Pendahuluan. Kultur akar merupakan suatu bentuk kultur jaringan akar yang hidup dan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Pendahuluan. Kultur akar merupakan suatu bentuk kultur jaringan akar yang hidup dan"

Transkripsi

1 KULTUR AKAR TRANSGENIK Trichosanthes cucumerha L. SERTA PENGARUH DENSITAS EKSPLAN AWAL, UMUR PANEN DAN KASEIN HIDROLISAT TERHADAP PRODUKSI BIOMASSA DAN PROTEIN TOTAL AKAR TRANSGENIK Abstrak Penelitian dilakukan di Laboratorium Kultur Jaringan Tanaman, Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian IPB. Tujuan penelitian adalah untuk mendapatkan kultur akar transgenik (akar berambut) yang tumbuh stabil dalam media tanpa penarnbahan zat pengatur tumbuh dari kecambah Trichosanthes cucumerina L. dengan bantuan Agrobacterium rhizogenes 9457, mempelajari pengaruh densitas eksplan awal, umur panen serta kasein hldrolisat terhadap produksi biomassa dan hasil protein total dari akar transgenik. Penelitian tediri dari tiga tahap yaitu inisiasi kultur akar berambut, uji pengaruh densitas eksplan dan umur panen terhadap produksi biomassa dan hasil protein total dari akar berambut, dan uji pengaruh penarnbahan kasein hidrolisat terhadap produksi biomassa dan hasil protein total dari akar berambut. Hasil infeksi kecambah in vitro dengan A. rhizogenes menunjukkan sebanyak 42 kecambah dari selutar 108 kecambah yang diinfeksi menghasilkan akar pada lokasi infeksi. Namun setelah melalui tahap penapisan dalarn media Murashige-Skoog tanpa zat pengatur tumbuh (MS-0), hanya dihasilkan satu galur akar berarnbut yang tumbuh stabil dalam media tersebut. Galur akar berambut tersebut tumbuh stabil dalam jurnlah sub kultur yang ti& terbatas dalam media MS-0 dan menunjukkan indikasi yang kuat sebagai akar transgenik. Kesulitan mengeliminasi sisa-sisa Agrobacterium dari media kultur menyebabkan galur akar berambut yang dihasilkan sangat terbatas. Galur akar berambut yang tumbuh stabil digunakan dalam uji pengaruh densitas eksplan awal, umur panen dan kasein hidrolisat. Densitas eksplan awal3, 5, 7 dan 9 akar per botol dikombinasikan dengan umur panen 4, 8 dan 12 HST. Biomassa yang dihasilkan pada semua perlakuan densitas eksplan awal pada 12 HST, berbeda nyata antara eksplan awal3 dengan yang lainnya. Sebaliknya hasil protein total cenderung menurun dengan meningkatnya umur panen pada setiap densitas eksplan awal. Perbedaan densitas eksplan mempengaruhi pola perturnbuhan karena pada densitas eksplan 7 dan 9 akar berarnbut cenderung lebih cepat memasuki fase stasioner. Kadar protein total menurun dengan meningkatnya umur kultur sedangkan hasil protein total tergantung pada waktu panen. Kasein hidrolisat tidak berpengaruh nyata terhadap produksi bomassa, namun cenderung menekan produksi biomassa dibanding kontrol. Kadar protein total dapat ditingkatkan pada konsentrasi kasein hldrolisat 50 mgll. Peningkatan kasein hidrolisat menjadi 100 mg/l menglaasilkan kadar protein yang sama dengan kasein hidrolisat 50 mgll. Peningkatan menjadi 150 mga menyebabkan penurunan kadar protein total. Hasil protein total tertinggi dihasilkan pada media tanpa kasein hidrolisat.

2 Pendahuluan Kultur akar merupakan suatu bentuk kultur jaringan akar yang hidup dan berdiferensiasi secara terorganisir membentuk biomassa akar tanpa kehadran tipe organ lain dari tanaman seperti batang, daun ataupun bunga. Terdapat dua tipe kultur akar yaitu kultur akar non transgenik dan kultur akar transgenik. Kultur akar non transgenik diperoleh dengan memotong ujung akar tanaman di lapangan lalu disterilkan maupun akar kecambah tanarnan in vitro lalu ditanam dalam media kultur jaringan (Payne et al. 1992). Kultur akar transgenik merupakan kultur akar yang dihasilkan dengan menginfeksi tanaman dengan Agrobacterium rhizogenes. Infeksi tanaman dengan Agrobacterium rhizogenes akan mengakibatkan ditransfernya T-DNA dari Ri (Root inducing) plasmid ke genom tanaman yang menyebabkan induksi proliferasi akar transgenik yang juga disebut akar berambut (Payne et al., 1992). Akar berambut mempunyai ciri percabangan lateral yang ekstensif dan tidak dipenganh geotropisme. Percabangan yang ekstensif tersebut menghasilkan banyak meristem sehingga memungkinkan pertumbuhan biamassa yang cepat dibandingkan akar tanaman normal. Sifat penting lainnya dari akar berambut adalah kemampuannya untuk tumbuh stabil dalam media kultur in vitro walaupun tanpa penambahan zat pengatur tumbuh. Pada kultur akar bukan transgenik, pemantapan dan pemeliharaannya memerlukan tambahan auksin yang dapat menekan produktivitasnya dalam menghasilkan metabolit sekunder. Kultur akar berambut cenderung lebih stabil dibandingkan kultur kalus dan suspensi sel dan merupakan alternatif yang lebih

3 baik dibandingkan ekstraksi protein langsung dari tanaman in vivo maupun Mtur kalus dan suspensi sel (Toppi et al. 1996). Induksi akar berambut dengan bantuan Agrobacterium rhizogenes telah berhasil dilakukan pada beberapa spesies Cucurbitaceae. Diantaranya adalah Lufla cylrndrica L. ( Toppi, 1996; Turnilisar 2001), Cucurbita pep0 L. (Toppi, 1997), dan Trichosanthes spp.(savary dan Flores, 1994). Akar berambut pada beberapa spesies Cucurbitaceae tersebut digunakan mtuk mempelajari identitas protein aktif yang ada pada akar tanaman. Protein aktif dari berbagai tanaman dilaporkan bermanfaat bagi tamman penghasilnya sebagai suatu mekanisme ketahanan terhadap serangan patogen maupun cekarnan abiotik. Protein aktif tersebut dapat berupa enzim, defensin, antimicrobial peptide, maupun Ribosome Inactivating Proteins (RIP). Kultur akar berambut dari Trichosanthes sp. dilaporkan menghasilkan trichosantin dan chtinase yang menunjukkan aktivitas anticendawan dalam uji in vitro. Vivanco et al. (1997) menyatakan bahwa protein aktif berupa Ribosome In-activating Protein (RIPS) beptensi besar untuk dimanfmtkan dalam bidang pertanian. Pendapat ini didukung oleh adanya peningkatan ketahanan terhadap cendawan pada tanaman tembakau transgenik yang mengekspresikan RIP dari biji barley (Logeman et al. 1992). Efisiensi penggunaan kultur akar berambut untuk produksi metabolit sekunder sangat tergantung pada kemampuan produksi biomassa dan kadar senyawa target dari akar berambut. Dua ha1 tersebut kadang-kadang tidak terjadi secara bersamaan. Produksi biomassa yang tinggi belwn tentu diiringi oleh kadar senyawa target yang tinggi. Usaha mengoptimalkan produksi biomassa maupun

4 kadar senyawa target kadang-kadang perlu dilakukan. Perbaikan produktivitas biomassa dapat dilakukan dengan penapisan dan seleksi galur akar berambut, optimasi komposisi media dan induksi produksi senyawa yang diinginkan dengan perlakuan elisitasi (Fu, 1999). Densitas eksplan awal merupakan faktor penting yang berpengaruh terhadap kapasitas produksi biomassa akar berambut per satuan waktu tertentu. Laju proliferasi jaringan dalam kultur juga dipengaruhi oleh rasio eksplan dengan medium, rasio eksplan dengan udara, volume botol kultur, dan tipe penutup botol kultur, disamping faktor-faktor utama seperti nutrisi media (McClelland dan Smith, 1990) Optimasi komposisi media dapat dilakukan antara lain dengan penambahan senyawa organik maupun anorganik. Penarnbahan berbagai bentuk senyawa yang mengandung nitrogen fteroksidasi atau tereduksi, organik ataupun anorganik) diketahui dapat berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan dan diferensiasi eksplan yang ditanam secara m vitro (Narayanaswarny, 1994). Kasein hidrolisat merupakan senyawa organik kompleks yang mengandung berbagai asam amino. Asam amino berfimgsi sebagai sumber N dan berpengaruh terhadap aktivitas nitrat reduktase, pertumbuhan kultur, serta biosintesis produk sekunder. Berbagai senyawa organik sumber N juga mempunyai pengaruh yang kompleks dan kemunglunan berkaitan dengan peranannya sebagai sumber karbon, prekursor produk clan molekul regulator (Cresswell et al. 1989). Percobaan yang dilakukan bertujuan untuk untuk mengnduksi akar berarnbut pada hipokotil kecambah paria belut (Trichosanthes cucumerina L.)

5 dengan bantuan Agrobacterium rhizogenes strain 9457, menyeleksi galur akar berambut yang hunbuh stabil dalarn media tanpa zat pengatur tumbuh dan mengevaluasi pengaruh densitas eksplan dan waktu panen serta penambahan kasein hidrolisat terhadap produksi biomassa, k& protein dan hasil total protein dari akar berambut. Bahan dan Metode Percobaan Percobaan dilakukan dalam tiga tahap, yaitu inisiasi kultur akar berambut, uji pengaruh densitas eksplan dan waktu panen, dan uji pengaruh penambahan kasein hidrolisat terhadap produksi biomassa, kadar protein dan hasil protein total dari akar berambut Trichosanthes cucumerina L. Eksplan dan Media Tanam Eksplan awal berupa benih tanaman Trichosanthes cucumerina L. yang diperoleh dari daerah Weleri, Jawa Tengah, dicuci bersih dan dibuang kulit bijinya. Kemudian benih direndarn dalam bakterisida Agrep dan kgisida Dithane selama 24 jam untuk mengurangi kontaminasi cendawan. Selanjutnya benih disterilkan dengan larutan sodium hipoklorit (Baycline 20%, 15% dan 10%) berturut-turut selama 20, 15 dan 10 menit, dibilas dengan air steril lalu Qtanarn dalarn media dasar Murashige-Skoog (MS) yang dtambah gula (30 g/l) dan agar (7 gll). Setelah benih berkecambah, pada umur 2 minggu setelah perkecambahan bagian hipokotil diinfeksi dengan Agrobacterium rhizogenes. Inisiasi Kultur dan Penapisan Galur Akar Berambut Agrobacterium rhizogenes strain 9457 disegarkan dalam media Yeast Manitol Broth (YMB) padat dengan komposisi yeast extract ( 0.4 gll), mannitol

6 (10 gh), NaCl (0.1 gh), MgS04. 7 H20 (0.2 g/l) dan KH2P04 (0.5 gll), dan agar (7 ga). ph media diatur sehingga mencapai 7.0 sebelum diautoklaf pada suhu 121 OC, tekanan 1.5 psi selama 20 menit. Koloni berumur 3 hari digunakan untuk menginokulasi hipokotil kecambah in vitro yang berumur 2 minggu. Infeksi dilakukan dengan melukai bagian hipokotil kecambah dengan jarum preparat yang telah dicelupkan ke koloni Agrobacterium rhizogenes Pertumbuhan dan perkembangan kecambah yang diinokulasi dengan Agrobacterium diamati selama 3 minggu setelah inokulasi. Akar berambut yang muncul dipindahkan ke media MS tanpa ZPT (MS-0) padat dengan penambahan antibiotika cefotaxime (250 mg). Akar disubkultur ke media yang masih segar sampai 4-5 kali dan dievaluasi pertumbuhannya. Akar yang dapat turnbuh baik &lam MS-0 padat selanjutnya ditanam dalam media MS-0 cair dan diinkubasikan dalam ruangan dengan suhu 2527 C dengan cahaya terang dan dikocok dengan kecepatan 100 rpm pada rotary shaker. Pemeliharaan Kuitur Akar berambut Pemeliharaan kultur akar berambut dilakukan untuk menyediakan sumber eksplan bagi beberapa percobaan yang akan dilakukan. Media tanam untuk pemeliharaan kultwr akar berambut adalah media MS-0, terdiri dari garam-gararn yang mengandung hara makro, hara mikro, dan ditarnbah vitamin serta bahan organik dengan komposisi seperti yang dikembangkan oleh Murashige clan Skoog (1962). Karbohidrat diberikan dalam bentuk gula sebanyak 30 g/l. Media dalarn bentuk cair dm ph media diatur sehingga mencapai 5.8 dengan menggunakan KOH (1 N) atau HCl (IN) sebelum diautoklaf pa& suhu 121 C, tekanan 1.5 psi selama 20 menit.

7 Kultur akar berambut dipelihara dalam media MS-0 seperti tersebut diatas dengan mensubkultur ujung-ujung akar berambut setiap hari sekali. Kultur akar berambut diinkubasi dalam ruangan dengan suhu 25-27OC dengan cahaya terang dan dikocok dengan kecepatan 100 rpm pada rotary shaker. Uji Pengaruh Densitas Eksplan Awal dan Umur Panen. Akar berambut yang tumbuh stabil selama kali sub kultur dalam media pemeliharaan MS-0 digunakan dalarn percobaan ini. Eksplan ujung akar sepanjang cm ditanam dalam 25 ml media MS-0 dan dievaluasi perkembangannya. Dalam percobaan ini dievaluasi pengaruh berbagai densitas eksplan (3, 5, 7 dan 9 eksplan awal) dan umur panen 4, 8 dan 12 hari sesudah tanam (HST) terhadap produksi biomassa dan protein total yang dipanen. Setiap kombinasi perlakuan dalam percobaan ini diulang 4 kali dan tiap ulangan terdiri dan satu botol. Kultur diinkubasikan pada gyratory shaker inkubator dengan cahaya rendah dan dikocok dengan kecepatan 100 rprn. Pengamatan dilakukan terhadap bobot segar, bobot kering akur berambut setelah dikeringdinginkan dengan fieeze dryer dan kadar protein total akar berambut yang dilakukan pada masing-masing umur panen. Hasil protein total dihitung berdasarkan perkallan bobot kering akar berambut dengan kadar protein total. Uji Pengaruh Kasein Hidrolisat Dalam percobaan ini, diuji pertumbuhan dan perkembangan akar berambut dalam media MS-0 dengan penambahan kasein hidrolisat. Eksplan ujung akar (1-1.5 cm, 3 eksplanhtol) ditanam dalarn 25 ml media MS-0 dengan penambahan

8 berbagai konsentrasi casein hydrolisate (0,50, 100 an 150 mg/l). Setiap perlakuan diulang 12 kali dengan satu botol sebagai satu ulangan. Kultur diinkubasikan pada gyratory shaker inkubator dengan cahaya rendah clan dikocok dengan kecepatan 100 rpm. Ekstraksi Protein dan Pengukuran Kadar Protein Total Protein diekstmk dari akar berambut dengan menggerus contoh yang dianalisis (0.2 g bobot kering) dalam 10 ml buffer fosfat (NaH2P04 10 mm, Na2HP04 15 mm, KC1 100 mm, Na2EDTA 2 mm dan PVP 0.75%, ph 7.5) dingin dan disentrifugasi dengan kecepatan 8000 rpm selama 15 menit. Supernatan di ambil dan ke dalam endapan ditambahkan kernbali 10 rnl buffer fosfat dan disentrifugasi kembali pada suhu 4 C dengan kecepatan 8000 rpm selama 15 menit.. Supernatan yang didapat digabungkan dan ditera hingga 25 ml dengan penambahan buffer fosfat. Total protein terlarut dalam gabungan supernatan yang didapat ditentukan dengan metode Bradford (1976). Kadar protein total dan hasil protein total yang didapat dilutung berdasarkan bobot kering total biomassa dari contoh yang dianalisis. Pegamatan dan Analisis Data Pengamatan dilakukan terhadap bobot segar, bobot kering hairy root setelah dikeringdinman dan kadar protein total hairy root yang dipanen pada 12 HST. Hasil protein total dihitung berdasarkan perkalian bobot kering akar berambut dengan kadar protein total. Data hasil percobaan dianalisis sidik ragam dengan selang kepercayaan 95%. Jika perlakuan berpengaruh nyata dilakukan analisis lanjut dengan Duncan Multiple Range Test (DMRT).

9 Hasil Inisiasi Kultur Akar Berambut Kecambah yang diinokulasi dengan Agrobacterium rhizogenes LBA 9457 menunjukkan gejala pembengkakan seperti membentuk kalus pada bagian yang diinfeksi pada 4-7 hari setelah infeksi (HSI). Respon pembentukan tumor pada jaringan kecambah berkisar antara 47% pada 7 HSI sarnpai dengan 56% pada 21 HSI (Lampiran Tabel 1). Akar berambut biasanya terbentuk pada jaringan kalus yang berkembang pada bagian kecambah yang diinokulasi dengan Agrobacterium, meshpun ada yang berkembang pada jaringan tanpa pembentukan kalus. Morfologg akar rambut yang terbentuk bervariasi dar~ antara tebal, kaku dan pendek atau langsing dan memanjang (Gambar 2). Akar rambut juga berkembang dari bagian kecambah yang tidak diinokulasi dengan Agrobacterium, yang biasanya mempunyai morfologi akar rambut yang lebih kecil dan halus. Contoh akar rambut yang diisolasi darr man yang tidak diinfeksi biasanya tidak berhasil tumbuh dalam media MS-0 padat dengan cefotaxime (250 mg/l) yang mengindikasikan akar tersebut bukan akar transgenik yang dicari. Sebaliknya akar yang muncul dari jaringan kalus biasanya mampu tumbuh dalam media MS-0 dengan cefotaxime (250 mg/l). Kesulitan dalam mematikan Agrobacterrum dalam kultur akar menyebabkan keberhasilan mendapatkan kultur akar rambut transgenik menjadi rendah. Pada akhir tahapan percobaan ini hanya didapat satu klon galur akar berambut yang mampu tumbuh cepat secara terus menerus &lam media MS-0.

10 Gambar 2. Akar adventif yang muncul di lokasi infeksi dengan Agrobacterium rhizogenes. A. Akar adventif dengan morfologi yang lebih tebal dan gemuk, B. Akar adventif dengan morfologi yang lebih halus dan langsing. C. Akar berambut yang telah tumbuh stabil dalam media MS 0 + 3% sukrosa tanpa ZPT dengan kondisi cahaya terang terus menerus. D. Akar berambut yang telah tumbuh stabil dalam media MS 0 + 3% sulcrosa tanpa ZPT dengan kondisi cahaya rendah.

11 Kondisi lingkungan terutama cahaya cenderung berpengaruh terhadap morfologi akar berambut dalam satu galur. Hal tersebut ditemukan secara tidak sengaja ketika akar berambut diinkubasi &lam kondisi cahaya yang relatif berbeda. Ketika akar berarnbut diinkubasi &lam ruangan dengan cahaya terang terus-menerus, morfologi akar berambut menunjukkan percabangan yang intensif, pendek-pendek, tebal dan kaku, dan berwarna kehijauan. Sebaliknya ketika diinkubasi dalam shaker incubator dengan cahaya rendah, akar berambut tersebut mempunyai percabangan yang intensif yang cenderung tumbuh memanjang dan berwarna putih (Gambar 2). Pengaruh Densitas Eksplan Awal dan Umur Panen Dalam percobaan ini, akar berambut mulai berkembang 4 hari setelah tanam yang ditandai dengan terjadinya pemanjangan akar sekunder. Pada umur 8 hari akar sekunder makin memanjang dan membentuk percabangan tertier dan akar hampir memenuhi seluruh ruangan media. Pada 12 hari setelah tanam akar berambut telah memenuhi seluruh ruangan media. Hasil analisis data menunjukkan densitas eksplan awal atau umur panen berpengaruh nyata terhadap berbagai peubah yang diamati. Sedangkan persentase bahan kering hanya dipengardu oleh umur kultur. Rata-rata bobot segar akar berambut nyata meningkat dengan meningkatnya densitas eksplan awal ataupun umur panen. Penggunaan 3 eksplan awal nyata memberikan bobot segar lebih rendah dibanding 7 atau 9 eksplan awal namun tidak berbeda nyata dengan bobot segar pada 5 eksplan awd. Bobot segar

12 secara nyata meningkat antara waktu panen 4,8 dan 12 HST seperti terlihat pada Tabel 1. Persentase bahan kering tidak dipengaruhi oleh densitas eksplan awal, tetapi hanya dipengaruhi oleh umur panen. Umur panen 12 hari nyata mempunyai persentase bahan kering lebih tinggi dibandingkan umur panen 4 dan 8 HST (Tabel 1). Tabel 1. Bobot segar akar rambut (g) dan persentase bahan kering (%) pada beberapa densitas eksplan awal dan umur panen Densitas Eksplan Awal fuiuna akarlbotol) 4 Umur Panen (HST) 8 I 12 Rata-rata Rata-Rata 0,61* (7.0)" 0,72 (6.5) 0,88 (6.6) 1,33 (6.1) 2,46 (6.0) 3,s (7.1) 4,64 (7.0) 4,11 (7.2) 0,88 c (6.6B) 3,77 b (6.88) 4,69 a (7.8A) Ket : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada baris atau kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (DMRT). * Bobot segar **Persentase Bahan Kering Pengaruh umur panen terhadap hasil bobot kering biomassa akar berambut tergantung densitas eksplan awal yang digunakan. Pada penggunaan 3 eksplan awal per botol, bobot kering biomassa nyata meningkat pada umur panen 4 sampai dengan 12 HST. Sebaliknya pada penggunaan 5, 7 atau 9 eksplan awal per botol, umur panen 8 dan 12 HST nyata menghasilkan bobot kering biomassa lebih tinggi (Tabel 2). 4,20 (8.3) 4,39(8.1) 5,11 (7.7) 5,07(7.1) 2,42 B (7.1) 2,99AB(7.2) 3,54A (7.1) 3,51A (6.8) Tabel 2. Bobot kering akar rambut (g) pada beberapa densitas eksplan awal dan umur panen Densitas Eksplan Awal (ujung akarlw) ,04cA 0,05 b A 0,06 b A Umur Panen (HST) 8 0,14bB 0,27 a A 0,32 a A 12 0,34aA 0,35 a A 0,38 a A 0,08 b A 0,30 a A 0,35 a A Ket : Angka yang diikuti oleh huruf kecil pada baris yang sama atau huruf besar kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (DMRT).

13 Sebaliknya, pengaruh jumlah eksplan awal terhadap bobot kering biornassa akar berambut tergantung pada umur panen yang dilakukan. Pada umur panen 4 HST, jumlah eksplan awal yang digunakan tidak berpengaruh nyata dan biornassa kering masih relatif rendah. Dernikian pula pada umur panen 12 HST, jumlah eksplan awd tidak berpengaruh nyata, tetapi biomassa yang didapat relatif tinggi. Pada umur panen 8 HST, penggunaan 3 eksplan per botol nyata menghasilkan total biomassa kering yang lebih rendah dibandingkan jumlah eksplan yang lainnya (Tabel 2). Tabel 3. Kadar protein total (mg/g BK) dan hasil protein total (mg) dari akar berambut pada beberapa densitas eksplan awal clan umur Panen Densitas Eksplan Awal (ujung akarlbotol) ,9 a A* (7,9) " 163,4 a A (8,7) 166,2 a A (8,9) 169,O a A (1 5,2) Umur Panen (HST) 8 173,l aa (3416) 148,4 b B (362) 147,3 b B (41 $2) 143,4 b B (39,5) ,7 b B (48,6) 128,5 c B (392) 128,7 c B (45,7) 143,4 b A (47,4) Rata-rata Rata-Rata 10.2 c 37.9 b 45.2 a Kn : Angka yang diikuti olk huruf kecil pads baris ya*g sama ahu humf besar kilom yang sama ' tidak berbeda nyata pada taraf 5% uii DMRT (Duncan Multivle Range Test). 27,2 25,3 28,6 31,3 Kadar protein total yang diisolasi dan akar rarnbut dipengaruhi oleh interaksi antara densitas eksplan awal yang digunakan dan umur panen. Pada penggunaan 3 eksplan awal per botol, kadar protein total nyata menurun pada umur panen 12 HST. Pada penggunaan eksplan awal 5,7 dan 9 per botol, kadar proteinnya telah nyata menurun pada urnur panen 8 HST (Tabel 3). Pada umur panen 4 HST, jumlah eksplan awal tidak berpengaruh nyata terhadap kadar protein total. Pada umur panen 8 HST, penggunaan 3 eksplan awal

14 memberikan kadar protein total tertinggi. Sebaliknya pada umur panen 12 HST, kadar protein total tertinggi didapat ketika penggunaan 9 eksplan awal per botol. Hasil protein total hanya dipengaruhi oleh umur panen. Meningkatnya umur panen nyata meningkatkan hasil protein total yang didapat dan rata-rata hasil protein total tertinggi diperoleh pada umur panen 12 HST (Tabel 3). Morfologi akar berambut pada berbagai densitas eksplan awal dan urnur panen seperti terlihat pada Gambar 3, 4 dan 5. Setiap eksplan mempunyai kecepatan pertumbuhan dan perkembangan yang relatif sama seperti terlihat pada Gambar 3. Tetapi pada penggunaan 7 dan 9 eksplan awal per botol, biomassa akar telah memenuhi rung media pada 8 HST, sebaliknya pada penggunaan 3 dan 5 eksplan awal per botol, biomassa akar baru memenuhi ruang media pada 12 HST. Pengaruh Kasein Hidrolisat Penarnbahan berbagai konsentrasi kasein hidrolisat tidak berpengaruh nyata terhadap rata-rata bobot segar, bobot kering, dan persen bahan kering akar rambut yang dihasilkan. Rata-rata bobot segar, bobot kering dan persentase bahan kering yang dihasilkan disajikan pada Tabel 4. Morfologi akar berambut pada berbagai konsentrasi kasein hidrolisat terlihat pada Gambar 6. Tabel 4. Bobot segar, bobot kering dan persentase bobot kering akar berarnbut pada berbagai konsentrasi kasein hidrolisat Kasein hidrolisat (mgll) Bobot Segar (9) Bobot Kering (9) Persen Bahan Kering ( % ) ,40 3,58 3,50 0,32 0,27 0,26 7,5 7,6 7,7 3,05 0, Ket : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama t nyata pada taraf uji 5% (DMRT) dak berbeda

15 Tabel 5. Kadar protein total dan hasil protein total dari berambut pada beberapa konsentrasi kasein hidrolisat Kasein hidrolisat (mg/l) Kadar Protein (mg/g BK) Hasil Protein Total (mg) ,3 b 134,5 a 133,l a 42,4 a 30,6 b 33,8 b 116,8 c 29.0 b Ket : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (DMRT) Kadar protein total nyata dipengaruhi oleh penambahan berbagai konsentrasi kasein hdrolisat Penambahan kasein hidrolisat sampai dengan 100 mg/l nyata meningkatkan kadar protein total yang diisolasi dari akar berambut. (Tabel 5). Pada penambahan kasein hdrolisat 150 mgll, kadar protein justru nyata lebih rendah dibanding kontrol. Hasil protein total nyata dipengaruhi penambahan kasein hidrolisat. Hasil protein total cenderung menurun dengan penambahan kasein hidrolisat. Hasil protein total tertinggi dihasilkan pada kontrol dan berbeda nyata dengan yang dihasilkan pada penarnbahan kasein hidrolisat 50, 100, maupun 150 mg/l (Tabel

16 Gambar 3. Morfologi akar berambut pada berbagai densitas eksplan awal pada urnur kultur 4 HST : A. 3 eksplan awal per botol, B.5 eksplan awal per botol, C. 7 eksplan awal per botol, dan D. 9 eksplan awal per botol.

17 Gambar 4. Morfologi akar berambut pada berbagai densitas eksplan awal pada umur kultur 8 HST: A.3 eksplan awal per botol, B. 5 eksplan awal per botol), C. 7 eksplan awal per botol dan D. 9 eksplan awal per botol.

18 Gambar 5. Morfologi akar berambut pada berbagai densitas eksplan awal pada umur kultur 12 HST: A.3 eksplan awal per botol), B. 5 eksplan awal per botol), C. 7 eksplan awal per botol, dan D. 9 eksplan awal per botol.

19 Gambar6. Morfologi akar berambut hasil perlakuan kasein hidrolisat: A. kasein hidrolisat 0 mfl, B. kasein hidrolisat 50 mfl, C. kasein hidrolisat 100 mfl), D. kasein hidrolisat 150 mfl, Umur Kultur 12 HST

20 Pem bahasan Akar transgenik (akar berambut) dapat terbentuk sebagai ahbat integrasi T-DNA dari Ri-plasmid pada Agrobacterium rhizogenes ke dalam genom sel tanaman. T-DNA tersebut mengandung gen yang fungsinya mernungkinkan terjadinya proliferasi akar adventif dari sel transgenik. Dalam percobaan ini gejala pembengkakan dalam bentuk turnorlgall telah terlihat pada 4-7 hari setelah infeksi dengan Agrobacterium. Pada beberapa spesies tanaman, akar akan muncul secara langsung pada tempat inokulasi bakteri, tetapi pada spesies tertentu mula-mula akan muncul kalus pada tempat inokulasi, selanjutnya dari kalus tersebut akan muncul akar. Dalam keadaan normal 1-4 minggu setelah inokulasi akan muncul akar (Ernawati, 1992) Efisiensi pembentukan akar berambut berdasarkan jumlah tanaman yang diinfeksi yang membentuk akar berambut pada lokasi infeksi yaitu sekitar 43%. Hasil tersebut terlihat masih rendah dibandingkan efisiensi transformasi pada LuHa cyllindrica L. Roem yang mencapai 80% (Toppi et al. 1996) dan pada Cucurbita pep0 L. yang mencapai 94% dengan bantuan A. rhizogenes 1855 (Toppi et al., 1997). Menurut Gelvin (2000), sejumlah tahapan dalam proses transformasi dapat membatasi transformasi pada tanaman tertentu. Tahapan tersebut meliputi sintesis fenolik oleh tanaman yang berperan dalam induksi gen vir, kolonisasi sel tanaman oleh Agrobacterium, transfer T-DNA ke dalam sitoplasma tanaman, translokasi T- DNA ke inti sel tanaman dan integrasi T-DNA. Terbatasnya jumlah galur akar berambut yang diperoleh yang turnbuh stabil dalam media MS-0, yaitu hanya satu galur dari sekitar 43 galur awal, lebih

21 banyak disebabkan sulitnya menghilangkan kontaminasi oleh Agrobacterium. Shackelford dan Chlan (1996) menyatakan bahwa kontaminasi karena Agrobacterium merupakan suatu masalah setelah proses transformasi. Agrobacterium dapat mengalami pertumbuhan yang berlebihan sehingga menghambat pertumbuhan jaringan atau akar hasil transformasi. Akar berambut yang tumbuh stabil dalam media tanpa penambahan zat pengatur tumbuh dalam jumlah sub kultur yang tidak terbatas merupakan indikasi yang kuat bahwa telah terjad transformasi pada sel tanaman. Akar berambut bersifat autotrof terhadap hormon karena ekspresi dari T-DNA yang telah terintegrasi dalarn sel tanaman. Hormon yang tinggi dalam sel tanaman yang memungkinkan sel berproliferasi dan berdiferensiasi secara cepat diduga karena adanya aksi dari berbagai roe gene pada T-DNA. Perbedaan morfologi akar berambut pada dua kondisi lingkungan dengan intensitas cahaya yang berbeda sebagaimana digambarkan pada bagian hasil, menunjukkan bahwa pada akar berambut yang ditempatkan dibawah cahaya terang terus-menerus, aktivitas auksin yang berperan dalam pemanjangan sel kemungkinan lebih rendah. Akibatnya pemanjangan akar relatif terhambat. Sedangkan akar berambut yang ditempatkan pada shaker dengan cahaya rendah, kemungkinan aktivitas auksin lebih tinggi dan akar berambut mengalami etiolasi sehingga pemanjangan tidak terhambat. Cahaya dapat menginduksi sel-sel untuk membentuk klorofil yang mengakibatkan warna kehjauan pada akar berambut. Hal ini juga dilaporkan oleh Savary dan Flores (1994) pada sebagian besar klon akar berambut dari

22 kelihatan berlangsung sampai 12 HST. Hal tersebut menunjukkan bahwa pada densitas eksplan awal yang lebih tinggi, fase stasioner lebih cepat hperoleh. Perbedaan densitas inokulum merupakan suatu faktor yang mempengaruhi produksi biomassa dan juga waktu yang dibutuhkan untuk mencapai fase stasioner (Sikuli dan Demeyer, 1997). Berdasarkan bobot segar awal dari eksplan yaitu 3 eksplan awal(0.08 g), 5 eksplan awal(0.12 g), 7 eksplan awal(0.13 g) dan 9 eksplan awal(0.19 g), maka waktu penggandaan biomassa atau doubllng time dari akar berambut kurang dari 4 hari. Peningkatan biomassa segar akar berambut mencapai 6-7 kali bobot awal pada 4 HST, kali bobot awal pada 8 HST clan kali bobot awal pada 12 HST. Peningkatan biomassa segar tertinggi dihasilkan pada densitas eksplan awal yang paling rendah (3 eksplan awal). Hal tersebut kemungkinan disebabkan pada densitas eksplan yang lebih rendah, kompetisi sel atau jaringan dalam mendapatkan hara dan faktor pertumbuhan lainnya lebih rendah sehingga pertumbuhan &pat berlangsung cepat dalam jangka waktu yang lebih panjang. Persentase bahan kering meningkat dengan bertambahnya urnur kultur. Hal ini kemunglunan pa& umur kultur yang lebih lanjut, akar berambut telah mensintesis berbagai senyawa organik disamping bertambahnya biomassa sel, sehingga akumulasi bahan kering juga meningkat. Kadar protein total dari akar berambut cenderung menurun dengan meningkatnya umur kultur. Hal ini sejalan dengan tahap perkembangan sel dan jaringan, dimana pada awal pertumbuhan kultur, terjadi pembelahan sel secara aktif. Pembelahan sel yang cepat tersebut sejalan dengan peningkatan sintesis

23 protein primer yang memang diperlukan untuk untuk pertumbuhan dan perkembangan sel. Protein yang tinggi pada fase awal pertumbuhan tersebut kemungkinan bukan merupakan protein yang berhubungan dengan mekanisme ketahanan sel terhadap patogen, tetapi merupakan protein struktur untuk pembangun sel. Savary dan Flores (1994), menyatakan bahwa protein yang berhubungan dengan ketahanan pada Trichosanthes kirilowii var japonicum yaitu trichosanthin lebih banyak dihasilkan pada fase pertumbuhan sekunder dari akar. Pertumbuhan sekunder dari akar tanaman in vivo dicirikan oleh bentuk akar yang menyerupai umbi yang disebut storage root. Sedangkan pada akar berambut, pertumbuhan sekunder dari akar ditandai oleh morfologi akar berambut yang memendek, melebar dan bertambah gemuk weshy), kaku, dan densitas rarnbut akar yang rendah (Savary dan Flores, 1994). Hasil protein total meningkat dengan bertambahnya umur panen disebabkan adanya peningkatan biomassa. Walaupun kadar protein total dari akar berambut menurun dengan bertarnbahnya urnur panen tetapi karena biomassanya yang tingg, maka hasil protein total tetap lebih tinggi. Perbedaan densitas eksplan awal akan mempengaruhi pola pertumbuhan akar berambut. Pada densitas eksplan awal yang lebih tinggi, akar berambut akan lebih cepat mencapai fase stasioner. Senyawa metabolit sekunder maupun protein aktif pada tanaman diduga lebih banyak dihasilkan pada fase pertumbuhan stasioner. Karena itu dengan mempercepat tercapainya fase stasioner dan memelihara kultur akar berambut lebih lama pada fase tersebut kemungkinan dapat meningkatkan kadar protein aktifnya. Hal tersebut dapat dilakukan dengan

24 menggunakan densitas eksplan awal yang lebih tinggi. Meskipun demikian diperlukan identifikasi lebih lanjut tentang profil dan keberadaan protein aktif pada berbagai fase pertumbuhan. Hasil uji pengaruh kasein hidrolisat menunjukkan bahwa kasein hidrolisat tidak berpengaruh nyata terhadap produksi biomassa akar berambut dari T. cucumerina L. Namun terdapat kecenderungan penurunan biomassa segar maupun biomassa kering dengan penambahan kasein hidrolisat hingga 150 mg/l. Penman biomassa tersebut disebabkan percabangan lateral dan pemanjangan akar berambut yang cenderung tertekan pada kasein hidrolisat 150 mgll seperti terlihat pada Gambar 6. Kasein hidrolisat merupakan senyawa organik kompleks sumber asam amino. Pengaruh negatif dari asam amino terhadap produksi biornassa pernah dilaporkan Wielanek dan Urbanek (1999) pada akar berambut dari Tropaleum majus. Asam amino berupa L-cystein 0.6 mm menekan produksi biomassa hingga 35% dari kontrol, sedangkan phenilulunine menekan produksi biomassa akar berambut hingga 40% di bawah kontrol. Sebaliknya kedua asam amino tersebut meningkatkan glucotropaeolin yang dihasilkan sekitar 40%-70% di atas kontrol. Penambahan kasein hidrolisat dalam kultur akar berambut dari Trichosanthes cucumerina L. dalam penelitian ini hanya efektif sekitar 50 mg/l. Pada konsentrasi 100 mg/l kadar protein tidak berbeda dengan yang dihasilkan pada 50 mg/l, sedangkan pada konsentrasi 150 mgll kadar protein menurun bahkan lebih rendah dan kontrol. Hasil protein total sangat tergantung pada produksi bahan kering. Kasein hidrolisat cenderung menurunkan hasil protein total, karena pengaruhnya yang

25 negatif terhadap produksi biomassa. Dengan demikian, meskipun kasein hidrolisat 50 mgll meningkatkan kadar protein akar berarnbut, tetapi biomassa yang dihasilkan rendah, sehingga hasil akhir protein total lebih rendah dari kontrol. Kesimpulan Akar berambut dapat diinduksi dan tanaman Trichosanthes cucumerina L. Efisiensi induksi akar berambut mencapai 43% dan terbatasnya galur akar berarnbut yang diperoleh disebabkan kesulitan menghilangkan kontaminasi Agrobacterium rhizogenes. Densitas eksplan awal yang optimum untuk menghasilkan biomassa yang adalah sebanyak 5 ujung akar per botol. Pada densitas eksplan awal 5 ujung akarhotol, produksi biomassa lebih tingg dibandingkan 3 ujung akarlbotol, namun tidak berbeda nyata dengan yang dihasilkan pa& 7 maupun 9 ujung akar per botol. Hasil protein total tidak dipengaruhi oleh densitas eksplan, namun protein total tertinggi dihasilkan pada densitas eksplan 9 ujung akar per botol. Peningkatan umur panen hingga 12 HST masih dapat meningkatkan hasil protein total, karena pada waktu masih terjadi peningkatan produksi biornassa walaupun akar berarnbut sudah cenderung memasuki fase stasioner. Penambahan kasein hidrolisat 50 dan 100 mg/l dapat meningkatkan kadar protein total dari akar berarnbut. Tetapi karena kasein hidrolisat cenderung menekan produksi biomassa, maka untuk mendapatkan biomassa dan hasil protein total tertinggi cukup dengan menggunakan media MS-0 tanpa penambahan kasein hidrolisat.

26

27 Narayanaswamy S Plant Cell and Tissue Culture. Tat. McGraw-Hill Publishing Company Limited. New Delhi. 652p. Ng TB, Liu-Wk, Tsao Sw, Yeung HW Effect of trichosanthin and momorcharin on isolated rat hepatocytes. J Ethnopharm 43;2: Payne J, Hamill JD, Robins RJ, Rhodes JC Production of hyoscyamin by hairy root cultures of Datura stramonium. Planta medica 53: Payne GF, Bringi V, Prince CL, Shuler MI, Plant Cell and Tissue Culture in Liquid Systems. New York: John Wiley and Sons.Bab 8, Root Cultures; hlm Savary BJ, Flores HE Biosynthesis of defense-related protein in transformed root cultures of Trichosanthes kirilowii Maxim. Var. japonicum (Kitam). Plant Physiol 106: Shackelford NJ, Chlan CA Identification of antibiotics that are effective in eliminating Agrobacterium tumefaciens. Plant Mol Biol Rep 14; Sikuli NN, Demeyer K Influence of ion composition of medium on alkaloid production by "hairy roots" of Dutura stramonium. Plant Cell Tissue Organ Cult 4 1 : Terras FRG et ul Small cysteine-rich antifungal proteins from radish: their role in host defense. The Plant CeIl7: Toppi LS di, Gorini P, Properzi G, Barbieri L, Spano L Production of ribosome in-activating protein from hairy-root cultures of Lufla cyllindrica (L.) Roem. Plant Cell Reports 15 : Toppi LS di, Pecchioni N, Durantee M Cucurbita pepo L. can be transformed by Agrobacterium rhizogenes. Plant Cell. Tissue Organ Cult 5 1 : Tumilisar C et al Protein Bioaktif Asal Kultur Akar Transgenik Blustru (Lufla cycyldrica (L.). Roem dan Mvitasnya dalam Menghambat Proliferasi Sel Tumor Secara In Vitro. Disertasi. Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Vivanco JM, Weitzel D, Flores HE Characterization of a major storage root protein isolated from the andean root crop Mirabilis apansa. Di dalarn: Flores HE, Lynch JP, Eissenstat D. Radical biology: Advances and Perspectives on the Function of Plant Roots. Proceedings llth Annual Penn State Symposium in Plant Physiology. Amarican Society of Plant Physiologists, Rockville, Maryland U.S.A.

28 Wielanek M. Urbanek H Glucotropaelin and myrosinase production in hairy root cultures of Tropaeolum majus. Plant Cell Tissue Organ Cult 57 :

tidak dipengaruhi oleh jumlah eksplan awal. Tetapi tahapan fase stasioner dari akar transgenik yang ditanam lebih cepat tercapai pada kultur dengan

tidak dipengaruhi oleh jumlah eksplan awal. Tetapi tahapan fase stasioner dari akar transgenik yang ditanam lebih cepat tercapai pada kultur dengan KULTUR AKAR TRANSGENIK DARI Trichosanthes cucumerina L.: BEBERAPA FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP PRODUKSI BIOMASSA DAN HASIL PROTEIN TOTAL, SERTA AKTIVITAS ANTICENDAWAN DARI PROTEIN ASAL AKAR TRANSGENIK

Lebih terperinci

2004 Dewi Sukma Posted 12 January 2004 Makalah Pribadi Pengantar ke Falsafah Sains SEKOLAH PASCA SARJANA IPB

2004 Dewi Sukma Posted 12 January 2004 Makalah Pribadi Pengantar ke Falsafah Sains SEKOLAH PASCA SARJANA IPB 2004 Dewi Sukma Posted 12 January 2004 Makalah Pribadi Pengantar ke Falsafah Sains SEKOLAH PASCA SARJANA IPB Dosen : Prof. Dr. Ir. Rudy C. Tarumingkeng Prof. Dr. Ir. Zahrial Coto Dr. Ir. Harjanto, MS.

Lebih terperinci

Effect of the Number of Explants, Age of Culture and Casein Hydrolysate on Biomass and Total Protein Content of Paria Belut Hairy Roots Culture

Effect of the Number of Explants, Age of Culture and Casein Hydrolysate on Biomass and Total Protein Content of Paria Belut Hairy Roots Culture Huyari, Juni 2003, hlm. 48-54 ISSN 0854-8587 Vol. 10, No. 2 Pengaruh Jumlah Eksplan, Umur Kultur, dan Kasein Hidrolisat terhadap Biomassa dan Total Protein Kultur Akar Rambut Paria Belut Effect of the

Lebih terperinci

IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Air leri merupakan bahan organik dengan kandungan fosfor, magnesium

IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Air leri merupakan bahan organik dengan kandungan fosfor, magnesium IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN Air leri merupakan bahan organik dengan kandungan fosfor, magnesium dan vitamin B1 yang efektif bila dimanfaatkan sebagai bahan tambahan pada proses perbanyakan tanaman

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. eksplan hidup, persentase eksplan browning, persentase eksplan kontaminasi,

HASIL DAN PEMBAHASAN. eksplan hidup, persentase eksplan browning, persentase eksplan kontaminasi, IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Pengamatan terhadap proses induksi akar pada eksplan dilakukan selama 12 minggu. Pengamatan dilakukan untuk mengetahui pertumbuhan dan pengaruh pada setiap perlakuan yang diberikan.

Lebih terperinci

ginsenosides yaitu komposisi utama bioaktif (Jo et al., 1995; Sticher, 1998;

ginsenosides yaitu komposisi utama bioaktif (Jo et al., 1995; Sticher, 1998; BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tanaman ginseng telah banyak digunakan dalam pengobatan Cina selama ribuan tahun untuk mencegah dan mengobati berbagai jenis penyakit. Oleh karena kegunaan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian 14 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan pada bulan Oktober 2009 sampai dengan bulan Juni 2011 di Laboratorium Kultur Jaringan Kelompok Peneliti Biologi Sel dan Jaringan, Balai

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2010 sampai dengan bulan Oktober 2010 di Laboraturium Bioteknologi Tanaman, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN 22 METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Januari 2010 sampai dengan Pebruari 2011. Tempat pelaksanaan kultur jaringan tanaman adalah di Laboratorium Kultur Jaringan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan. Penelitian ini dimulai pada bulan

BAHAN DAN METODE. Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan. Penelitian ini dimulai pada bulan BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini akan dilakukan di Laboratorium Kultur Jaringan Fakultas Pertanian, Medan. Penelitian ini dimulai pada bulan Maret 2010 sampai dengan Juni 2010.

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. tumefaciens LBA4404 yang membawa gen xyloglucanase, gen nptii, dan

BAHAN DAN METODE. tumefaciens LBA4404 yang membawa gen xyloglucanase, gen nptii, dan BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di laboratorium Biologi Molekuler Tanaman, Pusat Penelitian Bioteknologi - LIPI, Cibinong, mulai bulan Agustus 2006 sarnpai dengan Agustus 2007.

Lebih terperinci

Effect of the Number of Explants, Age of Culture and Casein Hydrolysate on Biomass and Total Protein Content of Paria Belut Hairy Roots Culture

Effect of the Number of Explants, Age of Culture and Casein Hydrolysate on Biomass and Total Protein Content of Paria Belut Hairy Roots Culture Huyari, Juni 2003, hlm. 48-54 ISSN 0854-8587 Vol. 10, No. 2 Pengaruh Jumlah Eksplan, Umur Kultur, dan Kasein Hidrolisat terhadap Biomassa dan Total Protein Kultur Akar Rambut Paria Belut Effect of the

Lebih terperinci

Produksi Senyawa Metabolit Sekunder Melalui Kultur Jaringan dan Transformasi Genetik Artemisia Annua L.

Produksi Senyawa Metabolit Sekunder Melalui Kultur Jaringan dan Transformasi Genetik Artemisia Annua L. Produksi Senyawa Metabolit Sekunder Melalui Kultur Jaringan dan Transformasi Genetik Artemisia Annua L. Meilina Marsinta Manalu, Komar Ruslan Wirasutisna, *Elfahmi Kelompok Keilmuan Biologi Farmasi, Sekolah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 26 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan 3, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, IPB selama sembilan minggu sejak Februari hingga

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 13 HASIL DAN PEMBAHASAN Percobaan 1. Pengaruh Perendaman Benih dengan Isolat spp. terhadap Viabilitas Benih Kedelai. Aplikasi isolat TD-J7 dan TD-TPB3 pada benih kedelai diharapkan dapat meningkatkan perkecambahan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan. Percobaan ini dilakukan mulai

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan. Percobaan ini dilakukan mulai BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Percobaan ini dilakukan di Laboratorium Teknologi Benih Fakultas Pertanian,, Medan. Percobaan ini dilakukan mulai dari bulan April 2016 hingga Mei

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan Tanaman dan Media

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan Tanaman dan Media BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Bioteknologi Tanaman, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian dilaksanakan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Pelaksanaan

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Pelaksanaan 13 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Juli 2011 hingga bulan Februari 2012 di Laboratorium Kultur Jaringan, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Institut Pertanian

Lebih terperinci

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. cendawan MVA, sterilisasi tanah, penanaman tanaman kedelai varietas Detam-1.

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. cendawan MVA, sterilisasi tanah, penanaman tanaman kedelai varietas Detam-1. IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN Penelitian ini dilakukan melalui tiga tahapan, yakni perbanyakan inokulum cendawan MVA, sterilisasi tanah, penanaman tanaman kedelai varietas Detam-1. Perbanyakan inokulum

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan Kelompok Peneliti Biologi Sel dan Jaringan, Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 1 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan adalah eksperimen, karena penelitian ini dilakukan dengan memberikan suatu manipulasi terhadap objek penelitian serta adanya

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Kultur Jaringan Tanaman Eksplan

TINJAUAN PUSTAKA Kultur Jaringan Tanaman Eksplan TINJAUAN PUSTAKA Kultur Jaringan Tanaman Kultur in vitro merupakan suatu budidaya dalam botol. Salah satu kegiatan dalam kultur in vitro adalah kultur jaringan yaitu budidaya in vitro yang menggunakan

Lebih terperinci

RESPONS PERTUMBUHAN TANAMAN ANGGREK (Dendrobium sp.) TERHADAP PEMBERIAN BAP DAN NAA SECARA IN VITRO

RESPONS PERTUMBUHAN TANAMAN ANGGREK (Dendrobium sp.) TERHADAP PEMBERIAN BAP DAN NAA SECARA IN VITRO RESPONS PERTUMBUHAN TANAMAN ANGGREK (Dendrobium sp.) TERHADAP PEMBERIAN BAP DAN NAA SECARA IN VITRO ABSTRAK Ernitha Panjaitan Staf Pengajar Fakultas Pertanian UMI Medan Percobaan untuk mengetahui respons

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Stevia (Stevia rebaudiana) merupakan salah satu jenis tanaman obat di

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Stevia (Stevia rebaudiana) merupakan salah satu jenis tanaman obat di I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Stevia (Stevia rebaudiana) merupakan salah satu jenis tanaman obat di Indonesia yang memiliki keunikan berupa rasa manis pada daunnya. Daun stevia ini mengandung sejumlah

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PEELITIA 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Balai Pengkajian Bioteknologi, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Serpong, Tangerang. Penelitian dilaksanakan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. Hasil sidik ragam 5% terhadap tinggi tanaman menunjukkan bahwa

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. Hasil sidik ragam 5% terhadap tinggi tanaman menunjukkan bahwa 1. Tinggi tanaman IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pertumbuhan Tanaman Hasil sidik ragam 5% terhadap tinggi tanaman menunjukkan bahwa perlakuan yang diberikan memberikan pengaruh yang berbeda nyata. Hasil Uji

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini termasuk jenis penelitian eksperimental menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial dengan 3 ulangan. Faktor pertama, konsentrasi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. satu MSI (Minggu Setelah Inokulasi). Respon eksplan berbeda pada setiap

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. satu MSI (Minggu Setelah Inokulasi). Respon eksplan berbeda pada setiap BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi Eksplan Secara Umum Pertumbuhan eksplan kentang (Solanum tuberosuml.) mulai terlihat pada satu MSI (Minggu Setelah Inokulasi). Respon eksplan berbeda pada setiap

Lebih terperinci

rv. HASIL DAN PEMBAHASAN

rv. HASIL DAN PEMBAHASAN 17 rv. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Tinggi Tanaman (cm) Hasil sidik ragam parameter tinggi tanaman (Lampiran 6 ) menunjukkan bahwa penggunaan pupuk kascing dengan berbagai sumber berbeda nyata terhadap tinggi

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Pelaksanaan Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Pelaksanaan Bahan dan Alat Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Pelaksanaan Kegiatan penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan Tanaman Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. zat pengatur tumbuh memperlihatkan pertumbuhan yang baik. Hal tersebut sesuai

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. zat pengatur tumbuh memperlihatkan pertumbuhan yang baik. Hal tersebut sesuai BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Isolasi dan Perkecambahan Biji Hasil penelitian menunjukkan biji yang ditanam dalam medium MS tanpa zat pengatur tumbuh memperlihatkan pertumbuhan yang baik. Hal tersebut

Lebih terperinci

BAHA DA METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHA DA METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian BAHA DA METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Bioteknologi Tanaman Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dimulai

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dalam kelas Liliopsida yang merupakan salah satu tumbuhan berbunga lidah dari

TINJAUAN PUSTAKA. dalam kelas Liliopsida yang merupakan salah satu tumbuhan berbunga lidah dari TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Menurut Jones dan Luchsinger (1979), tumbuhan anggrek termasuk ke dalam kelas Liliopsida yang merupakan salah satu tumbuhan berbunga lidah dari sekian banyak tumbuhan berbunga

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan 2

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan 2 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan 2 perlakuan, yaitu pemberian zat pengatur tumbuh BAP yang merupakan perlakuan pertama dan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Tempat dan Waktu Penelitian

METODE PENELITIAN. Tempat dan Waktu Penelitian METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Kultur Jaringan Anggrek, Kebun Raya Bogor. Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret 2010 hingga Juni 2011. Bahan dan Alat

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di laboratorium Plant Physiology and Culture

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di laboratorium Plant Physiology and Culture BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan di laboratorium Plant Physiology and Culture Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Maulana Malik

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian ini dilakukan dalam dua tahapan pelaksanaan, yaitu tahap kultur in vitro dan aklimatisasi. Tahap kultur in vitro dilakukan di dalam Laboratorium Kultur Jaringan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Benih Indigofera yang digunakan dalam penelitian ini cenderung berjamur ketika dikecambahkan. Hal ini disebabkan karena tanaman indukan sudah diserang cendawan sehingga

Lebih terperinci

3 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat

3 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat 15 Tabel 8 Daftar komposisi media pada kultur mangga Komponen A B C D E Unsur makro ½ MS B5 B5 B5 ½B5 Unsur mikro MS MS MS MS MS Fe-EDTA ½MS MS MS MS MS Vitamin dan asam amino MS MS MS MS MS Asam askorbat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) memiliki peran strategis dalam pangan

I. PENDAHULUAN. Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) memiliki peran strategis dalam pangan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) memiliki peran strategis dalam pangan nasional sebagai sumber protein dan minyak nabati, dalam setiap 100 g kacang tanah mentah mengandung

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Pembiakan P. fluorescens dari Kultur Penyimpanan

BAHAN DAN METODE. Pembiakan P. fluorescens dari Kultur Penyimpanan BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor mulai bulan Februari

Lebih terperinci

Pengaruh Retardan dan Aspirin dalam Menginduksi Pembentukan Umbi Mikro Kentang (Solanum tuberosum) Secara In Vitro

Pengaruh Retardan dan Aspirin dalam Menginduksi Pembentukan Umbi Mikro Kentang (Solanum tuberosum) Secara In Vitro Pengaruh Retardan dan Aspirin dalam Menginduksi Pembentukan Umbi Mikro Kentang (Solanum tuberosum) Secara In Vitro Endah Wahyurini, SP MSi Jurusan Agronomi, Fakultas Pertanian Universitas Pembangunan Nasional

Lebih terperinci

GAHARU. Dr. Joko Prayitno MSc. Balai Teknologi Lingkungan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi

GAHARU. Dr. Joko Prayitno MSc. Balai Teknologi Lingkungan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi Kuliah 11 KULTUR JARINGAN GAHARU Dr. Joko Prayitno MSc. Balai Teknologi Lingkungan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi KULTUR JARINGAN Apa yang dimaksud dengan kultur jaringan? Teknik menumbuhkan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada Rimpang Kencur (Kaempferia galanga L) telah dilaksanakan di

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada Rimpang Kencur (Kaempferia galanga L) telah dilaksanakan di 22 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Pengaruh Auksin (2,4 D) Dan Air Kelapa Terhadap Induksi Kalus Pada Rimpang Kencur (Kaempferia galanga L) telah dilaksanakan di Laboratorium Terpadu Universitas

Lebih terperinci

Tabel 1. Kombinasi Perlakuan BAP dan 2,4-D pada Percobaan Induksi Mata Tunas Aksilar Aglaonema Pride of Sumatera Secara In Vitro

Tabel 1. Kombinasi Perlakuan BAP dan 2,4-D pada Percobaan Induksi Mata Tunas Aksilar Aglaonema Pride of Sumatera Secara In Vitro 11 agar. Zat pengatur tumbuh yang digunakan antara lain sitokinin (BAP dan BA) dan auksin (2,4-D dan NAA). Bahan lain yang ditambahkan pada media yaitu air kelapa. Bahan untuk mengatur ph yaitu larutan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Pisang merupakan salah satu jenis tanaman asal Asia Tenggara yang kini sudah tersebar luas ke seluruh dunia, termasuk Indonesia. Tanaman pisang memiliki ciri spesifik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mudah diperbanyak dan jangka waktu berbuah lebih panjang. Sedangkan

BAB I PENDAHULUAN. mudah diperbanyak dan jangka waktu berbuah lebih panjang. Sedangkan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Perbanyakan tanaman dapat dilakukan dengan cara generatif dan vegetatif. Perbanyakan tanaman secara generatif biasanya dilakukan melalui biji dan mengalami penyerbukan

Lebih terperinci

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Variabel pertumbuhan yang diamati pada eksplan anggrek Vanda tricolor

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Variabel pertumbuhan yang diamati pada eksplan anggrek Vanda tricolor IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN Variabel pertumbuhan yang diamati pada eksplan anggrek Vanda tricolor berupa rerata pertambahan tinggi tunas, pertambahan jumlah daun, pertambahan jumlah tunas, pertambahan

Lebih terperinci

BAB 3 BAHAN DAN METODA

BAB 3 BAHAN DAN METODA BAB 3 BAHAN DAN METODA 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli sampai dengan Oktober 2007 di Laboratorium Kultur Jaringan Unit Pelaksana Teknis Balai Benih Induk Dinas Pertanian Sumatera

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kultur In Vitro Fakultas

TATA CARA PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kultur In Vitro Fakultas III. TATA CARA PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kultur In Vitro Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Penelitian dimulai pada bulan April

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Tinggi Tanaman. antara pengaruh pemangkasan dan pemberian ZPT paklobutrazol. Pada perlakuan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Tinggi Tanaman. antara pengaruh pemangkasan dan pemberian ZPT paklobutrazol. Pada perlakuan IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Tinggi Tanaman Dari (tabel 1) rerata tinggi tanaman menunjukkan tidak ada interaksi antara pengaruh pemangkasan dan pemberian ZPT paklobutrazol. Pada perlakuan pemangkasan menunjukan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Bioteknologi Tanaman, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dimulai

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilakukan di Laboratorium Kultur Jaringan / Ilmu Tanaman Fakultas

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilakukan di Laboratorium Kultur Jaringan / Ilmu Tanaman Fakultas III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Kultur Jaringan / Ilmu Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Penelitian dilaksanakan mulai Maret 2013

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan mulai bulan Januari 2009 sampai dengan bulan Agustus 2009 di Laboratorium Bioteknologi Tanaman, Departemen Agronomi dan Hortikultura,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Eksplorasi Eksplan Terubuk

HASIL DAN PEMBAHASAN Eksplorasi Eksplan Terubuk 22 HASIL DAN PEMBAHASAN Eksplorasi Eksplan Terubuk Bahan tanam awal (eksplan) merupakan salah satu faktor penting dalam keberhasilan perbanyakan tanaman secara in vitro. Eksplan yang baik untuk digunakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kultur Jaringan Tumbuhan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kultur Jaringan Tumbuhan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kultur Jaringan Tumbuhan Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Percobaan 1 : Pengaruh Pertumbuhan Asal Bahan Tanaman terhadap Pembibitan Jarak Pagar

HASIL DAN PEMBAHASAN. Percobaan 1 : Pengaruh Pertumbuhan Asal Bahan Tanaman terhadap Pembibitan Jarak Pagar 13 HASIL DAN PEMBAHASAN Percobaan 1 : Pengaruh Pertumbuhan Asal Bahan Tanaman terhadap Pembibitan Jarak Pagar Hasil Uji t antara Kontrol dengan Tingkat Kematangan Buah Uji t digunakan untuk membandingkan

Lebih terperinci

I. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. tinggi tanaman dapat dilihat pada tabel di bawah ini: Tabel 1. Rerata Tinggi Tanaman dan Jumlah Daun

I. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. tinggi tanaman dapat dilihat pada tabel di bawah ini: Tabel 1. Rerata Tinggi Tanaman dan Jumlah Daun 16 1. Tinggi Tanaman (cm) I. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pertumbuhan Tanaman Hasil sidik ragam tinggi tanaman ( lampiran 6 ) menunjukkan perlakuan kombinasi limbah cair industri tempe dan urea memberikan pengaruh

Lebih terperinci

RESPON PERTUMBUHAN MERISTEM KENTANG (Solanum tuberosuml) TERHADAP PENAMBAHAN NAA DAN EKSTRAK JAGUNG MUDA PADA MEDIUM MS

RESPON PERTUMBUHAN MERISTEM KENTANG (Solanum tuberosuml) TERHADAP PENAMBAHAN NAA DAN EKSTRAK JAGUNG MUDA PADA MEDIUM MS 1 RESPON PERTUMBUHAN MERISTEM KENTANG (Solanum tuberosuml) TERHADAP PENAMBAHAN NAA DAN EKSTRAK JAGUNG MUDA PADA MEDIUM MS Nurhafni Pembimbing : Dra. Yusmanidar Arifin, M. Si dan Milda Ernita, S. Si. MP

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Induk Hortikultura Gedung Johor Medan. Penelitian ini dimulai pada bulan

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Induk Hortikultura Gedung Johor Medan. Penelitian ini dimulai pada bulan BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan UPT. Benih Induk Hortikultura Gedung Johor Medan. Penelitian ini dimulai pada bulan November

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Trichosanthes sp. Siemonsma dan Piluek (1994), terdapat 4 spesies utama yaitu :

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Trichosanthes sp. Siemonsma dan Piluek (1994), terdapat 4 spesies utama yaitu : TINJAUAN PUSTAKA Botani Trichosanthes sp. Trichosanthes sp. termasuk famili tanaman Cucurbitaceae. Berdasarkan Siemonsma dan Piluek (1994), terdapat 4 spesies utama yaitu : 1. T. celebica Cogn., di Indonesia

Lebih terperinci

Pengamatan Pertumbuhan dan Produksi Tinggi Tajuk dan Panjang Akar Analisis Askorbat peroksidase (APX) Bobot Tajuk dan Bobot Akar

Pengamatan Pertumbuhan dan Produksi Tinggi Tajuk dan Panjang Akar Analisis Askorbat peroksidase (APX) Bobot Tajuk dan Bobot Akar 3 kemudian dilakukan hidrasi selama 24 jam di botol kecil. Setelah 24 jam dilakukan penimbangan untuk mengetahui bobot jenuh (BJ. Untuk mengetahui bobot kering (BK maka potongan daun tersebut dikeringkan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 47 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian menunjukkan bahwa respons pertumbuuhan tertinggi diperoleh pada eksplan biji panili yang ditanam dalam medium tomat. Pada perlakuan tersebut persentase rata-rata

Lebih terperinci

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. hidup, terkontaminasi dan eksplan Browning. Gejala kontaminasi yang timbul

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. hidup, terkontaminasi dan eksplan Browning. Gejala kontaminasi yang timbul IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN Keberhasilan suatu penelitian kultur in vitro dipengaruhi oleh eksplan yang hidup, terkontaminasi dan eksplan Browning. Gejala kontaminasi yang timbul dapat dicirikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Setiap tumbuhan menghasilkan berbagai macam senyawa baik metabolit primer maupun sekunder. Metabolit sekunder seperti alkaloid, terpenoid, fenol dan flavonoid sangat

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sifat Kimia Hasil analisis sifat kimia tanah sebelum diberi perlakuan dapat dilihat pada lampiran 2. Penilaian terhadap sifat kimia tanah yang mengacu pada kriteria Penilaian

Lebih terperinci

PEMBUATAN MEDIA KULTUR JARINGAN TANAMAN

PEMBUATAN MEDIA KULTUR JARINGAN TANAMAN Laporan Pratikum Dasar-Dasar Bioteknologi Tanaman Topik 1 PEMBUATAN MEDIA KULTUR JARINGAN TANAMAN Oleh : Arya Widura Ritonga ( A24051682 ) Agronomi dan Hortikultura 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Kultur

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan Peremajaan Aktinomiset dari Kultur Penyimpanan Perbanyakan Sclerotium rolfsii dari Kultur Penyimpanan

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan Peremajaan Aktinomiset dari Kultur Penyimpanan Perbanyakan Sclerotium rolfsii dari Kultur Penyimpanan BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor (IPB) mulai Maret 2011 sampai

Lebih terperinci

III. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kultur In vitro Fakultas

III. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kultur In vitro Fakultas III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kultur In vitro Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, pada Bulan November 2015 hingga

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan, Gedung

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan, Gedung 20 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan, Gedung Bioteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung dari Bulan November 2011

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 19 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Umum Penelitian Penelitian dilaksanakan di rumah kaca C Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penelitian ini dilakukan selama kurun waktu 4 bulan

Lebih terperinci

Pembuatan Larutan Stok, Media Kultur Dan Sterilisasi Alat Kultur Jaringan Tumbuhan. Nikman Azmin

Pembuatan Larutan Stok, Media Kultur Dan Sterilisasi Alat Kultur Jaringan Tumbuhan. Nikman Azmin Pembuatan Larutan Stok, Media Kultur Dan Sterilisasi Alat Kultur Nikman Azmin Abstrak; Kultur jaringan menjadi teknologi yang sangat menentukan keberhasilan dalam pemenuhan bibit. Kultur jaringan merupakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Maulana

BAB III METODE PENELITIAN. Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Maulana 38 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan di laboratorium Plant Physiology and Culture Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Maulana Malik

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Konsentrasi Air Kelapa (Cocos nucifera) terhadap Viabilitas Rosella Merah (Hibiscus sabdariffa var. sabdariffa) Berdasarkan hasil analisis (ANAVA) pada lampiran

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Murashige-Skoog dengan penambahan zat pengatur tumbuh 2,4-D dan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Murashige-Skoog dengan penambahan zat pengatur tumbuh 2,4-D dan 40 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Respons pertumbuhan yang dihasilkan dari penanaman potongan daun binahong (Anredera cordifolia) yang ditanam pada medium MurashigeSkoog dengan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. 1. Pengaruh konsentrasi benziladenin dengan dan tanpa thidiazuron terhadap

III. BAHAN DAN METODE. 1. Pengaruh konsentrasi benziladenin dengan dan tanpa thidiazuron terhadap III. BAHAN DAN METODE Penelitian ini terdiri atas 2 percobaan, yaitu: 1. Pengaruh konsentrasi benziladenin dengan dan tanpa thidiazuron terhadap multiplikasi tunas pisang Kepok Kuning (genom ABB) eksplan

Lebih terperinci

GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PEMBELAJARAN (GBPP)

GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PEMBELAJARAN (GBPP) GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PEMBELAJARAN (GBPP) MATA KULIAH : KULTUR JARINGAN TUMBUHAN KODE / SKS : PSB 327 / 2-0 DESKRIPSI SINGKAT : Ruang lingkup matakuliah ini adalah pengenalan laboratorium kultur jaringan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Kombinasi BAP dan IBA terhadap Waktu Munculnya Tunas Akasia (Acacia mangium Willd.)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Kombinasi BAP dan IBA terhadap Waktu Munculnya Tunas Akasia (Acacia mangium Willd.) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Kombinasi BAP dan IBA terhadap Waktu Munculnya Tunas Akasia (Acacia mangium Willd.) Kultur jaringan merupakan teknik budidaya untuk meningkatkan produktifitas tanaman.

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat 17 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan Tanaman Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Perlakuan iradiasi

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Alat dan Bahan

METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Alat dan Bahan 13 I. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Fisiologi Tumbuhan dan Bioteknologi Fakultas Pertanian Univeristas Sebelas Maret Surakarta mulai bulan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhan di Indonesia merupakan sumber plasma nutfah yang sangat potensial

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhan di Indonesia merupakan sumber plasma nutfah yang sangat potensial 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Indonesia dikenal sebagai negara dengan tingkat keanekaragaman sumber daya hayati yang tinggi, khususnya tumbuhan. Keanekaragaman genetik tumbuhan di

Lebih terperinci

LAMPIRAN. A. Penanaman (Trapping) Kedelai Pada Tanah Gambut. Pengambilan sampel tanah gambut. Penanaman Kedelai. Pemanenan kedelai

LAMPIRAN. A. Penanaman (Trapping) Kedelai Pada Tanah Gambut. Pengambilan sampel tanah gambut. Penanaman Kedelai. Pemanenan kedelai LAMPIRAN A. Penanaman (Trapping) Kedelai Pada Tanah Gambut Pengambilan sampel tanah gambut Penanaman Kedelai - Dilakukan di kebun Paya Pinang secara komposit - penanaman di polybag dilahan terbuka Pemanenan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 21 hari setelah tanam. Sedangkan analisis pengaruh konsentrasi dan lama perendaman

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 21 hari setelah tanam. Sedangkan analisis pengaruh konsentrasi dan lama perendaman BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Konsentrasi dan Lama Perendaman Ektrak Bawang Merah (Allium cepa L.) Terhadap Persentase Daya Berkecambah Benih Kakao (Theobroma cacao L.) Pengamatan persentase

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Pembiakan P. fluorescens pada Beberapa Formulasi Limbah Organik Populasi P. fluorescens pada beberapa limbah organik menunjukkan adanya peningkatan populasi. Pengaruh komposisi limbah

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret-November 2012 di

BAB III METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret-November 2012 di digilib.uns.ac.id BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret-November 2012 di Laboratorium Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Lampiran 1. Persentase Data Pengamatan Kultur yang Membentuk Kalus. Ulangan I II III. Total A 0 B

LAMPIRAN. Lampiran 1. Persentase Data Pengamatan Kultur yang Membentuk Kalus. Ulangan I II III. Total A 0 B LAMPIRAN Lampiran 1. Persentase Data Pengamatan Kultur yang Membentuk Kalus Ulangan I II III Total A 0 B 0 0 0 0 0 A 0 B 1 0 0 0 0 A 0 B 2 0 0 0 0 A 0 B 3 0 0 0 0 A 1 B 0 1 1 1 3 A 1 B 1 1 1 1 3 A 1 B

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitaian ini di lakukan di Laboratorium Kultur Jaringan Tumbuhan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitaian ini di lakukan di Laboratorium Kultur Jaringan Tumbuhan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tepat Penelitaian ini di lakukan di Laboratorium Kultur Jaringan Tumbuhan Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik

Lebih terperinci

II. METODOLOGI PENELITIAN. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Udayana,

II. METODOLOGI PENELITIAN. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Udayana, II. METODOLOGI PENELITIAN 2.1. Metode Pengumpulan Data 2.1.1. Tempat dan waktu penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Lebih terperinci

3. METODOLOGI PENELITIAN

3. METODOLOGI PENELITIAN 15 3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biologi Molekuler dan Seluler Tanaman, Pusat Antar Universitas (PAU) Bioteknologi, Institut Pertanian

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Laboratorium terpadu Kultur jaringan Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Laboratorium terpadu Kultur jaringan Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari bulan April sampai bulan Agustus 2016 di Laboratorium terpadu Kultur jaringan Fakultas Sains dan Teknologi,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Rancangan acak lengkap (RAL) faktorial dengan 2 faktor yaitu:

BAB III METODE PENELITIAN. Rancangan acak lengkap (RAL) faktorial dengan 2 faktor yaitu: BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini termasuk penelitian eskperimental yang menggunakan Rancangan acak lengkap (RAL) faktorial dengan 2 faktor yaitu: 1. Faktor pertama: konsentrasi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pengaruh Perlakuan Ekstrak Tumbuhan terhadap Waktu Inkubasi, Kejadian Penyakit, Keparahan, dan NAE Waktu inkubasi. Dari pengamatan yang telah dilakukan, diperoleh beragam waktu

Lebih terperinci

Lampiran A : Komposisi Media MS

Lampiran A : Komposisi Media MS Lampiran A : Komposisi Media MS Komposisi Media MS (Murashige & Skoog, 1962) Bahan Kimia Konsentrasi dalam mesia (mg/l) Makro Nutrient NH 4 NO 3 1650,000 KNO 3 1900,000 CaCl 2.H 2 O 440,000 MgSO 4.7H 2

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Analisis Sifat Fisik dan Kimia Tanah Inceptisol Indramayu Inceptisol Indramayu memiliki tekstur lempung liat berdebu dengan persentase pasir, debu, liat masing-masing 38%,

Lebih terperinci

KULTUR PROTOPLAS Berkembang pada tahun1960, setelah diketemukan cara menghilangkan dinding sel secara enzimatis

KULTUR PROTOPLAS Berkembang pada tahun1960, setelah diketemukan cara menghilangkan dinding sel secara enzimatis BIOTEKNOLOGI Victoria Henuhili, MSi *)., Jurdik Biologi FMIPA UNY Sub Topik : FUSI PROTOPLAS KULTUR PROTOPLAS Berkembang pada tahun1960, setelah diketemukan cara menghilangkan dinding sel secara enzimatis

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Tanaman, Jurusan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Tanaman, Jurusan 22 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Tanaman, Jurusan Agroteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung, Bandar Lampung. Penelitian

Lebih terperinci

Kultur Jaringan Menjadi Teknologi yang Potensial untuk Perbanyakan Vegetatif Tanaman Jambu Mete Di Masa Mendatang

Kultur Jaringan Menjadi Teknologi yang Potensial untuk Perbanyakan Vegetatif Tanaman Jambu Mete Di Masa Mendatang AgroinovasI Kultur Jaringan Menjadi Teknologi yang Potensial untuk Perbanyakan Vegetatif Tanaman Jambu Mete Di Masa Mendatang Tanaman jambu mete (Anacardium occidentale. L.) merupakan salah satu tanaman

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian ini dilaksanakan di lahan kering dengan kondisi lahan sebelum pertanaman adalah tidak ditanami tanaman selama beberapa bulan dengan gulma yang dominan sebelum

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 17 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Pemberian Bahan Humat dengan Carrier Zeolit terhadap Jumlah Tandan Pemberian bahan humat dengan carrier zeolit tidak berpengaruh nyata meningkatkan jumlah tandan

Lebih terperinci

Tabel 1 Persentase penghambatan koloni dan filtrat isolat Streptomyces terhadap pertumbuhan S. rolfsii Isolat Streptomyces spp.

Tabel 1 Persentase penghambatan koloni dan filtrat isolat Streptomyces terhadap pertumbuhan S. rolfsii Isolat Streptomyces spp. 4 Tinggi tanaman kumulatif dikonversi menjadi LADKT (luasan area di bawah kurva perkembangan tinggi tanaman) menggunakan rumus sama seperti perhitungan LADKP. KB dihitung dengan rumus (Sutopo 2002): Perhitungan

Lebih terperinci