PENGAWASAN PENGGUNAAN KEUANGAN DAERAH DALAM PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH. Lilian G.F Apituley. Abstrak

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENGAWASAN PENGGUNAAN KEUANGAN DAERAH DALAM PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH. Lilian G.F Apituley. Abstrak"

Transkripsi

1 PENGAWASAN PENGGUNAAN KEUANGAN DAERAH DALAM PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH Lilian G.F Apituley Abstrak Sistem pengawasan sangat menentukan kemandirian satuan otonomi. Untuk menghindari agar pengawasan tidak melemahkan otonomi, maka sistem pengawasan ditentukan secara spesifik baik lingkup maupun tata cara pelaksanaannya. Karena hal-hal seperti memberlakukan prinsip pengawasan umum pada satuan otonomi dapat mempengaruhi dan membatasi kemandirian daerah. Makin banyak dan intensif pengawasan makin sempit kemandirian daerah. Makin sempit kemandirian makin terbatas otonomi. Keuangan daerah adalah kemampuan pemerintahan daerah untuk mengelola, mulai merencanakan, melaksanakan, mengawasi, mengendalikan dan mengevaluasi berbagai sumber keuangan sesuai dengan kewenangannya dalam rangka pelaksanaan asas desentralisasi dan tugas pembantuan di daerah yang diwujudkan dalam bentuk Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Dasar hukum keuangan daerah dapat dilihat pada pasal 23 ayat 2 (Amandemen UUD 1945 yang ke-3) yaitu bunyinya: Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara sebagai wujud dari pengelolaan keuangan Negara ditetapkan setiap tahun dengan undang-undang dan dilaksanakan secara terbuka dan bertanggung jawab untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Pengawasan dalam penggunaan keuangan daerah sangatlah penting mengingat bahwa daerah dalam pelaksanaan otonomi daerah masih sangat tergantung pada pemerintah pusat sebagai pusat kontol terhadap pelaksanaan otonomi tersebut. Akan tetapi, harus diperhatikan bahwa campur tangan pemerintah pusat harus berdasarkan pada ketentuan dari UU yang talah ditetapkan sehingga menghindarkan dari konflik yang mengancam stabilitas Negara kesatuan. Kata Kunci : Pengawasan Keuangan, Otonomi Daerah, Desentralisasi. A. PENDAHULUAN Otonomi daerah pada dasarnya bukanlah tujuan, melainkan alat bagi terwujudnya cita-cita keadilan, demokrasi, dan kesejahteraan rakyat. Kebijakan otonomi daerah yang berorientasi kepada kepentingan rakyat tidak akan pernah terwujud apabila pada saat yang sama agenda demokratisasi tidak terwujud. Dengan kata lain, otonomi daerah di satu sisi bisa meminimalisasi konflik pusatdaerah, dan di sisi lain dapat menjamin citacita keadilan, demokrasi, dan kesejahteraan bagi masyarakat, hanya mungkin diagendakan dalam kerangka besar demokratisasi kehidupan bangsa di bidang politik, hukum, dan ekonomi. Ini berarti, bahwa otonomi daerah tidak bisa dipisahkan dari demokratisasi kehidupan bangsa. Selain itu, otonomi daerah haruslah dilihat sebagai otonomi masyarakat daerah, bukan merupakan otonomi pemerintah daerah. Konsekuensi logis dari cara pandang seperti ini adalah kebijakan otonomi daerah harus berorientasi pada pemberdayaan, pelayanan, dan kesejahteraan bagi masyarakatnya. Sebagai hak yang melekat pada masyarakat, otonomi daerah pada hakekatnyat tidak dapat dicabut oleh pemerintah pusat. Namun demikian, pemerintah pusat, melalui persidangan Dewan Perwakilan Daerah (DPD), dapat mencabut dan/atau

2 mengurangi hak dan kewenangan pemerintah daerah yang dianggap gagal dalam menyelenggarakan otonomi daerah. Asas dan tujuan dari penyelenggaraan otonomi daerah adalah suatu yang penting dan bersifat mendasar, karena berhubungan dengan format desentralisasi dan kebijakan otonomi daerah itu sendiri. Dalam konteks, asas dari kebijakan otonomi daerah yang hendak direkomendasikan di sini adalah saling percaya dan saling menghormati ( mutual trust and mutual respepect), saling melengkapi, dan saling ketergantungan, baik antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah maupun antara rakyat dan pemerintah dalam rangka mewujudkan suatu indonesia yang utuh, adil, demokratis, dan sejahtera. Tujuan dan kebijakan otonomi daerah ada 2 (dua), yaitu tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan umum kebijakan otonomi daerah adalah untuk meningkatkan kualitas keadilan, demokrasi, dan kesejahteraan bagi seluruh unsur bangsa yang beragam di dalam negara Republik Kesatuan Indonesia yang utuh. Adapun tujuan khusus dari kebijakan otonomi daerah adalah; (1). Meningkatkan keterlibatan dan patrisipasi masyarakat dalam proses pembuatan keputusan maupun implementasinya sehingga terwujud suatu pemerintahan lokal yang bersih, efisien, transparan, responsive,dan akuntabel; (2). Memberikan pendidikan politik kepada masyarakat akan uregensi keterlibatan mereka dalam proses pemerintahan; (3). Memberikan kesempatan bagi masyarakat untuk memilih para pemimpin mereka secara langsung dan demokratis; (4). Membangun kesaling-percayaan antar masyarakat dan pemerintah dipihak lain. Dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang kini berlaku, Pemerintah Pusat berupaya kembali memperteguh Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai kerangka institusional yang mustahak bagi otonomi daerah. Konsepsi otonomi daerah di Indonesia dewasa ini mengandung nilai unitaris yang melekat dalam pandangan bahwa Indonesia tidak akan mempunyai kesatuan pemerintahan lain di dalamnya yang bersifat negara. Kesatuan Pemerintah Daerah merupakan hasil bentukan Pemerintah Pusat yang bahkan sewaktuwaktu kapan suka dapat dihapus melalui proses hukum. Desentralisasi dimanifestasikan dalam bentuk penyerahan atau pengakuan atas urusan pemerintahan, khususnya yang terkait kepentingan masyarakat setempat. Sebagaiman, diketahui bahwa dalam implementasi otonomi daerah berdasarkan UU No. 22 Tahun 1999 kerap terjadi konflik kewenangan dan konflik memperebutkan sumber-sumber pendapatan, baik itu antara pusat dengan daerah, antara provinsi dengan kabupaten/kota, maupun antara kabupaten/kota dengan kabupaten/kota lainnya. Sehingga dalam rangka untuk menyelesaikan konflik-konflik tersebut perlu adanya suatu lembaga yang independen dan non partisipan. Dimana lembaga ini selain menyelesaikan konflik tentang pelaksanaan otonomi daerah, juga berfungsi untuk mengawasi implementasi otonomi daerah termasuk penggunaan keuangan Negara dan daerah. Lembaga ini berada di pusat dan provinsi. Berdasarkan pada kenyataan yang ada maka penulis berupaya untuk membuat suatu tulisan tentang bagaimana peranan lembaga pengawasan berdasarkan UU No. 32 Tahun 2004 dengan judul Pengawasan Penggunaan Keuangan Daerah Dalam Pelaksanaan Otonomi

3 Daerah.Harapan saya semoga keterbatasan dalam penulisan ini dapat menjadi sebuah sumbangan konstruktif dalam menciptakan penegakkan hukum di negara Indonenesia. B. PEMBAHASAN 1. Desentralisasi dan Otonomi Daerah Secara etimologi istilah desentralisasi berasal dari bahasa latin yaitu, de centrum yang artinya lepas dari pusat. Sehingga desentralisasi adalah melepaskan diri dari pusat. 1 Hans Kelsen mengartikan desentralisasi sebagai : However, we speak of decentralization only if organization is carried out according to the territorial principle, if the norms of a legal order are differentiated with respect to their territorial sphare of validity, although the differentiation with respect to their personal saphare of validity has a similar effect. 2 Menurut kelasiman desentralisasi dapat dibagi menjadi 2 (dua) macam yaitu Pertama, Dekonsentrasi ( deconcentratie) yaitu pelimpahan kekuasaan dari alat perlengkapan Negara tingkat lebih atas kepada bawahannya guna melancarkan pekerjaan di dalam melaksanakan tugastugas pemerintahan. Kedua,. Desentralisasi ketatanegaraan atau desentralisasi politik yaitu pelimpahan kekuasaan perundangundangan dan pemerintahan kepada daerahdaerah otonom di dalam lingkungan. Di dalam desentralisasi politik ini, rakyat ikut serta dalam pemerintahan dengan mempergunakan saluran-saluran tertentu 1 Koesoemahatmadja, RHD.,Pengantar Kearah Sistem Pemerintahan di Indonesia, Binacipta, Bandung. 1979,hal 14 2 Kelsen, Hans., General Theory Of Law and State, Russel and Russel. New York, 1973, hal 306 sesuai dengan batas wilayah daerah masingmasing. Sesuai isi Undang-undang No. 32 Tahun 2004 dalam hal menimbang : disebutkan, Bahwa dalam rangka penyelenggaraan pemerintah daerah sesuai dengan amanat UUD Negara Republik indonesia Tahun 1945, pemerintahan daerah, yang mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan, diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan, pelayanan, pemberdayaan, dan peran serta masyarakat, serta peningkatan daya saing daerah dengan memperhatikan prinsip demokrasi,pemerataan,keadilan,keistimewa an,dan kekhususan suatu daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. 3 Selanjutnya, dalam pasal 1 ayat (2) (6) dijelaskan bahwa, pemerintahan daerah adalah penyelenggara urusan pemerintah oleh pemerintah daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluasluasnya dalam sistem dan prinsip NKRI sebagaimana dimaksud dalam UUD pemerintahan daerah adalah Gubernur, Bupati, atau walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggaraan pemerintah daerah. Adapun Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disebut DPRD adalah lembaga perwakilan rakyat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah. 4 Adapun otonomi daerah adalah hak, kewajiban, dan kewajiban daerah 3 Marbun, B N., DPRD dan Otonomi Daerah Setelah Amandemen UUD 1945 dan UU Otonomi Daerah Pt Surya multi grafika, hal Ibid..

4 otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Kemudian dijelaskan juga bahwa daerah otonom, selanjutnya disebut daerah, adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. 5 Pasal 175 ayat (1) UU Nomor 32 Tahun 2004 menyatakan bahwa Menteri Dalam Negeri melakukan pengendalian defisit anggaran setiap daerah. Hal tersebut merupakan bentuk resentralisasi pemerintah pusat atas daerah. Selain itu juga merupakan intervensi langsung dari pemerintah dalam pengelolaan dan penyelenggaraan pemerintahan daerah. Bentuk ketidak mandirian pemerintah daerah yang lain adalah Pasal 186 UU Nomor 32 Tahun 2004 yang mendudukkan provinsi sebagai evaluator sesuai atau tidak sesuainya RAPBD Kabupaten dan Kota dengan kepentingan umum dan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi akan menjadikan tantangan bagi birokrasi atau perangkat daerah yang berkaitan dengan anggaran 2. Landasan Yuridis Otonomi Daerah Pasal 18 ayat (1) UUD 1945 (setelah amandemen ke 2 Tahun 2000) menyatakan bahwa: Negara kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerahdaerah provinsi dan daerah-daerah kabupaten dan kota, yang tiap-tiap 5 Penjelasan UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Citra umbara, Bandung, 2007, hal. 4 provinsi, kabupaten dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah seperti diatur dalam UU. Selanjutnya sesuai dengan semangat reformasi dan pembatasan sistem sentralistik, MPR dalam amandemen ke-2 (tahun 2000) UUD 1945 merumuskan dalam UUD 1945 pasal 18A dan pasal 18B yang berbunyi : Pasal 18A : 1. Hubungan wewenang antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah provinsi, kabupaten, dan kota, atau antara provinsi dan kabupaten dan kota, diatur dengan UU dengan memperhatikan kekhususan dan keragaman daerah. 2. Hubungan keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah diatur dan dilaksanakan secara adil dan selaras berdasarkan UU. Pasal 18B : 1. Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau istimewa yang diatur dengan UU. 2. Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam UU. Dari isi UUD 1945 terasebut menjadi jelas bahwa pasal 18, UUD 1945 menjadi landasan pembentukan pemerintahan daerah yang akan diatur dengan undang-undang ; bahwa daerahdaerah dimaksud akan berstatus otonom

5 dan akan memiliki Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, serta pemerintah di daerah.selanjutnya kalau kita meringkas isi pasal 18, 18A,18B UUD 1945 akan dijumpai pokok-pokok pengertian sebagai berikut : 1. daerah tidaklah bersifat staat atau Negara (dalam Negara) 2. wilayah Indonesia mula-mula akan dibagi dalam provinsi-provinsi. Provinsi ini kemudian akan dibagi pula dalam daerah-daerah yang lebih kecil yaitu kabupaten dan kota; 3. daerah-daerah itu adalah daerah otonom atau daerah administrasi; 4. di daerah otonom dibentuk Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) yang anggota-anggotanya dipilih melalui pemilihan umum; 5. Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adapt beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia. 3. Pengawasan Penggunaan Keuangan Daerah a. Pengertian Pengawasan Jika berbicara tentang pengawasan, biasanya yang dimaksudkan adalah salah satu fungsi dasar manajemen atau dalam bahasa inggris dikenal dengan sebutan controlling. Dan bila dilihat dalam bahasa Indonesia, fungsi controlling ini mempunyai 2 (dua) padanan/pengertian 6 yaitu pengawasan dan pengendalian. Pengawasan dalam arti sempit diartikan sebagai segala sesuatu atau segala kegiatan umutuk mengetahui dan melihat kenyataankenyataan yang sebenarnya tentang 6 Sujamto., Aspek-aspek Pengawasan di Indonesia, Sinar grafika, Jakarta. 1994, hal 52 pelaksanaan tugas atau pekerjaan, apakah sesuai dengan semestinya atau tidak. 7 Adapun pengendalian itu pengertiannya adalah segala usaha atau kegiatan untuk menjamin dan mengarahkan agar pelaksanaan tugas atau pekerjaan berjalan sesuai dengan semestinya. 8 Perbedaan antara pengawasan (arti sempit) dan pengendalian terletak pada kewenangan untuk melakukan tindakan korektif. Pengendali atau pimpinan memiliki wewenang untuk melakukan tindakan korektif, baik terhadap manusia sebagai pelaksana maupun terhadap sistem yang berlaku dalam organisasi. Menurut Sujamto sebagai berikut : Bahwa dari fungsi controlling atau pengawasan dalam arti luas yang terdiri dari pengawasan dalam arti sempit dan pengendalian, ada bagian yang dapat didelegasikan kepada bawahan dan yang tidak didelegasikan yaitu pengendalian. Sedangkan yang dapat didelegasikan yaitu fungsi pengawasan. Pengawasan dalam arti sempit inilah yang disebut pengawasan fungsional. 9 Dengan adanya pengawasan maka tugas pelaksanaan dapatlah diperingan karena para pelaksana tidak mungkin dapat melihat kemungkinankemungkinan kesalahan yang diperbuat dalam kesibukan sehari-hari. Pengawasan bukan dalam hal ini sekedar untuk mencari kesalahan atau ada untuk melihat mana yang salah dan mana yang benar akan tetapi dimaksudkan untuk memperbaiki kesalahan. 10 Menurut Y.W Sinindhia, dapat dikemukakan hal-hal menyangkut 7 Ibid 8 Ibid 9 Ibid 10 Riwo kaho, yosep., Analisa Hubungan Pemerintah Pusat dan Daerah di Indonesia. Bina aksara, Jakarta,1982, hal 194

6 pengawasan pelaksanaan pembangunan didaerah-daerah sebagai berikut : a. Fungsi pengawasan, pengawasan adalah salah satu fungsi manajemen disamping fungsi-fungsi masyarakat lainnya, yaitu staf dan perencanaan dan pelaksanaan. b. Prinsip-prinsip pengawasan, pengawasan merupakan suatu proses yang terus menerus yang dilaksanakan dengan jalan mengulangi secara teliti dan periodik. Didalam melakukan pengawasan haruslah diutamakan adanya kerja sama dan dipeliharanya rasa kepercayaan. 11 Sistem pengawasan sangat menentukan kemandirian satuan otonomi. Untuk menghindari agar pengawasan tidak melemahkan otonomi, maka sistem pengawasan ditentukan secara spesifik baik lingkup maupun tata cara pelaksanaannya. Karena hal-hal seperti memberlakukan prinsip pengawasan umum pada satuan otonomi dapat mempengaruhi dan membatasi kemandirian daerah. Makin banyak dan intensif pengawasan makin sempit kemandirian daerah. Makin sempit kemandirian makin terbatas otonomi. 12 Akan tetapi dalam hal ini, tidak boleh ada sistem otonomi yang sama sekali meniadakan pengawasan. Hal ini dikarenakan bahwa kebebasan berotonomi dan pengawasan merupakan dua sisi dari satu lembaran dalam berotonomi untuk menjaga keseimbangan bandul antara kecendrungan desentralisasi dan sentralisasi yang dapat berayun berlebihan. UU No. 22 Tahun 1999 tentang keuangan pemerintahan daerah, sangat mengendorkan sistem pengawasan. Dapat dilihat pada 11 Sunindhia, Y.W., Praktek Penyelenggaraan Pemerintah di Daerah, Rineka cipta, Jakarta, 1996, hal Bagir, manan., Menyongsong Fajar Otonomi Daerah, Pusat study Hukum(PSH)Fak. Hukum UII Yogyakarta. 2001, hal 39 penjelasan umum angka 10, disebutkan :.sedangkan pengawasan lebih ditekankan pada pengawasan represif untuk memberi kebebasan kepada daerah otonomi dalam mengambil keputusan serta memberikan peran kepada DPRD dalam mewujudkan fungsi sebagai badab pengawas terhadap pelaksanaan otonomi daerah. Karena itu peraturan daerah yang ditetapkan daerah otonom tidak memerlukan pengesahan terlebih dahulu oleh pejabat yang berwenang. Berdasarkan hal di atas yang menarik bahwa, dalam penjelasan pasal ini dinyatakan bahwa meniadakan syarat pengesahan (preventief toezicht) dapat mengakibatkan masalah. Dalam artian bahwa, bagaimanakah kalau peraturan daerah melampaui wewenang (ultra vires)? Maka gugatan ke pengadilan adalah hal atau cara yang dapat ditempuh. Permasalahan yang lain yaitu bagaimana kalau tidak ada yang mempersoalkan? Dari penjelasan permasalahan diatas maka sebenarnya, bukan hal yang tepat untuk meniadakan pranata pengesahan itu yang lebih penting tetapi yang perlu sekali diatur adalah tata cara pengesahan agar kemandirian tetap terjamin. b. Pengertian Keuangan Negara Dan Keuangan Daerah Menurut M. Subagio, yang dimaksudkan dengan Keuangan Negara adalah hak dan kewajiban Negara yang dapat dinilai dengan uang, demikian juga segala sesuatu, baik berupa uang maupun barang yang dijadikan Negara berhubungan dengan pelaksanaan hak dan kewajiban itu. 13 Dalam penjelasan pasal 3 UU No. 17 Tahun 1965 kemudian telah dicabut dan diganti dengan UU No. 5 Tahun 1973, 13 Subagio. M, Hukum Keuangan Negara RI, Rjawali Pers. Jakarta, 1991, hal 11

7 dijumpai perumusan pengertian keuangan Negara adalah yang dimaksud dengan keuangan Negara dalam UU ini adalah segala kewenangan Negara dalam bentuk apapun juga, baik yang terpisah maupun yang tidak. 14 Menurut Hadi, Keuangan Negara adalah semua hak dan kewajiban yang dapat dinilai dengan uang. Dengan demikian menyatakan bahwa segala sesuatu juga, baik uang maupun barang yang dapat dijadikan milik Negara, berhubungan dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut. 15 Sedangkan yang dimaksudkan dengan keuangan daerah adalah kemampuan pemerintahan daerah untuk mengelola, mulai merencanakan, melaksanakan, mengawasi, mengendalikan dan mengevaluasi berbagai sumber keuangan sesuai dengan kewenangannya dalam rangka pelaksanaan asas desentralisasi dan tugas pembantuan di daerah yang diwujudkan dalam bentuk Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). 16 Dimana, Anggaran Pendapatan Dan Belanja Negara atau APBD adalah program pemerintah daerah yang diwujudkan dalam bentuk angka-angka. 17 Hubungan keuangan antara penerimaan pusat dan daerah sangatlah kompleks hal ini diungkapkan oleh Tjahya Supriatna, lebih lanjut dikatakan bahwa banyak faktor yang harus dipertimbangkan untuk menjadikannya sebagai suatu sistem hubungan keuangan antara pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, baik faktor ekonomi maupun khususnya faktor politik. 14 Ibid hal Hadi, M., Administrasi Keuangan Negara RI. Rajawali Pers. Jakarta, 1980, hal 2 16 Achmad fauzi, D H dan Iskandar., Cara Membaca APBD, Lembaga Penelitian Universitas Brawijaya. Malang, 1982, hal Hadi, M., loc..cit.. hal 2 c. Dasar Hukum Keuangan Daerah. Dasar hukum keuangan daerah dapat dilihat pada pasal 23 ayat 2 (Amandemen UUD 1945 yang ke-3) yaitu bunyinya: Anggaran pendapatan dan belanja Negara sebagai wujud dari pengelolaan keuangan Negara ditetapkan setiap tahun dengan undang-undang dan dilaksanakan secara terbuka dan bertanggung jawab untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Menurut Undang-undang No. 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah pada penjelasan umum tentang keuangan daerah, disitu dijelaskan bahwa penyelenggaraan fungsi pemerintahan daerah akan terlaksana secara optimal apabila penyelenggara usaha pemerintah diikuti dengan pemberian sumber-sumber penerimaan yang cukup pada daerah, dengan mengacu pada undang-undang tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah, dimana besarnya disesuaikan dan diselaraskan dengan pembagian kewenangan antara pemerintah dan daerah. Sedangkan semua sumber keuangan yang melekat pada setiap urusan pemerintah, diserahkan kepada daerah menjadi sumber keuangan daerah. Hal ini, berarti bahwa daerah diberikan hak untuk mendapatkan keuangan serta mengelola keuangan sendiri tetapi tetap berdasarkan ketentuan undang-undang atau dalam pengawasan pemerintahan pusat. Sumber keuangan diantaranya yaitu berupa: kepastian tersedianya pendanaan dari pemerintah sesuai dengan urusan pemerintah yang diserahkan; kewenangan memungut dan mendayagunakan pajak dan retribusi daerah dan hak untuk mendapatkan bagi hasil dari sumbersumber daya nasional yang berada di daerah dan dana perimbangan lainnya; hak

8 untuk mengelola kekayaan daerah dan mendapatkan sumber-sumber pembiayaan. Dengan adanya pengaturan tersebut, maka dalam hal ini pemerintah menerapkan 18 prinsip uang mengikuti fungsi Sedangkan, peraturan pemerintah No. 105 Tahun 2000 tentang pengelolaan dan pertanggung jawaban keuangan daerah menyatakan bahwa: Semua hak dan kewajiban daerah dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah yang dapat dinilai dengan uang termasuk didalamnya segala bentuk kekayaan yang berhubungan dengan hak dan kewajiban daerah tersebut, dalam kerangka anggaran pendapatan dan belanja Negara. 19 d. Pengawasan DPRD Terhadap Penggunaan Keuangan Daerah. 1. Fungsi dan Tugas DPRD Keberadaan lembaga perwakilan rakyat di daerah kabupaten/kota merupakan Conditio sine quanon dalam sistem demokrasi, termasuk yang berlangsung di Negara Kesatuan Republik Indonesia. Lembaga ini merupakan institusi yang memiliki legitimasi paling kuat sebagai representasi rakyat, sehingga oleh karena DPRD kabupaten/kota menjalankan fungsi esensial, yaitu : a. Bersama dengan Bupati/ Walikota mentukan kebijakan (policy) dan membuat peraturan daerah (Perda);dimana, untuk mengimplementasikan fungsi ini, DPRD kabupaten/ kota diberi hak inisiatif, yaitu hak untuk mengadakan amandemen terhadap rancangan Peraturan daerah yang disusun oleh 18 Penjelasan umum UU No. 32 Tahun 2004,.loc cit Ketentuan Umum Pasal 1 angka 1 Peraturan Pemerintah No. 105 Tahun 2000 tentang Pengelolaan Pertanggung jawaban Keuangan Daerah. pemerintah kabupaten/kota dan hak budget; b. Mengontrol pemerintah kabupaten/kota berdasarkan kebijakankebijakan yang telah ditetapkan bersama oleh DPRD dan pemerintah kabupaten/kota. Untuk menyelenggarakan fungsi ke-2 inilah DPRD kabupaten/kota diberi hak control atau hak pengawasan. Apabila ditelusuri, fungsi pengawasan legislatif sebenarnya merupakan amanat yang terkandung dalam penjelasan UUD 1945 mengenai sistem pemerintahan Negara, bahwa. DPR dapat senantiasa mengawasi tindakantindakan presiden dan jika Dewan menganggap bahwa presiden sungguhsungguh melanggar haluan Negara yang telah ditetapkan oleh UUD atau MPR, maka. 20 Analog dengan dipusatkan, di Daerah kabupaten/kota berlaku hal yang sama : DPRD kabupaten/kota dapat senantiasa mengawasi tindakan-tindakan bupati/walikota termasuk juga mengawasi kinerja seluruh jajaran pemerintah kabupaten/kota dalam penggunaan keuangan daerah : yang selanjutnya dipertanyakan dalam UU No. 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah. DPRD provinsi maupun DPRD kabupaten/kota mempunyai fungsi berdasarkan pasal 61 dan pasal 77 UU No. 22 Tahun 2003, yaitu : pertama, legislasi adalah legislasi daerah yang merupakan fungsi DPRD provinsi untuk membentuk peraturan daerah provinsi bersama gubernur. Kedua, fungsi anggaran, adalah fungsi DPRD provinsi bersama-sama dengan pemerintah daerah untuk menyusun dan menetapkan APBD yang di dalamnya termasuk anggaran untuk pelaksanaan 20 Penjelasan UUD 1945

9 fungsi, tugas dan wewenang DPRD provinsi. Ketiga, fungsi pengawasan ialah : fungsi DPRD provinsi untuk melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan undangundang, peraturan daerah, dan keputusan gubernur serta kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah daerah. Penjelasan umum tentang pengawasan terhadap daerah otonomi dalam UU No. 32 Tahun 2004 angka 1 menjelaskan bahwa, pengawasan yang dilaksanakan oleh pemerintah daerah adalah proses kegiatan yang ditujukan untuk menjamin agar pemerintah daerah berjalan sesuai dengan rencana dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam hal ini pengawasan dilaksanakan oleh pemerintah terkait dengan dan peraturan daerah dan peraturan kepala daerah. Dimana, pengawasan pemerintah daerah adalah upaya yang dilakukan oleh pemerintah dan atau Gubernur selaku wakil pemerintah di daerah untuk mewujudkan tercapainya tujuan penyelenggaraan otonomi daerah. Dalam hal pengawasan terhadap rancangan peraturan daerah dan peraturan daerah, pemerintah melakukan dengan 2 (dua) cara sebagai berikut: 1. Pengawasan terhadap rancangan peraturan daerah (RAPERDA), yaitu terhadap rancangan peraturan daerah yang mengatur pajak daerah, retribusi daerah, APBD, dan RUTR sebelum disahkan oleh kepala daerah terlebih dahulu dievaluasi oleh Menteri Dalam Negeri untuk Raperda provinsi, dan oleh Gubernur terhadap Raperda kabupaten/kota. Mekanisme ini dilakukan agar peraturan tentang hal-hal tersebut dapat mencapai daya guna dan hasil guna yang optimal. 2. Pengawasan terhadap semua peraturan daerah diluar yang termasuk dalam angka1, yaitu setiap peraturan daerah wajib disampaikan kepada menteri dalam negeri untuk provinsi dan gubernur untuk kabupaten/kota untuk memperoleh klarifikasi. Terhadap peraturan daerah yang bertentangan dengan kepentingan umum dan peraturan yang lebih tinggi dapat dibatalkan sesuai mekanisme yang berlaku. 4. Reformasi Pengelolaan Keuangan Daerah Reformasi penyelenggaraan pemerintah daerah dengan disahnya UU No. 22 Tahun 1999 yang kemudian disempurnakan oleh UU No. 32 Tahun Bila dikaitkan dengan legislasi daerah dapat diartikan 21 sebagai, pertama, self regulating power, yaitu kemampuan mengatur dan melaksanakan otonomi daerah melalui berbagai bentuk peraturan perundang-undangan demi kesejahteraan masyarakat didaerahnya. Kedua, self modifying power, yaitu kemampuan melakukan penyesuaian-penyesuaian dari peraturan yang ditetapkan secara nasional dengan kondisi daerah. Ketiga, local political support, yaitu penyelenggaraan pemerintah daerah yang mempunyai legitimasi luas dari masyarakat, baik pada posisi kepala daerah sebagai unsur eksekutif maupun DPRD sebagai unsur legislatif. Keempat, financial recources, yaitu mengembangkan kemampuan dalam mengelola sumber-sumber pengasilan dan kekurangan yang memadai untuk membiayai kegiatan-kegiatan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan masyarkat. Kelima, developing brain power, yaitu membangun sumber daya 21 Syamsuddin,A, Mengenal OTDA Berdasarkan UU No. 22 Tahun 1999 tentang pemerintahan daerah, makala, seminar KADIN-PWI Kabupaten Bondowoso, 2000

10 aparatur pemerintah dan masyarakat yang handal yang bertumpuh pada kapasitas intelektual dalam meyelesaikan berbagai masalah. C. KESIMPULAN Keuangan daerah adalah kemampuan pemerintahan daerah untuk mengelola, mulai merencanakan, melaksanakan, mengawasi, mengendalikan dan mengevaluasi berbagai sumber keuangan sesuai dengan kewenangannya dalam rangka pelaksanaan asas desentralisasi dan tugas pembantuan di daerah yang diwujudkan dalam bentuk Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Pengawasan dalam penggunaan keuangan daerah sangatlah penting mengingat bahwa daerah dalam pelaksanaan otonomi daerah masih sangat tergantung pada pemerintah pusat sebagai pusat kontol terhadap pelaksanaan otonomi tersebut. Akan tetapi, harus diperhatikan bahwa campur tangan pemerintah pusat harus berdasarkan pada ketentuan dari UU yang talah ditetapkan sehingga menghindarkan dari konflik yang mengancam stabilitas Negara kesatuan. DAFTAR PUSTAKA Achmad Fauzi, DH dan Iskandar, 1982, Cara Membaca APBD, Lembaga penelitian Universitas Brawijaya, Malang. Bagir, Manan., Menyongsong Fajar Otonomi Daerah. Pusat Study Hukum (PSH) Fakul tas Hukum UII, Yogyakarta. Hadi, M,. 1980, Administrasi Keuangan Negara Republik Indonesia. Rajawali pers, Jakarta. Kelsen Hans., General Theory Of Law and State, Russel and Russel. New York. Koesoemahatmadja, RHD., Pengantar Sistem Pemerintahan di Indonesia. Binacipta, Bandung. Marbun, B N., DPRD dan Otonomi Daerah Setelah Amandemen UUD dan UU Otonomi Daerah Tahun PT. Surya multi grafika. Jakarta. Riwo Kaho, Yosep., Analisa Hubungan Pemerintah Pusat dan Daerah di Indonesia. Bina aksara, Jakarta. Subagio, M., Hukum Keuangan Negara Republik Indonesia. Rajawali pers, Jakarta. Sunindhia, Y.W., Praktek Penyelenggara Pemerintah di Daerah. Rineka cipta, Jakarta. Sujamto., Aspek-aspek Pengawasan di Indonesia. Sinar grafika, Jakarta. Syamsuddin, A., Mengenal Otonomi Daerah Berdasarkan UU No. 23 Tahun 1999 Tentang Pemerintah Daerah (Makala; Seminar Kadin-PWI Kabupaten Bondowoso.) Undang-undang RI No. 32 tentang Otonomi Daerah beserta Penjelasannya. Citra umbara, Bandung Amandemen UUD 1945, Perubahan pertama, kedua, ketiga, dan keempat (dalam satu naskah). Penerbit Media presindo ( Anggota IKAPI). 2007

BAB I PENDAHULUAN. yang paling berperan dalam menentukan proses demokratisasi di berbagai daerah.

BAB I PENDAHULUAN. yang paling berperan dalam menentukan proses demokratisasi di berbagai daerah. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di negara Indonesia salah satu institusi yang menunjukkan pelaksanaan sistem demokrasi tidak langsung adalah DPRD sebagai lembaga perwakilan rakyat di daerah.

Lebih terperinci

Peraturan pelaksanaan Pasal 159 Peraturan Menteri Keuangan. 11/PMK.07/ Januari 2010 Mulai berlaku : 25 Januari 2010

Peraturan pelaksanaan Pasal 159 Peraturan Menteri Keuangan. 11/PMK.07/ Januari 2010 Mulai berlaku : 25 Januari 2010 Peraturan pelaksanaan Pasal 159 Peraturan Menteri Keuangan Nomor, tanggal 11/PMK.07/2010 25 Januari 2010 Mulai berlaku : 25 Januari 2010 Tentang Tata Cara Pengenaan Sanksi Terhadap Pelanggaran Ketentuan

Lebih terperinci

Membanguan Keterpaduan Program Legislasi Nasional dan Daerah. Oleh : Ketua Asosiasi DPRD Provinsi Seluruh Indonesia

Membanguan Keterpaduan Program Legislasi Nasional dan Daerah. Oleh : Ketua Asosiasi DPRD Provinsi Seluruh Indonesia Membanguan Keterpaduan Program Legislasi Nasional dan Daerah Oleh : Ketua Asosiasi DPRD Provinsi Seluruh Indonesia Pendahuluan Program Legislasi Nasional sebagai landasan operasional pembangunan hukum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pencabutan undang-undang No.22 tahun 1999, oleh undang-undang No 32

BAB I PENDAHULUAN. Pencabutan undang-undang No.22 tahun 1999, oleh undang-undang No 32 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota. Konsep yang dianut adalah konsep negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintahan Daerah yang baik (good local governace) merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintahan Daerah yang baik (good local governace) merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemerintahan Daerah yang baik (good local governace) merupakan wacana yang paling mengemuka dalam pengelolaan administrasi publik dewasa ini. Tuntutan gagasan

Lebih terperinci

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA MENEGUHKAN PROFESIONALISME DPRD SEBAGAI PILAR DEMOKRASI DAN INSTRUMEN POLITIK LOKAL DALAM UPAYA MENSEJAHTERAKAN RAKYAT H. Marzuki Alie, SE. MM. Ph.D. KETUA DPR-RI

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2007 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2007 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2007 TENTANG PEMERINTAHAN PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA SEBAGAI IBUKOTA NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Pemerintah Daerah Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi,

Lebih terperinci

Rencana Induk Pengembangan E Government Kabupaten Barito Kuala Sistem pemerintahan daerah disarikan dari UU 32/2004 tentang

Rencana Induk Pengembangan E Government Kabupaten Barito Kuala Sistem pemerintahan daerah disarikan dari UU 32/2004 tentang BAB III SISTEM PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN E-GOVERNMENT Sistem pemerintahan daerah disarikan dari UU 32/2004 tentang Pemerintah Daerah. Disini keterangan tentang pemerintah daerah diuraikan pada beberapa

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 11/PMK.07/2010 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 11/PMK.07/2010 TENTANG SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 11/PMK.07/2010 TENTANG TATA CARA PENGENAAN SANKSI TERHADAP PELANGGARAN KETENTUAN DI BIDANG PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2007 TENTANG PEMERINTAHAN PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA SEBAGAI IBUKOTA NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2008 TENTANG KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2008 TENTANG KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2008 TENTANG KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa sesuai dengan ketentuan Pasal 126 ayat (1)

Lebih terperinci

SUMBANGAN RETRIBUSI PASAR TRADISIONAL KEPADA ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DESA

SUMBANGAN RETRIBUSI PASAR TRADISIONAL KEPADA ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DESA SUMBANGAN RETRIBUSI PASAR TRADISIONAL KEPADA ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DESA (Studi Kasus di Pasar Gawok, Desa Geneng, Kecamatan Gatak, Kabupaten Sukoharjo Periode Tahun 2009-2010) SKRIPSI Untuk Memenuhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan,

BAB I PENDAHULUAN. wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pasal 1 Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa menyebutkan bahwa Desa adalah desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PEMERINTAHAN DAERAH DAN PENERAPAN SANKSI ADMINISTRASI DALAM PERATURAN DAERAH. Oleh : Michael Barama 1

PELAKSANAAN PEMERINTAHAN DAERAH DAN PENERAPAN SANKSI ADMINISTRASI DALAM PERATURAN DAERAH. Oleh : Michael Barama 1 Barama M : Pelaksanaan Pemerintah Daerah... Vol.22/No.5/Januari /2016 Jurnal Hukum Unsrat PELAKSANAAN PEMERINTAHAN DAERAH DAN PENERAPAN SANKSI ADMINISTRASI DALAM PERATURAN DAERAH Oleh : Michael Barama

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR..TAHUN.. TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR..TAHUN.. TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR..TAHUN.. TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH I. UMUM Sebagaimana diamanatkan Undang-Undang Dasar

Lebih terperinci

PENJELASAN PEMERINTAH SEBAGAI PENGANTAR RANCANGAN UNDANG-UNDANG PERUBAHAN UNDANG-UNDANG NO. 22 TAHUN 1999 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH

PENJELASAN PEMERINTAH SEBAGAI PENGANTAR RANCANGAN UNDANG-UNDANG PERUBAHAN UNDANG-UNDANG NO. 22 TAHUN 1999 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PENJELASAN PEMERINTAH SEBAGAI PENGANTAR RANCANGAN UNDANG-UNDANG PERUBAHAN UNDANG-UNDANG NO. 22 TAHUN 1999 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK

Lebih terperinci

KONSTITUSIONALITAS PENGALIHAN KEWENANGAN PENGELOLAAN PENDIDIKAN MENENGAH DARI KABUPATEN/KOTA KE PROVINSI 1. Oleh: Muchamad Ali Safa at 2

KONSTITUSIONALITAS PENGALIHAN KEWENANGAN PENGELOLAAN PENDIDIKAN MENENGAH DARI KABUPATEN/KOTA KE PROVINSI 1. Oleh: Muchamad Ali Safa at 2 KONSTITUSIONALITAS PENGALIHAN KEWENANGAN PENGELOLAAN PENDIDIKAN MENENGAH DARI KABUPATEN/KOTA KE PROVINSI 1 Oleh: Muchamad Ali Safa at 2 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (UU

Lebih terperinci

PENGUATAN FUNGSI LEGISLASI DPRD DALAM PEMBUATAN RAPERDA INISIATIF. Edy Purwoyuwono Dosen Fakultas Hukum Universitas Widya Gama Mahakam Samarinda

PENGUATAN FUNGSI LEGISLASI DPRD DALAM PEMBUATAN RAPERDA INISIATIF. Edy Purwoyuwono Dosen Fakultas Hukum Universitas Widya Gama Mahakam Samarinda YURISKA, VOL. 2, NO. 1, AGUSTUS 2010 72 PENGUATAN FUNGSI LEGISLASI DPRD DALAM PEMBUATAN RAPERDA INISIATIF Edy Purwoyuwono Dosen Fakultas Hukum Universitas Widya Gama Mahakam Samarinda ABSTRAK Hubungan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERTANGGUNGJAWABAN KEPALA DAERAH DALAM PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (APBD)

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERTANGGUNGJAWABAN KEPALA DAERAH DALAM PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (APBD) BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERTANGGUNGJAWABAN KEPALA DAERAH DALAM PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (APBD) Semenjak lahirnya Negara kesatuan Republik Indonesia pada tahun 1945, prinsip

Lebih terperinci

SENTRALISASI DALAM UU NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH 1. Oleh: Muchamad Ali Safa at 2

SENTRALISASI DALAM UU NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH 1. Oleh: Muchamad Ali Safa at 2 SENTRALISASI DALAM UU NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH 1 Oleh: Muchamad Ali Safa at 2 Dalam sejarah pemerintahan daerah di Indonesia desentralisasi dan sentralisasi telah beberapa kali mengalami

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dilakukan langsung oleh pemerintah pusat yang disebar ke seluruh wilayah

I. PENDAHULUAN. dilakukan langsung oleh pemerintah pusat yang disebar ke seluruh wilayah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam penyelenggaraan pemerintahan disuatu Negara dapat dilakukan melalui sistem sentralisasi maupun desentralisasi. Dalam sistem sentralisasi segala urusan dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang ditetapkan oleh lembaga legislatif.

BAB I PENDAHULUAN. yang ditetapkan oleh lembaga legislatif. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Semenjak demokrasi menjadi atribut utama Negara modern, maka lembaga perwakilan merupakan mekanisme utama untuk merealisasi gagasan normatif bahwa pemerintahan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pemerintah pusat telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun

I. PENDAHULUAN. pemerintah pusat telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Otonomi daerah sebagai bagian dari adanya reformasi atas kehidupan bangsa termasuk reformasi pengelolaan pemerintahan di daerah, oleh pemerintah pusat telah diatur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesempatan dan keleluasaan kepada daerah untuk menyelenggarakan otonomi

BAB I PENDAHULUAN. kesempatan dan keleluasaan kepada daerah untuk menyelenggarakan otonomi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Republik Indonesia sebagai negara kesatuan menganut asas desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan dengan memberikan kesempatan dan keleluasaan

Lebih terperinci

AMANDEMEN II UUD 1945 (Perubahan tahap Kedua/pada Tahun 2000)

AMANDEMEN II UUD 1945 (Perubahan tahap Kedua/pada Tahun 2000) AMANDEMEN II UUD 1945 (Perubahan tahap Kedua/pada Tahun 2000) Perubahan kedua terhadap pasal-pasal UUD 1945 ditetapkan pada tanggal 18 Agustus 2000. Perubahan tahap kedua ini ini dilakukan terhadap beberapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia merupakan Negara Kesatuan yang berbentuk Republik. sesuai yang diamanatkan pada Pasal 1 ayat (1) UUD RI 1945.

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia merupakan Negara Kesatuan yang berbentuk Republik. sesuai yang diamanatkan pada Pasal 1 ayat (1) UUD RI 1945. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia merupakan Negara Kesatuan yang berbentuk Republik sesuai yang diamanatkan pada Pasal 1 ayat (1) UUD RI 1945. Guna mewujudkan Negara Kesatuan

Lebih terperinci

KEWENANGAN GUBERNUR DALAM URUSAN AGAMA DI DAERAH SKRIPSI

KEWENANGAN GUBERNUR DALAM URUSAN AGAMA DI DAERAH SKRIPSI KEWENANGAN GUBERNUR DALAM URUSAN AGAMA DI DAERAH SKRIPSI Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum Reguler Mandiri Universitas Andalas Oleh : FERY WIJAYA

Lebih terperinci

APA ITU DAERAH OTONOM?

APA ITU DAERAH OTONOM? APA OTONOMI DAERAH? OTONOMI DAERAH ADALAH HAK DAN KEWAJIBAN DAERAH OTONOM UNTUK MENGATUR DAN MENGURUS SENDIRI URUSAN PEMERINTAHAN DAN KEPENTINGAN MASYARAKATNYA SESUAI DENGAN PERATURAN PERUNDANG UNDANGAN

Lebih terperinci

Implementasi Kewenangan Kepala Daerah Dalam Pembuatan Perda Dan Peraturan Lainnya. Yusdiyanto Dosen Bagian Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Unila

Implementasi Kewenangan Kepala Daerah Dalam Pembuatan Perda Dan Peraturan Lainnya. Yusdiyanto Dosen Bagian Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Unila Implementasi Kewenangan Kepala Daerah Dalam Pembuatan Perda Dan Peraturan Lainnya Yusdiyanto Dosen Bagian Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Unila Abstrak Pasal 18 ayat (6) UUD 1945, mengatakan pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan besar pada sistem ketatanegaraan Indonesia. Salah satu perubahan itu

BAB I PENDAHULUAN. perubahan besar pada sistem ketatanegaraan Indonesia. Salah satu perubahan itu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Hasil amandemen Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 telah membawa perubahan besar pada sistem ketatanegaraan Indonesia. Salah satu perubahan itu terkait dengan pengisian

Lebih terperinci

MEMBANGUN KUALITAS PRODUK LEGISLASI NASIONAL DAN DAERAH * ) Oleh : Prof. Dr. H. Dahlan Thaib, S.H, M.Si**)

MEMBANGUN KUALITAS PRODUK LEGISLASI NASIONAL DAN DAERAH * ) Oleh : Prof. Dr. H. Dahlan Thaib, S.H, M.Si**) MEMBANGUN KUALITAS PRODUK LEGISLASI NASIONAL DAN DAERAH * ) Oleh : Prof. Dr. H. Dahlan Thaib, S.H, M.Si**) I Pembahasan tentang dan sekitar membangun kualitas produk legislasi perlu terlebih dahulu dipahami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat diubah oleh MPR sekalipun, pada tanggal 19 Oktober 1999 untuk pertama

BAB I PENDAHULUAN. dapat diubah oleh MPR sekalipun, pada tanggal 19 Oktober 1999 untuk pertama BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setelah pemerintah orde baru mengakhiri masa pemerintahannya pada tanggal 20 Mei 1998 melalui suatu gerakan reformasi, disusul dengan percepatan pemilu di tahun 1999,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan

Lebih terperinci

PEMERINTAHAN DAERAH. Harsanto Nursadi

PEMERINTAHAN DAERAH. Harsanto Nursadi PEMERINTAHAN DAERAH Harsanto Nursadi Beberapa Ketentuan Umum Pemerintah pusat, selanjutnya disebut Pemerintah, adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2007 TENTANG

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2007 TENTANG UNDANG-UNDANG NOMOR 29 TAHUN 2007 TENTANG PEMERINTAHAN PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA SEBAGAI IBUKOTA NEGARA KESATUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa Provinsi Daerah

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 2005 TENTANG KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 2005 TENTANG KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 2005 TENTANG KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 127 ayat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. otonom (locale rechtgemeenschappen) yang pembentukannya ditetapkan

BAB I PENDAHULUAN. otonom (locale rechtgemeenschappen) yang pembentukannya ditetapkan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyelenggaraan pemerintahan Kabupaten/Kota di Indonesia bersifat otonom (locale rechtgemeenschappen) yang pembentukannya ditetapkan berdasarkan undang-undang.

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan

Lebih terperinci

ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN HUKUM Dl BIDANG PENYELENGGARAAN DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH

ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN HUKUM Dl BIDANG PENYELENGGARAAN DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN HUKUM Dl BIDANG PENYELENGGARAAN DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH ~HUBUNGAN KEWENANGAN ANTARA PUSAT DAN DAERAH)* 0/eh: Prof. Dr. Bhenyamin Hoessein Arah kebijakan pembangunan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2001 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2001 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2001 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka penyelenggaraan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2001 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2001 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2001 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka penyelenggaraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Republik Indonesia sebagai Negara Kesatuan menganut asas

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Republik Indonesia sebagai Negara Kesatuan menganut asas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Republik Indonesia sebagai Negara Kesatuan menganut asas desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan, dengan memberikan kesempatan dan keleluasaan

Lebih terperinci

- 1 - PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 73 TAHUN 2005 TENTANG KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

- 1 - PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 73 TAHUN 2005 TENTANG KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, - 1 - PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 73 TAHUN 2005 TENTANG KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 127 ayat (1) Undang-Undang

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 7 2006 SERI E R PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 4 TAHUN 2006 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH DENGAN MENGHARAP BERKAT DAN RAHMAT ALLAH SUBHANAHU

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah Provinsi. Daerah

BAB I PENDAHULUAN. Negara kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah Provinsi. Daerah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah Provinsi. Daerah Provinsi itu dibagi lagi atas daerah kabupaten dan daerah kota. setiap daerah provinsi,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Kerangka Teoritis 2.1.1 Pemerintahan Daerah Dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah menyatakan bahwa, Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA (Kuliah ke 13) suranto@uny.ac.id 1 A. UUD adalah Hukum Dasar Tertulis Hukum dasar dapat dibedakan menjadi dua, yaitu (a) Hukum dasar tertulis yaitu UUD, dan

Lebih terperinci

11/PMK.07/2010 TATA CARA PENGENAAN SANKSI TERHADAP PELANGGARAN KETENTUAN DI BIDANG PAJAK DAERAH DAN

11/PMK.07/2010 TATA CARA PENGENAAN SANKSI TERHADAP PELANGGARAN KETENTUAN DI BIDANG PAJAK DAERAH DAN 11/PMK.07/2010 TATA CARA PENGENAAN SANKSI TERHADAP PELANGGARAN KETENTUAN DI BIDANG PAJAK DAERAH DAN Contributed by Administrator Monday, 25 January 2010 Pusat Peraturan Pajak Online PERATURAN MENTERI KEUANGAN

Lebih terperinci

PENGUATAN FUNGSI LEGISLASI DPRD KABUPATEN/KOTA Oleh: Achmadudin Rajab * Naskah diterima: 06 April 2016; disetujui: 22 April 2016

PENGUATAN FUNGSI LEGISLASI DPRD KABUPATEN/KOTA Oleh: Achmadudin Rajab * Naskah diterima: 06 April 2016; disetujui: 22 April 2016 PENGUATAN FUNGSI LEGISLASI DPRD KABUPATEN/KOTA Oleh: Achmadudin Rajab * Naskah diterima: 06 April 2016; disetujui: 22 April 2016 Berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 73 TAHUN 2005 TENTANG KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 73 TAHUN 2005 TENTANG KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 73 TAHUN 2005 TENTANG KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 127 ayat (1) Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN memandang pentingnya otonomi daerah terkait dengan tuntutan

BAB I PENDAHULUAN memandang pentingnya otonomi daerah terkait dengan tuntutan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pemerintahan Daerah atau di negara-negara barat dikenal dengan Local Government dalam penyelenggaraan pemerintahannya memiliki otonomi yang didasarkan pada asas, sistem,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. optimalisasi peran Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (selanjutnya disebut

BAB I PENDAHULUAN. optimalisasi peran Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (selanjutnya disebut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Reformasi bidang pemerintahan daerah salah satunya adalah tuntutan demokratisasi penyelenggaraan pemerintahan di daerah itu sendiri, terutama optimalisasi peran

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2010 SERI D.1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2010 SERI D.1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2010 SERI D.1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

Volume 11 Nomor 1 Maret 2014

Volume 11 Nomor 1 Maret 2014 Volume 11 Nomor 1 Maret 2014 ISSN 0216-8537 9 7 7 0 2 1 6 8 5 3 7 2 1 11 1 Hal. 1-102 Tabanan Maret 2014 Kampus : Jl. Wagimin No.8 Kediri - Tabanan - Bali 82171 Telp./Fax. : (0361) 9311605 PENYERAHAN WEWENANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terhadap pengelolaan pemerintahan yang baik. Salah satu agenda reformasi yaitu

BAB I PENDAHULUAN. terhadap pengelolaan pemerintahan yang baik. Salah satu agenda reformasi yaitu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Reformasi telah membawa perubahan terhadap sistem politik, sosial, kemasyarakatan serta ekonomi sehingga menimbulkan tuntutan yang beragam terhadap pengelolaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengedepankan akuntanbilitas dan transparansi Jufri (2012). Akan tetapi dalam

BAB I PENDAHULUAN. mengedepankan akuntanbilitas dan transparansi Jufri (2012). Akan tetapi dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penerapan Undang-Undang tentang Otonomi Daerah menuntut good government dalam penyelenggaraan Pemerintahan Daerah yang harus mengedepankan akuntanbilitas dan

Lebih terperinci

MEMBANGUN DAN MEMBERDAYAKAN DESA MELALUI UNDANG-UNDANG DESA Oleh : Mardisontori, LLM *

MEMBANGUN DAN MEMBERDAYAKAN DESA MELALUI UNDANG-UNDANG DESA Oleh : Mardisontori, LLM * MEMBANGUN DAN MEMBERDAYAKAN DESA MELALUI UNDANG-UNDANG DESA Oleh : Mardisontori, LLM * DPR-RI dan Pemerintah telah menyetujui RUU Desa menjadi Undang- Undang dalam rapat paripurna DPR pada tanggal 18 Desember

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peran pemerintah daerah dalam bidang kepariwisataan tidak dapat

BAB I PENDAHULUAN. Peran pemerintah daerah dalam bidang kepariwisataan tidak dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peran pemerintah daerah dalam bidang kepariwisataan tidak dapat dihindarkan. Seperti yang ditulis Kusmayadi (2000: 4) bahwa pariwisata timbul dari interaksi wisatawan,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia Tahun Dalam rangka penyelenggaraan

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia Tahun Dalam rangka penyelenggaraan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Kesatuan Republik Indonesia menyelenggarakan pemerintahan negara dan pembangunan nasional untuk mencapai masyarakat adil, makmur dan merata berdasarkan

Lebih terperinci

BAB III PENUTUP. dimaksudkan sebagai jalan untuk mewujudkan gagasan meniadakan. kedudukan MPR sebagai lembaga tertinggi negara.

BAB III PENUTUP. dimaksudkan sebagai jalan untuk mewujudkan gagasan meniadakan. kedudukan MPR sebagai lembaga tertinggi negara. 82 BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan pembahasan yang telah diuraikan pada bab terdahulu, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa selain bertujuan untuk menutup penyalahgunaan atau penyimpangan praktek

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Krisis multidimensional yang telah melanda bangsa Indonesia telah menyadarkan kepada bangsa Indonesia akan pentingnya menggagas kembali konsep otonomi daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka mewujudkan tujuan negara yaitu Melindungi segenap

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka mewujudkan tujuan negara yaitu Melindungi segenap BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam rangka mewujudkan tujuan negara yaitu Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesempatan dan keleluasaan kepada daerah untuk menyelenggarakan otonomi

BAB I PENDAHULUAN. kesempatan dan keleluasaan kepada daerah untuk menyelenggarakan otonomi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Republik Indonesia sebagai negara kesatuan yang menganut asas desentralisasi dalam menyelenggarakan pemerintahan dengan memberi kesempatan dan keleluasaan

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEORITIS. Dalam hal tuntutan pemberian otonomi yang luas kepada daerah kabupaten dan kota,

BAB III TINJAUAN TEORITIS. Dalam hal tuntutan pemberian otonomi yang luas kepada daerah kabupaten dan kota, BAB III TINJAUAN TEORITIS 1.1. Peraturan Daerah Di Indonesia Dalam hal tuntutan pemberian otonomi yang luas kepada daerah kabupaten dan kota, Marsdiasmo, menyatakan bahwa tuntutan seperti itu adalah wajar,

Lebih terperinci

PENGAWASAN TERHADAP PRODUK HUKUM DAERAH DI ERA REFORMASI

PENGAWASAN TERHADAP PRODUK HUKUM DAERAH DI ERA REFORMASI PENGAWASAN TERHADAP PRODUK HUKUM DAERAH DI ERA REFORMASI Oleh : Santoso Budi NU 1 Abstrak : Controlling towards legal product based on UU No. 32 year 2004 covers reventive aspect and represive aspect.

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 84 TAHUN 2000 TENTANG PEDOMAN ORGANISASI PERANGKAT DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 84 TAHUN 2000 TENTANG PEDOMAN ORGANISASI PERANGKAT DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 84 TAHUN 2000 TENTANG PEDOMAN ORGANISASI PERANGKAT DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa dalam rangka pelaksanaan ketentuan Pasal 68 ayat (1)

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN ATAS PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN ATAS PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN ATAS PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Pemerintahan Daerah

Lebih terperinci

BAB III PENUTUP. Sebagai kesimpulan dapat di kemukakan bahwa : 1. DPR Kabupaten Sumba Barat Daya sudah berperan tetapi perannya belum

BAB III PENUTUP. Sebagai kesimpulan dapat di kemukakan bahwa : 1. DPR Kabupaten Sumba Barat Daya sudah berperan tetapi perannya belum 125 BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Sebagai kesimpulan dapat di kemukakan bahwa : 1. DPR Kabupaten Sumba Barat Daya sudah berperan tetapi perannya belum optimal atau signifikan dalam fungsi pengawasannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ketimpangan ekonomi. Adanya ketimpangan ekonomi tersebut membawa. pemerintahan merupakan salah satu aspek reformasi yang dominan.

BAB I PENDAHULUAN. ketimpangan ekonomi. Adanya ketimpangan ekonomi tersebut membawa. pemerintahan merupakan salah satu aspek reformasi yang dominan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Krisis ekonomi yang melanda indonesia pada pertengahan tahun 1997 telah menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat ekonomi lemah berupa ketimpangan ekonomi.

Lebih terperinci

EVALUASI PERATURAN DAERAH DALAM KERANGKA OTONOMI DI KOTA JAMBI

EVALUASI PERATURAN DAERAH DALAM KERANGKA OTONOMI DI KOTA JAMBI Volume 11, Nomor 1, Hal. 67-76 ISSN 0852-8349 Januari - Juni 2009 EVALUASI PERATURAN DAERAH DALAM KERANGKA OTONOMI DI KOTA JAMBI Ayu Desiana dan Meri Yarni Fakultas Hukum, Universitas Jambi Kampus Pinang

Lebih terperinci

- 1 - PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR

- 1 - PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR - 1 - PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR I. UMUM Peraturan daerah merupakan alat utama dalam penyelenggaraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Daerah. Namun karena sudah tidak sesuai dengan perkembangan keadaan,

BAB I PENDAHULUAN. 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Daerah. Namun karena sudah tidak sesuai dengan perkembangan keadaan, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Krisis ekonomi dan kepercayaan yang dialami bangsa Indonesia telah membuka jalan bagi munculnya reformasi total diseluruh aspek kehidupan masyarakat. Disamping

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut pasal 1 ayat (h) Undang-undang RI Nomor Tahun 1999 tentang pemerintah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut pasal 1 ayat (h) Undang-undang RI Nomor Tahun 1999 tentang pemerintah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Otonomi Daerah dan Pemerintahan Daerah 2.1. Otonomi Daerah Menurut pasal 1 ayat (h) Undang-undang RI Nomor Tahun 1999 tentang pemerintah daerah, otonomi daerah adalah kewenangan

Lebih terperinci

PENGHARMONISASIAN, PEMBULATAN, DAN PEMANTAPAN KONSEPSI ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG MASYARAKAT ADAT

PENGHARMONISASIAN, PEMBULATAN, DAN PEMANTAPAN KONSEPSI ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG MASYARAKAT ADAT PENGHARMONISASIAN, PEMBULATAN, DAN PEMANTAPAN KONSEPSI ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG MASYARAKAT ADAT I. Pendahuluan Badan Legislasi telah menerima surat tertanggal 27 Juli 2017 perihal usulan Rancangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Demokrasi adalah salah satu tuntutan terciptanya penyelenggaraan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Demokrasi adalah salah satu tuntutan terciptanya penyelenggaraan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Demokrasi adalah salah satu tuntutan terciptanya penyelenggaraan pemerintah di Kabupaten yang mencerminkan peranan rakyat. Salah satunya adalah peranan lembaga

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PENGAWASAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (APBD) KOTA PADANG TAHUN 2011

PELAKSANAAN PENGAWASAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (APBD) KOTA PADANG TAHUN 2011 SKRIPSI PELAKSANAAN PENGAWASAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (APBD) KOTA PADANG TAHUN 2011 Diajukan ke Fakultas Hukum Universitas Andalas Program Reguler Mandiri Sebagai Pemenuhan Syarat Untuk

Lebih terperinci

PERUBAHAN KEDUA UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945

PERUBAHAN KEDUA UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945 PERUBAHAN KEDUA UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA Setelah mempelajari, menelaah, dan mempertimbangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keuangan Daerah memegang peranan yang sangat penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. Keuangan Daerah memegang peranan yang sangat penting dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keuangan Daerah memegang peranan yang sangat penting dalam menyelenggarakan kegiatan pemerintahan dan pelayanan publik. Oleh karena itu, dalam pengelolaannya harus

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN ATAS PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN ATAS PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN ATAS PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Pemerintahan Daerah

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN ATAS PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN ATAS PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN ATAS PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Pemerintahan Daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya disebut UUD NRI Tahun 1945), Negara Indonesia secara tegas dinyatakan sebagai

Lebih terperinci

PELAKSANAAAN TUGAS DAN WEWENANG CAMAT DALAM MEMBINA PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DESA DI KECAMATAN IMOGIRI BERDASARKAN PERATURAN

PELAKSANAAAN TUGAS DAN WEWENANG CAMAT DALAM MEMBINA PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DESA DI KECAMATAN IMOGIRI BERDASARKAN PERATURAN PELAKSANAAAN TUGAS DAN WEWENANG CAMAT DALAM MEMBINA PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DESA DI KECAMATAN IMOGIRI BERDASARKAN PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 94 TAHUN 2007 Oleh : ROMI TRIAWAN No. Mahasiswa : 05410426

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN TUGAS DAN WEWENANG SERTA KEDUDUKAN KEUANGAN GUBERNUR SEBAGAI WAKIL PEMERINTAH DI WILAYAH PROVINSI DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PENYUSUNAN PERATURAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KENDAL,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PENYUSUNAN PERATURAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KENDAL, PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PENYUSUNAN PERATURAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KENDAL, Menimbang : a. bahwa untuk mendukung penyelenggaraan otonomi daerah

Lebih terperinci

- 1 - PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR

- 1 - PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR - 1 - PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN KEBERADAAN LEMBAGA PERWAKILAN RAKYAT DAERAH DALAM SISTEM KETATANEGARAAN INDONESIA

BAB II TINJAUAN KEBERADAAN LEMBAGA PERWAKILAN RAKYAT DAERAH DALAM SISTEM KETATANEGARAAN INDONESIA BAB II TINJAUAN KEBERADAAN LEMBAGA PERWAKILAN RAKYAT DAERAH DALAM SISTEM KETATANEGARAAN INDONESIA A. Pengertian Sistem Ketatanegaraan Istilah sistem ketatanegaraan terdiri dari kata sistem dan ketatanegaraan.

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1999 TENTANG PERIMBANGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAHAN PUSAT DAN DAERAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1999 TENTANG PERIMBANGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAHAN PUSAT DAN DAERAH UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1999 TENTANG PERIMBANGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAHAN PUSAT DAN DAERAH Menimbang : Mengingat : DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. praktik ketatanegaraan Indonesia. Setiap gagasan akan perubahan tersebut

I. PENDAHULUAN. praktik ketatanegaraan Indonesia. Setiap gagasan akan perubahan tersebut I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Bergulirnya reformasi yang terjadi di Indonesia pada tahun 1998 membawa dampak banyak perubahan di negeri ini, tidak terkecuali terhadap sistem dan praktik ketatanegaraan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUANTAN SINGINGI NOMOR : 6 TAHUN 2008 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUANTAN SINGINGI NOMOR : 6 TAHUN 2008 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUANTAN SINGINGI NOMOR : 6 TAHUN 2008 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUANTAN SINGINGI, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1. Permasalahan. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1. Permasalahan. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1. Permasalahan Latar Belakang Masalah Sesuai dengan amanat Undang-undang Dasar 1945, Pemerintah Daerah berwenang untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia. Jadi otonomi daerah merupakan sarana

BAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia. Jadi otonomi daerah merupakan sarana BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Besarnya tuntutan reformasi di segala bidang yang didukung oleh sebagian masyarakat Indonesia dalam menyikapi berbagai permasalahan di daerah akhir-akhir ini,

Lebih terperinci

WALIKOTA KEDIRI PERATURAN DAERAH KOTA KEDIRI NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA KEDIRI PERATURAN DAERAH KOTA KEDIRI NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN WALIKOTA KEDIRI PERATURAN DAERAH KOTA KEDIRI NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KEDIRI, Menimbang : a. bahwa produk hukum

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN TUGAS DAN WEWENANG SERTA KEDUDUKAN KEUANGAN GUBERNUR SEBAGAI WAKIL PEMERINTAH DI WILAYAH PROVINSI DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

W A L I K O T A B A N J A R M A S I N

W A L I K O T A B A N J A R M A S I N W A L I K O T A B A N J A R M A S I N PERATURAN DAERAH KOTA BANJARMASIN NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANJARMASIN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB III KONSEKUENSI YURIDIS PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI. Nomor 52/PUU-IX/2011 TERHADAP PERATURAN DAERAH KOTA BATU

BAB III KONSEKUENSI YURIDIS PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI. Nomor 52/PUU-IX/2011 TERHADAP PERATURAN DAERAH KOTA BATU 62 BAB III KONSEKUENSI YURIDIS PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI Nomor 52/PUU-IX/2011 TERHADAP PERATURAN DAERAH KOTA BATU 3.1. Kekuatan berlakunya Putusan Mahkamah Konstitusi terhadap Peraturan Perundang-undangan

Lebih terperinci