Sampling Stratifikasi Dapat Mengurangi Tingkat Risiko Deteksi Dalam Audit Yang Dilaksanakan Oleh APIP. Abstraksi

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Sampling Stratifikasi Dapat Mengurangi Tingkat Risiko Deteksi Dalam Audit Yang Dilaksanakan Oleh APIP. Abstraksi"

Transkripsi

1 Sampling Stratifikasi Dapat Mengurangi Tingkat Risiko Deteksi Dalam Audit Yang Dilaksanakan Oleh APIP Oleh: Muhammad Fuat Abstraksi Dalam sampling stratifikasi auditor memisahkan populasi ke dalam dua atau lebih tingkatan dan kemudian mengambil sampel dari masing-masing tingkatan. Auditor telah sering menggunakan prinsip-prinsip stratifikasi. Biasanya, auditor menyisihkan unit dalam populasi yang paling besar atau paling mahal atau paling signifikan/material untuk diperiksa lengkap dan kemudian memilih sampel dari sisanya. Untuk menentukan apakah digunakan sampling straifikasi, dalam setiap populasi auditor harus mengenali variasi yang besar dalam ukuran-jumlah atau karakteristik unit yang membentuk populasi. Jika auditor melihat adanya variasi yang besar, auditor harus mempertimbangkan stratifikasi Sampling stratifikasi lebih sederhana dan mudah digunakan, serta dapat membantu auditor dalam dua hal penting yaitu mengendalikan distorsi dan memungkinkan ukuran sampel yang lebih kecil. Bila populasi telah distratifikasi, unit sampel bisa dipilih melalui sampling nomor acak atau sampling interval, tergantung keadaan. I. PENDAHULUAN Sampling adalah proses menerapkan prosedur-prosedur audit pada sampel yang merupakan bagian dari keseluruhan populasi guna mengambil kesimpulan mengenai total populasi. Teori sampling mengasumsikan bahwa kualitas yang dimiliki sampel representatatif bisa diperhitungkan kedalam populasi. Sampling pada hakekatnya adalah proses mempelajari keseluruhan dengan menelaah hanya sedikit (kurang dari 100%). Pada saat yang sama dengan sampling auditor harus menerima resiko bahwa sampel yang dipilih tidak benarbenar mencerminkan populasi yaitu bahwa karakteristik yang diproyeksikan/diestimasikan dari sampel tidak sama dengan yang akan ditemukan jika keseluruhan populasi atau sampel dalam jumlah lebih besar dilakukan audit. Sampling bukanlah akhir tujuan itu sendiri, justru hanya merupakan sarana untuk mencapai tujuan. Sampel dan hasil sampel hanyalah data mentah yaitu data yang harus diberikan bobot dan dipelajai. Data tersebut harus 1

2 dianalisis materialitasnya, alasan, penyebab dan dampak actual atau potensial. Jadi sampel yang diambil merupakan langkah pertama untuk memberikan opini audit. Dengan meningkatnya penggunaan teknologi informasi, auditor harus menetukan apakah sampling merupakan cara yang paling efisien dan efektif untuk mendapatkan bukti dan kesimpulan. Dengan pendekatan bank data dan pencarian informasi, mungkin lebih efisien melakukan pengujian berbantuan computer pada keseluruhan populasi. Berkaitan dengan sampling ini adalah bagaimana auditor memutuskan: 1. pendekatan sampling apa yang akan digunakan 2. berapa banyak unit sampel yang akan dipilih 3. bagaimana auditor memilih unit sampel tersebut 4. bagaimana mengevaluasi hasil-hasilnya terkait dengan tujuan audit Dalam pemilihan sampel auditor dapat memilih dua jalur yaitu pertama mengarah ke sampel terarah (directed sample) dan yang kedua merupakan sampel acak (random sample). Sampel terarah atau sampel bertujuan digunakan bila auditor mencurigai adanya kesalahan serius atau manipulasi dan ingin mendapatkan bukti untuk mendukug kecurigaan mereka atau menemukan sebanyak mungkin hal yang mencurigakan. Proses ini tidak ada kaitannya dengan sampling statistik, jadi murni merupakan pekerjaan mendeteksi. Makin baik naluri detektif auditor, makin berguna sampel yang diambilnya. Tetapi auditor tidak bias mengambil kesimpulan tentang pipulasi dari sampel terarah. Kesimpulan seperti ini jelas tidak bisa memberikan jaminan karena sampel tidak mencerminkan populasi. Sampel acak berusaha mencerminkan populasi tempat diambilnya sampel sedekat mungkin, sehingga apabila seorang auditor mengambil sampel secara acak berarti auditor mencoba mengambil gambar berupa miniature dari catatan atau data dalam jumlah besar yang membentuk populasi tempat sampel dipilih. Makin besar sampel yang dipilih, makin dekat sampel tersebut mencerminkan populasi (mewakili atau representatif) 2

3 Sampling statistik memungkinkan auditor internal mengukur resiko pengambilan sampel yaitu risiko bahwa suatu sampel tidak mencerminkan populasi. Untuk mengukur risiko tersebut secara statistik maka pemilihan sampel haruslah acak. Pemilihan acak berarti bahwa setiap unit dalam populasi memiliki peluang yang sama untuk dipilih. Sampling nonstatistik tidak memungkinkan auditor untuk mengukur risiko pengambilan sampel secara objektif, karena setiap unit populasi tidak memiliki peluang yang sama untuk terpilih. Namun, sampling nonstatistik bisa bernilai untuk rancangan sampling terarah (bertujuan) atau bentuk lain dari sampling menggunakan pertimbangan. Tentu saja dimungkinkan bagi auditor untuk memilih sampel secara acak tanpa berupaya mengambil inferensi statistik tentang keseluruhan populasi. Tetapi dengan menggunakan pemilihan acak auditor bisa menghindari bias dan juga lebih yakin karena sampel yang dipilih cenderung mencerminkan nilai populasi. Ada beberapa aturan pengambilan sampel yang representatif. Berikut ini tiga prinsip dasar pemilihan yang berlaku dalam setiap prosedur sampling: 1. Kenali populasi secara jelas, karena kesimpulan audit bisa didasarkan semata-mata dari sampel yang diambil dari populasi tersebut. 2. Definisikan unit sampling sesuai tujuan audit. 3. Biarkan setiap unit sampel dalam populasi memiliki peluang yang sama (atau peluang tertentu) untuk terpilih. Jika tiga prinsip di atas dilanggar, maka pengujian tersebut dipertanyakan dasar-dasar teknisnya, dan kesimpulan dibuat tanpa dukungan yang objektif. Jika populasi atau unit sampelnya tidak didefinisikan dengan baik sesuai tujuan audit maka akan menghasilkan sampling dan audit yang salah. Jika populasi dan unit sampel didefinisikan dengan baik, maka keseluruhan arah dan pendekatan audit akan meningkat. Teknik yang baik adalah memetakan populasi sebelum mengambil sampel untuk mengidentifikasi subpopulasi atau strata. 3

4 Gambar 1: Gambaran Umum Sampling SAMPLING POPULASI ESTIMASI SAMPEL KONDISI SAMPEL 4

5 II. PEMBAHASAN 1. Sampling Stratifikasi (Stratified Sampling) Dalam setiap populasi auditor harus mengenali variasi yang besar dalam ukuran-jumlah atau karakteristik unit yang membentuk populasi. Jika auditor melihat adanya variasi yang besar, auditor harus mempertimbangkan stratifikasi. Sampling stratifikasi (stratified sampling) menyusun populasi sehingga memberikan efisiensi sampling yang lebih besar. Jika digunakan dengan tepat, sampling stratifikasi akan menghasilkan varians yang lebih kecil dalam sampel tersebut dibandingkan sampling acak sederhana. Pengertian sampling stratifikasi adalah (Arens:2006) auditor memisahkan populasi ke dalam dua atau lebih tingkatan sebelum auditor melakukan audit sampling. Auditor telah sering menggunakan prinsip-prinsip stratifikasi. Biasanya, auditor menyisihkan unit dalam populasi yang paling besar atau paling mahal atau paling signifikan/material untuk diperiksa lengkap dan kemudian memilih sampel dari sisanya. Gambar 2: Gambaran Sampling Stratifikasi Sub. Populasi Sampel Sub Populasi Sampel Sub Populasi = sampel. Sub Populasi yang nilainya tidak material Sub Populasi yang nilainya material Sub Populasi yang nilainya sangat material 5

6 Kadang-kadang dimungkinkan untuk mengalokasikan populasi ke dalam banyak tingkatan untuk mengurangi jumlah unit yang diperlukan untuk memperoleh sampel yang representatif dalam populasi. Sebagaimana yang seharusnya auditor ketahui, variabilitas dalam populasi, bukan ukurannya, yang menyebabkan kenaikan tajam dalam jumlah sampel yang dibutuhkan guna memberikan gambaran lengkap tentang populasi. Jika populasi terdiri atas unit-unit yang identik maka mengambil sampel satu saja akan representatif. Misalnya, jika auditor ingin mengestimasikan konsumsi bahan bakar mobil, dan setiap kendaraan benar-benar sama satu dengan yang lain, auditor hanya perlu mempelajari konsumsi satu unit dan mengalikannya dengan Auditor akan memiliki keyakinan yang cukup bahwa proyeksi akan menjadi indikator yang andal atas kondisi sebenarnya. Namun, jika armada kendaraan terdiri atas motor, truk pengangkut yang besar, dan banyak jenis lainnya, auditor perlu memilih sampel dari setiap jenis; dengan kata lain, auditor harus menstratifikasikan populasi. Dalam situasi dunia nyata, kualitas populasi biasanya sangat bervariasi. Misalnya bukti pengeluaran kas dari suatu instansi pemerintah besarnya sangat bervariasi. Makin berbeda kualitas atau karakter setiap unit dalam karakteristik yang sedang dipelajari, makin banyak sampel yang harus auditor pilih untuk mendapatkan representasi yang wajar atas populasi. Auditor berupaya mendapatkan gambaran utuh tentang populasi dari sampel auditor. Gambaran tersebut cenderung terdistorsi oleh unit-unit yang tidak biasa atau variabilitas yang besar. Biasanya satu-satunya cara untuk mendapatkan gambaran tersebut adalah melalui stratifikasi. Jadi, stratifikasi membantu auditor dalam dua hal penting yaitu mengendalikan distorsi dan memungkinkan ukuran sampel yang lebih kecil. Hanya saja cara menstratifikasi, berapa banyak strata yang harus dibentuk, dan unit-unit apa yang akan dikelompokkan bersama-sama, memerlukan pertimbangan auditor agar bisa dilakukan dengan memadai Setiap stratifikasi yang wajar lebih baik daripada tidak sama sekali. 6

7 Bila populasi telah distratifikasi, unit sampel bisa dipilih melalui sampling nomor acak atau sampling interval, tergantung keadaan. 2. Risiko Audit Risiko audit (BPKP:2009) adalah kondisi ketidak pastian yang dihadapi oleh auditor yang menyebabkan audit tidak mencapai sasaran. Risiko audit tidak hanya ada pada general audit (audit untuk laporan keuangan perusahaan komersial), tetapi juga pada jenis audit operasional yang sering dilakukan oleh APIP (Aparat Pengawasan Internal Pemerintah) terhadap instansi pemerintah, karena pada dasarnya sasaran audit adalah informasi yang disajikan manajemen. Yang berbeda adalah bentuk informasi yang diaudit dan tujuan melakukan audit. Jika dalam general audit, yang diuji adalah informasi keuangan yang termuat dalam laporan manajemen terdiri dari pos-pos neraca dan laba rugi dengan tujuan memberikan pendapat terhadap informasi keuangan tersebut, pada audit operasional, yang diuji adalah informasi kuantitatif yang, disajikan manajemen unit yang diaudit (Kementerian, Kanwil, Dinas, Proyek dan sebagainya) berkaitan dengan kegiatan operasional suatu unit organisasi, baik yang bersifat keuangan maupun non keuangan. Informasi keuangan yang dimaksud meliputi pendapatan seperti; jumlah pendapatan negara yang dihasilkan (baik pajak dan non-pajak/retribusi), yang dipungut, dan yang disetorkan ke kas negara, dan belanja seperti; belanja pegawai, belanja barang, belanja pemeliharaan, biaya perjalanan dan sebagainya. Sedangkan informasi yang, bersifat non keuangan, seperti jumlah permohonan izin yang masuk dari masyarakat, jumlah yang dapat dilayani dan yang ditolak, jumlah izin yang diterbitkan, jangka waktu pelayanan per pemohon, dan sebagainya. 7

8 Adapun tujuan audit operasional adalah untuk menentukan apakah kegiatan operasional yang diuji telah dilaksanakan secara ekonomis, efisien, efektif, dan sesuai dengan ketentuan/peraturan perundang-undangan vang berlaku. Derajat keekonomisan, efisiensi, efisiensi, efektivitas, dan ketaatan terhadap ketentuan/peraturan perundang-undangan tersebut dapat diketahui apabila telah dilakukan berbagai telaahan/analisis, dengan menggunakan informasi kuantitatif yang disajikan manajemen Dengan adanya UU No. 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan UU No.1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara setiap instansi pemerintah harus menyusun laporan keuangan yang terdiri: Neraca, Laporan Realisasi Anggaran dan Catatan Atas Laporan Keuangan serta ditambah Laporan Arus Kas (khusus Kementerian keuangan). Laporan keuangan Kementerian/instansi tersebut akan diaudit oleh BPK dan diberikan pendapat/opini atas kewajarannnya. Sedangkan APIP pada umumnya hanya melakukan reviu atas laporan keuangan dalam rangka membantu pimpinan instansi/kementerian dalam mempersiapkan keandalan laporan keuangan tersebut sebelum diaudit oleh BPK, dan yang rutin dilakukan oleh APIP adalah melakukan audit operasional atas kegiatan instansi/kementerian. Dalam audit operasional instansi pemerintah, yang dimaksud "risiko audit" adalah risiko bahwa auditor, tanpa sadar, mempercayai informasi yang disajikan manajemen, padahal informasi itu mengandung salah saji material, kemudian berdasarkan informasi itu, dia melakukan penelaahan mengenai keekonomisan, efisiensi, efektivitas, dan ketaatan auditannya. Akibatnya, laporan hasil audit, temuan dan rekomendasinya yang berasal dari hasil telaahan atas informasi tersebut, juga diyakini akan mengandung kesalahan. Tujuan mempelajari risiko audit adalah untuk mengingatkan kepada para auditor agar selalu berhati-hati dalam pelaksanaan audit, karena mereka selalu akan berhadapan dengan risiko yang harus ditanggungnya. Di samping itu, pengetahuan mengenai risiko audit dapat membantu auditor dalam menyusun rencana penugasan dan prosedur audit. 8

9 Adapun jenis-jenis risiko audit (audit risk = AR) terdiri dari (BPKP:2008) yaitu risiko melekat (inherent risk = IR), risiko pengendalian (control risk = CR), dan risiko deteksi (detection risk = DR), dengan rumus sebagai berikut: AR = IR x CR x DR Risiko melekat dan risiko pengendalian secara mutlak berada pada pihak manajemen, sehingga tidak dapat dikendalikan oleh auditor. Yang dapat dikendalilan oleh auditor hanyalah risiko deteksi.sesuai dengan rumus di atas, risiko deteksi dapat diukur dengan rumus: DR = AR / (IR x CR) Auditor berkepentingan terhadap risiko deteksi dalam rangka mencapai audit yang efektif, yaitu yang berhasil mengungkapkan kesalahan yang terkandung dalam laporan auditan. Hal itu dapat dicapai apabila risiko deteksi dapat diperkecil sampai pada tingkat yang dapat diterima. Ini berarti diperlukan hasil audit yang tinggi tingkat keakuratannya atau tidak mengandung salah saji yang material. Untuk mencapainya diperlukan hal-hal sebagai berikut : - audit harus dilakukan secara luas dan mendalam - penugasan harus diberikan kepada tenaga yang sudah berpengalaman - prosedur auditnya harus rinci - supervisinya harus lebih ketat 9

10 Gambar 3: Gambaran Umum Risiko Audit Controllable Detection Risk (DR) Sampling Risk (SR) Risiko Audit (AR) Inherent Risk (IR) Non Sampling Risk (NSR) Uncontrollable Control Risk (CR) 10

11 3. Aplikasi Sampling Stratifikasi Dalam Audit Dalam aplikasi ini diasumsikan bahwa Auditor dari Inspektorat Jenderal (Itjen) Kementerian A baru melakukan audit atas pengeluaran kas yang terdapat dalam Laporan Realisasi Anggaran Satuan Kerja (Satker) B Kementerian A tahun anggaran Jumlah belanja (pengeluaran kas) sebesar Rp ,00 yang terdiri dari belanja/pengeluaran kas mulai dari Januari 2010 sampai dengan Desember 2010 dengan jumlah bukti pengeluaran kas sebanyak 1104 bukti.. Auditor memilih metode sampling stratifikasi dalam pelaksanaan audit, dengan alasan bahwa sampling tersebut dapat mengurangi risiko deteksi dan mudah dilaksanakan. Rumus-rumus sederhana yang digunakan auditor adalah sebagai berikut (BPKP:2008): - Unit sampelnya ditetapkan dengan rumus : n = (NB x FK) / TS - Hasil samplingnya berupa proyeksi salah saji: PS = (NB /NS) x SS Dimana: NB = Nilai Buku Populasi SS FK = Salah Saji yang ditemukan dalam sampel = Faktor Keandalan, ditetapkan dengan memperhatikan risiko salah saji (risiko melekat dan risiko pengendalian) dan keyakinan terhadap keandalan melalui tabel faktor keandalan (FK) - Simpulan auditnya didasarkan pada perbandingan TS dan PS, - Toleransi Salah Saji (TS) adalah tingkat penyimpangan dalam populasi yang dapat ditolerir oleh auditor. TS ditetapkan berdasarkan pertimbangan materialitas, yaitu tingkat penyimpangan yang dianggap mengganggu keandalan data. Nilai materialitas dipengaruhi oleh persepsi auditor terhadap arti penting data bagi pemakainya (data users). Jika menurut auditor suatu populasi dianggap penting, berarti kesalahan sedikit saja dianggap sangat 11

12 berarti, sehingga perlu dipertimbangkan untuk menerapkan TS yang rendah. Jika sebaliknya, dapat menerapkan TS yang tinggi. - Proyeksi Salah Saji adalah merupakan penyimpangan yang terjadi dari hasil pengujian sampling yang nilainya diestimasikan kedalam populasi, sehingga dapat diestimasikan besarnya dalam populasi. Tahapan dan proses pelaksanaan Sampling Stratifikasi dalam audit (6 tahap) adalah sebagai berikut (BPKP:2008): 1. Menyusun Rencana Audit 2. Menetapkan Jumlah /Unit Sampel 3. Memilih Sampel 4. Menguji Sampel 5. Mengestimasi Keadaan Populasi 6. Membuat Simpulan Hasil Audit Pelaksanaan tahap-tahap sampling stratifikasi dalam audit: 1. Tahap menyusun rencana audit ditetapkan sebagai berikut: 1) Tujuan Audit adalah meneliti kewajaran pengeluaran kas. 2) Strata pengelompokan nilai anggota populasi dan kebijakan audit, Auditor mengelompokkan populasi dalam tiga strata yaitu: - Di atas Rp ,00 - Antara Rp ,00 sd Rp ,00 - Di bawah Rp ,00 3) Data di atas Rp ,00 diperiksa seluruhnya, data lainnya diperiksa secara sampling 4) Toleransi salah saji (TS) ditetapkan sebesar Rp ,00 5) Faktor keandalan (FK) yang terdiri dari risiko salah saji = "rendah", dan keyakinan terhadap "faktor keandalan/fk" = 1.2 (dari tabel FK) keandalan prosedur audit lainnya = "cukup'", maka 12

13 Tabel Faktor Keandalan Keyakinan terhadap keandalan prosedur audit lainnya RM & RK*) Tidak Dapat Rendah Cukup Tinggi Sangat Tinggi Tinggi Cukup Rendah *) Resiko Melekat(RM) & Resiko Pengendalian (RK) yang merupakan bagian dari risiko audit,. 2. Menetapkan Jumlah /Unit Sampel Untuk menetapkan unit sampel, populasi harus dikelompokkan lebih dahulu menurut strata yang direncanakan. Strata yang ditentukan oleh auditor adalah sebagai berikut: Strata Unit Nilai Buku - Diatas Rp ,00 34 bukti Rp ,00 - Antara Rp ,00 sd Rp ,00 - Dibawah Rp , bukti Rp ,00 Rp - Jumlah bukti Rp , , bukti Rp ,00 Kebijakan yang telah diambil oleh auditor yaitu: Anggota populasi yang nilainya di atas Rp ,00 dikeluarkan lebih dahulu dari populasi karena akan diteliti seluruhnya (diperiksa 100%) yaitu sebanyak 34 transaksi, sehingga rinciannya sebagai berikut: 13

14 - Total pengeluaran kas bukti Rp ,00 - Pengeluaran > Rp 34 bukti Rp , ,00 - Pengeluaran < Rp , bukti Rp ,00 Jadi besarnya sampel yang nilainya dibawah Rp ,00 adalah: n = ( x 1,2)/ = 110 unit Distribusi sampel pada masing-masing strata: - Dibawah Rp ,00 = ( / ) x 110 = 19 bukti - Antara Rp sd Rp = ( / ) x 110 = 91 bukti 110 bukti - Diatas Rp ,00 (diperiksa 100%) = 34 bukti Jumlah 144 bukti 3. Memilih Sampel Dalam melakukan audit sampel dipilih secara acak. 4. Menguji Sampel Besarnya sampel yang harus diuji oleh auditor sebanyak 144 bukti pengeluaran dengan nilai sebesar Rp ,00. Berikut ini adalah rincian pengujian sampel: 14

15 Keterangan Toleransi Salah Saji (TS) Populasi: Dibawah s/d Diatas Jumlah Jumlah Bukti (N) Nilai Buku (NB) Sampel: Bukti (n) Nilai Sampel (NS) Hasil Audit Salah Saji Sampel (SS) Proyeksi Salah Saji (PS) (NB / NS) x SS Mengestimasi keadaan populasi: Dari hasil pengujian sampel diperoleh temuan penyimpangan sebesar Rp ,00 dan setelah diestimasikan kedalam populasi diperoleh proyeksi salah saji populasi sebesar Rp Simpulan Hasil Audit Auditor telah menetapkan besarnya Toleransi Salah Saji (TS) sebesar Rp ,00 sedangkan proyeksi salah saji populasi sebesar Rp Dapat disimpulkan bahwa nilai populasi tidak terdapat salah saji yang material, sehingga populasi layak dipercaya. 15

16 5. Simpulan dan Saran Dari hasil pengujian sampling diperoleh hasil bahwa populasi layak untuk diterima yang berarti bahwa populasi tidak mengandung salah saji yang material, hal ini terbukti dari hasil pengujian sampel yang telah diestimasikan ke populasi (proyeksi salah saji = PS) sebagai berikut: - Toleransi Salah Saji (TS) sebesar Rp ,00 - Proyeksi salah saji populasi sebesar Rp ,00 Dilihat dari hasil proyeksi salah saji (PS) dapat dikatakan bahwa data-data yang ada dalam populasi dapat diyakini kewajarannya karena populasi mengandung salah saji yang tidak material, tetapi hal ini harus juga dianalisis terlebih dulu apakah penentuan TS sebesar Rp ,00 memang sudah memadai dalam arti ditinjau dari segi materialitasnya. Dalam hal ini TS hanya sebesar 0,98% {( : ,00) x 100%} dari populasi sehingga dapat dikatakan bahwa toleransi salah saji sangat kecil sekali dan dapat dikatakan bahwa toleransi tersebut tidak material. Tetapi dibalik analisis tersebut mungkin auditor mempunyai keyakinan sendiri bahwa makin kecil toleransi salah saji berarti makin teliti hasil pengujian sampel atas populasi yang diuji dari angka-angka pertanggungjawaban pengeluaran uang. Kesimpulan mengenai populasi dapat berubah apabila TS berubah atau jumlah sampel dirubah. Jadi dari hasil pengujian yang menggunakan sampling startifikasi diatas dapat dikatakan bahwa tingkat resiko deteksi dari data populasi sangat kecil, karena semua pengeluaran yang nilainya besar yaitu diatas Rp ,00 diuji 100% demikian juga auditor dalam menentukan toleransi salah saji sangat kecil (0,98%) dari nilai populasi sehingga hasil pengujiannya sangat telita dan terhindar dari resiko salah saji yang yang material dan resiko deteksi. Dari penyajian tersebut diatas ternyata penggunaan sampling stratifikasi sangat mudah dan sederhana cara menggunakannya, serta bisa menghasilkan simpulan bagi auditor APIP dengan cermat. Untuk itu disarankan kepada para auditor APIP dapat menggunakan sampling stratifikasi dalam kegiatan auditnya, agar laporan hasil audit yang dihasilkan bisa dihandalkan. 16

17 DAFTAR PUSTAKA 1. Arrens, Alvin A; Elder, Randal j; Elder, Beasley, Mark E LS (2006) Auditing and Assurance Services: An Integrated Approach, 12th edition, New Jersey, Pearson Education, Inc. 2. Boynton, William C; Johnson, Raymond N; (2006), Modern Auditing 8th edition, New York, John Wiley & Sons, Inc. 3. Guy, Dan M, Carmichael Douglas R, Whittington, O. Ray (1998), Audit Sampling An Introduction 4th edition, New York, John Wiley & Sons, Inc. 4. Pusat Pendidikan dan Pelatihan Pengawasan, BPKP (2008), Modul Sampling Audit 5. Pusat Pendidikan dan Pelatihan Pengawasan, BPKP (2008), Modul Dasar- Dasar Auditing. 17

DASAR-DASAR AUDITING

DASAR-DASAR AUDITING DIKLAT PEMBENTUKAN AUDITOR TERAMPIL AUDITING I KODE MA : 1. 120 DASAR-DASAR AUDITING 2009 PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PENGAWASAN BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN Edisi Keenam [SD-P2E/PMD-13-01]-[NO.REVISI:00]-[TGL.REVISI:

Lebih terperinci

REVIU KERTAS KERJA AUDIT

REVIU KERTAS KERJA AUDIT DIKLAT PENJENJANGAN AUDITOR KETUA TIM RKKA KODE MA : 2.130 REVIU KERTAS KERJA AUDIT 2008 PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PENGAWASAN BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN EDISI KEEMPAT Judul Modul :

Lebih terperinci

BAB II KUALITAS AUDIT, BATASAN WAKTU AUDIT DAN DUE PROFESSIONAL CARE. dikatakan berkualitas, jika memenuhi ketentuan atau standar

BAB II KUALITAS AUDIT, BATASAN WAKTU AUDIT DAN DUE PROFESSIONAL CARE. dikatakan berkualitas, jika memenuhi ketentuan atau standar BAB II KUALITAS AUDIT, BATASAN WAKTU AUDIT DAN DUE PROFESSIONAL CARE 2.1. Kualitas Audit Kualitas audit dapat diartikan sebagai bagus tidaknya suatu pemeriksaan yang telah dilakukan oleh auditor. Berdasarkan

Lebih terperinci

PENGARUH PERAN DAN TANGGUNG JAWAB AUDITOR INTERNAL TERHADAP PENINGKATAN EFEKTIVITAS SISTEM PENGENDALIAN INTERNAL

PENGARUH PERAN DAN TANGGUNG JAWAB AUDITOR INTERNAL TERHADAP PENINGKATAN EFEKTIVITAS SISTEM PENGENDALIAN INTERNAL PENGARUH PERAN DAN TANGGUNG JAWAB AUDITOR INTERNAL TERHADAP PENINGKATAN EFEKTIVITAS SISTEM PENGENDALIAN INTERNAL SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Untuk Memenuhi Syarat-Syarat Meraih

Lebih terperinci

KOMITE STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN (KSAP)

KOMITE STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN (KSAP) KOMITE STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN (KSAP) Berdasarkan Pasal Peraturan Pemerintah Nomor Tahun 00 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan yang menyatakan bahwa:. Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan

Lebih terperinci

MODUL GAMBARAN UMUM AKUNTANSI BERBASIS AKRUAL PROGRAM PERCEPATAN AKUNTABILITAS PEMERINTAH PUSAT

MODUL GAMBARAN UMUM AKUNTANSI BERBASIS AKRUAL PROGRAM PERCEPATAN AKUNTABILITAS PEMERINTAH PUSAT MODUL GAMBARAN UMUM AKUNTANSI BERBASIS AKRUAL PROGRAM PERCEPATAN AKUNTABILITAS PEMERINTAH PUSAT Kementerian Keuangan Republik Indonesia 2014 KATA PENGANTAR ii DAFTAR ISI Kata Pengantar ii Daftar Isi iii

Lebih terperinci

CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN

CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN LAMPIRAN VI PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 00 TANGGAL JUNI 00 STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN PERNYATAAN NO. 0 CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN DAFTAR ISI Paragraf PENDAHULUAN-------------------------------------------------------------------------

Lebih terperinci

I. PEDOMAN PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO SECARA UMUM. Prinsip-prinsip Manajemen Risiko dari masing-masing pilar tersebut diuraikan sebagai berikut:

I. PEDOMAN PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO SECARA UMUM. Prinsip-prinsip Manajemen Risiko dari masing-masing pilar tersebut diuraikan sebagai berikut: I. PEDOMAN PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO SECARA UMUM Sebagaimana diatur dalam Pasal 2 Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/8/PBI/2003 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/25/PBI/2009

Lebih terperinci

PEMERIKSAAN INTERNAL ATAS PENERIMAAN DAN PENGELUARAN KAS DALAM MEMINIMALKAN SALAH SAJI POTENSIAL PADA PT. AUTOPRIMA MAJU LESTARI PALEMBANG

PEMERIKSAAN INTERNAL ATAS PENERIMAAN DAN PENGELUARAN KAS DALAM MEMINIMALKAN SALAH SAJI POTENSIAL PADA PT. AUTOPRIMA MAJU LESTARI PALEMBANG PEMERIKSAAN INTERNAL ATAS PENERIMAAN DAN PENGELUARAN KAS DALAM MEMINIMALKAN SALAH SAJI POTENSIAL PADA PT. AUTOPRIMA MAJU LESTARI PALEMBANG Ivanni (aurelia_ivanni@yahoo.com) Siti Khairani (siti.khairani@mdp.ac.id)

Lebih terperinci

LAPORAN AUDI TOR ATAS LAPORAN KEUANGAN AUDI TAN

LAPORAN AUDI TOR ATAS LAPORAN KEUANGAN AUDI TAN SA Seksi 508 LAPORAN AUDI TOR ATAS LAPORAN KEUANGAN AUDI TAN Sumber: PSA No. 29 Lihat SA Seksi 9508 untuk interpretasi Seksi ini PENDAHULUAN 01 Seksi ini berlaku untuk laporan auditor yang diterbitkan

Lebih terperinci

PENGARUH MODAL KERJA DENGAN LABA USAHA KOPERASI PADA KOPERASI SERBA USAHA SEJATI MULIA JAKARTA : ANNA NURFARHANA

PENGARUH MODAL KERJA DENGAN LABA USAHA KOPERASI PADA KOPERASI SERBA USAHA SEJATI MULIA JAKARTA : ANNA NURFARHANA PENGARUH MODAL KERJA DENGAN LABA USAHA KOPERASI PADA KOPERASI SERBA USAHA SEJATI MULIA JAKARTA NAMA : ANNA NURFARHANA PROGRAM STUDI PENDIDIKAN EKONOMI FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN DAN PENGETAHUAN SOSIAL UNIVERSITAS

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2005 TENTANG STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2005 TENTANG STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2005 TENTANG STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 08 TAHUN 2006 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN ANALISIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 08 TAHUN 2006 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN ANALISIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP S A L I N A N PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 08 TAHUN 2006 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN ANALISIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, Menimbang : a. bahwa untuk

Lebih terperinci

EVALUASI PERENCANAAN PAJAK MELALUI REVALUASI ASET TETAP UNTUK MEMINIMALKAN BEBAN PAJAK PERUSAHAAN (STUDI KASUS PADA PT. X )

EVALUASI PERENCANAAN PAJAK MELALUI REVALUASI ASET TETAP UNTUK MEMINIMALKAN BEBAN PAJAK PERUSAHAAN (STUDI KASUS PADA PT. X ) EVALUASI PERENCANAAN PAJAK MELALUI REVALUASI ASET TETAP UNTUK MEMINIMALKAN BEBAN PAJAK PERUSAHAAN (STUDI KASUS PADA PT. X ) R. BERNADINUS CHRISDIANTO YUNUS YOHANES BIU KATIK Politeknik Ubaya Universitas

Lebih terperinci

PEDOMAN PENYUSUNAN STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR ADMINISTRASI PEMERINTAHAN

PEDOMAN PENYUSUNAN STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR ADMINISTRASI PEMERINTAHAN PEDOMAN PENYUSUNAN STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR ADMINISTRASI PEMERINTAHAN KEMENTERIAN TAHUN 2012 PERATURAN MENTERI NOMOR 35 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR ADMINISTRASI

Lebih terperinci

RENCANA STRATEGIS BADAN PEMERIKSA KEUANGAN

RENCANA STRATEGIS BADAN PEMERIKSA KEUANGAN RENCANA STRATEGIS BADAN PEMERIKSA KEUANGAN 2006-2010 Sambutan Ketua BPK Pengelolaan keuangan negara merupakan suatu kegiatan yang akan mempengaruhi peningkatan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat dan bangsa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. konstruksi untuk mengetahui besarnya dana yang harus disediakan untuk sebuah

BAB I PENDAHULUAN. konstruksi untuk mengetahui besarnya dana yang harus disediakan untuk sebuah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Estimasi biaya memegang peranan penting dalam penyelenggaraan proyek konstruksi. Kegiatan estimasi adalah salah satu proses utama dalam proyek konstruksi untuk mengetahui

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. beberapa peneliti sebelumnya. Maka peneliti juga diharuskan untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. beberapa peneliti sebelumnya. Maka peneliti juga diharuskan untuk BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hasil-hasil Penelitian Terdahulu Penelitian ini juga pernah di angkat sebagai topik penelitian oleh beberapa peneliti sebelumnya. Maka peneliti juga diharuskan untuk mempelajari

Lebih terperinci

CARA MENGELOLA ALAT DAN BAHAN

CARA MENGELOLA ALAT DAN BAHAN MODUL 16 KEWIRAUSAHAAN SMK CARA MENGELOLA ALAT DAN BAHAN Penanggung Jawab : Prof. Dr. H. Mohammad Ali, M.A Pengembang dan Penelaah Model : Dr. H. Ahman, M.Pd. Drs. Ikaputera Waspada, M.M Dra. Neti Budiwati,

Lebih terperinci

4.9.4. Penjelasan... 139 4.9.5. Cara Penilaian Kesehatan KSP/USP... 141 4.9.6. Penetapan Kesehatan KSP/USP... 164

4.9.4. Penjelasan... 139 4.9.5. Cara Penilaian Kesehatan KSP/USP... 141 4.9.6. Penetapan Kesehatan KSP/USP... 164 DAFTAR ISI DAFTAR ISI...i BAB I...1 PENDAHULUAN...1 1.1. LATAR BELAKANG...1 1.2. TUJUAN...1 1.3. SASARAN...2 1.4. RUANG LINGKUP...2 1.5. DEFINISI DAN KONSEPSI...2 1.6. LANDASAN KERJA KSP/USP KOPERASI...3

Lebih terperinci

ARTI PENTINGNYA PENGENDALIAN DALAM PENGADAAN BARANG/JASA

ARTI PENTINGNYA PENGENDALIAN DALAM PENGADAAN BARANG/JASA ARTI PENTINGNYA PENGENDALIAN DALAM PENGADAAN BARANG/JASA Oleh: Abu Samman Lubis * I. Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Setiap organisasi memiliki tujuan yang telah ditetapkan. Untuk mencapai tujuan tersebut

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berpendapat bahwa istilah control sebagaimana dikutip Muchsan, artinya :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berpendapat bahwa istilah control sebagaimana dikutip Muchsan, artinya : BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengawasan 1. Pengawasan secara umum Kata Pengawasan berasal dari kata awas berarti penjagaan. Istilah pengawasan dikenal dalam ilmu manajemen dengan ilmu administrasi yaitu

Lebih terperinci

Pedoman Surveilans Penyakit Hewan Tingkat Dasar

Pedoman Surveilans Penyakit Hewan Tingkat Dasar Pedoman Surveilans Penyakit Hewan Tingkat Dasar Dr Angus Cameron Pedoman Surveilans Penyakit Hewan Tingkat Dasar Angus Cameron 2011, Uni Afrika, Biro Inter-Afrika untuk Sumber Daya Hewan ISBN 1 00000 000

Lebih terperinci

PEDOMAN PENILAIAN PELAKSANAAN PRINSIP-PRINSIP TATA KELOLA YANG BAIK LEMBAGA PEMBIAYAAN EKSPOR INDONESIA

PEDOMAN PENILAIAN PELAKSANAAN PRINSIP-PRINSIP TATA KELOLA YANG BAIK LEMBAGA PEMBIAYAAN EKSPOR INDONESIA PEDOMAN PENILAIAN PELAKSANAAN PRINSIP-PRINSIP TATA KELOLA YANG BAIK LEMBAGA PEMBIAYAAN EKSPOR INDONESIA 1. Penilaian terhadap pelaksanaan prinsip-prinsip tata kelola yang baik Lembaga Pembiayaan Ekspor

Lebih terperinci

Pedoman Penyajian dan Pengungkapan Laporan Keuangan Emiten atau Perusahaan Publik Industri Jalan Tol

Pedoman Penyajian dan Pengungkapan Laporan Keuangan Emiten atau Perusahaan Publik Industri Jalan Tol Nomor : SE- 02/PM/2002 Pedoman Penyajian dan Pengungkapan Laporan Keuangan Emiten atau Perusahaan Publik Industri Jalan Tol Nomor : SE- 02/PM/2002 PEDOMAN PENYAJIAN DAN PENGUNGKAPAN LAPORAN KEUANGAN EMITEN

Lebih terperinci

MEMILIH BENTUK USAHA DAN PERIJINAN

MEMILIH BENTUK USAHA DAN PERIJINAN MODUL 12 KEWIRAUSAHAAN SMK MEMILIH BENTUK USAHA DAN PERIJINAN Penanggung Jawab : Prof. Dr. H. Mohammad Ali, M.A Pengembang dan Penelaah Model : Dr. H. Ahman, M.Pd. Drs. Ikaputera Waspada, M.M Dra. Neti

Lebih terperinci

ABSTRACT PENERAPAN AKUNTANSI PERTANGGUNGJAWABAN SEBAGAI ALAT PENGENDALIAN BIAYA PADA PT. LIMA UTAMA SURABAYA OLEH: ABDUL HARIS KURNIAWAN

ABSTRACT PENERAPAN AKUNTANSI PERTANGGUNGJAWABAN SEBAGAI ALAT PENGENDALIAN BIAYA PADA PT. LIMA UTAMA SURABAYA OLEH: ABDUL HARIS KURNIAWAN ABSTRACT PENERAPAN AKUNTANSI PERTANGGUNGJAWABAN SEBAGAI ALAT PENGENDALIAN BIAYA PADA PT. LIMA UTAMA SURABAYA OLEH: ABDUL HARIS KURNIAWAN Akuntansi pertanggungjawaban adalah suatu sistem akuntansi yang

Lebih terperinci

PROSES KONFI RMASI. SA Seksi 330. Sumber: PSA No. 07 PENDAHULUAN DAN KETERTERAPAN

PROSES KONFI RMASI. SA Seksi 330. Sumber: PSA No. 07 PENDAHULUAN DAN KETERTERAPAN SA Seksi 330 PROSES KONFI RMASI Sumber: PSA No. 07 PENDAHULUAN DAN KETERTERAPAN 01 Seksi ini memberikan panduan tentang proses konfirmasi dalam audit yang dilaksanakan berdasarkan standar auditing yang

Lebih terperinci

Akurat Jurnal Ilmiah Akuntansi Nomor 06 Tahun ke-2 September-Desember 2011

Akurat Jurnal Ilmiah Akuntansi Nomor 06 Tahun ke-2 September-Desember 2011 PERANAN ANGGARAN PENJUALAN SEBAGAI ALAT BANTU MANAJEMEN DALAM MENUNJANG EFEKTIVITAS PENGENDALIAN PENJUALAN (STUDI KASUS PADA PT PERKEBUNAN NUSANTARA VIII, BANDUNG) Trimanto S. Wardoyo Dosen Program Magister

Lebih terperinci

EVALUASI PROGRAM SEKOLAH

EVALUASI PROGRAM SEKOLAH KOMPETENSI EVALUASI PENDIDIKAN PENGAWAS SEKOLAH PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH EVALUASI PROGRAM SEKOLAH DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2009 KATA PENGANTAR Peraturan Menteri

Lebih terperinci