BAB I PENDAHULUAN. lemak jenuh yang meningkat), berkurangnya aktivitas fisik (sedentary lifestyle)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. lemak jenuh yang meningkat), berkurangnya aktivitas fisik (sedentary lifestyle)"

Transkripsi

1 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Setelah mencapai usia dewasa, secara alamiah seluruh komponen tubuh tidak dapat berkembang lagi. Sebaliknya justru terjadi penurunan karena proses penuaan. Pada dasarnya faktor yang menyebabkan orang menjadi tua dapat dikelompokkan menjadi faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal ialah radikal bebas, hormon yang berkurang, proses glikosilasi, metilasi, apoptosis, sistem kekebalan yang menurun dan gen. Faktor eksternal yang utama ialah gaya hidup tidak sehat, diet tidak sehat, kebiasaaan salah, polusi lingkungan, stres dan kemiskinan (Pangkahila, 2007) Perubahan gaya hidup dalam masyarakat terutama diet tidak sehat (asupan lemak jenuh yang meningkat), berkurangnya aktivitas fisik (sedentary lifestyle) menyebabkan masalah kesehatan yang cukup serius, salah satunya adalah penyakit jantung koroner yang disebabkan oleh kadar kolesterol total, LDL (Low Density Lipoprotein) dan trigliserida yang tinggi dan kadar kolesterol HDL (High Density Lipoprotein) yang rendah. Penyakit kardiovaskular adalah salah satu peyebab kematian terbanyak di Amerika Serikat. Pada tahun 1999, diperkirakan lebih dari 12 juta orang menderita penyakit jantung koroner, dan sekitar orang meninggal dunia. (AHA, circulation 2003). Penyakit ini diperkirakan memerlukan kompensasi

2 2 biaya sebanyak $112 millyar, sehingga sangat penting bagi kedokteran masyarakat untuk segera melakukan upaya pencegahan (AHA, circulation 2003). Penyakit yang diakibatkan dislipidemia merupakan masalah yang serius pada negara-negara maju bahkan saat ini juga muncul sebagai penyebab kematian dini dan ketidakmampuan fisik di negara-negara berkembang. Di Indonesia, angka kejadian dislipidemia pada penelitian MONICA (Multinational Monitoring of Trends Determinants in Cardiovascular Diseases) I sebesar 13,4 persen untuk wanita dan 11,4 persen untuk pria. Pada MONICA II (1994) didapatkan meningkat menjadi 16,2 persen untuk wanita dan 14 persen pria (Bahri, 2004). Angka kejadian penyakit kardiovaskular di Indonesia juga cenderung meningkat terlihat dari hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga Nasional (SKRT) 1992 angka kejadian penyakit kardiovaskular hanya sebesar 16 persen, mengalami peningkatan menjadi 18,9 persen pada SKRT Hasil Sensus Kesehatan Masyarakat 2001 menunjukkan angka penyakit kardiovaskular meningkat menjadi 26,4 persen (Departemen Kesehatan 2001). Strategi untuk mencegah dan mengobati dislipidemia sangat penting dilakukan untuk mengurangi beban oleh penyakit kardiovaskular secara global (He et al., 2004). Anti-aging medicine adalah cabang ilmu yang senantiasa mencari terobosan baru dalam upaya pencegahan kematian dini dan ketidakmampuan fisik yang disebabkan oleh berbagai penyebab, salah satunya oleh karena dislipidemia. Terapi obat-obatan konvensional sudah diteliti secara luas untuk memperbaiki keadaan dislipidemia, dikenal beberapa golongan menurut National Heart Lung and Blood Institute (NHLBI), Adult Treatment Panel III (ATP III) 2

3 3 2001: bile acid sequestrants (kolestiramin, kolestipol, kolesevelam), fibrat (klofibrat, fenofibrat, gemfibrozil), niasin / nicotinic acid (vitamin B3), statin (atrovastatin, fluvastatin, lovastatin, pravastatin, rosuvastatin, cerivastatin, simvastatin), produk kombinasi (lovastatin + niasin, simvastatin + ezetemibe), lain-lain: ezetemibe. Berbagai studi medukung bukti ilmiah obat-obatan di atas secara efektif menurunkan kadar kolesterol serum, tetapi juga menyebabkan berbagai efek sampingan (National Cholesterol Education Program (NCEP) (NHBLI, 2001). Adanya alternatif lain dari produk natural merupakan angin segar yang menumbuhkan harapan untuk pencegahan dengan harga yang lebih murah dan kemungkinan efek samping yang lebih kecil. Adanya dukungan bukti-bukti ilmiah yang cukup kuat bahwa penggunaan bawang putih mungkin bermanfaat pada orang yang mempunyai kadar koleterol darah yang tinggi. Beberapa laporan studi pada manusia menyatakan terjadi penurunan pada kolesterol total darah dan LDL (Low Density Lipoprotein) yang dikenal sebagai "bad cholesterol" dalam jangka waktu yang singkat (4-12 minggu). Suatu penelitian menjelaskan adanya penurunan rata-rata total kolesterol sebesar mmol/l (95% Confidence IntervaI (CI): -0.65, mmol/l), dan ini menunjukkan 12% penurunan pada subyek yang memakai terapi bawang putih dibandingkan dengan kelompok plasebo, dimana efek tersebut terlihat dalam kurun 1 bulan setelah terapi dan bertahan selama sedikitnya 6 bulan. (Gardner et at., 2001), tetapi belum diketahui secara jelas efeknya dalam jangka panjang.

4 4 Sedangkan efek terhadap HDL ( high density lipoprotein) masih belum diketahui secara jelas dan kontroversial (Mayoclinic, 2008). Masih diperlukan banyak penelitian untuk memperjelas efek bawang putih terhadap profil lipid darah secara umum, oleh karena inkonsistensi hasil penelitian terdahulu dimana beberapa laporan studi klinis termasuk meta analisis menemukan efek penurunan kolesterol pada manusia secara signifikan (Kannar et al., 2001, Amagase, 2006), tetapi sebaliknya ditemukan juga publikasi negatif mengenai efek bawang putih terhadap penurunan kolesterol serum (Superko & Krauss, 2000, Turner et al., 2004). Secara logika hal tersebut diperkirakan karena perbedaan komponen yang terbentuk saat pembuatan sediaan bawang putih, kuantitas preparat dan durasi penelitian Penelitian terhadap orang dewasa menyatakan bahwa bawang putih dapat diberikan dalam beberapa bentuk sediaan. Beberapa kepustakan menganjurkan dosis yang berbeda-beda, bergantung dari bentuk sediaan bawang putih yang dipakai. Bubuk bawang putih menurut The European Scientific Cooperative on Phytotherapy (ESCOP, 2003) dianjurkan untuk dikonsumsi gram (sesuai dengan kadar allicin 3-5 mg, atau 6-10 mg aliin) atau setara dengan satu siung bawang putih segar. The World Health Organization (WHO) menganjurkan 2-5 gram bawang putih segar, atau gram bubuk kering, atau 2-5 miligram dalam bentuk minyak, atau mg dalam bentuk ekstrak, ataupun dalam bentuk lain yang setara dengan 2-5 miligram allicin/hari (mayoclinic, 2008). Sedangkan sumber lain menyatakan Sediaan komersial bawang putih minimal mengandung 10 mg alliin atau 5000 µg total potensi allicin dengan bentuk enteric 4

5 5 coated. Dosis yang dianjurkan untuk bawang putih mentah adalah satu siung yaitu sebanyak 4 gram (Browns, 1995). Pada umumya dosis harian yang dipakai pada kebanyakan studi klinis untuk bubuk kering bawang putih adalah 900 mg, walaupun hubungan dosis dan responsnya masih belum diketahui secara jelas. AGE (aged garlic extract) memiliki efektivitas yang beragam dalam berbagai studi klinis. Terlihat penurunan kolesterol plasma pada pemberian AGE sebanyak g/hari pada manusia (Steiner, 2001). Bawang putih diperkirakan memiliki efek untuk menurunkan kolesterol dengan cara menghambat sintesisnya. Kemungkinan mekanisme penghambatannya melalui dua cara, yaitu: (i) penghambatan pada reaksi enzim hydroxymethylglutaryl-coa reduktase (suatu rate limiting enzym) dan (ii) penghambatan pada reaksi enzim lain, seperti squalene mono-oksigenase dan lanosterol- 14-demethylase (Pizorno dan Murray, 2000; Gupta dan Porter, 2001) Penelitian ini dilakukan pada tikus dengan pertimbangan sudah ada konversi dosis tikus ke manusia yang rasional, dan untuk memudahkan pengendalian faktor-faktor seperti umur, akitivitas fisik, diet, obat-obatan/suplemen dan juga faktor genetik atau keturunan. 1.2 RUMUSAN MASALAH Dari uraian latar belakang di atas dapat dibuat rumusan masalah sebagai berikut : 1. Apakah pemberian ekstrak ethanol bawang putih dapat menurunkan kadar kolesterol total pada tikus yang dislipidemia?

6 6 2. Apakah pemberian ekstrak ethanol bawang putih dapat menurunkan kadar trigliserida pada tikus yang dislipidemia? 3. Apakah pemberian ekstrak ethanol bawang putih dapat menurunkan kadar LDL pada tikus yang dislipidemia? 4. Apakah pemberian ekstrak ethanol bawang putih dapat meningkatkan kadar HDL pada tikus yang dislipidemia? 1.3 TUJUAN PENELITIAN Tujuan umum Untuk mengetahui efek ekstrak ethanol bawang putih untuk memperbaiki profil lipid secara umum pada tikus yang dislipidemia Tujuan khusus 1. Mengetahui pemberian ekstrak ethanol bawang putih menurunkan kadar kolesterol total pada tikus yang dislipidemia 2. Mengetahui pemberian ekstrak ethanol bawang putih menurunkan kadar trigliserida pada tikus yang dislipidemia 3. Mengetahui pemberian ekstrak ethanol bawang putih menurunkan kadar LDL pada tikus yang dislipidemia. 4. Mengetahui pemberian ekstrak ethanol bawang putih meningkatkan kadar HDL pada tikus yang dislipidemia. 1.4 MANFAAT PENELITIAN 1. Memberikan informasi ilmiah mengenai peranan ekstrak ethanol bawang putih dalam memperbaiki profil lipid darah 6

7 7 2. Mendukung pengembangan penelitian untuk menggunakan bahan-bahan natural dalam pencegahan dan pengobatan dislipidemia dalam usaha untuk memperlambat penuaan dan kematian dini akibat penyakit yang berhubungan dengan dislipidemia. 3. Apabila ekstrak ethanol bawang putih terbukti dapat memperbaiki profil lipid darah maka hasil penelitian dapat disosialisasikan dalam masyarakat sebagai alternatif pencegahan dan pengobatan dislipidemia

8 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Dislipidemia Dislipidemia adalah kelainan dari metabolisme lipoprotein, yaitu overproduksi ataupun defisiensi dari lipoprotein tertentu. Dislipidemia dapat bermanifestasi dengan peningkatan konsentrasi total kolesterol, low density lipoprotein (LDL) dan trigliserida, serta penurunan high density lipoprotein (HDL) dalam darah. Kebanyakan dislipidemia yang terjadi adalah hiperlipidemia dimana terjadi peningkatan lipid darah, biasanya berkaitan dengan pola makan dan gaya hidup santai (Wikipedia, 2008). Dislipidemia bukanlah penyakit, tetapi lebih tepat disebut sebagai kekacauan metabolik yang mungkin adalah akibat sekunder dari beberapa macam penyakit dan dapat berperan serta dalam terjadinya berbagai macam penyakit, yang terutama adalah penyakit kardiovaskular (Wikipedia, 2008). Peningkatan kolesterol biasanya tidak menyebabkan gejala yang spesifik pada awalnya. Terkadang dapat kita temukan gejala fisik yang spesifik seperti: xanthoma (penebalan tendon oleh karena akukumulasi kolesterol), xanthelasma palpabrum (bercak-bercak kuning di sekitar kelopak mata) dan archus senilis (perubahan warna menjadi keputihan di sekitar kornea) (Wikipedia, 2008). Terjadinya dislipidemia dalam jangka waktu panjang menyebakan terjadinya atheroskeloris, yang biasanya berdampak sebagai penyakit kardiovaskular seperti: angina pectoris, myocardial infarction, TIA (Transient Ischemic attacks), Stroke, PAD (Peripheral Artery Diseases) (Grundy, et al., 2004). 8

9 9 Kolesterol adalah zat seperti lemak (lipid) yang terdapat dalam sel membran dan merupakan prekursor dari semua steroid yang ada dalam tubuh termasuk asam empedu, kortikosteroid, vitamin D, dan hormon seks. Kolesterol beredar dalam darah dalam bentuk partikel kecil yang berbeda-beda yang mengandung lipid dan protein (lipoprotein). Ada beberapa lipoprotein yang ditemukan dalam darah yaitu : kilomikron, low density lipoproteins (LDL), high density lipoproteins (HDL), dan very low density lipoproteins (VLDL). Ada juga lipoprotein yang disebut sebagai intermediate density lipoprotein (IDL) yang berada di antara VLDL dan LDL, dimana biasanya termasuk dalam pengukuran LDL. Kolesterol LDL kurang lebih sebanyak persen dari total serum kolesterol, mengandung apolipoprotein tunggal yaitu apo B-100 (apo B), dimana LDL merupakan lipoprotein yang paling bersifat aterogenik dan telah lama ditetapkan oleh NCEP sebagai target utama terapi penurunan kolesterol. Kolesterol HDL biasanya persen dari total serum kolesterol. Lipoprotein utama yang terkandung dalam HDL adalah Apo A-I dan Apo A-II. Kolesterol HDL berkorelasi terbalik dengan risiko penyakit kardiovaskuler. Beberapa bukti mengindikasikan bahwa HDL mencegah aterosklerosis atau nonaterogenik. Kadar HDL yang rendah seringkali merefleksikan adanya faktorfaktor aterogenik yang lainnya. VLDL merupakan lipoprotein yang kaya trigliserida,merupakan persen dari total serum kolesterol. Apolipoprotein yang utama dalam VLDL adalah apo B-100, apo Cs (C-I, C-II, and C-III), dan apo E. VLDL diproduksi dalam hepar

10 10 dan merupakan perkursor dari LDL. VLDL remnant merupakan bentukan VLDL yang bersifat aterogenik (mirip dengan LDL) dimana VLDL remnant ini mengandung VLDL yang mengalami degradasi parsial dan mengandung kolesterol ester yang relatif tinggi. IDL sebenarnya termasuk dalam lipoprotein remnant walaupun secara klinis pengukuran IDL biasanya dimasukkan kedalam pengukuran LDL. Kilomikron yang merupakan lipoprotein kelas ke-4 merupakan lipoprotein yang kaya trigliserida. Kilomikron terbentuk dalam usus setelah konsumsi makanan berlemak. Apolipoprotein yang ada dalam kilomikron sama dengan yang ada dalam VLDL, hanya saja apo B-48 yang ditemukan (bukan apo B-100 seperti yang ada pada VLDL). Kilomikron remnant yang merupakan kilomikron yang mengalami degradasi parsial kemungkinan bersifat aterogenik Trigliserida tidak larut dalam darah, dan tidak bersirkulasi bebas dalam darah. Trigliserida bersirkulasi dalam bentuk kilomikron dan pre-beta lipoprotein (very low density lipoproteins [VLDL]). Sekitar 80% kilomikron dan 55% pre-beta lipoprotein merupakan trigliserida. Total kolesterol yang tinggi merupakan faktor risiko yang sangat penting dalam timbulnya penyakit kardiovaskular, semakin tinggi kadar total kolesterol maka semakin tinggi risiko untuk terjadinya penyakit pembuluh darah jantung, sebaliknya dengan menurunkan kadar kolesterol total yang tinggi akan mengurangi risikonya (Kumar & Clark, 2009). Kolesterol dianalisis dengan cara pemeriksaan dengan metode kolesterol oksidase, trigliserida dianalisis dengan cara metode ensimatik setelah terjadi 10

11 11 hidrolisis dan pelepasan gliserol. HDL diukur sebagai kolesterol pada supernatant yang terdapat pada serum setelah terjadi presipitasi dari lipoproteinlipoprotein lainnya dengan kombinasi kation polianion-divalen seperti phospotungstate-mg ++ atau heparin-mn ++. LDL dapat diukur secara tidak langsung dengan perhitungan rumus persamaan Friedewald, yaitu : LDL (mmol/l) = kolesterol total - [(trigliserida/5) + HDL)]. Dimana rumus di atas berlaku apabila trigliserida tidak melebihi dari 400 mg/dl atau 4,516 mmol/l (Grundy et al., 2004) Berikut adalah klasifikasi kadar kolesterol pada manusia yang dikutip dari ATP III (Adult Treatment Panel III) yang ditetapkan oleh National Cholesterol Education Program, National Institutes of Health, Lung and Blood Institutes, 2002 : Tabel 1.1 Klasifikasi Total kolesterol dan LDL kolesterol menurut ATP III, 2002

12 12 Tabel 1.2. Klasifikasi serum trigliserda menurut ATP III, 2002 Tabel 1.3. Klasifikasi HDL Kolesterol menurut ATP III, Hubungan Kolesterol dengan Aterosklerosis pada Proses Penuaan Ketertarikan para peneliti untuk berjuang menemukan obat-obat penurun kolesterol disebabkan karena peranan kolesterol sebagai etiologi yang menyebabkan terjadinya aterosklerosis. Aterosklerosis merupakan predisposisi terjadinya infark miokardium, trombosis serebri, iskemik gangren pada ekstremitas, dan beberapa penyakit serius lainnya. Keadaan tersebut ditandai dengan terjadinya infiltrasi kolesterol melalui endothel pembuluh darah arteri sehingga terbentuk akumulasi kolesterol dalam tunika intima dimana LDL mengalami proses oksidasi. LDL yang teroksidasi bersifat toksik dan akan menimbulkan proses inflamasi. LDL yang teroksidasi kemudian masuk kedalam makrofag, mengubah makrofag menjadi foam cells dalam dinding arteri. Hal 12

13 13 tersebut kemudian diikuti dengan perubahan secara berantai yang melibatkan selsel platelet, makrofag, sel otot polos, growth factors, dan mediator-mediator inflamasi sehingga menyebabkan terbentuknya lesi-lesi proliferatif yang pada akhirnya menjadi ulcerative dan dapat mengalami kalsifikasi. Lesi-lesi yang terbentuk menyebabkan pembuluh darah distorsi sehingga menjadi kaku. Demikianlah proses yang terjadi pada pembuluh darah pada saat seseorang mengalami proses penuaan. Pada orang-orang yang mengalami peningkatan kadar kolesterol, insiden terjadinya arterosklerosis beserta komplikasinya meningkat. Bahkan sebuah data mengatakan satu dari enam orang yang mengalami serangan jantung koroner langsung mengalami kematian, tanpa ada gejala apapun sebelumnya (Kumar & Clark, 2009). Sudah terbukti dengan menurunkan kolesterol plasma dengan mengontrol diet dan obat-obatan akan memperlambat bahkan membalikkan perkembangan lesi aterosklerotik beserta komplikasinya 2.3 Bawang Putih (Allium Sativum) Bawang putih telah lama menjadi bagian kehidupan masyarakat di berbagai peradaban dunia. Namun belum diketahui secara pasti sejak kapan tanaman ini mulai dimanfaatkan dan dibudidayakan. Awal pemanfaatan bawang putih diperkirakan berasal dari Asia Tengah. Hal ini didasarkan pada temuan sebuah catatan medis yang berusia sekitar 5000 tahun yang lalu (3000 SM). Dari Asia Tengah kemudian menyebar ke seluruh dunia, termasuk Indonesia (Santoso, 2000). Bangsa Sumeria telah mengenal bawang putih untuk pengobatan, sekitar tahun SM. Sedangkan bangsa Mesir Kuno, dalam Codex Ebers (1550

14 14 SM), mengenal bawang putih sebagai bahan ramuan untuk mempertahankan stamina tubuh para pekerja dan olahragawan. Orang Yahudi kuno mempelajari pemanfaatan bawang putih dari Bangsa Mesir dan menyebarkannya ke semenanjung Arab. Penduduk Romawi diketahui telah lama mengkonsumsi bawang putih terutama, para tentara dan budak. Penduduk Cina dan Korea sudah biasa memanfaatkan bawang putih sebagai obat dan pengusir roh jahat (Banerjee dan Maulik, 2002; Yarnell, 1999). Bangsa Mesir, Yunani, dan Romawi Kuno sangat memuji khasiat bawang putih dan menggunakannya untuk berbagai macam tujuan. Hippocrates menyarankan penggunaannya untuk mengobati sembelit dan sebagai diuretik. Bawang putih dipercaya dapat meningkatkan stamina para kuli yang membangun piramid, meningkatkan keberanian tentara Romawi dan melawan roh-roh jahat. Teks kuno Charaka-Samhita dari India menyebutkan khasiat bawang putih untuk serangan jantung dan arthritis. Bawang putih juga masuk dalam catatan kuno India lainnya, yaitu Bower Manuscript (300 SM) (Banerjee dan Maulik, 2002; Yarnell, 1999). Bawang putih mencapai Eropa beberapa abad sebelum akhirnya dibawa ke Amerika (Yarnell, 1999). Kapan tanaman tersebut masuk Indonesia, belum diketahui dengan pasti, diduga dibawa oleh para pedagang dari India, Cina, Arab, dan Portugis pada abad 19. Beberapa laporan studi klinis termasuk meta analisis menemukan efek penurunan kolesterol pada manusia (Kannar et al., 2001, Amagase, 2006). Penemuan penemuan di atas meningkatkan kesadaran publik mengenai efek penurunan kolesterol yang ditimbulkan oleh bawang putih. Walaupun demikian, 14

15 15 publikasi yang datang akhir-akhir ini (Superko & Krauss, 2000, Turner et al., 2004) menyatakan tidak semua sediaan bawang putih bersifat hipokolesterolemik. Publikasi negatif ini menyebabkan kebingungan dan keragu-raguan bagi pihak publik maupun akademik. Saat ini alasan mengapa terjadi inkonsistensi di atas masih belum diketahui secara jelas, tetapi secara logika diduga oleh karena perbedaan komponen yang terbentuk pada saat pembuatan sediaan bawang putih, kuantitas preparat dan durasi penelitian Morfologi dan ekologi Berikut ini adalah klasifikasi dari tumbuhan bawang putih atau yang dikenal juga sebagai Allium Sativum: Kingdom: Plantae Subkingdom: Tracheobionta Super Divisi: Spermatophyta Divisi: Magnoliophyta Kelas: Liliopsida Sub Kelas: Liliidae Ordo: Liliales Famili: Liliaceae Genus: Allium Spesies: Allium sativum L. Bawang putih merupakan tanaman herba parenial yang membentuk umbi lapis. Tanaman ini tumbuh secara berumpun dan berdiri tegak sampai setinggi cm. Batang yang tampak di atas permukaan tanah adalah batang semu yang

16 16 terdiri dari pelepah pelepah daun. Sedangkan batang yang sebenarnya berada di dalam tanah. Dari pangkal batang tumbuh akar berbentuk serabut kecil yang banyak dengan panjang kurang dari 10 cm. Akar yang tumbuh pada batang pokok bersifat rudimenter, berfungsi sebagai alat penghisap makanan (Santoso, 2000). Bawang putih membentuk umbi lapis berwarna putih. Sebuah umbi terdiri dari 8 20 siung (anak bawang). Antara siung satu dengan yang lainnya dipisahkan oleh kulit tipis dan liat, serta membentuk satu kesatuan yang kuat dan rapat. Di dalam siung terdapat lembaga yang dapat tumbuh menerobos pucuk siung menjadi tunas baru, serta daging pembungkus lembaga yang berfungsi sebagai pelindung sekaligus gudang persediaan makanan. Bagian dasar umbi pada hakikatnya adalah batang pokok yang mengalami rudimentasi (Santoso, 2000; Zhang, 1999). Helaian daun bawang putih berbentuk pita, panjang dapat mencapai cm dan lebar 1 2,5 cm. Jumlah daun 7 10 helai setiap tanaman. Pelepah daun panjang, merupakan satu kesatuan yang membentuk batang semu. Bunga merupakan bunga majemuk yang tersusun membulat; membentuk infloresensi payung dengan diameter 4 9 cm. Perhiasan bunga berupa tenda bunga dengan 6 tepala berbentuk bulat telur. Stamen berjumlah 6, dengan panjang filamen 4 5 mm, bertumpu pada dasar perhiasan bunga. Ovarium superior, tersusun atas 3 ruangan. Buah kecil berbentuk kapsul loculicidal (Zhang, 1999). Bawang putih umumnya tumbuh di dataran tinggi, tetapi varietas tertentu mampu tumbuh di dataran rendah. Tanah yang bertekstur lempung berpasir atau lempung berdebu dengan ph netral menjadi media tumbuh yang baik. Lahan 16

17 17 tanaman ini tidak boleh tergenang air. Suhu yang cocok untuk budidaya di dataran tinggi berkisar antara O C dengan curah hujan sekitar mm pertahun, sedangkan suhu untuk dataran rendah berkisar antara O C (Santoso, 2000). Bawang putih merupakan umbi yang dapat dimakan, merupakan tumbuhan yang termasuk dalam lily family (lilliaceace), berwarna putih susu, yang dapat ditemukan di berbagai negara di dunia. Bawang putih sudah dikenal selama ribuan tahun sebagai tanaman obat, bahkan tercatat dalam sejarah di Yunani dipergunakan oleh seorang dokter yang bernama Galen ( A.D) dan disebut sebagai obat yang sangat mujarab (Mahan & Stump, 2000). Satu siung bawang putih mengandung sekitar 0.2 g protein, 0.01 g lemak, kira-kira mg karbohidrat, 0.05 g serat, vitamin A, B1, B2, B3 dan C. Mineral yang terkandung dalam bawang putih adalah Kalium, Fosfor, Natrium, Besi, Magnesium, dan Zinc. Sedangkan selenium dan germanium hanya didapatkan apabila bawang putih ditanam dalam tanah yang tepat. Bawang putih mengandung kadar Sulfur yang tinggi, barangkali merupakan sumber sulfur yang tertinggi dari tanaman. Unsur kimia dari bawang putih merupakan senyawa yang mengandung sulfur, termasuk allicin, diallyl disulfide dan diallyl trisulfide, semua merupakan minyak yang mudah menguap (volatil), serta S-allyl cysteine (SAC), asam amino yang larut dalam air (Murray, 1995). Penggunaan bawang putih yang terbanyak adalah sebagai makanan pelengkap yaitu suatu produk yang mengandung vitamin, mineral, tumbuh-tumbuhan, asam amino, enzim, dan/atau zat lain yang ditujukan untuk melengkapi diet sehari-hari.

18 18 The U.S. Food and Drug Administration (FDA) mempunyai persyaratan khusus untuk memberi label sebagai dietary supplements dimana bawang putih dianggap sebagai makanan dan bukan sebagai obat ditujukan untuk dislipidemia, penyakit jantung dan tekanan darah tinggi/hipertensi. Bawang putih juga digunakan untuk mencegah beberapa jenis kanker, termasuk kanker lambung dan kolon. Siung bawang putih dapat dimakan mentah ataupun dimasak. Dapat dikeringkan ataupun digiling menjadi bubuk sehingga dapat dijadikan tablet ataupun kapsul. Siung bawang putih mentah dapat digunakan untuk membuat minyak dan ekstrak liquid. Secara ilmiah didapatkan fakta sebagai berikut: a. Beberapa bukti mengindikasikan bahwa konsumsi bawang putih dapat menurunkan kadar kolesterol darah, dimana studi jangka pendek (1-3 bulan) menunjukkan efek yang positif, b. Penelitian pendahuluan memperkirakan bahwa konsumsi bawang putih mungkin memperlambat terjadinya aterosklerosis, c. Bukti-bukti masih meragukan apakah dengan menkonsumsi bawang putih dapat menurunkan tekanan darah, d. Beberapa studi memperkirakan konsumsi bawang putih secara teratur sebagai bagian dari diet sehari-hari mungkin dapat menurunkan risiko terjadinya beberapa jenis kanker. Walaupun masih belum ada clinical trial yang dilakukan untuk membuktikannya, 18

19 19 e. Beberapa penelitian yang didanai oleh NCCAM belakangan ini termasuk bagaimana bawang putih berinteraksi terhadap beberapa obat2an, dan bagaimana bawang putih dapat mengencerkan darah, f. Dari berbagai penelitian in vitro, ekstrak umbi bawang putih diketahui memilki aktivitas anti-oksidatif (Borek, 2001). Disebutkan dalam beberapa studi bahwa bawang putih menghambat oksidasi LDL kolesterol dimana LDL yang teroksidasi adalah zat yang merusak pembuluh darah, sehingga bawang putih dapat mengurangi plak aterosklerotik, menghambat deposit kalsium yang mengeraskan arteri, mengurangi tekanan darah, menghalangi agregasi platelet yang membentuk gumpalan darah, dan mengurangi homocysteine (suatu asam amino yang meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular dan stroke). Bawang putih merupakan tumbuh-tumbuhan yang paling banyak terjual di pasaran Amerika dan merupakan salah satu tumbuhan yang banyak diteliti, terutama 20 tahun terakhir (Leung & Foster, 1996). Penggunaan bawang putih sebagai zat terapeutik yang terbanyak adalah untuk mengobati hiperlipoproteinemia (misalnya: menurunkan kadar serum kolesterol total dan trigliserida), juga sering dipakai sebagai antibiotik (Tyler,1994).

20 Senyawa Kimia dalam Bawang Putih Nonvolatile sulfur containing prekursor pada bawang putih yang masih utuh. Mayoritas senyawa yang mengandung sulfur dalam bawang putih yang masih utuh adalah γ-glutamyl-s-allyl-l-cysteines dan S-allyl-L-cysteine sulfoxides (aliin). Keduanya terdapat dalam jumlah yang banyak sebagai senyawa sulfur, dimana alliin merupakan senyawa utama asam amino yang mengandung sulfur yang tidak berbau, merupakan prekursor dari allicin, methiin, (+)-S-(trans-1- propenyl)-l-cysteine sulfoxide dan cycloalliin. Semua sulfoxides di atas, terkecuali cycloalliin, dikonversi menjadi thiosulfinates, misalnya allicin melalui reaksi enzimatik ketika bawang putih 20

21 21 dipotong atau dihancurkan. Oleh karenanya tidak ada thiosulfinates yang ditemukan pada bawang putih yang masih utuh. γ-glutamyl-s-allyl-l-cysteines kemudian dikonversi menjadi S-allyl-Lcysteines (SAC) melalui transformasi enzimatik dengan γ-glutamyltranspeptidase pada saat bawang putih diesktrak dengan pelarut cairan. SAC yang merupakan hasil produk utama dari γ-glutamyl-s-allyl-l-cysteines merupakan sulfur asam amino yang terdeteksi dalam darah, terbukti sebagai zat yang aktif secara biologis dan bioavailabel Metabolit sekunder : organosulfur Metabolit sekunder yang terkandung di dalam umbi bawang putih membentuk suatu sistem kimiawi yang kompleks serta merupakan mekanisme pertahanan diri dari kerusakan akibat mikroorganisme dan faktor eksternal lainnya. Sistem tersebut juga ikut berperan dalam proses perkembangbiakan tanaman melalui pembentukan tunas (Amagase et al., 2001). Sebagaimana kebanyakan tumbuhan lain, bawang putih mengandung lebih dari 100 metabolit sekunder yang secara biologi sangat berguna. Senyawa ini kebanyakan mengandung belerang yang bertanggungjawab atas rasa, aroma, dan sifat-sifat farmakologi bawang putih (Hernawan & Setyawan, 2003). Dua senyawa organosulfur paling penting dalam umbi bawang putih, yaitu asam amino non-volatil γ-glutamil-salk(en)il-l-sistein (1) dan minyak atsiri S- alk(en)ilsistein sulfoksida atau alliin (2). Dua senyawa di atas menjadi prekursor sebagian besar senyawa organosulfur lainnya. Kadarnya dapat mencapai 82% dari keseluruhan senyawa organosulfur di

22 22 dalam umbi (Zhang, 1999). Senyawa γ-glutamil-s-alk(en)il-l-sistein (1) merupakan senyawa intermediet biosintesis pembentukan senyawa organosulfur lainnya, termasuk alliin (2). Senyawa ini dibentuk dari jalur biosintesis asam amino. Dari γ-glutamil-salk(en)il-l-sistein (1), reaksi enzimatis yang terjadi akan menghasilkan banyak senyawa turunan, melalui dua cabang reaksi, yaitu jalur pembentukan thiosulfinat dan S-allil sistein (SAC) (4) (Gambar 1). Dari jalur pembentukan thiosulfinat akan dihasilkan senyawa allicin (3). Selanjutnya dari jalur ini akan dibentuk kelompok allil sulfida, dithiin, ajoene, dan senyawa sulfur lain (Song dan Milner, 2001). Proses reaksi pemecahan γ-glutamil-s-alk(en)il- L-sistein (1) berlangsung dengan bantuan enzim γ- glutamil transpeptidase dan γ-glutamil-peptidase oksidase, serta akan menghasilkan alliin (2) (Song dan Milner, 2001). Pada saat umbi bawang putih diiris-iris dan dihaluskan dalam proses pembuatan ekstrak atau bumbu masakan, enzim allinase menjadi aktif dan menghidrolisis alliin (2) menghasilkan senyawa intermediet asam allil sulfenat 22

23 23 (5). Kondensasi asam tersebut menghasilkan allicin (3), asam piruvat, dan ion NH4+ (Gambar 2). Satu miligram alliin (2) ekuivalen dengan 0,45 mg allicin (3) (Zhang, 1999). Pemanasan dapat menghambat aktivitas enzim allinase. Pada suhu di atas 60 o C, enzim ini inaktif Asam amino alliin (2) akan segera berubah menjadi allicin begitu umbi diremas (Song dan Milner, 2001). Gambar 2.1 Jalur pemecahan γ-glutamil-s-alk(en)il- L-sistein

24 24 Gambar 2.2 Reaksi pembentukan allicin Allicin (3) bersifat tidak stabil (Amagase et al., 2001), sehingga mudah mengalami reaksi lanjut, tergantung kondisi pengolahan atau faktor eksternal lain seperti penyimpanan, suhu, dan lain-lain. Ekstraksi umbi bawang putih dengan etanol pada suhu di bawah 0 oc, akan menghasilkan alliin (2). Ekstraksi dengan etanol dan air pada suhu 25 oc akan menghasilkan allicin (3) dan tidak menghasilkan alliin (2). Sedang ekstraksi dengan metode distilasi uap (100 oc ) menyebabkan seluruh kandungan alliin berubah menjadi senyawa allil sulfida (Zhang, 1999). Oleh karena itu proses ekstraksi perlu dilakukan pada suhu kamar. Pemanasan dapat menurunkan aktivitas anti-kanker ekstrak umbi bawang putih. Pengolahan ekstrak dengan microwave selama 1 menit menyebabkan hilangnya 90% kinerja enzim allinase. Pemanasan dapat menyebabkan reaksi pembentukan senyawa allil-sulfur terhenti (Song dan Milner, 2001). 24

25 25 Allicin (3) merupakan prekursor pembentukan allil sulfida, misalnya diallil disulfida (DADS) (6), diallil trisulfida (DATS) (7), diallil sulfida (DAS) (8), metallil sulfida (9), dipropil sulfida (10), dipropil disulfida (11), allil merkaptan (12), dan allil metil sulfida (13). Kelompok alllil sulfida memiliki sifat dapat larut dalam minyak. Oleh karena itu, untuk mengekstraknya digunakan pelarut nonpolar (Gupta dan Porter, 2001). Pembentukan kelompok ajoene, misalnya E-ajoene (14) dan Z-ajoene (15), serta kelompok dithiin, misalnya 2-vinil-(4H)-1,3- dithiin (16) dan 3-vinil-(4H)- 1,2-dithiin (17), juga berawal dari pemecahan allicin (3) (Zhang, 1999). Senyawa organosulfur lain yang terkandung dalam umbi bawang putih antara lain, S-propilsistein (SPC) (18), S-etil-sistein (SEC) (19), dan S-metil- sistein (SMC) (20). Umbi bawang putih juga mengandung senyawa organo-selenium dan tellurium, antara lain Se-(metil)selenosistein (21), selenometionin (22), dan selenosistein (23). Senyawa-senyawa di atas (18 23) mudah larut dalam air (Gupta dan Porter, 2001). Beberapa senyawa bioaktif flavonoid penting yang telah ditemukan antara lain: kaempferol-3-o-β-dglukopiranosa (24) dan iso-rhamnetin-3-o-β- Dglukopiranosa (25) (Kim et al., 2000). Senyawa frukto-peptida yang penting, yaitu Nα-(1-deoxy-Dfructose- 1-yl)-L-arginin (26) (Ryu et al., 2001).

26 26 26

27 27 Ekstrak segar umbi bawang putih dapat disimpan lama dalam ethanol 15 20%. Penyimpanan selama sekitar 20 bulan pada suhu kamar akan menghasilkan AGE (aged garlic extract). Selama penyimpanan, kandungan allicin (3) akan menurun dan sebaliknya diikuti naiknya konsentrasi senyawa-senyawa baru. Senyawa yang dominan terkandung adalah S-alil sistein (4) dan S- allilmerkaptosistein (SAMC) (27) (Banerjee dan Maulik, 2002; Amagase et al., 2001). Selain dalam bentuk ekstrak padatan, umbi bawang putih dapat pula diolah melalui distilasi uap menjadi minyak atsiri bawang putih yang banyak digunakan dalam pengobatan. Kandungan kimia minyak atsiri bawang ini secara umum terdiri dari 57% diallil sufida (8), 37% allil metil sulfida (13), dan 6% dimetil sulfida. Minyak bawang komersial umumnya mengandung 26% diallil disulfida (6), 19% diallil trisulfida (7), 15% allil metil trisulfida, 13% allil metil disulfida, 8% diallil tetrasulfida, 6% allil metil tetrasulfida, 3% dimetil trisulfida, 4% pentasulfida, dan 1% heksasulfida.

28 28 Minyak bawang hasil maserasi mengandung kelompok vinyl-dithiin 0,8 mg/g dan ajoena 0,1 mg/g, sedangkan ekstrak eter mengandung vinyl-dithiin 5,7 mg/g, allil sulfida 1,4 mg/g, dan ajoena 0,4 mg/g (Banerjee dan Maulik, 2002) Senyawa organosulfur pada proses pembuatan preparat bawang putih a. Pembentukan thiosulfinate Pada saat siung bawang putih dihancurkan maka terbentuklah thiosulfinates seperti misalnya allicin melalui serangkaian reaksi kimia dari sulfur-substituted cysteine sulfoxides, ditempatkan dalam sitoplasma bersamaan dengan alliinase didalam vakuola, melalui sulfur substituted sulfenic acid sebagai intermediate yang sangat reaktif (gambar 3. Enzymatic reaction of sulfur substituted cysteine sulfoxides) Selain allicin, terdapat thiosulfinates lainnya seperti allylmethyl-methylallyl-, dan tans-1-propenyl-thiosulfinates didalam peraprat bawang putih. Sifat-sifat mereka tidak stabil serupa dengan allicin. Pada saat allicin disimpan pada suhu 20 C selama 20 jam, ternyata mengalami perubahan menjadi diallyl disulfide (DADS) (66%), diallyl sulfides (DAD) (14%), diallyl trisulfide (9%), dan sulfur dioxide. Allicin sangat mudah bereaksi dengan asam amino dan protein, menghasilkan SH grup. Freeman menemukan bahwa allicin terikat pada protein dan asam lemak dalam membran plasma, oleh karenanya tidak dapat diabsorbsi dan tidak dapat bersirkulasi dalam darah. Pada kenyataannya, tidak ada allicin yang dideteksi dalam darah setelah memakan bawang putih mentah ataupun setelah mengkonsumsi allicin murni. 28

29 29 Gambar 2.3. Enzymatic reaction of sulfur substituted cysteine sulfoxides. (Amagase, 2006) Alliinase merupakan enzim kunci yang memfasilitasi transformasi cysteine sulfoxides menjadi thiosulfinates. Enzim tersebut memiliki PH optimal 6,5 dengan S-methyl-L-cysteine sebagai substratnya. Sebagai tambahan, pyridoxal phosphate menstimulasi aktivitas alliinase sebagai kofaktor. Aktivitas alliinase yang tergantung pada PH terlihat pada saat allicin dan thiosulfinates lainnya dilepaskan waktu dilakukan inkubasi serbuk bawang putih dalam larutan buffer PH 2 sampai dengan 10. Thiosulfinates tidak terbentuk pada PH yang lebih rendah dari 3.6, yang merupakan PH normal dalam lambung. Bahkan thiosulfinates tidak pernah terbentuk walaupun larutan tersebut telah dinetralisasi apabila sebelumnya sudah sempat diinkubasi pada PH yang lebih rendah dari 3. Oleh karenanya disimpulkan bahwa alliinase secara keseluruhan dan ireversibel diinhibisi oleh keasaman lambung. Freeman et al. juga melaporkan

30 30 bahwa tidak ada preparat bawang putih yang mengandung allicin, bahkan allicin tidak terbentuk didalam cairan lambung. Oleh karenanya, allicin seharusnya tidak menjadi struktur kimia yang penting dalam produk preparat bawang putih. Berbagai temuan secara jelas menunjukkan bahwa allicin dalam bawang putih tidak ikut serta berperperan penting pada tubuh manusia. Allicin diketahui sebagai bahan yang bersifat sementara, dan secara cepat terurai menjadi senyawa sulfur lainnya, dan bukan merupakan senyawa penting yang aktif dari bawang putih b. Organosulfur Volatiles Bawang putih yang telah diproses memiliki organosulfur volatiles yang jauh lebih bervariasi dibandingkan dengan siung bawang putih yang masih utuh. Volatiles yang telah berhasil diidentifikasi dalam bawang putih yang sudah dihancurkan dan minyak esensial bawang putih adalah DAS, DADS, diallyl trisulfide, methylallyl disulfide, methylallyl trisulfide, 2-vinyl-4H-1, 3-dithiin, 3- vinyl-4h-1, 2-dithiin, dan (E,Z)-ajoenes. Lebih dari 20 sulfides telah dapat diidentifikasi dalam minyak bawang putih, dan kebanyakan dari sulfides tersebut, terutama yang mengandung grup allyl meyebabkan aroma dan rasa bawang putih yang khas pada saat dicerna. Dalam minyak bawang putih mayoritas sulfides adalah DAS (57%), allylmethyl (37%) dan dimethyl (6%), mono hexasulfides, dan sebagian kecil allyl 1-propenyl dan methyl 1-propenyl di-, tri- dan tetrasulfides. Vinyldithiins merupakan produk yang hasil degradasi allicin pada saat proses pemanasan. Produksi vinyldithiins akan lebih banyak apabila solven yang kurang polar seperti misalnya hexane digunakan sebagai pelarut. Vinildithiins terutama 2-30

31 31 vinyl-4h-1,3 dithiin sangat banyak ditemukan pada bawang putih yang telah dimaserasi dengan minyak. Apitz-Castro et al yang pertama kali melakukan isolasi ajoene dari ekstrak bawang putih, dimana ajoene merupakan zat antitrombotik yang poten. Dikatakan bahwa ajoene terbentuk dari S-thioallylation yang berasal dari allicin., selain itu juga didapatkan juga senyawa organosulfur yang menyerupai ajoene yaitu E-4,5-9-tritriadeca-1,7-diene-9-oxide yang diisolasi dari maserasi minyak bawang putih (Amagase, 2006). c. Senyawa organosulfur yang larut air Ekstrak bawang putih dengan air ataupun alkohol mempunyai kandungan utama S-allyl-L-cysteines yang berasal dari γ-glutamyl-s-allyl-l-cysteines (gambar 4). S-allyl-L-cysteines (SAC) dan trans-s-1-propenyl-l-cysteine (SIPC), bersamaan dengan sejumlah kecil S-methyl-L-cysteine ditemukan dalam ekstrak bawang putih seperti AGE. Derivat cysteine ini tidak berwarna, tidak berbau dan stabil dalam keadaan padat ataupun cair, pada kondisi yang netral maupun asam. SAC memberikan proteksi terhadap oksidasi, radikal bebas, kanker dan penyakit kardiovaskular. Terlebih lagi ternyata S-allylmercapto-L-cysteine yang secara in vivo memiliki efek hepatoproteksi, ternyata memiliki sifat proteksi kanker prostat pada manusia, dan juga bersifat antioksidan secara in vitro. Dimana senyawa di atas merupakan senyawa khas yang terdapat dalam AGE.

32 32 Gambar 2.4 Variasi dari S-allylcysteines yang berasal dari γ-glutamyl- S -allyl L-cysteines. (Amagase, 2006) Komponen non-sulfur, steroid saponin Saponin memiliki sifat-sifat yang khas, yaitu apabila dikocok dengan air akan membentuk busa yang bersifat stabil, memiliki aktivitas hemolitik dan bercita rasa pahit. Saponin digolongkan menjadi dua, yaitu triterpenoid saponin dan steroid saponin berdasarkan struktur molekuler aglycone. Triterpenoid saponin dapat ditemukan pada beberapa obat-obatan herbal yang lain seperti ginsenosides pada ginseng dan glycyrrhizin pada licorice. Steroid saponin kemudian dipisahkan lagi menjadi furostanol dan spirostanol saponin. Steroid saponin dan sapogenins dapat dianggap sebagai marker kimia yang dapat dipercaya pada sediaan bawang putih selain sediaan yang berbentuk minyak. Sebuah penelitian menyatakan bahwa efek penurunan kolesterol pada bawang putih kemungkinan disebabkan oleh saponin (Amagase, 2006). Studi lain melaporkan bahwa fraksi crude glycoside (Matsuura H, 2001 and Slowing et al., 2001) dari ekstrak metanol bawang putih, yang mengandung spirostanol saponin yang diproduksi dari konversi furostanol saponins melalui b-glucosidase melalui 32

33 33 b-glucosidase, menurunkan total plasma kolesterol dan LDL kolesterol tanpa merubah kadar HDL pada binatang yang dislipidemia. Saponin yang berasal dari tumbuh-tumbuhan terbukti dapat menghambat absorbsi kolesterol pada hewan percobaan, sehingga menurunkan kadar kolesterol plasma. Beberapa senyawa kimia lain dalam bawang putih seperti allicin dan organo-selenium diduga bekerja secara sinergis dengan senyawa organosulfur untuk menimbulkan efek biologis termasuk penurunan kadar kolesterol Bioavailabilitas dan metabolisme dari senyawa organosulfur Bioavailabilitas komponen-komponen kimia yang aktif didalam tubuh sangat penting untuk diketahui, tetapi data yang didapatkan dari studi preklinis dan klinis masih sangat terbatas mengenai bagaimana bawang putih diabsorbsi, metabolisme dan distribusinya didalam tubuh. a. Aliin Pada penelitian dengan mencit, 10 menit setelah diberikan alliin peroral (10mg/mencit), alliin diobservasi terdapat dalam perut (7.2%), usus (22.4%), dan liver (2.5%) tanpa pembentukan allicin beserta produk degradasinya seperti DADS, vinyl dithiins dan allyl-ss conjugated compounds. Dalam penelitian yang lain, alliin menunjukkan konsentrasi plasma yang lebih rendah dengan bioavailabilitas 16.5% dalam 4 jam setelah diberikan peroral 60mg/kg pada tikus (Amagase, 2006). Dalam sebuah studi farmakokinetik yang menggunakan S- labelled alliin, ternyata 60-70% diabsorbsi pada tikus. Ditemukan bahwa alliin bersamaan dengan DADS terdeteksi dalam cairan jaringan setelah melalui jaringan hepar pada tikus, dimana allicin tidak ditemukan. Temuan di atas

34 34 mengindikasikan bahwa alliin tidak pernah dikonversi menjadi allicin didalam tubuh dan akan dimetabolisme menjadi berbagai macam senyawa organosulfur seperti DADS oleh enzym dalam hepar (Amagase 2006). b. Allicin. Belum ada penelitian yang dilakukan untuk mengetahui absorbsi allicin dalam saluran cerna. Freeman et al. melaporkan bahwa allicin secara cepat yaitu dalam beberapa menit menghilang dari peredaran darah dimana DAS dan allylmercaptan dibentuk. Pada saat allicin tecampur dalam darah in vitro, hampir semuanya menghilang dalam beberapa menit karena allicin terikat pada protein dari sel darah merah dan langsung mengoksidasinya. Diperkirakan allicin yang dikunyah dalam mulut, akan segera terikat dalam lumen dan terperangkap didalamnya sehingga pada saat siung bawah putih dikunyah akan terasa aroma yang tajam dalam mulut. Oleh karenanya allicin tidak akan melewati membran saluran cerna melalui serosa untuk masuk kedalam peredaran darah. Egen- Schwind et al. melaporkan first pass effect yang luar biasa pada jaringan hepar tikus yang dilakukan perfusi yang terisolasi. DADS segera terbentuk setelah diinfus dengan allicin konsentrasi rendah. Kemudian ditemukan pembentukan allylmercaptan dalam cairan empedu dan juga dalam jaringan hepar. Tidak ditemukan allicin dalam hepar. Sehingga disimpulkan bahwa allicin bukan merupakan komponen bawang putih yang secara biologis aktif. Meskipun allicin dilaporkan akan mengalami metabolisme menjadi allyl methyl sulfoxide (AMS) dan dilepaskan bersamaan dengan nafas, belum diketahui jelas konsentrasi dalam darah dan bioavaibilitasnya. Oleh karenanya AMS belum 34

35 35 dinyatakan sebagai hasil metabolisme aktif dari allicin. Tidak dapat dibuktikan bahwa allicin dan AMS merupakan senyawa aktif atau dianggap dapat mewakili akitivitas biologis bawang putih secara keseluruhan. c. Organosulfure volatiles. DASs dan vinyldithiins merupakan komponen utama dari minyak bawang putih dan preparat yang memakai teknik maserasi dengan minyak. d. S-Allyl-L-cysteine. SAC merupakan senyawa organosulfur yang larut dalam air, konsentrasinya terus meningkat pada proses ekstraksi yang lama menggunakan media cairan. Farmakokinetik SAC telah diketahui secara pasti in vivo. SAC terdeteksi dalam darah, pada hewan percobaan konsentrasi dan parameter farmakokinetik nya sangat berhubungan dengan dosis peroral SAC. Ditemukan hasil metabolisme SAC yang signifikan dalam urine yaitu sebagai N-acetyl-S-allyl-L-cysteine. Ini menunjukkan bahwa SAC dapat berubah menjadi hasil metabolisme N-acetylated oleh N-acetyltransferse dalam tubuh. Bioavaibilitas SAC adalah 103.0% pada mencit, 98.2% pada tikus. Karena SAC ditemukan pada berbagai preparat bawang putih dan memiliki banyak efek, selain dari bioavaibilitasnya yang tinggi maka dipastikan bahwa SAC merupakan zat aktif dalam preparat bawang putih. SAC dianggap mempunyai peranan dalam aktivitas biologis yang ditimbulkan oleh bawang putih. Standarisasi preparat bawang putih menggunakan SAC sebagai marker kimia dianggap benar dan dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah Bawang putih sebagai anti kolesterol dan anti aterosklerosis

36 36 Para pakar kesehatan secara konsisten melakukan penggalian informasi khasiat bawang putih melalui penelitian farmakologi laboratoris yang sistematis. Tahapan pengujian, penelitian, dan pengembangan secara sistematis perlu dilakukan agar pemanfaatan dan khasiat bawang putih dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah (Budhi, 1994), bukan sekedar pengetahuan yang diperoleh secara turun temurun. Pembuatan catatan atau dokumentasi ilmiah atas hasil penelitian tersebut dilakukan agar dapat terus dimanfaatkan dan dikembangkan oleh generasi di masa depan. Penelitian farmakologi tentang bawang putih telah banyak dilakukan, tidak hanya secara in vivo (dengan hewan percobaan) tetapi juga in vitro (dalam tabung kultur). Hal ini ditempuh untuk membuktikan khasiat dan aktivitas biologi dari senyawa aktif bawang putih, sekaligus dosis dan kemungkinan efek sampingnya. Berbagai penelitian yang telah dikembangkan untuk mengeksplorasi aktivitas biologi umbi bawang putih yang terkait dengan farmakologi, antara lain sebagai antidiabetes, anti-hipertensi, anti-kolesterol, anti-aterosklerosis, anti-oksidan, antiagregasi sel platelet, pemacu fibrinolisis, anti-virus, antimikrobia, dan anti-kanker. Bawang putih dapat mengurangi pembekuan darah dan mengurangi tekanan darah, sehingga penting dalam terapi penyakit kardiovaskuler. Allicin dan adrenosin merupakan kandungan anti-platelet paling penting dalam bawang putih (Hernawan & Setyawan, 2003). Minyak bawang putih yang diberikan kepada pasien penyakit jantung koroner dapat menghambat agregasi platelet secara in vivo. Pemberian bawang putih dengan dosis rendah menghambat agregasi platelet tersebut (Bordia et al., 1996). 36

37 37 Dithiin (16-17) dan ajoene memiliki sifat-sifat antitrombik, bahkan ajoene kini dikembangkan untuk obat gangguan tromboembolik (Hernawan & Setyawan, 2003). Dithiin dan ajoene menurunkan kecepatan pembekuan darah karena bersifat antikoagulasi. Hal ini secara langsung dapat mengurangi risiko stroke dan penyakit kardiovaskuler (Jesse et al., 1997). Bawang putih dapat menaikkan fungsi kardiovaskuler karena dapat menjaga serangan hiperkolesterolemik, aterosklerosis, ischemia reperfusi, arrhythmia, dan infarksi. Radikal bebas merupakan penyebab utama penyakit ini dan antioksidan tampaknya dapat mengimbangi hal ini karena dapat memburu radikal bebas ini (Prasad et al., 1996). Suatu keadaan dimana kadar lemak dalam darah mengalami kenaikan melebihi batas normal disebut hiperlipidemia. Keadaan ini biasa dihadapi oleh seseorang yang mengalami masalah kegemukan. Dislipidemia meliputi dua kondisi yaitu, hiperlipidemia (kolesterol tinggi) dan hipertrigliseridemia (trigliserida tinggi). Keduanya memicu aterosklerosis dan mempertinggi risiko penyakit kardiovaskuler (Barnes, 2002). Penelitian yang menguji khasiat umbi bawang putih untuk menurunkan kadar kolesterol dalam darah telah dilakukan pada hewan percobaan dan manusia. Dari berbagai penelitian tersebut, diketahui pemberian ekstrak umbi bawang putih dengan kandungan 10 mg alliin (2) dan/atau 4000 μg allicin (3) dapat menurunkan kadar kolesterol total serum antara 10-12%; kolesterol LDL turun sekitar 15%; kolesterol HDL naik sekitar 10%; dan trigliserida turun 15% (Berthold et al., 1998; Pizorno dan Murray, 2000; Zhang et al., 2001; Yeh dan Liu, 2001).

38 38 Dalam beberapa studi meta analisis terhadap pasien yang mempunyai kadar kolesterol melebihi 200 mg/dl, dengan mengkonsumsi suplemen bawang putih 900mg/hari (setara dengan 0.5 sampai 1 siung bawang putih perhari) menurunkan kadar total serum kolesterol sebanyak kurang lebih 9% (Warshafsky et al., 2004). Suatu penelitian menjelaskan adanya penurunan rata-rata total kolesterol sebesar mmol/l (95% CI: -0.65, mmol/l), dan ini menunjukkan 12% penurunan pada subyek yang memakai terapi bawang putih dibandingkan dengan kelompok plasebo, dimana efek tersebut terlihat dalam kurun 1 bulan setelah terapi dan bertahan selama sedikitnya 6 bulan (Silagi & Neil, 1994). Senyawa SAC (4), SPC (18) dan SEC (19) pada konsentrasi 2 4 mmol/liter mampu menghambat kecepatan sintesis kolesterol antara 40 60%, sedangkan γ- glutamil-s-alk(en)il-l-sistein (1) mampu menghambat kecepatannya hingga 20 35%. Kelompok senyawa allil sulfida, yakni DADS (6), DATS (7), DAS (8), dipropil sulfida (10), dipropil disulfida (11), dan allil metil sulfida (13) pada konsentrasi 0,05 0,5 mmol/liter mampu menghambat 10 15%. Sedangkan alliin (2) tidak menunjukkan aktivitas penghambatan (Yeh dan Liu, 2001). Ekstrak segar umbi bawang putih 1 g/l menunjukkan 50% inhibitory concentration (IC50) pada aktivitas enzim squalene mono-oksigenase. Enzim tersebut merupakan enzim yang berperan dalam biosintesis kolesterol. Senyawa yang menunjukkan aktivitas penghambatan adalah selenosistein (23) (IC50 = 65 mmol/l), SAC (4) (IC50 = 110 mmol/l), alliin (2) (IC50 = 120 mmol/l), DATS (7) (IC50 = 195 mmol/l), dan DADS (6) (IC50 = 400 mmol/l). Reaksi penghambatan kerja enzim tersebut bersifat ireversibel (Gupta dan Porter, 2001). 38

39 39 Penelitian secara in vitro menggunakan hepatosit menunjukkan senyawa organosulfur bawang putih menghambat biosintesis kolesterol. Namun, tahap biosintesis yang lebih detail belum diketahui. Kemungkinan mekanisme penghambatannya melalui dua cara, yaitu: (i) penghambatan pada reaksi enzim hydroxymethylglutaryl-coa reduktase (suatu rate limiting enzym) dan (ii) penghambatan pada reaksi enzim lain, seperti squalene mono-oksigenase dan lanosterol- 14-demethylase (Pizorno dan Murray, 2000; Gupta dan Porter, 2001). Aterosklerosis merupakan penyempitan pembuluh darah karena lemak. Oleh karena itu, hubungan aterosklerosis dengan fungsi metabolisme lemak sangat erat. Kelainan metabolisme lemak, seperti hiperlipidaemia, dapat mempertinggi risiko aterosklerosis. Dari berbagai penelitian diketahui bahwa ekstrak umbi bawang putih dapat menekan terjadinya aterosklerosis (Yarnell, 1999). Perlakuan ekstrak umbi bawang putih selama 2 tahun dapat menjaga elastisitas aorta sukarelawan pada berbagai kelompok umur. Hal ini ditunjukkan dengan nilai kecepatan denyut nadi atau PWV (pulse wave velocity) dan resistensi pembuluh elastis (EVR/elastic vascular resistance) yang secara signifikan lebih rendah dari kontrol, baik pada kondisi tubuh istirahat maupun bekerja (Breithaupt-Grogle et al., 1997). Ekstrak AGE dapat mengurangi 64% area dalam aorta yang tertutup oleh lemak dan secara signifikan menurunkan kadar kolesterol. Ekstrak AGE juga dapat mengurang penebalan dinding aorta sampai 50%, mencegah perubahan fenotipe dan proliferasi jaringan otot polos pembuluh darah, dan mengurangi akumulasi lemak pada kultur makrofag. Mekanisme aktivitas biologi tersebut berkaitan

40 40 dengan pengaruh umbi bawang putih terhadap metabolisme kolesterol (Campbell et al., 2001). Gambar 2.5. Inhibisi negatif pada cholesterolgenic pathway oleh derivat-derivat bawang putih. Suatu mekanisme dimana senyawa kimia bawang putih meregulasi mundur HMG-CoA reduktase melalui inhibisi sterol 4 -methyl oxydase. Hanya beberapa intermediate kolesterol yang ditampilkan dalam gambar. (Singh & Porter, 2006) Inhibisi sintesa kolesterol diduga sebagai mekanisma utama yang menyebabkan bawang putih dapat menurunkan kadar kolesterol darah, walaupun tetap diperkirakan ada mekanisma lain yang turut berperan juga. Sebenarnya telah ada beberapa studi yang meneliti tentang efek bawang putih terhadap sintesa kolesterol pada binatang. Studi-studi tersebut khusus mempelajari penurunan 40

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lipid 2.1.1 Definisi dan Fungsi Lipid Lipid ialah senyawa organik yang memiliki sifat tidak larut dalam air, dan dapat diekstraksi oleh larutan organik nonpolar. Lipid merupakan

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KONSUMSI MAKANAN DENGAN KEJADIAN HIPERTENSI PADA LANSIA (Studi di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Jember) SKRIPSI

HUBUNGAN ANTARA KONSUMSI MAKANAN DENGAN KEJADIAN HIPERTENSI PADA LANSIA (Studi di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Jember) SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA KONSUMSI MAKANAN DENGAN KEJADIAN HIPERTENSI PADA LANSIA (Studi di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Jember) SKRIPSI diajukan guna melengkapi tugas akhir dan memenuhi salah satu syarat untuk

Lebih terperinci

HUBUNGAN TEBAL LIPATAN LEMAK BAWAH KULIT (SKINFOLD) DENGAN KADAR ASAM URAT DARAH PADA USIA DEWASA

HUBUNGAN TEBAL LIPATAN LEMAK BAWAH KULIT (SKINFOLD) DENGAN KADAR ASAM URAT DARAH PADA USIA DEWASA HUBUNGAN TEBAL LIPATAN LEMAK BAWAH KULIT (SKINFOLD) DENGAN KADAR ASAM URAT DARAH PADA USIA DEWASA SKRIPSI Oleh: ISNANY PURWANTO PUTRIE G1D010038 KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS JENDERAL

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Temu Putih (Curcuma zedoaria) Tanaman temu putih (Curcuma zedoaria (Berg) Roscoe) di berbagai negara dikenal dengan nama white tumeric (Inggris), kencur atau ambhalad

Lebih terperinci

GAYA HIDUP PADA MAHASISWA PENDERITA HIPERTENSI SKRIPSI

GAYA HIDUP PADA MAHASISWA PENDERITA HIPERTENSI SKRIPSI GAYA HIDUP PADA MAHASISWA PENDERITA HIPERTENSI SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Mencapai Derajat Sarjana S-1 Diajukan Oleh: RAMADHA WAHYU PUSPITA F 100 030 148 Kepada FAKULTAS PSIKOLOGI

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Mineral, 15,3% Lemak, 84,7 % Massa lemak bebas (FFM).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Mineral, 15,3% Lemak, 84,7 % Massa lemak bebas (FFM). BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Komposisi Tubuh Manusia Menurut J Brochek, komposisi tubuh: 62,4% Air, 16,4% Protein, 5,9% Mineral, 15,3% Lemak, 84,7 % Massa lemak bebas (FFM). Menurut Gilbert B Forber komposisi

Lebih terperinci

MADU : JENIS DAN PENGUNAANNYA

MADU : JENIS DAN PENGUNAANNYA MADU : JENIS DAN PENGUNAANNYA Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) 01-3545-1994, madu adalah cairan manis yang dihasilkan oleh lebah madu berasal dari berbagai sumber nectar. Nektar adalah semacam

Lebih terperinci

TOKSIKOLOGI UMUM FA 324620

TOKSIKOLOGI UMUM FA 324620 TOKSIKOLOGI UMUM FA 324620 Buku Ajar Dibiayai oleh Dana POM Jurusan Farmasi 2006 disusun oleh Dr.rer.nat. I Made Agus Gelgel Wirasuta, M.Si., Apt. Rasmaya Niruri, S.Si., Apt. JURUSAN FARMASI FAKULTAS MATEMATIKA

Lebih terperinci

Buku Pedoman Penggunaan Obat Secara Aman Bagi Imigran Baru (Bahasa Indonesia) ( 印 尼 文 )

Buku Pedoman Penggunaan Obat Secara Aman Bagi Imigran Baru (Bahasa Indonesia) ( 印 尼 文 ) Buku Pedoman Penggunaan Obat Secara Aman Bagi Imigran Baru (Bahasa Indonesia) ( 印 尼 文 ) Memiliki Konsep Obat, Ingin Sehat Dorongan dan perlindungan kesehatan dan kesejahteraan seluruh masyarakat, merupakan

Lebih terperinci

Lozoff dan rekan-rekannya yang didanai oleh Lembaga Kesehatan Negara (AS) mempelajari 185 anak sejak berusia satu tahun.

Lozoff dan rekan-rekannya yang didanai oleh Lembaga Kesehatan Negara (AS) mempelajari 185 anak sejak berusia satu tahun. ARTIKEL 1 BAYI KURANG GIZI, DAYA KOGNITIF BERKURANG Anak-anak yang pada masa usia mulai nol hingga lima tahun harus mendapatkan nutrisi sesuai dengan kebutuhannya, karena kurangnya salah satu unsur saja

Lebih terperinci

K 100 060 123 FAKULTAS

K 100 060 123 FAKULTAS FORMULASI TABLET HISAP EKSTRAK ETANOL DAUN CEREMAI (Phyllanthus acidus) DENGANN AMILUM MANIHOT SEBAGAI BAHAN PENGIKAT SERTA UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI TERHADAP Staphylococcus aureus SKRIPSI Oleh: AWALIAA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terbesar dan terletak di bawah kerangka iga (Sloane, 2004).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terbesar dan terletak di bawah kerangka iga (Sloane, 2004). BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hati 2.1.1 Anatomi Hati Hati merupakan kelenjar terbesar dalam tubuh manusia dengan berat kurang lebih 1,5 kg (Junqueira dkk., 2007). Hati adalah organ viseral terbesar dan

Lebih terperinci

616.362 Ind p PHARMACEUTICAL CARE UNTUK PENYAKIT HATI

616.362 Ind p PHARMACEUTICAL CARE UNTUK PENYAKIT HATI 616.362 Ind p PHARMACEUTICAL CARE UNTUK PENYAKIT HATI DIREKTORAT BINA FARMASI KOMUNITAS DAN KLINIK DITJEN BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN DEPARTEMEN KESEHATAN RI 2007 Pernyataan (Disc laimer) Kami

Lebih terperinci

BAHAN AJAR SISWA PERALATAN DAN PEMANFAATAN BIOBRIKET DAN ASAP CAIR

BAHAN AJAR SISWA PERALATAN DAN PEMANFAATAN BIOBRIKET DAN ASAP CAIR Program Keahlian : TEKNIK ENERGI TERBARUKAN (1.18) Paket Keahlian : TEKNIK ENERGI BIOMASSA (062) Mata Pelajaran : BAHAN BAKAR NABATI BAHAN AJAR SISWA PERALATAN DAN PEMANFAATAN BIOBRIKET DAN ASAP CAIR Disusun:

Lebih terperinci

INDRAYANI G 621 07 054

INDRAYANI G 621 07 054 MODEL PENGERINGAN LAPISAN TIPIS TEMU PUTIH (Curcuma Zedoaria Berg. Rosc) SKRIPSI Oleh INDRAYANI G 621 07 054 PROGRAM STUDI KETEKNIKAN PERTANIAN JURUSAN TEKNOLOGI PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sirosis hati adalah suatu penyakit yang ditandai dengan sirkulasi mikro, anatomi pembuluh darah besar, dan seluruh struktur hati mengalami perubahan menjadi irregular,

Lebih terperinci

VITAMIN DAN MINERAL: APAKAH ATLET BUTUH LEBIH?

VITAMIN DAN MINERAL: APAKAH ATLET BUTUH LEBIH? VITAMIN DAN MINERAL: APAKAH ATLET BUTUH LEBIH? Sebagai seorang atlet, Anda terbiasa mendengar tentang karbohidrat yang berguna sebagai sumber energi bagi otot Anda serta asam amino dan protein yang berguna

Lebih terperinci

Gambar 1. Ikan nila (Oreochromis niloticus)

Gambar 1. Ikan nila (Oreochromis niloticus) BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Ikan Nila Ikan nila merupakan spesies yang berasal dari kawasan Sungai Nil dan danau-danau sekitarnya di Afrika. Bibit ikan nila didatangkan ke Indonesia

Lebih terperinci

MANUSIA DAN ALAM SEMESTA HARUN YAHYA

MANUSIA DAN ALAM SEMESTA HARUN YAHYA MANUSIA DAN ALAM SEMESTA HARUN YAHYA DAFTAR ISI Tentang Pengarang Daftar Isi Bab 1 Manusia Penciptaan di Alam Rahim Buah Pelir dan Sel Sperma Sel Telur Pertemuan Sperma dan Sel Telur Segumpal Darah yang

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PENELITIAN KARYA TULIS ILMIAH PENGARUH PEMBERIAN LACTIUM TERHADAP TINGKAT KEBUGARAN

LAPORAN AKHIR PENELITIAN KARYA TULIS ILMIAH PENGARUH PEMBERIAN LACTIUM TERHADAP TINGKAT KEBUGARAN LAPORAN AKHIR PENELITIAN KARYA TULIS ILMIAH PENGARUH PEMBERIAN LACTIUM TERHADAP TINGKAT KEBUGARAN PADA MAHASISWA FK UNDIP ANGKATAN 2008 YANG MENGAHADAPI UJIAN PRE SEMESTER Disusun untuk Memenuhi Tugas

Lebih terperinci

ANALISIS NILAI TAMBAH DALAM PENGOLAHAN SUSU KEDELAI PADA SKALA INDUSTRI RUMAH TANGGA DI KOTA MEDAN SKRIPSI OLEH : AMINAH NUR M.

ANALISIS NILAI TAMBAH DALAM PENGOLAHAN SUSU KEDELAI PADA SKALA INDUSTRI RUMAH TANGGA DI KOTA MEDAN SKRIPSI OLEH : AMINAH NUR M. ANALISIS NILAI TAMBAH DALAM PENGOLAHAN SUSU KEDELAI PADA SKALA INDUSTRI RUMAH TANGGA DI KOTA MEDAN SKRIPSI OLEH : AMINAH NUR M.L 090304067 PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Bahan pakan sumber protein di Indonesia sangat banyak macamnya dan beragam kualitasnya. Untuk menyusun satu macam ransum biasanya digunakan beberapa macam bahan. Bila dilihat

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ikan nila memiliki ciri morfologis yaitu berjari-jari keras, sirip perut torasik,

TINJAUAN PUSTAKA. Ikan nila memiliki ciri morfologis yaitu berjari-jari keras, sirip perut torasik, II. TINJAUAN PUSTAKA A. Biologi Ikan Nila (Oreochromis niloticus) 1. Morfologi Ikan nila memiliki ciri morfologis yaitu berjari-jari keras, sirip perut torasik, letak mulut subterminal dan berbentuk meruncing.

Lebih terperinci

I.PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I.PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I.PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kopi merupakan salah satu hasil komoditi perkebunan yang memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi di antara tanaman perkebunan lainnya dan berperan penting sebagai sumber

Lebih terperinci

MODUL DASAR BIDANG KEAHLIAN KODE MODUL SMKP1G01-02DBK

MODUL DASAR BIDANG KEAHLIAN KODE MODUL SMKP1G01-02DBK MODUL DASAR BIDANG KEAHLIAN KODE MODUL PENGELOMPOKAN DAN PENYIMPANGAN MUTU HASIL PERTANIAN DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL PROYEK PENGEMBANGAN SISTEM DAN STANDAR PENGELOLAAN SMK DIREKTORAT PENDIDIKAN MENENGAH

Lebih terperinci

LEMBARAN INFORMASI tentang HIV dan AIDS untuk ORANG YANG HIDUP DENGAN HIV (Odha)

LEMBARAN INFORMASI tentang HIV dan AIDS untuk ORANG YANG HIDUP DENGAN HIV (Odha) Yayasan Spiritia LEMBARAN INFORMASI tentang HIV dan AIDS untuk ORANG YANG HIDUP DENGAN HIV (Odha) Yayasan Spiritia Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Johar Baru, Jakarta 10560 Tel: (021) 422-5163, 422-5168

Lebih terperinci

LAPORAN MAGANG PROSES PRODUKSI KACANG ATOM, KACANG ATOM PEDAS KACANG BANDUNG, KACANG TELUR DAN PILUS DI UD. BINTANG WALET HANDIKA KLATEN JAWA TENGAH

LAPORAN MAGANG PROSES PRODUKSI KACANG ATOM, KACANG ATOM PEDAS KACANG BANDUNG, KACANG TELUR DAN PILUS DI UD. BINTANG WALET HANDIKA KLATEN JAWA TENGAH LAPORAN MAGANG PROSES PRODUKSI KACANG ATOM, KACANG ATOM PEDAS KACANG BANDUNG, KACANG TELUR DAN PILUS DI UD. BINTANG WALET HANDIKA KLATEN JAWA TENGAH TUGAS AKHIR Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. beberapa zat gizi tidak terpenuhi atau zat-zat gizi tersebut hilang dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. beberapa zat gizi tidak terpenuhi atau zat-zat gizi tersebut hilang dengan BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keadaan gizi kurang dapat ditemukan pada setiap kelompok masyarakat. Pada hakekatnya keadaan gizi kurang dapat dilihat sebagai suatu proses kurang asupan makanan ketika

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sumber-Sumber Dukungan Sumber-sumber dukungan banyak diperoleh individu dari lingkungan sekitarnya, oleh karena itu perlu diketahui seberapa banyak sumber dukungan keluarga

Lebih terperinci