepat dan strategis dalam rangka pembangunan wilayah di Indonesia sekaligus mengantisipasi dimulainya era perdagangan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan pertanian memiliki peran strategis dalam menunjang perekonomian Indonesia. Sektor pertanian berperan sebagai penyedia bahan pangan, pakan ternak, sumber bahan baku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam konteks desentralisasi ekonomi maka setiap daerah harus kreatif,

BAB I PENDAHULUAN. Dalam konteks desentralisasi ekonomi maka setiap daerah harus kreatif, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam konteks desentralisasi ekonomi maka setiap daerah harus kreatif, artinya mampu mengembangkan ekonomi daerahnya dan memberikan iklim yang kondusif untuk

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan Transmigrasi pada hakekatnya merupakan bagian integral dari pembangunan nasional dan daerah sebagai upaya untuk mempercepat pembangunan, terutama di kawasan yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia.

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peternakan sebagai salah satu sub dari sektor pertanian masih memberikan kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia. Kontribusi peningkatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional, terlebih dahulu kita harus menganalisa potensi pada

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional, terlebih dahulu kita harus menganalisa potensi pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan daerah merupakan implementasi serta bagian integral dari pembangunan nasional. Dengan kata lain, pembangunan nasional tidak akan lepas dari peran

Lebih terperinci

- 2 - II. PASAL DEMI PASAL. Pasal 1 Cukup jelas.

- 2 - II. PASAL DEMI PASAL. Pasal 1 Cukup jelas. - 1 - PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG TATA KELOLA PRODUK-PRODUK UNGGULAN PERTANIAN DAN PERIKANAN DI JAWA TIMUR I. UMUM Wilayah Provinsi Jawa Timur yang luasnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan daerah pada hakekatnya merupakan bagian integral dan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan daerah pada hakekatnya merupakan bagian integral dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah pada hakekatnya merupakan bagian integral dan tidak terpisahkan dari pembangunan nasional yang bertujuan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat

Lebih terperinci

Pengembangan Jagung Nasional Mengantisipasi Krisis Pangan, Pakan dan Energi Dunia: Prospek dan Tantangan

Pengembangan Jagung Nasional Mengantisipasi Krisis Pangan, Pakan dan Energi Dunia: Prospek dan Tantangan Pengembangan Jagung Nasional Mengantisipasi Krisis Pangan, Pakan dan Energi Dunia: Prospek dan Tantangan Anton J. Supit Dewan Jagung Nasional Pendahuluan Kemajuan teknologi dalam budidaya jagung semakin

Lebih terperinci

VI. PERANAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN KABUPATEN SIAK

VI. PERANAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN KABUPATEN SIAK VI. PERANAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN KABUPATEN SIAK 6.1. Struktur Perekonomian Kabupaten Siak 6.1.1. Struktur PDB dan Jumlah Tenaga Kerja Dengan menggunakan tabel SAM Siak 2003

Lebih terperinci

Analisis Isu-Isu Strategis

Analisis Isu-Isu Strategis Analisis Isu-Isu Strategis Permasalahan Pembangunan Permasalahan yang ada pada saat ini dan permasalahan yang diperkirakan terjadi 5 (lima) tahun ke depan yang dihadapi Pemerintah Kabupaten Bangkalan perlu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki lautan yang lebih luas dari daratan, tiga per empat wilayah Indonesia (5,8 juta km 2 ) berupa laut. Indonesia memiliki lebih dari 17.500 pulau dengan

Lebih terperinci

SEMINAR NASIONAL Dinamika Pembangunan Pertanian dan Pedesaan: Mencari Alternatif Arah Pengembangan Ekonomi Rakyat.

SEMINAR NASIONAL Dinamika Pembangunan Pertanian dan Pedesaan: Mencari Alternatif Arah Pengembangan Ekonomi Rakyat. SEMINAR NASIONAL Dinamika Pembangunan Pertanian dan Pedesaan: Mencari Alternatif Arah Pengembangan Ekonomi Rakyat Rumusan Sementara A. Pendahuluan 1. Dinamika impelementasi konsep pembangunan, belakangan

Lebih terperinci

REKOMENDASI SEMINAR STRATEGI DAN TANTANGAN PEMBANGUNAN EKONOMI JANGKA MENENGAH PROVINSI JAMBI 22 DESEMBER 2005

REKOMENDASI SEMINAR STRATEGI DAN TANTANGAN PEMBANGUNAN EKONOMI JANGKA MENENGAH PROVINSI JAMBI 22 DESEMBER 2005 BOKS REKOMENDASI SEMINAR STRATEGI DAN TANTANGAN PEMBANGUNAN EKONOMI JANGKA MENENGAH PROVINSI JAMBI 22 DESEMBER 2005 I. PENDAHULUAN Dinamika daerah yang semakin kompleks tercermin dari adanya perubahan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati yang sangat besar (mega biodiversity) berupa sumber

I. PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati yang sangat besar (mega biodiversity) berupa sumber 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Republik Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki kekayaan keanekaragaman hayati yang sangat besar (mega biodiversity) berupa sumber daya hewan

Lebih terperinci

4 METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Jenis dan Sumber Data Metode Pengumpulan Data

4 METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Jenis dan Sumber Data Metode Pengumpulan Data 19 4 METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Provinsi Papua Barat. Pemilihan lokasi didasarkan pada pertimbangan bahwa Papua Barat sebagai wilayah yang mempunyai potensi sumber

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jawa Barat merupakan salah satu sentra produksi tanaman bahan makanan di

I. PENDAHULUAN. Jawa Barat merupakan salah satu sentra produksi tanaman bahan makanan di I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki lahan pertanian yang sangat luas dan sebagian besar penduduknya bermatapencaharian sebagai petani. Jawa Barat merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. banyak kebutuhan lainnya yang menghabiskan biaya tidak sedikit. Guna. sendiri sesuai dengan keahlian masing-masing individu.

BAB I PENDAHULUAN. banyak kebutuhan lainnya yang menghabiskan biaya tidak sedikit. Guna. sendiri sesuai dengan keahlian masing-masing individu. 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN Pemenuhan kebutuhan pokok dalam hidup adalah salah satu alasan agar setiap individu maupun kelompok melakukan aktivitas bekerja dan mendapatkan hasil sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tahun (juta orang)

BAB I PENDAHULUAN. Tahun (juta orang) 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Meningkatnya jumlah penduduk dan adanya perubahan pola konsumsi serta selera masyarakat telah menyebabkan konsumsi daging ayam ras (broiler) secara nasional cenderung

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Otonomi daerah adalah hak dan wewenang daerah untuk mengatur dan

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Otonomi daerah adalah hak dan wewenang daerah untuk mengatur dan 16 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Otonomi daerah adalah hak dan wewenang daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri. Urusan rumah tangga sendiri ialah urusan yang lahir atas dasar prakarsa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. oleh kelompok menengah yang mulai tumbuh, daya beli masyarakat yang

I. PENDAHULUAN. oleh kelompok menengah yang mulai tumbuh, daya beli masyarakat yang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jumlah penduduk Indonesia yang mencapai 241 juta dengan ditandai oleh kelompok menengah yang mulai tumbuh, daya beli masyarakat yang meningkat dan stabilitas ekonomi yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. beli masyarakat. Sapi potong merupakan komoditas unggulan di sektor

BAB I PENDAHULUAN. beli masyarakat. Sapi potong merupakan komoditas unggulan di sektor 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kebutuhan daging sapi sebagai salah satu sumber protein hewani semakin meningkat sejalan dengan meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap pentingnya gizi

Lebih terperinci

PENENTUAN PRIORITAS PRODUK UNGGULAN DENGAN MENGGUNAKAN ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (STUDI KASUS : KABUPATEN PURBALINGGA)

PENENTUAN PRIORITAS PRODUK UNGGULAN DENGAN MENGGUNAKAN ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (STUDI KASUS : KABUPATEN PURBALINGGA) PENENTUAN PRIORITAS PRODUK UNGGULAN DENGAN MENGGUNAKAN ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (STUDI KASUS : KABUPATEN PURBALINGGA) Anggara Hayun A Peneliti PPKPDS, BPPT Dosen Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknik,

Lebih terperinci

TOPIK 12 AGRIBISNIS DAN AGROINDUSTRI

TOPIK 12 AGRIBISNIS DAN AGROINDUSTRI TOPIK 12 AGRIBISNIS DAN AGROINDUSTRI AGRIBISNIS SEBAGAI SUATU SISTEM Sistem agribisnis : Rangkaian kegiatan dari beberapa subsistem yg saling terkait dan mempengaruhi satu sama lain Sub-sistem agribisnis

Lebih terperinci

Ringkasan. Kebijakan Pembangunan Industri Nasional

Ringkasan. Kebijakan Pembangunan Industri Nasional Ringkasan Kebijakan Pembangunan Industri Nasional Era globalisasi ekonomi yang disertai dengan pesatnya perkembangan teknologi, berdampak sangat ketatnya persaingan, dan cepatnya terjadi perubahan lingkungan

Lebih terperinci

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN PERTEMUAN 08 Teknik Analisis Aspek Fisik & Lingkungan, Ekonomi serta Sosial Budaya dalam Penyusunan Tata Ruang Tujuan Sosialisasi Pedoman Teknik Analisis Aspek Fisik ik & Lingkungan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemberlakuan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan

BAB I PENDAHULUAN. pemberlakuan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan BAB I PENDAHULUAN 1. A 1.1 Latar Belakang Kewenangan Pemerintah Daerah menjadi sangat luas dan strategis setelah pemberlakuan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pengembangan kelapa sawit telah memberikan dampak yang sangat positif bagi

I. PENDAHULUAN. Pengembangan kelapa sawit telah memberikan dampak yang sangat positif bagi I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kelapa sawit merupakan komoditi pertanian yang sangat penting bagi Indonesia. Pengembangan kelapa sawit telah memberikan dampak yang sangat positif bagi kemajuan pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap upaya pembangunan ekonomi daerah mempunyai tujuan utama untuk. bersama-sama mengambil inisiatif pembangunan daerah.

BAB I PENDAHULUAN. Setiap upaya pembangunan ekonomi daerah mempunyai tujuan utama untuk. bersama-sama mengambil inisiatif pembangunan daerah. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan adalah usaha untuk menciptakan kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu, hasil pembangunan harus dapat dinikmati oleh seluruh masyarakat sebagai wujud

Lebih terperinci

JURIDIKTI, Vol. 6 No. 1, April ISSN LIPI :

JURIDIKTI, Vol. 6 No. 1, April ISSN LIPI : Identifikasi Dan Pengembangan Komoditi Pangan Unggulan di Humbang Hasundutan Dalam Mendukung Ketersediaan Pangan Berkelanjutan Hotden Leonardo Nainggolan Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas

Lebih terperinci

Posisi Pertanian yang Tetap Strategis Masa Kini dan Masa Depan Jumat, 22 Agustus 2014

Posisi Pertanian yang Tetap Strategis Masa Kini dan Masa Depan Jumat, 22 Agustus 2014 Posisi Pertanian yang Tetap Strategis Masa Kini dan Masa Depan Jumat, 22 Agustus 2014 Sektor pertanian sampai sekarang masih tetap memegang peran penting dan strategis dalam perekonomian nasional. Peran

Lebih terperinci

3 METODE. 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian. 3.2 Jenis, Sumber dan Metode Analisis Data

3 METODE. 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian. 3.2 Jenis, Sumber dan Metode Analisis Data 13 3 METODE 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian meliputi wilayah Kabupaten yang mencakup 10 kecamatan. Pelaksanaan penelitian dilakukan selama 6 bulan yaitu dari bulan Mei sampai Oktober

Lebih terperinci

6. ANALISIS DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN Kebijakan di dalam pengembangan UKM

6. ANALISIS DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN Kebijakan di dalam pengembangan UKM 48 6. ANALISIS DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 6.1. Kebijakan di dalam pengembangan UKM Hasil analisis SWOT dan AHP di dalam penelitian ini menunjukan bahwa Pemerintah Daerah mempunyai peranan yang paling utama

Lebih terperinci

Peran dan fungsi pemerintah pada era otonomi daerah adalah. berupa pelayanan dan pengaturan (fasilitator, regulator dan dinamisator)

Peran dan fungsi pemerintah pada era otonomi daerah adalah. berupa pelayanan dan pengaturan (fasilitator, regulator dan dinamisator) I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peran dan fungsi pemerintah pada era otonomi daerah adalah berupa pelayanan dan pengaturan (fasilitator, regulator dan dinamisator) antara lain dalam memperjuangkan terbitnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional merupakan cerminan keberhasilan pembangunan. perlu dilaksanakan demi kehidupan manusia yang layak.

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional merupakan cerminan keberhasilan pembangunan. perlu dilaksanakan demi kehidupan manusia yang layak. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada dasarnya pembangunan adalah suatu proses perubahan yang direncanakan dan merupakan rangkaian kegiatan yang berkesinambungan, berkelanjutan dan bertahap menuju tingkat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini

I. PENDAHULUAN. daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam menilai keberhasilan pembangunan dan upaya memperkuat daya saing ekonomi daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini dikarenakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pengembangan sumberdaya manusia merupakan proses untuk. ini juga merupakan proses investasi sumberdaya manusia secara efektif dalam

I. PENDAHULUAN. Pengembangan sumberdaya manusia merupakan proses untuk. ini juga merupakan proses investasi sumberdaya manusia secara efektif dalam I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengembangan sumberdaya manusia merupakan proses untuk meningkatkan pengetahuan manusia, kreativitas dan keterampilan serta kemampuan orang-orang dalam masyarakat. Pengembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat secara ekonomi dengan ditunjang oleh faktor-faktor non ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat secara ekonomi dengan ditunjang oleh faktor-faktor non ekonomi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan suatu proses perubahan yang dilakukan melalui upaya-upaya terencana untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara ekonomi dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daerah bersangkutan (Soeparmoko, 2002: 45). Keberhasilan pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. daerah bersangkutan (Soeparmoko, 2002: 45). Keberhasilan pembangunan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi daerah merupakan suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakat mengelola sumberdaya-sumberdaya yang ada, dengan menjalin pola-pola kemitraan

Lebih terperinci

VI. REKOMENDASI KEBIJAKAN

VI. REKOMENDASI KEBIJAKAN 158 VI. REKOMENDASI KEBIJAKAN Pengelolaan lahan gambut berbasis sumberdaya lokal pada agroekologi perkebunan kelapa sawit rakyat di Kabupaten Bengkalis dilakukan berdasarkan atas strategi rekomendasi yang

Lebih terperinci

Strategi dan Arah Kebijakan Penguatan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Kukar Bidang Industri Berbasis Pertanian

Strategi dan Arah Kebijakan Penguatan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Kukar Bidang Industri Berbasis Pertanian Strategi dan Arah Kebijakan Penguatan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Kukar Bidang Industri Berbasis Pertanian TEMA RKPD KUTAI KARTANEGARA 2018 Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara TAHAPAN RPJPD KUKAR 2016-2020

Lebih terperinci

5 GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

5 GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 27 Secara rinci indikator-indikator penilaian pada penetapan sentra pengembangan komoditas unggulan dapat dijelaskan sebagai berikut: Lokasi/jarak ekonomi: Jarak yang dimaksud disini adalah jarak produksi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Otonomi daerah yang disahkan melalui Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Daya saing Indonesia menurut World Economic Forum tahun 2008/2009 berada

I. PENDAHULUAN. Daya saing Indonesia menurut World Economic Forum tahun 2008/2009 berada I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daya saing Indonesia menurut World Economic Forum tahun 2008/2009 berada di peringkat 55 dari 134 negara, menurun satu peringkat dari tahun sebelumnya. Dalam hal ini,

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wirausaha memiliki peran penting dalam perkembangan ekonomi suatu negara, salah satu contohnya adalah negara adidaya Amerika. Penyumbang terbesar perekonomian Amerika

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Data Perkembangan Koperasi tahun Jumlah

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Data Perkembangan Koperasi tahun Jumlah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Koperasi dapat memberikan sumbangan bagi pembangunan ekonomi sosial negara sedang berkembang dengan membantu membangun struktur ekonomi dan sosial yang kuat (Partomo,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian adalah sektor penting dalam perekonomian Indonesia. Beberapa peran penting sektor pertanian yaitu menyerap tenaga kerja, sumber pendapatan bagi masyarakat,

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian mempunyai posisi dan peranan yang strategis dalam

BAB I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian mempunyai posisi dan peranan yang strategis dalam BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai posisi dan peranan yang strategis dalam pelaksanaan pembangunan nasional, karena didukung oleh ketersediaan potensi sumberdaya alam yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Salah satu kebijakan pembangunan yang dipandang tepat dan strategis dalam rangka pembangunan wilayah di Indonesia sekaligus mengantisipasi dimulainya era perdagangan bebas

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Kota Bogor

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Kota Bogor VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Peranan Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Kota Bogor Alat analisis Input-Output (I-O) merupakan salah satu instrumen yang secara komprehensif dapat digunakan untuk

Lebih terperinci

KAJIAN POTENSI SUMBER DAYA ALAM BERBASIS EKSPORT

KAJIAN POTENSI SUMBER DAYA ALAM BERBASIS EKSPORT KAJIAN POTENSI SUMBER DAYA ALAM BERBASIS EKSPORT I. Perumusan Masalah Pengelolaan Sumber Daya Alam (SDA) yang optimal membutuhkan sebuah pemahaman yang luas dimana pengelolaan SDA harus memperhatikan aspek

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN KOMODITAS UNGGULAN UMKM DI KABUPATEN NABIRE, PAPUA 1

PENGEMBANGAN KOMODITAS UNGGULAN UMKM DI KABUPATEN NABIRE, PAPUA 1 PENGEMBANGAN KOMODITAS UNGGULAN UMKM DI KABUPATEN NABIRE, PAPUA 1 Etty Puji Lestari 2 Abstrak Peranan UMKM dalam perekonomian nasional sangat penting dan strategis. Hal ini didukung oleh beberapa data

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. efetivitas rantai pemasok. Menurut Wulandari (2009), faktor-faktor yang

BAB I PENDAHULUAN. efetivitas rantai pemasok. Menurut Wulandari (2009), faktor-faktor yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Lingkungan Eksternal Lingkungan eksternal merupakan bagian yang sangat penting untuk membangun, mempertahankan, dan mengembangkan sebuah bisnis. Lingkungan eksternal juga dapat didefinisikan

Lebih terperinci

V. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010

V. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010 65 V. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010 5.1. Gambaran Umum dan Hasil dari Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE) Kabupaten Musi Rawas Tahun 2010 Pada bab ini dijelaskan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan dapat diartikan sebagai kegiatan-kegiatan yang dilakukan suatu wilayah untuk mengembangkan kualitas hidup masyarakatnya, dan pembangunan merupakan suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertanian (agro-based industry) yang banyak berkembang di negara-negara tropis

BAB I PENDAHULUAN. pertanian (agro-based industry) yang banyak berkembang di negara-negara tropis BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Industri kelapa sawit merupakan salah satu industri strategis sektor pertanian (agro-based industry) yang banyak berkembang di negara-negara tropis seperti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan terigu dicukupi dari impor gandum. Hal tersebut akan berdampak

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan terigu dicukupi dari impor gandum. Hal tersebut akan berdampak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perubahan pola konsumsi makanan pada masyarakat memberikan dampak positif bagi upaya penganekaragaman pangan. Perkembangan makanan olahan yang berbasis tepung semakin

Lebih terperinci

KEMBALI KE PERTANIAN DALAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI RIAU (Upaya Mengembalikan Kemandirian Masyarakat Pedesaan)

KEMBALI KE PERTANIAN DALAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI RIAU (Upaya Mengembalikan Kemandirian Masyarakat Pedesaan) KEMBALI KE PERTANIAN DALAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI RIAU (Upaya Mengembalikan Kemandirian Masyarakat Pedesaan) Agus Sutikno, SP., M.Si. 1 dan Ahmad Rifai, SP., MP 2 (1) Pembantu Dekan IV Fakultas Pertanian

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengembangan Wilayah

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengembangan Wilayah 8 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengembangan Wilayah Pengembangan wilayah merupakan tindakan yang dilakukan pemerintah untuk mencapai suatu tujuan yang menguntungkan wilayah tersebut dengan meningkatkan pemanfaatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengembangan, yaitu : konsep pengembangan wilayah berdasarkan Daerah

BAB I PENDAHULUAN. pengembangan, yaitu : konsep pengembangan wilayah berdasarkan Daerah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di dalam pengembangan suatu wilayah, terdapat beberapa konsep pengembangan, yaitu : konsep pengembangan wilayah berdasarkan Daerah Aliran Sungai (DAS), konsep pengembangan

Lebih terperinci

ARAH KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KONSEP MINAPOLITAN DI INDONESIA. Oleh: Dr. Sunoto, MES

ARAH KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KONSEP MINAPOLITAN DI INDONESIA. Oleh: Dr. Sunoto, MES ARAH KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KONSEP MINAPOLITAN Potensi dan Tantangan DI INDONESIA Oleh: Dr. Sunoto, MES Potensi kelautan dan perikanan Indonesia begitu besar, apalagi saat ini potensi tersebut telah ditopang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Globalisasi dan liberalisasi perdagangan memberikan peluang sekaligus

I. PENDAHULUAN. Globalisasi dan liberalisasi perdagangan memberikan peluang sekaligus I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Globalisasi dan liberalisasi perdagangan memberikan peluang sekaligus tantangan baru yang harus dihadapi dalam pembangunan pertanian ke depan. Globalisasi dan liberasi

Lebih terperinci

3. Pola hubungan spasial intra-interregional di Kapet Bima dapat diamati dari pergerakan arus barang dan penduduk antar wilayah, yakni dengan

3. Pola hubungan spasial intra-interregional di Kapet Bima dapat diamati dari pergerakan arus barang dan penduduk antar wilayah, yakni dengan VI. PENUTUP 6.1. Kesimpulan Dari hasil analisis dan pembahasan tentang studi pengembangan wilayah di Kapet Bima dapat dikemukakan beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Kapet Bima memiliki beragam potensi

Lebih terperinci

Boks Penelitian Pengembangan Komoditas/Produk/Jenis Usaha Unggulan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) di Kalimantan Tengah 1.

Boks Penelitian Pengembangan Komoditas/Produk/Jenis Usaha Unggulan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) di Kalimantan Tengah 1. Boks Penelitian Pengembangan Komoditas/Produk/Jenis Usaha Unggulan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) di Kalimantan Tengah 1. Latar Belakang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) dalam perekonomian

Lebih terperinci

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013 Nomor Katalog : 9302001.9416 Ukuran Buku : 14,80 cm x 21,00 cm Jumlah Halaman

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan merupakan upaya perubahan secara terencana seluruh dimensi kehidupan menuju tatanan kehidupan yang lebih baik di masa mendatang. Sebagai perubahan yang terencana,

Lebih terperinci

Perkembangan Ekonomi dan Keuangan Daerah Provinsi Maluku Utara BOX 1

Perkembangan Ekonomi dan Keuangan Daerah Provinsi Maluku Utara BOX 1 BOX 1 LAPORAN HASIL PENELITIAN DASAR POTENSI EKONOMI DAERAH DALAM RANGKA PENGEMBANGAN KOMODITI UNGGULAN USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH (UMKM) DI PROVINSI MALUKU UTARA TAHUN 2007 (BASELINE ECONOMIC SURVEY

Lebih terperinci